PEMBUATAN FLAKES TEPUNG SAGU (Metroxylon sp) DAN …repo.stikesperintis.ac.id/765/1/Pdf SKRIPSI...

105
PEMBUATAN FLAKES TEPUNG SAGU (Metroxylon sp) DAN TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita moschata) SEBAGAI MAKANAN SELINGAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Gizi OLEH : SISKA KRISTINA ZALUKHU NIM : 1513211036 PROGRAM STUDI S1 GIZI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERINTIS PADANG 2019

Transcript of PEMBUATAN FLAKES TEPUNG SAGU (Metroxylon sp) DAN …repo.stikesperintis.ac.id/765/1/Pdf SKRIPSI...

  • PEMBUATAN FLAKES TEPUNG SAGU (Metroxylon sp) DAN TEPUNG

    LABU KUNING (Cucurbita moschata) SEBAGAI MAKANAN SELINGAN

    PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

    SKRIPSI

    Diajukan Sebagai

    Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

    Sarjana Gizi

    OLEH :

    SISKA KRISTINA ZALUKHU

    NIM : 1513211036

    PROGRAM STUDI S1 GIZI

    SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERINTIS

    PADANG

    2019

  • DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    Data Pribadi

    Nama : Siska Kristina Zalukhu

    Nim : 1513211036

    Tempat/Tanggal Lahir : Padang, 28 Juli 1997

    Agama : Kristen Protestan

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Nama Ayah : Yasi Budi Zalukhu

    Nama Ibu : Nertina Saleleubaja

    Email : [email protected]

    Alamat : Dusun Sibaibai, Desa Sikakap Kab. Kep.Mentawai

    Riwayat Pendidikan

    1. SDK. ST. Vincentius Sikakap : Tamatan Tahun 2009 2. SMPN 1 Pagai Utara Selatan : Tamatan Tahun 2012 3. SMAN 1 Pagai Utara Selatan : Tamatan Tahun 2015 4. S1 Gizi STIkes Perintis Padang : Tamatan Tahun 2019

    Kegiatan PBL

    1. PBL (Table Manner) di Novotel Bukit Tinggi 2. PBL di PT. Aerofood ACS Garuda Indonesia Jakarta 3. PBL di PBL di PT Yakult Sukabumi 4. PBL di Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung 5. PBL di Poltekkes Kemenkes Denpasar Bali 6. PBL di Hotel Grand Inna Muara Padang dan Hotel Pangeran Beach

    Padang

    7. PBL di PT. Anugrah Agung Citratama Padang 8. PKL di Rumah Sakit Umum Daerah Mohammad Natsir Solok 9. PMPKL di Jorong Padang Jopang Nagari VII Koto Talago, Kecamatan

    Guguak, Kabupaten Lima Puluh Kota Payakumbuh

    mailto:[email protected]

  • PROGRAM STUDI S-1 GIZI

    SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERINTIS PADANG

    Skripsi, Agustus 2019

    SISKA KRISTINA ZALUKHU

    PEMBUATAN FLAKES TEPUNG SAGU (Metroxylonsp) DAN TEPUNG

    LABU KUNING (Cucurbitamoschata) SEBAGAI MAKANAN SELINGAN

    PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

    XI + 67 halaman + 7 tabel + 14 gambar + 7 lampiran

    ABSTRAK

    Strategi dalam pengaturan pola makan untuk membantu mengendalikan glukosa darah pada penderita diabetes melitus tipe 2 salah satunya konsumsi makanan yang tidak

    menimbulkan peningkatan kadar glukosa darah secara cepat. Sehingga penderita DM harus

    mengatur asupan makanan yang di konsumsi nya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sifat fisiko kimia dan sifat organoleptik formulasi produk flakes tepung sagu dan tepung labu

    kuning dengan penambahan bubuk kayu manis dan bubuk ciplukan sebagai makanan selingan penderita diabetes melitus tipe 2.

    Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan sidik ragam

    (ANOVA) yang terdiri dari empat perlakuan dan dua kali ulangan, jika terdapat perbedaan

    maka dilanjutkan dengan uji Duncan new multiple range test. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2018 – Juni 2019 dan untuk pengujian cita rasa (uji organoleptik) dilakukan

    oleh 25 orang panelis yaitu mahasiswa gizi. Analisis kimia dilakukan di laboratorium teknologi pertanian UNAND

    . Hasil penelitian pada uji organoleptik di dapatkan tingkat kesukaan terhadap warna,

    tekstur, dan rasa terdapat perbedaan yang nyata pada perlakuan A, B, dan C sedangkan aroma tidak berbeda nyata pada perlakuan D.Karbohidrat tertinggi pada perlakuan B yaitu 83,99%,

    kadar protein tertinggi pada perlakuan C yaitu 1,18%, kadar lemak tertinggi pada perlakuan

    A yaitu 9.64%, kadar air tertinggi pada perlakuan D yaitu 6,47%, kadar abu tertinggi pada perlakuan D yaitu 3.57%.

    Diharapkan kepada masyarakat untuk dapat memanfaatkan tepung sagu dan tepung

    labu kuning menjadi bahan utama flakes sebagai makanan selingan bagi penderita diabetes melitus tipe 2.

    Daftar Bacaan : 2004 – 2018

    Kata Kunci : diabetes, flakes, labu kuning, pola makan, sagu

  • S-1 NUTRITION STUDY PROGRAM

    HIGH SCHOOL OF HEALTH SCIENCE PERINTIS PADANG

    Skripsi, August 2019

    SISKA KRISTINA ZALUKHU

    MANUFACTURE of SAGO FLOUR FLAKES (Metroxylon sp) and FLOUR

    PUMPKIN (Cucurbita moschata) AS the FOOD INTERLUDES SUFFERERS

    OF DIABETES MELLITUS TYPE 2

    XI + 67 pages + 7 tables + 14 images + 7 attachments

    ABSTRACT

    Strategy in the setting of a diet to help control blood glucose in people with diabetes

    mellitus type 2 one food consumption does not cause an increase in blood glucose levels

    quickly. So DM sufferers must set the food intake in its consumption. The purpose of this research is to know the physico chemical properties and organoleptic sago flour flakes

    product formulation and flour pumpkin with the addition of cinnamon powder and ciplukan powder as the food interludes sufferers of diabetes mellitus type 2.

    This research is experimental research using a variety of prints (ANOVA) consisting

    of four treatment and twice of deuteronomy, if there is a difference then continued with test

    Duncan new multiple range test. This research was conducted in December 2018 – June 2019 and to test the taste (organoleptic) performed by 25 people nutrition student panelists. Chemical analysis carried out in the laboratory of agricultural technology UNAND.

    Research results on organoleptic in get the level of fondness toward color, texture,

    and taste, there is a real difference in treatment A, B, and C while the aroma not unlike real

    treatment D. The highest carb on treatment B is 83,99 %, the highest in protein treatment C is

    1,18%, the highest fat on the treatment 9,64%, the highest levels of water at the treatment D 6,47%, the highest levels of ash on treatment D is 3,57%.

    It is expected the public to be able to utilize the sago flour and pumpkin flour becomes the main ingredient flakes as food for distraction for patients with diabetes mellitus type 2.

    Reading list : 2004 – 2018

    Key words : diabetes, flakes, pumpkin, eating patterns, sago

  • KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah

    memberikan Berkat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

    yang berjudul “Pembuatan Flakes Tepung Sagu (Metroxylon sp) dan Tepung

    Labu Kuning (Cucurbita moschata) Sebagai Makanan Selingan Penderita

    Diabetes Melitus Tipe 2“. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam

    menyelesaikan program pendidikan Sarjana Gizi pada Sekolah Tinggi Ilmu

    Kesehatan Perintis Padang.

    Selanjutnya dalam penulisan skripsi ini tidak lepas dari semua pihak yang

    memberi arahan yang membangun demi tercapainya penulisan yang bersifat

    baik.Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

    1. Bapak Yendrizal Jafri, S.Kp. M.Biomed selaku Ketua STIKes Perintis

    Padang.

    2. Ibu Widia Dara, SP, MP selaku Ketua Prodi S1 Gizi STIKes Perintis Padang

    3. Ibu Sepni Asmira, S.TP, MP selaku pembimbing 1 yang telah mengarahkan

    dan memberikan masukan dengan penuh kesabaran serta motivasi sehingga

    penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

    4. Ibu Rahmitha Yanti, SKM, M.Kes selaku pembimbing II yang telah

    mengarahkan dan memberikan masukan dengan penuh kesabaran serta

    motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

  • 5. Bapak Dr. Syahrial, SKM, M.Biomed selaku penguji yang telah memberikan

    kritik dan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

    6. Bapak/Ibu Dosen beserta staf karyawan Prodi S1 GIZI STIKes Perintis

    Padang yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis.

    7. Papa dan Mama yang selalu memberikan semangat dan doa untuk penulis,

    serta seluruh keluarga tercinta.

    8. Rekan-rekan seperjuangan program studi S1 Gizi angkatan 2015 yang telah

    banyak memberikan masukan dan semangat yang sangat berguna dalam

    menyelesaikan penulisan skripsi ini.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu

    kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi

    ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

    Padang, Agustus 2019

    Penulis

  • DAFTAR ISI

    HALAMAN PERSETUJUAN

    HALAMAN PENGESAHAN

    PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    ABSTRAK

    ABSTRACT

    KATA PENGANTAR ......................................................................................i

    DAFTAR ISI ....................................................................................................iii

    DAFTAR TABEL ............................................................................................viii

    DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ix

    DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................xi

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang ................................................................................1

    1.2 Rumusan Belakang ..........................................................................5

    1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................6

    1.4 Manfaat Penelitian ...........................................................................7

    1.5 Ruang Lingkup Penelitian................................................................7

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Diabetes Melitus ..............................................................................8

    2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus .....................................................8

    2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus ....................................................8

    2.1.3 Etiologi Diabetes MelitusTipe 2 ...............................................9

  • 2.1.4 Gejala Diabetes MelitusTipe 2 .................................................10

    2.2 Flakes ..............................................................................................11

    2.2.1 Definisi Flakes ........................................................................11

    2.2.2 Bahan – Bahan Pembuatan Flakes ...........................................13

    2.3 Zat Gizi ...........................................................................................14

    2.3.1 PengertianZatGizi ...................................................................14

    2.3.2 Karbohidrat .............................................................................14

    2.3.3 Protein ....................................................................................15

    2.3.4 Lemak .....................................................................................16

    2.3.5 Air ..........................................................................................16

    2.3.6 Abu .........................................................................................17

    2.4 Sagu ................................................................................................18

    2.4.1 Pengertian Sagu .......................................................................18

    2.4.2 Kandungan Zat Gizi Sagu ........................................................19

    2.4.3 Pemanfaatan Sagu ....................................................................20

    2.5 Tepung Labu Kuning .........................................................................21

    2.5.1 Pengertian TepungLabu Kuning ...............................................21

    2.5.2 KomposisiTepung Labu Kuning ..............................................22

    2.5.3 PemanfaatanTepung Labu Kuning ...........................................23

    2.6 Kayu Manis .......................................................................................23

    2.6.1 Pengertian Kayu Manis ............................................................23

    2.6.2 Manfaat Kayu Manis.................................................................24

    2.6.3 Komposisi Kayu Manis .............................................................25

    2.7 Ciplukan ............................................................................................26

  • 2.7.1 Pengertian Ciplukan ..................................................................26

    2.7.2 Manfaat Ciplukan .....................................................................27

    2.8 Pengujian Organoleptik .....................................................................28

    2.8.1 Panelis ......................................................................................28

    2.8.2 Persiapan Pengujian Organoleptik .............................................30

    2.9 PenelitianTerkait ...............................................................................31

    BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA

    3.1 Kerangka Konsep ..............................................................................32

    3.2 Hipotesa ............................................................................................33

    BAB IV METODE PENELITIAN

    4.1 Desain Penelitian ...............................................................................34

    4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................34

    4.3 Alat dan Bahan ..................................................................................34

    4.3.1 Alat ...........................................................................................34

    4.3.2 Bahan .......................................................................................35

    4.4 Rancangan Penelitian ........................................................................35

    4.4.1 Penelitian Pendahuluan .............................................................36

    4.4.2 Penelitian Lanjutan ...................................................................37

    4.5 Prosedur Pembuatan ..........................................................................37

    4.5.1 Pembuatan Tepung Sagu ...........................................................37

    4.5.2 Pembuatan Tepung Labu Kuning ..............................................38

    4.5.3 Pembuatan BubukKayu Manis ..................................................38

    4.5.4 Pembuatan BubukCiplukan .......................................................38

    4.5.5 Pembuatan Flakes .....................................................................39

  • 4.6 Parameter Pengamatan ......................................................................39

    4.7 Pengolahan dan Analisa Data............................................................43

    BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    5.1 Hasil Uji Hedonik .............................................................................44

    5.1.1 Warna .......................................................................................44

    5.1.2 Aroma.......................................................................................45

    5.1.3 Tekstur .....................................................................................46

    5.1.4 Rasa ..........................................................................................47

    5.2 Hasil Mutu Hedonik ..........................................................................48

    5.2.1 Warna .......................................................................................48

    5.2.2 Aroma.......................................................................................49

    5.2.3 Tekstur .....................................................................................50

    5.2.4 Rasa ..........................................................................................51

    5.2.5 Penilaian organoleptik flakes tepung sagu dan

    tepung labu kuning.....................................................................52

    5.3 KandunganZatGizi ............................................................................53

    5.3.1 Kadar Karbohidrat ....................................................................53

    5.3.2 Kadar Protein ............................................................................54

    5.3.3 Kadar Lemak ............................................................................55

    5.3.4 Kadar Air ..................................................................................56

    5.3.5 Kadar Abu ................................................................................57

    5.4 Pembahasan .......................................................................................58

    5.4.1 Uji Organoleptik ........................................................................58

    5.4.2 KandunganZatGizi .....................................................................61

  • BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

    6.1 Kesimpulan ........................................................................................67

    6.2 Saran ..................................................................................................67

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman

    Tabel 1 Kriteria Diabetes Melitus Berdasarkan Pemeriksaan

    Gula Darah ............................................................................................11

    Tabel 2 Syarat Mutu Flakes................................................................................12

    Tabel 3 Syarat Mutu Tepung Sagu .....................................................................19

    Tabel 4 Komposisi Dan Kandungan TepungLabu Kuning ..................................22

    Tabel 5 Komposisi Dan Kandungan Kayu Manis ...............................................26

    Tabel 6 Formulasi Perbandingan Tepung Sagu dan Tepung

    Labu Kuning dalam 100 g .....................................................................36

    Tabel 7 Formulasi Bahan Pembuatan Flakes ......................................................37

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman

    Gambar 1 Nilai rata – rata kesukaan panelis terhadap warna

    flakes tepung sagu dan tepung labu kuning ..........................................44

    Gambar 2 Nilai rata – rata kesukaan panelis terhadap aroma

    flakes tepung sagu dan tepung labu kuning ..........................................45

    Gambar 3 Nilai rata – rata kesukaan panelis terhadap tekstur

    flakes tepung sagu dan tepung labu kuning ..........................................46

    Gambar 4 Nilai rata – rata kesukaan panelis terhadap rasa

    flakes tepung sagu dan tepung labu kuning ..........................................47

    Gambar 5 Rata – rata perbandingan mutu warna pada flakes tepung sagu

    dan tepung labu kuning ........................................................................48

    Gambar 6 Rata – rata perbandingan mutu aroma pada flakes tepung sagu

    dan tepung labu kuning ........................................................................49

    Gambar 7 Rata – rata perbandingan mutu tekstur pada flakes tepung sagu

    dan tepung labu kuning ........................................................................50

    Gambar 8 Rata – rata perbandingan mutu rasa pada flakes tepung sagu

    dan tepung labu kuning ........................................................................51

    Gambar 9 Rata – rata uji kesukaan terhadap flakes tepung sagu dan

    tepung labu kuning ..............................................................................52

    Gambar 10 Perbandingan kadar karbohidrat flakes tepung sagu dan

    tepung labu kuning ............................................................................53

    Gambar 11 Perbandingan kadar protein flakes tepung sagu dan

    tepung labu kuning ............................................................................54

  • Gambar 12 Perbandingan kadar lemak flakes tepung sagu dan

    tepung labu kuning ............................................................................55

    Gambar 13 Perbandingan kadar air flakes tepung sagu dan

    tepung labu kuning ............................................................................56

    Gambar 14 Perbandingan kadar abu flakes tepung sagu dan

    tepung labu kuning ............................................................................57

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Bagan Alir Pembuatan Flakes (Modifikasi umar, 2018).

    Lampiran 2. Formulir Uji (HEDONIK/KESUKAAN) organoleptiik “Pembuatan

    Flakes Tepung Sagu (Metroxylonsp) dan Tepung LabuKuning

    (Cucurbitamoschata) Sebagai Makanan Selingan Penderita Diabetes Melitus Tipe 2.

    Lampiran 3.Formulir Uji (MUTU HEDONIK/KESAN) organoleptik “Pembuatan

    Flakes Tepung Sagu (Metroxylonsp) dan Tepung Labu Kuning

    (Cucurbitamoschata) SebagaiMakananSelinganPenderita Diabetes MelitusTipe 2.

    Lampiran 4. Uji Statistik terhadap Uji Hedonik dan Mutu Hedonik Pembuatan

    Flakes Tepung Sagu dan Tepung Labu Kuning.

    Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian

    Lampiran 6. Lembar Konsul Pembimbing I

    Lampiran 7. Lembar Konsul Pembimbing II

  • BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang

    memerlukan perhatian khusus, sebab penderita PTM cenderung mengalami

    peningkatan setiap tahunnya. Penyakit tidak menular atau lebih dikenal sebagai

    penyakit degeneratif timbul sebagai konsekuensi dari perubahan perilaku, gaya hidup,

    pola makan, aktivitas sehari-hari yang tidak seimbang. Diabetes Melitus merupakan

    salah satu penyakit degeneratif yang saat ini menjadi penyakit nomor 6 penyebab

    kematian di dunia. Penyakit ini merupakan sekelompok penyakit metabolik yang

    ditandai dengan hiperglikemia akibat proses sekresi insulin yang tidak normal (ADA

    2013).

    Terdapat dua kategori utama diabetes melitus yaitu diabetes tipe 1 dan tipe 2.

    Diabetes tipe 1 (Insulin dependent diabetes mellitus) disebabkan oleh terganggunya

    sekresi insulin akibat kerusakan sel beta pankreas, biasanya terjadi sejak anak-anak

    atau remaja, sedangkan diabetes tipe 2 (Non insulin dependent diabetes

    melitus)disebabkan insulin yang ada tidak bekerja secara normal akibatnya glukosa

    dalam darah meningkat. Jenis diabetes melitus yang diderita oleh masyarakat

    Indonesia hampir 90% merupakan diabetes tipe 2 (Kemenkes 2014).

    Angka prevalensi (tingkat kejadian) diabetes di Indonesia sekitar 8,5%

    (Riskesdas, 2018), 6,3 % diantaranya diderita oleh kelompok umur 55-64 tahun.

  • Dilihat dari proporsi jenis kelamin, penderita diabetes melitus terbanyak adalah

    kelompok wanita dengan persentase mencapai 12,7%. Kejadian diabetes tipe 2 pada

    wanita lebih tinggi dari pada laki- laki. Wanita lebih beresiko mengidap diabetes

    karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks massa tubuh yang

    lebih besar.

    Tingginya dampak dari diabetes, maka pemerintah memperbanyak upaya untuk

    pencegahan, diagnosis dini, serta penanganan pasien-pasien diabetes. Salah satu gaya

    hidup sehat untuk mencegah diabetes adalah mengatur pola konsumsi. Hal ini

    dikarenakan pola konsumsi yang kurang baik dapat mengakibatkan tingginya gula

    darah yang dapat menyebabkan diabetes dan menjadi faktor independen terjadinya

    Penyakit Jantung Koroner (PJK) (Rilantono,2016).

    Pemilihan jenis pangan dan pola konsumsi yang kurang baik dapat menyebabkan

    berbagai macam penyakit. Karbohidrat yang dikonsumsi dari suatu makanan akan

    dicerna dan diserap oleh tubuh. Semakin tinggi atau semakin cepat daya cerna suatu

    pati maka semakin banyak glukosa yang dihasilkan sehingga menyebabkan kenaikan

    kadar glukosa darah. Strategi dalam pengaturan pola makan untuk membantu

    mengendalikan glukosa darah pada penderita diabetes melitus tipe 2 salah satunya

    konsumsi makanan yang tidak menimbulkan peningkatan kadar glukosa darah secara

    cepat. Sehingga,penderita diabetes harus mengatur asupan makanan yang

    dikonsumsinya (Rimbawan & Siagian 2004).

  • Produk makanan siap saji merupakan salah satu produk pangan yang sangat

    digemari oleh masyarakat. Bahan pangan yang umum dikonsumsi sebagai bahan

    sarapan siap saji yaitu sereal. Sereal pada umumnya terbuat dari tepung terigu yang

    berasal dari gandum dan keberadaannya masih harus impor dari luar negeri. Sereal

    digunakan sebagai salah satu pangan pengganti nasi sarapan pagi. Makanan sarapan

    dapat dibuat dari umbi-umbian sebagai sumber karbohidrat, dicampur kacang-

    kacangan sebagai sumber protein, atau bisa juga dicampur dengan buah sebagai

    sumber serat dan vitamin.

    Sarapan dengan sereal instan merupakan salah satu pilihan yang mulai populer

    dan digemari oleh masyarakat Indonesia. Sarapan penting bagi tubuh karena dapat

    membuat kadar gula darah menjadi normal sehingga gairah dan konsentrasi kerja

    menjadi baik. Namun padatnya kegiatan masyarakat menyebabkan sering

    terabaikannya kegiatan sarapan pagi. Solusinya adalah makanan yang cepat dan

    praktis dalam penyajiannya namun memenuhi standar gizi (Sukasih, 2012).

    Flakes merupakan produk yang banyak digemari oleh masyarakat karena

    kepraktisan dalam penyajiannya. Flakes digolongkan kedalam jenis makanan sereal

    siap santap yang telah diolah dan direkayasa menurut jenis dan bentuknya (Felicia,

    2006). Flakes yang akan dibuat dari tepung sagu ini haruslah memiliki gizi yang

    cukup maka dari itu perlu ditambahkan jenis bahan makanan lain yang memiliki serat

    pangan tinggi seperti pada tepung labu kuning.

  • Berdasarkan penelitian sebelumnya terkait flakes, sebagai alternatif untuk

    mengurangi ketergantungan terhadap impor terigu adalah menggantikan peran tepung

    terigu sebagai bahan baku utama pembuatan flakes menjadi produk pangan, dengan

    memanfaatkan pangan lokal. Penambahan bahan panganseperti tepung sagu terhadap

    flakes pada semua perlakuan diterima atau disukai oleh panelis (Umar, 2018).

    Adanya penambahan tepung beras merah mempengaruhi kadar serat pada flakes.

    Kecenderungan dan pola hidup masyarakat modern menuntut makanan siap saji,

    bahan pangan yang umum dikonsumsi masyarakat modern sebagai sarapan siap saji

    yaitu flakes (Umar,2018). Untuk lebih memperkaya kandungan nutrisinya, flakes

    tepung sagu dapat ditambahkan dengan bahan pangan lain. Pemanfaatan tepung sagu

    dan tepung labu kuning menjadi bahan utama flakesdengan penambahan bubuk kayu

    manis dan bubuk ciplukan belum banyak dilakukan.

    Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang flakes tepung sagu dan tepung

    labu kuning dengan penambahan bubuk kayu manis dan bubuk ciplukan untuk

    meneliti sifat fisikokimia, sifat organoleptik dan kandungan gizi flakes sebagai

    makanan selingan penderita diabetes melitus tipe 2

    Salah satu makanan yang dapat mengontrol gula darah adalah sagu. Menurut

    penelitian yang dilakukan oleh Wahjuningsih (2016) menemukan bahwa responden

    yang diberi makan 100% nasi sagu mempunyai indeks glikemik yang rendah yaitu

    40,7. Sagu merupakan bahan makanan sumber karbohidrat tinggi dengan indeks

  • glikemik rendah yang dapat membantu mengontrol gula darah yang dapat diolah

    menjadi beberapa bentuk makanan.

    Pemanfaatan labu kuningmenjadi produk tepung mempunyai daya simpan yang

    lama, terdapat kandungan kimia seperti saponin, flavonoid, dan tanin yang akan

    berfungsi untuk mengurangi kadar gula dalam darah dan meningkatkan sistem

    kekebalan tubuh. Selain itu dapat meningkatkan aktivitas vitamin C sebagai

    antioksidan mencegah oksidasi LDL kolesterol yang dapat mengakibatkan kerusakan

    dinding pembuluh arteri.

    Kayu manis memiliki potensi memperbaiki keadaan hiperglikemia. Kulit kayu

    manis ini mengandung zat aktif yaitu polifenol yang bekerja dengan meningkatkan

    protein reseptor insulin pada sel, sehingga dapat meningkatkan sensitivitas insulin

    dan menurunkan kadar glukosa darah mendekati normal (Arini, 2016). Selain itu

    tumbuhan yang bisa dijadikan alternatif dalam mengobati hiperglikemia dan

    menurunkan kadar gula darah salah satunya adalah ciplukan yang kaya akan zat aktif

    flavonoid (Murali, dkk.,2013).

    Besarnya potensi pengembangan produk untuk penderita diabetes melitus tipe 2

    mendorong penulis untuk mengembangkan produk pangan dengan

    mengkombinasikan tepung sagu dan tepung labu kuning dalam bentuk flakes sebagai

    sarapan sehat bagi penderita diabetes melitus tipe 2.Selain memperhatikan asupan

    gula, asupan antioksidan juga harus diperhatikan. Antioksidan merupakan penstabil

    radikal bebas yang bekerja dengan cara melengkapi kekurangan elektron radikal dan

  • menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas, maka

    dilakukan penambahan bubuk kayu manis dan bubuk ciplukan pada produk flakes.

    1.2 Rumusan Masalah

    Adakah pengaruh penggunaan tepung sagu dan tepung labu kuning dengan

    penambahan bubuk kayu manis danbubuk ciplukan terhadap karakteristik fisikokimia

    dan uji organoleptik flakes.

    1.3 Tujuan Penelitian

    1. Tujuan Umum

    Diketahuinya sifat fisikokimia dan sifat organoleptikformulasi produk flakes

    tepung sagu dan tepung labu kuning dengan penambahan bubuk kayu manis

    dan bubuk ciplukansebagai makanan selingan untuk penderita diabetes tipe 2.

    2. Tujuan Khusus

    a. Diketahuinya sifat organoleptik (warna, aroma, tekstur, dan rasa) flakes

    dengan formulasi tepung sagu dan tepung labu kuning dengan

    penambahan bubuk kayu manis dan bubuk ciplukan.

    b. Diketahuinya formulasi terbaik flakes tepung sagu dan tepung labu

    kuning dengan penambahan bubuk kayu manis dan bubuk ciplukan

    dengan konsentrasi yang berbeda dilihat dari uji organoleptik.

    c. Diketahuinya kandungan zat gizi makro (karbohidrat, protein, lemak, air

    dan abu) flakes dengan formulasi tepung sagu dan tepung labu kuning

    dengan penambahan bubuk kayu manis dan bubuk ciplukan

  • 1.4 Manfaat Penelitian

    Manfaat dari penelitian ini adalah :

    1. Bagi Institusi

    Menambah wawasan dan pengetahuan bagi institusi dan dapat menjadi

    sumber referensi penelitian lebih lanjut.

    2. Bagi Peneliti

    Menambah pengetahuan dan keterampilan peneliti tentang pangan dalam

    pengembangan produk flakes.

    3. Bagi Masyarakat

    Menambah ilmu dan wawasan bagi masyarakat tentang pemanfaatan hasil

    pangan lokal.

    1.5 Ruang Lingkup Penelitian

    Pembuatan flakes tepung sagu dan tepung labu kuning dengan penambahan

    bubuk kayu manis dan bubuk ciplukan sebagai alternatif sarapan sehat bagi

    penderita diabetes melitus tipe 2.

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Diabetes Melitus

    2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus

    Diabetes mellitus (DM) adalah kelompok penyakit yang ditandai dengan

    hiperglikemia kronik yang disebabkan oleh gangguan dari sekresi insulin, aksi insulin

    atau keduanya.Secara umum diabetes dibagi dalam dua bentuk utama yaitu kerusakan

    sel beta pankreas yang menyebabkan defisiensi sebagian atau keseluruhan insulin dan

    atau resistensi insulin pada jaringan dengan sedikit atau tanpa gangguan sintesis atau

    pelepasan insulin. Penurunan aksi pada jaringan target menyebabkan gangguan

    metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein (Jose dkk, 2010).

    2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

    Klasifikasi DM menurut ADA, dibagi dalam 4 jenis yaitu:

    1. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)

    DM tipe 1 ini terjadi karena adanya destruksi sel beta pancreas karena sebab

    autoimun. Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin,

    dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak

    terdeteksi sama sekali. Manifestasi klinik pertama dari penyakit ini adalah

    ketoasidosis.

  • 2. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)

    Pada penderita tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa

    membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang

    merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa

    oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena

    terjadinya resistensi insulin (reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap

    kadarnya masih tinggi dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi insulin. Hal

    tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin lain sehingga sel beta

    pancreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa.

    3. Diabetes Melitus Tipe Lain

    DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek genetik fungsi

    sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit metabolic

    endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun, dan kelainan genetik

    lainnya.

    4. Diabetes Melitus Gestasional

    DM tipe ini terjadi selama kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati

    pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga.DM

    gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal. Penderita DM

    ini memiliki resiko lebih besar untuk menderita DM yang menetap dalam jangka

    waktu 5-10 tahun setelah melahirkan.

  • 2.1.3 Etiologi Diabetes Melitus Tipe 2

    DM tipe 2 ini disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resisten

    insulin.Resisten insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang

    pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa

    oleh hati.Sel beta pankreas tidak mampu menghalangi resistensi insulin ini

    sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari

    berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang

    sekresi insulin lain. Berarti sel beta pankres mengalami desentisasi terhadap glukosa.

    2.1.4 Gejala Diabetes Melitus Tipe 2

    Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau

    kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah yaitu

    mencapai nilai 160-180 mg/dl dan air seni (urine) penderita DM yang mengandung

    gula (glucose) sering dikerumuni semut.

    Penderita DM tipe 2 umumnya memperlihatkan tanda dan gejala klasik

    seperti jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (polyuria), sering atau cepat

    merasa haus (polydipsia), lapar yang berlebihan atau makan banyak (polyphagia),

    frekuensi urine meningkat atau kencing terus (glycosuria), kehilangan berat badan

    yang tidak jelas sebabnya. Keluhan lain dapat berupa kesemutan pada ujung syaraf

    ditelapak tangan dan kaki cepat lelah dan lemah setiap waktu.mengalami rabun

    penglihatan secara tiba-tiba, apabila luka atau tergores lambat penyembuhannya.

  • Tabel 1.

    Kriteria Diabetes Melitus berdasarkan Pemeriksaan Gula Darah

    Glukosa Darah Puasa

    Glukosa Darah 2 jam

    setelah makan

    Normal < 100 mg/dL < 140 mg/dL

    Pre-Diabetes 100 -125 mg/dL 140 – 199 mg/dL

    Diabetes > 126 mg/dL > 200 mg/dL

    Sumber : (Syamsiyah, N. 2017)

    2.2 Flakes

    2.2.1 Definisi Flakes

    Flakes merupakan salah satu bentuk dari produk sereal dalam bentuk serpihan.

    Flakes merupakan produk pangan yang menggunakan bahan pangan serealia seperti

    beras, gandum atau jagung dan umbi-umbian seperti kentang, ubi kayu, ubi jalar, dan

    lain-lain (Marsetio, 2006). Flakes umumnya di pasaran dibuat dari bahan baku tepung

    terigu.

    Flakes digolongkan kedalam jenis makanan sereal siap santap yang telah dan

    direkayasa menurut jenis dan bentuknya dan merupakan makanan siap saji yang

    praktis (Papunas, dkk. 2013). Inovasi dalam pengolahan flakes dilakukan untuk

    meningkatkan nilai nutrisi. Flakes merupakan makanan siap saji yang dapat

    dikonsumsi dengan atau tanpa susu.

  • Flakes merupakan makanan ringan yang banyak beredar dipasaran yang

    diminati oleh semua kalangan. Makanan ringan disukai karena renyah, gurih dan

    memiliki berbagai macam rasa (Suarni, 2009). Flakes biasanya dikonsumsi sebagai

    sarapan. Tubuh perlu mendapatkan sarapan karena dapat membuat kadar gula darah

    menjadi normal sehingga gairah dan konsentrasi kerja menjadi baik, namun padatnya

    kegiatan masyarakat dewasa ini menyebabkan sering terabaikannya kegiatan sarapan

    pagi. Syarat mutu flakes dapat dilihat pada tabel berikut ini.

  • Tabel 2. Syarat Mutu Flakes

    Jenis Uji Persyaratan

    Keadaan :

    Bau

    Rasa

    Air (%)

    Abu (%)

    Protein (%)

    Lemak (%)

    Karbohidrat (%)

    Serat Kasar (%)

    Bahan tambahan makanan:

    Pemanis buatan (sakarin dan

    siklamat)

    Pewarna tambahan

    Cemaran logam:

    Timbal (Pb) (mg/g)

    Tembaga (Cu) (mg/g)

    Seng (Zn) (mg/g)

    Timah (Sn) (mg/g)

    Raksa (Hg) (mg/g)

    Cemaran arsen (As) (mg/g)

    Cemaran mikroba :

    Angka lempeng total (koloni/g)

    Coliform (APM/g)

    E. coli (APM/g)

    Salmonella

    Staphylococcus aureus

    Kapang (koloni/g)

    Normal

    Normal

    Maks. 3,0

    Maks. 4,0

    Min. 5,0

    Min. 7,0

    Min. 60,0

    Maks. 0,7

    Tidak boleh ada

    Sesuai SNI 01-0222-1995

    Maks. 2,0

    Maks. 30,0

    Maks. 40,0

    Maks. 40,0/250

    Maks. 0,03

    Maks. 1,0

    Maks. 5 x 105

    Maks. 102

    Maks. < 3

    Negatif

    Negatif

    Maks. 102

    Sumber : SNI 01-4270-1996

    Flakes merupakan salah satu produk pangan yang berbentuk lembaran tipis,

    bulat, berwarna kuning kecoklatan dan biasanya dikonsumsi dengan menggunakan

    susu atau dapat juga dikonsumsi langsung sebagai makanan ringan (Tamtarini dan

  • Yuwanti, 2005).Flakes dibuat dengan cara pemanggangan adonan yang sebelumnya

    telah ditentukan formulasinya.

    Ciri khas dari produk breakfast adalah kadar air rendah dan tekstur renyah,

    berdasarkan teknik pengolahannya, sereal dijumpai dalam bentuk serpihan ( flakes),

    hancuran atau parutan (shredded), mengembang (puffed), panggangan (baked) dan

    extrudat (extruded). Proses pemasakan merupakan tahapan proses yang harus

    dilakukan dalam proses pembuatan flakes. Proses pemasakan membentuk sifat fisik

    yang diperlukan untuk membentuk tekstur produkyang diinginkan .

    Saat ini sereal sarapan yang paling digemari masyarakat adalah jenis ready-to-

    eatkarena berkaitan dengan kepraktisan dan waktu penyajian yang cepat,hal ini

    dibuktikan dari hasil penelitian Nurjanah (2000). Menurut Nurjanah jenis sereal

    sarapan yang paling banyak dikonsumsi atau disukai oleh konsumen adalah produk

    yang berupa minuman sarapan, produk ekstruksi dan flakes. Semua produk ini

    merupakan produk instan dimana waktu persiapannya kurang dari 3 menit

    2.2.2 Bahan-Bahan Pembuatan Flakes

    Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan flakes dibedakan dalam dua

    kelompok, yaitu bahan baku dan bahan tambahan. Bahan baku dalam pembuatan

    flakes adalah tepung sagu, tepung labu kuning, sedangkan bahan tambahan adalah

    garam, dan susu skim bubuk serta penambahan bubuk kayu manis dan bubuk

    ciplukan.

  • 2.3 Zat gizi

    2.3.1 Pengertian Zat Gizi

    Zat Gizi merupakan ikatan kimia yang diperlukan oleh tubuh untuk

    melakukan fungsinya yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara

    jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Sehingga pengertian status gizi

    adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi

    (Almatsier, 2010).

    2.3.2 Karbohidrat

    Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena merupakan

    sumber energi utama bagi manusia dan hewan yang harganya relatif murah. Semua

    karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan. Melalui proses fotosintesis,klorofil

    tanaman dengan bantuan sinar matahari mampu membentuk karbohidrat dari

    karbondioksida (CO2) berasal dari udara dan air (H2O) dari tanah. Karbohidrat yang

    dihasilkan adalah karbohidrat sederhana glukosa (Almatsier, 2013).

    Karbohidrat merupakan sumber energi dan cadangan energi yang melalui

    proses metabolisme. Selain sumber energi, karbohidrat juga berfungsi sebagai

    cadangan makanan, pemberi rasa manis pada makanan, membantu pengeluaran feses

    dengan cara mengatur peristaltik usus, penghemat protein karena bila karbohidrat

    makanan terpenuhi, protein terutama akan digunakan sebagai zat pembangun.

    Karbohidrat juga berfungsi sebagai pengatur metabolisme lemak karena karbohidrat

    mampu mencegah oksidasi lemak yang tidak sempurna (Habibana, 2014).

  • Adapun sumber-sumber karbohidrat adalah padi-padian atau serealia, umbi-

    umbian, kacang-kacangan kering, singkong, dan jagung. Hasil olahan bahan-bahan

    ini adalah bihun, mie, roti, tepung-tepungan, selai, sirup dan sebagainya.

    2.3.3 Protein

    Protein adalah molekul makro yang mempunyai berat molekul antara lima

    ribu hingga beberapa juta. Semua enzim, berbagai hormon, pengangkut zat-zat gizi,

    dan darah, matriks intraseluler dan sebagainya adalah protein. Disamping itu asam

    amino yang membentuk protein bertindak sebagaiprecursor sebagian besar koenzim,

    hormon, asam nukleat, dan molekul-molekul esensial untuk kehidupan. Protein terdiri

    atas rantai-rantai panjang asam amino, yang terikat satu sama lain dalam ikatan

    peptide.

    Protein berfungsi untuk pertumbuhan dan penambahan otot yang hanya

    mungkin ila tersedia cukup asam amino yang sesuai termasuk untuk pemeliharaan

    dan perbaikan, pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan

    air, memelihara netralitas tubuh (ph), pembentukan antibodi, mengangkut zat-zat

    besi, serta sebagai sumber energi.

    Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah

    maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikandan kerang. Sumber protein

    nabati adalah kacang kedelai, dan hasilnya, seperti tempe dan tahu, serta kacang-

    kacangan lain. Kacang kedelai merupakan sumber protein nabati yang mempunyai

    mutu atau nilai biologi yang tinggi (Almatsier, 2013).

  • 2.3.4 Lemak

    Lemak merupakan sumber energi yang dipadatkan. Lemak dan minyak terdiri

    atas gabungan gliserol dengan asam-asam lemak (fatty acid). Lemak berfungsi

    sebagai sumber energi dimana lemak dioksidasi di dalam tubuh untuk memberikan

    energi bagi aktivitas jaringan dan guna mempertahankan suhu tubuh, ikut serta

    membangun jaringan tubuh, sebagai perlindungan, penyekatan (isolasi) jaringan

    lemak subkutan akan mencegah kehilangan panas dari tubuh, serta perasaan kenyang

    ini adanya lemak lewat dalam duodenum mengakibatkan penghambatan peristaltis

    lambung dan sekresi asam, sehingga menunda waktu pengosongan lambung dan

    mencegah timbulnya rasa lapar kembali segera setelah makan.

    Sumber protein berasal dari hewani maupun nabati. Lemak hewani mencakup

    berbagai hewan seperti sapi, kambing dan ayam. Lemak hewani juga mencakup

    lemak hasil ternak unggas, yaitu telur dan susu serta produk olahannya seperti krim,

    mentega, dan keju. Sedangkan lemak nabati mencakup minyak zaitun, minyak

    kelapa, sawit, minyak biji kapas, minyak jagung dan sebagainya (Mary, 2011).

    2.3.5 Air

    Air menjadi kurang lebih 65-70% dari berat total tubuh dan merupakan media

    tempat berlangsungnya hampir setiap proses tubuh. Maka, arti air sangatlah penting

    bagi tubuh. Air merupakan dasar bagi cairan intraseluler serta ekstraseluler dan

    menjadi kosituen semua sekresi dan ekskresi tubuh. Diperlukan air yang cukup

  • banyak untuk menjamin aliran urine yang memadai dan untuk memudahkan lewatnya

    feses sepanjang kolon sehingga tidak terjadi konstipasi.

    Sumber air yang bisa didapatkan diperoleh dari air putih, air teh, susu, serta

    minuman lainnya dan makanan cair seperti sup. Air yang merupakan konsituen

    sebagian besar makanan, sekalipun makanan berbentuk padat. Jadi, roti mengandung

    sekurang-kurangnya 36% air, nasi 57% air, ikan 65% air, daging 50-70% air serta

    sayuran dan buah-buahan 80-90% air. Namun tidak itu saja, dari proses metabolisme

    karbohidrat (hidrat arang),lemak dan protein juga dihasilkannya air. Air yang dikenal

    sebagai air metabolik yang penting bagi bentuk-bentuk kehidupan hewan tertentu

    seperti beruang yang tidur selama semusim (Mary, 2011).

    2.3.6 Abu

    Abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.Abu dan

    mineral dalam bahan pangan umumnya berasal dari bahan pangan itu sendiri.Tetapi

    ada beberapa mineral yang ditambahkan ke dalam bahan pangan (Susi, 2013).

    Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang

    terdapat pada suatu bahan pangan.Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik

    dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur – unsur mineral. Unsur itu juga dikenal

    sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat menunjukan total

    mineral dalam suatu bahan pangan.(Zahro, 2013).

  • 2.4 Sagu

    2.4.1 Pengertian Sagu

    Sagu termasuk tumbuhan monokotil dari keluarga (famili) Pal-mae, marga

    (genus) Metroxylon dari ordo Spadiciflorae (Warami, 2008). Tanaman sagu

    menyerupai tanaman kelapa, memiliki batang berwarna cokelat dengan daun

    berwarna hijau tua. Pohon yang sudah tua dan tumbuh dengan sempurna, kulit

    luarnya mengeras dan membentuk lapisan.

    Komponen yang paling dominan dalam tepung sagu adalah pati atau

    karbohidrat. Pati ini berupa butiran atau granula yang berwarna putih mengkilat, tidak

    berbau, dan tidak mempunyai rasa. Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang

    beraneka ragam sesuai dengan sumbernya. Pati sagu berbentuk elips lonjong, dan

    berukuran relatif lebih besar dari pati serealia.

    Pati sagu yang berasal dari hasil ekstraksi empulur/batang sagu bebas dari

    bahan kimiawi, merupakan bahan alami, layak dikonsumsi sebagai bagian dari diet

    tiap hari dan memiliki fungsi tertentu dalam metabolisme tubuh (Papilaya, 2008).

    (Menurut (Wiranata, dkk. 2013) tepung sagu mengandung sekitar 27% amilosa dan

    sekitar 73% amilopektin. Rasio amilosa akan mempengaruhi sifat pati itu sendiri.

    Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering, kurang lekat dan

    cenderung lebih banyak air (higroskopis).

    Sebagai sumber energi, sagu setara dengan beras, jagung, singkong, kentang,

    dan tepung terigu. Demikian pula dengan kadar karbohidratnya setara pula dengan

  • yang terdapat pada tepung beras, singkong dan kentang. Dibandingkan dengan tepung

    jagung dan terigu, kandungan karbohidrat tepung sagu lebih tinggi. Kandungan

    protein sagu, jauh lebih rendah dari tepung beras, jagung, dan terigu.

    Ditinjau dari kadar vitamin dan mineral pun, sagu memiliki kadar yang lebih

    rendah dibandingkan dengan bahan makanan pokok lainnya. Menyadari potensi gizi

    sagu yang tidak selengkap dan sebaik bahan makanan pokok lain, sagu harus

    dikonsumsi bersama-sama dengan bahan lain atau mengkombinasikan dengan sumber

    protein dan berbagai sumber vitamin, mineral, antioksidan, dan serat pangan (Made

    Astawan, 2011).

    Tabel 3. Syarat Mutu Tepung Sagu Berdasarkan SNI 3729-2008

    Karakteristik Kriteria

    Bentuk Serbuk halus

    Warna Putih khas sagu

    Benda Asing Tidak ada

    Jenis Pati lain selain pati sagu Tidak ada

    Kadar Air, % (b/b) Maks. 13

    Kadar Pati Min. 65

    Derajat asam (ml NaOH 1N/100 g) Maks. 4,0

    Timbal, Pb (mg/kg) Maks. 1,0

    Raksa, Hg (mg/kg) Maks. 0,05

    Angka lempeng total (koloni/g) Maks. 106

    Kapang (koloni/g) Maks. 104

    Sumber : (Thallia, 2014)

    2.4.2 Kandungan Zat Gizi Sagu

    Seratus gram sagu kering setara dengan 355 kalori. Didalamnya rata-rata

    terkandung 94 g karbohidrat, 0,2 g protein, 0,5 g serat, 10 mg kalsium, 1,2 mg besi,

    dan lemak, karoten,tiamin, dan asam askorbat dalam jumlah sangat kecil. Tepung

  • sagu memiliki ciri fisik yang mirip dengan tepung tapioka. Dalam resep masakan,

    tepung sagu yang relatif sulit diperoleh sering diganti dengan tepung tapioka,

    meskipun keduanya sebenarnya berbeda.

    Berdasarkan nilai gizinya, tepung sagu memiliki beberapa kelebihan

    ketimbang tepung dari tanaman umbi atau serealia. Menurut Balai Besar Penelitian

    dan Pengembangan Pascapanen Departemen Pertanian, tanaman sagu mengandung

    pati tidak tercerna yang penting bagi kesehatan. sagu juga dapat dimanfaatkan

    sebagaikomoditas pengganti beras yang bernilai gizi tinggi. Tepung sagu

    mengandung amilosa 27% dan amilopektin 73%. Kandungan kalori karbohidrat,

    protein, dan lemak tepung sagu setara dengan tepung tanaman penghasil karbohidrat

    lainnya (Rumalatu, 2011).

    2.4.3 Pemanfaatan Sagu

    Tepung sagu berasal dari teras atang pohon sagu. Tepung sagu biasa

    digunakan sebagai salah satu bahan baku kue bahan pangan lainnya. Dalam

    pembuautan kue, sagu biasanya digunakan sebagai bahan pengental karena tepung ini

    bersifat lengket. Tanaman sagu (Metroxylon sp) merupakan salah satu komoditi

    bahan pangan yang banyak mengandung karbohidrat, sehingga sagu merupakan

    bahan makanan pokok. Sagu juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri

    pangan yang antara lain dapat diolah menjadi bahan makanan sperti bagea, mutiara

    sagu, kue kering, mie, biskuit, dan kerupuk (Harsanto, 2013).

  • 2.5 Tepung Labu Kuning

    2.5.1 Pengertian Tepung Labu Kuning

    Labu kuning merupakan bahan pangan yang kaya mengandung kalori, zat

    besi, protein, karbohidrat serta mineral (kalsium, fosfor, natrium, kalium, tembaga

    dan seng), beta karoten, tiamin, niasin, serat, dan tinggi vitamin c yang bermanfaat

    bagi kesehatan.Daging buahnya mengandung antioksidan sebagai penangkal berbagai

    jenis kanker.Karena kandungan gizinya yang sangat potensial dan harganya pun

    terjangkau oleh masyarakat dari berbagai kalangan.Dengan adanya perkembangan

    teknologi pengolahan pangan yang canggih, labu dapat dijadikan tepung (Aulia,

    2016).

    Tepung waluh adalah tepung dengan butiran halus, lolos ayakan 60 mesh,

    berwarna putih kekuningan, berbau khas labu kuning dengan kadar air ± 13%. Protein

    tepung labu kuning mengandung protein jenis gluten yang cukup tinggi sehingga

    mampu membentuk jaringan tiga dimensi yang kohesif dan elastic. Sifat ini akan

    sangat berfungsi pada pengembangan volume roti dan produk makanan lain yang

    memerlukan pengembangan volume.Tepung waluh mempunyai kualitas tepung yang

    baik karena mempunyai sifat gelatinisasi yang baik sehingga dengan demikian dapat

    membentuk adonan dengan konsistensi, kekenyalan, viskositas, maupun elastisitas

    yang baik.

    Tepung labu kuning mempunyai sifat spesifik dengan aroma khas, secara

    umum tepung tersebut berpotensi sebagai pendamping tepung terigu dan tepung beras

  • dalam berbagai produk olahan pangan.Produk olahan dari tepung labu kuning

    mempunyai warna dan rasa yang spesifik, sehingga lebih disukai oleh konsumen.

    Teknologi pembuatan tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah

    jadi yang dianjurkan karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur, dibentuk,

    diperkaya zat gizi, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang

    serba praktis. Dari segi proses, pembuatan tepung hanya membutuhkan air relatif

    sedikit dan ramah lingkungan dibandingkan dengan pembuatan pati (Hendrasty,

    (2003) dalam Igfar,2012).

    2.5.2 Komposisi Tepung Labu Kuning

    Tepung labu kuning mempunyai sifat spesifik dengan aroma khas umum

    tepung tersebut berpotensi dalam berbagai produk olahan pangan. Kualitas tepung

    labu kuning ditentukan oleh komponen penyusunnya yang menentukan sifat

    fungsional adonan maupun produk tepung yang dihasilkan. Komposisi tepung labu

    kuning dapat dilihat pada tabel 4.

    Tabel 4. Komposisi dan kandungan tepung labu kuning

    Komposisi Kandungan

    Air (g) 12,01

    Protein (g) 7,83

    Abu (g) 8,56

    Lemak (g) 1,05

    Karbohidrat 70

    Pektin (% bk) 0,09

    B-karoten (mg/g) 13,83

    Vitamin A (IU) -

    Sumber : Usmiati (2012)

  • 2.5.3 Pemanfaatan Tepung Labu Kuning

    Tepung labu kuning mempunyai kadar air yang rendah, sehingga memiliki

    kestabilan mikrobiologis maupun kimia yang lebih baik. Tepung labu kuning

    mempunyai daya simpan lama dan sekaligus berupa produk olahan yang disukai oleh

    konsumen seperti cookies, cake, serta mie memerlukan proses pengolahan yang tepat

    sehingga dihasilkan produk yang bermutu tinggi baik tekstur, sifat-sifat fungsional

    maupun kandungan gizinya (Ranonto dkk, 2015).

    Labu kuning merupakan sumber karbohidrat yang mengandung karotenoid

    yang memiliki sifat fungsional sebagai antioksidan sehingga dapat mencegah

    penuaan, kanker, diabetes dan katarak. Oleh karena itu, tepung labu kuning sangat

    bagus dikonsumsi oleh masyarakat karena memiliki kandungan gizi yang baik untuk

    kesehatan tubuh. Apalagi dengan harganya yang terjangkau dan mudah didapat

    sehingga memudahkan masyarakat untuk mengkonsumsinya.

    2.6 Kayu Manis (Cinnamomum burmanni)

    2.6.1 Pengertian Kayu Manis

    Kayu Manis (Cinnamomum burmanni) merupakan tanaman yang kulit batang,

    cabang, serta dahannya dahannya dapat digunakan sebagai bahan rempah-rempah,

    dan merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia, dan produknya dikenal

    sebagai cassia vera. Kulit kayu manis dapat digunakan langsung dalam bentuk asli

    atau bubuk, minyak atsiri dan oleoresin. Minyaknya dapat diperoleh dari kulit,

    batang, cabang, ranting dan daun pohon kayu manis dengan cara ekstraksi. Hasil dari

  • ekstraksi kayu manis berupa minyak atsiri. Minyak tersebut banyak digunakan untuk

    bahan baku industri pembuatan minyak wangi, kosmetika, farmasi, dan industri

    lainnya (Susanti dkk., 2013).

    Di Indonesia, kulit kayu manis dan ranting kayu manis dapat dimanfaatkan

    untuk mengobati beberapa penyakit seperti diare, gangguan pencernaan. Ekstrak kayu

    manis juga digunakan sebagai anti-diabetik karena telah terbukti memberi manfaat

    pada orang normal maupun pada orang dengan intolerani glukosa, sindrom

    metabolik, diabetes melitus tipe 2, defisiensi insulin dan resistensi insulin (Sanggal,

    2011).

    2.6.2 Manfaat Kayu Manis

    Kayu manis (Cinnamomum burmanni) merupakan rempah-rempah dalam

    bentuk kulit kayu yang biasa dimanfaatkan masyarakat Indonesia dalam kehidupan

    sehari-hari. Selain sebagai penambah cita rasa masakan tumbuhan kayu manis dikenal

    memiliki berbagai khasiat diantaranya sebagai anti cacing, anti diare, mengobati

    demam, berperan sebagai antiseptik. Didalam kayu manis (Cinnamomum burmanni)

    terdapat kandungan senyawa kimia berupa fenol, terpenoid, dan saponin ekstrak kulit

    batang kayu manis yang merupakan sumber antioksidan (Trubus, 2012).

    Kayu manis memiliki komponen bioaktif golongan polifenol yang memiliki

    aktivitas mirip dengan insulin (insulun mimetic). Komponen bioaktif ini adalah

    doublynked procyanidin type-A polymeres yang merupakan bagian dari

  • catechin/epicatechin yang selanjutnya disebut sebagai methyhydroxychalcone

    polymer (MHCP).

    Menurut Shofiati (2013) ekstrak kayu manis 200 mg/kgBB dalam waktu 30

    hari memberikan efek yang signifikan bagi penurunan kadar glukosa darah. Selain itu

    ekstrak kayu manis erperan langsung dalam metabolisme lipid, dapat mencegah

    hiperkolesterolemia dan hipertgliserida dan menurunkan level dari asam lemak bebas

    di plasma serta meningkatkanHDL pada subjek diabetes melitus tipe 2.

    2.6.3 Komposisi Kayu Manis

    Kayu manis (Cinnamomum burmanni) mengandung banyak sekali zat yang

    bermanfaat bagi tubuh, kayu manis juga memiliki komponen bioaktif dimana

    komponen bioaktif tanaman yang memiliki efek hipoglikemik adalah flavonoid,

    alkaloid, glikosida, polisakarida, peptidoglikan, steroid, terpenoid. Kayu manis

    mengandung kadar alkaloid dan tanin yang tinggi, kadar flavonoid yang sedang dan

    tidak mengandung saponin. Komposisi kayu manis dapat dilihat pada tabel 5.

  • Tabel 5. Komposisi dan kandungan kayu manis

    Komposisi Kandungan

    Abu (%) 2,4

    Protein (%) 3,5

    Lemak (%) 4

    Serat (%) 33.0

    Karbohidrat (%) 52,0

    Zat besi (mg/g) 7,0

    Zinc (mg/g) 2,6

    Kalsium (mg/g) 83,8

    Chromium (mg/g) 0,4

    Mangan (mg/g) 20,1

    Magnesium (mg/g) 85,5

    Natrium (mg/g) 0,0

    Kalium (mg/g) 134,7

    Fosfor (mg/g) (42,2)

    Sumber : Shofiati (2013)

    2.7 Ciplukan (Physalis angulata L.)

    2.7.1 Pengertian Ciplukan

    Ciplukan (Physalis angulata L.) merupakan tumbuhan liar, berupa

    semak/perdu yang rendah. Tanaman ini tumbuh subur didataran rendah, banyak

    tumbuh liar dikebun-kebun, sawah dan masih banyak orang yang belum mengetahui

    tentang kegunaan ciplukan sebagai obat. Tumbuhan ciplukan (Physalis angulata L.)

    terutama pada bagian buah kaya akan zat aktif flavonoid (Murali, dkk., 2013).

    Flavonoid merupakan salah satu senyawa antioksidan yang berfungsi mengatasi atau

    menetralisir radikal bebas sehingga diharapkan dengan pemberian antioksidan

  • tersebut kerusakan sel tubuh dapat dihambat serta dapat mencegah terjadinya

    kerusakan tubuh dan timbulnya penyakit degeneratif (Winarsi, 2007).

    2.7.2 Manfaat Ciplukan (Physalis angulata L.)

    Physalis angulata L. kaya akan polifenol dan flavonoid dimana flavonoid

    merupakan salah satu antioksidan yang terdapat dalam tumbuhan yang diperlukan

    oleh tubuh. Efek antioksidan dari flavonoid yang ditemukan di Physalis angulata L.

    dapat meningkatkan proses regenerasi yang disebabkan oleh radikal bebas dengan

    cara mensintesis substrat kompetitif untuk lipid tak jenuh dalam membran dan

    mempercepat mekanisme perbaikan membran sel yang rusak. Physalis angulata L.

    juga mengandung komponen aktif physalins, withanolides, phytosterolsand

    polyunsaturated fatty acid misalnya asam linoleat dan asam oleat yang memberi sifat

    antioksidan hipokolesterolemik (Tammu Jyothibasu dan Ramana K. Venkata, 2014).

    Tumbuhan ciplukan pada bijinya mengandung protein, minyak lemak, asam

    palmitat, dan asam stearat. Akar dari ciplukan mengandung alkaloid, sedangkan pada

    daun mengandung glikosida flavonoid dan pada tunas mengandung flavonoid dan

    saponin. Glikosida flavonoid yang terdapat dalam ciplukan sendiri dapat

    memperbaiki regulasi gula darah dengan menrunkan kadar gula dalam darah dan

    menghilangkan efek samping (komplikasi) penyakit diabetes melitus.

    2.8 Pengujian Organoleptik

    Pengujian organoleptik disebut penilaian indera atau penilaian sensorik

    merupakan suatu cara penilaian dengan memanfaatkan panca indera manusia untuk

  • mengamati tekstur, warna, bentuk, aroma, dan rasa suatu produk makanan, minuman

    ataupun obat. Pengujian organoleptik berperan penting dalam pengembangan produk.

    Evaluasi sensorik dapat digunakan untuk menilai adanya perubahan yang dikehendaki

    atau tidak dalam produk atau bahan-bahan formulasi, mengidentifikasi area untuk

    pengembangan, mengevaluasi produk pesaing, mengamati perubahan yang terjadi

    selama proses (Nasiru, 2011).

    Uji organoleptik yang dilakukan meliputi warna, rasa, aroma, tekstur sereal

    tepung sagu dan tepung labu kuning yang diamati dengan uji hedonik atau uji

    kesukaan. Pengujian ini menggunakan 25 panelis yang memberikan penilaiannya

    berdasarkan tingkat kesukaannya terhadap produk pada kuesioner yang disediakan.

    Skala pengujian 1 sampai 5 yaitu: 5=sangat suka, 4=suka, 3=agak suka, 2=tidak suka,

    1=sangat tidak suka.

    2.8.1 Panelis

    Untuk melaksanakan penilaian organoleptik diperlukan panel. Dalam

    penilaian suatu mutu atau analisis sifat-sifat sensori, panel bertindak sebagai

    instrumen atau alat. Panel ini terdiri dari orang atau kelompok yang bertugas menilai

    sifat atau mutu berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi anggota panel

    disebut panelis.

  • Dalam penilaian organoleptik dikenal berbagai macam panelis:

    1. Panel Perseorangan

    Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik

    yang sangat tinggi dan mampu mengenali penyimpangan rasa yang paling

    kecil sekalipun.

    2. Panel Terbatas

    Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai pengetahuan dan

    mengenal dengan baik faktor-faktor dalam penilaian organoleptik.

    3. Panel Terlatih

    Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik,

    untuk menjadi terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan.

    4. Panel Agak Terlatih

    Panel agak terlatih 15-35 orang yang sebelumnya dilatih untuk mengetahui

    sifat-sifat tertentu.

    5. Panel Tidak Terlatih

    Panel tidak terlatih merupakan sekelompok orang berkemampuan rata-rata

    yang tidak terlatih dan tidak menguji kesukaan.

  • 2.8.2 Persiapan Pengujian Organoleptik

    1. Persiapan Panelis

    Sebelum pengujian dilaksanakan, para panelis diharapkan datang pada

    waktunya. Jika sudah datang pengujian harus dilaksanakan.

    2. Persiapan Peralatan dan Sarana

    Peralatan untuk melaksanakan pengujian organoleptik perlu direncanakan

    dengan teliti, jangan ketika pengujian sedang berlangsung ada perlengkapan

    yang kurang sehingga terpaksa pengujian terputus.

    3. Penjelasan / instruksi

    Dalam penjelasan ini dikumpulkan calon panelis dan diberikan penjelasan

    serta informasi tentang pengujian organoleptik. Penjelasan harus jelas dan

    singkat serta mudah dipahami.

  • 2.9 Penelitian Terkait

    NO Nama Tahun Judul Hasil

    1 Muhammad

    Iswan Umar

    dkk

    2018 Pengaruh formulasi

    Breakfast Cereal

    Flakesberbasis tepung

    beras merah (Oryza

    nivara) dan tepung sagu

    (Metroxylon

    sp)terhadap penilaian

    organoleptik dan fisiko

    kimia

    Hasilyang berpengaruh sangat

    nyata pada variabel pengamatan

    rasa dan tekstur. Nilai gizi pada

    produk breakfast cereal flakes

    tertinggi pada pengujian kadar air

    adalah pada perlakuan F5 7,33,

    kadar abu F1 2,38%, kadar protein

    F5 14,01, kadar lemak F1 2,38%,

    kadar serat F2 1,47%, kadar

    karbohidrat 63,01%, kandungan

    energi F3 441,07%, antioksidan

    terpilih F1 38,5.

    2 Niftrelia Sari

    Dewi

    2016 Diversifikasi tepung

    tapioka pada pembuatan

    Flakes diperkaya serat

    pangan (dietary fiber)

    tepung ampas kelapa

    Flakes tepung tapioka diperkaya

    serat pangan tepung ampas kelapa

    dengan perlakuan F2 (tepung

    tapioka 75% : tepung ampas kelapa

    25%) merupakan formulasi yang

    baik pada pembuatan flakes

    berdasarkan uji organoleptik

    3 Erni Sukasih,

    Setyadjit

    2016 Formulasi pembuatan

    Flakes berbasis talas

    untuk makanan sarapan

    (breakfast meal) energi

    tinggi

    Formulasi terbaik merupakan

    perlakuan dari tepung komposit

    dengan perbandingan tepung talas :

    tepung pisang : tepung kacang hijau

    (50:30:20) sebesar 90%. Kadar air

    2,3%, abu 2,4%, lemak 20,1%,

    protein 19,9%, kalori 479,7

    Kkal/100g, serat kasar 6,1%, serat

    pangan 8,1% dan indeks kelarutan

    0,0141 g/ml

    4 Trisna

    Suryaningru

    m, Ninik

    Rustanti

    2016 Pengaruh perbandingan

    tepung labu kuning

    (Cucurbita moschata)

    dan tepung mocaf

    terhadap mutu

    organoleptik dan kadar

    pati Flakes

    Adanya pengaruh perbedaan

    penambahan tepung labu kuning

    dan tepung mocaf terhadap

    organoleptik dan kadar pati Flakes

  • BAB III

    KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

    3.1 Kerangka Konsep

    Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau ikatan antara konsep satu

    dengan terhadap konsep lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Pembuatan kerangka

    konsep mengacu pada masalah-masalah yang akan diteliti atau berhubungan dengan

    penelitian dan dibuat dalam bentuk diagram (Hidayat, 2007)

    Tepung sagu dan

    tepung labu kuning

    Ekstrak kayu manis

    dan ekstrak ciplukan

    Flakes

    Makanan selingan

    penderita Diabetes

    tipe 2

    Sifat Fisikokimia

    1. Kadar air

    2. Kadar abu

    3. Kadar Protein

    4. Kadar Lemak

    5. Kadar Karbohidrat

    Sifat Organoleptik

    1. Rasa

    2. Aroma

    3. Warna

    4. Tekstur

  • 3.2 Hipotesa

    Ha : Ada perbedaan nyata terhadap formulasi tepung sagu dan tepung labu

    kuning dengan penambahan bubuk kayu manis dan bubuk ciplukan terhadap sifat

    fisikokimia dan sifat organoleptik.

    Ho : Tidak ada perbedaan nyata terhadap formulasi tepung sagu dan tepung

    labu kuning dengan penambahan bubuk kayu manis dan bubuk ciplukan terhadap

    sifat fisikokimia dan sifat organoleptik.

  • BAB IV

    METODE PENELITIAN

    4.1 Desain Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pemanfaatan

    tepung sagu dan tepung labu kuning dengan penambahan bubuk kayu manis dan

    bubuk ciplukan, dengan perbandingan tertentu kemudian dilihat pengaruhnya

    terhadap sifat organoleptik (rasa, aroma, warna, dan tekstur), dan sifat fisikokimia.

    4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2018 – Juni 2019. Pembuatan

    produk dan uji organoleptik dilakukan di Kampus STIKes Perintis Padang,

    sedangkan uji analisis kimia dilakukan di Laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian

    UNAND.

    4.3 Alat dan Bahan

    4.3.1 Alat

    a. Alat untuk pembuatan flakes

    Alat yang digunakan untuk pembuatan flakes yaitu baskom, adonan, oven,

    timbangan, sendok, ayakan, sendok, mangkuk, kompor, blender, loyang.

  • b. Alat untuk uji organoleptik

    Alat untuk uji organoleptik adalah label, piring ceper, alat tulis, dan formulir

    uji organoleptik.

    c. Alat untuk uji analisis kimia

    Timbangan analitik, stopwatch, cawan, desikator, pipet, tabung reaksi, labu

    ukur, Erlenmeyer, pipet tetes, labu kjehdal, tekstur analyzer, tanur, dan oven.

    4.3.2 Bahan

    a. Untuk pembuatan flakes

    Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan flakes adalah tepung sagu,

    labu kuning varietas bokor/cerme, bubuk kayu manis dan bubuk ciplukan.

    Bahan penunjang berupa susu skim bubuk, garam dan air.

    b. Bahan uji kandungan zat gizi

    H2SO4 1,25%, NaOH 3,25%. Aquadest, Campuran selen, H2SO4pekat, NaOH

    30%, Asam Borat 2%, HCI 0.01 N.

    4.4 Rancangan Penelitian

    Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan RAL (Rancangan Acak

    Lengkap)dengan 4 (empat) perlakuan dan 2 (dua) kali ulangan, untuk masing-masing

    perlakuan.

  • 4.4.1 Penelitian Pendahuluan

    Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mendapatkan cara pembuatan flakes,

    mengetahui kisaran perbandingan jumlah tepung sagu dan tepung labu kuning, lama

    pengeringan serta suhu dan lama pemanggangan. Hasil yang didapat dari penelitian

    pendahuluan yang dilakukan pada flakes X (90 g tepung sagu dan 10 g tepung labu

    kuning) menghasilkan warna putih kelabu, aroma bau khas tepung sagu dan tekstur

    flakes agak halus, sedangkan flakes Y (50 g tepung sagu dan 50 g tepung labu

    kuning) menghasilkan warna coklat muda, aroma bau khas labu kuning, dan tekstur

    agak kasar. Dari penelitian pendahuluan tersebut didapatkan formulasi terbaik pada

    flakes Y (50 g tepung sagu dan 50 g tepung labu kuning. Untuk hasil yang lebih jelas

    maka akan dilakukan 4 (empat) kali perlakuan yaitu :

    Tabel 6.

    Formulasi Perbandingan Tepung Sagu dan Tepung Labu Kuningdalam

    100 g

    Perlakuan Tepung Sagu Tepung Labu Kuning

    A 80 g 20 g

    B 70 g 30 g

    C 60 g 40 g

    D 50 g 50 g

    Sumber : Modifikasi (Umar, 2018)

  • 4.4.2 Penelitian Lanjutan

    Hasil penelitian pendahuluan dilakukan penelitian lanjutan yang diawali

    dengan pembuatan flakes tepung sagu dan tepung labu kuning dengan penambahan

    bubuk kayu manis dan bubuk ciplukan. Flakes yang dihasilkan dilakukan uji

    organoleptik meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur serta sifat fisikokimia.

    4.5 Prosedur Pembuatan

    Proses awal adalah persiapan bahan baku dan salah satu bahan baku

    terpenting dalam penelitian ini adalah tepung sagu dan tepung labu kuning.

    Tabel 7. Formulasi Bahan Pembuatan Flakes

    Bahan A B C D Jumlah

    Tepung sagu (g) 80 70 60 50 260

    Tepung labu kuning (g) 20 30 40 50 140

    Bubuk kayu manis (g) 1 1 1 1 4

    Bubuk ciplukan (g) 1 1 1 1 4

    Susu skim bubuk (g) 10 10 10 10 40

    4.5.1 Pembuatan Tepung Sagu

    Batang sagu dikupas untuk membuang kulit luar yang keras, diparut halus

    menjadi bubur sagu. Penambahan larutan sulfit dan pengadukan, b ubur hasil

    pemarutan ditambah laruutan sulfit (1 bagian bubur ditambah dengan 1 bagian air)

    sehingga menjadi bubur encer. Bubur encer ini diaduk – aduk agar pati lebih banyak

  • yang terlepas dari sel batang, kemudian dilakukan penyaringan suspensipati dengan

    kain saring dan pengendapan suspensi pati selama 12 jam lalu dibuang airnya.

    Selanjutnya pengeringan pasta pati hingga kadar air dibawah 12%, lalu penggilingan

    tepung sagu kasar menjadi tepung halus.

    4.5.2 Pembuatan Tepung Labu Kuning

    Pembuatan tepung labu kuning dilakukan dengan mengiris tipis-tipis daging

    labu kuning menggunakan pisau. Kemudian labu kuning dikeringkan dibawah sinar

    matahari selama 2-3 hari. Labu kuning yang telah kering diblender dan diayak dengan

    80 mesh (Anggraini, 2015).

    4.5.3 Pembuatan Bubuk Kayu Manis

    Kayu manis yang digunakan adalah Cassia vera stick mutu AA kadar air

    sekitar 14% yang kemudian dilakukan penggilingan menggunakan blender lalu

    diayak dengan ayakan, sehingga didapat bubuk kayu manis yang halus.

    4.5.4 Pembuatan Bubuk Ciplukan

    Pembuatan bubuk ciplukan dilakukan dengan cara sebagai berikut : Lakukan

    sortasi tumbuhan ciplukan mulai dari daun, batang, buah, dan akar, lalu tumbuhan

    ciplukan dicuci bersih dengan air yang mengalir, tumbuhan ciplukan yang telah

    dicuci bersih kemudian dipotong – potong kecil ukuran 1 cm, kemudian dikeringkan

    dibawah sinar matahari 2 – 3 hari. Ciplukan yang telah kering selanjutnya dihaluskan

    dengan blender dan diayak hingga diperoleh bubuk ciplukan.

  • 4.5.5 Pembuatan Flakes

    Pembuatan Flakes diawali dengan persiapan bahansesuai formulasi yang telah

    ditentukan, bahan : susu skim bubuk, air, dan garam dicampur dan diaduk rata,

    kemudian pencampuran tepung (Tepung sagu dan Tepung labu kuning. Setelah itu

    bubuk kayu manis dan bubukciplukan dimasukkan ke dalam adonan. Lalu dilakukan

    pemasakan semua adonan hingga mendidih atau sampai suhu gelatinisasi. Kemudian

    adonan flakes ditata pada loyang dilakukan pemanggangan pada suhu 120oC selama

    30 menit. Bagan alir terlampir di Lampiran 1.

    4.6 Parameter Pengamatan

    Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah kadar air, kadar abu, kadar

    karbohidrat, kadar protein, kadar lemak, dan uji organoleptik (warna, aroma, tekstur,

    dan rasa)

    a. Analisis Kadar Air (Sudarmadji, dkk., 1997)

    1. Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit.

    2. Ditimbang dengan cepat kurang lebih 5 g sampel yang sudah

    dihomogenkan dalam cawan.

    3. Dimasukkan dalam cawan kemudian dimasukkan oven selama 3 jam

    suhu 100oC

    4. Cawan didinginkan 3-5 menit. Setelah dingin bahan ditimbang

    kembali.

  • 5. Bahan dikeringkan kembali ke dalam oven ±30 menit sampai

    diperoleh berat yang tetap.

    6. Bahan didinginkan kemudian ditimbang sampai diperoleh berat yang

    tetap.

    7. Dihitung kadar air dengan rumus :

    %kadar air = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑔)−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 (𝑔)

    𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑔)x 100%

    b. Analisis Kadar Abu (Sudarmadji, dkk., 1997)

    1. Cawan pengabuan dibakar dalam tanur selama 7 jam kemudian

    didinginkan selama 3-5 menit lalu ditimbang.

    2. Ditimbang dengan cepat kurang lebih 5 g sampel yang sudah

    dihomogenkan dalam cawan.

    3. Dimasukkan dalam cawan pengabuan kemudian dimasukkan kedalam

    tanur dan dibakar sampai didapat abu berwarna abu-abu atau sampai

    beratnya tetap.

    4. Bahan didinginkan kemudian ditimbang.

    5. Dihitung kadar abunya dengan rumus :

    % abu = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑢 (𝑔)

    𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔) x 100%

    c. Analisis Kadar Protein (Sudarmadji, 2010)

    Kadar protein ditentukan dengan metode Kjehdal menggunakan

    dekstruksi Gerhard Kjedalterm, prosedur kerja sebagai berikut :

  • 1. Bahan ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian dimasukkan ke dalam labu

    kjedal 100 ml.

    2. Ditambahkan kurang lebih 1g campuran selenium dan 10 ml H2SO4

    pekat kemudian dihomogenkan.

    3. Didestruksi dalam lemari asam sampai jernih. Bahan dibiarkan dingin,

    kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml sambil dibilas

    dengan aquadest.

    4. Dibiarkan dingin kemudian ditambahkan aquadest. Disiapkan

    penampung yang terdiri dari 10 ml H2BO3 2% tambah 4 tetes larutan

    indikator dalam Erlenmeyer 100 ml.

    5. Dipipet 5 ml NaOH 30% dan 100 ml aquadest, disuling hingga volume

    penampung menjadi kurang lebih 50 ml. Dibilas ujung penyuling

    dengan aquadest kemudian ditampung bersama isinya.

    6. Dititrasi dengan larutan HCL atau H2SO4 0,002 N, perhitungan kadar

    protein dilakukan sebagai berikut :

    %kadar protein = 𝑉1 𝑥 𝑁𝑜𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐻2𝑆𝑂4 𝑥 6,25 𝑥 𝑃

    𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 x 100%

    Keterangan :

    V1 = Volume titrasi contoh

    N = Normalitas larutan HCL atau H2SO4 0,002 N

    P = Faktor Pengenceran = 100/5

    d. Analisis Kadar Lemak (Metode soxhlet, Sudarmadji dkk, 1996)

  • Sampel dihaluskan ditimbang sebanyak3 g dan dimasukkan dalam

    timble. Pasang tabung ekstraksi pada alat destilasi dengan menggunakan

    petroleum eter sebagai pelarut lemak secukupnya selama 4 jam dengan

    menggunakan soxhlet. Residu dalam tabung ekstraksi diaduk kemudian

    ekstraksi dilanjutkan lagi selama 2 jam dengan menggunakan pelarut yang

    sama. Pelarut yang telah mengandung ekstrak lemak diuapkan dengan

    penangas air sampai agak pekat kemudian dkeringkan dalam oven pada suhu

    105oC sampai berat residu konstan dan didinginkan dalam eksikator selama

    15 menit. Berat residu merupakan berat lemak.

    %lemak = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 (𝑔)

    𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 x 100%

    e. Analisis Kadar Karbohidrat (by differerence)

    Kadar karbohidrat ditentukan dengan metode by difference yaitu

    dengan perhitungan melibatkan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar

    lemak. Berikut ini adalah persamaan yang digunakan dalam menghitung kadar

    karbohidrat dengan metode by difference.

    Kadar karbohidrat (%)= 100% - (%kadar air + %kadar abu + %kadar protein

    + %kadar lemak).

    f. Pengujian Mutu Organoleptik

    Uji organoleptik bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan

    (preferensi) panelis terhadap formula flakes tepung sagu dan tepung labu

  • kuning dengan penambahan ekstrak kayu manis dan ekstrak ciplukan.

    Pengujian mutu organoleptik menggunakan metode Hedonic Scale Test untuk

    melihat atribut rasa, aroma, warna, dan tekstur. Uji hedonik menilai atribut

    secara keseluruhan produk. Skor yang digunakan pada uji hedonik ini adalah

    skor 1 sampai 5.

    1 =Sangat Tidak Suka

    2 =Tidak Suka

    3 =Agak Suka

    4 =Suka

    5 =Sangat suka

    Panelis yang digunakan dalam penelitian ini adalah panelis agak terlatih

    dengan jumlah 25 orang yang diambil dari mahasiswa STIKes Perintis Padang.

    4.7 Pengolahan dan Analisa Data

    Data dapat diperoleh dari hasil pengujian organoleptik dianalisa berdasarkan

    tingkat kesukaan untuk warna, aroma, tekstur, dan rasa. Hasil uji organoleptik

    disajikan dalam bentuk tabel untuk dihitung nilai rata-rata kemudian dianalisa dengan

    uji One Way ANOVA dilanjutkan dengan Uji Duncan New Multiple Range Test

    (DNMRT) untuk mengetahui kelompok yang berbeda. Semua uji dilakukan dengan

    tingkat kepercayaan 95% dengan software SPSS 16 for window

  • BAB V

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    5.1 Hasil Uji Hedonik

    5.1.1 Warna

    Hasil uji hedonik terhadap flakes tepung sagu dan tepung labu kuning dengan

    empat perlakuan didapat hasil rata – rata uji hedonik terhadap warna flakes terlihat

    pada gambar dibawah ini :

    Ket: angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda, artinya berbeda nyata

    menurut uji DMRT pada taraf 5%.

    Gambar 1. Nilai rata – rata kesukaan panelis

    terhadap warna flakes tepung sagu dan tepung labu kuning

    Nilai rata – rata kesukaan terhadap warna flakes yang diberikan panelis

    berkisar antara 2,4 – 3,32. Hasil uji hedonik didapatkan perbedaan yang nyata antar

    2.4 (a)2.56 (a)

    3.32 (b)

    2.64 (a)

    0

    0.5

    1

    1.5

    2

    2.5

    3

    3.5

    A (sagu : labu kuning(80 g : 20 g)

    B (sagu : labu kuning(70 g : 30 g)

    C (sagu : labu kuning(60 g : 40 g)

    D (sagu : labu kuning(50 g : 50 g)

    Nilai rata - rata kesukaan panelis terhadap warna flakes

    tepung sagu dan tepung labu kuning

  • perlakuan ditandai dengan nilai signifikan (0,00) < 0,05. Hasil uji lanjut dengan

    analisa DNMRT 5% di dapatkan bahwa perlakuan C berbeda nyata dengan perlakuan

    A,B dan D. Warna flakes yang disukai panelis adalah perlakuan C (3,32).

    5.1.2 Aroma

    Hasil uji hedonik terhadap flakes tepung sagu dan tepung labu kuning dengan

    empat perlakuan didapat hasil rata – rata uji hedonik terhadap aroma flakes terlihat

    pada gambardibawah ini :

    Gambar 2.Nilai rata – rata kesukaan panelis

    terhadap aroma flakes tepung sagu dan labu kuning

    Nilai rata – rata kesukaan terhadap aroma flakes yang diberikan panelis

    berkisar antara 2,84 – 3,32. Berdasarkan analisis sidik ragam (ANOVA) tidak ada

    perbedaan aroma yang nyata antar perlakuan ditandai dengan nilai signifikan (0,128)

    ≥ 0,05.Aroma flakes yang disukaipanelis adalah perlakuan C (3,32).

    2.84

    3.12

    3.32

    3.2

    2.6

    2.7

    2.8

    2.9

    3

    3.1

    3.2

    3.3

    3.4

    A (sagu : labu kuning(80 g : 20 g)

    B (sagu : labu kuning(70 g : 30 g)

    C (sagu : labu kuning(60 g : 40 g)

    D (sagu : labu kuning(50 g : 50 g)

    Nilai rata - rata kesukaan panelis terhadap aroma flakes

    tepung sagu dan tepung labu kuning

  • 5.1.3 Tekstur

    Hasil uji hedonik terhadap flakes tepung sagu dan tepung labu kuning dengan

    empat perlakuan didapat hasil rata – rata uji hedonik terhadap tekstur flakes terlihat

    pada gambardibawah ini :

    Ket: angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda, artinya berbeda nyata

    menurut uji DMRT pada taraf 5%.

    Gambar 3. Nilai rata – rata kesukaan panelis

    terhadap tekstur flakes tepung sagu dan labu kuning

    Nilai rata – rata kesukaan terhadap tekstur flakes yang diberikan panelis

    berkisar antara 2,36 –3,28. Hasil uji hedonik didapatkan perbedaan yang nyata antar

    perlakuan ditandai dengan nilai signifikan (0,00) < 0,05. Hasil uji lanjut dengan

    analisa DNMRT 5% di dapatkan bahwa perlakuan C berbeda nyata dengan perlakuan

    A,B dan D. Tekstur flakes yang disukai panelis adalah perlakuan B (3,28).

    2.36 (a)

    3.28 (b)

    2.64 (a)2.48 (a)

    0

    0.5

    1

    1.5

    2

    2.5

    3

    3.5

    A (sagu : labu kuning(80 g : 20 g)

    B (sagu : labu kuning(70 g : 30 g)

    C (sagu : labu kuning(60 g : 40 g)

    D (sagu : labu kuning(50 g : 50 g)

    Nilai rata - rata kesukaan panelis terhadap tekstur flakes

    tepung sagu dan tepung labu kuning

  • 5.1.4 Rasa

    Hasil uji hedonik terhadap flakes tepung sagu dan tepung labu kuning dengan

    empat perlakuan didapat hasil rata – rata uji hedonik terhadap tekstur flakes terlihat

    pada grafik dibawah ini :

    Ket: angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda, artinya berbeda nyata

    menurut uji DMRT pada taraf 5%.

    Grafik 4.Nilai rata – rata kesukaan panelis

    terhadap rasa flakes tepung sagu dan tepung labu kuning

    Nilai rata – rata kesukaan terhadap rasa flakes yang diberikan panelis berkisar

    antara 2,64 –3,4. Hasil uji hedonik didapatkan perbedaan yang nyata antar perlakuan

    ditandai dengan nilai signifikan (0,03) < 0,05. Hasil uji lanjut dengan analisa

    DNMRT 5% di dapatkan bahwa perlakuan C berbeda nyata dengan perlakuan A, B

    dan D. Rasa flakes yang disukai panelis adalah perlakuan C (3,4).

    2.64(a)2.84 (a)

    3.4 (b)2.92 (a)

    0

    0.5

    1

    1.5

    2

    2.5

    3

    3.5

    4

    A (sagu : labu kuning(80 g : 20 g)

    B (sagu : labu kuning(70 g : 30 g)

    C (sagu : labu kuning(60 g : 40 g)

    D (sagu : labu kuning(50 g : 50 g)

    Nilai rata - rata kesukaan panelis terhadap rasa flakes tepung

    sagu dan tepung labu kuning

  • 5.2 Hasil Mutu Hedonik

    5.2.1 Warna

    Hasil uji mutu hedonik terhadap warna flakes tepung sagu dan tepung labu

    kuning dengan empat perlakuan didapat hasil rata-rata uji hedonik terhadap warna

    flakes pada terlihat pada gambardibawah ini ::

    Ket: angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda, artinya berbeda nyata

    menurut uji DMRT pada taraf 5%.

    Gambar 5.Rata – rata perbandingan

    mutu warnapada flakes tepung sagu dan tepung labu kuning

    Nilai rata – rata mutu terhadap warna flakes yang diberikan panelis berkisar

    antara 2,36 –3,28.Hasil mutu hedonik didapatkan perbedaan yang nyata antar

    perlakuan ditandai dengan nilai signifikan (0,01) < 0,05. Hasil uji lanjut dengan

    analisa DNMRT 5% di dapatkan bahwa perlakuan C berbeda nyata dengan perlakuan

    2.36 (a)

    2.76 (a)

    3.28 (b)3.12 (a)

    0

    0.5

    1

    1.5

    2

    2.5

    3

    3.5

    A (sagu : labu kuning(80 g : 20 g)

    B (sagu : labu kuning(70 g : 30 g)

    C (sagu : labu kuning(60 g : 40 g)

    D (sagu : labu kuning(50 g : 50 g)

    Rata - rata mutu warna flakes tepung sagu dan tepung labu

    kuning

  • A, B dan D.Warna flakes yang paling disukai panelisyaitu warna agak kekuningan

    mendekati coklat dilihat dari rata – rata perlakuan C.

    5.2.2 Aroma

    Hasil uji mutu hedonik terhadap aroma flakes tepung sagu dan tepung labu

    kuning dengan empat perlakuan didapat hasil rata-rata uji hedonik terhadap warna

    flakes pada terlihat pada gambardibawah ini :

    Gambar 6.Rata – rata perbandingan

    mutu aroma padaflakes tepung sagu dan tepung labu kuning

    Nilai rata – rata mutu terhadap aroma flakes yang diberikan panelis berkisar

    antara 2,72 –3,12. Berdasarkan analisis sidik ragam (ANOVA) tidak ada perbedaan

    aroma yang nyata antar perlakuan ditandai dengan nilai signifikan (0, 313) ≥

    0,05.Aroma flakes yang paling disukai panelis yaitu aroma agak harum mendekati

    harum dilihat dari rata – rata perlakuan C.

    2.72

    2.96

    3.12

    2.88

    2.5

    2.6

    2.7

    2.8

    2.9

    3

    3.1

    3.2

    A (sagu : labu kuning(80 g : 20 g)

    B (sagu : labu kuning(70 g : 30 g)

    C (sagu : labu kuning(60 g : 40 g)

    D (sagu : labu kuning(50 g : 50 g)

    Rata - rata mutu aroma flakes te