BAB III BIOGRAFI DAN PEMIKIRIAN IMAM KHOMEINI …
Transcript of BAB III BIOGRAFI DAN PEMIKIRIAN IMAM KHOMEINI …
50
BAB III
BIOGRAFI DAN PEMIKIRIAN IMAM KHOMEINI
A.Biografi Singkat Imam Khomeini
1.Latar Belakang Keluarga Imam Khomeini
Ayatullah Ruhullah Khomeini adalah seorang ulama yang berhasil
mengubah Iran dari Negara sekuler menjadi Republik Islam. Dia lahir di
lingkungan keluarga ulama pada 24 September 1902 di Khumain, sebuah desa
kecil di Iran Tengah. Imam Khomeini lahir bertepatan dengan hari ulang
tahun kelahiran Fathimah al-Zahra, putri Nabi Besar saw. Ia merupakan
bungsu dari 6 bersaudara.1 Keluarga Khomeini adalah keluarga Sayyid
Musawi, keturunan Nabi melalui jalur Imam Musa al Kazhim. Pada awal abad
ke-18, keluarga ini bermigrasi ke India, dan bermukim di kota kecil Kintur di
dekat Lucknow di kerajaan Qudh.2
Sayyid Ahmad, kakek Imam Khomeini, adalah teman sezaman Mir
Hamid Husayn (meninggal pada tahun 1880) seorang sayyid yang paling
terkenal yang menulis sebuah karya berjudul ‘Abaqat al-Anwar fi Imamat al-
A’immah al-Atsar. Buku ini mempertahankan konsep Imamah Syi’ah untuk
melawan kritik-kritik pihak Sunni. Pada pertengahan abad ke-19, Sayyid
1DidinSaefuddin, BiografiIntelektual 17 TokohPemikiran Modern dan Postmodern
Islam, Grasindo, Jakarta. 2003. Hal, 113
2Hamid Algar dan Robin W. Carlsen, Mata Air Kecemerlangan, Trj. Zainal Anidin, Bandung:
Mizan, 1991. Hal. 9
Ahmad pergi berziarah ke Najaf dan bertemu Yusuf Khan Kamara’i, seorang
pemuka masyarakat di kota kecil Khumain, barat daya Iran, sekitar 135 mil
dari Isfahan. Yusuf Khan meminta agar Sayyid Ahmad menyertainya ke
Khumain untuk diberi tanggung jawab memenuhi kebutuhan keagamaan
masyarakatnya. Sayyid Ahmad memenuhi permintaan itu, dan kemudian
menikahi anak Yusuf Khan.3
Anak Yusuf Khan melahirkan dua orang anak, yaitu Sahiba, seorang
putri, dan Sayyid Mushtafa, laki-laki, lahir pada tahun 1855. Sayyid Mushtafa
inilah ayah Imam Khomeini, yang merupakan anak tertua. Ia memulai
pendidikannya disekolah tradisional untuk anak-anak dikenal sebagai Maktub
Khaneeh.4 Dan setelah itu ia belajar pada Aqa Mirza Ahmad Khwansari.
Sayyid Mushtafa lalu mengikuti dengan belajar di tingkat yang lebih tinggi di
Isfahan, yang kemudian menjadi pusat pengajaran agama yang utama di Iran.5
Ia menikah dengan putri Mirza Ahmad, Hajar Agha Khanom, dan
kemudian bersama istri dan bayi perempuannya berangkat ke najaf tahun
1887. Di sana ia belajar hingga menjadi mujtahid. Ia ulama istimewa,
3Hamid Algar dan Robin W. Carlsen. Mata Air Kecemerlangan Sebuah Pengantar untuk
Memahami Pemikiran Imam Khomeini, Trj. Zainal Anidin, Mizan, Bandung, 199, hal. 61-62
4Sa’id Najafiyan. Imam Khomeini Hidup dan Karyanya , hal. 2
5 Hamid Algar dan Robin W. Carlsen. Mata Air Kecemerlangan Sebuah Pengantar untuk
Memahami Pemikiran Imam Khomeini, hal. 62
sebagaimana terlihat gelar ‘Fakhr al-Mujtahidun’ (kebanggaan para
mujtahid), gelarnya yang terkenal.6
Tak diketahui persis kapan ia kembali ke Khumain, tapi jelas ia berada
di sana tahun 1894. Sebagai ulama, ia segera menjadi tokoh populer dan
berpengaruh yang dikenal di Khumain. Dikatakan bahwa ia bekerja keras
demi kepentingan para petani, tidak hanya di Khumain, tapi juga daerah-
daerah sekitarnya. Ia memprotes kesewenang-wenangan para tuan tanah, salah
satu musuh yang paling besar adalah Ghulam Syah Khan dan Bahram Khan.
Aktivitas Sayyid Ahmad itu akhirnya membawanya kepada kematian di
tangan para pemilik tanah. Suatu hari ketika ia pergi dari Khumain ke Ara,
dua orang memaksa untuk menyertainya, berpura-pura ingin melindunginya.
Ketika mereka sudah berjalan cukup jauh, kedua orang itu dengan sengaja
berjalan lambat-lambat, dan Sayyid Mushtafa berada di depan mereka. Lalu
datang satu orang lagi yang bergabung dengan mereka dan memberikan
sebuah senapan. Tanpa menunggu lagi, mereka menyerang Sayyid Mushtafa,
dan melarikan diri. Tak lama kemudian mereka tertangkap di daerah Yujan,
dan laki-laki yang menembak Sayyid Mushtafa dipindahkan ke Teheran, dan
dihukum mati di lapangan Tuphkana.7
6Sa’id Najafiyan. Imam Khomeini Hidup dan Karyanya , hal. 2
7Hamid Algar dan Robin W. Carlsen. Mata Air Kecemerlangan Sebuah Pengantar untuk
Memahami Pemikiran Imam Khomeini, hal. 63-64
Sayyid Mushtafa meninggalkan tiga putra, Sayyid Murthada, Sayyid
Nur al-Din, dan Ruhullah Imam Khomeini. Imam Khomeini mendapat
pemeliharaan paling awal yaitu dari ibunya seorang guru madrasah di Najaf
dan Karbala dan bibinya dari pihak ayah, Sahiba.8 Dia wanita pemberani,
blak-blakan, tak kenal takut.9 Pada tahun 1918, bibinya meninggal dunia, lalu
disusul ibunya, sehingga Imam Khomeini benar-benar yatim piatu pada usia
enam belas tahun. Tanggung jawab untuk membesarkannya kini ada pada
kakak tertuanya, Sayyid Murthada.
2.Masa Anak-anak dan Pendidikan Awal Imam Khomeini
Imam Khomeini baru berusia empat bulan ketika ayahnya syahid. Semasa
kecil, Imam Khomeini mulai belajar bahasa Arab, syair Persia, dan kaligrafi di
sekolah negeri dan di maktab.10 Imam Khomeini memulai pendidikan dininya di
Khumain di Maktab Khaneeh milik Akhund Mulla Abu al-Qasim, seorang tua yang
sekolahnya dekat rumahnya. Selesai belajar al-Qur’an di situ pada usia tujuh tahun, ia
lalu belajar bahasa Arab pada Syaikh Ja’far, sepupunya dari pihak ayah, dan
kemudian pada Mirza Mahmud. Dari situ ia belajar Jaami’ Muqaddimaat, buku
pelajaran biasa tata bahasa Arab dan logika pada Hajj Mirza Muhammad Mahdi. Lalu
ia belajar mantiq (logika) pada ipar lelakinya Hajj Mirza Ridha Najafi. Sesudah itu ia
belajar tata Bahasa Arab dan sintaksis pada kakaknya Sayyid Murthada, di tahun
8Hamid Algar dan Robin W. Carlsen. Mata Air Kecemerlangan Sebuah Pengantar untuk
Memahami Pemikiran Imam Khomeini, hal. 65
9Sa’id Najafiyan. Imam Khomeini Hidup dan Karyanya , hal. 4
10Akhmad Satori. Sistem Pemerintahan Iran Modern , Rausyanfikr Institue, Yogyakarta. 2012.
Hal, 77
kemudian lebih dikenal dengan nama Ayatullah Pasandideh, yang bersama Aqa
Hamzah Mahallati, mengajarinya kaligrafi.11
Keteguhan hati yang merupakan watak yang amat jelas pada kehidupan
Imam Khomeini telah tampak pada masa kecilnya. Mungkin saja watak seperti ini
diperkuat oleh kesusahan hidup tanpa ayah dan masa-masa tak mantap yang
mengikuti kematian ibu dan bibinya.12
Ayatullah Pasandideh mengenang bahwa bibinya mengurus
keuangan dan masalah keluarga dan mengabdi dalam membesarkan anak-anak
saudaranya. Keberaniannya sudah terkenal di lingkungan keluarga dan ia tak
pernah takut berbicara benar. Barangkali pengaruh pribadinyalah yang
merupakan pembentukan pertama yang berarti bagi Imam Khomeini yang
menghabiskan enam belas tahun di bawah asuhan bibinya itu.13
3.Para Guru Imam Khomeini
Pada usia sembilan belas tahun, tahun 1920, Imam Khomeini pindah ke Arak
untuk meneruskan pelajarannya, di sana ia belajar mantik pada Syaikh Muhammad
Gulpaigani dan pelajaran Syarh-e Lum’ah pada Aqa ‘Abbas Araki. Pad waktu itu
Ayatullah Syaikh ‘Abdul Karim Ha’iri, yang kemudian mendirikan sekolah agama di
Qum, merupakan ulama Arak terkemuka. Imam Khomeini juga meninggalkan Arak
11Sa’id Najafiyan. Imam Khomeini Hidup dan Karyanya, hal. 4
12Hamid Algar dan Robin W. Carlsen. Mata Air Kecemerlangan Sebuah Pengantar untuk
Memahami Pemikiran Imam Khomeini, hal. 66
13Sa’id Najafiyan. Imam Khomeini Hidup dan Karyanya , hal. 5
menuju Qum. Dari tahun 1922 sampai 1936 Imam Khomeini belajar pada beberapa
guru di Qum, hampir semua ulama terkemuka.14
1.Ayatullah Aqa Mirza Muhammad ‘Ali Adib Tehrani, yang mengajar bahasa
Arab, Fiqh, dan Ushul pada lembaga pendidikan agama (hauzah) Qum.
Imam Khomeini belajar Muthawwal padanya.
2.Ayatullah Aqa Mirza Sayyid ‘Ali Yatsrib Kasyani Yazdi, Imam Khomeini
belajar Fiqh dan Ushul tingkat awal (suthuuh) padanya.
3.Ayatullah Hajj Sayyid Muhammad Taqi Khwansari, Imam Khomeini ikut
belajar Fiqh padanya.
4.Ayatullah Hajj Syaikh ‘Abdul-Karim Ha’iri.15
Kedatangan Ha’iri kembali ke Qum diikuti oleh bangkitmya lembaga
pengajaran keagamaan. Qum adalah salah satu ibukota spiritual Iran dan
benteng pertama revolusi Iran. Ha’iri tidak pernah berbicara masalah-
masalah politik, tapi keberhasilan-keberhasilannya dalam mengelola
lembaga itu, yang dikukuhkan dan diperkuat oleh Ayatullah Boroujerdi
pada tahun 1945 sampai 1962, memberikan dasar bagi peran yang
dipegang Qum di bawah kepemimpinan Imam Khomeini. Imam Khomeini
sendiri belajar inti kurikulum Fiqh dan Ushul. Penguasaan ilmu-ilmu ini
adalah mutlak untuk karir seorang ‘alim.16
14Sa’id Najafiyan. Imam Khomeini Hidup dan Karyanya , hal. 5
15Sa’id Najafiyan. Imam Khomeini Hidup dan Karyanya , hal. 7 16Hamid Algar dan Robin W. Carlsen. Mata Air Kecemerlangan Sebuah Pengantar untuk
Memahami Pemikiran Imam Khomeini, hal. 69
5.Ayatullah Aqa Mirza Muhammad ‘Ali Syahabadi, Imam Khomeini belajar
padanya karya-karya tasawuf seperti: Syarh al-Fusuush yang merupakan
penjelasan Qaishari atas karya besar Ibnu ‘Arabi berjudul Fushuush al-
Hikam, Mafaatiih al-Ghaib-nya Muhammad bin Hamzah dan karya
Khwajah ‘Abdullah Anshari berjudul Manaazil al-Saa’iriin.
Imam Khomeini sering menyebut Ayatullah Syahabadi dengan rasa
hormat, serta telah belajar mengenai masalah ‘irfan. Ia bertemu Syahabadi
tak lama setelah ia datang di Qum, dan ketika mendengar jawabannya
terhadap sebuah pertanyaan ‘irfan, Khomeini menyadari bahwa ia adalah
guru yang sejati dalam ‘irfan. Kebanyakan hanya Imam Khomeini
sendirian dalam mata pelajaran ini, dan kadang satu atau dua orang murid
bergabung dengannya. Pelajaran ini berlangsung selama lima atau enam
tahun. Ayatullah Syahabadi, dengan pandangan tasawufnya yang luas,
memiliki pandangan orisinil menyangkut banyak masalah ‘irfan. Ia aktif
menentang pemerintahan zalim Reza Khan.17
6.Ayatullah Hajj Aqa Husain Boroujerdi, ketika Ayatullah Boroujerdi datang
di Qum, Imam Khomeini sudah menjadi salah satu Mujtahid terkemuka di
Qum. Dan pada tahun itu Ayatullah Boroujerdi memberi kuliah Ushul dan
Fiqh.
7.Ayatullah Hajj Mirza Jawad Maliki Tabrizi, karyanya adalah Asraaral-
Shalaat, al-Muraaqabaat, Liqaa’Allah, dan Haasyiyah ‘alaGhaayatal-
17Sa’id Najafiyan. Imam Khomeini Hidup dan Karyanya , hal. 8
Qushwaa. Imam Khomeini mengikuti kuliah akhlak yang beliau adakan
untuk sekelompok murid pilihan di rumahnya. Ia juga memberi pelajaran
akhlak di Madrasah. Faidhiaah yang dimaksudkan untuk peserta yang
lebih umum.
8.Ayatullah Aqa Mirza ‘Ali Akbar Hakami Yazdi, ia mengajar filsafat selama
beberapa waktu di Teheran, di Madrasah Syaikh ‘Abdul-Husain, lalu dia
pindah ke Qum.
9.Ayatullah Hajj Sayyid Abu al-Hasan Rafi’i Qazwini, Imam Khomeini
belajar Syarh-e Manzhuumah dan bagian Asfaar padanya.
10.Ayatullah Hajj Syaikh Muhammad Ridha Najafi Ishfahani, Imam
Khomeini dengan murid lainnya mengikuti kuliahnya tentang kritik teori
Darwin. Sering Imam Khomeini mengenangnya dalam kuliah-kuliah Fiqh
dan ushulnya.18
Sebagaimana dapat dilihat dari daftar guru di atas, minat dan pendidikan
Imam Khomeini dalam ilmu-ilmu Islam sangatlah luas. Beliau menerima pendidikan
istimewa tidak hanya dalam Fiqh, Ushul, hadis Qur’an tapi juga dalam ilmu akhlak,
filsafat dan ‘irfan.19 Imam Khomeini telah ditakdirkan untuk menjadi lebih dari
seorang ‘alim di antara sejumlah amat besar ‘alim lainnya.20
4.Karir Mengajar Imam Khomeini
18Sa’id Najafiyan. Imam Khomeini Hidup dan Karyanya , hal. 8 19Sa’id Najafiyan. Imam Khomeini Hidup dan Karyanya , hal. 8 20Hamid Algar dan Robin W. Carlsen. Mata Air Kecemerlangan Sebuah Pengantar
untuk Memahami Pemikiran Imam Khomein i, hal. 69
Dalam lembaga keagamaan tradisional, belajar dan mengajar berjalan
bersama bagi kebanyakan murid. Murid yang sudah sampai tingkat suthuuh
atau dars-e khaari dapat mengajar murid-murid di bawahnhya. Tidak jelas
kapan Imam Khomeini mulai mengajar Fiqh dan Ushul pada tingkat suthuuh.
Imam Khomeini mulai mengajar filsafat tahun 1928, bersamaan dengan
belajar ‘irfan pada Ayatullah Syahabadi. Pelajaran ini mulanya diadakan di
salah satu ruang bersebelahan dengan ruang besar makam Hadhrat
Ma’shumah dan kemudian pindah ke rumahnya. Pelajaran filsafat berlangsung
sampai tahun 1946 lantaran tenaga Imam Khomeini banyak dikerahkan untuk
mengajar Ushul dan Fiqh pada tingkat dars-e khaarij, yang telah beliau mulai
tahun 1945 yang menuntut paling sedikit lima atau enam jam setiap hari untuk
persiapan dan mempelajarinya.21
Imam Khomeini, menurut kesaksian para murid, teman dan
kenalannya dan mereka yang mengenalnya secara pribadi, merupakan
perwujudan spiritual dan akhlak Islam. Para pembaca al-Tahwid mengenal
pelajaran akhlaknya dalam bentuk penjelasan “Empat Puluh Hadis”, yang
telah dimuat berseri di jurnal itu. Pelajaran akhlak ini disampaikan oleh
seorang guru yang juga merupakan model moral yang luhur dan spiritualitas
21Sa’id Najafiyan. Imam Khomeini Hidup dan Karyanya , hal. 15
yang mendalam, dan sangat efektif dan menggugah sehingga seiring
perjalanan waktu, pelajaran-pelajaran itu menarik banyak pendengar.22
Kuliah-kuliah Imam Khomeini dalam bidang Fiqh diadakan pagi
setiap hari di masjid. Kuliah diadakan siang hari di Madrasah Faidhiyah dan
kemudian pindah ke masjid Salmasi. Menurut banyak murid Imam Khomeini,
pelajarannya yang tingkat dars-e khariij dianggap hanya setingkat di bawah
Ayatullah Boroujerdi dan kedua dalam kaitannya dengan jumlah ulama dan
murid yang hadir.23
Imam Khomeini seorang pemikir orisinil dan mandiri sebagai filosof,
sufi, Faqih, dan teoritikus politik. Sepanjang karir mengajarnya ia berusaha
melatih murid-muridnya untuk berpikir mandiri dan berkembang sebagai
peneliti sejati. Saat mengajar di tingkat dars-e khariij dalam ilmu Fiqh dan
Ushul, beliau kecewa bila tak ada pertanyaan atau keberatan yang diajukan.
Beliau mendorong murid-muridnya untuk memandang setiap pendapat secara
kritis, tak peduli seberapa tinggi otoritas yang mengajukan pendapat itu.
Dalam kuliahnya, sementara beliau menyebut para ahli Fiqh dengan rasa
hormat dan respek, beliau menguji pandangan mereka satu demi satu dengan
kritik tajam dan kemudian menyatakan pendapatnya yang didukung oleh
argumen-argumen yang kuat dan matang. Penghormatan kepada guru-guru
22Sa’id Najafiyan. Imam Khomeini Hidup dan Karyanya , hal. 16 23Sa’id Najafiyan. Imam Khomeini Hidup dan Karyanya , hal. 17
besar sebelumnya tidak mesti menjadi halangan untuk kritik tanpa segan-
segan; sikap sopan yang hati-hati terhadap para penulisnya dan sikap kritis
yang tajam terhadap pandangan mereka berjalan beriringan. Tak ada cerita
bagi peniruan mentah-mentah atas suatu otoritas.24
5.Karir Politik Imam Khomeini
Pada akhir tahun 1940, Imam Khomeini mulai meninggalkan
uzlahnya, Khomeini percaya bahwa politik seperti juga filsafat, tasawuf, dan
Fiqh merupakan bagian dari Islam. Untuk memajukan pandangannya, dia
mengamati dari dekat dua tokoh zaman itu, Ayatullah Kasyani, yang penting
peranannya dalam bidang politik, dan Ayatullah Boroujerdi, seorang marja’
taqlid paling penting sejak 1947 dalam banyak hal, seperti antikolonialisme,
universalisme Islam, aktivisme politik, serta populisme, pandangan Khomeini
sama dengan Ayatullah Kasyani. Namun, mereka juga berbeda dalam banyak
hal. Ayatullah Kasyani adalah politisi yang berbudi bahasa, yang cenderung
luwes, sedangkan Imam Khomeini lebih keras dan kurang akomodatif.25
Pada pemerintahan Reza Syah para ulama lebih memilih mengambil
sikap taqiyyah (pendekatan pasif dibenarkan oleh Syi’ah). Hal ini dilakukan
demi melindungi Islam ketika seorang muslim menghadapi bahaya yang tidak
mungkin diatasi. Dalam hal ini bahaya itu bersumber dari Reza Syah, yang
24Sa’id Najafiyan. Imam Khomeini Hidup dan Karyanya , hal. 17 25Hamid Algar dan Robin W. Carlsen. Mata Air Kecemerlangan Sebuah Pengantar
untuk Memahami Pemikiran Imam Khomein i, hal. 69
saat itu menjalankan kekuasaan otoriter. Pada awalnya Reza Syah meraih
kekuasaannya dengan dukungan sebagian ulama yang menginginkan
perbaikan kondisi kerajaan Iran dan mengharapkan tampilnya pemerintahan
yang kuat dalam rangka menekan pengaruh kekuatan asing. Namun setelah
posisi Reza Syah kuat dia justru meninggalkan para ulama dengan cara
menghapus pengaruh ulama. Kebijakan lain yang dilakukan Reza Syah adalah
dengan menggeser kedudukan hukum syari’ah. Pada tahun 1932 parlemen
mengundang sebuah undang-undang baruyang memindahkan registrasi
dokumen-dokumen resmi kepada pengadilan sekuler dan ingin menghapuskan
fungsi pengadilan agama. Serta Reza Syah membuat kebijakan seperti
sekulerisasi administrasi hukum dan pendidikan merupakan langkah awal dari
keinginannya untuk menjadiakn Iran sebagai sebuah negara sekuler.26
Kondisi ini membawa kekecewaan yang semakin dalam dan meluas di
kalangan rakyat Iran mulai tumbuh pada tahun 70-an. Hal ini disebabkan oleh
intervensi dari pihak asing dan juga ketergantungan terhadap Barat yang
sangat besar. Hal ini melahirkan keinginan yang sama dari beberapa
kalangang yaitu kaum nasionalis dan intelektual kelas menengah juga para
26Ermalinda. Prinsip Demokrasi dalam Sistem Wilayah al-Faqih, Tesis IAIN Raden
Fatah Palembang. 2008. Hal 37
pedagang dan ulama, untuk mengadakan pembaharuan politik dan sosial di
Iran.27
Di tengah kondisi sosial-politik yang kacau inilah Khomeini tampil
sebagai pemimpin rakyat Iran yang menyuarakan keinginan rakyat untuk
mendirikan pemerintahan yang berpihak kepada kepentingan rakyat dan
mengembalikan identitas Iran sebagai negara yang beragama. Keprihatinan
sosial telah tampak dalam diri Khomeini, ketika ia masih berusia 39 tahun
Khomeini terang-terangan menuding Reza Syah penguasa Iran saat itu sebagai
budak Inggris, tirani, koruptor, serta penguaasa anti-Islam.28
Pada 14 Mei 1944, sekitar tiga tahun setelah deposisi rezim Syah,
Khomeini mengeluarkan sebuah deklarasi. Itu adalah deklarasi pertama yang
terdiri atas dua bagian: umum dan khusus. Bagian umum berisikan himbauan
untuk berjuang di jalan Tuhan dan menghidupkan kembali Islam di Iran.
Himbauan tersebut secara Khusus ditujukan kepada para ulama. Meski
sebelumnya Khomeini telah melakukan tindakan-tindakan yang menunjukkan
bahwa ia menentang kebijakan yang di buat oleh pihak penguasa, namun
gerakan tersebut belum cukup terorganisir dengan baik. Perubahan terjadi
ketika terdapat sebuah laporan di koran Teheran pada tanggal 7 Oktober 1962,
mengenai sebuah peratruan baru yang menghapus syarat legal Islam,
27Ermalinda. Prinsip Demokrasi dalam Sistem Wilayah al-Faqih, Tesis IAIN Raden
Fatah Palembang. 2008. Hal 38 28Akhmad Satori. Sistem Pemerintahan Iran Modern , hal. 81
mengganti al-Qur’an dengan kitab suci. Berita ini menimbulkan kehebohan di
Qum, dan menjadi benturan pertama yang akhirnya dimenangkan oleh para
ulama setelah sebelumnya selama sekitar dua puluh tahun hubungan antara
ulama-Syah relatif harmonis.29
Sejak 1963, Khomeini semakin keras menyatakan perlawanannya baik
melalui pidato-pidato ataupun pernyataan yang disampaikan secara terbuka.
Pada tahun tersebut juga, Imam Khomeini ditangkap oleh polisi dan tentara
rahasia Syah setelah menyelesaikan salah satu pidatonya di kota Qum.
Sejumlah korban berjatuhan dalam peristiwa itu. Imam Khomeini dibawa ke
Teheran dan ditahan di Penjara Qasr di kota itu. Keesokan harinya, para
pendukung turun ke jalan-jalan, menuntut pembebasan pimpinan mereka.
Pasukan keamanan berupaya meredam kerusuhan tersebut dengan kekerasan,
sehingga dilaporkan korban tewas mencapai 15.000 orang di Teheran dan
sekitar 400 orang di Qum.30
Akibat tekanan rakyat, kurang dari setahun setelah penangkapan,
Imam Khomeini dibebaskan dari tahanan. Namun sebaliknya, dari
mengurangi kecaman-kecamannya, Imam Khomeini justru semakin
memperhebat serangannya kepada rezim yang berkuasa. Ia pun kembali
dijebloskan kepenjara, di susul dengan pengasingannya ke Bursa di Turki.
Setelah setahun, Khomeini diasingkan lagi ke Najaf di Irak. Dari Najaf, Imam
29Ermalinda. Prinsip Demokrasi dalam Sistem Wilayah al-Faqih,hal . 39 30Akhmad Satori. Sistem Pemerintahan Iran Modern , hal. 82
Khomeini secara periodik mengeluarkan pernyataan-pernyataan keras
mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi di Iran. Tidak jarang pernyataan
tersebut menimbulkan respon dari para pengikutnya di dalam negeri dalam
bentuk aksi-aksi penentangan terhadap rezim yang berkuasa.31
Akhirnya pada 4 Oktober 1978, Khomeini dipaksa keluar dari Irak.
Pada mulanya iat inggal di Kuwait, tetapi karena pemerintahan Kuwait dan
juga beberapa pemerintahan negara Islam lainnya menolak kehadirannya,
maka ia pun berangkat menuju Perancis, yang pemerintahannya menerima
kehadiran Khomeini. Khomeini di sana bukan saja membuat popularitasnya
semakin meningkat, tetapi juga jaringan komunikasinya dengan para
pengikutnya semakin efektif. Media massa Barat selalu mengadakan
wawancara denagn Khomeini. Dengan adanya liputan dari media massa
tersebut membuat pemikiran-pemikiran dan gerakan-gerakan politik yang ia
dan pengikutnya lakukan tersebar ke semua kawasan. Hal ini sangat efektif
dalam rangka mendukung perjuangan dan pergerakan politik Khomeini.
Karena dengan tersosialisasinya konsep-konsep politik dan pergerakan yang
dilakukannya, simpati dan bantuan datang dari negara-negara yang
mendukungnya.32
Akhirnya pada 1 Februari 1979 Imam Khomeini kembali ke Iran
setelah sekitar 14 tahun (sejak akhir tahun 1964) berada di pengasingan.
31Akhmad Satori. Sistem Pemerintahan Iran Modern, hal. 83 32Ermalinda. Prinsip Demokrasi dalam Sistem Wilayah al-Faqih, hal . 42
Meski rakyat Iran gembira dengan kembalinya Imam Khomeini, mereka juga
amat menghawatirkan keselamatan jiwa pemimpin revolusi itu. Sebab saat itu,
Iran masih berada di bawah kendali militer. Rakyat Iran menyambut
kedatangan Imam Khomeini secara besar-besaran dan penuh suka cita.
Menurut pengakuan media-media Barat, warga yang menyambut kedatangan
Imam Khomeini di jalan-jalan kota Teheran mencapai sekitar 4 sampai 6 juta
orang.33
6.Corak Pemikiran Imam Khomeini
Selain mempelajari masalah Fiqih dan hukum di Qum, Khomeini
juga mempelajari dua tradisi Islam yang sangat tidak lazim, ‘irfan dan
hikmah. Pelajaran ini yang kemudian sangat besar pengaruhnya pada corak
pemikiran dan pandangan Imam Khomeini mengenai dirinya dan dunia. ‘Irfan
(gnositisme), merupakan tradisi spiritual yang terdapat terutama di dunia
Syi’ah. ‘Irfan dalam beberapa hal sejajar dengan tasawuf. Hikmah (teosofi)
yang diwarnai oleh sistem pemikiran yang sepenuhnya logis dan skolastik
oleh eksplorasi tentang hakikat realitas puncak, dan memberikan arus
intelektual utama ‘irfan.34
Perhatian khusus Imam Khomeini terhadap filsafat Islam, teosofi
(hikmah), dan gnosis (‘irfan) sangat besar. Terlambatnya Imam Khomeini
33Situs Kantor Dokumentasi dan Penerbitan Karya Ayatollah al-Udzma Sayyid Ali
Khamenei, Imam Khomeini dari Lahir hingga Wafat, Mitra Media Mustika, Jakarta. 2017.
Hal. 31 34Akhmad Satori. Sistem Pemerintahan Iran Modern , hal. 83
diterima sebagai Faqih panutan (marja’ taqlid) karena minatnya kepada
filsafat dan ‘irfan. Memang demikian, keengganan kepada filsafat dan ‘irfan
adalah lazim di kalangan para fuqaha Syi’ah. Meskipun begitu teori politik
Khomeini memang tidak sepenuhnya terpola oleh pengaruh-pengaruh ‘irfan
secara teori-teori sebagian ulama Syi’ah lainnya.35
Selain mempelajari filsafat, khomeini juga mempelajari tasawuf.
Khomeini terutama mendapat pengaruh dari salah seorang gurunya
Syahabadi. Seorang mullah yang bukan saja teolog dan sufi yang sempurna,
tetapi juga pejuang (mobarez), yang kesemuanya itu merupakan tiga ciri
utama dalam kepribadian Imam Khomeini.36
7.Karya Imam Khomeini
Tulisan-tulisan awal Imam Khomeini juga berisi berbagai masalah
pengabdian dan masalah mistik. Berikut diantara karya-karya yang pernah
ditulis Imam Khomeini:
Pertama, Syarh Du’a al-Sahar, atau Muhktar fi Syarh al-Du’a al-
Muta’alliq bi al-Sahar, Syarh Doa Sahur, merupakan syarah atau penjelasan
Doa Muhabalah yang lebih dikenal dengan sebutan Doa Sahur. Sebuah
pembahasan mistikal dan spiritual yang tinggi dalam bahasa Arab terhadap
salah satu dari doa-doa Islam yang paling membangkitkan inspirasi.37 Ini
adalah karya pertama Khomeini yang ditulis pada tahun 1347 H/ 1928 M,
35Akhmad Satori. Sistem Pemerintahan Iran Modern , hal. 84 36Akhmad Satori. Sistem Pemerintahan Iran Modern , hal. 85 37Ermalinda. Prinsip Demokrasi dalam Sistem Wilayah al-Faqih, hal . 46
yaitu tahun perkawinan Imam Khomeini dengan putri Mirza Muhammad
Tsaqafi.
Kedua, Misbah al-Hidayah fi al-Khilafah wa al-Wilayah,
dikategorikan sebagai salah satu karya irfan yang paling dalam dan awal,
ditulis dalam bahasa Arab, saat Khomeini berusia 29 tahun (maret 1931).
Buku ini membahas dimensi mistikal yang mendalam dari khilafah dan
wilayah Nabi Muhammad saw dan ‘Ali bin Abi Tahlib as, dalam istilah-istilah
yang biasa dipakai dalam tradisi mistik yang dibangun Ibn Arabi ditulis pada
tahun 1930.38 Imam juga mengacu kepada pandangan-pandangan gurunya
sendiri, Mirza Muhammad ‘Ali Syahabadi. Buku ini diterjemahkan oleh
Sayyid Ahmad Fihri ke dalam bahasa Persia pada 1981.39
Ketiga, Chihil Hadits, Syarh Arba’in Hadis, ditulis dalam bahasa
Persia tahun 1936, adalah sebuah pembahasan dalam bahasa Persia tentang
empat puluh hadis Rasul saw. dan para Imam Ahlul Bayt a.s. yang berkenaan
dengan masalah akhlak dan mistik.40 Karya ini merupakan hasil dari kuliah-
kuliah Khomeini tentang tentang akhlak selama tahun 1937-1939, yang
pertama kali berlangsung di Madrasah Hajj Mulla Shadiq. Dipermulaan
bukunya, Khomeini menyebutkan guru-gurunya. Karya ini telah
38Ermalinda. Prinsip Demokrasi dalam Sistem Wilayah al-Faqih, hal . 47 39 Hamid Algar dan Robin W. Carlsen. Mata Air Kecemerlangan Sebuah Pengantar
untuk Memahami Pemikiran Imam Khomein i, hal. 99 40 Hamid Algar dan Robin W. Carlsen. Mata Air Kecemerlangan Sebuah Pengantar
untuk Memahami Pemikiran Imam Khomein i, hal. 100
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, berjudul “40 Hadits Telaah Imam
Khomeini”. Buku ini memuat penjelasan atas 40 buah hadits di antaranya
hadits tentang tipe-tipe para penuntut ilmu, hadits tentang menuntut ilmu, dan
hadits tentang jihad al-nafs. Dalam buku ini ia menjelaskan bahwa manusia
adalah makhluk istimewa yang memiliki jiwa, yaitu jiwa yang baik yang
selalu ingin mendekatkan diri kepada Allah dan jiwa yang buruk yang selalu
berbuat keburukan yang dekat dengan setan.41
Keempat, Sirr (Asrar) ash-shalat atau mi’raj al-Salikin wa Shalat al-
‘Arifin, diselesaikan pada Mei 1939 dalam usia 38 tahun, dan diterbitkan
pertama kali dalam Yadnameh-ye Syahid Muthahhari (Jilid I).42 Karya ini
menjelaskan rahasia-rahasia shalat dari pandangan spiritual dan irfan dengan
sangat sempurna. Dalam karya ini dimensi simbolis dan makna batin seluruh
bagian shalat, dari wudhu sampai salam yang menutupnya diungkapkan dalam
bahasa yang kompleks, kaya dan lancar, yang banyak dipinjam dari konsep-
konsep dan terminologi Ibnu Arabi. Juga ditulis dalam bahasa Arab.
Ditujukan hanya untuk orang-orang terkemuka dari elit spiritual.43
Kelima, Adab ash-Shalat, sebuah pembahasan spiritual dan mistikal
yang mendalam tentang shalat dan adabnya, nilai pentingnya dan rahasia-
41Ermalinda. Prinsip Demokrasi dalam Sistem Wilayah al-Faqih, hal . 48 42 Hamid Algar dan Robin W. Carlsen. Mata Air Kecemerlangan Sebuah Pengantar
untuk Memahami Pemikiran Imam Khomein i, hal. 100 43Ermalinda. Prinsip Demokrasi dalam Sistem Wilayah al-Faqih, hal . 48
rahasianya. Ditulis Imam sebagai penjelasan atas kitab Sirr ash-Shalat,
berbicara tentang makna batin sholat.
Keenam, Kasyf al-Asrar (membongkar rahasia) adalah sebuah
sanggahan terhadap pamflet setebal 32 halaman yang ditulis oleh
Hakamizadeh pada tahun 1943.44 Buku ini memuat pandangan Khomeini
seputar politik Islam dan Ideologi sosialisme ini ditulis pada tahun 1944, dan
merupakan jawaban atas kritik seorang penulis sekuler pada masa itu. Dalam
buku ini, Khomeini juga menjelaskan tentang perlunya pemerintahan Islam
yang berasaskan Wilayatul Faqih dan juga berisi kritik tajam Khomeini
terhadap Syah Pahlevi.45
Ketujuh, selanjutnya sebuah ulasan mengenai teks teologi tradisional
yang berjudul Tahrir al-Wasilah yang juga meliputi soal-soal sosio-politik
yang diabaikan oleh orang-orang semasanya seperti jihad amar am’ruf nahi
mungkar (menyuruh kebaikan dan melarang kemungkaran). Buku ini
menjadikan Khomeini memiliki status Faqih, dalam buku ini ia kembali
membahas persoalan pemerintahan Islam, dan merupakan penyempurnaan
terhadap pembahasan yang terdapat dalam Kasyf al-Asrar. Dalam buku ini
Khomeini mulai menyatakan bahwa Imam (pemimpin umat muslim) berhak
menentukan harga atau mengenakan batasan perdagangan, jika dirasa perlu
untuk kepentingan masyarakat Islam. Dia juga menjawab banyak isu politik,
44Hamid Algar dan Robin W. Carlsen. Mata Air Kecemerlangan Sebuah Pengantar untuk
Memahami Pemikiran Imam Khomeini, hal. 102 45Ermalinda. Prinsip Demokrasi dalam Sistem Wilayah al-Faqih, hal . 49
dari segi kebijakan asing, dengan tujuan mencegah agar umat Islam tidak
terpengaruh pihak asing.46
Kedelapan, al-Hukumah al-Islamiyah, buku yang memiliki nama lain
Wilayah al-Faqih ini ditulis dalam bahasa Persia merupakan sebuah kompilasi
dari sekitar 12 kuliah Imam Khomeini di Najaf pada tahun 196947 yang
mengandung konsep tentang pemerintahan Islam yang berdasarkan prinsip
Wilayah al-Faqih atau kekuasaan ahli agama. Dalam buku ini beliau
menyatakan bahwa pemisahan antara agama dengan Negara tidak dikenal
pada masa nabi Muhammad saw. sampai masa pemerintahan Imam Ali bin
Abi Thalib.48
Kesembilan, adalah buku yang ditulisnya ketika masih tinggal di
pengasingan di Najaf pada tahun 1972. Di sana Khomeini menjalankan tugas
untuk mendidik murid-muridnya dalam hal akhlak dan keruhanian dengan
memberikan kuliah tentang jihad besar, yakni perang melawan hawa nafsu,
maka kemudian kuliahnya ini di bukukan dengan judul Jihad al-Akbar. Buku
ini dianggap sebagai pelengkap dari kuliah-kuliah yang diberikannya
mengenai Wilayah al-Faqih.
Kesepuluh, Liqa’ Allah adalah sebuah karya tujuh halaman dalam
bahasa Persia yang diterbitkan di bagian belakang buku Hajj Jawad Maliki.
46Ermalinda. Prinsip Demokrasi dalam Sistem Wilayah al-Faqih, hal . 50
47Hamid Algar dan Robin W. Carlsen. Mata Air Kecemerlangan Sebuah Pengantar untuk
Memahami Pemikiran Imam Khomeini, hal. 103 48Ermalinda. Prinsip Demokrasi dalam Sistem Wilayah al-Faqih, hal . 50
Buku lain yang dikarang oleh Khomeini menyangkut masalah irfan, akhlak
dan puisi adalah Diwan atau kunmpulan dari puisi-puisinya dalam bahasa
Persia yang tampaknya hilang akibat penjarahan tentara Syah di rumah beliau,
dan mungkin suatu saat nanti akan diketemukan sebagaimana Mishbah al-
Hidayah fi al-Khilafah wa al-Wilayah.49
B.Islam Syi’ah di Iran
1.Mengenal Syiah
Kata Syiah berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata Syaya’a.
Syiah berarti orang yang berkumpul atas satu masalah. Syiah berarti orang-
orang yang sebagiannya mengikuti orang lain.50
Kemudian kata Syiah dipahami orang sebagai suatu aliran yang
mengikuti ali dan mengutamakannya atas sahabat-sahabat Rasul yang lainnya.
Syiah adalah kelompok yang percaya bahwa hak untuk menjadi penerus Nabi
hanya dimiliki oleh keluarganya, mengikuti keluarga Nabi (ahl al-bayt)
sebagai sumber inspirasi, dan bimbingan untuk memahami petunjuk Alquran
yang dibawa oleh Nabi itu. Keluarga Nabi adalah saluran melalui mana ajaran
dan barakah wahyu mencapai kaum Syiah.51
Syiah pertama kali timbul setelah terjadinya perang antara Ali bin Abi
Thalib dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang berakhir dengan diadakannya
49Ermalinda. Prinsip Demokrasi dalam Sistem Wilayah al-Faqih, hal . 50
50 Ris’an Rusli. Imamah Kajian Doktrin Syiah dan Perdebatan Pemikiran Islam Klasik . Idea
Press Yogyakarta. Bantul Yogyakarta. 2015. Hal. 13 51Akhmad Satori. Sistem Pemerintahan Iran Modern, hal. 103
tahkim antara kedua belah pihak. Harun Nasution mengatakan bahwa pada
waktu itu telah timbul tiga golongan politik, golongan Ali yang kemudian
dikenal dengan nama Syiah, golongan yang keluar dari barisan Ali kaum
Khawarij, dan golongan Mu’awiyah.52
Dari uraian di atas jelas bahwa masalah yang menjadi sebab timbulnya
Syiah adalah masalah politik, tegasnya khilafah atau dalam istilah Syiah
masalah imamah. Syiah menganggap bahwa jabatan kepala negara bukanlah
hak tiap orang Islam, bahkan pula bukan merupakan hak tiap orang Quraisy.
Menurut mereka jabatan tersebut adalah hak monopoli Ali bin Abi Thalib dan
keturunnya.53
Pada perkembangannya, aliran Syiah terpecah menjadi puluhan cabang
atau sekte. Syiah telah terbagi dalam sekte yang jumlahnya hampir tidak
terhitung, secara umum mereka terbagi menjadi empat sekte dan masing-
masing dari keempat sekte tersebut terbagi pula menjadi beberapa sekte
kecil.54 Adapun sekte itu adalah:
1.Syiah Ghulat
Secara etimologi, kata Ghulat adalah jama’ dari Ghali, ism fa’il dari kata
ghala-yaghulu-ghuluwan, yang artinya lebih dari batas atau berlebih-
lebihan. Jadi syiah Ghulat adalah orang yang berlebih-lebihan. Mereka
52Ris’an Rusli. Imamah Kajian Doktrin Syiah dan Perdebatan Pemikiran Islam Klasik . Hal.
14
53 Ris’an Rusli. Imamah Kajian Doktrin Syiah dan Perdebatan Pemikiran Islam Klasik . Hal
14 54Eka Martini. Aliran-aliran Politik Islam Indonesia. Noer Fikri. Palembang. 2014. Hal.67
berlebih-lebihan dalam memberi hak atau mensifati Imam mereka
sehingga melampuai sifat-sifat makhluk, yakni menetapkan mereka
dengan sifat-sifat ketuhanan. Bahkan mereka menyerupakan Tuhan
dengan makhluk. Sesungguhnya penyerupaan Imam mereka dengan
ketuhanan itu dipengaruhi oleh paham hulul dan tanasukh yang
merupakan konsepsi dari agama Yahudi dan Nasrani. Konsepsi Yahudi
ialah menyerupakan Tuhan dengan makhluk, sementara konsepsi Nasrani
menyerupakan makhluk dengan Tuhan. Sehingga nama Ghulat diberikan
ulama kepada mereka, karena ajarannya telah melampaui batas toleransi
yang dibolehkan. Bahkan mereka dikategorikan sebagai telah keluar dari
Islam atau sekurang-kurangnya mernyimpang dari ajaran Islam. Apa yang
mereka kerjakan sangat bertolak belakang dengan misi Ali sebagai
khalifah.55
2.Syiah Ismailiyah
Syiah ini tersebar dalam kelompok minoritas di sekian banyak negara,
anatara lain Afganistan, India, Pakistan, Syiah Suriah dan Yaman, serta
beberapa negara Barat seperti Inggris, dan Amerika Utara. Kelompok ini
meyakini bahwa Ismail, putra Imam Ja’far ash Shadiq, adalah Imam yang
55 Ris’an Rusli. Imamah Kajian Doktrin Syiah dan Perdebatan Pemikiran Islam Klasik . Hal
38
menggantikan ayahnya Ja’far ash Shadiq yang merupakan Imam yang
keenam dari aliran Syiah secara umum.56
3.Syiah Zaidiyah
Mereka dinamakan dengan “Syiah Zaidiyah”, karena mereka meyakini
kepemimpinan Zayd bin Ali‒Zain al-‘Abidin‒bin Husain bin Ali bin Abu
Thalib. Imam Zayd lahir pada tahun 80 Hijriah dan mati syahid pada
tahun 122 Hijriah. Meskipun pada masanya ia tidak menyaksikan
kodifikasi ilmu, akan tetapi ia telah menulis sejumlah buku, di antaranya
al-Majmu’ dalam bidang hadis dan al-Majmu’ dalam bidang fikih. Kedua
buku ini merupakan literatur penting di lingkunagn Syiah Zaidiyah.57
4.Syiah Imamiyah
Syiah Imamiyah (Itsna ‘Asyariyah) inilah yang paling mendominasi atau
penganut mayoritas Syiah. Itsna ‘Asyariyah berarti dua belas, arti dua
belas yang terbentuk sesudah pertengahan abad ke-3 H/ 10 M diakitkan
dengan pengakuan bahwa mereka imam yang sah adalah keturunan dari
Ali yang berjumlah 12 orang.58 Dan mayoritas orang-orang Syiah yang
menjadi sumber dari cabang-cabang Syiah adalah Syiah Imam Dua Belas
yang juga disebut kaum Imamiah.
2.Islam Syiah di Iran dan implementasi Imamah dalam Konsep Wilayatul
Faqih
56 Eka Martini. Aliran-aliran Politik Islam Indonesia. Noer Fikri. Palembang. 2014. Hal.68
57Musthafa Rafi’i. Islam Kita: Titik Temu Sunni-Syiah, Terj. Kadarisman dan Falahuddi
Qudsi. Milestone. Tangerang. 2013. Hal. 35
58 Eka Martini. Aliran-aliran Politik Islam Indonesia. Noer Fikri. Palembang. 2014. Hal.69
Iran adalah sebuah Negara Republik Teokratis dan pusat Islam Syi’ah.
Islam Syi’ah di Iran mencapai 89% dari seluruh masyarakatnya.59 Terdapat
dalam pasal 12 Undang-undang Dasar Republik Islam Iran:
“Agama resmi Iran adalah Islam bermazhab Syiah istna ‘asyari (Syiah 12 Imam) atau Ja’fari. Pasal ini tidak akan pernah berubah dan untuk
selamanya. Adapun mazhab–mazhab yang diakui negara adalah Hanafi, Syafi’i, Maliki, Hambali dan Syiah Zaidiyah, dan
menghormati penuh bagi pengikutnya untuk menjalankan dengan bebas peribadatan ssesuai fiqih yang dianut”.60
Dalam Syiah Imamiah, pemerintahan adalah milik Imam saja sebab ia
berhak atas kepemimpinan politis dan otoritas keagamaan. Mereka meyakini
bahwa yang berhak atas otoritas spiritual dan politis adalah Ali bin Abu
Thalib dan sebelas keturunannya, yang penunjukan dan pengangkatannya
berdasar wasi.61
Secara etimologi, Imam atau Imamah berasal dari bahasa Arab
“amma” yang berarti pergi, menuju, atau pergi untuk melihat (to go see).
Imamah mengandung arti “ petunjuk jalan” atau memberikan suatu contoh.
Dalam hal ini, imam bisa berarti orang yang mempelopori, bertindak sebagai
pemimpin atau yang memiliki keungggulan dibanding yang lain. Oleh sebab
itu, pemimpin dalam suatu ibadah keagamaan juga disebut imam. Dalam
59ICRO. Iran Tanah Peradaban. Fauzi Mandiri, Jakarta. 2009. Hal. 3
60Undang-Undang Dasar Republik Islam Iran . Alhoda. Tehran. 2010. Hal. 32-33
61Ris’an Rusli. Imamah Kajian Doktrin Syiah dan Perdebatan Pemikiran Islam Klasik . Hal
53
konteks umum imamah juga didfinisikan sebagai “kepemipinan masyarakat”
(popular leadership).62
Dalam konsep imamah, kaum Syiah percaya bahwa setelah Nabi
Muhammad wafat, hanya Ali dan keturunannya yang berhak menggantikan
kedudukan beliau sebagai kepala negara dan agama yang penunjukan dan
pemindahannya didasarkan atas wasiat. Menurut mereka Ali adalah wasi Nabi
Muhammad, yaitu pengganti yang diberi kepercayaan penuh oleh Nabi. Di
samping itu, Imam menpunyai kekuasaan untuk membuat hukum. Perbuatan-
perbuatan serta ucapan-ucapan Imam tidak bisa bertentangan dengan syariat.
Dengan demikian, bagi kaum Syiah, Imam hampir sama sifat dan
kekuasaannya dengan sifat dan kekuasaaan Nabi. Imam dan Nabi sama-sama
tidak dapat berbuat salah dan sama-sama dapat membuat hukum.
Perbedaannya terletak dalam keadaaan Nabi menerima wahyu sedangkan
Imam tidak.63
Bagi Syiah Imamah, hanya memiliki dua belas Imam. Yaitu, Ali bin
Abu Thalib, Hasan, Husain, Ali bin Husain, Muhammad Baqir, Ja’far Shadiq,
Musa Kadzim, Ali Ridha, Muhammad Jawwad, Ali Hadi, Hasan Askari, dan
Muhammad bin Hasan Askari. Yang terakhir ini, menurut keyakinan mereka
62Akhmad Satori. Sistem Pemerintahan Iran Modern , hal. 109 63 Ris’an Rusli. Imamah Kajian Doktrin Syiah dan Perdebatan Pemikiran Islam Klasik . Hal
54
sebagai al-Mahdi al-Muntazar. Imam yang kedua belas ini diyakini tetap
sebagai ghaib yang nanti pada saatnya akan kembali ke dunia Islam.64
Berakhirnya kepemimpinan lahiriah para Imam yang ditandai dengan
gahibnya Imam kedua belas merupakan krisis besar kedua dalam sejarah
politik Syiah karena gahibnya Imam kedua belas berarti Imam yang akan
membimbing manusia ke jalan yang dikehendaki Tuhan tidak ada di bumi ini
dan menyebabkan munculnya persoalan-persoalan baru bagi kaum Syiah,
seperti mendirikan Shalat Jumat, pelaksanaan pidana, dan hukuman serta
mengumumkan jihad. Maka diperlukan wilayah atau kekuasaan yang
dipercayakan kepada seorang ‘alim atau faqih yang memenuhi syarat untuk
dibenarkan memberi fatwa dan petunjuk atas selama Imam itu belum muncul
kembali. Maka sejak saat itu, muncul konsep Wilayah Faqih.65
Dalam bahasa Arab, kata ‘wilayah’ berakar dari wali. Dalam bahasa
Arab terdapat tiga makna yang tercatat umtuk kata ‘wali’: (1) teman; (2) setia
atau berbakti; (3) pendukung atau penyokong. Di samping ketiga arti ini, dua
arti lain disebutkan untuk kata ‘wilayah’: (1) kekuasaan tertinggi dan
penguasaan; (2) kepemimpinan dan pemerintahan. Dalam bahasa Persia, kata
wali memiliki sederet arti, seperti teman, pendukung, pemilik, pelindung,
pembantu, serta penjaga. Begitu pula kata wilayah, yang bermakna mengatur
64 Musthafa Rafi’i. Islam Kita: Titik Temu Sunni-Syiah, hal. 35 65 Ris’an Rusli. Imamah Kajian Doktrin Syiah dan Perdebatan Pemikiran Islam Klasik . Hal
55
dan memerintah. Kata wilayah dalam Wilayatul Faqih bermakna
pemerintahan dan administrasi atau pengelolaan.66
Istilah faqih artinya memahami dengan baik. Oleh karena itu, faqih
bisa berarti orang yang memahami dengan baik hukum-hukum dan masalah-
masalah agama. Ulama-ulama Syiah mendefinisikan faqih dengan arti orang
yang mempelajari hukum-hukum agama dan ilmu pengetahuan Islam.67 Faqih
adalah muslim yang sudah mencapai tingkat tertentu dalam ilmu dan
kesalehan. Seorang faqih disyaratkan harus mengetahui peraturan Allah
mampu membedakan sunnah yang shahih dan yang palsu, yang mutlak dan
yang terbatas, yang umum dan yang khusus.68
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Wilayatul Faqih
dapat didefinisikan sebagai sebuah otoritas yang diserahkan kepada faqih
yang memiliki ilmu hukum dan agama yang tinggi untuk memimpin umat
Muslim sesuai ketentuan syariat Islam selama ghaibnya Imam Mahdi.
Di negara Iran, kekuasaan dipegang oleh kaum ulama atau disebut
konsep Wilayatul Faqih. Konsep ini terjadi sejak revolusi Iran tahun 1979
yaitu dengan terpadunya urusan agama dengan urusan politik.69 Menurut
66 Akhmad Satori. Sistem Pemerintahan Iran Modern , hal. 124-125 67 Ris’an Rusli. Imamah Kajian Doktrin Syiah dan Perdebatan Pemikiran Islam Klasik . Hal
56 68 Ermalinda. Prinsip Demokrasi dalam Sistem Wilayah al-Faqih, hal . 54
69 Ris’an Rusli. Imamah Kajian Doktrin Syiah dan Perdebatan Pemikiran Islam Klasik . Hal
60
Imam Khomeini dalam buku Sistem Pemerintahan Islam dikutip oleh Akhmad
Satori, tema Wilayatul Faqih sebenarnya dapat diterima keberadaannya
dengan mudah dan tidak lagi memerlukan dalil untuk mendukungnya.
Menurutnya, siapa saja yang menerima keraguan konsep ini akan
mengenalinya sebagai sebuah kebutuhan umat Isalm masa kini yang
mendatangkan kejelasan (pencerahan) bagi siapa saja yang mempelajarinya.70
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa Imam Khomeini telah
berhasil menawarkan sistem pemerintahan baru untuk mengisi “kekosongan
politik” selama masa ghaibnya Imam Mahdi. Konsep ini merupakan
kelanjutan dari doktrin Imam Mahdi.
70 Akhmad Satori. Sistem Pemerintahan Iran Modern , hal. 141-142
80