PEMBUATAN BOKASI DENGAN MENGGUNAKAN BERBAGAI MACAM BAHAN ORGANIK DAN PUPUK KANDANG
-
Upload
prasetyo-mukhtar-dewan -
Category
Documents
-
view
96 -
download
5
description
Transcript of PEMBUATAN BOKASI DENGAN MENGGUNAKAN BERBAGAI MACAM BAHAN ORGANIK DAN PUPUK KANDANG
PEMBUATAN BOKASI DENGAN MENGGUNAKAN BERBAGAI MACAM BAHAN ORGANIK DAN PUPUK KANDANG
(Laporan Praktikum Pengelolaan Tanah Terpadu)
Oleh
MUKHTAR DEWAN PRASETYOAK 1702013
Program Pendidikan Calon Dosen Akacemik Komunitas
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERKEBUNANPOLITEKNIK NEGERI LAMPUNG
2013
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Bokashi adalah jenis pupuk organik merupakan bahan organik yang telah
difermentasikan dengan EM4. Bokashi dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan
biologi tanah (Edison, 2000).,Secara biologis dapat mengaktifkan mikroorganisme
tanah yang berperan dalam transformasi unsur sehingga dapat meningkatkan
ketersediaan hara tanaman. Selain itu tanaman padi membutuhkan unsur hara makro
terutama N, P, dan K. Ketersediaan unsur hara N, P, dan K di dalam tanah relatif
sedikit, maka dari itu untuk memperoleh produksi yang optimal, penambahan unsur
hara melalui pemupukan mutlak diperlukan (Poulton et al., 1989: Prasad dan Power,
1997; Fagi dan Las, 2007).
Beberapa penelitian menunjukan bahwa pemberian bokasi meningkatkan
pertumbuhan dan hasil produksi tanaman (Suwardi, 1997). Pada hasil penelitian
Hornick (1993) menyatakan bahwa pemberian bokasi selain meningkatkan produksi
sayuran juga mempertinggi kandungan vitamin C dalam sayuran tersebut,
sedangankan Papendick (1993) berpendapat bahwa aplikasi bokasi dapat
meningkatkan agregasi dan kestabilan agregat pada tanah-tanah peka erosi.
Dalam proses bokashi terjadinya peristiwa pengomposan, yang merupakan
proses perombakan bahan organik yang melibatkan mikroorganisme dalam
keadaan terkontrol (Marsono dan Lingga, 2003). Proses perombakan atau
dekomposisi bahan organik menjadi zat organik berbentuk ion tersedia bagi
tanaman umumnya berlangsung relatif lama sekitar 2 sampai 3 bulan, sedangkan
pemberian bahan organik yang belum terdekomposisi sempurna dapat berakibat
negatif bagi tanaman karena dalam proses tersebut akan terjadi persaingan antara
mikroorganisme dengan tanaman untuk mendapatkan nutrisi di dalam tanah.
Untuk mengatasi hal tersebut dapat digunakannya Effective Microorganism 4
(EM-4) yang menyebabkan bahan organik akan terdekomposisi dalam waktu yang
cepat yaitu sekitar 1- 2 minggu.Selain itu pada proses ini tidak meninggalkan efek
residu yang negatif seperti bau dan panas (Wididana, 1992).
Masalah utama dalam pembuatan bokasi adalah waktu pengomposan yang
terkadang lama dan kandungan unsure hara rendah. Oleh karena itu pada
praktikum ini, digunakan berbagai macam bahan dasar untuk mempercepat proses
dekomposisi. Bahan dasar tersebut seperti kotoran hewan ternak, sisa tanaman
legume, jerami padi, sekam, dan bahan-bahan organic lainnya. Diharapkan setelah
proses praktikum berakhir dapat diketahui kombinasi bahan organic yang paling
cepat menghasilkan bokasi matang.
I.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut untuk mengetahui jenis
dan kombinasi bahan organic yang memepercepak proses dekomposisi dalam
pembuatan bokasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Prinsip Pengomposan
Bahan organik tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman karena
perbandingan kandungan C/N dalam bahan tersebut tidak sesuai dengan C/N
tanah. Rasio C/N merupakan perbandingan antara karbohidrat (C) dan nitrogen
(N). Rasio C/N tanah berkisar antara 10-12. Apabila bahan organic mempunyai
rasio C/N mendekati atau sama dengan rasio C/N tanah, maka bahan tersebut
dapat digunakan tanaman.
Prinsip pengomposan adalah untuk menurunkan rasio C/N bahan organik
hingga sama dengan C/N tanah (<20). Semakin tinggi rasio C/N bahan organik
maka proses pengomposan atau perombakan bahan semakin lama. Waktu yang
dibutuhkan bervariasi dari satu bulan hingga beberapa tahun tergantung bahan
dasar. Proses perombakan bahan organik terjadi secara biofisiko-kimia,
melibatkan aktivitas biologi mikroba dan mesofauna. Secara alami proses
peruraian tersebut bisa dalam keadaan aerob dengan O2 maupun anaerob tanpa O2
(Sugihharto, 2011).
Dalam pengomposan aerobik akan dihasilkan CO2, air dan panas.
Sementara itu dalam pengomposan anaerobic akan dihasilkan metana (alkohol),
CO2, dan senyawa antara seperti asam organik. Dalam proses pengomposan
anaerobik, sering menimbulkan bau yang tajam (Indriani, 2011).
II.2 Proses Mempengaruhi Pengomposan
Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan
dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer
tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila
kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organism tersebut akan dorman,
pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum
untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan
itu sendiri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan antara lain adalah sebagai
berikut:
1. Rasio C/N
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30:1 hingga
40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N
untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan
cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu
tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi
berjalan lambat.
2. Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan udara. Permukaan area
yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan
proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan
besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan
dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
3. Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen (aerob).
Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang
menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam
tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan
(kelembapan). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang
akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan
melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukankompos.
4. Porositas
Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas
dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-
rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk
proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen
akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
5. Kelembapan (Moisture content)
Kelembapan memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme
mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen.
Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organic apabila bahan organik
tersebut larut di dalam air. Kelembapan 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk
metabolisme mikroba. Apabila kelembapan di bawah 40%, aktivitas mikroba akan
mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembapan 15%. Apabila
kelembapan lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang,
akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik
yang menimbulkan bau tidak sedap.
6. Temperatur/suhu
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara
peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperature akan
semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses
dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan
kompos. Temperatur yang berkisar antara 30-60oC menunjukkan aktivitas
pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh
sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan
hidup.
7. pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum
untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,5. pH kotoran ternak
umumnya berkisar antara 6,8 hingga 7,4. Proses pengomposan sendiri akan
menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai
contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan
penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa
yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal
pengomposan. Menurut Utomo (2010) tidak semua mikroorganisme dapat hidup
dengan baik pada kondisi kemasaman yang tinggi. Mikroorganisme tanah
memiliki batas-batas hidup yang berbeda sesuai dengan kondisi lingkungannya.
8. Kandungan Hara
Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya
terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan
oleh mikroba selama proses pengomposan.
9. Kandungan Bahan Berbahaya
Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi
kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah
beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami
imobilisasi selama proses pengomposan.
10. Lama pengomposan
Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang
dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa
penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan
berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-
benar matang (Isroi, 2008).
III. METODE PRAKTIKUM
III.1 Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cangkul, golok,
pengaduk, gelas ukur, termometer, ember, dan timbangan. Sedangkan bahan-
bahan yang digunakan adalah bahan organik (jerami, bagas, pupuk kandang,
sekam, dedak, serbuk gergaji dan lamtoro), molase, air, EM4, pupuk urea,
SP36,KCl, dan kantong plastik.
3.2 Cara Kerja
Adapun cara kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah
1. Larutan EM4, molase dan air dicampur merata dengan perbandingan 1
liter air : 50 ml molase, 10 ml EM4.
2. Jerami padi dipotong-potong 5 cm, pupuk kandang dicampur dengan
dedak, sekam sampai merata.
3. Bahan b disiram dengan bahan a.
4. Pencampuran air dilakukan secara perlahan-lahan dan merata sampai air
30-40%. Diuji dengan cara menggenggam bahan, air tidak boleh menetes
selama bahan digenggam atau bahan tidak mekar jika dilepaskan.
5. Penambahan pupuk anorganik masing-masing ± 10 gram.
6. Bahan yang telah tercampur dimasukkan kedalam kantong plastik dan
ditutup rapat.
7. Pengamatan (suhu dan pH) dilakukan pada setiap satu minggu setelah
bahan dicampur sampai pelaksanaan praktik bokasi selesai.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Praktikum
Kel Bahan organik utama Minggu ke- Suhu ph1. Kotoran kambing dan jerami 1 (27-12-12)
2 (03-01-13)3 (10-01-13)4 (17-01-13)
37343329.5
6.5---
2. Kotoran Ayam dan sekam 1 (27-12-12)2 (03-01-13)3 (10-01-13)4 (17-01-13)
41353230
6---
3. Kotoran kambing, serbuk gergaji, dan daun lamtora
1 (27-12-12)2 (03-01-13)3 (10-01-13)4 (17-01-13)
32303028
6---
4. Ayam + kambing + bagas 1 (27-12-12)2 (03-01-13)3 (10-01-13)4 (17-01-13)
39303030
6---
IV.2 Pembahasan
Pengomposan merupakan proses perombakan bahan organic menjadi humik,
dimana kondisi lingkungan dimanipulasi agar proses tersebut berlangsung cepat.
Pada praktikum yang dilaksanakan kebun praktikum Politeknik Negeri Lampung,
didapat hasil bahwa pengomposan dengan campuran bahan organic kotoran
kambing, serbuk gergaji, dan daun lamtoro mengalami proses dokomposisi yang
paling cepat. Hal tersesuai dengan hasil pengamatan suhu bokasi yang sudah
mendekati suhu tanah pada pengamatan minggu pertama yaitu 300 C. selain itu,
campuran kotoran ayam kambing, dan bagas merupakan campuran yang cepat
stabil setelah campuran kotoran kambing, serbuk gergaji, dan daun lamtoro. Hal
tersebut terlihat dari suhu yang diamati setiap minngu, dimana campuran tersebut
pada minggu ke dua sudah mulai stabil dengan suhu 300 C.
Proses pembuatan kompos berlangsung dengan menjaga keseimbangan
kandungan nutrien, kadar air, pH,temperatur dan aerasi yang optimal melalui
penyiraman dan pembalikan. Pada tahap awal proses pengkomposan,temperatur
kompos akan mencapai 65 – 700 C sehingga organisma patogen, seperti bakteri,
virus dan parasit, bibitpenyakit tanaman serta bibit gulma yang berada pada
limbah yang dikomposkan akan mati. Dan pada kondisitersebut gas-gas yang
berbahaya dan baunya menyengat tidak akan muncul. Proses pengkomposan
umumnya berakhir setelah 6 sampai 7 minggu yang ditandai dengan tercapainya
suhu terendah yang konstan dan kestabilan materi (Cahaya, 2008).
Campuran kotoran kambing, serbuk gergaji, dan daun lamtoro serta campuran
kotoran ayam kambing, dan bagas merupakan campuran yang efektif dikarena kan
memiliki C/N rasio terendah dibandingkan dengan campuran lainnya. Menurut
Hakim (1986), Nilai C/N bahan organik segar menentukan reaksi dalam tanah.
Bila C/N bahan organik tinggi maka akan terjadi persaingan N antara tanaman dan
mikroba, dalam hal ini N di mobilisasi. Bila nitrifikasi baik, maka C/N akan
rendah, dengan demikian bahan organik bisa cepat habis. Untuk mempertahankan
bahan organik dalam tanah harus disediakan N yang cukup. Suatu dekomposisi
bahan organik yang lanjut dicirikan oleh C/N yang tinggi menunjukkan
dekomposisi belum lanjut atau baru mulai.
Pupuk kandang mempunyai beberapa fungsi antara lain (1) mengembangkan
beberapa unsur hara seperti fosfor, nitrogen, sulfur dan kalium; (2) meningkatkan
kapasitas tukar kation tanah ; (3) melepaskan unsur hara P dan oksidasi Fe dan
Al ; (4) memperbaiki sifat fisik tanah dan struktur tanah; (5) Serta membentuk
senyawa kompleks dengan unsur makro dan mikro sehingga dapat mengurangi
proses pencuciaaan unsur makro dan mikro sehingga dapat mengurangi proses
pencucian unsur. Pupuk kandang adalah pupuk organik yang berasal dari kotoran
ternak. Kualitas pupuk kandang tergantung pada jenis ternak kualitas pakan ternak
dan cara penampungan pupuk kandang. Table 2 menunjukan pupuk kandang dari
ayam atau unggas memiliki kandungan hara yang lebih besar dari pada jenis
ternak lainnya . Penyebabnya adalah kotoran pada unggas tercampur dengan
kotoran cairnya. Umumnya kandungan unsur hara pada urine selalau lebih tinggi
dari pada kotoran padat.
Tabel 1. Kandungan Beberapa jenis Unsur hara beberapa jenis pupuk Kandang
(Sukristiyonubowo, 1993).
Jenis Ternak N(%) P2O5(%) K2O(%)
Ayam 1,7 1,9 1,5
Sapi 0,3 0,2 0,3
Kuda 0,4 0,2 0,3
Domba 0,6 0,3 0,
Nilai nisbah N yang tinggi pada pupuk kandang ayam menyebabkan campuran
bokasi memiliki nisbah C/N rasio yang lebih rendah. Selain itu, adanya tanaman
legume segar juga mengecilkan nisbah C/N rasio mengingat legume merupakan
sumber N organic terbaik.
V. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Campuran kotoran kambing, serbuk gergaji, dan daun lamtoro serta
campuran kotoran ayam kambing, dan bagas merupakan campuran yang
efektif karena menghasilkan waktu pengomposan tercepat yaitu konstan
suhunya pada saat 2 minggu (< 14 hari)
2. C/N rasio rendah akan menghasilkan waktu pengomposan yang lebih
cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Cahaya, Andhika. 2008. Pembuatan Kompos Dengan Menggunakan Limbah Padat Organik (Sampah Sayuran Dan Ampas Tebu). Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
Edison, A. 2000. Pengaruh pemberian bokashi dan GA3 terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman semangka. Skripsi. Pekanbaru: UIR.
Hakim, N., G. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung.
Hornick, S.B. 1993. USDA Round Table Discussion. Santa Barbara, California.
Marsono dan P, Lingga. 2003. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya.Jakarta.
Papendick, R.I. 1993. USDA Round Table Discussion. Santa Barbara, California.
Poulton, J.E, Romeo, J.T & Conn, E.E. 1989. Plant Nitrogen Metabolism. Recent Advances in Phytochemistry. Vol.23. New York: Plenum Press.
Sukristiyonubowo, I G.P. Wigena, Mulyadi, dan A. Kasno. 1993. Pengaruh penambahan bahan organik, kapur, dan pupuk NPK terhadap sifat kimia tanah dan hasil kacang tanah. Pember. Penel. Tanah dan Pupuk 11:1-7.
Suwardi. 1997. Effective mikroorganisme “EM4” Antara Promosi dan Kenyataan. Makalah Ilmiah.
Wididana, G. N. 1992. Penerapan Teknologi EM-4 Dalam Bidang Pertanian diIndonesia. IKNFS. Bogor.
Wikipedia. 2012. Bokhasi. http://id.wikipedia.org/wiki/Bokashi . diakses pada tanggal 8 Februari 2013 pukul 17.00
LAMPIRAN
Foto Kegiatan Praktikum
Gambar 1. Campuran bahan organic: kotoran ayam+sekam+jerami
Gambar 2. Efektif mikrorganisme 4.
Gambar 3. Pengadukan Campuran bokasi
Gambar 4. Memasukan campuran bokasi kedalam tempat pengomposan
Gambar 5. Pencampuran EM4 dengan bokasi
Gambar 6. Penyimpanan bokasi (proses pengomposan)