Pemfigus Bullosa

23
PEMFIGOID BULOSA I. .......................................PENDAHULUAN Pemfigoid Bulosa (PB) adalah penyakit umum autoimun kronik yang ditandai oleh adanya bula subepidermal pada kulit. Penyakit ini biasanya diderita pada orang tua dengan erupsi bulosa disertai rasa gatal menyeluruh dan lebih jarang melibatkan mukosa, tetapi memiliki angka morbiditas yang tinggi. Namun presentasinya dapat polimorfik dan dapat terjadi kesalahan diagnosa, terutama pada tahap awal penyakit atau di varian atipikal, di mana bula biasanya tidak ada. Dalam kasus ini, penegakan diagnosis PB memerlukan tingkat pemeriksaan yang tinggi untuk kepentingan pemberian pengobatan awal yang tepat. Antigen target pada antibodi pasien yang menunjukkan dua komponen dari jungsional adhesi kompleks- hemidesmosom ditemukan pada kulit dan mukosa. 1 Pemfigoid Bulosa (PB) ditandai oleh adanya bula subepidermal yang besar dan berdinding tegang, dan pada pemeriksaan imunopatologik ditemukan C3 (komponen komplemen ke-3) pada epidermal basement membrane zone, IgG sirkulasi dan antibody IgG yang terikat pada basement membrane zone. 2,3,4,5 1

description

Semoga bermanfaat,,,

Transcript of Pemfigus Bullosa

Page 1: Pemfigus Bullosa

PEMFIGOID BULOSA

I. PENDAHULUAN

Pemfigoid Bulosa (PB) adalah penyakit umum autoimun kronik yang

ditandai oleh adanya bula subepidermal pada kulit. Penyakit ini biasanya diderita

pada orang tua dengan erupsi bulosa disertai rasa gatal menyeluruh dan lebih

jarang melibatkan mukosa, tetapi memiliki angka morbiditas yang tinggi. Namun

presentasinya dapat polimorfik dan dapat terjadi kesalahan diagnosa, terutama

pada tahap awal penyakit atau di varian atipikal, di mana bula biasanya tidak ada.

Dalam kasus ini, penegakan diagnosis PB memerlukan tingkat pemeriksaan yang

tinggi untuk kepentingan pemberian pengobatan awal yang tepat. Antigen target

pada antibodi pasien yang menunjukkan dua komponen dari jungsional adhesi

kompleks-hemidesmosom ditemukan pada kulit dan mukosa.1

Pemfigoid Bulosa (PB) ditandai oleh adanya bula subepidermal yang

besar dan berdinding tegang, dan pada pemeriksaan imunopatologik ditemukan

C3 (komponen komplemen ke-3) pada epidermal basement membrane zone, IgG

sirkulasi dan antibody IgG yang terikat pada basement membrane zone.2,3,4,5

Kondisi ini disebabkan oleh antibodi dan inflamasi abnormal terakumulasi

di lapisan tertentu pada kulit atau selaput lendir. Lapisan jaringan ini disebut

"membran basal." Antibodi (imunoglobulin) mengikat protein di membran basal

disebut antigen hemidesmosomal PB dan ini menarik sel-sel peradangan

(kemotaksis).5

II. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

Sebagian besar pasien dengan Pemfigoid Bulosa berumur lebih dari 60

tahun . Meskipun demikian, Pemfigoid Bulosa jarang terjadi pada anak-anak,dan

laporan di sekitar awal tahun 1970 (ketika penggunaan immunofluoresensi untuk

diagnosis menjadi lebih luas) adalah tidak akurat karena kemungkinan besar data

tersebut memasukkan anak-anak dengan penanda IgA, daripada IgG, di zona

membran basal. Tidak ada predileksi etnis, ras, atau jenis kelamin yang memiliki

1

Page 2: Pemfigus Bullosa

kecenderungan terkena penyakit Pemfigoid Bulosa. Insiden Pemfigoid Bulosa

diperkirakan 7 per juta per tahun di Prancis dan Jerman.6

III.ETIOLOGI

PB adalah contoh dari penyakit yang dimediasi imun yang dikaitkan

dengan respon humoral dan seluler yang ditandai oleh dua self-antigen: antigen

PB 180 (PB180, PBAG2 atau tipe kolagen XVII) dan antigen PB 230 (PB230

atau PBAG1. 1

Etiologi PB adalah autoimun, tetapi penyebab yang menginduksi produksi

autoantibodi pada Pemfigoid Bulosa masih belum diketahui. Sistem imun tubuh

kita menghasilkan antibodi untuk melawan bakteri, virus atau zat asing yang

berpotensi membahayakan. Untuk alasan yang tidak jelas, tubuh dapat

menghasilkan antibodi untuk suatu jaringan tertentu dalam tubuh. Dalam

Pemfigoid Bulosa, sistem kekebalan menghasilkan antibodi terhadap membran

basal kulit, lapisan tipis dari serat menghubungkan lapisan luar kulit (dermis) dan

lapisan berikutnya dari kulit (epidermis). Antibodi ini memicu aktivitas inflamasi

yang menyebabkan kerusakan pada struktur kulit dan rasa gatal pada kulit.2

Tidak ada penyebab khusus yang memicu timbulnya PB, namun beberapa

faktor dikaitkan dengan terjadinya PB. Sebagian kecil kasus mungkin dipicu obat

seperti furosemide, sulphasalazine, penicillamine dan captopril. Suatu studi kasus

menyatakan obat anti psikotik dan antagonis aldosterone termasuk dalam faktor

pencetus Pemfigoid Bulosa. Belum diketahui apakah obat yang berefek langsung

pada sistem imun, seperti kortikosteroid, juga berpengaruh pada kasus Pemfigoid

Bulosa. Sinar ultraviolet juga dinyatakan sebagai faktor yang memicu PB ataupun

memicu terjadinya eksaserbasi PB. Beberapa faktor fisik termasuk suhu panas,

luka, trauma lokal, dan radioterapi dilaporkan dapat menginduksi PB pada kulit

normal. 2

2

Page 3: Pemfigus Bullosa

IV. ANATOMI

Gambar 1: Anatomi kulit

(dikutip dari kepustakaan 3)

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu

lapisan epidermis, lapisan dermis dan lapisan subkutis. Lapisan epidermis atas :

stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan

stratum basal.5,6

Anatomi yang terlibat pada penyakit Pemfigoid Bulosa adalah stratum

basale. Stratum basal terdiri atas sel – sel berbentuk kubus yang tersusun vertikal

pada perbatasan dermo – epidermal berbaris seperti pagar. Lapisan ini merupakan

lapisan epidermis yang paling bawah. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu

sel berbentuk kolumnar dan sel pembentuk melanin. Pada sel basal dalam

membran basalis, terdapat hemidesmosom. Fungsi hemidesmosom adalah

melekatkan sel – sel basal dengan membrana basalis.5,7

V. PATOFISIOLOGI

3

Page 4: Pemfigus Bullosa

Gambar 2 : Mekanisme pembentukan bula di Pemfigoid Bulosa (PB).

Gambar atas menggambarkan beberapa struktur protein membran

basal epidermis yang berfungsi sebagai autoantigen utama dalam

penyakit kulit autoimun subepidermal bulosa. Autoantigens utama

pada pasien PB adalah antigen PB 230 (PB230) dan antigen PB 180.

Autoantibodi PB terakumulasi dalam jaringan dan mengikat antigen

pada membran basal.

(dikutip dari kepustakaan 8)

Pasien dengan PB mengalami respon sel T autoreaktif untuk PB180 dan

PB230, dan ini mungkin penting untuk merangsang sel B untuk menghasilkan

autoantibodi patogen.1

Setelah pengikatan autoantibodi terhadap antigen target, pembentukan bula

subepidermal terjadi melalui rentetan peristiwa yang melibatkan aktivasi

komplemen, perekrutan sel inflamasi (terutama neutrofil dan eosinofil), dan

pembebasan berbagai kemokin dan protease, seperti metaloproteinase matriks-9

dan neutrofil elastase. 1

Pemfigoid Bulosa adalah contoh penyakit autoimun dengan respon imun

seluler dan humoral yang bersatu menyerang antigen pada membran basal.4

Antigen PB merupakan protein yang terdapat pada hemidesmosom sel basal, 4

Page 5: Pemfigus Bullosa

diproduksi oleh sel basal dan merupakan bagian BMZ (basal membrane zone)

epitel gepeng berlapis. Fungsi hemidesmosom ialah melekatkan sel-sel basal

dengan membrane basalis, strukturnya berbeda dengan desmosom.5

Terdapat dua jenis antigen Pemfigoid Bulosa yaitu dengan berat molekul

230kD disebut PBAg1 (Pemfigoid Bulosa Antigen 1) atau PB230 dan 180 kD

dinamakan PBAg2 atau PB180. PB230 lebih banyak ditemukan dari pada

PB180.5

Terbentuknya bula akibat komplemen yang beraktivasi melalui jalur klasik

dan alternatif, yang kemudian akan mengeluarkan enzim yang merusak jaringan

sehingga terjadi pemisahan epidermis dengan dermis.5

Studi ultrastruktural memperlihatkan pembentukan awal bula pada

pemfigus bulosa terjadi dalam lamina lucida, di antara membrane basalis dan

lamina densa. Terbentuknya bula pada tempat tersebut disebabkan hilangnya daya

tarikan filament dan hemidesmosom.3

Langkah awal dalam pembentukan bula adalah pengikatan antibodi

terhadap antigen Pemfigoid Bulosa. Fiksasi IgG pada membran basal

mengaktifkan jalur klasik komplemen. Aktifasi komplemen menyebabkan

kemotaksis leukosit serta degranulasi sel mast. Produk-produk sel mas

menyebabkan kemotaksis dari eosinofil melalui mediator seperti faktor

kemotaktik eosinofil anafilaksis. Akhirnya, leukosit dan protease sel mast

mengakibatkan pemisahan epidermis kulit. Sebagai contoh, eosinofil, sel

inflamasi dominan di membran basal pada lesi Pemfigoid Bulosa, menghasilkan

gelatinase yang memotong kolagen ekstraselular dari PBAG2, yang mungkin

berkontribusi terhadap pembentukan bula.3

VI. DIAGNOSA

A. GAMBARAN KLINIS

Fase Non Bulosa

Manifestasi kulit PB bisa polimorfik. Dalam fase prodromal penyakit non-

bulosa, tanda dan gejala sering tidak spesifik, dengan rasa gatal ringan sampai

parah atau dalam hubungannya dengan eksema, papul dan atau urtikaria,

ekskoriasi yang dapat bertahan selama beberapa minggu atau bulan. Gejala non-

spesifik ini bisa ditetapkan sebagai satu-satunya tanda-tanda penyakit.1

5

Page 6: Pemfigus Bullosa

Fase Bulosa

Tahap bulosa dari PB ditandai oleh perkembangan vesikel dan bula pada

kulit normal ataupun eritematosa yang tampak bersama-sama dengan urtikaria

dan infiltrat papul dan plak yang kadang-kadang membentuk pola melingkar.

Bula tampak tegang, diameter 1 – 4 cm, berisi cairan bening, dan dapat bertahan

selama beberapa hari, meninggalkan area erosi dan berkrusta. Lesi seringkali

memiliki pola distribusi simetris, dan dominan pada aspek lentur anggota badan

dan tungkai bawah, termasuk perut. Perubahan post inflamasi memberi gambaran

hiper- dan hipopigmentasi serta, yang lebih jarang, miliar. Keterlibatan mukosa

mulut diamati pada 10-30% pasien. Daerah mukosa hidung mata, faring, esofagus

dan daerah anogenital lebih jarang terpengaruh. Pada sekitar 50% pasien,

didapatkan eosinofilia darah perifer.1

Perjalanan penyakit biasanya ringan dan keadaan umum penderita baik.

Penyakit PB dapat sembuh spontan (self-limited disease) atau timbul lagi secara

sporadik, dapat generalisata atau tetap setempat sampai beberapa tahun. Rasa

gatal kadang dijumpai, walaupun jarang ada. Tanda Nikolsky tidak dijumpai

karena tidak ada proses akantolisis. Kebanyakan bula ruptur dalam waktu 1

minggu, tidak seperti pemfigus vulgaris, ia tidak menyebar dan sembuh dengan

cepat.4

Lesi kulit

Eritem, papul atau tipe lesi urtikaria mungkin mendahului pembentukan bula.

Bula besar, tegang, oval atau bulat; mungkin timbul dalam kulit normal atau

yang eritema dan mengandung cairan serosa atau hemoragik. Erupsi dapat

bersifat lokal maupun generalisata, biasanya tersebar tapi juga berkelompok

dalam pola serpiginosa dan arciform.3

Tempat Predileksi

Aksila; paha bagian medial, perut, fleksor lengan bawah, tungkai bawah3.

6

Page 7: Pemfigus Bullosa

Gambar 3: Pemfigoid Bulosa. Bula tegang diatas kulit yang eritema.

(Dikutip dari kepustakaan 7)

Gambar 4 : Pemfigoid Bulosa

(Dikuip dari kepustakaan 7)

7

Page 8: Pemfigus Bullosa

Gambar 5: Pemfigoid Bulosa

(Dikutip dari kepustakaan 7)

Gambar 6: Pemfigoid Bulosa.

(Dikutip dari kepustakaan 7)

8

Page 9: Pemfigus Bullosa

Gambar 7: Pemfigoid Bulosa

(Dikutip dari kepustakaan 7 )

B. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemfigus bulosa harus dibedakan dengan pemfigus, dermatosis linear

IgA, eritema multiforme, erupsi obat, dermatitis herpetiformis dan

epidermolisis bulosa. Penderita harus melakukan Biopsi kulit dan titer

antibodi serum untuk membedakannya. Biopsi sangat penting untuk

membedakan penyakit-penyakit ini karena mempunyai prognosis yang tidak

sama.10

1. HISTOPATOLOGI

Kelainan yang dini pada Pemfigoid Bulosa yaitu terbentuknya

celah di perbatasan dermal-epidermal, bula terletak di subepidermal, sel

infiltrat yang utama adalah eosinofil.5

2. IMUNOLOGI

9

Page 10: Pemfigus Bullosa

Pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat endapan IgG dan C3

tersusun seperti pita di BMZ (Base Membrane Zone).5

Pewarnaan Immunofluorescence langsung (IF) menunjukkan IgG

dan biasanya juga C3, deposit dalam lesi dan paralesional kulit dan

substansi intraseluler dari epidermis.5

VII. DIAGNOSIS BANDING

Pemfigus vulgaris (PV), adalah sebuah penyakit autoimun yang serius,

dengan bulla, dapat bersifat akut ataupun kronis pada kulit dan membran

mukosa yang sering berakibat fatal kecuali diterapi dengan agen

imunosupresif. Penyakit ini adalah prototype dari keluarga / golongan

pemfigus, yang merupakan sekelompok penyakit bula autoimun akantolitik.

Gambaran lesi kulit pada pemfigus vulgaris didapatkan bula yang kendur di atas

kulit normal dan dapat pula erosi. Membran mukosa terlibat dalam sebagian

besar kasus. Distribusinya dapat dibagian mana saja pada tubuh. Pada

pemeriksaan histopatologi, terlihat gambaran akantolisis suprabasalis. Pada

pemeriksaan imunopatologi, diperoleh IgG dengan pola interseluler.8

Gambar 8: Lesi utama pemfigus vulgaris bula yang lembek.

(Dikutip dari kepustakaan 7)

10

Page 11: Pemfigus Bullosa

Gambar 9: Pemphigus vulgaris. Erosions and flaccid bullae pada kulit normal.

(Dikutip dari kepustakaan 7)

Pemfigus foliaseus (PF) adalah bentuk superfisial penyakit pemfigus

dengan akantolisis pada lapisan granulosum epidermis. Lesi kulit pada

pemfigus foliaseus berupa krusta dan adakalanya berupa vesikel yang kendur.

Membran mukosa jarang terlibat. Distribusi lesinya pada bagian tubuh yang

lebih terbuka dan bagian tubuh yang memiliki banyak kelenjar sebasea. Pada

gambaran histopatologi, terlihat gambaran akantolisis pada stratum granulosum.

Pada pemeriksaan imunopatologi diperoleh IgG dengan pola intraseluler.7

Pemfigus vegetans (PVeg), memberikan gambaran lesi berupa plak

granulomatosa, dan adakalanya terdapat vesikel di pinggiran lesi. Membran

mukosa terlibat pada sebagian besar kasus. Distribusi lesi pada daerah

intertriginosa, daerah perioral, leher, kepala dan aksila. Pada pemeriksaan

histopatologi, terlihat gambaran akantolosis suprabasal dan abses-abses

intraepidermal yang berisi eosinofil. Pada pemeriksaan imunopatologi,

didapatkan hasil seperti Pemfigus vulgaris.7

Epidermolisis Bulosa (EB), adalah sebuah penyakit bula subepidermal

kronik yang berkaitan dengan autoimunitas pada kolagen tipe II dalam fibrin

pada zona membrane basal. Lesi kulit berupa bula yang berdinding tegang dan

erosi, gambaran noninflamasi ataupun menyerupai pemfigus bulosa, Dermatitis

11

Page 12: Pemfigus Bullosa

herpetiformis, atau Dermatosis IgA linear. Membran mukosa terlibat pada kasus

yang parah. Distribusi lesinya sama dengan Pemfigoid Bulosa. Pada

pemeriksaan histopatologi didapatkan bula subepidermal. Pada pemeriksaan

imunopatologi diperoleh IgG linear pada zona membrane basal7.

Dermatitis herpetiformis (DH), adalah erupsi pruritus yang kronis,

rekuren, dan intensif yang muncul secara simetris pada ekstremitas dan pada

badan dan terdiri dari vesikel-vesikel kecil, papul, dan plak urtika yang tersusun

berkelompok, serta berkaitan dengan gluten-sensitive enteropathy (GSE) dan

deposit IgA pada kulit. Lesi kulit berupa papul berkelompok, urtikaria, vesikel

serta krusta. Membran mukosa tidak terlibat. Lesi terdistribusi pada daerah siku,

lutut, glutea, sakral dan skapula. Pada pemeriksaan histopatologi, terlihat

gambaran mikroabses di papilla dermis, dan vesikel subepidermal. Pada

pemeriksaan imunopatologi, didapatkan IgA berbentuk granula pada ujung

papilla.7

Gambar 11: Dermatitis Herpetiformis dicirikan oleh kelompok vesikel intens pruritic, papula, dan

lesi urtikaria seperti biasanya didistribusikan secara simetris pada permukaan

ekstensor. Sariawan Celiac hadir dalam 75 sampai 90% dari pasien tetapi

asimtomatik dalam banyak kasus.

(Dikutip dari kepustakaan 8)

Dermatosis IgA linear, adalah penyakit kulit dengan bula subepidermal

yang dimediasi sistem imun, dan merupakan kasus yang cukup jarang

ditemukan. Penyakit ini ditandai dengan adanya deposit IgA linear yang

homogen pada zona membran basal kutaneus. Gambaran lesi kulitnya berupa

12

Page 13: Pemfigus Bullosa

vesikel yang anular, berkelompok dan dapat berupa bula. Membran mukosa

terlibat dan biasanya terdapat erosi dan ulkus pada mulut, serta erosi dan pada

konjungtiva. Distribusi lesinya bisa dimana saja. Pada pemeriksaan

histopatologi, terlihat gambaran bula subepidermal dan disertai neutrofil. Pada

pemeriksaaan imunopatologi, didapatkan IgA linear pada zona membran

basal.7,9,10

VIII. PENATALAKSANAAN

Pengobatan terdiri dari prednisone sistemik, sendiri atau dalam

kombinasi dengan agen lain yaitu azathioprine, mycophenolate mofetil atau

tetracycline. Obat-obat ini biasanya dimulai secara bersamaan, mengikuti

penurunan secara bertahap dari prednison dan agen steroid setelah remisi

klinis tercapai. Kasus ringan mungkin hanya memerlukan kortikosteroid

topikal. Methrotrexate mungkin digunakan pada pasien dengan penyakit berat

yang tidak dapat bertoleransi terhadap prednison. Dosis prednisolon 40-60 mg

sehari, jika telah tampak perbaikan dosis di turunkan perlahan-lahan. Sebagian

kasus dapat disembuhkan dengan kortikosteroid saja.3

Terapi steroid sistemik biasanya diperlukan, tetapi tidak seperti

Pemfigus, dimungkinkan untuk menghentikan terapi ini setelah 2 sampai 3

tahun. Dosis awal 60-100 mg prednisolon atau setara harus secara bertahap

dikurangi ke jumlah minimum yang akan mengendalikan penyakit ini.

Azatioprine juga berpotensi memberikan efek samping yang buruk seperti

prednison. Suatu kajian menjelaskan jika glukokortikoid sistemik diberikan

pada penderita dengan dosis tinggi tanpa dilakukan tapering selama 4 minggu,

kombinasi dengan azatioprine kurang memberi manfaat tetapi sebaliknya

penderita harus menanggung efek samping obat tersebut.5

Pada penderita lanjut usia dengan gejala yang tidak progresif, obat

imunosupresif ini bisa digunakan pada terapi awal tanpa dikombinasikan

dengan prednison. Glukokortikoid sistemik biasanya diperlukan pada penderita

dengan gejala yang berat dan progresif supaya penderita bisa ditangani dengan

cepat. Efek pemakaian glukokortikoid sistemik sangat cepat yaitu hanya

beberapa hari.5

13

Page 14: Pemfigus Bullosa

Terapi dosis tinggi metilprednisolon intravena juga dilaporkan efektif

untuk mengontrol dengan cepat pembentukan bula yang aktif pada Pemfigoid

Bulosa.3

Sulfon mungkin efektif pada setengah pasien dengan Pemfigoid

Bulosa. Tidak banyak pasien yang berespon terhadap dapson. 11

IX. PROGNOSIS

Pemfigoid Bulosa ialah penyakit kulit kronis yang bisa menetap selama

beberapa bulan atau beberapa tahun, namun secara umum prognosisnya baik..

Walaupun mayoritas pasien yang mendapatkan terapi akan mengalami remisi

spontan, tingkat mortalitas dipertimbangkan pada pasien yang sudah lanjut usia.12

Usia tua dan kondisi umum yang buruk telah terbukti secara signifikan

mempengaruhi prognosis. Secara historis, dinyatakan bahwa prognosis pasien

dengan Pemfigoid Bulosa jauh lebih baik dari pasien dengan pemfigus, terutama

Pemfigus Vulgaris dengan Pemfigoid Bulosa dimana tingkat mortalitasnya sekitar

25% untuk pasien yang tidak diobati dan sekitar 95% untuk pasien dengan

penyakit Pemvigus Vulgaris saja tanpa pengobatan. Dalam beberapa dekade

terakhir, beberapa penilitian di Eropa pada kasus Pemfigoid Bulosa menunjukkan

bahwa bahkan dengan perawatan, pasien Pemfigoid Bulosa memiliki prognosa

seburuk penyakit jantung tahap akhir, dengan lebih dari 40% pasien meninggal

dunia dalam kurun 12 bulan. Dari studi terbaru, kemungkinan bahwa penyakit

penyerta dan pola praktek (penggunaan kortikosteroid sistemik dan / atau obat

imunosupresif) juga mempengaruhi keseluruhan morbiditas dan mortalitas

penyakit ini. 1, 13, 14, 15

DAFTAR PUSTAKA

14

Page 15: Pemfigus Bullosa

1. Borradori L, Bernard P. Bullous pemphigoid in Bolognia. J L Jorizzo, J L Rapini,

R P. Dermatology, vol 1 2nd Edition by Mosby.

2. Fenella Wojnarowska R A J Eady & Susan M Burge. Bullous Eruption in

Champion. RH Burton, J L Burns, D A Breathnach S.M. Textbook of

Dermatology

3. John R Stanley. Pemphigus in Freedberg. I M Eisen, A Z Wolff, K Austen, K F

Goldsmith, L A and Katz S.I. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine vol.

1 6th Edition. (McGraw-Hill, New York, 1999)

4. Habif T P. Clinical Dermatology, a Color Guide to Diagnosis and Therapy 4th

edition (October 27, 2003) by Mosby

5. Djuanda A. Pemfigoid Bulosa. In: Hamzah M, Aisah S, editors. Buku Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi kelima. Jakarta: Balai penerbit FK-UI 2010.

P.210-211.

6. William H, Bigby M, Diepgen T, Herxheimer A, Naldi L, Rzany B. Evidence-

Based Dermatology. p. 660 – 663 (BMJ Book, London)

7. Wolff K, Johnson R A. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical

Dermatology. 6th ed. New York: Mc Graw-Hill. 2007

8. MacKie M. R. Clinical Dermatology. 4th Edition. Oxford medical

publications;1997. P. 233-235.

9. Bickle M. K, Roark R. Tom, Hsu, S. Autoimmune Bullous Dermatoses. [online].

2002 May 01. [cited 2011 Jan 04]; [16 pages]. Available from: URL:

http//www.amfamphysician.org/education/rg_cme.html.

10. Kumar V, Cotran R S, Robbins, S L. Robbins Basic Pathology 7th Edition. p. 796-

798. Elsevier, New Delhi, 2004

11. Schachner A L, Hansen C R. Pediatric Dermatology. 2th Edition.

12. Beers M H, Porter RS, Jones T V, Kaplan J L, Berkwits M. The Merck Manual

18th Edition Volume. pp. 947-950 (Elsevier, New Jersey, 2006)

13. Bullous pemphigoid : American Osteopathic College of Dermatology. Available

from: URL:http://www.aocd.com/index.html#ed

15

Page 16: Pemfigus Bullosa

14. Swerlick A R, Korman J N. Bullous Pemphigoid: Journal of Investigative

Dermatology . [online]. 2004 May 04 [cited 2011 Jan 9]; [10 Pages]. Available

from: URL: http://www.nature.com/jid/journal/v122/n5/index.html#ed

15. Bernard Philippe, Ziad Reguia. Risk Factors for Relapse in Patients With Bullous

Pemphigoid in Clinical Remission. [online]. 2009, May [cited 2011 Jan. 9]; [11

pages]. Available from: URL: http://archderm.ama-assn.org/

16