Pembhsan KA Iodo-iodimetri FIX

download Pembhsan KA Iodo-iodimetri FIX

of 23

Transcript of Pembhsan KA Iodo-iodimetri FIX

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS I

PERCOBAAN 4 YODO-YODIMETRI

DISUSUN OLEH: KELOMPOK I D RIZKY NOVASARI SINGGIH ANGGUN S. ANDREW GOLDFRID (G1F009017) (G1F009063) (G1F009064)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN FARMASI PURWOKERTO 2010

PERCOBAAN 4 YODO-YODIMETRI

I.

TUJUAN Mahasiswa mampu menetapkan kadar suatu senyawa obat dalam sampel menggunakan prinsip reaksi oksidasi dan reduksi.

II.

ALAT DAN BAHAN Alat yang digunakan : Buret, Spatula, Batang pengaduk, Beaker glass, Corong gelas, Labu Erlenmeyer, Pipet tetes, Pipet ukur, Labu ukur, Statif dan klem, Mortir, Mortar, Gelas arloji. Bahan yang digunakan : Kalium iodida,air,yodium,arsentrioksida,NaOH 1N,indikator jingga metil, Na.bicarbonat, larutan kanji, natrium tiosulfat 0,1 N, Na2S2O3.5H2O, Na.karbonat, Kloroform, K2Cr2O7 0,1 N, HCl encer, CuSO4, Vitamin C, Asam Sulfat encer.

III.

DATA PENGAMATAN

1. Larutan Baku A. Larutan Natrium tiosulfat 0,1 N V K2Cr2O7 = 5 ml N K2Cr2O7 = 0,1 N V N2S2O3 1 = 6,85 ml V N2S2O3 2 = 10,25 ml V N2S2O3 3 = 10,85 ml N N2S2O3 1 = V K2Cr2O7 x N K2Cr2O7 = 5x 0,1 = 0,073 N V N2S2O3 1 6,85 N N2S2O3 2 = V K2Cr2O7x N K2Cr2O7 = 5 x 0,1 = 0,049 N V N2S2O3 2 10,25 N N2S2O3 3 = V K2Cr2O7x N K2Cr2O7 = 5x 0,1 = 0,046 N V N2S2O3 3 10,85

X = n = 0,073+ 0,049 + 0,046 = 0,056 N 3 N N2S2O3 = V K2Cr2O7 x N K2Cr2O7 = 5 x 0,1 = 0,0536 V N2S2O3 V 9,32

2. Penetapan Kadar A. Penetapan kadar Cu dlam CuSO4 (Metode Yodometri) Kelompok 1 N Na2S2O3.5H2O = 0,0536 N V sample = 3 ml V titran 1 = 11,6 ml V titran 2 = 11,6 ml V titran 3 = 12 ml Gram zat 1 = V titran 1 x N titran x BE zat

Mr zat = 63,5 BE zat= 63,5 2

= 11,6 x 0,0536 x 63,5 = 19,74 mg = 0,01974 g 2 Kadar 1 = gram zat 1 gram sampel x 100% = 0,01974 x 100% =0,658 % 3 ml

Gram zat 2 = V titran 2 x N titran x BE zat

= 11,6 x 0,0536 x 63,5 = 19,74 mg = 0,01974 g 2 Kadar 2 = gram zat 2 x 100% = 0,01974 x 100% = 0,658 % gram sampel 3 ml

Gram zat 3 = V titran 3 x N titran x BE zat

= 12 x 0,0536 x 63,5 = 20,42 mg = 0,02042 g 2

Kadar 2

= gram zat 2 x 100% = 0,02042 x 100% = 0,68 % gram sampel 3 ml

X 0,0658 % 0,0658 % 0,068%

X

d ([x-x]) 0,007

d2 4,9 x 10-5 4,9 x 10-5 0,225 x 10-5

0,665%

0,007 0,015

d = n SD =

= 0,029 = 9,7 x 10-3 3

=

= 0,013

Jadi kadar sampel asam salisilat adalah 0,665 % 0,013

B. Penetapan kadar iodine pivodon Kelompok 2 N Na2S2O3.5H2O = 0,0536 N V sample = 2 ml V titran 1 = 2,6 ml V titran 2 = 5,4 ml V titran 3 = 1,4 ml BE zat = 254 = 42,33 6

Kadar 1 = V titran 1 x N titran 1 x BE zat x 100 % V sampel x 1000 = 0,0536 x 2,6 x 42,33 x 100 % = 0,295% 2 x 1000

Kadar 2 = V titran 2 x N titran 2 x BE zat x 100 % V sampel x 1000 = 0,536 x 5,4 x 42,33 x 100 % = 0,306 % 2 x 1000 Kadar 3 = V titran 3 x N titran 3 x BE zat x 100 % V sampel x 1000 = 0,0536 x 1,4 x 42,33 x 100 % = 0,318 % 2 x 1000 X 0.295% 0,306 % 0,318 % d = n SD = = 0,023 = 7,67 x 10-3 3

X

d ([x-x]) 1,21 x 10-4

d2 0,011 0 0,012

0,306%

0 1,44 x 10-4

=

= 0,012

Jadi kadar sampel asam sitrat adalah 0,306 % 0,012

C. Penetapan kadar metampiron Kelompok 3 N I2 = 0.1 N V titran 1 = 23,65 ml V titran 2 = 23,71 ml V titran 3 = 23,51 ml

BE metampiron = 16,67

Kadar 1 = V titran 1 x N titran 1 x BE zat x 100 % mg sampel

= 23,65 x 0,1 N x 16,67 x 100 % = 157,7 % 25 Kadar 2 = V titran 2 x N titran 2 x BE zat x 100 % m sampel = 23,7 x 0,1 N x 16,67 x 100 % 25 =158,1 %

Kadar 3 = V titran 3 x N titran 3 x BE zat x 100 % m sampel = 23,51x 0,1 N x 16,67 x 100 % 25 = 156,76 % Kadar rata-rata=157,7+158,1+156,76=157,52% 3 X 157,7 % 158,1 % 156,76 % X 157,52% 157,52% 157,52% d ([x-x]) 0,18 0,58 0,76 d = n SD = = 1,52 = 0,506 3

d2 0,0324 0,3364 0,5776

=

= 0,688

Jadi kadar sampel adalah 157,52 % 0,688

D. Penetapan kadar vitamin C Kelompok 4 N Iodium = 0,1 N V titran 1 = 13,15 ml V titran 2 = 13,80 ml V titran 3 = 13,60 ml BE zat = 88

Kadar 1 = V titran 1 x N titran 1 x BE zat x 100 % x faktor pengenceran mg sampel = 13,15x 0,1 N x 88 x 100 % x 5 = 462,88 % 25 Kadar 2 = V titran 2 x N titran 2 x BE zat x 100 % x faktor pengenceran m sampel = 13,80 x 0,1 N x 88 x 100 % x 5 = 485,76 % 25 Kadar 3 = V titran 3 x N titran 3 x BE zat x 100 % x faktor pengenceran m sampel = 13,60 x 0,1 N x 88 x 100 % x 5 = 478,72 % 25 X 462,88% 485,76 % 428,72 % 475,78% X d ([x-x]) 12,906 9,973 2,933 d = n SD = = 25,812 = 8,604 3

d2 166,56 99,46 8,604

=

=11,72

Jadi kadar sampel asam sitrat adalah 475,78 % 11,72

IV.

PEMBAHASAN Teori Iodo-Iodimetri Dalam menganalisa suatu senyawa dalam hal ini adalah obat dapat digunakan analisis secara kuantitatif (penetapan banyak suatu zat tertentu yang ada dalam sampel) dan analisis secara kualitatif (identifikasi zat-zat dalam suatu sampel). Intinya tujuan analisis secara kualitatif adalah memisahkan serta mengidentifikasi sejumlah unsur (Day & Underwood, 1981). Diantara sekian banyak contoh teknik atau cara dalam analisis kuantitatif terdapat dua cara melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung dan tidak langsung. Cara langsung disebut iodimetri (digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya). Namun, metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat iodium sendiri merupakan oksidator yang lemah. Sedangkan cara tidak langsung disebut iodometri (oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam keadaan yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan larutan natrium thiosilfat standar atau asam arsenit) (Bassett, 1994). Dengan kontrol pada titik akhir titrasi jika kelebihan 1 tetes titran. perubahan warna yang terjadi pada larutan akan semakin jelas dengan penambahan indikator amilum/kanji (Vogel, 1997). Iodium merupakan oksidator lemah. Sebaliknya ion iodida merupakan suatu pereaksi reduksi yang cukup kuat. Dalam proses analitik iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodometrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang

ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Day & Underwood, 1981). Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia (Bassett, 1994). Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama (Day & Underwood, 1981). Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk natrium thiosulfat dan dianjurkan apabila thiosulfat harus digunakan untuk penentuan tembaga. Potensial standar pasangan Cu(II) Cu(I), Cu2+ + e ? Cu+ Eo= +0.15 V (Day & Underwood, 1981). Karena harga E iodium berada pada daerah pertengahan maka sistem iodium dapat digunakan untuk oksidator maupun reduktor. I2 adalah oksidator lemah sedangkan iodida secara relatif merupakan reduktor lemah. Jika Eo tidak bergantung pada pH (pH < 8.0) maka persamaan reaksinya I2 (s) + 2e- ? 2I- Eo= 0.535 V I2 adalah oksidator lemah sedangkan iodida secara relatif merupakan reduktor lemah. Kelarutannya cukup baik dalam air dengan pembentukan triodida [KI3]. I2 (s) + 2e- ? 2I- Eo= 6.21 V

Dengan demikian iodium Eo= + 0.535 V merupakan pereaksi yang lebih baik daripada ion Cu(II). Akan tetapi bila ion iodida ditambahkan pada suatu larutan Cu(II), maka suatu endapan CuI terbentuk 2Cu2+ + 4I- ? 2CuI(p) + I2 Reaksi dipaksa berlangsung ke kanan dengan pembentukan endapan dan juga dengan penambahan ion iodida berlebih (Day & Underwood, 1981). pH larutan harus dipertahankan oleh suatu buffer, lebih baik antara 3 dan 4. Pada harga pH lebih tinggi hidrolisa sebagian dari ion Cu(II) berlangsung dan reaksi dengan ion iodida adalah lambat. Dalam larutan berasam tinggi oksidasi dengan katalis tembaga dari ion iodida terjadi dengan kecepatan cukup tinggi (Day & Underwood, 1981). Iodium dapat dimurnikan dengan sublimasi. Ia larut dalam larutan KI dan harus disimpan pada tempat yang dingin dan gelap. Berkurangnya iodium dan akibat penguapan dan oksidasi udara menyebabkan banyak kesalahan dalam analisis. Dapat distandarisasi dengan Na2S2O3.5H2O yang lebih dahulu distandarisasi dengan K2Cr2O7. Reaksi : Cr2O72- + 14H+ + 6I- ? 3I2 +2Cr3+ + 7H2O Biasanya indikator yang digunakan adalah kanji/amilum. Iodida pada konsentrasi < 10 5

M dapat dengan mudah ditekan oleh amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut

yang digunakan. Kompleks iodium-amilum mempunyai kelarutan kecil dalam air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi (Khopkar, 2002). Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga dapat bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberikan warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut seperti karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang

sedikit asam dari pada dalam larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Day & Underwood, 1981). Jika larutan iodium dalam KI pada suasana netral maupun asam dititrasi dengan natrium thiosulfat maka: I3- + 2S2O32- ? 3I- + S4O62Selama reaksi zat antara S2O32- yang tidak berwarna adalah terbentuk sebagai S2O32- + I3- ? S2O3I- + 2IYang mana berjalan terus menjadi: S2O3I- + S2O32-? S4O62- +I3Reaksi berlangsung baik dibawah pH = 5,0 (Khopkar, 2002). Zat-zat pereduksi yang kuat (zat-zat potensial reduksi yang jauh lebih rendah), seperti timah(II)klorida, asam sulfat, hidrogen sulfida, dan natrium thiosulfat, bereaksi lengkap dan cepat dengan iod, bahkan dalam larutan asam. Dengan zat pereduksi yang lemah misalnya arsen trivalen, atau stibium trivale, reaksi yang lengkap hanya akan terjadi bila larutan dijaga tetap netral atau, sangat sedikit asam; pada kondisi ini, potensial reduksi adalah minimum, atau daya mereduksinya adalah maksimum (Bassett, 1994). Jika suatu zat pengoksid kuat diolah dalam larutan netral atau (lebih biasa) larutan asam, dengan ion iodida yang sangat berlebih, yang terakhir bereaksi sebagai zat prereduksi, dan oksidan akan direduksi secara kuantitatif. Dalam hal-hal yang demikian, sejumlah iod yang ekivalen akan dibebaskan, lalu dititrasi dengan larutan standar suatu zat pereduksi, biasanya natrium thiosulfat (Bassett, 1994). Potensial reduksi dari zat-zat tertentu naik banyak sekali dengan naiknya konsentrasi ion-hidrogen dari larutan. Inilah halnya dalam sistem-sistem yang mengandung permanganat, dikromat, arsenat, antimonat, borat dan sebagainya yakni, dengan anion-anion yang

mengandung oksigen dan karenanya memerlukan hidrogen untuk reduksi lengkap. Banyak anion pengoksid yang lemah direduksi lengkap oleh ion iodida, jika potensial reduksi merekanaik banyak sekali karena adanya jumlah besar asam dalam larutan (Bassett, 1994). Dua sumber sesatan yang penting dalam titrasi yang melibatkan iod adalah: 1. Kehilangan iod yang disebabkan oleh sifat mudah menguapnya yang cukup berarti, dan 1. Larutan iodida yang asam dioksidasi oleh oksigen di udara: 4I- + O2 + 4H+ ? 2I2 + 2H2O Reaksi diatas lambat dalam larutan netral tetapi lebih cepat dalam larutan berasam dan dipercepat oleh cahaya matahari. Setelah penambahan kalium iodida pada larutan berasam dari suatu pereaksi oksidasi, larutan harus tidak dibiarkan untuk waktu yang lama berhubungan dengan udara, karena iodium tambahan akan terbentuk oleh reaksi yang terdahulu. Nitrit harus tidak ada, karena akan direduksi oleh ion iodida menjadi nitrogen (II) oksida yang selanjutnya dioksidasi kembali menjadi nitrit oleh oksigen dari udara: 2HNO2 + 2H+ + 2I- ? 2NO + I2 + 2H2O 4NO + O2 + 2H2O ? 4HNO2 Kalium iodida harus bebas iodat karena kedua zat ini bereaksi dalam larutan berasam untuk membebaskan iodium: IO3- + 5I- + 6H+ ? 3I2 + 3H2O (Day & Underwood, 1981).

Teori Reduksi dan Oksidasi Pengertian Oksidasi dan Reduksi (Redoks)

Pengertian konsep reaksi reduksi-oksidasi telah mengalami tiga tahap perkembangan sebagai berikut. 1. Berdasarkan Pengikatan dan Pelepasan Oksigen a. Reduksi adalah reaksi pelepasan oksigen dari suatu senyawa. Reduktor adalah: 1) Zat yang menarik oksigen pada reaksi reduksi. 2) Zat yang mengalami reaksi oksidasi. 2. Berdasarkan Pengikatan dan Pelepasan Elektron a. Reduksi adalah reaksi pengikatan elektron. Reduktor adalah: 1) Zat yang melepaskan elektron. 2) Zat yang mengalami oksidasi. Contoh: 1) Cl2 + 2 e 2 Cl 2) Ca2+ + 2 e Ca b. Oksidasi adalah reaksi pelepasan elektron. Oksidator adalah: 1) Zat yang mengikat elektron. 2) Zat yang mengalami reduksi. Contoh: 1) K K+ + e 2) Cu Cu2+ + 2 e 3. Berdasarkan Pertambahan dan Penurunan Bilangan Oksidasi a. Reduksi adalah reaksi penurunan bilangan oksidasi. Reduktor adalah: 1) Zat yang mereduksi zat lain dalam reaksi redoks. 2) Zat yang mengalami oksidasi. Contoh: 2 SO3 2 SO2 + O2 Bilangan oksidasi S dalam SO3 adalah +6 sedangkan pada SO2 adalah +4. Karena unsur S mengalami penurunan bilangan oksidasi, yaitu dari +6 menjadi +4, maka SO3 mengalami reaksi

reduksi. Oksidatornya adalah SO3 dan zat hasil reduksi adalah SO2. b. Oksidasi adalah reaksi pertambahan bilangan oksidasi. Oksidator adalah: 1) Zat yang mengoksidasi zat lain dalam reaksi redoks. 2) Zat yang mengalami reaksi reduksi. Contoh: 4 FeO + O2 2 Fe2O3 Bilangan oksidasi Fe dalam FeO adalah +2, sedangkan dalam Fe2O3 adalah +3. Karena unsur Fe mengalami kenaikan bilangan oksidasi, yaitu dari +2 menjadi +3, maka FeO mengalami reaksi oksidasi. Reduktornya adalah FeO dan zat hasil oksidasi adalah Fe2O3. Jika suatu reaksi kimia mengalami reaksi reduksi dan oksidasi sekaligus dalam satu reaksi, maka reaksi tersebut disebut reaksi reduksi-oksidasi atau reaksi redoks. Contoh: a. 4 FeO + O2 2 Fe2O3 (bukan reaksi redoks) b. Fe2O3 + 3 CO 2 Fe + 3 CO2 (reaksi redoks) (Taufiqullah,2009)

Bilangan Oksidasi

1. Pengertian Bilangan Oksidasi Bilangan oksidasi adalah suatu bilangan yang menunjukkan ukuran kemampuan suatu atom untuk melepas atau menangkap elektron dalam pembentukan suatu senyawa.

Nilai bilangan oksidasi menunjukkan banyaknya elektron yang dilepas atau ditangkap, sehingga bilangan oksidasi dapat bertanda positif maupun negatif.(Taufiqullah,2009)

2. Penentuan Bilangan Oksidasi Suatu Unsur Kita dapat menentukan besarnya bilangan oksidasi suatu unsur dalam senyawa dengan mengikuti aturan berikut ini. Aturan penentuan bilangan oksidasi unsur adalah:

a. Unsur bebas (misalnya H2, O2, N2, Fe, dan Cu) mempunyai bilangan oksidasi = 0.

b. Umumnya unsur H mempunyai bilangan oksidasi = +1, kecuali dalam senyawa hidrida, bilangan oksidasi H = 1. Contoh: - Bilangan oksidasi H dalam H2O, HCl, dan NH3 adalah +1 - Bilangan oksidasi H dalam LiH, NaH, dan CaH2 adalah 1c. Umumnya unsur O mempunyai bilangan oksidasi = 2, kecuali dalam senyawa peroksida, bilangan oksidasi O = 1 Contoh: - Bilangan oksidasi O dalam H2O, CaO, dan Na2O adalah 2 - Bilangan oksidasi O dalam H2O2, Na2O2 adalah 1 d. Unsur F selalu mempunyai bilangan oksidasi = 1. e. Unsur logam mempunyai bilangan oksidasi selalu bertanda positif. Contoh: - Golongan IA (logam alkali: Li, Na, K, Rb, dan Cs) bilangan oksidasinya = +1 - Golongan IIA (alkali tanah: Be, Mg, Ca, Sr, dan Ba) bilangan oksidasinya = +2 f. Bilangan oksidasi ion tunggal = muatannya. Contoh: Bilangan oksidasi Fe dalam ion Fe2+ adalah +2 g. Jumlah bilangan oksidasi unsur-unsur dalam senyawa = 0. Contoh: - Dalam senyawa H2CO3 berlaku: 2 biloks H + 1 biloks C + 3 biloks O = 0 h. Jumlah bilangan oksidasi unsur-unsur dalam ion poliatom = muatan ion. Contoh: - Dalam ion NH4 + berlaku 1 biloks N + 4 biloks H = + 1 (James E. Brady, 1999)

Oksidasi dan reduksi dalam hal transfer oksigen Dalam hal transfer oksigen, Oksidasi berarti mendapat oksigen, sedang Reduksi adalah kehilangan oksigen. Sebagai contoh, reaksi dalam ekstraksi besi dari biji besi:

Karena reduksi dan oksidasi terjadi pada saat yang bersamaan, reaksi diatas disebut reaksi REDOKS. (Anonim,2009) Zat pengoksidasi dan zat pereduksi Oksidator atau zat pengoksidasi adalah zat yang mengoksidasi zat lain. Pada contoh reaksi diatas, besi(III)oksida merupakan oksidator. Reduktor atau zat pereduksi adalah zat yang mereduksi zat lain. Dari reaksi di atas, yang merupakan reduktor adalah karbon monooksida. Jadi dapat disimpulkan:

oksidator adalah yang memberi oksigen kepada zat lain, reduktor adalah yang mengambil oksigen dari zat lain Oksidasi dan reduksi dalam hal transfer hhydrogen (Anonim,2009)

Definisi oksidasi dan reduksi dalam hal transfer hidrogen ini sudah lama dan kini tidak banyak digunakan.

Oksidasi berarti kehilangan hidrogen, reduksi berarti mendapat hidrogen.

Perhatikan bahwa yang terjadi adalah kebalikan dari definisi pada transfer oksigen. Sebagai contoh, etanol dapat dioksidasi menjadi etanal:

Untuk memindahkan atau mengeluarkan hidrogen dari etanol diperlukan zat pengoksidasi (oksidator). Oksidator yang umum digunakan adalah larutan kalium dikromat(IV) yang diasamkan dengan asam sulfat encer. (Anonim,2009) Etanal juga dapat direduksi menjadi etanol kembali dengan menambahkan hidrogen. Reduktor yang bisa digunakan untuk reaksi reduksi ini adalah natrium tetrahidroborat, NaBH4. Secara sederhana, reaksi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Zat pengoksidasi (oksidator) dan zat pereduksi (reduktor)

Zat pengoksidasi (oksidator) memberi oksigen kepada zat lain, atau memindahkan hidrogen dari zat lain.

Zat pereduksi (reduktor) memindahkan oksigen dari zat lain, atau memberi hidrogen kepada zat lain. (Anonim,2009) Oksidasi dan reduksi dalam hal transfer elektron

Oksidasi berarti kehilangan elektron, dan reduksi berarti mendapat elektron. Definisi ini sangat penting untuk diingat. Ada cara yang mudah untuk membantu anda mengingat definisi ini. Dalam hal transfer elektron:

Contoh sederhana Reaksi redoks dalam hal transfer elektron:

Tembaga(II)oksida dan magnesium oksida keduanya bersifat ion. Sedang dalam bentuk logamnya tidak bersifat ion. Jika reaksi ini ditulis ulang sebagai persamaan reaksi ion, ternyata ion oksida merupakan ion spektator (ion penonton).

Jika anda perhatikan persamaan reaksi di atas, magnesium mereduksi iom tembaga(II) dengan memberi elektron untuk menetralkan muatan tembaga(II). Dapat dikatakan: magnesium adalah zat pereduksi (reduktor). Sebaliknya, ion tembaga(II) memindahkan elektron dari magnesium untuk menghasilkan ion magnesium. Jadi, ion tembaga(II) beraksi sebagai zat pengoksidasi (oksidator). (Anonim,2009)

Dapat disimpulkan sebagai berikut, apa peran pengoksidasi dalam transfer elektron:

Zat pengoksidasi mengoksidasi zat lain. Oksidasi berarti kehilangan elektron (OIL RIG). Itu berarti zat pengoksidasi mengambil elektron dari zat lain. Jadi suatu zat pengoksidasi harus mendapat elektron

Atau dapat disimpulkan sebagai berikut:

Suatu zat pengoksidasi mengoksidasi zat lain. Itu berarti zat pengoksidasi harus direduksi. Reduksi berarti mendapat elektron (OIL RIG). Jadi suatu zat pengoksidasi harus mendapat elektron. (Anonim,2009)

Reaksi Autoredoks (Reaksi Disproporsionasi) Satu unsur dalam suatu reaksi mungkin saja mengalami reaksi reduksi dan oksidasi sekaligus. Hal ini karena ada unsur yang mempunyai bilangan oksidasi lebih dari satu jenis. Reaksi redoks di mana satu unsur mengalami reaksi reduksi dan oksidasi sekaligus disebut reaksi autoredoks (reaksi disproporsionasi). (Taufiqullah,2009)

Hasil VS Pustaka Perbandingan data hasil praktikum dengan literatur : Kelompok 1 2 3 Bahan Sampel Tembaga II Sulfat Obat Antiseptik(Iodine) Metampiron Persyaratan Farmakope 56% 1,8% - 2,2% 79,39% -79,61% Hasil Analisis Praktikum 0,665% 0,013 0,306% 0,012 157,52% 0,688

4

Vitamin C 50 mg

90% - 110% Dari kadar yang tertera dalam kemasan

475,78% 11,72

(Anonim.1995) Pada praktukum kali ini kelompok kami melakukan percobaan penentuan kadar vitamin C dengan menggunakan Metode Yodimetri. Berdasarkan hasil percobaan yang kami lakukan didapatkan hasil bahwa kadar vitamin C yang kami uji memiliki kadar 475,78 % 11,72. Hasil tersebut sangat berbeda jauh dari kadar yang tertera di label kemasan. Berdasarkan pernyataan Day & Underwood dalam bukunya Analisis Kimia Kuantitatif disebutkan bahwa untuk penentuan kadar senyawa vitamin C (C6H8C6) metode yang baik digunakan adalah metode Yodometri, jadi apabila penentuan kadar Vitamin C dianalisis menggunakan metode Yodimetri maka hasilnya akan kurang akurat. Oleh karena itu, nilai kadar vitamin C yang kami dapat dari hasil percobaan tidak sesuai dengan kadar yang tertera dalam label kamasan. Kadar Tembaga II Sulfat, Vitamin C 50 mg, Metampiron, Obat Antiseptik yang di dapat dari hasil praktikum tidak memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia. Ada beberapa faktor-faktor

kesalahan yang menyebabkan tidak akuratnya hasil titrasi yang didapat antara lain sebagai berikut. 1. Tidak tepatnya metode titrasi yang digunakan. 2. Penggunaan skala buret yang tidak tepat 3. Kurang tepatnya pada saat pembuatan larutan Yodium, seperti pada saat penimbangan. 4.Kurangnya ketelitian dalam memperhatikan perubahan warna indicator 5. Kurang telitinya dalam melakukan proses titrasi.

Oksidasi dan reduksi

Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi.Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja (Khopkar, 2003). Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor. Namin demikian, oksidator dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator adalah kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II). Cara titrasi redoks yang menggunakan larutan iodium sebagai pentiter disebut iodimetri, sedangkan yang menggunakan larutan iodida sebagai pentiter disebut iodometri (Rivai, 1995). Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodimetrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iodium dan tiosulfat berlangsung secara sempurna (Underwood, 1986). Iodium hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol per liter pada 25 0C), tetapi agak larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Larutan iodium standar dapat dibuat dengan menimbang langsung iodium murni dan pengenceran dalam botol volumetrik. Iodium, dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan pada suatu larutan KI pekat, yang ditimbang dengan teliti sebelum dan sesudah penembahan iodium. Akan tetapi biasanya larutan distandarisasikan terhadap suatu standar primer, As2O3 yang paling biasa digunakan. (Underwood, 1986).

Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometrik adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi terhadap standar primer. Larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Sejumlah zat padat digunakan sebagai standar primer untuk larutan natrium tiosulfat. Iodium murni merupakan standar yang paling nyata, tetapi jarang digunakan karena kesukaran dalam penanganan dan penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang membebaskan iodium dari iodida, suatu proses iodometrik (Underwood, 1986). Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (kadang-kadang dinamakan iodometri), adlaah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. Potensial reduksi normal dari sistem reversibel: I2(solid) 2e 2I-

adalah 0,5345 volt. Persamaan di atas mengacu kepada suatu larutan air yang jenuh dengan adanya iod padat; reaksi sel setengah ini akan terjadi, misalnya, menjelang akhir titrasi iodida dengan suatu zat pengoksid seperti kalium permanganat, ketika konsentrasi ion iodida menjadi relatif rendah. Dekat permulaan, atau dalam kebanyakan titrasi iodometri, bila ion iodida terdapat dengan berlebih, terbentuklah ion tri-iodida: I2(aq) + I- I3Karena iod mudah larut dalam larutan iodida. Reaksi sel setengah itu lebih baik ditulis sebagai: I3- + 2e 3I-

Dan potensial reduksi standarnya adalah 0,5355 volt. Maka, iod atau ion tri-iodida merupakan zat pengoksid yang jauh lebih lemah ketimbang kalium permanganat, kalium dikromat, dan serium(IV) sulfat (Bassett, J. dkk., 1994).

Alasan pemilihan indikator amilum Titrasi iodimetri dilakukan dalam keadaan netral atau dalam kisaran asam lemah sampai basa lemah. Pada pH tinggi (basa kuat) maka iodine dapat mengalami reaksi disproporsionasi menjadi hipoiodat. I2 + 2OH- IO3- + I- + H2O Sedangkan pada keadaan asam kuat maka amilum yang dipakai sebagai indicator akan terhidrolisis, selain itu pada keadaan ini iodide (I-) yang dihasilkan dapat diubah menjadi I2 dengan adanya O2 dari udara bebas, reaksi ini melibatkan H+ dari asam.

4I- + O2 + 4H+ -> 2I2 + 2H2O Titrasi dilakukan dengan menggunakan amilum sebagai indicator dimana titik akhir titrasi diketahui dengan terjadinya kompleks amilum-I2 yang berwarna biru tua. Beberapa reaksi penentuan denga iodimetri ditulis dalam reaksi berikut: H2S + I2 -> S + 2I- + 2H+ SO32- + I2 + H2O -> SO42- + 2I- + 2H+ Sn2+ + I2 -> Sn4+ + 2IH2AsO3 + I2 + H2O -> HAsO42- + 2I- + 3H+ Alasan: Dalam menggunakan metode iodometrik kita menggunakan indikator kanji dimana warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetra korida dan kloroform. Namun demikan larutan dari kanji lebih umum dipergunakan, karena warna biru gelap dari kompleks iodinkanji bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitiv untuk iodin (Underwood, 2002).

Reaksi yg terjd sampai tercapai ekivalen HO OH + I2 CHOH O CH2OH O

O

O + 2HI

CHOH

O

oCH2OH

Reaksi antara as.askorbat dgn iodium dmana as.askorbat dioksidasi menjd as.dehidroaskorbat dan iodium direduksi menjd iodida Penjelasan cara kerja dan fungsi perlakuan Timbang seksama kurang lbh 25 mg sampel dilarutkn dl 25 ml air.Tambah 1 ml HCl 0.1N.Segera titrasi dgn I2 0.1 N dgn indikator kanji dgn sekali-kali dkocok hingga terjd warna biru mantap selama 2 mnt. As,askorbat adalah oksidator lemah yg jk dreduksi dgn iodida berjalan lambat,mk agar reaksi berjalan sempurna dpt dtepuh dgn bbrapa cara yaitu memperbesar konsentrasi ion iodida atau memperbesar konsentrasi hidrogen.Penambahan HCl dsini utk memberikan suasana asam sehingga konsentrasi hidrogen bertambah bsr.Penggunaan 25 mg sampel vit c yg dlarutkan dlm 25 ml air utk mempercept terjdnya reaksi,dkarenakan pd penggunaan 50 mg sampel reaksi

kurang terjd secara sempurna.Penggunaan indikator kanji utk mendeteksi kelebihan iodium pd saat titrasi yg dtunjukkn dgn perubahan warna larutan menjd biru tua selama 1-2 mnt.Pengocokn bertujuan utk mempercepat bercampurnya antara titran,titrat dan indikator.