PEMIKIRAN PROF. DR. ZAKIAH DARADJAT TENTANG …

98
PEMIKIRAN PROF. DR. ZAKIAH DARADJAT TENTANG PENDIDIKAN ISLAM: KAJIAN TERHADAP ASPEK LINGKUNGAN PENDIDIKAN ISLAM SKRIPSI ANGGELA PRATIWI NIM. TP. 161413 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2020

Transcript of PEMIKIRAN PROF. DR. ZAKIAH DARADJAT TENTANG …

PEMIKIRAN PROF. DR. ZAKIAH DARADJAT TENTANG

PENDIDIKAN ISLAM: KAJIAN TERHADAP ASPEK

LINGKUNGAN PENDIDIKAN ISLAM

SKRIPSI

ANGGELA PRATIWI

NIM. TP. 161413

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

2020

i

PEMIKIRAN PROF. DR. ZAKIAH DARADJAT TENTANG

PENDIDIKAN ISLAM: KAJIAN TERHADAP ASPEK

LINGKUNGAN PENDIDIKAN ISLAM

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Pendidikan

ANGGELA PRATIWI

NIM. TP. 161413

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

2020

ii

KEMENTRIAN AGAMA RI

UIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

Hal : Nota Dinas

Lampiran : -

Kepada

Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Di –

Tempat

Assalamu’alaikum wr.wb

Setelah membaca, meneliti, memberikan petunjuk dan mengoreksi serta

mengadakan perbaikan seperlunya, maka kami selaku pembimbing berpendapat

bahwa Skripsi saudara:

Nama : Anggela Pratiwi

NIM : TP. 161413

Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Judul Skripsi : Pemikiran Prof. Dr. Zakiah Daradjat Tentang Pendidikan

Islam: Kajian Terhadap Aspek Lingkungan Pendidikan Islam

Sudah dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Program Studi

Pendidikan Agama Islam UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu.

Dengan ini kami mengharapkan agar skripsi/tugas akhir Saudara tersebut di atas

dapat segera dimunaqasyahkan. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.

Jambi, Februari 2020

Mengetahui,

Pembimbing I

Drs. Constantin, M.Ag

NIP. 195712311985031025

PERSETUJUAN SKRIPSI/TUGAS AKHIR

Kode Dokumen Kode Formulir Berlaku tgl No.

Revisi

Tgl

Revisi

Halaman

In.08-PP-05-01 In.08-FM-PP-05-03

ii

KEMENTRIAN AGAMA RI

UIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

Hal : Nota Dinas

Lampiran : -

Kepada

Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Di –

Tempat

Assalamu’alaikum wr.wb

Setelah membaca, meneliti, memberikan petunjuk dan mengoreksi serta

mengadakan perbaikan seperlunya, maka kami selaku pembimbing berpendapat

bahwa Skripsi saudara:

Nama : Anggela Pratiwi

NIM : TP. 161413

Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Judul Skripsi : Pemikiran Prof. Dr. Zakiah Daradjat Tentang Pendidikan

Islam: Kajian Terhadap Aspek Lingkungan Pendidikan Islam

Sudah dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Program Studi

Pendidikan Agama Islam UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu.

Dengan ini kami mengharapkan agar skripsi/tugas akhir Saudara tersebut di atas

dapat segera dimunaqasyahkan. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.

Jambi, Februari 2020

Mengetahui,

Pembimbing II

Mukhlis, S.Ag., M.Pd.I

NIP. 196710031997031001

PERSETUJUAN SKRIPSI/TUGAS AKHIR

Kode Dokumen Kode Formulir Berlaku tgl No.

Revisi

Tgl

Revisi

Halaman

In.08-PP-05-01 In.08-FM-PP-05-03

ii

KEMENTRIAN AGAMA RI

UIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PENGESAHAN SKRIPSI/TUGAS AKHIR

Kode

Dokumen

Kode Formulir Berlaku tgl No.

Revisi

Tgl

Revisi

Halaman

In.08-PP-05- 01 In.08-FM-PP-05-03

Nomor: B, 98/D.11/PP.009/V/2020

Skripsi/Tugas akhir dengan judul : Pemikiran Prof. Dr. Zakiah Daradjat tentang

Pendidikan Islam: Kajian terhadap Aspek Lingkungan

Pendidikan Islam

Yang dipersiapkan dan disusun oleh :

Nama : Anggela Pratiwi

NIM : TP. 161413

Jurusan/Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Telah diMunaqasyahkan pada : 13 April 2020

Nilai Munaqasyah : 84,46 (A)

Dan dinyatakan telah diterima oleh Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sulthan Thaha

Saifuddin Jambi.

TIM MUNAQASYAH

Ketua Sidang

Dr. H. Kemas Imron Rosadi, M.P

NIP. 196911171994011001 NIP. 196911141994011001

Penguji I Penguji II

Dr. H. M. Junaid, M.Pd.I Nispi Syahbani, S.Ag., M.Pd.I

NIP. 195909121990031002 NIP. 197808202011011005

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. H. Constantin, M.Ag Mukhlis, S.Ag., M.Pd.I

NIP. 195712311985031025 NIP. 196710031997031001

Jambi, 13 April 2020

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN

Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Sekretaris Prodi Pendidikan Agama Islam

Habib Muhammad, M.Ag

NIP. 196911141994011001

Sekretaris Sidang

Habib Muhammad, M.Ag M.Ag

ii

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya susun

sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Fakultas Tarbiyah dan

Keguruan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi seluruhnya merupakan hasil karya

sendiri.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi yang saya kutip

dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan

norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan seluruh atau sebahagian skripsi bukan

hasil karya saya sendiri atau terindikasi adanya unsur plagiat dalam bagian-bagian

tertentu, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan dan perundang-

undangan yang berlaku.

Jambi, Februari 2020

Anggela Pratiwi

NIM. TP. 161413

iii

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil’alamin atas rahmat Allah Yang Maha Kuasa, skripsi

ini telah selesai, dan karya istimewa ini Penulis persembahkan kepada:

1. Ibunda Ermawati yang telah melahirkan anak bungsunya ke dunia ini. Kepada

Ayahanda Zulkifli (Alm) yang mengajari saya caranya memberikan yang

terbaik pada setiap hal yang ditekuni.

2. Saudari-saudariku: Anggun Zulmalita dan Anggar Juniarti yang selalu tulus

membantu dan senantiasa memberi semangat.

3. Para pejuang toga, rekan-rekan kelas PAI/E 2016 yang telah menemani saya

dari awal perkuliahan hingga saat ini dan telah memberi banyak masukan

selama ini.

4. Kepada sahabat-sahabat menganggumkan yang telah mendukung saya selama

ini. Nama kalian tidak tertulis di sini, tapi selalu terpatri di hati saya.

iv

MOTTO

يجعللهمخرجاوم... )٢:الطلاق(نيتقالل

...Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya

jalan keluar (Departemen Agama RI, 2005: 558).

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha ‘Alim,

atas iradah-Nya hingga skripsi ini dapat dirampungkan. Shalawat dan salam atas

Nabi SAW pembawa risalah pencerahan bagi manusia.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat

akademik guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Tarbiyah

dan Keguruan UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Penulis menyadari

sepenuhnya bahwa penyelesaian skripsi ini tidak banyak melibatkan pihak yang

telah memberikan motivasi baik moril maupun materil, untuk itu melalui kolom

ini Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Su’aidi Asy’ari, MA, Ph.D selaku Rektor UIN Sulthan

Thaha Saifuddin Jambi.

2. Ibu Dr. H. Fadlilah, M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

3. Bapak Mukhlis, S.Ag., M.Pd.I dan Bapak Habib Muhammad, S.Ag., M.Ag

selaku Kaprodi dan Sekprodi.

4. Bapak Drs. H. Constantin, M.Ag selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak

Mukhlis, S.Ag., M.Pd.I selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan

waktu dan mencurahkan pemikirannya demi mengarahkan Penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah

memberikan bekal pengetahuan selama Penulis mengikuti perkuliahan.

Akhirnya semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan dan

amal semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi

pengembangan ilmu.

Jambi, Februari 2020

Penulis

Anggela Pratiwi

vi

ABSTRAK

Nama : Anggela Pratiwi

Jurusan/Fakultas : Pendidikan Agama Islam/Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Judul : Pemikiran Prof. Dr. Zakiah Daradjat Tentang Pendidikan

Islam: Kajian Terhadap Aspek Lingkungan Pendidikan

Islam

Pendidikan Islam memegang pengaruh besar terhadap perkembangan

anak. Dewasa ini, banyak sekali anak yang rusak moralnya. Akibatnya anak-anak

berperilaku menyimpang bahkan terjerumus pada tindakan kriminal. Untuk

menumbuhkan pendidikan Islam dalam aspek keluarga, sekolah dan masyarakat

penting bagi pendidik mengenalkan ketiga aspek tersebut, dalam mengenalkan

ketiga aspek tersebut tentulah terdapat banyak pemikiran tokoh yang membahas

mengenai pendidikan anak, salah satu diantaranya adalah Zakiah Daradjat. Zakiah

Daradjat adalah satu-satunya sosok pemikir yang menanamkan konsep pendidikan

berbasis keilmuan Islam terhadap pendidikan anak di keluarga, sekolah dan

masyarakat. Beliau merupakan tokoh perempuan di Indonesia yang menaruh

banyak perhatian dalam berbagai bidang dianaranya bidang pendidikan, moral,

kehidupan anak, remaja, guru, keluarga dan sekolah.

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana konsep pendidikan

Islam menurut pemikiran Zakiah Daradjat dan bagaimana pengaruh lingkungan

terhadap perkembangan ilmu jiwa agama pada anak serta bagaimana relevansinya

terhadap tujuan pendidikan Islam. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

pendekatan kualitatif. Jenis penelitian adalah penelitian kepustakaan (library

research). Teknik pengumpulan data dengan cara editing, organizing dan

penemuan hasil penelitian. Teknik analisis data dengan teknik analisis isi (content

analisys).

Hasil penelitian ini dapat disimpulakan bahwa (1) konsep pendidikan anak

dalam aspek keluarga perspektif Zakiah Daradjat meliputi orang tua menjadi

tauladan bagi anak, penanaman jiwa dan taqwa yang diberikan pada anak, (2)

konsep pendidikan anak dalam aspek sekolah perspektif Zakiah Daradjat meliputi

pembinaan mental, moral, pendidikan agama yang dilakukan secara intensif dan

bakat lalu memupuk kecerdasan anak, (3) konsep pendidikan anak dalam aspek

masyarakat perspektif Zakiah Daradjat meliputi mempropagandakan hal-hal yang

membuat kemerosotan moral anak dan memperhatikan pergaulan anak serta

membuat tempat-tempat bimbingan dan penyuluhan pada anak, dan (4) relevansi

konsep pendidikan anak dalam aspek keluarga, aspek sekolah dan aspek

masyarakat perspektif Zakiah Daradjat dengan tujuan pendidikan Islam yaitu

dalam aspek keluarga adalah pengalaman yang diterima anak, dalam aspek

sekolah yaitu kecerdasan, sedangkan dalam aspek masyarakat yaitu pencapaian

pendidikan secara nyata dalam lingkungan masyarakat.

Kata kunci: Konsep Pendidikan Islam, Tujuan Pendidikan Islam

vii

ABSTRACT

Name : Anggela Pratiwi

Study Program/Departement : Islamic Education/Faculty of Tarbiyah and Teacher

Training

Title : The Thoughts of Prof. Dr. Zakiah Daradjat About

Islamic Education: A Study of Aspects of the

Islamic Education Environment

Islamic education has a major influence on children's development. Today,

many children are morally damaged. As a result, children deviate and even fall

into crime. To foster Islamic education in the family, school and community

aspects it is important for educators to introduce these three aspects, in

introducing these three aspects there must be a lot of thought leaders who discuss

children's education, one of them is Zakiah Daradjat. Zakiah Daradjat is the only

thinker who instills the concept of Islamic scientific-based education to the

education of children in families, schools and communities. She is a female figure

in Indonesia who pays a lot of attention in various fields including education,

morals, the lives of children, adolescents, teachers, families and schools.

This study aims to explain how the concept of Islamic education according

to Zakiah Daradjat's thinking and how it affects the development of psychology

in childern as well it is relevant to the goals of Islamic education. This research

was conducted using a qualitative approach. This type of research is library

research. Data collection techniques by editing, organizing and research findings.

Data analysis techniques with content analysis techniques.

The results of this study can be concluded that (1) the concept of children's

education in the family aspect of Zakiah Daradjat's perspective includes parents

becoming role models for children, soul planting and devotion given to children,

(2) the concept of children's education in the school aspect of Zakiah Daradjat's

perspective includes mental development , moral, religious education that is

carried out intensively and talent and foster children's intelligence, (3) the concept

of children's education in the community perspective Zakiah Daradjat perspective

includes propagating the things that make a child's moral deterioration and pay

attention to the child's association and make places of guidance and counseling in

children, and (4) the relevance of the concept of children's education in the family

aspect, school aspects and community aspects of the perspective of Zakiah

Daradjat with the aim of Islamic education, namely in the family aspect is the

experience received by children, in the school aspect of intelligence, while in the

community aspect of education achievement significantly in li community upport.

Keywords: Concept of Islamic Education, Islamic Education Objectives

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

NOTA DINAS ..................................................................................................... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................................................... ii

PERSEMBAHAN ............................................................................................... iii

MOTTO.............................................................................................................. iv

KATA PENGANTAR ......................................................................................... v

ABSTRAK ......................................................................................................... vi

ABSTRACT ...................................................................................................... vii

DAFTAR ISI .................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1

B. Fokus Penelitian ................................................................................................ 6

C. Rumusan Masalah ............................................................................................. 7

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian...................................................................... 7

1. Tujuan Penelitian ............................................................................... 7

2. Kegunaan Penelitian.......................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendidikan Islam ............................................................................................... 8

1. Defenisi Pendidikan Islam ................................................................ 8

2. Dasar-Dasar Pendidikan Islam ....................................................... 12

3. Tujuan Pendidikan Islam ................................................................ 16

4. Objek dan Lembaga Pendidikan Islam .......................................... 20

C. Studi Relevan................................................................................................... 21

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Desain Penelitian ................................................................. 24

B. Setting dan Subjek Penelitian ......................................................................... 25

C. Jenis dan Sumber Data .................................................................................... 25

D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. 26

ix

E. Teknik Analisis Data ....................................................................................... 27

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Temuan Umum ................................................................................................ 29

1. Historika Biografi Zakiah Daradjat ....................................................... 29

a. Latar Belakang Keluarga ................................................................ 29

b. Latar Belakang Pendidikan ............................................................. 30

c. Perjalanan Karir ............................................................................... 31

d. Hasil Karya ...................................................................................... 35

2. Deskripsi Data Primer ............................................................................ 36

a. Ilmu Jiwa Agama............................................................................. 36

b. Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental ............................... 37

c. Kesehatan Mental ............................................................................ 37

d. Peranan Agama dalam Kesehatan Mental ..................................... 38

e. Ilmu Pendidikan Islam .................................................................... 38

f. Pendidikan Islam dalam keluarga dan Sekolah ............................. 39

B. Temuan Khusus dan Pembahasan .................................................................. 40

1. Konsep Pendidikan Islam Menurut Zakiah Daradjat ........................... 40

2. Pemikiran Prof. Dr. Zakiah Daradjat tentang Lingkungan Pendidikan

Islam ........................................................................................................ 48

3. Relevansi Lingkungan Pendidikan Islam menurut Zakiah Daradjat

dengan Tujuan Pendidikan Islam ........................................................... 64

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................................... 77

B. Rekomendasi ................................................................................................... 78

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memegang peranan yang menentukan terhadap eksistensi

dan perkembangan masyarakat. Hal ini karena pendidikan merupakan suatu

usaha yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan terkonsep serta terencana

untuk memberikan pembinaan dan pembimbingan pada peserta didik (anak-

anak) (Efendi, 2016: 35).

Sementara itu, Zakiah (2018: 28) mengemukakan bahwa pendidikan

Islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan

seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-

nilai Islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya.

Lalu Muhammad (2018: 32), mengatakan bahwa istilah pendidikan

dalam konteks Islam pada umumnya mengacu pada term al-Tarbiyah, al-

Ta’dib, dan al-Ta’lim.Tentunya semua terminologi tersebut memiliki makna

yang berbeda-beda dalam konteks tertentu meskipun pada konteks yang lain

memiliki makna yang sama.

Menurut rumusan Konferensi Pendidikan Islam sedunia yang ke-2,

pada tahun 1980 di Islamabad, pendidikan Islam adalah: Pendidikan harus

ditujukan untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan personalitas manusia

secara menyeluruh, dengan cara melatih jiwa, akal, perasaan, dan fisik

manusia. Dengan demikian, pendidikan diarahkan untuk mengembangkan

manusia pada seluruh aspeknya: spiritual, intelektual, daya imajinasi, fisik,

keilmuan, dan bahasa, baik secara individual maupun kelompok, serta

mendorong seluruh aspek tersebut untuk mencapai kebaikan dan

kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan diarahkan pada upaya merealisasikan

pengabdian manusia kepada Allah, baik pada tingkat individual maupun

masyarakat dan kemanusiaan secara luas (Abuddin Nata, 2016: 25).

2

Menurut Nata, pendidikan Islam memiliki hubungan yang sangat erat

dengan psikologi agama. Yaitu pada penanaman nilai-nilai kebaikan dan

keadilan dalam diri seseorang. Menurut Quraish Shihab tujuan pendidikan al-

Qur’an (Islam) adalah membina manusia secara pribadi dan kelompok

sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba dan khalifah-Nya,

serta guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah

Swt. Bahkan psikologi agama sering digunakan sebagai salah satu pendekatan

dalam pelaksanaan pendidikan Islam. Misalnya dalam perkembangan agama

pada anak, terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil, dimulai dari

keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat.

Hakikat pendidikan Islam harus mencakup kehidupan manusia

seutuhnya. Pendidikan Islam yang sesungguhnya tidak hanya memperhatikan

satu aspek saja, seperti aspek aqidah, ibadah dan akhlaknya saja, melainkan

harus mencakup seluruhnya bahkan lebih luas dari itu. Akan tetapi, tak jarang

di lapangan, ditemukan bahwa pendidikan nasional maupun pendidikan Islam

hanya memfokuskan pada satu aspek saja, semisal aspek aqidah atau aspek

akhlaknya saja. Padahal pendidikan Islam harus mencakup semua dimensi

manusia, yang pada akhirnya dapat menjangkau kehidupan di dunia dan

akhirat (Zakiah, 2018: 42).

Terkait pendidikan Islam, Tafsir (2014: 12) mengungkapkan hal yang

sama, menurutnya pendidikan Islam harus mempersiapkan manusia supaya

beribadah sebagai hamba-Nya yang taat, sehingga aspek ibadah lebih

didahulukan guna meraih kesempurnaan insan untuk menggapai kebahagiaan

dunia dan akhirat.

Namun, teori-teori tersebut bertolak belakang dengan apa yang terjadi

di lapangan. Akhir-akhir ini, di tengah-tengah masyarakat terjadi fenomena-

fenomena yang sangat memilukan, seperti tindakan kekerasan, asusila,

anarkis, kenakalan remaja, tawuran antar pelajar, bentrok antar warga, seks

bebas, dan korupsi bahkan tidak sedikit dari fenomena tersebut menelan

korban jiwa hingga berujung pada kematian. Lantas yang menjadi pertanyaan

sekarang ialah apa gerangan yang menjadi penyebab terjadi itu semua?,

apakah pola asuh dari orang tua dan sekolah yang selama ini salah, atau

3

keadaanlah yang mengharuskan terjadi yang demikian?. Tentu jawabannya

sangat kompleks dan setiap individu memiliki pandangan yang berbeda pula.

Akan tetapi, ini merupakan pekerjaan rumah (PR) bagi semua orang tanpa

terkecuali, baik orang tua, tenaga pendidik maupun pemerintah.

Menurut Zakiah Daradjat (2005: 153) terjadinya fenomena-fenomena

tersebut mengindikasikan bahwa jiwa mayoritas masyarakat Indonesia

mengalami gangguan jiwa (kesehatan mental mengalami gangguan).

Terjadinya penyakit atau gangguan jiwa tersebut bukan disebabkan kerusakan

organik pada tubuh, tetapi karena kondisi jiwa, merasa tertekan, kecewa,

gelisah, was-was dan sebagainya.

Oleh karena itu, betapa pentingnya peranan agama dan pendidikan

Islam, dalam rangka untuk mengatasi problem-problem gangguan jiwa

tersebut. Menurut Zakiah bahwa agama memiliki peran yang sangat mendasar

dalam memahami esensi kejiwaan manusia. Pengaruh keyakinan agama

diyakini oleh seseorang akan berimplikasi terhadap perilakunya. Oleh karena

itu agama dapat dijadikan dasar pijakan psikologi.

Kemudian melalui jalur pendidikan Islam, yakni bagaimana proses

bimbingan, arahan, pengajaran dan pembinaan terhadap peserta didik itu

dilakukan. Sebab jalur tersebut merupakan jalur yang efektif untuk

digunakan. Pembinaan tersebut dapat dilakukan mulai dari keluarga. Di sini

orang tua diharapkan dapat menanamkan pendidikan tentang aqidah, budi

pekerti (akhlak atau moral), dan lain sebagainya kepada anaknya. Sebab

keluarga merupakan pendidikan pertama dan utama bagi perkembangan anak

selanjutnya. Kemudian dilanjutkan di sekolah, tentunya dengan metode atau

pendekatan yang sesuai dengan karakteristik peserta. Maka, Zakiah

menyimpulkan bahwa pendidikan Islam harus bersifat integralistik dan

komprehensif, yaitu mencakup seluruh dimensi, eksistensi, substansi dan

relasi manusia (Nata, 2016: 43).

Pendidikan Islam mempunyai tujuan yang jelas dan tegas. Menurut

Zakiah, Islam memiliki tujuan yang jelas dan pasti, yaitu untuk membina

manusia agar menjadi hamba Allah yang shaleh dengan seluruh aspek

kehidupannya yang mencakup perbuatan, pikiran, dan perasaan. Ungkapan di

4

atas bila ditelusuri lebih jauh akan memiliki implikasi dan cakupan yang

cukup luas. Membina manusia merupakan sebuah upaya untuk mengajar,

melatih, mengarahkan, mengawasi, dan memberi teladan kepada seseorang

untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pembinaan yang hanya

memberikan pelajaran, latihan, dan arahan akan menciptakan manusia yang

tidak berjiwa. Sementara, pembinaan yang memberikan pengawasan dan

teladan yang baik mestinya mencakup semua upaya tersebut di atas.

Lingkungan atau tempat berlangsungnya proses pendidikan yang

meliputi pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat. Sebab bagaimanapun

bila berbicara tentang lembaga pendidikan sebagai wadah tempat

berlangsungnya pendidikan, maka tentunya akan menyangkut masalah

lingkungan di mana pendidikan tersebut dilaksanakan.

Setiap orang yang berada dalam lembaga pendidikan tersebut

(keluarga, sekolah dan masyarakat), pasti akan mengalami perubahan dan

perkembangan menurut warna dan corak institusi tersebut. Berdasarkan

kenyataan dan peranan ketiga lembaga ini, Ki Hajar Dewantara menganggap

ketiga lembaga pendidikan tersebut sebagai Tri Pusat Pendidikan.

Maksudnya, tiga pusat pendidikan yang secara bertahap dan terpadu

mengemban suatu tanggung jawab pendidikan bagi generasi mudanya

(Hasbullah, 1999: 37).

Ketiga penanggung jawab ini dituntut melakukan kerja sama di antara

mereka baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan saling

menopang kegiatan yang sama secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.

Dengan kata lain, perbuatan mendidik yang dilakukan oleh orang tua terhadap

anak juga dilakukan oleh sekolah dengan memperkuatnya serta dikontrol oleh

masyarakat sebagai lingkungan sosial anak (Nata,

Untuk itu terdapat kaitan antara pendidikan anak dengan tujuan

pendidikan Islam. Dimana pendidikan anak yang menjadi tanggung jawab

dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat akan mengantarkan pada

ketercapaian tujuan pendidikan Islam. Tujuan pendidikan Islam yang

berdasarkan sumber dan dasar pendidikan Islam, oleh beberapa pemikir

pendidikan muslim berlomba merumuskan tujuan pendidikan Islam. Tetapi

5

hal itu tidak dapat terlepas dari rumusan pendidikan pertama dalam Islam,

Muhammad saw. dan yang pada hakikatnya dari Allah Swt.

Selanjutnya, tujuan pendidikan menurut Zakiah juga agak berbeda

dengan tujuan Pendidikan Nasional yang lebih menekankan pada aspek

kecerdasan (intelektual) dan pengembangan manusia seutuhnya. Di samping

itu, rasa tanggung jawab yang dikembangkan hanya mengarah kepada

masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya, Pendidikan

Nasional kurang bertanggung jawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Inilah

yang barangkali sedikit membedakan antara tujuan pendidikan Islam bagi

Zakiah.

Tujuan pendidikan Islam menurut Zakiah Daradjat adalah sesuatu

yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan selesai.

Sedangkan menurut H.M. Arifin, tujuan tujuan itu bisa jadi menunjukkan

kepada futuritas (masa depan) yang terletak suatu jarak tertentu yang tidak

dapat dicapai kecuali dengan usaha melalui proses tertentu.

Permasalahan-permasalah dalam pendidikan yang terjadi dalam

kehidupan anak, sehingga mengalami kemerosotan moral dan krisis identitas

pada diri anak. Hal ini terlihat semakin bertambahnya anak-anak dalam

penggunaan narkoba, pergaulan bebas, kekerasan baik terhadap teman sebaya

maupun lingkungan sekitarnya. Di sinilah dijelaskan bagaimana pentingnya

pendidikan anak yang terdapat dalam aspek keluarga, aspek sekolah dan

aspek masyarakat dalam memahami tangggung jawabnya, akan tetapi jika

didalam keluarga, sekolah maupun masyarakat mengabaikan pendidikan anak

maka anak akan tumbuh menjadi pribadi yang kurang baik.

Banyaknya permasalahan-permasalahan tersebut menimbulkan tanda

tanya besar, mengapa anak-anak berperilaku menyimpang bahkan menjurus

pada tindakan kriminal dan bagaimana pendidikan yang diperoleh dalam

lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakatnya. Pertanyaan-pertanyaan

seperti itu memberikan anggapan pendidikan anak yang seperti apa yang

harus diberikan, agar setiap lingkungan selalu mengutamankan pendidikan

anak dan anak-anak bisa mendapatkan pendidikan yang layak untuk masa

depan mereka.

6

Dengan demikian dapat dibuktikan bahwa begitu pentingnya

pendidikan anak dalam berbagai aspek, baik dari aspek keluarga, aspek

sekolah maupun aspek masyarakat. Pendidikan anak adalah proses

pembinaan, pembentukan, pengarahan, pencerdasan, pelatihan yang ditujukan

kepada anak didik secara formal maupun non formal dengan tujuan

membentuk anak didik yang cerdas, berkepribadian, memiliki keterampilan

atau keahlian tertentu sebagai bekal kehidupan anak dimasyarakat.

Adapun sebabnya penulis memilih Zakiah Daradjat karena peneliti

mengamati bahwa tokoh tersebut layak untuk diteliti, di antaranya ia salah

satu tokoh di Indonesia yang banyak menaruh perhatian dalam berbagai

bidang di antaranya pendidikan, moral, kehidupan anak, remaja, guru,

keluarga dan sekolah, terbukti dalam beberapa karya-karya buku beliau

diantaranya: Perawatan Jiwa untuk Anak-Anak, Ilmu Pendidikan Islam,

Membina Nilai- Nilai moral di Indonesia, Kepribadian Guru, Problema

Remaja di Indonesia, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah serta

masih banyak lagi. Di lihat dari latar belakang hidupnya Zakiah Daradjat

berkiprah dalam dunia pendidikan dan memiliki keahlian dari segi psikolog.

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melihat,

menganalisis, “membaca” konsep menurut Zakiah Daradjat di dalam

pandangannya terhadap dunia pendidikan, khususnya yang berfokus pada

pendidikan anak serta mengaitkan pembahasannya dengan tujuan pendidikan

Islam. Dengan demikian peneliti mengangkat sebuah judul yaitu “Pemikiran

Prof. Dr. Zakiah Daradjat tentang Pendidikan Islam: Kajian terhadap Aspek

Lingkungan Pendidikan Islam”.

B. Fokus Penelitian

Agar penelitian ini mengarah pada sasaran dan tujuan yang

diharapkan maka perlu adanya fokus dalam penelitian yang akan dibahas.

Masalah yang akan dikaji oleh peneliti adalah bagaimana pemikiran Prof. Dr.

Zakiah Daradjat tentang pendidikan Islam: kajian terhadap aspek lingkungan

pendidikan Islam.

7

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah seperti tersebut di atas, maka

rumusan masalah yang menjadi titik tekan dalam penelitian ini ialah:

1. Bagaimana konsep pendidikan Islam menurut Zakiah Daradjat?

2. Bagaimana pemikiran Zakiah Daradjat tentang aspek lingkungan

pendidikan Islam?

3. Bagaimana relevansi konsep pendidikan Islam menurut Zakiah Daradjat

dengan tujuan pendidikan Islam?

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan lingkup masalah yang diteliti, maka penelitian ini

bertujuan untuk memahami dan mendeskripsikan Pemikiran Prof. Dr.

Zakiah Daradjat pemikiran Prof. Dr. Zakiah Daradjat tentang pendidikan

Islam: kajian terhadap aspek lingkungan pendidikan Islam.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu; pertama,

secara teoritis, dapat memperkaya khazanah pemikiran Islam para

akademisi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, terutama prodi Pendidikan

Agama Islam. Kemudian, dapat menjadi stimulus bagi penelitian

selanjutnya sehingga kajian-kajian secara mendalam tentang pemikiran

Islam lebih banyak lagi.

Kedua, secara praktis, dapat bermanfaat bagi masyarakat secara

umum, sehingga mampu menumbuhkan kepedulian terhadap pendidikan

Islam.

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendidikan Islam

1. Defenisi Pendidikan Islam

Konsep pendidikan Islam itu mengacu pada makna dan asal kata

yang membentuk kata pendidikan itu sendiri dalam hubungan dengan

ajaran Islam (Jalaluddin, 2003: 70). Defenisi pendidikan dapat diartikan

sebagai latihan mental, moral, dan fisik yang bisa menghasilkan manusia

yang berbudaya tinggi, sebab pendidikan menumbuhkan kepribadian dan

menanamkan rasa tanggung jawab (Zakiah, 2018: 7).

Pendidikan berasal dari kata didik, artinya bina, mendapat awalan

pen-, akhiran –an, yang maknanya sifat dari perbuatan membina dan

melatih, atau mengajar dan mendidik itu sendiri. Secara terminologis

dapat diartikan sebagai pembinaan, pembentukan, pengarahan,

pencerdasan, pelatihan yang ditujukan kepada semua anak didik secara

formal maupun non formal dengan tujuan membentuk anak didik yang

cerdas, berkepribadian, memiliki keterampilan atau keahlian tertentu

sebagai bekal dalam kehidupannya di masyarakat (Tafsir, 2014: 12).

Kata pendidikan berasal dari bahasa Yunani yaitu paedagogos

yang berarti pergaulan dengan anak-anak. Dalam paedagogos adanya

seorang pelayan atau bujang pada zaman Yunani Kuno yang

pekerjaannya mengantar dan menjemput anak-anak ke dan dari sekolah.

Paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya

membimbing, memimpin). Perkataan yang mulanya berarti “rendah”

(pelayan, bujang), sekarang dipakai untuk pekerjaan mulia. Paedagog

(pendidik atau ahli didik) ialah seseorang yang tugasnya membimbing

anak. Sedangkan pekerjaan membimbing disebut paedagogis. Istilah ini

kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan “education”

yang berarti pengembangan atau bimbingan (Jalaluddin, 2003: 70).

9

Menurut Zakiah Daradjat pengertian pendidikan dari segi bahasa,

maka kita harus melihat kepada kata Arab karena ajaran Islam itu

diturunkan dalam bahasa tersebut. Kata “pendidikan” yang umum kita

gunakan sekarang, dalam bahasa Arabnya adalah “tarbiyah”, dengan kata

kerja “rabba”. Kata “pengajaran” dalam bahasa Arabnya adalah “ta’lim”

dengan kata kerjanya “allama”. Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa

Arabnya “tarbiyah wa ta’lim” (Zakiah Daradjat, 2018: 25).

Pendidikan Islam menurut Zakiah dalam bukunya yang berjudul

Ilmu Pendidikan Islam adalah pendidikan islam yang lebih banyak

ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal

perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain.

Harisah (2018: 114) menjelaskan bahwa pendidikan adalah

bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap

perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya

kepribadian yang utama. Marimba sebagaimana dikutip Harisah

menekankan pengertian pendidikan pada pengembangan jasmani dan

rohani menuju kesempurnaannya, sehingga terbina kepribadian yang

utama, suatu kepribadian yang seluruh aspeknya sempurna dan

seimbang. Untuk mewujudkan kesempurnaan tersebut dibutuhkan

bimbingan yang serius dan sistematis dari pendidik.

Berdasarkan tujuan dan sasaran dari pendidikan, Zakiah (2016: 7)

mengartikan bahwa pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan yang

memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya

sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah menjiwai dan

mewarnai corak kepribadiannya.

Sementara itu, Hasbullah (2001: 7) mengatakan dengan lugas

bahwa pendidikan Islam ialah pendidikan yang falsafah dasar, tujuan-

tujuannya dan prinsip-prinsip dalam melaksanakan pendidikan

didasarkan atas nilai-nilai dasar Islam yang terkandung dalam al-Qur’an

dan as-Sunnah. Menurut Hasbullah, bahwa pendidikan agama Islam

merupakan salah satu bagian pendidikan Islam. Istilah “pendidikan

Islam” dapat dipahami dalam beberapa perspektif, yaitu:

10

a. Pendidikan menurut Islam, atau pendidikan yang berdasarkan Islam,

dan sistem pendidikan Islam, yakni pendidikan yang dipahami dan

dikembangkan serta disusun dari ajaran dan nilai-nilai fundamental

yang terkandung dalam sumber dan dasarnya, yaitu al-Qur’an dan

as-Sunnah.

b. Pendidikan ke-Islaman atau pendidikan agama Islam, yakni upaya

mendidik tentang agama Islam dan nilai-nilainya, agar menjadi way

of life (pandangan dan sikap hidup) seseorang.

c. Pendidikan dalam Islam, atau proses dan praktik penyelenggaraan

pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam sejarah umat

Islam. Dalam arti proses bertumbuh kembangnya Islam dan

umatnya, baik Islam sebagai agama ajaran maupun sebagai sistem

budaya dan peradaban, sejak zaman Nabi Muhammad SAW, sampai

sekarang.

Sedangkan hasil rumusan seminar pendidikan Islam se-Indonesia

tahun 1960, memberikan pengertian pendidikan Islam yaitu sebagai

bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran

Islam dengan hikmah mengarahkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi

berlakunya semua ajaran Islam.

Istilah mengarahkan, melatih, mengasuh, atau mengawasi

mengandung pengertian usaha memengaruhi jiwa anak didik melalui

setingkat demi setingkat menuju tujuan yang ditetapkan, yaitu

menanamkan taqwa, akhlak serta menegakkan kebenaran sehingga

terbentuklah manusia yang berkepribadian dan berbudi luhur sesuai

ajaran Islam (Zakiah, 2016: 15).

Pendidikan Islam, menurut Prof. Dr.Omar Muhammad al-Toumy

al-Syaebani yang diterjemahkan oleh Ramayulis, diartikan sebagai usaha

mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau

kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya

melalui proses kependidikan, perubahan itu dilandasi dengan nilai-nilai

Islami. Jadi, proses pendidikan merupakan rangkaian usaha

membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa

11

kemampua-kemampuan mendasar dan kemampuan belajar, sehingga

terjadilah perubahan dalam kehidupan pribadinya sebagai makhluk

individual dan sosial dalam hubungannya dengan alam sekitar di mana ia

hidup. Proses tersebut senantiasa berada dalam nilai-nilai Islami, yaitu

nilai-nilai yang melahirkan norma-norma syari’ah dan akhlakul karimah

(Nata, 2016: 34).

Dengan demikian, pendidikan Islam sebagai sistem pendidikan

dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin

kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah

menjiwai dan mewarnai corak kehidupannya.

Berdasarkan definisi di atas maka teori-teori pendidikan Islam

sekurang-kurangnya haruslah membahas hal-hal sebagai berikut:

Pendidikan dalam keluarga:

1) Aspek jasmani

2) Aspek akal

3) Aspek hati

Pendidikan dalam masyarakat:

1) Aspek jasmani

2) Aspek akal

3) Aspek hati

Pendidikan di sekolah:

1) Aspek jasmani

2) Aspek akal

3) Aspek akal

Jadi, dalam sembilan masalah atau bab yang perlu diuraikan teori-

teorinya. Setiap masalah sekurang-kurangnya membicarakan hal-hal

berikut:

a) Tujuan

b) Pendidik

c) Anak didik

d) Bahan

e) Metode

12

f) Alat

g) Evaluasi (Ahmad Tafsir, 2014: 32).

Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik suatu pengertian,

bahwa yang dimaksud pendidikan Islam adalah suatu proses penanaman

nilai-nilai Islam, melalui pengajaran, bimbingan dan latihan yang

dilakukan dengan sadar dan penuh dengan rasa tanggung jawab agar

peserta didik mampu menghayati, memahami serta mengimani ajaran

Islam tersebut, dalam rangka pembentukan, pembinaan, pendayagunaan

dan pengembangan, pikir dan kreasi manusia, sehingga terbentuk pribadi

muslim sejati, yang mampu mengembangkan kehidupannya dengan

penuh tanggung jawab dalam rangka beribadah kepada Allah SWT.

untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

2. Dasar-Dasar Pendidikan Islam

Islam merupakan agama yang universal diwahyukan Allah SWT

kepadaNabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada manusia

diseluruh muka bumi ini sebagai jalan keselamatan dunia dan akhirat.

Untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan tersebut diperlukan

adanya suatu usaha, yang merupakan kewajiban bagi manusia dab

sebagai pelaksanaanya manusia harus berpedoman kepada tata aturan

yang telah ditetapkan oleh sang pencipta yaitu Allah SWT, karena

dalam melakukan suatu perubahan kearah yang lebih baik, manusia

sendiri yang melakukannya.

Pendidikan merupakan suatu usaha sekaligus proses pencapaian

perubahan dan perbaikan demi mencapai kebahagiaan hidup yang

dilakukannya secara sadar dan teratur dari sejak dilahirkan hingga akhir

hayat. Oleh karena tugas yang cukup berat dan mulia itu maka diperlukan

suatu landasan, dasar atau fondasi tempat berpijak, sehingga apa yang

menjadi tujuan dari pendidikan tidak menyimpang dan keluar jalur. Dasar

ataupun landasan itu sendiri yaitu:

13

a. Al-Qur’an

Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam dan sebagai

pedoman terlengkap, yang meliputi seluruh aspek kehidupan dan

bersifat universal. Tentunya, dasar pendidikan Islam harus

bersumber kepada al-Qur’an (Haidar dan Nurgaya, 2012: 10). Pada

awal pertumbuhan Islam, Nabi Muhammad Saw sebagai pendidik

pertama telah menjadikan al-Qur’an sebagai dasar pendidikan

Islam. Kedudukan al-Qur’an sebagai sumber pokok pendidikan

Islam dapat dipahami dari ayat al-Qur’an itu sendiri, seperti kalam

Allah Swt dalam surat Shaad 29:

د ي ل ك ار ب م ك ي ل إ اه ن ل ز ن أ اب ت وبك اتهر رآاي ك ذ ت ي ل و

باب ل ولوال )٢٩:ص (أ

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh

dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan

supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran”

(Departemen Agama RI, 2005: 455).

Kelebihan al-Qur’an terletak pada metode yang

menakjubkan dan unik sehingga dalam konsep pendidikan yang

terkandung di dalamnya, al-Qur’an mampu menciptakan individu

yang beriman dan senantiasa bertauhid kepada Allah Swt, serta

mengimani akhirat. Al-Qur’an telah memberikan kepuasan

penalaran yang sesuai dengan kesederhanaan dan fitrah manusia

tanpa unsur paksaan dan di sisi lain disertai pengutamaan afeksi

dan emosi manusiawi. Al-Qur’an mengawali konsep

pendidikannya dari hal-hal yang bersifat konkrit, seperti hujan,

angina, tumbuh-tumbuhan, guntur atau kilat menuju hal yang

abstrak seperti keberadaan, kebesaran, kekuasaan dan berbagai

sifat kesempurnaan Allah Swt. Oleh karena itu, al-Qur’an menjadi

14

sumber dari seluruh jenis dan proses pendidikan yang berlaku di

tengah-tengah masyarakat.

b. As-Sunnah

Selain al-Qur’an, dasar pendidikan Islam yang kedua ialah

as-Sunnah. As-Sunnah merupakan perbuatan, perkataan, atau

pengakuan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw dalam

proses perubahan sikap hidup sehari-hari. Allah Swt menjadikan

Muhammad Saw sebagai suri teladan bagi umatnya. Maka, Nabi

Muhammad Saw sebagai figure dalam dunia pendidikan dan beliau

juga menjunjung tinggi terhadap pendidikan dan pengajaran,

sebagaimana kalam Allah Swt:

ح أسوة الل رسول في لكم كان سلقد لنة (نكامن

حزاب )١٢ :الأ

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan

yang baik bagimu…” (Departemen Agama RI, 2005: 420).

Dalam dunia pendidikan as-Sunnah memiliki dua manfaat

pokok, yaitu; pertama, as-Sunnah mampu menjelaskan konsep dan

kesempurnaan pendidikan Islam sesuai konsep al-Qur’an serta

lebih merinci pesan-pesan yang terkandung dalam al-Qur’an.

Kedua, as-Sunnah dapat menjadi contoh yang tepat dalam

penentuan metode pendidikan (an-Nahlawi, 2004: 31).

c. Ijtihad

Para fuqoha’ mengartikan ijtihad sebagai usaha berpikir

dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan

syari’at Islam. Dalam mengkaji hal-hal yang belum ditegaskan

hukumnya oleh al-Qur’an dan as-Sunnah. Maka, perlu ada

penentapan hukum yang harus dilakukan, yakni dengan ijtihad.

15

Ijtihad dapat dilakukan dengan ijma’, qiyas, istishan, dan lain-lain

(Zakiah, 1986: 181).

Urgensi ijtihad dalam bidang pendidikan sangat diperlukan,

sebab ajaran Islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah

adalah bersifat pokok-pokok dan prinsipnya saja (Zakiah, 2018:

22). Dengan demikian, untuk melengkapi dan

mengkomprehensifkan hal-hal dalam pendidikan sangat dibutuhkan

ijtihad. Sebab globalisasi al-Qur’an dan as-Sunnah belum

menjamin tujuan pendidikan Islam akan tercapai (Hanafi, dkk.

2018: 421).

Di samping itu, pendidikan Islam di Indonesia juga

mengacu kepada Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003

pasal 36 ayat 3 tentang hal-hal yang harus diperhatikan dalam

penyusunan kurikulum, dalam Undang-Undang sebagai berikut:

“Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan

dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan

memperhatikan: peningkatan iman dan takwa; peningkatan akhlak

mulia; peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;

keragaman potensi daerah dan lingkungan; tuntutan pembangunan

daerah dan nasional; tuntutan dunia kerja; perkembangan ilmu

pengetahuan, teknologi, dan seni, agama, dinamika perkembangan

global dan persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan”.

Serta pasal 37 ayat 1 tentang kurikulum sebagai berikut:

“kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat; 1)

pendidikan agama, 2) pendidikan kewarganegaraan, 3) bahasa, 4)

matematika, 5) ilmu pengetahuan alam, 6) ilmu pengetahuan

sosial, 7) seni dan budaya, 8) pendidikan jasmani dan olahraga, 9)

keterampilan atau kejujuran, 10) muatan lokal” (UU RI Sisdiknas

No. 20 Tahun 2003).

Dari uraian diatas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa,

sumber nilai yang menjadi dasar pelaksanaan kegiatan

kependidikan Islam secara general adalah al-Qur’an, al-Hadits

16

serta hasil ijtihad para ulama Islam. Di dalam ketiga sumber

tersebut, al-Qur’an diposisikan sebagai sumber ideal, hadits

sebagai sumber oprasional dan ijtihad sebagai sumber dinamika

perkembangan pendidikan Islam. Hasil ijtihad akan dikatakan

sebagai sumber dinamika pendidikan Islam, karena pemikiran

manusia (ulama) dalam kurun waktu tertentu dalam konteks sosia-

historisnya selalu mengalami perubahan. Hal ini menghendaki

pemikiran pendidikan Islam juga harus selalu berkembang, agar

bisa dijadikan sebagai sumber atau landasan pelaksaan pendidikan

Islam yang kontekstualnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

3. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan pendidikan Islam harus sesuai dengan falsafah dan

pandangan hidup yang berdasarkan hidupyang digariskan oleh al-Qur’an

Jalaluddin (2003: 80). Sementara itu, Jalaluddin membagi tujuan

pendidikan Islam menjadi tiga, di antaranya, pertama; bersifat fitrah,

yaitu membimbing perkembangan manusia sejalan dengan fitrah

kejadiannya. Kedua; merentang pada dua dimensi, yaitu tujuan akhir bagi

keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Ketiga; mengandung nilai-nilai

yang bersifat universal yang tak terbatas oleh ruang lingkup geografis

dan paham-paham (isme) tertentu.

Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan, serta

mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan titik pangkal untuk

mencapai tujuan-tujuan yang lain. Di samping itu, tujuan dapat

membatasi ruang gerak usaha, agar kegiatan dapat terfokus pada apa

yang dicitacitakan, dan yang terpenting lagi adalah dapat memberikan

penilaian atau evaluasi pada usaha-usaha pendidikan.

Tujuan pendidikan Islam menurut beberapa tokoh diantaranya:

Naquib Al-Attas menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah

“manusia yang baik”. Kemudian Marimba mengatakan tujuan pendidikan

Islam adalah terciptanya orang yang berkepribadian muslim. Al-Abrasy

menghendaki tujuan (goal) akhir pendidikan Islam itu adalah

17

terbentuknya manusia yang berakhlak mulia (akhlak al-kharimah). Munir

Musyi mengatakan bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah manusia

yang sempurna (al-Insan al-Kamil).

Sama halnya dengan Jalaluddin dan Said, Ahmad Tafsir (2014: 46-

51) juga mengklasifikasi tujuan pendidikan Islam menjadi dua, yakni

bersifat umum dan khusus. Tujuan pendidikan Islam yang umum harus

diketahui terlebih dahulu ciri manusia sempurna menurut Islam, yaitu

dengan mengetahui hakikat manusia menurut Islam. Sedangkan tujuan

pendidikan Islam yang bersifat khusus dengan mengetahui tugas manusia

sebagai khalifah di muka bumi dan sebagai pengalaman ibadah kepada

Tuhan dalam arti yang luas, sebagaimana kalam-Nya:

ليعبدون نسإل وال )٥٦:لذارياتا (وماخلقتالجن

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka

mengabdi kepada-Ku” (Departemen Agama RI, 2005: 523).

Maka, dalam kerangka inilah tujuan pendidikan Islam haruslah

mempersiapkan manusia agar beribadah seperti itu, agar menjadi hamba

Allah (ibad ar rahman) sehingga lebih didahulukan aspek ibadah dalam

kesempurnaan insan untuk menggapai kebahagian dunia dan akhirat

(Tafsir, 2014: 47).

Abd al-Rahman Shaleh Abd Allah dalam bukunya, Education

Theory, a Qur‟anic Outlook, menyatakan bahwa tujuan pendidikan

Islam harus meliputi empat aspek, yaitu:

a) Tujuan jasmani (al-ahdaf al-jismiyah).

Tujuan pendidikan Islam perlu dikaitkan dengan tugas

manusia selaku khalifah di muka bumi yang harus memiliki

kemampan jasmani yang sehat, ketrampilan-ketrampilan fisik,

disamping rohani yang teguh, dan juga untuk membentuk manusia

muslim yang sehat dan kuat jasmaninya serta memiliki ketrampilan

yang tinggi. Hal ini didasarkan pada pendapat Imam Nawawi yang

menafsirkan “al-qawy” sebagai kekuatan iman yang ditopang oleh

18

kekuatan fisik. Terdapat dalam QS. Al-Baqarah: 247 dan QS. Al-

Anfal: 60.

b) Tujuan rohaniyah (al-ahdaf al-ruhaniyyah)

Perhatian dari tujuan ini berkaitan dengan kemampuan

manusia menerima agama Islam yang inti ajarannya adalah

keimanan dan ketaatan kepada Allah, dengan tunduk dan patuh

kepada nilai-nilai moralitas yang diajarkan-Nya (cita-cita ideal

dalam al-Qur’an, QS. Al-Imran: 19) dan mengikuti teladan

Rasullulah. Muhammad Qutb berasumsi bahwa tujuan pendidikan

ruhiyyah mengandung pengertian “ruh” yang merupakan mata rantai

pokok yang menghubungkan manusia dengan Allah, dan pendidikan

Islam harus bertujuan untuk membimbing manusia sedemikian rupa

sehingga ia selalu tetap berada di dalam hubungan dengan-Nya.

Beberapa indikasi pendidikan rohani adalah tidak bermuka dua (QS.

Al-Baqarah: 10), berupaya memurnikan dan mensucikan diri

manusia secara individual dari sikap negatif (QS. Al-Baqarah: 126),

dan dari sinilah penyebutan tazkiyah (purification) dan hikmah

(wisdom).

c) Tujuan akal (al-ahdaf al-aqliyyah)

Tujuan ini bertumpu pada pengembangan intelegensia

(kecerdasan) yang ada dalam sikap manusia. Agar dapat memahami

dan menganalisis fenomena-fenomena ciptaan Allah di jagad raya

ini. Alam dan isinya merupakan sebuah buku besar yang harus

dijadikan objek pembacaan dan pengamatan serta renungan akal

fikiran manusia sehingga akan diperoleh ilmu pengetahuan dan

teknologi yang semakin berkembang dan maju. Firman Allah yang

mendorong pendidikan akal terdapat kurang lebih sekitar 300 kali.

Dengan melalui observasi dengan panca indera, manusia

dapat dididik dengan menggunakan akal kecenderungannya untuk

meneliti, menganalisis keajaiban ciptaan Allah di dalam alam

semesta yang berisi khazanah ilmu pengetahuan yang menjadi bahan

pokok pemikiran yang analisis kritis untuk dikembangkan menuju

19

bentuk-bentuk teknologi dan hasil lain yang lebih maju. Dalam

pendidikan akal ini ada beberapa tahapan penting, yaitu: (1)

pencapaian kebenaran ilmiah (iim al-yaqin) (QS. Al-Takatsur: 5); (2)

pencapaian kebenaran empiris („aim al-yaqin) (QS. Al-Takatsur: 7);

dan (3) pencapaian kebenaran metaempiris atau filosofis (haqq al-

yaqin) (QS. Al-Waqi’ah: 95).

Implikasi pendidikan bagi akal, akal adalah suatu daya yang

amat dahsyat yang dikaruniakan Allah kepada manusia. Oleh karena

itu pendidikan akal, hendaknya memperhatikan pembinaan daya akal

dan melatihnya, agar dapat digunakan untuk kebaikan. Petunjuk

pendidikan akal dalam Islam sebagai berikut:

1) Pendidikan Islam berusaha untuk melatih manusia untuk

memikirkan segala sesuatu dan memeriksa bagian-bagiannya,

serta memahami apa yang dikatakan kepadanya serta tidak

menerimanya tanpa bukti.

2) Akal dilatih berdasarkan pengamalan, penginderaan dan

kemudian memberikan kebebasan kepada akal untuk

mengarahkan dan menyusun semua temuan penginderaan itu.

3) Pendidikan akal juga tertuju kepada pendidikan kata hati

(nurani). Dalam Al-Qur’an diakui bahwa Nur Ilahi mempunyai

peranan penting dalam pengembangan

d) Tujuan sosial (al-adhaf al-ijtima‟iyyah)

Tujuan sosial ini merupakan pembentukan kepribadian yang utuh

dari roh, tubuh dan akal. Adanya identitas dan eksistensi individu

tercermin sebagai manusia yang hidup pada masyarakat yang plural

(majemuk). Tujuan ini sangat penting eksistensinya karena manusia

sebagai khalifah Tuhan di bumi, harus memiliki kepribadian yang utama

dan seimbang. Sehingga manusia tidak akan mungkin menjauhkan diri

dari kehidupan bermasyarakat. Individu merupakan bagian integral dari

anggota kelompok di dalam keluarga dan masyarakat, atau sebagai

anggota keluarga dan pada waktu yang sama sebagai anggota masyarakat.

Kesesuaian dengan cita-cita sosial diperoleh dari individu-individu. Maka

20

persaudaraan dianggap sebagai salah satu kunci konsep sosial dalam Islam

yang menghendaki setiap individu memperlakukan individu yang lain

dengan cara-cara tertentu.

Dan di sinilah konsep etika, akhlak, dan moral Islam berperan

penting. Keserasian dalam individu dengan masyarakat tidak mempunyai

sifat yang kontradiktif antar tujuan sosial dan tujuan individual.

Pendidikan menitikberatkan perkembangan karakter yang unik, agar

manusia mampu beradaptasi dengan standart masyarakat bersama-sama

dengan cita-cita yang ada padanya. Keharmonisan yang seperti inilah yang

merupakan karakteristik pertama yang akan dicari dalam tujuan

pendidikan Islam.

4. Objek dan Lembaga Pendidikan Islam

Salah satu sistem yang memungkinkan proses pendidikan

berlangsung secara efektif, konsisten dan berkesinambungan dalam

rangka mencapai tujuan pendidikan ialah institusi atau lembaga

pendidikan Islam. Telaah pendidikan Islam mengarah pada objek konkret

satu bentuk dari lembaga-lembaga pendidikan Islam yang bereksistensi

dalam wujud fisik. Telaah ini menunjukkan tempat di mana integrasi

jasad dan ruh pendidikan itu berada yang secara khusus tertuju pada

lembaga pendidikan Islam, seperti madrasah, pesantren, majelis taklim

(Daulay dan Nurgaya, 2012: 153).

Pendidikan Islam merupakan lembaga pendidikan yang dikelola,

dilaksanakan dan diperuntukkan bagi umat Islam. Pendidikan Islam

memandang keluarga, masyarakat, dan tempat-tempat peribadahan

seperti taman pendidikan al-Qur’an (TPA) sebagai lembaga pendidikan

di luar sekolah. Sedangkan bentuk lembaga pendidikan Islam di dalam

sekolah, seperti sekolah Islam, madrasah, lembaga pendidikan kejuruan

(LPK) Islam, balai latihan kerja (BLK) Islam, perguruan tinggi Islam

(Nahlawi, 2004: 145).

Sedangkan Daulay dan Nurgaya (2016: 12), membedakan lembaga

pendidikan Islam di Indonesia dalam tiga kelompok, yaitu; a. sekolah

21

Islam dan atau madrasah, b. pesantren, c. pendidikan non formal, seperti

pendidikan di keluarga, TPA atau majelis taklim.

C. Studi Relevan

Penelitian yang mengangkat ide-ide pembaharuan pendidikan Islam

dari pemikiran tokoh sudah banyak dilakukan. Setidaknya ada empat

penelitian yang pernah membahas tentang pemikiran dari Zakiah Daradjat

dan empat penelitian lainnya yang telah membahas berkaitan dengan

permasalahan yang penulis angkat dalam penelitian ini, di antaranya :

1. Iwan Janu Kurniawan (Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012)

dalam sebuah skripsinya yang berjudul “Pemikiran Prof. Dr. Zakiah

Daradjat tentang pendidikan Islam dalam perspektif psikologi agama”,

menjelaskan tentang peranan psikologi dan agama dalam pembinaan

mental, serta peningkatan religiusitas dan pembinaan mental melalui

pendidikan agama.

2. Siti Magfirah (UIN Suka, 2003) dalam sebuah skripsinya yang berjudul

“Pembinaan mental keagamaan pada remaja menurut Zakiah Daradjat”,

menjelaskan bahwa pembinaan mental keagamaan pada remaja adalah

usaha yang dilakukan secara efektif dan efisien untuk meningkatkan

pengetahuan, sikap dan kecakapannya menjadi lebih baik lagi, atau

menyempurnakan sesuatu yang telah ada pada remaja sebelumnya.

Pembinaan tersebut dilakukan secara terus menerus sejak seseorang itu

lahir sampai meninggal, terutama pada usia pertumbuhannya.

3. Fatmawati (UIN Suka, 2004) dalam sebuah skripsinya yang berjudul

“Pendidikan Agama pada Usia Remaja (Studi Pemikiran Prof. Dr. Zakiah

Daradjat)”, menjelaskan bahwa pendidikan agama pada usia remaja

merupakan usaha untuk memperkuat nilai-nilai agama pada remaja harus

dilakukan sejak dini, sehingga dalam sikap dan perbuatannya selalu

terkontrol oleh norma-norma agama.

4. Siti Rofi’ah (UMS, 2004) dalam sebuah skripsinya yang berjudul

“Pemikiran Zakiah Daradjat tentang Pendidikan Anak dalam Keluarga”,

menjelaskan bahwa keluarga sebagai lembaga pendidikan dasar, pertama

22

dan utama bagi proses perkembangan anak. Di dalam keluargalah, anak

pertama kali mendapatkan didikan dan bimbingan. Sebab, di keluargalah

sebagai tempat belajar segala sikap untuk berbakti kepada tuhan yang

merupakan perwujudan nilai yang tinggi. Dan keluarga pula lah sebagai

wadah untuk belajar dalam rangka membentuk dan mengembangkan

dirinya.

5. Imam Suprayogi (UMS, 2005) dalam sebuah skripsinya yang berjudul

“Pemikiran Rosyid Ridho tentang Pembaharuan Pendidikan Islam”,

menjelaskan bahwa pemikiran Rosyid Ridho tentang pembaharuan

pendidikan Islam yang memfokuskan pada pembaharuan tujuan

pendidikan, kurikulum, pendidikan, dan sistem pendidikan yang non

dikotomis. Dengan tujuan mendorong pengembangan pemikiran pemikiran

dalam rangka kemajuan pendidikan umat Islam. Pemikiran Rosyid Ridho

ini berawal dari kegelisahannya terhadap perkembangan dunia muslim

pada khususnya masalah pendidikan. Sistem tradisional konservatif

menjadi corak pendidikan Islam pada waktu itu.

6. Surya Darma (UMS, 2007), dalam sebuah skripsinya yang berjudul

“Pemikiran Munir Mulkhan tentang Pendidikan Multikultural”,

menjelaskan bahwa Munir Mulkhan berpandangan pada teologi

pendidikan Islam, kritik terhadap pendidikan Islam, kesalahan

multikultural, humanisasi pendidikan Islam, kearifan tradisional dalam

pendidikan.

7. Abdul Hakim MN (UMS, 2008) dalam skripsinya yang berjudul “Konsep

Pendidikan Islam menurut Abdul Malik Fadjar”, menjelaskan

bahwasannya menurut Abdul Malik Fadjar, peran pendidik yang paling

utama adalah menanamkan rasa dan amalan hidup beragama bagi peserta

didiknya. Dalam hal ini yang dituntut ialah bagaimana setiap guru mampu

membawa peserta didik untuk menjadikan agamanya sebagai landasan

moral, etik, dan spiritual dalam kehidupan kesehariannya. Abdul Malik

Fajdar memberikan suatu konsep sintesis antara perguruan tinggi dengan

pesantren yang ideal. Menurutnya yang terpenting sintesis itu harus betul-

betul mampu menggambarkan integrasi keilmuan. Karena itu, sintesis

23

tersebut hendaknya mampu melakukan dekontruksi terhadap realitas

keilmuan yang bersifat dualisme-dikotomis.

8. Maria Ulfa (UMS, 2008) dalam skripsinya yang berjudul “Konsep

Pendidikan menurut Syed Muhammad Al-Naquib al-Attas”, menyimpulkan

bahwa terma yang paling tepat bagi istilah pendidikan Islam adalah ta’dib.

Ia sangat tidak setuju dengan istilah ta’lim dan tarbiyah sebagaimana yang

telah disepakati selama ini oleh mayoritas cendekiawan muslim dunia.

Terma ta’dib menurut Al-Attas lebih tepat untuk karena memiliki bobot

baik historis dan filosofis.

Dengan memperhatikan tinjauan pustaka di atas dapat disimpulkan

bahwa penelitian tentang konsep pendidikan Islam pernah dilakukan oleh

peneliti sebelumnya. Penelitian sebelumnya mengambil fokus penelitian yang

sedikit berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan. Maka dari itu,

penulis mengambil objek mengenai pemikiran Prof. Dr. Zakiah Daradjat

tentang konsep pendidikan Islam dan relevansinya dengan tujuan pendidikan

Islam.

24

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Desain Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

filosofis. Yang dimaksud dengan filosofis adalah menganalisis sejauh

mungkin pemikiran yang diungkapkan sampai kepada landasan yang

mendasari pemikiran tersebut (Peter Connolly, 2011: 151).

Penelitian ini termasuk jenis penelitian bibliografis, karena penelitan ini

dilakukan untuk mencari, menganalisis, membuat intrapensi, serta

generalisasi dari fakta-fakta hasil pemikiran, ide-ide yang telah ditulis oleh

pemikir dan ahli (Tarjo, 2019: 27).

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka yang menggunakan

pendekatan kualitatif. Melalui kualitatif ini diharapkan terangkat gambaran

mengenai kualitas, realitas sosial dan persepsi sasaran penelitian tanpa

tercemar oleh pengukuran formal. Penelitian ini didasarkan pada persepsi

emik yang bertujuan untuk mengungkapkan dan mengurai sistem perilaku

bersama satuan strukturnya dan kelompok satuan-satuan itu. Peneliti

bermaksud memahami situasi secara mendalam, menemukan pola dan teori.

Selain itu, peneliti menggunakan pendekatan analitis. Pendekatan

analitis adalah suatu pendekatan yang berusaha memahami gagasan, cara

pandang, cara pengarang menampilkan gagasan-gagasannya atau

mengimajinasikan ide-idenya, elemen intrinsik dan mekanisme hubungan dari

setiap elemen ektrinsik itu sehingga mampu membangun totalitas bentuk

maupun totalitas maknanya (Sugiyono, 2014: 224).

Desain penelitian bertujuan untuk meneliti masalah atau situasi untuk

mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang baik, serta mengetahui

pernyataan yang jelas tentang masalah yang dihadapi dalam buku-buku karya

Zakiah Daradjat ini.

25

B. Setting dan Subjek Penelitian

Sesuai dengan objek kajian skripsi, maka penelitian ini merupakan

penelitian kepustakaan (library research). “Library research” adalah

penelitian yang memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data

penelitiannya. Tegasnya, riset pustaka membatasi kegiatannya hanya pada

bahan-bahan koleksi perpustakaan saja tanpa memerlukan riset lapangan

(Mestika, 2008: 1).

Dilihat dari tempat di mana penelitian ini dilakukan, maka penelitian

termasuk jenis penelitian kepustakaan (library research) dengan analisis data

kualitatif, yaitu penelitian yang memfokuskan pembahasan pada literatur-

literatur baik berupa buku, jurnal, makalah, maupun tulisan-tulisan lainnya.

Yang dilakukan dengan membaca buku-buku karangan Prof. Dr. Zakiah

Daradjat itu sendiri sebagai data primer serta buku dan jurnal yang mengenai

pendidikan Islam terutama yang diwarnai oleh psikologi agama.

C. Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian kepustakaan ini, penulis menggunakan metode

dokumenter atau yang lebih populernya dengan metode dokumentasi

(Arikunto, 2010: 131), yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan tertulis

yang berhubungan dengan masalah penelitian, baik dari sumber dokumen,

foto-foto, buku-buku, majalah, ensiklopedi, karya tulis dan lain-lain (Mestika,

2008: 2).

Sumber data yang digunakan terdiri dari macam, yaitu sumber data

primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer ialah seluruh buku

karangan sendiri dari Zakiah Daradjat yang berjumlah 32 buah. Namun, pada

penelitian ini penulis lebih memfokuskan pada 7 buku yakni, pertama; Ilmu

Jiwa Agama. Kedua; Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental. Ketiga;

Peranan Agama dalam Kesehatan Mental. Keempat; Ilmu Pendidikan Islam,

yang membahas konsep pendidikan Islam yang didasarkan pada pandangan

tentang manusia dalam perspektif ilmu jiwa. Kelima; Kesehatan Mental.

Keenam: Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Ketujuh:

Perkembangan Psikologi Agama dan Pendidikan Islam di Indonesia.

26

Sedangkan sumber data sekunder yaitu literatur-literatur yang terdiri

dari buku-buku, jurnal, artikel baik itu yang dimuat di media cetak maupun

media elektronik, yang memiliki relevansi dan menunjang dari penelitian ini.

Yaitu tulisan yang membahas tentang pendidikan Islam dan psikologi serta

yang sangat urgen ialah tulisan yang memuat tentang sosok Zakiah, baik itu

tentang kepribadian maupun pemikirannya.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumenter

(metode dokumentasi). Teknik dokumenter adalah cara mengumpulkan data

melalui peninggalan tertulis seperti arsip-arsip, dan termasuk buku-buku

tentang pendapat, teori, dalil, atau hukum dan lain-lain yang berhubungan

dengan masalah penelitian. Dalam penelitian kualitatif, teknik ini merupakan

alat pengumpul data yang utama. Adapun tahapan penelitian adalah sebagai

berikut:

1. Inventarisasi data: mengumpulkan data dan menginventarisir

semua data yang berhubungan dengan penelitian. Peneliti

mengumpulkan berbagai data baik yang berupa sumber buku,

naskah penelitian, dokumen, surat kabar, essai atau jurnal untuk

dikaji lebih mendalam.

2. Pemisahan dan klasifikasi data: memilah data yang telah diperoleh

menjadi data primer, data sekunder dan data pendukung.

3. Mereduksi data: dengan membuang data yang tidak perlu dan tidak

terpakai yang tidak memiliki hubungan dengan penelitian.

4. Unitisasi data: yaitu mengunit-unitkan data sesuai dengan bab

bahasan pada penelitian yang dilakukan.

5. Inferensi data: menganalisis semua data yang ada baik itu data

primer maupu data sekunder dengan metode penelitian yang

peneliti gunakan dalam rangka memperoleh kesimpulan akhir.atau

menganalisis data untuk mendapatkan temuan hasil penelitian yang

diperoleh dari analisis kemudian diuraikan kembali dalam bentuk

tulisan yang sistematis.

27

6. Kesimpulan penelitian: akumulasi dari hasil analisis penelitian

(Lalu Muhammad, 2018 : 41-43).

Penelitian kepustakaan tidak menggunakan populasi, tetapi hanya

menggunakan sampling. Sampling yang digunakan berbeda pemahamannya

dengan sampling yang digunakan dalam penelitian lapangan (field research).

Sampling yang digunakan berupa sampling teoritis (theoretical sampling).

Yaitu sampel yang seutuhnya merujuk kepada teori atau konsep yang relevan

dengan penelitian yang dipilih menjadi fokus. Sampling teoritis ini khusus

dikreasikan dalam penelitian heurmeunetik (filsafat), dokumen studi dan

penelitian kepustakaan yang berbasis deskriptif kualitatif.

E. Teknik Analisis Data

Analisis dalam penelitian ini adalah seluruh rangkaian kegiatan sebagai

upaya menarik kesimpulan dari hasil kajian konsep atau teori yang

mendukung penelitian ini. Dalam menganalisis data digunakan analisis isi

atau content analysis. Content analysis adalah suatu teknik untuk membuat

inferensi-inferensi yang dapat ditiru dan sahih data dengan memperhatikan

konteksnya (Riduwan, 2018: 76). Adapun syarat Content Analisis:

1. Data yang tersedia sebagian besar terdiri dari bahan-bahan yang

terdokumentasi (buku, surat kabar, pita rekaman, naskah/manuscript).

2. Ada keterangan pelengkap atau kerangka teori tertentu yang

menerangkan tentang dan sebagai metode pendekatan terhadap data

tersebut.

3. Peneliti memiliki kemampuan teknis untuk mengolah bahan-

bahan/data-data yang dikumpulkannya karena sebagian dokumentasi

tersebut bersifat sangat khas/spesifik.

Analisis data yang telah dikumpulkan dalam kegiatan penelitian ini

juga menggunakan metode analisis kualitatif (Moleong, 2017: 3).

Menjelaskan metode analisa kualitatif adalah prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang dan perilaku yang dapat diamati.

28

Dalam melakukan analisis data, ada beberapa tahapan yang harus

dilakukan oleh peneliti, yaitu:

a) Meringkas data,hal ini dilakukan agar data yang akan dipresentasikan

dapat dipahami dan diinterpretasikan secara objektif, logis dan

professional. Seiring dengan itu, data dapat dihubungkan dan memiliki

ketersambungan dengan pembahasan-pembahasan yang lain.

b) Menemukan atau membuat berbagai pola, topik, tema yang akan

digunakan berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan peneliti, ditarik

berbagai pola, tema atau topik-topik pembahasan. Penarikan berbagai

pola, tema dan topik harus relevan dengan masalah yang telah dibangun

sebelumnya.

c) Mengembangkan sumber atau data, sumber data yang telah diperoleh,

dikembangkan berdasarkan jenisnya (primer/sekunder). Hal ini dilakukan

untuk mengurangi atau menghindari berbagai kemungkinan

kesalahpahaman dalammenarik sintesis sebuah pendapat atau teori yang

dikemukakan oleh pakar maupun sumber-sumber dokumentasi yang

mendukung.

d) Menguraikan data atau mengemukakan data seadanya, data sesuai

sumber yang diperoleh. Teknik dalam menguraikan data dapat secara

langsung atau tidak langsung. Sesudahnya baru dilakukan analisis

pengembangan (generalisasi) lalu diakhiri dengan sintesis (simpul).

e) Menggunakan pendekatan berpikir sebagai ketajaman analisis (Arikunto,

2010: 199).

29

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Temuan Umum

1. Historika Biografi Zakiah Daradjat

a. Latar Belakang Keluarga

Zakiah Daradjat dilahirkan di Jorong Koto Marapak, Nagari

Lambah, Ampek Angkek, Agam, Kotamadya Bukit Tinggi Sumatera

Barat, 6 November 1929. Ayahnya, Haji Daradjat Husain merupakan

aktivis organisasi Muhammadiyah dan Ibunya, Rafi'ah aktif di

Sarekat Islam. Ia merupakan anak pertama dari pasangan tersebut.

Sejak kecil Zakiah Daradjat telah ditempa pendidikan agama dan

dasar keimanan yang kuat. Ia sudah dibiasakan oleh Ibunya untuk

menghadiri pengajian-pengajian agama dan dilatih berpidato oleh

Ayahnya. Zakiah Daradjat meninggal di Jakarta dalam usia 83 tahun

pada 15 Januari 2013 sekitar pukul 09.00 WIB. Setelah disalatkan,

jenazahnya dimakamkan di Kompleks UIN Ciputat pada hari yang

sama. Menjelang akhir hayatnya, ia masih aktif mengajar,

memberikan ceramah, dan membuka konsultasi psikologi. Sebelum

meninggal, ia sempat menjalani perawatan di Rumah Sakit Hermina,

Jakarta Selatan pada pertengahan Desember 2012.

Semasa hidup, Zakiah Daradjat tidak hanya dikenal sebagai

psikolog dan dosen, tetapi juga mubaligh dan tokoh masyarakat.

Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin Hidayat

menyebut Zakiah Daradjat sebagai pelopor psikologi Islam di

Indonesia. Sementara itu, Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar

mencatat, Zakiah Daradjat adalah sosok yang bisa diterima dengan

baik oleh semua kalangan. Umar menambahkan, sosok Zakiah

Daradjat seperti sosok Hamka dalam versi Muslimah (Khairillah,

2014: 36).

30

b. Latar Belakang Pendidikan

Pada usia tujuh tahun, Zakiah sudah mulai memasuki sekolah.

Pagi ia belajar di Standard School Muhammadiyah dan sorenya

belajar lagi di Diniyah School. Semasa sekolah ia memperlihatkan

minat cukup besar dalam bidang ilmu pengetahuan dan agama.

Selain itu, saat masih duduk di bangku kelas empat SD, ia telah

menunjukkan kebolehannya berbicara di muka umum. Setelah tamat

pada 1941, Zakiah dimasukkan ke salah satu SMP di Padang

Panjang sambil mengikuti sekolah agama di Kulliyatul Muballighat.

Ilmu-ilmu yang diperolehnya dari Kulliyatul Mubalighat kelak ikut

mendorongnya untuk menjadi mubaligh.

Pada tahun 1951, ia menamatkan pendidikannya di SMA.

Setelah itu, ia memutuskan meninggalkan kampung halamannya

untuk melanjutkan studinya ke Yogyakarta. Di Yogyakarta, ia

mendaftar ke dua perguruan tinggi dengan fakultas yang berbeda,

yaitu Fakultas Tarbiyah Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri

(PTAIN) Yogyakarta dan Fakultas Hukum Universitas Islam

Indonesia (UII). Meskipun ia diterima di kedua Fakultas tersebut, ia

akhirnya hanya memilih mengambil Fakultas Tarbiyah PTAIN

Yogyakarta atas saran kedua orang tuanya. Pada tahun 1956, ia

menerima beasiswa dari Departemen Agama untuk melanjutkan

pendidikan ke Mesir.

Di Mesir ia langsung diterima di Fakultas Pendidikan

Universitas Ain Shams, Ia mengambil spesialisasi Diploma Faculty

of Education dan memperoleh gelar Magister pada bulan oktober

1959 dengan tesis The Problems of Adolescence in Indonesia

(Ensiklopedi Islam, 2008: 285). Tesis ini banyak mendapat sambutan

dari kalangan terpelajar dan masyarakat umum di Cairo waktu itu,

sehingga seringkali menjadi bahan berita para wartawan. Prof.

Zakiah Daradjat sendiri tidak tahu dengan pasti, apa yang

menyebabkan masyarakat terpelajar Mesir tertarik akan isi tesisnya

31

itu entah karena masalah yang dibahas itu cukup menarik bagi

mereka, karena menyangkut Indonesia, yang belum banyak mereka

kenal, sedangkan hubungan antara Republik Persatuan Arab dan

Republik Indonesia waktu itu sedang erat-eratnya. Akan tetapi, besar

kemungkinan yang menyebabkan mereka tertarik, adalah objek

masalah yang diteliti dan diuraikan oleh tesis itu, yaitu problema

remaja, yang bagi orang Mesir waktu itu, memang sedang menjadi

perhatian karena mereka sedang giat membangun, bahkan dalam

kabinet Mesir waktu itu ada Kementrian Pemuda (Zakiah Daradjat,

1995: 5).

Tesisnya tentang problema remaja di Indonesia mengantarnya

meraih gelar MA pada tahun 1959, setelah setahun sebelumnya

mendapat diploma pasca-sarjana dengan spesialisasi pendidikan.

Tidak seperti teman-teman seangkatannya dari Indonesia, setelah

menyelesaikan program S-2, Zakiah tidak langsung pulang. Ia justru

malah melanjutkan program S-3 di universitas yang sama. Ketika

menempuh program S-3, kesibukan Zakiah tidak hanya belajar. Pada

tahun 1964, dengan disertasi tentang perawatan jiwa anak, ia berhasil

meraih gelar doktornya dalam bidang psikologi dengan spesialisasi

psikoterapi dari Universitas Ain Shams (Nata, 2016: 236).

c. Perjalanan Karir

Setelah kembali ke Indonesia pada tahun 1964, Zakiah

Daradjat mengabdikan di Kementrian Agama dan mengembangkan

ilmunya untuk kepentingan masyarakat. Sambil bekerja, Zakiah

diberi ruangan khusus untuk membuka praktik konsultasi psikologi

bagi karyawan Kementerian Agama. Namun, karena semakin banyak

klien yang datang, ia mulai membuka praktik sendiri di rumahnya di

Wisma Sejahtera, Jalan Fatmawati, Cipete, Jakarta Selatan pada

tahun 1965. Ketika diwawancara oleh Republika pada tahun 1994, ia

menuturkan, “Setiap hari, selama lima hari dalam sepekan, rata-rata

32

saya menerima tiga hingga lima pasien, tanpa memandang apakah

mereka dari golongan masyarakat mampu atau bukan”. Zakiah

mengaku, sering tidak menerima bayaran apa-apa, “karena memang

tujuan saya untuk menolong sesama manusia”.

Pada 1967, Zakiah diangkat oleh Menteri Agama Saifuddin

Zuhri sebagai Kepala Dinas Penelitian dan Kurikulum Perguruan

Tinggi di Biro Perguruan Tinggi, Kementerian Agama, Pada periode

selanjutnya, Zakiah Daradjat menjabat sebagai Direktur Pendidikan

Agama mulai tahun 1972, dan tahun 1977 sebagai Direktur

Perguruan Tinggi Agama Islam. Pemikiran Zakiah Daradjat di

bidang pendidikan agama banyak mempengaruhi wajah sistem

pendidikan di Indonesia.

Semasa menjabat direktur di Kementerian Agama, beliau

memanfaatkan sebaik-baiknya untuk pengembangan dan

pembaharuan dalam bidang Pendidikan Islam . Pembaharuan yang

monumental yang sampai sekarang masih terasa pengaruhnya adalah

keluarnya Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri (Menteri Agama,

Mendikbud, dan Mendagri) pada tahun 1975, yaitu sewaktu jabatan

Menteri Agama diduduki oleh Mukti Ali. Melalui surat keputusan

tersebut Zakiah menginginkan peningkatan penghargaan terhadap

status madrasah, salah satunya dengan memberikan pengetahuan

umum 70 persen dan pengetahuan agama 30 persen. Aturan yang

dipakai hingga kini di sekolah-sekolah agama Indonesia ini

memungkinkan lulusan madrasah diterima di perguruan tinggi

umum. Upaya lain yang dilakukan Zakiah Daradjat adalah

Peningkatan mutu Pengelolan (administrasi) dan akademik

madrasah-madrasah yang ada di Indonesia Sehingga mulai munculah

apa yang disebut sebagai Madrasah Model (Nata, 2016: 237).

Ketika menempati posisi sebagai Direktur Perguruan Tinggi

Agama Islam, seperti dituturkan cendikiawan Azyumardi Azra,

Zakiah Daradjat banyak melakukan sentuhan bagi pengembangan

33

Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI). Salah satu contoh, untuk

mengatasi kekurangan guru bidang studi umum di madrasah-

madrasah, Zakiah Daradjat membuka jurusan tadris pada IAIN dan

menyusun rencana pengembangan Perguruan Tinggi Agama Islam

yang menjadi referensi bagi IAIN seluruh Indonesia. Melalui

rencana pengembangan ini Kementerian Agama dapat meyakinkan

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sehingga

IAIN memperoleh anggaran yang relatif memadai.

Di luar aktivitasnya di lingkungan kementerian, Zakiah

Daradjat mengabdikan ilmunya dengan mengajar sebagai dosen

keliling pada IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (kini UIN) dan

beberapa IAIN lainnya. Pada 1 Oktober 1982, Zakiah dikukuhkan

oleh IAIN Jakarta sebagai guru besar di bidang ilmu jiwa agama.

Sebagai pendidik dan guru besar, ia setia di jalur profesinya hingga

akhir hayatnya. Hingga usia senja, meski telah pensiun dari tugas

kedinasan, Zakiah masih aktif mengajar di UIN Syarif Hidayatullah

dan perguruan tinggi lain yang membutuhkan ilmunya. Ia aktif

mengikuti seminar seminar di dalam dan luar negeri Ia juga menjadi

ketua umum Perhimpunan Wanita Alumni Timur Tengah (1993-

1998). Selain itu, Zakiah Daradjat sering memberikan kuliah subuh

di RRI Jakarta sejak tahun 1969 sampai dekade 2000-an. Ia kerap

pula diminta mengisi siaran Mimbar Agama Islam di TVRI Jakarta.

Pada 19 Agustus 1999, Zakiah Daradjat memperoleh Bintang Jasa

Maha Putera Utama dari Pemerintah Rapublik Indonesia (Nata,

2016: 238).

Sebagai pendidik dan ahli psikologi Islam, ia mempunyai

sejumlah pemikiran dan ide menyangkut masalah remaja di

Indonesia. Bahkan, ia tercatat sebagai guru besar yang paling banyak

memperhatikan problematik remaja, sehingga sebagian besar

karyanya mengetengahkan obsesinya untuk pembinaan remaja di

Indonesia. Menurutnya, sekarang ini anak manusia sedang

34

menghadapi suatu persoalan yang cukup mencemaskan kalau mereka

tidak memperhatikan dengan sungguh-sungguh masalah akhlak atau

moral dalam masyarakat. Ketenteraman telah banyak terganggu,

kecemasan dan kegelisahan orang telah banyak terasa, apabila

mereka yang mempunyai anak remaja yang mulai menampakkan

gejala kenakalan dan kekurang acuhan terhadap nilai moral yang

dianut dan di pakai orang tua mereka. Di samping itu ia melihat

kegelisahan dan kegoncangan dalam banyak keluarga karena antara

lain kehilangan keharmonisan dan kasih sayang. Banyak remaja

yang enggan tinggal di rumah, senang berkeliaran di jalanan, tidak

memiliki semangat belajar, bahkan tidak sedikit yang telah sesat.

Menurutnya, sebab-sebab kemerosotan moral di Indonesia

adalah: kurangnya pembinaan mental, dan orang tua tidak

memahami perkembangan remaja; kurangnya pengenalan terhadap

nilai-nilai Pancasila; kegoncangan suasana dalam masyarakat;

kurang jelasnya masa depan di mata anak muda dan pengaruh

budaya asing. Untuk mengatasinya ia mengajukan jalan keluar,

antara lain: melibatkan semua pihak (ulama, guru, orang tua,

pemerintah, keamanan dan tokoh masyarakat); mengadakan

penyaringan terhadap kebudayaan asing; meningkatkan pembinaan

mental; meningkatkan pendidikan agama di sekolah, keluarga dan di

masyarakat; menciptakan rasa aman dalam masyarakat;

meningkatkan pembinaan sistem pendidikan nasional; dan

memperbanyak badan bimbingan dan penyuluhan agama (Daradjat,

2001: 60-78).

Pada tindakan nyata ia merealisasi obsesinya itu dalam bentuk

antara lain kegiatan sosial dengan melakukan perawatan jiwa

(konsultasi). Setiap hari ia melayani empat sampai lima pasien.

Masalah yang ditangani mulai dari kenakalan anak sampai gangguan

rumah tangga. Ia aktif memberi bimbingan agama dan berbagai

pertemuan pada remaja dan orang tua, giat mempersiapkan remaja

35

yang baik dengan mendirikan Yayasan Pendidikan Islam Ruhama di

Cireundeu Ciputat.

d. Hasil Karya

Di tengah-tengah kesibukannya, Zakiah juga tercatat sebagai

ilmuwan yang produktif. Hal ini dapat diperhatikan dengan adanya

sejumlah karya ilmiah yang disusunnya. Karya ilmiah tersebut antara

lain:

1) Ilmu Jiwa Agama tahun 1970.

2) Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental tahun 1970.

3) Problema Remaja di Indonesia tahun 1974.

4) Perawatan Jiwa untuk Anak-anak tahun 1982.

5) Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia tahun 1971.

6) Perkawinan yang Bertanggung Jawab tahun 1975.

7) Islam dan Peranan Wanita tahun 1978.

8) Peranan IAIN dalam Pelaksanaan P4 tahun 1979.

9) Pembinaan Remaja tahun 1975.

10) Ketenangan dan Kebahagiaan dalam Keluarga tahun 1974.

11) Pendidikan Orang Dewasa tahun 1975.

12) Menghadapi Masa Monopoase tahun 1974.

13) Kunci Kebahagiaan tahun 1977.

14) Membangun Manusia Indonesia yang Bertaqwa Kepada

Tuhan YME tahun 1977.

15) Kepribadian Guru tahun 1978.

16) Pembinaan Jiwa/Mental tahun 1974.

17) Kesehatan Mental tahun 1969.

18) Peranan Agama dalam Kesehatan Mental tahun 1970.

19) Islam dan Kesehatan Mental tahun 1971.

20) Shalat Menjadikan Hidup Bermakna tahun 1988.

21) Kebahagiaan tahun 1988.

22) Haji Ibadah yang Unik tahun 1989.

36

23) Puasa Meningkatkan Kesehatan Mental tahun 1989.

24) Doa Menunjang Semangat Hidup tahun 1990.

25) Zakat Pembersih Harta dan Jiwa tahun 1991.

26) Remaja, Harapan dan Tantangan tahun 1994.

27) Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah tahun 1994.

28) Shalat untuk Anak-Anak tahun 1996.

29) Puasa untuk Anak-Anak tahun 1996.

30) Kesehatan Jilid I, II, III tahun 1971.

31) Kesehatan (Pertolongan Pertama pada Kecelakaan) Jilid IV

tahun 1974.

32) Kesehatan Mental dalam Keluarga tahun 1991 (Khairillah,

2014: 47).

2. Deskripsi Data Primer

a. Ilmu Jiwa Agama

Salah satu karya Prof. Dr. Zakiah Daradjat yang berjudul

Ilmu Jiwa Agama ini merupakan terbitan Bulan Bintang pada tahun

1970. Dakwah dengan pendekatan ilmu jiwa agama merupakan salah

satu sisi keistimewaan Zakiah Daradjat. Zakiah Daradjat adalah yang

pertama menulis buku mengenai hubungan agama dengan kesehatan

jiwa/mental. Dalam beberapa kesempatan Zakiah Daradjat

menjelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami masyarakat awam

mengenai fungsi agama dalam kehidupan manusia, yaitu sebagai

pembimbing dalam hidup, penolong dalam kesukaran dan

penenteram batin. Selain itu, “agama harus menjadi pengendali

moral” tegas beliau.

Uraian dalam buku ini dibagi atas dua bagian, yaitu pertama

mengenai pengertian tentang ilmu jiwa agama, sejarah pertumbuhan

dan perkembangannya dan lapangan penelitian serta metode yang

dipakai dalam ilmu jiwa agama. Bagian kedua khusus mengenai

37

pertumbuhan jiwa agama pada anak, perkembangannya pada remaja

dan orang dewasa.

b. Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental

Buku terbitan Bulan Bintang pada tahun 1982 dengan

cetakan pertama pada tahun 1970 ini, membahas mengenai

problematika pembangunan mental masyarakat Indonesia.

Menurutnya, pembangunan mental merupakan hal yang terpenting

dan harus menjadi perhatian bersama, karena mentallah yang

mengendalikan dan mengatur setiap sikap, gerak, dan tindakan

manusia.

Selanjutnya, peran agama sangat menentukan dalam

pembangunan mental itu, karena agama memberikan pedoman-

pedoman dan petunjuk-petunjuk yang dibutuhkan oleh manusia

sebagai syarat-syarat yang harus terpenuhi dalam menciptakan

mental yang sehat.

c. Kesehatan Mental

Karya Prof. Dr. Zakiah Daradjat yang diterbitkan oleh

Gunung Agung tahun 1979, merupakan bunga rampai yang

mengandung aneka macam persoalan mengenai Kesehatan Mental

dan Ketenangan Jiwa yang ditulis atas desakan dan saran dari

anggota masyarakat, baik di daerah maupun di pusat.

Uraian dalam buku ini dibagi atas dua bagian, yaitu pertama

tentang kesehatan mental pada umumnya serta gejala-gejala yang

biasanya ditemui pada orang-orang yang menderita gangguan dan

sakit jiwa. Bagian kedua tentang pengaruh pendidikan terhadap

kesehatan mental, mulai dari pendidikan dalam rumah tangga,

masalah anak-anak dan pentingnya peranan orangtua dalam

membina kepribadian anak-anaknya.

38

d. Peranan Agama dalam Kesehatan Mental

Buku ini adalah lanjutan dari buku Kesehatan Mental, yang

semula direncanakan akan mencakup segala aneka-warna tentang

Kesehatan Mental dan Ketenangan Jiwa. Jika pada buku pertama,

titik beratnya pada pendidikan, maka dalam buku ini akan membahas

seberapa jauh penguruh keyakinan kepada Tuhan dan kehidupan

beragama terhadap kesehatan mental. Buku inipun lebih banyak

didasarkan atas pengalaman-pengalaman penulis dalam menghadapi

orang-orang yang kehilangan ketentraman batin di dalam hidupnya.

Tujuan dari penulisan buku ini tidak lain adalah sekedar

memberikan sumbangan pikiran dan pengalaman, yang diharapkan

akan dapat menolong meringankan penderitaan setiap orang yang

merasa kehilangan pegangan dalam hidupnya.

Uraian dalam buku ini dibagi atas dua bagian, pertama

mengenai gambaran tentang keadaan hidup yang jauh dari agama,

dan betapa perlunya jiwa akan agama.bagian kedua tentang fungsi

agama dalam berbagai aspek kehidupan.

e. Ilmu Pendidikan Islam

Buku yang diterbitkan oleh Bumi Aksara pada tahun 1992ini,

merupakan karya Zakiah Daradjat yang pada awalnya dimaksudkan

sebagai buku daras di lingkungan Institut Agama islam Negeri

(IAIN) yang diharapakan dapat menjadi salah satu pedoman dan

acuan bagi para dosen bdan mahasiswa dalammempelajari dan

mendalami bidang ilmu yang bersangkutan.

Objek kajian tentang ilmu pendidikan Islam tidak terlepas

dari manusia dalam pandangan Islam. Manusia dengan segala

potensi yaitu manusia unggul atau manusis yang tidak berguna.

Buku ini mengarahkan bagaimana pendidikan Islam yang

dikehendaki Allah sehingga dapat menjadi acuan bagi umat Islam

yang peduli dengan pendidikan. Bagi mahasisa jurusan tarbiah, buku

39

ini memberikan pedoman tentang seluk-beluk pendidikaan islam

berkaitan dengan landasan, tujuan, tanggung jawab, keterbatasan,

lingkungan, dan implikasinya.

f. Pendidikan Islam dalam keluarga dan Sekolah

Pada bab pertama dalam buku terbitan Ruhama ini,

menyajikan tiga hal pokok yang perlu diketahui pendidik. Satu:

dimensi-dimensi manusia. Dua: kebutuhan manusia, jasmani, dan

rohani. Tiga: konsep pendidikan Islam.

Bab kedua buku ini, menyajikan pendidikan dalam keluarga,

mencakuppembentukan keluarga sebagai wadah pertama pendidikan

anak, disusul dengan manfaat penyusuan dan pengasuhan anak oleh

ibunya. Pembentukan kepribadian anak yang dijiwai oleh ajaran

Islam, pembentukan akhlak terpuji, yang merupakan refleksi dari

iman dan takwa kepada Allah, yang akhirnya dikunci dengan uraian

tentang pendidikan anak secara umum.

Bab ketiga membicarakan tentang pendidikan di lembaga

pendidikan formal, mulai dari pendidikan di Taman Kanak-Kanak,

Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan dan Perguruan Tinggi. Pada akhir

bagian ini disajikan suatu hal yang amat penting bagi semua guru,

yaitu tentang kompetensi (kewenangan mengajar) guru.

g. Perkembangan Psikologi Agama dan Pendidikan Islam di

Indonesia

Buku Perkembangan Psikologi Agama dan Pendidikan Islam

di Indonesia merupakan buku yang disusun dalam rangka

memperingati 70 tahun Zakiah. Buku terbitan Logos Wacana Ilmu

bukan hanya sekadar berisi biografi Zakiah Daradjat, tetapi

merupakan refleksi dan evaluasi terhadap pemikiran dan peran

Zakiah Daradjat sebagai salah seorang tokoh yang berperan dan

40

menjadi bagian dari mata rantai utama dalam perkembangan

psikologi agama dan pendidikan Islam di Indonesia.

B. Temuan Khusus dan Pembahasan

1. Konsep Pendidikan Islam Menurut Zakiah Daradjat

Zakiah Daradjat merupakan salah seorang psikolog muslim. Selain

itu, dia pun memiliki perhatian yang luar biasa terhadap pendidikan

Islam. Karena latar belakang pendidikan Zakiah Daradjat dalam bidang

psikologi, sehingga pemikiran pendidikannya pun cenderung ke arah

pendidikan jiwa terutama kesehatan mental. Adanya kecenderungan

pemikiran yang demikian, agaknya menjadi perbedaan yang signifikan

dari para pemikir pendidikan Islam yang lain.

Pendidikan Islam dalam pemahaman Zakiah mencakup kehidupan

manusia seutuhnya, tidak hanya memperhatikan segi akidah saja, juga

tidak memperhatikan segi ibadah saja, tidak pula segi akhlak saja. Akan

tetapi jauh lebih luas dan lebih dalam daripada itu semua. Dengan kata

lain, bahwa pendidikan Islam harus mempunyai perhatian yang luas dari

ketiga segi di atas. Hal ini menjadi titik tekan Zakiah sebab proses

pendidikan nasional pada umumnya dan pendidikan Islam khususnya

memberi fokus yang lebih besar pada salah satu segi dari ketiga segi

tersebut.

Konsep pendidikan Islam itu mengacu pada makna dan asal kata

yang membentuk kata pendidikan itu sendiri dalam hubungan dengan

ajaran Islam (Jalaluddin, 2003: 70). Defenisi pendidikan dapat diartikan

sebagai latihan mental, moral, dan fisik yang bisa menghasilkan manusia

yang berbudaya tinggi, sebab pendidikan menumbuhkan kepribadian dan

menanamkan rasa tanggung jawab (Zakiah, 2018: 7).

Menurut Zakiah konsep pendidikan Islam adalah sebagai berikut:

pertama, pendidikan Islam mencakup semua dimensi manusia

sebagaimana ditentukan Islam; kedua, pendidikan Islam menjangkau

kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat secara seimbang; ketiga,

41

pendidikan Islam memperhatikan manusia dalam semua gerak

kegiatannya, serta mengembangkan padanya daya hubungan dengan

orang lain; keempat, pendidikan Islam berlanjut sepanjang hayat, mulai

manusia janin dalam kandungan ibunya, sampai kepada berakhirnya

hidup di dunia; dan kelima, dengan melihat ungkapan di atas, maka

kurikulum pendidikan Islam menghasilkan manusia yang memperoleh

hak di dunia dan hak di akhirat nanti (Zakiah Daradjat, 1995: 35).

Zakiah berpendapat, pendidikan Islam harus ditanamkan sejak kecil

kepada anak-anak sehingga dari unsur-unsur kepribadiannya, akan cepat

bertindak menjadi pengendali dalam menghadapi segala keinginan-

keinginan dan dorongan-dorongan yang timbul. Dengan demikian

hakikat pendidikan Islam berkisar antara dua dimensi hidup; penanaman

rasa takwa kepada Allah SWT. dan pengembangan rasa kemanusian

kepada sesama. Yang pertama dimulai dengan pelaksanaan kewajiban-

kewajiban formal agama berupa ibadah-ibadah. Sehingga ibadah itu tidak

dikerjakan semata-mata sebagai ritual formal belaka, melainkan dengan

keinsafan mendalam akan fungsi edukatifnya bagi kita.

Sumber nilai yang menjadi dasar pelaksanaan kegiatan

kependidikan Islam secara general adalah al-Qur’an, al-Hadits serta hasil

ijtihad para ulama Islam. Di dalam ketiga sumber tersebut, al-Qur’an

diposisikan sebagai sumber ideal, hadits sebagai sumber oprasional dan

ijtihad sebagai sumber dinamika perkembangan pendidikan Islam. Hasil

ijtihad akan dikatakan sebagai sumber dinamika pendidikan Islam,

karena pemikiran manusia (ulama) dalam kurun waktu tertentu dalam

konteks sosia-historisnya selalu mengalami perubahan. Hal ini

menghendaki pemikiran pendidikan Islam juga harus selalu berkembang,

agar bisa dijadikan sebagai sumber atau landasan pelaksaan pendidikan

Islam yang kontekstualnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat (Zakiah

Daradjat, 2018: 19).

Bagi Zakiah Daradjat, pendidikan Islam mempunyai tujuan yang

jelas dan tegas. Menurut Zakiah, Islam memiliki tujuan yang jelas dan

42

pasti, yaitu untuk membina manusia agar menjadi hamba Allah yang

saleh dengan seluruh aspek kehidupannya yang mencakup perbuatan,

pikiran, dan perasaan (Zakiah Daradjat, 1995: 35).

Ungkapan di atas bila ditelusuri lebih jauh akan memiliki implikasi

dan cakupan yang cukup luas. Membina manusia merupakan sebuah

upaya untuk mengajar, melatih, mengarahkan, mengawasi, dan memberi

teladan kepada seseorang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Pembinaan yang hanya memberikan pelajaran, latihan, dan arahan akan

menciptakan manusia yang tidak berjiwa. Sementara, pembinaan yang

hanya memberikan pengawasan dan teladan akan menciptakan manusia

yang kurang kreatif. Oleh karena itu, pembinaan yang baik mestinya

mencakup semua upaya tersebut di atas. Dalam pembinaan tersebut

diarahkan kepada pembentukan seorang hamba Allah yang saleh. Untuk

mencapai tingkatan yang saleh ini, penanaman nilai-nilai agama menjadi

syarat utama.

Tanpa penanaman nilai-nilai agama, pencapaian pembentukan

hamba Allah yang saleh menjadi sangat jauh. Seorang hamba yang saleh

berarti dia menyadari kedudukannya di dunia, yakni di samping sebagai

khalifah Allah di bumi juga sebagai hamba Allah yang harus beribadah

kepada-Nya. Kesadaran yang demikian ini akan muncul bila seseorang

telah benar-benar mengerti, memahami, dan menghayati ajaran-ajaran

agama Islam.

Selanjutnya, tujuan pendidikan menurut Zakiah juga agak berbeda

dengan tujuan Pendidikan Nasional yang lebih menekankan pada aspek

kecerdasan (intelektual) dan pengembangan manusia seutuhnya. Di

samping itu, rasa tanggung jawab yang dikembangkan hanya mengarah

kepada masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, dalam pelaksanaanya,

Pendidikan Nasional kurang bertanggung jawab terhadap Tuhan Yang

Maha Esa. Inilah yang barangkali sedikit membedakan antara tujuan

pendidikan Islam bagi Zakiah.

43

Berdasarkan tujuan dan sasaran dari pendidikan, Zakiah (2016: 7)

mengartikan bahwa pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan yang

memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya

sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah menjiwai dan

mewarnai corak kepribadiannya.

Untuk lingkungan pendidikan Islam bagi Zakiah ada tiga yaitu

keluarga yang menjadi tanggung jawab orang tua, sekolah yang menjadi

tanggung jawab para guru atau dosen, dan masyarakat yang menjadi

tanggung jawab masyarakat dan pemerintah. Sedang kurikulum

pendidikan Islam, menurut Zakiah tidak mengenal istilah dikotomi

(Zakiah Daradjat, 1995: 36). Istilah tersebut muncul merupakan

keberhasilan dan warisan penjajah Belanda yang berusaha untuk

memisahkan secara tegas antara ilmu agama dan ilmu modern (umum).

Agar dikotomi tersebut semakin berkurang, maka Zakiah telah

memprakarsai disusunnya buku-buku dasar ilmu umum dengan

pendekatan agama Islam.

Menurut Zakiah, seseorang yang telah mengalami pendidikan

Islam secara keseluruhan, yaitu kepribadian seseorang yang membuatnya

menjadi “insan kamil” dengan pola takwa insan kamil artinya manusia

utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan

normal karena takwanya kepada Allah SWT. Ini mengandung arti bahwa

pendidikan Islam itu diharapkan menghasilkan manusia yang berguna

bagi dirinya dan masyarakatnya serta senang dan gemar mengamalkan

dan mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan

dengan sesamanya, dapat mengambil manfaat yang semakin meningkat

dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di dunia kini dan di

akhirat kelak.

Bagi peneliti, konsep pendidikan Islam dan kesehatan mental

menurut Zakiah Daradjat, kiranya cukup menjadi sasaran untuk

menggambarkan masalah peran pendidikan Islam dalam kesehatan

mental, karena pembahasan tersebut dalam pandangan Zakiah Daradjat

44

bukan saja berdasarkan kepada al-Qur’an dan hadits, tetapi juga

berdasarkan pada pendapat pakar dan pemikiran modern tentang

kesehatan mental. Dalam istilah pendidikan dan psikologi tema ini dapat

berarti sebagai pembentukan pribadi muslim dan kepribadian bangsa.

Pendapat Zakiah bahwa pada dasarnya tujuan pendidikan Islam

adalah membentuk manusia muslim yang sehat mentalnya (Zakiah

Daradjat, 1982: 17). Sedangkan kesehatan mental merupakan salah satu

sub ilmu jiwa (psikologi).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kurikulum pendidikan

Islam bagi Zakiah harus mencakup seluruh dimensi manusia. Hal ini

mencakup seluruh ilmu agama, ilmu pengetahuan modern, dan teknologi

yang paling canggih. Sedangkan prinsipnya adalah seluruh kandungan

tersebut diberikan secara seimbang, selaras, dan serasi.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dipahami bahwa konsep

pendidikan Islam menurut Zakiah berupaya mencakup seluruh dimensi,

eksistensi, dan relasi manusia. Konsep pendidikan yang demikian ini

hanya akan terwujud bila proses dan pelaksanaan pendidikan berjalan

secara terus menerus dan pemahaman pendidikan bukan hanya proses

belajar mengajar di sekolah belaka. Pemahaman tentang pendidikan

Islam yang demikian ini pada gilirannya akan menimbulkan kesadaran

umat Islam bahwa pendidikan bukan hanya di sekolah atau madrasah

belaka. Pendidikan Islam harus mencakup seluruh dimensi manusia

artinya pendidikan yang dilaksanakan harus mampu mengembangkan

seluruh dimensi yang ada dalam diri manusia, yaitu fisik, akal, akhlak,

iman, kejiwaan, estetika, dan sosial kemasyarakatan. Ketujuh dimensi

manusia tersebut pada intinya oleh setiap orang.

Pendidikan Islam, bagi Zakiah, pada intinya adalah sebagai wahana

pembentukan manusia yang berakhlak mulia. Akhlak adalah pantulan

iman yang berupa perilaku, ucapan, dan sikap atau dengan kata lain

akhlak adalah amal saleh. Iman adalah maknawi (abstrak) sedangkan

45

akhlak adalah bukti keimanan dalam bentuk perbuatan yang dilakukan

dengan kesadaran dan karena Allah semata.

Berangkat dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan konsep

pendidikan Islam yang pertama meliputi hakikat pendidikan Islam.

Menurut Zakiah Daradjat, hakikat pendidikan mencakup kehidupan

manusia seutuhnya. Pendidikan Islam yang sesungguhnya tidak hanya

memperhatikan satu segi saja, seperti segi aqidah, ibadah atau akhlak

saja, melainkan mencakup seluruhnya. Dengan kata lain pendidikan

Islam memiliki perhatian yang lebih luas dari ketiga hal tersebut.

Pendidikan Islam mencakup semua dimensi manusia sebagaimana

ditentukan oleh ajaran Islam. Pendidikan Islam juga menjangkau

kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat secara seimbang. Selain itu,

pendidikan Islam memberikan perhatian pada semua aktivitas manusia,

serta mengembangkan hubungan dirinya dengan orang lain. Pendidikan

Islam juga berlangsung sepanjang hayat, mulai dari manusia sebagai

janin dalam kandungan ibunya sampai berakhirnya hidup di dunia ini.

Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa hakikat

pendidikan menurut Zakiah Daradjat adalah pendidikan yang seimbang,

yaitu pendidikan yang bertujuan menumbuhkan keadaan manusia yang

seimbang antara jasmani dan rohaninya secara seimbang dalam

pemenuhan kebutuhan-kebutuhan kemasyarakatannya. Pemenuhan

kebutuhan hidup secara seimbang ini dengan tuntutan al-Qur’an dan as-

Sunnah.

Konsep pendidikan Islam yang kedua ialah landasan pendidikan.

Menurut Zakiah Daradjat landasan pendidikan Islam adalah Al-quran,

Al-sunnah dan Ijtihad. Menurut Zakaiah Daradjat, ajaran-ajaran yang

berkaitan dengan keimanan di dalam al-Quran tidak sebanyak dengan

ajaran yang menekankan amal perbuatan. Hal ini menunjukkan bahwa

amal dalam Islam amat dipentingkan untuk dilaksanakan, baik yang

berkaitan dengan Tuhan, diri sendiri, masyarakat, dan alam linkungan.

46

Selanjutnya as-Sunnah sebagai landasan yang kedua yang

berisikan akidah dan syari'ah. Sunnah berisi petunjuk dan pedoman demi

kemaslahatan hidupnya dalam segala aspek dengan tujuan untuk

membina umat manusia seutuhnya atau seorang muslim yang beriman

dan bertaqwa, sedangkan landasan pendidikan berikutnya adalah ijtihad.

Secara harfiah ijtihad berarti usaha yang sungguh-sungguh dan

sekuat tenaga. Sedangkan dalam ilmu fiqih, ijtihad diartikan sebagai

upaya mencurahkan segenap tenaga, pikiran dan kemampuan untuk

menghasilkan keputusan-keputusan hukum berdasarkan petunjuk al-

Quran dan as-Sunnah.

Dalam bidang pendidikan, Ijtihad ditujukan untuk mengikuti dan

mengarahkan perkembangan zaman yang terus menerus berubah. Dengan

demikian, praktik ijtihad harus berhubungan dengan hal-hal yang secara

langsung dengan kebutuhan hidup di suatu tempat pada kondisi dan

situasi tertentu.

Konsep pendidikan Islam yang ketiga mengenai tujuan pendidikan

Islam. Menurut Zakiah Daradjat, tujuan dasar pendidikan Islam adalah

membina manusia agar menjadi hamba Allah yang saleh dengan segala

aspek kehidupannya, perbuatan, pikiran, dan perasaannya. Tujuan dasar

ini lebih lanjut diperinci oleh Zakiah Daradjat sebagai berikut:

a. Mengetahui dan melaksanakan ibadah dengan baik. Ibadah ini harus

sesuai dengan yang dinyatakan dalam hadist Rasulallah SAW. Yang

antara lain menyebut bahwa Islam itu dibangun atas dasar lima pilar,

yaitu mengakui dengan setulus hati dan seyakin-yakinnya tanpa

keraguan bahwa tuhan yang wajib dipuja hanya Allah dan

Muhammad SAW adalah rasulnya; mendirikan shalat, menunaikan

zakat, melaksanakan puasa selama bulan ramadhan serta

menunaikan ibadah haji.

b. Memperoleh bekal pengetahuan, keterampilan, sikap dan perbuatan

yang diperlukan untuk mendapatkan rizeki bagi diri dan

keluarganya.

47

c. Mengetahui dan mempunyai keterampilan untuk melaksanakan

peranan kemasyarakatannya dengan baik, berakhlak mulia dengan

titik tekan pada dua sasaran. pertama, akhlak mulia yang diperlukan

untuk berhubungan dengan oring lain diri sendiri, dan ummat .kedua,

akhlak yang terkait dengan kasih sayang kepada orang yang lemah

dan kasih sayang kepada hewan yang kehausan, menyembelih hewan

dengan cara yang menyenangkan, yaitu memotong hewan dengan

pisau yang tajam.

Konsep pendidikan Islam yang keempat, Lingkungan dan tanggung

jawab pendidikan. Menurut Zakiah Daradjat terdapat tiga lingkungan

yang bertanggung jawab dalam mendidik anak. Lingkungan yang

bertanggung jawab tersebut adalah keluarga (ayah dan ibu), sekolah (para

guru), dan masyarakat (tokoh masyarakat dan pemerintah). Peran dan

tanggung jawab dalam bidang pendidikan dari tiga lingkungan tersebut

dapat di kemukakan sebagai berikut:

a. Menurut Zakiah Daradjat, keluarga (kedua orang tua) memiliki

tanggung jawab utama dan pertama dalam bidang pendidikan.

Berbagai aspek yang terkait dangan keluarga selalu

mempertimbangkan dengan perannya sebagai pendidik tersebut.

Zakiah berpendapat bahwa pembentukan identitas anak menurut

Islam dimulai sejak anak dalam kandungan, bahkan sebelum

membina rumah tangga harus mempertimbangkan kemungkinan dan

syarat-syarat yang diperlukan untuk dapat membentuk pribadi anak.

b. Adapun tanggung jawab guru adalah bidang pendidikan pada

dasarnya adalah tanggung jawab kedua orang tua juga. Keberadaan

guru adalah orang yang memperoleh limpahan tanggung jawab dari

kedua orang tua.berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab

tersebut, maka seorang guru, menurut Zakiah Daradjat, harus

memenuhi empat syarat, yaitu beriman dan bertaqwa kepada Allah,

berilmu dan berkompeten, sehat jasmani dan rohani serta

kepribadian yang baik.

48

Peneliti berpendapat bahwa tujuan akhir dalam pendidikan Islam

bagi Zakiah Daradjat adalah perubahan sikap dan tingkah laku sesuai

dengan petunjuk ajaran Islam, ditujukan kepada perbaikan sikap mental

yang terwujud dalam perbuatan, baik bagi kebutuhan diri sendiri

(individu) maupun orang lain (masyarakat), bersifat teoritis dan praktis,

juga berupa ajaran Islam, yakni iman dan amal dalam membentuk

kepribadian yang Islami.

2. Pemikiran Prof. Dr. Zakiah Daradjat tentang Lingkungan

Pendidikan Islam

a. Pendidikan Islam dalam aspek keluarga

Menurut Zakiah Daradjat yang dimaksud keluarga di sini yaitu orang

tua (kedua orang tua, ayah dan ibu). Orang tua merupakan pendidik

utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak

mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian, bentuk pertama dari

pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Pada umumnya

pendidikan dalam rumah tangga itu bukan berpangkal tolak dari

kesadaran dan pengertian yang lahir dari pengetahuan mendidik,

melainkan karena secara kodrati suasana yang strukturnya memberikan

kemungkinan alami membangun situasi pendidikan. Situasi pendidikan

itu terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh

mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak (Zakiah,

2018: 41).

Zakiah Daradjat menjelaskan tentang pendidikan Islam dalam aspek

keluarga menjadi beberapa hal, diantaranya:

1) Dalam aspek tujuan jasmani (al-ahdaf al-jismiyah) maka

pendidikan Islam perspektif Zakiah Daradjat berupa:

a) Orangtua dapat menjadi contoh yang baik dalam segala aspek

kehidupannya bagi si anak.

Orang tua menjadi contoh bagi anak-anak, terutama yang

berusia dibawah 6 tahun, belum dapat memahami sesuatu

49

pengertian (kata- kata) yang abstrak, seperti: (benar, salah,

baik dan buruk) misalnya, belum dapat digambarkan oleh

anak-anak, kecuali dalam rangka pengalaman-pengalamannya

sehari-hari dengan orang tua dan saudara-saudaranya (Zakiah,

1982: 89).

Zakiah Daradjat berpendapat bahwa kepribadian orang

tua, sikap dan cara hidup mereka, merupakan unsur-unsur

pendidikan yang tidak langsung, yang dengan sengaja akan

masuk ke dalam pribadi anak yang sedang bertumbuh itu.

Banyak sekali faktor-faktor tidak langsung dalam keluarga

yang mempengaruhi pembinaan pribadi anak dan tentunya

banyak pula pengalaman-pengalaman anak, yang mempunyai

nilai pendidikan baginya, yaitu pembinaan-pembinaan

tertentu yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak, baik

melalui latihan-latihan, perbuatan, misalnya kebiasaan dalam

makan-minum, buang air, mandi, tidur dan sebagainya.

Semua itu pun termasuk unsur pembinaan bagi pribadi anak.

Berapa banyak macam pendidikan tidak langsung yang telah

terjadi pada anak sebelum ia masuk sekolah, tentu saja setiap

anak mempunyai pengalamannya sendiri, yang tidak sama

dengan pengalaman anak lain. Pengalaman yang dibawa oleh

anak-anak dari rumah itu, akan menentukan nasibnya

terhadap sekolah atau guru, termasuk guru agama.

b) Orang tua harus memperhatikan pendidikan anak-anaknya,

justru pendidikan yang diterima dari orang tualah yang akan

menjadi dasar dari pembinaan kepribadian si anak.

Dengan kata lain orang tua jangan sampai membiarkan

pertumbuhan si anak berjalan tanpa bimbingan, atau

diserahkan kepada guru-guru disekolah saja. Inilah

kekeliruan yang banyak terjadi dalam masyarakat kita.

Zakiah Daradjat berpendapat bahwa keluarga (kedua orang

50

tua, ayah dan ibu) memiliki tanggung jawab utama dan

pertama dalam bidang pendidikan. Berbagai aspek yang

terkait dengan keluarga selalu mempertimbangkan dengan

perannya sebagai pendidik tersebut. Zakiah berpendapat

bahwa pembentukan identitas anak dalam Islam dimulai sejak

anak dalam kandungan, bahkan sebelum membina rumah

tangga harus mempertimbangkan kemungkinan dan syarat-

syarat yang diperlukan untuk dapat membentuk pribadi anak

(Zakiah, 1995: 78).

Orang tua yang memiliki pengaruh terhadap pendidikan

anak adalah dengan melaksanakan petunjuk Allah dan Rasul-

Nya dalam mendidik anak. Islam mengajarkan bahwa ketika

anak didalam kandungan, kedua orang tua harus banyak

berdoa agar anaknya menjadi anak yang shaleh dan lahir

dengan selamat. Apabila kedua calon orang tua telah

mempunyai kesediaan jiwa untuk menyambut dengan

gembira anak yang akan lahir dan merasa bahwa anaknya itu

adalah amanat Tuhan kepada orang tua, maka si anak akan

lahir dan disambut gembira oleh orang tuanya. Rasa gembira

oleh orang tua itu, merupakan pengalaman positif pertama

dalam pembinaan mental anak. Bagi orang tua muslim,

setelah anaknya lahir, dia dianjurkan mengazankan bayinya

itu ditelinganya kendatipun anak belum dapat mengerti apa-

apa namun suara adzan terdengar olehnya itu telah

merupakan unsur agama yang akan masuk menjadi bagian

pribadinya (Nahlawi, 2004: 56).

Kemudian diberi madu dengan tujuan agar dalam

hidupnya senantiasa mengonsumsi makanan yang halal,

bersih dan bergizi. Setelah itu dicukur rambutnya dengan

tujuan agar mencintai kebersihan, kerapian dan keindahan.

Selanjutnya diakikahi dan diberi nama yang baik dengan

51

maksud untuk menunjukkan rasa suka atas kelahiran anak

tersebut, dan dengan nama yang baik diharapkan agar cita-

cita hidupnya ditujukan untuk mewujudkan kebaikan. Pada

tahap berikutnya anak tersebut harus dikhitan dengan tujuan

agar mencintai kebersihan dan berani berkorban serta tidak

takut menumpahkan darah. Anak tersebut selanjutnya diajari

mencintai Allah, Rasul-Nya dan kedua orang tuanya, serta

diajari pengetahuan agama, ketrampilan, pengalaman, ilmu

pengetahuan dan sebagainya sebagai bekal untuk

membangun masa depannya.

Demikianlah selanjutnya, si anak akan mendengar, melihat

dan merasakan perlakuan orang tua dan orang dewasa lainnya

dalam keluarganya. Semuanya adalah pengalaman-

pengalaman yang merupakan unsur-unsur kepribadiannya

kelak. Anak-anak yang bernasib baik, mempunyai orang tua

yang melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan mereka,

akan mendapatkan unsur-unsur agama dalam pribadinya,

yang berarti bahwa pembinaan mental anak terjadi, melalui

pendidikan non formal yang diberikan oleh orang tua secara

tidak sengaja, melalui kebiasaan hidup mereka sendiri (Nata,

2016: 48).

Metode yang digunakan untuk pendidikan anak aspek

keluarga dalam tujuan pendidikan jasmani yaitu dengan

keteladanan atau contoh yang diperoleh anak dari

pengalaman-pengalaman yang mendidik karena menjadi

dasar dari pembinaan unsur-unsur kepribadian anak.

Materi yang diperoleh anak dalam pendidikan ini, seperti

orangtua memberikan contoh sebelum pelaksanaan ibadah

shalat, misalnya diisyaratkan wudhu yang harus didahului

dengan istinja’, gosok gigi, kumur-kumur, bahkan dalam hal

tertentu harus mandi. Sehingga dengan adanya kebiasaan

52

sehari-hari baik pembelajaran langsung maupun tidak

langsung akan memberikan pengalaman yang berharga bagi

seorang anak.

2) Dalam aspek tujuan rohani (al-ahdaf al-ruhaniyyah) maka

pendidikan Islam perspektif Zakiah Daradjat yaitu berupa:

a) Penanaman jiwa taqwa, harus dimulai sejak anak lahir.

Sebagaimana diajarkan oleh agama Islam, yang

memerintahkan supaya, setiap bayi lahir harus diadzankan,

demi supaya pengalaman pertama yang diterimanya, adalah

kalimah suci yang membawa kepada taqwa. Penanaman jiwa

taqwa, perlu dilakukan, yaitu taqwa seperti yang disebutkan

dalam surah Al-Baqarah ayat 177, yang dimana ditegaskan

bahwa taqwa itu adalah: (a) Iman kepada Allah SWT, hari

kemudian, malaikat, kitab-kitab dan Nabi-Nabi, (b)

Memberikan harta yang dicintai kepada kaum kerabat anak

yatim, orang miskin, musafir yang kekurangan, orang minta-

minta dan memerdekakan budak, (c) Mendirikan

sembahyang, (d) Mengeluarkan zakat, (e) menetapi janji yang

telah dibuat, (f) Sabar dalam kesempitan, penderitaan dan

peperangan. Penanaman dasar-dasar taqwa, itu harus sejak si

anak kecil. Yang dalam hal ini pada usia-usia permulaan

ditanamkan dengan contoh-contoh dan latihan yang terus-

menerus dan tetap, yang dilakukan dengan lemah lembut,

jauh dari kekerasan dan paksaan, sesuai dengan pertumbuhan

si anak dari segi psychis.

b) Cara menanamkan jiwa taqwa dan iman.

Penanaman jiwa taqwa dan iman yang akan menjadi

pengendali dalam kehidupan si anak kemudian hari,

hendaklah sesuai dengan perkembangan dan cita-cita khas

usia si anak. Maka untuk itu, perlulah tiap-tiap orang tua, baik

ibu maupun bapak, mengetahui pokok-pokok terpenting

53

tentang Ilmu Jiwa Praktis dan Ilmu Pendidikan, serta

mengerti dan menjalankan ajaran agama (Zakiah, 2005: 66).

Metode yang digunakan untuk pendidikan Islam aspek

keluarga dalam tujuan pendidikan rohani yaitu pembiasaan

yang berangsur- angsur yang memberikan penjelasan secara

logis. Anak diberikan arti menumbuhkan fungsi iman,

pembiasaan tersebut dilakukan sejak kecil agar menyatu ke

dalam kepribadian anak yang objek keimanan tidak pernah

hilang dan tidak akan berubah manfaatnya, adalah iman yang

ditentukan oleh agama.

Materi yang digunakan untuk menumbuhkan Iman yaitu

mengajarkan 6 pokok keimanan (arkanul iman), yaitu: Iman

kepada Allah SWT, Iman kepada hari kiamat, Iman kepada

Malaikat, Iman kepada Nabi-Nabi, Iman kepada Kitab-Kitab

Suci, dan Iman kepada takdir. Hanyalah iman yang

diproyeksikan dalam pengalaman dan kehidupan sehari-hari

dengan pelaksanaannya berpedoman kepada pokok-pokok

ajaran Islam (arkanul Islam) yang lima: dua kalimah

syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji akan selalu membawa

manusia kepada kehidupan yang tenteram dan bahagia

(Zakiah, 1995: 9-10).

3) Dalam aspek tujuan akal (al-ahdaf al-aqliyyah) maka

pendidikan Islam perspektif Zakiah Daradjat yaitu batasan usia

dalam perhatian dan bimbingan yang diberikan oleh kedua

orang tua.

Orang tua harus menyadari bahwa anak-anak selalu

membutuhkan perhatian dan bimbingan orang tuanya sampai

umur kurang lebih 21 tahun (masa-masa pembinaan kepribadian

berakhir). Untuk dapat memberikan pendidikan dan bimbingan

itu, orang tua perlu mengerti betul-betul ciri-ciri pertumbuhan

yang dilalui oleh anak pada tiap-tiap umur. Dengan demikian

54

anak dapat diajarkan kemampuan untuk memilih yang baik dan

yang buruk. Implikasi pendidikan bagi akal, karena akal adalah

suatu daya yang amat dahsyat yang dikaruniakan Allah kepada

manusia. Oleh karena itu pendidikan akal, hendaknya

memperhatikan pembinaan daya akal dan melatihnya, agar dapat

digunakan untuk kebaikan (Zakiah, 1973: 40-43).

Karena menurut Zakiah Daradjat orang tua memiliki

asumsi bahwa tanggung jawab pendidikan Islam yang menjadi

beban orang tua diantaranya: 1) memelihara dan membesarkan

anak. Ini adalah bentuk yang paling sederhana dari tanggung

jawab setiap orang tua dan merupakan dorongan alami untuk

mempertahankan kelangsungan hidup manusia, 2) melindungi

dan menjamin keamanan, baik jasmani maupun rohani dari

berbagai gangguan penyakit dan dari penyelewengan kehidupan

dari tujuan hidup yang sesuai dengan falsafah hidup dan agama

yang dianutnya, 3) memberi pengajaran dalam arti luas sehingga

anak memperoleh peluang untuk memiliki pengetahuan dan

kecakapan seluas dan setinggi mungkin yang dapat dicapai, 4)

membahagiakan anak, baik didunia maupun diakhirat, sesuai

dengan pandangan dan tujuan hidup Muslim (Zakiah, 2018: 38).

Metode yang digunakan untuk pendidikan Islam aspek

keluarga dalam tujuan pendidikan akal yaitu dengan bimbingan

yang dilakukan keluarga secara terus-menerus sesuai dengan

usia anak.

Materi yang diperoleh anak yaitu: 1) pengembangan daya-

daya yang sedang mengalami masa pekanya, 2) pemberian

pengetahuan dan kecakapan yang penting untuk masa depan

anak dan, 3) membangkitkan motif-motif yang dapat

menggerakkan si anak untuk berbuat sesuai dengan tujuan

hidupnya.

4) Dalam aspek tujuan sosial (al-ahdaf al-ijtima‟iyyah) maka

55

pendidikan Islam perspektif Zakiah Daradjat yaitu

perkembangan sikap sosial pada anak terbentuk mulai didalam

keluarga.

Orang tua yang penyayang, lemah lembut, adil dan

bijaksana, akan menumbuhkan sikap sosial yang menyenangkan

pada anak. Ia akan terlihat ramah, gembira dan segera akrab

dengan orang lain. Karena ia merasa diterima dan disayangi oleh

orang tuanya, maka akan bertumbuh padanya rasa percaya diri

dan percaya terhadap lingkungannya, hal yang menunjang

terbentuknya pribadinya yang menyenangkan dan suka bergaul.

Demikian pula jika sebaliknya orang tua keras, kurang perhatian

kepada anak dan kurang akrab, sering bertengkar satu sama lain

(ibu- bapak), maka anak akan berkembang menjadi anak yang

kurang pandai bergaul, menjauh dari teman-temannya,

mengisolasi diri dan mudah terangsang untuk untuk berkelahi,

dan pribadi negatif, yang condong kepada curiga dan antipati

terhadap lingkungannya.

Metode yang digunakan untuk pendidikan Islam aspek

keluarga dalam tujuan pendidikan sosial yaitu dengan

pendekatan yang dilakukan antara orang tua dan anak yang

menimbulkan keakraban interaksi sosial dari keduanya.

Materi yang diterima anak dalam hal pendidikan sosial

dalam keluarga ini seperti anak yang merasa disayangi dan

dihargai oleh orang tua akan merasa bangga dengan dirinya dan

gembira. Maka, sikapnya terhadap dirinya dan orang lain di

sekitarnya akan positif dan menyenangkan. Bila yang terjadi

sebaliknya, misalnya ia tidak diperhatikan, diremehkan, tidak

ditanggapi bila melakukan sesuatu, maka sikapnya terhadap

lingkungannya menjadi negatif.

56

b. Pendidikan Islam dalam Aspek Sekolah

Menurut Zakiah Daradjat tanggung jawab sekolah (para guru) dalam

bidang pendidikan pada dasarnya adalah tanggung jawab orang tua juga.

Keberadaan guru adalah sebagai orang yang memperoleh limpahan

tanggung jawab dari kedua orang tua. Hal ini terjadi karena adanya

perkembangan zaman yang mengharuskan seorang anak mendapatkan

berbagai ilmu pengetahuan dan keahlian serta kecakapan yang tidak

sepenuhnya dapat dilakukan oleh kedua orang tua. Perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi dalam perkembangan masyarakat modern

seperti sekarang ini mengharuskan penyelenggaraan pendidikan

dilakukan oleh tenaga yang profesional, yaitu tenaga pendidikan yang

sengaja disiapkan untuk melaksanakan tugas mendidik. Mereka itu diberi

pengetahuan yang akan diajarkan secara mendalam, kemampuan

mengajarkannya secara efektif dan kepribadian yang relevan dengan

tugasnya itu. Tugas yang demikian itu sulit dilakukan oleh kedua orang

tua yang terbatas pengetahuannya.

Selain itu, pemberian tanggung jawab kepada guru juga karena

pertimbangan efisien. Sebagai contoh, jika sebuah keluarga memiliki

lima anak yang masing-masing memiliki kecenderungan untuk

mendapatkan keahlian yang berlainan-lainan, maka akan sulit sekali

dapat ditangani oleh kedua orang tuanya yang terbatas pengetahuannya

itu. Tugas tersebut harus dilaksanakan oleh guru di sekolah yang sengaja

disiapkan secara profesional untuk melaksanakan tugas dan tanggung

jawab tersebut (Zakiah, 1995: 88).

Zakiah Daradjat menjelaskan tentang pendidikan Islam dalam aspek

sekolah menjadi beberapa hal, diantaranya:

1) Dalam aspek tujuan jasmani (al-ahdaf al-jismiyah) maka pendidikan

Islam perspektif Zakiah Daradjat yaitu berupa:

a) Pendidikan dan pengajaran pada anak dapat membawa pada

pembinaan mental, moral dan pengembangan bakat yang sesuai.

b) Sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan dibersihkan

57

dari tenaga-tenaga (baik tenaga administrativ, maupun staf

pengajar) yang kurang baik moralnya dan kurang mempunyai

keyakinan beragama, erta diusahakan menutup segala

kemungkinan penyelewengan. Karena guru-guru itu adalah

tauladan yang akan ditiru oleh anak-anak.

c) Pelajaran-pelajaran kesenian, olah raga dan rekreasi oleh anak

didik, haruslah mengindahkan peraturan-peraturan moral dan

nilai-nilai agama, sehingga dalam pelaksanaan pelajaran-

pelajaran tersebut baik teori maupun prakteknya dapat

memelihara moral dan kesehatan mental anak-anak didik.

2) Dalam aspek tujuan rohani (al-ahdaf al-ruhaniyyah) maka

pendidikan Islam perspektif Zakiah Daradjat yaitu pendidikan agama

yang dilakukan secara intensif.

Ilmu dan amal supaya dapat dirasakan oleh si anak dalam

kehidupan sebagai anak didik di sekolah. Karena, apabila pendidikan

agama diabaikan atau diremehkan oleh sekolah, maka didikan agama

yang diterimanya dirumah, tidak akan berkembang bahkan mungkin

terhalang, apabila jiwa rumah tangga kurang dapat memberikan

dengan cara yang sesuai dengan ilmu pendidikan dan ilmu jiwa.

Sekolah memiliki tugas untuk memberikan pendidikan agama

kepada anak akan tetapi terdapat banyak perbedaan ketika

mengetahui pendidikan agama yang diterima anak secara non

formal. Ada anak yang membawa sikap positif terhadap agama, cinta

kepada Allah SWT, suka mengerjakan ibadah dan telah banyak

mendengar ajaran agama yang dibawa dari orang tuanya di rumah,

ada pula anak yang tidak mempunyai bekal sama sekali tentang

agama, karena orang tuanya mungkin tidak pernah menyebut nama

Allah dan tidak menunjukkan sikap apapun terhadap agama dan ada

pula anak yang mempunyai orang tua, yang mempunyai sikap

negatif terhadap agama dan sikap tak acuh, sering mencela agama

dan sebagainya (Zakiah, 1982: 86).

58

Metode yang digunakan untuk pendidikan Islam aspek sekolah

dalam tujuan pendidikan rohani yaitu dengan bimbingan, latihan dan

pelajaran yang diperoleh anak dari guru di sekolah, dilaksanakan

sesuai dengan perkembangan jiwanya, akan menjadi bekal yang

amat penting bagi kehidupannya di masa yang akan datang.

Sedangkan materi yang diberikan pada pendidikan agama dan

pendidikan akhlak ini perlu dikaitkan, karena akhlak adalah refleksi

dari keimanan dalam kehidupan nyata. Agama membantu anak

dalam mengendalikan diri dan Allah yang Maha Penyayang dan

Maha Kuasa. Jika bekal keimanan dan pengetahuan agama yang

sesuai dengan perkembangan jiwanya cukup mantap maka agama

akan sangat menolongnya dalam bergaul, bermain, berperangai,

bersikap terutama dalam belajar dan bekerja.

3) Dalam aspek tujuan akal (al-ahdaf al-aqliyyah) maka pendidikan

Islam perspektif Zakiah Daradjat yaitu sekolah dapat menjadi

lapangan yang baik bagi pertumbuhan kepribadian anak-anak, di

samping tempat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang akan

memupuk kecerdasan dan pengembangan bakatnya.

Pembiasaan pendidikan pada anak, hendaknya setiap pendidik

menyadari bahwa dalam pembinaan pribadi anak sangat diperlukan

pembiasaan-pembiasaan dan latihan-latihan yang cocok dan sesuai

dengan perkembangan jiwanya. Karena pembiasaan dan latihan

tersebut akan membentuk sikap tertentu pada anak, yang lambat laun

sikap itu akan bertambah jelas dan kuat, akhirnya tidak tergoyahkan

lagi, karena telah masuk menjadi bagian dari pribadinya.

Pertumbuhan kecerdasan umur-umur Sekolah Dasar, belum

memungkinkannya untuk berpikir logis dan belum memahami hal-

hal yang abstrak, maka apapun yang dikatakan kepadanya akan

diterimanya saja. Dia belum dapat menjelaskan mengapa ia harus

percaya kepada Tuhan dan belum sanggup menentukan mana yang

buruk dan mana yang baik. Hukum-hukum dan ketentuan agama

59

belum dapat dipahaminya atau dipikirkannya sendiri, dia akan

menerima apa saja yang dijelaskan kepadanya. Misalnya kata jujur,

sopan, baik, buruk, benar, dusta dan sebagainya, yang menunjukkan

nilai-nilai agama dan moral, bagi si anak masih kabur dan tidak

dipahaminya.

Untuk membina anak agar mempunyai sifat-sifat terpuji,

tidaklah mungkin dengan penjelasan pengertian saja, akan tetapi

perlu membiasakannya untuk melakukan yang baik yang diharapkan

nanti dia akan mempunyai sifat-sifat itu, dan menjauhi sifat tercela.

Kebiasaan dan latihan itulah yang membuat dia cenderung kepada

melakukan yang baik dan meninggalkan yang kurang baik (Zakiah,

2005: 92).

Metode yang digunakan untuk pendidikan Islam aspek sekolah

dalam tujuan pendidikan akal yaitu pengajaran yang dilakukan oleh

guru kepada anak didik dengan banyaknya latihan-latihan dan

pembiasaan-pembiasaan dalam mengasah kecerdasan sesuai dengan

usia anak.

Materi yang diberikan untuk anak usia Sekolah Dasar usia 6-12

tahun hendaknya yang logis seperti materi eksak dan materi-materi

yang mudah dipahami dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan

untuk remaja awal dimana masa perkembangan kecerdasan yang

akan mencapai puncaknya yaitu umur 14 tahun mereka telah mampu

mengambil kesimpulan abstrak dari kenyataan yang ditemukannya.

4) Dalam aspek tujuan sosial (al-ahdaf al-ijtima‟iyyah) maka

pendidikan Islam perspektif Zakiah Daradjat yaitu berupa:

a) Pergaulan anak-anak didik, hendaklah mendapat perhatian dan

bimbingan dari guru-guru supaya pendidikan itu benar-benar

merupakan pembinaan yang sehat bagi anak-anak.

b) Sekolah harus dapat memberikan bimbingan dalam pengisian

waktu terluang anak-anak, dengan menggerakkan kepada

60

aktivitas-aktivitas yang menyenangkan tapi tidak merusak dan

tidak berlawanan dengan ajaran agama.

c) Memperbanyak sekolah-sekolah kejuruan, sehingga anak-anak

tidak terpaksa memasuki sekolah-sekolah yang bersifat umum,

yang jika tidak dapat diteruskan kesekolah tinggi, anak-anak itu

tidak akan mampu menggunakan pengetahuan umum yang

didapatkan itu untuk hidup sehari-hari. Dengan kata lain, supaya

sekolah merupakan lapangan sosial bagi anak-anak dimana

pertumbuhan kepribadian, moral, sosial dan segala aspek

kepribadian dapat berkembang, tidak terbatas kepada

pemompaan pengetahuan saja (Zakiah, 2001: 43).

Metode yang digunakan untuk pendidikan Islam aspek sekolah

dalam tujuan pendidikan sosial yaitu pembinaan khususnya latihan,

pembiasaan dan penjelasan yang diberikan kepada anak didik yang

menghasilkan interaksi sosial.

Materi yang diberikanmengenai cara hidup aktif, kreatif dan

berdisiplin perlu dikembangkan serta diberi materi mengenai

tanggung jawab atas dirinya sesuai dengan pertumbuhan dan

perkembangan anak.

c. Pendidikan Islam dalam aspek masyarakat

Masyarakat turut serta memikul tanggung jawab pendidikan. Secara

sederhana masyarakat dapat diartikan sebagai kumpulan individu dan

kelompok yang diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan dan agama.

Setiap masyarakat mempunyai cita-cita, peraturan-peraturan dan sistem

kekuasaan tertentu.

Masyarakat, besar pengaruhnya dalam memberi arah terhadap

pendidikan anak, terutama para pemimpin masyarakat atau penguasa

yang ada di dalamnya. Pemimpin masyarakat Muslim tentu saja

menghendaki agar setiap anak dididik menjadi anggota yang taat dan

patuh dalam menjalankan agamanya, baik dalam lingkungan

61

keluarganya, anggota sepermainannya, kelompok kelasnya dan

sekolahnya. Bila anak telah besar diharapkan menjadi anggota yang baik

pula sebagai warga desa, warga kota dan warga negara.

Zakiah Daradjat menjelaskan tentang pendidikan Islam dalam aspek

masyarakat menjadi beberapa hal, diantaranya:

1) Dalam aspek tujuan jasmani (al-ahdaf al-jismiyah) maka pendidikan

Islam perspektif Zakiah Daradjat yaitu berupa:

a) Memperbaiki pendidikan masyarakat, sebelum menghadapi

pendidikan anak-anak maka masyarakat yang telah rusak

moralnya itu perlu diperbaiki, mulai dari keluarga, dan orang-

orang terdekat kepada kita. Karena kerusakan masyarakat itu

sangat besar pengaruhnya dalam pembinaan moral anak-anak.

b) Propaganda tentang obat-obat dan alat-alat pencegah kehamilan

dikurangi, dan dilarang beredarnya dipasaran bebas, karena hal

tersebut ikut memberi kemungkinan bagi kemerosotan moral

anak- anak.

c) Permainan-permainan dan tempat-tempat yang dapat

mengganggu ketentraman batin si anak dan mendorong kepada

kemerosotan akhlak dilarang.

Zakiah Daradjat berpendapat bahwa masyarakat (tokoh

masyarakat dan pemerintah), memiliki peranan yang sangat penting

dalam kegiatan pendidikan. Seorang anak yang telah menyelesaikan

pendidikannya di sekolah atau perguruan tinggi akan kembali ke

masyarakat. Proses pendidikan mereka disekolah atau perguruan

tinggi dianggap belum selesai sebelum ia terjun di masyarakat.

Masyarakat merupakan lingkungan pendidikan yang paling

menentukan. Pendidikan di sekolah atau perguruan tinggi lebih

banya bersifat teoritis. Sedangkan praktiknya merupakan bagian

yang kecil. Berbeda dengan pendidikan dalam masyarakat yang

banyak menekankan segi praktik yang menentukan keberhasilan

seseorang di masa yang akan datang. Namun demikian, kerjasama

62

antara keluarga, sekolah dan masyarakat adalah proses pendidikan

yang paling ideal demi terwujudnya tujuan pendidikan (Zakiah,

1995: 96-98).

Metode yang digunakan untuk pendidikan Islam aspek

masyarakat dalam tujuan pendidikan jasmani yaitu pembinaan yang

terus menerus dalam bentuk perkumpulan atau diskusi.

Materi yang diberikan seperti bahaya akibat mengkonsunsi obat-

obatan yang terlarang dan memberikan permainan yang bisa

menyehatkan tubuh anak.

2) Dalam aspek tujuan rohani (al-ahdaf al-ruhaniyyah) maka

pendidikan Islam perspektif Zakiah Daradjat yaitu mengutamakan

pendididikan agama.

Mengusahakan supaya masyarakat, termasuk pimpinan dan

penguasanya, menyadari betapa pentingnya masalah pendidikan

anak- anak terutama pendidikan agama, karena pendidikan moral

tanpa agama, akan kurang berarti, sebab nilai-nilai moral yang

lengkap dan dapat benar-benar dilaksanakan adalah melalui

pendidikan agama.

Metode yang digunakan untuk pendidikan Islam aspek

masyarakat dalam tujuan pendidikan rohani yaitu dalam bentuk

ceramah, diskusi dan bimbingan.

Sedangkan materi yang diberikan seperti masyarakat

membiasakan mengajak anak-anak untuk pergi sholat berjamaah,

mendirikan TPA di sekitar tempat masjid-masjid atau mushola-

mushola dengan pengajaran baca tulis Al-Qur’an dan hafalan doa-

doa.

3) Dalam aspek tujuan akal (al-ahdaf al-aqliyyah) maka pendidikan

Islam perspektif Zakiah Daradjat yaitu sumber-sumber pendidikan

yang bisa dijadikan pusat perkembangan dan perubahan pemikiran

anak.

Buku-buku, gambar-gambar, tulisan-tulisan, bacaan-bacaan

63

(literatur) yang akan membawa kepada kerusakan moral anak-anak

perlu dilarang peredarannya. Masalah ini rupanya kurang

diperhatikan belakangan ini sehingga banyak sekali beredar

gambar-gambar dan tulisan-tulisan yang kelihatannya seolah-olah

membawa manusia (terutama anak muda) kepada perbuatan

maksiat. Semuannya itu akan merusak mental dan moral generasi

muda yang sekaligus akan menghancurkan hari depan bangsa kita

(Hanafi, 2018: 36).

Metode yang digunakan untuk pendidikan Islam aspek

masyarakat dalam tujuan pendidikan akal yaitu pembelajaran yang

dilakukan di lingkungan masyarakat.

Materi yang diperoleh anak yaitu membiasakan memberikan

majalah-majalah atau buku-buku yang bermanfaat bagi anak,

seperti materi-materi tentang sopan santun, agama, dan yang

berhubungan dengan kemajuan pada pemikiran anak.

4) Dalam aspek tujuan sosial (al-ahdaf al-ijtima‟iyyah) maka

pendidikan Islam perspektif Zakiah Daradjat yaitu berupa:

a) Dihindarkan segala kemungkinan terjadinya tindakan-tindakan

atau perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ajaran

agama dalam pergaulan anak-anak, terutama ditempat-tempat

rekreasi dan olahraga.

b) Segala mass media, terutama siaran Radio dan TV,

memperhatikan setiap macam uraian, pertunjukan, kesenian

dan ungkapan, jangan sampai ada yang bertentangan dengan

ajaran agama dan membawa kepada kemerosotan moral.

c) Diadakan markas-markas bimbingan dan penyuluhan yang

akan menolong anak-anak mengatasi kesukaran-kesukarannya.

d) Pertentangan golongan dan masyarakat dikurangi, kalau dapat

dibendung sama sekali, maka pertentangan-pertentangan

tersebut akan menyebabkan kegelisahan dan kegoncangan

batin anggota masyarakat, terutama anak-anak muda.

64

Kegoncangan batin itu, selanjutnya akan memudahkan

terpengaruhnya mereka oleh suasana luar yang disangkanya

menyenangkan (Khairillah, 2014: 45).

Metode yang digunakan untuk pendidikan Islam aspek masyarakat

dalam tujuan pendidikan sosial yaitu penyampaian pendidikan dengan

mengadakan bimbingan dan mendirikan tempat-tempat yang bisa

membantu anak dalam mengatasi kesulitan.

Sedangkan materi yang disampaikan seperti cara yang baik untuk

bersosialisasi dengan sesama teman dan menyelaraskan pendidikan

anak dengan masyarakat agar tidak terjadi kegoncangan pada pola pikir

anak.

3. Relevansi Lingkungan Pendidikan Islam menurut Zakiah Daradjat

dengan Tujuan Pendidikan Islam

a. Relevansi konsep pendidikan Islam dalam aspek keluarga menurut

Zakiah Daradjat dengan tujuan pendidikan Islam

1) Tujuan Pendidikan Jasmani

Pada hakikatnya, pendidikan anak dalam aspek keluarga

terdapat dalam peran orang tua, dimana orangtua dapat menjadi

contoh yang baik dalam segala aspek kehidupannya bagi si anak

serta sebelum orang tua memperhatikan pendidikan anak-anaknya,

justru pendidikan yang diterima orang tualah yang akan menjadi

dasar dari pembinaan kepribadian si anak, karena pendidikan orang

tua akan mempengaruhi cara mereka dalam mendidik anak.

Seperti yang dikutip oleh Zakiah Daradjat bahwa kepribadian

orang tua, sikap dan cara hidup mereka, merupakan unsur-unsur

pendidikan yang tidak langsung, yang dengan sengaja akan masuk

ke dalam pribadi anak yang sedang bertumbuh itu. Banyak sekali

faktor-faktor tidak langsung dalam keluarga yang mempengaruhi

pembinaan pribadi anak dan tentunya banyak pula pengalaman-

pengalaman anak, yang mempunyai nilai pendidikan baginya

65

(Zakiah, 1982: 44).

Hal tersebut sejalan dengan aspek tujuan pendidikan jasmani

yang mengarah pada setiap manusia muslim yang memiliki

kemampuan jasmani yang sehat dan keterampilan- keterampilan

yang tinggi. Sehingga dengan memiliki keterampilan fisik yang

tinggi akan memudahkan seseorang untuk melakukan hal-hal yang

berhubungan dengan pembinaan kepribadian seseorang, khususnya

bagi seorang anak dimana setiap pengalaman yang dilalui anak, baik

melalui penglihatan, pendengaran maupun perlakuan yang

diterimanya akan ikut menentukan pembinaan pribadinya.

Dengan demikian, relevansi dari konsep pendidikan Islam dalam

aspek keluarga dengan tujuan pendidikan jasmani yaitu terfokus

pada pengalaman- pengalaman yang diterima anak dari keluarga

baik langsung maupun yang tidak langsung dalam kehidupan sehari-

hari anak yang akan berpengaruh pada ketrampilan-ketrampilan daya

pikir anak yang sehat jasmaninya serta pendidikan yang diterima dari

orang tualah yang menjadi dasar dari pembinaan kepribadian anak.

Orang tua harus menyadari bahwa mereka memiliki pengaruh

terhadap pendidikan anak, sehingga ketrampilan fisik dan

kemampuan jasmani anak dapat tertanamkan.

2) Tujuan Pendidikan Rohani

Pendidikan yang pertama kali diberikan kepada anak adalah

pendidikan yang mengenalkan anak kepada sang pencita yaitu Allah

Swt. pengenalan ini harus dimulai sejak anak masih kecil. Dengan

menanamkan jiwa taqwa dan iman kepada Allah, mendirikan sholat

dan aktivitas-aktivitas lainnya yang berhubungan dengan Allah.

Sebagaimana yang telah dikutib oleh Zakiah Daradjat bahwa

penanaman dasar-dasar taqwa, itu harus sejak si anak kecil. Yang

dalam hal ini pada usia-usia permulaan ditanamkan dengan contoh-

contoh dan latihan yang terus-menerus dan tetap, yang dilakukan

66

dengan lemah lembut, jauh dari kekerasan dan paksaan, sesuai

dengan pertumbuhan si anak dari segi psychis (Zakiah, 2001: 56).

Hal tersebut sejalan dengan tujuan pendidikan rohani yaitu

kemampuan manusia yang menerima agama Islam dengan inti

ajarannya tentang keimanan dan ketaatan kepada Allah, seperti

mengikuti keteladanan Rasullulah, yaitu mengadzani setiap bayi

yang baru lahir, supaya pendidikan pertama yang diterimanya adalah

kalimat suci yang membawa kepada iman dan taqwa.

Sehingga sangat jelas sekali bahwa terdapat relevansi antara

pendidikan Islam dalam aspek keluarga perspektif Zakiah Daradjat

dengan tujuan pendidikan Islam aspek rohani yaitu terfokus pada

keimanan dan ketaqwaan seorang anak. Dimulai dari pembiasaan

penanaman dasar-dasar iman dan taqwa sejak si anak lahir, dengan

tujuan dapat menghubungkan jiwa anak dengan Allah dan

membimbing anak untuk tetap berada di dalam hubungannya dengan

sang pencipta.

3) Tujuan Pendidikan Akal

Dalam hal ini pendidikan anak dalam keluarga yaitu bimbingan

dan perhatian yang diberikankepada anak yang dilakukan secara

intensif, dengan tujuan pembinaan daya akal (kecerdasan anak) yang

disesuaikan dengan usia anak.

Pada usia awal, pertumbuhan kecerdasan anak terlihat jelas pada

tanggapan dan reaksinya terhadap hal-hal yang dapat terjangkau oleh

pancaindranya, dalam arti anak belum mampu memahami hal-hal

yang abstrak yang tidak terjangkau oleh pancaindranya. Sehingga

pengembangan daya tangkap dan berpikir anak membutuhkan hal-

hal yang konkrit, latihan-latihan dan pembiasaan. Dengan

bertambahnya usia anak, kecerdasan yang dimilikinya akan

berkembang dan berfungsi secara sempurna.

Sebagaimana yang telah dikutip oleh Zakiah Daradjat bahwa

67

Implikasi pendidikan bagi akal adalah suatu daya yang amat dahsyat

yang dikaruniakan Allah kepada manusia. Oleh karena itu,

pendidikan akal, hendaknya memperhatikan pembinaan daya akal

dan melatihnya, agar dapat digunakan untuk kebaikan.133 Serta

orang tua harus menyadari bahwa anak-anak selalu membutuhkan

perhatian dan bimbingan orang tuanya sampai umur kurang lebih 21

tahun (masa-masa pembinaan kepribadian berakhir) (Zakiah, 2005:

61).

Hal tersebut sejalan dengan aspek tujuan pendidikan akal yang

bertumpu pada pengembangan intelegensia yang ada pada sikap

manusia, agar dapat memahami dan menganalisis kejadian-kejadian

ciptaan Allah Swt.

Dengan demikian, terdapat relevansi antara pendidikan Islam

dalam aspek keluarga dengan aspek tujuan pendidikan akal yaitu

dengan pembinaan daya akal dan melatihnya pada usia tertentu anak,

dimana anak membutuhkan perhatian serta bimbingan dari orang tua

dengan tujuan agar anak mengetahui antara kebaikan dan keburukan,

melatih kecerdasan anak, serta dengan akal anak memiliki khazanah

ilmu pengetahuan yang menjadi bahan pokok pemikiran dalam

mengembangkan bentuk teknologi dan hasil lain yang lebuh maju.

Usia perhatian dan bimbingan tersebut membutuhkan kurang lebih

sampai usia 21 tahun, sehingga akal dapat dibentuk pada diri anak.

4) Tujuan Pendidikan Sosial

Pendidikan anak dalam keluarga pada aspek sosial yaitu

interaksi antara orang tua dan anak yang menimbulkan sikap sosial.

Karena perkembangan sikap ini terbentuk mulai dalam keluarga dan

akan berkembang dalam lingkungan di luar rumah. Keakraban orang

tua kepada anak akan memberikan sikap positif terhadap hubungan

antar ke duanya. Sebaliknya orang tua kurang akrab atau bersikap

acuh-tak acuh terhadap anak akan mempengaruhi kepribadian anak,

68

anak akan berkembang menjadi pribadi yang kurang pandai bergaul,

egois, kurang memiliki interaksi yang baik dengan orang lain serta

mental, moral dan bakat anak.

Sebagaimana yang telah dikutip oleh Zakiah Daradjat bahwa

pelajaran- pelajaran kesenian, olahraga dan rekreasi oleh anak didik,

haruslah mengindahkan peraturan-peraturan moral dan nilai-nilai

agama, sehingga dalam pelaksanaan pelajaran-pelajaran tersebut

baik teori maupun prakteknya dapat memelihara moral dan

kesehatan mental anak-anak didik (Zakiah, 2018: 52).

Sedangkan aspek tujuan pendidikan jasmani merujuk pada

pembentukan manusia muslim yang sehat dan kuat jasmaninya.

Sehingga jika ditelaah lebih lanjut, terdapat relevansi antara

pendidikan Islam perspektif Zakiah Daradjat dengan aspek tujuan

pendidikan jasmani yaitu sama-sama menjaga kesehatan fisik anak.

Dengan memberikan pendidikan mengenai kesehatan fisik pada anak

akan berpengaruh pada pertumbuhan fisik dan jiwa anak yang

sejalan pembinaan mental, moral dan bakat anak. Pengajaran

tersebut harus sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ada dan

sejalan dengan peraturan moral serta nilai-nilai agama.

5) Tujuan Pendidikan Rohani

Sebelum anak-anak mendapatkan pendidikan agama dari

sekolah, mereka sudah memperoleh pendidikan tersebut dari

orangtua masing- masing, yang pengajarannya secara heterogen.

Disini akan menjadi kesulitan bagi guru agama dalam mendidik

anak-anak di sekolah. Akan tetapi seorang guru harus menjaga

semua anak didik dengan aneka ragam pribadi dan sikap mereka

yang dibawa dari rumah yang kemudian anak harus suka dengan

pendidikan agama yang telah diberikanoleh guru agama. Oleh karena

itu, guru agama hendaknya memiliki kepribadian yang baik dan kuat,

sehingga anak-anak tertarik dan simpati padanya.

69

Di samping itu guru juga harus memiliki kemampuan tehnis

tentang memberikan pendidikan agama, sehingga betul-betul

menarik dan serasi, sehingga kepribadian yang beragam tadi secara

berangsur-angsur dan dibinanya kearah sikap yang sama terhadap

agama yaitu sikap positif dan cinta kepada agama.

Seperti yang dikutip oleh Zakiah Daradjat bahwa sekolah

memiliki tugas untuk memberikan pendidikan agama kepada anak

akan tetapi terdapat banyak perbedaan ketika mengetahui pendidikan

agama yang diterima anak secara non formal. Ada anak yang

membawa sikap positif terhadap agama, cinta kepada Allah SWT,

suka mengerjakan ibadah dan telah banyak mendengar ajaran agama

yang dibawa dari orang tuanya di rumah, ada pula anak yang tidak

mempunyai bekal sama sekali tentang agama, karena orang tuanya

mungkin tidak pernah menyebut nama Allah dan tidak

menunjukkan sikap apapun terhadap agama dan ada pula anak

yang mempunyai orang tua, yang mempunyai sikap negatif terhadap

agama dan sikap tak acuh, sering mencela agama dan sebagainya

(Zakiah, 1995: 67).

Sejalan dengan tujuan pendidikan rohani yaitu perhatian tujuan

ini berkaitan dengan kemampuan manusia menerima agama Islam.

Tujuan pendidikan rohani ini mengandung pengertian ruh yang

merupakan mata rantai yang menghubungkan manusia dengan Allah

Swt.

Sehingga terdapat relevansi antara pendidikan Islam dalam

aspek sekolah menurut Zakiah Daradjat dengan aspek tujuan

pendidikan rohani yaitu pendidikan agama yang menjadi dasar

hubungan anak dengan Allah Swt. Sekolah diwajibkan untuk

selalu memberikan pendidikan agama yang secara intensif dan

bertahap sesuai dengan tingkatan sekolah masing-masing. Apabila

pendidikan agama ini diabaikan di sekolah, maka pendidikan

agama yang diterimanya dirumah tidak akan berkembang.

70

6) Tujuan Pendidikan Akal

Perkembangan kecerdasan untuk anak usia Sekolah Dasar

dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) sangat berbeda sehingga

kecerdasan tersebut membutuhkan pembiasaan-pembiasaan dan

latihan-latihan yang sesuai dengan perkembangan usia dan jiwa anak

yang dilakukan di lingkungan sekolah, akal pemikiran anak yang

akan di implementasikan menuju bentuk-bentuk teknologi dan hasil

lain yang lebih maju di era modern ini.

Dengan demikian kecerdasan seorang anak akan berpengaruh

terhadap akal pemikirannya untuk memahami dan menganalisis

fenomena-fenomena ciptaan Allah yang ada di jagad raya ini, serta

dapat mengimplementasikan ilmu pengetahuan dan perkembangan

teknologi di era modern ini.

Sebagaimana yang telah dikutip oleh Zakiah Daradjat bahwa

sekolah dapat menjadi lapangan yang baik bagi pertumbuhan

kepribadian anak- anak, disamping tempat untuk mendapatkan ilmu

pengetahuan yang akan memupuk kecerdasan dan pengembangan

bakatnya (Zakiah, 1995: 71).

Hal ini sejalan dengan aspek tujuan pendidikan akal bahwa

kecerdasan diperoleh melalui observasi dengan panca indra yang

memudahkan manusia untuk memahami dan menganalisis

fenomena-fenomena ciptaan Allah di jagad raya ini, sehingga akan

diperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin

berkembang dan maju.

Tampak jelas adanya relevansi antara pendidikan Islam dalam

aspek sekolah perspektif Zakiah Daradjat dengan aspek tujuan

pendidikan akal, yang mana dari keduanya merujuk pada

kecerdasan. Hasil pendidikan anak yang diberikanoleh sekolah, salah

satunya yaitu kecerdasan yang dimiliki oleh setiap anak yang

akhirnya akan berpengaruh pada akal pemikiran anak. Sejalan

71

dengan hasil tujuan pendidikan kecerdasan yang diperoleh melalui

pengamatan dengan panca indra.

7) Tujuan Pendidikan Sosial

Sekolah merupakan lapangan sosial bagi anak-anak dimana

pertumbuhan kepribadian, moral, sosial dan segala aspek

kepribadian dapat berkembang, tidak terbatas kepada pemompaan

pengetahuan saja.

Sebagaimana yang telah dikutip oleh Zakiah Daradjat mengenai

lembaga sekolah bertugas mendidik anak dengan memperhatikan

pergaulan anak-anak didik, menggerakkan kepada aktivitas-aktivitas

yang menyenangkan tetapi tidak merusak dan tidak berlawanan

dengan ajaran agama (Zakiah, 2018: 45).

Hal ini sejalan dengan aspek tujuan pendidikan sosial

menitikberatkan pada perkembangan karakter atau kepribadian yang

dimiliki oleh seorang anak.

Relevansi antara pendidikan Islam dalam aspek sekolah

perspektif Zakiah Daradjat dengan aspek tujuan pendidikan sosial

terletak pada perkembangan kepribadian soaial anak secara positif

yang berkembang di lingkungan sekolah. Dengan bekal kepribadian

yang baik akan memudahkan guru untuk mentransfer ilmu

pengetahuannya kepada anak didik, di samping itu guru juga harus

memperhatikan pergaulan sosial serta guru juga menggerakkan

aktivitas-aktivitas yang menyenangkan ketika pembelajaran

berlangsung yang berkaitan pembelajaran maupun bimbingan.

c. Relevansi Konsep Pendidikan Islam dalam Aspek Masyarakat

dengan Tujuan Pendidikan Islam

1) Tujuan Pendidikan Jasmani

Masyarakat merupakan pendidikan yang paling menentukan setelah

keluarga dan sekolah, karena masyarakat yang banyak menekankan

72

segi praktik yang menentukan keberhasilan seseorang di masa yang

akan datang. Masyarakat mempunyai posisi yang tinggi dalam

mempengaruhi pendidikan anak. Perkembangan kesehatan jasmani

pada anak sangat dibutuhkan, kesehatan tersebut dapat dibuktikan

dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan anak yang terdapat di dalam masyarakat telah

dikutip oleh Zakiah Daradjat bahwa memperbaiki pendidikan anak-

anak yaitu:

a) Dengan memperbaiki pendidikan masyarakat yang telah rusak

moralnya dimulai dari keluarga, dan orang-orang terdekat

kepada kita. Karena kerusakan masyarakat itu sangat besar

pengaruhnya dalam pembinaan moral anak-anak.

b) Propaganda tentang obat-obat dan alat-alat pencegah

kehamilan dikurangi, dan dilarang beredarnya dipasaran bebas,

karena hal tersebut ikut memberi kemungkinan bagi

kemerosotan moral anak- anak.

Permainan-permainan dan tenpat-tempat yang dapat

mengganggu ketentraman batin si anak dan mendorong kepada

kemerosotan akhlak dilarang (Zakiah, 1973: 63).

Sejalan dengan aspek tujuan pendidikan jasmani yaitu kekuatan

iman yang ditopang oleh kekuatan fisik. Kesehatan fisik seseorang

akan mempengaruhi aktivitas mereka baik dalam hal ibadah maupun

aktivitas lainnya.

Terdapat relevansi antara pendidikan Islam dalam aspek

masyarakat perspektif Zakiah Daradjat dengan tujuan pendidikan

jasmani yaitu kesehatan jasmani dalam diri anak. Kesehatan jasmani

ini dalam masyarakat yang bisa dilihat dari kebiasaan sehari-hari

anak dalam bergaul, interaksi yang baik dengan lingkungan sekitar.

Misalnya, lingkungan anak yang sehat tanpa menggunakan obat-

obatan terlarang seperti narkoba, apabila kesehatan anak terjaga

secara otomatis akhlak yang dimilikinya juga terpuji.

73

2) Tujuan Pendidikan Rohani

Pendidikan rohani yang diberikan masyarakat terhadap anak

yaitu pendidikan agama, hendaknya segala pengaruh yang

bertentangan dengan ajaran agama disingkirkan atau dihilangkan.

Jika tidak demikian, maka pendidikan agama yang dilakukan

dimasyarakat oleh para pendakwah akan sulit untuk

diimplementasikan.

Sebagai contoh pedidikan agama dalam masyarakat yaitu; anak

dan remaja yang telah mengetahui bahwa sifat jujur itu adalah baik

sedangkan sifat berbohong atau tidak jujur itu adalah sifat yang

dilarang oleh agama, akan tetapi mereka banyak melihat dan

mengetahi ada orang-orang yang dikagumi dan disayanginya tidak

jujur, maka mereka akan kecewa. Di samping itu mereka mengetahui

pula bahwa ketidak jujuran itu memberikan banyak keuntungan,

maka anak yang tadinya jujur mungkin akan pula mencoba

perbuatan yang tidak jujur. Di sinilah dibutuhkan pendidikan agama

dalam masyarakat agar menjadi penguat bagi anak-anak yang

memiliki sifat terpuji.

Sebagaimana yang dikutip oleh Zakiah Daradjat yaitu

mengutamakan pendididikan agama dalam masyarakat, termasuk

pimpinan dan penguasanya, menyadari betapa pentingnya masalah

pendidikan anak- anak terutama pendidikan agama, karena

pendidikan moral tanpa agama, akan kurang berarti, sebab nilai-nilai

moral yang lengkap dan dapat benar-benar dilaksanakan adalah

melalui pendidikan agama (Zakiah, 1982: 37).

Hal diatas sejalan dengan aspek tujuan pendidikan rohani yaitu

pendidikan rohani berupaya pendidikan agama Islam yang dapat

memurnikan dan mensucikan diri manusia secara individual dari

sikap negatif. Oleh karena itu, masyarakat memilkul pengaruh besar

dalam memberikan arah terhadap pendidikan anak.

74

Terdapat relevansi antara pendidikan Islam dalam aspek masyarakat

dengan aspek tujuan pendidikan rohani yaitu pendidikan agama yang

harus dimiliki oleh masyarakat dalam mendidik anak-anak,

pendidikan agama ini hendaknya disertai dengan penyiapan situasi

yang sesuai dengan agama atau yang tidak bertentangan dengan

agama.

3) Tujuan Pendidikan Akal Anak mendapatkan pendidikan dalam masyarakat diperoleh dari

pencapaian pendidikan melalui sumber-sumber pendidikan ilmiah

seperti pengalaman-pengalaman langsung dari lingkungan.

Seperti yang telah dikutip oleh Zakiah Daradjat bahwa buku-

buku, gambar-gambar, tulisan-tulisan, bacaan-bacaan (literatur) yang

akan membawa kepada kerusakan moral anak-anak perlu dilarang

peredarannya. Masalah ini rupanya kurang diperhatikan belakangan

ini sehingga banyak sekali beredar gambar-gambar dan tulisan-

tulisan yang kelihatannya seolah-olah membawa manusia (terutama

anak muda) kepada perbuatan maksiat. Semuanya itu akan merusak

mental dan moral generasi muda yang sekaligus akan

menghancurkan hari depan bangsa kita (Zakiah, 2016: 48).

Hal tersebut sejalan dengan aspek tujuan pendidikan akal bahwa

di dalam pendidikan akal ada beberapa tahapan peting diantaranya

pencapaian pendidikan ilmiah, pencapaian pendidikan empiris dan

pencapaian pendidikan secara filosofis.

Sehingga terdapat relevansi antara pendidikan Islam dalam

aspek masyarakat dengan aspek tujuan pendidikan akal yaitu

pencapaian pendidikan secara nyata. Dengan memanfaatkan sumber-

sumber pendidikan yang ada, sumber-sumber tersebut akan

mempengaruhi perkembangan cara berpikir anak. Sumber-sumber

tersebut seperti buku-buku, bacaan-bacaan (literatur), dan tulisan-

tulisan harus diperhatikan manfaatnya.

75

4) Tujuan Pendidikan Sosial

Pada pendidikan anak dalam masyarakat pada aspek sosial ini

karakter yang dimiliki anak. Perbuatan-perbuatan dan segala mass

media yang kurang mendukung perkembangan anak dapat

dihilangkan/dihindari apalagi membawa pada kemerosotan moral

anak.

Seperti yang dikutip oleh Zakiah Daradjat bahwa semua

anggota masyarakat memikul tanggung jawab membina,

membina, memakmurkan, memperbaiki, mengajak kepada

kebaikan, memerintahkan yang makruf dan melarang yang

mungkar dimana tanggung jawab manusia melebihi perbuatan-

perbuatannya yang khas, perasaannya, pikiran-pikirannya,

keputusan-keputusannya dan maksud-maksudnya, sehingga

mencakup masyarakat tempat ia hidup dan alam sekitar yang

mengelilinginya (Zakiah, 2005: 43).

Tujuan pendidikan Islam yang ditinjau dari aspek tujuan

pendidikan sosial ini merupakan fungsi pendidikan dalam

mewujudkan tujuan sosial yang menitikberatkan pada

perkembangan karakter-karakter manusia yang unik, agar manusia

mampu beradaptasi dengan standar-standar masyarakat bersama-

sama dengan cita-cita yang ada padanya serta konsep etika, akhlak

dan moral Islam yang memberikan peran penting di dalamnya.

Keharmonisan menjadi karakteristik utama yang ingin dicapai

dalam tujuan pendidikan Islam.

Dengan demikian terdapat relevansi antara pendidikan Islam

perspektif Zakiah Daradjat dalam aspek masyarakat dengan tujuan

pendidikan Islam yang ditinjau dari aspek tujuan pendidikan

sosialnya maka sama-sama terfokus pada perwujudan pendidikan

karakter pada anak. Dalam kehidupan masyarakat dan

membangun bersama cita-cita yang telah di harapkan. Sehingga

76

titik relevansi diantara keduanya merupakan konsep pendidikan

moral (etika) dan pendidikan agama (akhlak). Keserasian antara

anak dengan pendidikan yang ada di dalamnya memudahkan anak

untuk beradaptasi dan memudahkan masyarakat untuk

membimbing dan membangun cita-cita anak.

77

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian yang telah dibahas pada skripsi ini setelah

peneliti melakukan penelitian mengenai pemikiran Prof. Dr. Zakiah Daradjat

tentang pendidikan Islam: kajian terhadap aspek lingkungan pendidikan

Islam, maka dapat diambil kesimpulan dalam penelitian ini yaitu sebagai

berikut:

1. Konsep pendidikan Islam bagi Zakiah Daradjat adalah pertama:

mencakup semua dimensi manusia. Kedua: menjangkau kehidupan dunia

dan akhirat secara seimbang. Ketiga: memperhatikan manusia dalam

semua gerak kegiatannya, serta mengembangkan padanya daya hubungan

dengan orang lain. Keempat: pendidikan Islam berlangsung sepanjang

hayat. Kelima: pendidikan Islam menghasilkan manusia yang

memperoleh hak di dunia dan hak di akhirat.

2. Pemikiran Zakiah Darajat mengenai aspek lingkungan pendidikan Islam

yaitu: aspek keluarga, aspek sekolah, dan aspek masyarakat. Di mana

ketiga aspek tersebut meliputi beberapa hal; a) aspek tujuan jasmani, b)

aspek tujuan rohani, c) aspek tujuan akal, dan d) aspek tujuan sosial.

konsep pendidikan Islam dalam aspek keluarga perspektif Zakiah

Daradjat meliputi orang tua menjadi tauladan bagi anak, penanaman jiwa

dan taqwa yang diberikan pada anak. Konsep pendidikan Islam dalam

aspek sekolah perspektif Zakiah Daradjat meliputi pembinaan mental,

moral, pendidikan agama yang dilakukan secara intensif dan bakat lalu

memupuk kecerdasan anak. Konsep pendidikan Islam dalam aspek

masyarakat perspektif Zakiah Daradjat meliputi mempropagandakan hal-

hal yang membuat kemerosotan moral anak dan memperhatikan

pergaulan anak serta membuat tempat-tempat bimbingan dan penyuluhan

pada anak, dan relevansi konsep pendidikan Islam dalam aspek keluarga,

aspek sekolah dan aspek masyarakat perspektif Zakiah Daradjat dengan

tujuan pendidikan Islam yaitu dalam aspek keluarga adalah pengalaman

78

yang diterima anak, dalam aspek sekolah yaitu kecerdasan, sedangkan

dalam aspek masyarakat yaitu pencapaian pendidikan secara nyata dalam

lingkungan masyarakat.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan seperti yang ditulis di atas maka ada

beberapa hal yang perlu penulis sarankan sebagai rekomendasi kepada pihak-

pihak terkait:

1. Konsep pemikiran Prof. Dr. Zakiah Daradjat tentang pendidikan Islam:

kajian terhadap aspek lingkungan pendidikan Islam ini, hendaknya

dijadikan pertimbangan oleh para praktisi pendidikan dan dijadikan

sebagai masukan untuk mengatasi probelematika pendidikan

kontemporer yang berkaitan dengan moral anak didik.

2. Sebagai negara yang memiliki masyarakat mayoritas Islam, hendaknya

pendidikan Islam lebih diperhatikan. Tetaplah berpegang teguh pada

landasan yaitu Al-qur’an dan Sunnah sebagai panduan petunjuk jalan

hidup.

3. Pendidik atau orang tua mempunyai otoritas dalam pembinaan mental

pada generasi muda, mengingat betapa pentingnya kesehatan mental.

Jadikan pendidikan Islam bukan hanya sekadar proses belajar mengajar,

tetapi sebagai sebuah proses penanaman religiusitas anak sehingga dapat

memberi efek kebaikan baik fisik maupun mental.

DAFTAR PUSTAKA

An Nahlawi, Abdurahman. (2004). Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan

Masyarakat. Jakarta: Gema Insani Press.

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan

Praktek). Yogyakarta: Rineka Cipta.

Connolly, Peter. (2011). Aneka Pendekatan Studi Agama. Retrieved from

https://books.google.co.id/books?id=RctjDwAAQBAJ&printsec=fr

ontcover&dq=Aneka+Pendekatan+Studi+Agama&hl=id&sa=X&v

ed=0ahUKEwjxle2W7Y7oAhWnzTgGHRJNA0gQ6AEIKTAA

Daulay, Haidar Putra., & Pasa, Nurgaya. (2014). Pendidikan Islam dalam

Lintasan Sejarah. Jakarta: KENCANA.

Daradjat, Zakiah. (1973). Peranan Agama dalam Kesehatan Mental. Jakarta:

Gunung Agung.

--------------------. (1982). Peran Agama dalam Pembinaan Mental. Jakarta:

PT Gunung Agung.

-------------------. (1986). Dasar-Dasar Agama Islam. Jakarta: PT Bulan

Bintang.

--------------------. (1995). Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah.

Jakarta: Ruhama.

-------------------. (1999). Perkembangan Psikologi Agama dan Pendidikan

Islam di Indonesia. Jakarta Selatan: PT Logos Wacana Ilmu.

---------------------. (2001). Islam dan Kesehatan Mental. Jakarta: PT. Gunung

Agung.

-------------------. (2005). Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.

--------------------. (2016). Kesehatan Mental. Jakarta: PT. Gunung Agung.

--------------------. (2018). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI). Jakarta: Balai Pustaka.

Departemen Agama RI. (2005). Al Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta:

Maghfirah Pustaka.

Efendi. (2016). Pendidikan Islam Transformatif ala KH. Abdurrahman

Wahid. Retrieved from

https://books.google.co.id/books?id=xodfDQAAQBAJ&printsec=f

rontcover&dq=Pendidikan+Islam+Transformatif+ala+KH.+Abdurr

ahman+Wahid.&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjdv9T_6o7oAhU3z

TgGHb2qCHQQ6AEIKTAA

Firdaus. (2014). Urgensi Psikologi Agama dalam Pendidikan (Keluarga,

Sekolah, dan Masyarakat), 19-42. Retrieved from

https://www.neliti.com/id/publications/177445/urgensi-psikologi-

agama-dalam-pendidikan-keluarga-sekolah-dan-masyarakat

Hadiwijono, Harun. (1980). Sari Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Penerbit

Kanisius.

Hanafi, H., Adu, La., & Zainuddin. (2018). Ilmu Pendidikan Islam. Retrieved

from

https://books.google.co.id/books?id=zIOYDwAAQBAJ&printsec=

frontcover&dq=Hanafi,+H.,+Adu,+La.,+%26+Zainuddin&hl=id&s

a=X&ved=0ahUKEwjVt9DV7Y7oAhUuyjgGHUG0CMUQ6AEI

KTAA

Harisah, Afifuddin. (2018). Filsafat Pendidikan Islam Prinsip dan Dasar

Pengembangan. Retrieved from

https://books.google.co.id/books?id=t8dcDwAAQBAJ&printsec=fr

ontcover&dq=afifuddin+harisah&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwj_i

pD86I7oAhXEwTgGHXSbB2kQ6AEIKTAA

Hasbullah. (2001). Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah

Pertumbuhan dan Perkembangan. Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada.

Jalaluddin. (2003). Teologi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Jalaluddin. (2012). Psikologi Agama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Kartono, Kartini. (2000). Hygiene Mental. Bandung. CV. Mandar Maju.

Khairillah. (2014). Pendidikan Karakter dan Kecerdasan Emosi (Perspektif

Pemikiran Prof. Dr. Zakiah Daradjat). Diakses dari https://idr.uin-

antasari.ac.id/1215/1/Bab%20I%20-%20VI.pdf (1-57)

Kurnia, Rusdi., & Sulfia, Mira. (2017). Konsep Pendidikan Karakter dalam

Perspektif Pemikiran Zakiah Daradjat. ∙p-ISSN 2442-725X∙e-2621-

7201. Retrieved from

http://jurnal.staitapaktuan.ac.id/index.php/fitra/article/download/48/

34

Lubis, Saiful Akhyar., Khadijah., & Muchsalmina. (2017). Pembinaan

Kesehatan Mental dalam Pendidikan Islam (Studi tentang

Perspektif Zakiah Daradjat). Retrieved from

http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/attazakki/article/view/852

Maunah, Binti. (2016). Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Kalimedia.

Moleong, J. Lexy. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Mubarak. (2019). Urgensi Psikologi Islam dalam Pendidikan Islam. Jurnal

Studia Insania. DOI: http://dx.doi.org/10.18592/jsi.v5i2.1503

Muhammad, Lalu. (2018). Filsafat Pendidikan Islam: Analisis Pemikiran

Filosofis Kurikulum 2013. Retrieved from

https://books.google.co.id/books?id=I2pwDwAAQBAJ&printsec=f

rontcover&dq=lalu+muhammad+filsafat+pendidikan+islam&hl=id

&sa=X&ved=0ahUKEwji79PL647oAhXVwjgGHQHEDRcQ6AEI

KTAA

Nata, Abuddin. (2016). Ilmu Pendidikan Islam. Retrieved from

https://books.google.co.id/books?id=orJADwAAQBAJ&printsec=f

rontcover&dq=abuddin+nata+ilmu+pendidikan+islam&hl=id&sa=

X&ved=0ahUKEwjPosHg647oAhWcyDgGHe5dAO0Q6AEIKTA

A

Nata, Abuddin. (2016). Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an. Retrieved

from

https://books.google.co.id/books?id=CMtADwAAQBAJ&printsec

=frontcover&dq=Pendidikan+dalam+Perspektif+Al-

Qur%E2%80%99an&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjWwY_R7I7o

AhXHyDgGHXTTAHIQ6AEIKzAA

Nawawi, Hadari. (1987). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta :

Gadjah Mada University Press.

Nunzairina. (2018). Sejarah Pemikiran Psikologi Islam Zakiah Daradjat.

Jurnal Sejarah Peradaban Islam, 99-112. Retrieved from

http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/juspi/article/download/1793/142

9

Riduwan. (2018). Metode & Teknik Penyusunan Proposal Penelitian.

Bandung: Penerbit Alfabeta.

Sahlan, Abdul Kadir. (2018). Mendidik Perspektif Psikologi. Retrieved from

https://books.google.co.id/books?id=wxRkDwAAQBAJ&printsec=

frontcover&dq=abdul+kadir+sahlan&hl=id&sa=X&ved=0ahUKE

wi246X5647oAhUPyDgGHVINAHgQ6AEIKTAA

Saifuddin, Ahmad. (2019). Psikologi Agama: Implementasi Psikologi untuk

Memahami Perilaku Agama. Retrieved from

https://books.google.co.id/books?id=2ce2DwAAQBAJ&printsec=f

rontcover&dq=ahmad+saifuddin&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwji-

qar7I7oAhW0yDgGHapbAKIQ6AEIKTAA

Sobur, Alex. (2003). Psikologi Umum. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Subhani, J., & Mohammad,M. (2013). Panorama Pemikiran Islam: dari

Defenisi Agama hingga Konsep Wilayat Al-Faqih. Jakarta: Nur Al-

Huda.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sururi. (2004). Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Tafsir, Ahmad. (2014). Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Tarjo. (2019). Metode Penelitian Sistem 3X Baca. Retrieved from

https://books.google.co.id/books?id=SizGDwAAQBAJ&printsec=f

rontcover&dq=metode+penelitian+sistem+3x+baca&hl=id&sa=X

&ved=0ahUKEwj2ltz27I7oAhWxzjgGHWdWAIYQ6AEIKTAA

Tohirin. (2005). Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada.

Undang-undang RI. Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), No. 20 tahun

2003. (2005). Surakarta: CV Kharisma.

Yusuf, Syamsu. (2004). Mental Hygiene. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Zed, Mestika. (2008). Metode Penelitian Kepustakaan. Retrieved from

https://books.google.co.id/books?id=iIV8zwHnGo0C&printsec=fro

ntcover&dq=mestika+zed&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwi8z4mm6

47oAhVS4zgGHXqIDzcQ6AEIKTAA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP (CURRICULUM VITAE)

Nama : Anggela Pratiwi

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Bayung Lencir, 27-03-1998

Alamat (Asal/Sekarang) : Ds. Senawar Jaya, RT.08, Kec. Bayung

Lencir, Kab. Musi Banyuasin,

Sumatera Selatan

Pekerjaan :

Alamat Email : [email protected]

No kontak : 0852 7920 9215

Pengalaman – Pengalaman Pendidikan Formal:

1. SD/MI tahun tamat : SD Negeri 1 Senawar Jaya 2009

2. SMP/MTs tahun tamat : SMP Negeri 1 Bayung Lencir 2012

3. SMA/MA tahun tamat : SMA Negeri 1 Bayung Lencir 2015

Pendidikan Non Formal: (Pelatihan, kursus, dll):

1. …………………………………………………………………………..

2. …………………………………………………………………………..

3. …………………………………………………………………………..

Prestasi Akademik/Olah raga/Seni Budaya yang pernah diraih:

1. ………………………………………………………………………….

2. ………………………………………………………………………….

3. ………………………………………………………………………….

Pengalaman Organisasi

1. Ikatan Mahasiswa Bayung Lencir 2017

2. Himpunan Mahasiswa Jurusan 2018

Motto Hidup

يجعللهمخرجاو... )٢:الطلاق(منيتقالل

...Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya

jalan keluar (Departemen Agama RI, 2005: 558).