pemecahan masalah matematik

19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik 1. Pengertian Masalah Sesuatu dikatakan sebagai masalah jika memuat suatu kodisi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menemukan penyelesaiannya. Dalam proses penyelesaiannya ditemukan kesulitan, hambatan atau rintangan-rintangan masalah seperti yang dikatakan George Polya (dalam Clark, 2009: 3) “solving a problem means finding a way out difficulty, a way around an obstacle, attaining an aim which is not immediately attainable”. Suatu masalah dipandang sebagai “masalah” merupakan hal yang sangat relatif. Suatu soal dianggap sebagai masalah bagi seseorang, bagi orang lain mungkin hanya merupakan hal yang rutin belaka (Tim MKPBM, 2001: 87). Dengan kata lain, secara umum orang memahami masalah (problem) sebagai kesenjangan antara harapan dan kenyataan. 2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Kemampuan memecahkan masalah merupakan merupakan hal yang mutlak yang harus dikuasai setiap orang untuk menghadapai persaingan hidup dan kehidupan. Kemampuan berfikir yang didapat ketika seseorang memecahkan masalah, diyakini dapat ditransfer atau digunakan ketika menghadapai masalah dalam kehidupan sehari-hari. Maka pembelajaran pemecahan masalah atau belajar memecahkan

description

pedagogi math

Transcript of pemecahan masalah matematik

Page 1: pemecahan masalah matematik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik

1. Pengertian Masalah

Sesuatu dikatakan sebagai masalah jika memuat suatu kodisi yang

mendorong seseorang untuk menyelesaikannya tetapi tidak tahu secara

langsung apa yang harus dikerjakan untuk menemukan

penyelesaiannya. Dalam proses penyelesaiannya ditemukan kesulitan,

hambatan atau rintangan-rintangan masalah seperti yang dikatakan

George Polya (dalam Clark, 2009: 3) “solving a problem means finding

a way out difficulty, a way around an obstacle, attaining an aim which

is not immediately attainable”.

Suatu masalah dipandang sebagai “masalah” merupakan hal yang

sangat relatif. Suatu soal dianggap sebagai masalah bagi seseorang, bagi

orang lain mungkin hanya merupakan hal yang rutin belaka (Tim

MKPBM, 2001: 87). Dengan kata lain, secara umum orang memahami

masalah (problem) sebagai kesenjangan antara harapan dan kenyataan.

2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik

Kemampuan memecahkan masalah merupakan merupakan hal

yang mutlak yang harus dikuasai setiap orang untuk menghadapai

persaingan hidup dan kehidupan. Kemampuan berfikir yang didapat

ketika seseorang memecahkan masalah, diyakini dapat ditransfer atau

digunakan ketika menghadapai masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Maka pembelajaran pemecahan masalah atau belajar memecahkan

Page 2: pemecahan masalah matematik

16

masalah sangat penting diberikan kepada siswa sebagai bekal dalam

menghadapi setiap persoalan dalam kehidupannya sehari-hari.

Mengajarkan pemecahan masalah melalui pendekatan pembelajaran

pemecahan masalah adalah suatu tindakan (action) yang dilakukan guru

agar para siswanya termotivasi untuk menerima suatu tantangan (soal)

dan mengarahkan siswa dalam proses pemecahannya (Cooney at al.

dalam Fadjar Shadiq, 2004).

The National Council of Teachers of Mathematics (NCTM)

merekomendasikan bahwa pemecahan masalah (problem solving) harus

menjadi fokus dalam pengajaran matematika, karena mencakup

keterampilan dan fungsi yang merupakan bagian penting dalam

kehidupan sehari-hari. Lebih dari itu pemecahan masalah dapat

membantu siswa untuk beradaptasi dengan segala perubahan dan

masalah-masalah tak terduga di dalam karir/pekerjaan dan aspek-aspek

lain dalam kehidupan mereka (NTCM, dalam Taplan 2010).

Menurut Sumardyono (P4TK Matematika, 2010) pembelajaran

pemecahan masalah memiliki dua dimensi atau dua “materi” yaitu: (1)

pembelajaran matematika melalui model atau strategi pemecahan

masalah, dan (2) pembelajaran strategi pemecahan masalah itu sendiri.

Yang pertama “pemecahan masalah” sebagai strategi atau model atau

pendekatan pembelajaran, sedang yang kedua “pemecahan masalah”

sebagai materi pembelajaran. Selanjutnya Sumardyono berpendapat

bahwa kedua dimensi ini memiliki bobot kepentingan yang sama

Page 3: pemecahan masalah matematik

17

sehingga di dalam pembelajaran matematika kita menerapkan

pembelajaran dengan model pemecahan masalah sambil mengarahkan

siswa untuk memahami dan memiliki keterampilan pemecahan masalah

(P4TK Matematika, 2010:8).

Werthheimer, seorang tokoh psikologi kognitif Gestalt

berpendapat bahwa dalam proses belajar, tidaklah tepat menggunakan

metode menghafal, tetapi lebih baik bila siswa belajar dengan

pengertian dan pemahaman. Dalam situasi belajar, seseorang terlibat

langsung dalam situasi itu dan memperoleh insight (pemahaman

mendadak tentang hubungan antar bagian dalam suatu permasalahan)

untuk pemecahan masalah (Djaali, 2007:63). Sebagai keterampilan

dasar (basic skill), pemecahan masalah dalam pembelajaran

matematika, sebagaimana yang diamanatkan dalam dokumen

kurikulum 2006, hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang

sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan

masalah kontekstual, siswa secara bertahap dibimbing untuk menguasai

konsep matematika (Depdiknas, 2006).

Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan perlu

dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model

matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya. Oleh

karena itu guru dituntut untuk mengeksplorasi, mendesain, dan

menggunakan suatu dan atau beberapa pendekatan, teknik/metoda, dan

media yang dapat mengoptimalisasi kemampuan matematika siswa.

Page 4: pemecahan masalah matematik

18

Dalam kaitan dengan itu pula Rusefendi mengingatkan tugas kita

sebagai guru dalam membantu siswa menyelesaikan masalah adalah:

(1) Guru harus mengetahui bahwa anak perkembangan mentalnya

telah cukup dan telah memiliki cukup pengetahuan prasyarat untuk

menyelesaikan soal tersebut, agar siswa tidak buntu berfikir

karena masalah lain (bahasa dan matematika sukar)

(2) Siswa harus mengerti soal tersebut. Guru dapat mengetahuinya

bila siswa dapat menyatakan soal tersebut dengan kata-kata

sendiri, misalnya.

(3) Siswa harus mengetahui apa yang harus dicari

(4) Siswa supaya mencoba-coba mencari jawaban (membuat strategi),

misalnya: menerka dan mengeceknya, menyederhanakan soal,

menggunakan diagram/rumus/tabel, bekerja mundur,

menggunakan kalkulator dan lain-lain.

(5) Membantu siswa mencari cara penyelesaian soal

(6) Mengawasi siswa menyelesaikan soal

(7) Memperhatikan siswa dalam meninjau kembali jawaban, cara,

penyelesaian, dan lain-lain, yang telah dilakukan untuk mencari

cara yang lebih baik, menghindarkan kekeliruan dan lain-lain

(8) Guru harus berusaha agar pada diri siswa itu selalu ada keinginan

(sebagai prasyarat), ada ketabahan menghadapinya, dan tidak ada

keraguan tentang kebenaran jawaban yang diperolehnya.

(Ruseffendi, 1984:538)

Page 5: pemecahan masalah matematik

19

B. Metoda Bar-Modeling (The Singapore Model Method)

(1) Kurikulum Pendidikan Matematika Singapura

Pada tahun 1992 Singapura mulai menekankan pemecahan

masalah di dalam kurikulumnya. Pemecahan masalah matematika

dipusatkan dalam pembelajaran matematika yang di dalamnya

menyangkut kemahiran, kemampuan/keterampilan dalam

menerapkan konsep-konsep matematika dalam berbagai situasi

masalah, seperti yang dijabarkan oleh Kementrian Pendidikan

Singapura, Mathematical problem solving is central to mathematics

learning. It involves the acquisition and application of mathematics

concepts and skill in a wide range of situation, including non-routine,

open-ended and real-word problems (Clark, 2009).

Pemecahan masalah (problem solving) sebagai tujuan utama

pengembangan kurikulum pendidikan Singapura bergantung pada 5

(lima) komponen yang saling terkait. Kelima komponen: konsep

(Concept), keterampilan (Skills), proses (processes), sikap (Attitudes),

dan metakognisi (Metacognition) dan problem solving sebagai

centernya tergambar dalam sebuah segilima yang disebut sebagai

Kerangka Kurikulum Matematika Singapura (Singapore’s

Mathematics Framework):

Page 6: pemecahan masalah matematik

20

Gambar 2.1. Singapore’s framework of the school mathematics curriculum

Kerangka di atas memperlihatkan bahwa pemecahan masalah

matematika merupakan tujuan utama dari pembelajaran matematika.

Sedangkan kelima komponen yang melingkarinya memberikan

kontribusi terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika.

Tujuan dari kurikulum tersebut dipaparkan dalam dokumen silabus

yang memuat garis besar pilosofis yang mendasarinya dan tujuan-

tujuan kurikulum beserta muatan silabus berdasarkan tingkatan kelas.

Di dalam silabus tersebut (silabus 2006), komponen Processes

telah mengalami penambahan yang menitikberatkan pada proses

reasoning (penalaran), communication and connection (komunikasi

dan koneksi), serta application and modelling (aplikasi dan

pemodelan/peragaan) sebagai tambahan dari heuristics

(heuristic/strategi) dan thinking skill (kemampuan berfikir). Semua

kemampuan proses tersebut harus diimplementasikan dalam

pembelajaran matematika.

Page 7: pemecahan masalah matematik

21

Application and modelling menurut silabus 2006 (Kaur dan

Dindyal, 2010) memainkan peranan yang sangat penting dalam

mengembangkan pemahaman dan kemampuan matematika.

Mathematical modelling (pemodelan matematika) merupakan proses

memformulasi dan mengembangkan suatu model matematika untuk

merepresentasi dan memecahkan masalah. Melalui pemodelan

matematika, siswa belajar untuk menggunakan representasi data yang

beragam dan memilah serta menerapkan metoda dan alat yang tepat

dalam memecahkan masalah.

(2) Metode Bar Modeling (The Model Method)

Model Method atau “model drawing” dikenal juga sebagai “bar

modeling” adalah metoda/strategi/alat bantu yang digunakan para

siswa di Singapura untuk merepresentasikan dan memecahkan

masalah (soal) aritmatika dan aljabar. Seperti diketahui bahwa para

siswa sering mendapatkan kesulitan dalam menyelesaikan soal

pemecahan masalah (word problem). Anak-anak dan orang dewasa

mendapat kesulitan jika berhadapan dengan pemecahan masalah

aljabar ( Lee, dkk, 2010). Anne Newman, seorang peneliti pendidikan

dari Australia, mengemukakan 5 (lima) langkah dalam penyelesaian

soal masalah (word problems), yaitu:

(a) membaca masalah;

(b) memahami apa yang dibaca;

(c) mentranformasi kata ke dalam strategi matematika;

Page 8: pemecahan masalah matematik

22

(d) menerapkan prosedur matematika; dan

(e) menuliskan jawaban

Di dalam penelitiannya, Newman menemukan bahwa para siswa

lebih dari 50%-nya menunjukan kegagalan pada tiga langkah pertama

bahkan sebelum mereka memulai memecahkan masalah (Jackson,

2007).

Para siswa menemui banyak hambatan dalam menggunakan

simbol formal aljabar untuk merepresentasi soal masalah. Menurut

Cai, dkk (2005) kita harus mendukung perkembangan berfikir aljabar

anak-anak sejak masa kelas rendah untuk membantu mereka

memasuki masa peralihan antara aritmatika dan aljabar dengan halus,

dan sebagai cara membantu mereka menghargai kegunaan pendekatan

aljabar dalam memecahkan berbagai soal/masalah. Maka praktisi dan

pakar pendidikan Singapura mendesain suatu metode atau alat untuk

para siswa sekolah dasar belajar pemecahan masalah, yaitu dengan

menggunakan model gambar yang dikenal sebagai model method.

Menurut Kho (1987, dalam Ng and Lee, 2009): the model method can

be used as a tool for solving both arithmetics and algebraic word

promlems involving whole numbers, fraction, rations, and percents.

Alasan penggunaan model method digunakan sebagai pemodelan soal

masalah: (1) membantu siswa memvisualisasi relasi abstrak

matematika ke dalam bentuk gambar (pictorial representation); (2)

menggunakan blok persegipanjang karena mudah dibagi; (3) dapat

Page 9: pemecahan masalah matematik

23

digunakan sebelum siswa mengetahui solusi secara aljabar. Dengan

kata lain sebagai jembatan perantara menuju proses aljabar formal.

Menurut beberapa penelitian yang mereka lakukan, bahwa

penggunaan representasi visual dan kongkrit telah menunjukkan

peningkatan performa dalam pemecahan masalah. Ng dan Lee (2009)

mengungkapkan bahwa bar- model memberikan analog visual yang

menggambarkan seluruh informasi di dalam soal masalah. Siswa

menggunakan srtuktur bar-model untuk membantu mereka

mengkonstruksi setiap langkah prosedur aritmatika untuk mencari

penyelesaian masalah secara aktif.

Keaktivan siswa dalam kegiatan belajarnya melalui manipulasi

bahan ajar didukung oleh teori Bruner. Jerome Bruner dalam teorinya

(Tim MKPBM, 2001) menyatakan bahwa belajar matematika akan

lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep

dan struktur-struktur yang terbuat dari bahan ajar yang sedang

dibicarakan, maka siswa akan memahaminya. Bruner juga

mengemukakan bahwa dalam belajarnya siswa menggunakan model

representasi konsep matematika melalui 3 (tiga) tahap: (1) tahap

enaktif, yaitu secara langsung terlibat dalam memanipulasi objek, (2)

tahap ikonik, yaitu kegiatan yang dilakukan siswa berhubungan

dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang

dimanipulsinya, (3) tahap simbolik, yaitu tahap di mana siswa sudah

dapat memanipulasi simbol-simbol baku matematika.

Page 10: pemecahan masalah matematik

24

Yeap (2010) mengemukakan bahwa bar modeling sebagai

model gambar , terutama di kelas rendah, berangkat dari hal-hal yang

kongkrit. Dimulai dari memperagakan situasi (acting out situation),

kemudian dari situasi nyata digantikan dengan alat peraga kongkrit

berupa balok-balok terhubung. Kemudian balok-balok tersebut diganti

dengan gambar (pictorial representation), hingga akhirnya menjadi

lebih abstrak berupa persegi panjang (bar) untuk menyatakan

kuantitas (informasi) yang diketahui (known) atau yang tidak

diketahui (unknown).

Berikut diberikan contoh tahapan terbentuknya model gambar

atau bar modeling dalam pembelajaran soal masalah (word problem)

siswa kelas rendah (Yeap, 2010: 2)

Gambar 2.2 : Contoh soal masalah Cup Cakes Problem

Soal

masalah

Kue

(Cupcakes

Problem)

memiliki 2 kue, memiliki 3 kue.

Berapa banyak kue yang dimiliki dan

seluruhnya?

Page 11: pemecahan masalah matematik

25

Gambar 2.3: Langkah-langkah terbentunya bar model.

Pada Gambar 2.3 terlihat prosedur pembelajaran yang

menggambarkan cara mengajarkan atau memperkenalkan model drawing

atau bar model dari tahap konkrit hingga abstrak. Sehingga siswa tidak serta

merta secara verbal merepresentasi suatu kuantitas dari yang diketahui atau

tidak diketahui ke dalam bentuk bar (persegi panjang).

Tahap berikutnya kue diganti dengan benda kongkrit umum berupa kubus bersambung

Kemudian mulai dikenalkan representasi gambar (pictorial representation) untuk memperagakan situasi

Akhirnya representasi gambar berkurang segi realistiknya dan menjadi lebih abstrak

Pada tahap awal kue sebenarnya (benda kongkrit) digunakan sebagai alat bantu (media)

2

3 3

Page 12: pemecahan masalah matematik

26

Model drawing membantu siswa untuk tidak terperangkap pada kata

kunci (key word). Model drawing membantu siswa memvisualisasi situasi

masalah yang abstrak ke dalam model piktorial (gambar kongkrit). Dengan

mengkonstruksi model gambar siswa dapat melihat hubungan antara situasi-

situasi tersebut lebih jelas yang kemudian di tranformasikan ke dalam

persamaan aritmatika atau aljabar dengan tepat.

(3) Jenis-jenis Bar Model dalam Merepresentasi Berbagai Situasi

Masalah

Dua model dasar yang digunakan dalam merepresentasi situasi

pemecahan masalah dalam soal aritmatika atau aljabar adalah Part-Whole

Model dan Comparison Model. Suatu model digunakan atau dipilih

bergantung pada situasi masalah/soal. Kedua model tersebut dapat

diaplikasikan dalam masalah yang menyangkut penjumlahan/pengurangan

atau perkalian/pembagian. Sedangkan bar model yang digunakan untuk

memecahkan masalah khususnya dalam pecahan dan persen adalah The

Multiplication and Division Model menurut istilah Ng dan Lee (2009) atau

disebut juga Before-After Model (Yeap, 2010) yang merupakan

pengembangan dari comparison model.

a. The Part-Whole Model (bagian- keseluruhan)

Sebuah part-whole model digunakan pada soal/masalah yang

melibatkan suatu keseluruhan (whole) dan bagian-bagiannya (parts). Jika

dalam soal penjumlahan/pengurangan diketahui bagian-bagiannya, maka

keseluruhannya dapat dicari dengan menjumlahkan bagian-bagiannya.

Page 13: pemecahan masalah matematik

27

Sedangkan jika keseluruhan dan salah satu bagian diketahui, maka bagian

yang lain dapat dihitung dengan mengurangkan keseluruhan dengan salah

satu bagian yang diketahui tersebut.

Gambar 2.4. Part-Whole Model untuk penjumlahan dan pengurangan

Part whole model dapat juga digunakan untuk masalah perkalian dan

pembagian. Jika diketahui nilai salah satu bagian maka keseluruhannya

dapat dihitung dengan mengalikannya. Sebaliknya jika keseluruhan

diketahui, maka nilai bagiannya dapat dihitung dengan membagi

keseluruhan dengan bagiannya.

Gambar 2.5. Part-Whole Model untuk perkalian dan pembagian

b. The Comparison Model

Comparison Model digunakan untuk membandingkan dua atau lebih

kuantitas. Jika dua kuantitas diketahui maka tinggal mengurangkannya

untuk mengetahui perbedaan keduanya dan sebaliknya. Jika diketahui

kuantitas yang lebih kecil dan bedanya, maka tambahkan keduanya untuk

mendapatkan kuantitas yang lebih besar.

3 3 part part

whole

Whole

part

Page 14: pemecahan masalah matematik

28

Gambar 2.6. Comparison model untuk penjumlahan dan pengurangan

Gambar 2.7. Comparison model untuk perkalian dan pembagian

c. Multiplication and Division Model

Model ini lebih sering digunakan untuk menyelesaikan masalah

perkalian dan pembagian termasuk pecahan dan persen. Biasanya soal

tentang pecahan dan persen yang lebih komplek masalahnya diberikan

di kelas tinggi. Namun dengan penggunaan model para siswa terbantu

untuk melihat hubungan diantara variabel di dalam soal/masalah

(Yeap, 2010).

(4) . Kelebihan dan Kekurangan Metoda Bar Modeling

a. Kelebihan bar- model (Yeap, 2010) adalah:

1. Dapat merepresentasi relasi abstrak matematika melalui

gambar (pictorial)

2. Aturannya mudah dipelajari karena bersifat konkrit

3. Fleksibel, dapat diterapkan dalam banyak situasi

Bigger quantity

smaller quantity

Bigger quantity

smaller quantity

Bigger quantity

smaller quantity

Bigger quantity

smaller quantity

Page 15: pemecahan masalah matematik

29

4. Membantu siswa untuk melihat hubungan antara variabel-

variabel dalam soal/masalah

5. Memandu siswa untuk mendapatkan tanda persamaan

aritmatika atau aljabar

6. Memudahkan siswa mengkonstruksi persamaan aritmatika

atau aljabar

7. Memudahkan siswa menyederhanakan persamaan aljabar

b. Kekurangan bar model (Cheong, 2002 dan Lee, 2009)

1. Sebagian siswa kesulitan menggambarkan diagram (bar)

yang akurat (proposional)

2. Tidak selalu dapat diterapkan dalam setiap/semua situasi

3. Efektif untuk digunakan oleh siswa sekolah dasar tetapi

kurang tepat untuk siswa sekolah menengah. Bagi siswa

menengah harus sudah menggunakan bentuk persamaam

aljabar baku (aljabar formal).

4. Membutuhkan banyak latihan untuk menguasainya dengan

baik .

C. Hasil Penelitian yang Relevan

Sebagai pendukung data / informasi empiris dan memperluas

wawasan, serta dukungan motovasi khususnya bagi diri peneliti sendiri,

berikut disajikan beberapa hasil penelitian yang relevan dengan tema yang

dipilih peneliti dalam laporan penelitian ini sebagai berikut:

Page 16: pemecahan masalah matematik

30

1. The Development of Students’ Algebraic Thinking in Earlier Grades:

A Cross – Cultural Comparative Perspective (Makalah yang

dipresentasikan dalam Pertemuan Tahunan The American Educational

Research Association di San Diego, CA, 12-17 April 2004)

Penelitian dilakukan oleh enam orang peneliti dari tiga

Negara yaitu: (1) Jin Fai Cai – USA, (2) Hee Chan Lew – Korea

Selatan, (3) Anne Morris – USA, (4) Jhon C. Moyer – USA, (5) Swee

Fong Ng – Singapura, dan (6) Jean Schmittau – USA. Mereka

menganalisa bagaimana konsep dan reperentasi aljabar dikenalkan dan

dikembangkan dalam muatan kurikulum sekolah dasar dari lima

negara yaitu China, Korea Selatan, Singapura, dan kurikulum terpilih

dari Rusia dan Amerika. Dalam kelima kurikulum tersebut, tujuan

utama dalam pembelajaran konsep aljabar adalah memperdalam

pemahaman siswa dalam hubungan kuantitatif tetapi penekanan dan

pendekatan untuk membantu siswa memahami hubungan kuantitatif

adalah sangat berbeda.

Salah satu ide besar yang berhubungan dengan berfikir

aljabar dalam kurikulum sekolah dasar Singapura adalah konsep yang

tidak diketahui (unknown) dalam soal cerita direpresentasi dengan

menggunakan persegipanjang, bukan dengan huruf. Cara ini dikenal

dengan “model method”:

“It should be pointed out that the model method described above could provide a smooth transition from working with unknows in less abstract form to the more abstract use of letters in formal algebra in secondary school” (Cai, 2005: 9)

Page 17: pemecahan masalah matematik

31

2. An Understand, Strategize, Execute and Reflect (USER): Approach to

the teaching of mathematical problem solving – one teacher’s

experience (APERA Conference 28-30 November 2006, Hongkong)

Penelitian yang dilakukan oleh Ho Kai Fai (National Institute of

Education, Nanyang Technological University, Singapore) dan

Preston Tan (Maha Bodhi School, Singapore) terhadap dua kelompok

(kelas kontrol dan kelas eksperimen) siswa kelas 5 SD. Kelas

eksperimen dikenakan perlakuan menerapkan pendekatan USER

dalam memecahkan masalah matematik.

Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa penggunaan

pendekatan USER selama 10 minggu telah memberikan pengaruh

untuk membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah. Peningkatan yang signifikan dalam hasil post-test kelas

eksperimen mengungkap perubahan yang terjadi sebagai dampak dari

perlakuan sebagaimana yang diukur dengan the holistics analytic

marking scheme.

3. The Model Method: Singapore Children’s Tool for Representing and

Solving Algebraic Word Problem (Journal for Research in

Mathematics Education, 2009)

Penelitian ini dilakukan oleh Swee Fong Ng dan Kerry Lee dari

Nanyang Technological University of Singapore dalam 2 sesi, yaitu

studi 1 wawancara dilakukan terhadap 4 orang kepala departemen

yang telah berpengalaman lebih dari 10 tahun, beserta 14 orang guru

Page 18: pemecahan masalah matematik

32

matematika kelas 5 sekolah dasar yang berpengalaman mengajar

sekurang-kurangya 5 tahun. Hasilnya menyatakan bahwa mereka

setuju visualisasi dan sifat kongkrit dari model method menjadikannya

sebagai alat yang berguna untuk memecahkan masalah.

Studi 2 dilakukan terhadap 151 orang anak-anak kelas 5 dari

lima buah SD terpilih untuk menggunakan model method untuk

memecahkan masalah matematika yang diteskan sebanyak 10 soal

terdiri dari masalah rutin dan non-rutin. Hasilnya menunjukkan bahwa

model method dapat digunakan untuk memecahkan sejumlah masalah,

tetapi tidak semua soal masalah aljabar.

Secara umum dari dua studi dapat disarikan kesimpulannya

sebagai berikut,

4. Computing Solution to Aljebraic Problem Using A Symbolic Versus A

Schematic Strategy (National Institute of Education, Nanyang

Technological University)

Penelitian ini dilakukan oleh Lee Kerry, dkk tahun 2010 dengan

memeriksa pola aktivasi otak menggunakan fMRI (functional

Magnetic Resonance Imaging) untuk mengetahui pengaruh proses

berfikir kognitif seseorang dalam pemecahan masalah matematik

“This study contributes to a corpus of research in which the teaching of representation skills support higher ability children in their work with word problem- arithmatics as well as algebraic. … the children may treat the model method as an algorithm. It is not algorithm learned by rote that is intended to replace other rote algorithm for solving word problem” (Ng and Lee, 2009: 311)

Page 19: pemecahan masalah matematik

33

antara yang menggunakan skematik model dan simbol aljabar. Subjek

penelitian ini adalah 17 orang relawan yang terdiri dari 10 orang laki-

laki dan 7 orang perempuan berusia 22-29 tahun.

Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat kegiatan otak yang lebih

kuat (keras) ketika seseorang menyelesaikan masalah dengan proses

aljabar daripada dengan metoda model.