PEMICU_1_IKK_DK2
-
Upload
hendri-saputra -
Category
Documents
-
view
30 -
download
0
description
Transcript of PEMICU_1_IKK_DK2
LAPORAN DISKUSI KELOMPOKPEMICU 1
MODUL ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
DISUSUN OLEH :KELOMPOK 2
Deasy Mirayashi I11110003Indah Safitri I11110008Dwi Erlinda Putri I11110012Irene Eka Renata Sitompul I11110020Tajul Anshor I11110024Umar Syarif Asifa I11110045Neneng Wulandari I11110049Wastri G. Manik 111110052Vini Cahyani I11110061Eko Saputro I11110065Peni I11108046Eben Heizer I11109055Gabriel I11110022
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
TANJUNGPURA2013
PEMICU 1. Anakku Sakit
1
Seorang ibu, Ny N (25 tahun), datang ke klinik dengan membawa anak ketiganya,
An.W yang berusia 9 bulan. Keluhannya adalah demam tinggi yang tidak turun dengan obat
turun panas selama 3 hari. Ibu juga mengatakan An. W telah dikerok dengan bawang merah.
Selain An.W, ny.N juga mengajak anak-anaknya yang lain yaitu An.K (6 tahun) dan An.T (5
tahun). Ketiga anaknya tampak kurus dan kumal (termasuk tidak bersih). Ny.N juga
membawa KMS An.W yang memperlihatkan kunjungan terakhir ke Posyandu 6 bulan yang
lalu. An. W belum pernah mendapat imunisasi sejak lahir karena sering sakit-sakitan dan
demam. Ibu pasien adalah mantan penderita TB dan dinyatakan sembuh 1 tahun lalu.
Ny. N adalah istri seorang supir bajaj berusia 35 tahun. Suaminya telah menjadi supir
bajaj sejak 10 tahun yang lalu dan bekerja terus menerus sejak jam 4 pagi hingga 3 siang,
berpangkal di pasar induk dekat rumahnya. Pada saat ini suaminya mengeluh pergelangan
tangannya sering nyeri, baal dan kesemutan, serta sakit kepala timbul pada hampir setiap sore
hari.
Data tambahan :
Keluarga tersebut tinggal di rumah kontrakan ukuran 3 x 2 meter. Rumah kontrakan
merupakan bagian dari deretan 5 rumah petak dengan ukuran sama yang dibangun untuk
dikontrak. Kelima rumah tersebut menggunakan 1 kamar mandi dan 1 WC yang sama di
halaman belakang.
Halaman belakang merupakan sebidang tanah (10m x 5 m) tak terawatt, becek bila hujan,
terdapat 1 sumur air yang merupakan sumber air minum seluruh keluarga yang mengontrak
dengan jarak septic tank 9 meter. Beberapa keluarga mememlihara unggas seperti ayam dan
burung yang dipelihara di kandang sekitar kontrakan. Beberapa hari sebelum An.W demam
tinggi, hampir semua unggas tiba-tiba mati dengan sebab yang tidak jelas.
1. Klarifikasi dan Definisi
a. KMS (Kartu Menuju Sehat) : Kartu yang memuat kurva pertumbuhan anak
berdasarkan indeks antropometri, berat badan menurut umur yang dibedakan
berdasarakan jenis kelamin.
b. Posyandu : Kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan oleh dan untuk
masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan.
2. Key Words
2
Bapak :
a. Supir bajaj selama 10 tahun
b. Bekerja sejak jam 4 pagi – 3 sore (11 jam)
c. Pergelangan tangan nyeri, baal, kesemutan
d. Sakit kepala setiap sore
Anak :
a. Demam tinggi
b. Tampak kurus dan kumal
c. Belum mendapat imunisasi sejak lahir
d. Sering sakit
e. Dikerok dengan bawang merah
Ibu :
a. Mantan penderita TB
b. Sembuh 1 tahun lalu
3. Rumusan Masalah
a. Apakah masalah kesehatan setiap individu dan keluarga ini?
b. Apakah faktor-faktor internal dan eksternal individu serta keluarga yang
menyebabkan timbul dan berkembangnya masalah kesehatan tersebut?
c. Bagaimana mekanisme/interaksi berbagai faktor tersebut dalam menimbulkan
masalah kesehatan?
d. Bagaimana langkah-langkah pemecahan masalah kesehatan individu dan keluarga?
4. Analisis Masalah
Anak W 9 bulan
Masalah kesehatan pribadi
Keadaan keluarga Keadaan pekerjaan keluarga
Demam tinggi tidak turun selama 3 hariBelum pernah mendapat imunisasi
Kedua saudara tampak kurus dan kumalIbu mantan TB dan dinyatakan sembihAyah mengeluh pergelangan tangan terasa nyeri, baal, kesemutan, sakit kkepala hampir setiap sore
Ayah supir bajaj sejak 10 tahun laluBekerja dari pukul 4 pagi - 3 siang
Status kesehatan ?
Diagnosis Holistik
Personal Klinik Faktor Psikososial Skala fungsi sosial
Demam tidak turunIbu ingi demam bisa turun (dikerok bawang merah)Ayah bekerja selama 11 jam
Diagnosis :Anak : observasi febrisSaudara : gizi burukAyah : carpal tunel sindrom
InternalImunisasi tidak lengkapStatus gisi burukEksternal Sosio-ekonomi kurangLingkungan rumah tifak bersihLingkungan bekerja
Ibu mantan penderita TBPekerjaan ayah supir bajaj
Ayah dan anak :Skala 2 (sedikit kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari)
3
5. Hipotesis
4
Keluarga Tn.N mengalami masalah kompleks kesehatan yang dipengaruhi oleh
lingkungan, biopsikososial dan ekonomi serta membutuhkan intervensi dokter keluarga
melalui pendekatan komprehensif.
6. Learning Issues
1. Diagnosis holistik
2. Diagnosis okupasi
3. Apa permasalahan kesehatan pada setiap individu secara pendekatan diagnosis
holistic :
a. Anak
b. Ibu
c. Bapak
4. Apa permasalahan kesehatan keluarga ini secara keseluruhan?
5. Konsep-konsep dasar timbulnya penyakit
6. Bagaimana interaksi faktor tersebut dalam menimbulkan masalah kesehatan?
7. Peran higienis pribadi dan lingkungan terhadap kesehatan keluarga
8. Kriteria lingkungan rumah yang sehat
9. Apa saja program puskesmas untuk menyehatkan setiap individu?
10. Bagaimana langkah pemecahan masalah kesehatan individu dan keluarga
Pembahasan Learning Issues
1. Diagnosis holistik
Holistik yakni memandang manusia sebagai mahkluk biopsikososial pada
ekosistemnya. Manusia terdiri dari komponen organ, nutrisi, kejiwaan dan perilaku.
Diagnosa holistik adalah tata cara diagnosa yang memperhatikan berbagai aspek yang
dimungkinkan menyebabkan penyakit pada pasien yang bersangkutan.
Diagnosis Holistik : kegiatan untuk mengidentifikasikan dan menentukan dasar dan
penyebab (disease), luka (injury), serta kegawatan yang diperoleh dari keluhan
riwayat penyakit pasien, pemeriksaan penunjang dan penilaian internal dan eksternal
dalam kehidupan pasien dan keluarganya.
Holistik merupakan salah satu konsep yang meliputi dimensi personal, fisik,
psikologi, sosial, dan spiritual dalam penanggulangan dan pencegahan penyakit.
Dalam pendekatan holistik, dipercayai bahwa kesehatan seseorang tidak hanya
bergantung pada apa yang sedang terjadi secara fisik pada tubuh seseorang, tetapi
juga terkait dengan kondisi psikologi, emosi, sosial, spiritual, dan lingkungan.
5
Pendekatan holistik tidak hanya mengobati gejala tetapi juga mencari penyebab dari
gejala. Pendekatan holistik untuk pengobatan pasien telah dikemukakan oleh Percival
di dalam bukunya pada tahun 1803.
Kasus kesehatan dari setiap individu perlu pendekatan secara holistik(menyeluruh).
Selain individu sebagai objek kasus, juga terkait dengan aspek fisik(biologis),
psikologis, sosial, dan kultural serta lingkungan. Masalah kesehatan individu
merupakan suatu komponen dari sistem pemeliharaan kesehatan dari individu yang
bersangkutan, individu sebagai bagian dari keluarga, dan sebagai bagian dari
masyarakat yang meliputi aspek biomedis, psikologis, aspek pengetahuan , sikap dan
perilaku, aspek sosial dan lingkungan(Dinkes Propinsi Jawa Tengah, 2004)
Tujuan Diagnostik holistik :
1. Penyembuhan penyakit dengan pengobatan yang tepat
2. Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien
3. Pembatasan kecacatan lanjut
4. Penyelesaian pemicu dalam keluarga (masalah sosial dalam kehidupannya)
5. Jangka waktu pengobatan pendek
6. Tercapainya percepatan perbaikan fungsi sosial
7. Terproteksi dari resiko yang ditemukan
8. Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian masalah
Diagnosa secara holistik sangat penting dilakukan sebelum melakukan terapi,
tujuannya yakni
1. Menentukan kedalaman letak penyakit
2. Menentukan kekuatan serangan pathogen penyakit
3. Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi organ
4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi yang akan dipilihnya
5. Menentukan interfal kunjungan terapi. (Modul Pelatihan dan Sertifikasi
ASPETRI Jateng 2011)
Proses dan Kunci keberhasilan diagnosis holistic
Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu :
1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi (penerimaan,
pencatatan biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien. Melakukan
pemeriksaan sarinagn (Triage), data diisikan dengan lembaran penyaring
6
3. Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
4. Melakukan anamnesis
5. Melakukan pemeriksaan fisik
6. Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi, prognosis,
dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi
7. Menentukan resiko individual diagnosis klinis sangat dipengaruhi faktor
individual termasuk perilaku pasien
8. Menentukan pemicu psikososial dari pekerjaan maupun komunitas kehidupan
pasien
9. Menilai aspek fungsi sosial
Diagnosis holistik terdiri dari :
1. Keluhan utama, ketakutan, harapan, dan persepsi kesehatan
2. Diagnosis klinis dan diagnosis diferensial
3. Perilaku dan persepsi kesehatan (faktor confounding/risiko internal)
4. Masalah ekonomi dan psikososial keluarga, faktor lingkungan dan pekerjaan
(faktor determinan/ faktor resiko eksternal)
5. Derajat fungsi sosial.
Semua praktisi kesehatan sebaiknya menggunakan pendekatan holistik dalam
menangani pasien. Mengenali seseorang secara “utuh” dalam pencegahan dan
pengobatan penyakit dapat merupakan kunci bagi dokter untuk mendiagnosis
penyakit dengan tepat. Pasien cenderung lebih puas jika dokter menggunakan
pendekatan holistik, dan merasa bahwa dokter mempunyai lebih banyak waktu untuk
mereka dan permasalahan mereka.
Standar Pelayanan Menyeluruh (Standard of holistic of care)
1. Pasien adalah manusia seutuhnya : Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim
untuk memandang pasien sebagai manusia yang seutuhnya.
2. Pasien adalah bagian dari keluarga dan lingkungannya : Pelayanan dokter
keluarga memiliki sistim untuk memandang pasien sebagai bagian dari keluarga
pasien, dan memperhatikan bahwa keluarga pasien dapat mempengaruhi dan/ atau
dipengaruhi oleh situasi dan kondisi kesehatan pasien.
7
3. Pelayanan menggunakan segala sumber disekitarnya : Pelayanan dokter keluarga
mendayagunakan segala sumber di sekitar kehidupan pasien untuk meningkatkan
keadaan kesehatan pasien dan keluarganya.
2. Diagnosis okupasi
A. Pengertian
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkanoleh pekerjaan, alat
kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit akibat
kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease(Sulistomo, 2002).
WHO membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja (Sulistomo, 2002):
a) Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya pneumokoniosis.
b) Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya karsinoma
bronkogenik.
c) Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor
penyebab lainnya, misalnya bronkitis kronik.
d) Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada
sebelumnya, misalnya asma.
B. Penyebab Penyakit Akibat Kerja
Faktor penyebab penyakit akibat kerja sangat banyak, tergantung pada bahan
yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja, sehingga
tidak mungkin disebutkan satu per satu. Pada umumnya faktor penyebab dapat
dikelompokkan dalam 5 golongan (Sulistomo, 2002; Suma’mur, 2004):
1. Golongan fisik
Suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi, vibrasi,
penerangan lampu yang kurang baik.
2. Golongan kimiawi
Bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat
dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau
kabut. Ada kurang lebih 100.000 bahan kimia yang sudah digunakan dalam
proses industri, namun dalam daftar penyakit ILO, baru diidentifikasi 31 bahan
kimia sebagai penyebab.
3. Golongan biologis
Bakteri, virus, jamur, parasit, dll.
8
4. Golongan fisiologis
Biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja yang kurang
egonomis, tidak sesuai dengan fisiologi dan anatomi manusia.
5. Golongan psikososial
Lingkungan kerja yang mengakibatkan stress seperti beban kerja terlalu berat,
pekerjaan yang monoton, dll.
C. Tujuan dan Manfaat Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Berbeda dengan diagnosis penyakit pada umumnya, diagnosis penyakit akibat
kerja mempunyai aspek medis, aspek komunitas dan aspek legal (Suma’mur, 2004).
Dengan demikian tujuan melakukan diagnosis akibat kerja adalah (Suma’mur, 2004):
1. Dasar terapi
2. Membatasi kecacatan dan mencegah kematian
3. Melindungi pekerja lain
4. Memenuhi hak pekerja
Dengan mendiagnosis penyakit akibat kerja, maka hal ini akan berkonstribusi
terhadap (Suma’mur, 2004) :
1. Pengendalian pajanan berisiko pada sumbernya
2. Identifikasi risiko pajanan baru secara dini
3. Asuhan medis dan upaya rehabilitasi pada pekerja yang sakit dan/atau cedera
4. Pencegahan terhadap terulangnya atau makin beratnya kejadian penyakit atau
kecelakaan
5. Perlindungan pekerja yang lain
6. Pemenuhan hak kompensasi pekerja
7. Identifikasi adanya hubungan baru antara suatu pajanan dengan penyakit
Diagnosis klinis
Pajanan yang dialami
Hubungan antara pajanan dan penyakit
Jumlah pajanan cukup
Peranan faktor individu
Faktor lain di luar pekerjaan
Penyakit akibat kerja Bukan penyakit akibat kerja
9
D. Langkah-langkah Menegakkan Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Gambar D.1 Alur menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja (Suma’mur, 2004)
a. Menentukan diagnosis klinis
Sebagai langkah pertama menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja adalah
menegekkan diagnosis klinis penyakit. Diagnosis penyakit akibat kerja tidak dapat
ditegakkan hanya berdasarkan gejala yang dikeluhkan pasien, karena dasar dari
penegakkan diagnosis penyakit akibat kerja adalah evidence based, dimana
penelitian yang ada menunjukkan bahwa antara suatu pajanan dengan suatu penyakit
yang ada hubungan spesifik. Artinya, suatu pajanan hanya menyebaban satu atau
beberapa penyakit tertentu, sesuai hasil penelitian yang ada.Upaya diagnosis klinis
mungkin memerlukan pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan penunjang
lainnya dan sering perlu melibatkan dokter spesialis yang terkait dengan penyakit
pasien (Sulistomo, 2002; Suma’mur, 2004).
b. Menentukan pajanan yang dialami individu tersebut dalam pekerjaan
Suatu penyakit akibat kerja, seringkali tidak hanya disebabkan oleh pajanan yang
dialami di pekerjaan yang saat ini dilakukan, tetapi dapat disebabkan oleh pajanan-
pajanan pada pekerjaan-pekerjaan yang terdahulu.Selain itu, beberapa pajanan bisa
saja menyebabkan satu penyakit, sehingga seorang dokter harus mendapatkan
10
informasi mengenai semua pajanan yang dialami dan pernah dialami oleh pasiennya,
untuk dapat mengidentifikasi pajanan atau pekerjaan mana yang penting dan
mungkin berpengaruh untuk diinvestigasi lebih lanjut(Sulistomo, 2002; Suma’mur,
2004).
Untuk memperoleh informasi ini perlu dilakukan anamnesis pekerjaan yang
lengkap, yang mencakup (Sulistomo, 2002; Suma’mur, 2004):
a) Deskripsi semua pekerjaan secara kronologis
b) Periode waktu melakukan masing-masing pekerjaan
c) Apa yang diproduksi
d) Bahan yang digunakan
e) Cara bekerja
c. Menentukan apakah ada hubungan antara pajanan dengan penyakit
Melakukan identifikasi pajanan mana saya yang berhubungan dengan penyakit
yang dialami. Hubungan ini harus berdasarkan hasil-hasil penelitian epidemiologis
yang pernah dilakukan (evidence based). Identifikasi ada tidaknya hubungan antara
pajanan dan penyakit dapat dilakukan dengan mengkaji referensi atau literature yang
ada.Bila belum ada bukti bahwa suatu pajanan ada hubungan dengan suatu penyakit,
maka diagnosis penyakit akibat kerja tidak dapat ditegakkan.Bila belum ada hasil
penelitian yang menunjukkan adanya suatu hubungan antara pajanan dan penyakit
tertentu, tetapi dari pengalaman sangat dicurigai adanya suatu hubungan, maka itu
baru dapat dijadikan dasar untuk melakukan penelitian awal(Sulistomo, 2002;
Suma’mur, 2004).
Hubungan antara pajanan dengan penyakit juga perlu dilihat dari waktu
timbulnya gejala atau terjadinya penyakit, misalnya orang tersebut terpajan oleh
bahan tertentu terlebih dahulu, sebelum mulai timbul gejala atau penyakit. Contoh
lain adalah pada asma bronkial. Bila didapatkan, bahwa serangan asma lebih banyak
terjadi pada waktu hari kerja dan berkurang pada hari libur, masa cuti atau pada
waktu tidak terpajan, hal ini akan sangat mendukung ke diagnosis asma akibat kerja.
Sehingga anamnesis mengenai hubungan gejala dengan pekerjaan perlu dilakukan
juga dengan teliti. Adanya hasil pemeriksaan pra-kerja mengenai penyakit akan
mempermudah menentukan, bahwa penyakit terjadi sesudah terpajan, namun tidak
adanya hasil pemeriksaan pra-kerja dan/atau hasil pemeriksaan berkala bukan berarti
11
tidak dapat dilakukan diagnosis penyakit akibat kerja(Sulistomo, 2002; Suma’mur,
2004).
d. Menentukan apakah pajanan yang dialami cukup
Untuk dapat menilai apakah suatu pajanan cukup besar untuk dapat menyebabkan
penyakit tertentu, perlu dimengerti patofisiologi dari penyakit tersebut dan bukti
epidemiologis. Cukup besarnya suatu pajanan dapat dinilai secara kualitatif, yaitu
dengan menanyakan kepada pasien mengenai cara kerja, proses kerja dan bagaimana
lingkungan kerja. Penting juga melakukan pengamatan dan memperhitungkan masa
kerja, yaitu berapa lama pekerja tersebut sudah terpajan.Penilaian secara kualitatif
dapat menggunakan data pengukuran lingkungan kerja terhadap pajanan tersebut,
yang telah dilakukan secara periodic oleh perusahaan atau data monitoring biologis
yang ada. Bila tidak ada, bisa dilakukan pengukuran pada saat akan dilakukan
diagnosis penyakit akibat kerja dan bila tidak ada perubahan dalam proses dan cara
kerja secara berarti pada masa kerja pekerja tersebut, dapat diasumsikan bahwa
selama masa kerja tersebut pekerja memperoleh pajanan dalam jumlah yang sama.
Hasil pengukuran yang didapat perlu dinilai apakah melebihi nilai ambang batas,
atau termasuk terpajan tinggi atau tidak.Pemakaian alam pelindung perlu juga dinail
apakah dapat mengurangi pajanan yang dialami secara berarti atau tidak, yaitu bila
jenis alat pelindung diri sesuai, dipakai secara benar dan konsisten(Sulistomo, 2002;
Suma’mur, 2004).
e. Menentukan apakah ada faktor-faktor individu yang berperan
Setiap penyakit selain disebabkan oleh faktor lingkungan dan/atau faktor
pekerjaan, pasti juga ada faktor individu yang berperan. Perlu dinilai seberapa besar
faktor individu itu berperan, sehingga dapat dimengerti mengapa yang terkena
adalah individu pekerja tersebut dan bukan seluruh pekerja di tempat yang sama.
Faktor individu yang mungkin berperan adalah riwayat atopi atau alergi, riwayat
dalam keluarga, hygiene perorangan, dsb.Adanya faktor individu yang berperan
tidak berarti diagnosis penyakit akibat kerja menjadi batal namun diperlukan untuk
menilai seberapa besar faktor individu ikut berperan(Sulistomo, 2002; Suma’mur,
2004).
f. Menentukan apakah ada faktor lain diluar pekerjaan
Faktor lain di luar pekerjaan, adalah pajanan lain yang juga dapat menyebabkan
penyakit yang sama, namun bukan merupakan faktor pekerjaan, misalnya rokok,
pajanan yang dialami di rumah, adanya hobi, dsb. Bila ternyata faktor pekerjaan
12
tidak ada yang berhubungan dengan penyakit, ada kemungkinan faktor penyebab di
luar pekerjaan yang lebih berperanan.Namun adanya kebiasaan tertentu dari pekerja,
misalnya merokok, tidak bisa meniadakan faktor penyebab di pekerjaan(Sulistomo,
2002; Suma’mur, 2004).
g. Menentukan diagnosis penyakit akibat kerja
Kaji seluruh informasi yang telah dikumpulkan dari langkah-langkah
terdahulu.Berdasarkan bukti-bukti dan referensi mutakhir yang ada, buat keputusan
apakah penyakit yang diderita adalah penyakit akibat kerja atau tidak. Diagnosis
sebagai penyakit akibat kerja dapat dibuat bila dari langkah-langkah di atas dapat
disimpulkan, bahwa memang ada hubungan sebab akibat antara pajanan yang
dialami dengan penyakit dan faktor pekerjaan merupakan faktor yang bermakna
terhadap terjadinya penyakit dan tidak dapat diabaikan, meskipun ada faktor
individu atau faktor lain yang ikut berperan terhadap timbulnya penyakit(Sulistomo,
2002; Suma’mur, 2004).
Diagnosis penyakit akibat kerja tidak dapat ditegakkan, bila dari referensi tidak
ditemukan adanya hubungan antara pajanan dengan penyakit, pajanan yang dialami
tidak cukup besar untuk dapat meyebabkan penyakit tersebut (secara kuantitatif
maupun kualitatif, secara kumulatif dari masa kerja)(Sulistomo, 2002; Suma’mur,
2004).
3. Apa permasalahan kesehatan pada setiap individu secara pendekatan diagnosis
holistik :
a. Anak
An. W, diduga demamnya oleh karena:
- Demam malaria (karena halaman belakang rumah yang tak terawatt dan becek
apabila hujan).
Siklus demam antara masing-masing jenis malaria berbeda beda, malaria yang
disebabkan oleh plasmodium falciparum sebabkan demam secara terus menerus.
Sementara malaria yang disebabkan plasmodium vivax ovale memberikan efek
deman berganti yakni satu hari demam, dua hari sehat, kemudian demam
kembali. Dan malaria yang disebabkan plasmodium malariae menyebabkan
demam selama satu hari, sehat tiga hari, demam kembali satu hari dan seterusnya
hingga demam sembuh.
Dari ketiganya, yang paling mendekati adalah plasmodium falciparum.
13
- Demam flu burung (hampir semua unggas mati mendadak tanpa sebab yang jelas
sebelum An. W demam), gejala-gejalanya: demam (suhu badan di atas 38oC),
batuk dan nyeri tenggorokan, radang saluran pernapasan atas, pneumonia, infeksi
mata, nyeri otot.
Dari kedua dugaan di atas, yang paling mendekati dan menonjol dari faktor
lingkungannya adalah demam akibat flu burung.
Diagnosis Holistik
I. Aspek 1 : demam tinggi
II. Aspek 2 : observasi demam
III. Aspek 3 : status gizi kurang, imunisasi tidak lengkap
IV. Aspek 4 : status social ekonomi, lingkungan tidak higienis
V. Aspek 5 : skala disabilitas 2
b. Ibu
Diagnosis Holistik
I. Aspek 1 : mantan penderita TB dan dinyatakan sembuh 1 tahun lalu
II. Aspek 2 : periksa berkala untuk memastikan tidak akan kambuh lagi
III. Aspek 3 : -
IV. Aspek 4 : status social ekonomi, lingkungan tidak higienis
V. Aspek 5 : skala disabilitas 1
c. Bapak
Dugaan dari keluhan yang dialami yaitu Hand Arm Vibration Syndrome (HAVS)
dan Carpal Tunnel Syndrome (CTS).
Untuk HAVS, gejalanya terdiri dari kesemutan, baal (numbness) atau menurunnya
sensitifitas jari yang terkena.Kadang kala nyeri pada ujung jari, dirasakan selama
dan segera setelah pasien menggunakan alat yang bergetar . Selain itu ia akan
mengalami serangan pemutihan jari seperti halnya jari yang berkeriput dan
memutih pada pajanan dengan suhu dingin. Memang gejala ini mirip dengan yang
dirasakan bila kita jari-jari kita terpajan suhu dingin dalam jangka waktu lama.
Untuk CTS, keluhan yang sering dirasakan oleh pasien adalah mati rasa atau
kebas di daerah telapak tangan khususnya pada ibu jari, jari telunjuk, jari tengah,
dan setengah dari jari manis (sesuai dengan distribusi sensorik dari nervus
14
medianus). Tetapi pada kenyataannya pasien biasanya langsung mengeluhkan
bahwa pada kelima jarinya terasa seperti mati rasa. Walaupun biasanya pada jari
kelingking keluhan tersebut biasanya tidak dirasakan oleh pasien. Selain rasa
kebas pasien biasanya juga bisa mengeluhkan nyeri pada pergelangan tangannya.
Rasa nyeri dan kebas biasanya meningkat apabila pasien melakukan gerakan
fleksi atau ekstensi. Oleh karena itusering kali pasien dengan carpal tunnel
syndrome mengeluh munculnya gejala tersebut terutama pada saat bangun tidur,
hal ini diakibatkan karena posisi pergelangan tangan yang fleksi padasaat tidur.
Dari kedua dugaan di atas, yang paling mendekati adalah carpal tunnel syndrome,
dimana gejala suami Ny. N lebih khas dijabarkan pada sindrom tersebut.
Sedangkan untuk sakit kepala yang timbul hampir setiap sore kemungkinan
disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya gas racun yang dihirup (dalam hal
ini kemungkinan besar karbon monoksida (CO)), kurang tidur (bekerja terus
menerus sejak jam 4 pagi hingga 3 siang), dan sebagainya.
Diagnosis Holistik
I. Aspek 1 : pergelangan tangan nyeri, baal, kesemutan. Sakit kepala setiap
sore. Harapannya ia dapat sembuh dan bisa bekerja normal seprti sediakala.
II. Aspek 2 : carpal tunnel sindrom, HAVS (hand arm vibration sindrom)
III. Aspek 3 : supir bajaj yang bekerja selama 10 tahun, dari jam 4 pagi – 3
sore.
IV. Aspek 4 : status social ekonomi, lingkungan rumah tidak higienis,
lingkungan kerja
V. Aspek 5 : skala disabilitas 2
4. Permasalahan kesehatan keluarga ini secara keseluruhan
a) Permasalahan kesehatan individu dalam keluarga
An.W yang berusia 9 bulan dibawa ke klinik oleh ibunya dengan keluhan demam
tinggi yang tidak turun dengan obat turun panas selama 3 hari. Menurut keterangan,
beberapa hari sebelum An. W panas, hampir semua unggas disekitar tempat
tinggalnya tiba-tiba mati dengan sebab yang tidak jelas. Ketiga anak Ny. N terlihat
kurus dan kumal. An. W belum pernah mendapatkan imunisasi sejak lahir. Ny. N
memiliki riwayat pernah menderita TB dan dinyatakan sembuh 1 tahun lalu.
15
Suami Ny. N (Tn. N) adalah seorang supir bajaj berusia 35 tahun yang bekerja
selama kurang lebih 11 jam/hari dan telah bekerja sejak 10 tahun lalu. Tn. N
memiliki keluhan nyeri pada pergelangan tangan, baal, kesemutan, dan sakit kepala.
b) Permasalahan kesehatan perumahan dan pemukiman
Keluarga ini tinggal di rumah kontrakan berukuran 3 x 2 m yang merupakan deretan
dari 5 rumah petak dengan ukuran sama. Lima rumah tersebut hanya memiliki 1
kamar mandi dan 1 toilet yang digunakan bersama di halaman belakang yang becek
bila hujan. Keluarga ini juga menggunakan sumber air minum dari sumur yang
berjarak 9 meter dari septitank. Beberapa penghuni kontrakan memelihara ayam dan
burung yang kandangnya disekitar kontrakan.
Pengaruh Pekerjaan (supir bajaj) Terhadap Kesehatan
Menurut SK Menteri Tenaga Kerja, lama pajanan perhari terhadap bising dalam
satuan desibel tidak boleh melebihi ambang berikut:
Menurut Penelitian pada pengemudi bajaj (Kertadikara, 1997) mendapatkan
bahwa mereka terpapar bising antara 97 -101 dB dengan 50% NIHL. Ini diperkuat
dengan penelitian penelitian berikutnya yang mendapatkan tingkat kebisingan dan
getar pada pengemudi bajaj melebihi nilai ambang batas yang telah ditentukan yakni
85 db -92 db yang bekerja lebih dari 8 jam. Menurut data diatas dapat dinyatakan
bahwa para supir bajaj dapat mengalami beberapa gangguan di bawah ini :
a) Gangguan fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-
putus atau yang datangnya tiba-tiba. gangguan dapat berupa peningkatan tekanan
darah (± 10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama
pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
Nilai ambang batas normal
Jam kerja terpapar
80 dB 24 jam82 dB 16 jam85 dB 8 jam88 dB 4 jam91 dB 2 jam94 dB 1 jam97 dB 1/2 jam100 dB 1/4 jam
16
b) Gangguan psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah
tidur, cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan
penyakit psikosomatik berupa gastritis, stres, kelelahan, dan lain-lain.
c) Gangguan komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang
menutupi pendengaran yang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi
pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini bisa menyebabkan
terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena
tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya; jangguan komunikasi ini secara tidak
langsung membahayakan keselamatan tenaga kerja.
d) Gangguan keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa
atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing
(vertigo) atau mual-mual.
e) Efek pada pendengaran
Efek pada pendengaran adalah gangguan paling serius karena dapat
menyebabkan ketulian. Ketulian bersifat progresif. Pada awalnya bersifat sementara
dan akan segera pulih kembali bila menghindar dari sumber bising; namun bila terus
menerus bekerja di tempat bising, daya dengar akan hilang secara menetap dan tidak
akan pulih kembali.
5. Konsep-konsep dasar timbulnya penyakit
Perkembangan Teori Terjadinya Penyakit
1. Teori Contagion (Contagion theory)
Menyatakan bahwa suatu penyakit muncul karena adanya kontak dari orang ke
orang.
2. Teori Hyppocrates (Hippocratic Teory)
Hyppocrates menyatakan bahwa penyakit timbul karena pengaruh lingkungan
(air,udara,tanah,cuaca, dll) dan bagaimana kedudukan seseorang dalam suatu
lingkungan tersebut.
3. Teori Humoral
Suatu penyakit muncul akibat adanya gangguan keseimbangan cairan dalam
tubuh. Jenis penyakit tergantung pada jenis cairan yang dominan.
17
4. Teori Miasma (Miasmatic Theory)
Teori ini mengatakan bahwa adanya sisa-sisa makhluk hidup yang mengalami
pembusukan, mengakibatkan udara dan lingkungan menjadi kotor.
5. Teori Epidemik
a. Dihubungkan dengan cuaca dan geografis setempat.
b. Adanya zat-zat organik di lingkungan sebagai pembawa penyakit.
6. Teori Jasad Renik (Teori Germ)
Penyebab penyakit adalah jasad renik /mikroorganisme. Kuman dianggap
sebagai penyebab tunggal. Teori ini berkembang setelah ditemukannya
mikroskop.
7. Teori Ekologi Lingkungan
Manusia berinteraksi dengan berbagai faktor penyebab dalam lingkungan tertentu
dan pada keadaan tertentu akan kenimbulkan penyakit tertentu pula.
Konsep Dasar Timbulnya Penyakit
Konsep penyebab dan proses terjadinya penyakit dalam epidemiologi berkembang
dari rantai sebab akibat menjadi suatu proses kejasian penyakit yaitu prose interaksi
antara manusia dan berbagai macam sifatnya (perilakunya) terhadap penyebab serta
lingkungan mereka.
Bermula dari teori hipokrates yang mengemukakan bahwa “penyakit timbul akibat
pengaruh lingkungan (air,udara,tanah,cuaca,dll)”. Dalam teori ini tidak dijelaskan
kedudukan manusia dalam interaksi tersebut dan faktor lingkungan bagaimana yang
dapat menimbulkan penyakit. Kemudian dari hal ini terjadilah berbagai penelitian-
penelitian tentang penyebab penyakit dan pengembangan konsep mengenai konsep
dasar terjadinya penyakit pada masyarakat.
Kemudian muncullah teori segitiga epidemiologi atau triad epidemiologi (morrix
1975) yang menfokuskan terhadap keseimbangan antara Agen (penyebab penyakit),
Host (manusia) dan Enviroment (lingkungan).
18
Pertama, jika pemberatan terjadi terhadap keseimbangan agen ini maka agen penyakit
mendapat kemudahan menimbulkan penyakit pada host. Kemudian keadaan kedua
dimana keadaan host mengakibatkan ketidakseimbangan. Keadaan seperti ini
dimungkingkan apabila host menjadi lebih peka terhadap suatu penyakit. Berikutnya
jika ketidakseimbangan berasal dari lingkungan, maka hal ini menggambarkan
terjadinya pergeseran kualitas lingkungan sedemikian rupa sehingga agen
memberatkan keseimbangan. Kasus seperti ini berarti bahwa pergeseran kualitas
lingkungan memudahkan agen memasuki tubuh host dan menimbulkan penyakit.
Sebaliknya jika pergeseran lingkungan terjadi dan mengakibatkan memberatnya host
itu juga dapat memepengaruhi kesehatan.Meskipun teori ini tidak bisa diaplikasikan
kesemua jenis penyakit, tetapi konsep ini menjadi acuan konsep untuk mencari
konsep-konsep berikutnya tentang keseimbangan dan dasar terjadinya suatu penyakit.
19
Beranjak dari konsep diatas, Blum (1974) menambahkan konsep lain yang
dinamakan “The environment of Health model” menyatakan bahwa ada 4 faktor yang
dapat mempengaruhi kesehatan individu yaitu : lingkungan, gaya hidup, human
biology, dan system pelayanan kesehatan.
20
The mandala of health (hancock & perkins 1985) menyempurnakan bagaimana pola
konsep terjadinya penyakit terhadap individu-individu. Adapun penjelasan untuk pola
konsep mandala of helath :
Body, mind & spirit: kondisi pasien saat ini (usia, diagnosis kerja, DD, harapan,
ketakutan)
Human biology: risiko genetik dan herediter pasien
Personal behavior: perilaku kesehatan pasien
Psycho-socio-economic environment: faktor-faktor psiko-sosio-ekonomi yang
berkontribusi terhadap risiko kesehatan pasien
Physical environment: faktor lingkungan fisik yang berperan dalam risiko kesehatan
pasien
Community: peraturan kesehatan lokal dan nasional, kebutuhan dan permintaan
mengenai kesehatan publik yang berperan dalam risiko kesehatan pasien
Culture: norma dan budaya
21
Berdasarkan pola dan penjelasan diatas Mandala of Health (a model of human
ecosystem) dapat disimpulkan bahwa :
Manusia terdiri atas 3 bagian meliputi fisik, jiwa, dan pikiran
Kesehatan pada diri individu dipengaruhi oleh kebiasaan personal, lingkungan fisik,
unsur biologis manusia, serta lingkungan psiko-sosio-ekonomi. Di mana masing2
faktor terkait satu sama lain.
Kebiasaan personal dan kondisi psiko-sosio-ekonomi mempengaruhi lifestyle
Kebiasaan personal dan unsur biologis manusia mempengaruhi sick care system
Kondisi psiko-sosio-ekonomi dan lingkungan fisik mempengarui kerja seseorang
Unsur biologis manusia dan lingkungan fisik mempengaruhi human made
environment
6. Interaksi faktor tersebut dalam menimbulkan masalah kesehatan
A. Masalah kesehatan
Anak W 9 bulan demam tinggi yang tidak turun selama 3 hari
An.w belum pernah dapat imunisasi sejak lahir karena sering sakit-
sakitan&demam
Ketiga anak tampak kurus dan kumal
Jarak antar anak dekat
Ibu pasien mantan pasien TB dan dinyatakan sembuh 1 tahun lalu
Suami ny.n mengeluh pergelangan tangan sering nyeri,baal,kesemutan,sakit
kepala setiap sore hari.
B. Masalah kesehatan keluarga yang berhubungan dengan pekerjaan
Suami ny.N bekerja sebagai supir bajaj selama 10 tahun--- bising---APD
Waktu bekerja sejak jam 4 pagi-3 siang (11jam—ideal waktu 8 jam)
C. Diagnosis okupasi
22
Ayah bekerja sebagai supir bajaj resiko CTS(carpal tunel syndrome) >usia
30 tahun,sering menggunakan tangan/gerakan tangan monoton saat
bekerja,kesemutan,baal pada tangan
Waktu bekerja terlalu lama (11 jam) ideal 8 jam (gang.muskuloskeletal—
HNP)
Terpapar bunyi bajaj terlalu lama ideal 85 db( bajaj 91 db)
Sakit kepalaterhirup co,co2,timbal hipoksia
D. Bagaimana profil kesehatan keluarga?
No Nama Kedudukan
dalam
Keluarga
Gender Umur Pendidikan Pekerjaan Keterangan
Tambahan
Penghasilan
1. Tn.N Kepala
keluarga
L 35
tahun
_ Supir bajaj Ayah pasien _
2. Ny.N Istri P 25
tahun
_ IRT Mantan pasien
TB yang telah
sembuh1
tahun lalu
_
3. An. W Anak 9
bulan
_ _ Anak ketiga _
4. An. K Anak 6
Tahun
_ _ Anak pertama _
5. An.T Anak 5
tahun
_ _ Anak kedua _
Karakteristik Keluarga
23
Status kepemilikan rumah : kontrak
Daerah perumahan : -
Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpulan
Luas rumah : 3x2 m2 Pasien tinggal di
rumah kontrakan
dengan jumlah
penghuni lima
orang dan kondisi
rumah tidak
higienis.
Jumlah penghuni dalam satu rumah : 5
orang
Luas halaman rumah : -
Halaman belakang: 10x5 m tak
terawat ,jika hujan akan becek
Lantai rumah dari : -
Dinding rumah dari : -
Jamban keluarga : (-) semua keluarga
memakai 1 kamar mandi 1 wc bersama
Tempat bermain : -
Penerangan listrik : -
Ketersediaan air bersih : (-) ada 1
sumur air jadi sumber air minum
seluruh keluarga dengan jarak ke
septitank 9 m
Tempat pembuangan sampah : -
Lingkungan Tempat Tinggal
Denah Rumah
24
Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga
Jenis tempat berobat : Klinik, posyandu
Asuransi/Jaminan kesehatan : -
Sarana Pelayanan Kesehatan (Klinik)
Faktor Keterangan Kesimpulan
Cara mencapai pusat pelayanan kesehatan
-
Pasien berobat ke klinik.Tarif pelayanan kesehatan -
Kualitas pelayanan kesehatan -
Pola konsumsi makanan keluarga
Kebiasaan makan : -
Menerapkan pola gizi seimbang : -
Pola Dukungan Keluarga
Faktor pendukung terselesaikannya masalah dalam keluarga : -
Faktor penghambat terselesaikannya masalah dalam keluarga : -
S= sumurST=septitankKM= kamar mandi
1
2
3
4
5
3m 2
m 5m
10m WCK
M ST
S9m
25
Bentuk keluarga
Terdiri dua generasi dengan kepala keluarga yaitu tn.n tn.s memiliki 3 orang
anak, seorang istri yang tinggal satu rumah. Bentuk keluarga ini adalah
nuclear family atau keluarga inti (ayah, ibu, anak tinggal dalam satu rumah
ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu atau
keduanya dapat bekerja diluar rumah.)
Risiko Menjadi Sakit Tb Paru
Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB
adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan
malnutrisi (gizi buruk).
Asupan gizi seimbang pada bayi
Vitamin A,D,E,K
Kalsium
Vitamin B,C
Zat Besi
26
Hubungan antara keluhan yang ada pada An.w dengan kondisi fisik
- An.w lebih sering sakit-sakitan dan demam karena belum pernah mendapat
imunisasi sejak lahir?
a. Penyakit akan mudah menyerang(hepatitis a,b, polio, dpt)
b. Mudah tertular orang yang sakit
- An. W tampak kurus
Demam >> metabolisme meningkat
Hubungan keluhan fisik dan kondisi lingkungan tempat tinggal an. W?
Rumah terlalu sempit tidak sesuai dengan kapasitas penghuni (5 orang),
sirkulasi udaraa tidak lancar
Sering sakit-sakitan akibat konsumsi air bersih yang kurang karena sumur
dipakai oleh semua keluarga penghuni kontrakan lainnya, sumber air
minum dekat jaraknya dengan septitank yaitu 9 m(resiko infeksi,kolera)
Pemanfaatan posyandu
Posyandu adalah salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya
masyarakat yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama
masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat
dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan
angka kematian ibu dan bayi (Depkes, 2006).
anak-anak jarang dibawa ke posyandu, an.w terakhir dibawa sejak 6 bulan
yang lalu
Beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya pemanfaatan
posyandu:
Menurut Depkes RI (2006), rendahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan
(Posyandu) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
1. Jarak yang jauh
2. Tidak tau adanya suatu kemampuan fasilitas (faktor informasi)
3. Biaya yang tidak terjangkau
4. Tradisi yang menghambat pemanfaat fasilitas (faktor budaya).
Family
Pasien
Anak :Demam tinggi tidak turun 3 hari, belum imunisasi
Dikerok bawang merahAnak yang lain tampak kumal & kurus
Ibu:Pasien TB Sembuh
Ayah:nyeri pergelangan tangan, baal dan kesemutan,
sakit kepala setiap sore
Lingkungan Fisik
Tinggal di kontrakan dg ukuran 2x3 mLima kontrakan menggunakan 1 WC, 1 kamar mandi dan 1 sumber air minum (sumur)Hal. Blkg 10x5m tak terawatt, becek.Jarak dg septictank 9mBanyak ayam dan ungags mati tanpa sebab jelas
Lingkungan Kerja
Ayah : Supir bajaj berpangkal di pasar induk dekat rumah
Lingkungan Bio-Psiko-Sosial
Pasangan MudaKeluarga bergantung pada ayah sebagai ka. Keluarga, ayah supir bajaj 10 tahun, bekerja seharian
Faktor Biologis
Anak kurusAnak tidak imunisasiIbu berisiko (jarak kelahiran anak)
Prilaku Kesehatan
Etnofarmaka (bawang merah)Menggunakan 1 Kamar mandi dan WC untuk5 ka. KeluargaSemua Aanak tidak bersih, kumalJarang ke Posyandu
Pelayanan Kesehatan
Mungkin terjangkau (karena sekarang Posyandu diperuntukkan semua keluarga
Gaya HidupKurang bersihKurang Gizi Kurang preventif
27
Kebiasaan masyarakat dalam tatalaksana demam
Bawang merah
Khasiat: ada sikloailin yang merupakan zat ampuh untuk menurunkan suhu
tubuh yang sama dengan zat lainnya di dalam bawang merah yaitu metialin,
kursetin,kamferol.
Mekanisme Interaksi Faktor pada Kasus, yang harus dipertimbangkan oleh dokter keluarga:
7. Peran
higienis
pribadi dan lingkungan terhadap
kesehatan keluarga
Personal Higiene (Perawatan Diri)
1)
Definisi
Dari
penelitian
Denny W.
Lukman
(2008),
kata higiene
berasal dari Bahasa
Yunani "hygieine" (artinya
healthfull = sehat), nama seorang dewi kesehatan Yunani
(Hygieia).
28
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan
sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan
dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Depkes 2000). Defisit
perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan
diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara
kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang
perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan
perawatan kebersihan untuk dirinya.
Beberapa definisi higiene adalah:
a. Higiene adalah seluruh kondisi atau tindakan untuk meningkatkan kesehatan (a
condition or practice which promotes good health).
b. Higiene adalah tindakan-tindakan pemeliharaan kesehatan (the maintenance of
healthfull practices).
c. Higiene adalah ilmu yang berkaitan dengan pencegahan penyakit dan
pemeliharaan kesehatan (the sciene concerned with the prevention of illness
and maintenance of health).
d. Pengertian higiene saat ini terkait teknologi mengacu kepada kebersihan
(cleanliness). Higiene juga mencakup usaha perawatan kesehatan diri (higiene
personal), yang mencakup juga perlindungan kesehatan akibat pekerjaan.
2) Penyebab Kurangnya Perawatan Diri
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) penyebab kurang perawatan diri adalah
sebagai berikut :
a. Kelelahan fisik
b. Penurunan kesadaran
Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah :
a. Faktor prediposisi
1) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
2) Biologis
29
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri.
4) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
b. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi perawatan diri adalah kurang/penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan
diri.
Menurut Depkes (2000) Faktor–faktor yang mempengaruhi personal hygiene
adalah:
a. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.
b. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan
akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat
gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik
dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes
mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya
Pada sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
30
f. Kebiasaan Seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri
seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
g. Kondisi Fisik atau Psikis
Pada keadaan tertentu atau sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang
dan perlu bantuan untuk melakukannya.
3) Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.
a. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisikyang sering
terjadi adalah : gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut,
infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
a. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan
kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga
diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.
Jenis–jenis kurang perawatan diri :
a. Kurang perawatan diri mandi/kebersihan.
Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan
aktivitas mandi/kebersihan diri. Seharusnya kita mandi setiap hari, minimal 2
kali sehari.
b. Kurang perawatan diri mengenakan pakaian/berhias.
Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan
memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
c. Kurang perawatan diri makan
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk
menunjukkan aktivitas makan.
d. Kurang perawatan diri toileting.
Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri (Nurjannah, 2004 ).
Peran lingkungan pada masalah kesehatan
31
Lingkungan hidup merupakan lingkungan yang baik dan sehat apabila
organisme yang ada di dalamnya mampu hidup dan berkembang secara normal oleh
kondisi dan sumber daya pendukungnya. Dengan demikian secara intuittif dapat
disimpulkan bahwa apabila organisme pada batas tertentu yang tidak dapat ditoleransi
oleh organisme untuk hidup secara normal, maka akan mendorong organisme
beradaptasi pada kondisi perubahan yang baru, yang dapat diartikan sebagai kondisi
yang tidak normal atau lingkungan yang tidak baik atau tidak sehat.
Di dalam lingkungan terdapat faktor-faktor yang dapat menguntungkan
manusia (eugenic), ada pula yang merugikan manusia (dysgenic). Usaha-usaha
dibidang kesehatan lingkungan ditujukan untuk meningkatkan daya guna faktor
eugenic dan mengurangi peran atau mengendalikan faktor dysgenic didalam
lingkungan hidupnya, oleh karenanya ia selalu berusaha untuk selalu memperbaiki
keadaan sekitarnya sesuai kemampuannya.
Ada beberapa faktor epidemiologi yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu
penyakit, diantaranya faktor cuaca, vector, reservoir (hewan yang menyimpan kuman
pathogen sementara hewan itu sendiri tidak terkena penyakit), geografis, dan faktor
perilaku masyarakat. Iklim dan musim merupakan faktor utama yang mempengaruhi
terjadinya infeksi. Agen penyakit tertentu ditemukan terbatas pada daerah geografis
tertentu, juga karena membutuhkan reservoir dan vector untuk kelangsungan
hidupnya. Iklim dan variasi musim dapat mempengaruhi kehidupan agen penyakit,
reservoir, dan vector. Selain itu, perilaku manusia juga dapat meningkatkan transmisi
dan menyebabkan kerentanan terhadap infeksi.
8. Kriteria lingkungan rumah yang sehat
Persyaratan kesehatan rumah tinggal
Ketentuan persyaratan kesehatan rumah tinggal menurut Kepmenkes No.
829/Menkes/SK/VII/1999 adalah sebagai berikut :
1) Bahan bangunan
a) Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat
membahayakan kesehatan, an tara lain : debu total kurang dari 150 µg/m2,
asbestos kurang dari 0,5 serat/m3 per 24 jam, plumbum (Pb) kurang dari 300
mg/kg bahan;
b) Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme patogen.
32
2) Komponen dan penataan ruangan
a) Lantai kedap air dan mudah dibersihkan;
b) Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap air
dan mudah dibersihkan;
c) Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan;
d) Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir;
e) Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya;
f) Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap.
3) Pencahayaan
Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat
menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan
tidak menyilaukan mata.
4) Kualitas udara
a) Suhu udara nyaman antara 18 – 30 oC;
b) Kelembaban udara 40 – 70 %;
c) Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam;
d) Pertukaran udara 5 kaki3/menit/penghuni;
e) Gas CO kurang dari 100 ppm/8 jam;
f) Gas formaldehid kurang dari 120 mg/m3.
5) Ventilasi
Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai.
6) Vektor penyakit
Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah.
7) Penyediaan air
a) Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/
orang/hari;
b) Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air
minum menurut Permenkes 416 tahun 1990 dan Kepmenkes 907 tahun 2002.
8) Sarana penyimpanan makanan
Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman .
9) Pembuangan Limbah
a) Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak
menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah;
33
b) Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau, tidak
mencemari permukaan tanah dan air tanah.
10) Kepadatan hunian
Luas kamar tidur minimal 8 m2 dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2 orang
tidur.
11) Jarak septik tank dari sumur
a) Dipengaruhi oleh:
Adanya kebocoran pada septik tank
Kondisi tanah dan bebatuan sekitar rumah
Kecepatan aliran air tanah sekitar rumah
Arah aliran air tanah sekitar rumah
b) Jarak septik tank minimal 10 m dari sumur.
Persyaratan tersebut diatas berlaku juga terhadap kondominium, rumah
susun (rusun), rumah toko (ruko), rumah kantor (rukan) pada zona
pemukiman. Pelaksanaan ketentuan mengenai persyaratan kesehatan
perumahan dan lingkungan pemukiman menjadi tanggung jawab pengembang
atau penyelenggara pembangunan perumahan, dan pemilik atau penghuni
rumah tinggal untuk rumah.
Materi Syarat rumah sehat.
Menurut APHA di Amerika, syarat rumah sehat adalah:
1. Harus memenuhi kebutuhan fisiologis
2. Harus memenuhi kebutuhan psikologis
3. Dapat terhindar dari penyakit menular
4. Terhindar dari kecelakaan
Ciri fisik untuk rumah sehat adalah
Luas bangunan optimum sekitar 2,5-3 m2 untuk tiap anggota keluarga
Ciri Fisiologis untuk rumah sehat adalah
1. Ventilasi berfungsi untuk menjaga aliran udara
2. Pencahayaan, idealnya 15-20% dari pencahayaan sinar matahari masuk ke
sirkulasi rumah. Contoh pencahayaan lainnya adalah listrik, lampu, api, minyak
tanah.
3. Kebisingan. Kebisingan dapat mengganggu konsentrasi
34
Ciri Psikologis untuk rumah sehat adalah
Kesibukan dan kebisikan dapat menyebabkan gangguan ketenangan
Ciri Kelengkapan fasilitas sanitasi untuk rumah sehat:
Fasilitas sanitasi yaitu pembuangan kotoran, pembuangan sampah, penyediaan air
keperluan rumah tangga, tempat pengolahan dan penyimpanan makanan yang hygiene
dan bersih.
9. Program Puskesmas untuk menyehatkan setiap individu
a. Program wajib
Promosi kesehatan
Kesehatan lingkungan
Kesehatan Ibu Anak, Keluarga Berencana
Perbaikan Gizi
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
Pengobatan
b. Program pengembangan
Upaya Kesehatan Sekolah
Kesehatan Olahraga
Puskesmas
Kesehatan Kerja
Kesehatan Gigi dan Mulut
Kesehatan Jiwa
Kesehatan Usila
Pengobatan Tradisional
c. Program penunjang
Laboratorium
Pencatatan dan Pelaporan
Menurut Renestra (Rencana Strategis) Fatumnasi 2011-2016 :
1) Program upaya kesehatan masyarakat
Peningkatan pelayanan dan penanggulangan masalah kesehatan
Penyediaan biaya operasional dan pemeliharaan
2) Program obat dan perbekalan kesehatan
35
Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan
Peningkatan pemerataan obat dan perbekalan kesehatan
Monitoring dan evaluasi
3) Program pengawasan obat dan makanan
Peningkatan pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya
Monitoring dan evaluasi
4) Program promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat
Penyluhan masyarakat pola hidup sehat
Peningkatan pemanfaatan sarana kesehatan
Monitoring, evaluasi, pelaporan
5) Program perbaikan gizi masyarakat
Pemberian tambahan makanan dan vitamin
Penanggulangan kurang energy prtein, anemia gizi besi, gangguan akibat
kekurangan ydium, kurang vitamin A, dan kekurangan zat gizi mikro lain.
Pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi
Penanggulangan gizi lebih
Peningkatan KIE, pencegahan dan pemberntasan penyakit
Operaasional penunjang program PMK
6) Program pengembangan lingkungan sehat
Pengkajian pengembangan lingkungan sehat
Penyuluhan menciptaka lingkungan sehat
Sosialisasi kebijakan lingkungan sehat
Monitoring, evaluasi, dan pelaporan
7) Program pencegahan dan penanggunalangan penyakit menular
Fogging sarang nyamuk
Pengadaan alat-alat fogging
Pengadaan vaksin penyakit menular
Pelayanan vaksin penyakit menular
Pelayanan vaksinasi balita dan anak sekolah
Pelayanan pencegahan dan penanggulangan penyakit menular
Peningkatan surveillance epidemiologi dan penanggulangan wabah
Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi pencegahan pemberantasan
penyakit
Monitoring evaluasi pelaporan
36
8) Program standarisasi pelayanan kesehatan
Peyusunan standar pelayanan kesehatan
Evaluasi dan pengembangan standar pelayanan kesehatan
Pembangunan dan pemutakhiran data dasar standar pelayanan kesehatan
Bimbingan teknis pelayanan kesehatan.
10. Langkah pemecahan masalah kesehatan individu dan keluarga
Pemecahan masalah untuk individu perlu dilakukan dengan hygiene personal, dengan
merawat diri, menjaga kesehatan, dan menjaga kebersihan diri sehingga tidak terlihat
kumuh. Untuk ayah nya sendiri perlu mengurangi jam kerja sehingga punya cukup
waktu untuk istirahat dan berkumpul bersama keluarga. Pada anak yang sakit perlu
segera di bawa ke RS supaya mendapatkan pemeriksaan lebih mendalam untuk
mengetahui penyakit anak tsb, mengingat bahwa unggas tetangga mereka mati
mendadak.
Rencana terapi untuk An. W dan ayahnya :
a. Anak (An. W)
Dengan adanya tanda dan gejala yang dikeluhkan serta tampak, maka segera
dilakukan pemeriksaan laboratorium (khususnya pemeriksaan darah) untuk
memastikan penyebabnya dan diagnosa yang akan diberikan kepada penderita.
b. Ayah
Setelah melewati carpal tunnel nervus medianus akan mempersarafi beberapa
otot-ototintrinsik tangan, salah satunya adalah m. abductor pollicis brevis.
Pemeriksaan kekuatan otot m.abductor pollicis brevis dapat dilakukan untuk
mendiagnosa carpal tunnel syndrome. Caranyaadalah posisikan ibu jari pasien
tegak lurus, kemudian pemeriksa berusaha mendorong ibu jari kesisi jari telunjuk
pasien (pasien diminta untuk menahan dorongan dari pemeriksa).
Hasilnya positif apabila terdapat kelemahan pada saat pemeriksa melakukan
dorongan tadi. Disamping itu pemeriksa juga harus membandingkan dengan sisi
tangan yang sehat.Selain itu gejala dari carpal tunnel syndrome dapat diprovokasi
dengan Phalen’s Maneuver. Prinsip dari pemeriksaan ini adalah meningkatkan
tekanan pada daerah pergelangantangan. Caranya adalah pergelangan tangan
pasien ditempatkan pada posisi hiperekstensi atauhiperfleksi selama 60 detik.
37
Pasien dengan carpal tunnel syndrome akan mengeluhkan kebas ataunyeri setalah
pemeriksaan tadi dilakukan.
Pemeriksaan elektrodiagnosis sangat sensitif untuk mendiagnosa carpal tunnel
syndrome.Beberapa penelitian menyebutkan tingkat sensitifitasnya adalah 95%.
Elektrodiagnosis jugadapat menyingkirkan kelainan lain yang memiliki gejala
yang sama dengan carpal tunnelsyndrome, misalnya cervical
radiculopathy,thoracic outlet syndrome, dan diffuse peripheralneuropathy. Delay
Conduction pada nervus medianus adalah ciri khas pada pemeriksaan
denganelektrodiagnosis.
Terapi lini pertama pada carpal tunnel syndrome adalah dengan memposisikan
tangan pada posis netral, hal ini bertujuan untuk meminimalisasi tekanan pada
daerah carpal tunnel.Penggunaan splint biasakan dilakukan sepanjang hari atau
malam hari. Penggunaan anti-inflammatory dan steroid injection kadang-kadang
dapat mengurangi gejala pada beberapa pasien.
Diperlukan juga APD (Alat Perlindungan Diri) yaitu sarung tangan dan
masker. Bagaimanapun sarung tangan dapat mencegah cedera akibat getaran
dengan mempertahankan tangan tetap hangat dan kering dan yang lebih penting
lagi adalah untuk meredam getaran. Selain itu pemberhentian merokok
diperlukan karena efek dari nikotin dan karbon monoksida pada sistim arteri
digital yang merugikan sehingga tidak memperparah gejala dari syndrome ini
berkembang lebih lanjut.
Untuk mengetahui pemecahan masalah keluarga ini, pertama-tama harus mengerti
fungsi keluarga. Menurut Friedman, fungsi keluarga meliputi :
a. Fungsi afektif
Fungsi afektif adalah fungsi internal keluarga sebagai dasar kekuatan keluarga.
Didalamnya terkait dengan saling mengasihi, saling mendukung dan saling
menghargai antar anggota kelurga.
b. Fungsi sosialisasi
Fungsi sosialisasi adalah fungsi yang mengembangkan proses interaksi dalam
keluarga. Sosialisasi dimulai sejak lahir dan keluarga merupakan tempat individu
untuk belajar bersosialisasi
c. Fungsi reproduksi
38
Fungsi reproduksi adalah fungsi keluarga untuk meneruskan kelangsungan keturunan
dan menambah sumber daya manusia.
d. Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota
keluarganya yaitu : sandang, pangan dan papan.
e. Fungsi perwatan kesehatan
Fungsi perawatan kesehatan adalah fungsi keluarga untuk mencegah terjadinya
masalah kesehatan dan merawat anggota keluarga yang mengalami masalah
kesehatan.
Dilihat dari fungsi keluarga tersebut, bahwa keluarga ini gagal dalam memenuhi
fungsi ekonomi dimana terlihat bahwa anak-anak mereka tampak kurus yang mungkin
dikarenakan kekurangan gizi. Jadi perlu pemberian nutrisi yang baik untuk keluarga
ini. Tampak juga kalau rumah keluarga ini kecil dan tidak memadai untuk di huni
oleh keluarga ini.
Ditinjau dari fungsi reproduksi, kedua orangtua ini tidak menjalankan program KB.
Tampak bahwa mereka memiliki tiga anak. Kemudian jarak antara anak pertama dan
kedua cuma berbeda 1 tahun.
Dari fungsi perawatan kesehatan, kedua orangtua ini lalai dalam memberikan
imunisasi kepada anak-anaknya. Jadi,perlu dilakukan imunisasi rutin untuk anak-anak
mereka. Tampak juga bahwa keluarga ini kurang tanggap terhadap lingkungan sekitar.
Dimana jarak antara septic tenk dengan sumber air hanya 9 meter. Perlu pemindahan
tempat sumur agak jauh dari septic tenk sekitar 10-30 meter. Kemudian perlu
perawatan halaman di belakang rumah supaya tidak tampak kumuh. Dan juga jika
menemui kasus seperti unggas yang tiba-tiba mati seharusnya segera melaporkan pada
pelayanan kesehatan supaya bisa segera dilakuka vaksinasi untuk mencegah
terjadinya virus H5N1.
Kesimpulan :
Diagnosis Holistik An. W :
I. Aspek 1 : demam tinggi
II. Aspek 2 : observasi demam
39
III. Aspek 3 : status gizi kurang, imunisasi tidak lengkap
IV. Aspek 4 : status social ekonomi, lingkungan tidak higienis
V. Aspek 5 : skala disabilitas 2
Diagnosis Keluarga :
d. Bentuk Keluarga : Keluarga inti dalam fase anak balita dan usia sekolah
e. Risiko internal : masalah social ekonomi
f. Risiko eksternal : lingkungan eksternal tempat keluarga tinggal
Diagnosis Okupasi Bapak :
a. Suspek Carpal Tunnel Syndrome
b. Suspek HAVS (Hand Arm Vibration Syndrome)
Masalah yang dialami keluarga ini sangat dipengaruhi oleh faktor ekonomi dengan
pertimbangan tersebut, keluarga ini perlu diberikan intervensi preventif, kuratif dan
rehabilitatif.
DAFTAR PUSTAKA
40
Anonim. 2010. Siklus Demam Malaria Dating Bertahap. Pekanbaru.
Tribunnews.com/2010/11/14/siklus-demam-malaria-datang-bertahap. Diunduh
tanggal 5 Juli 2013
Anonim. 2013. Sindrom supir bajaj. Kesehatan.komposiana.com/medis/2013/05/01sindrome-
supir-bajaj-556464.html. Diunduh tanggal 5 Juli 2013
Blum, H.L. (1974) Planing of Health : Development Aplication of Social Change Theory.
Human Sciences Press, New York
Budiono. 2001. Pengantar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Badan penerbit UNDIP Semarang
Deny, W.L., 2008, Definisi Higiene, Sanitasi dan Higiene Pangan, Di dalam : Ginting,
Agustaria, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak
Sekolah Dasar di Desa Tertinggal Kecamatan Pengururan Kabupaten Samosir Tahun
2008, Universitas Sumatera Utara, Fakultas Kedokteran, Sumatera Utara, (Skripsi).
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan Jiwa, Di dalam : Ginting, Agustaria, Faktor-
faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar di
Desa Tertinggal Kecamatan Pengururan Kabupaten Samosir Tahun 2008, Universitas
Sumatera Utara, Fakultas Kedokteran, Sumatera Utara, (Skripsi).
Greenberg MI. Occupational and environtal medicine. New York – London: Mc Graw Hill;
2006
Hancock, T & Perkins, F. 1985. The Mandala of Health: A conceptual model and teaching
tool. Health Education
Keman S. 2005. Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman. Jurnal kesehatan
lingkungan.
Mubarak, Wahid Iqbal dan Chayatin, Nurul. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan
Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika
Perry, P, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Di dalam : Ginting, Agustaria, Faktor-
faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar di
Desa Tertinggal Kecamatan Pengururan Kabupaten Samosir Tahun 2008, Universitas
Sumatera Utara, Fakultas Kedokteran, Sumatera Utara, (Skripsi).
Price Sylvia A. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC. Jakarta.
Rencana strategis Puskesmas fatumnasi, kabupaten fatumnasi tahun 2011-2016
Strandberg EL, Ovhed I, Borgquist L, et al;. 2008. The perceived meaning of a (w)holistic
view among general practitioners and BMC Fam Pract.
Suardi, Rudi. 2005. Sistem Manajemen Keselamtan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Penerbit
PPM
41
Sulistomo, Astrid. 2002. Diagnosis Penyakit Akibat Kerja dan Sistem Rujukan, Di dalam :
Riyanto, Budi, (ed), Cermin Dunia Kedokteran, 136 : 6-8.
Suma’mur, P.K., 2004, Penyelenggaraan Kecacatan Kerja, Di dalam : Makalah pada
Serasehan Penyelenggaraan Penilaian Kecacatan Kerja, Jakarta.
VanLeeuwen, J.A et al. 1999. Evolving Models of Human Health Toward an Ecosycstem
Context. Ecosystem Health vol 5 no. 3 p204-219
Wibowo, Yudhi. Diagnosis Holistik (Multiaspek) Dan Penanganan Komprehensif
(Paripurna) diunduh dari http://www.scribd.com/doc/114857425/Diagnosis-Holistik-
Multi-Aspek-Dan-Penanganan-Recovered diakses pada 7 juli 2013
Wright, Michelle. 2010. Holistic Medicine. Diunduh dari :
http://www.patient.co.uk/doctor/holistic-medicine . Pada: Minggu, 7 Juli 2013. Pukul
16.00 WIB.