Pemberian Cairan Infus Intravena
Click here to load reader
Transcript of Pemberian Cairan Infus Intravena
. Pemberian Cairan Infus Intravena (Intravenous Fluids)
Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah
cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik)
untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh. Secara umum,
keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan infus adalah perdarahan dalam
jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah), trauma abdomen (perut) ,
fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha) , “Serangan panas”
(heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi), diare dan demam (mengakibatkan
dehidrasi), luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh), semua trauma kepala, dada, dan
tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
Indikasi pemberian obat melalui jalur intravena antara lain :
1. Pada seseorang dengan penyakit berat, pemberian obat melalui intravena langsung masuk
ke dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam peredaran
darah (sepsis). Sehingga memberikan keuntungan lebih dibandingkan memberikan obat
oral. Namun sering terjadi, meskipun pemberian antibiotika intravena hanya
diindikasikan pada infeksi serius, rumah sakit memberikan antibiotika jenis ini tanpa
melihat derajat infeksi. Antibiotika oral (ditelan biasa melalui mulut) pada kebanyakan
pasien dirawat di RS dengan infeksi bakteri, sama efektifnya dengan antibiotika
intravena, dan lebih menguntungkan dari segi kemudahan administrasi RS, biaya
perawatan, dan lamanya perawatan. Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral
(efektivitas dalam darah jika dimasukkan melalui mulut) yang terbatas. Atau hanya
tersedia dalam sediaan intravena (sebagai obat suntik). Misalnya antibiotika golongan
aminoglikosida yang susunan kimiawinya “polications” dan sangat polar, sehingga tidak
dapat diserap melalui jalur gastrointestinal (di usus hingga sampai masuk ke dalam
darah). Maka harus dimasukkan ke dalam pembuluh darah langsung.
<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau
memang tidak dapat menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan
seperti ini, perlu dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal (anus),
sublingual (di bawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan intramuskular (disuntikkan di
otot).
<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]--> Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi
(tersedak- obat masuk ke
pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.
<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]--> Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai,
sehingga diberikan melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). .
<!--[if !supportLists]-->5. <!--[endif]-->Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam darah
tercapai. Misalnya pada orang yang mengalami hipoglikemia berat dan mengancam
nyawa, pada penderita diabetes mellitus. Alasan ini juga sering digunakan untuk
pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyak
antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu mencapai kadar adekuat
dalam darah untuk membunuh bakteri.
B. Jenis Cairan Infus:
<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Cairan hipotonik.
Adalah cairan infuse yang osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi
ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan
osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan
sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi),
sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami”
dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada
pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi
yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke
sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam
otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Cairan Isotonik.
Adalah cairan infuse yang osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum
(bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah.
Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga
tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan),
khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan
Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Cairan hipertonik.
Adalah cairan infus yang osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga
“menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu
menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema
(bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%,
NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk
darah (darah), dan albumin.
<!--[if !supportLineBreakNewLine]-->
<!--[endif]-->
C. Faktor Yang Harus Diperhatikan Dalam Pemberian Terapi Cairan Intravena.
1. Dari Sisi Pasien.
Dari sisi pasien yang perlu diperhatikan adalah penyakit dasar pasien, status hidrasi dan
hemodinamik, pasien dengan komplikasi penyakit tertentu, dan kekuatan jantung.
Kesemua faktor ini merupakan hal yang harus diketahui dokter.
2. Dari Sisi Cairan
a. Kandungan elektrolit cairan
Elektrolit yang umum dikandung dalam larutan infus adalah Na+, K+, Cl, Ca2+, laktat atau
asetat. Jadi, dalam pemberian infus, yang diperhitungkan bukan hanya air melainkan
juga kandungan elektrolit ini apakah kurang, cukup, pas atau terlalu banyak.
b. Pengetahuan dokter dan paramedis tentang isi dan komposisi larutan infus sangatlah
penting agar bisa memilih produk sesuai dengan indikasi masing-masing.
c. Osmolaritas cairan
Yang dimaksud dengan osmolaritas adalah jumlah total mmol elektrolit dalam
kandungan infus. Untuk pemberian infus ke dalam vena tepi maksimal osmolaritas
yang dianjurkan adalah kurang dari 900mOsmol/L untuk mencegah risiko flebitis
(peradangan vena). Jika osmolaritas cairan melebihi 900 mOsmol/L maka infus
harus diberikan melalui vena sentral.
3. Kandungan lain cairan.
Seperti disebutkan sebelumnya, selain elektrolit beberapa produk infus juga mengandung
zat-zat gizi yang mudah diserap ke dalam sel, antara lain: glukosa, maltosa, fruktosa,
silitol, sorbitol, asam amino, trigliserida. Pasien yang dirawat lebih lama juga
membutuhkan unsur-unsur lain seperti Mg2+, Zn2+ dan trace element lainnya.
4. Sterilitas cairan infus.
Parameter kualitas untuk sediaan cairan infus yang harus dipenuhi adalah steril, bebas
partikel dan bebas pirogen disamping pemenuhan persyaratan yang lain. Pada
sterilisasi cairan intravena yang menggunakan metoda sterilisasi uap panas, ada dua
pendekatan yang banyak digunakan, yaitu overkill dan non-overkill (bioburden-
based).
a. Overkill adalah Pendekatan yang dilakukan untuk membunuh semua mikroba,
dengan prosedur sterilisasi akhir pada suhu tinggi yaitu 121oC selama 15 menit. .
Dengan cara ini, hanya cairan infus yang mengandung elektrolit tidak akan
mengalami perubahan. Namun cara ini sangat berisiko dilakukan pada cairan infus
yang mengandung nutrisi seperti karbohidrat dan asam amino karena bisa jadi
nutrisi tersebut pecah dan pecahannya menjadi racun. Misalnya saja larutan glukosa
konsentrasi tinggi. Pada pemanasan tinggi, cairan ini akan menghasilkan produk
dekomposisi yang dinamakan 5-HMF atau 5-Hidroksimetil furfural yang pada kadar
tertentu berpotensi menimbulkan gangguan hati. Selain suhu sterilisasi yang terlalu
tinggi, lama penyimpanan juga berbanding lurus dengan peningkatan kadar 5-HMF
ini.
b.Non-overkill :
sesuai dengan perkembangan kedokteran yang membutuhkan jenis cairan yang lebih
beragam contohnya cairan infus yang mengandung nutrisi seperti karbohidrat dan
asam amino serta obat-obatan yang berasal dari bioteknologi, maka berkembang
juga teknologi sterilisasi yang lebih mutakhir yaitu metoda Non-Overkill atau
disebut juga Bioburden, dimana pemanasan akhir yang digunakan tidak lagi harus
mencapai 121 derajat, sehingga produk-produk yang dihasilkan dengan metoda ini
selain dijamin steril, bebas pirogen, bebas partikel namun kandungannya tetap stabil
serta tidak terurai yang diakibatkan pemanasan yang terlampau tinggi. Dengan
demikian infus tetap bermanfaat dan aman untuk diberikan.
D. Pemberian Cairan Infus pada Anak
1. Berapa Banyak Cairan yang Dibutuhkan Anak Sehat ?
<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Anak sehat dengan asupan cairan normal, tanpa
memperhitungkan kebutuhan cairan yang masuk melalui mulut, membutuhkan
sejumlah cairan yang disebut dengan “maintenance”. Cairan maintenance adalah
volume (jumlah) asupan cairan harian yang menggantikan “insensible loss”
(kehilangan cairan tubuh yang tak terlihat, misalnya melalui keringat yang menguap,
uap air dari hembusan napas dalam hidung, dan dari feses/tinja), ditambah
ekskresi/pembuangan harian kelebihan zat terlarut (urea, kreatinin, elektrolit, dll)
dalam urin/air seni yang osmolaritasnya/kepekatannya sama dengan plasma darah.
<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Kebutuhan cairan maintenance anak berkurang
secara proporsional seiring meningkatnya usia (dan berat badan).
<!--[if !supportLists]-->c. <!--[endif]-->Perhitungan berikut memperkirakan kebutuhan
cairan maintenance anak sehat berdasarkan berat badan dalam kilogram (kg).
<!--[if !supportLists]-->d. <!--[endif]-->Cairan yang digunakan untuk infuse maintenance
anak sehat dengan asupan cairan normal adalah: NaCl 0.45% dengan Dekstrosa 5% +
20mmol KCl/liter.
2. Penyalahgunaan cairan infuse yang banyak terjadi adalah dalam penanganan
diare (gastroenteritis) akut pada anak.
<!--[if !supportLists]-->a. <!--[endif]-->Pemberian cairan infuse banyak disalahgunakan
(overused) di Unit Gawat Darurat (UGD) karena persepsi yang salah bahwa jenis
rehidrasi ini lebih cepat menangani diare, dan mengurangi lama perawatan di Rumah
Sakit.
<!--[if !supportLists]-->b. <!--[endif]-->Gastroenteritis akut disebabkan oleh infeksi pada
saluran cerna (gastrointestinal), terutama oleh virus, ditandai adanya diare dengan
atau tanpa mual, muntah, demam, dan nyeri perut. Prinsip utama penatalaksanaan
gastroenteritis akut adalah menyediakan cairan untuk mencegah dan menangani
dehidrasi.
<!--[if !supportLists]-->c. <!--[endif]-->Penyakit ini umumnya sembuh dengan sendirinya
(self-limiting), namun jika tidak ditangani dapat menyebabkan kehilangan cairan dan
elektrolit yang bisa mengancam nyawa. Dehidrasi yang diakibatkan sering membuat
anak dirawat di Rumah Sakit
<!--[if !supportLists]-->d. <!--[endif]-->Terapi cairan yang diberikan harus
mempertimbangkan tiga komponen: rehidrasi (mengembalikan cairan tubuh),
mengganti kehilangan cairan yang sedang berlangsung, dan “maintenance”. Terapi
cairan ini berdasarkan penilaian derajat dehidrasi yang terjadi.
3. Penilaian Derajat Dehidrasi (dinyatakan dalam persentase kehilangan berat badan
Tanpa Dehidrasi: diare berlangsung, namun produksi urin normal, maka makan/minum dan
menyusui diteruskan sesuai permintaan anak (merasa haus). kulit berkurang Mata cekung
Permukaan lapisan lendir sangat kering Ubun-ubun depan mencekung Dehidrasi Berat
(>10%) Tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah: Denyut nadi cepat dan isinya kurang
(hipotensi/tekanan darah menurun), Ekstremitas (lengan dan tungkai) teraba dingin Oligo-
anuria (produksi urin sangat sedikit, kadang tidak ada), sampai koma
4. Pengawasan (Monitoring)
Semua anak yang mendapatkan cairan infuse sebaiknya diukur berat badannya, 6 –8 jam
setelah pemberian cairan, dan kemudian sekali sehari.
Semua anak yang mendapatkan cairan infuse sebaiknya diukur kadar elektrolit dan
glukosa serum sebelum pemasangan infuse dan 24 jam setelahnya. Bagi anak yang
tampak sakit, diperiksa kadar elektrolit dan glukosa 4 – 6 jam setelah pemasangan dan
sekali sehari sesudahny
E. Landasan Teori Pemakaian Cairan Infus
Tekanan Osmotik
Fenomena tekanan osmotik diperlihatkan oleh gambar 1 di bawah ini :
Tekanan untuk Menghentikan
kenaikan permukaan laru
Bagian ruangan kiri selaput semi permiabel
mengandung pelarut air murni ,
dan pada ruang kanannya adalah larutannya. Pada mulanya permukaan cairan dalam kedua
tabung adalah sama. Setelah beberapa saat lamanya , permukaan cairan dalam tabung
kanan mulai naik dan ini berlangsung terus sampai kesetimbangan tercapai . Hal ini
terjadi karena molekul-molekul air berpindah melalui selaput semi permiabel ke dalam
larutan. Peristiwa perpindahan molekul-molekul pelarut melalui selaput semi permiabel
dari pelarut murni atau dari larutan encer kepada larutan yang lebih pekat disebut
osmosis.
Perpindahan molekul-molekul pelarut ke dalam larutan atau dari larutan encer
kepada larutan yang lebih pekat sebenarnya dapat dihentikan dengan cara memberikan
tekanan pada bagian ruang sebelah kanan . tekanan yang dibutuhkan untuk
menghentikan proses osmosis disebut tekanan osmosis(). Terjadinya proses alir secara
spontan dari pelarut ke dalam larutan dikarenakan tekanan uap air murni lebih tinggi
dibandingkan tekanan uap larutan. Walaupun osmosis merupakan suatu proses yang
umum, tapi relatif sedikit yang tahumengenai bagaimana selaput semi permiabel
menghentikan molekul-molekul yang lewat. Selaput semi permiabel memiliki pori-pori
yang cukup kecil untuk tidak membiarkan molekul-molekul melewatinya. Besarnya
tekanan osmotik diberikan oleh persamaan:
= MRT
M = molaritas larutan,
R = konstanta gas (0,00821 l.atm.mol-1.K-1)
T = adalah suhu mutlak.
Tekanan osmotik = dinyatakan dalam atmosfir.
Dari penjelasan di atas tekanan osmotik semuanya berbanding lurus dengan
konsentrasi larutan. Maka sifat-sifat koligatif hanya tergantung pada jumlah zat terlarut dalam
larutan. Jika dua larutan memiliki konsentrasi yang tidak sama, larutan yang lebih pekat
disebut sebagai larutan yang hipertonik dan larutan yang lebih encer disebut hipotonik.
Sedangkan larutan yang memiliki kepekatan yang sama dinamakan isotonik. Seperti
yang sudah dibahas pada larutan elektrolit/non elektrolit, bahwa ion yang tersolvasi disebut
ion bebas. Pada konsentrasi yang tinggi, kation dan anion memiliki bulatan hidrasi yang
lebih sempurna dan cenderung bergabung satu sama lain membentuk pasangan ion . Suatu
pasangan ion terdiri atas sebuah kation dan sebuah anion yang terikat rapat oleh gaya tarik
elektrostatik. Keberadaan pasangan ion dalam larutan menurunkan daya hantar listrik .
Karena kation dan anion dalam suatu pasangan ion netral tidak dapat bergerak bebas,
sehingga tidak terjadi migrasi dalam larutan. Elektrolit – elektrolit yang banyak mengandung
muatan ion seperti Mg2+,Al3+ , SO4-2, CO3
-2 dan PO4-3 memiliki suatu kecenderungan untuk
membentuk pasangan ion daripada garam, seperti NaCl atau KNO3.
<!--[if gte vml 1]><![endif]--><!--[if !vml]--> <!--[endif]--
>Disosiasi elektrolit menjadi ion-ion akan mendukung sif-sifat koligatif larutan yang
ditentukan oleh jumlah partikel yang ada. Sehingga diperoleh persamaan :
= i M. R. T
i = faktor Van’t Hoff yang didefiniskan sebagai :
i = 1+ (n-1)
= derajad ionisasi = mol setelah ionisasi/ mol sebelum ionisasi
Maka, i = satu(1) untuk semua non elektrolit. Sedangkan untuk elektrolit kuat seperti NaCl
dan KNO3 harga i = 2 dan untuk elektrolit kuat seperti Na2SO4 dan MgCl2 maka harga i = 3.
2. Prinsip Kerja Cairan infus
Dinding sel darah merah mempunyai ketebalan ± 10 nm dan pori berdiameter ±
0,8 nm. Molekul air berukuran ± setengah diameter tersebut, sehingga ion K+ dapat lewat
dengan mudah. Ion K+ yang terdapat dalam sel juga berukuran lebih kecil dari pada ukuran
pori dinding sel itu, tetapi karena dinding sel bermuatan positif maka ditolak oleh dinding sel.
Jadi selain ukuran partikel muatan juga faktor penentu untuk dapat melalui pori sebuah
selaput semipermiabel.
Cairan sel darah merah mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan larutan
NaCl 0,92%. Dengan kata lain cairan sel darah merah isotonik dengan NaCl 0,92%. Jika sel
darah merah dimasukkan kedalam larutan NaCl 0,92%, air yang masuk keluar dinding sel
akan setimbang (kesetimbangan dinamis). Akan tetapi jika sel darah merah dimasukkan
kedalam larutan Nacl yang lebih pekat dari 0,92% air akan keluar dari dalam sel dan sel akan
mengerut. Larutan yang demikian dikatakan hipertonik. Sebaliknya jika sel darah merah
dimasukkan kedalam larutan NaCl yang lebih encer dari 0,92%, air akan masuk kedalam sel
dan sel akan menggembung dan pecah(plasmolisis). Larutan ini dikatakan sebagai hipotonik.
Kenapa pada seseorang harus dilakukan pemasangan vena central, ini disebabkan
obat atau cairan yang diberikan melalui vena perifer terlalu pekat atau atau istilahnya
osmolalitas yang tinggi. Pada umumnya cairan yang bersifat bisotonik mempunyai
osmolalitas berkisar 272 sampai dengan 301. pada cairan untuk pemberian nutrisi atau
obat, biasanya osmolalitasnya diatas 1000 atau dikenal dengan hiperosmolar. pada vena
perifer, osmolalitas 850 masih aman diberikan.selain hal tersebut diatas biasanya central
vena kateter juga dipakai untuk melakukan resusitasi cairan secara cepat baik itu darah
maupun cairan infus, bisa juga dipakai untuk mengukur tekanan vena central.