PEMBUATAN ASAP CAIR - IPB...
Transcript of PEMBUATAN ASAP CAIR - IPB...
PEMBUATAN ASAP CAIR
DARI TEMPURUNG DAN SABUT KELAPA
SECARA PIROLISIS SERTA FRAKSINASINYA
DENGAN EKSTRAKSI
SUTIN
F34103028
2008
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PEMBUATAN ASAP CAIR
DARI TEMPURUNG DAN SABUT KELAPA
SECARA PIROLISIS SERTA FRAKSINASINYA DENGAN EKSTRAKSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
SUTIN
F34103028
2008
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
i
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PEMBUATAN ASAP CAIR
DARI TEMPURUNG DAN SABUT KELAPA
SECARA PIROLISIS SERTA FRAKSINASINYA DENGAN EKSTRAKSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
SUTIN
F34103028
Dilahirkan di Rembang
pada tanggal 05 April 1984
Tanggal Lulus : .... ..............2008
Bogor, ............................2008
Menyetujui,
Dr.Ir. Erliza Noor Dr. Gustan Pari, MSi, APU NIP : 131667793 NIP : 710.005.078
Pembimbing I Pembimbing II
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul :
PEMBUATAN ASAP CAIR DARI TEMPURUNG DAN SABUT KELAPA
SECARA PIROLISIS SERTA FRAKSINASINYA DENGAN EKSTRAKSI
adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik,
kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, Januari 2008
Yang membuat pernyataan
Sutin . NRP : F34103028
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rembang pada tanggal 05
April 1984 dan merupakan anak pertama dari dua
bersaudara pasangan Bapak Umbar dan Ibu Semiyati.
Penulis memulai jenjang pendidikannya di SDN
Gunungsari II, lalu melanjutkan ke SLTPN I Rembang
serta SMUN 2 Rembang. Penulis melanjutkan
pendidikannya ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur
USMI pada tahun 2003.
Selama pendidikannya di IPB, penulis aktif terlibat dalam beberapa
organisasi diantaranya KOPMA (Koperasi Mahasiswa), HKRB (Himpunan
Keluarga Rembang Bogor), staf Departemen Hubungan Luar DPM Fateta
(Dewan Perwakilan Mahasiswa Fateta), serta staf Departemen Kesekretariatan
HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri). Selain itu juga penulis
aktif mengikuti kepanitiaan ataupun peserta dalam kegiatan seminar dan pelatihan
baik dilingkup IPB maupun di luar IPB.
Penulis juga melaksanakan praktek kerja lapang (PKL) di Pabrik Gula
Rejo Agung (RNI II) Madiun selama dua bulan. Selain itu, penulis pernah
menjadi asisten praktikum mata kuliah Analisis Bahan dan Produk Agroindustri
pada semester 4 dan 6 dan asisten praktium mata kuliah Peralatan Industri pada
semester 8.
iv
Sutin (F34103028). Pembuatan Asap Cair dari Tempurung dan Sabut Kelapa secara Pirolisis serta Fraksinasinya dengan Ekstraksi. Dibawah bimbingan. Erliza Noor dan Gustan Pari.
RINGKASAN
Asap cair merupakan asam cuka (vinegar) yang diperoleh dengan cara destilasi kering bahan baku pengasap seperti kayu, lalu diikuti dengan peristiwa kondensasi dalam kondensor berpendingin air. Asap cair dapat digunakan sebagai pengawet makanan karena mengandung senyawa-senyawa antibakteri dan antioksidan. Asap cair banyak digunakan pada industri makanan sebagai preservatif, industri farmasi, bioinsektisida, pestisida, desinfektan, herbisida dan lain sebagainya.
Asap diperoleh melalui pembakaran bahan yang banyak mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin. Pembakaran hemiselulosa, selolusa, dan lignin dari kayu akan menghasilkan senyawa asam dan turunannya dan fenol. Selain kayu juga dapat digunakan tempurung dan sabut kelapa, sampah organik, bambu maupun merang padi sebagai penghasil asap.
Hasil pembakaran dipengaruhi oleh jenis bahan baku dan kondisi proses yaitu tekanan, suhu, dan lamanya waktu pembakaran. Selanjutnya parameter tersebut akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas asap cair yang diperoleh. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi asap cair dari tempurung dan sabut kelapa. Selain itu juga mengidentifikasi komponen kimia fraksi asap cair tempurung dan sabut kelapa yang dipisahkan dengan ekstraksi. Pembuatan asap cair dilakukan melalui proses pirolisis dengan suhu pembakaran 300 °C selama 5 jam. Alat yang digunakan untuk pirolisis adalah reaktor pirolisis. Pada proses pirolisis ini, komponen kayu, yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin, mengalami dekomposisi menghasilkan senyawa asam dan turunannya, alkohol, fenol, aldehid, karbonil, keton piridin dan tar. Selanjutnya dilakukan proses pemurnian untuk memisahkan senyawa tar dan memisahkan fraksi-fraksi yang diharapkan yaitu fenol dan asam. Proses pemurnian dilakukan secara ekstraksi 3 tahap menggunakan pelarut heksan, etil asetat dan metanol dengan perbandingan 1:1 untuk masing-masing pelarut. Dari ketiga pelarut tersebut dihasilkan tiga fraksi terlarut (terekstrak) dan dua rafinat (crude).
Hasil pembakaran pada suhu pembakaran 300 °C menghasilkan asap cair dengan rendemen sebesar 38,69 % untuk tempurung kelapa dan 49,10% untuk sabut kelapa. Pada pemurnian asap cair diperoleh asap cair dari bahan tempurung kelapa diperoleh volume terekstrak 3,22%, 3,25% dan 50,0% (v/v) untuk pelarut heksan, etil asetat dan metanol. Sedangkan pada pemurnian asap cair dari bahan sabut kelapa diperoleh volume terekstrak 1,96%, 2,57% dan 50,0% (v/v) untuk pelarut heksan, etil asetat dan metanol. Analisa terhadap fraksi-fraksi asap cair dilakukan dengan analisa proksimat dan GC-MS. Komponen dominan pada setiap fraksi ekstraksi adalah fenol (19,28%), 2-metoksi fenol (18,29%) dan 4-ethil-2-metoksi fenol (10,79%) untuk tempurung kelapa-heksan; fenol (30,26%), 2,6-dimetoksi fenol (11,98%)
v
dan fenol (5,01%) untuk tempurung kelapa-etil asetat; serta 2-metilpropil ester asam butanoit (30,76%), 2-metil asam propanoit (8,13%) dan fenol (6,15%) untuk tempurung kelapa-metanol. Sedangkan pada sabut kelapa didapatkan 29,52% fenol, 14,88% 2-metoksi fenol dan 11,34% 2-metoksi fenol untuk fraksi sabut kelapa-heksan; 41,58% fenol, 7,83% 2-6-metoksi fenol dan 6,14% 3-metil fenol untuk fraksi sabut kelapa-etil asetat serta 32,43% 1-3-tiazol, 18,57% etil ester asam butanoit dan 9,23% tetrahidro-2-furanmethanol untuk fraksi sabut kelapa-metanol. Uji coba fraksi metanol konsentrasi 25% dengan berbagai waktu perendaman (15, 30, 45 dan 60 menit) pada Ikan Selar diperoleh waktu simpan 3 hari. Sedangkan untuk fraksi etil asetat konsentrasi 25% dan 50% serta fraksi metanol konsentrasi 50% dengan waktu perendaman 60 menit diperoleh hasil yang lebih baik secara visual. Aplikasi pada buah pisang menggunakan asap cair yang dihasilkan pada konsentrasi 25% dan 100% dengan waktu perendaman 60 menit tidak didapatkan hasil yang berbeda secara visual dengan kontrol.
vi
Sutin (F34103028). Liquid Smoke Processing from Coconut Coir and Shell by Pyrolisis and its Fractionation by Extraction. Revised by Dr. Ir. Erliza Noor and Dr. Gustan Pari, MSi.
SUMMARY
Liquid smoke is a vinegar resulted from organic material by pyrolisis process. Liquid smoke contains antibacterial and antioxydan compounds.It is used widely in food industries such as preservatives, health industries, bioinsecticides, pesticides, desinfectants, herbisides, etc.
Smoke is obtained from burning procces of organic material which contains cellulose, hemicellulose, and lignin. The product of burning are phenols and acids. Beside wood, coconut coir and shell, organic waste, bamboo, and rice straw can be used to produce liquid smoke.
The burning product are influenced by raw materials and process conditions, such as pressure, temperature, and burning time. These parameters will influence the quality and quantity of liquid smoke.
The aim of this research is to identify liquid smoke products from coconut coir and shell, also to identify the chemical components and composition of liquid smoke from coconut coir and shell.
The liquid smoke product was executed by pyrolisis process using burning temperature of 300° in 5 hours, in the pyrolisis reactor. During the process, the wood components, i.e. cellulose, hemicellulose and lignin, was decomposed resulting acid compounds, alcohols, phenols, aldehids, carbonics, ketones, pyridine and tar. The purification process was done to separate the product of phenol and acid fractions. The purification with extraction was done by using 3 solvents (hexane, etyl acetate and methanol) at the ratio of 1:1 for each solvent. The extraction by using 3 solvents were obtained three extracted fraction and two rafinat (crude).
The temperature of 300°C resulted liquid smoke of 38,69% for coconut coir and 49,10% for coconut shell. The purification process of coconut coir produced 3,22%, 3,25% and 50% (v/v) extracted volume by using hexane, etyl acetate and methanol solvent in a row. While the purification process of coconut shell resulted 1,96%, 2,57% and 50% (v/v) of liquid smoke for each solvents.
The compound largely phenol (19,28%), 2-methoxy phenol (18,29%) and phenol, 4-ethyl-2-methoxy (10,79%) in coconut coir-hexane; phenol (30,26%), phenol 2,6-dimetoxy (11,98%) and phenol (5,01%) in coconut coir-etyl acetate; also Butanoic acid, 2-methylpropyl ester (30,76%), Propanoic acid, 2-methyl (8,13%) and phenol (6,15%) in coconut coir-methanol. While the coconut shell was obtained 29,52% of phenol, 14,88% phenol 2-methoxy and 11,34% phenol 2-methoxy in coconut shell-hexane; 41,58% phenol, 7,83% 2-6-methoksi phenol and 6,14% 3-metyl phenol in coconut shell-etyl acetate and also 32,43% 1-3-thiazole, 18,57% butanoic acid etyl ester and 9,23% 2-furanmethanol, tetrahydro in coconut shell-methanol fraction.
The trial of methanol fraction with concentration 25% and soaking time (15, 30, 45 and 60 minutes) in Selar fish resulted retention time until 3 days. While etyl acetat fraction with concentration 25% and 50% and methanol fraction with
vii
concentration 50% and soaking time 60 minute obtained better visualisation. Aplication of liquid smoke with concentration 20% and 100% and soaking time 60 minute in banana resulted as same as the control.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya berkat
kuasa-Nya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan sebagaimana mestinya.
Skripsi ini dilakukan selama bulan April-November 2007 di Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Erliza Noor sebagai dosen pembimbing yang telah mengarahkan
penulis selama menyelesaikan skripsi,
2. Dr. Gustan Pari, APU sebagai pembimbing II yang telah menyediakan sarana
dan prasarana penelitian serta bimbingan,
3. Ayah dan Ibu, adikku Sutiyah serta keluarga tercinta atas kesabaran, doa,
dorongan, dan saran-saran bijaknya,
4. Pak Mahpudin, Pak Dadang, serta seluruh staf dan karyawan Laboratorium
Kimia Kayu, Pusat Pengembangan dan Penelitian Hasil Hutan Bogor yang
telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian,
5. Staf Laboratorium Kesehatan Daerah Dinas Kesehatan Pemda DKI Jakarta
yang telah membantu penulis dalam menganalisis dengan GCMS.
6. Arum, Umam, Lita, Iqro sebagai teman selaboratorium dan sebimbingan yang
selalu memberi semangat kepada penulis.
7. Seluruh teman-teman seperjuangan TIN 40 atas kebersamaan dan
persahabatannya selama ini.
8. Seluruh anggota HKRB dan Alumni pengurus Himalogin 2006/2007 atas
dukungan dan semangat untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
9. Seluruh penghuni Wisma Nurul Fitri atas semangat dan kebersamaannya, dan
10. Seluruh pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu-persatu
dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermafaat bagi pembaca.
Januari, 2008
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................
LEMBAR PERNYATAAN.....................................................................
RIWAYAT HIDUP...................................................................................
RINGKASAN............................................................................................
SUMMARY...............................................................................................
KATA PENGANTAR..............................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................
DAFTAR TABEL.....................................................................................
DAFTAR GAMBAR................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................
I. PENDAHULUAN..............................................................................
A. Latar Belakang..............................................................................
B. Tujuan...........................................................................................
C. Manfaat.........................................................................................
II. TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................
A. Asap Cair.......................................................................................
B. Bahan Pengasap.............................................................................
C. Fraksinasi Asap Cair dengan Ekstraksi..........................................
D. Aplikasi Asap Cair.........................................................................
E. Ikan dan Pisang Mas......................................................................
III. METODOLOGI PENELITIAN.......................................................
A. Bahan dan Alat Penelitian..............................................................
B. Metode Penelitian..........................................................................
C. Metode Uji Coba Asap Cair...........................................................
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................
A. Produksi Asap Cair Secara Pirolisis...............................................
B. Komponen-Komponen pada Asap Cair............................................
i
ii
iii
iv
vi
viii
ix
xi
xii
xiii
1
1
3
3
4
4
8
8
11
13
16
16
16
18
20
20
22
x
C. Fraksinasi Asap Cair Dengan Ekstraksi ..........................................
D. Sifat Fisik dan Kimia Asap Cair .....................................................
E. Crude.................................................................................................
F. Uji Coba Asap Cair..........................................................................
V. KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................
LAMPIRAN................................................................................................
24
26
33
36
41
42
46
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi Kimia Asap Cair..................................................... 5
Tabel 2. Komposisi Kimia Daging Ikan Selar dalam Setiap 100g
Bahan.......................................................................................
14 Tabel 3. Penggolongan Kelas Mutu Ikan................................................ 15
Tabel 4. Karakteristik Bahan Baku dan Hasil Pirolisis pada Suhu
300°C.......................................................................................
21 Tabel 5. Senyawa Dominan dalam Asap Cair Tempurung Kelapa
Hasil Deteksi GC-MS..............................................................
23
Tabel 6. Senyawa Dominan dalam Asap Cair Sabut Kelapa Hasil
Deteksi GC-MS.......................................................................
23
Tabel 7. Hasil Pemurnian dengan Ekstraksi........................................... 25
Tabel 8. Kadar Asam Asap Cair Hasil Pembakaran............................... 27
Tabel 9. Nilai pH Asap Cair Hasil Pembakaran..................................... 30
Tabel 10. Bobot Jenis Asap Cair Hasil Pembakaran................................ 32
Tabel 11. Sifat Fisik dan Kimia Asap Cair Hasil Pembakaran dan Crude........................................................................................
34
Tabel 12. Senyawa Dominan dalam Crude Asap Cair Tempurung dan
Sabut Kelapa Hasil Deteksi GC-MS........................................
35
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Alat Pembuat Asap Cair......................................................... 16
Gambar 2. Tempurung dan Sabut Kelapa............................................... 20
Gambar 3. Asap Cair Tempurung dan Sabut Kelapa dengan Pirolisis
Suhu 300 °C.........................................................................
21
Gambar 4. Hasil Ekstraksi Asap Cair Tempurung dan Sabut Kelapa.... 25
Gambar 5. Grafik Kadar Asam Asap Cair Hasil Pembakaran dan
Ekstraksi................................................................................
27
Gambar 6. Kadar Fenol Hasil Pembakaran dan Ekstraksi................. 29
Gambar 7. Grafik Nilai pH Asap Cair Hasil Pembakaran dan Ekstraksi 31
Gambar 8. Grafik Bobot Jenis Asap Cair Hasil Pembakaran dan
Ekstraksi.................................................................................
33
Gambar 9. Hasil Percobaan Ikan Selar Hari ke-1.................................... 36
Gambar 10. Hasil Percobaan Ikan Selar Hari ke-3.................................... 37
Gambar 11. Hasil Percobaan Asap Cair Hasil Pirolisis pada Pisang Mas. 39
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data dan Perhitungan Pirolisis.......................................... 46
Lampiran 2. Data dan Perhitungan Sifat Fisik Asap Cair...................... 48
Lampiran 3. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa- Heksan..............................................
51
Lampiran 4. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa- Etil asetat ........................................
52
Lampiran 5. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa- Metanol .. ........................................
53
Lampiran 6. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan-Crude...................................
54
Lampiran 7. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat-Crude...............................
55
Lampiran 8. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair Sabut Kelapa- Heksan.. 56
Lampiran 9. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair Sabut Kelapa-Etil asetat......................................................
57
Lampiran 10. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair Sabut Kelapa-Metanol......................................................
58
Lampiran 11. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair
Sabut Kelapa- Heksan-Crude............................................
59
Lampiran 12. Hasil Deteksi GC-MS Asap Cair
Sabut Kelapa-Etil asetat-Crude.........................................
60
Lampiran 13. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan Hasil Deteksi GC-MS..................................................................
61
Lampiran 14. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat Hasil Deteksi GC-MS........................................................
63
Lampiran 15. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Metanol Hasil Deteksi GC-MS..................................................................
66
Lampiran 16. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan-Crude Hasil Deteksi GC-MS.........................................................
67
Lampiran 17. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat-Crude Hasil Deteksi GC-MS............................................
70
Lampiran 18. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Heksan Hasil Deteksi GC-MS........................................................
72
Lampiran 19. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Etil asetat Hasil Deteksi GC-MS..................................................................
73
Lampiran 20. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Metanol Hasil Deteksi GC-MS..................................................................
75
xiv
Lampiran 21. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Heksan-Crude Hasil Deteksi GC-MS..................................................................
77
Lampiran 22. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Etil asetat-Crude Hasil Deteksi GC-MS.......................................................
78
Lampiran 23. Data dan Perhitungan Rendemen...................................... 79
Lampiran 24. Data dan Perhitungan Kadar Asam................................... 82
Lampiran 25. Data dan Perhitungan Kadar Fenol................................... 83
Lampiran 26. Data dan Perhitungan Bobot Jenis.................................... 85
Lampiran 27. Diagram Alir Proses Pembuatan dan Analisa Asap Cair.. 87
Lampiran 28. Diagram Alir Proses Uji Coba Asap Cair........................ 88
Lampiran 29. Metode Analisis Sifat Fisik dan Kimia............................ 89
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asap cair pada dasarnya merupakan asam cuka (vinegar) kayu yang
diperoleh dari distilasi kering terhadap kayu (Wibowo, 2002). Kayu
mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin yang pada saat dibakar akan
menghasilkan asap cair dengan banyak senyawa di dalamnya. Selain kayu,
asap cair juga dapat dihasilkan dari bahan lain seperti tempurung kelapa, sabut
kelapa, merang padi, bambu dan sampah organik.
Indonesia termasuk negara penghasil kelapa terbesar di dunia. Pada
tahun 2000 produksi kelapa di Indonesia mencapai 5,6 juta ton per tahun.
Komposisi tempurung kelapa adalah 12%, sehingga dalam satu tahun
Indonesia memproduksi 672.000 ton tempurung kelapa (www.bi.go.id).
Sedangkan 35% dari kelapa adalah sabut kelapa, sehingga dalam satu tahun
Indonesia memproduksi 1,7 juta ton sabut kelapa. Pemanfaatan sabut kelapa
masih rendah, misalnya digunakan sebagai keset. Dengan produksi asap cair
dari tempurung dan sabut kelapa ini akan meningkatkan nilai tambahnya.
Produk asap cair telah lama dikenal dan digunakan untuk
mengawetkan daging babi dan babi asin serta untuk memberi citarasa pada
beberapa bahan makanan, karena memiliki kelebihan antara lain : 1) flavor
yang khas; 2) kehilangan flavor lebih mudah dideteksi; 3) dapat diaplikasikan
pada berbagai jenis bahan pangan; 4) dapat digunakan oleh konsumen pada
level komersial; dan 5) polusi lingkungan dapat diperkecil (Maga 1998 dalam
Gani 2007).
Kualitas asap cair ditentukan oleh kondisi proses pembakaran, yaitu
tekanan, suhu pembakaran dan lamanya waktu pembakaran. Kualitas asap cair
juga ditentukan dari banyaknya kandungan asam, ter dan fenol didalamnya.
Luditama (2006) mencoba membandingkan kondisi proses pembakaran untuk
menghasilkan asap cair dari tempurung dan sabut kelapa yang terbaik dengan
menggunakan suhu 300°C dan 500°C.
Berdasarkan penelitian tersebut, maka dalam penelitian ini digunakan
suhu 300 °C untuk menghasilkan asap cair dengan kualitas yang baik. Pada
2
suhu 300 °C komponen selulosa dan hemiselulosa terdekomposisi membentuk
senyawa-senyawa asam dan turunannya yang diharapkan pada penelitian ini.
Selain itu pada suhu 300°C dihasilkan senyawa ter yang lebih rendah
daripada suhu yang lebih tinggi dimana senyawa ter merupakan senyawa yang
harus dihilangkan untuk menghasilkan asap cair dengan kualitas yang baik.
Kualitas dari asap cair juga ditentukan oleh kemurnian dari senyawa-
senyawa yang terkandung didalamnya. Asap cair mengandung kelompok
senyawa asam dan turunannya, alkohol, aldehid, hidrokarbon, keton, fenol dan
piridin (Zaitsev, 1969). Senyawa-senyawa ini tidak sepenuhnya sesuai dengan
penggunaan asap cair sebagai zat antimikroba, antioksidan, bioinsektisida dan
penggunaan lainnya. Oleh karena itu, proses pemurnian perlu dilakukan untuk
memisahkan senyawa-senyawa tersebut sehingga didapatkan komponen asap
cair yang diinginkan.
Pada umumnya proses pemurnian yang dilakukan pada asap cair hanya
sebatas menghilangkan kandungan tar dengan cara mengendapkannya selama
24 jam. Luditama (2006) memisahkan komponen-komponen asap cair dengan
metode distilasi berdasarkan perbedaan titik didih. Dari penelitian ini
dihasilkan beberapa fraksi asam dan fenol sesuai rentang suhu yang digunakan
yaitu T≤100, 100<T≤125, 125<T≤150 dan 150<T≤200. Namun senyawa lain
yang terkandung dalam fraksi tersebut tidak diketahui, jadi masih perlu
identifikasi lebih lanjut sebelum digunakan. Gani (2007) menganalisis
komponen asap cair dari sampah organik menggunakan ekstraksi bertahap
dengan pelarut n-heksan, etil asetat dan metanol yang dipilih berdasarkan
perbedaan tingkat kepolarannya. Identifikasi pada pemisahan ini hanya
dilakukan pada fraksi metanol yang menghasilkan 61 senyawa dengan
golongan keton yang paling dominan. Berdasarkan kedua penelitian tersebut,
maka penelitian ini melakukan pemisahan komponen-komponen asap cair
dengan cara ekstraksi bertahap dengan pelarut n-heksan, etil asetat, dan
metanol.
3
B. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi asap cair dari
tempurung dan sabut kelapa. Selain itu juga untuk mengidentifikasi
kandungan dan komponen kimia fraksi asap cair tempurung dan sabut kelapa
yang dipisahkan dengan ekstraksi.
C. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai
kualitas asap cair dari bahan pengasap tempurung dan sabut kelapa. Selain itu
juga menambah informasi mengenai kandungan asap cair yang sudah
difraksinasi sehingga dapat digunakan secara tepat.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Asap Cair
Asap cair adalah kondensat komponen asap yang dapat digunakan
untuk menciptakan flavor asap pada produk (Whittle dan Howgate, 2002).
Asap cair sudah dibuat pada akhir tahun 1800-an, tetapi baru sepuluh sampai
lima belas tahun belakangan digunakan secara komersial pada industri
pengasapan ikan (Moody dan Flick, 1990). Asap cair pertama kali diproduksi
pada tahun 1980 oleh sebuah pabrik farmasi di Kansas City, dikembangkan
dengan metode distilasi kayu asap (Pszczola, 1995).
Pembakaran adalah hasil sejumlah besar reaksi yang rumit. Salah satu
macam reaksi yang terjadi ialah pirolisis, yakni pemecahan termal molekul
besar menjadi molekul kecil tanpa kehadiran oksigen. Pembakaran campuran
organik, seperti kayu, tidak selalu berupa pengubahan sederhana menjadi CO2
dan H2O. Pirolisis molekul-molekul besar dalam kayu misalnya, menghasilkan
molekul gas yang lebih kecil, yang kemudian bereaksi dengan oksigen di atas
permukaan kayu itu (Fessenden, 1982).
Pirolisis merupakan proses dekomposisi bahan yang mengandung
karbon, baik yang berasal dari tumbuhan, hewan maupun barang tambang
menghasilkan arang (karbon) dan asap yang dapat dikondensasi menjadi
destilat (Paris et al., 2005 dalam Gani 2007). Menurut Demirbas (2005 dalam
Gani 2007), umumnya proses pirolisis dapat berlangsung pada suhu di atas
300°C dalam waktu 4-7 jam.
Proses pirolisis melibatkan berbagai proses reaksi yaitu dekomposisi,
oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi. Reaksi-reaksi yang terjadi selama
pirolisa kayu adalah penghilangan air dari kayu pada suhu 120-150 °C,
pirolisa hemiselulosa pada suhu 200-250 °C, pirolisa selulosa pada suhu 280-
320 °C dan pirolisa lignin pada suhu 400 °C. Pirolisa pada suhu 400 °C ini
menghasilkan senyawa yang mempunyai kualitas organoleptik yang tinggi dan
pada suhu lebih tinggi lagi akan terjadi reaksi kondensasi pembentukan
senyawa baru dan oksidasi produk kondensasi diikuti kenaikan linier senyawa
tar dan hidrokarbon polisiklis aromatis (Girrard, 1992; Maga, 1988).
5
Asap cair diproduksi dengan cara pembakaran yang tidak sempurna
yang melibatkan reaksi dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa
organik dengan berat molekul rendah karena pengaruh panas yang meliputi
reaksi oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi (Girrard, 1992). Media
pendingin yang digunakan pada kondensor adalah air yang dialirkan melalui
pipa inlet yang keluar dari hasil pembakaran tidak sempurna kemudian
dialirkan melewati kondensor dan dikondensasikan menjadi distilat asap
(Hanendoyo, 2005)
Penelitian mengenai komposisi asap dilakukan pertama kali oleh Pettet
dan Lane tahun 1940 (Girrard, 1992), bahwa senyawa kimia yang terdapat
dalam asap kayu jumlahnya lebih dari 1000, 300 senyawa diantaranya dapat
diisolasi dan yang sudah dideteksi antara lain : fenol 85 macam telah
diidentifikasikan dalam kondensat dan 20 macam dalam asap, karbonil, keton
dan aldehid 45 macam dalam kondensat, asam 35 macam, furan 11 macam.
Alkohol dan ester 15 macam, lakton 13 macam, hidrokarbon alifatik 1 macam
dalam kondensat dan 20 macam dalam produk asap. Komposisi kimia asap
cair dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Asap Cair
Komposisi Kimia Kandungan (%) Air 11 – 92 Fenol 0,2 – 2,9 Asam 2,8 – 4,5 Karbonil 2,6 – 4,6 Ter 1 - 17 Sumber : Maga (1988)
Hemiselulosa adalah komponen kayu yang mengalami pirolisa paling
awal menghasilkan furfural, furan, asam asetat dan homolognya. Hemiselulosa
tersusun atas pentosan (C5H8O4) dan heksosan (C6H10O5) dan rata-rata
proporsi ini tergantung pada spesies kayu. Pirolisis dari pentosan membentuk
furfural, furan dan turunannya beserta suatu seri yang panjang dari asam
karboksilat. Bersama-sama dengan selulosa, pirolisis heksosan membentuk
6
asam asetat dan homolognya. Dekomposisi hemiselulosa terjadi pada suhu
200-250 °C (Girrard, 1992). Lignin dalam pirolisis menghasilkan senyawa
fenol dan eter fenolik seperti guaiakol (2-metoksifenol) dan homolognya serta
turunannya yang berperan terhadap aroma asap dari produk-produk hasil
pengasapan. Fenol dihasilkan dari dekomposisi lignin yang terjadi pada suhu
300 °C dan berakhir pada suhu 450 °C (Girrard, 1992). Proses selanjutnya
yaitu pirolisa selulosa menghasilkan senyawa asam asetat, dan senyawa
karbonil seperti asetaldehida, glikosal dan akreolin. Pirolisa lignin akan
menghasilkan senyawa fenol, guaiakol, siringol bersama dengan homolog dan
derivatnya (Maga, 1988).
Zaitsev et al. (1969) mengemukakan bahwa asap mengandung
beberapa zat antimikroba, antara lain :
a. Asam dan turunannya : format, asetat, butirat, propionat, metil ester.
b. Alkohol : metil, etil, propil, alkil, dan isobutil alkohol.
c. Aldehid : formaldehid, asetaldehid, furfural, dan metil furfural.
d. Hidrokarbon : silene, kumene, dan simene.
e. Keton : aseton, metil etil keton, metil propil keton, dan etil propil keton.
f. Fenol
g. Piridin dan metil piridin.
Senyawa-senyawa seperti alkohol, aldehid, keton, asam organik
termasuk furfural, formaldehid merupakan bahan pengawet yang sudah
dikenal sedangkan fenol, quinol, quicol dan pirogalol merupakan bagian dari
20 jenis senyawa-senyawa antioksidan dan antiseptik (Moeljanto, 1982a)
Menurut Maga (1988), asap cair mempunyai kelebihan antara lain :
a. Beberapa flavor dapat dihasilkan dalam produk yang seragam dengan
konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengasapan tradisional.
b. Lebih intensif dalan pemberian flavor.
c. Kontrol hilangnya flavor lebih mudah
d. Dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan.
e. Dapat digunakan oleh konsumen pada level komersial.
f. Lebih hemat dalam pemakaian kayu sebagai sumber asap.
g. Polusi lingkungan dapat diperkecil.
7
Senyawa yang sangat berperan sebagai antimikrobial adalah senyawa
fenol dan asam asetat, dan peranannya semakin meningkat apabila kedua
senyawa tersebut ada bersama–sama (Darmadji, 1995). Selain fenol, senyawa
aldehid, aseton dan keton juga memiliki daya bakteriostatik dan bakteriosidal
pada produk asap. Girrard (1992) menyatakan bahwa asap dalam bentuk cair
berpengaruh terhadap keseluruhan jumlah asam dalam kondensat asap, yaitu
mencapai 40% dengan 35 jenis asam. Kandungan asam yang mudah menguap
dalam asam akan menurunkan pH, sehingga dapat memperlambat
pertumbuhan mikroorganisme (Buckle et al.,1985). Menurut Haris dan
Karmas (1989), kerja bakteriosidal dari pengasapan adalah faktor nyata dalam
perlindungan nilai gizi produk yang diasap terhadap perusakan biologis.
Fenol selain bersifat bakteriosidal juga sebagai antioksidan. Sifat ini
terutama pada senyawa fenol dengan titik didih tinggi, seperti 2,6-dimethoksi
fenol, 2,6-dimethoksi-4-metil fenol dan 2,6-dimethoksi-4-ethyl fenol (Pearson
dan Tauber, 1973). Senyawa – senyawa fenolat lainnya yang terdapat dalam
asap dan memperlihatkan aktivitas oksidatif adalah pirokathkol, hidrokuinon,
guaiakol, eugenol, isoeugenol, vanilin, salisilaldehid, asam 2-hidroksibenzoat,
dan senyawa-senyawa tersebut hampir semuanya bersifat larut dalam eter
(Maga, 1988; Fiddler et al., 1970). Senyawa fenol dengan titik didih rendah
memiliki sifat antioksidan yang agak rendah. Aktivitas antioksidan dari
komponen asap adalah sifat yang penting dalam melindungi penyusutan nilai
gizi produk yang diasap (Daun, 1979).
Asap dalam bentuk cair juga masih mempunyai berbagai sifat
fungisidal. Rasa dan aroma khas produk pengasapan terutama disebabkan oleh
senyawa guaiakol, 4-metil-guaiakol, dan 2,6-dimetoksi fenol. Girard (1992)
mengatakan bahwa dari berbagai penelitian terdahulu, diketahui bahwa
senyawa-senyawa fenolat tertentu seperti guaiakol, 4-metil guaiakol, 2,6-
dimetoksi fenil dan seringol menentukan flavor dari bahan pangan yang diasap
dimana guaiakol akan memberikan rasa asap dan seringol memberikan aroma
asap. Rasa dan aroma yang khas pada makanan yang diasap disebabkan oleh
senyawa fenol yang bereaksi dengan protein dan lemak yang terdapat pada
makanan (Daun, 1979).
8
B. Bahan Pengasap
Dalam buah kelapa, sabut merupakan komponen utama yaitu sebesar
35% dan tempurung 12-19% dari berat total buah kelapa. Komposisi kimia
tempurung kelapa adalah abu 0,23%, lignin 33,30%, selulosa 27,31%,
pentosan 17,67% dan metoksil 5,39% (Djatmiko, 1985). Sedangkan
komponen kimia sabut kelapa adalah air 26,0%, pektin 14,25%, hemiselulosa
8,50%, lignin 29,23% dan selulosa 21,07% (Joseph dan Kindagen, 1993).
Tempurung kelapa dikategorikan oleh Grimwood (1975) sebagai kayu
keras, tetapi mempunyai kadar lignin lebih tinggi dan kadar selulosa lebih
rendah. Dalam penelitian yang dilakukan Tranggono, dkk. (1996) terbukti
bahwa asap cair tempurung kelapa memiliki 7 macam komponen dominan
yaitu fenol, 3-metil-1,2-siklopentadion, 2-metoksifenol, 2-metoksi-4-
metilfenol, 4-etil-2-metoksifenol, 2,6-dimetoksifenol, dasn 2,5-dimetoksi
benzil alkohol, yang semuanya larut dalam eter. Selanjutnya dari beberapa
jenis kayu lain (jati, lamtoro gung, mahoni, kamper, bangkirai, keruing dan
glugu) asap cair yang dihasilkan mengandung asam (sebagai asam asetat)
antar 4,27-11,3%, senyawa fenolat (sebagai fenol) 2,10-5,13% dan senyawa
karbonil (sebagai aseton) 8,56-15,23%. Yulistiani (1997) mendapatkan data
kandungan fenol dalam asap cair tempurung kelapa sebesar 1,28%.
C. Fraksinasi Asap Cair dengan Ekstraksi
Menurut Harris dan Karmas (1989), komponen asap dibagi menjadi 4
kelompok berdasarkan pengaruhnya terhadap nilai gizi produk yang diasap,
yaitu:
a. Zat yang melindungi penyusutan nilai gizi produk yang diasap dengan
menghambat perubahan kimiawi dan biologis yang merugikan.
b. Komponen yang tidak menunjukkan aktivitas dari segi nilai gizi.
c. Senyawa yang berinteraksi dengan komponen bahan pangan dan
menurunkan nilai gizi produk yang diasap.
d. Komponen beracun.
Eklund (1982) mengemukakan bahwa asap cair tidak menunjukkan
karsinogenik atau sifat-sifat toksik lain dari hasil pengujian Hidrokarbon
9
Aromatik Polisiklik (HAP). Hal ini didukung oleh pernyataan Hollenbeck
(1978), bahwa asap cair mempunyai sifat anti bakterial, mudah diaplikasikan
dan lebih aman dari asam konvensional dan fraksi tar yang mengandung
hidrokarbon aromatik dapat dipisahkan, sehingga produk asap cair bebas
polutan dan karsinogenik.
Ekstraksi merupakan salah satu proses pemisahan yang dilakukan untuk
memindahkan dan menghilangkan komponen terlarut dalan suatu cairan ke
cairan lainnya (Noor, 2002).
Pelarut merupakan cairan yang melarutkan zat padat, cairan, atau gas,
menghasilkan larutan. Pelarut tidak bereaksi secara kimia dengan komponen
terlarut. Pelarut dapat juga digunakan untuk mengekstraksi komponen terlarut
dari campuran. Pelarut selalu berupa cairan jernih dan bening serta
mempunyai aroma yang khusus. Konsentrasi larutan mempengaruhi
komponen yang terlarut dalam suatu volume pelarut.
Pelarut dapat diklasifikasikan menjadi polar (hidrofilik) dan non-polar
(lipofilik). Polaritas pelarut berbanding lurus dengan tipe komponen yang
dapat di larutkan. Hukumnya pelarut polar merupakan pelarut komponen polar
terbaik dan pelarut non-polar merupakan pelarut komponen non-polar terbaik.
Seperti air dengan minyak dan heksan dengan vinegar adalah tidak cocok
maka dengan cepat akan terbentuk dua lapisan setelah melalui pengocokan
yang baik.
Pada umumnya pelarut organik mempunyai densitas yang lebih rendah
daripada air, sehingga akan membentuk lapisan terpisah yang berada di atas
air. Pelarut akan membentuk beberapa ikatan kimia yang lemah dengan solut
untuk melarutkannya. Sebagian besar ikatan yang terjadi adalah ikatan van der
waals, ikatan dipol-dipol terkuat, dan ikatan rantai hidrogen (ikatan antara O-
H atau N-H hidrogen dengan batas atom O atau N) (www.wikipedia.com).
Meskipun tetapan dielektrik dapat memberikan pedoman dalam memilih
pelarut, tidak ada aturan yang tetap mengenai bagaimana meramalkan pelarut
mana yang terbaik untuk suatu reaksi tertentu. (Kelarutan pereaksi harus pula
diperhitungkan) (Fessenden, 1982).
10
~ Heksan
Heksan merupakan hidrokarbon alkana dengan rumus kimia
CH3(CH2)4CH3 atau C6H14. Heksan mempunyai titik didih 69°C, densitas
0,655g/ml dan tetapan dielektrik 2,0. Nama lain dari heksan adalah n-heksan.
Isomer dari heksan pada umumnya tidak reaktif, dan sering digunakan sebagai
pelarut lemah pada reaksi organik karena heksan sangat non-polar.
Heksan mempunyai lima isomer :
1. Heksan, CH3CH2CH2CH2CH2CH3, rantai lurus dari enam atom karbon.
2. 2-Metilpentan (Isoheksan), CH3CH(CH3)CH2CH2CH3, rantai lima atom
karbon dengan satu cabang metil pada karbon keduanya.
3. 3-Metilpentan, CH3CH2CH(CH3)CH2CH3, rantai lima atom karbon dengan
satu cabang metil pada karbon ketiganya.
4. 2,3-Dimetilbutan, CH3CH(CH3)CH(CH3)CH3, rantai empat atom karbon
dengan satu cabang metil pada rantai kedua dan ketiganya.
5. 2,2-Dimetilbutan, CH3C(CH3)2CH2CH3, rantai empat atom karbon dengan
dua cabang metil pada rantai keduanya.
Sifat beracun dari heksan relatif rendah, walaupun heksan tergolong
obat bius ringan. Pada 1994, n-heksan digolongkan pada daftar zat kimia pada
Toxic Release Inventori (TRI).
~ Etil asetat
Etil asetat merupakan komponen organik dengan rumus
CH3CH2OC(O)CH3 atau C4H8O2. Etil asetat mempunyai nama lain
diantaranya etil ester, acetic ester, dan ester etanol. Etil asetat berupa cairan
bening yang mempunyai karakteristik bau tidak sedap, mempunyai densitas
0,894g/ml, titik didih 77°C dan tetapan dielektrik 6,0.
Etil asetat merupakan pelarut semi polar yang mempunyai sifat mudah
menguap, relatif tidak beracun, tidak higroskopis dan merupakan aseptor
hidrogen yang lemah. Etil asetat dapat melarutkan lebih dari 3% solut dan
mempunyai solubilitas 8% dalam air pada temperatur ruang. Pada temperatur
yang lebih tinggi solubilitasnya pada air meningkat.
11
~ Metanol
Metanol merupakan senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH
dan alkohol yang paling sederhana, ringan, mudah menguap, bening,
mudah terbakar, cairan beracun dengan bau khusus yang sedang dan
lebih manis daripada etanol. Metanol juga dikenal sebagai metil
alkohol, karbinol, alkohol kayu atau spiritus kayu. Metanol mempunyai
titik didih 65°C, densitas 0.791g/ml dan tetapan dielektrik 33. Metanol
digunakan sebagai antibeku, pelarut, bahan bakar, dan pemecah untuk
etil alkohol.
Metanol sering disebut sebagai alkohol kayu karena dapat diproduksi
dari produk samping pada destruksi kayu dengan distilasi. Jika diproduksi dari
kayu atau bahan organik lain, akan menghasilkan methanol organik
(bioalkohol) yang dapat digunakan sebagai bahan dasar hidrokarbon bahan
bakar. Metanol akan beracun pada pemecahan dengan enzim alkohol
dehidrogenase di dalam hati dengan terbentuknya asam formik dan
formaldehid. Penggunaan terbesar metanol sejauh ini adalah untuk membuat
zat kimia lain. Sekitar 40% metanol dikonversi menjadi formaldehid, dan dari
sana menjadi produk turunan seperti plastik, kayu lapis, dan cat
(www.wikipedia.com).
D. Aplikasi Asap Cair
Tujuan pengasapan pada awalnya hanya untuk pengawetan bahan
makanan, namun dalam pengembangannya berubah, yaitu menghasilkan
produk dengan aroma tertentu, meningkatkan cita rasa, memperbaiki
penampilan dan meningkatkan daya simpan produk yang diasap (Girard,
1992).
Mekanisme senyawa fenol dalam membunuh mikroba adalah reaksi
antara asam fenoleat dengan protein (dalam hal ini mikroba). Pada kondisi
enzimatis dengan adanya enzim fenolase yang bekerja secara alami pada pH
netral, asam fenoleat dioksidasi menjadi kuinon yang dapat bereaksi dengan
lisin dari protein yang menyebabkan protein tersebut tidak dapat digunakan
secara biologis (Hurrell, 1984).
12
Pengasapan dibagi menjadi dua yaitu pengasapan panas dan
pengasapan dingin. Pengasapan panas adalah proses yang membutuhkan
waktu agak lama yang dapat digunakan untuk memasak daging atau ikan,
barbeque. Pada umumnya pengasapan panas meliputi memanggang makanan
secara langsung di atas api, atau di atas lembaran yang dipanaskan oleh api.
Suhu pemasakan panas berada pada kisaran 60-100°C (140–212°F). Suhu
pada pengasapan panas dapat membunuh mikroba secara menyeluruh pada
makanan. Pengasapan dingin dilakukan dengan meletakkan makanan pada
suhu 15–30°C (60–86°F). Pengasapan dingin mempunyai tingkat sterelisasi
yang masih rendah sehingga sering dilakukan proses penggaraman, pada
bahan sebelum diasap (Cutting, 1965).
Pengasapan cair lebih mudah diaplikasikan karena konsentrasi asap
cair dapat dikontrol agar memberi flavor dan warna yang sama dan seragam.
Asap cair telah disetujui oleh banyak negara untuk digunakan pada bahan
pangan dan sekarang ini banyak digunakan pada produk daging (Eklund,
1982). Pengasapan cair dilakukan dengan merendam produk pada asap yang
sudah dicairkan melalui proses pirolisis. Pengasapan dengan cara ini
dilakukan dengan menggunakan larutan asap, baik asap cair alami ataupun
sintetik (Maga, 1988).
Penggunaan asap cair menurut Pearson dan Tauber (1973), pada
pembuatan makanan yang diasap adalah dengan cara :
a. Mencampur secara langsung ke dalam emulsi daging.
b. Pencelupan.
c. Pemercikan cairan (spraying).
d. Penyemprotan kabut asap cair ke dalam ruang pengasapan (atomizing).
e. Asap cair diuapkan dengan cara meletakkan asap cair tersebut di atas
permukaan yang panas.
Saat ini, asap cair yang beredar di pasaran adalah asap cair yang telah
dipisahkan dari komponen tar. Di dalam tar terkandung senyawa Polisiklik
Aromatik Hidrokarbon (PAH) yang karsinogenik terhadap manusia. Cara
pemisahan komponen tar dari asap cair dilakukan dengan cara mengekstrak
kondensat hasil pirolisis dengan menggunakan pelarut antara lain gugus CO,
13
propana, metana, etilen, amonia, metanol, air dan campuran dari satu atau
lebih komponen tersebut (Plaschke, 2002).
Di Jepang, asap cair dari bambu diaplikasikan sebagai anti alergi dan
antioksidan. Asap cair ini dibuat dengan suhu pembakaran 350 °C sampai 450
°C dan didistilasi pada suhu rendah, yaitu 50 °C sampai 60 °C. Asap cair ini
untuk konsumsi sehingga umumnya 1 liter asap cair dicampur dengan 100
liter air atau jus jeruk. Komponen utama dari asap cair ini adalah asam asetat
dan tidak mengandung senyawa penyebab kanker seperti benzopyren,
dibenzathracene, dan methylcholanthrene (Imamura dan Watanabe, 2004).
Asap mengandung komponen-komponen yang bersifat bakteristatis
dan bakterisidal yang dapat berperan sebagai bahan pengawet. Hal ini dapat
terjadi jika asap mengendap pada permukaan atau meresap ke dalam bahan
pangan yang diasap (Winarno, 1980).
E. Ikan dan Pisang Mas
Pada pengawetan ikan semakin banyak asap yang menempel, makin
banyak pula komponen asap yang bersifat bakteristatis dan bakterisidal,
terutama formaldehid, asam asetat dan fenol. Fenol bersifat bakteristatis
sehingga bakteri tidak berkembang biak dan fungisidal sehingga jamur tidak
tumbuh. Fenol adalah senyawa utama pembentuk aroma asap yang khas
khususnya guaikol, 4,metil-guaikol, dan 2,6-dimetoksi fenol. Senyawa asam
organik dalam asap akan memberikan warna pada asap cair (Wibowo, 2002).
Komposisi kimia daging ikan sangat bervariasi tergantung pada
spesies, tingkat umur, musim, habitat dan kebiasaan makan. Nilai gizi daging
ikan terutama ditentukan oleh kandungan lemak dan proteinnya. Ikan selar
termasuk kategori ikan berlemak rendah karena kurang dari 5 % dan memiliki
protein yang tergolong tinggi yaitu antara 15-20% (Stansby 1963)
Ikan Selar (Caranx leptolepis) mempunyai panjang tubuh sampai 16
cm. Jenis ikan ini ditandai dengan garis lebar kuning dari mata sampai ekor.
Sirip punggung ikan selar terpisah dengan jelas, bagian depan disokong oleh
jari-jari keras dan banyak jari-jari lunak. Sirip ekor bercagak dua dengan
lekukan yang dalam. Sirip perut terletak dibawah siirp dada. Duri punggung
14
berjumlah 9-9, duri punggung lunak berjumlah 24-26, duri anal 3, duri anal
lunak berjumlah 21-23. Lingkungan hidupnya berasosiasi dengan karang,
amphidromus, habitatnya di air payau, air laut dengan kisara kedalaman 1-25
m. Ikan selar termasuk ikan laut perenang cepat dan kuat. Daerah penyebaran
ikan ini adalah semua laut di daerah tropis dan semua lautan indopasifik. Ikan
ini banyak tertangkap di perairan pantai serta hidup berkelompok sampai
kedalaman 80 m (Djuhanda 1981).
Tabel 2. Komposisi Kimia Daging Ikan Selar dalam Setiap 100g Bahan
Jenis kandungan Jumlah
Kadar air 75.4 g
Kadar abu 1.36 g
Kadar protein 18.8 g
Kadar lemak 2.2 g Sumber : direktorat gizi departemen kesehatan RI (1989)
Ikan segar memiliki ciri-ciri (Stansby, 1963) sebagai berikut :
- Daging ikan padat elastik, tidak mudah lepas dari tulang belakangnya.
- Aroma atau baunya “seg lunak” yaitu seperti bau rumput laut.
- Mata berwarna cerah dan bersih, menonjol penuh serta transparan.
- Insang berwarna merah cerah
- Kulit mengkilat dengan warna cerah.
Dengan pengasapan warna ikan berubah menjadi kuning emas sampai
kecokelat-cokelatan. Warna ini dihasilkan oleh reaksi kimia fenol dengan O2
dari udara. Proses oksidasi akan berjalan lebih cepat bila lingkungan bersifat
asam. Hal inipun sudah tersedia pada ikan asap (Moeljanto, 1982a).
Untuk mengenali kesegaran ikan dilakukan pengamatan secara visual
terhadap penampilan ikan atau metode 4 M, yaitu melihat (mengamati
penampilan ikan secara menyeluruh terutama penampilan fisik, mata, insang,
adanya lendir dan sebagainya), meraba (mengamati kondisi ikan terutama
adanya lendir, kelenturan ikan dan sebagainya), menekan (untuk melihat
teksturnya) dan mencium (bau ikan) (wibowo dan yunizal, 1998).
15
Tabel 3. Penggolongan Kelas Mutu Ikan.
No. Golongan Deskripsi
1 Ikan yang
kesegarannya
masih baik
sekali (prima)
Ikan baru saja ditangkap dan baru saja mengalami
kematian. Semua organ tubuhnya baik daging, mata,
maupun insang masih benar-benar dalam keadaan
segar.
2 Ikan yang
Kesegarannya
masik baik
(advanced)
Ikan masih dalam kondisi segar namun tidak sesegar
kondisi pertama. Ciri-cirinya adalah bola mata yang
agak cerah, kornea agak keruh, warna insang agak
kusam, warna daging masih cemerlang dan lunak bila
ditekan.
3 Ikan yang
kesegarannya
sudah mulai
mundur (sedang)
Organ tubuh ikan sudah banyak mengalami perubahan,
bola mata agak cekung, kornea agak keruh, warna
insang mulai berubah menjadi merah muda, warna
sayatan daging mulai pudar dan daging lembek.
4 Ikan yang
sudah tidak
segar lagi
(busuk)
Ikan sudah tidak layak lagi dikonsumsi. Ciri-cirinya
adalah daging sudah lunak, sayatan daging tidak
cemerlang, bola mata cekung, insang berubah warna
menjadi cokelat tua, sisik mudah lepas dan sudah
menyebarkan bau busuk.
Sumber : Hadiwiyoto (1993)
Pisang mas bentuk buahnya kecil dengan panjang 8-12 cm dan diameter 3-4
cm. Berat pertandannya 8-12 kilogram dan terdiri dari 5-9 sisir. Setiap sisirnya
mempunyai 14-18 buah. Saat masak kulitnya berwarna kuning cerah. Kulitnya
tipis, rasanya sangat manis, dan aromanya kuat (Satuhu dan Suryadi, 2000).
Desinfektan yang umum digunakan sebagai desinfektan buah pisang untuk
pengawetannya adalah Al2(SO4)3. Pisang mas yang disimpan dalam ruang
pendingin dapat tetap segar dan hijau selama 6 minggu apabila diberi zat penyerap
etilen. Bahan penyerapnya berupa campuran vermiculite dan semen dengan
perbandingan 3:1 yang dicelupkan dalam larutan KMnO4 (Redaksi Trubus, 1998).
16
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sabut kelapa dan
tempurung kelapa yang diperoleh dari penjual kelapa di Pasar Gunung Batu,
Bogor. Untuk bahan analisis digunakan etanol 95 %, akuades, reagen Folin-
Ciocalteu, asam tanat 0,2 %, Na2S2O3 5 %, Na2CO3 5 %, indikator
fenolphthalein, NaOH 0,1 N, asam oksalat, etil asetat (PA), n-heksan (teknis)
dan metanol (PA).
Peralatan yang digunakan adalah pembuat arang, labu leher tiga,
kondensor, golok, cawan porselen, oven, piknometer, termometer, pH meter,
erlenmeyer, gelas piala, tabung reaksi, gelas ukur, buret, pipet tetes, labu
pemisah, labu ukur, vortex shaker, sentrifuse, spektrofotometer, piknometer,
dan GC-MS.
B. Metode Penelitian
Adapun metodologi pelaksanaan penelitian ini terdiri dari beberapa
tahap, yaitu :
1. Pembuatan Asap Cair
Gambar 1. Alat pembuat asap cair
Sebelum dibakar, bahan baku dibersihkan terlebih dahulu. Tempurung
kelapa dibersihkan untuk menghilangkan sabut dari permukaannya. Setelah
itu, tempurung kelapa dipotong-potong dengan golok sampai berukuran
diameter kira-kira 6-8 cm, sedangkan sabut dilepaskan serat-seratnya agar
17
mudah dimasukkan ke dalam alat pembakar. Pengukuran kadar air dan kadar
abu dilakukan pada setiap bahan baku sebelum dibakar. Pembuatan asap cair
dilakukan dengan menggunakan kiln yang terbuat dari baja tahan karat yang
dilengkapi dengan alat pemanas listrik, tiga kondensor dan dua buah labu
penampung destilat. Setiap kali pembakaran, kiln dapat memuat 2000 – 3000
gram tempurung kelapa atau 400-600 gram sabut kelapa. Suhu pengolahan
diukur dengan thermokopel. Suhu yang digunakan adalah 300 °C untuk
masing-masing bahan dengan pemanasan selama 5 jam. Cairan yang terbentuk
mengalir melalui bagian bawah kiln ke alat pendingin, kemudian destilat
ditampung dalam labu dengan volume 2 liter. Destilat dikumpulkan dalam
labu dibiarkan hingga dingin kemudian disaring. Bagian atas larutan destilat
adalah pyroligneous liquor sedangkan bagian bawah adalah endapan ter
(settled ter).
2. Pemurnian Asap Cair
Pemurnian asap cair dilakukan dengan cara ekstraksi. Asap cair
dimasukkan sebanyak 200 ml untuk yang berbahan tempurung dan 50 ml
untuk yang berbahan dari sabut dimasukkan ke dalam labu pemisah. Ekstraksi
ini dilakukan untuk mengambil fraksi-fraksi asap cair yang dibutuhkan dengan
menggunakan tiga tahap pelarutan dengan perbandingan 1 : 1. Pelarut yang
digunakan adalah n-heksan, etil asetat, metanol. Pelarutan dilakukan pada
suhu ruang dengan pengocokan secara manual selama 10 menit yang
dilakukan untuk mempercepat proses ekstraksi. Hasil ekstraksi adalah larutan
pelarut yang mengandung fraksi-fraksi asap cair didalamnya dan rafinat
(crude) yang akan dilarutkan kembali pada pelarut tahap selanjutnya.
3. Analisis
Analisis – analisis yang dilakukan antara lain :
a. Rendemen (LTP, 1974)
b. pH (AOAC, 1995)
c. Total Asam Tertitrasi (SNI, 01-3207-1992)
d. Kadar Fenol (Hammerschmidt,1978)
e. Bobot Jenis (SNI 06-2388-1998)
18
4. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk menganalisis hasil penelitian yang
diperoleh dan menarik kesimpulan dari apa yang diteliti. Studi pustaka ini
dapat berasal dari buku, jurnal, laporan penelitian, majalah, atau melalui
media elektronik seperti internet.
C. Metode Pengujian Asap Cair
Dalam penelitian ini asap cair digunakan dalam pengawetan Ikan Selar
dan Pisang Mas. Ikan selar yang digunakan berasal dari Pasar Anyar Bogor.
Ikan dibersihkan dan dicuci untuk menghilangkan kotoran yang melekat. Ikan
selar direndam dalam fraksi asap cair setelah ekstraksi kemudian diletakkan
pada suhu ruang untuk diamati secara visual. Sedangkan Pisang Mas yang
digunakan diperoleh dari toko buah di Darmaga. Percobaan ini menggunakan
asap cair hasil pirolisis sebelum di ekstraksi. Sebelum perlakuan, pisang
dilepaskan dari sisirnya dan dibersihkan. Setelah itu dilakukan perendaman
dengan asap cair dan diletakkan pada suhu ruang untuk diamati secara visual.
Perlakuan pada Ikan Selar dan Pisang Mas dapat dilihat pada Tabel 4.
19
Tabel 4. Perlakuan Pengujian pada Ikan Selar dan Pisang Mas
Konsentrasi
No. Simbol Sampel Jenis Asap Cair Asap Cair
(%v/v)
Fenol (%b/v)
Asam (%b/v)
Waktu Peren-daman (menit)
1 Kontrol Ikan Selar - - - - - 2 25 TM 15 Ikan Selar Fraksi tempurung-metanol 25 0,089 1,557 15 3 25 TM 30 Ikan Selar Fraksi tempurung-metanol 25 0,089 1,557 30 4 25 TM 45 Ikan Selar Fraksi tempurung-metanol 25 0,089 1,557 45 5 25TM 60 Ikan Selar Fraksi tempurung-metanol 25 0,089 1,557 60 6 25 SM 15 Ikan Selar Fraksi sabut-metanol 25 0,066 0.612 15 7 25 SM30 Ikan Selar Fraksi sabut-metanol 25 0,066 0.612 30 8 25 SM 45 Ikan Selar Fraksi sabut-metanol 25 0,066 0.612 45 9 25 SM 60 Ikan Selar Fraksi sabut-metanol 25 0,066 0.612 60 10 50 TM 60 Ikan Selar Fraksi tempurung-metanol 50 0,179 3,110 60 11 50 SM 60 Ikan Selar Fraksi sabut-metanol 50 0,132 1,220 60 12 25 SE 60 Ikan Selar Fraksi sabut-etil asetat 25 0,219 0,702 60 13 25 TE 60 Ikan Selar Fraksi tempurung-etil asetat 25 0,252 1,746 60 14 50 SE 60 Ikan Selar Fraksi sabut-etil asetat 50 0,437 1,400 60 15 50 TE 60 Ikan Selar Fraksi tempurung-etil asetat 50 0,505 3,491 60 16 Kontrol Pisang Mas - - - - - 17 S 60 Pisang Mas Asap cair sabut kelapa 100 1,910 6,520 60 18 T 60 Pisang Mas Asap cair tempurung kelapa 100 2,245 15,590 60 19 S 60 25% Pisang Mas Asap cair sabut kelapa 25 0,477 1,630 60 20 T 60 25% Pisang Mas Asap cair tempurung kelapa 25 0,561 3,898 60
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Produksi Asap Cair Secara Pirolisis
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan asap cair pada
penelitian ini adalah tempurung dan sabut kelapa (Gambar 2) yang mengalami
proses pirolisis pada suhu 300 °C. Suhu 300 °C dipilih sebagai suhu
pembakaran, karena menurut Girard (1992) dan Maga (1988), pada suhu 300
°C komponen selulosa terdekomposisi menghasilkan asam-asam organik dan
beberapa senyawa fenol. Dalam Luditama (2006) disebutkan suhu
pembakaran 300 °C menghasilkan kualitas asap cair yang lebih baik daripada
suhu 500°C karena lebih sedikit menghasilkan ter yang tidak dikehendaki
pada penelitian ini. Diperoleh kadar asam pada suhu 300°C sebesar 8,390%
untuk tempurung kelapa dan 7,918% untuk sabut kelapa, sedangkan pada suhu
500°C diperoleh 8,273% untuk tempurung kelapa dan 6,819% untuk sabut
kelapa. Kadar fenol pada suhu 300°C sebesar 1,40% untuk tempurung kelapa
dan 0,89% untuk sabut kelapa, sedangkan pada suhu 500°C diperoleh 1,44%
untuk tempurung kelapa dan 1,40% untuk sabut kelapa.
Gambar 2. Tempurung dan Sabut kelapa
Hasil analisis tempurung dan sabut kelapa diperoleh masing-masing
11.59% dan 23.12% air (Tabel 4). Kadar air sabut kelapa lebih besar daripada
tempurung kelapa yang menyebabkan persen kondensat yang didapatkan lebih
besar. Hal ini disebabkan pada saat pembakaran berlangsung, kandungan air
pada bahan akan ikut menguap pada suhu 100 °C dan mengalami kondensasi
21
ketika uap air melalui kondensor sehingga meningkatkan jumlah kondensat
asap cair yang dihasilkan.
Tabel 4. Karakteristik Bahan Baku dan Hasil Pirolisis pada Suhu 300°C.
No. Sampel Suhu (°C)
Kadar Air (%)
Persen Kondensat
(%b/b)
Persen Arang (%b/b)
Kadar Abu (%)
1 Tempurung 300 11.59 38.69 46.61 3.16
2 Sabut 300 23.12 49.10 59.52 8.28 Keterangan : Data dan perhitungan pada lampiran 1
Hasil kondensat yang diperoleh pada penelitian ini tidak jauh berbeda
dengan hasil penelitian Tranggono (1996) yaitu sebesar 52,85 %. Tranggono
menggunakan bahan baku berbagai jenis kayu dan tempurung kelapa serta
dilakukan pada suhu pembakaran 350 - 400 °C. Hasil kondensat pada
penelitian ini juga tidak jauh berbeda dari penelitian Luditama (2006) yaitu
sebesar 40,29% pada sabut kelapa dan 40,08% pada tempurung kelapa pada
suhu pembakaran 300°C.
Perbedaan jumlah rendemen distilat asap disebabkan oleh semakin
tinggi kandungan air dalam bahan baku maka semakin tinggi pula jumlah
rendemen distilat asap yang dihasilkan dan semakin panjang kondensor maka
kemungkinan mengkondisikan asap hasil pembakaran yang tidak sempurna
dalam proses ekstraksi distilat asap akan lebih optimal.
Gambar 3. Asap Cair Tempurung (A) dan Sabut (B) Kelapa dengan Pirolisis
Suhu 300 °C.
(A) (B)
22
Warna contoh asap cair yang diperoleh dari tempurung kelapa lebih
gelap daripada yang dihasilkan dari sabut kelapa (Gambar 3). Warna asap cair
dari tempurung kelapa berwarna merah bata kecoklatan, sedangkan asap cair
dari sabut kelapa berwarna merah bata kekuningan. Pembakaran tempurung
kelapa cenderung lebih banyak menghasilkan endapan ter yang dapat dilihat
dari endapan ter pada dasar wadah kondensat sehingga warna asap cair yang
dihasilkan lebih gelap.
Pada produksi asap cair secara pirolisis pada suhu 300°C dari sabut
kelapa terdapat kehilangan (loss) bobot rata-rata sebesar 12,31% sedangkan
pada tempurung kelapa rata-rata 23,56 %. Kehilangan bobot ini adalah
banyaknya bahan baku yang tidak terkonversi menjadi produk (kondensat
asap). Bobot yang hilang dapat berupa gas yang tidak terkondensasi dan
langsung manguap setelah melewati kondesor dan gas CO yang diproduksi
pada pembakaran tidak sempurna pada pirolisis. Selain itu, kehilangan bobot
pada proses pirolisis ini juga dapat berupa kerak yang tertinggal pada alat
pembakaran ataupun pada kondensor.
B. Komponen-Komponen pada Asap Cair
Pada penelitian ini fraksinasi komponen asap cair dilakukan dengan
ekstraksi bertahap menggunakan tiga pelarut, yaitu n-heksan, etil asetat, dan
metanol. Dari proses ekstraksi dihasilkan tiga fraksi utama dan dua fraksi
rafinat (crude). Untuk mengidentifikasi fraksi-fraksi yang diperoleh dilakukan
analisis proksimat dan uji GC-MS. Analisis GC-MS dilakukan untuk
mengetahui jenis-jenis senyawa yang terdapat pada asap cair. Campuran
senyawa yang dilewatkan pada kromatografi gas akan terpisah menjadi
komponen-komponen individual. Tiga senyawa dominan untuk masing-
masing fraksi utama asap cair setelah proses ekstraksi dapat dilihat pada tabel
5 dan tabel 6.
Luditama (2006) mengidentifikasi komponen asap cair dari tempurung
dan sabut kelapa dengan pirolisis suhu 300 °C dengan GC-MS. Pada asap cair
tempurung kelapa diperoleh 26 senyawa dengan senyawa dominan fenol
(34,45%), 2,6-dimethoxy fenol (12,58%) dan 2-methoxy fenol (9,81%).
23
Sedangkan pada asap cair sabut kelapa didapatkan 31 senyawa dengan
senyawa dominan fenol (44,10%), 2-methoxy fenol (14,84%) dan 1,2-
benzenediol (7,22%).
Gani (2007) mengidentifikasi komponen asap cair dari sampah organik
dengan ekstraksi bertahap pada fraksi metanolnya. Dari GC-MS diperoleh 61
senyawa dengan dua senyawa dominan yaitu 1,1-dimetil hidrazin (8,98%) dan
2,6-dimetoksi fenol (8,68%). Di antara ke-61 senyawa yang teridentifikasi
terdapat 17 senyawa (27,9%) golongan keton, 14 senyawa (23%) golongan
fenolik, 8 senyawa (13%) golongan asam karboksilat, 7 senyawa (11,5%)
golongan alkohol, 4 senyawa (6,6%) golongan ester, 3 senyawa (4,9%)
golongan aldehid dan lain-lain rata-rata 1 senyawa (1,6%).
Tabel 5. Senyawa Dominan dalam Asap Cair Tempurung kelapa Hasil
Deteksi GC-MS
No Sampel Komponen % Relatif Fenol 19,28 2-metoksi fenol 18,29
1 Tempurung-heksan
4-etil-2-metoksi fenol 10,79 Fenol 30,26 2,6-metoksi fenol 11,98
2 Tempurung-Etil asetat
Fenol 5,01 2-metilpropil ester asam butanoat
30,76
2-metil asam propanoat 8,13
3 Tempurung-Metanol
Fenol 6,15 Keterangan : Data lengkap ada pada lampiran 13-15.
Tabel 6. Senyawa Dominan di dalam Asap Cair Sabut kelapa Hasil
Deteksi GC-MS
No Sampel Komponen % Relatif Fenol 29,52 2-metoksi fenol 14,88
1 Sabut-Heksan
2-metoksi fenol 11,34 Fenol 41,58 2-6-metoksi fenol 7,83
2 Sabut-Etil asetat
3-metil fenol 6,14 1-3-thiazol 32,43 Asam butanoat etil ester 18,57
3 Sabut-Metanol
Tetrahidro 2-furanmetanol 9,23 Keterangan : Data lengkap ada pada lampiran 18-lampiran 20.
24
Dari hasil pengukuran menggunakan GC-MS diatas dapat diketahui
bahwa senyawa utama asap cair sebelum dan sesudah ekstraksi adalah
golongan fenolik dan asam. Pada fraksi tempurung-heksan diperoleh 56
senyawa dimana 27 senyawa diantaranya termasuk golongan fenolik dan
senyawa lainnya merupakan golongan keton, aldehid dan piridin dengan
persentase kurang dari 2%. Pada fraksi tempurung-etil asetat diperoleh 76
senyawa dimana 32 diantaranya termasuk golongan fenolik. Pada fraksi
tempurung-metanol diperoleh 32 senyawa dimana 9 diantaranya termasuk
golongan fenolik. Pada fraksi sabut-heksan diperoleh 26 senyawa dimana 15
diantaranya termasuk golongan fenolik. Pada fraksi sabut-etil asetat diperoleh
52 senyawa dimana 24 diantaranya termasuk golongan fenolik. Pada fraksi
sabut-metanol diperoleh 13 senyawa dimana 5 diantaranya termasuk golongan
fenolik.
Komponen fenol pada asap cair berasal dari dekomposisi lignin pada
suhu pembakaran mulai suhu 300°C sampai suhu 450°C (Girrard, 1992) yang
berarti pada suhu pembakaran 300 °C seharusnya tidak terdapat fenol. Namun,
pada penelitian ini diketahui bahwa pada suhu pembakaran 300 °C terdapat
fenol yang jumlahnya cukup besar. Dengan begitu dapat diketahui bahwa
fenol ternyata tidak hanya dihasilkan dari dekomposisi lignin saja, namun juga
dapat dihasilkan dari dekomposisi hemiselulosa atau selulosa pada suhu
pembakaran 300 °C.
C. Fraksinasi Asap Cair dengan Ekstraksi
Fraksinasi bertujuan untuk mendapatkan fraksi-fraksi asap cair
sehingga pemanfaatannya lebih tepat. Fraksinasi dilakukan dengan cara
mengukur sampel hasil pirolisis sabut dan tempurung kelapa pada suhu
300°C. Selanjutnya contoh asap cair diekstraksi secara berturut-turut dengan
pelarut n-heksan, etil asetat, dan metanol menggunakan botol pisah. (Gani,
2007). Ketiga pelarut ini dipilih berdasarkan sifat kepolarannya sehingga
diharapkan akan dapat memisahkan komponen-komponen asap cair yang
diinginkan.
25
Ekstraksi dilakukan dengan cairan umpan yang dalam penelitian ini
adalah sampel penelitian dengan pelarut yang dalam penelitian ini adalah n-
heksan, etil asetat dan metanol. Pelarut yang sudah mengandung komponen
asap cair disebut sebagai hasil ekstraksi atau fraksi utama dan sisa dari hasil
pelarutan ini adalah rafinat yang dalam penelitian disebut dengan crude. Crude
yang diperoleh pada ekstraksi akan dilarutkan dalam pelarut pada ekstraksi
tahap selanjutnya. Sampel hasil ekstraksi dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Hasil Ekstraksi Asap Cair Tempurung (A) dan Sabut (B) Kelapa.
(A) (B)
Dalam ekstraksi tiga tahap dengan pelarut yang berbeda tingkat
kepolarannya didapatkan fraksi-fraksi yang berbeda juga dari setiap ekstraksi.
Karena asap cair cenderung bersifat polar, maka pada saat dilarutkan ke dalam
heksan, fraksi yang terlarut sangat sedikit. Sedangkan komponen asap cair
yang terlarut dalam etil asetat lebih besar daripada komponen asap cair yang
terlarut dalam heksan tetapi lebih kecil jika dibandingkan komponen yang
terlarut dalam metanol. Dalam metanol asap cair terlarut 100%, sehingga
rendemen yang diperoleh adalah 50%.
Tabel 7. Hasil Pemurnian dengan Ekstraksi.
No. Sampel Volume terekstrak (%v/v)
1 Tempurung Heksan 3,222 2 Tempurung Etil asetat 3,248 3 Tempurung Metanol 50,00 4 Sabut Heksan 1,961 5 Sabut Etil asetat 2,574 6 Sabut Metanol 50,00
Keterangan : Data dan perhitungan pada Lampiran 2
26
Proses ekstraksi ini dilakukan dalam rentang waktu total 10 menit
sampai 30 menit. Pada ekstraksi asap cair dengan pelarut dilakukan
pengocokan yang berfungsi untuk mempercepat dan mempermudah proses
ekstraksi. Proses pengocokan dilakukan selama 10 sampai 30 menit secara
manual. Dari pengamatan visual dan analisa lamanya pengocokan tidak
memberikan hasil yang berbeda nyata, sehingga digunakan waktu minimal
pengocokan yaitu 10 menit. Pada ekstraksi dengan metanol semua asap cair
larut ke dalamnya, sehingga tidak di dapatkan crude dari tahap ini.
Untuk masing-masing sampel asap cair (tempurung dan sabut kelapa),
dihasilkan jumlah rendemen asap cair yang berbeda. Hal ini dapat dilihat dari
jumlah rendemen yang dihasilkan dari tahap satu (pelarut n-heksan) sampai
tahap tiga (pelarut metanol) semakin besar.
Berdasarkan hasil pengamatan dari ketiga hasil rendemen fraksi asap
cair yang terbesar adalah fraksi pada metanol yaitu sebesar 50%. Hal ini
disebabkan setelah melalui ekstraksi dua tahap dengan heksan yang bersifat
non polar dan etil asetat yang bersifat semipolar maka fraksi asap cair akan
cenderung bersifat polar sehingga larut 100% ke dalam metanol. Sedangkan
hasil yang terkecil adalah pada fraksi heksan. Hal ini dikarenakan asap cair
yang dihasilkan adalah berbahan organik sehingga menghasilkan asap cair
yang cenderung bersifat polar, sehingga hanya sedikit komponen yaitu 3,222%
untuk tempurung dan 1,961% untuk sabut kelapa yang terlarut dalam heksan.
D. Sifat Fisik dan Kimia Asap Cair
Kualitas asap cair sangat bergantung pada komposisi senyawa-
senyawa yang dikandungnya. Kriteria mutu asap cair baik cita rasa maupun
aroma sebagai ciri khas yang dimiliki asap ditentukan oleh golongan senyawa
asam dan fenol yang dikandungnya. Komponen kimia yang telah diidentikasi
pada asap cair antara lain senyawa-senyawa golongan fenol, karbonil, asam-
asam organik, furan, hidrokarbon, alkohol, dan lakton (Girard, 1992).
Pengujian kualitas asap cair terdiri dari pengujian sifat asap cair secara fisik
maupun kimia. Sifat fisik yang diamati adalah bobot jenis, sedangkan sifat
kimia yang diamati meliputi pH, kadar asam, dan kadar fenol.
27
1. Kadar Asam
Kadar asam merupakan salah satu sifat kimia yang menentukan
kualitas dari asap cair. Asam organik yang memiliki peranan tinggi dalam
pemanfaatan asap cair adalah asam asetat. Asam asetat terbentuk sebagian dari
lignin dan sebagian lagi dari komponen karbohidrat dari selulosa.
Senyawa-senyawa asam pada asap cair memiliki sifat antimikroba.
Sifat antimikroba tersebut akan semakin meningkat apabila asam organik ada
bersama-sama dengan senyawa fenol. Senyawa asam organik terbentuk dari
pirolisis komponen-komponen kayu seperti hemiselulosa dan selulosa pada
suhu tertentu. Penentuan kadar asam ini dengan menggunakan metode total
asam tertitrasi yang dihitung sebagai jumlah asam asetat dalam asap cair.
Tabel 8. Kadar Asam Asap Cair Hasil Pembakaran
No. Sampel Suhu (°C) Kadar asam (%) 1 Tempurung-Awal 300 15,59 2 Sabut-Awal 300 6,518
Keterangan : Data dan perhitungan pada Lampiran 24
Hasil pengamatan (tabel 8) kadar asam asap cair sebelum ekstraksi
menunjukkan bahwa asap cair memiliki kadar asam yang lebih kecil pada
sampel berbahan sabut kelapa. Perbedaan jumlah kadar asam ini dikarenakan
perbedaan kandungan hemiselulosa dan selulosa pada bahan pengasap yang
mengalami dekomposisi pada proses pirolisis dengan suhu pembakaran 300
°C. Kadar asam asap cair pada berbagai variasi bahan pengasap dan ektraksi
dengan pelarut dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Grafik Kadar Asam Asap Cair Hasil Pembakaran dan Ekstraksi.
0,002,004,006,008,00
10,0012,0014,0016,00
% K
adar
Asa
m
Tempurung AwalTempurung-HeksanTempurung-Etil AsetatTempurung-MetanolSabut-AwalSabut-HeksanSabut-Etil AsetatSabut-Metanol
Sampel Keterangan : Data dan perhitungan pada Lampiran 24
28
Kadar asam yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 0,11%
sampai 15,59% yang jauh berbeda dengan hasil Luditama (2006) yang
dihasilkan dengan distilasi yaitu berkisar antara 4,262 % sampai 59,934 %
dengan metode distilasi dan suhu 500°C. Darmadji (2002) menghasilkan kadar
asam berkisar antara 4,94 % sampai 29,10 % pada suhu 400 °C selama 1 jam.
Pada penelitian ini menghasilkan fraksi-fraksi berdasarkan perbedaan
kepolaran komponen dalam asap cair. Hal ini menyebabkan komponen yang
bersifat polar akan terdistribusi dalam pelarut etil asetat dan metanol dan
sangat kecil pada heksan yang merupakan pelarut non-polar. Keasaman dari
asap cair ini juga dipengaruhi oleh kadar fenol pada asap cair. Semakin tinggi
kadar fenol, maka asap cair akan menjadi semakin asam. Fraksi hasil ekstraksi
yang mengandung kadar asam paling besar adalah pada fraksi etil asetat yaitu
6,982% tempurung dan 2,806% sabut kelapa.
Komponen asap cair yang dihasilkan dari ekstraksi yang termasuk
dalam golongan asam organik berbeda antara masing-masing fraksi. Senyawa
asam yang teridentifikasi dengan GC-MS diantaranya adalah asam asetat
(0,28) dan metil 3-asetilpropanoat (0,10%) pada fraksi tempurung-heksan;
tetrahidrofurfuralasetat (0,45%) pada fraksi tempurung-etil asetat; dan 1,1-
dimetilpropil-2-etilheksanoat (2,32%) pada fraksi tempurung-metanol.
Sedangkan senyawa asam yang teridentifikasi dengan GC-MS diantaranya
adalah 4-hidroksi-3-metoksi asam benzoid (4,56%) pada fraksi sabut-heksan,
3-hidroksi metil asam benzoid (0,21%) pada fraksi sabut-etil asetat; dan etil
ester asam butanoid (18,57%) pada fraksi sabut-metanol.
2. Kadar Fenol
Fenol merupakan salah satu komponen utama asap cair yang
digunakan sebagai salah satu parameter mutu dalam menentukan kualitas asap
cair. Identifikasi fenol terhadap kualitas asap cair yang dihasilkan diharapkan
dapat mewakili kriteria dari mutu asap cair tersebut, sehingga sasaran
penggunaannya lebih tepat. Fenol pada asap cair dapat memberikan efek
antibakteri dan antimikroba pada bahan yang diasap. Selain itu, fenol juga
dapat memberikan efek antioksidan pada bahan makanan yang akan
diawetkan. Kadar fenol yang rendah pada asap cair memungkinkan asap cair
29
tersebut dapat dikonsumsi langsung oleh manusia. Kadar fenol pada pirolisis
dengan suhu 300°C adalah 2,425% pada asap cair tempurung kelapa dan
1,907% pada asap cair sabut kelapa. Kadar fenol asap cair dari tempurung dan
sabut kelapa dan hasil fraksinasi dengan esktraksi dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Kadar Fenol Hasil Pembakaran dan Ekstraksi.
0,000
0,500
1,000
1,500
2,000
2,500
% K
adar
Fen
ol
Tempurung AwalTempurung-HeksanTempurung-Etil AsetatTempurung-MetanolSabut-AwalSabut-HeksanSabut-Etil AsetatSabut-Metanol
Sampel Keterangan : Data dan perhitungan pada Lampiran 25
Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa perbedaan penggunaan bahan
pengasap mempengaruhi kadar fenol pada asap cair yang dihasilkan.
Perbedaan kadar fenol pada bahan pengasap ini disebabkan oleh perbedaan
kandungan lignin pada bahan pengasap. Lignin merupakan komponen kayu
yang apabila terdekomposisi akan menghasilkan senyawa fenol. Bahan
pengasap berhubungan langsung dengan jenis bahan yang terdiri atas kayu
keras ataupun bahan yang dapat dibakar yaitu selulosa, hemiselulosa, lignin,
persenyawaan protein dan mineral yang mempengaruhi keberadaan senyawa-
senyawa kimia asap (Djatmiko et al., 1985).
Kadar total fenol tertinggi pada penelitian ini, yaitu 2,425% untuk
sabut kelapa dan 1,907%. Nilai ini tidak berbeda jauh dari yang dihasilkan
Luditama 2006 yang berhasil memperoleh nilai fenol masing-masing 0.89%
dan 1.40% untuk sabut kelapa dan tempurung kelapa pada suhu 300°C. Kadar
senyawa fenolik yang diperoleh Yulistiani 1997 dalam asap cair hasil pirolisis
tempurung kelapa adalah 1.28%, sedangkan Nurhayati (2000) berhasil
memperoleh kadar fenol 3.24% dalam asap cair hasil pirolisa kayu tusam. Dari
hasil pengamatan nilai kadar fenol terbesar didapatkan pada sampel hasil
30
ekstraksi adalah pada fraksi etil asetat yaitu 1,009% pada tempurung dan
0,8747% pada sabut. Kadar fenol asap cair pada penelitian ini berkisar antara
0,2639 – 2,425% yang tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Luditama
(2006) yang mendapatkan kadar fenol pada rentang 0,39 - 1,44% dan hasil
penelitian Maga (1988) yaitu kadar fenol sebesar 0,2 % - 2,9 %.
Komponen asap cair yang dihasilkan dari ekstraksi yang termasuk
dalam golongan fenolik berbeda antara masing-masing fraksi. Senyawa
fenolik dari berbagai fraksi yang dihasilkan pada umumnya merupakan
senyawa yang dominan seperti dapat dilihat pada tabel sebelumnya tentang
komponen dominan asap cair pada tabel 7 dan 8. Selain senyawa dominan
tersebut juga dihasilkan beberapa senyawa fenolik lain diantaranya 2,6-
xylenol dan 2,6 metoksi fenol pada fraksi tempurung-heksan yang merupakan
pemberi aroma saat digunakan. Selain itu juga terdapat cis-metil isoeugenol
(0.06%) pada fraksi tempurung-etil asetat, maltol (1.09%) pada fraksi
tempurung-metanol dan 1,2-benzenediol (total 9.28%) pada fraksi sabut-etil
asetat.
3. Nilai pH
Nilai pH merupakan salah satu parameter kualitas asap cair yang
dihasilkan. Pengukuran nilai pH dalam asap cair yang dihasilkan bertujuan
untuk mengetahui tingkat proses penguraian bahan baku untuk menghasilkan
asam organik berupa asap secara pirolisis. Hasil pengukuran pH rata-rata
dalam asap cair hasil pirolisis sabut dan tempurung kelapa dapat dilihat pada
tabel 9.
Tabel 9. Nilai pH Asap Cair Hasil Pembakaran
No. Sampel Suhu (°C) pH
1 Tempurung-Awal 300 2,997
2 Sabut-Awal 300 3,563 Keterangan : Data lebih lengkap pada Lampiran 2
31
Gambar 7. Grafik Nilai pH Asap Cair Hasil Pembakaran dan Ekstraksi.
0,0000,5001,0001,5002,0002,5003,0003,5004,0004,500
pH
Tempurung AwalTempurung-HeksanTempurung-Etil AsetatTempurung-MetanolSabut-AwalSabut-HeksanSabut-Etil AsetatSabut-Metanol
Sampel
Keterangan : Data dan perhitungan pada Lampiran 2
Jika nilai pH rendah berarti asap yang dihasilkan berkualitas tinggi
terutama dalam hal penggunaanya sebagai bahan pengawet makanan
(Nurhayati 2000). Nilai pH yang rendah secara keseluruhan berpengaruh
terhadap nilai awet dan daya simpan produk asap ataupun sifat
organoleptiknya. Karena pada pH yang rendah mikroba atau bakteri sebagai
pengganggu dalam proses pengawetan cenderung tidak dapat hidup dan
berkembangbiak dengan baik.
Dilihat dari nilai pH pada semua hasil pengukuran asap cair tergolong
asam. Pengukuran nilai pH ini dilakukan dengan menggunakan alat pH meter.
Pada hasil pengukuran dapat dilihat nilai pH pada setiap tahap ekstraksi
mengikuti pola naik yaitu dari tahap satu ke tahap berikutnya nilai pH semakin
naik. Dari bahasan kadar asam dan kadar fenol dapat diketahui bahwa semakin
tinggi kadar fenol dan kadar asam maka semakin tinggi tingkat keasaman asap
cair atau nilai pH-nya rendah. Pada fraksi hasil ekstraksi komponen asam dan
fenol asap cair terekstrak pada tahap ekstraksi, sehingga sifat keasaman fraksi
yang dihasilkan menurun.
Pada hasil pengukuran menunjukkan bahwa sabut kelapa memiliki
nilai pH yang lebih besar dibandingkan dengan tempurung kelapa. Hal ini
dikarenakan tempurung kelapa memiliki komponen hemiselulosa dan selulosa
lebih besar daripada sabut kelapa sehingga jumlah asam yang dihasilkan lebih
besar. Hemiselulosa dan selulosa adalah komponen kayu yang apabila
32
terdekomposisi akan menghasilkan senyawa-senyawa asam organik seperti
asam asetat. Selain itu, perbedaan nilai pH dari sabut dan tempurung kelapa
juga dipengaruhi oleh kadar fenol dari kedua bahan tersebut. Semakin tinggi
kadar fenol dari asap cair, maka semakin tinggi tingkat keasamannya yang
artinya semakin rendah pula nilai pH dari asap cair tersebut.
4. Bobot Jenis
Bobot jenis merupakan rasio antara berat suatu contoh dengan
volumenya. Dalam sifat fisik asap cair, bobot jenis tidak berhubungan
langsung dengan tinggi rendahnya kualitas asap cair yang dihasilkan. Namun
bobot jenis dapat menunjukkan banyaknya komponen yang ada dalam asap
cair. Penentuan bobot jenis asap cair dilakukan dengan menggunakan alat
piknometer. Bobot jenis asap cair pada berbagai bahan pengasap hasil
pembakaran dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Bobot Jenis Asap Cair Hasil Pembakaran
No. Sampel Suhu (°C) Bobot jenis (g/ml)
1 Tempurung-Awal 300 1,040
2 Sabut-Awal 300 1,019 Keterangan : Data dan perhitungan pada Lampiran 26
Hasil pengamatan bobot jenis asap cair hasil pirolisis menunjukkan
bahwa jenis sampel tidak mempengaruhi nilai bobot jenis asap cair. Bobot
jenis dari kedua sampel asap cair menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda
yaitu berkisar antara 1,040 untuk tempurung kelapa dan 1,019 untuk sabut
kelapa. Hasil yang didapat tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian
Nurhayati (2000) yang menggunakan bahan pengasap kayu mengium dan
tusam dengan bobot jenis asap cair antara 1,019 sampai 1,028 dan Luditama
(2006) yaitu 1,084 sampai1,119 menggunakan tempurung dan sabut kelapa.
Hasil pengamatan bobot jenis fraksi asap cair pada penelitian ini lebih besar
daripada standar wood vinegar Jepang yang bernilai 1,001 sampai 1,005.
33
Gambar 8. Grafik Bobot Jenis Asap Cair Hasil Pembakaran dan Ekstraksi.
0,000
0,200
0,400
0,600
0,800
1,000
1,200
Bobo
t Jen
is m
g/m
l
Tempurung AwalTempurung-HeksanTempurung-Etil AsetatTempurung-MetanolSabut-AwalSabut-HeksanSabut-Etil AsetatSabut-Metanol
Sampel Keterangan : Data dan perhitungan pada Lampiran 26
Dari hasil pengamatan fraksi ekstraksi bobot jenis terbesar adalah
fraksi asap cair dengan pelarut etil asetat yaitu 0,9385 g/ml pada tempurung
kelapa dan 0,6619 g/ml pada sabut kelapa dengan pelarut heksan.
E. Crude
Dalam proses ekstraksi dihasilkan dua produk, yaitu produk yang
terlarut dalam larutan pengekstrak atau ekstrak dan sisa ekstraksi yang
merupakan larutan induk yang tidak larut dalam pelarut atau rafinat. Dalam
penelitian ini digunakan istilah fraksi ekstraksi utama untuk ekstrak dan crude
untuk rafinat. Crude pada masing-masing bahan pengasap (tempurung dan
sabut kelapa) dalam penelitian ini dihasilkan dari ekstraksi tahap pertama
dengan pelarut heksan dan tahap kedua dengan pelarut etil asetat. Sedangkan
pada ekstraksi tahap ketiga dengan metanol tidak di dapatkan crude karena
semua sampel larut ke dalamnya. Identifikasi terhadap crude dilakukan
dengan analisa proksimat dan GC-MS seperti yang dilakukan pada fraksi
utama. Hal ini dilakukan untuk membandingkan kandungan fraksi utama dan
fraksi crude, sehingga dapat dimanfaatkan dengan tepat. Hasil analisa sifat
fisik dan kimia crude dapat dilihat pada tabel 11.
34
Tabel 11. Sifat Fisik dan Kimia Asap Cair Hasil Pembakaran dan Crude.
No. Sampel Bobot jenis (g/ml)
pH Kadar asam (%)
Rendemen (%)
Kadar fenol (%)
1 Tempurung-
Awal 1,040 2,997 15,59 38,69 2,425
2 Tempurung-
Heksan-Crude 1,029 3,043 17,65 - 0,951
3
Temputung-
Etil Asetat-
Crude
1,026 3,313 11,05 - 0,777
4 Sabut-Awal 1,019 3,563 6,518 49,10 1,907
5 Sabut-Heksan-
Crude 1,018 3,470 5,296 - 0,9155
6 Sabut-Etil
Asetat-Crude 1,009 3,590 4,197 - 0,5697
Bobot jenis crude dari hasil yang diperoleh mengikuti sebaran teratur
yaitu semakin menurun dari awal pembakaran sampai setelah ekstraksi dua
tahap. Penurunan bobot jenis disebabkan oleh larutnya beberapa komponen
asap cair pada pelarut, sehingga komponen pada asap cair semakin berkurang.
Nilai pH yang didapatkan pada crude pada umumnya semakin tinggi
seiring dengan tahapan ekstraksi. Namun pada sampel sabut-heksan-Crude pH
mengalami penurunan dari pH awal kemudian mengalami kenaikan pada
crude dari fraksi metanol. Nilai pH yang semakin naik ini menunjukkan sifat
asam asap cair semakin berkurang. Hal ini dikarenakan beberapa komponen
fenol dan senyawa asam telah terekstrak, sehingga tingkat keasaman asap cair
semakin rendah.
Kadar fenol yang dihasilkan pada crude sama seperti bobot jenis yaitu
mengalami penurunan pada setiap tahap. Penurunan ini disebabkan karena
beberapa komponen fenolik telah larut dalam pelarut pada tahap sebelumnya.
Kadar fenol yang diperoleh pada crude pada umumnya lebih besar daripada
kadar fenol pada sampel hasil ekstraksi.
35
Kadar asam asap cair pada crude diperoleh hasil semakin lama
semakin menurun. Kadar asam yang semakin menurun disebabkan karena
komponen senyawa asam organik dalam asap cair teresktrak dalam pelarut
pada tahap sebelumnya. Senyawa dominan untuk masing-masing fraksi crude
dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12. Senyawa Dominan dalam Crude Asap Cair Tempurung dan
Sabut Kelapa Hasil Deteksi GC-MS
No Sampel Komponen % Relatif fenol 18,12 2,6-metoksi fenol 12,53 1
Tempurung-heksan-Crude
5-metil, 2-heptamin 5,26 Nitro-2 metil-2 butana 34,99 2,6-metoksi fenol 6,71 2
Tempurung-Etil asetat-Crude
3-metil butanal 6,70 fenol 15,50 2,6-metoksi fenol 8,36 1
Sabut-heksan-Crude
fenol 6,69 2-metil-3-betena-2-ol 44,84 tiazol 8,31
2 Sabut-Etil asetat-Crude
3-etil, 1-pentena 6,51 Keterangan : Data lengkap ada pada lampiran 16,17,21 dan 22.
Dari hasil GC-MS dapat diketahui bahwa kandungan fenol dan
senyawa lain dalam asap cair masih besar. Dari fraksi tempurung-heksan
crude dipeoleh 90 senyawa dimana 33 senyawa diantaranya termasuk
golongan fenolik dan senyawa lainnya merupakan golongan keton, aldehid
dan piridin dengan persentase kurang dari 5%. Pada fraksi tempurung-etil
asetat crude diperoleh 38 senyawa dimana 10 diantaranya termasuk
golongan fenolik. Pada fraksi sabut-heksan crude diperoleh 58 senyawa
dimana 27 diantaranya termasuk golongan fenolik. Pada fraksi sabut-etil
asetat crude diperoleh 21 senyawa dimana 9 diantaranya termasuk golongan
fenolik.
36
F. Uji Coba Asap Cair
Pemanfaatan asap secara tradisional sudah ada dalam kurun waktu lama.
Penggunaan asap terutama pada bahan makanan misalnya ikan yang dikenal
dengan ikan asap. Seiring dengan perkembangan waktu, maka penggunaannya
pun semakin luas. Kondensat asap (asap cair) dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pengawet makanan, bahan makanan, sayur-sayuran dan buah-buahan. Selain itu
asap cair juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk dan bioinsektisida.
Pemanfaatan asap cair sebagai bioinsektisida dilakukan oleh Gani (2007)
dengan membuat asap cair dari sampah organik yang diaplikasikan pada tanaman
daun dewa. Wastono (2006) juga memanfaatkan asap cair dari tempurung kelapa
sebagai desinfektan untuk memperpanjang umur simpan buah pisang ambon.
Sedangkan pada makanan Gumanti (2006) menggunakan asap cair dari tempurung
kelapa untuk mengawetkan mie basah dan Damayanti (2002) dalam pembuatan
tahu asap.
Dalam penelitian ini dilakukan dua percobaan yaitu penggunaan fraksi
dari asap cair hasil ekstraksi pada Ikan Selar dan asap cair hasil pembakaran pada
pisang mas. Fraksi ekstraksi yang digunakan adalah fraksi metanol dan etil asetat
karena mempunyai kandungan asam dan fenol yang lebih besar. Sedangkan
perlakuan perendaman lebih banyak pada fraksi metanol karena fraksi ini
mengandung asam yang cukup tinggi dan kandungan fenol yang lebih rendah dari
fraksi etil asetat. Hasil dari percobaan ini dapat dilihat pada gambar-gambar
berikut 9 dan 10.
Gambar 9. Hasil Percobaan Ikan Selar Hari ke-1.
Kontrol (A) 25 TE 60 (kiri) dan 50 TE 60 (kanan)
37
50 SM 60 (kiri) dan 50 TM 60 (kanan) 50 SE 60 (kiri) dan 25 SE 60 (kanan)
Dari kiri ke kanan (25 SM 60, 25 SM 45, 25 SM 30 dan 25 SM 15)
Dari kiri ke kanan (25 TM 60, 25 TM 45, 25 TM 30 dan 25 TM 15)
Gambar 10. Hasil Percobaan Ikan Selar Hari ke-3.
A B C Keterangan : 50 SM 60 (A kiri), 50 TM 60 (A kanan), 25 SE 60 (B kiri), 50 SE 60 (B kanan),
25 TE 60 (C kiri) dan 50 TE 60 (kanan).
Dari kiri ke kanan (25 SM 60, 25 SM 45, 25 SM 30 dan 25 SM 15)
38
Dari kiri ke kanan (25 TM 60, 25 TM 45, 25 TM 30 dan 25 TM 15)
Pengamatan pada percobaan Ikan Selar dilakukan secara visual dan
organoleptik. Pada H-0 tidak dilakukan pengambilan gambar. Kondisi pada H-0
Ikan termasuk dalam ikan yang kesegarannya masih baik. Hal ini dapat dilihat
dari keadaan mata yang masih cemerlang dan daging ikan tidak lunak. Kondisi
kontrol sudah mengalami masa kemunduran mutu setelah 8 jam. Hal ini dapat
dilihat dari penampakan insang yang sudah mulai kusam dan bau ikan yang
cenderung mendekati busuk. Sedangkan pada ikan yang direndam dengan fraksi
asap cair masih menunjukkan tingkat kesegaran yang baik. Hal ini dikarenakan
fraksi-fraksi asap cair mampu berfungsi sebagai bakterisidal dan fungisidal. Ikan
yang direndam dengan fraksi asap cair mempunyai bau yang khas seperti ikan
asap terutama pada fraksi etil asetat. Hal ini dikarenakan kandungan asam dan
fenol yang cukup besar, sehingga menghasilkan aroma asap yang kuat.
Pada H-3 Kondisi ikan sudah mengalami penurunan dimana mulai
terdapat jamur pada permukaan ikan. Pada ikan yang di awetkan dengan fraksi
metanol terdapat jamur yang lebih banyak dari pada ikan yang di awetkan dengan
fraksi etil asetat. Hal ini dikarenakan kandungan fenol yang lebih besar pada
fraksi etil asetat, sehingga mempunyai fungsi fungisidal yang lebih baik. Ikan
pada hari ke-3 juga sudah menunjukkan bau yang cenderung tidak sedap kecuali
pada fraksi etil asetat yang masih beraroma asap yang kuat, tetapi sudah tidak
sesegar pada hari sebelumnya. Sedangkan perbedaan waktu perendaman dan
bahan pengasap tidak berpengaruh nyata secara visual dan organoleptik, sehingga
waktu minimal sebaiknya yang digunakan dalam perendaman agar efisien waktu.
Perendaman ikan dengan asap cair juga dilakukan oleh Bambang (www.google-
UGM.com) pada Koperasi Nyiur Melambai dengan konsentrasi 25% asap cair
selama 10-15 menit bertahan selama 25 hari. Ketahanan yang lebih lama ini
didapatkan dengan penggaraman dan pengeringan sebelum pengasapan.
39
Percobaan perendaman pisang pernah dilakukan oleh Wastono (2006)
untuk memperpanjang masa simpan buah pisang ambon. Percobaan pada pisang
mas dilakukan dengan merendam pisang mas dalam larutan asap cair hasil
pirolisis tanpa pengenceran dan dengan konsentrasi 25 % dan perendaman selama
satu jam untuk masing bahan pengasap. Hasil percobaan dapat dilihat pada
gambar 11.
Gambar 11. Hasil Percobaan Asap Cair Hasil Pirolisis pada Pisang Mas.
A1 B1 C1 D1 E1
A3 B3 C3 D3 E3
A9 B9 C9 D9 E9
Keterangan : A1 (kontrol H-1), B1 (S 60 25% H-1), C1 (T 60 25% H-1), D1 ( S 60 H-1),
E1 (T 60 H-1), A3 (kontrol H-3), B3 (S 60 25% H-3), C3 (T 60 25% H-3),
D3 ( S 60 H-3), E3 (T 60 H-3), A9 (kontrol H-9), B9 (S 60 25% H-9),
C9 (T 60 25% H-9), D9 ( S 60 H-9), dan E9 (T 60 H-9).
Dari hasil percobaaan dapat dilihat bahwa perendaman dengan asap cair
dengan konsentrasi 25% tidak memberikan hasil yang berbeda dengan kontrol
secara visual. Sedangkan pada fraksi asap cair yang tidak diencerkan memberikan
40
penampakan visual pisang mas yang kurang menarik karena lapisan asap cair
yang gelap. Dari perbedaan bahan pembuat asap tidak berpengaruh nyata terhadap
perlakuan baik dari segi penampakan visual. Pisang dengan perlakuan
perendaman dengan asap cair dari tempurung mempunyai penampakan yang lebih
gelap karena warna asap cair tempurung lebih gelap daripada asap cair dari sabut.
Sedangkan dari segi rasa dan aroma, pisang dengan perlakuan perendaman dengan
asap cair 25% tidak berbeda jauh dari kontrol, tetapi aroma dan rasa kontrol lebih
enak. Sedangkan pada perlakuan perendaman dengan asap cair tanpa pengenceran
didapatkan aroma dan rasa pisang seperti dibakar.
41
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kadar fenol dan kadar asam asap cair pada suhu pembakaran 300°C dari
tempurung kelapa lebih tinggi dari asap cair sabut kelapa dengan nilai
masing-masing sebesar 2,25 % dan 15,59 % (b/v) untuk tempurung kelapa
serta 1,91 % dan 6,52% (b/v) untuk sabut kelapa.
2. Pada pemurnian asap cair dengan pelarut heksan, etil asetat dan metanol
pada tempurung kelapa diperoleh volume terekstrak 3,22%, 3,25% dan
50,00% (v/v) dan pada asap cair sabut kelapa diperoleh volume terekstrak
1,96%, 2,57% dan 50,00% (v/v) untuk masing-masing pelarut.
3. Dari identifikasi GC-MS didapatkan senyawa yang sebagian besar adalah
golongan fenol sedangkan golongan asam tidak banyak terdeteksi karena
penggunaan kolom GC-MS yang kurang tepat.
4. Senyawa fenol tertinggi fraksinasi hasil deteksi dengan GC-MS fraksi
tempurung kelapa-heksan adalah fenol (19,28%); fraksi tempurung kelapa-
etil asetat adalah fenol (30,26%); fraksi tempurung kelapa-metanol adalah
2-metilpropil ester asam butanoit (30,76%); fraksi sabut kelapa-heksan
adalah fenol (29,52%); fraksi sabut kelapa-etil asetat adalah fenol
(41,58%) dan fraksi sabut kelapa-metanol adalah 1-3-tiazol (32,43%).
5. Fraksi asap cair berpotensi sebagai pengawet makanan dengan fraksi-etil
asetat konsentrasi 25% dan 50% v/v tempurung dan sabut kelapa berhasil
mengawetkan Ikan Selar sampai 3 hari.
B. Saran
1. Dilakukan penguapan pelarut pada aplikasi fraksi asap cair hasil ekstraksi
dan analisis lebih lanjut pada produk hasil aplikasinya.
2. Perlu penggunaan kolom GC-MS yang lebih tepat, sehingga komponen
asam pada asap cair dan fraksi-fraksinya dapat teridentifikasi dengan baik.
3. Adanya analisis lebih lanjut dengan ekstraksi menggunakan berbagai
macam perbandingan antara pelarut dan sampel.
42
DAFTAR PUSTAKA
Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Method of Analysis.
16th edition. Assiciation of Official Analytical Chemist, Inc. Washington. Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan.
Terjemahan H. Purnomo dan Adiono. Indonesian University Press. Jakarta. Cutting, C. I. 1965. Smoking dalam Fish As Food. Vol 3. Edited by Borgstorm. G.
New York. Academic Press. 55-105p. Darmadji, P. 1995 Produksi Asap Cair dan Sifat-Sifat Fungsionalnya. Fakultas
Teknologi Pangan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Darmadji, P. 2002. Optimasi Pemurnian Asap Cair dengan Metode Redistilasi.
Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 8(3);267-171. Damayanti, R. 2002. Pembuatan Tahu Asap dari Tahu Keras dengan Metode
Pengasapan Panas dan Pengasapan Cair. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Daun, H.1979. Interaction of Wood Smoke Components and Foods. Food
Technol. 33 (5) 66-71. Djatmiko, B., S. Ketaren dan Setyakartini. 1985. Arang Pengolahan dan
Kegunaannya. Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Djuhanda t. 1981. Dunia ikan. Armico. Bandung. Eklund. 1982. Inhibitor of Clostridium botulinum Types A and B Toxin
Production by Liquid Smoke and NaCl in Hot Process Smoke Flavoured Fish. J. Food Protect. 6:32-41.
Fessenden R. J. dan Joan S. Fessenden. 1982. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 1.
Erlangga. Jakarta. Fiddler, W., A.E. Wasserman dan R.C. Doer. 1970. Smoke Flavor Fraction of a
Liquid Smoke Solution. J. Agr. Food Chem. 18 (5) :934 – 936. Gani, Abdul. 2007. Konversi Sampah Organik Pasar Menjadi Komarasca (
Kompos-Arang Aktif-Asap Cair) dan Aplikasinya pada Tanaman Daun Dewa. Thesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Girrard, J.P. 1992. Technology of Meat and Meat Products. Ellis horwood. New
York.
43
Grimwood, B. E. 1975. Coconut Palm Product Tropical. London. Product Institute.
Gumanti, Fajar M. 2006. Kajian System Produksi Distilat Asap Tempurung
Kelapa dan Pemanfaatannya Sebagai Alternatif Bahan Pengawet Mie Basah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Hammerschmidt, P.A. dan D.E Pratt. 1978. Phenolic Antioxidant dalam N.
Andarwulan, D. Fardiaz, G.A. Wattimena. Reinw. Jurnal Agricultural Food Chemistry 47: 3158-3163
Hanendoyo, C. 2005. Kinerja Alat Ekstraksi Asap Cair Dengan Sistem
Kondensasi. Skripsi. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor Harris, R. S. dan E. Karmas. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Pangan.
Terjemahan Achmadi S., Bandung Technology Institute Press, Bandung. Hollenbeck, C. M. 1978. Summaries of Addition Paper on Smoke Curing. The
Symposium Smoke Curing Advances in Theory of Food Tech. Dallas. Texas June 4-7
Hurrell, R.F. 1984. Reactions of Food Proteins During Processing and storage and
Their Nutritional Concequences dalam B.J.F. Hudson (ed). Developments in Food Proteins. Elsivier Applied science Publisher. London
Immamura, E., dan Y. Watanabe. 2004. Anti-Allergy Composition Comprising
Wood Vinegar or Bamboo Vinegar-Distilled Solution. United States Patent Application. Cleveland.
Joseph, G. H. dan J. G. Kindagen. 1993. Potensi dan Peluang Pengembangan
Tempurung, Sabut dan Batang Kelapa untuk Bahan Baku. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa III, Yogyakarta.
[LTP] Lembaga Teknologi Pertanian. 1974. Metode dan Prosedur Pemerikasaan
Kimiawi Hasil Perikanan. Dirjen Perikanan Departemen Pertanian. LTP. Jakarta
Luditama, Candra. 2006. Isolasi dan Pemurnian Asap Cair Berbahan Dasar
Tempurung dan Sabut Kelapa Secara Pirolisis dan Distilasi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Maga, J.A. 1988. Smoke in Food Processing. CRC Press. Florida. Moeljanto. 1982a. Pengasapan dan Fermentasi Ikan. PT. Penebar Swadaya IKAPI.
Jakarta
44
Moody, M. W. dan G. J. Flick. 1990. Smoked, Cured, and Dried Fish. Di dalam Martin, R. E. Dan G. J. Flick (eds.) The Seafood Industry. Van Nostrand Reinhold. New York.
Noor, E. 2002. Proses Hilir. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Bogor Nurhayati, T. 2000. Produksi Arang dan Destilat Kayu Mangium dan Tusam dari
Tungku Kubah. Buletin Penelitian Hasil Hutan 18(3);137-151. Nurhayati, T., Sylviani, dan Mahpudin. 2003. Analisis Teknis dan Ekonomis
Produksi Terpadu Arang dan Cuka Kayu dari Tiga Jenis Kayu. Buletin Penelitian Hasil Hutan 21(2) ; 155-166.
Online Ensiklopedi. 2007. www.wikipedia.com Paris O. C. Zollfrank dan G.A. Zickler. 2005. Decomposition and Carbonization
of Wood Biopolymer Microstructural Study of Softwood Pyrolisis. Carbon 43: 53-66
Pearson, A.M. dan F.W. Tauber. 1973. Processed Meats, second edition. AVI
Publishing Company Inc., Wesport Connecticut. Pszczola, Donald E. 1995. Tour Highlights Production and Uses of Smoke-Based
Flavors. Food Technol. 49(1);70-74. Redaksi Trubus. 1998. Berkebun Pisang Secara Intensif. Penebar Swadaya.
Jakarta Satuhu, S. Dan Suryadi. 2000. Pisang: Budidaya, Pengelolaan dan Prospek Pasar.
Penebar Swadaya. Jakarta Stansby ME. 1982. Properties of Fish Oils and Their Application to Handling of
Fish and to Nutrional and Industrial Use. In Chemistry And Biochemistry Of Marine Food Products. RE Martin (Ed). Westport conecticut : the AVI Publishing company
SIPUK dalam www.bi.go.id. Tillman, D. A., A. J. Rossi dan W. D. Kitto. 1981. Wood Combustion, Principles,
Processes, and Economics.Academic Press. New York. Tranggono, Suhardi, B. Setiadji, P.Darmadji, Supranto, dan Sudarmanto. 1996.
Identifikasi Asap Cair dari Berbagai jenis Kayu dan tempurung Kelapa. J. Ilmu dan Teknologi Pangan 1(2);15 – 24.
45
Wastono. 2006. Kajian Sistem Produksi Distilat Asap Tempurung Kelapa Dan
Aplikasinya Sebagai Disinfektan Untuk Memperpanjang Masa Simpan Buah
Pisang Ambon (Musa paradisica L). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Bogor
Whittle, K. J., P. Howgate. 2002. Glossary of Fish Technology Terms.
www.onefish.org/global/ishTechnologyGlossaryFeb02. Wibowo, Singgih. 2002. Industri Pengasapan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta Winarno, F.G., S. Fardias dan D. Fardias. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT.
Gramedia. Jakarta Yulistiani, R. 1997. Kemampuan Penghambatan Asap Cair Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Pathogen dan Perusak Pada Lidah Sapi. Program Pascasarjana, Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Zaitsev, I., I. Kizeveter, L. Lacunov, T. Makarova, L. Mineer, dan V. Podsevalor.
1969. Fish Curing and Processing. Mir Publishers. Moskow.
46
Lampiran 1. Data dan Perhitungan Pirolisis
No. Sampel Suhu (°C)
Bobot Basah (g)
Bobot Kering
(g)
Kadar Air (%)
Bobot Kondensat
(g)
Persen Kondensat
(%b/b)
Bobot Arang
(g)
Persen Arang (%b/b)
Kadar Abu (%)
1 Tempurung 1 300 2567 2292.32 12.07 851 37.12 1057 46.11 3.40
2 Tempurung 2 300 2500 2239.46 11.63 959 42.82 1029 45.95 3.04
3 Tempurung 3 300 2509 2258.94 11.07 816 36.12 1079 47.77 3.05
Rata-rata 2525.33 2263.57 11.59 875.33 38.69 1055 46.61 3.16
4 Sabut 1 300 533 427.12 24.79 191 44.72 258 60.40 7.36
5 Sabut 2 300 622 508.57 22.30 239 46.99 267 52.50 9.52
6 Sabut 3 300 510 417.25 22.27 232 55.60 274 65.67 7.97
Rata-rata 555.00 450.98 23.12 220.37 49.10 266.33 59.52 8.28
47
Lampiran 1. Data dan Perhitungan Pirolisis Contoh perhitungan :
Tempurung 1
Berat kering = Bobot basah × 100 %
100 + % kadar air
= 2567 g × 100 % = 2292.32 g
100 + 12.07
Persen Kondensat = Bobot Kondensat × 100 % Bobot Kering
= 851 g x 100 % = 37.12 % 2292.32 g
Persen Arang = Bobot Arang × 100 % Bobot Kering
= 1057 g × 100 % = 46,11% 2292.32 g Rata-rata
Persen kondensat rata-rata = % kondensat ulangan 1 + % kondensat ulangan 2 + % kondensat ulangan 3 3
= 37.12 % + 42.82 % + 36.12 3
= 38.69 %
48
Lampiran 2. Data dan Perhitungan Sifat Fisik Asap Cair Sebelum Ekstraksi
No. Sampel Suhu ( °C ) Bobot jenis (g/ml) Nilai pH Kadar asam
(%) Rendemen (%) Kadar fenol (%)
1 Tempurung 1 300 1,037 3,16 15,29 37,12 2,287 2 Tempurung 2 300 1,041 2,89 15,44 42,82 2,482 3 Tempurung 3 300 1,042 2,94 16,05 36,12 2,505 Tempurung-Awal 300 1,040 2,997 15,59 38,69 2,425 4 Sabut 1 300 1,027 4,11 5,930 44,72 2,604 5 Sabut 2 300 1,016 3,35 6,661 46,99 2,137 6 Sabut 3 300 1,015 3,23 6,962 55,60 0,9784 Sabut-Awal 300 1,019 3,563 6,518 49,10 1,907
Contoh Perhitungan : Sabut 1 Rata-rata bobot jenis (g/ml) = Bobot jenis sabut 1 + Bobot jenis sabut 2 + Bobot jenis sabut 3 3 = 1.027 (g/ml) + 1.016 (g/ml) + 1.015 (g/ml) 3 = 1.019 (g/ml)
49
Lampiran 2. Data dan Perhitungan Sifat Fisik Asap Cair Sesudah Ekstraksi
No. Sampel Bobot jenis (g/ml) Nilai pH Kadar asam (%) Rendemen (%) Kadar fenol (%) 1 Tempurung 1-Heksan 0,6654 3,36 0,3579 3,846 0,424 2 Tempurung 2-Heksan 0,6685 3,47 0,3927 2,439 0,523 3 Tempurung 3-Heksan 0,6645 3,03 0,2882 3,382 0,373
Rata-rata Tempurung-Heksan 0,6661 3,29 0,3462 3,222 0,4398 4 Tempurung 1-Etil asetat 0,9339 3,84 6,590 2,837 0,975 5 Tempurung 2-Etil asetat 0,9410 3,31 8,370 3,488 1,052 6 Tempurung 3-Etil asetat 0,9405 3,51 5,985 3,419 1,000
Rata-rata Tempurung-Etil asetat 0,9385 3,55 6,982 3,248 1,009 7 Tempurung 1-Metanol 0,9217 4,15 5,704 50,00 0,356 8 Tempurung 2-Metanol 0,9177 3,72 5,925 50,00 0,292 9 Tempurung 3-Metanol 0,9212 3,85 7,050 50,00 0,425
Rata-rata Tempurung-Metanol 0,9202 3,91 6,227 50,00 0,3575 10 Sabut1-Heksan 0,6617 3,83 0,0841 1,961 0,290 11 Sabut 2-Heksan 0,6636 3,01 0,1631 1,961 0,301 12 Sabut 3-Heksan 0,6604 3,15 0,09464 1,961 0,216
Rata-rata Sabut-Heksan 0,6619 3,33 0,1140 1,961 0,2692 13 Sabut 1-Etil asetat 0,9192 4,16 2,994 2,857 1,076 14 Sabut 2-Etil asetat 0,9164 3,32 3,173 3,226 0,872 15 Sabut 3-Etil asetat 0,9194 3,24 2,252 1,639 0,676
Rata-rata Sabut-Etil asetat 0,9183 3,57 2,807 2,574 0,8747 16 Sabut1-Metanol 0,9193 4,39 2,261 50,00 0,446 17 Sabut 2-Metanol 0,9202 3,71 2,516 50,00 0,180 18 Sabut 3-Metanol 0,9191 4,10 2,567 50,00 0,165
Rata-rata Sabut-Metanol 0,9195 4,07 2,448 50,00 0,2639
50
Lampiran 2. Data dan Perhitungan Sifat Fisik Asap Cair
Rafinat (crude) dari ekstraksi
No. Sampel Bobot jenis (g/ml) Nilai pH Kadar asam (%) Kadar fenol (%) 1 Tempurung 1-Heksan-C 1,034 3,26 17,10 1,150 2 Tempurung 2-Heksan-C 1,016 2,99 16,20 0,5233 3 Tempurung 3-Heksan-C 1,038 2,88 19,63 1,179 Tempurung-Heksan-C 1,029 3,04 17,65 0,951 4 Tempurung 1-Etil asetat-C 1,017 3,56 10,60 0,4915 5 Tempurung 2-Etil asetat-C 1,040 3,19 10,08 1,182 6 Tempurung 3-Etil asetat-C 1,021 3,19 12,48 0,6558 Tempurung-Etil asetat-C 1,026 3,31 11,05 0,777 7 Sabut1-Heksan-C 1,025 3,85 7,06 1,155 8 Sabut 2-Heksan-C 1,015 3,35 8,84 0,6558 9 Sabut 3-Heksan-C 1,015 3,21 7,94 0,9355 Sabut-Heksan-C 1,018 3,47 7,95 0,9155
10 Sabut 1-Etil asetat-C 1,005 4,12 3,90 0,2752 11 Sabut 2-Etil asetat-C 1,015 3,41 4,12 0,8642 12 Sabut 3-Etil asetat-C 1,007 3,24 4,57 - Sabut-Etil asetat-C 1,009 3,590 4,197 0,5697
51
Lampiran 3. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan
phenol
2-methoxy phenol
4-ethyl-2-methoxy phenol
52
Lampiran 4. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat
2,6-methoxy phenol
phenol
phenol
53
Lampiran 5. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa-Metanol
phenol 2-methylpropyl ester butanoic acid
2-methyl propanoic acid
54
Lampiran 6. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan-Crude
phenol
2,6-methoxy phenol
5-methyl-2-heptanamine
55
Lampiran 7. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat-Crude
Nitro-2-methyl-2 butena
3-methyl butanal
2,6-methoxy phenol
56
Lampiran 8. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Sabut Kelapa-Heksan
phenol
2-methoxy phenol
2-methoxy phenol
57
Lampiran 9. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Sabut Kelapa-Etil asetat
phenol
3-methyl phenol
2,6-methoxy phenol
58
Lampiran 10. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Sabut Kelapa-Metanol
1,3-thiazoleEthyl ester butanoic acid
Tetrahydro 2-furanmethanol
59
Lampiran 11. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Sabut Kelapa-Heksan-Crude
phenol
phenol
2,6-methoxy phenol
60
Lampiran 12. Hasil deteksi GC-MS Asap Cair Sabut Kelapa-Etil asetat-Crude
2-methyl-3-buten-2-ol
thiazole
3-ethyl 1-pentene
61
Lampiran 13.Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan Hasil Deteksi GC-MS
No Sampel % Relatif 1 2,5-dimethoxytetrahydro furan 0,18
2 2-methyl-2-cyclopenter-1-one 0,13
3 2-ethyl-5-methyl furan 0,34
4 1,2,3,4-tetramehyl Cyclobutene 0,17
5 Methoxy benzene 0,27
6 2-isopropilfuran 0,16
7 phenol 19,28
8 phenol 2,52
9 Methyl 3-acetylpropanoate 0,10
10 1,2-dimethyl cyclohexene 0,20
11 2,3-dimethylcyclopent-2-en-1-one 0,31
12 2,4-dihydro-2,4-3H-pyrazol-3-one 0,12
13 Tetrahedro-2-methyl-2-furanol 0,35
14 1-propanone, 1-(2-furanyl) 0,09
15 1-methoxy-4-methyl benzene 0,11
16 2, 3, 5-trimethylfuran 0,13
17 3-methyl-1,2-cyclopentanedione 0,47
18 2,3-dimethyl-2-cyclopenten-1-one 0,39
19 Acetic acid 0,28
20 2-methylphenol 0,84
21 2-methyl phenol 0,76
22 2-methoxy phenol 18,29
23 Methyl ester benzoic acid 0,31
24 1-propyl-1-cyclohexene 0,21
25 3-methylbenzofuran 0,18
26 2,6-xylenol 0,11
27 3-ethyl-2-hydroxy-2-cyclopenter 0,39
28 2-hydroxy-4, 6-dimethylpyrimidine 0,15
29 4-methoxy-2-methyl phenol 0,18
30 2-ethyl phenol 0,55
31 2,4-dimethyl phenol, 0,39
32 2-methoxy-4-methyl phenol 1,36
33 3-ethyl phenol 0,22
62
Lampiran 13. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan Hasil Deteksi GC-MS
No Sampel %
34 2-methoxy-4-methyl phenol 1,12
35 2-methoxy-4-methylphenol 9,28
36 2-hydroxy-3-propil-2-cyclopenten-1 0,30
37 3,4-dimetoxytoluene 0,41
38 2,6-dimethoxy phenol 0,25
39 4-ethyl-2-methoxy phenol 0,27
40 4-ethyl-2-methoxy phenol 10,79
41 1, 2, 3-trimethoxy benzene 0,21
42 2-methoxy-4-ethyl-6-methyl phenol 0,24
43 2-methoxy-4-ethyl-6-methyl phenol 0,22
44 2,6-dimethoxy phenol 8,13
45 2-methoxy-4-propyl phenol 1,59
46 Methyl-4-methoxybenzoate 1,49
47 Ethyl vanillin 0,35
48 2-methoxy-4 phenol 0,88
49 5-acetyl-2-methylthiopyridine 5,58
50 2,3,5-trimethoxytoluene 5,22
51 2-methoxy-4-propyl phenol 0,26
52 2,6-dimethoxy-4 phenol 0,72
53 3-crotyl-5-methyl-4-thiouracil 2,24
54 2,6-dimethoxy-4-phenol 0,35
55 3-hydroxy-4-methoxycinnamic acid 0,28
56 2,6-dimethoxy-4 phenol 0,29
63
Lampiran 14. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat Hasil Deteksi GC-MS
No Sampel % Relatif 1 3-methyl-hexane-2-one 0,04
2 2-proanone, 1-(acetyloxy) 0,23
3 3-methylcyclopent-2-enone 0,05
4 1-(2-furanyl)-ethanone 0,05
5 4,4-dimethyl-2-cyclopenten-1-one 0,09
6 1-(2-furanyl)-ethanone 0,07
7 2,4-dimethylfuran 0,26
8 2-methyl-cyclopentanone 0,89
9 Dihyro-2(3h)-furanone 0,19
10 Phenol 30,26
11 Phenol 5,01
12 Phenol 2,54
13 2, 3-dimethyl-2-cyclopenten-1-one 0,20
14 1, 2, 4-cyclopentanetrione 0,20
15 Tetrahydro-2-furanmethanol 0,39
16 2,5-diethoxytetrahydro-furan 0,14
17 4-methylthiazole 0,08
18 Corylone 1,85
19 Tetrahydro-2H-pyran-2-one 0,08
20 2-methyl-phenol 0,39
21 2-methyl-phenol 0,41
22 3-ethylcyclopent-2-en-1-one 0,08
23 Allyl butyrate 0,08
24 2-methoxy-phenol 4,37
25 2-methoxy-phenol 3,07
26 Allyl butyrate 0,41
27 Tetrahydrofurfurylacetate 0,45
28 Allyl butyrate 0,69
29 2-furancarboxylic acid 0,24
30 3-hydroxy-2-methyl 4h-pyran-4-one 0,93
31 2-ethyl-phenol 0,06
32 2,4-dimethyl-phenol 0,19
64
Lampiran 14. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat Hasil Deteksi GC-MS
No Sampel % Relatif 33 2,3-dihydroxy-benzaldehyde 0,12
34 4-ethyl-phenol 0,22
35 3-ethyl-phenol 0,08
36 2-methoxy-4-methyl phenol 0,17
37 2-methoxy-4-methyl phenol 1,52
38 2-hydroxy-3-propyl-2-cyclopenten-1 0,14
39 1,2-benzenediol 4,43
40 1,2-benzenediol 1,76
41 3,4-dimethoxy-phenol 0,15
42 3-methoxy1,2-benzenediol 3,45
43 4-ethyl-2-mehoxy-phenol 0,29
44 4-ethyl-2-methoxy-phenol 0,71
45 3-methyl-1,2-benzenediol 0,37
46 4-methyl catechol 0,18
47 4-methyl catechol 2,82
48 1,4-benzenediol 0,23
49 Allyl butyrate 0,41
50 2, 6-dimethoxy-phenol 11,98
51 3,4-dimethoxy-phenol 0,36
52 5-methyl-1,3-benzenediol 0,47
53 4-hydroxy-3-methoxy benzaldehyde 0,76
54 1,4-dimethoxy benzene 0,35
55 1,2,3-trimethoxy-benzene 3,50
56 2-fluoro-4-methoxyacetophenone 0,55
57 4-propyl-phenol 0,15
58 4-hydroxy- methyl benzoic acid 1,04
59 Acetavanillone 0,35
60 4-hydroxy-3-methoxy-benzoic acid 0,18
61 2,4-dimethyl-3-(methoycarbonyl)-5 1,95
62 2,3,5-trimethoxytoluene 0,92
63 2,6-dimethyl-4-hydroxyaniline 1,94
65
Lampiran 14. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat Hasil Deteksi GC-MS
No sampel % 64 1- (2,4,6-trihydroxyph)-1-propanone 0,14
65 Cis-methyl isoeugenol 0,06
66 4-hydroxy-benzoic acid 0,31
67 Propiovanillone 0,17
68 2,6-dimethoxy-4-phenol 0,20
69 3-crotyl-5-methyl-4-thiouracil 0,33
70 2,6-dimethoxy-4-phenol 0,16
71 4-hydroxy-3,5-dimethyl benzaldehyde 0,38
72 2,6-dimethoxy-4-phenol 0,35
73 1-(4-hydroxy-3,5-dimethoxy) ethanone 0,45
74 1-(2,4,6-trihydroxy-3)-1-butanone 1,65
75 9H-fluoren-2-amine 0,20
76 1-hydroxy-3-(4-hydroxy) 2-propanone 0,10
66
Lampiran 15. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Metanol Hasil Deteksi GC-MS
No Sampel % Relatif 1 3-methyl-2-butanone 0,39
2 2,5-dimethoxytetrahydrofuran 1,26
3 Cyclopentanone 2,44
4 1,3-cyclopentanedione 0,65
5 Phenol 6,15
6 Phenol 2,13
7 Phenol 3,94
8 Allyl butyrate 3,38
9 3-methoxy pyridine 2,07
10 Allyl butyrate 1,43
11 Corylone 2,85
12 Dimethyl acetal Hexanal 0,61
13 2-methoxy phenol 1,31
14 2-methyl-3-buten-2-ol 2,07
15 2-methyl hexadecane 4,31
16 4-methyl decane, 1,70
17 5-carboxy-2-tetra-butoxythiophene 0,69
18 Maltol 1,09
19 3-ethyl-2-hydroxy-2-cyclopenten-1 0,55
20 Isobutyraldehuhyde 2,42
21 2-methyl-2-(ethoxycarbonylmethyl) 0,67
22 2-methylpropyl ester butanoic acid, 3,80
23 2-methylpropyl ester butanoic acid 30,76
24 2-methyl propanoic acid 8,13
25 1,2-benzenediol 1,60
26 2-ethyl-1-thia-cyclohexane 1,26
27 3-methoxy-1,2-benzenediol 1,25
28 1,1-dimethylpropyl 2-ethylhexanoat 2,32
29 2,6-dimethoxy phenol 5,81
30 5-acetyl-2-methylthuopyrimidine 0,71
31 4-ethyl-2-methoxy phenol 1,14
32 1-(2,4,6-trihydroxy-3) 1-butanone 1,12
67
Lampiran 16. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan-Crude Hasil Deteksi GC-MS
No Sampel % Relatif 1 2-methyl-propanal 0,26
2 Diacetate 1,2-ethanediol 0,14
3 Tetrahydro 2-furanmehanol 0,03
4 2,5-dimethyl-ethanone 0,08
5 2-methyl-2-cyclcpenten-1-one 0,05
6 Dihydro 2 (3H)-furanone 1,71
7 3-methoxy-propionaldehyde 0,13
8 Phenol 3,27
9 Phenol 0,79
10 Phenol 18,12
11 Phenyl ester 4,14
12 Phenol 1,43
13 Phenol 1,19
14 Phenol 0,35
15 Cis-1-butyl-2-methylcyclopropane 0,05
16 3-methyl hydantoin 0,06
17 4-methyl-2-heptene 0,19
18 Tetrahydro 2-furanmethanamine 0,19
19 Cyclopentylacetone 0,09
20 Glycocianidine 0,07
21 3-methyl1,2-cyclopentanedione 1,96
22 1-one, 2-hydroxy-3-2-cyclopenten 0,22
23 2-ethyl-3-methyl 1-butene 0,10
24 2-methyl phenol 0,13
25 Tetrahydro-2H-pyran-2-one 0,37
26 2-methyl phenol 0,13
27 2-methyl phenol 0,31
28 5,5-dimethyl-3-cyclohexen-1-ol 0,10
29 2-methoxy phenol 1,74
30 2-methoxy phenol 1,32
31 2-methoxy phenol 1,82
32 2,4,4-trimethyl-1-hexene 0,54
68
Lampiran 16. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan-Crude Hasil Deteksi GC-MS
No Sampel % Relatif 33 2-propenamide 0,52 34 3-methyl-1-hexen-ol 0,73 35 Tetrahydro 2-furanmethanol 1,19 36 Allyl butyrate 0,47 37 5-methyl-2-heptanamine 5,26 38 5-methyl-2-heptanamine 0,59 39 2-butanamine 0,84 40 Maltol 0,51 41 3-nitropyrole 0,25 42 2,3-dyhidroxy-benzaldehide 0,15 43 4-ethyl phenol 0,16 44 2-methoxy-4-methyl phenol 0,32 45 2-methoxy-4-methyl phenol 0,84 46 2-hydroxy-3-propyl-2-cyclopenten-1 0,23 47 4-hydroxypyridine 0,22 48 1,2-benzenediol 1,75 49 1,2-benzenediol 0,34 50 1,2-benzenediol 2,00 51 1,2-benzenediol 1,07 52 1,2-benzenediol 3,95 53 3-methoxy-1,2-benzenediol 0,85
54 3-methoxy-1,2-benzenediol 1,65
55 3-methoxy-1,2-benzenediol 1,89
56 3-methyl-1,2-benzenediol 0,34
57 3-methyl-1,2-benzenediol 0,45
58 4-methyl-4-phosphacyclopentene 0,23
59 Butanoic acid 0,08 60 4-methyl catechol 1,49
61 4-mehyl catechol 1,52
62 Methyl 1-ethenylbtyl ether 0,29
63 2,6-dimehtoxy phenol 12,53
64 1,3-dimethyl-melamine 0,09
69
Lampiran 16. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Heksan-Crude Hasil Deteksi GC-MS
No Sampel % Relatif 65 4-hydroxy-3-methoxy benzaldehyde 1,30
66 4-acetyl-1,5-dimethylpyrazole 1,30
67 1,3-cyclohexa,alpha,-terpipene 0,18
68 1,2,3-trimethoxy benzene 3,06
69 2-fluoro-4-methoxyacetophenone 0,29
70 4-hydroxy benzoic acid 1,18
71 Acetovanillone 0,49
72 4-hydroxy-3-methoxy benzoid acid 0,17
73 2,3,5-trimethoxytoluene 2,61
74 2,6-dimethyl-4-hydroxyaniline 0,83
75 Trans-3-butyl-3,6-dimetoxy-6-methyl 0,18
76 6,10-dimethylbicyclo 0,06
77 6-methyl-7-hydroxypteridine 0,23
78 3-methoxy-4-hydroxyphenone propane 0,39
79 Propiovanillone 0,65
80 2,6-dimethoxy-4-(2-propenyl) phenol 0,39
81 3-methyl-2,4-hexadienedioic acid 0,40
82 2-methyl-6-nitrophenol 0,29
83 4-hydroxy-3,5dimethyl benzaldehide 0,65
84 2,6-dimethoxy-4-(2-propenyl) phenol 0,11
85 1-(1,1’-byphenyl)-4-yl) ethanone 0,47
86 1-2,4,6-trihydroxy-3-1-butanone 0,56
87 Aspidinol 0,51
88 1,1-diphenylmethylamine 0,16
89 1-methyl-2,4,5-trioxopyrrolo 0,12
90 Phenol 0,11
70
Lampiran 17. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat-Crude Hasil Deteksi GC-MS
No Sampel % Relatif 1 3,4-dimethyl-2-hexanone 0,45
2 2-methyl-, ethyl propanoic acid 0,41
3 2-ethyl pyridine 0,34
4 3,4-dihydropyran 3,67
5 Thiophene 0,25
6 2-hydroxycyclopent-2-en-1-one 0,74
7 Acetate-2-heptanol 0,23
8 1,3,6-trioxocane 0,28
9 3-methyl-2-cyclopenten-1-one 0,70
10 Phenol 0,77
11 Phenol 2,05
12 Phenol 1,08
13 Phenol 5,63
14 3-methoxy pyridine 1,58
15 2-hydroxy-3-2-cyclopenten-1-one 2,86
16 2,2,4-trimethyl oxepane 0,47
17 Ethyl isobutirate 0,72
18 2-methoxy phenol 1,18
19 2-methoxy phenol 0,65
20 3-methyl-hexane 2,05
21 Nitro-2 methyl-2 butane 34,99
22 3-methyl butanal 6,70
23 2-aminopyrazine 0,29
24 5-ethyldihydro-2 (3H)-furanone 5,85
25 2,6,6-trideuterio-2-dimethylaminoc 0,84
26 4-ethylbutan-4-olide 0,93
27 2,6,6-trideutrio-2-dimrthylaminoc 0,74
28 2,6,6-trideutrio-2-dimethylaminoc 4,62
29 3-methoxy-1,2-benzenediol 2,80
30 hexyl ester butanoic acid 3,88
31 Methyl 1-ethenylbutyl ether 0,56
32 2,6-dimethoxy phenol 6,71
71
Lampiran 17. Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa-Etil asetat-Crude Hasil Deteksi GC-MS
No Sampel % 33 1-hydroxy-3-methyl-2-butanone 0,84
34 Vanillin 0,80
35 5-acetyl-2-methylthiopyridin 0,85
36 2-methoxy-4-propiyl phenol 0,93
37 4-hydroxy-3,5-dimethyl benzaldehyde 0,62
38 1-(2,4,6-trihydroxy-3)-1-butanone 0,93
72
Lampiran 18. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Heksan Hasil Deteksi GC-MS
No Sampel % Relatif 1 2-methyl-2-cyclopenten-1-one 0,34
2 1-(2-furanyl)-ethanone 0,90
3 5-methyl furancarboxaldehyde 0,28
4 Phenol 29,52
5 2,5-dimethyl-2, 4-hexadiene 0,24
6 2,3-dimethylcyclopenten-1-one 0,29
7 2-methyl-1-penten-3-ol 0,84
8 Corylone 0,41
9 2, 3-dimethylcyclopent-2-en-1-one 0,58
10 2-methyl phenol 4,50
11 2-methoxy-phenol, 11,34
12 2-methoxy phenol 14,88
13 2, 6-dimethyl phenol 0,30
14 2-ethyl phenol 0,51
15 2, 4-dimethyl phenol 1,75
16 4-methoxymethylphenol 1,53
17 3, 4-dimethyl phenol 0,76
18 2-methoxy-4-methyl phenol 1,01
19 2-methoxy-4-methyl phenol 7,03
20 4-ethyl-2-methoxy-phenol 0,52
21 4-ethyl-2-methoxy-phenol 4,62
22 2, 6-dimethoxy-phenol 8,88
23 2-methoxy-4-propyl-phenol 0,40
24 4-hydroxy-3-methoxy benzoic acid 4,56
25 2, 3, 5-trimethoxytoluene 3,13
26 3-crotyl-5-methyl-4-thiouracil 0,90
73
Lampiran 19. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Etil asetat Hasil Deteksi GC-MS
No Sampel % Relatif 1 2-methyl-2-cyclopenten-1-one 0,04
2 1-(2-furanyl) ethanone 0,10
3 1-(2-furanyl) ethanone 0,15
4 2-methyl-2cyclopenten-1-one 0,25
5 Dihydro-2(3H)-foranone 0,81
6 Phenol 41,58
7 Phenol 3,59
8 1,2,3,4-tetramethyl cyclobutene 0,10
9 3-mehtylcyclohexanone 0,22
10 Tetrahydro-2-(methoxymethyl) furan 0,62
11 Corylone 1,21
12 2,3-dimethyl-2-cyclopenten-1-one 0,19
13 2-methyl phenol 1,56
14 3-mehtyl phenol 6,14
15 2 methoxy phenol 1,75
16 Hydroxy-6-cytosine 0,18
17 Maltol 0,23
18 3-ethyl-2-hydroxy-2-cyclopenten-1-one 0,37
19 2,4-dimethyl phenol 0,22
20 4-ethyl phenol 0,26
21 3-ethyl phenol 0,19
22 2-methoxy-4-methylphenol 0,14
23 2-methoxy-4-methylphenol 0,89
24 1,2-benzenediol 5,16
25 1,2-benzenediol 1,17
26 1,2-benzenediol 3,95
27 3-methoxy-1,2-benzenediol 3,34
28 2,3-dihydroxy-acetophenone 0,16
29 4-ethyl-2-methoxy phenol 0,28
30 3-methyl-1,2-benzenediol 1,74
31 4-methyl catechol 4,56
32 2,6-dimethoxy phenol 7,83
74
Lampiran 19. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Etil asetat Hasil Deteksi GC-MS
No Sampel % Relatif 33 3,4-dimethoxy phenol 0,51
34 2-methoxy-4-methylphenol 0,41
35 Vanillin 0,93
36 2-methoxy-4-methyl phenol 0,69
37 3-hydroxy, methyl benzoic acid 0,21
38 1,2,3-trimethoxy benzene 2,25
39 4-hydroxy-,methyl benzoic acid 1,42
40 1-(4-hydroxy-3-methoxy) ethanone 0,49
41 Evodone 0,81
42 2,3,5-trimethoxytoluene 0,58
43 2-methoxy-4-propyl phenol 0,55
44 1-(4-hydroxy-3-methoxy) ethanone 0,20
45 N-methyl-2-pyridone-4-carborxylic A 0,24
46 4-hydroxy-3,5-dimethyl benzaldehyde 0,32
47 2-chloro-2-methyl-1-oxa-2-sila-1,2 0,26
48 2,5-dimethoxy-1-(1-hydroxybutyl) 0,19
49 Aspidinol 0,19
50 Methyl ester hexadecanoic acid 0,15
51 9,12-octadecadienoic acid 0,30
52 Methyl 9-octadecenoate 0,36
75
Lampiran 20. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Metanol Hasil Deteksi GC-MS
No Sampel % Relatif 1 Dihydro-2 (3H)- furanone 3,44
2 Methyl 4-hydroxybutanoate 3,30
3 Phenol 5,36
4 Phenol 2,14
5 3-methoxy-pyridine 7,00
6 Corylone 2,24
7 Tetrahydro-2-furanmethanol 9,23
8 Ethyl ester butanoic acid 18,57
9 Pentanal 4,53
10 Cyclopropyl carbinol 3,57
11 1,3-thiazole 32,43
12 2-methyl-3-hexene 4,19
13 2,6-dimethoxy-phenol 4,00
76
Lampiran 21. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Heksan-Crude Hasil Deteksi GC-MS
No Sampel % Relatif 1 3-methyl-2-butanone 0,07
2 2-methyl-pyridine 0,06
3 1-hexene 1,71
4 Phenol 15,50
5 Phenol 3,18
6 Phenol 6,69
7 Phenol 1,34
8 Phenol 0,56
9 3-methoxy-pyridine, 0,99
10 2, 3-dimethyl-pyridine, 0,45
11 Corylone 1,66
12 2-methyl-1-penten-3-one 0,10
13 2-methyl phenol 0,31
14 Tetrahydro-2H-pyran-2-one 0,37
15 2-methoxy phenol 2,77
16 3-methyl phenol, 0,82
17 4-methxy phenol, 0,66
18 Isobutyl isopentanoic acid ester 1,11
19 2-methyl-3-buten-2-ol 1,68
20 2-methyl-3-buten-2-ol 3,59
21 3-penten-2-ol 3,09
22 Ethyl ester butanoic acid 3,13
23 2-hydroxy-3-methyl-4H-pyran-4-one 0,82
24 3-hydroxy-2-methyl-4H-pyran-4-one 0,31
25 2-methoxy-4-methylphenol 0,34
26 Ethyl-D5 phenyl ether 0,21
27 2-acetyl furan 0,67
28 3-pyridinol 0,49
29 4-hydroxypyridine 0,79
30 2-methyl-3-pyridinol 0,12
31 1,2-benzenediol 6,09
32 1,2-benzenediol 1,12
77
Lampiran 21. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Heksan-Crude Hasil Deteksi GC-MS
No Sampel % Relatif 33 1,2-benzenediol 4,39
34 1,2-benzenediol 2,48
35 1,2-benzenediol 1,22
36 1,2-benzenediol 0,49
37 3-methoxy-1,2-benzenediol 4,15
38 3-methyl-1,2-benzenediol 1,55
39 3-methyl-1,2-benzenediol 0,29
40 4-methyl-4-phosphacyclopentene 0,27
41 4-methyl catechol 5,23
42 2,6-dimethoxy phenol 8,36
43 3,4-dimethoxy phenol 0,47
44 Vanillin 0,93
45 4-acetyl-1,3-dimethylpyrazole 1,11
46 4-hydroxy-3-methoxy benzoic acid 1,77
47 2-ethylthieno [2,3-b] thiophene 0,21
48 4-hydroxy-methyl benzoic acid 1,76
49 1-(4-hydroxy-3-methoxy) ethanone 0,66
50 Evodone 0,31
51 7, 8-dimethylbenzocyclooctene 0,56
52 3-hydroxy-oxime benzaldehyde 0,36
53 3-methoxy-4-hydroxyphenone propanol 0,63
54 2-methyl-6-nitrophenol 0,33
55 4-hydroxy-3, 5-dimethyl benzaldehyde 0,41
56 2-chloro-2-methyl-1-oxa-2-sila-1,2 0,43
57 1-(2, 4, 6-trihydroxy-3)-1-butanone 0,46
58 Aspidinol 0,36
78
Lampiran 22. Komponen Asap Cair Sabut Kelapa-Etil asetat-Crude Deteksi GC-MS
No Sampel % Relatif 1 3-methyl pyridine 1,19
2 Butyrolactone 6,22
3 3,4-dimethyl pyridine 1,01
4 2,3-dimethylpyridine 0,93
5 Phenol 3,28
6 Phenol 1,79
7 Phenol 1,84
8 Phenol 1,58
9 3-methoxy pyridine 4,03
10 2-hydroxy-3-methyl-2-C 3,18
11 Tetrahydro-2H-pyran-2-one 1,10
12 2-methoxy phenol 0,49
13 2-methyl-3-buten-2-ol 44,84
14 Maltol 2,52
15 4(1H)-pyridinone 0,37
16 2-methyl-3-pyridinol 1,40
17 Thiazole 8,31
18 1-methoxy-1-cyclopropylpentane 2,50
19 3-ethyl-1-pentene 6,51
20 3-methoxy-1,2-benzenediol 2,02
21 2,6-dimethoxy phenol 4,90
79
Lampiran 23. Data dan Perhitungan Rendemen Sebelum Ekstraksi
No Sampel Bobot kering
sampel (g)
Bobot kondensat
(g)
Rendemen
(% b/b)
1 Tempurung 1 2292,32 851 37,12
2 Tempurung 2 2239,46 959 42,82
3 Tempurung 3 2258,94 816 36,12
4 Sabut 1 427,12 191 44,72
5 Sabut 2 508,57 239 47,00
6 Sabut 3 417,25 232 55,60
Contoh Perhitungan :
Tempurung 1
Persen Rendemen = Bobot Kondensat (g) x 100 %
Bobot kering sampel
= 851 (g) x 100 %
2292,32
= 37,12 %
80
Lampiran 23. Data dan Perhitungan Rendemen Sesudah ekstraksi
No Sampel Vol.
sampel (ml)
Vol. pelarut
(ml)
Vol. Produk
(ml)
Vol. Terlarut
(ml)
Vol. Terekstrak
(%) 1 Tempurung 1-Heksan 200 200 208 8 3,846
2 Tempurung 2-Heksan 200 200 205 5 2,439
3 Tempurung 3-Heksan 200 200 207 7 3,382
4 Tempurung 1-Etil asetat 137 137 141 4 2,837
5 Tempurung 2-Etil asetat 166 166 172 6 3,488
6 Tempurung 3-Etil asetat 113 113 117 4 3,419
7 Tempurung 1-Metanol 57 57 114 57 50,00
8 Tempurung 2-Metanol 88 88 176 88 50,00
9 Tempurung 3-Metanol 57 57 114 57 50,00
10 Sabut1-Heksan 50 50 51 1 1,961
11 Sabut 2-Heksan 50 50 51 1 1,961
12 Sabut 3-Heksan 50 50 51 1 1,961
13 Sabut 1-Etil asetat 34 34 35 1 2,857
14 Sabut 2-Etil asetat 30 30 31 1 3,226
15 Sabut 3-Etil asetat 30 30 30,5 0,5 1,639
16 Sabut1-Metanol 15 15 30 15 50,00
17 Sabut 2-Metanol 15 15 30 15 50,00
18 Sabut 3-Metanol 18,5 18,5 37 18,5 50,00
Contoh Perhitungan :
Sabut 1-Etil asetat
Persen Rendemen = Volume terlarut (ml) x 100 %
Volume produk (ml)
= 1 (ml) x 100 %
35 (ml)
= 2,857 %
81
Lampiran 24. Data dan Perhitungan Kadar Asam Sebelum Ekstraksi
No Sampel Bobot sampel (g)
Vol. NaOH titrasi (ml) NaOH (N) Kadar
asam (%) 1 Tempurung 1 10,371 26,95 0,098039 15,29
2 Tempurung 2 10,406 27,05 0,09901 15,44
3 Tempurung 3 10,418 28,15 0,09901 16,05
4 Sabut 1 10,267 10,35 0,098039 5,930
5 Sabut 2 10,155 11,50 0,098039 6,661
6 Sabut 3 10,147 11,95 0,098522 6,962
Sesudah Ekstraksi
No Sampel Bobot sampel (g)
Vol. NaOH
titrasi (ml)
NaOH (N)
Kadar Asam (%)
1 Tempurung 1-Heksan 6,654 0,385 0,103 0,358
2 Tempurung 2-Heksan 6,685 0,420 0,104 0,393
3 Tempurung 3-Heksan 6,645 0,300 0,106 0,288
4 Tempurung 1-Etil asetat 9,339 9,95 0,103 6,59
5 Tempurung 2-Etil asetat 9,409 12,6 0,104 8,37
6 Tempurung 3-Etil asetat 9,405 9,10 0,103 5,98
7 Tempurung 1-Metanol 9,217 8,50 0,103 5,70
8 Tempurung 2-Metanol 9,177 8,70 0,104 5,93
9 Tempurung 3-Metanol 9,212 10,5 0,103 7,05
10 Sabut1-Heksan 6,617 0,0900 0,103 0,0841
11 Sabut 2-Heksan 6,637 0,175 0,103 0,163
12 Sabut 3-Heksan 6,604 0,100 0,104 0,0946
13 Sabut 1-Etil asetat 9,193 4,45 0,103 3,00
14 Sabut 2-Etil asetat 9,161 4,70 0,103 3,17
15 Sabut 3-Etil asetat 9,182 3,24 0,106 2,25
16 Sabut1-Metanol 9,3 3,40 0,103 2,26
17 Sabut 2-Metanol 9,221 3,75 0,103 2,52
18 Sabut 3-Metanol 9,199 3,70 0,106 2,57
82
Lampiran 24. Data dan Perhitungan Kadar Asam
Rafinat (crude) dari ekstraksi
No Sampel Bobot sampel
(g)
vol, NaOH titrasi (ml) NaOH (N)
Kadar asam (%)
1 Tempurung 1-Heksan-C 10,34 28,6 0,103 17,10
2 Tempurung 2-Heksan-C 10,38 26,9 0,104 16,20
3 Tempurung 3-Heksan-C 10,40 32,0 0,106 19,63
4 Tempurung 1-Etil asetat-C 10,16 17,4 0,103 10,60
5 Tempurung 2-Etil asetat-C 10,17 16,4 0,104 10,10
6 Tempurung 3-Etil asetat-C 10,21 20,6 0,103 12,48
7 Sabut1-Heksan-C 10,25 11,7 0,103 7,060
8 Sabut 2-Heksan-C 10,15 1,45 0,103 8,840
9 Sabut 3-Heksan-C 10,15 12,9 0,104 7,943
10 Sabut 1-Etil asetat-C 10,15 6,40 0,103 3,900
11 Sabut 2-Etil asetat-C 10,05 6,70 0,103 4,124
12 Sabut 3-Etil asetat-C 10,07 7,20 0,106 4,566
Contoh perhitungan : Tempurung 1-Heksan-C Kadar Asam
= Vol, NaOH (l) × N NaOH × BM as, Asetat x fak, pengenceran ×100% Bobot Sampel (g)
= 28,6 (ml) x 1 (l) × 0,103 × 60 x 10 x 100 % 10,343(g) x 1000 (ml)
= 17,10 %
83
Lampiran 25. Data dan Perhitungan Kadar Fenol Sebelum Ekstraksi
No Sampel Kadar fenol (g/l)
BJ fenol (g/ml)
Kadar fenol (%)
1 Tempurung 1 2419,16 1057,6 2,287
2 Tempurung 2 2625,14 1057,6 2,482
3 Tempurung 3 2649,10 1057,6 2,505
4 Sabut 1 2754,50 1057,6 2,604
5 Sabut 2 2260,02 1057,6 2,137
6 Sabut 3 1034,73 1057,6 0,9784
Sesudah Ekstraksi
No Sampel Kadar Fenol (g/l)
BJ fenol (g/ml)
Kadar fenol (%)
1 Tempurung 1-Heksan 447,98 1057,6 0,4236
2 Tempurung 2-Heksan 553,39 1057,6 0,5233
3 Tempurung 3-Heksan 394,08 1057,6 0,3726
4 Tempurung 1-Etil asetat 1031,3 1057,6 0,9751
5 Tempurung 2-Etil asetat 1112,8 1057,6 1,052
6 Tempurung 3-Etil asetat 1057,7 1057,6 1,000
7 Tempurung 1-Metanol 376,11 1057,6 0,3556
8 Tempurung 2-Metanol 309,03 1057,6 0,2922
9 Tempurung 3-Metanol 449,18 1057,6 0,4247
10 Sabut1-Heksan 306,64 1057,6 0,2899
11 Sabut 2-Heksan 318,62 1057,6 0,3013
12 Sabut 3-Heksan 228,78 1057,6 0,2163
13 Sabut 1-Etil asetat 1137,9 1057,6 1,076
14 Sabut 2-Etil asetat 922,31 1057,6 0,8721
15 Sabut 3-Etil asetat 715,09 1057,6 0,6761
16 Sabut1-Metanol 471,94 1057,6 0,44624
17 Sabut 2-Metanol 190,45 1057,6 0,1801
18 Sabut 3-Metanol 174,88 1057,6 0,1654
84
Lampiran 25. Data dan Perhitungan Kadar Fenol Rafinat (crude) dari ekstraksi
No Sampel Kadar Fenol (g/l) BJ fenol (g/ml) Kadar fenol
(%) 1 Tempurung 1-Heksan-C 1215,8 1057,6 1,150
2 Tempurung 2-Heksan-C 1246,9 1057,6 1,179
3 Tempurung 3-Heksan-C 1250,5 1057,6 1,182
4 Tempurung 1-Etil asetat-C 553,39 1057,6 0,5233
5 Tempurung 2-Etil asetat-C 519,85 1057,6 0,4915
6 Tempurung 3-Etil asetat-C 693,53 1057,6 0,6558
7 Sabut1-Heksan-C 1221,7 1057,6 1,155
9 Sabut 2-Heksan-C 989,39 1057,6 0,9355
11 Sabut 3-Heksan-C 913,93 1057,6 0,8642
10 Sabut 1-Etil asetat-C 693,53 1057,6 0,6558
12 Sabut 2-Etil asetat-C 291,07 1057,6 0,2752
8 Sabut 3-Etil asetat-C - - -
Contoh Perhitungan :
Tempurung 1-Heksan-C
Kadar Fenol (%) = Kadar Fenol (g/l) × 1 l BJ Fenol (g/ml) 1000 ml
= 1215,8 (g/l) × 1 l 1,0576 (g/ml) 1000 ml
= 1,150 %
85
Lampiran 26. Data dan Perhitungan Bobot Jenis Sebelum Ekstraksi
Sesudah Ekstraksi
No Sampel Bobot
piknometer kosong (g)
Bobot piknometer dan air (g)
Bobot piknometer dan sampel
(g)
Bobot jenis
(g/ml)
1 Tempurung 1-Heksan 15,69 25,857 22,455 0,6654
2 Tempurung 2-Heksan 15,691 25,848 22,481 0,6685
3 Tempurung 3-Heksan 15,69 25,848 22,44 0,6645
4 Tempurung 1-Etil asetat 15,69 25,858 25,186 0,9339
5 Tempurung 2-Etil asetat 15,69 25,857 25,257 0,9410
6 Tempurung 3-Etil asetat 15,69 25,858 25,253 0,9405
7 Tempurung 1-Metanol 15,69 25,858 25,062 0,9217
8 Tempurung 2-Metanol 15,69 25,847 25,011 0,9177
9 Tempurung 3-Metanol 15,69 25,857 25,056 0,9212
10 Sabut1-Heksan 15,689 25,848 22,411 0,6617
11 Sabut 2-Heksan 15,69 25,849 22,432 0,6637
12 Sabut 3-Heksan 15,69 25,848 22,398 0,66034
13 Sabut 1-Etil asetat 15,69 25,857 25,036 0,9192
14 Sabut 2-Etil asetat 15,691 25,845 24,996 0,9164
15 Sabut 3-Etil asetat 15,691 25,847 25,028 0,9194
16 Sabut1-Metanol 15,69 25,857 25,037 0,9193
17 Sabut 2-Metanol 15,691 25,848 25,037 0,9202
18 Sabut 3-Metanol 15,691 25,857 25,035 0,9191
No, Sampel Bobot
Piknometer kosong (g)
Bobot piknometer dan air (g)
Bobot piknometer dan sampel (g)
Bobot jenis
(g/ml) 1 Tempurung 1 16,544 27,377 27,779 1,037
2 Tempurung 2 13,005 18,494 18,717 1,041
3 Tempurung 3 17,038 26,899 27,311 1,042
4 Sabut 1 17,029 26,891 27,154 1,027
5 Sabut 2 17,029 26,891 27,044 1,016
6 Sabut 3 17,029 26,891 27,036 1,015
86
Lampiran 26. Data dan Perhitungan Bobot Jenis Rafinat (crude) dari ekstraksi
No Sampel Bobot
piknometer kosong (g)
Bobot piknometer dan air (g)
Bobot piknometer dan sampel
(g)
Bobot jenis
(g/ml)
1 Tempurung 1-Heksan-C 15,69 25,857 26,206 1,034
2 Tempurung 2-Heksan-C 15,691 25,848 26,234 1,038
3 Tempurung 3-Heksan-C 15,69 25,848 26,257 1,040
4 Tempurung 1-Etil asetat-C 15,69 25,858 26,017 1,016
5 Tempurung 2-Etil asetat-C 15,69 25,857 26,027 1,017
6 Tempurung 3-Etil asetat-C 15,69 25,858 26,070 1,021
7 Sabut1-Heksan-C 15,689 25,848 26,101 1,025
8 Sabut 2-Heksan-C 15,69 25,849 25,997 1,015
9 Sabut 3-Heksan-C 15,69 25,848 26,000 1,015
10 Sabut 1-Etil asetat-C 15,688 25,857 26,006 1,015
11 Sabut 2-Etil asetat-C 15,691 25,848 25,898 1,005
12 Sabut 3-Etil asetat-C 15,691 25,847 25,914 1,007
Contoh perhitungan :
Tempurung1-Heksan-C
Bobot Jenis = Bobot piknometer dan sampel (g) – Bobot piknometer kosong (g)
Bobot piknometer dan air (g) – Bobot piknometer kosong (g)
= 26,206 (g) – 15,69 (g)
25,857 (g) – 15,69 (g)
= 1,034 g/ml
87
Lampiran 27. Diagram Alir Proses Pembuatan dan Analisa Asap Cair
Dibersihkan, dipotong-potong (tempurung kelapa), dilepaskan seratnya (sabut kelapa).
Pengukuran kadar air dan kadar abu untuk setiap bahan
Ditimbang sebanyak 2- 3,0 kg untuk tempurung kelapa dan 0,4-0,6 kg untuk sabut kelapa.
Dimasukkan ke dalam tabung pirolisis.
Tabung pirolisis ditutup dan dirangkai
Bahan dalam tabung dibakar dengan suhu 300°C selama 5 jam
Setelah proses pembakaran berlangsung ±10 menit, dialirkan air secara kontinyu ke dalam tabung pendingin.
Bahan (tempurung dan sabut kelapa)
Analisa asap cair
Asap cair ditampung
Asap cair disaring
Asap cair difraksinasi dengan ekstraksi
Karakterisasi dengan GC-MS Analisa asap cair Uji coba
88
Lampiran 28. Diagram Alir Proses Uji Coba Asap Cair
Ikan Selar
Dibersihkan dan dicuci
Perendaman dalam fraksi asap cair
Pengamatan
Pisang Mas
Pengamatan
Perendaman dengan asap cair
Dilepaskan dari sisirnya, dibersihkan
Uji coba
89
Lampiran 29. Metode Analisis Sifat Fisik dan Kimia a. Rendemen (LTP, 1974)
Rendemen diukur berdasarkan volume kondensat yang dihasilkan (ml) dari
setiap satuan berat bahan yang dibakar,
Rendemen (%) = Volume (ml) × 100 %
Berat bahan (gram)
b. pH (AOAC, 1995)
Sampel sebanyak 10 ml diukur dengan menggunakan pH meter, dengan
terlebih dahulu dilakukan standarisasi dengan buffer pH 4,0 dan 7,0,
pengukuran sampel dilakukan dengan mencelupkan elektroda pH meter ke
dalam sampel dan skala dibaca setelah jarum penunjuk konstan,
c. Total Asam Tertitrasi (SNI, 01-3207-1992)
Sampel sebanyak 10 gram diencerkan menjadi 100 ml dengan akuades,
Larutan sampel sebanyak 10 ml ditambah indikator fenolphthalein sebanyak
2-3 tetes dan dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai titik akhir titrasi,
yaitu berubahnya warna sampel menjadi merah keunguan dan stabil (tidak
berubah bila dihomogenkan), Total asam tertitrasi dinyatakan sebagai persen
asam asetat,
% Total Asam = V × N × BM × 100 %
BC
V = Volume titar NaOH
N = Normalitas NaOH
BM = Berat molekul asam asetat
BC = Bobot contoh (gram)
d. Kadar Fenol (Hammerschidt, 1978)
Sampel sebanyak 10 ml disentrifuse pada 400 rpm selama 10 menit, Lalu 10
ml sampel ditempatkan ke dalam tabung reaksi yang sudah berisi 1 ml etanol
95 % dan 5 ml air destilat ke dalam tabung reaksi tersebut, Kemudian
ditambahkan 0,5 ml reagen Folin-Ciocalteu ke masing-masing tabung
90
tersebut, Diamkan selama 5 menit, lalu ditambahkan 1 ml Na2S2O3 5 % ke
tiap-tiap sampel, lalu dikocok dalam Vortex Shaker, lalu disimpan dalam
ruang gelap selama 60 menit, Setelah 60 menit, sampel kembali dikocok
dengan menggunakan Vortex Shaker dan diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 725 nm,
Pembuatan kurva standar : 0,2 % asam galat dibuat dengan pelarut air,
Kemudian ambil masing-masing 0, 1, 2, 3, 4, 5 ml dan masukkan dalam labu
ukur 10 ml, Kemudian tambahkan akuades ke dalam labu ukur sampai tanda
tera, Kemudian masing-masing standar dipipet ke dalam tabung reaksi,
ditambahkan 1 ml etanol 95 %, 5 ml akuades, 0,5 ml reagen Folin-Ciocalteu,
dan 1 ml Na2CO3 5 %, Diamkan selama 60 menit, lalu di ukur absorbansinya
pada panjang gelombang 725 nm,
e. Bobot Jenis (SNI 06-2388-1998)
Piknometer dibersihkan dengan alkohol, kemudian dikeringkan dan ditimbang
dengan teliti, Sampel diisi ke dalam piknometer sampai melebihi tanda tera,
kemudian ditutup dan dihindarkan dari adanya gelembung-gelembung udara,
bagian luar piknometer dikeringkan dari bahan yang menempel, Piknometer
yang telah diisi oleh akuades didiamkan beberapa saat, kemudian ditimbang,
Bobot Jenis =
(berat sampel + berat piknometer kosong) – berat piknometer kosong (gr)
(berat air + berat piknometer kosong) – berat piknometer kosong (gr)
f. GC-MS
Instrument : Agilent Technologies 6890 Gas
Chromatograph with Auto Sampler and 5973
Mass Selective Detector and Chemstation
Data System
Ionisation mode : Electron Impact
Electron energy : 70 eV
Coloumn : HP Ultra , Capillary Coluomn
Length 50 (m) × 0,2 (mm) I,D × 0,11 (µm)
91
Film Thickness
Oven temperature : Initial temperature at 60 ºC hold for 2
minutes, rising at 5 ºC/min to 280 ºC hold for
5 minutes
Injection port temperature : 250 ºC
Ion source temperature : 230 ºC
Interface temperature : 280 ºC
Quadrupole temperature : 140 ºC
Carrier gas : Helium
Colounm mode : Constant flow
Flow coloumn : 0,6 µL/minute
Injection volume : 5 µL
Split : 100 : 1