PEMILIHAN UMUM MENGENAI BADAN PENGAWAS PEMILU Fikri …

24
DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 8, Nomor 1, Tahun 2019 Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/ 281 POLITIK HUKUM UNDANG-UNDANG NO.7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM MENGENAI BADAN PENGAWAS PEMILU Fikri Zikri Ramdanu Cahya*, Untung Sri Hardjanto, Untung Dwi Hananto Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro E-mail : fikrizikriramdanucahya@gmail,com Abstrak Pasca amandemen UUD 1945, telah terjadi perubahan yang cukup fundamental di dalam pelaksanaan Pemilu di Indonesia, yaitu yang pertama adalah Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilu, kemudian dibentuknya Dewan Perwakilan Daerah dan dibentuknya serta hadirnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. Salah satu fungsi dari pemilu adalah sebagai sarana legitimasi politik, dimana fungsi legitimasi politik ini tertutama menjadi kebutuhan pemerintah dalam sistem politik dimana mewadahi format pemilu yang berlaku. Melalui pemilu pula, keabsahan pemerintahan yang berkuasa dapat ditegakkan, begitu pula dengan kebijakan-kebijakan serta program yang dihasilkan pemerintah, sehingga pemerintah berdasarkan hukum yang disepakati bersama, tidak hanya memiliki otoritas untuk berkuasa, melainkan juga memberikan sanksi berupa hukuman dan ganjaran bagi siapa pun yang melanggarnya. Analisis dan pengolahan data dalam penilitian ini menggunakan metode kualitatif yang terfokus kepada penemuan informasi, asas-asas yang bersumber dari data sekunder yang berhasil dikumpulkan, dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang kemudian dilakukan analisis secara kualitatif yang bersumber dari teori-teori, yang selanjutnya ditarik garis lurus terhadap kenyataan serta fakta yang telah terjadi di lapangan dan kemudian diuraikan secara sistematis, kemudian disusun atau disajikan dalam bentuk penulisan hukum.Penyelenggaraan Pemilu tentu diperlukan adanya pengawasan di dalamnya, hal tersebut adalah salah satu faktor dibentunya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Dalam perjalanannya, fungsi, tugas, dan wewenang Bawaslu mengalami perubahan sesuai dengan peraturan yang mengaturnya, yang sebelumnya hanya sebatas memberi surat rekomendasi, hingga diberikannya wewenang untuk mengadili perkara-perkara dan kasus dalam penyelenggaraan pemilu. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, perubahan fungsi Bawaslu mengalami perubahan yang cukup signifikan yaitu dengan perubahan-perubahan fungsi, tugas, dan wewenang yang semakin berkembang. Perubahan ini di dasari atas beberapa faktor, yang dapat dilihat di dalam naskah akademik dan landasan-landasan yang ada, serta perubahan yang dikehendaki oleh kepentingan elite politik menjadikan perubahan perundang- undangan Pemilu selalu berubah dalam setiap musim Pemilu. Kata Kunci: Perubahan, Bawaslu, Kewenangan, Pemilu. Abstract After the amendments Indonesia Constitution 1945, there have been quite fundamental changes in the implementation of elections in Indonesia, namely the first is that the President and Vice President are directly elected by the people through elections, then the Regional Representatives Council and the formation of the General Election Commission (KPU) national, permanent and independent election organizers. One of the functions of elections is as a means of political legitimacy, where the function of political legitimacy is mainly the government's needs in the political system which accommodates the prevailing election format. Also through elections, the legitimacy of the ruling government can be enforced, as well as policies and programs produced by the government, so that the government based on the law agreed upon, not only has the authority to rule, but also imposes punishments and punishments for anyone who break it. Analysis and processing of data in this study uses qualitative methods that focus on the discovery of information, principles derived from secondary data that have been collected, from primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials which are then analyzed

Transcript of PEMILIHAN UMUM MENGENAI BADAN PENGAWAS PEMILU Fikri …

Page 1: PEMILIHAN UMUM MENGENAI BADAN PENGAWAS PEMILU Fikri …

DIPONEGORO LAW JOURNALVolume 8, Nomor 1, Tahun 2019

Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

281

POLITIK HUKUM UNDANG-UNDANG NO.7 TAHUN 2017 TENTANGPEMILIHAN UMUM MENGENAI BADAN PENGAWAS PEMILU

Fikri Zikri Ramdanu Cahya*, Untung Sri Hardjanto, Untung Dwi HanantoProgram Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

E-mail : fikrizikriramdanucahya@gmail,com

Abstrak

Pasca amandemen UUD 1945, telah terjadi perubahan yang cukup fundamental di dalampelaksanaan Pemilu di Indonesia, yaitu yang pertama adalah Presiden dan Wakil Presiden dipilihsecara langsung oleh rakyat melalui Pemilu, kemudian dibentuknya Dewan Perwakilan Daerah dandibentuknya serta hadirnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu yangbersifat nasional, tetap dan mandiri. Salah satu fungsi dari pemilu adalah sebagai sarana legitimasipolitik, dimana fungsi legitimasi politik ini tertutama menjadi kebutuhan pemerintah dalam sistempolitik dimana mewadahi format pemilu yang berlaku. Melalui pemilu pula, keabsahanpemerintahan yang berkuasa dapat ditegakkan, begitu pula dengan kebijakan-kebijakan sertaprogram yang dihasilkan pemerintah, sehingga pemerintah berdasarkan hukum yang disepakatibersama, tidak hanya memiliki otoritas untuk berkuasa, melainkan juga memberikan sanksi berupahukuman dan ganjaran bagi siapa pun yang melanggarnya. Analisis dan pengolahan data dalampenilitian ini menggunakan metode kualitatif yang terfokus kepada penemuan informasi, asas-asasyang bersumber dari data sekunder yang berhasil dikumpulkan, dari bahan hukum primer, bahanhukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang kemudian dilakukan analisis secara kualitatif yangbersumber dari teori-teori, yang selanjutnya ditarik garis lurus terhadap kenyataan serta fakta yangtelah terjadi di lapangan dan kemudian diuraikan secara sistematis, kemudian disusun ataudisajikan dalam bentuk penulisan hukum.Penyelenggaraan Pemilu tentu diperlukan adanyapengawasan di dalamnya, hal tersebut adalah salah satu faktor dibentunya Badan Pengawas Pemilu(Bawaslu). Dalam perjalanannya, fungsi, tugas, dan wewenang Bawaslu mengalami perubahansesuai dengan peraturan yang mengaturnya, yang sebelumnya hanya sebatas memberi suratrekomendasi, hingga diberikannya wewenang untuk mengadili perkara-perkara dan kasus dalampenyelenggaraan pemilu. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, perubahanfungsi Bawaslu mengalami perubahan yang cukup signifikan yaitu dengan perubahan-perubahanfungsi, tugas, dan wewenang yang semakin berkembang. Perubahan ini di dasari atas beberapafaktor, yang dapat dilihat di dalam naskah akademik dan landasan-landasan yang ada, sertaperubahan yang dikehendaki oleh kepentingan elite politik menjadikan perubahan perundang-undangan Pemilu selalu berubah dalam setiap musim Pemilu.Kata Kunci: Perubahan, Bawaslu, Kewenangan, Pemilu.

Abstract

After the amendments Indonesia Constitution 1945, there have been quite fundamental changes inthe implementation of elections in Indonesia, namely the first is that the President and VicePresident are directly elected by the people through elections, then the Regional RepresentativesCouncil and the formation of the General Election Commission (KPU) national, permanent andindependent election organizers. One of the functions of elections is as a means of politicallegitimacy, where the function of political legitimacy is mainly the government's needs in thepolitical system which accommodates the prevailing election format. Also through elections, thelegitimacy of the ruling government can be enforced, as well as policies and programs producedby the government, so that the government based on the law agreed upon, not only has theauthority to rule, but also imposes punishments and punishments for anyone who break it. Analysisand processing of data in this study uses qualitative methods that focus on the discovery ofinformation, principles derived from secondary data that have been collected, from primary legalmaterials, secondary legal materials, and tertiary legal materials which are then analyzed

Page 2: PEMILIHAN UMUM MENGENAI BADAN PENGAWAS PEMILU Fikri …

DIPONEGORO LAW JOURNALVolume 8, Nomor 1, Tahun 2019

Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

282

qualitatively sourced from theories, which then draw a straight line to reality and facts that haveoccurred in the field and then systematically described, then compiled or presented in the form oflegal writing. The implementation of elections is certainly necessary to have supervision inthem,this is one of the factors in the formation of the Election Supervisory Agency (Bawaslu). In itsjourney, the functions, duties, and authority of Bawaslu undergo changes in accordance with theregulations governing them, which were previously limited to giving letters of recommendation,until they were given the authority to adjudicate cases and cases in the administration of elections.In Law Number 7 of 2017 concerning Elections, changes in the function of Bawaslu undergosignificant changes, namely changes in functions, tasks, and authority that are increasinglydeveloping. This change is based on a number of factors, which can be seen in academic texts andexisting foundations, as well as changes desired by the interests of the political elite, makingchanges to election legislation change in each election season.Keywords : Changing, Bawaslu, authority, election (Pemilu)

I. PENDAHULUAN

Pemilu diatur secara luasmelalui Pasal 22E ayat (3) UUDNRI 1945, bagi negara demokrasimodern, pemilu merupakanmekanisme utama yang harus adadalam tahapan penyelengaraannegara dan pembentukanpemerintahan, selain pemilihanPresiden dan Wakil Presiden,pemilu juga berguna untukmemilih anggota DewanPerwakilan Rakyat (DPR),Dewan Perwakilan Daerah(DPD), dan Dewan PerwakilanRakyat Daerah (DPRD).

UUD NRI 1945 Pasal 1ayat (2) dalam anak kalimat yangberbunyi, “kedaulatan berada ditangan rakyat” dan pada Pasal 18ayat (4) dalam anak kalimat yangberbunyi “dapat dipilih secarademokratis” merupakan dasarbahwa Indonesia merupakanNegara Demokrasi yangmenjunjung tinggi kedaulatanrakyat, dimana Pemilumerupakan bagian daripelaksanaan prinsip demokrasi.

Oleh karena itu Negarayang menyatakan diri sebagaiNegara demokrasi di dalam

konstitusinya wajib untukmenyelenggarakan danmelaksanakan pemilihan umumyang dilaksanakan dalam kurunwaktu tertentu untuk memilihpemimpin Negara dan/ataupejabat publik yang baru.1

Menurut Moh Mahfud MD,Pemilu itu sendiri merupakansuatu tindakan atau cara rakyatmelakukan suatu kegiatan untukmemilih orang atau sekelompokorang menjadi pemimpin rakyatatau pemimpin negara, danpemimpin yang terpilih tersebutakan menjalankan kehendakrakyat yang memilihnya.2

Dalam pelaksanaan Pemilu,Parulian Donald menjelaskanbahwa ada dua manfaat sekaligussebagai tujuan atau sasaranlangsung yang hendak di capaidengan pelaksanaan lembagapolitik Pemilu, yaitu yangpertama adalah pembentukanatau pemupukan kekuasaan yangabsah (otoritas), dan mencapai

1Dr. Taufiqurrohman, S.H., M.H, TafsirKonstitusi berbagai Aspek Hukum, (Jakarta,Kencana, 2011), hlm. 155.2Moh. Mahfud MD, Hukum dan Pilar-PilarDemokrasi, (Yogyakarta, Gama Media, 1999),hlm. 221-222.

Page 3: PEMILIHAN UMUM MENGENAI BADAN PENGAWAS PEMILU Fikri …

DIPONEGORO LAW JOURNALVolume 8, Nomor 1, Tahun 2019

Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

283

tingkat keterwakilan politik(political representativeness).3

Tujuan kedua manfaat tersebutmerupakan tujuan langsung yangberada dalam skala waktu relatifpendek. Hal ini mengisyaratkanbahwa manfaatnya dirasakansetelah proses Pemiluberlangsung.

Adapun tujuan tidaklangsung yang dihasilkan darikeseluruhan aktivitas dari semuapihak yang terlibat dalam posespelaksanaan Pemilu, baik pesertaatau kontestan maupun parapelaksana, pengawas dan pemilihdalam pemilu dirasakan dalamkurun waktu yang cukup lama,yaitu pembudayaan politik danjuga pengembangan politik.4

Menurut Arbi Samit, padadasarnya Pemilu memiliki empatfungsi utama, yaitu:

1. Pembentukan legitimasipenguasa dan pemerintah;

2. Pembentukan perwakilanpolitik rakyat;

3. Sirkulasi elit penguasa;4. Pendidikan politik.

Dalam sejarah penyelenggaraanPemilu di Indonesia, istilahpengawasan Pemilu muncul padaera tahun 1980-an. Padapelaksanaan Pemilu pertama padatahun 1955, dimana pada masaini banyak yang meyakini bahwaPemilu tahun 1955 merupakanPemilu yang paling ideal yangpernah terlaksana di Indonesia.Pemilu pada masa ini belumdikenal adanya pengawasan didalam Pemilu, karena pada saat

3Parulian Donald, Menggugat Pemilu, (Jakarta,Pustaka Sinar Harapan, 1997), hlm. 84Loc.cit

itu kepercayaan peserta danwarga negara tentangpenyelenggaraan Pemilu yangbertujuan untuk memilih anggotaparlemen yang pada masa itudisebut sebagai Konstituantesangatlah kuat, sehingga tidakadanya lembaga khusus untukmelakukan pengawasan Pemilu.

Kelembagaan PengawasPemilu dibentuk pertama kalipada pelaksanaan Pemilu Tahun1982, dengan nama PanitiaPengawas Pelaksana Pemilu(Panwaslak Pemilu). Lembaga inimuncul diakibatkan mulaitumbuhnya ketidakpercayaanberbagai pihak yang ikut serta didalam penyelenggaran Pemiluyang mulai dikooptasi olehkekuatan rezimpenguasa.PembentukanPanwaslak Pemilu dilatarbelakangi dari adanya protes atasbanyaknya pelanggaran danmanipulasi perhitungan suarayang dilakukan para PetugasPemilu pada tahun 1971.

Pelanggaran, kecuranganini semakin marak terjadi padaPemilu tahun 1977 sehinggamemunculkan protes-protes yangsemakin banyak dari berbagaikalangan dan golongan.Protes-protes ini kemudianditindaklanjuti oleh Pemerintahdengan berbagai macam gagasan,salah satunya adalahmemperbaiki undang-undangPemilu yang bertujuan untukmeningkatkan kualitas Pemilutahun 1982 mendatang.

Pada era reformasi, munculgagasan serta tuntutan untukmembentuk suatu badan ataulembaga penyelenggara Pemilu

Page 4: PEMILIHAN UMUM MENGENAI BADAN PENGAWAS PEMILU Fikri …

DIPONEGORO LAW JOURNALVolume 8, Nomor 1, Tahun 2019

Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

284

yang bersifat independen yangkemudian diberi nama KomisiPemilihan Umum (KPU). Hal inibertujuan untuk meminimalisasicampur tangan penguasa dalampelaksanaan Pemilu, mengingatpada penyelenggara Pemilusebelumnya yakni LembagaPemilihan Umum (LPU)merupakan bagian dariKementerian Dalam Negeri(sebelumnya Departemen DalamNegeri). Di sisi lain, lembagapengawas Pemilu juga berubahdari Panwaslak Pemilu menjadiPanitia Pengawas Pemilu(Panwaslu).

Perubahan mendasar terkaitdengan kelembagaan pengawasPemilu baru dilaksanakan melaluiUndang-Undang Nomor 12Tahun 2003 tentang PemilihanUmum Anggota DewanPerwakilan Rakyat DewanPerwakilan Daerah, Dan DewanPerwakilan Rakyat Daerah.Menurut UU ini dalampelaksanaan pengawasan Pemilu,dibentuk sebuah lembaga adhocterlepas dari struktur KPU yangterdiri dari Panitia PengawasPemilu, Panitia Pengawas PemiluProvinsi, Panitia PengawasPemilu Kabupaten/Kota, danPanitia Pengawas PemiluKecamatan. Selanjutnyakelembagaan pengawas Pemiludikuatkan melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007tentang Penyelenggara Pemiludengan dibentuknya sebuahlembaga tetap yang dinamakanBadan Pengawas Pemilu(Bawaslu).

Adapun aparatur Bawasludalam pelaksanaan pengawasan

berada sampai dengan tingkatKelurahan/Desa. Kewenanganutama dari Pengawas Pemilumenurut Undang-Undang Nomor22 Tahun 2007 adalah untukmengawasi pelaksaan tahapanPemilu, menerima aduan, sertamenangani kasus-kasuspelanggaran administrasi,pelanggaran pidana pemilu sertakode etik. Pada mulanya,kewenangan pembentukanPengawas Pemilu merupakanbagian dari kewenangan KPU,dimana diatur di dalam UUNomor 22 Tahun 2007.Namun,setelah keputusan MahkamahKonstitusi terhadap judicialreview yang dilakukan olehBawaslu terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007,rekruitmen pengawas Pemilusepenuhnya menjadi kewenangandari Bawaslu.

Dinamika kelembagaanpelaksanaan pemilu masihberjalan hingga sekarang, yaitudengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011tentang PenyelenggaraanPemilu.Dalam undang-undang inidikatakan bahwa ada dualembaga pelaksana Pemilu, yaituKomisi Pemilihan Umum (KPU)dan Badan Pengawas Pemilu(Bawaslu).Perubahan dalamkewenangan serta tugas danfungsi kelembagaan Pemilu jugaterus menjadi perbincangan agarkelak nantinya lembagapelaksana Pemilu, baik KPUmaupun Bawaslu dapat berjalandengan ideal.

Dalam Undang-UndangNomor 7 Tahun 2017 terjadi

Page 5: PEMILIHAN UMUM MENGENAI BADAN PENGAWAS PEMILU Fikri …

DIPONEGORO LAW JOURNALVolume 8, Nomor 1, Tahun 2019

Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

285

banyak perkembangan danperubahan yang diatur di dalamUndang-Undang ini, antara lainadalah perubahan pengaturantentang kelembagaanpenyelenggara Pemilu,pengaturan mengenai Kode EtikDKPP, perubahan di dalampendaftaran pemilih, syaratkepesertaan Pemilu, penambahanketentuan pendaftaran calonpeserta Pemilu dalam kondisitertentu, dan sebagainya yangpastinya juga akan berdampak didalam penyelenggaran Pemiluselanjutnya.

II. METODE

Proses untuk mendapatkanilmu agar memiliki nilaikebenaran harus dilandasi olehcara berpikir yang rasionalberdasarkan logika, dan berpikirempiris berdasarkan fakta. Salahsatu cara untuk mendapatkanilmu, yaitu melalui penelitian5.Penelitian adalah suatu kegiatanilmiah yang ada kaitannya dengananalisa dan konstruksi yangdilakukan secara metodologis,sistematis dan konsisten.Metodologi berarti sesuai denganmetode atau cara tertentu,sistematis berarti berdasarkansuatu sistem, sedangkan konsistenberarti tidak adanya hal-hal yangbertentangan dengan suatukerangka6. Penelitian hukumdilakukan sebagai upaya

5Juliansyah Noor, MetodologiPenelitian,(Jakarta: Kencana Prenada MediaGroup,2011), hlm. 12.6Soerjono Soekanto, Pengantar PenelitianHukum, (Jakarta: UI-Press, 1986), hlm. 42

pengembangan ilmu hukum, sertamenjawab isu-isu hukum yangsaat ini banyak berkembang didalam masyarakat. Tanpapenelitian hukum, makapengembangan hukum tidak akanberjalan maksimal7.

Metode pendekatan yangdigunakan dalam penelitian iniadalah yuridis normatif. Metodependekatan yuridis normatifadalah pendekatan yangdilakukan dengan cara menelitibahan pustaka atau data sekundersebagai bahan dasar untuk ditelitidengan cara mengadakanpenelusuran terhadap peraturan-peraturan dan literatur-literaturyang berkaitan denganpermasalahan yang diteliti8.

Pendekatan yuridis adalahsuatu pendekatan yang mengacupada hukum dan peraturanperundang-undangan yangberlaku9, sedangkan pendekatannormatif adalah pendekatan yangdilakukan dengan cara menelitibahan pustaka atau data sekunderterhadap asas-asas hukum sertastudi kasus yang dengan kata lainsering disebut sebagai penelitianhukum kepustakaan10.

7Dyah Ochtorina, dan A’an Efendi, PenelitianHukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 7.8 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif Suatu TinjauanSingkat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2004), hlm 139Roni Hanitjo Soemitro, Metode Penelitian

Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: GhaliaIndonesia,1982), hlm. 20.

10Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif Suatu TinjauanSingkat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2004), hlm. 13

Page 6: PEMILIHAN UMUM MENGENAI BADAN PENGAWAS PEMILU Fikri …

DIPONEGORO LAW JOURNALVolume 8, Nomor 1, Tahun 2019

Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

286

Spesifikasi penelitian yangdigunakan dalam penelitian iniyaitu penelitian deskriptif -analitis. Menurut Kamus BesarBahasa Indonesia:

1) Deskriptif adalah bersifatdeskripsi; bersifatmenggambarkan apa adanya.

2) Analitis adalah bersifat(menurut) analisis.

Penelitian tersebut adalahsuatu metode yang berfungsiuntuk mendeskripsikan ataumemberi gambaran terhadapobjek yang diteliti melalui dataatau sampel yang telah terkumpulsebagaimana adanya tanpamelakukan analisis dan membuatkesimpulan yang berlakuumum.Penelitian menjabarkanunsur - unsur yang ada dalamsuatu permasalahan melalui uraianhasil penelitian kemudiandianalisis menggunakan ilmupengetahuan terkait yang dalamhal ini yaitu ilmu hukum.

Penelitian hukum inimenggunakan data sekundersebagai data utama. Data sekunderadalah data yang diperoleh daripenelitian kepustakaan dandokumentasi yang merupakanhasil penelitian dan pengolahanorang lain, yang sudah tersediadalam bentuk buku-buku ataudokumentasi, yang biasanyadisediakan di perpustakaan ataumilik pribadi peneliti11.Datasekunder diperoleh dari sumber-

11 Hilman Hadikusuma, Metode PembuatanKertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum,(Bandung: Mandar Maju, 1995), hlm. 65.

sumber yang berupa bahan hukumprimer, dan bahan hukumsekunder12.

Metode pengumpulan datadidasarkan pada sumber data yangdiperoleh dalam penelitian ini,data dikumpulkan dengan carastudi kepustakaan (libraryresearch), Studi kepustakaanmerupakan teknik pengumpulandata dengan mengadakan studipenelaahan terhadap buku-buku,literature-literatur, catatan-catatan,dan laporan-laporan yang adahubungannya dengan masalahyang akan dipecahkan. Studikepustakaan meliputi beberapaproses, seperti: mengidentifikasiteori secara sistematis, penemuanpustaka, dan analisis dokumenyang memuat informasi yangberkaitan dengan topikpenelitian13.

Analisis dan pengolahandata dalam penilitian inimenggunakan metode kualitatifyang terfokus kepada penemuaninformasi, asas-asas yangbersumber dari data sekunderyang berhasil dikumpulkan, daribahan hukum primer, bahanhukum sekunder, dan bahanhukum tersier yang kemudiandilakukan analisis secara kualitatifyang bersumber dari teori-teori,yang selanjutnya ditarik garislurus terhadap kenyataan sertafakta yang telah terjadi dilapangan dan kemudian diuraikansecara sistematis, kemudian

12Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit.,hlm. 24.13 Mohammad Nazir, Metode Penelitian,(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), hlm. 27.

Page 7: PEMILIHAN UMUM MENGENAI BADAN PENGAWAS PEMILU Fikri …

DIPONEGORO LAW JOURNALVolume 8, Nomor 1, Tahun 2019

Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

287

disusun atau disajikan dalambentuk penulisan hukum.

III. HASIL PENELITIAN DANPEMBAHASANA. Perkembangan Pemilu

Pasca ReformasiSelama masa Orde Baru,

penyelenggaraan pemilu dankehidupan bernegara di Indonesiatidak sesuai dengan amanatPembukaan UUD 1945. Salahsatunya yaitu pemilu yangdiselenggarakan hanya untukmemenuhi persyaratan demokrasiformal karena seluruh proses dantahapan pelaksanaannya dikuasaioleh pemerintah. Reformasimerupakan suatu titik balik bagibangsa Indonesia, hal ini terjadibertujuan sebagai pengevaluasianpenerapan prinsip kedaulatanrakyat yang tertulis di dalamkonstitusi. Masa Orde Lama danOrde Baru dianggap sangatlahminim penerapan dari nilai“kedaulatan rakyat” di dalampelaksanaan kegiatanbernegaranya, puncaknya ditandaidengan perubahan terhadapbatang tubuh UUD 1945,perubahan spesifik dapat dilihatdalam pasal-pasal yang mengaturtentang penguatan terhadapsystem presidensial di Indonesia.MPR merumuskan 5 kesepakatanyang menjadi dasar pijakan dalamperubahan UUD yaitu :

1. Pembukaan UUD 1945tidak diubah;

2. Bentuk Negara kesatuanakan dipertahankan;

3. Sistem pemerintahanpresidensial akan diperkuat;

4. Penejelasan UUDditiadakan sedangkan isinya yang

bersifat normatifi dijadikan isipasal UUD;

5. Perubahan dilakukandengan addendum.

Perubahan yang telahdisepakati MPR tersebut secaratidak langsung akan berpengaruhterhadap tata cara pemilihanPresiden dan Wakil Presiden,bahwa di dalam pelaksanaansistem presidensial, presidenbertanggung jawab langsungkepada rakyat dan tidak lagibertanggung jawab terhadapMPR. Hal ini membuat terjadinyatransformasi sistem dari yangsebelumnya Presiden dan WakilPresiden dipilih oleh MPR(Demokrasi Tidak Langsung),berubah menjadi Presiden danWakil Presiden dipilih secaralangsung oleh rakyat (DemokrasiLangsung).

Kedudukan Pemilu di dalamkonstitusional tercantum dalamPasal 22E ayat (2) UUDNRI1945, pasal tersebut menyebutkan“Pemilihan umumdiselenggarakan untuk memilihanggota Dewan PerwakilanDaerah, Dewan PerwakilanDaerah, Presiden dan WakilPresiden, dan Dewan PerwakilanRakyat Daerah”. Sejak erareformasi, Indonesia telahmelaksanakan pemilu sebanyakempat kali yaitu pada tahun 1999,2004, 2009, dan 2014 dengandinamikanya menujuperkembangan ke arah yang lebihbaik.Pasca lengsernya PresidenSoeharto dari kekuasaannya padatangal 21 Mei 1998, jabatannyadigantikan oleh Wakil PresidenBachruddin Jusuf Habibie.Diangkatnya B.J Habibie sebagai

Page 8: PEMILIHAN UMUM MENGENAI BADAN PENGAWAS PEMILU Fikri …

DIPONEGORO LAW JOURNALVolume 8, Nomor 1, Tahun 2019

Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

288

Presiden tidak menjadikan publikpuas, pada akhirnya public tetapmendesak agar pemilu barudipercepat dan segeradilaksanakan agar sisa dari Pemilu1997 dan oknum-oknum masaOrde Baru dapat dibersihkan daripemerintahan.

Pemilu 2004 menjadisejarah dari perjalanan pemilu diIndonesia, pada pemilu yangdiikuti oleh 24 partai, pemilihanPresiden dan Wakil Presidendipilih secara langsung olehpeserta demokrasi tahun 2004.Susilo Bambang Yudhoyono danJusuf Kalla menjadi pasanganCapres dan Cawapres yang keluarsebagai pemenang, danmenjadikan keduanya sebagaiPresiden dan Wakil Presidenperiode 2004 – 2009. Pemilu 2004memberlakukan sistem electoralthreshold sebesar 3% perolehansuara dari Pemilu 1999, hal inimengakibatkan beberapa partaiyang pada Pemilu 1999 takmencapai perolehan suara 3%kemudian berganti nama agardapat mengikuti Pemilu 2004,sebagai contohnya adalah PartaiKeadilan yang berganti namamenjadi Partai Keadilan Sejahtera(PKS).

Pemilu pada tahun 2004memiliki perbedaan denganpemilu pada masa Orde Baru danPemilu era Reformasi 1999,perbedaannya terletak pada duaagenda Pemilu tahun 2004, yaitu:

a. Pemilu dalam rangkamemilih anggota legislatif;

b. Pemilu dalam rangkamemilih Presiden dan WakilPresiden.

Pemilu ini di dasarkan padaUU No.12 Tahun 2003 tentangPemilu DPR, DPD, dan DPRDserta UU No.23 Tahun 2003tentang Pemilu Presiden danWakil Presiden. Kedua Undang-Undang ini menetapkan bahwatanggung jawab penyelenggaraanagenda pemilu tersebutditanggung oleh KPU yangbersifat nasional, tetap, danmandiri. KPU dalam menjalankantugasnya, penyampaian laporandalam tahap penyelenggaraanpemilu langsung disampaikankepada Presiden dan DPR, yangmenjadikan KPU sebagai lembagayang mandiri yang secaralangsung menyelenggarakanpemilu, dalam artian tidak lagiharus membentuk lembaga lainseperti PPI yang berfungsi sebagaipelaksana KPU dalampenyelenggaraan pemilu sepertipada pengaturan Pemilu padatahun 1999.

Tiga tahun setelahpenyelenggaraan pemilu tahun2004, untuk pertama kalinyapengaturan yang mengatur secarakhusus mengenaipenyelenggaraan pemilu, yaitumelalui UU No.22 Tahun 2007tentang Penyelenggaraan Pemilu.Dalam UU ini diatur mengenaiKPU, KPU Provinsi, dan KPUKab/Kota sebagai lembagapenyelenggara pemilu yang tetap,didampingi oleh Bawaslu sebagailembaga pengawas pemilu yangbersifat nasional serta independen.

Dalam rangka mewujudkanKPU dan Bawaslu yangberintegritas dan berkredibilitassebagai penyelenggara pemilu,disusun dan ditetapkan Kode Etik

Page 9: PEMILIHAN UMUM MENGENAI BADAN PENGAWAS PEMILU Fikri …

DIPONEGORO LAW JOURNALVolume 8, Nomor 1, Tahun 2019

Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

289

Penyelenggara Pemilu, sehinggakode etik ini dapatditerapkandalam penyelenggaraan pemilusebagai aturan dan batasan KPUmaupun Bawaslu. Kode etik inidibentuk oleh Dewan KehormatanKPU, KPU Provinsi, danBawaslu.

Di dalam UU No.12 Tahun2003 tentang Pemilu DPR, DPD,dan DPRD, jumlah anggota KPUadalah 11 orang. Dengandiundangkannya UU No.22 Tahun2007 tentang PenyelenggaraanPemilu, jumlah anggota KPUdipangkas menjadi 7 orang,pemangkasan jumlah anggota initidak mengubah secara mendasarpembagian tugas, fungsi,wewenang, dan kewajiban KPU.Pengaturan tentang keterwakilanperempuan di dalam keanggotaanKPU juga diatur di dalam UU ini,yakni sekurang-kurangnya 30%.

Pada tahun 2008, ada duaUU pemilu yang disahkan yaituUU No.10 Tahun 2008 tentangPemilu Anggota DPR, DPD, danDPRD, dan juga UU No.42 Tahun2008 tentang Pemilu Presiden danWakil Presiden. Perubahan didalam UU ini tidak bersifatmendasar dan fundamental,karena seperti pada UUsebelumnya, pemilihan langsungmasih menjadi aturan di dalamUU ini, dengan alasanmelandaskan kedaulatan berada ditangan rakyat. Lembagapenyelenggara pemilu masihberada dalam kuasa KPU danpengawasan oleh Bawaslu.

Pengaturan mengenaipasangan calon Presiden danWakil Presiden harus diusungoleh partai politik ataupun

gabungan partai politik pesertapemilu, yang memenuhipersyaratan perolehan kursi palingsedikit 20% dari jumlah kursiDPR, atau memperoleh 25% darisuara sah nasional dalam pemiluanggota DPR sebelumnya.Sehingga di dalam UU No.42Tahun 2008 tentang PemiluPresiden dan Wakil Presiden inidapat meminimalisir jumlahpeserta dalam pemilu sehinggadapat dilaksanakan dan diawasidengan lebih efisien.

Pada Pemilihan Umum2009, partai politik yangsebelumnya tidak mendapat kursidi parlemen pada PemilihanUmum 2004 --dan seharusnyatidak diperbolehkan menjadipeserta pemilihan umum-- dapatmenjadi peserta pemilu denganadanya putusan MahkamahKonstitusi (MK) Nomor 12/PUU-VI/2008. Hal ini mengakibatkanbanyaknya partai politik pesertaPemilihan Umum 2009, yakni 44parpol (7 partai politik lokalAceh) --di mana 28 parpol tidaklolos ambang batas, hal inidiakibatkan karenadiberlakukannya parliamentarythreshold dan tidakdiberlakukannya lagi electoralthreshold.

Dari keseluruhan partaipeser pemilu, hanya 9 partai yanglolos parliamentary threshold danberhak mendapatkan kursi di DPRyakni Partai Demokrat, PartaiGolkar, PDI-P, PKS, PAN, PPP,PKB, Partai Gerdra, dan PartaiHanura. Susilo BambangYudhoyono – Jusuf Kallamelanjutkan jabatannya hingga 2periode (2009 – 2014).

Page 10: PEMILIHAN UMUM MENGENAI BADAN PENGAWAS PEMILU Fikri …

DIPONEGORO LAW JOURNALVolume 8, Nomor 1, Tahun 2019

Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

290

Pemilu 2014 diikuti oleh 12partai yakni PDI-P, Partai Golkar,Partai Demokrat, PKB, PPP,PAN, PKS, Partai Gerindra, PartaiHanura, Partai Nasdem, PBB, danPKPI. Dalam pemilu periode ini,parliamentary threshold masihdiberlakukan, dari 12 partai hanya10 partai yang memenuhiparliamentary threshold sebesar3,5% perolehan suara. Padaperiode ini, pasangan yangmemenangkan pesta demokrasi iniadalah Joko Widodo – JusufKalla, yang mengalahkanpasangan Prabowo – Hatta.

B. Badan Pengawas PemiluPeran penyelenggara

pemilihan umum tidaklah dapatdijalankan tanpa adanyapengawasan, karena posisi dankewenangan dari penyelenggarayang vital di dalam pelaksanaanpenyelenggaraan pemilihan umumsangat memungkin terjadinyaabuse of power daripenyelenggara pemilu.Hal initerbukti terjadi pada pemilihanumum pada era tahun 1980-an.

Sebelum masa reformasi,lembaga penyelenggara pemilutidak diawasi suatu lembaga yangkuat, dan tidak bersifatindependen sehingga segalatanggung jawab, tugas pokok,serta fungsinya memilikihubungan langsung padapemerintah yang berkuasa.Akibatdari lembaga penyelenggara yangberada langsung dibawahkekuasaan pemerintah, maka padaera reformasi muncul suatugagasan yang menjadi sebuahtuntutan untuk membentuk suatubadan atau lembaga

penyelenggara pemilihan umumyang bersifat independen.Hal inimemiliki tujuan untukmeminimalisasi campur tanganpenguasa (pemerintah) di dalampelaksanaan pemilihan umum,mengingat pada penyelenggarapemilihan umum sebelumnyayakni Lembaga Pemilihan Umum(LPU) merupakan satu bagian dariDepartemen Dalam Negeri(sekarang Kementerian DalamNegeri).

Kelembagaan PengawasPemilu dibentuk pertama kalipada pelaksanaan Pemilu Tahun1982, dengan nama PanitiaPengawas Pelaksana Pemilu(Panwaslak Pemilu). Lembaga inimuncul diakibatkan mulaitumbuhnya ketidakpercayaanberbagai pihak yang ikut serta didalam penyelenggaran Pemiluyang mulai dikooptasi olehkekuatan rezim penguasa.Hal inidilatar belakangi dari adanyaprotes atas banyaknyapelanggaran dan manipulasiperhitungan suara yang dilakukanpetugas pemilihan umum padatahun 1971.

Pelanggaran dan kecuranganini semakin marak terjadi padaPemilu tahun 1977 sehinggamemunculkan protes-protes yangsemakin banyak dari berbagaikalangan dan golongan.Protes-protes ini kemudianditindaklanjuti oleh Pemerintahdengan berbagai macam gagasan,salah satunya adalah memperbaikiundang-undang Pemilu yangbertujuan untuk meningkatkankualitas Pemilu tahun 1982mendatang.

Page 11: PEMILIHAN UMUM MENGENAI BADAN PENGAWAS PEMILU Fikri …

DIPONEGORO LAW JOURNALVolume 8, Nomor 1, Tahun 2019

Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

291

Pada mulanya, kewenanganpembentukan Pengawas Pemilumerupakan bagian darikewenangan KPU, diatur di dalamUU Nomor 22 Tahun 2007.Hal initentu menjadi sangat rancu dantidak jelas, karena sangat tidaketis apabila pembentukan suatulembaga atau panitia pengawaspemilihan umum dipilih danditentukan oleh lembagapenyelenggara pemilu.Jika antaralembaga penyelenggara danpengawas pemilu memilikihubungan layaknya demikian,maka sangat mungkin terjadikonflik kepentingan yang dapatmerusak demokrasi sertakepercayaanmasyarakat.Pemerintah akhirnyamemperbaiki hal ini, yaitu dengankeputusan Mahkamah Konstitusiterhadap judicial review yangdilakukan oleh Bawaslu terhadapUndang-Undang Nomor 22 Tahun2007.

Sehingga rekruitmenpengawas Pemilu tidak menjadikewenangan KPU, melainkansepenuhnya menjadi kewenangandari Bawaslu. Ketentuanrekrutmen yang seperti itu tidakmemenuhi karakter kemandiriancalon yang akan mengawasi,calon yang di datangkan untukmengawasi justru dating dandiusulkan dari lembaga yang akandiawasi.

Dinamika kelembagaanpelaksanaan pemilu masihberjalan hingga sekarang, yaitudengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011tentang PenyelenggaraanPemilu.Dalam undang-undang inidikatakan bahwa ada dua lembaga

pelaksana Pemilu, yaitu KomisiPemilihan Umum (KPU) danBadan Pengawas Pemilu(Bawaslu).Perubahan dalamkewenangan serta tugas danfungsi kelembagaan Pemilu jugaterus menjadi perbincangan agarkelak lembaga pelaksana Pemilu,baik KPU maupun Bawaslu dapatberjalan dengan ideal.

Yang dimaksud denganpenyelenggara pemilu dalamUndang-Undang Pemilu Nomor 7Tahun 2017 adalah lembaga yangmenyelenggarakan pemilu, yangterdiri dari beberapa lembaga,yaitu:

a. Komisi PemilihanUmum;

b. Badan Pengawas Pemilu;c. Dewan Kehormatan

Penyelenggara Pemilu.Ketiga lembaga ini adalah

sebagai satu kesatuan fungsipenyelenggaraan pemilu, danmemiliki fungsinya masing-masing di dalam penyelenggaraanpemilu. KPU dalam hal inibertugas dan memiliki wewenangsebagai lembaga penyelenggarapemilu yang melaksanakanpemilu, Bawaslu dalam hal inibertugas dan memiliki wewenangsebagai lembaga penyelenggarapemilu yang mengawasipenyelenggara pemilu, dan DKPPadalah lembaga yang menanganipelanggaran kode etik darianggota-anggota yang tergabungdi dalam lembaga penyelenggarapemilu.

Dalam Undang-UndangPemilu sebelum Undang-UndangNomor 7 Tahun 2017, BadanPengawas Pemilu (Bawaslu)hanya sebagai bagian dari proses

Page 12: PEMILIHAN UMUM MENGENAI BADAN PENGAWAS PEMILU Fikri …

DIPONEGORO LAW JOURNALVolume 8, Nomor 1, Tahun 2019

Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

292

penyelesaian pelanggaranadministrasi, sedangkanpenyelesaiannya merupakankewenangan KPU. Dalampraktiknya, Bawaslu melakukanrapat kajian tentang ada atautidaknya pelanggaran administrasidari suatu laporan pengaduan.Jikaterbukti ada pelanggaran, makaBawaslu merekomendasikankepada KPU untuk selanjutnyamenyelesaikan dan menuntaskankasus pelanggarannya.

Kendala yang sering munculdari penjelasan sebelumnya,rekomendasi mengenaipelanggaran tersebut seringdiabaikan oleh KPU yangmengakibatkan kasus-kasuspelanggaran tersebut tidakdiselesaikan dan tidakdituntaskan.Setelah di sahkannyaUndang-Undang Nomor 7 Tahun2017 tentang Pemilihan Umum,memperkuat peran dan wewenangdari Bawaslu.

Dari yang sebelumnyaBawaslu hanya sebatas pengawasdan pemberi rekomendasi, didalam UU Pemilu ini Bawasludapat mengadili dan memutussuatu perkara pemilihan umum.Hal ini tercantum pada Pasal 461ayat (1) UU No.7 Tahun 2017tentang Pemilu, yang berbunyi“Bawaslu, Bawaslu Provinsi,Bawaslu Kabupaten/Kotamenerima, memeriksa, mengkaji,dan memutuskan pelanggaranadministrasi Pemilu.”

Pada ayat selanjutnya, yaituayat (6) menyebutkan: “PutusanBawaslu, Bawaslu Provinsi,Bawaslu Kabupaten/Kota untukmenyelesaikan pelanggaranadministrasi Pemilu berupa:

a. Perbaikan administrasiterhadap tata cara, prosedur, ataumekanisme sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan;

b. Teguran tertulis;c. Tidak diikutkan pada

tahapan tertentu dalampenyelenggaraan Pemilu, dan;

d. Sanksi administrasilainnya sesuai dengan ketentuandalam Undang-Undang ini.

Merujuk Pasal 460 UU No.7 Tahun 2017, pelanggaranadministrasi meliputi pelanggaranterhadap tata cara, prosedur, ataumekanisme yang berkaitan denganadministrasi pelaksanaan pemiludalam setiap tahapanpenyelenggaraan pemilu.

Penguatan Bawaslumemang telah menjadi urgensi,karena selama penyelenggaraanpemilu pasca era reformasi sudahsangat banyak terjadi pelanggarandan tindak pidana di dalampelaksanaan pemilu terkaitpenyelenggaraan pemilu. AnggotaBawaslu RI Ratna Dewi Pettalolomengatakan, pihaknya akanmemproses dugaan pelanggaranmenjanjikan uang atau politikuang pada masa tenang Pilkada2018, tanggal 24 sampai dengan26 Juni 2018. Total ada 35 kasusyang akan ditindaklanjutiBawaslu.

Pada Pilkada 2018, Bawaslutelah menerima beberapa laporankasus-kasus dari berbagai daerahdi Indonesia.Anggota BadanPengawas Pemilu (Bawaslu RI)Fritz Edward Siregarmenyampaikan beberapa hasilpengawasan saat masa tenangPilkada 2018.Pertama, kata Fritz,

Page 13: PEMILIHAN UMUM MENGENAI BADAN PENGAWAS PEMILU Fikri …

DIPONEGORO LAW JOURNALVolume 8, Nomor 1, Tahun 2019

Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

293

deklarasi relawan yang saat masatenang sebesar 39 kasus.Kedua,ditemukan adanya kegiatan bazarmurah saat masa tenang sejumlah19 kasus.Ketiga, kegiatanpengobatan gratis yang dilakukansebanyak 14 kasus.Contoh kasusini menjadi bukti dan catatanbahwa diperlukannya penguatanlembaga pengawasan pemilu.

Ketentuan UU No. 15Tahun 2011 menyebutkan bahwatugas Bawaslu adalah mengawasipenyelenggaraan Pemilu dalamrangka mencegah dan menindakpelanggaran di dalampenyelenggaraan pemilu. Tugaspengawasan oleh Bawaslu dimulaidari proses penyelenggaraanPemilu, pelaksanaan tahapanpemilu, pengelolaan danperawatan dokumen/arsip,memantau pelaksanaan tindaklanjut penanganan pelanggaranpidana pemilu, mengawasipelaksanaan putusan pelanggaranpemilu, melakukan evaluasipelaksanaan ptutusan pelanggaranpemilu, melakukan evaluasipengawasan pemilu, hinggamelakukan penyusunan laporanhasil pengawasan.

Dalam rangkamelaksanakan tugas pengawasan,Bawaslu diberikan wewenanguntuk menerima laporan dugaanpelanggaran terhadap pelaksanaanketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilu,menerima laporan adanya dugaanpelanggaran administrasi pemilu,dan dapat mengkaji laporan sertatemuan yang kemudiandirekomendasikan kepada yangberwenang, menyelesaikan

sengketa pemilu, mengangkat danmemberhentikan anggota BawasluProvinsi.

Bawaslu berkewajibanuntuk bersifat tidak diskriminatifdalam menjalankan tugas danwewenangnya, melakukanpembinaan dan pengawasanterhadapat pelaksanaan tugasPengawas Pemilu pada semuatingkatan, menerima danmenindaklanjuti laporan yangberkaitan dengan adanya dugaanpelanggaran pemilu,menyampaikan laporan hasilpengawasan sesuai dengantahapanpemilu secara periodicdan/atau berdasarkan kebutuhan,dan melaksanakan kewajibanlainnya yang terdapat di dalamperaturan perundang-undangan.

Tugas dan wewenangBawaslu Provinsi meilputipengawasan terhadap tahapanpenyelenggaraan pemilu diwilayah provinsi, dimulai daripemutakhiran data pemilihberdasarkan data kependudukan,penetapan daftar pemilihsementara, penetapan daftarpemilih tetap, pencalonan yangberkaitan dengan persyaratan dantata cara pencalonan anggotaDPRD Provinsi, Gubernur, DPD,pelaksanaan kampanye,pengadaan logistic pemilu danpendistribusiannya, pengawasanseluruh proses perhitungan suaradi wilayah kerjanya, prosesrekapitulasi suara dari seluruhdaerah kabupaten dan kota yangdilakukan oleh KPU Provinsi,pelaksanaan perhitunganan danpemungutan suara ulang, pemilulanjutan, pemilu susulan, hinggaproses penetapan hasil pemilu

Page 14: PEMILIHAN UMUM MENGENAI BADAN PENGAWAS PEMILU Fikri …

DIPONEGORO LAW JOURNALVolume 8, Nomor 1, Tahun 2019

Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

294

anggota DPRD dan hasil pemiluGubernur.

Dalam menjalankan tugasdan wewenang tersebut, BawasluProvinsi juga dapat memberikanrekomendasi kepada KPU untukmenonaktifkan sementaradan/atau mengenakan sanksiadministrative atas pelanggaranyang dilakukan penyelenggaramaupun peserta pemilu lalukemudian memberikanrekomendasi kepada yangberwenang atas temuan danlaporan terhadap tindakan yangmengandung unsur tindak pidanapemilu.

Bawaslu Provinsiberkewajiban untuk tidak bersikapdiskriminatif dalam menjalankantugas dan wewenangnya,melakukan pembinaan danpengawasan terhadap pelaksnaantugas pengawas pemilu padatingkat dibawahnya, menerimadan menindaklanjuti laporan yangberkaitan dengan adanya dugaanpelanggaran terhadappenyelenggaraan pemilu,menyampaikan laporan hasilpengawasan kepada Bawaslusesuai dengan tahapan pemilusecara periodic dan/atauberdasarkan kebutuhan,menyampaikan temuan danlaporan kepada Bawaslu berkaitandengan adanya dugaanpelanggaran yang dilakukan olehKPU Provinsi yang dapatmengakibatkan terganggunyapenyelenggaraan pemilu di tingkatprovinsi, dan melaksanakankewajiban lain sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada Undang-Undang No.15 Tahun 2011 memuat ketentuanmengenai pengawasan pemilu, didalam Pasal 69 ayat (1) terdapatketentuan mengenai PanitiaPengawas (Panwas) tingkatKecamatan, yang sebelumnyatidak terdapat dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2007,Panwaslu Kab/Kota bertugasmengawasi tahapanpenyelenggaraan pemilihan ditingkat Kab/Kota, menerimadugaan pelanggaran terhadappelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan,menyelesaikan temuan danlaporan sengketa penyelenggaraanpemilu yang tidak mengandungunsur tindak pidana,menyampaikan temuan danlaporan kepada KPU Provinsi danKPU Kab/Kota untukditindaklanjuti, meneruskantemuan dan laporan yang bukanmenjadi kewenangannya kepadainstansi yang lebih berwenang,menyampaikan laporan kepadaBawaslu sebagau dasarmengeluarkan rekomendasiBawaslu yang berkaitan denganadanya dugaan suatu tindakanyang mengakibatkanterganggunya tahapanpenyelenggaraan pemilu olehpenyelenggara di Provinsi,Kabupaten, dan Kota, mengawasipelaksanaan sosialisasipenyelenggaraan pemilu, danmelaksanakan tugas danwewenang lain yang diberikanoleh peraturan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugasdan wewenangnya, PanwasluKab/Kota memliki kewajiban

Page 15: PEMILIHAN UMUM MENGENAI BADAN PENGAWAS PEMILU Fikri …

DIPONEGORO LAW JOURNALVolume 8, Nomor 1, Tahun 2019

Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

295

diantaranya adalah untuk tidakbersikap diskriminatif dalammenjalankan tugas danwewenangnya, melakukanpembinaan dan pengawasanterhadap pelaksanaan tugasPanwas pada tingkat di bawahnya,menerima dan menindaklanjutilaporan yang berkaitan denganadanya dugaan pelanggaranterhadap pelaksanaan peraturanperundang-undangan mengenaipemilu, menyampaikan laporanhasil pengawasn kepada Bawaslusesuai dengan tahapan pemilihansecara periodic dan/atauberdasarkan kebutuhan,menyampaikan temuan danlaporan kepada Bawaslu berkaitandengan dugaan adanyapelanggaran yang dilakukan olehKPU Provinsi atau KPUKab/Kota yang mengakibatkanterganggunya penyelenggaraantahapan pemilu, danmelaksanakan kewajiban lainyang diberikan oleh peraturanperundang-undangan.Uraiandiatas adalah tugas, wewenang,dan kewajiban Bawaslu, BawasluProvinsi, dan Panwaslu Kab/Kotamenurut UU No. 15 Tahun 2011.

Pasal 4 Undang-UndangNo.7 Tahun 2017 tentang Pemilumenyebutkan bahwa pengaturanpenyelenggaraan pemilu bertujuanuntuk:

a. Memperkuat sistemketatanegaraan yangdemokratis;

b. Mewujudkan pemilu yangadil dan berintegritas;

c. Memberikan kepastianhukum dan mencegahduplikasi dalam pengaturanpemilu;

d. mewujudkan pemilu yangefektif dan efisien.Hal ini menunjukan tujuan

serta arah dan cita dibuatnyaundang-undang pemilu yang baruini, yaitu ingin menjadikanundang-undang ini menjadipondasi dan dasar untukmemperkuat pelaksanaanpenyelenggaraan pemilu.

Penguatan ini tidak sertamerta menjadikan peraturan inimenjadi alat kekuasaan yangdapat menciderai demorasi itusendiri, hal ini dipertegas padaPasal 4 huruf b, c, dan huruf dyang secara garis besarnya inginmenjadikan pengaturan hukumdari penyelenggaraan pemiluuntuk menjadi peraturan yangadil, berintegritas, sertqa efektifdan efisien guna mendukungkepastian hukum itu sendiri tanpaadanya tumpang tindih peraturanpenyelenggaraan pemilu.

Pasal 2 Undang-UndangNo.7 Tahun 2017 menyebutkanbahwa pemilu dilaksanakanberdasarkan asas LUBERJURDIL(Langsung, Umum, Bebas,Rahasia, Jujur, dan Adil), dalampasal selanjutnya, yaitu Pasal 3juga mendukung penyelenggarapemilu harus melaksanakanpemilu berdasarkan pada asassebagaimana dimaksud dalamPasal 2 dan harus memenuhiprinsip:

a. mandiri;b. jujur;c. adil;d. berkepastian hukum;e. tertib;f. terbuka;g. proporsional;h. professional;

Page 16: PEMILIHAN UMUM MENGENAI BADAN PENGAWAS PEMILU Fikri …

DIPONEGORO LAW JOURNALVolume 8, Nomor 1, Tahun 2019

Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

296

i. akuntabel;j. efektif; dank. efisien.

Banyaknya penegasan katadari “efisien” di dalam BukuKesatu (Ketentuan Umum) padaBAB II Undang-Undang No;.7Tahun 2017 tentang Pemilutentunya menjadi tolak ukur daripengaturan-pengaturanpenyelenggaraan pemilu danperaturan terkait lainnya, yangsebelumnya, belum terealisasidengan baik makna dari kataefisien tersebut. Penegasan inijuga menjadikan kata efisiensecara tersirat digaris bawahi, danharus direalisasikan denganpengaturan barunya di dalamUndang-Undang No.7 Tahun2017.Tentulah efisiensi menjadihal yang diperhatikan, terutama didalam penyelenggaraan dankhususnya di dalam pengawasanpenyelenggaraan pemilu. Undang-Undang Pemilu sebelum Undang-Undang No.7 Tahun 2017diberlakukan, wewenang dantugas Bawaslu hanya berada didalam lingkup prosespenyelesaian pelanggaranadministrasi, sedangkanpemutusan perkaranya menjadiporsi dari KPU.

Dalam praktiknya, Bawasluakan melakukan rapat kajianmengenai ada atau tidak adanyapelanggaran administrasi darisuatu laporan atau pengaduanterhadap Bawaslu. Jika laporantersebut terbukti bahwa adapelanggaran yang terjadi, makaBawaslu akan membuat suratrekomendasi penyelesaian perkaratersebut yang diberikan kepadaKPU. Faktanya, surat

rekomendasi yang telah dibentukoleh Bawaslu seringkali diabaikanoleh KPU dan mengakibatkanpelanggaran dan perkara tersebuttidak dituntaskanpenyelesaiannya. Hal ini lah yangmenjadikan salah satu alasanUndang-Undang No.7 Tahun2017 tentang Pemilu dibentukdan disahkan.

Pengaturan mengenaiBawaslu diatur di dalam Undang-Undang No.7 Tahun 2017 tentangPemilu sebanyak 28 Pasal (Pasal89 – Pasal 117) dan beberapapasal tambahan yang mengaturtentang penyelesaian sengketa,pelanggaran dan perselisihan hasilpemilu, contohnya pada Pasal454, Pasal 461, Pasal 467, Pasal468, dan Pasal 469. KewenanganBawaslu di dalam Undang-Undang No.7 Tahun 2017 tentangPemilu menjadi diperkuat dandipertegas, Bawaslu tidak lagihanya sekedar lembaga penerimaaduan dan pemberi suratrekomendasi atas pelanggaran danperkara yang terjadi di dalamPemilu, melainkan menjadilembaga yang berhak untukmenangani dan memutus suatuperkara dalam lingkup pemilu.Hal ini tercantum di dalam Pasal461 ayat (1) Undang-UndangNo.7 Tahun 2017 tentang Pemilu,disebutkan bahwa; Bawaslu,Bawaslu Provinsi, BawasluKab/Kota menerima, memeriksa,mengkaji dan memutuspelanggaran administrasi Pemilu.

Pada ayat (6) di dalam pasalyang sama menyebutkan bahwaBawaslu, Bawaslu Provinsi, danBawaslu Kab/Kota untuk

Page 17: PEMILIHAN UMUM MENGENAI BADAN PENGAWAS PEMILU Fikri …

DIPONEGORO LAW JOURNALVolume 8, Nomor 1, Tahun 2019

Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

297

menyelesaikan pelanggaranadminisitrasi Pemilu yang berupa:

a. Perbaikan administrasiterhadap tata cara, prosedur,atau mekanisme sesuaidengan ketentuan peraturanperundang-undangan;

b. Terguran tertulis;c. Tidak diikutkan dalam

tahapan tertentu dalampenyelenggaraan pemilu;

d. dan sanksi administrasilainnya sesuai denganketentuan di dalam Undang-Undang No.7 Tahun 2017.Menurut Pasal 460 Undang-

Undang No.7 Tahun 2017,pelanggaran administrasi meliputipelanggaran terhadap tata cara,prosedur, atau mekanisme yangberkaitan dengan administrasipelaksanaan pemilu dalam setiaptahapan dari penyelenggaraanpemilu. Dari uraian Pasal 460 danPasal 461 diatas dapat kita maknaidan kita pahami bahwa Bawasludi dalam Undang-Undang No.7Tahun tentang Pemilu tidak sajabertugas sebagai lembagapengawas, melainkan memilikikewenangan seperti lembagaperadilan khusus pemilu, dimanaBawaslu menjalankan fungsi-fungsi peradilan.

Uraian diatas menunjukkanadanya perkembangan padakewenangan Bawaslu, sebagaicontohnya adalah adanyapeningkatan kewenanganlembaga, yaitu dapat menggelarsidang perkara pelanggaranadministrasi pemilu di tingkatpertama.Kewenangan inimenjadikan Bawaslu lebih kuat,karena pelaksanaan kewenangandan tugasnya menjadi bagian yang

vital dari penyelesaian sengketapenyelenggaraan pemilu.

Kuatnya wewenanglembaga Bawaslu harus tetapdiawasi dan dikaji lebih lanjut,karena jika teliti lebih lanjutBawaslu mulai menjalankanfungsi-fungsi peradilan, dan disaatyang bersamaan juga menjalankanfungsi pengawasan daripenyelenggaraan pemilu.Walaupun menjalankan fungsiperadilan dan fungsi pengawasandirasa perpaduan kewenanganyang kurang tepat, karena akanlebih serasi apabila kewenanganuntuk mengawasi dipadukandengan kewenangan untukmenuntut.

Dari dijalankannya fungsiperadilan dalam penyelesaiansengketa dan perkarapenyelenggaraan pemilu olehBawaslu menjadikan prosesadministrasi pemilu semakinpanjang, namun di sisi lain tujuanyang hendak dicapai dari systematau pengaturan yang dibuatmenekankan pada kata “efisien”.

Sejalan dengan hal ini,Satjipto Rahardjo, Guru BesarFakultas Hukum UniversitasDiponegoro berpendapat bahwapolitik hukum merupakan aktifitasmemilih dan cara hendak yangdipakai untuk mencapai suatutujuan social dengan hukumtertentu di dalam masyarakat yangcakupannya meliputi jawaban atasbeberapa pertanyaan mendasar,yaitu:

a. Tujuan apa yang hendakdicapai melalui system yangada;

b. Cara-cara apa dan yangmana yang dirasa paling

Page 18: PEMILIHAN UMUM MENGENAI BADAN PENGAWAS PEMILU Fikri …

DIPONEGORO LAW JOURNALVolume 8, Nomor 1, Tahun 2019

Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

298

baik untuk dipakai dalammencapai tujuan tersebut;

c. Kapan waktunya danmelalui cara bagaimanahukum itu perlu diubah;

d. Dapatkah suatu pola yangbaku dan mapandirumuskan untukmembantu dalammemutuskan prosespemilihan tujuan serta cara-cara untuk mencapai tujuantersebut dengan baik.14

Pernyataan SatjiptoRahardjo sejalan dengan apa yangterjadi di dalam perubahankewenangan Bawaslu yangmenjalankan fungsi-fungsiperadilan dan menjadikanpanjangnya prosespenyelesaiannya.

Walaupun penekanan kata“efisiensi” di dalam asas danprinsip dari Undang-Undang No.7Tahun 2017 tentang Pemilu tidaksejalan dengan dijalankannyafungsi-fungsi peradilan karenajelas menjadikan prosespenyelesaiannya semakin panjangdan tidak efisien, namunpemilihan cara ini sebagai prosespenyelesaian pelanggaranpenyelenggaraan pemilu dirasapaling baik untuk saat ini gunamencapai tujuan daridiundangkannya peraturantersebut.

Pasal 3 Undang-UndangNo.7 Tahun 2017 tentang Pemilumenjabarkan prinsip-prinsip yangharus dipegang teguh olehpenyelenggara pemilu, sesuaidengan asas-asas yang berlaku di

14 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, dalamMahfud MD, op. cit., hlm. 2.

dalam undang-undang tersebut.Salah satu prinsipnya yaitu prinsipproporsional, sesuai denganKamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) proporsional berarti”sesuai dengan proporsi;seimbang; berimbang”.

Berjalannya fungsipengawasan serta fungsi peradilanyang dijalankan oleh Bawaslumenciderai prinsip proporsionalitu sendiri, dalam Pasal 1 angka17 Undang-Undang No.17 Tahun2017 tentang Pemilu mengartikanBawaslu sebagai lembagapenyelenggara pemilu yangmengawasi penyelenggaraanpemilu di seluruh wilayahIndonesia. Tugas Bawasluselanjutnya diperinci dandiuraikan dalam Pasal 93, yanggaris besarnya memberikan tugas:

a. Melakukan pengawasan,yang dimulai darimenyusun standar tatalaksana pengawasanpenyelenggaraan Pemiluuntuk pengawas pemilu disetiap daerah, kemudianmengawasi tahapanpersiapan, dan mengawasipelaksanaanpenyelenggaraan pemiluhingga mengawasi ASN,POLRI hingga TNI yangbertugas di dalam prosespenyelenggaraan pemilu;

b. Melakukan pencegahanterhadap pelanggaran, dansengketa proses pemiluhingga pencegahanterhadap politik uang.Dari penjabaran Pasal diatas

menunjukan betapa berat danrancunya tugas Bawaslu yangsudah ditegaskan merupakan

Page 19: PEMILIHAN UMUM MENGENAI BADAN PENGAWAS PEMILU Fikri …

DIPONEGORO LAW JOURNALVolume 8, Nomor 1, Tahun 2019

Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

299

lembaga penyelenggara pemiluyang mengawasi penyelenggaraanpemilu di seluruhIndonesia.Bawaslu tidak lagi sertamerta menjadi lembaga pengawasdan berkembang menjadi lembagayang lebih kompleks darisebelumnya.

Fungsi peradilan yangsecara “eksklusif” diberikankepada Bawaslu oleh undang-undang ini dapat dengan jelasdilihat di dalam Pasal 461, Pasal462, dan Pasal 463. PeranBawaslu di dalam ketiga Pasal iniseakan menjadi jalur eksklusifBawaslu untuk menjalankanfungsi peradilan, putusan-putusanyang telah di putus di dalamperadilan pemilu dapatmengajukan upaya hukum keMahkamah Agung apabila dirasatidak puas atau merasa tidaksesuai dengan yang seharusnya.Tentulah hal ini menjadi bebanserta tantangan bagi jajarananggota dan pengurusBawaslu.Bawaslu dituntut untukbisa menyelesaikan pemeriksaanpenyelenggaraan pemilu, dan jugadituntut untuk terus menerima danmengkaji aduan-aduan yangmasuk ke dalam Bawaslu. Padahaltidak semua anggota Bawaslumemahami dengan baik fungsi-fungsi peradilan yang ideal padaumumnya, yang mengakibatkanwaktu penyelesaian sengketa akanbertambah lebih lama dikarenakanpenyesuaian pengaturan dananggota Bawaslu yangmenjalankannya. Kewenanganyang timbul dari banyak danberatnya tugas Bawaslu jugamenjadikan lembaga ini mulaimerangkap fungsi-fungsi lainnya.

Perubahan kewenangan inimerupakan politik hukum dariundang-undang pemilu, kehadiranpolitik hukum akan selaluberjumpa pada persimpanganantara realisme hidup dengantuntutan idealism. KewenanganBawaslu yang terus berkembangdan terlahir menjadi sepertisekarang karena di dalampenulisan hukum, politik hukumberbicara mengenai “apa yangseharusnya”, dan tidak identikdengan “apa yang ada”.

Keaktifan politik hukumdari peraturan perundangan yangmengatur tentangpenyelenggaraan pemilu harustetap bersikap aktif dan mencari“apa yang seharusnya”, dan didalam permasalahan ini tentumencari jalan keluar untuk pemiluyang lebih baik di dalampengawasannya. Hal inidikarenakan peraturanpenyelenggaraan pemilu itusendiri memikul beban sosial atassuatu bangsa dan masyarakat gunamewujudkan tujuan yang ada.Perubahan ini dirasa perlu untukdilakukan, guna merealisasikankeinginan masyarakat Indonesiayang sudah mulai resah terhadapoknum-oknum yangmengggunakan cara dan metodeyang berbaha bagi demokrasiIndonesia ke depannya.

Keresahan ini seharusnyamenjadikan penyelenggara Negaramemikirkan cara untuk bagaimanamasyarakat dapat ikut sertaberpartisipasi, bukan hanyasekedar sebagai pemilih di dalampesta demokrasi, melainkan ikutserta mengawasi segala hal yangterjadi di dalam penyelenggaraan

Page 20: PEMILIHAN UMUM MENGENAI BADAN PENGAWAS PEMILU Fikri …

DIPONEGORO LAW JOURNALVolume 8, Nomor 1, Tahun 2019

Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

300

pemilu. Masyarakat dewasa inisudah cukup mengerti arti pentingdari penyelenggaraan pemilu,sebagai legitimasi dari demokrasi.

Tugas dan wewenang suatulembaga penyelenggara pemilutentulah akan berubah dari satuwaktu ke waktu yang berikutnya,baik berubah secara mendasarmaupun berubah sebagianbesar/kecil dari tugas danwewenang yang telah diberikansebelumnya oleh peraturanperundang-undangan. Perubahantugas dan wewenang inidiakibatkan karena perubahanyang ada di dalam masyarakatserta diakibatkan dari kebutuhandan keinginan masyarakat yangseperti apa dalam kehidupan.Perubahan dalam pengaturanpemilu yang tidak menentu waktuperubahannya dan terlaluseringnya diubah pasti dilatarbelakangi berbagai hal, selainadanya kebutuhan dan tuntutandari masyarakat yang diwakilioleh wakil rakyat di dalamkeanggotan wakil rakyat, peranpolitik dan kepentingan segelintirkelompok yang ada di dalamnyajuga ikut berpengaruh.Prof.Mahfud MD berpendapat bahwapolitik kerapkali melakukanintervensi atas pembuatan danpelaksanaan hukum sehinggamuncul juga pertanyaan tentangsubsistem mana antara hukum danpolitik yang dalam kenyataannyalebih suprematif.15

Undang-Undang No.7Tahun 2017 tentang Pemilumerupakan kodifikasi dari tigaundang-undang, yakni; UU

15 Mahfud MD, op.cit, hlm. 9

tentang Pemilu anggota DPR,DPD, DPRD Provinsi, dan DPRDKabupaten/Kota; UU tentangPemilu Presiden dan WakilPresiden; serta UU tentangPenyelenggaraan Pemilu.Mengingat banyaknya substansidalam draf RUU tersebut,sehingga RUU memiliki beberapaisu-isu krusial yang menjadiprioritas utama untukdiselesaikan, dari draf RUUtersebut, pansus merumuskan 18isu krusial dan lima diantaranyamerupakan isu pokok pemilu yangsampai dengan berakhirnyapansus belum juga dapatditetapkan keputusan atas kelimaisu tersebut, yang kemudiandituangkan ke dalam lima opsipilihan dalam rapat paripurnaDPR, yakni: Sistem Pemilu,Ambang Batas Parlementer,Alokasi kursi ke Dapil, AmbangBatas Presiden, dan MetodeKonversi Suara.

Tidak masuknyapermasalahan pengawasan kedalam lima isu pokok dari RUUtersebut menjadikan sebuahjawaban bahwa para perancangundang-undang belummenganggap permasalahanpengawasan di dalam pemilusebagai suatu urgensi untuk diaturlebih mendalam. Padahal dalampelaksanaannya, pelanggaran dantindak pidana pemilu menjadi halyang selalu terjadi dan terulangdalam setiap periode pemilu.Sehingga original intend daripengawasan di dalam UU No.7Tahun 2017 hanya sebagaipelengkap dari isu-isu krusialyang telah ditentukan.

Page 21: PEMILIHAN UMUM MENGENAI BADAN PENGAWAS PEMILU Fikri …

DIPONEGORO LAW JOURNALVolume 8, Nomor 1, Tahun 2019

Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

301

Rapat Dengar Pendapat(RDP) ke-1 pada hari Rabu, 7Desember 2016, mengagendakanuntuk mendengarkan masukan-masukan serta tanggapan darilembaga penyelenggara pemiluyakni KPU, Bawaslu, dan DKPPdisampaikan di depan anggotaDPR serta DPD beserta jajarannyadalam isu-isu yang dianggapstrategis oleh para narasumber(Penyelenggara Pemilu). Bawasludalam kesempatan kali inimenyampaikan Sembilan (9)Substansi Pembahasan, yaitu: 1.Kedudukan, Susunan danKeanggotaan; 2. Tugas,Wewenang, dan Kewajiban; 3.Persyaratan; 4. Penangkapan danPemberhentian; 5. MekanismePengambilan Keputusan; 6.Kesekretariatan; 7. PengawasanTahapan Pemilu; 8.Pertanggungjawaban; 9. Hal lainyang terkait dengan pengawasan.

Bawaslu beranggapanbahwa fungsi peradilan yang adadi dalam Bawaslu hanya sebatassampai dalam putusanpelanggaran administrasi Pemilu,untuk tindak pidana pemilu hanyasebatas dalam penerimaan aduanyang selanjutnya di proses lebihlanjut oleh pihak yang berwenangyaitu Kepolisian RepublikIndonesia. Penjelasan yang lainhanya sebatas mengenai jumlah,rekrutmen, dan proses dalampengawasan pemilu itu sendiri.Sehingga seperti apa yang telahdisebutkan sebelumnya,bahwasanya permasalahanpengawasan dalam UU No. 7Tahun 2017 tentang pemilu bukanmerupakan suatu isu pokok dantidak menjadi urgensi dalam

pembahasannya di dalamrancangannya. Masukan yangdiberikan oleh Bawaslu dalampengawasan tahapan pemilu, yaitumeliputi:

Pertama, adalahPemutakhiran Data Pemilih.Untukmewujudkan daftar pemilih yangakurat, perlu di dukung sistemdaftar pemilih yang berkelanjutanyang dilaksanakan KPU Kab/Kotadan dalam pengawasannyadiawasi oleh Bawaslu Kab/Kota.Kedua adalah verifikasi pesertapemilu. Ketiga, yaitu mengenaisengketa Pemilu.Bahwakewenangan menyelesaikan ataumemutus sengketa pemilumenurut UU diberikan kepadaBawaslu Provinsi dan PanwasKab/Kota yang bersifat adhoc.Namun menjadi ironis ketikalembaga adhoc diberikankewenangan tersebut karena kelakputusannya dapat dipertanyakanintegritasnya sehingga Bawaslumemberikan masukan untukPanwas Kab/Kota menjadipermanen. Keempat, MekanismePenegakan Hukum Pemilu.Bawaslu perlu di dukung dengankewenangan penyelidikan,penyidikan dan penuntutan, hal inimenjadi penting karenamekanisme penegakan hukumyang terpisah kedalam beberapainstitusi menjadikannya tidakefisien.16

IV. KESIMPULAN

A. Simpulan

16 Bawaslu, Masukan dan Tanggapan, (Jakarta:2016), hlm. 2-3.

Page 22: PEMILIHAN UMUM MENGENAI BADAN PENGAWAS PEMILU Fikri …

DIPONEGORO LAW JOURNALVolume 8, Nomor 1, Tahun 2019

Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

302

Berdasarkan hasil analisisdari permasalahan yang dibahasdalam penulisan hukum yangberjudul Politik Hukum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017tentang Pemilu MengenaiBawaslu, dapat disimpulkan:

1. Original Intend daridiundangkannya Undang-UndangNo.7 Tahun 2017 tentang Pemilukhususnya di dalamkepengawasan dapat dilihat didalam proses pembentukanRancangan Undang-UndangPemilu yang di ikuti dengan RapatDengar Pendapat dan lainsebagainya, yang kemudianmerujuk kepada satu kesimpulanbahwa kepengawasan pemilu didalam UU No.7 Tahun 2017tentang Pemilu bukanlah suatu halyang menjadi prioritas dan bukanmenjadi isu krusial. Tidakmasuknya permasalahanpengawasan ke dalam lima isupokok dari RUU tersebutmenjadikan sebuah jawabanbahwa para perancang undang-undang belum menganggappermasalahan pengawasan didalam pemilu sebagai suatuurgensi untuk diatur lebihmendalam. Padahal dalampelaksanaannya, pelanggaran dantindak pidana pemilu menjadi halyang selalu terjadi dan terulangdalam setiap periode pemilu.Sehingga original intend daripengawasan di dalam UU No.7Tahun 2017 hanya sebagaipelengkap dari isu-isu krusialyang telah ditentukan dan telahdisebutkan diatas. Perubahanperundang-undangan ini jugabertujuan untuk melengkapi hak-hak warga Negara yang

khususnya hak berpolitik danberdaulat yang sebelumnya tidakterpenuhi dengan baik.Tujuanselanjutnya merupakan agarterlaksananya pemilu yang adildan proporsional antara lembagapenyelenggaranya, karena jikaberkaca pada sejarah kelembagaanpenyelenggaraan pemilukhususnya dalam pengawasanpemilu, lembaga pengawasanbelum menjadi suatu lembagayang mandiri sertaindependen.Tidak adanyakepastian hukum dan tugas sertawewenang yang tidak diatursecara ideal menjadikan lembagapengawasan pemilu tidak dapatmenjalankan tugasnya denganmaksimal.

2. Perubahan sertaperbaikan tugas, wewenang, sertakewajiban di dalampenyelenggara pemilu yang ada didalam Undang-Undang No.7Tahun 2017 menjadikan antarlembaga lebih proporsional danjelas, dimulai dari rekrutmenanggota-anggota lembaga yangbersangkutan hingga segala tugasyang berkaitan antar lembagapenyelenggara. Namun perludigaris bawahi bahwakewenangan lembaga pengawaspenyelenggara pemilu yangditambahkan fungsi peradilan didalamnya, menjadikan BadanPengawas Pemilu sebagailembaga pengawas penyelenggarapemilu sedikit berlebihan.Karenarangkap antara fungsi pengawasandan fungsi peradilan yang penulisanggap kurang cocok.

3. Jika memang fungsiperadilan di Bawaslu dapatdijalankan dengan baik dan dapat

Page 23: PEMILIHAN UMUM MENGENAI BADAN PENGAWAS PEMILU Fikri …

DIPONEGORO LAW JOURNALVolume 8, Nomor 1, Tahun 2019

Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

303

menghasilkan penyelesaianpermasalahan serta sengketa didalam penyelenggaran pemilulebih jelas dan tegas, Bawasludiharapkan dapat menjadilembaga peradilan pemilu tanpaadanya fungsi-fungsi yang lain.Hal ini juga berlaku bagi semualembaga penyelenggara pemilu,bertujuan agar tidak adanyatumpang tindih fungsi yang adadalam lembaga penyelenggarapemilu, yang dapat mengganggudan merepotkan penyelesaianpermasalahan penyelenggaraanpemilu.

B. SaranAdapun saran yang dapat

diberikan terkait analisis hasilpembahasan penulisan hukum iniadalah:

1. Peraturan perundang-undangan yang telah lebih dahuludiundangkan dan membahassegala hal yang berkaitan denganpenyelenggaraan dengan pemiluyang sifatnya umum dapatdikodifikasi ke dalam suatu kitabundang-undang hukum pemilu,sehingga masyarakat luas dapatdengan mudah mengaksesperaturan dalam penyelenggaraanpemilu. Hal ini bertujuan sebagaisalah satu langkah pencerdasanmasyarakat terhadap hal yangberkaitan dengan pemilu.

2. Menjadikan isu danpermasalahan dalam pengawasanmenjadi isu krusial dalamrancangan undang-undang yangakan datang.

3. Menjadikan BadanPengawas Pemilu sebagailembaga yang memegang fungsiperadilan di dalam penyelesaian

permasalahan ataupun sengketapenyelenggaraan pemilu.

4. Memberikan fungsipengawasan kepada masyarakatdengan memberikan fasilitas yangbaik dan menghimpuni agarfungsi pengawasan darimasyarakat dapat berjalan denganmaksimal.

5. Mengikutsertakan segalalapisan masyarakat untukbersama-sama dengan DewanPerwakilan Rakyat (Eksekutif)untuk membangun pondasiperaturan penyelenggaraan pemiluyang kuat dan kokoh.

V. DAFTAR PUSTAKA

A. BukuTaufiqurrohman, Tafsir Konstitusi

berbagai Aspek Hukum,(Jakarta, Kencana, 2011)

Mahmodin, Mohammad Mahfud,Perdebatan Hukum TataNegara Pasca AmandemenKonstitusi, (Jakarta: PustakaLP3S Indonesia, 2007)

Donald, Parulian, MenggugatPemilu, (Jakarta, PustakaSinar Harapan, 1997)

Noor, Juliansyah,MetodologiPenelitian ,(Jakarta:Kencana Prenada MediaGroup, 2011)

Soekanto, Soerjono, PengantarPenelitian Hukum, (Jakarta:UI-Press, 1986)

Dyah Ochtorina, dan A’anEfendi, Penelitian Hukum,(Jakarta: Sinar Grafika,2013)

Soerjono Soekanto dan SriMamudji, Penelitian HukumNormatif Suatu TinjauanSingkat, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004)

Page 24: PEMILIHAN UMUM MENGENAI BADAN PENGAWAS PEMILU Fikri …

DIPONEGORO LAW JOURNALVolume 8, Nomor 1, Tahun 2019

Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

304

Hanitjo Soemitro, Roni, MetodePenelitian Hukum danJurimetri, (Jakarta: GhaliaIndonesia,1982)

Bawaslu, Masukan danTanggapan, (Jakarta: 2016)

B. Peraturan PerundanganUndang-Undang Dasar Negara

Republik IndonesiaTahun 1945

Undang-Undang Nomor 15Tahun 2011 tentangPenyelenggaraan Pemilu

Undang-Undang Nomor 7Tahun 2017 tentangPemilihan Umum.

C. Websitehttps://nasional.kompas.com/rea

d/2018/06/27/23465241/bawaslu-proses-35-kasus-dugaan-politik-uang-di-pilkada-2018-terbanyak-di