PEMBINAAN ETIKA BERPAKAIAN ISLAMI BAGI SISWA …digilib.uin-suka.ac.id/12627/1/BAB I, IV, DAFTAR...

101
i PEMBINAAN ETIKA BERPAKAIAN ISLAMI BAGI SISWA MUSLIM DI SMA N 1 SLEMAN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Pendidikan Islam Disusun Oleh: Siti Romdlonatuzzulaichoh NIM. 10470049 JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2014

Transcript of PEMBINAAN ETIKA BERPAKAIAN ISLAMI BAGI SISWA …digilib.uin-suka.ac.id/12627/1/BAB I, IV, DAFTAR...

  • i

    PEMBINAAN ETIKA BERPAKAIAN ISLAMI BAGI SISWA

    MUSLIM DI SMA N 1 SLEMAN

    SKRIPSI

    Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

    Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

    Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

    Strata Satu Pendidikan Islam

    Disusun Oleh:

    Siti Romdlonatuzzulaichoh

    NIM. 10470049

    JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

    FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

    YOGYAKARTA

    2014

  • vi

    MOTTO

    Artinya: Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu

    pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian

    takwa Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-

    tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat

    (Q.S Al-ARaf:26 )1

    1 Departemen Agama RI, Alliy Al-Quran dan Terjemah (Bandung: Diponegoro, 2005), hal. 224.

  • vii

    PERSEMBAHAN

    Dengan Setulus Hati

    Skripsi ini Penulis Persembahkan Kepada:

    Almamater Tercinta Jurusan Kependidikan Islam

    Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

    Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

    Yogyakarta

  • viii

    KATA PENGANTAR

    .

    Puji syukur saya panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi, Allah SWT. yang telah

    melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya yang tidak terhitung banyaknya. Shalawat

    dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad

    SAW, yang telah menuntun manusia kepada jalan yang lurus.

    Skripsi ini berjudul Pembinaan Etika Berpakaian Islami Bagi Siswa

    Muslim di SMA N 1 Sleman. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini

    tidak dapat terwujud tanpa bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak,

    oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih

    kepada:

    1. Prof. Dr. H. Hamruni, M.Si Selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan

    Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang telah memberi penulis

    bekal ilmu.

    2. Dra. Hj. Nurrohmah M.Ag Selaku Ketua Jurusan Kependidikan Islam

    Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

    yang telah memberikan motivasi dan pengarahan selama penyusunan

    skripsi.

    3. Drs. Misbah Ulmunir, M.Si selaku sekretaris Jurusan Kependidikan Islam

    Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

    yang telah memberikan petunjuk dalam penyusunan skripsi.

    4. Dr. Subiyantoro M.Ag. selaku Pembimbing yang selalu sabar memberikan

    arahan, masukan dan motivasi disela-sela kesibukannya guna

  • ix

    terselesaikannya skripsi ini. Sibawaihi, M.Ag, M.A selaku penguji I dan

    Zainal Arifin, M.S.I selaku penguji II yang telah berkenan memberi

    bimbingan untuk penyempurnaan skripsi ini.

    5. Segenap Dosen dan Karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan UIN

    Sunan Kalijaga Yogyakarta yang telah memberikan bekal ilmu.

    6. Dra. Hermintarsih selaku Kepala Sekolah SMA N 1 Sleman beserta guru

    SMA N 1 Sleman, segenap staf karyawan SMA N 1 Sleman dan siswa-

    siswa SMA N 1 Sleman yang telah memberi ijin untuk melaksanakan

    penelitian dan bersedia meluangkan waktunya membantu penulis selama

    menyelesaikan penelitian.

    7. Ayah dan Ibu tercinta yang tak pernah lelah memberikan doa, nasehat dan

    bantuan secara meterial penulis untuk menjadi manusia yang lebih baik.

    Mbak Yah dan Gus Sayyid yang selalu memberikan semangat, tawa, dan

    doa.

    8. Sahabat-sahabat terbaik yang memberikan motivasi, bantuan, kritik dan

    saran.

    9. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.

    Semoga amal baik yang telah dicurahkan dapat diterima di sisi

    Allah, dan mendapat rahmat-Nya dengan iringan doa, jazkumullh

    ahsana al-jaz aamiin,

    Yogyakarta, 29 Maret 2014

    Penulis

    Siti Romdlonatuzzulaichoh

  • x

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i

    SURAT PERNYATAAN KEASLIAN...................................................................... ii

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ iii

    HALAMAN PERSETUJUAN KONSULTASI ......................................................... iv

    HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... v

    HALAMAN MOTTO ................................................................................................ vi

    HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................................ vii

    HALAMAN KATA PENGANTAR .......................................................................... viii

    HALAMAN DAFTAR ISI ........................................................................................ x

    DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xii

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xiii

    DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xiv

    PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ....................................................... xv

    HALAMAN ABSTRAK ............................................................................................ xx

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

    B. Rumusan Masalah .......................................................................... 11

    C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................... 11

    D. Telaah Pustaka ............................................................................... 12

    E. Kerangka Teori .............................................................................. 15

    F. Metodologi Penelitian .................................................................... 31

    G. Sistematika Pembahasan ................................................................ 38

  • xi

    BAB II GAMBARAN UMUM SMA N 1 SLEMAN

    A. Letak Geografis ............................................................................. 40

    B. Sejarah Singkat SMA N 1 Sleman ................................................. 41

    C. Visi, Misi dan Tujuan SMA N 1 Sleman ....................................... 43

    D. Struktur Organisasi SMA N 1 Sleman ........................................... 49

    E. Sarana dan Prasarana SMA N 1 Sleman ........................................ 56

    BAB III PEMBINAAN ETIKA BERPAKAIAN ISLAMI BAGI SISWA

    MUSLIM DI SMA N 1 SLEMAN

    A. Etika Berpakaian Islami Bagi Siswa Muslim di SMA N 1

    Sleman .......................................................................................... 58

    B. Upaya Yang Dilakukan di Sekolah dalam Membina Etika

    Berpakaian Islami Bagi Siswa Muslim di SMA N 1 Sleman ........ 63

    1. Kebijakan Sekolah ................................................................... 64

    2. Kebijakan Guru Pendidikan Agama Islam .............................. 74

    C. Problem dalam Membina Etika Berpakaian Islami Bagi Siswa

    Muslim di SMA N 1 Sleman ......................................................... 80

    BAB IV PENUTUP

    A. Kesimpulan .................................................................................... 91

    B. Saran .............................................................................................. 95

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

  • xii

    DAFTAR TABEL

    Table 1: Daftar Kepala Sekolah SMA N 1 Sleman dari tahun 1963-sekarang .......... 43

    Tabel 2: Daftar siswa SMA N 1 Sleman tahun 2006-2014 ........................................ 55

    Tabel 3: Rekapitulasi siswa tahun pelajaran 2013/2014 ............................................ 56

  • xiii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1: Komponen dalam analisis data

    Gambar 2 : Struktur Organisasi SMA N 1 Sleman tahun Pelajaran 2013/2014

    Gambar 3 : Foto siswa setelah pelajaran olah raga

    Gambar 4 : Foto para siswa mengikuti pengajian akhir bulan

    Gambar 5 : Foto para siswa mengikuti pelajaran PAI

    Gambar 6 : Foto para siswa mengikuti upacara hari senin

    Gambar 7 : Foto contoh seragam identitas sekolah muslim yang di pasang di hall

    Gambar 8 : Foto contoh seragam hari senin muslim yang di pasang di hall

    Gambar 9 : Foto contoh seragam Osis muslim yang di pasang di hall

    Gambar 10 : Foto contoh seragam Pramuka muslim yang di pasang di hall

  • xiv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran I : Surat Penunjukan Pembimbing

    Lampiran II :Kartu Bimbingan Skripsi

    Lampiran III : Bukti Seminar Proposal

    Lampiran IV : Berita Acara Seminar

    Lampiran V : Surat Keterangan Ijin Penelitian dari Pemerintah Daerah DIY

    Lampiran VI : Surat Keterangan Ijin Penelitian dari pemerintah kab. Sleman

    Lampiran VII :Surat keterangan sudah melakukan penelitian dari SMA N 1

    Sleman

    Lampiran VIII : Surat Keterangan Berjilbab

    Lampiran IX :Sertifikat SOSPEM

    Lampiran X : Sertifikat PPL 1

    Lampiran XI : Sertifikat PPL-KKN Integratif

    Lampiran XII : Sertifikat TIK

    Lampiran XIII : Sertifikat TOEC

    Lampiran XIV : Sertifikat IKLA

    Lampiran XV : Daftar Riwayat Hidup

    Lampiran XVI : Pedoman Wawancara

    Lampiran XVII: Catatan Lapangan

  • xv

    PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

    Pedoman Transliterasi Arab-Latin ini merujuk pada SKB Menteri

    Agamadan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, tertanggal 22 januari 1988

    No:158/1987 dan 0543b/U/1987.

    A. Konsonan Tunggal

    Huruf

    Arab

    Nama Huruf Latin Keterangan

    Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan

    ba B Be

    ta T Te

    sa S es titik atas

    Jim J Je

    ha H ha titik bawah

    kha Kh ka and ha

    Dal D De

    Zl Z zet titik atas

    ra R Er

    Zai Z Zet

    Sin S Es

    Syin Sy esand ye

    Sad S es titik bawah

    Dad D de titik bawah

  • xvi

    ta T te titik bawah

    Za Z zet titik bawah

    (ain Koma terbalik (diatas

    Gain G Ge

    fa F Ef

    Qaf Q Qi

    Kaf K Ka

    Lam L el

    Mim M em

    Nun N en

    Wawu W W

    ha H Ha

    Hamzah Apostrof

    ya Y Ye

    B. Konsonan rangkap karena Syaddahditulis rangkap :

    Ditulis Mutaaddidah

    Ditulis iddah

    C. Ta Marbtahdiakhir kata

    a. Bila dimatikan ditulis h

    Ditulis Hikmah

    Ditulis Jizyah

  • xvii

    (ketentuan ini tidak diperlukan terhadap kata-kata Arab yang sudah

    terserap ke dalam bahasa Indonesia seperti zakat, shalat dan sebagainya,

    kecuali dikehendaki lafal aslinya).

    b. Bila dihidupkan karena berangkaian dengan kata lain, ditulis h :

    Ditulis Karmah al-auliy

    c. Bila dihidupkan karena berangkaian dengan kata lain, ditulis t :

    Ditulis Zakh al-fit}ri

    D. Vokal pendek

    Tanda vocal Nama Huruf latin Keterangan

    ------ Fathah A A

    ------ Kasrah I I

    ------ Dammah U U

    E. Vokal panjang

    1.

    Fath}ah + alif

    Ditulis

    Ditulis

    A

    Jhiliyyah

    2.

    Fath}ah + ya mati

    Ditulis

    Ditulis

    Tans

    3.

    Kasrah + y mati

    Ditulis

    Ditulis

    Karm

    4.

    Dammah + wwu mati

    Ditulis

    Ditulis

    Furd

  • xviii

    F. Vokal rangkap

    1.

    Fathah + y mati

    Ditulis

    Ditulis

    Ai

    Bainakum

    2.

    Fathah + wwu mati

    Ditulis

    Ditulis

    Au

    Qaul

    G. Vokal-vokal yang berurutan dalam satu kata, dipisahkan dengan

    apostrof

    Ditulis aantum

    Ditulis uiddat

    Ditulis lainsyakartum

    H. Kata sandang (Alif+Lam)

    a. Bila diikuti huruf al-Qamariyyah, ditulis dengan I.

    Ditulis al-Qurn

    Ditulis al-Qiys

    b. Bila diikuti of al-Syamsiyyah, ditulis dengan menggandeng huruf

    Syamsiyyah yang mengikutinya, serta menghilangkan hurufl (el).

    Ditulis as-Sam

    Ditulis asy-Syams

  • xix

    I. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat dapat ditulis menurut

    penulisannya

    Ditulis z|awi al-furd

    Ditulis ahl as-Sunnah

    J. Pengecualian

    Pedoman ini tidak berlaku jika:

    a. Kosakata Arab biasanya dalam Bahasa Indonesia dan terkandung dalam

    Kamus Umum Bahasa Indonesia (Kamus Umum Bahasa Indonesia),

    contoh: Al-Quran, Nurbuat Tradisi, pemikiran tentang hukum Islam,

    Hukum Islam, dan pengucapan.

    b. Judul buku dengan bahasa Arab, tetapi telah berubah menjadi huruf latin

    oleh penerbit, contoh: judul buku al-Hijab

    c. Nama komposer yang menggunakan nama Arab, tetapi berasal dari Negara

    yang menggunakan huruf latin, misalnya : Quraish Shihab, Ahmad Syukri

    Soleh.

    d. Nama penerbit di Indonesia, yang menggunakan bahasa Arab, misalnya

    Hidayah Store dan Mizan Store.

  • xx

    ABSTRAK

    Siti Romdlonatuzzulaichoh. Pembinaan Etika Berpakaian Islami Bagi

    Siswa Muslim di SMA N 1 Sleman. Yogyakarta : Jurusan Kependidikan Islam

    Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

    Yogyakarta, 2014.

    Latar belakang penelitian ini bahwa pembinaan etika merupakan

    pembinaan yang baik dan merupakan suatu pembinaan dasar. Islam sebagai etika

    normatif bagi pemeluknya diharapkan dapat mewujudkan nilai secara sempurna,

    tanpa terkecuali aturan berpakaian. Namun, dengan adanya perkembangan zaman

    ini muncul wahana pikir bahwa pakaian merupakan status simbol, status gengsi

    dan sebuah ideologi. Adanya benturan antara sistem nilai ajaran Islam yang

    menginginkan keutuhan dalam segala hal dan pada satu sisi pendidikan belum

    mampu mengutuhkan nilai ajaran Islam dengan baik. Dengan adanya benturan ini

    pendidikan menjadi semakin rancu. Tidak adanya peraturan pemerintah tentang

    tata cara berpakaian juga menjdai salah satu sebab mengapa pendidikan dewasa

    ini menjadi semakin rancu.

    Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan mengambil latar

    belakang di SMA N 1 Sleman Yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan

    cara observasi, wawancara, dokumentasi, serta triangulasi. Analisis dilakukan

    dengan mencari serta menyusun secara sistematis data-data yang diperoleh dari

    wawancara, observasi, catatan lapangan, dokumentasi, serta bahan-bahan lain.

    Analisis data kualitatif ini bersifat induktif, yaitu cara menarik kesimpulan dengan

    berangkat dari fakta-fakta khusus menuju kesimpulan yang bersifat umum.

    Hasil penelitian menunjukan bahwa etika berpakaian Islami di SMA N 1

    Sleman etika berpakaian siswa muslim telah mencerminkan bahwa siswa mampu

    menunjukkan bahwa siswa muslim tersebut telah menggunakan pikirannya saat

    mengenakan pakaiannya. Dengan mengenakan pakaian yang sopan, menutup

    aurat, tidak ketet dan tidak tipis, ini menunjukkan bahwa siswa telah

    menggunakanakal budinya agar tidak mendapat teguran ataupun sanksi moral.

    Pembinaan cara berpakaian Islami bagi siswa muslim yaitu dengan pembinaan

    yang dilakukan di sekolah yaitu melalui kebijakan kepala sekolah SMA N 1

    Sleman melalui SK-nya, dengan menambah wawasan keagamaan yaitu dengan

    ekstrakulikuler SMILE dan pengajian akhir bulan, kemudian dengan memberikan

    tata aturan berpakaian bagi siswa di SMA N 1 Sleman, dan dengan membiasakan

    setiap penerimaan siswa baru memberikan seragam yang bisa dijadikan seragam

    serba panjang dan kerudung bagi siswa perempuan muslim. Selain itu pihak guru

    PAI memberikan anjuran untuk menggunakan pakaian Islami saat mengikuti

    pelajaran Agama Islam dan juga dengan teladan dari guru yang mampu

    mempengaruhi cara berpakaian siswa. Namun, meskipun ada aturan dan kebijakan

    sekolah maupun guru agama siswa belum mampu menerapkan secara konsisten

    dalam menggunakan pakaian muslim. Hal ini dipengaruhi oleh faktor internal

    (kesadaran dari siswa sendiri) dan faktor eksternal (kebijakan sekolah yang belum

    banyak diketahui siswa, keberadaan orang tua dan pengaruh dari teman

    sebayanya).

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

    suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik / siswa secara

    aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

    keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

    serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

    negara.1 Pada dasarnya pendidikan memberikan kita pengetahuan

    bagaimana bersikap, bertutur kata dan mempelajari perkembangan sains

    yang pada akhirnya bisa dimanfaatkan untuk khalayak banyak. Oleh

    karena itu pendidikan memberi pengaruh yang sangat besar terhadap

    perilaku atau tingkah laku seseorang.

    Namun terkadang proses pendidikan tidaklah berjalan semestinya,

    terkadang ada penyimpangan-penyimpangan. Hal ini terjadi karena tidak

    adanya pembinaan secara terkontrol. Oleh karena itu perlu adanya

    pembinaan terhadap para siswa, agar mampu meminimalisir adanya

    penyimpangan-penyimpangan pendidikan. Pembinaan etika bagi para

    siswa kiranya mampu meminimalisir adanya penyimpangan tersebut.

    Pembinaan etika merupakan pembinaan yang sangat baik, dan

    merupakan suatu pembinaan dasar yang utama bagi seluruh mahluk dalam

    kehidupan bermasyarakat. Pembinaan etika dapat mendorong manusia

    1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

    Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 1

    http://id.wikipedia.org/wiki/Belajarhttp://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaranhttp://id.wikipedia.org/wiki/Peserta_didikhttp://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat

  • 2

    untuk mengamalkan ilmu pengetahuan dan mengaktualisasikan keimanan

    dan ketakwaannya dalam kehidupan sehari-hari.

    Kegiatan pembinaan di sekolah tidak lepas dari peran guru.

    Guru adalah pendidik di sekolah, yaitu orang dewasa yang bertanggung

    jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam

    perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya,

    mampu berdiri sendiri dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk

    Allah khalifah di muka bumi, sebagai makhluk sosial dan individu yang

    sanggup berdiri sendiri.2 Usaha membiasakan kepada yang baik sangat

    dianjurkan bahkan diperintah, di dalam agama Islam.

    Problematika seorang guru bukan hanya pada tingkatan bagaimana

    cara mencerdaskan peserta didik saja. Tetapi lebih-lebih dalam

    menanamkan nilai pada peserta didik. Seorang guru juga harus

    menanamkan akhlak pada diri peserta didik. Sesuai yang dikemukakan

    oleh Ahmad Amin bahwa akhlak adalah membiasakan kehendak. 3Oleh

    karena itu guru harus menjadi seseorang yang mampu membiasakan

    kehendak para siswanya menuju kebiasaan yang baik.

    Kemajuan teknologi berperan dalam mengubah pola hidup remaja

    saat ini. Mudahnya memperoleh informasi seakan-akan memudahkan

    mereka untuk berlomba-lomba menjadi remaja yang paling fashionable.

    Apalagi sejatinya masa remaja adalah suatu masa di mana mulai ragu-ragu

    2Bayu Zu My Blog. http://bayuzu. blogspot. com/2012/07/pengertian-guru. html.

    Diakses pada tanggal 3 Juni 2013, pukul 11. 59 3 Rachmad Djatnika, Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia), (Jakarta: Pustaka

    Panjimas. 1996), hal. 48.

  • 3

    terhadap kaidah-kaidah akhlak dan ketentuan agama. Keraguan atau

    kebimbangan itu mungkin berakhir dengan tunduk kepada-Nya atau

    menentang-Nya. Masa remaja adalah suatu tahap kehidupan yang bersifat

    peralihan dan tidak mantap. Disamping itu, masa remaja adalah masa yang

    rawan oleh pengaruh-pengaruh negatif. 4 Remaja berusaha bersikap sesuai

    dengan norma-norma kelompok walaupun kadang kala membuat

    pertentangan antara keluarga dan anak karena tidak sesuai dengan perilaku

    yang ada.

    Islam sebagai etika normatif bagi pemeluknya, diharapkan dapat

    mewujudkan nilainya secara sempurna. Oleh karena itu Islam bukanlah

    agama yang terbatas dalam kehidupan pribadi yang semata-mata mengatur

    hubungan manusia dengan Tuhannya, akan tetapi memberikan pedoman

    hidup yang utuh dan menyeluruh. Maka tidak ada fenomena kehidupan

    yang tidak terbahas dalam ajaran Islam, termasuk dalam aturan

    berpakaian. 5

    Pakaian yang dalam bahasa Arab adalah Albisah merupakan

    bentuk jamak dari kata libs, yaitu suatu yang dikenakan manusia untuk

    menutupi dan melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari panas dan

    dingin. Pakaian ialah setiap sesuatu yang menutupi tubuh. 6 Selain itu

    4 Sofyan S. Wilis, Remaja dan Masalahnya: Mengupas Berbagai Bentuk

    Kenakalan Remaja Seperti Narkoba, Free sex dan Pemecahannya, (Bandung: Alfabeta,

    2008), hal. 5 Husein Sahib, Jilbab Menurut al-Quran dan al-Sunnah, (Jakarta:Mizan,

    1983), hal. 18. 6Syaikh Abdul Wahhab Abdussalam Thawilah. Trj. Saefudin. Panduan

    Berbusana Islami Penampilan Sesuai Tuntunan Al-Qur,an dan As-Sunnah (Jakarta:

    Almahira, 2007), hal. 3.

  • 4

    pakaian juga berfungsi menutupi tubuhnya karena fitrah, pakaian juga

    melindungi dari berbagai ganguan dan perubahan cuaca dan pakaian bisa

    menjadi sarana yang dapat memperindah penampilan. Secara psikologis,

    pengaruh pakaian terhadap sikap seseorang sangat besar. Kalau

    pakaiannya asal jadi saja maka sikap orang yang memakainya pun akan

    kelihatan agak ugal-ugalan, kalau cara berpakaiannya agak rapi maka

    sikapnya pun akan berubah. 7

    Berpakaian adalah kebutuhan pokok manusia yang tidak hanya

    berkaitan dengan kesehatan, etika, estetika, tetapi juga berhubungan

    dengan kondisi sosial budaya, bahkan juga ekspresi ideologi. Bagi

    manusia pakaian tidak hanya berdimensi keindahan, tetapi juga

    kehormatan bahkan keyakinan. Itulah sebabnya, aturan pakaian termasuk

    yang dipandang penting oleh Allah SWT, sehingga tercantum dalam Al-

    Qur,an yang mulia. Allah berfirman dalam surat Al-Araf (7): 268

    Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu

    pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan

    pakaian takwa Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah

    sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka

    selalu ingat

    7 Darby Jusbar Salim (Pemenang no X Sayembara Karya Tulis Ilmiah

    Keagamaan Mahasiswa PTAI se Indonesia), Busana Muslim Dan Permasalahannya

    (Jakarta:Proyek Pembinaan Kemahasiswaan Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan

    Agama Islam DePag RI. 1984), hal. 12. 8Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah (Bandung: Diponegoro,

    2006), hal. 224.

  • 5

    Di dalam ayat tersebut ada dua jenis pakaian, yaitu pertama

    pakaian yang dapat menutupi aurat yaitu pakaian darurat seperti pakaian

    dalam dan hijab bagi wanita. Kedua adalah pakaian yang bisa

    memperindah penampilan diri, yaitu pakaian luar yang dapat menciptakan

    kesempurnaan dan kesenangan. Dalam surat tersebut dinyatakan kata

    Bani Adam ini merupakan seruan untuk semua manusia tanpa terkecuali.

    Namun demikian ada yang lebih penting dalam ayat tersebut yaitu

    pakaian ketakwaan yaitu sesuatu yang mantap di hati berupa keimanan dan

    kesalehan. Seperti yang di ungkapkan Syaikh Abdul Wahab, bahwa

    telanjangnya jiwa dari agama dan akhlak, jauh lebih buruk daripada

    telanjangnya tubuh. Jadi, jiwa lebih berhak mendapatkan kenyamanan.9

    Fungsi pakaian yang sebenarnya adalah untuk menutup aurat.

    Disamping itu pakaian juga berfungsi untuk memperjelas identitas agar

    orang mudah dikenal. 10

    Namun demikian Islam tidak menetapkan model

    pakaian khusus. Namun Islam menyusun sekumpulan prinsip serta kaidah

    pokok pada pakaian dan memerintahkan umat muslim untuk menjaganya.

    Apabila seorang laki-laki menjaga kaidah dan prinsip tersebut pada

    pakaiannya dan perempuan menjaga pada pakaian dan hijabnya, tentu

    pakaian tersebut disyariatkan tanpa memandang corak potongan dan

    jahitannya. Tetapi yang perlu digaris bawahi adalah pakaian tersebut

    menutup aurat dan bukan yang diharaman karena sesuatu. Walaupun ada

    9 Syaikh Abdul Wahhab Abdussalam Thawilah.Trj.Saefudin, Panduan

    Berbusana Islami Penampilan Sesuai Tuntunan Al-Qur,an dan As-Sunnah,(Jakarta:

    Almahira, 2007), hal. 4. 10

    Juwariyah, Hadis Tarbawi, (Yogyakarta:Teras, 2010), hal. 90.

  • 6

    ungkapan yang dinisbatkan agar pakaian itu juga tidak menjadi dasar

    prasangka lahirnya kesombongan atau ada unsur pemborosan. Rasulullah

    bersabda:

    Makanlah, minumlah, berpakaian dan bersedahkahlah tanpa berlebih-

    lebihan dan sombong. (H. R al-Bukhari)11

    Quraish Shihab dalam bukunya wawasan Al-Quran menyatakan

    bahwa harus diakui pakaian tidak menciptakan santri tetapi pakaian dapat

    mendorong pemakaiannya untuk berperilaku seperti santri atau sebaliknya

    menjadi setan, tergantung dari cara dan model pakaiannya. Pakaian

    terhormat, mengundang seseorang untuk berperilaku serta mendatangi

    tempat yang terhormat, sekaligus mencegahnya ke tempat-tempat yang

    tidak senonoh. Yang kemudian menjadi salah satu maksud Al-Quran

    memerintahkan wanita-wanita memakai jilbab pada surat Al-Ahzab ayat

    59 yang bunyinya:

    Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu

    dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan

    jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka

    lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. dan Allah

    adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang12

    11

    Abulghasim Payande, Bahjul Fashasah Ensiklopedi Hadis Masterpiece

    Muhammad SAW (Jakarta: Pustaka Iman 2011), hal. 494. 12

    Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah (Bandung: Diponegoro,

    2006), hal. 678.

  • 7

    Dari ayat tersebut sudah jelas bahwasanya perintah untuk

    mengenakan jilbab bagi semua kaum perempuan adalah wajib

    sebagaimana semua kaum muslim diwajibkan untuk menyebah Allah

    SWT. Oleh karena itu semua mukmin saling ingat-mengingatkan tentang

    perintah tersebut.

    Namun yang sering kali menjadi masalah adalah memadukan

    antara fungsi pakaian sebagai hiasan dengan fungsi pakaian sebagai

    penutup aurat. Disini tidak jarang para remaja tergelincir sehingga

    mengabaikan ketertutupan aurat demi sesuatu yang dinilainya keindahan

    dan hiasan.13

    Adapun syarat-syarat pakaian tersebut adalah:

    menutupi seluruh tubuh selain yang dikecualikan, tidak tembus pandang,

    tidak ketat sehingga membentuk lekuk tubuh, tidak menyerupai pakaian

    laki-laki dan tidak menyerupai pakaian 'khas' milik orang kafir atau

    pakaian orang fasik.

    Pada era yang dianggap sebagai era kebebasan dan modernitas di

    mana mulai muncul adanya wahana pikir manusia menjadikan pakaian

    sebagai status simbol, status gengsi, sebuah ideologi yang hidup pada

    masa ini. Hal ini yang kemudian menjadikan seseorang bisa diterima pada

    golongan tertentu. Pada realitasnya kebebasan ini menjadi semakin bebas.

    Pendidikan sebagai sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa

    sehingga manusia menjadi seorang yang bermartabat dan bermoral seakan

    13

    M. Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah (Jakarta: Lentera Hati

    2006), hal. 44.

  • 8

    luntur dengan adanya keambiguan dari sistem pendidikan sendiri dan dari

    realita yang ada.

    Tidak dapat diingkari lagi terjadinya benturan antara dua sistem

    yang ada. Di satu pihak sistem pendidikan kita yang belum utuh dan di

    pihak lain sistem nilai ajaran Islam yang menginginkan keutuhan dalam

    segala hal. Benturan ini menjadi semakin rancu ketika satu pihak berusaha

    untuk memaksakan keinginan tetapi pihak lain tetap bertahan dengan

    keyakinan.14

    Oleh karena itu guru sebagai tenaga pendidik yang

    membimbing dan mengarahkan kepada peserta didiknya juga harus

    menanamkan akhlak dalam berpakaian secara apik (menutup aurat) baik di

    lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Oleh karena itu perlu adanya

    pembinaan dari berbagai pihak untuk mewujudkan tatanan yang

    diinginkan (berpakaian Islami bagi siswa muslim).

    Dari permasalahan di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti

    bagaimana pembinaan etika siswa dalam berpakaian Islami. Mengapa

    penulis menggunakan kata Islami, karena pada satu sisi Islam secara

    terang-terangan mengatur tentang cara berpakaian bagi kaumnya agar

    terhindar dari keburukan. Di sisi yang lain peneliti merasa bahwa realita

    yang terjadi saat ini adalah pada sekolah-sekolah umum menerapkan

    kepada siswanya agar berpakaian secara Islami kepada semua siswa

    muslim.

    14

    Darby Jusbar Salim (Pemenang no X Sayembara Karya Tulis Ilmiah

    Keagamaan Mahasiswa PTAI se Indonesia), Busana Muslim, hal. 18.

  • 9

    SMA N 1 Sleman sebagai lembaga formal yang bernaung di

    lembaga Pendidikan Nasional menjadi salah satu sekolah yang

    menerapkan pakaian muslim kepada siswa yang beragama Islam.

    Meskipun tidak mewajibkan menggunakan pakaian Islami bagi siswa

    muslimnya dan juga para siswanya dari latar belakang pendidikan formal

    yang bernaung pada lembaga yang sama yaitu lembaga pendidikan

    nasional (SMP N). Namun, banyak siswa yang mengindahkan himbauan

    tersebut.

    Disamping itu juga sejatinya pada peraturan pendidikan nasional

    tidak menyinggung tentang tata cara berpakaian baik bagi siswa muslim

    maupun non muslim. Akan tetapi SMA N 1 Sleman menghimbau kepada

    siswanya untuk menggunakan pakaian Islami di lingkungan SMA N 1

    Sleman. Hampir 88 % siswa muslim perempuan SMA N 1 Sleman

    menggunakan pakaian Islami. Hal ini ditunjukkan dengan penggunaan

    kerudung oleh siswa perempuan muslim dari kelas X-XII.

    Di satu sisi hal tersebut sudah berjalan, namun yang dapat

    disayangkan adalah ada beberapa yang memang tidak menjalankan hal

    tersebut. Sebagai contoh, ada siswa perempuan muslim yang pada hari

    senin dia memakai jilbab dan pada hari selasa dan seterusnya tidak

    memakai jilbab, begitu pula sebaliknya. Apalagi siswa terkadang hanya

    menggunakan pakaian Islami saat mengikuti pelajaran agama Islam saja,

    sedangkan pelajaran pendidikan agama Islam-pun hanya mendapat porsi 2

    jam untuk kelas XI dan XII dan 3 jam pelajaran untuk kelas X, hal ini

  • 10

    tidak memungkinkan untuk menanamkan kepada siswa agar selalu

    berpenampilan sesuai dengan tata aturan Islami. Keadaan ini yang

    kemudian menjadi tugas tersendiri bagi sekolah dan guru sebagai pendidik

    untuk membina para siswanya agar mampu menjalankan cara berpakaian

    menurut syariat Islam.15

    Di SMA N 1 Sleman ini tentunya peran sekolah dan guru sangat

    berpengaruh dalam hal membina siswanya untuk berpakaian Islami bagi

    siswa yang beragama Islam. Untuk membina siswanya tentunya ada

    problem dan juga ada upaya-upaya sekolah dan guru agar problem tersebut

    terpecahkan. Dengan demikian peran dan upaya sekolah dan guru sangat

    vital dalam membina etika berpakaian bagi para siswa muslim.

    Dari latar belakang masalah di atas, serta keinginan untuk

    mengetahui bagaimana upaya sekolah dan guru dalam membina peserta

    didik yang kurang memperhatikan gaya berpakaiannya, maka penulis

    memfokuskan penelitian dengan judul Pembinaan Etika Berpakaian

    Islami Bagi Siswa Muslim Di SMA N 1 Sleman. Penelitian ini

    dilakukan untuk mengetahui apa saja upaya sekolah dalam membina etika

    berpakaian secara Islami bagi siswa muslim di SMA N 1 Sleman.

    15

    Observasi di SMA N 1 Sleman pada tanggal 19 Desember 2013

  • 11

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah dipaparkan

    sebelumnya, maka penulis merumuskan beberapa pokok permasalahan:

    1. Bagaimanakah etika berpakaian Islami bagi siswa muslim di SMA N 1

    Sleman?

    2. Bagaimana upaya yang dilakukan di sekolah dalam membina etika

    berpakaian Islami bagi siswa muslim di SMA N 1 Sleman?

    3. Apa saja yang menjadi problem dalam membina etika berpakaian

    Islami bagi siswa muslim di SMA N 1 Sleman?

    C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

    1. Tujuan penelitian

    a. Mengetahuai bagaimana penerapan etika berpakaian Islami bagi

    siswa muslim di SMA N 1 Sleman

    b. Mengetahui upaya yang dilakukan di sekolah dalam membina etika

    berpakaian Islami bagi siswa muslim di SMA N 1 Sleman

    c. Mengetahui problem dalam membina etika berpakaian Islami bagi

    siswa muslim di SMA N 1 Sleman

    2. Kegunaan Penelitian

    a. Secara teoritis

    Karya ilmiah ini diharapkan mampu menambah wawasan dan dapat

    dijadikan tambahan dalam memperkaya khasanah keilmuan

    pendidikan serta dapat digunakan sebagai referensi bagi guru dalam

    membina etika berpakaian para peserta didiknya.

  • 12

    b. Secara Praktis

    1. Bagi sekolah, dapat dijadikan sebagai masukan dalam membina

    etika berpakaian peserta didik SMA N 1 Sleman

    2. Bagi penulis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

    wawasan keilmuan dan pengetahuan dalam kajian ke-Islaman

    3. Bagi pembaca pada umumnya, hasil penelitian ini diharapkan

    dapat dijadikan sebagai referensi serta dapat memberi gambaran

    tentang bagaimana upaya yang dilakukan seorang guru dalam

    membina etika berpakaian Islami siswa.

    D. Telaah Pustaka

    Sebelum meneliti, penulis terlebih dahulu menelaah beberapa hasil

    penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Dari beberapa

    penelitian yang ada, terdapat beberapa penelitian mengenai pakaian secara

    Islami yang relevan dengan penelitian ini. Berikut hasil penelitian yang

    dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

    Skripsi M. Khafid, jurusan Pendidikan Agama Islam, yang berjudul

    Malu dan Pengaruhnya Terhadap Etika Berpakaian Remaja Puteri Desa

    Pasir Kecamatan Mijen Kabupaten Demak. Dalam skripsi ini juga

    membahas tentang etika berpakaian secara Islami. Disamping itu juga

    skripsi ini memaparkan tentang turunnya budaya malu dikalangan remaja

    putri dan pengaruhnya terhadap etika berpakaian dikalangan remaja

  • 13

    putri.16

    Skripsi ini hanya membahas tentang pakaian bagi putri saja tanpa

    menyebutkan problem dan upaya yang dilakukan oleh semua pihak yang

    bertanggung jawab (sekolah dan keluarga).

    Arief Saefullah, jurusan Perbandingan Agama, dengan judul Etika

    Berpakaian Perspektif Al-Kitab dan Al-Quran. Skripsi ini membahas

    tentang batasan aurat, mengapa tubuh tertentu harus ditutupi dan

    bagaimana etika berpakaian pada Al-Kitab dan Al-Quran. Fokus skripsi

    ini adalah pada etika berpakaian pada Al-Kitab dan Al-Quran dan

    penekanan pada persamaan dan perbedaan etika pada Al-Kitab dan Al-

    Quran. 17

    Penelitian ini membahas tentang etika berpakaian yang ada pada

    Al-Kitab dan Al-Quran, tidak secara spesifik menerangkan problem-

    problem yang terjadi saat ini.

    Shufiyyah Anwari, jurusan Tafsir Hadits, dengan judul skripsi

    Pakaian Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani Dalam Kitab Fath Al-Bari.

    Skripsi ini membahas tentang pakaian yang disukai Nabi SAW dalam

    kitab Fath al-Bani adalah pakaian yang tidak menunjukkan unsur

    kesombongan dan tidak berlebihan dalam menggunakannya. 18

    Skripsi

    yang di tulis oleh Anwari ini membahas tentang pakaian dari kitab Fath Al

    Bari.

    16

    Khafif, Malu dan Pengaruhnya Terhadap Etika Berpakaian Remaja Putri,

    Skripsi fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2001, hal. xi. 17

    Arief Saefullah, Etika Berpakaian Perspektif Al-Kitab dan Al-Quran,

    Skripsi, Fakultas Usuluddin, Studi Agama dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga

    Yogyakarta, 2010, hal. ix. 18

    Shuyiyyah Anwari, Pakaian Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani dalam Kitab

    Fath Al-Bari, Skripsi Fakultas Usuluddin, Studi Agama dan Pemikiran Islam UIN Sunan

    Kalijaga, Yogyakarta, 2011, hal.

  • 14

    Skripsi yang ditulis Alfiyah jurusan Sosiologi Agama Fakultas

    Ushuluddin dengan judul Hubungan antara Persepsi Tentang Busana

    Muslimah Dengan gaya Berpakaian Studi di Fakultas Ekonomi

    Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Skripsi ini menjelaskan bahwa

    ketika persepsi tentang busana muslimah semakin tinggi maka gaya

    berpakaian pun akan sesuai dengan syariat, dan sebaliknya. 19

    Muhaiminah Darajat, jurusan Pendidikan Agama Islam fakultas

    Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga tahun 2009. Skripsi dengan judul Upaya

    Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membina Akhlak Siswa Siswi SD

    Negeri Ungaran I Yogyakarta. Dalam skripsi ini menerangkan bahwa

    pembinaan akhlak dilakukan dengan pembiasaan, tata karma, kepedulian

    sosial dan pemberian contoh. Selain itu uga menasehati dengan

    memberikan punishment bagi yang tidak disiplin. Hal tersebut dapat

    terlaksana dengan cara membuat aturan dan prosedur, mengajarkan untuk

    mengikuti aturan, merespons secara tepat dan konstruktif ketika ada

    masalah timbul. 20

    Dari kajian pustaka di atas berbeda dengan skripsi yang dikerjakan

    oleh penulis. Pada penelitian ini berfokus pada pembinaan etika

    berpakaian yang dilakukan oleh sekolah dan guru sebagai lembaga

    pendidikan dan orang tua kedua bagi siswa di sekolah. Seperti apa

    19

    Alfiyah, Hubungan Antara Persepsi Tentang Busana Muslimah Dengan Gaya

    Berpakaian (Studi di Fakultas Ekonomi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta), Skripsi

    Fakultas Ushuluddin,Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga,Yogyakarta, 2008, hal. vi. 20

    Muhaiminah Darajat, Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membina

    Akhlak Siswa Siswi SD Negeri Ungaran I Yogyakarta, Skripsi fakultas Tarbiyah UIN

    Sunan Kalijaga,Yogyakarta 2009, hal. vii.

  • 15

    pembinaan yang dilakukan oleh sekolah dan para guru sehingga etika

    berpakaian di SMA N 1 Sleman sesuai dengan etika berpakaian Islami.

    E. Kerangka Teori

    1. Pembinaan

    Pembinaan dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti (1)

    proses, cara, perbuatan membina (negara dsb); (2) pembaharuan;

    penyempurnaan; (3) usaha, tindakan, dan kegiatan yg dilakukan secara

    efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yg lebih baik. 21

    Menurut Wiranto (1999), pembinaan merupakan upaya untuk

    meningkatkan kapasitas masyarakat dan pemberian kesempatan yang

    seluas-luasnya bagi penduduk kategori miskin untuk melakukan

    kegiatan sosial ekonomi yang produktif, sehingga mampu

    menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi dan pendapatan yang lebih

    besar.

    Sedangkan menurut W.J.S Poerwadarminto dalam Kamus

    Umum Bahasa Indonesia, pembinaan diartikan sebagai suatu proses

    untuk mempertahankan dan menyempurnakan sesuatu hal yang sudah

    ada sebelumnya.22

    Di dunia pendidikan, pembinaan biasanya bergantung pada

    pembinaan akhlak yang dititik beratkan pada pembentukan mental anak

    atau remaja agar tidak mengalami penyimpangan. Sebab dari

    21

    KBBI Online, http://kamusbahasaindonesia. org/pembinaan#ixzz2kOra38f7,

    Diakses Pada Tanggal 12 November 2013, Pukul 10. 55 WIB.

    22 W. J. S. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta : Rajawali,

    1991), hal. 84.

    http://kamusbahasaindonesia.org/pembinaan#ixzz2kOra38f7

  • 16

    pembinaan akhlak berarti bahwa remaja dituntut agar belajar memiliki

    rasa tanggung jawab.

    Menurut Agus Suyanto yang dimaksud dengan rasa bertanggung

    jawab, adalah bahwa telah mengerti tentang perbedaan antara yang

    benar dengan yang salah, yang boleh dan yang dilarang, yang

    dianjurkan dan yang dicegah, yang baik dan yang buruk, dan ia sadar

    bahwa ia harus menjauhi segala yang bersifat negatif dan mencoba

    membina diri untuk selalu menggunakan hal-hal yang positif.23

    Pembinaan juga tidak terlepas dengan mendidik, di mana

    mendidik ialah memimpin anak ke arah kedewasaan, jadi yang kita tuju

    dalam pendidikan ialah kedewasaan si anak. Tidak mungkin Seorang

    pendidik membawa anak kepada dewasanya bukan hanya dengan

    nasihat-nasihat, perintah-perintah, anjuran-anjuran dan larangan-

    larangan saja. Melainkan yang utama ialah dengan gambaran

    kedewasaan yang senantiasa dapat dibayangkan oleh anak dalam diri

    pendidiknya didalam pergaulan mereka (antara pendidik dan anak

    didik).

    Mangun Harjono mengungkapkan bahwa:24

    Pembinaan dapat diartikan sebagai usaha yang bersifat praktis

    yang digunakan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap,

    kecakapan,dan praktek dibidang pendidikan ekonomi,

    kemasyarakatan dan lain sebagainya. Kalau dilihat dari segi

    pendidikan pembinaan adalah merupakan bagian dari

    pendidikan namun penekanannya dalam pembinaan berbeda

    23

    Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta,

    1991), hal. 148. 24

    Mangun Harjono, Pembinaan Arti dan Metodenya, (Yogyakarta: Kanisius,

    1986), hal. 11.

  • 17

    dengan pendidikan, maka pembinaan berbeda dengan

    pendidikan, perbedaanya: pembinaan menekankan

    pengembangan manusia dari segi praktis, pengembangan

    sikap, kemampuan dan segi kecakapan, sedangkan pendidikan

    menekankan pengembangan pengetahuan dan ilmu.

    Kemudian Ngalim Purwanto menyebutkan pengertian pendidikan

    adalah25

    Pendidikan berasal dari istilah Yunani pedagogie. Pendidikan

    selalu melibatkan unsur mendidik yang dilakukan oleh

    pendidik kepada peserta didik. Mendidik adalah proses

    memimpin atau membimbing oleh pendidik kepada peserta

    didik baik jasmani maupun rohani. Dalam proses pendidikan

    mencakup pengertian yang sangat umum yang meliputi semua

    tindakan mengenai gejala-gejala pendidikan.

    Pembinaan merupakan suatu proses pendidikan yang dilakukan

    secara efisien dan efektif untuk mengembangkan kemampuan siswa

    sehingga tercipta suatu kesempurnaan. Sehingga mampu menjauhi

    segala hal yang negatif dan selalu menggunakan hal yang positif dalam

    kehidupannya. Pembinaan juga mengarahkan kepada sikap

    pendewasaan pada anak, sehingga anak tersebut memiliki sikap

    tanggung jawab.

    a. Pendidik di Sekolah

    Adapun pendidik atau pembina di sekolah adalah:

    1) Kepala Sekolah

    Kepala sekolah adalah guru yang diberikan tugas tambahan

    untuk memimpin suatu sekolah yang diselenggarakan proses belajar-

    mengajar atau tempat terjadi interaksi antara guru yang memberi

    25

    Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, (bandung: PT.

    Remaja Rosdakarya, 2000), hal. 3-4.

    http://id.wikipedia.org/wiki/Guruhttp://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah

  • 18

    pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Kepala sekolah

    memiliki peran utama yaitu sebagai manajer atau administrator yaitu

    melaksanakan fungsi-fungsi administrasi pendidikan di sekolah, dan

    pemimpin pendidik, bertugas mendinamisasi proses pengelolaan

    pendidikan secara administratif maupun edukatif. Di mana

    mengarahkan dan membina setiap guru agar melaksanakan tugas

    pengajaran secara tepat dan benar.26

    Secara sederhana kepala sekolah didefinisikan sebagai seorang

    tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu

    sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar atau

    tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi perlajaran

    dan siswa yang menerima pelajaran.

    2) Guru

    Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

    mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan

    mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur

    pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.27

    Guru juga dikaitkan dengan pendidik karena jabatan.

    Abdurrahman An-Nahlawi menyebutkan pentingnya pendidik yaitu

    mempunyai 2 fungsi utama setiap pendidik, yaitu:

    26

    Mulyadi, Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya

    Mutu, (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hal. 73. 27

    Lihat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 Tentang

    Guru dan Dosen Pasal 1 Ayat 1

  • 19

    a) Tazkiyyah, yaitu menumbuhkembangkan, menyucikan dan

    membersihkan diri peserta didiknya agar dekat kepada sang

    pencipta, menjauhkannya dari segala keburukan dan kejahatan,

    serta menjaga dan memelihara fitrahnya.

    b) Talim, yaitu mentransfer atau menyampaikan berbagai ilmu

    pengetahuan dan aqidah kepada akal dan hati orang-orang

    mukmin (peserta didiknya), agar mereka dapat menerapkan

    dalam segala perilaku dan kehidupan.28

    Jadi guru adalah seorang pendidik yang bertugas mendidik,

    mengajar dan membimbing peserta didiknya dengan ilmu

    pengetahuan yang didapatkan agar mampu menjauhkan diri pada

    segala keburukan. Selain itu juga dengan ilmu pengetahuan yang

    didapatnya mampu diterapkan dalam segala perilaku dan

    kehidupannya.

    3) Tenaga Kependidikan

    Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang

    mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan

    pendidikan. Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan

    administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan

    pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan

    pendidikan.29

    Jadi tenaga kependidikan mempunyai andil tersendiri

    28

    Mangun Budiyanto, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Griya Santri, 2011),

    hal. 61-62. 29

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

    Pendidikan Nasional BAB XI Pasal 39

  • 20

    dalam membina bagaimana tata perilaku siswa saat di sekolah.

    Tenaga kependidikan merupakan masyarakat sekolah yang juga

    menunjang penyelenggaraan pendidikan di sekolah.

    Pembina atau pendidik di sekolah (kepala sekolah, guru dan

    tenaga kependidikan) merupakan orang tua siswa pada lingkungan

    sekolah. Pembinaan di sekolah bertujuan untuk mendidik siswanya

    menuju kesempurnaan. Seorang pendidik memberikan keteladanan

    kepada siswa sehingga siswa mampu mencotoh para pendidiknya.

    Oleh karena itu, contoh atau teladan yang baik sangat diperuntukkan

    dalam suatu pembinaan etika.

    b. Metode pembinaan

    Untuk mencapai tujuan pembinaan sebagaimana mestinya,

    pembina juga harus memiliki metode untuk mencapai tujuan pembinaan

    tersebut. Diantara metode pembinaan etika bagi anak adalah:

    1) Metode Syariat (Doktrin), seorang anak yang daya berpikir,

    penalarannya dan perkembangan diperlukan doktrin-doktrin yang

    membiasakan perilakunya agar menjadi baik. Doktrin yang

    dimaksudkan adalah ajaran-ajaran agama yang sifatnya mengikat

    yang harus dilakukan anak. Maka di sini sebenarnya diperlukan

    model atau contoh dari orang-orang yang ada di dekatnya.

    2) Metode Dialog, anak dilahirkan dengan membawa berbagai macam

    potensi, termasuk potensi etika yang dibawanya dari ibu dan

    ayahnya. Potensi yang ada tersebut masih bersifat dasar, maka

  • 21

    pengembangannya dengan jalan berdialog untuk menggugah dan

    menyadarkan berdasarkan potensi yang dibawanya. Apalagi etika

    adalah bentuk perilaku yang tidak dibuat-buat dan dilakukan

    dengan penuh kesadaran dan tanpa tekanan siapapun. Jadi, usaha

    pendidik mengajak dialog dan bertukar pikiran, untuk penanaman

    etika mutlak diperlukan. Karena dengan metode ini anak digugah

    kesadarannya dengan bertukar pikiran dan merangsang

    penalarannya.

    3) Metode Keteladanan, pada diri manusia terutama pada usia anak-

    anak sampai remaja, sifat menirunya sangat dominan. Di usia

    dewasa pun pengaruh keteladanan dalam diri seseorang masih

    dapat ditemukan. Sehingga Allah Swt. mengutus Nabi Muhammad

    Saw. dengan tugas utama memperbaiki etika manusia. Metode

    utama yang dilakukan Nabi Muhammad Saw. dalam berdakwah

    adalah dengan keteladanan. Metode inilah Nabi Muhammad Saw.

    mencapai keberhasilan dalam mengemban tugas mulianya.30

    2. Etika Berpakaian Islami

    a. Etika

    Kata etika berasal dari kata Yunani ethos yang berarti sifat atau

    adat dan kata jadian ta ethika yang dipakai Plato dan Aristoteles

    untuk menerangkan studi mereka tentang nilai-nilai dan cita-cita

    30

    Mustofa, Metode Pembinaan Etika Sopan Santun Kepada Anak, dalam

    http://musstofa.wordpress.com/2008/9/08/metode-pembinaan-etika-sopan-santun-kepada-

    anak/, Diakses Tanggal 13 November Pukul 14. 35

    http://musstofa.wordpress.com/

  • 22

    Yunani. Etika adalah bagian dan pengertian dari ethos, usaha untuk

    mengerti tata aturan sosial yang menentukan dan membatasi tingkah

    laku kita, khususnya tata aturan yang fundamental.31

    Etika adalah usaha

    manusia untuk memakai akal budi dan daya fikirnya untuk

    memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup kalau ia mau menjadi

    baik.32

    Etika mempunyai pengertian yang cukup dekat dengan moral.

    Etika pada hakikatnya mengamati realitas moral secara kritis. Etika

    tidak memberikan ajaran, melainkan memeriksa kebiasaan-kebiasan,

    nilai-nilai, norma-norma dan pandangan-pandangan moral secara kritis.

    Etika menuntut pertanggung jawaban dan mau menyingkapkan

    kerancuan.33

    Etika itu rasional berarti menunjukkan bahwa tingkah laku kita

    diarahkan tujuan (juga diarahkan hukum) karena itu efektif atau tidak

    efektif dalam mencapai tujuannya. Etika membantu manusia menyuluhi

    kesadaran moralnya dan turut serta mencari pemecahan yang dapat

    dipertanggung jawabkannya. Etika juga membantu untuk mencari

    alasan mengapa suatu perbuatan harus dilakukan atau sebaliknya tidak

    dilakukan.

    K. Bertens berpendapat bahwa arti kata etika dalam Kamus Besar

    Bahasa Indonesia dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya

    31

    Robert C Solomon, Etika Suatu Pengantar (R. Andre Karo-karo. Terjemahan,

    Jakarta: Sapdodadi 1984), hal. 5. 32

    Franz Magnis-Suseno, Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral

    (Yogyakarta: Kanisius, 1987), hal. 17.

    33

    Ibid, ,hal. 18.

  • 23

    lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti

    kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut :

    1) nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau

    suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

    2) kumpulan asas atau nilai moral.

    3) ilmu tentang yang baik atau buruk.34

    Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis

    (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang

    begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa

    disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan

    metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral.

    Jadi etika merupakan suatu tata aturan sosial yang membatasi

    tingkah laku. Etika juga membantu manusia dalam menyuluhi

    kesadaran moralnya, sehingga seseorang dapat mencari alasan suatu

    perbuatan harus dilakukan atau harus ditinggalkan.

    Sebagai guru atau pendidik di sekolah yaitu orang dewasa

    yang bertanggung jawab memberi bimbingan setidaknya memberikan

    pembiasaan dan arahan kepada siswanya untuk bersikap dan

    berakhlak dengan baik. Sehingga siswa terbiasa dengan peraturan dan

    tutunan syariat agama yang ada tanpa terkecuali. Sehingga

    menjadikan sistem nilai yang nantinya mampu diterapkan untuk

    34

    http://www. ut. ac. id/html/suplemen/ipem4430/etika21. htm, Diakses Tanggal

    01 November, pukul 14. 36 WIB

    http://www.ut.ac.id/html/suplemen/ipem4430/etika21.htm

  • 24

    membentuk pribadi yang sadar akan nilai-nilai. Sehingga mampu

    menyaring suatu perbuatan tersebut harus dilakukan atau harus

    ditinggalkan.

    b. Pakaian Islami

    Pakaian (sandang) adalah salah satu kebutuhan pokok

    manusia disamping makanan (pangan) dan tempat tinggal (papan).

    Selain berfungsi menutup tubuh, pakaian juga merupakan pernyataan

    lambang status seseorang dalam masyarakat. Sebab berpakaian

    ternyata merupakan perwujudan dari sifat dasar manusia yang

    mempunyai rasa malu sehingga berusaha selalu menutupi tubuhnya.

    Di dalam Al-Quran makna pakaian sering disebut dengan

    menggunakan tiga istilah, yaitu libs, iyab dan arbil. Libs

    (bentuk jamak dari lubun) memiliki makna segala sesuatu yang

    menutupi tubuh, baik berupa busana luar maupun

    perhiasan.Sedangkan iyab (bentuk jamak dari aub) memiliki arti

    kembali, yakni kembalinya sesuatu pada keadaan semula atau

    keadaan yang seharusnya sesuai dengan ide pertamanya. Keadaan

    semula atau ide dasar tentang pakaian adalah dipakai. Adapun

    arbil memiliki arti yang lebih fungsional yakni fungsi pakaian

    kepada orang yang memakainya.35

    Pakaian secara umum dipahami sebagai alat untuk

    melindungi tubuh atau fasilitas untuk memperindah penampilan.

    35

    Muhammad Walid, Etika Berpakaian bagi Perempuan, (Malang: UIN Malik

    Press, 2012), hal. 17-18.

  • 25

    Tetapi selain untuk memenuhi dua fungsi tersebut, pakaian pun

    dapat berfungsi sebagai alat komunikasi yang non-verbal, karena

    pakaian mengandung simbol-simbol yang memiliki beragam makna.

    Islam menganggap pakaian yang dikenakan adalah simbol identitas,

    jati diri, kehormatan dan kesederhanaan bagi seseorang, yang dapat

    melindungi dari berbagai bahaya yang mungkin mengancam dirinya.

    Karena itu dalam Islam pakaian memiliki karakteristik yang sangat

    jauh dari tujuan ekonomi apalagi tujuan yang mengarah pada

    pelecehan penciptaan makhluk Allah.36

    Sedangkan Menurut M. Quraish Shihab ada empat fungsi

    utama pakaian,yaitu37

    :

    1) Pakaian sebagai penutup sauat (aurat). Sau-at diambil dari kata

    sa-a yasv-u yang berarti buruk, tidak menyenangkan. Kata ini

    sama maknanya dengan aurat yang diambil dari kata ar yang

    berarti onar, aib, tercela. Keburukan yang dimaksud tidak harus

    dari arti sesuatu yang pada dirinya buruk, tetapi bisa juga karena

    adanya faktor lain yang mengakibatkannya buruk. Tidak ada

    satupun bagian tubuh yang buruk, karena semuanya baik dan

    bermanfaat, termasuk aurat. Tetapi bila dilihat orang lain maka

    kelihatan itulah yang buruk.

    36

    Alfiana, Pengertian Pakaian, http://blogspot.com/2012/12/pengertian-

    pakaian.html. Diakses pada tanggal 25 Oktober, pukul 15. 57 WIB 37

    M. Quraish Shihab, Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah: Pandangan Ulama

    Masa Lalu dan Cendekiawan Kontemporer, ( Jakarta: Lembaga Hati, 2006), hal. 33.

  • 26

    2) Pakaian sebagai hiasan, perhiasan adalah sesuatu yang dipakai

    untuk memperelok. Salah satu fungsi utama dari perintah

    berpakaian yang diterangkan dalam Al-Quran adalah sebagai

    perhiasan.

    3) Pakaian untuk perlindungan, di mana pakaian dapat memberi

    pengaruh psikologis terhadap pemakainya.

    4) Pakaian sebagai penunjuk/identitas, di mana pakaian disini

    memberikan ciri tersendiri, terutama pembeda antara laki-laki dan

    wanita.

    Prinsip berpakaian dalam Islam dikenakan oleh seseorang

    sebagai ungkapan ketaatan dan ketundukan kepada Allah, kerena itu

    berpakaian bagi orang muslim maupun muslimah memiliki nilai

    ibadah. Oleh karena demikian dalam berpakaian seseorang harus

    mengikuti aturan yang ditetapkan Allah dalam Al Quran dan As-

    Sunnah. Dalam berpakaian seseorang pun tidak dapat menentukan

    kepribadiannya secara mutlak, akan tetapi sedikit dari pakaian yang

    digunakannya akan tercermin kepribadiannya dari sorotan lewat

    pakaiannya.

    Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Araf ayat 26

    yang artinya:

    Wahai anak cucu Adam!Susungguhnya Kami telah

    menyediakan pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk

    perhiasan bagaimu. Tetapi pakaian takwa itulah yang lebih

    baik. Demikianlah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah,

    mudah-mudahan mereka selalui ingat. (Q. S. Al-Araf:26)

  • 27

    Ayat ini memberi acuan cara berpakaian sebagaimana

    dituntut oleh sifat takwa, yaitu untuk menutup aurat dan berpakaian

    rapi, sehingga tampak simpati dan berwibawa serta anggun

    dipandangnya. Islam sangat menganjurkan kepada umatnya untuk

    selalu tampil rapi dan bersih dalam kehidupan sehari-hari. Rasulullah

    SAW menyatakan bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman.

    Artinya, orang beriman akan selalu menjaga kerapian dan kebersihan

    kapan dan di mana dia berada. Semakin tinggi iman seseorang maka

    dia akan semakin menjaga kebersihan dan kerapian tersebut.

    Diantara adab berpakaian dalam pandangan Islam yaitu

    sebagai berikut:

    1) Harus memperhatikan syarat-syarat pakaian yang Islami, yaitu

    yang dapat menutupi aurat, terutama wanita

    2) Pakailah pakaian yang bersih dan rapi, sehingga tidak terkesan

    kumal dan dekil, yang akan berpengaruh terhadap pergaulan

    dengan sesama

    3) Hendaklah mendahulukan anggota badan yang sebelah kanan,

    baru kemudian sebelah kiri

    4) Tidak menyerupai pakaian wanita bagi laki-laki, atau pakaian

    laki-laki bagi wanita

    5) Tidak meyerupai pakaian Pendeta Yahudi atau Nasrani, dan atau

    melambangkan pakaian kebesaran agama lain

  • 28

    6) Tidak terlalu ketat dan transparan, sehingga terkesan ingin

    memperlihatkan lekuk tubuhnya atau mempertontonkan

    kelembutan kulitnya

    7) Tidak terlalu berlebihan atau sengaja melebihkan lebar kainnya,

    sehingga terkesan berat dan rikuh menggunakannya, disamping

    bisa mengurangi nilai kepantasan dan keindahan pemakainya.38

    c. Syarat-syarat berpakaian menurut syariat Islam

    Pakaian merupakan salah satu nikmat dan penghormatan yang

    diberikan Allah kepada anak cucu Adam. Barang siapa mensyukuri

    nikmat ini, maka dia telah berada dalam batas-batas aturan yang

    diperbolehkan kepadanya.

    Hukum berpakaian ada tiga yaitu wajib, sunnah dan haram.

    Hukumnya wajib jika untuk menutupi aurat, hukumnya sunnah jika

    dengan berpakaian itu menjadikannya lebih menarik dan indah dan

    haram hukumnya karena ada larangan dari Rasulullah.

    Pakaian ada dua macam, yaitu pakaian khusus perempuan dan

    pakaian khusus laki-laki.

    1) Adapun syarat yang harus dipenuhi dalam mengenakan pakaian

    bagi perempuan, yaitu:

    a) Menutupi seluruh anggota tubuh kecuali bagian-bagian tertentu

    yang boleh diperlihatkan.

    b) Pakaian itu tidak menjadi fitnah pada dirinya.

    38

    Mulya Nyaa, Pengertian Dan Adab Dalam Berpakaian, dalam

    http://eduside.blogspot.com/2013/07/pengertian-dan-adab-dalam-berpakaian.html,

    Diakses Pada Tanggal 25 Oktober, Pukul 16. 26 WIB

    http://eduside.blogspot.com/2013/07/pengertian-dan-adab-dalam-berpakaian.html

  • 29

    c) Pakaian itu tebal dan tidak transparan sehingga bagian dalam

    tubuh tidak terlihat

    d) Pakaian tersebut tidak ketat atau sempit sehingga tidak

    membentuk lekukan- lekukan tubuh yang dapat menimbulkan

    daya rangsang bagi laki-laki.

    e) Tidak menyerupai pakaian laki-laki

    f) Tidak menyerupai pakaian orang kafir

    g) Tidak terlalu berlebihan atau mewah

    2) Mengenai pakaian laki-laki juga ada beberapa syarat yang harus

    dipenuhi, yaitu:

    a) Pakaian tidak terbuat dari sutera murni

    b) Tidak berlebihan atau mewah

    c) Tidak menyerupai pakaian wanita

    d) Tidak memberikan gambaran bentuk tubuh atau aurat dan tidak

    perlu memperlihatkannya.

    e) Hendaknya panjang pakaian tidak melebihi kedua mata kaki.39

    Sedangkan yang dimaksud aurat adalah sesuatu yang menimbulkan

    berahi/syahwat, membangkitkan nafsu sedangkan aurat mempunyai

    kehormatan dibawa oleh rasa malu supaya ditutup rapi dan dipelihara

    agar tidak mengganggu manusia lainnya.40

    39

    Syaikh Saad Yusuf Abu Aziz, Buku Pintar Sunnah dan Bidah (Jakarta

    Timur: Pustaka Al Kautsar,t. t), hal. 448-452. 40

    Fuad Mohd Fathruddin, Aurat dan Jilbab dalam Padangan Mata Islam. 1984

    (Jakarta: Pedoman Ilmu) hal. 10.

  • 30

    Bagi wanita yang dinamakan aurat ialah seluruh tubuhnya selain

    muka dan tangannya, baik di dalam shalat maupun di luarnya. Berbeda

    dengan wanita, bagi pria yang dinamakan aurat itu ialah antara pusar

    dan lutut baik di dalam sembahyang maupun diwaktu lainnya. Ketika

    di dalam keadaan bersendiri, maka aurat itu ialah kemaluan. Pendapat

    ini sesuai dengan hadits HR. Ahmad:41

    Bagian tubuh yang berada di atas kedua lutut termasuk aurat dan

    anggota tubuh yang berada dibawah pusar juga termasuk aurat (H.

    R Ahmad)

    Sesuai dengan perintah Al-Quran, Rasulullah SAW

    memerintahkan umat untuk menutup aurat dan menyembunyikannya.

    Beliau berkata kepada orang yang bajunya jatuh: Ambil untukmu

    bajumu, jangan berjalan dengan telanjang. (HR Abu Hakim).

    Beliaupun bersabda mengenai perintah menutup paha Jangan kau

    tampakkan kedua pahamu, dan jangan kau lihat paha orang hidup, juga

    paha orang mati (HR Al Hakim).42

    Jadi pakaian Islami yang penulis maksud adalah pakaian yang

    apabila dipakai tidak melanggar tata aturan pakaian menurut Islam. Karena

    sejatinya Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menjaga martabatnya

    dengan sebaik-baiknya, yaitu salah satunya dengan berpakaian.

    41

    Mona Shalih Abdullah Al Mazra, Fiqih Shalat Imam Al-Bukhari, 2011

    (Jakarta: Pusta Azzam), hal. 170. 42

    Adnan Hasan Shaleh. Tanggung Jawab Ayah Terhadap Anak Laki-laki. 1993

    (Jakarta: Gema Insani) hal. 355

  • 31

    Berpakaian disini bukan bahan pakaiannya , akan tetapi cara berpakaianlah

    yang ditekankan.

    Menurut hemat penulis pakaian Islami adalah pakaian tersebut

    merupakan suatu pakaian yang menjadikan pemakainya menjadi

    bermartabat, yaitu pakaian yang menutup aurat bagi pemakainya. Dapat

    didefinisikan bahwa pakaian Islami bagi siswa bisa ditunjukkan dengan

    pemakaian jilbab bagi siswa muslim perempuan dan juga pemakaian baju

    dan celana panjang bagi siswa laki-laki, sehingga menutup aurat mereka.

    Pada prinsipnya pakaian Islami merupakan pakaian yang bertujuan

    untuk memberikan kebaikan kepada pemakainya. Pakaian Islami secara

    serta merta memberikan gambaran tentang pakaian yang dapat melindungi

    pemakainya sehingga pemakainya merasa nyaman. Pakaian Islami juga

    suatu nilai ibadah bagi para pemakainya.

    F. Metode Penelitian

    Metode penelitian merupakan strategi umum yang digunakan dalam

    pengumpulan dan analisis data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

    Penelitian pada dasarnya merupakan suatu pencarian, menghimpun data,

    mengadakan pengukuran, analisis, membandingkan, mencari hubungan,

    serta mencari hal-hal yang bersifat teka-teki.

    1. Jenis penelitian

    Penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian

    lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif dengan

  • 32

    prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

    kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

    dapat diamati.43

    Kemudian data yang terkumpul diklasifikasikan

    atau dikelompokkan menurut jenis, sifat, atau kondisinya. Sesudah

    datanya lengkap, kemudian dibuat kesimpulan.44

    2. Metode Penentuan Subyek Penelitian

    Metode penentuan subyek sering disebut sebagai metode

    penentuan mencari sumber data. Maksud dari sumber data

    penelitian adalah subyek dari mana data itu diperoleh. 45

    Penentuan

    sampelnya dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu

    teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan

    tertentu.46

    Subyek penelitian (narasumber/partisipan) yang diambil

    sebagai sampel dalam penelitian ini yaitu:

    a. Kepala Sekolah SMA N 1 Sleman, Dra. Hermintarsih selaku

    kepala sekolah SMA N 1 Sleman. Sebagai pemimpin sebuah

    sekolah yang memberikan pengesahan SK-SK yang terkait

    dengan SMA N 1 Sleman.

    b. Waka sekolah SMA N 1 Sleman yaitu Waka Humas Drs.

    Sukardi dengan tugasnya untuk memimpin terciptanya

    43

    Amirul Hadi dan Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan II (Bandung:

    Pustaka Setia 1998), hal. 56. 44

    Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta:

    Rineka Cipta, 2010), hal. 3. 45

    Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,

    dan R&D (Bandung: Alfabeta, CV 2010), hal. 14. 46

    Ibid. , hal. 300.

  • 33

    suasana sekolah yang kondusif-harmonis-Islami. Waka

    Kesiswaan Sumaryati, S.Pd sebagai pembina kegiatan siswa.

    c. Guru PAI SMA N 1 Sleman yaitu Yualis, S.Ag dan Zuraini,

    M.Ag selaku guru PAI yang juga memberikan kebijakan

    saat pelajaran PAI dan sebagai guru mata pelajaran yang

    mengantarkan tentang pembelajaran agama Islam.

    d. Guru BP/BK SMA N 1 Sleman, Supriyono S.Pd sebagai

    guru bimbingan dan konseling yang memberikan arahan

    kepada para siswa dan yang menjadi guru tempat siswa

    berkonsultasi.

    e. Siswa SMA N 1 Sleman, ada 12 siswa yaitu Erika, Sabrina,

    Retno, Eva, Aliya merupakan beberapa siswa perempuan

    muslim yang menggunakan pakaian Islami. JIO yaitu salah

    satu siswa perempuan muslim yang belum menggunakan

    pakaian Islami. IP yaitu salah satu siswa perempuan muslim

    yang belum menggunakan kerudung setiap hari (belum

    konsisten menggunakan pakaian Islami di sekolah). Abdillah

    sebagai ketua ROHIS SMA N 1 Sleman. Reza, Rizki, Bisri,

    Satria, sebagai siswa laki-laki muslim yang juga anggota

    Rohis SMA N 1 Sleman.

    3. Metode Pengumpulan Data

    Metode pengumpulan data penelitian, yaitu pengumpulan data

    yang dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan

  • 34

    dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Adapun metode

    pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

    a. Indepth interview (wawancara)

    Indepth interview juga bisa disebut dengan wawancara

    mendalam, yaitu wawancara di mana peneliti dapat

    menyampaikan pertanyaan pada responden tidak

    menggunakan pedoman.47

    Metode ini dilakukan untuk

    memperoleh informasi yang diinginkan secara lebih efektif

    dan dengan metode ini peneliti dapat memodifikasi jalannya

    wawancara menjadi lebih santai, tidak menakutkan dan

    membuat informan ramah dalam memberikan informasi.

    Adapun yang menjadi subyek wawancara pada penelitian

    ini adalah guru PAI, Waka Sekolah bidang Humas, Waka

    Sekolah bidang Kesiswaan, guru BK, dan siswa-siswa SMA N

    1 Sleman.

    b. Observasi

    Observasi dapat juga disebut dengan pengamatan. Metode

    observasi yaitu metode pengumpulan data dengan cara

    pengamatan dan pencatatan terhadap kegiatan yang sedang

    berlangsung. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini

    adalah observasi non partisipatif, artinya peneliti tidak ikut

    47

    Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktik (Jakarta:

    Rineka Cipta, 2010), hal. 274.

  • 35

    serta dalam kegiatan, tapi hanya berperan mengamati kegiatan

    tersebut.

    Adapun yang penulis amati adalah bagaimana siswa

    muslim menggunakan pakaian, bagaimana guru memberikan

    pembinaan, dan hasil dari pembinaan yang dilakukan oleh

    sekolah dalam menerapkan pakaian Islami kepada siswa

    muslim.

    c. Dokumentasi

    Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan

    menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen baik

    dokumen tertulis, gambar maupun elektronik.48

    Metode ini

    digunakan untuk memperoleh sumber data mengenai

    gambaran umum sekolah, letak geografis, sejarah berdirinya,

    visi dan misi, keadaan siswa, guru, karyawan dan sarana

    prasarana.

    Adapun yang didapat dalam teknik pengumpulan dokumen

    yaitu, letak geografi, sejarah singkat SMA N 1 Sleman, visi,

    misi, tujuan SMA N 1 Sleman, sasaran sekolah SMA N 1

    Sleman, struktur organisasi SMA N 1 Sleman, keadaan guru,

    karyawan dan siswa SMA N 1 Sleman, dan sarana dan

    prasarana SMA N 1 Sleman.

    48

    Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: PT.

    Remaja Rosda Karya, 2010), hal. 221.

  • 36

    d. Triangulasi

    Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai

    sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Ada tiga

    macam triangulasi, yaitu:

    1. Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data

    dilakukan dengan cara mengecek data yang telah

    diperoleh melalui sumber.

    2. Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data

    dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber

    yang sama dengan teknik yang berbeda.

    3. Triangulasi waktu yang mana waktu mampu

    mempengaruhi kredibilitas data.49

    Sebagai alat pengumpulan data guna menguji

    kredibilitas data, maka penulis menggunakan triangulasi

    sumber (pada halaman 74, 75, 84) dan juga menggunakan

    triangulasi teknik (pada halaman 65, 66). Triangulasi yang

    digunakan untuk mengecekan antara hasil wawancara, hasil

    observasi dan juga hasil dari dokumen-dokumen yang terkait.

    4. Metode Analisi Data

    Penelitian kualitatif menggunakan metode analisis data

    induktif, di mana metode ini ditekankan untuk meneliti kasus-

    kasus yang dipolkan menjadi teori baru. Pendekatan induktif

    49

    Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,

    dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 373-374.

  • 37

    membuka kemungkinan untuk melakukan penemuan atau

    discovery. 50

    Menurut Miles and Huberman (1984), mengemukakan

    bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara

    interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas,

    sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu

    reduksi data, penyajian data, verifikasi data.51

    Gambar.1. Komponen dalam analisis data

    Dari gambar di atas memperlihatkan bahwa sifat

    keterpaduan interaktif antara pengumpulan data dengan analisis

    data. Pengumpulan data juga merupakan komponen yang

    merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data, sehingga

    pengumpulan data dan analisis data penelitian dilakukan pada

    waktu yang bersamaan. Sesudah data terkumpul hal yang

    dilakukan selanjutnya adalah reduksi data yang dimaknai sebagai

    50

    Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, hal.313. 51

    Ibid,. hal. 337.

  • 38

    pengolahan data. Dengan kata lain reduksi data adalah proses

    mengolah data dari lapangan dengan memilah, memilih dan

    menyederhanakan data sesuai dengan fokus penelitian. Kegiatan

    berikutnya yaitu menyajikan data (data display) yaitu

    menyistematiskan data yang direduksi sehingga terlihat utuh.

    Langkah akhir dari analisis data adalah menarik kesimpulan dan

    verifikasi.52

    Teknik analisis data dimulai dari mengumpulkan data dari

    berbagai cara (observasi, wawancara, dokumentasi dan

    triangulasi). Setelah data terkumpul, data dianalisis dengan cara

    dikoding dan labeling dan dilanjutkan dengan reduksi data

    sehingga terlihat satu kesatuan. Pada bagian akhir teknik analisis

    data adalah menyimpulkan atau memverifikasi data yang didapat.

    G. Sistematika Pembahasan

    Untuk memperoleh gagasan yang jelas dan pembahasan yang

    sistematis, maka sistematika pembahasan dalam skripsi ini meliputi:

    Bab pertama merupakan pendahuluan, di mana pada bab ini

    merupakan deskripsi pokok-pokok persoalan. Bab ini terdiri dari latar

    belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah

    pustaka, kerangka teoretis, jenis penelitian, subyek penelitian, metode

    pengumpulan data dan metode analisis data serta sistematika pembahasan.

    52

    Uhar Suharsaputra, Metodologi Penelitian (Kuantitatif, Kualitatif dan

    Tindakan), 2012 (Bandung: Refika Aditama) hal. 218-219.

  • 39

    Bab kedua berisi tentang gambaran umum tentang SMA N 1 Sleman.

    Pada bab ini diuraikan mengenai letak dan keadaan geografis, sejarah

    berdiri, visi dan misi, struktur organisasi, keadaan siswa, guru dan

    karyawan, sarana dan prasarana.

    Bab ketiga merupakan pemaparan data hasil penelitian yang telah

    dilakukan. Yaitu upaya sekolah dan guru dalam membina etika berpakaian

    secara Islami bagi siswa muslim SMA N 1 Sleman dan problem yang

    dihadapi saat membina etika berpakaian secara Islami bagi siswa muslim di

    SMA N 1 Sleman.

    Bab keempat berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan penelitian

    dan saran-saran dari peneliti. Adapun bagian terakhir dari skripsi ini terdiri

    dari daftar pustaka dan beberapa lampiran yang terkait.

  • 91

    BAB IV

    PENUTUP

    A. Kesimpulan

    Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, dapat diperoleh

    simpulan sebagai berikut:

    1. Etika berpakaian Islami bagi siswa muslim di SMA N 1 Sleman

    Berpakaian Islami bagi siswa muslim di SMA N 1 Sleman sangat

    dianjurkan. hampir semua siswa perempuan muslimah menggunakan

    kerudung. Etika berpakaian Islami di SMA N 1 Sleman telah

    diterapkan oleh hampir semua siswa muslim SMA N 1 Sleman.

    Dengan adanya rasa kenyamanan, malu dan rasa takut adanya teguran

    dari guru di SMA N 1 Sleman. Siswa merealisasikan etika berpakaian

    Islami tersebut dengan menggunakan pakaian yang sesuai dengan tata

    aturan berpakaian Islami. Yaitu dengan menggunakan pakaian yang

    menutup aurat mereka dan juga menggunakan pakaian yang tidak

    ketat. Hal ini karena adanya kesadaran akan rasa aman dan patuhnya

    siswa terhadap budaya yang ada di SMA N 1 Sleman.

    2. Upaya yang dilakukan di sekolah dalam membina etika berpakaian

    Islami bagi siswa muslim di SMA N 1 Sleman

    a. Upaya sekolah dalam membina etika berpakaian Islami bagi siswa

    muslim di SMA N 1 Sleman

    1) Adanya kebijakan sebagai salah satu cara sekolah

    memberikan pengetahuan dan pembinaan pada siswa

  • 92

    mampu menambah wawasan dan perbaikan perilaku bagi

    siswa itu sendiri. Pembinaan dari pihak sekolah yaitu

    meliputi adanya peraturan-peraturan yang di keluarkan oleh

    pihak sekolah berupa SK kepala sekolah tentang tata tertib

    dan tata krama peserta didik SMA N 1 Sleman tahun 2013

    dan SK Dirjen Dikdasmen Nomor: 226/C/KEP/O/1992

    tentang pembinaan kesiswaan. Pembinaan kepribadian

    siswa meliputi ektrakurikuler wajib (SMILE dan pengajian

    akhir bulan). Dengan adanya pembinaan dan kebijakan

    SMA N 1 Sleman setidaknya memberikan hasil yang sangat

    baik. Karena ada beberapa siswa yang secara konsisten

    menggunakan pakaian Islami dalam kehidupan sehari-hari.

    2) Adanya kegiatan keagamaan sebagai sarana untuk

    menambah hasanah ke-Islaman siswa, SMA N 1 Sleman

    mengadakan kegiatan keagamaan yaitu pertama

    ekstrakurikuler Study Mengenal Islam Lebih Efektif

    (SMILE) yang diwajibakan untuk semua siswa kelas X.

    Materi yang disampaikan meliputi pembelajaran ke-Islaman

    (BTQ, akhlaq, fiqih dll). Kedua, pengajian rutin akhir bulan

    setiap hari jumat (pengajian jumat pagi), dengan pengajian

    ini sekolah berusaha memfasilitasi kepada siswa sebagai

    siraman rohani bagi siswa muslim khususnya. Agar siswa

    mempunyai kepriadian luhur (budi pekerti in action).

  • 93

    3) Dengan menerapkan tata aturan berpakaian bagi siswa

    SMA N 1 Sleman melalui SK kepala sekolah tahub 2013

    yaitu dengan menetapkan peraturan bagi siswa putra dan

    siswa putri.

    4) Kultur atau kebiasaan yang ada di SMA N 1 Sleman yaitu

    dengan memberikan bakal kain kepada siswa muslim yang

    bisa dijadikan seragam sekolah serba panjang. Selain itu

    juga bagi siswa perempuan muslim langsung diberikan

    kerudung/jilbab.

    b. Kebijakan guru PAI

    Sebagai guru PAI juga menerapkan peraturan kepada

    siswanya untuk menjalankan peraturan agama Islam. Kebijakan

    yang dilakukan oleh guru PAI adalah dengan menerapkan

    kewajiban untuk menggunakan pakaian Islami yang ditunjukkan

    dengan menggunakan kerudung dan pakian serba panjang bagi

    siswa perempuan muslim. Bukan hanya dengan memberikan

    kebijakan kepada siswa muslim tetapi baik dari guru PAI muslimah

    dan seluruh guru, karyawan yang beragama muslim memberi

    teladan dengan menggunakan pakaian Islami.

    3. Problem dalam membina etika berpakaian Islami bagi siswa muslim di

    SMA N 1 Sleman

    a. Faktor internal yaitu kesadaran diri untuk menggunakan pakaian

    Islami di manapun. Meskipun merasa nyama menggunakan pakaian

  • 94

    Islami namun siswa tersebut merasa tidak pantas, merasa tidak bisa

    menggunakan pakaian Islami (kerudung), merasa gerah dan lain

    sebagainya.

    b. Faktor ekternal

    1) Kebijakan sekolah

    SMA N 1 Sleman merupakan suatu sekolah yang bernaung

    pada lembaga negara dan tidak bernaung pada suatu lembaga

    kegamaan, jadi sekolah dalam hal ini adalah guru pembimbing

    keagamaan (guru agama) tidak bisa memaksakan keinginan

    untuk menerapkan pakaian muslim di SMA N 1 Sleman.

    Kebijakan ini kemudian bersifat bukan memaksa, penggunaan

    pakaian Islami hanya sekedar himbauan dan ajakan bagi siswa

    SMA N 1 Sleman. Meskipun ada peraturan tertulis tentang tata

    aturan pakaian seragam, namun banyak dari siswa yang tidak

    mengetahui adanya peraturan tentang berpakaian. Siswa kurang

    mengetahui bahkan tidak mengetahui bahwa ada peraturan

    tentang tata aturan cara berpakaian sesuai dengan SK kepala

    sekolah tahun 2013.

    2) Orang tua

    Keluarga atau orang tua yang memang masih belum

    memahami pentingnya menggunakan pakaian Islami pada

    kehidupan sehari-hari. Selain itu juga bahwa yaitu orang tua

    merasa acuh tak acuh terhadap bagaimana siswa itu berpakaian.

  • 95

    Kebiasaan saat di rumah juga mampu memberikan pengaruh

    terhadap cara berpakaian siswa. Kebiasaan ini kemudian

    menjadi keengganan para siswa untuk menggunakan pakaian

    Islami di sekolahpun.

    3) Teman Sebaya

    Teman sebaya merupakan orang terdekat dari seseorang.

    Karena teman yerbiasa menjadi lawan bicara sesorang. Teman

    menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi siswa, karena

    siswa akan merasa asing saat mereka berada pada suatu tempat

    yang tidak sesuai dengan apa yang dia kenakan. Ketika teman

    terdekat menggunakan pakaian Islami maka akan mengikuti

    apa yang sedang menjadi trend pada kelompok tersebut. Bisa

    trend berpakaian sesuai dengan pakaian Islami maupun trend

    berpakaian tidak Islami.

    B. Saran-saran

    1. Kegiatan keagamaan yang sudah berjalan di sekolah perlu

    dipertahankan dan juga perlu adanya penambahan model penyampaian

    agar siswa tidak merasa monoton

    2. Akan lebih baik lagi jika ektrakurikuler SMILE bisa di wajibkan bagi

    semua siswa kelas X dan XI, sehingga kelas XI pun masih ada

    siraman ekstrakurikuler yang bersifat kerohanian.

  • 96

    3. Kesepakatan antar guru agar menghimbau para siswa agar konsisten

    dalam menggunakan pakaian dengan rapi sesuai dengan peraturan

    sekolah yang ada.

    4. Guru di kelas bukan hanya memberi pengetahuan secara kognitif saja

    tetapi juga harus mencantumkan nilai-nilai moral dan etika yang ada

    di sekolah maupun di luar sekolah.

    5. Perlu adanya kerjasama antara pihak sekolah dan orang tua agar siswa

    tidak hanya patuh di sekolah tetapi di luar sekolah mereka merasa

    bebas karena tidak ada aturan dari keluarga.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Abu Ahmadi, Psikologi Umum, Jakarta: Reneka Cipta, 2009.

    Abulghasim Payande, Bahjul Fashasah Ensiklopedi Hadis Masterpiece

    Muhammad SAW , Jakarta: Pustaka Iman, 2011.

    Alfiyah, Hubungan Antara Persepsi Tentang Busana Muslimah Dengan Gaya

    Berpakaian (Studi di Fakultas Ekonomi Universitas Ahmad Dahlan

    Yogyakarta), Skripsi Fakultas Ushuluddin,Sosiologi Agama UIN Sunan

    Kalijaga,Yogyakarta, 2008.

    Amirul Hadi dan Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan II, Bandung:

    Pustaka Setia, 1998.

    Arief Saefullah, Etika Berpakaian Perspektif Al-Kitab dan Al-Quran, Skripsi,

    Fakultas Usuluddin, Studi Agama dan Pemikiran Islam UIN Sunan

    Kalijaga Yogyakarta, 2010.

    Departemen Agama RI, Alliy Al-Quran dan Terjemah, Bandung: Diponegoro,

    2005.

    Djatnika Rachmad, Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia), Jakarta: Pustaka Panjimas,

    1996.

    Franz Magnis-Suseno, Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral,

    Yogyakarta: Kanisius, 1987.

    Husein Sahib, Jilbab Menurut al-Quran dan al-Sunnah, Jakarta: Mizan, 1983.

    Juwariyah, Hadis Tarbawi, Yogyakarta: Teras, 2010.

    Khafif, Malu dan Pengaruhnya Terhadap Etika Berpakaian Remaja Putri,

    Skripsi fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2001.

    M. Quraish Shihab, Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah: Pandangan Ulama Masa

    Lalu dan Cendekiawan Kontemporer, Jakarta: Lembaga Hati, 2006.

    Mangun Budiyanto, Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta: Griya Santri, 2011.

    Muhaiminah Darajat, Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membina

    Akhlak Siswa Siswi SD Negeri Ungaran I Yogyakarta, Skripsi fakultas

    Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga,Yogyakarta 2009.

    Muhammad Walid, Etika Berpakaian bagi Perempuan, Malang: UIN Malik Press,

    2012.

  • Mulyadi, Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budaya Mutu,

    Malang: UIN Maliki Press, 2010.

    Mulyasa, Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta: Bumi Aksara,

    2011.

    Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: PT.Remaja

    Rosda Karya, 2010.

    Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, Bandung: PT.Remaja

    Rosdakarya, 2000.

    Pemenang no X Sayembara Karya Tulis Ilmiah Keagamaan Mahasiswa PTAI se

    Indonesia.Busana Muslim Dan Permasalahannya, Jakarta: Proyek

    Pembinaan Kemahasiswaan Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan

    Agama Islam DePag RI, 1984.

    Robert C Solomon, Etika Suatu Pengantar, (R. Andre Karo-karo. Terjemahan),

    Jakarta: Sapdodadi, 1984.

    Shuyiyyah Anwari, Pakaian Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani dalam Kitab Fath

    Al-Bari, Skripsi Fakultas Usuluddin, Studi Agama dan Pemikiran Islam

    UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2011.

    Sofyan S. Wilis, Remaja dan Masalahnya: Mengupas Berbagai Bentuk

    Kenakalan Remaja Seperti Narkoba, Free sex dan pemecahannya,

    Bandung: Alfabeta, 2008.

    Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, Jakarta: Rineka Cipta, 1991.

    Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan

    R&D, Bandung: Alfabeta, 2010.

    Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta:

    Rineka Cipta, 2010.

    Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktik, Jakarta:

    Rineka Cipta, 2010.

    Syaikh Abdul Wahhab Abdussalam Thawilah.Trj.Saefudin.Panduan Berbusana

    Islami Penampilan Sesuai Tuntunan Al-Qur,an dan As-Sunnah, Jakarta:

    Almahira, 2007.

    Syaikh Saad Yusuf Abu Aziz, Buku Pintar Sunnah dan Bidah, Jakarta Timur:

    Pustaka Al Kautsar,t.t.

    W.J.S. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Rajawali,

    1991.

  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan

    Dosen

    Bayu Zu My Blog. http://bayuzu.blogspot.com/2012/07/pengertian-guru.html.