Pemilukada Serentak versi Non Partisan byhq.doc

12
Pemilukada Serentak versi Non-Partisan Oleh: BAEHAQI* Dalam sejarah panjang bangsa Indonesia, inilah kali pertama kita sebagai generasi bangsa melaksanakan pesta demokrasi secara serentak, dan pelaksanaannya hingga tahun 2023 secara bertahap pada akhir masa jabatan sebelumnya. Pilkada serentak dilaksanakan dalam tujuh gelombang, pertama pilkada serentak dilaksanakan pada Desember 2015, gelombang kedua dilaksanakan pada Pebruari 2017, gelombang ketiga dilaksanakan pada Juni 2018, gelombang keempat dilaksanakan pada tahun 2020, gelombang kelima akan dilaksanakan pada tahun 2022, gelombang keenam akan dilaksanakan pada tahun 2023, dan gelombang ketujuh akan dilaksanakan pada tahun 2027 sebagai titik awal Pilkada Serentak secara Nasional. Pelaksanaan Pemilu Serentak berada dalam payung Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 2015 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Sistem pemilu seperti

Transcript of Pemilukada Serentak versi Non Partisan byhq.doc

Page 1: Pemilukada Serentak versi Non Partisan byhq.doc

Pemilukada Serentak versi Non-Partisan

Oleh: BAEHAQI*

Dalam sejarah panjang bangsa Indonesia, inilah kali pertama kita sebagai

generasi bangsa melaksanakan pesta demokrasi secara serentak, dan

pelaksanaannya hingga tahun 2023 secara bertahap pada akhir masa jabatan

sebelumnya. Pilkada serentak dilaksanakan dalam tujuh gelombang, pertama

pilkada serentak dilaksanakan pada Desember 2015, gelombang kedua

dilaksanakan pada Pebruari 2017, gelombang ketiga dilaksanakan pada Juni 2018,

gelombang keempat dilaksanakan pada tahun 2020, gelombang kelima akan

dilaksanakan pada tahun 2022, gelombang keenam akan dilaksanakan pada tahun

2023, dan gelombang ketujuh akan dilaksanakan pada tahun 2027 sebagai titik

awal Pilkada Serentak secara Nasional.

Pelaksanaan Pemilu Serentak berada dalam payung Undang-Undang

Nomor. 1 Tahun 2015 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 2014

tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Sistem pemilu seperti ini

menghendaki agar semua model pemilihan dapat dilaksanakan secara bersamaan,

baik Pemilihan Gubernur, Pemilihan Bupati maupun Pemilihan Walikota.

Andersen menyatakan, pemilu serentak (concurrent elections) adalah sistem

pemilu yang melangsungkan beberapa pemilihan pada satu waktu secara

bersamaan.

Pelaksanaan sistem Pemilukada Serentak dimaksudkan agar mekanisme

pemilihan dapat berlangsung secara langsung dan demokratis, lebih dikkhususkan

lagi untuk efesiensi biaya penyelenggaraan pemilu. Langsung artinya pelaksanaan

Page 2: Pemilukada Serentak versi Non Partisan byhq.doc

pemilihannya berlangsung secara tepat waktu dan bersamaan, secara demokratis

maksudnya pemilihan dilaksanakan secara adil dan setara, hal ini tertuang dalam

UU No. 1 Tahun 2015 pasal 12 dan pasal 14, sedangkan efisiensi biaya

dimaksudkan untuk menghemat anggaran pengeluaran biaya pemilu.

Azas Langsung menjadi prasyarat bagi penerapan sistem pemerintahan

yang demokratis, paling tidak pasangan calon (kandidat) terpilih memilki

legitimasi demokratis yang kuat untuk lebih bertanggungjawab terhadap

rakyatnya. Secara teoritikal, azas langsung dapat memberi peluang kepada para

kandidat untuk mengemas produk politiknya melalui pencitraan dan kepribadian

(personality), dan secara otomatis parpol pengusung berada di garis terdepan.

Azas Langsung ini telah dinyatakan dalam UU NO.32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, mengatur tentang pemilihan kepala daerah dan wakil

kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat.

Azas Demokrasi tentunya menuntut adanya perubahan secara menyeluruh,

bukan sebatas representasi dan partisipasi masyarakat yang bersifat nominal.

Karena hakekat demokrasi adalah kemampuan mempraktikkan cara-cara yang

jujur dan bersih tanpa intervensi, serta hasilnya dapat dirasakan oleh

masyarakat.`Demokrasi adalah instrumen terpenting dalam pemilu, demokrasi

dinisbahkan sebagai pembuka ruang kompetitif bagi para kandidat untuk

mengkreasikan caranya memenangkan pemilihan.

Azas langsung dan demokratis ini secara otomatis menuntut peran aktif

lembaga pelaksana, pengawas, peradilan dan pemantau pemilu, untuk

menciptakan penyelanggaraan pemilu yang bebas dan rahasia bukan malah

Page 3: Pemilukada Serentak versi Non Partisan byhq.doc

bergeser menjadi peran-peran “pengadil” dan atau sebutan lainnya sehingga

memungkinkan tertutupnya keran demokrasi. Karena prinsip demokrasi adalah

terbukanya ruang kebebasan publik sebagaimana diatur dalam pasal 18 ayat 4

UUD 1945.

Demokrasi bukan tanpa hambatan, membangun nilai demokrasi perlu

diperkuat oleh landasan pengetahuan dan keterampilan. Pengejawantahan nilai-

nilai demoraksi dapat diwujudkan semisal mentaati setiap ketentuan dan rambu-

rambu yang telah dibuat oleh pejabat berwenang, yakni KPU/KPUD,

Bawaslu/Panwaslu, DKPP, MK dan Pemantau Pemilu lainnya. Lembaga tersebut

secara bersama-sama menyelesaikan soal demokrasi secara tekstual merujuk

kepada ketentuan perundang-undangan dan ketentuan lainnya yang mengikat.

Norma keadilan dan kesetaraan dalam bingkai demokrasi diharapkan dapat

mengalahkan aspek keberpihakan, karena secara utuh dan formiil lembaga

pelaksana, pengawas, peradilan dan pemantau pemilu diberikan kepercayaan

untuk mengawal demokrasi sampai kepada tujuan akhirnya, yaitu menjunjung

tinggi kedaulatan rakyat dan menciptakan pemerintahan yang efektif.

Sejalan dengan hal diatas, Janpatar Simamora dalam Jurnal nya berjudul

Eksistensi Pemilukada dalam Rangka Mewujudkan Pemerintahan Daerah yang

Demokratis meyatakan bahwa; pemilihan umum kepala daerah secara langsung

adalah merupakan sarana sekaligus upaya mewujudkan sistem demokrasi secara

utuh serta sebagai langkah merealiasaikan kedaulatan rakyat. Pernyataannya ini

kemudian diperkuat kembali dengan menggutip pendapat Samuel P. Huntington

dalam buku bukunya The Third Wave of Democratization in The Late Twentieth

Page 4: Pemilukada Serentak versi Non Partisan byhq.doc

Century, bahwa pemilu yang bebas, jujur dan kompetitif hanya dimungkinkan bila

terdapat kebebasan berpendapat, berkumpul, dan pers, serta jika kandidat dan

partai opisisi dapat memberikan kritik kepada penguasa tanpa ketakutan akan

terjadinya pembalasan.

Kesatuan azas ini (langsung dan demokratis) diharapkan mampu

menghindarkan diri dari perilaku negatif berpoitik; semisal money politic (politik

uang dan sembako), black campaign (disintegrasi sosial), kecurangan resmi

melalui penggelembungan suara, mobilisasi pemilih (munculnya pemilih fiktip

dan pemilih urban), intervensi pemerintah/lembaga lainnya, penyalahgunaan

lembaga pendidikan dan sarana ibadah, ‘perantara politik’ (pengusaha

penyumbang dan a-politik), sampai kepada pengerahan massa akibat

ketidakpuasan dari hasil pemilu. Semua ini merupakan alat perusak utama

demokrasi dalam pelaksanaan Pemilukada Serentak 2015, masyarakat dijadikan

objek politik transaksional yang pada akhirnya masyarakat tidak dapat menikmati

hasil pemilu.

Tujuan lainnya dari Pemilukada Serentak adalah terwujudunya efektivitas

dan efesiensi anggaran biaya pemilu, sebagaimana telah diatur dalam PMK

Nomor. 140/PMK.02/2015. Ternyata anggaran Pemilukada Serentak menurut

Mendagri Tjahjo Kumolo mencapai 6,7 triliun, jumlah itu lebih besar dibanding

pemilu tidak serentak. Seluruh Ketersediaan anggaran sebesar itu diberikan untuk

mendukung seluruh penyelengaraan Pemilukada Serentak 2015.

Besarnya jumlah anggaran tersebut mengharuskan KPU/KPUD, dan

Bawaslu/Panwaslu Kota/Kabupaten siap dengan rencana penggunaan anggaran

Page 5: Pemilukada Serentak versi Non Partisan byhq.doc

hibah dan siap dengan perhitungan biaya anggaran secara akurat. Belum lagi

menyangkut perencanaan dan perhitungan biaya pengamanan Pemilukada

Serentak dan penetapan prosedur acuan biaya penyelesaian perselisihan hasil

Pemilukada Serentak 2015. Serasa keinginan menghemat anggaran negara

seefesien mungkin jauh dari harapan, mungkin nanti di tahun 2027 efesiensi

anggaran pemilu dapat terealisasikan dengan baik.

Pembengkakan biaya kemudian adalah semakin tingginya biaya politik

dari masing-masing pasangan calon, karena selain harus berhadapan dengan

pemilih emosional (kesulitan membedakan antara partai dan kandidat partai) para

kandidat dituntut harus memberdayakan seluruh komponen pengikat yang dapat

memenangkkan dirinya pada pemilihan.

Praktiknya, memang sulit mendapati perilaku pemilih yang menurut

Adams, Merill III dan Grofman bertipikal spatial (termotivasi karena kebijakan

yang ditawarkan), bertipikal behavioral (karena faktor persepsi pemilih), dan

bertipikal party competition (karena kemampuan menganalisis para kandidat).

Malahan yang terjadi, para kandidat sering berhadapan dengan pemilih yang

oportunis, pemilih yang memanfaatkan moment pemilu sebagai lahan

memperkaya diri.

Karena besarnya biaya politik tersebut, para kandidat cenderung memakai

cara-cara instan dan inkonstuitusional, azas “the winner takes all” (pemenang

mengambil semua) secara inheren melekat dalam diri kandidat. Terlebih secara

teoritis para kandidat tidak memiliki waktu lebih untuk memahami perilaku

pemilih tersebut, yang dilakukannya adalah pendekatan seefektif mungkin untuk

Page 6: Pemilukada Serentak versi Non Partisan byhq.doc

menciptakan elektabilitas dan keunggulannya agar dapat memenangkan

pemilihan.

Maka dimungkinkan Pemilukada Serentak tahun ini dapat memunculkan

potensi kekakuan politik, atau meminjam istilah Ramlan Surbakti, dkk dalam

papernya di Electrocal Research Institute, hal demikian dapat menyuburkan

politik transaksional karena kebutuhan terhadap dukungan elektoral untuk

memenangkan pemilu.

Sebagai warga negara yang taat azas, bukti kepedulian kita menyambut

Pemiluada Serentak dapat dimulai dengan upaya pendidikan politik dilingkungan

terkecil seperti rumah, tetangga dan warga setingkat Rukun Tetangga (RT).

Waktu enam (6) minggu ke depan sebelum tanggal 9 Desember 2015, menjadi

sangat bernilai jika dalam diri pribadi masing-masing warga negara tumbuh

kesadaran untuk menciptakan pemilu yang demokratis dan jujur.

Terlebih disini, partai politik memiliki peran strategis dalam

mentransformasikan pesan-pesan demokrasi. Pesan yang kemudian dapat

disampaikan melalui kader partai atau melalui pesan media (cetak, elektronik

maupun gambar/spanduk, baleho dan lainnya).

Entah sebab kebetulan atau memang bukan, cenderung ditemui dan

dialami masyarakat adalah setiap menjelang pemilu (baik pemilukada, pemilu

legislatif bahkan pilpres), kebiasaan “perang opini” antar elite partai (parpol)

selalu muncul berbarengan dengan hajatan pemilu. Media selalu dipakai sebagai

senjata untuk memeranguhi pikiran masyarakat.

Page 7: Pemilukada Serentak versi Non Partisan byhq.doc

Seringnya perilaku “oknum elit partai” digeneralisasi menjadi perilaku

partai politik, kesalahan satu dua orang elit partai seolah menjadi kesalahan partai

politik. Nampaknya yang sudah terbentuk selama ini seperti itu, wadah tempat

“oknum elit partai” bernanung maka secara langsung menggambarkan sisi

buruknya parpol.

Sangat disayangkan jika masih ada diantara warga negara yang berpikiran

seperti diatas, dan tentunya tidak ada satupun partai politik yang mao disebut

sebagai “parpol pencipta kejahatan”. Semua parpol yang ada di Negara Kesatuan

Republik Indonesia ini memiliki orientasi yang sama, yaitu sebagai wadah

pencipta generasi bangsa yang baik.

Semisal sebut saja kejadian yang menimpa partai NasDem, perilaku

“oknum elit partai” nya tidak dapat digeneralisasikan sebagai keseluruhan

perilaku parpol’. Karena sesungguhnya bukti bahwa partai NasDem tetap

berorientasi sebagai wadah pencipta generasi bangsa yang baik adalah; pertama,

secara sadar “oknum’ tersebut telah menyatakan keluar sebagai kader parpol

NasDem, artinya yang bersangkutan memang bertindak atas kepentingan pribadi;

kedua, perilaku “oknum elit partai” tersebut tidak memiliki legitgimasi dari partai,

karena tidak adanya bukti surat tugas; ketiga, partai NasDem tidak melakukan

pembelaan diri, karena sesungguhnya partai NasDem memiliki media yang dapat

dipakai untuk membela diri.

Beberapa catatan tersebut mungkin belum menggambarkan seutuhnya jati

diri partai NasDem, tetapi paling tidak dalam konteks perpolitikan saat ini,

Page 8: Pemilukada Serentak versi Non Partisan byhq.doc

seluruh komponen bangsa mampu bergandengan tangan mengawal Pemilukada

Serentak dengan niatan sama, yaitu ‘mengawal demokrasi secara jujur dan adil’.

Terakhir penulis ingin menyatakan, dalam praxis Pemilukada Serentak

2015 di provinsi Banten, selayaknya kandidat yang berkualitas dan memiliki

motivasi menciptakan pemerintahan yang bersih dapat memenangkan pemilihan

secara akuntabel. Dengan harapan penciptaan good governance dapat dimulai dari

provinsi Banten, tanpa harus menunggu hingga tahun 2027.

*Penulis adalah: Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Tangerang