Pemikiran Dakwah Imam...

113
PEMIKIRAN DAKWAH IMAM KHOMEINI Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memeroleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos. I) Oleh: Al-Mukarromah 104051001775 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008

Transcript of Pemikiran Dakwah Imam...

PEMIKIRAN DAKWAH IMAM KHOMEINI

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memeroleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos. I)

Oleh:

Al-Mukarromah 104051001775

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2008

PEMIKIRAN DAKWAH IMAM KHOMEINI

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi sebagai Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh: Al-Mukarromah

NIM: 104051001775

Di bawah bimbingan

Drs. Wahidin Saputra, M.A NIP: 150276299

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2008

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul PEMIKIRAN DAKWAH IMAM KHOMEINI telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 26 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memeroleh gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I) pada program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Jakarta, 26 Juni 2008

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Dr. Arief Subhan, M.A Dra. Lilis Suryanti, M.Pd NIP: 150262442 NIP: 150272609

Penguji I Penguji II Drs. Sunandar, M.Ag Drs. M. Sungaidi, M.A NIP: 150273477 NIP: 150282640

Pembimbing

Drs. Wahidin Saputra, M.A NIP: 150276299

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt, Tuhan seru sekalian alam. Dengan segala rahman

dan rahim-Nya, tak terasa amanat menuntut ilmu yang disokongkan dari orang tua

kepada penulis telah sampai hingga perguruan tinggi ditandai dengan rampungnya

penulisan skripsi ini sebagai syarat mencapai gelar sarjana. Tiada kata yang pantas

terucap, selain kata syukur atas segala Maha pengasih dan penyayang-Mu ya Robb

atas segala nikmat, rahmat, dan ridho yang Kau curahkan pada hamba-Mu yang tak

luput dari dosa serta lemah ini yang hanya mampu membalas kearifan-Mu dengan

ribuan untaian rasa dan kata syukur. Kemudian, tak lupa untaian kata salawat kepada

Nabi Muhammad Saw, penyuluh lentera penerang kehidupan umat manusia hingga

akhir zaman. Semoga cahaya-mu ya Rasulullah senantiasa menyinari kami, sekalian

umat-mu amin.

Tak ada gading yang tak retak. Begitu pula kiranya skripsi ini. Karena itu

penulis akan menerima dengan penuh rasa hormat dan terima kasih atas kritik dan

saran yang membangun guna menyempurnakan keseluruhan isi skripsi ini.

Dengan ini, penulis perlu mengurai rasa terima kasih kepada segenap orang

yang membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini:

1. Kepada ayahanda Awaluddin Muhammad Amin dan ibunda Bismar

Hasan atas seluruh pengobanannya, penulis ucapkan rasa terima kasih

sedalam-dalamnya, semoga Allah Swt merahmati dan hanya Dialah

yang mampu membalas segala jasa besarmu ayahbunda

2. Dr. Murodi, M.A selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi

3. Drs. Wahidin Saputra M.A selaku dosen pembimbing (sekaligus Ketua

Jurusan KPI) yang bersedia memberi masukan yang amat bermanfaat

dalam penulisan skripsi ini

4. Ibu Umi Musyarrofah, M.A selaku Sekretaris Jurusan KPI yang telah

banyak memberi masukan kepada penulis dan memberi

pengalamannya dalam mencari judul skripsi, masalah perkuliahan,

serta memudahkan urusan domestik administrasi nilai untuk penulis.

5. Segenap Bpk/Ibu dosen pengajar di Fakultas Dakwah dan Komunikasi

(FDK), khususnya di Jurusan KPI yang tak bisa disebutkan satu

persatu, terima kasih telah membimbing penulis dan ikhlas

memberikan ilmunya, mohon maaf bila dalam proses perkuliahan ada

sikap penulis yang kurang berkenan di hati Bpk/Ibu, penulis hanya

harapkan do’a dari Bpk/Ibu, semoga ilmu yang didapat menuai

keberkahan.

6. Seluruh Staff di FDK dan pengelola Perpustakaan Dakwah dan

Perpustakaan Utama terima kasih atas layanannya, semoga

pelayanannya kepada mahasiswa menjadi lebih istimewa lagi

7. Kakak-kakakku, Kak M. Al-Amin, Kak Abdus Salam, dan spesial

untuk Kakakku Al-Hasanah S.Sos.I, terima kasih atas semua masukan,

nasihat, cerita pengalaman, dan berbagi susah serta senang bersama.

Adik-adikku Rodiatam Mardhiah, Akmalul Mukminin, Rahmatal

Abror, M. Nazhif, Sayyidatul Ummah,

M. Arif Billah, Alfiyatul Yusriyyah, dan M. Ziyad Husaini, senyum

kalian saat penulis meminta bantuan selalu menyejukkan hati penulis

8. Segenap keluarga besar dan rekan di Majelis Taklim Assakinah Fi

Riyadhil Jannah

9. Kawan-kawan kelas di KPI B angkatan 2004, Kasih, Jevy, Daseva,

Mimin, Imut, Ida, Ani, ifa, Ulul, Eza, Ika, Yayu, Anis, Sarah, Iik, Tia,

Zee, Mika, Rika, Desi, One, Fauzi, Fajar, Asmuni, Maulana, Haris,

Ridho, Ali, Rahmatullah, Irwan, Arya, Matul, Samlani, Ade.

Pengalaman menuntut ilmu bersama kalian semua adalah karunia Allah

Swt yang tiada tara.

10. Teman-teman di organisasi, di Majalah Jeda,. di LPMU Institut, di

HIQMA, di Komka, di Marawis Dakwah, teman-teman dan pengurus di

Zeta Data Centre Pusbangsitek UIN, segenap rekan dan direksi di

Tabung Wakaf Indonesia (TWI) Dompet Dhuafa Republika, dan teman-

teman di kursus komputer ESE Project.

11. Bantuan beasiswa Gudang Garam (smt 3), Orbit (smt 5), Women

International Club (WIC dari smt 6 sampai lulus), terima kasih atas

bantuan materi demi kelancaran kebutuhan kuliah penulis.

Jakarta, 30 April 2008

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1

A. .........................................................................................Latar

Belakang Masalah .................................................................... 1

B. .........................................................................................Pembata

san dan Perumusan Masalah .................................................... 5

C. .........................................................................................Tujuan

dan Manfaat Penelitian............................................................. 6

D. .........................................................................................Metodol

ogi Penelitian............................................................................ 7

E...........................................................................................Tinjauan

Pustaka ..................................................................................... 8

F. ..........................................................................................Sistemati

ka Penulisan ............................................................................. 9

BAB II. LANDASAN TEORITIS ............................................................. 11

A. Konsep Pemikiran .................................................................... 11

B. Pengertian Dakwah .................................................................. 13

C. Unsur-Unsur Dakwah .............................................................. 14

D. Hakikat Dakwah....................................................................... 16

BAB III. PROFIL DAN PEMIKIRAN DAKWAH

IMAM KHOMEINI..................................................................... 18

A. Latar Belakang Keluarga.......................................................... 18

B. Perjalanan Hidup Imam Khomeini........................................... 19

C. Sekilas tentang Perjuangan Imam Khomeini Menuju

Revolusi Islam Iran .................................................................. 23

D. Sosok Da’i dan Kepemimpinan Imam Khomeini .................... 28

E. Karya-Karya Imam Khomeini.................................................. 33

F. Pemikiran Dakwah Imam Khomeini........................................ 42

BAB IV. ANALISIS PEMIKIRAN DAKWAH IMAM KHOMEINI .... 66

A. .........................................................................................Konsep

Pemikiran Dakwah Imam Khomeini........................................ 66

B. .........................................................................................Metode

Dakwah yang Efektif menurut

Imam Khomeini ....................................................................... 82

BAB V. PENUTUP..................................................................................... 93

A. Kesimpulan .............................................................................. 93

B. Saran-Saran .............................................................................. 95

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 96

LAMPIRAN-LAMPIRAN

ABSTRAK

Pemikiran Dakwah Imam Khomeini

Oleh: Al-Mukarromah

Imam Khomeini adalah seorang tokoh yang tetap monumental, sehingga meneliti sosok beliau bak ”oase di gurun pasir yang gersang”. Pribadinya dapat menjadi jawaban di tengah gencarnya fitnah, pelecehan dunia terhadap Islam, dan sikap apatis sebagian kalangan bahwa Islam tak lagi relevan sebagai solusi berkehidupan di era kini. Dengan menguak kembali kiprah seorang ulama besar Iran yang pernah hidup di abad dua puluh ini, Imam Khomeini (wafat 1989) melalui Revolusi Islam Iran 1979 di bawah kepemimpinannya, Islam mampu menjawab dengan berdiri tegak melawan kezaliman penguasa Iran yang ketika itu diintervensi asing untuk menjauhkan Islam dari rakyat Iran dan mengoyak kesejahteraan rakyat. Penelitian ini menarik karena strategi dan kiprah Imam Khomeini kiranya juga mampu menjawab krisis multidimensi yang terjadi di negeri tercinta Indonesia karena salah satu penyebab krisis tersebut adalah negeri kita tak berdaya melawan intervensi asing.

Penelitian ini mengangkat judul ”Pemikiran Dakwah Imam Khomeini” dengan rumusan masalah menelusuri bagaimana pemikiran dakwah Imam Khomeini? dan apa metode dakwah yang efektif menurut Imam Khomeini?.

Pendekatannya menggunakan pola deskriptif historis yaitu mendeskripsikan hasil penelitian historis dengan pendekatan metode studi naskah. Dalam mengumpulkan data, penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data/dokumen untuk memerkuat informasi seperti buku bacaan, majalah, internet, koran, dan lain-lain.

Pemikiran dakwah Imam Khomeini adalah pemikiran yang sesuai dengan teori ilmu dakwah, menerapkan ajaran alquran dan sunnah Nabi Saw. Dari sini, kita bisa merenungi kedalaman pemikiran beliau yaitu berdakwah adalah kewajiban semua manusia baik umat Islam dan manusia semua karena kitab alquran itu diturunkan Allah Swt untuk hujjah seluruh manusia. Bagi Imam seorang da’i adalah indikator utama keberhasilan pesan dakwah Islam. Karena itu da’i haruslah menyiapkan dirinya dengan terus melakukan pengayaan ilmu pengetahuan dan akhlak Islam. Objek/mad’u dakwah Imam mengklasifikasikannya berdasar strata sosial ekonominya yaitu kaum mustadh’afin, kaya, dan pejabat. Metode dakwah yang efektif menurut Imam Khomeini ternyata amat beragam yaitu: metode dakwah kepada musuh Islam; metode dakwah melalui majelis ilmu; melalui berdialog/musyawarah; melalui tabligh/berpidato; dengan memilih materi dakwah yang pas; dengan memanfaatkan media komunikasi massa.

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memeroleh gelar strata satu (S-

1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang digunakan dalam penulisan skripsi ini telah

saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Jika terbukti di kemudian hari karya ini bukan hasil karya asli

saya atau hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 3 Juni 2008

Al-Mukarromah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan semakin berkembangnya dakwah Islam, dengan ditandai oleh

semakin banyaknya variasi dakwah Islam melalui media massa, cetak atau

elektronik, yang sedikit-banyak menimbulkan efek positif bagi perkembangan

nilai keberagamaan umat. Kemudian, di sisi berlawanan, terjadi pula fitnah yang

besar bagi umat Islam akibat semakin gencarnya musuh-musuh Islam memerangi

Islam dengan berbagai cara. Ini membuat kita perlu memikirkan dan terus-

menerus memodifikasi konsep dakwah itu sendiri guna dakwah Islam tetap pada

tujuan aslinya yakni mengajak manusia ke jalan Allah SWT , tanpa ada niat selain

pada-Nya dan agar dakwah Islam tak mudah redup terkalahkan oleh fitnah yang

marajalela yang menghantam umat Islam seperti pada kondisi saat ini.

”Dakwah adalah sebuah aktivitas menyeru manusia kepada perubahan yang sejatinya tak boleh berhenti apalagi mati, tetapi ia adalah aktivitas yang kontinyu. Karenanya memerlukan para pelaku dakwah aktifis yang mampu mengemban amanat penerus para nabi. Kredibilitas dan kemampuan sang da’i sebagai penentu keberhasilan merupakan tuntutan zaman, sebab semakin bertambah umat manusia yang menerima dakwah, semakin meluas geografi dakwah, semakin dibutuhkan pertambahan wawasan dan keluasan kerja-kerja dakwah.”1

Karena itu, sangatlah diperlukan kreativitas sebuah penggambaran konsep

pemikiran dakwah yang holistik, transformatif, dan sesuai zaman. Salah satu cara

1 M. Idris A. Shomad, Diktat Ilmu Dakwah, (Jakarta: T.pn., 2004), h. 2.

untuk menggambarkan sebuah konsep yang termudah adalah, kita mengambil

konsep pemikiran dari para guru kita, pendahulu kita, para ulama yang ternama di

zamannya yang dengan konsep pemikiran dakwah-nya, Islam mampu menggapai

masa kejayaan di masa kepemimpinannya.

Dalam sejarah perubahan masyarakat, ulama memang memiliki peran yang

sangat besar dan universal. Ia nyaris memiliki andil dalam setiap lini dan detik

dalam perubahan masyarakat (social angineering) yang bermuara pada kesadaran

kolektif masyarakat untuk melakukan perubahan. Maka ulama dinyatakan sebagai

sumber dan inspirasi perubahan.2

Sebuah personifikasi konsep dari seorang ulama besar dapat kita relevankan

konsep pemikiran itu dengan masa kini. Selama konsep pemikiran itu tak keluar

dari norma syariat Islam, serta ia sesuai dengan kultur masyarakat muslim, konsep

pemikiran itu dapatlah kita gunakan.

Ayatullah Ruhullah Al-Musawi Al-Khomeini atau Imam Khomeini adalah

salah satu ulama besar yang amat berandil dalam menggerakkan umat menuju

ajaran Islam sesungguhnya yang pernah dimiliki umat Islam. Imam asal Teheran,

Iran yang lahir pada 1902 M ini, melalui pemikirannya yang besar dan

berpengaruh, mampu menjatuhkan rezim penguasa yang ingin menjauhkan umat

dari ajaran Islam karena pengaruh intervensi negara asing.

2 Fathiy Syamsuddin, Menguatkan Peran dan Fungsi Peran Ulama, Majalah Al-Wa’ie, no. 80 (April 2007), h.13.

Melalui keyakinan dan konsep amar makruf nahi munkar serta dengan

strategi (dakwah) yang handal, Imam Khomeini mampu memengaruhi segenap

rakyat Iran untuk menggulingkan rezim tersebut. Dengan 98,2 % suara rakyat

yang setuju didirikannya Republik Islam, resmi pada 1 April 1979 sebuah negara

Republik Islam berdiri. Peristiwa ini dikenal dengan Revolusi Islam Iran.3

Kiprah Imam Khomeini yang demikian, diharapkan bisa mengetuk hati para

ulama, cendekiawan, intelektual muslim (bahkan sampai kepada para negarawan)

di era kini untuk bangun dari ’tidur’-nya yang saat ini tidak/belum terdengar

kiprah besarnya dalam memimpin umat. Peran mereka kini tampak hanya berada

pada sub khusus dari kehidupan masyarakat. Ya, yakni hanya dalam momen

seremoni keagamaan, forum ilmiah, di tempat ibadah dan lain sebagainya.

Selebihnya, yang mampu menguasai dan mewarnai Islam dalam segala lini

kehidupan, baik dalam pemerintahan atau politik, sosial, ekonomi, budaya, dan

lainnya, hanya dalam porsi minim.

Di tengah absurd-nya (tidak jelas) kehidupan bernegara di bawah ’standard

ganda’ kebijakan pemerintah baik dalam negeri maupun internasional, yang kini

kita bisa melihat hasilnya yaitu kemiskinan merajalela, peperangan antarnegara

yang membunuh ribuan warga sipil yang tak berdosa, dan masyarakat yang

terdikotomi (terpisahkan) dari nilai agama, suasana ini pulalah yang saat itu

terjadi di Iran, yakni penguasa Iran saat itu diintervensi oleh Barat.

3 Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, (Jakarta: Al-

Huda,t.t.), h. 21

Karena itu, Imam Khomeini dengan segala usahanya ternyata mampu

merebut dan kembali mengembalikan Iran ke dalam dasar prinsip nasional dan

masyarakatnya yang mayoritas berwatak religius, 4 melalui Revolusi Islam Iran

1979. Momentum ini pula menjadikan sebuah pemerintahan Islam mampu tampil

secara revolusioner ke arena politik internasional. Islam berusaha merangkul

pihak-pihak yang hak-hak politik dan ekonominya dicabut. Islam merupakan

perisai moral terhadap serangan gencar nilai-nilai Barat. Akhirnya Islam

merupakan jawaban bagi individu dan kelompok sosial yang mengalami prahara

ketidakpastian, relativisme dan krisis identitas.5

Penelitian ini sangat menarik, karena ini juga ada kaitannya dengan sedang

memanasnya benturan politik antara Iran dan Amerika Serikat (AS). Disebabkan

larangan pengayaan nuklir Iran yang diklaim oleh AS bertujuan untuk pembuatan

senjata pemusnah massal.

Terlepas dari pro-kontra perseteruan politik antara AS dan Iran tersebut, yang

jelas bahwa kita sebagai bangsa sebuah negara, memang sudah saatnya memiliki

prinsip agar eksistensi bangsa dan negara tak mudah diinjak-injak oleh negara

lain. Kita pernah mendengar banyak prinsip yang digaungkan oleh para pemimpin

negeri kita, terutama prinsip yang pernah digaungkan oleh Presiden Soekarno ”Go

4 Kedutaan Besar Republik Islam Iran, Republik Islam Iran: Selayang Pandang, (Ttp.: Tpn,

t.t), h. 9 5 Ali Rahnema, ed., Para Perintis Zaman Baru Islam, Penerjemah Ilyas Hasan (Bandung:

Mizan, 1996), cet. Ke-2, h. 7.

to hell with your aid!– Persetan dengan bantuan-mu!.”6 Dikarenakan beliau tahu,

bantuan asing justru menyisakan kepiluan mendarah daging bertahun-tahun

menggerus eksistensi dan identitas independensi bangsa. (semoga Allah SWT

selalu memberi ampunan dan petunjuk untuk kita semua, bangsa Indonesia, amin)

.

Torehan sejarah emas bagi peradaban Islam melalui kepemimpinan dan

keulamaan Imam Khomeini yang amat berprinsip (terutama bila kita menilik

prinsip kepemimpinan ulama/wilayat alfaqih yang dicetuskan oleh Imam

Khomeini untuk sistem pemerintahan di Iran) sangatlah disayangkan bila kita tak

mengambil pelajaran dari sini. Presiden Soekarno pernah berkata ”Jangan sekali-

kali melupakan sejarah” (jas merah).7 Dari sejarah Imam Khomeini, kita dapat

mengurai kembali bagaimana kontribusi beliau dan pemikiran beliau bagi

kemajuan dakwah Islam yang bisa kita aplikasikan untuk kepentingan dakwah di

era kini.

Karena itu, sangatlah menarik dan amat perlu jika pemikiran dakwah Imam

Khomeini diurai melalui sebuah penelitian dalam skripsi bagi penulis, dengan

mengangkat judul:”Pemikiran Dakwah Imam Khomeini”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

6 Debra Yatim, ed., .Kembara Tiada Berakhir: Herawati Diah Berkisah (Jakarta: Yayasan

Keluarga, 1993), cet. Ke-1 h. 15 7 Jacobus Kamarlo Mayong, Menyedihkan, “Posko” Pembentukan Negara Republik

Indonesia Terbengkalai, artikel diakses pada 7 Maret 2008 dari http://www.fpdiperjuangan.or.id

1. Pembatasan Masalah

Untuk lebih spesifiknya penulisan skripsi ini, penulis membatasi masalah

hanya pada masalah pemikiran dakwah Imam Khomeini

2. Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana pemikiran dakwah Imam Khomeini?

b. Apa metode dakwah yang efektif menurut Imam Khomeini?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasar pokok permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Mengetahui pemikiran dakwah Imam Khomeini

b. Mengetahui metode dakwah yang efektif menurut Imam Khomeini

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

positif bagi pengembangan wacana keilmuan dakwah serta

keberlangsungan dakwah islamiyah

b. Manfaat praktis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi

para teoritis, praktisi, dan pemikir dakwah dalam mengemas nilai Islam

menjadi kajian yang menarik. Selanjutnya, memberikan motivasi bagi

para pelaksana dakwah untuk lebih kreatif dalam mengaplikasikan sebuah

pemikiran dakwah yang kreatif, ramah, dan mampu diterima oleh

masyarakat.

D. Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut

Bogdan dan Taylor definisi metode kualitatif adalah penelitian yang berprosedur

menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

prilaku yang diamati. 8

1. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah pemikiran keagamaan Imam

Khomeini dan objek penelitian ini adalah pemikiran dakwah dan metode

dakwah yang efektif dalam pemikiran Imam Khomeini.

2. Teknik Pengumpulan Data

8 Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif , (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004)

cet. xx, h.3

Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan teknik dokumentasi

yaitu teknik pengumpulan data melalui pengumpulan dokumen-dokumen

untuk memerkuat informasi. Atau teknik dokumentasi bisa disebut sebagai

strategi yang digunakan dengan mengumpulkan data-data dari buku-buku,

majalah, dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan objek penelitian.

Penulis dalam penelitian ini, meneliti segala buku yang berkaitan tentang

pemikiran dakwah dan metode dakwah yang efektif menurut pemikiran Imam

Khomeini serta artikel tentang Imam Khomeini dari bahan bacaan lainnya

seperti majalah, internet, koran, dan lain sebagainya.

3. Analisa Data

Dalam menganalisa data, penulis menggunakan pola pendekatan

deskriptif historis yaitu mendeskripsikan hasil penelitian historis dengan

menggunakan metode ”studi naskah”. Pendekatan deskriptif historis juga

merupakan prosedur penelitian yang menurut Norman K. Denzin, dengan cara

melakukan penelaahan terhadap berbagai literatur atau naskah yang

dihubungkan dengan fenomena sosial dengan cara melakukan interpretasi,

verifikasi, dan generalisasi. 9

9 Norman K. Denzin dan Yvonna, Handbook of Qualitative Research, (London: Sage

Publication, 1994), h. 1

E. Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai pemikiran dakwah telah banyak dilakukan oleh

mahasiswa terutama mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi di antaranya:

Pemikiran dan Kiprah Dakwah Bacharuddin Jusuf Habibie di ICMI (Ikatan

Cendekiawan Muslim se-Indonesia) oleh Hadi Saeful Rizal NIM:102051025590

tahun 2006; Pemikiran Dakwah Prof. Dr. Ismah Salman, M.Hum oleh Syarifah

NIM: 1020510616 tahun 2006; Pemikiran Dakwah Prof. KH. Ali Yafie oleh

Zulham NIM: 102051025485 tahun 2006; Pemikiran dan Aktivitas Dakwah dr.

Sulastomo oleh Rafi’i NIM: 101051022580 tahun 2006; Pemikiran Dakwah

Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dan Implementasinya dalam Politik oleh Leni

Kurniawati NIM 102051025459 tahun 2006. Namun, penelitian tentang

pemikiran dakwah dari Imam Khomeini di Fakultas Dakwah dan Komunikasi ini

penulis menemukan belum pernah ada yang meneliti. Terkecuali di Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat telah ditemui ada penelitian tentang Imam Khomeini

tetapi dalam perspektif filsafat ilmu tasawuf dan politik bukan dalam perspektif

pemikiran Imam Khomeini dalam bidang dakwah, seperti yang penulis angkat

dalam skripsi ini yang berjudul ”Pemikiran Dakwah Imam Khomeini”.

Kemudian, dalam penelitian tentang Pemikiran Dakwah Imam Khomeini ini,

penulis menggunakan referensi buku bacaan yang terkait dengan bahasan tentang

Imam Khomeini di antaranya: Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan

Perjuangan; Antara Al-Farabi dan Khomeini: Filsafat Politik Islam; Para

Perintis Zaman Baru Islam; Pesan Sang Imam; wasiat Sufi Ayatullah Khomeini:

Aspek Sufistik Ayatullah Khomeini yang tak banyak diketahui, dan lain

sebagainya.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab, setiap bab memiliki beberapa sub bahasan

yaitu:

Bab I Pendahuluan terdiri dari Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan

Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian,

Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan.

Bab II. Landasan Teoritis, yang mengungkap Konsep Pemikiran, Pengertian

Dakwah, Unsur-Unsur Dakwah, dan Hakikat Dakwah.

Bab III. Menjelaskan Profil dan Pemikiran Dakwah Imam Khomeini yang

terdiri dari, Latar Belakang Keluarga, Perjalanan Hidup Imam Khomeini, Sosok

Da’i dan Kepemimpinan Imam Khomeini, Karya-Karya Imam Khomeini, dan

Pemikiran Dakwah Imam Khomeini.

Bab IV. Menjelaskan Analisis Pemikiran Dakwah Imam Khomeini: yang

terdiri dari Konsep Pemikiran Dakwah Imam Khomeini dan Metode Dakwah

yang Efektif menurut Imam Khomeini.

Bab V. Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran-Saran

Bagian terakhir memuat Daftar Pustaka dan Lampiran-Lampiran

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Konsep Pemikiran

Kata konsep bermakna sebagai ide, umum, pengertian, pemikiran,

rancangan, rencana besar.1 Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

makna konsep adalah gambaran mental dari objek, proses atau apa pun yang ada

di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.2

Sedangkan pemikiran adalah proses, cara, perbuatan memikir.3 Sebuah

pemikiran amat penting dalam pembaharuan peradaban kehidupan umat manusia,

khususnya dalam hal ini untuk umat Islam di era modern saat ini.

Alquran adalah sumber pemikiran. Sumber inspirasi yang tak habis dalam

pertumbuhan ilmu akal.4 Pun alquran memiliki keistimewaan dapat memecahkan

problem-problem kemanusiaan dalam berbagai segi kehidupan dengan

pemecahan yang bijaksana.5

Pemanfaatan pemikiran untuk kemajuan peradaban manusia, bisa pula kita

mengambil pelajaran dari masyarakat terdahulu. Telah diakui oleh dunia

1 Achmad Maulana dkk, Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta:Absolut, 2004), cet II, h. 239

2 Tim penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka ,2003),cet III, h.588

3 Ibid, h. 873 4 Taufik Abdullah et all, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran dan Peradaban,

(Jakarta: PT Ikhtiar baru Van Hoove, 2003), h.3 5 Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Quran, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2004),

h. 14-15

11

kesarjanaan modern, masyarakat Islam klasik memiliki etos keilmuan yang amat

tinggi. Akan tetapi sayangnya umat Islam sendiri banyak tak mengetahui, terlebih

menghayati makna, dan mengembangkannya.6

Memanfaatkan pemikiran Islam klasik di era kini sangatlah penting untuk

peradaban manusia di zaman modern. Nur Cholish Madjid (Cak Nur) pernah

mengungkapkan:

Zaman modern tampaknya memberi kemungkinan baru bagi umat Islam untuk memerluas cakrawala dan menjadi kreatif kembali. Pada perkembangan dan tradisi beragam keilmuan Islam, diharapkan menjadi pemicu bagi munculnya semangat dan sikap apresiatif terhadap warisan klasik Islam. Karena itu, perlulah menarik benang merah dan relevansinya bagi tantangan di zaman kini. Dengan tetap bertitik tolak pada yang dinyatakan oleh Allah SWT sebagai keterangan atas segala sesuatu. Pada prinsipnya tantangan yang ada di depan umat Islam sekarang ialah mengungkap kembali kandungan alquran dengan segala implikasinya, secara luas dan kreatif. Untuk itu, kaum muslim zaman ini seperti telah dipraktekkan oleh mereka pada zaman dahulu, harus menggunakan segala macam bahan yang disediakan oleh pengalaman manusia dalam berbudaya dan berperadaban. Sikap inilah yang bisa ditarik sebagai kesimpulan eskatologi Islam yang menyangkut masalah pemikiran dan ilmu pengetahuan.7

Selain itu, Cak Nur dalam bukunya yang lain, Khazanah Intelektual Islam,

menyatakan:

Dari kegiatan berpikir, tumbuh ilmu pengetahuan dan industri. Akal berkecenderungan untuk memeroleh penemuan yang tak dipunyai sebelumnya. Karena itu ia pun memelajari kembali orang terdahulu dalam hal ilmu pengetahuan atau menambahnya dengan pengetahuan atau penemuan. Pikiran dan pemikiran seseorang dapat diarahkan kepada kenyataan secara satu persatu dan

6 Nurcholis Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam, (Jakarta: Paramadina,1997), cet I,

h. 13 7 Ibid, h.12

dikaji sifat-sifat aslinya sedikit demi sedikit. Lalu dikaitkan pada kenyataan yang pada akhirnya timbul pengetahuan dan pengajaran bagi kehidupan manusia.8

B. Pengertian Dakwah

Menurut bahasa (etimologi) dakwah berasal dari bahasa Arab, yaitu

yang artinya menyeru, mengajak.9 Dalam alquran makna dakwah دعوة-يدعو-دعا

memiliki banyak arti antara lain: (a) menyampaikan dan menjelaskan (Q.S

Fushilat 24 dan Yusuf 108), (b) berdoa dan berharap (Q.S Al-a’Raf: 55), (c)

mengajak dan mengundang (Yusuf :33).10

Secara Terminologis Toha Yahya Oemar menyatakan seperti mengutip dari

buku Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, bahwa dakwah adalah mengajak manusia

dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan

untuk kemaslahatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.11

Quraish Shihab berpendapat dakwah adalah seruan/ajakan kepada jalan

keinsyafan atau mengubah situasi yang kurang baik menjadi lebih baik dan

sempurna, baik terhadap pribadi maupun terhadap masyarakatya.12

8 Nurcholish Madjid, ed., Khazanah Intelektual Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), cet II,

h. 307-308 9 Ahmad Warson, Al-Munawwir , (Yogyakarta: Ponpes Al-Munawwir, 1984), h.483. 10 M. Idris A. Shomad, Diktat Ilmu Dakwah, (Jakarta: Tpn., t.t), h.3 11 Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2004), cet I, h. 5 12 Quraish Shihab, Membumikan Alquran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan

Masyarakat, (Bandung:Mizan,1999) cet XIX h.194

M.Arifin dalam buku Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi menyatakan

dakwah adalah sebagai suatu kajian dalam seruan, baik dengan lisan, tulisan serta

tingkah laku yang dilakukan secara sadar dan berencana untuk memengaruhi

orang lain agar timbul suatu pengertian, kesadaran, penghayatan, serta

pengamalan ajaran agama tanpa ada unsur paksaan.13

Dari makna dakwah pendapat para pakar di atas, dapatlah disimpulkan

bahwa dakwah adalah suatu jalan mengajak menuju jalan Allah Swt guna

membawa manusia kepada jalan yang benar, yang mampu merubah keadaan

kehidupan manusia (individu atau masyarakat) menuju ke arah yang lebih baik

baik di dunia sampai akhirat.

C. Unsur-Unsur Dakwah

Unsur-unsur dakwah adalah komponen yang ada dalam kegiatan dakwah.

Unsur-unsur dakwah itu adalah: 14

1. Da’i (pelaku dakwah)

Da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan dan

perbuatan. Baik secara individu, kelompok atau organisasi.

2. Mad’u (Mitra dakwah atau penerima dakwah)

Mad’u adalah manusia yang menjadi sasaran dakwah atau penerima dakwah

yaitu manusia secara keseluruhan.

13 M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta:Bumi Aksara,1993), h.6 14 Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, h. 70-143

3. Maddah (Materi Dakwah)

Maddah Dakwah adalah isi pesan/materi yang disampaikan da’i pada mad’u.

Materi dakwah dapat dikelompokkan menjadi: (a) akidah (keimanan); (b)

syariah (ibadah dan muamalah); (c) akhlak.

4. Wasilah (media dakwah)

Wasilah (media) dakwah yaitu alat yang dipergunakan untuk menyampaikan

materi dakwah (ajaran Islam). Hamzah Ya’qub membagi media dakwah

menjadi lima macam yakni: lisan, tulisan, audio visual, dan akhlak.

5. Thariqah (Metode dakwah)

Thariqah adalah metode yang digunakan dalam dakwah. Metode

dakwah adalah cara untuk menyampaikan materi dakwah.

Dalam alquran surat An-Nahl: 125 telah dijelaskan metode dakwah :

هي بالتي وجادلهم الحسنة والموعظة بالحكمة ربك سبيل إلى ادع

.بالمهتدين أعلم وهو سبيله عن ضل بمن أعلم هو ربك إن أحسن“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari

jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (Q.S An-Nahl:125).

Dalam ayat ini ada tiga metode dakwah yaitu: (a) Hikmah yakni metode

dakwah dengan memertimbangkan kemampuan rasional akal si penerima

dakwah; (b) Mauizah hasanah ialah metode menggunakan dalil, argumentasi

yang tepat sehingga mad’u menjadi puas menerima materi yang diberikan; (c)

Mujadalah billati hiya ahsan ialah metode tukar pikiran atau diskusi

menjawab bila mad’u menanyakan kebenaran materi dakwah.

6. Atsar (Efek Dakwah)

Atsar (efek) sering disebut feed back (umpan balik) dari proses dakwah.

Efek sangat berarti untuk menentukan langkah selanjutnya dalam menjalani

dakwah.

Tujuan dakwah yakni untuk memengaruhi tiga aspek perubahan diri

mad’u, yakni perubahan pada aspek pengetahuan/kognitif (knowledge), sikap

(attitude), dan prilaku (behavioral). Kemudian, penelitian dan evaluasi

terhadap penerimaan dakwah dilakukan guna menjawab sejauh mana ketiga

aspek perubahan pada manusia telah berjalan pada mad’u.

D. Hakikat Dakwah

Hakikat dakwah bisa juga dijelaskan sebagai filsafat dakwah. Secara

filosofis di dalam filsafat dakwah adalah hakikat dakwah yakni apa sebenarnya

dakwah itu, memelajari secara kritis dan mendalam tentang dakwah seperti tujuan

dakwah, mengapa diperlukan proses komunikasi dan transformasi ajaran dan nilai

Islam dan untuk mengubah keyakinan, sikap, dan prilaku seseorang khas Islam.15

Hakikat makna dakwah pemahamannya ialah: 16 (a) Dakwah sebagai kerja Tuhan. Keberhasilan dakwah dipengaruhi usaha sang dai dan terakhir ditentukan oleh Allah SWT; (b) Dakwah sebagai ajakan kepada individu atau kelompok

15 Ki Moesa A. Machfoeld, Filsafat Dakwah:Ilmu Dakwah dan Penerapannya, (Jakarta:

Bulan Bintang, 2002), edisi II, h. ix-x 16 Ibid, h. xvii-xix

untuk mengikuti dan mengamalkan ajaran Islam, serta membawa dari satu situasi ke situasi lain yang lebih baik/ islami; (c) Dakwah adalah memanggil kembali hati nurani untuk menghilangkan sifat buruk menuju ke sifat mulia; (d) Dakwah sebagai proses komunikasi. Dengan komunikasi terjadi transformasi lalu proses internalisasi iman, pengamalan, pentradisian ajaran dan perubahan keyakinan sikap dan prilaku; (e) Dakwah sebagai penyebaran rahmat Allah Swt pada sesama manusia bahkan pada makhluk seluruh alam; (f) Dakwah sebagai pembebasan diri dari keterbelengguan; (g) Dakwah sebagai penyelamatan manusia agar tidak terperosok dalam kesalahan dan tak mengalami degradasi kemanusiaan; (h) Dakwah sebagai pembangun peradaban kehidupan manusia secara cerdas dan beriman tanpa merusak.

Dari penjelasan tersebut, dapatlah kita menarik kesimpulan hakikat dakwah

adalah sebuah jalan menuju kebenaran dengan mengajak manusia (berusaha lalu

bertawakkal) menuju penciptanya yakni Allah SWT guna tercipta kehidupan

manusia yang sesuai dengan fitrahnya (hidup saling menolong,

berprikemanusiaan, dan beradab).

BAB III

PROFIL DAN PEMIKIRAN DAKWAH IMAM KHOMEINI

A. Latar Belakang Keluarga

Ruhullah Al-Musawi Al-Khomeini atau Imam Khomeini lahir di Khomein

pada 24 Oktober 1902 M / 20 Jumadil Akhir 1320 di dusun kecil di Iran Tengah.

Tanggal lahir ini bertepatan dengan hari kelahiran Fatimah Az-Zahra putri Nabi

Muhammad SAW.1 Keluarga Imam Khoemini adalah keluarga Sayyid Musawi,

keturunan Nabi Saw melalui jalur Imam ketujuh Syiah, Musa Al-Kazhim. Mereka

berasal dari Neysabur, di Iran Timur Laut. Pada awal abad ke-18, keluarga ini

bermigrasi ke India, dan bermukim di kota kecil Kintur di dekat Lucknow di

kerajaan Oudh. Kakek Imam Khomeini, Sayyid Ahmad Musawi Hindi, lahir di

Kintur. Keluarga kakeknya adalah keluarga ulama terkemuka, Mir Hamen Husein

Hindi Neysabury, yang karyanya, Abaqat Al-Anwar, jadi kebanggaan Syiah India.

Sayyid Ahmad meninggalkan India pada 1830 untuk ziarah ke kota suci

Najaf memenuhi undangan seorang saudagar terkemuka Khomein. Kemudian

beliau pergi ke Khomein menjadi pembimbing spiritual. Sayyid Ahmad menikah

dengan Sakinah, putri tuan rumahnya di Khomein. Mereka dikaruniai empat anak,

antara lain Sayyid Mustafa Musawi (ayah Imam Khomeini), lahir 1856. Mustafa

belajar di Najaf lalu pada 1894 kembali ke Khomein. Di sana ia menjadi ulama.

1 Lukman H, Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, Majalah Hidayah, (Maret 2005), h. 80

18

Ibu Imam Khomeini, Sayyidah Hajar, ia adalah putri seorang Ayatullah

terkemuka di wilayahnya, Ayatullah Mirza Ahmad dan juga kakeknya pun

seorang ulama terkenal di zamannya, Ayatullah Al-Khunsari, penulis kitab

Zubdah Al-Tashanif.2 Saudara Imam Khomeini ada enam bersaudara. Imam

Khomeini adalah bungsu.3

Keluarga Imam Khomeini dikenal taat beragama. Pada usia Imam tujuh

bulan pasca lahirnya, 4 Ayah Imam, Mustafa wafat pada 11 Zulqaidah (1320 H),

ia terbunuh dalam usia 48 tahun (1900) di tangan Wali Kota Khomein saat

memprotes pemerasan pajak yang tak adil, serta praktik penindasan yang

dilakukan aparat Dinasti Qajar di daerahnya itu. Setelah itu, Imam Khomeini

dibesarkan oleh ibunya dan bibinya, Sahiba atau Shahab Khanum. Pada usia

Imam Khomeini 15 tahun.5

B. Perjalanan Hidup Imam Khomeini

Wafatnya orang-orang yang dicintainya dalam usianya yang masih amat

muda, Imam Khomeini pun besar sebagai anak muda yang serius, banyak

merenung, bahkan menyendiri di padang pasir di dekat kediamannya.6 Ayatullah

2 Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h. 3

3 Ali Rahnema, ed., Para Perintis Zaman Baru Islam, h. 70 4 Dalam Lukman H, Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, h. 80 dijelaskan

usia Imam Khomeini baru berusia empat bulan. Sedangkan dalam Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h. 4 dijelaskan usia Imam ketika itu lima bulan 5 Tetapi dalam Lukman H, Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, h.81 usianya 16 thn dan dalam Ali Rahnema, ed., Para Perintis Zaman Baru Islam, h. 70 pun sama, 16 thn 6 Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini: Filsafat Politik Islam, (Bandung: Mizan, 2002), cet I, h. 110

Pasandideh, kakak Imam Khomeini, mengatakan bahwa bibinya, Sahiba yang

mengurus keuangan dan masalah keluarga dalam membesarkan anak-anak

saudaranya, terkenal dalam keluarganya sangat berani dan tak pernah takut untuk

berbicara benar. Inilah kiranya yang memengaruhi pribadi Imam Khomeini yang

telah 16 tahun diasuh oleh bibinya.7

Keluarganya mengingat Imam Khomeini kecil sebagai anak yang

bersemangat dan enerjik. Imam kecil tak jarang pulang dengan baju berdebu dan

sobek. Terkadang ada goresan luka setelah bermain. Secara fisik dia anak yang

kuat. Dia dikenal jagoan di beberapa jenis olahraga karena ia bisa mengalahkan

teman-temannya dalam pertandingan gulat.8

Pasca wafat ibu dan bibinya, Pasandideh-lah yang mengasuh Imam

Khomeini. Sekaligus ia menjadi guru pertama Imam Khomeini dalam ilmu-ilmu

Islam, khususnya logika dan bahasa Arab.9

Imam sejak kanak-kanak telah belajar menulis dan membaca di rumah.

Dengan sungguh ia memulai pendidikan sekolah dini-nya di dekat rumah, Maktab

Khaaneh milik Akhund Mullah Abu Al-Qasim. Di usia tujuh tahun ia belajar

bahasa Arab pada sepupunya dari pihak Ayah, Syeikh Jafar, lalu ke Mirza

Mahmud. Kemudian mengkaji buku tata bahasa Arab dan logika pada Hajj Mirza

Muhammad Mahdi, pamannya dari pihak ibu. Kemudian melanjutkan studi

7 Lukman H, Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, h.81 8 Yamani, Wasiat Sufi Ayatullah Khomeini: Aspek Sufistik Ayatullah Khomeini yang Tak

Banyak Diketahui, (Bandung: Mizan, 2002), cet II, h.24-26 9 Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini: Filsafat Politik Islam, h. 110

mantiq (logika) pada ipar lelakinya Haji Mirza Ridha Najam. Belum genap usia

15 tahun, ia sudah mahir bahasa Parsi.10

Di usia 15 tahun, Imam mulai belajar tata bahasa Arab kepada saudaranya,

Murtaza, yang belajar bahasa Arab dan teologi di Isfahan. Imam punya bakat

khusus dalam menulis dan menyusun syair Persia. Ia juga memerlihatkan minat

pada kaligrafi Persia. Ia belajar ini oleh Syaikh Hamzah Mahallati. Khomeini

muda pada waktu itu mendambakan menjadi mujtahid. Sebelum kelak menjadi

mujtahid (marja’ taqlid) kemasyhuran Imam Khomeini adalah dalam bidang

filsafat dan ’irfan.

Kemudian, pendidikan formal dimulai saat ia berusia 17 tahun.11 Imam

pergi ke kota Arak. Tak lama belajar di sini, ia lalu belajar ke Qum, pusat studi

keislaman di Iran. Imam Khomeini langsung tampil sebagai murid paling

menonjol di hauzah ’ilmiyah (lembaga pendidikan) di kota itu. Syaikh Abdul

Karim Hairi-Mujtahid terkemuka di masa itu adalah guru Imam Khomeini dalam

bidang Fiqih dan Ushul Fiqih. Ia belajar filsafat dan ’irfan/tasawuf oleh Mirza

Muhammad ’Ali Syahabadi. Imam menyelesaikan studi fiqih dan ushul dengan

seorang guru dari Kasyan Ayatullah ’Ali Yasrebi Kasyani (wafat 1959).

Kemudian Imam belajar kepada Ha’eri dalam bidang dars-e kharej (studi di luar

teks tanpa buku pegangan hanya berupaya membentuk pendapatnya sendiri

10 Lukman H, Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, h. 80-81 11 Dalam Lukman H, Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, h.80 dan

Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h. 5, dijelaskan bahwa ketika itu Imam berusia 19 tahun

tentang hukum). Inilah tahap final pendidikan Imam Khomeini. Di awal 1930-an

ia menjadi mujtahid dan menerima ijazah untuk menyampaikan hadis dari empat

guru terkemuka Imam, yakni Muhsin Amin Ameli (wafat 1952) ulama terkemuka

dari Lebanon; Syaikh Abbas Qumi (wafat 1959) ahli hadis dan sejarawan Syiah;

Abul Qasim Dehkondi Isfahani (wafat 1934) mullah terkemuka di Isfahan;

Muhammad Reza Masjed Syahi (wafat 1943) yang datang ke Qum pada 1925

karena protes menentang kebijakan anti-Islam reza Syah.12

Pada usia 27 tahun, Khomeini telah menjadi guru filsafat dan ’irfan. Ia telah

mulai mengajar di tingkat spesialisasi di hauzah ilmiyah Qum. Selain filsafat dan

’irfan ia juga mengajar fiqih, ushul fiqih, dan akhlak.13 Dalam usia yang relatif

muda, Imam telah mencapai mujtahid di bidang hukum Islam. Dengan demikian

ia punya wewenang untuk mengeluarkan fatwa untuk dianut oleh masyarakat

Syiah. Pada akhir 1950-an Imam menjadi salah satu bintang di pusat teologi. Dua

ratus lebih muridnya tersebar ke seluruh penjuru Iran dan kalangan Syi’ah di luar

negeri.14 Karena itu pasca wafat Ayatullah Burujurdi pada 1961, tokoh ulama

Syiah, Imam dipilih oleh masyarakat sebagai marja’ dini, yaitu sebagai tempat

kembalinya umat dalam persoalan agama atau pucuk pimpinan spiritual dalam

masyarakat Syiah.15

12 Ali Rahnema, ed., Para Perintis Zaman Baru Islam, h. 73 13 Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h. 6 14 Ali Rahnema, ed., Para Perintis Zaman Baru Islam, h. 88

15 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 3, (Jakarta: Pt. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), cet v,h. 53

Kemudian, di usia 30 tahun, Imam Khomeini menikah dengan putri seorang

agamawan terkemuka Teheran, Batul . Mereka dikaruniai dua putra dan tiga putri.

Putranya, Mustafa Khomeini – seorang Hujjatul Islam terkemuka, wafat secara

misterius, diklaim ini akibat pembunuhan oleh agen-agen dinas rahasia Iran masa

Syah (Savak). Anak kedua, Ahmad Khomeini juga seorang Hujjatul Islam – ia

menjadi salah seorang tokoh berpengaruh di Republik Islam Iran. Di antara putri-

putrinya, Zahra Musthafawi adalah seorang doktor dan dosen filsafat di salah satu

universitas di Iran.16

C. Sekilas tentang Perjuangan Imam Khomeini Menuju

Revolusi Islam Iran

Penjelasan tentang perjuangan Imam Khomeini dalam Revolusi Islam Iran

sangatlah penting untuk diurai di sini, karena inilah masa klimaks dan

penting-nya perjuangan dan kemenangan Islam di bawah komando Imam

Khomeini, sehingga suatu kebenaran dapat berdiri tegak tanpa ragu di

hadapan dunia internasional.

Masa pergolakan politik di Iran dimulai dengan naiknya Reza Khan pada

1924 hingga tumbangnya Muhammad Reza Pahlevi pada 1979. kedua raja

Pahlevi ini terus berupaya melemahkan posisi Islam di Persia untuk

menggantikannya dengan peradaban Barat. Guna melancarkan tujuannya itu,

pembunuhan terhadap para pemimpin Islam yang menghalangi niat mereka

16 Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini: Filsafat Politik Islam, h.111

pun dilakukan. Saat itu kehidupan rakyat Iran secara ekonomi lemah, korupsi,

intervensi Barat, penjauhan diri dari kebudayaan Islam dengan

penyalahgunaan media radio, televisi, dan surat kabar.17 Atribut agama seperti

busana muslimah, pendidikan alquran, shalat jamaah, khutbah, dan lain

sebagainya dilarang keras.18

Melihat keadaan ini, Imam Khomeini merasa terpanggil untuk melakukan

penentangan politiknya bersama ulama-ulama lain. Hingga pada 1941, saat

dirasa oleh Imam kebobrokan Reza Khan terhadap Islam harus dibongkar,

pada usia 39, ia menulis buku yang berjudul Kasyf Al-Asyrar (membongkar

rahasia). Saat itu ia baru bergelar Hujjatul Islam, secara jelas ia nyatakan

reza Khan adalah antek Inggris, tiran, koruptor, dan penguasa anti Islam.19

Karir politik Imam Khomeini secara terang-terangan bermula pada tahun

1963 , setelah Reza Syah di tahun 1962 mengesahkan RUU DPRD yang

memuat pasal posisi Islam dilemahkan, di antaranya penghapusan syarat

keislaman bagi calon anggota dewan, menghapus sumpah dengan alquran, dan

lain sebagainya.20 Karena itu, pada Maret 1963, Imam berpidato dengan

lancang mengeluarkan kecaman atas Syah secara terbuka.21

Di tahun 1963, Imam mulai dikenal luas karena protes keras-nya pada

kebijakan Syah di bidang pertanahan yang justru ini akan menghancurkan

17 Kedutaan Besar Republik Islam Iran, Republik Islam Iran: Selayang Pandang, h. 9 18 Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h. 7 19 Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini: Filsafat Politik Islam, h. 112 20 Ibid 21 Ibid

secara total ekonomi agraris di Iran. Selain itu kebijakan itu juga akan

membuat rakyat menjadi budak sejumlah konglomerat yang didominasi oleh

keluarga kerajaan, sekelompok orang kaya Iran, dan perusahaan asing. Imam

menyerukan perlawanan terhadap Syah yang memusuhi Islam, terutama saat

Syah menyetujui desakan AS untuk menetapkan undang-undang mengenai

kekebalan personil militer AS di Iran. Dalam penilaian Imam konsesi yang

telah diberikan Syah kepada AS itu telah menghina rakyat Iran dan kaum

muslim secara umum.22

Tahun 1963 pula Imam ditangkap polisi oleh tentara rahasia Syah seusai

menyampaikan pidatonya di madrasah pimpinannya di kota Qum. Ia dibawa

ke Teheran dan ditahan di pinggir Qasr. Namun, akibat tekanan rakyat, para

pendukung Imam Khomeini turun ke jalan, di kota melakukan pemogokan

hingga adanya kerusuhan yang menewaskan 15 ribu orang di Teheran dan 400

ribu di Qum, akhirnya kurang dari setahun, Imam Khomeini dibebaskan.23

Pasca dibebaskan, Imam Khomeini malah memerhebat serangannya ke

rezim Syah. Ia kembali dijebloskan ke penjara. Pada November 1964, ia

diasingkan ke Bursa di Turki. Setelah setahun, pengasingannya berpindah ke

Najaf Irak. Najaf adalah kota suci kaum Syiah, maka Imam Khomeini dalam

pengasingannya ini mengeluarkan pernyataan keras akan peristiwa-peristiwa

yang terjadi di negerinya. Pernyataannya ampuh membuat opini publik dan

22 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 3, h. 53 23 Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini: Filsafat Politik Islam, h. 112-113

respon dari pengikutnya.24 Imam dalam berbagai kesempatan memimpin

gerakan perlawanan. Pidatonya dalam bahasa Persia, pernyataan tertulisnya,

dan instruksi politik dengan cepat tersebar di Iran. Jaringan perlawanan yang

diciptakan Imam dikendalikan oleh kaum Mullah, kaum universitas, dan kaum

bazari (pedagang) meneruskannya ke seluruh pelosok di Iran, sehingga rakyat

tetap berada dalam kendali Imam. Pada 7 Januari 1978 surat kabar resmi

pemerintah Iran memuat tulisan menghina kaum ulama karena dianggap

menolak modernisasi. Maka demonstrasi kaum Mullah di kota Qum terjadi.

Puluhan korban jatuh di pihak Mullah dan rakyat pendukung mereka. Imam

menjadikan peristiwa ini momentum untuk menggerakkan rakyat secara

massal menentang Syah.25 Melihat aksi Imam ini, Syah Reza meminta

penguasa Iran mengusir Imam Khomeini dan pada 4 Oktober 1978 Imam

diusir dari Irak.26

Awalnya Imam ingin tinggal di Kuwait, tetapi pemerintah Kuwait

menolak karena penguasa negeri-negeri muslim ditekan untuk tidak

mengizinkan tinggal di wilayah-nya oleh Syah. Akhirnya, ia tinggal di Paris

yang pemerintahnya bersedia menerimanya. Di kota ini ternyata memberi

akses publisitas bagi aktivitasnya memimpin pergolakan negeri Iran.27

24 Ibid, h. 113 25 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 3, h. 54 26 Yamani, Antara Al-Farabi dan Khomeini: Filsafat Politik Islam, h. 113 27 Ibid

Perjuangan menuju Revolusi Islam Iran, termasuk saat di pengasingan,

Imam selalu mengingatkan rakyat Islam Iran untuk selalu mengobarkan

semangat mereka agar berkeyakinan bahwa bahwa Islam pasti menang,

melalui pesan-pesannya, baik dalam bentuk tulisan/cetak maupun kaset-kaset

yang diselundupkan ke Iran dan disebarluaskan oleh para pejuang.28

Setelah kurang lebih empat bulan di Paris, Perancis, Imam yang melihat

bahwa Rezim Pahlevi tak diakui rakyat lagi, meski secara formal masih aktif,

rakyat sangat mendambakan kehadiran Imam di tengah mereka, akhirnya

Imam memutuskan kembali ke Iran, kendati diancam dibunuh setibanya di

Teheran, tetapi tekad Imam bulat. Ia harus kembali ke Iran untuk berjuang

bersama rakyatnya. 1 Februari 1979 Imam menapakkan kakinya kembali ke

Iran setelah 14 tahun masa pembuangan. Dari airport Mehrabad, Teheran,

Imam langsung menuju ke pemakaman Behesyte Zahra untuk memberi pidato

bersejarahnya.

Pada 11 Februari 1979 Dinasti Pahlevi tumbang dan berdirilah negara

Islam di bawah pimpinan Imam Khomeini. Pada 1 April 1979 rakyat diminta

memberikan suaranya melalui referendum nasional, apakah setuju atau

menolak pemerintahan Republik Islam. Ternyata 98,2 % rakyat memberi

suara setuju sehingga resmilah berdiri Republik Islam Iran pada tanggal 1

28 Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h. 18

April 1979.29 Imam Khomeini dipilih sebagai penguasa tertinggi Iran dalam

sistem Republik Islam oleh rakyatnya yang berdasar wilayat alfaqih.30

Setelah masa 10 tahun kepemimpinannya, Minggu terakhir Mei 1989,

Imam Khomeini jatuh sakit karena pendarahan lambung. Ia dirawat di rumah

sakit Teheran. Akhirnya, pada Minggu 29 Syawwal 1409 (3 Juni 1989) Imam

Khomeini wafat.31 Ia ternyata ulama dan pemimpin yang sangat dicintai oleh

rakyatnya. Ini terbukti saat wafat Imam tak kurang sembilan juta rakyat

mengantarkan Imam ke pemakaman terakhirnya yakni pemakaman Behesyte

Zahra’ di luar kota Teheran.32

D. Sosok Da’i dan Kepemimpinan Imam Khomeini

Imam Khomeini adalah sosok da’i yang berilmu luas terutama dalam bidang

ilmu ’irfan (tasawuf), fiqh, ushul fiqh, dan filsafat. Dengan kemahirannya dalam

bidang ilmu tersebut. Pada usia 27 tahun, seusai merampungkan studinya, ia

mencurahkan pemikirannya untuk kemajuan agama melalui mengajar di berbagai

tempat seperti universitas, masjid-masjid, dan lain sebagainya sebagai majlis ilmu

untuk kuliah fiqh, ushul fiqh, akhlak, dan filsafat.

29 Ibid, h. 20 30 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 3, h.54 31 Lukman H, Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, h. 85 32 Imam Khomeini Qs: Pemimpin Revolusi, artikel diakses 7 Maret 2008 dari

http://www.telagahikmah.org/main/jejak/007.htm

Saat mengajar, Imam terkadang kecewa jika muridnya tidak bertanya atau

kritis terhadap materi yang telah diberikan. Imam selalu melatih muridnya untuk

berpikir mandiri dan berkembang sebagai peneliti sejati yang berpikiran kritis. 33

Imam Khomeini pun menuangkan ilmu dan pemikirannya dengan memberi

fatwa dan ijtihadnya untuk menyelesaikan masalah umat Islam demi kebaikan

kehidupan umat Islam. Imam pun berdakwah melalui tulisan (dakwah bil qalam).

Banyak telah kita lihat karya-karya beliau di bidang tasawuf, filsafat, dan akhlak.

Terutama buku Kasyful Asrar untuk tiran Syah yang menghentakkan publik.

Inilah salah satu contoh ketegasan Imam Khomeini dalam ber-amar ma’ruf nahi

munkar (mengajak kepada yang makruf/baik dan melarang kepada yang

munkar/buruk).

Bagi Imam Khomeini Islam adalah segala-galanya, karena itu beliau rela

berkorban demi kejayaan Islam. Jika Islam diganggu ia akan marah dan

membelanya mati-matian.34 Imam Khomeini pun sangat mencintai Rasulullah

Saw dan meyakini kebenaran mutlak alquran. Hal ini membuat Khomeini bagi

sebagian orang dikenal seorang ulama yang keras, tak kenal kompromi, dan

disebut sebagai khalifah ortodoksi agama.35 Orang-orang yang telah menghina

dan menghujat kesucian Islam, beliau tak segan-segan menghukumnya bahkan

membunuhnya. Karena itu, orang menganggap kelemahannya yang terbesar ada

di bidang hak asasi manusia (HAM). Dia menganggap semua penentang

33 Lukman H, Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, h. 82 34 Ibid, 23-24 35 Ali Rahnema, ed., Para Perintis Zaman Baru Islam, h. 69

pemerintahan Islam adalah kafir, maka ia harus disingkirkan demi kepentingan

negara dan Islam. Orang yang tak sependapat dengannya diperlakukan dengan

tegas.36

Kasus Salman Rusydi misalnya, ia menghina Rasulullah Saw dan alquran

melalui bukunya Ayat-Ayat Setan, Imam mengeluarkan fatwanya yaitu hukuman

mati bagi Salman Rusydi di mana pun ia berada. Ia tak peduli hukuman ini dapat

menyebabkan hubungan Iran dengan Barat akan kelabu, karena baginya

konspirasi busuk dan pembela Baratnya atas nama HAM mutlak dihukum keras

guna tak ada lagi pihak yang berani menghina Islam dan kaum muslimin.37

Namun demikian, di balik ”kegarangan” sikap Imam Khomeini itu, ternyata

ia lemah lembut terhadap kaum mustadh’afin (kaum lemah). Imam sangat

membela mereka. Pasca Revolusi Islam, Imam menggalang upaya perbaikan

nasib kaum lemah dan tertindas dengan mengadakan berbagai program

peningkatan kesejahteraan di berbagai bidang.38 Pembentukan Yayasan

Mustadh’afin contohnya, didirikan untuk kesejahteraan masyarakat tertindas

untuk memanfaatkan kekayaan negeri mereka yang terpasung untuk mereka

kecap saat rezim Syah.39 Selain itu, produksi industri diberikan kepada pribumi

Iran bukan diserahkan kepada para ahli asing seperti yang dilakukan Syah.40

Berbagai pusat pemberantasan buta huruf didirikan di seluruh pelosok negara

36 Ibid, h. 99 37 Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h.28-29 38 Ibid, h.27 39 Kedutaan Besar Republik Islam Iran, Republik Islam Iran: Selayang Pandang, h. 95 40 Ibid, h. 37

hingga di daerah pedusunan. Hasilnya sejumlah rakyat lumayan besar menjadi

melek huruf. 41

Imam Khomeini dikenal sebagai pribadi yang sangat jujur, ikhlas dalam

melakukan sesuatu dan tak pernah mau dipuji. Justru ia cemas dan gelisah bila

seseorang menyanjung karakteristik moral dan sosialnya. Banyak pihak yang

menyebut Imam Khomeini sebagai perwujudan spiritual dan akhlak Islam. Dalam

pandangan Hujjatul Islam Muhammad Ali Ansari yang juga kepala Pusat

Penerbitan Karya-Karya Imam Khomeini, Imam tak pernah mencari popularitas.

Ia tak peduli akan penilaian manusia, para negarawan atau pemerintah. Melainkan

pergerakannya itu untuk kemajuan dalam aspek moral, dalam penyempurnaan

moralnya, dan pengenalannya akan Tuhan.42 Memang, keberserahan diri Imam

kepada Allah Swt terpancar dari kekokohan imannya. Ia tak pernah takut apa pun

kecuali pada Allah Swt. 43

Imam Khomeini terkenal sebagai ulama memiliki integritas tinggi juga

seorang yang zuhud (tak silau dunia). Harta yang dimiliki Imam hingga akhir

hayatnya hanyalah sebuah rumah sederhana yang telah diwakafkan pada Dewan

Revolusi, alat masaknya, tempat duduk belajar sekaligus untuk tidurnya, serta

beberapa buku dan alat ibadah.44 Di kota Qum, tempat tinggalnya, meski ia

penguasa tertinggi di Iran, Imam hanya menumpang di beberapa kamar yang ada

41 Ibid, h. 79 42 Lukman H, Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, h. 81-82 43 Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h. 26 44 Yamani, Wasiat Sufi Ayatullah Khomeini: Aspek Sufistik Ayatullah Khomeini yang Tak Banyak

Diketahui, h. 44-48

di Husainiyyah (surau) Jamaran, Teheran Utara.45 Hingga akhir hayatnya Imam

hanya tinggal di kontrakan rumah petak berukuran 3x5 meter sekaligus sebagai

tempat menerima tamu dan para duta besar.46 Pakaian sehari-harinya pun seperti

rakyat biasa tak ada yang istimewa.47 Pasca wafat Imam, jutaan orang yang

berkunjung ke rumah Imam, tercengang seakan tak percaya bahwa seorang

pemimpin revolusi yang spektakuler di abad ke dua puluh ini hidup amat

sederhana.48

Sebagai seorang pemimpin, Imam telah menunjukkan bahwa gerakannya

menumpas tiran Syah Reza di Iran yang mengesampingkan Islam, peran ulama,

bahkan tanah airnya rela dijadikan boneka oleh Barat, adalah gerakan komunal

yang solid hingga mampu menggulingkan tiran tersebut. Ini karena Imam

Khomeini amat memahami pentingnya sebuah persatuan. Imam Khomeini

merangkul semua kalangan, mulai dari para ulama, para mahasiswa dan kalangan

intelektual universitas, para pedagang (bazari), hingga rakyat jelata korban

penindasan rezim Syah Reza. 49

Perihal pandangan sebagian orang bahwa Imam otoriter semasa memimpin,

ternyata Imam menghargai hak rakyatnya. Terutama dalam hal menentukan

pemimpinnya. Konsep Wilayat Al-faqih yang kemudian diterjemahkan dalam

45 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 3, h. 55 46 Rommy Fibri, Mendiang Khomeini Tinggal di Rumah Sederhana, artikel diakses pada 7 Maret

2008 di http://www.liputan6.com/luarnegeri/?id=148058. 47 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 3, h. 55 48 Yamani, Wasiat Sufi Ayatullah Khomeini: Aspek Sufistik Ayatullah Khomeini yang Tak Banyak

Diketahui, h. 44 49 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 3, h. 53

UUD Republik Islam Iran, presiden sebagai otoritas kekuasaan eksekutif, dipilih

langsung oleh rakyat.hingga saat ini, 26 tahun pasca Revolusi Islam Iran, telah

berlangsung delapan kali pemilihan presiden.50

Namun demikian, sebagai manusia biasa, kelemahan kepemimpinan Imam

Khomeini dalam memimpin Republik Islam Iran tetaplah ada. Salah satunya

Imam kurang campur tangan dalam banyak soal non-agama, seperti inflasi,

perdagangan luar negeri, sektor swasta dalam ekonomi, dan lain sebagainya,

sehingga ini menjadi sumber perdebatan di kalangan pejabat.51

E. Karya-Karya Imam Khomeini

Imam Khomeini meninggalkan puluhan kitab dan karya-karya yang berharga

dalam kajian akhlak, , fikih, ushul, filsafat, politik dan sosiologi. Tapi sayangnya

sebagian besar dari kitab karyanya hilang saat ia berpindah dari rumah

kontrakannya dan saat penggerebekan berulang kali yang dilakukan oleh anggota

Savak di rumah dan perpustakaan pribadinya. Imam Khomeini terkenal memiliki

tulisan yang baik, sistematis dan lugas. Bahkan gaya prosa yang dituangkan

50 Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h.31 51 Ali Rahnema, ed., Para Perintis Zaman Baru Islam, h. 99

dalam tulisannya memengaruhi perubahan dalam sastra agama dan politik di Iran

hingga saat ini.52

Di bawah ini beberapa karya tulis Imam Khomeini:53

1. Syarah Do’a Sahar

Kitab ini membahas ’irfan, filsafat, dan teologi yang tinggi. Di dalamnya

menggunkan ayat-ayat alquran sebagai dalil (penguat) dan riwayat ahlul bait

saat menjelaskan doa mubahalah yang terkenal dengan doa sahar. Awalnya

kitab yang berisi 239 halaman ini ditulis oleh Imam dalam bahasa Arab pada

1347 H, lalu diterjemahkan ke bahasa Persia.

2. Al-Hasyiyah ’ala Syarhi al-Fawa’id ar-Radawiyyah

Kitab ’irfani ini berisi pendapat Imam Khomeini atas kitab Syarhi al-Fawaid

ar-Ridhawiyyah karya al-Qadhi Sa’id al-Qummi.

3. Syarah Hadits Junud al-’Aql wa al-Jahl

Kitab ini adalah karya berharga Imam dalam bidang akhlak. Kitab setebal 800

halaman ini berisi pandangan Imam tentang teologis, moral, dan mistik

dengan metode yang jelas.

4. Misbah al-Hidayah ila al-Khilafah wa al-Wilayah

52 Imam Khomeini Qs: Pemimpin Revolusi, artikel diakses 7 Maret 2008 dari

http://www.telagahikmah.org/main/jejak/007.htm 53 Ibid

Kitab setebal 315 halaman ini dinilai termasuk karya yang terdalam dan

cemerlang dalam bidang ‘irfan Islam di masa saat ini. Imam

menyelesaikannya pada 1349 H (1930 M) di usia 28 tahun.

5. Al-Hasyiyah ‘ala Syarhi Fushush al-Hikam

Kitab Fusus al-Hikam adalah karya monumental Muhyiddin bin Arabi, kitab

ini memiliki berbagai syarah, di antara yang terbaik adalah Syarah al-Qaisari.

Imam Khomeini menulisnya tahun 1355 H dalam bentuk komentar dalam

bahasa Arab atas syarah Fushus al-Hikam karya Qaisari. Buku ini

menunjukkan jangkauan pengetahuannya terhadap pendapat tokoh-tokoh

besar tasawuf seperti Syaikhul Akbar (gelar Ibnu ‘Arabi), Qunawi, Mulla

Abdur Razaq al-Kasyani, Farghani, dan al-Qaishari.

6. Al- Hasyiyah ‘ala Misbah al-Uns

Kitab Misbah al-Uns bainal Ma’qul wal Masyhur merupakan syarah yang

ditulis oleh Muhammad bin Hamzah bin Muhammad al-Ghifari atas kitab

Miftahul Ghaib, karya Abul Ma’ali Muhammad bin Ishaq al-Qunawi (ia

termasuk murid Muhyiddin Ibn ‘Arabi yang menonjol) yang membahas tema

‘irfan teoritis. Imam Khomeini menulis pendapat dan kritiknya yang ilmiah

atas kitab tersebut dalam bentuk komentar yang memuat sepertiga kitab. Buku

ini ditulis pada 1355 H (1936 M).

7. Syarah ‘Arbain Hadits

Karya ini adalah salah satu peninggalan berharga Imam Khomeini dalam

bidang akhlak dan ‘irfan. Ditulis dalam bahasa Persia tahun 1358 H kitab ini

memuat 40 hadis dari hadis para Imam yang suci yang terdapat dalam kitab

Usul al-Kafi.

8. Sirru as-Salah (Salah al’Arifin wal Mi’raj al-Salikin)

Kitab setebal 266 halaman ini menjelaskan rahasia spriritual dan mistik shalat.

Imam merampungkan pada 1358 H (1942 M).

9. Adab Ash-Salah

Imam menulis kitab ini tahun 1361 H (1942 M) setelah mengarang kitab Sirru

ash Shalah. Imam menjelaskan secara terperinci adab-adab shalat dan rahasia

spiritualnya. Kitab ini berisi tema akhlak dan mistik ditulis dalam bahasa

Persia setebal 836 halaman.

10. Risalah Liqa’ullah

Risalah ini merupakan risalah singkat yang ditulis dalam bahasa Persia dan

membahas masalah mistik.

11. Al-Hasyiyah ’ala Asfar

Kitab ini adalah kumpulan pendapat-pendapat pilihan Imam Khomeini

terhadap pendapat para filosof termasuk saat ia mengajar filsafat di Qum

dengan melontarkan pendapatnya dari kajian ini.

12. Kasyful Asrar

Ini adalah buku politik, teologi, dan sosial. Imam menulisnya pada 1364 H

(1994 M) yakni selang dua tahun tumbangnya Reza Khan. Di sini Imam

membantah berbagai tuduhan tak berdasar terhadap kaum Wahabi yang

menyudutkan agama dan para ulama dalam kitabnya Asrar Hizar Salih. Kitab

setebal 334 halaman ini membahas masalah pemerintahan Islam dan wilayah

al-faqih serta membongkar berbagai politik anti agama yang dipraktekkan

oleh Ridha Khan dan mereka yang sejalan dengannya di berbagai negeri Islam

saat ini.

13. Anwar al-Hidayah fi at-Ta’liqah ‘ala al-Kifayah

Kitab ini membahas kajian-kajian rasional dalam ilmu ushul fiqh. Ditulis

dalam bahasa Arab dalam bentuk komentar atas kitab Kifayatul Usul karya

Ayatullah Akhun al-Khurasani. Dirampungkan pada 1368 H (1949 M) kitab

ini menjelaskan mazhab Imam Khomeini dalam bidang usul Fiqh.

14. Bada’i ad-Durar fi Qa’idati Nafyu Dharar

Kitab ini ditulis Imam dalam bahasa Arab membahas �a Darar_ (tak

membahayakan) yang penting dalam kaidah fiqh. Tulisannya ini rampung

pada 1950 M.

15. Risalah al-Istishab

Ini adalah risalah ijtihad yang terperinci yang ditulis Imam dalam bahasa

Arab. Kitab ini terhitung sebagai kitab yang penting di bidang ilmu usul fiqh

yang selesai ditulis tahun 1370 H (1951 M) dan tebal 290 halaman.

16. Risalah fi at-Ta’adul wa at-Tarjih

Risalah ini merupakan kajian penyempurna dalam ilmu ushul fiqh yang

bertolak ukur dalam memilih dalil saat adanya kontradiksi dalam berbagai

dalil.

17. Risalah al-Ijtihad wa at-Taqlid

Ijtihad dan taqlid termasuk kajian penyempurna yang penting dalam ilmu

ushul fiqh. Ini memuat argumentasi atas berbagai pendapatnya dalam risalah

ini.

18. Manahij al-Wushul ila ’Ilmi al-Ushul

Ini adalah kitab tahqiq dan ijtihad dalam kajian lafaz-lafaz ilmu ushul fiqh.

Ditulis dalam bahasa Arab yang selesai penulisannya pada 1371 H (1952 M).

19. Risalah fi ath-Thalab wa al-Iradah

Ini merupakan kitab usul, filsafat, dan ‘irfan. Ditulis dalam bahasa Arab yang

rampung penulisannya pada 1371 H (1952 M).

20. Risalah fi at-Taqiyyah

Kitab ini adalah risalah fiqh dan ijtihad yang ditulis dalam bahasa Arab dalam

pembahasan Taqiyyah_ pada tahun 1372 H (1953 M). Di sini Imam

menjelaskan bahwa filsafat (hikmah) keharusan mempraktekkan taqiyyah

karena untuk menjaga agama, bukan malah menghilangkannya.

21. Risalah fi Qa’idah Man Malak

Ini merupakan risalah ijtihad dalam kaidah fiqh yang berjudul Qaidah Man

Malak.

22. Risalah fi Ta’yin al-fajr fi al-Layali al-Muqmirah

Risalah fiqh argumentatif menjelaskan cara menentukan terbitnya fajar pada

malam bulan purnama (layali muqmarah), risalah ini dicetak tahun 1988 di

Qum.

23. Furu’ ’Ilmu Ijmali

Risalah fiqh ini adalah transkripsi dari pembahasan Furu’ ’Ilm ijmali yang

mengetengahkan berbagai masalah keraguan yang terdapat ketika

mengerjakan shalat.

24. Maudu’ Ilm Usul

Ini risalah ringkas yang membahas pemikiran Imam tentang tema ilmu dan

ilmu usul fiqh.

25. Tanzil al-’Illat at-Tasyri’iyyah ’ala at-Takwiniyah

Risalah pendek ini mengkritisi pandangan seorang Ayatullah Agung Haji

Syaikh Abdul Karim Hairi Yazdi.

26. Kitab at-Taharah

Kitab ini membahas tentang Thaharah (bersuci) dengan menggunakan metode

fiqh argumentatif dan ijtihad. Kitab ini ditulis oleh Imam Khomeini dalam

bahasa Arab antara tahun 1373 dan 1377 H (1954 dan 1958 M) tebalnya 1.202

halaman terdiri dari empat jilid.

27. Ta’liqah alal ’Urwatil Wutsqa

Ini komentar Imam Khomeini atas berbagai masalah yang terdapat dalam

kitab ’Urwatul Wutsqa, karya Ayatullah Agung Muhammad Kazim

Thaba’thaba’i al-Yazdi yang terkenal. Kitab ini mencakup fatwa-fatwa Imam

dalam berbagai bidang fiqh yang rampung ditulis tahun 1956).

28. Al-Makasib al-Muharramah

Kitab ini adalah kajian ijtihad di bidang fiqh argumentatif yang membahas

berbagai macam usaha (pendapatan/keuntungan) yang diharamkan dan

berbagai persoalan yang berkaitan dengan masalah ini. Selain itu memuat

kajian menarik seputar hukum musik, nyanyian, lukisan, dan pahatan. Imam

menulisnya pada antara tahun 1956 dan 1961 dalam bahasa Arab setebal 612

halaman.

29. Ta’liqah ’ala Wasilah an-Najah

Komentar yang ditulis Imam atas kitab Wasilah an Najah (Risalah Amaliah,

karya Ayatullah Agung Sayyid Abu Hasan al-Isfahani). Kitab ini memuat

fatwa-fatwa Imam atas berbagai masalah yang terdapat dalam kitab Wasilah

an-Najah.

30. Risalah Najatul ’Ibad

Risalah ini memuat berbagai fatwa Imam Khomeini dalam hukum-hukum

fiqh. Ditulis Imam dalam bahasa Persia terdiri dari tiga jilid.

31. Al-Hasyiyah ’ala Risalah al-Irts

Risalah ini adalah komentar yang ditulis Imam atas kitab Risalah al-Irts karya

al-Haj Mulla Hasyim al-Khurasani, penulis kitab Muntakhab at-Tawarikh.

Risalah ini memuat fatwa-fatwa Imam di bidang hukum warisan (irts).

32. Taqrirat Darsi al-Usul li ayatullah al-Uzma al-Burujerdi

Imam menulis catatannya dalam kitab ini berkaitan dengan pelajaran ushul

yang dihadirinya di samping Ayatullah Burujerdi. Kitab ini ditulis dalam

bahasa Arab.

33. Taudihul Masail (Risalah ‘Amaliah)

Kitab ini memuat fatwa-fatwa Imam Khomeini di berbagai bidang fiqh.

Ditulis Imam dalam bahasa Persia hingga menjadi Risalah Amaliah yang

dapat dimanfaatkan oleh semua orang yang mengikuti fatwanya.

34. Manasik al-Hajj

Kitab yang diterbitkan pada tahun 1991 M dengan tebal 272 halaman ini

memuat fatwa-fatwa Imam Khomeini seputar amalan dan manasik haji.

35. Tahrir al-Wasilah

Kitab ini berisi fatwa-fatwa Imam Khomeini. Ditulis dalam bahasa Arab

setebal 1309 (dua jilid). Imam menulisnya ketika berada di pengasingan di

Turki pada antara tahun 1964 dan 1965.

36. Kitab al-Ba’i

Kitab setebal 2371 halaman ini merupakan karya berharga Imam di bidang

fiqh argumentatif yang membahas tentang jual-beli dan perdagangan. Ditulis

Imam pada tahun 1961 dan 1976.

37. al-Hukumah al-Islamiyyah au Wilayah al-Faqih

Kitab ini memuat berbagai pendapat ijtihad Imam Khomeini dalam masalah

prinsip pemerintahan Islam dan kemustahilan terpisahnya agama dengan

politik dan wilayah al-faqih.

38. al-Jihad al-akbar (Jihad an-Nafs)

Risalah ini merupakan pelajaran Imam seputar perlunya mendidik jiwa. Meski

ditulis secara singkat, tetapi ia memuat banyak hal pendidikan, politik, dan

akhlak.

39. Tafsir Surah al-Hamd

Ini merupakan kitab tafsir tasawuf atas surat al-Fatihah. Kitab ini berasal dari

ceramah-ceramah yang disampaikan oleh Imam pada tahun 1980.

40. Istifta’at

Ini adalah kumpulan fatwa Imam sebagai jawaban atas berbagai pertanyaan

syar’i kaum muslim mengenai fiqh yang beragam, khususnya masalah yang

kontemporer.

41. Diwan Syi’r

Kitab setebal 445 halaman ini adalah kumpulan syair qasidah terakhir (syair

yang lain hilang) dari karya Imam Khomeini saat Imam pindah dari

kontrakannya dan saat penggerebekan berulang kali yang dilakukan oleh di

rumahnya dan perpustakaan pribadinya.

42. Ar-Rasail al- Irfaniyyah

Imam menulis beberapa risalah untuk keluarganya dan sanak saudaranya

yang di dalamnya memuat isyarat-isyarat akhlak, ‘irfan, dan pendidikan.

43. Al-Bayanat, wal Ahadis, wal Liqa’at, wal ahkam, war Rasail

Buku yang terdiri dari 22 jilid ini memuat aksi-aksi lengkap politik dan sosial

Imam Khomeini. Sebagaimana kitab karya-karyanya yang lebih dahulu terbit,

Imam juga menyebutkan berbagai pendapat dan bimbingan politik, sosial, dan

agama melalui ratusan ceramah, pernyataan, surat Imam kepada berbagai

tokoh politik dan agama Iran dan di luar negeri selama bertahun-tahun.

44. Al-Wasiyyah as-Siyasah al-Ilahiyyah

Buku ini memuat penjelasan-penjelasan Imam Khomeini yang paling

dikenang dan abadi. Di dalamnya berisi pembicaraan Imam kepada generasi

masa kini serta merupakan wasiat politik dan sosial di berbagai masyarakat

Islam atau umum dengan analisa yang tajam dan nasihat yang penuh kasih

sayang.

F. Pemikiran Dakwah Imam Khomeini

A. Konsep Pemikiran Dakwah Imam Khomeini

Konsep pemikiran dakwah Imam Khomeini secara implisit dinyatakan

melalui tulisan karya-karya beliau dan pidato beliau yang banyak dirangkum

dalam buku yang mengangkat tema Imam Khomeini.

Berbicara dalam konteks dakwah, Imam Khomeini menyatakan seluruh

umat Islam dan manusia keseluruhan, harus melaksanakan ajaran yang ada di

dalam alquran sebab menurut Imam, kitab suci alquran itu diturunkan untuk

hujjah seluruh manusia. Karena itu, tak hanya ulama tetapi umat Islam dan semua

manusia harus dihimbau untuk menjalankan ajaran alquran sesuai yang

dikehendaki oleh Allah Swt.54

Menurut Imam, Allah Swt telah mewajibkan kepada umat Islam agar

berusaha keras melaksanakan tujuan-tujuan Islam yang suci, berusaha

mengangkat martabat umat dan menyatukan mereka dalam masyarakat Islam.55

Imam Khomeini dalam tulisannya yang berjudul Keseimbangan Ilmu

Agama dan Ilmu Pengetahuan pernah menyatakan:

“Saya tidak pernah mengatakan janganlah belajar dan mencurahkan segala perhatian di bidang ilmu pengetahuan, (tetapi) sekiranya saudara bercita-cita hendak berperan dalam menegakkan Islam, korbankanlah segenap waktu dan tenaga di bidang ini...maka menjadi tanggung jawab anda untuk mendalami ilmu pengetahuan dan menjadi orang yang mampu mengeluarkan pandangan dan pikirannya (untuk Islam)...”56

Imam Khomeini menegaskan bahwa dakwah dan memelihara dengan teguh

eksistensi Islam adalah tanggung jawab ulama (da’i) dan para santri (calon da’i)

menduduki level pertama. Kemudian umat Islam secara keseluruhan bertanggung

jawab pula semuanya.57

Jadi, dapatlah disimpulkan, menurut Imam Khomeini ”dakwah” adalah

kewajiban semua umat Islam dan semua manusia untuk menjalankan ajaran

alquran dengan berusaha keras dan berkorban segenap waktu dan tenaga yang

54 Imam Khomeini, Bi’tsah Rasul Saw, dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang Imam, (Bandung:

Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h.63 55 Imam Khomeini, Pesan Haji dalam Perspektif Imam Khomeini, dalam Sandy Alison peny. ,

Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h.191 56 Imam Khomeini, Keseimbangan Ilmu Agama dan Ilmu Pengetahuan, dalam Sandy Alison peny.

, Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 32 57 Imam Khoemini, Reformasi Pendidikan, h. 48

bertujuan untuk melaksanakan tujuan Islam yang suci, mengangkat harkat dan

martabat umat, dan menyatukan umat dalam masyarakat Islam.

1. Da’i menurut Imam Khomeini

Seorang da’i menurut Imam adalah faktor penentu maju atau mundurnya

umat Islam. Tanggung jawab seorang da’i bukan seperti tanggung jawab

manusia lain atau orang awam. Da’i adalah panutan banyak umat.58 Sekali

saja da’i berbuat lancung, maka tercorenglah nama agama, umat, dan seluruh

ulama.59

Menurut Imam Khomeini, umat Islam akan selalu memerlukan ulama

(da’i) dan Islam. Jika ulama tidak ada maka Islam akan sirna. Ulama adalah

pakar Islam dan penjaga Islam hingga kini.60 Ulama adalah manifestasi para

rasul dan pemimpin di muka bumi.61

Para da’i - kata Imam - harus melaksanakan tugas dan tanggung

jawabnya di madrasah atau pesantren Islam. Dalam mengkaji bidang masalah

fiqih dan ushuluddin hendaklah hingga sempurna, jangan setengah-setengah.

58 Imam Khomeini, Peran Ulama, dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-

Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 20 59 Ibid h. 21 60 Imam Khomeini, Fuqaha: Benteng Islam, dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang Imam,

(Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 28 61 Imam Khomeini, Pesan Haji Refleksi Revolusi Islam, dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang

Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 180

Bila ini terjadi, niscaya da’i itu sendirilah yang akan bisa melumpuhkan dan

memundurkan kehidupan umat Islam.62

Seorang da’i yang ahli ilmu fiqih sehingga menjadi fuqaha akan menjadi

benteng pertahanan Islam dengan mengenalkan umat kepada Islam melalui

mengajar dan menulis fiqih Islam.63

Da’i menurut Imam Khomeini harus memelajari dan mendalami ilmu-

ilmu khusus penunjang dakwah secara sempurna hingga sampai mencapai

kesimpulan akhir. Bila da’i tak ada sikap mau belajar hanya berdiam diri

maka ditegaskan Imam hukumnya haram bagi seorang da’i. Ini karena ilmu

Islam itu bertujuan mulia dan tinggi yakni untuk mengenal Allah Swt dan

membersihkan diri guna tercapai tujuan asasi dan suci.64 Kemudian da’i

setelah belajar, Imam mengungkapkan ia harus bertanggung jawab untuk

mengeluarkan pandangan dan pikiran dalam bidang fiqih.65

Kemudian, mengenai karekteristik kepribadian da’i, Imam Khomeini

dalam menggambarkan ini beliau merujuk kepada dalil agar memberikan

kejelasan pemikiran atas pendapatnya itu. Dalil yang disandarkan Imam

tersebut salah satunya adalah sebagai berikut: 66

Dari Abu Basir, katanya: Aku telah mendengar Abu Abdullah berkata: adalah Amirul Mukminin as, berkata: Wahai penuntut (pencari ilmu Islam) sesungguhnya ilmu pengetahuan itu mempunyai keutamaan yang

62 Imam Khomeini, Peran Ulama, h. 20 63 Imam Khomeini, Fuqaha: Benteng Islam, h. 29 64 Imam Khomeini, Keseimbangan Ilmu Agama dan Ilmu Pengetahuan, h. 33 65 Ibid, h. 32-33 66 Imam Khomeini, Peran Ulama, h. 20-21

banyak: sehingga kepalanya akan menunjukkan tawadhu, matanya terlepas dari rasa dengki, ia menjaga percakapannya, hatinya berniat yang baik, akalnya dapat mengenali perkara dan urusan, tangannya senantiasa bersifat pemurah, kakinya senantiasa menziarahi para alim ulama, dadanya senantiasa berpikir tentang keselamatan, hidupnya wara’, keteguhan pribadinya senantiasa memohon kepada Allah, kepemimpinannya baik dan setia, senjatanya adalah kerelaan, alas kakinya senantiasa bergerak, kekuatannya adalah perilaku ulama, hartanya adalah menjauhi dosa, bekalnya adalah perkara yang ma’ruf, air mukanya jernih, pernyataannya adalah petunjuk, persahabatannya adalah kasih sayang.(al-Kafi jil.4 h.48) Imam Khomeini pun menjelaskan elaborasinya akan dalil tersebut,

bahwa sangatlah penting kepribadian seperti di atas bagi seorang da’i, sebab

da’i akan menjadi panutan bagi seluruh umat manusia. Karena itu da’i yang

selalu mengingat Allah, bertakwa dan wara’ akan menjadi panutan yang baik

bagi umat. Bila sifat itu tak terwujud, maka orang alim itu akan menjadikan

agama sebagai komoditas maka jadilah da’i tersebut telah berilmu tanpa amal.

Imam Khomeini berpesan, da’i haruslah waspada dengan sifat egois.

Egoisme menurut Imam yaitu sifat rasa cinta terhadap kedudukan, cinta

kekuasaan, cinta harta, dan sebagainya adalah hanya berimplikasi pada rasa

cinta terhadap diri sendiri yang dapat menyebabkan da’i terlepas sedikit demi

sedikit terhadap keyakinannya yaitu agama,67 kehidupan masa depan kita akan

suram, dan dunia muslim akan terongrong dan menjadi sasaran dominasi

dunia.68

67 Imam Khomeini, Munajat Sya’baniyah Penyuci Jiwa Kotor, dalam Sandy Alison peny. , Pesan

Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 80 68 Ibid, h. 83

Da’i haruslah mengetahui dan mengamalkan sifat zuhud, taqwa, dan

hidup sederhana serta suci.69 Sebab cinta dunia itu menurut Imam adalah

sebagai pangkal dari perselisihan dan perpecahan yang dapat menghilangkan

tujuan suci dalam berdakwah.70 Dengan tak adanya sifat cinta dunia pada diri

seorang da’i niscaya da’i itu akan beramal dengan ikhlas dalam menegakkan

Islam dan akhirnya nanti mendapatkan kebahagiaan yang tak terkira baik di

dunia maupun akhirat.71 Bahkan umat Islam menurut Imam Khomeini secara

naluriah, mereka hanya akan menerima da’i dan ulama yang berakhlak luhur,

tidak rakus akan kepentingan dunia dan isinya serta tidak kikir untuk

berkorban tenaga dan semua miliknya untuk meninggikan kalimat tauhid dan

mencapai keridhoan Allah semata.72

Imam Khomeini mengungkapkan bahwa seorang da’i adalah penting

hidup sederhana. Hidup sederhana ternyata kata Imam akan mengangkat

derajat da’i dan akan memelihara keeksistensian da’i. Dengan hidup

sederhana, da’i bisa selalu menjadi sumber inspirasi, dihormati, dan didengar

oleh penerima dakwahnya. Sebab pada banyak kenyataan yang terjadi, Imam

mengungkapkan, ternyata masyarakat penerima dakwah, mereka dapat

menyaksikan betapa orang yang hidup sederhana akan menjadi pelajaran yang

69 Imam Khomeini, Kenapa Kita Selalu Berpecah Belah, dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang

Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 113 70 Ibid, h. 115 71 Imam Khomeini, Pesan Imam untuk Umat (2), dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang Imam,

(Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 226 72 Imam Khomeini, Ancaman Keruntuhan dan Kelumpuhan Pusat Pendidikan, dalam Sandy

Alison peny. , Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 44

sangat berharga bagi setiap orang, dikarenakan orang yang selalu menuntut

kemewahan dalam hidup maka nilai-nilai maknawi akan berkurang dan

lenyap dari dalam diri orang tersebut.73

Kepribadian da’i yang baik sangatlah penting, karena betapa banyak

kasus penyimpangan manusia, ternyata, kata Imam Khomeini, disebabkan dari

adanya andil/ persetujuan para ulama-nya. Untuk menuju kepribadian yang

baik, seorang da’i disarankan oleh Imam untuk membersihkan diri terlebih

dahulu dari perkara yang hina dan keji yang akan membawa kepada

keburukan. Da’i harus memiliki niat yang ikhlas, sebab bila tidak ilmu yang

dimilikinya itu tak memberikan manfaat, baik untuk dirinya maupun orang

lain.74

Da’i haruslah membersihkan diri dari hal yang keji melalui usaha

mengkaji ilmu pengetahuan agar semakin dekat dengan rahmat Allah Swt.75

Bila ilmu yang diperoleh da’i hanya bertujuan untuk mengejar hawa nafsu

bukan karena Allah semata, maka yang akan didapat, menurut Imam adalah

hanya kesenangan duniawi dan kemasyarakatan. Parahnya, pencapaian itu

akan menuju kecelakaan, perlombaan hawa nafsu, keserakahan, bencana,

73 Ibid, h. 80-81 74 Imam Khomeini, Penyelewengan Ulama Menyesatkan Umat, dalam Sandy Alison peny., Pesan

Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 24-25 75 Imam Khomeini, Keseimbangan Ilmu Agama dan Ilmu Pengetahuan, h. 34-35

hingga membawa kepada kemelaratan dan bahaya bagi umat Islam di dunia

dan akhirat.76

Bila seorang da’i telah bersikap seperti itu, terlebih memang jelas-jelas

ia seorang ulama yang jahat yang dipengaruhi oleh sifat takabbur, dan

kelalaian, maka ia dipastikan, menurut Imam Khoemini tak akan mampu

membenahi dirinya sendiri, terlebih membenahi masyarakat. Ia menjadi tak

akan memberi sumbangan apa-apa untuk masyarakat kecuali hanya membawa

bahaya dan kerugian kepada Islam dan kaum muslimin. Bahkan ia akan

menjadi penghalang bagi kemajuan umat Islam.77 Da’i yang berkelakuan

buruk dan bertindak menyelewang, menurut Imam Khomeini ia akan menjadi

bahaya yang sangat hebat. Da’i yang fasik, kata Imam akan bertanggung

jawab pada kerusakan dunia, sebab jika alim ulama rusak maka akan rusak

pula dunia ini seluruhnya.78 Karena itu, Imam Khomeini menegaskan seorang

da’i wajib untuk membina diri agar dapat menjadi insan yang sejati dan

sempurna. Pembinaan diri itu penting menurut Imam Khomeini sebab di kala

da’i menghadapi musuh Islam yang memiliki tekanan dan rencana jahat, da’i

itu akan bersikap tak gentar, tak mudah terpengaruh karena ia tak cinta kepada

dunia dan telah berkepribadian luhur.79 Kewajiban da’i menurut Imam

76 Imam Khomeini, Penyelewengan Ulama Menyesatkan Umat, h. 25 77 Ibid, h. 25-26 78 Imam Khomeini, Peran Ulama, h.23 79 Imam Khomeini, Reformasi Pendidikan, h. 48

Khomeini ia harus berakhlak Islam jika ingin melangkah di jalan dakwah

yang mulia ini.80

Pembinaan diri memang memerlukan pengorbanan dan kesulitan yang

terus menerus. Tetapi Inilah bekal bagi da’i sebelum ia mendakwah kepada

mad’u. Da’i nantinya akan bertanggung jawab dalam pembersihan diri dan

rohani serta hawa nafsu keji bagi dirinya dan mad’u-nya.81Dengan akhlak

mulia da’i, manusia dapat mengambil hikmah darinya.82

Jika perbaikan akhlak belum terwujud bagi da’i maka menurut Imam

Khomeini ia akan menjadi sulit untuk mendidik dan membenahi kondisi

rohani dan akhlak pribadinya sendiri.83 Pun Allah tak akan melapangkan dan

membuka jalan dalam mendapatkan pendidikan yang benar serta ia nanti

hanya akan menyesatkan seluruh umat manusia dan akan membawa gambaran

yang buruk kepada orang lain tentang Islam dan ulama Islam.84 Sebagai da’i

yang pekerjaannya memang menyeru masyarakat agar memiliki sifat terpuji,

agar supaya seruan menuju keterpujian itu betul-betul merupakan seruan

kebenaran. Jika tidak, maka ia hanya akan menjadi seruan setan.85 Dengan

akhlak luhurlah penyampaian ilmu Allah dapat berkesan dan bermanfaat.86

80 Imam Khomeini, Kenapa Kita Selalu Berpecah Belah, h. 116 81 Imam Khomeini, Keseimbangan Ilmu Agama dan Ilmu Pengetahuan, h. 32-33 82 Ibid 83 Ibid, h.33-34 84 Imam Khomeini, Kesucian Akhlak untuk Mencapai Makrifatullah, dalam Sandy Alison peny. ,

Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 77 85 Ibid, h. 83 86 Imam Khomeini, Keseimbangan Ilmu Agama dan Ilmu pengetahuan, h. 34

Dalam hal persatuan Islam, Imam mengingatkan bahwa seorang da’i

haruslah menjadi garda terdepan dalam menjaga persatuan dan persaudaraan.

Ciptakan persaudaraan Islam sampai merambah ke semua pihak terutama di

kalangan ulama itu sendiri.87 Bila tak ada persatuan umat, Imam menegaskan,

masyarakat akan menimpakan kesalahan pada semua pemimpin terutama

ulamanya. Ini tak mungkin bisa terwujud kecuali melalui pembinaan diri dan

persatuan.88

2. Mad’u menurut Imam Khomeini

Sesuai data yang ditemui penulis, Imam Khomeini ternyata lebih

sederhana mengklasifikasikan mad’u dakwah, yakni mengklasifikasikan

mad’u dakwah pada strata sosial ekonomi yakni mad’u yang dari golongan

kaya, golongan miskin, dan pemimpin negara (pejabat). Penulis dalam

menjelaskan pemikiran Imam Khomeini tentang mad’u ini - agar

memudahkan pembaca - penjelaskan cara/metode dakwah bagi masing-

masing macam mad’u ini dijelaskan langsung di sini.

Pada mad’u yang berasal dari golongan strata sosial miskin, Imam

Khomeini mengingatkan seorang da’i metode dakwahnya sederhana saja

yakni hanya melalui pendekatan akhlak yang baik dalam menghadapi mad’u

yang seperti ini dan senantiasa berusaha menolong mereka untuk

87 Imam Khomeini, Munajat Sya’baniyah Penyuci Jiwa Kotor, h. 79 88 Ibid, h. 80

kesejahteraan hidup mereka. Perilaku seorang da’i kepada mad’u dari

kalangan strata sosial miskin ini adalah da’i menurut Imam Khomeini

bertanggung jawab menangani mereka dengan cara bersama-sama merangkul

pemimpin lainnya guna berusaha untuk memberi perlindungan dan perhatian

yang lebih besar kepada kaum fakir miskin dengan lebih mengenal dan

bersahabat dengan mereka. Anggap diri kita adalah bagian dari mereka, dan

ini adalah termasuk kehormatan besar untuk mereka sebagai tempat

perlindungan bagi fakir miskin.89

Imam Khomeini menegaskan adalah kewajiban juga bagi seorang da’i

untuk terlibat untuk menolong dan melayani orang-orang lemah dan turut

serta dalam kesenangan serta kesusahan mereka. Imam Khomeini menyatakan

bahwa tak ada hal yang lebih tinggi dan lebih baik yang pernah beliau lihat

dari amal dan pengabdian kepada Allah kecuali perilaku menolong kaum yang

tertindas.90

Imam Khomeini mengakui bahwa justru sejauh pengamatannya dalam

menegakkan Islam revolusi Islam Iran, beliau melihat bahwa golongan

lemahlah yang telah lulus dari ujian Islam tentang amalan kebajikan dan

pembaktian pada perintah Allah karena rela mengorbankan para pemuda

mereka untuk perjuangan Islam dan telah memberi segala yang mereka punyai

bagi perjuangan Islam. Bahkan Imam Khomeini pernah mengatakan ”Para

89 Imam Khomeini, Pesan Haji Refleksi Revolusi Islam, dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang

Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 183 90 Ibid, h.184

penghuni rumah gubuk lebih mulia bagi saya daripada semua orang yang

mendiami istana.”91

Sedangkan dakwah kepada mad’u yang berasal dari golongan strata

sosial ekonomi kaya Imam Khomeini berpesan kepada da’i untuk

mendakwahkan kepada mereka tentang (materi) pentingnya menanamkan

sikap menolong kepada sesama terutama kepada rakyat miskin. Ingatkan

untuk sisihkan pendapatan mereka untuk pembaharuan rakyat. Da’i perlu

senantiasa menghimbau kaum kaya untuk turut berusaha demi kesejahteraan

kaum yang tertindas, karena ini adalah pekerjaan yang baik untuk dunia dan

akhirat. Sampaikan kepada mereka bahwa betapa mulianya jika kalangan kaya

suka rela menyediakan hartanya untuk menolong para kaum mustadh’afin

karena ini akan menuai rahmat bagi kaum kaya untuk kebahagiaan dunia dan

akhirat.92

Selanjutnya, dakwah untuk kalangan para pejabat atau pemimpin

negara, Imam Khomeini mengingatkan bahwa hendaklah da’i dalam

berdakwah kepada mad’u yang demikian, lebih fokus untuk mengingatkan

mereka para pemimpin negara untuk harus selalu menjadi pelayan umum

yang sebenarnya, terutama pelayan kaum mustadh’afin. Jangan menciptakan

keresahan bagi rakyat, tidak melakukan tugas mestinya, ini adalah perbuatan

yang salah dan akan menimbulkan murka Allah Swt. Da’i perlu mengingatkan

91 Ibid, h. 185 92 Imam Khomeini, Pesan Imam untuk Umat (1), dalam Sandy Alison peny. , Pesan Sang Imam,

(Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 250

kaum pejabat bahwa mereka harus memuaskan rakyat yang mereka pimpin

sehingga melahirkan kepercayaan rakyat. Ingatkan untuk jauhi prilaku yang

tidak manusiawi dan tidak islami. Pejabat harus diingatkan untuk menciptakan

kedamaian dan ketentraman bagi rakyat dan bertanggung jawab akan

tegaknya Islam di wilayah yang dipimpinnya. 93

B. Metode Dakwah yang Efektif menurut Imam Khomeini

Dalam membahas metode dakwah menurut Imam Khomeini, setelah

mendapatkan data-data, lalu diklasifikasikan maka dapatlah dikelompokkan

metode dakwah menurut Imam Khomeini adalah sebagai berikut:

1. Metode Dakwah melalui Majelis Ilmu

2. Metode Dakwah melalui Berdialog atau Musyawarah

3. Metode Dakwah melalui Tabligh /Berpidato

4. Metode Dakwah dengan Memilih Bahasan Materi Dakwah

yang Pas

5. Metode Dakwah melalui Tulisan (Dakwah bil Qalam)

6. Metode Dakwah kepada Para Musuh Islam

7. Metode Dakwah dengan Memanfaatkan Media Komunikasi

93 Imam Khomeini, Pesan Imam untuk Umat (1), h. 231-232

1. Metode Dakwah melalui Majelis Ilmu

Majelis ilmu menurut Imam Khomeini adalah terpenting bagi

pemeliharaan Islam. Imam telah mencium tipu muslihat musuh Islam untuk

menghancurkan Islam dengan menghancurkan majelis ilmu umat Islam.

Berikut perkataan Imam Khomeini:

“Saya sempat membaca lembaran-lembaran khusus bersifat dokumen yang dikeluarkan oleh gereja Vatikan untuk dikirim ke Washington (Amerika). Saya dapati di dalamnya bahwa perhitungan musuh-musuh Islam sedemikian rupa, ternyata mereka memusatkan perhatian (hendak menghancurkan Islam) kepada pusat-pusat pengkajian ilmu umat Islam...”94

Karena itu, da’i bagi Imam Khomeini perlulah bangkit dan menertibkan

pusat-pusat keagamaan. Hendaklah menyediakan waktu dan dengan

perencanaan yang cermat serta tepat, membersihkan dan memelihara pusat-

pusat agama, terutama pusat pendidikan Islam. Seorang da’i kata Imam

Khomeini perlu untuk mencegah penyelewengan dan distorsi, jangan sampai

ada penyelewengan dari para ulama itu sendiri dalam mencapai prinsip tata

cara ajaran Islam yang dialamatkan untuk menghancurkan kajian majelis ilmu

Islam.95

Lembaga kajian Islam kata Imam haruslah di dalamnya ada para faqih

yang benar-benar memiliki kepahaman ilmu fiqih. Para ulama harus lebih

banyak memberi dukungan dan menjaga majelis ilmu tersebut. Jika tidak, di

masa depan masyarakat tak membutuhkan para ahli agama lagi. Tempat

94 Imam Khomeini, Kenapa Kita Selalu Berpecah Belah, h. 115 95 Imam Khomeini, Pesan Imam untuk Umat (1), h. 230

pengkajian Islam itu penting keberadaannya, bila tidak ada, menurut Imam

sungguh telah terjadi penghianatan terhadap Islam dan inilah keberhasilan

para musuh Islam.96

Sistem pengaturan yang benar dalam semua aspek pengkajian ilmu

pengetahuan di lembaga yang dikelola ulama atau da’i adalah suatu yang

mutlak menurut Imam Khomeini. Imam berpesan, janganlah mengambil

orang asing untuk memenej pusat-pusat pengkajian Islam.97 Da’i haruslah

sungguh-sungguh dalam pengkajian Islam dan menjadi satu barisan untuk

melawan musuh Islam.98

2. Metode Dakwah melalui Berdialog atau Musyawarah

Para ulama sebagai pendakwah ajaran Islam kata Imam Khomeini, harus

berdiskusi dan bertukar pikiran tentang menyelesaikan masalah dan kesulitan

kaum muslimin.99 Ajaklah berdiskusi dan bermusyawarah orang di sekeliling

untuk menyelesaikan masalah umat Islam.100 Jauhi perselisihan dan cari jalan

keluar untuk melepaskan dari cengkeraman penjajah.101

Kaum intelektual (sivitas universitas), para pemuda ajaklah untuk

memerkuat ikatan persahabatan dan saling pengertian dengan ulama. Jangan

abaikan rencana musuh yang licik dan adakanlah konsultasi dan bimbingan di

96 Imam Khomeini, Fuqaha: Benteng Islam, h. 28-29 97 Imam Khomeini, Reformasi Pendidikan, h. 46-47 98 Imam Khomeini, Pesan Haji Refleksi Revolusi Islam, h. 180 99 Imam Khomeini, Pesan Haji Refleksi Revolusi Islam, h. 179 100 Imam Khomeini, Pesan Haji dalam Perspektif Imam Khomeini, dalam Sandy Alison peny. ,

Pesan ang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 191 101 Ibid, h. 192

mana saja melihat geliat pihak yang menabur benih perselisihan dan

perpecahan. Jika nasihat kepada para individu tak efektif, barulah

diperbolehkan untuk berpaling dari mereka , mengucilkan mereka dan jangan

biarkan mereka berakar tetaplah waspada pada propaganda buruk yang dapat

mengganggu kebenaran.102 Juga rangkullah para pemimpin negara dalam

mencegah tipu muslihat para musuh Islam.103

Kemudian, dalam berdiskusi Imam mengingatkan agar mengemukakan

topik pembicaraan dengan cara yang jelas dan mantap.104

3. Metode Dakwah melalui Tabligh Atau Mimbar/Berpidato

Nabi Muhammad Saw, kata Imam Khomeini adalah tokoh yang

memainkan peran besar di depan mimbar pidato dan senantiasa

menyampaikan nasihat kepada umat Islam. Pidato di atas mimbar dikatakan

Imam oleh sebagian kalangan dianggap tidak serasi dengan kedudukan ilmu

pengetahuan. Imam membantah ini. Dengan berbicara di mimbar-lah ulama

bisa menjadi pengaruh besar untuk memberi kesadaran kepada umat

khususnya santri dan mendidik mereka dengan akhlak yang terpuji melalui

102 Imam Khomeini, Pesan Imam untuk Umat (1), h. 220 103 Ibid, h. 224 104 Ali Rahnema, ed. Para Perintis Zaman Baru Islam, h. 81

pemberian nasihat dan pengajaran ilmu akhlak, sehingga program pendidikan

akhlak dapat mengena dan mencapai tujuannya.105

Selain itu Imam Khomeini selalu menekankan bila berbicara dengan

mad’u dakwah yang perlu diingat adalah menyederhanakan subjek yang sulit

agar dapat dipahami oleh orang banyak. Imam juga berpesan, bila mau efektif

penyampaian pembicaraan kita kata Imam mengutip hadis Nabi Saw:

”Berbicaralah kepada orang menurut tingkat kecerdasannya.” agar

dipraktikkan.106

Imam dalam membawakan pidatonya berhati-hati dalam menjustifikasi

ucapannya, yakni beliau menggunakan ayat alquran dan sabda Nabi Saw serta

kutipan dari nasihat-nasihat para ulama.107

4. Metode Dakwah dengan Memilih Bahasan Materi Dakwah Yang Pas

Menurut Imam tempat kajian Islam haruslah di dalam materi

pengkajiannya adalah hakikat ajaran alquran, bila tidak, tempat kajian Islam

itu hanya akan menjadi penghalang bagi masyarakat untuk mengenal dan

memahami Islam dan peranan ulama Islam.108

105 Imam Khomeini, Ancaman Keruntuhan dan Kelumpuhan Pusat Pendidikan, dalam Sandy

Alison peny. , Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 42 106 Ali Rahnema, ed., Para Perintis Zaman Baru Islam, h. 75 107 Ibid, h. 79 108 Imam Khomeini, Penyelewengan Ulama Menyesatkan Umat, dalam Sandy Alison peny. ,

Pesan Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 26

Selain itu materi tentang fiqih dalam kajian itu juga harus lebih besar

dari materi lainnya.109 Materi fiqih jika tidak ada, menurut Imam maka yang

akan terjadi hilanglah esensi nilai / makna dari agama Islam itu sendiri dan

akhirnya Islam dikenal hanya namanya saja.110

Kemudian, Imam pun mengingatkan sebuah pusat pengkajian ilmu

Islam haruslah juga memiliki program yang di dalamnya berupa nasihat,

pengajaran, serta para guru yang menitikberatkan pada pendidikan akhlak dan

jiwa. Bila tidak pusat pengkajian itu kelak akan menemui kehancuran. Ini

karena ilmu akhlak adalah merupakan tujuan pertama diutusnya para nabi dan

mereka mengajar umatnya melalui pengkajian dan pengajaran.

Imam pun mengkritik bahwa tempat pengkajian Islam di saat ini banyak

yang malah tidak mengambil perhatian dalam masalah pengajaran akhlak.

Memang banyak penghalang dalam melaksanakan pendidikan Islam yang

seimbang dari segala aspek. Padahal bila pendidikan akhlak berkurang,

ditegaskan Imam, ini akan melahirkan berbagai masalah kebendaan (materi)

dan duniawi. Juga ini akan melahirkan banyak persoalan pada rohani dan

akhlak yang membawa kepada banyaknya masyarakat yang tak tahu akan

pentingnya generasi manusia yang paham agama dan tunduk pada nilai

agama. Akhirnya yang terjadi adalah tercipta paradigma masyarakat bahwa

yang terpenting adalah belajar untuk kepentingan pribadi masing-masing dan

109 Imam Khomeini, Fuqaha: Benteng Islam, h. 27 110 Ibid, h. 29

tujuan akhirnya hanya untuk mencari kepentingan dunia seperti kemasyhuran,

kedudukan, dan sebagainya. Bila ini yang terjadi yang didapati hanyalah

pemenuhan kebutuhan dunia saja tetapi ia tak bermanfaat untuk dirinya dan

untuk Islam. Dirinya akan hampa dikejar untuk berlomba mengejar materi dan

pertikaian antar-sesama untuk menuruti keserakahan nafsu.111

Pusat kajian yang tidak ada materi usaha untuk meningkatkan

pencapaian akhlak dan pembersihan jiwa, maka menurut Imam niscaya akan

berkembanglah sifat munafik dan pura-pura di kalangan orang-orang yang

berada di tempat kajian Islam dikuasai oleh perpecahan dan perselisihan

pendapat sehingga mereka tenggelam dalam suasana pertikaian sesama

mereka sendiri. Ini membuat keadaan menjadi terkotak-kotak (bergolong-

golongan) dan bersekutu di antara mereka. Masing-masing pihak saling tuduh

serta mendustakan satu sama lain. Pusat pengkajian Islam akan hilang

pengaruhnya bagi umat. Bila ini terjadi, musuh Islam akan mengambil

kesempatan dengan menghancurkan nilai-nilai serta martabat pusat

pengkajian Islam.112

Selain itu, mengenai materi dakwah yang pas lainnya, Imam Khomeini

saat memberi pelajaran kepada muridnya lebih mengemukakan materi tentang

baik dan buruk, kesadaran agama, disiplin diri, dan sebab-sebab kemunduran

111 Imam Khomeini, Keseimbangan Ilmu Agama dan Ilmu Pengetahuan, h. 35-37 112 Imam Khomeini, Ancaman Keruntuhan dan Kelumpuhan Pusat Pendidikan, h. 43

Islam.113 Selain itu Imam juga mengkriktik para ulama yang dalam berpidato

hanya mengangkat tema yang tak membangkitkan semangat beragama seperti

tema haid dan kebersihan. Menurut Imam Khomeini lebih penting

membawakan tema tentang hukum dan sistem Islam.114

5. Metode Dakwah melalui Tulisan (Dakwah Bil Qalam)

Ulama setelah paham akan ilmu fiqih, hendaknya menurut Imam

Khomeini menjaga kefaqihan itu dengan menjaga kitab-kitab Islam dengan

menulis dan mendiskusikannya. Selain membangun pusat kajian Islam juga

menjaga semua ilmu Islam, kitab-kitab Islam baik yang klasik maupun yang

modern. Dengan cara ini maka pertahanan Islam akan kuat, ini semua harus

dijaga agar dapat mentransferkannya kepada generasi mendatang.115

Dengan karya berupa tulisan inilah kata Imam, fiqih Islam dapat

terpelihara. Usaha-usaha harus dilakukan untuk peningkatan dalam

penyimpulan pendapat dan metode penelitian meningkatkan riset dan karya

kreatif. Bahkan Imam Khomeini berpesan hendaklah studi penelitian

menumpuk. Program penelitian harus direncanakan dengan tujuan bagi

kebutuhan negara Islam. Orang harus dilatih melakukan karya riset.

Pengetahuan moral Islam seperti etika, pembersihan jiwa, tasawuf, dan

113 Ali Rahnema, ed., Para Perintis Zaman Baru Islam, h. 82 114 Ibid, h. 93 115 Imam Khomeini, Fuqaha: Benteng Islam, h. 29

sebagainya harus dimasukkan dalam kajian penelitian ini, terutama berkaitan

dengan pembersihan jiwa dan diri.116

Imam pun berpesan sebagaimana ia terpengaruh dengan Syahabadi

(seorang teolog dan sufi terkemuka di Iran) bahwa guna mendakwahkan

pemikiran dan aktivitas keagamaan di kalangan masyarakat perlulah

menerbitkan majalah keagamaan.117

Imam Khomeini dalam menulis untuk berdakwah bil qalam, beliau

menggunakan bahasa yang sederhana. Beliau menghindari subjek yang

mencurigakan seperti filsafat dan mistisisme.118 Imam juga dalam menulis

buku menggunakan bahasa yang hati-hati sehingga tak membuat orang awam

merasa asing,119 dengan bahasa yang arif, sederhana, dan sistematis beliau

mengemukakan pikirannya ke dalam tulisan. Beliau menerangkan latar

belakang pokok persoalan dalam menemukakan objek tulisannya dengan

kekuatan nalar, yang bertujuan satu yakni untuk membangkitkan rasa

keagamaan kepada pembacanya. 120

Metode dakwah melalui tulisan ini oleh Imam Khomeini telah

dipraktekkan tak hanya dengan mengarang buku tetapi ia juga menulis di

artikel media cetak, salah satunya yaitu koran. Ini dilakukan saat melawan

rezim Syah. Dengan tulisan itu ia bisa menyampaikan nasihat dan

116 Imam Khomeini, Pesan Imam untuk Umat (1), h.230-231 117 Ali Rahnema, ed., Para Perintis zaman Baru Islam, h.75 118 Ibid, h. 76 119 Ibid, h. 78 120 Ibid, h. 85

mengobarkan semangat kepada rakyat Iran dan peringatan kepada Syah Reza

dengan menjawab kebijakan rezim Syah terutama dalam hal penyelewengan

terhadap Islam.

Selain itu, dalam menggalang kerja sama yang baik atau mungkin bisa

dikatakan amar ma’ruf nahi munkar di dunia internasional, Imam Khomeini

yang sebagai presiden Iran ketika itu pernah juga berkorespondensi (berkirim

surat) kepada Michael Gorbachev Presiden Republik Uni Soviet. Dalam surat

yang ditulis pada 1 Januari 1989 itu Imam mengingatkan Gorbachev agar

meninjau kembali ideologi-ideologi yang diagungkan Barat yang diterapkan

Soviet dan mau melihat kepada ajaran tauhid yang agung. Tulisan surat itu

Imam memulai dengan pembukaan surat yang santun, memuji Gorbachev,

baru masuk ke intinya.121

6. Metode Dakwah kepada Para musuh Islam

Menurut Imam, da’i dalam mewaspadai musuh Islam, haruslah

melepaskan diri dari para ulama yang munafik yang menjual agama kepada

dunia dan para penghasut kekacauan. Juga dalam melawan musuh Islam da’i

harus merangkul para cendekiawan dan ilmuwan Islam untuk bersama-sama

121 Imam Khomeini, Surat Imam Khomeini kepada Gorbachev, dalam Sandy Alison peny. , Pesan

Sang Imam, (Bandung: Al-Jawad Publisher, 2000), cet. I, h. 195

membela Islam dan menyelamatkan Islam dari keterpencilan dan penindasan

terhadap Islam.122

Imam mengingatkan da’i dan umat Islam janganlah berhati lembut,

berlapang dada, dan tunduk kepada sekutu-sekutu penjajah. Himbaulah

masyarakat semua berpartisipasi untuk tetap selalu mewaspadainya.123 Hanya

dengan bergerak bersama umatlah seorang da’i mampu berbuat sesuatu.

Jangan langsung memberi peluang kepada musuh untuk melaksanakan

sesuatu di pusat pengkajian ilmiah Islam. Jadikan pusat pengkajian Islam itu

adalah wadah yang mampu memecahkan masalah-masalah yang penting

untuk diselesaikan.124

Sesungguhnya musuh-musuh Islam telah muncul dan siap untuk

menghantam dan memukul setiap keberadaan Islam di segala bidang. Maka

menjadi tanggung jawab seorang da’i untuk menghadapi mereka dengan

penuh keberanian. Imam berpesan seorang da’i hendaknya tinggalkan

kecintaan terhadap dunia, sebab ini akan membuat tak berdaya menghadapi

para musuh Islam selama kita masih dikuasai oleh cinta pada dunia dan

berambisi pada kekuasaan, kesombongan dan lalai. Alam kejahatan akan

terbuka bila seorang da’i memfokuskan pada urusan dunia. Kondisi ini

menjadikan tak akan mampu untuk berjihad menentang musuh-musuh Islam.

Karena itu, Imam memberikan solusi dengan hendaklah membuat solusi

122 Imam Khomeini, Pesan Haji Refleksi Revolusi Islam, h. 180 123 Imam Khomeini, Fuqaha: Benteng Islam, h. 28 124 Imam Khomeini, Reformasi Pendidikan, h. 46-47

dengan menyusun langkah dan juga bertawakkal kepada Allah dan mengikis

hati ini daripada semua sifat cinta pada dunia dan dengan inilah kita mampu

berjihad. Selain itu, wajib bagi seorang da’i, menurut Imam untuk beramal

untuk mencapai kesyahidan, berjuang, dan berjihad sungguh-sungguh,

sehingga dapat bermanfaat untuk Islam. Bila kita tidak berlapang dada dan

berkompromi kepada musuh Islam, maka akan lahirlah manusia dari lulusan

universitas dan madrasah yang takut pada Allah Swt dan menjadi muslim

sejati. Di sisi lain bila terdapat insan muslim sejati di negeri Islam atau pada

negeri di suatu bangsa, maka merekalah yang akan menjadi ancaman yang

berbahaya bagi musuh-musuh Islam sehingga strategi dan rencana jahat

mereka akan menemui kebuntuan.125 Seorang da’i harus memertahankan

hukum syariat Islam yang suci dan menyebarkan ajaran Islam dan alquran.

Da’i harus selalu memberi peringatan tentang bahaya-bahaya kepada dirinya

sendiri dan selalu waspada pada tanggung jawab.126 Da’i adalah pembela

Islam, maka ia harus memerkokoh keinginan dan cita-cita sehingga sanggup

menghadapi setiap kezaliman dan penindasan.127

Dalam iklim dunia internasional, Imam mengingatkan seorang da’i yang

berkapabilitas dalam koridor ini untuk menghadapi kultur zalim dan menindas

masyarakat yakni perjuangan melawan sistem ekonomi Timur dan Barat,

melawan siasat kapitalis dan komunis. Ini penting dilakukan karena ini telah

125 Ibid 126 Ibid, h. 48 127 Ibid

memengaruhi seluruh rakyat dan merupakan bencana tipe perbudakan baru

yang telah dipaksakan oleh pihak penindas.128

7. Metode Dakwah dengan Memanfaatkan Media Komunikasi

Menurut Imam Khomeini media komunikasi massa adalah sangat efektif

untuk membentuk pemikiran dan memengaruhi khalayak banyak. Radio,

televisi, bioskop dan teater digunakan sebagai sarana yang paling efektif

untuk membodohkan dan merusak bangsa terutama para generasi muda.

Rencana-rencana yang besar ditelurkan dan dilaksanakan melalui media-

media ini untuk melawan Islam dan ulama. Ia juga digunakan untuk jaringan

propaganda para musuh Islam. Media itu difokuskan untuk membuat rakyat

meniru orang lain, terutama berpakaian, konsumerisme dan lain-lain. Ini

membuat kaum muda dan wanita tersesat dari jalan normal, mereka

melupakan dan melemparkan kehidupan diri mereka sendiri. Karena itu kata

Imam Khomeini, kantor-kantor berita, pers, dan majalah harus diperhatikan

dan gunakan untuk pelayanan kepada Islam dan kepentingan negara. Kita

semua harus mengetahui bahwa kebebasan gaya Barat merusak pemuda,

terkutuk dalam pandangan Islam dan dalam penalaran pikiran. Propaganda,

kesusasteraan, kesenian, artikel-artikel, pidato, buku-buku, dan majalah yang

128 Imam Khomeini, Pesan haji Refleksi Revolusi Islam, h. 180-181

bertentangan dengan Islam dan kepentingan negara adalah tabu dan ini wajib

bagi kita untuk mencegah percetakan dan penyebarannya.129

Selain itu, pada media komunikasi audio, seperti kaset-kaset yang

diselundupkan yang digunakan Imam saat dipembuangan. Media ini cukup efektif

memengaruhi opini publik rakyat Iran menggelorakan semangat juang. Ini

terbukti dengan meletusnya Revolusi Islam Iran dengan sebanyak 98,2 % suara

rakyat Iran mendukung berdirinya Republik Islam Iran.

129 Imam Khomeini, Pesan Imam untuk Umat (2), h. 239-241

BAB IV

ANALISIS PEMIKIRAN DAKWAH IMAM KHOMEINI

C. Konsep Pemikiran Dakwah Imam Khomeini

Paradigma konsep dakwah Imam Khomeini ternyata sedikit berbeda dengan

pendapat para pakar ilmu dakwah lainnya meski pada intinya sama yakni

menyeru untuk menegakkan kalimat Allah.

Dakwah menurut Imam Khomeini secara hemat penulis lebih kepada hal yang

subtansi yakni menyeru manusia untuk mengamalkan dan menghayati nilai ajaran

Islam. Namun, yang perlu digarisbawahi pendapat Imam Khomeini perihal tujuan

dakwah adalah ”Bertujuan untuk melaksanakan tujuan Islam yang suci, mengakat

harkat martabat umat, dan menyatukan umat dalam masyarakat Islam.”

Pertanyaannya kemudian, apakah tujuan dakwah tersebut adalah sesuai

dengan tujuan dakwah yang telah diurai dalam tataran teoritis/ideal? Dalam teori

hakikat dakwah telah disebutkan salah satunya dakwah adalah penyebaran rahmat

Allah Swt dan untuk pembangun peradaban. Dari sini adakah sejalan pendapat

Imam Khomeini dengan konsep teoretis hakikat dakwah di dalam ilmu dakwah?.

Menurut analisa penulis, tujuan dakwah menurut Imam Khomeini adalah

konsep dakwah yang hendak menjelaskan tahapan-tahapan rangkaian

kesempurnaan berjalannya dakwah Islam. Pertama, tahap melaksanakan tujuan

66

Islam yang suci. Maksudnya, Islam itu datang kepada kehidupan manusia

bertujuan untuk menyebarkan rahmatan lil ’alamin (kasih sayang bagi seluruh

alam) melalui penyempurnaan akhlak, sebab bukankah tujuan risalah para nabi

Allah Swt itu adalah untuk menyempurnakan akhlak?

Allah Swt Berfirman:

.للعالمين رحمة إلا أرسلناك وما

”Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Q.S. Al-Anbiya: 107)

Rasul Saw bersabda:

األخالق مكارم ألتمم بعثت إنما

”Sesungguhnya Aku (Muhammad SAW) diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (H.R. Ibnu Abi Dunya)

Jadi pertama-tama tujuan dilakukan dakwah Islam adalah untuk memerbaiki

suatu kehidupan manusia yakni keselamatan dunia dengan cara memerbaiki

moral.

Kedua, tahap mengangkat harkat dan martabat umat. Maksudnya, Setelah

tujuan pertama dilaksanakan lalu yang perlu dilakukan adalah perbaikan internal

umat Islam itu sendiri secara menyeluruh dan intensif sebagai umat umat yang

terbaik dan teladan. Sebagaimana yang tertera dalam alquran:

67

المنكر عن وتنهون بالمعروف أمرونت للناس أخرجت أمة خير آنتم

المؤمنون منهم لهم خيرا لكان الكتاب أهل ءامن ولو بالله وتؤمنون

.الفاسقون وأآثرهم”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh

kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” ( Q.S. Ali Imron: 110)

Perbaikan internal itu menurut penulis adalah dengan cara sokongan ilmu

pengetahuan baik ilmu pengetahuan umum dan ilmu agama guna terwujud umat

Islam yang berprinsip dan mampu menjadi pemain dalam membangun peradaban

manusia. Ini karena dengan ilmulah (memanfaatkan akalnya) manusia bisa

berbeda dengan makhluk lainnya dan dengan ilmu manusia menjadi tinggi

derajatnya.

تعملون بما والله درجات العلم أوتوا والذين منكم ءامنوا الذين الله يرفع .خبير

”Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah : 11)

Ketiga, tahap menyatukan umat dalam masyarakat Islam. Tahapan ini adalah

tahap terakhir tujuan dakwah menurut Imam Khomeini. Yakni tahapan akhir

simbol kesempurnaan ajaran Islam tegak di muka bumi ini yaitu terwujudnya

negara Islam guna menyatukan umat di dalam naungan sistem kehidupan yang

berasaskan ajaran alquran. Ini senada dengan pandangan Imam Khomeini tentang

politik bahwa Islam adalah juga sebuah ajaran berpolitik. Politik tak dapat

dipisahkan dari Islam, ia adalah pokok dari ajaran Islam.

Jadi kesimpulannya tujuan dakwah menurut Imam Khomeini adalah untuk

memerbaiki kehidupan manusia dengan menebar kasih sayang pada seluruh alam

melalui perbaikan akhlak, lalu memerbaiki kondisi internal umat Islam agar umat

Islam sebagai pengemban utama dakwah Islam memiliki prinsip, sejahtera sosial

ekonominya, dan mampu membangun peradaban manusia, dan terakhir adalah

mendirikan negara Islam. Dari uraian ini, pendapat mengenai tujuan dakwah

menurut Imam adalah senada dengan hakikat dakwah dalam tataran teoritis.

Kemudian, bagaimana hukum berdakwah menurut Imam Khomeini?

Penulis menyimpulkan, hukum dakwah menurut Imam Khomeini adalah

bisa fardu ’ain dan fardhu kifayah. Berlakunya hukum fardhu ’ain artinya

kewajiban dakwah itu adalah kewajiban umat Islam dan seluruh manusia individu

(tidak hanya ulama) untuk mengemban kewajiban mengamalkan ajaran alquran

tanpa terkecuali.

Hadist Rasulullah Saw:

لم فإن فبلسانه يستطع لم فإن بيده، فليغيره منكرا منكم راى من

)مسلم رواه (االيمان اضعف وذلك يستطعفبقلبه،”Barang siapa yang melihat kemunkaran maka hendaknya ia mencegah

dengan tangannya, jika tak sanggup maka dengan dengan klisannya, jika tak sanggup maka dengan hatinya. Inilah selemah-lemahnya iman.”

(H.R. Muslim)

Kemudian bila kita kaitkan pada pernyataan Imam Khomeini setiap

manusia memiliki kewajiban menjalankan ajaran Islam. Pertanyaannya,

bagaimana dakwah bisa dilakukan bila manusia itu bukan orang Islam dan

tak mengerti Islam?.

Aturan ini akan berlaku setelah ayat alquran itu diimani (manusia itu

telah masuk Islam dan mengimani ajaran alquran). Kebenaran alquran dengan

sepenuh hati telah dipahami oleh seluruh manusia melalui pembelajaran dari

para ulama, maka barulah kewajiban itu berlaku untuk setiap manusia yakni

bila setiap manusia itu telah mengenal, masuk Islam, dan memahami alquran.

Sedangkan jatuhnya hukum fardhu kifayah yakni kewajiban yang

diserahkan kepada satu individu yang memiliki kemampuan melaksanakan

kewajiban tersebut, yang bila salah seorang individu telah melakukan maka

kewajiban untuk setiap individu yang lainnya gugur. Maksud Imam Khomeini

di sini, adalah ulama dan santri (calon da’i) yang belajar ilmu agama

menduduki level pertama atas kewajiban berdakwah dan memelihara dengan

teguh eksistensi Islam.

Dalil alquran yang menunjukkan kepada hukum berdakwah fardhu

kifayah adalah:

عن وينهون بالمعروف ويأمرون الخير إلى يدعون أمة منكم ولتكن

.المفلحون هم وأولئك المنكر

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. .”(Q.S. Ali-Imron: 104)

Jadi dari dua pendapat yang bertentangan dari hukum dakwah,

manakah yang benar? Hukum dakwah bisa berlaku fardhu ’ain atau fardhu

kifayah tergantung sesuai konteks serta situasi dan kondisinya.

1. Da’i menurut Imam Khomeini

A. Peranan Dai menurut Imam Khomeini

Mengenai da’i dalam pemikiran Imam Khomeini, penulis bisa menarik

benang merah tiga poin penting: Peranan da’i menurut Imam Khomeini,

Syarat-syarat menjadi da’i menurut Imam Khomeini, dan Karakteristik

Kepribadian da’i menurut Imam Khomeini.

Peranan da’i menurut Imam Khomeini adalah:

a. Sebagai faktor penentu kemajuan Islam. Maksudnya ialah karena

da’i adalah sebagai komunikator penyampai pesan dakwah yang

kemungkinan besar keberhasilan dakwah adalah dipengaruhi oleh

penyampaian beliau. Selain itu tanggung jawab bagi da’i memang

besar, ia harus berbuat banyak dan berjuang keras demi terwujudnya

kemajuan umat dan senantiasa harus menjaga kredibilitas ilmu dan

akhlaknya agar pesan dakwah sukses diterima oleh mad’u.

b. Pakar Islam. Maksudnya, memang ulama adalah orang yang paham

ilmu agama karena secara khusus ia memelajari ilmu Islam di pusat

kajian Islam. Maka da’i/ulama dikatakan pakar Islam. Ia sebagai

tempat kembali umat untuk bertanya tentang masalah agama.

c. Penjaga Islam. Maksudnya da’i adalah yang menjaga eksistensi

Islam melalui beragam cara/metode dakwahnya untuk terus menjaga

dan mengembangkan Islam

d. Manifestasi dari para rasul dan pemimpin di muka bumi.

Ini sesuai dengan hadis Nabi Saw:

اءيبنأل اةثر وآءملالع”Ulama adalah pewaris para nabi.”

(H.R.Ibnun Najjar dari Anas R.a)

ياأيها الذين ءامنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولي الأمر .منكم

”Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul

(Nya), dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu.” (Q.S An-Nisa’: 59)

Tugas seorang da’i memang tak jauh beda dari tugas seorang

rasul/nabi. Perbedaannya hanya terletak da’i tak langsung mendapat

risalah dari Allah Swt. Namun da’i juga memiliki tugas menyeru

manusia kepada ajaran Allah Swt.

Dalam konteks bermasyarakat atau bernegara da’i adalah

pemimpin. Ia yang mengayomi umat dalam berkehidupan terutama

dalam urusan agama Islam.

e. Sebagai garda terdepan menyatukan persatuan umat Islam.

Maksudnya, da’i sebagai panutan umat dan motor penggerak untuk

memengaruhi umat merapatkan barisan guna menjaga persatuan Islam.

2. Syarat-Syarat Menjadi Da’i menurut Imam Khomeini

Syarat-syarat menjadi da’i menurut Imam Khomeini ialah :

a. Da’i hendaknya melaksanakan tugasnya dengan baik di majelis

ilmu.

Maksudnya, bagi seorang da’i melaksanakan tugas di majelis ilmu

tentu merupakan hal yang utama dalam mentransfer ilmu dan memberi

teladan akhlak yang baik bagi umat.

Namun, pertanyaannya benarkah tugas seorang da’i hanya berada di

majelis-majelis ilmu? Bagaimana dengan pendapat Imam bahwa ulama

harus menjadi pemimpin di kancah politik/negara? Adakah titik temu

dari dua pendapat Imam Khomeini ini?

Ini mengingatkan penulis pada perbedaan mendasar yang dianut antara

kaum Sunni dan Syiah. Bagi Sunni agama dan politik ada keterpisahan.

Paradigma yang terkenal di kalangan kaum Sunni ”Politik itu kotor.”

Karena itu ulama di kalangan Sunni yang masuk ke kancah politik

banyak menerima hujatan terlebih fakta membuktikan ulama yang

masuk kancah politik tak memiliki ”gigi”di kancah perpolitikan seperti

kasus di Indonesia yang mayoritas pengikut Sunni. Namun, bagi kaum

Syi’ah agama dan politik ada korelasinya. Bahkan menurut Imam

Khomeini agama dan politik harus berjalan beriringan. Menurutnya

Islam adalah ajaran yang lebih banyak mengajarkan bermuamalah

termasuk berpolitik dibanding beribadah. Bagi kaum Syiah dengan

menjadi pemain dalam politik umat Islam bisa bersuara menegakkan

Islam dalam bernegara. Perdebatan Sunni-Syi’ah tentang ini hingga kini

masih menjadi perdebatan.

Pertanyaannya kemudian, bagaimana korelasi antara ulama yang harus

berada di majelis ilmu dan sebagai pemimpin negara?. Jawabannya bisa

kita lihat pada pribadi kepemimpinan teladan kita Rasulullah Saw. Ia

sebagai pemimpin negara juga sebagai pemimpin agama di majelis ilmu

yang ketika itu masjid sebagai pusatnya. Jadi tinggal bagaimana kita

bisa memprioritaskan kedua jalur berbeda itu dengan baik. Rasul saw

seperti kita ketahui beliau memiliki strategi jitu dalam memimpin.

Sebuah pendelegasian tugas di setiap distrik beliau lakukan dengan

mengutus panglima di setiap wilayah kekuasaan Islam serta

komunikasi/musyawarah selalu diterapkan. Dengan itu Rasul melakukan

dakwah Islam dalam majelis ilmu pun dapat berjalan dengan baik. Ini

pun dicontohkan oleh Imam Khomeini yang juga sebagai Ayatullah

terkemuka Syiah di Iran, pengajar ilmu agama di berbagai majelis ilmu,

ia juga sebagai pemimpin negara. Jadi, mengorelasikan antara peran

ulama dalam majelis ilmu dan pemimpin negara tergantung bagaimana

kita bisa berusaha mengatur keduanya dan kita tahu apa yang harus

diprioritaskan.

b. Da’i haruslah sempurna dalam belajar ilmu fiqih dan ushuluddin.

Mengapa yang harus dipelajari hingga sempurna oleh seorang da’i

hanya ilmu fikih dan ushuluddin?

Menurut penulis, kedua ilmu ini adalah hal yang fundamental dari

ajaran Islam yang penting untuk disampaikan dalam berdakwah. Ilmu fiqih

adalah ilmu yang membahas tata cara menjalankan ajaran Islam dan

ushuluddin adalah ilmu yang membahas tentang dasar-dasar agama terutama

tentang aqidah/ keyakinan kepada Allah Swt. Mula-mula kita umat Islam

berkeyakinan dengan Allah Swt bahwa tiada Tuhan selain Dia, atas landasan

pengetahuan dalam ushuluddin. Kemudian setelah itu mengamalkan ajaran

Islam dalam beribadah, bermuamalah, dan berinteraksi dalam semua

kehidupan manusia melalui ilmu fiqih.

Kedua ilmu itu adalah dasar dari ibadah manusia yakni ibadah itu

terbagi menjadi dua: ibadah maghdhah/ibadah vertikal lurus kepada Allah swt

dengan penuh keyakinan kepada-Nya seperti shalat, berzikir, berdoa dan lain-

lain dan ibadah ghairu magdhah/ibadah horizontal kepada sesama makhluk

Allah terutama kepada sesama manusia seperti bersedekah, zakat, dan lain-

lain..

Seorang da’i yang berdakwah di jalan Allah dengan bekal ilmu agama

yang memadai maka ia bisa menjadi da’i yang lurus, bijak, dan Allah

menghendaki kebaikan atasnya. Rasulullah Saw bersabda:

الدين فى يفقهه خيرا به اهللا يريد من

”Barang siapa yang dikehendaki Allah dalam kebaikan, maka ia akan diberikan kepandaian ilmu agama (fikih).” (H.R. Bukhari)

c. Da’i harus memelajari ilmu khusus penunjang untuk berdakwah.

Maksudnya, menurut hemat penulis, bila kita berbicara dalam konteks

keprofesionalan seorang da’i dalam menyeru kepada ajaran Islam, terlebih di

era modern saat ini, ketika teknologi semakin canggih, kehidupan manusia

jadi serba instant, dinamis, dan plural, diperlukan kemampuan seorang da’i

yang memadai terhadap ilmu penunjang dakwah lainnya agar dakwah itu apa

yang disampaikan sesuai dengan zaman, dan bisa diterima oleh semua

kalangan.

Memelajari ilmu penunjang dakwah senada dengan nasehat Imam

Khomeini yang pernah berpesan untuk memelajari ilmu-ilmu teknik yang

dibutuhkan negara Islam dan banyak menelaah berbagai buku penunjang

(seperti buku agama, sosial, politik, sains, filsafat, sejarah, sastra, dan lain-

lain).1 Dari nasihat ini implisit bermakna bahwa Imam memiliki pemikiran

bahwa ilmu-ilmu penunjang dakwah penting untuk kesuksesan berdakwah.

Kita pun mengingat strategi Rasulullah dalam berdakwah beliau tak

hanya tekun menelaah alquran wahyu yang diturunkan kepadanya, tetapi

Rasul Saw juga mendekatkan strategi bagaimana berperang yang baik kepada

para sahabatnya seperti memanah, berkuda, berenang sebagai rangkaian

kegiatan dakwah untuk menyebarkan Islam guna mewaspadai bila tiba

serangan musuh.

3. Karakteristik Kepribadian Da’i menurut Imam Khomeini

Karakteristik kepribadian seorang da’i menurut Imam Khomeini adalah:

a. Da’i harus waspada dari sifat cinta dunia

Maksudnya, inilah yang perlu diwaspadai oleh seorang da’i untuk

keeksisannya di jalan dakwah. Kilau dunia yang serba memukau dan menggoda

tak akan memengaruhi dan melencengkan niat untuk terus menyeru kepada jalan

Allah bila seorang da’i tidak memiliki sifat cinta dunia. Kenikmatan dunia hanya

sekadarnya saja perlu direguk untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani

kita.

1 Islamic Cultural Center, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan, h. 49

Bagi seorang da’i yang menyeru kepada kehidupan akhirat yang jauh lebih

bermakna dan kekal daripada dunia, tak sepantasnya mengejar dunia secara

berlebihan. Sebab bila ini yang telah menjadi cita-cita seorang da’i, maka yang

terjadi adalah kerusakan tak hanya menimpa dirinya tetapi juga dunia khususnya

umat Islam. Allah Swt mengingatkan dalam firman-Nya:

جهنم له علناج ثم نريد لمن نشاء ما فيها له عجلنا العاجلة يريد آان من .مدحورا مذموما يصلاها

“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.” (Q.S.Al-Isra’: 18)

b. Da’i penting hidup dalam kesederhanaan dalam pengamalan sifat zuhud

dan taqwa.

Maksudnya, inilah jawaban untuk menangkal agar seorang da’i tidak memiliki

sifat cinta dunia. Sifat zuhud adalah kebalikan dari sifat cinta dunia yaitu sifat

yang tak silau akan dunia. Sedangkan sifat taqwa adalah sifat yang senatiasa

mengingat Allah di mana pun kita berada, sehingga dengan ini kita melaksanakan

semua perintahnya dan menjauhi semua larangannya.

Dengan hidup sederhana seorang da’i akan tahan banting dan tegar dalam

menghadapi jalan dakwah yang amat panjang dan penuh liku. Kekurangan harta,

makanan, dan kondisi susah lainnya tidak akan menjadi penghalang dari semangat

menegakkan kalimat Allah Swt. Sebaliknya, justru terkadang materi yang

berlebih itulah yang menjadi penyebab lemahnya semangat kita dalam tujuan dari

jalan dakwah.

c. Da’i mutlak memiliki niat ikhlas dalam segala perbuatannya

Maksudnya, niat ikhlas karena semata mengharapkan keridhaan Allah Swt

inilah seyogyanya yang menjadi tujuan utama dari seorang da’i dalam menapaki

perjalanan dakwah. Tidakkah kita ingat bahwa keberhasilan dakwah itu sejatinya

adalah atas pertolongan dan keputusan Allah? Jadi pantaskah bila kita seorang

da’i berjalan di jalan Allah (dakwah) tetapi niat kita bukan untuk Allah Swt?.

Dengan niat ikhlas pulalah, seorang da’i tak akan silau akan dunia.

Allah Swt berfirman:

الصلاة قيمواوي حنفاء الدين له مخلصين الله ليعبدوا إلا أمروا وما .القيمة دين وذلك الزآاة ويؤتوا

”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan (ikhlas) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Q.S. Al-Bayyinah: 5)

d. Dai haruslah selalu membina diri dengan akhlak yang mulia

Maksudnya, seorang da’i sejatinya tetaplah ia manusia biasa lengkap dengan

sifat kemanusiaannya yang tetap memiliki nafsu jahat dan baik serta ditambah

dengan godaan dari lingkungan sekitar. Untuk itu, pembinaan diri terus menerus

dengan ilmu pengetahuan guna membiasakan diri bersikap dengan akhlak yang

mulia perlu dilakukan sebab seorang da’i akan menjadi panutan bagi mad’unya.

Salah satu cara membina diri dengan akhlak mulia ,da’i bisa berkaca dari

kepribadian Rasul Saw, Allah Swt dalam firman-Nya:

الآخر واليوم الله يرجو آان لمن سنةح أسوة الله رسول في لكم آان لقد .آثيرا الله وذآر

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)

hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Q.S. Al-Ahzab: 21)

.عظيم خلق لعلى وإنك

”Dan sesungguhnya kamu(muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang

agung.”(Q.S. Al-Qalam: 4)

2. Mad’u menurut Imam Khomeini

Pendapat Imam Khomeini tentang mad’u adalah ia menggolongkannya

sesuai strata sosial ekonomi yakni mad’u terdiri dari golongan kaya, golongan

miskin, dan pemimpin negara (pejabat).

Pertanyaanya kemudian, mengapa Imam Khomeini menggolongkan

mad’u dakwah atas dasar strata sosialnya? Menurut analisa penulis,

penggolongan ini adalah sesuai dengan latar belakang historisitas Imam yang

pernah menjadi seorang pemimpin negara dan ayatullah. Sebagai presiden dan

ulama yang kegiatannya tak jauh dari kegiatan masyarakat maka fakta

sosiologis masyarakat seperti strata sosial ekonomi menjadi dasar paradigma

baginya.

Penggolongan mad’u dakwah ini juga sesuai dengan alquran yang

telah menggambarkan suatu masyarakat tertentu terdiri dari alma’la (kaum

elit sosial politik yakni pemuka masyarakat dan penguasa), al-mutrofin (elit

ekonomi yakni kaum konglomerat), dan terakhir al-mustadh’afin (masyarakat

golongan lemah).2

Firman Allah Swt:

به أرسلتم بما اإن مترفوها قال إلا نذير من قرية في أرسلنا وما

.بمعذبين نحن وما وأولادا أموالا أآثر نحن وقالوا .آافرون”Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi

peringatanpun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: "Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya". Dan mereka berkata: "Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak-anak (daripada kamu) dan kami sekali-kali tidak akan diazab.” (Q.S. Saba’: 34-35) Dalam Q.S. Hud: 27 Allah berfirman:

نراك وما مثلنا بشرا إلا نراك ما قومه من آفروا الذين الملأ فقال

فضل من علينا لكم نرى وما الرأي بادي أراذلنا هم الذين لاإ اتبعك

.آاذبين نظنكم بل

2 M. Idris Abd. Shomad, Diktat Ilmu Dakwah, h. 11

”Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: "Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta." (Q.S. Hud: 27).

D. Metode Dakwah yang Efektif menurut Imam Khomeini

Metode Dakwah menurut Imam Khomeini adalah:

8. Metode Dakwah melalui Majelis Ilmu

Metode ini adalah prioritas paling utama dalam berdakwah menurut

Imam. Terlebih gencarnya perang pemikiran oleh kaum kafir saat ini.

Menurut penulis, bila pikiran umat telah dijauhkan dari pusat kajian pemikiran

ilmu Islam maka yang terjadi umat Islam hanya jasmaninya Islam akan tetapi

pikiran mereka bukan atas dasar pemikiran ilmu-ilmu Islam.

Dakwah melalui pusat pengkajian ilmu Islam seperti ini adalah metode

dakwah jangka panjang yang memusatkan kajian Islam melalui pendidikan

yakni proses perkembangan individu muslim melalui meluruskan pikiran dan

tindakan manusia sesuai ajaran Islam.

Di saat masyarakat menjadikan kekayaan materi sebagai prioritas dan

agama hanya dipandang sebagai seremoni tidak dijadikan filter dalam

mengambil keputusan dan tindakan. Ini hanya bisa terjawab oleh

menyemarakkan pusat kajian ilmu Islam dengan memberikan pendidikan

Islam.

2. Metode Dakwah melalui Berdialog atau Musyawarah

Maksudnya, untuk menjembatani keadaan kompleksitas dan

heterogenitas keadaan masyarakat, da’i perlu menggunakan alat yang terbaik

(ahsan) yaitu melalui dialog kata kesepakatan akan ditemukan.

Berdialog/musyawarah adalah metode dakwah yang telah dianjurkan

dalam Islam. Firman Allah Swt:

المتوآلين يحب الله إن الله ىعل فتوآل عزمت فإذا الأمر في وشاورهم

”Dan bermusyawarahlah dengan mereka pada segala urusan. maka jika engkau telah membulatkan cita-cita, bertawakkallah kepada allah dan

bahwasanya allah menyertai orang-orang yang bertawakkal kepada-nya.” (Q.S. Ali Imron: 159)

Kemudian mengenai pendapat Imam bahwa dalam bermusyawarah kita

harus mengaitkan mereka para cendekiawan, kaum intelektual, dan para

pemimpin agama dan negara. Ini sesuai dengan sabda Rasul Saw yang ketika

itu Ali R.a bertanya kepada Rasul Saw:

. كنم ةنس هيف ضمت ملو نآرقال هيفالأ مرينزل بنا لم ينزل . يارسول اهللا

كمنيب ىروش هولعاجف نيملسمال نم نيمالعال ا لهوعمجا الق”Aku (Ali R.a) berkata: ”Ya Rasulullah, timbul beberapa urusan di

antara kami yang tidak turun di alquran juga sunnahmu. Apa yang harus aku lakukan?” Nabi menjawab: ”Kumpulkan orang-orang yang pandai dari antara orang-orang mukmin, maka berundinglah dengan mereka tentang hal itu.” (H.Rr. Ibnu Abdil Barr)

3. Metode Dakwah melalui Tabligh Atau Mimbar/Berpidato

Menurut penulis efek retorika/berpidato sangatlah efektif untuk

memengaruhi publik. Cara ini telah dilakukan oleh para pemimpin negara di

abad pertengahan dan ternyata efeknya luar biasa dalam memengaruhi publik.

Melalui kata-kata yang penuh seni di hadapan publik seorang da’i mampu

memengaruhi dan merubah sikap ribuan orang menuju ajaran Islam.

Cara berpidato yang telah diurai Imam Khomeini bahwa dengan:

menyederhanakan subjek yang sulit, berbicara kepada mad’u menurut tingkat

kecerdasannya, berhati-hati dalam menjustifikasi ucapannya, yakni

menggunakan ayat alquran, hadis, dan kutipan nasihat para ulama.

Ini sesuai dengan sabda Rasul Saw:

.عقولهم بقدر الناس خاطبوا

“Berbicaralah kamu kepada manusia menurut akal dan pikiran mereka.” (al-hadis)

4. Metode Dakwah dengan Memilih Bahasan Materi Dakwah Yang

Pas

Secara garis besar materi dakwah menurut Imam Khomeini yaitu: materi

yang berasal dari alquran, ilmu fiqih, dan ilmu akhlak.

Menurut penulis, ketiga materi ini adalah penting dibawakan di dalam

berdakwah kepada masyarakat. Pertama adalah alquran sumber materi pokok

untuk berdakwah. Banyak sekali pelajaran diurai di dalam alquran untuk kita

ambil sebagai pelajaran. Terutama ayat-ayat alquran yang bisa kita ambil

pelajaran berupa kisah-kisah nabi dan umatnya terdahulu dan kisah Nabi

Muhammad Saw dalam melancarkan dakwahnya. Alquran memuat makna

yang kompleks. Ia memiliki keistimewaan dapat memecahkan berbagai

problem manusia di setiap zaman.

Mengajarkan alquran berikut memahami maksud di dalamnya adalah

sangat penting, sebab inilah yang bisa meyakinkan umat Islam dan manusia

secara keseluruhan bahwa itulah sebenarnya maksud alquran itu diturunkan

melalui Nabi Muhammad Saw sebagai solusi dan pedoman hidup bagi

umatnya.

Kedua, materi ilmu fiqih. Ilmu fiqih di dalamnya mengajarkan

bagaimana tata cara kita mengamalkan ajaran Islam. Materi ini juga sangat

penting untuk diurai karena bila pemahaman ilmu fiqih itu tidak ada maka

berpedoman apa umat Islam mengamalkan ajaran Islam dengan benar dan

sempurna?. Ilmu fiqih ini sebagai ilmu yang diurai oleh para ulama ahli fiqih

yang di dalamnya diurai berasal dari alquran, hadis Nabi Saw, ijtihad para

ulama, dan sebagainya guna mengajarkan umat Islam beramal yang baik

dalam ibadah maupun muamalah. Terlebih untuk menjawab realitas saat ini

banyak sekali ajaran sesat yang bertebaran, mengamalkan ajaran Islam sudah

jauh dari pedoman ilmu fiqih maka ilmu fiqih inilah yang bisa mengetahui

sesat atau tidaknya amalan ajaran mereka.

Terakhir adalah ilmu akhlak. Setelah memahami alquran dan ilmu fiqih,

maka dalam pengamalan kehidupan manusia sehari-hari adalah penting

mengkaji ilmu akhlak. Akhlak adalah cermin kepribadian dan yang paling

pertama dilihat oleh manusia dalam bersosialisasi kepada masyarakat. Akhlak

pula lah yang menunjukkan sampai di mana pengamalan ajaran Islam telah

kita terapkan. Apalah artinya bila kita paham akan alquran dan ahli dalam

pengamalan fiqih namun, akhlak atau prilaku kita di tengah masyarakat tak

ubahnya seperti mereka yang tak pernah belajar agama Islam. Karena itu ilmu

akhlak itu penting untuk diurai dalam materi dakwah.

5. Metode Dakwah melalui Tulisan (Dakwah Bil Qalam)

Secara hemat penulis, tulisan juga termasuk salah satu bentuk media

yang efektif. Dengan tulisan ilmu-ilmu klasik Islam dari para pemikir Islam

yang telah wafat, dapat disampaikan kepada orang banyak yang ingin

mengetahui tentang Islam dengan cara yang mudah dan efektif tanpa terbatasi

oleh rentang waktu.

Sebagaimana yang dicontohkan Imam Khomeini bahwa dalam

berdakwah dengan tulisan juga perlu memerhatikan etika dalam membuat

tulisan, bahasa yang ringan, sederhana sistematis dan lain sebagainya serta

tema tulisan yang diangkat adalah yang membangkitkan rasa keagamaan.

Ini sejalan apa yang dijelaskan alquran:

لهم ليبين قومه بلسان إلا رسول من أرسلنا وما

”Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka.” (Q.S. Ibrahim: 4)

Mengenai metode dakwah Imam Khomeini yang pernah mengirim surat

kepada Michael Gorbachev yang menyeru kepada ideologi Islam. Menurut penulis,

Imam melakukan ini karena mencontoh apa yang pernah Nabi Saw lakukan untuk

berdakwah kepada kaum yang jauh dengan berkirim surat kepada para pemimpin

negeri itu dengan cara penguraian bahasanya agak mirip dengan pembukaan surat

Imam Khomeini. Surat Nabi Saw pada awal muqaddimah pun sering membuka

dengan kata-kata yang santun sebelum masuk pada intinya.

Metode dakwah melalui korespondensi juga metode nabi terdahulu dalam

menyebarkan risalah. Termasuk kita bisa mengingat kembali sejarah Nabi Sulaiman

yang mengirimkan surat berisikan ajakan kepada Islam melalui burung suruhannya

kepada penguasa Ratu Bilqis.

6. Metode Dakwah kepada Para musuh Islam

Ada beberapa poin penting metode dakwah melawan musuh Islam

menurut Imam Khomeini yaitu:

a. Melepaskan diri dari kaum munafik

Mengapa Imam Khomeini mengatakan harus melepaskan diri dari

kaum munafik? Menurut penulis, ini ada kaitannya dengan keluhan yang

dilontarkan oleh Imam khususnya perihal kelemahan ulama dan kaum

intelektual Islam di saat ini banyak yang munafik dan bercita-cita

menegakkan Islam hanya di mulut mereka saja tanpa implementasi.

Dari sini, memang justru kaum munafiklah sebenarnya musuh Islam

yang paling berbahaya. Ia bak musuh dalam selimut yang bisa suatu saat

tiba-tiba menusuk kita dari belakang. Karena itu untuk mengenali siapa

mereka yang munafik, kita bisa melihat dari apa yang dijelaskan Rasul

Saw dalam sabdanya:

”Karakteristik orang munafik itu ada tiga yaitu bila ia berbicara dusta, bila ia berjanji ingkar, dan bila ia diberi amanat ia khianat.” (al-

Hadist)

b. Merangkul kaum cendekiawan dan ilmuwan Islam untuk

bersama membela Islam.

Maksudnya, dalam menyusun kekuatan Islam kita bersatu dengan

kaum yang berilmu sehingga dengan pikiran cemerlang mereka itu sangat

berarti dalam merencanakan strategi Islam untuk melawan musuh Islam.

Merangkul kaum intelektual adalah cara mencari petunjuk

sebagaimana dalam sabda Rasul Saw yang diriwayatkan oleh Al-Mawardi

dalam kitab Adabud Dunya Wat Din:

استر شدوا العاقل ترشدوا والتعصوه تندموا

”Mintalah petunjuk kepada orang yang berakal, supaya kamu mendapat petunjuk. Dan janganlah kamu mendurhakainya. Jika kamu mendurhakainya kamu akan menyesal.”

c. Jangan berhati lembut, berlapang dada, tunduk, dan memberi

peluang turut campur dalam urusan umat kepada para musuh

Islam.

Maksudnya, sikap inilah yang sebenarnya yang telah diajarkan Islam

dalam melawan musuh Islam. Karena bila kita berhati lemah lembut,

berlapang dada kepada mereka, kita akan tak bisa membendung

pergerakan musuh Islam yang hendak menghancurkan Islam baik secara

nyata atau tidak.

Firman Allah:

...بينهم رحماء الكفار على أشداء معه والذين الله رسول محمد

”Nabi muhammad saw ialah rasul allah. dan orang-rang yang bersama dengannya bersikap keras dan tegas terhadap orang kafir yang (memusuhi islam), dan sebaliknya berkasih sayang serta belas kasihan sesama sendiri (umat islam).” (Q.S. Al-Fath: 29)

Kemudian mengapa Imam Khomeini berpendapat kita jangan memberi

peluang kepada musuh Islam untuk turut campur dengan urusan kita?

Menurut penulis ini lagi-lagi sesuai dengan historisitas apa yang telah

dialami oleh Imam Khomeini bahwa sejarah di Iran sebab meletusnya

Revolusi Islam Iran adalah karena menyusupnya kaum kafir ke negeri itu

dan berani turut campur dalam semua masalah (intervensi) sehingga nilai-

nilai Islam hampir akan diberangus oleh rezim penguasa Iran saat itu.

Ini pula kiranya kelemahan umat Islam di era menurut penulis. Betapa

kita mau diintervensi asing mengorbankan prinsip negara dan agama demi

mendapatkan bantuan dari mereka? Ini banyak terjadi di negeri muslim

saat ini, khususnya di negeri kita Indonesia yang mayoritas muslim.

Karena itu perlulah kita bersikap tegas terhadap musuh Islam.

d. Jadikan pusat kajian ilmu Islam sebagai pusat memecahkan

masalah.

Maksudnya, dengan melalui kajian atau pendidikan ilmu Islamlah

sebuah pemecahan problema Islam akan ditemui. Melalui pendidikan ilmu

Islam internalisasi pemikiran Islam akan terjadi dan ia menjadi sumber

referensi berpikir dan bertindak dalam segala sesuatu oleh setiap muslim

yang mengkaji ilmu Islam itu sehingga melahirkan kekuatan prinsip dalam

beragama. Bila prinsip agama telah kuat maka insya Allah dapat

dipastikan umat Islam tak akan gentar melawan para musuh Islam.

e. Da’i haruslah berani, jauhi sifat cinta dunia, dan selalu waspada

akan pergerakan musuh.

Maksudnya, pembawaan pribadi seorang da’i adalah tolak ukur

keberhasilan dalam melawan para musuh Islam. Karena itu sikap yang

perlu dikedepankan oleh da’i dalam menghadapi musuh ia harus berani

dan selalu waspada akan gerak-gerik musuh seperti yang dicontohkan

Rasul Saw ia bersikap keras dan tegas pada kaum kafir yang memerangi

Islam..

Selanjutnya jauhi sifat cinta dunia karena ini adalah sumber penggoda

yang paling kuat yang dapat memberi kemungkinan malah

menghancurkan Islam. Rasul Saw bersabda:

اذا م.ص اهللا رسول قال قال، عنه اهللا رضى هريرة ابى عن

السالم هيبة منها نزعت لدنياا امتى عظمت

”Dari Abu Hurairah R.a, Rasulullah Saw bersabda, ”Jika umatku

sudah mengagungkan dunia, maka tercabutlah dari mereka kehebatan Islam.” (H.R. Hakim dan Tirmidzi)

7. Metode Dakwah dengan Memanfaatkan Media Komunikasi Maksudnya,

Imam Khomeini hendak menyampaikan media komunikasi terutama media

massa adalah sangat efektif untuk membentuk pemikiran dan memengaruhi

khalayak banyak.

Media komunikasi seperti radio, televisi, kaset, dan sebagainya adalah

juga termasuk media dakwah untuk menyampaikan materi dakwah di dalam

teori ilmu dakwah.

Pertanyaannya kemudian, apakah yang membuat Imam Khomeini

sampai berpikir tentang metode dakwah melalui komunikasi massa? Imam

Khomeini adalah seorang pemimpin yang pernah hidup di abad modern yakni

abad 20-an. Jadi pantaslah ia mengetahui dan menyaksikan betapa media

komunikasi massa di samping efek positifnya ia juga dipergunakan untuk

jalan yang sesat oleh para musuh Islam.

Kini, media komunikasi massa tanpa terbatasi oleh ruang, jarak, dan

waktu sebuah pesan dapat tersebar dalam sekejap dan serentak. Sayangnya

seiring dengan kecanggihan teknologi komunikasi informasi kini ternyata

umat Islam dan seluruh manusia dihadapkan pada rencana dan propaganda

sesat yang tanpa sadar kita semua terpengaruh karenanya.

Oleh karena itu, memang benar apa yang dikatakan Imam, hendaknya

kita memelihara media komunikasi massa ini diarahkan ke arah yang

bermanfaat untuk kemajuan Islam dan negara.

Namun, menurut penulis dalam kondisi saat ini media massa banyak

dikuasai oleh kaum kafir, karena itu umat Islam bisa menguasai media ini

dengan menggerakkan perekonomian kita mengingat media komunikasi

massa perlu materi yang tak sedikit. Atau minimal jadi pemain di balik media

massa dalam mengisi dan memberi pilihan tontonan, hiburan, dan pendidikan

yang bermutu dan islami melalui media massa bagi masyarakat. Wallahu

a’lam bis showab.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah dibahas dapatlah disimpulkan bahwa:

1. Pemikiran dakwah Imam Khomeini, ternyata sangatlah sejalan dengan teori

yang tertera dalam ilmu dakwah, dalil alquran, dan as-sunnah.

Dalam ilmu dakwah kita bisa menilik penjelasan mengenai unsur-unsur

dakwah. Imam Khomeini telah menjelaskan hampir semua komponen unsur-

unsur dakwah, terutama mengenai da’i yang paling banyak ia kemukakan.

Selain itu tentang mad’u atau objek dakwah, materi dakwah, dan beragam

metode dakwah, dan lain sebagainya.

Pemikiran dakwah Imam Khomeini juga sesuai dengan ayat-ayat alquran dan

sunnah rasul. Dari data yang didapati, setelah dikaitkan dengan apa yang

tertera dalam alquran dan sabda serta perbuatan dakwah Nabi Muhammad

Saw, adalah sejalan apa yang dilakukan oleh Imam Khomeini. Dengan

demikian bisa dikatakan pemikiran dakwah Imam Khomeini adalah bersandar

dari alquran dan hadis Nabi Saw.

Selain itu, pemikiran dakwah Imam hingga merambah pada ilmu komunikasi

kontemporer. Meski tidak secara teoritis Imam menjelaskannya namun dari

93

peringatan Imam bahwa sangat efektifnya media komunikasi dalam

memengaruhi opini publik, secara praktis ini menandakan pemikiran beliau

sangat sesuai dengan era komunikasi yang semakin modern ini.

2. Metode dakwah yang efektif menurut Imam Khomeini ternyata sangat

kompleksitas dan ia bisa diterapkan untuk kegiatan dakwah saat ini. Di

antaranya metode pendidikan di majelis ilmu yang sesuai dengan kondisi

masyarakat saat ini yang dijauhkan atau apatis terhadap pendidikan Islam.

Metode berdialog/musyawarah sesuai dengan kondisi saat ini yang banyak

permasalahan timbul hanya karena adanya kurang

komunikasi/bermusyawarah. Metode tabligh/pidato adalah sesuai dengan teori

retorika yang bisa memengaruhi khalayak dengan seni bicara yang bagus.

Metode memilih materi dakwah yang pas adalah sesuai dengan kondisi

masyarakat khususnya Indonesia yang beragam. Pemilihan materi yang pas

untuk kondisi masyarakat memang perlu diperhatikan. Metode dakwah

melalui tulisan adalah penting terutama saat ini perkembangan media massa

cetak sangat dinamis dan menarik. Metode dakwah kepada para musuh Islam

dijelaskan Imam sangat detail. Ini bisa dijadikan sandaran dalam berstrategi di

saat fitnah terhadap Islam di era kini semakin kuat. Dan terakhir metode

menggunakan media komunikasi inilah metode dakwah yang saat ini sedang

berkembang bahwa media komunikasi sebagai alat memegaruhi opini public

secara efektif.

B. Saran-Saran

1. Disebabkan penelitian ini terkait dengan dokumen data dari Kedutaan Besar

Republik Islam Iran sebagai penyedia informasi tentang negerinya dan tokoh

besar negara Iran, alangkah baiknya pihak Kedutaan Besar Iran khususnya

untuk Indonesia lebih banyak lagi menerjemahkan buku-buku karya Imam

Khomeini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia agar dalam meneliti

kiprah dan pemikiran tokoh Imam Khomeini yang mewarnai kondisi

perpolitikan di dunia internasional dengan warna Islam bisa menemukan

intisari hingga ke akarnya mengenai sosok ulama berpengaruh yang pernah

hidup di abad dua puluh ini.

2. Bagi para intelektual muslim dan para cendekiawan muslim Indonesia

hendaknya mengkaji lebih lanjut pemikiran dakwah Imam Khomeini yang

penuh makna dan semangat perjuangan dakwah ini, sehingga bisa

memanfaatkan, memodifikasi atau melengkapi kembali pemikiran Imam

tersebut untuk dikaitkan pada sistem dakwah islamiyah yang selama ini telah

berjalan, baik dalam tataran teoritis atau praktis. Guna penyebaran pesan

dakwah bisa menuju arah yang lebih transformatif.

3. Kepada para da’i dan para aktivis dakwah bisa menerapkan dan mencontoh

kiprah dan semangat juang yang besar terhadap Islam dari sosok Imam

Khomeini

4. Kepada umat Islam khususnya umat Islam di Indonesia, pemikiran dakwah

Imam Khomeini ini dapat dijadikan sebagai alternatif referensi bila kita

hendak keluar dari krisis dan menjadi umat yang terbaik (khairu ummah)..

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik et all, 2003, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran dan Peradaban, Jakarta: PT Ikhtiar baru Van Hoove

Alison, Sandy peny. , 2000, Pesan Sang Imam, Bandung: Al-Jawad Publisher A. Machfoeld, Ki Moesa, 2002, Filsafat Dakwah: Ilmu Dakwah dan

Penerapannya, Jakarta: Bulan Bintang

Arifin, M., 1993, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, Jakarta: Bumi Aksara Aziz, Moh Ali, 2004, Ilmu Dakwah, Jakarta: Prenada Media Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, 1999, Ensiklopedi Islam 3, Jakarta: Pt. Ichtiar

Baru Van Hoeve Fibri, Rommy , Mendiang Khomeini Tinggal di Rumah Sederhana, artikel diakses

pada 7 Maret 2008 di http://www.liputan6.com/luarnegeri/?id=148058. H, Lukman , Matahari Iran yang Menerangi Dunia: Imam Khomeini, Majalah

Hidayah, (Maret 2005) Http://en.wikipedia.org/wiki/Imam Khomeini Islamic Cultural Center, t.t, Imam Khomeini: Pandangan, Hidup, dan Perjuangan,

Jakarta: Al-Huda Imam Khomeini Qs: Pemimpin Revolusi, artikel diakses 7 Maret 2008 dari

http://www.telagahikmah.org/main/jejak/007.htm J. Moleong, Lexy, 2004, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya

K. Denzin, Norman dan Yvonna, 1994, Handbook of Qualitative Research, London: Sage Publication

Kedutaan Besar Iran, t.t, Republik Islam Iran: Selayang Pandang Kedutaan Besar

Republik Islam Iran, Ttp.: Tpn Kedutaan Republik Islam Iran Kuala Lumpur, 1990, Warisan Imam Khomeini,

Malaysia: Polygraphic Press Khalil al-Qattan, Manna’, 2004, Studi Ilmu-Ilmu Quran, Bogor: Pustaka Litera

AntarNusa Loren, Bagus, 1996, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Madjid, Nurcholis, 1997, Kaki Langit Peradaban Islam, Jakarta: Paramadina ..............ed., 1985, Khazanah Intelektual Islam, Jakarta: Bulan Bintang Maulana, Achmad dkk, 2004, Kamus Ilmiah Populer, Yogyakarta:Absolut Mayong, Jacobus Kamarlo, Menyedihkan, “Posko” Pembentukan Negara Republik

Indonesia Terbengkalai, artikel diakses pada 7 Maret 2008 dari http://www.fpdiperjuangan.or.id

Rahnema, Ali, ed., 1996, Para Perintis Zaman Baru Islam, Penerjemah: Ilyas Hasan,

Bandung: Mizan Shihab, M. Quraish, 1999, Membumikan Alquran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan Syamsuddin, Fathiy, Menguatkan Peran dan Fungsi Peran Ulama, Majalah Al-

Wa’ie, no. 80 (April 2007) Shomad, M. Idris Abd,, t.t, Diktat Ilmu Dakwah, Jakarta: Tpn Sulthon, M., 2003, Menjawab Tantangan Zaman: Desain Ilmu Dakwah; Kajian

Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Suparta, Munzier dan Efni, Harjani, ed., 2006, Metode Dakwah, Jakarta: Kencana Syukir, Asmuni., 1983, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: PT. Al-

Ikhlas

96

Tim penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2003, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka

Warson, Ahmad, 1984, Al-Munawwir, Yogyakarta: Ponpes Al-Munawwir Yamani, 2002, Antara Al-Farabi dan Khomeini: Filsafat Politik Islam, Bandung:

Mizan .............., 2002, Wasiat Sufi Ayatullah Khomeini: Aspek Sufistik Ayatullah Khomeini

yang Tak Banyak Diketahui, Bandung: Mizan Yatim, Debra, ed., 1993, Kembara Tiada Berakhir: Herawati Diah Berkisah, Jakarta:

Yayasan Keluarga