PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

29
PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A< BID AL JA< BIRI< TENTANG TURA<TH OLEH : ABDUL MUKTI NO. INDUK: 13.3.00.0.02.01.0134 PROGRAM DOKTOR KONSENTRASI PEMIKIRAN ISLAM PROMOTOR Prof. DR. Azyumardi Azra MA Prof. DR. Amsal Bahtiar MA SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M/1435 H

Transcript of PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

Page 1: PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A<BID AL JA<BIRI<

TENTANG TURA<TH

OLEH : ABDUL MUKTI

NO. INDUK: 13.3.00.0.02.01.0134

PROGRAM DOKTOR

KONSENTRASI PEMIKIRAN ISLAM

PROMOTOR

Prof. DR. Azyumardi Azra MA

Prof. DR. Amsal Bahtiar MA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2014 M/1435 H

Page 2: PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A
Page 3: PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

xv

Abstrak

Kesimpulan sementara penelitian ini adalah bahwa kebangkitan

peradaban Arab-Islam hanya dimungkinkan jika ia berpijak di atas

prinsip-prinsip tura>th yang kokoh dan bibaca secara kritis dan dinamis.

Kesimpulan ini memperkuat pendapat Muh}ammad ‘A<bid al-

Ja>biri>, H{assan H{anafi>, dan Muh}ammad Arkoun dengan beberapa

catatan kritis. Ketiganya berpendapat bahwa tura>th Arab-Islam adalah

kekayaan masa lalu yang harus didekonstruksi dan direkonstruksi untuk

kemudian dijadikan pijakan untuk kepentingan kebangkitan peradaban

Arab-Islam.

Kesimpulan ini sekaligus menolak pendapat Thaha Husein

(1889-1973) sebagai Modernis-Liberal; pendapat Sayyed Qut}b (1906-

1966) sebagai Neo-revivalis Islam; dan pendapat Seyyed Hossein Nasr

dan Seyyed Muhammad Naquib al-Attas sebagai Neo-tradisionalis

Islam. Yang pertama menjadikan keseluruhan bahan-bahan Barat untuk

memahami tura>th dan syarat kebangkitan Arab-Islam. Yang kedua

menolak keseluruhan metode Barat dalam memahami tura>th dan syarat

bagi kebangkitan Islam. Dan yang ketiga, hanya perlu menyatakan

ulang tura>th masa lalu yang sudah mapan sebagai syarat kebangkitan

Islam.

Penelitian ini, dengan menggunakan secara kritis data-data dari

pemikiran Muh}ammad ‘A<bid al-Ja>biri, akan menunjukkan bahwa

kebangkitan peradaban Arab-Islam akan lebih relevan dan kontekstual

jika diatasi dengan Paradigma ‘Post-tradisionalime Islam’ sebagai

alterantif dari Paradigma Modernisme-Neomodernisme Islam,

Revivalisme-Neorevivalisme Islam, dan Tradisionalisme

Neotradisionalisme Islam.

Penelitian ini akan menggunakan tiga teori atau pendekatan.

Pertama, hermeneuitik (hermeneutical approach) sebagaimana yang

dijelaskan oleh Emilio Betti dan Hans Gadamer. Kedua, pendekatan

sejarah intelektual (intelectual historical approach) sebagaimana

dijelaskan oleh J.G.A Pocok dan Hayden White. Ketiga, pendekatan

teologis (theological approach), tepatnya teologi Islam sebagaimana

dikemukakan oleh Peter Connolly, Harun Nasution, dan Amin

Abdullah. Ketiganya digunakan secara bersamaan untuk

mengungkapkan dan mengokohkan berbagai asumsi teoritis dan

memahami data-data yang didapatkan.

Page 4: PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

xvi

Page 5: PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

xxiii

DAFTAR ISI

COVER LUAR i

COVER DALAM iii

KATA PENGANTAR v

PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI vii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ix

PERSETUJUAN PENGUJI xiii

ABSTRAK xv

PEDOMAN TRANSLITERASI xxi

DAFTAR ISI xxiii

DAFTAR BAGAN, TABEL, DAN GAMBAR xxvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Permasalahan Penelitian 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 10

D. Signifikansi Penelitian 11

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan 11

F. Metode Penelitian 15

G. Sistematika Penulisan 19

BAB II PROBLEMATIKA TURA<<<TH DAN MODERNITAS

PASCA DEFITISME 1967: KONSEPTUALISASI

DAN TEORETISASI

A. Tura>th: Beberapa Konsep Kunci 21

B. Pendekatan terhadap Tura>th: Trend Pemikiran

Islam Kontemporer 29

B.1. Pendekatan Ideal-Totalistik 33

B.2. Pendekatan Transormatif 36

B.3. Pendekatan Reformatif 43

BAB III KRITIK NALAR ARAB DAN PROBLEMATIKA

TURA>TH DALAM PEMIKIRAN MUHAMMAD

‘A<BID AL-JA>BIRI<>>

Page 6: PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

xxiv

A. Potret Historis dan Intelektual Muhammad

‘A<bid al-Ja>biri> 56

A.1. Intelektualisme Islam di Maroko 56

A.2.Geneologi Pemikiran al-Ja>biri> 59

A.3. Sketsa Karya-karya al-Ja>biri> 66

B. Kritik Nalar al-Ja>biri>: Kerangka Umum 70

C. Nalar Baya>ni> dan Pemahaman atas Tura>th 75

C.1. Definisi, Sejarah, dan Metode 75

C.2. Tiga Konsep Kunci 81

C.3. Beberapa Konsekuensi

C.4. Nalar Baya>ni> dan Tura>th: Posisi al-Ja>biri 88

D. Nalar Irfa>ni> dan Pemahaman atas Tura>th 90

D.1. Definisi, Sejarah, dan Metode 90

D.2. Konsep Z}a>hir-Ba>t}in 93

D.3. Nalar ‘Irfa>ni> dan Tura>th: Posisi al-Ja>biri 98

E. Nalar Burha>ni> dan Pemahaman atas Tura>th 99

E.1. Definisi, Sejarah, dan Metode 99

E.2. Burha>ni> di Wilayah Mashriq dan Maghrib:

Telaah Metodologi 102

E.3. Karakteristik Nalar Burha>ni>. 116

E.4. Nalar Burha>ni> dan Tura>th: Posisi al-Ja>biri 118

BAB IV KRITIK MUHAMMAD ‘A<BID AL-JA<BIRI<

TERHADAP BEBERAPA PENDEKATAN ATAS

TURA<TH

A. Kerangka Umum Pembacaan Kontemporer atas

Tura>th 121

B. Kritik Terhadap Pendekatan Salaf 126

C. Kritik Terhadap Pendekatan Marxis 134

D. Kritik Terhadap Pendekatan Liberal 140

BAB V KONTRIBUSI METODOLOGIS MUH{AMMAD

‘A<BID AL JA<BIRI< TERHADAP PEMBACAAN

ATAS TURA<<TH UNTUK KEBANGKITAN

PEMIKIRAN DAN PERADABAN ARAB-ISLAM

A. Basis Metodologi Pemikiran al-Ja>biri> 153

B. Metode Dekonstruksi dan Rekonstruksi

Page 7: PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

xxv

dan Penerapannya

terhadap Tura>th Arab-Islam 165

C. Tiga {Pendekatan: Strukturalis, Analisa Sejarah,

dan Kritik Ideologi 179

C.1. Pendekatan Strukturalis 181

C.2. Analisa Sejarah 185

C.3. Kritik Ideologi 190

D. Mekanisme Kebangkitan Arab-Islam 194

E. Kontribusi Epistemologi al-Ja>biri> terhadap

Perkembangan Studi Islam Kontemporer 199

E.1. Problematikia dan Tantangan Studi Islam 201

E.2. Model Epistemologi al-Ja>biri> 204

BAB VI KRITIK ATAS PEMIKIRAN MUHAMMAD ‘A<BID

AL-JA<BIRI<

A. Akal, Rasionalisme, dan Kebangkitan Arab

209

B. Problem Era Kodifikasi (‘as}r al-Tadwi>n) 216

C. Konsep Retakan Epistemologis (al-Qat}i>’ah al-

Ma’ri>fiyah) 222

BAB VII PENUTUP

A. Kesimpulan 228

B. Rekomendasi 229

DAFTAR PUSTAKA 231

Page 8: PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

xxvi

DAFTAR BAGAN, TABEL, DAN GAMBAR

Bagan 1 : Proses Terbentuknya Nalar Arab 74

Bagan 2 : Formasi Akal Arab menurut al-Ja>biri> 75

Bagan 3 : Posisi al-Ja>biri>: Dari Baya>n dan ‘Irfa>n ke

Burha>n Sentris 119

Bagan 4 : Skema Relasi Kuasa dan Sistem Pengetahuan

Arab-Islam 120

Bagan 5 : Alur Berpikir Pembacaan Kontempoprer dalam

Membaca Tura>th 126

Bagan 6 : Model Pendekatan Salafi terhadap Tura>th dan

Kritik al-Ja>biri> 134

Bagan 7 : Model Pendekatan MArxis terhadap Tura>th

dan Kritik al-Ja>biri> 140

Bagan 8 : Model Pendekatan Liberal terhadap Tura>th dan

Kritik al-Ja>biri> 149

Bagan 9 : Sketsa Basis Teoritik Muhammad A<bid al-

Ja>biri> 164

Bagan 10 : Skema Kebangkitan Menurut al-Ja>biri> 195

Bagan 11 : Skema Pendekatan Studi Islam Charles Josep

Adams 200

Bagan 12 : Skema Pengembangan Model Epsotemologi al-

Ja>biri> dalam Pendekatan al-Ta’wi>l al-‘ilmi>

Amin Abdullah 202

Tabel 1 : Model Epistemologi Baya>ni> 86

Tabel 2 : Skema Qiya>s ‘Irfa>ni> pada Contoh Q.S. al-

Rahma>n,19-22 Dalam Versi Shi>’ah 95

Tabel 3 : Skema Qiya>s ‘Irfa>ni> pada Contoh Q.S. al-

Rahma>n, 19-22 Dalam Versi al-Quhairi> 96

Tabel 4 : Model Epistemologi ‘Irfa>ni> 98

Tabel 5 : Model Epistemologi Burha>ni> 118

Tabel 6 : Perbandingan Pendekatan terhadap Tura>th

149

Gambar 1 : Peta Timur Tengah Pasca ‚The June 1967

War‛ 21

Gambar 2 : Segitiga Reformasi Tura>th Hassan Hanafi> 48

Page 9: PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Persoalan tura>th,1 tepatnya bagaimana ia dibaca (kaifa

nata’a>mal bi al-tura>th) telah menjadi persoalan peradaban Arab-Islam

terutama pasca kekalahan bangsa Arab oleh Israel pada tahun 1967.2

Studi Michaelle Browers menunjukkan bahwa dampak dari peristiwa

itu membawa kepada diskusi yang lebih intens di kalangan intelektual

Arab-Islam tentang wacana demokrasi, masyarakat sipil, globalisasi,

dan sekularisme.3 Diskusi dan perdebatan tentang tura>th kemudian

diarahkan untuk memajukan kembali kegemilangan dunia Islam dalam

bidang ilmu pengetahuan dengan menjadikan kritik internal sebagai

titik tolak untuk menyambut kebangkitan kembali dunia Islam (Islamic resurgence), yakni bagaimana bersikap terhadap tradisi (tura>th) dan

1 Meskipun ini istilah Arab, penulis cukup menulisnya dengan ‘tura>th’

(bukan al-Tura>th dengan tambahan ‚al‛) karena ia ditulis dalam keseluruhan

Bahasa Indonesia yang tidak memiliki makna gramatikal sebagaimana dalam

Bahasa Arab. Dan itu lazim ditemukan dalam tulisan-tulisan yang umumnya

menggunakan bahasa selain Bahasa Arab seperti Inggris dan Indonesia.

2 Baca lebih lanjut dua tulisan Ibrahim Abu> Rabi’, Contemporary

Arab Thought: Studies in Post-1967 Arab Intellectual History (London: Pluto

Press, 2004.), 43-45; ‚Contemporary Islamic Intellectual History: A

Theoretical Perspective‛, Islamic Studies, Vol. 44, No. 4 (Winter, 2005), pp.

503-526. http://www.jstor.org/stable/20838990. (Diakses, 23 Juli 2014),

‚Islamic Resurgence and The Problematic of Tradition in The Modern Arab

World: The Contemporary Academic Debate‛, Islamic Studies, Vol. 34, No. 1

(Spring 1995), pp. 43-66. http://www.jstor.org/stable/20840194. (Diakses 16

Juni 2014). Bandingkan dengan, Israel Gershoni, ‚Trends and Issues in

Contemporary Arab Thought by Issa J. Boullata‛, Middle Eastern Studies,

Vol. 28, No. 3 (Jul., 1992), pp. 609-616. http://www.jstor.org/stable/4283517.

(Diakses 16 Juni 2014)., Yudian Wahyudi, The Slogan ‚Back ti The Qur’a>n and Sunna‛: A Comparative Study of The Responses of H{asan H{anafi, Muh}ammad ‘A<bid al-Ja>biri>, and Nurholish Madjid. Disertation. (Canada: The

Institute of Islamic Studies McGill University Montral , 2012), 120.

3 Michaelle Browers, ‚Contemporary Arab Thought: Studies in Post-

1967 Arab Intellectual History by Ibrahim M. Abu-Rabi‛, Middle East Journal, Vol. 58, No. 3 (Summer, 2004), pp. 527-529.

http://www.jstor.org/stable/4330054. (Diakses 16 Juni 2014)

Page 10: PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

2

modernitas (hada>thah)4 sebagai diskursus utama dengan beberapa

pilihan; menitikberatkan pada tura>th, mengutamakan modernitas,

ataukah berdiri di tengah antara tura>th dan modernitas?5

Kenapa dunia Arab harus membicarakan kembali tradisinya

sendiri dan pada saat yang sama harus membicarakan modernitas?

Sa>diq Jala>l al-‘Azm menyebut peristiwa 1967 itu seperti halilintar di

siang bolong yang telah mengubah orientasi karir intelektualnya.

Dalam salah satu wawancara ia pernah mengatakan: ‚I found myself

suddenly preoccupied with writing about and debating direct political

questions which I never dreamed would be a concern of mine.‛6 Lantas,

keterkejutan al-‘Azm dituangkan dalam dua karyanya: al-Naqd al-Dha>ti Ba’da al-Hazi>mah dan Naqd al-Fikr al-Di>ni> dimana karya tersebut

diasumsikan sebagai dimulainya era baru pemikiran Arab kontemporer.

Dalam mencermati persoalan kontemporer ini7, para ahli telah

melakukan pemetaan konseptual dan tipologi gerakan pemikiran yang

muncul di era ini terutama dalam menghadapi diskursus intelektual

tentang tradisi (al-tura>th) dan modernitas (al-hada>thah). Kajian Ibrahim

Abu> Rabi’,8 Issa J. Boullata,

9 Abdullah Saeed,

,10 Amin Abdullah,

11 dan

4 Istilah modernitas sering digunakan dalam termenologi pemikiran

Arab kontemporer dengan berbagai varian antara lain, al-Hada>thah, al-Jadi>d,

al-Mu’a>s}irah, al-Tajdi>d. Lihat, Muh}ammad ‘A<bid al-Ja>bir>, Al-Tura>th wa al-Hada>thah, Dira>sa>t wa Muna>qasha>t (Beirut: Markaz Dira>sat al-Wah}dahal

‘Arabiyah, 1991), H{assan H{anafi>, Al-Tura>th wa al-Tajdi>d: Mauqifuna min al-Tura>th al-Qadi>m (Bairut: Al-Muassasah al-Jam’iyyah li al-Dira>sa>h wa al-

Nasyr wa al-Tauzi), A.H. Jidah, Al-As}lah wa al-Hada>thah fi Takwi>n al-Fikr al-Arab al-Naqd al-Hadi>th, A.D. Umari, Al-Tura>th wa al-Mu’a>s}irah.

5 Lihat, Muh}ammad Ali, ‚Antara Fundamentalisme dan Relativisme

Agama: Menelaah Gagasan Pembaharuan Islam Abd. Moqsith Ghazali‛, Titik Temu: Jurnal Dialog Peradaban (Jakarta: Nurcholish Madjid Society, 2012), 6.

6 Wawancara dilakukan oleh oleh Ghada Talhami dalam, Arab

Studies Quarterly, Summer 1996.

7 Yang dimaksud dengan era kontemporer (al-Mu’a>s}irah) di sini

adalah kelanjutan dari modernitas (al-Hada>thah) dan pada saat yang sama

adalah modernitas itu sendiri. Lihat, Kemal K. Karpat, Political and Social Thought in the Contemporary Middle East (New York: Routledge, 1982), 13.

Lihat juga, Qustantine Zurayq, ‚al-Nahj al-‘As}r; Muhtawah wa Huwiyyatuh,

Ija>biyyatuh wa Salbiyyatuh‛, dalam jurnal al-Mustaqbal al-‘Arabi>, No. 69,

November 1984, 105. Bandingkan dengan pendapat A. Laroui yang dikutip

Ibrahim M. Abu> Rabi’, ‚The Arab World‛ dalam Seyyed Hossein Nasr dan

Oliver Leaman (Ed.), History of Islamic Philosophy (London and New York:

Routledge, 1996), 1085.

8 Ibrahim Abu> Rabi', ‚Contemporary Islamic Intellectual History: A

Theoretical Perspective‛, Islamic Studies, Vol. 44, No. 4 (Winter, 2005), pp.

503-526. http://www.jstor.org/stable/20838990, (Diakses 16 Juni 2014).

Page 11: PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

3

Israel Gershoni,12

--untuk menyebut beberapa nama--setidaknya

menunjukkan perdebatan dan respons pemikir Islam atas tura>th.13

Inti

perdebatan itu adalah bagaimana memahami ulang tentang tradisi

dalam Islam di tengah-tengah arus besar modernisasi.14

Beberapa pertanyaan kritis diajukan dan dirumuskan untuk

menemukan relasi ideal; bagaimana bisa hidup sesuai dengan tuntutan

teks agama di satu pihak, tetapi di pihak lain dapat menempatkan diri

secara seimbang dengan perkembangan-perkembangan kemanusiaan,

bagaimana di satu pihak bisa terus menyesuaikan diri dengan

perubahan tetapi di pihak lain tetap menjadi Muslim yang baik,

bagaimana menjadi autentik sekaligus menjadi modern, bagaimana

berubah tetapi tetap berpegang pada asas-asas pokok yang ditetapkan

oleh agama, bagaimana menjaga keseimbangan antara al-s}ala>h

(autentisitas) dan al-hada>thah (modernitas) sekaligus.15

9 Issa J. Boulta, Trends and Issues in Contemporary Arab Thought,

(New York: State University of New York Press, 1990).

10

Abdullah Saeed, ‚Trends In Contemporary Islam: A Prelimenary

Attempt at a Classification‛, The Muslim Word, Volume 97, (July 2007), 396.

11

Amin Abdullah, Falsafah Kalam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1995), 31.

12

Israel Gershoni, ‚Trends and Issues in Contemporary Arab Thought

by Issa J. Boullata‛, Middle Eastern Studies, Vol. 28, No. 3 (Jul., 1992), pp.

609-616. http://www.jstor.org/stable/4283517, (Diakses 16 Juni 2014)

13

Ju>rji> Tara>bi>shi> berkesimpulan bahwa keragaman model

pembacaan tura>th yang diketengahkan oleh pemikir Arab kontemporer

tersebut semuanya justru berakhir pada ‘pemenggalan tura>th itu sendiri

(madhbah}ah al-tura>th). Lihat, Ju>rji> Tara>bi>shi>, Madbah}ah al-Tura>th fi> al-Thaqa>fah al-‘Arabiyah al-Mu’a>s}irah, (London: Da>r al-Sa>qi>, 1993), 92.

14

Armando Salvatore, ‚Tradition and Modernity within Islamic

Civilisation and the West‛ dalam, Armando Salvatore dan Martin van

Bruinessen, Islam and Modernity Key Issues and Debates (Edinburgh:

Edinburgh University Press, 2009), 3-4. Bandingkan dengan, Issa J. Boullata,

‚Arabs Face the Modern World: Religious, Cultural, and Political Responses

to the West by Nissim Rejwan‛, International Journal of Middle East Studies,

Vol. 31, No. 3 (Aug., 1999), pp. 465-467. http://www.jstor.org/stable/176230 .

(Diakses 12 Pebruari 2015).

15

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu umumnya diajukan oleh para

pemikir kontemporer untuk menemukan konsep tentang autentisitas (al-s}ala>h)

dan modernitas (al-h{ada>thah). Untuk menyebutkan beberapa contoh lihat

antara lain, H}assan H}anafi>, Al-Tura>th wa-al-Tajdi>d Mauqifuna min al-Tura>th al-Qadi>m (Beirut: al-Mu'assasah al-‘Arabiyah li all-Dira>sa>t al-Nas}r wa-al-

Tawzi’, 1992), Muh}ammad Arkoun, Al-Tura>th wa-Tahaddiyat al-‘As}r fl-al-Wat}an al-‘Arabi> ed. Al-Sayyid Yasin, 155-167. (Beirut: al-Mu'assasah al-

‘Arabiyah lil-Dira>sa>t wa-al-Nas}r, 2000), Adonis, Al-Isla>m wa-al-Hada>thah:

Page 12: PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

4

Dalam pemikiran Barat, terdapat dua teori yang bertentangan

tentang relasi modernitas dan agama.16

Yang pertama menolak

menyatukan keduanya. Sedangkan yang kedua berpendapat sebaliknya.

Teori pertama mengatakan bahwa agama adalah fenomena tradisional

yang pada akhirnya akan menurun, termarjinalisasi oleh proses

modernisasi, industrialisasi, urbanisasi, dan pendidikan yang masif.

Bahkan, para pendukung fanatik teori ini mengatakan bahwa agama

tidak dapat disatukan dengan modernitas (they just don’t mix!). Kajian

Anthony Giddens,17

Alan Aldridge,18

Pippa Norris, Ronald Inglehart, 19

Armando Salvatore dan Dale F. Eickelman20

menjelaskan tesis ini.

Yang kedua sebaliknya. Juergensmeyer mengatakan bahwa

telah terjadi kebangkitan agama-agama di seluruh belahan dunia akibat

terjadinya krisis kepercayaan terhadap nasionalisme sekuler.21

Charles

Davis juga membuktikan bahwa agama dalam arus modern menjadi

kekuatan signifikan dalam aspek kehidupan ekonomi, sosial, politik,

dan budaya.22

Nadwat Mawa>qif (London: Da>r al Saqi, 1990), Muh}ammad ‘A<bid al-Ja>biri,

Nah}nu wa-al-Tura>th (Beirut: Dar al-Tanwi>r, 1985), al-Tura>th wa-al-Hada>thah. (Beirut: Markaz Dira>sa>t al-Wahdah al-‘Arabiyah, 1991). Bandingkan dengan,

Robert D. Lee, Overcoming Tradition and Modernity: The Search for Islamic Authenticity, (Colorado: Weshriew Press, 1997), 13-18.

16

Membandingkan pemikiran Barat tentang relasi modernitas dan

agama dengan pemikiran Islam kontemporer tentang relasi antara tradisi dan

modernitas dianggap memiliki signifikansi karena alasan bahwa yang

dimaksud dengan tura>th dalam kajian ini selalu berkaitan dengan pemikiran

keagamaan, bahkan dalam batas-batas tertentu dengan agama itu sendiri.

17

Anthony Giddens, Profiles and Critiques in Social Theory (Berkeley

and Los Angeles: University of California Press, 1982), 120.

18

Alan Aldridge, Religion in the Contemporary World (Cambridge:

Polity, 2008), 70.

19

Pippa Norris dan Ronald Inglehart, Sacred and Secular Religion and Politics Worldwide (Cambridge: Cambridge University Press, 2011).

20

Armando Salvatore and Dale F. Eickelman, ‚Discussing Islam and

Modernity‛, Middle East Studies Association Bulletin, Vol. 34, No. 1

(Summer 2000), pp. 41-46 http://www.jstor.org/stable/23061665. (Diakses 16

Juni 2014).

21

Mark Juergensmeyer, The New Cold War? : Religious Nationalism Confronts the Secular State Comparative Studies in Religion and Society

(Berkeley and Los Angeles, California:University of California Press, 1993), 1-

2.

22

Charles Davis, Religion and The Making Society: Essays in Social Theology (Cambridge: Cambridge University Press, 1994), 3.

Page 13: PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

5

Dalam pemikiran Islam, juga terdapat keragaman respons atas

masalah tersebut terutama dalam memperlakukan tura>th.23

Akber S.

Ahmed dalam karyanya, Postmodernism and Islam, Predicament and Promise, setidaknya memberikan gambaran umum tentang bagaimana

para sarjana Muslim khususnya yang bermukim di Inggris

mengidentifikasi diri dalam merespons problem-problem kontemporer

secara umum dan terutama menyangkut tura>th dan respons mereka

terhadap modernitas.24

Sementara madhab yang digolongkan sebagai tradisionalis atau

neotradisionalis lebih berorientasi pada aspek esoteris-sufistik, dengan

menghargai tura>th tanpa kritik. Kecenderungan itu dapat dilihat pada

pemikiran Seyyed Hossein Nasr,25

Seyyed Muh}ammad Naquib al-

23 Keragaman pendapat itu dapat dilihat misalnya dalam kajian yang

dilakukan oleh Issa J. Boullata, ‚The Formation of Arab Reason: Text,

Tradition and the Construction of Modernity in the Arab World by

Muhammad ‘A<bid al-Ja>biri>.‛ Review of Middle East Studies, Vol. 46, No. 2

(Winter 2012), pp. 234-236. http://www.jstor.org/stable/41940900. (Diakses

07 September 2014). Bandingkan dengan, As'ad Abu> Khali>l, ‚A New Arab

Ideology?: The Rejuvenation of Arab Nationalism.‛ Middle East Journal, Vol.

46, No. 1 (Winter, 1992), pp. 22-36. http://www.jstor.org/stable/4328391.

(Diakses 03 November 2014), Richard H. Pfaff, ‚The Function of Arab

Nationalism.‛ Comparative Politics, Vol. 2, No. 2 (Jan., 1970), pp. 147-

167.http://www.jstor.org/stable/421276. (Diakses 03 November 2014), Rashid

Khalidi, ‚Arab Nationalism: Historical Problems in the Literature.‛ The American Historical Review, Vol. 96, No. 5 (Dec., 1991), pp. 1363-1373.

http://www.jstor.org/stable/2165275. (Diakses 03 November 2014). Lihat juga,

Marcel A. Boisard, Humanisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986),

311-320.

24

Pandangan Akber S. Ahmed digunakan untuk memberikan

perspektif umum atas keragaman respons sarjana Muslim pada kurun waktu

tertentu dan dalam suatu kawasan tertentu, dalam hal ini adalah Inggris yang

dapat mewakili peradaban modern Eropa. Pandangan serupa banyak

dikemukakan para ahli lainnya. Lihat misalnya, Ibrahim M. Abu> Rabi’,

Intellectual Origins of Islamic Resurgence in The Modern Arab World (New

York: State University of New York Press, 1996) bab 1, 2, dan 8., Sabry

Hafez, ‚Edward Said's Intellectual Legacy in The Arab World.‛ Journal of Palestine Studies, Vol. 33, No. 3 (Spring 2004), pp. 76-90.

http://www.jstor.org/stable/10.1525/jps.2004.33.3.076. (Diakses 03 November

2014).

25

Seyyed Hossein Nasr, Traditional Islam in the Modern World

(London: 1987),15. Bandingkann dengan, Gail Minault, ‚Traditional Islam in

the Modern World by Seyyed Hossein Nasr‛ Middle East Journal, Vol. 42, No.

1 (Winter, 1988), pp. 130-131. http://www.jstor.org/stable/4327707. (Diakses

16 Pebruari 2015), Constant Hamès, ‚Traditional Islam in the Modern World

Page 14: PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

6

Attas,26

Isma>i>l Ra>ji’ al-Faru>qi>.27

Nasr dan al-Attas misalnya, meyakini

bahwa tura>th tidak perlu dibaca ulang. Ia hanya perlu dinyatakan

ulang.28

Menurut al-Attas, dalam Islam tidak mengenal era klasik,

pertengahan, modern dan post-modern. Sehingga tidak perlu

dipertentangkan antara tura>th dan modernitas (al-Hada>thah).29

Dalam

bahasa lain, kecenderungan ini ingin mengatakan bahwa tidak ada

konsep yang baru lebih baik dari yang lama atau yang baru pasti lebih

baik dari yang lama. Konsekuensinya, modernitas yang diposisikan

sebagai ‘yang baru’ (al-Hada>thah) tidak bisa dikatakan lebih baik dari

tura>th yang diposisikan sebagai ‘yang lama’(al-Qadi>m).

Berbeda dengan madhab tradisionalis, golongan literalis-salafi

memandang tura>th tidak lagi relevan dalam memahami Islam dan

realitas umat Islam. Kajian Khaled Abou El Fadl30

menunjukkan bahwa

kelompok ini tidak berminat untuk mereguk kekayaan peninggalan

peradaban Islam masa lalu sambil memandang sebelah mata terhadap

orientasi rasional intelektualisme kritis. Ada kesan penentangan yang

cukup kuat terhadap Barat, tetapi di sisi lain mereka juga lekat dengan

cara-cara berpikir yang tersegmentasi, mengabaikan penelaahan

kualitas-kualitas kemanusiaan yang mendasar, serta mencampakkan

perspektif historisitas ajaran agama.31

Kelompok ini dalam kajian

Haidar Nasir,32

disebut sebagai kelompok Islam syari’at yang memiliki

by Seyyed Hossein Nasr‛, Archives de sciences sociales des religions, 37e

Année, No. 80 (Oct. - Dec., 1992), p. 282.

http://www.jstor.org/stable/30128648. (Diakses 16 Pebruari 2015).

26

Seyyed Muh}ammad Naquib al-Attas, A Commentary on the Hujja>t al-S{iddi>q of Nur al-Di>n al-Rani>ri> (Kuala Lumpur: 1986), 465. Lihat juga pada

karyanya yang lain, Islam and Secularism (Kuala Lumpur: International

Institute of Islammic Thought and Civilization, 1993), 133.

27

Isma>’i>l Ra>ji al-Faru>qi>, Islamization of Knowledge, General

Principle and Work Plan (Virginia: IIT, 1995), 37.

28

Lihat Seyyed Muh}ammad Naquib al-Attas, A Commentary on the Hujja>t al-S{iddi>q of Nur al-Di>n al-Rani>ri>. (Kuala Lumpur: 1986), 465., Seyyed

Hossein Nasr, Traditional Islam in the Modern World (London: 1987),15.

Bandingkan dengan karyanya yang lain, Islam and Secularism (Kuala Lumpur:

International Institute of Islammic Thought and Civilization, 1993), 133.

29

Seyyed Muh}ammad Naquib Al-Attas, Tinjauan Ringkas Peri Ilmu dan Pandangan Alam (Pulau Pinang: Penerbit Universiti Sains Malaysia,

2007),

30

Khaled Abou El Fadl, Speaking In Gods Name: Islamic Law, Authority and Women (Oxford: Oneworld, 2003), 20.

31

Mutohharun Jinan, ‚Dilema Gerakan Pemurnian Islam‛, Ishraqi, Vol. IV Nomor 1, (Januari-Juni 2008), 65.

32

Haidar Nasir, Islam Syari’at, Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia (Bandung: Mizan, 2013), 67-86.

Page 15: PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

7

perspektif integralisme, yaitu suatu pandangan dunia yang mengatakan

bahwa Islam sebagai wahyu Allah yang sempurna. Maka gagasan

kebangkitan Islam hanya dimungkinkan jika kembali kepada al-Qur’a>n

dan Sunnah (al-Ruju>’ ila> al-Qur’a>n wa al-Sunnah).33

Secara umum,

pemikiran model ini dapat dirujuk kepada Muh}ammad Rashi>d Rid}a’

(1865-1935), Hasan al-Bana>’ (1906-1949), Sayyid Qut}b (1906-1966),

dan Abu> A’la al-Maudu>di> (1903-1979).

Madhab tradisionalis dan salafi cukup mendapat perhatian

kelompok modernis yang berkeyakinan perlunya ‘meminjam Barat’

dalam memahami tura>th.34

Studi Khalif Mu’ammar Haris35

Fazlur

Rah}ma>n, Muhammad Arkoun, Adonis, dan H}assan H{anafi> berada di

barisan kelompok ini. Luthfi Assyaukanie36

membagi pandangan

pemikir Muslim kontemporer terhadap tura>th dan modernitas menjadi

33 Kajian lebih lanjut dalam soal ini lihat, Yudian Wahyudi, The

Slogan ‚Back ti The Qur’a>n and Sunna‛: A Comparative Study of The Responses of H{asan H{anafi, Muh}ammad ‘A<bid al-Ja>biri>, and Nurholish Madjid, Disertation. (Canada: The Institute of Islamic Studies McGill

University Montral , 2012).

34

Lihat Akber S. Ahmed, Postmodernism and Islam, Predicament and Promise (New York: Routledge, 1992), 158-167. Selain Akber S. Ahmed,

banyak para ahli yang melakukan katagorisasi dan kecenderungan isu

pemikiran Islam kontemporer yang dikembangkan. Lebih lengkap lihat

misalnya, Muzaffar Iqbal, ‚Islam and Muslims in the Twenty-First Century:

Preliminary Thoughts on a Research Agenda‛, Islamic Studies, Vol. 42, No. 3

(Autumn 2003), pp. 503- 508.http://www.jstor.org/stable/20837289. (Diakses

16 Juni 2014). Bandingkan dengan, Adis Duderija, ‚Islamic Groups and Their

World-Views and Identities: Neo-Traditional Salafis and Progressive

Muslims‛, Arab Law Quarterly, Vol. 21, No. 4 (2007), pp. 341-363.

‚http://www.jstor.org/stable/27650599. (Diakses 16 Juni 2014), Shahrough

Akhavi, ‚The Dialectic in Contemporary Egyptian Social Thought: The

Scripturalist and Modernist Discourses of Sayyid Qut}b and H{assan H{anafi>‛,

International Journal of Middle East Studies, Vol. 29, No. 3 (Aug., 1997), pp.

377-401. http://www.jstor.org/stable/164586. (Diakses 16 Juni 2014).

35

Khalif Mu’ammar Haris, ‚Pandangan Islam Terhadap Tradisi dan

Kemodenan,‛ Jurnal Had}a>ri> 4 (1) (2012), 23-48. www.ukm.my/jhadhari.

(Diakses 2 Maret 2015). 36

A. Luthfi Assyaukanie, ‚Tipologi dan Wacana Pemikiran Arab

Kontemporer,‛ Jurnal Paramadina, vol. 1, (1998), 61. Bandingkan dengan

Charels Cruzman (Ed.) dalam Liberal Islam: A Sourcbook yang membagi

tipologi pemikiran (tradisi) Islam menjadi tiga, ‚Islam adat‛ (Customary Islam), ‚Islam revivalis‛ (Revivalist Islam), dan ‚Islam liberal‛ (liberal Islam).

Lihat juga, Mansur Fakih, Jalan Lain, Manifesto Intelektual Organik,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), 248-255.

Page 16: PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

8

tiga tipologi besar;37

transformatik, reformistik, dan ideal-totalistik

yang sering dipadankan dengan kelompok ‚fundamentalis‛.38

Muh}ammad ‘A<bid al-Ja>biri> (1935-2010) (selanjutnya akan

ditulis al-Ja>biri>), seorang filsuf kontemporer kelahiran Maroko

memiliki pandangan yang lebih filosofis dengan menekankan aspek

epistemologi dalam membaca tura>th sebagai problem kontemporer

Arab-Islam.

Dalam kajian Luthfi,39

al-Ja>biri> adalah pemikir yang mewakili

aliran reformistik yang mengusung metode dekonstruktif40

dalam

memandang tura>th.41

Selain al-Ja>biri>, Luthfi memasukkan Muhammad

Arkoun sealiran dengannya. Dalam iklim intelektual Arab-Islam yang

cenderung berorientasi kepada teks, karya-karya al-Ja>biri> memberikan

alternatif baru dengan menekankan pada pembacaan secara tri-

37Sebagai perbandingan, al-Ja>biri> membaginya menjadi tiga

kelompok, model pembacaan kaum fundamentalis, kaum liberal dan kaum

Marxis. Lebih rinci lihat, al-Ja>biri>, Arab Islamic-philosophy: a Contemporary Critique the Centre for Middle Eastern Studies, (terj) Moch Nur Ichwan,

(Yogyakarta, Islamika, 2003), 14-19. Lihat juga pendapat Issa J. Boullata yang

membagi kecenderungan pemikiran Arab modern ini ke dalam tiga katagori;

(1) Islamic traditionalist; (2) Western liberal, and (3) leftist radical. Lihat,

Ibrahim M. Abu> Rabi’, ‚Religion and Culture in The ModernArab World:

Reflections on Hisham Sharabi, (ed.) "the next arab decade: alternative

futures,‛ http://www.jstor.org/stable/20839972 . (Diakses 03 November 2014)

38

Adis Duderija, ‚Islamic Groups and Their World-Views and

Identities: Neo-Traditional Salafis and Progressive Muslims.‛ Arab Law Quarterly, Vol. 21, No. 4 (2007), pp. 341-363.

http://www.jstor.org/stable/27650599. (Diakses 16 Juni 2014).

39

. Luthfi Assyaukanie, ‚Tipologi dan Wacana Pemikiran Arab

Kontemporer,‛ Jurnal Paramadina, vol. 1, (1998), 61.

40

Salah satu tujuan dari metode dekonstruksi adalah untuk

menunjukkan ketidakberhasilan upaya penghadiran kebenaran absolut dan

ingin ‘menelanjangi’ agenda tersembunyi yang mengandung banyak

kelemahan dan ketimpangan di balik teks-teks. Teori ini dapat dirujuk kepada

pemkiran filsuf Perancis Jacues Derrida (1930-2004). Lihat, Christoper Norris,

Membongkar Teori Dekonstruksi Jacques Derrida (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,

2008), 68, Christoper Norris, Deconstructioan, Postmodernism, and Philosophy of Science: Some Epistemo-Critical Bearings, (Vol.2, No.1, 1998),

18. Cultural Values, Bandingkan dengan, F. Budi Hardiman, Filsafat Fragmentaris (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2007) 34-35.

41

Pengelempokkan al-Ja>biri> ke dalam pemikir dekonstruksionis (al-Tafki>k) dapat ditelusri dari ungkapan al-Ja>biri> sendiri. Lihat, al-Ja>biri>, al-Tura>th wa al-Hada>thah (Beirut: Markaz Dira>sat al-Wah}dah al-‘Arabiyah,

1991), 50.

Page 17: PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

9

dimensional terhadap masa lalu Arab.42

Posisi intelektual al-Ja>biri>

dalam persoalan tura>th sering dipuji tetapi juga banyak dikritik. Satu

sisi ia dianggap sebagai ‚pendobrak‛ atas nalar Arab-Islam yang

terlampau tekstual dan sufistik dan karenanya kurang adaptif terhadap

gagasan kemajuan. Pada saat yang sama ia terjebak pada nalar Barat

yang dianggap asing bagi jati diri peradaban Islam.

B. Permasalahan Penelitian

B.1. Identifikasi Masalah

Dari uraian dalam latar belakang masalah di atas, peneliti

mengidentifikasi beberapa masalah untuk kemudian dirumuskan dalam

beberapa pertanyaan penelitian. Diantaranya adalah:

1. Persoalan-persoalan utama intelektual apakah yang dihadapi

umat Islam di era kontemporer?

2. Bagaimana realitas pemikiran Arab-Islam atas tura>th?

3. Bagaimana konstruksi pandangan para pemikir Muslim

kontemporer dalam membaca tura>th (warisan intelektual)

Arab-Islam?

4. Solusi pemikiran seperti apakah yang ditawarkan oleh para

pemikir Muslim kontemporer dalam mengatasi problematika

tura>th?

5. Apa kekuatan pemikiran paradigmatik yang ditawarkan oleh al-

Ja>biri> sehingga menjadi penting untuk diangkat dalam konteks

perkembangan pemikiran Islam kontemporer?

6. Apa yang membedakan dari pemikiran al-Ja>biri> dengan para

pemikir Islam kontemporer lainnya sehingga ia layak

ditempatkan sebagai pemikir Islam kontemporer terkemuka

pada saat ini?

B.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dengan uraian latar belakang dan identifikasi masalah di atas,

maka yang menjadi persoalan utama dalam kajian ini adalah pemikiran

al-Ja>biri> tentang tura>th. Dengan pembatasan pada pokok persoalan

tersebut, dapat diajukan beberapa pertanyaan penelitian sebagai

berikut:

42

Maksudnya, al-Ja>biri> bermaksud membaca teks secara strukturalis,

historis, dan ideologis sekaligus. Lihat, al-Ja>biri>, al Tura>th wal al-H}ada>thah, 32. Bandingkan, Walid Harmaneh, Pengantar untuk buku al-Ja>biri>, Arab Islamic-philosophy: a Contemporary Critique terj. Moch Nur Ichwan,

(Yogyakarta: Islamika, 2003), xxiv.

Page 18: PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

10

1. Apa dan bagaimana pemikiran al-Ja>biri> dalam membaca

tura>th ?

2. Dimana menempatkan posisi pemikiran al-Ja>biri> dalam

lanskap pergulatan pemikiran Islam kontemporer?

3. Apa kontribusi dan implikasi pemikiran al-Ja>biri> tentang

tura>th terhadap diskursus pemikran Islam kontemporer?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam Penelitian ini ada dua tujuan yang akan ditempuh, yaitu

aspek keilmuan yang bersifat teoritis dan aspek praktis yang bersifat

fungsional. Dari aspek keilmuan, studi pemikiran al-Ja>biri> tentang

tura>th akan memberikan alternatif dan kontribusi paradigmatik dalam

trend pemikiran Islam kontemporer (trend of contemporary islamic thought). Selama ini, kajian kritis terhadap tura>th Islam, tepatnya teks-

teks keagamaan yang sudah mapan sering dianggap blunder dan tabu

bagi eksistensi keagamaan seseorang. Tura>th, dalam pengertiannya

sebagai tafsir atas agama, bagi sebagian Muslim paralel dengan agama

itu sendiri. Sedangkan agama sering dipadankan dengan bunyi teks dan

teks sama dengan agama. Sehingga, ‚mengotak-atik‛ tradisi sering

dianggap mengganggu agama. Problematika ini muncul karena adanya

kegagalan pembaca teks yang tidak mengaitkannya dengan konteks43

Akibat dari cara pandang demikian, keilmuan dalam Islam berjalan

lambat.44

Pola pikir seperti itulah yang membelenggu dan dalam batas-

batas tertentu telah mematikan intelektualitas umat Islam selama

berabad-abad. Penelitian ini bermaksud untuk membuktikan dan

membongkar berbagai ‘kekeliruan epistemologis’, setidaknya menuurut

cara pandng al-Ja>biri>, dan sekaligus mengembalikan cara berfikir yang

pernah menghantarkan dunia Islam berada dalam era kebangkitan

(nahd}ah)

43Lebih jauh, perhatikan pandangan Kuntowijoyo tentang

demistifikasi. Dengan mengutip pendapat D.A. Rinkers, Kuntowijoyo

berpendapat bahwa umat Islam cenderung mengadakan mistiifcatie agama.

Demistifikasi yang dimaksud oleh Kuntowijoyo adalah gerakan intelektual

untuk menghubungkan kembali teks dengan konteks supaya antara teks dan

konteks ada korespondensi. Dengan demistifikasi umat akan mengenal dengan

lebih baik; baik lingkungan fisik, lingkungan sosial, lingkungan simbolis,

maupun lingkungan sejarah. Lihat, Kuntowijoyo, Islam sebagai Ilmu, Epistemologi, Metodologi, dan Etika (Jakarta: Teraju, 2004), 9-10.

44

Amin Abdullah, ‚Kajian Ilmu Kalam‛ dalam Komaruddin Hidayat

dan Hendro Praseto (ed), Problem dan Prospek IAIN, Antalogi Pendidikan Islam (Dapag RI, Dirjen Binbaga, 2000), 241.

Page 19: PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

11

Sedangkan dari sisi nilai praktis, hasil penelitian ini diharapkan

bermanfaat dalam membangun kesadaran metodologis dan

epistemologis dalam memandang setiap perubahan kesejarahan umat

Islam. Karena itu, sangat mungkin untuk dijadikan sebuah pendekatan

baru dalam diskurusus metodologi studi Islam. Dari kesimpulan

sementara, pemikiran al-Ja>biri> cenderung untuk meletakkan persoalan

tradisi agama sebagai obyek yang bisa didekati secara ilmiah. Sehingga,

tradisi yang bersumber dari Tuhanpun tidak bisa dilepaskan prosesnya

dari kesejarahan manusia.

D. Signifikansi Penelitian

Sebagaimana sudah umum diketahui bahwa kajian tentang

tura>th telah menjadi wacana pemikiran Islam kontemporer yang

penting dan mendapat perhatian cukup besar dari para pemikir Islam

kontemporer. Penelitian tentang tema ini merupakan upaya intelektual

yang relevan pada saat ini untuk menghidupkan, mengevaluasi, dan

mengembangkan warisan intelektual Islam untuk kepentingan

peradaban Islam itu sendiri. Karena itu, signifikansi dari penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Dari segi substansi, penelitian ini secara umum untuk

memperkaya literatur menganai kajian tentang tura>th

dalam perspektif kajian tokoh.

2. Penelitian ini akan mengkaji secara konseptual atas

pembacaan al-Ja>biri> tentang tura>th.

3. Secara praktis, penelitian ini berupaya memberikan

masukan, tambahan informasi, dan perbandingan bagi

akademisi, pemerhati, peneliti, mahasiswa terhadap

konsep tentang tura>th.

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Kajian tentang tura>th dan kaitannya dengan modernitas dalam

sudut pandang pemikiran Islam atau lebih tepatnya para sarjana Muslim

cukup marak terutama sejak era nahd}ah.45

Pertanyaan-pertanyaan

45 Nahd}ah adalah sebuah gerakan politik dan kebudayaan yang luas

mendominasi periode 1850-1914 M. Bermula dari Suriah dan kemudian

berkembang ke Mesir. Nahd}ah melalui penerjemahan dan vulgarisasi,

mengasimilasi keberhasilan-keberhasilan peradaban Eropa yang besar, sambil

menghidupkan kembali kebudayaan Arab klasik yang mendahului abad-abad

dekadensi dan dominasi asing. Pendapat ini berasal dari A. Laroui yang dikutip

dari Ibrahim M. Abu> Rabi’, ‚The Arab World‛ dalam Seyyed Hossein Nasr

Page 20: PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

12

tentang bagaimana seharusnya umat Islam bersikap terhadap tradisinya

sendiri dan pada saat yang sama terhadap modernitas sebagai capaian

peradaban yang identik dengan Barat kembali menguat di tengah-

tengah umat Islam terutama setelah peristiwa kekalahan bangsa Arab

oleh Israel pada tahun 1967.

Ibrahim Abu> Rabi’ (1995) dalam, Toward a Critical Arab Reason: The Contributions of the Moroccan Philosopher Muhammad 'Ābid al-Jābirī 46

, berusaha menjelaskan sudut epsitemologi dari nalar

Arab dengan menggunakan perspektif al-Ja>biri>. Dalam penelitian ini

dikatakan bahwa nalar Arab terlalu mengandalkan teks dalam melihat

realitas. Dampaknya adalah kurangnya penghargaan terhadap

perubahan. Penelitian ini belum menunjukkan secara jelas terhadap

masalah tura>th dan modernitas sebagai objek kajian.

Issa J. Boullata (1990)47

dalam, Trends and Issues in Contemporary Arab Thought mengulas pandangan-pandangan kritis

dari sejumlah pemikir Arab kontemporer tentang isu-isu kebudayaan,

warisan, sejarah dan peran perempuan Arab yang akhir-akhir ini banyak

mendapat perhatian. Dari survei para pemikir itu, Boullata

menyimpulkan bahwa dominasi imperialisme Barat yang disertai

dengan keterbelakangan Arab dan kekalahannya dari Zionis Israel

tahun 1948 dan 1967 mendorong intelektual Arab mencurahkan

perhatian mereka untuk menjelaskan stagnasi dan kegagalan

kebangkitan (Arab) Islam dan selanjutnya merencanakan model

pengembangan yang diinginkan di masa mendatang. 48

dan Oliver Leaman (Ed.), History of Islamic Philosophy (London and New

York: Routledge, 1996), 1085. Bandingkan, Ibrahim Abu> Rabi’, ‚Islam, the

West and the Challenges of Modernity by Tariq Ramadan‛, Islamic Studies,

Vol. 41, No. 3 (Autumn 2002), pp. 507-515.

http://www.jstor.org/stable/20837214. (Diakses 23 Juli 2014), Muhammad

Mumtaz Ali, ‚The Concept of Modernization: An analysis of Contemporary

Islamic Thought.‛ American Journal Of Islamic Science , Vol 14. No.1,

(t.t), pp. 13-25. http://www.iiit.org/ .(Diakses 01 September 2014).

46

Ibrahim Abu> Rabi’, ‚Toward a Critical Arab Reason: The

Contributions of the Moroccan Philosopher Muḥammad'Ābid al-Jābirī‛, Islamic Studies, Vol. 42, No. 1 (Spring 2003), pp. 63-95.

http://www.jstor.org/stable/20837251. (Diakses 16 Juni 2014).

47

Issa J. Boulta, Trends and Issues in Contemporary Arab Thought , (New York: State University of New York Press, 1990), 219.

48

Dalam pendapat Gershoni, Certainly, the book offers a clear and

concise survey of trends, themes and patterns of thought, all of which are

expressed in the multi-faceted Arab thought of the recent past‛. Israel

Gershoni, ‚Trends and Issues in Contemporary Arab Thought by Issa J.

Page 21: PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

13

Kajian lain ditunjukkan oleh Armando Salvatore (1995)49

dalam, The Rational Authentication of Tura>th in Contemporary Arab Thought: Muhammad al-Ja>biri> and H}assan Hanafi>>‛. Penelitian ini

menunjukkan perbandingan pemikiran antara al-Ja>biri> dan H{assan

H{anfi> dalam persoalan membaca tradisi Islam (al-Tura>th al-Isla>mi>). Namun penelitian ini kurang menunjukkan paradigma secara utuh

tentang bagaimana memahami tradisi dari sudut kontemporer.

Penelitian lain yang patut diketengahkan di sini adalah disertasi

Nadia Warden (2008)50

yang berjudul, The Problematic of Tura>th in Contemporary Arab Thought: A Study of Adonis and H{aasan H{anafi>. Penelitian ini menunjukkan analisa terhadap hasil pemikiran H{assan

H{anafi> yang oleh Nadia disebut sebagai ‘Islam-modernis’ dan Adonis

sebagai ‘sekuler-modernis’. Keduanya sependapat bahwa tura>th harus

dibaca ulang untuk kebutuhan kontemporer. Perbedaannya adalah

bahwa H{assan H{anafi> lebih moderat dengan menjadikan wahyu sebagai

sumber otoritatif sedangkan Adonis lebih liberal dengan

mendokonstruksi ayat-ayat yang menghalangi kreativitas berfikir.

Disertasi Yasmeen Daifallah dengan judul Political Subjectivity in Contemporary Arab Thought: The Political Theory of Abdullah Laraoui, H{assan Hanafi>, and Muh}ammad ‘A<bid al-Ja>biri>51

mengurai aspek-aspek pemikiran politik tiga pemikir

kontemporer termasuk al-Ja>biri>. Meskipun ia mengulas pemikiran al-

Ja>biri, perhatiannya bukan pada masalah tura>th.

Yudian Wahyudi juga menulis disertasi yang menyinggung

pemikiran al-Ja>biri> dan membandingkannya dengan pemikir lain

dengan judul, The Slogan ‚Back to The Qur’a>n and Sunna‛: A Comparative Study of The Responses of H{asan H{anafi, Muh}ammad

Boullata‛, Middle Eastern Studies, Vol. 28, No. 3 (Jul., 1992), pp. 609-616.

http://www.jstor.org/stable/4283517. (Diakses 16 Juni 2014).

49

Armando Salvatore, ‚The Rational Authentication of Tura>th in

Contemporary Arab Thought: Muhammad al-Ja>biri> and H}assan H}anafi>‛,

Moslem World, LXXXV, (Juli-Oktober, 199), 3-4.

50

Nadia Warden , The Problematic of Tura>ts in Contemporary Arab Thought: A Study of Adonis and H{assan H{anafi> (Canada: The Institute of

Islamic Studies McGill University, 2008).

51

Yasmeen Daifallah, Political Subjectivity in Contemporary Arab Thought: The Political Theory of Abdullah Laraoui, H{assan H{anafi>, and Muhammad ‘A<bid al-Ja>biri>. Disertation. (Calivornia: University of California

Press, 2012). Bandingkan dengan, Detlev Khalid, ‚La crise des intellectuels

arabes: Traditionalisme ou historicisme (The Crisis of Arab Intellectuals) by

Abdallah Laroui‛, Islamic Studies, Vol. 14, No. 1 (SPRING 1975), pp. 77-80.

http://www.jstor.org/stable/20846938. (Diakses 12 Pebruari 2015).

Page 22: PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

14

‘A<bid al-Ja>biri, and Nurholish Madjid52 Kajiannya terpusat pada

masalah-masalah ‘slogan kembali al-Qur’a>n dan sunnah’ dengan solusi

ideal di era modern dalam pandangan modernis-reformis Sunni.

A. Luthfi Assyaukanie (1998) dalam ‚Tipologi dan Wacana

Pemikiran Arab Kontemporer‛53

menyajikan ulasan tentang tipologi

para pemikir Islam kontemporer Arab dengan menempatkan al-Ja>biri>

sebagai dekonstruksionis dalam memahami tradisi. Kajian ini hanya

terfokus pada pemetaan para pemikir Islam kontemporer dengan

mengatagorisasikan masing-masing para pemikir dengan seluruh latar

belakang yang mengitarinya. Kajian sejenis pernah dilakukan oleh

Anouar Abdel-Malek dalam tulisannya, ‚Introduction a>la Pense>e Arabe

Contemporaine‛ . Dalam kajiannya, pemikiran Arab kontemporer

ditandai dengan berbagai perspektif antara lain nasionalisme,

modernisme, dan universalisme.54

Tiga tulisan Ahmad Baso yaitu, ‚Postmodernisme sebagai

Kritik Islam (Kontribusi Metodologis ‚Kritik Nalar‛ Muhammad A<bid

al-Ja>biri>)‛ 55

, ‚Problem Islam dan Politik: Perspektif ‚Kritik Nalar

Politik‛ Muh}ammad ‘A<bid al-Ja>biri>‛56

dan ‚Kritik Nalar al-Ja>biri>:

Sumber, Batas-batas, dan Manifestasi.‛57

Tiga tulisan ini masih umum

dalam mengupas pokok-pokok metodologis pemikiran al-Ja>biri>.

Sehingga belum terdapat eksplorasi lebih mendalam. Namun demikian,

usaha Baso cukup berharga bagi kepentingan kajian ini terutama untuk

mengetahui corak dan kecenderungan pemikiran al-Ja>biri> baik

mengenai tura>th maupun proyek besarnya, ‚Kritik Nalar Arab‛ (nalar

epistemologi, nalar politik, dan nalar etika).

Selain yang tergambar di atas, sejauh ini belum ditemukan

kajian yang utuh atas pemikiran al-Ja>biri> tentang tura>th . Penelitian ini

52 Yudian Wahyudi, The Slogan ‚Back ti The Qur’a>n and Sunna‛: A

Comparative Study of The Responses of H{asan H{anafi, Muh}ammad ‘A<bid al-Ja>biri>, and Nurholish Madjid. Disertation. (Canada: The Institute of Islamic

Studies McGill University Montral , 2012).

53

A. Luthfi Assyaukanie, ‚Tipologi dan Wacana Pemikiran Arab

Kontemporer‛, Jurnal Paramadina, vol. 1, (1998), 58-95.

54

Abdel-Malek, Anouar. ‚Introduction a>la Pensée Arabe

contemporaine.‛ Civilisations, Vol. 15, No. 1 (1965), pp. 45-72.

http://www.jstor.org/stable/41230851. (Diakses 03 November 2014).

55

Ahmad Baso, ‚Posmodernisme sebagai kritik nalar, kontribusi

metodologis ‚kritik nalar‛ Muhammad Abid al-Ja>biri>‛, dalam, al-Ja>biri>, Post tradisionalisme Islam, (Yogyakarta: LKiS, 2000), IX-LIV.

56

Ahmad Baso, ‚Problem Islam dan Politik: Perspektif ‚Kritik Nalar

Politik‛ Muhammad Abid al-Ja>biri>‛ Tas}wi>r al- Afka>r, 4 (Januari 1999).

57

Ahmad Baso, ‚Kritik Nalar al-Ja>biri>: Sumber, Batas-batas, dan

Manifestasi‛, Teks, 1 (Maret, 2002).

Page 23: PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

15

bermaksud untuk menunjukkan perdebatan yang utuh secara lebih

filosofis dengan menemukan jalan tengah yang lebih relevan dan

kontekstual atas masalah tura>th di era kontemporer. Selain itu,

penelitian ini ingin mengisi kekosongan yaitu implikasi yang

ditimbulkan oleh pemikiran al-Ja>biri> terhadap perkembangan

metodologi studi Islam kontemporer.

F. Metode Penelitian

F.1. Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif.58

Jenis

penelitian ini relavan untuk meneliti pemikiran tertentu dari seorang

tokoh baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat. Menurut

Neuman, pengungkapan yang bersifat kualitiatf mencakup: (1) Bentuk

data adalah teks, kata-kata tertulis, ucapan, atau simbol-simbol yang

menggambarkan orang. (2) Peneliti tidak berusaha mengubah data

kualitiatif menjadi angka-angka. (3) Dalam melihat data, peneliti

memusatkan perhatian pada makna, definisi, metafora, simbol, dan

diskripsi dari aspek-aspek yang diteliti.59

Penelitian ini akan dikaji melalui tiga pendekatan (teori).

Pertama, pendekatan hermeneutik (hermeneutical approach) yaitu

suatu metode pemahaman untuk menghasilkan pemahaman yang

objektif sebagaimana yang dijelaskan oleh Emilio Betti. Menurutnya,

tugas hermeneutik meliputi dua hal: pertama, penguraian terhadap

kandungan-makna yang tepat terhadap sebuah kata, ayat, teks; kedua,

penemuan tujuan yang terkandung di dalam bentuk-bentuk simbolik.

Betti berpendapat bahwa salah satu syarat untuk mencapai

objektivitas pemikiran seseorang harus melakukan interpretasi historis.

Dalam kerangka itu, selain dituntut untuk menguasai pengetahuan

personalitas pengarang, juga perlu upaya untuk merujuk pada peristiwa

dan iklim budaya dimana pengarang itu hidup.60

Dalam kerangka itu,

selain meneliti terhadap karya-karya al-Ja>biri> berupa teks terutama

pada persoalan yang menjadi fokus kajian, tura>th, penulis melakukan

penelitian terhadap aspek-aspek iklim sosial dan budayanya.

58Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai

prosedur penilaian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis

atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Dikutip dari, Drs.

Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat (Jakarta: Rajawali Press, 1996), 62.

59

W. Lawrence Neuman, Social Research Methods: Qualitiative and Quantitative Approach, Edisi ketiga (Boston: Allyn and Bacon, 1997), 328-

418.

60

Josef Bleicher, Contemporary Hermeneutics (London: Routledge &

Kegan Paul, 1980), 43.

Page 24: PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

16

Meskipun demikian, ‘kebenaran historis’ yang hendak

ditemukan oleh pendekatan hermeneutik sebagaimana yang ditulis oleh

Betti mengacu pada pandangan Hans G. Gadamer yaitu bahwa

kebenaran historis tidak selalu menghasilkan gambaran yang jernih

karena variabel yang terlibat adalah subyek yang hidup. Bahkan, dalam

menafsirkan sejarah, menurut Gadamer, intensi teleologis61

penafsir

sangat mempengaruhi dalam pengambilan makna.62

Intinya, para

penganjur pendekatan hermeneutik, membutuhkan tafsir sejarah dalam

membaca teks untuk kepentingan masa depan.

Dengan pengertian bahwa tura>th dalam kajian ini adalah

warisan intelektual dan budaya, dan karenanya dapat dikatakan sebagai

aktivitas mental,63

maka pendekatan sejarah intelektual (intelectual historical approach) menjadi relevan. Pendekatan ini bertujuan

mengulas berbagai gagasan (teks) dalam cara tertentu dan menekankan

pentingnya teks sebagai suatu yang memiliki posisi otonom. Karena

itu, ia berkontribusi bagi penjelasan-penjelasan historis. Pendekatan ini

mengacu pada J.G.A Pocok64

dan Hayden White.65

Melalui pendekatan

ini, gagasan-gagasan seputar tura>th memiliki signifikansinya sendiri

sebagai sesuatu yang dinamis. Tura>th, sebagai warisan intelektual dan

budaya, yang diwariskan melalui bentuk teks66

—dalam pendekatan

sejarah intelektual—diposisikannya sebagai ‚realitas otonom‛ yang

dapat menjelaskan bahkan membentuk realitas-realitas historis.67

61 Teleologi merupakan ajaran filosofis-religius tentang eksistensi

tujuan dan ‚kebijaksanaan‛ objektif di luar manusia. Lihat Lorens Bagus,

Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 1996). 1084.

62

Hans Georg Gadamer , Hermeneutics, Religion, and Ethics (Yale

University Press, 1999), 28.

63

E. Hobsbawm, ‚Introduction: Inventing Tradition‛, dalam, E.

Hobsbawm dan T.O. Tanner (eds.) The Inventing of Tradition, (Cambridge:

Cambridge University Press, 1983), 1-14.

64

J.G.A Pocok, Politic, Language and Time: Essays on Political Thought and History (Newyork: Atheneum, 1971).

65

Hayden White, The Content of the Form: Narrative Discourse and Historical Representation, (Baltimore: Jhon Hopkins University Press, 1987).

66

Dalam catatan al-Ja>biri>, tura>th yang diwariskan berupa teks itu

menemukan kerangka rujukan historis dan epistemologisnya pada masa tadwin

(periode kompilasi dan kodifikasi ilmu-ilmu agama dan bahasa pada abad ke-2

dan ke-3 H.) yang membentang panjang hingga masa kemandekannya

bersamaan dengan bangkitnya imperium Uthmani pada abad ke-10 H./16 M.

tepat bersamaan dengan tumbuhnya Renaissance di Eropa ketika itu. Lihat al-

Ja>biri, al-Tura>th wa al-Hada>thah…, 17.

67

G.A Pocok, Politic, Language and Time: Essays on Political Thought and History (Newyork: Atheneum, 1971), 11.

Page 25: PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

17

Pendekatan lain yang signifikan dalam penelitian ini adalah

pendekatan teologis,68

tepatnya teologi Islam.69

Frank Whaling

merumuskan tiga pandangan inti yang terkandung dalam pendekatan

teologis: pertama, teologi mesti berkaitan dengan Tuhan atau

transendensi, apakah dilihat secara mitologis, filosofis, atau dogmatis.

Kedua, meskipun memiliki banyak nuansa, doktrin tetap menjadi

elemen signifikan dalam memaknai teologi. Dan ketiga, teologi

sesungguhnya adalah aktivitas (second-order-activity) yang muncul

dari keimanan dan penefsiran atas keimanan.70

Relevansi pendekatan

teologis dalam kajian ini adalah bahwa pemahaman dan penyikapan

tentang tura>th Arab-Islam tidak bisa dipisahkan dari pemahaman dan

keyakinan atas agama dengan menjadikan teks al-Qur’a>n, hadi>th dan

pandangan teologis sebagai rujukan. Karena itu, pendekatan teologis

yang menekankan aspek-aspek pemahaman dan keyakinan agama

berhubungan erat dengan pemahaman dan penyikapan terhadap tura>th.

Adapun metode yang digunakan dalam pencarian data dalam

penelitian adalah metode penelitian kepustakaan (library research)71

yaitu dengan membaca dan mengklasifikasikan data berupa karya.

Dalam hal ini adalah karya-karya yang dihasilkan al-Ja>biri> sebagai data

primer (sumber utama) dan karya-karya yang membahas tentang

pemikiran al-Ja>biri> sebagai data sekunder (sumber pelengkap

tambahan). Selain itu data-data juga dihimpun melalui buku-buku

umum seperti ensiklopedi, kamus, dan sejarah pemikiran, serta filsafat

yang berkaitan dengan tema kajian.

F.2. Sumber Data

Selanjutnya, untuk mengkaji gagasan-gagasan al-Ja>biri> tentang

persoalan tura>th didasarkan atas karyanya antara lain, (1) Takwi>n al-

‘Aql al-‘Arabi> (Formasi Nalar Arab), (2) Bunyah al-‘Aql al-‘Arabi>

(Struktur Nalar Arab), (3) Nah}nu wa al-Tura>th: Qira>’ah al-Mua>s}irah fi

68 Pendekatan teologis memfokuskan pada sejumlah konsep, khusunya

yang didasarkan pada ide theos-logos. Lihat Peter Connolly (Ed.), Approaches to The Study of Religion (London & New York, 1999), 227.

69

Amin Abdullah mendefenisikan teologi Islam atau ilmu kalam

sebagai rumusan sistematis keprihatinan dan pergumulan pemikiran manusia

tentang persoalan-persoalan ketuhanan yang terjadi pada era dan penggal

sejarah tertentu. Lihat Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi, pendekatan integratif-interkonektif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), 319.

70

Frank Whaling, ‚Theological Approach‛, dalam, Peter Connolly

(Ed.), Approaches to The Study of Religion (London & New York, 1999), 228-

229. 71

Lihat, Anton Bakker dan Ahmad Haris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1990), 63.

Page 26: PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

18

Tura>thina al-Falsafi> (Kita dan Tradisi: Pembacaan Kontemporer atas

Tradisi Filsafat Kita, (2) al-Tura>th wa al-H{ada>thah, Dira>sa>t wa –Muna>qasa>t (Tradisi dan Modernitas: Studi Kajian dan Perdebatan), dan

(3) Ishka>liya>t al-Fikr al-‘Arabi> al-Mu’a>s}ir. (Beberapa Problematika

Pemikiran Arab Kontemporer). Karya-karya ini dijadikan sebagai

sumber primer. Adapun karya-karyanya yang lain akan dijadikan

sebagai sumber sekunder bersama dengan karya-karya penulis lain yang

berkaitan dengan tema kajian. Misalnya berupa informasi referensial

yang ditulis orang lain terhadap karya dan pemikiran al-Ja>biri> yang

penulis bagi menjadi tiga katagori yaitu, pertama, karya-karya yang

relatif dianggap mendukung pemikiran al-Ja>biri>, kedua, karya-karya

yang relatif dianggap menolak pemikirannya, dan ketiga, karya-karya

yang relatif dianggap netral atau objektif atas pemikirinnya.

F.3. Metode Pengolahan data

Secara keseluruhan data-data yang terkumpul akan dianalisa

dengan menggunakan beberapa metode diantaranya: pertama, analisis

deskriptif. Analasis ini ditempuh dengan langkah langkah berikut:

mendeskripsikan gagasan utama (primer) yang menjadi objek

penelitian. Dalam hal ini adalah gagasan al-Ja>biri> tentang tura>th,

menafsirkan gagasan yang telah dideskripsikan, mengkritisi gagasan

yang ditafsirkan, dan melakukan analisis terhadap gagasan utama

hingga menghasilkan kesimpulan. Kedua, analisis dealektis.72

Metode

ini memiliki tiga tahap. Yang pertama adalah tesis, yakni membangun

suatu pernyataan tertentu. Yang kedua adalah antitesis, yakni suatu

pernyataan argumentatif yang menolak tesis. Dan yang ketiga adalah

sintesis, yakni upaya untuk mendamaikan tegangan antara tesis dan

antitesis. Dalam konteks penelitian ini, analisa jenis ini akan digunakan

untuk melihat sisi-sisi kelemahan dan kelebihan data-data yang tersedia

untuk mendapatkan kesimpulan; ketiga, metode dekonstruktif-

72 Biasanya para ahli mengaitkan konsep dialektika ini dengan filsafat

Hegel, walaupun Hegel sendiri tidak pernah secara eksplisit menyatakan

argumennya melalui konsep tesis, antitesis, dan sintesis. Sebaliknya Hegel

justru menyatakan, bahwa ia mendapatkan argumen itu dari filsafat Kant.

Lepas dari itu metode dialektik memang nantinya menjadi sangat populer di

tangan para filsuf Idealisme Jerman, terutama di dalam pemikiran Hegel.

Konsep ini diawali dengan sebuah premis sederhana, bahwa segala sesuatu

menjadi apa adanya, karena selalu berada di dalam relasi dengan yang lainnya,

yang bukan sesuatu itu. Meja bisa ada dan diketahui oleh manusia, karena ada

segala sesuatu yang bukan meja. Meja menegasi segala sesuatu yang bukan

meja, sehingga ia menjadi dirinya sendiri. Lihat, Reza A. Watimena, ‚Hegel

dan Dealektika.‛ http://rumahfilsafat.com/2009/08/16/hegel-dan-dialektika/.

(Diakses 18 September 2014).

Page 27: PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

19

rekonstrukstif.73

Metode ini berargumen bahwa segela sesuatu tidak

pernah mengandung keselurhan kebenaran dan segala sesuatu dapat

ditelusuri ke belakang hingga mencapai derajat nol. Metode ini berguna

untuk menemukan berbagai penyimpangan yang terselubung baik

dalam realitas maupun dalam konsep.

G. Sistematika Penulisan

Penelitian yang berjudul, Pemikiran Muh{ammad ‘A<bid al

Ja>biri> tentang Tura>th ini akan mengajukan sistematika sebagai

berikut: BAB I: PENDAHULUAN, terdiri dari, Latar Belakang

Masalah, Permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Signifikansi

Masalah, Penelitian Terdahulu yang Relevan, Metode Penelitian, dan

Sistematika Penulisan; BAB II: PROBLEMATIKA TURA>TH

PASCA DEFITISME 1967: KONSEPTUALISASI, TEORETISASI,

DAN PEMETAAN, terdiri dari, Tura>th: Beberapa Konsep Kunci,

Pendekatan terhadap Tura>th: Trend dan Pendekatan, Pendekatan

Ideal-Totalistik, Pendekatan Transormatif, dan Pendekatan

Refomatif; BAB III: KRITIK NALAR ARAB DAN

PROBLEMATIKA TURA>TH DALAM PEMIKIRAN

MUHAMMAD ‘A<BID AL-JA<BIRI>>, terdiri dari; Potret Historis dan

Intelektual Muhammad ‘A<bid al-Ja>biri>: Intelektualisme Islam di

Maroko, Geneologi Pemikiran al-Ja>biri>, Sketsa Karya-karya al-

Ja>biri>; Kritik Nalar al-Ja>biri>: Kerangka Umum; Nalar Baya>ni> dan Pemahaman atas Tura>th : Definisi, Sejarah, dan Metode,

Tiga Konsep Kunci, Beberapa Konsekuensi, Nalar Baya>ni> dan

Tura>th: Posisi al-Ja>biri; Nalar Irfa>ni> dan Pemahaman atas

Tura>th: Definisi, Sejarah, dan Metode, Konsep Z}a>hir-Ba>t}in, Nalar ‘Irfa>ni> dan Tura>th: Posisi al-Ja>biri; Nalar Burha>ni> dan

Pemahaman atas Tura>th: Definisi, Sejarah, dan Metode,

Burha>ni> di Wilayah Mashriq dan Maghrib: Telaah Metodologi,

73 Metode ini dinisbatkan kepada Jacques Derrida (1930–2004) dengan

tujuan antara lain, menunjukkan ketidakberhasilan upaya penghadiran

kebenaran absolut dan menelanjangi agenda tersembunyi yang mengandung

banyak kelemahan dan kepincangan di balik teks-teks. Lihat, David Mikics,

Who was Jacques Derrida? : An Intellectual Biography (New Heven &

London: Yale University Press, 1961), 32-40. Bandingkan dengan, Mieke Bat

and Hent de Vries, (Ed.), Counterpath Traveling with Jacques Derrida

(Calivornia: Stanford University Press, 2004), Agus Firmansyah, Dekonstruksi spiritual, Merayakan Ragam Wajah Spiritual (Yogyakarta: Jalasutra, 2002),

23.

Page 28: PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

20

Karakteristik Nalar Burha>ni>, Nalar Burha>ni> dan Tura>th: Posisi

al-Ja>biri>; BAB IV: KRITIK MUHAMMAD ‘A<BID AL-JA<BIRI<

TERHADAP BEBERAPA PENDEKATAN ATAS TURA<TH Terdiri

dari, Kritik terhadap Pendekatan Tradisionalis, Kritik terhadap

Pendekatan Liberalis, Kritik terhadap Pendekatan Marxis; BAB V

KONTRIBUSI TEORITIS DAN METODOLOGIS

MUH{AMMAD ‘A<BID AL JA<BIRI< TERHADAP

PEMBACAAN ATAS TURA<<TH UNTUK KEBANGKITAN

PEMIKIRAN DAN PERADABAN ARAB-ISLAM, terdiri dari,

Basis Metodologi Pemikiran al-Ja>biri>, Metode Dekonstruksi dan

Rekonstruksi dan Penerapannya terhadap Tura>th Arab-Islam,

Tiga Pendekatan: Strukturalis, Analisa Sejarah, dan Ideologi,

Mekanisme Kebangkitan Arab-Islam, dan Kontribusi

Epistemologi al-Ja>biri> terhadap Perkembangan Studi Islam

Kontemporer; BAB VI : KRITIK ATAS PEMIKIRAN

MUHAMMAD ‘A<BID AL-JA<BIRI, terdiri dari, Akal,

Rasionalisme, dan Kebangkitan Arab, Problematika Era

Kodifikasi (‘as}r al-Tadwi>n), dan Konsep Retakan Epistemologis

(al-Qat}i>’ah al-Ma’ri>fiyah); BAB VII: KESIMPULAN:

MENIMBANG MASA DEPAN POSTRADISIONALISME

ISLAM

Page 29: PEMIKIRAN MUH{AMMAD ‘A

21

.