PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

30
PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI WARIS LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DITINJAU DARI KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN FIKIH INDONESIA 1 Terry Ana Fauziyah, 2 Yusdani UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA ABSTRAK Islam merupakan agama yang sempurna telah mengatur segala kehidupan manusia, hingga proses pembagian waris dijelaskan secara terperinci dalam Al-Qur‟an. Hukum waris merupakan persoalan yang penting dalam Islam karena warisan merupakan hak setiap manusia yang telah ditingalkan. Menurut cendikiawan muslim yang ingin menerapkan pembagian waris antara laki-laki dan perempuan 1:1 karena menurutnya bahwa kedudukan anak laki-laki dan perempuan di zaman modern ini memiliki peran dan tanggung jawab yang sama. Pada penelitian ini yang menjadi fokus pertanyaan peneliti adalah bagaimana kedudukan dan metodologi pemikiran hukum Islam tentang pembagian warisan laki-laki dan perempuan menurut Munawir Sjadzali perspektif Fikih Indonesia. Penelitian ini berjenis penelitian pustaka yaitu mengkaji pemikiran Munawir Sjadzali terkait pembagian harta waris. Adapun pendekatan yang digunakan peneliti adalah pendekatan historis, normatif dan filosofis, dengan metode analisis deskriptif kualitatif. Adapun hasil dari penelitian ini Menurut Munawir Sjadzali bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan itu memiliki peran dan tanggung jawab yang sama sehingga dalam sistem kewarisnya ingin memberikan hak yang sama antara ahli waris, hal ini disebabkan Munawir memiliki prinsip fleksibilitas berdasarkan realitas kondisi, dan zaman. Menurut perspektif fikih Indonesia, bahwa metode yang digunakan Munawir Sjadzali dalam pembagian harta waris antara laki-laki dan perempuan dapat diterima, karena relevan dan sesuai dengan kepribadian, tabiat, watak dan kondisi masyarakat Indonesia. Fikih sebagai hukum yang mengatur tata cara kehidupan harus menjadi pondasi dari pengukuran dan peraturan akan adanya sistem pembagian harta warisan sesuai dengan ajaran Islam. Maka dengan ini Munawir memberikan gagasan dalam pembaharuan ajaran Islam khususnya dalam pembagian harta warisan sebagai upaya praktis dan tetap terjaga kerukunan sesama keluarga. Hal ini bertujuan pula agar umat muslim Indonesia hidup lebih Islamis. Kata Kunci : Pemikiran Hukum, Fikih Waris, Kesetaraan, Munawir Sjadzali

Transcript of PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

Page 1: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI

WARIS LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DITINJAU DARI KOMPILASI

HUKUM ISLAM DAN FIKIH INDONESIA

1Terry Ana Fauziyah,

2Yusdani

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

ABSTRAK

Islam merupakan agama yang sempurna telah mengatur segala

kehidupan manusia, hingga proses pembagian waris dijelaskan secara

terperinci dalam Al-Qur‟an. Hukum waris merupakan persoalan yang

penting dalam Islam karena warisan merupakan hak setiap manusia yang

telah ditingalkan. Menurut cendikiawan muslim yang ingin menerapkan

pembagian waris antara laki-laki dan perempuan 1:1 karena menurutnya

bahwa kedudukan anak laki-laki dan perempuan di zaman modern ini

memiliki peran dan tanggung jawab yang sama. Pada penelitian ini yang

menjadi fokus pertanyaan peneliti adalah bagaimana kedudukan dan

metodologi pemikiran hukum Islam tentang pembagian warisan laki-laki

dan perempuan menurut Munawir Sjadzali perspektif Fikih Indonesia.

Penelitian ini berjenis penelitian pustaka yaitu mengkaji pemikiran

Munawir Sjadzali terkait pembagian harta waris. Adapun pendekatan

yang digunakan peneliti adalah pendekatan historis, normatif dan

filosofis, dengan metode analisis deskriptif kualitatif. Adapun hasil dari

penelitian ini Menurut Munawir Sjadzali bahwa kedudukan laki-laki dan

perempuan itu memiliki peran dan tanggung jawab yang sama sehingga

dalam sistem kewarisnya ingin memberikan hak yang sama antara ahli

waris, hal ini disebabkan Munawir memiliki prinsip fleksibilitas

berdasarkan realitas kondisi, dan zaman. Menurut perspektif fikih

Indonesia, bahwa metode yang digunakan Munawir Sjadzali dalam

pembagian harta waris antara laki-laki dan perempuan dapat diterima,

karena relevan dan sesuai dengan kepribadian, tabiat, watak dan kondisi

masyarakat Indonesia.

Fikih sebagai hukum yang mengatur tata cara kehidupan harus

menjadi pondasi dari pengukuran dan peraturan akan adanya sistem

pembagian harta warisan sesuai dengan ajaran Islam. Maka dengan ini

Munawir memberikan gagasan dalam pembaharuan ajaran Islam

khususnya dalam pembagian harta warisan sebagai upaya praktis dan

tetap terjaga kerukunan sesama keluarga. Hal ini bertujuan pula agar

umat muslim Indonesia hidup lebih Islamis.

Kata Kunci : Pemikiran Hukum, Fikih Waris, Kesetaraan, Munawir Sjadzali

Page 2: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

THE THOUGHTS OF MUNAWIR SJADZALI ABOUT THE POSITION OF

MALE HEROES AND WOMEN ARE VIEWED FROM THE COMPILATION OF

ISLAMIC AND FIKIH LAWS

1Terry Ana Fauziyah,

2Yusdani

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

ABSTRACT

Islam is a perfect religion that has governed all human life, until the process

of distributing inheritance is explained in detail in the Qur'an. Inheritance law is an

important issue in Islam because inheritance is the right of every human being who

has been left behind. According to Muslim scholars who want to implement the

division of inheritance between men and women 1: 1 because according to him that

the position of boys and girls in modern times has the same role and responsibility. In

this study, the focus of the researcher's question is how the position and methodology

of Islamic legal thinking about the division of inheritance of men and women

according to Munawir Sjadzali's perspective of Indonesian Jurisprudence.

This research is a type of library research that examines the thoughts of

Munawir Sjadzali related to the distribution of inheritance. The approach used by

researchers is a historical, normative and philosophical approach, with qualitative

descriptive analysis methods. The results of this study According to Munawir Sjadzali

that the position of men and women have the same roles and responsibilities so that in

the inheritance system wants to provide the same rights between heirs, this is due to

Munawir having the principle of flexibility based on reality, conditions and times.

According to the perspective of Indonesian Jurisprudence, that the method used by

Munawir Sjadzali in the distribution of inheritance between men and women is

acceptable, because it is relevant and in accordance with the personality, character,

character and condition of Indonesian society.

Jurisprudence as a law governing the procedures for life must be the

foundation of measurement and regulation of the existence of a system of inheritance

distribution in accordance with Islamic teachings. So with this Munawir provides

ideas in the renewal of Islamic teachings, especially in the distribution of inheritance

as a practical effort and maintained harmony among family. It is also aimed at

making Indonesian Muslims live more Islamist.

Keywords: Legal Thought, Jurisprudence, Equality, Munawir Sjadzali

Page 3: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

LATAR BELAKANG

Setiap Insan yang hidup di dunia ini akan melewati sebuah proses kehidupan

yaitu di mulai dari dilahirkan kedunia hingga meninggal dunia. Kehidupan inilah yang

tidak pernah luput dari kedudukan kita sebagai hamba Allah, sebab Dia-lah yang telah

menciptakan dan kepada Dia-lah tempat untuk kembali ke pangkuan-Nya. Manusia

bukan hanya sebatas mahluk individu melainkan mahluk sosial yang mempunyai hak

dan kewajiban dalam masyarakat.

Islam merupakan agama sempurna yang telah mengatur segala proses

kehidupan manusia hingga proses pembagian harta peninggalan yaitu berupa warisan.

Dalam Hukum kewarisan Islam proses pembagian harta warisan sudah diatur sesuai

dengan ketentuan-ketentuan yang ada sesuai dengan ayat-ayat waris yang terdapat

dalam Al-Qur‟an, agar dijadikan sebagai pedoman dan petunjuk bagi umat Islam.1

Hukum waris juga merupakan persoalan yang penting dalam Islam karena warisan

merupakan hak setiap manusia yang telah ditingalkan.

Dewasa ini, seperti kita ketahui bersama perkembangan zaman yang sudah

sangat modern seperti saat ini, muncullah berbagai macam pemikiraan-pemikiran dan

perbedaan pendapat dikalangan para ulama dan pemikir Islam kontemporer dalam

memahami sebuah ilmu-ilmu khususnya dalam bidang kewarisan, maka timbullah

sebuah pemikiran mengenai kesetaran gender yang ingin menyetarakan sistem

pembagian warisan antara laki-laki dan perempuan, karena pembagian harta warisan

2:1 dirasa belum memiliki rasa keadilan.2

Diskursus kajian Islam memang selalu penuh dengan berbagai pergolakan.

Berbagai macam masalah selalu dicarikan solusinya dalam Islam tak terkecuali perihal

tentang pembagian harta warisan antara laki-laki dan perempuan yang sampai saat ini

masih sangat hangat untuk di perbincangkan dalam lingkup masyarakat Islam. Artidjo

Alkostar memandang bahwa eksistensi hak asasi manusia (HAM) dan keadilan dapat

dijadikan rujukan dasar dalam membangun pemikiran Islam agar memiliki sikap sosial

yang kuat.3

1 Abdul Wahab Khalaf, terj. Masdar Helmy „Ilmu Ushul al-Fiqh, (Bandung: Gema

Risalah Press, 1996), hlm. 111 2 Abu Hamzah, Relevansi Hukum waris Islam: Bias Isu Gender, Egalitarisme,

Pluralism dan Ham, (Jakarta: As-sunah, 2005),hlm. 50 3 Eko Riyadi, Supriyanto Abdi (Ed). Mengurai Kompleksitas Hak Asasi Manusia

(Yogyakarta: Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PUSHAM) UII, 2007), hlm. XI

Page 4: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

Secara garis besar, banyak kita temui para tokoh dan pakar pemikir Islam

yang sangat kontemporer, namun dalam bahasan kali ini akan mengkaji pemikiran

seorang cendikiawan Islam yang hidup di Indonesia yaitu salah satunya Munawir

Sjadzali. Pemikiran yang dikemukakan oleh Munawir Sjadali dalam konteks ini yaitu

mengenai gagasan hukum Islam mengenai pembaharuan sebagai reaktualisasi ajaran

Islam. Gagasan yang dikemukakan sedikit memunculkan polemik pro dan kotra dari

berbagai macam kalangan pemikir Islam, yaitu sebuah karya tentang riba bunga bank

dan pembagian harta warisan antara laki-laki dan perempuan, namun dalam

pembahasan kali ini akan mengkaji dalam bidang kewarisan antara laki-laki dan

perempuan saja.4

Polemik yang terjadi diantara para pemikir Islam dalam memandang sistem

kewarisan adalah karena terjadinya asumsi ketidakadilan dan dianggap tidak relevan

untuk dijadikan rujukan dalam masyarakat di Indonesia sekarang ini.5 Dalam konteks

kewarisan Islam yang diterangkan dalam Al-Quran secara tekstual bahwa laki-laki

memiliki dua kali lipat dari bagian perempuan. Dengan demikian Munawir Sjadzali

memberikan sedikit ide pemikirannya untuk mengreaktualisasikan ajaran Hukum

Islam khususnya dalam permasalah pembagian warisan antara laki-laki dan

perempuan, karena menurutnya, ia mengeluarkan gagasan atau pandangan tersebut

tidak dalam keadaan vakum atau tanpa alasan. Namun gagasan reaktualisasi yang

dikemukakan oleh Munawir Sjadzali didasari atas beberapa faktor, diantaranya

pengalaman pribadi dalam keluarga.

Menurut, Munawir Sjadzali bahwa pembagian harta waris 2:1 yang terdapat

dalam surat An-Nissa‟ belum mencerminkan adanya rasa keadilan, dan ketentuan itu

sudah banyak ditingalkan oleh masyarakat Indonesia, baik secara langsung atau tidak

langsung seperti halnya para pewaris telah membagikan harta warisan sebelum

meninggal dunia agar setiap ahli waris yang ditinggalkan mendapatkan hak yang sama

rata tanpa harus membedakan jenis kelamin, hal ini yang dinamakan dengan hibbah,

maka inilah yang disebut sebagai penyimpangan atau mendahuli ketentuan. Munawir

berpendapat bahwa dalam menafsirkan sebuah ayat waris harus secara keseluruhan

yaitu dengan mengaitkan ayat yang satu dengan yang lainya agar mudah dalam

memahami dan memaknai ayat waris yang terdapat dalam Al-Qur‟an.

4 Munawir Sjadzali, Polemik Reaktualisasi Ajaran Islam, (Jakarta: Pustaka

Panjimas, 1988), hlm. 2 5 Munawir Sjadzali, Bunga Rampai Wawasan Islam Dewasa Ini, ( Jakarta: UI-

PRESS, 1994), hlm. 44

Page 5: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

Pendapat yang digagas oleh Munawir Sjadzali tidak mengingkari keadilan

yang ditetapkan dalam Al-Quran, akan tetapi ia menyatakan keadilan yang ada dalam

pembagian waris mengharuskan melihat situasi dan kondisi ahli waris. Hal ini

menimbang bahwasanya pelaksanaan pembagian warisan dipandang belum adil dalam

masyarakat. Mengenai sandaran teori ijtihad yang digunakan dalam meraktualisasi

ajaran Islam Munawir Sjadzali menggunakan beberapa teori yaitu: Asbab Nuzul,

Maslahah, Nash –Mansukh dan „Adah. Munawir juga berpendapat bahwa dalam

memahami teks Al-Qur‟an dan Hadis tidak boleh secara harfiah namun harus

dipahami secara tekstual agar ajaran hukum Islam sesuai dengan perkembangan

zaman.

Selanjutnya, bahwa pemikiran reaktualisasi ajaran Islam merupakan sebuah

pemikiran Islam progresif, yaitu menginginkan adanya perubahan sesuatu yang baru

kepada Islam agar semua berjalan sesuai dengan kemajuan zaman yang modern

seperti saat ini. Islam Progresif sendiri telah memberikan tawaran sebuah metode

yang menekankan terjadinya sebuah keadilan sosial, kesetaran gender, dan pluralisme

keagamaan, agar terwujudnya rasa keadilan di muka bumi ini.

KAJIAN TEORI

A. Prinsip Dasar Bagian Pria Dan Wanita Dalam Hukum Waris Prinsip dasar pembagian warisan dalam Islam adalah kesetaran dan

keadilan. Islam menyetarakan hak antara pria dan wanita tanpa membedakan

besar kecil atau banyak dan sedikitnya harta warisan yang ditinggalkan oleh

pewaris. Proses pembagian warisan dalam Islam sangat menjungjung tinggi

nilai-nilai keadilan.

Dasar utama hukum waris Islam adalah Al-Qur‟an dan Hadis,

sebagaimana disebutkan dalam surat An-Nissa‟ ayat 11, 12, dan 176. Allah

menjelaskan bagian-bagian warisan bagi setiap ahli waris yang ditinggalkan oleh

pewaris, bagian tersebut adalah : ¹⁄₂, ²⁄₃, ¹⁄₈, ¹⁄₄, ¹⁄₆, ¹⁄₃6. berdasarkan ayat Al-Qur‟an

11, 12, dan 176 sebagai berikut:

1. Ahli waris yang mendapatkan setengah bagian

a) Suami, dengan syarat tidak memiliki anak

b) Anak perempuan, dengan syarat seorang diri

c) Cucu perempuan dari anak laki-laki, dengan syarat seorang diri

tanpa anak laki-laki dan anak perempuan

d) Saudara perempuan kandung, dengan syarat seorang diri

6 H.R Otje Salman dan Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung:

Refika Aditama, 2006), hlm. 51

Page 6: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

e) Saudara perempuan sebapak, dengan syarat seorang diri, tidak

bersama bapak serta saudara laki-laki sebapak

2. Ahli waris yang mendapatkan bagian seperempat

a) Suami, jika memiliki anak

b) Istri / para istri, jika tidak memiliki anak

3. Ahli waris yang mendaptkan bagian seperdelapan

a) Istri / para istri, jika memiliki anak7

4. Ahli waris yang mendaptkan bagian sepertiga.

a) Ibu, dengan syarat memiliki anak dan memiliki saudara laki-

laki atau perempuan

b) Dua orang atau lebih, yaitu saudara laki-laki/perempuan dan

tidak memiliki anak

5. Ahli waris yang menerima bagian dua pertiga

a) Dua orang anak perempuan atau lebih, jika tidak bersama anak

laki-laki

b) Dua orang atau lebih cucu perempuan keturunan laki-laki, jika

tidak bersama cucu laki-laki keturunan laki-laki

c) Dua orang saudara perempuan atau lebih, dengan syarat tidak

bersama saudara laki-laki sekandung, bapak dan anak

d) Dua orang saudara perempuan sebapak atau lebih, dengan syarat

tidak bersama saudara laki-laki sebapak.

6. Ahli waris yang menerima bagian seperenam

a) Bapak, dengan syarat memiliki anak laki-laki

b) Ibu, dengan syarat memiliki anak atau beberapa saudara

c) Kakek, dengan syarat tidak memiliki bapak

d) Nenek dari pihak bapak, dengan syarat tidak memiliki ibu

e) Cucu perempuan dari keturunan laki-laki, dengan syarat bersama

anak perempuan tunggal

f) Perempuan sebapak atau lebih, dengan syarat memiliki seorang

saudara perempuan sekandung yang memeroleh bagian setengah

7 Badran Abu Al-Ainiyain Badran, al-Mawarith wa al-Wasiyyah wa al-Hibah,

(Iskandariyah: Muassasah al-Jami‟ah, t.t) hlm. 51

Page 7: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

g) Saudara laki-laki atau perempuan seibu dengan syarat seorang

diri dan tidak memiliki anak.

Berdasarkan uraian diatas, menurut hemat penulis dapat simpulkan

bahwa prinsip dasar pembagian waris antara laki-laki dan perempuan sangat

menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, sebagaimana yang disebutkan dalam

Al-Qur‟an sesuai dengan hukum Tuhan.

B. Konsep Kesetaraan Gender Dalam Hukum Waris Islam

Konsep Kesetaran dan Keadilan Gender merupakan sebuah keadaan yang

mana bagian dan siklus sosial yang mereka miliki itu setara, serasi, seimbang dan

harmonis. Keadaan tersebut akan tercapai jika mendapat perlakuan yang adil

antara laki-laki dan perempuan. Penerapan Kesetaraan dan Keadilan Gender perlu

menimbang masalah secara kontekstual dan situsional, tidak hanya berdasarkan

perhitungan secara matematis dan tidak bersifat universal. Sehingga konsep

kesetaraan yaitu konsep filosofis yang memiliki sifat kualitatif, tidak harus

bermakna kuantitatif.8 Wujud Kesetaraan dan Keadilan Gender adalah:

a. Akses: kesempatan yang sama antara pria dan wanita dalam sumber daya

pembangunan. Contohnya: memberikan peluang yang sama untuk

mendapatkan informasi pendidikan dan kesempatan dalam

mengembangkan karir bagi Pegawai pria dan wanita.

b. Partisipasi: pria dan wanita berpartisipasi dalam mengambil sebuah

tindakan atau keputusan. Contohnya: memberikan kesempatan kepada

pria dan wanita ikut serta dalam menentukan pilihan pendidikan dalam

rumah tangga, mengikut sertakan calon pejabat structural baik pegawai

pria ataupun wanita yang berkompetensi dan memenuhi syarat secara

obyektif dan transparan.

c. Kontrol: pria dan wanita memiliki kekuasaan yang setara dalam sumber

daya pembangunan. Contohnya: memberikan kesempatan bagi pegawai

pria dan wanita dalam mengembangkan kemampuan terhadap sumber

daya yang ada (sumber daya materi dan non materi) agar memiliki

kontrol yang mandiri.

8 Kementrian Pemberdayaan Perempuan (KKP). Pemantapan Kesepakatan

Mekanisme Operasional Pengarus utamaan Gender Kesetaraan dan Perlindungan Anak

dalam Pembangunan Nasional dan Daerah. Bagian I dan II. Rekarnas Pemberdayaan PP

dan KPA. 2001.

Page 8: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

d. Manfaat: membangun harus memiliki manfaat yang setara bagi pria dan

wanita. Contohnya: program pendidikan dan latihan harus memiliki

manfaat yang sama bagi pegawai pria dan wanita.

Kesetaraan Gender menurut Kementrian Pemberdayaan Perempuan

(KPP) yaitu keadaan dimana pria dan wanita menyandang status yang setara

dan memiliki kondisi yang sama agar terwujud secara keseluruhan hak-hak

asasi dan potensinya untuk pembangunan di segala bidang kehidupan.

C. Hak dan Kedudukan Anak laki-laki dan Perempuan Dalam

Kewarisan Dalam hukum waris Islam, penempatan sesesorang menjadi ahli waris

didasarkan pada adanya perkawinan, hubungan darah dan memerdekakan hamba

sahaya, saat ini masalah hamba sahaya sudah tidak banyak lagi dibahas kecuali

dalam fiqih konvensional. Adanya perkawinan akan menimbulkan hak warisan

antara suami dan istri, sedangkan hubungan darah akan menyebabkan hak

mendapatkan waris bagi kedua orang tua dan anak-anaknya. Jika ahli waris ada

maka yang akan menjadi ahli waris hanyalah suami dan istri, anak, ibu dan

bapak. Karakteristik yang paling menonjol dari hukum waris Islam, yang

membedakannya dengan sistem hukum waris lainya adalah bahwa dalam hukum

Islam bagian anak perempuan mendapatkan setengah dari anak laki-laki.

Di dalam Al-Qur‟an terdapat tiga ayat yang secara jelas dan pasti

mengenai pembagian waris, surat An-Nissa‟ ayat 11, 12, dan 176 sudah di

jelaskan secara rinci bahwa pembagian warisan terhadap anak laki-laki ialah

memiliki hak yang lebih besar dibanding anak perempuan. Namun ketentuan itu

sudah tidak revelan lagi dan sudah banyak ditinggalkan oleh masyarakat Islam di

Indonesia. Hal ini yang didapatkan oleh Munawir Sjadzali ketika menjabat

sebagai Menteri Agama.9

Kedudukan anak Laki-laki dan perempuan pada dasarnya sama tidak

membeda-bedakan antara harkat dan martabat dalam agama Islam, namun dalam

ketentuan pembagian harta warisan sesuai dengan ayat 11 surah An-Nissa‟ laki-

laki mendapatkan hak lebih besar dibanding anak perempuan. Sedangkan

mengenai pendapat Munawir Sjadzali sendiri bahwasanya pembagian harta waris

9 Munawir Sjadzali, Polemik Reaktualisasi Ajaran Islam, (Jakarta: Pustaka

Panjimas, 1989), hlm. 2

Page 9: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

antara anak laki-laki dan perempuan harus disama ratakan 1:110

. Dalam hal ini

pendapat Munawir mengenai 1:1 tidak bisa di klaim salah ataupun benar karena

sesungguhnya kebenaran hanyalah milik Allah.

Dalam konteks ke Indonesiaan, bahwa Indonesia terkenal akan

kemajmukan suku bangsanya, sehingga tidak terlepas dengan adanya adat dan

budaya disetiap tempatnya begitu pula dengan sistem hukum kewarisan.

Disamping itu dengan kemajuan zaman banyak budaya asing yang masuk ke

Indonesia sehingga secara tidak langsung mempengaruhi dalam pemahaman

tentang kedudukan penyamaan hak waris antara laki-laki dan perempuan.11

Dalam pandangan beberapa mufasir terhadap surah An-Nissa‟ ayat 11

menyatakan, bahwa anak laki-laki mendapatkan hak lebih besar dibanding hak

perempuan, hal ini disebabkan karna syari‟at yang memberikan beban

tanggungjawab yang begitu besar kepada laki-laki daripada tanggungjawab kaum

wanita.12

Namun menurut hemat penulis maksud dari ketentuan 2:1 baik dan

cocok digunakan pada masa ketika Islam belum masuk di Indonesia.

Dengan ketentuan formula 2:1 memberikan rasa kurang adil bagi kaum

wanita yang berada di Indonesia sekarang ini, berdasarkan hal tersebut

disebabkan, perbedaan zaman, tempat, budaya dan kultur sosial. Dengan

berkembangnya zaman peran dan tanggungjawab seorang wanita di Indonesia

hampir sama dengan kaum pria.

D. Teori Maslahah Menurut Najmudin At-Thufi

Teori mashlahah dari zaman ke zaman memiliki perkembangan makna

dan terminology dari berbagai ulama-ulama Islam. Sehingga dapat perlu kita

ketahui mashlahah ini mempunyai dua pengertian yaitu secara etimologi dan

terminologi. Maslahah secara bahasa digunakan sebagai perbuatan yang

mengandung kemanfaatan, dalam bentuk majas mursal13

yang artinya bisa

mendatangkan manfaat.

10

Rodiah, dkk., Studi Al-Qur‟an Metode dan Konsep, (Yogyakarta: eLSAQ

Press, 2010), hlm. 153 11

Ellyne Dwi Poespasari, Pemahaman Seputar Hukum Waris Adat Di

Indonesia, (Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP, 2018), hlm. 146 12

Muhammad Ali Ash-Shabuni, Al-Mawarits Fi Asy-Syari‟ah Al-Islamiyah

Hukum Waris Menurut Al-Qur‟an dan Hadis, (Bandung: Trigenda Karya, 1995),

hlm.21 13

Maslahah secara bahasa masuk dalam bab majaz mursal musabbabiyat,

seperti dicontohkan ilmu maslahah yaitu ilmu yang bisa mendatangkan kemaslahatan

Page 10: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

Sedang maslahah sendiri bentuk katanya berasal sebangun dengan kata

maf‟alah. Artinya adalah mengacu kepada pengertian yang banyak mendatangkan

kebaikan sebagai lawan dari mafsadah yaitu sesuatu yang banyak mendatangkan

keburukan.

1. Makna Mashlahah Menurut At-Thufi

a. Mashlahah secara bahasa (etimologi)

Menurut al-Thufi, kata mashlahah diambil dari kata as-salah

(kebaikan, kegunaan, validitas, dan kebenaran), yang berarti bahwa

sesuatu berada dalam bentuk sempurna (hay‟ah kamilah) sesuai

dengan tujuan atau sasaran yang dimaksudkan, seperti pena berada

pada bentuknya yang paling tepat (salih) ketika dipakai untuk

menulis dan pedang berada pada bentuknya yang paling layak (salih)

ketika digunakan untuk menebas.14

b. Mashlahah secara Syar‟i (terminologi)

At-Thufi mendefinisikan mashlahah berdasarkan pada dua hal, yaitu

secara urf dan syar‟i. adapun mashlahah secara urf adalah:15

السبب المؤدى الي الصلاح والنفع

Menurut al-Thufi segala sesuatu yang bisa mendatangkan

manfaat disebut mashlahah, seperti berjualan yang mendapatkan

untung. Adapun mashlahah menurut syar‟i yaitu:16

دى الي مقصود الشارع عبدةاوعادةالسبب المؤ

Menurutnya adalah segala sesuatu yang sesuai dengan maksud

pembuat hukum (syar‟i), baik itu berupa ibadah atau adat maka bisa

dinamakan mashlahah. Ibadah dan muamalah dilaksanakan tiada lain

untuk kebaikan bagi mukallaf, sehingga harus memelihara mashlahah

yang realistis.

Secara terminologi yang dikemukakan oleh Al-Thufi ini, maka

dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa mashlahah itu ada dua

atau kemanfaatan. Lihat Hifni Nashif, dkk., Qawa‟idul Lughah Al-„Arabiyah, (Mesir:

Darul Kutub Islamiyah, t.th), hlm. 124-127 14

Muhammad Roy Purwanto, Dekonstruksi Teori Hukum Islam Kritik

Terhadap Konsep Maslahah Najmuddin al-Thufi, (Yogyakarta: KAUKABA

DIPANTARA, 2014), hlm. 139 15

Ibid. 16

Muhamad Roy Purwanto, Dekonstruksi Teori Hukum Islam..., hlm. 140

Page 11: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

macam yaitu maslahah ibadah dan adah (muamalah). Al-Thufi juga

mengatakan bahwa “segala sesuatu yang sesuai dengan maksud

pembuat syariat baik itu ibadah atau adat adalah mashlahah (al-sabab

al-muaddi ila maqshud al-syari‟ ibadatan au adatan), hingga

kemudian al-thufi mendefinisikan mashlahah dengan dua

terminologi, yaitu mashlahah Syar‟i dan mashlahah „adah.17

Orisinalitas pemikiran al-Thufi mengenai mashlahah Nampak

jelas akan kemampuan akal manusia untuk memahami mashlahah

dalam hal adah (muamalah). Namun lebih dari itu jika mashlahah ini

bertentangan dengan nash maka yang didahulukan adalah mashlahah.

Hal inilah yang menjadi pembeda antara terminologi mashlahah al-

Thufi dengan ulama yang lain dikarenakan ulama lain memberikan

terminology mashlahah masih sebagai konsep yang tunduk pada

nash.18

Imam Al-Ghazali memaparkan bahwa mashlahah adalah

segala sesuatu yang mendatangkan manfaat dan menjauhkan

kerusakan. Adapun tujuan Syara‟ dalam penetapan hukum yaitu ada

lima diantaranya: memelihara agama, jiwa, akal keturunan dan harta.

Pemikiran At-Thufi ini dibangun atas empat prinsip dasar yaitu19

:

استقلال العقول بادراك المصالح والمفاسد

“Kebebasan akal untuk menentukan baik dan buruk tanpa harus

dibimbing oleh kebenaran wahyu”.

المصلحت دليل الشرع مستقل عن النصوص

“Maslahah adalah dalil syara‟ yang tidak terikat dengan ketentuan

nash”.

E. Teori Batas Shahrur yaitu Batas Minimal dan Maksimal

Teori hasil penelitian yang dilakukan oleh syahrur adalah merupakan

sebuah teori yang sangat aplikatif, yaitu nazhariyyah al-hudud (limit

theory/teori batas). Teori batas terdiri batas bawah (al-hadd al-adna /

minimal) dan batas atas (al-hadd al-a‟la / maksimal). Terdapat enam bentuk

aplikatif teori batas ini dalam kajian ayat-ayat hukum, adapu teori yang

17

Ibid., 18

Vita Fitria, “Reaktualisasi Hukum Islam: Pemikiran Munawir Sjadzali”,

jurnal AKADEMIKA, UIN SUNAN KALIJAGA, YOGYAKARTA,Vol. 17, No.

2, Tahun 2012 19

Ibid.

Page 12: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

berkaitan dengan pembahasan waris adalah teori ketiga yang berbunyi: yang

memiliki batas atas dan bawah sekaligus. Berlaku pada hukum waris ( Qs. 4:

ayat 11-14 dan 176) .20

Adapun contoh dari teori ketiga yang memiliki batas minimum dan

maksimum telah ditetapkan dalam al-Qur‟an, kemudian Ijtihad posisinya ada

diantara kedua batas minimum dan maksimum tersebut. Contoh: QS. An-

Nisa‟ ayat 11, tentang pembagian warisan. Batas maksimum pria adalah 2x

wanita, sedangkan batas minimum wanita adalah 0.5 dari seorang pria.

Ijtihad bergerak diantara dua batas maksumum dan minimum tersebut dengan

melihat berbagai aspek yang ada.

Bagan Penjelas Kesimpulan Ayat-Ayat Waris Surat An-Nisa‟: 11, 12,

176 Waris Hanya Terbatas Pada Pihak Yang Disebutkan Dalam Ketiga Ayat

tersebut.21

F. Fikih Indonesia

Fikih Indonesia adalah fikih yang ditetapkan sesuai dengan

kepribadian Indonesia, sesuai dengan tabi‟at dan watak Indonesia.22

Fikih

yang berkembang dalam masyarakat kita sekarang ini sebagaiannya adalah

fiqih hijaz. Fikih yang terbentuk atas dasar adat istiadat dan „urf yang berlaku

di hijaz, atau fikih Mesir yaitu fikih yang telah terbentuk atas dasar adat

istiadat yang berlaku di Mesir. Dan fikih Hindi yaitu fikih yang telah

terbentuk atas dasar adat istiadat dan „urf yang berlaku di India.

Menurut Hasbi ash-Shiddiqi salah satu faktor yang menyebabkan

ulama negeri ini belum mampu melahirkan fikih yang berkepribadian

Indonesia dikarenakan terlalu fanatik terhadap mazhab yang dianut yang

dianut oleh umat muslim. Maka dari itu ia mengajak kalangan perguruan

tinggi Islam di Indonesia untuk mencetak kader-kader mujtahid dengan

karakter khas yang dapat meneruskan proyek fikih Indonesia.23

20

Terjemah Qs. An-Nissa‟ Ayat 11-14 dan 176. Lihat Kementrian Agama RI:

Al-Qur‟an Terjemah dan Tafsir Untuk wanita, (Jakarta: Penerbit Marwah, 2010) 21

Muhammad Syahrur, Metodologi Fiqih Islam Kontemporer, (Yogyakarta:

Penerbit Kalimedia, 2015), hlm. 422. 22

Nourouzzaman Shiddiqi, Fiqh Indonesia Penggagas Dan Gagasanya,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm. vii 23

Toha Ma‟arif, “Fiqih Indonesia Menurut Pemikiran Hasbi Ash-Shiddiqi,

Hazairin dan Munawir Sjadzali” jurnal ijtimaiyya: UIN Raden Intan Lampung. Vol, 8,

No. 2, Agustus 2015.

Page 13: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

Fikih yang berkepribadian Indonesia adalah merupakan hal yang

boleh dan mungkin dibentuk sebagaimana fikih mu‟amalat yang dikatakan

sebagai organisme hidup dan tidak berlaku universal, sehingga mampu

memenuhi kebutuhan terhadap hukum yang timbul pada setiap masyarakat di

setiap era yang baru. Fiqh mu‟amalat sendiri sebagaian besarnya adalah

produk ijtihad para ulama yang dalam mengistinbathkan hukum tidak

terlepas dari konteks sosio kultural masyarakat sehingga tercapai tujuan

hukum yang berlandaskan kemaslahatan bagi masyarakat muslim

Indonesia.24

Berangkat dari pemahaman terhadap fiqh mu‟amalat, maka

metodologi yang digunakan Hasbi Ash Shiddiqi dalam penggalian hukum

melalui pendekatan kontekstual prinsip hukum maslahat mursalah yang

memiliki arti sama dengan istihsan dan sad adz-dzari‟ah serta „urf, maknanya

„urf masyarakat Indonesia menjadi salah satu sumber penetapan hukum. 25

Menurut hemat penulis, dari pemaparan di atas bahwa fikih Indonesia

merupakan suatu keinginan dalam pembaharuan hukum Islam yang ada di

Indonesia, sebagaimana yang dituangkan oleh Hasbi ash Shiddiqi yang mana

fikih Indonesia adalah suatu pengambilan hukum yang berasaskan dari

konteks sosio kultural masyarakat Indonesia.

Salah satu upaya dalam mewujudkan fikih Indonesia yaitu dengan

dibuatnya Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang merupakan hasil ijtihad yang

di dalamnya mengandung peraturan-peraturan hukum Islam yang sesuai

dengan kondisi kebutuhan hukum dan kesadaran hukum umat Islam di

Indonesia

METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan strategi yang utama dan mempunyai peran yang

sangat penting dalam penulisan karya ilmiah ini, karena penggunaan metode adalah

landasan yang harus diikuti agar dapat memahami dan menjawab permasalahan yang

akan diteliti.26

Untuk sampai pada rumusan yang tepat terhadap pembahasan ini maka

penulis menggunakan metode sebagai berikut :

24

Nourouzzaman Shiddiqi, Fiqh Indonesia Penggagas Dan Gagasanya,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm. 239 25

Nourouzzaman Shiddiqi, Fiqh Indonesia,…,hlm. 240 26

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Grafindo

Persada,1997), hlm. 27-28.

Page 14: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian pustaka ( Library Reasearch ) yaitu

penelitian yang mendasarkan analisa pada buku pustaka, makalah, artikel,

jurnal27

dan bahan-bahan pustaka lainnya yang relevan dengan judul

penelitian ini.

Penelitian ini juga merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif yaitu

sebuah penelitian yang lebih menekankan analisis pada proses penyimpulan

deduktif dan induktif serta analisis terhadap dinamika hubungan antar

fenomena yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah melalui cara

berfikir formal dan argumentatif.

Dalam penelitian kualitatif, Bogdan dan Taylor sebagaimana dikutip

oleh Arif Furchan dan Agus Maimun menjelaskan bahwa penelitian

kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari subyek

penelitian itu sendiri.28

B. Pendekatan Penelitian

1) Pendekatan Historis

Pendekatan historis digunakan untuk menelusuri latar belakang

pemikiran Munawir Sjadzali. Pendekatan historis yang digunakan

dalam penelitian ini adalah pendekatan sejarah sosial intelektual.

2) Pendekatan Normatif

Khairudin nasution menjelaskan bahwa pendekatan normatif

dalam studi Islam adalah pendekatan yang memandang masalah dari

sudut legal formal dan atau normatifnya.

3) Pendekatan Filosofis

Pendekatan filosofis digunakan untuk menganalisis peta

pemikiran Munawir Sjadzali dalam merumuskan metodologinya

ketika merespon hak dan pembagian warisan antara laki-laki dan

perempuan. Pendekatan maslahah akan menjadi pendekatan filosofis

yang digunakan dalam penelitian ini karena permasalahan hak waris

27

Kartini, Pengantar Metodologi Riset Sosial, (Bandung: Mandar Maju, 1996),

hlm. 33. 28

Arief Furchan dan Agus Maimun, Studi Tokoh; Metodologi Penelitian

Mengenai Tokoh, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 15

Page 15: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

pada dasarnya menimbang maslahah yang ada dalam pembagianya

sebagaimana disebutkan.

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

1. Kontruksi Dasar Pemikiran Munawir Sjadzali Tentang Hukum Waris

a. Pemikiran Munawir Sjadzali Tentang Pembagian Waris 2:1

Sistem pembagian harta warisan dalam hukum waris Islam antara laki-

laki dan perempuan dengan ketentuan 2:1 sudah mutlak dan sesuai dengan

ajaran Al-Qur‟an, namun menurut pandangan Munawir Sjadzali sistem

pembagian waris di Indonesia pemberlakuannya belum sesuia dengan ketentuan

yang berlaku, dimana masih banyak keraguan. Berangkat dari keraguan itu

Munawir mulai mengeluarkan beberapa alasan untuk yaitu: Pertama, Munawir

Melihat ketika ia menjabat sebagai Menteri Agama RI29

, bahwa banyak

diantara daerah yang mayoritas penduduknya umat muslim seperti, Sulawesi

Selatan dan Kalimantan Selatan banyak terjadi penyimpangan dalam pembagian

harta warisan. Secara realita yang ada di Indonesia sebagian umat muslim dan

sebagian tokoh-tokoh organisasi Islam masih enggan dengan fatwa waris yang

dikeluarkan oleh pihak Pengadilan Agama sehingga mereka meminta fatwa

kepada Pengadilan Negeri.

Kedua, terjadi penyimpangan dalam pembagian harta warisan yang

tidak sesuai dengan ketentuan Al-Qur‟an, baik secara langsung atau tidak

langsung yang dilakukan oleh pewaris terhadap keluarganya atau kepada anak-

anaknya dengan menggunakan sistem pembagian harta kekayaan kepada anak-

anaknya dengan porsi yang sama rata tanpa membedakan jenis kelamin hal ini

disebut sebagai hibah, peristiwa ini terjadi terhapad diri Munawir sendiri ketika

meminta nasehat dan fatwa dari seorang ulama yang memiliki ilmu agama yang

tinggi30

.

Selanjutnya, gagasan yang disampaikan oleh Munawir Sjadzali

memiliki dua landasan, yaitu secara rasional maupun teoritis. Secara rasional

disampaikan bahwa penyimpangan yang terjadi terhadap ketentuan 2:1 dalam

pembagian warisan disebabkan adanya budaya, adat istiadat dan struktur sosial

29

Muchammad Hammad, “Waris dan Wasiat Dalam Hukum Islam: Studi

Atas Pemikiran Hazairin dan Munawir Sjadzali”, jurnal At-Tahdzib: Sekolat Tinggi

Islam At-Tahdzib, Vol. 3, No. 1 Tahun 2015, hlm. 55 30

Munawir Sjadzali, Ijtihad Kemanusiaan, Cet. Ke-1, (Jakarta:

PARAMADINA, 1997), hlm. 61.

Page 16: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

yang terjadi dalam masyarakat sehingga mereka beranggapan ketentuan diatas

belum memiliki rasa keadilan. Adapun secara teoritis, boleh atau tidaknya

dalam merubah ketentuan yang sudah begitu jelas dalam Al-Qur‟an, Munawir

sedikit memberi alasan terkait hal ini. Pertama, adanya hukum naskh didalam

Al-Quran dan hadis. Dalam Al-Qur‟an telah dijelaskan ayat-ayat tentang

pembatalan dan pergeseran terhadap hukum-hukum yang telah diajarkan oleh

Nabi saw, begitu pula dengan hadis –hadis yang telah diberikan Nabi sebagai

petunjuk telah ditarik kembali. Kedua, pendapat para ahli hukum mengenai ayat

106 surah Al-Baqarah, sebagai landasan adanya nash dalam Al-Qur‟an. Ibnu

Katsir berkata tidak akan ditolak hukum nash sebagai hukum-hukum yang telah

ditetapkan oleh Allah, kemudian Al-Maraghi berkata apabila ketentuan hukum

dianggap sudah tidak sesuai dengan kebutuhan umat maka perlu adanya

penghapusan hukum atau dapat diganti dengan yang baru sesuai kebutuhanan

masyarakat, kemudian Rasyid Ridha berpendapat berubahnya suatu hukum

disebabkan adanya perbedaan waktu, tempat dan situasi/kondisi.31

Berdasarkan

pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hukum itu dapat berubah di dalam

Al-Qur‟an apabila dirasa hukum tersebut sudah tidak relevan untuk diterapkan.

Menurut Munawir Sjadzali, bahwa yang pertama kali melemparkan

gagasan untuk mengajak umat muslim dalam mereaktualisasikan ajaran Islam

khususnya dalam bidang kewarisan antara anak laki-laki dan perempuan adalah

para ulama-ulama terdahulu, karena ulama-ulama ini lebih berani dan lebih

konseptual.32

Kemudian Munawir mengutip beberapa pendapat ulama salah

satunya yaitu pendapat Muh. Abduh yang menerangkan bahwa umat Islam

harus berani membebaskan pikiran dari belenggu taqlid dan dapat memahami

agama secara baik dengan menggunakan metode yang telah digunakan oleh

para pendahulu yaitu Al-Qur‟an dan hadis agar tidak terjadi perselisihan antar

umat muslim, salah satu sumber kekuatan yang dimiliki manusia adalah akal

yang sehat.33

31

Muchammad Hammad, “Waris dan Wasiat Dalam Hukum Islam: Studi

atas Pemikiran Hazairin dan Munawir Sjadzali”, jurnal At-Tahdzib: Sekolah Tinggi

Islam At-Tahdzib. Vol. 3, No. 1 Tahun 2015, hlm. 56 32

Munawir Sjadzali, Bunga Rampai Wawasan Islam Dewasa Ini, (Jakarta:

UI PRESS, 1994), hlm. 43 33

Ibid., hlm. 44

Page 17: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

b. Ayat-Ayat Al-Qur’an Dalam Pandangan Munawir Sjadzali

Tidak sedikit dari beberapa perbedaan dikalangan umat muslim, bahwa

Al-Qur‟an merupakan suatu hal yang pokok bagi hukum Islam. Karena umat

muslim selalu mengikuti ajaran Al-Qur‟an dalam mengambil segala macam

ajaran dan juga dalil-dalil yang ada didalamnya. Dengan demikian Al-Qur‟an

merupakan dasar bagi seluruh syaria‟at dan pengumpulan segala hukum.34

Kitab

suci yang menjadi sumber ajaran umat muslim yang harus selalu digali

kandungannya agar secara praktis dan teoritis selalu menajdi panduan hidup

manusia.35

Penulis merasa perlu untuk mencantumkan pembasan ini terhadap

perspektif Munawir Sjadzali terhadap Al-Qur‟an. Hal ini dikarenakan sangat

penting kiranya bagi umat muslim untuk mengetahui pemahaman seorang

cendekiawan terhadap nash, sehinga kita bisa mengetahui seseorang tersebut

pada golongan fundamental, moderat atau bahkan liberal. Dan kemudian akan

semakin mudah tentunya dari pengklasifikasian tersebut jika kita melanjutkan

untuk meneliti tentang pemikiran terhadap hukum Islam dan berikut pemikiran

Munawir Sjadzali mengenai Al-Qur‟an:

a) Keuniversalan dan Keabadian Al-Qur’an

Searah dengan pengantar diatas, Al-Qur‟an diturunkan tidak dalam

keadaan vakum, namun mengingat sedikit sekali ayat-ayat hukum yang

turun tanpa adanya asbabu nuzulnya,36

melainkan diturunkan sekelompok

masyarakat pada zaman tertentu, dengan masalah sejarah dan latar

belakang kebudayaan dan lokasi tertentu pula. Wahyu –wahyu tersebut

diterima oleh Nabi Muhammad SAW, dijazirah Arab pada abad ketujuh

Masehi.

Sebagimana kita ketahui bersama bahwa wahyu-wahyu, khususnya

mengenai kemasyarakatan, biasanya diterima oleh Nabi sebagai tanggapan

dan petunjuk dalam menghadapi masalah atau situasi yang timbul pada

waktu itu. Dengan demikian, konsepsi atau formula yang diberikan wahyu

34

Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah Pengantar Ilmu Al-Qur‟an /Tafsir,

(Jakarta: Bulan Bintang, 1997), hlm. 186 35

Waryono Abdul Ghofur, Tafsir Sosial Mendialogkan Teks Dengan

Konteks, (Yogyakarta: Elsaq Press, 2005), hlm. 36

Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah Pengantar Ilmu Al-Qur‟an /Tafsir,

(Jakarta: Bulan Bintang, 1997), hlm. 79

Page 18: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

tersebut menjadi relevan dengan situasi sosial, budaya, serta tingkat

kemajuan peradaban dan intelektual masyarakat bangsa Arab pada waktu

itu, ruang dan latar belakang sejarah dan kebudayaan.37

Dalam hal keuniversalan dan keabadian Al-Qur‟an ini, menurut

Munawir Sjadzali, bahwa tidak seluruh kandungan Al-Qur‟an harus

diperlakukan sebagai ayat yang universal dan abadi khususnya yang

bersangkutan dengan aplikasi dan prinsip. Menurutnya bukankah kita telah

menyaksikan bahwa didalam Al-Qur‟an terjadi tahapan-tahapan dalam

melaksanakan hukum.

b) Pemahaman Al-Qur’an Antara Tekstual dan Kontekstual

Munawir Sjadzali mengingatkan tentang bahayanya orang melakukan

perujukan terhadap Al-Qur‟an semata-mata secara tekstual dengan tidak

memperhatikan kondisi, situasi dan latar belakang turunya ayat tersebut.

Menurut Munawir, pada akhir abad kesembilan belas Syaikh Muhammad

Abduh menyatakan hendaknya berhati-hati dalam membaca buku-buku

karya mufasir sebelum kita, dikarenakan buku yang mereka tulis pada

tingkat intelektualnya berbeda dengan zaman sekarang ini. Dengan

demikian Muhammad Abduh memperingatkan bahwa untuk dapat

menafsirkan Al-Qur‟an dan Hadis seseorang dianjurkan untuk menguasai

ilmu bahasa yang memadai, pengetahuan yang utuh mengenai sejarah

Nabi, termasuk situasi kultural pada zaman itu, asbab an-nuzul (sebab

sebab diturunkannya ayat), dan sejarah umat manusia.38

Sementara itu, dapat kita ketahui bersama bahwa kepentingan

masyarakat dan pelaksanaan prinsip keadilan itu dapat berubah disebabkan

perbedaan aman, waktu, situasi kultural budaya dan interaksi sosial.

Mengenai hukum yang bersangkuan dengan kemasyarakatan Munawir

memiliki pendapat yang sama dengan Al-Izz Ibnu Abdussalam seorang

ahli hukum Islam dari golongan syafi‟iyah, ia berkata “semua usaha itu

hendaknya difokuskan pada kepentingan masyarakat, baik kepentingan

duniawi ataupun ukhrawi. Allah tidak memerlukan ibadah kita semua. Ia

37

Munawir Sjadzali, Ijtihad Dalam Sorotan, (Bandung: Mizan, 1996), hlm.

117 38

Munawir Sjadzali, Polemik Reaktualisasi Ajaran Islam, (Jakarta: Pustaka

Panjimas, 1988), hlm. 121

Page 19: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

tidak beruntung dari ketaatan mereka yang taat dan tidak dirugikan oleh

perbuatan mereka sendiri”.39

Disisi lain, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, dari golongan Hanbali

mengatakan, “Perubahan dan perbedaan fatwa ataupun opini hukum

dapat terjadi karena perbedaan wakt, tempat (lingkungan), situasi, tujuan,

dan adat-istiadat”. Selain itu Ya‟qub Ibnu al-Anshary, seorang murid

kesayangan Abu Hanifah dan yang lebih terkenal dengan Abu Yusuf,

berpendirian bahwa nash sekalipun, apabila dahulu dasarnya merupakan

adat, dan adat tersebut kemudian berubah, maka gugur pula hukum yang

terkandung di dalam nash itu.40

c) Kontekstual Ayat Waris Menurut Munawir Sjadzali

Ayat waris merupakan ayat-ayat yang membahas tentang hukum

kewarisan Islam yang terdapat dalam Al-Qur‟an. Ayat –ayat tersebut

meliputi: surah An-Nissa‟ ayat 11, 12, dan 176 dalam ayat tersebut

dijelaskan tentang bagian-bagian warisan yang diperoleh oleh setiap ahli

waris dan siapa saja yang menjadi ahli waris tersebut. Bagian-bagian yang

diberikan kepada ahli waris sudah disebutkan secara terperinci sesuai

dengan porsi masing-masing.

Ketentuan dalam sistem pembagian harta waris terhadap anak laki-

laki dan perempuan 2:1 menuia polemik. Secara harfiah bagian anak laki-

laki lebih besar dua kali lipat dibanding anak perempuan, ataukah

pembagian tersebut tidak harus dijalankan secara harfiah namun, harus

meninjau dari sebab diadakanya hukum waris tersebut atau konteks yang

mendasari hukum waris itu, sehingga ketentuan pembagian harta warisan

bisa disama ratakan atas dasar keadilan.

2. ANALISIS

1. Kedudukan ahli waris laki-laki dan perempuan menurut Munawir

Sjadzali

a. Pembagian waris Klasik Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Islam adalah agama yang

Rahmatan Lil „Alamain, didalamnya terkandung berbagai tatanan kehidupan

39

Munawir Sjadzali, Ijtihad Dalam Sorotan, (Bandung: Mizan, 1996), hlm.

121-122 40

Munawir Sjadzali. Ijtihad Dalam Sorotan, (Bandung: Mizan, 1996),

hlm.122

Page 20: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

manusia baik yang berhubungan dengan akidah, syari‟ah, muamalah dan

tidak lupa pula sistem kewarisanya. Dengan mengacu kepada lima tujuan

utama dalam hidup yaitu, memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta,

maka dapat diketahui bahwa Islam itu sangat menjungjung tinggi nilai-nilai

keadilan dan keislaman sebagai nilai yang universal di dunia ini.

Adil dalam kamus KBBI adalah sama rata atau tidak berat sebelah

yang artinya tidak memihak atau memberikan hak kepada orang yang berhak

menerimanya tanpa ada pengurangan. Sedangkan adil dalam hukum waris

Islam adalah pemberian jumlah yang diberikan kepada ahli waris sesuai

dengan porsi yang tercantum didalam Al-Qur‟an maupun hadis, sehingga adil

dalam pemberian warisan antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1 hal ini

dikarenakan beberapa hal sebagai berikut:41

1) Nafkah perempuan ditanggung dan telah diwajibkan bagi keluarganya

yang laki-laki, yaitu anak laki-laki, ayah, saudara laki-laki dan

keluarganya laki-laki yang lain.

2) Perempuan tidak dituntut memberi nafkah kepada siapapun, sedangkan

laki-laki dituntut menanggung nafkah sanak keluarganya dan orang lain

yang menjadi kewajibannya.

3) Kewajiban mengeluarkan nafkah bagi laki-laki lebih banyak macamnya

dan tugas kewajibanya berkenaan dengan materi lebih vital, sehingga

kebutuhanya terhadap harta lebih besar dibandingkan dengan

perempuan.

4) Laki-laki dituntut untuk memberi mahar kepada istrinya serta

memberikan sandang, pangan, papan bagi istri dan anak-anaknya.

5) Biaya sekolah anak, ongkos pengobatan anak, istri dan sebagainya

menjadi tanggung jawab laki-laki (suami), tidak menjadi kewajiban

perempuan.

b. Pembagian Harta Warisan Menurut Kompilasi Hukum Islam

Kompilasi Hukum Islam (KHI) merupakan salah satu dasar hukum

bagi Hakim di Pengadilan Agama dalam memutuskan perkara. Salah satu

bagian yang diatur dalam KHI adalah tentang hukum waris. hukum waris

tersebut tertulis dalam buku II KHI mulai dari pasal 171 sampai pasal

41

Suryati, Hukum Waris Islam, (Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET, 2017), hlm. 2

Page 21: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

193.42

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) bagian anak perempuan

disebutkan bila hanya seorang diri, ia mendaptkan setengah bagian,

apabila dua orang atau lebih maka akan mendapat bagian dua pertiga

bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan laki-laki

adalah dua banding satu dengan anak perempuan.

Selanjutnya, bahwa keadilan dalam segi kewarisan menurut

Kompilasi Hukum Islam (KHI) tidak diartikan memberikan bagian sama

rata akan tetapi bagian yang diberikan sesuai dengan porsi masing-

masing bagian, sebagaimana yang sudah dijelaskan didalam Al-Qur‟an

maupun hadis Nabi sehingga keadilan dalam Kompilasi Hukum Islam

(KHI) sudah sesuai dengan ketentuan yang ada dalam sistem pembagian

waris. Aturan waris yang ada dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)

mengacu kepada kitab-kitab kuning yang membahas waris secara khusus.

Jadi secara garis besar, hukum waris Islam di Indonesia dengan hukum

waris Islam di seluruh penjuru dunia hampir sama yang membedakan

adalah adat istiadat dan mazhab yang dijadikan rujukan.

2. Metodologi Pemikiran hukum Islam tentang pembagian warisan

laki-laki dan perempuan menurut Munawir Sjadzali perspektif

Fikih Indonesia Gagasan yang dikemukakan Munawir Sjadzali dalam Hukum waris

adalah tentang kesetaraan antara bagian waris laki-laki dan perempuan,

secara tidak langsung pemikiran Munawir Sjadzali didasari atas pengalaman

pribadinya dalam kehidupan sosial bermasyarakat dan dipengaruhi oleh

budaya dan pemikiran barat sebagaimana Munawir pernah mengenyam

pendidikan di Negara Inggris dan Amerika di Universitas of exeter43

dan

Georgetown University.44

Mengenai sandara teori ijtihad yang digunakan Munawir Sjadzali

dalam mereaktualisasikan ajaran Islam dalam hukum waris dengan

42

Intruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. 43

Akhmad Satori dan Sulaiman Kurdi (Ed), Sketsa Pemikiran Politik

Islam, (Yogyakarta: Penerbit Deepublish: CV Budi Utama, 2016), hlm. 237 44

Masykuri Abdila, Islam Dan Demokrasi: Respon dan Intelktual Muslim

Indonesia terhadap Konsep Demokrasi1966-1993, (Jakarta: Prenada Media Group,

2015), hlm. 63

Page 22: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

menggunakan beberapa teori yaitu: Asbab Nuzul, Maslahah, Nash-Mansuh

dan „Adah.45

a. Asbab Nuzul

Menurut Az-Zarqani, asbabu nuzul yaitu menerangkan suatu

rangkaian ayat yang berisikan tentang sebab diturunkannya ayat dan

menjelaskan segala hukum pada setiap kasus dan kejadianya. Namun

menurut Bagi Subhi Shalih, asbabu nuzul menjelaskan suatu kejadian yang

berkaitan dengan pertanyaan sebab turunya ayat sebagai jawaban.46

Asbab nuzul merupakan suatu gambaran ayat yang memiliki

hubungan dengan fenomena sosialkultural masyarakat, jadi perlu ditekankan

bahwa asbab nuzul tidak memiliki hubungan secara kasual dengan materi

yang bersangkutan.47

b. Maslahah

Maslahat mursalah adalah suatu penetapan hukum yang berdasarkan

maslahat (Kebaikan, Kepentingan) yang tidak disebutkan dalam Syara‟, baik

secara umum ataupun khusus. Maslahah menurut Abdul Wahab Khallaf

adalah menetapkan hukum suatu masalah yang tidak disebut ketentuanya

dalam Al-Qur‟an dan sunah. Adapun jenis-jenis maslahat adalah sebagai

berikut:48

1) Maslahat Mu‟tabarah (maslahat yang dipakai)

Maslahat Mu‟tabarah dibagi menjadi tiga yaitu: maslahah ad-

daruriyyah, maslahah al- hajiyyah, dan maslahah at-tahsiniyyah.

2) Maslahat yang tidak dipakai

Maslahat yang tidak dipakai adalah maslahah yang tidak bisa

dijadikan acuan penetuan hukum dikarenakan ada maslahat lain yang

lebih kuat darinya.

3) Maslahat yang tidak ada ketegasanya

Maslahat yang tidak ada ketegasannya adalah maslahat yang tidak

disebutkan untuk digunakan, akan tetapi merupakan maslahat yang

45

M. Usman, Rekonstruksi Teori…., hlm. 207 46

Muhammad Chirzin, Mengerti Asbabun Nuzul: Rampai Peristiwa dan

Pesan Moral di Balik Ayat-Ayat Suci Al-Qur‟an, (Jakarta: Penerbit Zaman, 2015),

hlm. 17 47

Ibid.,hlm. 18 48

Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, (Jakarta: PT.

Magenta Bakti Guna, 1995), hlm.74

Page 23: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

didiamkann oleh Syara‟, dikarenakan tidak ada dalil yang menetapkan

maupun meniadakan maslahat yang seperti ini.

c. Nasikh-Mansukh

Secara etimologi, menurut Al-fairuzabadi, pengertian Naskh ialah

pengahapusan / penghilangan, pengubahan dan pembatalan sesuatu

yang di tempat suatu yang lain. Nasikh adalah hukum yang datang

kemudian sedangkan mansukh adalah hukum yang datang lebih

dahulu.49

Nash menurut Munawir Sjadzali yaitu sebuah pergeseran atau

pembatalan hukum-hukum yang digunakan sebagai petunjuk yang

terkandung dalam ayat-ayat yang diterima Rasulullah pada masa

sebelumnya. Naskh merupakan suatu perubahan hukum yang sangat

erat kaitanya dengan perubahan tempat dan waktu.50

d. „Adat

Adat (kebiasaan), Munawir selalu mengutip pendapat Abu Yusuf

yang mengatakan nash diturunkan dalam suatu kasus adat tertentu. Jika

adat berubah, maka dalil hukum yang terkandung dalam nash tersebut

akan ikut gugur juga. Menurut Munawir bahwa nash yang di tawarkan

hanya sebagai pemecah masalah-masalah hukum, sosial dan politik yang

sesuai dengan keadaan kondisi sosial masyarakat tertentu. Adat memiliki

kekuatan yang lebih dalam menjamin kemaslahatan masyarakat,

sehingga adat dapat diterima karena memiliki kekuatan hukum yang

sama seperti ditetapkan hukum berdasarkan nash.

Mengenai metode ijtihad yang digunakan oleh Munawir Sjadzali

dalam mereaktualisasi hukum waris Islam, yaitu secara mendasar

Munawir Sjadzali tidak pernah menyampaikan secara langsung bahwa ia

menggunakan metode ijtihad ini dan itu. Akan tetapi dari paparan yang

dijelaskan diatas kita dapat menilai maksud dan tujuan yang diinginkan

Munawir Sjadzali. Sehingga peneliti ingin mengkategorikan beberapa

metode ijtihad yang digunakan oleh Munawir Sjadzali yaitu Metode

49

Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1, (Jakarta: Penerbit LOGOS, 1995), hlm.

194 50

Vita Fitria, “Reaktualisasi Hukum Islam: Pemikiran Munawir Sjadzali”,

jurnal AKADEMIKA, UIN SUNAN KALIJAGA, YOGYAKARTA,Vol. 17, No. 2,

Tahun 2012

Page 24: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

Ijtihad Dengan Merujuk Kepada Kaidah Analisis „Adah dan Metode

Ijtihad Analogi Logis (Ta‟wil).

KESIMPULAN Berdasarkan pemaparan diatas mengenai pemikiran Munawir Sjadzali tentang

Reaktualisasi Ajaran Islam khususnya dalam bidang kewarisan, maka penulis dapat

mengambil beberapa kesimpulan yang merupakan akhir dari penulisan ini, yaitu:

1. Menurut Munawir Sjadzali bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan itu

memiliki peran dan tanggung jawab yang sama sehingga dalam sistem

kewarisnya ingin memberikan hak yang sama antara ahli waris karena kadar

2:1 sudah tidak adil di masyarakat sekarang. Sedangkan dalam Kompilasi

Hukum Islam (KHI) juga disebutkan dalam pasal 176 besarnya bagian yang

dimiliki oleh anak perempuan apabila bersama anak laki-laki maka ia

mendapatkan bagian setengah bagian dari anak laki-laki.

2. Metodologi pemikiran yang digunakan oleh Munawir Sjadzali dalam

mereaktualisasi ajaran Islam dalam hukum kewarisan adalah menggunakan

metode ijtihad, beberapa sandaran teori ijtihad yang digunakan yaitu: Asbab

Nuzul, Maslahah, Naskh-Mansuh dan „Adah. Menurut perspektif fikih

Indonesia, bahwa metode yang digunakan Munawir Sjadzali dalam

pembagian harta waris antara laki-laki dan perempuan dapat diterima, karena

relevan dan sesuai dengan kepribadian, tabiat, watak dan kondisi masyarakat

Indonesia. Disebabkan Munawir memiliki prinsip fleksibilitas berdasarkan

realitas kondisi.

DAFTAR PUSTAKA Abdila, Masykuri., 2015, Islam dan demokrasi: Respon dan Intelektual Muslim

Indonesia Terhadap Konsep Demokrasi 1966-1993, Jakarta: Prenada Media

Group.

Abdul Ghofur,Waryono., 2005, Tafsir Sosial Mendialogkan Teks Dengan Konteks,

Yogyakarta: Elsaq Press.

Abdurrahman., 1992, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Akademia

Pressindo.

Abu, Badran, al-Ainiyai Badran., al-Mawarith wa al-Wasiyyah wa al-Hibah,

Iskandariya: Muassasah al-jami‟ah.

Al-Haddad, Mohame., 2016, The Future of Ijtihad in Modern Islamic Thought,

diakses pada tanggal 12 Maret 2016.

Page 25: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

Ali Ash-Shabuni, Muhammad., 1995, Al-Mawarits Fi Asy-Syari‟ah Al-Islamiyah:

Hukum Waris Menurut Al-Qur‟an dan Hadis, Bandung: Trigenda Karya.

Alkostar, Artijo., Sholeh Amin., 1986, Pembangunan Hukum Islam dalam

Perspektif Politik Hukum Nasional, Jakarta: Rajawali Press.

Anam, Saiful, (ed)., 1998, Menteri-Menteri Agama RI: Biografi Sosial Politik,

Jakarta: Penerbit INIS.

Ash Shiddieqy, Hasbi., 1997, Sejarah Pengantar Al-Qur‟an dan Tafsir, Jakarta:

Bulan Bintang.

At-Thufi, Najm al-Din., Syarah Arba‟in, Tahqiq Ahmad Haji Muhammad Usman,

(Makkah: al-Maktabah al-Makiyah t,th) Nash Risalah al-Thufi dalam Abd Al-

Wahhab Khallaf Mashadir..

Baidhowi., 2009, Antropologi Al-Qur‟an, Yogyakarta: Penerbit LKiS.

Chirzin, Muhammad., 2015, Mengerti Asbabun Nuzul: Rampai Peristiwa dan

Pesan Moral di Balik Ayat-Ayat Suci Al-Qur‟an, Jakarta: Penerbit Zaman.

Dery, Tamyiz., “Keadilan Dalam Islam”, Jurnal MIMBAR: UNISBA Bandung.

Vol. XVIII, No. 3 Juli 2002.

Dewantoro, P. Cyntia., 2008, “Bagaimana Membagi Waris Menurut KUH

Perdata”,Article.Nasional.Kompas.com/read/2008/05/28/

bagaimana.membagi.waris.menurut.kuh.perdata.

Djalaluddin, Mawardi., 2017, “Nilai-Nilai Keadilan dalam Harta Warisan Islam”,

jurnal Shaut al-„Arabiyyah: UIN Alauddin, Makassar. Vol. V, No. 1, Januari-

Juni 2017.

Effendi M. Zein, Satria., 2009, Ushul Fiqh, Jakarta: Fajar Interpratama Offest.

Faizah, Ayu., dkk., 2016, “Konsep Keadilan Gender dalam Pembagian Warisan”

(studi komparatif pemikiran M. Quraish Shihab dan Munawir Sjadzali), Diya

al-Afkar, Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Al-Hadis IAIN syekh Nurjati Cirebon.

Vol. 4, No. 02, Desember 2016.

Fitria, Vita., 2012, “Reaktualisasi Hukum Islam: Pemikiran Munawir Sjadzali”,

Jurnal AKADEMIKA, UIN Sunan Kalijaga. Vol. 17, No. 2, Tahun 2012.

Furchan, Arief., Agus Maimun, 2005, Studi Tokoh: Metodologi Penelitian

Mengenai Tokoh, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Page 26: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

Ghofur Ansori, Abdul., 2012, Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia Eksistensi

dan Adaptabilitas, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Hammad, Muchammad., 2015, “Waris dan Wasiat Dalam Hukum Islam: Studi

atas Pemikiran Hazairin dan Munawir Sjadzali”, Jurnal At-Tahdzib: Sekolah

Tinggi Agama Islam At-Tahdzib. Vol. 3, No. 1 Tahun 2015.

Hamzah, Abu., 2005, Relevansi Hukum Waris Islam: Bias Isu Gender,

Egalitarisme, Pluralisme dan Ham, Jakarta: As-Sunnah.

Hamzah, Muchotob., dkk., 2017, Pengantar Studi Aswaja An-Nahdliyah,

Yogyakarta: Penerbit LKiS.

Hanafi, Ahmad., 1995, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, Jakarta: PT.

Magenta Bakti Guna.

Haroen, Nasrun., 1995, Ushul Fiqh 1, Jakarta: Penerbit LOGOS.

Hermawan Adinugraha, Hendri, dkk., 2018, “Reaktualisasi Hukum Islam di

Indonesia (Analisis Terhadap Teori Hudud Muhammad Syahrur)”, jurnal

ISLAMIDINA, Universitas Muhamadiyah Purwokerto. Vol. 19, No. 1, Maret

2018.

Huda, Nor., 2007, Islam Nusantara: Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia,

Yogyakarta: Arruz Media.

Husein, Syarif., Khisni, Akhmad., 2018, “Hukum Waris Islam di Indonesia (Studi

Perkembangan Hukum Kewarisan dalam Kompilasi hukum Islam dan Praktek

di Pengadilan Agama)”, jurnal AKTA, UNISSULA, Semarang. Vol. 5, No. 1,

Maret 2018.

Iqbal, Muhammad., 2010, Pemikiran Politik Islam: Dari Masa Klasik Hingga

Indonesia Kontemporer, Jakarta: PT. Balebat Dedikasi Prima.

Ismatu, Ropi, Jamhari., 2003, Citra Perempuan Dalam Islam: Pandangan Ormas

Keagamaan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Jamil, Rosidi., 2017, “Hukum Waris dan Wasiat (Sebuah Perbandingan antara

Pemikiran Hazairin dan Munawir Sjadzali)”, jurnal Al-Ahwal: UIN Sunan

Kalijaga, Yogyakarta. Vol. 10, No. 1, Juni 2017.

Kamarudin., 2013, “Beragam Norma Hukum dalam Penerapan Waris”, Jurnal Al-

Risalah. Vol. 13, No. 1, Mei 2013

Kartini., 1996, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung: Mandar Maju.

Page 27: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

Kementrian Agama RI., 2010, Ummul Mukmini Al-Qur‟an Terjemah dan Tafsir

Untuk Wanita, Jakarta: Marwah.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan (KPP)., 2001 Pemantapan Kesepakatan

Mekanisme Operasional Pengurus utamaan kesetaraan Gender dan

Perlindungan anak dalam Pembangunan Nasional dan Daerah. Bagian I dan

II. Rekarnas Pemberdayaan PP dan KPA.

Maria Pangemana, Mawar., 2016, “Kajian Hukum Atas Hak Waris Terhadap Anak

Dalam Kandungan Menurut KUHPerdata”, Jurnal Lex Privatum. Vol. IV, No.

1, Tahun 2016.

Miles, Matthew B dan A. Michael Huberman., Qualitative Data Analysis, alih

bahasa Tjetjep Rohendi Rohidi, 1992, Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber

tentang Metode Metode Baru, Jakarta: UI Press.

Mohammad Faiz, Pan., 2009, “ Teori Keadilan John Rawls (The Teory Of

justice)”, Jurnal Konstitusi. Volume 6, Nomor 1 April 2009.

Mudzar, Atho., 1995, Letak Gagasan Reaktualisasi Hukum Islam, Mu awir

Sjadzali Di Dunia Islam, Kontekstualisasi Ajaran Islam, Jakarta: Paramadina.

Muhibbuddin, Muhammad., 2015, “Pembaharuan Hukum waris Islam di

Indonesia”, jurnal AHKAM, IAIN Tulungagug. Vol. 3, No. 2, November

2015.

Nasution, Khairuddin., 2009, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: Academia dan

Tazaffa.

Nata, Abuddin, 2019, Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta:

PRENADAMEDIA GROUP.

Parman, Ali, 1995, Kewarisan Dalam Al-Qur‟an: Suatu Kajian Hukum Dengan

Pendekatan Tafsir Tematik, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Permana, Sugiri., 2018, “Kesetaraan Gender Dalam Ijtihad Hukum Waris di

Indonesia”, Jurnal Asy-Syari‟ah: UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Vol. 20,

No. 2 Desember 2018.

Poespasari, Ellyne Dwi, 2018, Pemahaman Seputar Hukum Waris Adat Di

Indonesia, Jakarta: PRENADAMEDIA GROUP.

Riyadi, Eko, Abdi, Supriyanto (ed), 2007, Mengurai Kompleksitas Hak asasi

Manusia, Yogyakarta: Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PUSHAM) UII.

Page 28: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

Rochmad, 2017, “Pembagian Harta Waris Antara Anak Laki-laki dan Perempuan:

Studi Putusan Pengadilan Agama Semarang Nomor:

1545/PDT.G/2010/PA.SM”, jurnal Hukum Khaira Ummah, UNISSULA,

Semarang. Vol. 12, No. 4, Desember 2017.

Rodiah, dkk., 2010, Studi Al-Qur‟an Metode dan Konsep, Yogyakarta: Elsaq

Press.

Rosyada, Dede, 1999, Metode Kajian Dewan Hukum Hisbah Persis, Jakarta:

LOGOS.

Roy Purwanto, Muhammad, 2014, Dekonstruksi Teori Hukum Islam Kritik

Terhadap Konsep Maslahah Najmudi Al-Thufi, Yogyakarta: KAUKABA

DIPANTARA.

Sakirman, 2016, “Konvergensi Pembagian Harta Waris dalam Hukum Islam”,

Jurnal Al-„Adalah: Institut Agama Islam Negeri Jurai Siwo Metro Lampung.

Vol. XIII, No. 2 Desember 2016.

Salman, Otje, Mustafa Haffas., 2006, Hukum Waris Islam, Bandung: Refika

Aditama Press.

Sarmadi, Sukris., 2012, Dekonstruksi Hukum Progresif Ahli Waris Pengganti

Dalam Kompilasi Hukum Islam, Yogyakarta: Aswaji Pressindo.

Satori, Akhmad., Kurdi, Sulaiman (ed)., 2016, Sketsa Pemikiran Politik Islam,

Yogyakarta: Penerbit Deepublish: CV Budi Utama.

Shahrur, Muhammad., 2015, Metodologi Fiqih Islam Kontemporer, Yogyakarta:

penerbit Kalimedia.

Shidiq, Sapiuddin, 2011, Ushul Fiqh, Jakarta: KENCANA.

Sjadzali, Munawir, 1993, Islam Dan Tata Negara: Ajaran Sejarah dan Pemikiran,

Jakarta: Paramadina.

_______, Munawir, 1994, Bunga Rampai Wawasan Islam Dewasa Ini, Jakarta: UI

Press.

______, Munawir., 1996, Ijtihad Dalam Sorotan, Bandung: Mizan.

______, Munawir, 1997, Ijtihad Kemanusiaan, Cet. Ke-1, Jakarta:

PARAMADINA.

______, Munawir., 1988, Polemik Reaktualisasi Ajaran Islam, Jakarta: Pustaka

Panjimas.

Page 29: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

______, Munawir., 1988, Reaktualisasi Ajaran Islam, dalam Iqbal Abdurrauf

Saimin, ed, Polemik Reaktualisasi Ajaran Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas.

Sriani, Endang., 2018, “Fiqih Mawaris Kontemporer: Pembagian Waris

Berkeadilan Gender”, jurnal Tawazun: IAIN Salatiga. Vol. 1, No. 2,

September 2018.

Sugono, Bambang., 1997, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Grafindo

Persada.

Sulastomo, dkk., 1995, Kontekstualisasi Ajaran Islam 70 Tahun Prof. Dr. H.

Munawir Sjadzali, MA, Jakarta: Paramadina dan IPHI.

Supriyadi, Tedi., 2016, “Reinterprestasi Kewarisan Islam Bagi Perempuan”, Jurnal

Sosioreligi: Universitas Pendidikan Indonesia Sumedang. Vol. 14, No. 2

September 2016.

Suryati., 2017, Hukum Waris Islam, Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET.

Suyanto, Bagung & Sutinah., 2005, Metodologi Penelitian Sosial: Berbagai

Alternatif Pendekatan, Jakarta: Kencana.

Umar, Nasarudin., 1999, Kodrat Perempuan Dalam Islam, Jakarta: Lembaga

Kajian Agama dan Gender.

Usman., 2015, “Rekontruksi Teori Hukum Islam (Membaca Ulang Pemikiran

Reaktualisasi Hukum Islam Munawir Sjadzali)”, Disertasi Doktor,

Yogyakarta: Program Pascasarjana Magister Studi Islam Universitas Islam

Indonesia.

Usman, Suparman, & Somawinata, Yusuf., 2002, Fiqh Mawaris: Hukum

Kewarisan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama.

Wahab Khalaf, Abdul., 1996, (terj), Masdar Helmy, Ilmu Ushul Al-Fiqh,

Bandung: Gema Risalah Press.

Wahidah., 2018, “Relasi Setara Antara Laki-laki dan Perempuan dalam Kasus

Kewarisan Islam (Fara‟id)”, SYARIAH: jurnal Hukum dan Pemikiran, UIN

Antasari Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Vol. 18, No. 1, Juni 2018.

Wahyudani, Zulham., 2015, “Perubahan Sosial dan Kaitanya dengan Pembagian

Harta Warisan dalam Perspektif Hukum Islam”, Jurnal Ilmiah Islam Futura:

University Malaya, Kuala Lumpur. Vol. 14, No. 2, Februari 2015.

Yusdani., 2011, Menuju Fiqh Keluarga Progresif, Yogyakarta: Penerbit Kaukaba.

Page 30: PEMIKIRAN MUNAWIR SJADZALI TENTANG KEDUDUKAN AHLI …

Zuhroh, Diana., 2017, “Konsep Ahli Waris dan Ahli Waris Pengganti: Studi

Putusan Hakim Pengadilan Agama”, Jurnal Al-Ahkam: IAIN Surakarta. Vol.

27, No. 1 April 2017.