PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai...

378
204 PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN Oleh: Dr. Sirojuddin Aly, MA.

Transcript of PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai...

Page 1: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

204

PEMIKIRAN POLITIK ISLAM:

SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN

Oleh:

Dr. Sirojuddin Aly, MA.

Page 2: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

205

KATA SAMBUTAN

DEKAN FISIP

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Ketika Dr. Sirojuddin Aly, dosen pada Program Studi Ilmu

Politik FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, meminta saya

menulis kata sambutan untuk karya ini, saya langsung menyatakan

kesediaan. Bahkan saya merasa mendapat kehormatan sekaligus

kebanggaan untuk menulis sambutan ini. Setelah berdiskusi tentang

isi buku secara umum, Pak Sirojuddin menghilangkan bab terakhir

yang secara khusus membahas pemikiran politik Syiah karena kita

pandang bahwa bab tersebut lebih baik menjadi bagian dari karya

beliau selanjutnya.

Memang betul, karya ini merupakan kajian atas fragmen-

fragmen praktik dan kebijakan-kebijakan politik yang dilakukan

oleh Nabi Muhammad saw.danKhulafa al-Rasyidin yang tentu saja

telah dan akan terus menjadi landasan dalam perumusan teori dan

pemikiran politik Islam. Berbagai pemikiran dan gerakan politik

Islam yang berkembang dalam sejarah Islam adalah manifestasi dari

interpretasi terhadap peristiwa-peristiwa politik pada masa awal

pembentukan sejarah Islam ini, tentu saja selain interpretasi terhadap

sumber pertama dan utama ajaran Islam, yakni al-Quran.Atas dasar

itu, karya ini sangat penting sebagai salah satu rujukan bagi

mahasiswa, dosen, dan peneliti dalam bidang pemikiran politik

Islam, yang bagi Ilmu Politik, FISIP dan UIN merupakan salah satu

distingsi dan kekuatan yang tidak dimiliki oleh program studi yang

sama di tempat lain.

Saya mengucapkan selamat kepada Pak Sirojuddin.Semoga

lahir lagi karya-karya berikutnya.Hanya kepada Allah sajalah semua

amal ibadah kita serahkan.Wa Allah a’lam bi al-sawab.

Jakarta, 9Januari 2017

Dekan,

Prof. Dr. Zulkifli, MA.

Page 3: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

206

KATA PENGANTAR

PENULIS

Sejak kelahirannya, Islam memberikan perhatian sangat

besar pada upaya menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang

teratur dan beradab. Hakikat ini bukan saja ditunjukkan oleh

banyaknya ayat-ayat al-Qur`anyang membicarakan kehidupan

sosial, tetapi juga ditunjukkan melalui praktik kehidupan komunitas

atau masyarakat muslim awal dibawah naungan dan bimbingan Nabi

Muhammad saw.di Madinah. Praktik kehidupan Nabi berasama

komunitas muslim ini dalam berbagai aspek kehidupan, berimplikasi

munculnya keyakinan dari para pemikir dan tokoh muslim yang

lahir di abad modern dan kontemporer bahwa Islam bukan saja

agamayang hanya mengajarkan hal-hal yang berkaitan dengan aspek

akidah dan ibadah (ibadah mahdhoh) saja, melainkan Islam juga

mengemban missi untuk menciptakan tatanan kehidupan masyarakat

yang aman, damai, dan sejahtera melalui pengelolaan kehidupan

sosial politik, ekonomi, hukum, pendidikan, dan

sebagainya.Keyakinan ini kemudian mengilhami berbagai generasi

Islam untuk melakukan konseptualisasi tentang apa yang mereka

sebut sebagai negara Islam.

Dari satu generasi ke generasi yang lain, banyak pemikir,

ahli hukum, sastrawan dan filosof muslim mencoba menerjemahkan

prinsip-prinsip perpolitikan Islamuntuk menjawab berbagai

tantangan kehidupan sosialpolitik yang mereka hadapi. Hal ini

karena mereka meyakini bahwa kehidupan komunitas muslim awal

di Madinah telah mewariskan suatu model kehidupan sosial politik

yang bisa menjadi acuan bagi pengembangan kehidupan masyarakat

di era modern dan kontemporer tanpa harus menutup diri dari

dinamika kehidupan modern itu sendiri. Oleh karenanya, generasi

muslim belakangan mencoba memahami, menafsirkan dan

mendasarkan kehidupan sosial politik mereka pada model tersebut,

antaranya dengan mengkonsepsikan pembentukan masyarakat

madani, masyarakat hadhariy, dan sebagainya.

Page 4: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

207

Di dalam buku ini akan dijelaskan bagaimana Nabi

Muhammad saw. memiliki kapabelitas dalam melakukan

transformasi sosial kehidupam masyarakat Jahiliyah menjadi

masyarakat yang beriman dan bertakwa, serta mampu menjungjung

tinggi harkat dan martabat manusia, sehingga menjadi manusia-

manusia yang beradab sebagai hamba-hamba Allah swt. Era

perubahan ini berlangsung sejak Nabi Muhammad saw.

menyampaikan missinya mengajak umat manusia untuk menyembah

Allah Yang Esa dan melarang mereka mempersekutukan Allah

dengan makhluk-Nya. Perjuangan yang dilakukan Nabi Muhammad

saw. dalam upaya membangun masyarakat yang beriman dan

bertakwa tersebut tidaklah mudah semudah membalikkan telapak

tangan, seringkali dihadapkan pada berbagai rintangan; fitnah,

penganiayaan, embargo, pemutusan hubungan, bahkan rencana

pembunuhan dan sebagainya oleh para pemimpin kafir Quraisy. Hal

ini bisadimengerti karena para pemimpin kafir Quraisy Mekah tidak

ingin ada gerakan-gerakan sosial yang mengancam kelangsungan

dominasi dan kekuasaan mereka.

Dalam menyikapi realitas ini Nabi-pun terpaksaharus

menghadapinya melaluilangkah-langkah,terencana, dan

strategisyangdilakukan secara bertahap, dimulai dengan pendekatan

sembunyi-sembunyi (dakwah sirriyah), kemudian dengan cara-cara

terbuka atau terang-terangan (dakwah jahriyah). Di balik

penderitaan atas berbagai tindak kejahatan yang dilakukan oleh para

penguasa kafir Quraisy waktu itu, Nabi Muhammad secara diam-

diam terus menghimpun kekuatan yang akhirnya menjelma menjadi

pergerakan sosial. Pergerakan sosial ini kemudian dianggap sebagai

tindakan makar, merongrong, dan mengancam survive dominasi dan

kekuasaan aristokrasi orang-orang kafir Quraisy Mekah. Dalam

perjuangannya yang tidak mengenal lelah, Nabi akhirnya

memperoleh legitimasi penuh ketika sudah berada di Madinah, di

mana prinsip-prinsip Islam sudah dapat diimplementasikan dalam

tataran kehidupan praktis, sehingga Nabi Muhammad dapat

dikatakan berhasil bukan saja dalam melakukan transformasi tatanan

kehidupan sosial Jahiliyah menjadi tatanan kehidupan masyarakat

yang beriman, bertakwa danberperadaban.Tetapi secara politis

bahwa di pusatgrand project itu berlangsung terjadi peralihan model

Page 5: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

208

kekuasaan, darimodel kekuasaan yang bersifat monarchi atau

kerajaan kepada model kekuasaan ke-Nabian dan dilanjutkan oleh

kekuasaan para pemimpin umat sesudahnya.

Era ke-Nabian, terutama pasca hijrah di Madinah menurut

para ahli adalah era ideal, di mana ajaran Islam diimplementasikan

sepenuhnya dalam berbagai aspek kehidupan. Syariat Islam sebagai

seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan

disempurnakan dengan mendeklarasikan prinsip-prinsip baru yang

menjadikan Islam tampil dalam bentuknya yang syumul

(menyeluruh, konfrehensif), kaffah (universal), secara integral dan

aktif menuju tujuan yang satu. Era ke-Nabian secara periodik

terbagi menjadi dua bagian; Periode Mekkah dengan lahirnya

embrio masyarakat Islam dan kaidah-kaidah asas telah diletakkan

secara general dalam upaya mengatur tatanan kehidupan

masyarakat. Pada periode ini Al-Qur`an dan Hadist Nabi

memberikan stressing pada masalah-masalah akidah atau keimanan,

serta bagaimana mensucikan diri dari budaya atau tradisi

kepercayaan yang bertentangan, serta membersihkan jiwa dari

berbagai sifat dan mentalitas yang kotor sehingga hati menjadi

bersih. Nabi terus berupaya menghapus sisa-sisa budayaJahiliyah

dari jiwa-jiwa yang sudah menerima ajaran Islam.

Periode Madinah adalah periode di mana Nabi Muhammad

saw. berada di Madinah setelahperistiwa penghijrahan (exodus)

komunitas muslim dari Mekah ke Yastrib (Madinah). Pada periode

ini Nabi Muhammad saw. melakukan restrukturisasi masyarakat

yang awalnya penuh dengan konflik, menjadi masyarakat yang

mengenalketentraman,kedamaian, kejujuran, keadilan,beradab

dansopan santun,serta mengenal nilai-nilai kebaikan. Begitu juga

kaidah-kaidah yang sebelumnya bersifat general dijabarkan secara

rinci dalam praktik kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Sepeninggal Nabi Muhammad saw, estafet kepemimpinan umat

dilanjutkan oleh Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan,

dan Ali bin Abi Thalib secara berturut turut sebagai pangganti

(khalifah) Nabi dalam memimpin umat dan dalam rangka

terciptanya kehidupan yang damai, stabil, kondusifdan

sejahteraberdasarkan ajaran-ajaran yang dibawa Nabi Muhammad

Page 6: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

209

saw.Selanjutnya pembahasan akan disambung dengan berbagai

pemikiran dan gagasan tentang pemikiran politik Islam dari para

pemikir dan ulama Islam yang memiliki daya tangkap dan analisis

yang luar biasa, antaranya: Ibnu Abi Rabi`, al-Farabiy, al-Mawardiy,

al-Ghazaliy, Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun, dan sebagainya.

Buku yang penulis persembahkan ini kepada para pembaca

pada dasarnya merupakan pengembangan dari Mata Kuliah

Pemikiran Politik Islam yang penulis ampu di Program Studi Ilmu

Politik dan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Akhirnya, semoga buku ini

bermanfaat bagi siapa saja yang inginmendalami studi politik Islam,

terutama mahasiswa-mahasiswa yang mengkaji pemikiran politik

Islam melalui pendekatan sejarah sebagai upaya memperluas

wawasan dari khazanah masa lalu dengan tetap melakukan tinjauan

analisis komparasi dalam konteks kekinian.

Ciputat, 3 Januari 2017

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Sambutan Dekan Fisip UIN Jakarta_

Kata Pengantar Penulis_

Daftar Isi_

Page 7: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

210

BAB I:

PENDEKATAN DAN DASAR POLITIK ISLAM_

A.Pendekatan Studi Pemikiran Politik Islam_

B. Prinsip-prinsip Dasar Politik Islam_

BAB II:

GERAKANSOSIAL KEAGAMAAN DAN POLITIK ERA

MEKAH

1. Kekuasaan Mekah Pra Islam_

2. Mengangkat Martabat Orang-orang Tertindas _

3. Legitimasi Kepemimpinan Nabi Muhammad saw._

BAB III:

ORIENTASI POLITIK ERA MADINAH

1. Membangun Dasar-Dasar Politik_

2. Rekonstruksi Madinah Sebagai Pusat kekuasaan_

3. Menetapkan Piagam Madinah _

4. Prinsip-prinsip Piagam Madinah_

5. Eksistensi Madinah Sebagai Negara_

BAB IV:

DINAMIKA POLITIK ERA EMPAT KHULAFA AL-RASYIDIN

1. Situasi Politik Pasca Nabi Muhammad saw. wafat_

2. Bentuk Negara_

3. Mekanisme Pemilihan Para Khulafa al-Rasyidin_

a. Pemilihan Langsung dan Bebas_

b. Pemilihan Melalui Kesepakatan Para Elit_

c. Pemilihan Melalui Komisi Pemilihan_

d. Pemilihan Dalam Situasi Darurat_

BAB V:

KEBIJAKAN POLITIK EMPAT KHULAFA AL-RASYIDIN

1.Abu Bakar al-Siddiq dan Kebijakan Politik_

1.1. Dasar Politik Abu Bakar_

1.2. Konsolidasi Terciptanya Integrasi_

2.Umar bin Khattab dan Kebijakan Politik_

2.1. Menciptakan Stabilitas Politik_

Page 8: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

211

2.2.Prinsip-prinsip Politik Umar bin Khattab_

2.3. Menegakkan Keadilan dan Persamaan Hak_

2.4. Persamaan dan Kebebasan_

2.5.Sumber Pendapatan Negara_

3.Utsman bin Affan dan Kebijakan Politik_

3.1. Menciptakan Keamanan diwilayah Kekuasaan_

3.2.Tunjangan Sosial dan Kontroversi Distribus Kekayaan_

3.3. Kekayaan Negara PadaEra Khalifah Utsman_

3.4. Kebijakan Kontroversial Khalifah Utsman_

3.5. Situasi Politik Akhir Pemerintahan Utsman_

4.Ali bin Abi Thalib dan Kebijakan Politik_

4.1. Dasar Kebijakan Politik Ali_

4.2.Restrukturisasi Para Pejabat dan Gubernur_

4.3. Reformasi Birokrasi Kepegawaian, Pengadilan dan

Ketentaraan_

4.4. Penghematian dan Pengelolaan Pendapatan Negara_

4.5. Mengatasi Kelompok Oposisi dan Para Pemberontak_

BAB VI

PEMIKIRAN POLITIK IBNU ABI RABI`

1. Mengenal Sosok Seorang Pemikir Politik Islam Ibnu Abi

Rabi`_

2. Asal Usul Negara_

3. Bentuk Negara Ideal_

4. Empat Pilar Negara_

5. Kriteria Kepala Negara_

6. Hak Istimewa Kepala Negara_

7. Perangkat-perangkat Pemerintahan_

BAB VII

PEMIKIRAN POLITIK AL-FARABI

1. Latar Belakang dan Situasi Politik Masa al-Farabi_

2. Hubungan Politik Dengan Akhlak_

3. Teori Asal Usul Negara_

3.1.Masyarakat Sempurna_

3.2.Masyarakat Tidak Sempurna_

4. Negara Dalam Konsepsi al-Farabi_

Page 9: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

212

5. Sosok Seorang Kepala Negara_

6. Kriteria Calon Kepala Negara_

7. Tujuan Negara_

BAB VIII

PEMIKIRAN POLITIK AL-MAWARDI

1. Latar Belakang dan Situasi Politik_

2. Teori Asal Usul Negara_

3. Negara Dalam Konsepsi al-Mawardi_

4. Enam Pilar Negara_

5. Menegakan Keadilan_

6. Sistem Pemerintahan (Nazam al-Hukmi)_

7. Konsepsi Kepemimpinan (al-Imamah)_

8. Seleksi Kepala Negara (Imam)_

9. Mekanisme Pemilihan Imam (Kepala Negara)_

10. Masa Jabatan Imam_

11. Pemecatan (Impeachment) Imam_

12. Teori Kontrak sosial_

13. Imam dan Para Staff_

BAB IX

PEMIKIRAN POLITIK AL-GHAZALI

1. Situasi dan Latar Belakang Kehidupan al-Ghazali_

2. Al-Ghazali Konsultan Dua Pemerintahan di Afrika Utara_

3. Kebutuhan Berasyarakat dan Bernegara_

4. Tatanan Kehidupan Perpolitikan_

5. Keperluan PadaSumber Pendapatan_

6. Kepala Negara (Imam) dan Para Pembantuya_

7. Teori Kemunculan Pasar dan Penggunaan Uang_

8. Gagasan Tentang Kesejahteraan dan Kebahagiaan_

9. Teori Tentang Imamah (Kepemimpinan)_

10. Kelayakan Seorang Imam (Kepala Negara)

11. Syarat-syarat Calon Imam (Kepala Negara)_

12. Gagasan Negara Ideal (Daulah Fadhilah)_

13. Kepemiminan Khulafa al-Rasyidin Dalam Pandangan al-Ghazali

dan Syiah_

BAB X

Page 10: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

213

PEMIKIRAN POLITIK IBNU TAIMIYAH

1. Kondisi Sosial Politik Pada Masa Ibnu Taimiyah_

2. Pentingnya Otoritas Kekuasaan_

3. Integrasi Politik dan Agama_

4. Teori Amanah Dalam Pemikiran Politik Ibnu Taimiyah_

5. Sumber Pendapatan Negara_

6. Pembelanjaan dan Pengeluaran Kebutuhan Negara_

7. Kelayakan Seseorang Menduduki Jabatan Politis_

8. Penegakan Supremasi Hukum_

9. Musyawarah Dalam Mengelola Negara_

BAB XI

PEMIKIRAN POLITIK IBNU KHALDUN

1. Petualangan dan Kareir Politik Ibnu Khaldun_

2. Teori Berdirinya Negara_

3. Teori Kemunculan Pemimpin Negara_

4. Sumber dan Dasar Kebijakan Politik_

5. Ibnu Khaldun Seorang Ahli Geopolitik_

6. Teori Ashabiyah_

7. Ashabiyah dan Kepemimpinan (al-Ashabiyah wa al-Riyasah)_

8. Ashabiyah, Akhlak dan Agama_

9. Jabatan Raja, Khalifah dan Imam_

BAB XII

PENUTUP

1. Kesimpulan_

2. Daftar Pustaka_

3. Indeks_

4. Sekilas Tentang Penulis_

Page 11: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

214

BAB 1

PENDEKATAN DAN DASAR

POLITIK ISLAM

A.Pendekatan Studi Pemikiran Politik Islam

Penulis mencoba menjelaskan tentang bagaimana politik

Islam itu dipahami secara benar, sumber-sumbernyaapa saja yang

menjadi rujukan atau referensi utama di dalampengkajian pemikiran

politik Islam ini. Karena kajian tentang politik Islam memiliki

manhaj atau metodenya tersendiri, di mana kajiannya tidak semata-

mata mendasarkan pada kasus-kasus yang bersifat empiris belaka,

tetapi juga berdasarkan pada sumberrujukan utama, yaitu al-Qur`an

dan Sunnah Nabi, sebagaimana yang akan dijelaskan kemudian.

Oleh karena itu, jika manhaj ini tidak dipahami dengan benar, maka

kajian-kajian politik Islam akan menjadi tidak jelas atau bias, dan

bahkan tidak dapat dibedakan mana pemikiran politik Islam dan

mana pemikiran politik yang merujuk pada para pemikir dan

budaya Barat. Dengan demikian, menjadi sangat penting untuk

memahami manhaj kajian pemikiran politik Islam dengan benar.

Ada baiknya sebelum berbicara lebih lanjut tentang pemikiran

politik Islam, disampaikan apa itu pemikiran politik Islam.

Pemikiran politik Islam adalah pemikiran atau gagasan tentang

bahasan-bahasan politik berdasarkan al-Qur`an dan Sunnah Nabi,

serta praktik-praktik politik para Khulafa al-Rasyidin dalam rangka

terciptanya kesejahteraan ( kebaikan ) di dunia dan akhirat.

1.SumberKajian Politik Dalam Islam

Kedudukan ilmu sosial dan ilmu pengetahuan alam ( `ilmu

al-thabi`e ) dalam skema pengetahuan manusia adalah sama, yaitu

upaya menyingkap rahasia untuk menemukan dan memahami

sunnah ilahiyah ( ketentuan-ketentuan Allah yang berlaku secara

automatik atau melalui proses pada alam semesta, termasuk manusia

). Dalam skema al-Qur`an, ilmu pengetahuan diperoleh melalui

wahyu, yaitu ilmupengetahuan absolut yang diberikan Allah secara

Page 12: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

215

haqqul yakin,atau secara rasional yang diperoleh melalui kesimpula-

kesimpulan yang didasarkan pada penilaian dan bukti yang diakui

kebenaranya secara objektif. Dengan demikian, metode ilmu

pengetahuan Islam sepenuhnya sesuai dengan pengalaman dan

eksperimen, dan sesuai pula dengan penyelidikan rasional dan

intelektual dalam lingkup pengetahuan yang diwahyukan,1

termasuk dalam hal ini ilmu politik di dalam Islam. Hanya saja

ayat-ayat al-Qur`an sebagai pedoman dan landasan asas,

penjelasanya dalam desain umum atau garis-garis besarnya saja,

tidak menjelaskan secara rinci, karena memang secara objektif

ilmiah sebuah pedoman atau landasar dasar harus bersifat umum

agar dapat meliputiatau menjangkau berbagai permasalahan hidup

umat manusia, di mana saja dan kapan saja, sehingga dengan begitu

al-Qur`an bisa berlaku untuk sepanjang zaman dan tempat di mana

saja dan kapan saja umat manusia berarada. Sumber-sumber rujukan

ilmu politik dalam Islam berdasarkan objektif ilmiah dalam Islam

secara matrik setidaknya ada empat sumber, yaitu; al-Qur`an,

Sunnah Nabi, kebijakan-kebijakan para Khulafa al-Rasyidin, dan

kajian fiqh yang dinamis.2

Sumber rujukan pertama;al-Qur`an. al-Qur`an adalah kitab

suci yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw.untuk

disampaikan kepada umat manusia. al-Qur`an sebagai pedoman dan

landasan asas bagi kehidupan umat manusia, diturunkan untuk

tujuan agar menjadi petunjuk atau hidayah, dan tali ikatan yang

membentang dari langit sampai bumi, siapa yang berpegang teguh

dengan tali ikatan ini ( al-Qur`an ) dia akan mendapatkan hidayah,

dan siapa yang menetapkan keputusan hukum berdasarkan al-Qur`an

dia akan memutuskan hukum tersebut secara adil, karena Allah

yang menurunkan al-Qur`an adalah Zat Yang Maha Adil dan Maha

Mengetahui. Oleh karena itu, Al-Qur`an menjadi sumberrujukan

asas dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk di dalamnya yang

berkaitan soal politik, meskipun penjelasan-penjelasan al-Qur`an

bersifat umum, tetapi teknis pelaksanaannya bisa flexible sesuai

1 .Abdul Rashid Moten, Ilmu Politik Islam, terj. Political Science An

Islamic Perspective ( Bandung: Pustaka, 1996 ), h. 43 2 .Saidiy Abu Jaib, Dirasat Fiy Manhaj al-lslamiy al-Siyasiy ( Beirut:

Muassisah al-Risalah, 1985 M./ 1406 H. ), h. 33

Page 13: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

216

dengan situasi dan kondisi di mana saja dan kapan saja manusia

berada, seperti; kewajiban bermusyawarah, kewajiban menegakkan

keadilan, persamaan hak dan kewajiban, dan sebagainya. Dalam

melaksanakan kewajiban-kewajiban ini semua teknisnya bisa saja

berubah dari waktu ke waktu, tetapi perintah musyawarah,

menegakkan keadilan, dan lain-lainnya sampai kapan pun menjadi

kewajiban dan tidak akan terjadi amandemen. Oleh karenanya dapat

ditegaskan bahwa al-Qur`an menjadi referensi utama adalah metode

khusus dalam kajian-kajian politik di dalam Islam. Sumber rujukan

kedua; Sunnah Nabi Muhammad saw. Sunnah Nabi adalah apa

yang disampaikan Nabi, baik dalam bentuk ucapan ( hadits

),perilaku dan ketetapannya ( taqrir ) yang kedudukanya sebagai

penjelasan atau penjabaran secara rinci terhadap al-Qur`an dalam

berbagai aspek kehidupan. Dalam konteks ini, banyak tindakan-

tindakan Nabi Muhammad saw. yang secara politis dalam kategori

tindakan politik, antaranya; Perjuangan Nabi dalam rangka

membebaskan rakyat kecil dari segala bentuk penindasan dan

eksploitasi para pemimpin kafir Quraisy Mekah, Perintah Nabi

kepada beberapa orang muslim Mekah untuk mengungsi ke negeri

Habsah ( Ethopia ) sebagai upaya menghindari kekejaman para

pemimpin Quraisy dan kemudian mereka mendapatkan suaka politik

dari Raja Najjasi; penguasa Ethopia, Nabi mengadakan baiat

Aqabah (perjanjian Aqabah )pertama, kedua, dan ketiga yang

menghasilkanmanifesto politik. Manifesto politik ini dideklarasikan

oleh penduduk Yatsrib ( Madinah ) yang sudah masuk Islam sebagai

bentuk dukungan padu kepada perjuangan Nabi, Keberhasilan Nabi

dalam menetapkan Piagam sebagai upaya untuk melakukan

restrukturisasi dan penataan kehidupan masyarakat Madinah yang

plural, Pengangkatan panglima perang, Pengangkatan duta yang

ditugaskan di negara Yaman, dan lain sebagainya. Sumber rujukan

ketiga; Kebijakan-kebijakan para Khulafa al-Rasyidin, yaitu

kebijakan Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan

Ali bin Abi Thalib saat mereka menjabat kepala negara ( Khalifah ).

Kebijakan-kebijakan mereka dalam upaya mengelola atau menata

kehidupan masyarakat untuk terciptanya kehidupan yang kondusif,

aman, dan damai di bawah kendali dan kordinasi para Khalifah

tersebut sangat penting untuk diketahui. Beberapa contoh dapat

disampaikan, antaranya; Pemilihan para khalifah berdasarkan

Page 14: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

217

musyawarah melalui berbagai mekanisme pemilihan, baik dilakukan

secara langsung ataupun melalui badan pemilihan, Pembagian

wilayah dalam bentuk keamiran atau provinsi, Mendirikan Baitul

Mal, Mencetak mata uang yang sebelumnya menggunakan mata

uang Kerajaan Bizantium sebagaimana yang dilakukan Umar bin

Khattab, dan kebijakan-kebijakan lainya.Sumber rujukan keempat;

Fiqh. Fiqh sebagai tradisi pengkajian para Ulama Fiqh menjadi

sumber rujukan jikapengkajiannya dilakukansecara dinamis dari

waktu ke waktu dan selama mengacu pada al-Qur`an dan Sunnah

Nabi. Fiqh merupakan terminologi umumtentangkajian ke-Islaman

yang bersifat amaliah, baik dalam hal ibadah ataupun dalam hal

muamalat ( interaksi ) antara sesama individu ataupun antara sesama

masyarakat, yaitu aktivitas-aktivitas yang dapat dilihat, antaranya

shalat, berzakat, berhaji, beraktivitas dalam hal-hal yang

menyangkut politik, dan sebagainya.Oleh karenanya, pada masa lalu

dan di masa modern dan kontemporer sebagian Ulama fiqh

menggunakan istilah fiqh siyasah ( al-fiqh al-siyasiy ) dalam hal-hal

yang menyangkut bahasan politik, sama sepeti penggunaan

istilahfiqh al-zakat ( fiqh zakat ), al-fiqh al-iqtishadiy ( fiqh ekonomi

), dan sebagainya.

2. Fungsi Pemerintahan Dalam Islam

Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa aktivitas politik

dalam Islam dilakukan dalam batasan-batasan al-Qur`an dan Sunnah

Nabi. Hal ini karena aktivitas politik terkait dengan tindakan

manusia dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang terkordinasi dalam

kepemimpinan danmemiliki kewenangan untuk menetapkan

peraturan-peraturan yang mengikat. Tindakan dan kebijakan

manusia tersebut tidak terlepas dari penilaian, dan penilaian ini

dalam perspektif pemikiran politik Islamberdasarkan kriteria-

kriteria yang tetap di dalam al-Qur`an dan Sunnah Nabi. Atas dasar

ini, maka pemerintahan dalam Islam adalahinstrumen yang

dipergunakan untuk merealisasikan missi dan tujuan mulia, baik

untuk jangka pendek ataupun untuk jangka panjang. Jangka pendek

adalah di dunia ini, yaitu terciptanya kehidupan yang aman, damai,

Page 15: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

218

dan sejahtera ( al-rifahiyah ), dan tujuan jangka panjangnya adalah

di akhirat nanti, yaitu memperoleh ampunan dan ridha dari Allah.

Berbeda dari para pemikir politik Islam, para ilmuan politik

empiris membatasi ruang lingkup penyelidikan mereka pada

tindakan dan kebijakan yang dapat diselidiki secara empiris, maka

kemudian politik didefinisikan (dalam salah satu pandangan

pemikir ) sebagai kajian terhadap siapa dan mendapatkan apa, kapan

dan bagaimana. Demikian juga asosiasi politik atau negara dipahami

sebagai instrument pelengkap bagitercapainya tujuan-tujuan yang

telah ditetapkan, dan dapat dikalkulasi sesuai dengan konsepsi

orang-orang instrumentalis berdasarkanpemikiran yang rasional.3

Konsepsi tentang politik dan asosiasi politik seperti ini dalam

perspektif pemikiran politik Islam jelas bertentangan dengan jalan

hidup Islam yang memiliki arah dan orientasi terciptanya kehidupan

yang berdasarkan aturan-aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan

Sunnah Nabi. Hanya kehidupan yang dikonsepsikan berdasarkan

konsepini menurut keyakinan umat Islam dapat melahirkan

kehidupan sejahtera, baik di dunia ini ataupun di akhirat nanti atas

ridha Allah.

3. Politik dan OtoritasKekuasaan

Memang demikian, jika politik tanpa dasar moral ( akhlak )

akan menjadi permainan kotor melalui berbagai cara yang bisa

dilakukan, tidak penting halal atau haram itu urusan agama. Hal ini

bisa ditengarai, di mana individu-individu yang selalu mencari-cari

jabatan atau kekuasaanmelalui cara-cara yang tidak mengenal halal-

haram, persaingan yang tidak sehat antara satu dengan yang lainya

untuk memperoleh kedudukan atau memperbesar kekuasaan, atau

untuk mempertahankan jabatan yang dianggapnya sebagai hak

istimewa melalui penggabungan formasi, manipulasi atau

menyingkirkan rival.Itu semua dilakukan tanpa

mengkalkulasikandampak positif ataupun negatif, yang penting

3 .Abdul Rashid Moten, Ilmu Politik Islam, h. 44

Page 16: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

219

tercapai tujuan.4 Dalam kondisi seperti ini sebenarnya telah terjadi

penyimpangan atau penyalah gunaan wewenang, baik disadari

ataupun tidak, dan ini sebagai akibat dari pemahaman politik yang

tidak benar, bahwa politik itu untuk mendapatkan apa, kapan, dan

bagaimana. Jika yang terjadi seperti ini, maka sesungguhnya politik

akan terjebak padapermainan kotor, manipulatif dan berujung akan

menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan, yaitu kekuasaan.

Oleh karena itu, ketika kekuasaan hanya menjadi orientasi politik

dan hanpa dari tujuan-tujuan untuk terciptanya kebaikan bersama(

al-maslahah al-`ammah ), maka politik dan kekuasaan itu akan

menjadi brutal, otoriter, kejam, dan tidak manusiawi.

Islam menekankan pentingnya organisasi pemerinahan dan

otoritas kekuasaan untuk merealisasikan tujuan-tujuan mulia dalam

pandangan Allah dan Rasul-Nya, antaranya; terciptanya kehidupan

sejahtera di dunia dan di akhirat nanti sebagaimana disebutkan di

atas. Tanpa organisasi pemerintahan dan otoritas kekuasaan, pasti

akan terjadi kekacauan dan malapetaka. Oleh karena itu, al-Qur`an

mengecam tindakan-tindakan anarkis.5Dan Nabi Muhammad saw.

menekankan pentingnya organisasi dan otoritas kekuasaan untuk

merelisasikan berbagai program dan kelancaran kordinasi.

Penekanan pada pentingnya organisasi dan otoritas kekuasaan ini

terus diperjuangkan serta dipertahankan oleh para pemimpin umat

Islam kemudian, baik yang bergelar Khalifah, Sulthan, Malik, Imam,

dan sebagainya. Dalam konteks ini, Umar bin Khattab ( Khalifah ke-

2 setelah Abu Bakar ) meyakini bahwa masyarakat tidak akan

terorganisir dengan rapi tanpa Imam ( pemimpin ) yang ditaati.

Dalam konteks ini Imam Ahmad bin Hambal setuju dan

berpendirian bahwa apabila Imam tidak ada, maka anarkis dan

kekacauan akan muncul.6 Seorang pemikir politik muslim

terkemuka di abad klasik; al-Mawardiy melangkah lebih jauh dan

4 .Ibid. h.44, lihat juga Bernard Crick, In Defence of Politics ( London:

Pelican Books, 1964 ), h. 16 5 .Lihat al-Qur`an, 2: 205, yang artinya; dan ia berpaling ( dari kamu ), ia

berjalan di bumi untuk melakukan kerusakan dan merusak tanaman-tanaman dan

binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kerusakan. 6 .Yusuf Ibn Abdul Barr al-Qurtubiy, Jami al-Bayan al- ilm wa Fadhlih

( Madinah: Maktabah al-`Ilmiyah, Tp. Th. ), h. 62

Page 17: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

220

menegaskan bahwa keberadaan seorang Imam sebagai pemimpin

umat dan memiliki otoritas, sama pentingnya dengan usaha mencari

kebenaran dan memperoleh ilmu pengetahuan.7

Argumentasi tentang pentingnya otoritas kekuasaan yang

terorganisir sebagaimana dijelaskan oleh Fakhruddin al-Razi ( 1149

– 1209 M. ) bahwa tanpa organisasi sosial politik, seseorang tidak

akan dapat mencapai nasibnya.8 Lebih lanjut Ibnu Taimiyah ( 1262

– 1328 M. ) menegaskan bahwa agama tidak mungkin ada tanpa

adanya otoritas kekuasaan.9 Senada dengan pandangan para

pemikir di atas, Abul `Ala al-Maududiy menegaskan bahwa tujuan

tertinggi pemerintahan dalam Islam bukanlah sekedar

mempertahankan perdamaian dan meningkatkan standar hidup

rakyatnya, juga bukan pula sekedar mempertahankan

territorialperbatasannya dengan negara-negara tetangga, tetapi

tujuan tertingginya adalah memberdayakan dan

mengimplementasikan semua sumber daya kekuasaan yang

terorganisir itu untuk menyusun program yang telah ditetapkan oleh

Islam dalam rangka terealisasinya kemaslahatan umat ( al-maslahah

al-`amah ).10

4. Umat dan Politik

Konsepsi pemerintahan sebagaimana disebutkan di atas

didasarkan pada fakta bahwa Islam adalah sistem kehidupan yang

komprehensif. Islam tidak membagi dunia secara artifisial dan

sewenang-sewenang ke dalam sosial dan profan( hal keduniaan )

atau ke dalam keagamaan dan sekular. Dalam Islam, agama dan

pemerintahan adalah suatu organik yang melekat dalam kesatuan

7 .`Ali Ibn Muhammad al-Mawardiy, al-Ahkam al-Sulthaniyahwa al-

Wilayah al-Diniyah( Kairo: Isa al-Babiy al-Halabiy, 1960 ), h. 5 8 .E.I,J. Rosenthal, Political Thought in Medival Islam ( Cambridge:

Cambridge University Press, 1968 ), h. 14 9 .Qamaruddin Khan, The Political Thought of Ibnu Taimiyah ( London:

Islamic Book Foundation, 1983 ), h. 29 10 . Sayyid Abul `Ala al-Maududiy, The Islamic Law and Constitution (

Lahore: Islamic Publication, 1967 ), h.248

Page 18: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

221

sosial dan politik yang tidak terpisah-pisahkan.11 Hakikat ini senada

dengan apa yang ditegaskan al-Faruqi;

Umat bagaikan suatu badan organik yang bagian-bagiannya

saling bergantung antara satu dengan yang lainya secara

keseluruhan.Agar bagian tersebut dapat bekerja untuk

dirinya, maka ia sendiri harus bekerja untuk bagian-bagian

lainya secara keseluruhan, dan agar keseluruhan dapat

bekerja untuk dirinya, maka iapun harus bekerja untuk

masing-masing bagian yang lain.12

Dalam salah satu hadits, Nabi Muhammad saw.

menggambarkan umat Islam sebagai suatu bangunan yang kokoh

dan bersatu, masing-masing bagian dari bangunan tersebut

menopang kepada bagian yang lainya. Di dalam hadits lain, Nabi

menyamakan umat dengan sebuah badan atau jasad, di mana

komponen badan yang lain akan merasakan gelisah dan demam

panas, ketika bagian komponen yang lainya terkena sakit.

Berdasarkan hakikat organik umat Islam tersebut, kerangka

yang tepat untuk menganalisis fenomena politik di dalam Islam

adalah menempatkan bagian-bagian dalam konteks yang lebih

luas.Individu misalnya, tidak dapat dipahami ketika dalam

hubunganya sendiri, karena tujuan dan identitas individu terbentuk

melalui partisipasi dalam hubungan keluarga. Keluarga pada

gilirannya harus ditempatkan dalam konteks hubunganya dengan

sosial politik yang lebih luas, dan seterusnya individu-individu bisa

saja memiliki rasa sebagai individu asal mereka dapat

menghubungkan tujuan-tujuan mereka dengan kelompok-kelompok

sosial yang lebih luas, seperti keluarga, masyarakat, pemerintahan

dan dapat memperkuat identitas individu mereka sepanjang

kelompok-kelompok yang lebih luas ini mempertahankan diri

mereka sebagai keseluruhan.

11 .Abdul Rashid Moten, Ilmu Politik Islam, h.46 12 .Ismail Raji al-Faruqi, Tauhid: It`s Implication for Thought and Life (

Herndon: International Institut of Islamic Thought, 1982 ), h. 153

Page 19: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

222

5. Fakta dan Nilai Poitik Islam

Hakikat dari metode Islam dalam konteks ini adalah bahwa

politikIslam tidak dapat didasarkan hanya pada fakta belaka, karena

fakta-fakta yang sudah menjadi fenomena di dalam kehidupan

masyarakat adalah tindakan atau perilaku manusia yang selalu

berubah dan berkembang dari waktu ke waktu dan terus hidup.13

Dengan demikian, fakta-fakta ini bisa jadi memiliki makna hanya

jika ditempatkan pada keseluruhan yang signifikan yang secara

teoritis dapat memberikan konteks yang diinformasikan.14 Maka

rekam jejak fakta-fakta ini tidak dapat memberikan pengertian

secara komprehensif bila tidak dikaitkan dengan fakta-fakta lain

dalam uraian deskriptif yang menyeluruh. Oleh karenanya, semua

fakta yang berkaitan dengan manusia adalah relatif, karena tindakan

manusia wujud sebagai manifestasi dari keinginan-keinginan yang

dibentuk oleh keyakinan-keyakinan dan tujuan-tujuan mereka.

Suatu fakta yang tidak dapat menggambarkan tentang dirinya, tidak

dapat memberikan arti sesuai dengan formula dan persamaan

matematik.15

Analisis orang yang memberikan makna terhadap fakta

tersebutlah yang menentukan bagaimana analisis tersebut dapat

disesuaikan dengan konsep-konsep dan keyakinan-keyakinan yang

dimiliki, dan sejauhmana konsep-konsep dan keyakinan-keyakinan

tersebut harus dimodifikasi agar sesuai dengannya.Oleh karena itu,

perlunya acuan interpretatif untuk menekankan secara esensial

terhadap pentingnya nilai-nilai. Mitos sains politik bebas nilai

ternyata telah dibuktikan salah oleh beberapa sarjana, seperti

Thomas Kuhn, Sayyid Nashr, Naquib al-Attas, dan oleh salah

seorang ketua Asosiasi Ilmu Politik Amerika terdahulu. Membuat

pretense ( kepura-puraan ) seperti itu merefleksikan angan-angan

diri. Oleh karena itu, ilmu politik yang bebas nilai adalah suatu

mitos, karena nilailah yang memberikan acuan yang membentuk

13 .Abdul Rashid Moten, Ilmu Politik Islam, h. 48 14 . Ibid. 15 . Ibid.

Page 20: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

223

seleksi data-data untuk analisis dan interpretasi. Jika ilmu

pengetahuan ditentukan dan digunakan untuk tujuan-tujuan yang

positif, maka nilai-nilai yang ada itu harus ditakar berdasarkan

ajaran yang benar sebagai dasar acuan.16

Oleh karena itu, menurut Abdul Rashid Moten ilmu politik

Barat bukanlah bebas nilai sebenarnya. Alih-alih mempertahankan

sikap netralitas nilai, kebanyakan ilmuan politik Barat menegaskan

keunggulan demokrasi liberal dengan perhatian utamanya pada

maksimalisasi keuntungan. Dengan demikian, pengetahuan yang

dihasilkan tidaklah netral, tetapi bercampur aduk dengan karakter

dan kepribadian peradaban Barat.17Atas dasar ini, jelaslah bahwa

semua perilaku politik dibimbing oleh nilai-nilai atau pertimbangan-

pertimbangan normatif dan semua praktisi ilmu politik mempunyai

perangkat sistem atau konsepsi mengenai tujuan-tujuan penting

manusia. Oleh karenanya, nilai-nilai atau pertimbangan-

pertimbangan normatif tidak dapat dilepaskan dari analisis.

B. Prinsip-prinsip Dasar Politik Islam

Berbicara tentang pemikiran politik Islam di abad klasik dan

pertengahan ( abad klasik merentang dari tahun 650 – 1250 M. dan

abad pertengahan 1250 – 1800 M. ), berarti bicara soal teori dan

konsep tentang politik Islam yang digagas oleh para Ulama dan

Pemikir Islam, antranya Ibnu Abi Rabi`, al-Farabiy, al-Mawardiy,

al-Ghazaliy, Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun, dan lain-lainnya.

Berdasarkan kajian mendalam terhadap pemikiran-pemikiran

mereka tentang politik kenegaraan, terdapat beberapa prinsip dasar (

al-mabda al-asasiy) bagi tegaknya sebuah negara atau pemerintahan

dalam Islam.18Berikut ini disampaikan beberapa prinsip tersebut;

16 .Abdul Rashid Moten, Ilmu Politik Islam, h. 48 17 .Ibid. h. 49 18.Lihat Abdul Wahid Muhammad al-Far, al-Tsaqafah al-Islamiyah:

Dirasah Ta`shiliyah Limadhmun al-Risalah al-Islamiyah Fiy al-Dhau i al-Qur`an

wa al-Sunnah ( Jiddah: Dar al-`Ilmi, t.th. ), h. 84 -147

Page 21: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

224

1.Amanah ( al-mabdaal-amanah )

Amanah ( amanat atau trust ) berasal dari bahasa Arab,

artinya adalah adanya kepercayaan yang diberikan atau dititipkan,

baik berupa materi ( fisik ) yang dapat dilihat atau non fisik kepada

seseorang disertai dengan rasa aman sepanjang materi tersebut

berada dengannya. Oleh karena amanah merupakan titipan yang

harus dijaga dengan baik, maka titipan tersebut harus diserahkan

kembali dengan utuh kepada orang yang menitipkannya, sehingga

setelah mengembalikan titipan tersebut, orang yang bersangkutan

disebut orang yang dipercaya ( al-amin ). Dengan demikian, amanah

adalah sikap sesorang yang dapat dipercaya karena ada kejujuran

dan tanggung jawab. Lawan kata amanah adalah khiyanat, yaitu;

sikap seseorang yang tidak dapat dipercaya karena tidak memiliki

sikap jujur dan tanggung jawab. Nabi Muhammad saw. dikenal

sebagai orang yang sangat amanah dikalangan masyarakatnya,

makanya diberi gelar; al-Amin.

Sikap amanah merupakan perintah ajaran Islam, di dalam

surat al-Nisa, ayat 58 ditegaskan yang artinya; sesungguhnya Allah

memerintahkan kamu agar menyampaikan amanah kepada yang

berhak menerimanya.19 Dalam konteks ini Ibnu Taimiyah ( 1263 –

1329 M. ) ketika menjelaskan ayat 58 surat al-Nisa ini menyatakan

bahwa Allah memerintahkan kepada para pemimpin dalam berbagai

tingkatannya dari atas sampai bawah, agar menyampaikan (

merealisasikan ) amanah yang telah dipercayakan oleh rakyat

kepada mereka, baik itu berupa hak, kewajiban, harta kekayaan,

bantuan, dan sebagainya.20 Dalam merealisasikan amanah kepada

rakyat menurut Ibnu Taimiyah ada dua kategori; Pertama; Saat

pengangkatan para pejabat negara, dan Kedua; Saat melakukan

pengelolaan kekayaan negara untuk menjaga dan melindungi harta

kekayaan negara tersebut, bersama dengan hak milik rakyat.21 Oleh

19. Al-Qur`an; 4: 58 20. Ibnu Taimiyah, al-Siyasah al-Syar iyah Fiy al-Islah al-Ra iy wa al-

Ra iyah ( Beirut: Dar al-Kutub, 1386 H. ) h. 4 21. Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah, dan

Pemikiran ( Jakarta: UI-Press, 1993 ). h. 83-84

Page 22: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

225

karena itu, jabatan atau pangkat pada saatnya akan dikembalikan

kepada yang memberikan jabatan jika masa jabatannya sudah habis.

Amanah ( trust ) dalam realitas kehidupan bermasyarakat

dan bernegara harus menjadi dasar dalam berbagai aktivitas, dan

kebijakan, terutama ketika menyangkut hubungan antara sesama

anggota masyarakat dengan pemerintah, rakyat, pejabat, lembaga

tinggi negara, partai politik, dan organisasi kemasyarakatan. Hukum

dan undang-undang yang telah ditetapkan oleh badan perundang-

undangan adalah merupakan amanah yang harus direalisasikan (

dilaksanakan ) oleh pemerintah dalam setiap tingkatannya, dari

tingkat pusat sampai ke tingkat yang paling bawah. Oleh karena itu,

para pengemban amanah ( pemerintah )22 akan dimintai

pertanggung jawabannya nanti, baik di hadapan rakyat atau di

hadapan Allah di akhirat kelak.23 Dengan demikian, amanah

sebagai prinsip dasar dalam kehidupan bukan saja dilaksanakan

dalam konteks kehidupan perpolitikan saja, tetapi juga dilaksanakan

dalam konteks kehidupan keseharian, sehingga amanah dapat

mewarnai tata pergaulan dalam bermasyarakat dan bernegara.

2.Musyawarah ( al-mabdaal-Syura )

Musyawarah ( al-syura atau consultation ) sinonim dengan

istilah sidang, urun rembug atau konsultasi tentang bagaimana

menyelesaikan masalah yang melibatkan orang banyak. Dalam

konteks ini, al-Qur`an menempatkan musyawarah (syura ) sebagai

dasar dalam mencari penyelesaian masalah yang menyangkut

kehidupan orang banyak, seperti urusan politik, ekonomi,

pendidikan, kemasyarakatan dan sebagainya. Oleh karena itu, al-

Qur`an mengarahkan Nabi Muhammad saw. untuk selalu melakukan

22.Dalam ketata negaraan Negara Republik Indonesia, pemerintah diberi

mandat atau amanat oleh rakyat yang direpresentasikan oleh DRR / MPR untuk

melaksanakan ketentuan dan undang-undang yang telah ditetapkan. 23.Saidy Abu Jayb, Dirasat Fiy Manhaj al-Islam al-Siyasiy ( Beirut:

Muassisah al-Risalah, 1985 ), h. 105

Page 23: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

226

musyawarah dengan para Sahabatnya dalam menyikapi berbagai

masalah yang muncul di tengah-tengah masyarakat.24 Di tempat

lain, al-Qur`an menyebut orang-orang beriman sebagai orang-orang

yang menyikapi urusan-urusan mereka dengan musyawarah antara

sesama mereka.25 Dengan demikian, musyawarah merupakan

perintah ajaran agama yang harus direalisasikan dalam rangka

membangun kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

Berdasarkan realitas kehidupan di masyarakat, musyawarah berarti

partisipasi masyarakat atau individu dalam menentukan dan

mengatur diri mereka berdasarkan kesepakatan -kesepakatan

bersama.26 Dalam realitas kehidupan di masyarakat, musyawarah

dapat ditemui beberapa padanannya, antaranya; rapat, sidang, urun

rembug, pertemuan ( meeting ), konfrensi, dan sebagainya,

meskipun istilah-istilah ini secara khusus ada penekanannya masing-

masing, tetapi secara substansi bahwa semuanya adalah sama, yaitu

adanya pembicaraan-pembicaraan mengenai berbagai masalah yang

memerlukan keputusan bersama.

Pelaksanaan musyawarah harus didasarkan pada keyakinan

bahwa masalah-masalah penting yang menyangkut kehidupan orang

banyak harus diputuskan bersama secara kolektif dengan mekanisme

yang disepakati bersama. Bagi umat Islam di dalam melaksanakan

musyawarah pastinya terikat dengan ajaran agama yang

membimbingnya, agar hasil keputusan musyawarah mencerminkan

keputusan yang bijaksana dan berbobot ( berkualitas ), maka

musyawarah harus diwarnai dengan etika, moral, dan akhlak yang

mulia, serta harus berada pada kondisi yang bebas dari berbagai

tekanan, harus transparan, jujur ( amanah ), bertanggung jawab,

serta adanya kesamaan tujuan yang mengacu pada wujudnya

kebaikan bersama ( maslahah ammah ), dan tidak menonjolkan

egoisme golongan atau kepentingan-kepentingan kelompok, atau

kepentingan pribadi.

24.Lihat al-Qur`an, 3: 159 25. Lihat al-Qur`an, 42: 38 26.Abdul Rasyid Moten, Ilmu Politik Islam, terj. Politic al Science An

Islamic Prespective ( Bandung: Pustaka, 2001 M./ 1422 H.), h. 109

Page 24: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

227

3.Persamaan ( al-mabdaal-musawa )

Konsep persamaan ( al-musawa atau egalitarian )

merupakan salah satu prinsip yang sangat penting dalam

merekonstruksi kehidupan masyarakat dan negara, di mana sistem-

sistem politik modern dan kontemporer mendasarkan

pada prinsip ini, meskipun dalam penerapannya berbeda.27

Persamaan artinya bahwa setiap individu dalam masyarakat adalah

sama, sama di hadapan undang-undang, di dalam hak, kewajiban,

kemerdekaan dan tanggung jawab. Oleh karena itu tidak ada

perbedaan dalam hal ini semua hanya karena perbedaan suku,

keturunan, bahasa, warna kulit, keyakinan ( akidah ), pejabat tinggi

atau rendah, semuanya sama.28 Dalam arti lain, bahwa persamaan

setiap individu dalam masyarakat adalah persamaan di hadapan

hukum dan undang-undang, bukan persamaan di dalam status atau

kedudukan. Persamaan di hadapan hukum dan undang-undang

dimaksudkan agar setiap individu dapat tunduk, patuh, menghargai

hukum dan undang-undang dalam rangka terrealisasinya kebebasan

dan memperoleh hak-hak asasi.29 Di dalam salah satu hadits Nabi

Muhammad saw. disebutkan yang artinya;

bahwa umat-umat dahulu menjadi rusak karena, jika para

pembesar negara atau orang ternama mencuri, dibiarkan

begitu saja ( tidak dilaksanakan hukuman oleh para penegak

hukum, seolah-olah orang lain tidak tahu ), tetapi jika

orang-orang kecil atau orang bawahan mencuri, mereka (

para penegak hukum ) cepat-cepat melakukan proses hukum

27.Di era modern untuk pertama kalinya Perancis telah melaksanakan

prinsip persamaan ( egaliter ) sebagaimana tertuang dalam konstitusi Perancis

yang dikeluarkan pada tahun 1789 M. Dengan dikeluarkannya undang-undang yang mengatur persamaan hak, Perancis banyak kehilangan pembesar-pembesar

yang mempertahankan status quo setelah terjadinya revolusi Perancis. 28.Muhammad Salim al-Awwa, Fiy al-Nidzam al-Siyasah Li al-Daulah

al-Islamiyah ( Kairo: Dar al-Syuruq, 1989 M. / 1310 H. ), h.226 29.Ibid.

Page 25: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

228

dan mengenakan hukuman berat kepadanya, lalu Nabi

bersumpah di hadapan masyarakat “ Demi Allah . . ! jika

Fatimah putri Muhammad mencuri akan aku potong

tangannya “.

Hadits Nabi di atas dapat dijadikan referensi dalam

menegakkan supremasi hukum. Dalam arti bahwa dalam rangka

menegakkan supremasi hukum, hukum harus dilaksanakan kepada

siapa saja yang melakukan tindak pidana, siapa pun dia, pembesar

negara, anak pembesar, orang kaya, rakyat kecil, proses hukum

harus dijalankan secara jujur dan konsekuen. Oleh karena itu,

persamaan di hadapan hukum dan undang-undang merupakan dasar

yang sangat berarti bagi terrealisasinya kondisi yang kondusif dan

nyaman. Kondisi ini seperti disebutkan di atas akan wujud jika

adanya penghormatan terhadap persamaan. Oleh karenanya, jika

dasar persamaan ini tidak wujud, maka kondisi nyaman dan

kondusif sulit untuk direalisasikan, karena hal ini akan berdampak

pada munculnya sikap egoistik dan sikap semena-mena dari

kalangan para pembesar yang melakukan tindak kejahatan,

sementara orang-

orang kecil yang melakukan tindak kejahatan akan menghadapi

proses pengadilan, kondisi ini akan berakibat terjadinya ketidak

adilan.

Prinsip persamaan di dalam Islam telah mengakar kokoh,

karena Islam memang mengajarkannya dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara. Hal ini sebagaimana ditegaskan di

dalam surat al-Hujurat, ayat 13, yang artinya;

Wahai manusia sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu

dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan

kemudian Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan

bersuku-suku agar kamu saling mengenal, sesungguhnya

Page 26: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

229

orang yang mulia di antara kamu adalah orang yang paling

bertqwa.30

Penegasan ayat al-Qur`an ini, diperkuat oleh pernyataan

Nabi Muhammad saw. di dalam salah satu haditsnya, yang artinya

bahwa; semua manusia sama seperti deriji-deriji sikat rambut. Tidak

ada kelebihan bagi orang Arab dari orang ajam ( orang-orang non

Arab ) melainkan taqwanya. Atas dasar inilah, maka semua manusia

diperlakukan sama, laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya,

rakyat, pejabat, asal keturunan, suku, marga, warna kulit, dan

sebagainya, semuanya tidak menjadikan seseorang berbeda, yang

menjadikannya berbeda adalah komitmennya pada ajaran agama (

taqwa ), undang-undang atau peraturan yang diberlakukan.31

Prinsip persamaan yang diajarkan Islam inilah yang

menjadikan seseorang memiliki sikap yakin diri ( confident ) dan

sikap tawadhu`, yaitu sikap yang tidak menunjuk-nunjuk prestasi,

tidak sombong, tidak egoistik, tidak feodalistik. Implikasi dari

semua ini seseorang dapat menerima dan mengapresiasi orang lain,

tidak memandang rendah atau memandang kecil orang lain. Jika

kondisi ini tercipta dalam kehidupan masyarakat, maka akan wujud

kehidupan yang nyaman karena diwarnai oleh sikap kebersamaan

dan gotong royong, transparan dan penuh kesadaran.

4.Keadilan ( al-mabdaal-`adalah )

Adil ( al-`dalah ) adalah menetapkan sesuatu secara

proporsional dan objektif, atau menempatkan sesuatu pada

tempatnya.32 Islam memerintahkan umatnya agar menjadikan

keadilan sebagai prinsip dasar dalam bersikap dan

30.al-Qur`an, 49 : 38 31.Ashqar Ali, Enginer, Islam dan Teologi Pembebasan ( Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 1999 ),h. 33 32.A. Zaki Badawiy, A Dictionary of The Social Sciences ( Beirut:

Library Du Liban, 1982 M ),h. 232

Page 27: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

230

memperlakukan orang lain, karena realitasnya keadilan berimplikasi

pada terciptanya keamanan dan ketentraman hidup.33 Dalam

konteks ini Allah berfirman dalam surat al-Nisa, ayat 58, yang

artinya; jika kamu memutuskan suatu ketetapan hukum di antara

manusia, putuskanlah dengan adil.34 Berdasarkan pernyataan al-

Qur`an, ayat 58, surat al-Nisa ini dapat dipahami bahwa keadilan (

adil ) merupakan landasan pokok dalam pelaksanaan supremasi

hukum, sebagaimana juga amanah menjadi dasar dalam pergaulan

dan interaksi yang baik antara sesama anggota masyarakat dan

dalam aktivitas berpolitik.35 Sikap adil dan amanah, keduanya

merupakan bagian dari akhlak ( moral Islam ) yang berimplikasi

pada keberhasilan melahirkan masyarakat yang transparan, dan al-

Qur`an menuntut setiap muslim agar memiliki standar moral (

akhlak ) yang tinggi sehingga bersedia untuk menjadi saksi walau

pun kepada dirinya sendiri.36

Salah seorang Gubernur di era Khalifah Umar Ibnu Khattab

mengirim surat kepada Khalifah menyampaikan keluhan tentang

situasi politik di daerah wilayahnya yang selalu bergejolak, tidak

kondusif, dan carut marut. Dia meminta bantuan kepada Khalifah

untuk memulihkan situasi dan kondisi sosial politik yang tidak stabil

itu ke situasi yang kondusif. Khalifah Umar dalam surat

jawabannya menegaskan agar Gubernur yeng bersangkutan

memperbaiki kondisi yang buruk itu dengan menegakkan keadilan

yang sebenar-benarnya.37 Penegasan Umar ini memang sangat

tepat, karena realitasnya ketimpangan-ketimpangan yang terjadi

yang berujung pada instablitas politik dan keamanan sering kali

diakibatkan oleh tidak adanya keadilan, tidak adanya kepastian

hukum dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam aspek

pemerataan ekonomi ( pendapatan ), dan sebagainya. Dalam kasus

33.Lihat Saidiy Abu Jayb, Dirasat Fiy Manhaj al-Islam al-Siyasiy, h. 765 34.al-Qur`an, 4 : 58 35.Sayyid Quttub, Dhilal al-Qur`an ( Beirut: Dar al-Syuruq, 1977 ), Jld.

2, h. 689 36.Abdul Rasyid Moten, Ilmu Politik Islam, h. 107 37.Ibnu Qutaibah, Abu Muhammad Abdullah Ibnu Muslim Ibnu

Qutaibah, `Uyun al-Akhbar ( Mesir: Wuzarat al-Tsaqafah wa al-Irsyad al-

Qaumiy, 1963 M./ 1383 ), Jld. 1, h. 13

Page 28: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

231

ini, barangkali Gubernur tersebut tidak bersikap adil dalam menata

dan mengelola pemerintahannya. Jika dia bersikap adil dapat

dipastikan tidak terjadi kondisi buruk. Karena tatanan politik yang

adil termanifestasikan dalam diri para pejabat publik yang jujur dan

bertanggung jawab dalam membuat kebijakan-kebijakan yang

melahirkan kebaikan bersama.38

al-Mawardiy ( 975 – 1059 M.) salah seorang pemikir politik

Islam yang memahami betul perpolitikan saat itu menawarkan

alternatif dalam rangka terciptanya stabilitas politik, dia menyatakan

bahwa yang menjadikan negtara

stabil sehingga terciptanya masyarakat dan pemerintahan yang

tertata baik, di mana semua program dan agenda berjalan secara

sistemik, maka harus didasarkan sekurang-kurangnya pada lima

landasan pokok,39 yaitu;

1. Agama yang dihayati dan diamalkan,

2. Penguasa yang kharismatik ( berwibawa ),

3. Wujudnya keadilan yang merata dalam berbagai aspek

kehidupan,

4. Stabilitas dan keamanan di seluruh wilayah,

5. Wawasan penguasa yang luas.

al-Mawardi ketika menguraikan landasan pokok ketiga, yaitu

keadilan, menjelaskan bahwa dengan keadilan yang merata akan

lahir beberapa aspek positif, antaranya;

1. Lahirnya kehidupan harmoni di kalangan sesama warga

masyarakat,

2. Ketaatan dan loyalitas penuh dari rakyat kepada

pemerintah/undang-undang,

3. Negara menjadi makmur dan dinamis,

4. Kelahiran generasi atau penduduk tertata dengan baik,

38.Abdul Rasyid Moten, Ilmu Politik Islam, h. 107 39.al-Mawardiy, Adab al-Dunya wa al-Din ( Mesir: al-Mathba`ah al-

Adabiyah, 1317 H.), h. 68

Page 29: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

232

5. Pertumbuhan ekonomi berkembang dengan baik,

6. Penguasa merasa aman, karena tidak ada gangguan dari

lawan politiknya yang bertujuan menjegal kekuasaannya atau

melakukan konspirasi untuk menjatuhkannya dari kursi

kekuasaan.40

Berdasarkan pandangan al-Mawardiy di atas, dapat

disimpulkan bahwa jika keadilan wujud secara merata dalam

kehidupan masyarakat dan negara, maka itu adalah sebuah indikasi

berdirinya pondasi yang kokoh bagi negara tersebut. Karena semua

pengelolaan dan kebijakan politik dihormati oleh semua pihak.

5.Kemajmukan

Majemuk atau pluralisme adalah paham yang

mempertahankan keaneka -ragaman perbedaan dalam masyarakat (

plural society ), baik dari dimensi agama, etnik, budaya,

kecendrungan, bahasa, dan sebagainya.41 Di dalam sejarah

peradaban Islam awal fenomena pluralitas ini sudah wujud

semenjak permulaan Islam berkembang, yaitu ketika Nabi

Muhammad saw. bersama dengan para Sahabat-sahabatnya

membangun masyarakat Madinah ( Yatsrib ).

Masyarakat Madinah pada saat itu ternyata masyarakat majemuk

atau plural dari segi sosial budaya, etnik, agama, dan sebagainya.

Oleh karena itu, ditinjau dari segi sosial budaya dan agama,

masyarakat Madinah terdiri dari beberapa elemen atau komunitas,

setidaknya ada tiga atau empat elemen masyarakat; yaitu; Orang-

orang muslim terdiri dari komunitas Muhajirin dan Anshar, Orang-

orang yang beragama Yahudi terdiri dari beberapa Qabilah; Qabilah

Bani Nadhir, Qiniqa`, Quraidhah, dan sebagainya, Orang-orang

penyembah patung berhala ( al-Watsaniyun atau Paganis ), dan di

luar kota Madinah ada orang-orang yang beragama Nasrani (

40.Ibid. h. 82 41.A. Zaki Badawiy, A Dictionary of The Social Sciences, h. 317

Page 30: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

233

Kristiani ).42 Keaneka-ragaman sosial budaya, agama, etnik, dan

sebagainya berhasil dipersatukan oleh Nabi Muhammad saw.

menjadi satu masyarakat ( ummatun wahidatun min dunin nas ),

yaitu masyarakat Madinah. Persatuan ini diikat oleh satu ikatan

watsiqah ( agreement ) atas dasar kesepakatan bersama. Watsiqah

atau agreement ini kemudian dikenal dengan sebutan Piagam

Madinah atau Konstitusi Madinah ( Constitution of Medina ).43

Pluralitas merupakan realitas kehidupan dan fenomena alami

( natural ) bagi kehidupan manusia di bumi ini, dan ini perlu dijaga

untuk tujuan terciptanya keharmonian hidup, keamanan, saling

mengenal dengan baik, sehingga terhindar dari konflik. Dalam al-

Qur`an surat al-Hujurat ayat 13 Allah berfirman yang artinya;

Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari

seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan Kami jadikan

kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling

mengena. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara

kamu adalah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya

Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Mengenal.44

Ayat di atas, baik secara tekstual atau pun kontekstual

memberikan pengertian tentang adanya penolakan terhadap semua

paham superioritas, rasial kesukuan, kebangsaan, dan bahkan

keluarga yang wujud dalam realitas sosial kehidupan manusia di

bumi ini, tetapi yang diutamakan adalah sikap kesalehan dan

ketaqwaan. Kesalehan tidak hanya dimengerti dalam konteks

ritualitas ( ibadah ) saja, melainkan juga harus dipahami dalam

konteks dimensi sosial,

42.Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah, dan

Pemikiran ( Jakarta: UI-Press, 1990 ), h. 16 43.Piagam Madinah adalah konstitusi atau undang-undang dasar Negara

Islam yang pertama dan yang dibangun oleh Nabi Muhammad saw. di Madinah.

Piagam Madinah dirumuskan untuk mengatur lalu lintas kehidupan dan hubungan

antara komunitas-komunitas yang merupakan komponen-komponen masyarakat

yang majemuk di Madinah. Lihat Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h 16 44.al-Qur`an, 49 : 13

Page 31: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

234

karena inti dari keseluruhan ajaran Islam sebenarnya adanya

keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah, dengan

sesama manusia, serta dengan alam sekitar. Oleh karena itu, dari

sikap yang saleh dan pribadi yang taqwa ini akan muncul

penghargaan dan apresiasi kepada orang lain yang berbeda agama,

status sosial, budaya, etnik, dan sebagainya. Namun demikian, perlu

diperhatikan bahwa pluralisme hanya akan menjadi kenyataan dalam

kehidupan masyarakat dan berbangsa kalau lahir dalam kondisi

sosial politik yang menerinanya dengan sepenuh hati sebagai

fenomena alami, adanya saling pengertian di antara sesama anggota

masyarakat, saling memebutuhkan antara satu dengan yang lain

melalui kerja sama untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu

kemerdekaan, kesejahteraan, stabilitas politik, dan sebagainya, jika

terjadi perbedaan, baik dalam pandangan, pemikiran atau pun sikap

tidak diekspresikan dengan kekerasan, tetapi dicarikan sosulinya

melalui musyawarah untuk mendapatkan kesepakatan bersama dan

untuk kemaslahatan bersama.

BAB II

GERAKAN SOSIAL KEAGAMAAN

DAN POLITIK ERA MEKAH

1.Kekuasaan Mekah Pra Islam

Sebelum membahas lebih lanjut tentang komunitas politik

Islam Pra-Madinah, yaitu terkait permasalahan, aktivitas dan

gerakan Nabi bersama umat Islam Mekah.Pembicaraan lebih dahulu

Page 32: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

235

akan difokuskan pada kondisi masyarakat Mekah sebelum

Muhammad bin Abdullah diangkat menjadi Nabi dan Rasul. Hal ini

penting untuk diketahui bagaimana gambaran situasi dan kondisi

sosial pra Islam, terutama dalam aspek-aspek yang terkait

pengaturan kehidupan masyarakat.

Kondisi masyarakat Mekah pra Islam atau biasa disebut

dengan sebutan masyarakat Jahiliyahdalam beberapa aspek sangat

kacau, meskipun dalam beberapa hal kehidupan yang lain

mengalami kemajuan, misalnya dalam kesusastraan, perangkat-

perangkat aturan dalam mengatur kehidupan masyarakat karena

pada dasarnya mereka sudah dapat mengatur kehidupan

masyarakatnya dan secara dinamis mereka mampu menjadikan

Mekah sebagai salah satu pusat kota transit perdagangan yang

potensial, di mana para pedagang dari Yaman singgah di kota

Mekah sebelum mereka melanjutkan perjalanannya ke Syam ( Syria

saat ini ). Dalam aspek sosial, masyarakat Jahiliyah Mekah

mempertahankan sistem kekerabatan (kelan, qabilah atau etnic ), di

mana kehormatan seseorang ditentukan berdasarkan keturunan, dan

keturunan yang tinggi adalah yang memiliki kedudukan tinggi di

mata masyarakat. Jadi, ketinggian martabat atau derajat seseorang

bukan didasarkan pada pencapaian prestasi, melainkan ditentukan

oleh garis keturunan atau marga, qabilah. Implikasi dari sistem ini

memunculkan kelas-kelas dalam masyarakat, ada kelas atas, kelas

menengah dan kelas bawah, tidak jauh beda dengan pembagian

kasta-kasta dalam masyarakat penganut agama Hindu; yaitu ada

Kasta Brahmana, Kasta Kesatria, Kasta Wesya, dan Kasta Sudra.45

45 . Berdasarkan peraturan di dalam kitab suci mereka, orang-orang

Hindu mempercayai bahwa Kasta Brahmana adalah Kasta yang paling tinggi

dibanding dengan kasta-kasta lainya. Menurut kepercayaan mereka bahwa Kasta

Brahmana diciptakan dari mulut Tuhan, mereka itu adalah para Guru, para

Pendeta (Acaria), dan para Hakim, mereka menjadi rujukan dalam banyak hal,

terutama mengenai acara pernikahan dan acara kematian, tidak diperkenankan

memutuskan undang-undang atau peraturan kecuali setelah mendapatkan persetujuan Kasta ini. Kasta Kesatria adalah mereka yang diciptakan Tuhan dari

kedua lenganya, mereka adalah orang-orang yang mengangkat senjata untuk

mempertahankan keselamatan diri, warga, dan negara.Kasta Wesya adalah orang-

orang yang diciptakan Tuhan dari pahanya, mereka itu adalah sekelompok orang-

orang profesi sebagai petani, pedagang, dan orang-orang yang bertugas

Page 33: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

236

Akibat dari praktik kehidupan seperti ini menyebabkan

sering terjadi konflik atau perselisihan, bahkan peperangan di antara

mereka, karena bisa dipastikan sering terjadi perlakuan yang tidak

adil, kekerasan dan sebagainya. Konflik yang sering terjadi

antaranya perang Fijar, perang yang terjadi antara suku Jurhum dan

Qorthura, perang suku Quraisy dengan suku Khuza`ah. Maka dapat

ditegaskan bahwa segala bentuk kezaliman dan kemungkaran

merupakan sesuatu yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari di

zaman Jahiliyah.46 Salah satu penyebab dari konflik-konflik ini

adalah terkait masalah distribusi jabatan-jabatan yang telah

ditentukan kepada pemimpin-pemimpin qabilah( clan) dianggap

kurang memadai karena berdasarkan tingkat tinggi rendahnya suku

atau qabilah. Jabatan itu antaranya;

a. Hijabah:Jabatan yang diberi wewenang untuk menjaga

kunci Ka`bah.

b. Siqayah: Jabatan yang diberi tanggung jawab untuk

mengawasi mata air Zamzam yang dipergunakan untuk

memberi minum kepada para peziarah yang datang ke

Mekah.

c. Diyat:Jabatan kehakiman yang memiliki wewenang

menangani tindak kriminal.

d. Safarah:Jabatan kuasa usaha atau duta.

e. Liwa: Jabatan pemimpin perang yang selalu memebawa

bendera pada saat terjadi pertempuran.

f. Rifadah: Jabatan yang berwenang untuk menglola pajak.

g. Nadwah: Jabatan ketua dewan yang selalu memimpin

dalam musyawarah.

mengumpulkan harta kekayaan untuk pembangunan lembaga pendidikan

keagamaan.Dan Kasta Sudra adalah orang-orang yang diciptakan Tuhan dari

kedua kakinya, mereka adalah orang-orang yang bekerja sebagai pelayan kepada

ketiga kasta di atas, serta bekerja pada pekerjaan-pekerjaan yang hina dan kotor. Lihat al-Nadwah al`Alamiyah Li al-Syabbab al-Islamiy ( WAMY), al-Mausu`ah

al-Muyassarah Fiy al-Adyan wa al-Mazahib al-Mu`ashirah ( Riyadh: a-Nadwah

al-`Alamiyah Li al-Syabbab al-Islamiy, 1409H./1989 M.), h. 534 46. Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah ( Kairo: Dar al-Fikr, T. th. ), Juz

I, h. 145 - 149

Page 34: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

237

h. Khaimah: Jabatan yang diberi wewenang untuk

mempersiapkan balai sidang musyawarah.

i. Khazinah: Jabatan bendahara atau keuangan .

j. Azlan: yaitu jabatan penjaga panah peramal untuk

mengetahui kehendak dewa-dewa.

Jabatan-jabatan ini semua didistribusikan kepada masing-

masing kepala suku ( qabilah ), masing-masing kepala suku

menduduki posisi kepemimpinan di dalam masyarakat Jahiliyah

Mekah, dan kepemimpinan yang ada pada saat itu adalah model

kepemimpinan bersifat presidium atau kepemimpinan kolektif.

Kepala suku Quraisy mendapatkan beberapa jabatan penting dan

terhormat, yaitu jabatan penjaga kunci Ka`bah atau Hijabah, Liwa,

Siqayah dan Rifadah. Pendistribusian jabatan-jabatan ini bertujuan

untuk mencegah terjadinya kecemburuan sosial dari suku-suku yang

ada, sehingga keamanan dapat tercipta di tengah-tengah masyarakat

Mekah. Selain dari itu adalah terciptanya kedamaian, sehingga tidak

terjadi kezaliman di antara sesama penduduk Mekah,47 meskipun di

antara sebagian kepala suku mendapatkan jabatan yang

dianggapnya tidak sesuai dengannya dan inilah yang menyebabkan

munculnya ketegangan antara sesama kepala suku.

Kebudayaan masyarakat Jahiliyah Mekah sebagian besanya

juga kacau, praktik perzinahan, praktik riba, minum-minuman keras

dan berbagai perbuatan mungkar lainnya merupakan hal yang sudah

menjadi tradisi. Martabat perempuan di mata orang-orang Jahiliyah

Mekah saat itu sangat rendah dibandingkan kaum laki-laki, karena

berdasarkan sistem kehidupan strata sosial saat itu anak laki-laki

menjadi tumpuan harapan orang tua kelak untuk menjadi pahlawan

dalam peperangan, oleh karenanya anak laki-laki menjadi

kebanggaan dari pada anak perempuan. Sebaliknya anak perempuan

dianggap aib atau memalukan, oleh karenanya tidak sedikit orang-

orang zaman Jahiliyah Mekah mengubur anak-anak perempuan

47. Lihat Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah. Juz I, h. 145 – 149. Lihat

juga Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2001 ), h. 13 – 14.

Page 35: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

238

mereka hidup-hidup, seperti yang pernah dilakukan Umar bin

Khattab di masa Jahiliyah.48

Dalam aspek sosial keagamaan, masyarakat Jahiliyah Mekah

telah menyimpang jauh dari ajaran agama tauhid yang dibawa Nabi

Ibrahim. Agama yang dulu mengajarkan menyembah hanya kepada

Allah Yang Maha Esa, berubah menjadi agama yang dipenuhi

dengan kemusyrikan, yaitu penyembahan kepada patung berhala,

bukan kepada Tuhan Yang Esa49. Mereka percaya kepada hal-hal

yang bersifat tahayyul, ramalan-ramalan dan undian nasib melalui

anak panah.50

Nabi Muhammad saw. di Mekah selama kurang lebih 13

tahun lamanya setelah kenabian, tidak menerima perintah ( melalui

wahyu ) tentang berbagai hal, baik yang terkait dengan kehidupan

sosial keagamaan ataupun sosial kemasyarakatan secara

menyeluruh, melainkan baru sebatas hal-hal yang terkait dengan

keimanan atau akidah. Jadi, ketika Nabi Muhammad saw. masih di

Mekah belum ada perintah perang terhadap orang-orang Kafir yang

mengganggu dan merintangi perjuangannya, kecuali di hari-hari

akhir menjelang hijrah ke Madinah, perintah perang baru kemudian

ditentukan.51 Dalam menyikapi sikap orang-orang kafir Quraisy

yang tidak mau menerima kebenaran yang dibawa Nabi Muhammad

saw. Ahmad Salabiy berpendapat setidaknya ada lima faktor yang

menyebabkan kenapa orang-orang Kafir Quraisy tidak menerima

atau menentang perjuangan Nabi Muhammad saw. yaitu;

1.Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan.

Mereka menduga bahwa loyalitas ( tunduk dan patuh )

kepada seruan dan ajakan Nabi Muhammad berarti loyal

kepada kepemimpinan keturunan Abdul Mutthalib

48. A. Salabiy, Sejarah dan Kebudayaan Islam, ( terj. )( Jakarta: Pustaka

al-Husna, 1990 ), cet. VI, h. 67 – 73. 49. Ibid. h. 69 50. Ibid. h. 63 – 66. Lihat juga, Ahmad Fadhali et al, Sejarah Peradaban

Islam ( Jakarta: Pustaka Asatruss, 2004 ), h. 5 51. Lihat, Muhammad Salim al-Awwa, Fiy al-Nizam al-Siyasiy Li al-

Daulah al-Islamiyah ( Beirut: Dar al-Syuruq, 1989 ), h.42

Page 36: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

239

(Kakek Nabi Muhammad ) dan ini sangat tidak disukai

oleh pemimpin-pemimpin Quraisy yang lain.

2.Nabi Muhammad saw. mendeklarasikan persamaan hak antara

bangsawan dan hamba sahaya atau budak. Hal ini sangat

ditentang keras oleh bangsawan Quraisy, karena sistem

perbudakan sudah menjadi tradisi berabad-abad lamanya.

3. Para pemimpin Quraisy tidak dapat menerima ajaran atau

doktrin tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di

akhirat, sementara Nabi Muhammad saw. mengajarkan

doktrin ini.

4.Taklid kepada nenek moyang, terutama dalam hal

kepercayaan dan ritual pemujaan adalah sudah menjadi

tradisi yang mengakar pada bangsa Arab, maka setiap

upaya untuk menghapus tradisi ini akan ditentang habis-

habisan oleh orang-orang kafir Quraisy.

5. Kemunculan salah paham dari kalangan para pemahat dan

penjual patung yang melihat bahwa Islam sebagai

penghalang rezeki mereka.52

Dari aspek lain secara politis sebenarnya orang-orang kafir

Quraisy merasa khawatir tentang kemunculan sebuah gerakan yang

dipimpin Nabi Muhammad saw. Gerakan ini dimungkinkan dapat

menggeser dominasi kepempimpinan orang-orang kafir Quraisy

yang sudah sekian lama terlembaga dalam kehidupan masyarakat

Arab Jahiliyah Mekah. Oleh karena itu para pepimpin Quraisy

melakukan berbagai upaya, termasuk melakukan negosiasi kepada

Nabi Muhammad dengan memberikan tiga tawaran; yaitu, 1).

Kedudukan atau jabatan pimpinan, 2). Harta, dan 3). Wanita.

Mereka akan memberikan tawaran tersebut kepada Nabi Muhammad

saw. asalkan Nabi Muhammad menghentikan aktivitas

pergerakannya. Sangat tragis ketiga-tiga tawaran itu ditolak Nabi,

dan bahkan Nabi bersumpah; Demi Allah, jika mereka meminta aku

untuk meletakkan mata hari di tangan kananku dan bulan di tangan

kiriku, aku tidak akan berhenti untuk melakukannya sehingga agama

ini ( Islam ) memperoleh kemenangan dan dianut oleh

52. A. Salabiy, Sejarah dan Kebudayaan Islam. h. 87 - 90

Page 37: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

240

masyarakat.53Hal ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad bukan

tipe orang yang ambisius terhadap kekuasaan atau jabatan, harta dan

wanita. Tujuan aktivitas pergerakannya satu, yaitu memberikan

pencerahan melalui ajaran-ajaran yang disampaikannya kepada

masyarakat untuk membebaskan mereka dari belenggu perbudakan,

baik perbudakan dari manusia kepada manusia, perbudakan

kepercayaan tahayul atau pun perbudakan hawa nafsu dan

sebagainya, yang kesemuanya itu menyebabkan terjadinya

kemiskinan moral, kemiskinan akal budi pekerti, kemiskinan

kreativitas, kemiskinan harta kekayaan dan sebagainya.

2. Mengangkat Martabat Orang-Orang Tertindas

Orang-orang Islam pada periode Mekah bisa dikatakan

sebagai individu-individu yang menerima agama baru, yaitu agama

Islam yang diajarkan Nabi Muhammad saw. Pada dasarnya mereka

belum terpisah dari masyarakat Mekah secara keseluruhan. Hal ini

karena mereka belum memiliki tempat atau wilayah yang

memungkinkan dapat mengendalikan kepemimpinan dan mengatur

masyarakat secara independen untuk tujuan terealisasinya ajaran-

ajaran Islam, karenanya orang-orang Islam pada periode ini belum

mampu melakukan strukturisasi masyarakat politik atau masyarakat

madani.54 Nabi Muhammad pada periode ini sebatas seorang

pendakwah atau da`i agama Islam yang disampaikannya secara

diam-diam ( sirriyah ) pada tahap awal. Meskipun dalam kondisi

tertekan Nabi Muyhammad saw. terus menerus berupaya

menghimpun orang-orang yang sudah memeluk Islam dalam satu

komunitas yang masih ekslusif.55

Aktivitas Nabi Muhammad saw. ini berdampak munculnya

situasi yang sangat sulit dan mencemaskan. Tetapi Nabi

Muhammad saw. tetap tegar menggahadapi berbagai tantangan dan

rintangan dari orang-orang kafir Quraisy dalam berbagai bentuknya,

53. Lihat, Badri Yatim, Sejarah Kebudayaan Islam, h. 21 - 22 54. Lihat, Muhammad Salim al-Awwa, al-Nizam al-Siyasi Li al-Daulah

al-Islamiyah, h. 43 55. Ibid. h. 43

Page 38: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

241

penghinaan, penyiksaan, fitnah, pemboikotan dan sebagainya.56

Nabi Muhammad saw. tidak patah arang terus maju dengan

perjuangannya untuk membebaskan orang-orang kecil masyarakat

Mekah dan orang-orang hamba sahaya yang tertindas, Nabi

Muhammad terus menyampaikan ajarannya agar mereka menjadi

orang-orang mukmin dan bertaqwa dan agar terciptanya kehidupan

yang lebih baik di kemudian hari. Orang-orang kafir Quraisy

semakin beringas ketika mereka melihat bahwa Nabi Muhammad

terus melakukan manuver-manuver dan pergerakannya yang dalam

anggapan mereka orang-orang kafir Quraisy; suatu gerakan

menghimpun kekuatan. Hal inilah yang kemudian dinilai oleh para

pemuka kafir Quraisy sebagai tindakan propokasi atau menghasut

masyarakat yang menghawatirkan munculnya rongrongan terhadap

kekuasaan mereka.

Oleh karena itu pada hariyang ditentukan mereka sepakat

untuk memberikan tiga tawaran sebagaimana disebutkan di atas

kepada Nabi Muhammad saw. tetapi dengan konsekuensi agar Nabi

menghentikan semua gerakanya atau aktivitas dakwahnya. Tiga

tawaran itu ialah, Pertama; Jika Nabi Muhammad saw.

menginginkan jabatan sebagai penguasa Mekkah, mereka akan

memberikannya dengan senang hati, Kedua; Jika Nabi

menginginkan harta kekayaan yang banyak, mereka akan

mengumpulkannya untuk kemudian diberikan kepadanya. Dan yang

ketiga; Jika Nabi Muhammad saw. menginginkan perempuan yang

paling cantik di sekitar Mekah, mereka akan memberikannya.

Tetapi apa yang terjadi, Nabi Muhammad saw. menolak semua

tawaran itu dan memilih untuk tetap berdakwah dan

memperjuangkan nasib masyarakatnya yang tertindas. Hal ini

menyebabkan kondisi komunitas muslim semakin menderita,

ancaman dan intimidasi dari orang-orang kafir Quraisy semakin

mengganas, penyiksaan orang-orang kafir Quraisy kepada

penduduk Mekah yang masuk agama Islam ( fa ja`ala yahbisuhum,

wayu`azdibunahum, wa al-ju`i, wa al-`athosyi),57 terus dilakukan.

56. Lihat Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah ( T.tpt: Darul Fikr al-

`Arabiy, 1301 H./ 1933 M. ), Juz 3, h. 49 -60 57. Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, Juz 3 dan 4, h. 57

Page 39: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

242

Kondisi ini secara politis tidak menguntungkan perjuangan

dan dakwah Nabi, maka dalam rangka melindungi dan

menyalamatkan akidah segelintir orang-orang yang sudah memeluk

Islam, Nabi Muhammad saw. melakukan beberapa langkah strategis,

antaranya;

1. Nabi Muhammad saw. memerintahkan kepada beberapa

orang Islam Mekah untuk berhijrah atau mengungsi

sementara ke negeri Habsyah/Abesina (sekarang Ethopia

). Sebelumnya Nabi Muhammad saw. sudah

menginformasikan bahwa di sana ( negeri Habsah ) ada

seorang penguasa yang saleh meskipun dia beragama

Kristian,58 yaitu Raja Najjasyi yang dapat dimintai

58. Penghijrahan ke negeri Habsah ( Ethopia ) dilakukan dua gelombang.

Gelombang pertama oleh sekitar 11 orang laki-laki dan 4 orang perempuan.

Gelombang kedua oleh sekitar 83 orang. Pada penghijrahan gelombang pertama

ternyata dikuti oleh 2 orang utusan para pemimpin kafir Quraisy, yaitu Amr bin al-

`Ash dan Ammar bin al-Walid tetapi dengan tujuan untuk memprokasi Raja, agar

Raja menolak memberikan suaka politik kepada rombongan asal Mekah tersebut.

Ketibanaan para pengungsi dari Mekah pada bulan Rajab tahun 5 setelah Nabi

menerima pangkat kenabian.Setelah mereka sampai di negeri Habsah, 2 orang

utusan para pemimpin kafir Quraisy tersebut langsung menemui Raja Najjasyi.

Amr bin `Ash berkata kepada Raja. Wahai Tuan Mulia Raja, sekelompok orang-

orang buronan asal Mekah yang tidak menyukai kami dan agama kami telah tiba

di negara anda. Raja Najjasi berkata, di mana mereka.? Panggil mereka ke sini.! Kemudian mereka dipanggil menghadap sang Raja. Ja`far bin Abdul Muttalib (

paman Nabi ) sebagai juru bicara dari rombongan asal Mekah dan saat memasuki

ruangan Raja, Ja`far mengucapkan salam kepada Raja tetapi tidak melakukan

sujud di hadapannya sebagaimana tradisinya. Hadirin yang ada di samping Raja

berkata, kenapa kamu (Ja`far) tidak bersujud di hadapan Raja ?, Ja`far menjawab.

Kami tidak diperintahkan bersujud kepada siapa saja, selain kepada Allah, dan

kami diperintahkan untuk mengerjakan shalat lima waktu dan mengeluarkan

zakat. Kemudian Amr bin `Ash berkata; Wahai Raja yang mulia, pandangan

mereka berbeda dengan anda tentang Isa dan Ibunya (Maryam). Raja Najjasi

kemudian bertanya. Apa yang akan kamu (Ja`far) katakan tentang Isa dan

Ibunya. Ja`far menjawab, Kami berkata tentang Isa dan Ibunya sebagaimana yang

difirmankan Allah, bahwa dia (Isa) adalah kalimat Allah dan Ruh-Nya yang diletakan pada seorang perempuan yang betul-betul perawan (al-`azdra al-batul)

yang tidak pernah disentuh oleh siapa pun. Kemudian Raja Najjasyi mengambil

kayu kecil dan mengangkatnya dari tanah.Raja berkata. Wahai rakyat Habsah

(Ethopia), para padri, para pendeta, bahwa apa yang disampaikan Ja`far bin Abdul

Muttalib adalah benar..! kemudian Raja mengucapkan selamat datang kepada

Page 40: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

243

pertolongan untuk memberikan suaka politik. Hal ini

mengindikasikan ketajaman kebijakan Nabi yang

dibuktikan dengan keberhasilan melakukan negosiasi

melalui orang-orang muslim yang datang ke negeri

Habsah.59

2. Mengadakan kerja sama dengan suku-suku atau qabilah-

qabilah yang ada di luiar kota Mekah.

3. Mengadakan bai`at( janji setia kepada Nabi ) dari orang-

orang Qabilah Aus dan Khazraj.

4. Melindungi orang-orang tertindas,

5. Mengupayakan wujudnya kesejahteraan dan sebagainya.60

Dalam sejarah perjuangan Nabi Muhammad saw. bersama

uamt Islam (sahabat-sahabatnya) sebelum hijrah ke Yatsrib atau

Madinah, ada peristiwa penting yang menjadi dasar starting poin

dalam merealisasikan agenda-agenda besar dan ini merupakan salah

satu langkah strategis. Peristiwa penting itu adalah peristiwa

pertemuan antara Nabi Muhammad saw. dengan beberapa orang

yang datang dari Yasrib, yaitu orang-orang etnik Aus dan Khazraj

yang sudah memeluk Islam melalui beberapa da`i yang dikirim Nabi

ke Yasrib sebelumnya. Pertemuan mereka terjadi di Aqabah, Mina.

Pembahasan lanjutan tentang hal ini dalam sub topik berikut ini.

3.Legitimasi Kepemimpinan Nabi Muhammad saw.

rombongan dengan ucapan; Marhaban bikum wa biman ji tum. Aku bersaksi

bahwa Dia ( Nabi Muhammad ) adalah Rasul Allah. Dialah yang aku temukan

keteranganya di dalam Kitab Injil. Dialah seorang Rasul yang telah diberitakan

oleh Nabi Isa bin Maryam. Wahai rakyat Habsah mendekatlah kalian kepadanya.

Demi Tuhan kalau aku tidak sedang menjabat raja, aku akan datang kepadanya

sehingga aku yang menjadi tukang membawa kedua sendalnya (na laihi). Pada

akhirnya kedua utusan para peimpin kafir Quraisy tidak dipedulikan oleh Raja

Najjasiy, dan ini berarti missi mereka berdua gagal mempropokasi Raja Najjasi

untuk mengusir rombongan yang dipimpin Ja`far bin Abdul Muttalib. Untuk informasi lebih lanjut silahkan pembaca baca Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-

Nihayah, Juz 3 dan 4, h. 69 59. Ahmad Fadhali et all, Sejarah Peradaban Islam, h. 6 60. Muhammad Salim al-Awwa, Fiy al-Nizam al-SiyasiyLi al-Daulah al-

Islamiyah, h. 46

Page 41: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

244

Nabi Muhammad saw. bukanlah tipe seorang Nabi yang

hanya bertugas mengajak atau berdakwah kepada umatnya untuk

beriman dan beribadah kepada Allah. Tetapi kapasitas Nabi

Muhammad saw. dalam perspektif sosiologis ataupun politis adalah

seorang pemimpin umat atau masyarakat yang ucapannya didengar,

perintahnya diturut dan dilaksanakan, larangannya dipatuhi, dan

perilakunya dicontohi. Intinya semua aspek kehidupannya menjadi

referensi atau rujukan ( kecuali hal-hal yang bersifat khusus bagi

Nabi ) bagi semua umat muslim dari dahulu sampai sekarang,

bahkan sampai akhir zaman.

Legitimasi kepemimpinan yang diterima Nabi Muhammad

saw. bukanlah hasil pemilihan yang dilakukan secara terbuka

ataupun tertutup, seperti layaknya pemilihan seorang prersiden atau

perdana menteri di era modern. Legitimasi kepemimpinan Nabi

Muhammad saw. yang diterimanya adalah secara alami dan

berproses, artinya bahwa Nabi Muhammad saw. tumbuh dan

muncul sebagai seorang pemimpin umat secara alami, tidak melalui

intrik-intrik pencitraan berbagai cara dan pendekatan yang berujung

pada rekayasa. Penerimaan legitimasi kepemimpinan Nabi

Muhammad saw. secara resmi sebenarnya pada ketika terjadi

pertemuan beberapa kali, setidaknya tiga kali pertemuan antara

Nabi Muhammad dengan beberapa orang dari etnik Aus dan Khajraz

di Aqabah, Mina, Mekah, sebagai berikut;

Pertemuan Aqabah I

Pada tahun ke sebelas 61 dari ke-Nabian, telah terjadi

peristiwa penting yang menurut Munawir Sjadzali,62 sebagai

peristiwa yang tampaknya sederhana tetapi menjadi pondasi lahirnya

era baru bagi umat Islam dan juga dunia, yaitu peristiwa pertemuan

Nabi Muhammad dengan enam orang dari suku Khazraj di Aqabah,

61. Sebagian penulis menyebutkan tahun ke sepuluh dari kenabian. Lihat,

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h. 24 62. Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan

Pemikiran ( Jakarta: UI-Press, 1993 ), h. 8

Page 42: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

245

Mina, mereka datang ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji.63

Dalam pertemuan ini, Nabi Muhammad memberikan pencerahan

dan mengajak mereka untuk memeluk agama Islam, serta beribadah

hanya kepada Allah saja, kemudian Nabi membacakan ayat-ayat al-

Qur`an kepada mereka.

Dalam konteks ini, Ibnu Katsir di dalam karyanya; al-

Bidayah wa al-Nihayah, menjelaskan bahwa ketika Nabi

Muhammad menemui orang-orang Khazraj dan kemudian bertanya;

Apakah di antara kalian ada yang menjadi hamba sahaya orang-

orang Yahudi ?, mereka menjawab, Ya ada. Kemudian Nabi

berkata; bolehkah kalian duduk-duduk di sini bersamaku, aku ingin

menyampaikan sesuatu kepada kalian. Mereka menjawab, Ya baik,

Lalu Nabi Muhammad mengajak mereka untuk beriman kepada

Allah, serta memberi penjelasan kepada mereka tentang agama

Islam dan seperti biasanya Nabi membacakan ayat-ayat al-Qur`an

kepada mereka. Nabi Muhammad menjelaskan bahwa orang-orang

Yahudi bertempat tinggal di wilayah mereka, mereka adalah kaum

ahli kitab dan memiliki ilmu tetapi mereka ahli syirik, penyembah

berhala, mereka berperang demi melindungi tempat kelahirannya,

jika sesuatu terjadi kepada mereka, mereka berkata sesungguhnya

seorang Nabi telah diutus ( dibangkitkan ) sekarang dan kata mereka

berkata; kita harus mengikutinya serta ikut berperang membantu

Nabi tersebut seperti memerangi kaum Ad dan kaum Iram. Setelah

Nabi selesai bicara, kemudian mereka saling berbisik-bisik dan salah

seorang di antara mereka berkata; Hai . . . . kaumku, demi Allah,

bahwa dia ( Muhammad saw. ) adalah seorang Nabi yang telah

dijanjikan kepada bangsa Yahudi, maka kita seharusnya tidak boleh

melepaskan dia. Dan akhirnya orang-orang Khazraj menerima

seruan Nabi Muhammad saw. beriman dan memeluk agama Islam.64

Hasil dari pertemuan itu, enam orang Khazraj tersebut masuk

Islam dengan menyatakan kesaksian bahwa Muhammad adalah

63. Penjelasan lebih lanjut tentang peristiwa pertemuan Nabi Muhammad

dengan enam orang suku Khazraj dari Yastrib ( Madinah ) telah didokumentasikan

oleh Ibnu Hisyam di dalam karyanya; al-Sirah al-Nabawiyah, Juz I, h. 453 - 454 64. Lihat Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah( T. th.: Dar al-Fikr, 1351

H. / 1932 M.), Juz 3, h. 148 -149.

Page 43: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

246

Nabi dan Rasul Allah. Ke enam orang Yatsrib tersebut menceritakan

kepada Nabi bahwa kehidupan di Yatsrib sudah terjebak ke dalam

komflik berkepanjangan antar golongan dan etnik, terutama antara

etnik Khazraj dan etnik Aus.65 Ke enam-enam orang Yatsrib

tersebut berharap semoga Allah mempersatukan suku-suku di

Yatsrib melalui upaya-upaya yang dilakukan Nabi, mereka berjanji

kepada Nabi akan mengajak penduduk Yatsrib yang lain untuk

memeluk Islam.66 Dalam hubungan ini Ibnu Hisyam menegaskan

bahwa dalam rangka melancarkan penyebaran Islam, Nabi mengutus

Mus`ab bin Umeir bin Hasyim ke Yatsrib untuk memberi

pencerahan tentang ajaran Islam, Ilmu-ilmu ke-Islaman, termasuk

mengajarkan al-Qur`an kepada penduduk Yatsrib.67

Pertemuan Aqabah II ( Baiat Aqabah I )

Pada musim haji tahun berikutnya, yaitu tahun ke dua belas

dari ke-Nabian, dua belas orang laki-laki penduduk Yatsrib

menemui Nabi di tempat yang sama seperti tahun sebelumnya, yaitu

di Aqabah, Mina. Dalam pertemuan kali ini mereka selain

menyatakan bahwa Nabi Muhammad adalah Utusan Allah, juga

mereka menyatakan baiat ( janji setia ) sebagai tanda bukti

pernyataan loyalitas penuh kepada Nabi. Hal ini dapat dianggap

sebagai dukungan penuh kepadanya. Pernyataan baiat tersebut

diucapkan sebagai berikut, bahwa;

a. Kami tidak akan mempersekutukan Allah.

b. Kami tidak akan mencuri.

c. Kami tidak akan membunuh anak-anak.

d. Kami tidak akan berbuat zina.

e. Kami tidak akan berbohong.

f. Kami tidak akan melakukan maksiat.68

65. Etnik Khazraj dan Aus adalah suku atau qabilah yang sudah lama

bertempat tinggal di Yatsrib. Mereka berasal dari negeri Yaman. Menurut cerita

mereka berketurunan Nabi Ismail bin Nabi Ibrahim. Lihat, Ibnu al-Atsir, al-Kamil Fiy al-Tarikh( Beirut: Dar Maadir, 1385 H./ 1965 M.), Jld. I, h. 606

66. Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah, juz I, h. 403 67. Ibid. h. 457 68. Ibid, h. 456 – 457. Lihat juga Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah,

Juz 3, h. 150 -151

Page 44: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

247

Pernyataan baiat ini dalam kajian pemikiran politik Islam

klasik disebut sebagai; baiat aqabah pertama. Baiat ini juga disebut;

baiat orang-orang perempuan ( `ala bai`at al-Nisa ).69 Karena baiat

yang dilakukan tidak mengandung pernyataan perang terhadap

orang-orang yang memerangi Nabi. Berbeda dengan baiat aqabah ke

dua yang akan dibicarakan nanti mengandung pernyataan kesediaan

perang dan sekaligus kesediaan melakukan upaya-upaya memberi

perlindungan kepada Nabi dari setiap ancaman dan serangan dari

orang-orang yang berniat jahat dan sengaja memerangi Nabi.

Pertemuan Aqabah III ( Baiat Aqabah II )

Pada musim haji tahun ketiga belas dari ke-Nabian, sebanyak

tujuh puluh tiga penduduk Yatsrib yang sudah memeluk agama

Islam berkunjung kembali ke Mekah dan mereka mengadakan

pertemuan dengan Nabi di tempat yang sama seperti pada tahun-

tahun sebelumnya. Pertemuan kali ini berakhir dengan sebuah

undangan atau tawaran kepada Nabi Muhammad dari penduduk

Yastrib untuk hijrahatau pindah ke Yastrib, dan mereka

mengulangi lagi pernyataan bahwa Muhammad adalah seorang Nabi

dan Rasul, dan ditambah dengan pengakuan mereka secara tegas

bahwa Nabi Muhammad adalah pemimpin mereka. Kemudian

mereka berbaiat dengan menyatakan sebagai berikut; bahwa

a. Kami tidak akan mempersekutukan Allah.

b. Kami akan membela Nabi sebagaimana kami membela isteri dan

anak-anak kami.70

Pengakuan dari orang-orang Khazraj dan Aus kepada Nabi

Muhammad saw. sebagai pemimpin dan kesediaan mereka

memberikan perlindungan kepadanya merupakan legitimasi dari

masyarakat dan penduduk Yatsrib ( Madinah ), dan secara politis ini

mengandung beberapa konsekuensi, antara lain bahwa;

69. Hal ini tidak dimaksudkan bahwa yang berbaiat itu adalah orang-orang

perempuan.Tetapi karena pernyataan baiat itu tidak mengandung pernyataan

kesediaan perang, makanya baiat itu seolah-seolah seperti disampaikan orang-

orang perempuan. 70. Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah, Juz I, h. 464 - 465

Page 45: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

248

1. Mereka menerima Islam sebagai agama dan ideologi dalam

kehidupan bermasyarakat.

2. Mereka bersedia berkorban, baik jiwa, raga ataupun harta demi

tegaknya sebuah ajaran yang diamalkan oleh masyarakat.

3. Mereka mematuhi, mentaati perintah dan larangan yang

disampaikan Nabi Muhammad sebagai pemimpin mereka.

4. Mereka bersedia menghadapi setiap ancaman yang datang

sewaktu-waktu.

5. Mereka memberikan bantuan dan kerja sama kepada Nabi untuk

mengatur dan memenej komunitas Khazraj dan Aus dalam

mewujudkan kehidupan yang mulia.

Dua kali baiat seperti yang sudah diutarakan di atas, dalam

kajian pemikiran politik Islam dikenal dengan sebutan baiat aqabah

pertama dan ke dua sebagai batu asas atau pondasi dari bangunan

berdirinya negara Islam di Madinah. Dari sisi lain baiat aqabah ke

dua merupakan manifesto politik, karena baiat ini mengandung

pernyataan secara terbuka untuk menghimpun kekuatan umat Islam

dalam menghadapi kemungkinan setiap bentuk kezaliman,

kekerasan dan penindasan yang dilakukan oleh orang-orang kafir

Quraisy. Langkah ini sebagai manuver politk yang digerakkan Nabi

Muhammad saw. melaluiskenario Ilahi yang mengarah kepada

penghijrahan pengikut-pengikut Nabi di Mekah ke Yastrib atau

Madinah.

Ketika orang-orang kafir Quraisy mengetahui bahwa telah

terjadi perjanjian atau baiat antara Nabi dengan orang-orang

Yastrib, mereka semakin gila melancarkan intimidasi dan teror

kepada kaum muslimin. Hal ini menjadikan Nabi mengambil

langkah-langkah strategis, tidak lama kemudian Nabi segera

mengeluarkan perintah kepada kaum muslimin untuk berhijrah ke

Yatsrib. Dalam waktu dua bulan hampir semua kaum muslimin,

kurang lebih sekitar 150 orang telah meninggalkan kota Mekah.

Hanya Ali dan Abu Bakar yang tetap tinggal untuk sementara waktu

di Mekkah bersama Nabi Muhammad untuk memastikan agar kaum

muslimin yang hendak berhijrah dapat berhijrah dengan selamat.

Keduanya ( Ali dan Abu Bakar ) menemani Nabi sampai ia pun

Page 46: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

249

berhijrah ke Yastrib, karena orang-orang kafir Quraisy sudah

merencanakan pembunuhan kepada Nabi.71

Dalam konteks penghijrahan (exodus ) umat Islam dari

Mekah ke Yatsrib, John L. Esposito melukiskan kejadian itu sebagai

berikut; Sewaktu perutusan dari Yatsrib mengundang Nabi

Muhammad saw. pada tahun 622 M. atau tahun pertama Hijriyah

untuk berhijrah ke kota Yastrib, Muhammad pun menerimanya.

Kota ini selalu menjadi ajang pertentangan antar suku selama ini,

dan Nabi Muhammad datang sebagai arbitur dan hakim bagi mereka

dan mendamaikannya. Ia melaksanakan konsolidasi kekuasaan

politik dan membangun sebuah negara berdasarkan petunjuk pesan

ke-Nabian ( Prophetic message ). Yatsrib kemudian berubah nama

menjadi Madinah atau Madinatun Nabi. Dalam masyarakat baru itu,

Nabi Muhammad merupakan tokoh politik di samping tokoh

agama.Dia seorang Nabi, Kepala Negara, Panglima pasukan perang,

Hakim Agung, dan Pembentuk hukum.72 Komunitas baru ini

sebagaimana ditegaskan Antony Black, didasarkan pada syariat yang

dirancang untuk menerapkan aturan-aturan tentang moral, hukum,

keyakinan ( aqidah ) dan ritual agama ( ibadah ), perkawinan, jenis

kelamin, perdagangan dan kemasyarakatan.73 Hal ini tentu saja

tidak didasarkan kepada syariat atau ideologi lain, seperti syariat

agama Yahudi, syariat agama Nasrani atau ideologi-ideologi lain

yang barangkali waktu itu belum dikenal.

71. Lihat, Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h. 24 - 25 72. John L. Esposito, Islam dan Politik, terj. Islam and Politic ( Jakarta:

Bulan Bintang, 1990 ), h. 3 73. Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa

Kini, terj.The History of Islamic Political Thought From The Prophet to The

Present( Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006 ), cet. Pertama, h. 35.

Page 47: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

250

BAB III

ORIENTASI POLITIK

ERA MADINAH

1.Membangun Dasar-Dasar Politik

Penghijrahan ( exodus ) umat Islam dari Mekah ke Madinah

terjadi pada hari Senen tanggal 12 Rabiul awal tahun pertama

Hijriyah, bertepatan dengan tahun 622 M. Peristiwa penghijrahan

umat Islam dari Mekah ke Yatsrib tersebut menandai dimulainya

babak baru bagi umat Islam. Umat Islam saat di Mekah berada

dalam kondisi yang tertekan, dimusuhi, dihina, disiksa, bahkan

dikucilkan dan diimbargo, dan tindakan-tindakan lain yang

menyebabkan umat Islam tidak berdaya, tidak bisa banyak berbuat

untuk merencanakan kehidupan masa depan merekayang lebih baik,

hal ini berbeda dengan di Yatsrib (Madinah). Periode Yatsrib Islam

merupakan kekuatan politik, di mana ajaran Islam yang terkait

dengan peraturan kehidupan sosial kemasyarakatan banyak turun di

sini. Hal ini dapat ditegaskan bahwa peristiwa hijrah Nabi bersama

umat Islam dari Mekah ke Madinah merupakan era baru dalam

Page 48: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

251

sejarah peradaban umat Islam.Sejak saat itu muncul pemikiran

politik Islam74 yang berbeda dari pemikiran politik sebelumnya,75

bahkan sebenarnya sejak peristiwa baiat Aqabah satu dan dua

gerakan-gerakan politik yang terkordinasi telah dilakukan di bawah

pimpinan seorang Nabi. Maka ketika Nabi Muhammad saw. sudah

berada di Madinah tentu saja bisa dipastikanakan memperoleh

kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama ( agamawan ), tetapi

juga sekaligus pada saat yang sama sebagai pemimpin umat.

Realitas ini menunjukkan bahwa dalam diri Nabi terkumpul dua

kekuasaan; kekuasaan spiritual dan kekuasaan untuk mengelola

kehidupan masyarakat atau umat (duniawiy). Hal ini sebagaimana

ditegaskan Harun Nasution bahwa kedudukan NabiMuihammad

saw. sebagai rasul secara otomatis merupakan kepala negara76.

Pada periode Madinah, kaidah-kaidah Islam yang dulunya

bersifat umum berhasil dirinci, dan ketentuan-ketentuan (hukum-

hukum) yang diperlukan oleh sebuah negara ditetapkan, baik yang

berkaitan dengan urusan-urusan public ataupun yang menyangkut

urusan privat. Kaidah-kaidah umum berdasarkan wahyu yang

menjadi sumber rujukan hukum-hukum tafsili senantiasa turun.

Semuanya ini bertujuan untuk menyediakan perangkat-perangkat

aturan atau tatanan yang akan dipergunakan untuk mengatur

kehidupan masyarakat dan negara baru.77

Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa baiat Aqabah satu

dan kedua ternyata secara psikologis menjadikan umat Islam

memiliki kekuatan dan percaya diri, serta mendorong mereka segera

melakukan langkah-langkah strategis, yaitu hijrah ke Madinah.

Maka penghijrahan umat Islam ke Madinah merupakan rangkaian

langkah-langkah yang berorientasipada pembentukan masyarakat

74. Pemikiran politik Islam adalah pemikiran tentang politik yang

didasarkan pada ajaran-ajaran yang bersumberkan al-Qur`an dan Sunnah Nabi. 75. Lihat Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga

Masa Kini, h. 36 76. Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya ( Jakarta:

UI-Press, 1985 ), h. 25 77. Muhammad Salim al-Awwa, Fiy al-Nizam al-Siyasah Lid Daulah al-

Islamiyah, h. 47

Page 49: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

252

yang menerima transformasi positif secara cepat. Dari dua langkah

strategis itu ( baiat pertama dan kedua ) memunculkan tigalandasan

pokok yang berimplikasi lahirnya dominasi politik bagi umat Islam.

Tiga landasan pokok tersebut, ialah;

1. Ikatan daerah atau wilayah.

Dengan menjadikan Madinah sebagai tempat tinggal bagi

umat Islam, baik Muhajirin atau Anshor, berarti umat Islam

telah memiliki tempat tinggal, yaitu tanah air yang

memungkinkan umat Islam beraktivitas dalam membangun

ekonomi yang dapat dipergunakan untuk kepentingan

bersama.

2. Jiwa kemasyarakatan.

Artinya pemikiran, idea dan persepsi umat Islam Madinah

dapat diorientasikan untuk tujuan yang sama sesuai dengan

yang dikehendaki.

3. Dominasi politik.

Dominasi politik dapat diraih setelah berhasil merubah sikap

masyarakat Islam dari masyarakat yang tidak terlibat secara

langsung dalam urusan-urusan politik menjadi masyarakat

yang aktif melibatkan diri secara langsung dalam hal-hal

yang berkaitan dengan politik.78

Ketiga landasan tersebut telah terealisasi setelah umat Islam

seluruhnya berada di Madinah dan setelah penguasaan terhadaphal-

hal yang terkait dengan politik berada di tangan mereka. Setelah

penghijrahan umat Islam Muhajirin ke Madinah, maka Madinah

membuka lahan subur untuk pengembangan pemikiran, wawasan

dan pembangunan masyarakat yang sesuai dengan harapan dan cita-

cita mulia ajaran Islam.Dalam kaitan ini Antony Black menegaskan

bahwa gagasan Islam merupakan dobrakan yang menentukan sejarah

pemikiran manusia tentang politik dan masyarakat.79

78. Ibid. h. 49 79. Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga Masa

Kini, h. 36

Page 50: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

253

Kondisi baru di Madinah dari aspek sosio politik dan sosio

ekonomi, menuntut tanggung jawab Nabi serta peletakan dasar

kebijakan, dasar kemasyarakatan dan dasar ekonomi untuk

menghentikan perpecahan dan konflik yang terjadi di antara

beberapa suku, agar mayarakat dapat memulai pembangunannya

dalam berbagai aspek kehidupan, terutama yang terkait dengan

pengelolaan urusan kehidupan umat. Karena hal inilah yang dapat

memberikan nuansa baru bagi Madinah sendiri dan wilayah-wilayah

yang berada di sekitarnya dalam rangka terciptanya kehidupan yang

aman dan damai.Dalam rangka memperkokoh solidaritas masyarakat

yang baru saja dibentuk di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad.

Nabi Muhammad saw. kemudianmelakukan kebijakan-kebijakan

strategis yang dianggap sangat efektif bagi membangun kehidupan

sosial politik dan keagamaan sekaligus, yaitu; Membangun mesjid,

mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dengan orang-orang

Anshor dan menetapkan konstitusi. Beberapa kebijakan Nabi ini

akan dijelaskan pada topik pembinaan strategi pembangunan

Madinah.

2. Rekonstrukri MadinahSebagai Pusat Kekuasaan

Nabi Muhammad saw. memasuki Yastrib ( Madinah )

disertai dengan semangat untuk melakukan transformasi besar-

besaran meliputi berbagai aspek kehidupan. Hal utama dari

transformasi ini adalah terkait penanganan masalah sosial (social

problems) yang sudah terjadi dan berakar di tengah-tengah

kehidupan masyarakat, antaranya; masalah irihati, dengki, hasad,

dendam, egoistik, dan sebagainya. Dari aspek sosial

kemasyarakatan, di Yastrib terjadi kerusakan pada setiap

level(tingkatan)penduduk Yastrib. Pada aspek sosial ekonomi juga

terjadi kerusakan, seperti kebiasaan melakukan penimbunan pangan

dan barang-barang pokok keperluan hidup sehari-hari, mentradisinya

praktik riba yang berleluasa dan mencekik dalam transaksi pinjam

meminjam, hutang piutang, dan perdagangan. Kondisi penduduk

Yastrib juga terpecah-pecah atau terkotak-kotak, sehingga tidak

memiliki kekuatan jika sewaktu-waktu ada serangan musuh yang

Page 51: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

254

datang dari luar.80 Demikian, gambaran umum tentang kondisi

sosial masyarakat Yatsrib atau Madinah dalam berbagai aspek

kehidupan mereka sebelum Nabi Muhammad saw. bertempat tinggal

di Madinah.

Kehadiran Nabi Muhammad ke Yastrib sebenarnya

dihadapkan pada tanggung jawab berat untuk memperbaiki kondisi

masyarakat yang sudah rusak, maka tugas Nabi Muhammad dalam

menyikapi tantangan ini semua sebenarnya adalah bagaimana

menciptakan umat agarmemiliki kemampuan untuk mengemban

risalah Islam, serta bagaimana dapat melahirkan generasi yang

melupakan permusuhan, sehingga tercipta kondisi masyarakat yang

rukun, damai, aman dan sejahtera, sehingga dengan demikian akan

wujud generasi terdidik (educated) yang diwarnai dengan warnaal-

mahabbah (kasih sayang) dan al-ikha (rasa persaudaraan).

Transformasi dan reformasi yang dicanangkan Nabi Muhammad

meliputi berbagai aspek kehidupan, termasuk perubahan nama kota

Yastrib dirubah menjadi kota Madinah atau Madinatur Rasul, nama

Aus dan Khazraj ( dua Qabilah di Yastrib ) menjadi al-

Anshar.81Keberhasilan upaya transformasi ini dapat terlihat pada

karakter masyarakat muslim dan akhlak, serta perilaku mereka

dalam kehidupan sehari-hari setelah kondisinya menjadi kondusif,

akhirnya mereka hidup dengan penuh persaudaraan dan saling

menyayangi. Dari sini kemudian direalisasikan keadilan dan

persamaan hak dalam kehidupan mereka, maka berdasarkan

langkah-langkah tersebut Nabi Muhammad berhasil menciptakan

umat Islam yang unggul di Madinah.82 Berikut ini disampaikan

langkah-langkah strategis Nabi Muhammad terkait pembentukan

80. Muhammad al-Sayyid al-Wakil, al-Madinah al-Munawwarah

`Ashimah al-Islam al-Ula( Jeddah: Dar al-Mujtama, 1406 H. / 1986 M. ), r. 19 81.Perubahan nama Qabilah Aus dan Khazraj menjadi al-Anshar

bertujuan untuk terciptanya persatuan, karena menggunakan satu nama. Dengan

demikian perpecahan dan permusuhan menjadi hilang.Upaya ini pada akhirnya

berhasil. 82.Muhammad al-Sayyid al-Wakil, al-Madinah al-Munawwarah

`Ashimah al-Islam al-Ula. h. 19

Page 52: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

255

dan pembinaan masyarakat dan warga Madinah sebagai langkah-

langkah umum dan khusus,83 yaitu;

2.1. Langkah-Langkah Umum

1. al-Ikha( Persaudaraan )

Al-Ikha; artinya mempersaudarakan antara dua orang atau

komunitas, kelompok yang berbeda.Upaya ini merupakan

prinsip utama yang melandasi pembentukan masyarakat dan

warga Madinah. Nabi Muhammad saw. mempersaudarakan

antara sesama umat Islam, kaya, miskin, tua, muda,

semuanya adalah bersaudara. Langkah Nabi ini mendapatkan

justifikasi al-Qur`an padasurat al-Hujurat, ayat 10 yang

artinya; sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara,

maka damaikanlah di antara saudara-saudara kamu.84Ikatan

yang dibangun atas dasar persaudaraan (al-Ikha) ini dalam

realitas kehidupan tidak mudah putus, maka setiap individu

dalam masyarakat merasa ada ikatan dengan individu-

individu yang lain. Persaudaraan di antara sesama umat

Islam di Madinah begitu kokohnya sampai ke tingkat yang

lebih jauh sehingga terjadi saling mewarisi harta kekayaan

jika salah satu di antara mereka meninggal dunia, tetapi

setelah turun ayat mawaris barulah ada aturan yang jelas

bahwa dalam hal waris mewairis hanyalah berdasarkan alur

kerabat hubungan darah dan terdekat. Persaudaraan di antara

sesama umat Islam ini sebagai salah satu langkah strategis

dalam rangka menciptakan persatuan masyarakat Islam

seluruhnya, di mana Islam menjadi dasar acuan untuk

persatuan ini, yaitu persatuan yang didasarkan atas kesedaran

iman atau akidah. Dalam komteks ini Antony Black

menyatakan bahwa Muhammad mendakwahkan

persaudaraan spiritual plus hukum yang merangkul semua

golongan, dan realitas berbicara bahwa kendali politik

83.Yang dimaksud dengan langkah-langkah umum, ialah upaya-upaya

penataan masyarakat dalam rangka restrukturisasi pembangunan masyarakat

sebagaimana pada umumnya.Sementara langkah-langkah khusus dimaksudkan

upaya penataan masyarakat secara politis mengarah pada pembentukan kekuasaan. 84. Al-Qur`an: al-Hujurat; 10

Page 53: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

256

universal harus diraih oleh umat Islam.85Dengan demikian

seluruh umat Islam adalah bersaudara.86

2. al-Mahabbah ( Kasih Sayang )

Islam belum menganggap cukup dengan mendeklarasikan

persaudaraan di antara sesama warga Madinah yang muslim,

Nabi Muhammad juga belum rela sepenuh hati dengan

persaudaraan saja sebagai ikatan yang mengikat orang-orang

Islam, karena kadang-kadang meskipun sudah wujud

persaudaraan tetapi tetap saja sesekali terjadi permusuhan.

Oleh karena itu persaudaraan ini harus diintensifkan melalui

interaksi (`alaqah) yang kokoh.Interaksi yang intensif

menjadi faktor perekat persaudaraan yang kuat. Kasih sayang

sebagai prinsip keduamenjadi dasar yang melandasi

kokohnya persaudaraan dalam tatanankehidupan masyarakat

Madinah. Nabi Muhammad menanamkan kasih sayang

(mahabbah) ini ke dalam jiwa umat Islam, karena rasa

mahabbah lahir dari jiwa yang dalam.

Kemudian agar mahabbah ini menjadi kokoh dan

tidak mudah pudar, maka rasa mahabbah ini harus lahir dari

kesadaran atas dasar cinta dan kasih sayang karena Allah,

bukan karena faktor lain. Oleh karena itu Nabi Muhammad

bersabda dalam salah satu haditsnya yang diriwayatkan

Imam Bukhari, yang artinya; Seseorang tidak akan

merasakan manisnya iman sehingga dia dapat melahirkan

rasa mahabbah karena Allah.87Terciptanya rasa mahabbah

yang berdasarkan karena Allah adalah merupakan kekuatan

yang memperkokoh persaudaraan di antara sesama umat

Islam.Karena rasa mahabbah yang sudah tertanam dalam

jiwa secara otomatis dapat menghapus permusuhan dan

kedengkian.Akhirnya umat Islam hidup dalam kondisi yang

85. Lihat Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga

Masa Kini, h. 37 86.Muhammad al-Sayyid al-Wakil, al-Madinah al-Munawwarah

`Ashimatul al-Islam al- Ula. h. 19 - 20 87. Al-Bukhariy, Sahih Bukhariy, dalam Kitab al-Adab, Bab al-Hubbu

Fillah, ( T.tpt: Dar Ihya al-Kutub al-Arabiy, T.th. ), Juz 4, h. 56 -57

Page 54: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

257

bebas dari malapetaka permusuhan, dengki, irihati dan

sebaginya.

3. al-`Adalah( Keadilan )

Menegakkan keadilan merupakan prinsip ketiga menjadi

landasan pembentukan konstruksi masyarakat dan warga

Madinah.Adil dimaksudkan; sikap seimbang dan terhindar

dari perbuatan zalim.88 Allah mewajibkan kepada manusia

agar bersikap adil dalam setiap kondisi dan situasi, hal in

sebagaimana Allah berfirman dalam surat al-Nahal, ayat 90

yang artinya; Sesungguhnya Allah senantiasa

memerintahkan untuk berbuat adil dan baik.89 Dalam surat

al-Nisa, ayat 58 Allah juga berfirman yang artinya; . . . . dan

jika kamu memutuskan hukum di antara manusia supaya

kamu menetapkan dengan adil.90 Dalam hal ucapan atau

perkataan, Allah memerintahkan agar bersikap adil,

sebagaimana ditegaskan dalam surat al-An`am, ayat 152, . . .

.dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku

adil sekalipun kepada ahli kerabat,91 maksudnya;

mengatakan yang sebenarnya meskipun kepada orang-orang

terdekat, seperti ahli kerabat. Dalam hal tulis menulis apapun

bentuknya; Allah juga memerintahkan agar bersikap adil,

sebagaimana ditegaskan di dalam surat al-Baqarah, ayat 282,

yang artinya; . . . dan hendaklah seorang penulis di antara

kamu menulisnya dengan adil ( benar ).92 Dalam hal

mendamaikan dua orang yang sedang konflik, Allah juga

memerintahkan agar mendamaikannya dengan adil, artinya

tidak berpihak kepada seseorang karena ada imbalan jasa

yang akan diterima. Hal ini sebagaimana ditegaskan di dalam

surat al-Hujurat, ayat 9 yang artinya; . . . Jika golongan itu

telah kembali (kepada Allah), maka damaikanlah keduanya

dengan adil. Demikianlah bahwa sesungguhnya sikap adil itu

88. Muhammad al-Sayyid al-Wakil, al-Madinah al-Munawwarah

`Ashimah al-Islam al-Ula. h. 21 89. Al-Qur`an: 16; 90. 90. Al-Qur`an: 4; 58 91. Al-Qur`an: 6; 152 92. Al-Qur`an: 2; 282

Page 55: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

258

merupakan sifat yang harus melekat pada setiap umat Islam

kapan saja dan di mana saja. Umat yang komitmen dan

berpegang teguh dengan sikap adil, dengan sendirinya akan

tercipta kehidupan yang aman, baik jiwanya, hartanya, dan

kehormatannya.93Tentu tidak ada yang lebih membahagiakan

dalam kehidupan umat manusia selain keamanan atau rasa

aman, baik jiwa, harta, kehormatan, dan termasuk jabatan

atau kedudukan.

4. al-Musawa( Persamaan )

Persamaan adalah prinsip ke empat sebagai landasan

pembentukan konstruksi masyarakat dan warga

Madinah.Persamaan dimaksudkan adalah persamaan di

dalam hak dan kewajiban tanpa membedakan keturunan,

warna kulit, bangsa dan sebagainya. Dengan demikian,

dalamperspektif Islam persamaan merupakan upaya tatanan

yang menjadikan sistem kemasyarakatan ideal. Oleh

karenanya, persamaan merupakan sesuatu yang harus exist di

dalamkehidupan masyarakat. Reasoningnyaberdasarkan

akidah Islamyang biasa berlaku dalam konteks ini adalah

bahwa semua manusia adalah berasal dari satu keturunan,

yaitudari Adam ( Nabi Adam as. ). Oleh karena itu semuanya

sama dalam hak dan kewajiban dan semuanya sama di

hadapan Allah, maka dari aspek ini ( kesamaan hak dan

kewajiban ) dapat ditegaskan bahwa tidak ada keistimewaan

bagi orang-orang tertentu dari yang lainya, tidak ada

keistimewaan orang-orang Arab dari orang-orang non Arab,

tidak ada keistimewaan bagi orang-orang yang berkulit putih

dari orang-orang yang berkulit hitam atau sawo matang.94

Maka berdasarkan ajaran ( doctrin ) ini sesungguhnya

hubungan darah ( darah biru misalnya ) di dalam perspektif

Islam tidak ada. Demikian juga karena hubungan nasab tidak

menjadikan seseorang lebih istimewa walau dengan alasan

apapun, melainkan yang menjadi kriteria keistimewaan

93.Muhammad al-Sayyid al-Wakil, al-Madinah al-Munawwarah

`Ashimah al-Islam al-Ula. h. 21 94. Ibid. h. 22

Page 56: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

259

adalah ketaqwaan dan amal saleh. Kriteria inilah yang

memungkinkan setiap individu muslim berkompetisi (

bersaing ) untuk menjadikan dirinya lebih baik dari yang

lainnya. Hal ini sebagaimana ditegaskan di dalam al-Qur`an

yang artinya;

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu

dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan

menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-

suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya

orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah

ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu,

sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, lagi Maha

Mengena.l95

Dengan demikian, taqwa merupakan kriteria yang

menjadikan setiap individu untuk berkompetisi, karena

dengan kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu

memungkinkan dia melakukannya dan memperoleh hasil

yang lebih baik dan maksimal. Berlainan dengan warna kulit,

keturunan ( bangsa ), hubungan darah adalah sesuatu yang

bersifat nisbi atau subjektif, maka tidak bisa menjadi

ukuran.96 Oleh karenanya, dapat ditegaskan bahwa semua

manusia di dalam persepektif Islam adalah sama dalam

melaksanakan perintah, aturan atau undang-undang,

meninggalkan larangan, sama dalam hak dan kewajiban,

tidak ada beda antara pemimpin dan yang dipimpin, antara

majikan dan pekerja, antara lelaki dan perempuan.97 Atas

dasar ini, Islam membangun umatnya dan meletakkan

dasar-dasar peradaban yang kokoh. Persaudaraan berlaku

untuk umum, tidak dikhususkan kepada satu komunitas,

sementara komunitas yang lain tidak. Kasih sayang (

mahabbah) adalah perekat yang mengikat antara sesama

muslim di satu sisi, dan di sisi lain secara umum antara

sesama warga Madinah, yaitu antara orang-orang muslim

95. Al-Qur`an: 49; 13 96.Muhammad al-Sayyid al-Wakil, al-Madinah al-Munawwarah

`Ashimah al-Islam al-Ula. h. 22 97.Ibid.

Page 57: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

260

dengan orang-orang non muslim. Keadilan adalah asas

dalam pergaulan di antara sesama masyarakat, dan

persamaan adalah hak bagi masyarakat Islam.98Langkah-

langkah strategis sebagaimana disebutkan di atasyang

menjadi landasan dalam melakukan restukturisasi

masyarakat Madinah merupakan langkah yang efektif dan

berdampak pada lahirnya ketertiban bermasyarakat.

2.2. Langkah-langklah Khusus

Sesampainya Nabi Muhammad saw. bersama umat Islam di

Madinah setelah melakukan penghijrahan atau exodus dari Mekkah.

Nabi kemudian melakukan restrukturisasi masyarakat Madinah agar

menjadi tertata dan teratur sehingga di kemudian hari dapat

mengemban amanat dan risalah. Terkait dengan upaya

restrukturisasi masyarakat Madinah secara khusus, berikut ini

disampaikan beberapa langkah strategis sebagai berikut;

1. Pembangunan Masjid

Langkah pertama yang dilakukan Nabi Muhammad saw.

sesampainya di Madinah adalah membangun masjid. Masjid

yang pertama didirikan adalah Mesjid Quba, kemudian

disusul dengan membangun Masjid Nabi (Masjid al-

Nabawiy).99suatu pertanyaan muncul terkait dengan realitas

ini ialah; kenapa yang pertama kali dibangun masjid ?.

Karena masjid dilihat dari aspek fungsinya sangat vital, ia

memiliki fungsi ganda atau multy function, yaitu (a). Fungsi

keagamaan; ialah sebagai sarana berkumpulnya masyarakat

muslim dalam rangka melakukan ibadah shalat dan tempat

belajar ilmu-ilmu agama. (b). Fungsi politis; yaitu mesjid

pada saat itu berfungsi juga sebagai pusat aktivitas

kemasyarakatan ( as aCentre for social activities ). Yaitu

sebagai tempat pertemuan-pertemuan komunitas muslim

dalam rangka melahirkan upaya-upaya memupuk rasa

98. Ibid. 99. Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah. Juz 2, h. 520 -522

Page 58: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

261

persaudaraan, toleransi dan persatuan. Ini karena mesjid pada

waktu itu merupakan tempat yang paling efektif untuk tujuan

tersebut, selain sebagai sarana untuk beribadah, diskusi

masalah-masalah keagamaan, juga menjadi tempat

pertemuan-pertemuan musyawarahtentang masalah-masalah

yang terkait dengan kehidupan masayarakat Madinah, baik

yang berkenaan dengan masalah internal sesama umat Islam

sendiri ataupun secara eksternal menyangkut hubungan

antara komunitas muslim dengan komunitas-komunitas non

muslim.100Berdasarkan fakta ini dapat ditegaskan bahwa

masjid pada permulaan Islam fungsinya sangat vital sebagai

sarana untuk mewujudkan rencana besar. Oleh karenanya

mesjid pada waktu itu dalam persepektif politik meskipun

secara keagamaan sebagai sarana tempat beribadah pada satu

sisi dan pada sisi lain ternyata sebagai sarana untuk

merencanakan orientasi-orientasi politis. Shalat di mesjid

dilakukan secara berjamaah, secara otomatis umat Islam

bertemu pada permulaan hari dalam shalat berjamaah di

belakang seorang imam, mengarah ke arah Qiblat yang satu,

dipersartukan oleh tempat yang satu, semuanya dilakukan

lima kali dalam sehari semalam.

Dengan demikian, shalat berjamaah di masjid

merupakan salah satu aktivitas yang paling efektif dalam

rangka mempersatukan umat, memperkuat tali ikatan sesama

umat Islam. Selain dari itu mesjid bukan saja sebagai sarana

tempat ibadah, tetapi juga masjid dijadikan oleh Nabi

Muhammad sebagai tempat semacamDar al-Nadwah( balai

pertemuan ) untuk membicarakan hal-hal penting yang

menyangkut kemaslahatan umat, kemudian umat Islam

bermusyawarah. Masjid juga berfungsi sebagai tempat untuk

melakukan pengangkatan atau pelantikan panglima perang.

Mesjid juga dijadikan tempat memutuskan hukum dalam

persengketaan. Masjid juga menjadi tempat menerima

utusan atau duta yang diutus oleh pemerintah luar negeri,

100.Muhammad al-Sayyid al-Wakil, al-Madinah al-Munawwarah

`Ashimah al-Islam al-Ula. h. 27 - 28

Page 59: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

262

antaranya Kerajaan Persia, Raja Najjasi di Habsah (Ethofia)

untuk bertemu Nabi Muhammad saw. sebagai penguasa

Madinah dari satu sisi.101 Berdasarkan penjelasan di atas

dapat dikatakan bahwa masjid yang dibangun Nabi

Muhammad bukan saja sebagai tempat pelaksanaan aktivitas

keagamaan, tetapi juga sekaligus sebagai tempat untuk

merumuskan program-program yang berkaitan dengan

masalah-masalah kehidupan sosial masyarakat, karena itu

dapat dikatakan bahwa pembangunan aspek keagamaan

melalui pendekatan pembangunan masjid yang digerakkan

Nabi Muhammad merupakan langkah strategis dan

efektif.102Dengan demikian, pembangunan masjid pada saat

itu menjadi pondasi bagi pembangunan masayarakat

Madinah secara keseluruhan.

2.Mempersaudarakan Komunitas Muhajirin Dengan Anshar

Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa setelah peristiwa

penghijrahan umat Islam dari Mekah ke Madinah, Nabi

Mauhammad saw. kemudian melakukan restrukturisasi dan

pembentukan masyarakat Madinah. Tujuan dari upaya ini

adalah wujudnya persatuan, dan adanya perlindungan

terhadap umat Islam karena jumlahnya yang masih relatif

kecil, di samping bertujuan memperkuat kehadiran Islam di

bumi Madinah, serta menyebarkannya ( berdakwah ) ke

wilayah-wilayah yang berada di sekitarnya.103 Maka langkah

strategis selanjutnya adalah bagaimana menanggung

kebutuhan orang-orang Muhajirin yang barangkali sebagian

mereka ada yang baru mmenginjak kaki ke daerah yang baru

dan belum ada pendapatan untuk menutupi kebutuhan sehari-

hari. Hal ini sebagairasa tanggung jawab Nabi kepada

101. Ibid. h. 27 - 28 102. Ibid. h. 28 103. Ibid. h. 54

Page 60: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

263

mereka, karena Nabi sebagai seorang pemimpin harus

mencarikan solusi terhadap masalah yang mereka hadapi.

Kemudian Nabi menyampaikan solusi terbaik dan

menawarkan kepada orang-orang Aus dan Khazraj, karena

Nabi yakin bahwa mereka memiliki hati nurani dan niat baik.

Nabi kemudian meminta kepada orang-orang Aus dan

Khazraj untuk memberikan sebagian apa yang diperlukan

orang-orang Muhajirin. Permintaan Nabi kemudian direspon

dengan baik oleh orang-orang Aus dan Khazraj dan

kemudian mereka merealisasikan janjinya, yaitu memberikan

sebagian harta kepada orang-orang Muhajirin, bahkan orang-

orang Aus dan Khazraj memberikan kesempatan kepada

orang-orang Muhajirin untuk bekerja, berdagang dan

menjalankan bisnis mereka.104

Ketika orang-orang Anshar sudah benar-benar memberikan

apa yang diperlukan orang-orang Muhajirin, maka kemudian

Nabimengubah nama Aus dan Khazraj; dua qabilah di Madinah

yang sudah masuk Islam dengan sebutan orang-orang Anshar ( al-

Anshar ). Anshar merupakan kata jamak atau plural yang artinya

orang-orang yang memberikan bantuan atau pertolongan, karena

orang-orang Aus dan Khazraj telah memberikan bantuan mengenai

apa-apa yang diperlukan orang-orang Muhajirin untuk

mempertahankan hidup mereka di daerah Madinah.105Dan ketika

Nabi Muhammad saw. menyaksikan bahwa hubungan yang

berdasarkan keturunan darah telah gagal menjadi perekat antara

sesama suku di Madinah sebagaimana yang terjadi sebelum

kedatangan umat Islam, maka Nabi Muhammad kemudian

mengganti hubungan yang berdasarkan keturunan itu dengan

hubungan yang berdasarkan akidah dan iman. Dalam konteks ini

Antony Black cukup tajam melihat fakta sejarah awal Islam dan dia

menegaskan bahwa apa yang terjadi pada saat itu adalah sesuatu

yang bersifat spiritual sekaligus politis, atau dalam bahasa lain; Iman

104. Lihat, Ahmad Ibrahim al-Syarif, Makkah wa al-Madinah Fiy al-

`Ashri al-Jahiliy wa al-Rasul, ( T.tpt.: Dar al-fikr al-`arabiy, T.th. ) h. 292 105.Muhammad al-Sayyid al-Wakil, al-Madinah al-Munawwarah

`Ashimah al-Islam al-Ula. h. 29

Page 61: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

264

dengan kekuasaan politik.106 Setelah itu Nabi mengadakan

perdamaian atauislah antara suku Aus dan Khazraj, serta berusaha

menghilangkan faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya

konflik.107

Implikasi dari langkah strategis ini adalah masyarakat

Madinah, terutama orang-orang Anshar terhindar dari sikap

panatisme golongan, ashabiyah atau primordialisme.dan secara

otomatis menjadikan suku Aus dan Khazraj berada di bawah nama

hubungan yang berdasarkan akidah, dan ini jelas memiliki tujuan

atauhadaf mulia, yaitu lahirnya dukungan mereka terhadap prinsip-

prinsip ajaran Islam. Langkah kongrit ke arah ini Nabi Muhammad

saw. mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dengan orang-orang

Anshar. Nabi melakukan acara persaudaraan ini di Masjid Nabawiy,

agar persaudaraan ini menjadi persaudaraan karena Allah, bukan

karenayang lain-lain, dan oleh karena pelaksanaan acara

persaudaraan ini di Mesjid Nabawiy yang suci paling tidak Masjid

Nabi menjadi saksinya. Ketika pelaksanaan acara

mempersaudarakan komunitas muslim Madinah, yaitu orang-orang

Muhajirin dan orang-orang Anshar di Masjid Nabawiy, Nabi

mencohtohkan sendiri dengan mengulurkan tangannya dan

kemudian memegang tangan Ali bin Abi Thalib sambil berkata; Ini

saudaraku.108Dengan cara seperti ini setiap individu masyarakat

muslim ikut mencontohi apa yang dilakukan Nabi sehingga

kemudian terjalin ikatan yang kokoh antara satu dengan yang

lainnya,109 dan oleh karena persaudaraan yang digagas Nabi itu

dimaksudkan agar tidak dianggap ringan, maka persaudaraan tidak

mudah pudar.110 Persaudaraan ini ternyata kemudian berdampak

106. Lihat, Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi

Hingga Masa Kini, h. 36 107. Ibid. h. 387 108. Lihat Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah. Juz 2, h. 531 - 534 109.Pertalian persahabatan dan persaudaraan ini sampai ke tingkat di mana

di antara mereka saling mewarisi harta kekayaan jika salah satunya meninggal dunia.Namun kondisi ini tidak berlangsung lama, karena sistem waris mewarisi

kemudian ditentukan berdsasarkan hubungan kerabat yang sebenarnya. Lihat,

Ahmad Ibrahim al-Syarif, Makkah wa al-Madinah Fiy al-`ashri al-Jahiliyah wa

`Ahd al-Rasul. h. 387 110. Ibid. h. 30

Page 62: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

265

positif terhadap proses penyatuan umat Islam, karena salah satu

tujuan dari persaudaraan ini ialah terealisasinya ikatan yang kokoh

dalam kehidupan masyarakat Madinah. Dan ternyata persaudaraan

ini telah berhasil dan terealisasikan sepenuhnya.

Maka berdasarkan penjelasan di atas tentang upaya persatuan

yang digagas Nabiadalah persatuan yang didasarkan pada akhlak

atau moral, bukan atas dasar kepentingan sesaat yang berujung pada

pragmatisme kalkulasi untung rugi, karena tujuan Nabi Muhammad

dalam upaya mempersaudarakan ini adalah mengubah konfederasi

kesukuan menjadi sebuah masyarakat baru yang diorientasikan oleh

ajarannya tentang akhlak.111Dengan terciptanya persatuan ini akan

berimplikasi lahirnya suasana kondusif yang diwarnai dengan sikap

saling pengertian, toleransi, saling menghargai dan saling

mengasihani antara sesama umat muslim. Pencapaian ini seperti

ditegaskan Antony Black, dibangun atas dasar agama dan gagasan-

gagasan baru yang menggabungkan iman dengan kekuasaan

politik.112

3.Menetapkan Piagam Madinah

Tidak lama setelah Nabi bertempat tinggal di Madinah, dan

menurut Munawir Sjadzali,113 belum cukup dua tahun dari

kedatangan Nabi di kota ini, beliau mempermaklumkan suatu

Piagam yang bertujuan untuk mengatur kehidupan dan hubungan

antar komunitas-komunitas yang merupakan komponen masyarakat

Madinah. Penduduk Madinah ketika Nabi Muhammad saw. sampai

di kota ini dilihat dari aspek sosio-keagamaan dan struktur

masyarakatnya menunjukkan adanya masyarakat yang plural

(majmuk ) atau multy etnic, yaitu;

a. Komunitas muslim; terdiri dari orang-orang yang

beragama Islam, yaitu orang-orang Muhajirin dan

Anshar.

111. Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga

Masa Kini, h. 37 112. Ibid. h. 35 113. Lihat, Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara; Ajaran, Sejarah

dan Pemikiran ( Jakarta: UI-Press, 1993 ), h.10

Page 63: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

266

b. Komunitas Yahudi; yaitu orang-orang yang beragama

Yahudi yang terdiri dari Bani ( suku ) Nadhir, Bani

Quraidhah, Bani Qiniqa dan lain-lain.

c. Orang-orang munafik.

d. Orang-orang penyembah berhala ( Paganis ).114

e. Orang-orang yang beragama Kristiani.

Di tengah-tengah kemajmukan masyarakat Madinah ini,

Nabi Muhammad membangun struktur kehidupan yang meliputi

semua elemen masyarakat yang berbeda-beda dari segi agama, etnik

atau keturunan, dan adat budaya. Ketika Nabi berhasil meletakkan

dasar-dasar kehidupan bermasyarakat sebagaimana tertuang di

dalam Piagam Madinah, maka itu artinya sebuah keberhasilan dalam

rangka proses persatuan umat.115 Langkah strategi ke arah ini, Nabi

Muhammad meletakkan Piagam sebagai dasar persatuan kehidupan

bagi seluruh komponen masyarakat Madinah tanpa membeda-

bedakan keturunan, bangsa dan agama. Berikut ini disampaikan

Piagam Madinah atau Dustur Madinah sebagai berikut;

Piagam Madinah116

Bismillahirrahmannirrahim

1. Ini adalah Piagam (Kitab / Shahifah) dari Muhammad yang

berkedudukan sebagai Nabi dan Rasul di antara orang-orang

mukmin dan muslim dari keturunan Quraisy dan penduduk

Yastrib ( Madinah ), serta para pengikut mereka dan berjuang

dengan mereka.

2. Mereka semua adalah satu umat, lain dari pada yang lain ( dalam

identitas dan karakternya ).

114. Lihat, Muhammad al-`Aid al-Khathrawiy, al-Madinah Fiy Shadr al-

Islam, al-Hayat al-Ijtima iyyah wa al-Siyasiyah wa al-Tsaqafiyah ( Qahirah: Dar

al-Fikr al-Arabiy, 1977 ), h. 18 - 35 115. Muhammad Jamaluddin Surur, Qiyam al-Daulah al-Arabiyah al-

Islamiyah Fiy Hayati Muhammad saw. ( Qahirah: Dar al-Fikr al-Arabiy, 1977 ), h.

95 116. Teks naskah dalam bahasa Arab bisa dillihat pada al-Sirah al-

Nabawiyah karya Ibnu Hisyam, Juz 2, h. 527 - 528

Page 64: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

267

3. Orang-orang Muhajirin dari keturunan Quraisy yang tetap

komitmen dengan akidah Islam, mereka harus saling bantu

membantu untuk membayar denda yang perlu dibayar dengan

cara yang baik dan adil antara sesama mereka ( orang-orang

mukmin ).

4. Orang-orang keturunan suku Auf, yang tetap komitmen dengan

prinsip akidah Islam harus saling bantu membantu untuk

membayar denda. Setiap golongan harus membayar denda

dengan cara yang baik dan adil antara mereka.

5. Orang-orang suku al-Harits dari keturunan Khazraj yang tetap

komitmen dengan prinsip akidah Islam harus saling bantu

membantu membayar denda dengan cara yang baik dan adil bagi

tebusan pembebasan warganya yang tertawan.

6. Orang-orang keturunan suku Saidah yang tetap komitmen

dengan prinsip akidah Islam, mereka harus saling bantu

membantu membayar denda mereka. Setiap golongan membayar

denda dengan cara yang baik dan adil bagi pembebasan

warganya yang tertawan.

7. Orang-orang keturunan Jusyam yang tetap komitmen dengan

prinsip akidah Islam, mereka harus bantu membantu membayar

denda mereka. Setiap golongan membayar denda dengan cara

yang baik dan adil untuk pembebasan warganya yang tertawan.

8. Orang-orang keturunan suku al-Najjar yang tetap komitmen

dengan prinsip akidah Islam, mereka harus bahu membahu

membayar denda mereka. Setiap golongan membayar denda

dengan cara yang baik dan adil untuk pembebasan warganya

yang tertawan.

9. Orang-orang suku Amr bin `Auf yang tetap komitmen dengan

akidah Islam, mereka harus bahu membahu membayar denda

mereka. Setiap golongan harus membayar denda dengan cara

yang baik dan adil untuk pembebasan warganya yang tertawan.

10. Orang-orang suku al-Nabit yang tetap komitmen dengan prinsip

akidah Islam, mereka harus bantu membantu untuk membayar

denda mereka. Setiap golongan harus membayar denda dengan

cara yang baik dan adil untuk pembebasan warganya yang

tertawan.

11. Orang-orang suku al-Aus yang tetap komitmen dengan akidah

Islam, mereka harus bahu membahu untuk membayar denda

Page 65: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

268

dengan cara yang baik dan adil bagi pembebasan warganya

yang tertawan.

12. (a).Orang-orang muslim tidak boleh membiarkan seorang

muslim yang lain dibebani dengan menanggung hutang

berat, mereka harus memberi bantuan dengan cara yang

baik untuk keperluan membayar tebusan atau denda.

(b). Seorang mukmin tidak akan bertindak kurang ajar terhadap

hamba sahaya mukmin.

13. Sesungguhnya orang-orang mukmin yang bertaqwa mempunyai

wewenang / otoritas untuk mengambil tindakan terhadap orang

mukmin yang lain, yang menyimpang dari kebenaran atau

berusaha menyebarkan kezaliman, dosa, permusuhan atau

kerusakan di kalangan sesama mukmin. Orang-orang mukmin

berwenang untuk bertindak terhadap yang bersangkutan

meskipunia anak sendiri.

14. Orang mukmin tidak diperbolehkan membunuh orang lain untuk

kepentingan orang kafir, dan tidak diperbolehkan pula menolong

orang kafir dengan merugikan orang mukmin.

15.Sesungguhnya jaminan (perlindungan) Allah hanya satu, Allah

berada dipihak nereka yang lemah dalam menghadapi yang kuat,

orang-orang mukmin ( dalam pergaulannya dengan pihak lain )

adalah pelindung bagi yang lain.

16.Orang-orang Yahudi yang mengikuti kita ( memeluk agama

Islam ) akan memperoleh bantuan dan hak persamaan serta akan

terhindar dari perlakuan zalim dan perbuatan makar yang

merugikan.

17.Perdamaian bagi orang-orang mukmin hanya satu, seorang

mukmin tidak akan mengadakan perdamaian dengan pihak lain

dalam menegakan agama Allah, kecuali atas dasar persamaan

dan keadilan.

18. Keikut sertaan wanita dengan kita (umat Islam) dalam berperang

dilakukan secara bergiliran.

19.Orang-orang mukmin dalam rangka menegakan agama Allah,

menjadi pelindung bagi mukmin yang lain di saat menghadapi

hal-hal yang mengancam keselamatan jiwanya.

20. (a). Orang-orang mukmin dan bertaqwa berada dalam hidayah

(petunjuk) yang paling baik dan benar.

Page 66: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

269

(b). Seorang musyrik tidak diperbolehkan melindumngi harta

dan jiwa orang Quraisy dan tidak diperbolehkan berbuat

sesuatu yang merugikian orang mukmin.

21. Seorang yang nyata berdasarkan bukti-bukti yang jelas

membunuh seorang mukmin, wajib diqisas (hukuman yang

setimpal sesuai yang dilakukan). Kecuali jika wali (kerabat)

terbunuh memaafkannya, dan semua orang-orang mukmin

bersetuju, maka mereka tidak diperbolehkan mengambil

keputusan kecuali dengan mempertimbangkan pendapatnya.

22. Setiap muslim yang telah mengakui ketentuan yang termaktub di

dalam naskah ( Piagam ) ini dan ia beriman kepada Allah dan

hari akhirat, maka tidak diperkenankan membela atau

melindungi pelaku kejahatan (tindak pidana), dan siapa saja

yang membela dan melindungi orang tersebut, maka akan

mendapat laknat dan murka Allah di hari akhirat. Mereka tidak

akan mendapat pertolongan dan tebusannya tidak dianngap (

tidak sah ).

23. Jika kamu sekalian berbeda pendapat dalam sesuatu masalah,

maka hendaknya kembali kepada Allah dan Muhammad saw.(

al-Qur`an dan Sunnah Nabi ).

24. Orang-orang Yahudi (harus) bekerja sama dengan orang-orang

mukmin dalam menanggungpembiyaan di kala mereka

melakukan perang bersama.

25. Orang-orang Yahudi etnik `Auf adalah satu umat bersama

orang-orang mukmin. Orang-orang Yahudi tetap pada agama

mereka dan orang-orang Islam tetap berpegang pada agama

mereka (agama Islam). Demikian pula halnya dengan para

sekutu mereka masing-masing, kecuali jika mereka melakukan

kezaliman dan dosa, maka akibatnya ditanggung oleh diri dan

warganya sendiri.

26. Orang-orang Yahudi suku al-Najjar berlaku ketentuan

sebagimana yang berlaku kepada orang-orang Yahudi suku

`Auf.

27. Orang-orang Yahudi suku al-Harits berlaku ketentuan

sebagaimana yang berlaku kepada orang-orang Yahudi suku

`Auf.

Page 67: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

270

28. Orang-orang Yahudi suku Sa`idah berlaku ketentuan

sebagaimana yang berlaku kepada orang-orang Yahudi suku

`Auf.

29.Orang-orang Yahudi suku Jusyam berlaku ketentuan

sebagaimana yang berlaku kepada orang-orang Yahudi suku

`Auf.

30. Orang-orang Yahudi suku Tha`labah berlaku ketentuan

sebagaimana yang berlaku kepada orang-orang Yahudi suku

`auf, kecuali jika mereka melakukan kezaliman dan dosa,

maka akibatnya ditanggung oleh diri dan warganya sendiri.

31. Orang-orang Yahudi suku al-Aus berlaku ketentuan

sebagaimana yang berlaku kepada orang-orang Yahudi suku

`Auf.

32. Warga Jafnah merupakan bagian dari suku Yahudi Tha`labah,

berlaku ketentuan sebagaimana yang berlaku kepada suku

Tha`labah.

33. Orang-orang suku Syuthaibah berlaku ketentuan sebagaimana

yang berlaku kepada orang-orang Yahudi suku `Auf. Dan

sesungguhnya hal yang baik itu berbeda dengan perbuatan

dosa.

34. Para hamba sahaya suku Tha`labah tidak berbeda dengan suku

Tha`labah itu sendiri.

35. Kelompok-kelompok keturunan Yahudi tidak berbeda dengan

orang-orang Yahudi itu sendiri.

36. a.Tidak dibenarkan seseorang menyatakan keluar dari

kelompoknya kecuali ada izin dari Muhammad saw.

b.Tidak diperbolehkan melukai ( membalas ) orang lain yang

melebihi kadar perbuatan jahat yang telah diperbuatnya.

Siapa saja yang membunuh orang lain sama dengan

membunuh diri dan keluarganya sendiri, kecuali jika orang

itu melakukan kezaliman. Sesungguhnya Allah

memperhatikan ketentuan yang paling baik dalam hal ini.

37. Orang-orang Yahudi dan orang-orang Islam membiayai pihaknya

masing-masing. Kedua belah pihak akan membela yang lainnya

dalam menghadapi pihak yang memerangi kelompok-

kelompok masyarakat yang menyetujui naskah konstitusi (

Piagam ) ini. Kedua belah pihak juga saling memberikan saran

dan nasehat dalam kebaikan, bukan perbuatan dosa.

Page 68: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

271

38. Seseorang tidak dipandang berdosa karena dosa sekutunya. Dan

orang teraniaya akan mendapatkan pembelaan.

39.Orang-orang Yahudi bersama-sama dengan orang-orang Islam

saling menanggung pembiayaan ketika dalam situasi perang.

40. Daerah-daerah Yastrib ( Madinah ) adalah tanah terhormat (

haram ) bagi orang-orang yang menyetujui naskah konstitusi

(Piagam) ini.117

41. Tetangga itu seperti halnya diri sendiri, selama tidak

membahayakan ( merugikan ) dan tidak berbuat dosa.

42. Suatu kehormatan tidak dilindungi, kecuali atas izin orang yang

berhak atas kehormatan itu118.

43. Suatu peristiwa atau konflik yang terjadi antara pihak-pihak

yang menyetujui naskah Piagam (al-Shahifah) ini dan

dikhawatirkan membahayakan kehidupan bersama harus

diselesaikan dengan merujuk kepada Allah dan Muhammad

rasulullah saw. ( Al-Qur`an dan sunnah Nabi ). Allah akan

memperhatikan isi naskah Piagam yang dapat memberikan

perlindungan dan kebijakan.

44.Dalam hubungan ini warga yang berasal dari etnik Quraisy dan

warga lain yang mendukungnya tidak akan mendapat

pembelaan.

45.Semua warga saling bahu membahu dalam menghadapi pihak-

pihak yang melancarkan serangan terhadap Yastrib (Madinah).

46. Jika mereka ( penyerang ) mau diajak untuk berdamai dan

mereka memenuhi ajakan itu serta melaksanakan perdamaian,

maka perdamaian tersebut dianggap sah. Jika mereka

mengajak berdamai, maka komunitas muslim wajib memenuhi

ajakan serta melaksanakan perdamaian tersebut. Setiap orang

117.Dalam menentukan tanah haram Madinah, Nabi Muhammad

mengeluarkan perintah kepada salah seorang sahabat untuk membangun batas-

batas tanah haram Madinah dengan tembok yang merentang dari sebelah Timur ke

Barat. Dari sebelah Selatan dengan batas Gunung Thur, dan dari sebelah Utara

dengan batas Gunung Iir dan Wadi al-Aqiq ( Jurang al-Aqiq ) berada dalam tanah

haram. Lihat. Muhammad Hamidullah: Majmu`ah al-Watha iq al-Siyasiyah Li al-`Ahd al-Nabawiy wa al-Khilafah al-Rasyidah ( Beirut: T.pt.; 1969 ), h. 441 - 442

118. Muhammad Hamidullah mengartikan poin (42) dengan haramnya

bertetangga atau tidak diperbolehkan bertetangga dengan seseorang, kecuali atas

izinnya. Lihat, Muhammad Hamidullah, Majmu`ah al-Watha iq al-Siyasiyah. h.

442

Page 69: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

272

wajib melaksanakan ( kewajiban ) masing-masing sesuai

dengan fungsi dan tugasnya.

47. Orang-orang Yahudi suku Aus sekutu ( hamba sahaya) dan

dirinya masing-masing memiliki hak sebagaimana kelompok-

kelompok lainnya yang terikat dengan perjanjian ini (

sebagaimana tertuang di dalam Piagam ini ) untuk

mendapatkan perlakuan yang baik sesuai dengan yang

semestinya dari kelompok-kelompok tersebut. Sesungguhnya

kebaikan itu berbeda dengan perbuatan dosa.Setiap orang

harus bertanggung jawab atas setiap perbuatan yang

dilakukannya, dan sesungguhnya Allah menyetujui isi Piagam

yang paling murni dan paling baik.

48. Sesungguhnya Piagam ini tidak dapat mencegah atau

menghalang,selain terhadap orang-orang yang berbuat aniaya

dan dosa (penghianat). Dan sesungguhnya setiap orang dijamin

keamanannya, baik orang yang sedang berada di Madinah

maupun yang sedang berada di luar Madinah, kecuali orang

yang berbuat aniaya dan dosa. Allah pelindung bagi orang-

orang yang berbuat kebaikan dan taqwa.119

Muhammad Rasulullah saw.

Para sarjana muslim dan non muslim banyak yang menyebut

naskah politik ini dengan berbagai nama. Ibnu Hisyam

menyebutnyaal-Shahifah.120Muhammad al-`Aid al-Khathrawiy

menyebutnyaal-Dustur al-Madaniy.121Muhammad al-Sayyid al-

Wakil menyebutnyaal-Mu`ahad.122C.W. Montgomery Watt

119. Salinan teks Piagam Madinah ke dalam bahasa Indonesia hampir

seluruhnya mengikuti terjemahan Munawwir Sjadzali, dalam Islam dan Tata

Negara. h. 10 – 15. 120. Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyah, Juz 2, h. 527 – 531. 121. Muhammad al-`Aid al-Khathrawiy, al-Madinah Fiy Shadr al-Islam,

al-Hayat al-Ijtima iyah wa al-Siyasiyah wa al-Tsaqafiyah, h. 58 122. Muhammad al-Sayyid al-Wakil, al-Madinah al-Munawwarah

`Ashimah al-Islam al-Ula, h. 31 - 33

Page 70: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

273

menyebutnyaThe Constitusion of Madina.123R.A Nicholson

menyebutnyaThe Charter.124 Majid Khadduri menyebutnya The

Treaty.125Philip K. Hitti menyebutnyaThe Agreement.126Zainal

Abidin Ahmad menyebutnyaPiagam.127

Piagam Madinah ini, sebagaimana dijelaskan di atas digagas

oleh Nabi Muhammad saw.sebelum cukup dua tahun

kedatangannya di Madinah. Kemudian dalam rangka memberikan

tanggapan terhadap Piagam ini terkait kedudukannya sebagaia

perangkat atau aturan bagi kehidupan masyarakat Madinah untuk

tujuan kedamaian dan ketentraman hidup sehingga tercipta persatuan

dan kesatuan umat.Dalam konteks ini, Munawir Sjadzali

menyatakan; banyak para ahli ilmu politik Islam berpendapat bahwa

Piagam Madinah ini adalah konstitusi atau undang-undang dasar

bagi negara Islam pertama yang didirikan Nabi Muhammad di

Madinah.Maka atas dasar ini, Munawir Sjadzali selanjutnya

menegaskan bahwa telaah yang seksama atas Piagam ini menjadi

sangat penting dalam rangka kajian ulang tentang hubungan antara

Islam dan ketata negaraan dalam Islam.128

4. Prinsip-Prinsip Piagam Madinah

Piagam ini merupakan naskah politik yang kedudukanya

sebagai Dustur atau Konstitusi. Piagam ini memiliki tiga bagian dan

empat puluh tujuh atau empat puluh delapan poin ( bundan ).129

Tiga bagian itu ialah;

Pertama; Aturan-aturan yang mengatur secara khusus terkait orang-

orang Islam Muhajirin dan Anshar,

123. C.W. Montgomery Watt, Muhammad at Medina ( London: Oxford

University Press, 1972 ), h. 93 124. R.A. Nicholson, 1969, h. 173 125. Majid Khadduri, War and Peace in The Law of Islam ( Baltimor: The

Jonh Hopkins Press, 1955 ), h. 4 126. Philip K. Hitti, 1973, h. 35 127. Zainal Abidin Ahmad, 1973 128. Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara. h. 10 129.Lihat, Muhammad al-`Aid al-Khathrawiy, al-Madinah Fiy Shadr al-

Islam. h. 59

Page 71: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

274

Kedua; Aturan-aturan yang mengatur secara khusus terkait orang-

orang Yahudi yang terdiri dari berbagai etnik,

Ketiga; Aturan-aturan yang diberlakukan secara umum meliputi

seluruh warga Madinah.130

Beberapa ketentuan di dalam Piagam ini antaranya; Semua

orang Islam dengan berbagai perbedaannya, baik dari aspek

kecendrungan dan suku adalah satu umat ( bangsa). Di dalam

Piagam ini terdapat adanya toleransi dan saling pengertian antara

sesama umat beragama yang berbeda, yaitu adanya pengakuan

terhadap kebebasan beragama dan keyakinan bagi orang-orang

Yahudi. Dari aspek tanggung jawab terhadap warga Madinah dalam

hal menjaga stabilitas dan ketentraman warga, maka seluruh

penduduk Madinah tanpa terkecuali diwajibkan mempertahankan

Madinah dari segala bentuk ancaman musuh. Dalam rangka

terciptanya persatuan dan solidaritas bagi seluruh warga Madinah,

maka Piagam ini menetapkan bahwa setiap individu dari penduduk

Madinah memiliki ikatan dan tanggung jawab bersama terhadap

yang lainnya. Sebagai bukti adanya sikap inklusivitas umat Islam,

Piagam ini memberi kesempatan kepada orang-orang Yahudi untuk

memeluk agama Islam. Dalam rangka memupuk solidaritas dan

tanggung jawab bersama bagi semuapenduduk Madinah, maka

ketika sewaktu-waktu terjadi kondisi darurat, di mana Madinah

dinyatakan dalam keadaan bahaya ( perang ), Piagam ini

menetapkan bahwa pembiayaan perang ditanggung bersama oleh

seluruh penduduk Madinah.131

Senada dengan di atas, Munawir Sjadzali dalam analisisnya

menyatakan bahwa landasan-landasan dasar yang telah diletakkan

melalui Piagam Madinah bagi kehidupan bernegara untuk

masyarakat majemuk adalah semua penduduk Islam, meskipun

berasal dari banyak suku tetapi merupakan satu komunitas.

Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dengan anggota

komunitas-komunitas lainnya didasarkan atas prinsip-prinsip; a).

130. Lihat, Muhammad al-`Aid al-Khathrawiy, al-Madinah Fiy Shadr al-

Islam, h. 58 131. Ibid. h. 59 - 60

Page 72: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

275

Bertetangga baik.b). Saling membantu dalam menghadapi musuh

bersama. c). Membela mereka yang teraniaya. d). Saling menasihati,

dan e). Menghormati kebebasan beragama.132

Prinsip-prinsip utama yang terkandung di dalam Piagam

Madinah dapat disampaikan sebagai berikut;

1. Piagam atau Konstitusi Madinah telah menetapkan hubungan

antara sesama komunitas muslim berdasarkan akidah Islam

sebagai pengganti dari hubungan yang sebelumnya berdasarkan

keturunan atau qabilah. Oleh karenanya Piagam Madinah telah

menjadikan umat Islam sebagai satu umat yang diikat dengan

ikatan keimanan. Ikatan ini melahirkan sikap komitmen

terhadap aturan-aturan yang disampaikan Nabi Muhammad saw.

2. Piagam Madinah tidak membatasi warga ( penduduk ) Madinah

hanya komunitas muslim saja, tetapi meliputi seluruh elemen

masyarakat, termasuk etnik Yahudi. Oleh karena itu dari segi

sosial keagamaan Piagam Madinah mengakui perbedaan

keyakinan dan agama, maka Piagam Madinah mengakui

kehidupan masyarakat yang plural atau majemuk.

3. Piagam Madinah secara konstitusional telah menetapkan Nabi

Muhammad sebagai kepala negara ( rais al-daulah ). Hal ini

sebagaimana ditegaskan di dalam teks Piagam jika dalam situasi

apapun terjadi perbedaan pendapat tentang suatu masalah,

maka harus diputuskan berdasarkan ketentuan Allah (al-

Qur`an) dan Muhammad saw. Dan jika terjadi konflik di antara

elemen masyarakat yang mengakibatkan terjadinya kehancuran,

maka harus merujuk kepada Allah dan Muhammad saw. Dalam

konteks ini terdapat dua pernyataan yang berbeda. Pertama; Jika

terjadi perbedaan pendapat di anatara penduduk yang mematuhi

ketentuan-ketentuan Piagam Madinah ini, tidak serta merta

dilaporkan kepada Nabi, kecuali jika menimbulkan fitnah di

antara sesama penduduk. Sementara pernyataan kedua; yaitu

adanya perbedaan apapun bentuknya supaya dirujuk kepada

132. Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 15 - 16

Page 73: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

276

Allah dan Nabi, agar Nabi memberikan keputusan. Secara

konstitusional hal ini memberi pengertian bahwa Nabi

Muhammad saw. memiliki otoritas untuk mengeluarkan

keputusan, kebijakan atau perintah terkait hal-hal yang

menyangkut kepentingan orang banyak. Keputusan yang

dikeluarkan Nabi adalah keputusan yang bermuatan hukum yang

bersifat mengikat dan harus dipatuhi oleh seluruh warga

Madinah tanpa melihat perbedaan status sosial, etnik dan

penganut agama apapun.

4. Prinsip keadilan dan persamaan. Kedua prinsip ini banyak

ditegaskan di dalam al-Qur`an dan Hadits-hadits Nabi. Dalam

beberapa ayat al-Qur`an yang berkaitan dengan prinsip keadilan,

antaranya ditegaskan di dalam surat al-Nahl, ayat 90 yang

artinya sebagai berikut;

Sesungguhnya Allah memerintahkan (kamu) berlaku adil dan

berbuat kebajikan.133

Di dalam surat al-Nisa Allah menegaskan yang artinya;

Sesungguhnya Allah memerintah (kamu) menyampaikan

amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila

menetapkan hukum di antara orang-orang hendaknya kamu

menetapkan (memutuskan) dengan adil . . . . .134

Implementasi keadilan yang diwajibkan al-Qur`an dan Hadist-

hadist Nabi. bukan saja terkait masalah keadilan dalam putusan

hukum,terkait adil dalam tindakan pidana, tetapi juga adil dalam

ucapan.135Prinsip persamaan ternyata merupakan prinsip yang

paling penting dalam penyusunan konstitusi di era modern dan

kontemporer. Prinsip persamaan dimaksudkan bahwa setiap

individu dalam masyarakat adalah sama di dalam menunaikan

hak-hak asasi, kebebasan, tanggung jawab dan kewajiban. Oleh

karenanya tidak ada perbedaan antara individu di dalam

masyarakat hanya karena perbedaan status sosial, keturunan,

133. Al-Qur`an, 16: 90. 134. Al-Qur`an, 4: 58 135. Muhammad Salim al-awwa, Fiy al-Nidham al-Siyasiy Li-al-Daulah

al-Islamiyah ( Beirut: Dar al-Syuruq, 1989 ), h. 206

Page 74: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

277

etnik, bahasa dan kepercayaan. Prinsip-prinsip yang menjadi

dasar kehidupan adalah persamaan di depan hukum dan undang-

undang, bukan persamaan di dalam pekerjaan atau dalam status

sosial. Persamaan di depan undang-undang artinya bahwa setiap

individu dalam masyarakat secara keseluruhan harus tunduk dan

petuh kepada undang-undang yang berlaku.

5. Pengakuan terhadap keberadaan tradisi (adat istiadat ). Piagam

Madinah memberi pengakuan terhadap tradisi masyarakat atau

adat istiadat (budaya) yang sudah wujud di dalam masyarakat

Arab sebelum kedatangan Islam, antaranya seperti sistem

qabilah atau etnik yang sudah eksis sejak sebelum kedatangan

Islam. Kehadiran Nabi Muhammad saw. di Madinah tidak lantas

membatalkan keseluruhan praktik-praktik adat istiadat sebagian

masyarakat yang sudah berlangsung sekian lama, tetapi dengan

catatan selama adat istiadat tersebut tidak bertentangan dengan

prinsip-prinsip ajaran Islam, bahkan adat istiadat yang

mengandung potensi adanya kerja sama (saling bantu

membantu) dalam kebaikan, justeru mendapatkan justifikasi.

Realitas ini sebagaimana ditegaskan oleh Prof. Muhammad

Musthofa Syalabiy; bahwa salah satu pendekatan yang dilakukan

dalam rangka syariatisasi umat adalah adanya pengakuan

terhadap praktik-praktik adat kebiasaan masyarakat sepanjang

mengarah kepada kebaikan. Islam pada awal kelahirannya

mengakui istiadat masyarakat Arab sebelum Islam jika itu

kebiasaan yang baik dan Islam membatalkan adat istidat yang

mengarah kepada kerusakan.136

6. Penataan perangkat-perangkat kekuatan politik. Berdasarkan

ketentuan-ketentuan yang ditetapkan di dalam Piagam Madinah,

secara politis negara Madinah telah terbentuk. Dengan serentak

negara melakukan penataan perangkat-perangkat dalam rangka

memenej atau mengatur berbagai aktivitas politik.137 Oleh

136. Muhammad Musthofa Syalabiy, al-Fiqh al-Islamiy Bayna al-

Misaliyah wa al-Waqi iyah ( Iskandariah: T.pt., 1960 ), h. 68 137.Pemahaman negara pada awal-awal Islam masih dalam bentuk

sederhana, tidak seperti di era modern atau kontemporer, karena kompleksitas

permasalahan pada setiap aspek kehidupan yang dihadapi. Walau bagaimanapun,

Page 75: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

278

karena itu, Negara Madinah melakukan penegakan keadilan

dengan melaksanakan supremasi hukum, sistem pertahanan dan

menciptakan strategi perang, baik yang dikomandoi langsung

oleh Nabi Muhammad sendiri atau oleh panglima perang yang

diangkat Nabi. Penataan sistem pendapatan, antaranya melalui

pengelolaan zakat secara sistematik. Penataan hasil rampasan

perang (al-Ghanimah ), Jizyah atau pajak yang dikenakan

kepada orang-orang non muslim yang bertempat tinggal di

wilayah yang dikuasai umat Islam.138 Melakukan negosiasi dan

perjanjian damai atau genjatan senjata dengan kelompok-

kelompok yang berseteru dengan umat Islam. Mengutus para

Diplomat (safir atau duta) ke pemerintah luar negeri yang

kemudian tercipta dasar-dasar hubungan Internasional di era

kontemporer.139

7. Piagam Madinah menegaskan prinsip-prinsip persamaan,

menolak tirani dan sama-sama memelihara hukum, bahkan bagi

kaum beriman pada umumnya.

8. Orang-orang Yahudi diintegrasikan ke dalam badan politik tanpa

mencabut hak kebebasan keagamaan mereka.140

9. Piagam Madinah mengakui eksistensi kesukuan, marga atau

etnik yang sudah menjadi tradisi sekian lamanya pada

penataan negara pada awal-awal peradaban Islam dengan distribusi jabatan yang

masih terbatas, seperti Raja, Khalifah, Sultan (Kepala negara) dibantu oleh

beberapa staff atau pembantu. Pemerintah daerah diselenggarakan oleh seorang

Amir atau Wali (Gubernur) dengan dibantu oleh beberapa orang staffnya, serta

Komandan perang yang memimpinpasukan perang, baik ditingkat pusat atau

ditingkat daerah. 138.Lihat, M. Salim al-Awwa, Fiy al-Nizom al-Siyasiy Li-Daulah al-

Islamiyah.h. 55 – 62. Lihat juga, Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abdul Mu`thi

Muhammad, al-Fikr al-Siyasiy Fiy al-Islam; Shakhshiyyat wa Madhahib (

Iskandariyah: Dar al-Ma`rifah al-Jami`iyyah, T.th. ), h. 62 139. Syaikh Abdul Hayyi menjelaskan secara rinci tentang pengutusan

para Diplomat pada masa Nabi Muhammad saw. dalam karyanya; al-Taratib al-

Idariyah (Sistem Menejemen). Bukunya diterbitkan di Rabat tahun 1346,

kemudian diulang terbit di Beirut. 140. Abdul Rasyid Moten, Ilmu Politik Islam( terj. ) Political Science an

Islamic Perspective, ( Bandung: Penerbit Pustaka, 2001 ), h. 110

Page 76: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

279

masyarakat waktu itu. Walau bagaimanapun, tradisi kesukuan ini

tidak dijadikan kriteria dalam menentukan tinggi rendahnya

martabat seseorang, karena ketinggian martabat seseorang

ditentukan oleh kualitas ketakwaannya kepada Allah.

Berdasarkan fakta-fakta di atas terkait aturan-aturan yang

terkandung di dalam Piagam Madinah atau konstitusi Madinah dapat

ditegaskan bahwa sistem perpolitikan di Madinah meskipun sangat

sederhana telah mengakar pada masyarakat bawah (grasrut).

Sebagai pemimpin keagamaan dan temporal Nabi Muhammad saw.

mengatur hubungan-hubungan sosial, membuat aturan atau undang-

undang berdasarkan al-Qur`an dan melaksanakannya, mengangkat

komandan pasukan perang, dan kadang Nabi sendiri memimpin

pasukan perang.141Dan ketika wilayah kekuasaan Madinah meluas,

Nabi Muhammad mengaturnya melalui musyawarah dengan para

sahabatnya. Realitasnya, semua masalah penting yang tidak

terungkap di dalam wahyu Allah, baik al-Qur`an atau Sunnah Nabi

sendiri, ditetapkan oleh Nabi melalui proses musyawarah, seringkali

Nabi mengundang masyarakat untuk berkumpul mendiskusikan

masalah dan kemudian Nabi sendiri mengikuti pendapat mayoritas

yang disampaikan dalam musyawarah meskipun pendapat tersebut

bertentangan dengan pendapatnya sendiri, sebagaimana dicontohkan

di dalam musyawarah untuk mengatur strategi perang Uhud pada

tahun ke tiga Hijriyah atau tahun 625 M.

Kelengkapan struktur penduduk Madinah dalam beberapa

hal sangat menentukan keberhasilan penataan penduduk yang sesuai

dengan tujuan risalah Nabi. Keanggotaannya didasarkan pada

keimanan, di mana semua orang beriman adalah saudara satu sama

lain dan dengan demikian, mereka membentuk satu kesatuan (al-

wahdah), baik dilihat dari aspek sosial keagamaan ataupun sosial

kemasyarakatan. Di bawah panji kesatuan ini, semua orang adalah

sama tanpa ada perbedaan, kecuali yang membedakannya adalah

ketakwaan, kesalehan dan kebaikan seseorang berdasarkan ajaran-

141. Nabi Muhammad saw. memimpin pasukan perang sebanyak dua

puluh lima kali, meskipun perang yang sebenarnya terjadi sembilan kali. Lihat,

Maulana Jauhar Rahman, Islami Siyasat ( Lahore: al-Manar Book Center, 1982 ),

h. 189

Page 77: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

280

ajaran agama. Oleh karena itu, dalam konteks ini sebenarnya tidak

ada perjuangan hanya untuk memperoleh kekuasaan semata, karena

manusia-manusia tidak lain adalah ciptaan Allah, Allah-lah Zat

Penguasa yang sebenarnya. Posisi manusia di muka bumi adalah

sebagai khalifah,baik dalam pengertian sosiologis, ataupun dalam

pengertian politis, dalam arti pengganti dan penerus perjuangan

Nabi yang missinya tidak lain adalah memenej kehidupan yang baik

sesuai dengan tuntutan ajaran yang mulia.142

Sebagai khalifah, setiap individu muslim bertanggung jawab

untuk mencapai tujuan-tujuan yang baik, maka konsekuensinya

masyarakat yang telah ditata dengan sistem tatanan politik turut

berpartisipasi dalam hal-hal penting yang menyangkut urusan

publik.143 Keputusan-keputusan diambil sesuai dengan tuntutan al-

Qur`an dan musyawarah dengan anggota-anggota masyarakat.

Dalam sepuluh tahun kemudian umat Islam pada waktu itu telah

mengembangkan aparat pemerintahan yang memiliki potensi untuk

perluasan wilayah selanjutnya,144 maka tidak mengherankan jika

dalam masa tersebut kebanyakan penduduk wilayah di Jazirah Arab

(Semenanjung Arab) bergabung di bawah kekuasaan Madinah.145

Dari sinilah pula telah terbangun kaidah-kaidah asas atau nilai-nilai

dasar sebagai landasan bagi pengelolaan negara Madinah, dan ini

sudah dimulai sejak era ke-Nabian yang kemudian dilanjutkan di era

Khulafa al-Rasyidin, dalam artian bahwa sejak era ke-Nabian semua

aktivitas dalam kehidupan kenegaraan telah dibentuk berdasarkan

petunjuk al-Qur`an, di mana di dalamnya terkandung prinsip-prinsip

dasar, undang-undang dasar, konstitusi, dustur yang kesemuanya itu

berkaitan dengan kehidupan perpolitikan ( siyasah dauliyah ).

Perlu disampaikan di sini bahwa di dalam Piagam Madinah

tidak terdapat pernyataan yang menggunakan kata Islam sebagai

dasar bernegara. Secara objektif ini menunjukkan pada substansi dan

142. Lihat, Abdul Rasyid Moten, Ilmu olitik Islam, terj. Political Science:

An Islamic Perspective, h. 111 143. Ibid. 144. Ibid. 145.Lihat, Muhammad Salim al-Awwa, Fiy al-Nidham al-Siyasiy Li-

Daulah al-Islamiyah. h. 61 - 62

Page 78: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

281

pendekatan strategis, karena jika menggunakan kata Islam

barangkali akan menimbulkan masalah hubungan antara masyarakat

muslim dan masyarakat non muslim, seperti orang-orang etnik

Yahudi, begitu juga dengan penduduk yang masih menganut agama

nenek moyang mereka seperti agama penyembah berhala. Dan

semua ajaran yang bersumberkan wahyu telah dilaksanakan tanpa

ada hambatan yang signifikan.Oleh karena itu negara Madinah tidak

didasarkan secara tertulis kepada dasar Islam, meskipun realitasnya

Madinah yang dibangun Nabi Muhammad dan diteruskan oleh para

Khulafa al-Rasyidin dinyatakan sebagai negara Islam dalam

praktiknya. Dari sisi lain bahwa Piagama Madinah sebenarnya

bersifat sementara, karena beberapa suku Yahudi sebagai salah satu

elemen masyarakat Madinah, setelah dinyatakan menghianati

Piagam Madinah yang mengakibatkan merekadiusirdari Madinah,146

ditambah banyaknya penduduk Madinah dari hari ke hari banyak

yang masuk Islam, maka Piagam Madinah tidak lagi digunakan

sebagai dasar pembinaan hubungan antar masyarakat, karena secara

otomatis al-Qur`an menjadi dasar pembinaan kehidupan masyarakat,

ketika semua penduduk Madinah sudah beragama Islam.

Atas dasar analisis di atas, dapat ditegaskan bahwa Piagam

Madinah adalah konstitusi dasar yang dipergunakan untuk mengatur

hubungan antara elemen masyarakat Madinah yang plural atau

majemuk. Dalam konteks ini, Ahmad Sukardja dalam karyanya;

Piagam Madinah dan Undang-undang Dasar 1945, menegaskan

bahwa Piagama Madinah ini adalah Konstitusi Negara Madinah

yang lahir pada awal klasik Islam, yaitu sekitar tahun 622 M.

Konstitusi yang dibuat oleh serang negarawan yang berkedudukan

sebagai Rasul, Muhammad ibnu Abdillah dengan dibantuu oleh

146. Orang-orang Yahudi diusir dari Madinah setelah mereka dinyatakan

melakukan pengkhianatan terhadap Piagam Madinah, maka Nabi Muhammad

saw. yang kapasitasnya sebagai pemimpin umat dan atas dasar otoritas yang ada padanya, mengambil tindakan untuk mengeluarkan orang-orang Yahudi dari kota

Madinah. Tidak semua orang Yahudi diusir, ada beberapa orang-orang Yahudi

tidak turut diusir. Orang-orang Yahudi yang terusir, mereka keluar dari Madinah

menuju ke suatu tempat di Khaibar; suatu daerah yang subur pertanian korma,

daerah yang dekat dengan kota Tabuk. Penulis telah mengunjungi tempat ini.

Page 79: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

282

sahabat-sahabatnya.147Demikian juga Ahmad Ibrahim al-Syarif

menyatakan bahwa; saya tidak tahu, suatu negara sebelum negara

Madinah yang dibangun di atas pondasi konstitusi dasar, selain

negara Madinah. Pada umumnya lanjut Ahmad Ibrahim al-Syarif

lanjut menyatakan; negara-negara lain di era klasik seperti

Bizantium, Kerajaan Persia ( Iran saat ini ) dan sebagainya berdiri

pada permulaan, kemudian berkembang, lalu baru menetapkan

konstitusi dasarnya.148

Piagam Madinah dibuat sebagai perangkat untuk mengatur

kehidupan bersama antara sesama elemen masyarakat Madinah, dan

sebagai dasar aturan untuk memungkinkan setiap individu warga

masyarakat saling berinteraksi149 atas dasar saling menhormati dan

pengertian sehingga tercipta kehidupan yang harmonis. Dalam

konteks ini suatu pertanyaan bisa dikemukakan; Kenapa Nabi

Muhammad saw. melihat perlunya meletakkan dasar-dasar aturan

kehidupan bersama ini?. Tentu saja jawabannya adalah agar tercipta

kesatuan dan perdamaian bagi seluruh warga dan penduduk

Madinah berdasarkan suatu aturan tata tertib, dan mengenakan

sanksi kepada orang-orang yang melanggar aturan tersebut.Selain

dari itu, atas dasar aturan kehidupan tertulis menjadi lebih efektif

dalam menciptakan kehidupan yang teratur dan tertib.150

Berdasarkan Piagam ini, masyarakat Madinah dibangun di bawah

kepimpinan Nabi Muhammad saw.151Persatuan masyarakat Madinah

pada akhirnya berhasil direalisasikan dalam kehidupan yang nyata.

Oleh karena itu, berdasarkan Piagam Madinah yang telah

disepakati bersama oleh seluruh elemen masyarakat Madinah

147. Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-undang Dasar

1945,: Kajian Perbandingan Tentang Dasar Hidup Bersama Dalam Masyarakat

Yang Majemuk, ( Jakarta: UI-Press, 1995 ), h. 5 148. Lihat, Ahmad Ibrahim al-Syarif, Makkah wa al-Madinah Fiy al-

Jahiliyah wa `Ahd al-Rasul, h. 387 149. Ibid. h. 387 150. Muhammad Jamaluddin Surur, Qiyam al-Daulah al-Arabiyah al-

Islamiyah Fiy Hayat Muhammad saw. h. 25 151. Ahmad Sukardja, Piagama Madinah dan Undang-Undang Dasar

1945, Kajian Perbandingan Tentang Dasar Hidup Bersama Dalam Masyarakat

Yang llural, h. 3

Page 80: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

283

(setidaknya tidak ada yang menentang), maka secara otomatis

Madinah menjadi negara (negara kota) yang berdaulat, di mana Nabi

Muhammad sebagai founding fathernya. Dengan demikian, Nabi

Muhammad dipandang bukan saja sebagai Nabi dan Rasul dari sudut

pandang sosial keagamaan, tetapi juga pada saat yang sama Nabi

Mugammad dari perspektif sosial politik adalah sebagai pemimpin

umat dan sekaligus sebagai kepala negara,152 meskipun tidak

bergelar Presiden, Raja, Perdana Menteri, Sulthan, dan sebagainya,

karena hakikatnya gelar Nabi dan Rasul lebih tinggi derajatnya

ketimbang gelar yang lain-lainya. Nabi sebagai pemimpin tunggal

dengan otoritas berdasarkan kenabian yang bersumberkan wahyu,

serta bertanggung jawab atas segala tindakannya kepada Allah dan

kepada masyarakatnya.

Legitimasi kepemimpinan Nabi Muhammad saw. diperoleh

dari warga dan penduduk Madinah, bahkan legitimasi

kepemimpinanya telah diperoleh sejak perjanjian Aqabah di Mina.

Sehingga dengan legitimasi yang dimiliki memungkinkan Nabi

mengelola (memenej) urusan umat, yaitu kehidupan masyarakat

Madinah dalam berbagai aspeknya, bukan saja dalam hal-hal yang

berhubungan dengan ritual ibadah, akidah dan keimanan, tetapi juga

hal-hal yang menyangkut aktivitas sosial; politik, ekonomi, hukum,

termasuk membentuk angkatan perang, dan sebagainya, sehingga

tercapainya tujuan hidup, yaitu kehidupan yang aman, nyaman dan

damai dalam keharmonisan interaksi antar sesama warga Madinah.

Piagam Madinah sebagai dokumen resmi pada dasarnya

merupakan sistem yang bersifat temporer, artinya Piagam yang

mengandung peraturan umum dan ikatan-ikatan perjanjian tetap

diberlakukan selagi penduduk Madinah masih majemuk, berbeda

agama dan budaya sebagaimana pada tingkat permulaan Madinah

dibangun. Tetapi ketika etnik Yahudi keluar dari Madinah karena

mereka dianggap menghianati Piagam yang telah disepakati

bersama, dan ketika dominasi politik sudah berada di tangan umat

Islam, maka umat Islam secara praktis menjadikan al-Qur`an

sebagai landasan kehihidupan dalam pembinaan keagamaan,

152. Lihat Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek, h. 22

Page 81: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

284

kemasyarakatan, hukum, ekonomi, dan sebagainya. Karena

sesungguhnya al-Qur`an merupakan dasar hidup yang sebenarnya.

5. Eksistensi Madinah Sebagai Negara

Dalam naskah Piagam Madinah atau konstitusi Madinah

terdapat statmen yang sangat penting berkaitan dengan politik pada

alinea pertama, yaitu;

Ini adalah Piagam ( Shahifah / Wathiqah) dari Muhammad

seorang Nabi. Berlaku di antara kaum mukmin dan muslim

berasal dari suku Quraisy di Yastrib, serta berlaku kepada

siapa saja (dari orang-orang non muslim) yang beriman dan

ikut serta berjuang bersama mereka orang-orang muslim,

maka mereka adalah satu umat (ummatun wahidatun min

duni al-nas).

Dalam konteks ini beberapa sarjana muslim dan non muslim

telah memberikan tanggapannya terhadap fakta sejarah ini sebagai

tindakan dan kebijakan politis yang terjadi pada masa awal

peradaban Islam. Di antara mereka adalah Muhammad al-Sayyid al-

Wakil menegaskan bahwastatmentersebut sebagai deklarasi

berdirinya negara Madinah, maka secara otomatis pemerintahan

Islam di Madinah telah berdiri.153 Demikian juga W. Montgomery

Watt berpendapat bahwa dokumen politik (Piagam Madinah)

merupakan sumber idea yang mendasari negara Islam pada awal

pembentukannya.154 Selanjutnya Munawir Sjadzali menegaskan

bahwa banyak di antara pemimpin dan pakar ilmu politik Islam

berpendapat bahwa Piagam Madinah adalah konstitusi atau undang-

undang dasar negara Islam yang pertama yang didirikan Nabi

Muhammad di Madinah.155

153. Lihat, Muhammad al-Sayyid al-Wakil, al-Madinah al-Munawwarah

`Ashimah al-Islam al-Ula. h. 77 154. W. Montgomery Watt, Muhammad at Medina, h. 228 155. Lihat, Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah

dan Pemikiran. h. 10

Page 82: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

285

Terkait dengan unsur-unsur pembentukan negara

sebagaimana menjadi syarat berdirinya sebuah negara di era modern

dan kontemporer, Madinah telah memenuhi syarat untuk dikatakan

sebagai sebuah negara, paling tidak ada lima ( 5 ) syarat yang sudah

terpenuhi, meskipun sebenarnya di era Nabi Muhammad dan

Khulafa al-Syidin secara resmi belum ada ketentuan syarat-syarat

berdirinya sebuah negara, yang penting jika sudah ada pemimpin

yang berdaulat, rakyat yang memberikan loyalitas kepada pemimpin

tersebut, dan berada di suatu wilayah, maka sudah bisa dikatakan

telah berdiri sebuah negara. Lima syarat berdirinya sebuah negara

sebagaimana ditetapkan di era modern, sebagai berikut;

1. Undang-undang dasar atau konstitusi (Dustur), yaitu Piagam

Madinah.

2. Wilayah (tanah air), secara geografis masyarakat Madinah

bertempat tinggal di suatu wilayah, yaitu Yasrib atau Madinah.

3. Rakyat, yaitu masyarakat Madinah yang plural, baik dilihat dari

aspek etnik atau pun sosial keagamaan dan kepercayaan.

4. Pemimpin, yaitu Nabi Muhammad saw.

5. Pengakuan dari pemerintah luar negeri. Dalam hal ini secara

defakto Raja Najjasi dari Habsah atau Abesenia (Ethofia

sekarang) Afrika telah memberikan pengakuan terhadap

kekuasaan Madinah yang berada di bawah kepemimpinan Nabi

Muhammad saw. bahkan semenjak di Mekah, Raja Najjasyi

sudah mengakui kenabian dan kemepinpinan Nabi Muhammad

saw.ditambah dengan adanya loyalitas para pemimpin Qabilah di

luar kota Madinah adalah sebagai bukti pengakuan mereka

terhadap kekuasaan dan otoritas Nabi Muhammad saw.

Unsur-unsur ini benar-benar telah terpenuhi pada saat

pembentukan Madinah sebagai sebuah negara, meskipun barangkali

tidak disadari bahwa apa yang dilakukan Nabi Muhammad bersama

dengan para sahabat-sahabatnya merupakan aktivitas politik yang

mengarah pada terbentuknya sebuah negara, tetapi secara politis

bahwa semua tindakan itu, yakni tindakan Nabi bersama para

Sahabatnya adalah kebijakan politik. Oleh karena itu tepat apa

yang ditegaskan Ahmad Sukardja bahwa; secara de fakto dan de

Page 83: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

286

jure Madinah telah terbentuk sebagai sebuah negara.156Hal ini

berbeda dengan pandangan Ali Abd. Al-Raziq yang berpendapat

bahwa pada masa Nabi Muhammad tidak terbentuk negara. Hal

inikarena menurutnya Nabi hanya berkedudukan sebagai Rasul,

bukan Raja, dan oleh karenanya tidak mendirikan negara, negara

Islam baru terbentuk bermula sejak Abu Bakar dibaiat sebagai

Khalifah.157

Pembentukan angkatan perang yang barangkali bisa

dikatakan semi militer adalah mutlak diperlukan sebagai unsur

terpenting perangkat negara. Angkatan perang diperlukan dalam

rangka mempertahankan, menjamin keselamatan dan kedamaian

semua penduduk. Madinah dalam perkembangan selanjutnya

ternyata menjadi ibu kota negara ( `Ashimah al-Daulah ), ketika

semua wilayah di Jazirah Arab atau Semenanjung Arab memeluk

Islam dan menyerahkan mandat kekuasaan mereka kepada Madinah,

baik secara damai atau setelah melalui perang, seperti Mekah dan

qabilah-qabilah yang ada di sekitar Jazirah Arab.158Maka

berdasarkan fakta sejarah ini, Madinah menjadi pusat kekuasaan

yang menjadi perhatian dunia saat itu.

Negara Madinah dipimpin oleh Nabi Muhammad selama

kurang lebih sepuluh tahun dan dasar-dasar aturan serta pondasi

kekuasaan telah tertata, meskipun masih dalam tataran permulaan

sehingga Nabi Muhammad dapat menguasai kehidupan

perpolitikan. Madinah kemudian menjadi contoh atau model untuk

perbandingan pembentukan masyarakat dan negara di era modern

dan kontemporer.159 Oleh karena itu kemudian muncul apa yang

156.Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-undang Dasar 1945.

h. 97 157. Lihat Ali Abd. Al-Raziq, Islam Dasar-Dasar Pemerintahan, Kajian

Khilafah dan Pemerintahan Dalam Islam, terj. al-Islam wa Ushul al-Hukm (

Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2002 ), h. 60 – 61. Lihat juga Munawir Sjadzali,

Islam dan Tata Negara. h. 142 - 143 158. Muhammad al-Sayyid al-Wakil, al-Harakah al-Islamiyah Fiy `Ashr

al-Rasul wa Khulafaihi ( Jeddah: Dar al-Mujtamak, 1986 ), h. 156

159. Lihat Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abd. Al-Mu`thi Muhammad,

al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam: Shakhshiyyat wa Nadhahib, h. 62

Page 84: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

287

disebut dengan konsep masyarakat Madani atau dalam istilah lain

civil society, yaitu masyarakat berperadaban yang menerapkan hak-

hak asasi, keadilan, persamaan, toleransi, kebebasan berekspresi dan

sebagainya.

Dalam rangka mengahadapi kemungkinan-kemungkinan

gangguan atau pelanggaran yang datang dari musuh, Nabi

Muhammad sebagai pemimpin dan penguasa Madinah mengatur

strategi dan membentuk pasukan kekuatan sebagai upaya untuk

mempertahankan kedaulatan Madinah. Ketika bahaya ancaman itu

jelas-jelas sudah diarahkan kepada umat Islam di Madinah, maka

kemudian umat Islam diizinkan berperang dengan dua alasan;

1. Untuk mempertahankan diri dan melindungi hak

milikmya.

2. Menjaga keselamatan umat dan akidah, serta

mempertahankannya dari orang-orang yang

menghalanginya.160

Demikian pembahasan terkait orientasi politik yang muncul

dan berproses secara alami dari Nabi Muhammad dan komunitas

muslim yang dibina langsung olehnya sebagai bagian masyarakat

yang tumbuh dan berkembang untuk mencapai cita-cita agung, yaitu

kehidupan yang baik di dunia dan di akhirat. Dalam upaya mencapai

cita-cita ini tentu saja mau atau tidak, harusmelalui langkah-langkah

strategis dan aktivitas-aktivitas lain yang dipandang perlu, meskipun

barangkali tidak disadari bahwa itu adalah aktivitas-aktivitas politik

dalam pemahaman kontemporer.

Beberapa hal penting lain yang pernah dilakukan Nabi

Muhammas saw. adalah terkait dengan upaya penataan ekonomi,

dan apa yang pertama kali dilakukannya adalah penarikan zakat dan

pajak ( jizyah ) sebagai bentuk kewajiban bagi orang-orang yang

sudah ditentukan di dalam kewajiban pengeluaran sebagian harta

tersebut. Manfaat harta zakat dan pajak tersebut adalah untuk

kepentingan umat Islam itu sendiri dan tentu saja untuk kepentingan

160. Lihat Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam ( Yogyakarta:

Kota Kembang, 1989 ), h. 28 - 29

Page 85: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

288

operasional negara baru. Beberapa hal penting tersebut sebagai

berikut;

1. Zakat dengan berbagai jenisnya; yaitu sebagian harta

kekayaan orang-orang Islam yang wajib dikeluarkan,

kemudian didistribusikan kepada mustahiknya setelah

memenuhi persyaratan.

2. Jizyah; yaitu pajak kepala (dharibah) diwajibkan kepada

Ahlul Dhimmah, yaitu orang-orang non muslim yan

bertempat tinggal di wilayah kekuasaan Pemerintahan

Islam.161

3. Kharraj; yaitu pajak bumi yang dikenakan kepada para

petani non muslim yang bertempat tinggal di wilayah

kekuasaan Pemerintahan Islam.

4. Pajak harta perdagangan; yaitu pajak yang dikenakan

terhadap harta perdagangan yang memiliki nilai tambah

dan berkembang, zakat atau pajaknyaper sepuluh.

5. Harta Fei; yaitu harta kekayaan yang dihasilkan dari

musuh umat Islam tanpa melalui perang. Di antara

kekayaan Fei, ialah; Bumi (harta) Bani Nadhir, Bumi

(harta) Fadak, dan harta kekayaan daerah Khaibar.

6. Hrta kekayaan ghanimah; yaitu harta kekayaan yang

dihasilkan melalui perang yang dimenangkan oleh

Tentara Islam.162

Dalam hal pendidikan, Nabi Muhammad saw. seorang

pendidik atau murabbi yang senantiasa memberikan bimbingan dan

pengajaran kepada masyarakatnya tanpa mengenal lelah dan

imimng-iming bayaran (gajih), baik ketika di Mekah ataupun di

Madinah. Keberhasilan pendidikan yang dibangun NabiMuhammad

saw. tidak diragukan lagi. Hal ini dapat dibuktikan dengan lahirnya

161.Ketetapan pajak kepala (Jizyah) ini juga banyak diberlakukan di masa

Khalifah Umar bin Khattab kepada penduduk Iraq, Persia (Iran saat ini), Syam

(Syria dan Libanon pada saat sekarang), kepada penduduk Mesir dan sebagainya. 162. Lihat Musthofa al-Hamsyariy, al-Nizam al-Iqtishadiy Fiy al-Islam (

Riyadh: Dar al-Ulum, 1985 /1405 ). h. 225 -249. Lihat juga Muhammad al-Aid

al-khathrawiy, al-Madinah Fiy Shadr al-Islam: al-Hayat al-Ijtimaiyyah wa al-

Siyasiyyah wa al-Thaqafiyyah ( Damsyiq, Beirut: Muassish Ulum al-Qur`an,

1984/1404 ), h. 89 – 90.

Page 86: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

289

generasi yang memiliki komitmen keimanan dan ketaqwaan yang

sangat kuat, antaranya seperti Abu Bakar al-Siddiq, Umar Ibn

Khattab, Uthman Ibn Affan, Ali Ibn Abi Thaalib, dan sebagainya.

Hanya saja pendidikan dan pengajaran yang disampaikan Nabi

Muhammad saw. bersifat langsung, dan dilakukan di mana saja dan

kapan saja, tidak sebagaimana di zaman modern dan kontemporer, di

mana pendidikan sudah berdasarkan sistem dan penyediaan

berbagai fasilitas, dan oleh karenanya didesains sedemikian rupa

sehingga penyelenggaraan pendidikan sudah terlembagakan dalam

lembaga-lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah

atau swasta,

.

Sebagai penutup dari pembahasan Bab-3 dapat disampaikan

beberapa hal penting, antaranya; bahwa berdasarkan fakta sejarah

Nabi Muhammad saw. memiliki kedudukan sebagai pemimpin,

bukan saja sebagai pemimpin agama, tetapi juga sekaligus sebagai

penguasa Madinah. Dengan kata lain, dalam diri Nabi Muhammad

saw. terkumpul dua kekuasaan; kekuasaan spiritual dan kekuasaan

duniawiy. Kedudukannya sebagai Rasul secara otomatis merupakan

kepala negara.163Dengan terbentuknya negara Madinah, Islam

semakin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang pesat itu

menyebabkan orang-orang Quraisy Mekah dan Qabilah-qabilah

lainnya yang tidak suka menjadi riskan terhadap perkembangan

situasi di Madinah. Kerisauan ini mendorong mereka melakukan

tekanan yang luar biasa dan melakukan apa saja untuk menghalangi

pergerakan umat Islam. Kegusaran orang-orang Quaraisy telah

terdengar oleh Nabi Muhammad bersama para Sahabat-sahabatnya.

BAB IV

DINAMIKA POLITIK

163. Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jld. I, h.

101

Page 87: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

290

ERA EMPAT KHULAFA AL-RASYIDIN

1.Situasi Politik Pasca Nabi Muhammad saw. wafat

Kondisi sosial politik dan keagamaan pasca Nabi Muhammad

saw. wafat agak sedikit kacau dan sangat menghawatirkan kesatuan

dan persatuan umat, karena munculnyaberbagai permasalahan

internal umat Islam.164 Dalam konteks ini, Esposito menggambarkan

kondisi pasca wafatnya Nabi Muhammada saw. bahwa wafatnya

Nabi Muhammad saw. pada tahun 632 M. menyebabkan masyarakat

terpecah kepada dua kelompok yang masing-masingnya

memperebutkan kekuasaan politik; issue tentang hak warisan

pimpinan dan masalah berbagi kuasa.165

Pada sisi lain sebagian masyarakat tidak meyakini bahwa

Nabin Muhammad saw. itu telah wafat, tetapi setelah mereka cari

tahu tentang informasi kewafatan Nabi, baru mereka yakin bahwa

Nabi Muhammad saw. memang benar telah wafat berdasarkan fakta

yang dapat dibuktikan kebenarannya. Tetapi kemudianmasalah

yang muncul adalah keraguan tentang keberagamaan agama Islam

yang disampaikan Nabi Muhammad saw. apakahmereka harus terus

memeluk agama Islam atau berhenti ?. Oleh karena itu sebagian di

anatara mereka ada yang murtad( keluar dari agama Islam dan

kembali memeluk kepercayaan lama, yaitu menganut agama

kepercayaan nenek moyang merekadahulu ). Selain dari itu, ada

sebagian di anatara mereka yang melihat secara politis bahwa kalau

urusan kekuasaan atau politik diserahkan kepada orang-orang

Quraisy pasti akan berubah menjadi kerajaan yang kejam dan

otoriter seperti biasanya. Oleh karena itu ketika mereka tahu bahwa

Nabi Muhammad saw. telah wafat, muncul perbedaan sikap di

antara mereka yang bermuara pada pendirian agar kekuasaan politik

berada di tangan mereka, dan tidak berada pada orang lain atau

komunitas lain.Permasalahan yang muncul selain di atas adalah

orang-orang Anshar merasa riskan dengan orang-orang Quraisy

164 . Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abdul Mukthi, al-Fikr al-Siyasi Fiy

al-Islam; Sykhsiyyat wa Mazahib, h. 108 165 . John L. Esposito, Islamic Politics ( New York: Syracuse University

Press, 1984 ), h. 7

Page 88: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

291

(Muhajirin) jika persoalan kekuasaan diserahkan kepada orang-

orang Muhajirin.

Rupanya memang tidak bisa terhindarkan bahwa di sana ada

semacam persaingan. Dampak dari persaingan ini muncul

perbedaan pendapat di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar

tentang masalah kekuasaan atau politik. Orang-orang Muhajirin

menegaskan bahwa kami adalah para pemimpin dan kalian orang-

orang Anshar adalah para menteri. Orang-orang Anshar kemudian

bereaksi dan menegaskan bahwa kepemimpinan bukanlah hak

mereka saja tetapi juga orang-orang Anshar, dan jika hal ini tidak

ada kesepakatan, maka masalah kepemiminan harus berada pada dua

komunitas, yaitu bagi pihak kami ada pemimpin dan bagi orang-

orang Muhajirin ada pemimpin.166

Sementara sebagian masyarakat yang tidak memiliki

kebanggaan karena mereka bukan orang-orang awal masuk Islam

(laysu min al-sabiqina fiy al-Islam ) atau karena tidak memiliki

kedekatankerabat dengan Nabi Muhammad saw.makasecara politis

mereka tidak meiliki peluang untuk menjadi pemimpin ( khalifah ),

tetapikemudian setelah Abu Bakar terpilih menjadi pemimpin,

mereka secara diam-diam melakukan penentangan dan tidak

mengakui kepemimpinan Abu Bakar. Oleh karena itu mereka

melakukan upaya pemisahan (sparatis) dan menyatakan tidak akan

loyal kepada kepemimpinan Abu Bakar, bahkan mereka

menyatakan tidak akan mengeluarkan zakat, karena mereka

mengirazakat itu sama seperti upeti. Selain dari itu mereka juga

tidak senang kalau masalah kepemimpinan itu berada pada orang-

orang Quraisy, karena hal ini dianggap sebagai merampas

kemerdekaan mereka, dansebagai bentuk pemaksaan di bawah

kekuasaan orang-orang Quraisy dengan mengatasnamakan agama

(mempolitisasi agama).

166 . Ibnu Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah( Kairo: Muassisah al-

Halabiy wa Syurakah, 1967 ), h. 15. Lihah juga Muhammad Jalal Syaraf dan Ali

Abdul Mukthi, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam wa Mazahib, h. 108.

Page 89: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

292

Kondisi krisis ini terjadi di beberapa wilayah, antaranya;

Mekah, Thaif, dan lain-lain, ternyata permasalahanya sudah

merebak ke mana-mana di antara qabilah ( clan) yang satu ke

qabilah yang lain, termasuk qabilah-qabilah yang berada di

pedalaman, sehingga hal ini berimplikasi pada tidak adanya

kestabilan politik di pusat pemerintahan di Madinah.167Di Mekah

telah terjadi guncangan, sebagaian masyarakatnya akan melakukan

murtad. Tetapi kejadian ini bisa diatasi berkat tampilnya seorang

sahabat Nabi bernama Suhail bin Amr yang dengan tegas

menyatakan bahwa kematian Nabi Muhammad saw. tidak akan

melemahkan kekuatan umat Islam, bahkan justeru sebaliknya Islam

akan semakin kuat. Siapa saja yang menyatakan diri keluar (murtad)

dari agama Islam, maka akanaku penggal lehernya. Sikap tegas yang

ditunjukkan Suhail bin Amr berdampak munculnya rasa takut

sebagian orang-orang Mekah dan mereka yang sebelum ini

merencanakan keluar atau murtad dari agama Islam, mereka

membatalkan niatnya, dan bahkan mereka semakin tumbuh

kesedaran untuk tetap teguh pendirian di dalam beragama; agama

Islam.

Di wilayah Thaif kondisinya tidak jauh berbeda dengan di

Madinah dan Mekah, di sana sebagian orang-orang Thaif dari

qabilah Thuqaif merencanakan murtad dari agama Islam secara

beramai-ramai. Tetapi rencana mereka bisa diredam oleh Utsman

bin Abi Ash; salah seorang pegawai yang diangkat Nabi

Muhammad di Thaif. Utsman bin Abi Ash menegaskan kepada

kaum muslimin Thaif; Kalian orang-orang akhir masuk Islam,

janganlah kalian menjadi orang-orang yang awal keluar dari agama

Islam.Pada akhirnya orang-orang Thaif dari qabilah Thuqaif

mengurungkan niat mereka, dan tetap berpegang teguh dengan

agama Islam.

2.Bentuk Negara

Wafatnya Nabi Muhammad saw. pada tahun 632 M.

menandakan berakhirnya era yang sangat cemerlang dalam sejarah

167. Lihat Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh Amr Bin Ash, ( Kairo: T. Pbt,

1957 ), h. 36 – 37. Lihat juga Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abdul Mukthi

Muhammad, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, Sykhsiyyah wa Mazahib, h. 109

Page 90: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

293

peradaban Islam, yaitu kehadiran seorang pemimpin agung dan luar

biasa yang memiliki otoritas spiritual dan temporal

sekaligusberdasarkan karakter kenabian yang bersumberkan wahyu

Ilahi, dan di dalam waktu yang relatif singkat Nabi Muhammad

berhasil meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat dan

bernegara. Tetapi Nabi Muhammah saw. tidak meninggalkan wasiat

atau pesan tentang siapa di antara sahabatnya yang akan

menggantikannya sebagai pemimpin umat, termasuk tidak

mewariskan tentang tata cara atau mekanisme pemilihan calon

pengganti Beliau,168 bahkan Nabi Muhammad saw. tidak

menetapkan model atau bentuk pemerintahan ( negara ) seperti apa

yang harus dianut oleh umat Islam di kemudian hari.169

Semuanya itu diserahkan kepada umat Islam, karenan

memang masalah-masalah politik adalah masalah-masalah yang

dinamis dan melibatkan kepentingan berbagai pihak di masyarakat,

maka diperlukan kesepakatan-kesepakatan yang diputuskan dalam

musyawarah, oleh karenanya Islam menjadikan musyawarah sebagai

dasar dalam membangun kehidupan. Selain itu masalah-masalah

politik selalu berubah dan berkembang dari waktu ke waktu sesuai

dengan dinamika kehidupan manusia di sepanjang zaman dan

diberbagai wilayah dan tempat yang berbeda-beda dari aspek

budaya, kecendrungan dan pemikiran.Berdasarkan fakta

sejarahberkaitan dengan praktik perpolitikan umat Islam dapat

dikatakan bahwa Islam ( ajaran Islam yang terangkum di dalam al-

Qur`an) sebenarnya tidak mengatur hal-hal yang sifatnya teknis,

karena masalah teknis berkaitan dengan kebijakan politik, dan

kebijakan ini bisa saja berbeda-beda dari waktu ke waktu, dari satu

tempat ke tempat lain. Oleh karenanya Islam hanya mengtur hal-hal

yang asasatau yang pokok-pokok saja, seperti keharusan

menegakkan keadilan, musyawarah, persamaan hak, persamaan di

depan hukum, dansebagainya.Soal bagaimana teknisnya, diserahkan

kepada umat untuk mendesainnya.

Di dalam al-Qur`an atau Hadis Nabi memang tidak terdapat

petunjuk yang baku tentang bagaimana cara atau mekanisme

168. Saidi Abu Jaib, Dirasat Fiy Manhaj al-Islam al-Siyasiy( Beirut:

Muassisah al-Risalah, 1985/1406 ), h. 207. Lihat juga Munawir Sjadzali, Islam

dan Tata Negara, h. 21 169 . Lihat John L. Esposito, Islamic Politics. h. 8

Page 91: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

294

menentukan pemimpin umat atau kepala negara sepeninggal Nabi,

yang ada adalah petunjuk yang sifatnya umum, yaitu agar umat

Islam penyelesaian masalahyang melibatkan kepentingan orang

banyak (umum) diselesaikan melalui musyawarah, tanpa adanya

mekanisme baku tentang bagaimana musyawarah itu

diselenggarakan. Oleh karena itu di dalam pemilihan ke-empat-

empat para Khulafa al-Rasyidin ( para Khalifah empat; Abu Bakar,

Umar, Utsman dan Ali bin Abi Thalib) ) terdapat berbeda-beda

mekanisme pemilihan, artinya tidak menganut satu pola atau cara.

Walaupun begitu, pemilihan para al-Khulafa al-Rasyidin tetap

berdasarkan musyawarah, hanya cara dan teknisnya saja yang

berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi yang senantiasa berubah,

sehingga Antony Black berkesimpulan bahwa Muhammad saw.

menunjukkan bakat istimewa sebagai seorang pemimpin dan

panglima militer, tetapi tidak membuat ketetapan tentangsuksesi.170

Terlepas dari apakah Nabi Muhammad saw. membuat cara atau

mekanisme pemilihan calon pemimpin, yang jelas Nabi telah

meletakkan dasar-dasar musyawarah dalam rangka menyelesaikan

masalah yang menyangkut kepentingan orang banyak. Soal cara atau

mekanismenya tentu saja bisa berubah dari waktu ke waktu sesuai

dengan perkembangan dan dinamika pemikiran umat manusia di

mana saja berada, baik dulu ataupun sekarang, atau bahkan yang

akan datang.

3.Mekanisme Pemilihan Para Khulafa Al-Risyidin

Kepala negara dalam Islam dipilih dari individu-individu

umat Islam, oleh karenanya umatlah pemilik hak dalam memilih

kepala negara ( khalifahnya ).171 Dari literaturklasik berkaitan

dengan pemilihan kepala negara, Muhammad Abdul Qadir Abu

Faris menegaskan ada dua ( 2 ) tahap pemilihan kepala negara, yaitu

170. Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga

Masa Kini ( terj. dari ) The History of Islamic Political Thought: From The

Prophet to The Present, hlm. 45 171. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris, Sistem,Politik Islam ( terj. ) Al-

Nizam al-Siyasi Fiy al-Islam ( Jakarta: Rabbani Press, 2000 ), hlm. 152

Page 92: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

295

tahap pencalonan dan tahap bai`at.172 Tahap pencalonan disebut

juga baiat khusus, karena Ahlul Halli wa A.l-Aqdi (semacam

Lembaga Legislatif) memilih Khalifah dan kemudian

mensosialisasikanya kepada umat untuk mengetahui suara mereka.

Sementara pada tahap berikutnya, yaitu baiat umum yang lebih

mirip dengan pelantikan secara umum, di mana kandidat terpilih

menyampaikan visi dan misinya melalui pidato politik yang

biasanya disampaikan di depan umat di Mesjid atau di tempat

lain.173Kemuddian setelah selesai pidato, umat Islam membaiat

kandidat terpilih tersebut, baiat dilakukan dengan berjabatan tangan

sambil mengucapkan saya baiat anda sebagai khalifah atau dengan

ucapan saya berbaiat untuk taat dan setia kepada anda. Dalam

konteks ini seorang kandidat terpilihakan dinilai oleh umat tentang

sejauhmana kredibelitas dan kapabelitasnya setelah dinyatakan sah

sebagai khalifah (kepala negara). Hal ini sebagaimana terjadi ketika

memilih Utsman ibn Affan ( Khalifah ke-3). Abu Bakar Siddiq

dipilih sebagai khalifah dengan persetujuan mayoritas umat dan

pembaiatan dilakukan secara massal oleh umat setelah Abu Bakar

dibaiat lebih dulu, yaitu baiat khusus oleh orang-orang yang ikut

serta dalam musyawarah Saqifah Bani Sa`idah. Pemilihan dan

pembaiatan juga dilakukan terhadap Umar bin Khattab dan Ali Ibn

Abi Thalib.

Keharusan mendapatkan kesepakatan umat (publik) atau

dalam konteks saat ini apa yang disebut suara mayoritas

rakyatbagi seorang calon kepala Negara (Khalifah) ditegaskan oleh

para pemikir Islam, antaranya Ibnu Taimiyah. Abu Faris mengutip

pandangan Ibnu Taimiyah yang menegaskan bahwa imamah atau

kepemimpinan menurut Ahlus Sunnah ditetapkan atas persetujuan

umat.Oleh karenanya seseorang tidak dapat menjadi imam jika tidak

mendapatkan persetujuan umat.174 Berdasarkan pandangan ini,

sebenarnya sistem pemerintahan monarkhi dalam Islam tidak

berdasarkan sumber yang kuat bila merujuk kepada implementasi

pemerintahan di masa Khulafa al-Rasyidin. Namun demikian, tidak

172. Bai`at adalah pernyataan kesetiaan dan ketaatan ( loyal ) dari rakyat

pemilih kepada kepala negara yang terpilih dan sekaligus sebagai kontrak politik

dan bukti legitimasi kepemimpinan yang sah. 173. Ibid. 174. Ibid. h. 152

Page 93: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

296

ada salahnya dalam Islam jika mendirikan model-model

pemerintahan lain sepanjang dapat memberikan perlindungan

keamanan dan mewujudkan kesejahteraan secara merata kepada

rakyatnya berdasarkan ajaran-ajaran yang disampaikan Nabi

Muhammad saw.

Berdasarkan kajian tentang pola-pola pemilihan para Khulafa

al-Rasyidin yang dimulai dari Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali

Ibn Abi Thalib ternyata melaui pola dan mekanisme yang berbeda-

beda, meskipun substansinya sama, yaitu berdsarkan syura atau

musyawarah. Muhammad Abu Zahrah setelah menganalisa pola-

pola pemilihan yang berlaku kepada ke-empat-empat Khulafa al-

Rasyidin menegaskan bahwa pola-pola pemilihan itu setidaknya ada

empat pola, sebagai berikut.175

a. Pemilihan Langsung dan Bebas

Ketika Nabi Muahammad saw. baru saja wafat dan

jenazahnya masih belum dimakamkan, orang-orang Anshar

mengadakan pertemuan di Saqifah Bani Sa`idah.176 Mereka

bermusyawarah membicarakan masalah kepemimpinan pasca Nabi

Muhammad saw. wafat. Mereka menginnginkan agar

kepemimpipinan dijabat oleh salah seorang tokoh Anshar, karena

orang-orang Anshar menurut anggapan mereka memilikikelebihan-

kelebihan terssendiri. Hal ini sebagaimana ditegaskan Sa`ad Ibn

Ubadah dalam pidatonya di Saqifah.177Anataranya; bahwa orang-

orang Anshar memberi perlindungan kepada orang-orang

Muhajirin. Dengan ke-Islaman orang-orang Anshar, agama Islam

menjadi lebih berpengaruh dan dapat disebarkan ke seluruh pelosok

175. Muhammad Abu Zahrah, Tarikh al-Mazahib al-Islamiyah Fiy al-

Siyasah wa al-Aqa id wa Tarikh al-Mazahib al-Fiqh( Qahirah: Dar al-Fikr al-

Arabiy, 1996 ). h. 84 176. Saqifah adalah Balairung atau majlis yang sering digunakan utuk

pertemuan-pertemuan para Sahabat Nabi. Tampat ini posisinya berdekatan dengan

rumah Sa`ad bin Ubadah, dan tidak jauh dari Pasar Madinah. Pertemuan dalam

rangka membicarakan suksesi kepemimpinan pasca Nabi wafat ini dilakukan

secara tiba-tiba, tidak direncanakan lebih dulu, sebaliknya pertemuan ini berlangsung karena terdorong oleh keadaan yang mendesak. Lihat Munawir

Sjadzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, h. 22 177 . Abdul Wahhab al-Najjar, al-Khulafa al-Rasyidun( Beirut: al-

Maktabah al-Ashriyyah, 2003 ). h. 18. Lihat juga Muhammad Abdul Qadir Abu

Faris, Sistem Politik Islam, h.30

Page 94: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

297

wilayah di luar Madinah.178 Tidak seperti dulu ketika Nabi

Muhammad saw. bersama dengan sahabat-sahabatnya di Mekah

dalam keadaan tertekan, dikucilkan, diisolasi, dihina, dan berbagai

penyiksaan yang dikenakan kepada komunitas muslim di Mekah

oleh orang-orang kafir Quraisy. Orang-orang Anshar kemudian

tertuju kepada Sa`ad ibn Ubadah untuk diangkat menjadi pemimpin

dan bahkan Hubab salah seorang dari kalangan Anshar sempat

membuat pernyataan bahwa kalau orang-orang Muhajirin menolak

kepemimpinan Sa`ad, usir saja mereka dari Madinah.179

Berita mengenai adanya pertemuan orang-orang Anshar di

Saqifah itu pada akhirnya sampai juga kepada Umar Ibn Khattab.

Lalu Umar pergi menemui Abu Bakar yang sedang berada di rumah

duka Nabi Muhammad saw. di mana Ali Ibn Abi Thalib memang

sudah berada di situ. Umar memberitahu Abu Bakar tentang apa

yang terjadi di Saqifah dan meminta Abu Bakar untuk bersama-sama

pergi ke Saqifah, lalu keduanya bergegas menuju Saqifah dan di

tengah perjalanan tiba-tiba bertemu dengan Abu Ubaidah, ketiganya

kemudian terus menuju ke Saqifah. Sesampainya di Saqifah, mereka

bertiga terus ikut bergabung musyawarah dengan orang-orang

Anshar.

Setelah terjadi silang pendapat antara kedua komunitas para

sahabat Nabi, yaitu; kominitas Muhajirin dan komunitas Anshar,

sebagian orang-orang Anshar menyampaikan pandangan mereka

untuk membentuk dua kepemimpinan atau Imarah, yaitu dari

kalangan orang-orang Muhajirin seorang pemimpin dan dari

kalangan orang-orang Anshar seorang pemimpin.180Kemudian

Umar angkat bicara dan menegaskan bahwa; tidak mungkin ada dua

orang pemimpin bisa bersatu dalam satu waktu, pasti akan terjadi

perbedaan-perbedaan pandangan karena perbedaan kepentingan.

Dalam kondisi panas ini beberapa sahabat Nabi di antaranya

Bisyar Ibn Saad, Abu al-Nu`man Ibn Bisyar mengingatkan orang-

178 . Abdul Wahhab al-Najjar, al-Khulafa al-Rasyidun, h. 30 179 . Ibid. 180 . Ibid. h. 30 - 33

Page 95: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

298

orang Anshar agar tidak berlebihan dalam menyikapi permasalahan

dan kemudian mereka; Bisyar Ibn Saad, Nu`man Ibn Bisyar,

membenarkan bahwa memang orang-orang Anshar memberi

perlindungan kepada orang-orang Muhajirin, tetapi Nabi

Muhammad saw. keturunan Quraisy, dan oleh karenanya

kaumnyalah (komunitasnya) lebih berhak dan lebih utama dalam

masalah kepemimpinan ini, bertaqwalah kalian kepada Allah dan

jangan saling berselisih (berbeda pendapat).181 Setelah mendengar

apa yang disampaikan Bisyar, Abu Bakar kemudian angkat bicara di

tengah-tengah sidang di Saqifah . . . . . ini Umar dan yang ini Abu

Ubaidah, silahkan yang mana satu yang akan kalian pilih. Umar

Ibn Khattab dan Abu Ubaidah tiba-tiba saja berdiri dan keduanya

berkata; tidak . . . jangan. . . . . jangan kalian pilih kami, justru

kamiakan pilih andaAbu Bakar, karena anda orang yang paling

kami hormatidi kalangan orang-orang Muhajirin.182Ulurkan tangan

anda Abu Bakar, kami baiat anda sekarang juga. Akhirnya semua

orang yang ada di Majlis Saqifah Bani Sa`idah membaiat Abu

Bakar. Dalam pembaiatan ini, orang yang pertama sekali membaiat

Abu Bakar dari kalangan orang-orang Anshar adalah Bisyar bin

Sa`ad dan dari kalangan orang-orang Muhajirin adalah Umar dan

Abu Ubaidah.

Baiat yang dilakukan kepada Abu Bakar di Saqifah ini

menurut para ahli adalah baiat terbatas yang tidak berbeda secara

substansial dengan pencalonan Abu Bakar, karena baiat secara

massal dilakukan pada esok harinya. Hal ini sebagaimana ditegaskan

Ibnu Hisyam; bahwaketika Abu Bakar dibaiat di Saqifah, pada esok

harinya dia duduk di atas mimbar, kemudian Umar bin Khattab

menyampaikan pidatonya sebagai dimulainya acara kepada hadirin

yang sudah menempati tempat di dalam dan di luar Mesjid (Mesjid

181 . Muhammad Abdul Qadir Abu Fariz, Sistem Politik Islam, hlm. 159 182 . Beberapa faktor yang dapat diidentifikasi terkait dengan kelayakan

Abu Bakar terpilih menjadi pemimpin ( Khalifah ) antaranya; Abu Bakar adalah orang yang bersama-sama Nabi Muhammad saw. di Gua Hiro ketika dalam

pengejaran orang-orang kafir Quraisy. Pengganti Nabi Muhammad saw. sebagai

imam shalat saat Nabi uzur dalam melaksanakan Shalat berjamaah di Mesjid

Nabi. Hal ini merupakan posisi terhormat bagi siapa saja yang diberikan

kepercayaan untuk menjadi imam dalam shalat berjamaah oleh Nabi.

Page 96: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

299

Nabi). Pidato Umar diakhiri dengan seruan agar umat Islam

memberikan baiat kepada Abu Bakar sebagai Khalifah. Pidato Umar

benar-benar dapat menyejukkan umat, sehingga kemudian semua

hadirin yang ada di Mesjid, termasuk yang ada di luar Mesjid

membaiat Abu Bakar secara massal (umum).183 Meskipun demikian

ada beberapa orang tidak ikut membaiat Abu Bakar karena alasan-

alasan pribadi, antaranya; dari kalangan Muhajirin ialah Ali bin

Abi Thalib dan Fatimah (putri Nabi dan menjadi isteri Ali) dan dari

kalangan Anshar ialah Sa`ad bin Ubadah. Mereka tidak ikut berbaiat

kepada Abu Bakar dengan alasan bahwa hari itu adalah hari

berkabung karena wafatnya seorang yang mulia dan tercinta, yaitu

Nabi Muhammad saw. Sementara Sa`ad bin Ubadah tidak berbaiat

karena dia lawan politik Abu Bakar dalam bursa pencalonan

Khalifah. Jadi Ali bin Ali bin Abi Thalib, Fatimah binti Muhammad

saw. dan Sa`ad bin Ubadah, ketiga-tiganya secara psikologis seperti

ada kekecewaan terhadap apa yang terjadi di Saqifah, meskipun

demikian jika disadari bahwa kejadian di Saqifah itu secara tiba-tiba,

tanpa ada agenda lebih dulu.

Demikianlah mekanisme pemilihan Abu Bakar sebagai

Khalifah pertama dalam sejarah perpolitikan dalam Islam.

Pemilihannya di Saqifah Bani Sa`idah berdasarkan musyawarah. Di

mana di era modern musyawarah atau konsultasi merupakan salah

satu pilar yang sangat menojol dalam sistem demokrasi,

terutamasaat memilih kepala negara melalui mekanisme pemilihan

umum, baik diselenggarakan secara langsung dipilih oleh rakyat

atau pun melalui perwakilan,yang berbeda barangkali dalam

mekanisme atau tata caranya saja. Berdasarkan fakta sejarah,

pemilihan Abu Bakar dilakukan dengan cara sederhana sesuai

dengan kondisi saat itu, artinya pemilihan Abu Bakar tidak melalui

mekanisme yang sistemik sebagaimana pemilihan kepala negara di

era modern dan kontemporer. Sebagai Khalifah pertama, pemilihan

Abu Bakar dalam sejarah peradaban Islam dapat dikatakan berjalan

secara langsung dan demokratis, bebas dari tindakan-tindakan tekan

menekan, intimidasi atau transaksi di belakang layar oleh pihak-

pihak yang berkepentingan, apalagi dengan menghalalkan segala

cara.

183 . Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, Juz 4, hlm. 1519

Page 97: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

300

b.Pemilihan Melalui Kesepakatan Para Elite

Pemilihan seorang kandidat kepala negara dalam eksperimen

politik Islam juga dilakukan melalui usulan yang disampaikan oleh

pemimpin sebelumnya setelah mengadakan musyawarah dengan

para tokoh atau para elite politik, kemudian mendapatkan

kesepakatan bersama. Usulan tersebut selanjutnya memperoleh

dukungan penuh dari umat (rakyat).184Pola pemilihan seperti

initerjadi kepada Umar bin Khattab.

Di akhir-akhir pemerintahan Abu Bakar, Abu Bakar

mengadakan musyawarah secara terbatas dengan para sahabat

senior atau kalangan para elite, antaranya; Abdurrahman bin Auf,

Usman bin Affan, Said bin Zaid, dan Usaid bin Hudair, serta

sahabat-sahabat yang lain dari komunitas Muhajirin dan

Anshar.185Dalam musyawarah ini Abu Bakar mengajukan usulan

agar Umar saja dipilih menjadi Khalifah setelah dirinya meninggal

nanti. Usulan ini dicatat dalam suatu ordinan oleh Usman bin Affan

yang berada di sisinya. Status ordinan secara hukum sebagai

rekomendasi dari Abu Bakar kepada Umaragar dipilih sebagai

Khalifah. Setelah selesai mencatat apa yang diutarakan Abu Bakar,

kemudian Usman membacakan catatan usulan ini kepada Abu

Bakar, dan Abu menyetujuinya. Para Sahabat senior yang

menghadiri musyawarah ini menyetujui usulan Abu Bakar,

selanjutnya catatan usulan tersebut menjadi dokumen resmi

negara.186

Setelah selesai, Abu Bakar mengundang Umar bin Khattab

untuk memberitahukan hasil keputusan; bahwa para sahabat senior

184 .Dalam konteks pemilihan kandidat kepala negara di era kontemporer

seperti sekarang ini dapat dianalogikan dengan pola pencitraan kepala negara yang

tengah berkuasa kepada calon penggantinya. Pemilihan seperti ini dilakukan

dengan tujuan agar calon penggantinya nanti bisa diharapkan dapat meneruskan

kebijakan-kebijakannya setelah menjadi kepala negara secara definitif. 185 .Muhammad Abdul Qadir Abu Fariz, Sistem Politik Islam, terj. al-

Nizam al-Siyasi Fiy al-Islam, hlm. 161. Lihat juga Abdul Wahhab al-Najjar, al-

Khulafa al-Rasyidun.hlm. 96 -98. Lihat juga Saidy Abu Jayb, Dirasat Fiy Manhaj

al-Islam al-Siyasi, hlm. 217 186 .Abdul Wahhab al-Najjar, al-Khulafa al-Rasyidun, h. 98

Page 98: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

301

sepakat untuk mengangkat Umar menjadi Khalifah. Umar pun

menerimanya dengan sepenuh hati karena berdasarkan hasil

keputusan bersama.187 Selanjutnya ordinan tersebut dibacakan oleh

Usman bin Affan di depan umat Islam di Mesjid Nabi, setelah

mendengar pembacaan ordinan tersebut umat Islam langsung

mendukung sepenuhnya usulan Abu Bakar yang sudah menjadi

kesepakatan bersama para senior sahabat Nabi. Ini berarti bahwa

langkah Abu Bakar untuk menetapkan Umar sebagai Khalifah telah

disetujui umat Islam, dan tidak lama kemudian Umar pun ditetapkan

sebagai Khalifah ke-2 setelah Abu Bakar. Kemudian proses

selanjutnya diadakan pembaiatan secara massal oleh umat Islam.188

Hal ini dapat diartikan bahwa Umar bin Khattab mendapatkan

legitimasi kepemimpinan dari rakyatnya.

c.Pemilihan KandidatMelalui Komisi Pemilihan

Pola pemilihan model ini adalah pola pemilihan melalui proses

pembentukan Komisi Pemilihan ( election committee ).

Pemilihanseperti ini terjadi kepada Usman bin Affan. Umar bin

Khattab ketika di saat-saat akhir pemerintahannya membentuk

Komisi Pemilihan yang terdiri dari enam orang anggota sahabat

senior Nabi.189 Keenam senior sahabat Nabi tersebut190 adalah Ali

bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Saad bin

Abi Waqqas, Zubair bin Awwam, dan Talhah bin Ubaidillah, dan

kemudian sebagaimana dituturkan Ibnu Katsir di dalam karyanya;

187 .Ibid. 188.Umar bin Khattab memulai pemerintahannya pada hari Selasa, 23

Agustus, 634 M. 189.Komisi Pemilihan yang dibentuk Umar bin Khattab menurut Abu

Zahrah sebanyak enam orang tokoh sahabat Nabi, tetapi menurut Ziauddin Sardar;

Komisi Pemilihan ini terdiri dari tujuh orang tokoh sahabat Nabi. Lihat Abu

Zahrah, h. 83, Lihat juga Ziauddin Sardar, h. 136. 190 . Dasar pertimbangan Umar menetapkan enam orang senior (elite)

sahabat Nabi tersebut yang kesemuanya terdiri dari komunitas Muhajirin atau

Quraisy karena mereka dinyatakan oleh Nabi sebagai calon penghuni Syurga, bukan karena mereka masing-masing mewakili kelompok atau suku tertentu. Hal

ini dimaksudkan bahwa; penetapan mereka berenam sebagaiKomisi Pemilihan itu

atas dasar pertimbangan kualitas peribadi-peribadi, bukan berdasarkan

pertimbangan kelompok atau nepotisme. Lihat Munawir Sjadzali, Islam dan Tata

Negara. h 25

Page 99: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

302

al-Bidayah wa al-Nihayah, bahwa Umar memerintahkan kepada

Komisi Pemilihan ini agar mengikutsertakan Abdullah bin Umar

tetapi posisinya sebagai anggota yang diberi hak untuk memilih saja,

yaitu orang yang dimintai pendapat dan dilibatkan dalam

musyawarah-musyawarah; wa laysa minal amri shay`un, bal

yahdhuru al-shura wa yushiru bi al-nushhi wa la yuwali

shay`an,tanpa diberi hak untuk dipilih, dan Komisi Pemilihan ini

diketuai Abdurrahman bin Auf.191Khalifah Umar memerintahkan

kepada Komisi Pemilihan ini agar melakukan musyawarah (sidang)

dan dapat mengambil keputusan tentang siapa yang akan dipilih

sebagai khalifah dari keenam sahabat senior, dan Umar memberikan

batasan waktu kepada Komisi Pemilihan ini selambat-lambatnya tiga

hari. Dalam waktu tiga hari seorang khalifah baru sudah harus

terpilih.

Setelah Umar wafat, Komisi Pemilihan192segera mengadakan

musyawarah untuk membahas agenda pengisian jabatan khalifah,

tetapi sayang seperti dikatakan Muawir Sjadzali, sejak awal

jalannya musyawarah agak alot, karena dimungkinkan adanya

persaingan internal dalam bursa jabatan khalifah. Dalam situasi yang

tidak menggembirakan ini, lanjut Munawir Sjadzali, Abdurrahman

bin Auf yang kapasitasnya sebagai ketua Komisi Pemilihan terus

mengadakan upaya-upaya agar masalah kepemimpinan segera

selesai. Kemudian Abdurrahman mengambil langkah-langkah

kongrit atas dasar mandat yang telah diterimanya dari Umar.

Selanjutnya Abdurrahman mengadakan musyawarah dengan tokoh-

tokoh sahabat yang lain selain enam orang sahabat senior yang

menjadi Komisi Pemilihan untuk mendapatkan masukan-masukan

tentang masalah kepemimpinan. Ternyata di masyarakat telah

berkembang opini adanya dua kubu pendukung, yaitu pendukung

Ali bin Abi Thalib di satu pihak, dan di pihak lain pendukung

Utsman bin Affan. Oleh karena kondisi sudah terbentuk sedemikian

rupa, langkah Abdurrahman selanjutnya mengadakan sesi dialog

dengan beberapa tokoh sahabat di luar anggota Komisi Pemilihan(

semacam melakukan poling di era kontemporer ) untuk

191 . Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, Juz ke-7, h. 152 – 158.

lihat juga Saidy Abu Jayb, Dirasat Fiy Manhaj al-Islam al-Siyasiy, h. 219 192 . Pada waktu itu salah seorang anggota Komisi Pemilihan; yaitu

Talhah bin Ubaidillah sedang berada di luar kota Madinah.

Page 100: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

303

mendapatkan gambaran yang jelas tentang siapa yang paling layak

di antara enam tokoh sahabat yang berada dalam Komisi Pemilihan

untuk menjadi khalifah. Tetapi satu persatu dari anggota Komisi

Pemilihan menyatakan diri tidak bersedia dipilih menjadi

khalifahdan pada akhirnya permasalah sudah semakin

mengerucutpada dua orang tokoh sahabat Nabi yang nampaknya

bersedia dipilih menjadi khalifah, yaitu Ali bin Abi Thalib dan

Usman bin Affan.

Setelah permasalahan sudah semakin jelas, Abdurrahman

selanjutnya memanggil dua orang kandidat terkuat, yaitu Ali bin Abi

Thalib dan Utsman bin Affan dalam acara sesi tanya jawab yang

dilaksanakan di Mesjid Nabawiy sebagai upaya uji kelayakan( fit

and proper test ) bagi kedua tokoh tersebut. Dalam acara ini

Abdurrahman mengajukan beberapa pertanyaan yang memerlukan

jawaban yang paling tepat sebagai ukuran untuk menetapkan siapa

di atara keduanya yang paling layak menjadi khalifah. Oleh

karenanya tradisi sesi tanya jawab kepada para kandidat pemimpin

di era modern sebenarnya sudah ada sejak zaman Khulafa al-

Rasyidin. Abdurrahman kemudian mengajukan pertanyaan kepada

Ali bin Abi Thalib, Ali . . ! seandainya bukan anda yang menjadi

khalifah, menurut anda siapa yang paling layak menjadi khalifah ?

Ali menjawab, Utsman.kemudian Abdurrahman giliran bertanya

kepada Utsman dengan pertanyaan yang sama. Usman menjawab . .

. . . Ali . !. Dengan demikian permasalahan sudah mendekati final,

bahwa memang benar hanya ada dua kandidat pemimpin yang

bersedia dipilih menjadi khalifah, yaitu Ali bin Abi Thalib dan

Utsman bin Affan.193

Langkah selanjutnya, Abdurrahman melakukan tes psikologis

kepada kedua kandidat untuk mengetahui sejauhmana tingkat

komitmen keduanya kepada ketentuan-ketentuan Syariat Islam.

Abdurrahman mengajukan pertanyaan kepada Ali sambil berjabat

tangan dengan tangan Ali. Ali seandainya anda dipilih menjadi

khalifah, apakah anda sanggup melaksanakan ketentuan-ketentuan

yang ada di dalam al-Qur`an dan Sunnah Nabi, serta kebijakan-

kebijakan dua Khalifah sebelum ini, yaitu Abu Bakar dan Umar ?

Ali menjawab, Allahumma La, dalam artibahwa sepanjang yang

193 . lihat Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, Juz 7, h. 159 - 160

Page 101: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

304

berkaitan dengan komitmen pada al-Qur`an dan Sunnah Nabi, ya . .

itu sudah semestinya, tetapi yang berkaitan dengan kebijakan kedua

khalifah terdahulu, itu bergantung pada ijtihad dan kemampuan

saya.Abdurrahman kemudian melepaskan tangannya dari tangan

Ali.Kemudian Abdurrahman giliran bertanya kepada Utsman dengan

pertanyaan yang samayang diajukan kepada Ali. Ternyata jawaban

Utsman lebih meyakinkan Abdurrahman, karena jawabannya tidak

mengandung kata kalau atau syarat. Usman menjawab dengan

tegas, Ya !. . . . itu yang seharusnyadilakukan. Mendengar jawaban

Utsman yang tidak mengandung kata syarat itu.Abdurrahman

langsung memegang tangan Utsman sebagai pertanda pilihan kuat

untukmenduduki jabatan khalifah, dan Abdurrahman terus

mengucapkan baiat kepadanya. Tindakan Abdurrahman tersebut

kemudian diikuti oleh para sahabat senior, termasuk Ali bin Abi

Thalib dan umat Islam.194

d.Pemilihan Dalam Situasi Darurat

Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi kalifah setelah Utsman

bin Affan dalam kondisi sosial politik tidak stabil.195Oleh karena itu

sebagaimana ditegaskan Munawir Sjadzali, penyelenggaraan

pemilihanpun jauh dari sempurna.196Hal ini setelah terjdi peristiwa

pembunuhan kepada Khalifah Utsman, sebagian umat Islam yang

melakukan demonstrasi besar-besaran di kota Madinah mendesak

Ali agar bersedia diangkat menjadi khalifah. Madinah pada waktu

itu boleh dikatakan kosong karena banyak para sahabat senior yang

sedang melakukan kunjungan ke wilayah-wilayah yang baru

ditaklukkan dan hanya sedikit saja yang ada di Madinah, antaranya;

Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam, dan tidak semua

yang ada di Madinah pun mendukung Ali, seperti Saad bin Abi

Waqqas dan Abdullah bin Umar.

Pada awalnya Ali menolak terhadap desakan para demonstran

tersebut, bahkan Ali bertanya; di mana peserta perang Badar ?di

194 . Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah – Juz 7, h. 159 – 161. Lihat

juga M. Hadi Hussain dan Ah. Kamali, The Nature of The Islamic State,( Karachi: National Book Foundation, 1977 ), h. 10 – 11. Lihat juga Munawir Sjadzali,

Islam dan Tata Negara, h. 26 - 27 195 . M. Diauddin Rais, Teori Politik Islam, terj. al-Nazariyyah al-

Siyasiyyah al-Islamiyyah, ( Jakarta: Gema Insani, 2001 ), h. 136 196 . Lihat Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 27

Page 102: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

305

mana Thalhah, Zubair, dan Saad ? Menurut Ali merekalah orang-

orang yang berhak menentukan siapa yang akan dipilih menjadi

khalifah. Tidak lama kemudian munculah ketiga-tiga tokoh sahabat

senior itu dan langsung berbaiat kepada Ali bin Abi Thalib yang

kemudian diikuti oleh masyarakat Islam, baik dari kalangan

Muhajirin ataupun Anshar, termasuk orang-orang yang mengadakan

demonstrasi dan di antara mereka orang-orang yang bertanggung

jawab atas kematian Utsman.197 Orang yang pertama sekali

melakukan baiat kepada Ali adalah Thalhah bin Ubaidillah,198

meskipun dikemudian hari Thalhah dan Zubair menjadi penentang

Ali. Pembaiatan Ali didukung juga oleh masyarakat Hijaz dan Irak,

tetapi masyarakat Syam (Sirya sekarang) di bawah pimpinan

Gubernur Muawiyah (pada saat itu Muawiyah menjabat Gubernur

Syam) menolak pembaiatan Ali, bahkan mereka meminta hak

tuntutan hukuman mati ( qishas) kepada orang-orang yang

bertanggung jawab atas kematian Utsman terlebih dulu, juga

masyarakat Syam memprotes atas keikut-sertaan para demonstran

dalam pembaiatan Ali.199

Sejak awal setelah Khalifah Utsman terbunuh, situasi politik

sudah buruk. Kondisi ini memunculkan konsekuensi pada siapa-pun

yang muncul sebagai khalifah ( kepala negara) akan menanggung

beban masalah berat. Sesudah Ali resmi menjadi Khalifah secara

definitif, situasi politikpun bukannya bertambah membaik, justeru

malah semakin rumit atau parah. Krisis politik berkepanjangan

berlangsung sepanjang masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib

sehingga tidak ada kesempatan untuk membangun pemerintahannya

dengan maksimal karena berbagai permasalah konflik terjadi. Ali

sebagai Khalifah dianggap tidak memiliki kapabelitas untuk

menyelesaikan berbagai krisis dan konflik yang terjadi pada

masanya.Beberapa permasalahan pentingantaranya, konflik yang

terjadi antara Ali sebagai Khalifah dan Muawiyah sebagai Gubernur

Syam, konflik yang tidak dapat diselesaikan secara diplomatis

kemudian menyeret terjadinya perang terbuka antara kedua belah

pihak di Siffin.

197 . M. Diauddin Rais, Teori Politik Islam, h.136 198 . Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 27 199 . Ibid.

Page 103: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

306

Berdasarkan fakta sebagaimana disebutkan di atas dapat

ditegaskan bahwa pemilihan Ali sebagai khalifah tidak seperti yang

berlaku kepada Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Pengangkatan Ali

banyak ditentang oleh orang-orang yang tidak menyetujuinya, antara

lain; Aisyah yang kemudian justru mendapat dukungan Zubeirdan

Thalhah, bahkan keduanya bergabung dengan Aisyah menentang Ali

bin Abi Thalib, padahal Ali dibaiat oleh Zubeir dan Thalhah.200

Pengangkatan Ali sebagai khalifah juga ditentang oleh

Muawiyah(Gubernur Syam saat ini)201 dengan berbagai alasan

politis, antaranya;

a. Aliharus bertanggung jawab terhadap terjadinya

pembunuhan atas Utsman, dan oleh karenanya, Ali

diminta untuk segera menangkap para pelakunya.

200 . Kekuatan yang dibangun oleh koalisi Aisyah, Zubair, dan Thalhah

menentang Khalifah Ali menyeret terjadinya perang saudara yang dikenal dalam

sejarah peradaban Islam perang Jamal terjadipada tahun 656 M.. Penentangan

koalisi kepada Khalifah Ali atas alasan yang berbeda-beda yang kesemuanya

lebih didasarkan pada kekecewaan peribadi. Misalnya Ali pernah menuduh Aisyah

berbuat mesum dengan salah seorang sahabat Nabi sebagaimana disebutkan di

dalam Hadis Ifki. Thalhah dan Zubair pernah meminta jabatan Gubernur kepada

Ali, tetapi Ali menolak. 201 . Konflik yang terjadi antara Ali sebagai Khalifah dengan Muawiyah

bin Abi Sufyan yang sudah diberhentikan (dipecat) dari jabatannya sebagai Gubernur, tetapi justeru malah membangun kekuatan dengan mendapatkan

dukungan dan simpati dari rakyat Syam menyeret ke kancah peperangan dahsyat

dan mengubah peta perpolitikan saat itu. Perang terjadi antara kekuatan Ali dan

kekuatan Muawiyah di suatu daerah yang bernama Siffin, maka perang-pun

dikenal dengan perang Siffin terjadi pada tahun 657 M. Dengan berbagai strategi

dan permasalahan yang ada pada masing-masing pihak, pada akhirnya

peperangan dimenangkan oleh pihak Muawiyah. Ali bin Abi Thalib merasa

kecewa atas hasil putusan Majlih Tahkim ( arbitrase ) yang dipandangnya telah

terjadi rekayasa, di mana Ali harus menerima kekalahan. Kondisi ini berakibat

terjadinya perpecahan di kubu kekuatan Ali, karena munculnya kubu-kubu di

pihaknya, dan paling tidak menjadi tiga kubu; Kubu yang menentang Ali, yaitu

kelompok Khawarij. Kubu yang setia kepada Ali, yaitu kelompok Syiah, dan Kubu Muhayidah (netral), yaitu kelompok yang tidak mendukung Ali, juga tidak

mendukung Muawiyah. Krisis ini menjadikan kekuatan Ali semakin lemah, dan

perpecahan tidak dapat dihindarkan. Perpecahan ini merupakan perpecahan yang

terjadi kepada umat Islam yang pertama dan yang tidak dapat dipersatukan

kembali dikemudian hari.

Page 104: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

307

b. Hak memilih untuk pengisian jabatan khalifah tidak lagi

menjadi hak warga Madinah saja, karena wilayah

kekuasaan Islam sudah tersebar luas dan tumbuh

komunitas-komunitas Islam di daerah-daerah baru , maka

harusnya pemilihan itu melibatkan mereka yang ada di

wilayah-wilayah yang baru itu.202

Berdasarkan fakta sejarah bahwa pemilihan Ali bin Abi

Thalib sebagai khalifah telah terselenggara dengan berbagai

permasalahan yang muncul. Para pengkaji pemikiran politik Islam

tidak menjadikan pola (mekanisme) pemilihan Ali sebagai salah satu

model pemilihan pemimpin.203Namun demikian, ada satu hal (

pelajaran ) penting yang harus dicatat bahwa setelah Ali menerima

kepemimpinan sebagai khalifah, tiba-tiba muncul gagasan sebagai

reaksi terhadap pengangkatan Ali sebagai khalifah bahwa

penyelenggaraan pemilihan kepala negara ( khalifah ) mestinya

harus melibatkan seluruh penduduk wilayah yang berada dalam

otoritas kekuasaan pemerintahan yang berpusat di Madinah, bukan

hanya dipilih oleh penduduk Madinah saja, karena wilayah

kekuasaan Islam sudah meluas. Jadi, kalau di era modern dan

kontemporer penyelenggaraan pemilihan umum untuk memilih

kepala negara diselenggarakan dengan melibatkan semua komponen

masyarakat yang berada dalam wilayah kekuasaan pemerintah pusat,

maka sebenarnya di era awal-awal peradaban Islam sudah muncul

pemikiran kearah itu, meskipun pada saat itu dalam praktiknya

belum teralisasikan.

Dari keempat-empat mekanisme pemilihan khalifah di era

Khulafa al-Rasyidin, setidaknya ada pandangan yang berbeda dari

dua pemikir; Abu Zahrah ( hidup di era modern ) dan al-Mawardi (

hidup di era klasik ). Abu Zahrah melihat bahwa dari keempat-empat

pola pemilihan para Khulafa al-Rasyidin ada tiga pola pemilihan;

1.Pemilihan secara langsung dan bebas.

202 . Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 27 -28 203 . Lihat Ziauddin Sardar, Masa Hadapan Islam Bentuk Idea Yang Akan

Datang, terj. Islamic Future The Shape of Idea to Come,( Kuala Lumpur: DBP,

1985), h. 148. Lihat juga Muhammad Abu Zahrah, Tarikh al-Mazahib al-

Islamiyah Fiy al-Siyasah wa al—Aqa id wa Tarikh al-Mazahib al-Fiqhiyah, h. 83

-85

Page 105: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

308

2.Pemilihan melalui usulan pemimpin terdahulu kepada

kandidat yang dikehendaki, dan

3.Pemilihan melalui pembentukan komisi pemilihan

(election commitee ).204

Sementara al-Mawardiy yang kemudian diikuti oleh sarjana-

sarjana muslim lain menjadikan hanya dua pola pemilihan sebagai

inspirasi dalam pemilihan kepala negara (khalifah, Raja atau Imam )

yang meletakan dasar pemilihan sistem syura. Dua pola tersebut,

ialah;

1. Pemilihan seorang kandidat Imam (kepala negara)

dilakukan oleh suatu Badan, yaitu Ahlul `Aqdi wa al-

Halli ( bi ikhtiyari Ahlul `Aqdi wa al-Halli ) atau disebut

juga Ahlu Syura. Hal ini sebagaimana terjadi saat memlih

Abu Bakar di Saqifah Bani Sa`idah. Jika ada dua

kandidat atau lebih, maka mekanisme pemilihannya

menurut para Ulama dilakukan qur`ah (diundi atau

vooting ), meskipun sebagian Ulama menyatakan bahwa

para anggota Ahlu Syura memilih saja salah seorang

kandidat yang paling layak, tanpa dilakukan qur`ah. Hal

ini sebagaimana terjadi saat dilakukan pemilihan

terhadap dua kandidat, yaitu Ali bin Abi Thalib atau

Utsman bin Affan, maka kemudian Ahlul `Aqdi wa al-

Halli yang dipimpin Abdurrahman bi `Auf memilih

Utsman bin Affan.

2. Pemilihan yang dilakukan secara langsung kepada

kandidat Imam ( kepala negara ) oleh Imam yang sedang

berkuasa. Mekanisme pemilihan seperti ini sebagaimana

dilakukan oleh Abu Bakar kepada Umar bin Khattab,

kemudian mendapatkan persetujuan para tokoh, elit

Sahabat Nabi dan umat.205

204 . Muhammad Abu Zahrah, Tarikh al-Mazahib al-Islamiyyah, h. 25

dan 85 -89 205 . al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyyah wa al-Wilayah al-Diniyyah, (

Beirut: Dar al-Fikr, t.th ), h. 6 - 10. Lihat juga Fathiy al-Dariniy, Khashais al-

Tasyri Fiy al-Siyasah wa al-Hukmiy, ( Beirut: Muassisah al-Risalah, 1982 ), h.

427

Page 106: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

309

BAB V

KEBIJAKAN POLITIK

EMPAT KHULAFA AL-RASYIDIN

Dalam konteks ini akan disampaikan beberapa penjelasan

tentang sosok dan kepribadian, serta kebijakan-kebijakan politik

para Khulafa al-Rasyidin, yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab,

Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Keempat-empat senior

Sahabat Nabi ini dari sisi kedekatan kepada Nabi tidak diragukan

lagi, karena Abu Bakar dan Umar keduanya menjadi mertua Nabi,

sementara Utsman dan Ali bin Abi Thalib, keduanya adalah

menantu Nabi, dan dari sisi perjuangan dalam menegakkan Islam

dan kebenaran keempat-empat Sahabat Nabi tersebut paling

terdepan. Berikut ini penjelasan tentang sosok, kepribadian dan

kebijaka-kebijakan mereka dalam politik kenegaraan, sebagai

berikut;

1. Abu Bakar al-Siddiq dan Kebijakan Politik

Setelah resmi menjadi khalifah, Abu Bakar memerintah

selama dua 2 tahun tiga 3 bulan sepuluh 10 hari (632 – 634 M.),

maka Abu Bakar menjadi khalifah pertama pasca Nabi Muhammad

saw. Khalifah adalah pemimpin yang diangkat oleh umat Islam

untuk menggantikan posisi Nabi sebagai pemimpin umat yang

bertugas melanjutkan perjuangan Nabi dalam rangka menciptakan

kedamaian, memberikan perlindungan, mendakwahkan agama,

memastikan ajaran Islam dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari,

serta mengelola kehidupan masyarakat dengan baik.

Setelah resmi diangkat menjadi khalifah, Abu Bakar

menyampaikan pidato perdananya (pidato kenegaraan) di depan

umat, antaranya sebagai berikut;

“ Wahai manusia (umat), Aku telah diangkat untuk mengelola

( memenej ) urusan kalian, padahal Aku bukanlah orang yang

Page 107: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

310

terbaik di antara kalian, maka ketika Aku melaksanakan

tugasku dengan baik, bantulah aku, tetapi jika Aku berbuat

salah, betulkanlah aku. Kejujuran itu amanah ( al-sidqu

amanah ), berbohong itu penghianatan (al-kizbu khianah ).

Orang yang kalian pandang lemah, aku pandang dia kuat,

sehingga aku dapat mengembalikan hak kepadanya.Sementara

orang yang kalian pandang kuat, aku pandang dia lemah,

sehingga aku dapat mengambil hak darinya.Umat Islam agar

tetap mempertahankan agama Allah. Jika tidak, maka akan

terjadi malapetaka kehinaan ( al-dzulli ). Upayakan agar

tindak kejahatan tidak merebak di tengah-tengah masyarakat,

karena jika tindak kejahatan merebak, maka Allah akan

menurunkan bencana. Taatlah ( loyal ) kepada-ku selama aku

taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika aku melanggar aturan

Allah dan Rasul-Nya, maka tidak perlu kalian taat kepada-ku.

Dirikanlah shalat, maka Allah akan menurunkan rahmat

kepada kalian.206

1.1.Dasar Politik Abu Bakar

Berdasarkan apa yang disampaikan Abu Bakar dalam

pidato perdananya setelah dilantik sebagai Khalifah, dapat

disampaikan bahwa dasar politik Abu Bakar berlandaskan pada

karakter dan sikap jujur,adil dan tegas yang sudah tertanam pada

jiwa dan kepribadiannya, dan ini sebagai keberhasilan pendidikan

yang diajarkan Nabi Muhammad saw. kepadanya. Karakter jujur,

adil dan tegas dari kepemimpinan Abu Bakar tercermin pada pidato

pertamanya setelah pelantikannya sebagai khalifah. Dalam

pidatonya ini terdapat beberapa pernyataan politik yang mendasari

berbagai kebijakannya. Dasar pemikiran politik tersebut

menekankan pada aspek pembangunan mentalitas dan sifat-sifat

terpuji sebagai langkah awal dalam strategi pembangunan yang

menjadi agenda utama sepanjang pemerintahannya, antaranya

sebagai berikut;

206 . Lihat Ibnu Hisyam, al-Sirah al- Nabawiyyah, Juz 4, h. 1520. Lihat

juga Ibnu Qutaibah al-Dainuriy, al-Imamah wa al-Siyasah, h. 22 - 23

Page 108: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

311

1. Sikap tawadhu`;yaitu sikapyang tidak memperlihatkan

kelebihan atau keistimewaan yang dimiliki Abu Bakar,

meskipun Abu Bakar orang kesatu setelah Nabi Muhammad

saw. tetapi Abu Bakar tidak mengklaim dirinya lebih baik

dari pada yang lainnya.

2. Terbukaatautransparan; yaitu sikap terbuka menerima

masukan dankritikan membangun dan tidak ada yang

ditutup-tutupi. Abu Bakar sebagai manusia biasa bisa saja

benar dansalah dalam melaksanakan tugasnya sebagai

pemimpin umat. Oleh karena itu Abu Bakar meminta kepada

rakyatnya agar selalu memberikan motivasi dan kerjasama

mereka jika Abu Bakar benar dalam perintah dan

kebijakannya. Tetapi jika Abu Bakar salah, rakyatnya

diminta agar senantiasa menyampaikan teguran dan kritikan

yang membangun.

3. Tulus dan Jujur (al-shidqu / integrity); yaitu sikap yang

penuh dengan kejujuran dan ketulusan, baik dalam tindakan

atau pun ucapan. Dalam hubungan ini Abu Bakar

menegaskan bahwa kejujuran ituamanah, sedangkan

bohongitukhianat( al-sidqu amanah wal-kizbu khiyanah

),maka keadilan dalam berbagai aspek kehidupan, baik yang

terkait dengan sosial politik, sosial ekonomi, hukum,

pendidikan dan sebagainya harus ditegakkan kepada siapa

saja, meskipun kepada orang kuat tetapi salah, justeru orang

yang lemah harus dilindungi jika dia berada pada posisi yang

benar.

4. Komitmendengan ajaran agama. Dalam hubungan ini Abu

Bakar menegaskan bahwa umat Islam agar tetap

memepertahankan agama dengan penuh komitmen untuk

melaksanakan ajarannya. Jika tidak, maka akan berdampak

buruk terhadap kehidupan umat.

5. Upaya meminimalisir tindak kejahatan dantindak kriminal.

Dalam hubungan ini Abu Bakar berpesan kepada rakyatnya

agar senantiasa berusaha mencegah supaya tindak kejahatan

atau kriminal tidak merebak atau meluas di tengah-tengah

masyarakat. Jika itu yang terjadi, maka akan berdampak

munculnya berbagai virus masalah sosial ( social problems ).

Page 109: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

312

6. Komitmen rakyat untuk mendukung dan selalu loyal (taat

setia) kepadanya dalam hal kebenaran. Dalam hubungan ini

Abu Bakar berpesan agar masyarakat Islam (rakyatnya)

untuk tetaployal ( taat setia ) kepadanya, selama Abu Bakar

taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dalam arti menjalankan

semua perintah dan meninggalkan semua yang dilarang.

Tetapi jika Abu Bakar tidak taat menjalankan perintah dan

meninggalkan apa yang dilarang Allah dan Rasul-Nya, maka

umat Islam diingatkan oleh Abu Bakar untuk tidak

memberikan loyalitas kepadanya. Ini artinya siapapun

pemimpin yang sudah menyimpang atau sudah menyalah

gunakan wewenang yang dimandatkan kepadanya dari garis

ketentuan dan peraturan, maka rakyat (umat Islam) tidak

perlu memberikan loyalitas kepadanya.

7. Lebih khusus Abu Bakar menekankan pesannya agar umat

Islam ( rakyatnya ) tetap komitmen melaksanakan ibadah

shalat, karena shalat merupakan tiang agama, siapa saja

yang melaksanakan shalat berarti dia telah memperkuat

agama, dan jika dia meninggalkan shalat berarti dia telah

meruntuhkan agama dari dalam dirinya. Allah akan selalu

memberikan rahmat kepada orang-orang yang mendirikan

shalat.

1.2. Konsolidasi Terciptanya Integrasi

Abu Bakar Siddiq menjabat khalifah dalam waktu yang relatif

singkat, yaitu; 2 tahun 3- bula 10-hari. Dalam waktu yang relatif

singkat ini Abu Bakar telah melakukan banyak hal, berbagai upaya

pembenahan dan penataan pemerintahannya telah dilakukan,

antaranya; Abu Bakar melakukan penumpasan terhadap gerakan

separatis yang melakukan pemberontakan. Gerakan ini dilakukan

oleh beberapa suku (Qabilah) Arab yang berupaya memisahkan diri

dan tidak lagi loyal kepada pemerintah yang dipimpin Abu Bakar.

Hal ini karena mereka beranggapan bahwa perjanjian damai (al-

`ahd) dan pengakuan terhadap kepemimpinan yang berpusat di

Madinah itu dilakukan dengan Nabi Muhammad, maka ketika Nabi

Muhammad telah wafat menurut anggapan mereka secara otomatik

perjanjian itu tidak berlaku lagi dan tidak ada kesepakatan

Page 110: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

313

perpanjangan perjanjian baru antara ke dua belah pihak. Oleh

karena itu mereka menentang kekuasan Abu Bakar.

Gerakan separatis ini umumnya dipimpin oleh orang-orang

yang mengaku dirinya nabi ( nubuwwah ) yang muncul di beberapa

wilayah di sekitar Semenangjung Arabia. Pengakuan kenabian ini

sebenarnya hanya klaim-klaim saja tanpa berdasarkan bukti-bukti

hakikat kenabian yang sebenarnya, oleh karenanya dapat dipastikan

bahwa pengakuan kenabian tersebut hanya upaya politisasi dari

pihak-pihak yang menentang kekuasaan Abu Bakar untuk

mengelabuhi masyarakatnya. Beberapa orang yang mengaku

dirinya nabi, antaranya adalah Musailimah al-Kazzab dan Thulaihah

bin Khuwailid, tetapi kedua gerakan separatis berhasil ditumpas oleh

pasukan Tentara yang dipimpin Khalid bin Walid. Thulaihah

berhasil lolos dan melarikan diri ke Syam (Syiria).Menurut salah

satu riwayat dia kemudian masuk Islam kembali, dan ketika

kepemimpinan umat berganti kepada Umar bin Khattab, Thulaihah

berbai`at kepada Umar sebagai Khalifah, bahkan Thulaihah banyak

melibatkan diridalam upaya perluasan wilayah (al-fath). Selain dua

orang tersebut di atas yang mengaku nabi, muncul gerakan sparatis

di wilayah Bahrain, tetapi kemudian gerakan separatis ini berhasil

dihancurkan oleh pasukan Tentara yang dipimpin al-`Ala al-

Hadhramiy.207

Dalam menyikapi kondisi ini Abu Bakar merasa bertanggung

jawab untuk menjaga persatuan dan kesatuan umat, menjaga agama

dan kedaulatan pemerintahan, maka Abu Bakar sebenarnya pada

langkah awal mengambil kebijakan terhadap persoalan ini melalui

upaya diplomasi dengan teguran melalui surat yang dikirim kepada

para pelaku gerakan separatis, dan jika upaya ini menemui

kegagalan, maka solusi akhir adalah perang, dan ternyata upaya

diplomasi menemui kegagalan, maka jalan akhir adalah perang.

Perang ini dikenal dalam sejarah Perang Riddah, yaitu menumpas

gerakan orang-orang yang melakukan separatis dengan

menggunakan isu murtad, yaituorang yang menyatakan diri keluar

207 . Muhammad Jalal Syaraf dan `Ali Abdul Mu`thi Muhammad, al-Fikr

al-Siyasi Fiy al-Islam, Shakhshiyyat wa Mazahib, h. 110 - 111

Page 111: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

314

dari agama Islam dan kembali kepada agama atau kepercayaan

dahulu. Pasukan yang dikirim untuk menumpas gerakan sparatis ini

dipimpin oleh Khalid bin Walid; salah seorang panglima perang

yang sukses.208 Perang ini terjadi di beberapa wilayah, antaranya

Daerah Yamamah, dan tentara yang dipimpin oleh Khalid bin Walid

berhasil menumpas gerakan separatis ini. Khalid bin Walid berhasil

menyatukan kembali wilayah kekuasaan politik secara sempurna di

wilayah Jazirah Arab (semenanjung Arab) yang berada di bawah

kekuasaan Madinah.209

Pada masa Nabi Muhammad saw. kekuasaan wilayah baru

sebatas Mekah dan Madinah, di mana Madinah sebagai pusat

Pemerintahan, tetapi saat kepemimpinan umat dipimpin oleh Abu

Bakar dan bahkan para Khalifah sesudahnya perluasan wilayah

semakin terus bertambah. Perpolitikan umat Islam pun terus

mengalami dinamikanya yang cukup signifikan dari waktu ke waktu.

Hal ini terlihat ketika Abu Bakar memerintah sebagai khalifah untuk

pertama kalinya dalam sejarah peradaban Islam, bahwa

perkembangan politik sangat ketara dalam beberapa aspek. Paling

tidak secara umum ada tiga hal yang cukup menonjol, yaitu;

1. Masa pembenahan dan masa penguatan dasar-dasar politik

negara.

2. Perluasan wilayah kekuasaan.

3. Penyatuan bangsa Arab di bawah satu kordinasi

kepemimpinan Abu Bakar, negara pun semakin menjadi

besar meliputi Semenanjung Arab.210

Model kekuasaan yang diimplementasikan pada masa

Khalifah Abu Bakar sebagaimana pada masa Nabi Muhammad saw.

208 . lihat Muhammad Salim al-Awwa, Fiy al-Nizam al-Siyasi Li al-

Daulah al-Islamiyyah, h. 82 209 . Ibid. 210.Ibid. h. 82 – 83.Setelah menyelesaikan urusan dalam negeri, Abu

Bakar mempersiapkan pasukan perang ke luar Semenanjung Arabia.Kemudian

pasukan yang dipimpin Khalid bin Walid dikirim ke Iraq dan berhasil menguasai

al-Hirah pada tahun 634 M. Sebuah ekspedisi dikirim ke Syria dibawah empat

orang pemimpin perang, yaitu; Abu Ubaidah, Amr bin Ash bin Abi Sufyan dan

Surahbil.Lihat. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h. 36

Page 112: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

315

adalah bersifat sentralistik, di mana kekusaan legislatif, eksekutif

dan yudikatif berada ditangan Khalifah, belum terlembagakan dalam

masing-masing lembaga tersendiri yang terpisah dan memang di era

Khalifah Abu Bakar belum terbentuk pemerintah daerah yang

dipimpin Gubernur atau Amir, karena wilayah kekuasaanya masih

sebatas semenangjung Arabia, belum merambah ke Syam atau Iraq

dan lain-lain.211 Pada waktu itu belum terjadi distribusi kekuasaan,

karena memang dinamika perpolitikannya saat itu masih dalam

tahap-tahap pembinaan dan pembenahan, rupanya ketiga-tiga

kekuasaan tersebut masih mampu ditangani Khalifah yang dibantu

oleh beberapa staff ahli, seperti Umar, Utsman Ali bin Abi Thalib

dan sebgainya. Meskipun demikian, seperti juga di era Nabi

Muhammad saw. Abu Bakar selalu memprioritaskan sahabat-

sahabat Nabi yang senior untuk bermusyawarah dalam mengambil

kebijakan terhadap berbagai persoalan yang menyangkut

kepentingan orang banyak.212

2. Umar Bin Khattab dan Kebijakan Politik

Umar bin Khattab menjabat khalifah selama kurang lebih 13

tahun, yaitu antara tahun 634 - 644 M. Umar bin Khattab menerima

jabatan khalifah pada hari Selasa 13 Agustus 634 M. dan terpilihnya

Umar sebagai khalifah memberikan manfaat yang sangat besar bagi

kelangsungan danperkembangan Islam sebagai kekuatan politik

umat Islam,213 terciptanya pemerintahan yang solid dan kuat, serta

didukung oleh sistem birokrasi yang cukup mapan. Kebijakan yang

dilakukan Umar, baik yang terkait dengan kepentingan internal

umat Islam ataupun secara eksternal dalam hubungannya dengan

masyarakat non muslim mendapatkan dukungan luar biasa dari umat

Islam.

211 . Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 36

212 . Ibid. 213 . Ahmad Fadlali et al, Sejarah Peradaban Islam ( Jakarta: Pustaka

Asatrus, 2004 ), h. 23

Page 113: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

316

Pertama sekali yang disampaikan Umar bin Khattab dalam

pidato politiknya (khutbah politik) setelah resmi menjadi khalifah,

antaranya Umar menegaskan sebagai berikut bahwa;

Bangsa Arab itu ibarat seekor unta yang ditarik dengan

gelang pada hidungnya, ke mana saja unta itu ditarik, ia

ikut, maka perhatikan orang yang menarik unta ke mana dia

menarik. Tetapi aku (kata Umar) demi Tuhan yang menjaga

Ka`bah akan aku tarik mereka ke jalan (yang benar).214

Pidato ini memperlihatkan kekuatan kepribadian Umar yang

bertanggung jawab atasterciptanya kebaikan masyarakat dan

rakyatnya secara konsisten, maka dapat ditegaskan bahwa pada masa

Khalifah Umar (bahkan juga di era Abu Bakar), kondisi politik

dalam keadaan stabil sehingga mendorong upaya-upaya perluasan

wilayah kekuasaan. Upaya-upaya ini menghasilkan buah bahwa

wilayah kekuasaan Islam terbentang luas dari Semenanjung Arab,

Palestina, Syam ( Siria ), Iraq, Persia ( Iran ), sampai ke Mesir.215

Di zaman pemerintahan Umar, gerakan ekspansi dilakukan

besar-besaran, yaitu perluasan daerah kekuasaan, dan pertama kali

terjadi pada Ibu Kota Syam (Syiria); Damaskus yang berhasil

dikuasai pada tahun 635 M. setahun kemudian seluruh daerah Syiria

dapat dikuasai oleh tentara Islam. Ekspansi kemudian diteruskan ke

Mesir di bawah pasukan yang dikomandoi Amr bin Ash dan berhasil

menguasai daerah Iskandariah yang menjadi Ibu kota Mesir saat itu

pada tahun 641 M. kemudian tentara Islam yang dipimpin oleh

Sa`ad bin Abi Waqqas diperintahkan untuk memasuki wilayah Iraq

dan berhasil menguasai daerah al-Qadisiyah pada tahun 637 M.

selanjutnya tentara Islam berhasil menguasasi ibu kota Persia; al-

Madain pada tahun yang sama. Pada tahun 641 M. daerah Mosul

dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa pemerintahan Umar

bin Khattab, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Semenangjung

214 . Lihat Muhammad Fathi Utsman, Min Usul al-Fikr al-Siyasiy al-

Islamiy ( Beirut: Muassisah al-Risalah, 1904 ), hlm.348 215 . Muhammad Salim al-`Awwa, Fiy al-Nizam al-Siyasiy Li al-Daulah

al-Islamiyah, hlm. 84. Lihat juga Hanum Asrohah, Sejarah Peradaban Islam(

Jakarta: Wacana Ilmu, 2001 ), hlm. 17

Page 114: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

317

Arab, Palestina, Syam ( Syiria ), sebagian besar wilayah Persia dan

Mesir.216

2.1.Menciptakan Stabilitas Politik

Dalam mengelola wilayah kekuasaan yang luas, Umar bin

Khattab mulai mengatur administrasi dan birokrasi pemerintahan

sebagai langkah dan kebijakan yang diambilnya dalam menata

perpolitikan. Penataan ini mencontohi administrasi yang sudah

berkembang, terutama di Persia.217Kebijakan yang dilakukan Umar

pada prinsipnya adalah upaya konsolidasi wilayah Arab dan

penyatuan suku-suku Arab dalam sebuah nation state. Kebijakan ini

tentu saja paling tidak dimaksudkan untuk menghilangkan hal-hal

yang menyebabkan terjadinya permusuhan antar suku atau qabilah.

Melihat luasnya kekuasaan sebagai keberhasilan perjuangan Tentara

Islam, sebagaimana disebutkan di atas, tentu saja memerlukan

kapabelitas dan kecermatan pengelolaan. Dalam hal ini Khalifah

Umar telah melakukan beberapa kebijakan, sebagai berikut;218

1.Menciptakan Pemerintahan Bersih

Hal ini tercermin dari sikap keterbukaan Umar dalam

mengambil keputusan melalui musyawarah, dan menutup

rapat-rapat tindakan nepotisme, serta persamaan perlakuan

di depan hukum. Mekanisme musyawarah yang dipraktikan

Umar melalui beberapa pola, antaranya; bermusyawarah

yang melibatkan masyarakat umum, atau melalui pola di

mana Umar mengundang beberapa sahabat senior, baik dari

komunitas Muhajirin, Anshor dan lainnya. Selain dari itu,

perekrutan dan pengawasan pegawai dapat menjadi cermin

upaya menciptakan pemerintahan yang bersih, di dalam

bahasa saat ini adalah clean and good governance,

216 .Muhammad Salim al-Awwa, Fiy al-Nizam al-Siyasiy Li al-Daulah

al-Islamiyah, hlm. 83. Lihat juga, Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari

Berbagai Aspeknya, hlm. 58. Lihat juga Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,

hlm. 37 217 . Lihat Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h. 37 218 . Lihat Ahmad Fadlali, Sejarah Peradsaban Islam, h. 25 - 27

Page 115: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

318

antaranya; Umar mensyaratkan pegawai-pegawainya harus

berilmu, wara`i (sikap hati-hati, cukup dengan apa yang ada

dan tidak gila harta), kuat, dan bukan orang yang gila

jabatan. Umar juga terus melakukan kontrol terhadap para

pegawainya, misalnya; kasus yang terjadi terkait

penganiyaan yang dilakukan Amr bin Ash (Gubernur Mesir)

dan putranya; Muhammad terhadap seorang warga Mesir.

Ketika nmendengar kasus ini, Umar segera mengundang

semua fihak dan memerintahkan agar orang-orang Mesir

membalas kezaliman tersebut.

2.Sumber Pendanaan Negara

Dalam memenuhikebutuhan operasional negara,

Umar mengandalkan pendapatannegara daribeberapa

sumber pendapatan, antaranya; dana zakat, fey, dan

ghanimah. Dalam pengambilan dana zakat, zakat diambil

dari orang-orang Islam yang sudah wajib mengeluarkan

zakat, tetapi kemudian Umar mengambil kebijakan untuk

mentiadakan golongan al-Muallafah Qulubuhum(orang yang

baru masuk Islam). Hal ini didasarkan atas pertimbangan

bahwa dulu mereka diberi bagian harta zakat karena umat

Islam masih dalam kondisi lemah, tetapi setelah umat Islam

kuat, maka tidak perlu lagi memberikan bagian harta zakat

kepada mereka (Muallafah Qulubuhum). Harta Fey

terdiridari Jizyah, yaitu;pajak kepala yang dikenakan kepada

orang-orang non mslim yang bertempat tinggal di daerah

kekuasaan Islam,Kharrajialah pajak tanah yang dikenakan

kepada orang-orang non muslim yang bertempat tinggal di

daerah kukasaan Islam, dan `ushur,yaitu; pajak perdagangan

dikeluarka 10% (`ushur) setelah dihitung semua barang

dagangan pada setiap haul atau lingkaran pertemuan tanggal

dan bulan pada setiap tahunya.Jumlah Jizyah yang harus

diserahkan adalah 24 Dirham per-tahun dari setiap laki-laki

ahl-Zimmah, yaitu; orang-orang non muslim yang bertempat

tinggal didaerah kekusaan Islam yang telah mendapatkan

jaminan keselamatan dan keamanan. Keputusan Umar

tentang pemberlakuan kharraj terhadap tanah adalah

Page 116: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

319

keputusan yang didasarkan pada pertimbangan sosiologis

dan politis, meskipun terlihat adanya penyimpangan dari

tradisi Nabi, dan Abu Bakar. `Ushur adalah semacam bea

cukai yang dikenakan pada barang dagangan yang berasal

dari Dar al-Harab, yaitu wilayah yang masih bergolak tetapi

sudah dikuasai umat Islam.

3. Administrasi Pemerintahan

Dalam hal ini, Khalifah Umar telah melakukan

pembenahan administrasi negara. Dalam kaitan ini

Muhammad Salim al-`Awwa menyebutkan beberapa langkah

strategis yang dilakukan Khalifah Umar sebagai berikut;219

a. Pembagian Daerah Kekuasaan Islam

Khalifah Umar membagi daerah kekuasaan

Islam ke dalam beberapa wilayah. Hal ini dilakukan

bertujuan agar pemimpin-pemimpin wilayah, yaitu

Amir, Wali, atau Gubernur dapat memaksimalkan

peningkatan sumber pendapatan negeri atau wilayah

tersebut, seperti Provinsi Ahwas atau Bahrain, Provinsi

Tobaristan, dan Provinsi-Provinsi lainnya. Khalifah

Umar juga membangun ( mendirikan ) kota-kota baru,

seperti Basrah, Kufah, Fustat, dan sebagainya.

b.Menertibkan Administrasi Militer.

Tentara digaji melalui lembaga negara yang

disebut al-Diwan; semacam Kemeterian. Khalifah Umar

juga mengangkat pejabat bawahan atau staff untuk

membantu tugas Komandan Militer. Tentara saat itu

dibagi menjadi dua bagian, yaitu Kaveleri ( pasukan

berkuda ) dan Infantri ( pasukan pejalan kaki ).Untuk

219 . Lihat Muhammad Salim al-`Awwa, Fiy al-Nizam al-Siyasiy Li al-

Daulah al-Islamiyah, h. 83

Page 117: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

320

memperkuat pertahanan, Khalifah Umar membangun

benteng perbatasan.

c.Pemisahan Lembaga Eksekutif dan Yudikatif

Umar bin Khattab merupakan khalifah pertama

yang memberlakukan gaji untuk para hakim, dan Umar

juga yang membedakan antara kekuasaan Yudikatif dari

kekuasaan Eksekutif. Untuk Lembaga Pidana

(hukuman), Khalifah Umar memperkenalkan sistem

pidana penjara untuk pertama kalinya di dunia Islam

sebagai memperkuat apa yang sudah ada sebelumnya, di

mana hukuman ini meskipun tidak melembaga, tetapi

sebenarnya sudah ada semenjak Nabi Muhammad saw. di

era Khalifah Umar hukuman penjara ini dilembagakan.

Selain dari itu Khalifah Umar disebut sebagai peletak

dasar prinsip-prinsip peradilan, Umar juga disebut

sebagai penyusun pedoman bagi para hakim.

d.Pembentukan Komisi Pemilihan Khalifah

Kalifah Umar di akhir-akhir hayatnya dan dalam

kondisi kesehatanya yang semakin menurun, Umar

masih sempat memikirkan tentang kelangsungan

pemerintahan jika nanti dia sudah tidak ada lagi di dunia

ini, yaitu tentang bagaimana mekanisme pemilihan

seorang kandidat Khalifah. Hal ini dalam rangka untuk

memastikan bahwa agar peralihan kekuasaan atau

kepemimpinan berada dalam kondisi aman dan

terkendali, tidak muncul gejolak yang mengganggu

stabilitas politik, maka kemudian Umar memutuskan

untuk membentuk Komisi Pemilihan (election

committee), sebuah lembaga yang diberi wewenang

untuk menyelenggarakan pemilihan kandidat khalifah,

siapa yang paling layak dan memiliki kapabelitas, serta

memiliki komitmen tinggi terhadap pelaksanaan agama

untuk diangkat menjadi khalifah.

Page 118: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

321

Berdasarkan program kerja ini, Umar mengangkat

enam orang anggota Komisi Pemilihan, yaitu; Ali bin

Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf,

Zubair bin Awwam, Thalhah, dan Saad bin Ubadah,

tetapi kemudian ditambah satu orang anggota sehingga

menjadi tujuh orang. Anggota ketujuh itu adalah

Abdullah bin Umar, yaitu putra Khalifah Umar, tetapi

dalam keanggotaannya, Abdullah bin Umar hanya diberi

hak suara memilih, tanpa diberi hak dipilih, dan ini

berdasarkan keputusan Khalifah Umar sendiri, alasannya

karena Umar tidak mau ada tuduhan di kemudian hari

bahwa Umar sebagai pemimpin yang nepotisme jika

Abdullah bin Umar dipilih menjadi khalifah. Dalam

kaitan ini Umar menegaskan;Cukuplah Umar saja yang

menjadi Amirul Mukminin. Untuk melaksanakan tugas

pemilihan ini diangkatlah Abdurrahman bin Auf sebagai

ketua KomisiPemilihan (Head ofElection Committee ),

dan Khalifah Umar memberikan batas waktu kepada

Komisi ini dalam masa tiga hari saja. Dalam waktu tiga

hari Komisi Pemilihan sudah harus menyelesaikan

tugasnya, yaitu terpilihnya seorang Khalifah.

e.Menguatkan Pengelolaan Baitul Mal

Baitul Mal merupakan lembaga yang berfungsi

sebagai tempat menyimpanan harta kekayaan negara.

Harta kekayaan negara ini diperoleh dari sumber-sumber

pendapatan negara dan dipergunakan untuk

berbagaikepentingan umum, serta untuk kesejahteraan

umat. Oleh karenanya harta yang disimpan di Baitul Mal

adalah milik negara. Nabi Muhammad saw.

semasahidupnya telah memperkenalkan harta Baitul Mal

yang dipergunakan untuk menjamin kebutuhan hidup dan

kesejahteraan masyarakat minimum bagi setiap orang

muslim dan non muslim yang hidup bersama orang-orang

Page 119: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

322

Islam.220 Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin

Khattab, Baitul Mal semakin dikembangkan fungsinya

sehingga menjadi lembaga resmi negara dan permanen.

Baitul Mal di masa pemerintahan Khalifah Umar tidak

hanya ada di Ibu Kota Negara; Madinah, melainkan juga

didirikan di wilayah-wilayah yang sudah dikuasai umat

Islam. Pengembangan inidilakukan seiring dengan

luasnya wilayah kekuasaan pemerintahan Islam. Khalifah

Umar telah melakukan kebijakan membangun cabang-

cabang Baitul Mal di Ibu Kota Provinsi. Dalam

pengelolaannya, agar Baitul Mal dapat berjalan dengan

baik, Khalifah Umar mengangkat Abdullah bin Arqam

sebagai bendahara negara (semacam Menteri Kordinator

bidang ekonomi di era modern) dengan dibantu oleh

Abdullah bin Ubaidillah al-Qari dan Muayqab sebagai

wakilnya.221Dalam pengelolaan Baitul Mal, Khalifah

Umar dan staff-staffnya sebagai pemegang amanah,

sedangkan pengelolaan Baitul Mal ditingkat cabang-

cabang di provinsi ditangani oleh para pejabat setempat

dan tidak bertanggung jawab kepada Gubernur. Oleh

karenanya pejabat-pejabat Baitul Mal di tingkat cabang

memilki otoritas penuh dalam pengelolaan harta umat

dan hanya bertanggung jawab kepada pemerintah pusat

di Madinah, yaitu bertanggung jawab kepada Khalifah.

Berdasarkan fasilitas yang dimiliki negaradi era

Khalifah Umar dengan melimpahnya harta kekayaan

negara yang tersimpan di Baitul Mal, maka negara

bertanggung jawab menyediakan berbagai fasilitas untuk

berbagai keperluan hidup, antaranya makanan bagi para

janda, anak-anak yatim, serta anak-anak terlantar,

membiayai penguburan orang-orang miskin, membayar

hutang-hutang orang yang bangkrut, membayar diyat (

denda) untuk kasus-kasus tertentu, seperti membayar

220 . Lihat Tim Peneliti PSIK Universitas Paramadina, Negara

Kesejahteraan dan Globalisasi Pengembangan Kebijakan dan Perbandingan

Pengalaman ( Jakarta: PSIK Universitas Paramadina, 2008 ), h. 15 221 . Lihat Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam

(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 59 - 60

Page 120: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

323

diyat prajurit Shebani yang membunuh orang Kristen

karena terpaksa untuk menyalamatkan dirinya, serta

memberikan pinjaman tanpa bunga kepada rakyat yang

memerlukanya. Tanggung jawab negara di era Khalifah

Umar sebagaimana disebutkan di atas merupakan salah

satu keberhasilan negara dalam merealisasikan

kemakmuran dan kesejahteraan sosial, dan pengelolaan

institusi Baitul Mal melalui administrasi yang tertata baik

dan rapi merupakan kontribusi terbesar Khalifah Umar

bin Khattab pada peradaban Islam.

f. Pembentukan al-Diwan

Selain mendirikan dan mengembangkan Baitul

Mal, Khalifah Umar juga membentuk al-Diwan, yaitu

sebuah lembaga pemerintah yang diberi wewenang untuk

mengatur dan mengelola tunjangan-tunjangan kepada

Tentara dan pensiunanya, sekaligus sebagai upaya

realisasi jaminan sosial.Pembentukan lembaga ini dilatar

belakangi oleh peristiwa yang terjadi kepada Abu

Hurairah yang ketika itu menjabat Gubernur di Bahrain.

Abu Hurairah membawa harta hasil pengumpulan pajak

kharraj (pajak tanah) sebesar 500.000 Dirham ke

Madinah; Ibu Kota Negara. Peristiwa ini terjadi pada

sekitar tahun 16 H. kemudian beberapa Sahabat Nabi

menuntut bagiannya masing-masing, bahkan di antara

mereka ada yang mencoba membagi-bagikanya untuk

diri mereka sendiri, dan ini tentu saja menjadi tidak baik

karena akan terjdi perebutan harta kharraj yang berakibat

munculnya kekacuan, oleh karena itu perlu ada kordinasi

untuk pengelolaan. Dengan demikian, perlu ditegaskan

bahwa pendapatan negara agar bisa didistribusikan

dengan baik untuk tujuan terciptanya kesejahteraan dan

pemerataan pendapatan. Pengembangan kebijakan dan

perbandingan pengalaman merupakan sesuatu yang baik,

maka Khalifah Umar berinisiatif untuk mengaturnya,

dan atas usulan Khalid bin Walid yang telah melihat

pelaksanaan Diwan di Syam ( Syria ), Umar

Page 121: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

324

menganggap perlu mengikuti usulan Khalid bin Walid

untuk pengelolaan al-Diwan yang lebih efektif.222

2.2. Prinsip-Prinsip Politik Umar bin Khattab

Dalam konteks ini akan disampaikan beberapa prinsip politik

yang menjadilandasan kebijakanKhalifah Umar bin Khattab dalam

pemerintahannya sebagai berikut;

1.Musyawarah

Musyawarah atau konsultasi merupakan prinsip utama dalam

pemerintahan Umar bin Khattab. Di abad modern dan kontemporer

musyawarah atau konsultasi menjadi prinsip utama dalam sistem

pemerintahan yang berdasarkan demokrasi. Khalifah Umar

memiliki komitmen yang sangat tinggi dalam menyelesaikan

berbagai permasalahan yang melibatkan orang banyak ( masyarakat

atau negara ) melalui musyawarah dengan menghadirkan beberapa

sahabat senior Nabi. Hanya teknisnya saja barangkali yang berbeda,

kalau zaman dulu musyawarah diselenggarakan bisa jadi sangat

sederhana, dan dimana saja bisa dilakukan, tanpa terikat di suatu

tempat. Di zaman modern dan kontemporer musyawarah

diselenggarakan dalam bentuk yang sudah didesain sangat rapi, dan

bahkan sudah terlembagakan, baik dalam bentuk urun rembuk, rapat,

siding, konferensi, dan sebagainya.

Kenapa umat Islam menjadikan musyawarah sebagai pola

atau mekanisme dalam penyelesaian masalahmenjadi prioritas

utama ?. karena selain manfaatnya sangat efektif dalam

menyelesaikan berbagai permasalahan, musyawarah hakikatnya

merupakan perintah agama. Hal ini sebagaiamana disebutkan di

dalam al-Qur`an, surat Ali `Imran: 159 yang artinya;

maka karena rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah

lembut terhdap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi

222. Tim Peneliti PSIK Universitas Paramadina, Negara Kesejahteraan

dan Globalisasi: Pengembangan Kebijakan dan Perbandingan Pengalaman.h. 59

Page 122: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

325

berhati kasar, tentulah mereka akan menjauhkan diri dari

sekelilingmu, maka maafkanlah mereka, mohonkan ampunan

bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam

urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan

tekad, maka bertawakkalah kepada Allah.

Dalam firman Allah yang lain, yaitu; Surat al-Syura, ayat: 38

ditegaskan yang artinya sebagai berikut:

Dan (bagi) orang-orang yang mematuhi seruan Allah dan

mendirikan shalat, sedangkan urusan mereka (diputuskan)

dengan musyawarah antara mereka, dan mereka

menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada

mereka.

Oleh karena itu, Khalifah Umar menjadikan musyawarah

sebagai landasan dalam mengelola pemerintahannya, kecuali dalam

kasus-kasus tertentu atau persoalan-persoalan mendesak untuk

segera diputuskan, maka Khalifah Umar mengambil kebijakan untuk

memuputuskannya berdasarkan ijtihadnya sendiri. Dalam

melaksanakan pemerintahannya, Khalifah Umar mengeluarkan

beberapa kebijakan baru yang dihasilkan atas dasar musyawarah,

misalnya;

a. Pembinaan pemerintahan dengan mendirikan diwan-diwan (

lembaga-lembaga yang sudah disediakan kantornya),

b. Peletakan dasar-dasar peradilan dan administrasi,

c. Pembentukan Baitul Mal,

d. Pengaturan jaringan pos (al-barid), dan

e. Penempatan pasukan-pasukan perang di daerah-daerah

perbatasan.

Oleh karena banyaknya tugas yang ditangani seorang

Khalifah, Umar senantiasa meminta pendapat (musyawarah, baik

secara tertutup atau terbuka) dari para sahabat senior dalam

Page 123: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

326

menyelesaikan berbagai permasalahan yang menyangkut

kepentingan orang banyak.223

Sebagai seorang pemimpin umat, Umar berupaya

menjunjung tinggi nilai-nilai musyawarah, sekalipun ia memiliki

otoritas kekuasaan yang bisa memaksa, tetapi Umar tidak ingin

mengandalkan semua tindakannya berdasarkan faktor kekuasaan.

Bahkan justeru dengan musyawarah, keuasaan dan kewibawaan

Umar semakin kuat di hadapan rakyatnya. Hal ini

sebagaimanadisampaikan dalam ucapan pidatonya; bahwa ia

seperti salah seorang di antara mereka, karena pada hakekatnya

Umar tidak bisa melepaskan diri dari sahabatnya. Sebagai

konsekuensi dari sikap seorang pemimpin yang mengedapankan

musyawarah, Umar memiliki sikap tanggung jawab (accountability)

yang sangat tinggidan oleh karenanya siap menerima pandangan dan

aspirasi yang disampaikan melalui musyawarah.224

Sebagaimana diketahui bahwa Umar bin Khattab diangkat

menjadi khalifah melalui musyawarah, yaitu musyawarah terbatas di

antara para sahabat senior yang dipimpin Khalifah Abu Bakar di

akhir-akhir hayatnya, setelah mendapatkan kesepakatan bersama

tentang keputusan mengangkat Umar sebgai pengganti

kepemimpinan Abu Bakar, baru kemudian kepemimpinan Umar

diumumkan kepada umat. Setelah dinobatkan(dilantik) menjadi

khalifah, Umar tetap mempertahankan musyawarah dalam rangka

memelihara kepentingan orang banyak, hal ini dilakukan sebagai

bukti komitmennya pada musyawarah dan kepedulianya kepada

kepentingan orang banyak. Dari sinilah, Umar membangun

musyawarah sebagai upaya melanjutkan tradisi yang sudah

dibangun oleh Nabi Muhammad dan dilanjutkan oleh Khalifah Abu

Bakar. Pada periode Khalifah Umar prinsip-prinsip musyawarah

diperkuat melalui institusi untuk menghargai pandangan umat,

maka dari sinilah Umar memberikan hak dan kesempatan yang lebih

luas kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemerintahan.

223 . Artani Hasbi, Musyawarah dan Demokrasi ( Ciputat: Gaya Media

Pratama, 2001 ), h. 107 224 . Ibid.

Page 124: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

327

Hal ini dapat dibuktikan dengan dibentuknya lembaga musyawarah

atau Majlis Syura pada masa pemerintahan Umar bin Khattab.

Pembentukan lembaga ini sebagai konsekuensi dari keberhasilan

penyelenggaraan pemerintahan yang mengalami dinamikanya dari

waktu ke waktu itu. Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab

aktivitas musyawarah semakin meningkat sesuai dengan tuntutan

berbagai permasalahan yang muncul yang harus ditangani dan

segera dicarikan penyelesaiannya. Hal ini sebagai dampak dari

perkembangan Islam yang semakin meluas.

2.3.Menegakan Keadilan dan Persamaan Hak

Penegakkan keadilan dan persamaan hak di antara sesama

warga merupakan prinsip yang diberlakukan oleh Khalifah Umar

dalam rangkaterciptanya umat yang damai, aman, dan sejahtera.

Pada masa pemerintahannya, Umar sangat menjunjung tinggi

keadilan dan persamaan hak di depan hukum, salah satu kasus

sebagai contoh; Mesir yang pada waktu itu merupakana wilayah

provinsi di bawah pemerintahanpusat di Madinah, di sebuah rumah

yang dihuni oleh seorang yang beragama Yahudi, rumah tersebut

letaknya bersebelahan dengan istana Gubernur, rumah orang Yahudi

tersebut akan dirobohkan oleh Gubernur untuk dijadikan taman kota,

tetapi orang Yahudi tersebut menolak rencana pembongkaran

rumahnya, akhirnya orang Yahudi tersebut melapor kepada Khalifah

Umar, kemudian Khalifah Umar mengirim pesan berupa tulang

onta yang telah diberi garis lurus oleh pedang Khalifah Umar. Pesan

Khalifah tersebut diterima oleh Gubernur Mesir, setelah melihat dan

memahami pesan tersebut, Gubernur Mesir langsung meminta maaf

kepada orang Yahudi. Dalam pesan tersebut yang dipahami

Gubernur tersirat betapa adilnya Khalifah Umar terhadap rakyatnya,

dan betapa tegasnya Umar terhadap para pejabat bawahanya yang

menjalankan pemerintahan.

Dalam kasus di atas menunjukan bahwa Umar bin Khattab

telah melaksanakan keadilan dan kebijaksanaanya dalam

menyelesaikan persoalan. Tetapi Umar tidak sendirian dalam

memutuskan permasalahan, melainkan setelah mendapatkan

nasehatdan pandangan dari para senior sahabat Nabi yang lain, baik

Page 125: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

328

ketika dimintai pendapatnya ataupun tidak, sehingga setiap

keputusan yang diambilnya bisa dipertanggung jawabakan kepada

rakyat, bahkan kepada Allah.

2.4.Persamaan dan Kebebasan

Umar bin Khattab salah seorang sahabat Nabi yang memiliki

nama besar dalam sepanjang sejarah peradaban Islam setelah Abu

Bakar. Kebesarannya diukur dari tingkat keberhasilanya dalam

berbagai aspek kehidupan, baik sebagai seorang negarawan yang

adil dan bijaksana maupun sebagai seorang pemimpin yang sukses

dalam membangun sebuah negara besar yang ditegakan di atas

prisnsip-prinsip keadilan, persamaan dan persaudaraan sesuai

dengan yang diajarkan Rasulullah. Dalam kedudukannya sebagai

seorang mujtahid, Umar termasuk tujuh orang sahabat Nabi yang

banyak memberikan fatwa, dan orang terdepan dalam banyak hal

terkait dengan keputusan terhadap masalah berdasarkan al-ra`yu

(pemikiran) yang tetap berada dalam koridor al-Qur`an dan Sunnah

Nabi.

Umar berusaha menanamkan rasa persamaandan

kemerdekaan di kalngan rakyatnya. Salah satu contoh; pada suatu

waktu Umar melakukan tindakan tegas kepada para pemilik tanah

yang merasa berat atau enggan membayar zakat, jizyah atau kharraj,

tetapi di sisi lain ia juga ramah kepada rakyat biasa. Padahal para

Panglima perang atau para Jenderalnya merasa hormat sehormat-

hormatnya disertai dengan rasa takut, tetapi rakyat biasa atau orang-

orang kecil merasa bebas untuk mengomentari pembicaraannya saat

Khalifah Umar berada di depan publik. Kondisi seperti ini

menggambarkan realitas persamaan dan kemerdekaan yang luar

biasa di saat itu.

Selain dari itu persamaan di depan hukum dalam Islam,

dipertegas lagi oleh Umar dengan persamaan di depan peradilan.

Oleh karena itu, tercipta kondisi di mana semua warga negara sama

di depan pengadilan, baik dari segi kepatuhan mereka kepada

keputusan, prosedur yang harus dipenuhi dalam melakukan

dakwaan, dasar-dasar pengaduan, prinsip-prinsip memutuskan

Page 126: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

329

pelaksanaan keputusan, pelaksanaan hukum maupun kewajiban

berlaku adil di antara orang yang berbeda pendapat. Tidak ada

perbedaan antara individu yang satu dari individu yang lain, bahkan

musuhpun diperlakukan sama, mereka ( musuh )merasakan keadilan

dan persamaan di depan pengadilan.225 Perjuangan Khalifah Umar

mengenai prinsip-prinsip persamaan di depan hukum merupakan

kebijaksanaan yang luar biasa.

Di bidang ekonomi, Umar melakukan intervensi,

danmengontrol terhadap aktivitas perekonomian agar tidak terjadi

kebebasan atau liberalisasi yang tidak terkendali dalam hal-hal

tertentu. Hal ini dilakukan dengan mengeluarkan kebijakan baru,

seperti tanah-tanah pertanian yang baru dibebaskan oleh Tentara

Islam di beberapa wilayah, antaranya; Syiria, Irak, Persia, dan

Mesir. Tanah-tanah pertanian tersebut dinasionalisasikan, tetapi

penggarapannyatetap pada pemilikasal, yaitu pemilik yang lama

(jika mau) dengan syarat mereka dikenakan pajak penghasilan

(zakat). Hasil pajaknya kemudian didistribusikan kepada seluruh

rakyat.226

Dengan diterapkannya sistem intervensi dan control dari

pihak pemerintah, semua pihak dapat merasakan keadilan dan

semuanya merasa diuntungkan dan tidak ada yang merasa dirugikan

sehingga semuanya dapat menikmati hasil pertanian yang

digarapnya. Rakyat yang kurang mampu atau yang tidak terlibat

dalam urusan penggarapan tanah pertanian juga dapat menikmati

hasilnya melalui perbaikan sarana atau fasilitas umum dari hasil

pajak yang diambil dari keuntungan penghasilan pertanian tersebut.

2.5.Sumber Pendapatan Negara

Pendapatan ekonomi negara pada masa Rasulullah saw.

sama seperti pendapatan negara pada masa pemerintahan Khulafa al-

225 .Sayuti Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan Dalam Piagam

Madinah Ditinjau Dari Pandangan al-Qur`an ( Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 1994 ), h. 9 226 . Ibid. h. 135

Page 127: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

330

Rasyidin,227tetapi dengan penambahan hasil dari berbagai aktivitas

perekomian dan kondisi baru yang diciptakan oleh negara. Sumber-

Sumber pendapatan negara tersebut, antara lain;

a. Zakat dengan berbagai jenisnya dikenakan kepada

setiap orang muslim .

b. Kharraj ( pajak tanah),

c. Jizyah (pajak kepala),

d. `Ushur ( per sepuluh ) pertanian.

e. Khumus ( per lima ) harta rikaz.228

Negara Madinah pada masa Khalifah Umar merupakan

masafutuhat ( ekspansi ), sehingga wilayah kekuasaan negara

Madinah semakin luas, maka pendapatan negarapun mengalami

peningkatan yang sangat signifikan. Oleh karenanya sumber-sumber

pendapatan negara menjadi perhatian khusus pemerintahan Umar

agar dapat dimenej dengan benar, efisien dan efektif. Setelah

dilakukan musyawarah dengan para sahabat senior (para elite

politik) terkait dengan pengelolaan sumber-sumber pendapatan

negara yang sudah berlimpah ruah, Khalifah Umar mengambil

kebijakan untuk tidak menghabiskan pendapatan negara yang

227. Sumber-sumber pendapatan negara di era Khalifah Abu Bakar

sedikit mengalami kendala dikarenakan terjadinya krisis kepercayaan masyarakat yang masih belum mantap keimanan mereka. Orang-orang Arab yang tidak

mengakui otoritas kekuasaan Abu Bakar sebagai pemimpin negara Madinah

pasca wafatnya Nabi Muhammad saw. kemudian banyaknya wilayah-wilayah

yang jauh dari kota Madinah (Ibu Kota Negara) mulai melakukan gerakan

sparatis melakukan tindakan pemberontakan. Para pemberontak sebenarnya

berasal dari dua kelompok, Pertama; Kelompok yang terdiri dari orang-orang

yang kembali menyembah berhala dibawah pimpinan Musailimah, Tulaihah,

Sajah, dan lain-lain. Kedua; mereka yang tidak menyatakan permusuhan terhadap

umat Islam, tetapi hanya memberontak kepada negara. Hal ini disebabkan

mereka menolak membayar zakat dengan alasan bahwa kewajiban membayar

zakat itu hanya kepada Nabi Muhammad. Setelah Nabi wafat mereka merasa

bebas. Oleh karenanya mereka merasa tidak berkewajiban membayar apa pun (bayar zakat), dan bahkan tidak harus memberikan loyalitas kepada pemerintah di

Madinah, karena tidak ada perpanjangan perjanjian. Lihat Irfan Mahmud Ra`ana,

Sistem Ekonomi Pemerintah Umar Ibn Khattab, terj.Economic System Under

Umar The Great ( Jakarta: Pustaka Firdaus, 1990 ). h. 6 -7 228 . Musthofa al-Himsyi, al-Nizam al-Iqtishadiy Fiy al-Islam, .h. 403

Page 128: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

331

disimpan di Baitul Mal, tetapi dikeluarkan secara bertahap sesuai

dengan keperluan, bahkan disediakan dana cadangan.

Sumber-sumber pendapatan negara di era Khalifah Umar

dapat dijelaskan sebagai berikut;229

a. Pendapatan Harta Zakat

Zakat adalah sebagian harta yang wajib dikeluarkan

oleh setiap orang Islam sebagai sadakah wajib jika sudah

sampai ke tahap sebagai seorang muzakki. Negara memiliki

kewajiban untuk memaksa orang-orang Islam yang tidak

mau mengeluarkan zakat untuk mengeluarkan zakat, agar

kesejahteraan umat yang dalam kondisi lemah dan miskin

tidak terabaikan. Perintah untuk mengeluarkan zakat

disebutkan di dalam al-Qur`an, surah al-Taubah, ayat 103

yang artinya sebagai berikut;

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka (orang-

orang Islam), dengan zakat itu kamu membersihkan

dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk

mereka, sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)

ketenteraman jiwa bagi mereka, dan Allah Maha

Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Zakat merupakan sumber pendapatan negara yang

telah ada sejak zaman Nabi, dan menjadi sumber utama

pendapatan Negara. Pada masa Khalifah Umar, zakat

dikelola sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah

dan Abu Bakar. Khalifah Umar kemudian mengembangkan

sistem zakat melalui berbagai teknis dan pendekatan

sebagai kebijakan yang harus dilakukan dalam kondisi yang

sudah banyak mengalami perubahan. Pada masa

pemerintahannya, Umar menetapkan khumus zakat (lima

persen) atas karet yang ditemukan di Semenangjung

229 . Pusat Pengkajian dan Pembangunan Ekonomi Islam ( P3EI ),

Ekonomi Islam ( Jakarta: PT Raja Grafindo, 2008 ), h. 101 - 102

Page 129: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

332

Yaman, lokasinya antara Aden dan Mukha, dan hasil laut.

Karena Umar menganggap barang-barang tersebut dianggap

sebagai hadiah dari Allah swt. Padahal barang-barang

tersebut pada masa Khalifah Abu Bakar belum dikenakan

zakat, hal itu disebabkan karena barang-barang

tersebutbelum menjadi salah satu sumber utama pendapatan

negara.Apa yang baru saja dijelaskan di atas adalah sebagai

salah satu contoh bahwa barang-barang yang di masa

Rasulullah dan Abu Bakar belum dikenakan zakatnya

karena masih belum ada potensi ekonomi dan nilai

kekayaan, tetapi di era Khalifah Umar barang-barang

tersebut sudah mengalami peningkatan sehingga menjadi

potensiekonomi yang cukup signifikan, maka Khalifah Umar

menetapkan zakatnya.Khalifah Umar sangat memahami

tujuan utama kewajiban zakat, selain sebagai sumber

pendapatan negara, zakatjuga bertujuan untuk menghindari

adanya penumpukan harta kekayaan pada sekelompok kecil

orang-orang kaya. Oleh karena itu, maka kekayaan harus

didistribusikan kepada masyarakat secara adil dan merata.

Zakat harus diambil dari orang-orang kaya (bila perlu

secara paksa, bukan berdasarkan kesadaran) untuk kemudian

dibagikan kepada orang-orang mustahiqqin.Untuk mencapai

tujuan ini Khalifah Umar melakukan berbagai kebijakan,

yaitu dengan membuat jenis barang yang wajib dizakati bila

dirasa perlu dan menghilangkannyajika dianggap sudah tidak

relevan lagi. Pada sisi lain, Khalifah Umar menetapkan

sangsi yang sangat berat kepada orang-orang Islam kaya

yang tidak mau mengeluarkan zakat( para pengemplang

zakat ). Pada masa Rasulullah orang-orang Islam yang tidak

mau membayar zakat dikenakan denda sebesar 50% dari

seluruh harta kekayaan yang dimiliknya, hal ini

sebagaimana dinyatakan Rasulullah; Orang-orang yang

tidak mau membayar zakat, akan saya ambil zakatnya

setengah dari seluruh kekayaanya. Pendapatan negara yang

dikumpulkan dari berbagai sumber di zaman Khalifah Umar

didistribusikan di tingkatlokal dan jika terdapat surplus, sisa

pendapatan negara tersebut di simpan di Baitul Mal pusat

Page 130: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

333

dan dibagikan kepada delapan ashnaf seperti yang telah

ditentukan di dalam al-Qur`an.

b. Pendapatan Khumus dan Sedekah

Khumus adalah pajak 5% terhdap harta ghanimah,

yaitu harta kekayaan yang diterima Tentara Islam dari pihak

musuh tanpa ada perlawanan,harta kekayaan ini kemudian

disimpan di Kas Negara atau Baitul Mal.Jumlah dana yang

dihasilkan dari pajak khumus harta ghanimah adalah berkisar

29 persen setiap tahunnya. Pendapatan ini didistribusikan

kepada orang-orang fakir miskin, tanpa membedakan apakah

ia seorang muslim atau non muslim. Dalam sebuah riwayat

menyebutkan bahwa; dalam perjalanan menuju Damaskus,

Khalifah Umar bertemu dengan seorang Nasrani yang

menderita penyakit kaki gajah. Melihat keadaan tersebut,

Khalifah Umar segera memerintahkan pegawainya agar

memberikan dana kepada orang tersebut yang diambilkan

dari hasil pendapatan sedekah dan makanan yang diambil

dari persediaan untuk para petugas.230 Contoh ini

menunjukkan bagaimana Khalifah Umar mendistribusikan(

mengalokasikan ) pendapatan negara yang dihasilkan dari

pajak khumus dan sedekah kepada orang yang sedang

memerlukan pengobatan penyakitnya.

c.Pendapatan Kharraj, Fay, Jizyah, Ushur, dan sewa tanah

Kharrajadalah sejenis pajak yang dibebankan atas

tanah produktif yang dimiliki oleh warga non muslim, yang

berada di bawah kekuasaan pemerintah Islam. Pajak jenis ini

dibebankan atas tanah tanpa membedakan pemiliknya,

apakah pemiliknya kanak-kanak atau orang dewasa, orang

merdeka atau budak, laki-laki atau perempuan.231Khalifah

Umar menentukan beban pajak kharraj kepada tanah

230 . Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. h. 74 231 . Irfan Muhammada Ra`ana, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar Ibn

Khattab, h. 118 - 119

Page 131: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

334

Sawad232 di Irak. Umar sangat teliti mengenai jumlah pajak

kharraj yang dibebankan kepada para petani, misalnya;

Umar melarang para petugas pajak dari memungut pajak

yang melebihi dari kemampuan wajib pajak, sambil

memperhatikan luas tanahnya. Pajak kharraj hanya dibayar

sekali dalan satu tahun, meskipun lahan tanah yang dimiliki

warga non muslim bisa ditanami lebih dari satu kali dalam

setahun, sehingga pajak kharraj yang ada pada

pemerintahan Umar tidak menjadi beban yang memberatkan

kepada masyarakat non muslim. Pendapatan negara dari

pajak kharraj jumlahnya sangat besar. Misalnya nominal

pajak kharraj dari daerah Irak saja mencapai sekitar

86.000.000,- Dirham untuk setiap tahunnya, dan mengalami

peningkatan yang cukup signifikan pada tahun berikutnya,

yaitu sekitar 100.020.000,- Dirham. Sementara dari wilayah

Mesir, jumlah pajak kharraj berkisar 12.000.000,- Dirham

setiap tahunnya.233 Dari pajak kharraj pada setiap tahunnya

yang tersimpan di Baitul Mal bisa mencapai 160.000.000,-

.234

Jizyah adalah pajak yang dibebankan kepada orang-

orang non muslim yang menetap di bawah kekuasaan

pemerintahan Islam. Jizyah berupa konpensasi bagi jaminan

perlindungan yang diberikan kepada mereka, keluarga, dan

harta miliknya. Kemudian Jizyah juga sebagai pajak

konpensasi tugas kemiliteran, karena orang-orang non

muslim yang menjadi warga pemerintahan Islam dibebaskan

dari tugas kemiliteran. ImplementasiJizyah pada masa

Khalifah Umar tidak jauh berbeda dengan yang diterapkan

pada masa Rasulullah dan Khalifah Abu Bakar. Dalam hal

ini, Khalifah Umar tidak membebankan Jizyah kepada kaum

232 .Sawad adalah nama sebuah wilayah di Irak yang menjadi bagian

wilayah kekuasaan pemerintah Islam pada masa Khalifah Umar bin Khattab. 233 . Irfan Muhammad Ra`ana, Sistem Ekonomi Pememerintahan Umar

Ibn Khattab, h. 126 234 . PSIK Universitas Paramadina, Negara Kesejahteraan dan

Globalisasi, h. 59

Page 132: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

335

wanita, anak-anak, orang-orang miskin,235 para budak, dan

rahib-rahib (pendeta-pendeta). Jika mereka kemudian

menjadi orang kaya, mereka baru dikenakan membayar

Jizyah. Umar memiliki karakter sangat lemah lembut kepada

orang-orang miskin dan lemah, tetapi Umar bisa berubah

bersikap keras terhadap orang-orang kaya yang mencoba

menghindar dari kewajiban membayar Jizyah.236

Feydan Ghanimah. Fey adalah harta rampasan

perang yang diperoleh dari pihak musuh( kafir ) tanpa

perlawanan ( min ghairi qitalin ).237 Sedangkan Ghanimah

adalah harta rampasan perang yang diambil dari musuh

setelah tentara Islam memperoleh kemenangan melalui

perang.238Harta rampasan perang ini merupakan sumber

pendapatan negara.Harta rampasan perang harus dibagikan

sesuai dengan aturan yang telah berlaku sejak zaman

Rasulullah. Pada masa Khalifah Umar, tanah-tanah yang

berasal dari harta fey sangat luas, sehingga di kemudian hari

tanah-tanah tersebut dikuasai negara, namun penduduknya

235 .Pembebasan pembayaranJizyah (pajak) dari orang-orang lemah dan

miskin pada masa Khalifah Umar dilatar belakangi oleh peristiwa ketika Khalifah

Umar berkunjung ke suatu daerah, tiba-tiba menjumpai seorang pengemis pria

yang buta. Khalifah Umar bertanya kepada pengemis tersebut. Siapa sebenrnya kamu ?. Pengemis tersebut menjawab, saya seorang Yahudi. Selanjutnya Khalifah

Umar bertanya; apa yang telah memaksa kamu meminta-minta. Lalu pengemis

tersebut menjawab; bahwa yang memaksa dirinya meminta-meminta adalah

kewajiban membayar jizyah, kebutuhan ekonomi dan usia lanjut. Mendengar

jawaban seorang pengemis tersebut Khalifah Umar memerintahkan petugas

Baitul Mal untuk membebaskan orang-orang non muslim yang lemah dan miskin

dari kewajiban membayar jizyah, dan Khalifah menetapkan bantuan kepada

mereka setiap tahunnya dari Baitul Mal. Lihat Afzalur Rahman, Doktrin

Ekonomi Islam, terj. Economic Doctrines of Islam, Jld. I, ( Yogyakarta: PT Dana

Bhakti Wakaf, 1995 ), h. 174 -175 236 . Irfan Muhammad Ra`ana, Sastem Ekonomi Pemerintahan Umar, h.

100 - 101 237 . Musthofa Dib al-Bigha, al-Tahzib Fiy Adillah Matan al-Ghayah wa

al-Taqrib, ( Damaskus, Beirut: Muassisah Ulum al-Qur`an, 1405 H./ 1985 M. ),

h.231 238 . Musthofa Dib al-Bigha, al-Tahzib Fiy Adillah Matan al-Ghayah wa

al-Taqrib, h. 231

Page 133: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

336

tetap diberi hak untuk mengelola dengan sistem sewa.

Dalam pendistribusian harta Fey, Umar mempergunakannya

sesuai dengan ketetapan al-Qur`an, Surat al-Anfal, Ayat 41.

Yang artinya;

Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat

kamu peroleh sebagai harta rampasan perang, maka

sesungguhnya seperlima ( khumus ) untuk Allah,

Rasul, Kerabat Rasul, anak-anak Yatim, orang-orang

miskin dan Ibnu sabil, jika kamu beriman kepada

Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada

hamba Kami (Muhammad saw.) di hari Furqan.

Yaitu bertemunya dua pasukan, dan Allah Maha

Kuasa atas segala sesuatu.

Ushuradalah jenis pajak persepuluh (10%) dari hasil

perdangan yang dikenakan kepada para pedagang non

muslim yang melakukan aktivitas perdagangannya di

wilayah kekuasaan pemerintahan Islam. Ketentuan pajak

persepuluh atas perdagangan orang-orang non muslim pada

masa Khalifah Umar bin Khattab di latar belakangi oleh

peristiwa ketika orang-orang non muslim harbi yang

meminta izin kepada Khalifah Umar agar diperbolehkan

berdagang di wilayah yang dikuasai pemerintahan Islam

dengan membayar pajak persepuluh dari nilai barang.

Setelah berkonsultasi dengan para Sahabat senior tentang

permintaan orang-orang non muslim tersebut, Khalifah

Umar mengizinkan permintaan orang-orang non muslim

harbitersebut. Pajak persepuluh dari perdagangan orang-

orang non muslimharbi hanya dibebankan satu kali dalam

setahun, dengan asumsi bahwa barang yang

diperdagangankan jumlahnya melebihi 200 Dirham.

Sementara ketentuan jumlah pajak yang harus dibayar

adalah;

a. 2.5% untuk para pedagang muslim,

b. 5% untuk para pedagang kafir dzimmi,

c. 10% untuk para pedagang kafir harbi.

Page 134: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

337

Khalifah Umar juga melarang para petugas pemungut pajak

mengambil ushur lebih dari satu kali dalam setahun.

Pendapatan negara ini dialokasikanuntuk membayar dana

pensiun dan dana bantuan, serta untuk menutupi biaya

operasional administrasi, kebutuhan militer, dan sebagainya.

Umar bin Khattab mengakhiri jabatannya sebagai Amirul

Mukminin atau Khalifah karena tutup usia setelah empat hari

menderita luka-luka parah akibat hujaman sangkur ( pisau belati

yang ujungnya bengkok ) bertubi-tubi di tubuhnya yang dilakukan

oleh seorang mantan tawanan perang Persia yang bernama

Fairuz.239 Percobaan pembunuhan itu sendiri terjadi di saat

Khalifah Umar memimpin shalat Jamaah Shubuh di Mesjid Nabawi

pada hari Sabtu tanggal 26 Dzul Hijjah, tahun 23 H./634 M. Selain

Amirul Mukminin Umar bin Khattab tiga belas Shahabat Nabi yang

lain turut menjadi korban amukan Fairuz secara membabibuta,

sebelum ia sendiri melakukan bunuh diri.

3. Utsman Bin Affan dan Kebijakan Politik

Utsman bin Affan menjabat khalifah di saat ekspansi militer

kaum muslimin di bawah kepemimpinan Umar bin Khattab telah

mencapai kemenangan dalam pembebasan imperium Persia dan

beberapa kota penting yang dulunya dikuasai imperium Romawi

Timur. Khalifah Umar mewariskan kepemimpinan Islam kepada

Utsman bin Affan bukan hanya dalam hal-hal yang menyangkut

wilayah kekuasaan yang sudah sangat luas membentang, tetapi juga

seluruh permasalahannya yang sudah mulai kompleks dan rawan.

Kerawanan situasi sosial politik yang sebelumnya telah

dikhawatirkan oleh Umar. Hal ini sebagaimana diekspresikan Umar

dalam sebuah do`anya; Ya Allah, usiaku telah senja, kekuatanku

telah melemah, rakyatku telah tersebar, maka janganlah Engkau

jadikan perbuatanku sia-sia.240

239 . Yoesoef Souyb, Sejarah Daulat Khulafaur Rassyidin ( Jakarta:

Bulan Bintang, 1979 ), h. 311-315 240 . Lihat Abbas Mahmud al-`Aqqad, Kejeniusan Utsman (terj.) (

Jakarta: Pustaka Azzam, 2002 ), h. 67

Page 135: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

338

Setelah resmi Utsman bin Affan menduduki jabatan Khalifah

pada tahu 23 H. atau 24 H.241 tidak sedikit langkah-langkah yang

ditetapkanya sebagai realisasi dari kebijakannya dalam membangun

daulah khilafah Islamiyah yang sudah luas wilayah kekuasaannya.

Sumbangan terbesar dari Khalifah Utsman kepada umat Islam

sampai hari ini adalah penyeragaman tulisan dan bacaan al-Qur`an,

sehingga tidak terjadi perbedaan dalam hal tulisan dan bacaan al-

Qur`an antara daerah yang satu daerah-daerah yang lain. Hal ini

berdampak pada wujudnya persatuan dan kesatuan umat Islam dari

wilayah-wilyah yang sudah berada dalam kekuasaan pemerintahan

Islam. al-Qur`an yang sudah diseragamkan itu dikenal dengan; al-

Qur`an Mushaf Utsmaniy. Beberapa kebijakan Khalifah Usman

yang lain dapat dijelaskan sebagai beriku;

3.1. Menciptakan Keamanan di Wilayah Kekuasaan.

Tahun-tahun pertama dari era kekhalifahan Utsman, Khalifah

Utsman disibukkan dengan mengendalikan berbagai pemberontakan

di beberapa wilayah bekas kekuasaan Persia dan Romawi.

Sebagaimana dilaporkan oleh para ahli sejarah, antaranya Ibnu

Katsir; bahwa ketika Utsman memangku jabatan Khalifah, wilayah

kekuasaan Islam telah terbentang luas dari ujung Persia di Timur

hingga perbatasan Sirenaika dan Tripoli diBarat, darilaut Kaspia di

Utara hingga Nubia di Selatan.242 Pada masa Khalifah Umar bin

Khattab seluruh wilayah kekuasaan Persia sebenarnya telah berada

dalam kekuasaan Khilafah Islam. Demikian pula kota-kota penting

yang berdekatan dengan wilayah Persia yang sebelumnya berada

dalam koloni Romawi Timur telah pula dapat dikuasai Pasukan

Islam, tetapi penguasa tertinggi Persia yang hidup dalam

pengasingannya; Kaisar Yezdegrid III terus menggerakan

perlawanan dan pemberontakan terhadap pemerintahan Islam

(Khilafah Islam) dari pengasingannya. Ia terus menjalin kontak

rahasia dengan penduduk yang masih loyal kepadanya melalui

mata-mata yang disebarkannya, tetapi Yezdegrid III meninggal

dunia pada tahun 30 H./653 M. akibat dibunuh oleh pengawalnya

241 . Lihat Ibnu Kathir, al-Bidayah wa al-Nihayah, Juz 7, h. 161 242 . Muhammad Husain Haekal, Utsman bin Affan ( terjemahan

Indonesia oleh Ali Audah ), ( Jakarta: Litera Antar Nusa, 2002 ), h. 57

Page 136: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

339

sendiri, setelah hampir sepuluh tahun hidup dalam pengasingan dan

dalam jaminan suaka politik negara-negara tetangga.243

Dengan kematian Kaisar Yezdegrid III, maka menjadi reda

pemberontakan-pemberontakan di wilayah Persia, dan kedaulatam

Islampun dengan sendirinya semakin menguat. Pada sisi lain, di

beberapa negeri bekas wilayah kekuasaan Romawi terjadi hal yang

serupa seperti yang terjadi di beberapa wilayah bekas kekuasaan

Persia, negeri-negeri bekas wilayah kekuasaan Romawi melakukan

pemberontakan dan berupaya melepaskan diri dari kekuasaan

Khilafah Islam. Pergantian para pejabat militer di Armenia dan

Azerbaijan di masa Khalifah Utsman, dijadikan kesempatan oleh

para mantan penguasa Romawi untuk melakukan pemberontakan

dan membatalkan perjanjian sepihak di kedua negeri tersebut,

dengan meminta bantuan tentara Kaisar Romawi mereka

mencetuskan perlawanan terhadap penguasa Islam (Khalifah).244

Sikap yang sama dilakukan oleh sisa-sisa penguasa Romawi di

wilayah Iskandariyah, Mesir, dan Tripoli. Tetapi semua gerakan

separatis dan pemberontakan itu dihadapi oleh kekuatan Tentara

Islam dengan keberanian dan ketangguhan perjuangan mereka

dibawah komando Panglima Perang yang juga Gubernur Mesir; Amr

bin `Ash berhasil menghancurkan kekuatan angkatan perang

Romawi, sehingga Mesir seluruhnya kembali ke pangkuan Khilafah

Islam.245

3.2. Tunjangan Sosial dan Kontroversi Distribusi Kekayaan

Kekayaan negara pada masa Khalifah Umar cukup melimpah

ruah dan merupakan keberhasilan yang baik dalam sejarah

pembangunan pemerintahan Islam di masa Khulafa al-Rasyidin.

Keberhasilan ini ditunjang melalui kebijakan kontrol yang sangat

ketat terhadap para Pejabat Tinggi, para Gubernur, serta para Staff

Pemerintah agar tidak hidup berpoya-poya, glamour atau gaya

hidup mewah. Oleh karenanya Khalifah Umar menerapkan cara

hidup zuhud, yaitusikap hidup yang jauh dari gemerlapan dunia,

gila kemewahan dunia, meskipun tunjangan dan bantuan sosial

243 . Yousouf Soe`yb, Sejarah Daulat Khulafa Rasyidin, ( Jakarta: Bulan

Bintang, 1970 ), hlm. 376 244 . Ibid. h. 366 245 . Ibid. h. 34

Page 137: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

340

diberikan kepada rakyatnya secara adil dan merata, tetapi Khalifah

Umar terus mengadakan pengawasan kekayaan para Gubernur yang

diangkatnya. Dengan cara seperti ini dampak negatif dari

melimpahnya kekayaan dapat diminimalisir dan kesenjangan sosial

di antara masyarakat dapat dihindari, setidaknya tidak menimbulkan

kecemburuan sosial.

Kebijakan Khalifah Umar ini rupanya tidak diteruskan oleh

Khalifah Utsman atas berbagai alasan dan pertimbangan.

Keengganan untuk mengikuti kebijakan Khalifah Umar ini bisa jadi

karena latar belakang kehidupan Khalifah Utsman sendiri yang

kaya raya, serta sifat kepribadiannya yang lemah lembut dan

dermawan. Hal ini secara tidak langsung berpengaruh pada lahirnya

kecendrungan masyarakat untuk hidup lebih leluasa dan mudah

untuk mendapatkan berbagai fasilitas yang disediakan oleh

pemerintah setelah mereka merasakan pola hidup yang ketat dan

keras di masa dua Khalifah sebelumnya, yaitu Abu Bakar dan Umar.

Disamping itu Khalifah Utsman sendiri tidak bisa melepaskan diri

dari pengaruh dan desakan keluarga dekatnya, terutama dari qabilah

( clan ) Umayyah, dan terutama dari Marwan bin Hakam yang

sangat mungkin mempengaruhi gaya hidup bermewah-mewah, dan

bahkan kebijakan-kebijakan politik Utsman.246 Kondisi sosial

ekonomi yang sudah sangat baik di era pemerintahan Khalifah

Utsman ini pada awalnya diharapkan dapat memberi kesempatan

kepada masyarakat untuk menikmati hidup lebih mudah. Tetapi

ternyata memunculkan side effect yang mungkin saja tidak

diperhitungkan sebelumnya oleh para pengambil kebijakan (

decision makers ) di era Khalifah Utsman, yaitu; bahwa kondisi

sosial ekonomi yang sudah membaik ini diharapkan dapat menarik

simpati mayoritas kaum bangsawan Quraisy untuk menggairahkan

pertumbuhan ekonomi yang dimotori oleh para saudagar dan para

tuan tanah. Tetapi realitasnya justeru kondisi ini memunculkan rasa

kecemburuan sosial dari suku-suku lain, terutama dari kabilah-

kabilah non Arab sebagai akibat dari semakin menganganya jurang

perbedaan kekayaan. Isu kesenjangan sosial inilah yang di

246 . Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah Kebudayaan Islam ( terj.), ( Jakarta:

Kalam Mulia, 2002 ), h.504

Page 138: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

341

kemudiasn hari dijadikan salah satu senjata alasan bagi kaum

demonstran untuk mendesak Khalifah Utsman agar mundur dari

jabatannya. Karena itu Khalifah Utsman kemudian mengeluarkan

kebijakan baru agar tunjangan sosial kepada para veteran perang

Badar, isteri-isteri dan keluarga Nabi, kaum Muhajirin dan Anshar,

serta kaum fakir miskin dan seluruh penduduk yang sebelumnya

memang sudah ditetapkan menerima tunjangannya oleh Khalifah

Umar ditingkatkan sesuai dengan derajat dan kedudukan (status

sosial) mereka dalam masyarakat. Kebijakan ini nampaknya tidak

dapat memuaskanhati masyarakat karena tidak mencakup seluruh

rakyat yang berada di berbagai pelosok wilayah negeri yang sudah

sangat luas.

Kecendrungan gaya hidup mewah di era pemerintahan

Khalifah Utsman ini dinilai oleh para elit dan senior Sahabat Nabi

sebagai sesuatu yang sudah berlebihan, oleh karenanya mereka tidak

setuju dengan lahirnya gejala gaya hidup mewah tersebut. `Ali bin

Thalib, Abu Dzar al-Ghifary, `Ammer bin Yasir dan Salman al-

Farisy adalah di antara tokoh-tokoh kunciyang melawan arus

kecendrungan tersebut. Oleh karena itu, tidak heran kalau sering

terjadi berbeda pendapat antara tokoh-tokoh tersebut dengan

Khalifah Utsman dan para pejabat tinggi negara. Bukti yang paling

ketara adalah ketegangan yang terjadi antara Abu Dzar al-Ghifary

dengan Gubernur Syam (Syria); Mu`awiyah bin Abi Sufyan, yang

kemudian memuncak menjadi konflik terselubung antara Abu Dzar

berikut pendukungnya dari suku Ghifar dengan Khalifah Utsman

beserta keluarga besar Bani Umayyah.247Abu Dzar al-Ghifary

dalam setiap kesempatan mengkampanyekan sikap hidup zuhud dan

sederhana sebagaimana yang diterapkan oleh Khalifah Umar,

menyeru para pemimpin, elit politik, dan kaum hartawan agar lebih

mempedulikan nasib kaum fakir-miskin, dhu`afa, dan

mempersamakan hak-hak mereka di bidang politik dan ekonomi.248

3.3. Kekayaan Negara Pada Era Khalifah Utsman

247 . Lihat al-Thabary, Abu Ja`far Muhammad bin Jarir, Tarikh al-Umam

wa al-Muluk ( Beirut: Dar el-Suwaidan, tt. ), h. 283 – 285 248 . Lihat Ahmad Amin, Fajru al-Islam ( Kairo: Maktabah Nahdhah al-

Misriyah, 1964 ), h. 110

Page 139: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

342

Sebagaimanadiberlakukan di dalam Syariat Islam dan

hukum perang pada zaman itu, bahwa penaklukan ( al-futuhat al-

Islamiyah ) atas suatu wilayah berarti penguasaan atas segala

sumber kekayaan alam dan makhluk hidup di wilayah tersebut.

Penaklukan imperium Persia dan Romawi, terutama negeri Iraq dan

Mesir yang tanahnya subur makmur oleh militer Islam telah

membuka pintu terbukanya kekayaan yang melimpah ruah. Harta

rampasan perang dan budak-budak tawanan tidak terhitung

banyaknya. Penaklukan seperti ini terus berlanjut pada masa

Khalifah Utsman, sehingga kekayaanpun terus mengalir ke Kas

Negara ( Baitul Mal) yang berada di Ibu Kota Negara; Madinah dan

ke kantong-kantong para prajurit Islam.

Kemakmuran hidup dan kesejahteraan sosial berlipat ganda

ini sudah dimulai sejak masa-masa sebelumnya, yaitu dari masa

pemerintahan Khalifah Umar. Sebagai gambaran singkat bagaimana

melimpahnya kekayaan kaum muslimin di masa itu, dapat diberikan

contoh dari beberapa penaklukan wilayah Persia. Ketika Tentara

Islam merebut kota Qadisiyah di bawah panglima perang Sa`ad bin

Abi Waqqas, mereka berhasil membawa harta kekayaan rampasan

Kiasar Persia yang ditinggalkan, sehingga ditaksir mencapai 652

juta Dinar. Seperlima (5%) dari jumlahtersebut dikirim ke Ibu Kota

Negara, sementara sisanya dibagikan kepada Tentara dan

disedekahkan ke penduduk setempat yang miskin. Dalam

pembebasan kota Madain masing-masing Tentara Islam memperoleh

bagian harta rampasan sekitar 12. 000 Dirham. Dari pembebasan

kota Jalula, setiap Tentara Berkuda ( Kaveleri ) memperoleh jatah

rampasan sekitar 90.000 Dirham per-orang. Sedangkan dalam

pembebasan kota Tikrit, Moshul, Ramharmaz, Tustar, dan Shaus,

masing-masing Tentara Berkuda memperoleh bagian dari tiap kota

tersebut sebesar 3000 Dirham, dan setiap prajurit pejalan kaki

(infantri ) memdapat bagian sebesar 1000 Dirham.249

Berdasarkan penjelasan di atas mengenai kondisi kekayaan

negara pada masa Khalifah Umar dan Khalifah Utsman, tidaklah

mengherankan kalau diriwayatkan betapa kayanya seorang Sahabat

Nabi, semisal; Abdurrahman bin Auf yang mampu bersedekah

249 . Lihat Qutb Ibrahim Muhammad, Kebijakan Ekonomi Umar bin

Khattab, (terj.) ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2002 ), h. 60 - 61

Page 140: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

343

dalam satu kali senilai 15.000 Dinar. Zubair bin Awwam

meninggalkan harta warisan senilai 50.200.000 Dinar. Thalhah

mempunyai kekayaan di Iraq yang menghasilkan tiap tahunnya

sekitar 400.000 Dinar, dan ia mengambil 10.000 Dinar untuk

disedekahkan. Sementara Said bin Auf pernah kebingungan

karena terlalu melimpah kekayaannya. Akhirnya ia mengambil

400.000 Dinar untuk disedekahkan saat itu juga.250

Melimpahnya harta kekayaan hasil rampasan perang

rupanya melahirkan implikasi kecenderungan hidup mewah bukan

saja dikalangan para prajurit yang baru memeluk Islam, tetapi juga

dikalangan Sahabat-sahabat Nabi yang umumnya mendapatkan

jabatan terhormat dalam dinas kemiliteran. Di era pemerintahan

Umar bin Khattab, Umar menyadari bahwa kecenderungan hidup

mewah membawa dampak buruk terhadap perilaku umat Islam

jika tidak segera diantisipasi. Oleh karena itu Umar menerapkan

kebijakan melarang para Sahabat keluar dari kota Madinah,

kecuali atas seizinnya dalam batas-batas tugas kenegaraan, itupun

diberikan dalam jangka waktu yang ditentukan.251 Umar juga

menerapkan sikap zuhud, dan terus mengadakan pengawasan

terhadap kekayaan para Gubernur dan para pejabat pemerintahan di

setiap daerah dan wilayah. Dengan cara ini dampak negatif sebagai

akibat dari melimpahnya kekayaan negara dapat diminimalisir dan

kesenjangan sosial tidak menimbulkan kecemburuan sosial,

sehingga roda pemerintahan tetap berjalan dengan baik.

3.4.Kebijakan KontroversialKhalifah Utsman

Beberapa kebijakan politik Utsman yang dinilai kurang

strategis dan karenanya menimbulkan reaksi keras darirakyatnya

adalah persoalan mutasi dan pergantian para pejabat penting,

digantikan dengan orang-orang yang dekat keluarga Khalifah atau

digantikan dengan orang-orang yang tidak memiliki kapabilitas

tetapi punya kedekatan dengan Khalifah. Pergantian ini terjadi baik

ditingkat pusat pemerintahan (Madinah) ataupun di tingkat wilayah

atau daerah. Kebijakan yang tidak menguntungkan ini pada akhirnya

menuai isu nepotisme yang dituduhkan kaum oposisi kepada

250 . Abbas Mahmud al-`Aqqad, Kesejahteraan Utsman bin Affan ( terj. )

( Jakarta: Pustaka Azzam, 2002 ), h. 124 - 125 251 . Muhammad Husain Haikal, Utsman bin Affan, terj. ( Jakarta: Litera

Antar Nusa, 2002 ), h. 118

Page 141: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

344

Khalifah Usman. Beberapa kebijakan Utsman yang tidak populis itu,

antaranya sebagai berikut;

Pertama: Khalifah mengganti pejabat sekretaris negara yang dijabat

oleh Zayd bin Thabit (berasal dari komunitas Anshar)

semenjak Khalifah Abu Bakar dan Umar, digantikan

oleh Marwan bin Hakam yang merupakan putra paman

Utsman sendiri.252 Kemudian Zayd sendiri dimutasi

menjadi kepalaBaitul Mal (Bendahara Negara),

menggantikan posisi Abdullah bin Arqam dari komunitas

Muhajirin. Abdullah diberhentikan dengan diberi uang

pesangon sekitar 30.000 Dirham, tetapi Abdullah tidak

menerimanya.253

Kedua; `Amr bin `Ash, sebagai Gubernur ( Amir ) Mesir dan Tripoli

yang telah menjabat jabatan ini sejak keberhasilannya

memimpin pasukan perang menaklukkan wilayah Mesir

dan Tripoli pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin

Khattab tahun 18 H. diberhentikan dari jabatannya

sebagai Gubernur dan digantikan dengan Abdullah bin

Sa`ad bin Abi Sarah yang masih keluarga Umayyah dan

saudara sepesusuan Khalifah Utsman. Abdullah bin

Sa`ad bin Abi Sarah sebenarnya seorang panglima

perang dibawah pimpinan `Amr bin `Ash ketika dalam

penaklukan Mesir.

Ketiga; Abu Musa al-`Ash`ari yang menjabat Gubernur wilayah

Persia (Iran) dan Khurasan yang berpusat di Basrah

diberhentikan dan digantikan dengan Abdullah bin Amir

252 . Hakam bin Abu al-`Ash bin Umayah adalah orang yang sangat

memusuhi Nabi Muhammad. Tetapi akhirnya dia masuk Islam setelah fathu

Makkah( Mekkah ditaklukkan Pasukan Islam ) secara damai pada tahun 8 H.

Nabi sendiri menetapkan hukuman mati kepada Hakam karena permusuhannya

kepada Islam yang keterlaluan. Tetapi sebagai penghormatan kepada Utsman dan

karena dia sudah masuk Islam, Nabi menarik keputusannya dan membolehkan ia bersama keluarganya tinggal di Thaif. Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar

keluarga Hakam ini tidak diizinkan tinggal di Ibu Kota Madinah. Ini adalah salah

satu pemicu kebencian penduduk Madinah kepada keluarga Umayyah. Lihat

Joesoef Sou`yb, Sejarah Daulat Khulafa Rasyidin, h. 336 253 . Ibid. h. 336

Page 142: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

345

bin Kuraez, saudara sepupu Khalifah Utsman yang

waktu itu masih berusia 25 tahun.254

Keempat;Panglima Perang, Sa`ad bin Abi Waqqas, seorang

Gubernur untuk tiga wilayah Iraq, Azerbaizan, dan

Armenia yang berpusat di Kufah digantikan dengan al-

Walid bin `Uqbah bin Abi Muayth yang juga masih

keluarga Umayyah. 255Sementara itu Muawiyah bin Abi

Sufyan bin Umayyah (cucu Umayyah) tetap dikukuhkan

sebagai Gubernur Syam yang kekuasaannya meliputi

Syiria dan Palestin, sampai terbunuhnya Khalifah Utsman

oleh para kaum demonstran yang brutal.

Dalam mengomentari kebijakan-kebijakan Khalifah Utsman

di atas, para ahli rupanya sepakat bahwa Marwan bin Hakam

mempunyai peran penting dalam mempengaruhi keputusan politik

Utsman yang kontroversial dengan aspirasi mayoritas para Sahabat

senior Nabi, sehingga Khalifah Utsman beberapa kali harus

menanggung kritikan pedas atas kebijakan-kebijakannya yang

kurang strategis, bahkan terjadi perbedaan pandangan dengan para

penasehatnya sendiri yang sekaligus sebagai anggota Ahlul Halli wa

al-Aqd i, yaitu; Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Sa`ad

bin Abi Waqqas, Thalhah bin Ubaidillah, dan Zubayr bin

Awwam.256 Utsman bin Affan, Khalifah ketiga berkepribadian

lemah-lembut, dermawan, dan toleran, ditambah dengan usianya

yang sudah lanjut di atas tujuh puluh tahun tidaklah sulit untuk

menegaskan bahwa kebergantungan Utsman dalam banyak hal

setrategis kepada orang kepercayaannya, oleh karenanya ada

benarnya jika ada yang berpendapat bahwa kebijakan-kebijakan

Khalifah Utsman sangat kuat dipengaruhi oleh masukan-masukan

Marwan bin Hakam yang merupakan kepercayaan yang paling

utama bagi Khalifah Utsman.

Selain kebijakan politik, kebijakan keagamaan yang

berdasarkan ijtihad Utsman dalam beberapa kasus, juga

menimbulkan reaksi keras dari para Sahabat senior Nabi. Dalam

254 . Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, Juz VII, h. 165 255 . Ibid. h. 162 256 . Lihat Abbas Mahmud al-`Aqqad, Kejeniusan Usman bin Affan, terj.

h. 98 - 100

Page 143: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

346

konsteks ini al-Thabary mengutip riwayat al-Waqidiy yang

bersumber dari Ibnu Abbas, sebagai berikut;

Sesungguhnya pertama kali munculnya pembicaraan orang

tentang Utsman secara terbuka, bahwa selama masa

kepemimpinan Utsman shalat di Mina (saat ibadah haji

dengan qashar dari empat rakaat) dua rakaat-dua rakaat,

tetapi ketika tahun keenam dari kepemimpinannya Utsman

shalat sempurna, dalam arti Utsman tidak melaksanakan

qashar, berbeda dengan Rasulullah, Abu Bakar dan Umar

yang melaksanakannya dua rakaat-dua rakaat ketika di

Mina.257

Utsman berargumentasi bahwa dia mengerjakan shalat di

Mina empat rakaat secara sempurna, karena ada laporan bahwa

sebagian orang yang melaksanakan ibadah haji dari penduduk

Yaman pada tahun yang lalu, mereka mengatakan bahwa shalat bagi

orang muqim; kok hanya dua raka`at. Ini pemimpin kalian;

Utsman, shalat dua rakaat. Sedang aku (kata Utsman ) punya

keluarga di Mekkah, maka aku berpendapat untuk shalat empat

rakaat karena khawatir dari perkataan masyarakat Yaman. Aku juga

punya isteri di Mekah dan punya kekayaan di Thaif.258

Ijtihad Khalifah Utsman yang menyalahi pendapat mayoritas

tokoh-tokoh Sahabat Nabi yang lain rupanya berdampak munculnya

pandangan miring terhadap Khalifah Utsman. Kondisi ini menjadi

peluang bagi pihak-pihak yang merasa kecewa untuk menyebarkan

issu kecacatan kepemimpinan Utsman. Bagi masyarakat yang kuat

berpegang pada tradisi Sunnah Nabi dan generasi pendahulunya,

maka issu yang paling sensitif adalah penyelewengan dari tradisi

yang sudah mengakar itu, dan tidak ada tradisi agama dalam Islam

yang paling disakralkan melebihi tatacara ritual ibadah seperti

shalat dan haji. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa issu ini

menjadi alasan bagi masyarakat untuk mengecam kebijakan

Khalifah Utsman secara terbuka yang diawali dari peristiwa

shalatnya Utsman empat rakaat-empat rakaat di Mina pada musin

Haji tahun 29 H. atau akhir tahun keenam dari kekhilafahan Utsman

257 .al-Thabary, Abu Ja`far Muhammad bin Jarir, Tarikh al-Umam wa al-

Muluk, h. 267 258 . Untuk informasi lebih lengkapnya, lihat al-Thabary, Tarikh al-

Umam wa al-Muluk. h. 258

Page 144: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

347

bin Affan.Dengan issu menyalahi Sunnah Nabi, tradisi Abu Bakar,

serta Umar, maka kecaman-kecaman masyarakat, terutama dari

orang-orang oposisi atas berbagai kebijakan politik Utsman

semakin menguat dan gencar. Kecaman-kecaman tersebut

sebenarnya tidak lepas dari tujuan akhir mereka, yaitu menjatuhkan

Utsman dan menghentikan dominasi kepemimpinan klan Umayyah,

maka sejak itu tidak ada kebijakan politik Utsman yang luput dari

kritik terbuka dari kaum oposisi.

Keputusan Khalifah Utsman untuk menghimpun al-Qur`an

dalam satu mushaf, dan penyeragaman bacaannya dengan dialek

Quraisy, dituduh sebagai upaya kaum Quraisy –khususnya Bani

Umayyah- secara sistematis untuk mendominasi suku-suku Arab

yang lain lewat simbol agama yang paling disakralkan, serta

menyebarkan berita ( dalam nada menghasut ) bahwa Utsman telah

membakar mushaf-mushaf yang dimiliki para Sahabat Nabi yang

lain.259Renovasi Mesjid Nabawiy dan Mesjidil Haram Mekah

sehingga menjadi lebih besar, lebih megah dan lebih indah, dituduh

sebagai menyalahi Sunnah Nabi dan kedua Khalifah sebelumnya.260

Kedermawanan Utsman dalam membagi-bagikan bantuan kepada

keluarga Nabi, para pejuang Badar, kaum miskin dan kepala

keluarganya sendiri, dituduh sebagai penyelewengan uang negara

secara sewenang-wenang.261

3.5. Situasi Politik Akhir PemerintahanKhalifah Utsman

Perbedaan pendapat di dalam masalah sosial politik dan

keaagamaan antara Khalifah dengan para elit Sahabat Nabi yang

lain terjadi dalam rentang waktu yang cukup lama, klimaks dari

kondisi yang tidak menguntungkan persatuan umat Islam muncul

gerakan penentangan dan pembangkangan terhadap Khalifah

Utsman dan para pejabatnya, dimulai dengan membangun jaringan

oposisi yang bersikap kritis terhadap kebijakan-kebijakan Khalifah

yang dinilainya nepotisme dan boros dalam penggunaan uang

negara. Jaringan oposisi pada akhirnya berubah menjadi pressure

group yang melakukan demonstrasi menuntut secara paksa agar

Khalifah Utsman bersedia mengundurkan diri dari jabatannya

259 . Abbas Mahmud al-`Aqqad, Kejeniusan Usman. h. 64 260 . Joesoef Soe`yb, Daulat Khulafa Rasyidin, h. 392 - 396 261 . Ibid. h. 433 - 440

Page 145: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

348

sebagai khalifah atau menyerahkan Marwan bin Hakam yang

posisinya sebagai sekretaris negara kepada para demonstran.

Beberapa kali delegasi kaum penentang datang menemui Khalifah

untuk menyampaikan aspirasi politik mereka. Tetapi rupanya tidak

ada perubahan kebijakan kearah yang lebih baik, sehingga

keceman-kecaman terhadap Khalifah Utsman semakin meningkat.

Ali bin Abi Thalib sebagai penasehat sering mengingatkan tentang

situasi yang berkembang dan menyampaikan saran bagaimana sikap

yang seharusnya diambil oleh Khalifah,262 tetapi peringatan Ali

tidak direspon dengan baik.

Menghadapi gelombang kecaman dan gerakan penentangan

yang massif pada enam tahun terakhir dari masa pemerintaha

Khalifah Utsman, Khalifah Utsman kemudian mau mengubah

beberapa kebijakan setelah berkonsultasi dengan Ali bin Abi Thalib,

yaitu Utsman mengabulkan tuntutan penduduk Kufah untuk

memecat Gubernur al-Walid bin Uqbah yang dilaporkan suka

minum minuman keras (khamer) dan melakukan shalat Subuh empat

rakaat, kemudian Khalifah Utsman mengangkat Sa`id bin `Ash

menjadi Gubernur Kufah sebagai pengganti al-Walid bin Uqbah.263

Situasi aman di Kufah berlangsung hanya dalam beberapa

bulan saja, kurang dari tiga bulan, setelah itu situasi buruk melanda

kembali, hal ini ditandai dengan munculnya para penentang

Khalifah Utsman kembali mengeluarkan kecaman-kecaman di

tempat umum. Kondisi ini memaksa Gubernur Sa`id bin Ash

melaporkan situasi buruk kepada Khalifah, Khalifah Utsman

kemudian mensikapinya dengan menginstruksikan agar para

propokator itu diasingkan ke Syam (Syiria) untuk diberikan

peringatan, pemulihan oleh Gubernur Muawiyah. Dalam waktu

yang bersamaan atas dasar laporan Gubernur Basrah; Abdullah bin

Amir bin Kuraez tentang kerusuhan yang terjadi di Basrah, Khalifah

Utsman juga memerintahkan agar para propokator di Basrah

diasingankan ke Mesir.264 Tetapi upaya tersebut rupanya tidak bisa

meredam api kemarahan para penentang Khalifah Utsman, justeru

sebaliknya parapenentang malah semakin bringas dan jaringan

262 . Ibnu Kathir, al-Bidayah wa al-Nihayah, Juz VII, h. 189 263 . Ibid. h. 166 264 . Ibid. h. 178

Page 146: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

349

mereka semakin kuat, terutama di tiga Provinsi, yaitu; Mesir, Kufah,

dan Basrah.

Tahun 35 H. merupakan kematangan rencana dan akumulasi

dari serangkaian kejadian-kejadian di tahun-tahun sebelumnya, para

penentang pemerintah bergerak untuk mendesak Khalifah Utsman

agar mengundurkan diri dari jabatannya sebagai khalifah atau

menyerahkan Marwan bin Hakam yang dianggap oleh mereka

sebagai otak dari kebijakan-kebijakan Khalifah Utsman yang

menyebabkan terjadinya carut marut, terutama dalam hal

pengangkatan para pejabat negara dan gubernur di beberapa

wilayah yang dinilainya berdasarkan unsur nepotisme dan tidak

memiliki kapabilitas,265 dan pada saat yang sama Utsman didesak

untuk mengubah dasar kebijakannya dalam hal pendistribusian

kekayaan negara agar lebih merata dan berpihak kepada masyarakat

luas yang miskin. Melalui suratmenyurat secara rahasia antar

sesama kelompok jaringan mereka yang tersebar di Mesir, Kufah,

Basrah, dan lain-lainnya, para penentang sepakat untuk datang ke

Ibu Kota Negara; Madinah secara bergelombang dengan kekuatan

pasukan yang dipimpin oleh masing-masing ketua kelompok, dan

semuanya di bawah satu kordinasi pemimpin.

Gelombang yang datang dari tiga wilayah, yaitu; Mesir,

Kufah, dan Basrah dapat dijelaskan sebgai berikut;

1. Para penentang Khalifah Utsman yang datang dari Mesir

dibagi menjadi empat kelompok, masing-masing kelompok

dipimpin oleh ketua kelompok. Ke-empat-empat kelompok

dipimpin oleh seorang ketua kordinator, yaitu; al-Ghafiqy

bin Harb al-`Akky. Mereka menginginkan Ali bin Abi Thalib

yang menjadi Amirul Mukminin ( khalifah ) setelah Utsman

bin Affan.

2. Para penentang Utsman yang datang dari Kufah juga terbagi

ke dalam empat kelompok, dan masing-masing kelompok

dipimpin oleh seorang ketua, dan semuanya berada dibawah

satu kordinasi seorang pemimpin, yaitu; Amr bin al-`Asham.

Mereka semua dari Kufah menghendaki agar kepemimpinan

(Amirul Mukminin) sesudah Utsman adalah Zubair.

265 . Ibnu Kahtir, al-Bidayah wa al-Nihayah, h. 190

Page 147: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

350

3. Para penentang Khalifah Utsman yang datang dari Basrah

juga terbagi ke dalam empat kelompok, dan masing-masing

kelompok dipimpin oleh seorang ketua, dan semuanya

dibawah satu kordinasi seorang pemimpin, yaitu; Harqus bin

Zuhair al-Sa`ady. Mereka semua menginginkan agar khalifah

(Amirul Mukminin sesudah Utsman adalah Thalhah.266

Mereka semua dari ketiga wilayah datang ke Ibu Kota

Madinah pada bulan Rajab tahun 35 H. dengan cara-cara seperti

orang melaksanakan ibadah umrah.267 Hal ini dilakukan berdasarkan

langkah-langkah strategis, karena dalam kondisi seperti ini mereka

dapat mengelabuhi masyarakat Madinah agar kedatangan mereka

tidak dicurigai, dan dengan cara ini juga memungkinkan mereka

dapat leluasa bergerak ke sana ke mari di kota Madinah.

Kedatangan para aksi demo dengan tujuan yang sama, yaitu

menyampaikan aspirasi dan tuntutan agar Khalifah Utsman

mengundurkan diri dari jabatanya sebagai khalifah, tetapi berbeda

dalam hal pengengkatan pengganti Utsman jika nanti dia lengser

dari jabatanya. Walaupun demikian, ternyata memasuki kota

Madinah bagi mereka para penentang Khalifah Utsman tidak

semudah seperti yang mereka bayangkan. Keadaan ini sepertinya

sudah tercium oleh para elit politik Sahabat Nabi, oleh karenanya

para elite Sahabat Nabi menolak kedatangan mereka, dan mendesak

agar mereka kembali pulang. Utsman bin Affan mengakhiri

jabatanya sebagai khalifah setelah terjadi peristiwa pembunuhan

terhadap dirinya pada tanggal 18 Zulhijjah tahun 35 H. di rumah

kediamanya oleh salah seorang demonstran.

4. Ali Bin Abi Thalib dan Kebijakan Politik

Ali bin Abi Thalib268 dibaiat (dilantik) menjadi Khalifah

keempat pada tahun 35 H. Setelah Khalifah Utsman wafat terbunuh

266 . Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, Juz VII, h. 190 - 191 267 . Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, Juz. VII. h. 186 - 187 268. Ali bin Abi Thalib saudara sepupu dan menantu Nabi Muhammad

saw.. Nabi Muhammad dan Ali sama-sama dibesarkan dibawah bimbingan Abi

Thalib (ayah kandung Ali), Ali sangat menghormati Nabi Muhammad, Ali

dinikahkan dengan satu satunya putri Nabi-Khadijah, Yaitu, Fatimah. Dari

perkhawinan ini Ali dikaruniai dua orang putra, yaitu Hasan dan Husain. Para

pendukung Ali, terutama golongan yang simpati kepada Ali, yaitu golongan Syiah

Page 148: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

351

oleh para demonstran. Para demonstran mendesak Ali agar bersedia

diangkat menjadi Khalifah menggantikan Utsman. Pada awalnya Ali

menolak desakan para demonstran tersebut, tetapi setelah didesak

terus, akhirnya Ali menerima pengangkatanyan sebagai khalifah

keempat.269 Itu pun setelah Ali melakukan konsultasi dengan

Thalhah dan Zubair sebagai dua orang tokoh Sahabat Nabi yang

dianggap senior. Bahkan bukan itu saja Ali juga sempat

menanyakan, mana para calon ahli Syurga ?, mana orang-orang yang

pernah berjasa perang Badar ?. Tindakan Ali ini dapat

diindikasikan bahwa Ali tidak gegabah dalam hal menerima

kepemimpinan publik.Pada akirnya Ali bin Abi Thalib dibaiat secara

massal di Mesjid Nabawiy pada hari Jum`at tanggal 25 Dzul Hijjah

tahun 35 H.

berkeyakinan bahwa kekuasaan politik sepeninggal Nabi Muhammad saw.

mestinya digantikan oleh keluarga Nabi ( ahlul Bait ), justeru Ali itu pengganti

yang sah dari Nabi Muhammad saw. 269 . Berdasarkan laporan para penulis sejarah terkait waktu yang persis

terjadinya pembaiatan kepada Ali ternyata berbeda-beda, yaitu;

1. Al-Suyuthi meriwayatkan dari Ibnu Sa`ad banwa Ali bin Abi Thalib

dibaiat ( dilantik ) sehari setelah terjadi pembunuhan terhadap Khalihah

Usman. Lihat. Jalaluddin al-Suyuthi, Tarikh al-Khulafa, terj. oleh

Samson Rahman ( Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001 ), hlm. 201

2. Al-Thabariy menuturkan bahwa Utsman terbunuh pada tanggal 18

Dzulhijjah tahun 35 H. dan Ali dibaiat pada tanggal 25 bulan dan tahun yang sama, sehingga tujuh hari kemudian setelah wafatnya Utsman. Ali

dibaiat. lihat. Al-Thabariy, Abu Ja`far Muhammad bin Jarir, Tarikh al-

Umam wa al-Muluk, h. 432

3. Pendapat lain yang juga diriwayatkan al-Thabariy bahwa setelah Utsman

terbunuh terjadi kekosongan jabatan khalifah selama lima hari. Pada saat

kekosongan jabatan ini, salah seorang tokoh dari para demonstran, yaitu;

al-Ghafiqy bin Harb memegang kendali sementara situasi di Ibu Kota

Madinah, dan kemudian al-Ghafiqi mengeluarkan ultimatum kepada

masyarakat Madinah bahwa agar dalam tempo dua hari segera dilantik

salah seorang dari tiga calon khalifah, yaitu; Ali bin Abi Thalib, Thalhah

atau Zubair. Jika dalam tempo tersebut belum juga terpilih salah seorang

dari mereka bertiga, maka para demonstran mengancam akan membunuh ketiga-tiga tokoh tersebut, sebagaimana mereka lakukan kepada

Khalifah Utsman. Ultimatum ini mereka lakukan setelah mereka merasa

putus asa tidak berhasil membujuk ketiganya agar bersedia diangkat

menjadi pengganti Utsman. Lihat. Al-Thabariy, Tarikh al-Umam wa al-

Muluk. h. 434

Page 149: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

352

Meskipun pembaiatan Ali sebagai khalifah keempat dapat

terlaksana secara mulus dan mayoritas penduduk Madinah menerima

kekhalifahannya dengan antusias, tetapi ada beberapa kelompok

kecil yang mengambil sikap politik yang berbeda dari mainstream

penduduk Madinah umumnya. Dalam konteks ini Al-ThabarIy

menjelaskan beberapa kelompok kecil yang tidak mendukung

pelantikn Ali sebagai Khalifah, setidaknya ada empat kelompok,

sebagai berikut.270 ;

1. Kelompok yang melarikan diri dari Madinah menuju negeri

Syam pasca terbunuhnya Khalifah Utsman, mereka

menghindari keterlibatan dalam pembaiatan Ali sebagai

khalifah. Mereka adalah anak cucu Bani Umayyah dan para

pendukung setia Utsman, di antara tokoh dari Bani Umayyah

adalah Marwan bin al-Hakam ( Penasehat dan Sekretaris

Negara Khalifah Utsman) dan al-Walid bin Uqbah.

Sementara dari tokokh-tokoh pendukung setia Ali bin Abi

Thalib yang ikut melarikan diri ke negeri Syam adalah

Qudamah bin Madh`un, Abdullah bin Salam, Mughirah bin

Syu`bah, dan Nu`man bin Basyir.

2. Kelompok yang menangguhkan pembaiatan kepada Ali dan

menyatakan menunggu perkembangan dan situasi politik, di

antara mereka adalah Sa`ad bin Abi Waqqas, Abdullah bin

Umar, Shuhayb bin Abi Sinan, Zayd bin Thabit, Muhammad

bin Abi Salamah, Usamah bin Zayd, Sulaiman bin Salamah

bin Raqs.

3. Kelompok yang sengaja tidak memberikan baiat kepada

Ali, meskipun mereka tetap berada di Madinah saat

pembaiatan Ali, di antara mereka adalah Hassan bin Thabit,

Ka`ab bin Malik, Rafi`bin Khadij, Abu Sa`ad al-Khudry,

Muhammad bin Maslamah, dan Maslamah bin Mukhallad.

Mereka disebut-sebut sebagai kelompok yang sangat loyal

kepada Khalifah Utsman.

4. Kelompok yang sedang menunaikan ibadah haji pada tahun

itu dan belum pulang saat dilakukan pembaiatan kepada Ali,

dan setelah mereka mendengar tentang pembaiatan Ali,

sebagaian dari mereka tidak pulang ke Madinah karena

270 . Lihat al-Thabary, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, h. 430 - 431

Page 150: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

353

memang dalam situasi politik yang sedang genting, akhirnya

mereka menunggu di Mekah sampai situasi politik di

Madinah kembali kondusif, salah satu di antara mereka

adalah Aisyah, janda Nabi Muhammad saw.

Gambaran sepintas tentang situasi pada awal terjadinya

peristiwa pembaiatan Ali bin Abi Thalib di atas mengindikasikan

bahwa betapa sulitnya situasi politik menjelang dan pasca

terbunuhnya Utsman, dan ini menjadi preseden tidak baik dan

sekaligus tidak menguntungkan bagi kepemimpinan Ali bin Abi

Thalib di kemudian hari, bahkan dapat dikatakan bahwa siapapun

yang memimpin saat itu pasti dihadapkan pada situasi politik yang

sangat sulit. Bagaimanapun Madinah adalah ibu Kota negara dan

pusat kewibawaan agama semenjak Nabi Muhammad saw. hingga

tiga khalifah sesudahnya. Keputusan politik yang disepakati

penduduk Madinah menjadi acuan bagi seluruh wilayah Islam yang

berada di bawah otoritas kekuasaannya. Oleh karenanya dapat

dikatakan bahwa Madinah menjadi barometer keutuhan umat,

karena di sinilah berkumpulnya para sahabat Nabi yang sangat

dihormati oleh generasi sesudahnya. Jika penduduk Madinah saja

sudah tidak utuh dalam suatu keputusan politik, maka bagaimana

pula penduduk yang berada di wilayah-wilayah keuasaan Madinah

akan lebih sulit lagi untuk bersatu menerimanya.

Realitas inilah yang dihadapi Khalifah Ali, Ali tidak dibaiat

dengan pembaiatan yang utuh yang memberinya kewibawan dan

legitimasi yang kuat sebagaimana yang terjadi kepada ketiga-tiga

Khalifah pendahulunya. Karenanya dapat ditegaskan bahwa situasi

politik di luar Madinah akan lebih keruh lagi dari situasi yang ada di

Madinah, dan nampaknya sejarah telah membuktikan kebenaran

prediksi tersebut di sepanjang pemerintahan Khalifah Ali bin Abi

Thalib, dan apa yang terjadi dalam sepanjang pemerintahan Ali

adalah Ali bin Abi Thalib lebih banyak disibukkan dengan upaya

menundukkan gerakan kelompok-kelompok yang menentang

kebijakan politiknya dari pada merealisasikan apa yang menjadi visi

dan missi politiliknya.

4.1.Dasar Kebijakan Politik Ali

Page 151: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

354

Begitu selesai acara pembaiatan, dan secara konstitusional

Ali resmi menjadi Khalifah keempat, kemudian Ali langsung

menyampaikan pidato politiknya berisi visi yang menjadi dasar

kebijakan yang akan dilaksanakan dalam pemerintahannya. Dalam

konteks ini al-Thabary dalam karyanya Tarikh al-Umam wa al-

Muluk mencatat sebagian isi pidato Khalifah Ali, antaranya sebagai

berikut;

Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah menurunkan Kitab

petunjuk yang menjelaskan kebaikan dan keburukan, maka

ambillah kebaikan dan tinggalkan keburukan. Tunaikanlah

tugas-tugas kalian kepada Allah swt. Niscaya Allah akan

menunaikan kalian ke Syurga. Sesungguhnya Allah telah

menetapkan hal-hal haram tanpa sembunyi. Allah

mengutamakan kehormatan seorang muslim di atas semua

kehormatan-kehormatan yang lain. Allah memerintahkan

untuk berperilaku ikhlas dan bersatu untuk mencapai

kesatuan umat Islam. Seorang muslim adalah orang yang

menjaga keselamatan orang muslim lainnya dari kejahatan

lidahnya (ucapan) dan tangannya (pukulan, kekuasaan)

kecuali apabila memang itu haknya. Tidak halal (tidak

boleh) menyakiti seorang muslim lain kecuali jika itu sudah

diwajibkan.

Segeralah kalian menunaikan urusan orang banyak(

urusan publik ), terutama urusan kematian. Sesungguhnya di

depan kalian adalah manusia, sementara di belakang kalian

adalah waktu (yang sudah lewat), oleh karenanya

ringankanlah urusan mereka, niscaya kalian akan

mendapatinya, karena sesungguhnya orang-orang yang

menunggu adalah orang yang terakhir di antara mereka.

Bertaqwalah kepada Allah dalam urusan hamba-hamba

Allah dan negaranya, karena kalian akan diminta

pertanggung jawaban sekalipun dalam urusan sebidang

tanah dan masalah binatang. Taatlah kepada Allah dan

jangan melanggar perintah-Nya.Jika kalian melihat

kebaikan ambillah dan jika kalian melihat keburukan, maka

Page 152: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

355

tinggalkanlah.( dan ingatlah ketika kalian dalam keadaan

berjumlah sedikit dan tertindas di muka bumi ).271

Pidato politik Ali sebagaimana dikutip di atas, sedikit banyak

menggambarkan garis besar visi politiknya;

1. Sumber hukum dan dasar keputusan politiknya adalah kitab

suci al-Qur`an. Ini tidak berarti bahwa Ali akan mengabaikan

Sunnah Nabi, karena al-Qur`an hanya dapat dilaksanakan

secara tepat jika dibimbing oleh Sunnah Nabi, dan Ali tentu

sajaorang yang paling memahami persoalan ini.

2. Mewujudkan nilai-nilai kebaikan ideal al-Qur`an, dan

menolak setiap keburukan di dalam masyarakat.

3. Tulus ikhlas dalam memimpin dan mengutamakan integrasi

umat Islam.

4. Melindungi kehormatan jiwa dan harta kekayaan rakyat dari

setiap ucapan lisan yang kasar, menyakiti dan kezaliman

kekuasaan.

5. Membangun kehidupan masyarakat yang bertanggung jawab

terhadap bangsa dan negara dengan landasan ketaatan kepada

Allah.

Berdasarkan garis besar visi politiknya, Khalifah Ali selama

kurang lebih empat tahun sembilan bulan masa

kepemimpinannyamelaksanakan reformasi pemerintahan sejalan

dengan visinya yang mengacu kepada nilai-nilai keadilan,

persamaan, persaudaraan, kesederhanaan, kejujuran dan

keikhlasan sebagaimana diajarkan al-Qur`an dan Sunnah Nabi.

Secara umum, visi dan kebijakan politik Khalifah Ali sejalan dengan

visi dan kebijakan politik Khalifah Umar bin Khattab,272hanya

keduanya berbeda dalam kesempatan dan situasi zaman yang

dipimpinnya. Umar memimpin selamasepuluh tahun lima bulan dua

puluh satu hari dalam situasi kondusif,integrasi dan solidaritas umat

masih sangat kuat. Sementara Ali memipin hanya empat tahun

271 . Lihat al-Thabary, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, h. 436. Lihat juga

Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, Juz 7, h. 347. Ungkapan yang bergaris

miring adalah terjemahan ayat 26 surat al-Anfal. 272 . Ahmad Salaby, al-Mausu`ah al-Hadharah al-Islamiyah III; al-

Siyasah fi al-Fikr al-Islamiy, ( Qahirah: Maktabah Nahdhah al-Misriyah, 1991 ),

h. 165

Page 153: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

356

sembilan bulan dalam suasana disintegrasi dan konflik intern di

tubuh umat Islam.273Berikut ini disampaikan realisasi dari visi dan

kebijakan politik Ali dalam upaya menegembalikan kekhilafahan

Islamkepada praktik-praktik yang sebenarnya.

4.2.Restrukturisasi Para Pejabat dan Gubernur

Ketika Ali bin Abi Thalib dibaiat menjadi khalifah dan

meskipun kurang mendapatkan dukungan padu dari seluruh

penduduk di berbagai wilayah, para Gubernur dan pejabat daerah

adalah mereka yang telah diangkat oleh Khalifah Utsman. Secara

tinjauan politis telah terbentuk opini publik di kalangan masyarakat

grasrut bahwa pengangkatan para Gubernur dan pejabat itu lebih

didasarkan atas hubungan kekerabatan (nepotisme) dari pada atas

kapabelitas dan pengalaman mereka. Walaupun opini publik ini

sebenarnya tidak seluruhnya benar, karena tidak semua pejabat

Utsman dari kalangan Bani Umayyah, ada di antara para pejabat

yang diangkat Utsman memiliki prestasi cemerlang dan tidak ada

hubungan kekerabatan.

Ibnu Katsir dalam karyanya: al-Bidayah wa al-Nihayah,

mencatat nama-nama Gubernur dan para pejabat terkenal di masa

akhir pemerintahan Khalifah Utsman yang kemudian diwarisi oleh

Ali bin Abi Thalib, di antara mereka adalah;

Abu Musa al-Asy`ari; Gubernur Kufah, sementara panglima

tentaranya dijabat oleh Qa`qa` bin Amir dan kepala urusan

pajak dijabat oleh Jabir al-Muzanni.

Abdullah bin Amir; Gubernur Basrah.

Abdullah bin Sa`ad bin Abi Sarah; Gubernur Mesir, tetapi

Abdullah kemudian dikudeta oleh Muhammad bin Abi

Hudzaifah menjelang terbunuhnya Utsman, sementara

Utsman sendiri telah memecatnya dan mengangkat

Muhammad bin Abu Bakar sebagai penggantinya beberapa

hari sebelum Utsman terbunuh.

Muawiyah bin Abi Sufyan; Gubernur Syam (Syria).

Abdur Rahman bin Khalid; pejabat Walikota Hims.

273 . Joesoef Soe`yb, Sejarah Daulah Khulafaur Rasyidin, h. 311 dan 531

Page 154: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

357

Habib bin Maslamah;pejabat Walikota Qonsarian.

Abul `Awar bin Sufyan;pejabat Walikota Yordan.

al-Qomah bin Hakim; pejabat Wali kota Palestina.

al-Asy`ats bin Qais;pejabat Walikota Azerbaijan.

Jarir bin Abdillah al-Bajaly, pejabat Walokota Qarqis.

Malik bin Habib pejabat Walikota Qaesriyah.

Hubaesy, pejabat Walikota Hamadzan.

`Uqbah bin Amer; pejabat Ketua Baitulmal.

Zayd bin Tsabit; Qadhi ( Hakim ) dan Kepala Pengadilan

Pusat di Madinah.274

Khalid; sebagai Walikota Mekkah.

Ya`la bin Maniyah; Gubernur di Yaman.275

Dari semua pejabat yang disebutkan di atas, beberapa pejabat

di tiga wilayah, yaitu; Mesir, Kufah dan Basrah, semenjak masa

Khalifah Umar hingga Utsman kerap kali diadukan kepada

Khalifah, sehingga di tiga wilayah ini dalam dua periode

kepemimpinan dua Khalifah beberapa kali ganti pejabat. Bahkan

saat terjadinya pembunuhan kepada Khalifah Utsman, tiga wilayah

tersebut benar-benar dalam situasi tidak stabil. Hanya Gubernur

Syam, yaitu; Muawiyah bin Abi Sofyan, yang dapat menikmati

kekuasaannya lebih dari dua puluh tahun semenjak Khalifah Umar

hingga Khalifah Utsman. Provinsi Syam yang meliputi Syria,

Yordan dan Palestina benar-benar stabil di bawah otoritas kekuasaan

Muawiyah. Hasil rampasan perang (fey,ghanimah), pajak dan zakat

melimpah, sehingga dapat memberi kemakmuran kepada para

pejabat dan kesejahteraan rakyat Syam. Oleh karenanya, wajar jika

penduduk Syam menyatakan dukungan setia kepada Muawiyah

tetap sebagai Gubernur Syam.

Namun secara politis, penampilan sosok Muawiyah lebih

menonjol sebagai seorangpolitisi yang piawai mengatur negara dan

senang hidup mewah, ketimbang sebagai seorang sahabat Nabi yang

alim. Penampilan Muawiyah lebih dikenal sebagai tokoh penting

Bani Umayyah yang kekuasaannya seakan lebih besar dari sekedar

274 . lihat Ibnu Katsir, al- Bidayah wa al-Nihayah, Juz 7, h. 248 275.Muhammad Ahmazun, Fitnah Kubra, terj.Indonesia oleh Daud

Rasyid, ( Jakarta: LP2SI al-Haramain, 2002 ), h.396

Page 155: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

358

seorang Gubernur yang bertanggung jawab kepada Khalifah di

Madinah. Dalam konteks ni sebenarnya telah muncul desas-desus

yang beredar di kalangan masyarakat tentang adanya kekhawatiran

mengenai kemungkinan berdirinya pusat kekuasaan di Syam yang

didasarkan kepada Dinasti di kemudian hari, yaitu; Dinasti

Umayyah, hal ini ditengarai karena perilaku dan tindakan politik

Muawiyah memperlihatkan ke arah itu. Karenanya ketika Khalifah

Utsman masih berkuasa, Ali bin Abi Thalib yang kapasitasnya

sebagai penasehat Khalifah berusaha memberi masukan kepada

Khalifah Utsman, sertamenyampaikan keluhan masyarakat tentang

kedudukan Muawiyah. Ali menyarankan agar Khalifah Utsman

segera memberhentikan Muawiyah atau membatasi kekuasaannya

sebelum ia benar-benar melampaui batas kewenangannya sebagai

gubernur. Namun dengan alasan bahwa yang mengangkat

Muawiyah itu adalah Khalifah Umar, Utsman menolak saran Ali.276

Berdasarkan paparan tentang situasi di atas, wajarlah jika

kemudian kebijakan pertama sekali yang diambil Khalifah Ali

adalah menertibkan para pejabat yang dinilainya bermasalah. Hal

ini dilakukan melalui pemberhentian pejabat lama dan mengangkat

pejabat baru di beberapa wilayah.Wilayah yang menjadi fokus

perhatian utama Khalifah Ali adalah Syam, kemudian Mesir, Kufah,

Basrah, Yaman dan Mekah. Khalifah Ali memberhentikan

Muawiyah dari jabatannya sebagai Gubernur dan menunjuk

Abdullah bin Abbas sebagai pengganti Muawiyah, tetapi Abdullah

bin Abbas menolaknya dengan alasan kekhawatiran kalau

Muawiyah nanti malah akan membunuhnya.277 Akhirnya Khalifah

Ali mengangkat Sahl bin Hunaif untuk menggantikan Muawiyah,

tetapi Muawiyah justeru tetap mempertahankan posisinya sebagai

Gubernur Syam, bahkan lebih parah lagi Muawiyah menentang

Khalifah Ali. Khalifah Ali kemudian menunjuk Ammarah bin

Syihab untuk gubernur Kufah, Sumarah bin Jundub untuk Gubernur

wilayah Basrah, Qays bin Sa`ad bin Ubadah untuk Gubernur

wilayah Mesir, Abdullah bin Abbas untuk Yaman, dan untuk pejabat

Walikota Mekah, Ali mengangkat Qutsam bin Abbas, dan Abu

Musa al-Asy`ari menyampaikan informasi melalui surat yang

276 . Joesoef Soe`yb, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, h. 430 277 . Joesoef Soe`yb, Sejarah Daulah Khulafaur Rasyidin, h. 466

Page 156: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

359

dikirim kepada Khalifah Ali bahwa masyarakat Kufah secara

mayoritas memberi dukungan penuh dan mereka menyatakan

berbaiat kepada Khalifah Ali.278 Pada saat yang sama Khalifah Ali

mengembalikan posisi Abdullah ban Arqam sebagai Kepala Baitul

Mal pusat atau bendahara negara, Zayd bin Tsabit dikembalikan

posisinya sebagai Kepala Sekretariat Negara. sementara untuk

Walikota Madinah, Ali mengangkat Tammam bin Abbas.279

Khalifah Ali memang punya alasan kuat atas kebijakannya

yang tegas ini.Sebagai pemimpin yang diangkat di tengah situasi

konflik, Ali tentu saja memerlukan pejabat-pejabat daerah yang

bersih, jujur, dan adil sekaligus memiliki loyalitas yang tidak

diragukan.Sosok pejabat yang bersih, jujur dan adil diharapkan

dapat meredakan gelombang protes dari warga masyarakat yang

merasa diperlakukan tidak adil semasa kepemimpinan Khalifah

Utsman.sementara loyalitas dibutuhkan untuk menguatkan posisi

kepemimpinan agar semua program pembaharuan dan perbaikan

(reformasi) yang ditetapkannya dapat berjalan lancar. Tetapi realitas

di lapangan, keputusan politik Khalifah Ali ini memunculkan

gesekan baru dan oleh karenanya tidak mencapai sasaran

optimal.Hal ini dapat dikonfirmasi dengan munculnya kontroversi

baru di tengah masyarakat antara yang pro dan yang kontra atas

pengangkatan para pejabat baru itu. Bahkan Amarah, Sahl dan

Utsman bin Hunaif tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai

gubernur yang baru karena ditolak oleh sebagian masyarakat yang

masih loyal kepada pejabat lama, dan mereka terpaksa pulang

kembali ke Madinah. Dan untuk mengatasi permasalahan tersebut,

Khalifah Ali terpaksa mengangkat pejabat dari kalangan kerabat

dekatnya dari orang-orang yang setia kepadanya. Suatu kebijakan

yang dulu dikecamnya oleh Ali sendiri ketika Khalifah Utsman

melakukan kebijakan mengangkat para pejabat dari kalangan kerabat

dekatnya.

4.3.Reformasi Birokrasi Kepegawaian, Pengadilan dan

Ketentaraan

278 . Lihat Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, Juz 7, h. 249-250,

Lihat juga al-Thabary, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, h. 442 279 . al-Thabary, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, h. 442

Page 157: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

360

Dalam rangka melakukan pembenahan dan reformasi

birokrasi pemerintahan untuk tujuan menciptakan sistem

pemerintahan yang bersih dari nepotisme dan kolusi yang berakibat

munculnya citra negatif bagi pemerintahan, tidak dapat terhindarkan

bahwa ada sejumlah pejabat yang diangkat Ali dari kalangan

kerabatnya, mislnya; Abdullah bin Abbas yang diangkat sebagai

Gubernur Basrah dan wilayah sekitarnya, Qutsam bin Abdullah

sebagai Walikota Mekah dan wilayah sekitarnya, Ubaidillah bin

Abbas sebagai Gubernur Yaman yang meliputi Bahraen dan Oman,

dan Tammam bin Abbas sebagai Walikota Madinah, semuanya

adalah saudara misan Khalifah Ali. Demikian pula Muhammad bin

Abu Bakar yang diangkat sebagai Gubernur Mesir adalah anak tiri

Ali.Tetapi meskipun demikian, semua orang mengetahui bahwa

mereka-mereka itu memiliki kredibelitas dan kelayakan. Selain dari

itu, Khalifah Ali menerapkan pengawasan yang ketat terhadap

tindakan mereka dalam menjalankan tugasnya. Ali juga melarang

para pejabatnya mengangkat pegawai atas dasar kekeluargaan,

kesukuan (marga, etnik), maupun karena persahabatan yang tidak

memiliki kelayakan.

Meskipun Ali sangat keras dan tegas dalam hal penggunaan

kekayaan negara untuk diri sendiri dan keluarganya, dan Alisangat

telitidalam menata para pegawainya, tetapi Ali sangat

memperhatikan kesejahteraan para pejabat dan pegawai bawahanya.

Dalam hal rekrutmen para pegawai, Khalifah Ali dalam salah satu

surat arahan kepada para Gubernurnya, menegaskan kepada

mereka;

Perhatikan pegawaimu.! Pekerjakanlah mereka

berdasarkan kapabelitas, jangan karena pilih kasih, karena

mereka telah banyak dianiaya dan dikhiananti.

Perioritaskanlah orang-orang yang berpengalaman

(experien) dan memiliki rasa malu jika berbuat curang,

rekrutlah mereka dari keluarga baik-baik dan orang yang

lebih dulu masuk Islam, sebab dialah orang yang lebih

berakhlak (bermoral), lebih baik sifatnya, tidak berorientasi

pada keuntungan, dan yang lebih memperhatikan akibat dari

suatu tindakan. Kemudian cukupilah gaji mereka, karena hal

ini menjadikan kekuatan bagi mereka untuk memperbaiki

diri mereka dan menjauhkan mereka dari mengambil apa

Page 158: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

361

yang ada di luar wewenangnya (mengambil yang bukan

haknya). Kemudian awasilah pekerjaan mereka dan kirimlah

pengawas yang terdiri dari orang-orang yang jujur. Maka

pengawasan secara besar-besaran terhadap mereka akan

menciptakan perilaku jujur dan bersikap lemah lembut.280

Khalifah Ali sangat tanggap terhadap laporan-laporan dari

masyarakat tentang perilaku para pejabatnya.Oleh karenanya Ali

tidak segan-segan menegur dan menasehati pejabat yang dinilainya

menyeleweng. Bahkan para pejabatnya diingatkan agar jangan

sembarang mengangkat pegawai tetapi lalai mengawasinya, karena

akan dimintai pertanggung jawabannya, ingatlah bahwa setiap

kelalaian pegawai yang anda abaikan akan dicatat dalam daftar

anda.281

Di bidang keadilan, Ali bin Abi Thalib menerapkan asas

keadilan dan persamaan di depan hukum. Para Gubernur di tiap

Provinsi selalu diingatkan agar berhati-hati dalam mengangkat

Qadhi (Hakim). Oleh karenanya Khalifah Ali melarang menangkap

dan memenjarakan orang hanya karena berdasarkan prasangka yang

belum jelas, sebagaimana Ali melarang menghukum seseorang

sebelum diberi kesempatan untuk menyampaikan bukti-bukti dan

pembelaannya.282

Khalifah Ali juga menaruh perhatian besar terhadap

administrasi ketentaraan, karena bagaimana pun angkatan bersenjata

adalah penting keberadaannya untuk menjaga kewibawaan dan

kedaulatan negara dari ancaman internal ataupun eksternal.

Angkatan bersenjata bukan saja harus diperhatikan kelengkapan

persenjataannya, tetapi juga harus dibina akidah dan akhlaknya agar

menjadi prajurit-prajurit tangguh yang senantiasa siap melaksanakan

tugasnya kapan saja dan di mana saja untuk membela agama dan

negara dengan motivasi jihad di jalan Allah, selain itu mereka juga

harus memperoleh imbalan gaji dan tunjanganyang cukup bagi

kesejahteraan hidup mereka dan keluarganya sehingga jasa-jasa dan

pengabdian mereka benar-benar merasa dihargai. Hal ini juga yang

280 . Abbas Mahmud al-Aqqad, Kejeniusan Ali, terj. Gazirah Abdi

Ummah, ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2002 ), h.159 281 . Goerge Jordac, Suara Keadilan: Sosok Agung Ali bin Abi Thalib,

terj. Muhammad al-Sajjad, ( Jakarta: Lentera, 1996 ), h. 186 282 . Ibid. h. 184

Page 159: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

362

menjadikan mereka benar-benar fokus dalam menjalankan tugasnya

secara profesional, dan oleh karenanya mereka tidak dibebani

mencari nafkah di luar tugasnya.283

Petunjuk dan arahan Khalifah Ali kepada para Pejabat dan

Gubernurnya sebagaimana dikutip di atas memberi gambaran

tentang keperibadian Ali yang agung. Oleh karena itu, sebagian

orang memandang Ali sebagai sosok pahlawan yang pemberani,

tulus dan ikhlas, dan tidak mengenal kompromi dalam mengambil

keputusan strategis. Dengan pemaparan beberapa sikap Ali di atas,

dapat dipahami bahwa Ali sebagai sosok seorang yang tegas,

tanggung jawab, kasih sayang kepada rakyatnya, dan perhatian

kepada para pegawainya.

4.4. Penghematan dan Pengelolaan Pendapatan Negara

Sebagaimana telah berlangsung semenjak kepemimpinan

Nabi Muhammad saw. Abu Bakar, Umar, dan Utsman, bahwa

sumber pendapatan negara diperoleh dari beberapa sumber

pendapatan negara, antaranya; zakat, sedekah infak, dana wakaf

kaum muslimin, harta rampasan perang, baik berupa fey atau pun

ghanimah, pajak (jizyah) dari masyarakat non muslim. Demikian

pula yang dilakukan Khalifah Ali bin Abi Thalib. Hanya saja dalam

sepanjang kepemimpinannya boleh dikatakan sumber pendapatan

negara dari harta ghanimahyang diperoleh dari hasil penaklukan

wilayah baru tidak ada sama sekali. Hal ini disebabkan karena

seluruh negeri tetangga yang dianggap mengancam keamanan

negara Islam telah selesai ditaklukkan pada masa pemerintahan

Khalifah Utsman.Sementara di dalam negeri sendiri, Ali

menghadapi konflik politik yang serius. Oleh karenanya kebijakan

yang dilakukannya lebih diprioritaskanpada pembenahan dan

penertiban internal daripada melakukan ekspansi keluar.

Dalam rangka mengatasi kekurangan sumber pendapatan

negara, Khalifah Ali menerapkan kebijakan penghematan

perbelanjaan negara dengan membatasi pengeluaran kas negara

hanya untuk keperluan-keperluan yang sifatnya mendesak. Sebagai

implementasi dari kebijakan ini, Khalifah Ali jarang sekali

283 . Lihat Goerge Jordac, Suara Keadilan: Sososk Agung Ali bin Abi

Thalib, h. 182-183

Page 160: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

363

mengambil gaji dan tunjangan hidup sebagai pejabat tinggi negara

(kepala negara) yang menjadi haknya dari Baitul Mal. Khalifah Ali

memandang hal ini perlu dilakukan, karena Khalifah Ali lebih

mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi

yang berlebihan, makanya Ali lebih memilih tempat tinggal yang

sempit, pakaian yang seadanya, makanan dan minuman yang

sederhana.284 Kebijakan penghematan ini diberlakukan juga kepada

kerabat dekatnya, salah satu contoh; permintaan Aqil bin Abi Thalib

(adik kandung Khalifah Ali ) untuk mendapatkan tunjangan dari

Baitul Mal. Permintaan Aqil ditolak dengan tegas oleh Ali, karena

menurut Ali masih banyak rakyat miskin yang lebih berhak

mendapatkannya, meskipun tindakan Ali ini berdampak

munculnya rasa tidak senang Aqil, sehingga Aqil membelot dan

bersekongkol dengan Muawiyah yang memberontak Khalifah Ali.285

Sebagai tindak lanjut dari kebijakan penghematan Khalifah

Ali, harta kekayaan negara yang dulu diberikan Khalifah Utsman

kepada para pejabat dan kerabatnya tanpa berdasarkan pertimbangan

yang matang, ditarik kembali oleh Khalifah Ali dan kemudian

diserahkan ke Baitul Mal untuk dialokasikan kepada orang-orang

yang lebih memerlukan. Ketegasan Ali tentang pengelolaan Baitul

Mal ini tercermin dari pernyataannya; Demi Allah ! Jika aku

menemukan harta itu telah dijadikan maskawin atau telah

digunakan untuk membeli seorang hamba wanita, tentu aku akan

mengembalikannya ke Baitul Mal.286 Pernyataan Ali ini ditujukan

pada harta-harta yang dikeluarkan dari uang negara dengan cara

tidak benar dan kepada orang yang tidak berhak menerimanya.

Dalam rangka penarikan harta zakat dan jizyah (pajak) yang

harus dilakukan dengan cara-cara yang baik dan sopan.Khalifah Ali

mengeluarkan instruksi kepada para Pegawai dan para Gubernurnya

untuk menarik zakat dan pajak tetapi harus dilakukan melalui

pendekatan yang sopan santun, ramah, dan tanpa intimidasi. Mereka

(para Pejabat dan para Gubernur) diminta supaya mendengarkan

keluhan rakyat, memberikan hak-haknya kepada mereka, tidak

membebani mereka dengan tuntutan yang memberatkan, dan Ali

284 . Ibid. h. 39 285 . Ibid. h. 47 286 . Abbas Mahmud al-Aqqad, Kejeniusan Ali, h. 157

Page 161: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

364

melarang mereka agar tidak menyamakan besar jumlah pungutan

pajak di musim subur dengan di musim panen yang gagal. Khalifah

Ali dalam hal penartikan zakat dan pajak (jizyah) menyampaikan

beberapa hal penting yang harus dilaksanakan oleh para petugas

penarik zakat dan pajak, sebagai berikut;

Perhatikan urusan pajak yang sesuai dengan keadaan wajib

pajak.Karena memperhatikan kelancaran penarikan pajak

dan kepentingan wajib pajak yang mengeluarkannya,

terletak pada kebaikan orang dan kejelekannya, kecuali

mereka yang membayar pajak.Karena kemaslahatan seluruh

rakyat tergantung pada pajak dan orang-orang yang

membayarnya.Perhatikan agar lebih difokuskan pada

kesuburan tanah, karena pajak tidak mungkin diperoleh

kecuali dengan terciptaya kesuburan tanah.Siapa saja

menarik pajak tanpa mengupayakan kesuburan tanah, maka

dia menghancurkan negeri dan membinasakan rakyat.287

Apa yang disampaikan Khalifah Ali sebagaimana dikutip di

atas menunjukkan bahwa urusan penarikan zakat dan pajak harus

dilakukan berdasarkan aturan-aturan yang telah ditetapkan, beradab,

dan sopan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam konteks

penarikan zakat dan pajak, antara lain sebagai berikut;

1. Zakat dan jizyah (pajak)menjadikan kemaslahatan (kebaikan,

kesejahteraan) bagi seluruh rakyat.

2. Upaya yang berterusan menciptakan kesuburan tanah.

3. Penarikan zakat dan jizyah tanpa ada upaya menciptakan

kesuburan tanah, sama saja seperti orang yang

menghancurkan negeri dan membinasakan rakyat.

4.5. Mengatasi Kelompok Oposisi dan Para Pemberontak

Takdir Tuhan telah menentukan bahwa Ali bin Abi Thalib

telah menduduki jabatan pemimpin tertinggi umat Islam di arena

panggung politik dunia Islam, Ali yang memiliki karakter mulia,

memiliki wawasan brilian sangat disayangkan kemunculannya pada

saat dan zaman yang kurang tepat, di mana kondisi sosial politik

287 . Ibid. h.158 – 159. Lihat juga Syed Hussain Mohammad Jafri,

Moralitas Politik Islam: Belajar dari Perilaku Politik Khalifah Ali bin Abi Thalib,

( Jkarta: Pustaka Zahra, 2003 ), Cet. 1, h. 109

Page 162: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

365

sedang terjadi carut marut, krisis politikyang berkepanjangan.

Zaman di mana kecendrungan mayoritas kelompok aristokrasi Arab

memuncak karena dorongan berbagai faktor perubahan sosial,

lebih menginginkan kehidupan bernegara bercorak kerajaan

(monarchy) dari pada model pemerintahan khilafah yang

berdasarkan syura.288 Di saat kebanyakan para elite politik

menerima kecendrungan hidup bermewah-mewah menikmati hasil

ekspansi militer yang melimpah, Ali justru ingin mengembalikan

tatanan sosial kepada model masyarakat kenabian dan dua Khalifah

sesudahnya (Abu Bakar dan Umar bin Khattab) yang sederhana dan

tidak bermewah-mewah. Dari aspek lain yang mengubah tatanan

sosial politik dari kondisi stabil ke kondisi krisis, yaitu kondisi

masyarakat yang sudah tercabik-cabik karena konflik berbagai

kepentingan di dalam umat.

Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika tampilnya Ali

sebagai Khalifah disambut suka cita dan harapan oleh sekolompok

masyarakat dan tidak diharapkan oleh kelompok masyarakat yang

lain. Mereka yang mengharapkannya adalah masyarakat kecil dari

kalangan para budak, kelompok taklukkan dan suku-suku non

Quraisy yang simpati kepada Bani Hasyim yang selama ini

seringkali mengecam kebijakan-kebijakan Khalifah Utsman dan

yang merasa termarjinalkan dari pusaran kekuasaan yang didominasi

Bani Umayyah pada masa pemerintahan Khalifah

Utsman.Sedangkan mereka yang menentang kebijakan Khalifah Ali

adalah kalangan elite politik yang dipelopori tokoh-tokoh Bani

Umayyah dan sebagian suku Quraesy.289

Berdasarkan alasan yang disampaikan, para penentang Ali

dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok, setidaknya ada

empat kelompok, yaitu;

1. Kelompok yang memiliki ambisi kekuasaan yang tidak

kesampaian. Dalam konteks ini Ahmad Salaby berpendapat

bahwa hal ini ditujukan kepada sebagian tokoh Sahabat Nabi,

antaranya; Abdullah bin Zubayr. Bahkan dalam

pandangannya, Ibnu Zubayr inilah yang berperan

288 . Abbas Mahmud al-Aqqad, Kejeniusan Ali, h. 137 289.Ahmad Salaby, Sejarah Kebudayaan Islam I, terj. Mukhtar Yahya dan

M. Sanusi Latief, ( Jakarta: PT Alhusna Dzikra, 2000 ), cet. IV, h. 283

Page 163: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

366

mempertajam pertentangan antara Aisyah dan Ali bin Abi

Thalib pada perang Jamal.290

2. Kelompok yang merasa kecewa dan sakit hati atas kebijakan

politik Ali. Kelompok ini rupanya yang mayoritas dari

kalangan para mantan pejabat di masa Khalifah Utsman,

sebagai akibat dari kebijakan politik Ali mereka terpental

dari pusaran kekuasaan dan dipaksa harus menyerahkan

kekayaan yang mereka peroleh secara tidak wajar dari

kedudukan mereka sebagai pejabat.

3. Kelompok yang berbeda pendapat tentang kebijakan politik

dengan Khalifah Ali, antaranya seperti; Aisyah, Thalhah, dan

Zubayr, di mana mereka bertiga melihat bahwa Ali telah

berbuat keliru dengan membiarkan para pembunuh Utsman

tanpa mendapat hukuman qishas. Kelomok penentang ini

mendapat bantuan dari sejumlah para Sahabat Nabi beserta

para pendukungnya dari Mekah dan Bashrah. Kelompok ini

bergerak dari Mekah ke Bashrah dan membuat markas

mereka di sana. Termasuk dalam kalangan ini adalah

kelompok Muawiyah bin Abi Sofyan (yang sebenarnya

sudah dipecat oleh Khalifah Ali dari jabatannya sebagai

Gubernur Syam, tetapi justeru malah bertahan dan

bahkanberbalik menentang Khalifah Ali). Kelompok

Muawiyah ini bermarkas di Syam dengan dukungan

sejumlah para Sahabat Nabi dan pasukan yang kuat.

4. Masyarakat awam yang menjadi sasaran propokasi dan

panatisme golongan (ta`asub qabilah) yang dilakukan oleh

orang-orang yang membenci Ali.

5. Kelompok sempalan dari pasukan Ali yang pada awalnya

berperang membela Khalifah Ali dalam menumpas gerakan

Aisyah dan gerakan Muawiyah, tetapi kemudian mereka

menarik dukungan dari Khalifah Ali, bahkan kemudian

berbalik menentang dan melakukan pemberontakan terhadap

Ali. Kelompok ini adalah kelompok Khawarij, di mana

mereka setelah keluar dari barisan Ali merencanakan

pembunuhan terhadap beberapa Sahabat Nabi, yaitu; Abu

290 . Ahmad Salaby, Sejarah Kebudayaan Islam II, terj. Mukhtar Yahya

dan M. Sanusi Latief, ( Jakarta: PT Alhusna Dzikra, 1995 ), cet. III, h. 290

Page 164: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

367

Musa al-As`ari, Ali bin Abi Thalib, Amer bin `Ash, dan

Muawiyah bin Abi sofyan, keempat-empat Sahabat Nabi ini

terlibat di dalam keputusan majlis tahkim (arbritrase) ketika

diberlakukan genjatan senjata dalam perang dahsyat antara

pasukan Ali dan pasukan Muawiyah di Siffin. Rencana

pembunuhan orang-orang Khawarij hanya berhasil

dilakukan kepada Ali saja, sementara yang lainnya selamat

dari rencana pembunuhan tersebut.

Masa kekhalifahan Ali selama lima tahun kurang tiga bulan,

lebih banyak dipenuhi peristiwa-peristiwa tragis yang terjadi

sepanjang pemerintahan Ali bin Abi Thalib dan dalam upaya

menghadapi para penentangnya Ali melakukan langkah-langkah

strategis dalam memajukan negara di beberapa provinsi yang

kondisinya relatif lebih kondusif. Kondisi carut-marut ini dapat

ditengarai karena besarnya pengaruh orang-orang penentang

terhadap pemerintahan Ali.291Sehingga pemerintahan Ali dapat

dikatakan sebagai pemerintahan yang dihadapkan pada betapa

sulitnya mengatasi konflik politik internal.

Upaya rekonsiliasi melalui negosiasi yang dilakukan Ali

dalam menghadapi para penentangnya selalu berakhir dengan

kegagalan. Di satu sisi dikarenakan sifat tegas Ali yang tidak

mengenal kompromi, berpegang kepada kejujuran dan keikhlasan

menjadikannya tidak suka menggunakan intrik-intrik diplomasi yang

berifat basa basi dan politik mengutamakan kepentingan sepihak,

sementara pada aspek lain adanya unsur propokasi yang

mengacaukan jalannya perdamaian. Hal ini jelas pada peristiwa

upaya perdamaian antara pihak Ali dengan kelompok Aisyah

sebelum terjadinya perang Jamal.Sebelumnya kedua belah pihak

telah mencapai kesepakatan untuk mencari jalan keluar dari

perselisihan melalui jalan perdaamaian.Tetapi malangnya telah

terjadi penyerangan sporadis dari kelompok propokator yang ada di

tubuh pasukan Ali terhadap pasukan Aisyah dan kemudian dibalas

dengan serangan yang lebih besar yang mengakibatkan

dibatalkannya rencana perdamaian tersebut.292

291 . Syed Hussain Muhammad Jafri, Moralitas Politik Islam: Belajar

dari Perilaku Politik Ali bin Abi Thalib, ( Jakarta: Pustaka Zahra, 2003 ), h. 17 292 . al-Thabary, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, h. 506

Page 165: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

368

Ali memang pada akhirnya berhasil menundukan kelompok

Aisyah dalam peperangan besar antara ke dua belah pihak di

wilayah bagian Basrah, setelah pasukannya melumpuhkan onta

yang ditungganginya, kemudian mereka membawa Aisyah ke

hadapan Ali, tetapi itu baru terjadi setelah memakan korban perang

tidak kurang dari sepuluh ribu jiwa dari kedua belah pihak,

termasuk di dalamnya dua tokoh Sahabat Nabi, yaitu; Thalhah dan

Zubair.293 Selanjutnya Aisyah kemudian dipulangkan ke Madinah

dengan penuh penghormatan dan jaminan keselamatan yang

diberikan Ali sebagaimana mestinya perlakuan terhadap seorang

janda Nabi yang mulia.294

Upaya Ali mengajak Muawiyah untuk melakukan

perundingan dengan penuh kesabaran, ternyata akhirnya gagal total

dan kemudian pilihan perang pun tidak dapat dihindari. Perang

dahsyatpun meletus di Siffin, suatu wilayah yang berada di

perbatasan antara Iraq dengan Syria. Dalam peperangan ini ketika

pasukan Muawiyah terdesak oleh kekuatan pasukan Ali, Muawiyah

kemudian balik mengajak berunding setelah pertempuran

berlangsung tidak kurang dari enam bulam dan memakan korban

jiwa belasan ribu. Sementara pasukan Ali mendominasi jalannya

pertempuran.

Melihat situasi yang tidak menguntungkan pihak tentara

Muawiyah, maka Muawiyah kemudian bersama Amer bin Ash

berhasrat melakukan genjatan senjata untuk sementara waktu. Hal

ini dilakukan dengan menjadikan al-Qur`an ditancapkan di atas

tombak sebagai tanda agar dilakukan genjatan senjata. Pada tahap

awal, Ali mensikapinya dengan tidak mempedulikan terhadap apa

yang dilakukan Muawiyah, dan perangpun agar tetap diteruskan

sehingga pada akhirnya dapat dipastikan pihak mana yang menang

dan pihak mana yang kalah biar ditentukan oleh perang. Sikap Ali

seperti ini karena Ali sudah yakin bahwa kemenangan akan berpihak

kepadanya karena realitas di lapangan sudah terlihat tanda-tanda

kemenangan. Tetapi apa boleh dikata takdir menentukan lain,

sebagian pasukan Ali mendesak agar Ali menghormati pihak lawan

yang menancapkan al-Qur`an di atas tombak sebagai isyarat agar

293 . Ibid. h. 539 294 . Ibid. h. 544

Page 166: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

369

perang segera dihentikan untuk sementara waktu, maka Ali-pun

mengikuti seruan untuk menghentikan perang, kemudian

diadakanlah perundingan di suatu majlis yang disebut Majelis

Tahkim. Ali memang tidak terkalahkan di medan perang, tetapi

justru Ali dipencundang di meja perundingan.295

Meja perundingan yang dihadiri oleh Abu Musa al-Asy`ari

sebagai delegasi pihak Ali, dan Amer bin Asy sebagai mewakili

pihak Muawiyah, menghasilkan suatu keputusan yang adil bagi

kedua belah pihak, tetapi dalam pelaksanaannya sangat

mengecewakan, karena ternyata Ali diposisikan pada posisi lemah,

baik di mata lawan-lawannya ataupun di hadapan para

pendukungnya.296Bahkan kelompok besar dari pasukan Ali

menyatakan keluar dan menarik dukungan mereka dari Ali, dan

bahkan di kemudian hari manjadi musuhnya yang sangat

militan.Kelompok inilah yang kemudian lebih terkenal dengan

sebutan Khawarij, yaitu; kelompok yang menyatakan diri mereka

keluar dari pasukan Ali.297

295 . Perundingan yang melibatkan kedua belah pihak, di mana pihak Ali

diwakili oleh Abu Musa al-Asy`ariy dan dari pihak Muawiyah diwakili oleh Amer

bin `Asy. Perundingan berlangsung di sebuah tempat bernama Adzrah, sebuah

wilayah Daumatul Jandal pada bulan Ramadhan tahun 37 H. 296. Dalan acara penyampaian pengumuman hasil keputusan Majelis

Tahkim kepada para pendukung ke dua belah pihak, pada tahap awal Abu Musa

dipersilahkan untuk menyampaikan hasil keputusan perundingan di Majelis Tahkim, antaranya agar masing-masing delegasi menyampaikan pemberhentian

pemimpinnya masing-masing, setelah itu baru dipilih pemimpin baru, maka

kemudian Abu Musa al-Asy`ari mengumumkan pemberhentian Ali bin Abi Thalib

dari jabatannya sebagai Khalifah. Giliran selanjutnya adalah Amer bin Asy, Amer

bin Asy mengumumkan pemberhentian Muawiyah dari jabatannya sebagai

Gubernur Syam, tetapi pada saat yang sama Amer bin Asy mengumumkan bahwa

pada saat ini tidak ada pemimpin tertinggi (khalifah) dan itu tidak boleh walau

sesaatpun, oleh karena itu pada detik ini juga saya (Amer bin Asy) mengangkat

Muawiyah sebagai Khalifah. Pengumuman ini tentu saja disambut gembira

terutama oleh para pendukung Muawiyah, tetapi berdampak buruk dikalangan

para pendukung Ali, pada umumnya mereka tidak mengakui pengangkatan

Muawiyah sebagai khalifah secara sepihak, dan Ali bin Abi Thalib tetap sebagai khalifah. Permaslahan tetap menimpa kepada Ali dan bahkan semakin parah,

pertentangan dan perpecahan pun semakin menjadi-jadi di kubu Ali. 297. Khawarij secara terminologi artinya kelompok yang menyatakan diri

mereka keluar dari pasukan Ali setelah terjadi keputusan Majelis Tahkim yang

kontroversial dan bahkan pada akhirnya mereka menjadi musuhnya yang sangat

Page 167: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

370

Semenjak terjadinya perundingan yang gagal itu, kedudukan

Muawiyah semakinlebin mantap.Sebaliknya posisi Khalifah Ali

semakin sulit dan terpojok, karenanya Ali tidak lagi dapat menyusun

kekuatan yang solid untuk menundukan Muawiyah.Berbulan-bulan

malah Ali disibukkan menghadapi ancaman kelompok Khawarij,

persis tiga tahun lamanya Khalifah Ali menjinakan kelompok

Khawarij, baik melalui dialog ataupun melalui

pertempuran.Sejumlah besar pasukan sedianya disiagakan untuk

menyerang kekuatan Muawiyah di Syam (Syiria) terpaksa dialihkan

untuk menghentikan pemberontakan kelompok Khawarij di

Nahrawan. Meskipun pada akhirnya memang Ali berhasil

menumpas sebagian besar kelompok Khawarij dan menyadarkan

sebagian yang lainnya, tetapi jumlah Korban dari pihak Ali juga

besar, sehingga kekuatan tentara tempur Ali pun terus menipis.

Lebih tragis lagi dua tahun kemudian sisa pasukan Khawarij yang

dapat menyelamatkan diri mereka dalam perang di Nahrawan, malah

berhasil membunuh Khalifah Ali di luar medan pertempuran.

Demikianlah pembahasan tentang kepemiminan Ali bin Abi

Thalib, saat memimpin pemerintahanya penuh dengan berbagai

persoalan yang berat-berat, negara selalu berada dalam keadaan

tidak stabil, selalu gonjang ganjing. Ali yang dikenal sebagai

seorang pahlawan yang hebat dengan senjata pedangnya

yangmenjadikan musuh-musuhnya merasa ketakutan sebelum

perang dimulai, tetapi saat mengendalikan pemeritahanya tidak

banyak yang dapat diperbuat, karena sibuk dengan berbagai upaya

mengahadapi para penentangnya yang datang dari berbagai penjuru

wilayah. Hal ini berdampak pada tidak terealisasi visi dam missi

pemerintahanya yang telah diprogramkanya, sangat disayangkan.

Barangkali itu memang takdir Allah begitu kejadianya, siapapun

tidak dapat melawan takdir, termasuk Ali bin Abi Thalib sendiri

meskipun sudah dilakukan dengan berbagai upaya. Pada akhirnya

Ali sendiri wafat karena dibunuh sebagai mati syahid oleh suatu

militan dan mereka juga menentang Muawiyah. Kelompok ini kemudian menjadi

sekte tersendiri selain sekte-sekte Islam yang lain. Jumlah mereka pada saat

mereka keluar dari barisan Ali diperkirakan sekitar 12000 personil dengan

dipimpin oleh seorang yang bernama Hurqus bin Zuhair sebagai panglimanya, dan

mereka bermarkas di Harura, suatu wilayah di Kufah.

Page 168: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

371

rencana konspirasi pembunuhan yang dilakukan orang-orang

Khawarij.

BAB VI

PEMIKIRAN POLITIK

IBNU ABI RABI`

1.Mengenal Sosok Pemikir Politik Islam Ibnu Abi Rabi

Pada era pemerintahan Dinasti Abbasiyah ilmu pengetahuan

dalam berbagaicabang dan spesialisasinya mendapatkan tempat dan

perhatian serius, baik oleh para peneliti danpemikir Islam, dan

bahkan mendapatkan dukungan besar dari para penguasa saat itu,

terutama pada masa Khalifah al-Makmun, yaitu; Khalifah Dinasti

Abbasiyah ke tujuh. Perkembangan ilmu pengetehuan saat itu tidak

dapat dinafikan sebagai dampak positif dari persinggungan dengan

alampemikiran Yunani, antaranya filsafat dan ilmu-ilmu sosial,

terutama dari Plato dan Aristoteles melalui karya-karya tulisnya,

yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.298 Aktivitas inilah

kemudian memunculkan perhatian besar dan minat tinggi di

kalangan para sarjana Islam untuk mempelajari hal-hal yang

berkaitan dengan kenegaraan secara rasional, kemudian setelah itu

bermunculan sejumlah pemikir Islam yang mengemukakan gagasan

atau konsepsi politik mereka melalui karya-karya yang ditulisnya.

Sarjana muslim yang dianggap pertama yang menuangkan

gagasan teori politiknya adalah Ibnu Abi Rabi `299 dalam

karyanya;Sulukal-Malik Fiy Tadbir al-Mamalik (Kebijakan Raja

298. Lihat Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abdul Mukthi Muhammad, al-

Fikr al-Siyasi fiy al-Islam: Syakhshiyyat wa Mazahib. h. 204 299 . Ibid. h. 208

Page 169: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

372

Dalam Mengelola Pemerintahan). Buku ini dipersembahkan kepada

al-Mu`tasim, Khalifah Dinasti Abbasiyyah ke delapan yang

memerintah pada abad ke IX Masehi untuk dipergunakan sebagai

guiding book dalam mentadbir atau mengelola pemerintahan. Oleh

karena buku ini diperuntukan oleh Ibnu Abi Rabi` kepada kepala

negara yang sedang berkuasa saat itu, Munawir Sjadzali

menegaskan dapat dipastikan bahwa Ibnu Abi Rabi tidak

mempersoalkan sistem monarki sebagai suatu sistem pemerintahan

yang sedang berjalan, bahkan Ibnu Abi Rabi` memberikan dukungan

penuh kepada sistem pemerintahan ini.300 Hal ini mungkin Ibnu

Abi Rabi` melihat bahwa sistem monarki yang sedang berjalan saat

itu cukup baik dalam menata kehidupan perpolitikan. Mengingat

realitas yang ada saat itu bahwa pemerintahan Dinasti Abbasiyah di

masa pemerintahan al-Mu`tasim Billah berada pada puncak

kejayaan. Oleh karennya, wajar jika Ibnu Abi Rabi` tidak

mempersoalkan sistem pemerintahan monarchi saat itu.

Pengakuan Ibnu Abi Rabi terhadap sistem pemerintahan

monarchi ini ditunjukkan oleh Ibnu Abi Rabi dalam kata pengantar

bukunya berupa sanjungan kepada Khalifah, antaranya;

merupakan kebahagiaan bagi penduduk atau rakyat zaman

ini karena pemimpin mereka ( Imamahum ), ketua tertinggi

mereka ( Muqallid siyasatihim ), dan pengelola pemerintahan

mereka ( wa Mudabbir mulkihim ) adalah seorang yang telah

terkumpul semua kebaikan, semua kelebihan dan keutamaan

( kehormatan ), terkumpul semua sifat yang terpuji, yaitu

orang yang selalu memperbaiki kondisinya dengan tetap

komitmen pada agama, dan tetap berpegang teguh pada

Islam dan ajaran Nabi, yaitu Khalifah al-Mu`tashim Billah,

Amirul Mu`minin, di mana semua umat taat kepadanya,

semua kerajaan patuh kepadanya, dan para musuh tunduk

kepadanya.301

Selain dari Ibnu Rabi`, ada beberapa pemikir politik muslim

yang lain, antaranya al-Farabi, al-Mawardi, al-Ghazali, Ibnu

Taimiyah, Ibnu Khaldun, dan lain-lainnya. Munawir Sjadzali dalam

300 . Lihat. Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara. h. 42 301 . Muhammad Jalal Syaraf et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 208

Page 170: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

373

konteks ini berpendapat bahwa mereka-mereka itu dapat dianggap

sebagai eksponen-eksponen yang mewakili pemikiran politik di

dunia Islam pada era klasik dan abad pertengahan.302Dalam

menganalisa karakter pemikiran-pemikiran politik yang muncul dari

para pemikir politik Islam di era klasik dan abad pertengahan,

Munawir Sjadzali menegaskan banwa setidaknya ada dua karakter

atau ciri umum, yaitu;

1. Pemikiran-pemikiran politik mereka terdapat pengaruh dari

alam pemikiran Yunani, terutama pemikiran Plato, meskipun

kadar pengaruh tersebut tidak sama antara satu dengan yang

lainnya,

2. Pemikiran-pemikiran mereka, selain al-Farabi, selalu

mendasarkan pada sistem perpolitikan yang sedang berjalan

pada zaman mereka masing-masing, dan bahkan mereka

memberikan justifikasi terhadap kebijakan-kebijakan para

penguasa dalam rangka mempertahankan kepentingan para

penguasa, tetapi kemudian mereka menawarkan saran-saran

perbaikan atau reformasi. Hal ini sangat berlainan dengan al-

Farabi, al-Farabi yang menawarkan idealisasi tentang

semua aspek kehidupan kenegaraan, konsepsinya begitu

utopia, samaseperti konsep negara sempurna Plato.303

Ibnu Abi Rabi` hidup di Baghdad pada masa pemerintahan

Mu`tasim Billah, Khalifah Dinasti Abbasiyah ke delapan dan putra

Khalifah Harun al-Rasyid dan yang menggantikan abangnya, al-

Makmun. Tentang sosok seorang pemikir politik muslim ini

Munawir Sjadzali menjelaskan bahwa tidak banyak yang dapat

diketahui tentang Ibnu Abi Rabi`, selain Dia sebagai penulis buku

yang berjudul Suluk al-Malik Fiy Tadbir al-Mamalik. Oleh karena

tidak banyak yang diketahui tentang ilmuan politik Islam ini, wajar

jika kemudian para peneliti di kemudian hari berbeda pendapat

tentang waktu ( al-fatrah ) yang tepat, kapan buku tersebut ditulis

oleh Ibnu Abi Rabi. Perbedaan pendapat juga terjadi pada nama

Khalifah di mana buku tersebut dipersembahkan ?apakah Khalifah

al-Mu`tashim Billah ataukah Khalifah al-Musta`shim, yaitu Khalifah

302 . Ibid. h. 42 303 . Ibid. h. 47

Page 171: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

374

terakhir dari Dinasti Abbasiyah yang terbunuh akibat serangan

Tentara Mongol di Baghdad pada tahun 1258 M.304

2. Asal Usul Negara

Ibnu Abi Rabi` berpendapat bahwa manusia secara

fitrahmemerlukan yang lainnya untuk memenuhi semua keperluan

hidup, dan tidak mungkin mereka dapat menutupi semua kebutuhan

hidupnya tanpa ada kerja sama dengan orang lain. Oleh karena itu

manusia memerlukan yang lainnya, maka antara manusia yang satu

dengan yang lainnya saling memerlukan sehingga terjadi interaksi

antara sesama mereka. Hal ini menjadikan mereka saling bantu

membantu dan bermasyarakat, serta menetap di suatu tempat. Dari

proses inilah terbentuknya kota-kota.305

Keperluan dan hajat hidup yang dibutuhkan manusia dalam

interaksinya dengan sesama mereka, mendorong mereka untuk

berkumpul, bermasyarakat, dan akhirnya membentuk organisasi

kekuasaan (negara). Keperluan dan hajat hidup yang dibutuhkan

menurut Ibnu Abi Rabi` sebagai berikut;

1. Pakaian ( al-libas ) untuk melindungi diri dari rasa sakit

udara panas, udara dingin, dan tiupan angin kencang,

2. Kebutuhan terhadap makanan yang menjadikan jasmani kuat

untuk beraktivitas dan bekerja,

3. Tempat tinggal untuk penjagaan dan pertahanan dari

berbagai ancaman bahaya.

4. Reproduksi untuk menjamin kelangsungan kehadiran

manusia di muka bumi ini,

5. Pelayanan kesehatan untuk menjaga kestabilan jasmani.306

Berdasarkan penjelasan di atas terkait dengan asal ususl

negara, dapat ditegaskan bahwa manusia jika dalam keadaan sendiri

(al-mufarrid)tidak mungkin dapat memenuhi semua kebutuhan

304.Lihat Muhammad Jalal Syaraf san Ali Abdul Mukthi Muhammah. al-

Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 208 305 . Ibid. h. 209. Lihat juga Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara. h.

43 306. Ibnu Abi Rabi`, Suluk al-Malik Fiy Tadbir al-Mamalik (Kairo: T. pt.

1286 H.), h. 101. Lihat juga Muhammad .Jalal Syaraf dan Ali Abdul Mukthi

Muhammad, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 209

Page 172: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

375

tersebut, karena untuk mengadakan semua kebutuhan diperlukan

berbagai keahlian, ilmu dan keterampilan atau skillyang melibatkan

orang banyak. Dalam konteks ini Muhammad Jalal Syaraf dalam

karyanya; al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, menegaskan bahwa apa

yang disampaikan Ibnu Abi Rabi` tentang teori asal usul

kemunculan negara pada hakekatnya sudah disampaikan Plato

ketika berbicara tentang kemunculan kota atau Negara.307 Plato

berpendapat bahwa kebutuhan alami yang terpenting bagi manusia

adalah soal pangan yang menjadikan tegaknya kehidupan sebagai

makhluk yang hidup, kemudian tempat tinggal dan pakaian.

Kebutuhan terhadap kerjasama di antara sesama manusia akan

berimplikasi pada adanya keharusan pembagian kerja di antara

mereka, maka dari sinilah lahir para petani, para pekerja bangunan,

tukang jahit (konfeksi), tukang sepatu, pandai besi, dan sebagainya

sesuai dengan keahlian dan kepakaran mereka masing-masing.308

Jika diperhatikan pandangan Ibnu Abi Rabi` tentang asal

usul kemunculan negara sebenarnya bahwa pandangan Ibnu Abi

Rabi` hampir sama dengan pandangan Plato sebelumnya. Tetapi

meskipun demikian, pandangan Ibnu Abi Rabi` tidak berarti bahwa

pandangannya mengkopi paste mentah-mentah pandangan Plato,

karena Ibnu Abi Rabi` sebagai seorang muslim tidak terlepas dari

pengaruh ajaran agama Islam yang dipeluknya. Hal ini dapat

dikonfirmasi tentang pandangannya yang memasukkan faham ke-

Tuhanan dan memadukannya dengan pandangan-pandangannya

tentang asal usul kemunculan negara atau kota. Hal inilah

sebenarnya yang membedakan dari pemikiran Plato.309 Dalam

konteks ini Ibnu Abi Rabi`menegaskan bahwa Allah menciptakan

manusia dengan wataknya yang cenderung berkumpul dan

bermasyarakat, dan tidak mungkin dapat hidup sendiri untuk

memenuhi semua kebutuhannya tanpa bantuan orang lain, dan ketika

manusia itu bermasyarakat (berkumpul) di suatu kota, serta

melakukan kerjasama dan berinteraksi, sementara kecenderungan

307 . Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abdul Mukthi Muhammad, al-Fikr

al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 209- 210 308 .Ibid. h. 210. Lihat juga Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h.

44 309 .Muhammad Jalal Syaraf et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 212.

Lihat juga Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 44

Page 173: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

376

pemikiran mereka berbeda-beda, dan bahkan terjadi kezaliman

karena mungkin saja ada rasa mementingkan diri sendiri, di antara

mereka, maka untuk menjamin kerukunan dan keserasian hubungan

antara sesama mereka, Allah, kata Ibnu Abi Rabi`, meletakkan

peraturan-peraturan ( sunanan wa faraidha) sebagai dasar pijakan

yang harus mereka patuhi, maka kemudin Allah pun menjadikan

para penguasa yang lahir dari mereka sendiri. Penguasa inilah yang

akan melaksnakan peraturan-peraturan tersebut dan menerapkannya

demi menjaga ketertiban kehidupan masyarakat dan untuk

memenuhi kebutuhan mereka masing-masing, serta untuk mencegah

terjadinya pelanggaran dan penganiayaan antara sesama anggota

masyarakat.310

Demikian juga Ibnu Abi Rabi` sepakat dengan pemikir-

pemikir Yunani, terutama Plato dan Aristoteles tentang penegasan

bahwa manusia itu sebagai makhluk sosial (hayawanun

ijtimaiyyunmadaniyyun). Pandangan ini adalah pandangan yang

disampaikan Aristoteles di dalam karyanya; Politik. Tetapi

kemudian Ibnu Abi Rabi`memberinya warna baru. Warna baru dari

Ibnu Abi Rabi setidaknya ada tiga butir pandangan yang didasarkan

pada ajaran agama Islam, yaitu;

1. Kecendrungan manusia untuk berkumpul dan bermasyarakat

itu merupakan watak atau tabiat yang diciptakan Allah

kepada manusia.

2. Allah telah meletakkan peraturan-peraturan tentang hak dan

kewajiban bagi masing-masing anggota masyarakat sebagai

landasan yang harus dipatuhi. Dan peraturan-peraturan

tersebut sudah termaktub di dalam kitab suci al-Qur`an.

3. Allah juga telah mengangkat penguasa-penguasa yang

bertugas untuk memastikan berlakunya peraturan-peraturan

di kalangan rakyat dan mengelola masyarakat berdasarkan

petunjuk-petunjuk Ilahi.311

310 . Ibnu Abi Rabi`, Suluk al-Malik Fiy Tadbir al-Mamalik( Kairo: Dar

al-Sya`b, 1970), h. 102. Lihat juga Muhammad Jalal Syaraf, et al, al-Fikr al-Siyasi

Fiy al-Islam, h. 212. dan lihat juga Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara. h.

45 311 . Muhammad Jalal Syaraf et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 213.

Lihat juga Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara , h. 45

Page 174: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

377

Berdasarkan apa yang disampaikanIbnu Abi Rabi` di atas

dapat diartikan bahwa Ibnu Abi Rabi` telah memberi kemasan bagi

pemikiran politiknya dengan sentuhan-sentuhan ajaran agama Islam.

Oleh karena itu dapat ditegaskan bahwa pandangan Ibnu Abi Rabi`

tentang kemunculan negara atau kota bukan pandangan proto tipe

seratus persen pandangan Plato dan Aristoteles. Namun boleh juga

dikatakan dalam arti lain bahwa pandangan dan pemikiran Ibnu Abi

Rabi` tentang kemunculan negara sebagai pengembangan dari

pemikiran Plato dan Aristoteles tetapi dengan dasar dan warna ke-

Islaman.

3.Bentuk Negara Ideal

Setelah terbentuk kota atau negara melalui proses dari satu

tahap ketahap berikutnya sebagaimana dijelaskan di atas, maka

selanjutnya persoalan yang muncul adalah siapakah yang akan

memimpin negara yang berfungsi sebagai pengelola dan mengatur

kehidupan umat atau masyrakat, sekaligus yang memberikan

pengayoman dan melindungi warga masyarakatnya dari berbagai

gangguan dan bahaya yang mengancam keberadaan warga

masyarakat, karena tidak mungkin sebuah negara wujud tanpa ada

yang memimpin.

Sebagaimana Plato, seperti dijelaskan Munawir Sjadzali,

Ibnu Abi Rabi juga berpendapat bahwa seorang pemimpin itu adalah

seorang yang termulia di masyarakatnya. Oleh karena itu seseorang

yang mau melarang orang lain dari berbuat sesuatu yang dianggap

melanggar peraturan dan tatanan kehidupan, serta memerintahkan

warganya untuk berbuat sesuatu yang mendatangkan manfaat yang

dapat dirasakan bersama oleh masyarakat, haruslah orang yang dapat

memberikan contoh agar menjadi panutan dan orang terdepan (

imam ).312

Ketika sebuah negara sudah berdiri, maka langkah apa yang

diperlukan selanjutnya.? Maka yang diperlukan selanjutnya adalah

seorang pemimpin atau penguasa yang berfungsi dan bertanggung

jawab untuk memberikan pelayanan, memajukan kehidupan

masyarakat dan mengawal keselamatan masyarakat dan negaranya

312. Muhammad Jalal Syaraf et al. Al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam. h. 214.

Lihat juga Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara. h. 46

Page 175: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

378

dari setiap bentuk ancaman, baik yang datag dari dalam (internal)

ataupun yang datang dari luar ( eksterrnal ). Hal ini karena tidak

mungkin sebuah negara dapat berdiri kuat, tanpa ada seorang

pemimpin atau penguasa yang mengelola ( mentadbir ). Pemimpin

dan penguasa ini menurut Ibnu abi Rabi` haruslah seorang terbaik di

masyarakatnya, karena menurutnya lagi seorang penguasa tidak

dapat berfungsi dengan efektif jika dia sendiri tidak memberikan

contoh teladan yang baik kepada masyarakatnya, dan ini artinya

bahwa pengangkatan seorang penguasa atau kepala negara harus

seorang yang paling bijaksana.313 Pandangan Ibnu Rabi` ini

sebenarnya ada kesamaan dengan pandangan Plato, dan memang

realitasnya bahwa seorang penguasa selalunya dijabat oleh orang-

orang yang memiliki kelebihan dan kapabelitas dibandingkan

dengan yang lainnya.

Dalam kaitannya dengan bentuk atau model pemerintahan,

Ibnu Abi Rabi` lebih memilih bentuk pemerintahan yang

berdasarkan monarchi atau kerajaan.314 Monarchi adalah sistem

pemerintahan yang dipimpin oleh seorang raja berdasarkan warisan

alur keturunan.315 Oleh karena itu, Ibnu Abi Rabi` tidak memilih

model-model pemerintahan lain, seperti Aristokrasi,316 Oligarchi,317

313. Muhammad Jalal Syaraf et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 214 314. Monarchi adalah sistem pemerintahan yang dipimpin oleh seorang

raja ( al-Malik atau The King ). Pengangkatan seorang raja berdasarkan penunjukkn langsung oleh raja yang sedang berkuasa kepada calon penggantinya.

Calon penggantinya ini kemudian dinobatkan sebagai Putra Mahkota atau

Pangeran ( Waliul `Ahdi ). Jika seorang raja yang sedang berkuasa meninggal

dunia, maka secara otomatik Putra Mahkota langsung menjadi raja. Dalam sistem

monarchi tidak ada pemilihan kepada calon jara yang diselenggarakan melibatkan

semua elemen warga masyarakat atau rakyat, baik secara langsung ataupun tidak

langsung. Tetapi di era modern dan kontemporer ada beberapa negara monarchi

yang sudah mengadobsi sistem demokrasi telah mengadakan pemilihan umum

tetapi untuk memilih Perdana Menteri dan wakil-wakil rakyat, dan raja tidak

dipilih melalui pemilihan umum yang diselenggarakan oleh suatu badan, yaitu

Election Commite. Negara monarchi yang sudah melaksanakan pemilihan umum

biasanya disebut negara monarchi konstitusi. 315. Muhammad Jalal Syaraf et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam. h.214 316. Aristokrasi adalah pemerintahan yang dikuasai oleh sekelompok

kecil orang-orang pilihan atas dasar keturunan atau kedudukan. 317. Oligarchi adalah model pemerintahan yang dikuasai oleh sekelompok

kecil orang-orang kaya.

Page 176: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

379

Demokrasi,318 ataupun Demagogik.319 Dalam konteks ini Ibnu Abi

Rabi` memberikan argumentasi terkait pemikirannya tentang model

pemerintahan dalam bentuk monarchi, yaitu bahwa jika sebuah

negara dipimpin oleh banyak pemimpin, maka perpolitikan akan

kacau, banyak konflik yang menyebabkan negara selalu gonjang

ganjing (tidak stabil). Atas dasar argumentasi ini, warga masyarakat

merasa perlu seorang pemimpin tunggal dalam pemerintahan

kerajaannya.320

Munawir Sjadzali mengomentari pemikiran Ibnu Abi Rabi`

di atas dan menyatakan bahwa pengaruh keyakinan agama dan

loyaliasnya kepada Dinasti Abbasiyah sangat jelas pada pendapat

Ibnu Abi Rabi` tentang dasar kekuasaan raja. Selanjutnya menurut

Munawir Sjadzali lagi bahwa Ibnu Abi Rabi` dalam kaitannya

dengan otoritas dan kewenangan raja, dan hak istimewa raja dari

ajaran agama. Oleh karenanya Ibnu Abi Rabi` menegaskan bahwa

Allah telah memberikan keistimewaan kepada para raja dengan

segala keutamaan dan kelebihan, memposisikan kedudukan mereka

sebagai pemimpin umat di atas muka bumi ini dengan kokoh,

mempercayakan hamba-hamba-Nya kepada mereka, kemudian

Allah mewajibkan para Ulama untuk menghormati, mengagungkan

dan mentaati perintah mereka. Dalam kaitan ini Ibnu Abi Rabi`

mengemukakan dua ayat al-Qur`an sebagai berikut;

a. Surat al-An`am: ayat 165, yang artinya;

Dan Dia ( Allah ) yang menjadikan kalian penguasa-

penguasa di bumi dan Dia ( Allah ) meninggikan harkat dan

martabat sebagian dari kalian atas sebagian ( yang lain )

beberapa tingkat.

318. Demokrasi adalah model perintahan yang dikelola oleh rakyat

melalui wakil-wakilnya, baik di Parlemen, Eksekutif ataupun Yudikatif melalui

pemilihan umum yang diselenggaran oleh suatu badan pemilihan umtuk memiih

Presiden, Gubernur, Bupati, dan para wakil rakyat, baik untuk tingkat pusat

ataupun tingkat daerah. 319. Demagogik, yaitu apabila para warga di sebuah negara memanfaatkan

hak-hak politiknya yang diberikan Demokrasi dengan tidak bertanggung jawab,

dan hanya berdasarkan keinginan, kecendrungan dan kepentingan masing-masing,

tanpa memikirkan akibat dan dampak negatif yang muncul kemudia, maka itu

adalah pemerintahan demagogik. 320. Muhammad Jalal Syaraf et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 214

Page 177: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

380

b. Surat al-Nisa: ayat 59 yang artinya;

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah

Rasul-Nya, dan pemimpin-pemimpin ( Ulil Amri ) kalian.

Dari apa yang disampaikan Ibnu Abi Rabi` di atas, Munawir

Sjadzali berpendapat bahwa menurut Ibnu Abi Rabi` dasar

kekuasaan dan otoritas raja adalah mandat dari Allah yang telah

memberinya kedudukan istimewa kepada mereka dengan

keunggulan dan keutamaan, telah mengkokohkan kekuasaan mereka

di negara mereka untuk memerintah hamba-hamba-Nya dari semua

tingkatan untuk taat kepada mereka demi kesejahteraan negara.321

Secara politis seorang raja ( kepala negara ) tidak dapat

berfungsi sebagai pemimpin yang mengelola negaranya tanpa

dibantu oleh para pembantu ( muawinin) yang setia dan

melaksanakan semua tugas dan perintah raja. Oleh karena itu Ibnu

Abi Rabi` menegaskan bahwa semua orang yang menduduki

jabatan strategis dalam rangka melaksanakan semua aktivitas

politik diperlakukan sebagai para pembantu raja yang taat setia

kepada semua perintah yang dikeluarkan raja, sehingga mereka

dapat dikatakan seperti perangkat yang dapat dipergunakan sesuai

dengan rencana dan program. Kehadiran para pembantu raja dalam

melaksanakan tugasnya adalah sebagai cermin raja atau sebagai

pelaksana kebijakan-kebijakan yang telah digariskan raja.322

Selanjutnya Ibnu Abi Rabi` menyampaikan apa yang

sebenarnya menjadi tujuan negara, bagaimana raja (kepala negara)

dapat menegakan keadilan, melindungi warganya dari kezaliman,

dan bagaimana raja memimpin negara untuk mencapai tujuan mulia

dan menyedikan ruang atau fasilitas bagi setiap warga masyarakat

agar dapat bekerja sesuai dengan skillnya masing-masing dalam

kondisi nyaman. Semua ini dilakukan dengan tujuan agar tercipta

kondisi yang kondusif dan berimplikasi lahirnya kemaslahatan yang

dapat dirasakan oleh individu masyarakat untuk kemaslahatan

321. Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 47 - 48 322. Lihat Ibnu Abi Rabi , Suluk al-Malik Fiy Tadbir al-Mamalik, h. 104

Page 178: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

381

bersma.323 Kondisi ini mungkin dapat dicapai jika melalui langkah-

langkah strategis, di samping raja sendiri memiliki latar belakang

dan syarat-syarat yang memungkinkan dia memilki kapabelitas dan

ketokohan yang disegani masyarakatnya.

Tentang siapa yang paling layak menjadi kepala negara

(raja, khalifah), Ibnu Abi Rabi` menyampaikan beberapa sikap atau

kepribadian yang luhur, serta beberapa kriteria atau syarat bagi

calon kepala negara, agar seorang kepala negara memiliki

kemampuan atau kapabelitas dalam mengelola negara. Hal ini

sebagaimana yang akan penulis jelaskan pada sub topik Kriteria

Kepala Negara.

Ibnu Abi Rabi` selain berbicara tentang konsep bentuk

negara yang menjadi pilihannya sebagaimana dijelaskan di atas, Dia

juga berbicara tentang lokasi atau tempat yang dapat dijadikan pusat

pemerintahan. Menurut Ibnu Abi Rabi` ada enam kriteria bagi

tempat yang bisa dijadikan pusat pemerintahan, yaitu;

1. Lokasi yang dekat dengan ketersediaan air yang cukup .

2. Lokasi yang dapat dilihat dari jarak yang jauh.

3. Lokasi harus berada di tempat yang datar dan kondisi udara

yang yaman.

4. Lokasi harus dekat dengan berbagai fasilitas yang

dibutuhkan.

5. Lokasi yang bisa dijadikan perlindungan bagi rumah-rumah

penduduk.

6. Adanya para pengaman yang bertugas memberikan bantuan

pengamanan kepada para penduduk.324

Syarat mendirikan pusat pemerintahan sebagaimana

disampaikan Ibnu Abi Rabi` adalah syarat-syarat yang sesuai dengan

kondisi masyarakat pada saat itu, sesuai dengan kebutuhan,

perkembangan dan dinamika peradaban manusia saat itu, oleh

karenanya jika dibandingkan dengan perkembangan saat ini tentu

saja sangat jauh berbeda. Perbedaan ini antaranya; di beberapa

323. Ibid. 324. Muhammad Jalal Syaraf et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 215 -

216

Page 179: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

382

negara letak pusat pemerintahan berada tidak jauh dari pesisir laut,

ini bagi negara-negara yang memiliki wilayah laut.

4.Empat PilarNegara

Ibnu Abi Rabi` menyampaikan konsepsinya tentang empat

unsur penting yang menjadi landasan berdirinya sebuah negara.

Empat unsur penting tersebut menurut Ibnu Abi Rabi` disebut arkan

al-daulah. Menurutnya lagi jika negara mau menjadi negara kuat

dan stabil, maka negara harus dibangun di atas empat arkan al-

daulah. Empat arkan al-daulah tersebut, ialah; Kepala negara,

Keadilan, Rakyat, dan Pengelolaan.325 Berikut ini penjelasan

mengenai empat unsur penting negara sebagai berikut;

a. Kepala Negara

Kepala negara, apakah yang bergelar Khalifah, Raja atau

bahkan Presiden (di era modern ) merupakan jabatan yang sangat

penting di suatu negara, karena kepala negara sebagai cermin dari

negaranya, bahkan di era modern kepala negara sebagai refresentasi

dari seluruh rakyatnya. Kelemahan, kekuatan, atau bahkan kemajuan

sebuah negara sebenarnya banyak bergantung kepada kepala

negaranya. Mengingat posisi kepala negara sangat sentral, Ibnu Abi

Rabi` memberikan batasan-batasan kepada calon kepala negara

dengan beberapa sikap atau kepribadian yang luhurdansangat ketat,

agar seorang kepala negara berperilaku baik di mata rakyatnya,

bahkan di mata masyarakat dunia. Beberapa sikap atau kepribadian

tersebut sebagai berikut;

1. Seorang kepala negara tidak boleh orang yang mudah marah,

yaitu ; pemarah,

2. Bukan orang yang mudah bersumpah,

3. Tidak boleh orang yang pelit,

4. Tidak boleh orang yang memiliki sikap dengki ( pendengki )

atau pendendam,

5. Bukan orang yang suka melakukan tindakan yang tidak

berfaidah (menyia-nyiakan waktu),

6. Tidak boleh orang yang penakut,

325 . Muhammad Jalal Syaraf et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 218

Page 180: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

383

7. Tidak boleh orang yang suka berfoya-foya dan suka

berbangga dengan keduniaan( hidupglamour dan hura-hura

).326

Dengan demikian, seorang kepala negara akan berperilau

baik, beretika, bermoral atau berakhlak, maka dia akan dihomati dan

dimuliakan, baik oleh kawan atau lawan politiknya, dan bahkan oleh

seluruh rakyatnya, sehingga seorang kepala negara tidak

menampilkan perilaku-perilaku yang arogan, kasar, pendusta,

pembohong, penghianat, dan perilaku-perilaku negative lainnya.

b.Keadilan

Ibnu Abi Rabi` sangat komitmen dengan keadilan, karena

keadilan ditegaskan sebagai salah satu arkan al-daulah. Adil

merupakan ketentuan Allah di muka bumi, oleh karenanya

ketinggian sifat adil tidak dapat dibantah oleh siapa pun di dunia ini,

makanya setiap umat atau bangsa mana pun dari dulu sampai akhir

zaman nanti keadilan menjadi tema sentral, dan menjadikan tindakan

adil sebagai sesuatu yang niscaya, oleh karenanya siapa pun dan di

mana pun berada orang atau masyarakat selalu merindukan keadilan

dalam rangka terciptanya kebaikan bagi kehidupan masyarakat,

bangsa dan negara. Ibnu Abi Rabi` dalam konteks ini membagi

keadilan pada tiga bagian pokok, yaitu;

1. Keadilan yang berkaitan dengan hak-hak Allah. Keadilan

bagian pertama ini terkait dengan pelaksanaan semua

perintah-perintah Allah, baik yang wajib atau pun yang

Sunnah. Contohnya seperti melaksanakan kewajiban-

kewajiban yang telah ditetapkan Allah, mendekatkan diri

kepada-Nya, meramaikan tempat-tempat ibadah, baik Mesjid

atau Musholla melalui berbagai bentuk ibadah,

melaksanakan amalan-amalan Sunnah. Intinya patuh dan taat

kepada semua perintah Allah dan Rasul-Nya.

2. Keadilan yang berkaitan dengan hak-hak antara sesama

individu. Keadilan bagian ke dua ini adalah upaya

merealisasikan semua hak dan tanggung jawab kepada

sesamaindividu dalam rangka terciptanya interaksi dan

326 . Ibid. h. 221

Page 181: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

384

komunikasi yang baik antara sesama. Contohnya seperti;

menunaikan kewajiban seseorang kepada sesama individu,

komitmen pada kejujuran (amanah), mengembalikan titipan

(wadi`ah) kepada pemiliknya, memberikan saksi kepada

yang hak (yang benar).

3. Keadilan yang berkaitan dengan hak-hak orang yang sudah

wafat. Keadilan bagian ketiga ini adalah berkaitan dengan

semua tindakan terhadap orang-orang yang sudah meninggal

dunia. Contohnya seperti; mengkafani dan mengkuburkan

orang yang sudah wafat, mendidik anak-anak Yatiam Piatu,

atau memberi sadakah kepada mereka.327

c.Rakyat

Rakyat adalah penduduk resmi suatu wilayah yang berada

dalam kekuasaan pemerintahan atau negara. Sebagai elemen ketiga

dari empat arkan al-daulah.keberadaan rakyat menjadi prasyarat

karena tanpa rakyat atau penduduk, negara tidak akan ada apa-

apanya. Namun demikian, keberadaan rakyat harus diarahkan

dengan arahan-arahan yang baik agar tercipta kehidupan yang

kondusif, aman, dan damai. Berikut ini beberapa pemikiran Ibnu Abi

Rabi` mengenai bagaimana rakyat harus diarahkan dengan arahan

yang baik, sebagai berikut;

a. Seorang kepala negara harus senantiasa berupaya

menundukan hati rakyatnya dengan berbagai langkah dan

pendekatan yang efektif, dan terus berupaya agar ketaatan

dan loyalitas mereka kepada negara senantiasa dipertahankan

sebagai bukti legitimasi yang diberikan rakyat kepada

negara, tetapi semua itu harus berdasarkan kesadaran dan

kecintaan mereka kepada negara, bukan berdasarkan paksaan

atau rasa takut.

b. Kepala negara harus menyediakan berbagai fasilitas dan

kemudahn untuk rakyatnya agar tercipta kehidupan yang

nyaman dan sejahtera, sehingga rakyat merasa senang dan

suka.

327 . Ibnu Abi Rabi` , Suluk al-Malik Fiy Tadbir al-Mamalik( Kairo: T.

Tpt., 1386 H. ), h. 229

Page 182: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

385

c. Kepala negara harus selalu mengikuti perkembangan yang

terjadi di masyarakat, sehingga kepala negara dapat

mengambil sikap atau tindakan jika ada masalah yang

mengganggu ketenteraman hidup.

d. Selalu berupaya agar kecintaan rakyat kepada negara

berdasarkan keyakinan agama karena sebagai masyarakat

dan rakyat yang beragama Islam, bukan berdasarkan

kepentingan-kepentingan sesaat, atau berdasarkan karena

ingin mendapatkan jabatan sebagai akibat dari cara-cara

transaksional atau kepentingan pragmatis.

e. Kepala negara seyogyanya mengetahui perilaku dan akhlak

rakyatnya melalui track rekord mereka, agar saat nanti

diberikan tanggung jawab atau jabatan dapat

melaksanakanya dengan baik sesuai dengan keahlian dan

kapasitasnya, serta dapat menjaga amanah yang diberikan

kepadanya.

f. Kepala negara harus selalu mengikuti berita dan

perkembangan negara tetangga, agar dapat mempertahankan

kepentingan wilayahnya dari setiap tindakan negara tetangga

yang mengancam stabilitas politik dan keutuhan wilayah,

terutama di wilayah perbatasan.

g. Kepala negara harus selalu memperbaharui pemberian

hadiah kepada pasukan tentara, agar mereka tidak sampai

melakukan protes atau mengajukan pengaduan negatif dan

berbuat ulah.

h. Kepala negara harus selalu mendegarkan apa yang

dibicarakan rakyatnya, dan jika ada orang yang melakukan

fitnah atau melancarkan makar, maka kepala negara segera

melakukan tindakan hukum.

i. Kepala negara seyogyanya memecat para pejabat jika

mereka melakukan upaya pencitraan kepadanya, dengan

tujuan agar selalu disebut-sebut sebagai kepala negara yang

baik. Hal ini karena tindakan pejabat berkenaan tidak tulus

dan ikhlas, tetapi sebenarnya dia penjilat yang berusaha

mendapatkan keuntungan diri dari perbuatannya itu.

j. Wajib bagi seorang kepala negara untuk tidak membiarkan

rakyatnya mendapatkan ancaman dan ketakutan, dalam arti

Page 183: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

386

Kepala negara harus berupaya menciptakan kondisi dan

situasi yang nyaman, aman dan damai.

k. Pengaturan dan pengelolaan negara targetnya adalah

terciptanya kemaslahatan bagi semua pihak, sehingga rakyat

dapat merasakan kebesaran dan keagungan kepala

negaranya. Kepala negara tidak boleh menempatkan orang-

orang baik (orang saleh) bersama dengan orang-orang yang

berperilaku penjahat dalam satu tempat kerja, karena virus

keburukannya akan menular kepada orang-orangbaik, jika

tidak mampu memproteksi diri.

l. Kepala negara harus segera memotong mata rantai faktor-

faktor yang menjadi penyebab terjadinya konflik antar

sesama warga masyarakat.

m. Kekuasaan dan pengeolaan negara agar dapat menjangkau

ke seluruh pelososk wilayah tanah air, dan kepala negara

harus malakukan tindakan hukum kepada orang-orang yang

melakukan pelanggaran tindak pidana atau kriminal meski

sekecil apapun, apalagi yang sudah besar.328

Berdasarkan manajerial dan pengelolaan yang baik terhadap

kehidupan rakyat dan warga negara sebagaimana dismpaikan Ibnu

Abi Rabi`, negara diharapkan akan lahir sebagai negara yang baik,

kondusif, sejahtera, aman dan damai, di mana rakyatnya dapat

menunaikan tugas dan kewajibannya dalam kondisi yang dipenuhi

dengan kesadaran dan tanggung jawab, serta berdasarkan komitmen

pada aturan dan undang-undang yang berlaku, tanpa merasa ada

tekanan atau intimidasi atau teror dari siapa pun dan dari mana pun.

d.Pengelolaan (Mentadbir) Negara

Bagaimana negara bisa dikelola dengan baik, karena

pengelolaan yang baik akan berdampak lahirnya pemerintahan

yang baik (good gavernance). Pengelolaan atau mentadbir negara

merupakan kemestianbagi menggerakan roda pemerintahan atau

kerajaan. Ibnu Abi Abi Rabi` sangat konsen pada bagaimana

pengelolaan negara, karena pengelolaan sebagai aktivitas yang

berhubungan langsung antara pemerintah di satu sisi dan di sisi lain

328 . Ibid. h. 221 -222

Page 184: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

387

dengan pihak-pihak yang diperintah, yaitu rakyat. Seorang kepala

negara tidak mungkin dapat mengelola semua urusan pemerintahan

sendirian, maka dia sangat membutuhkan orang-orang yang dapat

membantunya. Jika para pembantunya dari kalangan orang-orang

yang tidak baik, yaitu orang-orang yang tidak memiliki kecakapan,

kemampuan atau kapabelitas, maka negara akan menghadapi

berbagai permasalahan, konsekuensinya pengelolaan negara akan

sangat buruk. Berdasarkan realitas ini Ibnu Abi Rabi` mengingatkan

bahwa kepala negara agar menghindari lima hal, yaitu;

1. Mengangkat seseorang yang tidak memiliki kelayakan, tidak

memiliki kapabelitas, karena hal ini akan berakibat fatal

terhadap kondisi negara.

2. Mengangkat seseorang yang tidak jujur, yaitu orang yang

tidak dapat dipercaya.

3. Mengangkat seseorang yang bertugas menjaga rahasia

negara, tetapi tidak dapat dipercaya ( tidakamanah ), karena

dia akan membuka rahasia negara.

4. Mengangkat seseorang yang bertugas untuk menjaga

keamanan, tetapi tidak memiliki kecakapan, maka akibatnya

dia akan merusak.

5. Mengangkat seseorang untuk menjadi pejabat,tetapi

mengabaikan tugasnya. Ini menunjukkan kelemahan

integritasnya.329

Berdasakan apa yang disampaikan Ibnu Abi Rabi` di atas

terkait dengan bagaimana mengelola negara dengan baik, dapat

disampaikan beberapa hal penting bahwa negara akan menjadi lebih

baik jika dikelola atau ditadbir oleh orang-orang yang memiliki

karakter atau sifat-sifat sebagai berikut;

1. Berkelayakan; yaitu orang-orang yang memilki keperibadian

yang baik dan memiliki kapabelitas yang cukup.

2. Memiliki sikap jujur dan bertanggung jawab.

3. Dapat dipercaya dan tidak mudah berkhianat.

4. Orang-orang yang memiliki loyalitas tinggi bagi yang

bertugas menjaga keamnan negara(dan tidak berkhianat).

5. Memiliki komitmen tinggi pada pekerjaannya.

329 . Muhammad Jalal Syaraf et al. al-Fikr a-Siyasi Fiy al-Islam. h. 225 -

2226

Page 185: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

388

6. Memiliki integritas tinggi.

Pengelolaan negara yang dikonsepsikan Ibnu Abi Rabi` pada

dasarnya menekankan pada SDM (Sumber Daya Manusia ) yang

berkualitas. Dengan SDM yang berkualitas ini diharapkan

pengelolaan negara dapat berjalan dengan baik, bahkan secara

otomatik dapat berjalan dengan sendirinya sacara sistematik sesuai

dengan aturan dan tata tertib yang diberlakukan tanpa harus

dikontrol dan diawasi secara ketat, sehingga profesionalitas dalam

bekerja dapat terwujud.

5.Kriteria Kepala Negara Kepala negara sebagai pilar utama dalam sebuah negara

sebagaimana disampaikan Ibnu Abi Rabi` adalah hal yang sangat

penting, tanpa kepala negara tidak akan berdiri negara, maka

keberadaannyamenjadi kemestian yang berfungsi sebagai pemimpin

(leader), pengarah, pelindung, penjaga, penggerak, dan lain-lain

dalam berbagai aspek kehidupan kenegaraan untuk terciptanya

kehidupan politik yang stabil, kondusif, dan sejahtera.

Tentang siapa dan bagaimana sosok seorang kepala negara

(Raja, Khalifah) yang dikonsepsikan Ibnu Abi Rabi` dalam konteks

pembicaraan ini. Ibnu Abi Rabi`menyampaikan beberapa kriteria

atau syarat bagi seorang kepala negara ideal, beberapa kriteria

tersebut sebagai berikut;

1. Sosok calon kepala negara ( Khalifah atau Raja ) tersebut

harus berasal dari anggota keluarga raja ( ahlul bayt al-

Malik ), mempunyai hubungan nasab yang dekat dengan raja

yang tengah bertahta (Raja sebelumnya).

2. Dia harus memiliki aspirasi yang luhur( al-himmah al-

kabirah ). Hal ini dapat diperoleh dengan merealisasikan

akhlak (perangai atau perilaku) yang baik, serta dapat

mengendalikan emosi yang suka meledak-ledak.

3. Dia harus memiliki pandangan yang kokoh (al-ra`ya al-

mathin). Ini dapat diperoleh melalui pengkajian dan analisis

terhadap berbagai poladan pendekatan pengelolaan para

pemimpin dahulu, mempelajari sejarah dan eksperimen

(kesuksesan dan kegagalan) mereka. Hal ini, karena setiap

kebijakan ter-exspose atau rawan terhadap tipu muslihat,

Page 186: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

389

rekayasa, manipulasi, atau jebakan dari orang-orang lawan

politiknya.

4. Dia harus handal dalam menghadapi setiap tantangan ( al-

mutsabarah `ala al-syadaid ), baik yang datang dari internal

sendiri atau pun dari eksternal. Ini dapat dimanifestasikan

dengan memperlihatkan sikap pemberani (al-syaja`ah),

kekuatan pemikiran dan fisik, yaitu melalui kekuatan

Tentara, Persenjataan, dan ekonomi. Dengan demikian

pemerintahannya akan lebih eksis dan dihormati, baik

olehkawan atau pun lawan politik( wa bizdalikayastaqimu

lahu amrul malak wa qahrul a`da` ).

5. Sebagai kepala negara, Dia harus berusaha menjadikan

negaranya, negara kaya yang memiliki kekayaan besar (al-

mal al-jamma). Hal ini dapat dicapai dengan merealisasikan

keadilan kepada rakyatnya ( isti`malul `adli fiy al-ra`iyyah)

dan melaksanakan rencana pembangunan yang berkelanjutan

(dawamul `imarah). Dengan ininegara akan lebih stabil dan

kondusifsepanjang faktor-faktor di atas direalisasikan (wa

bihi qiwamul mamlakah wa dawamiha ).

6. Dia harus memiliki para wakil atau para pembantu yang setia

dan jujur (al-A`wan al-Shadiqah). Hal ini dapat dicapai

dengan mengamalkan sikap sopan santun (al-thalaththuf ),

senantiasa menghormati dan memberikan penghargaan (

memanusiakan manusia atau mengapresiasi ) kepada para

wakilnya yang setia (apalagi terhadap yang berprestasi).330

Demikian beberapa kriteria bagi calon kepala negara

(Khalifah, Raja) menurut Ibnu Abi Rabi`. Jika diperhatikan beberapa

kriteria tersebut tidak terdapat keturunan Quraisy sebagai salah satu

syarat kepemimpinan negara.Hal ini dapat dimengerti kalau Ibnu

Abi Rabi` tidak menetapkan keturunan Quraisy sebagai salah satu

syarat kepemimpian negara, tentu saja pandangannya ini di dasarkan

pada realitas perpolitikan yang sedang berjalan begitu kokoh dan

stabil di era Dinasti Abbasiyah (salah satu komponen keturunan

Quraisy),331terutama pada masa pemerintahan Khalifah Mu`tashim,

330 . Muhammad Jalal Syaraf, et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h.

219 331 . Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 48

Page 187: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

390

sehingga tidak terbayangkan oleh Ibnu Abi Rabi` kalau jabatan

kepala negara ( Khalifah, Raja ) bisa pindah ke pihak lain di luar

keturunan Abbas, makanya Ibnu Abi Rabi` tidak menetapkan

keturunan Quraisy sebagai salah satu syarat bagi calon kepala

negara.Ini berbeda dengan kebanyakan para pemikir politik Islam

lain, antaranya al-Mawardi, al-Ghazali, dan lain-lainnya (

sebagaimana yang akan dijelaskan pada pembahasan berikut nanti )

yang menetapkan keturunan Quraisy sebagai salah satu syarat

kepemimpinan negara (Khalifah, Raja). Pandangan ini pun tentu saja

didasarkan pada realitas politik di lapangan agar situasi politik tetap

eksis, stabil, dan kesatuan umat Islam tetap terpelihara dan tidak

terpecah-pecah. Pandangan ini disampaikan terutama pada saat-saat

politik umat Islam tengah mengalami kemerosotan dalam berbagai

aspek kehidupan perpolitikan, dan pada saat-saat disintegrasi

kesatuan umat terancam.

6.Hak Istimewa Kepala Negara

Hak istimewa yang dimiliki kepala negara di masa dahulu,

terutama di abad-abad klasik dan pertengahan, bahkan sebelum itu,

sudah menjadi tradisi di kalangankepala negara ( khalifah, sulthan

atau raja ). Dengan hak istimewa ini, para kepala negara berpotensi

menjadi penguasa yang absolut, tirani, dan diktator, karena mereka

berkeyakinan bahwa negara miliknya, termasuk di dalamnya

rakyatnya,332 sehingga mereka bisa bertindak sewenang-wenang

dan melakukan apa saja sesuai dengan kehendaknya. al-Qur`an

sendiri menyebutkan salah satu dari sekian banyak kepala negara

yang berperilaku absolut dan diktator, antarnya;Raja Firaun yang

hidup pada masa Nabi Musa yang digambarkannya sebagai seorang

penguasa yang absolut dan diktator.

Islam sebagai agama yang menekankan ajaran rahmatan lil

`alamin, yaitumewujudkan sikap kasih sayang, sopan santun dan

beradab bagi sesama umat manusia dan alam sekitar, mengutuk

perilaku para kepala negara yang absolut, diktator dan tirani. Ajaran

ini telah direalisasikan oleh Nabi Muhammad saw. juga para

332. Di dalam sejarah alam Melayu dan Nusantara sendirikita jumpai

beberapa ungkapan yang menunjukkan bahwa negara dan seluruh rakyat adalah

milik raja, antaranya; Rakyat Beta. . . . ( rakyatku ), Dengan Sri Paduka Tuan

Raja, rakyat jelata beroleh kemakmuran yang berlimpah ruah. . . . .

Page 188: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

391

Khulafa al-Rasyidin, yaitu Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali, serta

para pemimpin umat Islam yang lainnya. Namun demikian, memang

tidak dapat dinafikan ada di antara pemimpin umat Islam yang

bertindak berlebihan ( muthathorrif ) sehingga mungkin sampai ke

tingkat tindakan absolut, dictator, dan tirani. Kemudian apakah hak

istimewa yang dikonsepsikan Ibnu Abi Rabi` itu seperti apa ?

apakah seperti para raja yang bertindak tidak mengenal peri

kemanusiaan ( absolut dan tirani ), ataukah sebatas dalam upaya

menciptakan ketaatan rakyat kepada rajanya tanpa harus melalui

tindakan diktator atau absolut.

Dalam konteks ini, Ibnu Abi Rabi` berbicara tentang konsep

hak istimewa kepala negara (Khalifah, Raja) kemudian dari mana

sumber hak istimewa ini diperoleh ?Pada hakekatnya pemikiran

politik Ibnu Abi Rabi` didasarkan pada teorinya bahwa model

pemerintahan yang terbaik adalah bentuk monarchi atau kerajaan di

bawah pimpinan seorang raja sebagai penguasa tunggal.333

Pandangan Ibnu Abi Rabi` ini sebenarnya didasarkan pada realitas

perpolitikan yang tengah berjalan di era Dinasti Abbasiyah yang

pada hakekatnya berbentuk kerajaan (monarchi), karena ketika

terjadi pergantian kepemimpiann (raja atau sulthan) dilakukan

berdasarkan mekanisme pengangkatan secara lagsung dan turun

temurun oleh raja atau sulthan yang sedang bertahta kepada putranya

yang kemudian berkedudukan sebagai putra mahkota (waliul

`ahdi).Selain dari itu Aristoteles yang juga sudah berpandangan

bahwa bentuk pemerintahan monarchi adalah model pemerintahan

terbaik.334Hal ini menurut Munawir Sjadzali memberikan alasan

rasional terhadap kekuasaan dan hak istimewa raja yang memiliki

segala keutamaan yang serba lebih (superioritas) dari para warga

negara yang lain. Hak istimewa ini menurutnya lagi, seorang raja

atau sulthan tidak dianggap sebagai warga negara, dalam arti bahwa

seorang raja tidak harus tunduk kepada hukum dan undang-undang,

maka raja seorang kebal hukum, tidak dapat diajukan ke pengadilan

atau tuntutan hukum kepadanya, ini karena raja dianggap sumber

dan pelaksana hukum. Oleh karena raja dianggap memiliki serba

333 . Lihat Ibnu Abi Rabi`, Suluk al-Malik Fiy Tadbir al-Mamalik, h. 103

- 104 334 . Lihat J.H. Rapar, Filsafat Politik Plato, Aristoteles, Augustinus,

Machiavelli ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002 ), h. 180

Page 189: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

392

lebih (superioritas) dalam berbagai hal, dan dianggap memiliki

kemampuan dalam memenaj politik, maka raja berhak memaksakan

kehendaknya dan perintahnya untuk dilaksanakan.335Kebal hukum

dan dampak yang muncul darinya sebagai hak istimewa para raja,

sebenarnya faham yang berlebihan. Konsep Ibnu Abi Rabi` tentang

hak istimewa bagi para raja atau sulthan tidak sampai pada tahap

kebal hukum. Karena hukum tetap berlaku kepada siapa saja, tanpa

melihat status atau martabat.

Pemikiran politik Ibnu Abi Rabi` terkait dengan hak

istimewa raja (kepala negara) rupanya bukan saja bersumber pada

apa yang disampaikan Aristoteles sebagaimana disebutkan di atas,

tetapi juga berdasarkan interpretasinya terhadap dua ayat al-Qur`an,

yaitu;

1. Surat al-An`am, ayat 165 yang artinya;

Dan Dia ( Allah ) yang menjadikan penguasa-penguasa di

bumi dan Dia meninggikan sebagian dari kalian atas

sebagian ( yang lain ) beberapa derajat.

2. Surat al-Nisa, ayat 59 yang artinya;

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah

Rasul-Nya, dan pemimpin-pemimpin ( Ulil amri ) kalian.

Berdasarkan dua ayat tersebut, Ibnu Abi Rabi` menegaskan

bahwa Allah memberikan keistimewaan kepada para raja dengan

segala keutamaan. Hal ini menurut Ibnu Rabi` mejadikan keduduka

mereka di atas bumi semakin kokoh, kata Ibnu Abi Rabi` Allah

mempercayakan hamba-hambanya kepada mereka ( para raja ),

kemudian Allah mewajibkan para Ulama untuk taat kepada

pemerintah mereka.336 Dua ayat al-Qur`an tersebut menunjukan

pengertian bahwa Allah telah memberikan derajat atau pangkat

terhormat kepada para raja atau penguasa, serta kewajiban mentaati

Allah dan Rasul-Nya. Hal inilah kemudian yang dikonsepsikan oleh

Ibnu Abi Rabi` sebagai hak istimewa para raja, khalifah atau

sulthan.

Keistimewaan yang berlebihan (muthathorrif) yang dimiliki

seorang raja dalam memerintah negaranya sebenarnya dalam

335 . Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 47 336 . Ibid.

Page 190: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

393

perspektif pemikiran Islam yang benar, berpotensi terjadinya

penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan, dan bahkan

sebagaimana diungkapkan di atas mudah ter-expose ke bentuk

pemerintahan tirani, sehingga mejadi diktator. Di era modern dan

kontemporer bentuk pemerintahan tirani dan diktator sudah semakin

tidak punya pengaruh lagi, meskipun di era inimasih adabeberapa

negara, antaranya; Negara Cuba pada masa Presiden Fidel Castro,

Minyampar (Burma) yang masih bercorak pemerintahan

diktator.Bentuk pemerintahan tirani dan diktator yang semakin

kurang berpengaruh, karenasisi positif da risistem pemerintahan

demokrasi yang sudah berpengaruh besar di berbagai belahan dunia

saat ini.

7.Perangkat-Perangkat Pemerintahan

Seribu satu permasalahan dalam berbagai aspek kehidupan

politik berada di hadapan seorang kepala negara ( raja, khalifah ),

berbagai persoalan muncul di hadapannya, dan ini tidak mungkin

dapat diselesaikan sendiri, tanpa ada yang membantunya. Oleh

karenanya dia memerlukan para deputi atau wakil, para pembantu

(al-A`wan wa al-Atba`) dalam mengelola berbagai permasalahan dan

urusan kenegaraan, maka kepala negara memerlukan Menteri

(Wazir), Sekretaris (Katib), Protokoler (Hajib), Qadhi (al-Qadhi),

Menajer atau Kepala Bagian (`Amil), Polisi ( Syurthoh ), Tentara

(Jundi, `Asykar).337 Semua itu menurut Ibnu Abi Rabi` merupakan

perangkat-perangkat pemerintahan yang bertugas pada berbagai

bidang atau sektor. Berikut ini penjelasan singkat mengenai masing-

masing perangkat tersebut;

1. Menteri(Wazir);

Dalam konteks ini, Ibnu Abi Rabi` menjelaskan bahwa

seorang kepala negara (Raja, Khalifah) memerlukan seorang

Menteri atau beberapa Menteri yang bertugas mengelola

berbagai bidang, menangani berbagai kasus yang sering

terjadi dalam sepanjang tahun, meng-identifikasi pengelolaan

negara yang mungkin lebih efektif. Pemikiran Ibnu Abi

Rabi` ini didasarkan pada apa yang dilakuka Nabi

337 . Muhammad Jalal Syaraf, et al , al-Fikr al-Siyasiy Fiy al-Islam, h.

230

Page 191: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

394

Muhammad saw. sebagai pemimpin umat, meskipun Nabi

sendiri diberi oleh Allah semua kelebihan (keistimewaan),

diberi kedudukan (posisi) terhormat, diberi mukzizat al-

Qur`an, diperkuat dengan para Malaikat yang selalu

membantunya. Namun demikian, Nabi tetap mengangkat

(melantik) Ali bin Abi Thalibsebagai Menterinya, dan Abu

Bakar, Umar bin Khattab, dan Ustman bin Affan sebagai

para penasehat. Hal ini sesuai dengan apa yangdisampaikan

Nabi kepada Ali. . . Anta minniy bimanzilati Harun min

Musa. Artinya kedudukan anda dengan saya seperti

kedudukan Nabi Harun dengan Nabi Musa. Pernyataan Nabi

ini dipahami sebagai bukti pengangkatan Ali pada posisi

(wakil atau deputi) seperti posisi Nabi Harun bagi Nabi

Musa. Jadi, Menteri menurut Ibnu Abi Rabi` adalah pejabat

yang sama-sama (al-Syarik) bertugas mengelola semua

aktivitas dan pekerjaan strategis, baik keputusan melalui

pernyataan, atau pun melalui tindakan real sebagai kebijakan

pemerintah.

2. Sekretaris (Katib).

Sekretaris menurut Ibnu Abi Rabi` adalah juru bicara raja (

lisanul Malik ), baik yang berkaitan dengan masalah-

masalah khusus (rahasia), atau pun yang menyangkut

masalah-masalah umum. Selanjutnya Ibnu abi Rabi`

menjelaskan bahwa sekretaris terbagi menjadi empat bagian;

1).Sekretaris pembangunan kemajuan negara(Katib al-

Khadharah). 2). Sekretaris urusan Ketentaraan (Katib al-

Jaesy). 3). Sekretarisbidang hukum (Katib al-Ahkam), dan

4). Sekretaris Pajak (Katib al-Kharraj).

3. Protokoler (Hajib ).

Yaitu orang-orang yang bertugas sebagai perantara (al-

wasithah)antara raja (Kepala negara) dengan siapa saja yang

mau bertemu dengan raja. Hal ini bertujuan untuk menjaga

ketertiban dan keamanan yang mungkin saja terjadi

kekacauan atau keributan jika tidak dimenej dengan baik.

Page 192: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

395

4. Qadhi ( al-Qadhi ).

Menurut Ibnu Abi Rabi` Qadhi adalah orang yang bertugas

memberikan pertimbangan kepada raja (mizan al-Malik)

tentang berbagai permasalahan politik, terutama terkait

dengan masalahan hukum.

5. Polisi (Surthah).

Ibnu Abi Rabi menjelaskan siapa itu polisi ?Polisi

menurutnya ialah orang-orang yang bertanggung jawab atas

keamanan dalam negeri (tahqiq al-amni al-dakhiliy).

6. Tentara(Jundi.)dalam istilah kontemporer `Asykar ).

Ibnu Abi Rabi` menjelaskan siapa tentara ? Tentara atau

dalam istilah kontemporer`Asykar, menurutnya adalah

orang-orang yang mengangkat senjata atau angkatan

bersenjata melawan musuh di manapun berada.

7. Kepala daerah ( al-`Amil ).

Kepala daerah atau `Amil dalam penjelasan Ibnu Abi Rabi`

adalah al-Wali, yaitu orang-orang yang bertanggung jawab

dalam memimpin daerah atau wilayahnya, seperti antaranya;

menarik pajak untuk disimpan di pembendaharaan negara

(baytal-mal), dan dipergunakan untuk kepentingan negara.

8. Bendahara Negara ( Khazinal-Mal ).

Ibnu Abi Rabi`menjelaskan bahwa bendahara negara

(khazinal-mal) menjadi kekuatan negara( di era modern,

bendahara negara berada dalam wewenang Menteri

Perekonomian atau Menteri Keungan ). Hal ni karenanegara

banyak bergantung pada kekuatan harta (al-mal) atau

ekonomi. Jika ekonomi suatu negara kuat, maka negara pun

mejadi kuat. Untuk menjadikan harta kekayaan atau ekonomi

(al-mal) kuat,menurut Ibnu Abi Rabi` negara memerlukan

beberapa langkah kebijakan strategis, antaranya;

Anjuran untuk menyimpan dan mengembangkan

harta kekayaan atau ekonomi. Hal ini dapat dilakukan

Page 193: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

396

dengan mengeluarkan perintah kepada rakyat untuk

berusaha memperbanyak pembangunan, yaitu;

membangun pertumbuhan ekonomi.

Menyeleksi orang-orang terpercaya (jujur, amanah)

untuk mengelola dan menjaganya. Karena seorang

bendahara harus dari kalangan orang-orang yang

amanah (al-amin) terhadap apa yang dikelolanya.

Kemudian juga harus dari orang yangpunya harta,

yaitu; orang kaya atau berduit sehingga dia tidak

tergiur ketika melihat harta banyak (uang negara).

Demikian juga harus dari orang-orang yang terhindar

dari perbuatan khianat.

Menentukan tempat yang aman untuk menyimpan

harta kekayaan negara, karena harta negara harus

berada dalam simpanan yang aman, jauh dari

pandangan mata, dalam arti tempat yang tidak mudah

dilihat oleh pandangan mata umum.

9. Hakim( al-Hakim ).

Dalam hal ini Ibnu Abi Rabi` agak berbeda memberikan

pengertian tentang hakim. Dia menjelaskan bahwa Hakim

dimaksudkan adalah dokter (Thabib) yang bertugas

melakukan pengobatan kepada raja (kepala negara) dan

menjaga kesehatannya. Istilah Hakim pada masa dahulu,

menurut Ibnu abi Rabi` dipergunakan untuk sebutan para

Failusuf, dalam arti orang-orang yang bijak dan cerdas

pemikirannya, serta mendalam tentang suatu masalah

terutama dalam konteks ini yang terkait dengan masalah-

masalah kedokteran. Para Failusuf memberi perhatian penuh

dengan rasio akal mereka, sementara para dokter memberi

perhatian penuh tentangkesehatan jasad.

10. Ajudan( Jalis). Yaitu orang yang selalu bersama raja ke

mana saja dan kapan saja, membicarakan dan mendiskusikan

situasi politik dari waktu ke waktu. Dalam konteks ini Ibnu

Abi Rabi`menekankan pada perilaku seorang ajudan ( Jalis ),

yaitu orangnya harus saleh, dan menurut Ibnu Abi Rabi`

Page 194: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

397

bahwaajudan tidak kalah pentingnya dari Wazir, Hajib,

Hakim, `Amil di dalam mengelola urusan pemerintahan.

11. Urusan dapur Istana ( Shahib al-Tha`am wa al-Syarab ),

yaitu bidang urusan logistik, terutama dalam hal menyiapkan

konsumsi untuk raja dan keluarganya. Ibnu Abi Rabi dalam

konteks ini menegaskan bahwa bidang ini dianggap paling

rawan terhadap kehidupan raja.338karena makanan dan

minuman yang akan disajikan kepada raja harus steril dan

sehat,terhindar dari racun dan bakteri. Jika tidak. . . maka

akan membahayakan kesehatan dan nyawa raja (kepala

negara). Oleh karena itu, orang yang akan bertugas urusan

dapur Istana menurut Ibnu Abi Rabi` disyaratkan harus

orang yang terpercaya ( tsiqah), jujur dan memiliki sifat-sifat

lain yang baik.

Demikian, pemikiran politik Ibnu Abi Rabi` tentang

beberapa perangkat pemerintahan yang akan bertugas mengelola

berbagai bidang dan urusan kenegaraan, serta berbagai aspek

kehidupan masyarakat. Keberadaan perangkat-perangkat

pemerintahan tersebut menjadi sangat penting dalam menata

kehidupan perpolitikan, sehingga pemerintahan dapat berjalan

dengan baik sesuai dengan kebijakan dan aturan yang telah

ditetapkan.

BAB VII

PEMIKIRAN POLITIK

AL-FARABI

338 . Ibnu Abi Rabi`, Suluk al-Malik Fiy Tadbir al-Mamalik, h. 126 -

134

Page 195: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

398

1.Latar Belakang dan Situasi Politik Masa al-Farabi

Al-Farabi adalah Nashar Muhammad bin Muhammad bin

Thurkhan bin Unzalagh. Al-Farabi dilahirkan di Turkey dari seorang

ayah berketurunan Turkey dan ibu berketurunan Persia (Iran).

Tepatnya dia dilahirkan di kota Wasij, wilayah Farab, termasuk

wilayah Turkistan pada tahun 257 H./ 870 M. dan wafat pada tahun

339 H./950 M.339Al-Farabi masa hidupnya pernah berguru kepada

seorang Ilmuan Kristen Nastura, yaitu; Abu Bisyir Matta bin Yunus,

seorang penerjemah banyak karya Plato dan pemikir-pemikir Yunani

yang lain. Tidak cukup belajar dengan Abu Bisyir Matta bin Yunus,

al-Farabi juga belajar kepada seorag Ilmuan Kristen yang lain di

Harran, yaitu; Yohana bin Heilan. Pada zaman pemerintahan

Khalifah Muqtadir (dari Dinasti Abbasiyah), al-Farabi belajar

berbagai disiplin ilmu pengetahuan, antaranya; Ilmu Bahasa Arab

(Nahu Sharaf), Logika (Mantiq), Ilmu Pasti, Kedokteran, Musik, dan

lain-lain kepada guru-guru yang lain, antaranya; Abu Bakar bin

Siraj.340

Sebagai seorang Ilmuan, al-Farabi dari segi pamor jauh lebih

terkenal (masyhur) dibanding Ibnu Abi Rabi. Al-Farabi tergolong

tokoh Filsafat terkemuka di Dunia Islam ( Kana akbaru Falasifah

al-Muslimin `alal ithlaqhaytsu ansya`a mazhaban falsafiyan

kaamilan). Halini sebagaimana diakui oleh para Sarjana, baik di

Timur atau pun di Barat. Para ahli sejarah menyebutkan bahwa al-

Farabi memiliki kemampuan yang sangat luar biasa dalam

memahami Ilmu-ilmu Kemanusiaan (Antropologi), Matematika,

Kimia, Ilmu Ketentaraan (al-Ulum al-`Asykariyah), Musik, Ilmu

Pengetahuan Alam (al-Ulum al-Thabi`iyah), Ilmu-ilmu Ketuhanan

(al-Ilahiyyah), Ilmu Peradaban Manusia (al-Ilmu al-Madaniy), Ilmu

Fiqh (al-Fiqh), Mantiq (Logika), Akhlak (Etika dan Moral), dan

Politik.341Banyak kalangan para Ulama dan Pemikir, antaranya; Ibnu

Sina dan Ibnu Rusydi dan lain-lain merujuk kepada al-Farabi dalam

penelitianmereka. Oleh karena itu, al-Farabi dianggap sebagai guru

kedua (al-Muallim al-Tsani) dalam hazanah peradaban Islam, di

339 . Muhammad Jalal Syaraf, et al, al-Fikr al-Siyasiy Fiy al-Islam, h.

245 340 . Ibid. 341 . Ibid, h. 247

Page 196: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

399

mana Aristoteles dianggap sebagai guru pertama (al-Muallim al-

awwal) dalamhazanah peradaban Yunani.342

Karya-karya al-Farabi sangat beragam dan banyak sekali,

setidaknya ada delapan belas (18) buku (kitab) yang ditulisnya. Tiga

buku di antaranya berkaitan dengan pandangan-pandanganya

tentang teori politik, yaitu;

1. Ara` Ahl al-Madinah al-Fadhilah(Pandangan Penduduk

Negara Ideal).

2. Tahsil al-Sa`adah (Mencapai Kebahagiaan atau

Kesejahteraan).

3. Al-Siyasah al-Madaniyah (Politik Orang-orang

Berperadaban).343

Latar belakang situasi dan kondisi politik pada masa

hidupnya al-Farabi di era kekuasaan Dinasti Abbasiyah sangat

kacau dan tidak kondusif. Hal ini karena banyaknya goncangan

sebagai akibat dari berbagai gejolak, gesekan, konflik, dan

pemberontakan; suatu periode pemerintahan yang paling buruk

dalam sepanjang sejarah pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Situasi

ini berdampak pada tidak adanya stabilitas politik dalam kehidupan

masyarakat dan penduduk wilayah kekuasaan pemerintahan Dinasti

Abbasiyah, khususnya antara era pemerintahan Khalifah al-

Mu`tamid sampai Khalifah al-Mu`thi`.344Kondisi ini diperparah

dengan adanya tindakan konspirasi dari anak-anak para penguasa

dan pemerintah di masa lalu yang berupaya mempertahankanstatus

quo, kembali untuk berkuasa sebagaimana kakek-kakek mereka

dahulu. Hal ini terjadi, terutama di Persia dan Turkey.345Secara rinci

dapat disampaikan hal-hal yang menjadi penyebab terjadinya

goncangan-goncangan ini sebagai berikut;

Pertama;Masalah kehidupan keagamaan (diniyyah), masalah

ras,etnik (syu`ubiyah), budaya (tsaqafiyyah), dan lain-

lain.

Kedua;Pada periode ini juga bermnculan berbagai gerakan dan

konspirasi yang dilakukan oleh anak-anak mantan para

342 . Ibid, h. 247 343. Ibid. Lihat juga Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 49 344. Muhammad Jalal Syraf, et al. al-Fikr al-Siyasiy Fiy al-Islam, h. 250 345. Ibid.

Page 197: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

400

raja dan para pemimpin negara dahulu, mereka berusaha

mendapatkan kembali wilayah dan kekuasaan yang

pernah dikuasai oleh nenek moyang mereka dahulu,

khususnya di wilayah Persia (Iran) dan Turkey. Mereka

berupaya dengan berbagai cara untuk melemahkan pusat

pemerintahan yang berada di tangan Khalifah. Upaya ini

dilakukan dengan bekerja sama dengan gerakan

kelompok Syiah yang sudah lama menentang

pemerintahan Dinasti Abbasiyah, dan bahkan

pemerintahan Umayyah sebelum ini.

Ketiga: Pada masa hidupnya al-Farabi, juga muncul situasi yang

memberi takanan kepada para penguasa sebagai

implikasi dari menghilangnya Imam terakhir ( Ikhtifa al-

Imam al-akhir ) dari Imam dua belas kelompok Syiah

Imamiyah Itsnay `Asyariayah, yaitu Muhammad al-

Mahdi al-Muntazar; seorang Imam ke dua belas dalam

pahaman Syiah Imamiyah al-Itsnay `asyariyah.

Menghilangnya Imam al-Mahdi al-Muntazar saat dia

berumur sekitar tiga belas tahun, tetapi ada yang menyatakan sekitar

berumur empat atau lima tahun.346Peristiwa menghilangnya Imam

kedua belas ini dalam keyakinanSyiah Imamiyah dua belas (

Imamiyah Itsnai `Asyariyah ) memberi tekanan hebat pada situasi

politik dan keagamaan (ta`tsiran dokhman `alal audho` al-siyasah

wa al-diniyah). Dampak ini dapat dilihat ketika pemerintahan Bani

Buayh dan Maiziyah (keduanya berpahaman Syiah) telah

mengadakan perayaan tanggal 10 bulan Muharram sebagai

memperingati hari berkabung atau kesedihan yang menimpa di

Karbala, yaitu peristiwa terbnuhnya Imam Hasan bin Ali bin Abi

Thalib. Perayaan tanggal 10 bulan Muharram ini kemudian dikenal

dengan hari Karbala yang menjadi tradisi di kalangan umat Islam

Syiah Imamiyah Itsnaiy `Asyariah.

346. Kontroversi mengenai kapan hilangnya Imam kedua belas versi umat

Islam SYiah, Munawir Sjadzali menyatakan bahwa ketika Muhammad al-Mahdi

menghilang, dia berumur sekitar empat atau lima tahun. Memang mengenai umur

Imam Muhammad al-Mahdi al-Muntazar saat menghilang itu berapa sebenarnya

menjadi polemik, mungkin sekitar umur tiga belas tahun atau sekitar empat atau

lima tahun. Lihat Munawir Sjazda,Islam dan Tata Negara, h. 49

Page 198: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

401

Dari berbagai peristiwa dan situasi politik yang penuh

gejolak sebagaimana disebutkan di atas, Munawir Sjadzali

menegaskan bahwa al-Farabikemudian gemar berkhalwat atau

mengisolir diri dan merenung, dia merasa terpanggil untuk mencari

pola kehidupan bernegara dan bentuk pemerintahan yang ideal.347

Seolah-olah al-Farabi tidak peduli dengan hiruk pikuk perpolitikan

yang tengah terjadi saat itu, meskipun begitu al-Farabi tetap

mengamati apa yang terjadi di sekelilingnya.

2.Hubungan Politik Dengan Akhlak

Al-Farabi menjadikan politik sebagai ilmu yang sangat

penting, di mana ilmu-ilmu lainnya melayaniilmu politik. Oleh

karena itu, dapat ditegaskan bahwa kecenderungan pada politik

menguasai pemikiran al-Farabi, dan bahkan politik mengarahkannya

pada suatu pendirian bahwa masalah-masalah filsafat semuanya

tunduk (dalam arti melayani) pada politik.348

Dengan demikian, al-Farabi telah menghubungkan hal-hal

yang ideal (al-fadhail) dengan mazhab politiknya (bi mazahibihi al-

siyasiy), di mana al-Farabi berpendirian bahwa untuk mencapai hal-

hal ideal (al-fadhail) yang bermacam-macam itu, baik aspek

pemikiran, akhlak (moral, etika yang baik), wawasan, pemberdayaan

kinerja (al-shanaatu al-`amaliyah) pada umat, semuanya dapat

dicapai secara efektif melalui dua pola utama, yaitu; melalui

pengajaran dan praktek ( al-ta`lim wa al-ta`dib ). Pengajaran (al-

ta`lim) adalah pola untuk melahirkan pandangan-pandangan ideal

tentang umat dan peradaban mereka. Sementara praktek (al-ta`dib)

adalah pola untuk menciptakan atau melahirkan perilaku atau

tindakan-tindakan ideal, pemberdayaan kinerja yang ideal bagi umat.

Pengajaran (al-ta`lim) dapat dilakukan melalui ucapan, sementara

praktek bisa melalui ucapan, dan bisa juga melalui tindakan atau

perbuatan. Atas dasar inilah gagasan-gagasan al-Farabi terkait

dengan akhlak (perilaku yang baik) ada hubungan yang sangat erat

dengan mazhab filsafat al-Farabi, terutama mazhab politiknya, Hal

ini karena pengajaran dan praktek tidak dapat sempurna atau efektif,

347 . Lihat Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 50 348 . Muhammad Jalal Syaraf, et al, al-Fikr al-Siyasiy Fiy al-Islam, h.

250

Page 199: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

402

melainkan harus ditangani oleh seorang pengajar dan pendidik

(mu`allim dan mu`addib). Seorang pengajar dan pendidik ini

menurut al-Farabi adalah sebenarnya kepala negara (Rais al-

Madinah)atau orang yang mewakili kepala negara.349 Dengan

demikian, al-Farabi telah menghubungkan politik dengan akhlak dan

filsafat. Namun demikian, sebenarnya hal yang sama sudah

dilakukan oleh para Failosof Yunani dahulu. Neo Platonisme sudah

menghubungkan pandangan politik mereka dengan akhlak dan

filsafat.

3.TeoriAsal Usul Negara

Dalam konteks sub pembahasan ini, al-Farabi berpendapat

bahwa manusia mempunyai kecendrungan untuk hidup berkumpul

dan bermasyarakat. Kecendrungan ini menurutnya adalah fitrahatau

alami, yaitu karakter dasar yang ada pada manusia.350 Hal ini karena

manusia tidak akan mencapai kesempurnaan hidupnya jika dalam

keadaan sendirian. Oleh karena itu, manusia memerlukan bantuan

manusia lain untuk mencapai kesempurnaan tersebut. Dalam

konteks ini al-Farabi menegaskan bahwa manusia secara individu

tidak mungkin mencapai kesempurnaan hidup tanpa bantuan orang

lain (orang banyak) karena secara fitrah bahwa setiap manusia selalu

berinteraksi dengan manusia lain untuk mendapatkan apa yang

menjadi kemestianya. Oleh karena itu setiap manusia

memerlukanbantuan manusia lainnya untuk mencapai kesempurnaan

hidup tersebut, maka manusia selalu hidup berdampingan dan

menetap di suatu tempat dan bertempat tinggal. Oleh karena itu

manusia disebut makhluk sosial (hayawanun ijtimaiyyun).351Apa

yang disampaikan al-Farabi bahwa manusia adalah makhluk sosial

atau secara karakteristiknya adalah makhluk berperadaban

(madaniyyun). Pandangan ini sama seperti yang disampaikan Plato

dan Aristoteles di alam pemikiran Yunani, begitu juga telah

disampaikan Ibnu Abi Rabi` di dunia Islam.352 Atas dasar

kecenderungan manusia untuk berkomunikasi, berkumpul,

349 . Ibid. h. 250 - 251 350 . Ibid. h. 255 351 . Muhammad Jalal Syaraf et al, al-Fikr al-Siyasiy Fiy al-Islam, h. 255.

Lihat juga Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 50 - 51 352 . Muhammad Jalal Syaraf et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 255

Page 200: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

403

bermasyarakat, bertempat tinggal di suatu tempat, maka kemudian

dengan sendirinya secara alami akan muncul seorang pemimpin (

bersama dengan para pembantunya ). Selanjutnya dari waktu ke

waktu sesuai dengan tingkat evolusi dinamika kehidupan pada

akhirnya terbentuklah kepemimpinan yang diakui oleh

masyarakatnya sendiri, dari sini terbentuklah pemerintahan atau

negara.

Dalam hubungan ini perlu diperhatikan bahwa tujuan mulia

manusia dalam kehidupan mereka sebenarnya dalam pandangan al-

Farabi adalah bukan saja sebatas untuk bermasyarakat sebagai suatu

hal yang sudah menjadi kemestian bagi kehidupan mereka, tetapi

lebih dari itu adalah untuk menghasilkan kesempurnaan hidup. Dari

kesempurnaan hidup ini akan diperoleh kesejahteraan dan

kebahagiaan. Memperoleh kesejahteraan dan kebahagiaan ini tidak

saja sebatas di dunia yang fana ini, tetapi juga di akhirat nanri.

Demikianlah pemikiran al-Farabiy yang didasarkan pada orientasi

akhlak dan agama dalam kerangka teori dan pemikiran politiknya.353

Selanjutnya al-Farabi mengklasifikasikan masyarakat ke

dalam beberapa kategori, yaitu; masyarakat sempurna dan

masyarakat tidak sempurna, berikut ini penjelasan masing-masing;

3.1.Masyarakat sempurna

Masyarakat sempurna ini terbagi ke dalam tiga bagian

masyarakat, yaitu;

a. Masyarakat sempurna besar;

Masyarakat sempurna besar adalah bentuk masyarakat

yang terdiri dari berbagai bangsa dan bertempat tinggal

di berbagai wilayah dan mengadakan persatuan serta

sepakat untuk membentuk gabungan atau organisasi

besar yang saling membantu serta bekerja sama untuk

mencapai tujuan yang sama. Dalam kata lain masyarakat

sempurna besar dalam kerangka pikir al-Farabi adalah

bentuk masyarakat perserikatan bangsa-bangsa.

b. Masyarakat sempurna sedang;

Masyarakat sempurna sedang adalah bentuk masyarakat

yang terdiri dari satu bangsa yang menghuni di satu

353 .Ibid. h. 255 - 256

Page 201: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

404

wilayah. Dalam pemahaman yang mudah di pahami

kerangka pemikiran al-Farabi tentang masyarakat

sempurna sedang adalah masyarakat dalam bentuk

negara nasional.

c. Masyarakat sempurna kecil.

Masyarakat sempurna kecil menurut pandangan al-Farabi

adalah bentuk masyarakat yang terdiri dari para penghuni

yang menduduki satu kota, atau masyarakat sempurna

kecil adalah bentuk negara kota.354

3.2.Masyarakat tidak sempurna

Masyarakat tidak sempurna (belum sempurna) menurut al-

Farabi adalah kehidupan masyarakat yang berada di tingkat desa,

kampung, lorong (gang) dan keluarga. Di antara beberapa

masyarakat tidak sempurna tersebut adalah kehidupan sosial di

dalam rumah atau keluarga, dan ini merupakan kehidupan

masyarakat yang paling tidak sempurna. Selanjutnya al-Farabi

berbicara tentang pembagian masyarakat ini secara herarkis dan

administratif, yaitu bahwa keluarga sebagai bagian dari masyarakat

lorong (gang). Masyarakat lorong sebagai bagian dari masyarakat

kampung. Masyarakat kampung atau desa sebagai bagian dari

masyarakat negara kota. Oleh karena itu menurut al-Farabiy

terbentuknya masyarakat kampung dan desa diperlukan oleh negara

kota. Hanya saja masyarakat kampung dalam pemikiran al-Farabi

merupakan bagian dari negara kota, sementara masyarakat desa

dalam hubunganya dengan negara kota sebagai pelengkap untuk

memberikan pelayanan pada keperluan negara kota.355

Bagaimana al-Farabi berpandangan bahwa bentuk-bentuk

unit pergaulan sosialtersebut dianggap tidak sempurna. Untuk

memberikan jawaban terhadap pertanyaan ini, Munawir Sjadzali

mencoba memberikan jawabanya, yaitu; bahwa unit-unit pergaulan

sosial di atas tidak cukup lengkap untuk berswasembada dan mandiri

dalam memenuhi kebutuhan para warganya, baik kebutuhan

ekonomi, pendidikan, budaya ataupun spiritual.356Barangkali dapat

354 . Ibid. h. 263 – 264. Lihat juga Munawir Sjadzali, Islam dan Tata

Negara, h. 51 -52 355 . Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 52 356 . Ibid.

Page 202: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

405

ditegaskan lebih jelas bahwa sempurna atau tidak sempurna dalam

kaitannya dengan kategorisasi masyrakat sebagaimana disampaikan

al-Farabi adalah ditinjau dari aspek sosiologis, bukan berdasarkan

pada pencapaian individu dalam suatu bidang atau skill.

4.Negara Dalam Konsepsi Al-Farabi

Al-Farabi tidak banyak bicara tentang bagaimana bentuk

negara seharusnya, apakah dalam bentuk monarchi atau syura. Hal

ini karena al-Farabi lebih banyak terfokus pada pembahasan tentang

kepala negara. Kepala negara dalam persepsi al-Farabi menjadi

titik tolak dalam teori politiknya menegenai negara secara

keseluruhan, menyangkut berbagai aspeknya,357sebagaimana akan

dibicarakan pada pembahasan lebih lanjut tentang kepala negara.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa al-Farabi tidak

mempersoalkan bentuk negara seperti apa, apakah monarchi atau

khilafah. Oleh karenanya al-Farabi mengakui sistem pemerintahan

yang tengah berjalan pada masa hidupnya, atau mungkinal-Farabi

tidak peduli dengan sistem pemerintahan yang tengah berjalan

seperti apa, yang penting bagaimana kepala negara. Hal ini dapat

dipastikan bentuk negara yang berjalan pada masa hidupnya al-

Farabi adalah bentuk monarchi, meskipun kepala negara disebut

dengan berbagai gelar, Khalifah, Sulthan, atau Raja. Meskipun

demikian al-Farabi bicara juga tentang negara tetapi sebagai satu

kesatuan, terstruktur di bawah satu kordinasi kepemimpinanyang

dibantu oleh para pembantu setia yang berada pada berbagai

tingkatannya dari tingkat atas sampai bawah. Negara yang dibentuk

seperti ini dalam konsepsi al-Farabi disebut negara utama (negara

ideal). Namun sebelum bicara lebih lanjut mengenai negara utama,

al-Farabi berbicara mengenai pembagian negara. Menurutnya negara

terbagi ke dalam beberap kategori, yaitu; Negara utama (al-madinah

al-Fadhilah), Negara bodoh ( al-Madinah al-jahilah ), Negara fasik

(al-Madinah al-fasiqah), Negara sesat (al-Madinah al-dhallah),

Negara rawan konflik, yaitu negara yang tidak stabil dan sering

berganti-ganti pemerintahan ( al-Madinah al-mutabaddilah ).358

357 . Idris Zakaria, Teori Politik al-Farabi dan Masyarakat Melayu (

Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1991 ), h. 75 358 . Muhammad Jalal Syaraf et al, al-Fikr al-Siyasiy Fiy al-Islam. h. 264

Page 203: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

406

Namun demikian dari beberapa pembagian negara tersebut yang

akan menjadi fokus bahasan dalam konteks ini adalah negara utama.

Negara utama, al-Farabi menyebutnya al-Madinah al-

Fadhilah adalah sebuah negara di mana masyarakatnya bersatu

padu dan saling bantu membantu antara sesama mereka dalam

mencapai kebahagiaan (al-sa`adah) dengan sebenar-benarnya.359

Jadi negara yang mempunyai rakyat dan memliki sikap saling tolong

menolong (bekerja sama) antara sesama mereka dalam rangka

mencapai kebahagiaan atau kesejahteraan, maka pada hakikatnya

menurut al-Farabi adalah negara utama(al-madinah al-fadhilah ).360

Al-Farabi yakin bahwa semua kesempurnaandan kebahagiaan hidup

(to get perfection and happiness) hanya dapat diperoleh melalui

perantaraan negara yang dibangun atas dasar persatuan masyarakat

atau rakyat serta bekerja untuk negara. Realitas inilah yang

diisyaratkan al-Farabi dalam mengkonsepsikan negara idealnya (

negara utama ), yaitu adanya kesempurnaan saling bantu membantu

antara sesama anggota masyarakat atau umat untuk mencapai

kebahagiaan dan kesejahteraan hakiki.361

Selanjutnya dalam menjelaskan negara ideal (al-Madinah al-

Fadhilah), al-Farabi menganalogikannya dengan tubuh manusia

yang utuh dan sehat, di mana semua organ dan anggota badannya

bekerja sama sesuai dengan tugasnya masing-masing. Tubuh

manusia sebagai dikatannya mempunyai sejumlah organ atau

anggota badan dengan berbagai fungsi yang berbeda antara satu

dengan yang lainnya dengan kadar kekuatan dan tingkat kepentingan

yang tidak sama pula, dan dari organ yang banyak itu terdapat satu

organ pokok dan paling penting, yaitujantung (al-qolb) dan

beberapa organ lain yang tingkat kepentingannya sama dengan

jantung, dan organ-organ ini bekerja sesuai dengan kodratnya

masing-masing membantu jantung. Organ-organ ini bersma-sama

jantung menduduki tingkat pertama. Selain dari itu terdapat

sekelompok organ lain yang kerjanya membantu dan melayani

organ-organ pendukung jantung, dan organ-organ ini berada pada

359 . Ibid. h. 263. Lihat juga Idris Zakaria, Teori Politik Al-Farabi dan

Masyarakat Melayu, h. 46 360 . Lihat Idris Zakaria, Teori Politik Al-Farabi dan Masyarakat Melayu

( Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1991 ), h. 46 361 . Muhammad Jalal Syaraf et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 263

Page 204: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

407

tingkat kedua. Kemudian terdapat sekelompok organ lain lagi yang

tugasnya melayani organ-organ tingkat kedua tadi, dan demikian

seterusnya sampai kepada anggota-anggota badan yang tugasnya

hanya melayani anggota-anggota tubuh yang lain yang tidak

dilayani.362

Demikian pula halnya dengan negara. Menurut al-Farabi

negara mempunyai warga-warganya dengan skill dan kapabelitas

yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Di antara

mereka terdapat seorang kepala (pemimpin), dan sejumlah warga

yang posisinya mendekati level kepala, dan masing-masing dari

mereka memiliki bakat dan keahlian untuk melaksnakan tugas-tugas

yang mendukung kebijakan kepala. Mereka ini bersama-sama

kepala termasuk level pertama. Di bawah mereka terdapat

sekelompok warga yang tugasnya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan

untuk membantu warga-warganya level pertama tadi, dan kelompok

ini berada pada posisi kedua. Kemudian di bawah mereka terdapat

kelompok lain lagi yang bertugas membantu kelas yang di atasnya,

dan seterusnya sampai kepada kelas terakhir dan terendah yang

terdiri dari warga-warga yang tugasnya dalam negara itu hanya

melayani kelas-kelas yang lain, dan mereka sendiri tidak dilayani

oleh siapa pun.363

Berdasarkan apa yang disampaikan al-Farabi tentang

konsepsi negara, dapat ditegaskan bahwa negara merupakan satu

kesatuan di bawah satu kordinasi seorang pemimpin. Adanya

keharusan saling bantu membantu antara sesama mereka sesuai

dengan skill dan kapabelitas yang dimiliki mereka masing-masing.

Deskripsi negara yang dianalogikan dengan sebuah tubuh manusia

yang utuh dan sehat, di mana tubuh manusia memiliki berbagai

organ yang bekerja sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-

masing, dari semua organ tubuh manusia ini ada satu organ yang

paling utama dan penting, yaitu hati (al-qalbu). Organ tubuh inilah

(hati,al-qalb)menurut jalan pemikiran al-Farabi adalah penguasa

yang mengarahkan organ-organ tubuh yang lain, sama seperti kepala

negara dalam sebuah negara.

362 . Ibid. h. 364. Lihat juga Munawir Sjadezali, Islam dan Tata Negara.

h. 53 363. Muhammad Jalal Syaraf et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 364 –

365. Lihat juga Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 53 -54

Page 205: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

408

5.Sosok Seorang Kepala Negara

Dalam keseluruhan pemikiran politik al-Farabi tidak

diperoleh dengan jelas penjelasan tentang pola dan mekanisme

pemilihan calon kepala negara (khalifah, raja). Bahkan di dalam

pembahasan mengenai sosok seorang kepala negara pun(rais al-

madinah ), al-Farabi langsung bicara tentang sosok seseorang yang

layak untuk menjadi kepala negara dengan beberapa kriteria dan

ketentuan syarat yang diterapkan al-Farabi. Bagaimana melahirkan

seorang calon kepala negara yang berkualitas, sesuai dengan

konsepsinya tentang negara yang diklasifikasikan ke dalam beberapa

kategori melalui ciri-ciri khusus dan karakternya sebagaimana telah

disebutkan di atas, yaitu;al-Madinah al-Fadhilah (negara kota utama

atau ideal ), al-Madinah al-Jahilah (negara bodoh); yaitu negara

yang rakyatnya tidak mengenal kebahagiaan (al-sa`adah,

happiness), al-Madinah al-Fasiqah (negara fasik), dan

sebagainya.364

Tidak adanya penjelasan tentang bagaimana pola dan

mekanisme pemilihan calon kepala negara dalam pemikiran politik

al-Farabi menunjukkan bahwa al-Farabi setuju ( mengamini)

terhadap pola pergantian kepemimpinan negara yang sudah menjadi

tradisi sekian lama, yaitu; pola pergantian kepemimpinan secara

turun temurun melalui penunjukkan langsung oleh kepala negara

(khalifah, raja) yang sedang berkuasa kepada putranya yang

dikehendaki sebagai putra mahkota.Dari sisi lain, mungkin karena

saat itu mekanisme pemilihan calon kepala negara dilakukan

pengangkatan secara langsung dianggap terbaik, sehingga al-Farabi

tidak merasa perlu menawarkan opsi lain tentang pola dan

mekanisme pemilihan calon kepala negara yang lain, selain pola

pemilihan yang dilakukan secara langsung melalui penunjukkan

berdasarkan garis keturunan (ahli waris kepemimpinan)

sebagaimana yang sudah menjadi tradisi pada sistem pemerinthan

monarchi atau kerajaan. Atau mungkin juga al-Farabi sebagai

seorang Filosof dan pemikir handal seolah dia hidup di alam tidak

364 . Lihat Muhammad Jalal syaraf, et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam,

h. 264 - 277

Page 206: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

409

nyata ( un real ), sehingga dia tidak sadar terhadap situasi sosial

politik yang carutmarut di masa hidupnya.

Sebagaimana diketahui bersama bahwa kepala negara

sebagai pilar utama dalam sebuah negara adalah sangat penting dan

sangat menentukan perjalanan perpolitikan pemerintahan, tanpa

kepala negara sebuah pemerintahan tidak akan berdiri, maka

menjadi keniscayaan keberadaan kepala negara sebagai pelindung,

penjaga, penggerak, pengarah, dan pengelola terhadap rakyat dan

negaranya secara keseluruhan.Dalam konteks ini, al-Farabi

menegaskan bahwa sesuai dengan teorinya tentang pembagian

warga negara ke dalam beberapa kelas,365 al-Farabi menegaskan

bahwa tidak semua warga negra layak (la yasluhu)menjadi kepala

negara (rais al-Madinah), karena orang yang bisa menjadi kepala

negara menurutnya hanyalah orang-orang atau manusia yang paling

sempurna (akmalun Nas) dan dari kelas (martabat) tertinggi, dan

dibantu (yusyariku) oleh orang-orang pilihan yang juga dari kelas

utama ( bangsawan ), di mana kepemimpinan mereka di bawah

kepala negara,366 dan atas nama kepala negara, mereka memimpin

orang-orang kelas di bawahnya. Hal ini menurut Munawir Sjadzali

berarti bahwa warga-warga negara selain kepala negara tidak sama

tingkatannya (martabatnya) antara satu sama lain. Tinggi dan

rendahnya tingkat mereka dalam memangku suatu jabatan

ditentukan oleh dekat dan jauhnya hubungan dengan kepala negara.

Jika di antara mereka dekat dengan kepala negara, maka kedudukan

dan tingkat mereka tinggi, sebaliknya jika mereka jauh dari kepala

negara, maka tingkat mereka-pun rendah.367Apa yang dimaksud

dengan tinggi dan rendah tingkat (martabat) warga negara dalam

365. Menurut al-Farabi negara memilki banyak warga atau penduduk

dengan bakat (skill) dan kemampuan (kapabelitas) yang berbeda-beda di antara

mereka; ada seorang kepala negara, dan sejumlah warga negara yang kelas atau

martabatnya menduduki kelas ( martabat ) kepala negara, mereka bersama kepala

negara menduduki kelas pertama. Kelompok kedua adalah sekelompok warga

yang bertugas mengerjakan hal-hal yang membantu warga kelas pertama. Di

bawah kelompok kedua ada kelompok kelas ketiga, yaitu kelompok yang bertugas membantru kelompok di atasnya. Demikian seterusnya. Lihat Munawir Sjadzali,

Islam dan Tata Negara, h. 53 366 . Muhammad Jalal Syaraf, et al, al-Fikr al-Siyasiy Fiy al-Islam,

h.266 367 . Ibid. Lihat juga Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 55

Page 207: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

410

pandangan al-Farabi ditentukan oleh dekat atau jauhnya mereka

dengan kepala negara. ini dimaksudkan terkait dengan saat mereka

memangku sebuah jabatan, bukan tinggi rendahnya derajat ( kelas )

sesorang di hadapan Allah, kalau yang ini ukurannya ketaqwaan

seseorang.

Oleh karena kepala negara harus dari orang-orang yang

paling sempurna sebagaimana ditegaskan al-Farabi, maka al-Farabi

berpandangan bahwa kepemimpinan negara utama (ideal) tidak

akan sempurna kecuali jika kepalanegara bersangkutan memenuhi

dua hal pokok (wa la tatimmu riasah al-madinah al-fadhilah illa li

raisin yajmau` bayna al-syaien ). Kedua hal pokok tersebut adalah;

1. Fitrah atau alami dan sifat dasar ( al-fitrah wa al-thabii` ).

Yaitu pembawaan, sifat atau karakter dasar kepemimpinan

yang dimiliki seseorang sejak kecil.

2.Kapabelitas dan memiliki keinginan atau desire (al-malakah wa

al-iradah).368

Berdasarkan pada apa yang disampaikan al-Farabi tentang

dua hal asas yang harus dimiliki seorang kepala negara merupakan

pandangan yang didasarkan pada realitas kehidupan terkait dengan

pertumbuhan seseorang secara alami dan

dinamikaintelektualitasnyasekaligusdari waktu ke waktu. Yang

pertama adalah sifat dasar, yaitu pembawaan atau karakter dasar

yang termanifestasi dalam kehidupan pergaulan seharian, di mana

ucapan dan perilakunya mencerminkan diri sebagai seorang anak

pemimpin, sebagaimana terungkap dalam ucapan seseorang;

memang dia sudah kelihatan memiliki bakat sebagai seorang

pemimpin sejak kecil, maka wajar kalau sekarang dia mejadi

pemimpin. Yang kedua adalah sikap atau tindakan yang dapat

dicapai melalui proses pembelajaran dan pendidikan dari waktu ke

waktu dan dari satu tahap ke tahap yang lain. Oleh karena itu

menurut al-Farabi agar seorang pemimpin (al-insan al-raisiy)

benar-benar dapat memanifestasikan dirinya dalam kesempurnaan

dengan memiliki ilmu pengetahuan (al-ma`rifah), baik yang

diperoleh secara langsung di alam sadar (yaqadhah), dalam arti

melalui proses akal yang aktif (al-`aql al-fa`al), atau melalui intuisi,

368 . Muhammad Jalal Syaraf, et al, al-Fikr al-Siyasiy Fiy al-Islam, h.

267

Page 208: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

411

mimpi yang diperoleh menurut al-Farabi disaat tidur (fiy waqti al-

naum).369

Sebagai kelanjutan dari pandangannya tentang sosok seorang

kepala negara harus ada di dalam dirinya dua hal asas, al- Farabi

menegaskan bahwa seorang kepala negara benar-benar harus

sempurna, bahkan al-Farabi menggambarkan sosok seorang kepala

negara sempurna seperti al-hakim al-filosofiy (seorang arif dan

bijaksana), yaitu seorang imam ( al-imam ), pemimpin umat yang

ideal, pemimpin untuk membangun bumi (bukan untuk

menghancurkannya). Oleh karena itu, menurut al-Farabi seorang

kepala negara disyaratkan harus memenuhi dua belas kualitas

pribadi, yang sebagiannya telah ada secara alami atau semula jadi

(fitrah) sejak dia kecilsebagai watak atau tabiat pembawaan (al-

thabi`i), dan sebagian lainnya masih perlu ditumbuh kembankan

melalui pengajaran yang terarah, pendidikan serta latihan yang

konprehensif dengan disiplin yang ketat. Oleh karenanya, menurut

Munawir Sjadzali pembinaan dan pembentukan karakter calon-calon

pemimpin melalui pengajaran, pendidikan, pengamatan dan

pengawasan sangat diperlukan.370

6.Kriteria Calon Kepala Negara

Dua belas kualitas pribadi kepala negara sebagaimana

disyaratkan al-Farabi sebagai berikut;

1. Sempurna semua anggota badannya (tammul a`dha). Artinya

tidak ada yang hilang atau cacat dari anggota badannya.

2. Baik daya pemahaman dan ingatannya (jayyidul fahmi wa al-

tashawwur wa jayyidul hifdhi ).

3. Tinggi intelektualitas dan cerdas (jayyidul fathonah,

dzakiyyan). Artinya selalu tanggap terhadap sesuatu

permasalahan dan cepat mengambil keputusan atau tindakan

secara tepat dan objektif, tidak lamban atau menunggu

sampai ter-expose-nya public opinionbaru kemudian

menyampaikan pendapat (kebijakan).

369 . Ibid. 370 . Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 56

Page 209: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

412

4. Pandai menyampaikan pendapat (husnul `ibarah) dan mudah

dimengerti uraiannya tentang sesuatu secara sempurna

(ibanatan tamma).

5. Sangat perhatian terhadap pendidikan dan suka mengajar

(muhibban li al-ta`lim).

6. Tidak rakus terhadap makanan, minuman dan wanita (ghairu

syarrah `alal ma`kul, wal masyrub, wal mangkuh ), dalam

arti cukup dan tidak berlebihan.

7. Integrity(komitmen pada kejujuran), dan tidak suka

kebohongan(muhibban lis sidqi, wa mubghidhan lil kizbi ).

8. Berjiwa besar dan berbudi luhur (kabirun Nafsi, wamuhibban

lil karamah), dalam arti beradab, sopan santun dan tidak

egois.

9. Tidak memandang kekayaan satu-satunya yang paling

penting, demikian juga dengan kesenangan-kesenangan

duniawi yang lain (al-dirham wa al-dinar wa sairi aghradh

al-dunya hayyinatan `indahu ).

10. Komitmen pada keadilan dan tidak suka perbuatan zalim

(muhibban lil `adl, wa mubghidhan lil jur wa al-zulm ).

11. Selalu bekerja sama dalam rangka menegakan keadilan dan

tidak memberikan ruang atau celah terhadap munculnya

tindakan keji dan kotor (an yakuna `adlan ghairu shu`abil

qiyadah wa la jumuhan wa la lajujan idza du`iya ila al-

`adli).

12. Kuat pendirian terhadap hal-hal yang menurutnya harus

dikerjakan, penuh keberanian, tinggi antusiasme, bukan

penakut dan tidak berjiwa lemah atau kerdil (an yakuna

quwal `azimah).371

Dua belas kualitas pribadi sebagaimana disyaratkan al-Farabi

bagi sosok seorang calon kepala negara merupakan sifat-sifat ideal,

kalau tidak dikatakan sangat utopia, dan tidak mudah ditemukan

pada seorang tokoh, karena sangat jarang seseorang yang memiliki

dua belas kualitas pribadi. Dalam menyikapi persoalan ini, al-Farabi

menegaskan bahwa jika di suatu negara tidak terdapat seseorang

371 . al-Farabiy, Ara` Ahl al-Madinah al-Fadhilah ( Kairo: t.tpt. t. th. ), h.

87-88. Lihat juga Muhammad Jalal Syaraf, et al. al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam,

h. 259 - 270

Page 210: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

413

yang memiliki dua belas persyaratan tersebut di dalam dirinya ( wa

in khalat fiy al-madinah min rojulin muttasifin bi hadhihis sifat ),

maka sifat-sifat dua belas tersebut dibagi-bagi kepada beberapa

orang tokoh sesuai dengan bidang dan keahliannya masing-masing.

Dengan demikian, perlu dilakukan identifikasi terhadap

keahlianseseorang terkait bidang apa dari dua belas kualitas pribadi

tersebut yang dimiliki, misalnya; seorang di antara mereka seorang

ahli hukum, lainnya seorang yang adil, lainnya seorang yang pandai

menyampaikan pendapatnya, yang lainnya memiliki pandangan dan

pemikiran yang baik, yang lainya ahli dalam bidang pertahanan,

yang lainya ahli dalam pertanian, yang lainya ahli dalam bidang

ekonomi, dan seterusnya. Mereka-mereka itulahmenurut al-Farabi

adalah para tokoh dan para pemimpin ideal.372Dengan demikian,

kepemimpinan negara dapat dipikul bersama secara kolektif oleh

sejumlah warga negara, maka kepemimpinan negara seperti ini

adalah kepemimpinan bersifat presidium.373

Namun demikian, pada tempat yang sama al-Farabi

menegaskan jika dua belas kualitas pribadi tersebuttidak dimiliki

oleh satu orang, karena kesulitan mendapatkan seseorang yang

memilikinya secara utuh, maka menurutnya; yang dapat diangkat

menjadikepala negaraseorang saja, sementara yang lainnya

menunggu giliran (fa yakunu minhum, al-wahid ba`dal wahid

).374Jika dianalogikan dengan saat ini, pemikiran al-Farabi terkait

dengan kepemimpinan bergilir, adalah seperti dalam satu majelis

yang beranggotakan beberapara tokoh pemimpin, kepemimpinan

mereka diatur secara bergilir, siapa yang dahulu dan siapa yang

kemudian berdasarkan urutan kertas suara yang diundi. Pada

akhirnya konsepsi kepala negara (rais al-madinah)menurut al-Farabi

dianalogikan sebagai seorang pendidik(mu`allim),pembimbing

(mursyid), dan pengelola (mudabbir).375Beberapa sifat ini diperlukan

bagi seorang kepala negara, karena sifat dasar manusia ( masyarakat

umum atau rakyat ) berbeda-beda. Menurut al-Farabi tidak semua

orang tahu secara pasti tentang bagaimana mencapai kebahagiaan (

al-sa`adah, happines ), oleh karenanya mereka memerlukan seorang

372. Muhammad Jalal Syaraf, et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 270 373. Lihat Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 56 374 . Muhammad Jalal, et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 270 375 .Ibid.

Page 211: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

414

kepala negara yang memiliki karakter pendidik ( mu`allim atau

murabbi), pembimbing ( mursyid ), dan pengelola ( mudabbir ),376

yang dapat mengarahkan dan membawa mereka mencapai

kebahagiaan (al-sa`adah atau happiness).

7.Tujuan Negara

Suatu hal urgen yang harus disampaikan dalam konteks ini

adalah tentang apa tujuan (hadaf) yang ingin dicapai oleh sebuah

negara ideal (al-Madinah al-Fadhilah) berdasarkan konsepsi al-

Farabi. Pembicaraan tentang tujuan negara sebenarnya pembicaraan

tentang objek atau sasaran yang ingin digapai atau direalisasikan

dari gagasan negara ideal tersebut, karena negara apapun bentukya

yang dibangun di atas dasar ideologi tertentu memiliki tujuan.

Dalam konteks ini, al-Farabi menegaskan bahwa setiap umat atau

bangsa harus memiliki ideologi, yaitu ara` yang tetap377 untuk

menjamin tercapainya tujuan dan cita-cita yang diinginkan bersama.

Ini berarti mau atau tidak suatu umat atau bangsa harus bersedia

berkorban dalam bentuk apa-pun melalui berbagai pendekatan

efektif dan langkah strategis agar tujuan dan cita-cita tersebutdapat

terealisasi dengan baik.378 Artinya pembicaran tentang tujuan

(hadaf) adalah pembicaraan yang berkaitan dengan wawasan dan

pandangan jauh ke depan didasarkan pada idea,sikap, dan partisipasi

umat atau rakyat negara bersangkutan untuk diarahkan bagi

terealisasinya sebuah tujuan tersebut.

Seperti apa tujuan negaraideal al-Farabi. Abbas Mahmud di

dalam karyanya; al-Farabi, menegaskan bahwa tujuan negara ideal

al-Farabi adalah negara tersebut dapat menyediakan berbagai

fasilitas untuk lahirnya kebahagiaan (al-sa`adah atau happiness)

yang dapat dinikmati oleh seluruh rakyat (ummah) negara tersebut,

376 . Ibid. 377. Ara dalam konteks ini dapat diartikan sebagai pandangan

menyeluruh atau konfrehensif tentang sesuatu, yang kemudian diyakini kebenarannya dan dijadikan landasan atau pijakan dalam membangun

masyarakat, bangsa, dan negara; Weltanchaung. 378. Idris Zakaria, Teori politik al-Farabi dan Masyarakat Melayu ( Kuala

Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia, 1991 ),

h, 49

Page 212: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

415

baik di dunia ini dan sekaligus di akhirat nanti.379 Pandangan ini

tentu saja didasarkan pada pernyataan al-Farabi sendiri bahwa kerja

sama (al-ta`awun) di antara sesam warga negara, baik di kota-kota

(al-mudun), di wilayah-wilayah yang luas (al-umam), ataupun di

daerah-daerah yang sedang berlangsung pembangunannya (al-

ma`murah), semua kerja sama dan aktivitas mereka diarahkan

menuju ke suatu titik muara, yaitu memperoleh kebahagiaan hakiki (

hasilatun `ala al-sa`adah al-haqiqiyah).380Hal ini sebagaimana

ditegaskan al-Farabi di tempat yang sama di dalam karyanya;Ara`

Ahl al-Madinah al-Fadhilahbahwa setiap negara bisa memperoleh

kebahagiaan (al-sa`adah, happines), maka sebuah negara di mana

semua rakyatnya bersatu padu untuk bekerja sama dan tolong

menolong dalam berbagai hal dan berbagai aspek kehidupan dalam

rangka merelisasikan kebahagiaan hakiki (al-sa`adah `alal

haqiqah), menurut al-Farabi kesatuan dan gabungan semua rakyat

dalam bekerja sama untuk suatu tujuan, yaitu kebahagiaan disebut

negara ideal.381

Oleh karenanya, negara secara terencna dapat melakukan

langkah-langkah strategis dan efektif dalam rangka wujudnya

kehidupan umat (rakyat ) yang bahagia dan sejahtera di dunia dan

akhirat sekaligus, maka sebagai upaya untuk melakukan reformasi

terhadap struktur masyarakat dan keagamaan, kesempurnaan dan

kebahagiaan menjadi sasaran atau tujuan al-Farabi di dalam konsep

negara idealnya. Di era modern dan kontemporer pembangunan

sebuah negara dalam berbagi sektor dan berbagai aspeknya

diarahkan pada terciptanya kehidupan masyarakat dan rakyat yang

bahagia, yang dimanifestasikan dengan lahirnya kondisi masyarakat

dan negara yang sejahtera (Welfare State), meskipun harus melalui

jalan panjang dan berliku, berbagai hambatan dan kendala.

Berdasarkan apa yang telah disampakan al-Farabi tentang konsep al-

Madinah al-Fadhilah ternyata mengandung pengertian luas dan

setidaknya meliputi tiga aspek penting dalam ketata negaraan saat

itu, yaitu;

379. Lihat Abbas Mahmud, al-Farabi ( Kairo: Dar Ihya al-Kutub al-

`Arabiyah Isa al-Babi al-Halabiy, 1944 ), h. 128 380. al-Farabi,Ara Ahl al-Madinah al-Fadhilah ( Beirut: Dar al-Masyriq,

1968 ), h. 29 381 . Ibid.

Page 213: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

416

1. Negara ideal (al-Madinah al-Fadhilah),

2. Kepala negara berkualitas (akmalun nas),

3. Negara bahagia dan sejahtera ( Welfare State),

Dengan demikian, ternyata di dunia Islam para pemikir

politiknya sudah mengemukakan konsep atau gagasan Welfare State

sejak abad pertengahan yang lalu. Hal ini harusnya menjadi

penggerak bagi dunia Islam saat ini untuk terus komitmen

menciptakan rakyat dan negara yang bahagia dan sejahtera dengan

dibuktikan tersedianya berbagi fasilitas umum yang mudah

diperoleh rakyat di mana saja berada di seluruh wilayah.

Demikianlah pemikiran politik al-Farabi yang menitik

beratkan pada konsepsi negara ideal yang dipimpin seorang kepala

negara yang memiliki kualitas pribadi yang terangkum dalam dua

belas syarat. Negara ideal yang dikonsepikan al-Farabi

dikaitkandengan negara bahagia (al-sa`adah), yaitu negara di mana

semua rakyatnya dapat menikmati berbagai fasilitas yang disediakan

oleh negara.Konsep negara al-sa`adah di era modern ini disebut

negara sejahtera atau welfare state sebagaimana yang terjadi di

beberapa negara Eropa Barat dan sebagian negara-negara Arab.

Page 214: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

417

BAB VIII

PEMIKIRAN POLITIK

AL-MAWARDI

1.Latar Belakang Situasi Politik

Nama lengkap al-Mawardi adalah Abu Hasan Ali bin Habib

al-Mawardiy, hidup antara tahun 364 – 450 H. / 975 – 1059 M. al-

Mawardi seorang pemikir Islam terkenal, tokoh terkemuka mazhab

Syafi`i dan pejabat tinggi yang besar pengaruhnya pada masa

pemerintahan Dinasti Abbasiyah, seorang politisi dan negarawan

yang ulung (min abraz rijal al-Siyasah fiy al-daulah al-`Abbasiyah).

Al-Mawardi diangkat sebagai hakim (Qadhi ) beberapa kali di

beberapa daerah, dan karena saking banyaknya dia menjabat hakim,

dia diangkat sebagai Hakim Agung (Qadhi al-Qudhat) atau Ketua

Mahkamah Agung.382Al-Mawardi seorang ilmuan, pemikir Islam

yang handal, politisi, tokoh terkemuka mazhab Syafii dan pejabat

tinggi sebagaiQadhi al-Qudhat; hakim agung pada masa

pemerintahan Khalifah al-Qadir. Karya-karya al-Mawardi banyak

382 . Muhammad Jalal Syaraf, et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 288

- 289

Page 215: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

418

sekali meliputi berbagai disiplin ilmu, khusus yang berkaitan dengan

pemikiran politiknya tertuang dalam empat karyanya; 1. Al-Ahkam

al-Sulthaniyah. Buku ini terbilang buku monumental, karenanya

dianggap sebagai undang-undang dasar (dustur) bagi negara. Buku

ini berisi dasar-dasar politik yang menjadi rujukan. 2 Kitab Nasihat

al-Muluk. Buku ini sampai sekarang belum pernah diterbitkan dan

ada manuskrip salinannya di Paris. 3. Kitab Tashil al-Nazar wa

Ta`jil al-Zafar. Buku ini masih dalam manuskrip dan belum

diterbitkan dan salinannya ada di kota Ghouthah. 4. Kitab Qawanin

al-Wuzara wa Siyasat al-Malik. Buku ini sudah diterbitkan oleh

penerbit Dar al-Ushur di Mesir tahun 1929. Pada masa hidupnya al-Mawardi,krisis politik

berkepanjangan telah melanda negara-negara Eropa pada abad-abad

10 M. dan abad berikutnya (abad 11). Pada waktu itu negara-negara

Eropa telah diguncang oleh berbagai guncangan

(idhthirabat);pemberontakan (al-tsaurah), perang ( al-hurub) yang

berlarutan. Situasi buruk ini menyebabkan tidak adanya stabilitas

dan ketentraman (al-qalaq)hidup.Eropa pada waktu itu benar-

benarterpecah-pecah ( mumazzaqah). Kondisi ini menyebabkan

terjadinya berbagai tindak kekerasan dan kriminalitas, serta

munculnya kemiskinan sebagai akibat dari fenomena buruk ini. Pada

sisi lain, telah terjadiperang antar kota (al-hurub al-madaniyah) di

Inggris pada awal abad 11. Demikian juga terjadi perang antara

Jerman (al-Maniya) dengan Perancis. Sementara Italia, kondisinya

tidak lebih baik dari Inggris, Perancis dan Jerman, karena di Italia

telah terjadi konflik yang menegangkan antara Paus (penguasa

keagamaan Gereja) dengan Kaisar sebagai representasi penguasa

politik saat itu. Tetapi Spanyol (Asbania) dan Portotugal berbeda

kondisinya dari negara-negara Eropa lainya, kedua negara ini berada

dalam kekuasaan pemerintahan Islam.383

Dunia Islam saat itu, berbeda dari negara-negara Eropa

Barat. Dunia Islam selalumendapat keberuntungan berkat

pertolongan (inayah) Allah, telah berhasil memperoleh kemenangan

dari suatu wilayah ke wilayah lain dalam perang, sehingga dapat

memperluas wilayah kekuasaan. Misalnya; di belahan dunia sebelah

383. Lihat Muhammad Jalal Syaraf, et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam.

h. 288

Page 216: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

419

barat, umat Islam berhasil menguasai Spanyol, dan di dunia belahan

Timur umat Islam berhasil menguasai India. Satu hal yang penting

disampaikan di sini adalah bahwa umat Islam dalam membangun

kehidupan masyarakat, senantiasa menjadikan al-Qur`an dan Sunnah

Nabi sebagai dasar pijakan atau acuan.384Inilah yang menjadi ranah

kajian Islam politik atau politik Islam dari waktu ke waktu.

Kota Baghdad pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah

menjadi pusat peradaban Islam (markaz al-hadharah al-Islamiyah),

juga sebagai Ibu Kota negara Islam (mihwar al-daulah al-

Islamiyah). Keberadaan Khalifah di Baghdad merepresentasikan

diri sebagai penggagas peradaban ini (`Aql al-hadharah), sebagai

pengendali kebijakan politik, sebagai sosok seorang yang

mengeluarkan keputusan perintah dan larangan dalam berbagai

aspek kehidupan, baik terkait dengan keagamaan, hukum, politik,

ekonomi dan sebaginya. Tetapi kemudian kebesaran Khalifah dan

kekuasaannya ini secara berangsur-angsur berpindah tangan dari

Baghdad ke kota-kota lain, kota Baghdad akhirnya berada pada

kondisi lemah (al-tadahwur wa al-idhmihlal).Kondisi ini

berimplikasi pada terjadinya perpecahan di kalangan para pemimpin

Tentara sehingga menjadi dua kubu, yaitu Kubu Tentara Turkey dan

KubuTentara Persia.385Situasi politik yang tidak stabil ini

berdampak pada terjadinya kelemahan bagikedudukan Khalifah,

Khalifah tidak lebih hanya sebatas sebagai penguasa yang tidak

memiliki kebijakan strategis, dalam arti Khalifah bukan lagi sebagai

decision makeryang tangguh, Khalifah hanya diposisikan sebagai

payung negara, karena yang memegang kebijakan dan kendali

politik sebenarnya berada pada pemimpin Tentara Turkey atau

Persia. Namun demikian,pemimpin tertinggi negara tetap berada

pada Khalifah yang berkedudukan di Baghdad. Para

pemimpinTentara Turkey dan Persia tetap loyal kepada Khalifah

yang berbangsa Arab dan dari ras Quraisy, meskipun orang-orang

Turkey dan Persia memiliki peluang untuk melakukan

percobaankudeta atau menggulingkanpemerintahan pusat di

Baghdad.386

384. Ibid. 385. Ibid. 386. Ibid. Lihat juga Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 58

Page 217: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

420

Oleh karenanya, dapat dijelaskan bahwa pada masa hidupnya

al-Mawardi sebenarnya telah terjadi disintegrasi kekuasaan. Realitas

perpolitikan yang buruk ini menunjukan bahwa Baghdad sebagai

pusat pemerintahan Bani Abbas tidak mampu lagi membendung arus

keinginan daerah-aerah yang dikuasainya untuk melepaskan diri dari

pemerintahan pusat di Baghdad dan membentuk daerah

otomnom.387Pada masa ini, Khalifah benar-benar menjadi boneka,

karena kekuasaan secara real saat itu menurut Philip K. Hitti

dikendalikan oleh para pejabat tinggi orang-orang Buwaih selama

tahun 945 – 1055 M. Mereka mengangkat atau menurunkan

Khalifah sesuai dengan kehendak mereka. Namun meskipun

demikian, mereka tetap tidak berani merebut ke-khalifahan, karena

menurut Philip K. Hitti, paham al-Aimmah min

Quraisyinyangartinya para pemimpin itu dari orang-orang keturunan

Quraisy masih begitu kental di kalangan umat Islam saat itu. Jadi,

kata Philip K. Hitti lagi, mereka cukup puas mengendalikan

Khalifah-Khalifah tanpa harus menduduki jabatan ini.388

Dengan keberadaan al-Mawardi sebagai seorang tokoh dan

pemikir handal di pusat pemerinthan, al-Mawardi berusaha

mengatasi permasalahan politik ini sebagai upaya

menjembatanikesenjangan yang terjadi antara pemerintah pusat

dengan pemerintah daerah yang dipimpin oleh para Gubernur, para

Sulthan, dan para Amir.al-Mawardi berusaha menjelaskan

hubungan antara keduanya dalam kerangka terciptanya situasi

politik yang kondusif. Upaya ini mendapatkan dukungan dari

Khalifah, bahkan upaya ini sebenarnya Khalifah sendiri menugaskan

kepada al-Mawardi untuk melakukan negosiasi dengan penguasa

Buwaih dan menjalankan berbagai missi diplomatik antara tahun

1030 – 1040-an M.389al-Mawardi sebagai seorang tokoh dan ilmuan

yang memiliki kecakapan dalam berdiplomasi, dia diangkat sebagai

mediator perundingan (safir) antara pemerintah pusat di Baghdad

dengan para pejabat Bani Buwaih (antara tahun 381 – 422 H.), dan

387. Muhammad Jalal Syaraf, et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 289 388. Lihat Philip K. Hitti, History of The Arabs ( London: Macmillan

University Press, 1970 ), h. 471 389. Lihat Antony Black, Pemikiran Politik Islam Dari Masa Nabi Hingga

Masa Kini ( terj. ) The History of Islamic Political Thought: From The Prophet to

The Present ( Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2000 ), h. 170

Page 218: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

421

al-Mawardi berhasil melakukan missinya dengan baik.Hasilnya

adalah Bani Abbas tetap memegang jabatan tertinggi ke-khalifahan

di Baghdad, sementara kekuasaan politik dan pengelolaan harian

pemerintahan dipegang oleh orang-orang Bani Buwaih.

Keberhasilangemilang yang dicapai al-Mawardi dalam missinya

tersebut, al-Mawardi kemudian mendapatkan penghargaan,

kedudukan yang terhormat dari Khalifah dan juga para pejabat tinggi

Bani Buwaih yang penganut paham Syiah.390

2.Teori Asal Usul Negara Sebagaimana Ibnu Abi Rabi` dan al-Farabi, al-Mawardi

dalam hal bagaimana asal usul negara itu muncul, Ia berpendapat

bahwa manusia itu secara fitrah adalah makhluk sosial (insanun

ijtimaiyyun). Demikian juga al-Mawardi berpendapat bahwa

manusia itu selamanya memerlukan yang lainnya, karena manusia

tidak mungkin dapat memenuhi semua kebutuhanya hanya ditangani

sendirian tanpa ada bantuan dari pihak lain. Pandangan ini

sebenarnya pandangan lama yang sudah disampaikan Plato dan

Aristoteles. Tetapi ada yang barudari al-Mawardi, yaitu al-Mawardi

mewarnai pemikiran politiknya dengan nilai-nilai agama, di mana

ketika al-Mawardi memberi pengakuannya bahwa Allah adalah Zat

yang menciptakan manusia dalam keadaan lemah, sehingga

manusia merasa bahwa Allah menjadikan manusia sebagai sang

Pemberi rizki. Oleh karenanya manusia sangat memerlukan dan

bergantung kepada-Nya, butuh atas pertolongan-Nya.391 Bahkan al-

Mawardi menegaskan bahwa manusia merupakan makhluk yang

sangat memerlukan bantuan dan kerjasama dengan manusia lain dari

pada binatang haiwan yang juga makhluk Allah. Hal ini karena

binatang haiwan dapat hidup mandiri, tidak memerlukan bantuan

dan kerjasama haiwan sejenisnya, sementara manusia selamanya

membutuhkan bantuan dan pertolongan manusia lainnya. Ketika

manusia sangat membutuhkan bantuan dari manusia sesamanya

dibanding haiwan binatang, maka eksistensi manusia sebenarnya

390 . Muhammad Jalal Syaraf, et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h, 289 391 . Muhammad Jalal Syaraf et al,al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 291

Page 219: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

422

lebih lemah, karena manusia membutuhkan sesuatu berarti itu

tandanya membutuhkan bantuan dari yang lainya, tidak bisa

mandiri. Orang yang membutuhkan sesuatu berarti dia lemah.392

Dalam kondisi seperti ini, Allah tidak membiarkan manusia

tetap dalam keadaan lemah tanpa memberikan bimbingan untuk

mewujudkan kebahagiaan di dalam kehidupannya. Oleh karena itu

Allah memberinya akal kepada manusia, agar dengan akal Allah

dapat memberikan bimbingan dan mengorientasikan manusia ke

jalan hidup yang bermanfaat di dunia dan akhirat. Ini artinya bahwa

manusia dapat memadukan antara dua kehidupan, yaitu kehidupan di

dunia dan kehidupan di akhirat.393

Selanjutnya al-Mawardi menyampaikan alasan lain terkait

kenapa manusia saling memerlukan dan bekerja sama antara sesama.

Dalam konteks ini al-Mawardi berpendapat bahwa ada perbedaan

yang ada pada setiap individu manusia, perbedaan terutama dalam

hal keinginan, kecenderungan, kemampuan (capability), warna

kulit, keturunan, bahasa, dan lain-lain, semuanya itu menyebabkan

terjadinya saling membutuhkan, saling bantu membantu dan

bekerjasama, oleh karenanya jika tidak terdapat perbedaan, maka

tidak akan terjadi saling memerlukan dan bekerjaasama.394

Demikianlah keadaan manusia yang tidak memiliki

kemampuan untuk memenuhi semua kebutuhannya dengan

sendirian, tetapi justeru karena terdapat keaneka ragaman dan

perbedaan bakat, pembawaan (tabi`at), kecenderungan alami,

kemampuan, warna kulit, dan sebagainya, semuanya itu mendorong

manusia untuk bersatu dan saling membantu. Akhirnya manusia

sepakat untuk mendirikan negara, yang dipimpin oleh seorang

tokoh yang dipilih, dihormati, didengar ucapannya dan ditiru

tindakannya. Dengan kata lain bahwa faktor mendasar lahirnya

sebuah negara adalah hajat umat manusia untuk mencukupi

kebutuhan mereka, dan otak (akal) mereka yang menginspirasi

mereka tentang carabagaimana saling membantu, dan bagaimana

mengadakan asosiasi dan interaksi antara satu sama lain.395 Jadi, inti

392 . Ibid. h. 292 393 . Ibid. 394 . Ibid. 395 . Ibid. h. 292 – 293, lihat juga Munawir Sjadzali, Islam dan Tata

Negara, h. 61

Page 220: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

423

dari pemikiran al-Mawardi tentang teori asal usul munculnya sebuah

negara adalah bahwa manusia makhluk sosial yang saling

bekerjasama dan bantu membantu antara sesamanya. Dari sinilah

terjadinya interaksi antara sesama manusia. Di dalam interaksi

itulah terjadi gesekan, perebutan, persaingan kepentingan, maka

kemudian muncul apa yang disebut benturan dan konflik dan

akhirnya manusia memerlukan adanya peraturan atau undang-

undang dan seorang pemimpin yang dihormati dan disegani untuk

menciptakan kedamaian dan keamanan, agar manusia dapat hidup

dalam keadaan aman, tentram, sejahtera dan stabil, karena dalam

kondisi aman manusia dapat melakukan berbagai hal untuk

kemajuan dan peradaban.

3.Negara Dalam Konsepsi Al-Mawardi

Berdasarkan realitas bahwa pemerintahan sebagai lembaga

negara, al-Mawardi dalam hal ini berbeda dari al-Farabi. Pandangan

al-Farabi dalam teorinya tentang negara sangat utopis, hal ini karena

dalam situasi politik tidak stabil, dan gonjang ganjing, justeru al-

Farabi mengembangkan teori politik yang serba sempurna sehingga

tidak mungkin dapat dilaksnakan oleh dan untuk manusia.396

Sementara al-Mawardi lebih realistis, karena pemikiran politiknya

memenuhi kebutuhan kondisi yang ada saat itu, sesuai dengan

realitas politik yang tengah berjalan, dan kemudian al-Mawardi

menawarkan saran-saran perbaikan atau reformasi, dan bahkan al-

Mawardi disebut-sebut sebagai peletak dasar-dasar bangunan sistem

pemerintahan yang kokoh dan baik. Oleh karena itu, al-Mawardi

tetap mempertahankan status quo pemerintahan pada masa

hidupnya, hal ini bukan berarti tidak ada argumentasi, alasannya

sangat kuat. Dalam konteks ini al-Mawardi menegaskan bahwa;

1. Khalifah harus tetap dijabat oleh orang yang berbangsa Arab

berketurunan Quraisy,

2. Wazir Tafwidh( Pembantu utama Khalifah atau Perdana

Menteri ) juga harus dijabat oleh orang yang berkebangsaan

Arab.397

396 . Muhammad Jalal Syaraf et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam. h. 295 -

296. Lihat juga Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara. h. 62 - 63 397 . Muhammad Jalal Syaraf et al. al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam. h. 296

Page 221: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

424

Dua pandangan al-Farabi tersebut didasarkan pada realitas

perpolitikan yang tengah berjalan saat itu, dan sebagai solusi

terhadap berbagai persoalan yang mendera. Pada poin pertama;

misalnya, kenapa al-Mawardi berpendapat begitu, karena dalam

rangka mengahadapi berbagai persoalan politik yang muncul di

beberapa wilayah, terutama di Persia (Iran) dan di wilayah Turkey,

di mana di kedua wilayah tersebut sering terjadi rusuhan dan

menyebabkan tidak adanya kestabilan politik, dengan Khalifah

dijabat seorang berketurunan Arab dari ras Quraisy diharapkan dapat

mempertahankan kesatuan kekuasaan dunia Islam dari ancaman

disintegrasi wilayah. Poin kedua; Wazir Tafwidh ( Perdana Menteri)

memiliki posisi strategis, terutama di dalam merumuskan berbagai

kebijakan bersama Khalifah, dengan wazir tafwidh dijabat oleh

orang yang berketurunan Arab diharapkan tidak banyak terjadi

perbedaan pendapat antara Khalifah dan Wazir Tafwidh, dan ini

dapat meminimalisisr konflik di kalangan decision makers (para

pemegang kebijakan).

Berdasarkan argumenatasi yang disampaikan al-Mawardi di

atas, menunjukan bahwa al-Mawardi sangat memahami kondisi dan

situasi politik yang berjalan saat itu, maka dapat ditegaskan bahwa

negara yang dikonsepsikannya adalah negara monarchi meskipun

kepala negara menggunakan gelar khalifah, karena dalam hal ini al-

Mawardi tidak menawarkan bentuk lain selain sistem pemerintahan

yang sudah berjalan secara tradisi sejak masa Dinasti Umayah dan

dilanjutkan oleh Dinasti Abbasiyah. Kritikan-kritikan yang

disampaikannya terfokus pada perbaikan atau reformasi dalam

berbagai aspeknya.

4.Enam Pilar Negara

Berbicara tentang pilar negara merupakan hal yang sangat

penting dalam konteks kajian pemikiran politik Islam klasik dan

abad pertengahan, karena pilar ibarat tiang. Sebuah bangunan tanpa

tiang akan ambruk, begitu juganegara. Negara tanpa pilar

akancollapse, oleh karenanya negara memerlukan pilar agar negara

dapat berdiri dengan kokoh. Mengenai jumlah pilar atau tiang,

berapa pilar yang diperlukan untuk berdirinya sebuah negara.? Para

pemikir politik Islam berbeda pendapat sesuai dengan latar belakang

ilmu pengetahuan yang mereka miliki, karena hal ini sangat erat

Page 222: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

425

kaitannya dengan pengaturan dan tatanan yang baik, agar semua

pilar berfungsi secara baik dan efektif.

Dalam konteks ini al-Mawardi menegaskan bahwa negara

memerlukan enam pilar (sittatin qawa`id).398Enam pilar pokok

tersebut sebagai berikut;

1. Agama yang diamalkan (dinun muttaba`un).

Dalam konteks ini agama diperlukan karena agama dapat

mengendalikan hawa nafsu dan dapat mengontrol hati nurani

manusia. hal ini memang lebih efektif ( aqwa qawa`id) jika

benar-benar didasarkan pada penghayatan agama, oleh

karenanya agama merupakan dasar pokok dalam rangka

terciptanya kondisi yang kondusif dan situasi politik yang

stabil.

2. Penguasa yang berwibawa (Sulthanun Qahir).

Dengan kewibawaanya, kepala negara dapat mengakomodasi

berbagai kepentingan yang berbeda-berbeda lebih efektif,

sehingga dia dapat mengelola negara dengan baik untuk

mencapai tujuan yang mulia, menjaga dan memelihara

agama agar dapat diamalkan sepenuhnya, melindungi rakyat

dari hal-hal yang mengancam ketentraman hidup,

memastikan wujudnya keamanan, serta dapat menjamin dan

mengembangkan mata pencarian (ekonomi) rakyat, karena

penghormatan, penghargaan dan ketaatan adalah karena

jabatanya.

3. Keadilan yang merata( `adlun syamilun).

Dengan meratanya keadilan di kalangan masyarakat dan

semua warga negara akan lahir keakraban di antara sesama

warga negara,menjadi memotivasi lahirnya ketaatan atau

loyalitas dari rakyat kepada pimpinan, maka negara akan

berkembang, melahirkan berbagai bakat dan skill pada

masyarakat, jumlah penduduk akan semakin bertambah

melalui kelahiran generasi berkualitas yang memilikiharga

diri dan bertanggung jawab terhadap masa depannya.

398 . Lihat Muhammad Jalal Syaraf, et al. al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam.

h. 293

Page 223: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

426

Dengan demikian, akan tercipta kondisi sosial politik yang

kondusif, dan penguasa merasa aman dan tentram.

4. Keamanan yang merata.

Dengan keamnan yang merata, rasa takut dan gerlisah akan

hilang.Rakyat akan dapat menikmati ketenangan jiwa (

bathin), lahir dan berkembangnya berbagai inisiatif, daya

kreasi dan berbagai aktivitas masyarakat, rakyat semuanya

merasa aman, orang-orang lemah juga ikut merasakan

ketentraman hidup, karena orang yang takut tidak bisa

istirahat dengan pulas, orang yang hatinya gelisah atau galau

tidak tenang, maka sesungguhnya rasa takut itu dapat

mencegah manusia dari kebaikan, dan dapat menghalang

mereka berinteraksi dengan sesama anggota masyarakat, juga

dapat menghambat seseorang untuk melakukan berbgai

upaya dalam hidupnya. Lahirnya kondisi aman sebagai

dampak positif meratanya keadilan pada masyarakat.

Sebaliknya kejahatan lahir dari kondisi sosial masyarakat

yang tidak ada keadilan.

5. Kesuburan tanah yang berkesinambungan (khasban

da`iman).

Dalam arti terpenuhinya semua kebutuhan dan ketersediaan

berbagai fasilitas yang diperlukan untuk kesuburan tanah,

antaranya; penyediaan sungai, irigasi, atau saluran air yang

dapat mengaliri tanah, serta pengelolaannyayang

dilaksanakan secara profesional agar dapat menghasilkan

buah-buahan yang berkualitas,maka dengan tanah yang

subur akan melahirkan tumbuh-tumbuhan, dari tumbuh-

tumbuhan yang subur akan menghasilkan buah-buahan yang

menjadi makanan bagi setiap manusia hidup, seperti; korma,

anggur, jeruk, apel, pisang, mangga, durian, sumangka,

melon, pepaya, dan sebagainya. Demikian juga dengan

bahan makanan pokok, seperti; gandum, beras, jagung, dan

sebagainya. Begitu juga dengan pohon-pohon besar yang

tumbuh di tanah yang subur, menjadi kebutuhan untuk

Page 224: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

427

berbagai keperluan bahan bangunan. Menurut al-Mawardi,

dengan kesuburan tanah akan meminimalisir terjadinya rasa

iri hati (hasad) di antara sesama anggota masyarakat. Hal ini

dimaksudkan karena masing-masing orang dapat bekerja,

baik sebagai pemilik tanah atau pun sebagai pekerja untuk

mendapatkan upah (gaji). Kebencian dan iri hati muncul jika

makanan tidak tersedia dengan merata, dan hanya berada

pada beberapa orang saja, sementara yang lainnya

kekurangan makanan. Kondisi seperti ini akan berdampak

buruk terhadap kehidupan masyarakat secara keseluruhan,

bahkan kondisi seperti ini menyebabkan terjadinya

kecemburuan sosial dari orang-orang yang tidak memiliki

kecukupan makanan terhadap orang-orang yang memiliki

makanan yang berlebihan.

Oleh sebab itu, dengan ketersediaan makanan yang

cukup akan berdampak positif, paling tidak setiap orang akan

bersemangat untuk berkreasi dalam berbagai usaha melalui

berbagi aktivitas. Kondisi yang baik ini akan lebih

memungkinkan lahirnya kesejahteraan dan tingkat kualitas

hidup. Selain dari itu kondisi yang baik akan lebih

mendorong berjalannya sistem atau peraturan dengan baik.

6. Harapan kelangsungan hidup (amalun fasihun).

Dalam kehidupan manusia terdapat kaitan yang erat antara

satu generasi dengan generasi berikutnya. Generasi yang

sekarang adalah pewaris generasi masa lalu, dan yang

mempersiapkan sarana-sarana hidup bagi generasi yang akan

datang, sehingga generasi yang sekarang dapat melahirkan

harapan untuk menggapai apa yang diinginkan atau yang

dicita-citakan. Hal ini tentu saja memerlukan program dan

perencanaan yang tertata dengan baik agar dapat memastikan

keberhasilan mengenaiapa yang diinginkan. Jika generasi

masa lalu tidak memberikan harapan-harapan dan sarana-

sarana kepada generasi hari ini, maka menurut al-Mawardi,

persediaan kebutuhan untuk satu hari pun tidak akan

mencukupi, apalagi sampai melewati hari berikutnya. Jika ini

Page 225: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

428

yang terjadi, maka pergantian dunia kepada generasi akan

datang, akan hancur berantakan, akibatnya tidak ada lagi

kebutuhan untuk hari esok. Akibat lanjutanya lagi adalah

perpindahan hari ini ke hari esok akan lebih buruk dari pada

hari ini, sehingga pohon-pohon pun tidak bisa tumbuh.

Dengan demikian, tidak ada satu pun orang yang mau tinggal

di bumi ini. Pandangan al-Farabi ini rupanya didasarkan pada

sabda Nabi Muhammad saw. yang artinya;

Harapan itu merupakan rahmat dari Allah kepada

umat-ku, seandainya tidak ada harapan, maka tidak

akanada seorang pun yang mau menanam pohon,

dan tidak ada seorang ibu yang mau menyusui

anaknya.

Selanjutnya al-Mawardi menegaskan bahwa apa yang

disampaikan Nabi ini menjadi landasan dalam membangun

kehidupan umat. Menurutnya lagi, jika landasan ini diterapkan

kepada sebuah negara, maka negara tersebut akan menjadi baik.

Sebaliknya,jika negara tidak menerapkan landasan ini, maka urusan

negara tidak akan tertata dengan baik. Demikian, pembicaraan al-

Mawardi tentang enam pilar negara yang dikonsepsikannya.

5.Menegakan Keadilan

Keadilan merupakan topik bahasan yang selalu dibicarakan

sejak dahulu sampai sekarang, bahkan sampai akhir zaman nanti.

Semua orang yang sudah beradab mendambakan keadilan wujud di

tengah-tengah masyarakat, bangsa dan negara, karena dengan

keadilan dapat lahir kondisi dan situasi politik yang aman, tentram

dan damai, kondisi hidup yang kondusif dan sejahtera dengan

sendirinya akan lahir. Keadilan berasal dari bahasa Arab kata kerja

`adala ya`dilu, dan masdarnya `adalan, artinya; menempatkan

sesuatu pada tempatnya secara tepat dan objektif. Menempatkan

sesuatu tepat pada tempatnya bisa terealisasi jika semua tindakan

atau perbuatan didasarkan pada hati nurani yang baik dan ihsan.399

399. Dalam salah satu Hadis Nabi yang panjang, Nabi Muhammad saw.

ditanya oleh salah seorang sahabat yang bernama Dihyah tentang tiga hal, 1. Apa

Page 226: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

429

Jika tidak ada ihsan dan kebaikan hati nurani, maka keadilan pun

sulit direalisasikan. Oleh karena itu,keberhasilan merealisasikan

keadilan sangat bergantung sepenuhnya pada sikap dan perilaku

yang baik atauihsandari seluruh masyarakat dan rakyat negara yang

bersangkutan.

Dalam konteks ini, al-Mawardi mendeskripsikan keadilan

sebagai sesuatu yang menunjuk pada arti sedang atau pertengahan

(i`tidal), misalnya; Sesuatu yang utama (al-fadilah)itu adalah

pertengahan antara dua keadaan yang buruk, hal ini sebagimana

ditegaskan Aristoteles, tetapi justeru al-Mawardi memberikan arti

yang sama seperti Aristoteles, oleh karenanya al-Mawardi

menegaskan bahwa; perbuatan baik itu adalah pertengahan antara

dua sisi yang buruk. Hikmah adalah pertengahan antara dua hal,

yaitu; buruk dan kebodohan. Pemberani adalah pertengahan antara

sikap arogan dan sikap penakut. Sikap tenang adalah pertengahan

antara perilaku memaki-maki dan sikappemarah.400

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa keadilan merupakan

salah satu pilar negara, karena dengan keadilan dapat tercipta;

1. Kehidupan harmonis di antara sesama warga negara,

2. Menimbulkan rasa hormat dan loyal (ketaatan) kepada

pemimpin,

3. Melahirkan semangat kerja bagi masyarakat,

4. Mendorong minat rakyat untuk berkarya dan berprestasi,

5. Penduduk dan generasi akan selalu berkembang,

6. Kedudukan penguasa (Khalifah, Sulthan) akan lebih aman,

dan semakin kokoh, dengan sendirinya negara akan stabil.401

itu Iman. 2. Apa itu Islam, dan 3. Apa itu Ihsan. Terkait dengan Ihsan, Nabi

memberikan jawaban melalui gambaran secara real, yaitu; jika kamu tengah

melakukan ibadah; misalnya shalat dan sebaginya, maka seolah-olah kamu melihat Allah. Jika ini tidak dapat dilakukan, maka kamu yakin bahwa Allah

melihat kamu. 400 . Muhammad Jalal Syaraf, et al. al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 294 401 . Ibid, h. 293. Lihat juga Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara,

h. 61

Page 227: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

430

Upaya merealisasikan keadilan menurut al-Mawardi harus

dimulai dari sikap adil terhadap diri sendiri dahulu, baru kemudian

kepada orang lain. Keadilan kepada diri sendiri dapat dibuktikan

secara terukur melalui tindakan senang melakukan amalan-amalan

saleh atau perbuatan baik, dan tidak suka melakukan perbuatan-

perbuatan jahat dan dosa. Dalam segala hal tidak melebihi batas (la

yatajawazu), sebaliknya tidak kurang dari yang seharusnya, dan juga

tidak berbuat zalim.402

Keadilan kepada orang lain, al-Mawardi membaginya ke

dalam tiga bagian, yaitu;

1. Adil kepada bawahan(`adlul insan fi man dunahu), seperti

kepala negara kepada rakyatnya, seorang ketua kepada

pengikutnya. Realisasi keadilan kepada mereka setidaknya

dapat melalui empat pendekatan;

a. Kebijakan-kebijkan politik harus didesain sesemudah

mungkin ( itba` al-maisur ), sehingga bawahan dapat

melaksanakanya dengan mudah,

b. Menghindari penggunaan cara-cara yang memberatkan,

sehingga tidak menjadi beban bagi bawahan.

c. Tidak menggunakan langkah-langkah kekerasan dalam

merealisasikan perintah atau aturan dalam rangka

mencapai tujuan, dan tetap komitmen pada kebenaran.

2. Adil kepada atasan (`adlul insan ma`a man fauqahu), seperti

rakyat kepada kepala negaranya, pengikut kepada ketuanya.

Keadilan seperti ini dapat dimanifestasikan setidaknya

melalui tiga hal, yaitu;

a. Membuktikan ketaatan atau loyalitas yang tulus kepada

atasan,

b. Bersedia membantu dan membela atasan di mana saja

dan kapan saja diperlukan, dan

c. Memberikan legitimasi yang tidak diragukan kepada

pimpinan.

402 . Muhammad Jalal Syaraf. et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 293

Page 228: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

431

3. Adil kepada sesama dan sederajat (`adul insan ma`a

akfanihi). Hal ini dapat dimanifestasikan setidaknya melalui

tiga hal juga, yaitu;

a. Memudahkan semua urusan (tarkul istithalah), dalam arti

tidak mempersulit dalam segala urusan yang menyangkut

kepentingan sesama,

b. Menghindarkan diri dari perilaku-perilaku yang tidak

terpuji (mujanabah al-izdlal), sehingga tercipta

kehidupan yang baik bagi sesama anggota masyarakat,

dan

c. Tidak berbuat hal-hal yang menyakitkan (kafful azda),

baik melalui ucapan atau tindakan.

Demikian, perbincangan mengenai keadilan yang

disampaikan al-Mawardi. Perbincangan mengenainya dapat

dikatakan cukup rinci melalui pembagian keadilan ke dalam

beberapa jenisnya, meskipun perbincangannya sangat padat, tidak

terlalu panjang, tetapi cukup memberikan pemahaman luas

mengenai keadilan, serta menjadi inspirasi dalam mempraktekan

keadilan di tengah-tengah masyarakat dan seluruh rakyat di era

modern dan kontemporer.

6.Sistem Pemerintahan (Nizam al-Hukmi)

Al-Mawardi berbeda dari al-Farabi dalam melihat

perpolitikan yang tengah berjalan pada masa hidupnya masing-

masing. al-Farabi menawarkan konsep-konsep politik yang serba

sempurna atauideal, sehingga menjadi utopis, mengawang, tidak

membumi. Oleh karena itu, pemikiran-pemikiran politik yang

ditawarkan al-Farabi sangat bertolak belakang dari realitas

perpolitikan yang tengah berjalan, sehingga pemikiran politiknya

tidak terealisasi pada tataran praktis, padahal situasi politik pada saat

ia hidup sangat memerlukan perbaikan-perbakan (reformasi) dalam

menghadapi situasi politik yang tidak menentu karena sering terjadi

gonjang ganjing.403Al-Mawardi sangat berbeda dari al-Farabi,

karena pemikiran politiknya tidak terlepas dari situasi dan

403 . Muhammad Jalal Syaraf, et al. al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 294

Page 229: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

432

permasalahan politik yang tengah terjadi pada masanya, maka

pemikiran politik al-Mawardi sangat realistik sehingga

memungkinkan untuk direalisasikan dalam kehidupan nyata.Oleh

karena itu pandangan politiknya merepresentasikan pemikiran

politik yang tengah berupaya mencari penyelesaian terhadap

permasalahan yang terjadi.Dengan demikian, pemikiran politik al-

Mawardi memiliki kekuatan sebagai jawaban terhadap situasi politik

yang buruk (`ushur al-fasadwaal-idhmihlal). Dan sebagai bukti

keberhasilannya, al-Mawardi diberi kedudukan penting dan

terhormat di mata Khalifah al-Qadir.404

Olehkarena itu, kita lihat bagaimana al-Mawardi menegaskan

bahwa jabatan Imam atau Khalifah (kepala negara) tetap harus

dipegang oleh bangsa Arab dari keturunan Quraisy. Hal ini

dimaksudkan al-Mawardi agar kesatuan umat tetap terpelihara dalam

menghadapi dominasi politik yang digerakkan oleh para pejabat

tinggi Persia dan Turkey yang dari hari ke hari terus semakin

menguat. Demikian juga al-Mawardi menegaskan bahwa jabatan

Wazir Tafwid atau Perdana Menteri yang bertugas sebagai

kordinator menteri-menteri tetap harus dipegang oleh orang bangsa

Arab. Hal ini dalam rangka mempertahankan kesatuan langkah

dalam mengambil kebijakan politik antara kepala negara (Khalifah)

dan Wazir Tafwid, sehingga tidak terjadi konflik internal.405

Sebagaimana kita ketahui bahwa al-Mawardi telah meletakan

dasar-dasarsistem politik yang kokoh bagi pemerintahan (muhkam

al-bunyan, jamil al-takwin) yang harus menjadi landasan bagi Imam,

Khalifah, Wazir Tafwid, para Wazir Tanfiz (Menteri-menteri yang

mengepalai kementerian), para Gubernur, para pemimpin Tentara

(Panglima Perang), Hakim Agung (Qadhi al-Qudhat), para Hakim

(al-Qadhi), para pengawas kebijakan politik pemerintah (al-

Muhtasib), dan para pejabat yang menangani orang-orang yang

melakukan tindak pidana atau kriminal. Selain dari itu, bagaimana

al-Mawardi mengkonsep mekanisme pemilihan Khalifah atau Imam

(intikhab rais al-daulah), baik yang diselenggarakan melalui

pemilihan langsung secara demokratis (menurut istilah sekarang),

ataupun melalui penunjukan langsung oleh Khalifah atau Imam yang

404 . Ibid. h. 295 405 . Ibid. h. 296

Page 230: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

433

tengah berkuasa kepada salah seorang putranya yang dikehendaki

sebagai putra mahkota secara alur waris. Al-Mawardi juga

menyampaikan sesuatu yang menjadi asas bagi tegaknya sebuah

negara, yaitu enam pilar negara sebagai dasar aturan atau perangkat

yang akan menciptakan ketertiban sosial politik (sholah al-

dunya).406Semua pandangan al-Mawardi sebagaimana disebutkan di

atas merupakan sumbangan pemikiranya tentang bagaimana

mengelola sebuhpemerintahan saat itu, menjadikan kita ingin

menyatakan bahwa al-Mawardi memiliki pandangan politik yang

didasarkan pada realitas kehidupan sosial politik dalam tataran

praktis yang sedang berjalan pada masanya.

7.KonsepsiKepemimpinan (al-Imamah)

Dalam konteks ini al-Mawardi berbicara tentang

kepemimpinan negara, siapa dan apa fungsinya ?Siapa yang

dimaksud Imam ?. Imam atau pemimpin menurut al-Mawardi adalah

Khalifah, al-Malik( raja), al-Rais (Presiden),Sulthan (Penguasa),

Qaid al-Daulah (Pemimpin negara). Dalam mendiskuskan beberapa

istilah tersebut yang berbeda-berbeda tetapi sinonim dalam maksud

yang sama, yaitu kepala negara, al-Mawardi memasukkan

pemahaman keagamaan (al-mafahim al-diniyah) pada politik (al-

mafahim al-siyasiy).407 Hal ini sesuai dengan pernyataanya di awal

Bab bukunya; al-Ahkam al-Sulthaniyah, yaitu; al-Imamah

maudhu`atun li khilafah al-Nubuwwah fiy hirasah al-din wa siyasah

al-dunya, artinya; Kepemimpinan dibentuk untuk menggantikan ke-

Nabian (an-Nubuwwah) dalam rangka melindungi agama dan

mengelola urusan kehidupan dunia408 (politik).409 Dengan

406 . Lihat. h. 65 - 68 407 . Muhammad Jalal Syaraf, et al. al-Fikr al-Siyasiy Fiy al-Islam. h.

297 408 . Istilah dunia (dalam konteks pembicaraan politik ) yang sering

digunakan oleh para pemikir politik Islam di abad klasik dan pertengahan

menunjuk pada pengertian pengelolaan kehidupan umat atau masyarakat banyak. Pengelolaan ini bertujuan terciptanya kehidupan yang damai dan tenteram.

Dengan demikian, penggunaan istilah dunia dalam konteks pengelolaan kehidupan

umat berarti politik. 409 . al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyah( Kairo: Musthofa al-Babi al-

Halabi, 1966 ), h. 5

Page 231: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

434

demikian, seorang Imam adalah pemimpin agama ( za`im diniyah )

dan sekaligus pemimpin politik ( za`im siyasiyah ).

Keberadaan Imam (kepala negara) merupakan entitas dalam

kehidupan orang banyak atau masyarakat. Kebutuhan terhadap

seorang pemimpin akan muncul di tengah-tengah masyarakat

dengan sendirinya atau melalui proses, di mana lahir upaya

masyarakat untuk membentuknya. Pemimpin atau Imam

dideskripsikan berada pada posisiterdepan ( seperti seorang Imam

shalat) diharapkan dapat membawa masyarakat atau umatnya ke

dalam kondisi yang damai, tenteram, aman, dan sejahtera. Dalam

konteks ini al-Mawardi menegaskan bahwa pembentukan seorang

Imam adalah fardhu kifayah, yaitu keharusan berdasarkan tuntutan

alami, baik atas dasar pertimbangan pemikiran atau atas dasar

pertimbangan adat kebiasaan.Fardhu kifayah dari sudut pandang

hukum fiqh adalah pekerjaan yang menjadi keharusan untuk

dilaksanakan tetapi cukup jika sudah dilakukan oleh satu orang

saja.sama seperti meshalati jenazah adalah fardhu kifayah, berbeda

dengan fardhu ain adalah pekerjaan yang menjadi kewajiban bagi

setiap individu muslim di mana saja dan kapan saja. Pandangan ini

menurut al-Mawardi mendapatkan persetujuan (ijmak) para

Ulama.410Selain itu, pandangan ini juga didasarkan pada realitas

sejarah perpolitikan yang terjadi pada masa pemerintahan Khulafa

al-Rasyidin, Khilafah Dinasti Umayyah, dan Dinasti Abbasiyah

sebagai lambang kesatuan politik umat Islam saat itu.411

Menciptakan dan memelihara kemaslahatan umat

berdasarkan agama yang disyariatkan (agama Islam), menurut al-

Mawardi merupakan kewajiban, maka berdasarkan keyakinanya

bahwa memelihara kemaslahatan umat akan melahirkan

kesepakatan-kesepakatan pandangan di kalangan umat Islam itu

sendiri melalui ide-ide yang disepakati bersama (wa tajtami`u al-

kalimatu a`la ra`yin matbu`in). Hal ini akan berimplikasi pada

lahirnya stabilitas politik, demikian juga aturan-aturan agama akan

menjadi kokoh (qawaid al-millah), maka dengan sendirinya akan

lahir kemaslahatan, yaitu; kedamaian dan ketenteraman hidup bagi

410 . al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyah, h. 5 411 . Lihat Muhammad Iqbal dan Amin Husein Nasution, Pemikiran

Politik Islam Dari Masa Klasik Hingga Indonesia Kontemporer ( Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2003 ), h. 18

Page 232: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

435

seluruh umat (warga negara ).412Demikian ini karena seorang Imam

(kepala negara) akan berupaya mencegah terjadinya kezaliman,

sekaligus bertindak sebagai pendamai di antara dua orang atau

beberapa kelompok yang saling bertengkar atau konflik. Oleh

karenanya dapat dikatakan bahwa jika tidak ada seorang Imam di

suatu wilayah, maka bisa dipastikan kondisi masyarakat akan kacau

dan rusak (faudha).413 Dengan demikian, seorang Imam; Khalifah,

Raja, Sulthan atau pun Presiden harus ada sebagai pengelola dan

mengatur kehidupan umat atau masyarakat banyak.

8.Seleksi Pemimpin

Setelah selesaiberbicara tentang kepemimpinan umat

sebagaimana disebutkan di atas.Selanjutnya al-Mawardi

menjelaskan tentang siapa dan dari mana kepemimpinan umat itu

datang dan dapat dipilih menjadi Imam (kepala negara) berdasarkan

seleksi, siapakah yang paling layak sebagai pemimpin sesuai dengan

syarat-syarat yang diajukan al-Mawardi. Dalam konteks ini al-

Mawardi menjelaskan bahwa langkah awal untuk menentukan

seorang Imam (kepala negara) adalah melalui identifikasi dua

pola,414yaitu;

Pertama; Melalui Ahl al-Ikhtiyar, yaitu mereka-mereka yang sudah

memiliki kelayakan untuk dipilih (intikhab) menjadi Imam (kepala

negara). Teknis atau mekanismepemilihanya adalah mereka diberi

wewenang untuk menseleksi siapakah di antara mereka yang paling

layak untuk menjadi Imamsesuai dengan syarat-syarat yang

diberlakukan. Dalam hal ini al-Mawardi mengajukan tiga syarat

yang harus dipenuhi oleh mereka, yaitu;

1. Memiliki sikap adil dalam berbagai aspeknya ( al-`adalah al-

jami`ah ),

2. Memiliki ilmu pengetahuan yang memungkinkan mereka

dapat mengambil keputusan terhadap hal-hal penting, dan

dapat berijtihad terhadap kasus-kasus yang terjadi (masalah-

masalah aktual), serta dapat berijtihad tentang hukum ( al-

412 . Muhammad Jalal Syaraf, et al. al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 297 413 . Ibid. 414 . al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyah, h. 5- 6

Page 233: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

436

`ilmu al-muaddiyah ila al-ijtihad fiy al-nawazil wa al-

ahkam),

3. Memiliki wawasan yang luas dan kearifan yang

memungkinkan mereka memilih siapa di antara mereka yang

paling layak untuk dipilih menjadi Imam (al-ra`yu wa al-

hikmah al-muaddiyani ila ikhtiyari man hua lil imami aslah

wa bi tadbiiri al-masalih aqwam wa a `raff).

Dalam konteks ini, al-Mawardi tidak menjelaskan apakah

dalam pemilihan ini melibatkan seluruh rakyat sebagaimana yang

dilakukan di era kontemporer, terutama ketika pemilihan diadakan

secara langsung dan demokratis, atau hanya sebatas melibatkan

orang-orang tertentu saja, yaitu mereka-mereka yang memiliki

kelayakan untuk menduduki jabatan Imam ( kepala negara ). Tetapi

berdasarkan telaah terhadap pemikiran al-Mawardi bahwa pemilihan

Imam dalam konteks ini hanya melibatkanmereka-mereka yang

memenuhi kriteria kelayakan sebagai Imam, sebagaimana al-

Mawardi menyebutnya Ahlul Ikhtiar. Dalam hal pemilihan Imam

pada pola pertama ini, rupanya al-Mawardi tidak mensyaratkan

bahwa calon Imam harus dari kalangan keturunan Quraisy, berbeda

dengan pola yang kedua sebagaimana yang akan dibicarakan setelah

ini.

Kedua; Imam dari Ahl al-Imamah (kepemimpinan), yaitu orang-

orang yang memiliki kewenangan untuk menduduki jabatan Imam

(kepala negara) berdasarkan alur keturunan ahli waris, sebagaimana

yang sudah menjadi tradisi di dalam sistem pemerinthan monarchi

atau kerajaan. Al-Mawardi dalam hubungan ini menyampaikan tujuh

syarat yang harus ada pada mereka, sebgai berikut;

1. Memiliki sikap adil dengan segala persyaratannya,

2. Memiliki ilmu pengetahuan yang memungkinkan mereka

berijtihad terhadap masalah-masalah aktualdan masalah-

maslah hukum (al-ijtihad fiy al-nawazili wa al-ahkam),

3. Sehat dan normal pendengarannya, sehat penglihatannya,

dan sehat pula lisanya. Hal ini agar dapat dipastikan bahwa

mereka mampu menangkap permasalahan-permasalahan

secara langsung (mubasyaratan), tanpa melalui perantara

atau pembisik,

Page 234: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

437

4. Utuh semua anggota tubuhnya, tidak ada yang cacat. Hal ini

dimaksudkan agar tidak menjadi penghalang ketika

mertekabangun dari tempat tidurnya atau bergerak dari satu

tempat ke tempat lain dalam rangka melaksanakan tugas dan

kewajibanya.

5. Wawasan yang cukup dan memadai untuk mengatur

kehidupan rakyat dan mengelola kepentingan umat (siyasah

al-ra`iyyah wa tadbiir al-mashaalih),

6. Keberanian yang memadai untuk melindungi rakyat dan

mengalahkan nusuh di medan perang (himayah al-biidhah

wa jihad al-`aduww),

7. Keturunan Quraisy (an yakuna al-nasab min Quraisyin).

Dalam konteks ini, bahwa keturunan Quraisy menjadi syarat

bagi Imam (kepala negara), al-Mawardi berargumentasi bahwa

syarat ini berdasarkan nas hadist Nabi dan ijmak Ulama, kecuali

dalam kondisi tertentu di mana keturunan Quraisytidak lagi

memungkinkan menjabat Imam. Al-Mawardi menegaskan bahwa

Abu Bakar di hari Saqifah menyampaikan hadist Nabi yang

berbunyi; al-Aimmatu min Quraisyin (para pemimpin itu dari orang-

orang Quraisy). Hadist ini disampaikan Abu Bakar kepada

komunitas Anshar ketika mereka mau membaiat Saad bin Ubadah

menjadi pengganti Nabi (Khalifah Nabi) setelah Nabi wafat.

Kemudian orang-orang Anshar setelah mendengar hadist yang

disampaikan Abu Bakar, mereka mengurungkan niatnya dan

kembali bersatu bersama orang-orang Muhajirin menyetujui

pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah yang berketurunan

Quraisy.415

9.Mekanisme Pemilihan Imam ( Kepala Negara )

415. Dalam praktek perpolitikan di zaman Jahiliyah sebelum kelahiran

Nabi Muhammad saw. orang-orang ras Quraisy selalu menjadi pemimpin dan

bahkan menjadi simbol kesatuan masyarakat Mekah. Di zaman Islam, yaitu zaman

setelah Nabi Muhammad saw. mengembangkan risalah Islam, kepemimpinan umat selalu berada pada kendali orang-orang Quraisy dalam beberapa periode,

bahkan dalam beberapa abad, kepemimpinan tertinggi umat (khalifah) memang

dijabat oleh orang-orang yang masih keturunan Quraisy, bahkan sejak era Nabi

sendiri, era Khulafa al-Rasyidin, era Dinasti Umayyah, dan di era Dinasti

Abbasiyah, kecuali Dinasti Ottoman Turkey.

Page 235: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

438

Pada prinsipnya Islam sangat menekankan musyawarah

sebagai salah satu cara dalam menentukan hal-hal penting yang

melibatkan kepentingan orang banyak atau masyarakat, termasuk

dalam hal ini tentang bagaimana memilih seorang pemimpin atau

kepala negara, meskipun kemudian terjadi perubahan dalam

memilih pemimpin (khalifah, raja) dengan berdasarkan penunjukan

langsung oleh kepala negara yang sedang berkuasa kepada orang

terdekatnya melalui tradisi sistem putra mahkota ( waliyul `ahdi).

Dalam konteks ini al-Mawardi berpendapat bahwa pemilihan

Imam (kepala negara) dapat diselenggarakan melalui dua

mekanisme, yaitu;

1. Pemilihan yang diselenggarakan oleh Ahlul `Aqdi wa al-

Halli (bi ikhtiyari Ahlul `Aqdi wa al-Halli),416 yaitu suatu

lembaga atau komite yang beranggotakan beberapa orang

ahli.

2. Pengangkatan oleh kepala negara yang sedang berkuasa

kepada salah seorang putranya atau keluarga terdekatnya,

kemudian dilanjutkan dengan acara penobatannya sebagai

putra mahkota (bi `ahdi al-imam min qablu).417

Selanjutnya al-Mawardi menegaskan bahwa jika seorang

Imam dipilih melalui mekanisme pemilihan Ahlul `Aqdi wa al-Halli,

beberapa Ulama berbeda pendapat tentang berapa jumlah orang

yang menjadikan sah pemilihannya. Dalam hal ini al-Mawardi

menyebutkan setidaknya ada empat kelompok yang berbeda

pendapat, yiatu;

1. Sekelompok Ulama berpendirian bahwa pemilihan hanya sah

jika diselenggarakan oleh seluruh Ahlul `Aqdi wa al-Halli

dari seluruh pelosok negeri, sehingga persetujuan dan

penerimaan Imam diperoleh secara konsensus.

2. Sekelompok Ulama lainya berpendirian bahwa pemilihan

bisa sah jika diselenggarakan paling tidak oleh lima orang

416 . Munawir Sjadzali di dalam bukunya; Islam dan Tata Negara,

menjelaskan bahwa Ahlul `Aqdi wa al-Halli sebenarnya mereka itu adalah Ahlul

Ikhtiyar, yaitu; orang-orang yang diberi wewenang untuk memilih seorang

pemimpin. Lihat Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 64 417 . al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyah, h. 6

Page 236: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

439

anggota, dan seorang dari mereka diangkat sebagai Imam

dengan persetujuan empat orang dari anggota ini. Kelompok

Ulama kedua ini menyampaikan dua argumen, Pertama;

bahwa Abu Bakar dipilih dan dibaiat oleh lima orang, dan

kemudian diikuti oleh masyarakat. Lima orang itu ialah

Umar bin Khattab, Abu Ubaedah bin Jarrah, Usaid bin

Hudair, Biser bin Sa`ad, dan Salim (hamba sahaya Abu

Huzaefah). Kedua; Umar ketika masih menjabat Khalifah

dan diakhir masa pemerintahannya telah membentuk Dewan

Formatur sebagai majlis syura yang beranggotakan enam

orang untuk memilih seorang di antara mereka sebagai

khalifah dengan persetujuan lima anggota yang lain dari

Dewan Formatur ini.

3. Kelompok Ulama ketiga (Ulama Kufah) berpendapat bahwa

pemilihan itu sah meskipun dilakukan oleh tiga orang untuk

mengangkat seorang di anatara mereka sebagai Imam dengan

persetujuan dua orang yang lainnya.

4. Kelompok Ulama keempat berpendapat bahwa pemilihan

seorang Imam sah meskipun dilakukabn oleh seorang saja.

Kelompok ini berargumenasi bahwa Ali bin Abi Thalib

diangkat oleh al-`Abbas (pamannya sendiri dan juga paman

Nabi ).418

Terkait dengan pengangkatan seorang kandidat Imam

melalui penunjukan langsung oleh kepala negara yang sedang

berkuasa, al-Mawardi menegaskan bahwa kepala negara yang

sedang berkuasa sebelum menunjuk calon penggantinya, dia harus

memastikan bahwa yang ditunjuknya itu benar-benar orang yang

paling memenuhi syarat kelayakan dan berhak untuk mendapatkan

amanah, serta kehormatan yang tinggi.419

Berdasarkan apayang disampaikan al-Mawardi di atas

tentang mekanisme pemilihan Imam (kepala negara), dapat

418. al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyah, h. 6 – 7. Lihat juga

Muhammad Jalal Syaraf et al. al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 299 - 300 419. al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyah, h. 10. Lihat juga Munawir

Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 64 -65

Page 237: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

440

ditegaskan bahwa al-Mawardi mengakui keabsahan dua model

pemerintahan yang diimplementsikan umat Islam. Pertama; model

pemerintahan khilafah berdasarkan pemilihan secara demokratis.

Kedua; model pemerintahan berdasarkan sistem monarchi

(kerajaan).

10.Masa Jabatan Imam

Dalam konteks ini al-Mawardi berbicara tentang berapa lama

seorang Imam (kepala negara) menduduki jabatan khalifah. Apakah

seumur hidup atau berbatas waktu ?. Berdasarkan sejarah

pemerintahan umat Islam dalam beberapa abad yang lalu, baik di

abad-abad klasik (650 – 1250 M.) atau pun di abad-abad

pertengahan (1250 – 1800 M.) ,420yaitu sejak era Nabi Muhammad

saw. era Khulafa al-Rasyidin, era Dinasti Umayyah, era Dinasti

Abbasiyah, dan termasuk era Dinasti Turkey Othoman (Turkey

Usmaniy), semua kepala negara menduduki jabatannya sebagai

Khalifah, Raja seumur hidup sampai dia meninggal dunia atau

wafat.

Secara tersirat,realitas ini disetujui oleh al-Mawardi di dalam

karyanya; al-Ahkam al-Sulthaniyah. Dalam konteks ini Al-Mawardi

menegaskan bahwa seorang Khalifah diperbolehkan mengangkat

(mencalonkan) dua orang calon khalifah sekaligus untuk menduduki

jabatan khalifah, tetapi jika Khalifah yang sedang berkuasa tidak

menetapkan siapa yang lebih dahulu menduduki jabatan khalifah,

maka dalam kondisi seperti iniAhlul Ikhtiyar (Ahlul Halii wa al-

`Aqdi) sebagai ahlu Syura tegas al-Mawardi harus mengadakan

pemilihan kepada ke dua calon khalifah tersebut untuk menentukan

siapa di antara keduanya yang lebih dahulu menduduki jabatan

khalifah, tetapi pemilihan ini dilakukan setelah wafatnya khalifah

yang sedang berkuasa.421 Penjelasan al-Mawardi ini menujukan

bahwa masa jabatan seorang kepala negara sampai dia meninggal

dunia atau wafat atau boleh dikatakan seumur hidup.

Jabatan Imam (kepala negara) seumur hidup ini tetap

diberlakukan sepanjang tidak terjadi perubahan pada diri dan

420 . Lihat Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya (

Jakarta: UI-Press, 2013 ), Jld. 1, h.50 421 . al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyah, h. 11

Page 238: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

441

perilaku Imam (khalifah atau raja) dan termasuk calon khalifah yang

biasa disebut waliul `Ahdi (putra mahkota). Perubahan yang

dimaksud adalah jika seorang kepala negaramelakukan pelanggaran

hukum, tidak berlaku adilatau menyalah gunakan wewenang, maka

seorang Imam (khalifah, raja) dan termasuk putra mahkota dapat

dilengserkan dari jabatannya, tanpa harus menunggu sampai

meninggal dunia, maka dia akan kehilangan jabatannya karena

dianggap tidak layak. Pemberhentian juga bisa terjadi karena dia

mengundurkan diri dari jabatannya. Berdasarkan kasus-kasus

tertentu seperti disebutkan di atas pergantian jabatan khalifah tidak

harus sampai menunggu wafatnya Imam (khalifah, raja) yang sedang

berkuasa atau putra mahkota.422

Masa jabatan Imam (khalifah, raja) seumur hidup ini

kemudian menjadi tradisi di dalam perpolitikan umat Islam,

sehingga di abad modern dan kontemporer seperti sekarang ini di

banyak negara Arab, antaranya; Kerajaan Arab Saudi, Kerajaan

Jordania, Kuet, Qatar, Republik Arab Mesir, Syria dan lain-lain, dan

meskipun sudah ada beberapa negara yang dalam bentuk republik,

seperti Mesir, Libiya dan lain-lain, masa jabatan kepala negara

(presiden, raja) tetap saja seumur hidup. Hal ini berbeda dengan

negara Republik Islam Iran, Turkey dan lain-lain yang sudah

melaksanakan pembatasan jabatan kepala negara secara periodik,

dan ini dilakukan melalui setiap kali penyelenggaran pemilihan

umum sebagai layaknya negara-negara yang menerapkan sistem

demokrasi.

11.Pemecatan(Impeachment) Imam

Dalam konteks ini al-Farabi menegaskan bahwa jika calon

Imam (kepala negara) terpilih sudah ditetapkan sebagai Imam

(khalifah, raja) yang sah dan definitive sesuai dengan aturan dan

persyaratan yang ditetapkan, maka rakyat seluruhnya harus

memberikan loyalitas penuh kepada Imam sebagai kewajiban dalam

dua hal pokok, yaitu;

1. Kewajiban mentaati Imam,

422 . Ibid.

Page 239: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

442

2. Kewajiban membantu Imam.423

Kewajiban mentaati dan membantu Imam ini akan tetap

berlaku sepanjang Imam yang bersangkutan tidak berubah

perilakunya (ma lam yataghayyar haluhu) sebagaimana disebutkan

sebelum ini. Dalam arti dalam kondisi yang normal dan tetap

menjalankan pemerintahannya denganpenuh tanggung jawab dan

adil berdasarkan syariat dan peraturan yang diberlakukan, maka

kewajiban mentaati dan membantu Imam tetap diberlakukan dan

tidak ada pemberhentian atau pemecatan kepadanya. Sebagaimana

Ahlul Ikhtiyar atauAhlul Halli wa al-`Aqdi tidak dapat memecat

orang yang dibaiatnya jika tidak terjadi perubahan pada dirinya dan

perilakunya (kama lam yakun li Ahlil Ikhtiyar `azlu man baya`uhu

idha lam yataghayyar haluhu). 424Sebagai penjelasan rinci terkait

perubahan yang terjadi kepada seorang Imam ( kepala negara) dapat

disampaikansebagai berikut, yaitu berubah karena;

1. Menyimpang dari keadilan,

2. Kehilangan panca indra atau organ tubuh yang lain,

3. Kehilangan kebebasan bertindak karena telah dikuasai

oleh orang-orang terdekatnya (tahta saytharah al-

muqarrabin lahu),

4. Tertawan musuh (wuqu`uhu tahta al-usar).425

Oleh karena itu, jika seorang kepala negara terbukti berubah,

dalam arti dia telah melakukan tindakan-tindakan yang dianggap

melanggar hukum atau dia dalam kondisi tidak dapat melaksanakan

tugasnya dengan baik sebagaimana disebutkan di atas, maka kepala

negara (Imam) dapat diberhentikan, diimpeach atau dilengserkan

dari jabatannya sebagai kepala negara atau Imam (khalifah, raja).

Kemudian siapakah yang memiliki wewenang untuk

melakukan pemberhentian atau meng-impeachseorang kepala negara

(Imam) dari jabatannya atau kedudukannya ?. Dalam hal ini

sebagaimana ditegaskan al-Mawardi di atas bahwa Ahlul Ikhtiyar

423 . Ibid. h. 11. Lihat juga Muhammad Jalal syaraf et al, al-Fikr al-

Siyasiy Fiy al-Islam, h. 305 424 . al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyah, h. 11 425 . Muhammad Jalal Syaraf et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 305 –

306. Lihat juga Munawir sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 65 - 66

Page 240: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

443

atauAhul Halli wa al-`Aqdi tidak dapat memecat orang yang

dibaiatnya jika tidak terjadi perubahan pada diri dan perilakunya.

Pernyataan ini dapat dipahami bahwa jika seorang kepala negara

(Imam) telah terjadi perubahan pada diri dan perilakunya dengan

melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hukum atau tidak

dapat menjalankan tugasnya dengan baik karena berbagai alasan dan

faktor, maka Ahlul Ikhtiyar atauAhlul Halli wa al-`Aqdi dapat

memberhentikan kepala negara dari jabatannya. Jadi,sebenarnya

yang memiliki wewenang untuk memberhentikan kepala negara dari

jabatannya adalah Ahlul Halli wa al-`Aqdi. Ahlul Halli wa al-

`aqdiadalah semacam lembaga tinggi negara dalam persepektif

pemahaman modern, atau bisa saja pemberhentian itu melalui cara-

cara inkonstitusional, seperti revolusi atau kudeta sebagaimana yang

sering terjadi di beberapa negara di abad modern dan kontemporer,

antaranya revolusi Iran yang dipimpin oleh Ayatullah Imam

Khomeini di akhir tahun 70-an, kudeta yang dipimpin oleh el-Sisi di

Mesir yang berhasil menggulingkan Presiden Mursi pada tahun 2013

dan sebagainya.

12.Teori Kontrak Sosial

Salah satu kontribusi terbesar dari al-Mawardi kepada dunia

ilmu politik adalah teorinya tentang kontrak sosial. Suatu kontrak

yang mengatur hubungan antara Ahlul `Aqdi wa al-Halli atau Ahlul

Ikhtiyar dengan Imam (kepala negara) yang terjalin dengan baik

sebagai bentuk perjanjian (al-mu`ahadah) antara kedua belah pihak.

Oleh karena itu konstruksi hubungan antara kedua belah pihak

tersebut harus didasarkan atas sukarela.426Dalam arti bahwa kontrak

sosial itu tidak didasarkan pada paksaan, tekanan ataupun

berdasarkan gratifikasi yang berujung pada apa yang disebut dengan

politik transaksional, sebagaimana hal ini sering terjadi di banyak

negara di era modern sebagai bentuk pembenaran terhadap salah

kaprah dalam permainan politik, seperti yang disampaikan Harold

Lasswell; siapa, mendapatkan apa, kapan dan bagaimana.427

Pemahaman politik seperti ini akan terjebak pada praktek-praktek

426 . Lihat Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara. h. 67 427 . Dikutip dari Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik ( Jakarta: PT

Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992 ). h. 1

Page 241: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

444

pragmatisme, dan ini berimplikasi pada tidak adanya komitmen pada

kontrak sosial dan aturan-aturan yang telah ditetapkan.

Kontrak sosial antara Ahlul `Aqdi wa al-Hall atauAhlul

Ikhtiyar dengan sendirinya akan melahirkan kewajiban dan hak bagi

kedua belah pihak atas dasar timbal balik dan untuk memelihara

kepentingan bersama. Oleh karena itu menurut al-Mawardi, Imam

(kepala negara) selain memiliki hak untuk ditaati dan juga untuk

menuntut loyalitas penuh kepada rakyatnya, sebaliknya Imamjuga

mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan untuk

rakyatnya, yaitu kewajiban;

Memberikan perlindungan, dan

Mengelola (memanej) kepentingan rakyat dengan baik dan

penuh tanggung jawab.

Secara rinci kewajiban-kewajiban yang menjadi tanggung

jawab kepala negara kepada rakyatnya, al-Mawardi menyebutkan

setidaknya sebanyak sepuluh kewajiban yang harus direalisasikan

oleh kepala negara. Sepuluh kewajiban ini pada saat yang sama

adalah juga merupakan hak-hak rakyat yang harus diperolehnya

sebagai warga negara (an yakuna al-Imam bi `asyri umurin atau

mahamin tu`tabaru min haqaiqal-ummah alayhi ).428Sepuluh

kewajiban tersebut sebagai berikut;

1. Memelihara keaslian dan kesucian agama (agama Islam) agar

tidak terjadi pencemaran dan penyelewengan.

2. Menegakkan supremasi hukum, baik dalam rangka

mencegah terjadinya pertengkaran antara dua orang atau

kelompok yang bersengketa, atau meredam konflik antar

sesama kelompok atau masyarakat yang sedang bermusuhan,

sehingga tercipta kondisi yang kondusif, aman dan damai.

3. Melindungi rakyatnya dari setiap tindakan-tindakan

penipuan, baik terhadap jiwa atau pun terhadap harta

kekayaan mereka.

4. Menegakkan batasan-batasan Allah (hudud Allah) agar tidak

melampui batas. Hal ini dilakukan dalam rangka menjaga

hal-hal yang harus dimuliakan (maharim Allah) dari setiap

428. Lihat Muhammad Jalal Syaraf et al, al-Fikr al-SiyasiFiy al-Islam, h.

304

Page 242: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

445

upaya pengrusakan, dan ini secara otomatis juga dalam

rangka melindungi hak-hak rakyat.

5. Mempertahankan benteng pertahanan dengan kekuatan dan

langkah-langkah strategis demi menjaga kepentingan dan

keamanan negara, sehingga musuh tidak mudah menyerang

atau memasuki wilayah perbatasan.

6. Menegakkan upaya-upaya prefentif terhadap orang-orang

yang tidak senang kepada Islam dan umatnya, yang

senantiasa melakukan propokasi dan mencari-cari kesalahan.

7. Menerapkan pajak kepada orang-orang non muslim dan

menerapkan kewajiban berzakat kepada orang-orang kaya

muslim sebagaimana telah ditetapkan Syariat Islam, baik

berdasarkan nas shareh ayat-ayat al-Qur`an, ataupun

berdasarkan kekuatan ijtihad.

8. Memberikan dana bantuan yang dialokasikan dari dana

Baitul Mal kepada rakyat, sebagaimana yang telah menjadi

hak mereka tanpa berlebihan atau kurang.

9. Merekrut orang-orang yang jujur atau amanah (al-

umana)untuk bekerja dan memperkerjakan orang-orang yang

bertugas memberikan bimbingan dan nasehat. Agar kinerja

mereka menjadi professional (kafaah), sehingga harta

kekayaan dan dana yang disimpan di lembaga-lembaga kas

negara tersimpan dengan aman karena dipercayakan kepada

orang-orang yang amanah.

10. Seorang Imam (kepala negara) senantiasa memantau dan

mengamati situasi politik dan kondisi masyarakat, agar dapat

melakukan kebijakan-kebijakan yang tepat dalam mengelola

kehidupan rakyatnya dengan baik.429

Sementara kewajiban rakyat (umat) kepada Imam, dan ini

berarti juga merupakan hak bagi Imam dari rakyatnya. Secara

umum paling tidak ada dua hal (wa wajaba lahu `alayhim haqqani),

yaitu;

1. Kewajiban untuk taat setia (al-thaat ) kepada Imam.

429. lihat al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyah, h. 15 – 16. Lihat juga

Muhammad Jalal Syaraf et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 304 - 305

Page 243: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

446

2. Kewajiban membantu atau menolong ( al-nusrah ) Imam.430

Dua kewajiban rakyat kepada Imam tersebut harus

direalisasikan selama Imam dalam kondisi normal,dalam arti tidak

terjadi perubahan pada kondisi kesehatan jasmani dan perilakunya.

Jika kemudian mengalami perubahannegatif pada kondisi kesehatan

atau perubahan negatif pada perilakunya, termasuk melakukan

pelanggaran terhadap aturan dan undang-undang Syariat Islam,

maka rakyat tidak harus melakukan ketaatan atau membantu Imam.

Dalam menelaah teori kontrak sosial al-Mawardi

sebagaimana dijelaskan di atas, Munawir Sjadzali berpendapat

bahwa ada yang menarik perhatian dalam konteks ini, di mana al-

Mawardi menyampaikan teori kontrak sosialnya pada abad XI,

sementara di Eropa teori kontrak sosial baru muncul untuk pertama

kalinya pada abad XVI.431 Artinya bahwa teori kontrak sosial lebih

dahulu lahir di dalam peradaban umat Islam, berbanding dengan

teori kontrak sosial yang lahir di Eropa, setelah sekitar lima ( 5 )

abad kemudian dari abad XI, teori kontrak sosial baru lahir di Eropa.

Menurut Munawir Sjadzali paling tidak ada empat pemikir politik

Eropa yang menyampaikan teori kontrak sosial mereka dengan versi

yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Empat pemikir

politik Eropa yang menyampaikan gagasan kontrak sosial

tersebutadalah sebagai berikut;

1. Hubert Languet, seorang ilmuan Perancis yang hidup antara

tahun 1519 – 1581 M. Hubert dengan nama samarannya;

Stephen Junius Brutus kata Munawir Sjadzali, Hubert

menyatakan bahwa pembentukan negara itu didasarkan atas

dua kontrak, Pertama; kontrak dibuat antara Tuhan di satu

pihak dan raja serta rakyat di pihak lain. Kontrak ini berisi

bahwa raja dan rakyat akan tetap patuh kepada perintah-

perintah agama. Kedua; Kontrak dibuat antara raja dan

rakyat. Kontrak ini berisi bahwa rakyat berjanji untuk taat

dan patuh kepada raja, asalkan raja memerintah dengan

adil.

430. al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyah, h. 17 431. Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 67

Page 244: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

447

2. Thomas Hobbes, seorang ilmuan Inggris yang hidup antara

tahun 1588 – 1679 M. Hobbes berpendapat bahwa kontrak

sosial itu terjalin antara sesama rakyat sendiri, sementara raja

tidak termasuk ke dalam pihak yang terlibat kontrak

perjanjian tersebut. Oleh karena itu menurut Hobbes, raja

tidak terikat dengan kewajiban-kewajiban yang dibuat oleh

para kontraktor. Raja dengan kekuasaan dan jabatan yang

mutlak (absolute)merupakan pelimpahan dari kekuasaan

setiap individu masyarakat yang terlibat kontrak sosial itu.

Bahkan menurut Hobbes, sebagai peserta kontrak yang

melahirkan raja, rakyatlah pada hakikatnya yang

bertanggung jawab atas apa yang dilakukan raja. Oleh

karenanya, rakyat tidak boleh mengeluh atau kecewa

terhadap kebijakan dan tindakan raja jika tidak tepat sasaran

atau tidak menguntungkan rakyat. Munawir Sjadzali dalam

komentarnya mengenai pandangan Hobbes ini dikatannya

sebagai gagasan yang aneh.432 Betapa tidak !karena gagasan

Hobbes memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada raja

untuk bertindak sesuai dengan yang diinginkan sesuai

dengan kehendak hatinya, baik atau buruk, kebaikan atau

kejahatan tanpa ada batas, rakyat tidak punya hak untuk

memberikan saran, apalagi kontrol kepada raja ( kepala

negara ). Kondisi seperti inilah menyebabkan raja menjadi

absolut.

3. John Locke, seorang ilmuan Inggris yang hidup antara

tahun1632 – 1704 M. Dia berpendapat bahwa raja adalah

pihak atau patner dari kontrak sosial itu. Jadi, kontrak sosial

itu terjadi antara raja dan rakyat, seperti halnya gagasan

kontrak sosial al-Mawardi. Bahkan menurut John locke

sebagai konsekuensi dari kontrak antara raja dan rakyat,

pemerintah merupakan suatu trust ( amanah, titipan ),

sedangkn rakyat sebgai trustor dan sekaligus beneficiary atau

pemberi amanah dan sekaligus kepentingannya, dan raja

sebagai trustee (penerima amanah).

432 . Ibid. h. 68

Page 245: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

448

4. Jean Jaques Rousseu, seorang ilmuan Perancis yang hidup

antara tahun 1712 – 1778 M.Dia menegaskan bahwa kontrak

sosial itu hanya terjadi antara sesama rakyat atau antara

sesama anggota masyarakat. Dan melalui kontrak sosial itu,

masing-masing anggota masyarakat menyerahkan semua hak

perorangannya kepada komunitas sebagai suatu keutuhan.

Dengan demikian, semua hak alamiah, termasuk kebebasan

penuh untuk bertindak sekehendak hati yang dimiliki oleh

orang-orang dalam kehidupan alamiah itu pindah kepada

komunitas sebagai suatu keutuhan yang terdapat di

dalamnyakedaulatan rakyat. Dan kedaulatan ini tidak dapat

dipindah-tangankan dan tidak pula dibagi-bagi.433

13.Imam dan Para Staff

Seorang Imam (kepala negara) memiliki kedudukan yang

sangat strategis. Keberhasilan atau kegagalan dalam memimpin

sebuah negara akan banyak ditentukan oleh seorang Imam. Hal ini

karena seorang Imam sebagaipengarah, penggerak, kordinator, dan

pemutus kebijakan-kebijakan strategis. Oleh karena itu, seorang

Imam harus memiliki kepribadian yang berwibawa, kapabel,

kredibel, amanah dan jujur.

Dalam konteks ini, al-Mawardi menegaskan bahwa seorang

Imam (kepala negara) berperan sebagai penjaga agama (hirasah al-

din), mengakomodir berbagai kepentingan umat yang berbeda-

berbeda, memastikan agar negara senantiasa dalam kondisi kondusif

dan stabil, mengkounter agar tidak terjadi pengkhianatan, atau tidak

terjadi ancaman tindak kekerasan terhadap negara dari mana saja

datangnya, baik dari internal atau eksternal, atau agar negara

terhindar dari upaya-upaya propokasi dari sebagaian warga yang

bertujuan menciptakan gonjang-ganjing, krisis, atau keburukan

(fasad) di tengah-tengah masyarakat.434

Semua ini harus ditangani secara tepat sasaran, dan dengan

kekuasaan yang kuat (bi sulthaniyah qawiyyah), dan dengan

pengawasan yang cukup efektif dan memadai (ri`ayah wafiyah). Jika

tidak, maka situasinya akan berubah menjadi ajang persingan

433. Ibid. h. 69 434. Muhammad Jalal Syaraf et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam. h. 307

Page 246: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

449

kepentingan yang tidak terkendali, munculnya berbagai pandangan

yang bermacam-macam, dan semuanya akan berujung pada situasi

sulit dan krisis. Oleh karena itu, seorang Imam (Kepala negara)

harus dari kalangan orang-orang yang memiliki kekuatan, terutama

kekuatan pemikiran dan fisik, agar dapat menjaga agama dalam

kondisi yang baik, serta dapat mengelola negara dengan baik.435

Dengan demikian, akan tercipta situasi politik yang kondusif.

Kondisi seperti ini akanmenjadi lebih efektif dalam mengelola

negara, jika dilakukan oleh orang-orang yang dapat membantu

kepala negara secara jujur dan amanah untuk menjalankan berbagai

urusan kenegaraan (tadbir syu`un al-daulah).

Dalam konteks ini, secara birokratis al-Mawardi mengajukan

empat bagian utama para pejabat negaraatau pegawai, baik untuk di

tingkat pusat atau pun daerah (wilayah). Pembagian ini didasarkan

pada tata kelola (kerja) yang dibebankan kepada mereka. Empat

bagian utama ini sebagai berikut;

1. Para Pejabat negara yang memiliki kewenangan dan

kebijakan yang bersifat umum pada pekerjaan yang umum.

Mereka itu adalah para Menteri (al-Wuzara).

2. Para Pejabat yang memiliki kewenangan dan kebijakanyang

umum, tetapi pada tugas dan pekerjaan yang bersifat khusus

( spesifik ). Mereka itu adalah kepala daerah (Umara al-

Aqalim), seperti Gubernur, Amir, dan sebagainya.

3. Para Pejabat yang memiliki kewenangan yang khusus pada

pekerjaan yang umum. Mereka itu adalah para Qadhi

(hakim), para pemimpin tentara (Jenderal), para tentara yang

menjaga perbatasan, para penjaga benteng pertahanan, para

petugas yang menangani pajak dan zakat yang berada di

pusat pemerintahan.

4. Para Pejabat yang memiliki kewenangan yang khusus pada

pekerjaan yang khusus. Mereka itu adalah para hakim yang

bertugas di daerah, para petugas yang menganai pajak dan

435. Ibid. h. 307

Page 247: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

450

zakat yang ada di daerah, para penjaga perbatasan dan

benteng pertahanan yang berada di daerah.436

Dalam hal ini, al-Mawardi di dalam karyanya; al-Ahkam al-

Sulthaniyah telah menjelaskan secara rinci tentang empat

pembagian utama para pejabat negara, baik yang di pusat atau pun di

daerah. Penulis tidak membahas ini semua, karena secara spesifik

pembahasannya berkaitan dengan persoalan-persoalan administrasi

publik.

BAB IX

PEMIKIRAN POLITIK

AL-GHAZALI

436 . al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyah, h. 21

Page 248: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

451

1.Situasi dan latar Belakang Kehidupan Al-Ghazali

Al-Ghazali dilahirkan di kota Thus, bagian wilayah

Khurasan pada tahun 450 H/1058 M. dan wafat pada tahun 505

H./1111 M. di kota Thus juga. Imam al-Ghazali seorang Teolog

terkemuka, ahli hukum, pemikir yang orisinal, ahli tasawuf, pemikir

politik, dan sebagainya.Keilmuanya sangat luas dan mendalam

sehinggaal-Ghazali mendapatkan gelar Hujjatul Islam dan Amirul

Muslimin.Al-Ghazali boleh dikatakan seorang pemikir Islam yang

paling popular dan paling berpengaruh, terutama di dunia Islam,

termasuk bagi umat Islam Indonesia. Kepopuleran al-Ghazali

terutama karena karya monumentalnya, yaitu; Ihya Ulumuddin

(Mengaktualisasikan Ilmu-Ilmu Agama), selain karya-karyanya

yang lain, juga karena pemikiran-pemikiranya yang tertuang di

berbagai karyanya mencerminkan pemikiran dan wawasan yang

luas meliputi berbagai aspek disiplin ilmu, antaranya; Tafsir, Hadist,

Teologi (Akidah Islam), Fiqh, Usul Fiqh, Filsafat, Tasawuf,

Pendidikan, Politik, dan sebagainya.

Pada waktu hidupnya, al-Ghazali pernah mengabdi pada

lembaga pendidikan tinggi Nizamiyah atas perintah Nizamul Muluk

yang menjadiPerdana Menteri SulthanSaljuk, yaitu A. Arsalan pada

tahun 1091 M.Selama empat tahun al-Ghazali mengajar di al-

Nizamiyah sebagai mahaguru.Melalui jabatannya ini al-Ghazali

namanya melejit, sehingga dia terhitung salah seorang ilmuan yang

disegani, dan ahli hukum yang dikagumi, tidak saja di lingkungan

Nizamiyah, tetapi juga di kalangan pemerintah pusat di Baghdad.437

Berdasarkan tinjauan sosial dan politik, pada masa hidupnya

al-Ghazali dunia Islam sedang dihadapkan pada kondisi

kemorosotan yang sangat parah dibandingkan dengan masa-masa

sebelumnya, carut marut dalam kehidupan sosial politik, kebobrokan

moral yang sudah begitu parah, para Ulama tidak lagi menjadi

rujukan karena tidak peduli dengan kondisi masyarakat, korupsi di

kalangan para pejabat negara sudah meluas, intrik-intrik politik yang

seringkali berbenturan dengan nilai-nilai Islam diperlihatkan secara

vulgar oleh para pemimpin dan pejabat pemerintah, pembunuhan

437 . Muhammad Jalal Syaraf, et al. al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam. h. 361.

Lihat juga Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara. h. 70

Page 249: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

452

antara sesama saudara dalam memperebutkan kekuasaan menjadi hal

yang lumrah. Kemunculan berbagai permasalahan tersebut dipicu

antaralain oleh fenomena di mana kekuasaan Dinasti Abbasiyah

masa al-Ghazali sudah semakin lemah. Hal ini sebagai akibat dari

realitasbahwa kekuasaan strategis tidak lagi dikendalikan oleh

Khalifah, mungkin karena Khalifahnya sendiri yang lemah. Khalifah

tidak lebih sebagai boneka bagi para pejabat tinggi, antaranya Wazir

(Menteri atau Perdana Menteri) yang berasal dari Suku non-Arab,

seperti Turkey atau Persia (Iran).Di luar Istana Baghdad berdiri

negara-negara kecil yang tidak mau tunduk kepada

Khalifah.438Dalam menyikapi kondisi carut marut ini, al-Ghazali

menyampaikan kritikannya yang bersifat membangun;

Sesungguhnya kerusakan rakyat disebabkan oleh kerusakan

para pemimpinnya, dan kerusakan para pemimpin

disebabkan oleh kerusakan para Ulama (para Intelektual),

kerusakan para Ulama disebabkan oleh cinta harta dan

kedudukan.Siapa saja yang dikuasai oleh ambisi duniawi, dia

tidak mampu mengurus (mengelola) rakyat.439

Selain dari itu, pada masa hidupnya al-Ghazali ada gerakan

ekstrim dan radikal yang digerakkan oleh kelompok Syiah

IsmailiyahBathiniyah,440merupakan salah satu sekte

Syiah.Kelompok sekte Syiah ini dipimpinoleh Hasan Ibnu al-

438 . Lihat Muhammad Iqbal dan Amin Husein Nasution, Pemikiran

Politik Islam Dari Masa Klasik Hingga Indonesia Kontemporer ( Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2013 ), edisi revisi, h. 27. Lihat juga Munawir

Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 71 - 72 439. al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Juz 2, h. 381 440. Disebut Bathiniyah, karena kelompok sempalan Syiah ini mengklaim

bahwa seorang Imam (pemimpin kelompok Syiah Ismailiyah Bathiniyah) sebagai

seorang yang ma`sum (terpelihara dari perbuatan dan perkataan yang salah).

Implikasi dari klaim bahwa apa pun yang dilakukan atau yang diperkatakan Imam

tidak ada yang salah, karena menurut anggapan mereka seorang Imam mengetahui

makna yang zahir dan makna yang bathin ajaran agama Islam yang disampaikan

Nabi Muhammad saw. Hal ini berdampak bahwa sesuatu yang salah dari seorang

Imam Syiah Ismailiyah Bathiniyah, boleh jadi dianggap benar oleh penganut kelompok Syiah ini, karena Imam menurut mereka mengetahui ta`wil , yaitu;

memberikan makna yang lain, selain makna yang zahir dari nas ayat al-Qur`an

atau Hadist Nabi. Mereka berpendapat; bi anna kulla zahiirin bathinan, wa li kulli

tanzilin ta`wila. Lihat al-Syahristani, al-Mlal wa al-Nihal (Beirut: Dar al-

Ma`rifah, 1984), Juz 1, h. 192

Page 250: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

453

Sabbah, menjadi kelompok yang ditakuti karena mereka sering

diperalat oleh orang lain untuk membunuh lawan-lawan politiknya,

mereka menjadi pembunuh bayaran professional dan sebelum

melaksanakantugasnya terlebih dahulu diberikan minuman

keras.441Salah satu korbannya adalah Nizamul Muluk, salah seorang

pendukung setia al-Ghazali. Nizamul Muluk terbunuh oleh

kelompok sekte Syiah Ismailiyah Bathiniyah ini pada tahun 485

H./1092 M. Kematian Nizamul Muluk sangat menggusarkan hati al-

Ghazali, al-Ghazali khawatir kalau-kalau kelompok sekte Syiah

Ismailiyah Bathiniyah ini akan melakukan pembunuhan juga kepada

dirinya, karena al-Ghazali pernah mengecam paham kelompok

Bathiniyah ini. Oleh karena itu, al-Ghazali kemudianmeninggalkan

kota Baghdad menuju Damaskus untuk menghindari kekejaman

kelompok Syiah.

Pada awalnya al-Ghazali berharap dapat berbuat banyak

untuk memperbaiki (melakukan reformasiatau restorasi) kondisi dan

situasi yang sedang memburuk ini.Tetapi ternyata semuanya itu di

luar kemampuan al-Ghazali.Al-Ghazali tidak mampu berbuat

banyak, karena masalahnya sudah sangat kompleks. Dalam tataran

praktis realitas perpolitikan saat itu sudah muncul sikap

dualismeyang berkembang di kalangan para pejabat tinggi negara.

Tetapi sayang sekali upaya al-Ghazali mempertahankan wibawa

Khalifah dari rongrongan penguasa-penguasa regional non Arab

tidak berhasil.442 Oleh karena itu, dapat dilihat bagaimana kekuasaan

Khalifah (kepala negara) hampir sebatas pada hal-hal yang sifatnya

spiritual keagamaan saja, sementara kekuasaan politik dan

kebijakan-kebijakan strategis sudah berada di tangahpenguasa-

penguasa regional atau lokal yang berada di wilyah-wilayah dunia

Islam,443 apakah mereka yang bergelar Sultha, Raja, atau Amir.

Pada saat yang samatelah terjadi perkembangan yang sangat pesat

tentang mazhab atau aliran, baik dalam bidang akidah, seperti

mazhab Asy`ariyah, Maturidiyah, Mu`tazilah, Syiah, mau pun dalam

441 . Lihat Philip K. Hitti, History of Arab London: Macmillan University

Press, 1970), h. 446 – 447 442 . Ibid. 443 .Ibid. . 72

Page 251: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

454

bidang hukum, seperti mazhab Maliki, Hanafi, Syafi`i, Hambali, dan

sebagainya.444

2.al-Ghazali Konsultan Dua Pemerintah di Afrika Utara

Nasib al-Ghazali sebagaimana diungkapkan di atas tidak

selamanya menyedihkan.Kekecewaannya terhadap situasi

keagamaan dan politik dunia Islam bagian Timur saat itu sedikit

sebanyak terobati, ketika terjadi perkembangan politik di bagian

Barat dunia Islam yang menggembirakan. Kronologisnya pada masa

al-Ghazali di Afrika Utara sebelah Barat, telah berdiri dua Kerajaan

(Pemerintah);

1. Kerajaan Murabithin.

Kerajaan ini dibangun oleh Abdullah bin Yasin dan Yusuf

bin Tasyfin. Wilayah kerajaan ini meliputi Aljazair,

Marakisy, Afrika Barat, dan sebagian wilayah Andalusia

yang berbatasan dengan Spanyol dan Portugal.

2. Kerajaan Muwahidin.

Kerajaan ini dibangun oleh al-Mahdi bin Tumarat. Wilayah

kerajaan ini meliputi seluruh daerah Maghrib Arab dan

sebagian wilayah Andalusia.445

Imam al-Ghazali bersahabat dengan kedua-dua pendiri

Kerajaan tersebut. Yusuf bin Tasyfin pendiri Kerajaan Murabithin

berhubungan dengan al-Ghazali melalui korespondensi. Yusuf bin

Tasyfin senantiasa meminta nasehat kepada al-Ghazali tentang

masalah-masalah strategi perang, damai, dan kebijakan politik

pemerintahan. Oleh karena itu, Munawir Sjadzali menegaskan

bahwa al-Ghazali berhak ikut bangga dengan keberhasilan Yusuf

bin Tasyfin dalam membangun dan mengelola negara dengan penuh

keadilan dan kearifan. Dan oleh karena al-Ghazali dianggap berjasa

atas kontribusinya memberikan pandangan dan masukan kepada

Yusuf Tasyfin, al-Ghazali diberi anugerah Amirul Muslimin, bukan

Amirul Mukminin yang merupakan gelar untuk seorang Khalifah

saja, seperti Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar, dan sebgainya.

444 . Muhammad Jalal Syaraf, et al. al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam. h. 362.

Lihat juga Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 72 445 . Muhammad Jalal Syaraf, et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 367.

Lihat juga, Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 72

Page 252: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

455

Persahabatan al-Ghazali dengan pendiri Kerajaan

Muwahidinyang juga menghasilkan lahirnya negara berdasarkan

atas arahan (nasehat) dan petunjuknya adalah persahabatannya

dengan al-Mahdi bin Tumarat, pendiri Kerajaan Muwahidin setelah

dia berhasil memberontak Kerajaan Murabithin dan merebut

sejumlah wilayah kekuasaannya. Hubungan antara pendiri Dinasti

Muwahidin dengan al-Ghazali berlangsung selama tiga tahun,

merupakan hubungan yang dapat diumpamakan seperti hubungan

antara seorang muriddan guru (tutor).446Realitas ini sebagai

faktabahwa al-Ghazali telah memperlihatkan kapabelitasnya sebagai

seorang konsultan atau mentor bagikedua-dua pemerintah.

3.Kebutuhan Bermasyarakat dan Bernegara

Kebutuhan manusia untuk hidup berkumpul, bermasyarakat

dan bernegara merupakan sifatalamiah (fitrah) yang diciptakan

Allah kepada manusia, hal ini berbeda dengan makhluk lain selain

manusia seperti; kambing, kerbau, dan lain-lainnya yang bisa hidup

tanpa bergantung kepada yang lainya atau kepada sesamanya. Dalam

konteks ini al-Ghazali sebagaimana para pemikir politik

sebelumnya, juga berpendapat bahwa manusia adalah makhluk

sosial (insanun ijtima`iyyun) yang tidak dapat hidup sendirian., al-

Kebutuhan terhadap apa saja yang diperlukan manusia dalam

interaksinya antara sesama. Dalam konteks ini, al-Ghazali

menekankan setidaknya pada dua faktor penting yang ada pada

manusia, yaitu;

1. Kebutuhan terhadap keturunan (al-nasl).

Secara fitrah manusia di mana pun beradamemerlukan ini.

Hal ini dalam rangka mempertahankan kelangsungan

keberadaan umat manusia di dunia ini. Ini hanya dapat

terwujud jika dilakukan melalui pergaulan hidup antara

seorang lelaki dan perempuan sebagaimana layaknya

membina kehidupan sebuah keluarga.

2. Saling membantu dalam menyediakan bahan-bahan

makanan, pakaian, rumahdan pendidikan anak-anak.

446. Muhammad Jalal Syaraf, et al, al-Fikr al-Siyasiy Fiy al-Islam, h. 368

– 369. Juga lihat Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 73 - 74

Page 253: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

456

Pergaulan hidup antra suami isteri akan melahirkan

keturunan (kecuali kalau salah satunya mandul). Dalam menjaga

anak sekaligus mencukupi kebutuhan hidup yang lain-lainya tidak

mungkin itu dapat dilakukan sendirian.447 Kehidupan keluarga yang

menempati sebuah rumah belumlah cukup untuk menyelesaikan

semua kebutuhan, karena bagaimana mungkin seseorangdapat

mengerjakan sawah atau ladangnya dengan sempurna tanpa alat-alat

pertanian, padahal untuk pengadaan alat-alat pertanian tersebut

diperlukan seorang pandai besi dan seorang tukang kayu. Kalau di

era modern dan kontemporer seiringan dengan kemajuan teknologi,

bermunculan industri yang memproduksi besi dan bahan-bahan

bangunan. Pengadaan makanan membutuhkan mesin penggiling

gandum atau padi untuk menjadikannya roti atau beras yang

kemudian menjadi nasi. Pengadaan pakaian memerlukan seorang

tukang tenun atau mesin tenun untuk menjahit baju-baju.448

Oleh karena itu, Al-Ghazali, sebagaimana para pemikir

politik muslim sebelumnya menegaskan bahwa manusia berbeda

dari kebanyakan binatang haiwan, manusia tidak sanggup hidup di

alam terbuka, maka demi menjaga kesehatan dan keamanannya

manusia memerlukan tempat tinggal atau rumah yang kokoh untuk

melindunginya dari udara panas, udara dingin, hujan dan gangguan

orang-orang jahat atau perampok, pencuri atau serangan para

penjahat. Untuk semua itu diperlukan kerjasama dan saling

membantu antara sesama manusia, antara lain dengan membangun

tembok tinggi di sekeliling pusat perumahan, maka atas dorongan

kebutuhan bersama itulah lahirlah negara,449 yaitu sebuah organisasi

masyarakat yang dipimpin oleh seorang pemimpin (khalifah, raja,

sulthan, presiden, perdana menteri dan sebagainya ) yang memiliki

kekuasaan memaksa dan bertugas menciptakan tatanan atau sistem

bagi kehidupan masyarakat untuk mencapai tujuan hidup yang

diidamkan bersama.

4.Tatanan Kehidupan Perpolitikan

447. Muhammad Jalal Syaraf, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 379 - 380 448 . Ibid. 449. Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 74 - 75

Page 254: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

457

Ketika al-Ghazali menghubungkan politik dengan

akhlak,sebagaimana yang sudah menjadi tradisi para ilmuan muslim,

maka politik harus diarahkan kepada pembelajaran idukasi,

mensucikan diri, dan bimbingan (al-ta`lim, al-tazhib, wa al-irsyad).

Oleh karena itu, politik menurut al-Ghazali menduduki posisi yang

tinggi dan istimewa (mumtaz). Dalam konteks ini, al-Ghazali

menegaskan bahwatujuan manusia hidup telah tersurat di dalam

agama dan pengelolaan dunia (siyasah al-dunya). Oleh karenanya,

menurut al-Ghazali tidak akan tercipta keteraturan dalam beragama,

kecuali jika ada keteraturan pengaturan duniapolitik,450karena

sesungguhnya dunia adalah tempat menanam (mazra`ah) untuk

akhirat. Dengan demikian, dunia adalah tempatatau fasilitas yang

dapat dipergunakan untuk menghantarkan (al-musilah) manusia

kepada Allah, bukan menjadikannya tempat tinggal untuk selama-

lamanya (wathonan wa mustaqiman). Urusan dunia, dalam arti

pengelolaan dunia politik dapat tertata rapi melaluikebijakan-

kebijakanmanusia bijaksana dengan dasar undang-undang atau

peraturan-peraturan (regulasi) yang diberlakukan secara adil dan

konsekuen.

Dalam rangka menciptakan kehidupan masyarakat yang

tertata rapi, al-Ghazali membagi empat kategori pekerjaan atau

profesi dan sekaligus pengelolaannya untuk melahirkan apa yang

diperlukan manusia dalam kehidupannya agar tertata rapi. Keempat

kategori pekerjaan tersebut diarahkan untuk terciptanya keteraturan

hidup yang rapi,, yaitu;

1. Pertanian (al-zira`ah ).

Pekerjaan dan pengelolaan pertanian akan menghasilkan

bahan makanan (al-math`am), baik makanan pokok atau

makanan suplemen yang diperlukan oleh setiap manusia

hidup.

2. Pemintalan atau tekstil.

450 . Imam al-Ghazali, demikian juga kebanyakan para pemikir politik

Islam yang lain pada abad-abad pertengahan dan klasik dalam banyak kesempatan

dan konteksnya sering menggunakan kata dunya untuk pengertian politik, seperti

ungkapan al-Ghazali sendiri “ wa la nizama liddini illa binizami al-dunya “,

artinya; bahwa keberagamaan tidak bisa teratur, kecuali jika ada keteraturan

dunya, yaitu keteraturan politik.

Page 255: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

458

Pekerjaan dan pengelolan pemintalan ini akan menghasilkan

bahan-bahan pakaian yang diperlukan oleh setiap manusia

untuk berbagai kepentingan, antaranya; baju, celana, kain,

dan sebagainya.

3. Bangunan perumahan.

Pekerjaan ini akan menghasilkan tempat tinggal atau rumah-

rumah (al-maskan) yang diperlukan oleh setiap manusia

sebagai tempat tinggal, kantor-kantor, lembaga-lembaga,

tempat ibadah, dan sebaginya.

4. Politik.

Politik atau pengelolaan berbagaiaktivitas kehidupan melalui

otoritas kekuasaan. Pengelolaan ini memerlukan

penanganan serius untuk menumbuhkan upaya kerja sama

dan saling bantu membantu bagi terciptanya kehidupan (al-

ma`isyah wa al-hayat al-ijtima`iyah) yang tentram, damai,

kondusif dan stabil.451

Dari keempat-empat pekerjaan manusia tersebut,

pengelolaan politik, menurut al-Ghazali adalah yang paling penting

dan mulia, karena politik berkaitan dengan pengaturan dan

pengelolaan tatanan kehidupan dan kepentingan umat untuk

terciptanya kemaslahatan (istishlah) bersama. Oleh karena itu,

pekerjaan ini, yaitu aktivitas politik memerlukan tingkat

kesempurnaankapabelitas dan kredibelitas orang-orang yang akan

mengelola kehidupan umat atau rakyat. Orang-orang yang diberi

tugas (amanah) ini harus memberikan bimbingan dan pengarahan

kepada para pejabat dan pegawai di bidang-bidang lainnya.452

Politik (al-Siyasah) yang dimaksud al-Ghazali adalah

tindakan dan upaya memperbaiki kondisi manusia untuk diarahkan

ke jalan yang benar dalam rangka memperoleh keselamatan

(terciptanya stabilitas politik dan keadaan kondusif) di dunia dan di

akhirat. Oleh karena itu, pemahaman politik seperti ini, menurut al-

Ghazali terbagi ke dalam empat tingkatan, yaitu;

451. Muhammad Jalal Syaraf, et al. al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, hlm.

372 – 373. Lihat juga Munawir Sjazdali, Islam dan Tata Negara. h. 75 452. Muhammad Jalal Syaraf, et al. al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam. h. 373

Page 256: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

459

Pertama: al-Siyasah al-Ulya (high politic); yaitu politik para Nabi

(Siyasah al-Ambiya ). Kekuasaan dan otoritas mereka

ditujukan kepada semua orang, baik yang khusus atau pun

yang umum, yang zahir dan yang bathin.

Kedua:Politik para Khalifah, para Raja, para Sulthan. Kekuasaan

dan otoritas merekaditujukan kepada orang-orang khusus

dan juga umum, tetapi hanya yang berkaitan dengan hal-

hal yang zahir atau yang real saja dan tidak pada hal-hal

yang bathin atau spiritual mereka.

Ketiga: Politik para Ulama (Siyasatul Ulama), yaitu pengaturan

hubungan antara Allah dan agama-Nya, dimana mereka

adalah para pewaris Nabi ( warasatul Ambiya ).

Kekuasaan dan otoritas mereka pada bathinatau spiritual

orang-orang secara khusus.

Keempat:Politik para da`idan para muballigh (al-Wu`az). Kekuasaan

dan otoritas mereka diarahkan pada bathin atau spiritual

orang-orang umum.453

Dalam konteks ini, Munawir Sjadzali menjelaskan bahwa

pekerjaan atauprofesi politik menurut al-Ghazali meliputi empat

subprofesi, yaitu;

1. Subprofesi pengukuran tanah (shona`atul masahah atau

agraria).

Profesi ini untuk menjamin kepastian ukuran tanah milik

para warga negara.

2. Subprofesi ketentaraan (shona`atul jundi).

Profesi ini untuk menjamin keamanan dan pertahanan

negara, baik terhadap ancaman yang datang dari dalam

(internal), atau pun dari luar (eksternal).

3. Subprofesi kehakiman (shona`atun lil-hukmi).

Profesi ini untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara

para warga negara.

453. Muhammad Jajalm Syaraf, et al. al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h.

374.

Page 257: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

460

4. Subprofesi pembuatan undang-undang atau peraturan (al-

hajat ila al-fiqh).

Profesi ini untuk menyusun undang-undang dan peraturan

guna menjamin keserasian hubungan antar warga negara dan

pelanggaran hak, baik oleh sesama warga negara atau oleh

negara sendiri.454

Berdasarkan paparan terkait dengan pembagian pekerjaan

dan profesi serta tatanan kehidupan perpolitikan sebagaimana

disebutkan di atas, maka dapat ditegaskan bahwa profesi politik

sangat penting, karena politik berkaitan dengan bagaimana membuat

regulasi dan mengelola kehidupan umat atau orang banyak yang

berbeda-beda keinginan dan kepentinganya, dan berkaitan juga

dengan bagaimana menciptakan keamanan, kedamaian, dan

kesejahteraan. Oleh karena itu, al-Ghazali berpendapat bahwa

profesi politik hanya satu tingkat di bawah politik ke-Nabian (al-

Siyasah ashraful maqamat ba`da al-Nubuwwah ). Dengan demikian,

maka manusia tidak dapat menghindarkan diri dari politik, bukan

karena politik itu menjadi kemestian dalam hidup bermasyarakat

yang didasarkan kepada nalar,pemikiran, atau gagasan dan

sekalugus didasarkan pada amaliy tathbiqiy, yaitu tataran praktis,

tetapi justeru karena desakan dan tuntutan fitrah manusia untuk

mengatur dan mengelola hubungan antar sesama warga (li tanzim al-

`alaqah bayna al-Nas), meredam konflik, serta mengendalikan

berbagai kepentingan dan kecenderungan watak manusia yang

bersifat haiwani atau binatang, sepertisifat pemarah, hasad dengki,

pamer (sikap menunjuk-nunjuk agar dilihat orang lain hebat), dan

sebagainyayang memang karakternya terbentuk seperti itu, dan jika

hal ini tidak diarahkan ke jalan yang benar, maka akan berdampak

pada terjadinya ketidak teraturan hidup, kehidupan pasti menjadi

tidak menentu dan berakibat lahirnya kehidupan tidak kondusif.455

Oleh karena profesi politik sangat penting dengan empat

subprofesi tersebut di atas, maka mereka yang terlibat secara

langsung dalam profesi politik atau politik praktis harus betul-betul

memiliki pengetahuan, keahlian dan kearifan yang memadai,

454. Lihat Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 75 455. Muhammad Jalal Syaraf, et al. al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h.374 -

375

Page 258: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

461

sehingga dapat mencerminkan profesiolitas dalam bekerja, tentu saja

dengan kapabelitas dan kredibelitas dalam mengatur dan mengelola

negara. jika sikap-sikap seperti ini terealisasi dalam kehidupan

bernegara dapat diharapkan akan tercipta apa yang menjadi tujuan

bersama, yaitu wujudnya kemaslahatan dan kesejahteraan

umum.Tatanan kehidupan perpolitikan yang digagas al-Ghazali ini

tentu saja sesuai dengan tingkat keperluan hidup pada abad-abad

pertengahan dan klasik, tetapi juga tetap bermanfaat bagi kajian

perbandingan politik di era modern dan kontemporer seperti saat ini.

5.KeperluanPadaSumber Pendapatan

Bagaimana negara memerlukan sumber pendapatan ?untuk

apa ? dan dari mana ?Dalam konteks ini, Al-Ghazali menegaskan

bahwa negara memerlukan sumber pendapatan ( al-dakhlu ). Hal ini

menurutnya karena sumber pendapatan negara akan dipergunakan

untuk membiayai operasional berbagai keperluan negara, antaranya

memberi tunjangan kepada Tentara (ma`ayisyah al-Jundi) dan

keperluan-keperluan lainya. Pendapatan negara diambil dari

beberapa sumber, antaranya;

1. Harta kekayaan yang terbiar (al-amwal al-dho`iah), yaitu

harta atau asset yang tidak ada pemiliknya,, maka dianggap

sebagai milik negara dan bisa dipergunakan untuk berbagai

kepentingan negara.

2. Harta ghanimah, yaituharta rampasan perang setelah umat

Islam berhasil mengalahkan musuh, maka sebagian harta

ghanimah untuk kepentigan negara.

3. Pajak.456

456.Pembicaraan tentang pajak dan sumber pendapatan negara yang lain

yang menjadi salah satu sumber pendapatan negara, Ibnu Taimiyah

membicarakannya secara rinci, maka pembicaraan tentang pajak lebih lanjut, lihat

h. 151 - 154

Page 259: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

462

Berkaitan dengan pasukan Tentara (Jundi). Jika mereka dari

kalangan orang-orang yang beragama dan wara`i (orang yang

berhati-hati dalam bertindak). Mereka dapat menerima pembagian

harta yang telah disediakan dari alokasi dana kemaslahatan( gaji)

meskipun tidak banyak. Jika anggota Tentara menginginkan yang

lebih banyak (al-tawassu`), dan keperluannya sangat mendesak,

maka penduduk setempat bisa memberikan bantuan kepada

pasukan Tentara tersebut, agar dapat menjaga keberlangsungan

kedaulatan negara.457Keperluan pada sumber pendapatan

sebagaimana disebutkan di atas, pada akhirnya berimplikasi pada

keperlukan mengangkat para pegawai yang akan mengelola dana

pajak yang sudah terkumpul dari masyarakat, yaitu;

1. Para pekerja (al-ummal), yaitu orang-orang yang bertugas

mengelola sumber pendapatan negara, dan mereka yang

diprioritaskan adalah orang-orang yang memiliki sikap adil

dan punya harta, karena dengan sikap adil mereka akan

terhindar dari tindakan penyalah gunaan wewenang (zalim),

dan dengan punya harta mereka akan terhindar dari tindakan

korupsi atau penggelapan uang negara.

2. Orang-orang yang memiliki sikap lemah lembut. Sikap ini

akan melahirkan kondisi yang yaman.

3. Orang-orang yang bertugas mengumpul dan menyimpan

harta pendapatan negara sampai batas waktu dikeluarkan

dari gudang atau logistik.

4. Orang-orang yang bertugas mengalokasikan secara adil

kepada orang-orang atau komunitas yang telah ditentukan.458

Bicara soal pengelolaan sumber pendapatan negara atau harta

kekayaan negara, al-Ghazali mengkaitkannya dengan kestabilan

negara yang berdampak pada terciptanya keharmonisan hubungan

antara para pemikir dan para Ilmuan dengan para politisi dan para

penguasa, di mana mereka adalah merupakan komponen-komponen

penting dalam sebuah negara. Dalam konteks ini al-Ghazali

457 . Ibid. h. 382 458. Ibid. h. 382

Page 260: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

463

menegaskan bahwa ketentraman dan kedamaian rakyat (umat)

bergantung pada kesatuan dan kebersamaan para Ilmuan dan para

pemikir dengan para politisi dan para penguasa. Jika mereka dapat

menjaga kebersamaan, maka akan berdampak pada terciptanya

kestabilan politik. Sebaliknya jika mereka tidak harmonis dan

bahkan saling bersetru (konflik) akan berimplikasi pada lahirnya

kondisi instabilitas politik (anna sholahal ummah la yatimmu illa bi

sholah ahlul `ilmi wa al-fikri wa ahlu al-siyasah wa al-sulthan, idha

solahuu sholuha al-nass, wa idha fasaduu fasada al-nass)459

Demikian pembahasan tentang sumber pendapatan negara

yang dikonsepsikan al-Ghazali, meskipun pendapatan negara pada

saat itu masih sebatas beberapa sektor saja, terutama dari asset

terbiar, harta rampasan perang, dan pajak. Jika melihat realitas ini

ternyata al-Ghazali sudah ada perhatian pada pemanfaatan beberapa

sektor pendapatan negara, terutama untuk keperluan-keperluan

pasukan Tentara sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas

terciptanya kondisi aman, damai dan tentram.

6.Kepala Negara dan Para Pembantunya

Dalam sebuah komunitas atau masyarakat atau umat,

munculnya seorang pemimpin merupakan sesuatu yang alami

(fitrah) di dalam fenomena kehidupan masyarakat. Di mana saja ada

komunitas atau masyarakat, pasti di situ ada seorang pemimpin, baik

kemunculannya melalui proses alami atau melalui mekanisme

pemilihan yang melibatkan orang banyak (rakyat), baik melalui

mekanisme pemilihan secara langsung atau pun tidak

langsung.Pemimpin yang memiliki tugas yang lebih besar dan

menyeluruh di sebut kepala negara, apa pun gelarnya; Raja,

Khalifah, Presiden, Sulthan, dan sebagainya. Dalam konteks ini, al-

Ghazali menegaskan bahwa jika kepala negara atau pemimpin tidak

wujud dalam sebuah negara atau dalam komunitas masyarakat, maka

tidak akan wujud sebuah ikatan persatuan (rabithah) di kalangan

umat, dan secara otomatis sistem pengaturan hidup juga tidak akan

wujud.460

459 . Yusuf al-Qardhawiy, al-Imam al-Ghazaliy Bayna Madihihi wa

Naqidhihi ( Beirut Muassisah al-Risalah, 1994 M./1414 H.), h. 93 460. Ibid. h. 382

Page 261: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

464

Dari sinilah munculnya kebutuhan kepada seorang

pemimpinatau kepala negara; yaitu seorang pemimpin publik yang

bertugas sebagai kordinator pemimpin-peinmpin di bawahnya.

Begitu juga kebutuhan kepada seorang Amir, Gunernur, yaitu

pemimpin yang bertugas di daerah atau pemimpin yang bertugas

pada tugas-tugas khusus, seperti pemimpin perang. Amir yang

dimaksud di sini adalah seorang pemimpin daerahyang memiliki

berbagai tugas khusus, antaranya;membuat regulasi

daerah,menentukan pekerjaan atau tugas kepada seseorang,

menentukan jenis tugas apa yang sesuai dengannya, mengambil

pajak yang dilakukan secara adil (tidak dengan kekerasan atau

zalim) dan memberikannya terutama kepada pasukan Tentara,

mengirim persenjataan kepada mereka, menentukan kebijakan

strategi perang, mengangkat dan menetapkan pemimpin perang pada

setiap kelompok, dan melaksanakan kebijakan-kebijakan lain, yang

sebenarnya menjadi tugas kepala negara, tetapi kemudian

dimandatkan kepadanya.

Dalam rangka merealisasikan kebijakan-kebijakan tersebut di

atas, muncul kebutuhan terhadapunit-unit pekerjaan yang akan

ditangani oleh beberapa pemimpin unit, antaranya; al-Khatib, yaitu

seorang Sekretaris,al-Khazzan, yaitu bendaharawan, al-Hasib, yaitu

seorang Akuntan, al-Jubbat, yaitu Pengawas, dan al-Ummal, yaitu

para pekerja.461

Sebagai akibat dari keterlibatan mereka dalam pengelolaan

negara dalam unit-unit tertentu, maka secara otomatis mereka

memerlukan penghidupan (ma`isyah) atau gaji untuk

memungkinkan mereka bekerja secarafokus dan profesional, maka

menurut al-Ghazali secara otomatis negara memerlukan anggaran

tambahan, selain dana yang sudah tersedia (malul asli), yaitu dana

yang dialokasikan dari dana pendapatan negara yang sudah

terkumpul dari berbagai sumber pendapatan, dan dari para warga

wajib pajak.462

7.TeoriKemunculan Pasar dan Penggunaan Uang

461. Ibid. 462. Ibid.

Page 262: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

465

Pasar sebagai tempat aktivitas jual beli barang-barang

keperluan dan sekaligus sebagai pusat perputaran uang, bukanlah

sesuatu yang baru dalam sejarah peradaban umat manusia, di zaman

Jahiliah sebelum Nabi Muhammad lahir sudah ada pasar, yaitu pasar

`Ukaz di Mekah, begitu juga di China, India pada zaman-zaman

dahulu.Dalam konteks ini, al-Ghazali menegaskan bahwa pekerjaan

atau profesi apa pun tidak akan sempurna dan efektif, kecuali jika

didukung oleh kekuatan uang dan alat-alat (al-amwal wa al-

alaat).463Uang atau harta (al-mal) merupakan alat atau instrumen

(`ibarat) yang dapat digunakan untuk transaksi berbagai keperluan

hidup. Terjadinya jual beli atau transaksi (al-`aqd)tentang sesuatu

barang menurut al-Ghazali adalah sebagai akibat dari suatu kejadian

di mana seorang petani (al-Falah)misalnya, terkadang bertempat

tinggal di kampung atau desa, yang tidak ada alat-alat pertanian di

situ, begitu juga seorarng Tukang besi atau Tukang kayu (al-haddad

wa al-najjar) terkadang juga kedua-duanya bertempat tinggal di

kampung atau desa yang tidak ada pertanian. Keberadaan ketiga-tiga

orang tersebut; yaitupetani, tukang besi dan tukang kayu, baik

disadari atau pun tidak, mereka saling memerlukan secara timbal

balik antara satu dengan yang lainnya.Seorang petani memerlukan

tukang besi, dan tukang kayu untuk membeli alat-alat pertanian yang

terbuat dari bahan besi atau kayu. Begitu juga sebaliknya, tukang

besi dan tukang kayu juga memerlukan Petani untuk membeli

makanan hasil panen pertanian,maka salah satu dari ketiga orang

tersebut memerlukan pemberian suatu barang dari masing-masing

mereka kepada yang lainnya, sehingga salah satunya dapat

mengambil barang yang diperlukan.

Hal ini terjadi saling menerima dan memberi melalui tukar

menukar (al-mu`awadhah) atau barter di antara ketiga orang

tersebut. Hanya saja Tukang kayu saat meminta (order) makan siang

(al-ghoda) kepada seorang petani dengan menukar ( barter ) alatnya,

dan barangkali secara kebetulan seorang petani pada saat itu tidak

membutuhkan alat tersebut, bisa jadi kemudian seorang petani

tersebut tidak jadi menjual makanannya. Demikian juga, seorang

petani ketika meminta (order) alat-alat kepada tukang kayu dengan

463. Lihat Muhammad Jalal Syaraf et al, al- Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h.

383

Page 263: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

466

menukar makanan, tetapi pada saat yang sama secara kebetulan

kadang-kadang seorang Tukang kayu sedang punya makanan juga,

maka secara otomatik dia tidak memerlukanya.

Dalam kondisi seperti ini menjadi kendala, di mana barang-

barang yang ada menjadi terbiar, dan pada akhirnya mereka

memerlukan seorang penjaga toko (hanut atau dukkan) yang bisa

mengumpulkan dan menyimpan barang-barang atau alat-alat yang

digunakan untuk memproduksi barang-barang (shona`ah), supaya

orang-orang yang memiliki alat-alat tersebut dapat melayani

(liyatarossoda) orang-orang yangmemerlukan barang-barang (arbab

al-hajat). Selain dari itu, mereka juga memerlukan gudang-gudang

yang menjadi tempat penyimpanan barang milik petani (al-fallah),

maka kemudian orang-orang yang punya gudang membeli alat-alat

tersebut dari petanisebagai upaya memenuhi kebutuhan mereka.

Dari sinilah munculnya pasar dan tempat penyimpanan (al-aswaq

wa al-makhazin), yaitu toko atau hanut.464Selanjutnya kata al-

Ghazali, dalam aktivitas ini terjadi hilir mudik, atau bolak balik

(taraddud) antara orang yang dari kota ke desa (kampung), atau

sebaliknya, yaitu dari desa ke kota (al-bilad wa al-qura), maka

kemudian orang-orang bolak balik atau hilir mudik untuk membeli

makanan dari desa atau kampung, dan dari kota membeli alat-alat,

mereka terus mengangkut atau memindahkan barang-barang dari

kota ke desa, dan sebaliknya dari desa ke kota.

Suatu hal yang perlu diingatmenurut al-Ghazali adalah

bahwa kadang-kadang di kota tidak terdapat semua alat yang

diperlukan, demikian juga di desa kadang-kadang tidak ditemukan

jenis makanan yang diperlukan. Kondisi ini menyebabkan terjadinya

ketergantungan antara sesama.465Kelanjutan dari aktivitas ini

manusia kemudian memerlukan fasilitas transportasi. Dari sinilah

kemudian bermunculan para pebisnis (al-tujjar)yang menyediakan

fasilitas transportasi, selain dipicu oleh motivasi mengumpulkan

uang sebanyak-banyaknya. Sebagai akibat dari terjadinya jual beli

ini, maka pada akhirnya, manusia memerlukan uang sebagai alat

transaksi atau aqad.

464. Ibid. 465. Ibid.

Page 264: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

467

Seseorang yang mau membeli makanan dengan kain melalui

sistem barter, lalu dari mana dia tahu tentang nilai (al-miqdar)yang

sama antara kain dengan makanan tersebut, dan berapa kadar

nilainya.? Interaksi jual beli (al-mua`amalah) ini terus berlangsung

dalam berbagai jenis barang yang berbeda dalam dinamika

kehidupan umat manusia, kain dijual dengan makanan melaui sstem

barter, haiwan dengan kain. Pola-pola jual beli seperti ini jelas

tidak sesuai (la tatanasab) karena sering terjadi manipulasi dan

ketidak adilan, satu pihak merasadiuntungkan dan di pihak lain

merasa dirugikan. Atas dasar ini diperlukan seseorang yang dapat

memberikan keadilan kepada kedua belah pihakyang sedang

bertransaksi (al-mutabayi`ain).Keadilan yang diperlukan adalah

terhadap materi harta yang tidak seimbang.Akhirnya kebutuhan itu

terus berlanjut dan merambah pada barang-barang lain yang bisa

bertahan lama, maka atas dasar ini kemudian dibuatlah uang, baik

terbuat dari emas, perak, atau tembaga (al-zahab, al-fidhdhah, wa

al-nuhas) sebagai alat yang dapat dipergunakan untuk transaksi

dalam proses jual beli, selain dari itu uang juga berfungsi untuk

menentukan nilai harga barang. Selanjutnya muncul kebutuhan lain

yang mendesak, yaitu kebutuhan mencetak uang, mengukir, dan

menetapkan nilai (al-dharbu, al-naqsy, wa al-taqdir ) itu sendiri.466

Kebutuhan selanjutnya adalah terhadap tempat dan pencetak uang

(mesin), dan tukar uang (al-sharafah).467

Berbicara mengenai aktivitas jual beli barang di pasar, al-

Ghazali dan termasuk para Ulama yang lain, mengingatkan terhadap

beberapa hal buruk yang sering terjadi pada kebanyakan orang-

orang beraktivitas jual beli di pasar.Peringatan ini disampaikan al-

Ghazali di dalam karyanya; Ihya Ulumuddin.468 Beberapa hal buruk

tersebut, antaranya;

1. Berbohong di dalam laba (al-kizbu fiy al-murabahah),

466 . Untuk pertama kalinya mata uang dicetak dan diberlakukan

penggunaanya sebagai alat transaksi dalam sejarah peradaban umat Islam adalah pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Sebelumnya umat Islam

menggunakan mata uang yang dikeluarkan Kerajaan Bizantium. 467 . Ibid. h. 384 468 . al-Ghazali, Abu Hamid, Ihya Ulumuddin ( Singapore: Dar Sulaiman

Mara`iy, t.th. ), Juz 2, h. 333

Page 265: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

468

2. Menyembunyikan kecacatan di dalam barang jualan (ikhfa

al-`aib),

Di dalam konteks ini, al-Ghazali menjelaskan bahwa jika

seorang pedagang (al-ba`ei) berkata; saya sebenarnya beli barang

ini dengan harga sepuluh (sepuluh ribu dinar) dan labanya cuma

segini (wa arbahu fiha kaza). Jika dia tidak benar dalam ucapannya

itu, maka dia (si pedagang) telah berbohong dan dia dianggap fasik

(orang yang selalu menganggap ringan terhadap kewajiban agama

dan banyak melakukan kesalahan).Menurut al-Ghazali, siapa saja

yang mengetahui perilaku si pedagang tersebut agar

menginformasikannya kepada si pembeli (al-musytariy) tentang

kebohongannya itu. Kemudian kalau si pembeli diam dan bersikap

acuh tak acuh setelah diberi tahu, hanya karena menjaga perasaan si

pedagang (mura`atan li qalbi al-ba`ei), maka si pembeli dianggap

sama saja dengan si pedagang tersebut berkhiyanat (syarikan lahu

fiy al-khiyanat), dan si pembeli tadi dianggap berdosa karena

bersikap tidak pedulidan mendiamkan kebohongan orang lain (si

pedagang).

Begitu juga jika seseorang (si pedagang) mengetahui ada

keburukan (`aib) di dalam barang jualannya, maka harusnya si

pedagang tersebut memberi tahukan kepada si pembeli tentang

keburukan tersebut. Jika tidak !artinyatidak memberi tahu kepada si

pembeli, maka si pedagangtersebut dianggap merestui kehilangan

barang saudaranya (bi dhiya`ei mali akhihi al-muslim). Hal ini

menurut al-Ghazali, haram hukumnya. Begitu juga di dalam hal

adanya perbedaan (al-tafawut) di dalam liter, ukuran, dan

timbangan (al-zira`i, wa al-mikyal, wa al-mizan), maka wajib bagi

siapa saja yang mengetahui hal tersebut untuk merubahnya, baik

langsung sendiri, atau melaporkanya ke pihak berwajib (al-Waliy)

untuk merubahnya.469

Berdasarkan apa yang disampaikan al-Ghazali tentang

kemunculan pasar dan perlunya penggunaan uang sebagai alat untuk

bertransaksi, ternyata al-Ghazali sudah berbicara soal pasar (al-suq).

Mengenai pasar Al-Ghazali menjelaskannya melalui teori

kemunculan pasar.Pasar menjadi keperluan umat manusia, karena di

469. Ibid.

Page 266: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

469

situ ada aktivitas berbelanja, menjual dan membeli barang-barang

yang menjadi hajat hidup orang banyak.Apayang dideskripsikan al-

Ghazali tentang teori pasar di abad-abad klasik peradaban umat

Islam ternyata dalam realitas kehidupan di era kontemporer adalah

sama. Bedanya pasar di era kontemporer sudah berkembang

sedemikian rupa, sehingga pasar menjelma menjadi Mall-Mall atau

Supermarket, seperti Carrefoufe, Lottemart, Giand dan sebgainya

yang menyediakan berbagai jenis barang yang lebih lengkap dalam

satu tempat atau gedung. Keperluan pada uang sebagai alat transaksi

yang mengandung nilai merupakan kelanjutan dari adanya pasar,

tempat berbelanja. Dalam aktivitas jual beli barang, al-Ghazali

sangat menekankan pada kejujuran dan transparansi sebagai sikap

seorang muslim dalam hal transaksi jual beli, agar tidak ada pihak-

pihak yang merasa dirugika.

8.Gagasan Tentang Kesejahteraan Dan Kebahagiaan

Kebahagiaan dan kesejahteraan menjadi impian dan

dambaan semua manusia hidup di bumi ini, manusia hidup di mana

saja memimpikan hidup bahagia dan sejahtera.Oleh karena itu,

untuk memperoleh dan mempertahankan kehidupan yang bahagia

dan sejahtera, manusia bersedia berkorban, baik jiwa atau

raga.Hidup bahagia dan sejahetra dalam batas-batas dan ukuran

umum adalah terpenuhinya semua kebutuhan hidup yang melebihi

dari kebutuhan asas, baik berupa sandang, pangan, papan (rumah)

dan lain-lain.Kebahagiaan (al-sa`adah / happiness)lebih ditekankan

pada adanya kesenangan dan kebaikan yang dirasakan oleh hati atau

jiwa, dan ini bersifat immaterial.Oleh karenanya, keadaan ini tidak

tergantung pada berlimpahnya harta kekayaan yang banyak, sebab

dengan hidup yang sedang-sedang saja orang bisa bahagia,

ketimbang banyak harta tetapi hidupnya tidak tenang, dan selalu

gelisah menyebabkan tidak adanya kesenangan dan kebaikan.

Sementara kesejahteraan (al-rifahiyah / welfare) adalah keadaan

telah teralisasinya berbagai fasilitas (al-hajah al-asasiyah) yang

mencukupi bagi individu atau pun masyarakat, baik berupa pangan,

pendidikan, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan, rumah nyaman

Page 267: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

470

dan bagus, kendaraan bagus dan kerendan sebagainya,470 oleh

karenanya bersifat material. Atas dasar ini, upaya mencari harta

kekayaan merupakan hal yang sangat penting dan mendesak, tetapi

harta kekayaan yang sudah dicapai itu untuk diapakan ?apa

digunakan untuk bersenang-senang, berpoya-poya, atau

dimanfaatkan untuk kebaikan keluarga dan umat.

Dalam konteks ini, al-Ghazali berbicara tentang bagaimana

masyarakat atau al-khlaqu yang dalam bahasa sekarang al-

mujtama`, selalu disibukkan oleh aktivitas memenuhi kebutuhan

hidup untuk mendapatkan sandang, pangan, dan papan atau tempat

tinggal (al-kiswah, wa al-qut wa al-maskan). Tetapi, tegas al-

Ghazali, dalam rangka upaya membangun kehidupan yang layak dan

sejahtera itu, kadang mereka lupa diri terhadap tujuan hidup mereka,

lupa terhadap destinasi akhir mereka, akibatnya mereka bingung dan

tersesat, bahkan di dalam pemikiran mereka setelah keletihan

sehabis bekerja seharian, muncul pemikiran-pemikiran negatif

terkait memahami apa itu hidup bahagia dan sejahtera,471 oleh

karenanya mereka berdeda-beda dalam memahami arti bahagia dan

sejahtera sesuai dengan latar belakang kehidupan mereka, bahkan

al-Farabi sendiri berbeda juga dalam memahami arti kebahagiaan

(al-sa`adah atau happiness), yaitu kebahagiaan keintelektualan (al-

sa`adah al-fikriyah),472 bukan al-sa`adah yang berkaitan dengan

keduaniaan, yaitu pencapaian sandang, pangan, dan papan ( tempat

tinggal ) yang cukup layak dan memadai.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan al-Ghazali

terhadap masyarakatnya saat itu, al-Ghazali menemukan adanya

tingkat perbedaan pemahaman terhadap makna kebahagiaan dan

kesejahteraan yang ingin dicapai. Terkait hal ini al-Ghazali

menjelaskantentang beberapa kelompok yang berbeda pemahaman

terhadap makna kebahagian dan kesejahteraan itu, antaranya sebagai

berikut;

470. A. Zaki Badawiy, A Dictionary of The Social Science ( Beirut:

Librairie Du Liban, 1982 ), h. 445 471. Lihat Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abdul Mukthi Muhammad, al-

Fikri al-Siyasiy Fiy al-Islam, h. 387 472. Idris Zakaria, Teori Politik al-Farabi dan Masyarakat Melayu (

Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pendidikan Malaysia,

1991 ), h. 138

Page 268: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

471

1. Sekelompok orang menyatakan bahwa kehidupan hanyalah

di dunia ini saja (na`isyu ayyaman fi al-dunya). Oleh karena

itu orang harus sungguh-sungguh berusaha semaksimal

mungkin untuk memperoleh pangan (al-qut) sehingga orang

mendapatkan kekuatan tenaga untuk beraktivitas atau kasab

(bekerja). Berkerja untuk makan, dan makan untuk bekerja.

Mereka itu kata al-Ghazali, akhirnya kecapean di siang hari

hanya untuk makan di malam hari, dan makan di malam hari

untuk cape di siang hari. Menurut al-Ghazali, mereka itu

bagaikan orang yang melakukan perjalanan jauh yang tidak

berujung, kecuali mati.473

2. Kelompok ke dua adalah orang-orang yang menduga bahwa

kebahagiaan dan kesejahteraan itu tidak lain, selain yang

dapat memenuhi semua keinginan (syahwat al-dunya), yaitu

syahwat perut dan sex (syahwat al-bathan wa al-faraj).

Menurut al-Ghazali, mereka lupa diri, orientasi mereka

dalam hidupnya adalah wanita (wanita-wanita cantik), dan

menumpuk kekayaan dan mengejar kemewahan dunia, dan

bersikap glamor. Mereka makan, kata al-Ghazali, seperti

haiwan makan tanpa mengenal halal atau haram, kemudian

mereka menduga bahwa mereka itu sudah mendapatkan

semua yang mereka inginkan, mereka merasa sudah

mendapatkan tujuan kesejahteraan hidup, mereka lupa

kepada Allah dan hari akhirat.

3. Sekelompok orang beranggapan bahwa kebahagiaan dan

kesejahteraan ( al-sa`adah wa al-rifahiyah ) dengan

banyaknya harta yang dimiliki dan bermegah dengan

simpanan uang dalam jumlah besar (fiy katsrah al-mal wa

al-katsrah al-kunuz), mereka sanggup kurang tidur di malam

hari, dan di siang hari membanting tulang bekerja kuat untuk

menumpuk kekayaan, akhirnya mereka kelelahan di

sepanjang malam dan di sepanjang hari. Bekerja kuat untuk

menumpuk kekayaan sehingga lupa makan, kecuali hanya

473 . Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abdul Mukthi, al-Fikr al-Siyasi Fiy

al-Islam, h. 386

Page 269: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

472

sebatas seperlunya saja, hal ini bukan apa-apa, tapi

lebihdisebabkan karena sangat pelit (al-bukhli). Inilah

kenikmatan dan kebahagiaan mereka dalam hidupnya,

kemudian menjadi kebiasaan sampai ajal menjeput mereka.

4. Kelompok ke empat adalah orang-orang yang beranggapan

bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan itu jika memiliki nama

baik (husnul ismi) yang disebut-sebut dari mulut ke mulut di

masyarakat, orang-orang sekelilingnya memberikan pujian

(bi al-tajammul wa al-muru`ah) tetapi sekedar kelihatannya

memberikan pujian-pujian saja. Menurut al-Ghazali, mereka

itu sibuk bekerja (kasbil ma`asyi)untuk makan dan minum,

harta kekayaannya hanya digunakan untuk membeli-beli

pakaian (al-malabis) yang bermerek, membeli kendaraan

yang keren, dan membeli apa saja yang menjadi perhatian

orang banyak, sehingga orang-orang sekelilingnya

mengatakan bahwa dia orang kaya, dermawan (Innahu

ghaniyyun wa dhu tsarwah). Mereka menduga bahwa itu

adalah kebahagiaan dan kesejahteraan.

5. Adalah orang-orang yang mengira bahwa kebahgiaan dan

kesejahteraan itu menggapai kesuksesan memperoleh

kedudukan dan pangkat, serta penghormatan masyarakat

kepada mereka, dan ini dibuktikan dengan kepatuhan

masyarakat melalui sikap merendah dan apresiasi kepada

mereka. Kelompok ke lima ini berpendapat bahwa jika

kekuasaan (otoritas) sudah berada di genggamannya dan

rakyat sudah tunduk dan patuh kepada kehendak mereka,

mereka merasa sudah memperoleh kebahagiaan dan

kesejahteraan besar. Itulah tujuan akhir (hadaf) dari

keseluruhan hidup mereka.474

Jika lima kelomok dengan berbagai upaya dan tujuan mereka

dalam mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan berbeda-beda dalam

memahami arti kebahagiaan dan kesejahteraan itu sendiri

sebagaimana dijelaskan al-Ghazal di atas, maka ada kelompok lain

474. Ibid. h. 387 - 388

Page 270: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

473

yang benar-benar bertolak belakang dari lima kelompok di atas,

yaitu mereka yang menjauhi hal-hal yang bersifat

duniawi.Kelompok ini menurut al-Ghazali antaranya orang-orang

yang beragama Budha dan orang-orang Sufi dalam berbagai

tingkatanya; Thariqat, Haqiqat, dan Ma`rifat. Kebahagiaan dan

kesejahteraan yang mereka cari adalah dengan mematikan syahwat

dan berbagai keinginan duniawi, serta mematikan kemarahan

(qath`u al-syahwatwa al-ghodob). Menurut mereka akhirat adalah

tempat kebahagiaan dan kesejahteraan yang hakiki, dunia bersifat

fana, tidak lebih umpama fatamorgana seperti bayang-bayang yang

tidak real (unreal). 475

Selanjutnya al-Ghazali menyampaikan pendapatnya terkait

satu kelompok yang disebutnya sebagai kelompok pertengahan (al-

tawassuth, moderasi), selamat (al-najiyah).476 Kelompok ini

menurut al-Ghazali, adalah orang-orang yang berjalan di atas jalan

yang dilalui Nabi Muhammad saw. bersama dengan Sahabat-

sahabatnya, yaitu jalan yang tidak memutus hal-hal duniawi secara

keseluruhan (bi al-kulliyah) dan tidak pula mematikan syahwat

(keinginan-keinginan duniawi dan biologis) sama sekali, begitu juga

tidak rakus terhadap keduniaan.Hal-hal keduniaan dicari sebatas

untuk bekal hidup dan ibadah.Semua yang dilakukan berdasarkan

keseimbangan (al-`adl).Oleh karena itu, mereka bekerja untuk

mendapatkan pangan (al-qut) agar jasmani bertenaga untuk

melaksanakan ibadah. Tempat tinggal (al-maskan / al-sakan)yang

mereka peroleh digunakan sebagai tempat berlindung dari setiap

tindakan kriminal, seperti maling, perampokan dan untuk

melindungi diri dari terik panasnya mata hari, serta untuk

melindungi diri dari udara dingin. Begitu juga sandang (al-malabis)

digunakan untuk menutupi aurat.Kendaraan digunakan untuk

kemudahan bepergian jarak jauh.477 Intinya kelompok yang terakhir

ini adalah kelompok yang menerapkan keseimbangan (al-`adl wa al-

wasath), dan tidak berlebihan (duna tafrithinwa al-ifrath). Kata al-

Ghazali inilah kelompok yang mendapatkan kebahagiaan dan

475. Ibid. h. 388 476. Ibid. 477. Ibid.

Page 271: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

474

kesejahteraan hidup hakiki yang sebenarnya berdasarkan ajaran

agama.478

Terkait dengan carabagaimana mewujudkan kebahagiaan dan

kesejahteraan yang beretika. al-Farabi (begitu juga al-Ghazali)

menyampaikan gagasannya tentang bagiamana upaya mewujudkan

kebahagiaan dan kesejahteraan yang beretika. Dalam hal ini

seseorang agar menghindari beberapa perilaku buruk sebagai

berikut;

1. Membuang sifat-sifat individualistik,

2. Membuang sikap mementingkan diri sendiri ( egoistik ),

3. Tidak bersikap zalim dan kejam, khianat, dan keji,

4. Menindas golongan lemah,

5. Hipokrit terhadap agama dan tatasuli masyarakat,

6. Angkuh, megah, besar diri,

7. Suka kelezatan dan gila pujian orang, dan

8. Cinta yangberlebihan (al-ghuluww) pada kebendaan dan

sebagainya.479

Dengan berdasar pada hal-hal sebagaimana disebutkan al-

Farabi di atas, maka upaya mewujudkan kebahagiaan dan

kesejahteraan yang menjadi dambaan akan tercipta, bahkan akan

berimplikasi pada lahirnya kondisi yang baik,nyaman dan

mengutamakan keharmonisan bersama dalam membangun

kehidupan di dunia ini. Meskipun gagasan al-Farabi tentang

kebahagiaan dan kesejahteraan dikaitkan dengan pencarian

kebahagiaan (al-sa`adah) keintelektualan bersifat immaterial, tetapi

dapat diterapkan pada upaya mencapai kebahagiaan dan

kesejahteraan yang bersifat material.

Kebahagiaan dan kesejahteraan yang digagas al-Ghazali

dalam konteks ini dikonsentrasikan pada upaya secara individu-

individu atau kolektif, belum menyentuh pada tataran upaya yang

ditangani secara langsung oleh negara atau pemerintah, karena

starting poin pembangunan negara sebenarnyadimulai dari individu,

keluarga dan kelompok masyarakat. Oleh karenanya belum

menyentuh pada gagasan apa yang disebut welfare state (negara

sejahtera)sebagaimana yang lahir di era modern dan kontemporer,

478. Ibid. h. 389 479. Idris Zakaria, Teori Politik al-Farabi dan Masyarakat Melayu, h. 137

Page 272: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

475

yaitu negara yang memberikan jaminan secara resmi dan

bertanggung jawab kepada rakyatnya untuk terealisasinya

kesejahteraan dengan menyediakan berbagai fasilitas yang

dibutuhkan dan memberikan pelayanan (services) yang

prima.480Welfare State dapat terealisasi jika didukung oleh

komitmen semua kalangan dan komponen masyarakat pada sistem

dan pemeliharaan keamanan secara nasional oleh negara.Pemikiran

al-Ghazali tentang kebahagiaan dan kesejahteraan didasarkan pada

asas keseimbangan (al-`adl, al-wasath) antara upaya mencapai

material dan spiritual, antara kepentingan pribadi dan kepentingan

umum.

9.TeoriTentang Imamah (Kepemimpinan)

Figur sosokseorang pemimpin sangat penting dalam

kehidupan perpolitikan, karena pemimpin menjadi cermin bagi

rakyatnya, dalam arti sebagai representasi dari bangsanya. Oleh

karena itu, sudah menjadi keharusan bagi seorang pemimpin

memiliki karakter atau sifat-sifat yang dibutuhkan sebagai seorang

pemimpin atau kepala negara, agar kepemimpinannya berwibawa

dan efektif. Beberapa sifat yang harus dimiliki oleh seorang Imam,

antaranya; jujur, adil, kapabel dan kredibel. Jika seorang Imam

memiliki sikap dan karakter seperti disebutkan,maka seorang Imam

akan menjadi teladan dan contoh bagi para pejabat di bawahnya

sehingga akan tercipta kehidupan perpolitikan yang kondusif dan

stabil, maka keamanan, kesejahteraan dan kemakmuran akan lahir

dengan mudah, dalam konteks ini al-Ghazali berbicara.

Al-Ghazali menjelaskan teorinya tentang Imamah

(nazariyatu Imamah) secara rinci dengan pendekatan (thariqah)

yang tidak ditemukan pada pemikir-pemikir Islam lainnya, baik

yang dulu-dulu sebelum al-Ghazali atau pun sesudahnya. Penjelasan

mengenai teori Imamah ini dapat ditemui di beberapa karya al-

Ghazali, antaranya; al-Iqtishad Fiy al-I`tiqad, al-Tibr al-Masbuk Fiy

Nasihat al-Muluk, dan karya-karyanya yang lain.481 Penjelasan

tentang teori Imamah dalam pemikiran al-Ghazali meliputi tiga

pembahasan penting, yaitu;

480. A. Zaki Badawi, A Dictionary of The Social Science, h. 446 481 . Ibid, h. 389

Page 273: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

476

1. Kewajiban mengangkat Imam ( Pemimpin ),

2. Orang-orang yang mendapatkan amanah untuk mengangkat

Imam,

3. Penjelasan akidah ahli Sunnah terhadap kepemimpinan

Khulafa al-Rasyidin.482

Berikut ini disampaikan penjelasan mengenai ketiga-tiga

pembahasan penting tersebut sebagai berikut.Kewajiban

mengangkat Imam, yaituseorangpemimpin; Khalifah, Sulthan, Raja

dan sebagainya menurut al-Ghazali bukan saja didasarkan pada

pertimbangan akal pemikiran manusia, tetapi juga

berdasarkanperintah agama (Syara`). Perintah ini dalam bentuk dalil

Syara` yang qath`i (ayat al-Qur`an yang pasti dan tetap), antaranya;

ayat 59, surat al-Nisa, yang artinya; Wahai orang-orang yang

beriman. Taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, serta para

penguasa dari kalian.Oleh karena itu, menurut al-Ghazali,

sebenarnya dalam menetapkan kepemimpinan tidak cukup hanya

dengan berdasarkan ijma`, yaitu hasil konsensus bersama. Hal ini

karena keteraturan dalam hal keberagamaan yang didasarkan pada

petunjuk dan bimbingan Nabi Muhammad saw. (maksudun li shahib

al-Syar`i alaihi al-salam), itu sudah pasti, tidak perlu

diperdebatkan. Demikian juga menurut al-Ghazali, keteraturan

dalam hal keberagamaan tidak mungkin terealisasidengan baik

dalam tataran praktis, kecuali dengan arahan dan kebijakan seorang

Imam yang berwibawa dan ditaati.483

Dalam konteks ini, al-Ghazali menegaskan di dalam

karyanya; al-Tibr al-Masbuk Fiy Nasihat al-Muluk, bahwa Allah

telah memilih dari keturunasn anak cucu Adam dua golongan,

Pertama; Para Nabi (al-Ambiya) bertugas memberi penjelasan

kepada para hamba Allah (umat) tentang hal-hal yang

berkaitan dengan masalah-masalah ibadah, serta

memperkenalkan merekajalan (al-sabil) yang diridhai

Allah.

Kedua; Allah memilih para Raja (al-Muluk) bertugas mengurus (

mengelola ) para hamba Allah dan menjaganya dari setiap

serangan yang bisa melukai dan mungkin datang dari

482 . Ibid. 483 . Ibid. h. 390

Page 274: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

477

mana saja, dan bahkan dari sesama sendiri kepada yang

lainnya.

Para pemimpin (kepala negara: khalifah, raja, sulthan atau

presiden) sebagai pengikat, maka para pemimpinharus dapat

mempersatukan umat manusia dalam rangka terciptanya

kemaslahatan bagi kehidupan melalui kebijakan-kebijkan mereka.

Oleh karenanya, menurut al-Ghazali, Allah telah memposisikan para

pemimpin ( kepala negara ) pada kedudukan terhormat dan

mulia.484Oleh karenanya menurut al-Ghazali lagi, Raja atau Sulthan

sebagai bayangan Allah di bumi (al-Sulthan zillullah fiy al-ardhi),

karenanya ketaatan kepada pemimpin (khalifah, sulthan, raja dan

sebaginya) adalah wajib.485

Dalam konteks ini al-Ghazali menjelaskan kedudukan

Syariat Islam, bahwa Syariat Islam merupakan Syariat yang berlaku

di dunia dan berimplikasi pada kehidupan akhirat nanti.486Oleh

karena itu, al-Ghazali menegaskan bahwa keteraturan dalam hal

beragama adalah dengan ilmu pengetahuan dan pelaksanaan ibadah

(al-ma`rifah wa al-ibadah), dan kita tidak mungkin akan

memperoleh ilmu pengetahuan dan melaksanakan ibadah kecuali

jika badan kita sehat (bi shihhah al-badan), masih hidup (baqa al-

hayat), dan terpenuhinya semua keperluan dan fasilitas (al-hajat),

seperti baju, rumah tempat tinggal (al-maskan) dan terpenuhinya

makanan pokok (al-aqwat).

Pada sisi lain, manusia tidak merasa aman terhadap jiwanya,

badannya, hartanya, tempat tinggalnya (maskan) dan makanannya

dalam keseluruhan aspek kehidupan atau bahkan sebagiannya. Oleh

karena itu, kehidupan keberagamaan dan lain-lainnya tidak akan

terealisasidengan baik kecuali dengan terciptanya keamanan, kalau

tidak, maka semua waktu akan dihabiskan untuk menjaga jiwa

manusia dari ancaman pedang atau senjata, dan akhirnya waktunya

habis hanya untuk membenahi kekuatan untuk mengalahkan musuh.

Ilmu pengetahuan dan pelaksanaan ibadah, keduanya merupakan

perantara atau instrumen untuk mencapai kebahagiaan akhirat

(sa`adah al-akhirat). Atas dasar ini dapat ditegaskan bahwa

484. Lihat al-Ghazali, al-Tibr al-Masbuk Fiy Nasihat al-Muluk( Beirut:

Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1409 H./1988 M.). h. 43 485. Muhammad Jalal Syaraf et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 393 486. Ibid.

Page 275: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

478

keteraturan politik (dunia) merupakan prasyarat bagi keteraturan

beragama.487

Selain dari itu, al-Ghazali berpandangan bahwa politik (al-

duniya) dan keamanan jiwa dan harta benda tidak akan menjadi

teratur kecuali dengan keberadaan seorang Imam (kepala negara)

yang ditaati. Hal ini dapat dibuktikan dengan berdasarkan fakta saat

terjadinya fitnah terbunuhnya para penguasa (sulthan) dan para

Imam. Jika kondisi ini berterusan dan tidak ada upaya mengangkat

seorang Imam yang lain, maka selamanya akan terjadi huru hara (al-

haraj), peperangan akan terus berkobar di mna-mana (wa amma al-

saif), kekeringan dan kelaparan atau kebuluran akan terjadi di

mana-mana (syamula al-qahth ), terjadi kerusakan pada haiwan

ternak, industri, dan program kerja. Oleh karenanya, dampak dari itu

semua menurut al-Ghazali adalah apa pun yang didapatkan tetap saja

negatif. Dalam kondisi seperti ini tidak ada seorang pun yang benar-

benar fokus atau konsentrasi dalam beribadah, juga dalam

pendidikan (belajar) untuk memperoleh ilmu pengetahuan,itu pun

kalau mereka masih hidup dan yang lainnya sudah pada mati karena

terkena hunusan senjata pedang (suyuf).488Oleh karena itu, dapat

ditegaskan bahwa agama dan penguasa (al-din wa al-sulthanaw al-

malik), kedua-duanya menurut al-Ghazali merupakan dua hal yang

kembar (al-din wa al-maliktauamani,mitslu akhawaini wulida min

bathnin wahidin ), seolah keduanya dua saudara kembar keluar dari

satu perut. Oleh Karena itu keduanya harus tetap berada dalam

kondisi normal dan baik.489Maka agama adalah asas dan Imam

(kepala negara) adalah pemelihara. Sesuatu yang tidak ada asasakan

ambruk, begitu juga sesuatu yang tidak ada penjaganya (pemelihara)

akan sirna.490

Pada intinya, tegas al-Ghazali, seseorangyang masih waras

tidak mempersoalkan bahwa manusia (makhluk) dalam berbagai

level dan tingkatannya, serta dalam berbagai macam keinginan dan

perbedaan pendapatnya, jika tidak ada yang mau menyampaikan

pendapat atau aspirasi untuk menyatukan perbedaan itu, maka pasti

mereka akan hancur oleh sesama mereka sendiri, dan ini adalah

487. al-Ghazali, al-Iqtishad Fiy al-I tiqad ( Kairo: T.p. , 1320 H. ), h. 105 488. Ibid. 489. al-Ghazali, al-Tibr al-Masbuk Fiy Nasihat al-Muluk, h. 50 490. al-Ghazali, al-Iqtishad Fiy al-I tiqad, h.391

Page 276: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

479

penyakit yang tidak ada obatnya kecuali dengan adanya Imam (

khalifah, sulthan, raja atau presiden) yang berwibawa dan ditaati,

yaitu; Penguasa yang dapat mempersatukan perbedaan. Atas dasar

ini dapat ditegaskan bahwa seorang Imam (kepala negara) sangat

diperlukan untuk menciptakan keteraturan politik (al-duniya),

sehingga wujud tatanan yang rapi di dalam masyarakat.Keteraturan

politik (al-duniya)menjadi sangat penting bagi keteraturan agama

(keberagamaan).Keteraturan agama (beragama) menjadi penting

dalam rangka memperoleh kebahagiaan (al-sa`adah) di akhirat.

Kesimpulannya adalah bahwa mengangkat Imam menjadi keharusan

atas dasar perintah Syara` (aturan agama). Oleh karenanya tegas al-

Ghazali, tidak ada alasan untuk meninggalkannya, dalam arti tidak

mengangkat Imam.491

Teori (nazariyah) al-Ghazali tentang keharusan mengangkat

Imam (khalifah, sulthan, raja) sebagaimana dijelaskan di atas,

ternyata didasarkan pada apa yang terjadi untuk pertama kalinya di

awal sejarah peradaban umat Islam, di mana setelah Nabi

Muhammad saw. wafat, umat Islam saat itu segera melakukan

musyawarah di Saqifah Bani Sa`idah untuk mengangkat seorang

Imam atau pemimpin sebagai pengganti (khalifah)Nabi Muhammad

saw. setelah Imam terpilih, yaituAbu Bakar al-Siddiq kemudian

dilakukan baiat kepadanya. Dalam hubungan ini, Al-Ghazali melihat

bagaimana para Shahabat meyakini bahwa mengangkat Imam

menjadi keharusan, kemestian, benar-benar nyata, wajib (fardhan,

mahtuman, haqqan, wajib `ala al-faour) dalam waktu yang

sesegera mungkin, dan bagaimana pula mereka melakukan

percepatan supaya tidak terlambat, sehingga dalam situasi seperti ini

mereka terpaksa untuk sementara waktu meninggalkan pengurusan

Jenazah Nabi yang sudah membujur, mereka tuhu kalau dalam satu

detiksaja terjadi kekosongan pemimpin, tidak ada Imam, bisa terjadi

macam-macam diluar dugaan, misalnya; huru hara, terjadi

perbedaan pendapat yang tidak bisa dikendalikan, dan muncul

berbagai kepentingan, bahkan bisa jadi terjadi persaingan yang tidak

sehat yang berimplikasi terjadinya konflik internal yang

membahayakan keamanan dan stabilitas politik. Dalam kondisi

seperti ini, al-Ghazali berpendapat bahwa jika tidak ada seorang

491 . al-Ghazali, al-Iqtishad Fiy al-I tiqad, h. 105 – 106

Page 277: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

480

tokoh yang menjadi panutan, maka tidak akan ada sistem (nizam),

oleh karenanya para Shahabat Nabimendahulukan upaya

mengangkat Imam (pemimpin), karena keberadaan Imam

merupakan sesuatu yang menjadi kemestian (dharuriy) dalam

menjaga kesatuan umat dan Islam.492

10.Kelayakan Seorang Imam (Kepala Negara)

Dalam konteks ini al-Ghazali memfokuskan perhatian untuk

menjelaskan sifat-sifat atau karakter seorang calon Imam (sifaat al-

Imam), sehingga yang dipilih menjadi Imamadalah yang benar-benar

layak. Oleh karenanya, sifat-sifat ini mesti disandang oleh seorang

Imam, baik sifat-sifat itu alami (pembawaan), atau pun sifat-sifat

yang tertanam melalui proses pendidikan dan diupayakan (al-

muktasab). Keharusan memiliki sifat-sifat ini dimaksudkan untuk

memperkuat kedudukan dan kepribadian seorang Imam, serta

memberi batasan hubungan dengan yang lain, apakah juga sifat-sifat

itu duniawi atau berdasarkan agama yang memberi batasan

hubungan antara seorang Imam dengan Allah atau antara Imam

dengan rakyatnya.493

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut di atas, al-Ghazali

menegaskan bahwa tidak menjadi rahasia lagi bahwa tidak mungkin

terjadi pengangkatan seseorang untuk menjadi Imam hanya

berdasarkan keinginan semata-mata (bi al-tasyahiy). Oleh karena itu,

tegas al-Ghazaliseorang calon Imam harus memiliki kelebihan atau

kekhususan yang membedakannya dari yang lain, umpamanya,

kelebihan dalam kepribadiannya, atau kelebihan dalamaspek yang

lain. Kelebihan dalam kepribadian seperti keahlianya dalam

mengelola (mentadbir) pemerintahan. Keahlian mengelola

pemerintahan ini dapat dilakukan setidaknya dengan empat

kelebihan yang dimiliki, yaitu;

Pertama ; memiliki kapabelitas (al-kifayah),

Kedua ;memiliki ilmu pengetahuan,

Ketiga ; memiliki sikap yang adil danal-wara`, dan

Keempat ; berketurunan Quraisy.

492. al-Ghazali, al-Iqtishad Fiy al-I tiqad, h. 105 – 106. Lihat juga

Muhammad Jalal Syaraf, et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 392 493. Muhammad Jalal Syara,f et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 394

Page 278: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

481

Kelebihan yang keempat ini didasarkan pada hadits Nabi

yang artinya; Para Imam itu dari keturunan Quraisy (al-aimmatu

min Quraisyin).Keempat-empat kelebihan ini merupakan

kekhususan yang dimiliki seorang Imam. Tetapi, jika keempat-

empat kelebihan ini ditemukan juga pada yang lain, maka menurut

al-Ghazali harus ada kekhususan lain yang tidak dimiliki oleh orang

lain, antaranya; legitimasi atau dukungan rakyat banyak atau

dukungan seorang tokoh yang berpengaruh (al-tauliyah aw al-

tafwidh min ghairihi) sehingga kemudian dia satu-satunya yang

paling layak untuk menduduki jabatan Imam.494

Berkenaan dengan seorang penguasa (khalifah, raja, sulthan

dan lain-lain) yang memberikan kekuasaan kepada kerabat terdekat

ataupun yang lainnya. Dalam konteks ini al-Ghazali menegaskan

bahwa kekuasaan (al-wilayah atau otoritas) hanya dapat diserahkan

kepada yang lainnya oleh salah satu dari tiga pola atau mekanisme

pengangkatan calonpemimpin yang memiliki kualifikasisebagai

berikut;

1. Berdasarkan penunjukkan atau pengangkatan langsung dari

Nabi Muhammad saw. ( merujuk pada era Nabi Muhammad

).

2. Berdasarkan penunjukkan atau pengangkatan langsung oleh

Imam (kepala negara) yang sedang berkuasa, seperti

khalifah, sulthan, raja atau lainnya mengangkat salah seorang

putranya atau orang lain menjadi Putra Mahkota ( waliyul

Ahdi ). Hal ini merujuk pada sistem monarchi.

3. Berdasarkan pengangkatan (al-tafwidh) oleh seorang tokoh

berpengaruh dan memiliki kekuatan (al-syaukah).

Pengangkatan ini kemudian didukung dan disetujui oleh

orang banyak (umat) dan kemudian melakukan pembaiatan

kepadanya. Hal ini merujuk pada era Khulafa al-Rasyidin.495

Mekanisme pengangkatan kandidat Imam (kepala negara)

sebagaimana dikonsepsikan al-Ghazali di atas, menunjukkan adanya

dua mekanisme pemilihan kandidat Imam atau pemimpim, yaitu; 1.

494. Ibid. 495. al-Ghazali, al-I tiqad Fiy al-Iqtishad ( Kairo: t.p. 1327 ), hl. 106

Page 279: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

482

Berdasarkan pengangkatan langsung oleh pemimpin yang sedang

berkuasa kepada calon penggantinya, seperti yang berlaku pada

sistem monarchi. 2.Berdasarkan perolehan dukungan atau

persetujuan orang banyak ( paling banyak ), seperti yang

diberlakukan pada sistem syura atau demokrasi.

11.Syarat-Syarat Calon Imam (Kepala Negara)

Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa sifat-sifat yang harus

dimiliki oleh seorang kandidat pemimpin atau Imam, baik yang

bedasarkan sifat alami atau pembawaan atau sifat yang berdasarkan

hasil penanaman nilai-bilai pendidikan. Dalam konteks ini, al-

Ghazali menyebutkan pandanganbeberapa Ulama (Pemikir Islam)

terkait syarat atau sifat-sifat yang harus dimiliki seorang Imam atau

kepala negara. Beberapa Ulama menetapkan sepuluh sifat atau

karakter kepada siapa saja yang akan menduduki jabatan Imam;

khalifah, sulthan ataupun raja. Enam dari sepuluh sifat tersebut

sebagai sifat pembawaaan (khalqiyah atau fitriyah), tidak melalui

proses penanaman nilai atau pendidikan. Sementara empat sifat

lainnya melalui proses dan upaya-upaya penanaman nilai pada diri

seorang calon Imam. Enam sifat pembawaan tersebut sebagai

berikut;

1. Dewasa atau sudah baligh, yaitu batas kategori umur

seseorang sudah mencapai tingkat dewasa. Oleh karena itu

anak kecil tidak sah untuk dicalonkan menjadi Imam (kepala

negara).

2. Berpikiran sehat atau waras. Oleh karena itu, orang yang

stress atau gila tidak dapat dicalonkan menjadi Imam,

termasuk jika terjadi tidak sehat akalnya saat sedang

menjabat, maka setidaknya harus ambil cuti sampai

dipastikan kembali pulih benar.

3. Berstatus merdeka (al-hurriyah). Oleh karenanya tidak sah

calon Imam dari orang yang berstatus budak atau hamba

sahaya, karena seorang kepala negara banyak pekerjaan yang

memerlukan konsentrasi untuk menyelesaikan berbagai

permasalahan kenegaraan. Seorang budak bagaimana

mungkin dapat menyelesaikan berbagai permasalahan,

Page 280: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

483

sementara dia sendiri berada pada genggaman majikannya, di

era modern dan kontemporer sudah tidak ada lagi budak atau

hamba sahaya.

4. Laki-laki (al-dzukuriyah). Maka tidak sah pencalonan

seorang perempuan untuk menduduki jabatan Imam (kepala

negara), meskipun dia memiliki semua sifat yang diperlukan

dan memiliki kebebasan. Di era modern dan kontemporer di

dunia Islam sudah ada kepala negara yang dijabat seorang

perempuan, seperti di Indonesia; Megawati Soekarnoputri

(Presiden: 2001 – 2004), di Pakistan; Benazir Bhuto

(Perdana Menteri: 1989 – 1990 dan 1993 - 1996), di

Bangladesh; Khaleda Zia (Perdana Menteri: 1991 - 1996),

dan masih di Bangladesh; Hasina Wazed (Perdana Menteri:

1996 – 1997).

5. Keturunan Quraisy (nasab quraisyin). Syarat ini berdasarkan

hadits Nabi, yang artinya; Kepemimpinan itu dari keturunan

Quraisy (al-Aimmatu min Quraisyin). Di era modern dan

kontemporer, beberapa negara di dunia Islam banyak yang

tidak lagi seorang kepala negara berketurunan Quraisy,

termasuk di negara-negara Arab sendiri, seperti Arab Saudi,

Mesir, Suria, Iraq dan sebagainya, kecuali Kerajaan

Yordania.

6. Pendengaran dan penglihatan sehat (salamatu hassat al-

sam`i wa al-bashar), karena bagaimana mungkin orang yang

tuli dan buta dapat mengatur (mengelola) orang lain,

sementara dirinya sendiri tidak bisa mengurusnya.Tetapi di

era kontemporer Indonesia pernah memiliki kepala negara

yang tidak sempurna panca indranya, yaitu; Presiden

Abdurrahman Wahid.

Mengenai empat sifat (al-muktasab)melalalui proses

pendidikan, pembelajaran dan penanaman nilai-nilai ke dalam

diricalon kepala negara, sebagai berikut;

1. Benar-benar memiliki kekuatan (al-Najdah).

Page 281: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

484

Hal ini dimaksudkan tersedianya perangkat-perangkat yang

memadai, seperti angkatan bersenjata dan kepolisian yang

tangguh dan dapat digunakan untuk memaksakan keputusan-

keputusannya terhadap mereka yang menentang atau

membangkandan membasmi pemberontak, dan

mempertahankan keamanan dan kestabilan negara.

2. Kapabelitas (al-Kifayah).

Menurut al-Ghazali sifat ini dapat terealisasi jika didasarkan

pada dua aspek, yaitu; kekuatan pemikiran dan pengelolaan

(al-fikr wa al-tadbir), kemudian menyampaikan

pandangannya saat musyawarah, mendengarkan pendapat

dan nasehat orang lain.

3. Memiliki track record kehidupan yang bersih (wara`i), serta

mampu mengendalikan diri untuk tidak berbuat hal-hal yang

terlarang dan tercela, seperti melakukan manipulasi,

menyalah gunakan wewenang, melakukan tindak pidana,

korupsi, penggelapan uang negara, dan sebagainya.

4. Memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan luas.

Syarat berkenaan memiliki ilmu pengetahuan ini sebenarnya

al-Ghazali tidak sepakat, karena menurutnya syarat ini tidak

terdapat dalam ketetapan Syara` (al-nass). Tetapi karena para

Ulama telah menyepakati bahwa kepemimpinan itu tidak sah

kecuali bagi orang-orang yang memiikiilmu pengetahuan,

agar dia nantinya dapat mengambil keputusan secara tepat

berdasarkan pertimbangan pemikiran (ijtihad),

mensosialisasikan kebijakan dan sebagainya.496

12.Gagasan Negara Ideal (Daulah Fadhilah)

496. al-Ghazali, Qawaid al-I tiqad ( Beirut: A`lam al-Kutub, 1405

H./1985 M. ), h. 229 – 230. Lihat juga Muhammad Jalal Syaraf et al, al-Fikr al-

Siyasi Fiy al-Islam, h. 395 – 403. Lihat Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara,

h. 78

Page 282: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

485

Dalam konteks ini al-Ghazali menyampaikan catatan-catatan

penting sebagai langkah strategis bagi terciptanya negara ideal

(daulah fadhilah). Negara ideal yang dikonsepsikan al-Ghazali

adalah negara yang didasarkan pada etika dan akhlak (moral) terpuji

dan didasarkan pada hubungan antara pemerintah dengan yang

diperintah (al-hakim wa al-mahkum ), atau antara Imam ( raja,

sulthan, atau bahkan khalifah ) dengan rakyatnya ( al-Malik wa al-

ra`iyyah ) atas dasar keadilan dan kejujuran ( al-`adl wa al-Inshaf ).

Negara ideal yang didasarkan pada etika dan akhlak mulia,

serta berdasarkan hubungan kepala negara (Imam) dan rakyat

berlandaskan keadilan dan kejujuran sebagaimana al-Ghazali

sampaikan, maka berikut ini al-Ghazali menyampaikan beberapa

nasehat yang ditujukan kepada SulthanMuhammad bin Malik Syah

sebagai berikut;

Wahai Sulthan !Ketauhilah.bahwa hubungan antara anda

dengan Allahsangat dekat dan pengampunan-Nya dapat

diperoleh. Kejahatan yang dilakukan manusia sekecil apa

pun tidak akan lepas dari ancaman balasan siksa di hari

akhirat, dan bahayanya tetap saja sangat besar. Kejahatan

ini tidak dapat ditanggulangi secara efektif oleh seorang

raja mana pun, kecuali jika raja memiliki karakter (sifat)

seorang yang adil dan jujur (al-`adl wa al-inshaf)agar dia

tahu bagaimana mendapatkan keadilan di hari akhirat.497

Sikap adil dan jujur tidak mungkinakan lahir dari seorang

Imam (kepala negara) kecuali dia dapat menghayati dasar-dasar

keadilan itu sendiri. Dalam konteks ini al-Ghazali menegaskan

bahwa dasar-dasar yang berimplikasi lahirnya keadilan dan

kejujuran (al-`adl wa al-inshaf)yang dapat memberikan batasan

hubungan antara Imam dengan rakyatnya, menurutnya paling tidak

ada sepuluh dasar. Sepuluh asas keadilan itu sebagai berikut;

1. Seorang Imam (kepala negara) harus tahu tentang nilai

kekuasaan (al-wilayah atau authority) dan mengetahui pula

kebesarannya. Ini karena kekuasaan merupakan nikmat dari

Allah swt. oleh karena itu siapa saja yang mengelolanya

harus dengan yang sebenar-benarnya, maka dia akan

497. al-Ghazali, al-Tibr al-Masbuk Fiy Nasihat al-Muluk, h. 10

Page 283: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

486

memperoleh kebahagian (al-sa`adah atau happiness) yang

tidak ada ujungnya.

2. Selalu rindu untuk bertemu para Ulama (orang-orang yang

memiliki ilmu pengetahuan agama luas) yang komitmen

pada ajaran agama, senantiasa berdialog dan mendengarkan

nasehat-nasehat mereka, dan berupaya menghindarkan diri

dari Ulama yang tidak baik (Ulama Suu), yaitu Ulama yang

gila dunia yang selalu mengejar harta dan jabatan, Ulama ini

selalu berupaya mendekatkan diri mereka kepada Imam

(kepala negara) dengan memuji-muji dan selalu berupaya

melakukan pencitraan kepada Imam, apapun yang dilakukan

mereka semata-mata untuk mendapatkan harta dan jabatan

melalui berbagai cara. Berbeda dengan Ulama yang

komitmen pada ajaran agama (al-`Alim al-haqiqiy al-wara`).

Dia seorang yang alim yang tidak mengharap apa-apa

imbalan dari Imam, bahkan dia tetap konsisten dengan

menyampaikan nasehatnya.498

3. Imam selalu berupaya membersihkan tindak kejahatan

(kezaliman) yang dilakukan oleh para pembantunya, para

pendukungnya, para pejabatnya, para wakilnya (nuwabahu).

Karena seorang Imam harus memiliki sikap bahwa dia tidak

rela jika para pejabatnyamelakukan tindak kejahatan kepada

rakyat, karena Imam bertanggung jawab terhadap apa yang

dilakukan oleh para pejabatnya.

4. Seorang Imam harus menghindari diri dari sikap sombong

dan egoistik (takabbur) dan sifat pemarah (al-ghodob),

karena sikap takabbur itu menyebabkan lahirnya kebencian

rakyat, serta berdampak terjadinya pelanggaran terhadap

peraturan atau undang-undang.

5. Seorang Imam senantiasa memperhatikan rakyatnya, karena

mereka sebenarnya adalah merupakan satu kesatuan, di

mana seorang Imam dapat merasakan apa yang dirasakan

498. Ibid. h. 15

Page 284: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

487

rakyatnya, merasakan sakit bila rakyatnya merasa sakit,

merasa gembira bila rakyatnya gembira. Apa saja Imam

tidak meridhai untuk dirinya, berarti tidak meridhai untuk

rakyatnya. Jika seorang Imam meridhairakyatnya, tetapi

tidak untuk dirinya, berarti Imam telah menghianati

rakyatnya.

6. Seorang Imam hendaknya mengetahui bahwa memenuhi

kebutuhan (al-hajat) rakyat lebih utama dari pada

mengerjakan ibadah sunah. Oleh karenanya jangang

menganggap rendah atau enteng terhadap orang-orang yang

punya hajat untuk mengulurkan bantuan apa yang diperlukan

mereka.499

7. Seorang Imam hendaknya tidak disibukkan dengan

keinginan memakai baju kebesaran, makanan yang lezat-

lezat, tetapi cukup menerima apa yang sudah disediakan,

karena tidak ada keadilan tanpa menerima (fala `adla bila

qanaatin) apa yang sudah ada.

8. Seorang Imam jika memungkinkan untuk bertindak lemah

lembut (istikhdam al-rifqi wa al-lutfiy) dalam menyelesaikan

berbagai permasalahan, itu lebih baik dari pada bertindak

otoriter (bi syiddatin wa `unfin).500

9. Seorang Imam dalam rangka mempertahnkan legitimasi

hendaknya terus berupaya untuk mempertahankan dukungan

rakyatnya dalam merealisasikan peraturan dan undang-

undang (syara`).

10. Seorang Imam agartidak mentolerir terhadap siapa pun

tentangtindakannya yang bertenangan dengan syari`at

(peraturan dan undang-undang yang bersumberkan ajaran

agama).501

499. Ibid. h. 24 500. Ibid. h. 25 501. Ibid. h. 26

Page 285: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

488

Demikianlah konsepsi negara ideal (al-daulah al-fadhilah)

berdasarkan gagasan al-Ghazali.Berbeda dengan negara ideal (al-

daulah al-fadhilah) yang dikonsepsikan al-Farabi, di mana

negaradideskripsikan seperti tubuh manusia yang utuh dan sehat,

semua organ dan anggota badannya bekerja bersama sesuai dengan

tugas masing-masing, yang terkordinasi rapi demi kesempurnaan

hidup tubuh dan penjagaan akan kesehatannya. Sementara al-

Ghazali, gagasan negara idealnya sebagaimana disebutkan di atas

adalahsuatu negara yang didasarkan pada etika dan akhlak mulia

dan juga didasarkan pada hubungan pemerintah dan rakyat, atau

raja dan rakyat atas dasar keadilan dan kejujuran, berikut dengan

dasar-dasar yang berimplikasi pada lahirnya keadilan dan kejujuran

itu sendiri pada diri seorang Imam dan para pejabat tingginya. Pada

intinya negara ideal al-Ghazali adalah sebuah negara yang sangat

bergantung pada kualitas kepala negara ( Imam ), yaitu kepala

negara yang memiliki sepuluh sifat sebagaimana disebutkan. Jika

seorang kepala negara memiliki sepuluh sifat atau karakter tersebut,

maka dapat diharapkan akan lahir sebuah negara yang baik,

kondusif, stabil, dan sejahtera.

Kedua gagasan negara ideal; negara al-Farabi dan al-

Ghazalipada intinya sama dari aspek tujuan, yaitu bermuara pada

terciptanya negara yang aman, kondusif, stabil dan sejahtera.

Bedanya kalau al-Farabi menekankan pada aspek managerial yang

terkordinasi rapi mulai dari pemimpin tertinggi (kepala negara)

sampai bawah.Sementara al-Ghazali menekankan pada aspek

pembangunan mentalitas kepribadian manusia-manusianya, yaitu

pribadi-pribadi yang berakhlak, bermoral, berkeadilan, dan

berkejujuran. Jika para pejabat negara mulai dari kepala negara

sampai bawah-bawahannya bermental, berakhlak, adil dan jujur

dalam berbagai aspek kehidupan, maka bisa diharapkan kehidupan

yang aman, kondusif, stabil, dan sejahtera akan wujud.

13.Kepemimpinan Khulafa al-RasyidinDalam Pandangang al-

Ghazali dan Syiah

Dalam kaitan ini, al-Ghazali berpendapat bahwa

kepemimpinan (Imamah) Khulafa al-Rasyidin; Abu Bakar, Umar

bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib adalah para

pemimpin pengganti dan penerus estafet kepemimpinan Nabi

Page 286: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

489

Muhammad saw. yang sah, dan secara berturut-turut berdasarkan

senioritas serta kontribusi mereka pada perkembangan

Islam.502Kepemimpinan Khulafa al-Rasyidin berdasarkan

pengangkatan dan legitimasi umat dalam suatu mekanisme

pemilihan yang variatifantara satu dengan yang lainnya.

Tetapi lain dengan sikap orang-orang Syiah503yang

berpandangan lain dari umat Islam Ahli Sunnah Wal Jam`ah ( Sunni

). Umat Islam Syiah beranggapan bahwa kesahihan kepemimpinan

dan khilafah ( bi imamatihi wa khilafatihi) adalah berdasar nass atau

wasiat, baik disampaikan secara jelas atau pun sembunyi-sembunyi.

Mereka meyakini bahwa kepemimpinan umat tidak keluar dari anak

keturunan Ali bin Thalib. Jika terjadi keluar dari anak cucu

keturunan Ali, menurut mereka adalah karena terjadi kezaliman dari

pihak lain atau karena taqiyah (menyembunyikan suatu kebenaran) .

Mereka memiliki ideologi tersendiri dan menyatakan bahwa

Imamah (kepemimpinan) bukan masalah kemaslahatan yang

berkaitan dengan pemilihan umum dan pengangkatan (pelantikan),

tetapi Imamah merupakan persoalan dasar agama (usul), yaitu rukun

agama (ruknu al-din), di mana Rasulullah menurut versi orang-orang

Syiah tidak boleh lupa atau menganggapnya enteng, bahkanNabi

tidak boleh menyerahkan Imamah kepada masyarakat umum atau

membiarkannya begitu saja. Menurt al-Syahristani, Syiah terpecah

menjadi beberapa sekte, antaranya; Syiah Imamiyah, Syiah

502. al-Ghazali, Qawaid al-Aqa id, h. 228. Lihat juga Muhammad Jalal

Syaraf, et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 408 -409 503.Syiah merupakan golongan dari umat Islam selain Sunni ( Ahli

Sunnah Wal Jama`ah ). Syiah pada periode awal-awal sebagaimana dijelaskan al-

Syahristaniy ( 479 – 548 H.) di dalam karyanya; al-Milal wa al-Nihal, tidak lebih

sebatas sekumpulan orang-orang yang simpati kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib

selepas terjadinyaperang Siffin yang berakhir di Majelis Tahkim ( arbitrasi ) yang

menyebabkan terjadi kelemahan pada barisan perang Ali. Pada akhirnya nasib

tidak berpihak kepada Khalifah Ali, maka muncullah sebagian tentara yang simpati kepada Ali bin Thalib. Tetapi seiring dengan perjalanan waktu dan

perubahan situasi dan kondisi, orang-orang yang simpati kepada Ali ini di

kemudian hari berubah menjadi golongan yang memiliki ideologi dan Imam-

Imamnya sendiri, serta melaksanakan ajaran-ajaran Islam yang berbeda dari faham

Ahli Sunnah Wal Jama`ah.

Page 287: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

490

Zaidiyah, Syiah Kisaniyah, Syiah Ismailiyah, dan Syiah Ghulat,

yaitu Syiah ekstrim dalam pandangan-pandanganya.504

Umat Islam Syiah dianggap berseberangan denganumat

IslamSunni (ahli sunnah wal jama`ah) di dalam pemikiran dan

pandangan-pandangan mereka. Mereka berupaya menyebar luaskan

ajaran dan pemikiran mereka ke seluruh dunia (terutama dunia

Islam).505Syiah yang paling terkenal sampai saat ini adalah Syiah

imamiyah itsnai `asyariayah (Syiah Imam dua belas). Mereka

disebut Syiah Imam dua belas, karena mereka meyakini bahwa para

Imam dua belas dari keturunan Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin

mereka. Susunan Imam dua belas yang menjadi kepercayaan umat

Islam Syiah Itsnai `Asyariyahitu sebagai berikut;

1. Imam Ali bin Abi Thalib

2. Imam Hasan bin Ali

3. Imam Husain bin Ali

4. Imam Ali Zainal Abidin bin Husain ( 80 – 122 H. )

5. Imam Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin ( w. 114

H.)

6. Imam Ja`far al-Sadiq bin Muhammad al-Baqir ( w. 148 H. )

7. Imam Musa al-Kazim bin Ja`far al-Sadiq ( w. 183 H. )

8. Imam Ali al-Ridha bin Musa al-Kazim ( w. 203 H.)

9. Imam Muhammad al-Jawwad bin Ali al-Ridha ( 195 – 226

H.)

10. Imam Ali al-Hadi bin Muhammad al-Jawwad ( 212 – 254 H.)

11. Imam al-Hasan al-`Askariy bin Ali al-Hadi ( 232 – 260 H. )

12. Imam Muhammad al-Mahdi bin al-Hasan al-`Askari.506

Syiah, terutama Syiah Imamiyah Itsnai `Asyariyahtidak

mengakui kepemimpinan Khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab,

dan Utsman bin Affan, kecuali Khalifah Ali bin Abi Thalib saja

yang diakui kepemimpinannya oleh mereka.507 Bahkan bukan itu

504. Lihat Abu al-Fatah al-Syahristani, al-Milal wa al-Nihal ( Beirut: Dar

al-Ma`rifat, 1404 H./ 1984 M. ), Juz 1, h. 146 505. Lihat al-Nadwah al-`Alamiyah Lissyabab al-Islamiy (WAMY), al-

Mausu`ah al-Muyassarah Fiy al-Adyan wa al-Mazahib al-Mu`ashirah (Riyadh:

al-Nadwah al-`Alamiyah Lissyabab al-Islamiy, 1409 H./1989 M. ), h. 299 506 . Ibid. h. 299 507 . Abu al-Fatah al-Syahristani, al-Milal wa al-Nihal, Juz 146

Page 288: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

491

saja, Abu Bakar dan Umar dianggap oleh mereka telah merampas

jabatan khilafah dari pemiliknya, yaitu Ali bin Abi Thalib.508 Oleh

karena itu, orang-orang Syiah membenci dan mengutuk Abu Bakar,

Umar bin Khattab, dan juga Utsman bin Affan.509

Imam yang ke dua belas; Muhammad al-Mahdi bin al-Hasan

al-`Askariy dianggap menghilang diSardab di rumah ayahnya

berdasarkan kesaksian orang yang dirahasiakan (bisrri man ra`aahu)

dan tidak kembali. Umur saat dia menghilang ada yang mengatakan

sekitar umur 4 tahun dan pendapat yang lain sekitar umur 8 tahun.

Oleh karena itu Imam kedua belas ini disebut Imam Muhammad al-

Mahdi al-Ma`dum atau al-Muntazar (Imam yang hilang atau Imam

yang ditunggu) karena menurut orang-orang Syiah Imamiyah dua

belas bahwa Imam Muhammad al-Mahdi pada suatu saat nanti akan

muncul kembali ke dunia.510Syiah yang berkuasa di Iran saat ini

adalah Syiah Imamiyah Isnai `Asyariyah setelahmelakukan revolusi

dan berhasil menggulingkan pemerintahan Raja Syah Reza Vahlevi

oleh rakyat Iran yang dipimpin Imam Ayatullah Komeini pada akhir

tahun 1970-an dan mendirikan negara Republik Islam Iran.

Demikianlah beberapa pandangan al-Ghazali tentang

pemikiran politik Islamnya yang dipusatkan pada upaya bagaimana

melahirkan seorang pemimpin umat atau kepala negara yang

bermental dan berakhlak mulia dan bermoral, memiliki sikap adil,

jujur dan berwawasan luas.Selain juga menekankan pada managerial

dari pusat sampai daerah yang terkordinasi rapi dan sistematik

sebagaimana juga disampaikan al-Farabi.Pembahasan al-Ghazali

diakiri dengan tinjauan kajian perbandingan terhadap pandangan

umat Islam Sunni dan Syiah tentang kepemimpinan Khulafa al-

Rasyidin.Umat Islam Sunni berpandangan bahwa kepemimpinan

para Khulafa al-Rasyidin adalah sah sesuai dengan mandat dan

legitimasi yang diberikan masyarakat kepada mereka.Tetapi umat

Islam Syiah, terutama Syiah Itsnai `Asyariyah (kecuali Syiah

Zaidiyah) tidak demikian, mereka tidak mengakui kepemimpinan

Khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan.

508 . Lihat Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, hlm. 214 509 . Abu al-Fatah al-Syahristani, al-Milal wa al-Nihal, Juz 1, h. 146.

Lihat juga al-Nadwah al-`Alamiyah Lissyabab al-Islamiy ( WAMY ), al-

Mausu`ah al-Muyassarah Fiy al-Adyan wa al-Mazahib al-Mu`asirah, h. 302 510 .Ibid. h. 299

Page 289: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

492

Ketiga Khalifah ini dianggap telah merampas kepemimpinan dari

Ali bin Abi Thalib, karena menurut Syiah Imamiyah kepemimpinan

itu mestinya berada di tangan Imam Ali bin Abi Thalib.

BAB X

PEMIKIRAN POLITIK

IBNU TAIMIYAH

1.Kondisi Sosial Politik Masa Ibnu Taimyah

Ibnu Taimiyah lahir di Harran, sebuah tempat dekat dengan

Damaskus pada tahun 661 H./ 1262 M. Pada tahun 1258 M. yaitu

lima tahun sebelum kelahiran Ibnu Taimiyah, Tentara Hulaku Khan

dari Mongol menyerang dan membumi hanguskan kekhilafahan

Dinasti Abbasiyah, sekaligus menandai berakhirnya Khilafah Bani

Abbas (Daulah Abbasiyah) yang selama kurang lebih lima ratus

tahun berkibar menjadi lambang kekuatan politik Dunia Islam saat

itu. Ibnu Taimiyah hidup dalam situasi genting, tidak ada stabilitas

politik sebagai akibat dari disintegrasi dan perpecahan dalam

berbagai aspek kehidupan sosial politik, dan bahkan dalam hal

keagamaanpun tidak ada kesatuan dalam bermazhab atau dalam

ketetapan hukum (hukum fiqh) dan undang-undang. Kondisi ini

diperparah dengan adanya kehidupan masyarakat yang heterogen

dan saling mencurigai antara satu dengan yang lainnya, tidak ada

kesepahaman (tafahum).Masyarakatnya terdiri dari berbagai etnik

atau keturunan; keturunan Turkey (Atrak), keturunan Mesir

(Misriyyun), Syam (Shamiyyun), keturunan Iraq (Iraqiyyun) dan

orang-orang keturunan Tatar (Mongolia). Keberadaan mereka di

Syam (Syria) kebanyakannya sebagai budak atau hamba sahaya

karena menjadi tawanan perang, dan mereka semua menetap di

Page 290: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

493

Syam.Mereka semua berbeda-beda dalam budaya, kepercayaan,

perilaku, pemikiran dan sebagainya, kondisi ini berpengaruh pada

kehidupan sosial politik, pemikiran dan sebagainya.511

Penting untuk disampaikan bahwa Ibnu Taimiyah telah

melibatkan diri dalam perang Syaqjab. Ibnu Taimiyah dalam perang

ini telah menggalang kekuatan Tentara dari Mesir bersama dengan

kekuatan Tentara dari Syam. Dalam situasi seperti ini Ibnu

Taimiyah menyeru kepada para Sulthan, para Amir (Gubernur), dan

semua masyarakat untuk tetap teguh dan tegar dalam menghadapi

musuh.512

Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kondisi sosial politik

pada masa Ibnu Taimiyah hidup tidak jauh lebih baik dibandingkan

dengan kondisi sosial politik para pendahulunya, kondisinya sangat

parah, stabilitas politik tidak ada, disintegrasi politik tengah

mengancam di berbagai wilayah, dislokasi sosial, dekadensi moral

dan akhlak melanda di tengah-tengah masyarakat.513 Ini semua

terjadi sebagai dampak dari permasalahan-permasalahan yang

melanda Dinasti Abbasiyah, baik karena faktor internal atau pun

eksternal, dan permasalahan ini bukan saja terjadi di pusat

pemerintahan di Baghdad, tetapi juga di wilayah kekuasaan yang

terbentang luas di berbagai wilayah. Malapetaka yang paling parah

adalah terjadinya perang dengan Krusades yang tidak kunjung henti,

dan terjadinya serangan kekuatan Tentara Mongolia yang dipimpin

oleh Hulagu Khan.514Dari aspek lain, memang sudah lama

kekuasaan pemerintahan tidak lagi berada dalam kendali Khalifah

yang bertahta di Baghdad, melainkan sudah berada pada penguasa-

penguasa wilayah atau daerah, baik yang bergelar Sulthan, Amir,

atau Gubernur. Tetapi kekuasaan mereka kemudian dipersempit atau

bahkan ada yang direbut (dikuasai) oleh penguasa Tatar dari Timur

atau Krusades dari Barat.Jatuhnya pusat pemerintahan Dinasti

Abbasiyah di Baghdad ke tangan kekuasaan Tatar sebagai fakta

511 . Muhammad Jalal Syaraf et al. al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h.

427.Lihat juga Ibnu Kathir, al-Bidayah wa al-Nihayah. Jld. 13 – 14, h. 200 - 203 512 . Ibid. h. 428

513 . Lihat Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 80 514 . Lihat Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam ( Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2001 ), cet. Ke-12, h. 85, Lihat juga Muhammad Jalal Syaraf et

al. al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 423 - 424

Page 291: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

494

berakhirnya pemerintahan Dinasti Abbasiyah dan sekaligus

merupakan klimaks dari tragedi disintegrasi politik.Dengan

kolapsnya (runtuhnya) Dinasti Abbasiyah, para penguasa wilayah

kemudian bebas mengenakan gelar; Amir, Sulthan, atau Raja.515

2.Pentingnya Otoritas Kekuasaan

Topik pembahasan ini sebenarnya Ibnu Taimiyah

meletakkannya di akhir pembahasan karyanya dan menjadi satu

bahasan dengan pembicaraan musyawarah.Tetapi penulis

mendahulukanya karena disesuaikan dengan peletakkannya di awal-

awal bahasan pemikiran poliik Islam sebagaimana yang dilakukan

oleh para pemikir politik Islam sebelum Ibnu Taimiyah.

Dalam kaitan ini, Ibnu Taimiyah berbicaratentang

pentingnyapemerintahan dengan otoritas kekuasaan (ahammiyatul

wilayah) yang ada padanya. Pentinyapemerintahan ini menurut Ibnu

Taimiyah merujuk pada realitas bahwa kekuasaan untuk mengelola

urusan umat merupakan kewajiban agama yang paling agung

(wilayatu amrin nas min a`zami wajibat al-din) karena menurutnya,

agama tidak mungkin bisa tegak, dalam arti diamalkan, tanpa

otoritas kekuasaan atau pemerintah (bal la qiyama illa biha).

Sebagaimana diungkapkan para pemikir politik Islam sebelum Ibnu

Taimiyah tentang kemestian manusia hidup bermasyarakat, Ibnu

Timiyah juga berpendapat sama, yaitu bahwa umat manusia (bani

Adam) tidak akan mampu mencukupi semua kebutuhan hidupnya

tanpa bermasyarakat dan saling bantu membantu dalam kehidupan

antara sesama mereka (Anna bani Adam la tatimmu maslahatuhum

illa bil ijtima`), dan sebagai kelanjutan dari fenomena ini umat

manusia sangat memerlukan seorang pemimpin atau kepala (al-

hajatu ila ra`sin).516

515 . Informasi lebih lanjut silahkan pembaca lihat Ibnu Kathir, al-

Bidayah wa al-Nihayah ( T. tmpt.:Darul Fikri al-`Arabi, T.th. ), Jld. 13 – 14, h. 200 - 203

516 . Ibnu Taimiyah, Ahmad Taqiy al-Din, al-Siyasah al-Syar iyah Fiy

Ishlahi al-Ra`I wa al-Ra iyyah ( Kairo: Dar al-Sya`b, 1980), h. 180, lihat juga

Muhammad Jalal Syaraf, et al, al-Fikr al-Siyasiy Fiy al-Islam, h. 457. Lihat juga

Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 89

Page 292: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

495

Berdasarkan pernyataan Ibnu Taimiyah di atas, dapat

ditegaskan bahwa betapa pentingnya seorang pemimpin dalam

sekecil apa pun komunitas manusia, sehingga Nabi Muhammad

saw. bersabda bahwa;

jika ada tiga orang keluar bepergian, hendaknya

diangkatlah seorang dari mereka menjadiamir atau ketua (

fal yuammiru ahaduhum).

Demikian-lah Nabi Muhammad saw. mewajibkan

mengangkat amir atau ketua meskipun dalam kumpulan kecil

sekalipun saat dalam perjalanan. Hal ini sebagai indikasi betapa

pentingnya seorang ketua atau pemimpin dalam suatu komunitas

atau perkumpulan apapun, lebih-lebih perkumpulan besar seperti

organisasi negara,517 maka pengangkatan seorang ketua atau

pemimpin negara menjadi keharusan.

Alasan lain bagi pentingnya mengangkat seorang pemimpin

yang memiliki otoritas kekuasaan, Ibnu Taimiyah menegaskan

bahwa Allah memerintahkan untuk melaksanakan amar ma`ruf dan

nahi mungkar, yaitumengajak orang untuk berbuat baik dan

melarang orang dari berbuat jahat dan tercela. Untuk melaksanakan

missi ini tidak mungkin dapat terlaksana dengan baik, efektif dan

sempurna tanpa kekuatan dan otoritas kekuasaan (la tatimmu illa bi

quwwatin wa imaratin). Demikian juga kewajiban-kewajiban lain

seperti kewajiban berjihad dalam menghadapi musuh atau

menciptakan keamanan dan stabilitas politik, kewajiban menegakan

keadilan, melaksanakan ibadah haji secara berjama`ah,

melaksanakan ibadah Jum`at, melaksanakan shalat Idul Fitri dan

Idul Adhha, menolong orang-orang yang teraniaya atau terzalimi,

menegakkan ketentuan-ketentuan Allah (hudud Allah).Semuanya

tidak mungkin dapat terealisasi secara efektif kecuali dengan

kekuatan dan otoritas kekuasaan.518

Dalam menyikapi pentingnya keberadaan seorang pemimpin

dengan otoritas kekuasaan di tangannya, Munawir Sjadzali

menegaskan bahwa terdapat persamaan antara Ibnu Taimiyah dan

al-Ghazali. Sebagaimana al-Ghazali kata Munawir Sjadzali, Ibnu

517 . Ibnu Taimiyah, al-Siyasah al-Syar iyah, h. 183 518 . Ibid. h. 185. Lihat juga Muhammad Jalal Syaraf, et al, al-Fikr al-

Siyasi Fiy al-Islam, h. 475

Page 293: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

496

Taimiyah juga berpendapat bahwa keberadaan kepala negara

diperlukan bukan saja sebatas untuk menjamin keselamatan jiwa dan

hak-hak milik rakyat, serta terpenuhinya semua kebutuhan materi

mereka, tetapi lebih dari itu adalah untuk menjamin terlaksananya

semua perintah Allah.519

Ibnu Taimiyah bukan seorang pemikir yang

berprinsipmenjadikan posisi pemimpin sebagai tujuan dalam hidup

bermasyarakat atau bernegara. Iajuga bukan seorang pemikir yang

berpandangan bahwa keberadaan seorang pemimpin sebagai hasil

dari proses hidup bermasyarakat dari satu tahap ke tahap berikutnya

sehingga kemudian muncul secara alami, bukan itu saja, tetapi Ibnu

Taimiyah seperti juga pemikir muslim sebelumnya berpandangan

bahwa seorang pemimpin harus merealisasikan perintah-perintah

Allah, ketentuan-ketentuan-Nya (hudud Allah), dan undang-undang-

Nya (likay yunaffizu awamira, wa qawaida, wa qawaninihi al-

ilahiyyah).520Oleh karena itu Ibnu Taimiyahmenegaskan bahwa

sulthan atau kepala negara adalah bayangan Allah di muka bumi ini

(al-Sulthan zillullah fiy al-ardhi).Dalam arti bahwa dia memikul

kewajiban dan tanggung jawab untuk merealisasikan dan

melaksanakan undang-undang Allah dan pesan-pesan-Nya di bumi.

Jadi, dia adalah wakil Tuhan di bumi dengan kekuasaan dan

kewenangannya untuk memerintah bersumber dari Tuhan.521 Hal

inilah kemudian yang menjadikan Ibnu Taimiyah berpendirian

bahwa sudah menjadi kewajiban dalam menetapkan otoritas

kekuasaan (ittakhazul imarah) atas dasar agama dan untuk beribadah

(dinan wa qurbanan) agarberbagai aktivitas kehidupan terkait

dengan perpolitikan menjadi ibadah kepada Allah.522

Berdasarkan pandangannya tentang betapa pentingnya

otoritas kekuasaan atau pentingnya kewujudan sulthan bagi

menjamin kehidupan yang nyaman, aman dan tentram, Ibnu

Taimiyah berpendapat bahwa keberadaan sulthan (kepala negara)

meskipun zalim lebih baik bagi umat manusia di bandingkan jika

mereka hidup tanpa sulthan (biduni Sulthan). Bahkan lebih dari itu,

519 . Lihat Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 89 520 . Ibnu Taimiyah, al-Siyasah al-Syar iyah, h. 186 521 . Ibid. Lihat juga Muhammad Jalal Syaraf, et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy

al-Islam, h. 458 522 . Ibnu Taimiyah, al-Siyasah al-Syar iyah, h. 186

Page 294: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

497

Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa hidup selama enam puluh tahun

dengan sulthan (kepala negara) yang zalim, itu lebih baik dari pada

hidup satu malam tanpa sulthan.523 Dalam konteks ini, Munawir

Sjadzali mengomentari bahwa pendapat Ibnu Taimiyah ini

sebenarnya ekstrim, tetapi itu mungkin merupakan ekspresi dari

kekhawatirannya terhadap kemungkinan terjadinya gangguan

terhadap stabilitas politik di negara tempat Ibnu Taimiyah hidup

yang penuh dengan gejolak,524 karena negara pada saat Ibnu

Taimiyah hidup sedang mengalami goncangan, konflik dan

disintegrasi sebagai akibat dari serangan Tentara Tartar dari

Mongolia, dengan pernyataanya itu diharapkan loyalitas rakyat

kepada Khalifah dapat dipertahankan dan kesatuan umat Islam tetap

dapat dipelihara.

Selanjutnya Ibnu Taimiyah mengingatkan bahwa jika

otoritas kekuasaan sudah berada di genggaman seorang penguasa

(kepala negara), hendaknya dapat menghindari sikap dan prilaku

ambisius kekuasan dan harta kekayaan. Menurutnya, manusia

menjadi rusak karena hanya mengejar kekuasaan atau harta

kekayaan.525Ibnu Taimiyah menegaskan kembali bahwa ambisi

manusia terhadap harta kekayaan dan kekuasaan dapat merusak

agamanya, bahkan lebih berbahaya ketimbang mengirim dua ekor

serigala lapar ke kandang kambing.526Hal ini sebagaimana sabda

Nabi yang diriwayatkan Ka`ab bin Malik;

bahwa dua ekor serigala lapar yang dikirim ke

kawasan kambing, itu berbahaya,

tetapilebihberbahaya lagi ambisi seseorang pada

harta kekayaan atau jabatan kekuasaan terhadap

agamanya.527

Karena ambisi ini akan menutup hati nuraninya dan

pemikiran objektifnya, yaitu pemikiran yang berdasarkan

pertimbangan akal sehat. Dengan ambisi ini seseorang akan

berupaya dengan berbagai cara, halal atau haram tidak peduli, yang

523 . Ibid. 524 . Lihat Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 89 525 . Muhammad bin Shalih al-`Utsaimin, Politik Islam: Penjelasan

Kitab Siyasah Syar iyah Ibnu Taimiyah ( Jakarta: Gria Ilmu, 2014 ), h. 371 526 . Ibid. 527 . Ibid.

Page 295: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

498

penting mencapai tujuan, yaitu kedudukan atau kekuasaan.Begitu

juga dengan ambisi untuk mencapai harta kekayaan sebanyak-

banyaknya, tidak peduli dengan cara apa yang dilakukan, tidak

peduli halal atau haram, menipu, memanipulasi,menggelapkan uang

negara, dan bahkan korupsi.

Dalam kaitan ini, Allah telah mengabarkan tentang seseorang

yang menerima catatan amalnya di akhirat nanti dengan tangan

kirinya dan dia berkata;

Hartaku tidak lagi memberi manfaat kepadaku, telah hilang

kedudukanku dariku.528

Jika ambisi yang ingin dikejar adalah kekuasaan dan harta

kekayaan, maka menurut Ibnu Taimiyah lagi tidak ada bedanya

dengan Fir`aun; seorang Raja otoriter dan diktator yang hidup di

zaman Nabi Musa. Sementara yang berambisi harta kekayaan tidak

ada bedanya dengan Qarun, yang sebelumnya seorang fakir miskin

kemudian menjadi orang kaya raya, karena mendapat nikmat dari

Allah, tetapi dia kemudian ingkar, tidak bersyukur.

3. Integrasi Politik dan Agama

Apa yang dimaksud dengan integrasi politik dan agama

(syariah) ?Menurut jalan pemikiran Ibnu Taimiyah integrasi politik

dan agama adalah menyatunya politik dan agama dalam satu

lembaga negara.Oleh karenanya,politik dan agama tidak terbagi

menjadi dua lembaga terpisah, di mana politik menjadi urusan

publik mengurusi keduniaan dan agama di posisikan

untukmengurusi hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan akhirat,

atau agama hanya berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya

private.Atas dasar pemikiran integrasi politik dan agama ini, maka

semua aktivitas perpolitikan didasarkan pada agama, dalam arti

agama menjadi dasar bagi semua kebijakan-kebijakan strategis

negara.al-Qur`an dan Sunnah Nabi yang saheh menjadi sumber

aturan kehidupan bernegara, oleh karenanya al-Qur`an dan Sunnah

Nabi merupakan satu-satunya (tarkiz) rujukan dalam seluruh

aktivitas perpolitikan. Orientasi pemikiran politik Ibnu Taimiyah

yang berasaskan agama ini didasarkan pada firman Allah surat al-

Nisa ayat 58 dan ayat 59; yang artinya;

528 . Lihat al-Qur`an, Surat al-Haqqah: 28 -29

Page 296: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

499

Sungguh, Allah memerintahkan kalian menyampaikan

amanah(titipan) kepada yang berhak menerimanya, dan

apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia, agar

kalian menetapkannya dengan adil.Sesungguhnya Allah

sebaik-baik yang memberi pengajaran kepada

kalian.Sungguh, Allah Maha mendengar, Maha Melihat

(ayat 58).

Wahai orang-orang yang beriman !taatilah Allah dan

taatilah Rasul (Muhammad saw.) dan ulil amri (para

pemegang kekuasaan) di antara kalian. Kemudia, jika kalian

berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah

kepada Allah (al-Qur`an) dan Rasul (Sunnahnya), jika

kalian beriman kepada Allah dan hari akhirat.Yang

demikian itu, lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik

akibatnya.(ayat 59).

Jika diperhatikan pengertian dua ayat di atas, maka ayat

pertama diperuntukan kepada para pemimpin (para pemegang

kekuasaan), dan ayat kedua ditujukan kepada rakyat.Dengan

memperhatikan dua ayat di atas, setidaknya ada empat poin penting

yang harus diperhatikan dalam kehidupan masyarakat dan negara.

Empat poin tersebut, ialah;

1. Demi terciptanya kehidupan bernegara yang serasi, para

pemimpin negara hendaknya merealisasikan amanahdengan

sebaik-baiknya, karena jabatan itu sebenarnya amanah atau

titipan, pada suatu hari jabatan tersebut akan dikembalikan

kepada negara atau paling tidak dilakukan roling

posisidengan berbatas waktu.

2. Bertindak adil dalam mengambil keputusan terkait sengketa

atau konflik antara sesama anggota masyarakat. Dalam arti

tidak memihak secara sepihak, tetapi berdasarkan kebenaran

faktadan objektifitas.

3. Rakyat diperintahkan supaya taat (loyal), tidak saja kepada

Allah dan Rasul-Nya tetapi juga kepada para pemimpin (ulil

amri). Dan melakukan semua perintah para pemimpin

tersebut selama tidak memerintahkan berbuat jahat, maksiat,

dan tindakan yang dilarang agama. Kata kuncinya adalah

Page 297: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

500

selama pemimpin tidak memerintahkan berbuat hal-hal yang

dilarang agama, jika para pemimpin memerintahkan hal-hal

yang bertentangan agama, maka rakyat tidak wajib taat

kepada mereka.

4. Dalam hal terjadi perbedaan pendapat dalam suatu masalah

antara sesama, maka dalam rangka meminimalisir atau

bahkan untuk penyelesaian masalah, hendaknya kembali

kepada Allah (al-Qur`an) dan Rasul-Nya (Sunnah Rasul).

Selanjutnya Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa dengan

kewajiban para pemimpin negara untuk merealisasikanamanah

kepada pihak (rakyat) yang berhak menerimanya dan bertindak adil

dalam memutuskan sengketa atau konflik, maka akan terjadi

integrasi antara kebijaksanaan politik yang adil dan pemerintahan

yang baik.529 Dengan demikian politik yang dibangun Ibnu

Taimiyah berdasarkan agama (Syariah) yang bersumber kepada

ajaran al-Qur`an dan Sunnah Nabi.530

Apa yang melatar belakangi Ibnu Taimiyah berfiikiran dan

bersikap tegas agar politik berlandaskan Syariah. Hal ini karena

kondisi yang dihadapi Ibnu Taimiyah saat itu telah terjadi kerusakan

parah dalamberbagai aspek kehidupan, terutama kemerosotan moral

(akhlak). Kerusakan ini terjadi menurut Ibnu Taimiyah sebagai

akibat dari kerusakan para pemimpin politik itu sendiri dari satu sisi,

dan di sisi lain karena kesalahan para pemimpin yang merekrut para

pejabat dari orang-orang yang tidak berkelayakan.531Dalam

menyikapi terjadinya kerusakan yang ada pada masyarakat saat itu,

Ibnu Taimiyah berupaya melakukan reformasi pada ranah politik

dan kondisi masyarakat dengan menyeru untuk kembali kepada al-

Qur`an dan Sunnah Nabi, serta komitmen kepada tujuan (hadaf)

agung agama, yaitu terciptanya kedamaian dan wujudnya

kesejahteraan di kalangan umat.

Apa yang menjadi komitmen Ibnu Taimiyah dalam

mengintegrasikan politik dengan agama (Syariah) sebenarnya

bukanlah sesuatu yang baru, karena para pemikir politik Islam

529 . Lihat Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara. h. 83 530 . Muhammad Jalal Syaraf et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam. h. 430 531 . Ibid. h. 429

Page 298: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

501

sebelum Ibnu Taimiyah, antaranya; Ibnu Abi Rabi`, al-Mawardi, al-

Ghazali, dan lain-lainnya sudah melakukan hal yang sama, mereka

juga telah menuangkan pemikiran politik mereka berlandaskan

agama yang bersumberkan al-Qur`an dan Sunnah Nabi, meskipun di

antara mereka ada yang mengadobsi pemikiran Yunani, antaranya

Plato dan Aristoteles, terutama dalam teori asal usul terbentuknya

negara. Dan apa yang dilakukan Ibnu Taimiyah sebenarnya adalah

reformasi melalui penegasannya untuk kembali kepada al-Qur`an

dan Sunnah Nabi secara tegas dan konsisten.

Pemikiran politik Ibnu Taimiyah yang berlandaskan agama,

sebagaimana dijelaskan di atas dalam kajian politik Islam modern

dan kontemporer disebut pemikiran politik integratif, yaitu praktek

politik kenegaraan dalam berbagai aspeknya tidak terpisah dari

agama (Syariah), menjadi satu kesatuan yang tidak terpragmentasi.

Hakikatnya memang begitu di dalam tataran praktis perpolitikan

umat Islam semenjak zaman Nabi Muhammad saw. zaman Khulafa

al-Rasyidin, bahkan di masa Dinasti Umayyah, Abbasiyah,

Othoman, dan Dinasti-Dinasti lainnya. Hanya saja mungkin yang

terjadi perbedaan antara satu Dinasti dengan Dinasti yang lain

adalah dalam tataran praktis atau amalan ajaran agama dari aspek

menguat atau melemah. Dalam suatu zaman praktik ajaran agama

menguatdan bisa jadi pada zaman yang lain melemah, tetapi yang

jelas praktik perpoklitikan umat Islam yang sebenarnya adalah

integratif, kecuali di era modern dan kontemporer ada sebagian

pemikir muslim yang berupayauntuk melakukan sekularisasi politik

dengan alasan untuk membangun umat Islam lebih maju.

Pemikiran politik Ibnu Taimiyah yang berasaskan Syariah,

ternyata berbeda dengan beberapa pandangan politik para pemikir

Barat Eropa, terutama Niccolo Mechiavelli (1469 – 1527 M.) dan

Thomas Hobbes (1588 – 1679 M.) dalam hal terjadinya kerusakan

pada aktivitas perpolitikan sebagai akibat dari ajaran agama atau

moral. Semenjak abad 15 M. yaitu satu abad setelah wafatnya Ibnu

Taimiyah, Mechiavelli berpendapat bahwa kerusakan yang terjadi

pada praktik politik dan kekacauan aktivitas perpolitikan disebabkan

setidaknya oleh dua faktor utama, yaitu;

1. Keterikatan politik pada ajaran etika dan moral (akhlak) dan

nilai-nilai yang ada di dalamnya.

Page 299: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

502

2. Persaingan sengit yang berterusan antara Gereja dan para

tokoh agamawan tentang masalah-masalah politik.

Sebagai reaksi terhadap dua faktor di atas, Mechiavelli

menegaskan bahwa sudah menjadi keharusan untuk memisahkan

ajaran moral dan agama dari ranah politik.532SeruanMechiavelli

dipertegas kembali oleh Dunning di dalam karyanya; Political

Theories, bahwa Mechiavelli telah memisahkan ilmu politik dari

moral (akhlak), Mechiavelli tidak mempercayai bahwa politik

dibangun atas ajaran moral, oleh karenanya politik tidak

diposisikan dalam lingkup ilmu akhlak, makanya ilmu politik

terpisah sebagai ilmu (science) yang berdiri sendiri.533Demikian juga

Thomas Hobbes pada abad 16 M. telah memberikan dukungan

penuh kepada pendapat Mechiavelli, oleh karenanya Hobbes

menyatakan dengan tegas untuk menjauhkan pengaruh kekuasaan

Gereja (agama) dari masalah-masalah politik, bahkan Hobbes lebih

tegas lagi menyatakan agar Gereja tunduk kepada otoritas negara

dan pemerintahan, yaitu otoritas negara.534 Dengan demikian, sudah

jelas bahwa para pemikir Barat Eropa berbeda pendapat dengan Ibnu

Taimiyah, mereka telah memutus hubungan antara ajaran agama,

yaitu agama Kristiani atau Yahudi dari ranah politik, maka

kemudian praktik politik di kalangan masyarakat Barat menjadi

bersifat sekuler ( secular ). Sementara Ibnu Taimiyah dengan

pendirian yang tegas menyatakan keharusan mendasarkan aktivitas

perpolitikan pada ajaran agama (Syariah), dan keharusan

membangun politik berdasarkan al-Qur`an dan Sunnah Nabi, maka

praktik perpolitikanpun menjadi bersifat integratif.

4.TeoriAmanah Dalam Pemikiran Politik Ibnu Taimiyah

Keseluruhan pemikiran politik Ibnu Taimiyah dibangun

berdasarkan teori amanah. Berbeda dengan para pemikir politik

Islam sebelumnya, Ibnu Taimiyah menjadikan amanah sebagai

suatu pembahasan tersendiri di dalam karyanya; al-Siyasah al-

Syar`iyah Fiy Islah al-Ra`i waal-Ra`iyah(Politik Berdasarkan

532 . Lihat Muhammad Jalal syaraf et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h.

430 533 . Ibid. 534 . Ibid. h. 431

Page 300: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

503

Syari`ah Untuk Kebaikan Pemimpin dan Rakyat). Dengan

tertanamnya sikap amanah pada setiap individu muslim, terutama

para pemimpin, para pejabat, maka dengan sendirinya akan

berimplikasi lahirnya beberapa sikap positif, antaranya;

Adil dalam menegakkan kebenaran berdasarkan fakta dan

objektif,

Komitmen pada aturan dan sistem,

Disiplin dalam memenaj waktu dan kerja,

Bijaksana dalam bertindak dan mengambil keputusan.

Oleh karena itu, amanah menjadi dasar yang sangat penting

dalam membangun pemerintahan yang stabil, kondusif, aman,

tenteram, dan sehjahtera. Dalam hal ini Munawir Sjadzali

mendeskripsikan pemikiran politik Ibnu Taimiyah; sebagai suatu hal

yang menarik perhatian bahwa Ibnu Taimiyah sedikit sekali

berbicara tentang kepala negara dan bahkan sama sekali tidak

menyinggung soal cara atau mekanisme pengangkatan kepala

negara. Tetapi Ibnu Taimiyah, menurut Munawir Sjadzali langsung

membicarakan suatu perintah dalam ayat 58 surat al-Nisa, yaitu agar

para penguasa menunaikan atau menyampaikanamanah, trust

kepada yang berhak. Penyampaian amanah, terutama ditujukan pada

dua hal pokok, iaitu;

Pertama; dalam hal rekrutmen dan pengangkatan para pejabat

negara.

Kedua; dalam hal pengelolaan kekayaan negara dan melindungi

harta kekayaan dan hak milik rakyat.535

Kedua-dua pembagian amanah ini akan dijelaskan lebih

lanjut kemudian. Secara umum, amanah (trust) dapat diartikan;

jujur, kejujuran atau titipan yang harus dijaga sehingga pemiliknya

merasa aman karena orang yang dititipi itu memiliki sikap jujur dan

dipercaya, kemudian titpan itu diserahkan kembali kepada yang

punya. Indikasi kejujuran seseorang menurut Ibnu Taimiyah dapat

dilihat dari ketakwaanya kepada Allah, ketidak bersediaan menjual

ayat-ayat Allah hanya untuk tujuan memperoleh kekayaan duniawi

dan kepentingan politik sesaat, serta sikap tidak takut kepada

535 . Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara. h. 83 -84

Page 301: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

504

manusia selama ia berada dalam kebenaran.536 Untuk memperkuat

teori amanah ini, Ibnu Taimiyah mendasarkan teorinya kepada ayat

al-Qur`an surat al-Nisa ayat 58 sebagaimana disebutkan di atas.

Ayat ini memerintahkan umat Islam agar menyerahkan amanah

kepada orang yang berhak (berkelayakan) menerimanya.Dalam

konteks ini, selanjutnya Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa

menyerahkan, menunaikan amanah (adaul amanah)terbagi dalam

dua bagian; menunaikan amanah kekuasaan (al-wilayah), dan

menunaikan amanah harta kekayaan (al-amwal). Berikut ini

disampaikan penjelasan masing-masing;

1.Amanah Kekuasaan ( al-wilayah)

Amanah bagian pertama adalah amanah yang berkaitan

dengan kekuasaan atau otoritas.Dalam konteks ini, Ibnu Taimiyah

menjelaskan bahwa ketika Nabi Muhammad saw. memperoleh

kemenangan atas kota Mekkah (fathu Mekkah) pada tahun ke 7 H.

sebagai bukti kekuasaan berada di tangannya, Nabi kemudian

diserahi kunci Ka`bah oleh pimpinan Kabilah Syaibah yang selama

ini dipegangnya. Kemudian al-Abbas (paman Nabi) mengusulkan

kepada Nabi agar urusan atau jabatan penyediaan minuman untuk

Jemaah Haji (Siqayatul haj) dijadikan satu dengan urusan

penggantian Kelambu Ka`bah (Sadanatul Biyt), tetapi kemudian

tiba-tiba turun ayat 58 surat al-Nisa sebagaimana disebutkan di atas,

maka Nabi kemudian mengembalikan kunci Ka`bah tersebut kepada

Kabilah (bani) Syaibah.537

Dari fakta sejarah ini dapat ditegaskan bahwa ayat 58 surat

al-Nisa memerintahkan agar seorang penguasa (nepala negara)

merekrut atau memberikan kekuasaan (otoritas) kepada seseorang

yang dipandanglebih layak (aslah) untuk suatu pekerjaaan atau

jabatan. Oleh karena itu, Nabi kemudian menegaskan bahwa;

siapa saja mengangkat atau memberi kekuasaan kepada

seseorang, sementara ada orang lain yang lebih layak

(aslah) ketimbang dia, maka orang tersebut telah berkhianat

kepada Allah dan Rasul-Nya, serta orang-orang mukmin.

536 . Ibnu Taimiyah, Majmu Fatawa ( Beirut: Dar al-Kutub al-Arabiyah,

t. th. ), Juz 28, h. 253. Lihat juga Ibnu Taimiyah, al-Siyasah al-Syar iyah Fiy

Islahi al-Ra`I wa al-Ra iyyah, h. 15 537 . Ibnu Taimiyah, al-Siyasah al-Syar iyah, h. 18

Page 302: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

505

Dalam riwayat lain ditegaskan bahwa Umar bin Khattab

berkata kepada putranya; Ibnu Umar, Siapa saja memberi

kekuasaan (mengangkat seseorang untuk suatu jabatan) karena suka

atau karena ada pertalian kerabat, maka dia telah melakukan

tindakan khianat kepada Allah dan Rasul-Nya, serta umat Islam.538

Berdasarkan pernyataan di atas, Ibnu Taimiyah menegaskan

bahwa wajib bagi para pemimpin; kepala negara, khalifah, raja,

sulthan dan sebagainya untuk melakukan identifikasi (al-bahast)

terhadap orang-orang yang berhak menduduki suatu jabatan, apakah

itu jabatan gubernur, pendana menteri, menteri, para hakim, para

pemimpin tentara atau orang-orang yang diberi kepercayaan

mengelola harta kekayaan negara.539 Sebagai konsekuensi dari

prinsip amanah yang melandasi seluruh pemikiran politik Ibnu

Taimiyah, Ibnu Taimiyah menekankan bahwa kepala negara harus

menempatkan para pejabatnya pada posisi yang tepat dan sesuai

dengan keahlian dan kapabelitasnya masing-masing, bukan atas

pertimbangan-pertimbangan subjektif yang mengarah pada tindakan

menyalah gunakan wewenang sehingga terjadinya KKN. Ini berarti

bahwa Ibnu Taimiyah sudah mengkonsepsikan penerapan asas

profesionalitasdanthe right man on the right place dalam praktik

kehidupan perpolitikan umat Islam masa itu.540 Dalam konteks ini,

Mnawir Sjadzali menyampaikan kesimpulan dari apa yang

dijelaskanIbnu Taimiyah tentang amanah, bahwa amanah

sebenarnya memliki dua arti;

Pertama;Amanahadalah kepentingan-kepentingan rakyat yang

merupakan tanggung jawab kepala negara (khalifah, raja,

sulthan) untuk mengelolanya. Dan pengelolaan akan

menjadi baik dan sempurna, jikadalam pengangkatan

para pembantunya dari orang-orang yang betul-betul

memiliki kecakapan (kapabelitas atau kemampuan).

Kedua;Amanah dalam arti kewenangan memerintah yang dilmiliki

kepala negara, dan di dalam melakasnakannya dia

memerlukan wakil (deputi), maka hendaknya mereka itu

538 . Muhammad Jalal Syaraf et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam. h. 438 539 . Ibnu Taimiyah, al-Siyasah al-Syar iyah, h. 19 540 . Lihat Muhammad Iqbal dan Amin Husein Nasution, Pemikiran

Politik Islam Dari Masa Klasik Hingga Indonesia Kontemporer ( Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2010 ), h. 35 - 36

Page 303: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

506

terdiri dari orang-orang yang memiliki integsitas dan

persyaratan kecakapan dan kemampuan.541

2.Amanah Harta Kekayaan Negara

Amanah bagian kedua adalah amanah yang berkaitan dengan

pengelolaan kekayaan harta negara( semacam BUMN di Indonesia

di era modern dan kontemporer) dan perlindungan terhadapharta

benda milik warga negara. Oleh karenanya, rakyat tidak dibenarkan

menolak semua hak dan kewajiban yang telah ditetapkan kepala

negara. Tetapi, sebaliknya kepala negara dan para deputinya (wakil)

harus membelanjakan dana yang diterimanya dari rakyat dan dari

sumber-sumber lain secara baik dan transparan sesuai dengan

petunjuk al-Qur`an dan Sunnah Nabi, dan tidak mempergunakannya

atas kehendak hatinya. Ia harus sadar bahwa dana tersebut bukanlah

miliknya, tetapi merupakan amanah atau titipan.542 Oleh karena itu,

Ibnu Taimiyah menetapkan syarat bagi para pengelola harta

kekayaan negara, yaitu tidak boleh melakukan transaksi atau

menggunakan harta kekayaan negara berdasarkan kenginannya

sendiri, karena mereka adalah para wakil dan para pengelola, tetapi

harus berdasarkan persetujuan kepala negara (khalifah, raja,

sultham).543 Pada tempat yang sama, Ibnu Taimiyah menegaskan

bahwa para penegak hukum agar mengembalikan kepada para

pemilik apa-apa yang diambil tanpa hak oleh para pejabat atau

pengeola. Demikian juga, Ibnu Taimiyah menetapkan larangan

melakukan rasywah (memberikan sogokan untuk pelicin proses)

kepada para pejabat atau orang-orang yang terkait hanya karena

untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan tanpa melalui prosedur

resmi yang sah.544

5.Sumber Pendapatan Negara

Harta dan kekayaan negara menjadi unsur penting bagi

negara untuk menggerakan roda pemerintahan dan menciptakan

kesejahteraan rakyat. Berbicara tentang harta kekayaan atau asset

negara, dari mana sumbernya dan dibelanjakan (ditransaksikan)

541 . MunawirSjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 85 -86 542 . Muhammad Jalal Syaraf et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 445 543 . Ibid. 544 . Ibid. h. 449

Page 304: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

507

untuk apa. ? Dalam konteks ini, Ibnu Taimyah menjelaskan bahwa

harta kekayaan negara berasal dari beberapa sumber pendapatan,

antaranya sebagai berikut;

1. Zakat;

Harta zakat ini wajib dikeluarkan oleh dan diambil dari

orang-orang kaya (aghniya) muslim.Harta Zakat dari umat

Islam terbagi dalam lima ( 5) bagian. Pertama;

ZakatPertanian; berupa Gandum, Beras, dan makanan pokok

lainnya.Kedua; Zakat Harta Tambang berupaEmas, Perak,

Minyak bumi, bahan besi, bahan Timah dan

sebagainya.Ketiga; Zakat Hewan Ternak; berupa hewan

Onta, Sapi, Kambing dan sebagainya. Empat; Zakat buah-

buahan berupa buah Korma, Anggur dan buah-buahan

lainnya.Lima; Zakat Perdaganga, yaitu`Urud al-Tijarah.

2. Ghanimah:

Yaitu harta kekayaan yang diperoleh hasil dari kemenangan

Tentara muslimmengalahkan musuh non muslim dalam

perang (al-harb). 545

3. Fey:

Yaitu harta kekayaan yang diambil dari pihak musuh non

muslim setelah menyatakan kalah tanpa melalui perang.

Dalam arti kemenangan Tentara .muslim mengalahkan

musuh tanpa melalui perang antara kedua belah

pihak.Kemudian harta kekayaannya secara otomatis dikuasai

oleh negara (Pemerintah Islam), maka harta kekayaan

tersebut menjadi milik negara.546

4. Harta sadakah sunnah dari umat muslim.

5. Jizyah ( pajak )

Harta Jizyah, yaitu pajak yang dikenakan kepada ahlul

Zimmi.Ahlul Zimmi adalah orang-orang non muslim yang

545 . Musthafa Diyb al-Bagha, al-Tahzhib Fiy Adillah Matan al-Ghayah

wa al-Taqrib ( Beirut: Muassisah Ulum al-Qur`an, 1985 ), h. 229 546 . Wahbah al-Zuhayliy, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu ( Damaskus:

Darul Fikri, 1985 ), Juz 6, h. 442

Page 305: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

508

bertempat tinggal di wilayah kekuasaan pemerintahan Islam

dan telah mendapatkan jaminan keamanan.

6. Harta kekayaan yang tidak jelas pemilikinya.547

Demikian mengenai beberapa sumber pedapatan negara saat

itu yang disampaikan Ibnu Timiyah. Berdasarkan fakta ini dapat

ditegaskan bahwa ternyata pada masa Ibnu Taimiyah hidup sudah

ada pengaturan dan pengelolaan sumber pendapatan negara, bahkan

semenjak zaman Nabi pun sudah ada pengaturan sumber pedapatan

negara, meskipun dalam mengelolanya masih sederhana bila

dibandingkan dengan saat ini di era modern dan kontemporer.

6.Pembelanjaan dan PengeluaranKebutuhan Negara

Harta kekayaan negara yang sudah tersimpan di Baitul Mal,

selanjutnya dipergunakan untuk berbagai keperluan (al-masrufat).

Dalam konteks ini Ibnu Taimiyah memberi penjelasan mengenai

pengeluaran gaji yang harus diberikan kepada para pejabat dan

parapengelola berbagai bidang atau sektor. Ibnu Ibnu Taimiyah

menegaskan bahwa dalam pemberian gaji ini harus berdasarkan

skala prioritas, dimulai dari yang paling utama ke yang utama, ini

dilakukan atas dasar kemaslahatan umat Islam, karenanya Ibnu

Taimiyah telah membuat daftar urutan penerima gaji sebagai

berikut;

1. Golongan Tentara (al-muqatalah, al-asykar). Ibnu Taimiyah

mendahulukan mereka, karena mereka adalah orang-orang

yang telah mengabdikan diri mereka untuk negara, baik jiwa,

ataupun raga, danmereka juga yang bertanggung jawab atas

keselamatan dan keamanan negara.

2. Para pejabatdanpara pemimpin(al-Wulat).Mereka adalah

orang-orang yang bertugas dalam berbagai sektor dan

bidang.

3. Para Hakimdan penegak hukum (al-Qudhat).

547 . Muhammad Jalal Syaraf et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, Ibid.

h. 446

Page 306: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

509

4. Para Ulama;Yaitu orang-orang cerdik pandai dan bertugas

memberikan pencerahan, mendidik dan mengajar warga dan

masyarakat.

5. Orang-orang yang bertugas mengelola harta kekayaan

negara, baik yang mengumpulkan (Jam`an),

memelihara,memelihara (hifazhan) atau yang bertugas

membagi-bagikan (qismah).

6. Para Imam Shalat dan Muazzin.

7. Orang-orang yang bertugas menjaga perbatasannegara

(iqamah al-sudud wa al-stugur).

8. Orang-orang yang bertugas membeli dan memelihara

peralatan perang, seperti membeli dan memelihara kuda

(kendaraan yang cukup bergengsi pada abad-abad yang lalu),

membeli dan memelihara peralatan perang, antaranya seperti

baju besi, panah, tombak, pedang, tameng, dan sebagainya.

9. Orang-orang yang bertugas memajukan pembangunan

negara, seperi membuat jalan (infrastruktur), membuat dan

memelihara kelancaran sungai dan irigasi.

10. Orang-orang yang sedang dalam kondisi terdesak

memerlukan bantuan dana.

11. Membiayai semua aktivitas dalam rangka kemaslahatan

agama dan sosial kemasyarakatan.548

Berdasarkan apa yang disampaikan Ibnu Taimiyah mengenai

sumber pendapatan dan pembelanjaan harta kekayaan negara, maka

kepala negara, menurut Ibnu Taimiya tidak diperbolehkan

mengeluarkan atau memberikan uang negara tanpa melalui prosedur

yang sah, seperti memberikan dana kepada seseorang yang bukan

haknya, memberi uang kepada seseorang yang selalu berbuat jahat,

548 . Muhammad Jalal Syaraf, et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 449

Page 307: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

510

atau memberi uang kepada seseorang sebagai gratifikasi untuk

manfaat peribadi, dan sebagainya.549

7.Kelayakan Seseorang Menduduki Jabatan Politis

Dalam konteks ini Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa orang-

orang saleh;yaitu orang- orang yang taat dan komitmen pada aturan

agama dan berprilaku baik, berakhlak mulia adalah orang-orang

yang paling layak untuk menduduki jabata-jabatan politis, seperti

kepala negara, perdana menteri, menteri, kepala daerah ( gubernur ),

dan sebagainya. Ada beberapa hal yang bisa digunakan untuk

mengukur kesalehan seseorang sebagaimana disampaikan Ibnu

Taimiyah sebagai berikutbahwa;

1. Mereka adalah orang-orang yang komitmen merealisasikan

kewajiban.

2. Mereka adalah orang-orang yang selalu meninggalkan hal-

hal yang dilarang agama (al-muharramat ),

3. Mereka adalah orang-orang yang memberikan sesuatu yang

baik menurut agama kepada orang lain.

4. Mereka adalah orang-orang yang tidak mengambil sesuatu,

melainkan haknya,

5. Mereka marah ketika hal-hal yang seharusnya dilindungi dan

dimuliakan tetapi kemudian dirusak,

6. Mereka memohon maaf jika melakukan kesalahan.

Beberapa hal yang menjadi identitas orang-orang saleh

sebagaimana disebutkan di atas, menurut Ibnu Taimiya adalah

akhlak Nabi Muhammad saw. dan ini menurutnya sebaik-baik sikap

dan perilaku.550Pandangan Ibnu Taimiyah ini pada hakekatnya tidak

terlepas dari dasar teorinya tentang amanah, karena orang-orang

saleh tidak diragukan lagi amanah-nya.Oleh karena itu,Ibnu

Taimiyah berpendapat bahwa mereka itu adalah orang-orang yang

549 . Ibnu Taimiyah, al-Siyasah al-Syar`iyah, h. 67 550 . Ibid. h. 26

Page 308: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

511

paling layak untuk dilibatkan dalam berbagai aktivitas politik, yang

menurut Ibnu Taimiyah mereka disebut Arbabus Siyasahal-

kamilah(para politisi yang ideal).551

Pandangan Ibnu Taimiyah di atas, bagi sebagian kalangan

pemikir muslim, terutama orang-orang yang berfahaman sekuler

barangkali dianggapaneh. Tetapi sebenarnya jika kita merujuk pada

fakta sejarah peradaban Islam di masa lalu, khususnya para

pemimpin umat Islam, antaranya Abu Bakar, Umar bin Khattab,

Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Umar bin Abdul Aziz, dan

sebagainya adalah para negarawan dan politisi yang menjabat kepala

negara (khalifah). Mereka para pemimpin umat yang secara de fakto

terlibat secara langsung dalam urusan politik kenegaraan.Mereka

adalah para aktor dan politisi yang bijaksana. Mereka adalah orang-

orang saleh, amanah, sidiq;benar dalam ucapan dan tindakan, dalam

arti bahwa antara ucapan dan tindakanya tidak bertentangan, tabilgh,

yaitu menyampaikan semua kebijakannya secara transparan,

fathonah, yaitu cerdas dalam setiap mengambil keputusan politik

untuk kepentingan umat dan negara.

8.Penegakan Supremasi Hukum

Dalam konteks ini hukum harus ditegakan secara adil,552

kepada siapapun, tanpa memandang siapa, pejabat tinggi, pejabat

rendah, bahkan rakyat bawah.Hukum harus dilaksanakan untuk

meminimalisir terjadinya tindak kejahatan atau pidana, baik

terhadap jiwa seseorang ataupun terhadap harta kekayaan sehingga

tercipta kondisi yang nyaman dan tenteram.Dalam konteks ini Ibnu

Taimiyah berbicara tentang pelaksanaan hukuman.Pelaksnaan

hukum dimaksudkan oleh Ibnu Taimiyah sebagai pelaksanaan

hukum pidana (al-qanun al-jinaiy). Hukum pidana menurut Ibnu

Taimiyah terbagi menjadi dua bagian, yaitu;

Pertama;Hukum pidana yang merupakan hak atau hudud Allah (al-

huquq wa al-hudud Allah),

Kedua; Hukum pidana yang merupakan hak-hak manusia (huquq al-

Nas) atau huquq al-adamiy.553

551 . Lihat Muhammad Jalal Syaraf, et al, al-Fikr al-Siyasiy Fiy al-Islam,

h. 450 552 . Lihat al-Qur`an, surat al-Nisa: 58 553 . Ibnu Taimiyah, al-Siyasah al-Syar iyah, h. 79

Page 309: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

512

Berikut ini penjelasan masing-masing sebagai berikut;

a.Hukum Pidana Hak-hak Allah

Hukum pidana ketentuan-ketentuan Allah (al-huquq wa al-

hudud al-Ilahiyah) ditujukan bukan saja kepada satu komunitas

tertentu, tetapi keseluruhan umat Islam, karena dibalik pelaksanaan

hukuman pidana ini ada manfaat yang sangat besar yang diperlukan

untuk memelihara kelangsungan hidup dalam kondisi aman dan

tenteram. Hak-hak dan hudud Allah menurut Ibnu Taimyah

antaranya seperti; hukuman kepada para penyamun (begal), para

pencuri, para pelaku zina dan sebagainya. Oleh karena itu para

penguasa (al-wulat) harus menegakan dan melaksanakanhukuman

hak-hak dan hudud Allah, meskipun tidak ada pengaduan dari siapa

pun, karena hukuman Allah tersebut telah digariskan di dalam al-

Qur`an, dan juga hukuman itu harus dilaksanakan kepada siapa saja,

semuanya sama (sawaan bi sawaain), baik orang terhormat (al-

Syarif) atau orang rendahan, baik orang kuat atau punorang lemah,

mereka semua diperlakukan sama.554

Di dalam pelaksanaan hukum pidana ini tidak dibenarkan

melakukan pembatalan hanya karena intervensi seseorang yang

berpengaruh (syafaatu syafi`in), atau karena pemberian materi

sebagai gratifikasi (hadiyyatun minal hadaya), dan siapa saja yang

membatalkan pelaksanaan hukuman ini karena seseorang, maka dia

akan menerima laknat atau kutukan Allah, Malaikat dan umat Islam.

Mereka yang berbuat demikian disebut orang yang menjual belikan

ayat-ayat Allah dengan harga murah (tsamanan qalila).555 Selain

dari itu, Ibnu Taimiyah juga berpendapat bahwa tidak dibenarkan

menerima materi sebagai gratifikasi, baik berupa uang atau

sebagainya dari para pelaku zina, pencuri (al-sariq), peminum

minuman keras (al-Syarib), penyamun (qath`i al-thariq), baik materi

itu kemudian diserahkan untuk kepentingan Baitul Mal (kas negara)

atau untuk kepentingan peribadi atau kelompok, karena penerimaan

materi tersebut sebagai gratifikasi akan berdampak buruk terhadap

penegakkan hukum, boleh jadi pelaksanaan hukum tidak jadi (batal),

554 . Ibid, h. 79 - 80 555 . Ibid. Lihat juga Muhammad Jalal Syaraf et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy

al-Islam, h. 451

Page 310: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

513

atau pengadilan tetap dilaksanakan tetapi sekedar permainan untuk

mengelabuhi masyarakat saja, dan ujung-ujungnya pihak yang salah

menjadi yang menang karena ada gratifikasi atau melakukan

sogokan ( roshwah ), dan pihak yang benar bisa jadi menjadi pihak

yang salah karena tidak memberi sogokan atau roshwah.556 Dampak

buruk yang lebih parah adalah hukuman tidak menimbulkan efek

jera, akibatnya tindak kejahatan akan terus berlanjut dan bahkan

akan terjadi regenerasi para pelaku tindak kejahatan, termasuk di

antaranya para koruptor muda atau pemula.

Selanjutnya Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa hudud atau

batasan-batasan Allah diberlakukan (disyariatkan), maka dalam

pemberlakuan ini seorang penguasa (al-waliy) harus ada niat baik

untuk kemaslahatan rakyat (shalah al-ra`iyyah), mencegah

tindakan-tindakan melanggar hukum atau undang-undang (al-nahyu

anil mungkarat) dengan tujuan lahirnya kondisi yang nyaman dan

menghilangkantindakan-tindakan yang membahayakan kehidupan

rakyat. Hal ini dilakukan berdasarkan perintah dan ketaatan kepada

Allah, agar Allah meluluhkan hati orang-orang yang selalu

melanggaran hukum atau undang-undang, terciptanya kebaikan

bersama. Tetapi, tegas Ibnu Taimiyah, jika tujuan menindak para

pelaku kejahatan untuk memperlihatkan kebesaran, atau hanya

untuk memperlihatkan ketegasan agar rakyatmengakui kebesaran

penguasa, maka tujuan tersebut menurut Ibnu Taimiyah

bertentangan (paradoks) dengan ajaran agama.557

b.Hukum Pidana Hak-hak Manusia

Pelaksanaan hukum pidana yang terkait dengan hak-hak

manusia,atau sebagaimana ditegaskan Ibnu Taimiyah hak-hak jiwa

(huquq al-nufus) seperti melakukan pembunuhan, dan penganiyaan

kepada orang lain. Dalam hal ini Islamtelah menetapkan hukuman

qishas558 sebagai upaya menjaga (hifadhan) atas hak-hak jiwa

556 . Ibid. Lihat juga Muhammad Jalal Syaraf, et al. al-Fikr al-Siyasi Fiy

al-Iaslam, h. 451 557 . Ibnu Taimiyah, al-Siyasah al-Syar iyah, h. 117 558 . Qishas adalah pelaksanaan hukuman terhadap seseorang sesuai

dengan tindak kejahatan yang dia lakukan, seperti dia membunuh seseorang

(menghilangkan nyawa seseorang ), maka hukuman yang dikenakan kepadanya

Page 311: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

514

(huquq al-nufus), karena dalam keadaan sadar siapapun orangnya

tidak ada yang rela untukdibunuh atau dihilangkan nyawanya, atau

bahkan salah satu anggota tubuhnya tidak maudilukai. Karenanya

hal ini merupakan hak hidup (hak asasi) bagi setiap manusia yang

harus dijagaatau dipelihara, maka siapa pun yang melakukan

pembunuhan terhadap seseorang, hukumannya setimpal dengan

pernuatan jahatnya, yaituqishas. Begitu juga seseorang yang melukai

salah satu anggota tubuh orang lain, hukumannya sama dengan yang

dilakukannya, yaitu qishas.

Namun demikian, meskipun hukum qishas diberlakukan

sebagaimana ditetapkan di dalam al-Qur`an, surat al-Maidah, tetapi

Islam memberikan dispensasi untuk tidak dilakukan qishas jika

pihak keluarga korban bersedia memaafkan kepada si pelaku,559

sebagaimana hal ini disebutkan di dalam hadits Nabi yang

diriwayatkan Anasbin Malik, yang artinya;

Suatu tindak kejahatan (pidana) yang dilaporkan kepada

Nabi, Nabi memerintahkan hukuman qishas (kepada si

pelaku), kecuali jika ada pemaafan dari pihak keluarga

korban.

Dalam aspek yang lain, Ibnu Taimiyah berbicara tentang

hak-hak manusia dalam masalah muamalat (huquq al-nas fiy al-

mu`amalat). Hak-hak ini menurut Ibnu Taimiyah, seperti wajibnya

menetapkan harga barang jualan (taslim al-tsaman `ala al-

musytara), pengadaan barang jualan, haramnya mengurangialat

pengukur meter dan timbangan (tahrim tathfif al-mikyal wa al-

mizan), wajibnya berperilaku jujur dan transparan (wujub al-sidqi

wa al-bayan ), haramnya berdusta atau berbohong, berkhianat, dan

manipulasi ( tahrim al-kizbi wa al-khiyanat wa al-gisysyi ), bayar

hutang tepat waktu dan mengucapkan al-hamdulillah (wa anna

jaza`a al-qaradh al-wafa`u wa al-hamdulillah), haramnya makan

harta secara batil, seperti hasil curian, merampok, korupsi dan

sejenisnya, yaitu riba dan judi.560

9. Musyawarah Dalam Mengelola Negara

harus dibunuh lagi. Dan jika diamelukai salah satu anggota tubuh seseorang,

maka hukumannya dia dilukai lagi sesuai dengan kejahatan yang dialakukan 559 . Lihat al-Qur`an, surat al-Maidah,ayat 45 560. Ibnu Taimiyah, al-Siyasah al-Syar iyyah, h. 179 - 180

Page 312: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

515

Dalam kaitan ini Ibnu Taimiyah mengetengahkan pemikiran

politiknya tentang betapa pentingnya musyawarah561dalam

mengelola pemerintahan, oleh karenanya Ibnu Taimiyah

menegaskan bahwa seorang penguasa (waliyul amri) tidak boleh

meninggalkan musyawarah (la ghaniyya li waliyyil amri anil

musyawarah), terutama musyawarah dalam hal-hal yang strategis

menyangkut kepentingan orang banyak. Hal ini sejalan dengan

perintah Allah kepada Nabi-Nya agar selalu melakukan

musyawarah, sebagaimana ditegaskan di dalam firman Allah di

dalam surat Ali Imron, yang artinya sebagai berikut;

Maka, karena rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah

lembut kepada mereka. Sekiranya kamu bersikap keras, lagi

berhati kasar, tentulah mereka akan menjauhkan diri dari

sekelilingmu.Maka maafkanlah mereka, memohon ampunan

bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam

urusan itu. Kemudian jika kamu sudah membulatkan tekad,

maka bertawakalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah

menyukai orang-orang yang bertawakkal.562

Sejalan dengan ini, fakta membuktikan bahwa tidak ada

orang yang paling banyak melakukan musyawarah, selain

Rasulullah bersama-sama dengan para Sahabat-sahabatnya,

sebagaimana hal ini diriwayatkan Abu Hurairah. Oleh karena itu

dalam kaitan ini, Ibnu Timiyah menyebut beberapa ayat al-Qur`an di

dalam satu surat secara berurutan, di mana Allah memberi pujian

kepada orang-orang beriman (karena melakukan musyawarah)

sebagai berikut;

. . . . . . . . . . . . Dan yang ada di sisi Allah lebih baik dan

lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya

kepada-Nyalah mereka bertawakal,dan orang-orang yang

menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan

keji.Dan apabila mereka marah, mereka memberi maaf.Dan

bagi orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan

Tuhannya dan melaksanakan shalat, sedangkan urusan

mereka (diputuskan) melaluiu musyawarah di antara

561 . Musyawarah atau konsultasi adalah suatu pertemuan (meeting)

dalam suatu siding yang dihadiri banyak orang untuk menetapkan kesepakatan

bersama tentang suatu masalah atau beberapa masalah. 562 . al-Qur`an, surat Ali Imron: 159

Page 313: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

516

mereka.Dan mereka menafkahkan sebagian rizki yang kami

berikan kepada mereka.563

Banyak argumentasi untuk menjustifikasi keharusan

musyawarah, antaranya; bahwa Allah memerintahkan Nabi-Nya

untuk selalu bermusyawarah dengan tujuan supaya dapat

meluluhkan hati para Sahabatnya.Supaya orang-orang yang lahir

sesudahnya (generasi berikutnya) dapat mengikutinya. Supaya

mereka dapat menyampaikan gagasan atau pendapatnya terkait

berbagai permasalahan yang tidak diatur oleh Wahyu (al-Qur`an

atau Sunnah Nabi yang sahih), antaranya seperti; terkait dengan

strategi perang, dan berbagai persoalan yang memerlukan penjelasan

rinci dan detail, seperti masalahjizyah.564 Oleh karena itu, jika

seorang pemimpin, termasuk Rasulullah sendiri atau lainnya (kepala

negara) bermusyawarah dengan para pemimpin umat atau dengan

para pejabat tinggi negara (al-Wulat wa al-Khulafa) dalam hal-hal

yang memerlukan keputusan bersama atau konsensus, maka seorang

pemimin tersebut, termasuk Rasulullah sendiri atau yang

lainnyaharus komitmen dengan apa yang sudah menjadi keputusan

bersma (itba`u ra`yi ma yastasyiruhu), selama keputusan tersebut

sejalan dengan al-Qur`an atau Sunnah Rasul atau sejalan dengan

konsensus umat Islam,565 meskipun sebelumnya persoalan

berkenaan menjadi kontroversi. Oleh karena itu, mereka harus

menyampaikan pendapatnya untuk dimusyawarahkan, kemudian

pendapat mana yang sejalan dengan al-Qur`an dan Sunnah Nabi,

maka itulah yang harus dilaksanakan.566

Menurut Ibnu Taimiyah, ulil amri, yaitu orang-orang yang

memiliki kekuasaan atau otoritas, ada dua golongan, Pertama; al-

Umara(Pemerintah) dan Kedua;al-Ulama, yaitu;orang-orang yang

memiliki keilmuan luas dalam bidang hukum Syara`. Jika kedua

golongan ini dalam kondisi harmonis, memupuk kebersamaan,

saling pengertian, bantu membantu dalam rangka membangun

politik yang kondusif, aman, tentram dan sebaginya, maka semua

warga masyarakat akan menjadi baik. Oleh karena itu menurut Ibnu

563 . al-Qur`an: Surat al-Syura, ayat 36. 37. Dan 38 564 . Lihat Muhammad Jalal Syaraf, et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h.

455 565 . Ibid. 566 . Ibnu Taimiyah, al-Siyasah al-Syar iyah, hl. 182

Page 314: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

517

Taimiyah apa yang dibicarakan dan apa yang menjadi kebijakan

dalam tataran praktis dari kedua golongan ini ( Ulama dan Umara )

agar didasarkan pada ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, serta

selalu mengikuti Kitab Allah (al-Qur`an), karena itulah menurut

Ibnu Taimiyah yang akan berimplikasi lahirnya kebaikan di dunia

dan sekaligus di akhirat nanti, baik bagi individu, masyarakat, dan

juga umat keseluruhan.567

Berdasarkan penjelasan di atas terkait dengan kedudukan

musyawarah di dalam mengelola pemerintahan, dapat ditegaskan

bahwa sistem syura (nizam al-Syura) sebagai unsur terpenting di

dalam pelaksanaan demokrasi Islam (al-demokrathiyah fiy al-Islam),

maka tidak ada halangan untuk menyampaikan pendapat atau

gagasan (fala istibdada bi ra`yin) dalam rangka menciptakan

kehidupan yang lebih baik kondisinya. Oleh karenanya meskipun

ada pemerintahan yang dipimpin oleh seorang kepala negara tunggal

yang berbuat semauanya ( diktator atau otoriter ) sesuai dengan apa

yang dikehendaki dan yang diinginkan, dalam arti meskipun

pemerintahan dipimpin oleh seorang pemimpin tunggal, tetap saja

dalam mengelola pemerintahannya harus berdasarkan syura atau

musyawarah, kemudian komitmen untuk tunduk pada hasil

keputusan bersama para ahlinya, yaitu para Ulama, para ahli fiqh

(al-fuqaha ), para intelektual (al-mutsaqqafin ), dan orang-orang

yang memiliki kepakaran dalam berbagai aspek kehidupan (fiy ayyi

majalin min majalatil hayat).

Demikianlah pembahasan tentang berbagai aspek pemikiran

politik Ibnu Taimiyah, di mana pemikiran politiknyasecara

keseluruhan didasarkan pada ajaran agama. Dengan demikian

politik dalam perspektif Ibu Taimiyah tidak dapat dipisahkan dari

ajaran agama, karena memang berdasarkan fakta Islam sebagai

agama tidak saja mengatur hal-hal yang berkaitan aspek akidah

atau ibadah, tetapi juga Islam mengatur berbagai aspek kehidupan;

politik, ekonomi, hukum, kemasyarakatan,perang, damai,

perpajakan, zakat dan sebagainya.Teori amanah, sebagaimana

ditetapkan di dalam firman Allah, mewarnai pemikiran politik Ibnu

Taimiyah, oleh karenanya Ibnu Taimiyah menyarankan kepada para

567 . Lihat Muhammad Jalal Syaraf, et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam,

hl. 456

Page 315: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

518

penguasa (kepala negara) dan para pejabatnya dari pusat sampai

daerah agar komitmen menjadikan amanah sebagai dasar dalam

aktivitas perpolitikan mengambil keputusan dan

menetapkankebijakan.

BAB XI

PEMIKIRAN POLITIK

IBNU KHALDUN

1.Petualangandan Karier Politik Ibnu Khaldun

Page 316: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

519

Ibnu Khaldun nama aslinya adalah Abdurrahman bin

Muhammad bin Muhammad bin Hasan bin Jabir bin Muhammad bin

Ibrahim bin Abdurrahman bin Khaldun. Ibnu Khaldun lahir di

Tunisia, .Afrika Utara pada 1 Ramadhan 732 H./ 7 Mei 1332 M.

Ibnu Khaldun berasal dari suku Arab Yaman Selatan. Nenek

moyangnya berasal dari keturunan Khaldun (Bani Khaldun).Sejak

abad ke 8 M. nenek moyangnya melakukan migrasi ke Andalusia,

yaitu Spanyol Selatan. Ibnu Khaldun menghabiskan lebih dari dua

pertiga umurnya di kawasan Afrika Barat laut yang sekarang ini

berdiri negera-negara Tunisia, Al-Jazair dan Maroko, serta

Andalusia yang terletak diujung selatan Spanyol. Pada zaman itu,

kawasan-kawasan tersebut tidak pernah mengalami stabilitas politik,

karena beberapa kawasan tersebut menjadi ajang perebutan

kekuasaan antar Dinasti, sehingga kawasan-kawasan tersebut

sebagian darinya seringkali berpindah tangan dari satu Dinasti ke

Dinasti lain. Kondisi politik seperti ini berimplikasi pada kehidupan

dan karier politik Ibnu Khaldun sebagai pejabat tinggi negara, baik

saat menjabat Perdana Menteri, Protokoler, atau Hakim Agung pada

beberapa Pemerintah atau Dinasti. Tidak jarang Ibnu Khaldun

berganti loyalitas dari satu Dinasti ke Dinasti lain atas dasar

kalkulasi untung rugi politik. Dampak dari situasi yang tidak

menentu itu berimplikasi pada pendirian Ibnu Khaldun harus

menempuh jalan pragmatisdemi keselamatan jiwa dan kareir

politiknya, sehingga Ibnu Khaldun terbawa arus ke situasi politik

yang sarat dengan kudeta dan perebutan kekuasaan, dan Ibnu

Khaldun sendiri melibatkan diri sebagai aktordalam percaturan

politik di kawasan-kawasan tersebut.

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa Ibnu Khaldun meniti

kariernya dalam pemerintahan di kawasan Afrika Barat laut dan

Andalusia selama hampir seperempat abad.568 Jabatan pemerintahan

pertama yang diraih Ibnu Khaldun yangcukup berarti baginya adalah

keanggotaan Majelis Ilmuan (`udhwan fiy majlisi al-`ilmiy); yaitu

Lembaga Ilmu Pengetahuan Sulthan Abu Inan dari Bani Marin di

ibu kota negara Maroko; Fez pada sekitar tahun 756 H. Kemudian

diadiangkat menjadi salah satu Sekretaris Sulthan (kalau zaman

sekarang setingkat jabatan sekretaris negara) yang bertugas

568 . Lihat Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 91

Page 317: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

520

mencatat semua keputusan Sulthan.569Tetapi jabatan ini rupanya

dianggap oleh Ibnu Khaldun masih terlalu rendah bagi anggota

keluarga Khaldun, karena mungkin Ibnu Khaldun dari etnik

terhormat.570 Belum cukup dua tahun Ibnu Khaldun memangku

jabatan Sekretaris Sulthan, dia dipecat dari jabatannya, bahkan dia

dimasukan ke dalam penjara karena terbongkar rahasia bahwa dia

terlibat dalam satu konspirasi politik tingkat tinggi (al-khaudh fiy

ghimari dasairi al-siyasiyah) dengan Pangeran Abu Abdullah

Muhammad dari Bani Hafsh.571 Sebelum ini Pangerang Abu

Abdullah seorang raja yang bertahta di Tunisia (Bijayah), dan

setelah wilayah Tunisia diserang dan dikuasai oleh Bani Marin, Abu

Abdullah diturunkan dari tahtanya dan diasingkan ke Fez (ibu kota

Maroko)., pada akhirnya Ibnu Khaldun dituduh melarikan Pangeran

Abu Abdullah dari penjara untuk kemudian dikembalikan kepada

posisinya semula sebagai raja di Tunisia. Tetapi konspirasi ini (al-

muamarah) terbongkar dan Ibnu Khaldun ditangkap dan dimasukan

ke dalam penjara (fiy ghayabat al-sijni) selama kurang lebih dua

tahun, tetapi kemudian Sulthan Abu Inan mengeluarkan keputusan

untuk membebaskan Pangeran Abu Abdullah dari hukuman penjara,

tetapi Ibnu Khaldun tetap mendekap di dalam penjara. Upaya

pengampunan (grasi) bagi Ibnu Khaldun diajukan kepada Sulthan.

Dankemudian Sulthan Abu Inan menjanjikan pengampunanIbnu

Khaldun, tetapi Sulthan Abu Inan tengah saki, kondisi kesehatannya

semakin memburuk dan bahkan Sulthan Abu Inan wafat pada tahun

759 H. atau pada akhir tahun 1358 M.

Perdana Menteri Hasan bin Umar mengambil alih roda

pemerintahan sebagai pejabat sementara saat itu (al-qaim bi umur

al-daulah) dan mengeluarkan keputusan untuk membebaskan Ibnu

Khaldun bersama-sama dengan tahanan politik yang lain, dan

bahkan Ibnu Khaldun dikembalikan ke jabatannya semula sebagai

sekretaris negara.572 Ibnu Khaldun mengabdikan diri kepada

Pemerintah Bani Marin di Fez selama delapan tahun, dia bekerja

kepada tiga Sulthan, yaitu; Sulthan Abu Inan, Sulthan Mansur bin

569 . Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abdul Mukthi Muhammad, al-Fikr

al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 474 570 . Ibid. 571 . Ibid. 572 . Ibid, h. 484 -485

Page 318: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

521

Sulaiman, dan Sulthan Abu Salim, selain mengabdi kepada tiga

Sulthan tersebut, Ibnu Khaldun juga mengabdi kepada dua Perdana

Menteri, yaitu; Perdana Menteri Hasan bin Umar dan Perdana

Menteri Umar bin Abdullah.Pada masa Pemerintahan Sulthan Abu

Salim, Ibnu Khaldun menajabat Sekretaris Negara dan Hakim

Agung (Qadhi al-Qudhat) yang menangani peradilan mazalim

(tindak pidana), yaitu jabatan khusus yang menangani pengaduan

terhadap negara atau pejabat negara dan tindak pidana yang tidak

tercakup di dalam hukum Islam.573

Pada saat Sulthan Abu Salim dikudeta melalui

pemberontakan oleh para elite politik yang dipimpin Perdana

Menteri Umar bin Abdullah adik ipar Sulthan Abu Salim sendiri,

Ibnu Khaldun sangat kecewa atas situasi politik yang sedang terjadi,

karena Ibnu Khaldun tidak mendapatkanposisi jabatan Perdana

Menteri atau jabatan yang setingkat, seperti jabatan

Hijabah(protokoler Sulthan). Perdana Menteri Umar bin Abdullah

kemudian melantik Tasyfin, yaitu saudara Sulthan Abu Salim

sebagai raja (Sulthan).574Untuk menghilangkan kekecewaannya,

Ibnu Khaldun bermaksud untuk kembali ke negara asalnya, yaitu

Tunisia dengan tujuan untuk mengabdikan diri kepada Pemerintah

Bani Hafsh atau kepada Pemerintah Bani Abdul Wad di wilayah

Afrika Barat laut. Tetapi keinginan Ibnu Khaldun tersebut kandas,

karena dihalangi oleh Pemerintah Fez, dengan alasan karena Ibnu

Khaldun dipandang sebagai seorang tokoh dan pemikir yang

menguasai geopolitik yang luas di kawasan Afrika Barat laut,jika dia

dibiarkan pergi ke Tunisia dikhawatirkan akan dimanfaatkan oleh

Penguasa Dinasti Hafsh atau Penguasa Dinasti Abdul Wad. Hal ini

tentu saja dianggap bakal merugikan kepentingan Pemerintah Fez.

Kemudian Ibnu Khaldun diizinkan meninggalkan Fez, tetapi tidak

untuk ke Tunisia atau ke Tlasman, yaitu pusat pemerintahan Bani

Abdul Wad, melainkan ke Andalusia, akhirnya Ibnu Khaldun

berangklat ke Granada, Andalusia, pada tahun 764 H.575

Ketika Ibnu Khaldun memasuki Andalusia, danyang

memerintah saat itu adalah Sulthan Mohammadbin Yusuf bin Ismail

573 . Lihat Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 92 574 . Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abdul Mukthi Muhammad, al-Fikr

al-Siyasi Fiy al-Islam, h.476 - 478 575 . Ibid. hl. 477 - 479

Page 319: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

522

bin al-Ahmaral-Nashariy. Dia naik tahta sebagai raja setelah

ayahnya; Sulthan Yusuf terbunuh pada tahun 755 H./1354 M. dan

Pangeran Mohammad saat naik tahta usianya masih relatif muda,

maka pejabat sementara untuk mengelola urusan kenegaraan adalah

Abu Naim Ridwan seorang pejabat Protokoler Sulthan Yusuf.

Sulthan Mohammad dalam menjalankan pemerintahannya dibantu

oleh Perdana Menteri Muhammad Ibnu Khatib.Antara Sulthan

Mohammad, Perdana Menteri Muhammad Ibnu Khatib dan Ibnu

Khaldun telah terjalin hubungan persahabatan (rawabith al-

mahabbah wa al-sadiqah)ketika dalam pengasinganya di Fez

sebagai tamu undangan Sulthan Abu Salim. Oleh karenanya

kedatangan Ibnu Khaldun di Granada, pusat Pemerintahan

Andalusia disambut baik oleh Sulthan Mohammad dan Perdana

Menteri Ibnu Khatib sebagai balas budi jasa dan kebaikan Ibnu

Khaldun selama mereka berdua di Fez dahulu.576Selama tinggal di

Andalusia, Ibnu Khaldun pernah mendapatkan kepercayaan sebagai

Duta Besar yang diutus oleh Sulthan untuk tugas menyelesaikan

konflik yang terjadi dengan negara tetangganya.

Situasi di Andalusia tidak selamanya kondusif dan nyaman

bagi Ibnu Khaldun, karena tidak lama kemudian timbul salah paham

yang menyebabkan hubungan antara Ibnu Khaldun dan Perdana

Menteri Ibnu Khatib memburuk.Situasi ini terjadi sebagai akibat dari

kecemburuan dan kekhawatiran Perdana Menteri Ibnu Khatib

kepadaIbnu Khaldun yang kelihatanya semakin dekat dengan

Sulthan. Tetapi kemudian situasi yang tidak menyenangkan ini

berubah, saat Ibnu Khaldun menerima undangan dari Pangeran

Abu Abdullah yang pernah dipenjara bersama Ibnu Khaldun di Fez.

Abu Abdullah kini telah berhasil menguasai kembali kedudukanya

di Keamiran Buqi, wilayah Tunisia. Ibnu Khaldun mendapat

tawaran jabatan Perdana Menteri, maka kemudian Ibnu Khaldun

dengan senang hati menerima tawaran jabatan tersebut dari sahabat

lamanya, dan Ibnu Khaldun tidak dapat menyembunyikan perasaan

gembira ini.577

576. Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abdul Mukthi Muhammad, al-Fikr

al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 480 - 481 577 . Ibid, h. 481 - 482

Page 320: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

523

Namun kegembiraan Ibnu Khaldun ini rupanya tidak lama,

karena Sulthan Abu Abbas, yaitu saudara sepupu atau anak paman

Pangeran Abu Abdullah; Penguasa Konstantin, berambisi menguasai

seluruh wilayah Tunisia, termasuk Keamiran Abu Abdullah. Ambisi

ini dilakukan dalam rangka mengembalikan kejayaan Dinasti

Hafsh.Sekitar satu tahun Ibnu Khaldun berada di Buqi, Pangeran

Abu Abdullah meninggal dunia karena terbunuh saat pasukan Abu

Abbas menyerang Buqi, dan Keamiran itu jatuh ke tangan Abu

Abbas.Sepeninggal Abu Abdullah banyak tokoh dan para elite Buqi

menyarankan Ibnu Khaldun agar menobatkan salah seorang putra al-

Marhum yang masih dibawah umur sebagai Amir.Ibnu Khaldun

yang posisinya sebagai pejabat pelaksana pemerintahan sementara

justru menolak saran tersebut, dan sebaliknya Ibnu Khaldun

mengambil keputusan untuk bersiap-siap menerima kedatangan Abu

Abbas dan menyerahkan kotaBuqi kepadanya. Sebagai transaksi

politik yang terjadi, Abu Abbas mengangkat Ibnu Khaldun sebagai

pejabat Protokoler (al-Hijabah); jabatan yang lebih tinggi sedikit

dari jabatan Perdana Menteri dalam tradisi pemerintahan saat itu di

kawasan Afrika Barat laut.578

Tetapi kemudian Abu Abbas meragukan loyalitas Ibnu

Khaldun yang mudah berubah orientasi politiknya, Ibnu Khaldun

menyadari kondisi ini, makanya Ibnu Khaldun kemudian memohon

izin kepada Abu Abbas untuk pindah ke luar Buqi, tetapi Abu Abbas

justeru memerintahkan untuk menangkap Ibnu Khaldun. Ibnu

Khaldung bernasib mujur selamat berhasil melarikan diri ke

Keamiran Biskra, dan Abu Abbas hanya berhasil menangkap adik

Ibnu Khaldun; Yahya, kemudian mengasingkannya ke salah satu

kota pantai al-Jazair.579

Pada saat Dinasti Abdul Wad yang berpusat di Tlasman

dipimpin oleh Sulthan Abu Hammu.Abu Hammu menyampaikan

tawaran kepada Ibnu Khaldun jabatan Protokoler (al-Hijabah), tetapi

tawaran tersebut ditolak oleh Ibnu Khaldun.580Meskipun demikian,

Ibnu Khaldun tetap memenuhi permintaan Abu Hammu agar ikut

aktif mempengaruhi (mengajak) suku-suku (al-Qabail) wilayah itu

578 . Ibid. h. 485 579 . Ibid. h. 485 580 . Ibid. h. 485

Page 321: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

524

untuk mendukung rencananya merebut Buqi. Pada saat yang sama

Ibnu Khaldun juga tengah berupaya membentuk aliansi antara Abu

Hammu dan Pangeran Ishak(Sulthan Tunisia dan saudara Abu

Abbas) yang sangat buruk hubunganya dengan Abu Abbas. Tetapi

serangan Abu Hammu yang kedua kali ini atas Buqi mengalami

kegagalan. Meskipun dengan kegagalan ini, Ibnu Khaldun tetap

meneruskan aktivitasnya menghimpun dukungan suku-suku (al-

Qabail) kepada Abu Hammu, dan memperkuat hubungan (ihkam

al-shihabah) antara Abu Hammu dan Pangeran Ishak, yaitu Sulthan

Tunisia.581

Sementara itu Sulthan Abdul Aziz dari Bani Marin yang

berpusat di Fez berambisi menguasai kembali wilayah Bani Abdul

Wad, oleh karenanya satu pasukan besar Sulthan Abdul Aziz

disiagakan untuk menyerang Tlasman. Serangan ini menyebabkan

Abu Hammu melarikan diri dan Sulthan Abdul Aziz berhasil

membujuk Ibnu Khaldun agar bersedia membantunya mengajak

suku-suku di wilayah itu beralih loyalitas dari Abu Hammu kepada

Abdul Aziz. Tetapi missi Ibnu Khaldun kali ini tidakberhasil,

akhirnya Ibnu Khaldun kembali ke Biskra, dan hubunganya dengan

Sulthan Abdul Aziz dilakukan melalui koresponden surat

menyurat.582

Ibnu Khaldun tidak betah tinggal lama di Biskra, terutama

karena hubunganya dengan penguasa di sana dan suku-suku di

wilayah itu tidak serasi, akhirnya Ibnu Khaldun memutuskan untuk

meninggalkan Biskra untuk bergabung dengan Sulthan Abdul Aziz

di Tlasman. Di tengah perjalanan, Ibnu Khaldun menerima khabar

bahwa Sulthan Abdul Aziz meninggal dunia, dan kedudukanya

digantikan oleh putranya, yaitu Pangeran Said di bawah asuhan

Perdana Menteri Ibnu Ghazi, dan bahkan pusat pemerintahanpun

telah pindah kembali ke Fez. Selain berita di atas diterima juga

berita lain, yaitu; bahwa Abu Hammu telah kembali ke Tlasman,

akhirnya Ibnu Khaldun memutuskan untuk meneruskan perjalananya

ke Fez. Tetapi kemudian, berita perjalanan Ibnu Khaldun sampai

581 . Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abdul Mukthi Muhammad, al-Fikr

al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 485. Lihat juga Munawir Sjadzali, Islam dan Tata

Negara, h. 93 - 94 582 . Ibid. hlm. 487 – 488. Lihat juga Munawir Sjadzali, Islam dan Tata

Negara. h. 94 - 95

Page 322: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

525

juga kepada Abu Hammu, kemudian Abu Hammu meminta

penduduk di wilayah yang akan dilewati Ibnu Khaldun agar

menangkapnya. Akhirnya Ibnu Khaldun tertangkap di tengah

padang pasir, tetapi beruntung Ibnu Khaldun dapat lolos dari

kepungan para penduduk wilayah yang dilewati Ibnu Khaldun,

akhirnya Ibnu Khaldun sampai juga di kota Fez. Hanya saja di kota

itu suasananya tidak seperti yang diharapkan, situasi politik di kota

Fez tidak menentu, dan para penguasa tampaknya sudah kehilangan

kepercayaan kepada Ibnu Khaldun. Mereka melihat Ibnu Khaldun

dengan penuh kecurigaan.Sementara Ibnu Khaldun tidak mungkin

kembali lagi ke Tlasman yang dikuasai oleh Abu Hannu atau ke

Tunisia yang sedang diperintah oleh Sulthan Abu Abbas. Tujuan

satu-satunya bagi Ibnu Khaldun kalau mau keluar dari Fez adalah

Granada, Andalusia, dan memang ke sanalah Ibnu Khaldun pergi,

dan ini terjadi pada tahun 776 H. 583

Tetapi kemudian Ibnu Khaldun tidak lama tinggal di

Andalusia, karena dia khawatir akan terjadi hal-hal yangberbahaya

kepada keselamatan dirinya dari Pemerintah Fez, dan ternyata

Pemerintah Fez melarang keluarga Ibnu Khaldun yang masih tinggal

di Fez bergabung denganya, dan bahkan Pemerintah Fez meminta

kepada Sulthan Granada; Ibnu Ahmar agar menyerahkan Ibnu

Khaldun kepada Pemerintah Fez, tetapi permintaan itu ditolak oleh

Sulthan Granada. Pada akhirnya Sulthan Abu Ahmar setuju

mengusir Ibnu Khaldun dari negerinya dan agar Ibnu Khaldun

kembali saja ke wilayah Afrika Barat laut. Ibnu Khaldun kemudian

meninggalkan Andalusia dan kembali ke Afrika, turun dan

terdampar di Pelabuhan Hanin, tidak tahu akanke mana pergi

(hairan, jaza`an, la ya`lamu ayna yaqshadu). Adik Ibnu Khaldun;

Yahya telah kembali mengabdi kepada Abu Hammu, tetapi terhadap

Ibnu Khaldun, Abu Hammu belum bisa melupakan

pengkhiayanatan yang dilakukan Ibnu Khaldun kepadanya dulu.

Namun berkat bantuan dan jaminan seorangsahabat lama Ibnu

Khaldun; Mohammad bin Arif, salah seorang tokoh masyarakat dari

Bani Arif agar Ibnu Khaldun diampuni saja, akhirnya Ibnu Khaldun

583 . Lihat Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abdul Mukthi Muhammad,

al-Fikr al-Siyasi fiy al-Islam, h. 488 – 489, Lihat juga Munawir Sjadzali, Islam

dan Tata Negar, h. 95

Page 323: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

526

memperoleh pengampunan dari Abu Hammu dan Ibnu Khaldun

diizinkan datang kembali ke Tlasman, kedatangan Ibnu Khaldun ke

Tlasman pada hari Raya Idul Fitri tahun 771 H./ 1374 M. 584

Pada waktu itu, seperti ditegaskan Munawir Sjadzali bahwa

Ibnu Khaldun sudah berniat untuk meninggalkan arena percaturan

politik, dan kembali ke dunia ilmu pengetahuan, mengajar dan

menulis. Tetapi kemudian Ibnu Khaldun diminta oleh Abu Hammu

untuk membantunya membina dukungan dan loyalitas suku-suku

(al-qabail) untuk Abu Hammu, Ibnu Khaldun berpura-pura

menerima baik permintaan itu dan segera meninggalkan Tlasman,

tetapi tidak untuk melaksanakan missinya sebagaimana yang

diminta, namun Ibnu Khaldun pergi ke wilayah Suku Bani Arif dan

kemudian menetap di sana. Tidak lama kemudian keluarga Ibnu

Khaldun menyusul untuk bergabung dengan Ibnu Khaldun.

Sementara itu, tegas Munawir Sjadzali, para pemimpin suku Bani

Arif (Ruasa`u Bani Arif) berhasil membujuk Abu Hammu agar

memperkenankan Ibnu Khaldun menetap bersama mereka, yaitu

suku Bani Arif , dan Abu Hammu memperkenankannya. Akhirnya

Ibnu Khaldun tinggal bersama suku Bani Arif di suatu tempat yang

jauh dari keramaian dan hiruk pikuk percaturan politik yang penuh

dengan intrik-intrik, gejolak dan konflik selama hampir empat tahun

lamanya. Dari sanalah Ibnu Khaldun untuk pertama kalinya

melakukan penelitian dan kajian ilmiah, dan di tempat yang tenang

itulah Ibnu Khaldun menyelesaikan karya tulisnya yang sangat

monumental, yaitu Muqaddimah Ibnu Khaldun, yang merupakan

jilid pertama dari al-`Ibar dalam waktu lima bulan, diselesaikan

pada pertengahan tahun 779 H. Penulisan karya tersebut terus

berlanjut, tetapi ketika Ibnu Khaldun menemui kesulitan referensi

(al-maraji`), dia kembali ke Tunisia karena di sana terdapat

perpustakaan yang lengkap.585

Sejak kembali ke Tunisia pada tahun 783 H. Ibnu Khaldun

pernah diminta oleh Sulthan Abu Abbas untuk menyertainya dalam

suatu ekspedisi militer, Ibnu Khaldun yang sudah mulai jenuh

dengan hiruk pikuk permainan politik itu sebenarnya tidak ingin

584 . Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abdul Mukthi Muhammad, al-Fikr

al-Siyasi Fiy al-Islam, h, 489 585 . Ibid, h. 489 – 490. Lihat juga Munawir Sjadzali, Islam dan Tata

Negara, h. 96

Page 324: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

527

ikut, tetapi tidak berani menolaknya dan terpaksa mengikutinya

sekedar untuk menghibur hati Sulthan Abu Abbas. Maka

sepulangnya dari ekspedisi militer tersebut, dan sebelum

mendapatkan ajakan lagi, Ibnu Khaldun meminta izin kepada

Sulthan untuk menunaikan ibadah haji.Pada tahun 784 H/ 1383 M.

Ibnu Khaldun meninggalkan Tunisia dan berlayar menuju

Iskandariah (Alexandria), Mesir.Dengan keberangkatannya dari

Tunisia kali ini Ibnu Khaldun mengakhiri karier politiknya di Afrika

Barat Laut yang penuh dengan berbagai gejolak, konflik dan

dinamika perpolitikan. Sejak itu Ibnu Khaldun tidak pernah

kembali lagi ke kawasan Afrika Barat Laut.586

Setelah kurang lebih empat puluh hari berlayar, Ibnu

Khaldun sampai di Iskandariah pada hari Raya Idul Fitri tahun 784

H. / November 1381 M. Tetapi Ibnu Khaldun tidak langsung pergi

ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji sebagimana yang ia

rencanakan semula, justeru Ibnu Khaldun menetap di kota pantai itu

sekitar satu bulan, setelah itu Ibnu Khaldun pergi ke Kairo; Ibu kota

Kerajaan Mamalik. Kairo pada waktu itu menjadi pusat (markaz)

kajian pemikiran Islam.Hal ini karena Penguasa Dinasti Mamalik

memberi perhatian sangat besar terhadap perkembangan ilmu

pengetahuan (science) melalui berbagai kajian dan penelitian, baik

di sekolah-sekolah atau di Universitas al-Azhar.587 Seorang Ilmuan,

seperti Ibnu Khaldun tidak memerlukan waktu lama untuk menjadi

seorang terkenal di pusat kota ilmu dan peradaban seperti Kairo,

selain dari itu Ibnu Khaldun sebagai praktisi yang selama

seperempat abad terlibat secara langsung dalam percaturah dan hiruk

pikuk politik yang menjadikanya seorang politisi yang

berpengalaman dan memiliki kapabelitas dan kepribadian yang

tangguh di Afrika Barat Laut, tidak sukar untuk menarik perhatian

para penguasa di Mesir. Oleh karenanya belum cukup dua tahun

berada di Kairo, Ibnu Khaldun dingkat sebagai dosen Fiqh Mazhab

Malikiy pada Lembaga Pendidikan Qamhiyah pada tahun 786 H.

dan berturut-turut diangkat oleh Sulthan Zahir Barquq; salah seorang

586 . Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abdul Mukthi Muhammad, al-Fikr

al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 490 – 491. Lihat juga Munawir Sjadzali, Islam dan Tata

Negara, h. 96 587 . Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abdul Mukthi Muhammad, al-Fikr

al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 493.

Page 325: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

528

Sulthan Dinasti Mamalik sebagai Hakim Agung (Qadhi al-Qudhat)

dalam mazhab Malikiy.588Semenjak kedatanganya di Iskadariah

selama hampir dua puluh empat tahun sampai wafatnya, Ibnu

Khaldun tetap tinggal di Mesir. Hanya beberapa kali Ibnu Khaldun

meninggalkan Mesir untuk mengadakan kunjungan singkat ke luar

negeri, antaranya ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji, ke

Syiria dan ke Mesjid al-Aqsha, dan kemudian kembali lagi ke

Kairo.589

Demikian latar belakang dan petualangan karier politik Ibnu

Khaldun yang penuh dengan intrik-intrik politik yang

membahayakan dirinya, dia bukan saja seorang teoritikus politik,

tetapi juga seorang praktisi yang berpengalaman. Pengalamannya

dibuktikan dengan pengabdianya kepada tiga orang Sultan dan dua

orang Perdana Menteri, dan beberapa kali menjabat jabatan

Protokoler Sulthan, yaitu Jabatan yang lebih tinggi sedikit dari

jabatan Perdana Menteri menurut tradisi politik saat itu, dan pernah

menduduki jabatan Hakim Agung. Oleh karenanya teori-teori

politiknya memiliki kekuatan dan kelebihan dibanding dengan

pemikir-pemikir politik Islam lainya, karena teori-teori politiknya

berdasarkan realitas dan pengalamannya selama Ibnu Khaldun

terlibat secara langsung di dalam kancah perpolitikan. Pengalaman

politiknya dutulis di dalam karya monumentalnya, yaitu;

Muqaddimah, yang merupakan jilid pertama dari beberapa jilid

karyanya; al-`Ibar.

Mengenai karya Ibnu Khaldun yang diwariskan kepada

generasi sepanjang zaman dan dunia ilmu pengetahuan adalah

karyanya yang monumental tentang sejarah berjudul; al-`Ibar terdiri

dari tujuh jilid. Jilid pertamanya lebih terkenal dengan

namaMuqaddimah Ibnu Khaldun, selain karyanya yang lain

berjudul; al-Ta`rif. Muqaddimah Ibnu Khaldun telah diterjemahkan

ke dalam berbagai bahasa di dunia, baik di Timur ataupun di

Barat.Muqaddimahmerupakan kontribusi terbesar Ibnu Khaldun

bagi perkembangan ilmu sejarah, peradaban, sosiologi, dan ilmu

politik, oleh karenanya ada sebagian sarjana berpendapat bahwa

588 . Ibid, h. 494 - 495 589 . Lihat Munawirr Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 97

Page 326: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

529

Ibnu Khaldun adalah seorang perintis (al-munsyi`) cabang-cabang

ilmu filsafat sejarah dan ilmu kemasyarakatan (ilmu-ilmu sosial).590

Beberapa naskah Muqaddimah Ibnu Khaldun telah

dihadiahkan kepada beberapa kepala negara, antaranya satu naskah

Muqaddimah, Ibnu Khaldun menghadiahkannya kepada Sulthan

Tunisia; Abu al-Abbas pada tahun 784 H. satu naskah lagi Ibnu

Khaldun menghadiahkannya kepada Sulthan Mesir; Sulthan Zahir

Barquq yang tengah bertahta saat itu, dan satu lagi naskah Ibnu

Khaldun menghadiahkannya kepada Sulthan Maroko; Sulthan Abi

Faris Abdul Aziz pada sekitar tahun 799 H. untuk disimpan di

Perpustakaan Universitas Qarawaen di Fez.591 Dalam

perkembanganya ternyata Muqaddimah Ibnu Khaldun telah

memberikan inspirasi dan pengaruh besar terhadap perkembangan

berbagai aspek ilmu pengetahuan, baik dalam aspek

kemasyarakatan, politik, ekonomi, sejarah, sastra, di Barat atau pun

di Timur.

Menurut catatan Ahmad Syafi`i Maarif, Ibnu Khaldun

sampai dengan tahun 1970-an menjadi perhatian para peneliti dan

penulis, tidak kurang dari 854 buah buku, artikel, review, disertasi,

dan bentuk tulisan lainnya yang ditulis oleh para sejarawan Islam,

maupun Barat (Orientalis) tentang Ibnu Khaldun.592Ibnu Khaldun

wafat pada tahun 808 H. dalam keadaan masih memegang jabatan

Hakim Agung,593 pada masa Pemerintahan Dinasti Mamalik di

Mesir.

2.Teori Berdirinya Negara

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa Ibnu

Khaldundianggap sebagai peletak dasar (almunsyi`) ilmu-ilmu

590 . Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abdul Mukthi Muhammad, al-Fikr

al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 500 – 501. Lihat juga Munawir Sjadzali, Islam dan Tata

Negara, h. 98 - 99 591 . Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abdul Mukthi Muhammad, al-Fikr

al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 505 - 506 592 . Lihat Ahmad Syafii Maarif, Ibnu Khaldun Dalam Pandangan

Penulis Barat dan Timur ( Jakarta: Gema Insani Press, 1966 ), h. IX 593 . Muhammad Abdullah Inan, Ibnu Khaldun; Hayatuhu wa Turatsuhu

al-Fikriy ( Kairo: Dar al-Kutub al-Misriy, 1933 ), h. 88 - 89

Page 327: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

530

sosial. Namanya tidak saja terkenal di dunia Islam, tetapi juga

dikenal di kalangan para sarjana non muslim di Barat. Ibnu Khaldun

seorang sejarawan, pemikir politik, politisi, sosiolog, ahli fiqh,

hakim, dan sederet gelar lainnya yang layak disandang.594

Tentang bagaimana sebuah negara berdiri, pemikiran Ibnu

Khaldunmengenainya tidak jauh berbeda dengan para pemikir

politik muslim sebelumnya. Dalam konteks ini Ibnu Khaldun

menegaskan bahwa organisasi (ijtima`) kemasyarakatan adalah

merupakan kemestian(dharuriyyun) bagi kehidupan manusia. Hal

ini lanjut Ibnu Khaldun sebagaimana dideskripsikan oleh para

Failasuf bahwa manusia secara wataknya adalah makhluk sosial

(insanun ijtimaiyyun). Dalam arti bahwa manusia tabiatnya memang

berkelompok, berkomunitas, berorganisasi yang dalam istilah

mereka adalah kota atau polis. Selanjutnya Ibnu Khaldun

menjelaskan teorinya ini berdasarkan perspektif agama bahwa Allah

swt.telah menjadikan manusia dalam bentuk kejadian yang tidak

dapat hidup dan tidak dapat mempertahankan kehidupannya tanpa

makanan, dan Allah membimbing manusia secara fitrah untuk

mencapai kesempurnaan dan kemampuan (kapabelitas).595

Kenapa manusia dalam hidupnya yang secara fitrah

mestiberkumpul atau berorganisasi ?.Dalam konteks ini Ibnu

Khaldun menyampaikan argumentasi bahwakarena manusia

memiliki empat karakter dasar yang membedakannya dari makhluk

haiwan lainnya. Empat karakter dasar itu sebagai berikut;

1. Manusia adalah makhluk berfikiryang dengannya

menghasilkan ilmu pengetahan.

2. Manusia adalah makhluk politik yang memerlukan

pengaturan dan pengendalian melalui otoritas kekuasaan.

3. Manusia adalah makhluk ekonomis yang ingin mencari

penghidupan melalui berbagai cara dan profesi, dan

4. Manusia adalah makhluk berperadaban (insanun

madaniyyun) yang senantiasa berupaya secara berproses

594 . Ahmad Syafii Maarif, Ibnu Khaldun Dalam Pandangan Penulis

Barat dan Timur,hlm. IX 595 . Ibnu Khaldun, Abdur al-Rahman, Muqaddimah ( Beirut: Dar al-

Kitab al-`lmiyah. 2006 ), h. 272

Page 328: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

531

untuk mencapai dinamika dan kemajuan hidup dalam

berbagai aspeknya.596

Oleh karena itu berdasarkan karakteristik manusia

sebagaimana disebutkan di atas, Ibnu Khaldun menegaskan bahwa

organisasi kemasyarakatan adalah sesuatu yang menjadi kemestian

(dharuriy).Hal ini karena kodrat manusia tidak dapat memenuhi

semua kebutuhan hidupnya jika sendirianatau secara individu-

individu, oleh karenanya manusia membutuhkan orang lain untuk

bekerja sama memenuhi semua kebutuhan dan keperluan hidupnya.

Contohnya; makanan yang ia makan saja sudah melibatkan sekian

banyak proses dan tenaga manusia, begitu juga dengan pakaian.

Oleh karena itu lanjut Ibnu Khaldun, organisasi kemasyarakatan

(ijtima` al-nas) merupakan sesuatu kemestian (la mahalata), tanpa

organisasi ini eksistensi manusia di bumi ini tidak akan lengkap atau

sempurna, dari sinilah lahir sebuah peradaban (al-`umran).Ketika

manusia sudah dapat merealisasikan organisasi kemaasyarakatan

dan peradaban, maka mereka membutuhkan seseorang yang

berwibawa yang akan menghalangi dan mencegah mereka dari

permusuhan antar sesama, dari aspek lain Ibnu Khaldun melihat

bahwa manusia juga memiliki watak suka menyerang antara satu

dengan yang lainnya, baik terhadap fisik atau pemikiran.597Karena

itu untuk mencegah sikap brutal dan kesewang-wenangan manusia

terhadapsesamamanusia lainnya, diperlukan seorang pemimpin (rais

aw sulthan). Ia seorang yang memiliki kelebihan, paling tidak dia

seorang yang paling kuat dan disegani oleh masyarakat atau

komunitasnya, sehingga dapat mengendalikan dan mengatur

(memenaj) kehidupan masyarakatnya. Dialah orang yang disebut

dengan sebutan raja, khalifah, imam, sulthan, dan lain-lain gelar

seorang pemimpin (kepala negara). Dalam arti lain bahwa setelah

organisasi kemasyarakatan terbentuk dan peradaban sudah menjadi

keniscayaan dalam kehidupan, maka masyarakat membutuhkan

seorang tokoh, yang dengan pengaruhnya dapat bertindak sebagai

seorang penengah dan pemisah (al-wazi`) antarasesama anggota

masyarakat yang tengah konflik atau bertikai. Watak agresif yang

596 . Ibnu Khaldun, Muqaddimah, h. 31 597 . Ibid. h. 33 – 34. Lihat juga Munawir Sjadzali, Islam dan Tata

Negara, h. 100

Page 329: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

532

saling menyerang secara brutal dan sikap tidak adil adalah karakter

haiwan buas, tetapi lebih buas lagi jika terjadi pada manusia, maka

watak agresif manusia saling menyerang antara sesamanya itu tidak

mungkin dapat dihentikan secara individu (orang seorang) karena

masing-masing orang mempunyai senjata yang dipergunakan untuk

menyerang balik kepada yang lainnya. Di sinilah perlunya seseorang

yang dapat menangkal, penengah dan pendamai, maka orang yang

dapat bertindak sebagai penengah dan pemisah (al-wazi`) menurut

Ibnu Khaldun haruslah seorang tokoh yang lahir dari kalangan

masyarakat itu sendiri dan memiliki paling tidak dua hal pokok,

yaitu;

1. Memiliki pengaruh kuat atas anggota-anggota masyarakat.

2. Memiliki kekuasaan dan otoritas atas mereka.

Dengan demikian tidak seorangpun di antara anggota

masyarakat yang merasa terganggu atau melakukan penyerangan

terhadap sesama anggota masyarakat yang lain. Tokoh yang

memiliki kekuasaan dan wibawa memungkinkannya bertindak

sebagai penengah, pemisah dan sekaligus hakim itu adalah raja,

khalifah, sulthan atau kepala negara (rais al-daulah).598

Dalam rangka menggalang kerja sama untuk menghasilkan

penghidupan (al-ma`asyi), Ibnu Khaldun melihat adanya dinamika

kehidupan masyarakat yang terus berkembang dan berproses dari

satu tahap ke tahap berikutnya sehingga manusia mendapatkan

penghidupan yang serba mewah (al-rifahiyah) atau kehidupan yang

sejahtera. Dalam konteks ini Ibnu Khaldun menegaskan bahwa; jika

manusia sudah mendapatkan apa-apa yang di luar kebutuhan pokok

(ma fauqol hajah), yaitu kekayaan dan kemewahan hidup, maka

mereka akan bekerja sama dalam hal-hal yang di luar kebutuhan

pokok tersebut, baik dalam hal pakaian (sandang), pangan

(makanan), dan rumah besar dan indah, memperluas dan

memperindah kota untuk mencapai kemajuan (al-tahadhdhur), dan

lain-lain hal sebagai simbol kemewahan hidup.599Dari sinilah

munculnya negara. Pemikiran Ibnu Khaldun mengenai bagaimana

sebuah negara itu muncul dan berdiri hampir sama dengan

598 . Muhammad Jalal Syaraf et al, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 513 –

514 dan 515. Lihat juga Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 100 -101 599 . Ibnu Khaldun, Muqaddimah, hlm. 408 – 409.

Page 330: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

533

pemikiran Plato dan juga mirip dengan gagasan-gagasan yang

disampaikan para pemikirpolitik Islam sebelumnya,600 seperti Ibnu

Abi Rabi`, al-Farabi, al-Mawardi, dan al-Ghazali.

3.Teori Kemunculan Pemimpin Negara

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa setelah organisasi

kemasyarakatan (ijtima`u al-nas) terbentuk dan peradaban (al-

`umran / al-hadharah / al-tamaddun) sudah menjadi kenyataan

dalam kehidupan masyarakat, maka masyarakat membutuhkan

seseorang yang dengan pengaruhnya dapat bertindak sebagai

penengah dan pemisah (al-wazi`) antara sesama anggota masyarakat

saat terjadi konflik atau terjadi perbedaan kepentingan, selain

kadang manusia itu memiliki watak atau karakter agresif (suka

menyerang), juga suka memiliki sikap tidak adil (zalim)dalam

bertindak dan dalam memberikan keputusan kepada sesama

anggota masyarakat, sementara senjata yang digunakan untuk

melindungi manusia dari watak agresif manusia lainya tidak juga

mampu menghadapinya, maka dalam kondisi seperti ini diperlukan

sesuatu yang lain untuk menangkal atau menghalau watak agresif

tersebut. Penangkal yang dibutuhkan sebenarnya tidak datang dari

luar, melainkan dari dalam diri komunitas masyarakat itu sendiri,

yaitu seseorang yang dapat bertindak sebagai penengah dan pemisah

(al-wazi`). Seseorang yang dapat bertindak sebagai penengah dan

pemisah paling tidak harus memenuhi tiga kriteria sebagai berikut;

1. Harus dari masyarakat itu sendiri,

2. Harus yang paling berpengaruh dan berwibawa dari yang

lainya, dan

3. Harus memliki kekuasaan dan otoritas atas mereka.601

Dalam konteks ini, Ibnu Khaldun menegaskan bahwa hidup

bermasyarakat itu merupakan kemestian atau keniscayaan

(dharuriyyun) bagi manusia. jika tidak, maka tidak akan sempurna

eksistensi mereka dalam kehidupanya, dan tidak akan sempurna pula

apa-apa yang menjadi kehendak Allah bagi kehidupan manusia,

antaranya seperti memakmurkan alam dunia ini, dan membangun

khilafah di muka bumi ini, dalam arti melakukan regenerasi

600 . Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, hlm. 101 601 . Ibid. h. 100

Page 331: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

534

manusia sebagai makhluk hidup yang mendapatkan amanah untuk

membangun dan memakmurkan bumi ini agar tercipta kemaslahatan

dan kebaikan bersama. Oleh karena itu lanjut Ibnu Khaldun, untuk

memenuhi berbagai tujuan di atas,di dalam masyarakat manusia

harus ada seorang pemimpin atau sulthan ( rais, auw sulthan ).602

Dalam pandangan ini, Ibnu Khaldun sebenarnya ingin

menegaskan bahwa jika manusia sudah bermasyarakat, peradaban

umat manusia pun sudah dibangun (tamma `umron al-`alam bihim),

maka dengan sendirinya secara otomatik akan muncul seseorang

dari mereka sebagai penengah, pemisah dan sekaligus sebagai

hakim. Nah, , , lanjut Ibnu Khaldun, seseorang yang berfungsi

sebagai penengah, pemisah, dan hakim adalah orang yang memiliki

superioritas atau kelebihan-kelebihan dibanding dari yang lainya,

yaitu memiliki kemampuan untuk mengalahkan musuh, memiliki

otoritas kekuasaan atas masyarakatnya dan memiliki sikap tegas

yang bersifat memaksa (yakunu lahu `alayhim al-ghalabah, wa al-

sulthan, wa al-yad al-qahirah) pada saat dihadapkan pada masalah-

masalah darurat. Maka dengan kelebihan-kelebihan dan superioritas

yang dimiliki, seorangpemimpin dapat bertindak sebagai penengah

(pengayom), pemisah, dan sekaligus sebagai hakim (al-wazi`).Orang

yang dapat bertindak sesuai dengan kriteria ini semua adalah raja,

khalifah, sulthan, atau rais al-daulah (kepala negara).603

Seorang raja, khalifah atau sulthan dengan atribut-atribut

tersebut di atas bisa saja memerintah secara tidak adil, otoriter atau

diktator, lebih mengikuti kehendak dan hawa nafsunya sendiri, dan

tidak memperdulikan keamanan dan kesejahteraan rakyatnya,

sehingga menyebabkan rakyat tidak loyal atau tidak setia lagi,

dengan akibat munculnya penindasan, terror dan anarkis. Oleh

karena itu, kebijakan pemerintah serta hubungan antara kepala

negara (raja, khalifah atau sulthan ) dan rakyat harus didasarkan

pada peraturan-peraturan dan kebijakan politik yang harus ditaati

oleh semua pihak yang bersangkutan.604

Peraturan-peraturan tersebut bisa saja sebagai produk

keputusan para cendikiawan, para tokoh, dan cerdik pandai negara

602 . Ibnu Khaldun, Muqaddimah, h. 274 603 . Ibid. h. 408 604 . Lihat Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 102

Page 332: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

535

yang bersangkutan, tetapi dapat pula bersumber pada ajaran agama

yang diturunkan Allah melalui Nabinya.605Di antara dua macam

sumber peraturan atau hukum itu, Ibnu Khaldun berpendapat bahwa

sumber kedua lebih baik, karena dengan hukum yang berpangkal

pada ajaran agama akan memberikan jaminan kemaslahatan yang

manfaatnya diperoleh di dunia dan juga di akhirat, karena Allah (al-

Syari`) Maha Mengetahui terhadap kemaslahatan atau kebaikan

setiap tindakan manusia, selain dari itu ada jaminan perlindungan

Allah bagi keselamatan hamba-hamba-Nya di akhirat.606 Oleh

karena dalam hal hukum yang diberlakukan sebagai sumber

kebijakan pemerintah itu adalah ajaran agama, maka kepala negara

dapat disebut khalifah atau imam, karena khalifah statusnya sebagai

pengganti Nabi Muhammad saw. dalam memelihara dan

melestarikan ajaran agama, dan mewujudkan kesejahteraan duniawi

bagi rakyat meskipun jaraknya sudah jauh, sementara imam sebagai

pemimpin yang diibaratkan berada pada posisi paling depan, seperti

seorang imam yang memimpin shalat berjamaah dan diikuti oleh

para makmum yang berada di belakangnya. Oleh karenanya, seorang

khalifah atau imam harus ditaati oleh rakyatnya sebagai para

makmum yang berada di dibelakang imam dalam kehidupan

bernegara.607

4.Sumberdan Dasar Kebijakan Politik

Di dalam salah satu topik bahasan di dalam Muqaddimah,

Ibnu Khaldun bicara tentang peradaban manusia.Peradaban

manusiua tidak lepas dari politik yang berfungsi untuk mengatur

kehidupan mereka (annal umran al-basyariy la budda lahu min

siyasatin yantazimu biha amrahum).Dalamkonteks ini Ibnu Khaldun

menegaskan bahwa terbentuknya masyarakat manusia merupakan

sesuatu kemestian (dharuriyyun). Hal ini secara otomatis akan

muncul seorang pemimpin yang akan menjaga, mengatur

ataumengelola, dan mengeluarkan hukum atau memerintah (min

wazi`in, hakimin) yang keputusannya akan menjadi rujukanatau

acuan bagi masyarakat. Dalam hal pengaturandan pemerintahan

605 . Ibnu Khaldun, Muqaddimah, h. 711 - 712 606.Ibid. 607 . lihat munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 102

Page 333: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

536

mesti berdasarkan sumber yang menjadi landasan dalam metetapkan

kebijakan atau peraturan, Ibnu Khaldun dalam hal ini

membagisumber tersebut menjadi dua kategori, yaitu;

1. Berdasarkan (mustanadan pada) Syariat yang turun dari

Allah. Maka dalam pemerintahan seperti ini wajib bagi

rakyat untuk tunduk dan patuh atas dasariman bahwa

tindakan baik akan melahirkan kebaikan, mendapatkan

pahala atau al-tsawab, dan sebaliknya tindakan jahat akan

mendatangkan keburukan, yaitual-`iqabsebagai hukuman

(punishment). Hal ini sebagaimana disampakan oleh Nabi

dan Rasul Allah.

2. Berdasarkan hasil pemikiran (siyasah al-`aqliyah) yang

menekankan pada pertimbangan-pertimbangan kakulasi

politik. Kategori ini tetap harus juga melahirkan loyalitas

rakyat kepada pemerintah, sesuai dengan kebenaran yang

mereka yakini bahwa tindakan dan perbuatan baik akan

melahirkan kebikan setelah mereka mengetahui

kemaslahatanya.608

Kategori pertama menurut Ibnu Khaldun akan melahirkan

manfaat di dunia dan di akhirat sekaligus. Hal ini berdasarkan

keyakinan bahwa Allah (al-Syari`), Zat yang maha mengetahui

kemaslahatan hamba-hamba-Nya, baik untuk di dunia dan juga di

akhirat nanti.Sementara kategori kedua manfaat dari aktivitas

politiknya hanya akan dirasakan di dunia saja (fiy al-dunya faqat).

Selanjutnya Ibnu Khaldun menegaskan bahwa politik yang dibangun

di atas pertimbangan-pertimbangan akal pemikiran terdapat dua

orientasi, yaitu;

1. Menjaga kemaslahatan dan kepentingan-kepentingan

masyarakat secara umum dalam rangka memastikan

stabilitas politik (fiy istiqamati mulkihi `ala al-khusus).

2. Menjaga dan memelihara kepentingan penguasa, bagaimana

pemerintahanya stabil, berwibawa dan tegas, maka

608 . Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abdul Mukthi, al-Fikr al-Siyasi Fiy

al-Islam, h. 517

Page 334: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

537

kemaslahatan yang umum sebagaimana disebutkan termasuk

ke dalam kemaslahatan ini.609

Berdasarkan apa yang disampaikan Ibnu Khaldun di atas,

dapat ditegaskan bahwa otoritas kekuasaan adalakalanya merupakan

warisan dari seorang Nabi, maka kebijakan-kebijakan politik yang

diberlakukanya berdasarkan Syariat Allah (Siyasah Syar`iyah wa

Ilahiyah) yang mengacu kepada dasar-dasar kaidah yang turun dari

langit (Ilahiyah wa qawa`id samawiyah). Selain dari itu adakalanya

otoritas kekuasaan dibangun di atas pertimbangan-pertimbangan

akal pemikiran, maka semua aktivitas dan kebijakan politik

dikonsentrasikan pada hasil pemikiran manusia, dan bukan

didasarkan wahyu yang datang dari Allah, oleh karenanya politik

yang dibangunya berorientasi untuk menjaga kepentingan rakyat dan

kepentingan penguasa atau sebaliknya, yaitu menjaga kepentingan

peguasa yang menjadi prioritas, kemudian baru kepentingan

rakyat.610

Terkait dengan pandangan Ibnu Khaldun mengenai politik

yang dibangun di atas pertimbangan-pertimbangan akal pemikiran,

tentu saja aktivitas perpolitikannya dapat direalisasikan sepanjang

bersesuaian dengan Syariat Islam, karena walau bagaimana pun

perpolitikan itu merupakan aktivitas yang berkaitan dengan

kepentingan hidup orang banyak, maka sebagai seorang muslim

dalam beraktivitas ini ada patokan-patokan atau batasan-batasan

yang menjadi dasar bagi membangun kehidupan mereka dalam

berbagai aspek kehidupan, kecuali bagi sebagian orang yang sudah

meninggalkan ajaran agama.

5.Ibnu Khaldun Seorang Ahli Gepolitik

Ibnu Khaldun sangat memahami sifat dan karakteristik suatu

daerah atau wilayah di mana dia tinggal.Pemahaman ini

diperolehnya sebagai hasil daripetualanganya di beberapa wilayah

atau daerah di Afrika Utara. Pemahaman terhadap sifat dan

karakteristik suatu daerah atau wilayah dalam istilah modern

disebut geopoliik. Geopolitik adalah upaya memahami aspek-aspek

609 . Ibnu Khaldun, Muqaddimah, h. 711 - 712 610 . Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abdul Mukthi, al-Fikr al-Siyasi Fiy

al-Islam, h. 516 - 517

Page 335: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

538

geografis suatu wilayah, daerah atau negara dalam rangka

melahirkan kebijakan politik yang sesuai dengan kepentingan

negara, yaitu strategi politik berdasarkan geografis wilayah

berkenaan.611 Dengan kata lain bahwa geopolitik adalah

pengetahuan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan

konstelasi geografis suatu wilayah atau negara dengan

memanfaatkan letak geografis bagi kepentingan penyelenggaraan

pemerintahan nasional dan ketetapan-ketetapan kebijakan politik

berdasarkan realitas yang ada dan cita-cita yang dicanangkan. Hal

ini karena faktor geografis memiliki berbagai kepentingan bagi

kehidupan umat manusia di wilayah berkenaan.Kehidupan harus

disesuaikan dengan keadaan dan lingkungan alami, karena manusia

sebgai makhluk sosial budaya tidak hanya dikelilingi oleh sosio-

kultural semata, melainkan juga pada hakikatnya bergantung dan

diliputi oleh keadaan alami.

Ibnu Khaldun sangat memahami kondisi dan situasi beberapa

wilayah atau daerah dimana dia tinggal dan kemudian

membandingkanya antara satu daerah dengan daerah yang lain. Hal

ini berdasarkan pengamatanya terhadap perubahan-perubahan yang

terjadi pada masyarakat sebagai akibat dari pengaruh cuaca dan

iklim suatu daerah atau wilayah di mana masyarakat bertempat

tinggal.Oleh karenanya faktor geografis suatu wilayah sangat

berpengaruh pada sosio-politik dan sosio-budaya.Dengan demikian

dapat ditegaskan bahwa kondisi dan faktor-faktor geografis suatu

wilayah dapat mempengaruhi watak, perilaku dan pemikiran

manusia, makacuaca dan iklim panas, dingin atau sedang (i`tidal)

berpengaruh pada watak dan perilaku serta pemikiran

manusia.612Sebagai akibat lanjut dari kondisi ini terjadinya

perbedaan-perbedaan antara satu masyarakat dari masyarakat yang

lain, sebagaimana ditegaskan Sherwani yang dikutip Muhammad

Jalal Syaraf dan Ali Abdul Mukthi Muhammad bahwa Ibnu Khaldun

telah memfokuskan bahasan tentang adanya perbedaan-perbedaan

karakteristk, perilaku, dan sebagainya. Hal ini berdasarkan fakta di

611 . A. Zaki Badawi, A Dictionary of The Social Sciences ( Beirut:

Libraire Du Liban, 1982 ), h. 177 612 . lihat Muhammad Ismail Muhammad, Dirasat Fiy al-`Ulum al-

Siyasah ( Kairo: Maktabah al-Qahirah al-Haditsah, 1972), h. 315. Lihat juga

Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 103

Page 336: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

539

mana Ibnu Khaldun melihat masyarakat yang bertempat tinggal di

daerah yang cuacanya ekstrim (al-mutathorrifah al-manakh),

mereka jauh dari dinamika peradaban dan budaya (ba`idatun`an al-

hadharah wa al-tsaqafah). Dalam hal ini Ibnu Khaldun memberikan

contoh seperti perasaan, pemahaman, berfikir, itu semua pasti

terpengaruh oleh iklim dan cuaca, dan kemudian berdampak pada

adat dan tradisi. Faktanya kalau beberapa bangsa di dunia ini,

antaranya seperti bangsa Syam (Syiria), Hijaz (Mekah dan

Madinah), Yaman, Iraq, India, Sind, China, dan negara-negara yang

berdekatan denganya, seperti Perancis, Romawi, dan Yunani,

masing-masing negara tersebut telah memberikan kontribusinya

pada sejarah dan perdaban dunia. Hal ini karena bangsa-bangsa

tersebut bertempat tinggal di wilayah-wilayah yang beriklim sedang

(i`tidal al-manakh). Contoh lain dapat disampaikan bahwa ketika

Muawiyah bin Abi Sufyan menduduki jabatan Khalifah (kepala

negara) di Damaskus Syam tidak melalui musyawarah sebagaimana

yang lazim dilakukan di era Khulafa al-Rasyidin dan mengubahnya

menjadi sistem Monarkhi, dalam arti pemilihan kepala negara tidak

melalui mekanisme musyawarah yang melibatkan berbagai elemen

masyarakat. Ini terjadi karena kondisi geografis, di mana wilayah

kekuasaan yang sudah luas, sementara fasilitas transportasi belum

cukup memadai sehingga menyebabkan kesulitan untuk dilakukan

musyawarah dalam waktu yang sesegera mungkin, selain dari itu

faktor global saat itu sangat berpengaruh, di mana negara-negara

besar seperti Byzantium, Persia dan China berbentuk monarkhi

(kerajaan).613Selain cuaca, letak geografis juga berpengaruh,

demikian juga makanan (al-fawakih) yang dimakan turut juga

berpengaruh pada pembentukan watak, kejiwaan, dan pemikiran.614

Berdasarkan apa yang dijelaskan Ibnu Khaldun di atas

tentang adanya pengaruh faktor-faktor geografis dan makanan

terhadap kehidupan masyarakat, kebijakan politik danhal-hal lain.

Fenomena ini dapat dilihat pada wawasan dan perilaku masyarakat

613 . Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, hlm. 34 - 36 614 . Ibnu Khaldun, Muqaddimah, hlm. 333 – 331. Lihat juga Muhammad

Jalal Syaraf dan Ali Abdul Mukthi Muhammad, al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam,

hlm. 526 - 528

Page 337: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

540

yang berbeda-beda dari satu masyarakat dengan masyarakat yang

lain dan bertempat tinggal di berbagai wilayah yang berbeda pula.

Gagasan atau teori yang disampaikan Ibnu Khaldun terkait adanya

pengaruh geografis terhadap kondisi, situasi dan tatanan politik,

berdasarkan penelusuran kajian bahwa Ibnu Khaldun bukanlah

orang pertama yang menggagas teori tersebut, jauh sebelum Ibnu

Khaldun, sebenarnya al-Farabi sudah menyampaikan teori ini.615

Dalam konteks ini, Munawir Sjadzali dan Sherwani di dalam

karyanya; Studies in Muslim Political Thought An Administration,

menegaskan bahwa di Barat teori tersebut baru dikembangkan kira-

kira satu setengah abad kemudian setelah Ibnu Khaldun wafat,

pertama oleh Jean Bodin seorang ahli hukum dan ilmu politik

berkebangsaan Perancis yang hidup antara tahun 1530 – 1596 M.

kemudian oleh Charles Louis de Montesquieu yang lahir di Jerman

seorang ahli hukum dan ilmu Politik serta sastrawan berkebangsaan

Perancis yang hidup antara tahun 1689 – 1755 M.616

Dengan memahami teori pengaruh geografis suatu wilayah,

daerah atau negara terhadap sosio-politik dan sosio-budaya

masyarakat bersangkutan sebagaimana dijelaskan Ibnu Khaldun di

atas, maka dapat dikatakan bahwa Ibnu Khaldun sangat memahami

tentang apa yang disebut di era modern dengan istilahgeopolitik.

Istilah ini lahir di Jerman pada masa pemerintahan Nazi

(Hitler).Ibnu Khaldun sangat memahami fenomena ini, meskipun

dalam konteks ini, Ibnu Khaldun tidak banyak bicara secara khusus

tentang aspek-aspek politik mana yang terpengaruh oleh situasi

geografis. Tetapi paling tidak, sebagai awal pembuka tentang kajian-

kajian geopolitik.

6.Teori Ashabiyah

Salah satu kontribusi asli dari Ibnu Khaldun pada ilmu

politik ialah teorinya tentang ashabiyah dan peranannya dalam

pembentukan negara, kejayaan dan keruntuhannya. Hal ini

sebagaimana diungkapkan Mahmud Ismail Muhammad di dalam

615 . Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abdul Mukthi Muhammad, al-Fikr

al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 531. Lihat juga Munawir Sjadzali, Islam dan Tata

Negara, h. 103 - 104 616.Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 104. Lihat juga Kh.

Sherwani H. Studies In Muslim Political Thought and Administration ( Hyder

Abad, t.pbt. 1945 ), h. 18

Page 338: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

541

karyanya; Dirasat Fiy al-`Ulum al-Siyasah.617 Dalam konteks ini

Munawir Sjadzali menyebut beberapa pengertian ashabiyah,

antaranya dikemukakan Franz Rosenthal bahwa istilah ashabiyah

diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris maknanyagroup feeling,

tetapi jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia secara harfiah

artinya; rasa satu kelompok. Selanjutnya Munawir Sjadzali

menjelaskan bahwa barangkali tidak sepenuhnya tepat untuk

memberikan pengertian ashabiyah sebagaimana disebutkan, oleh

karenanya istilah ashabiyah dapat diterjemahkan menjadi;

solidaritas kelmpok.618

Ibnu Khaldun dalam konteks ini menyampaikan teorinya

tentang ashabiyah, dia menjelaskan bahwa semua orang memiliki

rasa bangga terhadap kerabat dan keturunan (nasabihi) atau

hubungan darah (ashabiyyatihi) di antara mereka. Rasa saling

sayang meyayangi (syufqah) dan saling haru antara sesama yang

memiliki hubungan darah dan keluarga, merupakan watak alami

yang diletakkan Allah ke dalam hati setiap manusia (maujudatun fiy

al-thabi`iyyah al-basyariyyah).Itulah yang melahirkan semangat

saling mendukung (al-ta`adhud) dan saling tolong menlong (al-

tanasuru).619Selanjutnya Ibnu Khaldun menyebutkan beberapa

indikasi ashabiyah, antaranya silaturrahmi antara sesama anggota

adalah merupakan tabiat alami pada manusia (anna shilaturrahim

thabi`iyyun fiy al-basyar), rasa bangga terhadap sanak saudara

terdekat (dzawiy al-qurba) dan terhadap orang-orang yang ada

hubungan darah, dan lahirnya rasa malu atau tidak rela jika di antara

mereka yang memiliki ikatan darah, satu keturunan atau keluarga

mendapat perlakuan yang tidak adil (zalim) atau mau

dihancurkan,kemudian adanya hasrat berbuat sesuatu untuk

melindungi pihak yang terancam tersebut.620 Dengan demikian,

dapat dijelaskan bahwa di dalam ashabiyah itu ada rasa bangga

terhadap sesama orang-orang senasab atau seketurunan yang

dihubungkan dengan berbagai kelebihan-kelebihan atau kekurangan-

kekurangan yang ada pada mereka, kemudian lahir rasa simpati, dan

617 Mahmud Ismail Muhammad, Dirasat Fiy al-`Ulum al-Siyasah ( al-

Qahirah: Maktabah al-Hadistah, 1973 ), h. 315 618 . Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara. h. 104 619 . Ibnu Khaldun, Muqaddimah.,h.423 620 . Ibid. h. 424

Page 339: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

542

sepenanggungan sehingga kemudian memunculkan rasa solidaritas

antar sesama.

Selanjutnya bagaimana ikatan ashabiyah muncul dalam

kehidupan masyarakat sebagai suatu kekuatan. Dalam hal ini Ibnu

Khaldun menyebutkan beberapa faktor penyebab munculnya

ikatanashabiyah antar sesama, antaranya ikatan darah, kesatuan

keturunan (iltiham al-ansab). Solidaritas juga muncul dipicu oleh

faktor-faktor lain, antaranya; karena tempat tinggal berdekatan atau

bertetangga (jiran), karena persekutuan atau aliansi (al-hilfu), karena

hubungan antara pelindung dan yang dilindungi (al-

wala).Selanjutnya Ibnu Khaldun menyebutkan beberapa faktor yang

memotivasi bangkitnya ashabiyah, iaitu adanya rasa malu (al-

ghadhadhah) pada setiap manusia jika terjadi perlakuan tidak adil

(zalim), atau terjadinya penganiyaan terhadap mereka yang

mempunyai hubungan berdasarkan satu atau lebih dari ikatan-ikatan

tersebut.621

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas seputar arti

ashabiyah, maka dapat disimpulkan bahwa ashabiyah merupakan

konsep tentang solidaritas kelompok,di mana individu-individu

dalam kabilah atau kelan bergabung dalam satu komunitas atas dasar

hubungan nasab atau hubungan kerabat seperti marga di

Indonesia.Kemudian jika diperhatikan secara saksama, ashabiyah itu

dapat dikatakan sebagai cikal bakal lahirnya organisasi massa atau

partai politikdalam tatanan kehidupan perpolitikan di era modern

dan kontempor. Kalau di era modern dan kontemporer muncul apa

yang disebut organisasi massa atau partai politik di mana

pergerakannya atau aktivitasnya merupakan bentuk solidaritas, tetapi

diikat dengan suatu ikatan ideologi, kebersamaan dan kesatuan cita-

cita dan tujuan. Ruang geraknyapun berbeda, kalau oraganisasi

massa atau partai partai politik ruang lingkup gerakannya lintas

sektoral, lintas wilayah, dan lintas agama, bahkan lintas

benua.Sementara ashabiyah merupakan solidaritas kelompok

berdasarkan ikatan darah, keturunan atau marga, maka teori

621 . Lihat Muhammad Jalal Syar dan Ali Abdul Mukthi Muhammad, al-

Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 524, lihat juga Munawir Sjadzali, Islam dan Tata

Negara, h. 105er

Page 340: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

543

ashabiyah itu sebenarnya merupakan penjelasan tentang istilah

qabilah atau klan.

7.Ashabiyah dan Kepemimpinan

Ibnu Khaldun selanjutnya berbicara tentang hubungan antara

ashabiyah dan kepemimpinan.Dalam konteks ini Ibnu Khaldun

menegaskan bahwa kepemimpinan selalu berada pada solidaritas inti

(al-khas al-dhayyiq),622 yang berpengaruh dan lebih kuat, terutama

dalam menjaga hubungan nasab atau kerabat.Selanjutnya Ibnu

Khaldun menyatakan bahwa kepemimpinan (al-riyasah) diraih atau

diperoleh melalui kemenangan (al-ghalab), dan kemenangan itu

bersama dengan ashabiyah, maka kepemimpinan harus berasal dari

ashabiyah yang dominan dengan dukungan ashabiyah-ashabiyah

yang lain yang padu dan bersatu. Dengan demikian dapat ditegaskan

bahwa jika seorang pemimpin memegang kendali kepemimpinan

melalui ashabiyah, maka ashabiyah tersebut harus dari yang lebih

kuat dan dominan, oleh karena itu dukungan ashabiyahyang

dominan ini sudah semestinya dapat mengalahkan ashabiyah-

ashabiyah yang lain ( yang dominan ). Hal ini agar dominasi selalu

berada pada genggamannya, maka otomatis kepemimpinan

sepenuhnya berada padanya.623 Dengan demikian, kepemimpinan

akan tetap berada pada ashabiyah yang kuat dan dominan sepanjang

dapat mempertahankan kekuatan dan dominasinya. Jika ashabiayh

tersebut kemudian menjadi lemah, maka kepemimpinan bisa

diprediksi akanmelemah juga, dan akibatnya kepemiminan akan

bergeser keashabiyah lain yang memperlihatkan kekuatannya.

Dalam konteks ini dapat ditegaskan bahwa berdasarkan alur

pemikiran Ibnu Khaldun, bahwa kekuatan dapat muncul dalam

berbagai bentuk,antaranya; kekuatan berfikir, kekuatan mental

spiritual, kekuatan tenaga (baik tenaga dalam atau tenaga luar),

kekuatan Tentara, kekuatan karena memiliki senjata canggih,

kekuatan karena memiliki harta kekayaan banyak, kekuatan karena

memperoleh dukungan masyarakat banyak.dankekuatan solidaritas

kelompok (ashabiyah). Dalam hal kekuatan, Ibnu Khaldun lebih

622 Yang dimaksud dengan ashabiyahinti (al-khas al-dhayyiq) adalah

ashabiyah yang memiliki wibawa dan kekuatan melebihi ashabiyah-ashabiyah

yang lain pada kebanyakannya. 623 . Ibnu Khaldun, Mukaddimah, h. 428 - 429

Page 341: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

544

tegas menegaskan bahwa apa yang dimaksud dengan kekuatan

ketika dihubungkan dengan ashabiyah dan kepemimpinan (al-

ashabiyah wa al-riyasah), maka yang dimaksudkanyaadalah

kekuatan dukungan solidaritas kelompok yang besar. Oleh

karenanya dalam rangka mempertahankan kekuatan seorang

pemimpin diperlukan dukungan kekuatan-kekuatan melalui

perangkat-perangkat mesin ashabiyah yang dapat digerakan kapan

saja dan di mana saja, baik itu dalam bentuk dukungan masyarakat

banyak atau pun dukungan Tentara atau Militer yang besar.

Inti dari teori Ibnu Khaldun tentang ashabiyah dan

kepemimpinan adalah bahwa ashabiyah merupakan kekuatan (asas

al-quwwah wa al-syaukah) yang dapat digerakan kapan saja dan di

mana saja berdasarkan kalkulasi politik sesuai dengan langkah-

langkah strategis. Hal ini harus menjadi dasar dominasi dan

kemenangan (al-taghallub). Kemenangan merupakan langkah

strategis dan legitimasi kepemimpinan, maka kepemimpinan akan

selalu berada pada ashabiyah atau solidaritas yang paling kuat dan

dominan. Atas dasar ini, dapat ditegaskan bahwa dari berbagai

ashabiyah atau solidaritas kelompok yang ada di suatu negara, maka

kepala negara (raja atau sulthan) harus berasal dari solidaritas

kelompok yang paling kuat dan dominan agar kepemimpinannya

lebih efektif dan tidak mudah digoyang, baik oleh kawan atau rival

politiknya.

Berdasarkan fakta dan realitas kehidupan bernegara, orientasi

akhir (al-ghayah)dari proses gerakan dan perjuangan ashabiyah

adalah jabatankepala Negara; khalifah, raja atau sulthan, dalam arti

bahwa posisi atau jabatan pemimpin adalah orientasi dari seluruh

perjuangan yang dilakukan ashabiyah. Dalam konteks ini Ibnu

Khaldun menegaskan bahwa ashabiyah itu digerakan untuk

melindungi dan membentengi gangguan, baikyang datang dari

internal sendiri atau pun eksternal.Hal ini dikarenakan manusia

secara tabiatnya memerluknseorang pemimpin yang dapat

memberikan perlindungan dan memberi keputusan hukum secara

adil di antara sesama warga, maka secara otomatis pemimpin dapat

mengalahkan (mutaghallib) mereka melalui ashabiyah tersebut. Jika

Page 342: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

545

tidak, maka otoritas kekuasaannya akanmudah digoyang dan

terancam.624

Menurut Ibnu Khaldun; raja (al-Malik) dan pemimpin (al-

rais/al-riyasah) keduanya berbeda. Pemimpin atau kepemimpinan

adalah kedudukan, posisi, jabatan di mana pemiliknya menjadi

panutan atau menjadi ikutan (matbu`un) atau teladan, tetapi secara

politis keputusannya tidak dapat dipaksakan untuk dilaksanakan.

Berbeda dengan raja, raja dengan otoritas kekuasaan yang ada

padanya dan dapat memaksakan keputusannya untuk

diberlakukan.625 Selanjutnya Ibnu Khaldun menegaskan bahwa

ashabiyah yang kuat posisinya di antara beberapa ashabiyah yang

lain dapat menguasai dan mendominasi semua ashabiyah-ashabiyah

yang kecil, maka secara otomatik, mau atau pun tidak, ashabiyah-

ashabiyah yang kecilharus memberikan loyalitasnya kepada

ashabiyah dominan, sehingga kemudian ashabiyah-ashabiyah yang

ada di suatu negara atau Dinasti menjadi satu kesatuan yang besar

(ka annaha `ashabiyah wahidah kubra).626

Demkianlah pembicaraan tentang teori ashabiyah yang

digagas Ibnu Khaldun pada sekitar 14 abad Masehi yang lalu. Jika

dibandingkan dengan kondisi saat ini dengan adanya partai politik

atau organisasi sosial sebagaimana disebutkan di atas, maka

ashabiyah yang secara otomatik dipimpin oleh seorang pemimpin

atau dalam bentuk kepemimpinan presidium paling tidak

merupakan cikal bakal lahirnya partai politik atau organisasi sosial,

baik dalam fungsi atau aktivitasnya. Bedanya, ashabiyah atau

solidaritas kelompok didasarkan pada hubungan nasab atau

hubungan darah seperti qabilah, klan atau marga, keturunan atau

etnik. Sementara partai politik atau organisasi sosial didasarkan pada

ideologi dalam memperjuangkan cita-cita bersama dan untuk

mencapai kepentingan-kepentingan bersamasecara terprogram dan

wilayah cakupannya pun lintas sektoral, daerah, dan bahkan lintas

agama, baik dalam tataran lokal, nasional ataupun dalam skala

internasional.

624 . Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, h. 439 625 . Ibid. 626 .Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, h. 440

Page 343: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

546

8.Ashabiyah, Akhlak dan Agama

Jika ashabiyah merupakan kekuatan yang bersifat fisik yang

bisa digunakan untuk melindungi, mengusir tindak kejahatan atau

ancaman serangan musuh, baik dari internal atau eksternal, tetapi

Ibnu Khaldun tidak merasa cukup dengan kekuatan yang bersifat

fisik saja, Ibnu Khaldun melihat aspek lain, yaitu kekuatan yang

bersifat non fisik (al-quwwah al-maknawiyah) yang difokuskan pada

akhlak dan agama (al-akhlaq wa al-din), karena akhlak dan agama

merupakan kekuatan yang bersifat non fisik yangmemiliki pengaruh

kuat pada jiwa setiap individu manusia, dan oleh karenanya dapat

memunculkan gerakan sosial keagamaan yang kuat. Dalam kasus-

kasus tertentu orang mau berkorban jiwa ataupun harta demi

mempertahankan agama yang diyakininya benar atau berjuang

berdasarkan legitimasi agama.

Dalam konteks ini, Ibnu Khaldun menegaskan bahwa jika

seorang kepala negara secara tabiatnya adalah manusia, karena

secara fitrah manusia tidak dapat terhindar dari hidup

bermasyarakat, maka sesungguhnya manusia menurut Ibnu Khaldun

terdapat kecendrungan untuk berbuat baik, ketimbang berbuat jahat,

hal ini sesuai dengan asal kejadian manusia dan kekuatan akalnya,627

karena kejahatan menurut Ibnu Khaldun sesungguhnya hadir dari

sisi kekuatan haiwani yang ada pada manusia itu sendiri. Tetapi jika

dilihat dari aspek bahwa dia (kepala negara) itu manusia, maka

sebenarnya kecendrungan dia pada kebaikan lebih dekat.Oleh karena

itu raja dan politik (al-Malik wa al-siyasah), keduanya melekat pada

manusia, karena raja dan politik memanghanya khusus pada

manusia, bukan pada haiwan. Dengan demikian, kecendrungan pada

kebaikan adalah bersesuaian dengan politik dan raja, karena

kebaikan hanya sesuai untuk politik.628Atas dasar tinjauan ini politik

harus diarahkan untuk terciptanya kebaikan (al-maslahah), bukan

untuk menghancurkan, menjadikan manusia dalam kondisi terpuruk,

memanipulasi, atau melakukan politik kotor terhadap lawan politik.

Di sini Ibnu Khaldun menghubungkan aktivitas politik

627 . Bandingkan dengan hadits Nabi yang artinya; bahwa setiap anak

yang dilahirkan (ke dunia ini) dalam keadaan fitrah (suci bersih), tetapi kedua

orang tuanyalah (termasuk lingkungan) yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau

Majusi. 628 . Ibnu Khaldun, Muqaddimah, h. 341

Page 344: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

547

denganakhlak begitu kokoh, dalam arti bahwa politik dan raja, di

mana keduanya menurut Ibnu Khaldun diikat dengan ikatan

kebaikan ( al-khair ).629

Selanjutnya, Ibnu Khaldun menambahkan bahwa orientasi

akhlak ini menjadi keharusan bagi kepala negara (raja, khalifah,

sulthan), dalam arti berperilaku baik dan melakukan tindakan-

tindakan terpuji adalah merupakan sesuatu yang asas, di mana

perilaku yang baik dan tindakan-tindakan terpuji dibangun di

atasnya, dan hal ini akan menjadi kenyataan bila melalui ashabiyah

atau solidaritas yang bersatu padu (al-`ashabiyah wa al-`asyir).

Dalam hubungan ini Ibnu Khaldun menegaskan bahwa kebesaran

(al-majdi) seorang kepala negara merupakan realitas yang ada

padanya dan dapat direalisasikan melalui kekuatan solidaritas yang

terorganisir, selain harus berperilaku yang baik. Jika seorang kepala

negara yang kedudukanya sebagai representasi`ashabiyah atau

rakyat, berarti dia merupakan cermin perilaku yang baik, karena

jika hanya berdasarkan ashabiyah saja, tanpa dikaitkan dengan

keharusan berperilaku terpuji (al-hamidah), maka bisa saja dia tidak

maksimal dalam mengelola kehidupan negaranya.630

Atas dasar ini, Ibnu Khaldun mengaitkan politik dengan

akhlak dan agama (al-siyasah bi al-akhlak waal-din)dalam rangka

menata kehidupan perpolitikan untuk mencapai kebaikan

(sholahiyah). Dalam hal ini Ibnu Khaldun menegaskan bahwa

politik dan kepala negara merupakan penanggung jawab terhadap

manusia, khilafah bagi hamba-hamba Allah untuk merealisasikan

hukum dan undang-undang-Nya. Hukum dan undang-undang Allah

diberlakukan kepada makhluk dan hamba-hamba-Nya untuk tujuan

kebaikan (al-khair) dan memelihara kemaslahatan (mura`at al-

maslahah) mereka. Oleh karena itu siapa saja yang berhasil

menghimpun ashabiyah yang dapat melahirkan kemampun

(kapabelitas), maka dia akan memperoleh kemudahan mencapai

kebaikan dalam merealisasikan hukum-hukum Allah kepada

makhluk-Nya. Atas dasar ini dia layak menerima jabatan khilafah

629 . Lihat Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abdul Mukthi Muhammad,

al-Fikr al-Siyasiy Fiy al-Islam, h. 548 630. Ibnu Khaldun, Muqaddimah, h.445

Page 345: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

548

yang bertanggung jawab atas hamba-hamba Allah dan makhluk-

Nya, dan dipastikan akan lahir kebaikan (al-solahiyah).631

Selanjutnya dalam hubunganashabiyah, politik dan agama

yang berimplikasi lahirnya kebaikan atau maslahah, Ibnu Khaldun

menegaskan bahwa negara-negara besar yang telah mendominasi

negara-negara kecil dan dipimpin oleh seorang kepala negara, di

mana kekuasaannya berdasarkan legitimasi agama, baik itu karena

dakwah ke-Nabian atau karena dakwah kebenaran (dakwah al-haq)

tegas Ibnu Khaldun, hal ini akan memperoleh kesuksesan karena

seorang kepala negara (al-Malik, Sulthan) dapat melahirkan

dominasinya (al-taghallub). Dominasi dapat terealisasi karena

dukungan ashabiyah, kebersamaan kehendak untuk mencapai

persatuan. Semua itu, kata Ibnu Khaldun karena pertolongan Allah

dalam menegakan agama-Nya, kenapa demikian.?. Ibnu Khaldun

menyampaikan argumentasinya; bahwa rahasia dari itu semua

adalah bahwa hati para warga negara (ahlu al-daulah) jika

berorientasi pada kebatilan dan cendrung pada keduaniaan, akan

melahirkan persaingan (al-tanafus/kompetisi) tidak sehat, dan

sebagai dampaknya akan muncul perbedaan dan konflik. Tetapi jika

hati penduduk negara berorientasi pada kebenaran (al-haq), maka

mereka tidak menginginkan gemerlapan dunia, dan hanya kepada

Allah saja mereka berorientasi, hal ini akan berdampak pada

terjadinya persatuan untuk menuju kesatuan arah, juga akan

menghilangkan persaingan, perbedaan pendapat, dan konflik pun

akan hilang, dan yang akan muncul kemudian adalah hal-hal positif;

saling tolong menolong, bantu membantu (wa hasuna al-ta`awun wa

al-ta`addud), idea dan pandangan baik akan mewarnai seluruh

kehidupan warga negara (ahlul al-bilad ), pada akhirnya negara

akan menjadi besar dan berwibawa.632

Namun demikian,Ibnu Khaldun berpendapat bahwa

penyiaran (dakwah) agama dan dukungan ashabiyah akan

menambah kekuatan pada negara. Dalamhal ini Ibnu Khaldun

memberikan argumentasi bahwa karena pembentukan kondisi

kegamaan akan menghilangkan persaingan dan kedengkian di antara

sesama warga atau masyarakat dan mempersatukan arah tujuan dan

631 . Ibid. 632 . Ibnu Khaldun, Muqaddimah, h. 446

Page 346: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

549

berorientasi pada kebenaran (al-haq).633Meskipun demikian, Ibnu

Khaldun berpendapat bahwa penyiaran agama tidak akan maksimal

hasilnya tanpa bantuan dan dukungan ashabiyah.634

Berdasarkan apa yang disampaikan Ibnu Khaldun tentang

hubungan politik dengan agama dan akhlak dapat disampaikan

kesimpulannya sebagai berikut; bahwa Ibnu Khaldun sebagaimana

para pemikir politik muslim sebelumnya antaranya Ibnu Taimiyah,

al-Ghazali dan lain-lain, pemikiran Ibnu Khaldun tentang hubungan

politik atau negara dengan agama bersfat integralistik, artinya agama

dan poitik menyatu, tidak terpisah antara keduanya dalam mengelola

kehidupan umat atau negara, sementara ashabiyahatau solidaritas

kelompok sebagai pendukung dan dasar legitimasi pemerintahan.

Dengan demikian ashabiyahsangat berperan untukmenciptakan

penguatan langkah-langkah strategis dalam mencapai stabilitas

politik. Pemikiran yang didasarkan pada integralistik agama dan

politik ini mewarnai pemikiran politik di dunia Islam dalam

sepanjang sejarah perpolitikan umat Islam abad-abad klasik dan era

pertengahan. Berbeda dengan di era modern dan kontemporer di

dunia Islam sudah muncul pemikiran-pemikiran sekuler, yaitu

pemikiran yang memisahkan agama dari urusan politik, bahwa

politik tidak ada sangkut pautnya dengan agama, tokoh yang

merepresentasikan pemikiran sekuler di dunia Islam antaranya; Ali

Abdurraziq.

9.Jabatan Raja, Khalifah dan Imam

Dalam sub topik ini, Ibnu Khaldun menjelaskan tentang

jabatan raja, khalifah dan imam, semuanya dalam posisiyang sama,

yaitu kepala negara, hanya beda nama atau gelar saja, pengertianya

pun tentu saja berbeda. Raja dalam bahasa Arabnya al-Malik artinya

pemilik.Dalam konteks kepala negara dia seorang pemilik terhadap

semua yang dia kuasai, rakyat, tanah air, kekayaan alam, dan

sebagainya.635Secara istilah dapat diartikan bahwa jabatan raja

633 . Ibnu Khaldun, Muqaddimah, h. 467 634 . Ibid. h.468 635 . Pemahaman ini di masa dahulu, sekarang sistem kerajaan atau

monarki sudah mengalami perubahan atau sudah mengalami dinamikanya

tersendiri sebagai upaya penyesuaian-penyesuaian untuk memenuhi tuntutan di

masa modern dan kontemporer, contohnya Kerajaan Arab Saudi, Kerajaan

Page 347: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

550

adalah suatu lembaga alami dan mulia bagi kehidupan bernegara,

dalam arti bahwa raja adalah jabatan kepala negara yang sudah

menjadi tradisi ataualami (asal semula jadi / konvensional) bagi

kehidupan bernegara. Raja berfungsi sebagai penjaga, pelindung dan

pemberi keputusan hukum (al-Malik, al-Qahir al-Muhtakim)

terhadap perkara sengketa.636Kehadiran raja di tengah-tengah

masyarakat sebagai penengah, pemisah dan sekaligus sebagai hakim

(al-Wazi`, al-Hakim) itu merupakan kemestian bagi kehidupan

bersama manusia dalam masyarakat besar (negara).

Khalifah adalah jabatan kepala negara yang pada awalnya

sebagai penerus dan pengganti Nabi (pembawa syariat) dalam

memelihara kelestarian agama dan pengelola negara dalam rangka

mencapai kesejahteraan duniawi untuk rakyat. Kenapa kemudian

dinamakan khalifah, karena khalifah yang kedudukanya sebagai

pengganti Nabi Muhammad saw. (kaunihi yakhlufu al-Nabiy fiy

ummatihi), maka kemudian disebut; Khalifah

Rasulillah.637Sementara kepala negara dengan sebutan Imam,638

karena posisi kepala negara berada paling depan dalam memimpin

umat, keberadaanya sama seperti seorang Imam dalam shalat

berjamaah, posisinya berada paling terdepan dalam memimpin

shalat berjamaah yang diikuti oleh para makmun yang berada di

belakangnya ( tasybihan bi Imam al-shalat fiy itba`ihi wa al-iqtida

bihi).639

Jordania. Bahkan dalam sistem Kerajaan sudah diberlakukan pemilihan umum

sebagai salah satu ciri terbesar sistem demokrasi sebagaimana yang dilakukan

Kerajaan Malaysia, dan lain sebagainya. 636 . Ibnu Khaldun, Muqaddimah, h. 513 637 . salah satu Khalifah Nabi, yaitu Umar Ibn Khattab tidak mau disebut

Khalifah, dan dia lebih suka disebut Amirul Mukminin. Alasanya jika Abu Bakar

disebut Khalifah Rasulillah, maka sebutan khalifah untuk Umar harus disebut dua

kali , yaitu Khalifah Khalifah Rasulillah, dan ini menjadi panjang, Umar tidak

suka sebutan gelar panjang dan berulangan. 638 . Sebutan Imam bagi kepala negara secara politis sebagaimana yang

berlaku di kalangan umat Islam Syiah, terutama Syiah Istnai `Asyariyah seperti

Imam Ali, Imam Hasan, Imam Husain, Imam Ja`far Sadik, Imam al-Baqir dan

sampai di era modern dengan munculnya Imam Khomaeni pemimpin revolusi

Iran, dan Imam Ali Khameni dan sebagainya. 639 . Ibnu Khaldun, Muqaddimah, h. 518 - 519

Page 348: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

551

Selanjutnya Ibnu Khaldun menyampaikan beberapa syarat

yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan menduduki jabatan

kepala negara, baik raja, khalifah atau pun imam, yaitu;

1. Berdasarkan hasil ijma`; yaitu berdasarkan kesepakatan

bersama melaluimekanisme pemilihan oleh lembaga Ahlul

al`Aqdi wa al-Hilli,640

2. Berilmu dan berwawasan luas (al-Ilm),

3. Memiliki sikap adil (al-`adalah),

4. Berkemampuan (al-kifayah, capable),

5. Sehat jasmanidan utuh semua panca indranya (salamatu al-

hawas wa al-a`dha), karena jika terdapat kecacatan pada

salah satu anggota panca indra akan berpengaruh pada sikap

dan cara berfikir, mengambil keputusan dan bertindak.641

Kemudian berkaitan dengan syarat keturunan Quraisy (al-nasab al-

Quraisy). Syarat ini sebenarnya tidak terdapat ketegasan dari Ibnu

Khaldun apakah keturunan Quraisy menjadi syarat atau tidak, tetapi

Munawir Sjadzali menyebutkan bahwa Ibnu Khaldun menetapkan

keturunan Quraisy sebagai syarat, disamping syarat-syarata yang

lain.642

Dalam membicarakan jabatan kepala negara, Ibnu Khaldun

mengulangi lagi teorinya tentang kemestian hidup bermasyrakat bagi

manusia, bahwa manusia (al-basyar) tidak mungkin dapat hidup

sendiri-sendiri tanpa bermasyarakat dan saling tolong menolong

untuk menghasilkan berbagai keperluan hidup, seperti sandang,

pangan dan lain-laim (`ala tahshili qutihim wa al-dharuriyatihim).

Secara politis ketika mereka hidup bermasyarakat, maka akan

muncul tuntutan untuk berinteraksi (bermuamalat) antara sesama

anggota masyarakat, dan berupaya untuk memenuhi berbagai

keperluat dan hajat. Untuk mencapai ini semua, setiap orang

mengulurkan tangan untuk mendapatkanapa yang diperlukan dari

sesama warga masyarakat yang lain. Hal ini karena di dalam sifat

haiwani manusia, seperti kezaliman (perlakuan jahat dan tidak adil),

640. Ahlul al-`Aqdi wa al-Halli semacam lembaga Dewan Syura yang

memiliki kewenangan mengangkat dan memberhentikan kepala negara dari

jabatanya sebagai raja atau khalifah. 641 . Ibid. h. 603 642 . Lihat Munawir Sjadzali, Islam Dan Tata Negara, h. 102

Page 349: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

552

permusuhan antar sesama, kemudian yang lainya berupaya untuk

menghalangi tindak kejahatan tersebut tetapi dengan sikap

emosional sesuai dengan sikap dan tabiat alaminya (muqtadha al-

quwwah al-basyariyah). Kondisi seperti ini akan berdampak

terjadinya konflikyang mengarah pada permusuhan. Permusuhan

akan berakibat terjadinya bentrokan berdarah, dan pembunuhan

menyebabkan darah mengalir dan hilangnya nyawa, dampak dari ini

semua berakibat punahnya umat manusia, sedangkan umat manusia

adalah salah satu dari sekian banyak makhluk, dan Allah Maha

Pencipta berkehendak untuk melestarikan kehadiran manusia di

bumi ini. Membiarkan manusia rusak tanpa seorang pemimpin

menyebabkan mereka menjadi liar dan buas. Dari kondisi yang

rusak ini secara alami manusia membutuhkan seseorang yang bisa

memberikan keputusan, memberikan perlindungan kepada sesama.

Orang yang dapat bertindak demikian itu berdasarkan tabiat alami

manusia adalah seorang raja yang dapat memaksakan keputusanya

secara mengikat.643Oleh karena itu diperlukan seseorang yang dapat

mengendalikan anggota-anggota masyarakat, dialah pemimpin dan

penguasa mereka.

Untuk dapat bertindak sebgai raja yang sebenarnya, dia harus

memiliki superioritas atau keunggulan dan kekuatan fisik untuk

memaksakan kehendak dan keputusanya sehingga keputusanya

merupakan kata akhir. Dia juga harus memiliki Tentara (`Asykar)

yang kuat dan loyal kepadanya guna menjamin keamanan negara

terhadap ancaman dari luar, serta memiliki kuasa menarik danadari

rakyat untuk pembiayaan operasional negara.644Dalam konteks ini,

Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa kedudukan kepala negara (raja,

khalifah, sulthan) sebagaimana yang sudah menjadi tradisi adalah

senantiasa bersama dengan dukungan solidaritas kelompok

(ashabiyah) yang kuat.Hal ini sebagaimana ditegaskanya bahwa

seorang kepala negara adalah pemegang jabatan terhormat serta

berorientasi pada pemenuhan hal-hal yang dibutuhkan, juga

memerlukan seperangkat kekuatan yang lain selin Tentara yang

dapat membentengi dan mengamankan negara, yaitu polisi

(syurthah), semuanya itu tentu saja memerlukan dukungan kekuatan

643 .Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, h. 513 644 . Lihat Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 102

Page 350: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

553

ashabiyah.645Dalam kasus-kasus tertentu kepala negara tidak

mendapatkan dukungan solidaritas kelompok (ashabiyah), karena

loyalitas dan rasa simpati sudah menurun disebabkan oleh berbagai

faktor, antaranya kepala negara sudah mementingkan diri sendiri dan

keluargnya atau kerabatnya.Kondisi seperti ini akan berdampak

munculnya instabilitas politik, kepala negara rentan digoyang.

Kepala negara (raja, khalifah atau imam) pada hakikatnya harusnya

orang yang memiliki kemampuan menjadikan rakyatnya loyal dan

taat setia kepadanya, memiliki kuasa menarik dana pajak atau jizyah

dan termasuk zakatyang akan digunakan untuk membiayai

operasional negara, mengirim utusan ( Duta ), melindungi benteng,

dan tidak ada kekuatan yang dapat memaksa selain kekuatanya.646

Selanjutnya Ibnu Khaldun menjelaskan tentang perilaku dan

kebijakan kepala negara, bahwa seorang kepala negara dengan

atribut-atribut sebagaimana disebutkan di atas, jika dia

melaksanakan kebijakanya dengan tidak adil, lebih mengikuti

kehendak hati dan hawa nafsunya dan parahnya jika dia sudah tidak

lagi mempedulikan kepentingan rakyat, maka sulit bagi rakyat untuk

taat setia atau layol kepadanya. Hal ini akan berakibat munculnya

situasi kacau dan tidak stabil, timbulnya penindasan, teror dan

anarkis. Oleh karenanya bagaimana kepala negara dapat

mengembalikan kepercayaan rakyat, dan loyalitas serta ketaatan

mereka tetapi bukan kepada kehendak penguasa atau kepala negara,

melainkan tunduk dan patuh kepada peraturan dan undang-undang

politik (qawanin siyasiyah) yang berdasarkan Kitab Allah ( al-

Qur`an).647Karena fungsi kepala negara dalam pandangan politik

Islam sebagai pemelihara kelangsungan agama dan pengelola pilitik

kenegaraan.Jika ini yang dilakukan, menurut Ibnu Khaldun

perpolitikan yang dijalankanya adalah politik yang didasarkan pada

agama dan bermanfaat untuk kehidupandi dunia dan akhirat (kanat

siyasah diniyah nafi`atunfiy al-hayat al-dunya wa al-akhirah).648

Tetapi jika kebijakanya berdasarkan peraturan dan undang-undang

politik yang dibuat (Munawir Sjadzali menggunakan Bahasa;

645 . Ibnu Khaldun, Muqaddimah, h.513 646 . Ibid. h. 513 - 514 647 . Lihat Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abdul Mukthi Muhammad,

al-Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, h. 561 648 . Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, h. 516 -517

Page 351: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

554

direkayas) oleh para pemikir dan pembesar negara (al-`Uqala wa

Akabir al-daulah), maka menurut Ibnu Khaldun perpolitikan

tersebut adalah perpolitikan yang didasarkan pada pertimbangan-

pertimbngan akal (siyasah `aqliyah) yang manfaatnya hanya di

dunia saja.

Dari dua sumber kebijakan politik tersebut,Ibnu Khaldun

menegaskan bahwa politik yang berlandaskan agama lebih baik, dari

pada bertindak dan mengeluarkan kebijakan hanya berdasarkan

paksaan dan dominasipenguasa (bi muqtadha al-qahri wa al-

ghalab), yaitu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan akal

pemikiran semata.649Hal ini menurut Ibnu Khaldun bahwa peraturan,

undang-undang dan kebijakan politik yang hanya didasarkan pada

kekuatan paksaan, kekuatan dominsi, dan tidak melibatkan

partisipasi dan tidak mengikut sertakan solidaritas kelompok atau

ashabiyah (bi muqtadha al-qahri,wa al-ghalab, wa ihmal al-

quwwah al-basyariyah) dalam menetapkan peraturan dan undang-

undang, maka menurut Ibnu Khaldun akan menimbulkam

permusuhan dan menimbulkan ketidak percayaan rakyat kepada

pemeritah.650Karena peraturan dan kebijakan politik berdasarkan

pertimbangan akal atau rasio hanya berorientasi pada kemaslahatan

dunia saja (mashaleh al-dunya faqot) sebagaimana disebut di atas,

padahal tujuan pemberlakuan peratuan-peraturan syariat Islam

adalah untuk kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat (fiy ahwali

dunyahum wa akhiratihim). Peraturan dan undang-undang yang

memperhatikan kemaslahatan dunia dan akhirat menurut Ibnu

Khaldun dilaksanakan oleh Nabi (Nabi Muhammad saw) dan para

pemimpin yang memperjuangkan dasar-dasar aturan Nabi, mereka

itu adalah para Khulafa al-Rasyidin dan para Khulafa yang adil dan

saleh sesudah mereka.651

Selanjutnya Ibnu Khaldun menjelaskan tentang perbedaan

kedudukan antara Raja, Politisi dan Khalifah dari aspek sumber

hukum yang menjadi dasar pijakan, yaitu;

649 . Ibid, h. 516 - 5 650 . Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abdul Mukthi Muhammad, al-Fikr

al-Siyasi Fiy al-Islam h.561 651 . Ibnu Khaldun, Muqaddimah, h. 517 - 518

Page 352: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

555

1. Raja dalam kedudukanya secara tradisi dan alami (al-malik

al-thabi`i) bertanggung jawab pada semua kebijakan dan

peraturan berdasarkan kehendak dan keinginanya.

2. Politisi (al-siyasiy) bertanggung jawab terhadap semua

peraturan dan kebijakan berdasarkan pertimbangan-

pertimbangan akal atau pemikiranya (muqtadha al-nazariy

al-`aqli) dalam upaya mewujudkan kemaslahatan dunia, serta

upaya mencegah tindak kejahatan agar tidak terjadi (wa daf`I

al-madharri).

3. Khalifah bertanggung jawab atas semua tindakan dan

kebijakanya berdasarkan pandangan syariat (`ala muqtadha

al-nazari al-syar`i) dalam rangka merealisasikan

kemaslahatan dunia dan akhirat (al-mashaleh al-dunyawiyah

wa al-ukhrawiyah), karena hal-hal yang berkaitan duniaakan

dirujuk kepada syariat sebagai cara untuk mencapai

kemaslahatan akhirat. Pada hakikatnya sistem pemerintahan

khilafah menurut Ibnu Khaldun adalah merupakan sistem

pemerintahan yang dibangun oleh Nabi Muhammad saw.

dalamrangka memelihara kelestarian ajaran agama dan

kesejahteraan duniawi bagi rakyat (fiy hirasah al-din wa

siyasah al-dunya).652

Demikianlah paparan Ibnu Khaldun tentang jabatan kepala

negara, baik itu raja, khalifah atau pun Imam. Semua kebijakan

dalam rangka mencapai stabilitas politik dan kesejahteraan rakyat

bisa jadi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan akal pemikiran,

tetapi bisa saja berdasarkan ajaran agama, karena memang Islam

bukan saja mengatur hal-hal yang berkaitan dengan aspek akidah

atau ibadah, baik yang fardhu atau pun yang Sunnah saja, bahkan

Islam mengatur berbgai aspek kehidupan; bermasyarakat, berpolitik,

pertahanan, ketentaraan, pendidikan, ekonomi, hukum, diplomasi,

hubungan internasional, dan sebagainya, menurut Ibnu Khaldun

praktik perpolitikan yang didasarkan pada ajaran agama (agama

652 . Ibid, hlm. 518

Page 353: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

556

Islam) adalah terbaik, karena manfaatnya bukan saja di dunia ini

tetapi juga di akhirat nanti.

BAB XII

P E N U T U P

1.Kesimpulan

Sebagai penutup dari bahasan-bahasan terkait perpolitikan

di era Nabi Muhammad saw. dan Khulafa al-Rasyidin, serta

pemikiran politik yang digagas oleh para pemikir dan ulama Islam.

Kini disampaikan beberapa pokok ajaran dan pemikiran berkaitan

dengan masalah sosial politik, antaranya; bahwa prioritas perjuangan

yang dilakukan Nabi Muhammad saw. adalah menyeru atau

berdakwah kepada masyarakat Mekah untuk menyembah Allah

tanpa mempersekutukan dengan makhluk-makhluk-Nya,

mengangkat harkat dan martabat masyarakat kecil sehingga

memiliki harga diri dan kedudukan yang sederajat dengan yang

lainya, maka tidak ada beda antara orang kaya dari orang miskin,

tidak ada beda antara penguasa dan rakyat yang dipimpinya,

semuanya sama di di hadapan Allah dan di hadapan hukum.

Perjuangan yang dilakukan Nabi bersama beberapa orang

yang sudah menerima ajaran Islam di Mekah semakin hari semakin

mendapat simpati masyarakat kecil, sehingga perjuangan Nabi lahir

menjadi gerakan dan kekuatan besar yang tidak bisa dibendung.

Kemunculan gerakan inilah sebenarnya yang dikhawatirkan oleh

para pemimpim otokrasi ( autocracy ) Quraisy, di mana mereka

merasa kekuasaannya dirongrong, karena semakin hari masyarakat

banyak semakin berpihak kepada perjuangan Nabi Muhammad saw.

Hal ini menurut mereka berdampak pada menurunya loyalitas

Page 354: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

557

masyarakat kepada para pemimpin Quraisy dan justeru kemudian

beralih loyalitas mereka kepada Nabi Muhammad. Dalam tinjauan

politik, inilah penyebab utama terjadinya ketegangan dan konflik

antara pihak Nabi Muhammad bersama komunitas muslim dengan

para pemimpin Quraisy, antaranya Abu Sufyan, Abu Lahab ( paman

Nabi sendiri ) dan lain-lainya.

Dalam kondisi krisis inilah umat Islam selalu mendapatkan

perlakuan tidak manusiawi dari para pemimpin kafir Quraisy, seperti

penghinaan, ejekan, bully, pengucilan, pengusiran, pemutusan kerja,

intimidasi, terror, bahkan upaya pembunuhan terhadap diri Nabi

sendiri. Tetapi semuanya itu Nabi menyikapinya dengan penuh

percaya diri, tetap tegar dengan perjuanganya. Dalam kondisi krisis

ini Nabi melakukan langkah-langkah positif, antaranya; Pertama;

Nabi mengeluarkan perintah kepada beberapa orang Islam agar

mengungsi sementara ke Negeri Habsah ( Ethopia ) untuk

mendapatkan suaka politik dari penguasa Negeri Habsah, yaitu Raja

Najjasi, seorang penguasa yang beragama Kristiani tetapi baik hati.

Oleh karena itu, para pengungsi dari Mekah diterima dengan baik

dan mendapatkan perlakuan baik, serta mendapatkan jaminan

perlindungan, bahkan Raja Najjasi pada akhirnya memeluk agama

Islam.Studi tentang peristiwa ini hakikatnya merupakan dasar-dasar

kajian hubungan internasional. Kedua; Dalam kondisi krisis ini

Nabi secara diam-diam mengadakan hubungan kerja sama dengan

penduduk Yatsrib ( Madinah ), mereka datang ke Mekah dalam

rangka menunaikan ibadah haji. Hubungan kerja sama tersebut

dilakukan melalui pertemuan beberakali di Aqabah Mina antara

Nabi Muhammad saw.dengan beberapa penduduk Yatsrib yang

kemudian menjadi pengikut setia. Hasil dari beberapa kali

pertemuan ini diperoleh kesepakatan-kesepakatan ba`iat

Aqabahsebagaimanifesto politik yang memperkuat perjuangan Nabi

dalam menegakan missi risalahnya. Ketiga; Setelah Nabi bersama

umat Islam berada di Madinah paska hijrah, Nabi melakukan

konsolidasi melalui langkah-langkah strategis, antaranya,

mempersaudarakan sesama umat Islam, membangun mesjid.

Keempat; Nabi mempersatukan seluruh penduduk Madinah tanpa

membedakan ras, agama, latar belakang budaya. Persatuan ini diikat

dengan suatu ikatan yang kokoh, yaitu; Shahifah Madinah atau

Piagam Madinah. Piagam Madinah berfungsi sebagai konstitusi

Page 355: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

558

dasar yang dipergunakan untuk mengatur hubungan dan kerja sama

antara berbagai elemen penduduk Madinah yang memiliki

kecendrungan yang berbeda. Hal ini dilakukan Nabi dalam rangka

terealisasinya keamanan, kedamaian, saling menghargai dan saling

menghormati antara sesama penduduk, sehingga tercipta kehidupan

yang kondusif.

Piagam Madinah dalam kajian politik merupakan dustur atau

konstitusi dasar. Menurut beberapa ahli Piagam Madinah sebagai

konstitusi yang lahir untuk partama kalinya di dunia, sebelum

lahirnya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada tahun 1948

sebagaimana ditetapkan oleh Komisi Hak Asasi Manusia (

Commission on Human Rights ) yang didirikan PBB pada tahun

1946. Bahkan Piagam Madinah sudah lahir sebelum Magna Chatra

di Inggris, lahir pada tahun 1215 yang menjadi bagian dari sistem

konstitusi Inggris.

Di era Khulafa al-Rasyidin dalam hal pengangkatan kepala

negara ( Khalifah, Amirul Mukminin, Imam ) dilakukan berdasarkan

musyawarah melalui mekanisme pemilihan yang beragam, baik

secara langsung dan terbuka, ataupun melalui musyawarah secara

terbatas di kalangan para elite, atau juga melalui pembentukan suatu

badan pemilihan ( The election committee ). Hal ini berdasarkan saat

Abu Bakar dipilih melalui pemilihan secara langsung dan terbuka

yang diselenggarakan di Saqifah Bani Sa`idah ( suatu tempat yang

sering digunakan pertemuan ). Umar bin Khattab terpilih menjadi

kepala negara ( khalifah ) berdasarkan hasil musyawarah terbatas

dianatara para senior sahabat Nabi, Umar merupakan calon tunggal

direkomendasikan oleh Abu Bakar di akhir-akhir masa jabatanya

untuk menduduki jabatan khalifah, kemudian mendapatkan

persetujuan dari seluruh penduduk. Utsman bin Affan dipilih sebagai

khalifah melalui proses pemilihan yang dilakukan oleh suatu badan

pemilihan ( the election committee ) yang beranggotakan enam

orang sahabat Nabi senior. Badan ini dipimpin oleh seorang ketua,

yaitu; Abdurrahman bin Auf yang diangkat oleh Umar pada saat-

saat akhir masa jabatanya sebagai khalifah, dan Umar memberi batas

waku kepada badan pemilihan ini agar dalam waktu tiga hari kepala

negara sudah terpilih. Pada akhirnya Utsman bin Affan terpilih

sebagai kepala negara ( khalifah ) mengalahkan rival beratnya, yaitu;

Ali bin Abi Thalib. Berbeda dengan pemilihan ketiga Khalifah di

Page 356: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

559

atas, di mana pemilihanya dilakukan pada situasi politik kondusif,

Ali bin Abi Thalib dipilih sebagai kepala negara ( khalifah ) pada

situasi politik yang sedang carut marut. Munculnya situasi krisis

politik ini sebagai akibat lanjutan dari permasalahan politik pada

masa kepemimpinan Khalifah Utsman, dan klimaksnya terjadinya

aksi demonstrasi besar-besaran di ibu kota negara; Madinah di akhir-

akhir masa jabatan Utsman. Para Khulafa al-Rasyidin pada masa

memerintahanya, mereka banyak melakukan kebijakan-kebijakan

positif, baik terkait perluasan wilayah, menciptakan stabilitas

keamanan, restrukturisasi para pejabat yang bermasalah,

pengelolaan pendapatan negara, ataupun melakukan penghematan

anggaran belanja negara sebagaimana dilakukan Khalifah Ali bin

Abi Thalib, dan sebagainya.

Selain dari beberapa kebijakan positif di atas, ada aspek lain

yang tidak banyak diungkap oleh para pengkaji politik Islam, yaitu

masalah berakhirnya masa jabatan ketiga-tiga khalifah selain Abu

Bakar, yaitu; Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi

Thalib. Ketiga-tiga khalifah terakhir ini mengakhiri masa jabatanya

sebagai khalifah karena terbunuh. Secara politis hal ini disebabkan

oleh faktor lain, yaitu; karena saat itu belum ada sistem pengamanan

ketat bagi keselamatan kepala negara, tidak ada pasukan

pengamanan khusus kepala negara ( tidak seperti di zaman modern

dan kontemporer, sudah ada pengamanan khusus bagi kepala negara,

seperti di Indonesia ada Paspampres ). Sistem pengamanan khusus

baru diperkenalkan di dunia Islam saat Mu`awiyah menjabat

khalifah di Damaskus, Syiria (Syam). Ketika dia mengadakan

kunjungan ke Madinah atau Mekah, pasukan pengaman khusus

sudah dikirim lebih dahulu tiga hari atau tujuh hari sebelum

Mu`awiyah tiba di dua kota tersebut.

Terkait denganpemikiran dan gagasan politik yangtertuang di

dalam berbagai karya para pemikir dan ulama Islamadalah

berdasarkan hasil pengamatan dan analisis terhadap apa yang terjadi

di dalam masyarakatnya yang selalu berubah dari waktu ke waktu

sesuai dengan dinamika kehidupan manusia pada setiap

kondisi.Dinamika kehidupan masyarakat, meskipun di sana sini

terjadi perubahan dan perbedaan sebagai realitas yang tidak dapat

dihindari, para pemikir dan penggagas muslim tetap berpijak pada

Page 357: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

560

ajaran agama yang bersumberkan al-Qur`an dan Sunnah Nabi

sebagai kerangka rujukan utama dalam melihat perubahan-

perubahan kehidupan masyarakat tersebut. Oleh karena itu,

pemikiran-pemikiran politik Ibnu Abi Rabi`, al-Farabi, al-Mawardi,

al-Ghazali, Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun, dan lain-lainya tidak

terplepas dari batasan-batasan al-Qur`an dan Sunnah Nabi. Maka

hasil pemikiran-pemikiran politik yang mereka tuangkan dalam

berbagai karyanya adalah integratif, yaitu pemikiran politik yang

terintegrasi dengan ajaran agama.Hal ini sebagaimana dipraktikan

oleh Nabi sendiri dan para pemimpin umat sesudahnya, yaitu; Abu

Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib,

dan lain-lainnya. Oleh karenanya, berdasarkan fakta ini dapat

ditegaskan bahwa pada satu sisi, para pemimpin umat tersebut

memposisikan diri mereka sebagai imam shalat ketika melaksanakan

shalat berjama`ah, dan pada dimensi yang lain para pemimpin

tersebut memiliki kekuasaan, di mana ucapanya didengar,

perintahnya dipatuhi, perilakunya menjadi anutan dan

teladan.Pemikiran politik yang integratif ini merupakan ciri khas

dari pemikiran politik abad klasik dan pertengahan di dunia Islam.

Pemikiran-pemikiran politik yang digagas oleh para pemikir

muslim tersebut merupakan nilai-nilai filsafat politik ( values of

political philoshophy ) dalam Islam yang tetap relevan untuk

sepanjang zaman, paling tidak sebagai khazanah kekayaan

pemikiran politik yang menjadi bahan kajian perbandingan antara

pemikiran politik Islam di masa lalu dan pemikiran politik di era

modern dan kontemporer.Berdasarkan kajian mendalam bahwa

pemikiran-pemikiran politik yang disampaikan oleh para pemikir

politik Islam sebagaimana disebutkan di atas, tetap mengacu pada

al-Qur`an dan Sunnah Nabi sebagai rujukan utama ketika mereka

melakukan observasi terhadap realitas perpolitikan saat itu.

Meskipun demikian, para pemikir muslim melakukan kaji banding

juga terhadap pemikiran-pemikiran Yunani yang disampaikan oleh

Plato, Socrates, Aristoteles, dan lain-lainnya terutama dalam hal

teori kemunculan negara. Kajian perbandingan yang dilakukan oleh

para pemikir politik muslim ternyata menjadi inspirasi bagi mereka

sehingga bahasan pemikiran politik Islam menjadi bahasan yang

Page 358: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

561

luas dan mendalam, walaupun tidak semua pemikiran yang berasal

dari Yunani diterima.

Bahasan-bahasan tentang politik Islam oleh para pemikir

muslim variatif, ada yang ideal sebagaimana yang digagas oleh al-

Farabiy mengenai teorinya tentang negara utama ( negara ideal ),

tetapi selain dari al-Farabiy ada yang mendasarkan pemikiran

poloitiknya berdasarkan tinjauan terhadap realitas perpolitikan yang

sedang berjalan, karena pada dasarnya inti dari perpolitikan dalam

Islam adalah bagaimana menciptakan kehidupan yang berorientasi

pada terciptanya maslahah ammahatau kemaslahatan umum, yaitu

negara yang dapat menciptakan kebaikan bersama, dan ini dapat

dibuktikan dengan terrealisasinya berbagai fasilitas yang diperlukan

oleh rakyat dalam rangka terciptanya kesejahteraan hidup, selain

terciptanya keamanan dan kedamaian negara.

Pemikiran-pemikiran politik Islam yang disampaikan oleh

para pemikir muslim tersebut, ada yang berkaitan dengan nilai-nilai

universal yang menjadi prinsip kehidupan bernegara di era modern

dan kontemporer, sehingga dapat kita temukan pada peradaban

dunia. Nilai-nilai universal tersebut, antaranya; Prinsip amanah ( al-

mabda al-amanah ) atau integritas, Prinsip musyawarah ( al-mabda

al-syura ), Prinsip menegakkan keadilan ( al-mabda al-`adalah ),

Prinsip persamaan ( al-mabda al-musawa ) atau egalitarian, dan

sebagainya. Selain dari itu, pemikiran-pemikiran politik Islam yang

disampaikan oleh para pemikir muslim tersebut yang sangat menarik

untuk dikaji ulang adalah;Teori kontrak sosial, mekanisme

pemilihan kepala negara ( Imam ) digagas oleh al-Mawardiy, Teori

kemunculan pasar dan penggunaan uang, keperluan pada pajak/zakat

dan pengelolaannya disampaikan oleh al-Ghazali, Kesalehan

perilaku seseorang menjadi kriteria dan lebih diprioritaskan untuk

menduduki jabatan politis disampaikan oleh Ibnu Taimiyah, Teori

ashabiyah ( solidaritas ), yang dahulunya solidaritas atas dasar suku,

etnik atau qabilah, tetapi kemudian berkembang pada masa

berikutnya menjadi solidaritas dalam bentuk organisasi massa atau

partai politik yang didasarkan pada kesamaan visi, atau berdasarkan

kesamaan perjuangan, atau pun berdasarkan kesamaan profesi.

Page 359: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

562

2. DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Salabiy, 1990, Sejarah dan Kebudayaa Islam, (terj), Jakarta:

Pustaka al-Husna.

----------, 1991, al-Mausu`ah al-Hadharah al-Islamiyah al-

Siyasiyah Fiy al-Fikr al-Islamiy, Qahirah: Maktabah

Nahdhah al-Misriyah.

Al-`Awwa, Muhammad Salim, 1989, Fiy al-Nizam al-Siyasiy Li al-

Daulah al-Islamiyah, Beirut: Dar al-Syuruq.

Ahmad Amin, 1964, Fajar al-Islam, Qahiro: Maktabah Nahdhah al-

Misriyah.

Abdul Rashid Moten, 1996, Ilmu Politik Islam, terl. Political

Science an Islamic Perspective, Bandung: Pustaka.

Ahmad Sukardja, 1995, Piagam Madinah dan Undang-Undang

Dasar 1945: Kajian Perbandingan Tentang Dasar Hidup

Bersama Dalam Masyarakat Yang Majemuk, Jakarta: UI-

Press.

Ahmad Fadhali et al, 2004, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:

Pustaka Asatrus.

Antony Black, 2006, Pemikiran Politik Dari Masa Nabi Hingga

Masa Kini, (terj.) The History of Islam Political thought

From The Prophet to The Present, Jakarta: Serambi Ilmu

Semesta.

Abdul Rasyid Moten, 2001, Ilmu Politik Islam, (terj.) Political

Science an Islamic Perspective, Bandung: Penerbit Pustaka.

Ali Abul Raziq, 2002, Islam Dasar-Dasar Pemerintahan: Kajian

Khilafah dan Pemerintahanh Dalam Islam, (terj.) al-Islam

wa Ushul al-Hukmi, Yogyakarta: Penerbit Jendela.

Adiwarman Azwar Karim, 2004, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam,

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Artani Hasbi, 2001, Musyawarah dan Demokrasi, Ciputat: Gaya

Media.

Afzalur Rahman, 1995, Doktrin Ekonomi Islam, (terj.) Economic

Doctrines of Islam, Jld. 1, Yogyakarta: PT Dana Bhakti

Wakaf.

Page 360: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

563

Al-`Aqqad, Abbas Mahmud, 2002, Kejeniusan Utsman, (terj.)

Jakarta: Pustaka Azzam.

--------, 2002, Kesejahteraan Utsman bin Affan, (terj.) Jakarta:

Pustaka Azzam.

Al-Bukhariy, t. th. Sahih Bukhariy, t. tpt: Dar Ihya al-Kutub.

Abbas Mahmud. 1944. Al-Farabi. Kairo: Dar Ihya al-Kutub al-

`Arabiyah Isa al-Babi al-Halabiy.

Abdul Wahid Muhammad al-Far. t. th. al-Tsaqafah al-Islamiyah.

Jeddah: Dar al-Ilmiy.

Asqhar Ali, Engineer. 1999. Islam dan Teologi Pembebasan.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Antony Black. 2000. Pemikiran politik Islam Dari Masa Nabi

Hingga Masa kini (terj). The History of Islamic Political

Thought From The Prophet to The Present. Jakarta: PT

Serambi Ilmu Semesta.

A.Zaki Badawiy. 1982. A Dictionary of The Social Sciences. Beirut:

Librarie Du Liban.

Ahmad Syafii Maarif. 1966. Ibnu Khaldun Dalam Pandangan

Penulis Barat dan Timur. Jakarta: Gema Insani Press.

Abdul Rasyid Moten. 1422 H./2001. Ilmu Politik Islam. terj.

Political Sciences An Islamic Perspective. Bandung:

Pustaka.

Badri Yatim. 2001. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Bernard Crick, 1964, In Devine of Politic, London: Pelican Books.

Al-Dainuriy, Ibnu Qutaibah, 1967, al-Imamah wa al-Siyasah,

Qahiro: Muassisah al-Halabiy wa syurakahu.

Al-Darimiy, Fathiy, 1982, Khashais al-Tasyri` Fiy al-Siyasah wa al-

Hukmiy, Beirut: Muassisah al-Risalah.

E.I.J. Rosenthal, 1968, Political Thought in Medival Islam,

Cambridge: Cambridge University.

Al-Faruqiy, Ismail Raji, 1982, It`s Implication for Thought and Life,

Herndon: International Institut of Islamic Thought.

Al-Farabi. 1968. Al-Madinah al-Fadhilah. Beirut: Dar al-Masyriq.

George Jordac, 1996, Suara Keadilan: Sososk Agung Ali bin Abi

Thalib, (terj.), Jakarta: Lentera.

Al-Ghazali, Abu Hamid.t.th. Ihya Ulumuddin. Singapore: Dar

Sulaiman Mara`i.

Page 361: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

564

-----------. 1409 H./1988 M. al-Tibr al-Masbuk Fiy Nasihat al-

Muluk. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah.

-----------. 1320 H. al-Iqtishad Fiy al-I`tiqad. Kairo: T.pbt.

-----------. 1405 H./ 1985 M. Qawaid al-I`tiqad. Beirut: A`lam al-

Kutub.Harun Nasution, 1985, Islam Ditinjau Dari Berbagai

Aspeknya, Jakarta: UI-Press.

Al-Hamsyariy, Musthofa, 1985 M./1405 H. al-Nizamal-Iqtishadiy

Fiy al-Islam, Riyadh: Dar Ulum.

Hasan Ibrahim Hasan, 1957, Tarikh `Amer bin `Ash, Qahiro: t. pbt.

--------, 2002, Sejarah Kebudayaan Islam, (terj.) Jakarta: Kalam

Mulia.

Hanum Asrofah, 2001, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Wacana

Ilmu.

Ibnu Abi Rabi`. 1970. Suluk al-Malik Fiy Tadbir al-Mamalik. Kairo:

Dar al-Sya`b.

Ibnu Qutaibah, Abu Muhammad Abdullah Ibnu Muslim Ibnu

Qutaibah. 1383 H./1963 M. `Uyun al-Akhbar. Mesir:

Wuzarat al-Tsaqafah wa al-Irsyad al-Qaumiy, Jld. 1.

Idris Zakaria. 1991. Teori Politik al-Farabi dan Masyarakat Melayu.

Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Ibnu Ktsir. t. th. al-Bidayah wa al-Nihayah. Jld. 13 – 14. t. tmp.: Dar

al-Fikri al-`Arabi.

-----------. t. th. al-Sirah al-Nabawiyah, Juz 1 -2. Kairo: Dar al-Fikr.

Ibnu Taimiyah. 1980. al-Siyasah al-Syar`iyah Fiy Ishlahi al-Ra`iwa

al-Ra`iyah. Kairo: Dar al-Sya`b.

----------. t.th. Majmu`Fatwa. Beirut: Dar al-Kutub al-`Arabiyah. Juz

28.

Ibnu Khaldun. 2006. Muqaddimah. Beirut: Dar al-Kutub al-

`Arabiyah.

Ibnu Hisyam, t. th. Al-Sirah al-Nabawiyah, Qahiro: Dar al-Fikr.

Ibnu Katsir, 1933 M./ 1301 H. al-Bidayah wa al-Nihayah, 14 Juz, t.

tpt. Dar al-Fikr al-Arabiy.

---------, 1965 M./ 1385 H. al-Kamil Fiy al-Tarikh, Beirut: Dar al-

Ma`adir.

Ibrahim Hasan, 1989, Sejarah Kebudayaan Islam, Yogyakarta: Kota

Kembang.

Page 362: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

565

Irfan Mahmud Ra`ana, 1990, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar

bin Khattab, (terj.) Economic System Under Umar The

Great, Jakarta: Pustaka Firdaus.

Jonh L. Esposito, 1984, Islamic Politics, New York: Syracuse

University Press.

---------, 1990, Islam dan Politik, (terj.) Jakarta: Bulan Bintang.

al-Khathrawiy, Muhammad al-`Aed, 1984 M./ 1404 H. al-Madinah

Fiy Shadr al-Islam, Hayat al-Ijtima`iyah wa al-Siyasiyah wa

al-Tsaqafiyah, Qihirah: Dar al-Fikr al-`Arabiy.

Al-Mawardiy, Abi al-Hasan Ali bin Muhammad bin Habib, 1960.

al-Ahkam al-Sulthaniyah wa al-Wilayah al-Diniyah, Kairo:

Isa al-Babiy al-Halabiy.

Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abdul Mukthi Muhammad, t.th.

al-Fikral-Siyasiy Fiy al-Islam: Shakhshiyyat wa Mazahib,

Iskandariyah: Dar al-Ma`arif al-Jami`iyyah.

Muhammad Abu Zahrah, 1996, Tarikh al-Mazahib al-Islamiyah Fiy

al-Siyasah wa al-`Aqa`id wa Tarikh al-Mazahib al-Fiqh,

Qahirah: Dar al-Fikr al-`Arabiy.

Majid Khadduri, 1955, War and Peace in The Law of Islam,

Baltimor: The Jonh Hopkins Press.

Muhammad Hamidullah, 1969, Majmu`ah al-Watsaiq al-Siyasah Li

`Ahd al-Nabawiy wa al-Khulafa al-Rasyidah, Beirut: t. pbt.

Muhammad Jamaluddin Surur, 1977, Qiyam al-Daulah al-`Arabiyah

al-Islamiyah Fiy Hayat Muhammad saw. Qahirah: Dar al-

Fikr al-`Arabiy.

Munawir Sjadzali, 1993, Islam dan Tata Negara; Ajaran, Sejarah

dan Pemikiran, Jakarta: UI-Press.

Muhammad Jauhar Rahman, 1982, Islami Siyasa, Lahore: al-Manar

Book Center.

Muhammad Abdul Qadir Abu Faris, 2000, Sistem Politik Islam,

(terj.) al-Nizam al-Siyasiy Fiy al-Islam, Jakarta: Rabbani

Press.

M. Hadi Hussain dan Ah. Kamali, 1977, The Nature of The Islamic

State, Karachi: National Book Foundation.

Muhammad Dhiauddin Rais, 2001, Teori Politik Islam, (terj.) al-

Nazariyyah al-Siyasiyyah al-Islamiyah, Jakarta: Gema

Insani.

Page 363: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

566

Muhammad Fathi Utsman, 1904, Min Usul al-Fikri al-Siyasiy al-

Islamiy, Beirut: Muassisah al-Risalah.

Muhammad Husain Haekal, 2002, Utsman bin Affan, (terj. Ali

Audah), Jakarta: Litera Antar Nusa.

Muhammad Ahmazun, 2002, Fitnah Kubra, (terj. Daud Rasyid),

Jakarta: LP2SI al-Haramain.

Musthafa Dib al-Bigha, 1405 H./ 1985 M., al-Tahzib Fiy Adillah

Matan al-Ghayah wa al-Taqrib, Damaskus, Beirut:

Muassisah `Ulum al-Qur`an.

Muhammad Jalal Syaraf dan Ali Abdul Mukthi Muhammad.t. th. al-

Fikr al-Siyasi Fiy al-Islam, Shakhshiyyat wa Mazahib.

Iskandariyah: Dar al-Ma`rifah al-Jami`iyyah.

Munawir Sjadzali. 1993. Islam dan Tata Negara: Sejarah dan

Pemikiran. Jakarta: UI Press.

al-Mawardi. 1966. Al-Ahkam al-Sulthaniyah. Kairo: Musthafa al-

Babi al-Halabiy.

-----------. 1317 H. Adab al-Dunya wa al-Din. Mesir: al-Mathba`ah

al-Adabiyah.

Muhammad Salim al-Awwa. 1310 H./1989 M. Fiy al-Nidzam al-

Siyasah Li al-Daulah al-Islamiyah. Kairo: Dar al-Syuruq.

Muhammad Iqbal dan Amin Husein Nasution.2003. Pemikiran

Politik Islam Dari Masa Klasik Hingga Indonesia. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

Muhammad bin Shaleh al-`Utsaimin. 2014. Politik Islam Penjelasan

Kitab Siyasah Syar`iyah Ibnu Taimiyah. (terj.) Ta`liq `ala

al-Siyasah al-Syar`iyah Fiy Ishlahi al-Ra`i wa al-Ra`iyah Li

Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah. Jakarta: Gria Ilmu.

Musthafa Dib al-Bagha. 1985. al-Tazhib Fiy Adillah Matan al-

Ghayah wa al-Taqrib. Beirut: Muassisah Ulum al-Qur`an.

Muhammad Abdullah Inan. 1933. Ibnu Khaldun; Hayatuhu wa

Turatsuhu al-Fikriy. Kairo: Dar al-Kutub al-Misriy.

al-Najjar, Abdul Wahhab, 2003, al-Khulafa al-Rasyidun, Beirut: al-

Maktabah al-`Ashriyyah.

al-Nadwah al-`Alamiyah Li al-Syabbab al-Islamiy ( WAMY), 1989

M./1409 H. al-Mausu`ah al-Musayyarah Fiy Adyan wa al-

Mazahib al-Mu`ashirah, Riyadh: al-Nadwah al-`Alamiyah Li

al-Syabbab al-Islamiy.

Page 364: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

567

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam ( P3EI), 2008,

Ekonomi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo.

Philip Kahitti. 1970. History of The Arab. London: Macmillan

University Press.

Ramlan Surbakti. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT

Gramedia Widiasarana Indonesia.

al-Syarif, Ahmad Ibrahim, t. th. Makkah wa al-Madinah Fiy `Ahd

al-Jahiliy wa al-Rasul, t. tpt: Dar al-Fikr al-`Arabiy.

Saidi Abu Jaib, 1985 M./ 1406 H. Dirasat Fiy Manhaj al-Islam al-

Siyasiy, Beirut: Muassisah al-Risalah.

Al-Suyuthi, Jalaluddin, 2001, Tarikh al-Khulafa, (terj.) Jakarta:

Pustaka al-Kautsar.

Sayyid Abul `Ala al-Maududiy, 1967, The Islamic Law and

Constitution, Lahore: Islamic Publication.

Sayuti Pulungan, 1994, Prinsip-Prinsip Pemerintahan Dalam

Piagam Madinah Dari Pandangan al-Qur`an, Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Syed Husain Mohammad Jafri, 2003, Moralitas Politik Islam:

Belajar Dari Perilaku Politik Khalifah Ali bin Thalib, Jakrta:

Pustaka Zahra.

Sa`idiy Abu Jayb. 1406 H./ 1985 M. Dirasah Fiy Manhaj al-Islam

al-Siyasiy. Beirut: Muassisah al-Risalah.

Sayyid Quttub, 1397 H./1977 M. Dhilal al-Qur`an. Beirut: Dar al-

Syuruq. Jld. 2.

al-Syahristaniy, Abu al-Fatah. 1984. al-Milal wa al-Nihal. Beirut:

Dar al-Ma`rifah.

al-Tabariy, Abu Ja`far Muhammad bin Jarir, t. th. Tarikh al-Umam

wa al-Muluk, Beirut: Dar El-Suwaidan.

Tim Peneliti PSIK Universitas Paramadina, 2008, Negara

Kesejahteraan dan Globalisasi Pengembanmgan Kebijakan

dan perbandingan Pengalaman, Jakarta: PSIK Universitas

Paramadina.

Quttub, Ibrahim Muhammad, 2002, Kebijakan Ekonomi Umar bin

Khattab, (terj.) Jakarta: Pustaka Azzam.

Qamaruddin Khan, 1983, The Political Thought of Ibnu Taimiyah,

London: Islamic Foundation.

WAMY, 1989 M./1409 H. al-Mausu`ah al-Muyassarah Fiy al-

Adyan wa al-Mazahib al-Mu`asirah. Ryiadh: WAMY.

Page 365: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

568

al-Wakil, Muhammad al-Sayyid, 1986 M./ 1406 H. al-Madinah al-

Munawwarah `Ashimah al-Islam al-Ula, Jeddah: Dar al-

Mujtama`.

--------, 1986, al-Harakah al-Islamiyah Fiy `Ashr al-Rasul wa al-

Khulafa, Jeddah: Dar al-Mujtama`.

Wahbah al-Zuhailiy. 1985. Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu, Juz 6.

Damaskus: Darul Fikri.

Ziauddin Sardar, 1985, Masa Hadapan Islam Bentuk Idea Yang

Akan Datang, (terj.) Islamic Future The Shape of Idea to

Come, Kuala lumpur: DBP ( Dewan Bahasa dan Pustaka ).

Yusuf Ibn Abdul Barr, t.th. Jami` al-Bayan al-`ilm wa Fadhail,

Madinah: Maktabah al-`ilmiyah.

Yusuf al-Qardhawiy, 1994.al-Imam al-Ghazaliy Bayna Madihihi wa

Naqidhihi, Beirut: Muassisah al-Risalah.

3. INDEX

Page 366: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

569

A

Amanah, 1, 2, 23, 79, 85, 88, 116, 143,

144, 147, 148, 150, 151, 155, 156, 167.

Adil ( keadilan ), 5, 6, 7, 19, 21, 22, 28,

65, 68, 69, 70, 71, 116, 126.

Aristoteles, 9, 14, 15.

Arkan al-daulah, 20.

Absolute, 29, 32, 87.

Aktivitas, 33.

Argumentasi, 176.

`Amil, 24.

Andalusia, 164, 165.

Antropologi, 30.

Adminstratif, 44.

Almalun nas, 49.

Ahlul Ikhtiar, 75, 80, 82, 83.

Amaliy tathbiqiy, 101.

Aspirasi, 119.

Ambisi, 141, 142.

Aktivitas perpolitikan, 143, 146, 147.

Afrika Barat Laut, 164, 165, 166, 167,

168, 171, 172, 173.

Anarkis, 180.

Ashabiyah, 187, 189, 191, 192, 193, 194,

195, 199, 200.

Ahlul Imamah, 75.

Ahlul `Aqdi wa al-Halli, 77, 78, 82, 83,

197.

Ahlu Syura, 80.

Aman, 84, 128, 147.

Amirul Muslimin, 95.

Alamiah, 96, 103, 104, 121, 196.

Adminstratif, 44.

Almalun nas, 49.

Ahlul Ikhtiar, 75, 80, 82, 83.

Amaliy tathbiqiy, 101.

Aspirasi, 119.

Ambisi, 141, 142.

Aktivitas perpolitikan, 143, 146, 147.

Afrika Barat Laut, 164, 165, 166, 167,

168, 171, 172, 173.

Anarkis, 180.

B

Benturan, 62

Berakhlak, 128

Berkeadilan, 128

Berkejujuran, 128

C

Capabelity, 62.

D

Demokrasi, 17, 81.

Demagogik, 17.

Disintegrasi, 29, 64, 136, 141.

Diktator, 29, 32, 142.

Deputi, 32.

Deskripsi, 47.

Decision maker, 59, 64.

Dominasi, 72, 189, 194, 200.

Dinasti Abbasiyah, 74, 92, 136.

Dewan formatur, 78,

Damai, 84.

Duta Besar, 167.

Dinamika perpolitikan, 172.

Dharuriy, 175, 176, 179, 181.

E

Egoisme, 3, 4.

Etnik, 7.

Eksponen-eksponen, 10.

Eksperimen, 27.

Eksternal, 27, 88.

Eksis, 29.

Efektif, 32, 41, 55, 64, 88, 105, 116, 139.

Era Nabi Muhammad, 80.

Era Khulafa al-Rasyidin, 80.

Era Dinasti Umayyah, 80.

Era Dinasti Abbasiyah, 80.

Era Dinasti Ottoman, 80.

Etika dan akhlak, 125.

Ekstrim, 141.

Ekspresi, 141.

Elite politik, 166.

Expedisi militer, 172.

Eksistensi, 179.

F

Fasilitas, 23, 54, 66, 107, 110, 118.

Fitrah ( alami ), 41, 42, 61.

Fenomena, 58, 92.

Fir`aun ( Raja Fir`aun ), 142.

Fey, 152.

Fathanah, 156.

Fez( ibu kota Negara Maroko ), 165, 166,

167, 168, 169, 170, 174.

Franz Rosenthal, 187.

Page 367: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

570

G

Gratifikasi, 83, 154, 157, 158.

Ghanimah, 152.

Grasi, 165.

Geopolitik, 167, 183, 184, 186.

Gejolak, 172.

Geografis, 184.

H

Hijab, 33.

Hayawan ijtimaiyyun ( makhluk sosial ),

42.

Al-Hakim al-Filosophi, 51.

Hadaf, 54.

Hubert Languet, 86.

Hujjatul Islam dan Amirul Muslimin, 92.

Al-Hasib, 104.

Happiness, 110.

Heterogen, 136.

Hudud, 157, 158.

Huquq al-Nufus, 158.

Hakim Agung, 164, 174.

Al-Hadharah, 179.

I

Instabilitas politik, 6, 103, 199.

Interaksi, 22, 62, 188.

Integrasi, 26, 52, 150.

Al-Ilmu al-madaniy, 38.

Identifikasi, 52, 148.

Inisiatif, 66.

Intikhab, 75.

Inkonstitusional, 83.

Internal, 88.

Intrik-intrik politik, 92, 172, 173.

Immaterial, 110.

Imamah ( Imam ), 116, 181.

Integrasi politik, 142, 143.

Infrastruktur, 154.

Intervensi, 157.

Inspirasi, 175.

Integralistik, 195.

J

Jundi, 34.

John Locke, 87.

Jujur, 88, 116, 126, 159.

Jizyah, 153.

K

Konflik internal, 72, 120.

Konflik, 62, 74, 84, 172, 177, 194, 197.

Khianat, 1, 35.

Karakter politik Islam, 11.

Kondosif, 19, 28, 99, 167.

Kapabelitas, 19, 46, 88, 99, 101, 116, 121,

150, 173, 176, 194.

Komitmen, 22.

Kondusif, 23, 27, 38, 60, 65, 84, 88, 89,

116, 128, 147.

Khalifah al-Mu`thi, 38.

Kemaslahatan, 24, 26, 117.

Al-Katib, 33, 104.

Khazin al-mal, 34, 104.

Khalifah al-Mu`tamid, 38.

Karbala ( hari Karbala ), 40.

Kesejahteraan, 42, 110, 113, 145.

Kategorisasi, 44.

Konsisten, 127, 145.

Konfrehensif, 51.

Kudeta, 59, 83, 164.

Kualitas, 65.

Kebijakan politik, 72, 95, 180.

Khulafa al-Rasyidin, 74.

Khalifah Dinasti Umayyah, 74.

Konsensus, 78, 117.

Kontemporer, 83.

Konsekuensi, 87, 148.

Kedaulatan, 88.

Kepribadian yang berwibawa, 88, 121,

173.

Kredibel, 88, 99, 101, 173.

Khalifah, 92, 181.

Kebijakan strategis, 94, 104, 143, 184,

201.

Kerajaan Murabithin, 94.

Kerajaan Muwahhidin, 94.

Kestabilan politik, 103.

Kejujuran dan transparansi, 109.

Kebahagiaan, 110, 113, 120, 126.

Keadilan, 125.

Kejujuran, 125.

Karier politik, 164, 165, 172.

Kalkulasi untung rugi politik, 164, 190.

Konspirasi, 165.

Kairo, 173.

L

Legitimasi, 23, 70, 128, 129, 194, 195.

Logistik, 35.

Page 368: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

571

Loyalitas, 84, 164.

M

Musyawarah, 2, 3, 160, 161.

Mekanisme, 3, 30, 48, 79, 129, 185, 197.

Al-Musawa, 3.

Al-Makmun ( Khalifah ), 9.

Al-Mu`tasim, 9, 10, 11.

Monarchi, 16, 17, 30, 48, 75, 78,

185.Manipulasi, 27, 107, 159.

Muslihat, 27.

Al-Muallim al-Tsani, 38.

Al-Muallim al-Awwal, 38.

Al-Madinah al-Fadhilah, 45, 48, 54.

Al-Madinah al-Jahilah, 45, 48.

Al-Madinah al-Fasiqah, 45, 48.

Al-Madinah al-dhallah, 45.

Al-Madinah al-Mutabaddilah, 45.

Manifestasi, 50, 70.

Muallim, 53.

Mudabbir, 53.

Monumental, 57, 92.

Majelis Syura, 78.

Modern, 83.

Al-Mu`ahadah, 83.

Material, 110.

N

Negosiasi, 60.

Nas shareh ayat-ayat al-Qur`an, 85.

Nizamiah, 92.

Negara ideal, 125.

O

Oligarchi, 17.

Otoritas kekuasaan, 17, 18, 99, 122, 138,

139, 140, 141, 176, 180, 183, 191.

Otomatis, 84, 191.

Otoriter, 128, 142, 148.

Orientasi politik, 168.

Operasional negara, 199.

P

Plato, 9, 11, 13, 15, 16.

Politik kenegaraan, 1.

Perdana Menteri, 164.

Prinsip dasar, 1.

Protokoler, 164.

Plural ( Pluralisme ), 7.

Proto tipe, 15.

Pembohong, 21.

Pengkhianat, 21.

Pragmatis, 23.

Profesionalitas, 66, 85, 101, 105.

Putra Mahkota, 30.

Persia, 39.

Politik Internasional, 83.

Pragmatisme, 83.

Preventif, 85, 176.

Provokasi, 85, 88.

Pajak, 89.

Profesi, 176.

Politik kotor, 193.

R

Realitas, 46, 59, 63, 80, 95, 138.

Rais al-Madinah, 47, 48, 53.

Reformasi, 55, 63, 64, 145.

Realistis, 71.

Revolusi, 83.

Al-Rifahiyah, 110, 178.

Representatif, 116.

Referensi, 172.

Rival politik, 190.

S

Sosialisasi, 125.

Stabilitas politik, 6, 24, 27, 38, 74, 136,

137, 139, 141, 164, 182, 195, 202.

Sosial budaya, 7, 184.

Strategis, 19, 55, 59, 64, 85, 88, 92, 125,

160, 161, 184, 190, 195.

Sejahtera, 27, 128, 147.

Stabil, 28, 29, 58, 88, 116, 120, 128.

Surthah, 4.

Syiah Imamiyah Itsnai `Asyariyah, 39, 40.

Syiah Ismailiyah Bathiniyyah, 93, 130,

131.

Sosio-politik, 184.

Sosiologi, 44.

Sekretaris negara, 165.

Skill, 46.

Al-Sa`adah, 53, 54, 110.

Sifat pembawaan, 123.

Stabil, 59, 147.

Supremasi hukum, 84.

Situasi politik, 85.

Sekuler ( Sekularisasi ), 146, 147.

Saleh, 156.

Sidiq, 156.

Page 369: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

572

Superioritas, 180, 199.

Solidaritas, 188.

T

Transaksi politik, 105, 109, 168.

Transaksional, 23.

Track rekord, 23.

Tirani, 29, 32.

Turkey, 37, 39.

Al-Ta`awun, 55.

Tabiat, 65.

Thomas Hobbes, 86, 87.

Trust, 87.

Trustor, 87.

Trustee, 87.

Takabbur, 127.

Tragedi disintegrasi politik, 137.

Tentram, 147.

Transparan, 151, 156, 159.

Tabligh, 156.

Teoritikus politik, 173.

Al-Tamaddun, 179.

Tradisi, 196.

U

Al-Ulum al-Thabi`iyyah, 38.

Utopia, 52, 62, 71.

Al-Ummal, 104.

Ulil amri, 162.

Al-Umran, 179.

W

Wazir, 32.

Welfare state, 55, 56, 110.

Waliul `Ahdi, 80.

Al-Wuzara, 89.

Al-Wara`, 122.

Al-Wilayah, 122, 126.

Al-Wulat, 154, 157.

Al-Wazi`, 177, 179.

Y.

Yunani, 9, 14.

V

Vulgar, 92.

Variatif, 129.

Z

Zalim ( Kezaliman ), 19, 179.

Za`im diniyah, 73.

Za`im siyasiyah, 73.

Zakat, 89, 151.

Q

Qadhi, 34, 72, 89.

Al—Qalb ( Jantung ), 46, 47.

Qadhi al-Qudhat, 57, 72, 166, 173.

Qaid al-daulah, 73.

Al-Qahthu, 117.

Qurun, 142.

Al-Qudhat, 154.

Qishash, 158, 159.

Page 370: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

157

Tentang Penulis

Penulis berasal dari Karawang Jawa Barat, dosen tetap pada

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ( Fisip ), UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Penulis lulus S-1 ( Lc ) dari Universitas Islam

Madinah Saudi Arabia tahun 1988, lulus MA (S-2) dari Universiti

Kebangsaan Malaysia ( UKM ) tahun 1993, dan Ph.D. (S-3)

diraihnya dari Universitas yang sama, yaitu Universiti

Kebangsaan Malaysia ( UKM ) pada tahun 2001.

Pengalaman kerja sebagai tenaga akademik, penulis pernah

mengajar sebagai dosen ( pensyarah ) kontrak di Jabatan ( Program

Studi ) Ushuluddin dan Filsafat, Fakulti Pengajian Islam, Universiti

Kebangsaan Malaysia tahun 1993 – 1997. Dosen part time pada

Kolleg Anjung Selatan di Sepang Selangor Malaysia tahun 1997.

Dosen kontrak pada Institut Kemajuan Ikhtisas Pahang Malaysia

Page 371: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

158

pada tahun 1998 – 2001. Dosen pada Institut PTIQ dan IIQ Jakarta

tahun 2003 – 2006. Dosen Pascasarjana Program Studi Politik Islam

pada Institut Agama Islam Al-Aqidah Jakarta ( Kayumanis ) tahun

2002 – 2006. Direktur Pascasarjana Program Studi Politik Islam

pada Institut Agama Islam Al-Aqidah Jakarta ( Klender ) tahun 2006

– 2009. Pada tahun 2010 – 2013 menjabat Puket 1 ( Pembantu

Ketua- 1 ) bidang akademik pada Sekolah Tinggi Agama Islam

Indonesia (Staiindo) Jakarta. Anggota Dewan Penilai Ijazah Studi

Islam Perguruan Tinggi Luar Negeri pada Direktorat Pendidikan

Tinggi Islam Kemenag RI.tahun 2009 - sekarang. Ketua Dewan

Kehormatan Akademik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2010 – sekarang. Anggota Team

Pembakuan Format Ijazah S-1, S-2 dan S-3 pada Direktorat

Pendidikan Tinggi Islam Kemenag RI tahun 2013 – 2015. Ketua

Pusat Kajian Pemikiran politik Islam ( Puskappolis / CIPT - Center

For Islamic Political Thought ) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2015 – sekarang.

Page 372: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

159

Index A

Asosiasipolitik, 5.

Anarkis, 6.

Argumentasi, 6.

Ambisius, 18.

Aqabah Mina, 21, 22.

AhliKitab, 23.

AhliSyirik, 23.

Arbitur, 27.

AyatMawaris, 35.

Amalsaleh, 38.

Anshar, 42.

Ashabiyah, 43.

Adil( keadilan ), 55, 91.

Aktivitaspolitik, 57.

AhlulHalliwa al-`Aqdi, 75, 88.

Abdurrahman bin `Auf, 82,

83, 84.

AhlusSyura, 88.

Amanah, 92.

Administrasi, 97.

Aspirasi, 106, 125, 128.

Aman, 107.

Antisipasi, 122.

Antusias, 133.

B

Bai`at, 21, 25, 75, 78, 79, 81,

84, 85.

Bias, 1, 24.

Bai`atAqabah, 3, 25, 28.

Baitul Mal, 3, 102, 110, 112,

114, 124, 144, 145,.

Batuasas, 26.

Birokrasi, 97.

Berpoya-poya, 119.

Basabasi, 149.

C

Clean and good governance,

98.

D

Dominasi, 2, 13, 29, 67.

Doktrin, 38.

Deskriptif, 8.

Dinamisasikehidupanpolitik,

12.

Dustur, 53, 59.

Diplomat, 57, 94.

Dasar-

dasarhubunganinternas

ional, 57.

Dokumenresmi, 62, 81.

De fakto, 64.

Dinamikakehidupan, 73.

Dinamikapemikiran, 74.

Demokrasi, 80, 104.

Demonstrasi, 84, 86.

Dasar-dasarpolitik, 95.

Dar al-Harb, 99.

Al-Dewan, 100, 103, 104,

105.

Damai, 107.

Dhu`afa, 120.

Disintegrasi, 137.

Delegasi, 150.

Dialog, 152.

E

Eksploitasi, 3.

Esensial, 9

Etnik, 11.

Page 373: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

167

Ekslusif, 18, 100.

EtnikAusdanKhazraj, 22, 24.

Efektif, 29, 105.

Eksistensi, 58..

Eksekutif, 95.

Ekspansi, 97, 144, 146.

F

Fenomena, 8.

Fei, 67, 98, 99, 115, 143.

Fasilitas, 103.

G

Ghanimah, 67, 98, 112, 115,

143, 144.

Gerakansparatis, 93, 94, 95.

Gerakanekspansi, 97.

Gila jabatan, 98.

Glamour, 119.

Genjatansenjata, 150.

H

Haqqulyakin, 1.

Hidayah, 2.

Habsah( Ethopia ), 3, 10, 20.

Hijrah, 21, 25, 28.

Hakim ( Qadhi ), 27.

Harmonis, 61.

Hidupzuhud, 119.

I

Instruksi, 145.

Instrumen, 4, 5.

IbnuKatsir, 23, 82, 118. 137.

Implikasi, 8.

IbnuHisyam, 24.

Interpretatif, 9.

Implikasi, 13, 43.

Independen, 18.

Intrik-intrikpencitraan, 22.

Intrik-intrikdiplomasi, 149.

Interaksi, 35.

Imam Bukhari, 36.

Imamah, 76.

Imam, 76, 88.

Implementasi, 76, 114, 144.

Imarah, 78.

Intimidasi, 80, 145.

Infantri, 100, 122.

Institusi, 106.

Imperium Persia, 117.

Imperium Romawi, 117.

Integrasi, 136.

Isyarat, 150.

J

Jujur( kejujuran ), 91, 92.

Jizyah( pajak ), 99, 110, 114,

143, 145.

K

Konstitusi, 52, 53, 56.

Konflik, 43, 54, 86, 146, 149.

Kendalipolitik, 35.

Kondisi, 111, 108.

Kondusif, 3, 32, 134, 156.

Kasta, 13.

Kordinasi, 3, 12.

Konsekuensi, 19, 25, 86, 106,

107.

Kemaslahatanumat, 7.

Kaum `Ad dankaumIram, 23.

Komprehensif, 7, 8.

Komponen, 8.

KomunitasMuhajirindanAnsh

ar, 11, 77, 98.

Page 374: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

168

Kondisisosial, 13, 101.

Kepemimpinan presidium, 15.

KomunitasKhazrajdanAus,

26.

Konsolidasikekuasaanpolitik,

27, 98.

Kebijakanstrategis, 29, 104.

Keadilan, 32, 57, 107, 109,

142.

Komitmen, 37, 67, 92, 93,

101, 104.

Ketakwaan( taqwa ), 36.

Komunitas, 40, 54.

Konfederasikesukuan, 44.

Kondisidarurat, 53.

Konstitusional, 54, 55.

Kepalanegara, 54.

Kontemporer, 36, 65, 66, 67,

80.

Kualitas, 58.

Khalifah, 59.

Kaidah-kaidahasas, 59.

Konstitusi, 59, 60, 61.

Kebijakanpolitik, 64.

KedaulatanMadinah, 66.

Kharraj, 67, 99, 110, 113.

Kestabilanpolitik, 72.

Kredibelitas, 75, 86, 98, 101,

137.

Komisipemilihan( election

committee ), 81, 82,

101.

Kandidat, 84.

Kondisisosialpolitik, 86, 97,

146.

Khumus, 110, 112.

Krisispolitik, 86.

Khianat, 92.

Kedaulatan, 94.

Khalid bin Walid, 94, 95.

Konsisten, 97.

Komandanmiliter, 100.

Kaveleri, 100, 122.

Kesejahteraan, 102, 111, 143.

Kontribusi, 103.

Konpensasi, 114.

Kompleks, 117.

KaisarYezdegrit III ( Kaisar

Persia ), 118, 122.

KaisarRomawiy, 118.

Kondisisosialekonom, 120.

Kesenjangansosial, 123, 141.

Klimaks, 127.

Knflik, 137.

Kontroversi, 140.

Kompromi, 149.

Khawarij, 148, 151, 152.

Konspirasi, 152.

L

Legitimasi, 25, 62, 81.

Langkahstrategis, 29, 35, 39,

41, 42, 45, 66.

Langkahkongrit, 43.

Legislatif, 95.

Loyalitas, 64.

LautKaspia, 118.

M

Manhaj, 1.

MasyarakatJahiliyah, 13.

Manifestasi, 9

Manifesto politik, 3, 10, 26.

Manuver, 19, 26.

Muzakki, 111.

Manipulasi, 5.

Page 375: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

169

Muhajirin, 42.

Modern, 56, 64, 65, 79, 80.

Musyawarah, 58, 73, 74, 76,

77, 79, 80, 82, 98, 104,

105, 106.

Mayoritas, 58.

Mandatkekuasaan, 65.

MasyarakatMadani, 65.

Murabbi, 67.

Murtad, 70, 72, 94.

Mekanismepemilihan, 73,74,

79, 87, 88.

Mekanisme, 76, 80, 104.

Al-MuallafahQulubuhum, 99.

Majelissyura, 107.

Mujtahid, 108.

Mustahiqqin, 112.

Massif, 128.

Mainstrem, 133.

MajelisTahkim, 143, 150

N

Netralitasnilai, 9

Normatif, 10.

Nisbi( subjektif ), 38.

Naskahpolitik, 52.

Negosiasi, 57.

Nilai-nilaidasar, 59.

Nation state, 98.

Nepotisme, 98, 101, 123, 127,

137, 141.

Numibia, 118.

O

Objektif, 2, 60.

Orientasi, 5, 11.

Orientasipolitik, 66.

Otoritas, 55, 62, 64.

Otoritaskekuasaan, 6, 7.

Otomatik, 11, 29, 36, 61.

MuhajirindanAnshar, 43, 45.

Otoritas spiritual dan

temporal, 73.

Ordinan, 81.

P

Persamaanhak, 32, 108.

Profan, 7.

Potensial, 13, 56, 111, 112.

Partisipasi, 8.

Pemimpinotokrasi Quraisy,10.

Plural, 11, 45, 54.

Paganis, 11.

Putra Mahkota, 12.

Pra Islam, 13.

PerangFijar, 14.

Perangkataturan, 29.

Panatismegolongan, 43, 148.

Primordialisme, 43.

Pragmatismekalkulasiuntungr

ugi, 44.

Piagam, 44, 45, 52, 53, 54, 57,

58, 61, 62.

Praktikadatistiadat, 56.

Perangkatkekuatanpolitik, 57.

Perspektif, 62.

Praktis, 62.

Pajak( Jizyah ), 66, 67.

Politisasi, 94.

Perangriddah, 94.

Persaudaraan, 108.

Pengadilan, 108.

Persamaan, 109.

Persia, 117, 118, 124.

Presure group, 107.

Propokator, 128.

Page 376: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

170

Profesional, 143.

Propokasi, 148.

Q

Qabilah, 14, 21, 54, 56, 64,

98.

Quraisy, 14, 15, 16, 17, 18,

19, 71, 78.

Qadhi( Hakim ), 142.

Qishas, 148.

R

Restrukturisasi, 3, 39, 41.

Rasional, 5.

Rival, 5.

Relatif, 9, 41, 73.

Raja Najjasi, 10.

Referensi, 22.

Rekayasan, 22.

Reformasi, 31, 136, 140, 141.

Realitas, 56, 58, 117, 150.

Relevan, 112.

Romawiy, 117.

Reaksi, 125.

Realisasi, 137.

Rekrutmen, 141.

Rekonsiliasi, 149.

S

Suakapolitik, 21.

SunnahIlahiyah, 1.

Sekular, 7.

Strata sosial, 15.

Signifikan, 8, 60, 95, 112,

114.

Strategis, 11, 20, 21, 65, 91,

99, 123, 125, 143, 148.

SahifahMadinah(

PiagamMadinah ), 11.

Situasi, 13, 86.

Syam( Syiria ), 13.

Sistemkekerabatan, 13.

Strukturisasi, 18.

Sosio-politik, 29.

Sosio-ekonomi, 29.

Solidaritas, 29, 53, 136.

Sturkturkehidupan, 45.

Stabilitas, 53, 101.

Strategiperang, 57.

Sistemik, 57.

Substansi, 60.

Sparatis, 71, 93.

Syuro, 76, 146.

SaqifahBaniSa`idah, 76, 77,

78, 79, 88.

Sa`ad bin Ubadah, 77.

Substansi, 79.

al-Sidq ( integrity ), 91.

Sentralistik, 95.

Sistembirokrasi, 96.

Sosiologis, 99.

Sejahtera, 117.

Sirenika, 118.

Side effect, 120.

Solid, 152.

T

Transformasi, 29, 31, 32.

Territorial, 7.

Tradisi, 15, 99, 106.

Teoritis, 8.

Transit, 15.

Tragis, 17, 148, 152.

Terkordinasi, 28.

Transaksi, 31, 80.

Page 377: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan

171

Taqwa, 38.

Toleransi, 40, 44, 53, 125.

Tradisi, 58,

Teknis, 73, 74, 111.

Transparan, 92.

Tegas, 91.

Tawadhu`, 91.

Tripoli, 118.

TradisiSunnahNabi, 126.

U

Undang-undangdasar, 52, 59.

Undang-undang, 56.

`Usyur, 99, 110, 115.

V

Vital, 40.

Virus, 92.

W

Wara`i, 98.

Y

Yaman, 13.

Yatsrib, 23, 24, 25, 26.

Yudikatif, 95, 100.

Z

ZamanJahiliyah, 14, 16.

Zakat, 66, 98, 99, 110, 111,

143, 145.

Page 378: PEMIKIRAN POLITIK ISLAM: SEJARAH, PRAKTIK DAN GAGASAN · 2018. 12. 5. · Syariat Islam sebagai seperangkat aturan yang bersumberkan al-Qur`an dan disempurnakan dengan mendeklarasikan