Pemikiran Dakwah Imam...
Transcript of Pemikiran Dakwah Imam...
PEMIKIRAN DAKWAH IMAM KHOMEINI
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memeroleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos. I)
Oleh:
Al-Mukarromah 104051001775
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2008
PEMIKIRAN DAKWAH IMAM KHOMEINI
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi sebagai Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh: Al-Mukarromah
NIM: 104051001775
Di bawah bimbingan
Drs. Wahidin Saputra, M.A NIP: 150276299
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2008
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul PEMIKIRAN DAKWAH IMAM KHOMEINI telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 26 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memeroleh gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I) pada program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Jakarta, 26 Juni 2008
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Dr. Arief Subhan, M.A Dra. Lilis Suryanti, M.Pd NIP: 150262442 NIP: 150272609
Penguji I Penguji II Drs. Sunandar, M.Ag Drs. M. Sungaidi, M.A NIP: 150273477 NIP: 150282640
Pembimbing
Drs. Wahidin Saputra, M.A NIP: 150276299
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt, Tuhan seru sekalian alam. Dengan segala rahman
dan rahim-Nya, tak terasa amanat menuntut ilmu yang disokongkan dari orang tua
kepada penulis telah sampai hingga perguruan tinggi ditandai dengan rampungnya
penulisan skripsi ini sebagai syarat mencapai gelar sarjana. Tiada kata yang pantas
terucap, selain kata syukur atas segala Maha pengasih dan penyayang-Mu ya Robb
atas segala nikmat, rahmat, dan ridho yang Kau curahkan pada hamba-Mu yang tak
luput dari dosa serta lemah ini yang hanya mampu membalas kearifan-Mu dengan
ribuan untaian rasa dan kata syukur. Kemudian, tak lupa untaian kata salawat kepada
Nabi Muhammad Saw, penyuluh lentera penerang kehidupan umat manusia hingga
akhir zaman. Semoga cahaya-mu ya Rasulullah senantiasa menyinari kami, sekalian
umat-mu amin.
Tak ada gading yang tak retak. Begitu pula kiranya skripsi ini. Karena itu
penulis akan menerima dengan penuh rasa hormat dan terima kasih atas kritik dan
saran yang membangun guna menyempurnakan keseluruhan isi skripsi ini.
Dengan ini, penulis perlu mengurai rasa terima kasih kepada segenap orang
yang membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini:
1. Kepada ayahanda Awaluddin Muhammad Amin dan ibunda Bismar
Hasan atas seluruh pengobanannya, penulis ucapkan rasa terima kasih
sedalam-dalamnya, semoga Allah Swt merahmati dan hanya Dialah
yang mampu membalas segala jasa besarmu ayahbunda
2. Dr. Murodi, M.A selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi
3. Drs. Wahidin Saputra M.A selaku dosen pembimbing (sekaligus Ketua
Jurusan KPI) yang bersedia memberi masukan yang amat bermanfaat
dalam penulisan skripsi ini
4. Ibu Umi Musyarrofah, M.A selaku Sekretaris Jurusan KPI yang telah
banyak memberi masukan kepada penulis dan memberi
pengalamannya dalam mencari judul skripsi, masalah perkuliahan,
serta memudahkan urusan domestik administrasi nilai untuk penulis.
5. Segenap Bpk/Ibu dosen pengajar di Fakultas Dakwah dan Komunikasi
(FDK), khususnya di Jurusan KPI yang tak bisa disebutkan satu
persatu, terima kasih telah membimbing penulis dan ikhlas
memberikan ilmunya, mohon maaf bila dalam proses perkuliahan ada
sikap penulis yang kurang berkenan di hati Bpk/Ibu, penulis hanya
harapkan do’a dari Bpk/Ibu, semoga ilmu yang didapat menuai
keberkahan.
6. Seluruh Staff di FDK dan pengelola Perpustakaan Dakwah dan
Perpustakaan Utama terima kasih atas layanannya, semoga
pelayanannya kepada mahasiswa menjadi lebih istimewa lagi
7. Kakak-kakakku, Kak M. Al-Amin, Kak Abdus Salam, dan spesial
untuk Kakakku Al-Hasanah S.Sos.I, terima kasih atas semua masukan,
nasihat, cerita pengalaman, dan berbagi susah serta senang bersama.
Adik-adikku Rodiatam Mardhiah, Akmalul Mukminin, Rahmatal
Abror, M. Nazhif, Sayyidatul Ummah,
M. Arif Billah, Alfiyatul Yusriyyah, dan M. Ziyad Husaini, senyum
kalian saat penulis meminta bantuan selalu menyejukkan hati penulis
8. Segenap keluarga besar dan rekan di Majelis Taklim Assakinah Fi
Riyadhil Jannah
9. Kawan-kawan kelas di KPI B angkatan 2004, Kasih, Jevy, Daseva,
Mimin, Imut, Ida, Ani, ifa, Ulul, Eza, Ika, Yayu, Anis, Sarah, Iik, Tia,
Zee, Mika, Rika, Desi, One, Fauzi, Fajar, Asmuni, Maulana, Haris,
Ridho, Ali, Rahmatullah, Irwan, Arya, Matul, Samlani, Ade.
Pengalaman menuntut ilmu bersama kalian semua adalah karunia Allah
Swt yang tiada tara.
10. Teman-teman di organisasi, di Majalah Jeda,. di LPMU Institut, di
HIQMA, di Komka, di Marawis Dakwah, teman-teman dan pengurus di
Zeta Data Centre Pusbangsitek UIN, segenap rekan dan direksi di
Tabung Wakaf Indonesia (TWI) Dompet Dhuafa Republika, dan teman-
teman di kursus komputer ESE Project.
11. Bantuan beasiswa Gudang Garam (smt 3), Orbit (smt 5), Women
International Club (WIC dari smt 6 sampai lulus), terima kasih atas
bantuan materi demi kelancaran kebutuhan kuliah penulis.
Jakarta, 30 April 2008
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
A. .........................................................................................Latar
Belakang Masalah .................................................................... 1
B. .........................................................................................Pembata
san dan Perumusan Masalah .................................................... 5
C. .........................................................................................Tujuan
dan Manfaat Penelitian............................................................. 6
D. .........................................................................................Metodol
ogi Penelitian............................................................................ 7
E...........................................................................................Tinjauan
Pustaka ..................................................................................... 8
F. ..........................................................................................Sistemati
ka Penulisan ............................................................................. 9
BAB II. LANDASAN TEORITIS ............................................................. 11
A. Konsep Pemikiran .................................................................... 11
B. Pengertian Dakwah .................................................................. 13
C. Unsur-Unsur Dakwah .............................................................. 14
D. Hakikat Dakwah....................................................................... 16
BAB III. PROFIL DAN PEMIKIRAN DAKWAH
IMAM KHOMEINI..................................................................... 18
A. Latar Belakang Keluarga.......................................................... 18
B. Perjalanan Hidup Imam Khomeini........................................... 19
C. Sekilas tentang Perjuangan Imam Khomeini Menuju
Revolusi Islam Iran .................................................................. 23
D. Sosok Da’i dan Kepemimpinan Imam Khomeini .................... 28
E. Karya-Karya Imam Khomeini.................................................. 33
F. Pemikiran Dakwah Imam Khomeini........................................ 42
BAB IV. ANALISIS PEMIKIRAN DAKWAH IMAM KHOMEINI .... 66
A. .........................................................................................Konsep
Pemikiran Dakwah Imam Khomeini........................................ 66
B. .........................................................................................Metode
Dakwah yang Efektif menurut
Imam Khomeini ....................................................................... 82
BAB V. PENUTUP..................................................................................... 93
A. Kesimpulan .............................................................................. 93
B. Saran-Saran .............................................................................. 95
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 96
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ABSTRAK
Pemikiran Dakwah Imam Khomeini
Oleh: Al-Mukarromah
Imam Khomeini adalah seorang tokoh yang tetap monumental, sehingga meneliti sosok beliau bak ”oase di gurun pasir yang gersang”. Pribadinya dapat menjadi jawaban di tengah gencarnya fitnah, pelecehan dunia terhadap Islam, dan sikap apatis sebagian kalangan bahwa Islam tak lagi relevan sebagai solusi berkehidupan di era kini. Dengan menguak kembali kiprah seorang ulama besar Iran yang pernah hidup di abad dua puluh ini, Imam Khomeini (wafat 1989) melalui Revolusi Islam Iran 1979 di bawah kepemimpinannya, Islam mampu menjawab dengan berdiri tegak melawan kezaliman penguasa Iran yang ketika itu diintervensi asing untuk menjauhkan Islam dari rakyat Iran dan mengoyak kesejahteraan rakyat. Penelitian ini menarik karena strategi dan kiprah Imam Khomeini kiranya juga mampu menjawab krisis multidimensi yang terjadi di negeri tercinta Indonesia karena salah satu penyebab krisis tersebut adalah negeri kita tak berdaya melawan intervensi asing.
Penelitian ini mengangkat judul ”Pemikiran Dakwah Imam Khomeini” dengan rumusan masalah menelusuri bagaimana pemikiran dakwah Imam Khomeini? dan apa metode dakwah yang efektif menurut Imam Khomeini?.
Pendekatannya menggunakan pola deskriptif historis yaitu mendeskripsikan hasil penelitian historis dengan pendekatan metode studi naskah. Dalam mengumpulkan data, penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data/dokumen untuk memerkuat informasi seperti buku bacaan, majalah, internet, koran, dan lain-lain.
Pemikiran dakwah Imam Khomeini adalah pemikiran yang sesuai dengan teori ilmu dakwah, menerapkan ajaran alquran dan sunnah Nabi Saw. Dari sini, kita bisa merenungi kedalaman pemikiran beliau yaitu berdakwah adalah kewajiban semua manusia baik umat Islam dan manusia semua karena kitab alquran itu diturunkan Allah Swt untuk hujjah seluruh manusia. Bagi Imam seorang da’i adalah indikator utama keberhasilan pesan dakwah Islam. Karena itu da’i haruslah menyiapkan dirinya dengan terus melakukan pengayaan ilmu pengetahuan dan akhlak Islam. Objek/mad’u dakwah Imam mengklasifikasikannya berdasar strata sosial ekonominya yaitu kaum mustadh’afin, kaya, dan pejabat. Metode dakwah yang efektif menurut Imam Khomeini ternyata amat beragam yaitu: metode dakwah kepada musuh Islam; metode dakwah melalui majelis ilmu; melalui berdialog/musyawarah; melalui tabligh/berpidato; dengan memilih materi dakwah yang pas; dengan memanfaatkan media komunikasi massa.
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memeroleh gelar strata satu (S-
1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang digunakan dalam penulisan skripsi ini telah
saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Jika terbukti di kemudian hari karya ini bukan hasil karya asli
saya atau hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 3 Juni 2008
Al-Mukarromah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan semakin berkembangnya dakwah Islam, dengan ditandai oleh
semakin banyaknya variasi dakwah Islam melalui media massa, cetak atau
elektronik, yang sedikit-banyak menimbulkan efek positif bagi perkembangan
nilai keberagamaan umat. Kemudian, di sisi berlawanan, terjadi pula fitnah yang
besar bagi umat Islam akibat semakin gencarnya musuh-musuh Islam memerangi
Islam dengan berbagai cara. Ini membuat kita perlu memikirkan dan terus-
menerus memodifikasi konsep dakwah itu sendiri guna dakwah Islam tetap pada
tujuan aslinya yakni mengajak manusia ke jalan Allah SWT , tanpa ada niat selain
pada-Nya dan agar dakwah Islam tak mudah redup terkalahkan oleh fitnah yang
marajalela yang menghantam umat Islam seperti pada kondisi saat ini.
”Dakwah adalah sebuah aktivitas menyeru manusia kepada perubahan yang sejatinya tak boleh berhenti apalagi mati, tetapi ia adalah aktivitas yang kontinyu. Karenanya memerlukan para pelaku dakwah aktifis yang mampu mengemban amanat penerus para nabi. Kredibilitas dan kemampuan sang da’i sebagai penentu keberhasilan merupakan tuntutan zaman, sebab semakin bertambah umat manusia yang menerima dakwah, semakin meluas geografi dakwah, semakin dibutuhkan pertambahan wawasan dan keluasan kerja-kerja dakwah.”1
Karena itu, sangatlah diperlukan kreativitas sebuah penggambaran konsep
pemikiran dakwah yang holistik, transformatif, dan sesuai zaman. Salah satu cara
1 M. Idris A. Shomad, Diktat Ilmu Dakwah, (Jakarta: T.pn., 2004), h. 2.
untuk menggambarkan sebuah konsep yang termudah adalah, kita mengambil
konsep pemikiran dari para guru kita, pendahulu kita, para ulama yang ternama di
zamannya yang dengan konsep pemikiran dakwah-nya, Islam mampu menggapai
masa kejayaan di masa kepemimpinannya.
Dalam sejarah perubahan masyarakat, ulama memang memiliki peran yang
sangat besar dan universal. Ia nyaris memiliki andil dalam setiap lini dan detik
dalam perubahan masyarakat (social angineering) yang bermuara pada kesadaran
kolektif masyarakat untuk melakukan perubahan. Maka ulama dinyatakan sebagai
sumber dan inspirasi perubahan.2
Sebuah personifikasi konsep dari seorang ulama besar dapat kita relevankan
konsep pemikiran itu dengan masa kini. Selama konsep pemikiran itu tak keluar
dari norma syariat Islam, serta ia sesuai dengan kultur masyarakat muslim, konsep
pemikiran itu dapatlah kita gunakan.
Ayatullah Ruhullah Al-Musawi Al-Khomeini atau Imam Khomeini adalah
salah satu ulama besar yang amat berandil dalam menggerakkan umat menuju
ajaran Islam sesungguhnya yang pernah dimiliki umat Islam. Imam asal Teheran,
Iran yang lahir pada 1902 M ini, melalui pemikirannya yang besar dan
berpengaruh, mampu menjatuhkan rezim penguasa yang ingin menjauhkan umat
dari ajaran Islam karena pengaruh intervensi negara asing.
2 Fathiy Syamsuddin, Menguatkan Peran dan Fungsi Peran Ulama, Majalah Al-Wa’ie, no. 80 (April 2007), h.13.
Melalui keyakinan dan konsep amar makruf nahi munkar serta dengan
strategi (dakwah) yang handal, Imam Khomeini mampu memengaruhi segenap
rakyat Iran untuk menggulingkan rezim tersebut. Dengan 98,2 % suara rakyat
yang setuju didirikannya Republik Islam, resmi pada 1 April 1979 sebuah negara
Republik Islam berdiri. Peristiwa ini dikenal dengan Revolusi Islam Iran.3
Kiprah Imam Khomeini yang demikian, diharapkan bisa mengetuk hati para
ulama, cendekiawan, intelektual muslim (bahkan sampai kepada para negarawan)
di era kini untuk bangun dari ’tidur’-nya yang saat ini tidak/belum terdengar
kiprah besarnya dalam memimpin umat. Peran mereka kini tampak hanya berada
pada sub khusus dari kehidupan masyarakat. Ya, yakni hanya dalam momen
seremoni keagamaan, forum ilmiah, di tempat ibadah dan lain sebagainya.
Selebihnya, yang mampu menguasai dan mewarnai Islam dalam segala lini
kehidupan, baik dalam pemerintahan atau politik, sosial, ekonomi, budaya, dan
lainnya, hanya dalam porsi minim.
Di tengah absurd-nya (tidak jelas) kehidupan bernegara di bawah ’standard
ganda’ kebijakan pemerintah baik dalam negeri maupun internasional, yang kini
kita bisa melihat hasilnya yaitu kemiskinan merajalela, peperangan antarnegara
yang membunuh ribuan warga sipil yang tak berdosa, dan masyarakat yang
terdikotomi (terpisahkan) dari nilai agama, suasana ini pulalah yang saat itu
terjadi di Iran, yakni penguasa Iran saat itu diintervensi oleh Barat.
3 Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, (Jakarta: Al-
Huda,t.t.), h. 21
Karena itu, Imam Khomeini dengan segala usahanya ternyata mampu
merebut dan kembali mengembalikan Iran ke dalam dasar prinsip nasional dan
masyarakatnya yang mayoritas berwatak religius, 4 melalui Revolusi Islam Iran
1979. Momentum ini pula menjadikan sebuah pemerintahan Islam mampu tampil
secara revolusioner ke arena politik internasional. Islam berusaha merangkul
pihak-pihak yang hak-hak politik dan ekonominya dicabut. Islam merupakan
perisai moral terhadap serangan gencar nilai-nilai Barat. Akhirnya Islam
merupakan jawaban bagi individu dan kelompok sosial yang mengalami prahara
ketidakpastian, relativisme dan krisis identitas.5
Penelitian ini sangat menarik, karena ini juga ada kaitannya dengan sedang
memanasnya benturan politik antara Iran dan Amerika Serikat (AS). Disebabkan
larangan pengayaan nuklir Iran yang diklaim oleh AS bertujuan untuk pembuatan
senjata pemusnah massal.
Terlepas dari pro-kontra perseteruan politik antara AS dan Iran tersebut, yang
jelas bahwa kita sebagai bangsa sebuah negara, memang sudah saatnya memiliki
prinsip agar eksistensi bangsa dan negara tak mudah diinjak-injak oleh negara
lain. Kita pernah mendengar banyak prinsip yang digaungkan oleh para pemimpin
negeri kita, terutama prinsip yang pernah digaungkan oleh Presiden Soekarno ”Go
4 Kedutaan Besar Republik Islam Iran, Republik Islam Iran: Selayang Pandang, (Ttp.: Tpn,
t.t), h. 9 5 Ali Rahnema, ed., Para Perintis Zaman Baru Islam, Penerjemah Ilyas Hasan (Bandung:
Mizan, 1996), cet. Ke-2, h. 7.
to hell with your aid!– Persetan dengan bantuan-mu!.”6 Dikarenakan beliau tahu,
bantuan asing justru menyisakan kepiluan mendarah daging bertahun-tahun
menggerus eksistensi dan identitas independensi bangsa. (semoga Allah SWT
selalu memberi ampunan dan petunjuk untuk kita semua, bangsa Indonesia, amin)
.
Torehan sejarah emas bagi peradaban Islam melalui kepemimpinan dan
keulamaan Imam Khomeini yang amat berprinsip (terutama bila kita menilik
prinsip kepemimpinan ulama/wilayat alfaqih yang dicetuskan oleh Imam
Khomeini untuk sistem pemerintahan di Iran) sangatlah disayangkan bila kita tak
mengambil pelajaran dari sini. Presiden Soekarno pernah berkata ”Jangan sekali-
kali melupakan sejarah” (jas merah).7 Dari sejarah Imam Khomeini, kita dapat
mengurai kembali bagaimana kontribusi beliau dan pemikiran beliau bagi
kemajuan dakwah Islam yang bisa kita aplikasikan untuk kepentingan dakwah di
era kini.
Karena itu, sangatlah menarik dan amat perlu jika pemikiran dakwah Imam
Khomeini diurai melalui sebuah penelitian dalam skripsi bagi penulis, dengan
mengangkat judul:”Pemikiran Dakwah Imam Khomeini”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
6 Debra Yatim, ed., .Kembara Tiada Berakhir: Herawati Diah Berkisah (Jakarta: Yayasan
Keluarga, 1993), cet. Ke-1 h. 15 7 Jacobus Kamarlo Mayong, Menyedihkan, “Posko” Pembentukan Negara Republik
Indonesia Terbengkalai, artikel diakses pada 7 Maret 2008 dari http://www.fpdiperjuangan.or.id
1. Pembatasan Masalah
Untuk lebih spesifiknya penulisan skripsi ini, penulis membatasi masalah
hanya pada masalah pemikiran dakwah Imam Khomeini
2. Perumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimana pemikiran dakwah Imam Khomeini?
b. Apa metode dakwah yang efektif menurut Imam Khomeini?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasar pokok permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Mengetahui pemikiran dakwah Imam Khomeini
b. Mengetahui metode dakwah yang efektif menurut Imam Khomeini
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
positif bagi pengembangan wacana keilmuan dakwah serta
keberlangsungan dakwah islamiyah
b. Manfaat praktis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi
para teoritis, praktisi, dan pemikir dakwah dalam mengemas nilai Islam
menjadi kajian yang menarik. Selanjutnya, memberikan motivasi bagi
para pelaksana dakwah untuk lebih kreatif dalam mengaplikasikan sebuah
pemikiran dakwah yang kreatif, ramah, dan mampu diterima oleh
masyarakat.
D. Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut
Bogdan dan Taylor definisi metode kualitatif adalah penelitian yang berprosedur
menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
prilaku yang diamati. 8
1. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah pemikiran keagamaan Imam
Khomeini dan objek penelitian ini adalah pemikiran dakwah dan metode
dakwah yang efektif dalam pemikiran Imam Khomeini.
2. Teknik Pengumpulan Data
8 Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif , (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004)
cet. xx, h.3
Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan teknik dokumentasi
yaitu teknik pengumpulan data melalui pengumpulan dokumen-dokumen
untuk memerkuat informasi. Atau teknik dokumentasi bisa disebut sebagai
strategi yang digunakan dengan mengumpulkan data-data dari buku-buku,
majalah, dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan objek penelitian.
Penulis dalam penelitian ini, meneliti segala buku yang berkaitan tentang
pemikiran dakwah dan metode dakwah yang efektif menurut pemikiran Imam
Khomeini serta artikel tentang Imam Khomeini dari bahan bacaan lainnya
seperti majalah, internet, koran, dan lain sebagainya.
3. Analisa Data
Dalam menganalisa data, penulis menggunakan pola pendekatan
deskriptif historis yaitu mendeskripsikan hasil penelitian historis dengan
menggunakan metode ”studi naskah”. Pendekatan deskriptif historis juga
merupakan prosedur penelitian yang menurut Norman K. Denzin, dengan cara
melakukan penelaahan terhadap berbagai literatur atau naskah yang
dihubungkan dengan fenomena sosial dengan cara melakukan interpretasi,
verifikasi, dan generalisasi. 9
9 Norman K. Denzin dan Yvonna, Handbook of Qualitative Research, (London: Sage
Publication, 1994), h. 1
E. Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai pemikiran dakwah telah banyak dilakukan oleh
mahasiswa terutama mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi di antaranya:
Pemikiran dan Kiprah Dakwah Bacharuddin Jusuf Habibie di ICMI (Ikatan
Cendekiawan Muslim se-Indonesia) oleh Hadi Saeful Rizal NIM:102051025590
tahun 2006; Pemikiran Dakwah Prof. Dr. Ismah Salman, M.Hum oleh Syarifah
NIM: 1020510616 tahun 2006; Pemikiran Dakwah Prof. KH. Ali Yafie oleh
Zulham NIM: 102051025485 tahun 2006; Pemikiran dan Aktivitas Dakwah dr.
Sulastomo oleh Rafi’i NIM: 101051022580 tahun 2006; Pemikiran Dakwah
Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dan Implementasinya dalam Politik oleh Leni
Kurniawati NIM 102051025459 tahun 2006. Namun, penelitian tentang
pemikiran dakwah dari Imam Khomeini di Fakultas Dakwah dan Komunikasi ini
penulis menemukan belum pernah ada yang meneliti. Terkecuali di Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat telah ditemui ada penelitian tentang Imam Khomeini
tetapi dalam perspektif filsafat ilmu tasawuf dan politik bukan dalam perspektif
pemikiran Imam Khomeini dalam bidang dakwah, seperti yang penulis angkat
dalam skripsi ini yang berjudul ”Pemikiran Dakwah Imam Khomeini”.
Kemudian, dalam penelitian tentang Pemikiran Dakwah Imam Khomeini ini,
penulis menggunakan referensi buku bacaan yang terkait dengan bahasan tentang
Imam Khomeini di antaranya: Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan
Perjuangan; Antara Al-Farabi dan Khomeini: Filsafat Politik Islam; Para
Perintis Zaman Baru Islam; Pesan Sang Imam; wasiat Sufi Ayatullah Khomeini:
Aspek Sufistik Ayatullah Khomeini yang tak banyak diketahui, dan lain
sebagainya.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari lima bab, setiap bab memiliki beberapa sub bahasan
yaitu:
Bab I Pendahuluan terdiri dari Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan
Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian,
Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan.
Bab II. Landasan Teoritis, yang mengungkap Konsep Pemikiran, Pengertian
Dakwah, Unsur-Unsur Dakwah, dan Hakikat Dakwah.
Bab III. Menjelaskan Profil dan Pemikiran Dakwah Imam Khomeini yang
terdiri dari, Latar Belakang Keluarga, Perjalanan Hidup Imam Khomeini, Sosok
Da’i dan Kepemimpinan Imam Khomeini, Karya-Karya Imam Khomeini, dan
Pemikiran Dakwah Imam Khomeini.
Bab IV. Menjelaskan Analisis Pemikiran Dakwah Imam Khomeini: yang
terdiri dari Konsep Pemikiran Dakwah Imam Khomeini dan Metode Dakwah
yang Efektif menurut Imam Khomeini.
Bab V. Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran-Saran
Bagian terakhir memuat Daftar Pustaka dan Lampiran-Lampiran
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Konsep Pemikiran
Kata konsep bermakna sebagai ide, umum, pengertian, pemikiran,
rancangan, rencana besar.1 Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
makna konsep adalah gambaran mental dari objek, proses atau apa pun yang ada
di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.2
Sedangkan pemikiran adalah proses, cara, perbuatan memikir.3 Sebuah
pemikiran amat penting dalam pembaharuan peradaban kehidupan umat manusia,
khususnya dalam hal ini untuk umat Islam di era modern saat ini.
Alquran adalah sumber pemikiran. Sumber inspirasi yang tak habis dalam
pertumbuhan ilmu akal.4 Pun alquran memiliki keistimewaan dapat memecahkan
problem-problem kemanusiaan dalam berbagai segi kehidupan dengan
pemecahan yang bijaksana.5
Pemanfaatan pemikiran untuk kemajuan peradaban manusia, bisa pula kita
mengambil pelajaran dari masyarakat terdahulu. Telah diakui oleh dunia
1 Achmad Maulana dkk, Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta:Absolut, 2004), cet II, h. 239
2 Tim penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka ,2003),cet III, h.588
3 Ibid, h. 873 4 Taufik Abdullah et all, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran dan Peradaban,
(Jakarta: PT Ikhtiar baru Van Hoove, 2003), h.3 5 Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Quran, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2004),
h. 14-15
11
kesarjanaan modern, masyarakat Islam klasik memiliki etos keilmuan yang amat
tinggi. Akan tetapi sayangnya umat Islam sendiri banyak tak mengetahui, terlebih
menghayati makna, dan mengembangkannya.6
Memanfaatkan pemikiran Islam klasik di era kini sangatlah penting untuk
peradaban manusia di zaman modern. Nur Cholish Madjid (Cak Nur) pernah
mengungkapkan:
Zaman modern tampaknya memberi kemungkinan baru bagi umat Islam untuk memerluas cakrawala dan menjadi kreatif kembali. Pada perkembangan dan tradisi beragam keilmuan Islam, diharapkan menjadi pemicu bagi munculnya semangat dan sikap apresiatif terhadap warisan klasik Islam. Karena itu, perlulah menarik benang merah dan relevansinya bagi tantangan di zaman kini. Dengan tetap bertitik tolak pada yang dinyatakan oleh Allah SWT sebagai keterangan atas segala sesuatu. Pada prinsipnya tantangan yang ada di depan umat Islam sekarang ialah mengungkap kembali kandungan alquran dengan segala implikasinya, secara luas dan kreatif. Untuk itu, kaum muslim zaman ini seperti telah dipraktekkan oleh mereka pada zaman dahulu, harus menggunakan segala macam bahan yang disediakan oleh pengalaman manusia dalam berbudaya dan berperadaban. Sikap inilah yang bisa ditarik sebagai kesimpulan eskatologi Islam yang menyangkut masalah pemikiran dan ilmu pengetahuan.7
Selain itu, Cak Nur dalam bukunya yang lain, Khazanah Intelektual Islam,
menyatakan:
Dari kegiatan berpikir, tumbuh ilmu pengetahuan dan industri. Akal berkecenderungan untuk memeroleh penemuan yang tak dipunyai sebelumnya. Karena itu ia pun memelajari kembali orang terdahulu dalam hal ilmu pengetahuan atau menambahnya dengan pengetahuan atau penemuan. Pikiran dan pemikiran seseorang dapat diarahkan kepada kenyataan secara satu persatu dan
6 Nurcholis Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam, (Jakarta: Paramadina,1997), cet I,
h. 13 7 Ibid, h.12
dikaji sifat-sifat aslinya sedikit demi sedikit. Lalu dikaitkan pada kenyataan yang pada akhirnya timbul pengetahuan dan pengajaran bagi kehidupan manusia.8
B. Pengertian Dakwah
Menurut bahasa (etimologi) dakwah berasal dari bahasa Arab, yaitu
yang artinya menyeru, mengajak.9 Dalam alquran makna dakwah دعوة-يدعو-دعا
memiliki banyak arti antara lain: (a) menyampaikan dan menjelaskan (Q.S
Fushilat 24 dan Yusuf 108), (b) berdoa dan berharap (Q.S Al-a’Raf: 55), (c)
mengajak dan mengundang (Yusuf :33).10
Secara Terminologis Toha Yahya Oemar menyatakan seperti mengutip dari
buku Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, bahwa dakwah adalah mengajak manusia
dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan
untuk kemaslahatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.11
Quraish Shihab berpendapat dakwah adalah seruan/ajakan kepada jalan
keinsyafan atau mengubah situasi yang kurang baik menjadi lebih baik dan
sempurna, baik terhadap pribadi maupun terhadap masyarakatya.12
8 Nurcholish Madjid, ed., Khazanah Intelektual Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), cet II,
h. 307-308 9 Ahmad Warson, Al-Munawwir , (Yogyakarta: Ponpes Al-Munawwir, 1984), h.483. 10 M. Idris A. Shomad, Diktat Ilmu Dakwah, (Jakarta: Tpn., t.t), h.3 11 Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2004), cet I, h. 5 12 Quraish Shihab, Membumikan Alquran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, (Bandung:Mizan,1999) cet XIX h.194
M.Arifin dalam buku Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi menyatakan
dakwah adalah sebagai suatu kajian dalam seruan, baik dengan lisan, tulisan serta
tingkah laku yang dilakukan secara sadar dan berencana untuk memengaruhi
orang lain agar timbul suatu pengertian, kesadaran, penghayatan, serta
pengamalan ajaran agama tanpa ada unsur paksaan.13
Dari makna dakwah pendapat para pakar di atas, dapatlah disimpulkan
bahwa dakwah adalah suatu jalan mengajak menuju jalan Allah Swt guna
membawa manusia kepada jalan yang benar, yang mampu merubah keadaan
kehidupan manusia (individu atau masyarakat) menuju ke arah yang lebih baik
baik di dunia sampai akhirat.
C. Unsur-Unsur Dakwah
Unsur-unsur dakwah adalah komponen yang ada dalam kegiatan dakwah.
Unsur-unsur dakwah itu adalah: 14
1. Da’i (pelaku dakwah)
Da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan dan
perbuatan. Baik secara individu, kelompok atau organisasi.
2. Mad’u (Mitra dakwah atau penerima dakwah)
Mad’u adalah manusia yang menjadi sasaran dakwah atau penerima dakwah
yaitu manusia secara keseluruhan.
13 M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta:Bumi Aksara,1993), h.6 14 Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, h. 70-143
3. Maddah (Materi Dakwah)
Maddah Dakwah adalah isi pesan/materi yang disampaikan da’i pada mad’u.
Materi dakwah dapat dikelompokkan menjadi: (a) akidah (keimanan); (b)
syariah (ibadah dan muamalah); (c) akhlak.
4. Wasilah (media dakwah)
Wasilah (media) dakwah yaitu alat yang dipergunakan untuk menyampaikan
materi dakwah (ajaran Islam). Hamzah Ya’qub membagi media dakwah
menjadi lima macam yakni: lisan, tulisan, audio visual, dan akhlak.
5. Thariqah (Metode dakwah)
Thariqah adalah metode yang digunakan dalam dakwah. Metode
dakwah adalah cara untuk menyampaikan materi dakwah.
Dalam alquran surat An-Nahl: 125 telah dijelaskan metode dakwah :
هي بالتي وجادلهم الحسنة والموعظة بالحكمة ربك سبيل إلى ادع
.بالمهتدين أعلم وهو سبيله عن ضل بمن أعلم هو ربك إن أحسن“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (Q.S An-Nahl:125).
Dalam ayat ini ada tiga metode dakwah yaitu: (a) Hikmah yakni metode
dakwah dengan memertimbangkan kemampuan rasional akal si penerima
dakwah; (b) Mauizah hasanah ialah metode menggunakan dalil, argumentasi
yang tepat sehingga mad’u menjadi puas menerima materi yang diberikan; (c)
Mujadalah billati hiya ahsan ialah metode tukar pikiran atau diskusi
menjawab bila mad’u menanyakan kebenaran materi dakwah.
6. Atsar (Efek Dakwah)
Atsar (efek) sering disebut feed back (umpan balik) dari proses dakwah.
Efek sangat berarti untuk menentukan langkah selanjutnya dalam menjalani
dakwah.
Tujuan dakwah yakni untuk memengaruhi tiga aspek perubahan diri
mad’u, yakni perubahan pada aspek pengetahuan/kognitif (knowledge), sikap
(attitude), dan prilaku (behavioral). Kemudian, penelitian dan evaluasi
terhadap penerimaan dakwah dilakukan guna menjawab sejauh mana ketiga
aspek perubahan pada manusia telah berjalan pada mad’u.
D. Hakikat Dakwah
Hakikat dakwah bisa juga dijelaskan sebagai filsafat dakwah. Secara
filosofis di dalam filsafat dakwah adalah hakikat dakwah yakni apa sebenarnya
dakwah itu, memelajari secara kritis dan mendalam tentang dakwah seperti tujuan
dakwah, mengapa diperlukan proses komunikasi dan transformasi ajaran dan nilai
Islam dan untuk mengubah keyakinan, sikap, dan prilaku seseorang khas Islam.15
Hakikat makna dakwah pemahamannya ialah: 16 (a) Dakwah sebagai kerja Tuhan. Keberhasilan dakwah dipengaruhi usaha sang dai dan terakhir ditentukan oleh Allah SWT; (b) Dakwah sebagai ajakan kepada individu atau kelompok
15 Ki Moesa A. Machfoeld, Filsafat Dakwah:Ilmu Dakwah dan Penerapannya, (Jakarta:
Bulan Bintang, 2002), edisi II, h. ix-x 16 Ibid, h. xvii-xix
untuk mengikuti dan mengamalkan ajaran Islam, serta membawa dari satu situasi ke situasi lain yang lebih baik/ islami; (c) Dakwah adalah memanggil kembali hati nurani untuk menghilangkan sifat buruk menuju ke sifat mulia; (d) Dakwah sebagai proses komunikasi. Dengan komunikasi terjadi transformasi lalu proses internalisasi iman, pengamalan, pentradisian ajaran dan perubahan keyakinan sikap dan prilaku; (e) Dakwah sebagai penyebaran rahmat Allah Swt pada sesama manusia bahkan pada makhluk seluruh alam; (f) Dakwah sebagai pembebasan diri dari keterbelengguan; (g) Dakwah sebagai penyelamatan manusia agar tidak terperosok dalam kesalahan dan tak mengalami degradasi kemanusiaan; (h) Dakwah sebagai pembangun peradaban kehidupan manusia secara cerdas dan beriman tanpa merusak.
Dari penjelasan tersebut, dapatlah kita menarik kesimpulan hakikat dakwah
adalah sebuah jalan menuju kebenaran dengan mengajak manusia (berusaha lalu
bertawakkal) menuju penciptanya yakni Allah SWT guna tercipta kehidupan
manusia yang sesuai dengan fitrahnya (hidup saling menolong,
berprikemanusiaan, dan beradab).
BAB III
PROFIL DAN PEMIKIRAN DAKWAH IMAM KHOMEINI
A. Latar Belakang Keluarga
Ruhullah Al-Musawi Al-Khomeini atau Imam Khomeini lahir di Khomein
pada 24 Oktober 1902 M / 20 Jumadil Akhir 1320 di dusun kecil di Iran Tengah.
Tanggal lahir ini bertepatan dengan hari kelahiran Fatimah Az-Zahra putri Nabi
Muhammad SAW.1 Keluarga Imam Khoemini adalah keluarga Sayyid Musawi,
keturunan Nabi Saw melalui jalur Imam ketujuh Syiah, Musa Al-Kazhim. Mereka
berasal dari Neysabur, di Iran Timur Laut. Pada awal abad ke-18, keluarga ini
bermigrasi ke India, dan bermukim di kota kecil Kintur di dekat Lucknow di
kerajaan Oudh. Kakek Imam Khomeini, Sayyid Ahmad Musawi Hindi, lahir di
Kintur. Keluarga kakeknya adalah keluarga ulama terkemuka, Mir Hamen Husein
Hindi Neysabury, yang karyanya, Abaqat Al-Anwar, jadi kebanggaan Syiah India.
Sayyid Ahmad meninggalkan India pada 1830 untuk ziarah ke kota suci
Najaf memenuhi undangan seorang saudagar terkemuka Khomein. Kemudian
beliau pergi ke Khomein menjadi pembimbing spiritual. Sayyid Ahmad menikah
dengan Sakinah, putri tuan rumahnya di Khomein. Mereka dikaruniai empat anak,
antara lain Sayyid Mustafa Musawi (ayah Imam Khomeini), lahir 1856. Mustafa
belajar di Najaf lalu pada 1894 kembali ke Khomein. Di sana ia menjadi ulama.
1 Lukman H, Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, Majalah Hidayah, (Maret 2005), h. 80
18
Ibu Imam Khomeini, Sayyidah Hajar, ia adalah putri seorang Ayatullah
terkemuka di wilayahnya, Ayatullah Mirza Ahmad dan juga kakeknya pun
seorang ulama terkenal di zamannya, Ayatullah Al-Khunsari, penulis kitab
Zubdah Al-Tashanif.2 Saudara Imam Khomeini ada enam bersaudara. Imam
Khomeini adalah bungsu.3
Keluarga Imam Khomeini dikenal taat beragama. Pada usia Imam tujuh
bulan pasca lahirnya, 4 Ayah Imam, Mustafa wafat pada 11 Zulqaidah (1320 H),
ia terbunuh dalam usia 48 tahun (1900) di tangan Wali Kota Khomein saat
memprotes pemerasan pajak yang tak adil, serta praktik penindasan yang
dilakukan aparat Dinasti Qajar di daerahnya itu. Setelah itu, Imam Khomeini
dibesarkan oleh ibunya dan bibinya, Sahiba atau Shahab Khanum. Pada usia
Imam Khomeini 15 tahun.5
B. Perjalanan Hidup Imam Khomeini
Wafatnya orang-orang yang dicintainya dalam usianya yang masih amat
muda, Imam Khomeini pun besar sebagai anak muda yang serius, banyak
merenung, bahkan menyendiri di padang pasir di dekat kediamannya.6 Ayatullah
2 Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h. 3
3 Ali Rahnema, ed., Para Perintis Zaman Baru Islam, h. 70 4 Dalam Lukman H, Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, h. 80 dijelaskan
usia Imam Khomeini baru berusia empat bulan. Sedangkan dalam Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h. 4 dijelaskan usia Imam ketika itu lima bulan 5 Tetapi dalam Lukman H, Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, h.81 usianya 16 thn dan dalam Ali Rahnema, ed., Para Perintis Zaman Baru Islam, h. 70 pun sama, 16 thn 6 Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini: Filsafat Politik Islam, (Bandung: Mizan, 2002), cet I, h. 110
Pasandideh, kakak Imam Khomeini, mengatakan bahwa bibinya, Sahiba yang
mengurus keuangan dan masalah keluarga dalam membesarkan anak-anak
saudaranya, terkenal dalam keluarganya sangat berani dan tak pernah takut untuk
berbicara benar. Inilah kiranya yang memengaruhi pribadi Imam Khomeini yang
telah 16 tahun diasuh oleh bibinya.7
Keluarganya mengingat Imam Khomeini kecil sebagai anak yang
bersemangat dan enerjik. Imam kecil tak jarang pulang dengan baju berdebu dan
sobek. Terkadang ada goresan luka setelah bermain. Secara fisik dia anak yang
kuat. Dia dikenal jagoan di beberapa jenis olahraga karena ia bisa mengalahkan
teman-temannya dalam pertandingan gulat.8
Pasca wafat ibu dan bibinya, Pasandideh-lah yang mengasuh Imam
Khomeini. Sekaligus ia menjadi guru pertama Imam Khomeini dalam ilmu-ilmu
Islam, khususnya logika dan bahasa Arab.9
Imam sejak kanak-kanak telah belajar menulis dan membaca di rumah.
Dengan sungguh ia memulai pendidikan sekolah dini-nya di dekat rumah, Maktab
Khaaneh milik Akhund Mullah Abu Al-Qasim. Di usia tujuh tahun ia belajar
bahasa Arab pada sepupunya dari pihak Ayah, Syeikh Jafar, lalu ke Mirza
Mahmud. Kemudian mengkaji buku tata bahasa Arab dan logika pada Hajj Mirza
Muhammad Mahdi, pamannya dari pihak ibu. Kemudian melanjutkan studi
7 Lukman H, Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, h.81 8 Yamani, Wasiat Sufi Ayatullah Khomeini: Aspek Sufistik Ayatullah Khomeini yang Tak
Banyak Diketahui, (Bandung: Mizan, 2002), cet II, h.24-26 9 Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini: Filsafat Politik Islam, h. 110
mantiq (logika) pada ipar lelakinya Haji Mirza Ridha Najam. Belum genap usia
15 tahun, ia sudah mahir bahasa Parsi.10
Di usia 15 tahun, Imam mulai belajar tata bahasa Arab kepada saudaranya,
Murtaza, yang belajar bahasa Arab dan teologi di Isfahan. Imam punya bakat
khusus dalam menulis dan menyusun syair Persia. Ia juga memerlihatkan minat
pada kaligrafi Persia. Ia belajar ini oleh Syaikh Hamzah Mahallati. Khomeini
muda pada waktu itu mendambakan menjadi mujtahid. Sebelum kelak menjadi
mujtahid (marja’ taqlid) kemasyhuran Imam Khomeini adalah dalam bidang
filsafat dan ’irfan.
Kemudian, pendidikan formal dimulai saat ia berusia 17 tahun.11 Imam
pergi ke kota Arak. Tak lama belajar di sini, ia lalu belajar ke Qum, pusat studi
keislaman di Iran. Imam Khomeini langsung tampil sebagai murid paling
menonjol di hauzah ’ilmiyah (lembaga pendidikan) di kota itu. Syaikh Abdul
Karim Hairi-Mujtahid terkemuka di masa itu adalah guru Imam Khomeini dalam
bidang Fiqih dan Ushul Fiqih. Ia belajar filsafat dan ’irfan/tasawuf oleh Mirza
Muhammad ’Ali Syahabadi. Imam menyelesaikan studi fiqih dan ushul dengan
seorang guru dari Kasyan Ayatullah ’Ali Yasrebi Kasyani (wafat 1959).
Kemudian Imam belajar kepada Ha’eri dalam bidang dars-e kharej (studi di luar
teks tanpa buku pegangan hanya berupaya membentuk pendapatnya sendiri
10 Lukman H, Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, h. 80-81 11 Dalam Lukman H, Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, h.80 dan
Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h. 5, dijelaskan bahwa ketika itu Imam berusia 19 tahun
tentang hukum). Inilah tahap final pendidikan Imam Khomeini. Di awal 1930-an
ia menjadi mujtahid dan menerima ijazah untuk menyampaikan hadis dari empat
guru terkemuka Imam, yakni Muhsin Amin Ameli (wafat 1952) ulama terkemuka
dari Lebanon; Syaikh Abbas Qumi (wafat 1959) ahli hadis dan sejarawan Syiah;
Abul Qasim Dehkondi Isfahani (wafat 1934) mullah terkemuka di Isfahan;
Muhammad Reza Masjed Syahi (wafat 1943) yang datang ke Qum pada 1925
karena protes menentang kebijakan anti-Islam reza Syah.12
Pada usia 27 tahun, Khomeini telah menjadi guru filsafat dan ’irfan. Ia telah
mulai mengajar di tingkat spesialisasi di hauzah ilmiyah Qum. Selain filsafat dan
’irfan ia juga mengajar fiqih, ushul fiqih, dan akhlak.13 Dalam usia yang relatif
muda, Imam telah mencapai mujtahid di bidang hukum Islam. Dengan demikian
ia punya wewenang untuk mengeluarkan fatwa untuk dianut oleh masyarakat
Syiah. Pada akhir 1950-an Imam menjadi salah satu bintang di pusat teologi. Dua
ratus lebih muridnya tersebar ke seluruh penjuru Iran dan kalangan Syi’ah di luar
negeri.14 Karena itu pasca wafat Ayatullah Burujurdi pada 1961, tokoh ulama
Syiah, Imam dipilih oleh masyarakat sebagai marja’ dini, yaitu sebagai tempat
kembalinya umat dalam persoalan agama atau pucuk pimpinan spiritual dalam
masyarakat Syiah.15
12 Ali Rahnema, ed., Para Perintis Zaman Baru Islam, h. 73 13 Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h. 6 14 Ali Rahnema, ed., Para Perintis Zaman Baru Islam, h. 88
15 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 3, (Jakarta: Pt. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), cet v,h. 53
Kemudian, di usia 30 tahun, Imam Khomeini menikah dengan putri seorang
agamawan terkemuka Teheran, Batul . Mereka dikaruniai dua putra dan tiga putri.
Putranya, Mustafa Khomeini – seorang Hujjatul Islam terkemuka, wafat secara
misterius, diklaim ini akibat pembunuhan oleh agen-agen dinas rahasia Iran masa
Syah (Savak). Anak kedua, Ahmad Khomeini juga seorang Hujjatul Islam – ia
menjadi salah seorang tokoh berpengaruh di Republik Islam Iran. Di antara putri-
putrinya, Zahra Musthafawi adalah seorang doktor dan dosen filsafat di salah satu
universitas di Iran.16
C. Sekilas tentang Perjuangan Imam Khomeini Menuju
Revolusi Islam Iran
Penjelasan tentang perjuangan Imam Khomeini dalam Revolusi Islam Iran
sangatlah penting untuk diurai di sini, karena inilah masa klimaks dan
penting-nya perjuangan dan kemenangan Islam di bawah komando Imam
Khomeini, sehingga suatu kebenaran dapat berdiri tegak tanpa ragu di
hadapan dunia internasional.
Masa pergolakan politik di Iran dimulai dengan naiknya Reza Khan pada
1924 hingga tumbangnya Muhammad Reza Pahlevi pada 1979. kedua raja
Pahlevi ini terus berupaya melemahkan posisi Islam di Persia untuk
menggantikannya dengan peradaban Barat. Guna melancarkan tujuannya itu,
pembunuhan terhadap para pemimpin Islam yang menghalangi niat mereka
16 Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini: Filsafat Politik Islam, h.111
pun dilakukan. Saat itu kehidupan rakyat Iran secara ekonomi lemah, korupsi,
intervensi Barat, penjauhan diri dari kebudayaan Islam dengan
penyalahgunaan media radio, televisi, dan surat kabar.17 Atribut agama seperti
busana muslimah, pendidikan alquran, shalat jamaah, khutbah, dan lain
sebagainya dilarang keras.18
Melihat keadaan ini, Imam Khomeini merasa terpanggil untuk melakukan
penentangan politiknya bersama ulama-ulama lain. Hingga pada 1941, saat
dirasa oleh Imam kebobrokan Reza Khan terhadap Islam harus dibongkar,
pada usia 39, ia menulis buku yang berjudul Kasyf Al-Asyrar (membongkar
rahasia). Saat itu ia baru bergelar Hujjatul Islam, secara jelas ia nyatakan
reza Khan adalah antek Inggris, tiran, koruptor, dan penguasa anti Islam.19
Karir politik Imam Khomeini secara terang-terangan bermula pada tahun
1963 , setelah Reza Syah di tahun 1962 mengesahkan RUU DPRD yang
memuat pasal posisi Islam dilemahkan, di antaranya penghapusan syarat
keislaman bagi calon anggota dewan, menghapus sumpah dengan alquran, dan
lain sebagainya.20 Karena itu, pada Maret 1963, Imam berpidato dengan
lancang mengeluarkan kecaman atas Syah secara terbuka.21
Di tahun 1963, Imam mulai dikenal luas karena protes keras-nya pada
kebijakan Syah di bidang pertanahan yang justru ini akan menghancurkan
17 Kedutaan Besar Republik Islam Iran, Republik Islam Iran: Selayang Pandang, h. 9 18 Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h. 7 19 Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini: Filsafat Politik Islam, h. 112 20 Ibid 21 Ibid
secara total ekonomi agraris di Iran. Selain itu kebijakan itu juga akan
membuat rakyat menjadi budak sejumlah konglomerat yang didominasi oleh
keluarga kerajaan, sekelompok orang kaya Iran, dan perusahaan asing. Imam
menyerukan perlawanan terhadap Syah yang memusuhi Islam, terutama saat
Syah menyetujui desakan AS untuk menetapkan undang-undang mengenai
kekebalan personil militer AS di Iran. Dalam penilaian Imam konsesi yang
telah diberikan Syah kepada AS itu telah menghina rakyat Iran dan kaum
muslim secara umum.22
Tahun 1963 pula Imam ditangkap polisi oleh tentara rahasia Syah seusai
menyampaikan pidatonya di madrasah pimpinannya di kota Qum. Ia dibawa
ke Teheran dan ditahan di pinggir Qasr. Namun, akibat tekanan rakyat, para
pendukung Imam Khomeini turun ke jalan, di kota melakukan pemogokan
hingga adanya kerusuhan yang menewaskan 15 ribu orang di Teheran dan 400
ribu di Qum, akhirnya kurang dari setahun, Imam Khomeini dibebaskan.23
Pasca dibebaskan, Imam Khomeini malah memerhebat serangannya ke
rezim Syah. Ia kembali dijebloskan ke penjara. Pada November 1964, ia
diasingkan ke Bursa di Turki. Setelah setahun, pengasingannya berpindah ke
Najaf Irak. Najaf adalah kota suci kaum Syiah, maka Imam Khomeini dalam
pengasingannya ini mengeluarkan pernyataan keras akan peristiwa-peristiwa
yang terjadi di negerinya. Pernyataannya ampuh membuat opini publik dan
22 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 3, h. 53 23 Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini: Filsafat Politik Islam, h. 112-113
respon dari pengikutnya.24 Imam dalam berbagai kesempatan memimpin
gerakan perlawanan. Pidatonya dalam bahasa Persia, pernyataan tertulisnya,
dan instruksi politik dengan cepat tersebar di Iran. Jaringan perlawanan yang
diciptakan Imam dikendalikan oleh kaum Mullah, kaum universitas, dan kaum
bazari (pedagang) meneruskannya ke seluruh pelosok di Iran, sehingga rakyat
tetap berada dalam kendali Imam. Pada 7 Januari 1978 surat kabar resmi
pemerintah Iran memuat tulisan menghina kaum ulama karena dianggap
menolak modernisasi. Maka demonstrasi kaum Mullah di kota Qum terjadi.
Puluhan korban jatuh di pihak Mullah dan rakyat pendukung mereka. Imam
menjadikan peristiwa ini momentum untuk menggerakkan rakyat secara
massal menentang Syah.25 Melihat aksi Imam ini, Syah Reza meminta
penguasa Iran mengusir Imam Khomeini dan pada 4 Oktober 1978 Imam
diusir dari Irak.26
Awalnya Imam ingin tinggal di Kuwait, tetapi pemerintah Kuwait
menolak karena penguasa negeri-negeri muslim ditekan untuk tidak
mengizinkan tinggal di wilayah-nya oleh Syah. Akhirnya, ia tinggal di Paris
yang pemerintahnya bersedia menerimanya. Di kota ini ternyata memberi
akses publisitas bagi aktivitasnya memimpin pergolakan negeri Iran.27
24 Ibid, h. 113 25 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 3, h. 54 26 Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini: Filsafat Politik Islam, h. 113 27 Ibid
Perjuangan menuju Revolusi Islam Iran, termasuk saat di pengasingan,
Imam selalu mengingatkan rakyat Islam Iran untuk selalu mengobarkan
semangat mereka agar berkeyakinan bahwa bahwa Islam pasti menang,
melalui pesan-pesannya, baik dalam bentuk tulisan/cetak maupun kaset-kaset
yang diselundupkan ke Iran dan disebarluaskan oleh para pejuang.28
Setelah kurang lebih empat bulan di Paris, Perancis, Imam yang melihat
bahwa Rezim Pahlevi tak diakui rakyat lagi, meski secara formal masih aktif,
rakyat sangat mendambakan kehadiran Imam di tengah mereka, akhirnya
Imam memutuskan kembali ke Iran, kendati diancam dibunuh setibanya di
Teheran, tetapi tekad Imam bulat. Ia harus kembali ke Iran untuk berjuang
bersama rakyatnya. 1 Februari 1979 Imam menapakkan kakinya kembali ke
Iran setelah 14 tahun masa pembuangan. Dari airport Mehrabad, Teheran,
Imam langsung menuju ke pemakaman Behesyte Zahra untuk memberi pidato
bersejarahnya.
Pada 11 Februari 1979 Dinasti Pahlevi tumbang dan berdirilah negara
Islam di bawah pimpinan Imam Khomeini. Pada 1 April 1979 rakyat diminta
memberikan suaranya melalui referendum nasional, apakah setuju atau
menolak pemerintahan Republik Islam. Ternyata 98,2 % rakyat memberi
suara setuju sehingga resmilah berdiri Republik Islam Iran pada tanggal 1
28 Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h. 18
April 1979.29 Imam Khomeini dipilih sebagai penguasa tertinggi Iran dalam
sistem Republik Islam oleh rakyatnya yang berdasar wilayat alfaqih.30
Setelah masa 10 tahun kepemimpinannya, Minggu terakhir Mei 1989,
Imam Khomeini jatuh sakit karena pendarahan lambung. Ia dirawat di rumah
sakit Teheran. Akhirnya, pada Minggu 29 Syawwal 1409 (3 Juni 1989) Imam
Khomeini wafat.31 Ia ternyata ulama dan pemimpin yang sangat dicintai oleh
rakyatnya. Ini terbukti saat wafat Imam tak kurang sembilan juta rakyat
mengantarkan Imam ke pemakaman terakhirnya yakni pemakaman Behesyte
Zahra’ di luar kota Teheran.32
D. Sosok Da’i dan Kepemimpinan Imam Khomeini
Imam Khomeini adalah sosok da’i yang berilmu luas terutama dalam bidang
ilmu ’irfan (tasawuf), fiqh, ushul fiqh, dan filsafat. Dengan kemahirannya dalam
bidang ilmu tersebut. Pada usia 27 tahun, seusai merampungkan studinya, ia
mencurahkan pemikirannya untuk kemajuan agama melalui mengajar di berbagai
tempat seperti universitas, masjid-masjid, dan lain sebagainya sebagai majlis ilmu
untuk kuliah fiqh, ushul fiqh, akhlak, dan filsafat.
29 Ibid, h. 20 30 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 3, h.54 31 Lukman H, Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, h. 85 32 Imam Khomeini Qs: Pemimpin Revolusi, artikel diakses 7 Maret 2008 dari
http://www.telagahikmah.org/main/jejak/007.htm
Saat mengajar, Imam terkadang kecewa jika muridnya tidak bertanya atau
kritis terhadap materi yang telah diberikan. Imam selalu melatih muridnya untuk
berpikir mandiri dan berkembang sebagai peneliti sejati yang berpikiran kritis. 33
Imam Khomeini pun menuangkan ilmu dan pemikirannya dengan memberi
fatwa dan ijtihadnya untuk menyelesaikan masalah umat Islam demi kebaikan
kehidupan umat Islam. Imam pun berdakwah melalui tulisan (dakwah bil qalam).
Banyak telah kita lihat karya-karya beliau di bidang tasawuf, filsafat, dan akhlak.
Terutama buku Kasyful Asrar untuk tiran Syah yang menghentakkan publik.
Inilah salah satu contoh ketegasan Imam Khomeini dalam ber-amar ma’ruf nahi
munkar (mengajak kepada yang makruf/baik dan melarang kepada yang
munkar/buruk).
Bagi Imam Khomeini Islam adalah segala-galanya, karena itu beliau rela
berkorban demi kejayaan Islam. Jika Islam diganggu ia akan marah dan
membelanya mati-matian.34 Imam Khomeini pun sangat mencintai Rasulullah
Saw dan meyakini kebenaran mutlak alquran. Hal ini membuat Khomeini bagi
sebagian orang dikenal seorang ulama yang keras, tak kenal kompromi, dan
disebut sebagai khalifah ortodoksi agama.35 Orang-orang yang telah menghina
dan menghujat kesucian Islam, beliau tak segan-segan menghukumnya bahkan
membunuhnya. Karena itu, orang menganggap kelemahannya yang terbesar ada
di bidang hak asasi manusia (HAM). Dia menganggap semua penentang
33 Lukman H, Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, h. 82 34 Ibid, 23-24 35 Ali Rahnema, ed., Para Perintis Zaman Baru Islam, h. 69
pemerintahan Islam adalah kafir, maka ia harus disingkirkan demi kepentingan
negara dan Islam. Orang yang tak sependapat dengannya diperlakukan dengan
tegas.36
Kasus Salman Rusydi misalnya, ia menghina Rasulullah Saw dan alquran
melalui bukunya Ayat-Ayat Setan, Imam mengeluarkan fatwanya yaitu hukuman
mati bagi Salman Rusydi di mana pun ia berada. Ia tak peduli hukuman ini dapat
menyebabkan hubungan Iran dengan Barat akan kelabu, karena baginya
konspirasi busuk dan pembela Baratnya atas nama HAM mutlak dihukum keras
guna tak ada lagi pihak yang berani menghina Islam dan kaum muslimin.37
Namun demikian, di balik ”kegarangan” sikap Imam Khomeini itu, ternyata
ia lemah lembut terhadap kaum mustadh’afin (kaum lemah). Imam sangat
membela mereka. Pasca Revolusi Islam, Imam menggalang upaya perbaikan
nasib kaum lemah dan tertindas dengan mengadakan berbagai program
peningkatan kesejahteraan di berbagai bidang.38 Pembentukan Yayasan
Mustadh’afin contohnya, didirikan untuk kesejahteraan masyarakat tertindas
untuk memanfaatkan kekayaan negeri mereka yang terpasung untuk mereka
kecap saat rezim Syah.39 Selain itu, produksi industri diberikan kepada pribumi
Iran bukan diserahkan kepada para ahli asing seperti yang dilakukan Syah.40
Berbagai pusat pemberantasan buta huruf didirikan di seluruh pelosok negara
36 Ibid, h. 99 37 Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h.28-29 38 Ibid, h.27 39 Kedutaan Besar Republik Islam Iran, Republik Islam Iran: Selayang Pandang, h. 95 40 Ibid, h. 37
hingga di daerah pedusunan. Hasilnya sejumlah rakyat lumayan besar menjadi
melek huruf. 41
Imam Khomeini dikenal sebagai pribadi yang sangat jujur, ikhlas dalam
melakukan sesuatu dan tak pernah mau dipuji. Justru ia cemas dan gelisah bila
seseorang menyanjung karakteristik moral dan sosialnya. Banyak pihak yang
menyebut Imam Khomeini sebagai perwujudan spiritual dan akhlak Islam. Dalam
pandangan Hujjatul Islam Muhammad Ali Ansari yang juga kepala Pusat
Penerbitan Karya-Karya Imam Khomeini, Imam tak pernah mencari popularitas.
Ia tak peduli akan penilaian manusia, para negarawan atau pemerintah. Melainkan
pergerakannya itu untuk kemajuan dalam aspek moral, dalam penyempurnaan
moralnya, dan pengenalannya akan Tuhan.42 Memang, keberserahan diri Imam
kepada Allah Swt terpancar dari kekokohan imannya. Ia tak pernah takut apa pun
kecuali pada Allah Swt. 43
Imam Khomeini terkenal sebagai ulama memiliki integritas tinggi juga
seorang yang zuhud (tak silau dunia). Harta yang dimiliki Imam hingga akhir
hayatnya hanyalah sebuah rumah sederhana yang telah diwakafkan pada Dewan
Revolusi, alat masaknya, tempat duduk belajar sekaligus untuk tidurnya, serta
beberapa buku dan alat ibadah.44 Di kota Qum, tempat tinggalnya, meski ia
penguasa tertinggi di Iran, Imam hanya menumpang di beberapa kamar yang ada
41 Ibid, h. 79 42 Lukman H, Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, h. 81-82 43 Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h. 26 44 Yamani, Wasiat Sufi Ayatullah Khomeini: Aspek Sufistik Ayatullah Khomeini yang Tak Banyak
Diketahui, h. 44-48
di Husainiyyah (surau) Jamaran, Teheran Utara.45 Hingga akhir hayatnya Imam
hanya tinggal di kontrakan rumah petak berukuran 3x5 meter sekaligus sebagai
tempat menerima tamu dan para duta besar.46 Pakaian sehari-harinya pun seperti
rakyat biasa tak ada yang istimewa.47 Pasca wafat Imam, jutaan orang yang
berkunjung ke rumah Imam, tercengang seakan tak percaya bahwa seorang
pemimpin revolusi yang spektakuler di abad ke dua puluh ini hidup amat
sederhana.48
Sebagai seorang pemimpin, Imam telah menunjukkan bahwa gerakannya
menumpas tiran Syah Reza di Iran yang mengesampingkan Islam, peran ulama,
bahkan tanah airnya rela dijadikan boneka oleh Barat, adalah gerakan komunal
yang solid hingga mampu menggulingkan tiran tersebut. Ini karena Imam
Khomeini amat memahami pentingnya sebuah persatuan. Imam Khomeini
merangkul semua kalangan, mulai dari para ulama, para mahasiswa dan kalangan
intelektual universitas, para pedagang (bazari), hingga rakyat jelata korban
penindasan rezim Syah Reza. 49
Perihal pandangan sebagian orang bahwa Imam otoriter semasa memimpin,
ternyata Imam menghargai hak rakyatnya. Terutama dalam hal menentukan
pemimpinnya. Konsep Wilayat Al-faqih yang kemudian diterjemahkan dalam
45 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 3, h. 55 46 Rommy Fibri, Mendiang Khomeini Tinggal di Rumah Sederhana, artikel diakses pada 7 Maret
2008 di http://www.liputan6.com/luarnegeri/?id=148058. 47 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 3, h. 55 48 Yamani, Wasiat Sufi Ayatullah Khomeini: Aspek Sufistik Ayatullah Khomeini yang Tak Banyak
Diketahui, h. 44 49 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 3, h. 53
UUD Republik Islam Iran, presiden sebagai otoritas kekuasaan eksekutif, dipilih
langsung oleh rakyat.hingga saat ini, 26 tahun pasca Revolusi Islam Iran, telah
berlangsung delapan kali pemilihan presiden.50
Namun demikian, sebagai manusia biasa, kelemahan kepemimpinan Imam
Khomeini dalam memimpin Republik Islam Iran tetaplah ada. Salah satunya
Imam kurang campur tangan dalam banyak soal non-agama, seperti inflasi,
perdagangan luar negeri, sektor swasta dalam ekonomi, dan lain sebagainya,
sehingga ini menjadi sumber perdebatan di kalangan pejabat.51
E. Karya-Karya Imam Khomeini
Imam Khomeini meninggalkan puluhan kitab dan karya-karya yang berharga
dalam kajian akhlak, , fikih, ushul, filsafat, politik dan sosiologi. Tapi sayangnya
sebagian besar dari kitab karyanya hilang saat ia berpindah dari rumah
kontrakannya dan saat penggerebekan berulang kali yang dilakukan oleh anggota
Savak di rumah dan perpustakaan pribadinya. Imam Khomeini terkenal memiliki
tulisan yang baik, sistematis dan lugas. Bahkan gaya prosa yang dituangkan
50 Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h.31 51 Ali Rahnema, ed., Para Perintis Zaman Baru Islam, h. 99
dalam tulisannya memengaruhi perubahan dalam sastra agama dan politik di Iran
hingga saat ini.52
Di bawah ini beberapa karya tulis Imam Khomeini:53
1. Syarah Do’a Sahar
Kitab ini membahas ’irfan, filsafat, dan teologi yang tinggi. Di dalamnya
menggunkan ayat-ayat alquran sebagai dalil (penguat) dan riwayat ahlul bait
saat menjelaskan doa mubahalah yang terkenal dengan doa sahar. Awalnya
kitab yang berisi 239 halaman ini ditulis oleh Imam dalam bahasa Arab pada
1347 H, lalu diterjemahkan ke bahasa Persia.
2. Al-Hasyiyah ’ala Syarhi al-Fawa’id ar-Radawiyyah
Kitab ’irfani ini berisi pendapat Imam Khomeini atas kitab Syarhi al-Fawaid
ar-Ridhawiyyah karya al-Qadhi Sa’id al-Qummi.
3. Syarah Hadits Junud al-’Aql wa al-Jahl
Kitab ini adalah karya berharga Imam dalam bidang akhlak. Kitab setebal 800
halaman ini berisi pandangan Imam tentang teologis, moral, dan mistik
dengan metode yang jelas.
4. Misbah al-Hidayah ila al-Khilafah wa al-Wilayah
52 Imam Khomeini Qs: Pemimpin Revolusi, artikel diakses 7 Maret 2008 dari
http://www.telagahikmah.org/main/jejak/007.htm 53 Ibid
Kitab setebal 315 halaman ini dinilai termasuk karya yang terdalam dan
cemerlang dalam bidang ‘irfan Islam di masa saat ini. Imam
menyelesaikannya pada 1349 H (1930 M) di usia 28 tahun.
5. Al-Hasyiyah ‘ala Syarhi Fushush al-Hikam
Kitab Fusus al-Hikam adalah karya monumental Muhyiddin bin Arabi, kitab
ini memiliki berbagai syarah, di antara yang terbaik adalah Syarah al-Qaisari.
Imam Khomeini menulisnya tahun 1355 H dalam bentuk komentar dalam
bahasa Arab atas syarah Fushus al-Hikam karya Qaisari. Buku ini
menunjukkan jangkauan pengetahuannya terhadap pendapat tokoh-tokoh
besar tasawuf seperti Syaikhul Akbar (gelar Ibnu ‘Arabi), Qunawi, Mulla
Abdur Razaq al-Kasyani, Farghani, dan al-Qaishari.
6. Al- Hasyiyah ‘ala Misbah al-Uns
Kitab Misbah al-Uns bainal Ma’qul wal Masyhur merupakan syarah yang
ditulis oleh Muhammad bin Hamzah bin Muhammad al-Ghifari atas kitab
Miftahul Ghaib, karya Abul Ma’ali Muhammad bin Ishaq al-Qunawi (ia
termasuk murid Muhyiddin Ibn ‘Arabi yang menonjol) yang membahas tema
‘irfan teoritis. Imam Khomeini menulis pendapat dan kritiknya yang ilmiah
atas kitab tersebut dalam bentuk komentar yang memuat sepertiga kitab. Buku
ini ditulis pada 1355 H (1936 M).
7. Syarah ‘Arbain Hadits
Karya ini adalah salah satu peninggalan berharga Imam Khomeini dalam
bidang akhlak dan ‘irfan. Ditulis dalam bahasa Persia tahun 1358 H kitab ini
memuat 40 hadis dari hadis para Imam yang suci yang terdapat dalam kitab
Usul al-Kafi.
8. Sirru as-Salah (Salah al’Arifin wal Mi’raj al-Salikin)
Kitab setebal 266 halaman ini menjelaskan rahasia spriritual dan mistik shalat.
Imam merampungkan pada 1358 H (1942 M).
9. Adab Ash-Salah
Imam menulis kitab ini tahun 1361 H (1942 M) setelah mengarang kitab Sirru
ash Shalah. Imam menjelaskan secara terperinci adab-adab shalat dan rahasia
spiritualnya. Kitab ini berisi tema akhlak dan mistik ditulis dalam bahasa
Persia setebal 836 halaman.
10. Risalah Liqa’ullah
Risalah ini merupakan risalah singkat yang ditulis dalam bahasa Persia dan
membahas masalah mistik.
11. Al-Hasyiyah ’ala Asfar
Kitab ini adalah kumpulan pendapat-pendapat pilihan Imam Khomeini
terhadap pendapat para filosof termasuk saat ia mengajar filsafat di Qum
dengan melontarkan pendapatnya dari kajian ini.
12. Kasyful Asrar
Ini adalah buku politik, teologi, dan sosial. Imam menulisnya pada 1364 H
(1994 M) yakni selang dua tahun tumbangnya Reza Khan. Di sini Imam
membantah berbagai tuduhan tak berdasar terhadap kaum Wahabi yang
menyudutkan agama dan para ulama dalam kitabnya Asrar Hizar Salih. Kitab
setebal 334 halaman ini membahas masalah pemerintahan Islam dan wilayah
al-faqih serta membongkar berbagai politik anti agama yang dipraktekkan
oleh Ridha Khan dan mereka yang sejalan dengannya di berbagai negeri Islam
saat ini.
13. Anwar al-Hidayah fi at-Ta’liqah ‘ala al-Kifayah
Kitab ini membahas kajian-kajian rasional dalam ilmu ushul fiqh. Ditulis
dalam bahasa Arab dalam bentuk komentar atas kitab Kifayatul Usul karya
Ayatullah Akhun al-Khurasani. Dirampungkan pada 1368 H (1949 M) kitab
ini menjelaskan mazhab Imam Khomeini dalam bidang usul Fiqh.
14. Bada’i ad-Durar fi Qa’idati Nafyu Dharar
Kitab ini ditulis Imam dalam bahasa Arab membahas �a Darar_ (tak
membahayakan) yang penting dalam kaidah fiqh. Tulisannya ini rampung
pada 1950 M.
15. Risalah al-Istishab
Ini adalah risalah ijtihad yang terperinci yang ditulis Imam dalam bahasa
Arab. Kitab ini terhitung sebagai kitab yang penting di bidang ilmu usul fiqh
yang selesai ditulis tahun 1370 H (1951 M) dan tebal 290 halaman.
16. Risalah fi at-Ta’adul wa at-Tarjih
Risalah ini merupakan kajian penyempurna dalam ilmu ushul fiqh yang
bertolak ukur dalam memilih dalil saat adanya kontradiksi dalam berbagai
dalil.
17. Risalah al-Ijtihad wa at-Taqlid
Ijtihad dan taqlid termasuk kajian penyempurna yang penting dalam ilmu
ushul fiqh. Ini memuat argumentasi atas berbagai pendapatnya dalam risalah
ini.
18. Manahij al-Wushul ila ’Ilmi al-Ushul
Ini adalah kitab tahqiq dan ijtihad dalam kajian lafaz-lafaz ilmu ushul fiqh.
Ditulis dalam bahasa Arab yang selesai penulisannya pada 1371 H (1952 M).
19. Risalah fi ath-Thalab wa al-Iradah
Ini merupakan kitab usul, filsafat, dan ‘irfan. Ditulis dalam bahasa Arab yang
rampung penulisannya pada 1371 H (1952 M).
20. Risalah fi at-Taqiyyah
Kitab ini adalah risalah fiqh dan ijtihad yang ditulis dalam bahasa Arab dalam
pembahasan Taqiyyah_ pada tahun 1372 H (1953 M). Di sini Imam
menjelaskan bahwa filsafat (hikmah) keharusan mempraktekkan taqiyyah
karena untuk menjaga agama, bukan malah menghilangkannya.
21. Risalah fi Qa’idah Man Malak
Ini merupakan risalah ijtihad dalam kaidah fiqh yang berjudul Qaidah Man
Malak.
22. Risalah fi Ta’yin al-fajr fi al-Layali al-Muqmirah
Risalah fiqh argumentatif menjelaskan cara menentukan terbitnya fajar pada
malam bulan purnama (layali muqmarah), risalah ini dicetak tahun 1988 di
Qum.
23. Furu’ ’Ilmu Ijmali
Risalah fiqh ini adalah transkripsi dari pembahasan Furu’ ’Ilm ijmali yang
mengetengahkan berbagai masalah keraguan yang terdapat ketika
mengerjakan shalat.
24. Maudu’ Ilm Usul
Ini risalah ringkas yang membahas pemikiran Imam tentang tema ilmu dan
ilmu usul fiqh.
25. Tanzil al-’Illat at-Tasyri’iyyah ’ala at-Takwiniyah
Risalah pendek ini mengkritisi pandangan seorang Ayatullah Agung Haji
Syaikh Abdul Karim Hairi Yazdi.
26. Kitab at-Taharah
Kitab ini membahas tentang Thaharah (bersuci) dengan menggunakan metode
fiqh argumentatif dan ijtihad. Kitab ini ditulis oleh Imam Khomeini dalam
bahasa Arab antara tahun 1373 dan 1377 H (1954 dan 1958 M) tebalnya 1.202
halaman terdiri dari empat jilid.
27. Ta’liqah alal ’Urwatil Wutsqa
Ini komentar Imam Khomeini atas berbagai masalah yang terdapat dalam
kitab ’Urwatul Wutsqa, karya Ayatullah Agung Muhammad Kazim
Thaba’thaba’i al-Yazdi yang terkenal. Kitab ini mencakup fatwa-fatwa Imam
dalam berbagai bidang fiqh yang rampung ditulis tahun 1956).
28. Al-Makasib al-Muharramah
Kitab ini adalah kajian ijtihad di bidang fiqh argumentatif yang membahas
berbagai macam usaha (pendapatan/keuntungan) yang diharamkan dan
berbagai persoalan yang berkaitan dengan masalah ini. Selain itu memuat
kajian menarik seputar hukum musik, nyanyian, lukisan, dan pahatan. Imam
menulisnya pada antara tahun 1956 dan 1961 dalam bahasa Arab setebal 612
halaman.
29. Ta’liqah ’ala Wasilah an-Najah
Komentar yang ditulis Imam atas kitab Wasilah an Najah (Risalah Amaliah,
karya Ayatullah Agung Sayyid Abu Hasan al-Isfahani). Kitab ini memuat
fatwa-fatwa Imam atas berbagai masalah yang terdapat dalam kitab Wasilah
an-Najah.
30. Risalah Najatul ’Ibad
Risalah ini memuat berbagai fatwa Imam Khomeini dalam hukum-hukum
fiqh. Ditulis Imam dalam bahasa Persia terdiri dari tiga jilid.
31. Al-Hasyiyah ’ala Risalah al-Irts
Risalah ini adalah komentar yang ditulis Imam atas kitab Risalah al-Irts karya
al-Haj Mulla Hasyim al-Khurasani, penulis kitab Muntakhab at-Tawarikh.
Risalah ini memuat fatwa-fatwa Imam di bidang hukum warisan (irts).
32. Taqrirat Darsi al-Usul li ayatullah al-Uzma al-Burujerdi
Imam menulis catatannya dalam kitab ini berkaitan dengan pelajaran ushul
yang dihadirinya di samping Ayatullah Burujerdi. Kitab ini ditulis dalam
bahasa Arab.
33. Taudihul Masail (Risalah ‘Amaliah)
Kitab ini memuat fatwa-fatwa Imam Khomeini di berbagai bidang fiqh.
Ditulis Imam dalam bahasa Persia hingga menjadi Risalah Amaliah yang
dapat dimanfaatkan oleh semua orang yang mengikuti fatwanya.
34. Manasik al-Hajj
Kitab yang diterbitkan pada tahun 1991 M dengan tebal 272 halaman ini
memuat fatwa-fatwa Imam Khomeini seputar amalan dan manasik haji.
35. Tahrir al-Wasilah
Kitab ini berisi fatwa-fatwa Imam Khomeini. Ditulis dalam bahasa Arab
setebal 1309 (dua jilid). Imam menulisnya ketika berada di pengasingan di
Turki pada antara tahun 1964 dan 1965.
36. Kitab al-Ba’i
Kitab setebal 2371 halaman ini merupakan karya berharga Imam di bidang
fiqh argumentatif yang membahas tentang jual-beli dan perdagangan. Ditulis
Imam pada tahun 1961 dan 1976.
37. al-Hukumah al-Islamiyyah au Wilayah al-Faqih
Kitab ini memuat berbagai pendapat ijtihad Imam Khomeini dalam masalah
prinsip pemerintahan Islam dan kemustahilan terpisahnya agama dengan
politik dan wilayah al-faqih.
38. al-Jihad al-akbar (Jihad an-Nafs)
Risalah ini merupakan pelajaran Imam seputar perlunya mendidik jiwa. Meski
ditulis secara singkat, tetapi ia memuat banyak hal pendidikan, politik, dan
akhlak.
39. Tafsir Surah al-Hamd
Ini merupakan kitab tafsir tasawuf atas surat al-Fatihah. Kitab ini berasal dari
ceramah-ceramah yang disampaikan oleh Imam pada tahun 1980.
40. Istifta’at
Ini adalah kumpulan fatwa Imam sebagai jawaban atas berbagai pertanyaan
syar’i kaum muslim mengenai fiqh yang beragam, khususnya masalah yang
kontemporer.
41. Diwan Syi’r
Kitab setebal 445 halaman ini adalah kumpulan syair qasidah terakhir (syair
yang lain hilang) dari karya Imam Khomeini saat Imam pindah dari
kontrakannya dan saat penggerebekan berulang kali yang dilakukan oleh di
rumahnya dan perpustakaan pribadinya.
42. Ar-Rasail al- Irfaniyyah
Imam menulis beberapa risalah untuk keluarganya dan sanak saudaranya
yang di dalamnya memuat isyarat-isyarat akhlak, ‘irfan, dan pendidikan.
43. Al-Bayanat, wal Ahadis, wal Liqa’at, wal ahkam, war Rasail
Buku yang terdiri dari 22 jilid ini memuat aksi-aksi lengkap politik dan sosial
Imam Khomeini. Sebagaimana kitab karya-karyanya yang lebih dahulu terbit,
Imam juga menyebutkan berbagai pendapat dan bimbingan politik, sosial, dan
agama melalui ratusan ceramah, pernyataan, surat Imam kepada berbagai
tokoh politik dan agama Iran dan di luar negeri selama bertahun-tahun.
44. Al-Wasiyyah as-Siyasah al-Ilahiyyah
Buku ini memuat penjelasan-penjelasan Imam Khomeini yang paling
dikenang dan abadi. Di dalamnya berisi pembicaraan Imam kepada generasi
masa kini serta merupakan wasiat politik dan sosial di berbagai masyarakat
Islam atau umum dengan analisa yang tajam dan nasihat yang penuh kasih
sayang.
F. Pemikiran Dakwah Imam Khomeini
A. Konsep Pemikiran Dakwah Imam Khomeini
Konsep pemikiran dakwah Imam Khomeini secara implisit dinyatakan
melalui tulisan karya-karya beliau dan pidato beliau yang banyak dirangkum
dalam buku yang mengangkat tema Imam Khomeini.
Berbicara dalam konteks dakwah, Imam Khomeini menyatakan seluruh
umat Islam dan manusia keseluruhan, harus melaksanakan ajaran yang ada di
dalam alquran sebab menurut Imam, kitab suci alquran itu diturunkan untuk
hujjah seluruh manusia. Karena itu, tak hanya ulama tetapi umat Islam dan semua
manusia harus dihimbau untuk menjalankan ajaran alquran sesuai yang
dikehendaki oleh Allah Swt.54
Menurut Imam, Allah Swt telah mewajibkan kepada umat Islam agar
berusaha keras melaksanakan tujuan-tujuan Islam yang suci, berusaha
mengangkat martabat umat dan menyatukan mereka dalam masyarakat Islam.55
Imam Khomeini dalam tulisannya yang berjudul Keseimbangan Ilmu
Agama dan Ilmu Pengetahuan pernah menyatakan:
“Saya tidak pernah mengatakan janganlah belajar dan mencurahkan segala perhatian di bidang ilmu pengetahuan, (tetapi) sekiranya saudara bercita-cita hendak berperan dalam menegakkan Islam, korbankanlah segenap waktu dan tenaga di bidang ini...maka menjadi tanggung jawab anda untuk mendalami ilmu pengetahuan dan menjadi orang yang mampu mengeluarkan pandangan dan pikirannya (untuk Islam)...”56
Imam Khomeini menegaskan bahwa dakwah dan memelihara dengan teguh
eksistensi Islam adalah tanggung jawab ulama (da’i) dan para santri (calon da’i)
menduduki level pertama. Kemudian umat Islam secara keseluruhan bertanggung
jawab pula semuanya.57
Jadi, dapatlah disimpulkan, menurut Imam Khomeini ”dakwah” adalah
kewajiban semua umat Islam dan semua manusia untuk menjalankan ajaran
alquran dengan berusaha keras dan berkorban segenap waktu dan tenaga yang
54 Imam Khomeini, Bi’tsah Rasul Saw, dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang Imam, (Bandung:
Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h.63 55 Imam Khomeini, Pesan Haji dalam Perspektif Imam Khomeini, dalam Sandy Alison peny. ,
Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h.191 56 Imam Khomeini, Keseimbangan Ilmu Agama dan Ilmu Pengetahuan, dalam Sandy Alison peny.
, Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 32 57 Imam Khoemini, Reformasi Pendidikan, h. 48
bertujuan untuk melaksanakan tujuan Islam yang suci, mengangkat harkat dan
martabat umat, dan menyatukan umat dalam masyarakat Islam.
1. Da’i menurut Imam Khomeini
Seorang da’i menurut Imam adalah faktor penentu maju atau mundurnya
umat Islam. Tanggung jawab seorang da’i bukan seperti tanggung jawab
manusia lain atau orang awam. Da’i adalah panutan banyak umat.58 Sekali
saja da’i berbuat lancung, maka tercorenglah nama agama, umat, dan seluruh
ulama.59
Menurut Imam Khomeini, umat Islam akan selalu memerlukan ulama
(da’i) dan Islam. Jika ulama tidak ada maka Islam akan sirna. Ulama adalah
pakar Islam dan penjaga Islam hingga kini.60 Ulama adalah manifestasi para
rasul dan pemimpin di muka bumi.61
Para da’i - kata Imam - harus melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya di madrasah atau pesantren Islam. Dalam mengkaji bidang masalah
fiqih dan ushuluddin hendaklah hingga sempurna, jangan setengah-setengah.
58 Imam Khomeini, Peran Ulama, dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-
Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 20 59 Ibid h. 21 60 Imam Khomeini, Fuqaha: Benteng Islam, dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang Imam,
(Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 28 61 Imam Khomeini, Pesan Haji Refleksi Revolusi Islam, dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang
Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 180
Bila ini terjadi, niscaya da’i itu sendirilah yang akan bisa melumpuhkan dan
memundurkan kehidupan umat Islam.62
Seorang da’i yang ahli ilmu fiqih sehingga menjadi fuqaha akan menjadi
benteng pertahanan Islam dengan mengenalkan umat kepada Islam melalui
mengajar dan menulis fiqih Islam.63
Da’i menurut Imam Khomeini harus memelajari dan mendalami ilmu-
ilmu khusus penunjang dakwah secara sempurna hingga sampai mencapai
kesimpulan akhir. Bila da’i tak ada sikap mau belajar hanya berdiam diri
maka ditegaskan Imam hukumnya haram bagi seorang da’i. Ini karena ilmu
Islam itu bertujuan mulia dan tinggi yakni untuk mengenal Allah Swt dan
membersihkan diri guna tercapai tujuan asasi dan suci.64 Kemudian da’i
setelah belajar, Imam mengungkapkan ia harus bertanggung jawab untuk
mengeluarkan pandangan dan pikiran dalam bidang fiqih.65
Kemudian, mengenai karekteristik kepribadian da’i, Imam Khomeini
dalam menggambarkan ini beliau merujuk kepada dalil agar memberikan
kejelasan pemikiran atas pendapatnya itu. Dalil yang disandarkan Imam
tersebut salah satunya adalah sebagai berikut: 66
Dari Abu Basir, katanya: Aku telah mendengar Abu Abdullah berkata: adalah Amirul Mukminin as, berkata: Wahai penuntut (pencari ilmu Islam) sesungguhnya ilmu pengetahuan itu mempunyai keutamaan yang
62 Imam Khomeini, Peran Ulama, h. 20 63 Imam Khomeini, Fuqaha: Benteng Islam, h. 29 64 Imam Khomeini, Keseimbangan Ilmu Agama dan Ilmu Pengetahuan, h. 33 65 Ibid, h. 32-33 66 Imam Khomeini, Peran Ulama, h. 20-21
banyak: sehingga kepalanya akan menunjukkan tawadhu, matanya terlepas dari rasa dengki, ia menjaga percakapannya, hatinya berniat yang baik, akalnya dapat mengenali perkara dan urusan, tangannya senantiasa bersifat pemurah, kakinya senantiasa menziarahi para alim ulama, dadanya senantiasa berpikir tentang keselamatan, hidupnya wara’, keteguhan pribadinya senantiasa memohon kepada Allah, kepemimpinannya baik dan setia, senjatanya adalah kerelaan, alas kakinya senantiasa bergerak, kekuatannya adalah perilaku ulama, hartanya adalah menjauhi dosa, bekalnya adalah perkara yang ma’ruf, air mukanya jernih, pernyataannya adalah petunjuk, persahabatannya adalah kasih sayang.(al-Kafi jil.4 h.48) Imam Khomeini pun menjelaskan elaborasinya akan dalil tersebut,
bahwa sangatlah penting kepribadian seperti di atas bagi seorang da’i, sebab
da’i akan menjadi panutan bagi seluruh umat manusia. Karena itu da’i yang
selalu mengingat Allah, bertakwa dan wara’ akan menjadi panutan yang baik
bagi umat. Bila sifat itu tak terwujud, maka orang alim itu akan menjadikan
agama sebagai komoditas maka jadilah da’i tersebut telah berilmu tanpa amal.
Imam Khomeini berpesan, da’i haruslah waspada dengan sifat egois.
Egoisme menurut Imam yaitu sifat rasa cinta terhadap kedudukan, cinta
kekuasaan, cinta harta, dan sebagainya adalah hanya berimplikasi pada rasa
cinta terhadap diri sendiri yang dapat menyebabkan da’i terlepas sedikit demi
sedikit terhadap keyakinannya yaitu agama,67 kehidupan masa depan kita akan
suram, dan dunia muslim akan terongrong dan menjadi sasaran dominasi
dunia.68
67 Imam Khomeini, Munajat Sya’baniyah Penyuci Jiwa Kotor, dalam Sandy Alison peny. , Pesan
Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 80 68 Ibid, h. 83
Da’i haruslah mengetahui dan mengamalkan sifat zuhud, taqwa, dan
hidup sederhana serta suci.69 Sebab cinta dunia itu menurut Imam adalah
sebagai pangkal dari perselisihan dan perpecahan yang dapat menghilangkan
tujuan suci dalam berdakwah.70 Dengan tak adanya sifat cinta dunia pada diri
seorang da’i niscaya da’i itu akan beramal dengan ikhlas dalam menegakkan
Islam dan akhirnya nanti mendapatkan kebahagiaan yang tak terkira baik di
dunia maupun akhirat.71 Bahkan umat Islam menurut Imam Khomeini secara
naluriah, mereka hanya akan menerima da’i dan ulama yang berakhlak luhur,
tidak rakus akan kepentingan dunia dan isinya serta tidak kikir untuk
berkorban tenaga dan semua miliknya untuk meninggikan kalimat tauhid dan
mencapai keridhoan Allah semata.72
Imam Khomeini mengungkapkan bahwa seorang da’i adalah penting
hidup sederhana. Hidup sederhana ternyata kata Imam akan mengangkat
derajat da’i dan akan memelihara keeksistensian da’i. Dengan hidup
sederhana, da’i bisa selalu menjadi sumber inspirasi, dihormati, dan didengar
oleh penerima dakwahnya. Sebab pada banyak kenyataan yang terjadi, Imam
mengungkapkan, ternyata masyarakat penerima dakwah, mereka dapat
menyaksikan betapa orang yang hidup sederhana akan menjadi pelajaran yang
69 Imam Khomeini, Kenapa Kita Selalu Berpecah Belah, dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang
Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 113 70 Ibid, h. 115 71 Imam Khomeini, Pesan Imam untuk Umat (2), dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang Imam,
(Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 226 72 Imam Khomeini, Ancaman Keruntuhan dan Kelumpuhan Pusat Pendidikan, dalam Sandy
Alison peny. , Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 44
sangat berharga bagi setiap orang, dikarenakan orang yang selalu menuntut
kemewahan dalam hidup maka nilai-nilai maknawi akan berkurang dan
lenyap dari dalam diri orang tersebut.73
Kepribadian da’i yang baik sangatlah penting, karena betapa banyak
kasus penyimpangan manusia, ternyata, kata Imam Khomeini, disebabkan dari
adanya andil/ persetujuan para ulama-nya. Untuk menuju kepribadian yang
baik, seorang da’i disarankan oleh Imam untuk membersihkan diri terlebih
dahulu dari perkara yang hina dan keji yang akan membawa kepada
keburukan. Da’i harus memiliki niat yang ikhlas, sebab bila tidak ilmu yang
dimilikinya itu tak memberikan manfaat, baik untuk dirinya maupun orang
lain.74
Da’i haruslah membersihkan diri dari hal yang keji melalui usaha
mengkaji ilmu pengetahuan agar semakin dekat dengan rahmat Allah Swt.75
Bila ilmu yang diperoleh da’i hanya bertujuan untuk mengejar hawa nafsu
bukan karena Allah semata, maka yang akan didapat, menurut Imam adalah
hanya kesenangan duniawi dan kemasyarakatan. Parahnya, pencapaian itu
akan menuju kecelakaan, perlombaan hawa nafsu, keserakahan, bencana,
73 Ibid, h. 80-81 74 Imam Khomeini, Penyelewengan Ulama Menyesatkan Umat, dalam Sandy Alison peny., Pesan
Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 24-25 75 Imam Khomeini, Keseimbangan Ilmu Agama dan Ilmu Pengetahuan, h. 34-35
hingga membawa kepada kemelaratan dan bahaya bagi umat Islam di dunia
dan akhirat.76
Bila seorang da’i telah bersikap seperti itu, terlebih memang jelas-jelas
ia seorang ulama yang jahat yang dipengaruhi oleh sifat takabbur, dan
kelalaian, maka ia dipastikan, menurut Imam Khoemini tak akan mampu
membenahi dirinya sendiri, terlebih membenahi masyarakat. Ia menjadi tak
akan memberi sumbangan apa-apa untuk masyarakat kecuali hanya membawa
bahaya dan kerugian kepada Islam dan kaum muslimin. Bahkan ia akan
menjadi penghalang bagi kemajuan umat Islam.77 Da’i yang berkelakuan
buruk dan bertindak menyelewang, menurut Imam Khomeini ia akan menjadi
bahaya yang sangat hebat. Da’i yang fasik, kata Imam akan bertanggung
jawab pada kerusakan dunia, sebab jika alim ulama rusak maka akan rusak
pula dunia ini seluruhnya.78 Karena itu, Imam Khomeini menegaskan seorang
da’i wajib untuk membina diri agar dapat menjadi insan yang sejati dan
sempurna. Pembinaan diri itu penting menurut Imam Khomeini sebab di kala
da’i menghadapi musuh Islam yang memiliki tekanan dan rencana jahat, da’i
itu akan bersikap tak gentar, tak mudah terpengaruh karena ia tak cinta kepada
dunia dan telah berkepribadian luhur.79 Kewajiban da’i menurut Imam
76 Imam Khomeini, Penyelewengan Ulama Menyesatkan Umat, h. 25 77 Ibid, h. 25-26 78 Imam Khomeini, Peran Ulama, h.23 79 Imam Khomeini, Reformasi Pendidikan, h. 48
Khomeini ia harus berakhlak Islam jika ingin melangkah di jalan dakwah
yang mulia ini.80
Pembinaan diri memang memerlukan pengorbanan dan kesulitan yang
terus menerus. Tetapi Inilah bekal bagi da’i sebelum ia mendakwah kepada
mad’u. Da’i nantinya akan bertanggung jawab dalam pembersihan diri dan
rohani serta hawa nafsu keji bagi dirinya dan mad’u-nya.81Dengan akhlak
mulia da’i, manusia dapat mengambil hikmah darinya.82
Jika perbaikan akhlak belum terwujud bagi da’i maka menurut Imam
Khomeini ia akan menjadi sulit untuk mendidik dan membenahi kondisi
rohani dan akhlak pribadinya sendiri.83 Pun Allah tak akan melapangkan dan
membuka jalan dalam mendapatkan pendidikan yang benar serta ia nanti
hanya akan menyesatkan seluruh umat manusia dan akan membawa gambaran
yang buruk kepada orang lain tentang Islam dan ulama Islam.84 Sebagai da’i
yang pekerjaannya memang menyeru masyarakat agar memiliki sifat terpuji,
agar supaya seruan menuju keterpujian itu betul-betul merupakan seruan
kebenaran. Jika tidak, maka ia hanya akan menjadi seruan setan.85 Dengan
akhlak luhurlah penyampaian ilmu Allah dapat berkesan dan bermanfaat.86
80 Imam Khomeini, Kenapa Kita Selalu Berpecah Belah, h. 116 81 Imam Khomeini, Keseimbangan Ilmu Agama dan Ilmu Pengetahuan, h. 32-33 82 Ibid 83 Ibid, h.33-34 84 Imam Khomeini, Kesucian Akhlak untuk Mencapai Makrifatullah, dalam Sandy Alison peny. ,
Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 77 85 Ibid, h. 83 86 Imam Khomeini, Keseimbangan Ilmu Agama dan Ilmu pengetahuan, h. 34
Dalam hal persatuan Islam, Imam mengingatkan bahwa seorang da’i
haruslah menjadi garda terdepan dalam menjaga persatuan dan persaudaraan.
Ciptakan persaudaraan Islam sampai merambah ke semua pihak terutama di
kalangan ulama itu sendiri.87 Bila tak ada persatuan umat, Imam menegaskan,
masyarakat akan menimpakan kesalahan pada semua pemimpin terutama
ulamanya. Ini tak mungkin bisa terwujud kecuali melalui pembinaan diri dan
persatuan.88
2. Mad’u menurut Imam Khomeini
Sesuai data yang ditemui penulis, Imam Khomeini ternyata lebih
sederhana mengklasifikasikan mad’u dakwah, yakni mengklasifikasikan
mad’u dakwah pada strata sosial ekonomi yakni mad’u yang dari golongan
kaya, golongan miskin, dan pemimpin negara (pejabat). Penulis dalam
menjelaskan pemikiran Imam Khomeini tentang mad’u ini - agar
memudahkan pembaca - penjelaskan cara/metode dakwah bagi masing-
masing macam mad’u ini dijelaskan langsung di sini.
Pada mad’u yang berasal dari golongan strata sosial miskin, Imam
Khomeini mengingatkan seorang da’i metode dakwahnya sederhana saja
yakni hanya melalui pendekatan akhlak yang baik dalam menghadapi mad’u
yang seperti ini dan senantiasa berusaha menolong mereka untuk
87 Imam Khomeini, Munajat Sya’baniyah Penyuci Jiwa Kotor, h. 79 88 Ibid, h. 80
kesejahteraan hidup mereka. Perilaku seorang da’i kepada mad’u dari
kalangan strata sosial miskin ini adalah da’i menurut Imam Khomeini
bertanggung jawab menangani mereka dengan cara bersama-sama merangkul
pemimpin lainnya guna berusaha untuk memberi perlindungan dan perhatian
yang lebih besar kepada kaum fakir miskin dengan lebih mengenal dan
bersahabat dengan mereka. Anggap diri kita adalah bagian dari mereka, dan
ini adalah termasuk kehormatan besar untuk mereka sebagai tempat
perlindungan bagi fakir miskin.89
Imam Khomeini menegaskan adalah kewajiban juga bagi seorang da’i
untuk terlibat untuk menolong dan melayani orang-orang lemah dan turut
serta dalam kesenangan serta kesusahan mereka. Imam Khomeini menyatakan
bahwa tak ada hal yang lebih tinggi dan lebih baik yang pernah beliau lihat
dari amal dan pengabdian kepada Allah kecuali perilaku menolong kaum yang
tertindas.90
Imam Khomeini mengakui bahwa justru sejauh pengamatannya dalam
menegakkan Islam revolusi Islam Iran, beliau melihat bahwa golongan
lemahlah yang telah lulus dari ujian Islam tentang amalan kebajikan dan
pembaktian pada perintah Allah karena rela mengorbankan para pemuda
mereka untuk perjuangan Islam dan telah memberi segala yang mereka punyai
bagi perjuangan Islam. Bahkan Imam Khomeini pernah mengatakan ”Para
89 Imam Khomeini, Pesan Haji Refleksi Revolusi Islam, dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang
Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 183 90 Ibid, h.184
penghuni rumah gubuk lebih mulia bagi saya daripada semua orang yang
mendiami istana.”91
Sedangkan dakwah kepada mad’u yang berasal dari golongan strata
sosial ekonomi kaya Imam Khomeini berpesan kepada da’i untuk
mendakwahkan kepada mereka tentang (materi) pentingnya menanamkan
sikap menolong kepada sesama terutama kepada rakyat miskin. Ingatkan
untuk sisihkan pendapatan mereka untuk pembaharuan rakyat. Da’i perlu
senantiasa menghimbau kaum kaya untuk turut berusaha demi kesejahteraan
kaum yang tertindas, karena ini adalah pekerjaan yang baik untuk dunia dan
akhirat. Sampaikan kepada mereka bahwa betapa mulianya jika kalangan kaya
suka rela menyediakan hartanya untuk menolong para kaum mustadh’afin
karena ini akan menuai rahmat bagi kaum kaya untuk kebahagiaan dunia dan
akhirat.92
Selanjutnya, dakwah untuk kalangan para pejabat atau pemimpin
negara, Imam Khomeini mengingatkan bahwa hendaklah da’i dalam
berdakwah kepada mad’u yang demikian, lebih fokus untuk mengingatkan
mereka para pemimpin negara untuk harus selalu menjadi pelayan umum
yang sebenarnya, terutama pelayan kaum mustadh’afin. Jangan menciptakan
keresahan bagi rakyat, tidak melakukan tugas mestinya, ini adalah perbuatan
yang salah dan akan menimbulkan murka Allah Swt. Da’i perlu mengingatkan
91 Ibid, h. 185 92 Imam Khomeini, Pesan Imam untuk Umat (1), dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang Imam,
(Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 250
kaum pejabat bahwa mereka harus memuaskan rakyat yang mereka pimpin
sehingga melahirkan kepercayaan rakyat. Ingatkan untuk jauhi prilaku yang
tidak manusiawi dan tidak islami. Pejabat harus diingatkan untuk menciptakan
kedamaian dan ketentraman bagi rakyat dan bertanggung jawab akan
tegaknya Islam di wilayah yang dipimpinnya. 93
B. Metode Dakwah yang Efektif menurut Imam Khomeini
Dalam membahas metode dakwah menurut Imam Khomeini, setelah
mendapatkan data-data, lalu diklasifikasikan maka dapatlah dikelompokkan
metode dakwah menurut Imam Khomeini adalah sebagai berikut:
1. Metode Dakwah melalui Majelis Ilmu
2. Metode Dakwah melalui Berdialog atau Musyawarah
3. Metode Dakwah melalui Tabligh /Berpidato
4. Metode Dakwah dengan Memilih Bahasan Materi Dakwah
yang Pas
5. Metode Dakwah melalui Tulisan (Dakwah bil Qalam)
6. Metode Dakwah kepada Para Musuh Islam
7. Metode Dakwah dengan Memanfaatkan Media Komunikasi
93 Imam Khomeini, Pesan Imam untuk Umat (1), h. 231-232
1. Metode Dakwah melalui Majelis Ilmu
Majelis ilmu menurut Imam Khomeini adalah terpenting bagi
pemeliharaan Islam. Imam telah mencium tipu muslihat musuh Islam untuk
menghancurkan Islam dengan menghancurkan majelis ilmu umat Islam.
Berikut perkataan Imam Khomeini:
“Saya sempat membaca lembaran-lembaran khusus bersifat dokumen yang dikeluarkan oleh gereja Vatikan untuk dikirim ke Washington (Amerika). Saya dapati di dalamnya bahwa perhitungan musuh-musuh Islam sedemikian rupa, ternyata mereka memusatkan perhatian (hendak menghancurkan Islam) kepada pusat-pusat pengkajian ilmu umat Islam...”94
Karena itu, da’i bagi Imam Khomeini perlulah bangkit dan menertibkan
pusat-pusat keagamaan. Hendaklah menyediakan waktu dan dengan
perencanaan yang cermat serta tepat, membersihkan dan memelihara pusat-
pusat agama, terutama pusat pendidikan Islam. Seorang da’i kata Imam
Khomeini perlu untuk mencegah penyelewengan dan distorsi, jangan sampai
ada penyelewengan dari para ulama itu sendiri dalam mencapai prinsip tata
cara ajaran Islam yang dialamatkan untuk menghancurkan kajian majelis ilmu
Islam.95
Lembaga kajian Islam kata Imam haruslah di dalamnya ada para faqih
yang benar-benar memiliki kepahaman ilmu fiqih. Para ulama harus lebih
banyak memberi dukungan dan menjaga majelis ilmu tersebut. Jika tidak, di
masa depan masyarakat tak membutuhkan para ahli agama lagi. Tempat
94 Imam Khomeini, Kenapa Kita Selalu Berpecah Belah, h. 115 95 Imam Khomeini, Pesan Imam untuk Umat (1), h. 230
pengkajian Islam itu penting keberadaannya, bila tidak ada, menurut Imam
sungguh telah terjadi penghianatan terhadap Islam dan inilah keberhasilan
para musuh Islam.96
Sistem pengaturan yang benar dalam semua aspek pengkajian ilmu
pengetahuan di lembaga yang dikelola ulama atau da’i adalah suatu yang
mutlak menurut Imam Khomeini. Imam berpesan, janganlah mengambil
orang asing untuk memenej pusat-pusat pengkajian Islam.97 Da’i haruslah
sungguh-sungguh dalam pengkajian Islam dan menjadi satu barisan untuk
melawan musuh Islam.98
2. Metode Dakwah melalui Berdialog atau Musyawarah
Para ulama sebagai pendakwah ajaran Islam kata Imam Khomeini, harus
berdiskusi dan bertukar pikiran tentang menyelesaikan masalah dan kesulitan
kaum muslimin.99 Ajaklah berdiskusi dan bermusyawarah orang di sekeliling
untuk menyelesaikan masalah umat Islam.100 Jauhi perselisihan dan cari jalan
keluar untuk melepaskan dari cengkeraman penjajah.101
Kaum intelektual (sivitas universitas), para pemuda ajaklah untuk
memerkuat ikatan persahabatan dan saling pengertian dengan ulama. Jangan
abaikan rencana musuh yang licik dan adakanlah konsultasi dan bimbingan di
96 Imam Khomeini, Fuqaha: Benteng Islam, h. 28-29 97 Imam Khomeini, Reformasi Pendidikan, h. 46-47 98 Imam Khomeini, Pesan Haji Refleksi Revolusi Islam, h. 180 99 Imam Khomeini, Pesan Haji Refleksi Revolusi Islam, h. 179 100 Imam Khomeini, Pesan Haji dalam Perspektif Imam Khomeini, dalam Sandy Alison peny. ,
Pesan ang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 191 101 Ibid, h. 192
mana saja melihat geliat pihak yang menabur benih perselisihan dan
perpecahan. Jika nasihat kepada para individu tak efektif, barulah
diperbolehkan untuk berpaling dari mereka , mengucilkan mereka dan jangan
biarkan mereka berakar tetaplah waspada pada propaganda buruk yang dapat
mengganggu kebenaran.102 Juga rangkullah para pemimpin negara dalam
mencegah tipu muslihat para musuh Islam.103
Kemudian, dalam berdiskusi Imam mengingatkan agar mengemukakan
topik pembicaraan dengan cara yang jelas dan mantap.104
3. Metode Dakwah melalui Tabligh Atau Mimbar/Berpidato
Nabi Muhammad Saw, kata Imam Khomeini adalah tokoh yang
memainkan peran besar di depan mimbar pidato dan senantiasa
menyampaikan nasihat kepada umat Islam. Pidato di atas mimbar dikatakan
Imam oleh sebagian kalangan dianggap tidak serasi dengan kedudukan ilmu
pengetahuan. Imam membantah ini. Dengan berbicara di mimbar-lah ulama
bisa menjadi pengaruh besar untuk memberi kesadaran kepada umat
khususnya santri dan mendidik mereka dengan akhlak yang terpuji melalui
102 Imam Khomeini, Pesan Imam untuk Umat (1), h. 220 103 Ibid, h. 224 104 Ali Rahnema, ed. Para Perintis Zaman Baru Islam, h. 81
pemberian nasihat dan pengajaran ilmu akhlak, sehingga program pendidikan
akhlak dapat mengena dan mencapai tujuannya.105
Selain itu Imam Khomeini selalu menekankan bila berbicara dengan
mad’u dakwah yang perlu diingat adalah menyederhanakan subjek yang sulit
agar dapat dipahami oleh orang banyak. Imam juga berpesan, bila mau efektif
penyampaian pembicaraan kita kata Imam mengutip hadis Nabi Saw:
”Berbicaralah kepada orang menurut tingkat kecerdasannya.” agar
dipraktikkan.106
Imam dalam membawakan pidatonya berhati-hati dalam menjustifikasi
ucapannya, yakni beliau menggunakan ayat alquran dan sabda Nabi Saw serta
kutipan dari nasihat-nasihat para ulama.107
4. Metode Dakwah dengan Memilih Bahasan Materi Dakwah Yang Pas
Menurut Imam tempat kajian Islam haruslah di dalam materi
pengkajiannya adalah hakikat ajaran alquran, bila tidak, tempat kajian Islam
itu hanya akan menjadi penghalang bagi masyarakat untuk mengenal dan
memahami Islam dan peranan ulama Islam.108
105 Imam Khomeini, Ancaman Keruntuhan dan Kelumpuhan Pusat Pendidikan, dalam Sandy
Alison peny. , Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 42 106 Ali Rahnema, ed., Para Perintis Zaman Baru Islam, h. 75 107 Ibid, h. 79 108 Imam Khomeini, Penyelewengan Ulama Menyesatkan Umat, dalam Sandy Alison peny. ,
Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 26
Selain itu materi tentang fiqih dalam kajian itu juga harus lebih besar
dari materi lainnya.109 Materi fiqih jika tidak ada, menurut Imam maka yang
akan terjadi hilanglah esensi nilai / makna dari agama Islam itu sendiri dan
akhirnya Islam dikenal hanya namanya saja.110
Kemudian, Imam pun mengingatkan sebuah pusat pengkajian ilmu
Islam haruslah juga memiliki program yang di dalamnya berupa nasihat,
pengajaran, serta para guru yang menitikberatkan pada pendidikan akhlak dan
jiwa. Bila tidak pusat pengkajian itu kelak akan menemui kehancuran. Ini
karena ilmu akhlak adalah merupakan tujuan pertama diutusnya para nabi dan
mereka mengajar umatnya melalui pengkajian dan pengajaran.
Imam pun mengkritik bahwa tempat pengkajian Islam di saat ini banyak
yang malah tidak mengambil perhatian dalam masalah pengajaran akhlak.
Memang banyak penghalang dalam melaksanakan pendidikan Islam yang
seimbang dari segala aspek. Padahal bila pendidikan akhlak berkurang,
ditegaskan Imam, ini akan melahirkan berbagai masalah kebendaan (materi)
dan duniawi. Juga ini akan melahirkan banyak persoalan pada rohani dan
akhlak yang membawa kepada banyaknya masyarakat yang tak tahu akan
pentingnya generasi manusia yang paham agama dan tunduk pada nilai
agama. Akhirnya yang terjadi adalah tercipta paradigma masyarakat bahwa
yang terpenting adalah belajar untuk kepentingan pribadi masing-masing dan
109 Imam Khomeini, Fuqaha: Benteng Islam, h. 27 110 Ibid, h. 29
tujuan akhirnya hanya untuk mencari kepentingan dunia seperti kemasyhuran,
kedudukan, dan sebagainya. Bila ini yang terjadi yang didapati hanyalah
pemenuhan kebutuhan dunia saja tetapi ia tak bermanfaat untuk dirinya dan
untuk Islam. Dirinya akan hampa dikejar untuk berlomba mengejar materi dan
pertikaian antar-sesama untuk menuruti keserakahan nafsu.111
Pusat kajian yang tidak ada materi usaha untuk meningkatkan
pencapaian akhlak dan pembersihan jiwa, maka menurut Imam niscaya akan
berkembanglah sifat munafik dan pura-pura di kalangan orang-orang yang
berada di tempat kajian Islam dikuasai oleh perpecahan dan perselisihan
pendapat sehingga mereka tenggelam dalam suasana pertikaian sesama
mereka sendiri. Ini membuat keadaan menjadi terkotak-kotak (bergolong-
golongan) dan bersekutu di antara mereka. Masing-masing pihak saling tuduh
serta mendustakan satu sama lain. Pusat pengkajian Islam akan hilang
pengaruhnya bagi umat. Bila ini terjadi, musuh Islam akan mengambil
kesempatan dengan menghancurkan nilai-nilai serta martabat pusat
pengkajian Islam.112
Selain itu, mengenai materi dakwah yang pas lainnya, Imam Khomeini
saat memberi pelajaran kepada muridnya lebih mengemukakan materi tentang
baik dan buruk, kesadaran agama, disiplin diri, dan sebab-sebab kemunduran
111 Imam Khomeini, Keseimbangan Ilmu Agama dan Ilmu Pengetahuan, h. 35-37 112 Imam Khomeini, Ancaman Keruntuhan dan Kelumpuhan Pusat Pendidikan, h. 43
Islam.113 Selain itu Imam juga mengkriktik para ulama yang dalam berpidato
hanya mengangkat tema yang tak membangkitkan semangat beragama seperti
tema haid dan kebersihan. Menurut Imam Khomeini lebih penting
membawakan tema tentang hukum dan sistem Islam.114
5. Metode Dakwah melalui Tulisan (Dakwah Bil Qalam)
Ulama setelah paham akan ilmu fiqih, hendaknya menurut Imam
Khomeini menjaga kefaqihan itu dengan menjaga kitab-kitab Islam dengan
menulis dan mendiskusikannya. Selain membangun pusat kajian Islam juga
menjaga semua ilmu Islam, kitab-kitab Islam baik yang klasik maupun yang
modern. Dengan cara ini maka pertahanan Islam akan kuat, ini semua harus
dijaga agar dapat mentransferkannya kepada generasi mendatang.115
Dengan karya berupa tulisan inilah kata Imam, fiqih Islam dapat
terpelihara. Usaha-usaha harus dilakukan untuk peningkatan dalam
penyimpulan pendapat dan metode penelitian meningkatkan riset dan karya
kreatif. Bahkan Imam Khomeini berpesan hendaklah studi penelitian
menumpuk. Program penelitian harus direncanakan dengan tujuan bagi
kebutuhan negara Islam. Orang harus dilatih melakukan karya riset.
Pengetahuan moral Islam seperti etika, pembersihan jiwa, tasawuf, dan
113 Ali Rahnema, ed., Para Perintis Zaman Baru Islam, h. 82 114 Ibid, h. 93 115 Imam Khomeini, Fuqaha: Benteng Islam, h. 29
sebagainya harus dimasukkan dalam kajian penelitian ini, terutama berkaitan
dengan pembersihan jiwa dan diri.116
Imam pun berpesan sebagaimana ia terpengaruh dengan Syahabadi
(seorang teolog dan sufi terkemuka di Iran) bahwa guna mendakwahkan
pemikiran dan aktivitas keagamaan di kalangan masyarakat perlulah
menerbitkan majalah keagamaan.117
Imam Khomeini dalam menulis untuk berdakwah bil qalam, beliau
menggunakan bahasa yang sederhana. Beliau menghindari subjek yang
mencurigakan seperti filsafat dan mistisisme.118 Imam juga dalam menulis
buku menggunakan bahasa yang hati-hati sehingga tak membuat orang awam
merasa asing,119 dengan bahasa yang arif, sederhana, dan sistematis beliau
mengemukakan pikirannya ke dalam tulisan. Beliau menerangkan latar
belakang pokok persoalan dalam menemukakan objek tulisannya dengan
kekuatan nalar, yang bertujuan satu yakni untuk membangkitkan rasa
keagamaan kepada pembacanya. 120
Metode dakwah melalui tulisan ini oleh Imam Khomeini telah
dipraktekkan tak hanya dengan mengarang buku tetapi ia juga menulis di
artikel media cetak, salah satunya yaitu koran. Ini dilakukan saat melawan
rezim Syah. Dengan tulisan itu ia bisa menyampaikan nasihat dan
116 Imam Khomeini, Pesan Imam untuk Umat (1), h.230-231 117 Ali Rahnema, ed., Para Perintis zaman Baru Islam, h.75 118 Ibid, h. 76 119 Ibid, h. 78 120 Ibid, h. 85
mengobarkan semangat kepada rakyat Iran dan peringatan kepada Syah Reza
dengan menjawab kebijakan rezim Syah terutama dalam hal penyelewengan
terhadap Islam.
Selain itu, dalam menggalang kerja sama yang baik atau mungkin bisa
dikatakan amar ma’ruf nahi munkar di dunia internasional, Imam Khomeini
yang sebagai presiden Iran ketika itu pernah juga berkorespondensi (berkirim
surat) kepada Michael Gorbachev Presiden Republik Uni Soviet. Dalam surat
yang ditulis pada 1 Januari 1989 itu Imam mengingatkan Gorbachev agar
meninjau kembali ideologi-ideologi yang diagungkan Barat yang diterapkan
Soviet dan mau melihat kepada ajaran tauhid yang agung. Tulisan surat itu
Imam memulai dengan pembukaan surat yang santun, memuji Gorbachev,
baru masuk ke intinya.121
6. Metode Dakwah kepada Para musuh Islam
Menurut Imam, da’i dalam mewaspadai musuh Islam, haruslah
melepaskan diri dari para ulama yang munafik yang menjual agama kepada
dunia dan para penghasut kekacauan. Juga dalam melawan musuh Islam da’i
harus merangkul para cendekiawan dan ilmuwan Islam untuk bersama-sama
121 Imam Khomeini, Surat Imam Khomeini kepada Gorbachev, dalam Sandy Alison peny. , Pesan
Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 195
membela Islam dan menyelamatkan Islam dari keterpencilan dan penindasan
terhadap Islam.122
Imam mengingatkan da’i dan umat Islam janganlah berhati lembut,
berlapang dada, dan tunduk kepada sekutu-sekutu penjajah. Himbaulah
masyarakat semua berpartisipasi untuk tetap selalu mewaspadainya.123 Hanya
dengan bergerak bersama umatlah seorang da’i mampu berbuat sesuatu.
Jangan langsung memberi peluang kepada musuh untuk melaksanakan
sesuatu di pusat pengkajian ilmiah Islam. Jadikan pusat pengkajian Islam itu
adalah wadah yang mampu memecahkan masalah-masalah yang penting
untuk diselesaikan.124
Sesungguhnya musuh-musuh Islam telah muncul dan siap untuk
menghantam dan memukul setiap keberadaan Islam di segala bidang. Maka
menjadi tanggung jawab seorang da’i untuk menghadapi mereka dengan
penuh keberanian. Imam berpesan seorang da’i hendaknya tinggalkan
kecintaan terhadap dunia, sebab ini akan membuat tak berdaya menghadapi
para musuh Islam selama kita masih dikuasai oleh cinta pada dunia dan
berambisi pada kekuasaan, kesombongan dan lalai. Alam kejahatan akan
terbuka bila seorang da’i memfokuskan pada urusan dunia. Kondisi ini
menjadikan tak akan mampu untuk berjihad menentang musuh-musuh Islam.
Karena itu, Imam memberikan solusi dengan hendaklah membuat solusi
122 Imam Khomeini, Pesan Haji Refleksi Revolusi Islam, h. 180 123 Imam Khomeini, Fuqaha: Benteng Islam, h. 28 124 Imam Khomeini, Reformasi Pendidikan, h. 46-47
dengan menyusun langkah dan juga bertawakkal kepada Allah dan mengikis
hati ini daripada semua sifat cinta pada dunia dan dengan inilah kita mampu
berjihad. Selain itu, wajib bagi seorang da’i, menurut Imam untuk beramal
untuk mencapai kesyahidan, berjuang, dan berjihad sungguh-sungguh,
sehingga dapat bermanfaat untuk Islam. Bila kita tidak berlapang dada dan
berkompromi kepada musuh Islam, maka akan lahirlah manusia dari lulusan
universitas dan madrasah yang takut pada Allah Swt dan menjadi muslim
sejati. Di sisi lain bila terdapat insan muslim sejati di negeri Islam atau pada
negeri di suatu bangsa, maka merekalah yang akan menjadi ancaman yang
berbahaya bagi musuh-musuh Islam sehingga strategi dan rencana jahat
mereka akan menemui kebuntuan.125 Seorang da’i harus memertahankan
hukum syariat Islam yang suci dan menyebarkan ajaran Islam dan alquran.
Da’i harus selalu memberi peringatan tentang bahaya-bahaya kepada dirinya
sendiri dan selalu waspada pada tanggung jawab.126 Da’i adalah pembela
Islam, maka ia harus memerkokoh keinginan dan cita-cita sehingga sanggup
menghadapi setiap kezaliman dan penindasan.127
Dalam iklim dunia internasional, Imam mengingatkan seorang da’i yang
berkapabilitas dalam koridor ini untuk menghadapi kultur zalim dan menindas
masyarakat yakni perjuangan melawan sistem ekonomi Timur dan Barat,
melawan siasat kapitalis dan komunis. Ini penting dilakukan karena ini telah
125 Ibid 126 Ibid, h. 48 127 Ibid
memengaruhi seluruh rakyat dan merupakan bencana tipe perbudakan baru
yang telah dipaksakan oleh pihak penindas.128
7. Metode Dakwah dengan Memanfaatkan Media Komunikasi
Menurut Imam Khomeini media komunikasi massa adalah sangat efektif
untuk membentuk pemikiran dan memengaruhi khalayak banyak. Radio,
televisi, bioskop dan teater digunakan sebagai sarana yang paling efektif
untuk membodohkan dan merusak bangsa terutama para generasi muda.
Rencana-rencana yang besar ditelurkan dan dilaksanakan melalui media-
media ini untuk melawan Islam dan ulama. Ia juga digunakan untuk jaringan
propaganda para musuh Islam. Media itu difokuskan untuk membuat rakyat
meniru orang lain, terutama berpakaian, konsumerisme dan lain-lain. Ini
membuat kaum muda dan wanita tersesat dari jalan normal, mereka
melupakan dan melemparkan kehidupan diri mereka sendiri. Karena itu kata
Imam Khomeini, kantor-kantor berita, pers, dan majalah harus diperhatikan
dan gunakan untuk pelayanan kepada Islam dan kepentingan negara. Kita
semua harus mengetahui bahwa kebebasan gaya Barat merusak pemuda,
terkutuk dalam pandangan Islam dan dalam penalaran pikiran. Propaganda,
kesusasteraan, kesenian, artikel-artikel, pidato, buku-buku, dan majalah yang
128 Imam Khomeini, Pesan haji Refleksi Revolusi Islam, h. 180-181
bertentangan dengan Islam dan kepentingan negara adalah tabu dan ini wajib
bagi kita untuk mencegah percetakan dan penyebarannya.129
Selain itu, pada media komunikasi audio, seperti kaset-kaset yang
diselundupkan yang digunakan Imam saat dipembuangan. Media ini cukup efektif
memengaruhi opini publik rakyat Iran menggelorakan semangat juang. Ini
terbukti dengan meletusnya Revolusi Islam Iran dengan sebanyak 98,2 % suara
rakyat Iran mendukung berdirinya Republik Islam Iran.
129 Imam Khomeini, Pesan Imam untuk Umat (2), h. 239-241
BAB IV
ANALISIS PEMIKIRAN DAKWAH IMAM KHOMEINI
C. Konsep Pemikiran Dakwah Imam Khomeini
Paradigma konsep dakwah Imam Khomeini ternyata sedikit berbeda dengan
pendapat para pakar ilmu dakwah lainnya meski pada intinya sama yakni
menyeru untuk menegakkan kalimat Allah.
Dakwah menurut Imam Khomeini secara hemat penulis lebih kepada hal yang
subtansi yakni menyeru manusia untuk mengamalkan dan menghayati nilai ajaran
Islam. Namun, yang perlu digarisbawahi pendapat Imam Khomeini perihal tujuan
dakwah adalah ”Bertujuan untuk melaksanakan tujuan Islam yang suci, mengakat
harkat martabat umat, dan menyatukan umat dalam masyarakat Islam.”
Pertanyaannya kemudian, apakah tujuan dakwah tersebut adalah sesuai
dengan tujuan dakwah yang telah diurai dalam tataran teoritis/ideal? Dalam teori
hakikat dakwah telah disebutkan salah satunya dakwah adalah penyebaran rahmat
Allah Swt dan untuk pembangun peradaban. Dari sini adakah sejalan pendapat
Imam Khomeini dengan konsep teoretis hakikat dakwah di dalam ilmu dakwah?.
Menurut analisa penulis, tujuan dakwah menurut Imam Khomeini adalah
konsep dakwah yang hendak menjelaskan tahapan-tahapan rangkaian
kesempurnaan berjalannya dakwah Islam. Pertama, tahap melaksanakan tujuan
66
Islam yang suci. Maksudnya, Islam itu datang kepada kehidupan manusia
bertujuan untuk menyebarkan rahmatan lil ’alamin (kasih sayang bagi seluruh
alam) melalui penyempurnaan akhlak, sebab bukankah tujuan risalah para nabi
Allah Swt itu adalah untuk menyempurnakan akhlak?
Allah Swt Berfirman:
.للعالمين رحمة إلا أرسلناك وما
”Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Q.S. Al-Anbiya: 107)
Rasul Saw bersabda:
األخالق مكارم ألتمم بعثت إنما
”Sesungguhnya Aku (Muhammad SAW) diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (H.R. Ibnu Abi Dunya)
Jadi pertama-tama tujuan dilakukan dakwah Islam adalah untuk memerbaiki
suatu kehidupan manusia yakni keselamatan dunia dengan cara memerbaiki
moral.
Kedua, tahap mengangkat harkat dan martabat umat. Maksudnya, Setelah
tujuan pertama dilaksanakan lalu yang perlu dilakukan adalah perbaikan internal
umat Islam itu sendiri secara menyeluruh dan intensif sebagai umat umat yang
terbaik dan teladan. Sebagaimana yang tertera dalam alquran:
67
المنكر عن وتنهون بالمعروف أمرونت للناس أخرجت أمة خير آنتم
المؤمنون منهم لهم خيرا لكان الكتاب أهل ءامن ولو بالله وتؤمنون
.الفاسقون وأآثرهم”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” ( Q.S. Ali Imron: 110)
Perbaikan internal itu menurut penulis adalah dengan cara sokongan ilmu
pengetahuan baik ilmu pengetahuan umum dan ilmu agama guna terwujud umat
Islam yang berprinsip dan mampu menjadi pemain dalam membangun peradaban
manusia. Ini karena dengan ilmulah (memanfaatkan akalnya) manusia bisa
berbeda dengan makhluk lainnya dan dengan ilmu manusia menjadi tinggi
derajatnya.
تعملون بما والله درجات العلم أوتوا والذين منكم ءامنوا الذين الله يرفع .خبير
”Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah : 11)
Ketiga, tahap menyatukan umat dalam masyarakat Islam. Tahapan ini adalah
tahap terakhir tujuan dakwah menurut Imam Khomeini. Yakni tahapan akhir
simbol kesempurnaan ajaran Islam tegak di muka bumi ini yaitu terwujudnya
negara Islam guna menyatukan umat di dalam naungan sistem kehidupan yang
berasaskan ajaran alquran. Ini senada dengan pandangan Imam Khomeini tentang
politik bahwa Islam adalah juga sebuah ajaran berpolitik. Politik tak dapat
dipisahkan dari Islam, ia adalah pokok dari ajaran Islam.
Jadi kesimpulannya tujuan dakwah menurut Imam Khomeini adalah untuk
memerbaiki kehidupan manusia dengan menebar kasih sayang pada seluruh alam
melalui perbaikan akhlak, lalu memerbaiki kondisi internal umat Islam agar umat
Islam sebagai pengemban utama dakwah Islam memiliki prinsip, sejahtera sosial
ekonominya, dan mampu membangun peradaban manusia, dan terakhir adalah
mendirikan negara Islam. Dari uraian ini, pendapat mengenai tujuan dakwah
menurut Imam adalah senada dengan hakikat dakwah dalam tataran teoritis.
Kemudian, bagaimana hukum berdakwah menurut Imam Khomeini?
Penulis menyimpulkan, hukum dakwah menurut Imam Khomeini adalah
bisa fardu ’ain dan fardhu kifayah. Berlakunya hukum fardhu ’ain artinya
kewajiban dakwah itu adalah kewajiban umat Islam dan seluruh manusia individu
(tidak hanya ulama) untuk mengemban kewajiban mengamalkan ajaran alquran
tanpa terkecuali.
Hadist Rasulullah Saw:
لم فإن فبلسانه يستطع لم فإن بيده، فليغيره منكرا منكم راى من
)مسلم رواه (االيمان اضعف وذلك يستطعفبقلبه،”Barang siapa yang melihat kemunkaran maka hendaknya ia mencegah
dengan tangannya, jika tak sanggup maka dengan dengan klisannya, jika tak sanggup maka dengan hatinya. Inilah selemah-lemahnya iman.”
(H.R. Muslim)
Kemudian bila kita kaitkan pada pernyataan Imam Khomeini setiap
manusia memiliki kewajiban menjalankan ajaran Islam. Pertanyaannya,
bagaimana dakwah bisa dilakukan bila manusia itu bukan orang Islam dan
tak mengerti Islam?.
Aturan ini akan berlaku setelah ayat alquran itu diimani (manusia itu
telah masuk Islam dan mengimani ajaran alquran). Kebenaran alquran dengan
sepenuh hati telah dipahami oleh seluruh manusia melalui pembelajaran dari
para ulama, maka barulah kewajiban itu berlaku untuk setiap manusia yakni
bila setiap manusia itu telah mengenal, masuk Islam, dan memahami alquran.
Sedangkan jatuhnya hukum fardhu kifayah yakni kewajiban yang
diserahkan kepada satu individu yang memiliki kemampuan melaksanakan
kewajiban tersebut, yang bila salah seorang individu telah melakukan maka
kewajiban untuk setiap individu yang lainnya gugur. Maksud Imam Khomeini
di sini, adalah ulama dan santri (calon da’i) yang belajar ilmu agama
menduduki level pertama atas kewajiban berdakwah dan memelihara dengan
teguh eksistensi Islam.
Dalil alquran yang menunjukkan kepada hukum berdakwah fardhu
kifayah adalah:
عن وينهون بالمعروف ويأمرون الخير إلى يدعون أمة منكم ولتكن
.المفلحون هم وأولئك المنكر
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. .”(Q.S. Ali-Imron: 104)
Jadi dari dua pendapat yang bertentangan dari hukum dakwah,
manakah yang benar? Hukum dakwah bisa berlaku fardhu ’ain atau fardhu
kifayah tergantung sesuai konteks serta situasi dan kondisinya.
1. Da’i menurut Imam Khomeini
A. Peranan Dai menurut Imam Khomeini
Mengenai da’i dalam pemikiran Imam Khomeini, penulis bisa menarik
benang merah tiga poin penting: Peranan da’i menurut Imam Khomeini,
Syarat-syarat menjadi da’i menurut Imam Khomeini, dan Karakteristik
Kepribadian da’i menurut Imam Khomeini.
Peranan da’i menurut Imam Khomeini adalah:
a. Sebagai faktor penentu kemajuan Islam. Maksudnya ialah karena
da’i adalah sebagai komunikator penyampai pesan dakwah yang
kemungkinan besar keberhasilan dakwah adalah dipengaruhi oleh
penyampaian beliau. Selain itu tanggung jawab bagi da’i memang
besar, ia harus berbuat banyak dan berjuang keras demi terwujudnya
kemajuan umat dan senantiasa harus menjaga kredibilitas ilmu dan
akhlaknya agar pesan dakwah sukses diterima oleh mad’u.
b. Pakar Islam. Maksudnya, memang ulama adalah orang yang paham
ilmu agama karena secara khusus ia memelajari ilmu Islam di pusat
kajian Islam. Maka da’i/ulama dikatakan pakar Islam. Ia sebagai
tempat kembali umat untuk bertanya tentang masalah agama.
c. Penjaga Islam. Maksudnya da’i adalah yang menjaga eksistensi
Islam melalui beragam cara/metode dakwahnya untuk terus menjaga
dan mengembangkan Islam
d. Manifestasi dari para rasul dan pemimpin di muka bumi.
Ini sesuai dengan hadis Nabi Saw:
اءيبنأل اةثر وآءملالع”Ulama adalah pewaris para nabi.”
(H.R.Ibnun Najjar dari Anas R.a)
ياأيها الذين ءامنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولي الأمر .منكم
”Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul
(Nya), dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu.” (Q.S An-Nisa’: 59)
Tugas seorang da’i memang tak jauh beda dari tugas seorang
rasul/nabi. Perbedaannya hanya terletak da’i tak langsung mendapat
risalah dari Allah Swt. Namun da’i juga memiliki tugas menyeru
manusia kepada ajaran Allah Swt.
Dalam konteks bermasyarakat atau bernegara da’i adalah
pemimpin. Ia yang mengayomi umat dalam berkehidupan terutama
dalam urusan agama Islam.
e. Sebagai garda terdepan menyatukan persatuan umat Islam.
Maksudnya, da’i sebagai panutan umat dan motor penggerak untuk
memengaruhi umat merapatkan barisan guna menjaga persatuan Islam.
2. Syarat-Syarat Menjadi Da’i menurut Imam Khomeini
Syarat-syarat menjadi da’i menurut Imam Khomeini ialah :
a. Da’i hendaknya melaksanakan tugasnya dengan baik di majelis
ilmu.
Maksudnya, bagi seorang da’i melaksanakan tugas di majelis ilmu
tentu merupakan hal yang utama dalam mentransfer ilmu dan memberi
teladan akhlak yang baik bagi umat.
Namun, pertanyaannya benarkah tugas seorang da’i hanya berada di
majelis-majelis ilmu? Bagaimana dengan pendapat Imam bahwa ulama
harus menjadi pemimpin di kancah politik/negara? Adakah titik temu
dari dua pendapat Imam Khomeini ini?
Ini mengingatkan penulis pada perbedaan mendasar yang dianut antara
kaum Sunni dan Syiah. Bagi Sunni agama dan politik ada keterpisahan.
Paradigma yang terkenal di kalangan kaum Sunni ”Politik itu kotor.”
Karena itu ulama di kalangan Sunni yang masuk ke kancah politik
banyak menerima hujatan terlebih fakta membuktikan ulama yang
masuk kancah politik tak memiliki ”gigi”di kancah perpolitikan seperti
kasus di Indonesia yang mayoritas pengikut Sunni. Namun, bagi kaum
Syi’ah agama dan politik ada korelasinya. Bahkan menurut Imam
Khomeini agama dan politik harus berjalan beriringan. Menurutnya
Islam adalah ajaran yang lebih banyak mengajarkan bermuamalah
termasuk berpolitik dibanding beribadah. Bagi kaum Syiah dengan
menjadi pemain dalam politik umat Islam bisa bersuara menegakkan
Islam dalam bernegara. Perdebatan Sunni-Syi’ah tentang ini hingga kini
masih menjadi perdebatan.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana korelasi antara ulama yang harus
berada di majelis ilmu dan sebagai pemimpin negara?. Jawabannya bisa
kita lihat pada pribadi kepemimpinan teladan kita Rasulullah Saw. Ia
sebagai pemimpin negara juga sebagai pemimpin agama di majelis ilmu
yang ketika itu masjid sebagai pusatnya. Jadi tinggal bagaimana kita
bisa memprioritaskan kedua jalur berbeda itu dengan baik. Rasul saw
seperti kita ketahui beliau memiliki strategi jitu dalam memimpin.
Sebuah pendelegasian tugas di setiap distrik beliau lakukan dengan
mengutus panglima di setiap wilayah kekuasaan Islam serta
komunikasi/musyawarah selalu diterapkan. Dengan itu Rasul melakukan
dakwah Islam dalam majelis ilmu pun dapat berjalan dengan baik. Ini
pun dicontohkan oleh Imam Khomeini yang juga sebagai Ayatullah
terkemuka Syiah di Iran, pengajar ilmu agama di berbagai majelis ilmu,
ia juga sebagai pemimpin negara. Jadi, mengorelasikan antara peran
ulama dalam majelis ilmu dan pemimpin negara tergantung bagaimana
kita bisa berusaha mengatur keduanya dan kita tahu apa yang harus
diprioritaskan.
b. Da’i haruslah sempurna dalam belajar ilmu fiqih dan ushuluddin.
Mengapa yang harus dipelajari hingga sempurna oleh seorang da’i
hanya ilmu fikih dan ushuluddin?
Menurut penulis, kedua ilmu ini adalah hal yang fundamental dari
ajaran Islam yang penting untuk disampaikan dalam berdakwah. Ilmu fiqih
adalah ilmu yang membahas tata cara menjalankan ajaran Islam dan
ushuluddin adalah ilmu yang membahas tentang dasar-dasar agama terutama
tentang aqidah/ keyakinan kepada Allah Swt. Mula-mula kita umat Islam
berkeyakinan dengan Allah Swt bahwa tiada Tuhan selain Dia, atas landasan
pengetahuan dalam ushuluddin. Kemudian setelah itu mengamalkan ajaran
Islam dalam beribadah, bermuamalah, dan berinteraksi dalam semua
kehidupan manusia melalui ilmu fiqih.
Kedua ilmu itu adalah dasar dari ibadah manusia yakni ibadah itu
terbagi menjadi dua: ibadah maghdhah/ibadah vertikal lurus kepada Allah swt
dengan penuh keyakinan kepada-Nya seperti shalat, berzikir, berdoa dan lain-
lain dan ibadah ghairu magdhah/ibadah horizontal kepada sesama makhluk
Allah terutama kepada sesama manusia seperti bersedekah, zakat, dan lain-
lain..
Seorang da’i yang berdakwah di jalan Allah dengan bekal ilmu agama
yang memadai maka ia bisa menjadi da’i yang lurus, bijak, dan Allah
menghendaki kebaikan atasnya. Rasulullah Saw bersabda:
الدين فى يفقهه خيرا به اهللا يريد من
”Barang siapa yang dikehendaki Allah dalam kebaikan, maka ia akan diberikan kepandaian ilmu agama (fikih).” (H.R. Bukhari)
c. Da’i harus memelajari ilmu khusus penunjang untuk berdakwah.
Maksudnya, menurut hemat penulis, bila kita berbicara dalam konteks
keprofesionalan seorang da’i dalam menyeru kepada ajaran Islam, terlebih di
era modern saat ini, ketika teknologi semakin canggih, kehidupan manusia
jadi serba instant, dinamis, dan plural, diperlukan kemampuan seorang da’i
yang memadai terhadap ilmu penunjang dakwah lainnya agar dakwah itu apa
yang disampaikan sesuai dengan zaman, dan bisa diterima oleh semua
kalangan.
Memelajari ilmu penunjang dakwah senada dengan nasehat Imam
Khomeini yang pernah berpesan untuk memelajari ilmu-ilmu teknik yang
dibutuhkan negara Islam dan banyak menelaah berbagai buku penunjang
(seperti buku agama, sosial, politik, sains, filsafat, sejarah, sastra, dan lain-
lain).1 Dari nasihat ini implisit bermakna bahwa Imam memiliki pemikiran
bahwa ilmu-ilmu penunjang dakwah penting untuk kesuksesan berdakwah.
Kita pun mengingat strategi Rasulullah dalam berdakwah beliau tak
hanya tekun menelaah alquran wahyu yang diturunkan kepadanya, tetapi
Rasul Saw juga mendekatkan strategi bagaimana berperang yang baik kepada
para sahabatnya seperti memanah, berkuda, berenang sebagai rangkaian
kegiatan dakwah untuk menyebarkan Islam guna mewaspadai bila tiba
serangan musuh.
3. Karakteristik Kepribadian Da’i menurut Imam Khomeini
Karakteristik kepribadian seorang da’i menurut Imam Khomeini adalah:
a. Da’i harus waspada dari sifat cinta dunia
Maksudnya, inilah yang perlu diwaspadai oleh seorang da’i untuk
keeksisannya di jalan dakwah. Kilau dunia yang serba memukau dan menggoda
tak akan memengaruhi dan melencengkan niat untuk terus menyeru kepada jalan
Allah bila seorang da’i tidak memiliki sifat cinta dunia. Kenikmatan dunia hanya
sekadarnya saja perlu direguk untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani
kita.
1 Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h. 49
Bagi seorang da’i yang menyeru kepada kehidupan akhirat yang jauh lebih
bermakna dan kekal daripada dunia, tak sepantasnya mengejar dunia secara
berlebihan. Sebab bila ini yang telah menjadi cita-cita seorang da’i, maka yang
terjadi adalah kerusakan tak hanya menimpa dirinya tetapi juga dunia khususnya
umat Islam. Allah Swt mengingatkan dalam firman-Nya:
جهنم له علناج ثم نريد لمن نشاء ما فيها له عجلنا العاجلة يريد آان من .مدحورا مذموما يصلاها
“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.” (Q.S.Al-Isra’: 18)
b. Da’i penting hidup dalam kesederhanaan dalam pengamalan sifat zuhud
dan taqwa.
Maksudnya, inilah jawaban untuk menangkal agar seorang da’i tidak memiliki
sifat cinta dunia. Sifat zuhud adalah kebalikan dari sifat cinta dunia yaitu sifat
yang tak silau akan dunia. Sedangkan sifat taqwa adalah sifat yang senatiasa
mengingat Allah di mana pun kita berada, sehingga dengan ini kita melaksanakan
semua perintahnya dan menjauhi semua larangannya.
Dengan hidup sederhana seorang da’i akan tahan banting dan tegar dalam
menghadapi jalan dakwah yang amat panjang dan penuh liku. Kekurangan harta,
makanan, dan kondisi susah lainnya tidak akan menjadi penghalang dari semangat
menegakkan kalimat Allah Swt. Sebaliknya, justru terkadang materi yang
berlebih itulah yang menjadi penyebab lemahnya semangat kita dalam tujuan dari
jalan dakwah.
c. Da’i mutlak memiliki niat ikhlas dalam segala perbuatannya
Maksudnya, niat ikhlas karena semata mengharapkan keridhaan Allah Swt
inilah seyogyanya yang menjadi tujuan utama dari seorang da’i dalam menapaki
perjalanan dakwah. Tidakkah kita ingat bahwa keberhasilan dakwah itu sejatinya
adalah atas pertolongan dan keputusan Allah? Jadi pantaskah bila kita seorang
da’i berjalan di jalan Allah (dakwah) tetapi niat kita bukan untuk Allah Swt?.
Dengan niat ikhlas pulalah, seorang da’i tak akan silau akan dunia.
Allah Swt berfirman:
الصلاة قيمواوي حنفاء الدين له مخلصين الله ليعبدوا إلا أمروا وما .القيمة دين وذلك الزآاة ويؤتوا
”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan (ikhlas) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Q.S. Al-Bayyinah: 5)
d. Dai haruslah selalu membina diri dengan akhlak yang mulia
Maksudnya, seorang da’i sejatinya tetaplah ia manusia biasa lengkap dengan
sifat kemanusiaannya yang tetap memiliki nafsu jahat dan baik serta ditambah
dengan godaan dari lingkungan sekitar. Untuk itu, pembinaan diri terus menerus
dengan ilmu pengetahuan guna membiasakan diri bersikap dengan akhlak yang
mulia perlu dilakukan sebab seorang da’i akan menjadi panutan bagi mad’unya.
Salah satu cara membina diri dengan akhlak mulia ,da’i bisa berkaca dari
kepribadian Rasul Saw, Allah Swt dalam firman-Nya:
الآخر واليوم الله يرجو آان لمن سنةح أسوة الله رسول في لكم آان لقد .آثيرا الله وذآر
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Q.S. Al-Ahzab: 21)
.عظيم خلق لعلى وإنك
”Dan sesungguhnya kamu(muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang
agung.”(Q.S. Al-Qalam: 4)
2. Mad’u menurut Imam Khomeini
Pendapat Imam Khomeini tentang mad’u adalah ia menggolongkannya
sesuai strata sosial ekonomi yakni mad’u terdiri dari golongan kaya, golongan
miskin, dan pemimpin negara (pejabat).
Pertanyaanya kemudian, mengapa Imam Khomeini menggolongkan
mad’u dakwah atas dasar strata sosialnya? Menurut analisa penulis,
penggolongan ini adalah sesuai dengan latar belakang historisitas Imam yang
pernah menjadi seorang pemimpin negara dan ayatullah. Sebagai presiden dan
ulama yang kegiatannya tak jauh dari kegiatan masyarakat maka fakta
sosiologis masyarakat seperti strata sosial ekonomi menjadi dasar paradigma
baginya.
Penggolongan mad’u dakwah ini juga sesuai dengan alquran yang
telah menggambarkan suatu masyarakat tertentu terdiri dari alma’la (kaum
elit sosial politik yakni pemuka masyarakat dan penguasa), al-mutrofin (elit
ekonomi yakni kaum konglomerat), dan terakhir al-mustadh’afin (masyarakat
golongan lemah).2
Firman Allah Swt:
به أرسلتم بما اإن مترفوها قال إلا نذير من قرية في أرسلنا وما
.بمعذبين نحن وما وأولادا أموالا أآثر نحن وقالوا .آافرون”Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi
peringatanpun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: "Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya". Dan mereka berkata: "Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak-anak (daripada kamu) dan kami sekali-kali tidak akan diazab.” (Q.S. Saba’: 34-35) Dalam Q.S. Hud: 27 Allah berfirman:
نراك وما مثلنا بشرا إلا نراك ما قومه من آفروا الذين الملأ فقال
فضل من علينا لكم نرى وما الرأي بادي أراذلنا هم الذين لاإ اتبعك
.آاذبين نظنكم بل
2 M. Idris Abd. Shomad, Diktat Ilmu Dakwah, h. 11
”Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: "Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta." (Q.S. Hud: 27).
D. Metode Dakwah yang Efektif menurut Imam Khomeini
Metode Dakwah menurut Imam Khomeini adalah:
8. Metode Dakwah melalui Majelis Ilmu
Metode ini adalah prioritas paling utama dalam berdakwah menurut
Imam. Terlebih gencarnya perang pemikiran oleh kaum kafir saat ini.
Menurut penulis, bila pikiran umat telah dijauhkan dari pusat kajian pemikiran
ilmu Islam maka yang terjadi umat Islam hanya jasmaninya Islam akan tetapi
pikiran mereka bukan atas dasar pemikiran ilmu-ilmu Islam.
Dakwah melalui pusat pengkajian ilmu Islam seperti ini adalah metode
dakwah jangka panjang yang memusatkan kajian Islam melalui pendidikan
yakni proses perkembangan individu muslim melalui meluruskan pikiran dan
tindakan manusia sesuai ajaran Islam.
Di saat masyarakat menjadikan kekayaan materi sebagai prioritas dan
agama hanya dipandang sebagai seremoni tidak dijadikan filter dalam
mengambil keputusan dan tindakan. Ini hanya bisa terjawab oleh
menyemarakkan pusat kajian ilmu Islam dengan memberikan pendidikan
Islam.
2. Metode Dakwah melalui Berdialog atau Musyawarah
Maksudnya, untuk menjembatani keadaan kompleksitas dan
heterogenitas keadaan masyarakat, da’i perlu menggunakan alat yang terbaik
(ahsan) yaitu melalui dialog kata kesepakatan akan ditemukan.
Berdialog/musyawarah adalah metode dakwah yang telah dianjurkan
dalam Islam. Firman Allah Swt:
المتوآلين يحب الله إن الله ىعل فتوآل عزمت فإذا الأمر في وشاورهم
”Dan bermusyawarahlah dengan mereka pada segala urusan. maka jika engkau telah membulatkan cita-cita, bertawakkallah kepada allah dan
bahwasanya allah menyertai orang-orang yang bertawakkal kepada-nya.” (Q.S. Ali Imron: 159)
Kemudian mengenai pendapat Imam bahwa dalam bermusyawarah kita
harus mengaitkan mereka para cendekiawan, kaum intelektual, dan para
pemimpin agama dan negara. Ini sesuai dengan sabda Rasul Saw yang ketika
itu Ali R.a bertanya kepada Rasul Saw:
. كنم ةنس هيف ضمت ملو نآرقال هيفالأ مرينزل بنا لم ينزل . يارسول اهللا
كمنيب ىروش هولعاجف نيملسمال نم نيمالعال ا لهوعمجا الق”Aku (Ali R.a) berkata: ”Ya Rasulullah, timbul beberapa urusan di
antara kami yang tidak turun di alquran juga sunnahmu. Apa yang harus aku lakukan?” Nabi menjawab: ”Kumpulkan orang-orang yang pandai dari antara orang-orang mukmin, maka berundinglah dengan mereka tentang hal itu.” (H.Rr. Ibnu Abdil Barr)
3. Metode Dakwah melalui Tabligh Atau Mimbar/Berpidato
Menurut penulis efek retorika/berpidato sangatlah efektif untuk
memengaruhi publik. Cara ini telah dilakukan oleh para pemimpin negara di
abad pertengahan dan ternyata efeknya luar biasa dalam memengaruhi publik.
Melalui kata-kata yang penuh seni di hadapan publik seorang da’i mampu
memengaruhi dan merubah sikap ribuan orang menuju ajaran Islam.
Cara berpidato yang telah diurai Imam Khomeini bahwa dengan:
menyederhanakan subjek yang sulit, berbicara kepada mad’u menurut tingkat
kecerdasannya, berhati-hati dalam menjustifikasi ucapannya, yakni
menggunakan ayat alquran, hadis, dan kutipan nasihat para ulama.
Ini sesuai dengan sabda Rasul Saw:
.عقولهم بقدر الناس خاطبوا
“Berbicaralah kamu kepada manusia menurut akal dan pikiran mereka.” (al-hadis)
4. Metode Dakwah dengan Memilih Bahasan Materi Dakwah Yang
Pas
Secara garis besar materi dakwah menurut Imam Khomeini yaitu: materi
yang berasal dari alquran, ilmu fiqih, dan ilmu akhlak.
Menurut penulis, ketiga materi ini adalah penting dibawakan di dalam
berdakwah kepada masyarakat. Pertama adalah alquran sumber materi pokok
untuk berdakwah. Banyak sekali pelajaran diurai di dalam alquran untuk kita
ambil sebagai pelajaran. Terutama ayat-ayat alquran yang bisa kita ambil
pelajaran berupa kisah-kisah nabi dan umatnya terdahulu dan kisah Nabi
Muhammad Saw dalam melancarkan dakwahnya. Alquran memuat makna
yang kompleks. Ia memiliki keistimewaan dapat memecahkan berbagai
problem manusia di setiap zaman.
Mengajarkan alquran berikut memahami maksud di dalamnya adalah
sangat penting, sebab inilah yang bisa meyakinkan umat Islam dan manusia
secara keseluruhan bahwa itulah sebenarnya maksud alquran itu diturunkan
melalui Nabi Muhammad Saw sebagai solusi dan pedoman hidup bagi
umatnya.
Kedua, materi ilmu fiqih. Ilmu fiqih di dalamnya mengajarkan
bagaimana tata cara kita mengamalkan ajaran Islam. Materi ini juga sangat
penting untuk diurai karena bila pemahaman ilmu fiqih itu tidak ada maka
berpedoman apa umat Islam mengamalkan ajaran Islam dengan benar dan
sempurna?. Ilmu fiqih ini sebagai ilmu yang diurai oleh para ulama ahli fiqih
yang di dalamnya diurai berasal dari alquran, hadis Nabi Saw, ijtihad para
ulama, dan sebagainya guna mengajarkan umat Islam beramal yang baik
dalam ibadah maupun muamalah. Terlebih untuk menjawab realitas saat ini
banyak sekali ajaran sesat yang bertebaran, mengamalkan ajaran Islam sudah
jauh dari pedoman ilmu fiqih maka ilmu fiqih inilah yang bisa mengetahui
sesat atau tidaknya amalan ajaran mereka.
Terakhir adalah ilmu akhlak. Setelah memahami alquran dan ilmu fiqih,
maka dalam pengamalan kehidupan manusia sehari-hari adalah penting
mengkaji ilmu akhlak. Akhlak adalah cermin kepribadian dan yang paling
pertama dilihat oleh manusia dalam bersosialisasi kepada masyarakat. Akhlak
pula lah yang menunjukkan sampai di mana pengamalan ajaran Islam telah
kita terapkan. Apalah artinya bila kita paham akan alquran dan ahli dalam
pengamalan fiqih namun, akhlak atau prilaku kita di tengah masyarakat tak
ubahnya seperti mereka yang tak pernah belajar agama Islam. Karena itu ilmu
akhlak itu penting untuk diurai dalam materi dakwah.
5. Metode Dakwah melalui Tulisan (Dakwah Bil Qalam)
Secara hemat penulis, tulisan juga termasuk salah satu bentuk media
yang efektif. Dengan tulisan ilmu-ilmu klasik Islam dari para pemikir Islam
yang telah wafat, dapat disampaikan kepada orang banyak yang ingin
mengetahui tentang Islam dengan cara yang mudah dan efektif tanpa terbatasi
oleh rentang waktu.
Sebagaimana yang dicontohkan Imam Khomeini bahwa dalam
berdakwah dengan tulisan juga perlu memerhatikan etika dalam membuat
tulisan, bahasa yang ringan, sederhana sistematis dan lain sebagainya serta
tema tulisan yang diangkat adalah yang membangkitkan rasa keagamaan.
Ini sejalan apa yang dijelaskan alquran:
لهم ليبين قومه بلسان إلا رسول من أرسلنا وما
”Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka.” (Q.S. Ibrahim: 4)
Mengenai metode dakwah Imam Khomeini yang pernah mengirim surat
kepada Michael Gorbachev yang menyeru kepada ideologi Islam. Menurut penulis,
Imam melakukan ini karena mencontoh apa yang pernah Nabi Saw lakukan untuk
berdakwah kepada kaum yang jauh dengan berkirim surat kepada para pemimpin
negeri itu dengan cara penguraian bahasanya agak mirip dengan pembukaan surat
Imam Khomeini. Surat Nabi Saw pada awal muqaddimah pun sering membuka
dengan kata-kata yang santun sebelum masuk pada intinya.
Metode dakwah melalui korespondensi juga metode nabi terdahulu dalam
menyebarkan risalah. Termasuk kita bisa mengingat kembali sejarah Nabi Sulaiman
yang mengirimkan surat berisikan ajakan kepada Islam melalui burung suruhannya
kepada penguasa Ratu Bilqis.
6. Metode Dakwah kepada Para musuh Islam
Ada beberapa poin penting metode dakwah melawan musuh Islam
menurut Imam Khomeini yaitu:
a. Melepaskan diri dari kaum munafik
Mengapa Imam Khomeini mengatakan harus melepaskan diri dari
kaum munafik? Menurut penulis, ini ada kaitannya dengan keluhan yang
dilontarkan oleh Imam khususnya perihal kelemahan ulama dan kaum
intelektual Islam di saat ini banyak yang munafik dan bercita-cita
menegakkan Islam hanya di mulut mereka saja tanpa implementasi.
Dari sini, memang justru kaum munafiklah sebenarnya musuh Islam
yang paling berbahaya. Ia bak musuh dalam selimut yang bisa suatu saat
tiba-tiba menusuk kita dari belakang. Karena itu untuk mengenali siapa
mereka yang munafik, kita bisa melihat dari apa yang dijelaskan Rasul
Saw dalam sabdanya:
”Karakteristik orang munafik itu ada tiga yaitu bila ia berbicara dusta, bila ia berjanji ingkar, dan bila ia diberi amanat ia khianat.” (al-
Hadist)
b. Merangkul kaum cendekiawan dan ilmuwan Islam untuk
bersama membela Islam.
Maksudnya, dalam menyusun kekuatan Islam kita bersatu dengan
kaum yang berilmu sehingga dengan pikiran cemerlang mereka itu sangat
berarti dalam merencanakan strategi Islam untuk melawan musuh Islam.
Merangkul kaum intelektual adalah cara mencari petunjuk
sebagaimana dalam sabda Rasul Saw yang diriwayatkan oleh Al-Mawardi
dalam kitab Adabud Dunya Wat Din:
استر شدوا العاقل ترشدوا والتعصوه تندموا
”Mintalah petunjuk kepada orang yang berakal, supaya kamu mendapat petunjuk. Dan janganlah kamu mendurhakainya. Jika kamu mendurhakainya kamu akan menyesal.”
c. Jangan berhati lembut, berlapang dada, tunduk, dan memberi
peluang turut campur dalam urusan umat kepada para musuh
Islam.
Maksudnya, sikap inilah yang sebenarnya yang telah diajarkan Islam
dalam melawan musuh Islam. Karena bila kita berhati lemah lembut,
berlapang dada kepada mereka, kita akan tak bisa membendung
pergerakan musuh Islam yang hendak menghancurkan Islam baik secara
nyata atau tidak.
Firman Allah:
...بينهم رحماء الكفار على أشداء معه والذين الله رسول محمد
”Nabi muhammad saw ialah rasul allah. dan orang-rang yang bersama dengannya bersikap keras dan tegas terhadap orang kafir yang (memusuhi islam), dan sebaliknya berkasih sayang serta belas kasihan sesama sendiri (umat islam).” (Q.S. Al-Fath: 29)
Kemudian mengapa Imam Khomeini berpendapat kita jangan memberi
peluang kepada musuh Islam untuk turut campur dengan urusan kita?
Menurut penulis ini lagi-lagi sesuai dengan historisitas apa yang telah
dialami oleh Imam Khomeini bahwa sejarah di Iran sebab meletusnya
Revolusi Islam Iran adalah karena menyusupnya kaum kafir ke negeri itu
dan berani turut campur dalam semua masalah (intervensi) sehingga nilai-
nilai Islam hampir akan diberangus oleh rezim penguasa Iran saat itu.
Ini pula kiranya kelemahan umat Islam di era menurut penulis. Betapa
kita mau diintervensi asing mengorbankan prinsip negara dan agama demi
mendapatkan bantuan dari mereka? Ini banyak terjadi di negeri muslim
saat ini, khususnya di negeri kita Indonesia yang mayoritas muslim.
Karena itu perlulah kita bersikap tegas terhadap musuh Islam.
d. Jadikan pusat kajian ilmu Islam sebagai pusat memecahkan
masalah.
Maksudnya, dengan melalui kajian atau pendidikan ilmu Islamlah
sebuah pemecahan problema Islam akan ditemui. Melalui pendidikan ilmu
Islam internalisasi pemikiran Islam akan terjadi dan ia menjadi sumber
referensi berpikir dan bertindak dalam segala sesuatu oleh setiap muslim
yang mengkaji ilmu Islam itu sehingga melahirkan kekuatan prinsip dalam
beragama. Bila prinsip agama telah kuat maka insya Allah dapat
dipastikan umat Islam tak akan gentar melawan para musuh Islam.
e. Da’i haruslah berani, jauhi sifat cinta dunia, dan selalu waspada
akan pergerakan musuh.
Maksudnya, pembawaan pribadi seorang da’i adalah tolak ukur
keberhasilan dalam melawan para musuh Islam. Karena itu sikap yang
perlu dikedepankan oleh da’i dalam menghadapi musuh ia harus berani
dan selalu waspada akan gerak-gerik musuh seperti yang dicontohkan
Rasul Saw ia bersikap keras dan tegas pada kaum kafir yang memerangi
Islam..
Selanjutnya jauhi sifat cinta dunia karena ini adalah sumber penggoda
yang paling kuat yang dapat memberi kemungkinan malah
menghancurkan Islam. Rasul Saw bersabda:
اذا م.ص اهللا رسول قال قال، عنه اهللا رضى هريرة ابى عن
السالم هيبة منها نزعت لدنياا امتى عظمت
”Dari Abu Hurairah R.a, Rasulullah Saw bersabda, ”Jika umatku
sudah mengagungkan dunia, maka tercabutlah dari mereka kehebatan Islam.” (H.R. Hakim dan Tirmidzi)
7. Metode Dakwah dengan Memanfaatkan Media Komunikasi Maksudnya,
Imam Khomeini hendak menyampaikan media komunikasi terutama media
massa adalah sangat efektif untuk membentuk pemikiran dan memengaruhi
khalayak banyak.
Media komunikasi seperti radio, televisi, kaset, dan sebagainya adalah
juga termasuk media dakwah untuk menyampaikan materi dakwah di dalam
teori ilmu dakwah.
Pertanyaannya kemudian, apakah yang membuat Imam Khomeini
sampai berpikir tentang metode dakwah melalui komunikasi massa? Imam
Khomeini adalah seorang pemimpin yang pernah hidup di abad modern yakni
abad 20-an. Jadi pantaslah ia mengetahui dan menyaksikan betapa media
komunikasi massa di samping efek positifnya ia juga dipergunakan untuk
jalan yang sesat oleh para musuh Islam.
Kini, media komunikasi massa tanpa terbatasi oleh ruang, jarak, dan
waktu sebuah pesan dapat tersebar dalam sekejap dan serentak. Sayangnya
seiring dengan kecanggihan teknologi komunikasi informasi kini ternyata
umat Islam dan seluruh manusia dihadapkan pada rencana dan propaganda
sesat yang tanpa sadar kita semua terpengaruh karenanya.
Oleh karena itu, memang benar apa yang dikatakan Imam, hendaknya
kita memelihara media komunikasi massa ini diarahkan ke arah yang
bermanfaat untuk kemajuan Islam dan negara.
Namun, menurut penulis dalam kondisi saat ini media massa banyak
dikuasai oleh kaum kafir, karena itu umat Islam bisa menguasai media ini
dengan menggerakkan perekonomian kita mengingat media komunikasi
massa perlu materi yang tak sedikit. Atau minimal jadi pemain di balik media
massa dalam mengisi dan memberi pilihan tontonan, hiburan, dan pendidikan
yang bermutu dan islami melalui media massa bagi masyarakat. Wallahu
a’lam bis showab.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dibahas dapatlah disimpulkan bahwa:
1. Pemikiran dakwah Imam Khomeini, ternyata sangatlah sejalan dengan teori
yang tertera dalam ilmu dakwah, dalil alquran, dan as-sunnah.
Dalam ilmu dakwah kita bisa menilik penjelasan mengenai unsur-unsur
dakwah. Imam Khomeini telah menjelaskan hampir semua komponen unsur-
unsur dakwah, terutama mengenai da’i yang paling banyak ia kemukakan.
Selain itu tentang mad’u atau objek dakwah, materi dakwah, dan beragam
metode dakwah, dan lain sebagainya.
Pemikiran dakwah Imam Khomeini juga sesuai dengan ayat-ayat alquran dan
sunnah rasul. Dari data yang didapati, setelah dikaitkan dengan apa yang
tertera dalam alquran dan sabda serta perbuatan dakwah Nabi Muhammad
Saw, adalah sejalan apa yang dilakukan oleh Imam Khomeini. Dengan
demikian bisa dikatakan pemikiran dakwah Imam Khomeini adalah bersandar
dari alquran dan hadis Nabi Saw.
Selain itu, pemikiran dakwah Imam hingga merambah pada ilmu komunikasi
kontemporer. Meski tidak secara teoritis Imam menjelaskannya namun dari
93
peringatan Imam bahwa sangat efektifnya media komunikasi dalam
memengaruhi opini publik, secara praktis ini menandakan pemikiran beliau
sangat sesuai dengan era komunikasi yang semakin modern ini.
2. Metode dakwah yang efektif menurut Imam Khomeini ternyata sangat
kompleksitas dan ia bisa diterapkan untuk kegiatan dakwah saat ini. Di
antaranya metode pendidikan di majelis ilmu yang sesuai dengan kondisi
masyarakat saat ini yang dijauhkan atau apatis terhadap pendidikan Islam.
Metode berdialog/musyawarah sesuai dengan kondisi saat ini yang banyak
permasalahan timbul hanya karena adanya kurang
komunikasi/bermusyawarah. Metode tabligh/pidato adalah sesuai dengan teori
retorika yang bisa memengaruhi khalayak dengan seni bicara yang bagus.
Metode memilih materi dakwah yang pas adalah sesuai dengan kondisi
masyarakat khususnya Indonesia yang beragam. Pemilihan materi yang pas
untuk kondisi masyarakat memang perlu diperhatikan. Metode dakwah
melalui tulisan adalah penting terutama saat ini perkembangan media massa
cetak sangat dinamis dan menarik. Metode dakwah kepada para musuh Islam
dijelaskan Imam sangat detail. Ini bisa dijadikan sandaran dalam berstrategi di
saat fitnah terhadap Islam di era kini semakin kuat. Dan terakhir metode
menggunakan media komunikasi inilah metode dakwah yang saat ini sedang
berkembang bahwa media komunikasi sebagai alat memegaruhi opini public
secara efektif.
B. Saran-Saran
1. Disebabkan penelitian ini terkait dengan dokumen data dari Kedutaan Besar
Republik Islam Iran sebagai penyedia informasi tentang negerinya dan tokoh
besar negara Iran, alangkah baiknya pihak Kedutaan Besar Iran khususnya
untuk Indonesia lebih banyak lagi menerjemahkan buku-buku karya Imam
Khomeini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia agar dalam meneliti
kiprah dan pemikiran tokoh Imam Khomeini yang mewarnai kondisi
perpolitikan di dunia internasional dengan warna Islam bisa menemukan
intisari hingga ke akarnya mengenai sosok ulama berpengaruh yang pernah
hidup di abad dua puluh ini.
2. Bagi para intelektual muslim dan para cendekiawan muslim Indonesia
hendaknya mengkaji lebih lanjut pemikiran dakwah Imam Khomeini yang
penuh makna dan semangat perjuangan dakwah ini, sehingga bisa
memanfaatkan, memodifikasi atau melengkapi kembali pemikiran Imam
tersebut untuk dikaitkan pada sistem dakwah islamiyah yang selama ini telah
berjalan, baik dalam tataran teoritis atau praktis. Guna penyebaran pesan
dakwah bisa menuju arah yang lebih transformatif.
3. Kepada para da’i dan para aktivis dakwah bisa menerapkan dan mencontoh
kiprah dan semangat juang yang besar terhadap Islam dari sosok Imam
Khomeini
4. Kepada umat Islam khususnya umat Islam di Indonesia, pemikiran dakwah
Imam Khomeini ini dapat dijadikan sebagai alternatif referensi bila kita
hendak keluar dari krisis dan menjadi umat yang terbaik (khairu ummah)..
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik et all, 2003, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran dan Peradaban, Jakarta: PT Ikhtiar baru Van Hoove
Alison, Sandy peny. , 2000, Pesan Sang Imam, Bandung: Al-Jawad Publisher A. Machfoeld, Ki Moesa, 2002, Filsafat Dakwah: Ilmu Dakwah dan
Penerapannya, Jakarta: Bulan Bintang
Arifin, M., 1993, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, Jakarta: Bumi Aksara Aziz, Moh Ali, 2004, Ilmu Dakwah, Jakarta: Prenada Media Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, 1999, Ensiklopedi Islam 3, Jakarta: Pt. Ichtiar
Baru Van Hoeve Fibri, Rommy , Mendiang Khomeini Tinggal di Rumah Sederhana, artikel diakses
pada 7 Maret 2008 di http://www.liputan6.com/luarnegeri/?id=148058. H, Lukman , Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, Majalah
Hidayah, (Maret 2005) Http://en.wikipedia.org/wiki/Imam Khomeini Islamic Cultural Center, t.t, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan,
Jakarta: Al-Huda Imam Khomeini Qs: Pemimpin Revolusi, artikel diakses 7 Maret 2008 dari
http://www.telagahikmah.org/main/jejak/007.htm J. Moleong, Lexy, 2004, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
K. Denzin, Norman dan Yvonna, 1994, Handbook of Qualitative Research, London: Sage Publication
Kedutaan Besar Iran, t.t, Republik Islam Iran: Selayang Pandang Kedutaan Besar
Republik Islam Iran, Ttp.: Tpn Kedutaan Republik Islam Iran Kuala Lumpur, 1990, Warisan Imam Khomeini,
Malaysia: Polygraphic Press Khalil al-Qattan, Manna’, 2004, Studi Ilmu-Ilmu Quran, Bogor: Pustaka Litera
AntarNusa Loren, Bagus, 1996, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Madjid, Nurcholis, 1997, Kaki Langit Peradaban Islam, Jakarta: Paramadina ..............ed., 1985, Khazanah Intelektual Islam, Jakarta: Bulan Bintang Maulana, Achmad dkk, 2004, Kamus Ilmiah Populer, Yogyakarta:Absolut Mayong, Jacobus Kamarlo, Menyedihkan, “Posko” Pembentukan Negara Republik
Indonesia Terbengkalai, artikel diakses pada 7 Maret 2008 dari http://www.fpdiperjuangan.or.id
Rahnema, Ali, ed., 1996, Para Perintis Zaman Baru Islam, Penerjemah: Ilyas Hasan,
Bandung: Mizan Shihab, M. Quraish, 1999, Membumikan Alquran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan Syamsuddin, Fathiy, Menguatkan Peran dan Fungsi Peran Ulama, Majalah Al-
Wa’ie, no. 80 (April 2007) Shomad, M. Idris Abd,, t.t, Diktat Ilmu Dakwah, Jakarta: Tpn Sulthon, M., 2003, Menjawab Tantangan Zaman: Desain Ilmu Dakwah; Kajian
Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Suparta, Munzier dan Efni, Harjani, ed., 2006, Metode Dakwah, Jakarta: Kencana Syukir, Asmuni., 1983, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: PT. Al-
Ikhlas
96
Tim penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2003, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka
Warson, Ahmad, 1984, Al-Munawwir, Yogyakarta: Ponpes Al-Munawwir Yamani, 2002, Antara Al-Farabi dan Khomeini: Filsafat Politik Islam, Bandung:
Mizan .............., 2002, Wasiat Sufi Ayatullah Khomeini: Aspek Sufistik Ayatullah Khomeini
yang Tak Banyak Diketahui, Bandung: Mizan Yatim, Debra, ed., 1993, Kembara Tiada Berakhir: Herawati Diah Berkisah, Jakarta:
Yayasan Keluarga