Pemikiran Ibn Jauzi Tentang Pendidikan Jiwa

download Pemikiran Ibn Jauzi Tentang Pendidikan Jiwa

of 15

Transcript of Pemikiran Ibn Jauzi Tentang Pendidikan Jiwa

  • 8/10/2019 Pemikiran Ibn Jauzi Tentang Pendidikan Jiwa

    1/15

    Pemikiran Ibn Jauzi Tentang PendidikanJiwa (1)

    Dr. Ahmad Alim (Pengasuh PP Ulil Albab, Bogor)

    A. Pendahuluan

    Victor Frankl, seorang neurolog dan psikiater Austria serta salah satu tokoh

    psikologi eksistensial terkemuka, mengatakan bahwa manusia modern mengalami

    masalahfrustrasi eksistensial dan kehampaan eksistensialyang semakin meluas.

    Menurutnya, individu masyarakat modern dilanda keraguan atas makna kehidupan yang

    mereka jalani. Hilangya tradisi dan nilai-nilai sebagai salah satu sumber utama kemunculan

    frustrasi eksistensial dan kehampaan eksistensial. Akibat dari hal itu, individu melakukan

    kompensasi-kompensasi melalui berbagai aktivitas seperti memembenamkan diri dalam

    pekerjaan, berjudi, alkoholisme, obat bius,dan seks.[1]

    Daniel Goleman menyebutkan, bahwa tahun-tahun terakhir millenium ini

    memperkenalkan zaman kemurungan(age of melancholy), seperti halnya abad XXI menjadi

    abad kecemasan the age of anxiety). Data internasional memperlihatkan apa yang tampaknya

    merupakan wabah depresi modern,wabah yang meluas seiring diterimanya gaya hidup modern

    di seluruh dunia.[2]Fritjof Capra berpendapat sama, bahwa berbagai krisis tersebut, termasuk

    krisis spiritual (spiritual crisis), belum pernah terjadi sebelumnya dalam catatan sejarah umat

    manusia.[3]

    Dalam konteks semacam ini, keberadaan pendidikan jiwa menjadi penting bagi

    kehidupan manusia untuk mulai dilihat kembali sebagai bagian integral darikehidupannya. Diantara pemikir besar Islam yang telah memberikan perhatian besar dalam

    masalah pendidikan kejiwaan ini adalah Ibn Jauzi (510-597 H), seorang ulama

    yang sangat produktif dan berjasa besar dalam perkembangan pendidikan jiwa dalam sejarah

    Islam. Indikatornya adalah sebagian besar karya-karyanya berbicara tentang masalah nafs,

    sepertiAl-Tabshirah, Al-Mudhis, Al-Muntakhab, Al-Jalis Al-Shalih Al-Khafi, Al-Adzkiya, Al-Thibb

    Al-Ruhani, Shifat Al-Shaffah, Bahr Al-Dumu, Al-khis Ala Talab Al-Ilm, Amar Al-Ayan, Shaid Al-

    Khathir.[4]

    B. Konsep Manusia Menurut Ibn Jauzi

    Pandangan Ibn Jauzi tentang manusia tidak beda jauh dengan pandangan para

    ulama dan para filosof yang lainnya. Menurutnya manusia terdiri dari dua unsur, yaitu

    unsur yang terdiri dari jasad dan ruh, sehingga manusia merupakan

    makhlukjasadiyahdan ruhiyahsekaligus. hubungan keduanya bagaikan hubungan

    antara seorang nahkoda dengan sebuah perahu, dimana nahkoda berfungsi sebagai

    http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn1http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn1http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn1http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn2http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn2http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn2http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn3http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn3http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn3http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn4http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn4http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn4http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn4http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn3http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn2http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn1
  • 8/10/2019 Pemikiran Ibn Jauzi Tentang Pendidikan Jiwa

    2/15

    pengatur dan pengarah tujuan jalannya perahu, dan menenangkan arus air yang

    membawa perahu tersebut serta menjaganya di tengah-tengah hembusan gelombang.[5]

    Realitas yang mendasari dan prinsip yang menyatukan apa yang kemudian dikenal

    sebagai manusia bukanlah perubahan jasadnya, melainkan keruhaniannya. Hal itu

    dikarenakan manusia pada hakikatnya adalah makhluk ruhani, yang esensinya bukanlahfisiknya dan bukan pula fungsi fisik, melainkan jiwa (nafs) adalah identitas esensial

    manusia yang tetap. Ibn Jauzi melihat jiwa sebagai esensi manusia,[6]berkiblat pada hadist

    Nabi saw yang menegaskankan bahwa:

    ::

    )(.

    Dari Abi Hurairah, r.a. Rasulallah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah tidak

    melihat jasad kalian, dan tidak pula bentuk kalian, akan tetapi Allah melihat hatikalian dan amal kalian.(HR.Muslim).

    Lebih lanjut Ibn Jauzi melihat bahwa jiwa sebagai esensi manusia terbagi dalam tiga

    unsur penting yang saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Ketiga unsur

    tersebut adalah unsur akal (juz aqli), unsur amarah (juz ghadhabi), dan unsur hawa

    nafsu (juz syahwani).[7]Unsur akal memiliki dua sisi, yaitu sisi keutamaan yang

    berupa ilmu, dan sisi keburukan yang berupa kebodohan. Sementara unsur amarah juga

    memiliki dua sisi keutamaan dan keburukan, keutamaannya adalah ketegasan, dan

    keburukannya adalah kepengecutan. Sedangkan unsur hawa nafsu juga memiliki dua sisi

    keutamaan dan keburukan, keutamaannya adalah menjaga diri dari sesuatu yang tidak

    baik, sedangkan sisi keburukannya adalah tidak terkendalinya dari keinginan-keinginan

    syahwat.[8]Lebih jelasnya Ibn Jauzi berkata sebagai berikut:

    :.

    Ketahuilah bahwa jiwa diantaranya ada unsur akal, keutamaanya adalah hikmah,

    dan keburukannya adalah kebodohan, dan unsur amarah, keutamaannya adalah

    http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn5http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn5http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn5http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn6http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn6http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn7http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn7http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn7http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn8http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn8http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn8http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn8http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn7http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn6http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn5
  • 8/10/2019 Pemikiran Ibn Jauzi Tentang Pendidikan Jiwa

    3/15

    pemberani, keburukannya adalah penakut, dan unsur syahwat, keutamaannya

    adalah iffah, keburukannya adalah mengumbar hawa nafsu.[9]

    Ketiga komponen jiwa tersebut bukanlah dipandang sebagai unsur-unsur yang

    berdiri sendiri dalam pembentukan kepribadian. Tetapi semua itu, merupakan satukesatuan yang utuh, yang Interaksi ketiga sistem nafsani tersebut berjalan menurut

    alternative teori yang mengatakan bahwa interaksi daya-daya jiwa (akal/nathiqah,

    ghadhab, syahwat) berjalan menurut hukum harmonisasi (tanasuq) antara berbagai

    sistem yang berpusat pada fakultas berfikir (nafs nathiqah). Artinya , masing-masing daya

    jiwa memiliki potensi baik yang apabila interaksi secara harmonis maka masing-masing

    daya itu melahirkan keutamaan. Keutamaan Fakultas Fikir adalah kearifan, keutamaan

    Fakultas Ghadhabadalah keberanian dan keutamaan Fakultas Syahwat adalah iffah.

    Dengan demikian,ghadabdan syahwat bukanlah potensi yang buruk. Baik buruknya

    sangat tergantung interaksi yang harmonis dengan Fakultas Fikir.[10]Apabila dikaitkan dengan tiga daya nafsani diatas (kalbu, akal, dan hawa nafsu),

    maka teori ini menunjukkan bahwa daya kalbu bukan berarti daya yang terbaik, dan daya

    akal serta daya hawa nafsu bukan berarti daya yang terburuk. Baik buruknya sangat

    tergantung dengan harmonisasi interaksinya yang berpusat pada kalbu. Keutamaan daya

    kalbu akan melahirkan kearifan; keutamaan daya hawa nafsughadhabiakan melahirkan

    keberanian; dan keutamaan daya nafsu syahwatiakan melahirkan iffah.[11]Lebih

    jelasnya, tiga daya tersebut bisa diilustrasikan dengan gula, garam, dan bumbu penyedap

    dalam suatu masakan. Ketiga unsur bumbu masak ini tidak ada yang disebut bumbu yang

    lezat atau tidak. Ketiganya memiliki peluang yang sama tentang lezat dan tidaknya. Lezat

    tidaknya masakan tergantung pada keharmonisan racikannya, yang mana antara yang satu

    dengan yang lain saling mendukung, dan masing-masing sesuai dengan takaran dan

    fungsinya.[12]

    Lebih lanjut Ibn Jauzi menolak pendapat yang mengatakan bahwa nafsdiidentikkan

    sebagai sumber segala keburukan, sehingga nafs dipahami sebagai sesuatu

    yang melahirkan sifat tercela, syahwat, makar, keangkuhan, kesombongan, cenderung

    pada kelezatan, dan memiliki sifat berat dalam melaksanakan perintah serta

    membenci persoalan yang rumit.[13]Ibn Jauzi beralasan, pendapat tersebuttergolongdalam kubu ektrim, baik ektrim ifradhmaupun tafridh. Padahal jalan tengah

    adalah jalan yang adil dan sebaik-baiknya jalan (afdhal al-umur ausathuha).[14]

    Sepertinya, pendapat tengah yang diajukan oleh Ibn Jauzi sesuai dengan

    teoritanasuq[15] Ibn Miskawih,[16]yang mengambil posisi jalan tengah antara dua

    kutubekstrim, baik dari ektrim berlebihan dan ektrim kekurangan masing-masing jiwa

    manusia.Jiwa al-bahimiyahposisi tengahnya adalah al-iffahyaitu menjaga diri dari

    http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn9http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn9http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn9http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn10http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn10http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn10http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn11http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn11http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn11http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn12http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn12http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn12http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn13http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn13http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn13http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn14http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn14http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn14http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn15http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn15http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn16http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn16http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn16http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn16http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn15http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn14http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn13http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn12http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn11http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn10http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn9
  • 8/10/2019 Pemikiran Ibn Jauzi Tentang Pendidikan Jiwa

    4/15

    perbuatan dosa dan maksiat seperti zina, sementara posisi tengahjiwa al-

    ghadhabiyahadalah al-syajaahatau perwira, yaitu keberaniaan yang diperhitungkan

    dengan masak untung-ruginya. Sedangkan posisi tengah darijiwa al-nathiqahadalah al-

    hikmah, yaitu kebijaksanaan. Adapun perpaduan dari ketiga posisi tengah tersebut adalah

    keadilan atau keseimbangan.[17]

    Tabel Jiwa dan Potensi-Potensinya Menurut Ibn Jauzi

    No

    Diri

    Manusia

    Daya Baik

    (fadhail)

    Daya buruk

    (Radzail)

    1 Akal Ilmu dan hikmah Kebodohan

    2 Ghadhab

    Syajaah yaitu Keberanian dan

    ketegasan

    Takut dan

    pengecut

    3 Syahwat

    Al-iffah yaitu menjaga diri dari

    perbuatan dosa dan maksiat

    menuruti hawa

    nafsu

    C. Makna dan Tujuan Pendidikan Jiwa

    Jiwa bagi Ibn jauzi memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena

    ia adalah inti dari manusia. Oleh karenanya, diperlukan pendidikan untuk mendidiknya

    menuju kesempurnaan. Menurut Ibn Jauzi, kesejahteraan hanya dimiliki bagi orang yang

    jiwanya terdidik, dalam arti terbebas dari hawa nafsu, dan kehinaannya.[18]Pendidikan tidak

    cukup hanya sebatas olah jasmani, akan tetapi harus diiringi dengan pendidikan ruhani. Lebihlanjut Ibn Jauzi menegaskan, pendidikan jasmani[19]akan membawa kepada kemaslahatan

    badan, sementara pendidikan ruhani[20]akan membawa kemaslahatan jiwa. Jiwa lebih utama

    dari pada raga, karena jiwa lebih dicintai oleh Allah, dan sarana untuk menggapai kebahagiaan

    di dunia dan akhirat.[21]

    Menurut Ibn Jauzi, pendidikan jiwa pada hakikatnya adalah untuk membersihkan

    jiwa dari segala hal yang mengotorinya, sehingga jiwa tersebut menjadi suci ( nafs

    thahirah). [22] Lebih jelasnya Ibn Jauzi berkata :

    ...

    .

    http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn17http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn17http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn17http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn18http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn18http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn18http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn19http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn19http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn19http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn20http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn20http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn20http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn21http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn21http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn21http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn22http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn22http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn22http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn21http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn20http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn19http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn18http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn17
  • 8/10/2019 Pemikiran Ibn Jauzi Tentang Pendidikan Jiwa

    5/15

    Pendidikanjiwa bertujuan untuk membersihkan hati dari akhlak yang tercela,

    seperti sifat rakus, iri hati, dengki, sombong, dan penyakit hati yang

    lainnya.[23]

    Kemudian untuk memperkuat pendapatnya, Ibn Jauzi berargumentasi dengan firman

    Allah dalam al-Quran surat Al-Syams ayat 7-10 :Demi jiwa dan penyempurnaannya,

    maka Ia mengilhaminya dengan keburukan (fujur) dan kebaikan (taqwa), sungguh

    sangat beruntung orang yang membersihkannya, dan sangat rugi orang yang

    mengotorinya. (QS. Al-Syams: 7-10)

    Dari empat ayat tersebut di atas, Ibn jauzi menafsirkan bahwa jiwa memiliki potensi

    baik dan buruk. Ia berpotensi taqwa (baik) jika selalu mensucikannya dari segala hal yang

    mengotorinya, yaitu dengan memperbanyak ketaatan kepada Allah, dan beramal shaleh,

    serta menjauhkannya dari segala dosa dan maksiat. Sebaliknya, jiwajuga berpotensifujur (buruk), jika tidak dijaga dari segala hal yang akan mengotorinya,

    yaitu berupa perbuatan kekufuran dan kemaksiatan.[24]

    D. Landasan Teologis Pendidikan Jiwa Ibn Jauzi

    Landasan teologis pendidikan jiwa menurut Ibn Jauzi, tidak jauh dari sumberIslam

    itu sendiri. Esensi Islam dengan berbagai aspek ajarannya adalah tauhid. Atas dasar itu,

    maka Ibn Jauzi meyakini pendidikan jiwa harus dibangun diatas Al-Qurandan Al-Sunah.

    Pemahaman atas kedua tidak akan sempurna, jika tidak dilandaskan atas pemahaman

    generasi salafushalih. Ibn jauzi berkata :

    Ketahuilahbahwa Islam adalah iman dan amal, yang berdiri diatas landasan yangkuat, yaitu Al-Quran dan Al-Sunah. Al-Sunah merupakan penjelas dari uraian Al-

    quran yang mujmal dan sebagai aplikasi operasional dari

    kandungannya.[25]Kemudian tempuhlah jalan Salafusshalih, karena sesungguhnya

    mereka akan melapangkanmu dari apa yang mereka lapang.[26]

    Ketiga landasan ini saling keterkaitan, yang tidak boleh dipisahkan antara satu

    dengan yang lainnya. Al-Quranmemerlukan penjelasan as-Sunah, kemudian Al-Quran

    dan Sunah dijelaskan lagi sesuai dengan pemahaman ulama salaf.[27]Yang dimaksud

    ulama salaf[28]di sini adalah generasi pertama dan terbaik dari ummat (Islam) ini, yang

    terdiri dari para Shahabat, Tabiin,TabiutTabiindan para Imam pembawa petunjuk pada

    tiga kurun (generasi/masa) pertama yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Taala,

    sebagaimana Rasulullah Shallallahu alaihiwa Sallam bersabda :

    http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn23http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn23http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn23http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn24http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn24http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn24http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn25http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn25http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn25http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn26http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn26http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn26http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn27http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn27http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn27http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn28http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn28http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn28http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn28http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn27http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn26http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn25http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn24http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn23
  • 8/10/2019 Pemikiran Ibn Jauzi Tentang Pendidikan Jiwa

    6/15

    Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini (yaitu masa para Shahabat),

    kemudian yang sesudahnya (masa Tabiin), kemudian yang sesudahnya (masa

    TabiutTabiin).[29]

    Ibn Jauzi menetapkan pemahaman ulama salaf sebagai manhajdalam penafsiran,

    adalah dikarenakan adanya jaminan kesahihan pemahaman mereka terhadap agama ini,

    sebagaimana yang disebutkan dalam hadist di atas yang menunjukkan bahwa salaf adalah

    generasi terbaik yang di miliki umat ini. Lebih lanjut Ibn Jauzi menambahkan hujjahnya

    dengan perkataan Al-Auzaiberikut ini :

    , ,

    , .Sabarkanlah dirimu (berada) di atas Sunnah. Berhentilah di tempat orang-orang

    itu (Ahlus Sunnah, Salafush Shalih) berhenti. Katakanlah apa yang mereka katakan.

    Diamlah apa yang mereka diam. Dan tempuhlah jalan Salaf (para pendahulu)mu

    yang shalih, karena sesungguhnya ia akan melapangkanmu dari apa yang mereka

    lapang.[30]

    Singkatnya, salafusshalih adalah contoh terbaik setelah peninggalan Nabi saw.

    Mereka adalah generasi yang istimewa yang banyak memiliki kelebihan, mereka teladan

    dalam pemahaman, perkataan, serta pengamalan dalam beragama. Lebih lanjut Ibn Jauziberkata :

    --

    .Dan sungguh para salafusshalih senantiasa mencintai dalam setiap keutamaan,

    dan apabila hilang darinya satu saja dari keutamaan tersebut, maka ia

    akanmenangisinya.[31]

    [1]Achmad R Sudirjo,Manusia Modern, http://www.pitoyo.com, 22 April 2009

    [2]Daniel Goleman,Emotional Intelligence : why It Can Matter More Than IQ ?, (London

    : Bloomsbury, 1995 ), hlm. 334.

    http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn29http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn29http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn29http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn30http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn30http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn30http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn31http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn31http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn31http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref1http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref1http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref2http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref2http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref2http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref1http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn31http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn30http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftn29
  • 8/10/2019 Pemikiran Ibn Jauzi Tentang Pendidikan Jiwa

    7/15

    [3]Fritjof Capra, The Turning Point : Scince, Society, And The Rising Culture, (New York

    : Bantam, 1984) , hlm. 21.

    [4]Ibn Jauzi,Al-Khis Ala Thalab Al-Ilm, (Iskandariyyah : Muassasah Syabab Al-Jamiah:

    1993), hlm. 18

    [5] Ibn Jauzi,Al-Thibb Al-Ruhi, tahqiq Abdul Aziz Izzuddin Al-Sairawani, (Damaskus :

    Dar Al-Anwar, 1993,hlm. 35-36, lihat juga Hasan Ibrahim Abdul Ali,Al-Fikr Al-Tarbawi Inda

    Imam Abi Faraj Ibn Jauzi, hlm. 104, lihat juga Laila Abdurrasyid Al-Athar,Ara Ibn Jauzi Al-

    Tarbawiyyah, hlm. 109.

    [6]- Ibn Jauzi,Al-Thib Al-Ruhani, Kairo : Maktabah Al-Tsaqafah, 1986 , hlm.15[7]- Pandangan Ibn Jauzi tentang pembagian nafs yang terdiri dari tiga unsur tersebut, semisal dengan

    pendapat Al-Ghazali. Hanya saja Al-Ghazali menambahkan al-itidalsebagai penyeimbang dari ketiga unsurtersebut. Dengan demikian,Itidalsebagai standar untuk membedakan antara jiwa yang sehat dan jiwa yang

    sakit. Lebih lanjut Ia berkata : Seimbang dalam berperilaku merupakan tanda berjiwa sehat, sementara

    menyimpang dari keseimbangan dalam berperilaku berarti suatu ganngguan dan penyakit dalam jiwa.Sebagaimana keseimbangan dalam tubuh berfungsisebagai faktor yang menyehatkan. Sebaliknya , kondisi tubuhyang menyimpan dari keseimbangan adalah mendatangkan sakit.Al-hikamah menurut Al-Ghazali adalahkeseimbangan yangberada diantara al-khabb yang merupakan pengetahuan yang digunakan untuk menipu ataumembinasakan yang berada disudut ifradh(berlebihan) dan al-jahl(kebodohan) yang berada di

    sudut tafridh(kekurangan).Al-Syajaah(keberanian) merupakan keseimbangan antara dua keburukan al-ghadhab, yaitu al-tahawur(gegabah) dan al-jubn(pengecut). Demikian juga al-iffah, yang merupakankeseimbangan antara dua keburukan al-syahwat, yaitu al-syarah yang berati keserakahan dan al-khamudyaknikeadaan lemah keinginan. (Al-Ghazali,Ihya Ulum Al-Din, Beirut : Maktabah Al-Ashriyah, 2003, vol.III, hlm. 79,lihat juga Al-Ghazali,Maarij Al-quds, hlm.92).

    [8]Ibn Jauzi,Al-Thibb Al-Ruhi, tahqiq Abdul Aziz Izzuddin Al-Sairawani, Damaskus : Dar

    Al-Anwar, 1993,hlm. 35-36

    [9]Ibid

    [10] Ibn Jauzi,Al-Thibb Al-Ruhi, tahqiq Abdul Aziz Izzuddin Al-Sairawani, (Damaskus :

    Dar Al-Anwar, 1993), hlm. 35-36

    [11]- Ibid

    [12]Abdul Mujib, Ibid 144

    [13]Ibn Jauzi, Talbis Iblis, hlm. 348

    [14]- Ibn Jauzi, Shaid Al-Khathir, hlm.77

    [15] Teori Tanatsuq Ibn Miskawih mengatakan, bahwa jiwa terdiri dari tiga fakultas,

    yaitunathiqah(akal),ghadhab(emosi),syahwat. Interaksi ketiga fakultas tersebut berjalan dengan

    harmonisasi harmonisasi yang berpusat pada fakultas akal. Masing-masing daya jiwa memiliki

    potensi, yang apabila berjalan secara harmonis maka akan melahirkan keutamaan. Dengan demikian,

    http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref3http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref3http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref4http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref4http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref5http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref5http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref6http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref6http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref7http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref7http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref8http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref8http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref9http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref9http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref10http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref10http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref11http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref11http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref12http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref12http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref13http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref13http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref14http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref14http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref15http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref15http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref15http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref14http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref13http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref12http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref11http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref10http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref9http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref8http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref7http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref6http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref5http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref4http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref3
  • 8/10/2019 Pemikiran Ibn Jauzi Tentang Pendidikan Jiwa

    8/15

    syahwat dan ghadhab bukan berpotensi buruk. Tetapi, baik buruknya tergantung interaksi yang

    harmonis dengan fakultas akal. (Ibn Miskawih, Tahdzib Al-Akhlaq, terj.Menuju Kesempurnaan

    Akhlak, (Bandung : Mizan, 1994), hlm.43)

    [16]lihat Ibn Miskawaih, Tahdzib Al-Akhlaq, (Beirut : Dar Maktabah Al-Hayat, 1398 H),

    hlm. 62

    [17]Ibn Miskawaih, Tahdzib Al-Akhlaq, (Beirut : Dar Maktabah Al-Hayat, 1398 H), hlm.

    38,62 dan 111, lihat juga Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, hlm 8

    [18]Ibn Jauzi,Ruh Al-Arwah, (Beirut : Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 1990), hlm. 11

    [19]Dalam konsep pendidikan jasmani Ibn Jauzi secara khusus menulis kitab yang berjudul

    Luqath Al-Manafi .

    [20] Dalam konsep pendidikan ruhani i Ibn Jauzi secara khusus menulis kitab yang

    berjudul Al-Thib Al-Ruhani .

    [21]Ibn Jauzi,Al-Thib Al-Ruhani, Kairo : Maktabah Al-Tsaqafah, 1986 , hlm.15

    [22]Ibid

    [23]Ibid, hlm. 592

    [24]Ibid

    [25]- Ibn Jauzi,Al-Maudhuat, vol.1, hlm.2

    [26]- Ibn Jauzi, Talbis Iblis, hlm.24

    [27]- lihat Ibn Jauzi, Talbis Iblis, hlm.22-26

    [28]- Secara bahasa Salaf artinya nenek moyang yang lebih tua dan lebih utama.

    Salaf juga berarti para pendahulu. Jika dikatakan salafu ar-rojuli sama dengan salaf seseorang,

    maksudnya kedua orang tua yang telah mendahuluinya. Adapun menurut istilah sebagaimana

    dikatakan oleh al-Qalsyani, bahwa Salafush Shalih ialah generasi pertama dari ummat ini yang

    pemahaman ilmunya sangat dalam, yang mengikuti petunjuk Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam,

    menjaga sunnahnya, Allah pilih mereka untuk menemani Nabi-Nya Shallallahu alaihiwa Sallam

    dan untuk menegakkan agama-Nya.( Muhammad bin Abdirrahmanal-Maghraawi,Al-Mufassiruun

    baina Tawiil wal Itsbaat fii Ayati Al- Shifaat , Saudi Arabia : Mu-assasah ar-Risalah, 1420 H,

    hlm.11-14 )

    [29]HR.Muttafaq alaih. HR. Al-Bukhary (no. 2652) dan Muslim (no. 2533 (211)) dari

    Shahabat Ibnu MasudRadhiyallahu anhu

    [30]- Ibn Jauzi, Talbis Iblis, hlm.24

    [31]- Ibn Jauzi,Luftah Al-Kabid, 504

    http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref16http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref16http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref17http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref17http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref18http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref18http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref19http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref19http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref20http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref20http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref21http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref21http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref22http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref22http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref23http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref23http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref24http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref24http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref25http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref25http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref26http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref26http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref27http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref27http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref28http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref28http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref29http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref29http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref30http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref30http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref31http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref31http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref31http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref30http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref29http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref28http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref27http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref26http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref25http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref24http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref23http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref22http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref21http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref20http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref19http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref18http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref17http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#_ftnref16
  • 8/10/2019 Pemikiran Ibn Jauzi Tentang Pendidikan Jiwa

    9/15

    On 02/10/2012 / Artikel / Leave a comment

    Pemikiran Ibn Jauzi Tentang PendidikanJiwa (2)

    Oleh: Dr. Ahmad Alim(Pengasuh PP Ulil Albab, Bogor)

    Kurikulum Pendidikan Jiwa Menurut Ibn Jauzi

    Konsep Ibn Jauzi tentang kurikulum pendidikan jiwa berangkat dari pandangan

    bahwa jiwa manusia satu kesatuan dari tiga unsur penting, yaitu akal, ghadhab, syahwat.

    Dengan demikian muatan pendidikan yang diberikan harus diarahkan untuk memenuhi

    kebutuhannya yang berdimensi permanen dan spiritual, serta memenuhi kebutuhannya

    yang berdimensi material dan emosional.[1]Menurut Ibn Jauzi untuk memenuhi

    kebutuhan material emosional dibutuhkan kurikulum yang bersifat aqliyah atau kauniyah,

    sedangkan untuk memenuhi kebutuhan keruhanian atau spiritual dibutuhkan kurikulum

    naqliyah atau syariyah.Ibn Jauzi berkata :

    :

    .Pertamakali yang seharusnya direnungkan adalah mengetahui Allah dengan

    bukti, dan tentunya sudah maklum bahwa seseorang yang melihat langit yang

    ditinggikan, dan bumi yang dihamparkan, serta menyaksikan bangunan yang

    kokoh, lebih-lebih menyaksikan tanda-tanda kebesaran pada dirinya, maka

    tidak mau tidak, tentu segala ciptaan pasti ada yang menciptakan, demikian

    juga bangunan, tentu ada yang membangun.[2]

    Ungkapan Ibn Jauzi tersebut menunjukkan dengan jelas pentingnya

    ilmu aqliyah(rasional) atau tajribiyah(empiris), karena dengannya manusia mampu

    berfikir untuk membaca dan mentadaburi keagungan Allah di jagad alam raya ini,

    sehingga hal itu akan menumbuhkan dan menambahkan keimanan dalamdirinya terhadap Allah yang maha mencipta (al-Khaliq).[3]

    Ilmu aqliyah saja tidak cukup, karena hal itu akan menjerumuskan manusia pada

    pendewaan akal, sebagaimana yang terjadi dalam tradisi keilmuan Barat. Lebih lanjut Ibn

    Jauzi menegaskan bahwa ilmu yang hanya didasarkan pada aqliyah saja maka hal itu

    merupakan penyebab utama kesesatan Iblis, karena ia mengukur dirinya hanya sebatas

    pada pandangan logika dan mengesampingkan pandangan nash yakni perintah dari

    http://insistnet.com/category/artikel/http://insistnet.com/category/artikel/http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#respondhttp://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#respondhttp://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn1http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn1http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn1http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn2http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn2http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn2http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn3http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn3http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn3http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn3http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn2http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn1http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-1/#respondhttp://insistnet.com/category/artikel/
  • 8/10/2019 Pemikiran Ibn Jauzi Tentang Pendidikan Jiwa

    10/15

    Tuhannya.[4]Hal itu tampak jelas ketika Iblis memainkan logikanya seraya mengatakan,

    aku lebih baik dari adam, karena adam diciptakan dari tanah sementara aku

    diciptakan dari api,tanpa melihat siapa yang memerintahkan dibalik semua itu.[5]Maka

    dari itu, ilmu aqliyah harus dipandu oleh ilmu naqliyah. Ibn Jauzi berkata :

    --.

    Makaketika sesorang telah tetap pada dirinya pengakuan akan adanya sangpencipta azza wa jalla, dan telah membenarkan Rasulnya saw, maka wajib

    baginya untuk menerima syariat,[6]jika tidak, maka hal itu menunjukkanbahwa ada cacat dalam aqidahnya.[7]

    Jadi ilmu adalah terintegrasi antara ilmu aqliyah yang merupakan satu

    kesatuanutuh yang saling melengkapi dan bukan dualisme. Dengan demikian dalamkurikulum pendidikan jiwa, Ibn jauzi tidak mengkhususkan pada mata pelajaran tertentu,

    akan tetapi lebih kepada internalisasi keruhanianpada setiap pelajaran, baik yang

    sifatnya aqliyah maupun naqliyah.[8]

    B. Metodologi Pendidikan Jiwa Menurut Ibn Jauzi

    Pendidikan jiwa sebagai jalan dan latihan untuk merealisir kesucian batin dalam

    upaya menuju kedekatan dengan Allah (taqarrub ilallah) memerlukan metodologi.

    Menurut Ibn Jauzi metode tersebut terdiri dari tiga tahapan berikut ini :

    1. Tahkliyah

    Secara umum istilah Tahliyah memiliki akar yang sama dengan Takhalli, yang

    memiliki arti sebuah proses mengosongkan jiwa dari segala kecenderungan yang jelek.

    Pengosongan jiwa ini berangkat dari sebuah paradigma bahwa Allah adalah dzat yang

    maha suci, maka agar dapat berada dekat atau bersama dengan-Nya haruslah yang suci

    pula. Minyak tidak bisa menyatu dengan air, demikian halnya dengan jiwa manusia yang

    kotor tidak mungkin bisa bersama dengan Allah yang suci.[9]Maka langkah awal yang

    harus dilakukan adalah mengosongkan diri dari segala hal yang dapat mengotori hati dari

    pengaruh-pengaruh nafs ammarah[10], dan mentranformasikannya menjadinafs

    lawwamah,[11]yang pada gilirannya meningkat menjadi nafs mutmainnah.[12]

    Menurut Ibn Jauzi hawa nafsu pada dasarnya memiliki kecenderungan naluriah

    terhadap sesuatu yang selaras dengannya. Kecenderungan ini sebenarnya tidaklah tercela

    selama diperbolehkan syariat. Yang tercela , apabila ia melampaui batas kebolehan

    tersebut. Kalau orang menganggap hawa nafsu mutlak tercela, itu karena ia biasanya

    http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn4http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn4http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn4http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn5http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn5http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn6http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn6http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn6http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn7http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn7http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn7http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn8http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn8http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn8http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn9http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn9http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn9http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn10http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn10http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn11http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn11http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn11http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn12http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn12http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn12http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn12http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn11http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn10http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn9http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn8http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn7http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn6http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn5http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn4
  • 8/10/2019 Pemikiran Ibn Jauzi Tentang Pendidikan Jiwa

    11/15

    diliputi hal-hal yang tidak dihalalkan syariat, atau menjadikan yang dibolehkan syariat itu

    melampaui batas.[13]Maka dari itu Ibn Jauzi mendefinisikan Tahliyah sebagai sebuah

    upaya pencegahan diri dari ajakan hawa nafsu dari segala kecenderungan yang dapat

    menjatuhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang diharamkan Allah. Lebih lanjut Ibn Jauzi

    berkata :

    .Takhliyah adalah mencegah jiwa dari hawa nafsu dari apa yang disukai oleh

    nafsu dari perkara-perkara yang haram.[14]

    Dari uraian Ibn Jauzi di atas, nampak jelas bahwa takhliyah merupakan sebuah

    upaya pengosongan diri dari hawa nafsu. Oleh karena itu hawa nafsu harus dikendalikan.

    Tentu saja dibutuhkan sebuah langkah yang extra hati-hati dalam proses

    pengendaliannya. karena menurut Ibn Jauzi hawa nafsu memiliki tipu daya yang picik(makayid) , dari kepicikan tersebut banyak dari manusia dibuatnya terpedaya, karena

    tabiat hawa nafsu selalu mengajak kesenangan, sementara manusia sendiri juga tertarik

    dengan kesenagan tersebut. Kehati-hatian ini sangat dibutuhkan agar tidak terjebak

    kedalam makayid tersebut. Ibn Jauzi berkata :

    .Berhati-hatilah, kemudian berhati-hatilah, jangan sampai engkau terpedayadengan keinginanmu yang kuat untuk meninggalkan hawa nafsu, sementara

    engkau mengiringinya dengan mendekati fitnah, karena sesungguhnya hawa nafsu

    memiliki tipu daya.[15]

    Lebih lanjut Ibn Jauzi menegaskan bahwa kepicikan hawa nafsu ini terangkum

    dalam dua fitnah , yaitu fitnah syubhat dan syahwat. Syubhat merupakan bentuk

    kesamaran yang ditiupkan oleh syetan ke dalam hati manusia, agar mereka senantiasa

    berada dalam keragu-raguan. Sedangkan syahwat merupakan insting fitrah yang

    dengannya jiwa menyukai dan cenderung kepadanya.[16]Syubhat memiliki banyak

    cabang, namun yang paling menonjol dan paling banyak tersebar sepanjang masa, dan

    paling besar bahayanya, serta menjauhkan manusia dari jalan penyucian jiwa, ada tiga

    yaitu syirik, munafik, bidah.Sebagaimana syubhat memiliki banyak cabang, syahwat juga

    memiliki banyak cabang, Ibn Jauzi sendiri dalamAl-Thib Al-Ruhanimenyebutkan kurang

    lebih ada tujuh belas macam syahwat yang akan menghancurkan jiwa manusia,

    yaitu syahwat birahi, rakus (al-syarrah), syahwat kekuasaan, bakhil, boros (tabdzir),

    dusta (kadzib), dengki (hasad), dendam, marah, sombong, ujub, pamer (riya), berpikir

    keterlaluan (fudhul al-fikr), terlalu sedih (fudhul al-huzni), terlalu senang (fudhul al-

    farah), malas (kasl), pesimis (himmah daniyah).

    http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn13http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn13http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn13http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn14http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn14http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn14http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn15http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn15http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn15http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn16http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn16http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn16http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn16http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn15http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn14http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn13
  • 8/10/2019 Pemikiran Ibn Jauzi Tentang Pendidikan Jiwa

    12/15

    2. Tahliyah

    Usai melakukan proses pengosongan diri dari cengkraman hawa nafsu, maka tahap

    berikutnya adalah pengisian jiwa dengan menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji.

    Kebiasaan-kebiasaan lama yang buruk telah ditinggalkan diganti dengan kebiasaankebiasaan baru yang lebih baik, sehingga tercipta pula kepribadian yang baru. Inilah yang

    dimaksud dengan tahliyah. Hal itu sebagaimana dikatakan oleh Ibn Jauzi :

    Barangsiapa yang ingin mensucikan dirinya, maka hendaklah bersungguh-sungguh dalam mensucikan amalnya.[17]

    Dari uraian Ibn Jauzi tersebut menunjukkan bahwa dalam rangka mensucikan jiwa,

    harus diiringi dengan mensucikannya dengan melakukan berbagai amalan-amalan yangakan menghiasi jiwa tersebut. Dalam tahliyah sebagai proses penghiasan jiwa dengan

    berbagai amal shaleh memerlukan beberapa tahapan penting (maqamat).Dimana antara

    tahapan satu dengan tahapan yang lainnya masih saling adaketerkaitan. Menurut Ibn jauzi

    Tahapan-tahapan itu adalah sebagai berikut: (a) Mujahadah (b) Taubat Nasuha (c) Sabar

    (d) Muhasabah (e) Tafakkur (f) Khauf (g) Raja(berharap) (h) Mahabbah

    3. Tahqiq Ubudiyah (Aktualisasi sikap)

    Setelah melakukan tahap pertama dan kedua, yakni proses Takhliyah dan Tahliyah,

    maka tahap berikutnya adalah tahqiq ubudiyyah. Tahqiq memiliki makna aplikasi(muthabaqah), kesesuaian (muwafaqah), penetapan (itsbat), pemurnian

    (takhlish).[18]Sementara makna ubudiyah adalah bentuk pengabdian seorang hamba

    kepada Allah semata, dengan mengerjakan apa saja yang dicintai-Nya dan diridhai-Nya,

    baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, baik yang lahir maupun yang batin.[19]Dengan

    demikian, bahwa yang dimaksud tahqiq ubudiyyah ini merupakan suatu proses

    untuk mengaktualisasikan dari nilai ibadah yang Ia kerjakan, untuk kemudian

    mengaplikasikannya dalam perilaku kehidupan sehari-hari sebagai bentuk pengabdian

    kepada Allah. Menurut Ibn Jauzi tahqiq ubudiyah merupakan suatu proses

    pengejawantahan dari ilmu dan amal untuk menuju manusia yang abid.Artinya manusia

    yang senantiasa menghambakan diri hanya kepada-Nya dan mengaplikasikan ubudiyahnya

    tersebut dalam bentuk akhlak yang nyata. Lebih lanjut Ibn Jauzi berkata :

    http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn17http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn17http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn17http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn18http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn18http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn18http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn19http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn19http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn19http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn19http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn18http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn17
  • 8/10/2019 Pemikiran Ibn Jauzi Tentang Pendidikan Jiwa

    13/15

    Pada. hakikatnya, tidaklah didapatkan keutamaan yang sempurna, kecualimampu mengumpulkan antara ilmu dan amal. Jika seseorang sudah mampu

    mengumpulkan keduanya, maka hal itu akan membawa pelakunya kepada

    derajat mengenal Allah, dan menggerakkannya kepada kecintaan kepada-Nya,

    dan takut kepada-Nya, serta rindu kepada-Nya.[20]

    Pandangan Ibn Jauzi tersebut mengindikasikan bahwa kesempurnaan agama

    seseorang, tidak akan pernah mencapai kesempurnaan, kecuali dengan tahqiq ubudiyah.

    Kemudian tahqiq ubudiyah ini tidak akan terwujud, kecuali dengan mengintegrasikan

    antara ilmu dan amal.

    Penutup

    Demikianlah Pendidikan Jiwa menurut Ibn Jauzi, yang sangat relevan untuk

    diterapkan dalam era modern, dimana manusia telah banyak mengalami krisis

    kejiwaan. Khazanah pemikiran yang disampaikan oleh Ibn Jauzi, masih sangat jarang

    dipahami oleh para sarjana Muslim, khususnya yang bergerak dalam Ilmu psikologi

    modern. Mudah-mudahan tulisan yang ringkas ini dapat merangsang tumbuhnya minar

    para sarjana Muslim untuk menggali lebih jauh pemikiran Ibn Jauzi dan juga para pemikirMuslim klasik lainnya. Wallahu alambil-shawab.*

    Daftar Pustaka:Abdirrahman al-Maghraawi, Muhammad, 1420 H.Al-Mufassiruun baina Tawiil wal Itsbaat fii AyatiAl- Shifaat, Saudi Arabia, Muassasah ar-Risalah.Al-Ghazali, 2003.Ihya Ulum Al-Din, Beirut, Maktabah Al-Ashriyah.Capra , Fritjof, 1984. The Turning Point : Scince, Society, And The Rising Culture , New

    York, Bantam.Goleman, Daniel, 1995.Emotional Intelligence : Why It Can Matter More Than IQ ?, London.

    Jauzi, Jauzi, 1993.Al-Khis Ala Thalab Al-Ilm, Iskandariyyah, Muassasah Syabab Al-Jamiah.

    Jauzi, Ibn, 1993. Al-Thibb Al-Ruhi, tahqiq Abdul Aziz Izzuddin Al-Sairawani, Damaskus, Dar Al-

    Anwar.Jauzi, Ibn, 1986.Al-Thib Al-Ruhani, Kairo, Maktabah Al-Tsaqafah.Jauzi, Ibn, 1990.Ruh Al-Arwah, Beirut, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah.

    Miskawaih, Ibn, 1398 H. Tahdzib Al-Akhlaq, Beirut, Dar Maktabah Al-Hayat.Miskawaih, Ibn, 1994. Tahdzib Al-Akhlaq, terj.Menuju Kesempurnaan Akhlak, Bandung, Mizan.Siregar, Rivay, 2002. Tasawuf Dari Sufisme Klasik Ke Neo-Sufisme,Jakarta, Raja Grafindo Persada.

    Internet:

    http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn20http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn20http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn20http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftn20
  • 8/10/2019 Pemikiran Ibn Jauzi Tentang Pendidikan Jiwa

    14/15

    http://www.pitoyo.com, 22 April 2009

    [1]Ibn Jauzi,Al-Thib Al-Ruhani, Ibid, lihat juga Ibn Jauzi,Luftah Al-Kabid, hlm. 502

    [2]Ibn Jauzi,Luftah Al-Kabid, Ibid

    [3]Allah berfirman dalam Al-Quransurat Al-Fushilat ayat 53

    .

    Kelak kami perlihatkan kepada mereka tentang ayat-ayat kami yang ada di angkasa, dan juga yang

    ada pada diri mereka, sehingga jelas bagi mereka bahwa Allah maha benar (haq).

    [4]Ibn Jauzi, Talbis Iblis, hlm. 4,65

    [5]Allah berfirman dalam Al-Quransurat Al-Arafayat 12 :

    Allah berfirman kepada Iblis : apa yang menyebabkanmu membangkang tidak mau bersujud ketika

    aku memerintahkanmu?, Iblis menjawab : saya lebih baik daripada Adam, engkau ciptakanku dari

    api sementara Adam engkau ciptakan dari tanah.

    [6]Allah berfirman dalam Al-Quransurat Al-Anfal ayat 24 :

    Wahai orang-orang yang beriman penuhilah panggilan Allah dan Rasulnya ketika menyeru kalian

    terhadap apa yang akan menghidupkan hati kalian.

    [7]Ibn Jauzi, Luftah Al-Kabid, hlm. 501

    [8]Ibn Jauzi, Talbis Iblis, hlm. 178

    [9] Rivay Siregar, Tasawuf Dari Sufisme Klasik Ke Neo-Sufisme,Jakarta : Raja Grafindo

    Persada, 2002, hlm. 242

    [10]Menurut Ibn Jauzi nafs ammarah adalah nafs yang selalu mengajak pada kesenangan-

    kesenangan yang tidak diridhai (syahwat). ( Ibn Jauzi,Zad Al-Masir,Vol. IV, hlm.241 )

    [11]Menurut Ibn Jauzi nafs lawwamah adalah nafs yang mencela dirinya sendiri, baik saat

    melakukan kebaikan, maupun kemunkara, karena pada dasarnya nafs tersebut posisinya selalu berada

    dintara kebaikan dan keburukan ( Ibn Jauzi,Zad Al-Masir, Vol. VIII, hlm.416)

    http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref1http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref1http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref2http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref2http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref3http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref3http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref4http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref4http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref5http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref5http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref6http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref6http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref7http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref7http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref8http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref8http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref9http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref9http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref10http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref10http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref11http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref11http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref11http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref10http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref9http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref8http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref7http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref6http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref5http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref4http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref3http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref2http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref1
  • 8/10/2019 Pemikiran Ibn Jauzi Tentang Pendidikan Jiwa

    15/15

    [12]Menurut Ibn Jauzi jiwa muthmainah adalah jiwa yang sempurna, karena ia adalah jiwa

    yang telah ridla dan diridlai oleh Allah,dan yang kelak akan dipannggil untuk menghadap Allah

    dengan panggilan yang mulia untuk masuk dalam barisan hambanya yang pilihan dan surganya yang

    penuh kenikmatan. (Ibn Jauzi,Zad Al-masir, Vol.IX, hlm. 123 )

    [13]- Ibn Jauzi,Al-Thib Al-Ruhani, hlm.

    [14]Ibn Jauzi,Zad Al-Masir, Ibid

    [15]Ibn Jauzi, Shaid Al-Khathit, hlm.26

    [16]Ibn Jauzi , Talbis Iblis, hlm. 19

    [17]- Ibn Jauzi, Shaid Al-Khathir, hlm.31

    [18]Al-Ashfahani,Mufradat Alfadz Al-Quran,hlm. 247, Al-Jurjani,Al-Tarifat, hlm.55

    [19]- Definisi ini sesuai dengan apa yang digagas oleh Ibnu Taimiyyah ketika menjelaskan

    makna ibadah adalah:

    Ibadah adalah Satu nama yang mencakup setiap perkara yang dicintai dan diridhoi Allah Taala,baik

    itu perkataan maupun perbuatan, yang tersembunyi (batin) maupun yang nampak (dzahir). (Ibn

    Taimiyah, Al-Ubudiyyyah,hlm. 44)

    [20]Ibn Jauzi,Luftah Al-Kabid, Ibid Hlm. 500

    http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref12http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref12http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref13http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref13http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref14http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref14http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref15http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref15http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref16http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref16http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref17http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref17http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref18http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref18http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref19http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref19http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref20http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref20http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref20http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref19http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref18http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref17http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref16http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref15http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref14http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref13http://insistnet.com/pemikiran-ibn-jauzi-tentang-pendidikan-jiwa-2/#_ftnref12