Pemikiran Islam Kontemporer Saat ini

20
PEMIKIRAN ISLAM KONTEMPORER DI INDONESIA (Membaca Masa Depan Gerakan Islam di Indonesia) Oleh: Drs. Lukman Hakim, MSI 1 ABSTRAK Pemikiran Islam kontemporer maksudnya adalah pemikiran Islam yang berkembang pada masa modern (abad 19 masehi) hingga sekarang. Ciri khas pemikirannya adalah bersifat agresif yang berkembang dengan metode pemikiran baru dalam menafsirkan Al-Qur‟an dan peradaban Islam. Pertanyaan yang menggugah para intelektual Islam adalah “di manakah pemikiran Islam kontemporer?” Pertanyaan itu wajar, karena secara sepintas seakan-akan pemikiran Islam kontemporer menghadapi krisis yang cukup akut, macetnya kreativitas dan tersumbatnya kebebasan berfikir. Wujud ekstrem dari itu semua adalah pengkafiran terhadap pemikiran liberal yang masih menjadi dekorasi yang menghiasi pemikiran Islam kontemporer, seperti kasus pengkafiran terhadap Nashr Hamîd Abû Zayd yang sekarang menetap di Belanda. Sebagai upaya untuk mengembalikan suasana kebebasan berfikir, Muhammad Arkoun mengangkat tradisi keilmuan klasik Imam Ghazali dan Ibnu Rushd yang mencerminkan puncak kegemilangan dialog pemikiran yang konstruktif. Menurut Arkoun, pemikiran Islam kontemporer seakan-akan sudah jauh dari tradisi kedua kampiun Islam tersebut. Akhir-akhir ini gema pemikiran Islam kontemporer semakin meluas. Namun secara umum gema tersebut masih dalam kerangka tarik-menarik dengan pemikiran klasik. Karena keterkaitan para intelektual Islam sangat kuat dengan masa keemasan para pendahulunya, mereka membuka lembaran masa lalu, 2 untuk menggali inspirasi. Masa lalu adalah pemicu para intelektual muslim kontemporer untuk melakukan reaktualisasi, rekonstruksi dan dekonstruksi. Murâd Wahbah menyatakan, bahwa Ibnu Rushd, filsuf muslim kelahiran Maroko adalah pintu gerbang pencerahan di Eropa. 3 Bahkan sampai saat ini tidak ada karya secemerlang Ibnu Rushd dalam kategori komentar terhadap buku-buku Aristoteles, sehingga ia dijuluki dengan al- syârih al-„adham (komentator agung). Maka dari itu, di akhir abad 20-an para intelektual Islam, baik di wilayah Timur maupun wilayah Barat, mulai mengangkat khazanah rasionalitas Ibnu Rushd dalam rangka membumitanahkan pencerahan pemikiran Islam. Kata Kunci: Pemikirdan, Islam, Kontemporer A. Pendahuluan Setiap pemikiran merupakan refleksi sekaligus embrio dari gerak sosio- kultural yang berguna untuk menjawab berbagai persoalan yang muncul. Di 1 Penulis adalah Dosen Sekolah Tinggi Hukum Galunggung (STHG) Tasikmalaya. 2 Di saat khazanah keilmuan dunia Islam pernah berkibar dan menguasai dunia. 3 Murâd Wahbah, Madkhal ilâ al-Tanwîr, (Kairo: Dâr el-Fikr, 1994), hal. 14.

description

Sangat mudah dipahami terutama dari bahasa yang praktis

Transcript of Pemikiran Islam Kontemporer Saat ini

  • PEMIKIRAN ISLAM KONTEMPORER DI INDONESIA

    (Membaca Masa Depan Gerakan Islam di Indonesia) Oleh: Drs. Lukman Hakim, MSI1

    ABSTRAK

    Pemikiran Islam kontemporer maksudnya adalah pemikiran Islam yang

    berkembang pada masa modern (abad 19 masehi) hingga sekarang. Ciri khas

    pemikirannya adalah bersifat agresif yang berkembang dengan metode

    pemikiran baru dalam menafsirkan Al-Quran dan peradaban Islam. Pertanyaan yang menggugah para intelektual Islam adalah di manakah pemikiran Islam kontemporer?

    Pertanyaan itu wajar, karena secara sepintas seakan-akan pemikiran Islam

    kontemporer menghadapi krisis yang cukup akut, macetnya kreativitas dan

    tersumbatnya kebebasan berfikir. Wujud ekstrem dari itu semua adalah

    pengkafiran terhadap pemikiran liberal yang masih menjadi dekorasi yang

    menghiasi pemikiran Islam kontemporer, seperti kasus pengkafiran terhadap

    Nashr Hamd Ab Zayd yang sekarang menetap di Belanda.

    Sebagai upaya untuk mengembalikan suasana kebebasan berfikir, Muhammad

    Arkoun mengangkat tradisi keilmuan klasik Imam Ghazali dan Ibnu Rushd

    yang mencerminkan puncak kegemilangan dialog pemikiran yang konstruktif.

    Menurut Arkoun, pemikiran Islam kontemporer seakan-akan sudah jauh dari

    tradisi kedua kampiun Islam tersebut.

    Akhir-akhir ini gema pemikiran Islam kontemporer semakin meluas. Namun

    secara umum gema tersebut masih dalam kerangka tarik-menarik dengan

    pemikiran klasik. Karena keterkaitan para intelektual Islam sangat kuat

    dengan masa keemasan para pendahulunya, mereka membuka lembaran masa

    lalu,2 untuk menggali inspirasi. Masa lalu adalah pemicu para intelektual

    muslim kontemporer untuk melakukan reaktualisasi, rekonstruksi dan

    dekonstruksi. Murd Wahbah menyatakan, bahwa Ibnu Rushd, filsuf muslim

    kelahiran Maroko adalah pintu gerbang pencerahan di Eropa. 3 Bahkan

    sampai saat ini tidak ada karya secemerlang Ibnu Rushd dalam kategori komentar terhadap buku-buku Aristoteles, sehingga ia dijuluki dengan al-

    syrih al-adham (komentator agung). Maka dari itu, di akhir abad 20-an para intelektual Islam, baik di wilayah Timur maupun wilayah Barat, mulai

    mengangkat khazanah rasionalitas Ibnu Rushd dalam rangka

    membumitanahkan pencerahan pemikiran Islam. Kata Kunci: Pemikirdan, Islam, Kontemporer

    A. Pendahuluan

    Setiap pemikiran merupakan refleksi sekaligus embrio dari gerak sosio-

    kultural yang berguna untuk menjawab berbagai persoalan yang muncul. Di

    1 Penulis adalah Dosen Sekolah Tinggi Hukum Galunggung (STHG) Tasikmalaya. 2Di saat khazanah keilmuan dunia Islam pernah berkibar dan menguasai dunia. 3Murd Wahbah, Madkhal il al-Tanwr, (Kairo: Dr el-Fikr, 1994), hal. 14.

  • sini, setiap pemikiran tidak selamanya absolut, tetapi mengalami evolusi dan

    pasang surut, sebagaimana ditengarai Ibnu Khaldun dalam mognum opus-nya

    Al-Muqadimah. Ibnu Khaldun menggambarkan pasang-surut peradaban Islam

    dengan tinjauan sosiologis. Lebih jelasnya, pemikiran adalah produk

    eksperimentasi, pengalaman dan kolaborasi-dialektik yang dinamis dengan

    realitas.4 Demikian juga berbagai pemikiran yang berkembang di Indonesia.

    Mengkaji peta pemikiran Islam kontemporer di Indonesia dibutuhkan

    beberapa perangkat metode untuk menyingkap akar persoalan (isykliyah),

    sehingga mencapai sebuah kesimpulan yang mendekati kebenaran dan

    bersifat obyektif. Diharapkan, atas dasar tersebut, muncul teori-teori analisis

    untuk menyingkap pemikiran Islam di Indonesia dalam rangka

    merekonstruksi pemikiran Islam kontemporer di Indonesia.5 Yang mana

    secara keseluruhan kajian ini berada dalam kerangka ijtihad yang tentu saja

    absah, karena masih dalam proses mencari dan membentuk, sehingga kilas-

    balik dan dialektika bertebaran, bahkan kadangkala masih rigid dan gamang.

    Kendatipun demikian, makalah ini berusaha mengetengahkan tiga

    model cara dalam membedah pemikiran Islam kontemporer di Indonesia.

    Pertama, studi strukturalis, yaitu menelaah pemikiran secara menyeluruh dan

    melakukan komparasi dengan pemikiran yang lain, sehingga menyingkap

    persoalan inti atau diupayakan mencari dimensi yang hilang (al-bud a;-

    mafqd). Kedua, analisis historis, yaitu mengurai sisi historitas pemikiran

    dalam kaitannya dengan struktur di atas, sehingga ditemukan kebenaran

    ilmiah dalam pemetaan. Ketiga, analisis ideologis, yaitu membaca aspek

    4 Mahmd Amn al-Alm, Al-Fikr al-Araby Bayn al-Nadzariyah wa al-Tathbq, Jurnal

    A:am al-Fikr, Jilid 26, Edisi III dan IV, Kuwait, 1998, hal. 359. 5Pemikiran Islam kontemporer di Indonesia telah mencapai pada pluralitas teori dan

    bentuk. Teori-teori modern yang lahir di blantika pemikiran Barat, khususnya Amerika dan

    Eropa kian diimpor ke Indonesia. Hal itu secara langsung dipengaruhi oleh arus dialektika

    pemikiran yang berkembang di Barat dan mengilhami kecenderungan relativisme pemikiran.

    Selain itu, kehadiran intelektual Islam Indonesia di beberapa universitas, baik di Amerika,

    Perancis, Inggris, Belanda, dan negara-negara Barat lainnya, telah menyemarakkan dinamika

    intelektual, seperti Nurcholis Madjid, Abdurrahman Wahid, dan lain sebagainya. Sehingga

    teori semiotika, hermeneutika, fenomenologi dan dekonstruksi menjadi trend baru pemikiran

    Islam kontemporer di Indonesia. Maka dari itu, pemikiran Islam kontemporer Indonesia

    sedang berkiblat ke Barat dan telah menghasilkan pemikiran yang betul-betul brilian.

    Buktinya, para intelektual muslim Indonesia mulai tampil di pelbagai event internasional.

  • ideologis yang terkandung dalam pemikiran serta merta meletakkannya pada

    era tertentu serta latar belakang politik dan ekonominya. 6

    B. Akar Pemikiran Islam Kontemporer di Dunia Islam

    Pemikiran Islam kontemporer maksudnya adalah pemikiran Islam yang

    berkembang pada masa modern (abad 19 masehi) hingga sekarang. Ciri khas

    pemikirannya adalah bersifat agresif yang berkembang dengan metodo

    pemikiran baru dalam menafsirkan Al-Quran dan peradaban Islam.

    Muhammad Arkoun, pemikir muslim asal Aljazair yang menetap di Perancis,

    pernah melontarkan sebuah pertanyaan yang menggugah para intelektual

    Islam, di manakah pemikiran Islam kontemporer? 7

    Pertanyaan itu wajar, karena secara sepintas seakan-akan pemikiran

    Islam kontemporer menghadapi krisis yang cukup akut, macetnya kreativitas

    dan tersumbatnya kebebasan berfikir. Wujud ekstrem dari itu semua adalah

    pengkafiran terhadap pemikiran liberal yang masih menjadi dekorasi yang

    menghiasi pemikiran Islam kontemporer, seperti kasus pengkafiran terhadap

    Nashr Hamd Ab Zayd yang sekarang menetap di Belanda. Sebagai upaya

    untuk mengembalikan suasana kebebasan berfikir, Muhammad Arkoun

    mengangkat tradisi keilmuan klasik Imam Ghazali dan Ibnu Rushd yang

    mencerminkan puncak kegemilangan dialog pemikiran yang konstruktif.

    Menurut Arkoun, pemikiran Islam kontemporer seakan-akan sudah jauh dari

    tradisi kedua kampiun Islam tersebut.

    Akhir-akhir ini gema pemikiran Islam kontemporer semakin meluas.

    Namun secara umum gema tersebut masih dalam kerangka tarik-menarik

    dengan pemikiran klasik. Karena keterkaitan para intelektual Islam sangat

    kuat dengan masa keemasan para pendahulunya, mereka membuka lembaran

    masa lalu,8 untuk menggali inspirasi. Masa lalu adalah pemicu para

    6Muhammad Abid Al-Jbiry, Nahnu wa al-Turts: Qirat Mushirah f Turtsin al-

    Falsafy, (Bairut: Markaz al-Tsaqafy al-Araby, 1990), hal. 24. 7Muhammad Arkoun, Aina huwa al-Fikr al-Islmy al-Mushir, Cet. II, (Bairut: Dr el-

    Sqy, 1996), hal. ii-viii. 8Di saat khazanah keilmuan dunia Islam pernah berkibar dan menguasai dunia.

  • intelektual muslim kontemporer untuk melakukan reaktualisasi, rekonstruksi

    dan dekonstruksi. Murd Wahbah menyatakan, bahwa Ibnu Rushd, filsuf

    muslim kelahiran Maroko adalah pintu gerbang pencerahan di Eropa. 9

    Bahkan sampai saat ini tidak ada karya secemerlang Ibnu Rushd dalam

    kategori komentar terhadap buku-buku Aristoteles, sehingga ia dijuluki

    dengan al-syrih al-adham (komentator agung). Maka dari itu, di akhir abad

    20-an para intelektual Islam, baik di wilayah Timur maupun wilayah Barat,

    mulai mengangkat khazanah rasionalitas Ibnu Rushd dalam rangka

    membumitanahkan pencerahan pemikiran Islam. 10

    Lebih radikal dari pemikiran tersebut, Dr. Athif Iraqi, Guru Besar

    Filsafat di Universitas Kairo menyatakan bahwa setelah wafatnya Ibnu

    Rushd, maka berakhirlah masa filsafat Islam. Karena setelah itu pemikiran-

    pemikiran filsafat tidak lagi lahir. 11 Maka dari itu, menerawang pemikiran

    Islam klasik akan menemukan percikan-percikan yang sangat bermakna dan

    menentukan bagi tumbuh-kembangnya pemikiran Islam kontemporer.

    Selain Ibnu Rushd, intelektual muslim kontemporer tidak bisa

    melupakan ketenaran sosiolog muslim, Ibnu Khaldun. Dr. Misbh al-Amily,

    menyatakan bahwa Ibnu Khaldun adalah putra mahkota umat Islam yang

    kecanggihan cakrawalanya menunjukkan bahwa pemikiran Islam lebih

    unggul dari pada pemikiran Yunani. 12

    Kendatipun pemikiran tersebut lebih mengedepankan fanatisme

    Arab/Islam, tapi kecemerlangan masa lalu merupakan nuqthat al-inthilq

    (titik tolak) pemikiran Islam kontemporer. Hassan Hanafi, penggagas kiri

    Islam, sedang menapak tilas keberhasilan Ibnu Khaldun dengan menyoroti

    9Murd Wahbah, Madkhal il al-Tanwr, (Kairo: Dr el-Fikr, 1994), hal. 14. 10Tulisan mengenai filsafat Ibnu Rushd mulai diangkat pada tahun 80-an dan

    puncaknya pada tahun 1999. kajian Ibnu Rushd kian marak di dunia Islam dengan perayaan

    8 abad atas wafatnya Ibnu Rushd. 11Lihat beberapa karya Dr. Athif Iraqi, seperti al-Falsafat al-Arabiyah wa al-Tharq il

    al-Mustaqbal, Al-Aql wa al-Tanwr, dan lain-lain. 12Misbh Al-Amily, Tafawwuq al-Fikr al-Araby al al-Fikr al-Ynny bi Wasiq

    Falsafah, (Bairut: Dr el-Fikr, 1991), hal. 127.

  • pasang-surut pemikiran Islam pasca Ibnu Khaldn sampai sekarang. 13

    Dengan demikian, filterisasi terhadap pemikiran Islam klasik merupakan

    salah satu kecenderungan umum dalam panggung pemikiran Islam

    kontemporer, tak ubahnya reinkarnasi pemikiran.

    Jadi dengan demikian, Islam kontemporer merupakan gerakan

    pemikiran Islam di kalangan intelektual Islam dalam menafsirkan kembali

    pemikiran Islam klasik dengan situasi modern. Para tokohnya kebanyakan

    adalah para intelektual Islam yang banyak belajar di lembaga-lembaga

    pendidikan Barat maupun Eropa. Inti pemikirannya adalah mengembalikan

    kejayaan dan keunggulan pemikiran para intelektual Islam klasik pada abad

    modern, sehingga melahirkan Islam modern. Alasannya, karena pemikiran

    Islam klasik sangat relevan dengan perkembangan peradaban modern.

    Sehingga, jika peradaban Islam ingin berkembang dan maju di abad modern

    ini, maka pemikiran Islam harus ditafsirkan sesuai dengan perkembangan

    zamannya.

    C. Pemikiran Islam Kontemporer di Indonesia

    Peta perkembangan pemikiran Islam kontemporer di Indonesia

    sesungguhnya tidak lepas dari perkembangan Islam kontemporer di dunia

    Islam umumnya. Hal ini disebabkan karena para intelektual muslim

    Indonesia banyak belajar di negara-negara Islam modern dan juga di negara-

    negara Barat. Oleh karena itu, pemikiran Islam kontemporer di Indonesia

    yang dilakukan oleh kaum intelektual muslimnya sedikit terjadi kolaborasi

    pemikiran antara pemikiran Islam kontemporer yang berasal dari jazirah

    13Dalam wawancara dengan reporter televisi Nilsat program kebudayaan, Hassan

    Hanafi menegaskan bahwa proyek pemikirannya adalah follow up Ibnu Khaldun, sejarahwan

    muslim yang mampu membuat bunga rampai sosiologi Islam. Maka dari itu, ia berusaha

    melanjutkan proyek tersebut dengan menulis perjalanan peradaban Islam sejak Ibnu Khaldun

    hingga sekarang. Di antara buku yang baru diterbitkan Hassan Hanafi pada tahun 1999 yaitu Min al-Naql il al-Ibd jilid I. Buku tersebut mengupas sosiologi dan antropologi pemikiran Islam dari proses nukil, komentar, tafsir, kemudian kreasi. Dalam waktu dekat akan diterbitkan buku terbarunya dengan judul Min al-Ibd il al-Wqi sebagai pelengkap dari proyek tersebut. Dengan demikian Hassan Hanafi ingin membuktikan bahwa pemikiran

    Islam kontemporer tidak bisa dipisahkan dari faktor sosiologis dan proses yang panjang.

  • Arab dan pemikiran Islam kontemporer yang dikembangkan oleh para

    Islamolog yang ada di universitas-universitas di Barat.

    Sebenarnya, perkembangan pemikiran Islam kontemporer di Indonesia

    tidak lepas dari upaya mereka dalam menafsirkan kembali Islam (baca: Al-

    Qurn). Menurut Dawam Rahardjo14, kegiatan intelektual di dunia Islam

    dewasa ini dikuasai oleh sekitar lima tema sentral, yaitu: Pertama,

    interpretasi kembali Al-Quran. Salah satu latar belakang gagasan

    interpretasi kembali Al-Quran adalah keinginan untuk melakukan

    rekonstruksi terhadap ajaran-ajaran Islam sebagai dasar pembinaan suatu

    masyarakat modern. Pendekatan yang diambil adalah mencari esensi-esensi

    ajaran Islam itu sendiri atau menggali nilai-nilai yang paling fundamental.

    Dari titik tolak inilah disusun teori-teori baru atau konsep-konsep baru di

    berbagai bidang, misalnya tentang masyarakat, negara, ekonomi, pendidikan,

    sosiologi, lingkungan hidup, bahkan tentang bidang-bidang yang lebih sempit,

    seperti administrasi. Tokoh-tokohnya di antaranya adalah K.H. Imam

    Ghozali dari Solo, K.H. Maksum dari Yogya, K.H. Moenawar Cholil sendiri

    yang menerbitkan buku berjudul Kembali kepada Al-Quran dan as-Sunnah

    pada tahun 1956. Kemudian T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy yang menggagas

    fiqih baru dan menyusun tafsir (Tafsir Al-Bayn dan Tafsir An-Nr). Tokoh

    lainnya adalah Buya Hamka (tokoh Muhammadiyah) yang menulis Tafsir Al-

    Azhar, dan Ustadz A. Hassan Bandung (tokoh Persis) yang menulis Tafsir Al-

    Furqan.

    Tema kedua, adalah aktualisasi tradisi. Tema ini cenderung sebagai

    reaksi terhadap tema pertama (Interpretasi Kembali Al-Qurn). Penganjur

    tema ini bermaksud juga untuk melakukan pembaharuan pemikiran. Tapi

    menurut tema ini, pembaharuan hendaknya jangan dilakukan dengan

    membuat garis demarkasi dengan Islam sejarah. Pembaharuan bukan harus

    berarti berimplikasi berputus dengan sejarah, melainkan justeru bertolak dari

    14M. Dawam Rahardjo, Melihat ke Belakang, Merancang Masa Depan: Pengantar,

    dalam Muntaha Azhari dan Abdul Munim Saleh (Peny.), Islam Indonesia Menatap Masa Depan, Cet. I (Jakarta: P3M, 1989), hal. 1.

  • warisan sejarah. Tokoh terpenting yang mengusung tema aktualisasi tradisi

    di antaranya adalah Mohammad Natsir yang mengungkapkan kembali

    kebudayaan Islam klasik pada akhir dasawarsa 30-an. Kemudian Nurcholis

    Madjid yang menghidangkan kembali fragmen-fragmen pemikiran para filsuf

    muslim masa lalu.

    Tema ketiga adalah Islamisasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

    Gagasan ini awalnya dikembangkan oleh Ismail Raji al-Faruqi yang telah

    menulis sebuah karya monumental yang berjudul The Cultural Atlas of Islam

    pada tahun 1986. Inti daripada gagasan Islamisasi ini adalah memberikan

    esensi peradaban Islam modern dengan nilai-nilai tauhid. Gagasan Islamisasi

    itu sendiri sebenarnya telah dicetuskan secara formal dalam suatu seminar

    internasional tahun 1982 di Islamabad, di mana Ismail Raji Al-Faruqi adalah

    aktor intelektualnya. Gema gerakan Islamisasi ini juga masuk ke Indonesia.

    Salah satu tokohnya adalah A.M. Saefuddin yang mencoba

    mengislamisasikan pemikiran ekonomi.

    Tema keempat adalah mempunyai kaitan tertentu dengan ide Islamisasi

    maupun interpretasi kembali Al-Quran. Tema ini barangkali hanya

    terdengar di Idonesia, melalui suara K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur),

    Ketua Dewan Syura PKB dan mantan Ketua PBNU, yaitu tema Pribumisasi

    Islam. Tema ini sempat memancing reaksi keras, karena contoh yang

    dikemukakannya di antaranya adalah mengganti kata Assalamualaikumb

    dengan Selamat Pagi atau Selamat Malam.

    Dengan tema-tema tersebut maka lahirlah istilah pemikiran Islam

    kontemporer di Indonesia. Gerakan pemikiran Islam kontemporer tersebut

    intinya bermaksud untuk meraih masa depan Islam. Tema-tema ini

    merupakan tema tersendiri yang menjadi obsesi kaum cendekiawan muslim

    Indonesia yang memiliki obsesi bagi maju dan jayanya Islam di Indonesia.

    Memang, Islam yang dibawa ke Indonesia itu bersifat adaptable, maka ia

    bisa diterima dengan baik oleh banyak orang. Kemungkinan Islam

    disesuaikan dengan berbagai keadaan, itulah salah satu kekuatan Islam.

    Islam tidak reaksioner, nammun elastis (lentur). Terlihat misalnya,

  • interpretasi Islam sebagai way of life di Indonesia, semacam sintesis

    Islamisasi yang diperjuangkan oleh para Wali Songo, sangat erat dengan

    kebudayaan setempat, betapa pun tidak kecil pengaruh kondisi sosio-politik

    dan sosio-ekonomi yang terjadi. Tidaklah aneh apabila perkembangan Islam

    di Indonesia bersifat periodik sebagaimana analisis Kuntowijoyo. Menurut

    Kuntowijoyo15, Islam di Indonesia mengalami tiga macam periode, yaitu:

    1. Periode tradisi mistis-religius (..-1900)

    2. Periode forulasi normatif (1900-1965)

    3. Periode ide (1965-orde baru)

    Periode pertama (.-1900_ ditandai dengan tradisi mistis-religius.

    Misalnya pada abad ke-19 umat Islam mengadakan perlawanan terhadap

    kekuatan kolonial dengan ideologi yang bersifat utopis. Utopia, karena umat

    Islam tidak merumuskan pikiran-pikirannya berdasarkan aktualisasi sejarah,

    melainkan berdasrkan kepada mitos, pandangan mistis menghenai

    masyarakat yang dirumuskan dalam bentuk cita-cita Ratu Adil.

    Periode kedua (1900-1965), yang mulanya Islam dipahami secara mistis

    bergeser menjadi formulasi normatif. Keudian berkembang menjadi ideologi,

    lalu menjadi aksi. Dalam era ini, Syarekat Islam (SI) mulai mengenal

    ideologi Komunsime dan Marhaenisme.

    Sesudah kegagalan pemberontakan PKI (Partai Komunis Indonesia)

    tahun 1965, tak terasakan lagi adanya ancaman dari ideologi lain, sehingga

    muncul benih-benih baru di mana Islam ditampakkan sebagai ilmu. Islam

    yang menjadi ideologi dan aksi pada masa itu, ketika zaman ilmu menjadi

    formulasi teoretis. Ia selanjutnya berkembang menjadi disiplin ilu dan

    memiliki program aplikasi, misalnya ilmu sosial Islam. Program dan

    planningnya kemudian direalisir dengna kegiatan empiris. Dalam era ini

    Islam memasuki periode ide. Mulai dari periode ide inilah kemudian

    berkembang pemikiran-pemikiran Islam kontemporer.

    15Kuntowijoyo, Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia, Cet. I (Yogyakarta:

    Shalahuddin Press, 1985), hal. 18.

  • Jadi, pemikiran Islam kontemporer di Indonesia dimulai sejak

    berkembangnya umat Islam Indonesia pada periode ide, terutama setelah

    para intelektual Islam Indonesia banyak bersentuhan dengan pembaharuan

    pemikiran Islam, baik pengaruh dari dunia Islam sendiri maupun dunia Barat.

    Ormas Islam yang muncul pada periode pertaa, yang paling menonjol

    hingga kini adalah Muhammadiyah (1912) dan NU (1926). Kelahiran kedua

    ormas Islam ini kemudian menimbulkan pandangan dikhotomis tentang

    corak gerakan Islam di Indoensia. Pemikiran Muhammadiyah yang bercorak

    rasional dan bermotto sebagai gerakan tajdd (pembaruan) dipandang sebagai

    gerakan modernis. Sedangkan NU yang mendasarkan diri pada pola

    pemikiran empat madzhab fikih (Maliki, Hanafi, Syafii dan Hambali), dan

    berpegang pada teologi Asyariyah dan Maturidiyah, dilihat sebagai gerakan

    tradisionallis.

    Anggota simpatisan kedua ormas itu tidak bisa melepaskan diri dari

    kondisi politik yang berkembang. Dapat dikatakan sejak tahun 1970-an

    terdapat dua lapisan umat Islam yang terlibat dalam proses mobilisasi

    vertikal, yaitu kelompok muslim politisi dan kelompok muslim cendekiawan.

    Aspirasi kedua kelompok ini pun berbeda. Kalau aspirasi muslim politisi

    bercorak ideologi, sedangkan aspirasi muslim cendekiawan bercorak

    intelektual tanpa terikat dengan salah satu partai politik atau ormas.

    Hal ini menunjukkan bahwa kendatipun Islam telah memasuki periode

    ide, tidak semua penggerak atau pejuangnya, terutama kaum politisi, mampu

    menangkap kecenderungan baru dari fokus kebudayaan yang berkembang

    atau dominan saat itu.

    Sebagaimana diketahui bahwa setelah tumbangnnya Orde Lama oleh

    Orde Baru, maka berakhirlah fokus kebudayaan yang menganggap ideologi

    sebagai panglima. Lalu hadirnya Orde Baru yang memusatkan programnya

    pada pembangunan ekonomi, menggeser fokus kebudayaan ke level yang

    memprioritaskan sektor ekonomi.

    Kelompok muslim cendekiawan (penggerak Islam kontemporer di

    Indonesia) cukup adaptif membaca suasana tersebut bahwa jalur politik

  • bukan satu-satunya cara untuk memajukan Islam di Indonesia. Fokus

    kebudayaan baru yang diprakarsai oleh Orde Baru lalu ditafsirkannya sebagai

    peluang untuk melakukan terobosan-terobosan non-politik yang lebih

    menyentuh kebutuhan mendasar kaum muslimin.

    Problematika ummat Islam di masa itu terjerat pada pandangan

    dikhotomi antara Islam modern dan Islam tradisional. Ini mengakibatkan

    terjadinya kemacetan komunikasi bahkan dis-integrasi di dalam intern umat

    Islam, seperti pertentangan masalah khilafiyah, juga persoalan hubungan

    politik dan agama yang diklaim sebagai masalah wajib. Padahal aneka

    keterbelakangan umat seperti kemiskinan, kebodohan, ketidakadilan,

    keterasingan, dan sebagainya merupakan fakta yang lebih mendesak untuk

    segera ditanggulangi.

    Tentu saja kehadiran visi baru tentang Keharusan Pembaruan Pemikiran

    Islam dan Masalah Integrasi Umat oleh Nurcholis Madjid pada tahun 1970

    merupakan dobrakan budaya (cultur switch) sekaligus koreksi sehingga

    semakin mempertajam pentingnya aksentuasi di bidang ide dan ilmu dalam

    rangka merintis transformasi sosial budaya yang lebih kontekstual. 16

    Menurut Nurcholis Madjid, kaum muslimin Indonesia sekarang ini

    mengalami kejumudan kembali dalam pemikiran dan pengembangan ajaran-

    ajaran Islam serta kehilangan psychological striking force (kemantapan jiwa

    untuk berinisiatif) dalam perjuangannya. Hal itu disebabkan antara lain oleh

    budaya berfikir kuantitatif yang membanggakan jumlah kau muslimin dan

    perolehan suara dalam pemilu, dan sikap eksklusif di kalangan umat Islam

    serta tidak adanya kebebasan berfikir.

    Ia memberi solusi, hendaknya kaum muslimin menemukan kembali

    gagasan kemajuan (idea of progress) dalam khazanah nilai-nilai Islam dan

    berpola fikir kualitatif. Salah satu anifestasi tentang idea of progress di dalam

    Islam ialah kepercayaan akan masa depan manusia dalam perjalanan

    sejarahnya. Maka tidak perlu lagi khawatir akan perubahan-perubahan yang

    16Muhammad Kamal Hasan, Modernisasi Indoensia: Respon Cendekiawan Muslim, Cet.

    I (Jakarta: LSI, 1987), hal. 243-252.

  • selalu terjadi pada tata nilai duniawi. Sebetulnya, sikap reaksioner dan

    tertutup (eksklusif) terbit dari rasa pesimis terhadap sejarah. Karena itu, Islam

    hanya diteria sebagai agama (al-Dn), bukan sebagai politik praktis,

    sebagaimana jargon yang ia lontarkan Islam Yes, Partai Islam No.

    Pemikiran Nurcholis Madjid ini terlihat kemudian diaplikasi oleh

    beberapa santri dari kalangan NU yang umumnya pernah mengecap

    pendidikan akademis dan beberapa aktivis Muhammadiyah, yang di

    antaranya mungkin telah ter-santri-kan dalam bentuk kegiatan-kegiatan

    transformasi sosial ekonomi kemasyarakatan. Mereka dapat disebut di

    antaranya Abdurrahman Wahid, Aswab Mahasin, Habib Hirzin, K.H. Sahal

    Mahfudh, Dawam Rahardjo, Hadimulyo, K.H. Hamam Djafar, Masdar F.

    Masudi, Adi Sasono, Fachry Ali, K.H. Abdul Basith AS, Ison Basuni, Ali

    Musthofa Trajutisna, Mansour Fakih, Rum Topatimasang, dan sebagainya.

    Mereka kemudian dikenal sebagai aktivis LSM (Lembaga Swadaya

    Masyarakat) dan LPSM (Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat).

    bahkan kini ada satu LSM yang telah menjadikan dirinya sebagai ormas,

    tidak tergantung kepada founding-agency (lembaga donor dana), yaitu Pusat

    Peranserta Masyarakat (PPM).

    Kemudian, memasuki tahun 1985, Orde Baru menggelindingkan

    keharusan berasas tunggal Pancasila bagi Parpol, Golkar dan ormas-ormas,

    sebagai upaya menyelesaikan pertentangan ideologi di antara kelompok-

    kelompok masyarakat. Ternyata rekayasa politik dalam bentuk asas tunggal

    itu dan segenap implikasinya terhadap kehidupan intern umat Islam secara

    implisit merupakan implementasi visi Nurcholis Madjid mengenai Islam Yes,

    Partai Islam No. Visinya bahwa politik praktis bukan panglima perjuangan

    dan sifatnya tidak sakral telah menjadi kenyataan dewasa ini. Tidak ada lagi

    fatwa pewajiban atau pengharaman terhadap salah satu partai yang ada

    bilamana enjadi anggotanya. Asas tunggal tidak saja menggusur idealisme

    partai Islam di Indonesia, namun terutama mengukuhkan urgensi

    memasyarakatkan ilmu dan ide ke tingkat pengambilan keputusan.

  • Jika dikaji secara analitis dan historis, sesungguhnya Pancasila dapat

    memeprtemukan wawasan keislaman dan wawasan keindonesiaan. Sebab,

    ajaran-ajaran Islam menyediakan bahan yang tak habis-habisnya untuk

    pengisian konstitusional bagi pelaksanaan nilai-nilai keislaman di Indonesia

    sehingga semakin relevan dengan masalah-masalah bangsa dan negara.

    Kemudian setelah Orde Baru tumbang pada tahun 1998 oleh gerakan

    reformasi mahasiswa, perkembangan pemikiran Islam semakin tidak menentu

    dan ada upaya mengembalikan persoalan lama kembali dihidupkan. Hal

    itu ditandai dengan ramai-ramainya para pimpinan ormas Islam memimpin

    partai politik, seperti Amien Rais dengan PAN (Partai Amanat Nasional),

    Gus Dur mendirikan PKB (Partai Kebangkitan Bangsa), kalangan pendukung

    Masyumi mendirikan Partai Bulan Bintang (PBB), dan munculnya

    kecenderungan kaum intelektual ke gelanggang politik praktis. Namun pada

    akhirnya yang memenangkan pergulatan itu adalah kaum nasionalis agamis,

    yaitu dengan terpilihnya Gus Dur sebagai Presiden.

    Melihat sejarah perkembangan pemikiran tersebut di atas, ternyata

    perkembangan pemikiran kontemporer Islam di Indonesia tidak lepas dari

    pengaruh sosio-budaya dan sosio-politik bangsa Indonesia. Semakin besar

    pengaruh sosio-budaya, maka semakin modern pemikiran Islam kaum

    intelektual Indonesia. Sebaliknya, semakin besar pengaruh sosio-politik, maka

    pemikiran Islam kaum intelektual muslim akan lebih tradisionalis. Dengan

    demikian, perkembangan Islam kontemporer mengalami pasanng-surut

    seiring berkembangnya sosio-budaya dan sosio-politik bangsa Indonesia.

    Namun yang jelas, berkembangnya Islam kontemporer di Indonesia terjadi

    pada periode ide.

    D. Pemikiran Islam Kontemporer Indonesia Masa Depan

    Setelah melihat perkembangan pemikiran Islam kontemporer di

    Indonesia yang mengalami pasang-surut seiring dengan adanya tarik-ulur

    kepentingan antara kondisi sosio-budaya dan sosio-politik bangsa Indonesia.

  • Oleh karena itu, perkembangan pemikiran Islam kontemporer di Indonesia di

    masa depan sangat bergantung kepada kekuatan kedua kondisi tersebut.

    Sebagaimana diketahui bahwa abad 21 sekarang telah berada di depan

    mata kita. Bagaimana kaum muslimin dapat berperan serta untuk memajukan

    Indonesia di masa depan? Di sinilah peranan kaum intelektual muslim

    sebagai pengusung Islam kontemporer itu dituntut.

    Menurut hemat penulis, masa depan akan menyuguhkan perubahan-

    perubahan dahsyat yang pasti mempengaruhi manusia pasca-modern ke arah

    ultra-modern atau neo-modern. Menurut Alvin Toffler, kini kita berhadapan

    dengan era gelombang peradaban informasi-komunikasi pasca peradaban

    industri. Peradaban ini ditandai dengan superioritas akses informasi, bukan

    lagi alat produksi atau lahan pertanian. T eknologi elektronika dan komputer

    di zaman ini akan membuat 60% pekerjaan bergerak di bidang jasa informasi.

    Komputer menjadi trend global dan dapat mengkomunikasikan mansuia

    lintas negara. Agen-agen sosialisasi, seperti orang tua, guru, atau pemimpin

    agama, akan digeser oleh peranan komputer dan dapat membentuk keluarga

    besar baru yang dihubungkan secara elektronis. Adapun yang sanggup

    bertahan adalah yang berorientasi ke masa depan dan kreatif mengubah

    pengetahuan menjadi kebijaksanaan. 17

    Senada dengan Alvin Toffler, Soedjatmiko mensinyalir proses

    globalisasi ekonomi nasional dan bangkitnya suatu lapisan tradisional di

    dunia yang menguasai modal, teknologi canggih, kepakaran tinggi, akses

    informasi dan pasar, mau tidak mau akan sangat berpengaruh dalam usaha

    pembangunan di Indonesia.

    Atas dasar itu, mengkiprahkan diri untuk mendesain format Islam demi

    masa depan Indonesia, sebagaimana kata Nurcholis Nadjid, kaum muslimin

    harus pandai-pandai mencari idea of progress yang terkandung di dalam cita

    idel (das sollen) nilai-nilai Islam, kemudian dijabarkan dalam kenyataan sosial

    17A. Naufal Ramzy (Editor), Islam dan Transformasi Sosial Budaya, Cet. I (Jakarta:

    Deviri Ganan, 1993), hal. 173.

  • sesuai dengan cita realitas (das sein) Islam yang seutuhnya. Nilai-nilai itu

    tersimpan di dalam Al-Quran dan Hadits sebagai sumber hukum Islam.

    Islam memiliki lima prinsip (kulliyat al-khams) yang harus dijunjung

    tinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Prinsip pertama, jaminan

    atas jiwa seseorang dari penindasan dan kesewenang-wenangan (hifdz al-

    nafs). Prinsip kedua, perlindungan terhadap kebebasan berpendapat secara

    rasional (hifdz al-aql). Prinsip ketiga, perlindungan atas harta benda sebagai

    hak milik (hifdz al-ml). Prinsip keempat, perlindungan atas kepercayaan dan

    agama yang diyakini (hifdz al-dn). Dan prinsip kelima, jaminan atas

    kelangsungan hidup dan profesi (hifdz al-nasl wa al-irdl). 18

    Lima dasar jaminan Islam terhadap ummatnya tersebut menunjukkan

    betapa universalitas Islam tidak hanya menyangkut komunikasi vertikal

    antara manusia dan Allah Swt, tetapi juga bermuatan komunikasi horizontal

    antar sesama manusia, serta bagaimana mengelola lingkungan sekitar.

    Bila disimpulkan secara sederhana, lima dasar jaminan tersebut tercakup

    dalam terminologi nilai-nilai dari: toleransi beragama, spiritualisme, keadilan

    sosial, penghormatan terhadap hak-hak asasi dan membelanya jika diinjak-

    injak, demokrasi, egalitarian (sederajat), solidaritas, harmonitas, dan

    berkebudayaan maju (progresif). Dalam era reformasi dan upaya

    membangun kebangkitan kembali pemikiran Islam kontemporer di Indonesia,

    maka nilai-nilai ini sangat mendesak untuk ditransformasikan ke tengah

    realitas sosial budaya, mengingat telah semakin kuatnya penetrasi arus

    modernisasi beserta segala dampak negatifnya.

    Memasyarakatkan nilai-nilai jaminan Islam tersebut pada hakekatnya

    melakukan inisiatif mengisi kegiatan modernisasi supaya lebih bermakna

    transendental, yakni mengandung roh-roh etis dan religius. Sehingga

    modernisasi tidak berarti westernisasi (pem-Barat-an), namun mengakomodir

    semangat rasionalitas yang terkandung di dalamnya. Rasionalisasi cara

    berfikir dan menginterpretasi konsep-konsep strategis yang terkandung dalam

    18Said Aqiel Siradj, Islam Kebangsaan: Fiqh Demokratik Kaum Santri, Cet. I (Jakarta:

    Pustaka Ciganjur, 1999), hal. 93.

  • Al-Qurn dan Hadits adalah agenda utama yang harus ditanamkan dalam

    merangkai sistem budaya dan sistem sosial kaum muslimin.

    Kuntowijoyo mengklasifikasikan sosialisasi nilai-nilai tersebut sebagai

    tiga macam gerakan kebudayaan, yaitu: Islam sebagai sebagai gerakan

    intelektual, Islam sebagai gerakan etik, dan Islam sebagai gerakan estetik. 19

    Sebagai gerakan intelektual, nilai-nilai Islam diangkat menjadi konsep ilmu

    pengetahuan yang dapat menandingi konsep-konsep yang dianut saat ini. Al-

    Quran sangat kaya memuat nilai-nilai, maka sangat perlulah sekarang

    diangkat menjadi suatu scientific untuk memberi roh etis terhadap ilmu-ilmu

    modern. Sedangkan sebagai gerakan etik, Islam dapat memberikan etos

    tentang sesuatu. Jika etos kapitalisme adalah pertumbuhan, maka Islam

    dapat menyempurnakannya dengan pemerataan, keadilan, kebersamaan, dan

    sebagainya. Dan sebagai gerakan estetik, Islam diaktualisasi untuk

    menciptakan lingkungan yang lebih bermakna keislaman. Tempat-tempat

    bekerja, misalnya, dilengkapi dengan sarana mushalla atau masjid. Kesenian

    diberi nafas keislaman dan sebagainya.

    Atas dasar itulah, maka dalam kerangka membangun pemikiran Islam

    kontemporer di masa mendatang, teori Kuntowijoyo di atas terasa sesuai

    dengan makna sejarah peradaban Islam yang telah berusia 15 abad yang

    silam. Ajaran Islam yang tidak mengistimewakan suku Arab atas suku asing

    (ajami) betul-betul menghilangkan batasan etnis dan menolak segala tindakan

    diskriminatif.

    Selain itu juga memberi ruang bagi kemajemukan budaya dan politik.

    Tidak adanya doktrin absolut tentang politik menunjukkan adanya dimensi

    kosmopolitanisme yang kuat dalam Islam Indonesia. Islam membebaskan

    pemeluknya untuk menata kehidupan politik sesuai dengan tradisi dan corak

    budaya sebagai sabda Nabi Sawq: Antum alamu b umuri dunyakum

    (Engkaulah yang lebih mengetahui urusan-urusan duniamu).

    19Kuntowijoyo, Konvergensi Sosial dan Alternatif Gerakan Kultural, Majalah

    Pesantren, Nomor 3/Vol. III (Jakarta: P3M, 1986), hal.11.

  • Karena itu, sangatlah tepat dan strategis, apabila perjuangan pemikiran

    Islam kontemporer di Indonesia di masa depan adalah memilih jalur gerakan

    kebudayaan dan menitikberatkan sosialisasi nilai-nilai, bukan doktrin-doktrin

    normatif yang seringkali cenderung diideologikan. Politik praktis tidaklah

    untukdijadikan tujuan, tetapi hanya salah satu wahana yang bersifat

    kondisional.

    Maka tantangan zaman yang kian meningkat di depan kita hanya dapat

    dipenuhi jika terdapat perkembangan intelektual Islam yang bercabang dua,

    yaitu suatu intelektualisme yang mengambil inspirasi dari kekayaan Islam

    klasik yang luwes, dan suatu usaha pengembangan kemampuan menjawab

    tantangan zaman dengan membuka diri (inklusif) kepada hal-hal baru yang

    lebih maju. 20

    Atau menurut jargon klasik kalangan ulama, bagaimana melaksanakan

    pedoman al-muhafadhah alal qadmishshalh wal akhdzu di al-jadd al-

    ashlh, memelihara yang lama yang baik, dan mengambil yang baru yang

    lebih baik. Hal itu dapat dipenuhi jika kita selalu menynempurnakan sistem

    budaya Islam tanpa menghilangkan corak positif budaya lokal. Agenda ini

    amat menentukan corak sistem sosial kaum muslimin yang hendak dibangun.

    Dalam konteks perubahan yang selalu akan terjadi, masa depan kebudayaan

    Islam di Indonesia sangat tergantung kepada kreatifitas kaum muslimin

    dalam menjabarkan nilai-nilai Islam dalam bentuk ruusan-rumusan yang

    layak diaplikasikan.

    Jadi, gerakan Islam di masa depan untuk membangun kejayaan Islam

    kontemporer di Indonesia adalah gerakan kebudayaan Islam, dalam artian

    bahwa Islam dijadikan sebagai gerakan kebudayaan, yang di dalamnya

    adalah mensosialisasikan nilai-nilai ajaran Islam yang termaktub dalam Al-

    Quran dan Hadits kepada ummat Islam dan masyarakat Indonesia

    umumnya, baik dalam bentuk pemikiran, sikap, dan perilaku. Dengan cara

    demikian, insya Allah pemikiran Islam kontemporer di Indonesia akan terus

    20Nurcholis Madjid, Suatu Tatapan Islam terhadap Masa Depan Politik Indonesia,

    Majalah Prisma, No. Ekstra, 1984, hal.21.

  • maju dan dapat diterima oleh seluruh kalangan bangsa Indonesia yang

    terkenal majemuk ini. Amn.

    E. Kesimpulan

    Dari hasil kajian dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

    1. Lahirnya Islam kontemporer di dunia Islam tidak terlepas dari terjadinya

    persentuhan budaya berfikir kaum intelektual muslim dengan tradisi

    keilmuan Barat atau Eropa.

    2. Islam kontemporer maksudnya adalah penafsiran Islam yang bersumber

    dari Al-Quran dan Hadits dengan perkembangan pemikiran oleh kaum

    intelektual muslim dalam membaca perubahan zaman.

    3. Pemikiran Islam kontemporer di Indonesia dipengaruhi oleh interaksi

    pemikiran kaum intelektual muslim Indonesia dengan kalangan

    pembaharu dan tradisi keilmuan Barat.

    4. Pemikiran Islam kontemporer di Indonesia mengalami pasang-surut

    seiring dengan berkembangnya kondisi sosio-budaya dan sosio-politik

    bangsa Indonesia.

    5. Pemikiran Islam kontemporer di Indonesia akan mengalami

    perkembangan di masa depan apabila format pemikiran dan pergerakan

    mengarah kepada gerakan kebudayaan, bukan pada gerakan politik

    praktis.

  • KEPUSTAKAAN

    Dawam Rahardjo, M. 1989. Melihat ke Belakang, Merancang Masa Depan: Pengantar, dalam Muntaha Azhari dan Abdul Munim Saleh (Peny.). Islam Indonesia Menatap Masa Depan. Cetakan Pertama. Jakarta: P3M.

    Kuntowijoyo. 1985. Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia. Cetakan

    Pertama. Yogyakarta: Shalahuddin Press.

    -------------------------.1986. Konvergensi Sosial dan Alternatif Gerakan Kultural. Majalah Pesantren, Nomor 3/Vol. III. Jakarta: P3M.

    Muhamad Abid Al-Jbiry. 1990. Nahnu wa al-Turts: Qirat Mushirah f Turtsin al-Falsafy. Bairut: Markaz al-Tsaqafy al-Araby.

    Mahmd Amn al-Alm. 1998. Al-Fikr al-Araby Bayn al-Nadzariyah wa al-Tathbq. Jurnal A:am al-Fikr, Jilid 26, Edisi III dan IV, Kuwait.

    Misbh Al-Amily. 1991. Tafawwuq al-Fikr al-Araby al al-Fikr al-Ynny bi Wasiq Falsafah. Bairut: Dr el-Fikr.

    Muhammad Arkoun. 1996. Aina huwa al-Fikr al-Islmy al-Mushir. Cetakan Kedua. Bairut: Dr el-Sqy.

    Muhammad Kamal Hasan. 1987. Modernisasi Indoensia: Respon Cendekiawan

    Muslim. Cetakan Pertama. Jakarta: LSI.

    Murd Wahbah. 1994. Madkhal il al-Tanwr. Kairo: Dr el-Fikr.

    Naufal Ramzy (Editor), A. 1993. Islam dan Transformasi Sosial Budaya.

    Cetakan Pertama. Jakarta: Deviri Ganan.

    Nurcholis Madjid. 1984. Suatu Tatapan Islam terhadap Masa Depan Politik Indonesia. Majalah Prisma, No. Ekstra.

    Said Aqiel Siradj. 1999. Islam Kebangsaan: Fiqh Demokratik Kaum Santri.

    Cetakan Pertama. Jakarta: Pustaka Ciganjur.

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    KATA PENGANTAR

    DAFTAR ISI

    A. Pendahuluan . 1

    B. Akar Pemikiran Islam Kontemporer di Dunia Islam 3

    C. Pemikiran Islam Kontemporer di Indonesia . 5

    D. Pemikiran Islam Kontemporer Indonesia Masa Depan 11

    E. Kesimpulan . 17

    KEPUSTAKAAN 19

  • PEMIKIRAN ISLAM KONTEMPORER

    Oleh:

    DRS. LUKMAN HAKIM, MSI

    UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

    BANDUNG

    2010