PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI...

15
PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI PANTAI TIMUR BINTAN DESA TELUK BAKAU Arief Herriansyah; Risandi Dwirama Putra, ST, M.Eng; Arief Pratomo, ST, M.Si.*) Jurusan Ilmu Kelautan Fakulas Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji Jl Politeknik Senggarang KM 24 Tanjungpinang 29125 - Telepon: (0771) 4500098 Email : [email protected] ; [email protected] ; [email protected] ABSTRAK Herriansyah, Arief. 2016. Pemetaan Lama Ketergenangan Zona Intertidal di Pantai Timur Bintan Desa Teluk Bakau. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Pembimbing I : Risandi Dwirama Putra, ST, M.Eng. Pembimbing II : Arief Pratomo, ST, M.Si. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan, menganalisa dan mengklasifikasikan zona intertidal berdasarkan data lama ketergenangan perairan di daerah Pantai Trikora Desa Teluk Bakau. Pengambilan data survey lapangan meliputi 2 data, yaitu data batimetri perairan dan kemiringan pantai. Data batimetri kemudian dikoreksi dengan nilai kedalaman transducer serta data pasang surut DISHIDROS TNI-AL 2016 stasiun Tanjung Uban. Kontur batimetri perairan diolah menggunakan Surfer untuk menghasilkan daerah batasan zona intertidal dan lama ketergenangannya yang diolah berdasarkan data tabel pasang surut DISHIDROS TNI-AL 2016 selama 1 tahun. Kelas kemiringan didapati pada daerah Pantai Trikora Desa Teluk Bakau lereng miring medominasi wilayah ini dengan persentase 50.7%. Batasan zona intertidal pada daerah Pesisir Teluk Bakau tersebut yaitu pada kedalaman 3.4 m diukur saat pasang tertinggi (Hide Astronomical Tide/HAT) dengan lama ketergenangannya pada kedalaman 0-0.5 m akan digenangi selama 8.4 hari/tahun; kedalaman 0.5-1 m tergenang selama 52 hari/tahun; kedalaman 1-1.5 m; 1.5-2 m; 2-2.5 m; dan 2.5-3 m akan mengalami masa genangan beturut selama 134 hari; 252 hari; 357 hari; dan 365 hari/tahun. Kata Kunci : Zona Intertidal, Lama Ketergenangan, Batimetri, Kemiringan, Pantai, Pasang Surut, Surfer 10, Arc GIS 10.1. ABSTRACT Herriansyah, Arief. 2016. Mapping of Intertidal Zone Puddle Period on the East Coast Teluk Bakau Bintan. Faculty of Marine Sciences and Fisheries. Maritime University of Raja Ali Haji. Supervisor I: Risandi Dwirama Putra, ST, M.Eng. Supervisor II: Arief Pratomo, ST, M.Si. This study aims to map, analyze and classify the intertidal zone is based on puddle period data Trikora Beach area waters in the village of Teluk Bakau. Data retrieval field survey covers 2, data bathymetry and slope of the coastal waters. Bathymetry data is then corrected by the value of the depth transducer and tide data DISHIDROS-TNI AL 2016 Tanjung Uban station. Bathymetric contour

Transcript of PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI...

Page 1: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Pemetaan Lama Ketergenangan Zona Intertidal di Pantai Timur

PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI PANTAI TIMUR BINTAN

DESA TELUK BAKAU

Arief Herriansyah; Risandi Dwirama Putra, ST, M.Eng; Arief Pratomo, ST, M.Si.*)

Jurusan Ilmu Kelautan

Fakulas Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji

Jl Politeknik Senggarang KM 24 Tanjungpinang 29125 - Telepon: (0771) 4500098

Email : [email protected]; [email protected]; [email protected]

ABSTRAK

Herriansyah, Arief. 2016. Pemetaan Lama Ketergenangan Zona Intertidal di Pantai Timur Bintan Desa

Teluk Bakau. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Pembimbing I : Risandi Dwirama Putra, ST, M.Eng. Pembimbing II : Arief Pratomo, ST, M.Si.

Penelitian ini bertujuan untuk memetakan, menganalisa dan mengklasifikasikan zona intertidal

berdasarkan data lama ketergenangan perairan di daerah Pantai Trikora Desa Teluk Bakau. Pengambilan

data survey lapangan meliputi 2 data, yaitu data batimetri perairan dan kemiringan pantai. Data batimetri

kemudian dikoreksi dengan nilai kedalaman transducer serta data pasang surut DISHIDROS TNI-AL

2016 stasiun Tanjung Uban. Kontur batimetri perairan diolah menggunakan Surfer untuk menghasilkan

daerah batasan zona intertidal dan lama ketergenangannya yang diolah berdasarkan data tabel pasang

surut DISHIDROS TNI-AL 2016 selama 1 tahun. Kelas kemiringan didapati pada daerah Pantai Trikora

Desa Teluk Bakau lereng miring medominasi wilayah ini dengan persentase 50.7%. Batasan zona

intertidal pada daerah Pesisir Teluk Bakau tersebut yaitu pada kedalaman 3.4 m diukur saat pasang

tertinggi (Hide Astronomical Tide/HAT) dengan lama ketergenangannya pada kedalaman 0-0.5 m akan

digenangi selama 8.4 hari/tahun; kedalaman 0.5-1 m tergenang selama 52 hari/tahun; kedalaman 1-1.5 m;

1.5-2 m; 2-2.5 m; dan 2.5-3 m akan mengalami masa genangan beturut selama 134 hari; 252 hari; 357

hari; dan 365 hari/tahun.

Kata Kunci : Zona Intertidal, Lama Ketergenangan, Batimetri, Kemiringan, Pantai, Pasang Surut, Surfer

10, Arc GIS 10.1.

ABSTRACT

Herriansyah, Arief. 2016. Mapping of Intertidal Zone Puddle Period on the East Coast Teluk Bakau

Bintan. Faculty of Marine Sciences and Fisheries. Maritime University of Raja Ali Haji. Supervisor

I: Risandi Dwirama Putra, ST, M.Eng. Supervisor II: Arief Pratomo, ST, M.Si.

This study aims to map, analyze and classify the intertidal zone is based on puddle period data

Trikora Beach area waters in the village of Teluk Bakau. Data retrieval field survey covers 2, data

bathymetry and slope of the coastal waters. Bathymetry data is then corrected by the value of the depth

transducer and tide data DISHIDROS-TNI AL 2016 Tanjung Uban station. Bathymetric contour

Page 2: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Pemetaan Lama Ketergenangan Zona Intertidal di Pantai Timur

2

processed using Surfer to generate local restrictions and long puddle period intertidal zone are processed

by a data table tidal DISHIDROS the Navy in 2016 for 1 year. Class found in the slope of Trikora Beach

area Teluk Bakau angled slopes dominanted this region with the percentage of 50.7%. Limitation of the

intertidal zone in the Gulf Coast area of mangrove, which is at a depth of 3.4 m measured at the highest

tide (Hide Astronomical Tide / HAT) with long puddle period at a depth of 0-0.5 m will be inundated

during the 8.4 days / year; depth of 0.5-1 m stagnant for 52 days / year; depth 1-1.5 m; 1.5-2 m; 2-2.5 m;

and 2.5-3 m will experience a period of inundation continue for 134 days; 252 days; 357 days; 365 days /

year.

Keywords: Intertidal Zone, Puddle Period, Bathymetry, Tilt, Beach, Tidal, Surfer 10, Arc GIS 10.1.

PENDAHULUAN

Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah

daratan yang berbatasan dengan laut, dengan

batas di daratan meliputi daerah-daerah yang

tergenang air maupun yang tidak tergenang air

yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut

seperti pasang surut, arus, dan gelombang.

Desa Teluk Bakau merupakan salah satu

daerah di Kepulauan Riau yang ditetapkan

menjadi daerah konservasi padang lamun

dimana pada bagian zona intertidalnya terdapat

berbagai ekosistem yang menjadi rumah bagi

bermacam-macam organisme. Banyaknya faktor

lingkungan maupun dari manusia ikut turut

mempengaruhi keberlangsungan ekosistem

tersebut, salah satunya ialah lamanya

ketergenangan perairan akibat adanya pasang

surut.

Zona intertidal merupakan suatu kawasan

di daerah pantai dimana didalamnya terdapat

pengaruh pasang surut air laut secara berkala.

Penelitian tentang zonasi daerah intetidal ini

sangat dibutuhkan untuk keperluan penelitian

dan pengetahuan terhadap keberadaan zona

intertidal. Penelitian zonasi ini dilakukan dengan

memetakan suatu zona intertidal atau daerah

pasang surut. Dengan adanya pemetaan zona

intertidal, akan didapatkan data dasar mengenai

zona pasang surut dan lama ketergenangan

perairan di daerah Teluk Bakau yang berguna

sebagai acuan dalam pengembangan kegiatan

penelitian yang lebih lanjut.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Februari – Maret 2016. Tempat penelitian di

perairan pesisir Teluk Bakau, Kecamatan

Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, Provinsi

Kepulauan Riau. Lokasi pengamatan (Gambar

4) terletak pada 1.000 LU – 1.005 LU hingga

104.035 BT – 104.040 BT.

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Alat dan Bahan

Adapun peralatan serta bahan-bahan yang

digunakan dalam penelitian ini tertera pada tabel

dibawah :

Page 3: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Pemetaan Lama Ketergenangan Zona Intertidal di Pantai Timur

3

No Nama Alat dan

Bahan

Deskripsi

1 Fish Finder Digunakan untuk keperluan survey pemeruman

perairan intertidal.

2 Global Positioning

System (GPS)

Menentukan titik koordinat/mencatat posisi dalam

penelitian.

3 Perahu Motor Digunakan sebagai alat transportasi dalam survey

pemeruman.

4 Tongkat Ukur Digunakan sebagai alat ukur kemiringan pantai.

5 Selang Waterpass Diguanakan sebagai penyeimbang dalam pengukuran

pantai.

6 Lembar Kerja dan alat

tulis

Sebagai media pencatatan data selama survey

pemeruman.

7 Kamera Keperluan dokumentasi.

8 ArcGIS versi (10.1) Digunakan dalam pengolahan citra kemudian

mendigitasi wilayah penelitian, membuat pemetaan

wilayah genangan.

9 Microsoft Excel 2007 Digunakan untuk pengolahan data.

10 Surfer versi (10) Digunakan untuk analisa kontur dan pembuatan kontur

3D zona intertidal.

11 Data Pasang Surut

DIHISROS

Digunakan untuk meramalkan masa lama genangan

pada zona intertidal.

12 Citra SPOT Digunakan sebagai bahan dasar dalam pemetaan.

Tabel 1. Alat dan Bahan

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari 2

jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data

primer merupakan data yang didapat dari hasil

survey pemeruman dan kemiringan pantai.

Sedangkan data sekunder di peroleh dari instansi

terkait seperti data pasang surut dari DIHIDROS

TNI-AL dan citra satelit dengan lokasi Pulau

Bintan. Kemudian untuk mengolah dan

menganalisis data dilakukan di Laboratorium

Sistem Informasi dan Komputasi, Fakultas Ilmu

Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim

Raja Ali Haji.

Pengukuran Batimetri

Pengambilan data pemeruman/batimetri

menggunakan alat perum gema (fishfinder)

secara singlebeam (pancaran tunggal).

Pengukuran data kedalaman dilakukan langsung

di pesisir perairan pantai Trikora Desa Teluk

Bakau dengan metode Shallow Sounding

menggunakan perahu motor. Sebelum

melakukan pemeruman terlebih dahulu

ditentukan perencanaan lajur perum pada peta

lokasi.

Lajur pemeruman dibuat berupa garis,

dilakukan sebanyak 4 garis lajur sejajar garis

pantai dengan jarak antar lajur 50 m.

Pemeruman akan dilakukan mengikuti garis

dengan jarak antara titik pengambilan data

kedalaman perairan yaitu 25-30 m.

Gambar 2. Contoh Lajur Pemeruman Dengan

Metode Shallow Sonding (BIG, dimodifikasi)

Pengukuran Kemiringan Pantai

Pengukuran kemiringan dari pantai ini

bertujuan untuk mendapatkan klasifikasi dari

profil pantai. Selain itu titik koordinat yang

didapat akan digunakan sebagai penentu batas

pasang tertinggi. Pengukuran dilakukan pada

saat surut terendah.

Gambar 3. Pengukuran Kemiringan Pantai

Dan gambar diatas, diketahui bahwa X

merupakan jarak antara kedua tongkat ukur, Y

merupakan selisih antara ketinggian tongkat

ukur dari pantai (b) dan ketinggian tongkat ukur

Page 4: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Pemetaan Lama Ketergenangan Zona Intertidal di Pantai Timur

4

pada perairan (a), serta α merupakan besarnya

persentase sudut dari kemiringan pantai.

Hubungan antara tiap komponen tersebut dapat

dirumuskan seperti berikut ini :

𝛼 = 𝑌

𝑋 x 100%

Keterangan:

α : Besarnya persentase (%) kemiringan

pantai (slope)

Y : Selisih ketinggian yang diperoleh

tongkat ukur (cm)

X : Jarak antara kedua tongkat ukur (cm)

Kemudian dari hasil tersebut

diklasifikasikan jenis profil pantai menurut

Sunarto (1991). Penentuan titik stasiun

penelitian berdasarkan titik koordinat yang

diambil GPS saat survey lapangan. Jarak antara

masing-masing titik ialah ± 25 – 30 m.

Analisis Data

Analisis Konstanta Harmonik Pasang Surut

Pasang surut dianalisa menggunakan

metode Least Square. Analisis menggunakan

metode Least Square menghasilkan besarnya

nilai komponen-komponen harmonik pasang

surut air laut (S0, M2, S2, N2, K2, K1, O1, P1,

MS4, dan M4), sehingga dapat dihitung nilai

Formzahl untuk mengetahui tipe pasang surut.

Rumus Formzahl ialah sebagai berikut :

𝐹 =𝐾1 + 𝑂1

𝑀2 + 𝑆2

Dimana :

F : Formzahl atau konstanta pasang surut

K1 : Amplitudo dari anak gelombang

pasang surut harian tunggal rata-rata

yang dipengaruhi oleh deklinasi bulan

dan mata hari

O1 : Amplitudo dari anak gelombang

pasang surut harian tunggal yang

dipengaruhi oleh deklinasi matahari

M2 : Amplitudo dari anak gelombang

pasang surut harian ganda rata-rata yang

dipengaruhi oleh bulan

S2 : Amplitudo dari anak gelombang

pasang surut harian ganda rata-rata yang

dipengaruhi oleh matahari.

Untuk penentuan Chart datum (Z0) dalam

penelitian ini dihitung menggunakan persamaan

yang digunakan DISHIDROS Cilacap

(Ongkosongo dan Suyarso, 1987), sebagai

berikut:

Z0 : S0 – (1.2 x (M2 + S2 + K2))

Keterangan :

S0 : Muka air rata-rata (Mean Sea Level)

Z0 : Chart Datum

M2 : Amplitudo dari anak gelombang

pasang surut harian ganda rata-rata yang

dipengaruhi oleh bulan

S2 : Amplitudo dari anak gelombang

pasang surut harian ganda rata-rata yang

dipengaruhi oleh matahari.

K2 : Amplitudo dari anak gelombang

pasang surut semi diurnal karena

pengaruh perubahan jarak akibat

lintasan bulan yang elips.

Setelah didapatkan nilai Formzahl dan

chart datum, kemudian akan dicari nilai dari

HAT (Highest Astronomical Tide) atau pasang

tertinggi berdasarkan astronomi, MSL (Mean

Sea Level) atau muka rerata air laut, dan LAT

(Lowest Astronomical Tide) atau surut terendah

berdasarkan astronomi. HAT ini akan dijadikan

sebagai acuan dalam nilai koreksi kedalaman.

HAT : Z0 + (K1 + O1 + S2 + M2 + N2 + K2 + P1

+ M4 + MS4)

MSL : Z0

Page 5: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Pemetaan Lama Ketergenangan Zona Intertidal di Pantai Timur

5

LAT : Z0 - (K1 + O1 + S2 + M2 + N2 + K2 + P1 +

M4 + MS4)

Keterangan :

HAT : Highest Astronomical Tides / nilai

muka air tertinggi dihitung berdasarkan

astronomi.

LAT : Lowest Astronomical Tides / nilai

muka air terendah dihitung berdasarkan

astronomi.

Koreksi Kedalaman

Koreksi Kedalaman Alat

Menurut Soeprapto (1999) dalam

Simanjuntak (2012) bahwa data hasil

pengukuran batimetri harus dikoreksi terhadap

kedudukan permukaan air laut pada waktu

pengukuran dan dilakukan koreksi terhadap

jarak tenggelam transducer (draft transducer)

agar diperoleh kedalaman sebenarnya. Setelah

nilai koreksi transducer diperoleh maka dapat

dilakukan koreksi terhadap nilai kedalaman hasil

ukur dengan cara menjumlahkan nilai koreksi

transducer dengan nilai kedalaman hasil ukur.

Sehingga hasilnya diperoleh nilai kedalaman

sebenarnya terhadap koreksi alat.

Gambar 4. Koreksi Alat Transducer

Dari gambar 4 maka untuk mencari nilai

kedalaman sebenarnya terhadap koreksi

transducer dapat dirumuskan sebagai berikut :

d = A + B

Keterangan :

d : Kedalaman koreksi terhadap transducer (m)

B : Kedalaman air hasil sounding (m)

A : Jarak transducer ke permukaan air (nilai

koreksi draft transducer) (m)

Koreksi Terhadap Kedalaman Acuan

Nilai acuan (datum) yang digunakan

dalam penelitian ini ialah HAT (Hide

Astronomical Tide). Nilai HAT akan menjadi

nilai kedalaman terendah atau nilai nol (0) meter

yang merupakan zona atas intertidal. HAT

diperoleh dari hasil analisis konstanta harmonik

pasang surut tabel DISHIDROS TNI-AL pada 1

bulan tertentu. Adapun rumus koreksi terhadap

kedalaman acuan ialah sebagai berikut :

Z : d(t) + (hmax – htab (t)).

Dimana :

Z : Kedalaman koreksi terhadap acuan (m)

d(t) : Kedalaman saat pengukuran (m)

hmax : Highest Astronomical Tides / nilai

muka air tertinggi dihitung berdasarkan

astronomi (m)

Htab (t) : Nilai tinggi pasang surut pada tabel

DISHIDROS saat pengukuran (m)

Analisis Kontur Kedalaman Untuk

Menghasilkan Peta

Pengolahan peta kedalaman dengan

menggunakan software Surfer 10. Data yang

dimasukkan dalam membuat peta kontur

kedalaman adalah nilai koordinat dalam sistem

proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM)

yaitu easting (X) dan northing (Y) serta nilai

kedalaman perairan (Z).

Penentuan Zona Intertidal

Penentuan Zona Intertidal dilakukan

dengan cara kontur kedalaman dibatasi sampai

dengan kedalaman perairan saat HAT/mencapai

pasang tertinggi saat astronomis sehingga

terlihat tiap batasan zona intertidal dalam peta

Page 6: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Pemetaan Lama Ketergenangan Zona Intertidal di Pantai Timur

6

No Kelas Kedalaman Kalkulasi Lama Ketergena n gan

1 a - b a+b 2 b - c a+b+c 3 c - d a+b+c+d 4 d - e a+b+c+d+e 5 e - f a+b+c+d+e+f

dasar sepanjang daerah Teluk Bakau tersebut.

Hal ini digunakan dalam menentukan

segmentasi dari kelas-kelas kedalaman suatu

perairan pada saat mengalami pasang maupun

surut.

Lama Genangan

Pengolahan data lama ketergenangan ini

menggunakan data pasang surut dari

DISHIDROS TNI AL tahun 2016 pada stasiun

Tanjung Uban. Data pasang surut diolah dengan

Microsoft Excel yang kemudian dibagi

berdasarkan kelas-kelas kedalaman yang telah

ditentukan sebelumnya. Lama ketergenangan

dalam suatu kelas kedalaman dikalkulasikan

berdasarkan seberapa lama air tersebut

mengalami pasang maupun surut di perairan tiap

kurun waktu tertentu. Rumus yang digunakan

dalam menentukan kelas kedalaman ialah :

Kelas Kedalaman : HAT – LAT

0,5

Dimana :

LAT : Lowest Astronomical Tides / nilai

muka air terendah dihitung berdasarkan

astronomi

HAT : Highest Astronomical Tides / nilai

muka air tertinggi dihitung berdasarkan

astronomi.

Setelah didapatkan kelas lama

ketergenangan, langkah selanjutnya ialah

melakukan penyortiran terhadap data tabel

pasang surut DISHIDROS TNI AL dalam kurun

waktu selama 1 tahun. Setiap penambahan kelas

kedalaman maka nilai kelas kedalaman yang

sebelumnya juga ikut ditambah, hal ini

mencerminkan lama ketergenangan suatu

perairan dimana bertambahnya suatu kedalaman

perairan akan mebuat lama ketergenangannya

pun menjadi lebih panjang. Rumus yang di

gunakan ialah sebagai berikut :

Tabel 2. Kalkulasi Lama Ketergenangan

Terhadap Kelas Kedalaman

HASIL DAN PEMBAHASAN

Batimetri Perairan

Gambar 5. Jalur Survey Pemeruman

Survey kedalaman perairan dilakukan

pada tanggal 7-8 Maret 2016 pada perairan

Pantai Trikora Desa Teluk Bakau dengan

menggunakan Fishfinder dan GPS untuk

mengkoordinatkan titik kedalaman suatu

perairan saat penelitian dan mencatat waktu saat

penelitian.

Gambar 5. menunjukan peta data hasil

pemeruman yang telah dilakukan. Total titik

pemeruman berjumlah 616 titik dan lajur

pemeruman di bagi menjadi 3 bagian. Data

kedalaman yang diperoleh pada penelitian ini

adalah yang telah dikoreksi oleh draft

transduser, kemudian data yang terkoreksi oleh

draft transduser dikoreksi kembali dengan

koreksi pasang surut.

Page 7: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Pemetaan Lama Ketergenangan Zona Intertidal di Pantai Timur

7

No Bujur Lintang Kemiringan Beda

Tinggi

(m)

Kelas Kemiringan

y (m) x (m) %

1 104.6405 1.07865 2.01 15.23 9.914642 0.5 Lereng Miring

2 104.6407 1.07848 1.84 16.38 8.180708 0.5 Lereng Miring

3 104.6408 1.07829 1.83 12.85 10.35019 0.5 Lereng Miring

4 104.641 1.0781 1.43 13 7.153846 0.5 Lereng Landai

5 104.6411 1.0779 0.85 15.9 2.201258 0.5 Lereng Datar

6 104.6419 1.07611 2.14 15.83 11.6235 0.3 Lereng Miring

7 104.642 1.07593 2.3 17.73 10.15228 0.5 Lereng Miring

8 104.6421 1.07571 2.6 17.48 14.30206 0.1 Lereng Sangat Miring

9 104.6422 1.07552 2.18 14.77 13.40555 0.2 Lereng Miring

10 104.6424 1.07531 2.23 14.14 14.35644 0.2 Lereng Sangat Miring

11 104.6424 1.0751 2.24 13.56 15.04425 0.2 Lereng Sangat Miring

12 104.6445 1.07252 1.28 14.8 5.27027 0.5 Lereng Landai

13 104.644 1.07209 1.85 12.29 10.98454 0.5 Lereng Miring

14 104.6441 1.07187 2.03 11.49 13.31593 0.5 Lereng Miring

15 104.6442 1.07165 2.29 13.07 15.22571 0.3 Lereng Sangat Miring

16 104.6443 1.07146 2.15 12.27 15.07742 0.3 Lereng Sangat Miring

17 104.6444 1.07128 2.11 13.61 13.29904 0.3 Lereng Miring

18 104.6522 1.06198 2.35 11.6 19.39655 0.1 Lereng Sangat Miring

19 104.6524 1.06181 2.22 10.81 19.61147 0.1 Lereng Sangat Miring

20 104.6525 1.06169 1.75 9.6 15.10417 0.3 Lereng Sangat Miring

21 104.6518 1.05959 1.44 7.49 12.55007 0.5 Lereng Miring

22 104.6519 1.05984 1.79 10.06 12.82306 0.5 Lereng Miring

23 104.6518 1.05931 2.31 7.71 23.47601 0.5 Lereng Curam

24 104.6536 1.04927 1.73 11.09 11.09107 0.5 Lereng Miring

25 104.6538 1.04911 2 11.47 13.07759 0.5 Lereng Miring

Kemiringan (Slope) Pantai

Pengukuran kemiringan (Slope) pantai

dilakukan dengan menyusuri sepanjang garis

pantai pada daerah Teluk Bakau. Pengukuran

dimulai pada titik 1.07865 N ; 104.6405 E

hingga 1.02485 N ; 104.65447 E mengunakan

GPS, tongkat skala serta selang waterpass.

Gambar 6. Peta Jalur Pengukuran Kemiringan

Pantai Desa Teluk Bakau

Jarak antar tiap titik pengukuran

kemiringan pantai berkisar ± 25 – 30 m, hingga

jumlah total pengukuran kemiringan mencapai

278 titik.

Tujuan dari pengukuran kemiringan

pantai ini ialah untuk mendapatkan klasifikasi

kemiringan pantai daerah Teluk Bakau serta

mendapatan titik batas antara pasang tinggi di

sepanjang pantai secara aktual. Berikut ini

merupakan tabel sebagai gambaran contoh hasil

pengukuran kemiringan pantai.

Klasifikasi kemiringan pantai yang

digunakan merupakan klasifikasi menurut

Sunarto (1991) yang membaginya dalam bentuk

persentase, dimana :

0.0-2.9 % : Lereng Datar

3.-7.9 % : Lereng Landai

8.0-13.9 % : Lereng Miring

14.0-20.9 % : Lereng Sangat Miring

21.0-55.9 % : Lereng Curam

56.0-140.9 % : Lereng Sangat Curam

>140.9 % : Lereng Terjal

Tabel 3. Pengukuran Kemiringan Pantai

Sumber : Data Primer (2016)

Gambar 7. Persentase Total Kemiringan Pantai

Trikora Daerah Teluk Bakau

Berdasarkan perhitungan, untuk nilai

kemiringan terendah yaitu 2.201% dengan kelas

kemiringan lereng datar. Sedangkan untuk nilai

kemiringan tertinggi dengan persentase 23.476%

dan termasuk kedalam kelas kemiringan lereng

curam. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa

Page 8: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Pemetaan Lama Ketergenangan Zona Intertidal di Pantai Timur

8

No Bujur Lintang Kedalaman (m) d(t) (m) Hmax (m) Htab(t)

(M)

Z

(M)

1 104.64468 1.08067 2.9 3.4 3.4 1.200 5.60

2 104.64464 1.08038 4.7 5.2 3.4 1.200 7.40

3 104.64467 1.08011 4.9 5.4 3.4 1.200 7.60

4 104.64469 1.0799 4.5 5 3.4 1.200 7.20

5 104.64489 1.07954 4.3 4.8 3.4 1.200 7.00

6 104.64504 1.07925 3.7 4.2 3.4 1.200 6.40

7 104.64529 1.07901 3.1 3.6 3.4 1.200 5.80

8 104.64552 1.07885 2.9 3.4 3.4 1.200 5.60

9 104.64574 1.07867 4.2 4.7 3.4 1.200 6.90

10 104.6459 1.07841 4.6 5.1 3.4 1.200 7.30

11 104.64604 1.07815 7.4 7.9 3.4 1.200 10.10

12 104.64611 1.0779 9 9.5 3.4 1.200 11.70

13 104.64607 1.07755 9 9.5 3.4 1.200 11.70

14 104.64603 1.07716 8.3 8.8 3.4 1.200 11.00

15 104.64616 1.0768 3.3 3.8 3.4 1.200 6.00

16 104.6463 1.07657 3.4 3.9 3.4 1.200 6.10

17 104.64645 1.07636 3.4 3.9 3.4 1.200 6.10

18 104.64652 1.07583 2.4 2.9 3.4 1.200 5.10

19 104.64664 1.07547 2.7 3.2 3.4 1.200 5.40

20 104.64671 1.0751 2.6 3.1 3.4 1.200 5.30

21 104.64662 1.07478 3 3.5 3.4 1.200 5.70

22 104.64654 1.07447 4.8 5.3 3.4 1.200 7.50

23 104.64662 1.07408 4.9 5.4 3.4 1.200 7.60

24 104.64675 1.07376 4.9 5.4 3.4 1.200 7.60

25 104.64688 1.07351 4.8 5.3 3.4 1.200 7.50

kelerengan yang medominasi di wilayah Pantai

Trikora Desa Teluk Bakau ialah lereng miring.

Analisis Pasang Surut

Untuk analisis pasang surut, data yang

digunakan dalam penelitian ini ialah data tabel

pasang surut DISHIDROS TNI AL tahun 2016

bulan Maret. Data yang digunakan merupakan

data tabel pasang surut stasiun Tanjung Uban.

Data pasang surut kemudian analisa dengan

metode Least Square untuk didapatkan nilai

komponen harmonik pasang surut.

Tabel 4. Hasil Analisis Komponen Harmonik

Pasang Surut

Sumber : Data Primer (2016)

Nilai amplitudo yang telah didapatkan

akan digunakan untuk menentukan tipe pasang

surut dengan menggunakan rumus Formzahl.

Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai

bilangan Formzahl sebesar 0.59. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa tipe pasang surut pada

stasiun Tanjung Uban yang mewakili perairan

Bintan termasuk dalam mixed semi-diurnal

ataupun pasang campuran condong ke ganda.

Pasang surut campuran condong ke ganda

berarti dalam 1 hari terjadi 2 kali pasang dan 2

kali surut, namun tinggi antara pasang surut

yang satu berbeda dengan yang lainnya atau

yang kedua.

Gambar 8. Pola Pasang Surut

Dalam penelitian ini hasil analisis yang

digunakan sebagai acuan datum dari ketinggian

pasang surut, yaitu HAT (Highest Astronomical

Tide). Nilai HAT yang didapat dari hasil analisis

ialah 3.4 m, artinya dalam kurun waktu tertentu

pasang tertinggi dapat mencapai ketinggian 3.4

m.

Koreksi Kedalaman Perairan

Tabel 5. Koreksi Kedalaman Perairan

Sumber : Data Primer (2016)

Data kedalaman yang didapatkan saat

pemeruman kemudian terlebih dahulu dikoreksi

dengan kedalaman draft tranducer dan setelah

itu akan dilanjutkan dengan koreksi dari pasang

surut yang sebelumnya sudah dianalisa. Dengan

Page 9: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Pemetaan Lama Ketergenangan Zona Intertidal di Pantai Timur

9

adanya koreksi ini akan didapatkan data

kedalaman yang aktual/data fiks pemeruman.

Untuk nilai koreksi draft tranducer diukur saat

memasang alat tersebut pada saat survey

pemeruman dilakukan dan didapati kedalaman

draft tranducer sepanjang 0.5 m dari permukaan

perairan.

Analisa Kontur Kedalaman

Data fiks pemeruman yang telah dikoreksi

kemudian diolah untuk diinterpolasi dengan

bantuan perangkat lunak Surfer 10. Data yang di

input kemudian di interpolasikan dengan metode

Krigging.

Gambar 9. Hasil Awal Interpolator Krigging

Pada Surfer 10

Gambar diatas merupakan hasil dari

proses interpolator titik fiks dari pemeruman

dengan menggunakan metode Krigging. Setelah

itu, hasil tersebut akan di export kedalam bentuk

shapefile (shp) dan kemudian akan diolah lebih

lanjut menggunakan perangkat lunak ArcGIS

10.1.

Pembuatan Peta Batimetri Pantai Trikora

Desa Teluk Bakau

Data fiks pemeruman yang telah

diinterpolasi kemudian diolah lebih lanjut

mengunakan ArcGIS 10.1. Untuk pembuatan

peta batimetri, wilayah analisis yang dihasilkan

dari interpolasi dengan metode Krigging

kemudian dibatasi dalam wilayah cakupan saat

pengambilan data batimetri dilapangan.

Gambar 10. Peta Batimetri Daerah Teluk Bakau

Luas wilayah area pemeruman mencapai

3.8 km2, dan tampak bahwa kedalaman perairan

pada wilayah Teluk Bakau sangatlah bervariasi,

kelas kedalaman terbagi kedalam 24 kelas

dengan kedalamam mencapai 11.5 m.

Pembuatan Peta Zona Intertidal dan Peta

Lama Ketergenangan Pantai Trikora Desa

Teluk Bakau

Dalam penentuan zona intertidal pada

daerah Pantai Trikora di Desa Teluk Bakau

didasarkan oleh hasil analisa komponen

harmonik pasang surut dari tabel DISHIDROS

tahun 2016. Hasil analisa menunjukkan bahwa

HAT (Highest Asronomical Tide) atau pasang

tertinggi dapat mencapai kedalaman 3.4 m.

kedalaman inilah yang dijadikan sebagai acuan

dalam penentuan zona intertidal. Sehingga batas

zona intertidal pada daerah Pantai Trikora di

desa Teluk Bakau berada pada kedalaman 3.4 m,

sebagaimana yang dapat dilihat pada peta zona

intertidal (gambar 11).

Page 10: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Pemetaan Lama Ketergenangan Zona Intertidal di Pantai Timur

10

No Kelas Kedalaman

(m)

Prediksi Lama Ketergenangan

Bulan Hari Jam

1 0-0.5 0.3 8.4 202

2 0.6-1 1.7 52 1245

3 1.1-1.5 4.4 134 3213

4 1.6-2 8.4 252 6054

5 2.1-2.5 11.9 357 8565

6 2.6-3 12 366 8784

Gambar 11. Peta Zona Intertidal Daerah Teluk

Bakau

Data lama ketergenangan diolah dari data

tabel pasang surut DISHIDROS TNI AL tahun

2016 mulai dari bulan Januari sampai Desember

sebagai data estimasi lama ketergenangan dalam

1 tahun. Data tabel pasang surut DISHIDROS

TNI AL diolah dengan menggunakan Microsoft

Excel.

Tabel 6. Prediksi Lama Ketergenangan Zona

Intetidal Daerah Teluk Bakau dalam Tahun 2016

Sumber : Data Primer (2016)

Data prediksi lama ketergenangan (tabel

6) yang telah didapat kemudian di input kedalam

peta zona intertidal. Pembuatan peta lama

ketergenangan zona intertidal Teluk Bakau ini

diproyeksikan dengan skala 1 : 25.000. Berikut

ini merupakan peta lama ketergenangan zona

intertidal daerah Teluk Bakau.

Gambar 12. Peta Lama Ketergenangan Zona Intertidal Daerah Teluk Bakau Tahun 2016

Page 11: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Pemetaan Lama Ketergenangan Zona Intertidal di Pantai Timur

11

Gambar 13. Grafik Prediksi Lama

Ketergenangan Zona Intertidal Daerah Teluk

Bakau Tahun 2016

Peta lama ketergenangan zona intertidal

(gambar 13) dan grafik diatas menunjukkan

prediksi lama genangan selama 1 tahun. dalam

satuan waktu hari (1 Tahun : 365 Hari), terlihat

dari peta tersebut lama ketergenangan pada

kedalaman 0.0-0.5 m merupakan wilayah yang

digenangi perairan selama 8.4 hari dalam

setahun. Selanjutnya pada kedalaman 0.6-1 m

kawasan tersebut akan tergenang selama 52 hari.

Pada kedalaman 1.1-1.5 m akan digenangi

selama 134 hari, selanjutnya pada kedalaman

1.6-2 m; 2.1-2.5 m; dan 2.6-3 m merupakan

kawasan yang tergenang selama 252 hari; 357

hari; dan 365 hari atau tergenang selama 1 tahun

penuh.

Keterkaitan Lama Ketergenangan Perairan

Kawasan zona intertidal di daerah Teluk

Bakau disusun oleh 3 penampang ekosistem

utama, yaitu mangrove, lamun, dan ekosistem

karang. Didalam ketiga ekosistem tersebut,

terutama lamun dan karang terdapat biota yang

berasosiasi dan hidup didalamnya sebagai

tempat perkembangbiakan (spawning ground),

pengasuhan (nursery ground), serta sumber

makanan (feeding ground) bagi biota-biota

perairan laut. Keragaman dan sebaran organisme

sangat berkaitan dengan keragaman karakteristik

habitat dan sangat dipengaruhi oleh

ketergenangan air laut. Keragaman habitat akan

menentukan komunitas dan biota yang

berasosiasi dengan sistem ekologi di daerah

pasang surut.

Mangrove

Watson (1987) dalam Brown (2006)

menjelaskan kelas pertumbuhan mangrove untuk

wilayah Indonesia dapat di bagi menjadi

beberapa kelas, sebagaimana berikut ini :

Kelas 1, Mangrove dalam kelas ini hidup di

atas ketinggian muka air laut rata-rata

(MSL), dimana kondisinya tergenang oleh

semua ketinggian air. Spesies

dominan yang tumbuh disini adalah

Rhizophora mucronata, Rhizophora

stylosa dan Rhizophora apiculata. Di

Indonesia Timur, Avicennia sp. dan

Sonneratia sp. mendominasi zona ini;

Kelas 2, Mangrove pada kelas ini hidup di

atas ketinggian rata-rata muka air

laut tertinggi (HAT), dimana kondisi

genangan ini hanya terjadi pada saat air

tinggi. Spesies yang umumnya dapat

tumbuh di sini adalah Brugueira sp.,

Xylocarpus sp., Lumnitzera littorea, dan

Exoecaria agallocha. Rhizophora

sp. jarang ditemui di areal ini karena

lahannya terlalu kering untuk tumbuh;

Kelas 3, Genangan hanya terjadi pada saat

air pasang besar. Spesies utama adalah

Brugeira gymnorrhiza (dominan), Instia

bijuga, Nypa fruticans,

Herritera littoralis, Exoecaria agallocha

dan Aegiceras sp..

Page 12: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Pemetaan Lama Ketergenangan Zona Intertidal di Pantai Timur

12

Gambar 13. Peta Estimasi Distribusi Ekosistem

Mangrove Zona Intertidal Daerah Teluk Bakau

Jika diestimasikan berdasarkan kelas

kedalaman menurut Brown (2006) dengan lama

ketergenangan perairan zona intertidal Teluk

Bakau dan melihat sebaran umum jenis

mangrove yang berada di Pulau Bintan, maka

zonasi mangrove jenis Rhizopora sp. dan

Avicennia sp. akan hidup diatas kedalaman rata-

rata (MSL) yaitu ± 1.7 m. dan digenangi sekitar

± 8.4 bulan dalam setahun menurut peta lama

ketergenangan zona intertidal daerah Teluk

Bakau. Dan untuk jenis Brugueira sp.,

Xylocarpus sp., Nypa fruticans, serta berbagai

jenis mangrove ikutan lainnya akan hidup pada

area dengan kedalaman ± 0.5 m hingga ke

wilayah yang menjadi batas pasang tertinggi

(HAT), serta terus merambah vegetasi darat

pantai yang tidak pernah terkena genangan

pasang surut.

Lamun

Untuk identifikasi jenis lamun yang

berada di Teluk Bakau, Nainggolan (2011) telah

melakukan penelitian dan mendapati jenis lamun

yang berada di Teluk Bakau. Terdapat 10 jenis

lamun yang hidup di perairan Teluk Bakau,

yaitu Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata,

Cymodocea serrulata, Halodule pinifolia,

Halodule uninervis, Halophila ovalis, Halophila

spinulosa, Syringodium isoetifolium,

Thalassia hempricii dan Thalassodendron

ciliatum. Untuk penyebaran lamun mulai dari

pantai hingga ke daerah tubir. Sedangkan

menurut penelitian yang dilakukan oleh Arifa

(2014) ditemukan 5 jenis lamun, yaitu Enhalus

acoroides, Thalassia hemprichii, Syringodium

isoetifolium, Halodule universis, dan Halophila

Ovalis.

Gambar 14. Distribusi Spasial Lamun di

Daerah Teluk Bakau (Nainggolan, 2011)

Karang

Berbagai biota yang hidup pada zona

intertidal baik fauna maupun flora mempunya

keanekaragaman yang tinggi. Seperti yang dapat

dijumpai pada ekosistem karang. Yulianda

(2007) membagi zona intertidal menjadi 3 zona,

yaitu :

Zona 1, merupakan daerah pasang atas

(tertinggi) yang terdiri dari komunitas

lamun dan rumput laut;

Page 13: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Pemetaan Lama Ketergenangan Zona Intertidal di Pantai Timur

13

Zona 2, yaitu daerah pasang tengah yang

terdiri dari komunitas karang dan rumput

laut;

Zona 3, adalah zona pasang bawah yang

terdiri dari komunitas karang dan rumput

laut.

Berdasarkan klasifikasi tersebut,

komunitas karang umumnya terdapat pada zona

pasang tengah dan pasang bawah, hal ini

diindikasikan bahwa komunitas karang tidak

dapat beradaptasi dengan baik pada zona pasang

atas karena karang merupakan biota yang harus

hidup dibawah perairan. Kemudian untuk

wilayah Teluk Bakau di estimasikan letak

ekosistem karang yang ada pada perairan dengan

zona pasang tengah. Zona pasang tengah

dianggap sebagai MSL atau muka rata-rata

perairan. Dengan begitu keberadaan ekosistem

karanga berkisar pada ± 1.7 m sampai ke laut

dalam dengan lama genangannya selama 8.4

bulan dalam setahun. Keberadaan ekosistem

karang ini tidak kalah penting karena banyak

berbaagi jenis biota yang hidup didalamnya.

Gambar 15. Peta Estimasi Distribusi Ekosistem

Karang Zona Intertidal Daerah Teluk Bakau

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pasang surut pada daerah Bintan, dalam

hal ini termasuk daerah Teluk Bakau termasuk

kedalam jenis mixed semi-diurnal ataupun

pasang campuran condong ke ganda.

Bedasarakan hasil analisis konstanta

harmonik, didapatkan nilai pasang tertinggi

(HAT) yaitu sebesar 3.4 m, MSL 1.7 m, dan

LAT 0 m.

Untuk lama ketergenangan daerah Teluk

Bakau hasil prediksi 1 tahun, pada kedalaman 0-

0.5 m lama ketergenangannya selama 8.4

hari/tahun. Kemudian pada kedalaman 0.6-1 m

wilayah tersebut terendam selama 52 hari/tahun,

selanjutnya pada kedalaman 1.1-1.5 m wilayah

yang terendam dalam 1 tahun selama 134 hari.

Untuk kedalaman selanjutnya yaitu 1.6-2 m, 2.1-

2.5 m, dan 2.6-3 m lama ketergenangannya

dalam 1 tahun ialah 252 hari, 357 hari, dan 365

hari.

Saran

Saran yang dapat diberikan berdasarkan

hasil penelitian ini ialah untuk penelitian

selanjutnya dapat melakukan kajian yang lebih

komperhensif mengenai distribusi dan sebaran

dari biota baik flora maupun fauna yang tinggal

pada zona intertidal perairan Teluk Bakau

berdasarkan lama ketergenangannya sehingga

didapatkan data hasil penelitian dan

digabungkan hasil estimasi.

DAFTAR PUSTAKA

Adibrata, Sudirman. 2007. Analisis Pasang

Surut di Pulau Karampuang, Provinsi

Sulawesi Barat. Vol 1 : 1.

Ahmad et al. 2011. Distribution of Intertidal

Organisms in the Shores of Teluk Aling,

Pulau Pinang, Malaysia. Kyoto

University Research Information

Repository. Vol 41. Hlm 51-61.

Akhrianti, Irma. 2014. Tesis : Distribusi Spasial

dan Preferensi Habitat Bivalva di Pesisir

Kecamatan Simpang Pesak Kabupaten

Belitung Timur. FPIK IPB : Bogor.

Page 14: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Pemetaan Lama Ketergenangan Zona Intertidal di Pantai Timur

14

Arifa, D. 2014. Biomassa Padang Lamun di

Perairan Desa Teluk Bakau Kabupaten

Bintan Provinsi Kepulauan Riau. FIKP

UMRAH : Tanjungpinang.

Awaludin, N. 2010. Geographical Information

Systems With ArcGIS 9.x Principles,

Techniques, Applications, and

Management. ANDI : Yogyakarta.

Bengen, D.G. 2001. Prosiding Pelatihan

Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu.

PSPKL-IPB : Bogor.

BIG, ____. Presentasi Pendahuluan : Pekerjaan

Survey Hidrografi dan Pembuatan Peta

Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) Skala

1 : 25000 (Paket 2). Slide Peresentasi.

Brown, B. 2006. 5 Tahap Rehabilitasi

Mangrove. Mangrove Action Project dan

Yayasan Akar Rumput Laut Indonesia :

Yogyakarta.

Dahuri, R. 2001. Pengelolaan Sumber Daya

Wilayah Pesisir dan Lautan Secara

Terpadu. PT. Pradnya Paramita : Jakarta.

Denadai, M. R., Amaral ACZ dan Turra A.

2001. Spatial distribution of molusca on

sandy intertidal substrates with rock

fragments in South Eastern Brazil.

Estuarine, Coastal and Shelf Science. Vol.

53. Hlm. 733-743.

Dianovita, Coryelisabety. 2011. Skripsi :

Pemetaan Batimetri Perairan Dangkal

Karang Congkak dan Karang Lebar

Dengan Menggunakan Citra Ikonos Pan-

Sharpened. FPIK IPB : Bogor.

Fatoni, Khoirol Imam. 2011. Tesis : Pemetaan

Pasang Surut dan Pola Perambatannya di

Indonesia. FPIK IPB : Bogor.

Hartoni, dan Andi Agussalim. 2013. Komposisi

dan Kelimpahan Moluska (Gastropoda

dan Bivalvia) di Ekosistem Mangrove

Muara Sungai Musi Kabupaten

Banyuasin Provinsi Sumatra Selatan. Vol

5 : 1. Hlm. 6-15.

Ismail, Neira Purwaty. 2012. Skripsi : Dinamika

Perubahan Garis Pantai Pekalongan dan

Batang, Jawa Tengah. FPIK IPB : Bogor.

Katili, Abubakar Sidik. 2011. Struktur

Komunitas Echinodermata Pada Zona

Intertidal di Gorontalo. Vol 8 : 1.

Kiswara, W. 1997. Struktur Komunitas Padang

Lamun Perairan Indonesia. Inventarisasi

dan evaluasi potensi laut-pesisir, geologi,

kimia, biologi,

dan ekologi. Hlm. 54-61. LIPI : Jakarta.

Kiswara, W. dan Winardi. 1999. Sebaran Lamun

di Teluk Kuta dan Teluk Gerupuk,

Lombok. Dinamika Komunitas Biologi

Pada Ekosistem Lamun di Perairan

Lombok, Indonesia. Hlm. 11-24. LIPI :

Jakarta.

Lolong, Maxi dan Jendry Masinambow. 2011.

Penentuan Karakteristik Dan Kinerja

Hidro Oceanografi Pantai (Studi Kasus

Pantai Inobonto). Vol 1 : 2.

Masrukhin, M. Ali Agus. et al. 2014. Studi

Batimetri dan Morfologi Dasar Laut

Dalam Penentuan Jalur Peletakan Pipa

Bawah Laut (Perairan Larangan-

Maribaya, Kabupaten Tegal). Vol 3 : 1.

(Internet). (diunduh 8 Desember 2015).

Mudzni, Al. 2014. Tesis : Sebaran Teritip

Intertidal dan Hubungannya Dengan

Kondisi Lingkungan Perairan di

Pelabuhan Kota Dumai. FPIK IPB :

Bogor.

Musrifin. 2011. Analisis Pasang Surut Perairan

Muara Sungai Mesjid Dumai. Vol 16 : 1.

Mustary, La Ode Ahmad. 2013. Skripsi :

Pemetaan Batimetri Perairan Laut

Dangkal di Gugusan Pulau Tiga,

Kabupaten Natuna Dengan Menggunakan

Citra Alos Avnir-2. FPIK IPB : Bogor.

Nainggolan, P. 2011. Skripsi : Distribusi Spasial

dan Pengelolaan Lamun (Seagrass) Di

Teluk Bakau, Kepulauan Riau. FPIK IPB

: Bogor.

Nugraha, A. R., Siddhi S., dan Purwanto. 2013.

Pemetaan Batimetri dan Analisis Pasang

Surut untuk Menentukan Elevasi Lantai

dan Panjang Dermaga 136 di Muara

Sungai Mahakam, Sanga-Sanga,

Kalimantan Timur. Jurnal Ilmiah Semesta

Teknika, Vol. 16, No. 1, Hlm. 21-30.

Nyabakken. James. Wiley. 1988. Biologi Laut :

Suatu Pendekatan Biologi.

Gramedia : Jakarta.

Ongkosongo, Otto S. R. 1989. Penerapan

Pengetahuan dan Data Pasang-Surut.

Katalog Dalam Terbitan (KDT) LIPI,

Pusat Penelitian dan Pengembangan

Oseanologi. Penyunting : OSR

Ongkosongo dan Suyarso. Jakarta. Hal

241-255.

Page 15: PEMETAAN LAMA KETERGENANGAN ZONA INTERTIDAL DI …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · Pemetaan Lama Ketergenangan Zona Intertidal di Pantai Timur

15

Pariwono, J.I,. 1989. Gaya Penggerak Pasang-

Surut. Katalog Dalam Terbitan (KDT)

LIPI, Pusat Penelitian dan Pengembangan

Oseanologi. Penyunting : OSR

Ongkosongo dan Suyarso. Jakarta. Hal

13-23

Patty. Wilhelmia. 2010. Karakeristik Tipe Dasar

dan Pemanfaatan Perairan di Sekitar

Pulau Gangga, Kabupaten Minut. Vol 6 :

2.

Poerbandono dan Djunarsjah, E. 2005. Survei

Hidrografi. Refika Aditama : Bandung.

Rampengan, R. M. 2013. Amplitudo Konstanta

Pasang Surut M2, S2, K1, dan O1 di

Perairan Sekitar Kota Bitung Sulawesi

Utara. Jurnal Ilmiah Platax, Vol. 1. No. 3.

Hlm. 118-124.

Rinaldy N, Yose. et al. 2014. Analisis

Pengukuran Batimetri dan Pasang Surut

Untuk Menentukan Kedalaman Kolam

Pelabuhan. (Studi Kasus : Pelabuhan

Tanjung Perak, Surabaya). Vol. 3. No. 4.

Hlm 25-36.

Rizaq, Habbie. 2013. Skripsi : Kajian Tingkat

Pengaruh Signifikansi Pasut Laut dan

Kemiringan Pantai Dalam Pendefinisian

Garis Pantai Berdasarkan Undang-

undang Informasi Geospasial (UU No 4

Tahun 2011). FITK ITB : Bandung.

Seri, D. S. 2014. Skripsi : Analisis Harmonik

Gelombang Pasang Surut dan Gelombang

Permukaan di Teluk Pelabuhan Ratu.

FPIK IPB : Bogor.

Siregar, V. P., dan M. Banda. Selamat. 2009.

Interpolator Dalam Pembuatan Kontur

Peta Batimetri (Interpolator In

Bathymetric Map Contouring). E-Jurnal

Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol.

1, No. 1, Hlm. 39-47.

Subagio. 2003. Pengetahuan Peta. Penerbit ITB

: Bandung.

Sunarto. 1991. Geomorphologi Pantai. Pusat

Antar Universitas. UGM : Yogyakarta.

Surbakti, Heron. 2000. Skripsi : Pemetaan

Pasang Surut Serta Analisis Komponen

Pasang Surut di Seluruh Perairan

Indonesia. FPIK IPB : Bogor.

Surfer ®. 2011. Quick Start Guide : Contouring

and 3D Surface Mapping for Scientists

and Engineers. Golden Software, Inc :

Colorado.

Suryana. 2010. Metodologi Penelitian. Buku

Ajar Perkuliahan. Universitas Pendidikan

Indonesia : Bandung.

Tania, A. L. 2014. Tesis : Kajian Dampak

Kegiatan Madak Terhadap Ekosistem

Intertidal di Daerah Pasang Surut Pesisir

Batu Hijau, Sumbawa Barat. FPIK IPB :

Bogor.

Tarigan, M. Salam. 2007. Perubahan Garis

Pantai di Wilayah Pesisir Perairan

Cisadane, Provinsi Banten. Vol 11 : 1.

Triatmodjo B. 1999. Teknik Pantai. Beta Offset :

Yogyakarta

Winarso, G. et al. 2009. Kajian Penggunaan

Data Inderaja Untuk Pemetaan Garis

Pantai (Studi Kasus Pantai Utara

Jakarta).

Yenni. 1989. Skripsi : Karakteristik Komunitas

Fauna Benthos di Daerah Intertidal

Pantai Kamal Kecamatan Penjaringan,

Jakarta Utara. FPIK IPB : Bogor.

Yulianda, F. 1999. Aspek Biologi Reproduksi

Siput Gastropoda Laut. FPIK IPB :

Bogor.

Yulianda, F. 2007. Komunitas Intertidal

Bersubstrat Pasir, Karang dan Berbatu

Pada Musim Hujan dan Musim Kemarau

di Sumbawa Barat. Jurnal Pesisir dan

Lautan, Vol. 8, No. 1, Hlm. 1-7.

Yulianda, F., Yusuf M.S., dan Prayogo W.

2013. Zonasi Dan Kepadatan Komunitas

Intertidal Di Daerah Pasang Surut,

Pesisir Batu Hijau, Sumbawa. Jurnal Ilmu

dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 5,

No. 2, Hlm. 409-416.