PEMIDANAAN ANAK DI INDONESIA TERHADAP PELAKU...
Transcript of PEMIDANAAN ANAK DI INDONESIA TERHADAP PELAKU...
PEMIDANAAN ANAK DI INDONESIA TERHADAP PELAKU PENCURIAN
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
(Analisis Putusan Nomor: 808/Pid.B/2011/PN.MKS)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Disusun oleh:
YANI SURYANI NIM. 107043203816
KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014M/1435H
PEMIDANAAN ANAK DI INDONESIA TERIIADAP PELAKU PENCURIAN
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
(Analisis Putusan Nomor: 808/Pid.B/201I/PN.MKS)
Skripsi
Diaj ukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mempero leh
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHD
Oleh:
Yani Survani
NIM: 107043203816
KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014M.n435H
IsmaiMasani. SH. MH.NIP. 1 977 1 217 2007 101002
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul "PEMIDANAAN ANAK DI INDONESIA TERHADAPPELAKU PENCURIAN DAI,AM PERSPEKTIF HUI(UM ISLAM' (AnAIiSiSPutusan Nomor: 808/Pid.B/201I/PN.MKS), telah diujikan dalam SidangMunaqasah Irakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri SyarifHidayatullah Jakarta pada tanggal 6 November 2014 Skripsi ini telah diterima sebagaisalah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada ProgramStudi Perbandingan Hukum.
PANITIA UJIAN MUNAQASATI
K.etua DLn. ivtuhamqad Taufiki M.AgNrP. 1965 I I 1 91 99803 1002
Fahmi Muhammad Ahmadi. M.SiNrP. 1 974 1 2132003t21002
Ismail Hasani. SH. MHNrP. 1 9771 2172007 t0r002
Selaetaris
Pembimbing
Penguji I Fahmi Muhammad Ahmadi M Si
Penguji II
NrP. 1 974 1 2132003121002
Dra. Maskufa. MANrP" i 96807 03199 4032002
0 November 2014
Syariah dan Hukum
Muslimin. M.At2r99903r014
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Slaipsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Universitas Islam Negeri
ruf$ Syarif Hidayatullah Jakarta"
2" Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri rufN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
September 2014
P&luryani
i
ABSTRAK
Yani Suryani. NIM 107043203816. Pemidanaan anak di Indonesia dalam
penerapan hukum pidana materiil terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang
dilakukan oleh anak dengan pertimbangan hukum Hakim dalam menjatuhkan pidana
pada putusan nomor: 808/Pid.B/2011/PN.MKS diatur dalam Pasal 365 ayat (1)
KUHP dan UU No. 12 Tahun 1951 Pasal 2. Yang mengatur tentang anak cukup
banyak dan tersebar sifatnya, dalam syariat Islam pun juga begitu sehingga dapat
mencerminkan sebagai satu sistem hukum tentang perlindungan anak.
Pemidanaan terhadap anak pelaku tindak pidana pencurian menurut hukum
positif dan hukum Islam dapat dibandingkan antara keduanya, yang mana dalam
penulisan ini diharapkan bisa menjadi wacana dan perbandingan hukum demi
perbaikan hukum dimasa yang akan datang.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemidanaan terhadap anak
pelaku tindak pidana pencurian menurut hukum positif dan hukum Islam terdapat
kesamaan dalam memberlakukan pidana yakni, memberlakukan pidana
kebijaksanaan dan yang membedakan antara keduanya adalah hukum pidana di
Indonesia masih memberlakukan pidana penjara sedangkan dalam hukum pidana
Islam tidak memberlakukan. Disamping itu terdapat batasan usia minimal yang diatur
dalam hukum pidana Indonesia, sedangkan dalam hukum pidana Islam tidak
mengenal adanya batasan minimal dalam memberlakukan pidana terhadap anak yang
melakukan tindak pidana.
Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan hukum demi tercapainya keadilan,
sehingga dapat mencerminkan satu sistem hukum yang dapat melindungi hak anak.
Penulis menghimbau agar segala peraturan yang ada sekarang untuk di tinjau
kembali, hal ini di maksudkan untuk menghindari rasa kecemburuan sosial dan
mencapai peraturan yang benar-benar adil sehingga di harapkan munculnya
kesadaran bagi umat Islam di Indonesia untuk taat terhadap apa yang diatur oleh
pemerintah.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat, inayah dan taufiknya sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas akhir dalam menempuh studi di Jurusan Perbandingan Mazhab
dan Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Salawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi
Besar Muhammad SAW yang telah membawa risalah kebenaran untuk umat Islam
khususnya.
Selanjutnya dalam proses penyusunan skripsi ini, penyusun menghaturkan
banyak terima kasih kepada yang telah berjasa dan yang terhormat:
1. Dr. Phil. J.M Muslimin, M.A selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag selaku Ketua Program Studi Perbandingan
Mazhab dan Hukum.
3. Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si selaku Sekretaris Program Studi
Perbandingan Mazhab dan Hukum.
4. Ismail Hasani, SH. MH. selaku Dosen Pembimbing dalam penyusunan skripsi
ini, yang telah memberikan banyak masukan dan arahan serta meluangkan
waktunya dengan penuh keikhlasan kepada penulis.
iii
5. Seluruh Dosen dan Civitas Akademik Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Kedua orang tua penulis Ibunda Een Aenah dan Ayahanda Serka Didi
Supriyadi saya haturkan ribuan terima kasih atas do’a, dukungan dan motivasi
yang telah banyak diberikan secara moril maupun materiil kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga diberikan umur panjang
dan rezeki yang luas, Amin Yaa Rabbal ‘Alamin. Dan tidak lupa penulis
haturkan banyak terima kasih untuk keluarga di Sindanghaji - Majalengka
khususnya kakek/engki (alm), nenek, bi ende, bi dede, mang epong, teh ina,
dimas fba dan mama shafa yang tidak henti-hentinya mendo’akan serta
mendukung penulis.
7. Teman-teman Konsentrasi Perbandingan Hukum angkatan 2007 serta teman-
teman KKN, yang telah memberi kesan-kesan baik selama menempuh studi di
kampus UIN JKT.
8. Untuk teman yang sudah banyak memotivasi dan membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini Alfiah, Abdul Muktadir, Kak Domen. Untuk Nanda
Fitriyana yang selalu mendo’akan, mendukung dan mendorong penulis.
9. Pihak-pihak yang turut membantu dalam kelancaran penyusunan skripsi ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
iv
Akhirnya tiada untaian kata yang berharga selain ucapan Alhamdulillahi
rabbil ‘Alamin atas rahmat dan karunia serta ridho Allah SWT. Besar harapan
semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada
umumnya, sekian dan terima kasih.
Jakarta, 25 September 2014
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ................................................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN................................................................................. . iv
ABSTRAK............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR........................................................................................ ... vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................ 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 6
D. Kajian Terdahulu ....................................................................... 7
E. Metode Penelitian ...................................................................... 8
F. Sistematika Penulisan ................................................................ 9
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PIDANA ANAK DI
INDONESIA
A. Pengertian Pidana dan Hukuman ............................................... 11
B. Batas Usia Pemidanaan Anak .................................................... 15
C. Kedudukan Anak Dalam Hukum Positif ................................... 19
vi
BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN OLEH ANAK
A. Pengertian Pencurian ................................................................. 24
B. Tindak Pidana Anak Pelaku Pencurian ..................................... 25
C. Ketentuan Tindak Pidana Bagi Anak Pelaku Pencurian
Menurut Hukum Positif ............................................................. 27
BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TINDAK
PIDANA PENCURIAN OLEH ANAK
A. Penerapan Hukum Pidana Materiil Terhadap Pelaku Tindak
Pidana Pencurian Yang Dilakukan Oleh Anak Dalam
Putusan Nomor: 808/Pid.B/2011/PN.Mks ................................ 35
1. Posisi Kasus ......................................................................... 35
2. Dakwaan Penuntut Umum ................................................... 37
3. Tuntutan Penuntut Umum ................................................... 39
4. Amar Putusan....................................................................... 40
5. Penjatuhan Pidana ................................................................ 41
6. Analisis Kasus ..................................................................... 42
B. Analisis Sanksi Pemidanaan Anak dalam Perspektif Hukum
Islam .......................................................................................... 44
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 55
B. Saran .......................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 58
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan berkeluarga anak merupakan salah satu unsur yang
sangat penting sebagai generasi penerus dalam keluarga, dan keluarga bagian dari
masyarakat. Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber
daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa,
yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus,
memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan
dan perkembangan anak.1
Anak bermasalah (anak nakal) adalah anak yang melakukan tindak pidana
atau perbuatan yang terlarang bagi anak. Perbuatan terlarang tersebut menurut
perundang-undangan maupun peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku
dalam masyarakat. Anak melakukan tindak pidana yakni apabila melanggar
ketentuan dalam peraturan hukum pidana yang ada, maka pidana dan penjatuhan
sanksi ini dinilai sebagai sebuah fenomena hukum yang mampu mengurangi
tindak kriminal juga sebagai konsekuensi logis terhadap tindakan melawan
hukum.2
1Darwan Prints, Hukum Anak Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), h. 24.
2Hasanuddin AF, dkk. Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kerja sama antara Pustaka al-Husna
dengan UIN Press, 2003), h. 1.
2
Kenakalan anak merupakan hal yang sangat kompleks, karena anak tidak
dapat dilepaskan baik dari lingkungan sosialnya, lingkungan keluarga maupun
masyarakat sekitarnya. Hal ini disebabkan bahwa anak masih mempunyai masa
depan yang panjang, sehingga masih ada kemungkinan untuk menjadi baik dalam
perkembangannya, maka anak harus diberikan bekal berupa bimbingan, didikan
dan pembinaan yang cukup, agar nantinya setelah selesai menjalani masa
pembinaannya dari hidup wajar dan lebih baik kembali. Dalam menanggulangi
dan menghadapi anak pidana, lapas anak berfungsi sebagai tempat pendidikan dan
pembinaan bagi anak pidana, anak negara, dan anak sipil. Anak yang ditempatkan
di Lapas Anak bertujuan agar anak tersebut memperoleh pendidikan dan latihan
baik formal maupun informal sesuai dengan bakat dan kemampuannya, serta
memperoleh hak-haknya.3
Anak yang telah terbukti melakukan pencurian harus
mempertanggungjawabkan secara hukum melalui proses sidang pengadilan. Dari
beberapa jenis penjatuhan sanksi yang diancamkan terhadap pelaku pencurian,
yang paling sering terjadi adalah pidana perampasan kemerdekaan (Hak Asasi
Manusia) yaitu pidana atau pidana kurungan baik secara tunggal maupun secara
alternatif, juga dapat ditentukan dalam waktu tertentu atau bahkan dalam waktu
15 tahun. Banyak kritik tajam yang ditujukan terhadap pidana jenis ini, baik
3Atmasasmita, Romli. Problem Kenakalan Anak-anak Remaja, (Bandung: Armico, 1983), cet.
ke-1. h. 67.
3
dilihat dari eksistensinya maupun dari akibat-akibat negatif lainnya yang
menyertai atau berhubungan dengan dirampasnya kemerdekaan seseorang.4
Bagi setiap orang yang melakukan pelanggaran hukum, khususnya anak
yang melakukan tindak pidana, sebagian besar dikenakan ketentuan pidana
berupa hilangnya kemerdekaan (penjara) untuk sementara waktu. Gunanya adalah
sebagai bentuk perlindungan bagi masyarakat, terpidana ataupun si korban
kejahatan itu sendiri. Adapun tempat pelaksanaan pidana hilangnya kemerdekaan
ini dikenal dengan nama lembaga pemasyarakatan.5
Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang
dilakukan oleh anak di bawah umur disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor itu
antara lain adanya dampak negatif dari perkembangan yang cepat, arus globalisasi
di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta perubahan gaya hidup sebagian orang tua. Perkembangan tersebut sangat
berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak. Selain itu anak yang kurang atau
tidak memperoleh kasih sayang, asuhan, bimbingan, dan pembinaan dari orang
tua, wali, atau orang tua asuh akan mudah terseret dalam arus pergaulan
masyarakat dan lingkungannya yang kurang sehat dan merugikan orang tua, wali
atau orang tua asuh. Kurangnya pengawasan akan mudah membawa pengaruh
terhadap anak yang dapat merugikan perkembangan pribadi anak.
4Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: PT. Refika
Aditama, 2003), h. 20. 5R. Sugandhi, R. Kebijaksanaan dan Program Tentang Pencegahan serta Rehabilitasi Sosial
Anak Nakal, (Jakarta: Departemen Sosial RI, 1981), cet. ke-1. h. 111.
4
Keadilan diakui sebagai kebutuhan masyarakat yang pada gilirannya akan
melahirkan lembaga atau sebuah institusi hukum yang baik. Dengan demikian
hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan
hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari
masyarakat.6
Berdasarkan pernyataan di atas maka lahirlah perundang-undangan yang
berusaha memberikan suatu kebijakan hukum yang mampu mengakomodir
kepentingan masyarakat dalam menegakkan keadilan, juga kebutuhan anak yang
memerlukan sebuah reaksi hukum yang menitik beratkan pada bimbingan
edukatif disamping tindakan yang bersifat menghukum.
Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
menentukan bahwa anak merupakan bagian dari generasi muda yang merupakan
potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis
serta mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan
dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan
sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang.
Dalam masyarakat yang sudah mempunyai hukum tertulis, biasanya usia
anak ditetapkan dalam suatu batasan umur tertentu sebagaimana yang tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan
6CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1996), h. 40.
5
dalam Burgerlijk Wetboek (KUHPerdata) bahwa anak adalah seseorang belum
mencapai umur 21 tahun dan belum kawin.7
Melihat pada kondisi ini apakah bijak menghukum seorang tindak pidana
yang masih dikategorikan sebagai anak di bawah umur, yang pada dasarnya anak
merupakan seorang yang belum sepenuhnya mengetahui apa yang dilakukannya.
Dalam menghadapi perbuatan anak, hakim harus menyelidiki dengan teliti apakah
anak tersebut sudah mampu membeda-bedakan secara hukum akibat dari
perbuatan yang dilakukannya atau belum.
Dalam peraturan perundang-undangan mengenai jenis sanksi terhadap
anak dalam konteks hukum positif yang secara rinci ternyata terdapat overlapping
dan kebijaksanaan yang tidak konsisten. Sedangkan pada hukum Islam
penjatuhan pidana bagi anak pelaku pencurian yang termasuk pada kategori
hukuman ta’zir pada dasarnya bersifat fleksibel dan dapat menyesuaikan dengan
kondisi, pelaku jarimah-nya dan lebih variatif sebagai hukuman ta’zir yang cukup
luas. Karena sistem pemberian sanksi yang hanya bertumpu pada kebijakan hakim
tanpa ditunjang dengan kebijakan lainnya akan memberikan permasalahan baru
yang demikian kompleks.
Dari latar belakang masalah diatas maka penulis tertarik untuk
mengajukan skripsi yang berjudul “Pemidanaan Anak di Indonesia Terhadap
Pelaku Pencurian Dalam Perspektif Hukum Islam” (Analisis Putusan No.
7 Wagiati Soetedjo, Hukum Pidana Islam, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), cet. ke-1. h.
25.
6
808/Pid.B/2011/PN.MKS), karena pemidanaan terhadap anak di bawah umur
belum memperoleh kepastian hukum. Sehingga hal ini sangat penting untuk
dibahas sebagai judul skripsi.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka perlu adanya
pembatasan dan perumusan masalah yang menjadi fokus dalam pembahasan
skripsi ini. Untuk mengefektifkan dan memudahkan pengolahan data, maka
penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan hukum pidana materiil terhadap pelaku tindak pidana
pencurian yang dilakukan oleh anak dalam Putusan Nomor:
808/Pid.B/2011/PN.MKS?
2. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap pelaku pencurian yang
dilakukan oleh anak?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui penerapan hukum pidana materiil terhadap pelaku
tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak dalam Putusan Nomor:
808/Pid.B/2011/PN.MKS.
b. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap pelaku pencurian
yang dilakukan oleh anak.
7
2. Manfaat Penelitian
a. Memberikan masukan bagi pemerintah dalam menegakkan hukum di
Indonesia serta dalam upaya menyelesaikan permasalahan tindak pidana
pencurian yang dilakukan oleh anak.
b. Memberikan hasil penelitian terhadap khazanah keilmuan, khususnya di
bidang hukum pidana Islam terhadap pelaku pencurian yang dilakukan
oleh anak.
D. Kajian Terdahulu
Sebelumnya penulis melakukan tinjauan pustaka dengan tujuan untuk
mengkaji materi-materi terdahulu, khususnya mengenai pidana bagi anak pelaku
pencurian yang telah dibahas berupa penelitian pustaka.
Dari literature yang telah penulis telaah terdapat karya tulis berupa skripsi
yang dijadikan acuan awal oleh penulis, yaitu:
“Tindak Pidana Pencurian Oleh Anak Di Bawah Umur Dalam Perspektif Hukum
Islam Dan Hukum Positif (Analisis Putusan Nomor :
1210/PEN/PID.B/2009/PN.TNG)” oleh Achmad Laily Jurusan Perbandingan
Hukum 2006. Di dalam skripsi ini membahas tentang tindak pidana pencurian
yang dilakukan oleh anak di bawah umur, serta prosedur pemeriksaan dan hak-
hak atas perlindungan anak sebagai pelaku kriminal.
8
E. Metode Penelitian
1. Teknik Penelitian
Metode yang akan dipergunakan dalam penelitian ini, secara
kategorikal termasuk dalam jenis penelitian putusan kasus dan kepustakaan
(Library Research), yakni menjadikan bahan-bahan pustaka sebagai sumber
data yang berhubungan dengan objek pembahasan penelitian.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah menelaah putusan
kasus yang bersifat kualitatif yang dalam pengumpulan datanya menggunakan
putusan dan bahan pustaka yang tersedia, baik berupa data primer maupun
data sekunder.
a. Sumber Primer
Adapun data primer penelitian ini adalah Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana, Hukum Pidana Islam dan Putusan No.
808/Pid.B/2011/PN.MKS.
b. Sumber Sekunder
Sedangkan data sekunder yaitu bahan pustaka, buku-buku, data-data
yang mempunyai relevansi dan dapat menunjang penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Setelah data-data kualitatif terkumpul, maka cara pengumpulan data
literalnya dilakukan dengan pengumpulan serta penggalian bahan-bahan
pustaka yang berhubungan (koheren) dengan objek penelitian.
9
4. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan yang digunakan dalam penyusunan skripsi
ini adalah penulis memakai acuan dari “pedoman penulisan skripsi yang
diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2012”.
F. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan pokok bahasan
secara sistematis yang terdiri dari lima bab, dan masing-masing terdiri dari sub-
sub bab sebagai perinciannya. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai
berikut:
Bab I : pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan
dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian
terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II : tinjauan umum tentang pidana anak di Indonesia, pengertian pidana
dan hukuman, batas usia pemidanaan anak, kedudukan anak dalam
hukum positif.
Bab III : tindak pidana pencurian oleh anak, pengertian pencurian, tindak
pidana anak pelaku pencurian, ketentuan hukum mengenai pidana
bagi anak pelaku pencurian.
Bab IV : pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana pencurian oleh
anak, penerapan hukum pidana materiil terhadap tindak pidana
10
pelaku pencurian yang dilakukan oleh anak dalam putusan nomor:
808/Pid.B/2011/PN.MKS, analisis sanksi pemidanaan anak dalam
perspektif hukum Islam.
Bab V : merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
11
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PIDANA ANAK DI INDONESIA
A. Pengertian Pidana dan Hukuman
1. Pengertian Pidana
Pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang
yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Di dalam
hukum modern, pidana juga meliputi apa yang disebut “tindakan” (tata tertib).
Dalam pengertian hukum adat, istilah “pidana” dipersamakan dengan istilah
“reaksi”.1
Secara normatif, pidana juga dapat diartikan sebagai kerangka berpikir
tentang hukum, keberlakuannya, penerapannya, pembentukan, dan
penegakannya harus berdasar kepada segala bentuk peraturan perundang-
undangan yang mengatur tentang hukum tersebut. Pandangan ini mutlak
memberlakukan dogmatika hukum yang bersumber pada hukum positif,
sehingga memperhitungkan tentang faktor empiris yang mengukur manfaat
keberlakuan hukum dengan melihat kondisi atau fakta di masyarakat, disebut
pandangan positivistik.2
Di Indonesia, suatu pidana diatur dalam sebuah undang-undang hukum
pidana, yang mana berfungsi dalam mengatur tindakan pidana dan pidana
1H. Muchammad Ichsan dan M. Endrio Susila, Hukum Pidana Islam Sebuah Alternatif,
(Yogyakarta: Lab Hukum FHUMY, 2008), h. 3. 2Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika,
2004), h. 9.
12
yang terjadi dalam masyarakat, sehingga tercipta tata kehidupan yang tentram
dan selaras dengan aturan hukum yang ada.
Hukum hanya memperhatikan perbuatan-perbuatan yang
“soziarelevant”, artinya hukum hanya mengatur segala sesuatu yang
bersangkut paut dengan masyarakat. Hukum pidana pada dasarnya tidak
mengatur sikap batin seseorang yang bersangkutan dengan tata susila,3
sehingga sangat mungkin ada perbuatan yang secara kesusilaan sangat tercela,
tapi hukum pidana atau Negara tidak turun tangan di dalam aturan hukum atau
hukum yang benar-benar hidup dalam masyarakat.4
2. Pengertian Hukuman
Berbicara tentang hukum maka hukum terbagi menjadi dua, yaitu
hukum privat dan hukum publik yang mana hukum pidana termasuk di dalam
hukum publik, hal ini berlaku hingga dewasa ini. Dahulu di Indonesia,
tidaklah dipisah-pisahkan antara kedua hukum itu, sehingga gugatan baik
yang termasuk dalam hukum publik sekarang ini maupun yang termasuk
hukum privat dijatuhkan oleh pihak-pihak yang dirugikan.5
Istilah hukuman ini berasal dari kata straf yang merupakan istilah yang
sering digunakan sebagai sinonim dari istilah pidana. Istilah hukuman yang
merupakan umum dan konvensional, dapat mempunyai arti yang luas dan
berubah-ubah karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang yang
3Ibid., h. 6. 4Darwan Prints, Hukum Anak Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), h. 26.
5Ibid., h. 8.
13
cukup luas. Pidana (hukuman) ialah perasaan tidak enak (penderitaan
sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis pada orang yang
melanggar undang-undang hukum pidana.6
Penghukuman sering kali sinonim dengan pemidanaan seperti yang
dipaparkan Sudarto, yaitu : penghukuman berasal dari kata hukum, sehingga
dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang
hukumnya (berechten). Menetapkan hukum oleh suatu peristiwa itu tidak
hanya menyangkut hukum pidana saja, akan tetapi juga hukum perdata. Oleh
karena itu tulisan ini berkisar pada hukum pidana, sehingga istilah tersebut
harus disempitkan artinya, yakni penghukuman dalam perkara pidana, yang
kerap kali sinonim dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan
pidana oleh hakim. Penghukuman di sini mempunyai makna sama dengan
sentence atau veroordeling.7
Dari pandangan Sudarto dapat diketahui bahwa penghukuman
merupakan sinonim dari pemidanaan, yang berdasarkan uraian dalam kamus
bahasa Indonesia digunakan istilah hukuman dalam arti khusus yaitu
penderitaan yang diberikan kepada seseorang yang melanggar undang-
undang, yang dijatuhkan oleh hakim. Hal ini disebabkan tidak adanya atau
belum ada kesepakatan terhadap masalah hukuman ini, yang sama sering
6R. Sugandhi, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Penjelasannya, (Surabaya: Usaha
Nasional), h. 12. 7Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Penerbit Alumni, 1986), cet. ke-2. h. 71-
72.
14
ditemukan kata-kata hukuman 10 tahun penjara dan kadang didapati kata-kata
dipidana 10 tahun penjara, juga tidak bisa dikatakan bahwa tidak ada sarjana
yang tidak membedakan arti dari hukuman dengan pidana.
Sedangkan menurut Andi Hamzah, bahwa hukuman adalah suatu
pengertian umum, sebagai suatu sanksi atau penderitaan atau suatu nestapa
yang sengaja ditimpakan kepada seseorang. Sedangkan pidana yang mana
Andi Hamzah berusaha membedakan kedua istilah tersebut adalah merupakan
suatu pengertian khusus yang berkaitan dengan hukum pidana.8
Lebih jauh lagi penuturan Tirtaamidjaja, bahwa hukuman adalah suatu
penderitaan, yang dikenakan oleh hakim kepada si terhukum karena
melanggar suatu norma hukum. Dan bahwa hukuman sebagai sanksi dari
suatu norma hukum tertentu adalah tanda dari hukum pidana itu, yang
membedakannya dari bagian-bagian hukum yang lain.9
Adapun yang dimaksud dengan hukum anak adalah sekumpulan
peraturan hukum, yang mengatur tentang anak. Adapun hal-hal yang diatur
dalam hukum anak itu, meliputi : sidang pengadilan anak, anak sebagai pelaku
tindak pidana, anak sebagai korban tindak pidana, kesejahteraan anak, hak-
hak anak, pengangkatan anak, anak terlantar, kedudukan anak, perwalian,
anak nakal, dan lain sebagainya.10
8Ibid., h. 12. 9Ibid., h. 16.
10Atmasasmita, Romli. Problem Kenakalan Anak-anak Remaja, (Bandung: Armico, 1983), h.
68.
15
B. Batasan Usia Pemidanaan Anak
Dalam hal pemidanaan anak ada batasan usia minimal dan maksimal anak
tersebut dapat dijatuhi sanksi pidana.
“Batas usia anak adalah pengelompokan usia maksimal sebagai wujud
kemampuan anak dalam status hukum, sehingga anak tersebut beralih
status menjadi usia dewasa atau menjadi seorang subjek hukum yang
dapat bertanggungjawab secara mandiri terhadap perbuatan-perbuatan
dan tindakan-tindakan hukum yang dilakukan oleh anak itu”.11
Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dalam
penentuan batasan usia anak diperoleh ketidaksamaan antara peraturan
perundang-undangan yang satu dengan yang lainnya sesuai dengan kriteria
masing-masing peraturan perundang-undangan tersebut.
Itu berarti bahwa seseorang yang usianya telah lebih dari 16 (enam belas)
tahun, sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, maka ia dapat dikenakan sanksi pidana
sesuai dengan ketentuan pidana yang berlaku bagi orang dewasa.
Namun ketentuan dalam Pasal 45, 46 dan 47 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) dinyatakan sudah tidak berlaku lagi berdasarkan
ketentuan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan
Anak. Sedangkan jika kita tinjau pada batasan anak dalam KUHP sebagai korban
kejahatan seperti yang tercantum dalam BAB XIV Pasal 287, 290, 292, 294 dan
295 KUHP adalah berumur kurang dari 15 (lima belas) tahun.
11
Maulana Hasan Wadong, op cit, h. 24.
16
Sementara Pasal 330 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum perdata
menyatakan bahwa :
“Belum dewasa adalah mereka yang belum dewasa mencapai umur genap
21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin”.
Dapat ditarik kesimpulan makna dari bunyi pasal tersebut adalah bahwa
seseorang yang genap berusia 21 tahun dan telah pernah menikah, dianggap telah
dewasa atau cakap berbuat hukum, maka semua akibat dari perbuatan hukum
yang dilakukan ditanggung sepenuhnya oleh yang bersangkutan.
Batasan usia dalam peraturan perundang-undangan jika dilihat dalam
hukum adat di Indonesia akan berbeda. Usia bukanlah menjadi suatu ukuran
seorang anak tersebut sudah dianggap dewasa atau belum.
Dalam hukum adat di Indonesia batasan umur untuk disebut anak bersifat
pluralistis. Dalam artian kriteria untuk menyebut bahwa seseorang tidak lagi
disebut anak dan telah dewasa beraneka ragam istilahnya, misalnya : telah “kuat
gawe”, “akil baliq”, “menek bajang”, dan lain sebagainya.12
Ditiap daerah di Indonesia ukuran kedewasaan seorang anak jika dilihat
dari hukum adatnya akan berbeda-beda, namun secara umum ada beberapa hal
yang bisa dijadikan pedoman untuk mengetahui batasan usia anak.
Di Indonesia sendiri sejak dibentuk Undang-Undang tentang Peradilan
Anak yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, memberikan batasan yang
12
Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990),
h. 16.
17
tegas tentang atas usia pemidanaan anak di Indonesia. Dalam Pasal 4 disebutkan
bahwa :13
(1) Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak adalah
sekurang-kurangnya 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun
dan belum pernah kawin.
(2) Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan dapat diajukan ke sidang
pengadilan, setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur
tersebut tetapi belum mencapai umur 21 tahun, tetap diajukan ke
sidang anak.
Jika pelaku kejahatan dilakukan oleh anak dibawah dari batas usia
minimum yang ditentukan atau belum berumur 8 tahun, dalam Pasal 5 Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 1997 ditegaskan bahwa :
1) Dalam hal anak belum mencapai umur 8 (delapan) tahun melakukan
atau diduga melakukan tindak pidana, maka terhadap anak tersebut
dapat dilakukan pemeriksaan atau penyidik.
2) Apabila menurut hasil pemeriksaan, penyidik berpendapat bahwa
anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masih dapat dibina oleh
orang tua asuhnya, penyidik menyerahkan kembali anak tersebut
kepada orang tua, wali, atau orang tua asuhnya.
13
Penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak.
18
3) Apabila menurut hasil pemeriksaan, penyidik berpendapat bahwa
anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dibina lagi
oleh orang tua, wali atau orang tua asuhnya, penyidik menyerahkan
anak tersebut kepada Departemen Sosial setelah mendengar
pertimbangan dari pembimbing kemasyarakatan.
Jadi ada 2 (dua) alternatif yang dapat diambil yaitu, pertama jika anak
tersebut masih dapat dibina maka diserahkan kepada orang tua, wali atau orang
tua asuhnya, yang kedua adalah diserahkan kepada Departemen Sosial jika anak
tersebut sudah tidak dapat dibina lagi oleh orang tua, wali atau orang tua asuhnya.
Pengelompokan anak berdasarkan pertimbangan umur sangatlah penting,
mengingat pada tiap tingkatan usia anak berbeda pula tingkat kematangan anak
dalam berpikir sehingga akan berbeda cara memperlakukan anak tersebut.
Yang terpenting seseorang tergolong dalam usia anak dalam batas bawah
usia seorang anak, yaitu 0 (nol) tahun batas penuntutan 8 (delapan) tahun sampai
dengan batas atas 18 tahun dan belum pernah kawin. Pengelompokan ini,
dimaksud untuk mengenal secara pasti faktor-faktor yang menjadi sebab-sebab
terjadinya tanggung jawab anak dalam hal-hal berikut ini.14
1. Kewenangan bertanggung jawab terhadap anak.
2. Kemampuan untuk melakukan peristiwa hukum.
3. Pelayanan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana.
4. Pengelompokan proses pemeliharaan.
14
Maulana Hasan Wadong, op cit, h. 26.
19
5. Pembinaan yang efektif.
Batasan dari segi usia akan sangat berpengaruh pada kepentingan hukum
anak yang bersangkutan. Pertanggungjawaban pidana anak diukur dari tingkat
kesesuaian antara kematangan moral dan kejiwaan anak dengan kenakalan yang
dilakukan anak, keadaan kondisi fisik, mental dan sosial anak menjadi
perhatian.15
Adanya batasan usia dimaksudkan agar ada perlindungan dan pembinaan
bagi anak, karena anak merupakan sumber daya manusia dan menjadi generasi
penerus bangsa.
C. Kedudukan Anak dalam Hukum Positif
Pengertian anak dalam hukum positif, dapat ditinjau dari berbagai aspek,
yaitu aspek hukum, aspek psikologis dan aspek biologis.
Pertama Anak ditinjau dari aspek hukum, yaitu Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dalam Pasal 1 Ayat (1) disebutkan bahwa
anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8
(delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum
pernah kawin.
Kedua Anak ditinjau dari aspek psikologis. Proses perkembangan anak
terdiri dari beberapa fase pertumbuhan yang bisa digolongkan berdasarkan pada
paralelitas perkembangan jasmani anak dengan perkembangan jiwa anak.
15
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Anak Di
Indonesia, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2008), h. 33.
20
Ketiga Anak ditinjau dari aspek biologis dari lebih ditekankan pada
perubahan fisik seseorang. Zakiyah Drajat menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan remaja adalah salah satu dari unsur manusia yang paling banyak
mengalami perubahan, sehingga membawanya pindah dari masa anak menuju
masa dewasa, perubahan yang terjadi meliputi segala segi kehidupan manusia
yaitu jasmani, rohani pikiran, perasaan dan sosial. Biasanya dimulai perubahan
jasmani yang menyangkut segi seksual, biasanya terjadi pada umur 13-14 tahun.
Perubahan itu disertai dan diiringi oleh perubahan-perubahan lain, yang berjalan
sampai umur 20 tahun. Karena itu masa remaja dapat dianggap terjadi antara
umur 13 dan 20 tahun.
Merujuk dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa seorang anak
diartikan sebagai manusia yang masih kecil atau belum dewasa.16
Di dalam Pasal
45 KUHP juga disebutkan bahwa : “Dalam menuntut orang yang belum cukup
umur (minderjarig) karena melakukan perbuatan sebelum umur 16 tahun, seorang
hakim boleh memerintahkan supaya si tersalah (anak) dikembalikan kepada orang
tuanya, walinya atau pemeliharanya, dengan tidak dikenakan suatu hukuman, atau
memerintahkan si tersalah (anak) diserahkan kepada pemerintah dengan tidak
dikenakan suatu hukuman, yakni jika perbuatan itu termasuk bagian dari
kejahatan atau salah satu pelanggaran yang diterangkan dalam Pasal 489, 490.
492, dan lain sebagainya.
16
Darwan Prints, Hukum Anak Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), h. 1.
21
Kedudukan anak yang dihukum dengan diserahkan kepada orang tua,
lembaga perawatan atau pembinaan, balai latihan kerja, atau lembaga sosial, tidak
dapat disebut sebagai gugurnya tindak pidana yang dilakukan oleh anak tersebut
dan atau dihapuskannya hak anak menjalankan hukuman (penjara) dari anak
tersebut.
Adapun di dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa anak adalah seseorang yang
belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan. Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa anak yang berhak
mendapat perlindungan hukum tidak memiliki batasan minimal umur.17
Dari anak
masih dalam kandungan, sampai ia berhak mendapatkan perlindungan. Dalam
Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan
Anak, yang disebut anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 (dua
puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.
Sedangkan dalam hukum perdata dijelaskan dalam Pasal 370 bab kelima
belas tentang kebelum dewasaan seseorang, yang berbunyi : belum dewasa adalah
mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu
kawin.18
Jadi anak adalah orang yang belum berumur 21 tahun dan belum
17
Redaksi Citra Umbara, Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak, (Bandung: Citra Umbara, 2003), h. 4. 18
R. Subekti dan R. Tjitro Sudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Burgelijk
Wetboek: Dengan Tambahan UU Pokok Agraria dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Pradnya
Paramita, 1994), h. 76.
22
menikah. Menurut ketentuan Pasal 45 KUHP, bahwa seseorang dikatakan masih
anak-anak haruslah mempunyai dua syarat, yakni :
1. Orang atau anak itu ketika dituntut haruslah belum dewasa, yang dimaksud
belum dewasa adalah mereka yang belum berumur 21 tahun dan belum pernah
kawin dan bercerai sebelum berumur 21 tahun, maka ia telah dianggap
sebagai seseorang yang sudah dewasa.
2. Tuntutan itu mengenai perbuatan pidana pada waktu ia berumur 16 tahun.
Bismar Siregar dalam bukunya yang berjudul “Keadilan Dalam Berbagai
Aspek Hukum Nasional” menyatakan bahwa dalam masyarakat yang sudah
mempunyai hukum tertulis diterapkan batasan umur yaitu 16 tahun atau 18 tahun
ataupun usia tertentu yang menurut perhitungan pada usia itulah si anak bukan
lagi termasuk atau tergolong anak, tetapi sudah dikatakan dewasa.19
Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan
Anak, disebutkan bahwa batasan anak adalah sebelum mencapai umur 21 tahun
dan belum pernah kawin (Pasal 1 butir 1).20
Kemudian dalam Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, membatasi usia anak di bawah
kekuasaan orang tua dan di bawah perwalian sebelum mencapai umur 18 tahun
(Pasal 47 ayat 1) dan Pasal 50 ayat (1).21
Dalam Undang-Undang Pemilihan
Umum, yang dikatakan anak adalah belum mencapai umur 17 tahun (Pasal 9 ayat
19
Bismar Siregar, Keadilan Dalam Berbagai Aspek Hukum Nasional, (Jakarta: Rajawali,
1986), h. 105. 20
Redaksi Citra Umbara, Undang-Undang Kesejahteraan Anak, (Bandung: Sinar Grafika,
1997), h. 52. 21
Redaksi Bumi Aksara, Undang-Undang Pokok Perkawinan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999),
cet. ke-3. h. 39.
23
1). Sedangkan dalam Undang-Undang Peradilan Anak ditentukan batas minimal
dan maksimal usia anak, yaitu sekurang-kurangnya 8 tahun dan maksimal umur
21 tahun serta belum pernah kawin (Pasal 1 ayat 1 dan 2).
24
BAB III
TINDAK PIDANA PENCURIAN OLEH ANAK
A. Pengertian Pencurian
Secara etimologi pencurian adalah terjemahan dari bahasa arab yaitu al-
sariqah, yang berarti melakukan suatu tindakan terhadap orang lain secara
tersembunyi. Sedangkan secara istilah, mencuri disebut dengan suatu tindak
kejahatan mengambil harta orang lain dengan cara sembunyi-sembunyi, baik dari
pandangan pemilik harta yang dicuri atau pihak lain menurut anggapan orang
yang mencurinya dengan tujuan untuk memiliki barang.1
Pencurian dapat dikatakan sebagai tindakan mengambil harta orang lain
dalam keadaan sembunyi, yaitu mengambilnya tanpa sepengetahuan dan kerelaan
pemiliknya, misalnya seseorang mengambil harta dari sebuah rumah ketika
pemiliknya sedang bepergian atau tidur.2
Sedangkan dalam tindak pidana pencurian dalam hukum positif adalah
Pencurian merupakan suatu perbuatan mengambil barang orang lain dengan
maksud untuk memilikinya. Pencurian dibagi menjadi dua yaitu pencurian
didalam bentuknya yang pokok disebut dengan pencurian biasa, dan pencurian
khusus atau biasa disebut dengan pencurian yang berkualifikasi. Tindak pidana
pencurian pertama yang diatur dalam bab XXII buku II Pasal 362 KUHP ialah
tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok, yaitu :
1Wagiati Soetedjo, Hukum Pidana Islam, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), h. 27.
2Abdul Qadir Audah, At-Tasyri’ al-Jinai al-Islami, (Beirut: Dar al-Kutub, 1963), h. 67.
25
“Barang siapa yang mengambil suatu benda sebagian benda atau
seluruhnya merupakan kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk
menguasai benda tersebut secara melawan hukum. Karena bersalah
melakukan tindak pidana pencurian, dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya 5 tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya
sembilan ratus rupiah”.
B. Tindak Pidana Anak Pelaku Pencurian
Ahli hukum dan mantan Hakim Agung Republik Indonesia 1968, Sri
Widoyati Lokito, memberikan definisi kenakalan remaja dengan semua perbuatan
yang dirumuskan dalam perundang-undangan dan perbuatan lainnya yang pada
hakekatnya merugikan masyarakat yang harus dirumuskan secara terperinci
dalam Undang-Undang Peradilan Anak.3
Dalam Undang-Undang Peradilan Anak Pasal 1 ayat (2) menggunakan
istilah anak nakal,4 sedang pengertian anak adalah anak yang melakukan tindak
pidana atas anak yang menurut peraturan baik perundang-undangan maupun
menurut peraturan hukum yang dilarang dan ditetapkan dalam peraturan dan
berlaku dalam masyarakat.
Pemaparan tersebut melahirkan kesimpulan bahwa unsur dari perbuatan
atau tindak pidana yang dilakukan oleh anak nakal adalah:
1. Perbuatan dilakukan oleh anak-anak
2. Perbuatan itu melanggar aturan atau norma
3. Perbuatan itu merugikan bagi perkembangan si anak tersebut.
3Sri Widoyati, Kenakalan Anak, h. 17.
4Penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak.
26
Bentuk kenakalan anak yang didasarkan pada berbagai pengertian tentang
kenakalan anak yang dikemukakan oleh para pakar, misalnya oleh Moedikdo,
setidaknya terdapat tiga kategori perbuatan yang masuk dalam klasifikasi
kenakalan anak Juvenile Delinquency, yaitu sebagaimana dikutip B.
Simanjuntak.5
1. Semua perbuatan yang dilakukan oleh orang dewasa sementara perbuatan itu
menurut ketentuan hukum normatif adalah perbuatan pidana, seperti mencuri,
menganiaya dan lain sebagainya.
2. Semua perbuatan atau perilaku yang menyimpang dari norma tertentu atau
kelompok tertentu yang dapat menimbulkan kemarahan dalam masyarakat.
3. Semua aktifitas yang pada dasarnya membutuhkan perlindungan sosial,
semisal gelandangan, mengemis dan lain sebagainya.
Keseluruhan bentuk kenakalan anak baik yang diklasifikasikan
berdasarkan definisi maupun berdasarkan rujukan normatif (ketentuan hukum
pidana) tersebut selanjutnya dapat dibagi dalam 4 jenis, yaitu :
1. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain seperti
perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan sebagainya.
2. Kenakalan yang menimbulkan korban materi, seperti perusakan, pencurian,
pencopetan, dan sebagainya.
3. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban pihak orang lain, seperti
pelacuran dan penyalahgunaan obat terlarang (narkoba).
5B. Simanjuntak, Latar Belakang Kenakalan Remaja, (Bandung: Alumni, 1973), h. 76.
27
4. Kenakalan yang melawan status, seperti mengingkari status anak sebagai
pelajar dengan cara membolos sekolah, mengingkari status orang tua dengan
cara minggat dari rumah atau tidak taat atau membantah perintah dan lain
sebagainya.
C. Ketentuan Tindak Pidana bagi Anak Pelaku Pencurian menurut Hukum
Positif
Pencurian di dalam bentuknya yang pokok diatur di dalam Pasal 362
KUHP yang berbunyi :
“Barang siapa mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian
adalah kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk menguasai benda
tersebut secara melawan hak, maka ia dihukum karena kesalahannya
melakukan pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya lima
tahun atau denda setinggi-tingginya enam puluh rupiah”.
Menurut Sri Widoyati Lokito, banyak yang mempengaruhi pemidanaan
yang terdapat dalam Undang-Undang, yaitu :6
1. Hal-hal yang memberatkan pemidanaan
Hal-hal yang memberatkan pemidanaan dapat dibedakan menjadi dua
hal, yaitu :
a. Kedudukan sebagai pejabat
Menurut Pasal 52 KUHP, apabila seorang pejabat karena melakukan
tindak pidana dari jabatannya, maka kesempatan atau sarana yang
6Sri Widoyati Lokito, Kenakalan Anak, h. 19.
28
diberikan padanya karena jabatannya, pidananya ditambah sepertiganya.
Misalnya seorang agen polisi diperintah untuk menjaga uang di Bank
Negara Indonesia, jangan sampai dicuri orang tetapi ia melanggar
kewajiban yang istimewa dalam jabatannya, maka pidananya dapat
ditambah sepertiganya.
b. Pengulangan tindak pidana (Recidive)
Barang siapa yang melakukan tindak pidana dan dikenakan pidana,
kemudian dalam waktu tertentu diketahui melakukan tindak pidana lagi,
dapat dikatakan pelakunya mempunyai watak yang buruk. Oleh karena itu,
undang-undang memberikan kelonggaran kepada hakim untuk
mengenakan pidana yang lebih berat. Menurut hukum pidana modern,
recidive itu dibedakan menjadi dua, yaitu : recidive kebetulan atau pelaku
kejahatan yang mengulangi kejahatannya karena terpaksa seperti karena
tuntutan ekonomi dan ada istilah recidive biasa yaitu pelaku kejahatn yang
melakukan kejahatannya karena merupakan suatu keiasaan recidive biasa
inilah yang harus diperberat pemidanaannya.
2. Hal-hal yang meringankan pemidanaan
a. Percobaan (poging)
Dalam Pasal 53 KUHP terdapat unsur-unsur dari delik percobaan
yaitu :
1) Harus ada niat
2) Harus ada permulaan pelaksanaan
29
3) Pelaksanaan itu tidak selesai semata-mata bukan karena kehendak
sendiri
Ancaman pidana itu hanya ditujukan terhadap percobaan
kejahatan, sedangkan untuk percobaan pelanggaran tidak bisa dikenakan
pidana.7
b. Pembantuan (medepllichtige)
Menurut Pasal 56 KUHP, barang siapa yang sengaja membantu
melakukan kejahatan dan memberi kesempatan dengan upaya atau
keterangan untuk melakukan kejahatan dalam hal pembantuan maksimum
pidana pokok dikurangi sepertiga. Dan bila diancam dengan penjara
seumur hidup, maka maksimum hukumannya 15 tahun.
c. Belum cukup umur (minderjarig)
Belum cukup umur (minderjarig) merupakan hal yang
meringankan pemidanaan karena usia yang asih muda belia itu
kemungkinan sangat besar dapat memperbaiki kelakuannya dan
diharapkan kelak bisa menjadi warga yang baik dan berguna bagi nusa dan
bangsa.
Dalam hubungannya dengan pertanggungjawaban pidana timbul
pertanyaan, apakah setiap anak yang bersalah meakukan suatu tindak pidana
dapat dipertanggungjawabkan? pada mulanya, sistem pertanggungjawaban bagi
anak-anak didasarkan kepada kemampuan bertanggung jawab, sistem yang
7Maulana Hasan Wadong, op cit, h. 26.
30
mendasarkan kepada kemampuan bertanggung jawab dan batas usia tertentu bagi
seorang anak, tidak dianut lagi dalam hukum pidana di Indonesia dewasa ini.
Namun yang dianut sekarang adalah sistem pertanggungjawaban yang
menyatakan bahwa semua anak asal jiwanya sehat dianggap mampu bertanggung
jawab dan dapat dituntut.8
Bagi anak yang mampu bertanggung jawab masih tetap dimungkinkan
untuk tidak dipidana, terutama bagi anak yang masih sangat muda. Namun tidak
harus diartikan bahwa Undang-undang masih membedakan antara yang mampu
dan tidak mampu bertanggung jawab.
Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak
terhadap anak nakal dapat dijatuhkan pidana yaitu pidan pokok dan pidana
tambahan atau tindakan. Dengan menyimak Pasal 23 ayat 23 (1) dan ayat (2)
diatur pidana pokok dan pidana tambahan bagi anak nakal.
1. Pidana Pokok
Ada beberapa pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal,
yaitu :
a. pidana penjara
b. pidana kurungan
c. pidana denda, atau
d. pidana pengawasan.
8CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1996), h. 41.
31
2. Pidana Tambahan
Pidana tambahan terdiri dari :
a. perampasan barang-barang tertentu
b. pembayaran ganti rugi.
3. Tindakan
Beberapa tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal (Pasal 24
ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak)
adalah :9
a. mengmbalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh,
b. menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan
latihan kerja.
c. menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau organisasi sosial
kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan
latihan kerja.
Selain tindakan tersebut, hakim dapat memberi teguran dan
menetapkan syarat tambahan.
Penjatuhan tindakan oleh hakim dilakukan kepada anak yang
melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut
peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain.
Dalam segi usia, pengenaan tindakan terutama bagi anak yang masih
berumur 8 (delapan) tahun sampai 12 (dua belas) tahun. Terhadap anak yang
9Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h. 24.
32
telah melampaui umur di atas 12 (dua belas) tahun dijatuhkan pidana. Hal ini
mengingat pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial anak.10
Sedang rumusan pengenaan tindakan terhadap anak menurut Pasal 132
rancangan KUHP adalah :
a. pengembalian kepada orang tua, wali atau pengasuhnya
b. penyerahan kepada pemerintah atau seseorang
c. keharusan mengikuti suatu latihan yang diadakan oleh pemerintah atau
suatu badan swasta
d. pencabutan surat izin mengemudi
e. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana
f. perbaikan akibat tindak pidana
g. rehabilitasi dan atau
h. perawatan di dalam suatu lembaga
4. Pidana Penjara
Berbeda dengan orang dewasa, pidana penjara bagi anak nakal
lamanya ½ (satu perdua) dari ancaman pidana orang dewasa atau paling lama
10 (sepuluh) tahun. Terhadap anak nakal tidak dapat dijatuhkan pidana mati
maupun pidana seumur hidup. Dan sebagai gantinya adalah dijatuhkan salah
satu tindakan.11
10
Ibid., h. 12. 11
Ibid., h. 29.
33
5. Pidana Kurungan
Pidana kurungan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal maksimal
setengah dari maksimum ancaman pidana kurungan bagi dewasa. Mengenai
apakah yang dimaksud maksimum ancaman pidana kurungan bagi orang
dewasa, adalah maksimum ancaman pidana kurungan terhadap tindak pidana
yang dilakukan sesuai dengan yang ditentukan dalam KUHP atau Undang-
undang lainnya (penjelasan Pasal 27).12
6. Pidana Denda
Seperti pidana penjara dan pidana kurungan maka penjatuhan pidana
denda juga dijatuhkan setengah dari maksimum pidana denda bagi orang
dewasa. Bila denda itu tidak dapat dibayar, maka wajib diganti dengan latihan
kerja selama 90 hari dengan jam kerja tidak lebih dari 4 jam sehari dan tidak
boleh dilakukan di malam hari. Tentunya hal demikian mengingat
pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial anak serta
perlindungan anak.13
7. Pidana Bersyarat
Garis besar ketentuan pidana bersyarat bagi anak nakal sesuai dengan
rumusan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan
Anak.14
12
Ibid., h. 30. 13
Ibid., h. 31. 14
Penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak.
34
8. Pidana Pengawasan
Pidana pengawasan adalah pidana khusus yang dikenakan untuk anak
yakni pengawasan yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum terhadap
perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari di rumah anak tersebut dan
pemberian bimbingan yang dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan.
Anak nakal yang diputus oleh hakim untuk diserahkan kepada negara di
tempatkan di lembaga pemasyarakatan anak sebagai anak negara, dengan
maksud untuk menyelamatkan masa depan anak atau bila anak menghendaki
anak dapat diserahkan kepada orang tua asuh yang memenuhi syarat.15
15
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004) h. 31.
35
BAB IV
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TINDAK PIDANA
PENCURIAN OLEH ANAK
A. Penerapan Hukum Pidana Materiil Terhadap Pelaku Tindak Pidana
Pencurian Yang Dilakukan Oleh Anak Dalam Putusan Nomor:
808/Pid.B/2011/PN.MKS
Tindak pidana merupakan suatu tindakan yang melanggar hukum yang
telah dilakukan baik secara sengaja maupun secara tidak sengaja oleh seseorang
yang tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan, dan oleh Undang-
Undang telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum.1
Berikut kasus yang mengenai tindak pidana pencurian yang dilakukan
oleh anak dalam Studi Kasus Putusan Nomor: 808/Pid.B/2011/PN.MKS yang
disususn dalam bentuk dakwaan yaitu terdakwa melanggar Pasal 365 ayat (1), (4)
dan Undang-Undang darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang senjata tajam.
1. Posisi Kasus
Terdakwa Rafli Yusuf alias Appi bersama Rahmat alias Bucek
(dewasa dan sidang tersendiri) pada hari Kamis tanggal 7 April 2011 pukul
23.00 WITA atau setidak-tidaknya dalam tahun 2011 bertempat di Jl. Dg.
Tata Raya Kota Makassar atau setidak-tidajnya tempat lain dalam daerah
hukum Peradilan Negeri Makassar, mengambil barang, seluruh atau sebagian
1Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h. 30.
36
kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum
ancaman kekerasan, dimana perbuatan terdakwa dilakukan dengan cara;
berawal terdakwa Rafli Yusuf alias Appi selaku anak dibawah umur sesuai
keterangan hasil ujian sekolah dasar tahun 2005/2006 lahir tanggal 4 Juni
1994 yang dibuat oleh Kepala Sekolah SD Impres Sambung Jawaya Kota
Makassar atas nama Sri Endang K, S.Pd.
Dimana saksi korban Pr. Israwati pulang kerja dengan dibonceng
sepeda motor oleh Lk. Mahardika melewati Jl. Daeng Tata dekat Pasar
Hartaco tiba-tiba sepeda motor Honda Beat putih yang dikendarai oleh
terdakwa yang berboncengan dengan Lk. Rahmat alias Bucek mendekati
korban dan memepet sepeda motor korban dimana terdakwa Rafli Yusuf
menarik tas selempangan yang berisi HP Nokia X2 warna hitam dan surat-
surat penting lainnya milik korban Pr. Israwati dari pundaknya, kemudian
korban terjatuh dari aspal jalan dan menderita luka lecet pada punggung kaki
kanan.
Terdakwa Rafli Yusuf alias Appi bersama Rahmat alias Bucek
melarikan diri dan Lk. Rahmat alias Bucek meninggalkan sepeda motor di
jalan dimana korban berteriak minta tolong dan mengatakan “jambret” dimana
warga dapat mengamankan terdakwa Rafli Yusuf alias Appi dan Lk. Rahmat
alias Bucek serta diamankan oleh Anggota Unit Khusus Polsekta Tamalate,
dimana terdakwa bersama Lk. Rahmat alias Bucek digeledah dan ditemukan 2
buah busur yang dibawa oleh terdakwa Rafli Yusuf alias Appi dan Lk.
37
Rahmat alias Bucek, atas perbuatan terdakwa yang mengambil barang milik
korban Pr. Israwati sehingga korban mengalami kerugian yang ditaksir Rp.
1.500.000;- (satu juta lima ratus ribu rupiah) atau setidak-tidaknya sekitar itu,
dan didukung Visum Et Refertum No.2351/M/RS/IV/2011 tanggal 7 April
2011 yang menerangkan bahwa Lk. Mahardika menderita luka lecet pada
punggung kaki kanan ukuran 2 x 2 x 0,5cm dengan kesimpulan karena
kekerasan benda tumpul, dibuat oleh dr. Yusnah Yusuf pada RSU Haji
Makassar. Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 365 (1)
KUHP.
2. Dakwaan Penuntut Umum
Adapun surat dakwaan yang diajukan oleh Penuntut Umum terhadap
tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa Rafli Yusuf alias Appi bersama
Rahmat alias Bucek yang dibacakan pada persidangan dihadapan Hakim
Peradilan Makassar sebagai berikut:
Dakwaan Pertama Primair
Bahwa Ia terdakwa RAFLI YUSUF alias APPI bersama Rahmat alias
Bucek (dewasa dan sidang tersendiri) pada hari Kamis tanggal 7 April 2011
WITA atau setidak-tidaknya dalam tahun 2011 bertempat di Jl. Dg. Tata Raya
Kota Makassar, mengambil barang, seluruh atau sebagian kepunyaan orang
lain, dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum ancaman
kekerasan, dimana perbuatan terdakwa dialakukan denga cara; berawal
terdakwa Rafli Yusuf alias Appi selaku anak di bawah umur sesuai keterangan
hasil sekolah dasar tahun 2005/2006 lahir tanggal 4 Juni 1994 yang dibuat
oleh Kepala Sekolah SD Impres Sambung Jawaya Kota Makassar atas nama
Sri Endang K, S.Pd dimana saksi korban Pr. Israwati pulang kerja dengan
dibonceng sepeda motor oleh Lk. Mahardika melewati Jl. Daeng Tata dekat
Pasar Hartaco tiba-tiba sepeda motor Honda Beat putih yang dikendarai oleh
terdakwa yang berboncengan dengan Lk. Rahmat alias Bucek mendekati
38
korban dan memepet sepeda motor korban dimana terdakwa Rafli Yusuf
menarik tas selempangan yang berisi HP Nokia X2 warna hitam dan surat-
surat penting lainnya milik korban Pr. Israwati dari pundaknya kemudian
korban terjatuh dari aspal jalan dan menderita luka lecet pada punggung kaki
kanan, dimana terdakwa Rafli Yusuf alias Appi bersama Rahmat alias Bucek
melarikan diri dan Lk. Rahmat alias Bucek meninggalkan sepeda motor di
jalan dimana korban berteriak minta tolong dan mengatakan “jambret” dimana
warga dapat mengamankan terdakwa Rafli Yusuf alias Appi dan Lk. Rahmat
alias Bucek serta diamankan oleh Anggota Unit Khusus Polsekta Tamalate,
dimana terdakwa bersama Lk. Rahmat alias Bucek digeledah dan ditemukan 2
buah busur yang dibawa oleh terdakwa Rafli Yusuf alias Appi dan Lk.
Rahmat alias Bucek, atas perbuatan terdakwa yang mengambil barang milik
korban Pr. Israwati sehingga korban mengalami kerugian yang ditaksir Rp.
1.500.000;- (satu juta lima ratus ribu rupiah) atau setidak-tidaknya sekitar itu,
dan didukung Visum Et Referfum No.2351/M/RS/IV/2011 tanggal 7 April
2011 yang menerangkan bahwa Lk. Mahardika menderita luka lecet pada
punggung kaki kanan ukuran 2 x 2 x 0,5cm dengan kesimpulan karena
kekerasan benda tumpul, yang dibuat oleh dr. Yusnah Yusuf pada RSU Haji
Makassar. Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 365 (1)
KUHP.
Dakwaan Subsidair
Bahwa Ia terdakwa Rafli Yusuf alias Appi bersama Lk. Rahmat alias
Bucek (dewasa dan sidang tersendiri) pada waktu dan tempat sebagaimana
disebutkan dalam Dakwaan Pertama Primair tersebut di atas, mengambil
barang sesuatu atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk
dimiliki secara melawan hukum, bersekutu, dimana perbuatan terdakwa
dilakukan dengan cara; berawal terdakwa Rafli Yusuf alias Appi selaku anak
di bawah umur sesuai keterangan hasil ujian sekolah dasar tahun 2005/2006
lahir tanggal 4 Juni 1994 yang dibuat oleh Kepala Sekolah SD Impres
Sambung Jawaya Kota Makassar atas nama Sri Endang K, S.Pd dimana saksi
korban Pr. Israwati pulang kerja dengan dibonceng sepeda motor oleh Lk.
Mahardika melewati Jl. Daeng Tata dekat Pasar Hartaco tiba-tiba sepeda
motor Honda Beat putih yang dikendarai oleh terdakwa yang berboncengan
dengan Lk. Rahmat alias Bucek mendekati korban dan memepet sepeda motor
korban dimana terdakwa Rafli Yusuf menarik tas selempangan yang berisi HP
Nokia X2 dan surat-surat penting lainnya milik korban Pr. Israwati dari
pudaknya kemudian korban terjatuh dari aspal jalan dan menderita luka lecet
pada punggung kaki kanan, dimana terdakwa Rafli Yusuf alias Appi bersama
Rahmat alias Bucek melarikan diri dan Lk. Rahmat alias Bucek meninggalkan
sepeda motor di jalan dimana korban berteriak minta tolong dan mengatakan
“jambret” dimana warga dapat mengamankan terdakwa Rafli Yusuf alias
39
Appi dan Lk. Rahmat alias Bucek serta diamankan oleh Anggota Unit Khusus
Polsekta Tamalate, dimana terdakwa bersama Lk. Rahmat alias Bucek
digeledah dan ditemukan 2 buah busur yang dibawa oleh terdakwa Rafli
Yusuf alias Appi dan Lk. Rahmat alias Bucek, atas perbuatan terdakwa yang
mengambil barang milik korban Pr. Israwati sehingga korban mengalami
kerugian yang ditaksir Rp. 1.500.000;- (satu juta lima ratus ribu rupiah) atau
setidak tidaknya sekitar itu, dan didukung Visum Et Referfum
No.2351/M/RS/IV/2011 tanggal 7 April 2011 yang menerangkan bahwa Lk.
Mahardika menderita luka lecet pada punggung kaki kanan ukuran 2 x 2 x
0,5cm dengan kesimpulan karena kekerasan benda tumpul, dibuat oleh dr.
Yusnah Yusuf pada RSU Haji Makassar. Sebagaimana diatur dan diancam
pidana dalam Pasal 365 (1) ke-4 KUHP.
Dakwaan Kedua
Bahwa Ia terdakwa Rafli Yusuf alias Appi bersama Lk. Rahmat alias
Bucek (dewasa dan sidang tersendiri) pada waktu dan tempat sebagaimana
disebutkan dalam Dakwaan Pertama Primair tersebut diatas, tanpa hak
menguasai, membawa senjata tajam berupa busur, dimana perbuatan terdakwa
dilakukan dengan cara; berawal terdakwa Rafli Yusuf alias Appi selaku anak
di bawah umur sesuai keterangan hasil ujian sekolah dasar tahun 2005/2006
lahir tanggal 4 Juni 1994 yang dibuat oleh Kepala Sekolah SD Impres
Sambung Jawaya Kota Makassar atas nama Sri Endang K, S.Pd bersama Lk.
Rahmat alias Bucek tertangkap tangan oleh petugas polisi Polsekta Tamalate
dimana terdakwa digeledah dan ditemukan membawa masing-masing busur,
tanpa izi dari yang berwajib.
Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 (1) UU RI
Darurat No. 12 Tahun 1951 Lembaran Negara No. 78 Tahun 1951.
3. Tuntutan Penuntut Umum
Adapun tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum yang pada pokoknya
sebagai berikut:
1. Menyatakan terdakwa RAFLI YUSUF alias APPI terbukti secara sah dan
meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana
PENCURIAN yang melanggar Pasal 363 Ayat (1) KUHP dan
MEMBAWA SENJATA PENIKAM melanggar Pasal 2 Ayat (1) UU
40
Darurat No. 12/1951 LN No. 78/1951 sebagaimana dakwaan KESATU
dan KEDUA Penuntut Umum
2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa dengan pidana
penjara selama 1 tahun dikurangkan dengan masa penahanan yang telah
dijalani terdakwa dengan perintah terdakwa tetap ditahan.
3. Menyatakan barang bukti berupa:
1 buah tas selempangan warna coklat merk PRADA
1 unit motor Honda Beat warna putih DD 2880 JZ
Masing-masing dikembalikan kepada yang berhak
4. Menetapkan agar terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara
sebesar Rp. 2.000
4. Amar Putusan
Suatu proses peradilan dapat dikatakan berakhir apabila telah ada
putusan akhir. Dalam putusan akhir tersebut Hakim menyatakan pendapatnya
mengenai hal-hal yang telah yang dipertimbangkan yang berkenaan dalam
memutuskan perkara tersebut.
Pada hakekatnya Hakim diberi kewenangan untuk memeriksa,
mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan kepadanya. Namun
kewenangan tersebut harus berdasarkan pada undang-undang, norma-norma
yang berlaku dalam masyarakat, serta peraturan-peraturan hukum lainnya.
41
Hakim dalam hal ini harus melihat dan memperhatikan dasar-dasar
tuntutan hukum yang diajukan kepada Terdakwa, dimana Hakim tidak boleh
memutus suatu perkara diluar tuntutan yang tercantum dalam surat dakwaan,
yang pada intinya kewenangan Hakim dalam memutus perkara dibatasi oleh
undang-undang.
Berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan dari beberapa barang
bukti dan beberapa pertimbangan-pertimbangan, maka Hakim mengadili
dengan amar putusan sebagai berikut:
a. Menyatakan Terdakwa Rafli Yusuf alias Appi yang identitasnya seperti
tersebut di atas, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana “pencurian dengan membawa senjata
penikam”
b. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 7 (tujuh) bulan;
c. Menetapkan bahwa masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa
dikurangkan seluruhnya dengan pidana yang dijatuhkan;
d. Memerintahkan agar Terdakwa tetap ditahan;
e. Membebankan biaya perkara Terdakwa sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu
rupiah);
5. Penjatuhan Pidana
Dalam menjatuhkan putusan terhadap suatu perkara pidana biasanya
Majelis Hakim melakukan beberapa pertimbangan yuridis. Pertimbangan-
42
pertimbangan tersebut terhadap tindak pidana yang didakwakan merupakan
konteks yang paling penting dalam putusan. Hakim dan merupakan unsur-
unsur dari suatu tindak pidana, yang mana perbuatan Terdakwa tersebut telah
memenuhi syarat suatu tindak pidana yang didakwakan oleh Penuntut Umum.
Pertimbangan-pertimbangan yuridis ini langsung akan berpengaruh besar
terhadap amar putusan Majelis Hakim.
Dengan demikian diputuskan oleh Hakim Pengadilan Negeri Makassar
yang dilakukan pada hari Rabu, 13 Juli 2011 menyatakan dalam amar
putusannya bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan
melakukan tindak pidana pencurian sebagaimana diatur dalam Pasal 365 ayat
(1), serta Pasal 2 (1) UU RI Darurat No.12/1951 LN No.78/1951, dan
menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan.
6. Analisis Kasus
Berdasarkan pasal-pasal yang dipersangkakan oleh para penyidik yang
telah dituangkan dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum nomor: PDM
630/Mks/Ep.1/05/2011 dan diterapkan dalam putusan nomor:
808/Pid.B/2011/PN.MKS. Dimana telah sesuai dengan ketentuan-ketentuan
pidana dalam KUHP, yakni Pasal 365 ayat (1), dan Pasal 2 (1) UU RI Darurat
No. 12/1951 LN No.78/1951 yaitu tindak pidana pencurian dengan membawa
senjata penikam (busur) yang dilakukan oleh anak.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951 Pasal 2 ayat (1) berbunyi :
Barang siapa yang tanpa hak memasukan ke Indonesia, membuat, menerima,
43
mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan,
menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai
dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan,
mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul,
senjata penikam, atau senjata penusuk, dihukum dengan hukuman penjara
setinggi-tingginya sepuluh tahun.
Rumusan surat dakwaan tersebut telah sesuai dengan hasil
pemeriksaan penyidikan untuk kemudian diajukan dalam persidangan.
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum telah sesuai dengan Pasal-pasal yang
dipersangkakan kepada Terdakwa Rafli Yusuf alias Appi dan fakta-fakta yang
terungkap di persidangan. Hal ini dikarenkaan Terdakwa benar telah terbukti
dimuka persidangan bahwa terdakwa telah memenuhi unsur-unsur dalam
KUHP yaitu Pasal 365 ayat (1), serta Pasal 2 (1) UU RI Darurat No. 12/1951
LN No.78/1951.
Bilamana suatu perbuatan yang dapat dihukum menurut Undang-
Undang Darurat ini dilakukan oleh atau atas kekuasaan suatu badan hukum,
maka penuntutan dapat dilakukan dan hukuman dapat dijatuhkan kepada si
terdakwa.
Dapat dijelaskan bahwa pidana anak termasuk dalam sanksi pidana,
yakni sebuah sanksi pidana yang dijatuhkan kepada anak yang melakukan
perbuatan yang di larang oleh hukum atau tindak pidana, yang bentuk sanksi
tersebut adalah hukuman penjara. Adapun sanksi pemenjaraan yang dilakukan
44
terhadap anak tersebut, hanya sebagai upaya terakhir dan bukti alternatif
utama dalam pemidanaan anak.
B. Analisis Sanksi Pemidanaan Anak dalam Perspektif Hukum Islam
Istilah hukum pidana dalam bahasa Arab dikenal dengan jinayah, yang
merupakan bentuk masdar dari kata jana, yang secara etimologi berarti berbuat
dosa atau salah.2 Orang yang berbuat jahat disebut jani, sedangkan orang yang
dikenakan perbuatan disebut mujna ‘alaih.
Jadi, pengertian jinayah adalah semua perbuatan yang diharamkan.
Perbuatan yang diaramkan adalah tindakan yang dilarang atau dicegah oleh
syara‟. Apabila dilakukan memiliki konsekuensi yang akan membahayakan
agama, jiwa, akal, kehormatan, dan harta benda.
Pada umumnya para fuqaha menggunakan istilah jinayah, hanya untuk
perbuatan-perbuatan yang mengancam keselamatan jiwa ataupun anggota badan.
Oleh karena itu kejahatan seperti pemukulan, pembunuhan dan sebagainya, secara
otomatis juga termasuk dalam pembahasan jinayah dan membatasi istilah ini
dengan perbuatan yang diancam dengan hukuman hudud dan qisas.
Dari berbagai batasan mengenai istilah jinayah, maka pengertian jinayah
dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu : jinayah dalam pengertian luas dan jinayah
dalam pengertian sempit. Jinayah dalam pengertian luas berarti perbuatan yang
dilarang oleh syara’ yang dapat mengakibatkan hukuman had atau ta’zir.
2A. Djazuli, Fikih Jinayah: Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1997), h. 1.
45
Sedangkan dalam pengertian sempit berarti perbuatan yang dilarang syara‟ yang
dapat menimbulkan hukuman had, bukan ta’zir.3
Yang dimaksud hukuman had adalah suatu sanksi yang ketentuannya
sudah ditetapkan dalam al-Qur‟an. Sedangkan hukuman ta’zir dijatuhkan dengan
mempertimbangkan berat ringannya pidana dan tuntutan kepentingan umum
dalam artian sanksi apa yang pantas dijatuhkan kepada pelaku pidana. Dalam
implementasinya sanksi ta’zir ini merupakan sanksi yang dijatuhkan oleh ulil
amri, bukan berdasarkan pada ketentuan pokok seperti pada hukum had.
Penggunaan istilah jinayah memiliki pengertian yang sama dengan istilah
jarimah baik dari segi etimologi maupun terminologi. Pada dasarnya istilah
jarimah mengandung arti perbuatan buruk, jelek, atau dosa. Jadi pengertian
jarimah secara harfiah sama halnya dengan pengertian jinayah.
Dari segi etimologi jarimah merupakan bentuk masdar dari kata jarama
yang berarti berbuat salah.
Suatu perbuatan dinamakan jarimah (tindak pidana, peristiwa pidana atau
delik) apabila perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian bagi orang lain atau
masyarakat baik jasad (anggota badan atau jiwa), harta benda, keamanan, tata
aturan masyarakat, nama baik, perasaan ataupun hal-hal ini yang harus dipelihara
dan dijunjung tinggi keberadaannya.
Jarimah (tindak pidana) dalam Islam, jika dilihat dari segi berat ringannya
hukuman ada tiga jenis, yaitu hudud, qiyas diyat dan ta’zir.4
3A. Djazuli, Ibid., h. 1-2.
46
Batasan yang dibuat oleh Allah SWT dan ia tidak boleh dilanggar
oleh sesiapa pun. Contohnya : kalau seseorang itu mengaku berzina, maka dia
wajib dihukum sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Kalau dia
mengaku mencuri pula, maka diperbolehkan dikenakan sanksi atau hukuman, tapi
wajib dipotong tangannya kerana ia adalah satu batasan yang telah dibuat oleh
Allah SWT.
Hukuman Hudud adalah hukuman yang telah ditentukan dan ditetapkan
Allah di dalam al-Qur‟an. Hukuman Hudud ini adalah hak Allah yang tidak boleh
ditukar ganti hukumannya dan tidak boleh di ubah dan dipindah. Hukuman
Hudud tidak boleh dimaafkan oleh siapapun. Mereka yang melanggar aturan-
aturan hukum Allah, yang telah ditentukan dan ditetapkan Allah/rasul-Nya yang
disebutkan di dalam al-Qur‟an adalah termasuk dalam golongan orang-orang yang
zalim.
Kesalahan-kesalahan yang wajib dikenakan hukuman Hudud ialah:
1. Berzina, yaitu melakukan persetubuhan tanpa nikah yang sah mengikut
hukum syara`.
2. Menuduh orang berzina (qazaf), yaitu membuat tuduhan zina kepada orang
yang baik lagi suci atau menafikan keturunannya, dan tuduhan itu tidak dapat
dibuktikan dengan empat orang saksi.
4Makhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam, (Yogyakarta: Logung, 2004), cet. ke-
1. h. 44.
47
3. Minum arak atau minuman yang memabukkan, sedikit atau banyak, mabuk
atau tidak.
4. Mencuri, yaitu memindahkan secara sembunyi harta atau milik tuannya tanpa
persetujuan tuannya dengan niat untuk menghilangkan harta itu dari orang
lain.
5. Murtad, yaitu orang yang keluar dari agama Islam, dengan perbuatan atau
dengan perkataan, atau dengan itikad kepercayaan.
6. Merampok (hirabah) ; yaitu seorang atau sekumpulan yang bertujuan untuk
mengambil harta atau membunuh atau menakutkan dengan cara kekerasan.
7. Pendurhakaan (bughat) yaitu segolongan umat Islam yang melawan atau
mendurhaka kepada Ulil Amri yang menjalankan syariat Islam dan hukum-
hukum Allah.
Hukuman qisas ialah kesalahan yang dikenakan hukuman balas.
Membunuh dibalas dengan bunuh (nyawa dibalas dengan nyawa), melukakan
dibalas dengan melukakan, mencederakan dibalas dengan mencederakan.
Kesalahan-kesalahan yang wajib dikenakan hukuman qisas ialah :
1. Membunuh orang lain dengan sengaja
Hukuman membunuh orang lain dengan sengaja wajib dikenakan hukuman
qisas ke atas si pembunuh dengan dibalas bunuh.
2. Menghilangkan atau mencederakan salah satu anggota badan orang lain
dengan sengaja.
48
Hukuman menghilangkan atau mencederakan salah satu anggota badan
orang lain atau melukakannya, wajib dibalas dengan hukuman qisas mengikut
kadar kecederaan atau luka seseorang itu, juga mengikut jenis anggota yang
dicederakan dan yang dilukakan tadi.
Diyat ialah harta yang wajib dibayar dan diberikan oleh penjinayah
kepada wali/waris sebagai ganti rugi disebabkan jinayah yang dilakukan oleh
penjinayah. Hukuman diyat adalah hukuman kesalahan-kesalahan yang
sehubungan dengan kesalahan qisas.
Hukuman diyat ialah hukuman yang telah ditentukan dan ditetapkan Allah
dan rasul-Nya di dalam al-Qur‟an sebagai ganti rugi diatas kesalahan-kesalahan
yang melibatkan kecederaan anggota badan, atau melukakannya.
Kesalahan yang dikenakan hukuman Diyat :
1. Pembunuhan yang serupa dengan sengaja. Dengan sengaja walaupun tidak
ada niat untuk membunuh atau mencederakan.
2. Pembunuhan yang tidak sengaja – qotlu qotto` yakni yang memang tidak
sengaja.
3. Pembunuhan yang sengaja yang dimaafkan oleh wali atau ahli waris orang
yang dibunuh.
Kesalahan yang hukumannya merupakan penjinayah-penjinayah tadi tidak
dijatuhkan hukuman hudud atau qisas.
49
Hukuman ta‟zir adalah hukuman yang hukumannya tidak dikenakan
hukuman hudud/qisas, karena kesalahan yang dilakukan oleh penjinayah itu tidak
termasuk dalam hukum hudud atau qisas.
Jenis atau kadar serta bentuk hukuman ta‟zir itu adalah terserah kepada
kearifan Hakim untuk menentukan dan memilih hukuman yang patut dikenakan
keatas penjinayah-penjinayah itu, karena hukuman ta‟zir itu adalah bertujuan
untuk menghalang penjinayah-penjinayah daripada mengulangi kembali
kejahatan yang mereka lakukan tadi, yakni bukan untuk menyiksa mereka.
Jinayah menurut fuqaha' ialah perbuatan atau perilaku yang jahat yang
dilakukan oleh seseorang untuk mencerobohi atau mencabul kehormatan jiwa
atau tubuh badan seseorang yang lain dengan sengaja.
Dalam hukum pidana Islam, suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai
tindak pidana (jarimah) apabila perbuatan tersebut telah diatur oleh nas, dan nas
tersebut tidak mempunyai arti tanpa adanya dukungan yang dapat memaksa
seseorang untuk mematuhi peraturan tersebut. Dukungan yang dimaksud adalah
penyertaan ancaman hukuman atau sanksi.5
Sanksi atau hukuman dalam hukum pidana Islam disebut „iqab (bentuk
singularnya sedangkan bentuk pluralnya adalah „uqubah) yang memiliki arti
siksaan atau balasan terhadap kejahatan.
Pidana atau hukuman dalam hukum Islam bertujuan untuk memelihara
dan menciptakan kemaslahatan manusia serta menjaga dari hal-hal yang
5Makhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam, (Yogyakarta: Logung, 2004), h. 46.
50
mafsadah. Selain itu juga, adanya hukuman ditetapkan untuk memperbaiki
individu dan tertib sosial.6 Dengan tujuan tersebut, pelaku jarimah diharapkan
tidak mengulangi perbuatan jeleknya. Di samping itu juga merupakan tindakan
preventif bagi orang lain untuk tidak melakukan hal yang sama.
Terkait masalah hukuman terhadap pidana bagi anak pelaku pencurian,
dalam hukum Islam tidak dijelaskan secara jelas dan tidak ada ketentuannya.
Hukum Islam hanya menjelaskan hukuman bagi pelaku tindak pidana pencurian
bagi orang yang sudah dewasa (mukallaf), dan bukan terhadap orang yang belum
mengerti akan hukum (anak-anak).7
Adapun hukuman terhadap tindak pidana pencurian dalam hukum Islam
adalah berupa hukuman had dan ta’zir. Hukuman had dijatuhkan kepada
pencurian kecil (sariqah al-sughra) dan pencurian besar (sariqah al-kubra).
Sedangkan pencurian yang dihukum pidana ta’zir adalah pencurian yang diancam
dengan hukuman had, namun tidak memenuhi syarat untuk dapat dilaksanakan
had lantaran ada syubhat (seperti mengambil harta milik anak sendiri atau harta
bersama) dan mengambil harta dengan sepengetahuan pemiliknya, namun tidak
ada dasar kerelaan pemiliknya, juga tidak menggunakan kekerasan.8
Sedangkan pencurian yang pelakunya dilakukan oleh anak-anak
hukumannya tidak ada ketetapan dan ketentuannya dalam hukum Islam, sehingga
memerlukan adanya penganalogkan (mengqiyaskan) hukum yang ada dengan
6A. Djazuli, Fiqh Jinayah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h. 25.
7Ibid., h. 30.
8Ibid., h. 31.
51
permasalahan tersebut. Seorang anak dalam hukum Islam apabila melakukan
tindak pidana (tawuran, pencurian, dan lain-lain) dijelaskan tidak dibebankan
hukuman dikarenakan belum mengerti akan hukum dan hanya diberikan
pengampunan.
Hukuman pengampunan atau pemberian maaf terhadap pidana bagi anak
pelaku pencurian diberikan apabila perbuatan tersebut baru dilakukan pertama
kali oleh pelaku (anak), akan tetapi seiring berulangnya perbuatan pencurian
tersebut maka harus dicarikan rujukan dan ketentuan hukumannya.9
Dalam beberapa ayat disebutkan bahwa sanksi terhadap tindak pidana
pencurian adalah berupa hukuman potong tangan yakni apabila melakukan
pencurian pertama kali di potong tangan kanan, kemudian kaki kiri untuk
perbuatan selanjutnya dan serupa. Hal ini digunakan sebagai pembelajaran dan
pemberian efek jera pada anak pelaku tindak pidana pencurian tersebut.
Adanya perbedaan pendapat di kalangan para ulama fiqh mengenai batas
usia minimum bagi anak yang dikenakan pemidanaan, dapat dijadikan sebuah
rujukan dalam menetapkan sanksi pemenjaraan terhadap anak. Namun terjadi
ikhtilaf di antara para ulama dalam penentuan umur. Ada tiga pendapat tentang
hal tersebut, yaitu :
1. Mazhab Hanafi
Mereka berpendapat bahwasanya seorang laki-laki tidak dipandang
balig sebelum ia mencapai usia 18 tahun. Kedewasaan anak laki-laki
9Wagiati Soetedjo, Hukum Pidana Islam, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), h. 27.
52
sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas adalah dari usia 18 tahun.
Adapun anak perempuan perkembangan dan kesadarannya adalah lebih cepat,
oleh sebab itu usia awal kedewasaannya dikurangi satu tahun sehingga anak
perempuan menjadi dewasa pada usia 17 tahun.
2. Mazhab Syafi‟i dan Hambali
Mereka berpendapat bahwa bila seorang anak laki-laki dan perempuan
apabila telah sempurna berusia 15 tahun, kecuali bagi laki-laki yang sudah
ihtilam dan perempuan yang sudah haid sebelum usia 15 tahun maka
keduanya dinyatakan telah balig. Mereka juga berhujjah dengan apa yang
diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa dirinya diajukan kepada Nabi saw pada
hari perang Uhud sedang ia ketika itu berusia 14 tahun, kemudian Nabi tidak
memperkenankannya ikut dalam peperangan. Setelah setahun dirinya
mengajukan kembali pada hari perang Khandak yang ketika itu ia telah
berusia 15 tahun dan ia diperkenankan oleh Nabi untuk perang Khandak.10
3. Jumhur Ulama Fiqh
Bahwasanya usia balig bisa ditentukan berdasarkan hukum kelaziman.
Kebiasaan yang terjadi adalah setelah terjadinya ihtilam dan hal itu sering
terjadi pad usia 15 tahun. Dengan demikian, maka umur 15 tahun itulah
ditentukan usia balligh yang dipandang usia taklif (usia pembebanan hukum),
sedangkan dalam literatur bahasa yang lain disebutkan juga anak dengan
10
Muhammad Ali al-Sabuni, Rawai’ul Bayan Tafsir fi al-Ayat al-Ahkam min al-Qur’an,
diterjemahkan oleh Saleh Mahfud, Tafsir Ayat-ayat Hukum dalam Al-Qur’an, (Bandung: Al-Ma‟arif,
1994), h. 359.
53
istilah mumayyiz yaitu anak yang telah mengerti maksud dari kata-kata yang
diucapkannya. Biasanya usia anak itu genap 7 tahun sehingga bila kurang dari
7 tahun maka belum dikatakan mumayyiz. Hukum anak mumayyiz itu tetap
berlaku sampai anak itu dewasa. Dewasa ini, maksudnya cukup umur dan
muncul tanda-tanda laki-laki dan perempuan yang biasanya pencapaian umur
bagi laki-laki berusia 12 tahun sedang perempuan 9 tahun.
Kemudian kalau anak sudah melewati usia tersebut bagi laki-laki 12
tahun dan 9 tahun bagi perempuan, namun belum tampak gejala-gejala bahwa
ia sudah dewasa dari segi lahiriah maka keduanya ditunggu sampai berusia 15
tahun.
Menurut Abu Yusuf dan Muhammad L. Hasan dalam bukunya yang
berjudul : Pendidikan Anak Dalam Islam,11
menentukan usia dewasa bagi
laki-laki 18 tahun dan bagi perempuan 17 tahun.
Dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, pengertian anak dalam
kaitannya dengan Pemeliharaan Anak (Bab XIV Pasal 98) adalah seorang
yang belum mencapai umur 21 tahun. Batas usia anak yang mampu berdiri
sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat
fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan pernikahan.12
11
Abu Yusuf dan Muhammad L. Hasan, Pendidikan Anak Dalam Islam, (Yogyakarta: Titian
Ilahi Press, 1997). 12
Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pembinaan
Badan Peradilan Agama Islam Departemen Agama, 2001), h. 50.
54
Jika Kompilasi Hukum Islam tersebut dianggap sebagai salah satu
penafsiran yang sah atas hukum Islam, maka batasan yang diberikannya itu
dapat disebut sebagai aturan Islam yang patut dipegang.
Suatu perbuatan dinamakan jarimah (tindak pidana, peristiwa pidana
atau delik) apabila perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian bagi orang lain
atau masyarakat baik jasad (anggota badan atau jiwa), harta benda, keamanan,
tata aturan masyarakat, nama baik, perasaan ataupun hal-hal ini yang harus
dipelihara dan dijunjung tinggi keberadaannya.
Dalam hukum pidana Islam, suatu perbuatan dapat dikategorikan
sebagai tindak pidana (jarimah) apabila perbuatan tersebut telah diatur oleh
nas, dan nas tersebut tidak mempunyai arti tanpa adanya dukungan yang
dapat memaksa seseorang untuk mematuhi peraturan tersebut. Dukungan yang
dimaksud adalah penyertaan ancaman hukuman atau sanksi.
Dari beberapa literature serta uraian yang telah dipaparkan di atas,
jelas bahwa sanksi pemidanaan maupun pemenjaraan terhadap anak dalam
hukum Islam tidak dibebankan, hal ini mengingat ketentuan adanya
pembebanan hukuman dalam hukum Islam yang ditujukan terhadap orang
yang telah mampu menggunakan pikirannya (dewasa), dan bukan orang yang
belum mampu memahami akan hukum (anak-anak).
55
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Penerapan sanksi terhadap tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak
dalam Putusan Nomor: 808/Pid.B/2011/PN.MKS, yakni dengan melihat
terpenuhinya semua unsur-unsur dan diatur dalam Pasal 365 ayat (1) KUHP
dan UU Nomor 12 Tahun 1951 Pasal 2. Selain itu juga bahwa terdakwa dalam
keadaan sehat jasmani dan rohani sehingga terdakwa dianggap mampu
mempertanggungjawabkan tindak pidana yang telah dilakukannya.
Dalam hukum Positif dijelaskan bahwa pidana anak termasuk dalam sanksi
pidana, yakni sebuah sanksi pidana yang dijatuhkan kepada anak yang
melakukan tindak pidana, dan bentuk sanksi tersebut adalah hukuman penjara.
Adapun sanksi pemenjaraan yang dilakukan terhadap anak tersebut, hanya
sebagai upaya terakhir dan bukti alternatif utama dalam pemidanaan anak.
2. Dalam hukum Islam Pidana anak sebagai bentuk pemidanaan tidak
diperbolehkan, dikarenakan posisi anak yang belum cakap hukum dan belum
wajib dikenakan sebuah hukuman (taklif). Kesalahan atau pelanggaran yang
dilakukan oleh seorang anak hanya diberikan hukuman berupa teguran
ataupun nasihat, dan bukan hukuman fisik. Selain itu, seorang anak yang
56
melakukan kesalahan maupun tindak pidana, dikembalikan langsung kepada
keluarga dan orang tuanya secara langsung.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan diatas sebaiknya kinerja dari aparat penegak
hukum baik dari pihak kepolisian, pihak kejaksaan maupun dari pihak Hakim
lebih ditingkatkan sehingga dapat memberikan cerminan kepada masyarakat
bahwa kinerja aparat hukum lebih baik dari yang sebelumnya sehingga dapat
mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada aparat penegak hukum.
Demi kepentingan masa depan anak sebaiknya Hakim dalam memutus
perkara memberikan keringanan hukum dalam memberikan sanksi terhadap anak
yang melakukan tindak pidana.
Adanya ketentuan terhadap batas minimum uisa anak yang dapat di pidana
maupun di penjara harus diperhatikan. Hal ini terkait kondisi dari anak yang
dalam usia tersebut belum cakap hukum dan anak tersebut masih labil dan
merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan.
Diharapkan para penegak hukum serta masyarakat dapat memberikan
penyuluhan-penyuluhan hukum secara aktif dan menyeluruh khususnya kepada
anak di bawah umur mengenai dampak dari pencurian yang merugikan
masyarakat itu sendiri.
Dalam hukum pidana Islam perlu adanya pengkajian kembali terhadap
pembahasan mengenai pemidanaan disebabkan oleh anak pelaku tindak
57
pencurian, dan hal itu diperlukan ketika hukuman berupa nasihat tidak lagi
dihiraukan serta mengulangi perbuatan yang dilakukannya.
Dengan demikian penelitian ini telah dilakukan secara komparatif, namun
penelitian ini jauh dari sempurna dan masih banyak membutuhkan berbagai kritik
konstruktif sehingga hal ini dapat menjadi kontribusi berharga bagi peneliti untuk
melakukan evaluasi diri. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi diri penulis,
khususnya dalam hukum Islam, dan tidak ketinggalan semoga curahan petunjuk
dan ampunan, serta berkah dan rahmat selalu tercurah dari-Nya yang mengiringi
terealisasinya skripsi ini.
58
DAFTAR PUSTAKA
AF, Hasanuddin, dkk. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kerja sama antara Pustaka al-
Husna dengan UIN Press, 2003.
Al-Sabuni, Muhammad Ali, Rawai’ul Bayan Tafsir Fi al-Ayat al-Ahkam min al-
Qur’an, diterjemahkan oleh Saleh Mahfud, Tafsir Ayat-ayat Hukum dalam
al-Qur’an, Bandung: Al-Ma’Arif, 1994.
Atmasasmita, Romli, Problem Kenakalan Anak-Anak Remaja, Bandung: Armico,
1983.
Audah, Abdul Qadir, At-Tasyri’ al-Jinai al-Islami, Beirut: Dar al-Kutub, 1963.
Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Direktorat
Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam Departemen Agama, 2001.
Djazuli, A., Fiqh Jinayah: Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2000.
Gultom, Maidin, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Anak
di Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2008.
Hanafi, Ahmad. Asas-asas Hukum Pidana Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1993.
Ichsan Muchammad dan M. Endrio Susila, Hukum Pidana Islam Sebuah Alternatif,
Yogyakarta: Lab Hukum FHUMY, 2008.
Kansil, CST, Pengantar Tata Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 1996.
Munajat, Makhrus, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam, Yogyakarta: Logung, 2004.
Penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak.
Prints, Darwan, Hukum Anak Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003.
Prodjodikoro, Wirjono. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: PT. Refika
Aditama, 2003.
Redaksi Bumi Aksara, Undang-Undang Pokok Perkawinan, Jakarta: Bumi Aksara,
1999.
59
Redaksi Citra Umbara, Undang-Undang Kesejahteraan Anak, Bandung: Sinar
Grafika, 1997.
Redaksi Citra Umbara, Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak, Bandung: Citra Umbara, 2003.
Redaksi Sinar Grafika, Undang-Undang Peradilan Anak, Jakarta: Sinar Grafika
Offset, 2000.
Simanjuntak, B., Latar Belakang Kenakalan Remaja, Bandung: Alumni, 1973.
Siregar, Bismar, Keadilan Dalam Berbagai Aspek Hukum Nasional, Jakarta:
Rajawali, 1986.
Soemitro, Irma Setyowati, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Jakarta: Bumi Aksara,
1990.
Soetedjo, Wagiati, Hukum Pidana Islam, Bandung: PT. Refika Aditama, 2006.
Subekti, R. dan Sudibio, R. Tjitro, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Burgelijk
Wetboek: Dengan Tambahan Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-
Undang Perkawinan, Jakarta: Pradnya Paramita, 1994.
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Penerbit Alumni, 1986.
Sugandhi, R., Kebijaksanaan dan Program Tentang Pencegahan Serta Rehabilitasi
Sosial Anak Nakal, Jakarta: Departemen Sosial RI, 1981.
Waluyo, Bambang, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Sinar Grafika, 2004.
Yusuf, Abu, dan Hasan, Muhammad L., Pendidikan Anak Dalam Islam, Yogyakarta:
Titian Ilahi Press, 1997.
59
SURAT TUNTUTAN
NO. REG. PERK.: PDM- 630 /Mks/Ep.1/05/2011
Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Makassar dengan memperlihatkan hasil pemeriksaan sidang dalam perkara atas nama terdakwa:
Nama : Rafli Yusuf alias Appi
Tempat lahir : Makassar
Umur/ tanggal lahir : 16 tahun/ 6 Agustus 1994
Jenis kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Jl. Dg. Paswi Maccini Sombala, Makassar
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh bangunan
Berdasarkan Surat Penetapan pada Pengadilan Negeri Makassar Nomor 808/Pid.B/2011/PN. Mks tanggal 1 Juni, Surat Pelimpahan Perkara Acara Pemeriksaan Biasa tanggal 20 Mei 2011 Nomor: B- 611/ R. 4. 10/ Ep.3/05/2011, terdakwa diperhadapkan ke persidangan dengan dakwaan sebagai berikut:
-PERTAMA Primair : melanggar Pasal 365 ayat (1) KUHP
Subsidair : melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP
Dan
-KEDUA melanggar Pasal 2 (1) UU RI Darurat No. 12/1951 LN No.78/1951
Fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan secara berturut-turut berupa keterangan, saksi-saksi, petunjuk, keterangan para terdakwa dan barang bukti sebagai berikut:
5. KETERANGAN SAKSI-SAKSI
5.1 Saksi ISRAWATI, di bawah sumpah yang pada pokoknya
menerangkan sebagai berikut:
- Bahwa benar pada hari Kamis tanggal 7 April 2011 sekitar
jam 23.00 WITA bertempat di Jl. Dg. Tata Raya Kota
Makassar, telah terjadi pencurian barang berupa tas
60
selempang yang berisi HP merk Nokia X21 warna hitam
milik saksi
- Bahwa benar terdakwa mengambil tas saksi dengan
menarik tas tersebut dari saksi yang disimpan pada pundak
sebelah kanan saksi
- Bahwa benar pada saat terdakwa melakukan pencurian
dengan menggunakan motor Honda BEAT warna putih
- Bahwa benar pada saat saksi berboncengan dengan Lk.
MAHARDIKA menggunakan sepeda motor tiba-tiba datang
2 orang mendekati saksi menggunakan sepeda motor dan
langsung menarik tas saksi dan membuat saksi dan Lk.
MAHARDIKA terjatuh dari sepeda motor yang saksi
gunakan dan kedua pelaku juga ikut terjatuh namun berhasil
menarik tas saksi kemudian lari dengan meninggalkan
motornya
- Bahwa benar pada saat kejadian Lk. MAHARDIKA mengejar
terdakwa sambil meneriaki maling sehingga terdakwa dapat
ditangkap oleh masyarakat
- Bahwa benar terdakwa mengambil barang tersebut seizin
dari saksi
- Bahwa benar barang bukti yang diajukan di depan
persidangan adalah barang yang dicuri oleh terdakwa
5.2 Saksi MAHARDIKA HASAN, di bawah sumpah yang pada
pokoknya menerangkan sebagai berikut:
- Bahwa benar pada hari Kamis tanggal 7 April 2011 sekitar
jam 23.00 WITA bertempat di Jl. Dg. Tata Raya Kota
Makassar, telah terjadi pencurian barang berupa tas
selempang yang berisi HP merk Nokia X21 warna hitam
milik Pr. ISRAWATI
- Bahwa benar terdakwa mengambil tas Pr. ISRAWATI
dengan menarik tas tersebut dari saksi yang disimpan pada
pundak sebelah kanan Pr. ISRAWATI
- Bahwa benar pada saat terdakwa melakukan pencurian
dengan menggunakan motor Honda BEAT warna putih
- Bahwa benar pada saat saksi berboncengan dengan Pr.
ISRAWATI menggunakan sepeda motor tiba-tiba datang 2
orang mendekati saksi menggunakan sepeda motor dan
langsung menarik tas saksi dan membuat saksi dan Pr.
ISRAWATI terjatuh dari sepeda motor yang saksi gunakan
dan kedua pelaku juga ikut terjatuh namun berhasil menarik
tas saksi kemudian lari dengan meninggalkan motornya
61
- Bahwa benar pada saat kejadian Lk. MAHARDIKA mengejar
terdakwa sambil meneriaki maling sehingga terdakwa dapat
ditangkap oleh masyarakat
- Bahwa benar terdakwa mengambil barang tersebut seizin
dari Pr. ISRAWATI
- Bahwa benar barang bukti yang diajukan di depan
persidangan adalah barang yang dicuri oleh terdakwa
5.3 Saksi RAHMAT alias BUCEK BIN DAENG RANNU, di bawah
sumpah yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:
- Bahwa benar pada hari Kamis tanggal 7 April 2011 sekitar
jam 23.00 WITA bertempat di Jl. Dg. Tata Raya Kota
Makassar, terdakwa bersama dengan telah melakukan
pencurian
- Bahwa benar berawal ketika saksi bersama-sama dengan
terdakwa berboncengan dengan mengendarai sepeda motor
Honda BEAT DD 2880 JZ untuk melakukan pencurian dan
kemudian saksi melihat saksi korban berboncengan dengan
menggunakan sepeda motor sedang menyandang tas dan
dari arah belakang sehingga saksi mendekatkan sepeda
motor korban kepada saksi korban dan terdakwa langsung
menark tas korban dengan menggunakan tangan
terangsetelah berhasil mengambil tas saksi korban
kemudian sepeda motor yang dikemudikan oleh saksi
terjatuh sehingga terdakwa bersama dengan saksi berlari
namun ditangkap oleh masyarakat
- Bahwa benar pada saat melakukan pencurian terdakwa
membawa senjata tajam berupa busur
- Bahwa benar tujuan terdakwa bersama dengan saksi
melakukan pencurian ingin mendapatkan uang atau harta
berharga dan sedangkan tujuan terdakwa membawa busur
untuk terdakwa pergunakan apabila diburu oleh korban
- Bahwa benar terdakwa bersama dengan saksi mengambil
barang tersebut tanpa sepengetahuan atau seizin dari
pemiliknya
- Bahwa benar barang bukti yang diajukan di depan
persidangan
5.4 Saksi MUH RASUL, yang di hadapan penyidik telah disumpah
dan atas persetujuan terdakwa keterangannya dibacakan di
depan persidangan yang pada pokoknya menerangkan sebagai
berikut:
- Bahwa benar saksi telah melakukan penangkapan terhadap
terdakwa pada hari Kamis tanggal 7 April 2011 sekitar jam
62
23.00 WITA bertempat di Jl. Dg. Tata Raya Kota Makassar,
karena telah melakukan pencurian
- Bahwa barang yang dicuri terdakwa adalah tas selempang
berwarna coklat
- Bahwa cara terdakwa bersama dengan RAHMAT alias
BUCEK melakukan pencurian dengan merampas tas korban
dari arah belakang sebelah kanan dengan menggunakan
sepeda motor
- Bahwa pada saat dilakukan penangkapan terdakwa
membawa senjata tajam berupa busur
Atas keterangan saksi yang dibacakan tersebut terdakwa menyatakan tidak keberatan dan membenarkannya.
6. PETUNJUK
Adanya persesuaian antara keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa dan barang bukti yang diajukan di depan persidangan
7. KETERANGAN TERDAKWA
Terdakwa RAFLI YUSUF alias APPI, di depan persidangan yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:
- Bahwa benar pada hari Kamis tanggal 7 April 2011 sekitar
jam 23.00 WITA bertempat di Jl. Dg. Tata Raya Kota
Makassar, terdakwa bersama Lk. RAHMAT alias BUCEK
dengan telah melakukan pencurian
- Bahwa benar berawal ketika terdakwa bersama-sama
dengan RAHMAT alias BUCEK (berkas yang diajukan
secara terpisah) berboncengan dengan mengendarai
sepeda motor Honda BEAT DD 2880 JZ untuk melakukan
pencurian dan kemudian melihat saksi korban
berboncengan dengan menggunakan sepeda motor kepada
saksi korban dan terdakwa langsung menarik tas saksi
korban dengan menggunakan tangan kiri yang
menyebabkan saksi korban terjatuh dari sepeda motor dan
setelah berhasil mengambil tas saksi korban kemudian
sepeda motor yang dikemudikan RAHMAT alias BUCEK
terjatuh sehingga terdakwa bersama dengan RAHMAT alias
BUCEK berlari namun ditangkap oleh masyarakat
- Bahwa benar pada saat melakukan pencurian terdakwa
membawa senjata tajam berupa busur
- Bahwa benar tujuan terdakwa melakukan pencurian ingin
mendapatkan uang atau harta berharga dan sedangkan
tujuan terdakwa membawa busur untuk terdakwa
pergunakan apabila diburu oleh korban
63
- Bahwa benar terdakwa mengambil barang tersebut tanpa
sepengetahuan atau seizin dari pemiliknya
- Bahwa benar barang bukti yang diajukan di depan
persidangan adalah barang yang dicur oleh terdakwa
8. BARANG BUKTI
Barang bukti yang diajukan di persidangan berupa: - 1 buah tas selempang warna coklat merk PRADA
- 1 unit sepeda motor Honda BEAT warna putih DD 2880 JZ
- 2 buah busur dengan panjang 15 cm dan 13 cm
Barang bukti trsebut telah disita secara sah menurut hukum, karena itu dapat digunakan untuk memperkuat pembuktian
Ketua Majelis Hakim telah memperlihatkam barang bukti tersebut kepada terdakwa dan atau saksi-saksi dan oleh yang bersangkutan telah membenarkannya.
Berdasarkan fakta-faktabyang terungkap di persidangan maka sampailah kami kepada pembuktian unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan yakni:
-PERTAMA Primair : melanggar Pasal 365 ayat (1) KUHP
Subsidair : melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP
Dan
-KEDUA melanggar Pasal 2 (1) UU RI Darurat No. 12/1951 LN No.78/1951
Bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum disusun secara KUMULATIF, maka terlebih dahulu kami akan langsung membuktikan dakwaan PERTAMA yang kami anggap terbukti yaitu dakwaan Subsidair yakni Pasal 363 ke-3 KUHP dengan unsur-unsur sebagai berikut:
6. Barang siapa
7. Mengambil Barang sesuatu
8. Yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain
9. Dengan maksud untuk dimiliki dengan melawan hukum
10. Dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan cara bersekutu
Ad. 1. Unsur barang siapa
Bahwa pengertian “barang siapa” di sini adalah siapa saja atau subjek hukum yang melakukan perbuatan pidana dan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Bahwa terdakwa RAFLI YUSUF alias APPI yang dihadapkan di persidangan ini dengan berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan yang diperoleh dari keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa sendiri yang telah membenarkan identitasnya dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum, maka terdakwa yang diajukan dalam persidangan ini adalah Terdakwa
64
RAFLI YUSUF alias APPI sebagai manusia yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Berdasarkan fakta tersebut maka unsur “barang siapa” telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum.
Ad. 2. Unsur mengambil barang sesuatu
Bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan yang diperoleh dari keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa sendiri terungkap bahwa benar terdakwa telah mengambil barang berupa tas selempang yang berisi HP merk Nokia X21 warna hitam milik saksi Pr. ISRAWATI.
Berdasarkan fakta tersebut maka unsur “mengambil barang sesuatu” telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum.
Ad. 3. Unsur seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain
Bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan yang diperoleh dari keterangan saksi-saksi dan keterangan para terdakwa sendiri terungkap bahwa barang curian berupa tas selempang yang berisi HP merk Nokia X21 warna hitam milik saksi Pr. ISRAWATI.
Berdasarkan fakta tersebut maka unsur “seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain” telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum.
Ad. 4. Unsur dengan maksud untuk dimiliki dengan cara melawan hukum
Bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan diperoleh keterangan saksi-saksi dan terdakwa sendiri, bahwa terdakwa mengambil barang berupa tas selempang berisi HP merk Nokia X21 tersebut tanpa seizin dan tidak dikehendaki oleh pemiliknya yakni Pr. ISRAWATI. Dan terdakwa mengambil tas selempang yang berisi HP merk Nokia X21 tersebut dengan maksud untuk dimilikinya.
Berdasarkan fakta tersebut maka unsur “dengan maksud untuk dimiliki dengan cara melawan hukum” telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum.
Ad. 5. Unsur dilakukan dua orang atau lebih dengan cara bersekutu
Bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan diperoleh keterangan saksi-saksi dan terdakwa sendiri terungkap bahwa benar pencurian tas selempang yang berisi HP merk Nokia X21 tersebut dilakukan oleh Terdakwa bersama RAHMAT alias BUCEK (berkas perkara diajukan terpisah) di mana terdakwa telah merencanakan terlebih dahulu dan kemudian pada waktu melakukan pencurian di mana terdakwa yang mengambil tas selempang tersebut, sementara RAHMAT alias BUCEK
65
yang mengemudikan motor yang dikendarainya pada saat itu, setelah berhasil terdakwa merampas tas tersebut RAHMAT alias BUCEK melajukan motornya dengan cepat hingga tidak bisa mengendalikan motornya dan akhirnya jatuh dan ditangkap oleh masyarakat sekitar.
Berdasarkan fakta tersebut maka unsur “dilakukan dua orang atau lebih dengan cara bersekutu” telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum.
Selanjutnya kami akan membuktikan dakwaan KEDUA yakni melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Darurat No. 12/1951 LN 1951 No. 78 dengan unsur sebagai berikut:
1. Unsur “barang siapa”
Bahwa unsur ini menunjuk kepada seseorang yang sehat jasmani dan rohaninya sebagai subjek hukum yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Bahwa terdakwa RAFLI YUSUF alias APPI yang dihadapkan ke depan persidangan sebagai terdakwa dalam perkara ini sebagaimana yang diuraikan dalam surat dakwaan dan berkas perkara RAFLI YUSUF alias APPI telah membawa senjata tajam berupa busur di mana terdakwa tidak mempunyai izin dari pihak yang berwajib untuk menguasai dan menggunakan senjata tajam berupa busur tersebut, dengan demikian unsur tersebut telah terpenuhi secara sah dan meyakinkan menurut hukum sehingga dapat dibuktikan.
2. Unsur “Tanpa hak menguasai, membawa, mempunyai persediaan
padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan,
mempergunakan senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata
penusuk”
Bahwa unsur ini bersifat alternatif yang terdiri atas beberapa sub unsur sehingga apabila salah satu unsur telah terpenuhi maka unsur ini dianggap telah terpenuhi dapat terbukti. Bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi, surat, petunjuk yang saling bersesuaian antara satu dengan yang lainnya, yang diperkuat dengan keterangan terdakwa di depan persidangan bahwa pada hari Kamis tanggal 7 April 2011 sekitar pukul 23.00 WITA bertempat di Jl. Dg. Tata Raya Kota Makassar. Terdakwa setelah melakukan pencurian dan kemudian ditangkap oleh pihak kepolisian dan setelah diperiksa pada diri terdakwa ditemukan 2 buah busur yang merupakan milik terdakwa di mana terdakwa tidak mempunyai izin dari pihak berwajib untuk menguasai dan menggunakan senjata tajam tersebut. Berdasarkan uraian tersebut maka kami berkeyakinan bahwa unsur ini telah terbukti secara sah dan meyakinkan.
Bahwa oleh karena semua unsur dalam dakwaan ini telah terpenuhi dan dapat dibuktikan di mana unsur-unsur tersebut satu sama lain saling bersesuaian, saling berhubungan dan saling melengkapi maka kiranya terdakwa telah cukup bukti untuk
66
dipersalahkan melakukan tindak pidana PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP dan MEMBAWA SENJATA PENIKAM ATAU SENJATA PENUSUK melanggar Pasal 2 Ayat (1) UU Darurat No. 12/1951 LN No. 78/1951 sebagaimana dakwaan KESATU Subsidair dan KEDUA Penuntut Umum.
Kemudian mengingat selama dalam persidangan dalam diri terdakwa tidak ditemukan hal-hal yang menghapus kesalahan terdakwa sebagai alasan pemaaf dan hal-hal yang menghapuskan sifat melawan hukum atas perbuatan yang telah dilakukan terdakwa sebagai alasan pembenar serta tidak pula ditemukan hal-hal yang menghapuskan penuntutan maupun hal-hal yang mengapuskan pemidaan maka sudah sepantasnya terdakwa dijatuhi pidana sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukan dengan mengingat rasa keadilan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
Sebelum kami sampai pada tuntutan pidana atas diri terdakwa, perkenankanlah kami mengemukakan hal-hal yang kami jadikan pertimbangan dalam mengajukan tuntutan pidana yaitu:
Hal-hal yang memberatkan:
- Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat
Hal-hal yang meringankan:
- Terdakwa menyesali, mengakui perbuatannya dan berjanji
tidak mengulanginya lagi
- Terdakwa masih berusia muda, sehingga masih bisa
memperbaiki diri di masa yang akan datang
- Terdakwa belum pernah dihukum
Berdasarkan uraian yang dimaksud dan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan berhubungan dengan perkara ini, kami Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Makassar;
M E N U N T U T
Supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan:
5. Menyatakan terdakwa RAFLI YUSUF alias APPI terbukti secara
sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak
pidana PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN melanggar Pasal
363 Ayat (1) KUHP dan MEMBAWA SENJATA PENIKAM
melanggar Pasal 2 Ayat (1) UU Darurat No. 12/1951 LN No.
78/1951 sebagaimana dakwaan KESATU dan KEDUA Penuntut
Umum
67
6. Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa dengan
pidana penjara selama 1 tahun dikurangkan dengan masa
penahanan yang telah dijalani terdakwa dengan perintah terdakwa
tetap ditahan.
7. Menyatakan barang bukti berupa:
- 1 buah tas selempangan warna coklat merk PRADA
- 1 unit motor Honda BEAT warna putih DD 2880 JZ
Masing-masing dikembalikan kepada yang berhak
- 2 buah busur dengan panjang 15 cm dan 13 cm
Dirampas dan dimusnahkan
8. Menetapkan agar terdakwa dibebani untuk membayar biaya
perkara sebesar Rp. 2.000
Demikian tuntutan pidana ini kami bacakan dan diserahkan
dalam persidangan hari ini Rabu tanggal 13 Juli 2011
69
SURAT DAKWAAN
NO. REG. PERK.: PDM- 630 /Mks/Ep.1/05/2011
A. Terdakwa
Nama : Rafli Yusuf alias Appi Tempat lahir : Makassar Umur/ tanggal lahir : 16 tahun/ 6 Agustus 1994 Jenis kelamin : Laki-laki Kebangsaan : Indonesia Tempat tinggal : Jl. Dg. Paswi Maccini Sombala, Makassar Agama : Islam Pekerjaan : Buruh bangunan Pendidikan : SD
B. Penahanan
- Penyidik : Rutan, sejak tanggal 8 April 2011 s/d 5
Mei 2011
- Jaksa PU : Rutan, sejak tanggal 6 Mei 2011 s/d 15
Mei 2011
C. Dakwaan
Pertama Primair Bahwa Ia terdakwa RAFLI YUSUF alias APPI bersama Rahmat alias Bucek (dewasa dan sidang tersendiri) pada hari Kamis tanggal 7 April 2011 pukul 23.00 WITA atau setidak-tidaknya dalam tahun 2011 bertempat di Jl. Dg. Tata Raya Kota Makassar atau setidak-tidaknya tempat lain dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Makassar, mengambil barang, seluruh atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum ancaman kekerasan, di mana perbuatan terdakwa dilakukann dengan cara; berawal terdakwa Rafli Yusuf alias Appi selaku anak di bawah umur sesuai keterangan hasil ujian sekolah dasar tahun 2005/2006 lahir tanggal 4 Juni 1994 yang dibuat oleh Kepala Sekolah SD Impres Sambung Jawaya Kota Makassar atas nama Sri Endang K, S.Pd di mana saksi korban Pr. Israwati pulang kerja dengan dibonceng sepeda motor oleh Lk. Mahardika melewati Jl. Daeng Tata dekat Pasar Hartaco tiba-tiba sepeda motor Honda Beat putih yang dikendarai oleh terdakwa yang berboncengan dengan Lk Rahmat alias Bucek mendekati korban dan memepet sepeda motor korban dimana terdakwa Rafli Yusuf menarik tas selempangan yang berisi HP Nokia X2 warna hitam dan surat-surat penting lainnya milik korban Pr. Israwati dari pundaknya kemudian korban terjatuh dari aspal jalan dan menderita luka lecet pada punggung kaki kanan, dimana terdakwa Rafli Yusuf alias Appi bersama Rahmat alias Bucek melarikan diri dan Lk. Rahmat alias Bucek meninggalkan sepeda motor di jalan dimana korban berteriak minta tolong dan mengatakan “jambret!’ dimana warga dapat mengamankan terdakwa Rafli Yusuf alias Appi dan Lk. Rahmat alias Bucek serta diamankan oleh Anggota Unit Khusus
70
Polsekta Tamalate, dimana terdakwa bersama LK Rahmat alias Bucek digeledah dan ditemukan 2 buah busur yang dibawa oleh terdakwa Rafli Yusuf alias Appi dan Lk. Rahmat alias Bucek, atas perbuatan terdakwa yang mengambil barang milik korban Pr. Israwati sehingga korban mengalami kerugian yang ditaksir Rp. 1.500.000;- (satu juta lima ratus tibu rupiah) atau setidak-tidaknya sekitar itu, dan didukung Visum Et Refertum No.2351/M/RS/IV/2011 tanggal 7 April 2011 yang menerangkan bahwa Lk. Mahardika menderita luka lecet pada punggung kaki kanan ukuran 2 x 2 x 0,5cm dengan kesimpulan karena kekerasan benda tumpul, dibuat oleh dr. Yusnah Yusuf pada RSU Haji Makassar. Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 365 (1) KUHP. Subsidair Bahwa Ia terdakwa Rafli Yusuf alias Appi bersama Lk. Rahmat alias Bucek (dewasa dan sidang tersendiri) pada waktu dan tempat sebagaimana disebutkan dalam Dakwaan Pertama Primair tersebut di atas, mengambil barang sesuatu atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, bersekutu, dimana perbuatan terdakwa dilakukan dengan cara; berawal terdakwa Rafli Yusuf alias Appi selaku anak di bawah umur sesuai keterangan hasil ujian sekolah dasar tahun 2005/2006 lahir tanggal 4 Juni 1994 yang dibuat oleh Kepala Sekolah SD Impres Sambung Jawaya Kota Makassar atas nama Sri Endang K, S.Pd di mana saksi korban Pr. Israwati pulang kerja dengan dibonceng sepeda motor oleh Lk. Mahardika melewati Jl. Daeng Tata dekat Pasar Hartaco tiba-tiba sepeda motor Honda Beat putih yang dikendarai oleh terdakwa yang berboncengan dengan Lk Rahmat alias Bucek mendekati korban dan memepet sepeda motor korban dimana terdakwa Rafli Yusuf menarik tas selempangan yang berisi HP Nokia X2 warna hitam dan surat-surat penting lainnya milik korban Pr. Israwati dari pundaknya kemudian korban terjatuh dari aspal jalan dan menderita luka lecet pada punggung kaki kanan, dimana terdakwa Rafli Yusuf alias Appi bersama Rahmat alias Bucek melarikan diri dan Lk. Rahmat alias Bucek meninggalkan sepeda motor di jalan dimana korban berteriak minta tolong dan mengatakan “jambret!’ dimana warga dapat mengamankan terdakwa Rafli Yusuf alias Appi dan Lk. Rahmat alias Bucek serta diamankan oleh Anggota Unit Khusus Polsekta Tamalate, dimana terdakwa bersama LK Rahmat alias Bucek digeledah dan ditemukan 2 buah busur yang dibawa oleh terdakwa Rafli Yusuf alias Appi dan Lk. Rahmat alias Bucek, atas perbuatan terdakwa yang mengambil barang milik korban Pr. Israwati sehingga korban mengalami kerugian yang ditaksir Rp. 1.500.000;- (satu juta lima ratus tibu rupiah) atau setidak-tidaknya sekitar itu, dan didukung Visum Et Refertum No.2351/M/RS/IV/2011 tanggal 7 April 2011 yang menerangkan bahwa Lk. Mahardika menderita luka lecet pada punggung kaki kanan ukuran 2 x 2 x 0,5cm dengan kesimpulan karena
71
kekerasan benda tumpul, dibuat oleh dr. Yusnah Yusuf pada RSU Haji Makassar. Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 365 (1) ke-4 KUHP. Dan Kedua Bahwa Ia terdakwa Rafli Yusuf alias Appi bersama Lk. Rahmat alias Bucek (dewasa dan sidang tersendiri) pada waktu dan tempat sebagaimana disebutkan dalam Dakwaan Pertama Primair tersebut di atas, tanpa hak menguasai, membawa senjata tajam berupa busur, dimana perbuatan terdakwa dilakukan dengan cara; berawal terdakwa Rafli Yusuf alias Appi selaku anak di bawah umur sesuai keterangan hasil ujian sekolah dasar tahun 2005/2006 lahir tanggal 4 Juni 1994 yang dibuat oleh Kepala Sekolah SD Impres Sambung Jawaya Kota Makassar atas nama Sri Endang K, S.Pd bersama Lk. Rahmat alias Bucek tertangkap tangan oleh petugas polisi Polsekta Tamalate dimana terdakwa digeledah dan ditemukan membawa masing-masing busur, tanpa izin dari yang berwajib. Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 (1) UU RI Darurat No. 12 Tahun 1951 Lembaran Negara No. 78 Tahun 1951.
73
PETIKAN PUTUSAN Nomor: 808/Pid.B/2011/PN. Mks
“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”
Pengadilan Negeri Makassar yang mengadili perkara-perkara telah menjatuhkan ptusan dalam perkara Terdakwa: Nama : Rafli Yusuf alias Appi Tempat lahir : Makassar Umur/ tanggal lahir : 16 tahun/ 6 Agustus 1994 Jenis kelamin : Laki-laki Kebangsaan : Indonesia Tempat tinggal : Jl. Dg. Paswi Maccini Sombala, Makassar Agama : Islam Pekerjaan : Buruh bangunan Terdakwa ditahan dalam rutan sejak tanggal 8 April 2011 s/d sekarang; Pengadilan Negeri tersebut; Membaca ..................................... dsb; Menimbang ..................................... dsb; Memperlihatkan Pasal 363 ayat (1) KUHP dan Pasal 2 ayat (1) UU Darurat No. 12/1951 LN 1951 No. 78
M E N G A D I L I: 1. Menyatakan Terdakwa Rafli Yusuf alias Appi yang identitasnya
seperti tersebut di atas, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pencurian dengan pemberatan dan membawa senjata penikam”
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan;
3. Menetapkan bahwa masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dengan pidana yang dijatuhkan;
4. Memerintahkan agar Terdakwa tetap ditahan; 5. Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp.
2.000,- (dua ribu rupiah);
Demikian diputuskan oleh Hakim Pengadilan Negeri Makassar yang dilakukan pada hari Rabu, 13 Juli 2011 oleh PUDJO HUNGGUL, S.H sebagai Hakim Tunggal putusan mana diucapkan pada hari itu juga oleh Hakim/Ketua Majelis tersebut yang dibantu oleh MAWARDY RIVAI, S.H sebagai Panitera Pengganti, dihadiri oleh HUSRIAH YUSUF sebagai Jaksa Penuntut Umum serta Terdakwa.