PEMILU TAHUN 1955 SANGAT DEMOKRATIS
-
Upload
kabeh-nuza-modifyer -
Category
Documents
-
view
52 -
download
10
description
Transcript of PEMILU TAHUN 1955 SANGAT DEMOKRATIS
Nama : Putu Eka Sugiarta Tugas : Hukum Tata Negara
NIM : 1014041061
Jurusan : PPKn
Kelas : B
Pertanyaan :
1. Apa yang menyebabkan TNI/POLRI tidak diberikan untuk menggunakan hak pilih saat
PEMILU?
2. Apakah PEMILU tahun 1955 dapat berjalan dan berhasil?
3. Bagaimana perbandingan pemilu orde baru dengan reformasi dilihat dari makna
demokrasi dan tercapainya tujuan Negara ?
Jawaban :
1. Pada pasal 145 UU PEMILU NO.12 Tahun 2003, bahwa didalam PEMILU , anggota
TNI / POLRI tidak menggunakan hak pilihnya. Dengan adanya kebijakan yang demikian
maka ada beberapa alasan yang mendasar lainnya terkait tidak adanya hak pilih TNI /
POLRI dalam PEMILU seperti :
- Akan terjadi perpecahan didalam TNI itu sendiri akibat adanya pengaruh politik
- Kemungkinan TNI tidak focus dalam menjalankan tugasnya untuk menjaga
keamanan NKRI
- Dari segi hokum mereka tidak berani melanggar undang-undang PEMILU yang
menjadi kesepakatan untuk tidak ikut dalam pemilihan tapi mereka hanya bertugas
untuk mengamankan jalannya PEMILU.
- Memang betul setiap warga negara RI dlm hukum dan pemerintahan mempunyai hak
dan kewajiban yg sama, tetapi di negara RI Polri dan TNI direkrut, dibentuk (dilatih)
dan kemudian bertugas sesuai bidang masing2 diatur dengan UU tersendiri dan
menurut UU tsb sampai saat ini (belum direvisi) dalam Pemilu bersifat netral (tdk
memiliki hak pilih), karena TNI Polri itu dipersenjatai dikawatirkan bila memihak
(menjadi anggota) atau mendukung salah satu Parpol, akan menggunakan
perlengkapan yg ada pd individu dan disatuannya, dan juga agar tidak terjadi blok2an
dlm lingkup kecil hingga nasional. Yang pd akhirnya justru akan memperkeruh
situasi keamanan dalam negeri.
1. Pemilihan Umum Indonesia 1955
Pemilihan Umum Indonesia 1955 Pertama yang diadakan secara nasional, setelah
pengalaman yang minim pada pemilihan umum propinsi dan kotapraja di era kolonial.
Sebelum Perang Dunia Kedua meletus, pemerintah kolonial Belanda menyelenggarakan
pemilihan anggota Volksraad (Dewan Rakyat) yang sama sekali tidak memberikan
pengalaman demokrasi buat para penyelenggara republik yang baru ini. Walau miskin
pengalaman, hajatan nasional 1955 itu sukses besar. Pemilihan umum diadakan selama
dua periode. Periode pertama tanggal 29 September 1955 dilaksanakan untuk memilih
keanggotaan DPR. Sedangkan periode kedua dilaksanakan pada tanggal 15 Desember
1955 untuk memilih anggota konstituante (Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar).
Tidak kurang dari 80 partai politik, organisasi massa, dan puluhan perorangan ikut serta
mencalonkan diri dalam pemilu yang pertama ini. Pada pemilu ini, anggota TNI-APRI,
juga menggunakan hak pilihnya berdasarkan peraturan yang berlaku ketika itu (30 Tahun
Indonesia Merdeka 1950-1964, 1981:88).Di sanjung para petinggi dunia.
Kunci keberhasilan Pemilu 1955 sehingga berlangsung demokratis dan
relatif aman dan damai yaitu diwakilinya semua partai di dalam badan penyelenggara.
Memang, ada sejumlah usaha pemaksaan kehendak oleh pejabat lokal, tetapi itu biasanya
diimbangi oleh usaha partai-partai lain yang melaporkannya kepada instansi yang lebih
tinggi atau kepada wartawan. Praktek intimidasi oleh pemuka partai tidak jarang terjadi,
terutama di daerah-daerah di mana satu desa atau dukuh menjadi monopoli satu partai.
Tetapi, keberhasilan partai-partai besar untuk mendirikan ranting di mana-mana
menjadikan proses saling mengawasi umumnya cukup efektif.
2. Perbandingan pemilu orde baru dengan era reformasi dilihat dari makna demokrasi
sebagai berikut :
Pemilu di masa Orde Baru:
1. Dilaksanakan hanya sekali untuk memilih partai, hanya ada tiga partai (PDI, Golkar
dan PPP) dan pasti Golkar sebagai jawara PEMILU dengan mengusung presiden
Soeharto pada SU MPR;
2. Tidak adanya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta anggota Legislatif
secara langsung;
3. Semboyan Pemilu yaitu Luber (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia)
4. Kekuatan politik ada ditangan penguasa
5. Rezim yang berkuasa bersikeras, supaya partainya (Golkar) yang menang
6. Kekerasan terjadi oleh aparat pemerintah terhadap rakyat.
7. Represi politik sebagaialat politik penguasa (rezim orba)Serba negara dan tentara
8. . Negara memonopoli legitimasi dalam pelaksanaanpemilu
9. Pelanggaran pemilu dilakukan oleh birokrasi, Golkar, dan tentara.
10. Politik kekerasan oleh penguasa menjadi isu utama
Pemilu di masa Reformasi:
1. Dilaksanakan dengan dua hingga tiga tahapan (satu tahapan untuk memilih partai/anggota
legislatif dan dua tahapan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden) dengan jumlah
partai mencapai 24 Parpol (Pemilu 2004) dan 34 Parpol (Pemilu 2009);
2. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta anggota Legislatif secara langsung oleh
rakyat;
3. semboyan Pemilu yaitu Luber dan Jurdil (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia serta
Jujur dan Adil).
4. Kebebasan politik sebagai modal parpol
5. Terjadi pembagian legitimasi di tengah masyarakat
6. Politik uang menjadi fenomena di tengah masyarakat
Melihat hal tersebut sehingga dapat dikatakan PEMILU era reformasi lebih demokratis
disbanding Orde baru yang dipenuhi oleh otoritas penguasa dan pihak kepentingan
sehingga asas LUBER banyak yang dilanggar.