PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM...
Transcript of PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM...
i
PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP
PENURUNAN NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. H
DENGAN POST AMPUTASI BELOW KNEE ATAS INDIKASI
MULTIPLE FRAKTUR REGION CRURIS SINISTRA
DI RUANG MAWAR 2 RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
DISUSUN OLEH:
SRI NUGROHONINGSIH
NIM. P11053
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2014
i
PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP
PENURUNAN NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. H
DENGAN POST AMPUTASI BELOW KNEE ATAS INDIKASI
MULTIPLE FRAKTUR REGION CRURIS SINISTRA
DI RUANG MAWAR 2 RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH:
SRI NUGROHONINGSIH
NIM. P11053
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2014
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Sri Nugrohoningsih
NIM : P11053
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul : PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM
TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA ASUHAN
KEPERAWATAN Tn. H DENGAN POST AMPUTASI
BELOW KNEE ATAS INDIKASI MULTIPLE FRAKTUR
REGION CRURIS SINISTRA DI RUANG MAWAR 2
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau
pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, Mei 2014
Yang Membuat Pernyataan
SRI NUGROHONINGSIH
NIM P11053
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh :
Nama : Sri Nugrohoningsih
NIM : P11053
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul : PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM
TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA ASUHAN
KEPERAWATAN Tn. H DENGAN POST AMPUTASI
BELOW KNEE ATAS INDIKASI MULTIPLE FRAKTUR
REGION CRURIS SINISTRA DI RUANG MAWAR 2
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi
DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : Surakarta
Hari/ Tanggal :
Pembimbing : Siti Mardiyah, Skep., Ns ( )
NIK. 201183063
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis ini diajukan oleh :
Nama : Sri Nugrohoningsih
NIM : P11053
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul : PEMBERIAN TEKHNIK RELAKSASI NAFAS DALAM
TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA ASUHAN
KEPERAWATAN TN. H DENGAN POST AMPUTASI
BELOW KNEE ATAS INDIKASI MULTIPLE FRAKTUR
REGION CRURIS SINISTRA DI RUANG MAWAR 2
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : Surakarta
Hari/ Tanggal :
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Siti Mardiyah, S.Kep.,Ns. ( )
NIK. 201183063
Penguji I : Intan Maharani S. Batubara, S.Kep.,Ns. ( )
NIK. 201491128
Penguji II : Nurul Izzawati, S.Kep.,Ns. ( )
NIK. 201389117
Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan
STIKes Kusuma Husada Surakarta
Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns., M.Kep
NIK. 200680021
v
KATA PENGANTAR
Puji sukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah dengan judull “PEMBERIAN TEKHNIK RELAKSASI NAFAS DALAM
TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. H
DENGAN POST AMPUTASI BELOW KNEE ATAS INDIKASI MULTIPLE
FRAKTUR REGION CRURIS SINISTRA DI RUANG MAWAR 2 RSUD Dr.
MOEWARDI SURAKARTA”
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
yang terhormat:
1. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di
STIKes Kusuma Husaa Surakarta
2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Sekretaris Ketua Program Studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatanuntuk menimba ilmu di
STIKes Kusuma Husada Surakarta
3. Siti Mardiyah, S.Kep.,Ns, selaku dosen pembimbing sekaligus penguji yang
telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi
kasus ini.
4. Intan Maharani S. Batubara, S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi
kasus ini.
vi
5. Nurul Izzawati, S.Kep.,N., selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan
cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam
bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
6. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta, yang telah memberikan bimbingan dengan sabar baik berupa materi
dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.
7. Ayah dan Ibu, yang selalu menjadi sumber inspirasi dan memberikan dukungan
semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
8. Saudara serta keluarga tercinta yang senantiasa memberikan dukungan dan
semangat dalam setiap proses yang dilalui penulis.
9. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yangtiddak dapat disebutkan satu persatu,
yang telah memberikan dukungan moral dan spiritual.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, Mei 2014
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. iv
KATA PENGANTAR .............................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ............................................................... 3
C. Manfaat Penulisan ............................................................. 4
BAB II LANDASAN TEORI
A. Fraktur ................................................................................. 6
B. Asuhan Keperawatan ........................................................... 15
C. Amputasi .............................................................................. 22
D. Nyeri ................................................................................... 26
E. Teknik Relaksasi Nafas Dalam ........................................... 38
BAB III LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien...................................................................... 42
B. Pengkajian ............................................................................ 42
C. Pemeriksaan Fisik ................................................................ 47
D. Pemeriksaan Laboratorium .................................................. 48
E. Therapy ................................................................................ 48
F. Perumusan Masalah.............................................................. 48
viii
G. Intervensi Keperawatan ........................................................................ 49
H. Implementasi Keperawatan ................................................. 51
I. Evaluasi ................................................................................ 53
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .......................................................................... 67
B. Saran .................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Log Book
Lampiran 2 : Format Pendelegasian
Lampiran 3 : Asuhan Keperawatan
Lampiran 4 : Lembar Konsul Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 5 : Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 6 : Jurnal
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Amputasi adalah perlakuan yang mengakibatkan cacat menetap. Bedah
amputasi merupakan suatu titik awal kehidupan baru yang lebih bermutu.
Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang mengguna-
kan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan
ditangani dan pada umumnya dilakukan dengan membuat sayatan serta diakhiri
dengan penutupan dan penjahitan luka. Sayatan atau luka yang dihasilkan
merupakan suatu trauma bagi penderita dan ini bisa menimbulkan berbagai
keluhan dan gejala. Keluhan dan gejala yang sering dikemukakan oleh pasien
setelah tindakan operasi adalah nyeri (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Berdasarkan penelitian saat ini, amputasi pada alat gerak, 85–90% dari
seluruh amputasi dan operasi bawah lutut paling banyak dilakukannya. 90% dari
kasus amputasi bawah lutut hasinya dapat menggunakan prostetik dibandingkan
dengan atas lutut. Pada kasus amputasi atas lutut hanya 25% yang dapat
menggunakan lutut (Ryan, 2010). Tindakan pembedahan akan menstimulasi
ujung saraf bebas (nosireseptor) yang berjalan dari perifer melalui spinalis yang
diperantarai oleh sistem sensorik (nosiseotik). Sistem ini, batang otak, thalamus,
dan korteks cerebri. Proses sensivitas akan meningkat, menyebabkan stimulus
non noksious atau noksious ringan sehingga akan menyebabkan nyeri (Pinzon,
2007).
2
Asosiasi internasional untuk penelitian nyeri (Intenational Association for
the Study of pain, IASP, 1979) sebagaimana dikutip dalam Andarmoyo (2013)
mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional
yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan.
Penatalaksanaan nyeri di bagi menjadi dua yaitu dengan farmakologi dan
non farmakologis. Penatalaksanaan non farmakologis terdiri dari berbagai
tindakan penanganan fisik meliputi stimulus kulit, stimulus elektrik saraf kulit,
akupuntur dan pemberian placebo. Intervensi prilaku kognitif meliputi tindakan
distraksi, tehnik relaksasi, imajinasi terbimbing, umpan balik biologis, hypnosis
dan sentuhan terapeutik (Tamsuri, 2006).
Menurut Smeltzer (2002) dalam Ernawati (2009), teknik relaksasi
merupakan intervensi keperawatan secara mandiri untuk menurunkan intensitas
nyeri, meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah.
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan
tegangan otot yang menunjang nyeri, ada banyak bukti yang menunjukkan
bahwa relaksasi efektif dalam meredakan nyeri.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurdin dkk
(2013) dengan judul “Pengaruh Teknik Relaksasi terhadap Intensitas Nyeri pada
Pasien Post Operasi Fraktur Di Ruang Irina A BLU RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh
teknik relaksasi terhadap perubahan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi
fraktur di Irina A BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
3
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengaplikasikan
jurnal penelitian tersebut pada Tn. H dengan post amputasi below knee atas
indikasi multiple fraktur region cruris sinistra di Ruang Mawar 2 RSUD Dr.
Moewardi Surakarta. Data yang didapatkan adalah: klien mengatakan nyeri
setelah operasi dengan kualitas nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum, dengan skala
nyeri 5, pada luka post amputasi ekstermitas kaki kiri dibawah lutut, nyeri hilang
timbul, klien tampak gelisah, dan meringis kesakitan.
Berdasarkan pengkajian di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun
Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ Pemberian Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Terhadap Penurunan Nyeri Pada Asuhan Keperawatan Tn. H dengan Post
Amputasi Below Knee Atas Indikasi Multiple Fraktur Region Cruris Sinitra”
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Melaporkan hasil pemberian teknik relaksasi nafas dalam terhadap
penurunan nyeri pada Tn. H dengan post amputasi below knee atas indikasi
multiple fraktur region cruris sinistra di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Tn. H dengan nyeri post
amputasi below knee atas indikasi multiple fraktur regio cruris sinistra
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. H dengan
post amputasi below knee atas indikasi multiple fraktur regio cruris
sinistra
4
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Tn. H
dengan post amputasi below knee atas indikasi multiple fraktur region
cruris sinistra
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Tn. H dengan post
amputasi below knee atas indikasi multiple fraktur region cruris sinistra
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Tn. H dengan post amputasi
below knee atas indikasi multiple fraktur regino cruris sinistra
f. Pasien mampu menganalisa kondisi nyeri yang terjadi padaTn. H
dengan post amputasi below knee atas indikasi multiple fraktur region
cruris sinistra.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Hasil Karya Tulis Ilmiah ini dapat menjadi pengalaman belajar dalam
meningkatkan dan ketrampilan penulis dalam memberi Asuhan
Keperawatan
2. Institusi
a. Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan pemberian pelayanan
kesehatan berkaitan dengan pasien post amputasi below knee atas
indikasi multiple fraktur regio cruris sinistra
5
b. Pendidikan
Hasil Karya Tulis Ilmiah ini dapat menjadi tambahan ilmu bagi institusi
keperawatan khususnya keperawatan medical bedah dalam penanganan
kasus post amputasi below knee atas indikasi fraktur multiple region
cruris sinistra
c. Pasien dan Keluarga
Pasien dan keluarga mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang
cara mengontrol nyeri akibat post amputasi below knee atas indikasi
multiple fraktur region cruris sinistra
6
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Fraktur
1. Definisi
Fraktur merupakan hilangnya kontinuitas tulang rawan, baik bersifat
total maupun sebagian yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut tenaga fisik, keadaan tulang itu sendiri, serta jaringan
lunak akan menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap atau tidak
lengkap (Helmi, 2012).
Fraktur cruris merupakan terputusnya hubungan tulang tibia dan
fibula disertai kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf,
pembuluh darah) sehingga memungkinkankan terjadinya hubungan antara
fragmen tulang yang patah dengan udara luar yang disebabkan oleh cedera
dari trauma langsung yang mengenai kaki (Muttaqin, 2012)
2. Etiologi
Menrut Oswari (1993) dalam Padila (2012) etiologi fraktur adalah :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patah melintang atau miring.
7
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan.
3. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis fraktur menurut Wahid (2013) yaitu :
a. Deformitas
b. Bengkak (edema)
c. Echimosisi (memar)
d. Spasme otot (gerakan invulsi involunter yang mendadak atau kontraksi
otot yang mendadak)
e. Nyeri
f. Kurang atau hilang sensasi
g. Krepitasi
h. Pergerakan abnormal
i. Rongent abnormal
4. Patofisiologi
Menurut Wahid (2013) tulang bersifat rapuh namun cukup
mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan
8
eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat di serap tulang, maka
terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak
yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan
tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan
tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi
sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya.
5. Klasifikasi Fraktur
Menurut Wahid (2013) penampilan fraktur dapat sangat bervariasi
tetapi untuk alasan yang praktis, dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu:
a. Berdasarkan sifat fraktur
1) Fraktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang denga dunia luar, diebut juga fraktur bersih karena
kulit masih utuh tanpa komplikasi.
2) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubugan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
b. Berdasarkan Komplit atau ketidakkomplitan fraktur
1) Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
9
2) Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang seperti :
a) Hair Line Fraktur adalah salah atu jenis fraktur tidak lengkap
pada tulang. Hal ini disebabkan oleh stress yang tidak biasa
atau berulang-ulang dan juga karena berat badan terus menerus
pada pergelangan kaki.
b) Buckle atau Torus Facture, bila terjadi lipatan dari satu korteks
dengan kompresi tulang spongiosa dibawahnya.
c) Green Stick Facture, mengenai satu korteks dengan angulasi
korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme
trauma.
a) Fraktur Transversal : Fraktur yang arahnya melintang pada tulang
dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
b) Fraktur Oblik : Fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga
c) Fraktur Spiral : Fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral
yang disebabkan trauma rotasi.
d) Fraktur Kompresi : Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendoromg tulang arah permukaan lain.
e) Fraktur Avulsi : Fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan
atau traksi otot pada insersinya pada tulang
10
d. Berdasarkan jumlah garis patah
a) Fraktur Komunitif : Fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan
b) Fraktur Segmental : Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
c) Fraktur Multiple : Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak pada tulang yang sama
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
a) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) : Garis patah lengkap tetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan masih utuh
b) Fraktur Displaced (bergeser) : Terjadi pergeseran fragmen tulang
yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas :
(1) dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran
searah sumbu dan overlapping)
(2) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
(3) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh)
f. Fraktur Kelelahan : Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
g. Fraktur Patologis :Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis
tulang.
6. Komplikasi Fraktur
Menurut Black (1993) dalam Padila (2012) komplikasi fraktur dibedakan
menjadi komplikasi awal dan lama yaitu:
11
a. Komplikasi Awal
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstermitas yang disebabkan oleh tindakan
emergency splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartemen Syndrom
Kompartement sindrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, tulang, saraf dan pembuluh darah. Selain itu karena
tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
3) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-
sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran
darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah yang ditandai
dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea,
dan demam.
4) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
12
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,
tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat.
5) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AV) terjadi karena aliran darah ke Tulang
rusak atau tergangguyang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
diawali dengan adanya Volkman`s Ischemia.
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi. Hal ini biasanya terjadi pada fraktur.
b. Komplikasi Dalam Waktu Lama
1) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.
2) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang
kurang
13
3) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).
Malunion dilakukaan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang
baik
7. Penatalaksanaan Fraktur
Menurut Muttaqin (2013) konsep dasar penatalaksanaan fraktur yaitu :
a. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh
bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam
(golden period). Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan :
1) Pembersihan luka
2) Eksisi jaringan mati atau debridement
3) Hecting situasi
4) Antibiotic
b. Seluruh Fraktur
1) Rekognisi (Pengenalan)
Riwayat kejadian harus jelas untuk menentukan diagnose dan
tindakan selanjutnya.
2) Reduksi (Reposisi)
Reduksi merupakan upaya untuk memanipulasi fragmen tulang
sehingga kembali seperti semula secara optimum. Dapat juga
14
diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan
fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis.
3) Retensi (Immobilisasi)
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur
direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau di pertahankan
dalam posisi kesejajaran yangbenar sampai terjadi penyatuan.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna.
Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksatoreksterna. Implan logam
dapat di gunakan untuk fiksasi intrerna yang berperan sebagai
bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
4) Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya menghindari atropi dan kontraktur
dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan pada penyembuhan
tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (misalnya:
Pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau,
dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan
neurovaskuler. Kegelisahan ansietas dan ketidaknyamanan
dikontrol dengan berbagai pendekatan (misalnya: meyakinkan,
perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk analgetik).
Latihan isometric dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan
15
atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam
aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki
kemandirian fungsi dan harga diri. Pengembalian bertahap pada
aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika.
B. Asuhan Keperawatan
1. Fokus pengkajian
Menurut Carpenito dkk (2000) dalam Padila (2012) fokus pengkajian pasien
fraktur adalah:
a. Aktifitas dan istirahat : kelumpuhan otot terjadi kelemahan
b. Sirkulasi : berdebar-debar, pusing saat melakukan
perubahan posisi, hipotensi, bradikardi,
ekstrmitas dingin dan pucat
c. Eliminasi : inkontensia defekasi dan berkemih, etensi urine
distensi perut, peristaltik usus hilang
d. Integritas ego : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah,
takut cemas, gelisah dan menarik diri
e. Pola makan : mengalami distensi perut,peristaltik usus hilang
f. Pola kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam melakukan ADL
g. Neurosensori : kesemutan, rasa terbakar pada lengan ataukaki,
hilangnya tonus otot, hilangnya reflek,
perubahan reaksi pupil.
16
h. Nyeri/kenyamanan : nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah
trauma, dan mengalami deformitas pada daerah
trauma
i. Pernafasan : napas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis
j. Kecemasan : suhu yang naik turun
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan fraktur Muttaqin (2012), yaitu :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot, gangguan muskuloskeletal
d. Resiko infeksi berhubungan dengan port de entree
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
3. Intervensi dan Rasional
Fokus intervensi keperawatan dan rasional menurut Nanda (2010) dan
Wilkinson (2006) yaitu :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien
mampu beradaptasi dengan nyeri yang di alami.
Kriteria hasil : klien mammpu mengontrol nyeri, klien mengatakan
nyeri berkurang (0-3), klien merasa nyaman, TTV
dalam rentan normal
17
Intervensi :
1) Observasi tanda-tanda vital
Rasional : mengetahui keadaan umum klien
2) Kaji tingkat nyeri
Rasional : mengetahui keefektifan intervensi yang diberikan
3) Berikan posisi yang nyaman (semi fowler)
Rasional : meningkatkan kenyamanan klien
4) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
Rasional : mengurangi ketegangan otot yang mampu
menurunkan rangsang nyeri
5) kolaborasi pemberian analgesik sesuai advis dokter
Rasional : merupakan tindakan dependent perawat, dimana
analgetik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan sirkulasi
Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatanselama 3x24
jam diharapkan integritas jaringan membaik
Kriteria hasil : suhu ekstermitas hangat, nadi distal dan proximal kuat
dan simetris, tingkat sensasi dan warna kulit normal
Intervensi :
1) Kaji kulit dan identitas pada tahap perkembangan luka.
Rasional : mengetahui sejauh mana perkembangan luka
mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
18
2) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan
luka.
Rasional : mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan
mempermudah intervensi.
3) Pantau peningkatan suhu tubuh.
Rasional : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasi
sebagai adanya proses peradangan.
4) Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptic. Balut luka
dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
Rasional : tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan
luka dan mencegah terjadinya infeksi.
5) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan,
misalnya debridement.
Rasional : agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak
menyebar luas pada area kulit normal lainya.
6) Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
Rasional : balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari
tergantung kondisi parah/ tidaknya luka, agar tidak
terjadi infeksi.
7) Kolaborasi pemberian antibiotic sesuai indikasi.
Rasional : antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme
pathogen pada daerah yang beresiko terjadi infeksi.
19
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot, gangguan muskuloskeletal
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam pasien akan menunjukan tingkat mobilitas optimal
Kriteria hasil : melakukan rentang pergerakan penuh seluruh sendi,
meminta bantuan reposisi sesuai denga kebutuhan.
Intervensi :
1) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan
peralatan.
Rasional: mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
Rasional: mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktifitas
apakah karena ketidakmampuan atau ketidakmauan.
3) Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
Rasional: menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
4) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan
pasif.
Rasional: meningkatkan kekuatan otot klien
5) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
Rasional: sebagai suatu sumber untuk mengembangkan
perencanaan dan mempertahankan atau meningkatkan mobilitas
pasien.
20
d. Resiko infeksi berhubungan dengan port de entree
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24jam diharapkan pasien menunjukkan pengendalian
resiko.
Kriteria hasil : terbebas dari tanda atau gejala infeksi (tidak ada pus,
luka bersih tidak lembab dan tidak kotor, tanda-tanda
vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi)
Intervensi :
1) Pantau tanda atau gejala infeksi (suhu tubuh, denyut jantung, lesi
kulit, keletihan, penampilan luka)
Rasional : mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama
bila suhu tubuh meningkat.
2) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
Rasional : mengendalikan penyebaran mikroorganisme pathogen.
3) Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infuse,
kateter, drainase luka, dll.
Rasional : untuk mengurangi resiko infeksi nosokomial.
4) Pantau hasil laboratorium (Hb, leukosit)
Rasional : penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari
normal bias terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
5) Kolaborasi untuk pemberian antibiotic.
Rasional : antibiotic mencegah perkembangan mikroorganisme
pathogen.
21
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan tidak terjadi defisit perawatan diri
Kriteria hasil : tidak ada bau badan, tidak bau mulut, mukosa mulut
lembab, kulit utuh
Intervensi :
1) Kaji kemampuan untuk menggunakan alat bantu
Rasional: mengetahui bahwa klien mampu melakukan AKS
(Aktifitas Kehidupan Sehari-hari) dengan alat bantu
2) Ajarkan pasien atau keluarga penggunaan metode alternatif untuk
mandi dan higiene mulut
Rasional: memberikan kemudahan dalam melakukan AKS
3) Tawarkann pengobatan nyeri sebelum mandi
Rasional: memberikan kenyamanan klien dalam melakukan AKS
4) Letakkan peralatan yang dibutuhkan klien disamping tempat tidur
Rasional: memberikan kemudahan bagi klien untuk melakukan
AKS
22
C. Amputasi
1. Definisi
Menurut Engram dan Barbara (2004) dalam Padila (2012) amputasi
berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan “pancung”.
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh
sebagian atau seluruh bagian ekstermitas. Tindakan ini merupakan tindakan
yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ
yang terjadipada ekstermitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan
menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat
membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ
tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi. Kegiatan
amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh:
seperti sistem integumen, sisitem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan
sistem cardiovaskular. Lebih lanjut ia dapat menimbulkan masalah
psikologis bagi klien atau keluarga berupa pnurunan citra diri dan
penurunan produktifitas.
Menurut Muttaqin (2012), amputasi kaki adalah suatu istilah tindakan
memisahkan bagian kaki. Tindakan ini dilakukan sebagai pilihan terakhir
ketika masalah pada kaki sudah tidak mungkin dapat di perbaiki dengan
menggunakan teknik lain atau kondisi kaki dapat membahayakan
keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain,
seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.
23
2. Jenis amputasi
Menurut Padila (2012), jenis amputasi dibedakan menjadi:
a. Berdasarkan pelaksanaan amputasi
1) Amputasi selektif atau terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan
mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-
menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif
terakhir.
2) Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagi akibat trauma dan tidak
direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi
lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
3) Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan.
Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat
seperti trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan atau
kehilangan kulit yang luas.
b. Berdasarkan jenis amputasi yang dikenal
1) Amputasi terbuka
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat diman
pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama.
24
2) Amputasi tertutup
Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih
memungkinkan diman dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang
dibuat dengan memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah
potongan otot dan tulang.
3. Etiologi
Menurut Muttaqin dan Sari (2009) berbagai kondisi kaki yang dapat
menyebabkan amputasi, meliputi:
a. Kondisi fraktur multiple pada ekstermitas bawah yang tidak mungkin
dapat diperbaiki
b. Keadaan kehancuran jaringan lunak luas yang tidak mungkin diperbaiki
c. Kondisi penyakit vaskular perifer progresif (sering sebagai gejala sisa
diabetes mellitus)
d. Infeksi yang berat atau beresiko terjadi sepsis
e. Adanya tumor keganasan pada ektermitas bawah yang tidak mungkin
diterapi secara konservatif
f. Deformitas organ kongenital
4. Patofisiologi
Menurut Muttaqin (2012) berbagai kondisi kaki yang dapat
menyebabkan amputasi, meliputi : kondisi fraktur multiple yang tidak
mungkin dapat diperbaiki, keadaan kehancuran jaringan lunak luas yang
tidak mungkin diperbaiki, kondisi penyakit vaskular perifer progresi
25
f,infeksi yang berat atau beresiko terjadi sepsis, adanya tumor ganas, dan
deformitas organ kongenital.
Penyebab amputasi kaki menimbulkan masalah keperawatan, meliputi
: keluhan nyeri, resiko syok hipovolemik, resiko tinggi infeksi, kerusakan
integritas jaringan, hambatan mobilitas fisik, dan ansietas.
Intervensi amputasi dapat menyebabkan keterlibatan sistem tubuh,
seperti sitem integumen, sistem persarafan, sistem muskuloskeletal, dan
sisitem kardiovaskular. Lebih lanjut kondisi amputasi kaki dapat
menimbulkan masalah psikologis bagi klien, atau keluarga brupa gangguan
citra tubuh dan penurunan produktivitas. Pasca bedah amputasi
menimbulkan dampak resiko komplikasi amputasi, meliputi perdarahan,
infeksi dan kerusakan kulit. Karena ada pembuluh darah besar yang di
potong, dapat terjadi perdarahan masif infeksi yang tejadi merupakan infeksi
pada semua pembedahan, denganperedaran darah buruk atau kontaminasi
luka setelah amputasi traumatik, resiko infeksi meningkat.
Penyembuhan luka yang buruk dan iritasi akibat protesis dapat
menyebabkan kerusakan kulit. Kondisi pasca-bedah menimbulkan masalah
keperawatan nyeri, risiko syok hipovolemik, risiko tinggi infeksi, kerusakan
integritas jaringan, hambatan mobilitas fisik, dan respon psikologis duka
cita terhadap hilangnya organ, dan pemenuhan informasi
26
5. Pemeriksaan diagnostik
Menurut Muttaqin (2013) pemeriksaan tergantung pada kondisi dasar
perlunya amputasi dan digunakan untuk menentukan tingkat yang tepat
untuk amputasi.
a. Foto Rontgen : untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang
b. CT Scan : mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomfelitis,
pembekuan hematoma.
c. Angiografi dan pemeriksaan aliran darah: mengevaluasi perubahan
sirkulasi perfusi jaringan dan membantu memperkirakan potensial
penyembuhan jaringan setelah amputasi.
d. Kultur luka : mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme
penyebab
e. Biopsi : mengkonfirmasi diagnosa benigna maligna
f. Led : peninggian mengidentifikasi respon inflamasi
g. Hitung darah lengkap ataudiferensial : peninggian dan
perpindahan ke kiri diduga proses infeksi
D. Nyeri
1. Definisi
Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan
perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau
bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri
27
sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu
penyakit manapun (Brunner & Suddarth, 2002 dalam Lukman, 2013)
2. Klasifikasi
a. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Durasi
Menurut Meinhart dan McCaffery (1983) dalam Andarmoyo (2013)
klasifikasi nyeri berdasarkan durasi yaitu:
1) Nyeri Akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit,
atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan
intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan berlangsung
untuk waktu singkat dari yang berlangsung beberapa detik hingga
enam bulan
2) Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri kronik berlangsung lama,
intensitas yang bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari 6
bulan.
b. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Asal
Menurut Andarmoyo (2013), nyeri diklasifikasikan berdasarkan asalnya
dibedakan menjadi nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik, yaitu:
1) Nyeri Nosiseptif
Nyeri nosiseptif (nociceptive pain) merupakan nyeri yang
diakibatkan oleh aktifitas atau sensitisasi perifer yang merupakan
28
reseptor khusus yang mengantarkan stimulus noxious. Nnyeri ini
terjadi karena adanya stimulus yang mengenai kulit, tulang, sendi,
otot, jaringan ikat, dan lain-lain. Hal ini dapat terjadi pada nyeri
post operatif dan kanker.Dilihan dari sifat nyerinya maka nyeri
nasoseptif merupakan nyeri akut, yang mengenai daerah perifer dan
letaknya lebih terlokalisasi.
2) Nyeri Neuropatik
Nyeri neuropatik merupakan hasil suatu cedera atau abnormalitas
yang didapat pada struktur saraf perifer maupun sentral. Berbeda
dengan nyeri nosiseptif, nyeri ini bertahan lebih lama dan
merupakan proses input saraf sensorik yang abnormal oleh sistem
saraf perifer. Nyeri ini lebih sulit diobati. Pasien mengalami nyeri
seperti rasa terbakar, tingling, shooting, shock like, hypergesia,
atau allodynia. Nyeri neuropatik dari sifatnya merupakan nyeri
kronis
c. Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi
Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasinya menurut Potter dan Perry
(2006) dalam Andarmoyo (2012) dibedakan sebagai berikut :
1) Superficial atau kutaneus
Nyeri superficial merupakan nyeri yang disebabkan stimulasi kulit,
berlangsung sebentar. Nyeri ini terasa sebagai sensasi yang tajam
seperti tertusuk jarum suntik dan luka potong kecil atau laserasi.
29
2) Viseral dalam
Nyeri viseral adalah nyeri yang terjadi akibat stimulasi organ-organ
internal. Klasifikasi nyeri bersifat difus dan dapat menyebar ke
beberapa arah, durasinya bervariasi tetapi biasanya berlangsung
lebih lama daripada nyeri supericial. Nyeri dapat terasa tajam,
tumpul, atau unik tergantung organ yang terlibat. Contoh sensasi
pukul seperti angina pectoris dan sensasi terbakar seperti ulkus
lambung.
3) Nyeri Alih (Referred Pain)
Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri visral karena
banyak organ tidak memiliki reseptor nyeri. Jalan masuk neuro
sensori dari organ yang terkena ke dalam segmen medulla spinalis
sebagai neuron dari tempat asal nyeri dirasakan, persepsi nyeri
pada daerah yang tidak terkena. Karakteristik nyeri dapat terasa di
bagian tubuh yang terpisah dari sumber nyeri dan dapat terasa
dengan berbagai karakteristik. Contoh nyeri yang terjadi pada
infark miokard, yang menyebabkan nyeri alih ke rahang, lengan
kiri dan batu empedu yang dapat mengalihkan nyeri ke
selangkangan.
4) Radiasi
Nyeri radiasi merupakan sensasi nyeri yang meluas dari tempat
awal cedera ke bagian tubuh lain. Contoh nyeri punggung bagian
30
bawah akibat diskus intravertebral yang ruptur disertai nyeri yang
meradiasi sepanjang tungkai dari iritasi saraf skiatik.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi respon nyeri
McCaffery dan Prasetyo (1999) dalam Andarmoyo (2013), faktor-
faktor yang mempengaruhi respon nyeri antara lain:
a. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, Pada
orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan
mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam
nyeri yang dialami, karena mereka menganggap nyeri adalah hal
alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami
penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan (Potter&Perry,
2005 dalam Lukman, 2013).
b. Perhatian
Menurut Gill(1990) dalam Lukman (2013),“tingkat seorang klien
memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi
nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang
meningkat, sedangkan upaya distraksi/relaksasi dihubungkan dengan
respon nyeri yang menurun”. Konsep ini merupakan salah satu
konsep yang digunakan dalam keperawatan
c. Ansietas
31
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas
seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi juga seringkali
menimbulkan suatu perasaan ansietas (Gill, 1990 dalam Lukman, 2013)
d. Makna nyeri
Menurut Potter&Perry (2005) dalam Lukman (2013), individu akan
mempersepsikan dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut
memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan.
Derajat dan kualitas nyeri akibat cedera karena hukuman dan
tantangan. Makna nyeri oleh seseorang akan berbeda jika pengalaman-
nya tentang nyeri juga berbeda. Selain pengalaman, makna nyeri
juga dapat ditentukan dari cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri
yang dialami. Misalnya, seseorang wanita yang sedang bersalin
akan mempersepsikan nyeri yang berbeda dengan seorang wanita
yang mengalami nyeri akibat cedera pukulan pasangannya.
e. Pengalaman masa lalu
Menurut Priyanto (2009) dalam Lukman (2013), seseorang yang
pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri
yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya.
Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman
di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
f. Pekerjaan
Dalam penelitian, peneliti menemukan tingkat pekerjaan ibu rumah
tangga yang paling banyak. Hal ini merupakan salah satu faktor
32
penyebab indikasi sectio caesaria di akibatkan karena faktor ibu
yang kelelahan dalam bekerja, salah satunya yakni mengurus rumah
tangga (Lukman, 2013)
g. Pengetahuan
Dalam penelitian, peneliti menemukan adanya faktor pengetahuan
seorang ibu dalam merawat diri dan kandungannya selama proses
masa kehamilan sampai dengan masa nifas (Lukman, 2013)
h. Dukungan Keluarga dan Sosial
Dalam penelitian,peneliti menemukan dukungan keluarga dan sosial,
sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi nyeri (Lukman, 2013)
4. Penatalaksanaan Nyeri
MenurutAndarmoyo (2013) penatalaksanaan nyeri adalah suatu tindakan
untuk mengurangi nyeri. Manajemen nyeri dapat dilakukan oleh berbagai
disiplin ilmu di antaranya adalah dokter, perawat, bidan, fisioterapis, pekerja
sosial, dan masih banyak lagi disiplin ilmu yang dapat melakukan
manjemen nyeri.
a. Penatalaksanaan nyerifarmakologis
Menurut Andarmoyo (2013) analgesik merupakan metode yang paling
umum untuk mengatasi nyeri. Ada tiga jenis analgesik, yakni :
1) Analgesik non-narkotik dan obat anti inflamasi nonsteroid
(NSAID)
NSAID Non-narkotik umumnya menghilangkan nyeri ringan dan
nyeri sedang. Kebanyakan obat ini bekerja pada reseptor saaf
33
perifer untuk mengurangi transmisi dan persepsi stimulus nyeri.
2) Analgesik narkotik atau opiat
Nalgesik narkotik atau opiat umumnya diresepkan dan digunakan
untuk nyeri sedang sampai berat, seperti pasca operasi dan maligna.
Analgesik ini bekerja pada sistem saraf pusat untuk menghasilkan
kombinasi efek mendepresi dan menstimulasi.
3) Obat tambahan (adjuvan)
Adjuvan seperti sedatif, anticemas, dan relaksasi otot meningkatkan
kontrol nyeri ata menghilangkan gejala lain yang terkait dengan
nyeri seperti mual dan muntah.
b. Penatalaksanaan nyeri Non-Farmakologi
Menurut Andarmoyo (2013), manajemen nyeri nonfarmakologis
merupakan tindakan menurunkan respon nyeri tanpa menggunakan
agen farmakologi. Tindakan tersebut adalah :
1) Bimbingan antisipasi
Menurut Andarmoyo (2013), bimbingan antisipasi merupakan
pemahaman kepada klien mengenai nyeri yang dirasakan.
Pemahaman yang diberikan oleh perawat ini bertujuan untuk
membei informasi kepada klien, dan mencegah salah interpretasi
tentang peristiwa nyeri. Informasi yang diberikan kepada klien
meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
a) Kejadian, awitan, dan durasi nyeri yang akan dialami
b) Kualitas, keparahan, dan lokasi nyeri
34
c) Informasi tentang cara keamanan klien telah dipastikan
d) Penyebab nyeri
e) Metode mengatasi nyeri yang digunakan oleh perawat dan
klien
f) Harapan klien selama menjalani prosedur
2) Terapi Es dan Panas/Kompres Panas dan Dingin
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat
sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera
dengan menghambat proses inflamasi agar efektif, es dapat
diletakkan pada tempat cedera segera setelah cedera terjadi.
Sementara terapi panas mempunyai keuntungan meningkatkan
aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat menurunkan
nyeri dengan mempercepat penyembuhan (Andarmoyo, 2013).
Stimulasi Saraf Elektris Transkutan atau TENS
(Transcutaneous Elektrical Nerve Stimulation) TENS adalah suatu
lat yang menggunakan alat listrik, baik dengan frekuensi rendah
maupun tinggi, yang dihubugkan dengan beberapa elektroda pada
kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar, atau
mendengug pada area nyeri. TENS adalah prosedur non-invasif dan
merupakan metode yang aman untuk mengurangi nyeri, baik akut
maupun kronis(Andarmoyo, 2013)
35
a) Distraksi
Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu
selain nyeri, atau dapat diartikan lain bahwa distraksi adalah
suatu tindakan pengalihan perhatian pasien ke hal-hal di luar
nyeri. Dengan demikian, diharapkan pasien tidak terfokus pada
nyeri lagi dan dapat menurunkan kewaspadaan pasien tehadap
nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri
(Andarmoyo, 2013)
b) Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental
dan fisik dari ketegangan dan stres sehingga dapat
meningkatkan toleransi terhadap nyeri (Andarmoyo, 2013)
c) Imajinasi terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang
dalam suatu cara yang dirancang serta khusus untuk mencapai
efek positif tertentu (Smeltzer & Bare, 2002 dalam
Andarmoyo, 2013)
Tindakan ini membtuhkan konsntrasi yang cukup. Upayakan
kondisi lingkungan klien mendukung untuk tindakan ini.
Kegaduhan, kebisingan, bau menyengat, atau cahaya yang sangat
terang perlu dipertimbangkan agar tidak mengganggu klien untuk
berkonsentrasi. Beberapa klien lebih rilek dengan cara meutup
matanya (Prasetyo, 2010 dalam Andarmoyo 2013)
36
a) Hipnosis
Hipnosis atau hipnosa adalah sebuah teknik yang
menghasilkan suatu keadaan yang tidak sadarkan diri, yang
tercapai melalui gagasan-gagasan yang disampaikan oleh
orang yang menghipnotisnya (Depkes, 1984 dalam
Andarmoyo, 2013)
b) Akupuntur
Menurut Basford & Slevin (2006) dalam Andarmoyo
(2013) teknik akupuntur ini adalah suatu tekhnik tusuk jarum
yang mempergnakan jarum-jarum kecil panjang (ukuran
bervariasi dari 1,7 cm sampai 10 cm) untuk menusuk bagian-
bagian tertentu di badan
Menurut Murray & Pizzorno (1991) dalam Andarmoyo
(2013) Guna menghasilkan ktidakpekaan terhadap rasa sakit
atau nyeri. Setelah dimasukkan ke dalam tubuh, jarum-jarum
itu diputar-putar atau dipakai untuk menghantarkan arus listrik
yang kecil. Titik-titik akupuntur dapat distimulasi dengan
memasukkan dan mencabut jarum menggunakan panas,
tekanan atau pijatan, laser, atau stimulasi elktrik atau
kombinasi dari berbagai macam cara tersebut
c) Umpan Balik Biologis
Menurut Blanchard dan Epstein (1978) dalam Andarmoyo
(2013) mendefinisikan, “umpan balik biologis sebagai sebuah
37
proses tempat seorang belajar untuk mempengaruhi respons
fisiologis yang reliabel, yang biasanya tidak berada dalam
kontrol volunter”
Menurut Prasetyo (2010) dalam Andarmoyo (3013) prinsip
kerja dari metode ini adalah mengukur respons fisiologis, seperti
gelombang pada otak, kontraksi otot atau temperatur kulit
kemudian “mengembalikan” memberikan informasi tersebut
kepada klien. Kebanyakan alat umpan balik biologis atau
biofedback terdiri dari beberapa elektroda yang ditempatkan pada
kulit dan sebuah amplifier yang mentransformasikan data berupa
tanda visul seperti lampu yang berwarna. Klien kemudian
mengenali tanda tersebut sebagai respons stress dan
menggantikannya dengan respon relaksasi.
a) Masase
Menurut Mander (2004) dalam Andarmoyo (2014) Masase
adalah melakukan rekanan tangan pada jaringan lunak,
biasanya otot,tendon, atau ligamentum, tanpa menyebabkan
gerakan atau perubahan posisi sendi untuk meredakan nyeri,
menghasilkan relaksasi, dan atau memperbaiki sirkulasi.
b) Menurut Torry & Glick (1993) dalam Andarmoyo (2013)
terdapat enam gerakan dasar yang dilakukan dalam masase,
gerakan tersebut adalah effleurge (gerakan tangan mengurut),
petrissage (gerakan tangan mencubit), tapotement (gerakan
38
tangan melakukan perkusi), backing(gerakan tangan
mencincang), kneading (gerakan tangan meremas), dan
cupping (tangan membentuk seperti mangkuk). Setiap gerakan
ditandai dengan perbedaan tekanan, arah, kecepatan, posisi
tangan, dan gerakan untuk mencapai pengaruh yang berbeda
pada jarinagn di bawahnya.
E. Teknik Relaksasi Nafas Dalam
1. Definisi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) dalam Andarmoyo (2013) relaksasi
adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari ketegangan
dan stress sehingga dapat meningkatkan toleransi. Teknik relaksasi yang
sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama.
Pasien dapat memejamkan matanya dan bernafas dengan perlahan dan
nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung
dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi (“hirup,dua,tiga”) dan
ekhalasi (“hembuskan, dua,tiga”). Pada saat perawat mengajarkan ini, akan
sangat membantu bila menghitung dengan keras bersama pasien pada
awalnya. Napas yang lambat, berirama juga dapat digunakan sebagai teknik
distraksi. Hampir semua orang dengan nyeri kronis mendapatkan manfaat
dari metode-metode relaksasi. Periode relaksasi yang teratur dapat
membantu untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang terjadi
dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri
39
2. Pengaruh Relaksasi Nafas Dalam
Menurut Potter & Perry (2006) dalam Andarmoyo (2013) mengatakan
bahwa ada efek relaksasi yaitu:
a. Menurunkan nadi, tekanan darah, dan pernafasan
b. Penurunan konsumsi oksigen
c. Penurunan ketegangan otot
d. Penurunan kecepatan metabolisme
e. Peningkatan kesadaran global
f. Kurang perhatian terhadap stimulus lingkungan
g. Tidak ada perubahan posisi yang vounter
h. Perasaan damai dan sejahtera
i. Periode kewaspadaan yang santai, terjaga, dan dalam
Menurut Andarmoyo (2013) penting bagi perawat untuk memberikan
posisi yang nyaman dalam pelaksanaan relaksasi ini. Posisi yang tidak
nyaman akan membuat pasien tidak focus pada tindakan dan membuat
pasien menjadi kelelahan. Relaksasi dapat dilakukan dengan posisi duduk
maupun berbaring, yaitu dengan cara:
a. Duduk
1) Duduk dengan seluruh punggung bersandar pada kursi
2) Letakkan kaki datar pada lantai
3) Letakkan kaki terpisah satu sama lain
4) Gantungkan lengan pada sisi atau letakkan pada lengan kursi
5) Pertahankan kepala sejajar dengan tulang belakang
40
b. Berbaring
1) Letakkan kaki terpisah satu sama lain dengan jari-jari kaki agak
meregang lurus kearah luar
2) Letakkan lengan pada sisi tanpa menyentuh sisi tubuh
3) Pertahankan kepala sejajar dengan tulang belakang
4) Gunakan bantal yang tipis dan kecil dibawah kepala.
3. Prosedur Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Menurut Nurdin dkk (2013), prosedur teknik relaksasi nafas dalam adalah
sebagai berikut: ciptakan lingkungan yang tenang, jaga privasi pasien,
usahakan pasien dalam keadaan rileks, minta pasien memejamkan mata dan
usahakan agar konsentrasi, menarik nafas dari dalam hidung secara pelahan-
lahan sambil menghitung dalam hati, “hirup, dua, tiga” , hembuskan udara
melaluimulut sambil menghitung dalam hati “hembuskan, dua, tiga”,
menarik nafas lagi dari dalam hidung dan hembuskan melalui mulut secara
perlahan-lahan seperti prosedur sebelumnya ulangi lagi dengan selingi
istirahat yang singkat.
4. Keefektifan jurnal
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nurdin dkk (2013) dengan
judul “Pengaruh Teknik Relaksasi terhadap Intensitas Nyeri pada Pasien
Post Operasi Fraktur di Ruang Irina A BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado”, penelitian ini dilaksanakan di Irina A BLU RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado pada tanggal 17-30 juni 2013. Polulasi atau responden
41
yang digunakan adalah seluruh pasien pasca operasi fraktur sebanyak 20
orang.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan tentang pengaruh teknik
relaksasi terhadap intensitas nyeri pada pasien pasca operasi fraktur
didapatkan hasil: ada pengaruh teknik relaksasi terhadap perubahan
intensitas nyeri pada pasien pasca operasi fraktur di Irina A BLU RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, tingkat nyeri pasca operasi fraktur sebelum
dilakukan teknik relaksasi yaitu: nyeri ringan 1 orang, nyeri sedang 8 orang,
nyeri hebat terkontrol 11 orang. Tingkat nyeri pasca operasi sesudah
dilakukan teknik relaksasi yaitu: tidak nyeri 1 orang, nyeri ringan 9 orang
dan nyeri sedang 10 orang
42
BAB III
LAPORAN KASUS
Dalam bab ini menjelaskan tentang Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada
Tn. S dengan nyeri post amputasi bellow knee atas indikasi multiple fraktur region
cruris sinistra, diaksanakan pada tanggal 11-12 April 2014 di ruang Mawar RSUD
Dr. Moewardi Surakarta. Asuhan Keperawatan ini dimulai dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
A. Identitas Klien
Klien dengan inisial Tn. H seorang laki-laki, berusia 57 tahun, beragama
islam, bekerja sebagai buruh dan bertempat tinggal di Telogo, Wonosari, Klaten
dengan diagnosa post amputasi bellow knee atas indikasi multiple fraktur region
cruris sinistra. Pasien masuk ke rumah sakit tanggal 01 April 2014, selama
dirumah sakit yang bertanggung jawab atas Tn. H adalah Tn. A dengan usia 35
tahun, bekerja sebagai buruh. Hubungan dengan klien adalah anak Tn. H dan
tinggal satu rumah.
B. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 11 April 2014 jam 08.00 WIB dengan
cara auto anamnesa dan alloa namnesa. Keluhan utama yang dirasakan, klien
mengeluh nyeri pada kaki kiri setelah operasi. Riwayat kesehatan sekarang
adalah pada tanggal 01 April 2014 klien datang ke IGD
43
RSUD Dr. Moewardi Surakarta jam 16.00 WIB atas rujukan dari RS PKU
Muhammadiyah Delanggu. Pasien mengeluh nyeri pada kaki kiri karena
tertindas roda truk pada saat sedang membongkar muatan pasir dan terpeleset,
klien tampak menggigil kedinginan. Lalu tanggal 02 april 2014 dilakukan
tindakan pembedahan yaitu amputasi bellow knee atau di bawah lutut pada
kaki kiri lalu klien dipindah ke bangsal mawar 2.
Riwayat penyakit dahulu, waktu kanak-kanak klien pernah mengalami
sakit demam, batuk, pilek. Klien tidak pernah mengalami kecelakaan, tidak
pernah dirawat dirumah sakit, belum pernah operasi sebeumnya dan klien
tidak mempunyai alergi obat mauput makanan.
Riwayat kesehatan keluarga, klien mengatakan di dalam anggota
keluarga tidak ada yang menderita penyakit keturunan seperti Diabetus
Melitus, dan Hipertensi. Dalam silsilah keluarga Tn. H adalah anak pertama
dari 3 bersaudara, klien memiliki 1 istri dan 3 orang anak. Tn. H saat ini
tinggal bersama istri dan kedua anaknya
Genogram :
Keterangan:
: Meninggal
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
: Perkawinan
: Tinggal satu
rumah
44
Riwayat kesehatan lingkungan, pasien mengatakan lingkungan
disekitar rumah bersih jauh dari jalan raya
Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan sebelum sakit klien
mengatakan kondisi yang sehat yaitu dimana pasien dapat beraktifitas sehari-
hari secara mandiri, kesehatan itu mahal harganya, jika sakit pergi ke dokter.
Selama sakit pasien mengatakan bahwa sakit yang dideritanya ini adalah
sebuah cobaan, kesehatan sangat penting bagi keluarganya, pasien berharap
bisa cepat sembuh.
Pola nutrisi dan metabolisme sebelum sakit klien makan 3 kali sehari,
jenis makanan nasi, lauk, sayuran, buah, air putih kurang lebih 8 gelas per
hari, 1 porsi habis, tidak ada kelihan. Selama sakit klien makan 3 kali sehari,
jenis makanan bubur, sayur, nasi, lauk, buah, air putih kurang lebih 5 gelas
per hari, 1 porsi habis, tidak ada keluhan.
Pola eliminasi buang air kecil (BAK) sebelum sakit frekuensi 5-7 kali
per hari, bau amoniak,warna kuning jernih, pancaran kuat, perasaan setelah
BAK lega. Selama sakit frekuensi 2-4 kali per hari, bau amoniak,warna
kuning jernih, pancaran kuat, perasaan setelah BAK lega.
Pola eliminasi buang air besar (BAB), sebelum sakit frekuesi 1-2 kali
per hari, konsisitensi lembek, bau khas, warna kuning, tidak ada keluhan.
Selama sakit frekuensi 2 hari 1 kali, konsisitensi lembek, bau khas, warna
kuning, keluhan susah BAB.
Pola aktivitas dan latihan sebelum sakit Tn. H mengatakan dapat
melakukan aktivitas secara mandiri seperti makan, minum, berpakaian,
45
mobilitas di tempat tidur, berpindah, dan ambulasi atau ROM. selama sakit
aktivitas makan dan minum dengan skor 0 yaitu mandiri, toileting dan
berpindah dengan skor 3 yaitu dibantu orang lain dan alat, mobilitas di tempat
tidur, berpakaian dan ambulasi dengsn skor 2 yaitu dibantu orang lain.
Pola istirahat tidur sebelum sakit klien mengatakan tidur kurang lebih
7-8 jam sehari, dari jam 21.00-05.00 WIB dengan nyenyak. Klien terkadang
juga tidur siang kurang lebih 2 jam. Selama sakit klien mngatakan tidur
kurang lebih 6-7 jam sehari, sering terbangun, perasaan saat bangun tidak
segar.
Pola kognitif dan perseptual sebelum sakit klien mengatakan
penglihatan, pendengaran, dan bicara jelas. Selama sait klien mengatakan
tidak dapat berjalan dan kehilangan kaki kirinya dan tidak mampu melakukan
aktivitas sehari-hari. Klien juga mengatakan nyeri, dirasakan setelah post
operasi, nyeri seperti tertusuk-tusuk jarum, nyeri pada luka post operasi yaitu
kaki kiri dibawah lutut, skala nyeri 5, nyeri hilang timbul. Klien tampak
gelisah dan meringis kesakitan.
Pola persepsi dan konsep diri, body image klien mengatakan senang
dengan setiap bagian tubuhnya, namun sedih haus kehilangan salah satu
kakinya. Ideal diri klien berharap menjadi kepala keluarga yang baik, ingin
cepat pulang kembali berkumpl dengan keluarganya. Peran diri klien
mengatakan sebagai kelala keluarga, namun saat ini tidak bisa menjalankan
perannya. Identitas klien mengatakan sebagai laki-laki normal saat
berkeluarga, memiliki 1 istri dan 3 orang anak. Harga diri, klien mengatakan
46
merasa berharga karena dicintai oleh istri dan anak-ankanya meski dengan
keadaannya sekarang.
Pola hubungan peran sebelum sakit klien mengatakan memiliki
hubungan yang baik dengan keluarga dan orang lain. Selama sakit klien
mengatakan masih berhubungan baik dengan keluarga dan orang lain.
Pola seksual dan eproduksi klien mengatakan sebagai laki-laki yang
sudah menikah, memiliki 3 orang anak.
Pola mekanisme koping sebelum sakit pasien mengatakan jika ada
masalah selalu bediskusi dengan keluarganya. Selama sakit klien mengatakan
menerima sakitnya dengan iklas, begitu juga dengan keluarganya, jika ada
masalah diselesaikan bersama dan berharap bisa cepat sembuh.
Pola nilai dan keyakinan sebelum sakit klien mengatakan beragama
islam dan taat beibadah 5 waktu. Selama sakit klien mengatakan masih sering
beribadah sholat dan berdoa diatas tempat tidur, dan mengatakan bahwa
sakitnya adalah cobaan dari Tuhan YME.
C. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik, keadaan umum klien lemah. Tingkat
kesadaran klien sadar penuh (compos mentis) dengan nilai Glasgow Coma
Scale (GCS): 15 (Eye 4, Verbal 5, Motoric 6). Hasil pemeriksaan danda-tanda
vital adalah sebagai berikut, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 82 kali per
menit dengan irama teratur dan kuat, frekuensi pernafasan 20 kali per menit
dengan irama teratur, dan suhu 36 C.
47
Bentuk kepala mesosephal, kulit tampak kotor dan lembab, rambut
hitam dan pendek. Muka, pada mata kanan kiri simetris, pupil isokor, sklera
tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, terdapat lingkar hitam disekitar
mata,tidak ada alat bantu penglihatan, reflek terhadap cahaya positif. Hidung
bersih, tidak ada polip. Mulut, mukosa bibir kering, bentuk simetris. Gigi
terdapat karies, tidak ada gigi palsu. Telinga bentuk kanan kiri simetris dan
tidak ada gangguan pendengaran. Leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Pemeriksaan dada, saat diinspeksi bentuk dada simetris dan tidak ada
jejas. Saat dipalpasi pengembangan paru dan vocal fremitus kanan kiri sama.
Perkusi, suara sonor, auskultasi, vesikuler di semua lapang paru, tidak ada
suara nafas tambahan. Pemeriksaan jantung, ictus cordis tidak tampak, IC
teraba di ICS ke 5, suara jantung pekak, BJ 1 BJ 2 norma ” lup dup”.
Pemeriksaan abdomen, bentuk datar, simetris, tidak ada jejas, bising
usus 18 kali per menit, kuadran I pekak, kuadran II III IV tympani, dan tidak
ada nyeri tekan.
Pada genetalia terpasang DC, tampak bersih. Pada kulit, turgor kulit
baik, warna kulit sawo matang. Kekuatan otot ekstermitas atas kanan da kiri
5. Pergerakan ekstermitas atas sebelah kanan bebas, dan kiri aktif.tidak ada
perubahan bentuktulang, perabaan akral hangat. Kekuatan otot ekstermitas
bawah kanan 5 dan kiri 3. Pergerakan ekstermitas bawah kanan dan kiri
bebas, Rom kanan bawah aktif dan ROM kiri bawah pasif. Tidak ada
perubahan bentuk tulang, perabaan akral hangat.
48
D. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeiksaan laboratorium didapatkan pada tanggal 09 April 2014
didapatkan hasil hemoglobin 11,8 g/dl (normal: 12,1-13,1 g/dl), hematrokit
32 % (normal: 33-45 %), leukosit 11,400/mm3 (normal: 4,5-11,0 /mm
3),
trombosit 200 U/L (normal: 150-450 U/L), eritrosit 4,02 juta/mm3 (normal:
4,10-5,10 juta/mm3), glukosa darah sewaktu 112 mg/dl (normal: 60-140
mg/dl), natrium darah 136 mmol/l (normal: 136-145mmol/l), kalium darah
4,6 mmol/l (normal: 3,3-5,1 mmol/l), chlorida darah 103 mmol/dl (normal:
98-106 mmol/l).
E. Therapy
Program terapi yang didapatkan klien pada tanggal 11-12 April 2014,
yaitu infus RL 20 tpm (Tetes Per Menit), ketorolak 3x100 mg injeksi
intravena, ceftriaxon 2x500 mg injeksi intravena, dan ranitidin 1g/8 jam
melalui oral.
F. Daftar Perumusan Masalah
Berdasarkan data hasil pengkajian dan observasi pada Tn. H penulis
menemukan diagnosa pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen
cedera fisik (post amputasi). Data-data yang menunjang ditegakkan diagnosa
tersebut yaitu ditandai dengan data subyektif klien mengatakan nyeri setelah
operasai, nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum, nyeri pada luka post operasi yaitu
kaki kiri dibawah lutut, skala 5, nyeri hilang timbul. Data objektif klien
49
tampak gelisah, ekspresi wajah meringis kesakitan, klien tampak gelisah, TD:
130/80 mmHg, HR: 82 x/menit, RR: 22 x/menit, S: 36⁰C
Diagnosa kedua yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot, ditandai dengan data subyektif klien mengatakan
tidak dapat berjalan dan kehilangan kaki kirinya dan tidak mampu melakukan
aktivitas sehari-hari. Data objektif kaki kiri sudah diamputasi, seluruh
aktivitas klien dibantu oleh keluarga dan perawat, kekuatan otot ekstermitas
atas kanan kiri 5, ekstermitas bawah kanan 5 kiri 3, terasang infus RL 20 tpm.
G. Intervensi Keperawatan
Berdasarkan diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan agen
cidera fisik (post amputasi), penulis membuat intervensi dengan tujuan
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan nyeri
dapat teratasi dengan kriteria hasil: klien mampu mengontrol nyeri, klien
mengatakan nyeri berkurang (skala 0-3), klien merasa nyaman, tanda-tanda
vital dalam batas normal (tekanan darah: 110/70-120/80 mmHg, nadi: 68-80
kali per menit, pernafasan: 16-24 kali per menit, suhu: 36-37 C). Intervensi
atau rencana yang akan dilakukan penulis untuk mencapai tujuan dari
tindakan keperawatan yaitu observasi keadaan dan tanda-tanda vital dengan
rasional mengetahui keadaan klien, kaji nyeri (P,Q,R,S,T) dengan rasional
mengetahui keefektifan intervensi yang diberikan, berikan posisi yang
nyaman semi fowler dengan rasional meningkatkan kenyamanan klien,
ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan rasional mengurangi ketegangan
50
otot yang mampu menurunkan rangsang nyeri, kolaborasi pemberian
analgesik sesuai advis dokter (ketorolak 2x30mg) dengan rasional analgesik
mampu meningkatkan ambang nyeri pada pusat nyeri di otak sehingga nyeri
berkurang.
Diagnosa kedua hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot, penulis membuat intervensi dengan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan mobilitas fisik
meningkat dengan kriteria hasil : tingkat aktivitas 0-1, pasien mampu
melakukan pergerakanpenuh seluruh sendi, pasien mampu berbalik sendiri
ditempat tidur. Rencana atau intervensi yang akan dilakukan penulis adalah
observasi keadaan umum dan TTV (tanda-tanda vital) dengan rasional
mengetahui keadaan klien, latih klien untuk menggerakkan anggota badan
yang masih ada dengan rasional meningkatkan aliran darah ke otot,
memelihara pergerakan sendi dan kontraktur atropi, bantu klien mengganti
posisi dari tidur keduduk dan turun dari tempat tidur dengan rasional
membantu klien untuk meningkatkan kemampuan untuk mobilisasi, ajarkan
memakai tongkat dan kursi roda dengan rasional klien mampu mengenal dan
menggunakan alat bantu aktivitas, konsultasikan dengan terapi fisik tentang
rencana ambulasi yang sesuai dengan rasional mengetahui rencana yang tepat
untuk klien.
51
H. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dilakukan tanggal 11 april 2014 jam
09.00 WIB pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
(post amputasi), penulis melakukan tindakan keperawatan mengobservasi
keadaan umum dan TTV, dengan respon subyektif klien mengatakan tubuh
terasa lemas, dan respon obyektif keadaan umum composmentis, GCS: 15,
TD 130/80 mmHg, N 82 x/menit, R 22 x/menit, S 26 C.
Pada jam 09.05 WIB penulis melakukan tindakan keperawatan
mengkaji nyeri dengan respon subyektif klien mengatakan nyeri setelah
operasi, kualitas nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum, nyeri pada luka post
operasi yaitu kaki kiri dibawah lutut, skala nyeri 5, nyeri hilang timbul, dan
respon obyektif klien tampak meringis kesakitan dan klien tampak gelisah.
Pada jam 09.15 WIB penulis melakukan tindakan keperawatan
memberikan posisi yang nyaman semi fowler dengan data subyektif klien
mengatakan nyaman dengan posisi semi fowler dan respon obyektif klien
tampak rileks
Pada jam 11.00 WIB penulis melakukan tindakan keperawatan
mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan respon subyektif klien
mengatakan nyeri terasa berkurang setelah melakukan teknik relaksasi nafas
dalam dan respon obyektif klien mampu melakukan secara mandiri.
Pada jam 11.10 WIB diagnosa kedua yaitu hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, penulis melakukan tindakan
keperawatan melatih klien untuk menggerakkan anggota badan yang masih
52
ada, dengan respon subyektif klien mengatakan sendi-sendi terasa tidak kaku,
dan respon obyektif klien mampu menggerakkan anggota badannya dengan
baik secara maksimal.
Pada jam 13.00 WIB penulis melakukan tindakan keperawatan
membantu klien mengganti posisi dari tidur keduduk dan turun dari tempat
tidur dengan respon subyektif klien mengatakan tidak nyaman karena sulit
melakukannya dan respon obyektif klien mampu mengganti posisi tidur
keduduk dan turun dari tempat tidur dengan bantuan alat dan orang lain.
Tindakan keperawatan yang dilakukan tanggal 12 April 2014 jam
09.00 WIB pada diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan agen
cidera fisik (post amputasi) yaitu mengobservasi keadaan umum dan TTV
dengan respon subyektif klien mengatakan tubuh terasa lemas dilakukan
pemeriksaan TTV dan respon obyektif keadaan umum composmentis, GCS:
15, TD 120/80 mmHg, N 82 x/menit, R 22 x/menit, S 36,8 C.
Pada jam 09.05 WIB penulis melakukan tindakan keperawatan
mengkaji nyeri dengan respon subyektif klien mengatakan nyeri setelah
operasi, kualitas nyeri seperti tertusuk-tusuk jarum, nyeri pada luka post
amputasi yaitu kaki kiri dibawah lutut, skala nyeri 3, nyeri hilang timbul. Jam
09.15 WIB penulis melakukan tindakan keperawatan mengajarkan tekhnik
relaksasi nafas dalam dengan respon subyektif klien mengatakan sudah
mampu mengontrol nyeri dengan teknik relaksasi nafas dalam dan respon
obyektif klien tampak sering melakukan teknik relaksasi nafas dalam.
53
Pada jam 12.00 WIB diagnosa kedua yaitu hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, penulis melakukan tindakan
keperawatan melatih klien untuk menggerakkan anggota badan yang masih
ada dengan respon subyektif klien mengatakan sendi terasa tidak kaku dan
respon obyektif klien mampu menggerakkan anggota badan dengan baik
secara maksimal.
I. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hasil evaluasi dilakukan
pada hari jumat 11 April 2014 jam 14.30 WIB, dengan menggunakan metode
SOAP (Subyektif, Obyektif, Assessment, Planning). Pada diagnosa pertama
didapatkan hasil evaluasi pada diagnosa pertama yaitu nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik (post amputasi) dengan data yaitu S :
klien mengatakan nyeri, P : pasien mengatakan nyeri setelah operasi, Q: nyeri
seperti ditusuk-tusuk jarum, R : pada luka post operasi yaitu kaki kiri
dibawah lutut, S : skala 5, T : nyeri hilang timbul. O : klien tampak meringis
kesakitan, klien tampak gelisah, GCS : 15, TD : 130/80 mmHg, HR : 82
x/menit, RR : 22 x/menit, S : 36 C. A : masalah belum teratasi, P: lanjutkan
intervensi : observasi keadaan umum dan TTV, kaji nyeri dan ajarkan tekhnik
relaksasi nafas dalam.
Pada Jam 14.35 WIB pada diagnosa kedua didapatkan data S: klien
mengatakan aktivitas masih dibantu alat dan keluarga, O : pasien mampu
melakukan pergerakan penuh seluruh sendi dengan baik secara maksimal,
54
pasien belum mampu berbalik sendiri ditempat tidur, kekuatan otot kaki kiri
3, klien tampak lemas, A : masalah belum teratasi, P : lanjutkan intervensi
observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital, latih klien untuk
menggerakkan anggota badan yang masih ada, bantu klien mengganti posisi
dari tidur keduduk dan turun dari tempat tidur.
Pada hari sabtu, 12 April 2014 jam 14.20 WIB, hasil evaluasai pada
diagnosa pertama yaitu S : klien mengatakan nyeri, P : pasien mengatakan
nyeri setelah operasi, Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum, R : pada luka post
operasi yaitu kaki kiri dibawah lutut, S : skala 3, T : nyeri hilang timbul. O :
klien tampak lebih rileks, GCS : 15, TD : 120/80 mmHg, HR : 82 x/menit,
RR : 22 x/menit, S : 36 C. A : masalah sudah teratasi, P: pertahankan
intervensi.
Pada jam 12.30 WIB pada diagnosa kedua didapatkan hasil evaluasi
yaitu S : klien mengatakan aktivitas masih dibantu alat dan keluarga, O :
pasien mampu melakukan pergerakan penuh seluruh sendi dengan baik secara
maksimal, pasien belum mampu berbalik sendiri ditempat tidur, kekuatan otot
kaki kiri 3, klien tampak lemas, A : masalah belum teratasi, P : lanjutkan
intervensi observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital, latih klien untuk
menggerakkan anggota badan yang masih ada
55
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang pemberian teknik
relaksasi nafas dalam terhadap penurunan nyeri pada asuhan keperawatan Tn.
H dengan post amputasi bellow knee atas indikasi multiple frakture region
cruris sinistra pada tanggal 11-12 April 2014 di ruang Mawar 2 RSUD Dr.
Moewardi Surakarta. Asuhan keperawatan meliputi tahap pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-
masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung pada tahap
ini (Padila, 2012)
Fraktur merupakan hilangnya kontinuitas tulang rawan, baik bersifat
total maupun sebagian yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut tenaga fisik, keadaan tulang itu sendiri, serta jaringan
lunak akan menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap atau tidak
lengkap (Helmi, 2012)
Menurut Engram dan Barbara (2004) dalam Padila (2012), amputasi
merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala
masalah organ yang terjadi pada ekstermitas sudah tidak mungkin dapat
diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ
56
dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak
organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.
Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem
tubuh: seperti sistem integumen, sisitem persyarafan, sistem muskuloskeletal
dan sistem cardiovaskular. Lebih lanjut ia dapat menimbulkan masalah
psikologis bagi klien atau keluarga berupa pnurunan citra diri dan penurunan
produktifitas.
Dari hasil pengkajian didapatkan klien mengeluh nyeri pada
ekstermitas bagian kaki kiri post amputasi dibawah lutut, nyeri dirasakan
setelah post operasi, nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum, skala nyeri 5, nyeri
hilang timbul.
Menurut Brunner & Suddarth (2002) dalam Lukman (2013), nyeri
adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan.
Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan
beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat mengganggu
dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit manapun
Pasien pasca operasi pada umumnya mengalami nyeri, nyeri pasca
bedah disebabkan oleh rangsang mekanik luka yang menyebabkan tubuh
menghasilkan mediator-mediator kimia nyeri (Smeltzer & Bare, 2012)
Pada pola aktivitas dan latihan selama sakit klien mengatakan aktivitas
dan latihan dibantu dengan keluarga dan alat. Pada ekstermitas bawah, penulis
menuliskan ekstermitas kiri dibagian bawah lutut terdapat luka post amputasi
yang dibalut verban, pada ekstermitas yang mengalamu gangguan terjadi
57
penurunan kekuatan otot dengan skor 3, ROM kiri bawah pasif. Pada
gangguan musculoskeletal akan terjadi nyeri dan gerak yang terbatas, semua
bentuk aktivitas klien dapat berkurang dan klien butuh bantuan dari orang lain
(Muttaqin, 2008)
Pada pasien gangguan muskuloskeletal menyebabkan adanya
immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2 dan
nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan
sisa metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot
(Muttaqin, 2012)
Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan yang menjelaskan status
kesehatan baik aktual maupun potensial. Perawat memakai proses
keperawatan dalam mengidentifikasi dan mengsintesa data klinis dan
menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau
mncegah masalah kesehatan klien yang menjadi tanggung jawabnya
(Padila, 2012)
Masalah keperawatan yang ditegakkan penulis diagnosa yang pertama
adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post amputasi).
penulis mengambil diagnosa prioritas nyeri karena pada teori Hirarki
“Maslow” nyeri termasuk dalam kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis
adalah kebutuhan dasar yang paling utama dalam segitiga “Maslow” sehingga
apabila tidak segera ditangani akan menimbulkan masalah yang mengancam
kehidupan seperti kerusakan hebat atau menurunya fungsi jantung,
58
menurunnya sirkulasi oksigen dan menurunnya fungsi persyarafan (Setiadi,
2012)
Nyeri akut adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak
menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual
atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan, awitan yang tiba-
tiba atau perlahan dari intesitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
Batasan karakteristik pada nyeri akut adalah perubahan tekanan darah,
perubahan frekuensi jantung, perubahan frekuensi pernafasan, gangguan tidur,
gelisah, perubahan selera makan (Nanda, 2010). Sedangkan data yang muncul
pada Tn. H adalah klien tampak gelisah, tekanan darah tinggi, dan meringis
kesakitan. Data tersebut menunjukkan kesamaan sehingga penulis mengambil
diagnosa keperawatan nyeri akut.
Nyeri yang dialami Tn. H merupakan nyeri akut yang sedang karena
awitan nyeri baru dirasakan selama kurang lebih 10 hari dan skala nyeri 5.
nyeri akut timbul dengan awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas
ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlansung kurang dari 6 bulan.
Diagnosa keperawatan kedua yang diangkat penulis yaitu hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Hambatan
mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau
lebih ekstermitas secara mandiri dan terarah. Batasan karakteristik pada
hambatan mobilitas fisik adalah kesulitan membolak-balik posisi, dispnea
59
setelah beraktivitas, perubahan cara berjalan, pergerakan gemetar,
keterbatasan rentang pergerakan sendi, pergerakan lambat
(Nanda, 2010). Tanda yang muncul pada klien Tn. H adalah klien kesulitan
membalik posisi, terjadi kelemahan kekuatan otot, kesulitan dalam berjalan
karena kaki diamputasi. Dari data tersebut menunjukkan adanya kesamaan
sehingga penulis mengambil diagnosa hambatan mobilitas fisik.
Klasifikasi Intervensi Keperawatan (The Nursing Intervention
Classification, NIC) mengategorikan aktivitas keperawatan dengan
menggunakan bahasa yang baku. Prioritas intervensi merupakan intervensi
yang berdasarkan penelitian yang dikembangkan oleh tim the Iowa
Intervention Project sebagai pilihan perawat untuk suatu diagnosis
keperawatan tertentu (Wilkinson, 2006)
Intervensi adalah suatu proses didalam pemecahan masalah yang
merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan,
bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua
tindakan keperawatan (Dermawan, 2012)
Pada diagnosa pertama tujuan yan dibuat penulis adalah setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan nyeri akut
dapat teratasi dengan kriteria hasil : klien mampu mengontrol nyeri, klien
mengatakan nyeri berkurang (skala 0-3), klien merasa nyaman, tanda-tanda
vital dalam batas normal (tekanan darah: 110/70-120/80 mmHg, nadi: 68-80
kali per menit, pernafasan: 16-24 kali per menit, suhu: 36-37⁰C).
(Wilkinson, 2006)
60
Penulis menyusun intervensi keperawatan yaitu observasi keadaan dan
tanda-tanda vital dengan rasional mengetahui keadaan klien, kaji nyeri
(PQRST) dengan rasional mengetahui keefekitfan intervensi yang diberikan,
berikan posisi yang nyaman semi fowler dengan rasional meningkatkan
kenyamanan klien, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam dengan rasional
mengurangi ketegangan otot yang mampu menurunkan rangsang nyeri,
kolaborasi pemberian analgesik sesuai advis dokter (ketorolak 2x30mg)
dengan rasional analgesik mampu meningkatkan ambang nyeri pada pusat
nyeri di otak sehingga nyeri berkurang (Nanda, 2010 dan Wilkinson, 2006)
Pada diagnosa kedua tujuan yang dibuat penulis adalah setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan mobilitas fisik
meningkat dengan kriteria hasil: tingkat aktivitas 0-1, pasien mampu
melakukan pergerakan penuh seluruh sendi, pasien mampu berbalik sendiri
ditempat tidur (Nanda, 2010)
Penulis menyusun intervensi keperawatan yaitu observasi keadaan
umum dan TTV (tanda-tanda vital) dengan rasional mengetahui keadaan
klien, latih klien untuk menggerakkan anggota badan yang masih ada dengan
rasional meningkatkan aliran darah ke otot, memelihara pergerakan sendi dan
kontraktur atropi, bantu klien mengganti posisi dari tidur keduduk dan turun
dari tempat tidur dengan rasional membantu klien untuk meningkatkan
kemampuan untuk mobilisasi, ajarkan memakai tongkat dan kursi roda dengan
rasional klien mampu mengenal dan menggunakan alat bantu aktivitas,
konsultasikan dengan terapi fisik tentang encana ambulasi yang sesuai dengan
61
rasional mengetahui rencana yang tepat untuk klien (Nanda, 2010 dan
Wilkinson, 2006)
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, yaitu
kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang
dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan
keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan
(Potter dan Perry, 2005)
Menurut Smeltzer & Bare (2002) dalam Andarmoyo ( 2013), tindakan
yang dilakukan pada tanggal 11-12 April 2014. Tindakan keperawatan yang
dilakukan berdasarkan diagnosa keperawatan utama nyeri akut berhubungan
dengan agen cedera fisik: post amputasi yaitu mengajarkan teknik relaksasi
nafas dalam dilakukan untuk membebaskan mental dan fisik dari ketegangan
dan stress sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri.
Pemberian teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi nyeri juga
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Nurdin dkk (2013) dengan
judul “Pengaruh Teknik Relaksasi terhadap Intensitas Nyeri pada Pasien Post
Operasi Fraktur Di Ruang Irina A BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh teknik
relaksasi terhadap perubahan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi fraktur
di Irina A BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
Menurut Nurdin dkk (2013), prosedur teknik relaksasi nafas dalam
dapat dilakukan setelah dua jam pertama sesudah operasi karena obat anastesi
62
sudah hilang. Dengan cara sebagai berikut: ciptakan lingkungan yang tenang,
jaga privasi pasien, usahakan pasien dalam keadaan rileks, minta pasien
memejamkan mata dan usahakan agar konsentrasi, menarik nafas dari dalam
hidung secara pelahan-lahan sambil menghitung dalam hati, “hirup, dua, tiga”
, hembuskan udara melaluimulut sambil menghitung dalam hati “hembuskan,
dua, tiga”, menarik nafas lagi dari dalam hidung dan hembuskan melalui
mulut secara perlahan-lahan seperti prosedur sebelumnya ulangi lagi dengan
selingi istirahat yang singkat. Pros
Menurut Brunner & Suddart (2001) dalam Ayudianingsih & Maliya
(2009), teknik relaksasi nafas dalam merupakan salah satu metode
manajemen nyeri non farmakologi. Menurut beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa relaksasi nafas dalam sangat efektif dalam menurunkan
nyeri pasca operasi.
Menurud Ridwan (2002) dalam Wirya & Sari (2011), setiap manusia
mengambil 20,96% oksigen dengan volume tidal 350 ml, maka dengan satu
detik manusia mengambil oksigen sebesar 73,36 ml. Dengan memaksimalkan
pengembangan paru-paru maka didapatkan volume inspirasi maksimal 3000
ml dengan bernafas maka hemoglobin yang akan lebih banyak mengikat
oksigen dengan perkiraan bahwa 1,34 ml x jumlah hb/g, bila Hb 14x350 ml=
6566 oksigen perdetik yang terbawa oleh darah ke seluruh tubuh. Fungsi
hemoglobin adalah mengikat oksigen dari paru-paru untuk diedarkan ke selruh
jaringan tubuh dan mengikat karbondioksida dari jaringan tubuh dikeluarkan
melalui paru-paru, jadi nafas dalam berguna sebagai srana meditasi atau
63
distraksi, sehingga fokus pikiran pasien dialihkan terhadap nyeri sekaligus
mengoptimalkan penghirupan oksigen bagi sel-sel yang mengalami stress atau
injury.
Tindakan yang selanjutnya adalah mengobservasi keadaan umum dan
tanda-tanda vital dilakukan untuk mengetahui status kesehatan klien dan untuk
mengetahui respon klien terhadap asuhan keperawatan yang diberikan
sebelumnya (Deswani, 2009)
Tindakan selanjutnya adalah mengkaji nyeri untuk mengidentifikasi
nyeri dan ketidaknyamanan. Pengkajian pada masalah nyeri yang dilakukan
adalah adanya riwayat nyeri. Pengkajian dapat dilakukan dengan metode
PQRST (Provocat, Quality, Region, Severity, Time). Provocate yaitu apakah
ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab terjadi nyeri, bagian tubuh yang
mengalami cidera akan dihungkan nyeri yang dirasakan dengan faktor
psikologi. Quality yaitu seperti apa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
pasien, misalnya: apakah nyeri bersifat seperti ditusuk, terbakar, nyeri daam
atau supefisial, dan nyeri seperti digencet. Region yaitu lokasi nyeri yang
dirasakan. Severity yaitu seberapa tingkat keparahan nyeri dirasakan. Time
yaitu awitan nyeri berlangsung, kapan, apakah ada waktu-waktu tertentu yang
menambah rasa nyeri (Fauziah, 2012)
Tindakan selanjutnya untuk mengatasi nyeri adalah memberikan posisi
yang nyaman semi fowler pada klien. Posisi semi fowler yaitu kepala dan
tubuh ditinggikan 45-60 derajat. Posisi ini diberikan kepada klien untuk
meningkatkan rasa nyaman dan mengurangi nyeri (Kozier, 2009)
64
Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis pada diagnosa kedua;
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot adalah
penulis melakukan tindakan keperawatan melatih klien untuk menggerakkan
seluruh anggota badan, membantu klien mengganti posisi dari tidur keduduk
dan turun dari tempat tidur.
Menurut Craven & Hirnle (2000) dalam Dermawan (2012), evaluasi
merupakan keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan
keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku klien yang
tampil.
Penulis mengevaluasi apakah perilaku atau respon klien mencerminkan
suatu kemajuan atau kemunduran dalam diagnosa keperawatan. Pada evaluasi,
penulis sudah sesuai teori yang ada yaitu sesuai SOAP
(Subyektif, Obyektif, Assesment, Planning)
Evaluasi dilakukan pada hari jumat, 11 April 2014. Pada diagnosa
pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (post amputasi); S:
klien mengatakan nyeri, nyeri dirasakan setelah operasi, nyeri seperti ditusuk-
tusuk jarum, nyeri pada luka post operasi yaitu kaki kiri dibawah lutut, skala
nyeri 5, nyeri dirasakan hilang timbul. O: klien tampak meringis kesakitan,
klien tampak gelisah, GCS : 15, tekanan darah: 130/80 mmHg, nadi: 82
x/menit, pernafasan: 22 x/menit, suhu : 36⁰C. A: masalah belum teratasi. P:
intervensi dilanjutkan yaitu observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital,
kaji nyeri dan ajarkan teknik relaksasi nafas dalam.
65
Pada diagnosa kedua yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan penurunan kekuatan otot; S : klien mengatakan aktivitas masih dibantu
alat dan keluarga, O : pasien mampu melakukan pergerakan penuh seluruh
sendi dengan baik secara maksimal, pasien belum mampu berbalik sendiri
ditempat tidur, kekuatan otot kaki kiri 3, klien tampak lemas, A : masalah
belum teratasi, P : lanjutkan intervensi observasi keadaan umum dan tanda-
tanda vital, latih klien untuk menggerakkan anggota badan yang masih ada
Hasil evaluasi pada hari kedua di lakukan pada hari sabtu, 12 April
2014. Hasil evaluasai pada diagnosa pertama yaitu nyeri akut berhubungan
dengan agen cedera fisik (post amputasi); S: klien mengatakan nyeri, nyeri
dirasakan setelah operasi, nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum, nyeri pada luka
post operasi yaitu kaki kiri dibawah lutut, skala nyeri 3, nyeri dirasakan hilang
timbul. O: klien tampak lebih rileks, GCS : 15, tekanan darah: 120/80 mmHg,
nadi: 82 x/menit, pernafasan: 22 x/menit, suhu: 36⁰C. A: masalah sudah
teratasi, skala nyeri pada hari pertama 5 pada hari kedua menjadi 3. P:
intervensi dipertahankan.
Pemberian teknik relaksasi nafas dalam menurut jurnal Nurdin dkk
(2013) dengan judul “Pengaruh Teknik Relaksasi terhadap Intensitas Nyeri
pada Pasien Post Operasi Fraktur Di Ruang Irina A BLU RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado”, diberikan dalam waktu 3 hari dan menunjukkan hasil
bahwa ada pengaruh teknik relaksasi terhadap perubahan intensitas nyeri pada
pasien pasca operasi fraktur di Irina A BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado. Tetapi disini penulis melakukan tindakan pemberian teknik relaksasi
66
nafas dalam 2,5 jam setelah pemberian analgesik dan dalam waktu 2 hari
masalah sudah teratasi, karena didapatkan data evaluasi klien yang
menunjukkan tujuan dan kriteria hasil sudah tercapai. Sehingga teknik
relaksasi nafas dalam ini sangat efektif untuk mengurangi nyeri.
Pada diagnosa kedua yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan penurunan kekuatan otot, didapatkan hasil evaluasi; S : klien
mengatakan aktivitas masih dibantu alat dan keluarga, O : pasien mampu
melakukan pergerakan penuh seluruh sendi dengan baik secara maksimal,
pasien belum mampu berbalik sendiri ditempat tidur, kekuatan otot kaki kiri
3, klien tampak lemas, A : masalah belum teratasi, P : lanjutkan intervensi
observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital, latih klien untuk
menggerakkan anggota badan yang masih ada
67
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan data diatas, maka penulis dapat menarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Hasil pengkajian yang telah dilakukan penulis pada tanggal 11 April 2014
keluhan utama yang dirasakan Tn. H adalah nyeri, nyeri dirasakan setelah
post operasi, nyeri seperti tertusuk-tusuk jarum, nyeri pada luka post
operasi yaitu kaki kiri dibawah lutut, skala nyeri 5, nyeri hilang timbul.
Klien tampak gelisah dan meringis kesakitan.
2. Diagnosa keperawatan prioritas yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen
cidera fisik : post amputasi.
3. Intervensi atau rencana keperawatan untuk mengatasi nyeri yaitu obsevasi
keadaan umum dan tanda-tanda vital, kaji nyeri (PQRST), berikan posisi
yang nyaman semi fowler, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, kolaborasi
pemberian analgesik sesuai advis dokter ketorolak 2x30mg
4. Tindakan yang dilakukan pada diagnosa prioritas yaitu memantau
karakteristik nyeri PQRST (Provoking Incident, Quality of Pain, Region,
Severity of Pain, Time), mengobservasi keadaan umum dan tanda-tanda
vital, mengkaji nyeri, memberikan posisi yang nyaman semi fowler,
mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam.
68
5. Evaluasi yang didapatkan selama dua hari masalah nyeri sudah teratasi
6. Hasil analisa pemberian teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan
nyeri pada Tn. H dengan post amputasi bellow knee atas indikasi multiple
frakture region cruris sinistra mampu mengurangi intensitas nyeri pada
pasien.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberi saran yang diharapkan
bermanfaat antara lain :
1. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih
berkualitas dan profesional, sehingga dapat tercipta perawat-perawat yang
profesional, terampil, cekatan dan handal yang mampu memberikan
asuhan keperawatan secara komprehensif.
2. Bagi institusi pelayanan kesehatan
Diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik, mempertahankan
serta meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang ada.
3. Bagi tenaga kesehatan terutama perawat
Diharapkan didalam memberikan tindakan keperawatan dan untuk
mencapai hasil evaluasi yang maksimal tentu perlu adanya kerja sama
dengan tim kesehatan lain seperti dokter, fisioterapi, ahli gizi dan yang
lainnya, sehingga penulis mengharapkan agar mencapai hasil yang
69
maksimal tentu perlu adanya kerja keras dalam melaksanakan tindakan
baik secara mandiri maupun kolaborasi dengan tim kesehatan lain.
70
DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo, Sulistyo. 2012. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media
Ayudianningsih, N, G & Maliya, Arina. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam
terhadap Penurunan Tingkat Nyeri pada Pasien Pasca Operasi Fraktur
Femur di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta. publikasiilmiah.ums.ac.id.
Diakses tanggl 14 April 2014
Dermawan, Deden. 2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep dan Kerangka
Kerja. Yogyakarta: Gosyen Publising
Deswani. 2009. Proses Keperawatan dan Berfikir Kritis. Jakarta: Salemba
Medika.
Ernawati, Dalami, dkk. (2009). Buku Saku Komunikasi Keperawatan. Cetakan
Pertama. Jakarta: Trans Info Media
Fauziah. 2012. Nyeri dalam Persalinan. Yogyakarta: Nuha Medika
Helmi, Zairin. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba
Medika
Kozier. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC
Lukman, Ningsih, N. 2013. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin, Arif & Sari, Kumala. 2009. Asuhan Keperawatan Perioperatif: Konsep,
Proses, Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika
Muttaqin, Arif. 2012. Buku saku: Gangguan Muskuloskeletal Aplikasi pada
Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Nanda. 2010. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Nurdin, dkk. 2013. Pengaruh Teknik Relaksasi terhadap Intensitas Nyeri pada
Pasien Post Operasi Fraktur di Ruang Irina A BLU RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manad. ejournal.unsrat.ac.id, Diakses tanggal 25 April 2014
71
Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika
Pinzon, Rizaldy. 2007. Breaktrough in Management of Acute Pain. Vol 2, no 4,
yogyakarta. http//ppublication_uploud071203937713001196646105okt-
nov2007new.pdf, Diakses tanggal 27 April 2014.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan
Praktik. Edisi 4. Vol 1, Jakarta: EGC
Setiadi. 2012. Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori dan
Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2, Jakarta:
EGC
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung
Waluyo…(dkk). Jakarta: EGC
Tamsuri, Anas. 2006. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC
Wahid, Abdul. 2013. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeltal. Jakarta: Trans Info Media
Wilkinson, Judith. 2006. Buku Saku: Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi
NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.
Wirya, Irwan & Sari, M, D. 2013. Pengaruh Pemberian Masase Punggung dan
Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan Intensitas Nyeri pada
Pasien Post Appendiktomi di Zaal C RS HKBP Balige Tahun 2011.
www.e-jurnal.com, Diakses tanggal 14 April 2014