PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT)...

98
i PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PENDENGARAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN JIWA Sdr.I DENGAN SKIZOFRENIA PARANOID DI RUANG ARJUNA RSJD SURAKARTA DISUSUN OLEH : INDRI WULANDARI NIM. P11 028 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2014

Transcript of PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT)...

Page 1: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

i

PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT)

TERHADAP

FREKUENSI HALUSINASI PENDENGARAN PADA

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA Sdr.I DENGAN

SKIZOFRENIA PARANOID DI RUANG

ARJUNA RSJD SURAKARTA

DISUSUN OLEH :

INDRI WULANDARI

NIM. P11 028

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2014

Page 2: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

i

PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) TERHADAP

FREKUENSI HALUSINASI PENDENGARAN PADA

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA Sdr.I DENGAN

SKIZOFRENIA PARANOID DI RUANG

ARJUNA RSJD SURAKARTA

Karya Tulis Ilmiah

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawata

DISUSUN OLEH :

INDRI WULANDARI

NIM. P11 028

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2014

Page 3: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

ii

Page 4: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

iii

Page 5: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

iv

Page 6: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat,

rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis

Ilmiah dengan judul “PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT)

TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PENDENGARAN PADA ASUHAN

KEPERAWATAN JIWA Sdr.I DENGAN SKIZOFRENIA PARANOID DI

RUANG ARJUNA RSJD SURAKARTA”

Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulisa banyak mendapat bimbingan

dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempataan ini penulis

mengucapkan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang

terhormat:

1. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII

Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba

ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta.

2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Sekretaris Ketua Program studi

DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat

menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta.

3. JokoKismanto, S.Kep.,Ns., selaku dosen pembimbing yang telah

membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,

perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya

studi kasus ini.

4. Diyah Ekarini, S.Kep.,Ns selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai

penguji I yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-

masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi

demi sempurnanya studi kasus ini.

5. Intan Maharani S Batubara, S.Kep.,Ns, selaku dosen pembimbing

sekaligus sebagai penguji II yang telah membimbing dengan cermat,

Page 7: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

vi

6. memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam

bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.

7. Semua dosen Program studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada

Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan

wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.

8. Kedua orangtuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan

semangat untuk menyelesaikan pendidikan.

9. Arifin Budhi Cahyono, yang selalu membantu, memberi dukungan,

memberi semangat dan motivasi dalam menyelesaikan tugas Karya Tulis

Ilmiah ini

10. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Stikes

Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan

satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.

Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

keperawatan dan kesehatan. Amin

Surakarta, Mei 2014

Penulis

Page 8: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

vii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv

KATA PENGANTAR ................................................................................... v

DAFTAR ISI .................................................................................................. vii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ....................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................... 1

B. Tujuan Penulisan ................................................................................ 5

C. Manfaat Penulisan .............................................................................. 6

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Halusinasi ................................................................... 8

B. Konsep Asuhan Keperawatan ............................................................ 21

C. Terapi Psikoreligius ............................................................................ 48

BAB III LAPORAN KASUS

A. Pengkajian .......................................................................................... 54

B. Rumusan Masalah .............................................................................. 61

C. Intervensi ............................................................................................ 62

D. Implementasi ...................................................................................... 65

E. Evaluasi .............................................................................................. 66

BAB IV PEMBAHASAN

A. Pengkajian .......................................................................................... 69

B. Diagnosa Keperawatan ....................................................................... 72

C. Rencana Keperawatan ........................................................................ 73

D. Tindakan keperawatan ........................................................................ 75

Page 9: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

viii

E. Evaluasi .............................................................................................. 79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ......................................................................................... 81

B. Saran ................................................................................................... 83

Daftar Pustaka

Lampiran

Daftar Riwayat Hidup

Page 10: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Gambar 2.2 Pohon Masalah Halusinasi…………………………...29

2. Gambar 3.1 Genogram…………………………………………….54

3. Gambar 3.2 Pohon Masalah……………………………………….60

Page 11: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

x

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Tabel 2.1 Rentang Respon Neurobiologi…………………..………….............11

Page 12: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

xi

LAMPIRAN

Lampiran 1. Log book

Lampiran 2. Format pendelegasian pasien

Lampiran 3. Lembar konsultasi

Lampiran 4. Asuhan keperawatan ”Pemberian terapi psikoreligius

(shalat) terhadap frekuensi halusinasi pendengaran pada

asuhan keperawatan jiwa Sdr.I dengan skizofrenia paranoid

diruang arjuna RSJD Surakarta”

Lampiran 5. Jurnal

Lampiran 6. Daftar riwayat hidup

Page 13: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis dan

sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku

dan koping yang efektif, konsep diri yang positif dan kesetabilan emosional.

(videbeck, 2008).

Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena

adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku dimana individu tidak

mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat dan

lingkungan. Pengertian seseorang tentang penyakit gangguan jiwa berasal

dari apa yang diyakini sebagai faktor penyebab yang berhubungan dengan

biopsikososial. Menurut WHO (2006) menunjukan bahwa beban yang

ditimbulkan gangguan jiwa sangat besar, dimana terjadi global burden of

disease akibat masalah kesehatan jiwa mencapai (8,1%). Angka ini lebih

tinggi dari TBC (7,2%), kanker (5,8%), penyakit jantung (4,4%), dan malaria

(2,6%). (Simanjutak dan Wardiyah, 2006).

Menurut WHO (World Health Organization) memperkirakan 450 juta

orang diseluruh dunia mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang

dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan (25%) penduduk diperkirakan

akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2007 di Indonesia,

Page 14: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

2

menunjukan bahwa prevalensi gangguan jiwa secara nasional mencapai

(5,6%) dari jumlah penduduk, dengan kata lain menunjukkan bahwa pada

setiap 1000 orang penduduk terdapat empat sampai lima orang menderita

gangguan jiwa. Berdasarkan dari data tersebut bahwa data pertahun di

Indonesia yang mengalami gangguan jiwa selalu meningkat. Prevalensi

gangguan jiwa tertinggi di Indonesia terdapat di Provinsi Daerah Kusus Ibu

Kota Jakarta (24,3%), diikuti Nangroe Aceh Darussalam (18,5%), Sumatera

Barat (17,7%), NTB (10,9%), Sumatera Selatan (9,2%), dan Jawa Tengah

(6,8%). (Hidayati,2011).

Salah satu bentuk gangguan jiwa yang umum terjadi adalah skizofrenia.

Skizofrenia adalah suatu sindrom yang mempengaruhi otak dan menyebabkan

timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku yang aneh dan

terganggu. Insiden puncak awitannya adalah 15 sampai 25 tahun untuk pria

dan 25 sampai 35 untuk wanita. Prevalensi skizofrenia diperkirakan sekitar

1% dari seluruh penduduk. Di Amerika Serikat angka tersebut

menggambarkan bahwa hampir tiga juta penduduk yang sedang, telah, atau

akan terkena gangguan tersebut. Insiden dan prevalensi seumur hidup secara

kasat mata sama di seluruh dunia. (Videbeck, 2008).

Gejala umum dari skozofrenia yaitu gangguan sensori persepsi, persepsi

adalah proses diterimanya rangsangan sampai rangsangan itu disadari dan

dimengerti penginderaan atau sensasi: proses penerimaan rangsangan.

Dimana terdapat dua jenis utama masalah perseptual yaitu halusinasi dan

ilusi. Halusinasi yang didefinisikan sebagai hilangnya kemampuan manusia

Page 15: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

3

dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal

(dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa

ada objek atau rangsangan yang nyata. Halusinasi dapat terjadi pada kelima

indera sensori utama yaitu: pendengaran terhadap suara biasanya paling

sering terjadi pada gangguan skizofrenia, visual terhadap pengelihatan,

sedangkan halusinasi sentuhan (taktil) dapat terjadi pada gangguan mental

yang diakibatkan penyalahgunaan kokain, halusinasi pengecap terhadap rasa

seperti darah, urine dan feses dan halusinasi penghidu terhadap bau. (Rasmun,

2009).

Menurut Direja (2011), akibat dari halusinasi adalah klien dapat

kehilangan control dirinya sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang

lain maupun merusak lingkungan (risiko mencederai diri, orang lain dan

lingkungan). Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai fase ke IV, di mana

klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya.

Klien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap

lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri, membunuh

orang lain bahkan merusak lingkungan.

Pada tahun 1984 WHO memasukan dimensi spiritual keagamaan sama

pentingnya dengan dimensi fisik, psikologis dan psikososial. Seiring dengan

itu terapi-terapi yang dilakukanpun mulai menggunakan dimensi spiritual

keagamaan, sebagai bagian dari terapi modalitas. Terapi yang demikian

disebut dengan terapi holistik artinya terapi yang melibatkan fisik, psikologis,

psikososial dan spiritual (Yosep, 2009).

Page 16: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

4

Terapi religius pada kasus-kasus gangguan jiwa ternyata membawa

manfaat, angka rawat inap pada klien gangguan jiwa skizofrenia yang

mengikuti kegiatan keagamaanlebih rendah bila dibandingkan dengan mereka

yang tidak mengetahuinya. (Chu dan Klein, 1985 dalam Yosep, 2009).

Hasil jurnal penelitian Fanada pada tahun 2012, menunjukkan bahwa

dengan melakukan shalat secara rutin dan disertai perasaan ikhlas serta tidak

terpaksa, seseorang akan memiliki respon imun yang baik serta besar

kemungkinan terhindar dari penyakit infeksi dan kanker bahkan penyakit

kejiwaan. Secara medis, shalat yang demikian menyebabkan seseorang

memiliki ketahanan tubuh yang baik.

Penderita gangguan jiwa di RSJD Surakarta pada tahun 2009 sebanyak

2.420 pasien dengan presentasi hunian 74%. Tahun 2010 sebanyak 2.560

pasien dengan presentasi hunian 84,49%. Tahun 2011 sebanyak 2.605 dengan

presentasi hunian 75,6%. Tahun 2012 sebanyak 2.906 dengan presentasi

hunian 85,79%. Tahun 2013 sebanyak 3.308 pasien dengan presentasi hunian

89,07%. (Rekam medik, 2013). Sedangkan di bangsal Arjuna berdasarkan

laporan periode bulan Maret 2014, pasien dirawat di Ruang Arjuna Rumah

Sakit Jiwa Daerah Surakarta didapatkan 20 pasien mengalami gangguan jiwa,

terdapat 10 pasien mengalami halusinasi (50%), 5 pasien mengalami

gangguan perilaku kekerasan (25%) dan 5 pasien mengalami isolasi sosial

(25%). Serta penulis tertarik untuk menulis karya tulis ilmiah dengan

pemberian Terapi Psikoreligius pada klien dengan inisial Sdr.I yang

Page 17: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

5

mengalami halusinasi, dan apabila tidak segera ditangani akan menyebabkan

masalah yang lebih serius yaitu perilaku kekerasan.

Halusinasi yang dialami oleh Sdr.I adalah halusinasi pendengaran yang

berisi pasien mendengar suara roh yang menyuruhnya untuk membeli

dagangan yang dijual oleh roh tersebut, biasanya muncul pada pagi, siang dan

malam hari pada saat klien sendiri atau saat akan tidur, dalam sehari suara itu

bisa muncul 6 kali kurang lebih 5 menit. Saat dirumah dan di bangsal pasien

jarang untuk melakukan shalat 5 waktu.

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk menulis

Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian terapi psikoreligius (shalat)

terhadap frekuensi halusinasi pendengaran pada asuhan keperawatan jiwa

Sdr.I dengan skizofrenia paranoid di Ruang Arjuna RSJD Surakarta”.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Melaporkan pemberian terapi psikoreligius (shalat) terhadap frekuensi

halusinasi pendengaran pada asuhan keperawatan jiwa Sdr.I dengan

skizofrenia paranoid di ruang arjuna RSJD Surakarta

2. Tujuan Khusus

a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Sdr.I dengan Halusinasi.

b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Sdr.I

dengan Halusinasi.

Page 18: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

6

c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada Sdr.I

dengan Halusinasi.

d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Sdr.I dengan

Halusinasi.

e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Sdr.I dengan Halusinasi.

f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian Terapi Psikoreligius

pada Sdr.I dengan Halusinasi.

C. Manfaat Penulisan

1. Bagi penulis

Menambah wawasan dan pengalaman dan memberikan asuhan

keperawatan pada Sdr. I dengan Halusinasi

2. Bagi Profesi

Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan lainnya dalam

melaksanakan Asuham Keperawatan pada pasien dengan Halusinasi

sehingga pasien mendapatkan penanganan tepat dan optimal.

3. Bagi Rumah Sakit

a) Sebagai bahan masukan yang diperlukan dalam pelaksanaan praktek

pelayanan perawatan khususnya pada pasien Halusinasi.

b) Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan lainnya dalam

melaksanakan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Halusinasi,

sehingga pasien mendapatkan penanganan yang tepat cepat dan

optimal.

Page 19: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

7

4. Bagi Institusi

Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas

pendidikan keperawatan khususnya pada pasien Halusinasi dan dapat

menambah pengetahuan bagi para pembaca.

Page 20: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Halusinasi

1. Pengertian Persepsi

Merupakan suatu proses yang berujud diterimanya stimulus oleh

individu melalui alat reseptornya. Namun proses itu tidak berhenti sampai

disitu saja, melainkan stimulus itu diteruskan ke pusat susunan syaraf di

otak, dan terjadilah proses psikologis, sehingga individu menyadari apa

yang ia lihat, apa ia dengar dan sebagainya, individu mengalami persepsi.

Karena itu proses penginderaan tidak lepas dari proses persepsi. Proses

penginderaan akan selalu terjadi setiap saat, pada waktu individu

menerima stimulus melalui alat indranya, melalui reseptornya. Alat indra

merupakan penghubung antarsa individu dengan dunia luarnya. Stimulus

yang diindra oleh individu diorganisasikan, kemudian diinterpretasikan,

sehingga individu menyadari, mengerti tentang apa yang diindra itu, inilah

yang disebut persepsi.( Ardani, 2013 )

2. Pengertian Halusinasi

Perubahan persepsi sensori : halusinasi adalah salah satu gejala

gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi sensori,

seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, pengelihatan, pengecapan,

perabaan, atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya

Page 21: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

9

tidak ada. Selain itu, perubahan persepsi sensori : Halusinasi bisa juga

diartikan sebagai persepsi sensori tentang suatu objek, gambaran, dan

pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar meliputi

semua sistem penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman,

perabaan, atau pengecapan). (Fitria, 2009)

Menurut (Yosep, 2009) Halusinasi dapat didefinisikan sebagai

terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.

Tipe halusinasi yang paling sering adalah halusinasi pendengaran

(Auditory-hearing voices or sounds), penglihatan (Visual-seeing persons

or things), penciuman (Olfactory-smelling odors), pengecapan (Gustatory-

experiencing tastes).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

halusinasi adalah persepsi klien yang salah terhadap lingkungan tanpa

adanya rangsangan atau stimulus yang nyata sehingga klien

mempersiapkan dan merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.

3. Jenis Halusinasi

Menurut Kusumawati dan Hartono (2010) jenis-jenis halusinasi sebagai

berikut :

a. Halusinasi pendengaran atau auditory

Mendengarkan suara atau kebisingan yang kurang jelas ataupun yang

jelas, di mana terkadang suara-suara tersebut seperti mengajak

berbicara klien dan kadang memerintah klien untuk melakukan sesuatu.

Page 22: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

10

b. Halusinasi pengelihatan atau visual

Stimulus visual dalam bentuk kilatan atau cahaya, gambaran atau

bayangan yang rumit dan kompleks. Bayangan bisa menyenangkan atau

menakutkan.

c. Halusinasi penghidu atau olfaktori

Membau bau-bauan tertentu seperti bau darah, urine, feses, parfum,

atau bau yang lain. Ini sering terjadi pada seseorang pasca serangan

stroke, kejang atau demensia.

d. Halusinasi pengecapan atau gustatory

Merasa mengecap rasa seperti darah, urine, feses atau lainnya.

e. Halusinasi perabaan atau taktil

Merasa mengalami nyeri, rasa tersetrum atau ketidaknyamanan tanpa

stimulus yang jelas.

f. Halusinasi cenesthetic

Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,

pencernaan makanan atau pembentukan urine.

g. Halusinasi kinestetika

Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

4. Psikopatologi

Beberapa orang mengatakan bahwa situasi keamanan di otak normal

dibombardir oleh aliran stimulus yang berasal dari tubuh atau dari luar

tubuh. Jika masukan akan terganggu atau tidak ada sama sekali saat

Page 23: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

11

bertemu dalam keadaan normal atau patologis, materi berada dalam

prasadar dapat unconsicious atau dilepaskan dalam bentuk halusinasi.

Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan keinginan

yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena kepribadian rusak

dan kerusakan pada realitas tingkat kekuatan keinginan sebelumnya

diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksternal. (Damaiyanti dan

Iskandar, 2012).

Rentang respon neurobiologis menurut Stuart dan Sudeen

(Damaiyanti, 2012)

Gambar 2.1

Rentang Respon Neurobiologis

Respon adaptif Respon maladaptif

Pikiran logis Distoris pikiran(pikiran kotor) Ggn.pikiran/delusi

Persepsi akurat Ilusi Halusinasi

Emosi konsisten- Reaksi emosi berlebihan- Kerusakan proses-

dengan pengalaman atau kurang emosi

Perilaku sesuai Perilaku aneh dan tidak- Perilaku

disorganisasi biasa

Hubungan sosial Menarik diri Isolasi sosial

Page 24: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

12

Dari rentang respon diatas dapat dilihat jenis respon individu.

Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial

budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas

normal jika menghadapi suatau masalah akan dapat memecahkan masalah

tersebut, respon adaptif :

a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.

b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.

c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari

pengalaman ahli.

d. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas

kewajaran.

e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan

lingkungan.

Respon psikososial meliputi :

a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan

gangguan.

b. Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang

penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan

panca indera.

c. Emosi berlebihan atau kurang

d. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan

orang lain.

Page 25: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

13

Respon maladaptif :

Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan

masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan

lingkungan, adapun respon maladaptif meliputi :

a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan

walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan

kenyataan sosial.

b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah satu persepsi

eksternal yang tidak realita atau tidak ada.

c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari

hati.

d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.

e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan

diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu

kecelakaan yang negatif mengancam.

5. Tanda dan Gejala

Menurut Kusumawati dan Hartono (2010) tanda dan gejala halusinasi

sebagai berikut :

a. Menarik diri

b. Tersenyum sendiri

c. Duduk terpaku

d. Bicara sendiri

Page 26: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

14

e. Memandang satu arah

f. Menyerang

g. Tiba-tiba marah

h. Gelisah

6. Faktor Penyebab

Menurut Yosep ( 2009 ) penyebab halusinasi ada faktor predisposisi dan

faktor presipitasi :

1) Faktor Predisposisi

a. Faktor perkembangan

Rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien

tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri

dan lebih rentan terhadap stress.

b. Faktor sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi

akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada

lingkungannya.

c. Faktor biokimia

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya

stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan

dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia

seperti Buffofenon dan Dimetytranferase(DMP). Akibat stress

Page 27: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

15

berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.

Misalnya terjadi ketidak seimbangan acetylcholin dan dopamin.

d. Faktor psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah

terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh

pada ketidak mampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat

demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan

lari dari alam nyata menuju alam khayal.

e. Faktor genetik dan pola asuh

Anak sehat yang diasuh oleh orangtua skizofrenia cenderung

mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor

keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada

penyakit ini.

2) Faktor Presipitasi

a. Dimensi fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti

kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga

delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu

yang lama.

b. Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat

diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi.

Page 28: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

16

c. Dimensi intelektual

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa klien dengan

halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada

awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan

implus yang menekan, namun merupakan suatu hal yang

menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian

klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.

d. Dimensi sosial

Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan

comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam

nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya,

seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan

interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan

dalam dunia nyata.

e. Dimensi spiritual

Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,

rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang

berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri.

7. Proses Terjadinya Masalah Halusinasi ditinjau dari Penyebab

Menarik diri mekanismenya, berdiam diri tidak ingin berinteraksi

atau behubungan dengan orang lain, preokupasi dengan pikirannya sendiri

yang akhirnya menimbulkan halusinasi.

Page 29: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

17

Menurut Fitria (2009)tanda dan gejala Isolasi Sosial: menarik diri

adalah sebagai berikut:

a. Kurang spontan

b. Apatis (acuh terhadap lingkungan)

c. Ekspresi wajah kurang berseri

d. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri

e. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal

f. Mengisolasi diri

g. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar

h. Asupan makanan dan munuman terganggu

i. Retensi urine dan feses

j. Aktivitas menurun

k. Kurang energi (tenaga)

l. Rendah diri

m. Sering tidur, posisi tidur klien seperti posisi tidur janin

8. Proses Terjadinya Masalah Halusinasi ditinjau dari Akibat

Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Klien

dengan halusinasi terjadi pengembangan untuk melakukan perilaku

maladaptif.

Menurut Fitria (2009) klien dengan perilaku kekerasan sering

menunjukkan tanda dan gejala sebagai berikut :

Page 30: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

18

a. Fisik

Mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal, rahang

mengatup, wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.

b. Verbal

Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan

nada keras dan ketus.

c. Perilaku

Menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau orang lain, merusak

lingkungan, amuk atau agresif.

d. Emosi

Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,

jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,

menyalahkan dan menuntut.

e. Intelektual

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang

mengeluarkan kata-kata bernada kasar.

f. Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran.

g. Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral,

dan kreativitas terhambat.

h. Perhatian

Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual.

Page 31: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

19

9. Tahapan Proses Terjadinya Halusinasi

Menurut Direja ( 2011 ) Halusinasi melalui empat fase , yaitu

sebagai berikut :

a. Fase 1 (Non-psikotik)

Disebut juga dengan fase comporting yaitu fase yang menyenangkan.

Pada tahap ini, halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada klien,

tingkat orientasi sedang, secara umum pada tahap inihalusinasi

merupakan hal yang menyenangkan bagi klien.

1) Karakteristik : Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan

ketakutan. Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat

menghilangkan kecemasan. Pikiran dan pengalaman sensorik masih

ada dalam kontrol kesadaran.

2) Perilaku yang muncul : Tersenyum atau tertawa sendiri,

menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat respon

verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi.

b. Fase 2 (Non-psikotik)

Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi

menjadi menjijikkan.

1) Karakteristik : Pengalaman sensori menakutkan, kecemasan

meningkat, melamun dan berfikir sendiri jadi dominan. Mulai

dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain

tahu dan ia tetap dapat mengontrolnya.

Page 32: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

20

2) Perilaku yang muncul : Terjadi peningkatan denyut jantung,

pernapasan, dan tekanan darah, perhatian terhadap lingkungan

menurun, konsentrasi terhadap pengalaman sensoripun menurun,

kehilangan kemampuan dalam membedakan antara halusinasi dan

realita.

c. Fase 3 (Psikotik)

Disebut dengan fase controlling dimana klien biasanya tidak dapat

mengontrol dirinya sendiri, tingkat kecemasan berat, dan halusinasi

tidak dapat ditolak lagi.

1) Karakteristik : Klien menyerah dan menerima pengalaman

sensorinya, isi halusinasi menjadi atraktif, klien menjadi kesepian

bila pengalaman sensori berakhir.

2) Perilaku yang muncul : Klien menuruti perintah halusinasi, sulit

berhubungan dengan orang lain, perhatian terhadap lingkungan

sedikit atau sesaat, tidak mampu mengikuti perintah yang nyata,

klien tampak tremor dan berkeringat.

d. Fase 4 (Psikotik)

Disebut juga dengan fase conquering atau panik, klien sudah sangat

dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat panik.

1) Karakteristik :halusinasinya berubah menjadi mengancam,

memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak

berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan secara nyata

dengan orang lain di lingkungan.

Page 33: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

21

2) Perilaku yang muncul :perilaku teror akibat panik, potensi bunuh

diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak

mampu merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu

berespon lebih dari satu orang.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengertian

Asuhan Keperawatan adalah kegiatan profesional perawat dinamis,

membutuhkan kreativitas dan berlaku rentang kehidupan dan keadaan.

Adapun tahap dalam melakukan keperawatan itu yaitu : pengkajian,

diagnosa keperawatan, rencana, implementasi, evaluasi. (Universitas

Pembangunan Nasional Veteran, 2006)

2. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses

keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan

perumusan kebutuhan atau masalah klien (Damaiyanti & Iskandar, 2012).

Pengkajian keperawatanmeliputi:

1) Identitas

a) Identitas klien meliputi: nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,

agama, pekerjaan, suku/bangsa, tanggal masuk, tanggal pengkajian,

nomor rekam medik, diagnosa medik, ruang rawat dan alamat.

Page 34: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

22

b) Identitas penanggung jawab meliputi: nama, umur, jenis kelamin,

pekerjaan, agama, hubungan dengan klien dan alamat.

2) Alasan masuk dan faktor presipitasi

Faktor pencetus yaitu stresor, sosial budaya dan biokimia. Stres dan

kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas keluarga,

perpisahan dari orang yang penting atau diasingkan dari kelompok.

Stres dan kecemasan akan merangsang tubuh mengeluarkan zat

halusinogen dan faktor psikologis dimana intensitas yang ekstrim dan

memanjang disertai terbatasnya kemampuan menangani masalah

kemungkinan berkembangnya orientasi realitas dan klien biasanya

mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang tidak

menyenangkan. Pasien dengan halusinasi biasanya berawal dari

tindakan menghindarkan diri dari interaksi masyarakat. Dari tindakan

tersebut menyebabkan pasien dengan halusinasi merasakan kejenuhan.

Faktor pencetus yang lain (Stuart & Sundeen,1998) diantaranya adalah

faktor kesehatan seperti kurang tidur dan kelelahan, lingkungan seperti

kurangnya kebebasan hidup, dukungan sosial, tekanan kerja.Faktor

pencetus yang biasanya tejadi adalah sikap dan perilaku, merasa tidak

mampu, putus asa, merasa gagal, kehilangan kendali diri, merasa punya

kekuatan berlebih dengan gejala tersebut, merasa malang tidak dapat

memenuhi kebutuhan spiritual, bertindak seperti orang lain dari segi

usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku

agresif, perilaku kekerasan.

Page 35: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

23

3) Faktor Predisposisi

Faktor pendukung terjadinya halusinasi bisa disebabkan karena

faktor genetik, dimana sebagian besar pasien halusinasi mempunyai

riwayat keturunan dari keluarganya. Faktor pendukung lain adalah

faktor neurologis, dimana kortek prefrontal dan limbik pada skizofrenia

tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien skizofrenia

terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal, sehingga hal

ini menyebabkan pasien dengan halusinasi mengalami gangguan pada

pencerapan indera karena ada saraf otak yang terganggu.

4) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pada klien dengan skizofrenia dilakukan dengan

pendekatan persistem meliputi:

a) Sistem integumen: terdapat gangguan kebersihan kulit, tampak

kotor, terdapat bau badan, hal ini disebabkan kurangnya minat

terhadap perawatan diri dari perilaku menarik diri.

b) Sistem saraf: kemungkinan terdapat gejala ekstra piramidal seperti

tremor, kaku dan lambat. Hal ini akibat dari efek samping obat anti

psikotik.

c) Sistem penginderaan: ditemukan adanya halusinasi dengar,

penglihatan, penciuman, raba, pengecapan. Karena klien mengalami

gangguan afeksi dan kognisi sehingga tidak mampu untuk

membedakan stimulus internal dan eksternal akibat kecemasan yang

meningkat.

Page 36: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

24

d) Pemeriksaan tanda vital klien, meliputi: tekanan darah, denyut nadi,

respirasidan suhu klien.

5) Aspek psikologis, sosial dan spiritual

a) Aspek Psikologis

(1) Genogram: berisi tentang struktur keluarga dengan minimal tiga

generasi.

(2) Konsep diri

(a) Citra tubuh: Klien dengan halusinasi masih memperhatikan

penampilan tubuhnya, jika halusinasi disebabkan karena

harga diri rendah, biasanya pasien acuh tak acuh pada

penampilannya.

(b) Identitas diri: meliputi status dan posisi klien di keluarga

dan kepuasansebagai laki-laki/ perempuan.

(c) Peran diri: meliputi peran yang diemban oleh klien di

keluarga dan lingkungannya.

(d) Ideal diri: persepsi individu tentang bagaimana ia harus

berperilaku sesuai standar pribadi.

(e) Harga diri: penilaian diri terhadap hasil yang dicapai

dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal

diri.

b) Aspek sosial

Klien skizofrenia dengan halusinasi biasanya bersifat curiga dan

bermusuhan, menarik diri, menghindar dari orang lain, mudah

Page 37: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

25

tersinggung sehingga klien mengalami kesukaran untuk berinteraksi

dengan orang lain.

c) Aspek spiritual

Meliputi nilai dan keyakinan yaitu pandangan dan keyakinan

klien terhadap gangguan jiwa, pandangan masyarakat tentang

gangguan jiwa, kegiatan ibadah yaitu kegiatan ibadah individu dan

keluarga di rumah dan pendapat klien tentang kegiatan ibadahserta

pendapat klien tentang kondisinya berhubungan dengan agama yang

dianutnya.

6) Status mental

a) Penampilan klien dengan halusinasi tidak mengalami penyimpangan

pada penampilannya. Klien ini terkadang tak terlihat jika mengalami

gangguan jiwa, sebab halusinasi tidak setiap saat muncul.

b) Pembicaraan

Pembicaraan klien dengan halusinasi biasanya cepat dan terjadi

inkoherensi.

c) Aktivitas motorik

Klien biasanya terlihat lesu, sering tiduran di tempat tidur, tegang,

gelisah jika pasien tersebut mengalami gangguan isolasi sosial juga .

Jika pasien halusinasi tanpa disertai isolasi sosial biasanya aktivitas

pasien tak mengalami gangguan.

Page 38: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

26

d) Alam perasaan

Apakah klien terlihat sedih, gembira berlebihan, putus asa,

ketakutan, khawatir. Pada klien skizofrenia biasanya ketakutan

e) Afek

Apakah afek klien datar, tumpul labil atau tidak sesuai. Biasanya

klien dengan skizofrenia, afek klien labil, kadang-kadang tumpul dan

tidak sesuai.

f) Interaksi selama wawancara

Apakah klien kooperatif, bermusuhan, kontak mata kurang.

g) Persepsi

Persepsi ini meliputi persepsi mengenai pendengaran, penglihatan,

pengecap, penghidu, peraba, cenestetik, maupun kinestetik. Klien

dengann halusinasi perlu dikaji lebih dalam tentang halusinasinya

mengenai jenis, isi, frekuensi, waktu, situasidan respon pasien saat

terjadi halusinasi.

h) Isi pikir

Kadang-kadang ada ide yang tidak realistik seperti waham.

i) Proses pikir

Apakah pembicaraan klien mengalami sirkumtantial, tangensial,

kehilangan asosiasi, flight of idea dan blocking.

j) Tingkat kesadaran

Apakah klien mampu mengingat kejadian saat ini, kejadian yang

baru saja terjadi dan kejadian masa lalu. Pasien dengan masalah

Page 39: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

27

halusinasi biasanya sadar, tak mengalami gangguan tingkat

kesadaran.

k) Tingkat konsentrasi dan berhitung

Biasanya klien kurang memusatkan perhatian dan konsentrasi

karena tenggelam dalam halusinasinya. Pada umumnya kemampuan

berhitung klien dengan halusinasi masih baik.

l) Kemampuan penilaian

Klien tidak mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah,

klien mampu mengambil keputusan dengan tepat.

m) Daya tilk diri

Klien biasanya mengetahui alasan masuknya dibawa ke rumah sakit.

7) Kebutuhan Persiapan Pulang

Meliputi dengan siapa klien tinggal sepulang di rumah sakit,

rencana klien berkaitan dengan minum obat dan kontrol, pekerjaan

yang dilakukan, aktivitas untuk mengisi waktu luang serta sumber

biaya, adanya orang-orang yang menjadi support system bagi klien dan

tempat rujukan perawatan atau pengobatan.

8) Mekanisme koping

Pada pasien dengan skizofrenia perlu dikaji mekanisme koping

yang digunakan klien sebelum pasien masuk rumah sakit maupun

mekanisme koping pasien selama menghadapi masalah di rumah sakit

jiwa.

Page 40: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

28

9) Masalah psikososial dan lingkungan

Perlu dikaji seperti apa masalah psikososial dan masalah pasien di

lingkungannya, apakah pasien sering bermasalah dengan orang di

sekitarnya.

10) Pengetahuan klien

Pengetahuan klien perlu dikaji untuk mengetahui seberapa jauh

pasien mengenal penyakitnya. Hal ini juga digunakan untuk

merencanakan kegiatan atau tindakan selanjutnya.

11) Aspek Medik

Pada klien skizofrenia dengan halusinasi biasanya mendapatkan

obat-obat anti psikosis seperti: Haloperidol, Clorpromazine, dan anti

kolinergik seperti Triheksifenidil serta Electro Convulsive Therapy

(ECT).

Page 41: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

29

3. Pohon masalah

Pohon masalah gangguan persepsi sensori : halusinasi menurut Keliat

(2006)

Akibat

Masalah

utama

Penyebab

Gambar 2.2

Pohon Masalah

4. Diagnosa Keperawatan

Menurut Fitria (2009) diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

diantaranya :

a) Resiko perilaku menciderai diri berhubungan dengan halusinasi

pendengaran.

b) Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan

dengan menarik diri.

Resiko perilaku menciderai

diri

Gangguan sensori/persepsi:

halusinasi pendengaran

Isolasi sosial : menarik

diri

Gangguan konsep diri : harga

diri rendah kronis

Gangguan pemeliharaan

kesehatan

Defisit perawatan diri

mandi & berhias

Page 42: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

30

c) Isolasi sosial:menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

kronis.

d) Gangguan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan deficit

perawatan diri: mandi dan berhias.

5. IntervensiKeperawatan

Adapun intervensi keperawatan untuk empat masalah gangguan

jiwa menurut Wardiyah & Iskandar(2012) adalah:

a. Fokus intervensi resiko perilaku kekerasan

Tujuan umumnya adalah klien tidak melakukan tindakan

kekerasan.Tujuan khusus pertama adalah klien dapat membina

hubungan saling percaya. Kriteria evaluasi: klien mau membalas salam,

klien mau berjabat tangan, klien mau menyebutkan nama, klien mau

kontak mata, klien mau mengetahui nama perawat. Klien mau

menyediakan waktu untuk kontak.

Intervensinya adalah beri salam dan panggil nama klien.

Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan. Jelaskan maksud

hubungan interaksi. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat. Beri

rasa aman dan sikap empati. Lakukan kontak singkat tapi sering.

Rasional: hubungan saling percaya merupakan landasan utama untuk

hubungan selanjutnya.

Tujuan khusus kedua adalah klien dapat mengidentifikasi

penyebab perilaku kekerasan. Kriteria evaluasi: klien dapat

Page 43: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

31

mengungkapkan perasaannya, klien dapat mengungkapkan penyebab

perasaan jengkel/kesal (dari diri sendiri, lingkungan dan orang lain).

Intervensinya adalah beri kesempatan untuk mengungkapkan

perasaannya. Bantu klien untuk mengungkap perasaannya. Rasional:

dengan memberi kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya

membantu mengurangi stres dan penyebab perasaan jengkel dapat

diketahui.

Tujuan khusus ketiga adalah klien dapat mengidentifikasi

tanda-tanda perilaku kekerasaan. Kriteria evaluasi: klien dapat

mengungkapkan perasaan saat marah atau jengkel, klien dapat

menyimpulkan tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami.

Intervensinya adalah anjurkan klien mengungkapkan yang

dialami saat marah/jengkel, rasional: untuk mengetahui hal-hal yang

dialami dan dirasakan saat jengkel. Observasi tanda-tanda perilaku

kekerasan pada klien, rasional: untuk mengetahui tanda-tanda klien saat

jengkel/ marah. Simpulkan bersama klien tanda-tanda klien saat

jengkel/marah yang dialami, rasional: menarik kesimpulan bersama

klien supaya mengetahui secara garis besar tanda-tanda marah/jengkel.

Tujuan khusus keempat adalah kliendapatmengidentifikasi

perilaku kekerasaan yang biasa dilakukan. Kriteria evaluasi: klien

dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang dilakukan, klien dapat

bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, klien

Page 44: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

32

dapat mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan masalah

atau tidak.

Intervensinya adalah anjurkan klien mengungkapkan perilaku

kekerasaan yang biasa dilakukan klien, rasional: mengeksplorasi

perasaan klien terhadap perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

Bantu klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa

dilakukan, rasional: untuk mengetahui perilaku kekerasan yang biasa

dilakukan dan dengan bantuan perawat bisa membedakan perilaku

konstruktif dan destruktif. Bicarakan dengan klien apakah dengan

cara yang klien lakukan masalahnya selesai, rasional: dapat membantu

klien dalam menemukan cara yang dapat menyelesaikan masalah.

Tujuan khusus kelima adalah klien dapat mengidentifikasi

akibat perilaku kekerasan. Kriteria evaluasi: klien dapat

mengungkapkan akibat dari cara yang dilakukan klien.

Intervensinya adalah bicarakan akibat kerugian dari cara yang

dilakukan klien, rasional: membantu klien menilai perilaku kekerasan

yang biasa dilakukannya. Bersama klien menyimpulkan akibat cara

yang dilakukan oleh klien, rasional: dengan mengetahui akibat perilaku

kekerasan diharapkan klien merubah perilaku destruktif yang dilakukan

menjadi perilaku konstruktif. Tanyakan pada klien apakah ia ingin

mempelajari cara baru yang sehat, rasional: agar klien mengetahui cara

lain yang lebih konstruktif.

Page 45: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

33

Tujuan khusus keenam adalah klien dapat mengidentifikasi cara

konstruktif dalam berespons terhadap kemarahan secara konstruktif.

Kriteria evaluasi: klien dapat melakukan cara berespons terhadap

kemarahan secara konstruktif.

Intervensinya adalah tanyakan pada klien apakah ia ingin

mempelajari cara baru yang sehat, rasional: dengan mengidentifikasi

cara konstruktif dalam berespons terhadap kemarahan dapat membantu

klien menemukan cara yang baik untuk mengurangi kejengkelannya

sehingga klien tidak stres lagi. Beri pujian jika klien menemukan cara

yang sehat, rasional: reinforcement positif dapat memotivasi dan

meningkatkan harga dirinya. Diskusikan dengan klien cara lain yang

sehat, secara fisik: tarik nafas jika sedang marah/jengkel, memukul

benda/kasur atau olah raga atau pekerjaan yang menguras tenaga, secara

verbal : bahwa anda sedang kesal, tersinggung/jengkel (saya kesal anda

berkata seperti itu, saya marah karena mama tidak memenuhi keinginan

saya), secara sosial: lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang

sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan,secara

spiritual: anjurkan klien sembahyang, berdo’a/ibadah, meminta kepada

Tuhan untuk diberi kesabaran. Rasional: berdiskusi dengan klien untuk

memilih cara yang lain sesuai dengan kemampuan klien.

Tujuan khusus ketujuh adalah klien dapat mengontrol perilaku

kekerasan. Kriteria evaluasi: klien dapat mengontrol perilaku

kekerasan, misalnya cara fisik: tarik nafas olah raga dan menyiram

Page 46: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

34

tanaman, verbal: mengatakan secara langsung dengan tidak menyakiti,

dan spiritual: sembahyang, berdo’a/ibadah yang lain.

Intervensinya adalah bantu klien memilih cara yang tepat untuk

klien, rasional: memberikan stimulasi kepada klien untuk menilai

respons perilaku kekerasan secara tepat. Bantu klien mengidentifikasi

manfaat cara yang dipilih, rasional: membantu klien membuat

keputusan untuk memilih cara yang akan digunakan dengan melihat

manfaatnya. Bantu klien menstimulasi cara tersebut (role play),

rasional: agar klien mengetahui cara marah yang konstruktif. Berikan

reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara

tersebut, rasional: pujian dapat meningkatkan motivasi dan harga diri

klien. Anjurkan klien menggunakan cara yang telah dipilihnya

jika ia sedang kesal atau jengkel, rasional: agar klien menggunakan

cara yang telah dipilihnya jika ia sedang kesal atau jengkel.

Tujuan khusus kedelapan adalah klien mendapat dukungan

keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan. Kriteria evaluasi:

keluargadapat menyebutkan cara merawat klien dengan perilaku

kekerasan, keluarga klien merasa puas dalam merawat klien.

Intervensinya adalah identifikasi kemampuan keluarga merawat

klien dari sikap apa yang telahd ilakukan keluarga terhadap klien

selama ini, rasional: kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi akan

memungkinkan keluarga untuk melakukan penilaian terhadap perilaku

kekerasan. Jelaskan peran serta keluarga dalam perawatan klien,

Page 47: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

35

rasional: meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat

klien sehingga keluarga terlibat dalam perawatan klien. Jelaskan cara-

cara merawat klien, terkait dengan cara mengontrol perilaku marah

secara konstruktif, sikap tenang bicara tenang dan jelas, membantu

klien mengenal penyebab marah, rasional: agar dapat merawat klien

dengan perilaku kekerasam klien. Bantu keluarga mendemonstrasikan

cara merawat klien, rasional: agar keluarga mengetahui cara merawat

klien melalui demonstrasi yang dilihat oleh keluarga secara langsung.

Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan

demonstrasi, rasional: mengeksplorasi perasaan keluarga setelah

melakukan demonstrasi.

Tujuan khusus kesembilan adalah klien dapat menggunakan

obat dengan benar (sesuai program pengobatan). Kriteria evaluasi: klien

dapat menyebutkan obat-obatan yang diminum dan kegunaannya (jenis,

waktu, dosis dan efek), klien dapat minum obat sesuai dengan program.

Intervensinya adalah jelaskan jenis-jenis obat yang diminum

klien dan keluarga, rasional: klien dapat mengetahui nama-nama obat

yang diminum oleh klien. Diskusikan manfaat minum obat dan

kerugian berhenti minum obat tanpa izin dokter, rasional: klien dan

keluarga dapat mengetahui obat yang dikonsumsi oleh klien.

b. Fokus intervensi perubahan persepsi sensori: halusinasi

Tujuan umumnya adalah klien tidak menciderai diri, orang lain,

dan lingkungan.

Page 48: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

36

Tujuan khusus pertama adalah klien dapat membina hubungan

saling percaya. Kriteria hasil: klien menunjukkan tanda – tanda percaya

kepada perawat: ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang,

ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau

menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, bersedia

mengungkapkan masalah yang dihadapi.

Intervensinya adalah bina hubungan saling percaya dengan

menggunakan prinsip komunikasi terapeutik: sapa klien dengan ramah

baik verbal maupun non verbal, perkenalkan nama, nama panggilan dan

tujuan perawat berkenalan, tanyakan nama lengkap dan nama panggilan

yang disukai klien, buat kontrak yang jelas, tunjukkan sikap jujur dan

menepati janji setiap kali interaksi, tunjukan sikap empati dan

menerima apa adanya, beri perhatian kepada klien dan perhatikan

kebutuhan dasar klien, tanyakan perasaan klien dan masalah yang

dihadapi klien, dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan

klien. Rasional: hubungan saling percaya mempermudah interaksi

berikunya.

Tujuan khusus kedua adalah klien dapat mengenal

halusinasinya. Kriteria hasil: klien menyebutkanisi, waktu, frekuensi,

situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi. Klien menyatakan

perasaan dan responnya saat mengalami halusinasi: marah, takut, sedih,

senang, cemas, jengkel.

Page 49: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

37

Intervensinya adalah adakan kontak sering dan singkat secara

bertahap. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya

(dengar /lihat /penghidu /raba /kecap), jika menemukan klien yang

sedang halusinasi: tanyakan apakah klien mengalami sesuatu

(halusinasi dengar/ lihat/ penghidu /raba/ kecap ), jika klien menjawab

ya, tanyakan apa yang sedang dialaminya, katakan bahwa perawat

percaya klien mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak

mengalaminya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau

menghakimi), katakan bahwa ada klien lain yang mengalami hal yang

sama, katakan bahwa perawat akan membantu klien. Jika klien tidak

sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi,

diskusikan dengan klien : isi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi

(pagi, siang, sore, malam atau sering dan kadang-kadang ), situasi dan

kondisi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi.

Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan

beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.Diskusikan

dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut.

Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien menikmati

halusinasinya, rasional: dengan mengenal halusinasi akan memudahkan

pemberian intervensi kepada klien.

Tujuan khusus ketiga adalah klien dapat mengontrol

halusinasinya. Kriteria hasil: klien menyebutkan tindakan yang

biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya, klien

Page 50: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

38

menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi, klien dapat

memilih dan memperagakan cara mengatasi halusinasi

(dengar/lihat/penghidu/raba/kecap), klien melaksanakan cara yang

telahdipilih untuk mengendalikan halusinasinya, klien mengikuti terapi

aktivitas kelompok.

Intervensinya adalah identifikasi bersama klien cara atau

tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, marah,

menyibukan diri). Diskusikan cara yang digunakan klien, jika cara yang

digunakan adaptif beri pujian, jika cara yang digunakan maladaptif

diskusikan kerugian cara tersebut. Diskusikan cara baru untuk

memutus/ mengontrol timbulnya halusinasi: katakan pada diri sendiri

bahwa ini tidak nyata (“saya tidak mau dengar/ lihat/ penghidu/

raba/kecap pada saat halusinasi terjadi), menemui orang lain

(perawat/teman/anggota keluarga) untuk menceritakan tentang

halusinasinya, membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan sehari hari

yang telah di susun, meminta keluarga/teman/ perawat menyapa jika

sedang berhalusinasi. Bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan

dan latih untuk mencobanya. Beri kesempatan untuk melakukan cara

yang dipilih dan dilatih. Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan

dilatih, jika berhasil beri pujian. Anjurkan klien mengikuti terapi

aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi, rasional:

kontrol halusinasi dapat mengurangi ansietas pada halusinasi.

Page 51: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

39

Tujuan khusus keempat adalah Klien dapat dukungan dari

keluarga dalam mengontrol halusinasinya. Kriteria hasil: keluarga

menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan dengan perawat,

keluarga menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya

halusinasi dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi.

Intervensinya adalah buat kontrak dengan keluarga untuk

pertemuan (waktu, tempat dan topik ). Diskusikan dengan keluarga

(pada saat pertemuankeluarga/kunjungan rumah): pengertian halusinasi,

tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, cara yang

dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi, obat-

obatan halusinasi, cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di

rumah (beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian

bersama, memantau obat–obatan dan cara pemberiannya untuk

mengatasi halusinasi). Beri informasi waktu kontrol ke rumah sakit dan

bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi tidak tidak dapat diatasi

di rumah. Rasional: dukungan keluarga dapat menjadi motivasi

kesembuhan klien.

Tujuan khusus kelima adalah klien dapat memanfaatkan obat

dengan baik. Kriteria hasil: klien menyebutkan manfaat minum obat,

kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, efek terapi dan efek

samping obat, klien mendemontrasikan penggunaan obat dgn benar,

klien menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter.

Page 52: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

40

Intervensinya adalah diskusikan dengan klien tentang manfaat

dan kerugian tidak minum obat, nama , warna, dosis, cara , efek terapi

dan efek samping penggunan obat. Pantau klien saat penggunaan obat.

Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar. Diskusikan

akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter. Anjurkan

klien untuk konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi hal-hal yang

tidak diinginkan. Rasional: penggunaan obat secara teratur

mempercepat kesembuhan klien.

c. Fokus intervensi isolasi sosial: menarik diri yaitu:

Tujuan umumnya adalah klien dapat berinteraksi dengan orang lain.

Tujuan khusus pertama adalah klien dapat membina hubungan

saling percaya. Kriteria hasil:wajah cerah, tersenyum, mau berkenalan,

ada kontak mata, bersedia menceritakan perasaan, bersedia

mengungkapkan masalahnya.

Intervensinya adalah bina hubungan saling percaya dengan:beri

salam setiap interaksi, perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan

tujuan perawat berkenalan, tanyakan dan panggil nama kesukaan klien,

tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi,

tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien, buat kontrak

interaksi yang jelas, dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi

perasaan klien.

Page 53: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

41

Tujuan khusus kedua adalah klien mampu menyebutkan

penyebab menarik diri. Kriteria hasil: dapat menyebutkan minimal satu

penyebab menarik diri dari diri sendiri, orang lain atau lingkungan.

Intervensinya adalahtanyakan pada klien tentang:orang yang

tinggal serumah/ teman sekamar klien, orang yang paling dekat dengan

klien dirumah atau di ruang perawatan, apa yang membuat klien dekat

dengan orang tersebut, orang yang tidak dekat dengan klien di rumah

atau di ruang perawatan, apa yang membuat klien tidak dekat dengan

orang tersebut, upaya yang sudah dilakukan agar dekat dengan orang

lain. Diskusikan dengan klien penyebab menarik diri atau tidak mau

bergaul dengan orang lain.Beri pujian terhadap kemampuan klien

mengungkapkan perasaannya.

Tujuan khusus ketiga adalah klien mampu menyebutkan

keuntungan berhubungan sosial dan kerugian menarik diri.Kriteria

hasil:klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan sosial,

misalnya banyak teman, tidak kesepian, bisa diskusi, saling menolong,

klien dapat menyebutkan kerugian menarik diri misalnya sendiri,

kesepian, tidak bisa diskusi.

Intervensinya adalahtanyakan pada klien tentang manfaat

hubungan sosial dan kerugian menarik diri.Diskusikan bersama klien

tentang manfaat berhubungan sosial dan kerugian menarik diri.Beri

pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaanya.

Page 54: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

42

Tujuan khusus keempat adalah klien dapat melaksanakan

hubungan sosial secara bertahap. Kriteria hasil:klien dapat

melaksanakan hubungan sosial secara bertahap dengan perawat,

perawat lain, klien lain dan kelompok.

Intervensinya adalah observasi perilaku klien saat berhubungan

sosial. Beri motivasi dan bantu klien untuk berkenalan atau

berkomunikasi dengan perawat lain, klien lain, kelompok.Libatkan

klien dalam terapi aktivitas kelompok sosialisasi. Diskusikan jadwal

harian yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan klien

bersosialisasi. Beri motivasi klien untuk melakukan kegiatan sesuai

dengan jadwal yang telah dibuat. Beri pujian terhadap kemampuan

klien memperluas pergaulannya melalui aktivitas yang dilaksanakan.

Tujuan khusus kelima adalah klien mampu menjelaskan

perasaannya setelah berhubungan sosial. Kriteria hasil:klien dapat

menjelaskan perasaanya setelah berhubungan sosial dengan orang lain

dan kelompok.

Intervensinya adalahdiskusikan dengan klien tentang perasaanya

setelah berhubungan sosial dengan orang lain dan kelompok. Beri

pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.

Tujuan khusus keenam adalah klien mendapat dukungan

keluarga dalam memperluas hubungan sosial. Kriteria hasil:keluarga

dapat menjelaskan tentang pengertian menarik diri, tanda dan gejala

menarik diri, penyebab dan akibat menarik diri dan cara merawat klien

Page 55: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

43

menarik diri. Keluarga dapat mempraktekkan cara merawat klien

menarik diri.

Intervensinya adalah diskusikan pentingnya peran serta keluarga

sebagai pendukung untuk mengatasi perilaku menarik diri. Diskusikan

potensi keluarga untuk membantu klien mengatasi perilaku menarik

diri. Jelaskan pada keluarga tentang pengertian menarik diri, tanda dan

gejala menarik diri, penyebab dan akibat menarik diri, cara merawat

klien menarik diri. Latih keluarga cara merawat klien menarik diri.

Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang dilatihkan. Beri

motivasi keluarga agar membantu klien untuk bersosialisasi. Beri pujian

kepada keluarga atas keterlibatannya merawat klien dirumah sakit.

Tujuan khusus ketujuh adalah klien dapat memanfaatkan obat

dengan baik. Kriteria hasil: klien menyebutkan manfaat minum obat,

kerugian tidak minum obat, dan nama, warna, dosis, efek samping dan

efek terapi obat. Klien mendemonstrasikan penggunaan obat dengan

benar. Klien menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi

dokter.

Intervensinya adalah diskusikan dengan klien tentang manfaat

dan kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, cara, efek terapi,

dan efek samping penggunaan obat. Pantau klien saat penggunaan obat.

Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar. Diskusikan

akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter. Anjurkan

Page 56: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

44

klien untuk konsultasi kepada dokter / perawat jika terjadi hal-hal yang

tidak diinginkan.

d. Fokus intervensi gangguan konsep diri: harga diri rendah.

Tujuan umumnya adalah klien dapat berhubungan dengan orang

lain secara optimal.

Tujuan khusus pertama adalah klien dapat membina hubungan

saling percaya. Kriteria evaluasi: ekspresi wajah klien bersahabat,

menunjukkan rasa tenang dan ada kontak mata, mau berjabat tangan

dan mau menyebutkan nama, mau menjawab salam dan mau duduk

berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang

dihadapi.

Intervensinya adalah bina hubungan saling percaya dengan

mengungkapkan prinsip komunikasi therapeutic : sapa klien dengan

ramah dan baik secara verbal dan non verbal, perkenalkan diri dengan

sopan, tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai

klien, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, tunjukkan

sikap empati dan menerima klien apa adanya, beri perhatian pada klien

dna perhatikan kebutuhan dasar klien. Rasional: hubungan saling

percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi

selanjutnya.

Tujuan khusus kedua adalah klien dapat mengidentifikasi

kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.

Page 57: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

45

Intervensinya adalah diskusikan kemampuan dan aspek positif

yang dimiliki klien, rasional: mendiskusikan tingkat kemampuan klien

seperti menilai realitas, kontrol diri atau integritas ego diperlukan

sebagai dasar asuhan keperawatannya. Setiap bertemu hindarkan dari

memberi nilai negatif, rasional: reinforcement positif akan

meningkatkan harga diri klien. Usahakan memberin pujian yang

realistis, rasional: pujian yang realistis tidak menyebabkan klien

melakukan kegiatan hanya karena ingin mendapatkan pujian.

Tujuan khusus ketiga adalah klien dapat menilai kemampuan

yang digunakan. Kriteria evaluasi: klien menilai kriteria yang dapat

digunakan.

Intervensinya adalah diskusikan dengan klien kemampuan yang

masih dapat dilakukan dalam sakit, rasional: keterbukaan dan

pengertian tentang kemampuan yang dimiliki adalah prasarat untuk

berubah. Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilanjutkan

penggunaannya, rasional: pengertian tentang kemampuan yang masih

dimiliki klien memotivasi untuk tetap mempertahankan

penggunaannya.

Tujuan khusus keempat adalah klien dapat merencanakan

kegiatan dengan kemampuan yang dimiliki. Kriteria evaluasi: klien

membuat rencana kegiatan harian.

Intervensinya adalah rencanakan bersama klien aktivitas yang

dapat dilakukan setiap hari sesuai dengan kemampuan: kegiatan

Page 58: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

46

mandiri, kegiatan dengan bantuan sebagaian, kegiatan yang

membutuhkan bantuan total, rasional: membentuk individu yang

bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Tingkatkan kegiatan sesuai

dengan toleransi kondisi klien, rasional: klien perlu bertindak secara

realistis dalam kehidupannya. Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang

boleh dilakukan klien, rasional: contoh perilaku yang dilihat klien akan

memotivasi klien untuk melaksanakan kegiatan.

Tujuan khusus kelima adalah klien dapat melaksanakan kegiatan

yang boleh dilakukan. Kriteria evaluasi: klien melakukan kegiatan

sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.

Intervensinya adalah beri kesempatan pada klien untuk mencoba

kegiatan yang telah direncanakan, rasional: memberikan kesempatan

kepada klien mandiri dapat meningkatkan motivasi dan harga diri klien.

Beri pujian atas keberhasilan klien, rasional: reinforcement positif dapat

meningkatkan harga diri klien. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di

rumah, rasional: memberikan kesempatan kepada klien untuk tetap

melakukan kegiatan yang biasa dilakukan.

Tujuan khusus keenam adalah klien dapat memanfaatkan system

pendukung yang ada di keluarga. Kriteria evaluasi: klien memanfaatkan

system pendukung yang ada di keluarga.

Intervensinya adalah beri pendidikan kesehatan pada keluarga

tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah, rasional:

mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri di rumah.

Page 59: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

47

Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat, rasional:

support system keluarga akan sangat mempengaruhi dalam

mempercepat proses penyembuhan klien. Bantu keluarga menyiapkan

lingkungan rumah, rasional: meningkatkan peran serta keluarga dalam

merawat klien di rumah.

6. Implementasi Keperawatan

Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana

tindakan keperawatan. Tindakan yang dilakukan bertujuan untuk

membantu individu dalam memenuhi kebutuhannya yang tidak dapat

dipenuhi sendiri, mengarahkan atau membantu mengatasi permasalahan

yang dihadapinya (Herman, 2011). Sebelum melaksanakan tindakan yang

sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat, apakah

rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien saat ini.

7. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari

tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada

respons klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

Evaluasi dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan

setiap selesai melakukan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang

dilakukan dengan membandingkan antara respons klien dan tujuan khusus

Page 60: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

48

serta umum yang telah ditentukan (Herman, 2011). Evaluasi dapat

dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir.

S : Respon subyektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan.

O : Respon obyektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan.

A : Analisa ulang atas data subyektif dan obyektif untuk

menyimpulkanapakah masalah masih tetap, sudah teratasi, atau ada

masalah baru dan ada data yang kontradiksi dengan masalah yang

ada.

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon

klien.

C. Terapi Psikoreligius

1. Pengertian Psikoreligius

Terapi psikoreligius adalah terapi yang biasanya melalui pendekatan

keagamaan yang dianut oleh klien dan cenderung untuk menyentuh sisi

spiritual manusia.(Fanada, 2012)

2. Jenis Terapi Psikoreligius

Salah satu bentuk terapi psikoreligius antara lain Terapi Shalat dan

Zikir. Dalam terapi shalat ini semua gerakan, sikap dan perilaku dalam

shalat dapat melemaskan otot yang kaku, mengendorkan tegangan sistem

saraf, menata dan mengkonstrusi persendian tubuh, sehinga dapat

meningkatkan dampak positif terhadap kesehatan syaraf dan tubuh. Zikir

Page 61: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

49

yang dihafalkan secara baik dan benar sesuai aturan dalam ilmu tajwid dan

dipahami arti dan dihayati maknanya disertai dengan kesungguhan. (

Fanada, 2012)

a. Terapi Shalat

Terapi shalat adalah terapi psikoreligius dengan pendekatan

keagamaan berupa doa dan gerakan shalat yang bertujuan untuk

mendekatkan diri kepada Allah.

Gerakan – gerakan shalat merupakan gerakan – gerakan teratur

yang dilakukan sedikitnya lima kali dalam satu hari satu malam,

sehingga berdampak sebagai olah raga yang teratur dalam siklus body

bioritmic dan irama sirkadian, di dalamnya terdapat unsur olah raga,

relaksasi, latihan konsentrasi, reduksi stres, dan pencegahan penyakit.

( Yosep, 2009)

b. Terapi Zikir

Terapi yang menggunakan media zikir mengingat Allah yang

bertujuan untuk menenangkan hati dan memfokuskan pikiran. Dengan

bacaan do’a dan zikir orang akan menyerahkan segala permasalahan

kepada Allah, sehingga beban stress yang dihimpitnya mengalami

penurunan. (Fanada, 2012)

3. Aspek psikoreligius terapi pada shalat

Menurut (Haryanto, 2007) ada beberapa aspek yang terdapat dalam

shalat, antara lain aspek olah raga, aspek relaksasi otot, aspek relaksasi

Page 62: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

50

kesadaran indera, aspek meditasi, aspek auto-sugesti/self-hipnosis, aspek

pengakuan dan penyaluran (katarsis), aspek pembentukan kepribadian dan

terapi air.

a. Aspek olah raga

Kalau diperhatikan gerakan-gerakan didalam shalat, maka terlihat

mengandung unsur gerakan-gerakan olahraga, mulai dari takbir, berdiri,

ruku’, sujud, duduk diantara dua sujud, duduk akhir, sampai

mengucapkan salam. H.A.Saboe (1986) berpendapat bahwa hikmah

yang diperoleh dari gerakan-gerakan shalat tidak sedikit artinya bagi

kesehatan jasmani, dan dengan sendirinya akan membawa efek pula

pada kesehatan ruhaniah atau kesehatan mental/jiwa seseorang.

Selanjutnya dijelaskan bila dijelaskan dari sudut ilmu kesehatan, setiap

gerakan, setiap sikap, serta setiap perubahan dalam gerak dan sikap

tubuh pada waktu melaksanakan shalat adalah paling sempurna dalam

memelihara kondisi kesehatan tubuh.

b. Aspek relaksasi otot

Shalat juga mempunyai efek seperti relaksasi otot, yaitu kontraksi

otot, pijatan dan tekanan pada bagian-bagian tubuh tertentu selama

menjalankan shalat. Walker, dkk (1981) mengutip beberapa hasil

penelitian bahwa relaksasi otot ini ternyata dapat mengurangi

kecemasan dan tidak dapat tidur/insomnia.

Page 63: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

51

c. Aspek relaksasi kesadaran indera

Relaksasi kesadaran indera ini seseorang biasanya diminta untuk

membayangkan pada tempat-tempat yang mengenakkan,. Misalnya

seseorang diminta untuk membayangkan dipantai. Pada saat shalat

seseorang seolah-olah terbang keatas menghadap kepada Allah secara

langsung tanpa ada perantara. Setiap bacaan dan gerakan senantiasa di

hayati dan dimengerti dan ingatannya senantiasa kepada Allah.

d. Aspek meditasi

Shalat juga memiliki efek seperti meditasi atau yoga bahkan

merupakan meditasi atau yoga tingkat tinggi bila dijalankan dengan

khusyuk. Dalam kondisi khusyuk seseorang hanya akan mengingat

Allah SWT, nukan mengingat yang lain. Menurut Wibisono (1989)

shalat akan mempengaruhi pada seluruh sistem yang ada dalam tubuh

kit, seperti syaraf, peredaran darah, pernafasan, pencernaan, otot-otot,

kelenjar, reproduksi dan lain-lain.

e. Aspek auto-sugesti/self-hipnosis

Bacaan-bacaan dalam shalat berisi hal-hal yang baik, berupa

pujian, mohon ampun, doa maupun permohonan yang lain. Hal ini

sesuai dengan arti shalat itu sendiri, yaitu shalat berasal dari bahasa

Arab berarti doa mohon kebajikan dan pujian. Menurut Thoules (1992)

auto sugesti adalah suatu upaya untuk membimbing diri pribadi melalui

proses pengulangan suatau rangkaian ucapan secara rahasia kepada diri

sendiri yang menyatakan suatu keyakinan atau perbuatan.

Page 64: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

52

f. Aspek pengakuan dan penyaluran (katarsis)

Setiap orang membutuhkan sarana untuk berkomunikasi, baik

dengan diri sendiri, dengan orang lain, dengan alam maupun dengan

Tuhannya. Komunikasi akan lebih dibutuhkan ketika seseorang

mengalami masalah atau gangguan kejiwaan. Shalat dapat dipandang

sebagai proses pengakuan dan penyaluran, proses katarsis atau

kanalisasi terhadap hal-hal yang tersimpan dalam dirinya.

g. Sarana pembentukan kepribadian

Kepribadian seseorang senantiasa perlu dibentuk sepanjang

hayatnya, dan pembentukannya bukan merupakan pekerjaan yang

mudah. Shalat merupakan kegiatan harian, kegiatan mingguan, kegiatan

bulanan atau kegiatan amalan tahunan (shalat Idul Fitri dan Idul Adha)

dapat sebagai sarana pembentukan kepribadian, yaitu manusia yang

bercirikan : disiplin, taat waktu, bekerja keras, mencintai kebersihan,

senantiasa berkata yang baik, membentuk pribadi “Allahu akbar”.

h. Terapi air

Seseorang yang akan menjalankan shalat harus bersih dari hadast

baik itu hadast besar maupun kecil, sehingga ia harus menyucikan

dirinya dengan berwudhu apabila memiliki hadast kecil dan mandi jika

memiliki hadast besar (junub). Menurut Adi (1985) dan Effendy suara

(1987) wudhu ternyata memiliki efek refreshing, penyegaran,

pembersihan badan dan jiwa, serta pemulihan tenaga. Ditambah oleh

Page 65: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

53

Utsman Najati (1985) bahwa wudhu disamping sebagai persiapan untuk

shalat, bukan hanya sekedar membersihkan tubuh dari kotoran tetapi

juga membersihkan jiwa dari kotoran.

Page 66: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

54

BAB III

LAPORAN KASUS

A. Pengkajian

Berdasarkan hasil pengkajian yang penulis lakukan pada tanggal 7 – 8

April 2014 pukul 10.00 WIB dengan menggunakan metode autonamnesa dan

alloanamnesa didapatkan data sebagai berikut klien bernama Sdr.I, jenis

kelamin laki-laki , umur 30 tahun, beragama islam, belum menikah, tempat

tinggal di sukoharjo, pendidikan terakhir klien STM. Pada tanggal 20 Maret

2014 klien dibawa ke IGD RSJD Surakarta oleh kakak kandungnya yaitu Ny.N

umur 35 tahun, yang sekaligus penanggungjawab dan tinggal serumah dengan

klien.

Klien dibawa ke RSJD Surakarta dengan alasan saat dirumah klien

tidak bisa diam, suka teriak-teriak, bingung, mondar-mandir, bisik-bisik

sendiri, marah-marah, membuang pakaian dan sulit minum obat. Dengan

melihat kondisi klien tersebut, keluarga hanya mendiamkannya saja dan

melihat kondisi klien yang semakin parah akhirnya keluarga membawa klien

ke Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta untuk yang kelima kalinya.

Hasil pengkajian faktor predisposisi didapatkan data sebelumnya klien

pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada tanggal 16 April

2011 dengan keluhan yang sama, riwayat pengobatan sebelumnya tidak

berhasil karena klien tidak teratur minum obat dan tidak tepat waktu untuk

Page 67: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

55

kontrol ke Rumah Sakit, dalam anggota keluarganya ada yang mengalami

gangguan jiwa yaitu ayah kandungnya dan klien juga tidak pernah mengalami

aniaya fisik dari siapapun. Pengkajian faktor presipitasi didapatkan data klien

mengatakan stress karena setiap mendekati atau mengatakan cinta pada

perempuan selalu di tolak cintanya.

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan dengan mengkaji tanda-tanda vital,

tekanan darah klien 120/80 mmHg, nadi 80 kali per menit, suhu 36°C, respirasi

22 kali per menit, untuk ukuran tinggi badan klien 168cm dan berat badan klien

55kg, bentuk kepala : meshocepal, rambut : pendek, hitam dan sedikit kotor,

mata : simetris antara kanan dan kiri, hidung : simetris antara kanan dan kiri,

tidak ada serumen, leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, dada : dinding

dada simetris kanan dan kiri, ekstermitas : kaki kanan dan kiri lengkap, tangan

kanan dan kiri lengkap, tidak ada cacat,keluhan fisiknya yaitu klien tidak

mempunyai riwayat sakit jantung, hipertensi, DM.

Page 68: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

56

Genogram :

Mengalami gangguan jiwa

Gambar 3.1

Genogram Sdr.I

Keterangan :

: Laki-Laki

: Perempuan

: Pasien

: Ayah

: Meninggal

: Tinggal satu rumah

: Garis keturunan

dari data diatas didapatkan hasil yaitu klien merupakan anak ke 3 dari 4

bersaudara, klien tinggal bersama ayah, ibu, kakak perempuann dan adik laki-

Tn.A

Tn. A

Page 69: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

57

lakinya. Pada riwayat keluarga didapatkan data ada yang mengalami gangguan

jiwa yaitu ayah kandung dari klien tersebut. Dalam anggota keluarga klien

yang menggambil keputusan adalah kakak perempuannya yang masih tinggal

serumah dengan klien.

Pengkajian konsep diri didapatkan data pada gambaran dirirnya, bahwa

klien menyukai semua anggota tubuhnya dan tidak ada anggota tubuhnya yang

tidak klien sukai. Identitas diri, klien mengatakan dirinya adalah seorang laki-

laki dan merupakan anak ke 3 dari 4 bersaudara. Peran diri, klien mengatakan

sebagai anak dan anggota masyarakat biasa, dan jarang mengikuti kegiatan

dimasyarakatnya, sampai saat ini pasien belum pernah berkerja dan klien hanya

dirumah saja membantu menunggu toko milik ibunya. Ideal diri, klien

mengatakan tidak puas dengan keadaannya sekarang karena diusianya 30th

belum bisa membantu orang tua dalam mencari kebutuhan ekonomi. Harga

diri, klien mengatakan malu dengan orang dan tetanggakarena samapai usia

saat ini belum bekerja sama sekali.

Pengkajian hubungan sosial, orang yang berarti, klien mengatakan

orang yang berarti dalam kehidupannya adalah kakaknya. Peran serta dalam

kegiatan kelompok atau masyarakat, didapatkan data klien jarang mengikuti

kegitan kelompok atau masyarakat dilingkungan tempat tinggalnya. Hambatan

dalam berhubungan dengan orang lain, didapatkan data bahwa klien pendiam,

bicara saat ditanya saja,lebih suka menyendiri dan jarang berkomunikasi

dengan teman-temannya. Pengkajian spiritual, nilai dan keyakinan, klien

Page 70: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

58

mengatakan bahwa dirinya beragama islam. kegiatan ibadah, didapatkan klien

jarang melaksanakan ibadah shalat 5 waktu.

Pengkajian status mental, selama dirawat Sdr.I berpenampilan rapi, gigi

bersih, memakai seragam dari Rumah Sakit, kancing baju dikancingkan,

memakai alas kaki. Pembicaraan, klien berbicara pelan dan hanya mau

berbicara saat ditanya saja. Aktivitas motorik, didapatkan data klien gelisah.

Alam perasaan, klien terlihat sedih dan ingin segera pulang kerumahnya

dengan observasi pandangan kosong dan tampak sedih. Dalam pengkajian afek

Sdr.I pada saat ini tergolong afek datar yaitu ditandai dengan tidak ada roman

atau raut muka pada saat stimulus menyenangkan dan menyedihkan. Interaksi

selama wawancara, klien kurang kooperatif, mau bicara saat ditanya saja dan

kontak mata kurang.

Pengkajian status mental selanjutnya persepsi, klien mengatakan

mendengar suara roh yang menyuruhnya untuk membeli dagangan yang dijual

oleh roh tersebut biasanya muncul pada pagi,siang,malam pada saat klien mau

tidur dan saat klien sendiri berlangsung ± 5menit, dalam sehari bisa muncul 6

kali, klien tidak merasa takut tetapi malah ditanggapi. Pengkajian proses pikir,

klien termasuk bloking karena pembicaraan terhenti tiba-tiban kemudian

dilanjutkan kembali. Isi pikir saat dikaji klien tidak mengalami waham. Tingkat

kesadaran, didapatkan data bahwa Sdr.I tergolong stupor dibuktikan dengan

gerakan-gerakan yang diulang dengan cara kedua tangan ditempelkan ke pipi

kanan dan kirinya.

Page 71: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

59

Pengkajian status mental berikutnya yaitu memori, didapatkan klien

mampu mengingat kejadian 1minggu terakhir ini. Tingkat konsentrasi dan

berhitung, klien mampu menjawab pertanyaan dari perawat walaupun

konsentrasinya agak lama dibuktikan dengan klien mampu menjawab tanggal

dan hari ini. Kemampuan penilaian, Sdr.I mampu mengambil keputusan

sederhana bahwa sebelum makan sebaiknya mandi terlebih dahulu. Daya tilik

diri Sdr.I mengatakan bahwa dirinya sadar berada diRumah Sakit jiwa, klien

mengatakan ingin segera pulang karena merasa tidak enak berada di Rumah

Sakit.

Hasil pengkajian kebutuhan persiapan pulang didapatkan bahwa Sdr.I

mengatakan makan 3 kali sehari sesuai porsi yang diberikan oleh Rumah Sakit

dengan menu nasi, sayur, lauk, buah dan air putih atau air teh. Dan setelah

selesai makan, klien membersihkan alat makannya dan dikumpulkan jadi satu.

Pada pengkajian defekasi, Sdr.I mengatakan sehari BAB 1 kali warna kuning

kecoklatan, bau khas dan BAK 6 kali sehari warna kuning jernih, bau khas dan

setelah memakai kamar mandi langsung dibersihkan. Kebutuhan mandi klien

terpenuhi Sdr.I mengatakan mandi sehari 2 kali yaitu pagi dan sore dengan

menggunakan sabun mandi dan menggosok gigi setiap hari, namun klien

jarang untuk mencuci rambut, biasanya untuk mencuci rambut, potong kuku

dan kumis dilakukannya setiap satu minggu sekali. Dalam berpakaian Sdr.I

mengatakan setelah mandi ganti pakaian sesuai yang diberikan dari Rumah

Sakit, menyisir rambut dan memakai alas kaki. Istirahat dan tidur Sdr.I

mengatakan tidak pernak tidur siang, mulai tidur dari jam 21.00 WIB dan

Page 72: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

60

bangun jam 05.00 WIB, klien tidur selama 8 jam. Penggunaan obat Sdr.I

mengatakan dapat meminum obatnya sendiri.

Hasil pengkajian pemeliharaan kesehatan Sdr.I mengatakan akan

meminum obatnya secara teratur dan akan tepat waktu untuk kontrol. Kegiatan

dirumah, Sdr.I mengatakan dirumah membantu untuk menyapu dan menunggu

toko milik ibunya. Kegiatan diluar rumah, Sdr.I mengatakan jarang keluar

rumah dan jarang mengikuti kegiatan dimasyarakat karena malu dengan

sakitnya, klien lebih suka dirumah dan menunggu toko.

Hasil pengkajian mekanisme koping Sdr.I mengatakan kalau setiap ada

masalah jarang menceritakannya kepada orang lain atau keluarganya, klien

lebih suka memendam masalahnya sendiri dan klien jarang mencoba untuk

menyelesaikan masalahnya secara mandiri. Masalah psikososial dan

lingkungan Sdr.I mengatakan jarang mengikuti kegiatan diluar rumah karena

malu dengan sakitnya dan klien lebih suka berada dirumahnya. Pengetahuan,

klien mengatakan harus sampai kapan meminum obat tersebut karena rasanya

pahit dan tidak enak.

Data penunjang yang penulis dapatkan antara lain, klien mendapatkan

terapi medis berupa Triheksipenidil 2mg/12 jam, yang berpengaruh pada

sistem syaraf pusat digunakan untuk mengontrol dan meringankan sementara

gejala insomnia dan ansietas. Chlorpromazine 1mg/24jam, dapat digunakan

untuk mengontrol kelainan fisiologis dan dapat mengobati masalah perilaku

Page 73: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

61

yang berhubungan dengan perilaku yang mudah tersinggung dan Trifloperazine

5mg/12 jam, dapat digunakan untuk mengurangi kebingungan dan halusinasi.

B. Perumusan Masalah Keperawatan

Berdasarkan data saat pengkajian didapatkan diagnosa utama yaitu

gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran. Data subyektif Sdr.I

mengatakan bahwa mendengar suara roh yang menyuruhnya untuk membeli

dagangan yang dijual oleh roh tersebut. Klien mengatakan suara itu muncul

pada pagi, siang, malam. Klien mengatakan suara itu muncul pada saat sendiri

dan akan tidur, frekuensi 6 kali dalam sehari, berlangsung kurang lebih 5

menit. Data obyektif, Sdr.I tampak bingung dan gelisah, kontak mata kurang,

kadang terlihat bicara sendiri, klien tidak merasa tidak takut tetapi malah

ditanggapinya.

Berdasarkan data subyektif dan obyektif tersebut dapat diambil masalah

keperawatan yaitu gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.

Dari masalah keperawatan yang ada didapatkan pohon masalah sebagai

berikut :

Page 74: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

62

Resiko perilaku kekerasan akibat

core problem

Isolasi sosial : menarik diri etiologi

Gambar 3.2

Pohon Masalah

C. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan dari masalah pada tanggal 7 April 2014 penulis menulis

suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan asuhan keperawatan jiwa

pada Sdr.I dengan diagnosa gangguan persepsi sensori : halusinasi.

Tujuan umumnya klien tidak menciderai diri, orang lain dan

lingkungan.Tujuan khusus yang pertama yaitu klien dapat membina hubungan

saling percaya. Kriteria evaluasi, setelah 1 kali 15 menit klien dapat

mengungkapkan perasaannya dan keadaannya saat ini secara verbal.

Intervensi yang dilakukan yaitu, bina hubungan saling percaya dengan

menggunakan prinsip komunikasi terapeutik, salam terapeutik, perkenalkan

nama, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak

yang jelas sesuai strategi pelaksanaan berikutnya, tepati waktu, dorong dan beri

kesempatan klien untuk mengunggkapkan perasaannya, dengarkan ungkapan

Gangguan persepsi

sensori : halusinasi

Page 75: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

63

klien dengan empati dan tujuan perawat berkenalan, tanyakan nama lengkap

dan nama panggilan yang disukai klien, buat kontrak yang jelas, tunjukkan

sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi, tunjukkan sikap empati.

Tujuan khusus yang kedua yaitu klien dapat mengenalhalusinasinya.

Kriteria evaluasi, setelah dilakukan 3-4 kali pertemuan dalam waktu 20 menit

interaksi klien dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak nyata

dengan menceritakan hal-hal yang nyata dan klien dapat menyebutkan situasi

yang menimbulkan halusinasi, sifat, isi, waktu, frekuensi halusinasi.

Intervensi yang dilakukan, adakan kontak mata sering secara bertahap 5

menit setiap 1 jam, 10 menit setiap 1 jam, 15 menit setiap 1 jam, observasi

tingkah laku verbal/non verbal yang berhubungan dengan halusinasi terkait

dengan bicara sendiri isi bacaan, mata melotot, tiba-tiba pergi, tertawa tiba-

tiba. Terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien tetapi tidak bagi

perawat (tidak membenarkan dan tidak menyangkal), bersama klien

mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi sifat, isi, waktu dan

frekuensi, bersama klien menentukan faktor pencetus halusinasi “apa yang

terjadi sebelum halusinasi”, dorong klien untuk mengunggkapkan perasaannya

ketika sedang berhalusinasi.

Tujuan khusus yang ketiga yaitu klien dapat mengontrol halusinasinya .

kriteria evaluasi, setelah 3 kali pertemuan dalam 15 menit klien dapat

menyebutkan tindakan yang bisa dilakukan bila sedang berhalusinasi serta

klien dapat menyebutkan 2 dari 3 caramemutus halusinasi.

Page 76: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

64

Intervensi yang dilakukan identifikasi bersama klien tindakan apa yang

dilakukan (mengajarkan shalat), indentifikasi bersama klien tindakan apa yang

dilakukan bila sedang berhalusinasi, beri pujian terhadap ungkapan klien

tentang tindakannya, diskusikan cara memutus halusinasi, dorong klien untuk

menyebutkna kembali cara memutus halusinasi, beri pujian atas upaya klien,

dorong klien untuk memilih tindakan apa yang akan dilakukan, dorong klien

unyuk mengikuti terapi aktifitas kelompok, beri pujian bila dapat

melakukannya.

Tujuan khusus yang keempat yaitu klien dapat memanfaatkan obat

dengan baik, kriteria hasil, setelah 3 kali pertemuan dalam waktu 10 menit,

klien minum obat sesuai aturan. Intervensi yang dilakukan, diskusikan dengan

klien tentang obat untuk mengontrol halusinasi, bantu klien untuk memastikan

klien telah minum obat secara teratur untuk mengontrol halusinasinya.

Tujuan khusus yang kelima yaitu klien dapat dukungan keluarga dalam

mengontrol halusinasinya setelah 1 kali dalam 15 menit dirumah. Intervensi,

dorong klien untuk memberi tahu keluarga ketika timbul halusinasi, lakukan

kunjungan keluarga atau home visite kenalkan keluarga pada halusinasi klien,

ajarkan cara merawat klien dirumah, informasikan cara memodifikasi

lingkungan agar mendukung realitas dan dorong keluarga memanfaatkan

fasilitas kesehatan dalam mengontrol halusinasi klien.

Page 77: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

65

D. Implementasi Keperawatan

Setelah merencanakan keperawatan penulis menyatakan implementasi

pada hari senin, tanggal 07 April 2014, jam 10.30 WIB,dengan diagnosa

halusinasi pendengaran dengan tindakan keperawatan yang dilakukan adalah :

membina hubungan saling percaya dengan Sdr.I, memberi salam terapeutik,

memperkenalkan nama perawat, menjelaskan tujuan interaksi, menciptakan

lingkungan yang tenang, membuat kontrak yang jelas, dorong dan beri

kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya, mengidentifikasi jenis

halusinasi yang dialami Sdr.I, mengidentifikasi isi halusinasi Tn.I,

mengidentifikasi frekuensi halusinasi yang dialami Sdr.I, mengidentifikasi

waktu terjadinya halusinasi, mengidentifikasi respon Sdr.I, mengajarkan cara

mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu menghardik. pukul 12.00

WIB mengevaluasi cara pertama dan mengajarkan dengan cara kedua yaitu

bercakap-cakap dengan orang lain, dan pada pukul 12.40 WIB mengevaluasi

cara pertama dan kedua kemudian dilanjutkan mengajarkan dengan cara yang

ketiga yaitu melakukan kegiatan aktivitas mengajarkan terapi psikoreligius (

shalat ) dari persiapan tempat, sajadah, sarung dan wudhu, memberi

reinforcement positif kepada Sdr.I, memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

Implementasi pada hari selasa tanggal 08 April 2014, jam 08.00 WIB

penulis melakukan tindakan : Memberi salam terapeutik. Penulis menanyakan

tentang perasaan Sdr.I, menanyakan tentang halusinasi yang dialami oleh Sdr.I

apakah masih terjadi. penulis mengevaluasi ketiga cara yang telah diajarkan,

yaitu menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain dan melakukan kegiatan

Page 78: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

66

aktivitas (shalat), memberikan reinforcement positif atas kegiatan yang telah

dilakukan, memasukkan kedalam jadwal harian.

E. Evaluasi Keperawatan

Penilaian tindakan keperawatan yang dilakukan berhasil atau tidak dan

mengetahui ada perkembangan pada klien serta apakah masalah sudah teratasi

maka perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi dilakukan tanggal 07 – 08 2014 April

2014.

Diagnosa gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran pada

tanggal 07 April 2014 jam 13.20 WIB didapatkan data subyektif klien

mengatakan perasaannya senang bisa berkenalan dengan perawat, Sdr.I

mengatakan suara itu sering muncul, klien mengatakan suara tersebut masih

sering muncul bisa pagi, siang dan malam hari, sehari bisa 6 kali muncul

dengan frekuensi kurang lebih 5 menit, Sdr.I mengatakan bersedia diajari cara

yang pertama yaitu menghardik, cara yang kedua bercakap-cakap dengan orang

lain dan cara yang ketiga melakukan kegiatan aktivitas spiritual(shalat) . Secara

objektif klien cukup kooperatif saat diajak berinteraksi, Sdr.I mau berjabat

tangan, menyebutkan nama lengkap dan nama panggilan, kontak mata Sdr.I

kurang saat interaksi, Sdr.I bersedia menjawab pertanyaan yang diberikan oleh

penulis, Sdr.I bersedia menceritakan masalahnya, Sdr.I memperhatikan cara

menghardik, bercakap-cakap, dan melakukaan kegiatan aktivitas (shalat) yang

diajarkan, Sdr.I bersedia mempraktekan cara yang telah diajarkan oleh

perawat,klien sudah melakukan kegiatan shalat dengan benar. Berdasarkan

Page 79: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

67

analisa tersebut klien mampu mengungkapkan masalah yang dihadapi dan

mengenal halusinasi yang dialaminya yaitu halusinasi pendengaran dan dapat

mendemonstrasikan cara yang telah diajarkan oleh perawat, Perencanaan

selanjutnya adalahmengevaluasi cara yang telah diajarkan

Evaluasi pada tanggal 08 April 2014 jam 12.30 WIB, didapatkan data

subjektif klien mengatakan perasaannya senang bisa bertemu dengan perawat

lagi, klien mengatakan masih ingat cara yang diajarkan oleh perawat yaitu

menghardik, bercakap-cakap dan melakukan kegiatan aktivitas spiritual

(shalat), klien mengatakan suara tersebut sudah berkurang munculnya dan

frekuensinya dalam sehari bisa 3 kali muncul dengan frekuensi kurang lebih 2

menit,klien mengatakan jika halusinasinya muncul langsung mengajak

temannya bercerita tentang agama islam, klien mengatakan perasaannya tenang

bisa menjalankan shalat dengan teratur dan khusyuk. Data obyektif klien

terlihat lebih tenang, kontak mata ada, mau berinteraksi dengan temannya.

Analisa didapatkan klien mampu memperagakan cara yang sudah diajarkan

oleh perawat, Perencanaan perawat adalah mengevaluasi cara yang telah

diajarkan, memotivasi klien untuk selalu menjalankan shalat 5 waktu.

Page 80: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

68

BAB IV

PEMBAHASAN

I. Pembahasan

Pada bab ini akan diuraikan kesenjangan antara teori dengan praktek

keperawatan yang merupakan kasus dengan halusinasi pendengaran di ruang

Arjuna Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada tanggal 07 – 08 April 2014

terdiri dari tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan

tindakan keperawatan, dan evaluasi keperawatan.

Menurut Direja (2011) halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia

dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal

(dari luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada

objek rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar

suara padahal tidak ada orang yang berbicara.

Proses terjadinya halusinasi yaitu fase pertama disebut juga dengan fase

comforting yaitu fase menyenangkan. Karakteristik klien mengalami stress,

cemas, rasa bersalah dan kesepian yang memuncak biasanya klien mulai

melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan. Perilaku klien biasanya

tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan bibir tanpa suara,

pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan

halusinasinya serta suka menyendiri. Fase kedua yaitu fase condemming atau

ansietas berat yaitu halusinasi menjadi menjijikan. Fase ketiga adalah fase

controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi

Page 81: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

69

berkuasa,suara halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien.

Fase keempat adalah fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan

halusinasinya (Hartono, 2010). Hasil pengkajian Sdr.I termasuk dalam kriteria

halusinasi fase pertama comforting yaitu fase menyenangkan, yang didukung

dengan respon klien terlihat bingung, suka menyendiri, klien juga merasa tidak

takut jika suara itu muncul tetapi malah ditanggapi seperti ngomong sendiri.

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan pengumpulan data subyektif dan obyektif

secara sistematis dengan tujuan membuat penentuan tindakan keperawatan

bagi individu, keluarga dan komunitas Craven dan Hirnle, 2000 dalam

Damaiyanti, (2012), karena itu dibutuhkan suatu format pengkajian yang

dapat menjadi alat bantu perawat dalam pengumpulan data.

Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara

dengan Sdr.I, serta observasi secara langsung terhadap kemampuan dan

perilaku Sdr.I dan dari status Sdr.I. Selain itu keluarga juga berperan

sebagai sumber data yang mendukung dalam memberikan asuhan

keperawatan pada Sdr.I. Namun, disaat pengkajian tidak ada anggota

keluarga Sdr.I yang menjenguknya sehingga penulis tidak memperoleh

informasi dari pihak keluarga.

Menurut Fitria (2009) faktor predisposisi adalah faktor resiko yang

mempengaruhi jenis dan jumlah yang dapat dibangkitkan oleh individu

untuk mengatasi stress yang diperoleh dari klien maupun keluarga yang

Page 82: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

70

meliputi faktor perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis dan

genetik. Faktor genetik pada klien dilihat dari teori yaitu adanya gen yan

meunujukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat

berpengaruh pada penyakit ini. Di dalam keluarga Sdr.I ada yang

mengalami gangguan jiwa yaitu ayah kandung dari klien, dalam anggota

keluarga klien yang menjadi pengambil keputusan adalah kakak

perempuannya yang masih tinggal satu rumah dengan klien.

Adapun faktor presipitasi didapat klien mengatakan stress karena

karena setiap mendekati atau mengatakan cinta pada perempuan selalu di

tolak cintanya.Faktor presipitasi menurut fitria (2009), faktor pencetus

atau presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai

tantangan, ancaman, atau tuntunan yang memerlukan enegri ekstra untuk

menghadapinya.

Menurut kusumawati dan hartono (2010) tanda dan gejala halusinasi

sebagai berikut : menarik diri, tersenyum sendiri, duduk terpaku, bicara

sendiri, Memandang satu arah, menyerang, tiba-tiba marah, gelisah, hal

tersebut juga dialami oleh Sdr.I dimana saat itu klien terlihat gelisah,

berbicara sendiri dan lebih suka duduk menyendiri.

Menurut Yosep (2009) pada pengkajian proses pikir meliputi :

observasi pembicaraan selama wawancara, flight od ideas, retardasi,

persevarasi, circumstantiality, inkohorensi, blocking, logorea, neologisme,

irelevansi, aphasia. Hal ini sesuai dengan laporan pengkajian yang

dilaporkan oleh penulis, proses pikir Sdr.I termasuk blocking karena pada

Page 83: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

71

setiap kali berinteraksi tiba-tiba berhenti dan kemudian dilanjutkan

kembali.

Menurut (Direja, 2011), dalam persepsi harus dijelaskan jenis-jenis

halusinasi yang dialami klien, menjelaskan isi halusinasi, frekuensi, gejala

yang tampak pada saat klien berhalusinasi dan perasaan klien terhadap

halusinasinya. Pengkajian status mental yang penulis lakukan pada klien

Sdr.I sesuai dengan teori, dimana difokuskan pada pola persepsi yaitu

didapatkan data bahwa klien mengatakan mendengar suara roh yang

menyuruhnya untuk membeli dagangan yang dijual oleh roh tersebut,

suara tersebut 1 hari bisa muncul pada pagi, siang dan malam hari pada

saat klien mau tidur dan pada saat klien sendiri, dengan frekuensi 6 kali

sehari ± berlangsung selama 5 menit.

Mekanisme koping adaptif dan maladaptif merupakan tiap upaya yang

diarahkan pada pengendalian stress, termasuk upaya penyelesaian masalah

secara langsung dan mekanisme pertahanan lain yang digunakan untuk

melindungi diri (Fitria, 2009). Pengkajian mekanisme koping pada Sdr.I

termasuk dalam mekanisme koping maladaptif dimana Sdr.I mengatakan

kalau ada masalah jarang menceritakan dengan orang lain termasuk

keluarganya saat dirumah sakit pun klien jarang berbicara dengan

temannya.

Pengkajian aspek medis, didapatkan data pasien mendapat terapi

medis berupa Triheksipenidil 2mg/16 jam, yang berpengaruh pada sistem

syaraf pusat digunakan untuk mengontrol dan meringankan sementara

Page 84: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

72

gejala insomnia dan ansietas. Chlorpromazine 1mg/24jam, dapat

digunakan untuk mengontrol kelainan fisiologis dan dapat mengobati

masalah perilaku yang berhubungan dengan perilaku yang mudah

tersinggung dan Trifloperazine 5mg/6 jam, dapat digunakan untuk

mengurangi kebingungan dan halusinasi. (ISO, 2011)

B. Diagnosa keperawatan

Menurut Direja (2011) diagnosa keperawatan meruypakan suatu

pernyataan yang menjelaskan respon manusia terhadap status

kesehatan/resiko perubahan dari kelompok dimana perawat secara

accontabilitas dapat mengidentifikasi darn memberikan intervensi secara

pasti untuk menjaga status kesehatan, menurun, membatasi, dan berubah.

Menurut Keliat (2006) pohon masalah pada halusinasi dapat

mengakibatkan klien mengalami kehilangan kontrol pada dirinya,

sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

Hal ini terjadi jika halusinasi sudah samapai pada fase ke empat, dimana

klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh isi

halusinasinya. Masalah yang menyebabkan halusinasi itu adalah isolasi

sosial, maka klien menjadi menarik diri dari lingkungan. Hal ini sesuai

dengan data pada Sdr.I dimana ditemukan masalah isolasi sosial : menarik

diri yang ditandai dengan klien terlihat suka menyendiri dan jarang

berinteraksi dengan temannya, serta dari catatan perawat saat pertama kali

masuk, klien sering marah-marah, membuang pakaian, hal ini mengarah

Page 85: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

73

pada permasalahan resiko perilaku kekerasan. Berdasarkan masalah-

masalah tersebut, maka disusun pohon masalah yaitu isolasi sosial

(menarik diri) sebagai penyebab, gangguan persepsi sensori : halusinasi

pensengaran sebagai core problem, dan resiko perilaku kekerasan yang

diarahkan pada lingkungan sebagai akibat. (Rasmun, 2009)

Penulis mengangkat diagnosa keperawatan utama yaitu gangguan

persepsi sensori : halusinasi pendengaran pada Sdr.I sebagai prioritas

masalah utama yang didukung dengan data subyektif yaitu klien

mengatakan mendengar suara roh yang menyuruhnya untuk membeli

dagangan yang dijual oleh roh tersebut, suara itu muncul bisa pagi,siang

dan malam hari pada saat mau tidur atau pada saat klien sendiri, sehari

suara tersebut bisa muncul 6 kali dengan frekuensi kurang lebih 5 menit,

klien tidak merasa takut tetapi suara tersebut malah ditanggapinya, data

objektif klien tampak bingungg, gelisah, kontak mata kurang, klien terlihat

bicara sendiri.

C. Rencana Keperawatan

Menurut (Keliat & Akemat, 2009 dalam Damaiyanti, 2012) rencana

tindakan keperawatan mencakup perumusan diagnosis, tujuan serta

rencana tindakan yang telah distandarisasi. Rencana keperawatan yang

penulis lakukan sama dengan landasan teori yang sudah penulis jabarkan

dalam BAB III, hal ini karena rencana tindakan keperawatan tersebut telah

sesuai dengan SOP (Standart Operasional Prosedur) yang telah ditetapkan.

Page 86: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

74

Data yang diperoleh pada tanggal 07 – 08 April 2014 ditemukan

permasalahan yang menjadi rumusan diagnosa keperawatan gangguan

persepsi sensori : Halusinasi pendengaran. Pada perencanaan keperawatan

penulis menyatakan tujuan umum adalah klien dapat mengontrol

halusinasi yang dialaminya dan 5 tujuan khusus yang direncanakan namun

hanya 3 tujuan khusus yang terlaksana karena keterbatasan waktu,

meliputi TUK 1 yaitu membina hubungan saling percaya, kriteria hasil

klien menunjukkan wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada

kontak mata, mau berjabat tangan, klien mau menyebutkan nama, mau

menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat, mau

mengutarakan masalah yang dihadapinya.

TUK 2 yaitu klien dapat mengenal halusinasinya, kriteria hasil klien

dapat menyebutkan waktu, isi, dan frekuensi timbulnya halusinasi, klien

dapat mengungkapkan bagaiman perasaannya terhadap halusinasi tersebut.

TUK 3 klien dapat mengontrol halusinasinya, kiteria hasil klien dapat

menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan

halusinasinya, klien dapat menyebutkan cara baru mengontrol

halusinasinya, klien dapat mendemonstrasikan cara menghardik,bercakap-

cakap dengan orang lain, mendemonstrasikan kegiatan sehari-hari spiritual

sesuai dengan keyakinan ( shalat 5 waktu ). TUK 4 klien dapat

memanfaatkan obat dengan baik, TUK 5 klien mendapat dukungan

keluarga dalam mengontrol halusinasinya.

Page 87: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

75

D. Implementasi Keperawatan

Tindakan keperawatan merupakan standar dari standar asuhan yang

berhubungan dengan aktivitas keperawatan profesional yang dilakukan

oleh perawat, dimana implementasi dilakukan pada pasien, keluarga dan

komunitas berdasarkan rencana keperawatan yang dibuat. Dalam

mengimplementasikan intervensi, perawat kesehatan jiwa menggunakan

intervensi yang luas yang dirancang untuk mencegah penyakit meningkat,

mempertahankan dan memulihkan kesehatan fisik dan mental. (Keliat &

Akemat, 2009 dalam Damaiyanti & Iskandar 2012).

Menurut Damaiyanti (2012) setrategi pelaksanaan pada klien dengan

gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran, setrategi yang

pertama yaitu mengajarkan cara menghardik, strategi pelaksanaan kedua

yaitu mengajarkan bercakap-cakap dengan orang lain, strategi pelaksanaan

ketiga yaitu melakukan kegiatan aktivitas, strategi pelaksanaan keempat

memberikan pendidikan kesehatan tentang obat.

Pada interaksi tersebut penulis melakukan tindakan keperawatan

untuk mengatasi tujuan khusus yang pertama, kedua dan ketiga, sesuai

dengan strategi pelaksanaan yang penulis buat yaitu pada tujuan khusus

yang pertama klien dapat membina hubungan saling percaya, pada tujuan

khusus yang kedua klien dapat mengenal halusinasinya, dan pada tujuan

khusus yang ketiga klien dapat mengontrol halusinasinya. Hal ini

dilakukan karena hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang

terapeutik antara perawat dengan klien. (Rasmun, 2009).

Page 88: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

76

Implementasi yang dilaksanakan antara lain : pada tanggal 07 April

2014 pukul 10.30 WIB, penulis melakukan strategi pelaksanaan 1,

implementasi membina hubungan saling percaya dengan Sdr.I, memberi

salam terapeutik, beri kesempatan klien untuk mengungkapkan

perasaannya, membantu mengenal halusinasi pada Sdr.I, menjelaskan cara

mengontrol halusinasi, dan mengajarkan cara mengontrol halusinasi

dengan SP yang ke 1 yaitu menghardik. Kemudian 1 jam selanjutnya

penulis mengajarkan SP yang ke 2 yaitu bercakap-cakap dengan orang lain

pada pukul 12.15 WIB dilanjutkan mengajarkan SP yang ke 3 yaitu

melakukan kegiatan aktivitas spiritual sesuai dengan keyakinan klien yaitu

shalat. Kemudian memberikan reinforcement posisif kepada Sdr.I apabila

berhasil melakukan cara menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain

dan melakukan kegiatan shalat dengan khusyuk.

Respon klien, klien mau membina hubungan saling percaya dengan

perawat, klien mampu melakukan SP pertama yaitu menghardik, untuk SP

ke dua yaitu bercakap-cakap klien kurang mampu memulai pembicaraan,

sedangkan SP ketiga belum optimal.

Implementasi pada tanggal 08 April 2014, pukul 08.00 WIB penulis

memberikan salam terapeutik, penulis mengevaluasi tindakan SP pertama

menghardik, mengevaluasi SP kedua bercakap-cakap dengan orang lain,

mengevaluasi SP ketiga melakukan kegiatan aktivitas spiritual (shalat).

Memberikan reinforcement positif atas tindakan yang dilakukan.

Page 89: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

77

Respon klien, klien mampu melakukan cara SP pertama menghardik

dengan mandiri, klien mampu melakukan cara SP kedua yaitu bercakap-

cakap dengan orang lain, klien juga sudah mampu melakukan SP ketiga

yaitu melakukan aktivitas kegiatan (shalat dengan khusyuk) mulai dari

menyiapkan tempat, sajadah, sarung dan berwudhu.

Penulis melakukan tindakan psikoreligius (shalat) karena sebelum

dilakukan terapi psikoreligius (shalat) klien tampak lebih suka menyendiri,

bahkan berbicara sendiri, gelisah. Dengan demikian penulis berasumsi

bahwa dengan diberikannya terapi psikoreligius (shalat), dapat ikut

membantu penyembuhan klien.

Hal ini sesuai dengan konsep Hendra pada tahun 2011 yang

menyebutkan tentang teori dari Dadang Hawari, seorang psikiater yang

mengembangkan psikoterapi holistik, berpendapat bahwa

shalatmenimbulkan ketenangan, disamping itu do’a juga menimbulkan

percaya diri dan optimis (harapan kesembuhan). (Fanada, 2012)

Terapi psikoreligius adalah terapi yang biasanya melalui pendekatan

keagamaan yang dianut oleh klien dan cenderung untuk menyentuh sisi

spiritual manusia.(Fanada, 2012)

Shalat memiliki pengaruh yang sangat penting untuk terapi perasaan

berdosa yang menyebabkan rasa gundah dan menjadi penyebab utama

penyakit jiwa. Hal ini dapat terjadi karena ritual salat bisa mengampuni

dosa seseorang, membersihkan jiwa dari noda-noda kesalahan, dan

Page 90: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

78

menimbulkan harapan mendapatkan ampunan dan ridha Allah SWT.

(Zaini, 2012)

Kegiatan keagamaan / ibadah / shalat, menurunkan gejala psikiatrik ,

rise tyang lain menyebutkan bahwa menurunnya kunjungan ketempat

ibadah, meningkatkan jumlah bunuh diri di USA , Kesimpulan dari

berbagai riset bahwa religious mampu mencegah dan melindungi dari

penyakit kejiwaan, mengurangi penderitaan meningkatkan proses adaptasi

dan penyembuhan. (Mahoney et.all, 1985 dalamYosep, 2007).

Dalam jurnal Wahyudin, 2013. Sudah sangat banyak penelitian yang

dilakukan untuk mengetahui manfaat kesehatan dari tiap gerakan sholat.

Hasil-hasilnyapun telah tersebar di berbagai publikasi baik jurnal, buku

ilmiah, buku umum ataupun internet. Berikut ini hanya kami ringkas

beberapa manfaat bagi kesehatan badan yang diperoleh dari beberapa

gerakan pokok sholat. Gerakan pokok sholat yang dimaksud disini adalah

Takbiratul Ihram dan berdiri tegak, Ruku’, Sujud, duduk antara dua sujud,

duduk tahiyat akhir dan salam.

Dalam jurnal Salamattang, 2011. Manfaat shalat ditinjau dari aspek

kesehatan antara lain :

a. Kebersihan, pada waktu wudhu terjadi pencucian permukaan tubuh

yang pada umumnya terbuka dan mudah terkena debu yang sering

mengandung bibit penyakit. Penelitian kimiawimembuktikan bahwa

akan terjadi penurunan yang sangat besar kadar suatu zat jika

dilakukan pembilasan minimal 3 kali.

Page 91: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

79

b. Pendinginan, dinginnya air wudhu menurunkan suhu permukaan

tubuh.

c. Stretching, pergerakan otot untuk menghilangkan kekakuan otot

sehingga otot menjadi lebih rileks.

d. Pembilasan otak.

e. Relaksasi, mata hanya tertuju pada sajadah dan napas teratur serta

bacaan-bacaan shalat membuat lebih relak, hal ini tentunya akan

membuat lebih tenang.

Penulis hanya melakukan satu diagnosa, dan melaksanakan tujuan

khusus sampai dengan TUK 3, untuk TUK 4 dan TUK 5 tidak dilakukan

perawat karena keterbatasan waktu penulis sehingga pelaksanaan TUK

tidak bisa dilakukan oleh perawat.

E. Evaluasi Keperawatan

Semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh perawat

didokumentasikan dalam format implementasi dan dievaluasi dengan

menggunakan pendekatan SOAP, (Damaiyanti, 2012)

S : Respon subyektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan.

O : Respon obyektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan.

A:Analisa ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan

apakah masalah masih tetap, sudah teratasi, atau ada masalah baru dan

ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.

Page 92: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

80

P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon

klien.

Dalam penulisan kasus ini penulis menggunakan evaluasi hasil

(sumatif) serta menggunakan system penulisan S.O.A.P sesuai dengan

teori diatas. Evaluasi dilakukan setiap hari sesudah dilakukan interaksi

terhadap klien. Evaluasi ini dilakukan pada pasien gangguan persepsi

sensori : Halusinasi pendengaran. Hasil evaluasi yang didapatkan penulis

sesuia dengan kriteria hasil evaluasi yang penulis niat. Evaluasi yang

penulis dapatkan pada tanggal 07 – 08 April 2014 antara lain pada tujuan

khusus yang pertama yaitu dapat membina hubungan saling percaya

dengan perawat, tujuan khusus yang kedua yaitu klien dapat mengenal

halusinasi yang dialaminya, tujuan khusus yang ketiga adalah klien dapat

mendemonstrasikan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik

(SP 1), bercakap-cakap dengan orang lain (SP 2), melakukan kegiatan

aktivitas spiritual atau shalat (SP 3). Hasil evaluasi yang penulis dapatkan

sesuai dengan kriteria evaluasi pada perencanaan yang penulis buat.

Page 93: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

81

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Setelah penulis melakukan pengkajian, penentuan diagnosa,

perencanaan, implementasi dan evaluasi tentang Pemberian Terapi

Psikoreligius (shalat) pada asuhan keperawatan Sdr.I dengan halusinasi

pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta dengan mengaplikasikan

Tindakan Pemberian Terapi Psikoreligius (shalat) maka dapat ditarik

kesimpulan:

1. Pengkajian

Merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan,

dari hasil pengkajian yang didapatkan pada Sdr.I yaitu data subyektif klien

mengatakan mendengar suara roh yang menyuruhnya untuk membeli

dagangan yang dijual oleh roh tersebut, suara itu biasanya muncul pada

pagi, siang dan malam hari, dalam sehari bisa muncul 6 kali dengan

frekuensi kurang lebih 5 menit, biasanya muncul saat klien mau tidur atau

saat klien sendiri. Data objektif klien tampak gelisah, bingung, duduk

menyendiri, dan kadang terlihat berbicara sendiri.

2. Diagnosa

Diagnosa utama yang muncul saat dilakukan pengkajian pada Sdr.I yaitu

gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.

Page 94: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

82

3. Rencana Keperawatan

Rencana tindakan yang dapat dilakukan meliputi tujuan umumya itu

klien tidak menciderai diri, orang lain dan lingkungan. Tujuan khusus

pertama yaitu klien dapat membina hubungan saling percaya dengan

perawat, tujuan khusus yang kedua klien dapat mengenal halusinasi yang

dialaminya, tujuan khusus yang ketiga klien dapat mengontrol halusinasi,

tujuan khusus yang keempat klien dapat memanfaatkan obat dengan baik,

tujuan khusus yang kelima yaitu klien mendapat dukungan dari keluarga

dalam mengontrol halusinasinya.

4. Implementasi Keperawatan

Dalam asuhan keperawatan Sdr.I dengan halusinasi pendengaran di

ruang arjuna RSJD Surakarta telah disesuaikan dengan intervensi yang

dibuat oleh penulis. Penulis melaksanakan strategi pelaksanaan 1 yaitu

menghardik, strategi 2 yaitu bercakap-cakap dengan orang lain dan strategi

3 melakukan kegiatan aktivitas spiritual (shalat).

5. Evaluasi

Evaluasi yang penulis dapatkan pada Sdr.I adalah tercapainya tujuan

khusus yang pertama yaitu klien dapat membina hubungan saling percaya

dengan perawat, hail evaluasi yang penulis dapatkan dalam tujuan khusus

yang kedua sesuai dengan kriteria evaluasi pada perencanaan yaitu klien

mampu mengenal halusinasi yang dialaminya dengan mampu

menyebutkan isi, frekuensi, situasi, dan respon saat halusinasi itu muncul,

evaluasi yang penulis dapatkan dalam tujuan khusus yang ketiga yaitu

mampu mempraktekkan cara mengontrol halusinasinya dengan cara

Page 95: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

83

menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain dan melakukan kegiatan

aktivitas spiritual (shalat) serta menganjurkan untuk memasukkan kedalam

jadwal kegiatan. Serta penulis mendelegasikan kepada perawat yang

sedang bertugas diruang arjuna.

6. Analisa asuhan keperawatan

Penulis melakukan tindakan strategi pelaksanaan 1 – 3. Didapatkan

data Subjektif, klien mengatakan setelah melakukan ketiga cara yang telah

diajarkan merasa tenang, klien mengatakan suara yang muncul berkurang

dalam sehari bisa muncul 3 kali dengan frekuensi 2 menit. Data objektif,

klien terlihat tenang, klien sudah bisa mendemonstrasikan ketiga cara yang

telah diajarkan. Analisa, didapatkan klien sudah mampu

mendemonstrasikan cara yang telah diajarkan dengan optimal.

Perencanaan, memotivasi klien agar selalu melaksanakan cara-cara yang

telah diajarkan oleh perawat yaitu menghardik, bercakap-cakap dengan

orang lain dan melakukan kegiatan aktivitas spiritual (shalat) dengan

teratur.

B. Saran

Dengan memperhatikan kesimpulan diatas, penulis memberi saran sebagai

berikut:

1. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien jiwa dengan

seoptimal mungkin dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

Page 96: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

84

2. Bagi Institusi Pendidikan

Memberikan kemudahan dalam pemakaian sarana dan prasarana yang

merupakan fasilitas bagi mahasiswa untuk mengembangkan ilmu

pengetahuan dan ketrampilannya dalam melalui praktek klinik dan

pembuatan laporan.

3. Bagi Profesi

Menjadi referensi dan pengetehauan yang mampu dikembangkan untuk

memberikan pelayanan kepada klien dengan halusinasi.

Page 97: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

85

DAFTAR PUSTAKA

Ardani TA. 2013. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Bandung . Penerbit Buku :

Karya Putra Darwati

Damaiyanti & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Penerbit Buku: PT

Refika Aditama. Bandung.

Direja, Ade Herma Surya. 2011. Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Penerbit buku:

Nuha Medika.

Fanada, Mery. 2012. Perawat Dalam Penerapan Therapi Psikoreligius Untuk

Menurunkan Tingkat Stres Pada Pasien Halusinasi Pendengaran Di

Rawat Inap Bangau Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang.

www.banyuasinkab.go.id .diakses pada tanggal 03 April 2014

Farida Kusumawati&Yudi Hartono. 2010. Buku Ajaran Keperawatan Jiwa.

Penerbit Buku: Salemba Medika. Jakarta.

Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasaar dan Aplikasi Penulisan Laporan pendahuluan

dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Penerbit

Buku: Salemba Medika. Jakarta.

Haryanto, Sentot. 2007. Psikologi Shalat. Yogyakarta. Penerbit Buku : Mitra

Pustaka.

Hidayati, Eni 2011. Pengaruh Terapi Kelompok Suportif Terhadap Kemampuan

Mengatasi Perilaku Kekerasan Pada Klien Skizofrenia Di Rumah Sakit

Jiwa Dr.Amino Gondohutomo Semarang. www.lontar.ui.ac.id diakses

padat tanggal 09 April 2014

Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. 2011. Informasi Spesialite Obat (ISO)

Indonesia. Jakarta. Penerbit Buku: PT IFSI. Yogyakarta.

Keliat dkk. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta. Penerbit Buku

Kedokteran : EGC

Rasmun. 2009. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan

Keluarga. Jakarta.

Rekam Medik. 2013. Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta

Salamattang. 2011. Aspek-Aspek pendidikan Dalam Salat, Lentera Pendidikan.

Volume. 14 NO. 1. http://www.uin-alauddin.ac.id. Diakses pada tanggal 16

April 2014.

Page 98: PEMBERIAN TERAPI PSIKORELIGIUS (SHALAT) …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/18/01-gdl-indriwulan... · Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu

86

Simanjutak dan Wardiyah. 2006. Hubungan Pengetahuan Keluarga Dengan

Tingkat Kecemasan Dalam Menghadapi Anggota Keluarga Yang

Mengalami Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa Propinsi Sumatera

Utara, Medan. Volume. 2 Nomor 1. www.respository.usu.ac.id . diakses

pada tanggal 12 April 2014

UPN. 2006. Universitas Pembangunan Nasional Veteran Ilmu Kesehatan

Keperawatan. http://www.pasca.upnvj.ac.id/pdf/4s1eperawatan . diakses

pada tanggal 10 April 2014

Videbeck, Sheila L. 2008.Buku Ajaran Keperawatan Jiwa. Jakarta. Penerbit Buku

Kedokteran: EGC

Wahyudin, Slamet. 2013. Manfaat Sholat Bagi Kesehatan. www.alirsyad-

cilacap.or.id .diakses pada tanggal 14 April 2014

Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Penerbit Buku: PT Refika Aditama.

Bandung.

Zaini, Ahmad. 2012. Salat Sebagai Terapi Bagi Pengidap Gangguan Kecemasan

Dalam Perspektif Psikoterapi Islam. www.Dakwah-bpi.stainkudus.ac.id .

diakses pada tanggal 10 April 2014