Pemeriksaan Keuangan Daerah

17
RESUME MATERI KULIAH PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN DAERAH DISUSUN OLEH KELOMPOK IV: HENDY WIDANARKO F13140 48 JATI DWI KESUMANINGRUM F13140 53 R. RUDY KARYANTO F13140 68 REZA FERDIANSYAH F13140 72 1 | Page

description

Pengelolaan Keuangan Daerah

Transcript of Pemeriksaan Keuangan Daerah

RESUME MATERI KULIAH

PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARAPEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB

KEUANGAN DAERAH

DISUSUN OLEH KELOMPOK IV:HENDY WIDANARKOF1314048

JATI DWI KESUMANINGRUMF1314053

R. RUDY KARYANTOF1314068

REZA FERDIANSYAHF1314072

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2015PEMERIKSAAN PENGELOLAAN & TANGGUNG JAWAB

KEUANGAN DAERAH A. Pendahuluan

Dalam UU No 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara disebutkan bahwa pemeriksaan keuangan pemerintah daerah dilakukan oleh BPK. Pemeriksaan keuangan oleh bpk tersebut merupakan pemeriksaan pada laporan keuangan (lk) pemerintah daerah. Hasil pemeriksaan keuangan berupa pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah.

Opini pemeriksa adalah pernyataan profesional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi (keuangan) yang disajikan dalam laporan keuangan. Opini didasarkan pada kriteria:

Kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan Kecukupan pengungkapan (adequate disclosures) = kejujuran untuk/dalam menjelaskan Kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan Efektivitas sistem pengendalian intern.

B. Pengertian

Pemeriksaan sebagaimana dimuat dalam Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana dimuat dalam pasal 1 ayat 6 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah.

Keuangan daerah sebagaimana dimuat dalam pasal 1 ayat 5 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.

C. Pemeriksaan Keuangan Pemerintah Daerah

Pemeriksaan pembelanjaan dan pertanggungjawaban APBD mengalami perkembangan dan perubahan yang cukup signifikan setelah berlakunya paket tiga Undang-undang Keuangan Negara. Perubahan tersebut antara lain meliputi jenis pemeriksaan, standar pemeriksaan, pelaksanaan dan pelaporan hasil pemeriksaan, serta pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan.

Adanya sistem akuntansi pemerintahan yang berbeda dengan sistem akuntansi privat, maka pemerintah memiliki badan sendiri yang berfungsi sebagai tim audit. Sama halnya dengan sektor privat, auditor pemerintah juga dibagi ke dalam dua kelompok yaitu auditor eksternal dan auditor internal. Auditor eksternal dipegang oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). Sedangkan auditor internal dipegang oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern, Inspektorat Provinsi, dan Inspektorat Kabupaten atau Kota. Tiap lingkup telah memiliki bagian auditor masing masing.

Kedua auditor internal dan eksternal pemerintahan, yaitu BPK dan BPKP bertanggungjawab terhadap pemerintah pusat. Dalam hal ini BPK dan BPKP dalam pelaksanaan tugas tidak berjalan sendiri sendiri. Seperti layaknya auditor eksternal dan internal, BPKP merupakan partner bagi BPK. BPKP melakukan proses audit terhadap pemerintah pusat, kemudian dari hasil tersebut diberikan presiden. Dan dari presiden akan diserah kan laporan audit tersebut ke BPK untuk diperiksa. Maka, hasil audit BPKP menjadi second opinion bagi BPK dalam melakukan proses audit.

1. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah ada sejak Indonesia merdeka, dengan ditandai oleh Pasal 23 ayat 5 UUD Tahun 1945 yang menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang- Undang. Hasil pemeriksaan itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Selain dengan adanya UUD 1945 telah dikeluarkan Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946 mengenai pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan. Pada tanggal 1 Januari 1947 kedudukan BPK untuk sementara berada di kota Magelang.

Reformasi BPK bersinergi dengan Reformasi Birokrasi Pemerintah. Tujuan dari Reformasi Birokrasi Pemerintah adalah untuk membangun / membentuk profil dan perilaku aparatur negara yang memiliki integritas tinggi, produktivitas tinggi, dan bertanggung jawab serta kemampuan memberikan pelayanan yang prima sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Reformasi Birokrasi pemerintah diikuti dengan Reformasi Birokrasi pada BPK. Tujuan Reformasi Birokrasi pada BPK adalah sebagai berikut :

1) memberikan panduan tentang tahapan, program dan aktivitas Reformasi Birokrasi di BPK

2) menjadi bahan untuk evaluasi pelaksanaan/capaian Reformasi Birokrasi di BPK

3) sumber informasi membangun kepercayaan publik tentang komitmen BPK melaksanakan program Reformasi Birokrasi

Untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka BPK memiliki beberapa program yang terbagi dalam empat bidang yaitu kelembagaan, proses bisnis, sumber daya manusia, sarana dan prasarana. Tiap bidang memiliki sistem dan capaian yang berbeda. Sumber daya manusia merupakan salah satu fokus dari Reformasi Birokrasi yang terjadi di BPK. Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang terdapat di BPK menggunakan pendekatan sistem SDM terpadu. BPK sangat concern dengan sistem rekrutmen dan remunerasi pada pengelolaan SDM.

2. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa peran BPKP adalah sebagai auditor internal bagi pemerintah. Dengan adanya Keppres no.31 tahun 1983 BPKP lahir dari hasil transformasi DJPKN ( Direktorat Jendral Pengawasan Keuangan Negara). DJPKN berdiri tahun 1966, dan memiliki tugas melakukan pengawasan anggaran dan pengawasan seluruh pelaksanaan anggaran negara, anggaran daerah, dan badan usaha milik negara / daerah. Kini, BPKP memiliki visi yaitu Auditor Presiden yang responsif, interaktif, dan terpercaya untuk mewujudkan akuntabilitas keuangan negara yang berkualitas. BPKP merupakan lembaga pemerintah non departemen yang berada di bawah presiden dan bertanggung jawab langsung kepada presiden. Karena BPKP lepas dari semua departemen, maka BPKP dapat melaksanakan fungsinya secara lebih objektif. BPKP lebih cenderung bersifat preventif atau pembinaan, daripada audit. Preventif yang dimaksud adalah pengawasan yang berguna mencegah terjadinya penyimpangan. Berikut adalah tugas dan fungsi BPKP sesuai dengan Pasal 52, 53, 54 Keputusan Presiden Republik Indonesia No.103/ 2001.

1. Fungsi BPKP:

a. pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan;

b. perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan;

c. koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPKP;

d. pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan pengawasan keuangan dan pembangunan;

e. penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana kepegawaian, keuangan, karsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.

2. Wewenang BPKP :

a. penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya;

b. perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara makro;

c. penetapan sistem informasi di bidangnya;

d. pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervisi di bidangnya;

e. penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidangnya;

f. kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku, yaitu : memasuki semua kantor, bengkel, gudang, bangunan, tempat-tempat penimbunan, dan sebagainya;

g. meneliti semua catatan, data elektronik, dokumen, buku perhitungan, surat-surat bukti, notulen rapat panitia dan sejenisnya, hasil survei laporan-laporan pengelolaan, dan surat-surat lainnya yang diperlukan dalam pengawasan; pengawasan kas, surat-surat berharga, gudang persediaan dan lain-lain; meminta keterangan tentang tindak lanjut hasil pengawasan, baik hasil pengawasan BPKP sendiri maupun hasil pengawasan Badan Pemeriksa Keuangan, dan lembaga pengawasan lainnya.

Dalam menjalankan peran, harus terdapat strategi yang tepat agar hasil yang diinginkan tercapai. BPKP memiliki tiga strategi yaitu preemptif, prevetif, dan represif. Yang pertama adalah dengan strategi preemptif sebagai langkah awal. Preemptif adalah strategi untuk meningkatkan kesadaran bahwa tidak hanya kalangan pemerintahan tetapi juga masyarakat untuk memberantas korupsi. Cara cara yang dilakukan adalah dengan sosialisasi mengenai bahaya korupsi dan dampak yang akan terjadi. Selain itu juga dapat dilakukan dengan cara menekankan mengenai dampak korupsi pada tiap pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan. Sehingga dari awal, masyarakat telah sadar bahwa korupsi merupakan musuh utama dalam memajukan suatu badan atau bahkan negara.

Strategi yang kedua adalah prevetif, dari bahasa tersebut diambil dari bahasa inggris yang artinnya adalah mencegah. Maka, strategi ini dilakukan untuk melakukan pencegahan dan pendeteksian secara dini terhadap permasalahan permasalahan yang muncul di pemerintahan. Pemerintah telah mengembangkan sistem dan prosedur dalam rangka mendukunng pencegahan kasus kasus korupsi yang akan muncul.

Strategi yang ketiga adalah represif, yaitu tidak lagi mencegah tetapi menanggulangi dengan cara pemberantasan kasus korupsi yang ada. Pemberantasan tersebut tidak hanya dilakukan oleh BPKP tetapi juga dibantu oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan aparat penegak hukum yaitu kepolisisan, kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi). Dari peran dan strategi yang dimiliki BPKP, maka diharapkan dapat memberikan dampak yang besar bagi pemerintahan Indonesia terutama dengan banyaknya kasus korupsi di Indonesia.

PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian internal Pasal 47 menyebutkan bahwa pimpinan instansi/lembaga pemerintah bertanggung jawab atas efektivitas penyelenggaraan sistem pengendalian internal di lingkungan masing-masing. Atas dasar itu di masing-masing lembaga mempunyai satuan kerja yang bertugas untuk mengawasi dan menjamin pelaksanaan operasional instansi agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Di tingkat pusat lembaga tersebut lazim disebut Inspektorat dan ditingkat daerah disebut Badan Pengawas (Bawas) yang sekarang Inspektorat juga.

Fungsi pengawas internal adalah membantu pimpinan instansi/lembaga dalam penyelenggaraan pemerintahan dibidang :

1. Pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan baik yang sudah selesai maupun on going;

2. Evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas, fungsi evaluasi tersebut termasuk dalam pengujian secara berkala laporan yang dihasilkan oleh masing-masing perangkat daerah;

3. Pembinaan dan perbaikan pelaksanaan kegiatan-kegiatan reguler yang dilaksanakan;

4. Membantu tercapainya good corporate governance.Menurut penjelasan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dan perubahannya tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Kepala Daerah (Bupati/Walikota) selaku pemegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan juga bertindak sebagai pemegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan daerah. Selanjutnya kekuasaan tersebut dilimpahkan kepada Kepala Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah selaku pejabat pengelola keuangan daerah dan dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah itu sendiri sebagai pengguna anggaran/barang daerah di bawah koordinasi dari Sekretaris Daerah.

Pemisahan pelaksanaan APBD ini akan memberikan kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggungjawab terlaksananya mekanisme keseimbangan dan pengawasan dalam pelaksanaan anggaran daerah (check and balances) serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka dana yang tersedia dalam APBD harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal bagi kepentingan masyarakat.

Pemeriksa pasal 23 e UUD 1945 BPK (badan pengawas keuangan) yang bebas dan mandiri. Pemeriksaan adalah tindakan menilai dari apa yang (tindakan refresif) seharusnya dengan kenyataan.

Lembaga / Institusi Pemeriksa

BPK (pemeriksa eksternal; tidak berada didalam pemerintah) diatur dalam UU No.15 / 2006. BPKP (pemeiksaan internal) diatur dalam Kepmen No. 30/1980 Inspektora (dalam lingkup propinsi, kabupaten/kota) diatur dalam PP No.41/2007.

Fungsi Pemeriksa :

1. Fungsi operatif : tugas memeriksa

2. Fungsi Rekomendasi : fungsi tuntutan.

3. Fungsi Quasi Yudisial : fungsi penyelesaian keuangan Negara/daerah.

Tuntutan kebendaan

Tuntutan ganti rugi terhadap pengawai bukan bendahara.

Fungsi pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang sangat penting artinya bagi pimpinan baik itu sektor privat/perusahaan maupun di sektor publik atau pemerintahan. Dalam suatu organisasi mengenal fungsi manajemen dengan istilah POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling). Fungsi manajemen tersebut meliputi fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan kegiatan dan pengawasan. Fungsi pengawasan yang seharusnya memberikan feed back (umpan balik).Pengawasan pembelanjaan dan pertanggungjawaban APBD harus dipandang sebagai jaringan yang didalamnya diterapkan berbagai proses waktu dan administrasi pada beberapa teknikyang digunakan untuk memastikan bahwa transaksi pemerintah khususnya Pemda dilakukan dalam usaha strategis dan sasaran yang saling terkait.

Fungsionalisasi manajemen pembelanjaan dan pertanggungjawaban APBD yang baik secara subtansial tergantung pada sifat pengawasan yang dijalankan. Pada masing-masing bidang, masalah tentang kapasitas dan pengembangan kapasitas sangat penting demi keefektifan sistem-sistem tersebut dalam jangka pendek dan menengah.Untuk itu terdapat enam tantangan pada masa yang akan datang:

1. pengembangan kerangka jangka menengah bagi manajemen pembelanjaan dan pertanggungjawaban APBD, sesuai dengan stabilitas makroekonomi, yang bisa mengalokasikan sumber daya menurut.prioritas dan menyalurkan sumber daya dengan cara yang dapat diperkirakan kepada instansi- instansi;

2. memperkuat sistem manajemen yang berorientasi kinerja dan pemberian pelayanan;

3. memelihara kontrol pembelanjaan dan pertanggungjawaban APBD, untuk memastikan agar sumber daya digunakan sesuai dengan ketentuan kebijakan dan batas-batas pengeluaran;

4. menciptakan struktur yang menjamin transparansi untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya;

5. merumuskan rencana yang realistis dengan sumber daya yang terbatas untuk membimbing pengambilan keputusan; dan

6. pengembangan sistem manajemen pembelanjaan dan pertanggungjawaban APBD yang sehat.

Audit yang dilakukan BPK sering menjadi momok bagi aparatur daerah. Beberapa kondisi yang terjadi adalah:

(1) tidak sama pemahaman antara BPK selaku auditor dengan Pemda (selaku auditee) tentang petunjuk teknis yang dikeluarkan Pemerintah (seperti Permendagri 13/2006 dan peraturan lainnya);

(2) Persepsi aparatur Pemda terhadap audit BPK masih beragam;

(3) Aparatur Pemda tidak memahami standar dan prosedur pemeriksaan, sehingga muncul kekuatiran auditor bersikap tidak fair dan tidak independen;

(4) opini BPK kurang memiliki makna karena tidak memiliki konsekuensi apa-apa, kecuali sebagai pintu masuk ke kasus pidana seperti korupsi.

Adanya tuntutan perundang-undangan mengenai keuangan negara menuntuk adanya pengelolaan keuangan daerah secara ekonomis, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel serta berorientasi kepada kepentingan publik. Laporan pengelolaan keuangan daerah ini akan dilaporkan kinerja kepada Pemerintah Pusat, DPRD dan Masyarakat sebagai bentuk horizontal accountability. Di dalam pemerintahan pengawasan memiliki beberapa istilah yaitu Pengawasan melekat, Pengawasan Legislatif, Pengawasan Masyarakat, dan Pengawasan Fungsional. Ruang lingkup pengawasan itu sendiri terbagi menjadi 3, yaitu Itjen Dep/ UP LPND, Inspektorat Provinsi, dan Inspektorat Kabupaten/ Kota.

BPKP akan melakukan pemeriksaan terhadap :

1. Pemeriksaan atas Laporan Keuangan

2. Pemeriksaan Operasional

3. Pemeriksaan Kinerja

4. Pemeriksaan Investigatif

Khusus pemeriksaan investigatif akan dilakukan apabila terdapat hal :

1. Didasarkan pada temuan audit lainnya

2. Berdasarkan atas pengaduan masyarakat

3. Berdasarkan atas permintaan instansi penyidik

4. Pemeriksaan investigatif berdasarkan atas permintaan instansi non penyidik

D. Pembahasan Peraturan Pertanggung Jawaban KeuanganDaerahPengaturan bidang akuntansi dan pelaporan dilakukan dalam rangka untuk menguatkan pilar akuntabilitas dan transparansi. Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan transparan, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 mengamanatkan Pemerintah Daerah wajib menyampaikan pertanggungjawaban berupa:

(1) Laporan Realisasi Anggaran,

(2) Neraca,

(3) Laporan Arus Kas, dan

(4) Catatan atas Laporan Keuangan.

Laporan keuangan dimaksud disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Sebelum dilaporkan kepada masyarakat melalui DPRD, laporan keuangan perlu diperiksa terlebih dahulu oleh BPK. Fungsi pemeriksaan merupakan salah satu fungsi manajemen sehingga tidak dapat dipisahkan dari manajemen keuangan daerah. Berkaitan dengan pemeriksaan telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Terdapat dua jenis pemeriksaan yang dilaksanakan terhadap pengelolaan keuangan negara, yaitu pemeriksaan intern dan pemeriksaan ekstern. Pemeriksaan atas pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan sejalan dengan amandemen IV UUD 1945. Berdasarkan UUD 1945, pemeriksaan atas laporan keuangan dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI). Dengan demikian BPK RI akan melaksanakan pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah. Dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan keuangan ini, BPK sebagai auditor yang independen akan rnelaksanakan audit sesuai dengan standar audit yang berlaku dan akan mernberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan. Kewajaran atas laporan keuangan pemerintah ini diukur dari kesesuaiannya terhadap standar akuntansi pemerintahan. Selain pemeriksaan ekstern oleh BPK, juga dapat dilakukan pemeriksaan intern. Pemeriksaan ini pada pemerintah daerah dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Daerah/Inspektorat Provinsi dan atau Kabupaten/Kota.

1 | Page