PEMIKIRAN DAN KIPRAH DAKWAH USTADZ FADHLAN AL...
-
Upload
truongkhanh -
Category
Documents
-
view
231 -
download
0
Transcript of PEMIKIRAN DAN KIPRAH DAKWAH USTADZ FADHLAN AL...
PEMIKIRAN DAN KIPRAH DAKWAH
USTADZ FADHLAN AL GARAMATAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
untuk memenuhi persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana S1 Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
AHMAD FADHILAH ROSYADI
NIM: 1110051000163
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
i
ABSTRAK
Ahmad Fadhilah Rosyadi
Pemikiran dan Kiprah Dakwah Ustadz Fadhlan Al Garamatan
Peran seorang ulama dialam jagat raya ini sangat penting dalam mengembangkan
ajaran agama Islam. Para ulama melalui aktivitasya berjuang meluruskan akidah serta
menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Sebagaimana Allah SWT menyeru untuk
mengajak manusia menuju jalanNya dengan hikmah dan pelajaran yang baik serta
bantahlah mereka dengan cara yang baik pula. Dengan usaha yang sungguh-sungguh
maka pesan dakwah akan sampai kepada seluruh umat manusia di dunia.
Fadhlan Al Garamatan adalah seorang da’i yang terkenal dengan kiprah
dakwahnya di pedalaman Papua. Melalui konsep Bil Halnya, ia mengajarkan bagaimana
tata cara kebersihan yang baik kepada masyarakat pedalaman. Berlatar belakang orang
tua sebagai guru mengaji, maka pengetahuan tentang agama Islam sudah melekat pada
dirinya sejak kecil. Ia tertarik untuk berdakwah ke pedalaman karena ingin mengubah
kehidupan masyarakat pedalaman untuk hidup lebih baik dan berpendidikan, disertai
ingin mengubah opini masyarakat Indonesia yang menyatakan bahwa di Papua tidak ada
orang-orang Islamnya.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka pertanyaannya adalah bagaimana
pemikiran Fadhlan Al Garamatan mengenai dakwah dan bagaimana kiprah dakwah
Fadhlan Al Garamatan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif,
melalui pendekatan kualitatif. Metode ini berupa observasi serta wawancara langsung
dengan Fadhlan Al Garamatan mengenai pemikirannya mengenai dakwah, termaksud
juga untuk mengetahui kiprah dakwah Fadhlan Al Garamatan dalam bentuk kegiatan-
kegiatan dakwah.
Pemikiran Fadhlan Al Garamatan mengenai dakwah adalah bahwa dakwah
merupakan suatu cara untuk menggerakan hati seseorang serta membangun kesadaran
untuk selalu mengingat Allah, untuk selalu taat kepada Allah. Dan juga memberikan
penjelasan kepada orang lain untuk selalu mengerjakan apa yang Allah sudah
perintahkan, dan menjauhi apa yang sudah Allah larangkan. Melalui kegiatan-kegiatan
dakwah, maka umat Islam akan memiliki kualitas yang baik. Dakwah Fadhlan Al
Garamatan terdiri dari empat kegiatan dakwah yakni: berdakwah kepada masyarakat
pedalaman pulau Papua seperti daerah pedalaman Wamena sampai Raja Ampat. Ia juga
berdakwah melalui media usaha seperti membuka usaha klinik herbal di Pondok Hijau.
Kemudian berdakwah melalui beberapa karya tulis seperti “Sudahkah Saya Bertaqwa?”,
melalui media sosial seperti Twitter, media elektronik di stasuin televisi seperti TVRI,
serta stasiun radio seperti radio DAKTA. Dan yang terakhir, kegiatan dakwah melalui
pemberdayaan masyarakat pedalaman Papua.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, terucap dengan tulus dan ikhlas Alhamdulillahirabbil ‘alamin tiada
henti karena dapat terselesaikannya skripsi ini. Shalawat serta salam semoga
senantiasa tercurah kepada junjungan baginda Nabi Besar Muhammad SAW.
Aamiin.
Syukur Alhamdulillah akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
yang berjudul “Pemikiran dan Kiprah Dakwah Ustadz Fadhlan Al
Garamatan”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
gelar S1 di lingkungan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari kekurangan dan kelemahan yang melekat pada diri
penulis, khususnya pada penyelesaian skripsi ini. Namun Alhamdulillah dengan
keterbatasan dan kekurangan ini akhirnya bisa menyelesaikan penelitian ini. Hal
ini tidak terwujud sendirinya melainkan karena dukungan dan bantuan dari
banyak pihak baik. Baik dari lingkungan keluarga, sahabat, teman, civitas
akademik kampus. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Bapak Dr. H. Arief
Subhan, MA, Wakil Dekan I Bidang Akademik Bapak Suparto, M.Ed,
Ph.d, Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Bapak, Drs. Jumroni,
M.si, serta Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Bapak H. Sunandar, MA.
iii
2. Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Bapak Rachmat Baihaky,
MA, yang selalu bersedia membantu penulisan memberikan informasi
serta waktunya kepada penulis untuk berkonsultasi mengenai kegiatan
kuliah.
3. Sekertaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Ibu Fita
Fathurakhmah, M.Si. yang telah banyak membantu penulis dalam
kelancaran kuliah dan penulisan skripsi ini.
4. Dosen pembimbing Umi Musyarofah, M.Ag, yang telah membimbing,
mengarahkan dan menyemangati penulis dengan sabar untuk bisa
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
5. Seluruh dosen pengajar dan staf akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi. Terima kasih atas ilmu-ilmu yang telah diberikan.
6. Pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
yang telah menyediakan buku dan fasilitas untuk mendapatkan referensi
dan memperkaya isi skripsi ini.
7. Skripsi ini penulis dedikasikan khusus untuk kedua orangtua tercinta, Alm.
Bapak Ma’mun Rosyadi, BA dan Ibu Ustadzah Marsiti, yang tak pernah
berhenti berdo’a dan berusaha mendidik anaknya dengan penuh rasa cinta
dan kasih sayang sampai saat ini. Abang saya Muhammad Iqbal Rosyadi,
S.Pd dan adik saya Syuaibatul Aslamiyah, atas segala doa dan
dukungannya selama ini, semoga Allah senantiasa memberikan
keberkahan untuk kita semua.
iv
8. Seluruh keluarga besar Alm. Kakek KH. Qurnain dan Almrh. Nenek HJ.
Salamah, Alm. Kakek H. Jumhari dan Nenek HJ. Zaenab. Saudara,
sepupu, encang, encing, mamang-mamang semua yang juga selalu
memberikan motivasi serta semangat kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
9. Bapak Firmansyah, S.S dan ibu Siti Nurhasanah, S.Psi, yang selalu
bersedia membimbing dan memotivasi penulis dalam pembuatan skripsi
ini.
10. Seluruh keluarga besar Majlis Ta’lim Assalamah, Ustadz H. Ahmad
Firdaus, S.S yang selalu memberikan pengajaran serta pengetahuan agama
bagi penulis. Serta teman-teman pengajian yang selalu memberikan
semangat kepada penulis.
11. Ustadz Fadhlan Al Garamatan beserta keluarga besar yayasan Al Fatih
Kaffah Nusantara (AFKN) yang selama ini telah bersedia menjadi
narasumber dalam penelitian ini dan senantiasa membantu serta
memudahkan penulis dalam mengumpulkan data-data yang terkait dengan
penelitian ini.
12. Rifat Tella dan Hafidz Tusiek beserta kawan-kawan Papua lainnya yang
berada di yayasan AFKN, yang selalu bersedia membantu penulis dalam
mengumpulkan informasi-informasi terkait dengan penelitian ini.
13. Sahabat-sahabat seperkuliahan, Muhamad Imron, S.Kom.I, Muhammad
Iman Saputra, Azan Leornado Davinci, Andi Riski, Taufik Nurrahman,
Malik Saefudin, Roby Hakhiardy, Iqbal Nasyarudin, Apriansyah, Tanto
Fadly, Ahmad Fadly, Mustafa Kemal Pasha, Ababil Nur Alam, Mba
v
Afiani Rochmah S.Kom.I, Zahratunnisa S.Kom.I, Naziah S.Kom.I, Siti
Sudusiah, Astuti, Firda Afriyani, yang selalu memberikan semangat serta
selalu membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Teman-teman
seperjuangan KPI angkatan 2010, khususnya KPI E atas kebersamaan dan
kekeluargaan yang telah kita lewati selama empat tahun terakhir. Semoga
suatu saat kita bisa bertemu kembali dalam suasana yang bahagia dan
dirahmati oleh Allah SWT.
14. Sahabat-sahabat dekat dan sepermainan, Sirly Amrina yang sudah
memotivasi penulis dan membantu dalam pembuatan skripsi ini. M. Nur,
M. Fahruddin, Rizky Otoy, team futsal MU (Majlis United) Jalu, Irfan,
Dede, Haikal, Hendri, Wafi, Ihsan, Naufal, Reza, Asep, Nasri, Bang
Empik, Ka Wahyudi, Bang Heru, Diding, Ocit, Bang Nurhadi, Bang Opik,
Bang Paunk.
15. Keluarga besar Bapak Ir. Burhan Ramdan (Babeh) beserta Ibu Ir.
Aswariny Hamid (Mimih), yang telah membantu, membimbing serta
memberikan tempat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
16. Keluarga besar Muhammad Imron S.Kom.I dan Muhammad Iman
Saputra, yang selalu menyemangati dan membantu penulis layaknya
seperti keluarga sendiri.
17. Teman-teman KKN Joyful khususnya tim SEBAT, ipul, gusap, ajul, diki,
tile, cumi, zicenk, acuy, binti, tina, sisy, desy, urwah, dan dwiki, yang
banyak memberi kenangan selama KKN suka maupun duka.
18. Ibu Dra. Hj. Maesaroh Madsuni dan keluarga besar yayasan ANNAJAH
Boarding School Bogor. Serta teman-teman seperjuangan yang tergabung
vi
dalam “Theenamid”, semoga Allah SWT selalu memberikan keberkahan
untuk kita semua.
19. Keluarga besar yayasan Fatahillah dan Assalam Cimanggis Depok beserta
jajarannya. Bang Fathi Kusuma Spd.I, bang Nuris, bang Adi, bang Zaki,
bang Yusuf serta bang Fay. Terima kasih atas motivasi dan bantuan dalam
pembuatan skripsi ini.
20. Semua orang-orang terkait yang selalu setia membantu serta
menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak
disebutkan satu persatu oleh penulis.
Besar harapan penulis semoga skripsi ini sedikit banyaknya dapat
bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi penulis dan para pembaca.
Dan semoga Allah SWT selalu meridhoi dan membalas semua kebaikan
atas pihak-pihak yang sudah turut serta dalam membantu penyelesaian
skripsi ini. Aamiin ya Rabbal A’lamiin.
Jakarta, 14 April 2015
Ahmad Fadhilah Rosyadi
Vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK……………………………………………………………………………………i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………......................ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...................vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………………………………………………...1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………………………………………...6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………….........................7
D. Metodologi Penelitian…………………………………………………….......8
E. Teknik Analisis Data………………………………………………………...10
F. Tinjauan Pustaka………………………………………………………….....10
G. Sistematika Penulisan………………………………………………………..11
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dakwah…………………………………………………………......13
1. Pengertian Dakwah………………………………………………...........13
2. Macam-macam Dakwah…………………………………………….......16
3. Unsur-unsur Dakwah……………………………………........................19
B. Pengertian Pemikiran…………………………………………………..........32
C. Pengertian Kiprah…………………………………………………………...33
viii
BAB III PROFIL USTADZ FADHLAN ALGARAMATAN
A. Latar Belakang Keluarga……………………………………………………36
B. Latar Belakang Pendidikan……………………………………………........38
C. Perjalanan Karir Dakwah……………………………………………….......43
D. Sekilas Tentang Nu Waar (Papua)….…………………………………........49
BAB IV PEMIKIRAN DAN KIPRAH DAKWAH FADHLAN AL GARAMATAN
A. Pemikiran Dakwah Ustadz Fadhlan Al Garamatan………………………...52
1. Da’i Menurut Fadhlan Al Garamatan…………………………………..55
2. Mad’u Menurut Fadhlan Al Garamatan………………………………..57
3. Materi Dakwah Menurut Fadhlan Al Garamatan…………...….…........59
4. Metode Dakwah Menurut Fadhlan Al Garamatan……………………..60
5. Tujuan dan Sasaran Dakwah Fadhlan Al Garamatan..............................64
B. Kiprah Dakwah Ustadz Fadhlan Al Garamatan……..……………...….......65
1. Kiprah Dakwah di Papua……………………………...……………......67
2. Kiprah Dakwah Melalui Usaha…………....…………………………...73
3. Kiprah Dakwah Melalui Media Tulisan, Sosial, dan Elektronik………75
4. Kiprah Dakwah Melalui Pemberdayaan Masyarakat Pedalaman……...76
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………………...80
B. Saran……………………………………………………………………….84
viii
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...86
LAMPIRAN-LAMPIRAN……………………………………………………………….....
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dakwah merupakan ajakan kepada jalan kebenaran dalam mencari
ridho Allah. Dakwah berisi tentang pesan-pesan agama yang memberikan
tuntunan kepada manusia dalam menjalani kehidupan sesuai dengan aturan
yang telah Allah berikan dan diajarkan oleh Rasulullah SAW agar manusia
dapat menentukan haq dan yang bathil. Oleh karena itu, dakwah merupakan
hal penting dalam menjalani kehidupan agar mendapatkan ridho Ilahi
sehingga turunlah anugerahNya yaitu berupa kebahagiaan dunia dan akhirat.
Tentu dakwah ini bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dijelaskan didalam Al-Qur’an bahwa dakwah merupakan suatu
kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap muslim, sebagaimana yang
tercantum pada surat Ali Imran ayat 110:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
2
Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di
antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-
orang yang fasik.
Ayat ini menerangkan bahwa sebagai sesama manusia mempunyai
kewajiban untuk saling mengingatkan dalam hal-hal kebaikan dan mencegah
hal-hal yang bersifat kemunkaran dan kesesatan. Dapat dikatakan, bahwa
dakwah bukan hanya sekedar menjadi tugas para da’i saja tetapi tugas sesama
manusia.
Dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, terdapat juga penjelasan tentang
amar ma’ruf nahi munkar. yaitu manusia yang menyampaikan ajaran Islam,
baik melalui tulisan, ceramah maupun pengajaran, sehingga individu dan
masyarakat dapat memahami apa yang telah dipelajarinya untuk dipraktikan
dalam kehidupan sehari-hari.
Dakwah Bil Lisan yaitu metode dakwah melalui perkataan atau
komunikasi lisan (speaking), seperti ceramah, khotbah, atau dialog. Misalnya
seorang da’i atau ustadz yang sedang memberikan khotbah sholat jum’at.
Dakwah Bil Hal yaitu metode dakwah melalui sikap, perbuatan,
contoh, atau keteladanan. Misalnya, segera mendirikan sholat begitu
mendengar adzan, membantu kaum dhuafa atau fakir miskin, mendanai
pembangunan masjid atau membantu kegiatan dakwah, mendamaikan orang
bermusuhan, bersikap yang baik, dll.
3
Dakwah Bil Kitabah yaitu metode dakwah dengan tulisan. Sekilas
tampak mudah, tapi jika dilakukan dengan tepat, dampaknya bisa lebih
dahsyat dari kedua tipe dakwah lainnya. Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya tinta para ulama adalah lebih baik dari darahnya para
syuhada”. Ini dikarenakan keuntungan dakwah model ini adalah manfaatnya
tidak akan musnah meski sang da’i atau penulisnya sudah wafat.
Untuk itu dakwah dikemas dengan metode yang tepat dan sesuai
dengan materi yang disampaikan. Dakwah harus disampaikan secara aktual,
faktual, dan kontekstual. Aktual dalam arti konkrit memecahkan masalah yang
sedang terjadi dan hangat dimasyarakat. Faktual dalam arti konkrit dan nyata.
Kontekstual dalam arti relevan dan menyangkut problematika yang sedang
dihadapi masyarakat.
Selain dakwah merupakan sebuah kewajiban bagi setiap muslim,
dakwah juga merupakan bagian utama dalam menyebarkan Islam, sebab
dengan adanya keberhasilan dalam dakwah dapat menjadi kemajuan dalam
penyebaran agama Islam. Keberhasilan dalam dakwah tidak mudah untuk
dicapai jika tidak ada faktor-faktor yang mendukung dalam dakwah seorang
da’i.
Da’i merupakan sebutan bagi orang-orang yang melakukan dakwah.
Dalam kehidupan sehari-hari da’i memiliki beberapa sebutan di antaranya
Ustadz (DKI Jakarta), Kyai (Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur),
Ajengan (Jawa Barat), Tuan Guru (Nusa Tenggara Barat), Ustadz (Papua),
4
dan lain-lain. Dengan sebutan apapun da’i merupakan subjek dakwah yang
tentunya memiliki peran penting untuk menentukan keberhasilan dakwah.
Keberhasilan seorang da’i dalam berdakwah bukan hanya berdasarkan
pada keilmuan yang dimiliki, namun perlu didukung dengan cara
penyampaian (metode) dakwah yang sesuai dengan audiens atau jamaah
(mad’u), sehingga dakwah tersebut dapat diterima dengan baik. Sebagaimana
dijelaskan Allah dalam surat An-nahl ayat 125:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk"
Jika melihat ayat ini, bahwa Allah SWT memerintahkan untuk
mengajak menuju jalanNya yaitu jalan yang Allah ridhoi. Setelah itu, Allah
memberikan petunjuk tentang cara dalam mengajak menuju jalanNya, yang
mana disebutkan dalam ayat ini bil hikmah dan mauidzah hasanah.
Para da’i dalam aktifitas dakwahnya, menjadikan ayat ini sebagai
dasar untuk menentukan materi yang sesuai dengan kondisi mad’u yang
5
berbeda-beda, sehingga diharapkan mad’u dapat menerima isi pesan-pesan
dakwah yang disampaikan dan sesuai dengan kadar kemampuan mad’u.
Terlebih jika melakukan dakwah di daerah terpencil dan pedalaman
yang tingkat pendidikannya jauh di bawah rata-rata masyarakat Indonesia
pada umumnya, tentu saja memerlukan metode dakwah khusus dan strategi
tersendiri sehingga apa yang disampaikan bisa diterima dan dilaksanakan
dengan baik.
Tantangan yang dihadapi tentu saja lebih besar, termasuk kondisi
geografi, fasilitas dan teknologi informasi. Hal inilah yang dialami oleh
pendakwah putra Papua, Fadhlan Al Gramatan. Sangat menarik mengikuti
kisah perjalanannya yang mengalami banyak tantangan ketika mendekati para
suku-suku di Papua. Tapi itu tidak menyurutkan niatnya untuk tetap
menyebarkan ajaran Islam di Papua.
Pernah kena tombak dan anak panah beracun oleh suku-suku
pedalaman Papua, tapi diujungnya berbuah manis, karena yang berawal
memusuhinya, menurut Fadhlan karena belum kenal akhirnya ketua suku dan
pengikut-pengikutnya banyak yang menerima ajaran Islam lalu mengucapkan
kalimat syahadat.1
Motivasi Fadhlan menjadi da’i di Papua karena tergerak melihat
keadaan suku-suku disana yang masih bisa dibilang primitif, tidak berpakaian,
1 Ahmad Fathurohman, “Perjuangan Dakwah Ustadz Fadhlan Al Garamatan.” Artikel
diakses 9 Februari 2015 dari http://www.hidayatullah.com
6
sangat jarang mandi dan kalau pun mandi tidak menggunakan sabun. Inilah
yang pertama kali menjadi jalan masuk Fadhlan untuk mendekati para suku-
suku tersebut.2
Dengan metode yang diajarkan yakni hal-hal mengenai kebersihan,
diajarkan cara mandi yang baik dan juga diajarkan cara membuat sabun dari
bahan baku yang tersedia disana. Lalu perlahan-lahan mereka mulai
merasakan manfaat cara hidup yang bersih dan pada akhirnya juga ikut
memeluk Islam.
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang dikemukakan diatas,
maka peneliti tertarik dengan mengambil judul “Pemikiran dan Kiprah
Dakwah Ustadz Fadhlan Al Garamatan”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang diatas, untuk mempermudah
penulisan skripsi ini dan untuk menghindari tidak terlalu luas dan
menyebarnya pembahasan, maka penulis ingin membatasi pembahasan pada
pemikiran dan kiprah dakwah Ustadz Fadhlan Al Garamatan.
2. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
2 Ahmad Fathurohman, “Perjuangan Dakwah Ustadz Fadhlan Al Garamatan.” Artikel
diakses 9 Februari 2015 dari http://www.hidayatullah.com
7
a. Bagaimana pemikiran Ustadz Fadhlan Al Garamatan mengenai
dakwah?
b. Bagaimana kiprah dakwah Ustadz Fadhlan Al Garamatan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui bagaimana pemikiran Ustadz Fadhlan Al
Garamatan mengenai dakwah.
b. Untuk mengetahui bagaimana kiprah dakwah seorang Ustadz
Fadhlan Al Garamatan.
2. Manfaat Penelitian
a. Secara akademis, dengan penelitian ini dapat menambah
pengetahuan serta wawasan peneliti, serta dapat menjadi wacana
sekaligus referensi untuk keperluan studi dan menjadi bahan
bacaan kepustakaan.
b. Secara praktis, peneliti berharap dengan penelitian ini dapat
menambah wawasan dan pengetahuan baru bagi para teoritis dan
praktisi yang fokus pada kajian dakwah dan komunikasi dalam
menyerukan nilai-nilai Islam melalui dakwah. Sesungguhnya
dakwah merupakan tugas terbesar bagi kaum muslimin yang harus
dijalankan.
8
D. Metodologi Penelitian
1. Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini terhadap judul
“Pemikiran dan Kiprah Dakwah Ustadz Fadhlan Al Garamatan” adalah
metode kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat
diamati.3
Dengan menggunakan penelitian kualitatif, penelitian ini diharapkan
dapat memberikan sebuah hasil penelitian yang deskriptif mengenai fokus
permasalahan yang dikaji, serta tersusun berdasarkan data dan prilaku yang
diamati.
2. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah Ustadz Fadhlan Al Garamatan, sedangkan
objek penelitiannya adalah pemikiran dan kiprah dakwah Ustadz Fadhlan Al
Garamatan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan metologi penelitian yang akan digunakan, yaitu
metodologi penelitian kualitatif, maka data akan dikumpulkan melalui :
3 Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : PT Remaja Rosdakarya
2006), hal 4
9
a. Wawancara
Wawancara yaitu mendapatkan informasi dengan bertanya langsung
kepada responden dan jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam
dengan alat perekam (tape recorder).4 Wawancara dilakukan secara langsung
dengan Ustadz Fadhlan Al Garamatan, dengan cara tanya jawab yang
menggunakan alat bantu panduan wawancara yang dilakukan di kediaman
Beliau di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara, kampung Bunut desa Taman
Sari kecamatan Setu kabupaten Bekasi.
b. Observasi
Observasi adalah pengamatan dengan menggunakan indra penglihatan
yang dilakukan secara langsung oleh peneliti, yakni dengan cara
mengumpulkan data, dimana peneliti mengadakan pengamatan secara
langsung atau berhadapan dengan subjek yang akan diteliti. Observasi
dilakukan di kediaman Ustadz Fadhlan Al Garamatan di Yayasan Al Fatih
Kaffah Nusantara, kampung Bunut desa Taman Sari kecamatan Setu
kabupaten Bekasi tempat ia berdakwah serta mengurus yayasan.
c. Dokumentasi
4 Soehartono Irawan, Metodologi Penelitian Sosial, Suatu Teknik Penilaian Bidang
Kesejahteraan Sosial dan Ilmu-ilmu Sosial Lainnya, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hal
67-68
10
Dokumentasi ialah suatu kegiatan mencari data yang bersumber dari
buku, internet, catatan atau artikel dan foto-foto yang berhubungan dengan
pembahasan penelitian, yang hal ini tentu sebagai data pendukung dalam
referensi penelitian, serta sebagai panduan wawancara dengan Ustadz Fadhlan
Al Garamatan, supaya memudahkan serta menguatkan dalam menjalankan
penelitian ini karena didukungnya oleh data-data tersebut.
E. Teknik Analisis Data
Setelah data diperoleh, langkah selanjutnya adalah proses pengolahan
data dengan mengorganisasikan data, memilah-milihnya menjadi saham yang
dapat menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan
apa yang diciptakan dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang
lain.5
Maka dengan itu, teknik analisis kualitatif penelitian ini antaranya
melalui wawancara langsung dengan Ustadz Fadhlan Al Garamatan selaku
pendakwah, pengamatan dan data dokumentasi yang kemudian diolah menjadi
sebuah hasil dalam bentuk laporan tertulis.
F. Tinjauan Pustaka
5 Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : PT Remaja Rosdakarya
2006), hal 248
11
Dalam penyusunan karya ilmiah ini, penulis menempuh beberapa
langkah yakni, pertama, mengkaji karya ilmiah terlebih dahulu yang memiliki
judul hampir sama dengan yang akan peneliti teliti. Adapun tujuan dari
penelitian ini agar dapat diketahui permasalahan yang peneliti teliti berbeda
dengan yang sudah ada sebelumnya.
Setelah peneliti mengadakan kajian pustaka, peneliti menemukan
beberapa skripsi yang memiliki judul yang berkaitan dengan judul yang akan
peneliti teliti. Skripsi tersebut di antaranya adalah:
1. Skripsi karya Pathiyatul Wirdiyah yang berjudul “Pemikiran dan
Kiprah Dakwah Ustadz Saiful Islam Al-Payage” pada tahun 2012,
skripsi ini berisikan tentang pemikiran dan kiprah dakwah Ustadz
Saiful Islam Al-Payage seorang da’i lulusan audisi MNC TV pada
tahun 2005. Perbedaan dengan penulis, yakni terletak pada subjek
yang ditelitinya yang membahas tentang perjuangan seorang muallaf
yaitu Ustadz Saiful Islam Al-Payage dalam berdakwah.
2. Kemudian skripsi karya Hoerudin yang berjudul “Pemikiran dan
Aktivitas Dakwah Anton Medan pada tahun 2010. Perbedaan dengan
penulis, yakni terletak pada subjek yang ditelitinya yang membahas
tentang seorang muallaf keturunan cina yaitu Ustadz Anton Medan
bagaimana aktivitas dan kegiatannya dalam berdakwah setelah masuk
Islam.
12
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dalam lima bab yang masing-masing bab terdiri
dari sub bab. Lima bab tersebut disusun secara berurutan guna menjelaskan isi
skripsi dengan lebih jelas, sistematis, dan mendetail. Berikut gambaran
mengenai penyusunan bab dalam skripsi ini.
BAB I Pendahuluan, yang membahas tentang Latar Belakang Masalah,
Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah yang akan diteliti, Tujuan dan
Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika
Penulisan.
BAB II Tinjauan Teoritis, yang membahas Konsep Dakwah, yaitu
Pengertian Dakwah, Macam-macam Dakwah, Unsur-unsur Dakwah,
Pengertian Pemikiran, dan Pengertian Kiprah.
BAB III Profil tentang Fadhlan Al Garamatan, yang membahas Latar
Belakang Keluarga Fadhlan Al Garamatan, Riwayat Pendidikan, Perjalanan
Karir Dakwahnya serta Sekilas Tentang Nu Waar (Papua).
BAB IV Analisis Pemikiran dan Kiprah Dakwah Fadhlan Al Garamatan,
yang membahas Pemikiran Fadhlan Al Garamatan Mengenai Dakwah yang
terdiri dari Definisi Dakwah, Definisi Da’i, Definisi Mad’u, Materi Dakwah,
Metode Dakwah, Tujuan Dakwah, dan Kiprah Dakwah Fadhlan Al
Garamatan.
13
BAB V Penutup yang membahas tentang penarikan kesimpulan yang
menjawab masalah yang telah dirumuskan dan saran, serta bagian terakhir
memuat tentang daftar pustaka dan lampiran-lampiran.
13
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dakwah
1. Pengertian Dakwah
Secara etimologi dakwah berasal dari bahasa arab, “da’wah” yang
artinya memanggil (to call) mengajak (to summon) atau menyeru (to
propose).1 Sedangkan orang yang melakukan seruan atau ajakan disebut da’i
(isim fail), artinya orang yang menyeru. Tetapi karena perintah memanggil
atau menyeru adalah suatu proses penyampaian (tabligh) atas pesan-pesan
tertentu, maka pelakunya dikenal juga dengan istilah muballigh, artinya
penyampai atau penyeru.2
Jika ditinjau dari segi terminologi kata dakwah menurut Prof. Toha
Yahya Umar, M.A. “Mengandung arti merangkul atau mengajak manusia
dengan cara yang bijaksana untuk menuju jalan yang benar sesuai dengan
petunjuk Allah SWT agar mendapatkan kesenangan, ketenangan,
kenyamanan, keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.3
Menurut DR. Wardi Bachtiar dalam bukunya Metodologi Penelitian
Ilmu Dakwah, dakwah merupakan suatu proses yang dilakukan agar dapat
mengubah keadaan seseorang berada pada keadaan yang lebih baik serta tidak
1 Warson Munawir, kamus Al Munawir. Surabaya : Pustaka Progresif, 1994. Hal 439
2 Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009, hal 2.
3 Toha Yahya Umar, Ilmu Dakwah ( Jakarta : Wijaya, 1998), cet. Ke-3, hal 1
14
keluar dari kaidah-kaidah ajaran Islam, intinya mengajak seseorang kepada
jalan yang diridhai oleh Allah SWT.4
Dakwah dalam pengertian tersebut, dapat dijumpai dalam ayat-ayat
Alqur’an antara lain:
“Allah menyeru (manusia) ke darussalam (surga), dan menunjuki orang
yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam)”.
Definisi mengenai dakwah, telah banyak dibuat oleh para ahli, dimana
masing-masing definisi tersebut saling melengkapi. Walaupun berbeda
susunan redaksinya, namun maksud dan makna hakikinya sama.
Menurut Prof.A. Hasjmy “Dakwah Islamiyyah yaitu mengajak orang
lain untuk meyakini dan mengamalkan aqidah dan syariah Islamiyyah yang
terlebih dahulu telah diyakini dan diamalkan oleh pendakwah sendiri”.5
Menurut Dr. M. Quraish Syihab, “Dakwah adalah seruan atau ajakan
kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik
dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Perwujudan
dakwah bukan sekedar usaha peningkatan pemahaman dalam tingkah laku dan
pandangan hidup saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas. Apalagi
4 Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah (Jakarta : Logos, 1997), hal 31
5 A. Hasjmy, Dustur Dakwah Menurut Al-Qur’an, Jakarta, Bulan Bintang, 1984, hal 18.
15
pada masa sekarang ini, manusia harus lebih berperan menuju kepada
pelaksanaan ajaran Islam secara lebih menyeluruh dalam berbagai aspek”.6
Dari definisi-definisi tersebut, meskipun terdapat perbedaan dalam
perumusan, tetapi apabila diperbandingkan satu sama lain, dapatlah diambil
kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:
a. Dakwah menjadikan prilaku muslim dalam menjalankan Islam sebagai
agama rahmatan lil alamin yang harus didakwahkan kepada seluruh
manusia, yang dalam prosesnya melibatkan unsur: da’i (subjek),
maaddah (materi), thoriqoh (metode), washilah (media), dan mad’u
(objek) dalam mencapai maqashid (tujuan) dakwah yang melekat
dengan tujuan Islam yaitu mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat.
b. Dakwah juga dapat dipahami dengan proses internalisasi,
transformasi, transmisi, dan difusi ajaran Islam dalam kehidupan
masyarakat.
c. Dakwah mengandung arti panggilan dari Allah SWT dan Rasulullah
SAW, untuk umat manusia agar percaya kepada ajaran Islam dan
mewujudkan ajaran yang dipercayainya itu dalam segala segi
kehidupannya.7
6 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat, Cet-22, Bandung: Mizan, 2001, hal 194. 7 Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011, hal 2.
16
Setiap orang Islam berkewajiban melaksanakan dakwah sesuai dengan
kapasitas dan kemampuan masing-masing. Ceramah hanyalah merupakan
salah satu metode dakwah. Masih banyak sekali cara-cara lain yang dapat
dilakukan dalam berdakwah.
Peranan dakwah di masyarakat itu sangat penting karena
perkembangan dan kemajuan Islam sangat bergantung pada eksistensi
dakwah. Sementara kemajuan dakwah itu sangat bergantung pada eksistensi
juru dakwah. Dengan demikian keberadaan juru dakwah yang baik sangat
dibutuhkan dimasyarakat.
Dengan demikian dakwah merupakan bagian yang sangat penting
dalam kehidupan seorang muslim, dimana esensinya berada pada ajakan
dorongan (motivasi), rangsangan serta bimbingan terhadap orang lain untuk
menerima ajaran agama Islam dengan penuh kesadaran demi keuntungan
dirinya dan bukan untuk kepentingan pengajaknya, jadi berbeda dengan
propaganda.8
2. Macam-macam Dakwah
Dakwah dapat dikategrikan kedalam tiga macam aktivitasnya, yaitu
dakwah Bil-Lisan (berdakwah dengan lisan atau perkataan), dakwah Bil-Hal
8 Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009, hal 6.
17
(berdakwah dengan perbuatan atau tingkah laku), dan dakwah Bil-Qalam
(berdakwah dengan tulisan).9
a. Dakwah Bil-Lisan
Dakwah Bil-Lisan yaitu dakwah yang dilaksanakan melalui lisan, yang
dilakukan antara lain dengan ceramah-ceramah, khutbah, diskusi, nasihat, dan
lain-lain. Metode ceramah ini tampaknya sudah sering dilakukan oleh para
juru dakwah, baik ceramah dimajlis ta’lim, khutbah jum’at dimasjid-masjid
atau ceramah pengajian-pengajian. Dari aspek jumlah barangkali dakwah
melalui lisan (ceramah dan lainnya) ini sudah cukup banyak dilakukan oleh
para juru dakwah ditengah-tengah masyarakat.
b. Dakwah Bil-Hal
Dakwah Bil-Hal adalah dakwah dengan perbuatan nyata yang meliputi
keteladanan. Misalnya dengan tindakan amal karya nyata yang dari karya
nyata tersebut hasilnya dapat dirasakan secara konkret oleh masyarakat
sebagai objek dakwah.
Dakwah Bil-Hal dilakukan oleh Rasulullah, terbukti bahwa ketika
pertama kali tiba di Madinah yang dilakukan Nabi adalah membangun masjid
Al-Quba, mempersatukan kaum Anshar dan Muhajirin. Kedua hal ini adalah
dakwah nyata yang dilakukan oleh Nabi yang dapat dikatakan sebagai dakwah
Bil-Hal.
9 Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009, hal 11-12.
18
c. Dakwah Bil-Qalam
Dakwah Bil-Qalam, yaitu dakwah melalui tulisan yang dilakukan
dengan keahlian menulis di surat kabar, majalah, buku, maupun internet.
Jangkauan yang dapat dicapai oleh dakwah Bil-Qalam ini lebih luas daripada
melalui media lisan, demikian pula metode yang digunakan tidak
membutuhkan waktu secara khusus untuk kegiatannya. Kapan saja dan
dimana saja mad’u atau objek dakwah dapat menikmati sajian dakwah Bil-
Qalam ini.
Dalam dakwah Bil-Qalam ini diperlukan kepandaian khusus dalam hal
menulis, yang kemudian disebarluaskan melalui media cetak (printed
publications). Bentuk tulisan dakwah Bil-Qalam antara lain bisa berbentuk
artikel keislaman, tanya jawab hukum Islam, rubrik dakwah, rubrik
pendidikan agama, kolom keislaman, cerita religius, puisi keagamaan,
publikasi khutbah, pamflet keislaman, buku-buku dan lain-lain.10
Sementara M. Mashyur Amin, membagi dakwah Islam kedalam tiga
macam bentuk dakwah, yaitu:
1) Dakwah Bil-Lisan Al-Maqal, seperti yang selama ini dipahami,
melalui pengajian, kelompok majlis ta’lim, dimana ajaran Islam
disampaikan oleh para da’i secara langsung. Biasanya dakwah yang
demikian itu dikaitkan dengan perayaan hari-hari besar Islam, seperti
10
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009, hal 12.
19
Maulid Nabi SAW, Nuzulul Qur’an, Isra Mi’raj, kultum menjelang
sholat Tarawih dan sebagainya.
2) Dakwah Bil-Lisan Al-Hal, melalui proyek-proyek pengembangan
masyarakat atau pengabdian masyarakat.
3) Dakwah melalui sosial reconstruction, yang bersifat multidimensional.
Contoh yang paling konkret dalam dakwah ini adalah dakwah
Rasulullah SAW, yang membangun kembali masyarakat Arab, dan
masyarakat jahiliyah (syirik, diskriminatif, perbudakan, permusuhan,
dan kealiman) menjadi masyarakat yang islami (tauhid, egalitarian,
merdeka, persaudaraan, dan adil). Dari masyarakat yang strukturnya
menginjak-injak hak asasi manusia, menjadi masyarakat yang
menghargai hak-hak asasi manusia.11
3. Unsur-unsur Dakwah
Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang terdapat
dalam setiap kegiatan dakwah, unsur-unsur tersebut adalah Da’i (pelaku
dakwah), Mad’u (objek dakwah), Maddah (materi dakwah), Wasilah (media
dakwah), Thariqah (metode dakwah), Atsar (efek dakwah).12
11
M. Masyhur Amin, Dinamika Islam Sejarah Transformasi dan Kebangkitan, Yogyakarta:
LPKSM, 1995, hal 187-188. 12
Muhammad Munir, Manajemen Dakwah, Wahyu Ilahi, Cet-2, hal 21.
20
a. Da’i (Pelaku Dakwah)
Da’i ibarat seorang guide atau pemandu terhadap orang-orang yang
ingin mendapatkan keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Da’i adalah
petunjuk jalan yang harus mengerti dan memahami jalan yang boleh dilalui
dan mana jalan yang tidak boleh dilalui oleh seorang muslim, sebelum da’i
memberi petunjuk jalan kepada orang lain. Oleh karena itu, da’i di tengah
masyarakat memiliki kedudukan yang penting sebab da’i adalah seorang
pemuka (pelopor) yang selalu diteladani oleh masyarakat. Perbuatan dan
tingkah lakunya selalu dijadikan tolak ukur oleh masyarakatnya. Da’i adalah
seorang pemimpin di tengah masyarakat walau tidak pernah dinobatkan resmi
sebagai pemimpin. Kemunculan da’i sebagai pemimpin adalah atas
pengakuan masyarakat yang tumbuh secara bertahap.13
Dari kedudukannya yang sangat penting di tengah masyarakat,
seseorang da’i harus mampu menciptakan jalinan komnunikasi yang erat
antara dirinya masyarakat. Da’i harus mampu bertindak dan bertingkah laku
yang semestinya dilakukan oleh seorang pemimpin. Da’i harus mampu
berbicara dengan masyarakatnya dengan bahasa yang dimengerti. Oleh karena
itu, seorang da’i juga harus mengetahui dengan pasti tentang latar belakang
dan kondisi masyarakat yang dihadapinya.
13
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009, hal 69.
21
Pada dasarnya tugas pokok seorang da’i adalah meneruskan tugas
Nabi Muhammad SAW, yakni menyampaikan ajaran-ajaran Allah seperti
termuat dalam Alqur’an dan sunnah Rasulullah.
Lebih tegas lagi bahwa tugas da’i adalah merealisasikan ajaran-ajaran
Alqur’an dan sunnah di tengah masyarakat sehingga Alqur’an dan sunnah
dijadikan pedoman dan penuntun hidupnya. Menghindarkan masyarakat dari
berpedoman pada ajaran-ajaran di luar Alqur’an dan sunnah, menghindarkan
masyarakat dari berpedoman pada ajaran-ajaran animisme dan dinamisme
serta ajaran-ajaran lain yang tidak dibenarkan oleh Alqur’an dan sunnah.
Tugas da’i sangatlah berat karena da’i harus mampu menterjemahkan bahasa
Alqur’an dan sunnah ke dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh
masyarakatnya. Namun, dibalik beratnya tugas itu terhampar kemuliaan yang
penuh rahmat sang pencipta Allah SWT.14
Firman Allah SWT:
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka
kerjakan”.
14
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009, hal 70.
22
Kemudian firman Allah SWT:
“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang
shaleh, kelak akan kami masukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya
mengalir sungai-sungai; kekal mereka di dalamnya; mereka di dalamnya
mempunyai isteri-isteri yang suci, dan kami masukkan mereka ke tempat yang
teduh lagi nyaman”
Keberadaan da’i dalam masyarakat luas mempunyai fungsi yang
cukup menentukan. Selain tugas da’i yang mulia, da’i juga mempunyai
fungsi-fungsi sebagai berikut:
1. Meluruskan Akidah
Sudah menjadi naluri bahwa manusia selalu tidak lepas dari kesalahan
dan kekeliruan yang tidak terkecuali terhadap keyakinan dan akidahnya.
Banyak terjadi pada seseorang yang telah muslim tapi karena hal
keyakinannya berubah atau bergeser karena adanya faktor yang
mempengaruhi.
2. Memotivasi Umat untuk beribadah dengan baik dan benar
Kehadiran manusia di muka bumi tidak lain adalah untuk beribadah
dan mengabdi kepada Allah SWT, yaitu dengan cara melaksanakan suatu
aktivitas dalam rangka melaksanakan hubungan langsung dengan Allah,
seperti halnya melaksanakan rukun Islam.
23
3. Menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Betapa luhurnya konsep Islam yang menganjurkan umatnya untuk
selalu saling mengingatkan berbuat baik dan meninggalkan yang tidak baik.
Landasan persaudaraan seperti ini harus selalu dipelihara dan dibina sehingga
umat Islam semuanya terbina menjadi umat yang mulia dan erat tali
persaudarannya.15
4. Menolak kebudayaan yang destruktif
Islam tidak anti terhadap hal-hal yang baru, Islam mendorong
pemeluknya untuk selalu modern, tetapi dibalik itu Islam menanamkan sikap
pada pemeluknya untuk selalu berpegang pada nilai-nilai luhur dan diridhai
Allah. Pada prinsipnya Islam membuka masuknya segala macam budaya dari
mana pun datangnya, sejauh budaya itu tidak bertentangan.16
b. Mad’u (Objek Dakwah)
Secara etimologi kata mad’u dari bahasa Arab, diambil dari bentuk
isim maf’ul (kata yang menunjukkan objek atau sasaran). Menurut
terminologi mad’u adalah orang atau kelompok yang lazim disebut dengan
jamaah yang sedang menuntut ajaran agama dari seorang da’i, baik mad’u itu
orang dekat atau jauh, muslim atau non-muslim, laki-laki atau perempuan.
15
Slamet Muhaimin Abda, Prinsip-Prinsip Metode Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1994), h.
60. 16
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009), h. 75.
24
Seorang da’i akan menjadikan mad’u sebagai objek bagi transformasi
keilmuan yang dimilikinya.17
Sasaran Dakwah (Objek Dakwah) meliputi masyarakat dilihat dari
berbagai segi:
1) Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi
sosiologis berupa masyarakat terasing pedesaan, kota besar dan kecil
serta masyarakat di daerah marginal dari kota besar.
2) Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari sudut
struktur kelembagaan berupa masyarakat, pemerintahan dan keluarga.
3) Sasaran yang berupa kelompok diilihat dari segi social cultural berupa
golongan Priyayi, Abangan dari Santri. Klasifikasi terletak dalam
masyarakat Jawa.
4) Sasaran yang berhubungan dengan masyarakat dilihat dari segi tingkat
usia, berupa golongan anak-anak, remaja, dan orang tua.
5) Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari
segi okupasional (profesi atauu pekerjaan) berupa golongan petani,
pedagang, seniman, buruh, pegawai negeri (administrator).
6) Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi
tingkat hidup sosial ekonomi berupa golongan yang kaya, menengah,
dan miskin.
17
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), h.
279.
25
7) Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari jenis
kelamin berupa golongan pria dan wanita.
8) Sasaran yang berhubungan dengan golongan dilihat dari segi khusus
berupa golongan masyarakat tuna susila, tuna wisma, tuna karya,
narapidana.
Mad’u adalah objek dakwah bagi seorang da’i yang bersifat
individual, kolektif atau masyarakat umum. Masyarakat sebagai objek dakwah
atau sasaran dakwah merupakan salah satu unsur yang penting dalam sistem
dakwah yang tidak kalah peranannya dibandingkan dengan unsur-unsur
dakwah yang lain oleh sebab itu masalah masyarakat ini seharusnya dipelajari
dengan sebaik-baiknya sebelum melangkah ke aktivitas dakwah yang
sebenarnya. Maka dari itu sebagai bekal dakwah dari seorang da’i/mubalig
hendaknya memperlengkapi dirinya dengan beberapa pengetahuan dan
pengalaman yang erat hubungannya dengan masalah masyarakat.18
“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam”.
18
Wahidin Saputra, Retorika Monologika: Kiat dan Tips Praktis Menjadi Mubalig. (Bogor:
Titian Nusa Press, 2010), hal 5-6.
26
c. Maddah (Materi Dakwah)
Pada dasarnya materi dakwah adalah AlQur’an dan Assunnah.
AlQur’an merupakan sumber utamanya, AlQur’an merupakan materi pokok
yang harus disampaikan melalui dakwah dengan bahasa yang dapat
dimengerti oleh masyarakat. Sumber materi kedua adalah Assunnah yaitu
segala sesuatu yang menyangkut perbuatan Nabi Muhammad SAW baik
dalam ucapan, tingkah laku ataupun dalam sikapnya.19
Secara konseptual pada dasarnya materi dakwah Islam tergantung
pada tujuan dakwah yang hendak dicapai. Oleh karena itu, pemilihan materi
dakwah haruslah tepat.
Namun, secara global materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi
tiga pokok yaitu masalah keimanan, keislaman, dan masalah budi pekerti.20
Dalam buku manajemen dakwah yang ditulis oleh M. Munir dan
Wahyu Ilahi, membagi materi dakwah kedalam empat bagian, yaitu: akidah,
syariah, mu’amalah dan akhlak.
1. Masalah Akidah
Masalah pokok yang menjadi materi dakwah adalah akidah moral.
Aspek akidah ini akan membentuk moral (akhlak) manusia. Oleh karena itu
yang pertama kali dijadikan materi dalam dakwah islam adalah masalah
19
Slamet Muhaimin Abda, Prinsip-prinsip Metodologi Dakwah, hal 45. 20
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009, hal 89.
27
akidah atau keimanan. Akidah yang mempunyai ciri-ciri yang
membedakannya dengan kepercayaan agama lain, yaitu:
a) Keterbukaan melalui persaksian (syahadat). Dengan demikiaan,
seorang muslim harus selalu jelas identitasnya dan bersedia mengakui
identitas keagamaan orang lain.
b) Cakrawala pandangan yang luas dengan memperkenalkan bahwa
Allah adalah Tuhan seluruh alam, bukan Tuhan sekelompok bangsa
atau bangsa tertentu.
c) Ketentuan antara iman dan Islam atau antara iman dan amal perbuatan.
Dalam ibadah-ibadah pokok yang merupakan manifestasi dari iman
dipadukan dengan segi-segi pengembangan diri dan kepribadian
seseorang menuju kemaslahatan dan kesejahterannya .
Apabila umat Islam telah ditimpa oleh perpecahan akidah, maka tidak
akan mungkin tercipta semangat saling tolong menolong dan kesatuan umat
secara menyeluruh. Oleh karena itu, untuk menghindari hali demikian harus
diberantas terlebih dahulu pemikiran yang mengarah pada penyelewengan
akidah.21
2. Masalah Syariah
Hukum atau syariah sering disebut sebagai cermin peradaban dalam
pengertian bahwa ketika tumbuh matang dan sempurna, maka peradaban
21
Ahmad Al-Ghamidi, Mengikat Tali Ukhuwah Islamiyah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
1993), hal 46.
28
mencerminkan diri dalam hukum-hukumnya. Pelaksanaan syariah merupakan
sumber yang melahirkan peradaban Islam, yang melestarikan dan
melindunginya dalam sejarah. Syariah inilah yang akan selalu menjadi
kekuatan peradaban dikalangan kaum muslim.22
3. Masalah Mu’amalah
Islam merupakan agama yang menekankan urusan mu’amalah lebih
besar porsinya daripada urusan ibadah. Ibadah mu’amalah disini dipahami
sebagai ibadah yang mencakup hubungan dengan sesama makhluk dalam
rangka mengabdi kepada Allah SWT. Karena Islam lebih banyak
memperhatikan aspek kehidupan sosial daripada kehidupan ritual.23
4. Masalah akhlak
Secara etimologi akhlak berarti budi pekerti, peringai, tingkah laku
atau tabi’at. Sedangkan secara terminologi, pembahasan akhlak berkaitan
dengan masalah masalah tabi’at atau kondisi temperatur bathin yang
mempengaruhi prilaku manusia. Akhlak adalah jalan utama yang dapat
menyampaikan manusia kepada tujuan hidupnya yang tertinggi, yaitu
kebahagiaan. Mempelajari akhlak berarti mengetahui berbagai kejahatan atau
kekurangan yang dapat merintangi usaha mencapai tujuan tersebut.24
22
https://www.ataghaitsa.wordpress.com/tag/masalah-syariah.html 20 Januari 2015. 23
https://www.ataghaitsa.wordpress.com/tag/masalah-mu’amalah.html 20 Januari 2015. 24
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Tematis Dunia Islam (Jakarta:PT Ichtiar Baru Van
Hoove, 2002), hal 190.
29
d. Thariqah (Metode Dakwah )
Metode berasal dari bahasa Jerman Methodica, artinya ajaran tentang
metode. Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata Methodos artinya
jalan yang dalam bahasa Arab disebut Thariq.25
Membahas tentang metode dakwah, maka pada umumnya merujuk
kepada surat An-Nahl ayat 125, yang berbunyi:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhan-mu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.
Dalam ayat ini metode dakwah ada tiga, yaitu: Bil-Hikmah, Mau’izatul
Hasanah, dan Mujadalah Billati Hiya Ahsan. Secara garis besar ada tiga
pokok metode (thariqah) dakwah, yaitu:26
1) Bil-Hikmah yaitu berdakwah dengan memperhatikan situasi dan
kondisi sasaran dakwah dengan menitikberatkan pada kemampuan
mereka, sehingga di dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam
selanjutnya, mereka tidak lagi merasa terpaksa atau keberatan.
25
Hasanuddin, Hukum Dakwah (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), Cet-1, hal 35. 26
Muhammad Munir, Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, hal 34.
30
2) Mau’izatul Hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan nasihat-
nasihat atau menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan rasa kasih
sayang, sehingga nasihat dan ajaran Islam yang disampaikan itu dapat
menyentuh hati mereka.
3) Mujadalah Billati Hiya Ahsan, yaitu berdakwah dengan cara bertukar
pikiran dan membantah dengan cara yang sebaik-baiknya dengan tidak
memberikan tekanan-tekanan yang memberatkan pada komunitas yang
menjadi sasaran dakwah.
Menetapkan metode dakwah yang akan digunakan dalam proses
dakwah adalah salah satu langkah penting. Perlu diketahui, faktor yang
mempengaruhi dan menentukan cara-cara berdakwah adalah sasaran dakwah,
tindakan-tindakan atau kegiatan yang dilakukan serta situasi dan kondisi
masyarakat. Suatu penyelenggaraan dakwah yang dilakukan pada suatu
lingkungan masyarakat tertentu dan pada waktu tertentu akan berbeda
metodenya apabila dilaksanakan pada masyarakat yang lain dan pada waktu
yang lain pula, meskipun sasaran yang hendak dicapai adalah sama.27
e. Washilah (Media Dakwah)
Di zaman pembangunan seperti sekarang ini, dakwah harus
menyesuaikan situasi dan kondisi yang semakin berubah kearah yang lebih
27
Anwar Masyi’ari, Butir-butir Problematika Dakwah Islamiyah, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,
1993), Cet-1, hal 62.
31
maju. Sekarang ini telah muncul banyak instrumen-instrumen yang dapat
dijadikan alat pendukung dakwah.
Menurut Drs. Slamet Muhaemin Abda, apabila media dakwah dilihat
dari instrumennya, maka dapat dilihat dari empat sifat, yaitu yang bersifat
visual, auditif, audio visual dan cetak.
1) Media visual yaitu alat yang dapat dioperasikan untuk kepentingan
dakwah dengan melalui indera penglihatan seperti gambar, foto, slide
dan sebagainya.
2) Media auditif yaitu alat-alat yang dapat dioperasikan sebagai sarana
penunjang dakwah yang dapat ditangkap melalui indera pendengaran
seperti radio, tape recorder dan lain-lain.
3) Media audio visual yaitu alat-alat dakwah yang dapat didengar juga
sekaligus dapat dilihat, seperti televisi, film, video dan lain-lain.
4) Media cetak yaitu cetakan dalam bentuk tulisan dan gambar pelengkap
informasi tulis, seperti buku, surat kabar dan lain sebagainya.28
f. Atsar (Efek Dakwah)
Dalam setiap aktivitas dakwah pasti akan menimbulkan reaksi.
Artinya jika dakwah telah dilakukan oleh seorang da’i dengan materi dakwah
tertentu, maka akan timbul responden efek pada mad’unya. Efek dapat disebut
dengan feed back dari proses dakwah ini sering dilupakan atau tidak banyak
menjadi perhatian para da’i.
28
Slamet Muhaimin Abda, Prinsip-prinsip Metodologi Dakwah, hal 89-102.
32
Kebanyakan mereka menganggap bahwa setelah dakwah disampaikan,
maka dakwah telah selesai. Dakwah berefek sangat besar dalam penentuan
langkah-langkah dakwah berikutnya. Tanpa menganalisis efek dakwah, maka
kemungkinan kesalahan strategi yang sangat merugikan akan terulang
kembali. Sebaliknya, dengan menganalisis efek dakwah secara cermat dan
tepat, maka kesalahan strategi dakwah akan segera diketahui untuk diadakan
penyempurnaan pada langkah-langkah berikutnya.29
B. Pengertian Pemikiran
Pemikiran berasal dari kata “pikir”, yang memiliki arti: 1) akal budi,
ingatan, angan-angan. 2) kata dalam hati, pendapat (pertimbangan), kira.
“Berpikir” memiliki arti menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan
dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang dalam ingatan. Dan “pikiran”
adalah hasil berpikir. Sedangkan pemikiran adalah proses, cara, perbuatan
memikir.30
Ada bebarapa pengertian “pemikiran” diantaranya adalah suatu proses
pergerakan mental dari satu hal menuju hal lain atau disebut juga sebuah aksi
29
Muhammad Munir, Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, hal 34-35. 30
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2002), Cet-2, hal 872-873.
33
(act) yang menyebabkan pikiran mendapatkan pengertian baru dengan
perantaraan hal yang sudah diketahui.31
Dalam Kamus Umum “Bahasa Indonesia”, karangan Purwodarminto,
pemikiran diartikan sebagai abstraksi seseorang terhadap sesuatu. Atau lebih
jauh pemikiran diartikan sebagai konsepsi, pandangan, nalar akal seseorang
atas suatu hal.32
Dengan demikian jika dilihat pengertian dakwah di atas maka dapat
disimpulkan bahwa pemikiran dakwah adalah suatu keaktifan pribadi manusia
untuk menemukan pemahaman atau pengertian tentang unsur-unsur dakwah
(tujuan, subjek, materi, metode, dan media dakwah) berdasarkan fenomena-
fenomena yang terjadi, serta berusaha untuk dapat memberikan solusi dari
problematika dakwah yang ada secara bijaksana dan nyata.
C. Pengertian Kiprah
Kiprah adalah tindakan, aktivitas, kemampuan kerja, reaksi cara
pandang seseorang terhadap ideologi atau institusinya. Kiprah dapat diartikan
sebagai kegiatan yang dilakukan dengan semangat yang tinggi, bergerak dan
berusaha giat dalam bidang tertentu.33
31
Poepoprojo, Logika Scientifika: Pengantar Dialektika dan Ilmu, (Bandung: Pustaka
Grafika, 1999), Cet-1, hal 178. 32
WJS. Purwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hal
57. 33
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar
Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005) hal 571.
34
Menurut Djumhur, kiprah dapat diartikan sebagai suatu pola tingkah
laku tertentu yang merupakan ciri khas dari suatu pekerjaan atau jabatan
tertentu.34
Sedangkan menurut S. Nasution kiprah adalah suatu konsekuensi atau
akibat kedudukan atas status seseorang.35
Sehingga dari kedudukan tersebut
dapat terlihat bagaimana aktivitasnya.
Dari beberapa pengertian kiprah di atas maka dapat disimpulkan
kiprah adalah serangkaian tingkah laku sesuai hak dan kewajiban yakni
bersifat timbal balik dalam hubungan antara individu yang saling berkaitan
dalam suatu situasi tertentu serta hubungan dengan kemajuan suatu hal atau
peristiwa.
Segala sesuatu yang berhubungan dengan tindakan atau kegiatan yang
dilakukan oleh manusia dapat disebut juga sebagai sebuah aktivitas. Aktivitas
tidak bisa dipisahkan dengan keseluruhan yang melekat pada diri manusia.
Aktivitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti keaktifan, kegiatan,
kerja atau salah satu kegiatan kerja yang dilaksanakan dalam setiap bagian.36
Jadi, Kiprah dakwah adalah sebuah aktivitas-aktivitas yang berkaitan
dengan kegiatan-kegiatan dakwah serta keagamaan yang sangat urgen dalam
Islam, serta memiliki kedudukan yang strategis, sentral dan menentukan.
34
Djumhur. Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan (Bandung: PT. Pedoman Ilmu, 1975),
hal 12. 35
S. Nasution, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: PT. Bumi Aksara), hal 73. 36
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar
Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002) Cet-2, hal 23.
35
Aktivitas yang mengandung seruan atau ajakan menuju kepada keinsyafan
manusia untuk selalu berada dijalan Allah SWT, serta usaha untuk mengubah
situasi yang buruk kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap
pribadi maupun masyarakat.
36
BAB III
PROFIL USTADZ FADHLAN ALGRAMATAN
A. Latar Belakang Keluarga
Bernama lengkap Mahmud Zaaf Fadhlan Rabbani Al-Garamatan
merupakan putra asli Papua, yang lahir pada 17 Mei 1969 di Patipi,
Kabupaten Fak Fak, Provinsi Papua Barat. Ia lahir dari keluarga muslim yang
taat, dan sejak kecil sudah belajar dasar-dasar keislaman, khususnya membaca
Alqur’an. Fadhlan tercatat memiliki keturunan darah biru dari kerajaan Patipi.
Ia merupakan putra ketiga dari delapan bersaudara, lahir dari pasangan
Mahmud Ibnu Abu Bakar Ibnu Husein Ibnu Suar Al-Garamatan dan Siti
Rukiah binti Ismail Ibnu Muhammad Iribaram.
Ayahnya adalah seorang guru agama di sekolah serta guru mengaji di
rumah. Fadhlan kecil sudah ikut membantu ayahnya mengajar membaca Iqra’
bagi anak-anak yang baru belajar mengenal huruf hijaiyah.1 Setiap jam empat
sore sudah banyak penduduk kampung yang berkumpul di rumahnya.
Jumlahnya bisa mencapai kurang lebih seratus orang yang ingin belajar
membaca Iqra’ sampai membaca Alqur’an. Antusiasme warga untuk belajar
begitu besar, karena satu-satunya pada saat itu, ayahnya adalah guru mengaji
1 Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 1.
37
di kampung yang tidak memungut biaya apapun dari jamaahnya. Ada juga
guru mengaji yang lain, tapi biasanya setelah mengaji, mereka membayar
dengan memberikan hasil pertanian kepada sang guru. Hal itu dianggap
sebagai “mahar” untuk guru mengaji dari muridnya, atau pada masyarakat
Papua dikenal “penyirah” yang artinya tuan guru yang diberikan mahar itu.
Ayahnya meninggal sejak ia sekolah SMP kelas dua, sedangkan sang
ibu meninggal pada tahun 2012, ketika ia dalam perjalanan pulang berdakwah
dari Turki. Keduanya dimakamkan di kampung halaman di Fak-fak, Papua
Barat. Pelajaran yang sampai saat ini membekas dari didikan orang tuanya
adalah mengenai kedisiplinan yang diturunkan oleh sang ayah terutama soal
kedisiplinan waktu. Sedangkan didikan yang sampai saat ini membekas dari
sang ibu adalah mengenai ketegasan, terutama ketegasan dalam berdakwah.2
Untuk menjalankan misi dakwahnya, ia mendirikan lembaga sosial
yang diberinama Yayasan Al-Fatih Kaffah Nusantara (AFKN). Melalui
yayasan ini, Fadhlan mengenalkan Islam kepada masyarakat Papua sampai
pelosoknya. Ia juga mengembangkan potensi dan sumber daya yang ada,
mencarikan kesempatan anak-anak di sana untuk mengenyam pendidikan di
luar Papua.
Tujuan dibangunnya Yayasan Al-Fatih Kaffah Nusantara (AFKN)
yaitu untuk membina masyarakat muslim maupun muallaf asal Papua, baik
2 Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 5.
38
pengetahuan agama maupun pengetahuan umum. Yayasan ini bertujuan
mempersiapkan generasi Islam asal Papua yang berakidah dan bertauhid, yang
kokoh dan membekali diri dari berbagai disiplin ilmu untuk membangun
umat, terutama yang terdapat di pedalaman.
B. Latar Belakang Pendidikan
Pendidikan formal Fadhlan Al Garamatan dimulai dari SDN Patipi,
Papua, kemudian melanjutkan di SMPN Kokas, Papua. Setiap hari ia harus
menempuh jarak yang jauh untuk menjangkau sekolah SMPNnya dengan
mendayung berjam-jam dan dengan berjalan kaki melewati jalan bebatuan
yang berliku untuk sampai di sana.3
Usai menamatkan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah
Pertama (SMP), ia melanjutkan ke SMAN Fak-fak, Papua. Kemudian setelah
lulus SMA, ia melanjutkan kuliahnya di Universitas Hasanuddin, Makassar,
Sulawesi Selatan. Dengan kondisi anak kampung yang belum mengerti
kondisi luar, serta belum mengetahui bagaimana kondisi pergaulan di
perkotaan, namun hal itu tidak menghambat ia untuk terus melanjutkan
pendidikannya.4
3 Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 2. 4 Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 2.
39
Ada kejadian unik ketika ia sampai di Makassar dan bertemu dengan
orang-orang Bugis di pelabuhan. Ia menyapa mereka dengan sapaan
“Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”, tapi tidak ada yang mau
membalas salamnya, karena gaya rambutnya yang tinggi keribo yang
diidentikan sebagai non-muslim.
Setiap shalat shubuh di masjid, ia juga selalu dipandang aneh oleh
pengurus masjid dan jamaah yang hadir. Hal ini karena kondisi fisiknya yang
asli Papua dan dipersepsikan sebagai non-muslim.
Bahkan saat kuliah pun, teman-teman kampusnya beranggapan ia
bukanlah orang muslim, karena gaya rambutnya yang tinggi keribo, kulitnya
berwarna hitam pekat dan belum terkena sabun, jadi memang benar-benar
orang asli Papua yang hijrah ke Makassar.5
Dikisahkan oleh Fadhlan bahwa orang-orang muslim di Indonesia,
masih terlintas opini bentukan penjajah bahwa di wilayah Indonesia bagian
timur terutama Papua, banyak penduduknya yang non-muslim masih melekat.
Hal itu pernah ia buktikan saat masuk kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas
Hasanuddin, Makassar pada tahun 1978-an. Ia pernah “diusir’ oleh teman-
temannya di kelas pada saat mata kuliah Agama Islam, karena ia dianggap
non-muslim, walaupun sudah mengaku muslim. Sang dosen Agama Islam
juga turut meragukan keislaman Fadhlan, sehingga tampak seperti
5 Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 3.
40
mendukung keinginan para mahasiswa agar ia keluar ruangan. Tapi sebelum
keluar, ia protes dengan mengajukan tiga pertanyaan. “Apakah agama Islam
hanya untuk orang yang berkulit putih, jawa, bugis, atau untuk semua orang
yang hidup di dunia? “Siapa sahabat Nabi SAW yang berkulit hitam dan
berambut keribo namun merdu suaranya? “Siapa saja yang ada di kelas ini
yang bisa membaca Alqur’an dengan baik dan benar?” tandasnya.6
Ditanya seperti itu, sang dosen hanya menanggapi pertanyaan yang
ketiga saja. Ternyata, dari 47 mahasiswa yang hadir, hanya tujuh orang yang
bisa membaca Alqur’an dengan baik dan benar, salah satunya adalah Fadhlan
yang mereka anggap bukan orang Islam.
Sang dosen pun takjub mendengar alunan bacaan Alqur’an yang
dikumandangkan Fadhlan. Sang dosen tidak menyangka, jika ada orang Papua
yang mahir membaca Alqur’an, melebihi mahasiswa lainnya.
Fadhlan pun mendapat kesempatan memberi nasihat kepada semua
temannya yang ada di kelas, yang tadi ingin mengusirnya. Selama dua jam ia
memberi nasihat, sampai mata kuliah agama pada hari itu selesai.7
Dosennya pun langsung menyatakan Fadhlan lulus dengan nilai A di
hari pertama masuk kelas agama. Karena, sang dosen puas dengan nasihat
Fadhlan yang menyatakan jangan merasa bangga hanya karena perbedaan
6 Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 3. 7 Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 4.
41
warna kulit atau lainnya, terbukti Fadhlan mampu membaca Alqur’an dengan
baik dan benar.
Akhirnya ia dan teman-teman kampusnya menjadi keluarga, menjadi
sahabat dan menjadi teman yang baik. Kemudian ia berfikir bahwa kesalahan
pemikiran orang-orang bugis selama ini tentang warga Papua bukan karena
kesalahan orang-orang bugis itu sendiri, melainkan karena opini orang bugis
dan orang-orang di seluruh Indonesia ini yang sudah keliru beranggapan
bahwa di Papua tidak ada orang Islamnya.
Dengan opini bahwa pulau Indonesia yang lainnya itu adalah
Malaynisia atau Bangsa Melayu sedangkan Papua bukan bagian dari Bangsa
Melayu karena perbedaan gaya rambut serta warna kulit tersebut. Kemudian
ia berfikir bahwa opini ini harus diubah, maka dari itu ia memutuskan untuk
berdakwah, karena ia merasa Islam ini akan terancam khususnya di Papua.
Memang sudah banyak juga orang-orang Papua yang belajar di luar Papua,
tetapi kebanyakan hanya untuk kepentingan pribadi.8
Menurutnya untuk mengubah opini yang terlanjur menyebar luas di
seluruh Indonesia ini adalah dengan cara berdakwah. Dengan strategi dakwah
yang Allah ridhai, dan dengan niat serta semangat yang baik maka semua
opini itu bisa diubah. Terjun di dunia dakwah sampai saat ini, membuat
banyak teman-temannya yang mengatakan bahwa ia adalah mahasiswa
8 Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 5.
42
ekonomi yang hebat karena akhirnya menjadi seorang pendakwah namun bisa
juga dunia ekonomi.9
Fadhlan juga ketika kuliah aktif mengikuti organisasi, diantaranya ia
pernah menjadi Ketua Pencinta Mushola dan Masjid se-Indonesia, dengan visi
dan misi menggerakkan mahasisiwa untuk mencintai mushala dan masjid.
Kemudian pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), di mana
sempat membuat pelatihan kader di sekitar Makassar, Sulawesi Selatan, serta
di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Maluku dan sampai ke Papua. Ia juga
tercatat pernah menjadi Pengurus Remaja Masjid Raya Makassar. Selain
menjadi pengurus masjid juga pernah menjadi ketua di Forum Pemberantasan
Kemiskinan, di mana ia dan teman-temannya dengan penuh semangat
mengumpulkan uang untuk membantu orang-orang miskin.10
Fahdlan juga tercatat pernah menjadi Sekretaris Angkatan Muda 45, di
sana ia dan teman-temannya selain mencintai Indonesia juga mencintai Islam.
Jangan sampai mencintai Indonesia tetapi malah melupakan Islam yang hal itu
menjadi salah kaprah. Karena visi misinya adalah bahwa sesuai sila pertama
pada Pancasila yakni “Ke-Tuhanan Yang Maha Esa” yang berorientasikan
bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang bertauhid, bangsa yang
berakidah yang meyakini bahwa Allah itu Esa, Allah itu Satu, Allah itu
9 Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 5. 10
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 6.
43
Tunggal, sehingga orang yang mengatakan Allah itu Esa adalah orang yang
adil dan beradab. Organisasi ini mengumpulkan orang-orang dari versi yang
berbeda-beda namun bisa mengantarkan mereka kepada kebaikan, di mana
kebaikan itu membuat mereka menjadi kuat, baik itu dari segi ukhuwah dan
lainnya.11
Adapun ukhuwah pada saat itu yang ia galang bersama teman-
temannya adalah ukhuwah wathoniah yang mengharuskan untuk menjadi
orang yang bermanfaat bagi orang lain dengan harapan akan dapat tampil
menjadi pemimpin di tengah-tengah masyarakat. Kapanpun harus menjadi
pemimpin, harus penuh dengan hikmah, pemimpin yang betul-betul
menjalankan amanah rakyat. Sehingga nanti bisa menciptakan keadilan dan
kesetiakawanan sosial yang baik. Itulah visi misi ia dan teman-temannya pada
saat itu. Fadhlan menyelesaikan kuliahnya sekitar tiga tahun setengah,
kemudian ia pulang ke Papua dan menjadi seorang pendakwah sampai saat
ini.12
C. Perjalanan Karir Dakwah
Sebelum hijrah ke Makassar ia sudah ikut berdakwah dengan orang
tuanya dari kampung ke kampung di daerah Fak-fak, Papua. Di kampungnya
11
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 7. 12
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 7.
44
terdapat yang namanya petuanan, yaitu tempat kerajaan Patipi yang
membawahi 15 kampung dari lima ribu kepala keluarga, di bawah pimpinan
raja. Ayahnya juga berperan sebagai kepala kampung atau yang biasa disebut
sebagai orang berdarah biru. Ia bersama saudara-saudaranya membantu orang
tua melakukan aktifitas berdakwah, membantu ibu dan semuanya.13
Lulus sebagai sarjana ekonomi, Fadhlan tidak memilih untuk menjadi
ekonom, melainkan menjadi seorang pendakwah (da’i), sebagai penyeru
agama Islam serta mengangkat harkat dan martabat orang-orang Papua
terutama yang tinggal di pedalaman. Ia tidak setuju kalau orang-orang
pedalaman Papua dibiarkan tidak berpendidikan, telanjang, mandi hanya tiga
bulan sekali dengan lemak babi, serta tidur bersama babi pula. Semua
penghinaan itu hanya karena alasan budaya dan pariwisata. ”Itu sama saja
dengan pembunuhan hak asasi manusia”, katanya.14
Maka ia pun berjuang dan
berdakwah untuk semua niat serta perubahan itu.
Adapun tempat pertama kali yang dikunjungi untuk dakwahnya adalah
Lembah Waliem, Wamena. Dengan konsep kebersihan sebagian dari iman,
maka Fadhlan mengajarkan mandi besar kepada salah satu kepala suku.
Ternyata ajaran itu disambut positif oleh sang kepala suku. “Baginya mandi
13
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 3. 14
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 4.
45
dengan air, lalu pakai sabun, dan dibilas lagi dengan air sangat nyaman dan
wangi,” jelasnya.15
Selain itu juga ada beberapa orang yang tertarik dengan ibadah sholat.
Sambil mengingat masa itu ia bercerita, “di Papua itu babi banyak berkeliaran
seperti mobil antri, sehingga untuk mendirikan sholat harus membangun
panggung dulu”. Setelah selesai membangun panggung kemudian sholat saat
itu juga orang-orang langsung mengelilingi. Selesai sholat, Fadhlan ditanya
mengapa mengangkat tangan dan mengapa menyium bumi?” Kemudian
Fadhlan menjawab, “saya bersedekap bertanda saya menyerahkan diri kepada
satu-satunya Pencipta Seluruh Alam ini. Mencium bumi karena di sinilah
semua makhluk hidup tinggal. Tumbuhan dan hewan, yang mana makanan
kita berasal dari mereka yang tumbuh di atas bumi”.16
Dakwah seperti itu yang Fadhlan gunakan, mengajarkan kebersihan,
dialog dengan apa yang mereka pahami, pergi ke hutan rimba dan membuka
informasi. Dengan dakwah yang sudah dijalankannya selama 19 tahun ini,
banyak orang yang masuk Islam di Papua. Tercatat 45% warga asli Papua
memeluk agama Islam. Jika ditambah para pendatang, maka pemeluk Islam
sebanyak 65% dari seluruh manusia yang ada di pulau burung tersebut. Kini
15
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 11. 16
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 13.
46
ratusan mesjid telah berdiri di tanah Papua. Suara kumandang adzan kini
tampak bersahut-sahutan ketika waktu shalat tiba.
Di setiap daerah yang dikunjungi, Fadhlan selalu bersikap santun.
Sholat di tengah-tengah komunitas asing tak pernah ditinggalkan. Perlahan-
lahan jejaknya diikuti oleh masyarakat setempat. “Ketika menyaksikan
mereka mengucapkan dua kalimat syahadat, saya tidak kuat, air mata saya
menetes”, ucapnya.17
Dikisahkan, Fadhlan pernah berdakwah sendirian untuk menuju suatu
perkampungan dengan waktu tempuh tercatat 3 bulan berjalan kaki. Namun
hal itu tidak pernah menyurutkan niatnya untuk terus berdakwah, jika ada arah
melintang ia selalu kembalikan kepada Allah SWT, dan ia selalu ingat
bagaimana Rasulullah SAW berdakwah dengan jarak ribuan kilometer serta
padang tandus yang tantangannya jauh labih berat darinya.18
Fadhlan juga mengisahkan bahwa ada seorang da’i dari Surabaya yang
ingin ikut berdakwah dengannya di tanah Papua. Awalnya da’i tersebut tidak
menyangka akan mendapat perjalanan yang sangat berat di Papua. Mereka
harus menempuh perjalanan selama 12 hari berjalan kaki untuk menembus
daerah yang akan dikunjungi.19
17
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 12. 18
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 23. 19
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 23.
47
Pada hari kesepuluh, da’i dari Surabaya sudah merasakan kelelahan
bahkan ia sampai marah kepada Fadhlan, kemudian Fadhlan mengatakan “jika
Anda ingin kembali silahkan kembali sendiri, saya akan tetap meneruskan
perjalanan ini dan Anda bukanlah umat Rasulullah SAW, karena hanya bisa
mengeluh, tidak ingat beratnya perjuangan Rasulullah SAW waktu pertama
kali berdakwah?”. Setelah itu Fadhlan tetap melanjutkan perjalanannya dan
da’i tersebut dengan wajah menyesal kembali mengikutinya.20
Setelah tiga bulan menetap di daerah tersebut dan tidak ada
seorangpun yang masuk Islam, Fadhlan mengatakan kepada da’i dari
Surabaya bahwa ini karena da’i tersebut mempunyai niat yang sudah salah
sewaktu memulai perjalanan. Kemudian da’i tersebut merasa sangat bersalah,
dan ia berniat untuk memperbaikinya. Maka Fadhlan mengusulkan da’i untuk
menikahi salah satu wanita yang ada di daerah tersebut. Kemudian da’i
meminta waktu untuk melakukan sholat istikharah terlebih dahulu. Setelah
tujuh hari beristikaharah, ia pun memberi jawaban bahwa ia mendapat
petunjuk melalui cahaya putih yang ada di mimpinya, Fadhlan menyimpulkan
bahwa artinya itu ia memang harus menikahi salah satu wanita dari daerah
tersebut.21
20
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 23. 21
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 24.
48
Fadhlan menceritakan kisahnya ketika ia bersama 20 orang jamaah
berniat ingin mengunjungi daerah yang masyarakatnya masih asing dengan
orang luar. Fadhlan mengatakan bahwa jika ingin ke sana, maka kemungkinan
akan langsung berhadapan dengan panah-panah beracun, maka Fadhlan
menanyakan kepada jamaah “apakah siap untuk mati syahid?” Dalam
menghadapi hal-hal semacam itu, ternyata hanya ada enam orang jamaah saja
yang bersedia mendampingi Fadhlan ke daerah pedalaman Papua.22
Setelah mendekati daerah yang akan dikunjungi, mereka melihat
masyarakat disana sudah siap menghadang mereka dengan senjata-senjata
tradisionalnya. Maka di tengah perjalanan Fadhlan menanyakan kembali
kesedian dari enam orang jamaah tersebut, apakah mereka benar-benar siap
untuk mati syahid, kemudian mereka semua pun menjawab siap. Sebelum
mereka melangkah, Fadhlan memberikan satu pesan yaitu jika ia terkena
panah dan sudah tidak dapat berdiri, maka keenam orang jamaah tersebut
harus berlari menyelamatkan diri.23
Setelah ada kesepakatan, mereka pun melangkah dengan langkah yang
pasti. Dan masyarakat pedalaman tersebut pun menyambut mereka dengan
panah-panah beracun yang dilepaskan. Sampai pada akhirnya Fadhlan terkena
panah di beberapa anggota badannya, ia langsung jatuh tersungkur. Namun
22
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 24. 23
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 24.
49
Fadhlan tetap berusaha untuk berdiri dan terus melangkah walaupun darah
terus mengalir dari tubuhnya. Kemudian keenam orang jamaah melihat
Fadhlan telah tersungkur dan mengingat pesannya, maka mereka semua pun
melarikan diri.24
Melihat keadaan Fadhlan yang masih berusaha untuk berdiri, ketua
adat daerah tersebut pun meminta agar masyarakatnya menghentikan panah-
panah beracunnya. Kemudian ketua adat menghampiri Fadhlan dan
membantunya untuk berdiri. Dan ketua adat mengatakan bahwa dia akan ikut
mengantarkan Fadhlan sampai ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan ketua
adat tersebut mengobati luka Fadhlan dengan bahan-bahan yang ada dari
sekitar hutan. Setelah melihat perjuangan Fadhlan yang begitu sedemikian
besar untuk dakwahnya, maka ketua adat tersebut pun akhirnya mengikrarkan
diri masuk Islam kemudian membaca dua kalimat syahadat.25
D. Sekilas Tentang Nu Waar (Papua)
Nu Waar adalah nama pertama pulau paling timur di wilayah
Indonesia. Di pulau yang sekarang lebih dikenal sebagai nama Papua ini
ternyata memiliki sejarah perkembang Islam sejak abad ke-12. Nama Nu
Waar diberikan oleh pedagang muslim pada saat itu yaitu oleh Sultan Iskandar
24
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 24. 25
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 25.
50
Syah (Samudera Pasai). Tepatnya Islam masuk pada 17 Juli 1214 sedangkan
agama lainnya (selain animisme dan dinamisme) baru masuk sekitar abad ke-
18.26
Seorang sejarawan berkebangsaan Inggris yakni Thomas W. Arnold
dalam bukunya The Pearching of Islam menjelaskan: “Agama ini (Islam)
pertama kali dibawa masuk ke pesisir barat (mungkin di Semenanjung Onin)
oleh para pedagang yang berusaha sambil berdakwah di kalangan penduduk
dan itu terjadi sejak tahun 1606 (hal.350).27
Awal abad pertama dakwah Islam di kawasan ini, sejumlah daerah
seperti Waigeo, Misool, Waigama, Kerajaan Salawati, Kerajaan Fatagar dan
Kerajaan Ampat serta daerah-daerah di Semenanjung Onin di Kabupaten Fak-
fak telah memeluk Islam dan memiliki kekuasaan dalam arti sebenarnya. Di
kala itu mereka telah dapat mengatur tata hukum dan kemasyarakatan
berlandaskan ketentuan hukum Islam seperti terkait dengan pernikahan,
pembagian hak waris, shalat dan penyelenggaraan jenazah.28
Nama Nu Waar sendiri berarti cahaya. Pedagang-pedagang muslim
dari Gujarat, yang membawa agama Islam tersebut ingin pulau ini menjadi
cahaya bagi Asia. Namun nama tersebut sama sekali tidak popular, bahkan di
kalangan umat Islam Indonesia. Parahnya lagi, informasi yang kurang hingga
26
Imam Fauzi, “Sejarah Antara NU Waar Papua dn Irian.” Artikel diakses 9 Februari 2015
dari http://halqah-centre.blogspot.in/2009/08/sejarah-antara-nu-waar-papua-dan-irian.html?m=1 27
Ibnu Sani, “Sejarah Islam di Indonesia.” Artikel diakses 9 Februari 2015 dari
http://www.its.ac.id 28
Ahmad Fathurohman, “Sejarah Nama Islam Papua.” Artikel diakses 9 Februari 2015 dari
http://www.hidayatullah.com
51
saat ini menambah kesalahpahaman masyarakat Indonesia terhadap pulau
paling timur ini.
Kesalahpahaman itu masih ditambah dengan usaha penjajah yang saat
itu cukup berhasil menghilangkan jejak khazanah Islam dengan mengganti
namanya menjadi Papua. Tetapi nama tersebut tidak disukai umat muslim
setempat karena memiliki arti orang berkulit hitam yang gemar melakukan
kriminal. Sehingga muslimin lokal masih memiliki semangat
memperjuangkan dan hanya mengakui nama pulau burung tersebut sebagai
pulau Nu Waar. Sedangkan nama Irian sendiri diberikan setelah presiden RI
pertama berhasil merebutnya. Nama yang juga masih kurang baik, karena
mempunyai arti yaitu penduduk yang tidak berbusana.29
Gubernur pertama Papua adalah seorang muslim yakni H. Zainal
Abidin Syah (1956-1961) yang merupakan Sultan Tidore. Kemudian disusul
Gubernur muslim lainnya yakni P. Pramuji, Acup Zaenal, Sutran dan Busiri.
Sejak Gubernur Busiri sampai sekarang, pimpinan kepala daerah (Gubernur)
dijabat oleh Kristen.30
29
Imron Rosyadi, “Sejarah Nu Waar.” Artikel diakses 9 Februari 2015 dari
http://www.swaramuslim.net 30
Imam Fauzi, “Sejarah Antara NU Waar Papua dn Irian.” Artikel diakses 9 Februari 2015
dari http://halqah-centre.blogspot.in/2009/08/sejarah-antara-nu-waar-papua-dan-irian.html?m=1
52
BAB IV
PEMIKIRAN DAN KIPRAH DAKWAH
FADHLAN AL GARAMATAN
A. Pemikiran Dakwah Fadhlan Al Garamatan
Setiap seorang pendakwah atau da’i itu memiliki pemikiran
dakwahnya masing-masing, tanpa terkecuali seorang Fadhlan Al Garamatan.
Terdapat pengertian serta pemahaman yang berbeda-beda mengenai dakwah,
namun sebenarnya memiliki hakikat yang sama, yaitu sama-sama mengajak
manusia untuk kembali kepada jalan yang lurus yaitu jalan menuju Allah
SWT. Sama halnya dengan Fadhlan Al Garamatan yang memiliki pemikiran
serta pandangan sendiri mengenai dakwah.
Metode dakwah menurut Fadhlan Al Garamatan sudah jelas di dalam
Alqur’an di surat 16 (An-nahl) ayat 125 yang berbunyi:
53
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk"
Menurut Fadhlan Al-Garamatan metode dakwah harus berpedoman
pada ayat ini dengan cara mengajak dan memberi tahu orang untuk masuk ke
dalam agama Allah, dengan penyampaian yang baik bukan dengan cara yang
memaksa, karena dalam Islam tidak ada paksaan. Dalam Islam sendiri jelas
terdapat aturan yang tidak memaksa, tinggal bagaimana cara menyampaikan
metodenya itu dengan arif, bijaksana, dan penuh dengan hikmah.1
Sama halnya ketika sedang berdebat, hal itu sebaiknya tidak
mengharapkan apa-apa kecuali mengembalikan mereka semua (orang yang
berdebat), tidak ada unsur memaksa dan sampaikan pendapat dengan arif dan
santun agar tidak menimbulkan perpecahan. Serahkan semua hanya kepada
Allah, karena pasti mereka juga berlandaskan hukum Allah dan sunnah-
sunnah Rasulullah SAW, sehingga begitu mengajak orang untuk memeluk
Islam tidak ada masalah. Dalam dakwah, menjadi seorang da’i itu
konsekuensinya harus dihukum oleh manusia yang tidak mengerti. Seperti
dilempari batu atau kotoran, dicaci maki, difitnah, diusir, dipanah, ditombak,
1 Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 7.
54
dipenjara, bahkan sampai dibunuh sekalipun adalah konsekuensi menjadi
seorang da’i.2
Fadhlan Al Garamatan menambahkan, bahwa dakwah merupakan
suatu cara untuk menggerakan hati seseorang serta membangun kesadaran
untuk selalu mengingat Allah, untuk selalu taat kepada Allah. Selain itu,
dakwah juga memberikan penjelasan kepada orang lain untuk selalu
mengerjakan apa yang Allah sudah perintahkan, dan menjauhi apa yang sudah
Allah larangkan.3
Da’i harus mempunyai niat yang baik dan tulus ketika berdakwah.
Dalam penyampaiannya, dakwah harus dengan cara yang sopan dan penuh
kesantunan, karena inti sasaran dakwah harus mengenai hati, dan cara untuk
sampai ke hati seseorang itu, harus melalui cara-cara yang lembut, yakni
melalui perkataan yang lembut dan memberikan contoh yang santun agar
dakwah itu sampai kepada orang lain.4
Hukum berdakwah menurut Fadhlan Al Garamatan, berdakwah adalah
wajib bagi semua orang, bahkan bukan hanya orang-orang Islam saja, karena
dalam pengaturan Islam ini berlaku untuk semua orang. Agar memberitahu
2 Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 8. 3 Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 8. 4 Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 8.
55
kepada seluruh penduduk alam jagat raya ini bahwa kita punya Allah, kita
harus beribadah kepada Allah. Itulah tugas sebagai seorang da’i untuk
menyampaikan, dan hal ini bersifat universal.5
Masyarakat muslim dunia khususnya masyarakat muslim di Indonesia
jangan hanya beranggapan bahwa yang bisa berdakwah itu hanya dari lulusan
pesantren, IAIN, UIN, atau hanya yang lulusan dari sekolah agama dan
institut agama lainnya saja, tetapi semua orang boleh berdakwah, karena
berdakwah itu tanggung jawab semua orang.6
1. Da’i Menurut Fadhlan Al Garamatan
Seorang pendakwah atau da’i merupakan sosok terpenting dalam
dakwah, bahkan bisa dikatakan merupakan peran paling penting dalam
berlangsungnya kegiatan dakwah. Da’i adalah seseorang yang telah
mendapatkan amanah dari Allah SWT untuk memberikan petunjuk kepada
orang lain ke jalan yang lurus. Dapat diibaratlkan bahwa seorang da’i itu
adalah seorang supir yang mengetahui arah jalan, dan seorang pendengarnya
itu adalah penumpang, jadi seorang da’i itu akan menuntun serta menunjukan
5 Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 8. 6 Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 8.
56
tujuan dan arahnya yang benar, yakni untuk sampai kepada jalannya Allah
SWT.7
Dari kedudukannya yang sangat penting di tengah masyarakat, seseorang
da’i harus mampu menciptakan jalinan komunikasi yang erat antara dirinya
dengan masyarakat. Ia harus mampu bertindak dan bertingkah laku yang
semestinya dilakukan oleh seorang pemimpin. Ia harus mampu berbicara
dengan masyarakatnya dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh
pendengarnya. Oleh karena itu, seorang da’i juga harus mengetahui dengan
pasti tentang latar belakang dan kondisi masyarakat yang dihadapinya.
Yang pertama adalah cara menyampaikan pesan dakwahnya, karena
jika seorang da’i ingin menyampaikan pesan dakwah, benar-benar mengajak
pendengar atau yang didakwahi itu mereka akan mengerti. Ketika pendengar
sudah meresapi apa yang didakwahi ke dalam fikiran dan hatinya, pasti
mereka akan mengubah dirinya untuk lebih baik, konsepnya sesuai dengan
metode dakwahnya. Sehebat apapun metode dakwah ini, jika hanya menjadi
lelucon maka hidayah tidak akan masuk.8
Yang kedua jika seorang pendakwah atau da’i menentukan tarif
dakwahnya, maka tidak akan pernah sampai pesan dakwahnya kepada
pendengar. Jadi niatnya tersebut harus bebas dan tidak mengharapkan apa-
7 Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 9. 8 Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 9.
57
apa, yang diharapkan hanya pendengar atau mad’unya itu dapat patuh, tata
serta tunduk kepada Allah SWT. Kalau pendengarnya sesama muslim juga,
maka akan semakin meningkat kualitas keimanan serta ibadahnya kepada
Allah, dan jika pendengarnya orang-orang selain Islam maka mereka akan
mulai tertarik dan ingin mengetahui apa itu Islam, dan apabila mereka
semakin terus menerus ingin mengetahui dan menggali tentang Islam, maka
insya Allah hidayahNya akan masuk kepada mereka.9
Pada dasarnya tugas pokok seorang da’i adalah meneruskan tugas
Nabi Muhammad SAW, yakni menyampaikan ajaran-ajaran Allah seperti
termuat dalam Alqur’an dan sunnah Rasulullah.
2. Mad’u Menurut Fadhlan Al Garamatan
Fadhlan Al Garamatan berpandangan bahwa mad’u itu adalah seorang
pendengar atau masyarakat yang ingin mendengarkan tausiyah agama, ingin
dibimbing, ingin mendapatkan pelajaran dan ingin diarahkan ke arah yang
lebih baik.10
Adapun seorang pendengar atau mad’u tidak harus dikaitkan hanya
kepada umat Islam saja, kepada selain umat Islam pun dapat dikatakan
seorang mad’u. karena seoarang da’i juga diamanahkan oleh Allah untuk
9 Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 9. 10
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 10.
58
menunjukan jalan yang benar kepada mereka, serta mengembalikan mereka
kepada fitrahnya.
Fadhlan Al Garamatan mempunyai metode penyampaian dakwah yang
khusus untuk masyarakat pedalaman terutama di Papua, berkenaan langsung
dengan konsep Bil Hal nya. Dengan niat ingin mengubah orang untuk
mengenal Allah bukan karena materi. Karena ia berpandangan bahwa
mengubah orang di pedalaman Papua bisa dengan cara Bil Hal. Dan cara bil
hal itu tidak harus dengan materi tetapi dengan menggunakan contoh atau
akhlak yang baik ketika diterapkan di pedalaman.11
Ia menerapkan konsep Bil Hal yang mengedepankan kebersihan
kepada masyarakat pedalaman, karena menurutnya dalam memulai Islam itu
harus dengan kebersihan dan kesucian. Sebagaimana halnya bayi yang baru
dilahirkan yang masih suci dan wangi.
Hal tersebut dibuktikan oleh Fadhlan Al Garamatan yang telah
membimbing suku-suku pedalaman lebih dari 3000 orang dengan
menggunakan konsep mengajarkan tata cara kebersihan dan mencontohkan
akhlak dan prilaku yang arif dan santun. Awalnya mereka adalah seorang non-
muslim yang berada di pedalaman, tetapi karena diberi pemahaman dan
11
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 11.
59
contoh terus yang terus menerus, maka akhirnya mereka pun tertarik untuk
masuk Islam.12
3. Materi Dakwah Menurut Fadhlan Al Garamatan
Menurutnya materi dakwah adalah hal yang penting ketika berdakwah,
karena materi dakwah itu berupa pesan yang akan disampaikan kepada orang
lain. Maka ketika membuat materi dakwah harus yang bisa dimengerti dan
dipahami oleh pendengar. Materi dakwah harus berlandaskan Alqur’an dan
As-sunnah, yaitu yang meliputi masalah ibadah, aqidah, serta dalam berakhlak
sosial, seperti dalam bertoleransi agama, karena mengingat manusia adalah
makhluk sosial yang tidak mungkin terlepas dari pergaulan sesama manusia
yang berbeda agama.13
Berdakwah tidak harus memiliki ilmu yang banyak, spirit dakwahnya
adalah “Sampaikanlah walaupun hanya satu ayat” namun bisa menjadi
bermanfaat, dan itulah dakwah. Karena jika seseorang telah memberi tahu
kepada orang lain bahwa Allah itu siapa, dan orang tersebut menjadi
mengetahui bahwa Allah itu benar-benar Esa, Allahuahad, Allahussomad, lam
12
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 14. 13
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 14.
60
yalid walam yulad, maka seseorang yang memberi tahu tersebut adalah orang
yang super hebat karena sudah memperkenalkan Allah kepada orang lain.14
Dalam penyampaian dakwahnya, ia tidak pernah berdakwah dengan
cara melucu, tidak pernah berdakwah dengan leluconan atau guyonan, karena
menurutnya hal seperti itu tidak ada nilainya. Ia tampil berdakwah ingin
menyampaikan bahwa yang ia sampaikan itu benar kepada orang, lebih bagus
lagi kalau sampai orang lain tersinggung oleh dakwahnya, karena kalau
sampai tersinggung berarti pesan dakwahnya sampai kepada mereka.15
Materi-materi yang biasanya kerap disampaikan oleh Fadhlan Al
Garamatan adalan bagaimana pemahaman tentang Islam yang baik dan benar,
dengan harapan bahwa mad’unya itu benar-benar mengerti apa yang
disampaikannya. Ia sangat menginginkan umat Islam yang berkualitas dari
segi agama, akhlak dan moral. Terutama untuk masyarakat di pedalaman
Papua yang jauh dari sentuhan pendidikan dan dakwah.
4. Metode Dakwah menurut Fadhlan Al Garamatan
Penggunaan metode atau cara penyampaian adalah bagian penting
dalam berdakwah. Metode merupakan salah satu faktor dalam menentukan
kesuksesan dakwah. Fadhlan Al Garamatan membaginya ke dalam bentuk-
14
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 15. 15
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 14.
61
bentuk metode dakwah berdasarkan aktivitas dan metode dakwah berdasarkan
pendekatan mad’u. metode dakwah berdasarkan aktivitasnya terdiri dari tiga
metode, yaitu metode dakwah Bil Lisan, Bil Hal, Bil Kitabah/Bil Qalam.16
A. Metode Dakwah Bil Lisan
Metode ini merupakan metode dakwah yang menggunakan lisan atau
ucapan, seperti halnya bertkhutbah atau berceramah. Metode ini sering
Fadhlan Al Garamatan sampaikan saat berdakwah dari satu tempat ke tempat
lainnya. Menurutnya, Bil Lisan ini adalah metode yang efektif untuk
berdakwah, karena dengan metode ini, ia bisa bertatap muka dan
berkomunikasi langsung dengan para mad’u atau pendengarnya.
B. Metode Dakwah Bil Hal
Metode Bil Hal ini merupakan metode dakwah yang mencerminkan
secara langsung apakah perbuatan seorang pendakwah atau da’i itu sesuai
dengan apa yang telah dikatakannya. Metode ini adalah bentuk perbuatan
nyata dari seorang da’i. Artinya, bahwa ketika seorang da’i mengajak
mad’unya untuk berbuat kebaikan kepada orang lain, maka ia juga harus
berbuat baik, ketika seorang da’i menyeru untuk menjaga kebersihan, maka ia
juga harus menerapkan bagaimana cara menjaga kebersihan yang baik.
Singkatnya, dakwah Bil Hal itu adalah sebuah bentuk bukti pengaplikasian
ajaran Islam yang disampaikan oleh sang da’i kepada mad’unya. Lebih
16
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 16.
62
tepatnya bagaimana cara mencontohkan ajaran yang disampaikannya itu
dengan benar.
C. Metode Dakwah Bil Kitabah/Bil Qalam
Metode Bil Kitabah ini merupakan metode yang berupa tulisan atau
karya tulis. Menurut Fadhlan Al Garamatan metode penulisan ini juga efektif
bagi mad’u yang senang dan gemar membaca. Melalui metode ini, da’i dapat
mengabadikan dan menyebarluaskan pandangan-pandangan keislamannya.
Karena dengan metode penulisan ini, karya-karya serta pandangan-pandangan
ulama terdahulu bisa terjaga sampai saat ini.
Selanjutnya, yakni metode dakwah yang berdasarkan pendekatan
kepada mad’u yang terdiri dari tiga cara atau metode, yaitu metode dakwah
Bil Hikmah, metode Mau’izatul Hasanah, dan metode Mujadalah Billati Hiya
Ahsan. 17
a) Metode dakwah Bil Hikmah
Ketika berdakwah, menurut Fadhlan Al Garamatan harus benar-benar
mengerti dan mengetahui bagaimana kondisi mad’u yang akan dihadapi.
Mad’u mempunyai latar belakang yang berbeda-beda, jadi harus ditangani
dengan cara yang berbeda-beda juga. Dalam berdakwah, Fadhlan Al
Garamatan selalu berusaha memberikan tausiyah dengan kata-kata yang baik,
lembut, dan sopan tetapi meyakinkan mad’unya. Artinya, ketika berdakwah ia
17
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 17.
63
harus berbicara dengan tegas dan berusaha meyakinkan mad’unya, bahwa
yang disampaikannya itu benar-benar terdapat dalam Alqur’an dan Assunnah
atau hadits. Namun dalam hal ini Fadhlan Al Garamatan tidak menerapkan
unsur memaksa, ia mengembalikan semuanya kepada Allah.
b) Metode Dakwah Mau’izatul Hasanah
Metode ini menerapkan bagaimana cara memberikan nasehat-nasehat
yang baik dan dapat diterima oleh akal. Bahkan Fadhlan Al Garamatan selalu
memberikan nasehat-nasehat diserta dengan pengalaman pribadinya, sehingga
mad’unya akan lebih memahami dan mengerti karena diserta kisah yang
nyata. Pepatah mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik, jadi
tidak ada salahnya belajar dari pegalaman diri sendiri dan pengalaman dari
orang lain, asalkan hal itu membawa dampak yang positif untuk perubahan
yang lebih baik. Dalam dakwahnya, Fadhlan Al Garamatan selalu berusaha
untuk tidak memaksa mad’unya yang non muslim untuk masuk Islam. Serta
selalu berusaha memilih kata-kata yang tepat dan mudah agar pesan yang
disampaikan dapat diterima oleh mad’unya dengan baik.
c) Metode Dakwah Mujadalah Billati Hiya Ahsan
Adapun dakwah yang dilakukan Fadhlan Al Garamatan tidak hanya
sebatas dari tempat satu ke tempat lainnya saja, melainkan ia melibatkan
mad’u dengan cara memberikan kesempatan untuk bertanya atas materi
dakwah yang disampaikannya yang belum dimengerti oleh mad’u. Dengan
adanya forum tanya jawab ini diharapkan kedua belah pihak yaitu sang da’i
64
dan mad’u sama-sama bisa saling terselesaikan apa yang diinginkan dan
dimaksudkan.
Sama halnya ketika berdiskusi, berdialog ataupun berdebat. Ia tidak
memposisikan dirinya yang paling benar, ia menganggap hal itu merupakan
ajang bertukar fikiran dan mengatakan bahwa orang yang berdebat dengannya
juga pasti memiliki dasar hukum-hukumnya sendiri dari Al-Qur’an dan
Assunnah.18
5. Tujuan dan Sasaran Dakwah Menurut Fadhlan Al Garamatan
Tujuan dakwah adalah mengajak sebanyak-banyaknya orang untuk
memuji Allah serta taat dan tunduk hanya kepadaNya. Kita malu sama pohon
yang selalu bertasbih kepada Allah, malu sama langit yang selalu bertasbih
kepada Allah, juga malu sama hewan dan binatang yang juga selalu bertasbih
kepada Allah SWT, tetapi kenapa kita sebagai manusia sebagai makhluk yang
paling sempurnaNya tidak bertasbih. Manusia seharusnya malu ketika
membaca Surat Assyamsi yang menegaskan bahwa semua makhluk di muka
bumi itu selalu tunduk dan bertasbih serta berdzikir mengingat Allah, semua
itu karena mereka semua taat kepada Allah.19
Tujuan dakwah adalah mengajak manusia menuju jalan kesucian,
mengantarkan manusia kepada kesucian, maka beruntunglah orang-orang
18
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 18. 19
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 15.
65
yang bisa mengantarkan jalan itu, itulah tugas dakwah untuk mensucikan diri
orang lain. Sesungguhnya semuanya itu sudah ada fitrah atau kesuciannya.
Orang Islam sudah ada fitrahnya, kemudian yang bukan orang Islam pun juga
sudah ada fitrahnya sejak dalam kandungan, tetapi orang tua merekalah yang
membuat mereka menjadi bangsa Majusi, Hindu, Budha, kafir, dan tugas
dakwah adalah mengembalikan mereka kepada ketaqwaan dan jalan kesucian
atau kepada fitrahnya mereka.20
Begitu juga dengan sasaran dakwahnya, Fadhlan Al Garamatan
berdakwah secara merata kepada seluruh kalangan masyarakat di Indonesia.
Berdakwah kepada berbagai macam pemahaman dan ideologi yang berbeda-
beda. Serta sasarannya juga kepada masyarakat pedalaman, khususnya
masyarakat di pedalaman Papua agar mereka semua dapat hidup menjadi
pribadi yang lebih baik dan berpendidikan. Membawa mereka kembali kepada
fitrah dan kesuciannya, yaitu kembali kepada agama Allah SWT.21
B. Kiprah Dakwah Fadhlan Al Garamatan
Kiprah adalah tindakan, aktivitas, kemampuan kerja, reaksi cara
pandang seseorang terhadap ideologi atau institusinya. Kiprah dapat diartikan
20
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 15. 21
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 16.
66
sebagai kegiatan yang dilakukan dengan semangat yang tinggi, bergerak dan
berusaha giat dalam bidang tertentu.22
Menurut Djumhur, kiprah dapat diartikan sebagai suatu pola tingkah
laku tertentu yang merupakan ciri khas dari suatu pekerjaan atau jabatan
tertentu.23
Fadhlan Al Garamatan mulai aktif berdakwah sejak tahun 1980an,
baik itu sebelum kuliah, ketika kuliah dan selesai kuliah sampai sekarang.
Sebelum kuliah ikut berdakwah bersama orang tuanya di sekitar wilayah
Papua. Ia terinspirasi dengan melihat ketulusan orang tuanya yang berdakwah
tidak pernah mengharapkan imbalan, mengharapkan gaji, tapi hanya ikhlas
semata-mata karena Allah. Walaupun dengan situasi seperti itu, ia justru
melihat orang tuanya sangat menikmati dakwahnya, kemudian ia berfikir pasti
ia juga bisa berdakwah seperti orang tuanya.24
Dalam melaksanakan berbagai macam kegiatan dan kiprah Fadhlan Al
Garamatan dalam berdakwah, maka peneliti menganalisis dengan
mengelompokannya dalam empat bagian kegiatan dakwah yang dilakukan
oleh Fadhlan Al Garamatan.25
22
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar
Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005) hal 571. 23
Djumhur. Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan (Bandung: PT. Pedoman Ilmu, 1975),
hal 12. 24
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 27. 25
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 21.
67
1. Kiprah Dakwah di Papua
Dakwah yang paling banyak dilakukan oleh para da’i adalah dakwah
Bil Lisan. Para da’i menggunakan lisannya sebagai modal utama dalam
berdakwah. Tanpa terkecuali seorang Fadhlan Al Garamatan, selain
berdakwah Bil Lisan, ia juga menerapkan konsep Bil Hal-nya ketika
berdakwah. Ia berdakwah semata-mata hanya karena Allah dan tidak
mengharapkan apa-apa kecuali ridhaNya. Mulai dari daerah pedalaman
Wamena, Asmat, Madire, Biyak, Sorong Selatan, Fak-fak, sampai daerah Raja
Ampat ia dakwahi. Walaupun ia pernah dipenjarakan selama tiga bulan, enam
bulan, bahkan sampai sembilan bulan di Jayapura, ia justru merasa senang,
karena ia berdakwah mengajak orang masuk Islam. 26
Pertama, ia mengislamkan pendeta, tetapi karena di sana (Jayapura) itu
mayoritas hukumnya dikuasai oleh orang-orang non muslim, dan pada saat itu
ia bersama jamaahnya belum menguasai birokrasi di sana. Walaupun tidak
ada pasal atau undang-undang yang berlaku, hal itu dimanfaatkan oleh mereka
untuk membuat seolah-olah ia bersalah karena melakukan dakwah.27
Namun ia tidak menganggap hal tersebut sebagai kebencian kepada
mereka. Ia merasa bahwa perjuangan seorang da’i memang harus begitu.
Waktu di penjara ia justru merasa terima kasih kepada orang yang
26
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 21. 27 Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 21.
68
memasukkannya ke penjara, karena dengan di penjara ia menjadi semakin
dekat dengan Allah dan melupakan segala urusan dunia yang lainnya. Ia
semakin banyak berdzikir mengingat Allah, hafalannya semakin meningkat,
serta khataman Alqur’annya semakin sempurna di penjara. Kegiatan seperti
itulah yang menemaninya sewaktu di dalam penjara. Kemudian yang
menangkap dan memasukannya ke penjara justru masuk Islam setelah melihat
kegiatan Fadhlan Al Garamatan selama di dalam penjara.28
Kedua ia pernah ditombak di beberapa bagian tubuhnya, pernah
dipanah juga dengan panah beracun, namun orang yang menombak dan
memanahnya masuk Islam karena metode yang diajarkannya serta
penyampainnya yang arif dan santun. Ternyata yang menombak dan
memanah adalah seorang kepala suku, kemudian kepala suku juga mengajak
15 ribu kepala keluarga untuk masuk Islam.29
Ia melakukan dakwah ke pedalaman mulai dari 12 hari, dua minggu
bahkan sampai berbulan-bulan. Ia merasa bahwa itu adalah pekerjaan yang
bergengsi. Karena ia menilai dengan perjuangan dakwah mengajak orang lain
masuk Islam yang akan mengantarkannya menuju syurga Allah SWT dengan
rahmatNya.
28 Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 22. 29
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 22.
69
Saya pernah berdakwah sendirian untuk menuju suatu perkampungan
dengan waktu tempuh tercatat 3 bulan berjalan kaki. Namun hal itu tidak
pernah menyurutkan niat saya untuk terus berdakwah, jika ada arah melintang
saya selalu kembalikan kepada Allah SWT, dan saya selalu ingat bagaimana
Rasulullah SAW berdakwah dengan jarak ribuan kilometer serta padang
tandus yang tantangannya jauh labih berat darinya. 30
Pernah juga ada seorang da’i dari Surabaya yang ingin ikut berdakwah
dengan saya di tanah Papua. Awalnya da’i itu tidak menyangka akan
mendapat perjalanan yang sangat berat di Papua. Kami harus menempuh
perjalanan selama 12 hari berjalan kaki untuk menembus daerah yang akan
dikunjungi. Pada hari kesepuluh, da’i dari Surabaya sudah merasakan
kelelahan bahkan ia sampai marah kepada saya, lalu saya mengatakan “jika
Anda ingin kembali silahkan kembali sendiri, saya akan tetap meneruskan
perjalanan ini dan Anda bukanlah umat Rasulullah SAW, karena hanya bisa
mengeluh, tidak ingat beratnya perjuangan Rasulullah SAW waktu pertama
kali berdakwah?”. Setelah itu saya tetap melanjutkan perjalanan dan da’i
tersebut dengan wajah menyesal kembali mengikuti saya. Setelah tiga bulan
menetap di daerah tersebut dan tidak ada seorangpun yang masuk Islam, saya
mengatakan kepada da’i dari Surabaya bahwa ini karena da’i tersebut
mempunyai niat yang sudah salah sewaktu memulai perjalanan. Kemudian
30
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 23.
70
da’i tersebut merasa sangat bersalah, dan ia berniat untuk memperbaikinya.
Maka saya mengusulkan da’i untuk menikahi salah satu wanita yang ada di
daerah tersebut. Kemudian da’i meminta waktu untuk melakukan sholat
istikharah terlebih dahulu. Setelah tujuh hari beristikaharah, ia pun memberi
jawaban bahwa ia mendapat petunjuk melalui cahaya putih yang ada di
mimpinya, saya menyimpulkan bahwa artinya itu ia memang harus menikahi
salah satu wanita dari daerah tersebut.31
Lalu ketika saya bersama 20 orang jamaah berniat ingin mengunjungi
daerah yang masyarakatnya masih asing dengan orang luar. saya mengatakan
bahwa jika ingin ke sana, maka kemungkinan akan langsung berhadapan
dengan panah-panah beracun, maka saya menanyakan kepada jamaah “apakah
siap untuk mati syahid?” Dalam menghadapi hal-hal semacam itu, ternyata
hanya ada enam orang jamaah saja yang bersedia mendampingi saya ke
daerah pedalaman Papua. Setelah mendekati daerah yang akan dikunjungi,
kami melihat masyarakat disana sudah siap menghadang kami dengan senjata-
senjata tradisionalnya. Maka di tengah perjalanan saya menanyakan kembali
kesedian dari enam orang jamaah tersebut, apakah mereka benar-benar siap
untuk mati syahid? kemudian mereka semua pun menjawab siap. Sebelum
saya melangkah, saya memberikan satu pesan yaitu jika saya terkena panah
dan sudah tidak dapat berdiri, maka keenam orang jamaah tersebut harus
31
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 23.
71
berlari menyelamatkan diri. Setelah ada kesepakatan, kami pun melangkah
dengan langkah yang pasti. Dan masyarakat pedalaman tersebut pun
menyambut kami dengan panah-panah beracun yang dilepaskan. Sampai pada
akhirnya saya terkena panah di beberapa anggota badan, saya langsung jatuh
tersungkur. Namun saya tetap berusaha untuk berdiri dan terus melangkah
walaupun darah terus mengalir dari tubuh saya. Kemudian keenam orang
jamaah melihat saya telah tersungkur dan mengingat pesan saya tadi, maka
mereka semua pun melarikan diri. Melihat keadaan saya yang masih berusaha
untuk berdiri, ketua adat daerah tersebut pun meminta agar masyarakatnya
menghentikan panah-panah beracunnya. Kemudian ketua adat menghampiri
saya dan membantu saya untuk berdiri. Dan ketua adat mengatakan bahwa dia
akan ikut mengantarkan saya sampai ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan
ketua adat tersebut mengobati luka saya dengan bahan-bahan yang ada dari
sekitar hutan. Setelah melihat perjuangan saya yang begitu sedemikian besar
untuk dakwah menurutnya, maka ketua adat tersebut pun akhirnya
mengikrarkan diri masuk Islam kemudian membaca dua kalimat syahadat.32
Lalu ia beserta para donatur dan jamaahnya juga membangun yayasan
yaitu Al Fatih Kaffah Nusantara (AFKN) Bekasi, terdapat anak-anak masa
depan Islam Indonesia berjumlah sekitar 300 orang. Yayasan ini bertujuan
untuk membina masyarakat muslim maupun muallaf asal Papua, baik
32
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 24.
72
pengetahuan agama maupun pengetahuan lain atau umum. Serta bertujuan
mempersiapkan generasi Islam asal Papua yang berakidah dan bertauhid, yang
kokoh dan membekali diri dari berbagai disiplin ilmu untuk membangun
umat, terutama yang terdapat di pedalaman.33
Pernah saya mendekati seorang pendeta setiap pagi selama tiga bulan,
selama itu pula ketika saya mendatangi rumahnya, anak dan istrinya selalu
mengatakan bahwa suami dan ayahnya yang pendeta itu tidak ada dirumah,
tetapi saya setiap hari selalu mendatanginya walaupun jawaban dari mereka
sama bahwa sang pendeta itu tidak ada dirumah. Hingga akhirnya pada bulan
ketiga, alhamdulillah Allah pertemukan saya dengan beliau tetapi tidak
dirumah melainkan dirumah sakit. Ketika dirumah sakit saya bilang kepada
beliau bahwa bapak ini sebenarnya tidak sakit, tetapi karena bapak setiap hari
membohongi saya tidak ada dirumah maka Allah memberikan bapak sakit
supaya saya bisa dipertemukan dengan bapak dirumah sakit, Allah menegur
bapak untuk tidak menjadi seorang pembohong.34
Konsep Bil Halnya itu menekankan kebersihan, kebaikan terhadap
sesama manusia, serta peduli kepada sesama manusia walaupun mereka bukan
orang Islam. Ia juga pernah membangunkan MCK dikampung-kampung
kristen, namun banyak umat-umat Islam yang protes karena bilang bahwa
33
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 26. 34 Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 30.
73
mereka sudah dapat uang dari Negara, kemudian ia mengatakan “memang
mereka mendapat uang dari Negara tetapi uang dari kita kan belum”.
Akhirnya umat Islam yang lain bisa menerima penjelasan darinya dengan
penjelasan bahwa orang-orang kristen bisa menjadi buang air dikamar mandi
daripada buang air dihutan-hutan yang dibilasnya dengan kayu-kayu. Dan
dengan begitu sebagai umat Islam, sudah mendidik orang lain untuk menjadi
bersih.35
2. Kiprah Dakwah Melalui Usaha
Fadhlan Al Garamatan juga berdakwah melalui media usaha, karena ia
merupakan sarjana ekonomi, maka ia juga mahir di bidang usaha. Pertama
mempunyai usaha salon kecantikan Islami khusus untuk warga perempuan
Papua. Melalui salon kecantikan Islami ini, ia bertujuan ingin merubah
penampilan perempuan-perempuan Papua agar terlihat lebih cantik dan syar’i.
Dengan tujuan yang seperti itu akhirnya menjadi daya tarik bagi perempuan-
perempuan non muslim Papua, dan mereka semakin tertarik dengan Islam.
Mereka juga beranggapan bahwa Islam dapat menjadikan dirinya hidup lebih
cantik dan bersih. Dengan dakwah menggunakan usaha salon Islami tersebut
ia dapat mengislamkan 662 orang perempuan-perempuan Papua.36
35
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 32. 36
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 25.
74
Selain bisnis salon kecantikan, ia juga membuka klinik herbal di
daerah Pondok Hijau, Bekasi, Jawa Barat. Melalui klinik herbal ini, ia
memiliki tujuan berdakwah agar masyarakat Indonesia khususnya orang-
orang Islam dapat hidup sehat dengan minum obat ramuan alami di klinik ini.
Kemudian ia juga mempunyai usaha pizza herbal di daerah Cibubur dan
Senayan, pizza herbal tersebut berbahan dasar alami untuk kesehatan, yang
bahannya langsung dikirim dari Papua. Tujuan dari usaha pizza herbalnya
adalah semua orang-orang yang datang bisa makan kenyang tetapi sehat juga.
Kesemua hasil usaha itu ia pergunakan di jalan dakwah yakni untuk
mendanai segala kebutuhan dan pembangunan yayasan Al Fatih Kaffah
Nusantara (AFKN), serta untuk membiayai pendidikan sekitar 6.600 anak
Dari jumlah tersebut, 80% berasal dari Papua dan sisanya 20% berasal dari
seluruh wilayah di Indonesia. Ditambah dengan bantuan dari para donatur
serta dermawan-dermawan yang selama ini setia membantunya di jalan
dakwah. 37
3. Kiprah dakwah Melalui Media Tulisan, Sosial dan Elektronik
Ia sudah menulis beberapa buku, buku yang pertama berjudul “Berada
di Persimpangan Jalan” yang berisikan tentang bagaimana kebanyakan
orang-orang yang mengaku Islam, tetapi tidak memakai aturan dalam Islam
37
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 28.
75
sehingga mereka bingung dalam menentukan arah jalan hidupnya. Lalu kedua
buku yang berjudul “Kubuat Kuburanku Sendiri” yang berisikan tentang hal-
hal mengenai kematian. Ketiga buku yang berjudul “Sudahkah Saya
Bertaqwa?” yang berisikan tentang bagaimana menyadari apakah diri ini
sudah taat atau tidak kepada Allah. Keempat buku yang berjudul “Malam
Pertama Tidak Selamanya di Malam Pengantin” yang berisikan bahwa tidak
seharusnya keindahan sepasang suami istri itu hanya terletak pada saat malam
pertamanya saja, tetapi di malam-malam dan di hari-hari selamanya harus
dibumbui dengan kasih sayang.38
Melalui dakwah karya tulisnya, ia berharap pembacanya dapat
mengambil inspirasi serta mengambil pelajaran yang dapat dijadikan
pegangan dalam kehidupan yang lebih baik. Ia mengarang karya tulisnya
bukan hanya untuk mendakwahi para pembacanya, tetapi sebagai dakwah
juga untuk dirinya sendiri.
Ia juga berdakwah melalui media sosial seperti twitter, facebook dan
whatsapp. Melalui media sosial ia berdakwah dengan mad’u yang berada di
tempat-tempat yang berbeda. Ia mengatakan “Tekhnologi semakin hari
semakin canggih, maka sayang jika media sosial ini tidak dimanfaatkan untuk
38
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 19.
76
hal-hal yang baik, seperti berdakwah dan menyebarkan pelajaran-pelajaran
tentang Islam di dalamnya”.39
Selain berdakwah melalui media sosial, Fadhlan Al Garamatan juga
berdakwah melalui media elektronik. Ia pernah menjadi narasumber acara-
acara Islami di televisi, seperti di TVRI, TV ONE, MNC TV dan stasiun-
stasiun televisi lainnya. Tidak hanya di televisi, Fadhlan Al Garamatan juga
berdakwah di radio, seperti di radio DAKTA, radio-radio komunitas, radio
AL BA’DA, radio-radio Islami di Semarang. Kemudian ketika ia berdakwah
kepada kalangan-kalangan intelektual, ia juga sering memanfaatkan media
elektronik berupa Microsoft Office PowerPoint sebagai alat berdakwahnya.40
Dengan berdakwah melalui media sosial dan elektronik tersebut ia
bertujuan untuk memberikan pengalaman-pengalaman inspiratifnya
berdakwah kepada para penonton dan pendengar agar bisa menjadi referensi
dalam menegakkan agama Islam.
4. Kiprah Dakwah Melalui Pemberdayaan Masyarakat Pedalaman
Ketika orang-orang pedalaman Papua sudah masuk Islam dengan
dakwahnya, Fadhlan Al Garamatan tidak membiarkan mereka begitu saja,
tetapi ia juga membimbingnya, melalui pemberdayaan ekonomi. “Potensi
kampung pedalaman itu bisa diolah menjadi uang, potensi kampung
39
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 29. 40
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 29.
77
pedalaman itu bisa dibuat menjadi nilai,” tuturnya. Dengan mencontohkan
cara mengolah daging rusa dibuat menjadi dendeng rusa, sagu bisa dibuat
menjadi kue, tepung dan kerupuk sagu. Sehingga mereka yang masuk Islam
menganggap bahwa di dalam Islam mereka diajarkan bagaimana mengolah
hasil buminya dengan baik dan teratur, serta mempunyai penghasilan setiap
bulannya.41
Begitu mereka ke kota sudah mempunyai kartu ATM yang dibuatkan
oleh Fadhlan Al Garamatan. Fadhlan Al Garamatan juga sudah bekerja sama
dengan pihak bank, untuk mengatur keuangan mereka. Dengan hanya bisa
mencairkan uang tersebut paling tinggi sampai 750 ribu saja dan langsung
otomatis ATMnya terkunci. Tapi jika ada keperluan yang membutuhkan dana
yang besar misalnya sakit, maka mereka dapat berbicara langsung dengan
pihak banknya.42
Dengan cara seperti itulah Fadhlan mengaturnya, dan setelah dua
sampai tiga tahun kemudian pihak bank akan memanggil mereka dan
melaporkannya bahwa mereka sudah memilik uang ratusan juta rupiah hasil
tabungan yang mereka tidak sadari selama ini. Maka mereka bisa membangun
rumah dengan pihak bank juga yang menyiapkan pembangunannya. Dan hal
41
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 33. 42
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015. Lampiran hal 33.
78
itu membuat para tetangga mereka yang belum memeluk Islam akhirnya
mulai tertarik dengan Islam dan ingin mempelajarinya.
Lalu di setiap kampung sudah dibuatkan aliran listrik oleh Fadhlan
bersama para donaturnya, serta membuatkan mesin air jet pump yang
ditampung dengan water torn di tengah-tengah kampung pedalaman yang
mengalir ke rumah-rumah penduduk. Namun, Fadhlan beserta para jamaahnya
tidak hanya membangun fasilitas di kampung-kampung Islamnya saja, tetapi
di kampung-kampung yang non Islam juga ia bangun fasilitas-fasilitas seperti
itu, agar terciptanya persaudaraan yang indah antar sesama manusia.43
Dalam berdakwah pasti terdapat faktor pendukung serta penghambat.
Secara keseluruhan, faktor pendukung Fadhlan Al Garamatan dalam
berdakwah adalah keluarga yang paling utama dalam mendukung perjalanan
dakwahnya selama ini. Kedua adalah jamaah, karena dalam dakwah tidak bisa
sendiri maka harus ada jamaah agar tersampaikan pesan dakwahnya. Ketiga
para da’i atau ulama-ulama lainnya yang juga menyebarkan dakwah. Keempat
orang yang memberi dukungan dalam dakwah, baik masyarakat Indonesia
yang selama ini sudah mendukung dan mempercayakannya untuk berdakwah,
serta para dermawan serta donatur yang setia memberikan dukungan materil
43
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 33.
79
kepadanya dalam terlaksananya dakwah, terutama untuk berdakwah ke
pedalaman-pedalaman Papua.44
Adapun faktor penghambat Fadhlan Al Garamatan dalam berdakwah
menurutnya adalah, jika berbicara soal dakwah maka menjadikan faktor-
faktor hambatan itu menjadi masalah, maka akhirnya jadi tidak bisa
berdakwah. Justru jadikanlah faktor-faktor yang menghambat diolah menjadi
kekuatan dan meningkatkan semangat untuk berdakwah. Ketika banyak
orang-orang nonmuslim menganggap da’i itu virus, maka mereka harus
didekati dan jangan membuat permusuhan terhadap mereka, karena mereka
itulah lahan dakwah kita.45
Jangan memberikan pesan dakwah dengan kekerasan dan paksaan,
karena tidak ada unsur dakwah dalam kekerasan dan paksaan, dakwah harus
lemah lembut dalam menyampaikannya. Sesuai dengan ketiga metode dakwah
yaitu bil lisan, bil hal dan bil kitabah yang tidak harus disampaikan dengan
cara menyalahkan orang. Hidayah itu ada di dalam hati, tetapi jika
menyampaikannya dengan kekerasan maka tidak akan sampai ke hati orang
lain. Melalui cara kelembutan dan kesantunanlah yang akan menggerakan hati
menuju jalan yang lebih baik. 46
44
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 29. 45
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 30. 46
Fadhlan Al Garamatan, Hasil Wawancara Pribadi, di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
Fadhlan Al Garamatan, Bekasi, 29 Maret 2015, Lampiran hal 30.
80
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya, maka terdapat beberapa kesimpulan atas rumusan masalah yang
diangkat dalam penelitian skripsi ini. Adapun kesimpulan dari hasil penelitian
ini adalah mengenai pemikiran Fadhlan Al Garamatan mengenai dakwah,
yaitu:
1. Konsep Pemikiran Dakwah
a) Dakwah adalah upaya mengajak manusia untuk kembali kepada jalan
yang lurus yaitu jalan menuju Allah SWT dengan cara mengajak dan
memberi tahu orang untuk masuk ke dalam agama Allah. Dengan
penyampaian yang baik bukan dengan cara yang memaksa, karena
dalam Islam tidak ada paksaan. Dan dalam Islam sendiri jelas terdapat
aturan yang tidak memaksa, tinggal bagaimana cara menyampaikan
metodenya itu dengan arif, bijaksana, dan penuh dengan hikmah.
b) Menjadi seorang da’i itu konsekuensinya harus dihukum oleh manusia
yang tidak mengerti. Seperti dilempari batu atau kotoran, dicaci maki,
difitnah, diusir, dipanah, ditombak, dipenjara, bahkan sampai dibunuh
sekalipun adalah konsekuensi menjadi seorang da’i.
81
c) Berdakwah merupakan suatu cara untuk menggerakan hati seseorang
serta membangun kesadaran untuk selalu mengingat Allah, untuk
selalu taat kepada Allah. Dan juga memberikan penjelasan kepada
orang lain untuk selalu mengerjakan apa yang Allah sudah
perintahkan, serta menjauhi apa yang sudah Allah larangkan.
d) Seorang pendakwah harus mempunyai niat yang baik dan tulus ketika
berdakwah. Dalam penyampaiannya, dakwah harus dengan cara yang
sopan dan penuh kesantunan, karena inti sasaran dakwah harus
mengenai hati, dan cara untuk sampai ke hati seseorang itu melalui
cara-cara yang lembut, yakni melalui perkataan yang lembut dan
memberikan contoh yang santun agar dakwah itu sampai kepada orang
lain.
e) Berdakwah hukumnya adalah wajib bagi semua orang, bahkan bukan
hanya orang-orang Islam saja, karena dalam pengaturan Islam ini
berlaku untuk semua orang. Agar memberitahu kepada seluruh
penduduk alam jagat raya ini bahwa kita punya Allah, kita harus
beribadah kepada Allah. Itulah tugas sebagai seorang da’i untuk
menyampaikan, dan hal ini bersifat universal.
82
2. Kiprah Dakwah
Adapun kiprah dakwah seorang Fadhlan Al Garamatan terbagi
menjadi beberapa kegiatan dakwah, yaitu:
a) Fadhlan Al Garamatan berdakwah di Papua Mulai dari daerah
pedalaman Wamena, Asmat, Madire, Biyak, Sorong Selatan, Fak-fak,
sampai daerah Raja Ampat ia dakwahi. Walaupun ia pernah
dipenjarakan selama tiga bulan, enam bulan, bahkan sampai sembilan
bulan di Jayapura. Ia justru merasa senang, karena ia berdakwah
mengajak orang masuk Islam.
b) Fadhlan Al Garamatan berdakwah melalui media usaha, karena ia
merupakan sarjana ekonomi, maka ia juga mahir di bidang usaha.
Pertama mempunyai usaha salon kecantikan Islami khusus untuk
warga perempuan Papua. Selain bisnis salon kecantikan, ia juga
membuka klinik herbal di daerah Pondok Hijau. Kemudian Ia
mempunyai usaha pizza herbal di daerah Cibubur dan Senayan.
Kesemua hasil usaha itu ia pergunakan dijalan dakwah yakni untuk
mendanai segala kebutuhan dan pembangunan yayasan Al Fatih
Kaffah Nusantara (AFKN), serta untuk membiayai pendidikan sekitar
6600 anak asuhnya yang tersebar diseluruh wilayah di Indonesia.
c) Berdakwah melalui media tulisan ia sudah mengarang beberapa karya
tulis yang berjudul: “Berada di Persimpangan Jalan”, “Kubuat
Kuburanku Sendiri”, “Sudahkah Saya Bertaqwa?”, dan “Malam
83
Pertama Tidak Selamanya di Malam Pengantin”. Kemudian melalui
media sosial seperti: Twitter, Facebook, WhatsApp, dan Internet. Serta
serta bedakwah melalui media elektronik, yaitu di stasiun-staisun
televisi seperti: TVRI, TV ONE, MNC TV dan stasiun-stasiun televisi
lainnya. Dan di stasiun-stasiun radio seperti: radio DAKTA, radio-
radio komunitas, radio AL BA’DA, radio-radio Islami di Semarang.
d) Kegiatan dakwah melalui pemberdayaan masyarakat pedalaman Papua
yaitu dengan cara mengolah potensi kampung pedalaman menjadi
uang dan bernilai. Mencontohkan cara mengolah daging rusa dibuat
menjadi dendeng rusa, sagu bisa dibuat menjadi kue, tepung dan
kerupuk sagu. Sehingga mereka yang masuk Islam menganggap
bahwa di dalam Islam mereka diajarkan bagaimana mengolah hasil
buminya dengan baik dan teratur, serta mempunyai penghasilan setiap
bulannya. Kemudian membuatkan jet pump yang ditampung dengan
water torn ditengah-tengah kampung pedalaman yang mengalir ke
rumah-rumah penduduk. Namun, Fadhlan beserta para jamaahnya
tidak hanya membangun fasilitas di kampung-kampung Islamnya saja,
tetapi di kampung-kampung yang non Islam juga ia bangun fasilitas-
fasilitas seperti itu. Agar terciptanya persaudaraan yang indah antar
sesama manusia. Lalu ia beserta para donatur dan jamaahnya juga
membangun yayasan yaitu Al Fatih Kaffah Nusantara (AFKN)
Bekasi, terdapat anak-anak masa depan Islam Indonesia berjumlah
84
sekitar 300 orang disana. Dari jumlah tersebut, 80% berasal dari Papua
dan sisanya 20% berasal dari seluruh wilayah di Indonesia.
Adapun faktor pendukungnya dalam berdakwah adalah keluarga,
jamaah, da’i, masyarakat Indonesia serta para donatur dan para dermawannya.
Sedangkan faktor yang menghambat dakwah Fadhlan Al Garamatan secara
keseluruhan tidak ada faktor penghambatnya, karena menurutnya segala
bentuk hambatan di dalam berdakwah jangan dijadikan suatu rintangan dan
halangan untuk berdakwah, karena bila dianggap sebagai hambatan maka
tidak bisa menikmati dakwahnya dengan tenang dan senang.
B. Saran
Setelah melakukan penelitian, pembahasan serta analisis pada kiprah
dakwah Fadhlan Al Garamatan, maka penulis memberikan saran kepada
seluruh masyarakat muslim Indonesia, khususnya bagi Fadhlan Al Fadhlan
Garamatan, semoga saran ini dapat menjadi masukan dalam kegiatan
berdakwah, yaitu:
1. Manusia adalah khalifah di muka bumi, yang ditugaskan oleh Allah
SWT untuk mengatur alam raya ini serta mengajak orang lain untuk
bersujud kepadaNya. Maka sebaik-baiknya manusia adalah yang
bermanfaat untuk orang lain dalam kebaikan.
85
2. Berdakwah dengan hati yang ikhlas tanpa pamrih, dengan mencontoh
dakwahnya Rasulullah SAW yang berdakwah hanya mengharap ridho
dari Allah SWT.
3. Pertahankan berdakwah di pedalaman Papua yang latar belakangnya
memang jauh dari dunia pendidikan apalagi dunia Islam. Dan semoga
Fadhlan Al Garamatan bisa meningkatkan dakwahnya di daerah lain
juga, yang sama halnya dengan penduduk pedalaman Papua masih
jauh dari dunia pendidikan.
4. Penyampaian serta metode dakwah Fadhlan Al Garamatan sudah
sangat efektif dengan menggunakan bahasa dan contoh yang baik
kepada penduduk Papua. Hanya saja ketika berdakwah jarang sekali
menyisipkan nilai humornya, maka terkesan dakwahnya sedikit kaku
dan terlalu serius. Alangkah baiknya jika Fadhlan Al Garamatan juga
memasukkan nilai humor sedikit dalam dakwahnya agar semakin
menarik pendengar.
86
DAFTAR PUSTAKA
Abda, Slamet Muhaimin. Prinsip-Prinsip Metodologi Dakwah, Surabaya: Al-Ikhlas,
1994.
------------------------------. Prinsip-prinsip Metodologi Dakwah, Surabaya: Al-Ikhlas,
1994.
------------------------------. Prinsip-prinsip Metodologi Dakwah, Surabaya: Al-Ikhlas,
1994.
Al-Ghamidi, Ahmad. Mengikat Tali Ukhuwah Islamiyah, Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 1993.
Amin, M. Masyhur. Dinamika Islam Sejarah Transformasi dan Kebangkitan,
Yogyakarta: LPKSM, 1995.
Amin, Samsul Munir. Ilmu Dakwah, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009.
--------------------------. Ilmu Dakwah, Jakarta: Wijaya, 1998, Cet-3.
--------------------------. Ilmu Dakwah, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009.
--------------------------. Ilmu Dakwah, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009.
--------------------------. Ilmu Dakwah, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009.
--------------------------. Ilmu Dakwah, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009.
--------------------------. Ilmu Dakwah, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009.
--------------------------. Ilmu Dakwah, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009.
--------------------------. Ilmu Dakwah, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009.
Bachtiar, Wardi. Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, Jakarta: Logos, 1997.
Dahlan, Abdul Aziz. Ensiklopedia Tematis Dunia Islam. Jakarta: PT Ichtiar Baru,
2002.
Fathurohman, Ahmad. “Perjuangan Dakwah Ustadz Fadhlan Al Garamatan.”
Artikel diakses 9 Februari 2015 dari http://www.hidayatullah.com
87
82
Fauzi, Imam. “Sejarah antara NU Waar Papua dan Irian.” Artikel diakses 9 Februari
2015 dari http://halqah-centre.blogspot.in/2009/08/sejarah-antara-nu-waar-
papua-dan-irian.html
Fauzi, Imam. “Sejarah Antara NU Waar Papua dn Irian.” Artikel diakses 9 Februari
2015 dari http://halqah-centre.blogspot.in/2009/08/sejarah-antara-nu-waar-
papua-dan-irian.html
Hasanuddin. Hukum Dakwah. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996.
Hasjmy, A. Dustur Dakwah Menurut Al-Qur’an. Jakarta: Bulan Bintang, 1984.
Irawan, Soehartono. Metodologi Penelitian Sosial, Suatu Teknik Penilaian Bidang
Kesejahteraan Sosial dan Ilmu-ilmu Sosial Lainnya, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2004.
Lexy J, Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
2006.
----------------------. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya 2006.
Masyi’ari, Anwar. Butir-butir Problematika Dakwah Islamiyah, Surabaya: PT. Bina
Ilmu, 1993.
Mubarok, Dzaki. “Masalah Mu’amalah”. Artikel diakses 20 Januari 2015 dari
https://www.ataghaitsa.wordpress.com/tag/masalah-mu’amalah.html
---------------------. “Masalah Syariah.” Artikel diakses 20 januari 2015 dari
https://www.ataghaitsa.wordpress.com/tag/masalah-syariah.html
Munawir, Warson. kamus Al Munawir. Surabaya : Pustaka Progresif, 1994.
Munir, Muhammad. Manajemen Dakwah, Wahyu Ilahi.
------------------------. Manajemen Dakwah, Wahyu Ilahi, Cet-2.
------------------------. Manajemen Dakwah, Wahyu Ilahi.
Muriah, Siti. Metode Dakwah Kontemporer, 2000.
Nasution, S. Sosiologi Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi Aksara.
88
82
Omar, Toha Yahya. Ilmu Dakwah, Jakarta: Wijaya, 1979.
Poepoprojo, Logika Scientifika: Pengantar Dialektika dan Ilmu, Bandung: Pustaka
Grafika, 1999, Cet-1.
Purwodarminto, WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1976.
Rosyadi, Imron. “Sejarah nama Nu Waar”, Artikel diakses 9 Februari 2015 dari
http://www.swaramuslim.net
Sani, Ibnu. “Sejarah Islam di Indonesia”, Artikel diakses 9 Februari 2015 dari
http://www.its.ac.id
Saputra, Wahidin. Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2011.
----------------------. Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2011.
----------------------. Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2011.
-----------------------. Retorika Monologika: Kiat dan Tips Praktis Menjadi Mubalig,
Bogor: Titian Nusa Press, 2010.
Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam
Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 2001. Cet-22.
Surya, Djumhur Mohammad. Bimbingan dan Penyuluhan, Bandung: PT. Pedoman
Ilmu, 1975.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, Cet-2.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 2002, Cet-2.
1
WAWANCARA PRIBADI
NARASUMBER : FADHLAN AL GARAMATAN
LOKASI : YAYASAN AL FATIH KAFFAH NUSANTARA BEKASI
HARI, TANGGAL : MINGGU, 29 MARET 2015
WAKTU : 16.00-18.00
1. Ceritakan perjalanan kehidupan Ustadz mulai dari kelahiran?
Lahir dari keluarga muslim saya generasi ketujuh dari Ibnu Suar Garamatan turun ke
puar turun abu bakar turun lagi ke suar turun lagi abu bakar turun lagi Mahmud baru
turun ke saya, saya anak ketiga dari delapan bersaudara keluarga besar. Dikampung
itu kebetulan ayah saya adalah seorang guru, sebagai guru agama serta guru mengaji
dikampung, dirumah saya itu laki-laki yang mendominasi sampai 80% atau delapan
orang perempuan hanya 20% atau hanya dua orang, jadi perjuangan seorang ibu
sungguh berat dirumah, dan fisik mereka itu kecil-kecil, jadi kami dirumah diberi
tugas oleh orang tua terutama oleh ibu kami untuk membantu tugas-tugas beliau
dirumah sekaligus mendorong dan membantu tugas-tugas orang tua dalam pengajian.
Biasa kalau dikampung itu setiap jam empat sore sudah kumpul bahkan sampai
ratusan orang untuk mengaji, mulai dari membaca Iqra’ bagi anak-anak yang baru
2
belajar mengenal huruf hijaiyah. Karena satu-satunya pada saat itu guru dikampung
yang tidak memungut biaya apapun untuk mengaji. Ada juga guru mengaji yang lain,
tapi biasanya setelah mengaji itu mereka diwajibkan memberikan hasil pertanian atau
upeti kepada sang guru, hal itu dianggap sebagai mahar untuk guru mengaji dari
muridnya, bahasa disana itu “penyirah” yang artinya tuan guru yang diberikan mahar
itu. Sedangkan dikampung itu yang tidak memberlakukan hal itu hanya ayah saya
saja. Ayah saya meninggal sejak saya sekolah SMP kelas 2, sedangkan ibu ketika
saya sudah menjadi seorang pendakwah seperti ini, baru sekitar 3 tahun yang lalu
pada tahun 2012, kebetulan ibu meninggal ketika saya dalam perjalanan pulang dari
Turki pada waktu itu. Orang tua saya dimakamkan semuanya dikampung halaman di
Fak-fak.
2. Latar belakang pendidikan Ustadz?
Saya bersekolah SD di SDN Patipi, kemudian melanjutkan di SMPN Kokas yang
jaraknya dengan mendayun 2 hari 2 malam untuk sampai di sana, kemudian
melanjutkan ke SMAN Fak-fak, walaupun saya berlatar belakang negeri tapi
pendidikan agama sudah ditanamkan dirumah. Kemudian setelah lulus SMA saya
mencoba melanjutkan sekolah ke Makassar, dengan kondisi anak kampung yang
belum mengerti kondisi di luar. Sekitar tahun 1978 itu kami berfikiran jika memiliki
rambut yang tinggi keribo itu hebat, tapi ternyata pemikiran itu salah informasi,
karena kami mendapatkan informasi itu dari kampung seperti itu. Setelah pergi ke
Makassar dan bertemu orang-orang Bugis di pelabuhan, saya menyapa mereka
dengan sapaan “Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh” tapi tidak ada yang
mau membalas salam saya waktu itu, sebab mereka yang berfikir masa orang Islam
3
rambutnya seperti ini pada saat itu. Kemudian saya juga setiap sholat shubuh di
Masjid selalu diawasi oleh pengurus Masjid. Hingga sampai pada saat kuliah pun
teman-teman kampus saya beranggapan saya bukan orang muslim karena gaya
rambut tadi dan memang pada saat itu kulit saya berwarna hitam pekat dan memang
belum terkena sabun, jadi memang benar-benar orang asli Papua yang datang.
Sebelum hijrah ke Makassar pun saya sudah ikut berdakwah dengan orang tua dari
kampung ke kampung di daerah Fak-fak. Kampung kami itu terdapat yang namanya
petuanan yaitu tempat kerajaan Patipi yang membawahi 15 kampung dari lima ribu
Kepala Keluarga dibawah pimpinan raja disana. Ayah saya juga kebetulan sebagai
kepala kampung atau yang biasa disebut sebagai orang berdarah biru disana. Dan kita
membantu orang tua melakukan aktifitas berdakwah, membantu ibu dan semuanya.
Yang membuat saya heran ketika saya pergi ke Makassar itu bertemu dengan orang
Bugis yang ganteng-ganteng dan cantik-cantik serta gagah namun berfikiran bahwa
di Irian itu tidak ada orang Islamnya. Pada waktu itu saya kuliah mengambil jurusan
ekonomi, dan pada saat itu yang membuat saya paling terpukul karena pada saat mata
kuliah agama Islam itu sempat diusir karena berwarna kulit paling hitam legam dan
beda dari mahasiswa yang lainnya yang putih-putih dan gagah. Akhirnya saya
memberanikan diri untuk bertanya sebelum meninggalkan mata kuliah agama Islam
itu dengan pertanyaan “apakah agama Islam itu hanya untuk orang arab dan orang-
orang bugis saja? bukankah agama Islam itu agama yang rahmatan lil alamin?
kemudian siapakah sahabat nabi yang berkulit hitam berambut keriting yang
mempunyai suara merdu? dan pada saat itu juga sebelum saya pergi meninggalkan
ruangan, saya meminta izin kepada dosennya untuk menyuruh seisi ruangan ini atau
4
mahasiswa yang lainnya untuk membaca Alqur’an, karena saya ingin mendengar
bacaan dari teman-teman saya yang gagah dan ganteng-ganteng ini. Dan itu adalah
yang menjadi modal saya, karena dari 47 mahasiswa yang hadir diruangan itu hanya
ada tujuh orang saja yang bisa dan fasih membaca Alqur’annya termasuk saya, itu
yang menjadi modal saya mulai berceramah didalam kelas itu. Saya pun mendapat
kesempatan memberi nasihat kepada semua teman yang ada di kelas, yang tadi ingin
mengusir saya. Selama dua jam saya memberi nasihat, sampai mata kuliah agama
pada hari itu selesai. Dosen saya pun langsung menyatakan saya lulus dengan nilai A
di hari pertama masuk kelas agama. Karena, sang dosen puas dengan nasihat saya
yang menyatakan jangan merasa bangga hanya karena perbedaan warna kulit atau
lainnya, terbukti seorang Fadhlan mampu membaca Alqur’an dengan baik dan benar.
Akhirnya kami menjadi keluarga, menjadi teman, menjadi sahabat dengan orang-
orang yang beranggapan saya bukan orang Islam. Lulus sebagai sarjana ekonomi saya
tidak ingin menjadi seorang ekonom, saya berkeinginan untuk membangun peradaban
orang-orang Papua. Saya tidak setuju kalau orang-orang pedalaman Papua dibiarkan
tidak berpendidikan, telanjang, mandi hanya tiga bulan sekali dengan lemak babi,
serta tidur bersama babi pula. Semua penghinaan itu hanya karena alasan budaya dan
pariwisata. ”Itu sama saja dengan pembunuhan hak asasi manusia”. Kemudian kami
berfikir bahwa kesalahan pemikiran orang-orang bugis tadi tentang kami warga Papua
itu bukan karena kesalahan orang-orang bugis itu sendiri, tetapi karena opini orang
bugis dan orang-orang seluruh Indonesia ini yang sudah keliru beranggapan bahwa di
Papua itu tidak ada orang Islamnya. Padahal dari catatan-catatan sejarah agama-
agama di Papua itu bahwa agama Islam adalah agama yang paling tertua dan paling
5
pertama di Papua. Pada tanggal 17 Juli 1214 Masehi sultan Iskandar Syah (Samudra
Pasai), sekitar abad ketujuh Islam masuk dan subhanallah abad ke-12 sudah bisa
berdakwah. Dan salah satu tempat berdakwahnya adalah Irian yang dahulu namanya
bukan Papua tapi “Nu Waar” yang berarti cahaya. Istilah nama inilah yang sudah
dihilangkan oleh bangsa Portugis yang kemudian diganti dengan nama Papua. Dan
nama itu menurut kami dan orang-orang tua terdahulu nama yang kurang bahkan
tidak baik, karena mempunyai konotasi hitam, keriting, perampok, pemerkosa dan
suka makan orang. Jadi orientasi pertama portugis adalah ingin memisahkan Papua
dengan Maluku, Jawa, Sulawesi serta pulau-pulau lainnya di Indonesia, dan ingin
menjadikan Irian itu sebagai negara sendiri. Dengan opini bahwa pulau Indonesia
yang lainnya itu adalah malaynisia atau melayu sedangkan Papua bukan, padahal
tidak seperti itu kebenarannya. Kemudian saya berfikir bahwa opini ini harus dirubah,
maka dari itu saya memutuskan untuk berdakwah. Karena saya merasa Islam ini akan
terancam khususnya di Papua. Memang sudah banyak juga orang-orang Papua yang
belajar di luar pulau Papua, tapi kebanyakan hanya untuk kepentingan pribadi, dan
hal ini menurut saya tidak bisa kalau saya yang tidak merubah opininya dengan cara
berdakwah. Dengan strategi dakwah yang Allah ridhai, Alhamdulillah bisa
berdakwah sampai saat ini. Sehingga banyak teman-teman yang mengatakan bahwa
saya adalah mahasiswa ekonomi yang sesat karena ujungnya menjadi seorang
pendakwah namun bisa juga ekonomi.
6
3. Bagaimanakah didikan agama dalam keluarga Ustadz dan pelajaran apa yang masih
membekas sampai saat ini?
Ayah saya itu bisa dibilang kurang tegas, tapi malah ibu yang paling tegas. Jadi setiap
hari itu ibu saya setengah jam sebelum shubuh itu bangun, dan saya mengira bahwa
beliau itu sudah melaksanakan qiyamul lail terlebih dahulu. Jadi sekitar jam setengah
empat itu kami sudah dibangunkan, kemudian mandi dan mengaji dahulu sampai
adzan shubuh kemudian kami disuruh ke masjid, kemudian pulang membaca
Alqur’an lagi lalu sarapan dan pergi ke sekolah. Dan hal itu yang sampai saat ini
membuat saya menyadari bahwa perjuangan dan tugas seorang ibu itu sangat berat,
dan kalau ayah saya itu memliki kedisiplinan terutama disiplin waktunya. Yang
paling utama itu waktu sholat dan waktu sekolah yang apabila telat kami mendapat
hukuman dari ayah.
4. Pengalaman organisasi apa saja yang pernah Ustadz ikuti?
Saya pernah menjadi ketua pencinta mushola dan masjid se Indonesia, jadi bagaimana
menggerakkan mahasisiwa untuk mencintai mushala dan masjid. Kemudian pernah
aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dimana sempat membuat tranning di
sekitar Makassar, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Maluku dan sampai ke Irian
juga. Kemudian saya juga pernah menjadi pengurus remaja masjid raya Makassar.
Selain menjadi pengurus masjid saya juga pernah menjadi ketua di forum
pemberantasan kemiskinan yang pada saat itu kami semangat berkumpul untuk
mengumpulkan uang untuk orang-orang miskin. Dan dari semangat-semangat itu saya
pernah juga menjadi sekretaris angkatan muda 45, bagaimana disini kami selain
mencintai Indonesia namun mencintai Islam juga, jangan sampai mencintai Indonesia
7
tapi malah melupakan Islam yang hal itu menjadi salah kaprah. Karena visi misi saat
itu adalah bahwa tidak ada di pembukaan pancasila 45 itu selain kata “ketuhanan
yang maha esa” yang berorientasikan bahwa bangsa Indonesia itu adalah bangsa yang
bertauhid, bangsa yang berakidah yang meyakini bahwa Allah itu esa, Allah itu ahad,
Allah itu tunggal, sehingga orang yang mengatakan Allah itu esa adalah orang yang
berbadil dan beradab, punya tuhan yang esa yang bagaimana menjadi manusia yang
beradab serta mengumpulkan orang-orang dari versi yang berbeda-beda namun bisa
menghantarkan mereka kepada kebaikan, dimana kebaikan itu membuat mereka
menjadi kuat, baik itu dari segi ukhuwah. Adapun ukhuwah pada saat itu kita galang
adalah ukhuwah wathoniah yang mengharuskan kita untuk menjadi orang yang
bermanfaat bagi orang lain dengan harapan nanti dapat tampil menjadi pemimpin
ditengah-tengah masyarakat, kapanpun dia harus menjadi pemimpin yang penuh
dengan hikmah, pemimpin yang betul-betul menjadi wakil dengan benar. Sehingga
nanti bisa menciptakan keadilan, menciptakan suasana kesosialan yang baik. Itulah
visi misi kami pada saat itu. Saat itu saya kuliah sekitar tiga tahun setengah,
kemudian saya pulang ke Irian dan kemudian Alhamdulillah menjadi pendakwah
sampai saat ini.
5. Apa pemikiran Ustadz mengenai dakwah?
Konsep dakwah sudah jelas didalam Alqur’an di surat 16 (An-nahl) ayat 125, metode
dakwah kita harus mengikuti itu dengan mengajak, memberi tahu orang untuk masuk
kedalam agama Allah melalui cara-cara yang baik bukan dengan cara yang memaksa,
karena dalam Islam tidak ada paksaan. Dan dalam Islam sendiri jelas terdapat aturan
yang tidak memaksa, tinggal bagaimana kita menyampaikan metode itu dengan arif,
8
bijaksana, penuh dengan hikmah, yang sama halnya dengan jika kita sedang berdebat,
dengan hal itu kita tidak mengharapkan apa-apa kecuali mengembalikan mereka
semua (orang yang berdebat dengan kita) kepada Allah karena pasti mereka juga
berlandaskan hukum Allah dan sunnah-sunnah Rasulullah SAW. Sehingga begitu kita
mengajak itu tidak ada masalah. Dan dalam dakwah menjadi seorang da’i itu
konsekuensinya harus dihukum oleh manusia yang tidak mengerti, seperti dilempari,
di caci maki, difitnah, diusir, dipanah, ditombak, dipenjara, bahkan sampai dibunuh
pun itu adalah konsekuensi menjadi seorang da’i. Hal itulah yang membuat saya
merasa bahwa berdakwah itu adalah pekerjaan yang paling bergengsi. Da’i harus
mempunyai niat yang baik dan tulus ketika berdakwah. Dalam penyampaiannya,
dakwah harus dengan cara yang sopan dan penuh kesantunan, karena inti sasaran
dakwah harus mengenai hati, dan cara untuk sampai ke hati seseorang itu, harus
melalui cara-cara yang lembut, yakni melalui perkataan yang lembut dan memberikan
contoh yang santun agar dakwah itu sampai kepada orang lain.
6. Apa hukum berdakwah menurut Ustadz?
Wajib untuk semua orang, bahkan bukan hanya orang-orang Islam saja, karena dalam
pengaturan Islam ini berlaku untuk semua orang agar memberitahu kepada seluruh
penduduk alam jagat raya ini bahwa kita punya Allah, kita harus beribadah kepada
Allah. Itulah tugas kita sebagai seorang da’i untuk menyampaikan, dan hal ini bersifat
universal. Dan seluruh masyarakat muslim dunia khususnya kita masyarakat muslim
Indonesia jangan hanya beranggapan bahwa yang bisa berdakwah itu hanya dari
lulusan pesantren, IAIN, UIN, dari sekolah agama lainnya atau institut agama saja,
tapi semua orang boleh dan bisa berdakwah, berdakwah itu tanggung jawab semua
9
orang. Contohlah Nabi, beliau bukan seorang insinyur bukan pula seorang professor
agama.
7. Apa definisi da’i menurut Ustadz?
Seorang pendakwah atau da’i merupakan sosok terpenting dalam dakwah, bahkan
bisa dikatakan merupakan peran paling penting dalam berlangsungnya kegiatan
dakwah. Da’i adalah seseorang yang telah mendapatkan amanah dari Allah SWT
untuk memberikan petunjuk kepada orang lain ke jalan yang lurus. Dapat diibaratlkan
bahwa seorang da’i itu adalah seorang supir yang mengetahui arah jalan, dan seorang
pendengarnya itu adalah penumpang, jadi seorang da’i itu akan menuntun serta
menunjukan tujuan dan arahnya yang benar, yakni untuk sampai kepada jalannya
Allah SWT. Dari kedudukannya yang sangat penting di tengah masyarakat, seseorang
da’i harus mampu menciptakan jalinan komunikasi yang erat antara dirinya dengan
masyarakat. Ia harus mampu bertindak dan bertingkah laku yang semestinya
dilakukan oleh seorang pemimpin. Ia harus mampu berbicara dengan masyarakatnya
dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh pendengarnya. Oleh karena itu, seorang
da’i juga harus mengetahui dengan pasti tentang latar belakang dan kondisi
masyarakat yang dihadapinya. Yang pertama adalah cara menyampaikan pesan
dakwahnya, karena jika seorang da’i ingin menyampaikan pesan dakwah, benar-benar
mengajak pendengar atau yang didakwahi itu mereka akan mengerti. Ketika
pendengar sudah meresapi apa yang didakwahi ke dalam fikiran dan hatinya, pasti
mereka akan mengubah dirinya untuk lebih baik, konsepnya sesuai dengan metode
dakwahnya. Sehebat apapun metode dakwah ini, jika hanya menjadi lelucon maka
hidayah tidak akan masuk. Yang kedua jika seorang pendakwah atau da’i menentukan
10
tarif dakwahnya, maka tidak akan pernah sampai pesan dakwahnya kepada
pendengar. Jadi niatnya tersebut harus bebas dan tidak mengharapkan apa-apa, yang
diharapkan hanya pendengar atau mad’unya itu dapat patuh, tata serta tunduk kepada
Allah SWT. Kalau pendengarnya sesama muslim juga, maka akan semakin
meningkat kualitas keimanan serta ibadahnya kepada Allah, dan jika pendengarnya
orang-orang selain Islam maka mereka akan mulai tertarik dan ingin mengetahui apa
itu Islam, dan apabila mereka semakin terus menerus ingin mengetahui dan menggali
tentang Islam, maka insya Allah hidayahNya akan masuk kepada mereka.
8. Apa definisi mad’u menurut Ustadz ?
Yang pertama adalah pesan dakwah itu yang terpenting memiliki syarat hukum
dakwah, karena kalau ada orang menyampaikan pesan dakwah itu benar-benar
mengajak pendengar atau yang didakwahi itu mereka mengerti, maka ketika
pendengar ini sudah meresapi apa yang didakwahi kedalam fikiran dan hatinya pasti
mereka akan merubah dirinya untuk lebih baik, konsepnya itu tadi sesuai metode
dakwahnya, saya berpandangan bahwa mad’u itu adalah seorang pendengar atau
masyarakat yang ingin mendengarkan tausiyah agama, ingin dibimbing, ingin
mendapatkan pelajaran dan ingin diarahkan ke arah yang lebih baik. Adapun seorang
pendengar atau mad’u tidak harus dikaitkan hanya kepada umat Islam saja, kepada
selain umat Islam pun dapat dikatakan seorang mad’u. karena seoarang da’i juga
diamanahkan oleh Allah untuk menunjukan jalan yang benar kepada mereka, serta
mengembalikan mereka kepada fitrahnya. Dan sehebat apapun metode dakwah ini,
jika hanya menjadi lelucon maka hidayah tidak akan masuk. Dan yang kedua jika
seorang pendakwah atau da’i itu menentukan tarif dakwahnya maka tidak akan
11
pernah sampai pesan dakwahnya kepada pendengar (mad’u). Jadi niatnya bebas dan
tidak mengharapkan apa-apa, yang diharapkan hanya pendengar atau mad’unya itu
dapat patuh, tata serta tunduk kepada Allah SWT. Kalau pendengarnya itu muslim
juga, maka akan semakin meningkat kualitas keimanan serta ibadahnya kepada Allah,
dan jika pendengarnya orang-orang selain Islam maka mereka akan mulai tertarik dan
ingin mengetahui apa itu Islam, dan apabila mereka semakin terus menerus ingin
mengetahui dan menggali tentang Islam, maka insya Allah hidayah Allah akan masuk
kepada mereka.
9. Mad’u atau pendengar seperti apa yang sering Ustadz hadapi ketika berdakwah?
Konsep saya pada waktu itu khusus untuk masyarakat pedalaman terutama di Papua,
berkenaan langsung dengan konsep Bil Hal saya. Dimana niatan saya itu merubah
orang untuk mengenal Allah itu bukan karena uang, karena saya berpandangan bahwa
kita harus merubah orang dengan cara Bil Hal, dan cara Bil Hal itu tidak harus
dengan uang tetapi dengan menggunakan contoh atau akhlak yang baik ketika
terapkan dipedalaman sana. Sehingga ketika saya mengajarkan kepada mereka
tentang bagaimana menggunakan sabun, saya harus mandi terlebih dahulu, waktu itu
saya berdiri ditengah-tengah mereka kemudian saya mengajarkan bagaimana
menggunakan sabun, lalu saya mengajarkan bagaimana Thoharoh menggunakan
tanah liat, kemudian mengajarkan bagaimana cara menggunakan air dan nanti mereka
akan mengikuti, itu untuk orang-orang yang belum Islam. Awalnya mereka itu mandi
dengan minyak atau lemak-lemak babi, namun setelah kita mengajarkannya
menggunakan sabun mereka merasa menggunakan sabun itu lebih segar dan wangi,
bahkan ada yang sampai enam hari menggunakan sabun itu tidak sampai dibilas,
12
karena merasa wanginya dan segarnya itu jauh melebihi daripada menggunakan
lemak atau minyak babi, dan setelah hari ketujuhnya itu mereka pulang dari berkebun
kemudian turun hujan sehingga sabun dan shampoo yang menempel ditubuhnya
selama enam hari yang belum dibilas itu terbilas sendiri oleh air hujan. Hari-hari
berikutnya selalu diikuti tata cara mandi seperti itu dan mereka merasa ini adalah
kebaikan maka setelah itu mereka mengikuti kami untuk mengucapkan dua kalimat
syahadat, mereka juga tidak sendirian tetapi mengajak seluruh warga kampungnya
untuk masuk Islam, kebetulan yang kami ajarkan tentang mandi itu adalah kepala
sukunya. Pada saat itu pula saya terharu, air mata saya menetes menyaksikan mereka
mengucapkan dua kalimat syahadat. Mereka pun menganggap dari mandi itu bahwa
memulai sebuah agama Islam harus dimulai dengan kebersihan dan kesucian terlebih
dahulu. Yang kedua itu saya mendatangi rumah-rumah mereka di kampung-kampung
pedalaman dengan memberikan bantuan apa saja yang dibutuhkan oleh orang-orang
di kampung pedalaman terutama soal makanan. Saya mendatanginya satu-satu dan
menyapa mereka dengan sapaan “selamat pagi” lalu mereka membalasnya langsung
saya pergi kedapurnya dan memberikan bantuan berupa makanan dan sembako-
sembako lainnya untuk mereka, dari pintu satu ke pintu lainnya saya datangi, kalau
ada seratus rumah maka seratus rumah itu harus saya datangi semuanya. Jika saya
membagikannya ditengah-tengah lapangan atau saya kumpulkan mereka disuatu
tempat, maka ketika dibagikannya itu ada yang bungkusannya keliatan besar dan ada
yang keliatannya kecil nanti jadi malah saling iri atau kecemburuan sosial satu sama
lainnya. Dan dengan cara seperti itu awalnya, jadi nanti ketika hari-hari berikutnya
saya mengadakan acara mereka akan datang dengan sendirinya keacara tanpa
13
diundang, karena mereka merasa tertarik. Dalam acara tersebut saya memberikan
contoh dan pengajaran bagaimana itu menjadi orang Islam dan mereka melihatnya,
ketika itu kami juga melakukan sholat ditengah-tengah mereka lalu mereka
menonton, bahkan sampai ada yang mengelilingi kami ketika kami sholat. Kemudian
mereka meminta penjelasan kepada kami apa yang kami lakukan perihal sholat tadi,
lalu saya menjelaskan bahwa kami ini orang Islam, dalam agama kami diperintahkan
oleh Allah bahwa dalam satu hari ada lima waktu yang sudah ditentukan untuk
menghadapNya. Lalu mereka bertanya kenapa berdiri kemudian mulut berbicara
dengan tangan mengangkat keatas? kami menjelaskan bahwa kami mengangkat
tangan itu untuk menyerahkan semuanya, baik itu jiwa, raga serta kehidupan alam
muka bumi kepada tuhan yaitu Allah, kami membicarakan kepada mereka bahwa
Allah itu maha besar, diri ini sangat kecil sehingga kami malu dan menutup dada
dengan tangan kiri serta tangan kanan menutupi tangan kiri karena malu kepada
Allah, tinggal bagaimana Allah akan menghukum kami atau akan memberikan kami
hadiah itu terserah Allah karena kami sudah menyerahkan semua kepadaNya.
Kemudian mereka bertanya kenapa badan berbungkuk seperti itu? kami menjelaskan
kenapa kami bungkuk badan itu supaya kami bisa melihat bahwa dibawah itu ada
tanah, pasir, batu, hewan, tumbuhan, dan semua ini adalah pemberian Allah kepada
manusia maka harus dilindungi dan dijaga karena akan ada manusia-manusia lagi
setelah kita dimasa depan. Lalu mereka bertanya lagi kenapa tunduk dan mencium
tanah? kami menjelaskan bahwa kami menunduk dan mencium tanah bahwa kami
menangis dan menyesali atas kejahatan, dosa, maksiat, sombong dan angkuh. Kenapa
kami bisa menunduk dan mencium tanah seperti itu? karena kami nanti pasti akan
14
mati dan kulit, daging, darah dan tulang nanti akan dilebur dengan tanah, maka
sebelum kami dilebur nanti dengan tanah kami menyatukan telapak tangan, kepala,
lutut dan kami seraya menangis akan menghadap Allah yang maha kuasa. Lalu
mereka bertanya lagi kenapa setelah itu menghadap kanan dan menghadap kiri? kami
menjawab, bahwa ketika kami menghadap ke kanan itu kami ditugaskan untuk
mengajarkan orang-orang bagaimana cara mandi dan menutup aurat, lalu ketika
menghadap ke kiri harus melihat bahwa jika masih ada teman-teman kami yang
belum mengetahui Islam baik itu mengenal Allah dan RasulNya kami harus hadir
untuk memperkenalkanNya kepada mereka, jadi penjelasan-penjelasannya seperti itu
kepada mereka. Alhamdulillah bisa dalam sewaktu 50 orang, bisa 1000 orang, bahkan
bisa sampai 3000 orang yang bersyahadat disekitaran wilayah-wilayah di Papua. Saya
tidak berhak mengislamkan orang, yang mengislamkan hanyalah Allah SWT, saya
hanyalah perantara saja.
10. Materi dakwah apa saja yang biasanya ustadz sampaikan ketika berdakwah?
Materi dakwah adalah hal yang penting juga ketika berdakwah, karena materi dakwah
itu berupa pesan yang akan disampaikan kepada orang lain. Maka ketika membuat
materi dakwah harus yang bisa dimengerti dan dipahami oleh pendengar. Materi
dakwah harus berlandaskan Alqur’an dan As-sunnah, yaitu yang meliputi masalah
ibadah, aqidah, serta dalam berakhlak sosial, seperti dalam bertoleransi agama, karena
mengingat manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin terlepas dari
pergaulan sesama manusia yang berbeda agama. Saya tidak pernah berdakwah
dengan melucu, tidak pernah berdakwah dengan dengan leluconan atau guyonan,
karena menurut saya hal itu tidak ada nilainya. Saya tampil berdakwah itu ingin
15
menyampaikan bahwa yang saya sampaikan itu sampai dan benar kepada orang, lebih
bagus lagi kalau sampai tersinggung orang-orang tersebut, karena kalau sampai
tersinggung itu berarti pesan kita sampai kepada mereka. Sehingga berdakwah itu
tidak harus memiliki ilmu yang banyak, spirit dakwahnya adalah “sampaikanlah
walaupun hanya satu ayat” namun bisa menjadi manfaat, dan itulah dakwah. Kenapa
? karena seorang kita memberi tahu orang lain bahwa Allah itu siapa, dan orang itu
mengetahui bahwa Allah itu benar-benar Allahu ahad, Allahussomad, lam yalid
walam yulad, maka orang itu adalah orang-orang yang super hebat karena sudah
memperkenalkan Allah kepada orang lainnya.
11. Apa tujuan dakwah menurut Ustadz?
Tujuan dakwah adalah mengajak sebanyak-banyaknya orang untuk memuji Allah
serta taat dan tunduk hanya kepadaNya. Kita malu sama pohon yang selalu bertasbih
kepada Allah, malu sama langit yang selalu bertasbih kepada Allah, juga malu sama
hewan dan binatang yang juga selalu bertasbih kepada Allah SWT, tetapi kenapa kita
sebagai manusia sebagai makhluk yang paling sempurnanya tidak. Kita seharusnya
malu ketika membaca surat Assyamsi yang semuanya makhluk dimuka bumi itu
selalu tunduk dan bertasbih serta berdzikir mengingat Allah, semua itu karena mereka
semua taat kepada Allah. Tugas kita adalah mengajak manusia menuju jalan
kesucian, mengantar manusia kepada kesucian, maka beruntunglah orang-orang yang
bisa mengantarkan jalan itu, itulah tugas kita untuk mensucikan diri orang lain.
Sesungguhnya semuanya itu sudah ada fitrah atau kesuciannya, yang orang Islam
sudah ada fitrahnya, kemudian yang bukan orang Islam pun juga sudah ada fitrahnya
sejak dikandungan, tetapi orang tua merekalah yang membuat mereka menjadi bangsa
16
majusi, hindu, budha, kafir, dan tugas kita itu adalah mengembalikan mereka kepada
ketaqwaan dan jalan kesucian atau kepada fitrahnya mereka. Sehebat apapun
orangnya ketika mereka mendengarkan suara adzan, simak dan berhentilah
melakukan aktifitas untuk mendengarkan adzan sebentar, karena saya yakin jika
orang-orang Islam semuanya seperti ini maka inspirasi dan panggilan dari adzan ini
akan masuk dan teresapi dalam hatinya sehingga akan langsung menyambut seruan
itu untuk melakukan sholat berjamaah. Begitu juga dengan sasaran dakwah, saya
berdakwah secara merata kepada seluruh kalangan masyarakat di Indonesia.
Berdakwah kepada berbagai macam pemahaman dan ideologi yang berbeda-beda.
Serta sasarannya juga kepada masyarakat pedalaman, khususnya masyarakat di
pedalaman Papua agar mereka semua dapat hidup menjadi pribadi yang lebih baik
dan berpendidikan. Membawa mereka kembali kepada fitrah dan kesuciannya, yaitu
kembali kepada agama Allah SWT.
12. Metode dakwah menurut Ustadz?
Penggunaan Metode merupakan salah satu faktor dalam menentukan kesuksesan
dakwah saya membaginya ke dalam bentuk-bentuk metode dakwah berdasarkan
aktivitas dan metode dakwah berdasarkan pendekatan mad’u. metode dakwah
berdasarkan aktivitasnya terdiri dari tiga metode, yaitu metode dakwah Bil Lisan, Bil
Hal, Bil Kitabah/Bil Qalam. Metode Dakwah Bil Lisan ini merupakan metode
dakwah yang menggunakan lisan atau ucapan, seperti halnya bertkhutbah atau
berceramah. Metode ini sering saya sampaikan saat berdakwah dari satu tempat ke
tempat lainnya. Bil Lisan ini adalah metode yang efektif untuk berdakwah, karena
dengan metode ini, saya bisa bertatap muka dan berkomunikasi langsung dengan para
17
mad’u atau pendengarnya. Metode Bil Hal ini merupakan metode dakwah yang
mencerminkan secara langsung apakah perbuatan seorang pendakwah atau da’i itu
sesuai dengan apa yang telah dikatakannya. Metode ini adalah bentuk perbuatan nyata
dari seorang da’i. Artinya, bahwa ketika seorang da’i mengajak mad’unya untuk
berbuat kebaikan kepada orang lain, maka ia juga harus berbuat baik, ketika seorang
da’i menyeru untuk menjaga kebersihan, maka ia juga harus menerapkan bagaimana
cara menjaga kebersihan yang baik. Singkatnya, dakwah Bil Hal itu adalah sebuah
bentuk bukti pengaplikasian ajaran Islam yang disampaikan oleh sang da’i kepada
mad’unya. Lebih tepatnya bagaimana cara mencontohkan ajaran yang
disampaikannya itu dengan benar. Metode Bil Kitabah/Bil Qalam ini merupakan
metode yang berupa tulisan atau karya tulis. Menurut Fadhlan Al Garamatan metode
penulisan ini juga efektif bagi mad’u yang senang dan gemar membaca. Melalui
metode ini, da’i dapat mengabadikan dan menyebarluaskan pandangan-pandangan
keislamannya. Karena dengan metode penulisan ini, karya-karya serta pandangan-
pandangan ulama terdahulu bisa terjaga sampai saat ini.
Selanjutnya, yakni metode dakwah yang berdasarkan pendekatan kepada mad’u yang
terdiri dari tiga cara atau metode, yaitu metode dakwah Bil Hikmah, metode
Mau’izatul Hasanah, dan metode Mujadalah Billati Hiya Ahsan. Metode dakwah Bil
Hikmah Ketika berdakwah, menurut saya harus benar-benar mengerti dan mengetahui
bagaimana kondisi mad’u yang akan dihadapi. Mad’u mempunyai latar belakang
yang berbeda-beda, jadi harus ditangani dengan cara yang berbeda-beda juga. Dalam
berdakwah, saya selalu berusaha memberikan tausiyah dengan kata-kata yang baik,
lembut, dan sopan tetapi meyakinkan mad’unya. Artinya, ketika berdakwah saya
18
harus berbicara dengan tegas dan berusaha meyakinkan mad’unya, bahwa yang
disampaikannya itu benar-benar terdapat dalam Alqur’an dan Assunnah atau hadits.
Namun dalam hal ini saya tidak menerapkan unsur memaksa, saya mengembalikan
semuanya kepada Allah. Metode Dakwah Mau’izatul Hasanah, Metode ini
menerapkan bagaimana cara memberikan nasehat-nasehat yang baik dan dapat
diterima oleh akal. Terkadang saya selalu memberikan nasehat-nasehat diserta dengan
pengalaman-pengalaman pribadi saya, sehingga mad’unya akan lebih memahami dan
mengerti karena diserta kisah yang nyata. Pepatah mengatakan bahwa pengalaman
adalah guru yang terbaik, jadi tidak ada salahnya belajar dari pegalaman diri sendiri
dan pengalaman dari orang lain, asalkan hal itu membawa dampak yang positif untuk
perubahan yang lebih baik. Dalam dakwah, saya selalu berusaha untuk tidak
memaksa mad’u yang non muslim untuk masuk Islam. Serta selalu berusaha memilih
kata-kata yang tepat dan mudah agar pesan yang disampaikan dapat diterima oleh
mad’u dengan baik. Metode Dakwah Mujadalah Billati Hiya Ahsan, Adapun dakwah
yang dilakukan saya tidak hanya sebatas dari tempat satu ke tempat lainnya saja,
melainkan saya juga melibatkan mad’u dengan cara memberikan kesempatan untuk
bertanya atas materi dakwah yang disampaikannya yang belum dimengerti oleh
mad’u. Dengan adanya forum tanya jawab ini diharapkan baik saya maupun mad’u
sama-sama bisa saling terselesaikan apa yang diinginkan dan dimaksudkan.
Sama halnya ketika berdiskusi, berdialog ataupun berdebat. Saya tidak memposisikan
diri saya yang paling benar, saya menganggap hal itu merupakan ajang bertukar
fikiran dan mengatakan bahwa orang yang berdebat dengannya juga pasti memiliki
dasar hukum-hukumnya sendiri dari Al-Qur’an dan Assunnah.
19
13. Apakah Ustadz sudah pernah menulis atau mengarang buku yang berkaitan tentang
dakwah?
Saya pernah menulis buku dengan judul “Berada di Persimpangan Jalan”, yang
berisi tentang bagaimana banyak orang yang berfikir bahwa mereka sudah Islam,
tetapi mereka tidak menggunakan Islam yang ada pada dirinya, walaupun mereka
kaya punya jabatan tapi tidak bisa kembali kepada aturan Islamnya, yang lebih parah
ada juga dari mereka yang sudah tidak kaya, tidak punya jabatan tapi mereka tidak
kembali kepada aturan Islam, atau istilahnya sudah berada dijalan yang buntu,
padahal hidup ini cuma sekali jadi pergunakanlah dengan baik. Karena Allah sudah
mengetahui bahwa kita yang sudah dilahirkan di muka bumi ini adalah orang-orang
yang memiliki kualitas hidup yang baik dan dimatikan dalam keadaan yang baik pula,
sangat mulia kalau ia sangat bermanfaat bagi orang lain. Bermanfaat disini tidak
hanya kebaikan-kebaikan dalam hidup, tetapi bagaimana orang itu semakin dekat
dengan Allah. Kemudian yang berjudul “Kubuat Kuburanku Sendiri”, yang berisi
nilai-nilai ibadah untuk akhirat. Kemudian buku yang berjudul “Sudahkah Saya
Bertaqwa?”, yang berisi tentang kesadaran diri apakah sudah taat kepada Allah atau
belum. Kemudian berjudul “Malam Pertama Tidak Selamanya di Malam
Pengantin”, jadi kebanyakan orang berfikir bahwa yang paling indah itu dalam
rumah tangga hanya ada dimalam pertamanya saja, walaupun sudah memiliki banyak
anak tapi tetaplah setiap malam itu dijadikan malam-malam pertama, setiap hari harus
dijadikan hari kasih sayang dan tidak ada pengkhususan waktu kasih sayang agar
terciptanya rumah tangga yang SAMAWA, sekalipun istri itu sedang haid, tetapi
tetap jadikan malam itu seperti malam pertama. Mulailah kebahagiaan dari rumah
20
agar ketika kita keluar aura kebahagiaan itu juga akan sampai kepada orang lain, dan
itulah salah satu kunci suksesnya seorang pendakwah yang membawa kebahagiaan
untuk semua orang.
14. Bagaimanakah Ustadz menerapkan metode dakwah Bil Lisan, Bil Hal, dan Bil
Kitabah?
Dalam menerapkan metode bil lisan ini tidak hanya kita sendiri, tetapi harus
merangkul orang lain juga. Untuk apa anak-anak Irian ini mau tinggal diyayasan ini
yang tidak ada keluarganya, tetapi kita harus memberi pemahaman kepada orang tua
mereka bahwa mereka kan sudah tua siapa lagi nanti yang akan mendoakan mereka
kecuali anak-anak mereka, kalau anak-anak mereka tidak mengerti agama, tidak
mengerti Alqur’an bagaimana cara mereka mendoakannya nanti, akhirnya mereka
mengizinkan anak-anaknya untuk belajar dan mengenal Islam disini. Ada yang sudah
sampai 17 tahun, 12 tahun mereka ikut belajar disini. Ketika saya pulang ke Irian saya
mendatangi rumah anak-anak ini, saya rekam, lalu saya foto untuk memberi tahu
orang tuanya bagaimana aktifitas mereka disini. Dengan hal itu kemudian banyak
orang tua-orang tua lainnya yang juga mengirimkan anaknya untuk belajar disini.
Target kami diyayasan ini akan kami tambah lagi fasilitas dan lokal-lokal lagi untuk
menunjang sarana belajar serta hiburan tempat bermain mereka. Karena sudah banyak
para donator-donatur serta dermawan-dermawan yang akan siap membantu kami
disini. Kalau metode Bil Hal itu yang tadi tentang konsep bagaimana mengajarkan
kepada orang-orang di pedalaman tentang kebersihan, dan metode Bil Kitabah itu
yang tadi melalui hasil karya tulis.
21
15. Bagaimanakah perjalanan kiprah dakwah Ustadz dalam berdakwah?
Perjalanan kiprah dakwah saya itu semata-mata hanya karena Allah dan tidak
mengharapkan apa-apa kecuali ridhaNya. Saya berdakwah didaerah pedalaman pulau
Papua seperti pedalaman Wamena, Asmat, Madire, Biyak, Sorong Selatan, Fak-fak,
sampai Raja Ampat. Kemudian saya pernah dipenjara sampai 9 bulan di Jayapura,
tetapi saya malah happy dan senang, itu dikarenakan saya berdakwah mengajak orang
masuk Islam.
Pertama saya mengislamkan pendeta, tetapi karena disana (Jayapura) itu mayoritas
hukumnya dikuasai orang-orang non muslim, kami pada waktu juga belum
menguasai birokrasinya disana, walaupun tidak ada pasal atau undang-undangnya jadi
itu dimanfaatkan oleh mereka untuk dibuat-buat saya bersalah karena melakukan
dakwah itu. Namun saya tidak menganggap itu kebencian kepada mereka, saya
merasa bahwa perjuangan seorang da’i harus seperti itu, Nabi Yusuf saja bisa
melakukannya masa seorang Fadhlan tidak bisa, saya menganggap itu adalah dakwah
dan ujian seorang da’i. Waktu dipenjara itu justru saya merasa terima kasih kepada
orang yang memasukkan saya ke penjara, kenapa? karena dengan dipenjara saya
menjadi dekat dengan Allah dan melupakan urusan dunia yang lain, saya semakin
banyak berdzikir kepada Allah, hafalan saya semakin meningkat, serta khataman
Alqur’an saya semakin sempurna, dan kegiatan itu yang hanya menemani saya waktu
didalam penjara. Kemudian saya juga sempat berceramah kepada narapidana yang
lainnya. Lalu yang menangkap dan memasukkan saya ke penjara juga masuk Islam
setelah saya mendakwahinya diakhir-akhir masa tahanan saya yang sembilan bulan
itu. Ketika saya dikeluarkan, beliau marah kepada saya dan bertanya “kenapa
22
diruangan ini tidak ada orang lain lagi selain anda?” dan “kenapa anda tidak takut
dengan penjara?” kemudian saya menjawab “kalau abang menangkap saya abang
salah orang” karena abang akan disiksa habis-habisan oleh Allah akan dihukum
seberat-beratnya oleh Allah karena menangkap seorang pendakwah. Dan itu yang
membuat beliau terpukul dan gelisah membawa pulang saya, dan ketika pulang itu
barulah saya dakwahi beliau dan akhirnya beliau pun masuk Islam juga bersama
keluarganya, dan sejak saat itu saya tidak ditahan-tahan lagi untuk berdakwah.
Kemudian saya juga pernah ditombak dibeberapa bagian tubuh saya, pernah dipanah
juga dengan panah beracun, dan alhamdulillah orang yang menombak dan memanah
saya juga masuk Islam, kebetulan mereka semua adalah seorang kepala suku. Apakah
mereka melukai saya karena mereka hebat? bukan, itu karena mereka belum
mengetahui siapa kami pada saat itu yang datang untuk berdakwah kepada mereka.
Kami melakukan dakwah kepedalaman itu bisa sampai 12 hari, dua minggu bahkan
sampai berbulan-bulan, apakah itu merupakan masalah dan hambatan? Bukan, justru
itu adalah pekerjaan bergengsi yang kita lakukan. Setiap telapak kakimu di bumi yang
kemana pun melangkah itu akan menjadi saksi, siapa tahu dengan setiap langkah
tulus untuk berdakwah dengan mengantarkan nama Allah dan Rasulullah ini orang-
orang dipedalaman itu akan menyebut nama Allah dan akan menjadi kebaikan bagi
kita dimata Allah. Mungkin kita selama ini melakukan sholat, puasa, zakat, pergi haji
dan ibadah lainnya itu tidak sempurna dimata Allah, siapa tahu dengan kebaikan itu
akan menutup semua ketidaksempurnaan ibadah kita itu. Dan saya merasa itu
bukanlah rintangan-rintangan dalam berdakwah, justru itu menjadi kapsul-kapsul
dakwah dan sebagai penyemangat untuk kita. Semakin kita menemui rintangan-
23
rintangan dalam berdakwah itu yang malah menjadi kekuatan dan spirit untuk kita.
Kemudian saya berfikir bahwa orang masuk syurga itu bukan karena sholat, bukan
karena puasa, bukan karena zakat, bukan karena pergi haji, tetapi karena rahmat dari
Allah SWT. Jadi tidak menjadi jaminan bahwa orang yang ahli ibadah dipastikan
masuk syurga.
Saya pernah berdakwah sendirian untuk menuju suatu perkampungan dengan waktu
tempuh tercatat 3 bulan berjalan kaki. Namun hal itu tidak pernah menyurutkan niat
saya untuk terus berdakwah, jika ada arah melintang saya selalu kembalikan kepada
Allah SWT, dan saya selalu ingat bagaimana Rasulullah SAW berdakwah dengan
jarak ribuan kilometer serta padang tandus yang tantangannya jauh labih berat
darinya.
Pernah juga ada seorang da’i dari Surabaya yang ingin ikut berdakwah dengan saya di
tanah Papua. Awalnya da’i itu tidak menyangka akan mendapat perjalanan yang
sangat berat di Papua. Kami harus menempuh perjalanan selama 12 hari berjalan kaki
untuk menembus daerah yang akan dikunjungi. Pada hari kesepuluh, da’i dari
Surabaya sudah merasakan kelelahan bahkan ia sampai marah kepada saya, lalu saya
mengatakan “jika Anda ingin kembali silahkan kembali sendiri, saya akan tetap
meneruskan perjalanan ini dan Anda bukanlah umat Rasulullah SAW, karena hanya
bisa mengeluh, tidak ingat beratnya perjuangan Rasulullah SAW waktu pertama kali
berdakwah?”. Setelah itu saya tetap melanjutkan perjalanan dan da’i tersebut dengan
wajah menyesal kembali mengikuti saya. Setelah tiga bulan menetap di daerah
tersebut dan tidak ada seorangpun yang masuk Islam, saya mengatakan kepada da’i
dari Surabaya bahwa ini karena da’i tersebut mempunyai niat yang sudah salah
24
sewaktu memulai perjalanan. Kemudian da’i tersebut merasa sangat bersalah, dan ia
berniat untuk memperbaikinya. Maka saya mengusulkan da’i untuk menikahi salah
satu wanita yang ada di daerah tersebut. Kemudian da’i meminta waktu untuk
melakukan sholat istikharah terlebih dahulu. Setelah tujuh hari beristikaharah, ia pun
memberi jawaban bahwa ia mendapat petunjuk melalui cahaya putih yang ada di
mimpinya, saya menyimpulkan bahwa artinya itu ia memang harus menikahi salah
satu wanita dari daerah tersebut.
Lalu ketika saya bersama 20 orang jamaah berniat ingin mengunjungi daerah yang
masyarakatnya masih asing dengan orang luar. saya mengatakan bahwa jika ingin ke
sana, maka kemungkinan akan langsung berhadapan dengan panah-panah beracun,
maka saya menanyakan kepada jamaah “apakah siap untuk mati syahid?” Dalam
menghadapi hal-hal semacam itu, ternyata hanya ada enam orang jamaah saja yang
bersedia mendampingi saya ke daerah pedalaman Papua. Setelah mendekati daerah
yang akan dikunjungi, kami melihat masyarakat disana sudah siap menghadang kami
dengan senjata-senjata tradisionalnya. Maka di tengah perjalanan saya menanyakan
kembali kesedian dari enam orang jamaah tersebut, apakah mereka benar-benar siap
untuk mati syahid? kemudian mereka semua pun menjawab siap. Sebelum saya
melangkah, saya memberikan satu pesan yaitu jika saya terkena panah dan sudah
tidak dapat berdiri, maka keenam orang jamaah tersebut harus berlari menyelamatkan
diri. Setelah ada kesepakatan, kami pun melangkah dengan langkah yang pasti. Dan
masyarakat pedalaman tersebut pun menyambut kami dengan panah-panah beracun
yang dilepaskan. Sampai pada akhirnya saya terkena panah di beberapa anggota
badan, saya langsung jatuh tersungkur. Namun saya tetap berusaha untuk berdiri dan
25
terus melangkah walaupun darah terus mengalir dari tubuh saya. Kemudian keenam
orang jamaah melihat saya telah tersungkur dan mengingat pesan saya tadi, maka
mereka semua pun melarikan diri. Melihat keadaan saya yang masih berusaha untuk
berdiri, ketua adat daerah tersebut pun meminta agar masyarakatnya menghentikan
panah-panah beracunnya. Kemudian ketua adat menghampiri saya dan membantu
saya untuk berdiri. Dan ketua adat mengatakan bahwa dia akan ikut mengantarkan
saya sampai ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan ketua adat tersebut mengobati luka
saya dengan bahan-bahan yang ada dari sekitar hutan. Setelah melihat perjuangan
saya yang begitu sedemikian besar untuk dakwah menurutnya, maka ketua adat
tersebut pun akhirnya mengikrarkan diri masuk Islam kemudian membaca dua
kalimat syahadat.
Pernah saya berdakwah menggunakan salon sebagai alat berdakwah saya. Pada waktu
itu saya membuka salon khusus untuk warga perempuan di Papua, karena perempuan-
perempuan di Papua itu memiliki rambut yang keriting, jabrik kiri dan kanannya.
Saya berdakwah menggunakan metode salon untuk anak-anak dan perempuan-
perempuan Papua yang saya bawa kesini (yayasan AFKN) dan saya percantik mereka
seperti perempuan-perempuan dan anak-anak perempuan layaknya perempuan di
perkotaan, jadi setelah mereka pulang kekampung halamannya, saudara serta para
tetangganya akan melihat mereka begitu cantik dan bersih, kemudian ketika ada para
saudara dan tetangganya yang belum masuk Islam melihat mereka ketika membuka
kerudung rambutnya ternyata menjadi lurus dan cantik serta bisa berceramah juga.
Hal itu yang membuat perempuan-perempuan di Irian yang belum Islam mulai
tertarik dengan Islam, karena menurut mereka Islam itu menjadikan mereka cantik
26
dan bersih. Dengan dakwah menggunakan metode salon ini pernah kami
mengislamkan perempuan-perempuan Irian sekitar 662 orang. Dan ketiga metode
dakwah itu merupakan dasar-dasar serta syarat-syarat dakwah, karena dalam ketiga
metode itu terkandung semuanya mengenai dakwah. Hari ini di Papua itu jilbab sudah
menjadi trend bagi kaum perempuan disana, karena sekarang mereka malu kalau
berjalan rambutnya tidak tertata rapih, menjadi merasa kurang cantik, maka setelah
menggunakan jilbab kemudian bercermin, mereka merasa dirinya lebih cantik dan
semakin memiliki rasa percaya diri yang tinggi, sedangkan jika ada yang tidak
memakai jilbab, mereka akan merasa rugi dan malu. Pernah saya mengajak 300
perempuan Irian yang berjilbab untuk berjalan kaki mengelilingi depan bunderan HI,
waktu itu program dari MUI. Kami merasa kasihan dengan perempuan-perempuan di
kota-kota besar yang baru belajar telanjang, sedangkan kami sudah pengalaman di
Papua. Itu merupakan bahasa dakwah yang tajam karena kami sudah menutup aurat
sedangkan kalian malah belajar telanjang. Dan kami waktu dulu sudah
berpengalaman membuka semuanya, sedangkan kalian paling hanya sekitar dada,
perut, dan dada saja, hal itu justru malah membuat kalian bangga. Maka dengan
terbuka seperti itu tidak ada lagi batasan-batasan dalam pergaulan mereka, mereka
menjadi bebas bergaul dengan siapa saja.
Untuk menjalankan misi dakwah, saya dan teman-teman mendirikan lembaga sosial
yang diberi nama Yayasan Al-Fatih Kaffah Nusantara (AFKN) Bekasi, terdapat anak-
anak masa depan Islam Indonesia berjumlah sekitar 300 orang. Melalui yayasan ini,
Fadhlan mengenalkan Islam kepada masyarakat Papua sampai pelosoknya. kami juga
27
mengembangkan potensi dan sumber daya yang ada, mencarikan kesempatan anak-
anak di sana untuk mengenyam pendidikan di luar Papua.
Tujuan dibangunnya Yayasan Al-Fatih Kaffah Nusantara (AFKN) yaitu untuk
membina masyarakat muslim maupun muallaf asal Papua, baik pengetahuan agama
maupun pengetahuan umum. Yayasan ini bertujuan mempersiapkan generasi Islam
asal Papua yang berakidah dan bertauhid, yang kokoh dan membekali diri dari
berbagai disiplin ilmu untuk membangun umat, terutama yang terdapat di pedalaman.
16. Mulai aktif Ustadz dalam berdakwah?
Saya mulai aktif berdakwah sejak tahun1980an, baik itu sebelum kuliah, ketika kuliah
dan selesai kuliah sampai sekarang. Sebelum kuliah ikut berdakwah bersama orang
tua disekitar wilayah Papua juga. Saya melihat ketulusan orang tua bagaimana
berdakwah tidak pernah mengharapkan imbalan, mengharapkan gaji, tapi hanya
ikhlas semata-mata karena Allah, tapi dengan situasi yang seperti itu saya melihat
orang tua saya malah enjoy dan sangat menikmati dakwahnya dan kenapa kita tidak
bisa seperti mereka. Apalagi kita lihat zaman sekarang ini semakin terbuka, tidak ada
batasan-batasan lagi.
Ketika pulang ke Irian dan berdakwah saya itu berfikiran bahwa tidak ada pekerjaan
yang lebih keren dibanding menjadi seorang pendakwah. Karena satu menjadi
seorang pendakwah itu tidak pernah pensiun, kedua pekerjaan yang tidak
mengharapkan pujian, tepuk tangan, penghormatan, sanjungan kecuali mengharapkan
ridha dan Rahmat dari Allah SWT. Jikalau ada seorang pendakwah yang berdakwah
dengan menentukan tarifnya itu adalah hanya keridhaan dan rahmat dari Allah SWT
maka akan menjadi enjoy atau sangat menikmati pekerjaan dakwah ini, sehingga
28
melakukan dakwah itu tidak menjadi beban, tidak menjadi berat bahkan semakin
dekat dengan Allah dan memiliki nilai feedback dimata Allah dengan firmanNya
“siapa yang menolong agamaKU maka akan AKU tolong kalian”.
17. Aktifitas apa saja yang sedang dijalani saat ini?
Kegiatan berdakwah kepedalaman masih tetap berjalan, berdakwah dikota-kota di
Papua tetap berjalan dan kegiatan berdakwah lainnya disini (diluar berdakwah di
Papua). Dalam sehari di Jakarta bisa ada undangan tujuh acara atau tujuh tempat, saya
berangkat mulai dari sehabis shubuh dan pulang ke yayasan ini sampai larut malam
lagi, saya hanya istirahat sebentar setelah qiyamullail, dan kebanyakan saya
beristirahat dan tidur didalam mobil selama perjalanan ke tempat-tempat undangan.
Undangan-undangan saya tidak hanya berceramah, namun ada juga diskusi, seminar,
dialog, ada pula tranning, dan undangan itu dari semua instansi. Dan saya tidak tahu
kenapa semuanya itu bisa mengalir terus, hanya Allah yang maha mengetahuinya.
18. Selain berdakwah, aktifitas apalagi yang Ustadz jalani?
Selain berdakwah saya juga mempunyai usaha, yaitu mempunyai usaha warung
makan khusus berbagai macam olahan ikan di daerah Otista, Bukit duri. Kemudian
klinik herbal di daerah pondok hijau. Usaha pizza herbal di daerah Cibubur, Senayan,
yang berbahan dasar alami untuk kesehatan, yang bahannya langsung dikirim dari
Irian, usaha pemberdayaan masyarakat pedalaman. Yang semua usahanya itu terdapat
lambang AFKN di tempatnya, dan dari hasil itu juga untuk mendanai yayasan AFKN
ini. Saya itu mempunyai sekitar 6.600 anak asuh yang tersebar diseluruh wilayah di
Indonesia, 80% SDM yang kami bina itu berasal dari Irian dan sisanya 20% itu
29
tersebar dari seluruh wilayah di Indonesia. Dan dana itu bukanlah uang kami
melainkan uang umat yang hanya kami simpan dan kelola.
19. Ketika mengisi acara atau ceramah menggunakan metode apa?
Tergantung dari audiens atau pendengarnya, kalau audiensnya itu masyarakat
intelektual maka saya akan menggunakan Microsoft powerpoint sebagai alatnya, tapi
jika acaranya dialog dan waktunya dibatasi maka saya hanya menyampaikan saja.
Dan ketika berceramah juga menyesuaikan dengan temanya. Ketika mengisi acara
maulid, saya biasanya mengemas acara maulidnya dengan tidak hanya membahas
tentang pembacaan perjalanan Rasulullah SAW saja, tetapi dengan mengadakan
seminar tentang maulidnya juga.
20. Apakah Ustadz juga berdakwah melalui media sosial dan elektronik?
Saya berdakwah melalui media sosial twitter, facebook, whatsapp, internet. Media
elektronik juga, di televisi saya berdakwah di TVRI, TV ONE, MNC TV, di radio
juga saya berdakwah di radio DAKTA, radio-radio komunitas, AL BA’DA, radio-
radio di Semarang. Ia mengatakan “Tekhnologi semakin hari semakin canggih, maka
sayang jika media sosial ini tidak dimanfaatkan untuk hal-hal yang baik, seperti
berdakwah dan menyebarkan pelajaran-pelajaran tentang Islam didalamnya”.
21. Selama perjalanan karir Ustadz di dunia dakwah, adakah faktor yang mendukung
untuk kesuksesan dakwah Ustadz?
Keluarga yang paling utama dalam medukung perjalanan dakwah saya selama ini.
Kedua adalah jamaah, karena dalam dakwah itu kan tidak boleh sendiri harus ada
jamaahnya. Ketiga para da’i serta Ulama-ulama yang lainnya. Keempat orang yang
memberi dukungan dalam dakwah. Kelima masyarakat atau jamaah Indonesia yang
30
selama ini sudah mendukung dan mempercayakan saya untuk berdakwah, baik itu
para dermawan serta para donatur yang setia memberikan dukungan materil kepada
kami dalam terlaksananya dakwah, terutama untuk berdakwah ke pedalaman-
pedalaman Papua.
22. Selain faktor yang mendukung, adakah pula faktor yang menghambat Ustadz dalam
berdakwah?
Ada saja, tetapi kalau kita berbicara soal dakwah dan menjadikan faktor-faktor
hambatan itu menjadi masalah, maka akhirnya kita tidak bisa berdakwah. Justru
jadikanlah faktor-faktor yang menghambat itu menurut saya olah menjadi kekuatan
dan meningkatkan semangat untuk berdakwah. Ketika banyak orang-orang Kristen
menganggap kita itu virus, maka kita harus dekati mereka jangan membuat
permusuhan terhadap mereka, karena mereka itulah lahan dakwah kita. Jangan
memberikan pesan dakwah dengan kekerasan dan paksaan, karena tidak ada unsur
dakwah itu yang melalui kekerasan dan paksaan, harus lemah lembut dalam
menyampaikannya. Sesuai dengan ketiga metode dakwah yaitu Bil Lisan, Bil Hal dan
Bil Kitabah yang tidak harus disampaikan dengan cara menyalahkan orang. Hidayah
itu ada didalam hati, tetapi jika kita menyampaikannya dengan kekerasan maka tidak
akan sampai kehati, karena ketika ada orang yang membenci kita tetapi kita malah
semakin mendekatinya, insya Allah mereka akan tergerak sendiri hatinya karena
melihat ketulusan kita. Melalui cara kelembutan dan kesantunanlah yang akan
menggerakan hati menuju jalan yang lebih baik.
Pernah saya mendekati seorang pendeta setiap pagi selama tiga bulan, selama itu pula
ketika saya mendatangi rumahnya, anak dan istrinya selalu mengatakan bahwa suami
31
dan ayahnya yang pendeta itu tidak ada dirumah, tetapi saya setiap hari selalu
mendatanginya walaupun jawaban dari mereka sama bahwa sang pendeta itu tidak
ada dirumah. Hingga akhirnya pada bulan ketiga, alhamdulillah Allah pertemukan
saya dengan beliau tetapi tidak dirumah melainkan dirumah sakit. Ketika dirumah
sakit saya bilang kepada beliau bahwa bapak ini sebenarnya tidak sakit, tetapi karena
bapak setiap hari membohongi saya tidak ada dirumah maka Allah memberikan
bapak sakit supaya saya bisa dipertemukan dengan bapak dirumah sakit, Allah
menegur bapak untuk tidak menjadi seorang pembohong.
Dan jangan menjadikan hal itu untuk kita sebagai pendakwah suatu hambatan, saya
merasa hal itu sebagai kekuatan saya untuk semakin semangat lagi untuk berdakwah.
Karena diujinya seorang da’i itu dengan faktor-faktor hambatan tadi, tinggal
bagaimana da’i itu menyikapinya. Walaupun orang-orang tersebut belum
mendapatkan hidayahnya, tetapi yang penting mereka tahu siapa kita dan semakin
lama mereka akan menyadarinya sendiri. Para kepala suku yang menombak dan
memanah saya pada waktu itu, yang mencabutkan tombak dan panah ditubuh saya
dan yang membawa saya kerumah sakit, dan dirumah sakit itu saya dirawat selama
tiga bulan, dan setelah sembuh saya mengajak kembali jamaah untuk kembali
kekampung yang menombak dan memanah saya itu, kemudian para jamaah melarang
saya untuk kembali kesana karena saya sudah ditombak dan dipanah. Kemudian
akhirnya kami balik lagi kesana dan mendatangi rumah kepala sukunya, kemudian
setelah bertemu sang kepala suku, dia malah jatuh sakit melihat saya, kemudian kami
bilang kepada istrinya untuk dibawa kerumah sakit, namun sang istri bilang bahwa
kami tidak punya uang untuk kerumah sakit, maka kami pun bilang bahwa kami yang
32
akan membayar dan menanggung semua pengobatannya, pada waktu itu sampai dua
minggu dirawat, kemudian setelah dua minggu kami antarkan dia pulang
kerumahnya, lalu kami pun pulang ke kota dan pada saat satu minggu kemudian kami
datang lagi kekampung kepala suku itu, dan alhamdulillah beliau bersama keluarga
serta 15 ribu Kepala Keluarga (KK) masuk Islam.
Jadi dakwah itu tidak boleh melihat orang menyakiti kita lalu itu menjadi kebencian.
Karena Islam itu ketika kita dibenci maka buatlah itu menjadi kecerdasan, ketika
kamu tidak disukai maka buatlah itu menjadi pencerahan dan disitulah rahmat atau
kasih sayang akan datang. Rahmat itu bukan milik manusia tetapi milik Allah, tugas
manusia hanya menyampaikan, tidak hanya dengan lisan tetapi dengan prilaku atau
Bil Hal. Dan konsep Bil Hal saya itu terutama menekankan kebersihan, kebaikan
terhadap sesama manusia, serta peduli kepada sesama manusia walaupun mereka
bukan orang Islam. Saya juga pernah membangunkan MCK dikampung-kampung
kristen, namun banyak umat-umat Islam yang protes karena bilang bahwa mereka kan
sudah dapat uang dari Negara, kemudian saya bilang iya memang mereka mendapat
uang dari Negara tetapi uang dari kita kan belum. Akhirnya mereka bisa terima
penjelasan dari saya dengan penjelasan bahwa mereka orang-orang kristen bisa
menjadi buang air dikamar mandi daripada mereka buang air dihutan-hutan yang
dibilasnya dengan kayu-kayu. Dan dengan begitu kita sudah mendidik orang lain
untuk menjadi bersih.
33
23. Setelah selama ini Ustadz berdakwah dan mengislamkan banyak suku dipedalaman
Papua, adakah pemberian pendidikan atau bimbingan selanjutnya?
Orang-orang masuk Islam kita tidak biarkan begitu saja, tetapi kita bimbing dan tidak
hanya melalui lisan saja, melalui pemberdayaan ekonomi, jadi potensi kampung itu
kita olah menjadi uang, potensi kampung itu kita buat menjadi bernilai. Contohnya
rusa kita buat menjadi dendeng rusa, sagu dibuat menjadi kue, tepung dan kerupuk
sagu, sehingga mereka mengangap bahwa di Islam mereka bekerja dan mereka
mempunyai uang setiap bulan. Jadi begitu mereka ke kota mereka sudah punya ATM,
dan kita sudah bilang dengan pihak bank bahwa mereka hanya boleh dan bisa
mencairkan uang itu paling tinggi sampai 750 ribu saja dan langsung dikunci dan
dibilangnya saldonya habis padahal masih ada uang mereka, sehingga mereka tahu
bahwa mereka kalau perlu uang hanya 750 ribu untuk sebulan. Tapi jika memang ada
keperluan yang membutuhkan dana yang besar misalnya sakit, maka mereka tinggal
bilang baik-baik dengan pihak banknya. Sehingga dengan cara itu nanti setelah dua
sampai tiga tahun pihak bank akan memanggil mereka dan melaporkan kepada
mereka bahwa bapak sudah memilik uang ratusan juta rupiah yang selama ini
ditabung di bank, dan mereka bisa membangun rumah disana dan bank juga yang
menyiapkannya pembangunannya.
Dan hal itu membuat para tetangganya yang belum memeluk Islam akhirnya mulai
tertarik dengan Islam dan ingin mempelajarinya, setelah melihat temannya yang
sudah masuk Islam menjadi lebih baik, serta mengaggap bahwa orang Islam itu
sukses dan bahagia. Disana itu disetiap kampung sudah ada listrik, dan tidak lagi
memikul-mikul air dengan bambu melainkan kami sudah membuatkan jet pump yang
34
ditampung dengan water torn ditengah-tengah kampung setelah itu dialiri kerumah-
rumah mereka. Mereka itu menjadi bersih, melihat mereka setiap shubuh itu sudah
mandi dan harum. Tapi tidak hanya kami bangun dikampung-kampung Islamnya saja,
dikampung-kampung yang non Islam pun kami bangunkan juga fasilitas-fasilitas
seperti itu.
Ustadz Fadhlan Al Garamatan Ahmad Fadhilah Rosyadi
(Narasumber) (Pewawancara)
DOKUMENTASI
USTADZ FADHLAN AL GARAMATAN
Foto Sindiran Ustadz Fadhlan Kepada Wanita-wanita Modern
Ustadz Fadhlan Ketika Membimbing dan Menyaksikan Salah Satu Penduduk Suku
Pedalaman Papua Membaca Dua Kalimat Syahadat
Ustadz Fadhlan Bersama Orang-orang Pedalaman Papua yang akan diikrarkan Masuk
Islam
Ustadz Fadhlan Bersama Anak dan Istrinya Ketika Berkumpul Bersama Orang-orang
Papua yang Sudah Masuk Islam
Ustadz Fadhlan Bersama Anak-anak Asuhnya
Ustadz Fadhlan Bersama Anak-anak Asuhnya Berada di Kapal Pesiar Dalam Perjalanan
Menuju Papua
Ustadz Fadhlan Ketika Menjadi Narasumber di Salah Satu Stasiun Televisi
Ustadz Fadhlan Ketika Mengisi Seminar Tentang Penolakan MISS WORLD
Dokumentasi Penulis Bersama Narasumber di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
(AFKN) Bekasi
Dokumentasi Penulis Bersama Narasumber di Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara
(AFKN) Bekasi
Asrama Putra Yayasan AFKN Bekasi
Asrama Putri Yayasan AFKN Bekasi
Aula Yayasan AFKN Bekasi
Dokumentasi Penulis Bersama Salah Seorang Muallaf Mantan Pendeta (atas), dan Salah
Seorang Anak Asuh Ustadz Fadhlan Al Garamatan yang Sudah Menikah (bawah)
Dokumentasi Penulis Bersama Anak-anak Asuh di Yayasan AFKN
Kegiatan Membaca Al Qur’an Anak-anak Asuh di Yayasan AFKN