Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam

23
Makalah Revisi Kelompok VII STUDI TELAAH PEMIKIRAN PARA EKONOM TENTANG ETIKA BISNIS (Ibnu Khaldun Ibnu Thaimiyah) Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata kuliah : Etika Bisnis Islam Dosen : Itsla Yunisva Aviva, M.ESy Disusun oleh NANA TAURAN SIDIK NIM. 1202120184 SRI DEWI NUR AZIZAH NIM. 1202120192 RUDIANSYAH NIM. 1312120280 HAIDIR ADHA NIM. 1202120182 SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKARAYA JURUSAN SYARI’AH PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH KELAS A TAHUN 1436 H / 2014 M

Transcript of Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam

Page 1: Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam

Makalah Revisi Kelompok VII

STUDI TELAAH PEMIKIRAN PARA EKONOM

TENTANG ETIKA BISNIS

(Ibnu Khaldun – Ibnu Thaimiyah)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas

Mata kuliah : Etika Bisnis Islam

Dosen : Itsla Yunisva Aviva, M.ESy

Disusun oleh

NANA TAURAN SIDIK NIM. 1202120184

SRI DEWI NUR AZIZAH NIM. 1202120192

RUDIANSYAH NIM. 1312120280

HAIDIR ADHA NIM. 1202120182

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKARAYA

JURUSAN SYARI’AH PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH KELAS A

TAHUN 1436 H / 2014 M

Page 2: Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama yang selain bersifat syumuliyah (sempurna) juga harakiyah

(dinamis). Disebut sempurna karena Islam merupakan agama penyempurna dari

agama-agama sebelumnya dan syari’atnya mengatur seluruh aspek kehidupan, baik

yang bersifat aqidah maupun muamalah. Dalam kaidah tentang muamalah, Islam

mengatur segala bentuk perilaku manusia dalam berhubungan dengan sesamanya

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di dunia. Termasuk di dalamnya adalah

kaidah Islam yang mengatur tentang pasar dan mekanismenya. Melihat pentingnya

pasar dalam Islam bahkan menjadi kegiatan yang terakreditasi serta berbagai

problem yang terjadi seputar berjalannya mekanisme pasar dan pengendalian harga,

maka pembahasan tentang tema ini menjadi sangat menarik dan urgen. Jauh

sebelum pemikiran ekonomi para ahli tentang konsep harga seperti: Aquinas, Adam

Smith, atau Maknus, dunia Islam telah lebih awal mempunyai tokoh yang concern

di bidang ini.1

Islam memiliki dua orang tokoh dari sekian banyak tokoh dengan pemikiran

yang sangat cerdas, terkhususnya tentang Ekonomi Islam dalam bahasan tentang

etika bisnis islam. Dalam tulisan ini, penulis akan mengupas tentang riwayat hidup

dan pemikiran ekonominya dua tokoh yang bernama Ibnu Thaimiyah dan Ibnu

Khaldun.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pemikiran Ibnu Thaimiyah tentang etika bisnis?

2. Bagaimana pemikiran Ibnu Khaldun tentang etika bisnis?

C. Tujuan Penulisan

1. Agar mampu memahami pemikiran Ibnu Thaimiyah tentang etika bisnis.

2. Agar mampu memahami pemikiran Ibnu Khaldun tentang etika bisnis.

1 Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: Tim IIIT Indonesia, 2002, h. 3.

1

Page 3: Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam

2

D. Kegunaan Penulisan

1. Kegunaan teoritis yaitu mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya tentang

Studi Telaah Pemikiran para Ekonom Muslim Tentang Etika Bisnis.

2. Kegunaan praktis yaitu menjadi khazanah keilmuan bagi mahasiswa yang

mempelajari Etika Bisnis Islam.

E. Metode Penulisan

Adapun metode penulisan yang penulis gunakan dalam makalah ini adalah

metode telaah kepustakaan, yang mana penulis menggunakan buku-buku dari

perpustakan sebagai bahan referensi dimana penulis mencari literatur yang sesuai

dengan materi yang di kupas dalam makalah ini dan penulis menyimpulkannya

dalam bentuk makalah.

Page 4: Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam

3

BAB II PEMBAHASAN

A. Ibnu Thaimiyah (661-728 H/1263-1328 M)

1. Riwayat Hidup

Ibnu Thaimiyah yang bernama lengkap Taqiyuddin Ahmad bin Abdul Halim

lahir di Kota Harran pada tanggal 22 Januari 1263 M (10 Rabiul Awwal 661 H).

Ia berasal dari keluarga yang berpendidikan tinggi. Ayah, paman, dan kakeknya

yang merupakan ulama besar Mazhab Hanbali dan penulis sejumlah buku.

Berkat kecerdasan dan kejeniusannya, Ibnu Thaimiyah yang masih berusia

sangat muda telah mampu menamatkan sejumlah mata pelajaran, seperti tafsir,

hadis, fikih, matematika dan filsafat, serta berhasil menjadi yang terbaik di

antara teman-teman seperguruannya. Guru Ibnu Thaimiyah berjumlah 200 orang

yang diantaranya adalah Syamsuddin Al-Maqdisi, Ahmad bin Abu Al-Khair, Ibn

Abi Al-Yusr, dan Al-Kamal bin Abdul Majd bin Asakir. Ketika berusia 17 tahun,

Ibnu Thaimiyah telah diberikan kepercayaan oleh gurunya, Syamsuddin Al-

Maqsidi untuk mengeluarkan fatwa. Pada saat bersamaan, ia juga memulai

kiprahnya sebagai seorang guru. Berkat kedalaman ilmunya, Ibnu Thaimiyah

memperoleh penghargaan dari pemerintah dan mendapatkan tawaran jabatan

kepala kantor pengadilan. Akan tetapi, karena hati nuraninya tidak mampu

memenuhi berbagai batasan yang ditentukan oleh penguasa, ia menolak tawaran

tersebut.2

Tidak hanya itu, kehidupan Ibnu Thaimiyah pun terus berkembang dan

membuat banyak pihak merasa iri dan berusaha menjatuhkannya, untuk itulah ia

telah sebanyak empat kali menjalani masa tahanan akibat fitnah dari para

penentangnya. Selama dalam tahanan, Ibnu Thaimiyah tidak pernah berhenti

untuk menulis dan mengajar. Bahkan ketika penguasa mencabut haknya untuk

menulis dengan cara mengambil pena dan kertasnya, ia tetap menulis dengan

menggunakan batu arang. Ibnu Thaimiyah kemudian meninggal dunia di dalam

2 Boedi Abdullah, Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2010, h. 250.

3

Page 5: Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam

4

tahanan pada tanggal 26 Sepetember 1328 M (20 Dzulqaidah 728 H) setelah

mengalami perlakuan yang sangat kasar selama lima bulan.3

2. Pemikiran Ekonomi

Ibnu Thaimiyah merupakan seorang fuqaha yang mempunyai karya

pemikiran dalam berbagai bidang ilmu yang luas, termasuk dalam bidang

ekonomi. Dalam bukunya Al-Hisbah Fil Islam dan Majmu Fatawa Syaikh al-

Islam ia banyak membahas problem ekonomi yang dihadapi saat itu, baik dalam

tinjauan social maupun hukum Islam. Meskipun demikian, karyanya banyak

mengandung ide yang berpandangan ke depan, sebagaimana kemudian banyak

dikaji oleh ekonom barat. Karyanya juga mencakup aspek makro maupun mikro

ekonomi.

Ibnu Thaimiyah membahas pentingnya suatu persaingan dalam pasar yang

bebas (free market), peranan “market supervisor” dan lingkup dari peranan

Negara. Negara harus mengimplementasikan aturan main yang islami sehingga

produsen, pedagang, dan para agen ekonomi lainnya dapat melakukan transaksi

secara jujur dan fair. Menurutnya, Negara juga harus menjamin pasar berjalan

secara bebas dan terhindar dari praktik-praktik pemaksaan, manipulasi, dan

eksploitasi yang memanfaatkan kelemahan pasar sehingga persaingan dapat

berjalan dengan sehat. Dalam hal kepemilikan atas sumber daya ekonomi, Ibnu

Thaimiyah berada pada pandangan pertengahan jika dilihat dari pemikiran

ekstrim kapitalisme dan sosialisme saat ini. Meskipun ia sangat menekankan

pentingnya pasar bebas, mnurutnya Negara juga harus membatasi dan

menghambat kepemilikan individual yang berlebihan. Kepentingan bersama

harus menjadi tujuan utama dari pembangunan ekonomi.4

Pemikiran Ibnu Thaimiyah lebih menekankan pada pembahasan tentang

mekanisme pasar. Dalam pemikirannya, Ibnu Thaimiyah menegaskan bahwa

mekanisme harga ditandai dengan adanya konsep harga yang adil dan regulasi

harga yang dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran yang berjalan secara

3 Ibid., h. 251. 4 Ibid., h. 252.

Page 6: Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam

5

impersonal. Ia menekankan perlunya intervensi pemerintah pada saat terjadinya

ketidakwajaran atas harga yang berlaku di pasaran. Selain itu, ia juga

berpendapat bahwa dalam mekanisme pasar, pasar itu bersifat interaktif,

bukan fisik. Artinya, yang dinamakan dengan pasar itu adalah didasarkan pada

interaksi yang terjadi di dalamnya, bukan fisik dari tempat pasar itu sendiri.

Dalam pembahasan tentang etika bisnis, beliau menekankan pada etika bisnis

berdasarkan teori distribusi yang menekankan pada adanya konsep upah

yang adil dan konsep laba yang adil.

Adapun pemikiran Ibnu Thaimiyah tersebut akan dipaparkan lebih mendalam

di sertai dengan konsep lainnya tentang ekonomi Islam sebagai berikut.

a. Harga yang Adil

Sebelum Ibnu Thaimiyah membahas perihal harga yang adil ini, jauh

sebelum itu telah banyak para fuqaha yang berbicara tentang hal ini. Namun

tampaknya Ibnu Thaimiyah merupakan orang pertama yang menaruh

perhatian khusus terhadap permasalahan harga yang adil dan membahasnya

secara lebih fokus. Dalam persoalan yang berkaitan dengan harga, ia sering

menggunakan dua istilah, yakni kompensasi yang setara (‘iwadh al-mitsl) dan

harga yang setara (tsaman al-mitsl). Ia menyatakan bahwa, “kompensasi

yang setara akan diukur dan ditaksir oleh hal-hal yang setara, dan inilah

esensi keadilan (nafs al-‘adl).”

Ditempat lain, ia membedakan antara dua jenis harga, yakni harga yang

tidak adil dan dilarang serta harga yang adil dan disukai. Ibnu Thaimiyah

menganggap bahwa harga yang setara adalah harga yang adil. Oleh karena

itu, ia menggunakan kedua istilah ini secara bergantian.

Konsep Ibnu Thaimiyah mengenai kompensasi yang setara (‘iwadh al-

mitsl) tidak sama dengan harga yang adil (tsaman al-mitsl). Persoalan tentang

kompensasi yang adil atau setara muncul ketika membahas perihal kewajiban

moral dan hukum. Seperti ketika seseorang bertanggung jawab karena

merusak harta dan membahayakan orang lain, membayar ganti rugi, bahkan

ketika seseorang diminta untuk menentukan akad yang rusak. Dalam

mendefinisikan kompensasi yang setara, Ibnu Thaimiyah menyatakan bahwa

Page 7: Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam

6

kesetaraan adalah jumlah yang sama dari objek khusus dalam pemakaian

yang umum. Hal ini juga terkait dengan tingkat harga dan kebiasaan. Lebih

jauh, ia mengemukakan bahwa evaluasi yang benar terhadap kompensasi

yang adil didasarkan pada analogi dan taksiran dari barang tersebut dengan

barang lain yang setara.5

Tentang perbedaan antara kompensasi yang setara dengan harga yang adil

dalam penentuan perdagangan, Ia menyatakan:

“Jumlah yang tertera dalam suatu aka dada dua macam. Pertama,

jumlah yang telah dikenal baik dikalangan masyarakat. Jenis ini telah dapat

diterima secara umum. Kedua, jenis yang tidak lazim sebagai akibat dari

adanya peningkatan atau penurunan kemauan (rugbah) atau factor lainnya.

Hal ini dinyatakan sebagai harga yang setara.”

Tampak jelas bagi Ibnu Thaimiyah bahwa kompensasi yang setara itu

relative merupakan sebuah fenomena yang dapat bertahan lama akibat

terbentuknya kebiasaan, sedangkan harga yang setara itu bervariasi,

ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran serta dipengaruhi oleh

kebutuhan dan keinginan masyarakat. Berbeda halnya dengan konsep

kompensasi yang setara, persoalan harga yang adil muncul ketika

menghadapi harga yang sederhana, pembelian, dan pertukaran barang. Ia

menjelaskan bahwa harga yang setara adalah harga yang dibentuk oleh

kekuatan pasar yang berjalan secara bebas, yakni pertemuan antara kekuatan

permintaan dan penawaran. Dalam pernyataannya, beliau mengemukakan

bahwa harga yang setara itu harus merupakan harga yang kompetitif yang

tidak disertai dengan penipuan, karena harga yang wajar terjadi pada pasar

kompetitif dan hanya praktik yang penuh dengan penipuan yang dapat

menyebabkan kenaikan harga-harga.6

5 Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

2012, h. 253 – 256. 6 Ibid., h. 357 – 358.

Page 8: Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam

7

b. Konsep Upah yang Adil

Pada abad pertengahan, konsep upah yang adil dimaksudkan sebagai

tingkat upah yang wajib diberikan kepada para pekerja sehingga mereka dapat

hidup secara layak di tengah-tengah masyarakat. Berkenaan dengan hal ini,

Ibnu Thaimiyah mengacu pada tingkat harga yang berlaku di pasar tenaga

kerja dan menggunakan istilah upah yang setara (ujrah al-mitsl). Seperti

halnya harga, prinsip dasar yang menjadi objek observasi dalam menentukan

suatu tingkat upah adalah definisi menyeluruh tentang kualitas dan kuantitas.

Harga dan upah, ketika keduanya tidak pasti dan tidak ditentukan atau tidak

dispesifikasikan dan tidak diketahui jenisnya, merupakan hal yang samar dan

penuh spekulasi.

Upah yang setara diatur dengan menggunakan aturan yang sama dengan

harga yang setara. Tingkat upah ditentukan oleh tawar-menawar antara

pekerja dengan pemberi kerja. Dengan ksta lain, pekerja diperlakukan sebagai

barang dagangan yang harus tunduk pada hukum ekonomi tentang

permintaan dan penawaran. Dalam kasus pasar yang tidak sempurna, upah

yang setara ditentukan dengan menggunakan cara yang sama sebagai harga

yang setara. Sebagai contoh, apabila masyarakat sedang membutuhkan jasa

para pekerja, tetapi para pekerja tersebut tidak ingin memberikan jasa mereka,

penguasa dapat menetapkan harga yang setara, sehingga pihak pemberi kerja

tidak dapat mengurangi upah para pekerja dan begitu pula para pekerja tidak

dapat meminta upah yang lebih tinggi daripada harga yang ditetapkan.

Tentang cara penentuan upah, Ibnu Thaimiyah menjelaskan:

“Upah yang setara akan ditentukan oleh upah yang telah diketahui

(musamma) jika ada, yang dapat menjadi acuan bagi kedua belah pihak.

Seperti halnya dalam kasus jual atau sewa, harga yang telah diketahui akan

diperlakukan sebagai harga yang setara.”7

7 Ibid., 358 – 359.

Page 9: Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam

8

c. Konsep Laba yang Adil

Menurut Ibnu Thaimiyah, para pedagang berhak mendapatkan keuntungan

melalui cara-cara yang diterima secara umum tanpa merusak kepentingan

dirinya sendiri dan kepentingan para pelanggannya. Ia mendefinisikan laba

yang adil sebagai laba normal yang secara umum diperoleh dari jenis

perdagangan tertentu, tanpa merugikan orang lain. Ia menentang tingkat

keuntungan yang tidak lazim, bersifat eksploitatif dengan memanfaatkan

ketidakpedulian masyarakat terhadap kondisi pasar yang ada. Ia menjelaskan:

“Seseorang yang memperoleh barang untuk mendapatkan pemasukan dan

memperdagangkannya pada kemudian hari diizinkan melakukan hal

tersebut. Akan tetapi, ia tidak boleh mengenakan keuntungan terhadap

orang-orang miskin yang lebih tinggi daripada yang sedang berlaku dan

seharusnya tidak menaikkan harga terhadap mereka yang sedang sangat

membutuhkan (dharurah).”

Lebih jauh beliau menyatakan bahwa pedagang harus menjual dengan

harga yang dapat diterima secara umum apabila pembelinya merupakan orang

yang benar-benar membutuhkan barang-barang kebutuhan dasar tersebut,

seperti sandang dan pangan. Namun pernyataan ini bukan bertujuan untuk

memberikan kebebasan dalam hak penetapan harga di pasaran. Dalam hal ini,

yang dimaksudkan adalah setiap orang dapat meminta regulasi harga dari

pemerintah dan pemerintah harus menggunakan kekuasaannya. Ibnu

Thaimiyah memandang laba sebagai penciptaan tenaga kerja dan modal

secara bersamaan. Oleh sebab itu, keduanya harus mendapat keuntungan

yang adil. Jika ada perselisihan, maka keuntungan dibagi menurut cara yang

dapat diterima secara umum oleh kedua belah pihak sesuai dengan kadar

kerjanya seperti pada saat salah satu pihak menginvestasikan tenaganya dan

pihak yang lain sebagai investornya.8

8 Ibid., h. 360 – 362.

Page 10: Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam

9

d. Mekanisme Pasar

Ibnu Thaimiyah memiliki sebuah pemahaman yang jeli dalam suatu pasar

bebas tentang penentuan harga oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Ia

mengemukakan bahwa:

“Naik turunnya harga tidak selalu diakibatkan oleh kezaliman orang-

orang tertentu. Terkadang hal tersebut diakibatkan oleh kekurangan

produksi atau penurunan impor barang-barang yang diminta. Oleh karena

itu, apabila permintaan naik dan penawaran turun, harga akan naik. Di sisi

lain, apabila persediaan barang meningkat dan permintaan terhadapnya

menurun, harga pun akan turun. Kelangkaan atau kelimpahan ini bukan

disebabkan oleh tindakan orang-orang tertentu. Ia bisa jadi disebabkan oleh

sesuatu yang tidak mengandung kezaliman, atau terkadang, ia juga bisa

disebabkan oleh kezaliman. Hal ini ke-Maha Kuasaan Allah yang telah

menciptakan keinginan di hati manusia.”

Ibnu Thaimiyah menyebutkan dua sumber persediaan, yakni produksi

lokal dan impor barang-barang yang diminta. Untuk menggambarkan

permintaan terhadap suatu barang tertentu, ia menggunakan istilah raghbah

fi asy-syai yang berarti hasrat terhadap sesuatu, yakni barang. Hasrat

merupakan salah satu faktor terpenting dalam permintaan, sedangkan faktor

lainnya yaitu pendapatan yang tidak disebutkan Ibnu Thaimiyah.

Menurutnya, jika digambarkan maka perubahan kenaikan atau penurunan

persediaan barang-barang disebabkan oleh dua faktor, yakni produksi lokal

dan impor yang kemudian kita kenal dengan perubahan fungsi penawaran dan

permintaan.

Namun demikian, kedua perubahan tersebut tidak selalu beriringan. Ketika

permintaan meningkat sementara persediaan tetap, maka harga-harga akan

mengalami kenaikan. Dalam pernyataannya, Ibnu Thaimiyah menyebut

kenaikan harga terjadi karena penurunan jumlah barang atau peningkatan

jumlah penduduk. Penurunan jumlah barang dapat disebut juga sebagai

penurunan persediaan (supply), sedangkan peningkatan jumlah penduduk

dapat disebut sebagai kenaikan permintaan (demand). Suatu kenaikan harga

Page 11: Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam

10

yang disebabkan oleh penurunan supply atau kenaikan demand

dikarakteristikkan sebagai perbuatan Allah SWT untuk menunjukkan

mekanisme pasar yang bersifat impersonal.9

e. Regulasi Harga

Selanjutnya, Ibnu Thaimiyah membahas perihal konsep kebijakan

pengendalian harga oleh pemerintah. Adapun tujuan dari regulasi harga ini

adalah untuk menegakkan keadilan serta memenuhi kebutuhan dasar

masyarakat. Ia membedakan dua jenis penetapan harga, yakni penetapan

harga yang tidak adil dan cacat hukum serta penetapan harga yang adil dan

sah menurut hukum. Adapun penetapan harga yang tidak adil dan cacat

hukum adalah penetapan harga yang dilakukan pada saat kenaikan harga-

harga terjadi akibat persaingan pasar bebas, yakni kelangkaan supply atau

kenaikan demand.

“Memaksa masyarakat untuk menjual barang-barang dagangan tanpa

ada dasar yang mewajibkannya atau melarang mereka menjual barang-

barang yang diperbolehkan merupakan sebuah kezaliman yang

diharamkan.”

Menurutnya, masyarakat memiliki kebebasan untuk keluar masuk pasar.

Ia mendukung meniadaan berbagai unsur monopolistik pasar. Ia menekankan

perlu adanya pengetahuan tentang pasar dan barang-barang dagangan, sebab

transaksi jual beli yang menghasilkan kesepakatan memerlukan ini. Ia juga

mengutuk adanya pemalsuan produk, kecurangan serta penipuan dalam

beriklan, pada saat yang bersamaan ia mendukung adanya homogenitas dan

standarisasi produk.

9 Ibid., h. 364 – 366.

Page 12: Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam

11

B. Ibnu Khaldun (732 – 808 H/1332 – 1406 M)

1. Riwayat Hidup

Abdurrahman bin Muhammad yang lebih dikenal dengan nama Ibnu

Khaldun, penulis buku yang sangat terkenal yang berjudul Muqaddimah Ibnu

Khaldun, dilahirkan pada hari pertama Ramadhan pada tahun 732 H atau

bertepatan dengan tanggal 27 September 1332 M. Peristiwa kelahiran itu

berlangsung di Tunisia, yang menjadi tempat tinggal orang tua Ibnu Khaldun

selama bertahun-tahun. Keluarganya memiliki darah keturunan Hadramaut yang

menyambung nasabnya pada Wail bin Hujr. Salah satu cucu Wail, Khalid bin

Utsman, pernah ikut ke Andalusia (Spanyol) bersama tentara Yaman yang

bergabung dalam pasukan ekspedisi. Namun sesampainya di Spanyol nama

Khalid berubah menjadi Khaldun. Karena itulah, keturunan setelahnya dipanggil

dengan sebutan Khaldun.10

Dalam kondisi bergelimang harta dan kekuasaan, Ibnu Khaldun tumbuh dan

berkembang. Ayahandanya sendiri adalah seorang ahli ilmu dan sastra. Ia sangat

perhatian terhadap perkembangan putranya, dan ia sendiri yang bertanggung

jawab langsung dalam tugas pengajaran beberapa bidang ilmu. Disamping itu,

Ayahanda beliau pun turut memberikan kesempatan kepada Ibnu Khaldun untuk

menimba bidang ilmu lainnya pada ulama besar dan para sastrawan yang ada di

Tunisia pada saat itu. Karena itulah, Ibnu Khaldun tumbuh menjadi anak yang

cerdas dan selalu bersemangat dalam menggali ilmu pengetahuan.

Setalah kedua orang tuanya beserta beberapa guru besarnya meninggal dunia

akibat penyakit kusta, Ibnu Khaldun mengalami kesulitan yang besar dalam

menimba ilmu pengetahuan. Keadaan diperburuk lagi dengan keputusan para

ulama besar dan sastrawan yang tersisa untuk mengungsi dari daerah Tunisia

tersebut. Dengan kondisi yang demikian, kemudian Ibnu Khaldun mulai

mencoba perutungan dengan bekerja untuk pemerintahan Tunisia saat itu. Ibnu

Khaldun berhasil mendapatkan pekerjaan sebagai sekretaris menteri Ibnu

10 Khalid Haddad, 12 Tokoh Pengubah Dunia, Jakarta: Gema Insani, 2009, h. 77.

Page 13: Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam

12

Tafirakin yang sangat otoriter ketika berkuasa di Tunisia, setelah menggulingkan

Sultan Hafsha.

Dalam perjalanannya, Ibnu Khaldun melahirkan beberapa karya. Adapun

salah satu karyanya yang terkenal adalah Muqaddimah Ibnu Khaldun merupakan

karya yang menjadi bagian dari bab pembuka buku induknya yang berjudul al-

‘Ibar wa Diiwanul Mubtada’ wal Khabar fii Ayyaamil ‘Arab wal ‘Ajam wal

Barbar wa Man ‘Aasharahum min Dzawis Sulthan al-Akbar. Ibnu Khaldun

kemudian meninggal di Kairo pada tanggal 26 bulan Ramadhan tahun 808 H

atau bertepatan dengan tanggal 16 Maret 1406 M dalam usia 76 tahun. Ia

dikuburkan di pemakaman As-Shufiyyah, namun letak kuburannya hingga

sekarang tidak dapat dipastikan dengan jelas.11

2. Pemikiran Tentang Ekonomi

Seperti pernyataan Boulakia, bahwa Ibnu Khaldun telah menyumbangkan

“teori produksi, teori nilai, teori pemasaran, dan teori siklus yang dipadu menjadi

teori ekonomi umum yang koheren disusun dalam kerangka sejarahnya”. Dalam

pemikiran lain, Ibnu Khaldun juga lebih menekankan pada konsep keadilan

social kehidupan bermasyarakat yang menurutnya ditandai dengan adanya

konsep etika berbasis nilai, etika penguasa kepada rakyatnya, dan teori

distribusi.

Adapun menurutnya, etika bisnis berbasis nilai mengandung beberapa

hukum berikut:

a. Harga yang bernilai adalah ketika berbanding lurus dengan jumlah tenaga

kerja yang dikeluarkan. Artinya, semakin rumit jenis pekerjaan dan produk

yang dibuat oleh tenaga kerja, maka produk hasilnya pun akan bernilai setara

tingginya dengan proses pembuatannya itu.

b. Pelarangan sistem usaha praktis untuk mendapatkan keuntungan. Pernyataan

itu mengandung makna bahwa beliau melarang adanya niat untuk

mendapatkan keuntungan dengan memanfaatkan kondisi dan situasi

kebutuhan masyarakat yang mendesak dan menaruh keuntungan yang

11 Ibid., h. 78-91.

Page 14: Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam

13

berlipat ganda dari harga penjualan yang ditawarkan untuk suatu benda atau

jasa.

c. Pelarangan spekulasi untuk mendapatkan keuntungan berganda. Ini juga

hamper serupa dengan sistem instan, hanya saja ini lebih mengarah pada

tindakan menimbun sesuatu untuk menunggu saat dimana benda itu benar-

benar dibutuhkan dan ia kemudian menjualnya dengan harga yang berlipat

ganda.

Selain itu, beliau juga menekankan bahwasanya adanya sistem

pengendalian ekonomi secara sederhana dan bijaksana merupakan bagian dari

etika penguasa kepada rakyatnya. Selanjutnya, dalam teori distribusi,

beliau menekankan etika bisnis yang tergambar dalam tiga hal berikut.

a. Gaji, yakni apabila gaji terlalu tinggi, akan terjadi inflasi yang tinggi pula

dan produsen akan kehilangan minat bekerja. Jika gaji terlalu rendah,

maka produksi akan melesu.

b. Laba, yakni apabila laba terlalu tinggi, maka pedagang atau pengusaha

akan melikuidasi saham-sahamnya dan tidak dapat memperbaruinya. Jika

laba terlalu rendah, maka pedagang atau penguasa akan melikuidasi

saham-sahamnya dan tidak dapat memperbaruinya karena tidak adanya

modal.

c. Pajak, yakni apabila pajak terlalu tinggi, maka tekanan fiskal terlalu kuat

sehingga laba produsen akan turun dan hilanglah insentif bekerja mereka.

Jika pajak terlalu rendah, maka pemerintah tidak dapat menjalankan

fungsinya.

Berikut akan dipaparkan beberapa pemikiran ekonomi Ibnu Khaldun yang

terbagi dalam beberapa bagian, diantaranya adalah:

a. Mekanisme Harga

Konsep mekanisme harga ini telah beliau paparkan dalam bukunya

Muqaddimah Ibnu Khaldun. Dengan tajam, ia membahas tentang

terbentuknya harga di kota. Dalam analisisnya, ia membagi fenomena harga

berdasarkan jenis barang menjadi dua, yakni: (1) barang kebutuhan pokok

dan (2) barang pelengkap. Menurutnya, bila suatu kota berkembang dan

Page 15: Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam

14

selanjutnya populasinya bertambah banyak (menjadi kota besar), maka

pengadaan barang-barang kebutuhan pokok akan mendapatkan prioritas.12

Menurutnya, bila suatu kota berkembang dan populasinya bertambah

banyak, maka pengadaan barang-barang kebutuhan pokok menjadi

prioritas.13 Karena permintaan akan lahan itu sangat besar, tak seorang pun

melalaikan bahan makanannya sendiri atau bahan makanan keluarga, bulanan

ataupun tahunan. Sehingga usaha untuk mendapatkannya dilakukan oleh

seluruh penduduk kota, atau sebagian besar dari pada mereka, baik di dalam

kota itu sendiri maupun di daerah sekitarnya. Ini tidak dapat dipungkiri.

Masing-masing orang berusaha untuk mendapatkan makanan untuk dirinya

sendiri agar memiliki surplus besar melebihi kebutuhan diri dan keluarganya.

Surplus ini dapat mencukupi kebutuhan sebagian besar penduduk kota itu.

Tidak diragukan lagi, penduduk kota itu memiliki makanan lebih dari

kebutuhan mereka. Akibatnya, harga makanan seringkali menjadi murah.14

Selain itu, di kota-kota kecil sedikit penduduknya dan bahan makanannya

juga sedikit, sebab mereka memiliki supply kerja yang kecil. Karena melihat

kecilnya kota, orang-orang khawatir kehabisan makanan, karenanya mereka

mempertahankan dan menyimpan makanan yang telah mereka miliki.

Persediaan itu sangat berharga bagi mereka dan orang-orang yang mau

membelinya haruslah membayar dengan harga yang tinggi.

Pada bagian lain, Ibnu Khaldun juga menjelaskan faktor yang berpengaruh

terhadap naik turunnya penawaran terhadap harga. Ia mengatakan:

“Ketika barang-barang yang tersedia sedikit, harga-harga akan naik.

Namun bila jarak antar kota dekat dan aman untuk melakukan perjalanan,

akan banyak barang yang diimpor sehingga ketersediaan barang akan

berlimpah dan harga akan turun.”

12 Aswad, Kontribusi Pemikiran Ekonomi Islam Ibnu Khaldun Terhadap Pemikiran Ekonomi

Modern, Tulung Agung: Al-Fikr, 2012, h. 5. 13 Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami, Edisi Kedua, Jakarta: IIIT, 2003, h. 231. 14 Aswad, Kontribusi Pemikiran Ekonomi Islam Ibnu Khaldun Terhadap Pemikiran Ekonomi

Modern…h. 5.

Page 16: Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam

15

Melalui analisa tersebut, Ibnu Khaldun telah mengidetifikasi kekuatan

permintaan dan penawaran sebagai penentu keseimbangan harga. Dengan

demikian, Ibnu Khaldun telah mendefinisikan bahwa harga adalah hasil dari

hukum permintaan dan penawaran. Jika suatu barang langka dan banyak

diminta, maka harganya tinggi. Jika suatu barang berlimpah, harganya

rendah. Permintaan suatu barang adalah berdasarkan kegunaan dari barang

tersebut, dan tidak selalu karena kebutuhan. Pandangan ini sangat mirip

dengan hukum permintaan dan penawaran dalam ekonomi modern.15

b. Teori Pembagian Tenaga Kerja

Pandangan Ibnu Khaldun bahwa apabila pekerjaan dibagi-bagi diantara

masyarakat berdasarkan spesialisasi, akan menghasilkan output yang lebih

besar. Ibnu Khaldun menekankan perlunya pembagian kerja dan spesialisasi

dengan menyatakan bahwa “menjadi jelas dan pasti bahwa seorang individu

tidak akan dapat memenuhi seluruh kebutuhan ekonominya sendirian.

Mereka semua harus bekerja sama untuk tujuan ini. Apa yang dapat dipenuhi

melalui kerja sama yang saling menguntungkan jauh lebih besar

dibandingkan apa yang dapat dicapai oleh individu-individu itu sendirian.”

Pembagian kerja berdasarkan spesialisasi ini berimbas pada meningkatnya

hasil produksi dan mendorong produktivitas tenaga kerja.16

c. Perpajakan

Menurut Ibnu Khaldun insentif dipengaruhi oleh pajak. Pajak yang tinggi

akan menurunkan produksi dan populasi. Pajak yang tinggi menyebabkan dis-

insentif bagi masyarakat untuk berproduksi dikarenakan bertambahnya

struktur biaya yang akan dibebankan kepada konsumen. Selain itu, pajak yang

tinggi akan menyebabkan populasi penduduk karena mendorong terjadinya

emigrasi ke wilayah atau negara lain. Sehingga pada akhirnya akan

menurunkan pendapatan pajak akibat menurunnya basis pajak.

Ia juga menyimpulkan bahwa “faktor terpenting untuk prospek usaha

adalah meringankan seringan mungkin beban pajak bagi pengusaha

15 Ibid., h. 6 – 8. 16 Ibid., h. 6.

Page 17: Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam

16

untuk menggairahkan kegiatan bisnis dengan menjamin keuntungan

yang lebih besar (setelah pajak).” Disini ia menekankan bahwa ketika pajak

dan bea cukai ringan, rakyat akan memiliki dorongan yang lebih aktif

berusaha. Bisnis bagaimanapun juga akan mengalami kemajuan, membawa

kepuasan yang lebih besar bagi rakyat karena pajak yang rendah dan

penerimaan pajak juga meningkat, secara total dari jumlah keseluruhan

penghitungan pajak.”

d. Teori Uang

Bagi Ibnu Khaldun, dua logam yaitu emas dan perak, adalah ukuran nilai.

Logam-logam ini diterima secara alamiah sebagai uang di mana nilainya tidak

dipengaruhi oleh fluktuasi subjektif:

”Allah menciptakan dua batuan logam tersebut, emas dan perak sebagi

ukuran nilai semua akumulasi modal. Emas dan peraklah yang dipilih untuk

dianggap sebagai harta dan kekayaan penduduk dunia.”

Oleh karena itu, Ibnu Khaldun mendukung penggunaan emas dan perak

sebagai standar moneter. Baginya, pembuatan uang logam hanyalah

merupakan sebuah jaminan yang diberikan oleh penguasa bahwa sekeping

uang logam mengandung sejumlah kandungan emas dan perak tertentu.17

e. Teori Distribusi

Harga suatu produk terdiri atas tiga unsur, yaitu gaji, laba dan pajak. Setiap

produk ini merupakan imbal jasa bagi setiap kelompok dalam masyarakat;

Gaji adalah imbal jasa bagi produser, laba adalah imbal jasa bagi pedagang,

dan pajak adalah imbal jasa bagi pegawai negeri dan penguasa.Oleh karena

itu, Ibnu Khaldun membagi perekonomian dalam tiga sektor, yaitu produksi,

pertukaran, dan layanan masyarakat.

a) Gaji

Karena nilai suatu produk sama dengan jumlah tenaga kerja yang

dikandungnya, gaji merupakan unsur utama dari harga barang-barang.

Harga tenaga kerja adalah basis harga suatu barang. Pengolahan tanah

17 Boedi Abdullah, Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam...h. 291.

Page 18: Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam

17

memerlukan tenaga kerja dan bahan-bahan yang mahal. Jadi, aktivitas

agrikulturnya memerlukan pengeluaran yang cukup besar. Mereka

menghitung pengeluaran-pengeluaran ini ketika menentukan harga-

harganya.

Akan tetapi, harga tenaga kerja ditentukan oleh hukum permintaan dan

penawaran; Keahlian dan tenaga kerja pun mahal dikota-kota dengan

peradaban yang melimpah. Ada tiga alasan untuk ini;

a. a Besarnya kebutuhan yang ditimbulkan oleh meratanya hidup mewah

dalam tempat demikian dan padatnya penduduk.

a. b Mudahnya orang mencari penghidupan, dan banyaknya bahan

makanan dikota-kota menyebabkan tukang-tukang buruh tidak mau

menerima bayaran rendah bagi pekerja dan pelayanannya.

a. c Banyaknya orang kaya yang memiliki banyak uang untuk

dihamburkan, dan orang seperti ini banyak kebutuhannya sehingga

mereka memerlukan pelayanan orang lain, yang berakibat timbulnya

persaingan dalam mendapatkanjasa pelayanan, sehingga mereka

bersedia membayar lebih dari nilai pekerjaannya.

b) Laba

Laba adalah selisih antara harga jual dan harga beli yang diperoleh oleh

pedagang. Selisih ini bergantung pada hukum permintaan dan penawaran,

yang menentukan harga beli melalui gaji dan menentukan harga jual

melalui pasar:

“Perdagangan hakikatnya adalah usaha untuk mencetak laba dengan

menaikan modal, dengan cara membelibarang pada harga rendah dan

menjualnya pada harga tinggi.”

Ibnu Khaldun mendefinisikan dua fungsi utama dari perdagangan, yang

merupkan terjemah waktu dan tempat dari suatu produk:

“Usaha untuk mencetak laba dapat dilakukan dengan menyimpan

barang dan menahannya hingga pasar sudah berfluktuasi dari harga

yang rendah menuju harga yang tinggi. Atau sang pedagang dapat

Page 19: Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam

18

memindahkan barangnya ke negeri yang lain yang permintaan di tempat

itu lebih banyak daripada di kota asalnya.”

Bagi Ibnu Khaldun, hakikat perdagangan:

“Memberi dengan harga murah dan menjual dengan harga mahal.”

c) Pajak

Pajak bervariasi menurut kekayaan penguasa dan penduduknya.

Oleh karena itu, jumlah pajak ditentukan oleh permintaan dan

penawaran terhadap produk, yang pada gilirannya menentukan

pendapatan penduduk dan kesiapannya untuk membayar.18

18 Ibid., 293 – 294.

Page 20: Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam

19

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Dari serangkaian penjelasan tersebut, maka kita dapat menarik beberapa

kesimpulan, diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Ibnu Thaimiyah merupakan ekonom yang lahir di kota Harran tanggal 22 Januari

1263 M atau bertepatan pada tanggal 10 Rabiul Awal 661 H. Dalam pemikiran

ekonominya, beliau menjabarkan perihal harga yang adil dalam kaitannya

dengan konsep harga yang setara. Harga yang adil baginya adalah harga umum

yang secara wajar berlaku dipasaran tanpa ada unsur penipuan atau pun

tindakan-tindakan yang dapat menyebabkan kenaikan harga yang tidak wajar.

Selanjutnya, pemikiran ekonominya bersinggungan dengan konsep upah yang

adil dan konsep laba yang adil. Dalam konsep tersebut beliau mengatakan bahwa

setiap yang bekerja berhak mendapat upah senilai dengan kerja kerasnya dan

setiap yang berdagang berhak untuk memperoleh keuntungan dengan cara yang

tidak zalim dan tidak menyebabkan ketidakseimbangan pasar. Selain itu,

pemikirannya juga berkaitan dengan mekanisme penetapan harga dan regulasi

harga.

2. Ibnu Khaldun atau yang bernama lengkap Abdurrahman bin Muhammad ini

terkenal dengan karyanya yang berjudul Muqaddimah yang merupakan buku

dari bagian buku induknya yang berjudul Al-‘Ibar. Beliau menyumbangkan

pemikiran ekonominya dalam hal mekanisme harga yang menurutnya

dipengaruhi oleh persediaan kebutuhan dasar dan kebutuhan pelengkap dalam

hukum permintaan dan penawaran. Kemudian ia juga mengungkapkan tentang

teori pembagian tenaga kerja yang menurutnya setiap orang berhak untuk

ditempatkan sesuai dengan keahliannya dan dengan demikian diyakini akan

meningkatkan produksi dan produktifitas tenaga kerja. Ia juga berpendapat

bahwa setiap kompensasi yang diterima dari hasil kerja adalah dipengaruhi oleh

pajak dan pajak juga ia nilai sebagai instrument yang berpengaruh dalam prospek

pembangunan ekonomi. Sselanjutnya ia juga mengemukakan tentang teori uang

dan teori distribusi yang didalamnya dijelaskan tentang gaji, pajak dan laba.

19

Page 21: Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam

20

DAFTAR PUSTAKA

Telaah Kepustakaan

Abdullah, Boedi, Peradaban Pemikiran Ekonomi Islam, Bandung: Pustaka Setia,

2010.

Aswad, Kontribusi Pemikiran Ekonomi Islam Ibnu Khaldun Terhadap Pemikiran

Ekonomi Modern, Tulung Agung: Al-Fikr, 2012.

Haddad, Khalid, 12 Tokoh Pengubah Dunia, Jakarta: Gema Insani, 2009.

Karim, Adiwarman A., Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: Tim IIIT

Indonesia, 2002.

Karim, Adiwarman A., Ekonomi Mikro Islami, Edisi Kedua, Jakarta: IIIT, 2003.

Karim, Adiwarman Azwar, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2012.

Page 22: Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam

21

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

hidayah-Nya lah sehingga makalah dengan judul “Studi Telaah Pemikiran Para

Ekonom Tentang Etika Bisnis (Ibnu Khaldun – Ibnu Thaimiyah)” ini dapat di

selesaikan tepat pada waktunya, sebagai pemenuhan tugas Etika Bisnis Islam.

Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat

kekurangan baik dari segi penulisan, susunan kata, maupun isi materi. Dengan ini

penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan makalah ini, serta sebagai jembatan ilmu yang berujung pada

intelektualitas. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Palangka Raya, Desember 2014

Tim Penulis

i

Page 23: Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam

22

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

B. Rumusan Masalah............................................................................ 1

C. Tujuan Penulisan ............................................................................. 1

D. Kegunaan Penulisan ........................................................................ 2

E. Metode Penulisan ............................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Ibnu Thaimiyah

1. Riwayat Hidup ........................................................................... 3

2. Pemikiran Ekonomi ................................................................... 4

B. Ibnu Khaldun

1. Riwayat Hidup ........................................................................... 11

2. Pemikiran Ekonomi ................................................................... 12

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ...................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA

ii