PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …
Transcript of PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …
PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR
KECAMATAN BAJO BARAT KABUPATEN LUWU
NURSAMSI
1504411050
FAKULTAS TEKNIK KOMPUTER
UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO
2019
ii
PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR
KECAMATAN BAJO BARAT KABUPATEN LUWU
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memproleh gelar Sarjana Komputer pada
Pogram Studi Informatika Fakultas Teknik Komputer
Universitas Cokroaminoto Palopo
NURSAMSI
1504411050
PROGRAM STUDI INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNIK KOMPUTER
UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO
2019
iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Nursamsi
NIM : 1504411050
Tempat/Tanggal Lahir : Langkidi, 01 Desember 1997
Jenis Kelamin : Perempuan
Program Studi : Informatika
Fakultas : Teknik Komputer
Judul Skripsi : Pemetaan Rawan Longsor kecamatan Bajo
Barat Kabupaten Luwu
Dosen Pembimbing:
1. Dr. Susedi, S.Pd., M.Si
2. Rosmiati, S.Pd., M.T
Menyatakan bahwa karya ini adalah benar karya sendiri, bebas dari
ciplakan/plagiat. Pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dan apabila
dikemudian hari ternyata ditemukan ketikbenaran, maka saya bersedua dituntut di
dalam maupun di luar pengadilan serta menanggung segala resikonya.
Demikian pernyataan ini saya buat sebagai tanggung jawab formal untuk
digunakan sebagaimana mestinya.
Palopo, September 20119
Yang Bersangkutan
Nursamsi
1504411050
v
ABSTRAK
Nursamsi 2015. Pemetaan Daerah Rawan Bencana Longsor Kecamatan Bajo
Barat Kabupaten Luwu (dibimbing Suaedi dan Rosmiati).
Tujuan Penelitian ini adalah untuk melakukan pemetaan daerah rawan
bencana longsor Kecamatan Bajo Kabupaten Luwu, sehingga dapat digunakan
sebagai pedoman dan acuan dalam mengurangi dampak yang akan diakibatkan
oleh longsor. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Bajo Barat. Jenis
penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan
data yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi. Penelitian daerah rawan
longsor menggunakan beberapa variable yaitu kemiringan lereng, curah hujan dan
jenis tanah. Cara yang digunakan untuk menganalisis adalah dengan overlay peta
(tumpukan). Berdasarkan data dan hasil analisis yang dilakukan maka dihasilkan
kesimpulan dimana tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Bajo Barat
diklasifikasikan menjadi tiga yaitu, tidak rawan, rawan dan sangat rawan.
Kata kunci: Pemetaan, Daerah rawan longsor, bencana
RIWAYAT HIDUP
Nursamsi, Lahir di Kabupaten Luwu tepatnya di desa
Langkidi kecamatan Bajo, Pada tanggal 01 Desember 1997,
Anak ke-4 dari 5 bersaudara dari buah hati pasangan Malik
dan Hadra. Penulis, mulai memasuki jenjang pendidikan
dasar di SD Negeri 38 Jambu di Kecamatan Bajo Kabupaten
Luwu tahun 2004 sampai 2009. Kemudian pada tahun yang
sama penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama di SMP
Negeri 3 Bajo sampai tahun 2012. Selanjutnya, dengan tahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikan di SMK Negeri 1 Belopa dan selesai tahun 2015.
Kemudian pada tahun 2015 penulis menempuh pendidikan tingkat tinggi di
Universitas Cokroaminoto Palopo Fakultas Teknik Komputer pada Program Studi
Teknik Informatika.
vi
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr,Wb.
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya, yang
telah memberikan kekuatan, kesehatan, rahmat dan ridho-Nya kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi sebagai mana mestinya, yang membahas
tentang “Pemetaan Daerah Rawan Bencana Longsor Kecamatan Bajo Barat
Kabupaten Luwu”.
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah
mendorong dan membimbing penulis, sehingga penulis dapat mengatasi hambatan
dan kesulitan temui pada saat penyusunan skripsi ini sampai selesai tepat pada
waktunya. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis dengan tulus menyampaikan
ucapan banyak terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepada Bapak Dr.
Suaedi, S.Pd.,M.Si, selaku pembimbing I dan Ibu Rosmiati, S.Pd., M.T, selaku
pembimbing II atas bantuan dan bimbingannya yang telah diberikan mulai dari
pengembangan minat terhadap permasalahan penelitian, pelaksanaan penelitian,
sampai pada penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasi kepada:
1. Bapak Prof. Hanafie Mahtika, MS. selaku Rektor Universitas Cokroaminoto
Palopo yang telah banyak memberikan motivasi selama kuliah di Universitas
Cokroaminoto Palopo.
2. Ibu Rusmala, S.Kom., M.Kom., selaku dekan Fakultas Teknik Komputer atas
Motivasinya.
3. Bapak Nirsal, S,Kom., M.Pd., selaku wakil dekan fakultas teknik computer
atas motivasinya.
4. Bapak Saddang Saputra, S.Pd., M.Pd., selaku Ketua Prodi Informatika.
5. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Universitas Cokroaminoto Palopo terkhusus pada
Program Studi Informatika yang telah banyak membimbing dan memberikan
ilmu pengetahuan kepada penulis.
6. Masyarakat Bajo Barat yang telah membantu dalam penulis dalam melakukan
wawancara dan observasi.
7. Kedua orang tua dan saudara-saudara saya yang selalu memberikan Doa dan
bantuan baik secara moral dan materi dalam proses pembuatan Skripsi.
vii
8. Seruluh teman-teman seperjuangan yang telah memberikan dukungan, doa,
motivasinya selama proses perkuliahan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan
skripsi ini. Selain itu penulis berharap, skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat
bagi yang membutuhkannya khususnya rekan-rekan mahasiswa, maupun
masyarakat pada umumnya. Akhir kata, penulis mengucapkan maaf apabila ada
hal-hal yang kurang berkenan atau tidak pada tempatnya.
Palopo, Februari 2019
Nursamsi
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................. iii
ABSTRAK .................................................................................................... iv
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................. vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian................................................................. 2
1.4 Manfaat Penelitian............................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori......................................................................... 3
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan .................................................... 17
2.3 Kerangka Fikir ............................................................................. 19
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian............................................................................. 20
3.2 Lokasi Penelitian.......................................................................... 20
3.3 Batasan Penelitian ........................................................................ 20
3.4 Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 21
3.5 Analisis data ................................................................................. 21
3.6 Tahapan Penelitian....................................................................... 21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................
4.1 Hasil .............................................................................................. 25
4.2 Pembahasan .................................................................................. 32
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................
5.1 Kesimpulan .................................................................................. 34
5.2 Saran ............................................................................................. 34
ix
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 35
LAMPIRAN ........................................................................................................... 37
x
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jadwal Kegiatan ............................................................................................... 21
2. Tabel 1 Klasifikasi Bentuk lahan .................................................................... 24
3. Table 2 Klasifikasi Jenis Tanah ...................................................................... 24
4. Tabel 3 Klasifikasi Kemiringan Lereng ......................................................... 25
5. Tabel 4 Klasifikasi Penggunaan Lahan ......................................................... 25
6. Tabel 5 Klasifikasi Curah Hujan ..................................................................... 25
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka Fikir ...........................................................................................
.................................................................................................................... 20
2. Peta Admin Kecamatan Bajo Barat............................................................
.................................................................................................................... 32
3. Peta Curah Hujan Kecamatan Bajo barat...................................................
.................................................................................................................... 34
4. Peta Kemiringan Lereng kecamatan Bajo Barat ........................................
.................................................................................................................... 35
5. Peta Jenis Tanah Kecamatan Bajo Barat....................................................
.................................................................................................................... 36
6. Peta Rawan Longsor Kecamatan Bajo Barat .............................................
.................................................................................................................... 38
2
2
DAFTAR LAMPIRAN
an
Halam
1. Dokumentasi kejadian Longsor Kecamatan Bajo Barat ..................................
.......................................................................................................................... 3
9
2. Instrument Wawancara.....................................................................................
.......................................................................................................................... 4
0
3. Instrumen Pelaksanaan Observasi....................................................................
.......................................................................................................................... 4
1
3
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia terletak di antara pertemuan tiga lempeng pengunungan besar di
dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng pasifik dan lempeng hindia-australia di
sebelah selatan. Akibat dari pertemuan tiga lempeng maka terbentuklah palung,
lipatan, patahan dan sebaran gunung berapi. Kondisi ini mengakibatkan wilayah
Indonesia yang rawan terhadap bencana alam.
Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam yang dapat terjadi setiap
saat, dimanapun dan kapanpun, sehingga dapat menimbulkan kerugian material
dan dan immaterial bagi kegiupan masyarakan. Bencana longsor adalah suatu
bencana alam yang sering mengakibatkan kerugian harta benda maupun korban
jiwa dan menimbulkan kerusakan sarana yang bisa berdampak pada kondisi
ekonomi dan social.
Longsor merupakan perpindahan massa tanah secara alami, longsor
terjadi dalam eaktu singkat dan dengan volume yang besar. Pengangkutan massa
tanah terkadi sekaligus, sehingga tingkat kerusakan ditimbulkan besar.
Kecmatan Bajo barat Kabupaten Luwu, yang memiliki luas wilayah
66,30km2 merupakan daerah yang mempunyai lahan yang relative labil dan rawan
terhadap bahaya gerakan tanah, diantaranya yang berupa longsor lahan, hal ini
disebabkan karena medannya yang berupa topografi pegunungan dan di manfaat
sebagai jalan rayadan sering di lakukan pengikisan tanah sehingga daerah tersebut
sangat rawan terhadap longsor lahan. Hal ini di dasarkan pada fakta bahwa daerah
rawan bencana longsor ini manfaatkan sebagai jalan untuk menuju ke
permukiman warga dan perkekebunan sehingga dapat membahayakan para
pengendara serta masyarakat yang tinggal di daerah tersebut.
Melihat kondisi lahan tersebut, maka dimungkinkan akan terjadi degradasi
lingkungan atau kerusakan lingkungan, khususnya akibat bencana longsor. Oleh
karena itu diperlukan penelitian tentang upaya pengelolaan lingkungan daerah
Rawan Bencana Longsor, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan lahan tanpa menimbulkan resiko terhadap pengguna lahan dan lahan
itu sendiri beserta lingkungannya (Daniswara, 2016).
4
4
Kondisi tersebut perlu mendapatkan penangan yang serius oleh pemerintah
atau pihak lain yang terkait. Pemerintah sebagai badan pengawasan dan
merupakan lembaga yang mempunyai peranan utama dalam upaya penangan
bencana terutama tanah longsor, untuk itu dibutuhkan suatu Peta Rawan Bencana
Longsor yang menampung dan menyajikan informasi-informasi yang berupa batas
wilayah, jalan, jumlah penduduk, penggunaan lahan, kemiringan lereng, jenis
tanah, geologi, dan tipe longsor.
Dalam Penulisan ini akan dibangun media informasi Pemetaan Daerah
Rawan Bencana Longsor di Kecamatan Bajo Barat. Pemanfaatan sistem informasi
geografis ini didalamnya terdapat informasi mengenai letak zona-zona yang
berpotensi longsor. Adanya Peta Persebaran Rawan Bencana Longsor tersebut
diharapkan dijadikan sarana untuk mempermudah penyampaian informasi wilayah
Rawan Tanah Longsor.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana Pemetaan
Daerah Rawan Bencana Longsor di Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu”
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah untuk melakukan Pemetaan Daerah Rawan
Bencana Longsor Kecamatan Bajo Kabupaten Luwu.
1.4. Manfaat Penelitian
Untuk ini penulis terhadap nantinya dapat bermanfaat bagi:
1. Manfaat bagi tempat peneliti
Sebagai bahan informasi bagi pemerintah dan masyarakat agar
masyarakat dapat menanggulangi dan mengantisipasi terjadinya longsor.
2. Manfaat bagi peneliti
Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam hal pembuatan Peta
Rawan Longsor di Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu.
3. Manfaat terhadap dunia akademik
Sebagai bahan referensi atau acuan bagi peneliti selanjutnya.
5
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
Kajian Teori berisi topic-topik yang akan di bahas dalam penelitian ini,
penulis akan menjelaskan materi-materi yang akan berhubungan dengan judul
penelitian yang telah diajukan.
1. Pemetaan
Menurut Prasetyo (dalam Sandy, 1972) mengemukakan bahwa pemetaan
merupakan suatuusaha untuk menyampaikan, menganalisis dan
mengklasifikasikan data yang bersangkutan, serta menyampaikan ke dalam bentuk
peta dengan mudah, memberi gambaran yang jelas, rapi dan bersih.Peta yang
menggambarkan fenomena geografikal tidak hanya sekedar pengecilan suatu
fenomena saja, tetapi jika peta itu dibuat dan didesain dengan baik, maka akan
menjadi alat bantu yang baik untuk kepentingan melaporkan, memperagakan,
menganalisis dan secara umum untuk memahami suatu objek atau kenampakan di
muka bumi. Peta menggunakan simbol dua dimensi untukmencerminkan
fenomena geografikal yang dilakukan secara sistematis dan memerlukan
kecakapan untuk membuat dan membacanya. Peta merupakan teknik komunikasi
yang tergolong dalam cara grafis dan untuk efisiensinya harus mempelajari atribut
atau elemen-elemen dasarnya prasetyo (dalam Sinaga, 1995)
Orang yang ahli dalam bidang pemetaan disebut kartografi. Ada beberapa
ahli kartografi menjelaskan pengertian peta sebagai berikut.
a. Menurut ICA (international Carrografhic Associstion) peta adalah suatu
gambaran atau representasi ada kaitannya dengan permukaan bumi atau benda-
benda angkasa. Pada umumnya, peta digambarkan pada suatu bidang datar dan
diperkecil atau diskalakan.
b. Menurut Erwin Raisz peta adalah gambaran konvensional dari permukaan bumi
yang di perkecil sebagai kenampakan jika dilihat dari atas dengan ditambah
tulisan-tulisan sebagai tanda pengenal.
Semua peta mempunyai satu hal yang sifatnya umum yaitu menambah
pengetahuan dan pemahaman geografikal bagi si pengguna peta. Dalam
perencanaan pembangunan hampir semua memerlukan peta sebelum perencanaan
6
6
tersebut dimulai. Hal ini sesuai dengan fungsi peta dalam perencanaan suatu
keg/iatan seperti yang dikemukakan oleh Prasetyo (dalam Sinaga 1995) adalah
sebagai berikut:
a. Memberikan informasi pokok dari aspek keruangan tentang karakter dari
suatudaerah.
b. Sebagai alat untuk menjelaskan penemuan-penemuan penelitian
yangdilakukan.
c. Sebagai suatu alat menganalisis dalam mendapatkan suatu kesimpulan.
d. Sebagai alat untuk menjelaskan rencana-rencana yang diajukan
Demikian pula dalam suatu kegiatan penelitian, peta berfungsi sebagai
berikut:
1. Alat bantu sebelum melakukan survei untuk mendapatkan gambaran
tentangdaerah yang akan diteliti.
2. Sebagai alat yang digunakan selama penelitian, misalnya memasukkan
datayang ditemukan di lapangan.
3. Sebagai alat untuk melaporkan hasil penelitian.
Ditinjau dari isinya, peta dikelompokkan menjadi peta umum dan
petakhusus. Peta umum berisi gambaran umum tentang permukaan bumi,
sepertigunung, bukit, pemukiman dan lain-lain. Peta khusus/tematik adalah peta
yang memperlihatkan data-data secara kualitatif dan atau kuantitatif pada unsur-
unsur yang spesifik. Unsur-unsur tersebut ada hubungannya dengan detail
topografi Prasetyo (dalam Aziz, Lukman dan Rachman , 1977). Contoh peta
tematik: peta kepadatan penduduk, peta penggunaan tanah, peta mata pencaharian
dan sebagainya. Sinaga (1995) mengemukakan bahwa peta berdasarkan skalanya,
dibedakan menjadi:
1) Peta skala sangat besar yaitu peta berskala >1 : 10.000.
2) Peta slaka besar yaitu peta berskala 1 : 100.000 – 1 : 10.000
3) Peta skala sedang yaitu peta berskala 1 : 100.000 – 1 : 1.000.000
4) Peta skala kecil yaitu peta berskala >1 : 1.000.000
Ada beberapa cara untuk menyatakan skala peta sebagai berikut:
7
7
a) Skala angka, yaitu skala yang menunjukkan perbandingan antara jarak di
petadengan jarak sebenarnya di lapangan, yang dinyatakan dengan angka
ataupecahan. Contoh:
Skala angka 1 : 50.000
Skala pecahan 1/50.000
Skala tersebut menyatakan bahwa satuan jarak pada peta mewakili
50.000satuan jarak horisontal di permukaan bumi. Jadi 1 cm di peta mewakili
50.000cm di lapangan.
b) Skala verbal, yaitu skala yang dinyatakan dengan kalimat atau skala
yangmenunjukkan jarak inci di peta sesuai dengan sejumlah mil di lapangan.
Peta skala ini banyak digunakan di negara Inggris dan bekas negara
jajahannya.
Contoh: 1 inci to one mile = 1 : 63.660
c) Skala grafis, yaitu skala yang ditunjukkan dengan garis lurus, yang dibagi-
bagidalam bagian sama. Setiap bagian menunjukkan kesatuan panjang yang
sama pula.
Contoh dari skala angka 1 : 50.000, menjadi skala grafis, sebagai berikut:
500 M 0 500 M
Pada umumnya yang dipentingkan dalam peta tematik adalah penyajian data
dalam bentuk simbol, karena simbol menyampaikan isi peta dan sebagai media
komunikasi yang baik antara pembuat peta dengan pengguna peta. Pembuat peta
harus berusaha membuat simbol yang sederhana, mudah digambar tetapi cukup
teliti, sedangkan bagi penguna peta, simbol itu harus jelas dan mudah dibaca atau
dipahami. Seorang kartografi harus dapat mendesain peta dan merekayasa,
mengkombinasikan berbagai data menjadi simbol-simbol yang menarik dan
mudah dimengerti sehingga peta yang dihasilkan mempunyai nilai tinggi baik isi
maupun unsur seninya. Peta merupakan teknik komunikasi yang tergolong dalam
cara grafis dan untuk efisiensinya harus mempelajari atribut atau elemen-elemen
dasarnya Prasetyo (dalam Sinaga, 1995).
2. Fungsi dan Jenis Pemetaan
Secara teoritis, Bringker dkk (1984) mendefinisikan peta sebagai hasil
gambaran/proyeksi dari sebagian permukaan bumi pada bidang datar atau kertas
8
8
dengan skala tertentu. Secara garis besar, manfaat peta dapat di jabarkan sebagai
berikut:
1) Untuk mencatat keadaan setempat Dengan mencantumkan kondisi, kualitas,
dan juga kuatintas suatu tempat, maka peta dapat berfungsi untuk mencatat
keadaan suatu tempat.
2) Untuk perencanaan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam. Dengan
perencanaan yang dilengkapi dengan peta akan sangat membantu dalam
proses perencanaan tersebut, dengan membuat suatu rencana tata ruang
setempat.
3) Untuk bahan berkomunikasi masyarakat dengan pihak luar. Peta juga dapat
digunakan untuk berkomunikasi antara masyarakat dengan pihak luar, hal ini
dimungkinkan bahasa dan istilah yang digunakan antara masyarakat dan
pihak luar mungkin berbeda.
3. Pemetaan Daerah Rawan Bencana Longsor
Pemetaan daerah rawan bencana dilakukan dengan metode non sistematik,
yaitu menggunakan data dari informasi yang telah tersedia dari survei-survei
terdahulu dan dilengkapi dengan peta-peta pendukung. Menurut Susetyo dan
Perdana (2017) Peta-peta dasar adalah peta yang digunakan sebagai acuan dalam
pembuatan peta utama, dalam hal ini adalah peta rawan. Ada beberapa peta dasar
yang digunakan sebagai pedoman dan parameter yang akurat. Peta dasar yang
digunakan dalam pembentukan peta rawan banjir yaitu:
1) Peta Administrasi
Peta ini berfungsi untuk mengetahui batasan-batasan secara administratif dari
lokasi yang akan dipetakan. Batasan administratif ini biasanya ditandai dengan
batasan kabupaten, batasan kecamatan, maupun batas antardesa.
2) Peta Jenis Tanah
Peta jenis tanah adalah sebuah peta yang menggambarkan variasi dan
persebaran berbagai jenis tanah atau sifat-sifat tanah (seperti PH, tekstur, kadar
organik, kedalaman, dan sebagainya) di suatu area. Peta tanah merupakan hasil
dari survei tanah dan digunakan untuk evaluasi sumber daya lahan, pemetaan
ruang, perluasan lahan pertanian, konservasi, dan sebagainya. Pada peta tanah
terdapat data primer yang merupakan hasil pengukuran langsung di lapangan, dan
9
9
data sekunder merupakan hasil dari perhitungan dan/atau perkiraan
berdasarkandata yang didapatkan di lapangan. Contoh data sekunder adalah
kapasitas produksi tanah, laju degradasi, dan sebagainya.
3) Peta Kemiringan Lereng
Lereng adalah kenampakan permukaan alam disebabkan adanya beda tinggi.
Apabila beda tinggi dua tempat tersebut dibandingkan dengan jarak lurus
mendatar akan diperbolehkan besarnya kelerengan. Ben tuk lereng bergantung
pada proses erosi, juga gerakan tanah dan pelapukan. Lereng merupakan topografi
yang terbagi dalam dua bagian, yaitu kemiringan lereng dan beda tinggi relatif, di
mana kedua bagian terbsebut besar pengaruhnya terhadap penilaian suatu bahan
kritis. Jika suatu lahan kritis akan digunakan untuk pertanian ataupun pemukiman,
perlu adanya suatu pertimbangan mengenai kemiringan lereng menggunakan peta
kemiringan lereng.
4) Peta Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan merupakan aktivitas manusia dalam kaitannya dengan
lahan yang biasanya tidak secara langsung tampak dari citra. Penggunaan lahan
telah dikaji dari beberapa sudut pandang yang berlainan sehingga tidak ada satu
definisi yang benar-benar tepat di dalam keseluruhan konteks yang berbeda.
Sebagai contoh melihat penggunaan lahan dari sudut pandang kemampuan lahan
dengan jalan mengevaluasi lahan dalam hubungannya dengan bermacam-macam
karakteristik alami. Penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada
bidang lahan tertentu seperti pemukiman, perkotaan dan persawahan. Penggunaan
lahan juga merupakan pemanfaatan lahan dan lingkungan alam untuk memenuhi
kebutuhan manusia dalam penyelenggaraan kehidupannya. Pengertian penggunan
lahan biasanya digunakan untuk mengacu pemanfaatan masa kini (present of
current land use). Oleh karena itu, aktivitas manusia di bumi bersifat dinamis
sehingga perhatian sering ditunjukan pada perubahan penggunaan lahan.
5) Peta Curah Hujan
Peta curah hujan juga berpengaruh dan merupakan peta dasar yang harus
dimiliki karena curah hujan di setiap lokasi juga berbeda-beda. Selain itu, hujan
juga sangat berpengaruh terhadap banjir. Peta kawasan rawan banjir dapat dibuat
secara cepat melalui Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan
10
10
menggunakanmetode tumpang susun/overlay terhadap peta dasar (peta
administrasi, peta jenis tanah, peta kemiringan lereng, peta penggunaan lahan, dan
peta curah hujan. Melalui Sistem Informasi Geografis diharapkan akan
mempermudah penyajian informasi spasial khususnya yang terkait dengan
penentuan tingkat kerawananan banjir serta dapat menganalisis dan memperoleh
informasi baru dalam mengidentifikasi kawasan-kawasan yang sering menjadi
sasaran Longsor.
4. Longsor Lahan
Longsor adalah suatu bentuk erosi yang pengakutan atau pemindahan atau
gerakan tanah terjadi pada saat yang bersamaan dan dengan volume yang besar
(Sitanala, 2010). Menurut Kodoati dan Rustam (2006) Longsor adalah gerakan
massa tanah dalam jumlah besar yang bergerak pada bidang geser tertentu,
dimana pada biang tersebut tahanan tanah dalam menahan tanah melampaui.
Yayasan Idep (2005) mendefenisikan tanah longsor sebagai terj\adinya
perbgerakan tanah atau batuan dalam jumlah besar secara tiba-tiba atau berangsur
yang umumnya terjadi di daerah terjal yang tidak stabil. Factor lain yang
mempengaruhi terjadinya bencana ini adalah lereng yang gundul serta kondisi
tanah dan bebatuan yang rapuh. Air hujan adalah penyebab utama terjadinya tanah
longsor. Ulah manusiapun biasa menjadi penyebab tanah longsor seperti
penambangan tanah, pasir dan batuan yang tidak terkendali.
Ada perbedaan antara longsor lahan dan erosi. Longsor memindahkan
massa tanah dengan volume yang besar, adakalahnya dosertai oleh batuan dan
pepohonan, dalam waktu adalah memindahkan partikel-partikel tanah dengan
volume yang relative lebih kecil pada setiap kali kejadian dan langsung dala,
waktu yang relative lama. Dua bentuk longsor yang sering terjadi di daerah
pegunungan adalah.
a. Guguran, yaitu pelepasan batuan atau tanah dari lereng curam dengan gaya
bebas atau bergelinding dengan kecepatan tinggi sampai sangat tinggi. Bentuk
longsor ini terjadi pada lereng yang sangat curam.
b. Peluncuran, yaitu pergerakan bagian atas tanah dalam volume besar akibat
keruntuhan gesekan antara bongkahan bagian atas dan bagian bawah tanah.
Bentuk longsor ini umumnya terjadi apabila terdapat bidang luncur pada
11
11
kedalaman tertentu dan tanah bagian atas dari bidang luncur tersebut telah
jenuh air.
5. Jenis-Jenis Longsor
Menurut Dikau dalam Robert (2006) ada beberapa jenis longsor, meliputi:
1) Jatuh/runtuh (fall)
2) Tumbang (topple)
3) Gelincir (slide)
4) Penyebaran (spreading)
5) Aliran (flor)
6) Kompleks atau gabungan
6. Faktor-faktor yang berpengaruh terhdap longsor
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya longsor dibedakan menjadi
dua yaitu faktor pasif dan faktor aktif (Djauhari, 2006)
a. Faktor pasif
Faktor pasif merupakan faktor yang mengontrol terjadinya longsor lahan.
Faktor pasif yang berpengaruh terhadap longsor lahan diantaranya:
1) Faktor topografi
a) Kemiringan lereng
Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat (0) atau persen (%). Dua titik
yang berjarak horizontal 100 meter yang mempunyai selisih tinggi 10 meter
membentuk lereng 10% sama dengan kecuraman 450 (Sitanala, 2010). Semakin
dekat curam lereng suatu lahan akan memperbesar kecepatan aliran permukaan,
yang demikian akan mempersebar erosi (Ananta kusuma 1991).
b) Panjang lereng
Panjang lereng berpengaruh terhadap energy angkut untuk terjadinya
longsor. Panjang lereng dihitung mulai dari titik pangkal aliran permukaan
sampau titik dimana air aliran permukaan masuk ke saluran-saluran (sungai), atau
dimana kemiringan berkurang sedemikan rupa sehingga kecapatan aliran air sudah
sangat berkurang (Ananto, 1991)
c) Keterdapatan dinding terjal
Dinding yang terjal merupakan pencerminan dari batuan penyusunan
bentuk lahan yang berupa dinding-dinding batuan dengan kemiringan yang terjal.
12
12
Adanya dinding terjal baik yang tersinkap melaluo sesaran, lipatan, penorehan,
akan memberikan kesempatan sinar matahari lebih banyak sehingga pelapukan
lebih sensitive (Worosuprojo, 2008).
2) Faktor geologis
a) Kerapatan kekar dan hancuran, batuan pada lereng atau tebing akan sangat
melemahkan kuat geer (kohesi dan sudut gesek dalam) tanah atau batuan
penyusunan lereng karena mengakibatkan gaya penahanan pada lereng
menjadi sangat lemah. Bidang retakan atau kekar justru sering merupakan
bidang gelincir atau jatuhan gerakan tanah atau batuan (Karwati 2005)
b) Struktur pelapisan batuan, menunjukan besar kecilnya kemiringan batuan
terhdapat bidang datar. Demikian besar kemiringan lereng maka akan semakin
rentan terhadap longsor lahan (Misdiyanto dalam Purwantrianani, 2009).
c) Tingkat pelapukan batuan, Pada batuan yang mengalami pelapukan sangat
lanjut mendukung terjadinya longsor lahan dibangingkan dengan batuan yang
masih segar.
3) Kondisi tanah
a) Tekstur tanah, adalah perbandingan relative (dalam persen) antara lain fraksi
debu, pasir dan liat. Tekstur tanah mempunyai peranan dalam proses infiltrasi
air. Tanah yang bertekstur pasir halus mempunyai kapasitas yang tinggi tetapi
jika terdapat aliran permukaan maka buti-buti halus ini akan mudah terbawa
(Ananto, 1991).
b) Permeabilitas tanah, adalah kualitas tanah untuk meloloskan air atau udara,
yang diukur berdasarkan besarnya aliran melalui satuan tanah yang tekah
dijenuhi terlebih dahulu per satuan waktu tertentu (Susanto dan Rachman,
2007).
c) Indeksi plastisits, menunjukan kadar air pada batas cair dengan batas plastis.
Batas cair adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan
plastis. Tanah yang memiliki batas plastisis tinggi biasanya memiliki kekuatan
lemah. Kadar air ini memberikan gaya perekat antara butir-butir tanah di
bawah pengaruh air (Wesley, 1977).
13
13
Bila batas plastis tinggi maka butir tanah banyak mengandung lembpung
koloidal karena itu pemuaian dan penyusutan besar oleh lengas sehingga rentan
terhadap longsor.
d) Kedalaman efektif tanah, adalah tanah yang baik bagi pertumbuhan akar
tanaman yaitu sampai pada lapisan yang tidak dapat ditembus oleh akar
tanaman, lapisan tersebut dapat berupa lapisan paling keras, padas liat, padas
rapuh atau lapisan phlintite (Sintala, 2010).
Menurut Lutfi Reyes (2007) kedalam efektif tanah dapat di klasifikasikan
menjadi:
K0: >90cm (dalam)
K1: 90-50cm (sedang)
K2: 50-25cm (dangkal)
K3: <25cm (sangat dangkal)
b. Faktor Aktif
Faktor aktif merupakan faktor yang dapat berpengaruh terhadap longsor
lahan diantaranya adalah aktivitas manusia dalam pengolahan atau penggunaan
lahan, dan faktor iklim terutama curah hujan.
7. Kerentanan Longsor Lahan
Dalam kondisi normal, suatu bentang sistem geomorfik menunjukan dalam
kondisi stabil dengan aliran energy yang teratur. Faktor-faktor fisik seperti kondisi
geologi, geomorfologi, hidrologi, vegetasi, tanah, iklim serta fakto non fisik
seperti penggunaan lahan aktifitas manusia akan merubah kondisi stabil dari
lereng tersebut.
Gerakan massa yang berupa tanah longsor terjadi akibat adanya keruntuhan
geser di sepanjang bidang longsor yang merupakan batas geraknya massa batuan
(Hardiyatmo, 2009). Keruntuhan geser ini diakibatkan berkurangnya tingkat
kestabilan lereng. Pada kondisi ini tahanan geser batuan atau tanah lebih kecil dari
tegangan gesernya. Ketidakstabilan lereng merupakan akibat dari gangguan yang
ditentukan oleh variasi tenaga endogenerik dan eksogenetik. Menurut Hardiyatmo
(2009) dalam kenaikan dan penurunan tegangan geser dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya:
1. Faktor yang menyebabkan kenaikan tekanan geser dalam lereng
14
14
a. Pembongkaran material pendukung: erosi, gerakan lereng secara manual
(jatuhan, longsoran. Penurunan) dan aktivitas manusia
b. Kelebihan beban : penambahan beban dapat terjadi secara alami dan aktivitas
tanah dan akumulasi material akibat longsoran terdahulu, pembangunan
bangunan atau beban berat yang lain diatas lereng dan bocoran air dari
gorong-gorong, pipa air atau selokan.
c. Pengaruh sesaat seperti gempa
d. Hilangnya material bagian bahwa lereng yang menyokong kestabilan lereng
yang disebabkan oleh air sungai atau laut, pegaruh iklim, erosi bawah tanah
akibat rembesan (pipisan), larutnya bahan yang terdapat di dalam tanah,
aktivitas manusia, hilangnya kuat geser material di bawah lereng.
e. Bertambahnya tekanan lateral yang disebabkan oleh air, retakan atau celah,
pembekuan air dalam retakan pengembangan lempung.
2. Faktor yang mereduksi kuat geser tanah dalam lereng
a. Faktor bawaan dari sifat-sifat material pembentuk yang meliputi komposisi,
susunan sekunder atau mewarisi, perselang-selingan lapisan (stratification)
b. Perubahan yang diakibatkan oleh perubahan iklim dan aktivita fisikomia
(physiochemical) meliputi proses pengeringan dan pembahasan, hidrasi,
hilangnya zat perantara yang merekatkan
c. Pengaruh tekanan air pori
d. Perubahan struktur atau pengurangan tegangan
e. Perubahan struktur atau susunan yang meliputi pelepasan atau pengurangan
tegangan (stress release) dan degradasi struktur.
8. Jenis Tanah
Faktor tanah mempunyai kepekaan terhadap longsor yang berbeda-beda.
Kepekaan longsor tanah yaitu mudah atau tidaknya tanah longsor sebagai fungsi
berbagai sifat fisik tanah dan kimia tanah. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi
kepekaan longsor adalah:
1. Sifa-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas, dan
kapasitas menahan air
2. Sifat-sifat tanah yang memperngaruhi ketahanan struktur tanah terhadap
disperse dan pengikisan oleh buti-butir tanah yang jatuh dan aliran permukaan.
15
15
Adapun sifat-sifat tanah yang mempengaruhi longsor yaitu struktur, struktur,
bahan organik, kedalaman lapis air tanah dan tingkat kesuburan tanah (Arifin
dan Ita, 2006).
Tingkat perkembangan tanah berpengaruh nyata terhadap longsoran. Tanah
sudah berkembang atau berkembang seperti typic hapludults dan rypich
hapludults memberikan longsoran yang ringgi, sedangkan yang muda sedikit
dijumpai longsoran. Bidang luncur longsoran umumnya terdapat di lapiran B atau
antara C dan R (Barus dan Wiradisastra,1999).
9. Kemiringan Lereng
Tanah longasor umunya dapat terjadi pada wilayah berlerang. Makin tinggi
kemiringan lahannya akan semakin besar potensi longsornya. Tanah longsor
terjadi biasanya diakibatkan oleh wilayah jenuh air dan adanya gaya gravitasi. Hal
ini terjadi karena bagian bawah tanah terdapat lapiran yang licin dan kedap (sukar
ditembus) air (Sumiyantinah dan Yohanes: 2000). Dalam musim hujan, apabila
tanah diatas tertimpa hujan dan menjadi jenuh air, sebagian tanah akan bergeser
ke bawah melalui lapisan kedap yang licin tersebut dan menimbulkan longsor.
Pada kenyataannya tidak semua lahan/wilayah berlereng mempunyai potensi
longsor dan itu tergantung karekter lereng (besrta materi penyusunannya) terhadap
respon tenaga pemicu terutama respons lereng terhadap curah hujan factor lereng
yang terjal menentukan daya tahan lereng terhadap reaksi perubahan energy
(tegangan) pada lereng tersebut.
Penambahan beban volume dan melemahnya daya ikat materi penyusun
lereng dengan bahan induk (bedrock) sebagai akibatn adaya peresapan/infiltrasi
air hujan yang masuk ke dalam materi tersebut dapat menyebabkan longsor.
Faktor-faktor penyebab lereng rawan longsor meliputi Factor internal
(dari tubuh lereng sendiri) maupun factor eksternal (dari luar lereng), antara lain:
kegempaan, iklim (curah hujan), vegetasi, morfologi, batuan/tanah maupun situasi
setempat, tingkat kelembaban tanah (moistrure), adanya rembesan, dan aktifitas
geologi seperti tahanan (terutama yan masih aktif), rekahan dan liniasi (Zakaria,
2000).
Penyebab lain dari kejadian longsor adalah gangguna-gangguan internal
yaitu yang dating dari dalam tubuh lereng itu sendiri terutama karena ikut sertanya
16
16
peranan air dalam tubuh lereng. Kondisi ini tak lepas dari pengaruh luar, yaitu
iklim yang mewakili oleh curah hujan. Jumlah air yang meningkat dicirikan oleh
peningkatan kadar air tanah, derajat kejenuhan, atau muka air tanah. Kenaikan air
tanah akan menurunkan sifat fisik dan mekanik tanah dan meningkatkan tekanan
pori (m) yang berarti memperkecil ketanahanan geser dari massa lereng. Debit air
tanah juga memperbesar dan erosi di bawa permukaan (piping dan Subaqueus
erosion) meningkat. Akibatnya lebih banyak fraksi halus dari massa tanah yang
dihanyutkan, lebih jauh ketahanan massa tanah akan menurun ( Hirnawan 1993).
10. Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sampai saat ini belum ada definisi baku tentang SIG. defenisi SIG selalu
berkembang, hal ini terlihat dari banyaknya defenisi SIG yang muncul. Demers
dalam Prahasta (2009) mendefenisikan SIG adalah sistem komputer yang
digunakan untuk mengumpulkan, memerikasa, mengitegrasikan, dan menganalisis
informasi-informasi yang berhubungan dengan permukaan bumi. Arnoff dalam
Riyanto dkk (2009) mendefenisikan sistem informasi geografis sebagai sebuah
berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi
informasi-informasi geografis.
Esri dalam Prahasta (2009) mendefenisikan SIG sebagai kimpulan
terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat luna, data geografi, dan
personil yang dirancang secara efesien untuk memperoleh, menyimpan, meng-
upload, memanipulasi, menganalisis data menampilkan semua bentuk informasi
yang bereferensi geografi.
Dari beberapa referensi di atas dapat di Tarik kesimpulan bahwa SIG
adalah sistem komputer baik berupa perangkat lunak ataupun perangkat keras
yang digunakan untuk memperoleh, mengumpulkan, memasukan, menyimpan,
meng-update, mengintekrasikan, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan
informasi yang berhubungan dengan posisi-posisi yang berada di permukaan
bumi.
11. Cara kerja SIG
Prahasa 2002) SIG dapat merepretasikan real world (dunia nyata) di atas
monitor komputer sebagaimana lembaran peta dapat merepresentasikan dunia
nyata di atas kertas. Tetapi, Sistem Informasi Geografis memiliki kekuatan lebih
17
17
dan fleksibelitas dari pada lembaran peta kertas. Peta merupakan representasi
grafik dari dunia nyata, obyek-obyek yang direpresentasikan di atas peta disebut
unsur peta atau map features (contohnya adalah sungai, kebun, jalan dan lain-
lain). Karena peta mengorganisasikan unsur-unsur berdasarkan lokasi-lokasinya,
peta sangat baik dalam hal memperhatikan hubungan atau relasi yang dimiliki
oleh unsur-unsurnya. Sistem Informasi Geografis menyimpan semua informasi
deskriptif unsurunsurnya sebagai atribut di dalam basis data. Kemudian, Sistem
Informasi Geografis membentuk dan menyimpan di dalam tabel-tabel (reasional).
Setelah itu, Sistem Informasi Menghubungkan unsur-unsur di atas dengan label-
label yangbersangkutan. Dengan demikian, atribut-atribut ini dapat diakses
melalui lokasi unsur-unsur peta dan sebaliknya unsur-unsur tersebut dapat dicari
dan ditemukan bersadarkan atribut-atributnya. Sistem Informasi Geografis
menghubungkan sekumpulan unsur-unsur peta dengan atribut-atributnya di dalam
satuan-satuan yang disebut layer. Sungai, bangunan, jalan, laut, batas-batas
administrasi, perkebunan, dan hutan meruoakan contoh-contoh dari layer.
Kumpulan dari layer-layer ini akan membentuk basis data Sistem Informasi
Geografis. Dengan demikian perancangan basis data merupakan hal yang esensial
di dalam Sistem Informasi Geografis. Rancangan basis data akan menentukan
efektifitas dan efesiensi proses-proses masukan, pengolaan, dan keluaran Sistem
Informasi Geografis (Prahasta, 2002).
12. Komponen SIG
Menurut Adil (dalam Harmon dan Anderson ,2003), secara rinci SIG dapat
beroperasi dengan komponen-komponen sebgai berikut.
1. Orang : yang menjalankan sistem
2. Aplikasi : prosedur yang digunakan untuk mengelola data
3. Data : informasi yang dibutuhkan dan diolah dalam aplikasi
4. Software : perangkat lunak berupa program – program aplikasi
5. Hardware : perangkat keras yang dibutuhkan untuk menjalankan
sistem berupa perangkat komputer, printer, scanner, dan
program pendukung lainnya
18
18
Dari definis-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa SIG terdiri atas
beberapa Subsistem yaitu data input, data output, data management, data
manipulasi, dan analisis Adil (dalam Prahasta,2005).
SIG merupakan akronimdari sistem informasi geografis. Penjelasannya
sebagai berikut :
1) Sistem
Pengertian suatu sistem adalah sekumpulan elemen yang saling
berintegrasi dan berindependensi dalm lingkungan yang dinamis untuk mencapai
tujuan tertentu.
2) Informasi
Informasi berawal dari pengolaan data. Dalam SIG, informasi memiliki
volume yang besar. Setiap objek geografi memiliki setting data tersendiri karena
tidak sepenuhnya data yang ada dapat terwakili dalam peta. Semua data harus
diasosiasikan dengan spasial yang dapat membuat peta berkualitas baik. Ketika
data tersebut diasosiasikan dengan permukaan geografis yang representatif, data
tersebut mampu memberikan informasi hanya dengan mengklik mouse pada
objek.
13. ArcGIS
ArcGis merupakan software berbasis GIS yang di kembangkan oleh ESRI
(Envornment science and Search Institue). Produk utama ArcGis terdiri dari tiga
komponen utama yaiu: ArcView Berfungsi sebagai pengelola data komperhensif,
pemetaan dan analisis, ArcInfo merupakan fitur yang menyediakan fungsi-fungsi
yang ada di dalam GIS yaitu meliputi keperluan analisa dari fitur Geoprocessing.
ArcGis pertama kali diluncurkan kepada public sebagai software yang
komersial pada tahun 1999 dengan versi ArcGis 8.0 dengan pekembangan dan
tuntutan akan fitur yang dibutuhkan ESRI selalu memberikan pembahuruan pada
ArcGis. ArcGis telah Keluar versi yang terbaru update 2016 yaitu ArcGis 13.0
pada versi terbarunya, desktop memiliki beberapa fitur diantaranya:
a. ArcMap, yaitu aplikasi utama yang digunakan dalam pengolahan data GIS.
ArcMap memiliki kemampuan untuk visualisasi, editing, pembuatan peta
tematik, pengolaan dari data tabular (excel), memilih query, menggunakan
fitur geoprocessing untuk menganalisa dan customize data ataupun
19
19
melakukan output berupa tampilan peta. Operator juga dapat mengolah data
sesuai keinginannya.
b. ArcGlobe, merupakan salah stu aplikasi yang memiliki tampilan seperti
googleearth yang memiliki fungsi sebagai tampilan dalam permukaan bumi
dengan menggunakan vitra digital.
c. ArcCatalog, merupakan aplikasi yang memiliki fitur untuk membuat data
vector dan mengelompokkannya sesuai fungsi yang diinginka. Dengan
kemampuan tools untuk menjelajah informasi, mengatur data, membagi data
dan mendokumentasikan data spasial maupun data-data yang berkaitan dengan
informasi geografis.
d. ArcScene, merupakan aplikasi yang memiliki fitur serupa dengan ArcMap,
tetapi kelebihannya terdapat fitur 3D yang digunakan dimana worksheetnya
dapat diolah dengan tampilan X,Y, dan Z.
14. Manfaat ArcGis
ArcGis memiliki kemampuan tinggi dalam pembuatan peta digital dan
analisis spasial. Manfaat lain dari ArcGis yaitu:
a. Mengetahui persebaran penduduk.
b. Mengetahui sebaran hutan produksi.
c. Mengetahui daerah rawan bencana.
d. Mengetahui indeks potensi social.
e. Mengetahui sebaran pertambangan.
f. Mengetahui daerah-daerah yang berpotensi tsunami.
g. Mengetahui sebaran daerah ktitis (Wahana computer, 2015)
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Pemetaan ini merujuk pada beberapa hasil penelitian terdahulu sebagai
sumber referensi dan bahan acuan terhadap sistem yang akan dibuat. Hasil
penelitian di bawah ini sangat relevan dengan penelitian akan penulis lakukan
baik dari segi rancangan maupun objek penelitian meskipun di terapkan pada
sistem yang berbeda, yaitu:
1. Penelitian Yongki Kurniawan (2017) dengan judul Pemetaan Daerah Rawan
Longsor di Kecamatan Sumber Jaya Kabupaten Lampung Barat. Hasil
penelitian menunjukan lokasi titik rawan longsor terletak pada pekon simpang
20
20
sari dan pekon sindang pagar, masin masing terdapat 5 titik longsor. Tingkat
rawan longsor terbagi menjadi 2 kelas yakni kurang rawan (44,70km2atau
36,05%) dan atau (79,30 km2 atau 63,95%).
2. Penelitian Sari Mulyaningsi (2014) dengan judul Sistem Informasi Geografis
Pemetaan Daerah Rawan Tanah Longsor di Kabupaten Gunung Kidul
Berbasis WEB. Hasil penelitian adalah telah di buat suatu aplikasi “SIG
Pemetetaan Daerah Rawan Longsor di Kabupaten Gunung Kidul” berbasis
web yang mampu memberikan informasi kepada masyarakat tentang tingkat
kerawanan tanah longsor di masing-masing daerah, jalur evakuasi, kejadian
tanah longsor dan memberikan informasi mengenai mitigasi (pencegahan dan
penanggulangan) terhadap bencana tanah longsor.
3. Penelitian Muh Lukman Sutrisno (2011) dengan judul Aplikasi Sistem
Informasi Geografi untuk Penentuan Tingkat Kerentanan Longsor Lahan di
Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul. Populasi penelitian ini merupakan
satuan unit lahan hasil overlay dari peta bentuk lahan, peta penggunaan lahan
dan peta kemiringan lereng dengan tingkat ketelitan 90% sehingga di peroleh
36 titik sampel. Hasil penelitian ini adalah tingkat kerentanan longsor di
Kecamatan Imogiri bervariasi, yang terdiri dari tingkat yaitu rendah, sedang,
tinggi dan sangat tinggi.
4. Penelitian Fheni Fuzi Lestari (2008) dengan judul Penerapan Sistem Informasi
Geografi Dalam Pemetaan Daerah Rawan Longsor di Kabupaten Bogor. Hasil
penelitian adalah Kecamatan Nanggung memiliki daerah rawan longsor seluas
10.963,46 ha dan daerah sangat rawan longsor seluas 8.221,73 ha. Sementara
itu, kecamatan pajiman memiliki daerah rawan longsor seluar 3.823,66 ha.
Daerah kurang rawan longsor tersebar luas terutama disekitar kecamatan
babakan madan yaitu 4.201,35 ha.
5. Penelitian Anjas Anwar (2012) dengan judul Pemetaan Rawan Longsor di
Lahan Pertanian Kecamatan Sinjai Barat, Kabupaten Sinjai dengan hasil
validasi di lapangan dengan membandingkan peta rawan dan faktor aman
lereng didapatkan bahwa nilai tingkat kerawanan longsor di kecamatan sinjai
barat berbanding terbalik dengan faktor aman lereng dengan nilai R2 (0.89).
21
21
Untuk mengetahui persebaran Lokasi Rawan Longsor di Kecamatan
Bajo Bajat agar pemerintah dapat menanggulangi daerah mana saja
yang rentan terjadi longsong sehingga masyarakat dapat
berantisipasi.
Kurang nya pengetahuan tentang geografi pemetaan, sehingga tidak
ada pemetaan rawan longsor di kecamatan bajo barat dan kurang maksimal dalam penanganannya.
Dengan adanya peta persebaran longasor ini bertujuan agar dapat
memberiikan kemudahan bagi pemerintah dan masyarakat untuk
mengetahui lokasi yang rentan terjadi longsor sehingga dapat
menanggulanginya dan masyarakat juga dapat berantisipasi.
Peta menampilkan titik persebaran lokasi rawan longsor di
Kecamatan Bajo Barat
2.3 Kerangka Fikir
Gambar 1.Kerangka Fikir
22
22
3.1 Jenis Penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini memiliki kaitan yang erat terhadap tujuan penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerentanan longsor di
Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu dan untuk penentuan tingkat zonasi
kerentanan longsor menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Penelitian
ini merupakan penelitian deskriptif yaitu penelitian yang lebih mengarah pada
pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan
mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun terkadang diberikan
interpretasi dan analisis (Tika dan Pabundu, 2005). Penelitian ini berusaha
untuk mendeskripsikan distribusi spasial daerah rentan longsor di Kecamatan
Bajo Barat. Menentukan distribusi spasial daerah rentan longsor di Kecamatan
Bajo Barat digunakan ArcGIS. Peta kerentanan longsor didapatkan dengan
melakukan overlay (tumpang susun) beberapa peta yaitu :peta kemiringan
lereng, peta curah hujan, peta jenis tanah tanah dan peta administrasi.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu.
Penelitian dilaksanaan pada bulan Maret sampai April 2019.
3.3 Batasan Penelitian
Batasan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Objek penelitian ini di fokuskan Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu
Khususnya di daerah yang rentan terhadap bencana longsor.
2. Parameter yang digunakan adalah jenis tanah, kemiringan lerengan, dan curah
hujan.
3. Melakukan pengumpulan data sekunder berupa data informasi Longsor, peta
dasar topografi, Peta dasar (RBI) khususnya peta admin, data curah hujan,
kemiringan lereng dan jenis tanah.
4. Menggunakan metode overlay (Tumpukan) untuk menghasilkan peta rawan
bencana Longsor berdasarkan parameter jenis tanah, kelerengan dan curah
hujan.
23
23
3.4 TeknikPengumpulan Data
Pengumpulan data ditujukan untuk identifikasi permasalahan Longsor yang
terjadi di Kecamatan Bajo Barat, meliputi sejarah kejadian longsor yang ada di
semua wilayah, penggunaan lahan dan sebagainya. Adapun pengumpulan data
meliputi:
1. Data Sekunder
Data sekunder didapatkan dari dinas-dinas setempat yang terkait dengan
data yang diperlukan. Adapun data sekunder yang diperlukan untuk mendukung
Analisa Daerah Rawan Longsor di Kecamatan Bajo Barat meliputi:
a. Data Peta dasar topografi, adalah data yang mengandung informasi
ketinggian permukaan bumi.
b. Peta Digital RBI, khususnya untuk peta batas administrasi
c. Data Curah Hujan, yaitu data pengukuran curah hujan di beberapa stasiun
hujan di Kabupaten Luwu selama 1 tahun dari BMKG Luwu.
d. Data Jenis Tanah.
2. Data Primer
Pengumpulan data primer melalui survey langsung ke lapangan untuk
mendapatkan informasi kejadian Longsor, berupa kunjungan ke lokasi-lokasi
Longsor serta wawancara dengan masyarakat setempat.
3.5 Analisis Data
Setelah melakukan survei di lapangan, maka data yang ada dikumpulkan
dan diolah kemudian dianalisis untuk memperoleh kesimpulan yang sesuai dengan
kondisi aktual yang ada di lokasi survey. Tahapan analisis data yang dilakukan
adalah dengan mengelolah data dari hasil tinjauan lokasi dan pengumpulan data
yang terkait dengan masalah longsor kemudian di kelola ke dalam program
microsoft excel, untuk mengetahui tingkat presentase wilayah berdampak
Longsor.
3.6 Tahapan Dalam Penelitian
1. Tahap pengumpulan data. Yang dilakukan penulis yaitu mendatangi langsung
dinas-dinas terkait untuk mengumpulkan data seperti dinas BPBD dan
BMKG.
24
24
2. Tahapan ini merupakan tahap kedua setelah proses pengumpulan data, maka
data diolah untuk selanjutnya akan di lakukan overlay. Overlay adalah
prosedur penting dalam analisis SIG, untuk mendapatkan grafis satu peta
diatas yang lain dengan menampilkan hasilnya di layar kompter. Tahapan
yang akan dilakukan yaitu:
1) Mempersiapkan peta dasar
Peta dasar yaitu suatu gambaran dari berbagai komponen yang terpilih
didalam suatu daerah pemetaan. Adapun peta dasar yang digunakan yaitu,
administratif, peta jenis tanah, peta kemiringan lereng, peta curah hujan.
2) Membuat Directori pada ArcCatalog
ArcCatalog merupakan icon yang terdapat pada ArcGis yang merupakan
penyimpanan dalam pembuatan peta. Pada ArcCatalog digunakan untuk
menyimpan data berupa data JPEG, SHP, dan hasil akhir dariproject pembuatan
peta.
3) Menampilkan peta pada layer.
Layer merupakan lembar kerja yang ada pada ArcGis. Layer ini berfungsi
untuk menampilkan beberapa peta dengan tema berbeda. Seperti dengan hal
pembuatan peta rawan longsor kita dapat menampilakan kelima peta sekaligus
untuk dilakukan tahap digitasi tetapi pada proses digitasi dilakukan secara
bergantian. Sebelum melakukan digitasi, terlebih dahulu dilakukan pemberian
titik kordinat pada peta yang akan diolah.
4) Tahap digitasi Peta
Digitasi merupakan proses mengkonversi obyek geografis data peta raster
ke vector, data raster yang di maksud adalah peta dengan format jpg. Tahap ini
merupakan pembentukan data vector. Pada sistem informasi geografi dan
pemetaan digital, data vector banyak digunakan sebagai dasar analisis berbagai
proses. Tahap ini membuat shapefile, cut polygon shapefile, membuat atribut dan
memberikan keterangan atribut.
5) Skoring
Pemberian scoring pada masing-masing kelas disetiap parameter. Pemberian
skor ini didasarkan pada seberapa besar pengaruh kelas tersebut terhadap longsor.
Semakin tinggi pengaruhnya terhadap longsor maka skor yang diberikan akan
25
25
semakin tinggi, adapun parameter yang digunakan dalam pembuatan peta rawan
longsor yaitu bentuk lahan, kemiringan lereng, jenis tanah, curah hujan dan
penggunaan lahan. Berssdasarkan buku (Wahana Komputer, 2015), parameter
yang dilakukan untuk menentukan bahaya longsor adalah:
a. Bentuk Lahan
Tabel 2. Tabel Klasifikasi Bentuk Lahan
No. Bentuk Lahan Skor Kategori
1 Kerucut Volkan 5 Sangat rawan 2 Pegunungan, Perbukitan 4 Rawan 3 Dataran Volkan 3 Rawan 4 Dataran Alluvial 2 Tidak Rawan
5 Daratan padang surut, rawan, pantai 1 Tidak Rawan
Sumber: Wahana komputer (2015)
b. Jenis Tanah
Tabel.3 Tabel Kalsifikasi Jenis Tanah
No. Jenis Tanah Skor Kategori
1 Regosol 5 Sangat Rawan 2 Grumusol 4 Rawan 3 Latosol 3 Rawan 4 Mediteran 2 Tidak Rawan 5 Litosol 1 Tidak Rawan
Sumber: Wahana komputer (2015)
c. Kemiringan Lereng
Tabel.4 Tabel Klasifikasi Kemiringan Lereng
No. Lereng% Kreteria Kemiringan Lereng Skor Kategori
1 >40 Sangat Terjal 5 Sangat Rawan
2 15-40 Terjal 4 Rawan
3 5-15 Miring 3 Rawan
4 2-5 Landai 2 Tidak Rawan
5 0-2 Datar 1 Tidak Rawan
Sumber : Wahana Komputer (2015)
d. Peta Penggunaan Lahan
Tabel.5 Klasifikasi Penggunaan Lahan
No. Penggunaan Lahan Skor Kategori
1 Lahan Gundul 5 Sangat Rawan 2 Pekebunan atau Semak 4 Rawan 3 Pertanian, Sawah, Tegalan 3 Rawan 4 Pemukiman, Kebun Campuran, Tanaman, Pekarangan 2 Tidak Rawan 5 Lahan Terbuka, Sungai, Waduk, Rawa 2 Tidak Rawan
26
26
sumber: Wahana Komputer, (2015)
e. Curah Hujan
Tabel.6 Klasifikasi Curah Hujan
No. Besar Curah Hujan Skor Kategori
1 >300 5 Sangat Rawan 2 2500-<3000 4 Rawan 3 2000-2500 3 Rawan 4 1500-<2000 2 Tidak Rawan 5 <1500 1 Tidak Rawan
Sumber: Wahana Komputer, (2015)
Berdasarkan tabel di atas, dapat di masukkan skor pada tiap polygon pada
atribut data yang terdapat pada peta yang telah diolah.
27
27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Penelitian
Kecamatan Bajo Barat merupakan salah satu kecamatan yang terletak di
Kabupaten Luwu, secara Astronomis kecamatan Bajo Barat terletak antara
3o25’07’’ LS dan 120o25’09’’ BT dengan luas wilayah 66,3km2. Kecamatan Bajo
berbatasan langsung dengan dengan Kecamatan Bupon di sebelah barat,
Kecamatan Bajo di sebelah Timur, Kecamatan Suli Barat di sebelah Selatan, dan
Kecamatan Latimojong di sebelah Barat. Kecamatan Bajo Barat terdiri dari 9 desa
sesuai dengan peta administrasi Kabupaten Luwu. Adapun luas wilayah setiap
desa Kecamatan Bajo Barat dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Luas Kecamatan Kecamatan Bajo Barat Per Desa.
No. Nama Desa Luas (Km2) Persentase (%)
1 Saronda 5,73 8,64 2 Tumbu Barak 17,06 25,73 3 Sampeang 7,75 11,69 4 Kadong-Kadong 4,90 7,39
5 Marinding 7,50 11,31 6 Tetekang 4,09 6,17 7 Bonelemo 6,50 9,80 8 Bonelemo Barat 6,50 9,80 9 Bonelemo Utara 6,27 9,46
Sumber: BPS Kecamatan Bajo Barat
Kecamatan Bajo Barat terdiri dari 9 desa yaitu: Desa Saronda, Desa
Tumbu Barat, Desa Sampeang, Desa Kadong-Kadong, Desa Marinding, Desa
Tetekang, Desa Bonelemo, Desa Bonelemo Barat, dan Desa Bonelemo Utara yang
semua nya ternasuk desa definitive. Desa yang paling luas wilayahnya di
Kecamatan Bajo Barat adalah Desa Tumbu Barak dengan luas wilayah 17,06km2
atau 25,73% dari luar Kecamatan Bajo Barat. Adapun desa yang paling sempit
adalah Desa tetekang dengan luas wilayah 4,09km2 atau 6,17% dari luas
Kecamatan Bajo Barat (BPS 2018). Wilayah Kecamatan Bajo Barat merupakan
wilayah bukan pantar dengan topografi dataran dan pegunungan. Lokasi
penelitian ini yaitu desa Saronda, Kadong-Kadong, Tetekang, Bonelemo,
Bonelemo Barat dan Bonelemo Utara dimana topografinya pegunungan. Ada tiga
28
28
sungai yang Kecamatan Bajo, yaitu sungai suso, sungai kapu-kapu dan sungai
baloa, dimana sungai tersebut melintasi 8 desa yang ada di Kecamatan Bajo Barat
Kecuali desa Bonelemo Utara. Secara administrasi Kecamatan Bajo Barat dapat
di Lihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Peta Admin Kecamatan Bajo Barat
Berdasarkan hasil laporan dari Badan Pembangun Perencanaan Daerah
(BAPPEDA) Kabupaten Luwu dan juga pemerintah setempat bahwa di
Kecamatan Bajo Barat terdapat beberapa desa yang rentan mengalami bencana
tanah longsor yaitu Desa Saronda, Desa kadong-Kadong, Desa Tetekang, Desa
Bonelemo, Desa Bonelemo Barat dan Bonelemo Utara seperti yang pernah terjadi
pada tahun-tahun sebelum nya dimana pada tahun 2019 tepatnya tanggal 5 terjadi
longsor yang dimana satu unit kendaraan roda empat tertimpah pepohonan serta
material dan menutupi badan jalan untuk menuju ke 10 desa yang ada di
kecamatan latimojong.
2. Hasil Observasi dan Wawancara
a. Hasil Observasi
Pada penelitian ini peneliti melakukan observasi atau pengamatan dengan
mendatangi langsung lokasi yang pernah mengalami longsor. Hasil dari observasi
29
29
tersebut ada beberapa desa yang rentan mengalami bencana longsor di antaranya
adalah Desa Saronda, Desa kadong-kadong, Desa Tetekang, Desa Bonelemo,
Desa Bonelemo Barat dan Desa Bonelemo utara.
b. Hasil Wawancara
Hasil wawancara pada penelitian ini didapatkan pada saat wawancara
langsung pada dinas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan dinas
Tata Ruang Wilayah, serta pemerintahan desa setempat dan masyarakat setempat.
Adapun data yang di peroleh dari dinas terkait adalah data peta pendukung untuk
pembuatan peta rawan bencana longsor di Kecamatan Bajo Barat khususnya desa-
desa yang sering mengalami bencana longsor. Dimana menurut penjelasan dari
staf pegawai BPBD Kabupaten Luwu bahwa Kecamatan Bajo Barat khususnya
Desa Saronda, Desa Kadong-Kadong, Desa Tetekang, Desa Bonelemo, Desa
Bonelemo Barat dan Desa Bonelemo Utara adalah daerah rawan longsor dan
sering terjadi longsor ketika curah hujan tinggi dan berlangsung dalam waktu
yang lama.
Demikian juga menurut penjelasan dari masyarakat setempat bahwa di
desa tersebut sering terjadi longsor saat curah hujan tinggi dan berlangsung lama
sehingga pada saat terjadi longsor dapat membahayakan dapat merugikan
masyarakat setempat, terlebih lagi untuk menuju Kecamatan Latimojong yang
berbatasan langsung dengan Kecamatan bajo hanya ada satu Jl trans sehingga
masyarakat di Kecamatan Latimojong Maupun Bajo Barat sulit melintas saat
terjadi longsor. Seperti pada tahun 2015 tepatnya di Desa Saronda yang
mengalami bencana longsor yang mengakibatkan Jl trans menuju Desa Bonelemo
dan Kecamatan Latimojong tertutup sehingga masyarakat yang berada di
Kecamatan Latimojong maupun Desa Bonelemo saat ingin keluar membeli
sembako dan kejadian yang sama pada tanggal 5 mei 2019 tepatnya di desa
tetekang dimana 1 unit kendaraan roda empat tertimpah pepohonan dan material
longsor serta merigukan lahan pertanian masyarakat desa tetekan.
1. Analisis Parameter Kerawanan Longsor
a. Peta Curah Hujan Kecamatan Bajo Barat
Peta curah hujan adalah peta yang menampilkan mengenai persebara curah
hujan pada suatu daerah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten
30
30
Luwu, curah hujan pada tahun 2015 dengan rata-rata 1.514. Peta curah hujan
dapat di lihat pada gambar 3.
Gambar 3. Curah Hujan Kecamatan Bajo Barat
b. Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Bajo Barat
Lereng adalah Kenampakan permukaan alam disebabkan adanya beda
ketinggian, apabila beda tinggi dua tempat tersebut dibandingkan dengan jarak
lurus mendatar sehingga akan diperoleh besarnya lereng.
Bentuk lereng bergantung pada proses erosi juga gerakan tanah dan
pelapukan. Lereng merupakan parameter topografi yang terbagi dalam dua bagian
yaitu kemiringan leren dan beda tinggi telattif.
Dalam pembuatan peta kemiringan lereng di Kecamatan Bajo Barat data
yang digunakan adalah data DEM. Data DEM adalah data digital yang
menggambarkan geometri dari bentuk permukaan bumi atau bagiannya yag terdiri
dari himpunan titik-titik koordinat yang mendefenisikan permukaan tersebut. Dari
data DEM yang telah diolah didapatkan hasil kemiringan lereng yang masing-
masing memiliki 5 tipe kelas yang dikategorikan ke dalam kelerengan 0-8%
merupakan dearah datar, kelerengan 8-15% daerah landai, kelerengan 15-25%
agak curam, kelerangan 25-45% curam dan kelerengan 45-100% sangat curam.
Untuk peta kemiringan lereng dapat di lihat pada gambar berikut 4.
31
31
Gambar 4. Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Bajo Barat
c. Peta Jenis Tanah Kecamatan Bajo Barat
Pada penelitian ini dijelaskan bahwa di Kecamatan Bajo Barat jenis tanah
terdiri dari tanah Grumosol. Jenis tanah Grumosol merupakan tanah yang
terbentuk dari batuan induk kapur dan tuffa vulkanik yang umumnya bersifat
basah sehingga tidak ada aktivitas organik didalamnya namum peta jenis
grumosol peka terhadap erosi dan longsor.
Gambar 5. Peta Jenis Tanah Kecamatan Bajo Barat
32
32
D. Analisis Penentuan Daerah Rawan Longsor
Peta rawan longsor Kecamatan Bajo Barat merupakan hasil dari overlay
peta curah hujan, peta kemiringan lereng dan peta jenis tanah. Setelah dilakukan
overlay maka didapatkan tingkat kerawanan yang menunjukkan bahwa: (daerah
yang berwanah hijau memiliki tingkat kerawanan rendah), (daerah yang berwarna
kuning memiliki tingkat kerawanan sedang), (daerah yang berwarna merah
memiliki tingkat kerawanan yang tinggi).
Model yang digunakan dalam menentukan daerah rawan longsor adalah
model perkalian metode indeks storie dengan Rumus (Sitorus dalam Anissa,
2015):
L = 𝐴 𝑥 𝐵 𝑥
𝐶
10 10
Dengan,
L = Rawan bencana longsor
A =Parameter lereng
B =Tanah
C =Iklim/curah hujan
Dari hasil analisis tersebut, maka diperoleh klasifikasi tingkat kerawanan
longsor dengan hasil Skor nilai terendah yaitu 8 dan nilai hasil Skor tertinggi
yaitu 40. Klasifikasi nilai tingkat kerawanan longsor secara statistic dirumuskan
sebagai berikut:
𝐾𝑖 = Xt−Xr
𝐾
Diketahui:
Ki = Kelas Interval Xr = Data terendah
Xt = Data Tertinggi K = Jumlah kelas yang digunakan
𝐾𝑖 = 40−8
3
= 32
3
= 10,6 dibulatkan menjadi 11
Berdasarkan hasil perhitungan kelas interval kerawanan longsor maka
diperoleh hasil bahwa interval kerawanan longsor adalah 11, maka diketahui
bahwa daerah tidak rawan yaitu 8-18 ditandai dengan warna hijau, daerah rawan
yaitu 19-29 ditandai dengan warna kuning dan yang sangat rawan yaitu 30-40
33
33
ditandai dengan warna merah seluas 211.128.47. Hasil pemetaan daerah rawan
longsor kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu dapat di lihat pada gambar 6.
Gambar 6. Peta Rawan Longsor Kecamatan bajo Barat
Berdasarkan laporan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Kabupaten Luwu, Kecamatan Bajo Barat sering mengalami bencana longsor yang
mengakibat kerugian ataupun keterhambatan aktivitas masyarakat.
Pada tanggal 24 April tepatnya di Desa Bonelemo, kemudian pada hari
yang sama tepatnya di Desa Saronda yang merugikan 1 korban jiwa, dan 1 unit
jembatan putus, pada tanggal 25 April masih di Desa Saronda dan Bonelemo
yang merugikan 1 unit mobil tertiban material longsor dan 1 jiwa luka sedang
karena tertimpa material longsor.
Pada tahun 2018 tanggal 5 Maret longsor kembali terjadi di 4 desa secara
bersamaan yang merugikan akses jalan terputus, 1 unit rumah dengan takaran
kerugian Rp. 20,000,000 dan 1 unit jembatan rusak sedang dengan takaran
kerugian Rp.30,000,000.
Berdasarkan laporan tribun timur.com longsor terjadi pada tanggal 6 mei
2019. Tidak ada korban jiwa dalam bencana ini, namun 1 unit roda empat Toyota
rush dengan nomor polisi DP.1450,FA yang terimpah pohon tumbang akibat
longsor.
34
34
4.2. Pembahasan Penelitian
Secara alamia longsor disebabkan oleh pergerakan massa batuan atau
tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan
besar tanah. selain itu longsor juga dapat terjadi karena curah hujan yang tinggi
atau biasa juga disebabkan erosi.
Wilayah yang rentan akan dampak dari bencana longsor adalah wilayah-
wilayah yang merupakan topografi pegunungan, Kecamatan Bajo Barat
merupakan daerah yang memiliki topografi pegunungan.
Tingkat daerah rentan longsor lahan di Kecamatan Bajo Barat tidak
merata. Mayoritas daerah yang memiliki tingkat kerentanan longsor lahan yang
rawan dan sangat rawan berada pada bagian Timur dan Barat. Secara spesifikasi
sebaran daerah rawan longsor di Kecamatan Bajo Barat sebagai berikut.
a. Tingkat kerawanan yang sangat rendah (Tidak Rawan)
Tingkat kerewanan longsor yang rendah tersebar di Desa sampeang, Desa
kadong-kadong, Desa Marinding, Desa Tumbu Barak, Desa tetekang, Desa
Bonelemo, Bonelemo Barat, Bonelemo Utara dan desa Saronda. Mayoritas tingkat
kerawanan sangat rendah berada pada desa sampeang.
b. Tingkat kerawanan yang sedang (Rawan)
Tingkat kerawanan longsor yang sedang, ditemukan di Desa Saronda,
Desa Bonelemo, Desa Bonelemo Barat, Desa Bonelemo utara, Desa Tetekang,
Desa Kadong-Kadong dan Desa Sampeang. Mayoritas tingkat kerawanan yang
sedang berada di Sebelah Barat dan Selatan Kecamatan bajo Barat.
c. Tingkat Kerawanan yang sangat tinggi (Sangat Rawan)
Tingkat Kerawanan longsor yang tinggi di temukan pada semua desa yang
ada di Kecamatan bajo barat, Namun mayoritas daerah yang memiliki kerawanan
yang sang sangat tinggi berada pada desa Saronda.
Maksud dari pemetaan bencana longsor untuk mendukung upaya
penanggulangan bencana di Kabupaten Luwu khususnya Kecamatan Bajo Barat
agar lebih tercencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh. Hanya saja dalam
penelitian ini masih terdapat kekurangan seperti data curah hujan
perdesa/Kelurahan Kecamatan Bajo Barat belum terperinci, penelitian ini juga
35
35
masih harus dikembangkan agar setiap tahunnya kita dapat memantau kejadian
bencana setiap tahunnya.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya atau pebelitian
yang relevan seperti penelitian yang dilakukan oleh Anwar (2012) dengan judul
penelitian “Pemetaan Daerah Rawan Longsor di Lahan Pertanian Kecamatan
Sinjai Barat, Kabupaten Sinjai” penelitian ini juga menggunakan parameter
kemiringan, curah hujan dan kedalaman regolik tanah. Hanya saja penelitian di
Kecamatan Bajo Barat tidak Menggunakan parameter regolik tanah karena
keterbatasan data dari dinas terkait. Begitupun penelitian yang dilakukan oleh
Rahmat (2017) dengan judul “Pemetaan Kawasan Rawan Longsor dan Analisis
Resiko Bencana Tanah Longsor dengan Sistem Informasi Geografis (GIS)
penelirian ini menggunakan metode Overlay (Tumpukan) untuk kemudian
menentukan daerah-daerah yang rawan akan terjadinya bencana longsor.
Dari semua penjelasan maka penelitian di Kecamtan Bajo Barat
merupakan Penelitian yang sama dengan penelitian sebelumnya yaitu Pemetaan
Daerah Rawan Bencana Longsor Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu.
36
36
5.1. Kesimpulan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa Kecamatan
Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu Dari hasil analisis, maka diperoleh
klasifikasi tingkat kerawanan longsor dengan hasil scoring nilai terendah yaitu 8
dan nilai hasil scoring tertingga yaitu 40 yang kemudian di klasifikasikan menjadi
tiga tingkat Kerentanan longsor yaitu tidak rawan dengan nilai interval 8-18
rawan dengan nilai interval 19-29 dan sangat rawan 30-40.
Dalam proses pemetaan daerah rawan bencana longsro langkah pertama
yang dilakukan yaitu mempersiapkan peta dasar. Peta dasar merupakan peta yang
digunakan sebagai acuan dalam pembuatan peta utama. Dalam hal ini adalah peta
rawan longsor. Peta yang digunakan yaitu peta administrative, peta kemiringan
lereng, peta jenis tanah, dan peta curah hujan. Selanjutnya membuat ArcCatalog
yang merupakan media penyimpanan pada ArcGis untuk membuat peta rawan
bencana longsor.
Overlay merupakan langkah penting dalam analisis SIG. Overlay
bertujuan untuk mendapatkan grafis suatu peta diatas peta grafus peta lain dan
menampilkan hasilnya di layar monitor atau dengan kata lain overlay
menghasilkan peta gabungan yang menghasilkan informasi dari peta gabungan
sebelumnya.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil dari pengamatan dan penelitian, maka di berikan saran-
saran bahwa Penduduk yang melakukan penggalian atau pengikisan hendaknya
perlu memperhatikan kemiringan lereng, karena pada daerah yang miring sampi
sangat terjal apabila di lakukan pengikisan akan sangan mudah longsor. Perlu
dilakukan penanaman yang memiliki perakaran yang kuat seperti jati, pinusm
mahoni dan kemiri sehingga dapat menahan tanah dan mngikat air bila terjadi
hujan. Penataan ulang, terutama pada daerah yang di manfaatkan sebagai jalur
trans yang sering mengalami bencana longsor.
37
37
DAFTAR PUSTAKA
Ananto, K. S. 1991. Konservasi Sumberdaya Tanah dan Air. Kalam Mulia.
Jakarta.
Arifin, S. dan Ita, C. 2006. Implementasi Pengindraan Jauh dan SIG untuk
Inventarisasi Daerah Rawan Bencana Longsor. Pengindraan Jauh
LAPAN. Vol 3, hal 80-81.
Aziz, T. Lukman dan Rachman, R. 1977. Peta Tematik. Disertasi tidak
diterbitkan. Yogyakarta: Program Pascasarjana Fakultas Teknik Sipil
dan Pembangunan- UGM.
Anjas A. 2012. Pemetaan Rawan Longsor di Lahan Pertanian Studi Kasus: Sinjai
Barat. Disertasi tidak diterbitkan. Makassar: Fakultas Keteknikan
Pertanian-UNHAS.
Bringker, Russel. C. P, R.W. Elementary Survaying. Atau Dasar-Dasar.
Pengukuran Tanah, Terjemah. Tjoko Walijatun. Erlangga. Jakarta.
B i n t a r t o , S . 1 9 9 1 . Me to d e An a l i sa G e og ra f i . LP 3 E S . J a k a r t a .
Barus, B. 1999. Pemetaan Bahaya Longsoran Berdasarkan Klasifikasi Statistik
Perubahan Tunggal Menggunakan SIG Studi Kasus daerah ciawi-Puncak-
pacet Jawa Barat. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. 2(1):1410-7333.
Djauhari, N. 2006 . Geologi Lingkungan . Graha Ilmu. Yogyakarta .
Daniswara, H, S. 2016. Sistem Informasi Pemetaan Daerah Rawan Bencana
Tanah Longsor di Kabupaten Banjarnegara Berbasis Android. Disertasi
tidak diterbitkan. Purwokerto: Program Pascasarjana Fakultas teknik-
UNISMUH.
Fheni, F. L. 2008. Penerapan Sistem Informasi Geografi dalam Pemetaan Daerah
Rawan Longsor. Studi Kasus: Kabupaten Bogor. Disertasi tidak
diterbitkan. Bogor: Program Pascasarjana FMIPA-IPB.
Hirnawan, R. F. 1993. Ketanggapan Stabilitas Lereng Perbukitan Rawan
Gerakantanah atas Tanaman Keras, Hujan & Gempa. Studi Kasus:
Bandung. Sumedang: Program Pascasarjana Teknik geologi-UNPAD
Hardiyatmo. H. C. 2009. Mekanika Tanah. GMUP. Yogyakarta.
Harmon, Jhon. E and Anderson, S. J. 2003 The design Implementation of
Geographic Information System. Inc Denver. Boston.
Karwati, D. 2005. Bencana Alam Gerakan Massa Tanah di Indonesia dan Upaya
Penanggulangannya. GMUP. Yogyakarta.
Projo, D. 2010. Pengindraan Jauh, Posisi, paradigma dan pemodelannya dalam
kajian geografi, Makalah disajikan pada Rapat Senat Terbuka Fakultas
Geografi. Universitas Gadjah Mada, 4 Agustus 2010.
38
38
Prahasta E. 2002. Sistem Informasi Geografis Konsep-Konsep Dasar (Prespektif
Geodesi dan Geomatika. Informatika Bandung. Bandung.
Prahasta, E. 2009. Sistem Informasi Geografis Konsep-Konsep Dasar (Prespektif
Geodesi dan Geomatika). Informatika Bandung. Bandung.
Purwantrianani. 2009. Penentuan Sebaran Daerah Rentan Longsor Lahan
Menggunakan Sistem Informasi Geografis di Kecamatan Kandangan
Kabupaten Temanggung Profinsi Jawa Tengah. Disertasi tidak
diterbitkan. Yogyakarta: Program Pascasarjana Fakultas Teknik-UNY.
Prasetyo. 2019. Pemetaan Kawasa Rawan dan Resiko Bencana Banjir di Kota
Surakarta tahun 2007. Disertasi tidak diterbitkan. Surakarta: Program
Pascasarjana Fakultas Teknik-Universitas Sebelas Maret.
Purnama, A. 2008. Pemetaan Kawasan Rawan Banjir Di Daerah Aliran Sungai
Cisadane Menggunakan Sistem Informasi geografis. Disertasi tidak
diterbitkan. Bogor: Program Pascasarjana Fakultas kehutanan-Institut
Pertanian Bogor.
Riyanto, P.Ekaputra, P.Indelarkoko H. 2009. Pengembangan Aplikasi Sistem
Informasi Geografis Berbasis Dekstop dan Web. Jaya Media.
Yogyakarta.
Robbert, F. 2006 Geology and Engineering. Meygray Hill Book Company,
Inc. New York.
Sutrisno, L, M.2011. Aplikasi sistem Informasi Geografi Untuk Penentuan Tingkat
Kerentanan Longsor Lahan . Studi Kasus: Kecamatan Imogiri. Disertasi
tidak diterbitkan. Yogyakarta. Program Pascasarjana Fakultas Teknik-UNY.
Sitanala Arsyad. 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.
Suharyono, M. A. 1994. Pengantar Filsafat Geografi. Direktorat Jendral
Perguruan Tinggi. Jakarta.
Sumiyatinah dan Yohanes. 2000. Pemodelan SIG untuk menentukan daerah
rawan erosi akibat longosran di Propinsi Jawa Barat, dalam Prosiding
Forum Ilmiah Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia. Ikatan Surveyor
Indonesia. Bandung.
Sandy, I M. 1972. Esensi Kartografi. Direktorat Jenderal Agraria. Jakarta.
Sinaga, Maruli S. 1995. Pengetahuan Peta. GMUP. Jakarta.
Susetyo, B, D dan Perdana, P, A. 2017. Uji Ketelitian surface Model (DMS)
sebagai Data Dasar dalam Pembentukan Kontur Peta Rupa Bumi
Indonesia (RBI). Researchgate.Net. Bogor.
Susanto dan Rachman. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Konsep dan Kenyataan.
Kanisius. Yogyakarta.
39
39
Sari M. 2014. Sistem Informasi Geografis Pemetaan Daerah Rawan Tanah
Longsor di Kabupaten Gunung Kidul Berbasis WEB. Jurnal Sarjana
Teknik Informatika. 2(1): 41-43.
Tika dan H. Moh Panbudu. 2005 Metode Penenlitian Geografi. Bumi Aksara.
Jakarta.
Wesley, L.D. 1977. Mekanika Tanah. Badan Penerbit Pekerjaan Umum. Jakarta.
Wahana Komputer. 2015. Pemodelan SIG untuk Mitigasi Bencana. Media
Komputindo. Jakarta.
Worosuprojo, S. 2008. Pengelolaan Sumberdaya Lahan Berbasis Dalam
Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia. GMUP. Yogyakarta
Yayasan I. 2005. Paduan Umum Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat.
Yayasan Idep. Bali.
Yongki K. 2017. Pemetaan Daerah Rawan Longsor di Kecamatan Sumber Jaya
Kabupaten Lampung Barat. Disertasi tidak diterbitkan. Bandar
Lampung: Program Pascasarjana Keguruan dan Ilmu Pendidikan-
Universitas Lampung.
Zakaria, Z. 2000. Peran Identifikasi Longsoran dalam Studi Pendahuluan Per
modelan Sistem STARLET Untuk Mitigasi Bencana Longsor. Jurnal
Geologi Inonesia. 5(2): 93-112.
40
40
L
A
M
P
I
R
A
N
41
41
42
42
LEMBAR INSTRUMEN PELAKSANAAN OBSERVASI
Judul Penelitian : .............................................................................................
Tempat Penelitian : ..............................................................................................
Waktu Penelitian : ..............................................................................................
Petunjuk Pengisian:
Amatilah hal-hal yang menyangkut dengan tempat penelitian. Kemudian isilah
lembar pernyataan observasi yang telah dibuat dalam tabel dengan prosedur
sebagai berikut:
1. Observasi dilakukan sejak april 2019.
2. Berikut disajikan 4 pernyataan yang harus diamati dan di jawab sesuai dengan
hasil pengamatan.
3. Berilah tanda (√) alternatif jawaban yang benar-benar cocok dan sesuai
berdasarkan keadaan sebenarnya.
TABEL INSTRUMEN OBSERVASI
No. Aspek yang diamati Ya Tidak Ket
1. Penyajian informasi bencana masih secara manual
2. Pemetaan daerah rawan bencana sudah dilakukan
3. Sosialisasi berbasis pemetaan sudah dilakukan
4. Kecamatan memiliki peta rawan bencana longsor
Observer
(.......................)
43
43
LEMBAR INSTRUMEN WAWANCARA
Nama Lengkap : ..............................................................................................
Jabatan : ..............................................................................................
Petunjuk Wawancara:
4. Tulislah identitas anda pada tempat yang telah disediakan.
5. Berikut disampaikan beberapa pertanyaan yang anda harus jawab dengan jujur
dan berdasarkan dengan keadaan sebenarnya.
6. Pertanyaan yang diajukan dalam proses wawancara bersifat terstruktur dan
tidak terstruktur yang artinya pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan
khusus yang telah dirancang sebelumnya.
TABEL INSTRUMEN WAWANCARA
No. Pertanyaan Hasil Wawancara
1. Bagaimana penyajian informasi
mengenai bencana longsor di Kecamatan Bajo Barat?
2. Apakah sudah pernah di buatkan pemetaan rawan bencana?
3. Bagaiman pendapat anda
mengenai pemetaan daerah rawan bencana longsor ?
4. Bagaimna pendapat anda jika
kecamatan Bajo Barat di buatkan
peta daerah rawan bencana longsor?