Silabi Pid Pemidanaan Revisi

70
SILABUS MATA KULIAH Program Studi : Ilmu Hukum Kode Mata Kuliah : 4042021 Nama Mata Kuliah : Hukum Pidana dan Pemidanaan Jumlah SKS : 2 SKS Semester :V Mata Kuliah Pra Syarat : Hukum Pidana II Standart Kompetensi 1 Mahasiswa dapat memahami asas-asas hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan pidana dan pemidanaan, percobaan tindak pidana (poging), penyertaan, perbarengan (concursus), hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana, dan pengulangan tindak pidana (recidive).

Transcript of Silabi Pid Pemidanaan Revisi

Page 1: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

SILABUS MATA KULIAHProgram Studi : Ilmu HukumKode Mata Kuliah : 4042021Nama Mata Kuliah : Hukum Pidana dan PemidanaanJumlah SKS : 2 SKSSemester : VMata Kuliah Pra Syarat : Hukum Pidana IIStandart Kompetensi

1

Mahasiswa dapat memahami asas-asas hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan pidana dan pemidanaan, percobaan tindak pidana (poging), penyertaan, perbarengan (concursus), hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana, dan pengulangan tindak pidana (recidive).

Page 2: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

Kompetensi Dasar Indikator Pengalaman Pembelajaran

Materi Ajar Waktu Alat / Sumber Belajar

Penilaian

1. Memahami konsep-konsep dasar pidana dan pemidanaan;

1. Menjelaskan secara tepat pengertian Pidana, unsur pidana, dan jenis pidana;

1. Mahasiswa menyusun definisi dan unsur-unsur pidana;

2. Mahasiswa membuat perbandingan antara pidana dan hukuman.

3. Mahasiswa membandingkan jenis pidana dalam KUHP, UU Pengadilan Anak, dan RUU KUHP.

1. Pengertian pidana;2. Unsur-unsur pidana;3. Pengertian Hukuman;4. Perbandingan pidana

dan hukuman;5. Jenis-jenis pidana

dalam KUHP, UU Pengadilan Anak, dan RUU KUHP

2 x 100 menit LCD /Sumber Belajar Literatur : Muladi dan Barda

Nawawi Arief. 1995. Pidana dan Pemidanaan. Bandung: Alumni.

Wirjono Prodjodikoro. 1986. Asas-Asas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco.

RUU KUHP; KUHP UU 3/1997

tentang Pengadilan Anak

Penugasan mahasiswa

2. Menjelaskan pengertian dan teori (tujuan) pemidanaan;

1. Mahasiswa membuat pengertian pemidanaan;

2. Mahasiswa menginfentarisasi teori-teori pemidanaan;

3. Mahasiswa membandingkan teori-teori pemidanaan.

1. Pengertian pemidanaan;

2. Teori-Teori (tujuan) pemidanaan:

a) Retributive Theory; b) Uttilitarian theory; c)

Teori Gabungan.3. Tujuan pemidanaan

menurut hukum pidana Indonesia.

2

Page 3: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

2. Mengidentifikasi percobaan tindak pidana (poging);

1. Menjelaskan pengertian percobaan;

1. Mhsw menyusun pengertian percobaan;

Pengertian Percobaan (poging)

2 x 100 menit LCD /Sumber Belajar Literatur : Barda Nawawi

Arief. 1995. Hukum Pidana II. Semarang: UNDIP.Bab I

Wirjono Prodjodikoro. 1986. Asas-Asas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco.Bab VIII

RUU KUHP; KUHP

Penugasan

2. Menjelaskan unsure-unsur (syarat-syarat) percobaan;

1. Mhsw menginventarisasi unsure-unsur percobaan;

2. Mhsw mendeskripsikan dan membuat contoh percobaan;

3. Mhsw membandingkan percobaan dalam KUHP dan RUU KUHP.

Unsur-unsur (syarat-syarat) percobaan yang dapat dipidana dalam KUHP

Unsur-unsur (syarat-syarat) percobaan yang dapat dipidana dalam RUU KUHP.

3. Menjelaskan macam-macam percobaan;

1. Mahasiswa membandingkan macam-macam percobaan dalam KUHP dan RUU KUHP.

Macam-macam percobaan Percobaan yang dapat dipidana dan yang tidak dapat dipidana

3

Page 4: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

4. Menjelaskan pemidanaan terhadap percobaan.

1. Mahasiswa menjelaskan dan membandingkan pemidanaan terhadap percobaan menurut KUHP dan RUU KUHP.

Sanksi pidana terhadap pelaku percobaan

3. Mengidentifikasi penyertaan dalam tindak pidana.

1 Menjelaskan kategori penyertaan dalam tindak pidana

1. Mhsw mendeskripsikan kategori penyertaan dalam tindak pidana; antara Pembuat (dader) yang terdiri dari: Pelaku; Menyuruh lakukan; Turut serta melakukan; dan menganjurkan, dengan Pembantuan (medeplichtige)

2. Mhsw berdiskusi dg teman untuk membuat contoh penyertaan.

Kategori penyertaan dalam tindak pidana;

Pembuat (dader) yang terdiri dari: Pelaku; Menyuruh lakukan; Turut serta melakukan; dan menganjurkan.

Membantu melakukan tindak pidana (medeplichtige): 1) membantu pada saat tindak pidana dilakukan;2) membantu setelah tindak pidana dilakukan.

1 x 100 menit LCD /Sumber Belajar Literatur : Barda Nawawi

Arief. 1995. Hukum Pidana II. Semarang: UNDIP.Bab II

Wirjono Prodjodikoro. 1986. Asas-Asas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco.Bab VIII

RUU KUHP; KUHP

2 Menjelaskan pemidanaan terhadap penyertaan dalam

1. Mahasiswa menjelaskan dan membandingkan

Sanksi pidana terhadap penyertaan menurut KUHP dan RUU KUHP

4

Page 5: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

tindak pidana pemidanaan terhadap penyertaan menurut KUHP dan RUU KUHP.

4. Mengidentifikasi perbarengan dalam tindak pidana (concursus).

1 Menjelaskan macam-macam perbarengan dan unsur-unsur masing-masing perbarengan (concursus)

1. Mhsw mendeskripsikan macam-macam perbarengan (concursus) dalam tindak pidana, yang dibedakan: 1) Perbarengan peraturan (concursus idealis); 2) Perbuatan berlanjut; 3) Perbarengan perbuatan (concursus realis)

2. Mhsw mengidentifikasi unsur masing-masing bentuk perbarengan;

3. Mahasiswa membuat contoh masing-masing nbentuk perbarenagan tindak pidana.

Macam-macam bentuk perbarengan tindak pidana;

Unsur masing-masing bentuk perbarengan

1 x 100 menit LCD /Sumber Belajar Literatur : Barda Nawawi

Arief. 1984. Hukum Pidana II. Semarang: UNDIP.Bab III.

Wirjono Prodjodikoro. 1986. Asas-Asas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco.Bab X.

RUU KUHP; KUHP

Penugasan

2 Menjelaskan pemidanaan terhadap perbarengan dalam tindak

1. Mahasiswa menjelaskan dan membandingkan pemidanaan terhadap masing-

Sanksi pidana terhadap perbarengan.

5

Page 6: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

pidana masing bentuk perbarengan.

5. Mengidentifikasi alasan-alasan yang menghapus kewenangan menuntut pidana

1 Menjelaskan alasan-alasan yang dapat menghapus kewenangan menuntut pidana, dalam KUHP dan UU di luar KUHP

1. Mhsw mendeskripsikan alasan-alasan yang dapat menghapus kewenangan menuntut pidana yang diatur dalam KUHP

2. Mhsw mendeskripsikan alasan-alasan yang dapat menghapus kewenangan menuntut pidana yang diatur dalam UU di luar KUHP

Alasan-alasan yang menghapus kewenangan menuntut pidana yang diatur dalam KUHP dan UU di luar KUHP:1) Tidak ada

Pengaduan pada delik aduan;

2) Ne bis in idem;3) terdakwa mati;4) daluarsa menuntut;5) afkoop;6) amnesty;7) abolisi

4 x 100 menit LCD /Sumber Belajar Literatur : Barda Nawawi

Arief. 1995. Hukum Pidana II. Semarang: UNDIP.

Wirjono Prodjodikoro. 1986. Asas-Asas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco.

RUU KUHP; KUHP

Penugasan

6. Mengidentifikasi alasan-alasan yang menghapus kewenangan menjalankan pidana

1 Menjelaskan alasan-alasan yang dapat menghapus kewenangan menjalankan pidana, dalam KUHP dan UU di luar KUHP

1. Mhsw mendeskripsikan alasan-alasan yang dapat menghapus kewenangan menjalankan pidana yang diatur dalam KUHP

2. Mhsw mendeskripsikan alasan-alasan yang dapat menghapus kewenangan menjalankan

Alasan-alasan yang menghapus kewenangan menjalankan pidana yang diatur dalam KUHP dan UU di luar KUHP;1) Matinya terpidana;2)daluarsa

menjalankan pidana;3) Amnesti;4) Grasi.

1 x 100 menit LCD /Sumber Belajar Literatur : Barda Nawawi

Arief. 1995. Hukum Pidana II. Semarang: UNDIP.Bab IV.

Wirjono Prodjodikoro. 1986. Asas-Asas hukum Pidana

Penugasan

6

Page 7: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

pidana yang diatur dalam UU di luar KUHP

Indonesia, Bandung: Eresco.Bab XI dan XII

RUU KUHP; KUHP

7

Page 8: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

7. Mendiskripsikan Delik aduan

1. Menjelaskan pengertian delik aduan;

1. Mhsw menjelaskan pengertian delik aduan;

pengertian delik aduan; 1 x 100 menit LCD /Sumber Belajar Literatur : Barda Nawawi

Arief. 1995. Hukum Pidana II. Semarang: UNDIP.Bab IV

Wirjono Prodjodikoro. 1986. Asas-Asas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco.Bab XI

RUU KUHP; KUHP

Penugasan

2. Menjelaskan macam-macam delik aduan;

1. Mahasiswa menjelaskan delik aduan absolut;

2. Mahasiswa menjelaskan delik aduan relatif;

3. mahasiswa membuat contoh delik aduan absolute;

4. mahasiswa membuat contoh delik aduan relative.

macam-macam delik aduan;

3. Menjelaskan filosofi dan konsekuensi hukum delik aduan ;

1. Mahasiswa menjelaskan filosofi ;

2. Mahasiswa menjelaskan konsekuensi hukum delik aduan .

filosofi delik aduan; konsekuensi hukum

delik aduan ;

8

Page 9: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

8. Mendiskripsikan Ne bis In Idem

1. Menjelaskan pengertian Ne bis In Idem;

1. Mhsw menjelaskan pengertian Ne bis In Idem;

pengertian Ne bis In Idem;

1 x 100 menit LCD /Sumber Belajar Literatur : Barda Nawawi

Arief. 1995. Hukum Pidana II. Semarang: UNDIP.Bab IV

Wirjono Prodjodikoro. 1986. Asas-Asas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco.

RUU KUHP; KUHP

Penugasan

2. Menjelaskan syarat (unsur) Ne bis In Idem;

1. Mahasiswa menjelaskan syarat (unsur) Ne bis In Idem;

syarat-syarat (unsur) Ne bis In Idem;

3. Menjelaskan filosofi (tujuan) dan konsekuensi hukum Ne bis In Idem.

1. Mahasiswa menjelaskan filosofi (tujuan) dan konsekuensi hukum Ne bis In Idem;

2. mahasiswa membuat contoh penerapan Ne bis In Idem.

filosofi Ne bis In Idem; konsekuensi hukum

Ne bis In Idem;

9

Page 10: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

9. Mendiskripsikan pengulangan tindak pidana (Recidive)

1. Menjelaskan pengertian Recidive

1. Mhsw menjelaskan pengertian Recidive;

pengertian Recidive pada umumnya;

pengertian Recidive umum;

pengertian Recidive khusus;

1 x 100 menit LCD /Sumber Belajar Literatur : Barda Nawawi

Arief. 1995. Hukum Pidana II. Semarang: UNDIP.Bab V

Wirjono Prodjodikoro. 1986. Asas-Asas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco.

RUU KUHP; KUHP

Penugasan

2. Menjelaskan jenis recidive

1. Mhsw menjelaskan Recidive umum (generale recidive);

2. Mhsw menjelaskan Recidive khusus (special recidive);

3. Mhswa menganalisis recidive yang dianut oleh hukum pidana Indonesia.

Jenis recidive: 1) Recidive umum; 2) Recidive khusus.

Recidive yang dianut oleh hukum pidana Indonesia

3. Menjelaskan filosofi (tujuan) dan konsekuensi hukum Recidive.

1. Mahasiswa menjelaskan filosofi (tujuan) dari ketentuan Recidive

2. Mahasiswa

Filosofi Recidive; konsekuensi hukum

Recidive.

10

Page 11: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

menjelaskan konsekuensi hukum dari Recidive.

3. Mhswa membuat contoh kasus recidive

11

Page 12: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN I

Nama Dosen : Muchamad IksanNIK : 571Fakultas : HukumMata Kuliah / SKS : Hukum Pidana dan PemidanaanSemester : VPertemuan ke / waktu : 1 dan 2 / 2 x 100 MenitStandart kompetensi : Mahasiswa dapat memahami asas-asas hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan pidana dan pemidanaan, percobaan

tindak pidana (poging), penyertaan, perbarengan (concursus), hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana, dan pengulangan tindak pidana (recidive).

Kompetensi Dasar : Mahasiswa mampu memahami konsep-konsep dasar pidana dan pemidanaan:Indikator : 1. Menjelaskan pengertian Pidana , unsur pidana, dan jenis pidana;

2. Menjelaskan pengertian dan teori (tujuan) pemidanaan.

No Kegiatan Pembelajaran Metode Alat / Media Bahan / Sumber Belajar Alokasi Waktu Penilaian1 Pendahuluan:

Dosen mengucapkan salam dan membuka perkualiahan dengan bacaan Basmallah.Dilanjutkan dengan perkenalan dosen; pembuatan kontrak belajar; pengenalan silabi dan literature MK Hukum Pidana dan Pemidanaan.Materi:Pengertian pidana, unsur –unsur pidana, jenis-jenis pidana (dan tindakan), pengertian pemidanaan, dan teori-teori yang menjelaskan tujuan pemidanaan.Kompetensi:memahami konsep-konsep dasar pidana dan pemidanaan

Ceramah dan diskusi LCD, laptop, file tentang: Kontrak belajar; Silabi, dan Literatur MK Hukum Pidana dan Pemidanaan.

Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1995. Pidana dan Pemidanaan. Bandung: Alumni.

RUU KUHP; KUHP

2 x 15 menit

2 Penyajian:Pidana adalah nestapa yang sengaja dijatuhkan oleh Negara melalui alat kelengkapannya kepada seseorang karena ia telah melakukan tindak pidana.

Ceramah dengan bantuan media yang tersedia (LCD); mahasiswa mencatat pointers penting,

2 x 75 menit

12

Page 13: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

Unsur-unsus pidana adalah: 1) nestapa/penderitaan yang sengaja dijatuhkan kepada seseorang; 2) dijatuhkan oleh badan/orang yang berwenang; 3) terhadap orang yang melakukan tindak pidana.

Pemidanaan adalah seluruh kegiatan penjatuhan pidana pada orang yang melakukan tindak pidana.

Teori (tentang tujuan) pemidanaan yang ada:1) Retributive theory / Teori pembalasan

(pure retributive dan retributive modifikatif);

2) Utillitarian theory / teori tujuan;3) Teori gabungan. Hukum pidana Indonesia menganut teori gabungan (berdasarkan KUHP dan UU No. 12 Th 1995 tentang Pemasyarakatan)

dilanjutkan dengan diskusi / tanya jawab antara dosen dan mahasiswa

3 PenutupWaktu tinggal beberapa menit maka kuliah diakhiri dengan salam

Dosen menyampaikan kesimpulan pembahasan, dan menutup pertemuan dengan bacaan Hamdallah bersama.

2 x 10 menit

13

Page 14: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN II

Nama Dosen : Muchamad IksanNIK : 571Fakultas : HukumMata Kuliah / SKS : Hukum Pidana dan PemidanaanSemester : VPertemuan ke / waktu : 3 dan 4 / 2 x 100 MenitStandart kompetensi : Mahasiswa dapat memahami asas-asas hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan pidana dan pemidanaan, percobaan

tindak pidana (poging), penyertaan, perbarengan (concursus), hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana, dan pengulangan tindak pidana (recidive).

Kompetensi Dasar : Mahasiswa mampu mengidentifikasi percobaan tindak pidana (poging);Indikator : 1. Menjelaskan pengertian percobaan;

2. Menjelaskan unsur-unsur (syarat-syarat) percobaan;3. Menjelaskan macam-macam percobaan;4. Menjelaskan pemidanaan terhadap percobaan.

No Kegiatan Pembelajaran Metode Alat / Media Bahan / Sumber Belajar Alokasi Waktu Penilaian1 Pendahuluan:

Dosen mengucapkan salam dan membuka perkualiahan dengan bacaan Basmallah.Dilanjutkan review materi perkuliahan pertemuan sebelumnya (Pidana dan Pemidanaan)Materi:pengertian percobaan; unsure-unsur (syarat-syarat) percobaan; macam-macam percobaan; pemidanaan terhadap percobaan. Kompetensi:mengidentifikasi percobaan tindak pidana (poging)

Ceramah dan diskusi LCD, laptop, file tentang: materi tentang percobaan.

Barda Nawawi Arief. 1984. Hukum Pidana II. Semarang: UNDIP.Bab

Wirjono Prodjodikoro. 1986. Asas-Asas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco.

RUU KUHP; KUHP

2 x 15 menit

2 Penyajian:Percobaan (poging) tindak pidana adalah perbuatan pidana yang belum

Ceramah dengan bantuan media yang tersedia (LCD);

2 x 75 menit

14

Page 15: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

selesai yang sudah dapat dijatuhi pidana.

Pandangan terhadap Percobaan:1)Percobaan sebagai alasan

memperluas dapat dipidanannya orang;

2)Percobaan merupakan alasan memperluas dapat dipidanannya perbuatan.

Unsur-unsus percobaan yang dapat dipidana (Pasal 53 KUHP)1) Adanya niat melakukan tindak pidana

yang dituju; 2) Sudah ada permulaan pelaksanaan

perbuatan yang dituju; 3) tidak selesainya perbuatan bukan

karena kehendak sendiri dari pembuat.

Permulaan pelaksanaan, menurut:1) Menurut Penganut teori Subyektif

(Exs. Van Hammel); 2) Menurut Penganut teori Obyektif a. Teori Obyektif Formil (Exs.

Dunystee) b. Teori Obyektif Materiil (Exs.

Simons)3) Menurut penganut teori campuran

(Exs. Moeljatno)

Percobaan mampu dan percobaan tidak mampu.1) Percoban mampu yang dapat

dipidana;2) Percobaan tidak mampu (alatnya

atau obyeknya) tidak dipidana.

mahasiswa mencatat pointers penting, dilanjutkan dengan diskusi / tanya jawab antara dosen dan mahasiswa

15

Page 16: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

Pemidanaan terhadap pelaku percobaan tindak pidana:1) Menurut Ps. 53 KUHP, ancaman

pidana pokok dikurangi 1/3;2) Menurut RUU KUHP, ancaman

pidana pokok dikurangi 1/2;

Percobaan yang dapat dipidana adalah percobaan melakukan kejahatan, sedang percobaan melakukan pelanggaran tidak dapat dipidana (Pasal 53 ayat (2)).

Latihan:Mahasiswa berlatih membuat contoh percobaan tindak pidana tertentu, mengurai unsure-unsurnya dan ancaman pidananya.

3 PenutupRingkasan:Percobaan (poging) tindak pidana, Pandangan terhadap Percobaan, Unsur-unsus percobaan yang dapat dipidana (Pasal 53 KUHP), Permulaan pelaksanaan, Percobaan mampu dan percobaan tidak mampu, dan Pemidanaan terhadap pelaku percobaan tindak pidana.

Dosen menyampaikan kesimpulan pembahasan pertemuan, dan menutup pertemuan dengan bacaan Hamdallah bersama.

2 x 10 menit

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN III

Nama Dosen : Muchamad IksanNIK : 571Fakultas : HukumMata Kuliah / SKS : Hukum Pidana dan PemidanaanSemester : V

16

Page 17: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

Pertemuan ke / waktu : 5 / 1 x 100 MenitStandart kompetensi : Mahasiswa dapat memahami asas-asas hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan pidana dan pemidanaan, percobaan

tindak pidana (poging), penyertaan, perbarengan (concursus), hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana, dan pengulangan tindak pidana (recidive).

Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi penyertaan dalam tindak pidana.Indikator : 1. Menjelaskan kategori penyertaan dalam tindak pidana;

2. Menjelaskan pemidanaan terhadap penyertaan dalam tindak pidana

No Kegiatan Pembelajaran Metode Alat / Media Bahan / Sumber Belajar Alokasi Waktu Penilaian1 Pendahuluan:

Dosen mengucapkan salam dan membuka perkualiahan dengan bacaan Basmallah.Dilanjutkan review materi perkuliahan pertemuan sebelumnya (Percobaan)Materi:Kategori penyertaan dalam tindak pidana, pemidanaan terhadap penyertaan dalam tindak pidanaKompetensi:Mengidentifikasi penyertaan dalam tindak pidana

Ceramah dan diskusi LCD, laptop, file tentang: Penyertaan.

Barda Nawawi Arief. 1984. Hukum Pidana II. Semarang: UNDIP.Bab II

Wirjono Prodjodikoro. 1986. Asas-Asas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco.

RUU KUHP; KUHP

15 menit

2 Penyajian:Banyak tindak pidana yang melibatkan lebih dari satu orang, berarti di situ terdapat penyertaan.Kategori penyertaan:1) Pembuat (dader), terdiri dari (Pasal 55

KUHP):a. Pelaku (plager);b. Orang yang Menyuruh Melakukan

Tindak Pidana (doen plager);c. Orang yang turut serta Melakukan

Tindak Pidana (Made plager);d. Orang yang Menganjurkan

Melakukan Tindak Pidana

Ceramah dengan bantuan media yang tersedia (LCD); mahasiswa mencatat pointers penting, dilanjutkan dengan diskusi / tanya jawab antara dosen dan mahasiswa.Mahasiswa diminta berdiskusi dalam kelompok kecil untuk membandingkan antara menyuruhlakukan (doen

75 menit

17

Page 18: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

(uitlokker);2) Pembantu (madeplichtige), terdiri

dari (Pasal 56 KUHP):

a. Orang yang membantu pada saat kejahatan dilakukan;

b. Orang yang membantu sebelum kejahatan dilakukan.

Plager adalah orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi seluruh unsure delik;

Doen Plager adalah orang (manus domina) yang menyuruh orang lain (manus minustra) untuk melakukan tindak pidana. dalam hal ini manus minustra-nya adalah orang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya, ia hanya berkedudukan sebagai alat bagi manus domina. Dalam hal ini Manus minustra tidak dapat dipidana. Manus dominanya haruslah orang yang mampu bertanggungjawab.

Made Plager adalah orang yang turut terta melakukan tindak pidana. ia secara sendiri tidak harus memenuhi seluruh unsure delik, akan tetapi secara bersama-sama mewujudkan / memenuhi semua unsure delik.

Uitlokker adalah intellectual actor dari suatu tindak pidana. ia yang menganjurkan orang lain yang mampu bertanggungjawab untuk melakukan tindak pidana. Yang dianjurkan bisa

plager) dengan menganjurkan (uitlokker), turut serta (made plager) dengan pembantuan (mageplichtige), dan membuat contoh masing-masing.

18

Page 19: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

dalam kedudukan sebagai pelaku, yang menyuruh melakukan, turut serta melakukan atau membantu melakukan tindak pidana. Uitlokker tidak secara fisik melakukan perbuatan yang dirumuskan dalam delik. Ia hanya dapat dimintai pertanggungjawaban atas apa yang ia anjurkan saja, tidak atas akibat perbuatan yang tidak dianjurkan.

Membantu pada saat tindak pidana terjadiMembantu sebelum tindak pidana terjadi. Pemidanaan terhadap mereka yang berkualifikasi sebagai pembuat (dader) adalah sama (Pasal 55 KUHP). Sedangkan terhadap pembantu (madeplichtige) ancaman pidananya dikurangi 1/3 (Pasal 56 KUHP).

3 PenutupRingkasan:Kategori penyertaan: Pembuat (dader) dan Pembantu (madeplichtige). Pemidanaan terhadap pembuat (dader) adalah sama (Pasal 55 KUHP). Sedangkan terhadap pembantu (madeplichtige) dikurangi 1/3 (Pasal 56 KUHP).

Dosen menyampaikan kesimpulan pembahasan, dan menutup pertemuan dengan bacaan Hamdallah bersama.

10 menit

19

Page 20: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN IV

Nama Dosen : Muchamad IksanNIK : 571Fakultas : HukumMata Kuliah / SKS : Hukum Pidana dan PemidanaanSemester : VPertemuan ke / waktu : 6 / 1 x 100 MenitStandart kompetensi : Mahasiswa dapat memahami asas-asas hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan pidana dan pemidanaan, percobaan

tindak pidana (poging), penyertaan, perbarengan (concursus), hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana, dan pengulangan tindak pidana (recidive).

Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi perbarengan dalam tindak pidana (concursus)Indikator : 1. Menjelaskan macam-macam perbarengan dan unsur-unsur masing-masing perbarengan (concursus)

2. Menjelaskan pemidanaan terhadap perbarengan dalam tindak pidana

No Kegiatan Pembelajaran Metode Alat / Media Bahan / Sumber Belajar Alokasi Waktu Penilaian1 Pendahuluan: Ceramah dan diskusi LCD, laptop, file Barda Nawawi Arief. 15 menit

20

Page 21: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

Dosen mengucapkan salam dan membuka perkualiahan dengan bacaan Basmallah.Dilanjutkan review materi perkuliahan pertemuan sebelumnya (Penyertaan)Materi:Macam-macam perbarengan (concursus), unsur-unsur (masing-masing) perbarengan (concursus), pemidanaan terhadap masing-masing perbarengan (concursus) tindak pidana

Menjelaskan pemidanaan terhadap perbarengan dalam tindak pidana

Kompetensi:Mengidentifikasi perbarengan dalam tindak pidana (concursus).

tentang: Concursus. 1984. Hukum Pidana II. Semarang: UNDIP.Bab III

Wirjono Prodjodikoro. 1986. Asas-Asas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco.

RUU KUHP; KUHP

2 Penyajian:Macam-macam perbarengan (concursus): 1) Perbarengan Peraturan (concursus

Idealis) (Pasal 63 KUHP), syarat:a. Orang melakukan satu perbuatan

(feit);b. Memenuhi lebih dari satu rumusan

delik.2) Perbarengan Perbuatan (concursus

Realis) (Pasal 65-71 KUHP), syarat:a. Orang melakukan beberapa / lebih

dari satu perbuatan (feit);b. Masing-masing perbuatan berdiri

sendiri;c. Antara perbuatan-perbuatan itu

belum ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (in krach van gewijsde).

3) Perbuatan berlanjut (Pasal 64 KUHP), syarat:

Ceramah dengan bantuan media yang tersedia (LCD); mahasiswa mencatat pointers penting, dilanjutkan dengan diskusi / tanya jawab antara dosen dan mahasiswa.Mahasiswa diminta berdiskusi dalam kelompok kecil untuk membandingkan antara Perbarengan Peraturan (concursus Idealis), Perbarengan Perbuatan (concursus Realis), Perbuatan berlanjut dan membuat contoh masing-masing concursus.

75 menit

21

Page 22: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

a. Orang melakukan beberapa / lebih dari satu perbuatan (feit);

b. Antara perbuatan-perbuatan itu belum ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (in krach van gewijsde).

c. Antara perbuatan-perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa shingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut.

Yang dimaksud “ada hubungan sedemikian rupa” menurut Memori van Toelichting (MvT) adalah:1. Perbuatan-perbuatan itu harus

sejenis;2. Ada satu keputusan kehendak untuk

melakukan perbuatan-perbuatan itu;3. Tenggang waktu antara perbuatan-

perbuatan itu tidak terlalu lama.

Yang krusial dalam Concursus adalah apa yang dimaksud dengan “perbuatan” (feit).Ada 2 (dua) ajaran tentang feit, yaitu:1. Ajaran feit materiil

Feit adalah menunjuk pada perbuatan jasmaniah. Satu perbuatan jasmaniah dianggap satu feit, mengabaikan akibat dari perbuatan itu.

2. Ajaran feit menurut hukum pidanaFeit adalah perbuatan yang dinilai dari maksud yang dituju dan akibat dari suatu perbuatan. Walaupun ada satu perbuatan jasmaniah, apabila maksud yang dituju dari perbuatan itu dan mengakibatkan/menimbulkan lebih dari satu akibat yang dilarang, maka

22

Page 23: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

dianggap ada beberapa perbuatan yang masing-masing berdiri sendiri.

Tidak ada keharusan menganut ajaran feit yang mana, akan tetapi kebanyakan cenderung menganut Ajaran feit menurut hukum pidana.

Setelah berkembangnya ajaran feit menurut hukum pidana, maka ada beberapa concursus yang apabila dipandang dari ajaran feit materiil merupakan concursus idealis, tetapi apabila dipandang dari ajaran feit menurut hukum pidana berubah menjadi concursus realis.

Pemidanaan terhadap concursus:1. Concursus idealis menganut system

ancaman pidana absorbsi, yaitu dikenakan salah satu, apabila berbeda-beda maka dipilih salah satu yang ancaman pidana pokoknya paling berat (Pasal 63 KUHP);

2. Perbuatan berlanjut menganut system ancaman pidana absorbsi, yaitu dikenakan salah satu, apabila berbeda-beda maka dipilih salah satu yang ancaman pidana pokoknya paling berat (Pasal 64 KUHP);

3. Concursus Realis pada prinsipnya menganut system ancaman pidana Komulasi yang diperlunak, yaitu semua ancaman pidana dikenakan, akan tetapi tidak boleh melampaui yang terberat ditambah 1/3. (Pasal 65 KUHP);Apabila ancaman pidana pokoknya tidak sejenis, semua ancaman pidana

23

Page 24: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

dikenakan, akan tetapi tidak boleh melampaui yang terberat ditambah 1/3;Apabila ancaman pidana pokoknya tidak sejenis, daaaaan berupa denda, maka semua ancaman pidana dikenakan.

3 PenutupRingkasan:Macam-macam perbarengan (concursus): 1) Perbarengan Peraturan (concursus Idealis); 2) Perbarengan Perbuatan (concursus Realis); 3) Perbuatan berlanjut Pemidanaan Concursus idealis menganut system absorbsi; Perbuatan berlanjut menganut system absorbsi; sedang Concursus Realis menganut system Komulasi yang diperlunak.

Dosen menyampaikan kesimpulan pembahasan, dan menutup pertemuan dengan bacaan Hamdallah bersama.

10 menit

24

Page 25: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN V

Nama Dosen : Muchamad IksanNIK : 571Fakultas : HukumMata Kuliah / SKS : Hukum Pidana dan PemidanaanSemester : VPertemuan ke / waktu : 7 / 1 x 100 MenitStandart kompetensi : Mahasiswa dapat memahami asas-asas hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan pidana dan pemidanaan, percobaan

tindak pidana (poging), penyertaan, perbarengan (concursus), hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana, dan pengulangan tindak pidana (recidive).

Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi alasan-alasan yang menghapus kewenangan menuntut pidanaIndikator : 1. Menjelaskan alasan-alasan yang dapat menghapus kewenangan menuntut pidana dalam KUHP

2. Menjelaskan alasan-alasan yang dapat menghapus kewenangan menuntut pidana dalam UU di luar KUHP;

No Kegiatan Pembelajaran Metode Alat / Media Bahan / Sumber Belajar Alokasi Waktu Penilaian1 Pendahuluan:

Dosen mengucapkan salam dan membuka perkualiahan dengan bacaan Basmallah.Dilanjutkan review materi perkuliahan pertemuan sebelumnya (Concursus)Materi:alasan-alasan yang dapat menghapus kewenangan menuntut pidana dalam KUHP, dan dalam UU di luar KUHP2.

Ceramah dan diskusi LCD, laptop, file tentang: alasan-alasan yang menghapus kewenangan menuntut pidana.

Barda Nawawi Arief. 1984. Hukum Pidana II. Semarang: UNDIP.Bab IV

Wirjono Prodjodikoro. 1986. Asas-Asas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco.

15 menit

25

Page 26: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

perbarengan dalam tindak pidanaKompetensi:Mengidentifikasi alasan-alasan yang menghapus kewenangan menuntut pidana.

RUU KUHP; KUHP

2 Penyajian:Tidak semua pelaku tindak pidana dapat dituntut di muka pengadilan oleh jaksa penuntut umum. Tidak dapat dituntutnya pelaku karena alasan-alasan yang diatur dalam undang-undang, baik dalam KUHP maupun UU di luar KUHP. Alasan-alasan yang menghapus kewenangan (jaksa penuntut Umum) untuk menuntut pidana kepada pelaku tindak pidana dalam KUHP:1) Tidak adanya pengaduan pada delik

aduan;2) Ne bis In Idem (Pasal 76 KUHP).3) Tersangka / terdakwa meninggal

dunia (pasal 77 KUHP)4) Telah melampaui tenggang daluarsa

menuntut pidana (Pasal 78 KUHP); 5) Membayar denda maksimum

kepada pejabat yang berwenang, khusus pada pelanggaran yang hanya mengancam dengan denda saja (afkoop / afdoening buitten process) (Pasal 82 KUHP).

Alasan-alasan yang menghapus kewenangan (jaksa penuntut Umum) untuk menuntut pidana kepada pelaku tindak pidana dalam UU di luar KUHP:1) Amnesti dari presiden;2) Abolisi dari Presiden.

Ceramah dengan bantuan media yang tersedia (LCD); mahasiswa mencatat pointers penting, dilanjutkan dengan diskusi / tanya jawab antara dosen dan mahasiswa.Mahasiswa diminta berdiskusi dalam kelompok kecil untuk mendalami alasan-alasan yang menghapus kewenangan menuntut, baik yang diatur dalam KUHP maupun UU di luar KUHP dan membuat contoh kasus .

75 menit

26

Page 27: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

3 PenutupRingkasan:Alasan-alasan yang menghapus kewenangan menuntut pidana dalam KUHP: 1) Tidak adanya pengaduan pada delik aduan; 2) Ne bis In Idem; 3) Tersangka / terdakwa meninggal dunia; 4) Telah melampaui tenggang daluarsa menuntut pidana; 5) Membayar denda maksimum kepada pejabat yang berwenang, khusus pada pelanggaran yang hanya mengancam dengan denda saja (afkoop / afdoening buitten process)Alasan-alasan dalam UU di luar KUHP:1) Amnesti dari presiden; 2) Abolisi dari Presiden.

Dosen menyampaikan kesimpulan pembahasan, dan menutup pertemuan dengan bacaan Hamdallah bersama.

10 menit

27

Page 28: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN VI

Nama Dosen : Muchamad IksanNIK : 571Fakultas : HukumMata Kuliah / SKS : Hukum Pidana dan PemidanaanSemester : VPertemuan ke / waktu : 8 / 1 x 100 MenitStandart kompetensi : Mahasiswa dapat memahami asas-asas hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan pidana dan pemidanaan, percobaan

tindak pidana (poging), penyertaan, perbarengan (concursus), hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana, dan pengulangan tindak pidana (recidive).

Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi alasan-alasan yang menghapus kewenangan jaksa menjalankan pidana (melaksanakan putusan pengadilan yang berupa pidana)

Indikator : 1. Menjelaskan alasan-alasan yang dapat menghapus kewenangan jaksa menjalankan pidana (melaksanakan putusan pengadilan yang berupa pidana) yang di dalam KUHP;

2. Menjelaskan alasan-alasan yang dapat menghapus kewenangan jaksa menjalankan pidana (melaksanakan putusan pengadilan yang berupa pidana) yang di dalam UU di luar KUHP.

No Kegiatan Pembelajaran Metode Alat / Media Bahan / Sumber Belajar Alokasi Waktu Penilaian1 Pendahuluan:

Dosen mengucapkan salam dan membuka perkualiahan dengan bacaan Basmallah.Dilanjutkan review materi perkuliahan pertemuan sebelumnya (Alasan-alasan hapusnya kewenangan menuntut pidana)Materi:alasan-alasan yang dapat menghapus kewenangan menjalankan pidana dalam KUHP, dan dalam UU di luar KUHP2.perbarengan dalam tindak pidana

Ceramah dan diskusi LCD, laptop, file tentang: alasan-alasan yang menghapus kewenangan menjalankan pidana.

Barda Nawawi Arief. 1984. Hukum Pidana II. Semarang: UNDIP.Bab IV

Wirjono Prodjodikoro. 1986. Asas-Asas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco.

RUU KUHP; KUHP

15 menit

28

Page 29: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

Kompetensi:Mengidentifikasi alasan-alasan yang menghapus kewenangan menjalankan pidana.

2 Penyajian:Tidak semua putusan yang berupa pidana dapat dilaksanakan oleh jaksa. Putusan pemidanaan tidak dapat dijalankan/dilaksanakan apabila memenuhi alasan-alasan yang diatur dalam undang-undang. Alasan-alasan yang menghapus kewenangan jaksa untuk menjalankan pidana dalam KUHP:1) Terpidana meninggal dunia (Pasal

83 KUHP)2) Telah melampaui tenggang daluarsa

menjalankan pidana (Pasal 84-85 KUHP);

Alasan-alasan yang menghapus kewenangan jaksa untuk menjalankan pidana dalam UU di luar KUHP:1) Amnesti dari presiden;2) Grasi dari Presiden (UU No. 2 Th

2002 tentang Grasi).

Ceramah dengan bantuan media yang tersedia (LCD); mahasiswa mencatat pointers penting, dilanjutkan dengan diskusi / tanya jawab antara dosen dan mahasiswa.Mahasiswa diminta berdiskusi dalam kelompok kecil untuk mendalami alasan-alasan yang menghapus kewenangan menjalankan pidana, baik yang diatur dalam KUHP maupun UU di luar KUHP dan membuat contoh kasus .

75 menit

3 PenutupRingkasan:Alasan-alasan yang menghapus kewenangan menjalankan pidana dalam KUHP: 1) matinya terpidana; 2) Telah melampaui tenggang daluarsa menjalankan pidana.Alasan-alasan dalam UU di luar KUHP:Amnesti dan Grasi dari Presiden.

Dosen menyampaikan kesimpulan pembahasan, dan menutup pertemuan dengan bacaan Hamdallah bersama.

10 menit

29

Page 30: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN VII

Nama Dosen : Muchamad IksanNIK : 571Fakultas : HukumMata Kuliah / SKS : Hukum Pidana dan PemidanaanSemester : VPertemuan ke / waktu : 9 / 1 x 100 MenitStandart kompetensi : Mahasiswa dapat memahami asas-asas hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan pidana dan pemidanaan, percobaan

tindak pidana (poging), penyertaan, perbarengan (concursus), hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana, dan pengulangan tindak pidana (recidive).

Kompetensi Dasar : Mendiskripsikan Delik aduanIndikator : 1. Menjelaskan pengertian delik aduan;;

2. Menjelaskan macam-macam delik aduan;3. Menjelaskan filosofi dan konsekuensi hukum delik aduan ;

No Kegiatan Pembelajaran Metode Alat / Media Bahan / Sumber Belajar Alokasi Waktu Penilaian1 Pendahuluan:

Dosen mengucapkan salam dan membuka perkualiahan dengan bacaan Basmallah.Dilanjutkan review materi perkuliahan pertemuan sebelumnya (Alasan-alasan hapusnya kewenangan menjalankan pidana)Materi:Pengertian delik aduan, macam-macam delik aduan, filosofi dan konsekuensi hukum delik aduan2.perbarengan dalam tindak pidanaKompetensi:Mendeskripsikan delik aduan.

Ceramah dan diskusi LCD, laptop, file tentang: delik aduan

Barda Nawawi Arief. 1984. Hukum Pidana II. Semarang: UNDIP.Bab IV

Wirjono Prodjodikoro. 1986. Asas-Asas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco.

RUU KUHP; KUHP

15 menit

2 Penyajian: Ceramah dengan

30

Page 31: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

Delik dibedakan menjadi delik biasa dan delik aduan (klach delict).

Delik biasa adalah delik yang untuk pelakunya dapat dituntut tidak memerlukan pengaduan dari korban atau orang-orang tertentu. Jadi dari manapun penyidik atau jaksa penuntut umum mengetahui terjadinya delik, ia dapat menuntutnya.Delik aduan adalah delik yang pelakunya hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari korban atau orang-orang yang oleh undang-undang diberi kewenangan mengadu.

Delik aduan dibedakan menjadi 2, yaitu:1) Delik aduan mutlak (Absoluut

klachdelict), yaitu delik yang dalam setiap keadaan (dilakukan oleh siapapun) mutlak memerlukan pengaduan untuk dapat dituntutnya pelaku. Misal:

a. Perzinahan (Pasal 284 KUHP); b. Penghinaan (Pasal 310 – 321

KUHP);c. Hubungan kelamin dengan wanita

berumur kurang dari 15 tahun;d. Dengan Pemberian atau janji

pemberian melakukan perbuatan cabul (Pasal 293 KUHP);

e. Melarikan wanita (Pasal 332 KUHP)

f. Membuka rahasia (Pasal 322 KUHP).

2) Delik aduan relative (Relatief klachdelict), yaitu delik yang pada keadaan pada umumnya merupakan

bantuan media yang tersedia (LCD); mahasiswa mencatat pointers penting, dilanjutkan dengan diskusi / tanya jawab antara dosen dan mahasiswa.Mahasiswa diminta berdiskusi dalam kelompok kecil untuk mendalami delik aduan dan membuat contoh kasus .

75 menit

31

Page 32: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

delik biasa, akan tetapi apabila dilakukan oleh orang-orang tertentu anggota keluarga sampai derajat tertentu) berubah menjadi delik aduan.a. Pencurian dalam keluarga (Pasal

362-365 jo 367 KUHP);b. Pemerasan dalam keluarga

(Pasal 368 jo 370 KUHP);c. Pengancaman dalam keluarga

(Pasal 369 jo 370 KUHP);d. Penggelapan dalam keluarga

(Pasal 372 jo 376 KUHP);e. Penipuan dalam keluarga

(Pasal 378 jo 394 KUHP);

Subyek yang berhak mengadu (ketentuan umum): a. Jika ybs (korban) belum berumur 16

tahun/ belumcukup umur/ dibawah pengampuan (Pasal 72): - walinya yang sah dalam perkara

perdata;- wali pengawas / pengampu;- istrinya;- keluarga sedarah garis lurus ke

atas / ke bawah;- keluarga sedarah menyamping

sampai derajat ke – 3.b. Jika ybs (korban) meninggal dunia

(Pasal 73 KUHP), oleh:- orang tuanya;- anaknya;- Suami/istrinya (kecuali ybs tidak

menghendakinya)

Ketentuan khusus: a. Untuk delik perzinahan (Pasal 284

32

Page 33: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

KUHP), yang berhak mengadu hanya suami atau istri yang tercemar.

b. Untuk delik melarikan wanita (Pasal 332 KUHP), yang berhak mengadu jika belum cukup umur : wanita ybs, atau orang yang berhak member ijin bila ia kawin. Jika sudah cukup umur: wanita ybs atau suaminya.

Pengaduan harus diajukan dalam batas waktu tertentu, apabila tenggang waktu tersebut lewat, maka pengaduan tidak dapat diterima. a) apabila yang berhak mengadu bertempat tinggal di Indonesia: 6 bulan sejak mengetahui adanya kejahatan; b) apabila bertempat tinggal di luar Indonesia: 9 bulan sejak mengetahui adanya kejahatan (Pasal 74 KUHP).

Pengaduan juga dapat ditarik kembali (dibatalkan) selambat-lambatnya 3 bulan sejak diajukan (Pasal 75 KUHP). Kecuali pada delik perzinahan, pengaduan sewaktu-waktu dapat ditarik kembali, selama siding pengadilan belum dimulai (Pasal 284 ayat (4) KUHP).

3 Penutup

Ringkasan:Delik aduan dibagi menjadi delik aduan absolute dan delik aduan relative..

Dosen menyampaikan kesimpulan pembahasan, dan menutup pertemuan dengan bacaan Hamdallah bersama.

10 menit

33

Page 34: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN VIII

Nama Dosen : Muchamad IksanNIK : 571Fakultas : HukumMata Kuliah / SKS : Hukum Pidana dan PemidanaanSemester : VPertemuan ke / waktu : 10 dan 11 / 2 x 100 MenitStandart kompetensi : Mahasiswa dapat memahami asas-asas hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan pidana dan pemidanaan, percobaan

tindak pidana (poging), penyertaan, perbarengan (concursus), hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana, dan pengulangan tindak pidana (recidive).

34

Page 35: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

Kompetensi Dasar : Mendiskripsikan Ne bis In IdemIndikator : 1. Menjelaskan pengertian Ne bis In Idem ;

2. Menjelaskan syarat (unsur) Ne bis In Idem;3. Menjelaskan filosofi (tujuan) dan konsekuensi hukum Ne bis In Idem;

No Kegiatan Pembelajaran Metode Alat / Media Bahan / Sumber Belajar Alokasi Waktu Penilaian1 Pendahuluan:

Dosen mengucapkan salam dan membuka perkualiahan dengan bacaan Basmallah.Dilanjutkan review materi perkuliahan pertemuan sebelumnya (delik aduan)Materi:Pengertian ne bis in idem, syarat / unsure-unsur ne bisin idem, filosofi / tujuan ketentuan ne bis in idem, konsekuensi hukum dari ketentuan ne bis in idem.2.perbarengan dalam tindak pidanaKompetensi:Mendeskripsikan ne bis in idem.

Ceramah dan diskusi LCD, laptop, file tentang: ne bis in idem

Barda Nawawi Arief. 1984. Hukum Pidana II. Semarang: UNDIP.Bab IV

Wirjono Prodjodikoro. 1986. Asas-Asas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco.

RUU KUHP; KUHP KUHAP

2 x 15 menit

2 Penyajian:Ne bis in idem atau “Nemo debet bis vexari” secara etimologi berarti “tidak atau jangan dua kali yang sama” atau tidak seorangpun atas perbuatannya dapat diganggu/dibahayakan untuk kedua kalinya. Di AS di pakai istilah: “No one could be put twice in jeopardy for the same offence”

Tujuan / filosofi dari dari asas ne bis in idem:1. untuk menjaga martabat/wibawa

pengadilan (sebagai pelaksana

Ceramah dengan bantuan media yang tersedia (LCD); mahasiswa mencatat pointers penting, dilanjutkan dengan diskusi / tanya jawab antara dosen dan mahasiswa.Mahasiswa diminta berdiskusi dalam kelompok kecil untuk mendalami ne bis in idem dan membuat contoh

2 x 75 menit

35

Page 36: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

kekuasaan Negara di bidang yudikatif);

2. memberikan kepastian hukum bagi terdakwa yang sudah mendapatkan keputusan, dan bagi masyarakat luas.

Ne bis in idem diatur dalam Pasal 76 ayat (1) KUHP: “Kecuali dalam hal putusan hakim masih mungkin diulangi (herziening), orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap”

Penuntutan terhadap seseorang terhalang karena ne bis in idem apabila memenuhi syarat:1. ada putusan hakim yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap (in krach van gewijsde);

2. Orang terhadap siapa putusan itu dijatuhkan adalah sama;

3. perbuatan (yang akan dituntut) itu sama dengan yang pernah dituntut dan dijatuhi putusan terdahulu.

Putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (in krach van gewijsde) yang dimaksud adalah putusan akhir dari pokok perkara, yang dapat berupa putusan yang berisi: 1. Pembebasan (vrijspraak) (Pasal 191

(2) KUHAP;2. Pelepasan dari segala tuntutan

hukum (onslag van allerechts vervolging) (Pasal 191 (1) KUHAP;

kasus .

36

Page 37: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

3. Penjatuhan pidana (Pasal 193 (1) KUHAP).

Tidak termasuk didalamnya putusan pengadilan yang bersifat beschikking atau penetapan.

Orang yang akan dituntut harus sama dengan yang pernah dituntut dan dijatuhi putusan terdahulu. Ini segi subyektif dari ne bis in idem. Apabila tindak pidana dilakukan oleh beberapa orang (ada penyertaan), diadilinya salah satu orang pelaku tidak menghalangi diadilinya pelaku yang lain.

Perbuatan (feit) nya sama. Ini segi obyektif dari ne bis idem.Unsur ini sangat sulit dan crucial dalam ne bis in idem, sama halnya dalam concursus. Khususnya setelah berkembangnya ajaran feit menurut hukum pidana menyusul ajaran feit materiil yang sebelumnya telah lama ada.

3 PenutupRingkasan:Ne bis in idem merupakan asas penting dalam hukum pidana yang melarang menuntut seseorang dua kali atas perbuatan yang sama yang sebelumnya telah dijatuhi putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Syarat nebis in idem: orangnya sama, perbuatannya sama, telah ada putusan hakin terhadap orang dan perbuatan itu yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap..

Dosen menyampaikan kesimpulan pembahasan, dan menutup pertemuan dengan bacaan Hamdallah bersama.

2 x 10 menit

37

Page 38: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN IX

Nama Dosen : Muchamad IksanNIK : 571Fakultas : HukumMata Kuliah / SKS : Hukum Pidana dan PemidanaanSemester : VPertemuan ke / waktu : 12 / 1 x 100 MenitStandart kompetensi : Mahasiswa dapat memahami asas-asas hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan pidana dan pemidanaan, percobaan

tindak pidana (poging), penyertaan, perbarengan (concursus), hapusnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana, dan pengulangan tindak pidana (recidive).

Kompetensi Dasar : Mendiskripsikan Pengulangan Tindak Pidana (Recidive)Indikator : 1. Menjelaskan pengertian Recidive ;

2. Menjelaskan jenis Recidive;3. Menjelaskan filosofi (tujuan) dan konsekuensi hukum dari Recidive;

No Kegiatan Pembelajaran Metode Alat / Media Bahan / Sumber Belajar Alokasi Waktu Penilaian1 Pendahuluan:

Dosen mengucapkan salam dan membuka perkualiahan dengan bacaan

Ceramah dan diskusi LCD, laptop, file tentang: Recidive

Barda Nawawi Arief. 1984. Hukum Pidana II. Semarang:

15 menit

38

Page 39: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

Basmallah.Dilanjutkan review materi perkuliahan pertemuan sebelumnya (ne bis in idem)Materi:Pengertian Recidive , jenis Recidive, filosofi / tujuan ketentuan Recidive, dan konsekuensi hukum dari ketentuan Recidive.2.perbarengan dalam tindak pidanaKompetensi:Mendeskripsikan Recidive.

UNDIP.Bab V

Wirjono Prodjodikoro. 1986. Asas-Asas hukum Pidana Indonesia, Bandung: Eresco.

RUU KUHP; KUHP KUHAP

2 Penyajian:Pengulangan tindak pidana (Recidive) adalah pengulangan tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang sebelumnya telah dijatuhi dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (in krach van gewijsde)

Prinsip dan filosofi dari recidive adalah pemberian pemberatan pidana bagi pelaku pengulangan tindak pidana, karena pemidanaan sebelumnya tidak berhasil mencegah/memperbaiki pelaku sehingga melakukan tindak pidana lagi.

Dalam ilmu hukum pidana, ada dua macam/jenis Recidive, yaitu:1. Recidive umum (General Recidive),

setiap pengulangan tindak pidana apapun tindak pidananya dan kapanpun pengulangan dilakukan merupakan alasan pemberatan pidana.

2. Recidive khusus (Special Recidive),

Ceramah dengan bantuan media yang tersedia (LCD); mahasiswa mencatat pointers penting, dilanjutkan dengan diskusi / tanya jawab antara dosen dan mahasiswa.Mahasiswa diminta berdiskusi dalam kelompok kecil untuk mendalami recidive dan membuat contoh kasus .

75 menit

39

Page 40: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

hanya terhadap pengulangan tindak pidana tertentu dan dilakukan dalam waktu tertentu saja yang dijadikan dasar pemberian pemberatan pidana bagi pelaku.

Hukum pidana Indonesia menganut Recidive Khusus, yaitu Recidive Kejahatan–kejahatan dan pelanggaran - pelanggaran tertentu.

Recidive kejahatan tertentu dibedakan antara:1.recidive terhadap kejehatan-kejahatan

tertentu yang “sejenis”, yaitu: Pasal 137 (2); 144 (2); 155 (2); 157 (2); 161 (2), 163 (2); 208 (2); 216 (3); 321 (2), 393 (2); dan 303 bis (2).

2.recidive terhadap kejahatan-kejahatan dalam satu “kelompok jenis” yang sama yang diatur dalam Pasal 486, 487, dan 488 KUHP.

“Kelompok jenis” Pasal 486 (kejahatan-kejahatan terhadap harta benda dan pemalsuan); Pasal 244-248, 263-264, 362, 363, 365, 368, 369, 372-375, 378, 415, 417, 425, 432, 480, dan 481.

“Kelompok jenis” Pasal 487 (kejahatan-kejahatan terhadap orang); Pasal 131, 140, 141, 338-340, 341-342, 344, 347-348, 351, 353-355, 438-443, 459-460.

“Kelompok jenis” Pasal 488 (kejahatan-kejahatan penghinaan dan

40

Page 41: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

kejahatan penerbitan /percetakan); Pasal 134-137, 142-144, 207-208, 310-321, 483-484.

Syarat recidive khusus kejahatan dalam KUHP pada umumnya: 1. Kejahatan yang diulangi haruslah

termasuk dalam salah satu kelompok jenis kejahatan yang terdahulu/ sebelumnya (Pasal 486 / 487 / 488 KUHP);

2. Antara kejahatan yang yang kemudian / diulangi dengan kejahatan yang sebelumnya telah ada putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang berupa pemidanaan;

3. Pidana yang dijatuhkan terdahulu haruslah pidana penjara;

4. Ketika melakukan pengulangan tenggang waktunya adalah: belum lewat 5 tahun sejak menjalani seluruhnya atau sebagian pidana penjara yang dijatuhkan, atau sejak pidana penjaranya dinyatakan hapus sama sekali; atau belum lewat tenggang daluarsa kewenangan menjalankan pidana (penjara) yang terdahulu.

Recidive Pelanggaran tertentu, Pasal 489, 492, 495, 501, 512, 516, 517, 530, 536, 540, 541, 544, 545, 549 KUHP. Syarat recidive pelanggaran yaitu:1.pelanggaran yang diulang harus sama

atau sejenis dengan pelanggaran terdahulu (Pasal yang dilanggar sama);an 549.

41

Page 42: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

2.Antara pelanggaran yang yang kemudian / diulangi dengan pelanggaran yang sebelumnya telah ada putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang berupa pemidanaan;

3. Tenggang waktu pengulangannya belum lewat :

- 1 tahun untuk pelanggaran Pasal 489, 492, 495, 536, 540, 541, 544, 545, dan 549 KUHP.

- 2 tahun untuk pelanggaran pasal 501, 512, 516, 517, dan 530 KUHP.

Pemberatan pidana bagi recidive adalah ancaman pidana pokoknya ditambah 1/3.

3 PenutupRingkasan:Recidive adalah pengulangan tindak pidana yang dijadikan alasan pemberian pemberatan pidana bagi pelaku pengulangan tindak pidana. Ada dua macam/jenis Recidive, yaitu: Recidive umum (General Recidive), Dan Recidive khusus (Special Recidive). Hukum pidana Indonesia menganut Recidive Khusus, yaitu Recidive Kejahatan–kejahatan dan pelanggaran - pelanggaran tertentu. Terhadap recidivis ancaman pidananya ditambah/diperberat 1/3.

Dosen menyampaikan kesimpulan pembahasan, dan menutup pertemuan dengan bacaan Hamdallah bersama.

10 menit

42

Page 43: Silabi Pid Pemidanaan Revisi

43