Pembuatan Film Tipis Polimer

24
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FISIKA MATERIAL II Modul 2.1 (Pembuatan Film Tipis Polimer dan Karakterisasi Ketebalan dengan Spektroskopi Transmisi) Nama : Heraldo Yanindra P. NPM : 140310120015 Partner : Ahdan Salman Santika NPM : 140310120025 Hari/Tanggal : Jumat, 21 April 2015

description

Laporan Akhir Fisika Material II

Transcript of Pembuatan Film Tipis Polimer

LAPORAN AKHIRPRAKTIKUM FISIKA MATERIAL IIModul 2.1 (Pembuatan Film Tipis Polimer dan Karakterisasi Ketebalan dengan Spektroskopi Transmisi)

Nama: Heraldo Yanindra P.NPM: 140310120015Partner: Ahdan Salman SantikaNPM: 140310120025Hari/Tanggal : Jumat, 21 April 2015

LABORATORIUM FISIKA MATERIALDEPARTEMEN FISIKAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS PADJADJARAN2015

LEMBAR PENGESAHANModul 2.1 (Pembuatan Film Tipis Polimer dan Karakterisasi Ketebalan dengan Spektroskopi Transmisi)

Nama: Heraldo Yanindra P.NPM: 140310120015Partner: Ahdan Salman SantikaNPM: 140310120025Hari/Tanggal: Senin, 21 April 2015Waktu: 13.00 15.30Asisten: Syafiul Anam

Laporan Akhir

Jatinangor, 21 April 2015Asisten ( )( )

I. TUJUAN PERCOBAAN1. Mempelajari cara pemakaian alat timbangan, magnetic stirrer, ultrasonic bath,spin coater, oven vacuum2. Membuat film tipis polimer3. Menentukan ketebalan lapisan tipis polimer dengan teknik spektroskopi.

II. TEORI DASAR2.1. Pembuatan Film Tipis PolimerTahapan pembuatan film tipis polimer merupakan tahapan yang penting dalam usaha penggunaan bahan polimer untuk suatu divais. Sebagai contoh, fabrikasi film tipis untuk pembuatan pandu gelombang dari bahan polimer ONL banyak dilaporkan dalam literatur. Beberapa aplikasi polimer lain yang memerlukan bentuk film tipis antara lain integrated optics, photonic device, light emmiting diode (LED), sel surya dan bahan aktif laser.Ada dua proses yang biasa dipergunakan untuk fabrikasi film tipis yaitu proses deposisi (deposition) dan proses dalam fasa larutan (solution phase). Khusus untuk fabrikasi film tipis bahan polimer banyak digunakan proses larutan seperti solution casting, doctor blading, dipcoating, dan spincoating. Semua teknik tersebut dapat memberikan kualitas optik yang baik, namun film yang dihasilkan cenderung tidak isotropik dan mengandung ketidakmurnian akibat pengaruh pelarut.Ada beberapa teknik pembuatan film tipis polimer yang biasa dipakai seperti elektrokimia, physical vapor deposition (PVD), solution casting, dip coating, spin coating, self-asembled monolayer (SAM), dan Langmuir Blodgett. Namun yang akan dibahas di sini adalah teknik spin coating2.2. Pembuatan Film Tipis Polimer Menggunakan Metode Spin CoatingDiantara teknik fabrikasi film tipis polimer dengan proses larutan, salah satu metoda fabrikasi yang banyak dipakai adalah spincoating. Pada metoda spincioating terdapat beberapa parameter yang dapat dikontrol dengan mudah antara lain konsentrasi larutan, suhu pemrosesan dan kecepatan serta lama rotasi. Ketebalan film yang dihasilkan juga ditentukan oleh pemilihan parameter tersebut. Kemungkinan optimasi parameter tersebut menyebabkan metoda spincoating banyak dipakai baik untuk tujuan komersial dalam industri mikroelektronika maupun untuk penelitian dalam skala laboratorium. Namun demikian, kualitas film yang diperoleh belum memenuhi syarat bagi aplikasi fotonik (photonic grade) karena masih dihinggapi dengan berbagai masalah pokok seperti transparansi film, inhomogenitas ketebalan dan kehalusan permukaan. Untuk aplikasi ini masih diperlukan ketepatan pemilihan parameter pemrosesan yang lebih cermat.Dalam teknik spincoating, deposisi film dilakukan dengan meneteskan larutan polimer pada substrat, kemudian substrat tersebut dirotasi (spinning) dengan kecepatan tertentu hingga larutan polimer menyebar ke seluruh permukaan substrat dan membentuk lapisan tipis lapisan tipis di permukaan substrat. Skema dari peralatan spincoating diperlihatkan pada gambar 8.4. Ketebalan film dikendalikan melalui pemilihan kosentrasi larutan dan kecepatan rotasi, dan adakalanya dengan suhu pula. Orde ketebalan film yang dapat dihasilkan dengan metoda ini adalah sub-mikron.III.

Gambar 1 - Skema peralatan spincoater yang dipakai untuk pembuatan film polimer dengan fasa larutan.

Dalam rangka optimasi, penyiapan film dilakukan pada suhu ruang (room temperature) dan suhu tinggi (elevated temperature). spincoater dilengkapi dengan sel pemanas (heating cell) yang dihubungkan dengan kipas (fan) dan pemanas (heater). Sel pemanas tersebut dilengkapi juga dengan termokopel yang berfungsi untuk memonitor suhu didalamnya. Suhu yang dimonitor adalah suhu udara di dalam sel, bukan suhu substrat. Selain itu, untuk menjaga homogenitas suhu substrat yang terdapat di dalam sel pemanas, maka pada tempat substrat dipasang inset yang terbuat dari alumunium. Homogenitas suhu substrat syarat penting untuk mendapatkan film dengan ketebalan homogen.Peralatan spincoater tersebut dilengkapi dengan pengendali kecepatan rotasi (, spinning speed) dan lama rotasi (t, timer). Komponen pengontrol kecepatan tersebut mempunyai dua modus operasi. Yang pertama adalah modus satu-kecepatan (one-speed mode), dan dalam modus ini spincoater berputar dengan satu kecepatan dalam selang waktu tertentu. Dalam modus operasi kedua yang disebut modus dua-kecepatan (two- speed mode), spincoater berputar dengan dua macam kecepatan (1 dan 2), masing- masing dalam selang waktu waktu t1 dan t2 yang ditentukan. Modus satu-kecepatan biasanya dipakai untuk membuat film dari larutan dengan Tb yang rendah dan sedang, sedangkan modus dua-kecepatan biasa dipakai untuk membuat film dari larutan dengan Tb sedang dan Tb tinggi.Langkah pertama dalam fabrikasi film adalah mempersiapkan suhu deposisi, yaitu dengan mengatur alat pemanas dan kipas sehingga suhu sel pemanas mencapai keseimbangan. Perlu diingatkan kembali bahwa yang dimaksud dengan suhu sel pemanas dalam eksperimen ini adalah suhu udara di dalamnya dan bukan suhu substrat. Hal ini perlu ditekankan karena dengan penggunaan inset alumunium, suhu substrat akan lebih tinggi dibanding dengan suhu udara di dalam sel. Sementara suhu sel pemanas dinaikkan, larutan polimer juga dipanaskan dalam water bath sesuai dengan suhu yang diinginkan. Setelah udara dalam sel pemanas mencapai suhu yang diinginkan, substrat (35 mm x 25 mm x 1 mm) yang telah dibersihkan di masukkan ke dalam inset alumunium yang terdapat pada tempat substrat. Substrat tersebut dilapisi terlebih dahulu dengan lapisan tipis pelarut agar adhesi (wetting) antara larutan polimer dan substrat meningkat. Proses deposisi dimulai dengan meneteskan sekitar 0,5 ml larutan polimer hingga menutupi substrat, kemudian rotasi spincoater dimulai.

2.3.Pembuatan Lapisan Film Tipis Polimer dengan Menggunakan Polymethyl-methacrylatePolimetil metakrilat (Polymethyl-methacrylate) atau poli (metil 2-metilpropenoat) polimer sintetis dari metil metakrilat. Bahan yang bersifat thermoplastis (mencair bila dipanasi) dan transparan ini dijual dengan merek dagang Plexiglas, Vitroflex, Perspex, Limacryl, Acrylite, Acrylplast, Altuglas, dan Lucite serta pada umumnya disebut dengan 'kaca akrilik' atau sekedar 'akrilik'. Bahan ini dikembangkan pada tahun 1928 di berbagai laboratorium dan dibawa ke pasaran oleh Rohm and Haas Company pada tahun 1933. PMMA (Polymethyl-methacrylate) adalah istilah kimia yang diberikan kepada resin yang dihasilkan dari MMA (methyl methacrylate Monomer). MMA adalah cairan berwarna dan transparan substansi, transparansi yang tinggi merupakan salah satu karakteristik utama dari PMMA. PMMA memiliki tahan cuaca yang sangat tinggi sinar matahari tidak mudah mengubahnya kuning atau membuatnya hancur. Resin akrilik adalah suatu polimer yang berbentuk bubuk dan monomer yang berbentuk cair. Nama acrylic berasal dari bahasa latin yaitu acrolain yang berarti bau tajam. Bahan ini berasal dari asam acrolain atau gliserin aldehida. Secara kimia dinamakan polymetil metakrilat yang terbuat dari minyak bumi, gas bumi atau arang batu.

2.4. Karakteristik PMMAPMMA adalah polimer yang kuat dan ringan. . Beberapa sifat fisik dari Acrylic (PMMA) adalah memiliki densitas sekitar 1,17 1,20g / cm3, atau kira kira kurang dari separuh daripada kaca konvensional, hardness 96 HRC dan tensile strength696 Kg/cm. Meskipun begitu, kekuatan yang dimiliki PMMA lebih kuat daripada kaca konvensional, meskipun tidak sekuat polimer buatan seperti polikarbonart dan lain lain.

Sifat-sifat Polimethyl Methacrylate Berat Molekul Powder : 500.000-1.000.000 BM Monomer : 100 BM Polimer yang telah terbentuk, hingga 1.200.000

PMMA adalah bahan yang transparan namun keras dengan ketahanan yang sangat baik terhadap radiasi ultraviolet dan pelapukan. Bahan ini dapat dicetak, diwarnai, dipotong, dan dibentuk sesuai keinginan. Sifat-sifat tersebut membuatnya ideal untuk berbagai aplikasi termasuk untuk aplikasi di luar ruangan.PMMA memiliki temperature transisi gelas (Tg) pada105oC, sehingga PMMA harus dipanaskan di atas 105oCagar dapat dibentuk/ dicetak menjadi bentuk/ produk yang diinginkan.

2.5. Proses PolimerisasiPolymethyl-methacrylate(PMMA) merupakan senyawa homopolimer yang dibentuk dari reaksi polimerisasi adisi senyawa metil metakrilat. Resin menjadi padat bila berpolimerasi (philis, 2003). Polimerasi terjadi melalui serangkaian reaksi kimia, dimana molekul mikro atau polimer dibentuk dari sejumlah molekul-molekul yang dikenal sebagai monomer (Philips, 2003).Perbandingan polimer dan monomer yang tepat sangat penting, bila terlalu banyak polimer dan tidak semua polimer terbasahi oleh monmer, maka, akan terjadi butiran-butiran serbuk resin akriik. Sedangkan bila terlalu banyak monomer mempunyai peranan yang penting pada struktur resin. Umumnya perbandingan volume polimer dan monomer adalah 3:1 atau perbandingan berat adalah 2,5:1 (philips, 2003).Sifat fisik suatu polimer dipengaruhi oleh perubahan dalam temperatur dan lingkungan serta komposisi, struktur dan berat molekul suatu polimer. Umumnya semakin tinggi temperatur polimer maka, keadannya akan semakin lunak.Polymethyl-metacrylate (PMMA) disebut juga resin Akrilik. Polymethyl-metacrylate merupakan senyawa homopolimer yang dibentuk dari reaksi polimerisasi adisi senyawa metil metakrilat dimana melibatkan reaksi rantai. Bahan terdiri dari cairan (monomer) metil metakrilat dengan campuran dari bubuk (polimer). Monomer ini adalah bahan plastis dan polimer ini dicampur untuk mendapatkan konsistensi yang lebih mudaMethacrylate hanya mempunyai monomer tunggal atau homopolimer yaitu metil metakrilat. Turunan etilen yang mengandung gugus vinil dalam rumus strukturnya. Polymethyl-methacrylate murni tidak berwarna, transparan, dan padat.

III. TUGAS KEGIATAN1. Membuat substrat kaca dengan membagi pada lapisan kaca panjang menjadi beberapa bagian2. Mencuci substrat kaca dengan aquades dan larutan aseton, setelah itu dimasukkan ke dalam ultrasonic bath selama beberapa waktu3. Substrat kaca yang telah dicuci dan dimasukkan ke dalam ultrasonic bath dibiarkan selama 1 minggu4. Setelah 1 minggu, substrat kaca dikeluarkan. Kemudian mulai membuat lapisan film tipis polimer5. Substrat kaca diteteskan larutan Polymethyl-methacrylate dengan konsentrasi 5% di atas mesin spin coater. 6. Mengatur kecepatan putaran spin coater, kecepatan putaran diatur hingga 1000 rpm7. Setelah itu, menyalakan mesin spin coater. Larutan akan menyebar rata pada permukaan substrat kaca. Nyalakan mesin selama 1 menit8. Setelah 1 menit, mesin dimatikan. Hasil pembuatan film tipis dikeringkan pada magnetic stirrer9. Melakukan prosedur 5 8 dengan konsentrasi larutan PMMA sebesar 7% dan variasi 1500 rpm10. Melakukan analisa spectrum transmisi dan absorbsi lapisan film pada spectrometer UV-Vis11. Melakukan kalibrasi spectrometer UV-Vis menggunakan black sample12. Setelah itu, menguji grafik transmisi dan absorbsi pada base line dan sample udara13. Setelah itu, mengatur kembali pada baseline udara14. Memasukkan lapisan film tipis pada spectrometer UV-Vis15. Mengatur rentang panjang gelombang 600-200 nm, kemudian memulai analisa grafik transmisi dan absorbs16. Setelah grafik didapat, dilihat pola interferensinya17. Melakukan prosedur 10 16 untuk seluruh variasi film tipis yang telah dibuat

IV. DATA DAN PEMBAHASAN1. Grafik absorbsansi pada substrat kaca dengan Polymethyl methacrylate (PMMA) konsentrasi 5% (1000 RPM, t = 60 s)

Pola interferensi

2. Grafik absorbansi substrat kaca dengan Polymethyl methacrylate (PMMA) konsentrasi 7% (1000 RPM, t = 60 s)

Pola interferensi

3. Grafik absorbansi substrat kaca dengan Polymethyl methacrylate (PMMA) konsentrasi 5% (1500 RPM, t = 60 s)

Pola interferensi

4. Grafik absorbansi substrat kaca dengan Polymethyl methacrylate (PMMA) konsentrasi 7% (1500 RPM, t = 60 s)

Pola Interferensi

HASIL PERHITUNGANKetebalan film tipis polimer dihitung dengan rumus :

Dari grafik maka perhitungannya adalah sebagai berikut :1. Pada konsentrasi 5% (RPM = 1000), harga m = 558 nm dan harga o = 573 nm dengan jumlah puncak 4 (Indeks bias Polymethyl methacrylate (PMMA) = 1,43)

Dengan grafik yang berbeda dan perhitungan yang sama, didapat data sebagai berikut :Konsentrasirpmm (nm)o (nm)mnt (nm)

5%100055857341.4928611.5

7%100045558911.49671.128

5%150037853111.49440.229

7%150037950011.49525.542

Grafik ketebalan film tipis terhadap konsentrasi PMMA digambarkan sebagai berikut :

Grafik 1 Grafik Ketebalan Film Tipis Terhadap Konsentrasi PMMA (RPM = 1000)

Grafik 2 Grafik Ketebalan Film Tipis Terhadap Konsentrasi PMMA (RPM = 1500)

Grafik ketebalan film tipis terhadap RPM digambarkan sebagai berikut :

Grafik 3 Grafik Ketebalan Film Tipis Terhadap RPM (Konsentrasi 5%)

Grafik 3 Grafik Ketebalan Film Tipis Terhadap RPM (Konsentrasi 7%)

AnalisaPada percobaan ini digunakan substrat kaca dengan dilapisi oleh Polymethyl-methacrylate (PMMA). Substrat kaca dibuat dengan cara membagi lapisan kaca menjadi beberapa bagian. Setelah itu, substrat kaca dicuci dengan menggunakan aquades dan aseton. Substrat kaca dicuci menggunakan aseton dikarenakan aseton mudah menguap daripada aquades (air). Kemudian, substrat kaca dilapisi dengan menggunakan larutan PMMA dengan konsentrasi 5% dan 7%. Dengan menggunakan metode spin coating, larutan PMMA menyebar ke seluruh substrat kaca dikarenakan gaya sentrifugal yang dialami oleh larutan PMMA pada substrat kaca akibat dari berputarnya mesin spin coating. Semakin besar kecepatan putarnya, maka penyebaran larutan PMMA di substrat kaca semakin merata sehingga terbentuknya lapisan film tipis polimer. Kemudian, dikeringkan hingga satu menit. Setelah dikeringkan, lapisan film tipis dilihat pola interferensinya menggunakan spectrometer UV-Vis. Berdasarkan teori, semakin besar konsentrasi larutan, maka tebal lapisan semakin besar. Tebal lapisan tipis dipengaruhi oleh jumlah puncak pada pola interfernsinya. Kemudian, pada lapisan film tipis dengan konsentrasi PMMA 5% dengan kecepatan 1000 rpm, didapat hasil yang tidak sesuai. Seharusnya berdasarkan teori, semakin tinggi konsentrasinya, tebal lapisan semakin besar. Kesalahan ini disebabkan oleh penggunaan larutan PMMA yang terlalu banyak, serta kesalahan pada penempatan substrat pada analisis pola interferensi pada alat spectrometer UV-Vis. Namun, pada masing-masing konsentrasi larutan PMMA pada 1500 rpm, semakin besar konsentrasi larutan PMMA, tebal lapisan tipis semakin besar. Hal ini sudah sesuai teori.Kemudian, pada grafik ketebalan film tipis terhadap kecepatan putaran spin coating, hasilnya sudah sesuai. Hal ini dikarenakan semakin besar kecepatan putaran pada spin coating, penyebaran larutan PMMA pada substrat kaca semakin rata. Semakin rata penyebaran larutan, maka tebal lapisan tipis semakin kecil.Kemudian, pertanyaannya adalah mengapa terjadi pola interferensi pada lapisan tipis? Hal ini terjadi dikarenakan sinar pantul yang terjadi akibat berkas cahaya yang mengenai medium dengan indeks bias tinggi akan mengalami pembalikan fasa, sedangkan sinar pantul dari medium yang indeks biasnya lebih kecil tidak mengalami pembalikan fasa. Karena sinar pantul mengalami pembalikan fasa, maka terjadilah interferensi konstruktif.

KESIMPULANKesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah :1. Ketebalan lapisan film tipis polimer dipengaruhi oleh konsentrasi larutan dan kecepatan putaran pada spin coater2. Pola interferensi yang terjadi pada lapisan tipis polimer disebabkan oleh sinar pantul yang mengenai suatu medium mengalami pembalikan fasa.

DAFTAR PUSTAKA

Fitrilawati. 2007. Diktat Kuliah Fisika Polimer. Jatinangor : FMIPA UNPAD

Syakir, Norman. 2015. Modul Praktikum Fisika Material II. Jatinangor : FMIPA UNPAD

Americab Academy of Ophthalmology : Optics, Refraction, and Contact Lenses, Section 3. Basic and Clincal Science Course, 2002-2003, page 181-195

Anion J. Hartono.1993. Penuntun Analisis Polimer Aktual, Penerbit Andi Offset. Yogyakarta

Billmeyer Fred W.JR 1970. Textbook of Polymer Science, 2 Edition, John Wiley and Sons,I,c.New York

Harper, Charles A., Handbook of Plastic Processes, John Wiley & Sons, 2005