PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to...

149
PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench) MENGHAMBAT PERKEMBANGAN KANKER KOLON PADA MENCIT BALB/c MELALUI PERBAIKAN LINGKUNGAN MIKRO KOLON NUR FATHONAH SADEK F251100141 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Transcript of PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to...

Page 1: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench) MENGHAMBAT

PERKEMBANGAN KANKER KOLON PADA MENCIT BALB/c

MELALUI PERBAIKAN LINGKUNGAN MIKRO KOLON

NUR FATHONAH SADEK

F251100141

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 2: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon
Page 3: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

PERNYATAAN MENGENAI THESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa thesis berjudul “Pemberian Sorgum

(Sorghum bicolor L. Moench) Menghambat Perkembangan Kanker Kolon pada

Mencit Balb/c melalui Perbaikan Lingkungan Mikro Kolon” merupakan karya

saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk

apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir

thesis ini.

Bogor, Juli 2012

Nur Fathonah Sadek

F 251100141

Page 4: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon
Page 5: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

ABSTRACT

NUR FATHONAH SADEK. Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) Administra-

tion Inhibit Colon Cancer Development in Balb/c Mice through Improvement of

Colon Microenvironment. Under direction of ENDANG PRANGDIMURTI,

FRANSISKA RUNGKAT ZAKARIA, and BAMBANG PONTJO PRIOSOER-

YANTO.

Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) contains dietary fibers and phenolic

compounds that have been shown to have inhibitory effect on colon cancer

development. The objectives of this research were to evaluate the effects of 50%

polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer

development of AOM-DSS induced Balb/c mice. Male BALB/c mice (n = 32) were

divided into 4 groups of 8. The carbohydrate source of group K- and K+ was

cornstarch, for S50 group was 50% sorghum and 50% cornstarch, and for S100

group was 100% sorghum. Single intraperitoneal injection of AOM (10 mg/kg

body weight) and administration of 1% DSS in drinking water for 7 days was

conducted for colon carcinogenesis of group K+, S50, and S100. The results

showed that administration of sorgum (S50 and S100) could inhibit colon

carcinogenesis. Group S50 and S100 had lower β-glucoronidase activity and

higher expression of caspase-3. These results were supported by histopathological

profile improvement of colon, liver, and kidney, and also the diet consumption of

S50 and S100 that was higher than those of K+. In addition, S100 group had a

higher amount of fecal pH reduction, total short chain fatty acid, and total

butyrate than S50 and K+. However, sorgum administration in S50 and S100

groups did not statistically affect CD4 expression. These indicate that

administration of 100% sorgum in group S100 is better to protect against colon

cancer development than group S50.

Keywords : sorgum, colon cancer, AOM, DSS, Balb/c mice

Page 6: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon
Page 7: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

RINGKASAN

NUR FATHONAH SADEK. Pemberian Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench)

Menghambat Perkembangan Kanker Kolon pada Mencit Balb/c melalui Perbaikan

Lingkungan Mikro Kolon. Dibimbing oleh ENDANG PRANGDIMURTI, FRAN-

SISKA RUNGKAT ZAKARIA, dan BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO.

Kanker merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya pertumbuhan

sel yang tidak normal, cepat, dan tidak terkendali yang diawali dengan terjadinya

mutasi genetik. Kanker kolon merupakan kanker yang terjadi di dalam atau

permukaan usus besar. Penyebab terjadinya kanker kolon lebih banyak terkait

dengan pola makan yang salah. Oleh karena itu, pola diet sehat yang

direkomendasikan mampu mencegah terjadinya kasus kanker kolon adalah diet

rendah lemak dan kolesterol, konsumsi buah, sayur, serta serealia dengan

kandungan serat yang tinggi. Sorgum merupakan salah satu jenis serealia yang

tidak hanya mengandung serat pangan, namun juga sejumlah senyawa fitokimia

yang mampu berperan sebagai antioksidan.

Pemanfaatan sorgum di Indonesia masih sangat kurang. Sorgum hanya

dimanfaatkan oleh sebagian kecil masyarakat di daerah Gunung Kidul ketika

masa paceklik. Terkait dengan potensi sorgum, penelitian ini bertujuan untuk

melihat pengaruh pemberian tepung sorgum dengan derajat sosoh 50% terhadap

kemampuannya dalam menghambat perkembangan kanker kolon pada mencit

Balb/c. Adapun parameter penghambatan kanker kolon tersebut dapat dilihat

profil histopatologi organ hati, ginjal, dan kolon; penurunan pH feses,

peningkatan jumlah dan perubahan profil asam lemak rantai pendek isi sekum,

aktivitas enzim β-glucoronidase, serta keberadaan CD4 sebagai penanda

permukaan sel Th dan enzim kaspase-3 pada kolon.

Tahapan awal penelitian adalah pemeliharaan mencit Balb/c sebanyak 32

ekor yang dibagi menjadi 4 kelompok. Pembagian kelompok dilakukan

berdasarkan adanya induksi Azoksimetana (AOM) dan dekstran sodium sulfat

(DSS), serta penambahan tepung sorgum pada komposisi ransum. Kelompok K-

merupakan kelompok mencit kontrol negatif dengan ransum standar (sumber

karbohidrat 100% maizena), tanpa induksi AOM-DSS. Kelompok K+ merupakan

kelompok kelompok mencit kontrol negatif dengan ransum standar (sumber

karbohidrat 100% maizena), dengan induksi AOM-DSS. Kelompok S50

menggunakan sumber karbohidrat 50% maizena dan 50% tepung sorgum,

sedangkan kelompok S100 menggunakan sumber karbohidrat 100% tepung

sorgum. Kelompok S50 dan S100 merupakan kelompok mencit perlakuan dengan

induksi karsinogen yang sama.

Page 8: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon oleh

sorgum secara makroskopis menunjukkan bahwa pemberian tepung sorgum

mampu meningkatkan konsumsi ransum rata-rata pada kelompok S50 (3,19 ±

0,24b gram/ ekor/ hari) dan S100 (3,41

± 0,28

c gram/ ekor/ hari) dibandingkan

kelompok K+ (2,51 ±0,31a

gram/ ekor/ hari), serta tidak mempengaruhi

penampakan fisik dan tingkah laku mencit kelompok S50 dan S100. Hal ini

menunjukkan komponen tanin pada sorgum varietas Kawali (0,7%) masih dalam

batas yang tidak mengganggu selera makan mencit, sehingga mampu

memperbaiki kondisi distress akibat induksi karsinogen.

Secara histopatologis, pemberian sorgum juga mampu memperbaiki profil

hati dan ginjal mencit, mencegah terjadinya hiperplasia sel-sel kolon, serta

menunjukkan tingkat inflamasi kelompok S50 (1,50 ± 0,53b) dan S100 (1,13 ±

0,64b) yang lebih rendah dibandingkan kelompok K+ (3,67 ± 0,52

c). Aktivitas

spesifik (as) dan aktivitas total (at) enzim β-glucoronidase kelompok S50 (as :

11,32 ± 2,55b

nmol PP/ mg protein sekum/ menit, at : 343,29 ± 62,05b

nmol PP/

sekum/ menit) dan S100 (as : 10,79 ± 3,72b

nmol PP/ mg protein sekum/ menit, at

: 247,46 ± 76,49ab

nmol PP/ sekum/ menit) secara signifikan mengalami

penurunan dibandingkan kelompok K+ (as : 21,45 ± 6,36c

nmol PP/ mg protein

sekum/ menit, at : 504,48 ± 128,64c

nmol PP/ sekum/ menit). Selain itu,

pemberian sorgum juga mampu meningkatkan ekpresi enzim kaspase-3

(kelompok S50 : 2,80 ± 0,84

b; S100 : 2,80

± 1,10

b) dibandingkan kelompok K+

(1,20 ± 0,45

a).

Adapun penurunan pH feses, total asam lemak rantai pendek, dan total

butirat secara berturut-turut pada S100 (7,46 ± 0,35a ; 18,324 µmol/g; 2,754

µmol/g) lebih tinggi dibandingkan kelompok S50 (7,70 ± 0,34

ab ; 14,996 µmol/g;

2,608 µmol/g) dan K+ (7,97 ± 0,16b

; 7,423 µmol/g; 0,313 µmol/g). Hanya saja

pemberian sorgum tidak mampu meningkatkan ekspresi CD4 secara signifikan

pada kelompok S50 (2,33 ± 1,03

ab) dan S100 (2,67

± 0,82

b) dibandingkan

kelompok K+ (1,67 ± 1,63

ab). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pemberian

sorgum pada ransum kelompok S100 lebih baik dalam menghambat

perkembangan kanker kolon pada mencit Balb/c yang diinduksi AOM-DSS

dibandingkan pada kelompok S50. Hal ini menandakan bahwa konsumsi sorgum

dengan derajat sosoh 50% sebagai 100% sumber karbohidrat sangat baik untuk

dikonsumsi.

Potensi penghambatan karsinogenesis kolon diduga akibat adanya fungsi

protektif dari serat pangan dan komponen fenolik pada sorgum. Serat pangan yang

difermentasi oleh bakteri asam laktat di dalam kolon menghasilkan asam lemak

rantai pendek yang akan mengasamkan lingkungan kolon. Hal ini akan

mempengaruhi aktivitas enzim yang dihasilkan bakteri. Selain itu, asam butirat

sebagai hasil fermentasi diduga mampu memberikan efek antiinflamatori serta

efek antiproliferatif dan apoptosis pada sel-sel kanker. Adanya komponen bioaktif

pada sorgum dapat berperan sebagai antioksidan yang dapat mencegah terjadinya

Page 9: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

pengikatan metabolit reaktif dengan DNA. Komponen fenolik pada sorgum juga

diduga mampu mengindunksi terjadinya apoptosis sel-sel kanker melalui

gangguan pada sistem perbaikan rantai ganda DNA.

Kata kunci : sorgum, kanker kolon, AOM, DSS, mencit Balb/c.

Page 10: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon
Page 11: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau

seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

Page 12: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon
Page 13: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench) MENGHAMBAT

PERKEMBANGAN KANKER KOLON PADA MENCIT BALB/c

MELALUI PERBAIKAN LINGKUNGAN MIKRO KOLON

NUR FATHONAH SADEK

F251100141

Thesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 14: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

Penguji Luar Komisi

Dr. Ir. Nancy Dewi Yuliana, M.Sc.

Page 15: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

Judul : Pemberian Sorgum (Sorghum Bicolor L. Moench) Menghambat

Perkembangan Kanker Kolon pada Mencit Balb/c melalui Perba-

ikan Lingkungan Mikro Kolon

Nama : Nur Fathonah Sadek

NRP : F251100141

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si

Ketua

Prof. Dr. Fransiska R. Zakaria, M.Sc

Anggota

Prof. drh. Bambang P. Priosoeryanto, MS, PhD, APVet.

Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Ilmu Pangan

Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian : 27 Juli 2012 Tanggal Lulus:

Page 16: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon
Page 17: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

PRAKATA

Segala puji hanya kepada Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya yang

selalu dilimpahkan sehingga karya ilmiah yang berjudul “Pemberian Sorgum

(Sorghum Bicolor L. Moench) Menghambat Perkembangan Kanker Kolon pada

Mencit Balb/c melalui Perbaikan Lingkungan Mikro Kolon” berhasil diselesaikan.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih

kepada:

1. Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si sebagai ketua komisi pembimbing,

Prof. Dr. Fransiska R. Zakaria, M.Sc dan Prof. drh. Bambang P.

Priosoeryanto, MS, PhD, APVet. Sebagai anggota komisi pembimbing

yang selalu dengan sabar dan bijaksana memberikan bimbingan, motivasi,

dan bantuan bahan penelitian sehingga penulis memperoleh kemudahan

dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

2. Dr. Ir. Nancy Dewi Yuliana, M.Sc selaku penguji luar komisi atas

masukan yang membangun.

3. Departemen Pertanian melalui program KKP3T tahun 2009

4. Orang tua dan mertua tercinta, Ibunda Eko Pratiwiningsih, Ayahanda Sadi,

Umi Emim Umimah (Almh), dan Bapak Ebo Basari Soemantri atas segala

kasih sayang, dukungan, dan doa yang tulus.

5. Suami tercinta Mas Asep Safari dan adik bayi atas kasih sayang, doa,

pengertian, dan dukungan tanpa henti.

6. Adik tersayang Moch. Sulthon Fathoni Sadek, keluarga besar

Banyuwangi, Bogor, dan Kuningan atas doa dan dukungannya.

7. Bu Yuszda K. Salimi atas kerja sama dan suka duka selama melakukan

penelitian.

8. Staf laboratorium dan administrasi, Pak Adi, Bu Sri, Mbak Vera, Pak

Rojak, Pak Wahid, Pak Sobirin, Pak Taufik, Mbak Arie, Mbak Mar, Pak

Wahyudin, Pak Kasnadi, Mbak Kiki, dan Mbak Selin atas bantuan selama

menyelesaikan penelitian dan studi.

9. Teman-teman Ilmu Pangan angkatan 2010, Mbak Gadiz, Mbak Zahra,

Nita, Mbak Yati, Pak Salim, Rangga, Mbak Komang, Mbak Fitri, Mbak

Elok, Mbak Tanti, Pak Cecep, dan rekan-rekan lainnya yang tidak dapat

disebutkan satu per satu, atas dukungan, motivasi, serta tempat berbagi

suka dan duka selama menyelesaikan studi S2.

10. Mencit-mencitku atas pengorbanannya demi kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, Juli 2012

Nur Fathonah Sadek

F251100141

Page 18: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon
Page 19: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banyuwangi pada tanggal 23 Januari 1988 sebagai

anak sulung dari pasangan Sadi dan Eko Pratiwiningsih. Penulis menempuh

pendidikan sekolah dasar di Banyuwangi, sedangkan pendidikan sekolah

menengah pertama dan sekolah menengah atas diselesaikan di Jember. Pada tahun

2006, penulis mendapatkan Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan

menyelesaikan program sarjana di jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas

Teknologi Pertanian pada tahun 2010. Selanjutnya penulis berkesempatan untuk

melanjutkan program magister pada program studi Ilmu Pangan IPB pada tahun

yang sama. Selama mengikuti pendidikan program magister, penulis pernah

menjadi asisten praktikum Evaluasi Nilai Biologis Komponen Pangan untuk

program sarjana.

Page 20: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon
Page 21: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xxi

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xxii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xxiii

I. PENDAHULUAN ...................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1

1.2 Tujuan Penelitian ............................................................................. 4

1.3 Hipotesis........................................................................................... 4

1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 5

2.1 Sorgum ............................................................................................ 5

2.1.1 Tanaman Sorgum .................................................................... 5

2.1.2 Komposisi Kimia Sorgum ....................................................... 8

2.1.3 Serat Pangan pada Sorgum ...................................................... 10

2.1.4 Komponen fitokimia sorgum .................................................. 11

2.1.5 Pemanfaatan Sorgum .............................................................. 14

2.2 Kanker ............................................................................................ 15

2.3 Kanker Kolon................................................................................... 18

2.4 Peranan Serat Pangan terhadap Kesehatan Kolon ......................... 22

2.4.1 Pembentukan Asam Lemak Rantai Pendek ............................ 27

2.4.2 Aktivitas Enzim β-glucoronidase ............................................ 29

2.4.3 Aktivitas Enzim Caspase-3 ..................................................... 31

2.4.5 Keberadaan Penanda Permukaan CD4 (Sel T helper) ............ 32

2.4.6 Peranan Fitokimia Sorgum terhadap Pencegahan Kanker Ko-

lon .............................................................................................

34

III. METODOLOGI ................................................................................... 37

3.1 Waktu dan Tempat ......................................................................... 37

3.2 Bahan dan Alat ............................................................................... 37

3.3 Persiapan Ransum .......................................................................... 38

3.4 Penanganan Mencit Balb/c ............................................................ 39

3.5 Pengambilan Organ dan Persiapan Sampel ................................... 40

Page 22: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

3.6 Analisis Aktivitas Enzim β-glucoronidase....................................... 41

3.7 Pengukuran Asam Lemak Rantai Pendek Isi Sekum ...................... 41

3.8 Pengukuran pH Feses ...................................................................... 42

3.9 Pembuatan Preparat Histologi......................................................... 42

3.10 Pengamatan Histolopatologi Organ Hati, Ginjal, dan Kolon

melalui Pewarnaan Hemaksilin-Eosin (HE)................................

43

3.11 Analisis keberadaan penanda permukaan sel Th (CD4) dan

Kaspase-3 dengan pewarnaan Imunohistokimia (IHK) ..............

45

3.12 Analisis Data ................................................................................ 50

IV. PEMBAHASAN 51

4.1 Kondisi Mencit Percobaan ............................................................. 51

4.2 Evaluasi Histopatologi Organ Mencit dengan Pewarnaan Hema-

toksilin-Eosin (HE) ........................................................................

57

4.2.1 Histopatologi Jaringan Hati .................................................. 58

4.2.2 Histopatologi Jaringan Ginjal ............................................... 60

4.2.3 Histopatologi Jaringan Kolon ............................................... 62

4.3 Nilai pH Feses dan Profil Asam Lemak Rantai Pendek (ALRP)

Isi Sekum .......................................................................................

67

4.4 Aktivitas Enzim β-glucoronidase ................................................... 73

4.5 Evaluasi Keberadaan Penanda Permukaan Sel T Helper (CD4)

dan Enzim Kaspase-3 pada Kolon dengan Pewarnaan

Imunohistokimia (IHK) .................................................................

78

4.5.1 Evaluasi Keberadaan Penanda Permukaan Sel Th (CD4) .... 79

4.5.2 Evaluasi Keberadaan Penanda Enzim Kaspase-3 ................ 84

4.6 Dugaan Penghambatan Perkembangan Kanker Kolon oleh

Sorgum ..........................................................................................

89

V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 91

5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 91

5.2 Saran ............................................................................................... 91

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 93

Lampiran 107

Page 23: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Komposisi kimia sorgum varietas kawali ................................... 9

Tabel 2 Komposisi fitokimia sorgum ....................................................... 12

Tabel 3 Mekanisme serat pangan dalam mencegah kanker kolon ........... 23

Tabel 4 Efek imunomodulator dari berbagai jenis serat pangan .............. 24

Tabel 5 Pola pembentukan asam lemak rantai pendek dari fermentasi

beberapa jenis karbohidrat oleh bakteri fekal manusia secara in

vitro dan in vivo ...........................................................................

28

Tabel 6 Komposisi ransum standar AIN 1993 yang dimodifikasi ........... 38

Tabel 7 Komposisi ransum kelompok kontrol dan perlakuan ................. 39

Tabel 8 Pembagian kelompok mencit balb/c kontrol dan perlakuan ....... 40

Tabel 9 Konsumsi ransum rata-rata dan selisih berat badan pada setiap

kelompok mencit selama perlakuan ..........................................

54

Tabel 10 Berat relatif organ ....................................................................... 57

Tabel 11 Pengujian penanda kolitis pada kolon mencit dengan

pewarnaan HE .............................................................................

63

Tabel 12 Hasil pengukuran pH feses kelompok mencit ............................. 69

Tabel 13 Hasil pengukuran asam lemak rantai pendek (ALRP) isi sekum

kelompok mencit .........................................................................

70

Tabel 14 Aktivitas enzim β-glucoronidase pada kelompok mencit ........... 75

Tabel 15 Skor penanda CD4 pada kolon dengan pewarnaan IHK ............. 83

Tabel 16 Skor penanda kaspase-3 pada kolon dengan pewarnaan IHK .... 84

Page 24: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon
Page 25: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Tanaman dan biji sorgum ..................................................... 5

Gambar 2 Struktur biji sorgum ............................................................. 7

Gambar 3 Warna biji sorgum berdasarkan lama penyosohan .............. 9

Gambar 4 Struktur kimia β (1,3)(1,4) - D – glukan .............................. 10

Gambar 5 Skema tahapan karsinogenesis ............................................. 16

Gambar 6 Skema karsinogenesis kanker kolon .................................... 19

Gambar 7 Metabolisme azoksimetana (AOM) ..................................... 21

Gambar 8 Grafik konsumsi ransum pada setiap kelompok mencit ..... 52

Gambar 9 Grafik kenaikan berat badan pada setiap kelompok mencit 53

Gambar 10 Organ mencit pada setiap kelomopok mencit ...................... 56

Gambar 11 Fotomikrograf jaringan hati mencit ..................................... 60

Gambar 12 Fotomikrograf jaringan ginjal mencit .................................. 62

Gambar 13 Fotomikrograf jaringan kolon mencit .................................. 64

Gambar 14 Fotomikrograf jaringan kolon mencit kelompok B .............. 65

Gambar 15 Perkiraan model penghambatan kanker oleh komponen

bioaktif sorgum ................................................................... 66

Gambar 16 Fermentasi serat pangan pada kolon manusia ...................... 68

Gambar 17 Reaksi scavanger dan quencher dari komponen fenolik .... 80

Gambar 18 Pengujian penanda CD4 pada kolon mencit dengan

pewarnaan IHK menggunakan antibodi anti-CD4 ...............

82

Gambar 19 Fotomikrograf kolon mencit dengan histopatologi IHK

menggunakan antibodi anti-Kaspase-3 ................................

85

Page 26: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon
Page 27: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Komposisi mineral pada ransum mencit Balb/c ................ 109

Lampiran 2 Data proksimat kasein dan sorgum sosoh 50% 109

Lampiran 3 Hasil analisa varian (Anova) konsumsi ransum mencit ..... 110

Lampiran 4 Hasil analisa varian (Anova) kenaikan berat badan mencit 111

Lampiran 5 Hasil analisa (Anova) berat relatif organ mencit ............... 112

Lampiran 6 Hasil analisis varian (Anova) pengujian penanda kolitis

pada mencit dengan pewarnaan HE ...................................

114

Lampiran 7 Hasil analisa varian (Anova) pH feses ............................... 115

Lampiran 8 Hasil analisis varian (Anova) aktivitas enzim β-glucoroni

dase .....................................................................................

116

Lampiran 9 Hasil analisis varian (Anova) pengujian penanda CD4 pa

da mencit dengan pewarnaan IHK .....................................

118

Lampiran 10 Hasil analisis varian (Anova) pengujian penanda Kaspase

-3 pada mencit dengan pewarnaan IHK .............................

119

Page 28: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon
Page 29: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

ABSTRACT

NUR FATHONAH SADEK. Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) Administra-

tion Inhibit Colon Cancer Development in Balb/c Mice through Improvement of

Colon Microenvironment. Under direction of ENDANG PRANGDIMURTI,

FRANSISKA RUNGKAT ZAKARIA, and BAMBANG PONTJO PRIOSOER-

YANTO.

Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) contains dietary fibers and phenolic

compounds that have been shown to have inhibitory effect on colon cancer

development. The objectives of this research were to evaluate the effects of 50%

polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer

development of AOM-DSS induced Balb/c mice. Male BALB/c mice (n = 32) were

divided into 4 groups of 8. The carbohydrate source of group K- and K+ was

cornstarch, for S50 group was 50% sorghum and 50% cornstarch, and for S100

group was 100% sorghum. Single intraperitoneal injection of AOM (10 mg/kg

body weight) and administration of 1% DSS in drinking water for 7 days was

conducted for colon carcinogenesis of group K+, S50, and S100. The results

showed that administration of sorgum (S50 and S100) could inhibit colon

carcinogenesis. Group S50 and S100 had lower β-glucoronidase activity and

higher expression of caspase-3. These results were supported by histopathological

profile improvement of colon, liver, and kidney, and also the diet consumption of

S50 and S100 that was higher than those of K+. In addition, S100 group had a

higher amount of fecal pH reduction, total short chain fatty acid, and total

butyrate than S50 and K+. However, sorgum administration in S50 and S100

groups did not statistically affect CD4 expression. These indicate that

administration of 100% sorgum in group S100 is better to protect against colon

cancer development than group S50.

Keywords : sorgum, colon cancer, AOM, DSS, Balb/c mice

Page 30: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

RINGKASAN

NUR FATHONAH SADEK. Pemberian Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench)

Menghambat Perkembangan Kanker Kolon pada Mencit Balb/c melalui Perbaikan

Lingkungan Mikro Kolon. Dibimbing oleh ENDANG PRANGDIMURTI, FRAN-

SISKA RUNGKAT ZAKARIA, dan BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO.

Kanker merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya pertumbuhan

sel yang tidak normal, cepat, dan tidak terkendali yang diawali dengan terjadinya

mutasi genetik. Kanker kolon merupakan kanker yang terjadi di dalam atau

permukaan usus besar. Penyebab terjadinya kanker kolon lebih banyak terkait

dengan pola makan yang salah. Oleh karena itu, pola diet sehat yang

direkomendasikan mampu mencegah terjadinya kasus kanker kolon adalah diet

rendah lemak dan kolesterol, konsumsi buah, sayur, serta serealia dengan

kandungan serat yang tinggi. Sorgum merupakan salah satu jenis serealia yang

tidak hanya mengandung serat pangan, namun juga sejumlah senyawa fitokimia

yang mampu berperan sebagai antioksidan.

Pemanfaatan sorgum di Indonesia masih sangat kurang. Sorgum hanya

dimanfaatkan oleh sebagian kecil masyarakat di daerah Gunung Kidul ketika

masa paceklik. Terkait dengan potensi sorgum, penelitian ini bertujuan untuk

melihat pengaruh pemberian tepung sorgum dengan derajat sosoh 50% terhadap

kemampuannya dalam menghambat perkembangan kanker kolon pada mencit

Balb/c. Adapun parameter penghambatan kanker kolon tersebut dapat dilihat

profil histopatologi organ hati, ginjal, dan kolon; penurunan pH feses,

peningkatan jumlah dan perubahan profil asam lemak rantai pendek isi sekum,

aktivitas enzim β-glucoronidase, serta keberadaan CD4 sebagai penanda

permukaan sel Th dan enzim kaspase-3 pada kolon.

Tahapan awal penelitian adalah pemeliharaan mencit Balb/c sebanyak 32

ekor yang dibagi menjadi 4 kelompok. Pembagian kelompok dilakukan

berdasarkan adanya induksi Azoksimetana (AOM) dan dekstran sodium sulfat

(DSS), serta penambahan tepung sorgum pada komposisi ransum. Kelompok K-

merupakan kelompok mencit kontrol negatif dengan ransum standar (sumber

karbohidrat 100% maizena), tanpa induksi AOM-DSS. Kelompok K+ merupakan

kelompok kelompok mencit kontrol negatif dengan ransum standar (sumber

karbohidrat 100% maizena), dengan induksi AOM-DSS. Kelompok S50

menggunakan sumber karbohidrat 50% maizena dan 50% tepung sorgum,

sedangkan kelompok S100 menggunakan sumber karbohidrat 100% tepung

sorgum. Kelompok S50 dan S100 merupakan kelompok mencit perlakuan dengan

induksi karsinogen yang sama.

Page 31: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon oleh

sorgum secara makroskopis menunjukkan bahwa pemberian tepung sorgum

mampu meningkatkan konsumsi ransum rata-rata pada kelompok S50 (3,19 ±

0,24b gram/ ekor/ hari) dan S100 (3,41

± 0,28

c gram/ ekor/ hari) dibandingkan

kelompok K+ (2,51 ±0,31a

gram/ ekor/ hari), serta tidak mempengaruhi

penampakan fisik dan tingkah laku mencit kelompok S50 dan S100. Hal ini

menunjukkan komponen tanin pada sorgum varietas Kawali (0,7%) masih dalam

batas yang tidak mengganggu selera makan mencit, sehingga mampu

memperbaiki kondisi distress akibat induksi karsinogen.

Secara histopatologis, pemberian sorgum juga mampu memperbaiki profil

hati dan ginjal mencit, mencegah terjadinya hiperplasia sel-sel kolon, serta

menunjukkan tingkat inflamasi kelompok S50 (1,50 ± 0,53b) dan S100 (1,13 ±

0,64b) yang lebih rendah dibandingkan kelompok K+ (3,67 ± 0,52

c). Aktivitas

spesifik (as) dan aktivitas total (at) enzim β-glucoronidase kelompok S50 (as :

11,32 ± 2,55b

nmol PP/ mg protein sekum/ menit, at : 343,29 ± 62,05b

nmol PP/

sekum/ menit) dan S100 (as : 10,79 ± 3,72b

nmol PP/ mg protein sekum/ menit, at

: 247,46 ± 76,49ab

nmol PP/ sekum/ menit) secara signifikan mengalami

penurunan dibandingkan kelompok K+ (as : 21,45 ± 6,36c

nmol PP/ mg protein

sekum/ menit, at : 504,48 ± 128,64c

nmol PP/ sekum/ menit). Selain itu,

pemberian sorgum juga mampu meningkatkan ekpresi enzim kaspase-3

(kelompok S50 : 2,80 ± 0,84

b; S100 : 2,80

± 1,10

b) dibandingkan kelompok K+

(1,20 ± 0,45

a).

Adapun penurunan pH feses, total asam lemak rantai pendek, dan total

butirat secara berturut-turut pada S100 (7,46 ± 0,35a ; 18,324 µmol/g; 2,754

µmol/g) lebih tinggi dibandingkan kelompok S50 (7,70 ± 0,34

ab ; 14,996 µmol/g;

2,608 µmol/g) dan K+ (7,97 ± 0,16b

; 7,423 µmol/g; 0,313 µmol/g). Hanya saja

pemberian sorgum tidak mampu meningkatkan ekspresi CD4 secara signifikan

pada kelompok S50 (2,33 ± 1,03

ab) dan S100 (2,67

± 0,82

b) dibandingkan

kelompok K+ (1,67 ± 1,63

ab). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pemberian

sorgum pada ransum kelompok S100 lebih baik dalam menghambat

perkembangan kanker kolon pada mencit Balb/c yang diinduksi AOM-DSS

dibandingkan pada kelompok S50. Hal ini menandakan bahwa konsumsi sorgum

dengan derajat sosoh 50% sebagai 100% sumber karbohidrat sangat baik untuk

dikonsumsi.

Potensi penghambatan karsinogenesis kolon diduga akibat adanya fungsi

protektif dari serat pangan dan komponen fenolik pada sorgum. Serat pangan yang

difermentasi oleh bakteri asam laktat di dalam kolon menghasilkan asam lemak

rantai pendek yang akan mengasamkan lingkungan kolon. Hal ini akan

mempengaruhi aktivitas enzim yang dihasilkan bakteri. Selain itu, asam butirat

sebagai hasil fermentasi diduga mampu memberikan efek antiinflamatori serta

efek antiproliferatif dan apoptosis pada sel-sel kanker. Adanya komponen bioaktif

pada sorgum dapat berperan sebagai antioksidan yang dapat mencegah terjadinya

Page 32: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

pengikatan metabolit reaktif dengan DNA. Komponen fenolik pada sorgum juga

diduga mampu mengindunksi terjadinya apoptosis sel-sel kanker melalui

gangguan pada sistem perbaikan rantai ganda DNA.

Kata kunci : sorgum, kanker kolon, AOM, DSS, mencit Balb/c.

Page 33: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

1

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kanker kolon merupakan kanker yang terjadi di dalam atau permukaan

usus besar. Dari semua kasus kanker, penyakit ini menempati urutan ketiga yang

sering didiagnosa pada pria dan urutan kedua pada wanita. Pada tahun 2008

terdapat lebih dari 1 juta insiden kanker kolon dengan tingkat mortalitas lebih dari

50% (Jemal et al. 2011). Di Indonesia, data dari Rumah Sakit Darmais Jakarta

menunjukkan terdapat sekitar 600 kejadian kanker kolon pada kurun waktu 1994-

2006 (Kastomo 2007). Prevalensi kejadian ini diperkirakan meningkat seiring

perubahan pola makan tradisional menjadi pola makan modern yang siap saji.

Faktor diet telah lama diketahui memegang peran penting dalam

pencegahan kanker kolon (Willet 2000). WCRF/AICR (1997) merekomendasikan

pola diet sehat yang mampu mencegah terjadinya kasus kanker kolon adalah diet

rendah lemak dan kolesterol, konsumsi buah, sayur, serta serealia dengan

kandungan serat yang tinggi. Beberapa penelitian menunjukkan pengaruh serat

pangan (Kim 2000) dan pati resisten (Leu et al. 2007) terhadap pencegahan

kanker kolon. Konsumsi serat ternyata berkorelasi negatif terhadap peluang

terjadinya kanker kolon dan rektum (Cassidy et al. 1994).

Serat pangan, terutama serat pangan yang larut, dan pati resisten memiliki

mekanisme yang serupa dalam pencegahan kanker kolon (Perrin et al. 2001).

Keduanya mampu meningkatkan volume feses, menurunkan waktu transit feses,

menurunkan pH pada lumen kolon, meningkatkan jumlah bakteri baik dalam

kolon, dan mengurangi metabolisme asam empedu primer menjadi asam empedu

sekunder yang merupakan salah satu promotor terjadinya kanker kolon. Serat

pangan difermentasi oleh mikroflora kolon dan menghasilkan asam-asam lemak

rantai pendek (asam butirat, asam propionat, dan asam asetat) serta gas-gas (CO2,

CH4, dan H2) (Leu et al. 2007 ). Asam butirat, diketahui memiliki efek fisiologis

terhadap integritas dan fungsi epitelial kolon, serta berpotensi kemoprotektiv

melalui berbagai mekanisme, misalnya menghambat proliferasi dan meningkatkan

apoptosis sel-sel kanker (Zobel 2005).

Page 34: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

2

Asam lemak rantai pendek yang dihasilkan dari fermentasi serat pangan

akan mengasamkan lingkungan usus, sehingga akan mempengaruhi aktivitas

enzim-enzim yang dihasilkan bakteri. β-glucoronidase merupakan salah satu

enzim yang diproduksi oleh bakteria kolon, terutama oleh Eschericia coli dan

Clostridium perfringens. Jenab dan Lilian (1996) menyatakan bahwa aktivitas β-

glucoronidase memiliki peranan penting dalam perkembangan kanker kolon.

Aktivitas enzim ini diketahui lebih tinggi pada penderita kanker dibandingkan

individu sehat (Fujisawa dan Mori 1997). β-glucoronidase menghidrolisis

konjugat metilazoksimetanol-glukoronida, yang merupakan produk konjugasi

hasil detoksifikasi oleh hati dan bersifat non karsinogen, dan melepaskan

karsinogen bebas berupa metilazoksimetanol bebas (Takada et al. 1982).

Metilazoksimetanol bebas tersebut akan terkonsentrasi pada mukosa kolon yang

selanjutnya dapat memicu perkembangan kanker. Adapun kadar enzim ini

dilaporkan meningkat seiring meningkatnya konsumsi protein dan lemak hewani,

serta menurun seiring meningkatnya konsumsi serat pangan (Shiau dan Chang

1983).

Watzl et al. (2005) juga menyatakan bahwa serat pangan mampu

meningkatkan sistem imun, yang mekanismenya lebih disebabkan oleh adanya

produksi asam butirat. Asam butirat diketahui mempunyai efek anti-inflamatori

(Cheung et al. 2002), apoptosis, dan aktivitas anti-proliferatif pada sel-sel kanker

(Andoh dan Fujiyama 2004; Lupton 2004). Asam butirat dapat meningkatkan

aktivitas enzim kaspase-3, yang merupakan salah satu jenis kaspase efektor yang

berperan dalam aktivasi proteolitik selama apoptosis (Foitzik et al. 2009) dan

menginduksi terjadinya perubahan karakteristik morfologis sel yang mengalami

apoptosis (Shi 2002).

Selain itu, Lim et al. (1997) juga menyatakan bahwa asam butirat hasil

fermentasi serat pangan juga mampu meningkatkan jumlah sel limfosit T pada

saluran pencernaan. Sebagian kecil dari sel kanker akan mengekspresikan antigen

kanker bersama MHC (Major Histocompatibility Complex) kelas II, sehingga

dapat dikenali dan membentuk kompleks dengan limfosit T-helper (CD4). Hal ini

menyebabkan sel Th teraktivasi, terutama subset Th-1, untuk mensekresi limfokin

IFN-γ dan TNF-α yang mana keduanya akan merangsang antigen kanker untuk

Page 35: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

3

lebih banyak lagi mengekspresikan molekul MHC kelas I, sehingga akan lebih

mengoptimalkan sitotoksisitas dari sel T-sitotoksik (CD8) (Delves dan Roitt

2000a). Adapun pemberian 5% pektin pada tikus percobaan mampu

meningkatkan proporsi sel Th pada mesenteric lymph nodes (Lim et al. 1997).

Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) termasuk golongan serealia yang

berpotensi sebagai sumber serat pangan. Biji sorgum dilaporkan mengandung

serat total sekitar 7,6 – 9,2% (Laroche dan Michaud 2006). Sebagian serat pangan

pada sorgum berupa serat pangan tidak larut, terutama selulosa, yakni sebesar 6,5

- 7,9%. Selain itu, sorgum juga mengandung serat pangan larut berupa β-glukan

sebesar 1,1 - 2,3% (Smith dan Richard 2000). Adapun β-glukan diketahui mampu

mencegah terjadinya penyakit degeneratif, termasuk kanker kolon (Laroche dan

Michaud 2006). Selain memiliki kandungan β-glukan, sorgum juga mengandung

berbagai komponen bioaktif, seperti senyawa fenolik, sterol, dan polistanol yang

dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan, termasuk kemampuan antikanker

kolon (Dykes dan Rooney 2007). Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Awika et

al. (2009) yang menunjukkan adanya korelasi aktivitas antioksidan dan

antiproliferasi sel kanker kolon HT-29 oleh ekstrak sorgum yang mengandung

tanin.

Salah satu jenis sorgum lokal yang telah banyak diteliti adalah sorgum

varietas Kawali. Pemberian sorgum Kawali yang disosoh 20 detik pada tikus

percobaan terlihat mampu meningkatkan aktivitas enzim antioksidan, terutama

superoksida dismutase (SOD) sebesar 98% pada tikus yang diberi 50% tepung

sorgum dan peningkatan sebesar 91% pada tikus yang diberikan 100% tepung

sorgum, serta mampu meningkatkan proliferasi limfosit (Puspawati 2009).

Ekstrak sorgum Kawali juga telah dikaji kemampuannya dalam menghambat

proliferasi sel kanker Hela, A549, HCT 116, dan Raji secara in vitro, serta

menurunkan ekspresi enzim COX-2 secara in vivo (Salimi 2012). Dalam

penelitian ini akan dipelajari kemampuan tepung sorgum dalam menahan

perkembangan kanker kolon melalui pengujian terhadap aktivitas enzim β-

glucoronidase, profil asam lemak rantai pendek isi sekum, profil histopatologi

organ kolon, hati, dan ginjal, serta adanya penanda permukaan sel Th (CD4) dan

Page 36: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

4

enzim kaspase-3 pada mencit Balb/c yang diinduksi AOM (azoxymethane) dan

DSS (dextran sodium sulphate).

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

a. Mempelajari pengaruh pemberian sorgum terhadap aktivitas enzim β-

glucoronidase pada mencit Balb/c.

b. Mempelajari pengaruh pemberian sorgum terhadap profil asam lemak rantai

pendek pada isi sekum mencit Balb/c.

c. Mempelajari pengaruh pemberian sorgum terhadap profil histopatologi organ

kolon, hati, dan ginjal mencit Balb/c.

d. Mempelajari pengaruh pemberian sorgum terhadap adanya penanda permukaan

CD4 dan enzim kaspase-3 pada dinding kolon mencit Balb/c.

1.3 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

a. Tepung sorgum mampu menurunkan pH kolon melalui produksi asam-asam

lemak rantai pendek yang akan menurunkan aktivitas enzim β-glucoronidase.

b. Tepung sorgum mampu memperbaiki profil histopatologi organ kolon, hati,

dan ginjal mencit Balb/c yang diinduksi kanker kolon

c. Tepung sorgum mampu memberikan efek anti-inflamatori serta efek

antiproliferatif dan apoptosis terhadap sel-sel kanker.

d. Tepung sorgum mampu meningkatkan sistem imun pada saluran pencernaan,

melalui peningkatan jumlah sel limfosit T helper dan enzim kaspase-3.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai:

a. Kemampuan sorgum dalam mencegah perkembangan kanker kolon secara in

vivo menggunakan mencit Balb/c.

b. Potensi sorgum untuk dikembangkan sebagai pangan fungsional pencegah

kanker kolon.

Page 37: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench)

2.1.1 Tanaman Sorgum

Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan salah satu jenis

serealia lokal yang berasal dari Afrika (Dicko et al. 2006). Biji sorgum

berbentuk bulat pipih dengan ribuan biji yang memiliki berat 25-55 gram.

Tanaman ini memiliki panjang daun 0,3-1,6 meter, lebar daun 1-13 meter,

tinggi 0-6 meter, dan umur tanam 4-5 bulan (Dicko et al. 2006). Biji sorgum

berbentuk butiran dengan ukuran 4,0 x 2,5 x 3,5 mm3. Berdasarkan bentuk

dan ukuran bijinya, sorgum dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu biji

berukuran besar (24-35 mg), sedang (12-24 mg), dan kecil (8-10 mg).

Tanaman dan biji sorgum dapat dilihat pada Gambar 1. Mudjisihono dan

Suprapto (1987) mengklasifikasikan taksonomi sorgum sebagai berikut:

kingdom : plantae

kelas : monocotyledon

famili : gramineae

genus : sorghum

spesies : Sorghum bicolor L. Moench

Gambar 1 Tanaman sorgum (Ditjentanpan 2006) dan biji sorgum (FAO 2011)

Di Indonesia, sorgum dikenal sekitar tahun 1925 di beberapa daerah

seperti Jawa, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Di daearah

Jawa, tanaman ini dikenal dengan nama cantel atau orean yang umumnya

digunakan sebagai tanaman tumpang sari (Mudjisihono dan Suprapto 1987).

Page 38: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

6

Sorgum di dunia dikenal dengan nama great millet atau guinea corn (Afrika

Barat), dura (Sudan), kaoliang (Cina), morokhosi (Jepang), milo atau milo-

maizena (Amerika Serikat), jowar (India), serta kafferkoren, soedrangas,

suikergierst, atau suiker-sorghum di Belanda (Dicko et al. 2006).

Areal penanaman sorgum di dunia berdasarkan data statistik FAO

(2005) sebesar 80% berada di daerah Afrika, Asia, dan Amerika, seperti

Nigeria, Sudan, Amerika, Argentina, Meksiko, India, Cina, Thailand, dan

Indonesia. Di Indonesia, daerah penghasil sorgum berdasarkan data dari

Direktorat Jendral Tanaman Pangan (2006) adalah Jawa Barat, Jawa Timur,

Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur (NTT). Di Jawa Barat

sorgum banyak dibudidayakan di daerah Sukabumi, Indramayu, Garut,

Cirebon, dan Ciamis. Di Jawa Tengah budidaya sorgum dilakukan di Brebes,

Demak, dan Wonogiri, sedangkan di DI Yogyakarta banyak terdapat di

Bantul, Kulon Progo, dan Gunung Kidul. Daerah pembudidayaan sorgum di

Jawa Timur berada di Pacitan, Lamongan, dan Sampang, sedangkan di NTT

berada di Kupang, Ende, Manggarai, Flores Timur, Sumba, dan Alor.

Biji sorgum memiliki tiga bagian utama, yaitu lapisan luar (outer layer)

yang terdiri atas perikarp dan testa, endosperma (storage tissue), dan germ

(embryo). Bagian lapisan luar merupakan 7,3 - 9,3% dari berat biji. Perikarp

terdiri atas tiga lapisan, yaitu epikarp, mesokarp, dan endokarp. Epikarp

adalah bagian terluar yang tersusun atas dua atau tiga lapisan memanjang, ada

yang mengandung pigmen. Mesokarp merupakan lapisan tengah dan cukup

tebal, berbentuk poligonal, serta mengandung sedikit granula pati. Endokarp

tersusun atas sel yang menyilang yang dan berbentuk tabung. Di bawah

lapisan perikarp terdapat kulit biji atau testa. Testa adalah jaringan tipis antara

perikarp dan endosperma (Lorenz dan Karel 1991).

Pada lapisan perikarp terdapat komponen fenolik dan granula pati,

sedangkan pada bagian testa hanya mengandung komponen fenolik (misalnya

tanin). Di bawah lapisan testa merupakan endosprema yang beratnya sekitar

84% dari berat biji. Bagian ini terdiri atas aleuron, endosperma luar (periferal

endosperm), endosperma tengah (corneus endosperm), dan lapisan

endosperma dalam (floury endosperm). Aleuron yang melapisi bagian terluar

Page 39: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

7

endosperma mengandung banyak mineral, vitamin arut air, enzim autolitik,

minyak, protein, serta asam fitat. Sebaliknya pada bagian endosperma luar,

tengah, dan dalam banyak terdapat pati dan protein. Komponen utama pada

biji sorgum adalah pati yang tersimpan dalam bentuk granula yang terdapat

pada bagian endosperma. Pada bagian endosperma dan perikarp terdapat

terdapat pula arabinosilan, β-glukan, vitamin, dan mineral (Waniska 2000 dan

Shiringani 2005).

Bagian germ merupakan 1,8 - 12,1% dari berat biji yang terdiri atas

bagian embryonic axis dan scutellum. Menurut Shiringani (2005) sebagian

besar bagian ini merupakan minyak, protein, enzim, dan mineral. Bagian

lembaga juga mengandung asam lemak tidak jenuh, seperti asam linoleat, dan

non starch polysacharida (Dicko et al. 2006). Adapun struktur biji sorgum

dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Struktur biji tanaman sorgum (Dicko et al. 2005)

Biji sorgum tertutup sekam dengan warna coklat muda, krem, dan putih

tergantung varietasnya (Mudjisihono dan Suprapto 1987). Varietas sorgum di

Indonesia cukup banyak, seperti cempaka, birdfroof, katengu, No.46, No.6C,

UPCA-S2, UPCA-S1, KD4, keris, badik, hegari, genjah, mandau, sangkur,

numbu, dan kawali (Direktorat Serealia 2006). Perbedaan varietas ini akan

Page 40: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

8

menunjukkan sifat fisik dan karakteristik kimia yang berbeda pada bijinya,

yang mana sifat fisik dari biji sorgum akan ditentukan dari warna kulit

luarnya (Nyachoti et al. 1997).

Warna perikarp sering dikaitkan dengan kandungan tanin. Osuntogun

(1989) mengelompokkan sorgum ke dalam empat golongan berdasarkan

kandungan taninnya. Golongan pertama adalah sorgum putih dengan

kandungan tanin 0,25 - 0,46%, sorgum kuning dengan kandungan tanin 0,25 -

0,30%, sorgum krem dengan kandungan tanin 0,26 - 0,67%, dan sorgum

merah dengan kandungan tanin 0,45 - 2,92%.

Nyachoti et al. (1997) juga mengelompokkan sorgum berdasarkan tipe

genetik yang berkaitan dengan warna sorgum. Sorgum tipe I merupakan

sorgum yang tidak memiliki warna atau tanin pada bagian testa, yang mana

kandungan taninnya kurang dari 0,25%. Sorgum tipe II merupakan sorgum

yang memiliki warna pada testa dengan gen resesif (ss-) dangen B1-B2, serta

memiliki kandungan tanin sebesar 0,5 - 1,5%. Sorgum tipe III merupakan

sorgum yang memiliki warna pada perikarp dengan gen yang dominan (S_)

dan gen B1-B2, serta memiliki kandungan tanin sebesar 0,5 – 6%. Sorgum

tipe III yang memiliki kandungan tanin yang tinggi akan berwarna lebih gelap

dibandingkan sorgum tipe I dan II.

Sorgum tinggi tanin adalah sorgum yang memiliki kandungan tanin

sebesar 10,0 - 68,0 mg/g berat bahan, sedangkan sorgum rendah tanin hanya

memiliki kandungan tanin sebesar 0,5 - 3,8 mg/g berat bahan (Awika dan

Rooney 2004). Rooney (2005) menyatakan bahwa sorgum dengan kandungan

tanin di bawah 0,6% baik untuk digunakan sebagai produk pangan.

Kandungan tanin hingga 10% pada bahan pangan belum menimbulkan

adanya masalah kesehatan, walaupun sudah mengurangi penyerapan nutrisi.

Adanya tanin dalam bahan pangan sebesar 5 – 30 % diketahui akan

menimbulkan masalah dalam efisiensi penyerapan nutrisi (Osuntogun 1989).

2.1.2 Komposisi Kimia Sorgum

Kandungan pati biji sorgum pada bagian endosperma adalah sebesar

83%, pada bagian lembaga sebesar 13,4% dan 8,3% pada bagian kulit biji.

Page 41: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

9

Kandungan pati tersebut bervariasi antara 68 – 73%. Pati biji sorgum beras

(non-waxy sorghum) mengandung 25% amilosa dan 75% amilopektin,

sedangkan pada biji sorgum ketan (waxy sorghum) kandungan patinya

sebagian besar merupakan amilopektin dan 1-2% sisanya adalah amilosa

(Suprapto dan Mudjisihono 1987).

Kandungan lemak pada biji sorgum berkisar antara 2,1 - 4,3%, namun

rata-rata 3,6%. Distribusi lemak meliputi asam linoleat 49%, asam oleat 31%,

asam palmitat 14%, asam linolenat 2,7%, dan asam stearat 2,1%. Lemak

terdapat pada bagian lembaga, perikarp, dan aleuron yang jumlahnya sebesar

3 - 5%. Bagian lembaga mengandung lebih dari 79% lemak dari biji sorgum

(Rooney et al. 1992).

Tabel 1 Variasi komposisi kimia sorgum varietas kawali pada lama sosoh

yang berbeda

Komposisi kimia (% bk) Lama sosoh

0 detik 20 detik 60 detik

Air 12.53 12.42 12.03

Protein 8.91 8.59 7.49

Lemak 4.14 1.98 1.61

Abu 1.36 0.83 0.28

Karbohidrat(by difference) 73.06 76.18 78.58

Serat pangan:

a. Serat pangan larut 2.39 2.52 2.59

b.Serat pangan tidak larut 6.44 4.23 3.53

c. Serat pangan total 8.83 6.75 6.12

Pati dan gula (available carbohydrate) 64.23 69.43 72.47

Sumber : Salimi (2012)

Gambar 3 Warna biji sorgum berdasarkan lama penyosohan

0 detik 20 detik 60 detik

Page 42: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

10

Protein dalam biji sorgum sama seperti protein serealia lainnya, yang

terdiri atas albumin, globulin, prolamin, dan glutein. Protein biji sorgum

dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu protein dalam lembaga

dan protein dalam endosperma. Kandungan protein lembaga (18,9% bk) lebih

tinggi dibandingkan kandungan protein dalam endosperma (12,3% bk).

Kandungan protein sorgum pada berbagai varietas di Indonesia berkisar 6 –

10%. Asam amino yang terkandung dalam sorgum antara lain alanin, asam

aspartat, glutamat, leusin, isoleusin, fenilalanin, tirosin, dan valin (Suprapto

dan Mudjisihono 1987).

Penelitian ini menggunakan sorgum varietas Kawali. Varietas ini

banyak dibudidayakan di daerah sentral sorgum, seperti Jawa dan Lombok.

Adapun komposisi kimia sorgum varietas kawali dapat dilihat pada Tabel 1.

Berdasarkan data dari tabel terlihat bahwa semakin lama waktu penyosohan

akan semakin menurunkan kandungan nutrisi yang terdapat dalam sorgum

(Salimi 2012).

2.1.3 Serat Pangan pada Sorgum

Biji sorgum memiliki kandungan serat total sekitar 7,6-9,2%. Campuran

polisakarida seperti pentosan sebesar 2,6-5,2% dari bobot biji kering terdapat

dalam perikarp dan lembaga. Lapisan luar sorgum juga kaya akan selulosa,

hemiselulosa, dan β-glukan (Waniska 2000).

Gambar 4 Struktur kimia β (1,3)(1,4)-D-glukan (Laroche & Michaud 2006)

β-glukan merupakan rantai panjang molekul polisakarida yang tersusun

dari monomer glukosa dengan ikatan β-glikosida. β-glukan yang diektraksi

dari serealia tersusun atas ikatan 1,3 dan 1,4 glikosidik. Perbedaan β-glukan

Page 43: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

11

dengan komponen dinding sel, seperti selulosa dan lignin, menyebabkan β-

(1,3)(1,4) glukan sangat larut air, sehingga dikelompokkan sebagai serat

pangan larut air (soluble dietary fibre) (Laroche dan Michaud 2006). Adapun

Gambar struktur kimia β-glukan dapat dilihat pada Gambar 4. Keberadaan β-

glukan pada sorgum sebagian besar berada di bagian dinding sel endosperma

dan sub aleuron (Laroche dan Michaud 2006). Menurut Tosh et al. (2004), β-

glukan yang diisolasi dari sorgum memiliki berat molekul 3,6 x 104 g/mol.

β-glukan merupakan komponen karbohidrat polisakarida non pati (non

starch polisaccaride, NSP), yang memiliki peranan dalam pencegahan

penyakit degeneratif, seperti diabetes dan kanker. β-glukan dapat berperan

sebagai prebiotik yang mampu melindungi tubuh dari resiko kanker kolon. β-

glukan difermentasi menghasilkan metabolit yang bersifat protektif. Asam

lemak rantai pendek, terutama asam butirat, sebagai hasil fermentasi dapat

menstimulasi apoptosis pada alur sel kanker kolon (Gibson dan Roberfroid

1995).

2.1.4 Komponen Fitokimia Sorgum

Sorgum mengandung komponen fitokimia yang menguntungkan bagi

kesehatan, seperti tanin, komponen fenolik, antosianin, fitosterol, dan

polikosanol (Awika dan Rooney 2004). Komposisi fitokimia sorgum terbagi

atas dua golongan yaitu asam fenolik dan flavanoid yang dapat dilihat pada

Tabel 2.

Asam fenolik terdapat dalam bentuk bebas dan terikat pada lapisan luar

biji perikarp, testa, dan aleuron. Asam fenolik terdiri atas dua golongan, yaitu

hidroksibenzoat atau turunan sam benzoat dan hidroksinamat atau turunan

asam sinamat. Asam fenolik yang paling banyak terdapat pada sorgum adalah

jenis hidroksinamat seperi asam ferulat dan asam p-kaumarat (Dykes et al.

2005).

Senyawa fenolik memiliki aktivitas biologis, seperti antialergi,

antiinflamasi, antimikroba, antioksidan, antitrombotik, dan kardioprotektif

(Aberoumand dan Deokule 2008). Aktivitas antioksidan senyawa antioksidan

di dalam tubuh ditentukan oleh struktur molekul, jumlah, dan posisi gugus

Page 44: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

12

hidroksil pada cincin aromatis, serta keberadaan elektron tidak berpasangan

pada senyawa intermediet fenolik yang yang terlibat delokalisasi elektron

(Lugasi et al. 2003). Asam fenolik yang terikat umumnya membentuk sulfat

konjugat atau berikatan membentuk ikatan disulfida dengan sulfat dan

glukoronat seperti asam ferulat berikatan dengan arabinosilan. Asam ferulat

tersebut dapat dihidrolisis menjadi asam ferulat bebas di dalam tubuh

sehingga memiliki kapasitas antioksidan. Proses hidrolisis atau perubahan

sulfat konjugat tersebut dikatalisis oleh aktivitas enzim fenolsulfotransferase

(Manach et al. 2005).

Tabel 2 Komposisi fitokimia sorgum

Komponen Fitokimia Jumlah (µg/g bk)

Asam hidroksi benzoat :

ρ-hidroksibenzoat 15-36

Gallat 24-46

Protokatekin 24-141

Vanilin 8-50

Asam hidroksinamat :

ρ-kaumarat 100-200

Kafeat 25-52

Ferulat 300-500

Sinapat 50-140

Flavonoid :

Antosianin 0-2800

3-deoksiantosianidin 0-4000

Flavan-4-ol 0-1300

Proantosianidin 0-68000

Sumber : Awika dan Rooney (2004) dan Dicko et al. (2006)

Flavonoid adalah kelompok terbesar dari fenolik dengan kapasitas

antioksidan yang kuat (Aberoumand dan Deokule 2008). Flavonoid terdiri

atas antosianin, flavanol, flavon, flavanon, dan flavanol. Flavonoid termasuk

kelompok benzo-γ-piron dengan struktur umum difenilpropan yang terdiri

atas dua cincin aromatis yang dihubungkan oleh tiga atom karbon membentuk

heterosiklik teroksigenasi (Filipiak 2001).

Page 45: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

13

Sorgum mengandung tanin kondensat polimer flavan-3-ol dengan berat

molekul 500 dalton atau lebih. Keberadaan tanin dilaporkan dapat

menghambat kandungan nutrisi. Tanin merupakan senyawa senyawa fenolik

yang larut dalam air. Menurut Von Elbe dan Schwartz (1996), tanin memiliki

kemampuan berikatan dengan protein, serta polimer lainnya seperti

polisakarida. Tanin merupakan polimer dari flavonoid. Sebagian besar

serealia mengandung tanin yang terkondensasi yang bentuk dasarnya berada

dalam bentuk katekin (condensed tanin).

Keberadaan tanin dalam biji sorgum telah lama diketahui dapat

mengganggu fungsi asam-asam amino dan protein. Senyawa polifenol dan

dan hasil oksidasinya diketahui dapat bereaksi dengan protein. Hasil reaksi

ini akan menghasilkan (1) ikatan hidrogen antara gugus OH pada tanin

dengan gugus reseptornya, misalnya NH, SH, dan OH pada protein; (2) ikatan

ion antara gugus anion pada tanin dengan gugus kation pada protein; (3)

ikatan cabang kovalen antara kuinon dan bermacam-macam gugus reaktif

pada protein (Suprapto dan Mudjisihono 1987).

Di sisi lain, tanin merupakan salah satu fitokimia pada sorgum yang

dapat memberikan manfaat kesehatan bagi manusia. Tanin sorgum dapat

berperan sebagai antioksidan, bahkan beberapa dedak sorgum memiliki

aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan aktivitas antioksidan

pada buah blueberry, plum, dan strawberry (Awika et al. 2004). Berdasarkan

penelitian Awika et al. (2004) diketahui bahwa sorgum coklat paling

berpotensi sebagai sumber antioksidan dibandingkan sorgum hitam, sorgum

sumac, dan sorgum putih.

Komponen fenolik pada serealia dianggap sebagai komponen yang

paling berkontribusi terhadap kemampuan antioksidannya. Sorgum dan

barley merupakan dua serealia yang diketahui mengandung komponen

fenolik dalam jumlah yang signifikan (Dicko et al. 2002). Penelitian yang

dilakukan oleh Kamath et al. (2004) menunjukkan bahwa ekstrak tepung

sorgum memiliki kemampuan menangkal radikal DPPH secara signifikan.

Page 46: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

14

2.1.5 Pemanfaatan Sorgum

Sorgum merupakan serealia yang dapat tumbuh di berbagai keadaan

lingkungan. Sorgum memiliki daya adaptasi yang luas, tahan terhadap

kekeringan, memiliki produktivitas yang tinggi, serta lebih tahan hama dan

penyakit bila dibandingkan dengan tanaman lain. Hal ini tentu saja menjadi

keunggulan sorgum, yang menjadikannya sangat potensial untuk

dikembangkan dan dibudidayakan, terutama di daerah-daerah kering di

Indonesia. Selain mudah dibudidayakan, sorgum juga mempunyai banyak

manfaat, seperti digunakan sebagai pakan ternak, bahan baku industri

makanan dan minuman, bahan baku untuk media jamur merang, industri

alkohol, bahan baku etanol, dan sebagainya (Ditjentanpan 2006).

Tidak seperti di Afrika, India, China, dan Amerika, pemanfaatan biji

sorgum di Indonesia sebagai bahan pangan masih sangatlah terbatas. Di luar

negeri, sorgum umumnya telah dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan

bubur, yang merupakan campuran sorgum, pear millet, maizena, dan serealia

lainnya. Bubur tersebut dikenal dengan nama ugali di Kenya, Uganda, dan

Tansania. Di Nigeria dan Ghana, bubur tersebut difermentasi menjadi produk

yang disebut dengan ogi. Afrika Utara juga mengenal couscous yang

merupakan bentuk granula hasil olahan pemansan pati sorgum. Selain itu,

sorgum telah dimanfaatkan sebagai bahan untuk pembuatan mie di China,

serta tortilla di Amerika (Leder 2004).

Di Indonesia, telah dilakukan beberapa penelitian mengenai

pemanfaatan sorgum sebagai bahan pangan. Napitupulu (2006) mencoba

memanfaatkan tepung sorgum sebagai bahan baku pembuatan biskuit marie

yang dapat dikatakan sebagai sumber antioksidan. Untuk mengatasi

ketergantungan akan beras yang tinggi, Adistya (2006) melakukan penelitian

untuk membuat nasi sorgum yang memiliki IG (Indeks Glikemik) rendah

yang cocok dikonsumsi untuk penderita diabetes. Selain itu, Sugianto (2011)

melakukan pengembangan sereal sarapan siap santap berbasis sorgum yang

menunjukkan respon penerimaan produk yang baik oleh konsumen. Produk

snack bar berbasis sorgum juga berhasil dikembangkan oleh Rufaizah (2011)

Page 47: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

15

dengan mutu organoleptik yang disukai, memiliki serat pangan tinggi, serta

sebagai sumber Fe yang tepat untuk dikonsumsi remaja putri.

2.2 Kanker

Kanker merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena pertumbuhan sel

yang tidak normal dan berlangsung secara cepat. Jaringan kanker atau neoplasma

merupakan massa jaringan abnormal akibat pertumbuhan sel secara otonom, tidak

terkendali, tidak terkoordinasi, tidak mengikuti pola pertumbuhan normal, dan

berproliferasi (Priosoeryanto 1994). Proliferasi sel yang sangat cepat akan

menimbulkan terbentuknya benjolan pada organ yang disebut sebagai tumor.

Tumor yang terbentuk akan menyebabkan gangguan dan bersifat patologis.

Berdasarkan sifatnya, tumor dikelompokkan menjadi tumor benigna dan tumor

malignan. Tumor benigna adalah tumor yang tidak dapat berkembang menjadi

kanker, sedangkan tumor malignan adalah tumor yang dapat berkembang menjadi

kanker dan dapat menyebar ke organ di sekitarnya (Cotran et al. 1994).

Pertumbuhan sel yang tidak normal tersebut sangat dipengaruhi oleh

komponen genetik. Satu sel yang termutasi akan menghasilkan displasia, dimana

jaringan (organ) akan tampak berbeda dengan keadaan awalnya. Mutasi genetik

penyebab kanker dapat muncul karena faktor eksternal dan internal. Sekitar 85%

kejadian kanker disebabkan karena faktor eksternal melalui pola makan yang

salah, polusi udara, radiasi, serta bahan-bahan kimia asing yang masuk ke dalam

tubuh. Sisanya, kejadian kanker akibat faktor internal, yang diperkirakan

sebanyak 15%, terjadi akibat kesalahan replikasi pada saat sel-sel rusak

digantikan oleh sel-sel baru, atau kesalahan genetika yang diturunkan oleh orang

tua kepada anaknya (Zakaria 2001).

Faktor-faktor pemicu terjadinya penyakit kanker antara lain disebabkan

karena kebiasaan makan yang tidak seimbang, merokok, stress, serta paparan

sinar matahari yang berlebihan. Di dalam bahan pangan dapat terkandung

senyawa pemicu kanker . Senyawa pemicu kanker tersebut (karsinogen) yang

dapat muncul akibat adanya zat racun dalam bahan pangan itu sendiri, maupun

hasil kontaminasi mikroorganisme, hasil proses pengolahan pangan, bahan

tambahan pangan yang berbahaya, serta kontaminasi residu pestisida. Beberapa

Page 48: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

16

jenis karsinogen yang ada dalam bahan pangan antara lain Polisiklik Aromatik

Hidrokarbon (PAH), komponen Azo- dari pewarna sintetis, komponen N-nitroso

seperti nitrosamin dan nitrosamida, serta mikotoksin (Rosenberg et al. 2009).

Adanya akumulasi karsinogen di dalam tubuh dapat menyebabkan

terjadinya kerusakan DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) yang merupakan awal

terjadinya penyakit kanker. Neoplasma selanjutnya akan terbentuk akibat adanya

gangguan pertumbuhan dengan karakteristik sel yang berlebihan, abnormal, dan

berproliferasi secara tidak terkontrol dari jaringan yang mengalami transformasi

pada satu atau lebih tempat utama dalam tubuh inang. Kejadian tersebut seringkali

Senyawa karsinogen

Karsinogen utama

Perubahan DNA

Sel tumor laten

Pembentukan tumor

Tumor sangat ganas

Metastasis tumor

Reaksi detoksifikasi

Detoksifikasi selular

Perbaikan DNA

Aktivitas metabolik

Berikatan dengan DNA,

inisiasi

Replikasi

Promosi

Progresi

Gambar 5 Skema tahapan karsinogenesis (Levi 2000)

(konjugasi, dsb)

(berikatan dengan

nukleofil yang lain, dsb)

(DNA repair)

Page 49: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

17

disertai dengan metastasis atau penyebaran pada bagian lain tubuh inang

(Priosoeryanto et al. 1994).

Perubahan sel normal menjadi sel kanker terjadi melalui beberapa tahapan

karsinogenesis, yaitu inisiasi, promosi, progresi, dan metastasis. Tahapan

karsinogenesis dari suatu sel dapat dilihat pada Gambar 5. Tahapan ini dimulai

ketika terjadi perubahan gen dalam kromosom, dimana gen target adalah proto-

onkogen dan gen penekan tumor (Levi 2000). Proto-onkogen adalah gen yang

merangsang pembelahan sel, sedangkan gen penekan tumor adalah gen yang

menghalangi pembelahan sel. Adanya mutagen menyebabkan proto-onkogen

berubah menjadi onkogen. Onkogen adalah proto-onkogen yang tumbuh secara

tidak terkendali. Keadaan dimana kurangnya gen penekan tumor dan tingginya

aktivitas proto-onkogen seringkali menyebabkan terjadinya kanker (Hill dan

Petruci 2002).

Tahapan inisiasi merupakan tahap dimana senyawa pemicu kanker yang

masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan DNA dan menyebabkan terjadinya

mutasi. Tahapan inisiasi merupakan proses yang berlangsung cepat dan reversibel.

Sel yang terpapar karsinogen (inisiator) akan menjadi sel yang terinisiasi, yang

selanjutnya akan mengalami mutasi yang menghasilkan perubahan ekspresi gen

(Cotran et al. 1994).

Perubahan mutasi gen terjadi karena ekspresi protein berubah akibat

perubahan urutan DNA sel yang mengalami transformasi. Akibatnya terjadi

pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terkoordinasi, tidak terkendali, dan

pembelahan terjadi secara otonom. Tahapan ini bersifat reversibel dan disebut

dengan promosi (Cotran et al. 1994). Tahapan selanjutnya adalah progresi,

dimana tumor jinak tumbuh menjadi tumor yang sangat ganas, serta mengalami

perubahan genetik yang irreversibel (Levi 2000).

Proses penyebaran sel tumor ganas atau metastasis seringkali didahului

dengan invasi sel tumor ke jaringan sekitar. Invasi adalah proses penetrasi sel

tumor ke dalam jaringan yang berbeda dengan sel tumor tersebut. Sel tumor yang

bersifat invasif dan metastasis akan menghasilkan enzim protease untuk

penghancuran protein dari membran basalis. Proses penghancuran ini sangat

dipengaruhi oleh peran degradasi jaringan kolagen. Hal ini dikarenakan invasi

Page 50: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

18

berkaitan dengan proses infiltrasi pada membran basalis yang terdiri atas jaringan

kolagen dan nonkolagen (Soejono et al. 2005).

Metastasis merupakan mekanisme multitingkatan, yang dimulai dengan

pelepasan sel tumor dari tumor primer, penetrasi ke jaringan sekitar, invasi ke

pembuluh darah limfatik dan pembuluh darah, hingga akhirnya menuju suatu

organ dimana tumor sekunder akan tumbuh. Pada tahapan ini, terjadi peredaran

metastase (koloni sel kanker) ke berbagai bagian tubuh. Metastase mengkoloni

jaringan baru, meningkatkan jumlah, dan ukurannya (sel yang bermigrasi akan

tetap mempertahankan sifat jaringan dimana dia diproduksi). Terjadinya

metastasis yang semakin meluas akan menyebabkan penyakit tumor yang semakin

sulit diobati dan menjadi buruk atau tidak dapat disembuhkan (Soejono et al.

2005).

2.3 Kanker Kolon

Kanker kolon merupakan kanker yang terjadi di dalam atau permukaan usus

besar. Kebanyakan kanker kolon berawal dari sel yang tidak ganas yang disebut

adenoma yang dalam stadium awal membentuk polip (sel yang tumbuh sangat

cepat). Pada stadium ini, polip dapat diangkat dengan mudah. Adenoma seringkali

tidak menunjukkan gejala tertentu, sehingga tidak terdeteksi dalam waktu relatif

lama. Pada kondisi tertentu, adenoma tersebut dapat berpotensi menjadi kanker

yang dapat terjadi pada semua bagian kolon (Gryfe et al. 1997).

Kanker kolon berkembang dari rangkaian perubahan histologi yang nyata

dari adenoma menjadi karsinoma. Penelitian terakhir menjelaskan model

multitahap kanker kolon melalui jalur-jalur yang saling berkaitan, yang

melibatkan banyak mutasi gen. Gen-gen yang mengalami mutasi pada berbagai

tahap dari perkembangan kanker kolon meliputi gen suppresor tumor, proto-

onkogen, gen perbaikan DNA, gen faktor pertumbuhan dan reseptornya, gen

checkpoint siklus sel, serta gen yang berhubungan dengan apoptosis (Suzuki et al.

2006).

Mutasi pada salah satu gen tersebut sudah dapat menyebabkan inisiasi dan

transformasi sel epitel kolon normal. Akumulasi lebih lanjut dari mutasi gen yang

lain menyebabkan progresi yang mencapai adenoma dan karsinoma, yang

Page 51: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

19

selanjutnya akan mencapai tahap metastasis. Selama terjadi akumulasi perubahan

genetik, sinyal kompleks terjadi pada jalur aktivasi dan inaktivasi sel. Beberapa

jalur sinyal menuju apopotosis yang kemudian hilang dari sel normal, sedangkan

beberapa diantaranya lolos dari proses seleksi dan bertahan diantara sel normal

sehingga terhindar dari apoptosis. Setelah terjadi ekspansi klonal, sel tunggal yang

mengalami modifikasi genetik berkembang menjadi sel tumor (Hamilton et al.

2000).

Adapun tahapan karsinogenesis kanker kolon dapat dilihat pada Gambar 6.

Perkembangan kanker kolon dimulai dengan perubahan pada gen APC

(Adenopoliposis Coli). Gen ini menyandikan suatu protein yang berfungsi sebagai

penekan tumor untuk mengatur pembelahan sel-sel epitel usus. Mutasi pada gen

APC menyebabkan kerusakan genetik yang menyebabkan aktivasi onkogen K-ras

dan hilangnya gen penekan tumor DCC dan p53, yang mengakibatkan

pembelahan sel yang tidak terkontrol (Powell et al. 1993).

Gambar 6 Skema karsinogenesis kanker kolon (Powell et al. 1993)

Faktor diet banyak dikaitkan dengan resiko kejadian kanker kolon, misalnya

tingginya konsumsi daging merah, rendahnya konsumsi sayur dan buah, serta diet

rendah serat. Penelitian yang dilakukan oleh Chao et al. (2005) menunjukkan

bahwa konsumsi daging merah lebih beresiko terhadap penyakit ini dibandingkan

konsumsi unggas dan ikan. Hal ini dikaitkan dengan efek sitotoksisitas dari

dietary heme yang berpotensi meningkatkan resiko kanker kolon, yang mana

Page 52: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

20

jumlah heme pada daging merah lebih banyak dibandingkan pada unggas dan

ikan.

Heme meghancurkan mukosa kolon dan mestimulasi proliferasi epitelial

pada hewan percobaan. Konsumsi daging merah diketahui meningkatkan

konsentrasi senyawa-senyawa N-nitroso pada fekal dan mengakibatkan DNA

adducts pada kolonosit manusia (Cross et al. 2003). Di sisi lain, konsumsi serat

pangan mampu menurunkan 40% resiko kanker kolon dibandingkan diet rendah

serat (Heavey et al. 2004).

Obesitas merupakan salah satu faktor penting terhadap kejadian kanker

kolon. Hal ini didasarkan pada tren yang terjadi di Amerika Serikat, bahwa

terdapat hubungan yang kuat antara BMI (Body Mass Index) dengan resiko kanker

kolon. BMI merupakan rasio berat badan (dalam kilogram) dibagi kuadrat tinggi

badan (dalam meter). Seseorang yang tergolong obesitas dengan BMI ≥ 30 kg/m2

mengalami peningkatan resiko perkembangan kanker kolon dibandingkan

seseorang dengan BMI normal, yaitu 18,5-24,9 kg/m2 (Nock et al. 2008).

Penelitian eksperimental mengenai karsinogenesis kolon pada manusia telah

dilakukan sejak 80 tahun yang lalu. Dalam mempelajari patogenesis dan

karsinogenesis kanker kolon, banyak digunakan mencit sebagai hewan coba.

Keuntungan mempelajari patogenesis kanker kolon yang diinduksi pada model

mencit percobaan, antara lain induksi berlangsung cepat, dapat diulangi

(reproducible), dan dapat menggambarkan proses perubahan adenoma ke

karsinoma yang terjadi pada manusia (Neufert et al. 2007).

Azoksimetana (AOM) merupakan karsinogen genotoksik kolon yang

banyak digunakan untuk investigasi terjadinya patogenesis dan modifikasi

karsinogenesis kolon pada rodensia (Hata et al. 2004). Untuk terjadinya proses

karsinogenesis, AOM membutuhkan aktivasi metabolik (Gambar 7). AOM

mengalami proses detoksifikasi di hati oleh enzim-enzim mikrosomal.

Cytochrome P450 (CYP) diketahui berperan penting dalam modulasi metabolisme

xenobiotik. CYP 2E1 adalah salah satu faktor penting dalam mengubah AOM

menjadi methylazoymethanol (MAM) melalui beberapa tahap N-oksidasi dan

hidroksilasi (Suzuki et al. 2006).

Page 53: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

21

MAM selanjutnya dapat dioksidasi melalui reaksi alkilasi makromolekul

oleh ADH (Alcohol Dehidrogenase), enzim sitosol yang terdapat pada hati, ginjal,

dan kolon, yang selanjutnya menghasilkan radikal reaktif metildiazonium.

Metabolit reaktif ini bersifat elektrofilik yang mampu berkonjugasi dengan DNA,

menghasilkan metilasi basa DNA pada posisi O6 atau N

7 pada guanin (O

6-metil-

deoksiguanosin dan N7-metil-deoksiguanosin). Mukosa kolon menjadi target

AOM karena kestabilan dari metabolit hasil hidroksilasi MAM memiliki waktu

paruh sekitar 12 jam sehingga memiliki cukup waktu untuk berdistribusi ke kolon

(Roosenberg et al. 2009).

Gambar 7 Metabolisme azoksimetana (AOM) (Roosenberg et al. 2009)

Karsinogen lain yang digunakan dalam model percobaan kanker kolon

adalah Dekstran Sodium Sulfat (DSS). DSS, polisakarida sulfat sintesis,

merupakan karsinogen kolon yang nongenotoksik yang juga sering digunakan

untuk menyebabkan terjadinya peradangan (colitis) pada rodensia, yang

menujukkan model terjadinya ulcerative colitis pada manusia (Suzuki et al. 2006).

Kanker kolon sangat berkaitan dengan Inflamatory Bowel Disease (IBD),

termasuk ulcerative colitis dan penyakit Crohn. Beberapa penelitian melaporkan

bahwa inflamasi mukosa kronis secara berulang akan menghasilkan tumorigenesis

melalui berbagai mekanisme, yaitu induksi mutasi, peningkatan proliferasi sel

Page 54: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

22

kripta, perubahan metabolisme sel kripta, perubahan sirkulasi enterohepatik asam

empedu, dan mikroflora (Itzkowtz dan Yio 2004).

Perbedaan strain mencit percobaan diketahui memiliki sensitivitas yang

berbeda terhadap xenobiotik. Suzuki et al. (2006) melakukan percobaan untuk

menguji sensitivitas beberapa strain mencit terhadap induksi AOM/DSS. Induksi

AOM secara tunggal menunjukkan bahwa strain Balb/c dmerupakan strain yang

paling sensitif, sedangkan strain C3H, C57Bl/6J, dan DBA/2 kurang sensitif.

Strain Balb/c, C3H, dan C57Bl/6J merupakan strain yang cukup sensitif terhadap

pemberian DSS secara tunggal, sedangkan strain C57Bl/6J adalah strain yang

paling resisten. Induksi gabungan karsinogen AOM/DSS menunjukkan bahwa

urutan sensitivitas strain adalah Balb/c > C3H > C57BL/6N > DBA/2N.

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor genetik berperan penting dalam

terjadinya resiko kanker.

2.4 Peranan Serat Pangan terhadap Pencegahan Kanker Kolon

Serat pangan diketahui memiliki efek fisiologis pada saluran pencernaan,

sehingga dapat memberikan efek protektif terhadap kanker. Secara umum serat

pangan dianggap hanya berperan paling aktif dalam usus besar, namun serat juga

mampu mempengaruhi hormon-hormon di atas saluran pencernaan (Slavin 2007).

Misalnya saja insulin yang selama ini diketahui sangat berhubungan dengan

penyakit diabetes, ternyata juga berkaitan dengan resiko kanker payudara dan

kanker kolon. Adapun mekanisme serat pangan dalam mencegah kanker kolon

dapat dilihat pada Tabel 3.

Mekanisme lain penghambatan kanker kolon oleh serat pangan juga telah

diteliti dengan menggunakan hewan percobaan. Reddy et al. (1989) melaporkan

bahwa konsentrasi asam empedu pada feses serta aktivitas mutagenik feses

menurun signifikan selama suplementasi dengan dedak bila dibandingkan kontrol.

Penelitian pada manusia menunjukkan bahwa pasien kanker kolon

mengeksresikan lebih banyak asam empedu sekunder dan memiliki aktivitas

enzim 7-α-dehydroxylase yang dihasilkan oleh mikroflora dalam kolon yang lebih

tinggi dibandingkan individu yang sehat. Enzim 7-α-dehydroxylase mengubah

asam empedu primer, seperti asam kolat dan asam kenodeoksikolat, menjadi asam

Page 55: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

23

deoksikolat dan asam litokolat. Penelitian secara in vitro dan in vivo menunjukkan

bahwa asam empedu sekunder tersebut dapat menyebabkan perubahan sel,

peningkatan kadar poliamin pada epitelial kolon, dan menjadi promotor terjadinya

kanker kolon (Reddy et al. 1996).

Tabel 3 Mekanisme serat pangan dalam mencegah kanker kolon

a. Meningkatkan volume feses

Menurunkan waktu transit

Melarutkan karsinogen

b. Berikatan dengan asam empedu dan karsinogen potensial lainnya

c. Menurunkan pH feses

Mencegah degradasi konstituen pangan normal menjadi karsinogen po-

tensial oleh mikroba

d. Merubah komposisi mikroflora

e. Fermentasi oleh fekal flora menghasilkan asam lemak rantai pendek

Menurunkan pH kolon

Penghambatan karsinogen

f. Meningkatkan antioksidan lumenal

g. Meningkatkan sensitivitas insulin

Sumber : Slavin (2007)

Trock et al. (1990) melakukan analisis terhadap 37 studi epidemiologi

mengenai pengaruh pemberian serat, sayuran, biji-bijian, dan buah-buahan secara

tunggal maupun campuran terhadap resiko terjadinya kanker kolon. Secara umum,

80% dari penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat efek perlindungan dari

serat pangan terhadap kanker kolon. Howe et al. (1992) menyatakan bahwa resiko

kanker kolon terlihat menurun seiring meningkatnya konsumsi serat pangan.

Konsumsi lebih dari 31 gram serat per hari akan setara dengan penurunan 50%

resiko kanker kolon bila dibandingkan dengan diet yang hanya mengandung

kurang dari 11 gram serat per hari. Resiko kanker kolon di Amerika Serikat

dierkirakan dapat diturunkan 31% dengan konsumsi serat sebanyak 13 gram per

hari.

Page 56: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

24

Giovannucci (1995) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara resistensi

insulin dengan kasus kanker kolon. Diet kaya lemak dan energi, serta rendah

karbohidrat kompleks diperkirakan mampu menyebabkan resistensi insulin yang

berujung pada terjadinya hiperinsulinemia, hipertrigliseridemia, dan glikemia.

Keadaan ini akan meningkatkan resiko kanker kolon melalui efek pendukung

pertumbuhan (growth-promoting effect) dari insulin dan meningkatkan

ketersediaan energi. La Vecchia et al. (1997) berpendapat bahwa kanker kolon

juga berhubungan dengan diabetes mellitus pada studi kasus masyarakat Italia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seseorang dengan diabetes yang tidak

tergantung pada insulin (non-insulin-dependent) memiliki resiko terkena kanker

kolon yang sangat sedikit.

Komponen pangan dan produk pencernaannya sangat berkaitan dengan

sistem imun pada usus (gut-associated lymphoid tissue, GALT). Meskipun ada

beberapa zat gizi yang diketahui penting dalam perkembangan dan fungsi sistem

imun, potensi serat pangan terkait sistem imun masih belum banyak diketahui.

Adapun beberapa penelitian mengenai efek serat pangan terhadap sistem imun

dapat dilihat pada Tabel 4.

Hingga saat ini, mekanisme serat pangan dalam kaitannya dengan

peningkatan sistem imun masih belum diketahui secara pasti. Namun, terdapat

beberapa hipotesis yang diharapkan mampu menjelaskan kaitan serat terhadap

fungsi imun. Mekanisme tersebut antara lain: adanya kontak langsung antara

bakteri asam laktat atau produk bakteri dengan sel-sel imun pada usus, adanya

produksi asam-asam lemak rantai pendek dari hasil fermentasi serat pangan, serta

modulasi pembentukan lendir (musin) (Schley dan Field 2002).

Karena konsumsi serat pangan dapat mempengaruhi mikroflora dalam

kolon, maka sering diasumsikan bahwa konsumsi serat pangan akan memiliki

efek yang sama dengan manfaat probiotik terhadap fungsi imun. Mekanisme

stimulasi imun diperkirakan disebabkan adanya kontak langsung antara bakteri

asam laktat di dalam kolon dengan sistem imun di dalam usus (gut-associated

lymphoid tissue, GALT). Sejumlah kecil bakteri asam laktat tersebut mampu

melewati epitel usus menuju ke Peyer’s patch yang akan menginduksi terjadinya

aktivasi sel-sel imun yang lainnya (Schiffrin et al. 1995). Mekanisme ini

Page 57: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

25

ditunjang dengan adanya penelitian in vitro yang menunjukkan bahwa sel

makrofag mengalami peningkatan produksi nitrit oksida, H2O2, IL-6, dan TNF-α

setelah dikultur bersamaan dengan bifidobakteria (Park et al. 1999).

Tabel 4 Efek imunomodulator dari berbagai jenis serat pangan

Serat Diet/ serat

kontrol Subjek Efek imunitas Referensi

β-glukan oat 3

mg/ 48 jam

Diet tidak

spesifik

Mencit

C57BL/

6

me↑ sel pensekresi IFN-γ

dan IL-4 pada limpa dan

MLN

me↑ antigen spesifik IgA

usus

Yun et al.

1998

Campuran

oligofruktosa,

beet pulp, dan

gum arab (7-8

g/kg)

Selulosa 3-8

g/kg

Anjing

monrel

dewasa

me↑ sel CD8+ pada PP,

LP, IEL

Field et

al. 1999

Glukomannan,

cefur, laktulosa,

atau curdian 5

w/w

Selulosa 5

w/w

Tikus

Sprague

Dawley

me↑ sel IgA-positif pada

sekum (cefur, laktulosa)

Kudoh et

al. 1999

Guar gum,

pektin, atau

glukomannan 5

w/w

Selulosa 5

w/w

Tikus

Sprague

Dawley

me↑ IgA pada limpa dan

MLN (semua serat)

me↑ IgG pada limpa

(glukomannan, pektin)

dan MLN (semua serat)

me↑ serum IgA (semua

serat) dan IgM

(glukomannan)

Yamada

et al.

1999

Oligofruktosa

10 g/ hari

Selulosa 5

w/w

Anak

sapi

Veal

me↑ makrofag sekum dan

kolon

me↑ eosinofil granulosit

pada darah

Kaufhold

et al.

2000

Serat sugar beet

10 w/w

Diet bebas

serat

Tikus

Wistar

me↑ CD8+ IEL pada

kolorektal

Nagai et

al. 2000

Ket. : IEL : Intraephitelial Limphocytes, PP : Peyer’s Patches, MLN : Mesenteric

Lymph Nodes, Ig : Immunoglobulin, IFN Interferon, IL : Interleukin

Sumber : Schley dan Field (2002)

Selain mekanisme tersebut, ada pula pendapat dari peneliti lain yang

menyatakan bahwa bukan bakteri, melainkan substansi mikrobial dari bakteri

(antigen sitoplasmik, komponen dinding sel) yang mampu berpenetrasi ke dalam

epitel usus untuk mengaktifkan GALT (Takahashi et al. 1998; Tejada-Simon et

Page 58: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

26

al. 1999). Komponen sitoplasmik dari bakteri juga dikatakan mampu memberikan

efek terhadap sistem imun, yakni meningkatkan produksi IgA oleh sel-sel Peyer’s

patch (Takahashi et al. 1998).

Produksi ALRP, terutama butirat, mampu menurunkan kebutuhan sel

epiteliel akan glutamin. Akibatnya, glutamin yang ada akan lebih banyak

dimanfaatkan oleh sel-sel lain, termasuk sel-sel imun (Jenkins et al. 1997).

Hipotesis ini didukung oleh pendapat Wu et al. (1991) yang menyatakan bahwa

glutamin merupakan sumber penting untuk sel limfosit.

Mekanisme fermentasi serat pangan terhadap fungsi imun juga diperkirakan

terjadi karena adanya produksi lendir. Adanya lendir yang menutupi saluran

pencernaan dapat mencegah penempelan dan translokasi bakteri pada dinding

usus (Katayama et al. 1997). Pada studi hewan model yang diberi serat pangan,

terlihat bahwa lendir yang diproduksi semakin banyak, yang selanjutnya akan

menurunkan insiden translokasi bakteri (Xu et al. 1998). Peningkatan produksi

lendir ini terjadi karena adanya penurunan pH akibat produksi ALRP. Hal ini

ditunjang penelitian Barcelo et al. (2000) yang menyatakan bahwa terjadi

stimulasi pelepasan lendir pada kolon tikus percobaan akibat adanya produksi

asam asetat dan butirat dari hasil fermentasi pektin, gum arab, dan selulosa.

Hanya saja jenis serat pangan mempengaruhi kemampuannya untuk dapat

difermentasi oleh bakteria kolon. Kemampuan terfermentasi dari polisakarida non

pati (non stacrh polysaccharide, NSP) sangat tergantung dari sifat fisikokimianya.

Serat pangan larut, seperti pektin dan β-glukan, dapat lebih mudah difermentasi

dibandingkan serat pangan tidak larut, seperti selulosa (Nyman dan Ang 1982).

CMC (Carboxymethyl Cellulose) merupakan selulosa yang telah dimodifikasi

dengan gugus karboksimetil (-CH2-COOH) yang terikat pada beberapa gugus

hidroksil dari monomer glukopiranosa yang membentuk tulang punggung

selulosa. CMC diproduksi dengan cara menggabungkan selulosa dengan larutan

NaOH. Selulosa alkali ini kemudian direaksikan dengan Na-monokloroasetat atau

asam monokloroasetat menghasilkan Na-CMC (yang sering dikenal sebagai

CMC) dan NaCl. Berbeda dengan turunan selulosa lainnya, CMC mengandung

garam karboksil yang membuatnya lebih mudah larut dalam air. CMC sebagai

Page 59: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

27

turunan selulosa memiliki kemampuan terfermentasi oleh bakteria kolon yang

rendah (Metzler-Zebeli et al. 2010).

2.4.1 Pembentukan Asam Lemak Rantai Pendek (ALRP)

Fermentasi serat pangan pada saluran pencernaan akan memberikan

efek fisiologis yang paling penting dalam pencegahan kanker kolon.

Fermentasi karbohidrat di dalam kolon akan menghasilkan asam lemak

rantai pendek (ALRP) yang membantu menjaga integritas saluran

pencernaan (Topping dan Clifton 2001). Lebih dari 75% serat pangan

dipecah dalam usus besar, menghasilkan karbon dioksida, hidrogen,

methana, dan ALRP seperti butirat, propionat, dan asetat. Pola pembentukan

ALRP dari fermentasi beberapa jenis karbohidrat oleh bakteri fekal manusia

secara in vitro dan in vivo (sekum tikus) dapat dilihat pada Tabel 5.

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh Cummings dan

MacFarlane (1997), jika sekitar 20 gram serat difermentasi pada kolon

setiap hari, maka kurang lebih sebanyak 200 mM ALRP yang akan

diproduksi, jumlah tersebut meliputi 62% asetat, 25% propionat, dan 16%

butirat. Mekanisme penyerapan ALRP oleh kolon yakni melalui difusi pasif

dari asam yang tidak terionisasi menuju sel mukosa. ALRP merupakan

sumber energi bagi mukosa kolon dalam sistem respiratori. Pada sel kolon

manusia yang diisolasi, butirat dimetabolisme secara aktif menjadi CO2 dan

keton bodi, yang setara dengan konsumsi 80% oksigen oleh sel kolon.

Butirat hampir seluruhnya dimanfaatkan oleh mukosa kolon, sedangkan

asetat dan propionat masuk ke dalam sirkulasi portal.

Meskipun ALRP yang diserap dari kolon dapat digunakan sebagai

sumber energi, namun ALRP hanya berkontribusi sedikit (10%) dari total

energi yang dibutuhkan oleh individu sehat dengan diet Western. Mukosa

kolon mendapatkan energi dengan mengoksidasi ALRP dengan

kecenderungan butirat > propionat > asetat. ALRP yang dimetabolisme

kemudian masuk ke dalam portal darah hati (hepatic portal blood). Asam

asetat digunakan oleh hati untuk diubah menjadi Asetil-KoA, yang dapat

berperan sebagai prekursor lipogenesis serta menstimulasi glukoneogenesis

(Calusen dan Mortensen 1994).

Page 60: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

28

Tabel 5 Pola pembentukan asam lemak rantai pendek (ALRP) dari

fermentasi beberapa jenis karbohidrat oleh bakteri fekal

manusia secara in vivo dan in vitro

Karbohidrat Komponen

penyusun

karbohidrat

Distribusi molar ALRP (%)

Model Asetat Propionat Butirat

Selulosa Glukosa 61 25 14 Tikus

61 20 19 In vitro 48 h

β-Glukan

(barley, oat)

Glukosa 69 15 15 Tikus

43 31 26 In vitro 24 h

Guar gum Mannosa,

galaktosa

62 27 11 Tikus

57 29 13 In vitro 24 h

Inulin Fruktosa 57 16 27 Tikus

51 14 35 In vitro 24 h

Laktosa Glukosa,

galaktosa

91 7 2 Tikus

80 13 7 In vitro 24 h

Pektin Asam ga-

lakturonat,

rhamnosa,

galaktosa,

arabinosa

80 13 7 Tikus

80 11 9 In vitro 24 h

Rafinosa Fruktosa,

glukosa

69 15 15 Tikus

63 12 25 In vitro 24 h

Pati Glukosa 53-73 13-25 8-28 Tikus

38-66 12-26 22-36 In vitro 24-

28 h

Sumber : Henningson et al. (2001)

Fermentasi karbohidrat di kolon juga diketahui mampu mempengaruhi

metabolisme karbohidrat. Barley yang mengandung karbohidrat tidak

tercerna yang tinggi mampu meningkatkan ketahanan terhadap glukosa pada

individu sehat, dibandingkan dengan beras yang hanya mengandung sedikit

karbohidrat tak tercerna. Efek ini terkait dengan peran asam propionat.

Propionat dimetabolisme dalam hati, serta diketahui mampu menghambat

glukoneogenesis dan meningkatkan glikolisis. Propionat juga dikatakan

Page 61: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

29

mencegah kolesterogenesis di hati, sehingga mampu menurunkan

konsentrasi kolesterol plasma (Wolever 1995).

Butirat diketahui merupakan agen protektif paling penting dalam

pencegahan kanker kolon (Valazquez et al. 1996). Butirat memberikan

sumber energi utama bagi epetelial kolon normal dan menstimulasi

pertumbuhan mukosa kolon. Sebaliknya, butirat akan menghambat

pertumbuhan serta menginduksi terjadinya diferensiasi dan apoptosis alur

sel kanker kolon. Karena ALRP bersifat volatil, maka akan dengan mudah

diserap dari lumen. Akibatnya, ALRP akan mengasamkan saluran

pencernaan, yang akan menghambat perkembangan kanker kolon. Hal ini

dikarenakan perubahan pH dalam saluran pencernaan akan mempengaruhi

kelarutan metabolit serta aktivitas enzim-enzim yang dihasilkan oleh bakteri

(Fujisawa dan Mori 1997).

2.4.2 Aktivitas Enzim β-glucoronidase

Dari hasil studi populasi mengenai kejadian penyakit kanker kolon

diketahui bahwa populasi yang beresiko tinggi memiliki konsentrasi steroid

fekal netral dan asam yang lebih tinggi dibandingkan populasi beresiko

rendah. Pada populasi beresiko tinggi, steroid fekal tersebut cenderung

akan lebih banyak terdegradasi. β-Glucoronidase merupakan enzim yang

diproduksi oleh bakteria kolon, yang diketahui aktivitasnya yang lebih

tinggi pada pasien kanker kolon atau golongan dengan resiko kanker kolon

yang tinggi. Kelompok yang beresiko tinggi terkena kanker kolon tersebut,

antara lain : masyarakat Amerika dengan mixed Western diet serta pasien

polip adenoma (Ross dan James 1981).

Penelitian menggunakan hewan model menunjukkan pemberian inulin

pada tikus mampu menurunkan aktivitas β-glucoronidase pada mikrobiota

usus (Humblot 2004). Hasil penelitian lainnya menyatakan adanya korelasi

antara efek proteksi serat pangan terhadap terjadinya kanker kolon akibat

induksi karsinogen dengan menurunnya aktivitas β-glucoronidase. Rowland

(1998) menyatakan bahwa penggunaan kombinasi B. longum dan inulin

mampu menurunkan pembentukan kripta aberan (abberant crypt foci)

sebesar 59% pada tikus percobaan yang diinduksi azoxymethane.

Page 62: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

30

Penggunaan kombinasi tersebut terlihat mampu menurunkan aktivitas β-

glucoronidase pada isi sekum tikus secara signifikan. Secara umum

dikatakan oleh Humblot et al. (2007) bahwa pada penderita kanker kolon

akibat rendahnya asupan serat terjadi peningkatan aktivitas β-glucoronidase

pada mikrobiota usus.

β-glucoronidase merupakan enzim yang penting dalam hidrolisis

glukoronida billirubin, produk konjugasi hasil detoksifikasi oleh hati dan

bersifat non karsinogen, melepaskan karsinogen bebas. Azoksimetana

(AOM) yang diinjeksikan secara intraperitoneal pada mencit selanjutnya

akan mengalami hidroksilasi oleh sistem monooksigenasi mikrosomal pada

hati. Cytochrome P450 (CYP) diketahui berperan penting dalam modulasi

metabolisme xenobiotik, dimana CYP 2E1 merupakan salah satu faktor

penting dalam mengubah AOM menjadi methylazoymethanol (MAM).

MAM yang terbentuk selanjutnya akan dikonjugasi dengan asam glukoronat

yang akan dikeluarkan ke usus bersama dengan asam empedu. MAM-

GlcUA (methylazoxymethanol-glucosiduronic acid atau methyl-

azoxymethanol glucuronide) sebagai produk hasil konjugasi dapat

dihidrolisis oleh β-glucoronidase yang akan menghasilkan MAM bebas. Hal

ini selanjutnya akan menyebabkan lokalisasi konsentrasi MAM bebas yang

tinggi pada mukosa kolon. MAM bebas selanjutnya dioksidasi melalui

reaksi alkilasi makromolekul oleh ADH (Alcohol Dehidrogenase), enzim

sitosol yang terdapat pada hati, ginjal, dan kolon, menghasilkan ion

alkylating methyl carbonium. Ion tersebut bersifat hidrofilik dan mampu

berkonjugasi dengan DNA. Terjadinya mutasi DNA tersebut merupakan

awal dari karsinogenesis kolon (Takada et al. 1982, Rosenberg et al. 2009).

Aktivitas enzim ini telah ditemukan pada beberapa bakteri usus,

seperti C. perfringens dan E. coli (Fujisawa dan Mori 1997). Penelitian pada

manusia menunjukkan bahwa aktivitas enzim ini lebih tinggi pada bagian

proksimal kolon (Takada et al. 1982). Pengukuran pada feses penderita

kanker kolon menunujukkan adanya aktivitas β-glucoronidase yang 12 kali

lebih tinggi dibandingkan kontrol yang sehat. Oleh karena itu, Jenab dan

Page 63: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

31

Lilian (1996) menyatakan enzim ini memiliki peranan penting dalam

perkembangan kanker kolon.

2.4.3 Aktivitas Enzim Kaspase-3

Apoptosis merupakan kematian sel secara terprogram yang normal

terjadi untuk menyingkirkan sel-sel yang rusak. Terjadinya apoptosis

ditandai dengan adanya penggumpalan DNA, kondensasi, serta fragmentasi

isi sel. Hal ini menyebabkan fagositosis sel yang terjadi tanpa induksi

respon inflamasi. Baratawidjaja (2006) menyebutkan bahwa mekanisme ini

juga terjadi pada proses eliminasi sel-sel kanker.

Kaspase (cystein-dependent aspartate-specific proteases) merupakan

enzim sistein protease yang berperan utama dalam jaringan sinyal apoptosis.

Keberadaan enzim ini teraktivasi dalam sebagian besar peristiwa kematian

sel secara apoptotik. Kaspase memiliki aktivitas katalitik yang ditentukan

oleh residu sistein yang di dalamnya terdapat situs aktif pentapeptida yang

sangat awet, yaitu QACRG. Kaspase melepaskan substratnya secara spesifik

setelah residu aspartat (Asp) (Gewies 2003).

Kaspase disintesis dalam sel dalam bentuk zimogen inaktif, yang

disebut prokaspase. Hingga saat ini ditemukan 14 jenis kaspase pada

manusia, yang mana kaspase-11 dan kaspase-12 hanya ditemukan pada

mencit. Kaspase-1, kaspase-4, kaspase-5, kaspase-11, dan kaspase-12

berperan utama dalam aktivasi proteolitik sitokin proinflamasi, namun

mekanisme enzim-enzim tersebut dalam proses apoptosis masih belum

diketahui secara pasti. Selanjutnya kaspase-2, kaspase-3, kaspase-6,

kaspase-7, kaspase-8, kaspase-9, dan kaspase-10 telah diketahui berperan

penting dalam mesin sinyal apoptosis (Gewies 2003).

Kaspase-3 merupakan target biokimia dalam aplikasi sistem

pemisahan enzim apoptosis. Kaspase-3 merupakan salah satu jenis kaspase

efektor yang berperan dalam aktivasi proteolitik selama apoptosis, dengan

sasaran morfologis berupa perubahan ukuran inti sel. Berbeda dengan sel

yang sehat, sel yang mengalami apoptosis akan mengalami penyusutan

ukuran inti sel yang pada akhirnya akan terfragmentasi (Foitzik et al. 2009).

Page 64: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

32

Induksi terjadinya apoptosis oleh produk fermentasi serat di dalam

kolon, yaitu asam butirat, merupakan salah satu mekanisme penting dalam

pencegahan kanker kolon (Medina et al. 1997). Pada tahap inisiasi

tumorigenesis asam butirat yang dihasilkan mampu meningkatkan apoptosis

melalui produksi Reactive Oxygen Species (ROS). Selain itu, asam butirat

juga mampu meningkatkan apoptosis pada tahap promosi karsinogenesis

melalui penurunan Mitochondrial Membran Potential (MMP),

meningkatkan aktivitas kaspase-3 dan translokasi sitokrom c dari

mitokondria, yang selanjutnya akan mengarah pada hancurnya DNA sel

terinfeksi kanker (Newton 2004).

2.4.3 Keberadaan Penanda Permukaan Sel Limfosit T helper (CD4)

Sel limfosit terdiri atas dua sel yang mampu membuat kekebalan,

yaitu sel B dan sel T. Sel B yang berkembang di sumsum tulang belakang

berperan dalam fungsi imunitas humoral, sedangkan sel T yang berkembang

di thymus berperan dalam fungsi imunitas seluler (Belanti 1993).

Sel T tidak mampu berdiferensiasi menjadi sel plasma, tetapi tumbuh

menjadi sel yang mampu menghasilkan faktor yang merangsang reaksi

perusakan seluler. Faktor-faktor ini meliputi faktor penghambat migrasi

(migration inhibiting factor, MIF), faktor sitotaktik yang mampu menciderai

segala macam jenis sel, interferon, interleukin, dan beberapa faktor lainnya.

Zat-zat ini sebagian akan dilepas pada interaksi antara limfosit tersensitasi

dengan antigen yang sesuai untuk menghancurkan sel asing (Kresno 1996).

Belanti (1993) menyatakan bahwa di dalam thymus sel T akan sangat

cepat membelah diri. Pembelahan ini tidak dipengaruhi oleh adanya antigen.

Dalam pendewasaannya, sel T berdiferensiasi menjadi tiga populasi yang

berbeda, yaitu sel T helper (Th), sel T supresor (Ts), dan sel T sitotoksik

(Tc). Sel Th berfungsi dalam mempermudah pembentukan antibodi, sel Ts

berfungsi menekan pembentukan antibodi, sedangkan sel Tc berfungsi

menghancurkan sel sasaran secara spesifik.

Sel T mengekspresikan reseptor sel T yang mampu mengenali antigen

asing yang dipresentasikan oleh molekul Major Histocompatibility Complex

Page 65: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

33

(MHC) pada permukaan Antigen Presenting Cell (APC). Pada subpopulasi

sel T, adanya sel T helper (Th) diidentifikasi melalui keberadaan

glikoprotein membran CD4. Molekul CD4 mengenali antigen pada

kompleks bersama molekul MHC kelas II, yang umum ditemukan pada

APC makrofag dan sel-sel dendrit. Molekul CD4 mensekresikan sitokin

yang akan mengaktifkan sel B dan sel T lainnya yang terkait dengan sistem

imun non spesifik (innate) (Delves dan Roitt 2000a). Berdasarkan jenis

sitokin yang dihasilkan oleh molekul CD4, terdapat 4 jenis sel Th, yaitu

0,1,2, dan 3. Sel Th1 umumnya mempromosikan respon cell-mediated

inflammatory, sedang sel Th2 mensuport respon antibodi/humoral, akan

tetapi fungsi sel Th0 dan Th3 masih belum banyak diketahui (Delves dan

Roitt 2000b).

Sel Th (CD4) tidak bersifat sitotoksik bagi sel kanker, tetapi dapat

berperan dalam respon antikanker dengan memproduksi berbagai sitokin

yang diperlukan oleh sel Tc (CD8) menjadi sel efektor. Sel yang

mengandung kanker akan mengekspresikan antigennya bersama molekul

MHC I yang kemudian membentuk kompleks melalui TCR (T-cell

Receptor) dari sel T sitotoksik (sel T CD8) dan mengaktivasi sel Tc untuk

menghancurkan sel kanker tersebut. Namun, sebagian kecil dari sel kanker

akan mengekspresikan antigen kanker bersama MHC kelas II, sehingga

dapat dikenali dan membentuk kompleks dengan limfosit T helper (CD4).

Hal ini menyebabkan sel Th teraktivasi, terutama subset Th1, untuk

mensekresi limfokin IFN-γ dan TNF-α yang mana keduanya akan

merangsang antigen kanker untuk lebih banyak lagi mengekspresikan

molekul MHC kelas I dan sensitivitas sel kanker terhadap lisis oleh sel Tc.

Hal ini akan lebih mengoptimalkan sitotoksisitas dari sel Tc (CD8) (Delves

dan Roitt 2000a).

Serat pangan mampu mempengaruhi sistem imun dalam usus melalui

pengambilan antigen dari saluran pencernaan oleh sel-M dari Peyer’s

patches kemudian dipresentasikan pada sel-sel imun (Samuelsen et al.

2011). Peyer’s patches merupakan kumpulan dari folikel limfoid yang

ditemukan pada mukosa dan sub mukosa usus halus. Patches ini

Page 66: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

34

mengandung sel Th (CD4), sel Tc (CD8), sel B naif, sel plasma, makrofag,

dan sel dendritik. Di atas Peyer’s patches terdapat sel epitelial khusus yang

bernama sel-M yang bertugas mengendositosis, membawa, dan melepaskan

antigen dari saluran pencernaan menuju Peyer’s patches, dengan cara

presentasi antigen melalui Antigen Presenting Cell (APC) pada sel T dan sel

B (Schley dan Field 2002). Hal ini menghasilkan produksi sitokin lokal

yang meningkatkan jumlah sel T, sel B, antigen presenting cell, dan sel-sel

imun lainnya (Samuelsen et al. 2011).

2.5 Peranan Fitokimia Sorgum terhadap Pencegahan Kanker Kolon

Sorgum mengandung berbagai senyawa bioaktif seperti senyawa

fenolik, sterol, dan polistanol. Sterol diketahui mampu menurunkan

penyerapan kolesterol, sedangkan polikostanol mampu menghambat sintesis

kolesterol endogenus. Komponen fenolik, didefinisikan sebagai senyawa

yang mengandung cincin benzen dengan satu atau dua grup hidroksil, yang

dibedakan atas dua kelompok, yaitu asam fenolik (turunan asam sinamat dan

dan benzoat) serta flavonoid (termasuk tanin dan antosianin). Adapun

senyawa-senyawa tersebut terkonsentrasi pada bagian dedak sorgum (Dykes

dan Rooney 2007).

Sorgum dapat dikelompokkan berdasarkan penampakan dan kadar

senyawa fenoliknya. Sorgum putih mengnadung sedikit fenol, yang sebagian

besar merupakan asam fenolik terikat yang teresterifikasi pada dinding sel.

Sorgum hitam mengandung kadar 3-deoxyanthocyanins tinggi, dengan

bentuk paling umum berupa apigenidin dan luteolinindin. 3-

deoxyanthocyanins memiliki dua cincin aromatik yang dapat menstabilkan

radikal bebas. 3-deoxyanthocyanins juga kekurangan grup hidroksil pada

posisi 3 sehingga mampu meningkatkan kestabilannya pada pH tinggi (Awka

et al. 2004). Sorgum coklat mengandung kadar tanin yang tinggi, sehingga

menimbulkan rasa sepat. Sorgum coklat dilaporkan memiliki aktivitas

antioksidan yang tinggi jika dibandingkan dengan sorgum non-tanin. Tanin

menunjukkan aktivitas antioksidan yang paling tinggi dibandingkan

antioksidan alami lain secara in vitro. Hal ini dikarenakan tanin memiliki

Page 67: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

35

banyak cincin aromatik dengan grup hidroksil sehingga mampu menstabilkan

radikal-radikal bebas (Awika dan Rooney 2004).

Komponen fitokimia pada sorgum dilaporkan memiliki aktivitas

antioksidan, termasuk kemampuan antikanker. Komponen bioaktif tersebut

merupakan bentuk yang tidak larut dan terikat pada dinding sel tanaman

(Adom et al. 2004). Karena komponen dinding sel sulit untuk dicerna,

sehingga mampu bertahan melewati proses pencernaan hingga akhirnya

mencapai kolon. Terjadinya fermentasi serat pangan di dalam kolon akan

melepaskan komponen bioaktif yang memiliki aktivitas antioksidan.

Komponen antioksidan tersebut selanjutnya akan menjebak senyawa-

senyawa oksidatif, sehingga mampu berperan dalam menjaga kolon dari

terjadinya kanker (Vitaglione et al. 2004).

Awika et al. (2009) menyatakan adanya korelasi aktivitas antioksidan

dan antiproliferasi sel kanker kolon HT-29 oleh ekstrak sorgum yang

mengandung tanin. Tepung sorgum varietas Kawali dengan penyosohan 20

detik dilaporkan oleh Yanuar (2009) memberikan hasil berupa produk yang

dapat diterima oleh konsumen serta memiliki aktivitas antioksidan dan

imunomodulator yang tinggi. Secara in vivo, tepung sorgum varietas Kawali

yang disosoh selama 20 detik juga mampu meningkatkan enzim-enzim

antioksidan, terutama superoksida dismutase (SOD) sebesar 98% pada tikus

yang diberi 50% tepung sorgum dan peningkatan sebesar 91% pada tikus

yang diberikan 100% tepung sorgum (Puspawati 2009).

Lewis (2008) membandingkan berbagai jenis sorgum, yakni sorgum

putih, sorgum coklat, dan sorgum hitam terhadap pembentukan kripta aberan,

aktivitas antioksidan endogenus (superoksida dismutase, SOD; katalase,

CAT; glutathion peroksidase, GPx), serta indeks proliferatif dan apoptosis.

Hal ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh jenis komponen bioaktif,

karena ketiga jenis sorgum tersebut mengandung senyawa bioaktif utama

yang berbeda. Sorgum putih mengandung asam fenolik, sogum coklat

mengandung tannin, sedangkan sorgum hitam mengandung antosianin.

Hasil penelitian Lewis (2008) menunjukkan bahwa total jumlah kripta

aberan tampak paling rendah pada tikus yang diberi ransum sorgum coklat.

Page 68: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

36

Dalam kaitannya dengan akvitas antioksidan endogenus, diet sorgum hitam

menunjukkan total aktivitas SOD yang paling tinggi, diet sorgum putih

paling meningkatkan aktivitas CAT, sedangkan semua jenis sorgum dapat

menekan aktivitas GPx. Indeks proliferasi yang paling rendah terlihat pada

tikus yang diberi sorgum hitam, sedangkan tikus yang diberi sorgum coklat

memiliki indeks apoptosis yang paling tinggi.

Page 69: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Pangan dan Kimia Pangan

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB; Laboratorium Hewan Percobaan

Seafast Center IPB; Laboratorium Bagian Patologi, Departemen Klinik,

Reproduksi, dan Patologi (KRP), Fakulas Kedokteran Hewan IPB; dan Pusat

Penelitian Pengembangan Ternak Bogor. Penelitian dilakukan selama sepuluh

bulan, dari bulan Mei 2011 hingga Februari 2012.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian adalah biji sorgum

varietas Kawali, yang diperoleh dari petani di Gunung Kidul, Jawa Tengah. Pakan

standar terdiri atas kasein sebagai sumber protein, minyak kedelai sebagai sumber

lemak, Carboxy Methyl Cellulose (CMC) sebagai sumber serat, maizena dan

sukrosa sebagai sumber karbohidrat, multivitamin (vitamin mix), dan campuran

mineral (mineral mix). Vitamin mix (Fitkom) yang tiap tabletnya mengandung

vitamin A 1500 SI, tiamin 1 mg, riboflavin 0,5 mg, piridoksin 0,5 mg, niasin 10

mg, vitamin B 5 mg, asam folat 0,5 mg, vitamin B12 0,5 mg, vitamin C 25 mg,

vitamin B5 dan vitamin D2 150 SI. Adapun komposisi campuran mineral pada

ransum dapat dilihat pada Lampiran 1.

Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih (Mus musculus)

galur (strain) Balb/c. Mencit yang digunakan berumur 2 hingga 2,5 bulan, dengan

berat rata-rata sebesar 17 gram. Mencit ini diperoleh dari Fakultas Anatomi

Patologi, Universitas Indonesia.

Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis antara lain :

azoxymethane (AOM) (A5486, Sigma Aldrich), dextran sodium sulfat (DSS)

(D8906, Sigma Aldrich), NaCl isotonik, standar campuran asam asetat, propionat,

dan butirat (4-7056, Supelco), asam sulfat (H2SO4), asam sulfo 5 salisilat, Phosfat

Buffer Salin (PBS), Tri Kloro Asetat (TCA), Bovin Serum Albumin (BSA),

phenolphthalein β-D-glucuronide (77636, Sigma Aldrich), Hematoksilin, Eosin,

Antibodi monoclonal rabbit antihuman Caspase-3 (c9598, Sigma Aldrich),

Page 70: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

38

Antibodi monoclonal rat antihuman CD4 (sc-70665, Santa Cruz Biotechnology,

Inc.), Antibodi sekunder goat antirabbit IgG HRP-linked antibody (7074, Cell

Signaling Technology), substrat DAB (diaminobenzidine), dan air destilata.

Alat perawatan dan pemeliharaan hewan percobaan adalah kandang plastik

dengan penutup kawat, wadah ransum dari bahan alumunium, botol minum, dan

timbangan mencit. Alat yang digunakan untuk analisis antara lain: neraca analitik,

peralatan bedah mencit, peralatan gelas, pH meter, Gas Chromatography (GC),

oven, spektrofotometer, mikropipet, vorteks, sentifuse, freezer suhu -20oC dan -

70OC, inkubator 37

oC, serta peralatan histopatologi dan imunohistokimia.

3.3 Persiapan Ransum

Komposisi ransum untuk kelompok kontrol dan perlakuan dengan sorgum

mengacu pada standar AIN 1993G (Tabel 6), yang dimodifikasi pada penggunaan

jenis serat, penambahan air, serta komposisi mineral dan vitaminnya (Reeves et

al. 1993). Perbedaan ransum perlakuan dengan ransum standar terletak pada

sumber karbohidrat. Sumber karbohidrat yang digunakan untuk kelompok kontrol

adalah maizena, sedangkan pada kelompok perlakuan digunakan tepung sorgum

untuk mensubstitusi atau mengganti maizena. Adapun tepung sorgum sosoh 50%

yang digunakan diperoleh dari penepungan biji sorgum yang disosoh selama 20

detik/200 gram menggunakan Satake polisher, kemudian ditepungkan

menggunakan disc mill dan disaring menggunakan saringan 60 mesh. Tabel 7

menunjukkan komposisi ransum untuk kelompok kontrol, sorgum 50%, dan

sorgum 100%. Adapun perhitungan ransum dilakukan dengan memperhitungkan

hasil analisis proksimat dari kasein dan sorgum sosoh 50% (Lampiran 2).

Tabel 6 Komposisi 100 gram ransum standar AIN 1993G yang dimodifikasi

Komponen Jumlah

Protein 20% (a)

Lemak 7% (b)

Serat 5% (c)

Mineral mix 3,5% (d)

Vitamin mix 1% (e)

Air 10% (f)

Sukrosa 10% (g)

Karbohidrat 100 - a - b – c – d – e - f - g

Page 71: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

39

Tabel 7 Komposisi ransum kelompok kontrol dan perlakuan

Komponen (g) Kelompok mencit

K- K+ S50 S100

Sorghum 0,00 0,00 29,61 59,22

Protein (kasein) 23,13 23,13 20,85 18,58

Lemak (minyak kedelai) 6,84 6,84 6,68 6,51

Serat (CMC) 5,00 5,00 2,93 0,85

Mineral mix 2,58 2,58 2,36 2,14

Vitamin mix 1,00 1,00 1,00 1,00

Air 8,94 8,94 5,31 1,69

Sukrosa 10,00 10,00 10,00 10,00

Karbohidrat (maizena) 42,51 42,51 21,26 0,00

3.4 Penanganan Mencit Balb/c

Mencit diadaptasi selama satu minggu sebanyak 32 ekor, kemudian dibagi

menjadi empat kelompok (Tabel 8). Masing-masing kelompok terdiri atas 8 ekor

mencit. Mencit dikandangkan secara individual dalam ruangan ber-AC dengan

pengaturan gelap terang secara alami. Ransum dan air selama penelitian diberikan

secara ad libitum. Ransum sebanyak lima gram diberikan setiap pukul 14.00-

15.00.

Untuk menginduksi terjadinya kanker kolon, mencit Balb/c disuntik

intraperitoneal dengan azoksimetan (AOM) dengan dosis 10 mg/ kg berat badan.

Kelompok kontrol negatif tetap mendapatkan suntikan NaCl isotonik secara

intraperitoneal untuk menyeragamkan tingkat stress. Penyuntikan ini dilakukan

satu kali pada hari ke-1 perlakuan. Selanjutnya selama 7 hari berturut-turut air

minum kelompok kanker kolon ( K+, S50, dan S100) diganti dengan larutan

dekstran sodium sulfat (DSS) 1% secara ad libitum guna mempercepat terjadinya

kanker kolon. Setelah itu pemberian air minum kembali dilakukan seperti biasa

yakni menggunakan air minum dalam kemasan.

Pembersihan kandang dilakukan dua kali dalam seminggu ketika kondisi

kandang sudah terlihat basah. Penimbangan sisa ransum dilakukan setiap hari,

sedangkan penimbangan berat badan menggunakan timbangan mencit dilakukan

dua kali dalam seminggu, yang kemudian dihitung rata-rata konsumsi ransum dan

berat badan per minggu untuk melihat kesehatan dan pertumbuhan mencit.

Page 72: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

40

Konsumsi ransum merupakan rata-rata konsumsi ransum kelompok mencit selama

perlakuan, sedangkan selisih kenaikan berat badan adalah berat badan mencit di

akhir perlakuan dikurangi berat badan mencit di awal perlakuan. Perhitungan

berat relatif organ merupakan pembagian dari berat organ dibagi dengan berat

badan mencit pada akhir perlakuan.

Tabel 8 Pembagian kelompok mencit Balb/c kontrol dan perlakuan

Kelompok Perlakuan

Kontrol negatif (K-) Ransum kontrol (100% maizena) + NaCl isotonik

(intraperitoneal; 1x)

Kontrol negatif (K+) Ransum kontrol (100% maizena) + AOM 10 mg/kg

(intraperitoneal; 1x) + DSS 1% (sebagai air minum,

7 hari)

Sorgum 50% (S50) Ransum perlakuan (50% maizena + 50% sorgum)

+ AOM (intraperitoneal; 1x) + DSS 1% (sebagai air

minum, 7 hari)

Sorgum 100% (S100) Ransum perlakuan (100% sorgum) + AOM 10 mg/kg

(intraperitoneal; 1x) + DSS 1% sebagai (air minum,

7 hari)

3.5 Pengambilan Organ dan Persiapan Sampel

Mencit Balb/c diterminasi secara dislocatio os cervical (cervical dislocatio)

yang dilakukan dengan steril dan cepat. Organ sekum diambil kemudian

ditimbang beserta isinya. Selanjutnya sekum dibelah untuk mendapatkan digesta

atau isinya. Isi sekum digunakan untuk analisis asam lemak rantai pendek dan

dapat disimpan pada suhu -20oC hingga siap dianalisis. Dinding sekum

dibersihkan dengan salin dingin, dikeringkan pada kertas saring, ditimbang,

kemudian segera dilakukan persiapan analisis β-glucoronidase. Sampel hati,

ginjal, dan kolon bagian distal juga harus diambil secara cepat untuk persiapan

preparat histologi. Untuk pewarnaan HE (Hematoksilin Eosin) digunakan sampel

hati, ginjal, dan kolon, sedangkan pewarnaan IHK (Imuno Histo Kimia)

digunakan sampel kolon.

Page 73: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

41

3.6 Analisis Aktivitas Enzim β-glucoronidase

Aktivitas enzim β-glucoronidase dianalisis mengikuti prosedur Jenab dan

Lilian (1996) dengan modifikasi pada metode pengukuran kadar protein

supernatan. Sampel sekum sebanyak 0,5 gram dihomogenisasi dengan 10 ml PBS

pH 7,0 selama 30 detik. Ekstrak kemudian disonikasi selama 30 detik dan

disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu 4oC selama 20 menit untuk

menghilangkan partikulat. Supernatan dikumpulkan dan disimpan pada 1 ml

aliquot pada -70oC hingga dianalisis. Sebelum dianalisis, ekstrak dicairkan selama

15 menit pada suhu ruang, selanjutnya 0,1 ml ekstrak diinkubasikan dengan 0,1

ml phenolphthalein β-D-glucuronide pada 0,8 ml PBS pH 7,0 selama tepat 1 jam

pada suhu 37oC. Setelah inkubasi, reaksi dihentikan dengan penambahan 2,5 ml

larutan glysin basa, 1,0 ml 5% larutan TCA, dan 1,5 ml air destilata. Pembentukan

warna akan berlangsung selama 10 menit yang selanjutnya diukur pada absorbansi

540 nm. Pelepasan phenolphthalein diperkirakan melalui kurva standar

phenolphthalein. Aktivitas spesifik dihitung sebagai nmol phenolphthalein yang

dilepaskan/mg protein sekum/menit, sedangkan aktivitas total β-glucuronidase

ditentukan sebagai nmol phenolphthalein yang dilepaskan/ sekum/menit. Kadar

protein pada supernatan dihitung menggunakan metode Bradford, dengan BSA

sebagai standar.

3.7 Pengukuran Asam Lemak Rantai Pendek Isi Sekum

Asam lemak rantai pendek isi sekum diukur mengikuti prosedur Filipek dan

Dvorak (2009) yang dimodifikasi pada tahapan persiapan sampel dan pengaturan

suhu detektor. Sebanyak 0,7 gram isi sekum dihomogenisasikan dengan 5 ml air

destilata. Dari campuran tersebut, dipipet 1 ml ke dalam ependorf lalu

ditambahkan H2SO4 (hingga pH 3-4) dan 0,003 gram asam sulfo 5 salisilat

dihidrat. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan

12000 rpm pada suhu 7oC. Sebanyak 0,6 ml supernatan diinjeksikan ke dalam gas

chomatography, GC Chrompack CP 9002. Kondisi GC menggunakan detektor

Flame Ionization Detector (FID) dan kolom kapiler. Nitrogen digunakan sebagai

gas pembawa dengan kecepatan alir 30 ml/min. Suhu awal oven adalah 60oC, lalu

meningkat sebesar 20oC per menit hingga mencapai 200

oC. Suhu injektor adalah

Page 74: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

42

250oC dan suhu detektor adalah 270

oC. Waktu injeksi sampel adalah 9 menit.

Standar asam lemak rantai pendek (ALRP) mengandung campuran asetat,

propionat, butirat, isobutirat, valerat, dan isovalerat. Kadar asam asetat, propionat,

dan butirat, serta total ALRP dinyatakan sebagai µmol/g sampel. Adapun sampel

yang dianalisis merupakan gabungan isi sekum dari semua mencit pada setiap

kelompok.

3.8 Pengukuran pH Feses

Perhitungan pH isi sekum dilakukan menggunakan pH meter. Sampel feses

sebanyak 0,7 gram dihomogenisasikan bersama 7 ml akuades menggunakan

vortex. Pengukuran pH feses mencit pada setiap kelompok dilakukan setiap hari

selama 7 hari berturut-turut sebelum mencit percobaan diterminasi.

3.9 Pembuatan Preparat Histologi

Preparat histologi dibuat mengikuti prosedur Kiernan (1990). Organ hati,

ginjal, dan kolon harus segera diambil untuk preparat histologis. Organ dicuci

dengan 0,9% NaCl fisiologis kemudian dimasukkan dalam larutan fiksatif Bouin

(dengan komposisi asam pikrat jenuh: formalin pro-analisis: asam asetat

glasial=15:5:1) selama 24 jam. Setelah organ terfiksasi, larutan diganti dengan

alkohol 70% yang dikenal sebagai stopping point dengan pengertian bahwa

jaringan dapat disimpan lama pada larutan ini.

Proses penarikan air dari jaringan (dehidrasi) dilakukan dengan alkohol

yang konsentrasinya bertingkat. Selanjutnya, jaringan dijernihkan dengan silol

(clearing) dan ditanam dalam parafin (embedding). Jaringan dalam blok parafin

disayat secara serial dengan microtom rotary. Kemudian, dilekatkan pada gelas

obyek disimpan dalam inkubator 40°C selama 24 jam. Setelah itu, sediaan dapat

diwarnai dengan berbagai macam prosedur pewarnaan sesuai dengan tujuan.

3.9.1 Prosedur Proses Dehidrasi Dan Infiltrasi

Dehidrasi adalah pengambilan air dari dalam jaringan secara perlahan-

lahan dengan menggunakan alkohol dengan konsentrasi bertingkat. Sampel

dalam tissue basket dimasukkan ke dalam alkohol 70, 80, 90 dan 95%

masing-masing selama 1 atau 2 jam sampai overnight. Sampel dimasukkan

Page 75: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

43

ke dalam alkohol absolut (absolut I, II, III) selama 20 menit sampai 1 jam

tergantung besar-kecilnya ukuran jaringan. Sampel dijemihkan dengan

merendam di dalam silol I, II dan III masing-masing selama 20 menit

hingga 1 jam tergantung besar-kecilnya ukuran jaringan. Pada xilol III

sampel dihangatkan pada suhu parafin cair. Sampel diinfiltrasi dengan

parafin (parafin I, II, III) pada suhu 65-70°C dalam inkubator masing-

masing selama 1 jam.

3.9.2 Pembuatan Blok Embedding

Sampel yang telah diinfiltrasi dapat dicetak dengan parafin melalui

proses embedding. Proses embedding diawali dengan menyiapkan cetakan

yang ukurannya sesuai dengan sampel jaringan. Jaringan dimasukkan pada

cetakan dengan posisi bagian yang akan dipotong. Pada satu cetakan dapat

diisi beberapa jaringan. Cetakan dapat didinginkan pada cold plate untuk

mempercepat pembekuan. Setelah seluruh parafin membeku, blok parafin

dapat dikeluarkan dari dalam cetakan. Blok parafin dapat langsung di-triming

untuk mempermudah pemotongan dengan menggunakan microtom rotary.

3.9.3 Prosedur Triming

Triming adalah penipisan sampel untuk mendapat jaringan atau bagian

organ yang benar dan bagus dalam orientasi dan memfasilitasi larutan

fiksasi masuk sampai pada bagian terdalam. Prosedur triming diawali dengan

mengeluarkan organ terpilih dari dalam fiksator atau larutan penyimpan.

Organ dipotong pada bagian yang diinginkan dengan dua mata pisau.

Ukuran ketebalan sampel + 3-5 μm dengan luas permukaan + 1x1 cm2.

Selanjutnya, sampel dapat diproses lebih lanjut, seperti pewarnaan HE

(Hematoksilin Eosin) dan IHK (Imuno Histo Kimia).

3.10 Pengamatan Histolopatologi Organ Hati, Ginjal, dan Kolon melalui

Pewarnaan Hemaksilin-Eosin (HE)

Pewarnaan Hemaksilin-Eosin (HE) dilakukan mengikuti prosedur Kiernan

(1990). Pemrosesan jaringan menjadi preparat histopatologi melalui tahapan-

tahapan sebagai berikut; fiksasi jaringan, dehidrasi, clearing, infiltrasi,

Page 76: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

44

embedding, trimming, sectioning, deparafinisasi dan dilanjutkan dengan staining

(pewarnaan). Fiksasi jaringan dilakukan dengan merendam sampel jaringan ke

dalam larutan formaldehid. Sampel jaringan yang sudah menjadi histopat

direndam ke dalam xylol I selama 5-10 menit untuk menghilangkan parafin,

kemudian direndam dalam xylol II kembali untuk membilas selama 5-10 menit.

Setelah itu, sampel direndam dalam alkohol.

Pada tahap ini sampel berturut-turut direndam dalam alkohol yang menurun

konsentrasinya secara bertingkat, yaitu: alkohol absolut (100%), alkohol 96%,

kemudian alkohol 70% masing-masing 5 menit. Konsentrasi yang menurun secara

berturut-turut tersebut akan membuat air memasuki sampel jaringan. Sampel

kemudian direndam dalam akuades selama 5 menit dan direndam dalam larutan

hematoksilin selama 5-10 menit. Hematoksilin akan mewarnai inti sel pada

sampel jaringan dengan warna biru. Setelah itu, sampel dimasukkan dalam air

mengalir (secara tidak langsung) selama 5-10 menit untuk membilas. Tahap

pewarnaan selanjutnya adalah pewarnaan dengan pewarna eosin selama 1-2 menit

untuk mewarnai sitosol sel pada sampel jaringan.

Setelah tahap ini, sampel memasuki tahap pencelupan alkohol yang

meningkat konsentrasinya secara berturut-turut sebagai kebalikan dari tahap yang

sebelumnya, yaitu: alkohol 70%, alkohol 96% dan alkohol absolut (100%)

masing-masing sebanyak 3-4 celupan. Pada akhir tahap pewarnaan, sampel

kembali direndam dengan xylol selama 5-10 menit, kemudian direndam kembali

dalam xylol selama 5-10 menit. Setelah itu, sampel jaringan ditutup dengan gelas

penutup dan direkatkan dengan entellan.

Slide histopatologi siap diamati di bawah mikroskop dan difoto secara

digital. Perubahan histopatologi yang terlihat pada jaringan dikelompokkan

berdasarkan organ yang akan diamati. Pada jaringan hati diamati adanya infiltrasi

radang, kariopiknosis, dan degenerasi lemak. Pada jaringan ginjal diamati adanya

hemoragi, kariopiknosis, nekrosis, dan infiltrasi radang. Pada jaringan kolon

diamati tingkatan kolitis (peradangan). Tingkatan kolitis dianalisis mengikuti

protokol (Cooper 1993, Suzuki et al. 2006). Skor 0 apabila mukosa kolon normal

dan tidak terjadi infiltrasi radang. Skor 1 apabila kripta memendek (1/3 kripta)

dengan sedikit infitrasi sel radang dan edema. Skor 2 apabila 2/3 kripta hilang dan

Page 77: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

45

terjadi infiltrasi radang. Skor 3 ditandai oleh hilangnya kripta dengan infiltrasi

radang yang parah pada lamina propria tetapi masih tersisanya epitel permukaan.

Skor 4 ditandai hilangnya semua kripta dan terjadi infitrasi radang yang parah

pada mukosa, submukosa, dan muskularis mukosa.

3.11 Analisis Keberadaan Penanda Permukaan Sel Th (CD4) dan Kaspase-3

dengan Pewarnaan Imunohistokimia (IHK)

Analisis keberadaan penanda permukaan sel Th (CD4) dan Kaspase-3

dengan pewarnaan imunohistokimia (IHK) dilakukan mengikuti prosedur Kiernan

(1990), yang meliputi preparasi gelas objek, pelapisan gelas objek dengan agen

penempel, penempelan preparat ke gelas objek, serta pewarnaan imunohistokimia.

3.11.1 Preparasi Gelas Objek

Preparasi gelas objek diawali dengan menyiapkan gelas objek yang

akan digunakan untuk penempelan (afixing) preparat. Gelas objek

dimasukkan ke dalam staining jar yang berisi alkohol 70% sampai semua

bagian terendam, kecuali bagian yang kasar tempat pelabelan. Staining jar

yang berisi gelas objek tersebut kemudian dimasukkan ke dalam bak

electromagnetic cleaner yang telah diisi air (sejajar dengan alkohol yang

terdapat dalam staining jar). Electromagnetic cleaner dihidupkan selama 20

menit (untuk membersihkan gelas objek dari lemak atau segala kotoran yang

menempel yang dapat mengganggu dalam proses imunohistokimia). Gelas

objek dimasukkan ke dalam staining jar dan direndam dengan

menggunakan milique (air yang sudah disuling berulang-ulang) sebanyak 3

kali, masing-masing 20 menit, dilanjutkan perendaman staining jar yang

berisi gelas objek ke dalam electromagnetic cleaner selama 20 menit.

3.11.2 Pelapisan (Coating) Gelas Objek dengan Gelatin (Agen Penempel)

Pelapisan (coating) dilakukan dengan melarutkan 2.50-3.00 g gelatin

dalam 300-400 ml air panas bersuhu maksimal 60 °C, kemudian

didinginkan hingga mencapai suhu ruang. Selanjutnya, kromium potasium

sulfat (CrK(SO4)2) sebanyak 0,25 g dimasukkan dan diaduk. Setelah itu,

Page 78: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

46

ditambahkan H2O hingga volumenya mencapai 500 ml. Gelas objek yang

bersih direndam dalam larutan tersebut selama 15-30 menit, kemudian

dikeringkan pada suhu ruang. Setelah kering, gelas objek disimpan di dalam

oven dengan suhu + 60°C untuk menghindari penempelan segala macam

kotoran pada gelas objek.

3.11.3 Pembuatan Irisan Preparat pada Gelas Objek (Sectioning)

Tahapan pembuatan irisan preparat meliputi beberapa tahap secara

berurutan, yaitu penempatan blok embedding pada holder microtom

rotary, pemasangan pisau pemotong, penentuan ketebalan sayatan, triming

dan penempelan (afixing). Preparat diiris dengan microtom rotary pada

ketebalan sayatan 3-5 μm.

3.11.4 Penempelan Irisan Preparat pada Gelas Objek (Afixing)

Proses penempelan atau afiksasi dengan menggunakan air bersuhu

40°C atau dengan dimasukkan ke dalam inkubator bersuhu 39-40

°C selama

24 jam. Sebelum dimasukkan ke dalam air hangat atau bersuhu 40°C

dengan menggunakan gelas objek atau gelas benda, sampel sayatan jaringan

dimasukkan ke dalam air bersuhu dingin terlebih dahulu. Hal ini bertujuan

meregangkan jaringan (tidak mengkerut) dan lebih mempermudah proses

penempelan.

3.11.5 Persiapan Preparat untuk Pewarnaan Imunohistokimia (IHK)

a. Deparaffinisasi (Rehidrasi)

Langkah ini diawali proses deparafinasi (rehidrasi) dengan merendam

jaringan pada gelas objek dalam larutan xylol sebanyak tiga kali, masing-

masing selama 10 menit. Selanjutnya, dilanjutkan dengan merendam

jaringan dalam larutan etanol pro-analysis dengan konsentrasi bertingkat,

mulai dari konsentrasi tinggi ke rendah. Konsentrasi etanol yang digunakan

adalah 100, 96, 80 dan 70%. Perendaman dalam masing-masing konsentrasi

etanol dilakukan sebanyak dua kali. Masing-masing perendaman tersebut

dilakukan selama 10 menit. Proses deparafinisasi diakhiri dengan

Page 79: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

47

perendaman jaringan dalam akuades sebanyak dua kali, masing-masing

perendaman dilakukan selama 5 menit.

b. Antigen Unmasking

Antigen unmasking bertujuan untuk membuka epitop antigen,

sehingga antigen dapat berikatan dengan antibodi. Antigen unmasking

dilakukan dengan merebus jaringan dalam 10 mM larutan PBST (buffer

natrium sitrat) pada suhu sub-boiling (85°C) selama 10 menit. Buffer

natrium sitrat dibuat dengan melarutkan 2,94 g C6H5Na3O7•2H2O dalam 1 L

akuades. Pada tahap ini, suhu perebusan harus dijaga agar tidak melebihi

atau kurang dari 85°C. Perebusan dilakukan di dalam wadah stainless-steel

yang diletakkan di atas hot-plate. Buffer natrium sitrat harus dijaga agar

tidak mendidih selama proses perebusan. Selanjutnya, langkah yang

dilakukan adalah proses pendinginan (cooling) jaringan. Proses pendinginan

dilakukan dengan tetap merendam jaringan di dalam wadah tanpa ditutup

pada suhu ruang. Pada proses ini, suhu awal dan akhir perebusan serta suhu

awal dan akhir pendinginan harus dicatat. Hal ini akan memudahkan dalam

optimasi suhu proses antigen unmasking selanjutnya.

c. Pewarnaan (Staining)

Proses pewarnaan (staining) dilakukan setelah proses pendinginan

pada antigen unmasking. Pewarnaan diawali dengan merendam jaringan

pada gelas objek dengan akuades. Proses ini dilakukan sebanyak tiga kali,

masing-masing 5 menit. Dalam hal ini, proses perendaman yang pertama

dilakukan dengan merendam seluruh gelas objek dalam wadah yang berisi

akuades. Proses ini segera dilakukan setelah proses pendinginan berakhir.

Hal seperti ini akan memudahkan proses selanjutnya dan jaringan tidak

mudah kering. Sebelum berlanjut pada perendaman berikutnya, jaringan

pada gelas objek diberi batas dengan PAP-pen (Peroksidasi Anti

Peroksidase - pen) yang mengandung 1-bromopropan. Jaringan yang

dibatasi oleh PAP-pen akan memudahkan proses perendaman selanjutnya.

Hal ini agar larutan perendam tidak meluap ke batas luar jaringan tersebut.

Page 80: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

48

Selanjutnya, perendaman dengan akuades yang kedua dan ketiga

dilakukan dengan memindahkan gelas objek ke dalam wadah berbentuk

kotak yang di bagian dasarnya terdapat tisu yang dibasahi dengan akuades.

Pada bagian atas tisu tersebut diberi dua penyangga untuk meletakkan gelas

objek agar tidak langsung menyentuh tisu yang basah tersebut. Dalam

kondisi tersebut, proses perendaman jaringan dilakukan dengan meneteskan

akuades melalui pipet tetes tepat di atas jaringan.

Perendaman jaringan dilanjutkan di dalam larutan 3% H2O2 dengan

cara diteteskan. Perendaman ini dilakukan selama 10 menit. Setelah itu,

perendaman dilakukan di dalam akuades lagi dengan cara diteteskan tepat di

atas jaringan. Perendaman ini dilakukan sebanyak dua kali, masing-masing

selama 5 menit. Perendaman dilanjutkan di dalam larutan PBS (phosphate

buffer saline) selama 5 menit. Dalam hal ini, PBS berperan sebagai larutan

pencuci (wash buffer). PBS dibuat dengan cara melarutkan tablet PBS ke

dalam akuades, dengan perbandingan satu tablet PBS dilarutkan dalam 200

ml akuades. Pada saat pembuatan PBS, ditambahkan Tween 20 sebanyak

satu tetes. Tween 20 berperan sebagai deterjen, yaitu untuk menyatukan

antara PBS dengan protein target. Tween 20 juga dapat membersihkan

protein-protein lain yang bukan target, sehingga memperjelas pengamatan

protein target.

Perendaman dilanjutkan di dalam larutan blocking (blocking solution)

selama satu jam. Larutan blocking dibuat dengan cara melarutkan susu skim

(skim milk) ke dalam PBS, dengan perbandingan 0,1 g susu skim dilarutkan

dalam 100 ml PBS. Perendaman dengan larutan blocking dilakukan dengan

cara diteteskan tepat di atas jaringan. Volume larutan blocking yang dapat

diteteskan adalah 100-400 μL pada suhu ruang. Penetesan larutan blocking

dilakukan dengan mikropipet.

Perendaman selanjutnya adalah perendaman jaringan dalam larutan

antibodi primer dengan proses inkubasi pada suhu 4°C (suhu kulkas) selama

semalam (overnight). Perendaman dengan antibodi primer dilakukan dengan

cara diteteskan tepat di atas jaringan, sebelum diinkubasi dengan suhu 4°C.

Volume larutan antibodi primer yang diteteskan adalah 100-400 μL dengan

Page 81: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

49

pengenceran 1:150 (antibodi anticaspase-3) dan pengenceran 1:30 (antibodi

antiCD4) Penetesan larutan antibodi primer dilakukan dengan mikropipet.

Perendaman ini bertujuan mengefektifkan reaksi antara antigen yang

terdapat pada jaringan dengan antibodi primer (reaksi Ag-Ab).

Setelah overnight, larutan antibodi primer dicuci dan dilanjutkan

dengan merendam jaringan dalam larutan PBS sebanyak tiga kali, masing-

masing selama 5 menit. Dalam hal ini, larutan PBS diteteskan saja.

Perendaman selanjutnya adalah perendaman jaringan dalam larutan antibodi

sekunder dengan proses inkubasi pada suhu ruang selama 30 menit.

Perendaman dengan antibodi sekunder dilakukan dengan cara diteteskan

tepat di atas jaringan. Volume larutan antibodi sekunder yang diteteskan

adalah 100-400 μL dengan pengenceran 1:1000. Penetesan larutan antibodi

sekunder dilakukan dengan mikropipet. Perendaman ini bertujuan

mengefektifkan reaksi antara antibodi primer yang sudah terikat pada

jaringan dengan antibodi sekunder (reaksi Ag-Ab). Pada penelitian ini,

antibodi sekunder yang digunakan adalah antibodi antirabbit yang dilabel

dengan enzim HRP (horseradish peroxidase).

Setelah itu, larutan antibodi sekunder dicuci, dilanjutkan dengan

merendam jaringan dalam larutan PBS sebanyak tiga kali, masing-masing

selama 5 menit. Selanjutnya, jaringan direndam dengan larutan DAB

(diaminobenzidine). Dalam hal ini, DAB harus disiapkan dalam keadaan

segar. DAB dibuat dengan mengencerkan larutan stok DAB dalam pelarut

DAB dengan perbandingan 1:10. DAB merupakan substrat bagi enzim HRP

yang melabel antibodi sekunder. Reaksi antara DAB dan enzim HRP

menghasilkan warna coklat.

Selanjutnya, larutan DAB dicuci dari jaringan dengan merendam

jaringan dalam akuades selama 5 menit. Setelah itu, jaringan direndam

dengan larutan hematoksilin selama 5-10 menit. Hematoksilin merupakan

salah satu pewarna yang baik untuk diagnosis histopatologik, karena

hematoksilin berperan mewarnai nukleus dan jaringan terkalsifikasi dengan

warna ungu. Perendaman berlanjut dengan merendam jaringan dalam

akuades sebanyak dua kali, masing-masing 5 menit. Setelah perendaman

Page 82: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

50

dengan akuades, langkah penting lain dalam metode imunohistokimia

adalah dehidrasi, penjernihan dan penutupan jaringan pada gelas objek

(mounting).

Proses dehidrasi diawali proses inkubasi dengan merendam jaringan

dalam larutan etanol pro-analysis dengan konsentrasi bertingkat, mulai dari

konsentrasi rendah ke tinggi, yakni etanol 70, 80, 96 dan 100%. Perendaman

dalam setiap konsentrasi etanol dilakukan selama 3 menit. Setelah

perendaman dalam etanol 100%, jaringan direndam dalam larutan xylol

selama 3 menit. Selanjutnya, jaringan siap ditutup dengan media dan gelas

penutup. Proses penutupan jaringan dilakukan dengan cara meneteskan

media penutup secukupnya pada jaringan di gelas objek, sebelum xylol

menguap. Selanjutnya, gelas penutup diletakkan di atas jaringan dan ditekan

perlahan dengan ujung pinset untuk mengeluarkan gelembung udara yang

masih terdapat pada gelas objek. Media penutup tersebut akan mengeras

sehingga gelas objek dapat disimpan pada rak preparat. Selanjutnya, sediaan

histologis siap diamati di bawah mikroskop dan direkam dengan foto digital.

Perubahan histopatologi yang terlihat pada jaringan berdasarkan

pewarnaan IHK dikelompokkan berdasarkan warna coklat DAB yang tidak

terlokalisasi. Hal ini dilakukan dengan memberikan skor terhadap tingkat

kepekatan warna coklat pada area yang terbentuk, mengikuti metode Kanter

et al. (2004). Skor tersebut meliputi 0 (tidak terdapat area berwarna coklat,

0%), 1 (warna coklat sangat kurang pekat, + 1-25%), 2 (warna coklat kurang

pekat, + 26-50%), 3 (warna coklat pekat, + 51-75%), 4 (warna coklat sangat

pekat, + 76-100%).

3.12 Analisis Data

Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan acak lengkap (RAL)

dengan empat perlakuan. Semua data dianalisis dengan prosedur sidik ragam

(Analisis of Varian, ANOVA) dengan bantuan program SPSS (Statistical Package

for the Social Science) versi 16. Apabila hasil uji sidik ragam menunjukkan

adanya perbedaan, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf

5%.

Page 83: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Mencit Percobaan

Masa adaptasi dilakukan selama satu minggu untuk membiasakan

mencit terhadap lingkungan dan pakan yang baru. Masa adaptasi juga

dilakukan untuk melihat kondisi kesehatan mencit yang akan mendapat

perlakuan. Ransum diberikan dalam bentuk bubuk sejumlah 5 gram/hari/

mencit. Pemberian ransum dilakukan pada waktu yang sama setiap harinya

untuk mengurangi variabilitas, yakni setiap pukul 14.00 – 15.00 WIB.

Penggantian ransum dilakukan setiap hari supaya mencit mendapatkan pakan

yang segar. Untuk mengetahui jumlah ransum yang dikonsumsi oleh mencit

setiap harinya, maka dilakukan penimbangan sisa ransum setiap hari. Selain

itu, penimbangan berat badan mencit dilakukan dua kali dalam satu minggu

untuk mengetahui pertumbuhan dan kesehatan mencit.

Setelah masa adaptasi, mencit dibagi menjadi 4 kelompok yang masing-

masing kelompok terdiri atas 8 ekor mencit. Kelompok K- mendapatkan

ransum standar (sumber karbohidrat maizena) tanpa induksi karsinogen.

Kelompok K+ mendapatkan ransum standar dan induksi kasinogen

azoksimetana (AOM) dan dekstran sodium sulfat (DSS). Kelompok S50

mendapatkan ransum yang mengandung sumber karbohidrat 50% maizena

dan 50% tepung sorgum, sedangkan kelompok S100 merupakan kelompok

mencit dengan ransum yang mengandung sumber karbohidrat 100% tepung

sorgum, yang mana kelompok S50 dan S100 mendapat induksi karsinogen

yang sama dengan kelompok K+.

Faktor-faktor lingkungan baik internal maupun eksternal, seperti

induksi karsinogen, dapat menginduksi terjadinya perubahan fisiologis atau

tingkah laku dari hewan percobaan. Faktor-faktor tersebut dinamakan

stressor. Jika mencit percobaan tidak bisa beradaptasi dengan stressor yang

ada, maka mencit akan mengalami respon fisiologis atau tingkah laku yang

abnormal atau dalam kondisi distress. Tanda-tanda klinis dan perubahan

tingkah laku abnormal akibat kondisi distress dapat mempengaruhi konsumsi

ransum dan air minum, akumulasi eksudat berwarna coklat kemerahan di

Page 84: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

52

sekeliling mata dan lubang hidung, turunnya berat badan, penurunan

aktivitas, postur membungkuk, pernafasan yang sulit, serta peningkatan atau

penurunan keagresifan (NAS 1996).

Gambar 8 Grafik konsumsi ransum rata-rata pada setiap kelompok mencit

Selama masa percobaan, konsumsi ransum rata-rata mencit kelompok

K- lebih tinggi dibandingkan kelompok yang diinduksi karsinogen (K-, S50,

dan S100) (Tabel 9). Induksi karsinogen dapat menyebabkan kondisi stress

yang dapat mempengaruhi konsumsi ransum. Oleh karena itu, tidak adanya

induksi karsinogen pada kelompok K- menyebabkan mencit pada kelompok

ini tidak mengalami pengaruh pada konsumsi ransumnya. Akibatnya mencit

kelompok ini juga memiliki selisih berat badan yang paling tinggi

dibandingkan kelompok lainnya (Tabel 9).

Sebaliknya kelompok K+ memiliki konsumsi ransum rata-rata yang

paling rendah dibandingkan kelompok lainnya. Induksi karsinogen

menyebabkan berkurangnya asupan makanan, malabsorbsi, dan perubahan

metabolisme tubuh. Hal ini menyebabkan kelompok K+ memiliki selisih

berat badan yang paling rendah dibandingkan kelompok yang lain. Sindrom

seperti ini sering terjadi pada penderita kanker, yang dinamakan kaheksia.

Kaheksia adalah keadaan malnutrisi yang ditandai dengan anoreksia,

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19

Ra

ta-R

ata

Ko

nsu

msi

Ra

nsu

m (

gra

m)

Minggu ke-

K-

K+

S50

S100

Page 85: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

53

penurunan berat badan, depresi, nausea kronis, anemia, gangguan

metabolisme, serta perubahan keseimbangan asam basa, kadar vitamin, dan

elektrolit (Trujillo et al. 2005).

Gambar 9 Grafik berat badan rata-rata pada setiap kelompok mencit

Kaheksia merupakan kondisi tubuh yang lemah akibat kanker dan dapat

menyebabkan kematian (Acharyya et al. 2005). Lebih dari 80% pasien yang

menderita kanker mengalami kaheksia sebelum kematiannya. Kaheksia

dicirikan dengan penurunan berat badan dan diduga terjadi akibat metabolit

abnormal yang dihasilkan selama perkembangan tumor. Interaksi tumor

dengan inangnya juga dapat mempengaruhi metabolisme karena sel-sel tumor

juga membutuhkan asupan nutrisi yang diperoleh dari inangnya untuk

bertahan hidup. Gangguan metabolisme tersebut meliputi gangguan pada

metabolisme karbohidrat, oksidasi lipid, serta penurunan sintesis protein otot

(Setiawati 2003).

Penggunaan sumber karbohidrat berupa tepung sorgum pada kelompok

mencit perlakuan S50 dan S100 menunjukkan bahwa mencit pada kelompok

ini memiliki konsumsi ransum rata-rata yang lebih tinggi secara signifikan

dibandingkan kelompok K+ (Lampiran 3). Pemberian tepung sorgum diduga

mampu meringankan kondisi distress yang disebabkan karena induksi

15,00

16,00

17,00

18,00

19,00

20,00

21,00

22,00

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19

Ra

ta-R

ata

Ber

at

Ba

da

n (

gra

m)

Minggu ke-

K-

K+

S50

S100

Page 86: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

54

karsinogen dan berbanding lurus dengan jumlah tepung sorgum yang

digunakan dalam komposisi ransum. Hal ini terlihat dari konsumsi rata-rata

mencit kelompok S100 lebih tinggi dibandingkan kelompok S50. Hanya saja

adanya induksi karsinogen tetap menyebabkan konsumsi ransum rata-rata

pada kelompok S50 dan S100 masih lebih rendah dibandingkan kelompok K-

(Tabel 9).

Tabel 9 Konsumsi ransum rata-rata dan selisih berat badan pada setiap

kelompok mencit selama perlakuan

Kelompok Konsumsi ransum

rata-rata (g/ekor/hr)

Selisih berat badan

selama perlakuan (g/ekor)

K-

K+

S50

S100

3,61 ± 0,21

d

2,51 ±0,31a

3,19 ± 0,24

b

3,41 ± 0,28

c

4,50 ± 1,22b

3,14 ± 0,56a

3,63 ± 0,74

ab

3,44 ± 0,78a

Ket. : superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5

% (p<0,05).

Pemberian tepung sorgum pada mencit S50 dan S100 tidak

menunjukkan kemampuannya dalam meningkatkan selisih berat badan

secara signifikan pada mencit yang diinduksi kanker kolon (Lampiran 4),

meskipun memiliki konsumsi ransum rata-rata yang lebih tinggi

dibandingkan kelompok K+ (Tabel 9). Hal ini diduga selain adanya pengaruh

dari induksi karsinogen, adanya komponen flavonoid pada sorgum, yaitu

tanin, diduga mampu mengikat protein dan polisakarida sehingga daya

absorbsi nutrisi tersebut berkurang dan dapat menurunkan berat badan

(Nyachoti et al. 1997). Hal ini didukung hasil penelitian Kaviarasan et al.

(2008) yang melakukan penelitian dengan memberikan fraksi flavonoid pada

tikus percobaan. Pada kelompok kontrol mengalami kenaikan berat badan

sebesar 117,5±8,09 g dengan konsumsi rata-rata sebesar 25,83±1,09

g/ekor/hari, sedangkan pada kelompok perlakuan pemberian flavonoid

mengalami kenaikan berat badan sebesar 63,33±6,06 g dengan konsumsi rata-

rata sebesar 27,1±1,41 g/ekor/hari. Kecenderungan ini terjadi diduga akibat

adanya perbedaan aktivitas dan tingkat penyerapan nutrisi.

Konsumsi ransum yang mengandung sumber karbohidrat berupa tepung

sorgum sebanyak 50% dan 100% pada mencit kelompok S50 dan S100

Page 87: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

55

tampak tidak memberikan efek negatif terhadap selera makan mencit (Tabel

9).

Adanya tanin pada sorgum dikatakan mampu mempengaruhi sifat

sensori karena menyebabkan rasa sepat atau astringen sehingga

mempengaruhi selera makan (Rooney dan Dykes 2007). Sorgum varietas

Kawali memiliki kandungan tanin sebesar 0,7% (Singgih et al. 2006), yang

mana menurut Rooney (2005) tanin dengan jumlah di bawah 5-10% memiliki

kemungkinan pembentukan kompleks dengan makromolekul yang rendah

serta belum mempengaruhi nilai sensori.

Puspawati (2009) melaporkan bahwa pemberian tepung sorgum 50%

dan 100% sebagai sumber karbohidrat pada tikus percobaan yang tidak

diberikan stress, tampak belum mempengaruhi berat badan dan selera makan

tikus. Hal ini diduga karena tanin masih berada dalam jumlah normal atau

tidak melebihi kebutuhan, sehingga belum menurunkan nilai sensori yang

mengurangi selera makan.

Selain mengamati konsumsi ransum dan berat badan, dilakukan pula

pengamatan mengenai penampakan fisik dan tingkah laku selama perlakuan

serta berat organ mencit setelah perlakuan. Pengamatan ini bertujuan untuk

mengetahui adanya perubahan yang terjadi akibat pemberian ransum serta

induksi karsinogen berupa azoksimetana (AOM) dan desktran sodium sulfat

(DSS).

Penampakan fisik dan tingkah laku kelompok mencit K- selama

percobaan terlihat normal, warna bulu bersih dan mengkilat, mata cerah, serta

bergerak lincah, dan memiliki pernafasan normal. Kondisi serupa juga terlihat

pada kelompok mencit perlakuan S50 dan S100. Hal ini memperkuat dugaan

sebelumnya bahwa adanya pemberian tepung sorgum mampu menurunkan

kondisi distress, sehingga mencit pada dua kelompok ini dapat tumbuh

dengan normal.

Perbedaan yang sangat nyata terlihat kondisi fisik serta tingkah laku

pada kelompok mencit K-. Mencit pada kelompok ini memiliki warna bulu

yang kusam, mata sayu, serta postur tubuh yang lebih membungkuk. Selain

itu, tingkah laku mencit pada kelompok ini juga terlihat lesu, kurang aktif,

Page 88: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

56

serta pernafasan yang tidak normal. Hal ini menunjukkan adanya kondisi

kaheksia pada mencit K+. Bruera (2002) menyebutkan bahwa kaheksia

terjadi karena gangguan psikologis pada susunan syaraf pusat (menyebaban

keengganan makan, gangguan persepsi rasa kecap, dan stress psikologis),

serta gangguan proses metabolisme, produksi makrofag, dan disfungsi

autonomik.

Gambar 10 Organ setiap kelompok mencit

Gambar 10 menunjukkan gambaran keadaan organ tiap kelompok

mencit. Keadaan mencit percobaan juga didukung dengan data berat relatif

organ hati, ginjal, dan kolon. Berat relatif organ merupakan berat organ

dibagi berat badan dari mencit yang bersangkutan. Berat relatif organ hati dan

ginjal diketahui tidak berbeda nyata (p < 0,05). Perbedaan yang nyata terlihat

pada berat relatif kolon kelompok K+ yang secara signifikan lebih tinggi

dibandingkan kelompok mencit S50 dan S100 (Tabel 10, Lampiran 5).

Berat relatif kolon pada kelompok K+ diduga disebabkan karena

adanya pertumbuhan tumor. Hanya saja data berat relatif kolon tidak cukup

untuk membuktikan adanya pertumbuhan tumor pada organ ini. Hal ini

dikarenakan terdapat faktor lain yang mampu menyebabkan bertambahnya

berat kolon. Inflamasi merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan

K- K+

S50 S100

Page 89: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

57

kenaikan berat kolon. Kejadian serupa dilaporkan pada penelitian tikus yang

mengalami peradangan kolon dengan induksi 2,4,6-trinitobenzene sulfonic

acid (TNBS). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kolon yang

mengalami inflamasi mengalami peningkatan berat dan ketebalan. Hal ini

dikarenakan adanya infiltrasi seluler pada kolon, peningkatan produksi

inflamatori sitokin, dan proliferasi epitel kolon (Berg 2002).

Tabel 10 Berat relatif organ

Berat

relatif

Kelompok

K- K+ S50 S100

Hati 0,041±0,007a 0,037±0,008

a 0,048±0,008

a 0,043±0,006

a

Ginjal 0,015±0,002 a 0,016±0,005

a 0,016±0,004

a 0,018±0,005

a

Kolon 0,009±0,002a 0,014±0,005

b 0,009±0,003

a 0,010±0,002

a

Ket. : superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 %

(p<0,05).

Inflamasi merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh

cidera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi,

atau mengikat baik agen pencidera maupun jaringan yang cidera tersebut.

Secara garis besar, peradangan ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah

lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan,

kenaikan permeabilitas kapiler disertai kebocoran cairan dalam jumlah besar

ke dalam ruang interstisial, pembekuan cairan dalam ruang interstisial yang

disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler dalam

jumlah berlebihan, migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit dalam

jaringan, dan pembengkakan sel jaringan. Beberapa produk yang

menyebabkan reaksi ini adalah histamin, brakidinin, serotonin, prostaglandin,

beberapa macam produk reaksi sistem komplemen, produk reaksi pembekuan

darah, dan berbagai substansi hormonal yang disebut limfokin yang

dilepaskan oleh sel T yang tersensitasi (Guyton dan Hall 1997).

4.2 Evaluasi Histopatologi Organ Mencit Balb/c dengan Pewarnaan Hema-

toksilin-Eosin (HE)

Analisis histopatologi menggunakan pewarnaan Hematoksilin-Eosin

(HE) merupakan metode yang umum dipakai untuk melihat perubahan

Page 90: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

58

jaringan yang terjadi. Pewarnaan jaringan dengan metode ini menggunakan

dua macam pereaksi untuk memudahkan pengamatan perubahan patologik

dengan mewarnai organel dan inti sel secara terpisah. Dengan menggunakan

pewarnaan HE, struktur selular dan perubahan patologik dapat diamati

dengan mudah, karena sitoplasma (organel) diwarnai oleh eosin menjadi

merah muda, sedanglan inti sel diwarnai oleh hematoksilin menjadi ungu

(Paniogoro et al. 2007). Perbedaan warna ini penting dalam mempelajari

anatomi dan patologi jaringan secara mikroskopis agar dapat dibedakan inti

sel dengan sitoplasma serta strukur ekstraselulernya (Kiernan 1990).

Analisis histopatologi menggunakan pewarnaan HE dilakukan pada

organ hati, ginjal dan kolon karena ketiga organ ini merupakan sasaran utama

dari karsinogen. Kolon merupakan target utama terjadinya perkembangan

kanker, sedangkan hati dan ginjal merupakan organ yang berkaitan dengan

metabolisme toksikan, sehingga pengamatan terhadap terjadinya perubahan

akibat adanya induksi karsinogen penting dilakukan pada ketiga organ

tersebut.

Hati menjadi organ sasaran karena menerima 80% suplai darah dari

vena porta, sehingga memungkinkan untuk zat-zat toksik yang diserap

ditransportasikan oleh vena porta ke hati. Hati merupakan tempat utama

terjadinya detoksifikasi toksikan di dalam tubuh. Adapun ginjal merupakan

salah satu organ yang berperan dalam ekskresi hasil detoksifikasi yang

bersifat larut air sehingga akan dikeluarkan bersama urin. Ginjal merupakan

organ yang memiliki banyak fungsi dalam tubuh yakni sebagai organ sistem

urinasi untuk mengeluarkan sisa dan garam, serta memusnahkan zat toksik

(Levi et al. 2000).

4.2.1 Histopatologi Jaringan Hati

Hati merupakan organ terbesar (1,3-3,1% dari total berat badan) di

dalam tubuh yang terletak pada bagian kuadran kanan atas abdomen, di

bawah diafragma. Fungsi dasar hati dapat dibagi menjadi tiga, yaitu fungsi

vaskular untk menyimpan dan menyaring darah, fungsi metabolisme yang

berhubungan dengan sebagian besar sistem metabolisme tubuh, serta fungsi

Page 91: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

59

sekresi dan ekskresi yang berperan membentuk empedu yang mengalir

melalui saluran empedu ke saluran pencernaan (Guyton dan Hall 1997). Hati

juga merupakan bagian tubuh utama yang berperan dalam proses

detoksifikasi metabolit toksik, yang mana produk hasil metabolismenya akan

dikeluarkan melalui sirkulasi darah maupun empedu (Levi et al. 2000).

Secara anatomi hati tersusun atas lobus kanan, lobus kiri, lobus

caudatus, dan lobus quadratus. Lobulus merupakan unit fungsional dasar hati.

Lobulus hati terbentuk mengelilingi sebuah vena sentralis yang mengalir ke

vena hepatika dan kemudian ke vena cava. Lobulus dibentuk dari banyak

lempeng sel hepar yang memancar secara sentrifugal dari vena sentralis.

Masing-masing lempeng hepar tebalnya satu sampai dua sel dan diantara sel

yang berdekatan terdapat kanalikuli empedu kecil yang mengalir ke duktus

empedu yang berasal dari septum fibrosa yang memisahkan lobulus hati yang

berdekatan (Guyton dan Hall 1997). Adapun dua macam sel utama yang perlu

diamati pada hati adalah sel parenkim (hepatosit) yang membentuk lembaran-

lembaran tipis yang terpisah oleh sinusoid dan sel-sel Kupffer

(retikuloendotelial) yang merupakan makrofag jaringan yang membentuk

selaput-selaput sinusoid (Bevelander 1979).

Melalui pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE), terlihat adanya

perubahan pada morfologi hati pada kelompok K- dan kelompok perlakuan

AOM-DSS (K+, S50, dan S100). Pada mencit kelompok K-, terlihat inti

hepatosit yang bulat dan menyerap warna hematoksilin (biru) yang kuat dan

sitoplasma menyerap warna eosin (merah). Nukleolus terlihat jelas, sinusoid

terbentuk seperti memancar secara sentrifugal dari vena sentralis dengan sel-

sel Kupffer yang menyerap warna hematoksilin mengisi sinusoid-sinusoid.

Pada kelompok ini tidak terlihat adanya sel yang mengalami nekrosa karena

tidak ada sel yang terlihat lebih merah dibandingkan sel normal dan inti sel

terlihat jelas (Gambar 11).

Pada kelompok K+ terlihat sinusoid yang melebar dan tidak memancar

secara sentrifugal dari vena sentralis, tetapi sel-sel Kupffer tetap terlihat di

sekitar sinusoid. Sitoplasma terlihat bergranula eosinofilik dan sebagian inti

sel tidak menyerap warna hematoksilin (biru) dengan sempurna. Selain itu,

Page 92: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

60

terlihat pula adanya inti sel yang mengalami kariopiknosis dimana inti sel

mengecil tetapi menjadi bundar dan warnanya menjadi lebih jelas.

Gambar 11 Fotomikrograf jaringan hati mencit. K- (Kelompok kontrol

negatif), K+ (Kelompok tanpa sorgum + AOM-DSS), S50 (Ke-

lompok sorgum 50% + AOM-DSS), S100 (Kelompok sorgum

100% + AOM-DSS). = infiltrasi radang, = kariopiknosis,

..... = vakuolisasi atau degenerasi lemak.

Adanya pemberian tepung sorgum pada mencit kelompok S50 dan

S100 memberikan penampakan patologis hati yang lebih baik dibandingkan

pada kelompok K+. Hal ini diduga karena fermentasi serat pangan pada

sorgum, terutama β-glukan, mampu menurunkan aktivitas enzim yang

mampu menghidrolisis produk konjugasi hasil detoksifikasi. Hidrolisis

tersebut mampu menyebabkan terlepasnya kembali karsinogen yang

selanjutnya akan diserap usus dan masuk kembali ke hati melalui sirkulasi

portal. Berulangnya kejadian ini akan meningkatkan waktu paruh karsinogen

dan menyebabkan efek negatif pada organ hati (Levi et al. 2000).

K+

E

K-

E

S100 S50

E

Page 93: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

61

4.2.2 Histopatologi Jaringan Ginjal

Ginjal merupakan organ penting untuk mempertahankan keseimbangan

air, garam, dan elektrolit. Ginjal merupakan organ vital yang berfungsi

sebagai pengatur komposisi kimia darah dengan mengekskresikan padatan

dan air secara selektif. Fungsi utama ginjal adalah mengeliminasi produk

samping hasil metabolisme normal serta substansi-subtansi toksik yang

berbahaya bagi tubuh, sambil mempertahankan konstituen darah yang masih

berguna (Davey 2006).

Ginjal terdiri atas korteks dan medula. Korteks berada di sebelah luar

yang mengandung semua mapiler glomerolus dan sebagian segmen tubulus

pendek. Bagian medula di sebelah dalam tempat sebagian besar segmen

tubulus berada (Corwin 2007). Pada bagian medula banyak terdapat nefron

(unit fungsional ginjal) yang terdiri dari korpus renal, tubulus proksimal, ansa

henle dan tubulus distalis. Setiap korpus renal terdiri atas seberkas kapiler

glomerulus yang dikelilingi oleh kapsul bowman. Fungsi vital ginjal

dilakukan dengan filtrasi plasma darah melalui glomerolus, yang kemudian

diikuti dengan reabsorbsi sejumlah cairan dan air yang sesuai di sepanjang

tubulus ginjal.

Pengamatan morfologi jaringan ginjal pada kelompok K- dan kelompok

perlakuan AOM-DSS (K-, S50, dan S100) dapat dilihat pada Gambar 12.

Pada kelompok K- tidak ditemukan adanya kelainan pada ginjal secara

morfologis. Sel-sel pada ginjal kelompok ini memiliki bentuk polihedral

dengan inti sel budar jernih, terletak di dalam sel, dan memiliki sitoplasma

yang jernih. Tubuli proksimalis dilapisi oleh epitel kubus dengan mikrovili

dan inti berbentuk bulat. Inti sel-sel epitel tubuli renalis berbentuk bulat dan

menyerap warna basofilik dari hematoksilin (biru) dan bagian sitoplasmanya

menyerap warna asidofilik dari eosin (merah).

Pada kelompok perlakuan AOM dan DSS terlihat perubahan

mikroskopis terjadi pada inti, sitoplasma dan jaringan interstitial. Sel

mengalami nekrosis bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pada

kelompok K+ beberapa inti sel tubuli renalis mengalami kariopiknosis.

Struktur bagian sitoplasma pada beberapa sel tubuli renalis menunjukkan

Page 94: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

62

adanya kerusakan dan terlihat warnanya lebih merah dibandingkan kelompok

K-, serta terlihat adanya infiltrasi sel radang pada jaringan interstitial. Pada

kelompok S50 dan S100, sel-sel yang mengalami nekrosis dan kariopiknotis

jumlahnya lebih sedikit dari kelompok K+ (Gambar 12). Hal ini

menunjukkan pengaruh pemberian sorgum terhadap jaringan ginjal dapat

mengurangi kariopiknotis, nekrosis, dan infitrasi radang.

Gambar 12 Fotomikrograf jaringan ginjal mencit. K- (Kelompok kontrol ne-

gatif), K+ (Kelompok tanpa sorgum + AOM-DSS), S50 (Ke-

lompok sorgum 50% + AOM-DSS), S100 (Kelompok sorgum

100% + AOM-DSS). = glomerulus, = hemoragi, =

kariopiknotis, = nekrosis dan infiltrasi sel radang.

4.2.3 Histopatologi Jaringan Kolon

Usus besar terdiri atas sekum, kolon asenden, kolon transversum, kolon

desenden, kolon sigmoid, dan rektum. Dinding usus besar mempunyai tiga

lapisan, yaitu lapisan mukosa (bagian dalam), lapisan muskularis (bagian

tengah), dan lapisan serosa (bagian luar). Mukosa kolon terdiri atas dari

lamina epitelaris dan lamina propia. Lamina epitelaris terdiri atas pelapis

K+ K-

S50 S100

Page 95: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

63

epitel absortif (kolumnar) diselang-seling sel goblet, sedangkan pada lamina

propia terdiri atas jaringan ikat retikuler dan secara sporadik terdapat nodul

jaringan limfoid. Berbeda dengan mukosa usus halus, lapisan mukosa kolon

lebih tebal dengan kriptus Lieberkuhn yang terletak lebih dalam dan memiliki

sel goblet yang lebih banyak daripada usus halus. Selain itu, pada mukosa

kolon juga tidak dijumpai adanya villi (Frappier 2006).

Bagian submukosa kolon terdiri atas jaringan ikat longgar, pembuluh

darah, dan syaraf polinuklear yang disebut ganglion pleksus Meisner. Tunika

muskularis usus besar terdiri atas lapisan dalam yang tersusun secara

longitudinal dan lapisan luar yang tersusun secara sirkuler. Kedua lapisan ini

dipisahkan oleh jaringan ikat longgar, pembuluh darah, daun syaraf

polinuklear yang disebut ganglion pleksus Aurbach. Adapun bagian terluar

dari kolon adalah lapisan serosa yang terdiri atas mesotelium dan jaringan

ikat subserosa (Frappier 2006).

Kolon merupakan bagian dari usus besar yang berfungsi dalam

penyerapan air, natrium, dan mineral lainnya, yang selanjutnya merubah

kimus dari bentuk cair menjadi massa semi padat yang disebut feses.

Beberapa bakteri, seperti Eschericia coli, Enterobacter aerogenes dan

Bacteroides pregilis mampu mensintesis vitamin K di dalam kolon. Kolon

tidak memproduksi enzim, hanya mensekresikan mukus (Underwood 1994).

Hasil pengamatan histopatologi melalui pewarnaan Hematoksilin-Eosin

(HE) pada jaringan kolon kelompok K- dan kelompok perlakuan AOM-DSS

(K+, S50, dan S100) dapat dilihat pada Gambar 13. Dari gambar terlihat

adanya perbedaan morfologi antara mencit kelompok K- dan kelompok

perlakuan AOM-DSS.

Tabel 11 Pengujian penanda kolitis pada kolon mencit dengan pewar-

naan HE

Kelompok Rata-rata skor penanda kolitis

K- 0,00 ± 0,00a

K+ 3,67 ± 0,52c

S50 1,50 ± 0,53b

S100 1,13 ± 0,64b

Ket. : superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5

% (p<0,05)

Page 96: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

64

Gambar 13 Fotomikrograf jaringan kolon mencit. K- (Kelompok kontrol ne-

gatif), K+ (Kelompok tanpa sorgum + AOM-DSS), S50 ( Ke-

lompok sorgum 50% + AOM-DSS), S100 (Kelompok sorgum

100% + AOM-DSS). = infiltrasi radang, = epitel yang

mengalami kerusakan, = kripta aberran.

Kelompok K- menunjukkan mukosa kolon yang normal. Hal ini terlihat

dari sel-sel jaringan dan ukuran inti sel yang seragam, serta ruang antar sel

yang tidak mengalami perubahan. Hasil pengamatan patologis juga tidak

menunjukkan terjadinya peradangan usus (kolitis) pada kolon mencit

kelompok ini (Tabel 11). Sebaliknya, hasil pengamatan histopatologi pada

kolon mencit kelompok K+ menunjukkan adanya peradangan usus (kolitis)

yang parah pada bagian mukosa sel, propria muskularis, dan submukosa.

Hampir semua kolon kelompok K+ kehilangan bentuk kripta yang

menandakan selnya telah rusak. Selain itu, terlihat pula adanya infiltrasi sel

radang akut pada mukosa, submukosa, dan muskularis mukosa (Gambar 13).

Adapun pemberian tepung sorgum pada mencit kelompok S50 dan

S100 menyebabkan perbedaan yang nyata pada pengamatan histopatologi

kolon apabila dibandingkan dengan kolon mencit kelompok K+ (Lampiran

6). Hal ini ditunjukkan dengan skor penanda kolitis yang lebih rendah secara

K+ K-

S50 S100

Page 97: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

65

signifikan (Tabel 11). Pada kelompok S50 dan S100 hanya terlihat mukosa

yang kurang beraturan dengan kripta yang cenderung sedikit memendek dan

terjadi sedikit infiltrasi radang (Gambar 13).

Pengamatan histopatologi secara imunohistokimia menunjukkan

pemaparan jangka panjang karsinogen AOM dan DSS menyebabkan

peradangan dan meningkatkan pembentukan kanker kolorektal. Hilangnya

fungsi pertahanan lokal epitel disebabkan kegagalan diferensiasi akibat

terpapar karsinogen AOM mengakibatkan respon inflamasi enzim COX-2

tertampil. Adanya penanda COX-2 menunjukkan terjadinya inflamasi pada

kolon mencit. Penelitian Salimi (2012) menunjukkan bahwa pemberian

tepung sorgum sebagai 50% dan 100% sumber karbohidrat mampu

menurunkan keberadaan penanda enzim ini. Dengan adanya induksi AOM-

DSS, kelompok sorgum 50% memiliki nilai skor penanda COX-2 sebesar

0,50 ± 0,52, kelompok sorgum 100% sebesar 0,30 ± 0,55, sedangkan

kelompok kontrol yang diinduksi kanker kolon sebesar 2,60 ± 0,51.

Evolusi kanker kolon merupakan proses yang bertahap, dimana proses

dimulai dari hiperplasia sel mukosa, pembentukan adenoma, perkembangan

maligna, dan invasif kanker. Kanker kolon diawali dengan tumor jinak yang

dapat berkembang menjadi tumor ganas dan menyusup (invasiv membran

basalis), merusak jaringan normal kemudian meluas ke sekitarnya. Sel kanker

dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke dalam tubuh yang lain.

Gambar 14 Fotomikrograf jaringan kolon mencit kelompok K+ ( = hiper-

plasia sel, = invasi membran basalis, = infiltrasi sel radang)

Page 98: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

66

Adanya induksi AOM-DSS tanpa pemberian tepung sorgum pada mencit

kelompok kontrol K+ menyebabkan terjadinya edema dan inflamasi akut

yang ditandai dengan infiltrasi sel radang di lamina propia kolon (Gambar

14). Hal ini menyebabkan hiperplasia sel yang merupakan tahap awal

terjadinya kanker kolon. Kejadian ini tidak teramati pada penampakan

patologis kolon kelompok S50 dan S100, yang menunjukkan bahwa

pemberian tepung sorgum mampu mencegah perkembangan kanker kolon.

Hal ini mengindikasikan bahwa konsumsi sorgum dengan derajat sosoh 50%

sebagai 50-100% sumber karbohidrat sangat baik untuk dikonsumsi, terutama

dalam rangka pencegahan penyakit kanker kolon.

Senyawa karsinogenik AOM yang diinjeksikan melalui intraperitoneal

memasuki sel dan mengalami proses metabolisme oleh enzim fase 1

menghasilkan metabolit reaktif. Metabolit reaktif merupakan senyawa radikal

yang mudah berikatan dengan DNA, sehingga DNA sel akan mudah

mengalami mutasi. Kerusakan DNA dan mutasi gen merupakan tahap awal

inisiasi dalam pembentukan sel kanker (Levi 2000).

Gambar 15 Perkiraan model penghambatan kanker oleh komponen bioaktif

sorgum (Salimi 2012)

Induksi AOM

Komponen

bioaktif sorgum

Page 99: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

67

Adanya komponen bioaktif pada sorgum dapat berperan sebagai

antioksidan yang dapat mencegah terjadinya pengikatan metabolit reaktif

dengan DNA. Kandungan komponen bioaktif berupa fenolik, flavonoid,

tannin, dan antosianin mempunyai gugus hidroksil pada cincin aromatis.

Fenolik merupakan asam lemah aromatis yang tersubstitusi satu atau lebih,

mudah mengalami oksidasi sehingga menyebabkan fenolik mampu

menangkap senyawa radikal bebas (Benbrook 2005). Efektivitas flavonoid,

tannin, dan antosianin dikarenakan struktur dihidroksi pada cincin, kombinasi

gugus C3-OH dan C5-OH dengan C4 karbonil dan ikatan rangkap pada C2-3

dapat meningkatkan aktivitas menangkap radikal bebas (Amic et al. 2003).

Kemampuan senyawa bioaktif mendonorkan proton atau H+ menangkap

radikal CH3+ menghasilkan CH4 yang dapat dikonjugasi oleh enzim fase II

sehingga mudah dikeluarkan oleh tubuh. Salimi (2012) menggambarkan

perkiraan model penghambatan kanker kolon oleh komponen bioaktif sorgum

pada Gambar 15.

Selain itu, adanya komponen serat pangan pada sorgum, terutama β-

glukan, dilaporkan mampu berperan sebagai prebiotik yang mampu

memberikan efek protektif terhadap penyakit degeneratif seperti kanker

kolon. β-glukan difermentasi oleh bakteri asam laktat di dalam kolon

menghasilkan asam-asam lemak rantai pendek (ALRP), yakni asam asetat,

propionat, dan butirat. Adanya produksi ALRP tersebut dilaporkan banyak

memberikan manfaat terhadap pencegahan kanker kolon. ALRP terutama

asam butirat dilaporkan memiliki efek fisiologis terhadap integritas dan

fungsi epitelial kolon, menghambat proliferasi dan meningkatkan apoptosis

sel-sel kanker (Zobel 2005), bersifat anti-inflamatori (Cheung et al. 2002),

serta mampu meningkatkan sistem imun (Watzl et al. 2005).

4.3 Nilai pH Feses dan Profil Asam Lemak Rantai Pendek (ALRP) Isi Sekum

Mencit Balb/c

Serat pangan merupakan karbohidrat yang tidak dapat dicerna dan

diserap pada usus halus sehingga menjadi substrat yang akan difermentasi

oleh mikroflora ketika mencapai kolon. Produk fermentasi serat pangan

Page 100: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

68

berupa asam-asam lemak rantai pendek (ALRP, yaitu asam asetat, propionat,

dan butirat) serta gas-gas (CO2, CH4, dan H2) (Gambar 16). Produk akhir

tersebut selanjutnya akan dieksresikan pada kotoran atau diserap dari kolon

(Henningsson et al. 2001).

Gambar 16 Fermentasi serat pangan pada kolon manusia (Henningsson et

al. 2001)

Penelitian pada tahun 1960-an menyatakan bahwa ALRP sangat sedikit

sekali diserap, serta menyebabkan diare melalui retensi cairan osmotik pada

feses. Namun, belakangan diketahui bahwa sekitar 90% ALRP ternyata

diserap secara cepat oleh kolon serta menstimulasi penyerapan air dan

sodium. Fermentasi karbohidrat yang tidak tercerna mampu menurunkan

beban osmotik serta masing-masing komponen ALRP ini memiliki peran

spesifik, termasuk manfaat kesehatan (Ruppin et al. 1980).

ALRP yang diserap dari kolon dapat digunakan sebagai sumber energi

bagi inangnya, namun hanya sedikit berkontribusi sedikit sekali (5-10%) dari

total energi pada manusia sehat. Mukosa kolon mendapatkan energi dari

ALRP dengan cara mengoksidasinya dengan urutan butirat > propionat >

asetat. ALRP yang diserap kolon kemudian memasuki portal darah hati

(hepatic portal blood) (Wolever 1991).

Pembentukan ALRP dari hasil fermentasi dilaporkan memiliki efek

terhadap metabolisme karbohidrat dan kolesterol. Asam asetat diubah

Serat Pangan

Metabolisme mikrobial

Hidrogen Asetat

Karbon dioksida Propionat Biomassa

Butirat

Flatus Feses Feses

Darah

Page 101: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

69

menjadi Asetil-KoA oleh hati, yang merupakan prekursor untuk lipogenesis,

serta dapat menstimulasi glukoneogenesis (Remesy et al. 1992). Asam

propionat juga dimetabolisme di hati dan diketahui mampu menghambat

glukoneogenesis, meningkatkan glikolisis, serta menurunkan konsentrasi

kolesterol plasma melalui penghambatan kolesterogenesis hati (Thorburn et

al. 1993).

Tabel 12 Hasil pengukuran pH feses kelompok mencit

Kelompok Nilai pH feses

K- 7,92 ± 0,23b

K+ 7,97 ± 0,16b

S50 7,70 ± 0,34

ab

S100 7,46 ± 0,35a

Ket. : superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada

taraf 5 % (p<0,05)

Selain berperan sebagai sumber nutrisi bagi sel mukosa, ALRP juga

memiliki efek spesifik yang lain, misalnya meningkatkan aliran darah pada

mukosa (Mortensen et al. 1990). Penuruan pH lumen akibat produksi ALRP

dapat menstimulasi penyerapan mineral melalui peningkatan kelarutan

mineral (Coudray et al. 1997). Selain itu, penurunan pH lumen juga mampu

menurunkan pembentukan asam empedu sekunder (Perrin et al. 2001). ALRP

juga akan menurunkan pH feses yang akan mencegah degradasi konstituen

pangan normal menjadi karsinogen potensial oleh mikroba (Slavin 2007).

Hasil pengukuran pH menunjukkan penggunaan tepung sorgum sebagai

100% sumber karbohidrat (kelompok S100) mampu menurunkan pH feses

yang signifikan dibandingkan kelompok yang lainnya (Tabel 12, Lampiran

7). Hal ini menandakan kelompok S100 memiliki lebih banyak komponen

serat pada sorgum yang lebih mudah difermentasi oleh bakteria kolon,

sehingga akan lebih mampu mengasamkan feses. Sumber serat pada

kelompok kontrol K- dan K+ adalah CMC (Carboxy Methyl Cellulose),

sedangkan ransum kelompok S50 dan S100 mengandung serat CMC dan

serat yang berasal dari sorgum.

Kemampuan terfermentasi dari polisakarida non pati (non stacrh

polysaccharide, NSP) sangat tergantung dari sifat fisikokimianya. Serat

Page 102: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

70

pangan larut, seperti pektin dan β-glukan, dapat lebih mudah difermentasi

dibandingkan serat pangan tidak larut, seperti selulosa (Nyman dan Ang

1982). Sumber serat pada kelompok kontrol merupakan CMC, yakni selulosa

yang telah dimodifikasi dengan gugus karboksimetil (-CH2-COOH) yang

terikat pada beberapa gugus hidroksil dari monomer glukopiranosa yang

membentuk tulang punggung selulosa. Berbeda dengan turunan selulosa

lainnya, CMC mengandung garam karboksil yang membuatnya lebih mudah

larut dalam air. CMC sebagai turunan selulosa memiliki kemampuan

terfermentasi oleh bakteria kolon yang rendah (Metzler-Zebeli et al. 2010).

Hal tersebut dapat menjelaskan mengapa kelompok S100 memiliki pH

feses yang lebih rendah dibandingkan kelompok lainnya. Hasil yang sama

juga ditunjukkan dari hasil penelitian Smits et al. (1997) yang menyatakan

bahwa pH isi kolon tidak dipengaruhi oleh adanya pemberian CMC pada

ransum ayam broiler.

Pada manusia dan babi, fermentasi serat pangan terjadi pada kolon

bagian proksimal. Sebaliknya pada rodensia, tempat utama terjadinya

fermentasi adalah sekum. Oleh karena itu, pengukuran ALRP pada penelitian

ini menggunakan sampel isi sekum (Martin et al. 1998). Adapun total ALRP

yang dinyatakan pada hasil penelitian ini merupakan penjumlahan dari

komponen ALRP yang mampu terdeteksi oleh Gas Chromatography, yakni

asam asetat, propionat, butirat, isobutirat, dan isovalerat.

Tabel 13 Hasil pengukuran asam lemak rantai pendek (ALRP) isi sekum

kelompok mencit

Jenis ALRP Jumlah ALRP (µmol/g)

K- K+ S50 S100

Asam asetat 9,135 6,145 9,919 11,575

Asam propionat 2,082 0,760 2,029 3,589

Asam butirat 1,892 0,313 2,608 2,754

Total ALRP 13,641 7,423 14,996 18,324

Jumlah ALRP dari hasil fermentasi serat pangan pada sekum mencit

dapat dilihat pada Tabel 13. Adapun hasil pengukuran ALRP merupakan

hasil analisis dari sampel gabungan isi sekum dari semua mencit pada setiap

kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya β-glukan dari

Page 103: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

71

sorgum menyebabkan kelompok perlakuan S50 dan S100 memiliki jumlah

ALRP yang lebih tinggi dibandingkan kelompok K- dan K+ yang sumber

seratnya berupa CMC. Hasil pengukuran total ALRP pada kelompok S100

yang lebih tinggi dibandingkan kelompok S50 menunjukkan bahwa semakin

banyak tepung sorgum yang ditambahkan menyebabkan β-glukan yang

tersedia untuk difermentasi lebih banyak, sehingga jumlah ALRP yang

dihasilkan juga semakin tinggi.

Karena kemampuan terfermentasinya yang rendah, sumber serat berupa

CMC pada kelompok kontrol yang menyebabkan produksi ALRP yang lebih

rendah dibandingkan kelompok sorgum. Hasil penelitian Smits et al. (1997)

menunjukkan bahwa pemberian CMC pada ayam broiler menghasilkan

jumlah ALRP yang lebih rendah dibandingkan pemberian pektin. Hal yang

serupa juga dilaporkan oleh Metzler-Zebeli et al. (2010) yakni pemberian β-

glukan pada ransum babi terlihat lebih meningkatkan jumlah ALRP pada

feses bila dibandingkan dengan pemberian CMC.

Meskipun kelompok K- dan K+ menggunakan sumber serat pangan

yang sama, yakni CMC, namun terlihat jumlah ALRP pada kelompok K+

lebih rendah dibandingkan kelompok K-. Hal ini dikarenakan adanya kondisi

distress akibat induksi AOM-DSS yang menyebabkan menurunnya konsumsi

ransum pada kelompok K+ (Tabel 9). Menurunnya konsumsi ransum pada

kelompok ini menyebabkan jumlah serat pangan yang tersedia untuk

difermentasi juga lebih sedikit. Akibatnya jumlah ALRP yang dihasilkan

menjadi sangat rendah.

Selain itu, komposisi asam asetat, propionat, dan butirat yang

dihasilkan selama fermentasi juga tergantung jenis serat pangan. Meskipun

proporsi relatif dari ALRP dapat berbeda-beda, namun asam asetat umumnya

merupakan produk utama. Pektin merupakan sumber yang baik untuk asam

asetat. Arabinogalaktan dan guar gum merupakan sumber yang kurang baik

bagi asam asetat, namun mampu menghasilkan asam propionat dalam jumlah

tinggi. Pati, inulin, raffinosa dan β-glukan diketahui mampu menghasilkan

asam butirat dalam jumlah tinggi selama fermentasi (Casterline et al. 1997).

Page 104: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

72

Adapun fermentasi CMC cenderung lebih menghasilkan asam asetat dan

propionat Metzler-Zebeli et al. (2010).

Kelompok S50 dan S100 memiliki jumlah asam butirat yang lebih

tinggi dibandingkan kelompok K- dan K+ (Tabel 13). Jumlah asam butirat

juga meningkat seiring semakin banyaknya tepung sorgum yang ditambahkan

pada ransum. Hal ini sesuai dengan pendapat Casterline et al. (1997) yang

menyatakan bahwa fermentasi β-glukan akan menghasilkan jumlah asam

butirat yang tinggi. Pemberian β-glukan yang berasal dari oat dan barley pada

tikus percobaan menunjukkan distribusi molar asam butirat sebanyak 15%

dan sebanyak 26% pada penelitian in vitro (Henningsson et al. 2001).

Selain jenis serat, waktu juga berperan terhadap adaptasi mikroflora

yang selanjutnya akan menentukan pola ALRP yang akan terbentuk selama

fermentasi. Pemberian pati kentang mentah pada tikus selama 4 minggu

menunjukkan peningkatan proporsi asam butirat yang signifikan pada sekum.

Namun, penambahan lama waktu adaptasi menjadi 6 minggu ternyata tidak

memberikan efek terhadap proporsi asam butirat (Henningson et al. 2001).

Asam butirat merupakan substrat energi utama bagi sel-sel kolon dan

dimetabolisme menjadi glukosa dan glutamin, yang memenuhi 70%

kebutuhan mukosa kolon. Asam butirat dilaporkan berperan penting dalam

pencegahan dan perawatan dari penyakit mukosa kolon, misalnya peradangan

kolon bagian distal serta kanker kolon (Scheppach et al. 1995). Hal ini

didukung oleh penelitian mengenai pemberian diet kaya β-glukan dari oat

mampu menurunkan sakit abdominal dan refluks gastroesofageal pada pasien

ulcerative colitis (radang usus). Hal ini dikarenakan diet kaya β-glukan dari

dedak oat diketahui dapat meningkatkan konsentrasi asam butirat pada feses

(Henningsson et al. 2001).

Meskipun asam butirat berperan sebagai sumber energi utama untuk

epitel kolon normal dan menstimulasi pertumbuhan mukosa kolon, namun

pertumbuhan sel tumor pada kolon justru terhambat. Asam butirat juga

mampu meningkatkan diferensiasi sel dan menstimulasi apoptosis pada sel

tumor. Pada hewan model, konsentrasi asam butirat yang tinggi pada kolon

yang dihasilkan dari fermentasi dedak gandum, pati resisten, dan

Page 105: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

73

fruktooligosakarida diketahui mampu menjadi agen protektif terhadap

karsinogenesis kolon akibat induksi karsinogen (Perrin et al. 2001b).

Karena asam butirat diketahui bermanfaat bagi kesehatan kolon, maka

terdapat beberapa penelitian mengenai usaha pemberian butirat dalam bentuk

tunggal secara oral kepada hewan percobaan. Deschner et al. (1990) mencoba

memberikan 5% tributirin dalam diet mencit yang diinduksi azoksimetana

(AOM), namun tidak terlihat adanya efek protektif terhadap pembentukan

tumor kolon. Caderni et al. (1998) memberikan 1,5% (b/b) sodium butirat

(150 mg butirat per hari) yang akan terlepas secara lambat hingga mencapai

kolon tikus F344 yang diinduksi AOM, namun tidak terlihat manfaatnya

terhadap pencegahan pembentukan kripta aberan (prekursor kanker kolon),

meskipun jumlah butirat yang tersedia pada kolon lebih tinggi dibandingkan

kontrol. Hal yang sama juga terlihat bahwa pemberian pellet 1,5% (b/b)

sodium butirat tidak menunjukkan adanya efek butirat terhadap apoptosis sel-

sel tumor (Caderni et al. 2001). Akan tetapi, masih diperlukan penelitian

lebih lanjut untuk memahami perbedaan peranan butirat yang diberikan dalam

bentuk tunggal maupun yang dihasilkan dari fermentasi serat pangan dalam

perkembangan karsinogenesis kolon.

4.4 Aktivitas Enzim β-glucoronidase pada Mencit Balb/c

Penelitian mengenai kemampuan bakteria kolon dalam pembentukan

berbagai mutagen, karsinogen, dan promotor tumor, baik dari makanan yang

dikonsumsi maupun prekursor yang diproduksi secara endogenus telah

banyak dilakukan (Rowland 1995). Bakteria ini mampu berperan dalam

berbagai aktivitas metabolik, termasuk pembentukan metabolit yang bersifat

toksik, transformasi asam empedu, serta hidrolisis dari obat-obatan. Reaksi-

reaksi tersebut dikatalisis oleh enzim yang dihasilkan oleh bakteria kolon,

sehingga pengukuran mengenai enzim tersebut akan memberikan indikasi

mengenai kemampuan bakteri dalam mendukung terjadinya transformasi

(Shiau dan Chang 1983).

Salah satu enzim bakteria kolon yang memiliki aktivitas penting adalah

β-glucoronidase. Enzim ini menghidrolisis MAM-GlcUA (metilazoksi-

Page 106: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

74

metanol-glukoronida), yang merupakan hasil konjugasi MAM (metilazoksi-

metanol) dengan asam glukoronat ketika mencapai kolon. MAM dihasilkan

dari reaksi detoksifikasi fase I dari AOM (azoksimetana) oleh Cytochrome

P450 di hati. MAM-GlcUA yang dihasilkan dari reaksi detoksifikasi fase II

tersebut bersifat non karsinogen, namun adanya β-glucoronidase akan

menghidrolisis konjugat tersebut melepaskan MAM bebas yang merupakan

karsinogen aktif. Konsentrasi MAM bebas yang tinggi pada mukosa kolon

akan meningkatkan oksidasi MAM oleh ADH (Alcohol Dehidrogenase)

melalui reaksi alkilasi menghasilkan ion methyl carbonium. Ion tersebut

bersifat hidrofilik dan mampu berkonjugasi dengan DNA. Terjadinya mutasi

DNA tersebut merupakan awal dari karsinogenesis kolon (Takada et al. 1982,

Rosenberg et al. 2009)

Humblot et al. (2007) menyatakan bahwa β-glucoronidase mampu

menjadi biomarker pembentukan kanker kolon karena enzim ini berpotensi

mengaktifkan toksin glukoronida hati dan mutagen. Kadar β-glucoronidase

pada kolon dapat menggambarkan resiko karsinogenesis kolon. Kadar enzim

ini dilaporkan meningkat seiring meningkatnya konsumsi protein dan lemak

hewani, serta menurun seiring meningkatnya konsumsi serat pangan (Shiau

dan Chang 1983).

Aktivitas enzim β-glucoronidase berhubungan dengan sekresi asam

empedu. Asam empedu tersebut disekresikan pada duodenum dalam bentuk

konjugat, yang kemudian didegradasi oleh enzim yang dihasilkan bakteri usus

menjadi produk dekonjugasi atau asam empedu sekunder. Ekskresi konjugat

asam empedu mampu meningkatkan ekskresi β-glucoronidase oleh

Eschericia coli dan Clostridium perfringens. Ekskresi asam empedu pada

feses dilaporkan meningkat seiring tingginya konsumsi lemak (Fujisawa dan

Mori 1997).

β-glucoronidase diproduksi oleh bakteria kolon, terutama oleh

Eschericia coli dan Clostridium perfringens (Jenab dan Lilian 1996). Secara

umum, adanya spesies Bifidobacterium dan Lactobacillus berkaitan dengan

penurunan aktivitas enzim yang berperan dalam pembentukan karsinogen.

Hal ini dikarenakan bakteri asam laktat hanya sedikit sekali menghasilkan β-

Page 107: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

75

glucoronidase. Oleh karena itu, peningkatan proporsi bakteri asam laktat di

dalam usus dapat menurunkan aktivitas enzim tersebut (Saito et al. 1992).

Tempat utama terjadinya fermentasi serat pangan pada usus besar

terjadi pada bagian sekum (Zdunczyk et al. 2006). Sekum merupakan bagian

awal usus besar, setelah akhir usus halus. Oleh karena itu karena itu

pengukuran aktivitas enzim mikroba dapat dilakukan pada bagian sekum.

Penelitian ini mengukur aktivitas β-glucoronidase pada dinding sekum. Hal

ini dilakukan karena enzim ini selain terdapat pada isi sekum juga bisa

ditemukan pada dinding sekum (Gadelle et al. 1985).

Pengukuran aktivitas β-glucoronidase dilakukan menggunakan

phenolphtalein glucoronida. Adanya enzim β-glucoronidase di dalam sampel

akan melepaskan phenolphtalein dari glukoronida, sehingga dapat digunakan

sebagai prinsip pengukuran aktivitas enzim ini. Aktivitas β-glucoronidase

sebanding dengan jumlah phenolphtalein yang dilepaskan, yang mana

diperkirakan menggunakan kurva standar phenolphtalein. Aktivitas spesifik

dihitung sebagai nmol phenolphthalein yang dilepaskan/mg protein

sekum/menit, sedangkan aktivitas total β-glucuronidase ditentukan sebagai

nmol phenolphthalein yang dilepaskan/ mg sekum/menit (Jenab dan Lilian

1996).

Tabel 14 Aktivitas enzim β-glucoronidase pada kelompok mencit

Kelompok Aktivitas β-glucuronidase

Aktivitas spesifik

(nmol PP/ mg protein sekum/ menit)

Aktivitas total

(nmol PP/ sekum/ menit)

K- 6,16 ± 2,46a 241,80 ± 103,71

a

K+ 21,45 ± 6,36c 504,48 ± 128,64

c

S50 11,32 ± 2,55b 343,29 ± 62,05

b

S100 10,79 ± 3,72b 247,46 ± 76,49

ab

Ket. : superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5

% (p<0,05).

Tabel 14 menunjukkan hasil pengukuran aktivitas enzim β-

glucuronidase pada kelompok mencit. Adanya induksi AOM-DSS tanpa

pemberian tepung sorgum pada kelompok K+ menyebabkan mencit pada

kelompok ini memiliki aktivitas spesifik dan aktivitas total β-glucuronidase

yang secara signifikan lebih tinggi diantara kelompok yang lain. Pemberian

Page 108: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

76

tepung sorgum pada mencit percobaan yang diinduksi AOM-DSS (kelompok

S50 dan S100) menunjukkan bahwa serat pada tepung sorgum secara

signifikan mampu menurunkan aktivitas spesifik dan aktivitas total β-

glucoronidase dibandingkan pada kelompok K+ (Lampiran 8). Penurunan

aktivitas enzim β-glucoronidase menunjukkan bahwa pemberian tepung

sorgum mampu menurunkan resiko kanker kolon. Adapun penurunan

aktivitas enzim tersebut diduga adanya pengaruh dari jenis serat yang

digunakan dalam komposisi ransum.

Kelompok kontrol menggunakan sumber serat berupa CMC,

sedangkan kelompok perlakuan menggunakan campuran serat CMC dan serat

yang berasal dari sorgum. Serat pangan yang terdapat sorgum adalah selulosa,

hemiselulosa, lignin, dan β-glukan. Serat tidak larut seperti selulosa,

hemiselulosa, dan lignin umumnya tahan terhadap degradasi mikrobial

sehingga hanya sebagian kecil yang terfermentasi. Sebaliknya hampir semua

serat larut β-glukan dapat dengan cepat difermentasi secara sempurna. β-

glukan diketahui berpotensi mencegah terjadinya penyakit degeneratif seperti

hiperglikemia, hiperkolesterolemia, obesitas, penyakit kardiovaskular,

kanker, dan membantu meningkatkan pertumbuhan probiotik (Laroche dan

Michaud 2006).

Karena β-glukan lebih difermentasi secara sempurna, maka β-glukan

akan lebih disukai untuk pertumbuhan bakteri asam laktat dibandingkan

selulosa. Dengan adanya kandungan serat β-glukan, pemberian sorgum

diduga akan lebih meningkatkan jumlah bakteri asam laktat, yang mana

bakteri ini sedikit sekali memproduksi enzim β-glucoronidase, sehingga akan

menurunkan aktivitas enzim tersebut.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, CMC memiliki kemampuan

terfermentasi yang rendah sehingga lebih sedikit menghasilkan asam-asam

lemak rantai pendek yang dapat mengasamkan lingkungan kolon. Hal ini

dapat menyebabkan kelompok kontrol (K- dan K+) memiliki jumlah bakteri

asam laktat yang lebih sedikit dibandingkan kelompok sorgum (S50 dan

S100). Hanya saja penelitian mengenai jumlah bakteri asam laktat pada isi

sekum tidak dilakukan pada penelitian ini.

Page 109: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

77

Hal ini didukung oleh hasil penelitian Metzler-Zebeli et al. (2010) yang

menyatakan bahwa babi yang displementasi CMC memiliki jumlah

Lactobacilli yang lebih rendah dibandingkan pada babi yang disuplementasi

β-glukan. Meskipun kelompok K- memiliki sumber serat yang sama dengan

kelompok K+ yakni berupa CMC, namun aktivitas β-glucoronidasenya

terlihat lebih rendah dibandingkan pada kelompok yang diberikan sorgum.

Hal ini dikarenakan kelompok K- tidak diberikan induksi karsinogen,

sehingga aktivitas hidrolisis produk konjugasi hasil detoksifikasi karsinogen

juga lebih rendah.

Shiau dan Chang (1983) melakukan penelitian mengenai peranan

beberapa jenis serat pangan terhadap aktivitas spesifik enzim β-

glucoronidase. Penelitian ini menggunakan jenis serat berupa guar gum,

pektin, karagenan, dan selulosa (masing-masing sebanyak 15% dalam diet)

yang dibandingkan dengan pemberian diet bebas serat pada kelompok tikus

percobaan. Kelompok tikus bebas serat memiliki aktivitas spesifik β-

glucoronidase yang paling tinggi dibandingkan kelompok tikus yang lain,

yakni 5,8±0,7 µmol phenolphtalein/ (menit*mg N), diikuti karagenan

(1,8±0,6 mol phenolphtalein/ (menit*mg N)), selulosa (1,2±0,4 µmol

phenolphtalein/ (menit*mg N)), guar gum (1,0±0,3 µmol phenolphtalein/

(menit*mg N)), dan pektin (0,8±0,1 µmol phenolphtalein/ (menit*mg N)).

Hal yang sedikit berbeda terlihat pada hasil pengukuran aktivitas total.

Kelompok tikus bebas serat masih memiliki aktivitas total yang paling tinggi,

yakni 894±207 µmol phenolphtalein/ (menit*hari), kemudian diikuti selulosa

(303±110 µmol phenolphtalein/ (menit*hari)), karagenan (243±108 µmol

phenolphtalein/ (menit*hari)), guar gum (208±55 µmol phenolphtalein/

(menit*hari)), dan pektin (112±32 µmol phenolphtalein/ (menit*hari)).

Pada penelitian ini, penurunan aktivitas β-glucoronidase pada kelompok

sorgum diduga hanya terjadi karena adanya peningkatan jumlah bakteria

asam laktat yang hanya sedikit sekali memproduksi enzim tersebut. Hal ini

dikarenakan enzim β-glucoronidase memiliki pH optimum sekitar 6,5 – 7,0

(Gadelle et al. 1984). Hasil pengukuran pH feses menunjukkan bahwa semua

kelompok mencit memiliki pH feses di atas 7,0. Hasil tersebut menandakan

Page 110: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

78

bahwa semua kelompok mencit memiliki pH lingkungan kolon yang bukan

merupakan pH optimum bagi β-glucoronidase ini. Oleh karena itu, penurunan

aktivitas enzim ini diduga terjadi karena penurunan jumlah enzim yang

diproduksi akibat meningkatnya proporsi bakteria asam laktat.

4.5 Evaluasi Keberadaan Penanda Permukaan Sel T Helper (CD4) dan En-

zim Kaspase-3 pada Kolon Mencit Balb/c dengan Pewarnaan Imuno-

histokimia (IHK)

Inumohistokimia (IHK) merupakan salah satu metode kuantitatif untuk

mendeteksi reaksi antigen-antibodi sebagai manifestasi interaksi antigen-

antibodi primer (Bellanti 1993). Istilah imunohistokimia lebih disukai sebagai

teknik pemeriksaan imunologis pada potongan jaringan. Imunohistokimia

adalah suatu metode pewarnaan antigen (misalnya protein dan karbohidrat)

pada sel dari jaringan menggunakan prinsip dasar imunologi yaitu pengikatan

antigen pada sisi aktif yang spesifik dengan antibodi (Brandtzaeg et al. 1997).

Pereaksi yang digunakan adalah antibodi poliklonal atau monoklonal

yang harus diujikan pada potongan jaringan. Hasil reaksi antigen dan antibodi

ini dapat diidentifikasi pada spesimen karena antibodi diikat oleh suatu

penanda yang dapat divisualisasikan, sehingga dapat menandai kerberadaan

antigen di dalam jaringan (Nurhidayat 2002). Adapun cara yang paling sering

digunakan untuk memvisualisasikan hasil interaksi antigen dan antibodi

adalah dengan konjugasi antibodi dengan enzim seperti peroksidase (Rantam

2003).

Teknik imunohistokimia polimer peroksidase merupakan teknik yang

yang banyak digunakan. Teknik ini mengunakan dua macam antibodi, yaitu

antibodi primer dan antibodi sekunder yang yang telah dikonjugasikan

dengan peroksidase. Reaksi yang ditimbulkan dapat diamati dengan

mikroskop cahaya yang dapat memberikan gambaran kualitatif dari intensitas

produk warna yang terbentuk. Antibodi primer akan berikatan dengan antigen

pada jaringan yang dideteksi. Antibodi primer selanjutnya akan berikatan

dengan antibodi sekunder yang telah dilabel dengan peroksidase, sehingga

keberadaan enzim peroksidase ini melambangkan adanya kompleks antigen-

Page 111: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

79

antibodi. Untuk dapat mendeteksi peroksidase ditambahkan suatu kromogen

yang dapat menghasilkan warna pada suatu reaksi sehingga produk dapat

tervisualisasi (Lehr et al. 1999). Kromogen yang digunakan adalah DAB

(3,3-diaminobenzidine) sehingga menghasilkan produk berwarna coklat.

Pewarnaan IHK yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan dua

jenis antibodi primer, yaitu antibodi anti CD4 dan antibodi anti kaspase-3.

CD4 merupakan protein penanda permukaan sel T helper dan kaspase-3

merupakan penanda apoptosis.

4.5.1 Evaluasi Keberadaan Penanda Permukaan Sel Th (CD4)

Limfosit pada mukosa usus pertama kali berinteraksi dengan antigen

dalam jaringan limfoid yang terorganisasi (Peyer’s patch dan folikel limfoid

pada kolon), kemudian berdiferensiasi dan matang di pusat germinal pada

folikel limfoid. Setelah itu, limfosit akan dengan cepat meninggalkan mukosa

dan bermigrasi melalui mesenteric lymphoid nodes (MLN) dan duktus toraks

(thoracic duct) untuk mencapai sirkulasi sistemik (Stephen dan Martin 1994).

Serat pangan dapat memodifikasi proporsi sel limfosit T CD4 dan CD8

pada MLN. Sel Tc CD8 meregulasi perkembangan sel Th CD4 dengan

memproduksi IFN-γ atau sitokin lainnya yang menekan perkembangan sel

Th2 dan mendukung perkembangan sel Th2. Sel Th1 memproduksi IL-2,

IFN-γ, dan limfotoksin, sedangkan sel Th2 memproduksi IL-4 dan Il-5. Pada

tikus yang diberikan ransum mengandung pektin, proporsi CD4 yang tinggi

dan proporsi CD8 yang lebih rendah terlihat dari jumlah IFN-γ yang

terbentuk dibandingkan pada tikus yang diberi serat selulosa, chitosan, dan

konjak mannan. Hal ini menunjukkan bahwa pektin mampu memediasi

terjadinya diferensiasi sel T menjadi sel Th (CD4) (Lim et al. 1997).

Hipotesis mengenai kemampuan serat pangan dalam meningkatkan

proliferasi sel limfosit dilaporkan berkaitan dengan produksi asam-asam

lemak rantai pendek (ALRP), asetat, propionat, dan butirat, sebagai hasil

fermentasi serat pangan (Schley dan Field 2002). Produksi ALRP, terutama

butirat, di dalam kolon mampu menurunkan kebutuhan sel-sel epitel akan

gluthamine, sehingga glutamin yang ada dapat digunakan oleh sel-sel lainnya,

Page 112: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

80

misalnya sel imun (Jenkins et al. 1999). Produksi ALRP dikatakan mampu

meningkatkan level glutamin dalam serum, yang mana glutamin merupakan

sumber energi penting untuk sel limfosit (Wu et al. 1991).

Adanya komponen fenolik juga dapat berperan sebagai antioksidan

yang mampu melindungi sel limfosit dari stress oksidatif, yang diduga

melalui kemampuannya dalam mendonorkan elektron atau mekanisme

menangkap (scavanger) radikal bebas menjadi produk non reaktif dan

kemampuan sebagai pengkelat logam (quencher) sehingga tidak memicu

terbentuknya radikal bebas hidroksil (OH*) yang bersifat sangat reaktif

merusak sel. Menurut Haliwell dan Gutteridge (2000) radikal bebas dapat

dihasilkan selama proses pembentukan ATP atau transport elektron, namun

jumlah radikal yang dihasilkan dapat diseimbangkan oleh jumlah komponen

fenolik ata sistem antioksidan yang ada dalam tubuh sehingga tidak terjadi

stress oksidatif pada sel limfosit.

LH + LOO*

ArOH + LOO* LOOH +ArOH* (a)

ArO* + LO* LOO – ArO

ArOH + M AOH – M (b)

Gambar 17 Reaksi scavanger (a) dan reaksi quencher (b) dari komponen

fenolik (Hall dan Cuppet 1997)

Mekanisme scavanger senyawa antioksidan fenolik (ArOH) melalui

pemberian elektron pada radikal peroksil (LOO*) sehingga radikal peroksil

tidak bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh (LH) dan terbentuk radikal

yang lebih stabil seperti hidroperoksida (LOOH) dan radikal fenoksil (ArO*)

(reaksi a). Radikal fenoksil bereaksi dengan radikal alkoksil (LO*)

membentuk produk non radikal atau non reaktif (LOO-ArO) dan mekanisme

pengkelat logam (reaksi b) (Hall dan Cuppet 1997). Dugaan mekanisme

Page 113: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

81

komponen fenolik dalam melindungi sel limfosit dari stress oksidatif dapat

dilihat pada Gambar 17.

Selain itu, peningkatan respon proliferasi sel limfosit juga diduga

karena komponen fenolik seperti asam ferulat, p-caumarin, dan flavonoid,

yang sangat mudah berikatan protein (Rooney 2005). Terikatnya senyawa

fenol pada protein reseptor membran limfosit akan mengaktivasi sistem

enzim membran yang berperan dalam proliferasi. Pengikatan komponen

bioaktif sorgum pada reseptor permukaan sel T mengaktivasi protein G yang

selanjutnya mengaktivasi fosfolipase C. Enzim ini menghidrolisis fosfatidil

inositol bifosfat (PIP2) menjadi produk reaktif diasilgliserol (DAG) dan

inositol trifosfat (IP3), dua molekul yang berperan dalam penandaan

membran sel. Inositol trifosfat berdifusi dari membran plasma ke sitosol dan

berikatan dengan protein reseptor pada permukaan sitoplasmik Calcium-

sequestering Compartement. Pengikatan tersebut menyebabkan terbukanya

pintu saluran Ca2+

dan berakibat pada peningkatan konsentrasi Ca2+

sitosol.

Peningkatan Ca2+

ini berperan penting dalam menstimulasi kerja enzim

protein kinase C. Protein kinase C teraktivasi memfosforilasi atau

memindahkan gugus fosfat ke residu serin atau treonin spesifik pada protein

membran sehingga mengaktivasi pertukaran Na+-H

+ dan berakibat pada

peningkatan pH. Peningkatan pH tersebut memberi tanda pada sel untuk

melakukan proliferasi. Pengikatan ion Ca2+

pada kalmodulin menyebabkan

perubahan konformasi protein dan mengaktivasi enzim protein kinase C yang

berperan dalam produksi interleukin-2 (IL-2) yang selanjutnya mengaktivasi

sel limfosit B dan T untuk berproliferasi (Alberts et al. 1994, Tejasari 2007).

Adapun ekspresi CD4 dari hasil penelitian ini dapat dilihat pada

Gambar 18. Adanya protein penanda permukaan ini menunjukkan adanya sel

limfosit Th pada kolon mencit. Meskipun sel Th tidak bersifat sitotoksik bagi

sel kanker, tetapi dapat berperan dalam respon antikanker dengan

memproduksi berbagai sitokin yang diperlukan oleh sel Tc menjadi sel

efektor. Sel yang mengandung kanker akan mengekspresikan antigennya

bersama molekul MHC I yang kemudian membentuk kompleks melalui TCR

(T-cell Receptor) dari sel Tc dan mengaktivasi sel Tc untuk menghancurkan

Page 114: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

82

sel kanker tersebut. Namun, sebagian kecil dari sel kanker akan

mengekspresikan antigen kanker bersama MHC kelas II, sehingga dapat

dikenali dan membentuk kompleks dengan limfosit T helper. Hal ini

menyebabkan sel Th teraktivasi, terutama subset Th1, untuk mensekresi

limfokin IFN-γ dan TNF-α yang mana keduanya akan merangsang antigen

kanker untuk lebih banyak lagi mengekspresikan molekul MHC kelas I dan

sensitivitas sel kanker terhadap lisis oleh sel Tc. Hal ini akan lebih

mengoptimalkan sitotoksisitas dari sel Tc terhadap sel-sel kanker (Delves dan

Roitt 2000a).

Gambar 18 Fotomikrograf kolon mencit dengan histopatologi IHK

menggunakan antibodi anti-CD4. K- (Kelompok kontrol nega-

tif), K+ (Kelompok tanpa sorgum + AOM-DSS), S50 (Kelom-

pok sorgum 50% + AOM-DSS), S100 (Kelompok sorgum 100%

+ AOM-DSS). = positif CD4 ditandai warna coklat.

Hasil pengujian atau skoring penanda CD4 pada penelitian ini

menunjukkan bahwa pemberian tepung sorgum sebanyak 50% dan 100%

K- K+

S50 S100

Page 115: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

83

sebagai pengganti sumber karbohidrat maizena tidak mampu meningkatkan

ekspresi CD4 pada mencit yang diinduksi kanker kolon. Hal ini ditunjukkan

oleh skor penanda CD4 kelompok S50 dan S100 yang tidak berbeda nyata

dengan kelompok K+ (Tabel 15, Lampiran 9).

Tabel 15 Pengujian penanda CD4 pada kolon mencit dengan pewarnaan

IHK menggunakan antibodi anti-CD4

Kelompok Skor penanda CD4

K- 1,20 ± 0,45

a

K+ 1,67 ± 1,63

ab

S50 2,33 ± 1,03

ab

S100 2,67 ± 0,82

b

Ket. : superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5

% (p<0,05)

Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa β-glukan, yang

merupakan salah satu komponen serat pada sorgum, diketahui bermanfaat

bagi kesehatan karena dapat meningkatkan fungsi imun dan memiliki efek

antitumor (Knudsen et al. 1993). Suplementasi β-glukan dari ekstrak

Saccharomyces cerivisiae pada babi, menunjukkan bahwa β-glukan mampu

berperan sebagai imunomodulator dengan menumbuhkan reaksi imun

spesifik dan meningkatkan imunitas nonspesifik serta toleransi terhadap

antigen oral. Babi yang disuplementasi 0,02% β-glukan terlihat memiliki

jumlah MHC II (Major Histocompatibility Complex), CD4, dan CD8 yang

lebih tinggi dibandingkan pada kelompok babi yang diberi antibiotik,

antibiotik dan 0,02% β-glukan, serta kelompok tanpa antibiotik atau β-glukan

(Hahn et al. 2006).

Penelitian Suzuki et al. (1989) menunjukkan bahwa mencit yang

disuplementasi 40 dan 80 mg/kg β-glukan dari filtrat kultur jamur Sclerotina

sclerotiorum memiliki respon proliferatif sel-sel limfosit yang lebih tinggi

dibandingkan pada mencit yang diberikan ransum standar. Adminitrasi 80

mg/kg β-glukan secara oral juga mampu meningkatkan aktivitas sel natural

killer dan aktivitas enzim lisosomal dari makrofag peritoneal.

Puspawati (2009) juga melaporkan bahwa pemberian tepung sorgum

yang disosoh selama 20 detik sebanyak 50 dan 100% pada tikus percobaan

Page 116: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

84

mampu meningkatkan aktivitas proliferasi limfosit sebesar 70 dan 63%.

Secara in vitro, ekstrak sorgum menggunakan pelarut etil asetat, etanol, dan

heksana juga dilaporkan mampu menstimulasi proliferasi sel-sel limfosit

(Salimi 2012).

4.5.2 Evaluasi Keberadaan Penanda Enzim Kaspase-3

Selain keberadaan penanda permukaan CD4, keberadaan enzim

apoptosis juga penting diamati untuk melihat kemampuan suatu bahan

pangan sebagai pencegah kanker kolon. Apoptosis merupakan kematian sel

yang terprogram, yang merupakan proses fisiologis penting dalam

perkembangan normal untuk menjaga homeostasis sel. Peningkatan apoptosis

dari sel-sel kanker dapat digunakan sebagai salah satu metode representatif

untuk mencari potensi antikanker dari suatu bahan. Adapun β-glukan

dilaporkan memiliki efek apoptosis terhadap sel kanker kolon melalui jalur

kaspase-3 (Kim et al. 2009). Oleh karena itu, keberadaan β-glukan pada

sorgum menjadi sangat menarik untuk diteliti dalam kaitannya dengan

keberadaan enzim ini.

Kaspase-3 merupakan salah satu jenis kaspase efektor yang berperan

dalam aktivasi proteolitik selama apoptosis, dengan sasaran morfologis

berupa perubahan ukuran inti sel (Foitzik et al. 2009). Adanya ekspresi

kaspase-3 pada jaringan kolon dapat diamati pada Gambar 19. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa pemberian sorgum mampu meningkatkan

ekspresi kaspase-3 pada kolon mencit. Hal ini dapat dilihat dari skor penanda

kaspase-3 pada kelompok S50 dan S100 yang secara signifikan lebih tinggi

dibandingkan kelompok K+ (Tabel 16, Lampiran 10).

Tabel 16 Skor penanda kaspase-3 pada kolon dengan pewarnaan IHK

Kelompok Skor penanda Kaspase-3

K- 1,00 ± 0,71

a

K+ 1,20 ± 0,45

a

S50 2,80 ± 0,84

b

S100 2,80 ± 1,10

b

Ket. : superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf

5%

Page 117: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

85

Meskipun telah banyak dilaporkan efek anti-tumor dari β-glukan,

namun mekanisme antikanker kolon melalui jalur kaspase masih belum

diketahui secara pasti. Penelitian yang dilakukan oleh Kim et al. (2009)

menunjukkan bahwa β-glukan dari hasil fermentasi strain mutan spesies

Aureobasidum mampu menginduksi terjadinya apoptosis pada sel kanker

kolon manusia SNU-C4. Penambahan β-glukan pada kultur sel mampu

menghambat proliferasi sel, menyebabkan apoptosis, perubahan morfologi

sel, dan ekspresi gen apoptosis, serta meningkatkan aktivitas enzim kaspase-

3. Aktivitas enzim kaspase-3 pada kultur sel SNU-C4 yang diberikan 50 dan

100µg/mL secara signifikan lebih tinggi dibandingkan pada sel SNU-C4

tanpa β-glukan, meskipun tidak ada perbedaan yang signifikan antara

konsentrasi β-glukan 50 dan 100µg/mL.

Gambar 19 Fotomikrograf kolon mencit dengan histopatologi IHK

menggunakan antibodi anti-Kaspase-3. K- (Kelompok kontrol

negatif), K+ (Kelompok tanpa sorgum + AOM-DSS), S50 (Ke-

lompok sorgum 50% + AOM-DSS), S100 (Kelompok sorgum

100% + AOM-DSS). = positif Kaspase-3 ditandai warna

coklat.

K- K+

S50 S100

Page 118: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

86

Induksi terjadinya apoptosis sel-sel tumor oleh butirat sebagai hasil

fermentasi serat pangan di dalam kolon juga dikatakan sebagai salah satu

mekanisme penting dalam perlindungan terhadap kanker kolon. Butirat

diketahui merupakan inhibitor histone deacetylase yang menyebabkan

relaksasi kromatin dan merubah ekspresi gen, sehingga dapat menginduksi

terjadinya apoptosis melalui derepresi gen kematian sel yang spesifik.

Adanya perubahan struktur kromatin tersebut menyebabkan ekspresi protein

yang memfasilitasi jalur dimana mitokondria akan mengaktifkan kaspase-3

dan memicu apoptosis sel-sel kanker. Struktur kromatin yang lebih terbuka

menyebabkan daerah internukleosomal DNA lebih mudah dipotong oleh

endonuklease apoptotik (Medina et al. 1997).

Ruemmele et al. (2003) juga melaporkan peranan butirat dalam

mekanisme apoptosis melalui jalur mitokondria. Aktivasi kaspase dimediasi

oleh kelompok protein Bcl-2 yang berperan sebagai anti-apoptosis dan

kelompok protein Bax yang berperan sebagai pro-apoptosis. Pada jalur

aoptosis melalui mitokondria, rasio ekpresi dari kelompok protein pro-

apoptosis dan anti-apoptosis dapat menunjukkan pertahanan atau kematian

sel.

Adanya butirat dapat menurunkan kadar Bcl-2 dan meningkatkan kadar

Bax. Meningkatnya kadar Bax akan merubah permeabilitas membran

mitokondria dan membentuk saluran ion. Perubahan pada bagian terluar

membran ini menyebabkan keluarnya molekul apoptosis mitokodria, seperti

sitokrom c atau apoptosis inducing factor (AIF). Di dalam sitosol, sitokrom c

dengan keberadaan ATP akan bergabung dengan APAF-1 (Apoptotic

Protease Activating Factor - 1) dan proenzim kaspase-9 membentuk

apoptosom. Hal ini menyebabkan aktivasi kaspase-9 dan turunannya,

kaspase-3, yang menyebabkan kematian sel melalui apoptosis (Ruemmele et

al. 2003).

Adapun konsentrasi millimolar butirat yang dibutuhkan untuk

menginduksi terjadinya apoptosis adalah sama dengan yang dibutuhkan untuk

diferensiasi dan pertumbuhan (McIntyre et al. 1993). Namun konsentrasi

butirat intraseluler yang efektif belum diketahui karena butirat dimetabolisme

Page 119: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

87

dengan sangat cepat di mitokondria melalui β-oksidasi. Akibatnya sel-sel

yang memiliki laju metabolisme butirat yang tinggi menjadi lebih tidak rentan

terhadap efek apoptosis. Oleh karena itu, hal ini dapat menjelaskan mengapa

sel kolonosit normal menggunakan butirat menjadi sumber energi utama

tanpa terpengaruh efek apoptosis, meskipun konsentrasi butirat dalam kolon

tinggi (150mM) (Roediger 1982).

Terjadinya apoptosis selain diduga karena adanya efek dari asam butirat

juga diduga merupakan akibat komponen bioaktif terdapat pada biji sorgum.

Komponen bioaktif seperti asam fenolat berperan dalam mencegah kanker

dan antigenotoksik karena langsung berinteraksi dengan reseptor aril

hidrokarbon (Kampa et al. 2003). Senyawa bioaktif yang terdapat pada

sorgum diduga berinterkalasi dengan DNA sehingga secara langsung akan

mempengaruhi transkripsi dan replikasi. Polifenol dilaporkan mampu

membentuk komplek tripartit dengan topoisomerase II dan DNA.

Topoisomerase II adalah suatu enzim tergantung ATP yang bekerja mengikat

DNA dan menyebabkan pemutusan rantai ganda (double-strand break) pada

ujung 3’fosfat sehingga memungkinkan penukaran rantai dan pelurusan

superkoil DNA. Pelurusan rantai ini diikuti dengan penyambungan rantai

DNA oleh topoisomerase II. Topoisomerase ini sangat penting fungsinya

dalam replikasi dan perbaikan DNA. Pembentukan kompleks tripartit tersebut

akan menghambat penyambungan kembali rantai DNA, menyebabkan

penghambatan daur sel terhenti di fase G1 dan G2 serta memacu terjadinya

apoptosis. Adanya gangguan pada sistem perbaikan rantai ganda DNA akan

memicu kematian sel secara apoptosis (Bandele et al. 2008).

Pengujian secara in vitro yang dilaporkan oleh Shih et al. (2007)

menunjukkan bahwa 3-deoksiantosianidin yang diisolasi dari sorgum dapat

menghambat proliferasi sel kanker leukemia HL60 sebesar 90% dan sel

kanker hepatoma HepG2 sebesar 50%. Ekstrak sorgum yang mengandung

tanin juga mampu menghambat proliferasi sel kanker esophagus OE33 dan

kolon HT-29 (Awika et al. 2009). Yang et al. (2009) melaporkan bahwa 3-

deoksiantosianidin yang terdapat dalam sorgum merah, hitam dan putih

Page 120: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

88

mampu menghambat proliferasi sel kanker kolon HT-29 lebih tinggi

dibandingkan ekstrak pigmen cabe merah.

Ekstrak etil asetat dan etanol dari sorgum juga mampu menunjukkan

kemampuan dalam menghambat proliferasi sel kanker serviks HeLa, sel

kanker kolon HCT 116, sel kanker paru-paru A549, dan sel kanker limfoma

Raji. Ekstrak etil asetat terlihat lebih mampu menghambat sel HeLa dengan

nilai penghambatan 25.4% pada konsentrasi 2440 µg/ml ekstrak etil asetat

sorgum non sosoh (Salimi 2012). Pelarut etil asetat dapat mengekstrak

senyawa alkaloid, aglikon dan glikosida, sterol, terpenoid, dan flavonoid

(Cowan 1999).

Sebaliknya, penghambatan sel kanker HCT 116, A549, dan Raji

diketahui lebih disebabkan karena ekstrak etanol. Nilai penghambatan sel

HCT 116 adalah sebesar 22.3 % pada konsentrasi 5200 µg/ml ekstrak sorgum

dengan derajat sosoh 50%. Pada sel A549, nilai penghambatan adalah sebesar

23.7 % pada konsentrasi 4020 µg/ml ekstrak sorgum non sosoh. Nilai

penghambatan yang tertinggi diketahui terjadi pada sel Raji yakni sebesar

80,08% pada konsentrasi 2600µg/ml ekstrak sorgum dengan derajat sosoh

50% (Salimi 2012). Etanol dapat melarutkan komponen polifenol yang telah

terbukti bersifat toksik terhadap sel kanker. Kemampuan ekstrak etanol

sorgum menghambat sel kanker karena ekstrak ini mengandung senyawa

polar, seperti gula, asam amino, dan glikosida fenolik dengan berat molekul

rendah dan tingkat kepolaran sedang, flavonoid aglikon, antosianin,

terpenoid, saponin, tannin, flavon, fenon, dan polifenol (Dehkharghanian et

al. 2010).

Page 121: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

89

4.6 Dugaan Penghambatan Perkembangan Kanker Kolon oleh Sorgum

Sebagai Prebiotik

Fermentasi dalam kolon

Serat Pangan

Asam lemak rantai pendek

(asetat, propionat, butirat)

Pe ↑

bakteri

asam laktat

(BAL)

(Ruemmele et al. 2003; Michels et al. 2005)

Sorgum

Komponen fitokimia

MAM-GlcUA

hidrolisis

(Takada et al. 1982)

Pengikatan metabolit

reaktif

Keterangan :

Dugaan dari hasil

penelitian

Dugaan dari hasil

studi literatur

(Salimi 2012)

Perubahan

pH optimum

enzim

Pe ↓ aktivitas β-glucoronidase

Pe ↓ pH feses

Page 122: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pemberian tepung sorgum pada ransum kelompok S50 (50% sumber

karbohidrat berasal dari sorgum) dan S100 (100% sumber karbohidrat berasal

dari sorgum) mampu menunjukkan penghambatan pada perkembangan

kanker kolon akibat induksi AOM-DSS. Hal ini ditunjukkan oleh aktivitas

enzim β-glucoronidase yang lebih rendah dan ekspresi enzim kaspase-3 yang

secara signifikan lebih tinggi dibandingkan K+. Hasil tersebut juga ditunjang

dari perbaikan profil histopatologi dari organ kolon, hati, dan ginjal serta nilai

konsumsi ransum rata-rata kelompok S50 dan S100 yang lebih tinggi

dibandingkan K+. Adapun kelompok S100 memiliki penurunan pH feses

serta peningkatan total asam lemak rantai pendek dan total butirat yang lebih

tinggi dibandingkan kelompok S50 dan K+. Hanya saja pemberian sorgum

pada kelompok S50 dan S100 tidak meningkatkan ekspresi CD4 secara

signifikan dibandingkan kelompok K+. Oleh karena itu, dapat dikatakan

bahwa pemberian sorgum pada ransum kelompok S100 lebih baik dalam

menghambat perkembangan kanker kolon dibandingkan pada kelompok S50.

Hal ini menandakan bahwa penggunaan 100% sumber karbohidrat yang

berasal dari sorgum sosoh 50% sangat baik untuk dikonsumsi.

5.2 Saran

Untuk melihat kemampuan sorgum dalam mencegah karsinogenesis

kolon, perlu dilakukan pengujian in vivo dengan memberikan tepung sorgum

pada mencit sebelum diberikan induksi AOM-DSS. Untuk memastikan

pengaruh ALRP terhadap jenis bakteri yang tumbuh pada kolon perlu

dilakukan pengujian bakteri asam laktat pada sampel isi kolon. Selain itu,

perlu dilakukan analisis keberadaan sel T sitotoksik (Tc) dan sel natural

killer, sebagai sel imun yang berpengaruh langsung dalam membunuh sel-sel

kanker.

Page 123: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

DAFTAR PUSTAKA

Aberoumand A, Deokule SS. 2008. Comparison of phenolic compounds of some

edible plants of Iran and India. Pakistan J of Nutr 7: 582-585.

Acharyya S, Butchbach MER, Sahenk Z, Wang H, Saji M, Carathers M, Ringel

MD, Skipworth RJE, Fearon KCH, Hollingsworth MA, Muscarella P,

Burghes AHM, Rafael FJA, Guttridge DC. 2005. Dystrophin glycoprotein

complex dysfunction: a regulatory link between muscular dystrophy and

cancer cachexia. Cancer Cell 8: 421-432.

Adistya A. 2006. Kajian nasi sorghum sebagai pangan fungsional. [Skripsi].

Fateta IPB, Bogor.

Adom KK, Sorrells ME, Liu RH. 2003. Phytochemical profiles and antioxidant

activity of wheat varieties. J Agric Food Chem 51: 7825-7834.

Alberts B, Bray D, Lewis J, Raff M, Roberts KD, Watson JD. 1994. Molecular

Biology of the Cell. Gariand Pub. Co, New York.

Amic D, Davidovic D, Beslo D, Trinajsti N.2003. Structure-radical scavenging

activity relationships of flavonoids. Croatica Chem Acta 76: 55- 61.

Andoh A, Fujiyama Y. 2004. Anti-inflammatory roles of dietary fiber and short-

chain fatty acids as regards inflammatory bowel diseases. Agro Food Ind. 1:

42–43.

Awika JM, Rooney LW. 2004. Sorghum phytochemical and their potential impact

on human health. J Science Phytochemistry 65 (9): 1199-1221.

Awika JM, Rooney LW, Wu XL, Prior RL, Cisneros ZL. 2004. Antioxidant

properties of sorghums assessed by three methods. Texas A&M University,

Texas.

Awika JM, Rooney LW, Waniska RD. 2004. Anthocyanins from black sorhgum

and their antioxidant properties. Food Chem 90:293-301.

Awika JM., Yang L, Jimmy D. 2009. Comparative antioxidant, antiproliferative

and phase II enzyme inducing potential of sorghum (Sorghum bicolor)

varieties. J Food Sci 42:1041–1046.

Bandele OJ, Clawson SJ, Osheroffn, 2008. Dietary Poliphenols as Topoisomerase

II Poisons : B Ring and C Ring Substituents Determine the Mechanism of

Enzyme-Mediated DNA Cleavage Enhancement. Chem Res Toxicol

21:1253-1260.

Baratawidjaja KG. 2006. Imunologi Dasar. Edisi Ketujuh. Jakarta, Balai Penerbit

Fakultas Kedokteran UI.

Page 124: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

94

Barcelo A, Claustre J, Moro F, Chayvialle J-A, Cuber J-C, Plaisancie P. 2000.

Mucin secretion is modulated by luminal factors in the isolated vascularly

perfused rat colon. Gut 46: 218-224.

Bellanti JA. 1993. Imunologi III. Terjemahan. Yogyakarta, Gajah Mada

University Press.

Benbrook CM. 2005. Elevating antioxidant levels in food through organic farming

and food processing. An Org Center State of sci Rev.

Berg DJ. 2002. Rapid development of colitis in NSAID-treated IL-10 deficient

mice. Gastroenterology 123: 1527-42.

Bevelander G. 1979. Dasar-Dasar Histologi. Edisi ke-8. Wisnu Gunarso,

penerjemah. Erlangga, Jakarta.

Bruera ED, Fainsinger RL. 2003. Clinical management of chachexia and

anorexia. In: Oxford textbook of Palliative Medicine. Oxford University

Press, 548 – 557.

Caderni G, Luceri C, De Filippo C, Salvadori M, Giannini A, Tessitore L, Dolara

P. 2001. Slow-release pellets of sodium butyrate do not modify

azoxymethane (AOM)-induced intestinal carcinogenesis in F344 rats.

Carcinogenesis 22: 525–527.

Caderni G, Luceri C, Lancioni L, Tessitore L, Dolara P. 1998. Slow-release

pellets of sodium butyrate increase apoptosis in the colon of rats treated

with azoxymethane, without affecting aberrant crypt foci and colonic

proliferation. Nutr Cancer 30: 175–181.

Cassidy A, Bingham SA, Cummings JH. 1994. Starch intake and colorectal risk:

an international comparison. British J Cancer 69: 937-942.

Casterline JLJ, Oles CJ, Ku Y. 1997. In vitro Fermentation of Various Food Fiber

Fractions. J Agric Food Chem 45: 2463-2467.

Chao A, Thun MJ, Connell CJ, McCullough ML, Jacobs EJ, Flanders WD,

Rodriguez C, Sinha R, Calle EE. 2005. Meat consumption and risk of

colorectal cancer. American Medical Assosiation 293(2): 171-182.

Cheung NK, Modak S, VickersA, Knuckles B. 2002. Orally administered β-

glucans enhance anti-tumor effects of monoclonal antibodies. Cancer

Immunol. Immunother. 51: 557–564.

Clausen MR, Mortensen PB. 1994. Kinetic studies on the metabolism of short-

chain fatty acids and glucose by isolated rat colonocytes. Gastroenterology

106: 423-432.

Page 125: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

95

Cooper HS, Murthy SN, Shah RS, Sedergran DJ. 1993. Clinicopathologic study of

dextran sulfate sodium experimental murine colitis. Lab. Invest 69: 238-

249.

Corwin EJ. 2007. Buku Saku Patofisiologi. Edisi ke-3. Buku Kedokteran EGC,

Jakarta.

Cotran RS, Kumar V, Robbin SL. 1994. Cancer genetics. Di dalam Fenton RG

dan Longo Dl, eds. Cell biology of cancer. McGrew Hill, New York.

Coudray C, Bellanger J, Castiglia DC, Remesy C, Vermorel M, Rayssignuier Y.

1997. Effect of soluble or partly soluble dietary fibres supplementation on

absorption and balance of calcium, magnesium, iron, and zinc in healthy

young men. Eur J Clin Nutr 51: 375-380.

Cowan MM. 1999. Plants product as antimicrobial agents. Clin Microb Rev

4:564-582.

Cross AJ, Pollock JRA, Bingham SA. 2003. Haem, not protein or inorganic iron,

is responsible for endogenous intestinal N-nitrosanitation arising from red

meat. Cancer Res. 63: 2358-2360.

Cummings JH, MacFarlane GT. 1997. Colonic microflora: nutrition and health.

Nutrition 13, 476.

Davey P. 2006. Medicine at a Glance. Erlangga, Jakarta.

Dehkharghanian M, Adenier H, Vijayalakshmi MA.2010. Analytical methods

study of flavonoids in aqueous spinach extract using positive electrospray

ionization tandem quadrupole mass spectrometry. Food Chem 121:863-

870.

Delves PJ, Roitt IM. 2000a. The immune system: first of two parts. New England

J of Medicine 343: 37-49.

Delves PJ, Roitt IM. 2000b. The immune system: second of two parts. New

England J of Medicine 343: 108-117.

Deschner EE, Ruperto JF, Lupton, JR. 1990. Dietary butyrate (tributyrin) does not

enhance AOM-induced colon tumorigenesis. Cancer Lett 53: 79–32.

Dicko M, Hilhorst R, Gruppen H, Traore A, Laane C, Van Berkel WJH, Voragen

AGJ. 2002. Comparison of content in phenolic compounds, phenolic

oxidase, and peroxidase in grains of fifty sorghum varieties from Burkina

Faso. J of Agric and Food Chem 50: 3780-3788.

Dicko MH, Gruppen H, Traore AS, Voragen AGJ, van Berkel WJH. 2006.

Phenoloic compound and related enzymes as determinant of sorghum for

food use. Biotechno Mol. Biology Rev 1(1): 21-38.

Page 126: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

96

Direktorat Serealia. 2006. Budidaya sorgum. Direktorat Jendral Bina Produksi

Tanaman Pangan, Jakarta.

[Ditjentanpan] Direktorat Jendral Tanaman Pangan. 2006. Sorgum. Direktorat

Budidaya Serealia, Jakarta.

Dykes L, Rooney LW. 2007. Phenolic compounds in cereal grains and their health

benefits. Cereal Food World 52:105-11.

Dykes L, Rooney LD, Waniska RD, Rooney WL. 2005. Phenolic compounds and

antioxidant activity of sorghum grain of varying genotypes. J Agric. Food

Chem. 53: 6813-6818.

[FAO] Food Agricultural Organization. 2005. Production cereal.

http://www.fao.org. [21 Juli 2011].

Filipek J, Dvorak R. 2009. Determination of the volatile fatty acid content in the

rumen liquid: comparison of gas chromatography and capillary

isotachophoresis. Acta Vet Brno 78: 627-633.

Filipiak M. 2001. Electrochemical analysis of polyphenolic compounds. Anal Sci

17: 1667.

Foitzik A, Preckel H, Mumtsidu. 2009. Image-based quantification of apoptosis

by caspase-3 activation. Application Note. Hamburg, DE: Biologicl

Application PerkinElmer, Cellular Technologies, Germany GmbH Bio-

discovery.

Frappier BL. 2006. Digestive System. Di dalam: JA Eurell dan BL Frappier, ed.

Dellmann’s Textbook of Veterinary Histology. Edisi ke-6. Blackwell

Publishing, Oxford.

Fujisawa T, Mori M. 1997. Influence of various bile salts on β-glucoronidase

activity of intestinal bacteria. Letters in Apllied Micrbiology 25: 95-97.

Fujisawa T, Mori M. 1997. Infuence of various bile salts on b-glucuronidase

activity of intestinal bacteria. Letters in Applied Microbiology 25: 95-97.

Gadelle D, Pierre R, Edmond S. 1985. β-glucoronidase activities of intestinal

bacteria determined both in vitro and in vivo in gnobiotic rats. Applied and

Environmental Microbiology 49(3): 682-685.

Gewies A. 2003. Introduction to apoptosis. Apo Review 1-26.

Gibson GR, Roberfroid MB. 1995. Dietary modulation of human colonic

microbiota: introducing the concepts of prebiotics. J Nutr 125: 1401-1412.

Giovannucci E. 1995. Insulin and colon cancer. Cancer Causes Control 6, 164.

Page 127: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

97

Gryfe R, Swallow C, Bapat B, Redston M, Gallinger S, Couture J. 1997.

Molecular biology of colorectal cancer. Curr Probl Cancer 21(5): 233-300.

Guyton, Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Irawati Setiawan,

penerjemah. Edisi ke-9. EGC, Jakarta.

Hahn TW, Lohakare JD, Lee SL, Moon WK, dan Chae BJ. 2006. Effects of

supplementation of β-glucans on growth performance, nutrient digestibility,

and immunity in weanling pigs. J Anim Sci 84: 1422-1428.

Hall CA, Cuppet SL. 1997. Structure activities of natural antioxidant: antioxidant

methodology in vivo and in vitro concept. Auroma OI, Cuppet SL (eds.).

AOAC Press, USA.

Haliwell B, Gutteridge JMC. 2000. Free radical, antioxidant, and human disease:

we are we now?. J Lab Clin Med 119: 598-613.

Hamilton SR, Vogestein B, Kudo S, Riboli E. 2000. Tumours of the colon and

rectum. Di dalam Hamilton SR dan Aaltonen La, eds. World health

organization classification of tumoors. Pathology and genetics tumours of

the digestive system. IARC Press, France.

Hata K, Yamada Y, Kuno T, Hirose Y, Hara A, Qiang SH, Mori H. 2004. Tumor

formation is correlated with expression of b-catenin-accumulated crypts in

azoxymethane-induced colon carcinogenesis in mice. Cancer Sci. 95: 316-

320.

Heavey PM, MCKenna D, Rowland IR. 2004. Colorectal cancer and teh

relationship between genes and the environment. Nutrition and Cancer 2:

124-141.

Henningsson A, Inger B, Margareta N. 2001. Short chain fatty acid formation at

fermentation of inigestible carbohydrates. Scandinavian J of Nutr 45: 165-

168.

Hill JW, Petruci RH. 2002. General Chemistry. Prentice Hall.

Howe GR. et al. 1992. Dietary intake of fiber and decreased risk of cancers of the

colon and rectum: evidence from the combined analysis of 13 case-control

studies. J Natl Cancer Inst 84, 1887.

Humblot C, Michael M, Lionel R, Martine B, Anthony B, Claude A, Jamila A,

Sylvie R. 2007. β-glucoronidase in human intestinal microbiota is necesary

for the colonic genotoxicity of the food-borne carcinogen 2-amino-3-

methylimidazo[4,5-f]quinoline in rats. Carcinogenesis 28(11): 2419-2425.

Humblot C, Michael M, Lionel R, Martine B, Anthony B, Claude A, Jamila A,

Sylvie R. 2007. β-Glucuronidase in human intestinal microbiota is necessa-

Page 128: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

98

ry for the colonic genotoxicity of the food-borne carcinogen 2-amino-3-

methylimidazo[4,5-f]quinoline in rats. Carcinogenesis 28(11): 2419-2425.

Humblot C. 2004. Protective effect of Brussels sprouts, prebiotics and fermented

milk towards IQ-induced genotoxicity in the human flora-associated F344

rat: role of xenobiotic metabolizing enzymes and intestinal microflora. J

Chromatogr. B Analyt. Technol. Biomed. Life Sci 802: 231–237.

Itzkowtz SH, Yio X. 2004. Inflammation and cancer IV. Colorectal cancer in

inflammatory bowel disease: the role of inflammation. Am J Physiol

gastrointest liver Physiol 287: G7-17.

Jemal A, Freddie B, Melissa M, Jacques F, Elizabeth W, David F. 2011. Global

cancer statistics. CA Cancer J Clin 61: 73-76.

Jenab M, Lilian UT. 1996. The influence of flaxseed and lignans on colon

carcinogenesis and β-glucoronidase activity. Carcinogenesis 17(6): 134-

1348.

Jenkins DJA, Kendall CWC, Vuksan V. 1999. Inulin, oligofructose and intestinal

function. J of Nutr 129: 1431-1433.

Kamath VG, Arun C, Rajini PS. 2004. Antiradical properties of sorghum

(Sorghum bicolor L. Moench). J of Cereal Science 40: 283-288.

Kastomo D. 2007. Kolon endometriosis. Ind J Cancer 2: 73-76.

Kampa M, Alexaki VI, Notas G, Nifli AP, Nistikaki A, Hatzoglou A,

Bakogeorgou E, Kouimtzoglou E, Boskou D, Gravanis, A., and Castanas,

E., 2003, Antiproliferative and apoptotic effects of selective phenolic acids

on T47D human breast cancer cells: potential mechanisms of action, Breast

Cancer Res 6: R63-R74.

Kanter M, Coskun O, Korkmaz A, Oter S. 2004. Effects of nigela sativa on

oxidative stress and B-cell damaged in streptozotocin-induced diabetic rats.

The Anatomical Record Part A 279A: 685-691.

Katayama M, Xu D, Specian RD, Deitch EA .1997. Role of bacterial adherence

and the mucus barrier on bacterial translocation: effects of protein malnutri-

tion and endotoxin in rats. Annals of Surgery 225: 317–326.

Kaviarasan K, Kalaiarasin P, Pugalendi V. 2008. Antioxidant efficacy of flavono-

id rich fraction from Spermacoce hispida in hyperlipidemic rats. J Appl Bio-

med 6: 165-176.

Kiernan JA. 1990. Histological and Histochemical Methods: Theory & Practice.

London, Pergamon Press.

Page 129: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

99

Kim MJ, Hong SY, Kim SK, Cheong C, Park HJ, Chun HK, Jang Kh, Yoon BD,

Kim CH, Kang SA. 2009. β-glucan enhanced apoptosis in human colon can-

cer cells SNU-C4. Nutr Research and Practice 3(3): 180-184.

Kim YI. 2000. Impact of dietary fibre in colon cancer occurance.

Gastroenterology 118: 1235-1257.

Knudsen KE, Jensen BB, Hansen BI. 1993. Digestion of polysaccharides and

other major components in the small and large intestine of pig fed on diets

consisting of oat fractions rich in β-D-glucan. Br J Nutr 70: 537-556.

Kresno SB. 1996. Imunologi: diagnosis dan prosedur laboratorium. Edisi II.

Jakarta, FK UI.

La Vecchia C. et al. 1997. Diabetes mellitus and colorectal cancer risk. Cancer

Epidemiol. Biomarkers Prev. 6, 1007.

Laroche C, Michaud P. 2006. New development and prospective applications for

β (1,3) glucans. Recent Patent on Biotech 1: 59-73.

Leder I. 2004. Sorghum and millet in cultivaeted plants, primarily as food sources,

in encyclopedia of life support system. Eolss publisher, Oxford.

Lehr S, Kotzka J, Herkner A, Klein E, Siethoff C, Knebel B, Noelle V, Brüning

JC, Klein HW, Meyer HE, Krone W, Müller-Wieland D. 1999. Identificati-

on of tyrosine phosphorylation sites in human Gab-1 protein by EGF recep-

tor kinase in vitro. Biochem 38(1): 151-9.

Leu RKL, Ian LB, Ying H, Adrian E, Graeme, PY. 2007. Supression of

azoxymethane-induced colon cancer developments in rats by dietary

resistent starch. Cancer Biology and Therapy 6(10): 1621-1626.

Levi EP, Hodgson E, Leblanc GA. 2000. Elimination of toxicants. Di dalam:

Modern Toxicology. Levi EP, Hodgson E, eds. Edisi ke-2. McGraw Hill,

Singapore.

Levi PE. 2000. A textbook of modern toxicology. MacGrew Hill, Singapore.

Lewis JB. 2008. Effect of bran sorghum grains containing different classes and

levels of bioactive compounds in colon carcinogenesis. [Thesis]. Texas

A&M University, Texas.

Lim BO, yamada K, Nonaka M, Kuramato Y, hung P, dan Sugano M. 1997.

Dietary fibers modulate indices of intestinal immune function in rats. J Nutr

127: 663-667.

Lorenz KJ, Karel K. 1991. Handbook of Cerealia Science and Technology.

Marcel Dekker, Hongkong.

Page 130: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

100

Lugasi A, Hovari J, Sagi KV, Biro L.2003. The role of antioxidant phytonutrients

in prevention of diseases. Acta Biol Szeg 47: 119-125.

Lupton JR. 2004. Microbial degradation products influence colon cancer risk: the

butyrate controversy. J Nutri. 134: 479.

Manach C, Wiliamson G, Morad C, Scalbert A, Remesy C. 2005. Bioavailability

and Bioefficacy of Polyphenols in Human. I Review of 97 Bioavailability

Studies. Am J Clin Nutr 81: 230S-42S.

Martin LJM, Dumon HJW, Champ MMJ. 1998. Production of short-chain fatty

acids from resistant starch in a pig model. J Sci Food Agric 77: 71-80.

McIntyre A, Gibson PR, Young GP. 1993. Butyrate production from dietary fibre

and protection against large bowel cancer in a rat model. Gut 34: 386-391.

Medina V, Edmonds B, Young GP. 1997. Induction of caspase-3 protease activity

and apoptosis by butyrate and trichostatin a (inhibitors of histone deacetyla-

se): dependence on protein synthesis and synergy with a mitochondrial/cyto-

chrome c-dependent pathway. Cancer Res 57: 3697-3707.

Metzler-Zebeli BU, Hooda S, Zijlstra, Mosenthin R, Ganzle MG. 2010. Dietary

supplementation of viscous and fermentable non-starch polysaccharides

(NSP) modulates microbial fermentation in pigs. Livestock Sci 133: 95-97.

Michels G, Watjen W, Niering P, Steffan B, Thi QH, Chovolou Y, Kampkotter

A, Bast A, Proksch P, Kahl R. 2005. Pro-apoptotic effects of the flavonoid

luteolin in rat H4Iie cells. Toxicology 206:337-48.

Mortensen FV, Nielsen H, Mulvany MJ, Hessov I. 1990. Short chain fatty acids

dilate isolated human colonic resistance arteries. Gut 31: 1391-1394.

Mudjisihono R , Suprapto HS. 1987. Budidaya dan Pengolahan Sorgum. Penebar

Swadaya, Jakarta.

Napitupulu, A. 2006. Kajian pemanfaatan tepung sorgum dalam pembuatan

biskuit marie. [Skripsi]. Fateta IPB, Bogor.

NAS National Academic of Sciences. 1996. Rodents. National Academy Press,

Washington.

Neufert C. 2007. An inducible mouse model of colon carcinogenesis for the

analysis of sporadic and inflamation driven tumor progession. Proc. Natl.

Acad. Sci USA 103: 12098-12102.

Newton AH. 2004. Effects of fish oil and butyrate on diet-mediated apoptosis at

the promotion stage of colon carcinogenesis. [Thesis]. Texas, Texas A7M

Universsity.

Page 131: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

101

Nock NL, Thompson CL, Tucker TC. 2008. Associations between obesity and

changes in adult BMI over time and colon cancer risk. Obesity 16: 1099-

1104.

Nurhidayat 2002. Deteksi Bahan Aktif dengan Metode Imunohistokimia dalam

Modul Pemanfaatan Teknik Kultur Jaringan dan Histokimia dalam Peneliti-

an dan Terapan Bidang Biologi dan Biomedis. Kerjasama Proyek Pening-

katan Kualitas Sumber Daya Manusia Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi

Departemen Nasional dengan Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor.

Nyachoti CM, Atkinson JL, Leeson S. 1997. Sorghum tannin [Review]. World J

Poultry Sci 53 edisi March 1997.

Nyman M, Asp NG. 1982. Fermentation of dietary fibre components in the rat

intestinal tract. Br J Nutr 47: 357-366.

Osuntogun BA. 1989. Effect of cultivar, steeping, and malting of tannin, total

polyphenol, and cyanide content of nigerian sorghum. J Cereal Chem 66(2):

87-89.

Park SY, Ji GE, Ko YT, Jung HK, Ustunol Z, Pestka JJ. 1999. Potentiation of

hydrogen peroxide, nitric oxide, and cytokine production in RAW 264·7

macrophage cells exposed to human and commercial isolates of Bifidobacte-

rium. Intl J of Food Microbiol 46: 231–241.

Perrin P, Pierre F, Patry Y, Champ M, Berreur M, Pradal G, Bornet F, Meflah K,

Menanteau J. 2001. Only fibres promoting a stable butyrate producing co-

lonic ecosystem decrease the rate of aberrant crypt foci in rats. Gut 48: 53-

61.

Powell SM, Petersen GM, Krush AJ, booker S, Jen J, Giardiello FM. Molecular

diagnosis of familial adenomatous polyposis. 1993. N Eng J Med 329:

1982-7198.

Priosoeryanto BP. 1994. Morphological and cell biological studies of tumours in

domestic animal. [Ph.D Dissertation] the United Graduated School of

Veterinary Sciences. Yamaguchi University, Japan.

Puspawati GAK. 2009. Kajian aktivitas proliferasi limfosit dan kapasitas

antioksidan sorgum dan jewawut pada tikus sprague-dawley. [Tesis].

Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Rantam FA. 2003. Metode Immunologi. Airlangga University Press, Surabaya.

Reddy B. et al. 1989. Biochemical epidemiology of colon cancer: effect of types

of dietary fiber on fecal mutagens, acid, and neutral sterols in healthy

subjects. Cancer Res 49, 4629.

Page 132: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

102

Reddy BS, Barbara S, Neha P, Cesar A, Chinthalapally VR. 1996. Effect of

amount and types of dietary fat on intestinal bacterial 7α-dehydroxylase and

phophatidylinositol-spesific phospholipase c and colonic mucosal

diacylglyserol kinase and PKC activities during different stages of colon

tumor promotion. Cancer Research 56: 2314-2320.

Reeves PG, Nielsen FH , Fahey GC. 1993. AIN-93 purified diets for laboratory

rodents: Final report of the American institute of nutrition ad hoc writing

committee on the reformulation of the AIN-76A rodent diet. J Nutrition

123: 1939-1951.

Remesy C, Demigne C, Morand C. 1992. Metabolism and utilization of short

chain fatty acids produced by colonic fermentation. Di dalam Schweizer

TF, Edwards CA, eds. Dietary Fibre a Component of Food. Springer,

London.

Roediger WE. 1982. Utilization of nutrients by isolated epithelial cells of the rat

colon. Gastroenterology 83: 424-429.

Rooney LW, Dykes L. 2007. Sorghum and millet phenol and antioxidant. J Cere-

al Sci 44: 236-251.

Rooney LW. 2005. Sorghum and millet food research failures and success:

overview. Food Science Faculty, Texas A&M Univ, Texas.

Rooney TK, Rooney LW, Lupton JR. 1992. Physiological characteristics of

sorghum and millet brans in the rat model. J Cereal Foods World 37(10):

782-786.

Rosenberg DW, Giardina C, Tanaka T. 2009. Mouse models for the study of

colon carcinogenesis. Carcinogenesis 30: 183-196.

Ross JK, James EL. 1981. The effect of dietary citrus pectin on the excretion of

human fecal neutral and acid steroids and the activity of 7 α-dehydroxylase

and β-glucoronidase. Amr J of Clin Nutr 34: 2068-2077.

Rowland IR. 1998. Effect of Bifidobacterium longum and inulin on gut bacterial

metabolism and carcinogen-induced aberrant crypt foci in rats.

Carcinogenesis 19: 281–285.

Ruemmele FM, Schwartz S, Seidman EG, Dione S, Levy E, Lentze MJ. 2003.

Butyrate induced cac-2 cell apoptosis is mediated via the mitochondrial

pathway. Gut 52: 94-100.

Rufaizah U. 2011. Pemanfaatan tepung sorgum pada pembuatan snack bar tinggi

serat pangan dan sumber zat besi untuk remaja puteri. [Skripsi]. Fateta IPB,

Bogor.

Page 133: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

103

Ruppin H, Bar-Meir S, Soergel KH, Wood CM, Schmitt MG. 1980. Absorption

of short chain fatty acids by the colon. Gastroenterology 78: 1500-17.

Saito Y, Takano T, Rowland IR. 1992. Effects of soybean oligosaccharides on the

human gut microflora in in vitro culture. Microb Ecol Health Dis. 5: 105-

110.

Salimi YK. 2012. Peranan ekstrak dan tepung sorgum (Sorghum bicolor L.) dalam

penghambatan kanker secara in vitro dan in vivo pada mencit balb/c.

[Disertasi]. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Samuelsen AB, Rieder A, Grimmer S, Michaelsen TE, Knutsen SH. 2011.

Immunomodulatory activity of dietary fiber: arabinoxylan and mixed-linked

beta-glucan isolated from barley show modest activities in vitro. Int J Mol

Sci 12: 570-587.

Scheppach W, Bartram HP, Richter F. 1995. Role of short-chain fatty acids in the

prevention of colorectal cancer. Eur J Cancer 31A: 1077-1080.

Schiffrin EJ, Rochat F, Link-Amster H, Aeschlimann JM, Donnet-Hughes A.

1995. Immunomodulation of human blood cells following the ingestion of

lactic acid bacteria. J of Dairy Sci 78: 491–497.

Schley PD, Field CJ. 2002. Immune-enhancing effects of dietary fibres and

prebiotics. British J of Nutr 87(2): 221-230.

Setiawati R. 2003. Pengaruh produk daun cincau hijau Cyclea barbata L. Miers

dan Premna oblongata Merr terhadap kapasitas antioksidan limfosit mencit

C3H bertumor kelenjar susu. [Skripsi]. Fateta IPB, Bogor.

Shi Y. 2002. Mechanism of caspase activation and inhibition during apoptosis.

Molecular Cell 9: 459-470.

Shiau SY, Chang GW. 1983. Effects of dietary fiber on fecal mucinase and β-

glucoronidase activity in rats. J Nutr 113: 138-144.

Shih CH., Siu YT, Song LM . 2007. Quantitative analysis of anticancer 3-

deoxyanthocyanidins in infected sorghum seedlings. J Agric Food Chem

55: 254-259.

Shiringani AL. 2005. Evaluation for hard endosperm, bird proof sorghum and its

effect on food quality. John Willey and Sons, New York.

Singgih S, Suherman O, Mas’ud S. Zairin M. 2008. Keberadaan plasma nutfah

sorgum dan pemanfaatannya di kawasan lahan kering pulau lombok.

Slavin J. 2007. Dietary Carbohydrates and Risk of Cancer. Di dalam Biliaderis

CG dan Izydorczyk MS,eds. Functional Food Carbohydrates. CRC Press,

Boca Raton.

Page 134: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

104

Smith CW, Richard AF. 2000. Sorghum: origin, history, technology, and

production. John Willey and Sons, Kanada.

Smits CH, Veldman A, Verstegen MW, Beynen AC. 1997. Dietary

carboxymethylcellulose with high instead of low viscosity reduces

macronutrient digestion in broiler chickens. J Nutr 127: 483-487.

Soejono G, Priosoeryanto BP, Huminto H. 2005. Pendekatan pencegahan

penyakit tumor melalui kajian mekanisme invasi dan metastasis sel tumor

serta efek antimetastasis dari interferon rekombinan dan kombinasinya pada

hewan. [Laporan penelitian]. Lembaga penelitian dan Pemberdayaan

Masyarakat IPB, Bogor.

Stephen PJ dan Martin E. 1994. Human gastrointestinal mucosal T cells. Di dalam

Handbook of Mucosal Immunology. (Pearay LO, Jiri M, Michael EL,

Warren S, Jerry RM, dan Joh B, eds.), Academic Press, London.

Sugianto D. 2011. Pengembangan produk sereal sarapan siap santap berbasis

sorgum dengan metode ekstrusi. [Skripsi]. Fateta IPB, Bogor.

Suzuki I, Hashimoto K, Ohon N, Tanaka H, Yadomae T. 1989. Immunomodula-

tion by orally administered β-glucan in mice. Intl J Immunopharmacol 11:

761-769.

Suzuki IR, Hiroyuki K, Shigeyuki S, Hitoshi N, Takuji T. 2006. Strain

differences in the susceptibility to azoxymethane and dextran sodium

sulphate-induced colon carcinogenesis in mice. Carcinogenesis 27: 162-

169.

Takada H, Hirooka T, Hiramatsu Y, Yamamoto M. 1982. Effect of b-

glucuronidase inhibitor on azoxymethane-induced colonic carcinogenesis in

rats. Cancer Research 42: 331-334.

Takahashi T, Nakagawa E, Nara T, Yajima T, Kuwata T. 1998. Effects of orally

ingested Bifidobacterium longum on the mucosal IgA response of mice to

dietary antigens. Bioscience, Biotechnology, and Biochemistry 62: 10–15.

Tejada-Simon MV, Ustunol Z, Pestka JJ. 1999. Ex vivo effects of lactobacilli,

streptococci, and bifidobacteria ingestion on cytokine and nitric oxide pro-

duction in a murine model. J of Food Protection 62: 162–169.

Tejasari. 2007. Evaluation of ginger (Zingiber officinale Roesoe) bioactive

copmpounds in increasing the ratio of T-cell surface molecules of

CD3+CD4+: CD3+CD8+ in vitro. Mal J Nutr 13(2): 161-170.

Thorburn A, Muir J, Proietto J. 1993. Carbohydrate fermentation decreases hepa-

tic glucose output in healthy subjects. Metabolism 42: 780-785.

Page 135: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

105

Topping DL, Clifton PM. 2001. Short-chain fatty acids and human colonic

function: roles of resistant starch and nonstarch polysaccharides. Physiol

Rev 81, 1031.

Tosh SM, Brummer Y, Wood PJ, Wang Q, Weisz J. 2004. Evaluation of structure

in the formation of gels by structurally diverse (1/3)(1/4)-beta-D-glucans

from four cereal and one lihen species. Carbohyd Polym 57: 249-259.

Trock B, Lanza E, Greenwald P. 1990. Dietary fiber, vegetables, and colon

cancer: critical review and meta-analyses of the epidemiologic evidence. J

Natl Cancer Inst 82, 650.

Trujillo EB, Bergerson ASL, Graf JC, Mechael M. 2005. Cancer. Di dalam

American Society for Parenteral and Enteral Nutrition Support Practice

Manual. Nutrition Care Org 150-170.

Underwood JCE. 1994. General and Systematic Pathology. Churchill Livingstone,

New York.

Valazquez OC, Lederer HM, Rombeau JL. 1996. Butyrate and the colonocyte:

implications for neoplasia. Dig Dis Sci 14, 727.

Vitaglione P, Napolitano A, Foliano V. 2008. Cereal dietary fiber, a natural

functional ingredient to deliver phenolic compounds in the gut. Trends Food

Sci Technol 19: 451-461.

Von Elbe JH, Schwartz SJ. 1996. Colorants. Di dalam Food Chemistry. Fennema

OR. (ed). Marcel Dekker, New York.

Waniska RD. 2000. Structure, Phenolic Compounds, and Antifungal Protein of

Sorghum Caryopses. Di dalam Technical adn institutional options for

sorghum grain mold management. Proceeding of an International

Consultantation: 72-106.

Watzl B, Girrbach S, Roller M. 2005. Inulin, oligofructose and

immunomodulation. Br J Nutr 93(Suppl 1): 49–S55.

[WCRF/AICR] The World Cancer Research Fund &The American Institute of

Cancer Research 2007. Food, Nutrition and the prevention of cancer: a

Global Perspective. The American Institute for Cancer Research

Washington.

____. 2011. Bird food rgains with potential for the tropics and semi-tropics.

http://www.fao.org. [21 Juli 2011].

Willet WC. 2000. Diet and cancer. Oncologist 5: 393-404.

Wolever TM, Spadafora P, Eshuis H. 1991. Interaction between colonic acetate

and propionate in humans. Am J Clin Nutr 53: 681-7.

Page 136: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

106

Wolever TMS. 1995. Short-chain fatty acids and carbohydrate metabolism. Di

dalam Cummings JH, Rombeau JL, dan Sakata, eds. Physiological aspects

of short-chain fatty acids. Cambridge university press, Cambridge.

Wu G, Field CJ, Marliss EB .1991. Glutamine and glucose metabolism in rat

splenocytes and mesenteric lymph node lymphocytes. American J of Phy-

siol 260: 141-147.

Xu D, Lu Q, Deitch EA .1998. Elemental diet-induced bacterial translocation

associated with systemic and intestinal immune suppression. J of Parente-

ral and Enteral Nutr 22: 37–41.

Yang L, Browning JD, Awika JM. 2009. Sorghum 3-Deoxyanthocyanins Possess

Strong Phase II Enzyme Inducer Activity and Cancer Cell Growth

Inhibition Properties.J Agric Food Chem 57:1797-1804.

Yanuar W. 2009. Aktivitas antioksidan dan immunomodulator serealia non beras.

[Tesis]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Zakaria FR. 2001. Pangan dan pengendalian kanker. J. Teknologi dan Industri

Pangan 12(2): 171-177.

Zdunczyk Z, Jerzy J, Isabel E. 2006. Cecal parameters of rats fed diets containing

grapefruit polyphenols and inulin as single supplements or in a combinati-

on. Basic Nutritional Investigation 22(9): 898-904.

Zobel BLP. 2005. Inulin-type fructans and reduction in colon cancer risk: review

of experimental and human data. British J of Nutr 93(1): 73-90.

Page 137: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

LAMPIRAN

Page 138: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

108

Page 139: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

109

Lampiran 1 Komposisi mineral pada ransum mencit Balb/c

Jenis mineral (g) Jumlah (dalam 1000 g)

NaCl

KI

KH2PO4

MgSO4.7H2O

CaCO3

FeSO4. 7H2O

MnSO4. 7H2O

ZnSO4. 7H2O

CuSO4. 5H2O

CoCl2. 6H2O

139,30

0,79

389

57,30

381,40

27

4,01

0,55

0,48

0,02

Lampiran 2 Data proksimat kasein dan sorgum sosoh 50%

No Komponen Tepung Sorgum Kasein

1 Protein 7,67 86,485

2 Lemak 0,55 0,665

3 Serat 7 0

4 Abu 0,75 3,775

5 Air 12,25 4,36

6 Karbohidrat (by difference) 71,78 4,715

Page 140: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

110

Lampiran 3 Hasil analisa varian (Anova) konsumsi ransum mencit

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:respon

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 12.500a 3 4.167 66.373 .000

Intercept 783.946 1 783.946 1.249E4 .000

perlk 12.500 3 4.167 66.373 .000

Error 4.520 72 .063

Total 800.966 76

Corrected Total 17.019 75

a. R Squared = ,734 (Adjusted R Squared = ,723)

respon

Duncan

perlk N

Subset

1 2 3 4

K- 19 2.54

S50 19 3.26

S100 19 3.44

K+ 19 3.61

Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,063.

Page 141: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

111

Lampiran 4 Hasil analisa varian (Anova) selisih berat badan mencit

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:respon

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 5.728a 3 1.909 2.873 .057

Intercept 364.755 1 364.755 548.817 .000

perlk 5.728 3 1.909 2.873 .057

Error 15.951 24 .665

Total 386.000 28

Corrected Total 21.679 27

a. R Squared = ,264 (Adjusted R Squared = ,172)

respon

Duncan

perlk N

Subset

1 2

K+ 7 3.1429

S100 8 3.4375

S50 8 3.6250 3.6250

K- 5 4.5000

Sig. .316 .060

Means for groups in homogeneous subsets

are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,665.

Page 142: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

112

Lampiran 5 Hasil analisa (Anova) berat relatif organ mencit

Hati

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:respon

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .000a 3 .000 2.429 .090

Intercept .047 1 .047 807.650 .000

perlk .000 3 .000 2.429 .090

Error .001 24 5.787E-5

Total .051 28

Corrected Total .002 27

a. R Squared = ,233 (Adjusted R Squared = ,137)

Ginjal

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:respon

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 3.652E-5a 3 1.217E-5 .634 .600

Intercept .007 1 .007 365.335 .000

perlk 3.652E-5 3 1.217E-5 .634 .600

Error .000 24 1.920E-5

Total .008 28

Corrected Total .000 27

a. R Squared = ,073 (Adjusted R Squared = -,042)

Page 143: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

113

Kolon

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:resp

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .000a 3 4.552E-5 4.113 .019

Intercept .003 1 .003 260.864 .000

perlk .000 3 4.552E-5 4.113 .019

Error .000 22 1.107E-5

Total .003 26

Corrected Total .000 25

a. R Squared = ,359 (Adjusted R Squared = ,272)

respon

Duncan

perlk N

Subset

1 2

K- 5 .00860

S50 7 .00914

S100 7 .01043

K+ 7 .01443

Sig. .365 1.000

Means for groups in homogeneous subsets

are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) =

1,11E-005.

Page 144: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

114

Lampiran 6 Hasil analisis varian (Anova) pengujian penanda kolitis pada mencit

dengan pewarnaan HE

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:respon

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 40.310a 3 13.437 49.779 .000

Intercept 64.192 1 64.192 237.812 .000

perlk 40.310 3 13.437 49.779 .000

Error 6.208 23 .270

Total 115.000 27

Corrected Total 46.519 26

a. R Squared = ,867 (Adjusted R Squared = ,849)

respon

Duncan

perlk N

Subset

1 2 3

K- 5 .0000

S100 8 1.1250

S50 8 1.5000

K+ 6 3.6667

Sig. 1.000 .207 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,270.

Page 145: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

115

Lampiran 7 Hasil analisa varian (Anova) pH feses

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:respon

Source Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 1,126a 3 ,375 4,702 ,010

Intercept 1687,117 1 1687,117 21139,431 ,000

perlk 1,126 3 ,375 4,702 ,010

Error 1,915 24 ,080

Total 1690,158 28

Corrected Total 3,041 27

a. R Squared = ,370 (Adjusted R Squared = ,291)

respon

Duncana,b

perlk

N

Subset

1 2

S100 7 7,46482

S50 7 7,69536 7,69536

K- 7 7,91843

K+ 7 7,97082

Sig. ,140 ,096

Means for groups in homogeneous subsets

are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,080.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size =

7,000.

b. Alpha = 0,05.

Page 146: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

116

Lampiran 8 Hasil analisis varian (Anova) aktivitas enzim β-glucoronidase

Aktivitas spesifik

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:resp

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 2349.028a 3 783.009 44.686 .000

Intercept 11744.108 1 11744.108 670.236 .000

perlk 2349.028 3 783.009 44.686 .000

Error 1296.654 74 17.522

Total 16587.506 78

Corrected Total 3645.682 77

a. R Squared = ,644 (Adjusted R Squared = ,630)

respon

Duncan

perlk N

Subset

1 2 3

K- 15 6.1647

S100 21 10.7562

S50 21 11.2843

K+ 21 21.4000

Sig. 1.000 .698 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 17,522.

Page 147: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

117

Aktivitas total

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:resp

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 810085.002a 3 270028.334 29.586 .000

Intercept 8591768.667 1 8591768.667 941.366 .000

perlk 810085.002 3 270028.334 29.586 .000

Error 675391.984 74 9126.919

Total 1.064E7 78

Corrected Total 1485476.986 77

a. R Squared = ,545 (Adjusted R Squared = ,527)

respon

Duncan

perlk N

Subset

1 2 3

K- 15 2.4180E2

S100 21 2.7446E2 2.7446E2

S50 21 3.2096E2

K+ 21 5.0449E2

Sig. .294 .137 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 9126,919.

Page 148: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

118

Lampiran 9 Hasil analisis varian (Anova) pengujian penanda CD4 pada mencit

dengan pewarnaan IHK

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:resp

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 7.750a 3 2.583 2.460 .100

Intercept 92.450 1 92.450 88.048 .000

perlk 7.750 3 2.583 2.460 .100

Error 16.800 16 1.050

Total 117.000 20

Corrected Total 24.550 19

a. R Squared = ,316 (Adjusted R Squared = ,187)

respon

Duncan

perlk N

Subset

1 2

K- 5 1.2000

K+ 5 2.0000 2.0000

S50 5 2.6000 2.6000

S100 5 2.8000

Sig. .056 .259

Means for groups in homogeneous subsets

are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) =

1,050.

Page 149: PEMBERIAN SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench … · polished sorgum administration in mouse diet to observe colon cancer ... Evaluasi kemampuan penghambatan perkembangan kanker kolon

119

Lampiran 10 Hasil analisis varian (Anova) pengujian penanda Kaspase-3 pada

mencit dengan pewarnaan IHK

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:resp

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 14.550a 3 4.850 7.462 .002

Intercept 76.050 1 76.050 117.000 .000

perlk 14.550 3 4.850 7.462 .002

Error 10.400 16 .650

Total 101.000 20

Corrected Total 24.950 19

a. R Squared = ,583 (Adjusted R Squared = ,505)

respon

Duncan

perlk N

Subset

1 2

K- 5 1.0000

K+ 5 1.2000

S50 5 2.8000

S100 5 2.8000

Sig. .700 1.000

Means for groups in homogeneous subsets

are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,650.