PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA...

131
PEMBENTUKAN ASEAN-CINA FREE TRADE AREA (ACFTA) DAN HUBUNGAN EKONOMI ASEAN-CINA (2003-2009) Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pada Jurusan Hubungan Internasional Oleh Ali Fikri Wibowo NIM : 106083003757 PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011

Transcript of PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA...

Page 1: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

PEMBENTUKAN ASEAN-CINA FREE TRADE AREA

(ACFTA) DAN HUBUNGAN EKONOMI ASEAN-CINA

(2003-2009)

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Pada Jurusan Hubungan Internasional

Oleh

Ali Fikri Wibowo

NIM : 106083003757

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011

Page 2: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

i

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 27 juli 2011

Ali Fikri Wibowo

Page 3: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

ii

LEMBAR PERSETUJUAN

PEMBENTUKAN ASEAN-CINA FREE TRADE

AREA (ACFTA) DAN HUBUNGAN EKONOMI ASEAN-

CINA (2003-2009)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik untuk Memenuhi

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hubungan Internasional

Oleh: Ali Fikri Wibowo

NIM: 106083003757

Dosen Pembimbing Dosen Penasehat Akademik

Dina Afrianty, Ph.D. Ali Munhanif, Ph.D.

NIP: 197304141999032002 NIP: 196512121992031004

Jurusan Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

2011

Page 4: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul PEMBENTUKAN ASEAN–CINA FREE TRADE

AREA (ACFTA) DAN HUBUNGAN EKONOMI ASEAN-CINA (2003-2009)

telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 5 Agustus 2011. Skripsi ini telah diterima

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Jurusan

Hubungan Internasional.

Jakarta, 5 Agustus 2011

Sidang Munaqasyah

Ketua Jurusan Sekretaris Jurusan

Dina Afrianty, Ph.D. Agus Nilmada Azmi, M.Si.

NIP: 197304141999032002 NIP: 197808042009121002

Pembimbing

Dina Afrianty, Ph.D.

NIP: 197304141999032002

Penguji I Penguji II

Friane Aurora, M.Si. Arisman, M.Si.

198606172011012009

Page 5: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

iv

ABSTRAK

Penelitian ini melihat hubungan ekonomi yang terjadi antara ASEAN dan

Cina hingga kedua belah pihak menyepakati pembentukan ASEAN-Cina Free

Trade Area. Oleh karena itu, penulis mencoba menjabarkan kepentingan ASEAN

dan Cina di balik pembentukan perjanjian ini. Kepentingan tersebut dipengaruhi

dinamika internal dan eksternal yang terjadi baik dalam lingkup ASEAN maupun

Cina, sehingga hubungan ekonomi ini sangat mencerminkan adanya

interdependensi. Berdasarkan alasan-alasan yang dikemukakan dalam skripsi ini

maka ACFTA bagi ASEAN dan Cina harus diwujudkan.

Oleh karena itu, secara umum penulis melihat kerjasama ini dari perspektif

neoliberal. Kemudian mencoba mengkhususkannya lagi melalui dua varian lain

dalam perspektif tersebut, yaitu interdependensi yang dapat menjelaskan bahwa

masing-masing pihak sangat membutuhkan perjanjian ini, dan neoliberal

institusionalis yang mencoba menggambarkan peran dari sebuah rezim yang

dalam hal ini adalah ACFTA.

Metode Penelitian yang digunakan adalah kualitatif, yang didasarkan pada

pengumpulan data-data yang diperoleh dari berbagai sumber. Data-data ini

kemudian penulis olah dengan bantuan kerangka pemikiran untuk mempermudah

penulis dalam menjawab pertanyaan penelitian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis

memaparkan ataupun mendeskripsikan fakta-fakta terkait dengan pembahasan

skripsi ini, lalu kemudian mencoba menganalisa fakta ataupun data tersebut pada

bagian selanjutnya dalam penulisan.

Penelitian ini memiliki hasil temuan bahwa melalui mekanisme free trade

area, perdagangan dan investasi yang terjadi di antara pihak-pihak yang

menyepakatinya menjadi meningkat. Namun, meningkatnya perdagangan dan

investasi tersebut tentunya tidak sama jumlahnya dari segi nilai ekonomi. Dalam

hal ini ada pihak yang lebih diuntungkan. Namun hal tersebut tidak menghalangi

hubungan ekonomi yang terus berkembang di antara keduanya, karena melalui

perspektif neoliberal, yang menjadi persoalan bukan dari jumlah nominal yang

diperoleh, namun selama masing-masing pihak mendapatkan keuntungan, tidak

hanya dengan jumlahnya maka kerjasama tersebut dapat diwujudkan. Selain itu

kerjasama ini memiliki orientasi jangka panjang sehingga optimisme tersebut

dapat mengalahkan hambatan yang menyertai kerjasama ini. Hal inilah yang

menyebabkan ACFTA dapat terbentuk dan menjadi sangat penting bagi hubungan

ekonomi ASEAN dan Cina.

Page 6: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur bagi Allah SWT

atas segala rahmat dan nikmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar sarjana pada jurusan

Hubungan Internasional.

Penulis bersyukur atas segala rintangan dan kemudahan yang menyertai

penulisan skripsi ini, hingga dapat diselesaikan. Hal ini tentunya terjadi bukan

hanya dari usaha penulis seorang diri, melainkan juga karena karuniaNya dan

dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa

terima kasih sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam

proses penyelesaian skripsi ini, diantaranya: Kedua orang tua yang telah

memberikan dukungan. Terutama Mama yang telah memberikan dukungan

finansial dan tekanan moral, sehingga memotivasi penulis untuk menyelesaikan

skripsi ini.

Selain itu juga, terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Dina Afrianty

Ph.D. selaku dosen pembimbing dan Ketua Jurusan Hubungan Internasional yang

sudah sangat membantu proses penulisan skripsi ini. Terima kasih karena selama

ini sudah rela meluangkan waktu dan membagi ilmunya, sehingga sangat-sangat

membantu penulis. Ibu telah memberikan arahan, motivasi dan benar-benar

membimbing, suatu kehormatan bagi penulis bisa berada di bawah bimbingan Ibu.

Terimaka kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Ali Munhanif Ph.D.

selaku Penasehat Akademik, Bapak Agus Nilmada Azmi M.Si. selaku Sekretaris

Jurusan Hubungan Internasional, serta seluruh staf Dosen pada jurusan Hubungan

Internasional yang sudah mendedikasikan ilmunya selama ini kepada penulis.

Terima kasih juga untuk seluruh keluarga, Uni Yeni, Uni Dila dan

keponakanku satu-satunya Nazla Kamilah yang sudah memberikan keceriaan, di

tengah kepenatan selama ini. Terima kasih kepada Bang Marbawi yang sudah

meminjamkan beberapa bukunya sehingga memudahkan penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Tidak lupa juga terima kasih kepada seluruh rekan-rekan seperjuangan

pada jurusan Hubungan Internasional yang sudah berkontribusi, baik dalam usaha

Page 7: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

vi

eksplorasi bersama pencarian bahan-bahan skripsi, ataupun dengan sukarela

meminjamkan bukunya; Christa, Acyd, Kis, Dian, Nia, Qori, Ayu. Selain itu juga

teman-teman lainnya di HI 2006, sebagai rekan diskusi selama ini; Nanda, Beben,

Firman, Insan, Wer, Irfan, Adnan, Bojay, Zubir, Ibnu.

Terima kasih juga kepada teman-teman di UKM FORSA khususnya divisi

Basket, yang sudah menumbuhkan jiwa sportifitas dan semangat pantang

menyerah dalam diri penulis. Selain itu terima kasih juga kepada teman-teman di

kosan Graha Cendekia yang sudah menemani penulis selama beberapa tahun

dalam menempuh pendidikan di Universitas ini. Dan semua pihak yang sudah

membantu penyelesaian skripsi ini, namun tidak dapat disebutkan satu per satu,

terima kasih.

Akhirnya, penulis berharap agar semua kebaikan yang telah diberikan

mendapatkan balasan dariNya. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi

orang lain yang membacanya, terlepas dari banyaknya kekurangan yang termuat

di dalamnya. Terima Kasih.

Ali Fikri Wibowo

Page 8: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

vii

DAFTAR ISI

Abstrak……………………………………………………………………………iv

Kata Pengantar…………………………………………………………………….v

Daftar Isi………………………………………………………………………....vii

Daftar Singkatan…………………………………....………………………….....ix

Daftar Tabel………………………………………………………………………xi

Daftar Lampiran………………………………………………………………….xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………….........................1

B. Pertanyaan Penelitian…………………………...............................6

C. Kerangka Pemikiran……………………………….........................6

D. Metode Penelitian………………………………….......................15

E. Sistematika Penulisan………………………….............................15

BAB II HUBUNGAN KERJASAMA EKONOMI ASEAN

A. Latar Belakang Kerjasama Ekonomi ASEAN……………............17

B. Kondisi Internal Ekonomi ASEAN

B.1 Perkembangan Awal Kerjasama Ekonomi Intra

ASEAN…………………………………………………...……...20

B.2 Hambatan Integrasi Ekonomi ASEAN….……………...........32

C. Perkembangan Kerjasama Ekonomi Luar Negeri ASEAN

C.1 Kesepakatan-kesepakatan Ekonomi ASEAN………………..35

C.2 ASEAN+3 (Cina, Jepang, Korea Selatan)….………..............37

C.3 Hubungan Awal Kerjasama ASEAN-Cina………….............41

C.4 ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA)…………............43

BAB III KEPENTINGAN CINA TERHADAP PEMBENTUKAN ACFTA

A. Kondisi Ekonomi Politik Cina

A.1 Masa Mao Zedong……………………....................................50

A.2 Masa Deng Xiaoping………………………………................55

B. Kondisi Internal Ekonomi Cina

B.1 Keterbatasan Bahan Mentah dan Sumber Daya Alam di

Cina................................................................................................61

Page 9: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

viii

B.2 Perluasan Akses Pasar……………………………………….64

C. Kondisi Eksternal Terbentuknya ACFTA

C.1 Perkembangan Regionalisme Pasca Perang Dingin…………67

C.2 Masuknya Cina menjadi anggota WTO…………….….........69

C.3 Membendung Pengaruh Jepang di Kawasan Asia

Tenggara………………………………………….…..…..............73

BAB IV ANALISA HUBUNGAN EKONOMI ASEAN-CINA

A. Permasalahan Penerapan ACFTA………..………….................80

B. Indikator Peningkatan Hubungan Ekonomi ASEAN-Cina

B.1 Aspek Perdagangan Luar Negeri…………………..............83

B.2 Aspek Investasi………………….........................................86

C. Dampak Terbentuknya ACFTA Terhadap Hubungan

Ekonomi ASEAN-Cina………………..…..………....................90

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………..............................94

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………................97

LAMPIRAN

Page 10: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

ix

DAFTAR SINGKATAN

AC : ASEAN Community

ACFTA : ASEAN-China Free Trade Area

AEC : ASEAN Economic Community

AFAS : ASEAN Framework Agreement on Services

AFTA : ASEAN Free Trade Area

AIA : ASEAN Investment Area

AMM : ASEAN Ministerial Meeting

APEC : Asia-Pasific Economic Cooperation

APSC : ASEAN Political-Security Community

APT : ASEAN Plus Three

ARF : ASEAN Regional Forum

AS : Amerika Serikat

ASA : ASEAN Swap Arrangement

ASCC : ASEAN Socio-Cultural Community

ASEAN : Association of Southeast Asian Nations

BIMP-EAGA : Brunei-Indonesia-Malaysia-Philipines East ASEAN

Growth Area

CEP : Comprehensive Economic Partnership

CEPT : Common Effective Preferential Tariff

CIA : Central Intelligence Agency

CITIC : China International Trust and Investment Company

CMI : Chiang Mai Initiative

CMLV : Cambodia, Myanmar, Laos dan Vietnam

CNOOC : China National Offshore Oil Corporation

EAC : East Asian Community

EHP : Early Harvest Program

EU : European Union

FDI : Foreign Direct Investment

FTA : Free Trade Area

GATT : General Agreement on Tariff and Trade

Page 11: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

x

GDP : Gross Domestic Product

GEL : General Exception List

GNI : Gross National Income

HAM : Hak Asasi Manusia

HSL : Highly Sensitive List

IL : Inclusion List

IMS-GT : Indonesia-Malaysia-Singapore Growth Triangle

IMT-GT : Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle

KTT : Konferensi Tingkat Tinggi

LIPI : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Mercosur : Southern Common Market, Mercado Común del Sur

MFN : Most Favoured Nation

MoP : Margin of Preference

NAFTA : North American Free Trade Area

NICs : New Industrialized Countries

NT : Normal Track

PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa

PKC : Partai Komunis Cina

PRC : People’s Republic of China

PTA : Preferential Trading Arrangements

RoO : Rules of Origin

RRC : Republik Rakyat Cina

RTA : Regional Trading Agreements

SEATO : Southeast Asia Treaty Organization

Sijori : Singapura-Johor-Riau

SL : Sensitive List

ST : Sensitive Track

TAC : Treaty of Amity and Cooperation

TEL : Temporary Exclusion List

US : United States

WEC : West-East Corridor

WTO : World Trade Organization

Page 12: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

xi

DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Perdagangan Intra dan Ekstra ASEAN: 2003-2009 .............................26

Tabel II.2 Investasi Asing Langsung Menuju ASEAN: 2003-2009…………..…30

Tabel II.3 Skema Penurunan tarif ACFTA ………………………………...……46

Tabel IV.1 ASEAN Ekspor dan Impor ke Cina: 2003-2009……………...……..84

Page 13: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Transkrip Wawancara

Lampiran 2: Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-

Operation Between ASEAN and the People's Republic of China

Page 14: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Skripsi ini membahas tentang faktor-faktor, baik internal maupun eksternal

yang membuat Association of Southeast Asian Nation (ASEAN) dan Cina

meningkatkan hubungan kerjasama ekonomi, serta dampaknya terhadap hubungan

ekonomi tersebut. Namun, pembahasan tidak akan melihat hubungan masing-

masing negara anggota ASEAN dengan Cina secara terpisah, melainkan

hubungan ASEAN secara keseluruhan sebagai suatu institusi formal di kawasan

Asia Tenggara dengan Cina. Selain itu, penulis juga membatasi periode jangka

waktu penelitian, yaitu antara tahun 2003 sampai dengan 2009. Dikarenakan pada

tahun 2003 skema perjanjian kerjasama ini secara bertahap mulai diberlakukan

dan pada 2009 mengingat keterbatasan data primer sehingga pembatasan jangka

waktu harus dilakukan.

Sejak berakhirnya Perang Dunia II timbul satu gagasan untuk

mengintegrasikan perekonomian negara-negara di dunia. Salah satunya melalui

kerjasama bilateral ataupun dalam ruang lingkup regional. Dengan bersatunya

ekonomi negara-negara di dunia, diharapkan akan tercipta situasi saling

ketergantungan (interdependensi) dan akan memperkecil resiko timbulnya

perselisihan yang bisa mengakibatkan kembali timbulnya perang. Selain itu,

setelah Perang Dunia II berakhir negara-negara di dunia ingin kembali

memulihkan kondisi ekonomi dalam negerinya, dan hal itu tentunya tidak dapat

Page 15: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

2

diwujudkan tanpa adanya bantuan ataupun kerjasama dari negara lainnya. Maka

pada tahap selanjutnya timbullah bentuk-bentuk kerjasama regional di dunia ini.

Salah satu bentuk kerjasama regional yang lahir setelah berakhirnya PD II

adalah Southeast Asia Treaty Organization (SEATO) pada 1954 yang merupakan

organisasi bentukan Amerika Serikat yang lebih bertujuan untuk membendung

berkembangnya komunisme di Asia Tenggara dengan mengutamakan kerjasama

di bidang pertahanan (Pangestu dalam Weatherbee et al. 2005, h. 187). Pada

perkembangannya, SEATO inilah yang melatarbelakangi pembentukan dari

ASEAN pada 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand. Awal pembentukan ASEAN

juga bertujuan untuk membendung penyebaran komunisme di Asia Tenggara yang

dipelopori oleh Cina (Wibowo & Hadi eds. 2009, h. 59).

Selain karena alasan politik dan pertahanan tersebut, tujuan dari

pembentukan ASEAN, salah satunya seperti yang tertuang dalam Deklarasi

Bangkok tahun 1967, adalah untuk meningkatkan dan mempercepat pertumbuhan

ekonomi, kemajuan sosial dan pembangunan kebudayaan di kawasan ASEAN

(ASEAN Secretariat 1967; Prabowo & Wardoyo 2004, h. 1). Meskipun sampai

saat ini kemapanan dari segi ekonomi yang dicita-citakan oleh ASEAN masih

belum terwujud, akibat keberagaman tingkat ekonomi dari negara-negara

anggotanya. ASEAN sendiri dihadapkan atas berbagai pilihan, yaitu antara

mengembangkan kerjasama dengan negara ASEAN (intra ASEAN) atau

kerjasama ekonomi dengan negara di luar anggota ASEAN. Salah satu negara di

luar ASEAN yang dianggap mampu untuk memacu ataupun mengembangkan

potensi ekonomi dari negara-negara anggota ASEAN adalah Cina, mengingat

Page 16: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

3

perkembangan ekonomi Cina pada dua dekade terakhir yang mengalami

peningkatan cukup pesat.

Secara historis, hubungan antara Cina dengan ASEAN memang sudah

berlangsung sejak lama, namun secara resmi baru dimulai pertengahan tahun

1990-an (Dirjen Kerjasama ASEAN 2010, h. 167). Hubungan kerjasama Cina

dengan ASEAN ditandai dengan adanya perubahan-perubahan pada tingkat

global. Pasca perang dingin, Cina memutuskan untuk lebih mempererat

hubungannya pada bidang ekonomi dengan ASEAN sekaligus melepaskan

ketergantungan hubungannya dengan negara-negara maju seperti Amerika

Serikat (AS).

Bagi Cina, memang tidak ada pilihan lain kecuali menerima kenyataan

akan adanya interdependensi dan globalisasi secara antusias dan terbuka sebagai

kebutuhan dari pembangunan perekonomiannya (Inayati ed. 2006, h. 21). Cina

sebenarnya sudah lama berusaha untuk meningkatkan perekonomiannya, tetapi

perekonomian berdikari yang dicanangkan oleh pendiri negara ini yaitu Mao

Zedong1 gagal membawa pertumbuhan bagi perekonomian Cina. Keinginan

untuk menjadikan Cina sebagai kekuatan besar dalam sistem hubungan antar

1 Mao Zedong adalah tokoh pendiri Republik Rakyat Cina (RRC) yang juga pemimpin Partai

Komunis Cina (PKC), ia memimpin Cina pada periode 1949 hingga 1976. Mao Zedong dianggap

pemimpin yang revolusioner dan juga kejam karena sering sekali menyingkirkan lawa-lawan

politiknya. Jasa terbesarnya adalah keberhasilannya memimpin PKC dalam perang saudara

melawan Kuomintang yang beraliran nasionalis (1927-1949), serta keberhasilannya dalam

memimpin perang gerilya melawan Jepang (1937-1945). Namun, kegagalan terbesarnya saat

memimpin Cina adalah berupa kebijakannya yaitu “Lompatan Jauh Ke Depan” yang justru

mengakibatkan kesengsaraan rakyat banyak, dan “Revolusi Kebudayaan” yang dipandang hanya

memecah belah kesatuan Cina. Semasa kepemimpinannya, Cina mengalami keterpurukan di

bidang ekonomi. Prinsip politik Mao Zedong yang beraliran komunis ini masih tetap digunakan di

Cina hingga saat ini. Pengikut aliran Mao Zedong disebut sebagai Maois (lihat Taniputera 2009).

Page 17: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

4

negara di dunia ini tidak hanya menjadi obsesi Mao Zedong, tetapi juga menjadi

cita-cita pemimpin Cina pasca Mao Zedong yaitu Deng Xiaoping2.

Menurut Inayati (ed. 2006, h. 23), Deng Xiaoping dalam usaha

menjadikan Cina sebagai negara yang kuat lewat peningkatan kekuatan ekonomi

mencanangkan program reformasi yang dinamakan “Empat Modernisasi” (singe

xiandaehua). Gagasan program empat modernisasi ini dikemukakan oleh Deng

Xiaoping dalam pidato utama di pleno ketiga sidang komite sentral kesebelas

Partai Komunis Cina (PKC) pada tanggal 13 Desember 1978, empat program

modernisasi tersebut meliputi bidang pertanian, industri, ilmu pengetahuan dan

teknologi serta pertahan keamanan. Untuk mendorong program empat

modernisasi tersebut, Deng Xiaoping memprakarsai kebijakan pintu terbuka (open

door policy). Pada dasarnya kebijakan pintu terbuka adalah kebijakan yang

disusun untuk mempromosikan ekspansi hubungan ekonomi dengan negara lain,

termasuk di dalamnya beberapa kebijakan dalam hal perdagangan luar negeri,

investasi asing, serta pinjaman luar negeri. Hal inilah yang menyebabkan Cina

membuka diri terhadap hubungan ekonomi dengan negara lainnya, kebijakan

inilah yang terus mendasari hubungan ekonomi Cina dengan negara lainnya.

Salah satu kerjasama ekonomi yang dinilai penting adalah kerjasama

dengan ASEAN. Menjalin kerjasama dan hubungan ekonomi yang baik dengan

2 Deng Xiaoping dianggap sebagai pemimpin Cina pasca Mao Zedong, ia memimpin Cina pada

periode 1978 hingga 1992. Pada masa revolusi kebudayaan di Cina, ia juga termasuk lawan politik

yang diasingkan oleh Mao. Pada masa kepemimpinannya, Cina justru mengalami kemajuan yang

pesat di bidang ekonomi, karena keterbukaannya dengan pihak asing. Kebijakan ekonomi yang

diterapkan Deng sering dianggap bertentangan dengan prinsip pokok Marxisme, namun Deng

tetap membangun Cina dengan “sosialisme baru”, ungkapan yang cukup terkenal dari pernyataan

Deng adalah “Tidak peduli apakah kucing itu berwarna putih atau hitam, yang penting adalah

kucing itu dapat menangkap tikus, maka itu adalah kucing yang terbaik”. Meskipun dalam

menjalankan kebijakan ekonomi Deng dianggap cukup liberal, namun dalam sistem pemerintahan

Deng tetap mempertahankan prinsip politik Cina yang sentralistik dan beraliran komunis. Deng

juga dianggap sebagai tokoh pembangunan Cina. (lihat Taniputera 2009; Bakri ed. 1996).

Page 18: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

5

ASEAN berarti menimbulkan penciptaan lingkungan regional yang damai, yang

merupakan salah satu inti sari dari empat program modernisasi Cina (Inayati ed.

2006, h. 38). Meskipun Cina bukan negara utama dari penyebaran komoditi

ekspor negara ASEAN, karena jumlah nilai ekspor yang dihasilkan masih kalah

jika dibandingkan dengan Amerika Serikat dan Jepang, namun peningkatan nilai

tersebut secara terus-menerus bertambah dari tahun ke tahun, bahkan sebenarnya

telah melampaui persentase kenaikan nilai ekspor ASEAN ke AS dan Jepang

(Danyang dalam Hock, Jun & Wah eds. 2005, h. 209).

Pada 4 November 2002 saat ASEAN-Cina Summit ke-6 di Kamboja, para

pemimpin ASEAN dan Perdana Menteri Cina Zhu Rongji menandatangani

Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation. Kerangka ini

merupakan landasan bagi kerjasama perdagangan dalam sebuah kawasan

perdagangan bebas ASEAN-Cina yang ditargetkan bisa dicapai pada tahun 2010

untuk ASEAN-6 (Brunei, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand) dan

pada tahun 2015 untuk ASEAN-CMLV (Kamboja, Myanmar, Laos, Vietnam)3

(Yu dalam Leong & Ku eds. 2005, h. 45).

Masing-masing pihak baik ASEAN maupun Cina sebenarnya saling

membutuhkan kawasan perdagangan bebas ini untuk meningkatkan

perekonomiannya. Bagi negara-negara ASEAN sendiri, Cina dianggap mampu

menggantikan ketergantungan ASEAN terhadap Amerika Serikat dan Jepang

3 ASEAN-6 beranggotakan lima Negara pendiri ASEAN pada 8 Agustus 1967, yaitu Indonesia,

Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina. Sedangkan Negara ke-enam adalah Brunei

Darussalam yang menjadi anggota ASEAN pada Januari 1984. Sedangkan ASEAN-CMLV

beranggotakan empat negara selanjutnya yang masuk menjadi anggota ASEAN. Secara berurutan,

Vietnam pada Juli 1995, Laos dan Myanmar pada Juli 1997, serta Kamboja pada Desember 1998.

Selain atas perbedaan jangka waktu menjadi anggota ASEAN, pengelompokan ini juga biasanya

berdasarkan tingkat kemajuan ekonomi negara anggota ASEAN yang dibagi menjadi dua

kelompok ini (lihat Dirjen Kerjasama ASEAN 2010).

Page 19: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

6

yang perekonomiannya sering menghadapi goncangan. Dengan kedekatan

ASEAN dan Cina tersebut maka akan meningkatkan stabilitas ekonomi dan

keamanan regional sendiri, karena banyaknya alternatif kerjasama yang dimiliki

ASEAN dan masing-masing pihak juga membutuhkan lingkungan regional yang

aman untuk mengoptimalkan nilai investasi yang ada. Atas latar belakang inilah,

peningkatan kerjasama di bidang ekonomi antara ASEAN dan Cina dapat

disepakati, sehingga membentuk ASEAN-Cina Free Trade Area (ACFTA), yang

selanjutnya menjadi pokok pembahasan utama dalam penulisan skripsi ini.

B. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian yang akan dibahas adalah:

1. Faktor internal maupun eksternal apa saja yang membuat ASEAN dan Cina

meningkatkan hubungan kerjasama di bidang ekonomi melalui ACFTA?

2. Bagaimana pembentukan ACFTA ini berimplikasi pada hubungan ekonomi

ASEAN dan Cina?

C. Kerangka Pemikiran

Globalisasi yang terjadi di seluruh belahan dunia telah memberikan

peluang bagi negara-negara berkembang untuk meningkatkan pertumbuhan

ekonominya, serta mampu mengubah struktur dan pembangunan sosial

masyarakatnya. Menurut Jackson dan Sorensen (2005, h. 266) globalisasi berarti

meluas dan meningkatnya hubungan ekonomi, sosial dan budaya yang melewati

batas-batas internasional. Globalisasi yang dicirikan dengan adanya saling

ketergantungan (interdependensi), menyebabkan semakin sulit bagi suatu negara

Page 20: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

7

untuk mempertahankan kebijakannya yang independen dan otonom (Perwita &

Yani 2005, h. 77). Kebijakan yang diambil oleh suatu negara baik yang bersifat

domestik terlebih lagi luar negeri, harus disesuaikan dengan perubahan-perubahan

yang cepat terjadi pada lingkungan internasional. Oleh karena itu, globalisasi telah

membuka peluang yang tidak terbatas bagi negara-negara untuk melakukan

kerjasama dan integrasi ekonomi yang saling menguntungkan dalam bidang

perdagangan barang, jasa, maupun investasi. Penulis akan berkonsentrasi pada

aspek ekonomi dari globalisasi, karena aspek ekonomi ini berkaitan dengan saling

ketergantungan (interdependensi) yang terjadi di antara negara-negara di dunia

ini. Selain dari konsep interdependensi, penulisan skripsi ini juga akan dilihat dari

perspektif neoliberal institusionalis, agar dapat menggambarkan peran institusi

ataupun rezim (serangkaian peraturan) yang terjadi dalam pembentukan ASEAN-

Cina Free Trade Area ini.

Menurut Jackson dan Sorensen (2005, h. 147) interdependensi berarti

ketergantungan timbal balik antara suatu negara dengan negara lainnya. Jadi suatu

negara dipengaruhi oleh apa yang terjadi di manapun, oleh tindakan rekannya di

negara lain. Dengan adanya interdependensi, maka yang terjadi bukan hanya

keterkaitan dari segi ekonomi, namun interdependensi antar negara dapat

mengurangi konflik kekerasan antar negara. Keohane dan Nye (dalam Jackson &

Sorensen 2005, h. 151) menambahkan bahwa, dalam interdependensi (complex

interdependence) kekuatan militer merupakan instrumen kebijakan yang kurang

bermanfaat. Oleh karena itu, sumber daya kekuatan selain dari militer semakin

penting, seperti keahlian bernegosiasi. Akhirnya negara-negara menjadi lebih

tertarik dengan isu kesejahteraan, ekonomi (low politics) dan kurang

Page 21: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

8

menghiraukan dengan isu keamanan (high politics). Dalam interdependensi ini,

hubungan yang terjadi menjadi lebih bersahabat dan kooperatif.

Lebih jauh, Jackson dan Sorensen menyatakan (2005, h. 65) bahwa, ketika

terdapat derajat interdependensi yang tinggi, negara-negara akan sering

membentuk institusi-institusi internasional untuk menghadapi masalah-masalah

bersama. Institusi-institusi itu dapat berupa organisasi internasional formal (Uni

Eropa,WTO,ASEAN), atau dapat berupa serangkaian persetujuan (sering disebut

rezim) yang menghadapi aktivitas-aktivitas atau isu-isu bersama, seperti

perjanjian tentang perdagangan, komunikasi, penerbangan, atau lingkungan. Peran

institusi dalam bentuk ini akan dilihat dari perspektif neoliberal institusionalis.

Ada banyak varian dalam liberalisme, neoliberal institusionalis adalah

salah satunya. Namun, yang membedakan neoliberal institusionalis dengan jenis

liberalisme lainnya, menurut Keohane (dalam Hobson 2003, h. 95-98; lihat juga

Grieco dalam Baldwin ed. 1993, h. 123) adalah tanggapannya yang menerima

sejumlah asumsi dari pemikiran realis (struktural realis) mengenai anarkinya

hubungan internasional. Menurut Keohane, negara secara rasional adalah egois

dengan berusaha memaksimalkan keuntungan masing-masing, namun kehadiran

sebuah rezim sangatlah penting dan efektif, meskipun dalam kondisi yang secara

rasional memaksimalkan keuntungan masing-masing tersebut. Neoliberal

institusionalis menurutnya juga bertentangan dengan pemikiran normatif dari

liberal institusionalis sebelumnya. Keohane menolak pendapat dari liberalisme

klasik, yang menyatakan bahwa kerjasama terjadi secara alami. Menurut

Keohane, kerjasama tidak akan terjadi secara alami, kerjasama harus dirancang

melalui pembentukan dari rezim internasional.

Page 22: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

9

Menurut Keohane, sistem politik dunia tidak didominasi oleh harmoni dan

kerjasama, tetapi dari perselisihan yang sering terjadi, seperti pendekatan

neorealis. Secara fakta, perselisihan sangatlah penting, karena dapat menciptakan

kebutuhan akan suatu rezim. Tanpa adanya konflik maka kerjasama tidak akan

dibutuhkan. Negara dapat bernegosiasi atau merancang sebuah institusi, karena

nilai dari keuntungan jangka panjang dari sebuah rezim. Rezim dapat

mengusahakan negara untuk menyelesaikan permasalahan bersama dari situasi

yang anarki. Kerjasama tidak terjadi karena alasan moral atau motivasi idealisme,

tetapi karena menjanjikan kepentingan jangka panjang. Oleh karena itu, dalam

perspektif neoliberal institusionalis masih terdapat optimisme dalam melakukan

kerjasama, dan institusi memiliki peran dalam mewujudkan kerjasama tersebut.

Jackson dan Sorensen (2005, h. 158) menambahkan bahwa institusi

internasional membantu memajukan kerjasama antara negara-negara, selain itu

juga membantu mengurangi ketidakpercayaan dan rasa takut di antara negara satu

dengan yang lainnya yang dianggap menjadi masalah tradisional yang dikaitkan

dengan anarki internasional. Steans dan Pettiford (2009, h. 132) menjelaskan

bahwa negara-negara tidak mampu memenuhi berbagai kebutuhan warga negara

mereka yang beranekaragam tanpa bekerja sama dengan negara-negara lain.

Institusi-institusi dan rezim-rezim internasional diperlukan untuk mengatur

kekuatan interdependensi yang ada. Meskipun konflik itu selalu ada, namun

institusi-institusi atau rezim-rezim menyediakan acuan bagi negara-negara untuk

menyelesaikan berbagai perbedaan.

Menurut Steans dan Pettiford (2009, h. 135), keberhasilan neoliberal

institusionalis dalam mengedepankan kerjasama tidak sepenuhnya tergantung

Page 23: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

10

pada keberadaan suatu negara yang berhegemoni (dominan). Namun, ada

kepentingan-kepentingan bersama yang bisa dicapai melalui kerjasama. Pada

pandangan ini, negara-negara masih menjadi aktor dominan meskipun bukan satu-

satunya, tetapi aturan-aturan institusi berpengaruh penting terhadap hasil-hasil

dalam berbagai permasalahan. Mingst (2003, h. 65) menambahkan, bagi

neoliberal institusionalis, kerjasama muncul karena setiap aktor mempunyai

interaksi terus-menerus (kontinuitas) dengan yang lainnya. Institusi menyediakan

jaminan kerjasama, di mana ada harapan untuk interaksi di masa selanjutnya.

Mengenai keuntungan yang akan diperoleh dengan melakukan kerjasama,

Steans dan Pettiford (2009, h. 135; Keohane dalam Hobson 2003, h. 98)

mengungkapkan bahwa bagi neoliberal institusionalis, umumnya negara-negara

merupakan aktor yang berusaha memaksimalkan keuntungan yang absolut,4 bukan

memaksimalkan keuantungan relatif. Keuntungan Absolut berarti perolehan

mutlak yang didapatkan negara, tanpa membandingkan dengan seberapa besar

yang didapatkan oleh negara lain. Oleh karena itu, kerjasama menjadi hal yang

lebih masuk akal (rasional), dengan mempertimbangkan asumsi-asumsi

keuntungan absolut. Dalam hal inilah tersimpan penjelasan tentang kemunculan

dan daya tahan berbagai organisasi, institusi dan rezim internasional. Jackson dan

Sorensen (2005, h. 169) menambahkan, jika negara-negara memiliki kepentingan

yang sama maka mereka tidak akan mencemaskan tentang keuntungan relatif.

Dalam situasi tersebut institusi dapat membantu meningkatkan kerjasama.

4 Keuntungan Absolut, berarti sepanjang kita mengerjakannya dengan baik, tidak masalah jika

yang lain mengerjakan lebih baik. Contoh: perekonomian negara A tumbuh mendekati 25% dalam

satu dekade, perekonomian negara B tumbuh 75%. Sedangkan Keuntungan Relatif, berarti kita

akan melakukan yang terbaik, tetapi prioritas nomor satu adalah yang lain tidak boleh

mendahuluinya (asumsi realis). Contoh: perekonomian negara A tumbuh 10% dalam satu dekade,

perekonomian negara B tidak boleh tumbuh lebih besar daripada itu. (lihat Jackson & Sorensen

2005, h. 170).

Page 24: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

11

Dalam kaitannya dengan penulisan skripsi ini, pandangan neoliberal

institusionalis dapat dikaitkan dengan peran ASEAN sebagai organisasi formal di

kawasan Asia Tenggara yang sedang berusaha untuk lebih memajukan

pertumbuhan ekonomi negara-negara anggotanya, melalui berbagai hubungan

kerjasama ekonomi yang dilakukan baik intra ASEAN maupun dengan

lingkungan eksternalnya. Dalam perspektif ini juga dapat dilihat peran institusi

dalam menerapkan berbagai aturan ataupun program yang diharapkan dapat

memacu pertumbuhan ekonomi negara anggotanya. Institusi dianggap mampu

memberikan pedoman kerjasama bagi negara-negara yang memiliki banyak

perbedaan baik dari segi ekonomi, politik dan lainnya.

Selain peran ASEAN sebagai suatu institusi, melalui perspektif neoliberal

institusionalis juga dapat dilihat mengenai perjanjian pembentukan ACFTA.

Keberadaan rezim atau perjanjian kerjasama ini bisa dikaitkan dengan anggapan

anarkinya hubungan internasional, dalam hal ini misalnya, perkembangan

ekonomi Cina yang dianggap menjadi pesaing dari perekonomian ASEAN baik

dalam segi perdagangan maupun investasi, selain itu makin terkelompok-

kelompoknya berbagai negara dalam suatu bentuk regionalisme (Uni Eropa,

NAFTA, Mercosur) menjadikan hal yang lebih sulit bagi suatu negara di luar

kawasan tersebut untuk melakukan kerjasama, dengan kata lain masing-masing

negara berusaha memaksimalkan keuntungannya. Oleh karena itu, ASEAN dan

Cina menanggapinya dengan lebih mendekatkan diri dengan membentuk ACFTA.

Terlebih lagi Cina, karena dalam wilayah Asia Timur sendiri hampir tidak adanya

kemungkinan bagi Cina untuk membentuk suatu institusi formal terkait

persaingannya dengan Jepang.

Page 25: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

12

Oleh karena itu, optimisme Cina dan ASEAN dalam melakukan kerjasama

di bidang ekonomi tertuang dalam pembentukan ACFTA. Kedua belah pihak

menganggap keberadaan perjanjian ini akan mampu meningkatkan pertumbuhan

ekonomi bagi keduanya. Meskipun dalam pembentukannya juga banyak menuai

protes, terkait dengan komoditi ekspor Cina yang luar biasa melimpah, namun

sesuai dengan pandangan neoliberal institusionalis tentang keuntungan absolut

yang akan diperoleh, maka perjanjian ini dapat diwujudkan, dengan harapan

manfaat jangka panjang dari hubungan yang akan terjadi bagi keduanya termasuk

dari segi investasi.

Fenomena globalisasi yang terjadi di seluruh belahan dunia tidaklah

mungkin untuk dihindari, yang menjadi persoalan adalah sejauh mana negara-

negara di dunia ini mampu mengambil keuntungan dari proses globalisasi ini.

Salah satu bentuk nyata dari interdependensi yang juga disebabkan oleh proses

globalisasi, adalah terbentuknya ACFTA. Saling ketergantungan yang terjadi di

antara kedua belah pihak baik ASEAN maupun Cina menyebabkan terbentuknya

perjanjian ini. Perjanjian kawasan perdagangan bebas ini tentunya dapat terwujud

jika setiap negara anggotanya mau menerima semua aturan ataupun perjanjian

yang telah disepakati bersama. Hubungan interdependensi yang terjadi antara

ASEAN dan Cina sehingga menyebabkan terbentuknya ACFTA akan lebih

dijelaskan dalam bagian selanjutnya pada skripsi ini.

Kerjasama ekonomi yang terjadi dalam ACFTA haruslah dapat

menguntungkan bagi semua negara yang terlibat di dalamnya. Eksploitasi dalam

bentuk ekspansi ekonomi sangatlah dihindari dalam kerangka kerjasama ini. Salah

satu contoh dari pencegahan tindakan eksploitasi itu adalah dengan menunda

Page 26: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

13

pemberlakuan skema ACFTA bagi anggota ASEAN-CMLV (Cambodia,

Myanmar, Laos, Vietnam) hingga pada 2015 (Sungkar dalam Inayati ed. 2006, h.

42). Hal ini dimaksudkan agar ke-empat anggota baru ASEAN ini tidak menjadi

sasaran empuk dalam penyebaran komoditi ekspor negara lainnya, khususnya oleh

Cina. Dengan melakukan penundaan ini, maka diharapkan dapat memperpanjang

waktu persiapan bagi negara-negara tersebut untuk lebih menguatkan lagi kondisi

perekonomian domestiknya. Sehingga nantinya lebih mampu bersaing di dalam

skema kawasan perdagangan bebas ini.

Integrasi ekonomi yang terjadi di dalam skema ACFTA ini diharapkan

mampu memberikan manfaat bagi seluruh negara anggotanya, meskipun

keuntungan dari segi ekonomi yang diperoleh antara satu negara dengan negara

lainnya berbeda satu sama lain. Perbedaan ini terjadi akibat dari tingkat

kemampuan ataupun kesiapan yang berbeda-beda dari setiap negara yang

bekerjasama dalam sistem ini. Pada dasarnya, setiap negara yang terlibat dalam

perjanjian ini memiliki posisi yang setara, karena masing-masing pihak memang

membutuhkan kerjasama ekonomi ini. Sehingga diharapkan tidak ada negara yang

merasa dirugikan. Saat ini tidak ada satu negarapun di dunia ini yang betul-betul

dapat memenuhi kebutuhannya dari hasil produksi negaranya sendiri. Langsung

atau tidak langsung negara-negara tersebut membutuhkan hubungan ekonomi

sehingga masing-masing negara sudah berada pada situasi yang saling

ketergantungan. Untuk mewujudkan hal itu maka instrumen kerjasama ekonomi

menjadi sesuatu yang harus dilakukan.

Pada pelaksanaannya hubungan kerjasama ekonomi antara Cina dengan

ASEAN didasari oleh situasi saling ketergantungan (interdependensi). Dalam

Page 27: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

14

Faktor internal:

Hambatan ekonomi

intra ASEAN

Faktor eksternal:

alternatif

hubungan ekonomi

Hubungan ekonomi

intra ASEAN:

Faktor eksternal:

motivasi ekonomi

dan politik

ASEAN-Cina

Free Trade Area

Perubahan

kebijakan ekonomi

perspektif Cina pertumbuhan ekonomi yang pesat hasil dari program empat

modernisasi yang sukses dan interaksi Cina dengan ekonomi global, telah

membuka mata negara itu akan pentingnya interdependensi dan keterbukaan

dengan pihak asing. Interdependensi Cina telah mentransformasikan peran negara

itu dan sikap seluruh dunia dalam berhubungan dengan Cina ke arah yang lebih

baik. Pesatnya pertumbuhan ekonomi Cina telah membuka mata dunia, dan

berpaling ke negeri itu. ASEAN sendiri juga sangat menyadari hal ini, sehingga

membuat negara-negara di kawasan Asia Tenggara menyambut baik tawaran dari

Cina dalam pembentukan ACFTA. Keinginan ASEAN di satu sisi dan kebijakan

Cina di sisi lain yang sangat membuka diri untuk melakukan hubungan ekonomi,

mengakibatkan upaya-upaya membentuk ACFTA dapat diwujudkan.

Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah dan kerangka pemikiran

pada bagian sebelumnya, maka penulis mencoba menggambarkan penelitian ini di

dalam sebuah model, yang dapat dilihat seperti di bawah ini:

ASEAN

CINA

Faktor internal:

meningkatnya

perekonomian

Page 28: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

15

D. Metode Penelitian

Pembuatan skripsi ini menggunakan metode kualitatif. Meskipun di

dalamnya tetap menampilkan data yang berbentuk angka, tetapi data tersebut tidak

didapat melalui penghitungan secara langsung oleh penulis, oleh karena itu masih

tergolong dalam penelitian kualitatif. Selain itu jenis penelitian skripsi ini bersifat

deskriptif. Penulis akan memaparkan atau mendeskripsikan sejumlah fakta-fakta

terkait dengan pembahasan skripsi ini.

Dalam memudahkan penulisan skripsi ini, penulis memperoleh data-data

primer dan sekunder, diantaranya yang berupa buku-buku, jurnal hubungan

internasional, wawancara dengan salah seorang peneliti pada Pusat Penelitian

Politik (P2P) LIPI , internet, dokumen resmi ASEAN Secretariat dan bahan-

bahan tertulis lainnya. Data yang didapat, digunakan untuk memudahkan penulis

dalam memahami permasalahan mengenai peningkatan hubungan kerjasama

ekonomi antara ASEAN dengan Cina.

E. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini nantinya akan di bagi dalam beberapa bab dan setiap

bab mempunyai sub-bab tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan tentang latar belakang

permasalahan yang menjadi alasan pemilihan topik untuk penulisan skripsi ini.

Kemudian dilanjutkan pertanyaan penelitian, kerangka pemikiran, metode

penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II HUBUNGAN KERJASAMA EKONOMI ASEAN. Bab ini

membahas tentang ASEAN dan perkembangan kerjasama ekonomi yang terjadi

Page 29: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

16

dalam intra ASEAN maupun dengan lingkungan eksternalnya. Dimulai dari PTA,

AFTA, ASEAN+3,ASEAN Economics Community, sampai pembentukan

ASEAN-Cina FTA. Bab ini juga membahas faktor yang menyebabkan

terbentuknya ACFTA, yang dilihat dari perspektif ASEAN sebagai organisasi

regional di Asia Tenggara.

BAB III KEPENTINGAN CINA TERHADAP PEMBENTUKAN

ACFTA. Bab ini berisikan tentang gambaran umum kebijakan ekonomi luar

negeri Cina, mulai dari era pendirinya yaitu Mao Zedong dan dilanjutkan pada era

Deng Xiaoping, hingga pembentukan ASEAN-Cina FTA. Dalam bab ini juga

akan menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan Cina melakukan peningkatan

hubungan ekonomi dengan ASEAN dan berupaya melihat kepentingan-

kepentingan Cina dalam pembentukan kawasan perdagangan bebas tersebut.

Termasuk diantaranya, kebangkitan ekonomi Cina, faktor politik domestik,

ekonomi, dan sistem ekonomi internasional yang menyebabkan Cina melakukan

peningkatan kerjasama dengan ASEAN.

BAB IV ANALISA HUBUNGAN EKONOMI ASEAN-CINA. Bab ini

menganalisa peningkatan hubungan kerjasama ASEAN-Cina dalam bidang

ekonomi. Selain itu, juga akan menggambarkan tentang peluang-peluang dan

hambatan yang akan dihadirkan dari terbentuknya ACFTA ini bagi kedua belah

pihak yang terlibat di dalamnya. Bab ini juga memaparkan bagaimana ACFTA

berimplikasi terhadap hubungan ekonomi ASEAN dan Cina.

BAB V PENUTUP. Bab ini berisikan kesimpulan mengenai pembahasan

yang terjadi pada bab-bab sebelumnya.

Page 30: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

17

BAB II

HUBUNGAN KERJASAMA EKONOMI ASEAN

Bab ini akan memaparkan perkembangan hubungan ekonomi yang terjadi

di kawasan Asia Tenggara. Khususnya kerjasama yang terjadi di dalam ruang

lingkup ASEAN, baik kerjasama ekonomi intra ASEAN maupun antara ASEAN

dengan lingkungan eksternalnya. Kerjasama ekonomi yang dilakukan ASEAN

merupakan bentuk kerjasama ekonomi yang pertama kali disepakati di kawasan

Asia, hal ini menandakan keinginan ASEAN untuk meningkatkan pertumbuhan

ekonominya. Mengingat begitu pentingnya posisi ASEAN, maka pada bagian ini

penulis juga akan memaparkan kebutuhan ASEAN untuk meningkatkan

perekonomiannya sehingga mendorong ASEAN untuk melakukan kerjasama

dengan lingkungan eksternalnya. Salah satu Negara yang dianggap memiliki

potensi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi ASEAN adalah Cina.

A. Latar Belakang Kerjasama Ekonomi ASEAN

Deklarasi Bangkok 8 Agustus 1967 merupakan awal bersejarah bagi

pembentukan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Deklarasi

tersebut mendasari terbentuknya ASEAN. Pada awal pembentukannya, ASEAN

hanya memiliki lima anggota, yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand dan

Filipina (Dirjen Kerjasama ASEAN 2010, h. 2). Salah satu tujuan pembentukan

ASEAN tidak dapat dilepaskan dari adanya keinginan bersama antara negara-

negara yang tergabung di dalamnya untuk meningkatkan perekonomian dan

Page 31: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

18

kesejahteraan bangsanya. Bahkan sejak pembentukannya hingga saat ini, ASEAN

senantiasa mengedepankan agenda-agenda ekonomi dalam setiap interaksinya.

Salah satu tujuan dari pembentukan ASEAN seperti yang tertuang dalam

Deklarasi Bangkok tahun 1967 adalah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi,

kemajuan sosial serta pengembangan kebudayaan di kawasan ASEAN. Tujuan-

tujuan tersebut dapat dicapai melalui usaha bersama dalam semangat kesamaan

dan persahabatan untuk memperkokoh landasan sebuah masyarakat bangsa-

bangsa Asia Tenggara yang sejahtera dan damai (Prabowo & Wardoyo 2004, h. 1;

ASEAN Secretariat 1967). Deklarasi ini mempersatukan negara anggota ASEAN

dalam usaha bersama untuk mengembangkan kerjasama ekonomi dan

meningkatkan kesejahteraan di kawasan Asia Tenggara. Deklarasi ini merupakan

dasar yang menjadi rujukan bagi setiap aktifitas ASEAN dalam mewujudkan

segala tujuannya.

Sebelum krisis ekonomi tahun 1997, negara-negara anggota ASEAN

sebenarnya telah mengalami kemajuan ekonomi, namun krisis ekonomi yang

terjadi telah mengakhiri masa perkembangan ekonomi tersebut. Krisis ekonomi

yang berawal di Thailand, memberi efek domino bagi negara-negara tetangganya

di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Malaysia, Laos dan Filipina. Kejadian ini

membuktikan adanya saling keterkaitan ekonomi antara negara-negara di kawasan

tersebut. Menurut Sungkar (ed. 2005, h. 36), krisis ekonomi 1997 adalah krisis

yang telah memukul sistem ekonomi di Asia terutama Asia Tenggara dan Korea

Selatan. Krisis ini diawali dengan tingginya pinjaman jangka pendek dari Negara-

negara seperti Thailand, Indonesia, dan Korea Selatan terhadap Dollar AS. Hal ini

Page 32: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

19

menyebabkan melemahnya nilai tukar mata uang (depresiasi)5 seperti; Rupiah di

Indonesia atau Bath di Thailand terhadap Dollar AS, sehingga mengakibatkan

hilangnya kepercayaan investor dan kreditor asing sehingga terjadi pelarian modal

dalam jumlah yang sangat besar. Dengan demikian banyak negara Asia yang

kekurangan aset mata uang asing (Dollar AS) dan mengalami kesulitan dalam

membayar hutang yang menumpuk.

Ketika jangka waktu peminjaman hutang tersebut telah jatuh tempo,

perusahaan-perusahaan di negara-negara tersebut tidak mampu untuk membayar

karena jumlah hutang yang meningkat, akibat naiknya nilai tukar Dollar AS.

Akibatnya, perusahaan-perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan. Bankrutnya

perusahaan-perusahaan tersebut juga menyebabkan pinjaman yang dikucurkan

oleh perbankan menjadi macet. Belum cukup sampai disitu, permasalahan

perbankan ini juga memicu dampak lainnya dari krisis ekonomi ini, seperti

bergejolaknya sistem politik di beberapa Negara di kawasan Asia Tenggara,

misalnya Indonesia.

Menurut Purwanto (dalam Yaumidin ed. 2008, h. 82) krisis ekonomi

tersebut juga menunjukkan kelemahan fundamental perekonomian kawasan

ASEAN. Ini dapat dilihat dari ketergantungan negara-negara ASEAN pada modal

dari luar negeri seperti yang berasal dari Amerika Serikat dan Jepang. Purwanto

(dalam Yaumidin ed. 2008, h. 83) juga menambahkan bahwa sejak krisis ekonomi

tersebut, anggota ASEAN berusaha keras untuk dapat segera keluar dari bayang-

bayang krisis dengan melakukan perbaikan-perbaikan kinerja perekonomian dan

5 Depresiasi berarti, menurunnya nilai mata uang dalam negeri terhadap valuta asing karena

mekanisme pasar. Sedangkan Devaluasi adalah suatu kebijakan pemerintah untuk menurunkan

nilai mata uang sendiri terhadap mata uang asing dengan cara sengaja. Tujuannya agar ekspor

meningkat.

Page 33: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

20

juga meningkatkan kerjasama intra regional bagi pertumbuhan ekonomi yang

lebih maju. Akan tetapi dengan adanya keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki

oleh negara-negara ASEAN menyebabkan perlunya upaya untuk memperluas

kerjasama ekonomi kawasan dengan negara lain, termasuk dengan mitra

dialognya seperti dengan Cina, Jepang, India, Korea Selatan, Kanada, Australia,

dan Selandia Baru.

Selain itu, pada KTT ASEAN kedua di Kuala lumpur pada 1977

dikemukakan mengenai perlu ditingkatkannya kerjasama ekonomi dengan pihak

lain baik negara, kelompok negara, dan organisasi internasional di luar ASEAN

untuk menjalin hubungan yang saling bersahabat serta saling menguntungkan bagi

semua pihak (ASEAN Secretariat 1977). Hal ini menunjukkan bagaimana

ASEAN sangat menginginkan kerjasama dalam bidang ekonomi baik dengan

lingkungan internalnya maupun dengan negara lain di luar kawasan Asia

Tenggara. Pada bagian berikutnya, penulis akan memaparkan perkembangan

kerjasama ekonomi Intra ASEAN.

B. Kondisi Internal Ekonomi ASEAN

B.1. Perkembangan Awal Kerjasama Ekonomi Intra ASEAN

Preferential Trading Arrangements (PTA) merupakan bentuk kerjasama

ekonomi yang pertama kali terjalin antar negara ASEAN, selain juga merupakan

yang pertama kali terjadi di kawasan Asia. PTA pertama kali diperkenalkan pada

tahun 1977 sebagai bentuk komitmen awal negara-negara ASEAN untuk

melaksanakan perdagangan bebas (Pangestu dalam Weatherbee et al. 2005, h.

188; ASEAN Secretariat 1977). Dalam skema PTA berlaku pengurangan tarif

Page 34: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

21

bagi barang-barang yang diperdagangkan dan berasal dari negara-negara anggota

ASEAN.

Dalam PTA ini diterapkan preferensi tarif yang dikenal dengan istilah

MoP (Margin of Preference) (Prabowo & Wardoyo 2004, h. 9). Lebih jauh

Prabowo dan Wardoyo menjelaskan, aturan yang termuat dalam MoP bahwa

semua barang komoditi yang berasal dari ASEAN akan dikenakan tarif preferensi

yang besarnya lebih rendah dari tarif Most Favoured Nation (MFN)6 dari negara-

negara anggota ASEAN. Jadi pada intinya pengenaan tarif dalam sistem MoP ini

harus lebih rendah dari segala bentuk pemotongan tarif yang telah berlaku di

negara anggota ASEAN.

MoP sendiri dihitung berdasarkan persentasi tertentu dari tingkat tarif

yang berlaku di negara-negara anggota ASEAN (Prabowo & Wardoyo 2004, h.

9). Selain itu dalam skema PTA juga berlaku keharusan kandungan muatan lokal

(rules of origin) sebesar 50 persen. Oleh karena itu, setiap komoditi yang

diperdagangkan dalam skema PTA harus memiliki kandungan yang benar-benar

berasal dari negara anggota ASEAN yaitu sebesar 50 persen. Menurut Pangestu

(dalam Weatherbee et al. 2005, h. 188) setiap negara dalam skema PTA ini juga

mempunyai daftar pengecualian (exclusion list), yaitu daftar barang yang tidak

diperdagangkan atau dikecualikan yang diajukan oleh setiap negara.

6 Most Favoured Nation (MFN), prinsip ini menyatakan bahwa setiap fasilitas atau keringanan

yang diberikan oleh suatu negara terhadap impor barang dari suatu negara tertentu harus diberikan

pula kepada barang yang sama yang berasal dari negara anggota GATT (General Agreement on

Tariff and Trade sekarang WTO) yang lain. Dengan demikian, maka tidak ada satu negarapun

yang diperlakukan lebih buruk daripada negara yang lain. Prinsip ini juga dikenal dengan istilah

azas non-diskriminasi, yang berarti tidak adanya perbedaan antara negara satu dengan negara yang

lain. Namun, pada perkembangannya prinsip ini mendapatkan tentangan dari negara-negara

berkembang, karena dengan cara ini berarti negara industri maju akan mendapatkan keuntungan

yang lebih besar. Oleh karena itu, negara-negara berkembang menuntut diubahnya prinsip ini

dengan memperhatikan perbedaan yang ada antara negara industri maju di satu sisi dan negara

berkembang di sisi yang lain (lihat Isaak 1995, h. 112).

Page 35: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

22

Pada perkembangannya implementasi dari PTA ini berjalan kurang efektif,

di antaranya akibat terlalu banyak barang-barang yang dimasukkan dalam

“exclusion list” atau daftar pengecualian, sehingga tidak memperoleh penurunan

tarif. Selain itu, terdapat kesulitan dalam membuktikan kandungan muatan lokal

barang dan kurangnya penyebaran informasi tentang PTA terhadap para

pengusaha di negara-negara anggota ASEAN. Hal inilah yang menjadi penyebab

tidak berjalannya program ini secara efektif. Akibat sistem PTA yang tidak begitu

efektif, maka pada ASEAN Summit ke-4 di Singapura pada Januari 1992

disepakatilah pembentukan program baru, khususnya di bidang perdagangan yaitu

ASEAN Free Trade Area (AFTA) atau kawasan Perdagangan Bebas ASEAN

(Singh 1997, h. 47).

Pembentukan AFTA ini juga mencerminkan perkembangan situasi

ekonomi dan politik yang terjadi bukan hanya di lingkungan ASEAN tetapi juga

dinamika yang terjadi pada lingkungan internasional. Faktor eksternal itu di

antaranya seperti yang diungkapkan oleh Prabowo dan Wardoyo (2004, h. 18),

yaitu keprihatinan terhadap lambatnya pencapaian kesepakatan Putaran Uruguay7

tentang negosiasi perdagangan multilateral, kemajuan yang cepat dari

pembentukan Pasar Tunggal Eropa (European Common Market), serta karena

lahirnya NAFTA (North American Free Trade Area)8 (lihat juga Weatherbee et

7 Merupakan babak kedelapan dari perundingan yang berlangsung dalam kerangka kerja GATT

yang dimulai pada tahun 1986 sampai 1994. Dalam perundingan ini juga disepakati perubahan dari

GATT menjadi WTO. Selain itu juga disepakati pengurangan subsidi pertanian bagi negara-negara

maju, investasi asing, tekstil, dan perdagangan di bidang jasa seperti bank dan asuransi. Uruguay

Round dalam perundingannya juga berusaha menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan

non-tarif, seperti; kuota, pajak, subsidi ekspor, pembatasan-pembatasan sukarela, serta standar dan

peraturan birokratis di dalam negeri. Uruguay Round juga dianggap sebagai salah satu

perundingan terbesar di bidang perdagangan sebelum adanya Doha Round yang di mulai tahun

2001 hingga saat ini (lihat Isaak 1995, h. 114).

Page 36: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

23

al. 2005, h. 190). Dinamika ini dianggap menjadi tantangan yang serius bagi

ASEAN dalam menarik investasi asing ke dalam lingkungan ASEAN. Oleh

karena itu, pembentukan AFTA ini dinilai sangatlah penting untuk meningkatkan

daya tarik ASEAN dalam dunia perdagangan dan investasi internasional.

Prabowo dan Wardoyo (2004, h. 20) menyatakan bahwa ASEAN Free

Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan Negara-negara ASEAN

untuk membentuk suatu kawasan perdagangan bebas dalam rangka meningkatkan

daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN

sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta

penduduknya. Dengan adanya AFTA diharapkan perekonomian menjadi lebih

efisien, bersaing, dan menarik bagi penanaman modal ke kawasan ini. Menurut

Sungkar (ed. 2003, h. 1), AFTA merupakan kawasan perdagangan bebas ASEAN

di mana tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan nontarif9

bagi Negara-negara anggota ASEAN, melalui Common Effective Preferential

Tariff Scheme (CEPT)-AFTA. CEPT adalah program tahapan penurunan tarif dan

penghapusan hambatan non-tarif yang disepakati bersama oleh anggota ASEAN.

Awalnya AFTA ditargetkan akan dicapai dalam waktu 15 tahun yaitu pada

2008, namun dipercepat menjadi 2003, dan dipercepat lagi menjadi 2002 bagi

ASEAN-6. Sedangkan untuk Vietnam pada 2006, bagi Laos dan Myanmar 2008,

8 NAFTA (North American Free Trade Area) Organisasi perdagangan bebas Amerika Utara yang

beranggotakan tiga Negara yaitu, Amerika Serikat, Kanada dan Mexico.Didirikan pada 1994

bertugas mengkoordinasikan kegiatan ekonomi, termasuk hubungan niaga; komunikasi; kegiatan

kebudayaan; kewarganegaraan, paspor, dan visa; kegiatan sosial; dan kegiatan kesehatan.

9Hambatan non-tarif adalah hambatan non-moneter terhadap produk-produk ataupun jasa yang

disediakan oleh pihak asing. Salah satu contohnya adalah standarisasi produk-produk yang

dihasilkan oleh negara lain. Standarisasi di sini terkait dengan mutu produk, pengemasan produk,

sertifikasi halal, jaminan kesehatan,dll. Hambatan non-tarif bisa saja berupa peraturan-peraturan

yang memberatkan produk asing masuk ke suatu negara (lihat Pambudi & Chandra 2006, h. 54).

Page 37: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

24

serta Kamboja pada 2010 (Wuryandari ed. 2000, h. 120; lihat juga ASEAN

Secretariat). Seperti yang dikemukakan oleh Pangestu (dalam Weatherbee et al.

2005, h. 191), pengurangan tarif dalam AFTA ini hanya dapat diaplikasikan pada

produk-produk yang memenuhi persyaratan kandungan muatan lokal (rules of

origin) sebesar 40 persen dari negara-negara anggota.

CEPT dirancang untuk mewujudkan AFTA. Sehingga, isinya merupakan

aturan-aturan yang telah disepakati bersama oleh negara ASEAN dalam

melaksanakan AFTA. Menurut Prabowo dan Wardoyo (2004, h. 28), produk yang

diatur dalam CEPT adalah seluruh produk manufaktur dan produk pertanian.

Lebih jauh Prabowo dan Wardoyo (2004, h. 29-32; ASEAN Secretariat 1999)

menjelaskan bahwa klasifikasi produk dalam CEPT dapat dikelompokkan menjadi

4 golongan, yaitu:

1.Inclusion List (IL)

Produk yang terdapat dalam IL adalah produk-produk yang harus

mengalami liberalisasi dengan dikenai pengurangan tarif secepatnya secara

terjadwal di bawah program CEPT, hingga harus turun maksimal 0-5 persen pada

2002 untuk ASEAN-6. Sedangkan bagi negara-negara CMLV (Cambodia,

Myanmar, Laos dan Vietnam) diberikan kelonggaran waktu yang berbeda untuk

menerapkannya yaitu 2006 untuk Vietnam, 2008 untuk Laos dan Myanmar, serta

2010 untuk Kamboja. Kelompok barang dalam IL ini dibagi lagi menjadi dua

kelompok, seperti: normal track dan fast track.

2.Temporary Exclusion List (TEL)

TEL adalah daftar yang berisi produk-produk yang dikecualikan sementara

untuk dimasukkan dalam skema CEPT karena ketidaksiapannya. Namun semua

Page 38: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

25

produk dalam TEL pada akhirnya harus ditransfer ke dalam Inclusion List paling

lambat 1 Januari 2002.

3.Sensitive List (SL)

Produk yang masuk dalam kategori ini terdiri dari produk-produk

pertanian yang belum diproses atau produk pertanian bukan olahan (Unprocessed

Agricultural Products). Produk dalam SL ini harus dimasukkan ke dalam IL

dengan jangka waktu 2003 untuk ASEAN-6, Vietnam pada 2013, Laos dan

Myanmar 2015, sedangkan Kamboja pada 2017. Contoh produk dalam SL adalah:

beras, gula, produk daging, gandum, bawang putih, dan cengkeh.

4.General Exception List (GEL)

GEL adalah daftar produk yang dikecualikan secara permanen dari

program CEPT oleh suatu Negara karena dianggap penting dengan alasan

perlindungan terhadap keamanan nasional, moral masyarakat, kehidupan dan

kesehatan dari manusia, binatang atau tumbuhan, serta barang-barang yang

mengandung nilai sejarah, seni, dan arkeologis. Ketentuan yang termasuk dalam

GEL ini sesuai dengan pasal 10 dari GATT, seperti senjata api, amunisi, narkotika

dan sebagainya.

Pada perkembangannya, AFTA berhasil meningkatkan intensitas jumlah

perdagangan intra ASEAN, akibat penurunan hambatan tarif maupun non-tarif di

antara anggotanya. Namun, peningkatan perdagangan tersebut masih dianggap

kurang berarti atau dengan kata lain perkembangan perdagangan intra ASEAN

sangatlah lambat. Volume perdagangan dalam AFTA ini masih dianggap kurang

mampu menggantikan ketergantungan ASEAN terhadap negara-negara di luar

kawasan Asia Tenggara (lihat Tabel II.1). Dari tabel ini dapat dikatakan

Page 39: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

26

perdagangan intra ASEAN mengalami peningkatan, namun peningkatan itu belum

mampu menggeser ketergantungan ekspor ASEAN ke luar kawasan Asia

Tenggara.

Tabel II.1

Perdagangan Intra dan Ekstra ASEAN: 2003-2009

(dalam juta US$) 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Total

Intra 206.731

260.697

304.893

352.771

401.920

470.112

376.207 2.373.331

Extra 617.807

811.150

919.996

1.052.034

1.208.867

1.427.015

1.160.635 7.197.504

Total 824.538 1.071.847 1.224.889 1.404.805 1.610.787 1.897.127 1.536.842 9.570.835

Sumber: ASEAN Statistical Yearbook 2010, Jakarta: ASEAN Secretariat Desember 2010

Menurut Luhulima ( et al. 2008, h. 122) rendahnya perdagangan intra

ASEAN ini antara lain dikarenakan masih adanya hambatan non-tarif, perbedaan

standar produk dan belum harmonisnya prosedur bea cukai. Persoalan lain yang

sama pentingnya adalah kurang populernya skema CEPT-AFTA di kalangan

swasta, kurang jelasnya aturan kandungan lokal dan belum kuatnya mekanisme

penyelesaian masalah perdagangan. Oleh karena itu, ASEAN memperbolehkan

negara anggota yang belum siap berintegrasi untuk menyusul di kemudian hari

agar tidak memperlambat anggota yang lebih siap. Hal inilah yang menyebabkan

penerapan program ini berjalan tidak bersamaan antara satu negara dengan negara

lainnya.

Selain itu Ariff (dalam Yue dan Pacini eds. 1997, h. 68) menambahkan

bahwa minimnya perdagangan intra ASEAN ini mungkin disebabkan karena

beberapa alasan. Pertama, negara-negara ASEAN memiliki sumber daya alam

yang relatif sama sehingga tidak adanya saling melengkapi di antara anggota,

namun justru terjadi persaingan. Sebagai contoh; Indonesia, Malaysia dan

Thailand adalah sesama negara penghasil utama karet alam dunia, kemudian

Page 40: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

27

Malaysia, Singapura dan Filipina sama-sama pengekspor produk-produk

elektronik. Jadi perekonomian ASEAN lebih cenderung untuk berkompetisi antara

satu negara dengan negara lain dalam memperebutkan pasar. Kedua, negara-

negara ASEAN lebih banyak melakukan hubungan dagang dengan negara-negara

di luar ASEAN daripada antar anggota ASEAN. Perdagangan negara-negara

ASEAN lebih banyak dilakukan dengan negara-negara di luar kawasan, seperti

Amerika Serikat, Uni Eropa dan juga Jepang. Hal ini disebabkan karena negara-

negara tersebut adalah daerah utama pemasaran komoditi ekspor dari negara

ASEAN, selain juga merupakan sumber investasi bagi negara ASEAN.

Kemudian, sebagai bentuk lanjutan dari integrasi ekonomi ASEAN,

seiring dengan pemberlakuan AFTA maka disepakatilah gagasan yang lebih besar

lagi pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-8 di Phnom Penh,

November 2002. Pada saat itu, menurut Elisabeth (ed. 2009, h. 1), para pemimpin

ASEAN menyetujui prakarsa Perdana Menteri Singapura, Goh Chok Tong

mengenai pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) sebagai bentuk

lanjutan dari proses integrasi ekonomi ASEAN. Kemudian pada KTT ASEAN ke-

9 di Bali tahun 2003, para pemimpin ASEAN sepakat untuk membentuk

Komunitas Ekonomi ASEAN yang ditargetkan dicapai pada 2020. Pada KTT

inilah dihasilkan ketetapan Bali Concord II yang menjadi cikal bakal

pembentukan AEC. Lebih jauh Elisabeth (ed. 2009, h. 2) menyatakan bahwa,

pembentukan AEC ini sesuai dengan tujuan pembentukan komunitas ASEAN

yang ditetapkan dalam ASEAN Vision 2020 pada 1997, yaitu pembentukan tiga

pilar utama ASEAN; ASEAN Political-Security Community (APSC), ASEAN

Economic Community (AEC), dan ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC).

Page 41: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

28

Menurut Elisabeth (ed. 2009, h. 2), pada tahap selanjutnya dalam KTT

ASEAN ke-12 di Cebu, Filipina Januari 2007, para peserta pertemuan

menyepakati untuk mempercepat jadwal pembentukan Komunitas ASEAN yang

semula ditetapkan pada 2020 menjadi 2015. Namun, target pembentukan ketiga

pilar utama tersebut tidak bersamaan. Target pencapaian disesuaikan dengan

kondisi ekonomi dan politik masing-masing negara anggota ASEAN. Misalnya,

Singapura dan Brunei menargetkan ASEAN Community (AC) pada 2010,

sedangkan Indonesia, Filipina, Malaysia, Thailand pada 2015, sedangkan CMLV

tetap pada 2020.

Sungkar (dalam Inayati ed. 2007, h. 117) menambahkan bahwa,

percepatan pembentukan AC ini terjadi dikarenakan adanya kekhawatiran

ASEAN terhadap perkembangan ekonomi dunia. Dalam situasi persaingan

ekonomi yang semakin tajam, ada kekhawatiran bahwa Asia Tenggara akan

tertinggal jauh dari pesatnya pertumbuhan ekonomi kawasan atau negara lain

seperti pertumbuhan ekonomi Cina dan India. Gagasan membentuk ASEAN

Economic Community (AEC) diharapkan bisa mengalirkan semangat baru untuk

berintegrasi ke dalam, dan meningkatkan daya saing kawasan agar dapat merebut

investasi asing.

Elisabeth (ed. 2009, h. 3) menambahkan, dalam rangka perwujutan AEC

ini, pada KTT ASEAN ke-13 di Singapura November 2007 disahkan langkah

kerja untuk mempercepat integrasi ekonomi dan realisasi pembentukannya, yaitu

dengan menjadikan ASEAN sebagai pasar dan basis produksi tunggal, kawasan

ekonomi yang berdaya saing tinggi, kawasan yang memiliki pembangunan

Page 42: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

29

ekonomi yang relatif setara (equitable), serta kawasan yang terintegrasi penuh

dengan ekonomi global (lihat juga ASEAN Secretariat 2008).

Intinya, komunitas ekonomi ASEAN ingin membentuk suatu pasar dan

basis produksi tunggal di mana di dalamnya terdapat pembebasan terhadap

barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik, dan liberalisasi modal. AEC juga

dimaksudkan untuk membantu mengurangi kemiskinan dan juga mempersempit

jurang ekonomi dan pembangunan bagi negara ASEAN-6 dan CMLV pada tahun

2020 mendatang (ASEAN Secretariat 2008).

Menurut Sungkar (dalam Inayati ed. 2007, h. 129) walaupun tidak mudah

untuk mencapai tingkat integrasi ekonomi yang lebih tinggi, sebenarnya saat ini

kerjasama ekonomi ASEAN bukan pada tahap paling awal dari integrasi ekonomi.

ASEAN sudah meletakkan landasan dan menjalani proses integrasi ekonomi

seperti, ASEAN Free Trade Area (AFTA), ASEAN Framework Agreement on

Services (AFAS), yang ditetapkan dalam ASEAN Summit ke-5 di Bangkok pada

Desember 1995. Untuk memperkuat kerjasama sektor jasa antar anggota ASEAN

dengan penghapusan hambatan perdagangan jasa intra-regional.

Selain itu, juga disepakati pembentukan ASEAN Investment Area (AIA)

pada tahun 1998 (ASEAN Secretariat). Selain kemudahan dalam perdagangan di

bidang barang dan jasa, sektor investasi ini merupakan bagian penting dalam

peningkatan investasi intra-ASEAN yang masih cukup rendah (lihat Tabel II.2).

Penanaman modal asing (Foreign Direct Investment) bagi negara-negara ASEAN

sebagian besar masih berasal dari negara-negara di luar kawasan Asia Tenggara.

Jadi, dalam perjalanan menuju Komunitas Ekonomi ASEAN, ASEAN dapat

dikatakan telah berada di tengah jalan dan perlu menciptakan mekanisme dan

Page 43: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

30

langkah-langkah baru untuk memperkuat implementasi kerjasama ekonomi yang

sedang berlangsung.

Tabel II.2

Investasi Asing Langsung (FDI) Menuju ASEAN: 2003-2009

(dalam juta US$)

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Total

Intra 2.702 2.958

4.060

7.755

9.682

10.461

4.428 42.046

Extra 21.364 32.242

35.980

47.002

63.746

38.729

35.052 274.115

Total 24.066 35.200 40.040 54.757 73.428 49.190 39.480 316.161

Sumber: ASEAN Statistical Yearbook 2010, Jakarta: ASEAN Secretariat Desember 2010

Oleh karena itu, menurut Arbi (dalam Sungkar ed. 2005, h. 21) ASEAN

telah mengesahkan sebelas sektor prioritas proyek percontohan percepatan

integrasi pasar tunggal ASEAN yang direncanakan akan tercapai menjelang 2020.

Tujuan ini akan dicapai melalui penghapusan berbagai hambatan perdagangan

intra-ASEAN. Kesebelas sektor yang dipilih di antaranya: elektronika, e-ASEAN,

perawatan kesehatan, produk-produk berbasis kayu, otomotif, produk-produk

berbasis karet alam, tekstil dan pakaian jadi, produk-produk agro-industri,

perikanan, penerbangan dan pariwisata. Sektor-sektor ini dipilih berdasarkan

tingkat keunggulan kompetitif masing-masing negara dalam hal ketersediaan

sumber daya alam, keterampilan pekerja, daya saing dalam hal biaya produksi dan

kontribusi nilai tambah bagi perekonomian ASEAN.

Menurut Sungkar (dalam Inayati ed. 2007, h. 134), dalam usaha menuju

integrasi ekonomi yang lebih tinggi, selain melalui program-program yang

disepakati sepuluh negara anggota, sebenarnya ada juga usaha-usaha yang dijalani

sebagian negara anggota yang dikenal dengan kerjasama sub-regional. Kerjasama

ini memanfaatkan kedekatan geografis dari masing-masing anggota. Sebagai

Page 44: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

31

contoh; Segitiga pertumbuhan “Sijori” (Singapura-Johor-Riau) adalah bentuk

kerjasama sub-regional yang sudah berlangsung secara resmi sejak 1992. Dengan

semakin bertambahnya wilayah di Malaysia dan Indonesia yang ikut dalam

kerjasama segitiga pertumbuhan tersebut, maka “sijori” diubah menjadi

Indonesia-Malaysia-Singapore Growth Triangle (IMS-GT).

Sungkar (dalam Inayati ed. 2007, h. 135) lebih jauh menjelaskan bahwa,

pendekatan sub-regional ini telah diikuti oleh tiga bentuk kerjasama sub-regional

lainnya. Pertama, Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) pada

1993 yang meliputi wilayah utara Sumatera dan Riau di Indonesia, negara bagian

Johor dan Penang di Malaysia, dan wilayah selatan Thailand. Kedua, Brunei-

Indonesia-Malaysia-Philipines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA) pada

1994 yang meliputi Brunei, Kalimantan dan Sulawesi Utara di Indonesia,

Malaysia timur dan wilayah Filipina bagian selatan. Ketiga, wilayah sepanjang

West-East Corridor (WEC) di Mekong Basin, yang meliputi Vietnam, Laos,

Cambodia dan timur laut Thailand yang dibentuk sejak 1996. Dari penjelasan di

atas, dapat dikatakan bahwa AEC lebih merupakan proses pendalaman dari

integrasi ekonomi ASEAN (AFTA, AFAS, AIA), ataupun pengembangan sektor

prioritas dan kerjasama sub-regional.

Dalam penerapan AEC, sebenarnya ASEAN mencontoh integrasi ekonomi

yang dilakukan Uni Eropa (Elisabeth ed. 2009, h. 21). Namun, perlu dilihat

kembali apakah gagasan ini dapat terlaksana seperti harapan para pemimpin

ASEAN, mengingat banyaknya perbedaan yang dimiliki negara-negara anggota

ASEAN, baik dari segi ekonomi, politik, dan lainnya. Sebagai gambaran, Uni

Eropa (EU) sampai ke tahap seperti saat ini (Economic and Political Union)

Page 45: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

32

membutuhkan waktu 35 tahun (Perjanjian Roma 1957-Perjanjian Maastricht

1992). Integrasi ekonomi ASEAN memang berbeda dengan EU, namun dengan

pencanangan ASEAN Community yang terdiri dari tiga pilar utama (politik dan

keamanan, ekonomi, sosial dan budaya), ASEAN mencontoh model Traktat

Maastricht untuk membangun masyarakat ASEAN sebagaimana hasil KTT

ASEAN di Bali Pada tahun 2003 (Bali Concord II). Oleh karena itu, perlu dilihat

kembali alternatif dalam meningkatkan perekonomian negara-negara ASEAN,

seperti negara lain yang dianggap mampu memacu pertumbuhan integrasi

ekonomi tersebut, di antaranya bekerjasama dengan Cina membentuk (ASEAN-

China Free Trade Area). Setelah membahas tentang kerjasama ekonomi yang

terjadi dalam ruang lingkup intra ASEAN, pada bagian selanjutnya, penulis akan

mencoba memaparkan hambatan yang menyertai integrasi ekonomi ASEAN.

B.2 Hambatan Integrasi Ekonomi ASEAN

Proses integrasi di kawasan Asia, khususnya Asia Tenggara tergolong

sangat lambat. Ketika terjadi regionalisasi di kawasan Eropa dan Amerika Utara,

kawasan Asia Tenggara belum memiliki kesadaran untuk melakukan kerjasama

atau integrasi ekonomi regional. Regional Trading Agreements (RTA) tidak

muncul di Asia Tenggara, hingga tahun 1977 ketika ASEAN mencapai

kesepakatan dalam hal Preferential Trading Arrangements (PTA) (Prabowo &

Wardoyo 2004, h. 2). Menurut Sungkar (dalam Inayati ed. 2006, h. 51; Sinaga

dalam Elisabeth ed. 2009, h. 118), setidaknya ada beberapa alasan yang dapat

menyebabkan keterlambatan hadirnya integrasi regional di kawasan Asia

Tenggara:

Page 46: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

33

Alasan pertama, secara umum negara-negara di kawasan Asia Tenggara

memiliki latar belakang budaya, sistem politik, agama, bahasa, dan tingkat

perekonomian yang berbeda. Adanya perbedaan tingkat kemajuan ekonomi ini

juga menyebabkan sulitnya menetapkan suatu penerapan kebijakan yang seragam

antara satu negara dengan negara lainnya, sebagai contoh dalam penerapan AFTA

dan ACFTA; terdapat perbedaan dalam penerapan skema ini, hal ini disebabkan

oleh tingkat pertumbuhan ekonomi yang jauh berbeda, sehingga ada negara yang

dianggap telah siap menghadapi perdagangan bebas (Singapura dan Brunei) dan

ada juga negara yang memerlukan waktu persiapan yang lebih panjang (Kamboja,

Laos, Myanmar, Vietnam).

Selain itu, perbedaan sistem politik dan pemerintahan juga dianggap

sebagai penghalang, banyak negara yang menjalankan pemerintahan dengan

demokratis dan terbuka, namun ada juga beberapa negara seperti Laos dan

Vietnam yang merupakan negara dengan sistem komunis sehingga lebih tertutup

terhadap perkembangan dan pengaruh asing. Selain itu, Myanmar yang

pemerintahannya dikuasai oleh junta militer juga menyebabkan perkembangan

demokrasi cukup terhambat sehingga berpengaruh pada perkembangan ekonomi.

Alasan kedua, negara-negara ASEAN ini cenderung untuk melakukan

kerjasama perdagangannya dengan negara-negara di luar kawasan Asia, yaitu

dengan AS dan Eropa. Kedua kawasan tersebut berperan sebagai pasar ekspor

terbesar negara-negara Asia Tenggara dan juga sebagai sumber investasi asing

bagi mayoritas negara ASEAN. Hal ini berbeda dengan yang terjadi di Uni Eropa,

di mana mayoritas perdagangan dan investasi yang terjadi di kawasan Eropa justru

terjadi dengan sesama negara di dalam satu kawasan.

Page 47: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

34

Alasan ketiga, justru adanya kesamaan komoditi ekspor ataupun kekayaan

alam, sehingga dalam prosesnya antara negara-negara di Asia Tenggara justru

melakukan persaingan dalam memperebutkan wilayah pemasarannya, karena

tidak adanya spesialisasi dari masing-masing negara, sehingga antara satu negara

dengan yang lainnya tidak dapat saling melengkapi tetapi justru bersaing.

Menurut Ricardo (dalam Isaak 1995, h. 108) suatu negara akan menikmati

keuntungan jika melakukan spesialisasi dalam produk-produknya yang

mengandung keunggulan yang paling besar (keunggulan komparatif). Ricardo

menggambarkan prinsip keunggulan komparatif dengan suatu contoh, yaitu:

“Misalnya ada dua orang, masing-masing dapat membuat sepatu dan topi, dan salah satu

di antaranya lebih unggul dibanding dengan yang lain dalam membuat kedua produk

tersebut. Namun dalam membuat topi, salah seorang di antaranya itu hanya bisa melebihi

pesaingnya sebesar seperlima (20 persen), sedang dalam membuat sepatu, ia bisa

melebihi setengahnya (50 persen) dari kemampuan pesaingnya. Tidakkah lebih baik bagi

keduanya jika yang unggul lebih baik mengkhususkan diri membuat sepatu saja, sedang

yang punya kemampuan lebih rendah membuat topi saja?”

Dengan adanya spesialisasi ini maka akan tercipta komplementaritas atau

saling melengkapi. Masing-masing negara harus melakukan spesialisasi dan

mengekspor apa yang dapat diproduksi dengan lebih murah, sebagai ganti dari

barang dan jasa yang secara komparatif dihasilkan dengan lebih murah di negara

lain (trade creation) (Isaak 1995, h. 115). Oleh karena itu, kawasan perdagangan

bebas seharusnya mengurangi produksi domestik yang tidak efisien dan

meningkatkan impor barang dari negara anggota yang diproduksi lebih efisien,

agar lebih terciptanya rasa saling ketergantungan dari segi ekonomi. Pada bagian

selanjutnya akan dipaparkan mengenai perkembangan Kerjasama Ekonomi

ASEAN dengan lingkungan eksternalnya.

Page 48: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

35

C. Perkembangan Kerjasama Ekonomi Luar Negeri ASEAN

C.1. Kesepakatan-kesepakatan Ekonomi ASEAN

Sejak dibentuknya ASEAN, ASEAN telah menunjukkan sikap untuk aktif

dalam menjalin hubungan dengan pihak-pihak di luar ASEAN. ASEAN sendiri

telah memiliki sepuluh mitra dialog penuh, yang dimulai sejak tahun 1974 dengan

Australia. Kemudian diikuti oleh Selandia Baru pada 1975, Amerika Serikat,

Kanada, Jepang, Uni Eropa pada 1977, Republik Korea pada 1991, India 1995,

Cina dan Rusia di tahun 1996. Selain itu, Pakistan menjadi Mitra Dialog Sektoral

ASEAN pada 1997 (Dirjen Kerjasama ASEAN 2010, h. 159). Namun sejak tahun

1999, ASEAN memberlakukan kebijakan penghentian sementara (moratorium)

penambahan hubungan kemitraan baru hingga waktu yang tidak ditentukan. Hal

ini bertujuan agar ASEAN dapat mengintensifkan dan mengkonsolidasikan

hubungannya dengan Mitra Dialog yang sudah ada.

Dalam ruang lingkup ASEAN sendiri, sejak awal pembentukannya sudah

secara intensif menyepakati berbagai kesepakatan dalam bidang ekonomi. Seperti

yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, pembentukan PTA, AFTA,

AFAS, ataupun AIA. Sampai pada tahap selanjutnya, menurut Elisabeth (ed.

2009, h. 2), pada tahun 1997, Kepala Negara ASEAN menyepakati ASEAN

Vision 2020 yang bertujuan mewujudkan kawasan yang stabil, makmur dan

berdaya saing tinggi dengan pembangunan ekonomi yang merata, ditandai dengan

penurunan tingkat kemiskinan dan perbedaan sosial ekonomi (ASEAN Summit,

Kuala Lumpur, Desember 1997). Kemudian pada tahun 2003, kembali pada

pertemuan Kepala Negara ASEAN, disepakati tiga pilar untuk mewujudkan

ASEAN Vision 2020 yaitu: 1. ASEAN Economic Community, 2. ASEAN

Page 49: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

36

Political-Security Community, 3. ASEAN Socio-Cultural Community (ASEAN

Summit, Bali Oktober 2003).

Untuk mendorong perwujutan ASEAN Vision tersebut, maka pada

November 2002, ASEAN mulai bekerjasama dengan negara di luar ASEAN

dalam bidang ekonomi. Di antaranya, membuat Framework Agreement (ASEAN-

Cina Free Trade Area) dalam sektor barang (goods) yang kemudian disepakati

pada November 2004. Pada Oktober 2003 disepakati Framework Agreement

untuk membentuk (ASEAN-Japan FTA) dalam sektor barang (goods) yang

kemudian disepakati 2008. Kemudian pada Desember 2005, disepakati

Framework Agreement ASEAN-Korea Selatan FTA (goods) (ASEAN

Secretariat). Pada Januari 2007, para kepala negara sepakat untuk mempercepat

pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) dari tahun 2020 menjadi

2015. Pada tahun 2007, ditandatangani ASEAN Charter, AEC Blueprint,

ASEAN-Cina FTA (services), dan ASEAN-Korea FTA (services).

Selanjutnya, pada 2008, AEC Blueprint mulai diimplementasikan dan

ASEAN Charter mulai berlaku 15 Desember 2008 (ASEAN Secretariat 2008).

Pada waktu yang sama ASEAN Japan Comprehensive Economic Partnership

(CEP) mulai berlaku. Pada tahun 2009, ditandatangani ASEAN-Australia-New

Zealand FTA, ASEAN-India FTA (goods) juga mulai berlaku pada tahun ini,

yang Framework sebelumnya telah disepakati pada Oktober 2003, ASEAN-Korea

FTA (investment), dan ASEAN-Cina FTA (investment) juga disepakati pada tahun

2009. Berbagai kesepakatan ekonomi ASEAN dengan lingkungan eksternalnya,

merupakan bukti dari keseriusan ASEAN dalam meningkatkan pertumbuhan

ekonominya. Pada bagian selanjutnya akan membahas kerjasama ekonomi

Page 50: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

37

ASEAN dengan tiga negara di Asia Timur, yang sangat berpengaruh terhadap

perekonomian ASEAN.

C.2 ASEAN+3 (Cina, Jepang, Korea Selatan)

Krisis ekonomi yang menimpa kawasan Asia pada tahun 1997 telah

menunjukkan ketidakberdayaan negara-negara ASEAN untuk mengatasi krisis

tersebut. Situasi ini juga memicu negara-negara ASEAN untuk berpaling kepada

negara tetangga terdekatnya di kawasan Asia Timur, yaitu Jepang, Cina dan Korea

Selatan. Kenyataan ini mendorong terbentuknya kerjasama di antara negara-

negara di kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur melalui forum ASEAN+3. Efek

domino dari krisis ekonomi tersebut menunjukkan suatu realitas adanya

interdependensi di antara perekonomian negara-negara tersebut (Sungkar ed.

2005, h. 1).

Sungkar juga menambahkan (ed. 2005, h. 25) bahwa regionalisme yang

melibatkan ASEAN, Cina, Jepang serta Korea Selatan pertama kali memperoleh

momentum saat berlangsungnya ASEAN Informal Summit ke-dua di Malaysia

pada Desember 1997. Pada tahap ini fokusnya lebih ditekankan pada proses

daripada kegiatan yang berorientasi kerja nyata. Namun, baru pada 1999 proses

kerjasama ASEAN+3 ditetapkan sebagai forum resmi, yaitu ketika para pemimpin

kedua kawasan mengeluarkan pernyataan bersama mengenai kerjasama Asia

Timur pada ASEAN Plus Three (APT) Summit ke-tiga di Manila. Sejak saat itu

KTT ASEAN Plus Three (APT) diadakan setiap tahun dan pertemuan berbagai

tingkat antara ASEAN dan ketiga negara tersebut diadakan secara rutin. Secara

bertahap forum ASEAN+3 memperluas cakupan kerjasamanya sehingga meliputi

Page 51: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

38

isu-isu pertanian, keuangan, tenaga kerja, iptek, perdagangan, investasi,

lingkungan, kesehatan, seni dan budaya, energi, kepariwisataan, teknologi

informasi dan komunikasi, politik dan keamanan.

Menurut Sungkar (ed. 2005, h. 35) saat ini ASEAN+3 telah membentuk

suatu kerjasama di bidang keuangan regional yang dikenal dengan “Chiang Mai

Initiative” (CMI). Kerjasama ini dibentuk pada pertemuan para Menteri

Keuangan ASEAN+3 di Chiang Mai pada tahun 2000. Pelaksanaan CMI ini

memuat ketentuan ASEAN Swap Arrangement (ASA) di antara negara anggota

ASEAN+3, jadi memungkinkan terjadinya pertukaran dana antar sesama negara

anggota. Inisiatif ini didorong oleh pengalaman pahit krisis Asia 1997 yang

membuktikan bahwa salah satu penyebab utamanya adalah ketergantungan yang

tinggi pada pinjaman jangka pendek dari luar wilayah Asia. Penurunan nilai mata

uang lokal mengakibatkan hilangnya kepercayaan investor dan kreditor asing

sehingga terjadi pelarian modal dalam jumlah besar. Dengan demikian, banyak

negara di Asia yang kekurangan aset mata uang asing dan mengalami kesulitan

dalam membayar hutang yang menumpuk. Oleh karena itu, dengan dibentuknya

CMI ini maka diharapkan dapat meminimalisir kejadian serupa yang mungkin

terjadi kembali.

Sementara itu, gagasan dan prospek ke arah suatu perjanjian perdagangan

Asia Timur juga tetap mengalami berbagai masalah. Salah satunya adalah

hubungan persaingan antara Jepang dan Cina. Secara ekonomi, salah satu

hambatan adalah ketidaksediaan Jepang untuk membuka pasar pertanian,

perikanan dan kehutanannya. Jepang takut bahwa produk-produk ASEAN yang

lebih murah akan menekan petani Jepang. Bagi Jepang perjanjian perdagangan

Page 52: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

39

bebas atau pengaturan kerjasama ekonomi lainnya yang lebih erat, harus

menjamin bahwa Jepang mengambil tempat paling utama di Asia Timur.

ASEAN+3 dipandang sebagi mekanisme yang penting untuk melibatkan Cina

sebagai anggota Asia Timur yang konstruktif dan kooperatif, baik dalam bidang

ekonomi ataupun politik. Tanpa suatu rekonsiliasi antara Jepang dan Cina, suatu

integrasi ekonomi regional Asia Timur akan mengalami banyak hambatan non-

ekonomi.

Salah satu butir hasil KTT ASEAN+3 di Vientianne pada November 2004

menekankan bahwa proses kerjasama ASEAN+3 akan menjadi kendaraan utama

dalam mencapai sasaran jangka panjang, yaitu terbentuknya East Asian

Community (EAC) (Sungkar ed. 2005, h. 6). Seperti yang dikemukakan oleh

Sungkar (2005 ed. h. 32) yaitu bahwa dari perspektif ekonomi, motivasi yang

mendorong ketiga negara Asia Timur untuk menjalin kerjasama dengan ASEAN

pertama, ASEAN dengan penduduk lebih dari 500 juta jiwa merupakan pasar

yang sangat potensial untuk terus dikembangkan. Kedua, ASEAN merupakan

sumber bahan baku dan energi bagi ketiga negara tersebut. Ketiga, ASEAN dapat

dijadikan tempat tujuan investasi bagi industri dari ketiga negara karena masih

memiliki keunggulan komparatif, seperti upah buruh yang relatif murah.

Faktor ASEAN sangatlah penting dalam menarik ketiga negara Asia

Timur (Jepang, Cina dan Korea Selatan) untuk duduk bersama dalam ASEAN+3.

Negara-negara Asia Timur tersebut sedang berusaha untuk menjadi satu entitas.

Namun, memang sampai saat ini hal itu masih sangat sulit diwujudkan karena

masih banyak perselisihan antara ketiga negara tersebut berupa problem sejarah

(historical barrier). Oleh karena itu, sampai kapanpun posisi ASEAN masih

Page 53: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

40

sangat diperlukan dalam menjaga perdamaian, tidak saja di kawasan Asia

Tenggara tetapi juga di kawasan Asia Timur.

Bukan hanya ketiga negara tersebut yang membutuhkan ASEAN, tetapi

ASEAN juga sangat membutuhkan negara-negara tersebut dalam

mengembangkan perekonomian. Dari segi perdagangan, ketiga negara Asia Timur

ini merupakan lima besar mitra dagang bagi ASEAN. Pada tahun 2008 misalnya,

secara berurutan yaitu Jepang sebesar (214.400 juta US$),Uni Eropa (208.291 juta

US$), Cina (196.883 juta US$), Amerika Serikat (186.242 juta US$), dan Korea

Selatan (78.250 juta US$) (ASEAN Statistical Book 2010). Oleh karena itu,

ketiga negara ini, posisinya juga sangat penting bagi kelangsungan pertumbuhan

ekonomi di Asia Tenggara. Namun, dari ketiga negara ini yang secara persentase

pertumbuhan perdagangannya dengan ASEAN cukup tinggi adalah Cina. Dari

tahun 2003 hingga 2009 misalnya, pertumbuhan perdagangan antara ASEAN dan

Cina sebesar 22,62 persen dan menjadi pertumbuhan perdagangan terbesar bagi

ASEAN. Pada periode yang sama Jepang sebesar 7,40 persen dan Korea Selatan

sebesar 13,64 persen (ASEAN Statistical Book 2010).

Dari data ini dapat dilihat bahwa meskipun secara jumlah, Cina masih

kalah dibandingkan Jepang, namun persentase pertumbuhan perdagangannya jauh

lebih tinggi daripada persentase pertumbuhan perdagangan ASEAN dengan

Jepang. Oleh karena itu, hubungan ekonomi antara ASEAN dan Cina akan terus

berkembang dan bukan tidak mungkin akan menggantikan peran Jepang bagi

ASEAN, khususnya dalam bidang ekonomi. Pada bagian selanjutnya, akan

dijelaskan mengenai hubungan yang terjadi antara ASEAN dengan salah satu

Page 54: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

41

mitra dialognya, yang juga menjadi fokus utama dalam penulisan skripsi ini, yaitu

dengan Cina.

C.3 Hubungan Awal Kerjasama ASEAN-Cina

Menurut Inayati (ed. 2006, h. 33), sebelum tahun 1990-an, belum ada

hubungan resmi antara ASEAN sebagai suatu kelompok dengan Cina sebagai

sebuah negara. Meskipun hubungan bilateral beberapa negara ASEAN secara

individual dengan Cina sudah ada, contohnya Thailand. Namun pada Juli 1991,

Menlu Cina saat itu, Qian Qichen menghadiri pembukaan ASEAN Ministerial

Meeting (AMM) ke-24 di Kuala Lumpur atas undangan pemerintah Malaysia.

Saat itu juga Menlu Cina Qian Qichen menyampaikan keinginan Pemerintah Cina

untuk bekerjasama dengan ASEAN. Hal ini disambut positif, dapat dilihat dari

kunjungan Sekjen ASEAN Dato‟ Ajit Singh ke Beijing pada September 1993 dan

menyepakati pembentukan dua Joint Committee yakni di bidang kerjasama ilmu

pengetahuan dan teknologi, serta kerjasama ekonomi dan perdagangan yang

diresmikan pada Juli 1994 di Bangkok oleh Sekjen ASEAN dan Departemen Luar

Negeri Cina.

Pambudi dan Chandra (2006, h. 26) menambahkan bahwa membaiknya

hubungan antara ASEAN dan Cina pada pertengahan 1990-an juga diikuti dengan

meningkatnya status Cina, yang awalnya hanya diberikan status mitra konsultatif

oleh Komite Tetap ASEAN, kini menjadi mitra dialog penuh ASEAN. Status ini

ditetapkan pada saat AMM ke-29 di Jakarta pada tahun 1996, setelah sebelumnya

pada tahun 1994 Cina juga telah menjadi mitra dalam ASEAN Regional Forum

(ARF).

Page 55: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

42

Menurut Hadi (dalam Wibowo & Hadi eds. 2009, h. 59), hubungan Cina

dengan ASEAN menemukan momentum setelah krisis ekonomi Asia 1997.

Selama krisis, Cina mendapatkan citra yang positif karena tidak melakukan

penurunan nilai mata uangnya (devaluasi), yang bila dilakukan akan menjatuhkan

daya saing produk dari negara-negara ASEAN. Pambudi dan Chandra (2006, h.

28) juga menambahkan, hubungan antara ASEAN dan Cina kembali diperkuat

ketika para pemimpin dari kedua belah pihak bertemu dalam informal meeting

ASEAN+3 yang diadakan di Kuala Lumpur, Malaysia, 1997. Pada waktu itu,

pertemuan para pemimpin ASEAN-Cina juga diadakan di samping informal

meeting ASEAN+3. Dalam kesempatan itu, pemimpin Cina, Jiang Zemin

membacakan suatu pernyataan tentang membangun kemitraan yang bertetangga

baik dan saling percaya menghadapi abad ke-21.

Setelah diadakannya pertemuan tersebut, kedua pihak sepakat untuk

mengeluarkan pernyataan bersama yang menekankan adanya norma-norma dasar

yang mengatur hubungan antara kedua belah pihak, sekaligus sebagai satu usaha

dari Cina dan ASEAN untuk membentuk hubungan kemitraan yang berorientasi

pada abad ke-21 berdasarkan cara hidup bertetangga yang baik dan saling

percaya. Maka sejak saat itu, kedua pihak sepakat untuk melaksanakan Pertemuan

Puncak ASEAN-Cina yang akan diadakan setiap tahunnya. Oleh karena itu, sejak

reformasi Cina dijalankan, hubungan ASEAN dan Cina semakin erat pada dekade

1990-an.

Menurut Soebagjo (dalam Wibowo & Hadi eds. 2009, h. 107), dalam

bidang politik dan keamanan, hubungan ASEAN-Cina ditunjukkan dengan niat

Cina untuk membuktikan bahwa Cina bukanlah suatu ancaman. Hal ini dibuktikan

Page 56: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

43

melalui penandatanganan Declaration on the Conduct of Parties in the South

China Sea pada 2002 untuk mengurangi ketegangan teritorial dan membuka jalan

untuk mengadakan eksplorasi bersama terhadap penyelesaian konflik di laut Cina

Selatan. Deklarasi ini kemudian disusul dengan ditandatanganinya Treaty of Amity

and Cooperation (TAC) setahun kemudian pada KTT ke-7 ASEAN-Cina di Bali

pada 2003, Cina sendiri merupakan mitra dialog pertama ASEAN yang

menandatangani perjanjian ini.

Sedangkan dalam bidang kerjasama ekonomi, ASEAN dan Cina juga

mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan ditandanganinya Framework

Agreement on Comprehensive Economic Cooperation pada November 2002, yang

menjadi cikal bakal dibentuknya kawasan perdagangan bebas ASEAN-Cina

(ACFTA) (Dirjen Kerjasama ASEAN 2010, h. 169). Cina sendiri merupakan

negara pertama yang menandatangani perjanjian sejenis ini dengan ASEAN.

Dengan demikian terlihat bagaimana dalam waktu singkat hubungan ASEAN dan

Cina mengalami peningkatan ke arah yang lebih bersahabat. Pada bagian

selanjutnya akan dijelaskan mengenai kerjasama yang terjadi antara ASEAN dan

Cina dalam kerangka perjanjian ACFTA dengan lebih spesifik.

C.4 ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA)

Ide untuk membentuk ACFTA dikemukakan pertama kalinya oleh Perdana

Menteri Cina Zhu Rongji dalam ASEAN+3 Summit di Singapura November 2001.

Oleh karena itu, menurut Yu (dalam Leong & Ku eds. 2005, h. 44) dibentuklah

kelompok ahli dari kedua belah pihak yang disebut ASEAN-Cina Expert Group,

guna mempelajari kemungkinan terbentuknya ACFTA. Yu (dalam Leong & Ku

Page 57: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

44

eds. 2005, h. 45) menambahkan, pada 2002 kelompok ahli ini mengemukakan

temuannya antara lain, bahwa pembentukan ACFTA dalam jangka waktu 10

tahun akan menciptakan kawasan ekonomi dengan populasi 1,7 milyar penduduk,

dengan total GDP (Gross Domestic Product) regional mencapai 2 triliyun dolar

AS dan total perdagangan di antara keduanya diperkirakan 1,23 triliyun dolar AS.

Maka pada ASEAN-Cina Summit ke-6 tahun 2002 di Kamboja, para

pemimpin ASEAN dan Perdana Menteri Cina Zhu Rongji menandatangani

Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation (lihat lampiran

2). Kerangka ini merupakan landasan bagi kerjasama perdagangan dalam sebuah

kawasan perdagangan bebas ASEAN-Cina yang ditargetkan bisa dicapai pada

2010 untuk ASEAN-6 (Brunei, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura,

Thailand) dan pada 2015 untuk ASEAN-CMLV (Kamboja, Myanmar, Laos,

Vietnam). Sungkar (dalam Inayati ed. 2006, h. 54) menambahkan bahwa kerangka

ini juga berisi kerjasama ekonomi yang mencakup lima sektor prioritas kerjasama,

yaitu: pertanian, teknologi informasi dan komunikasi, pengembangan sumber

daya alam, investasi, serta pengembangan sub-kawasan lembah sungai Mekong.

Menurut Sungkar (2005, h. 53), kerangka perjanjian ekonomi dalam

ACFTA dibagi dalam tiga tahapan waktu implementasinya, yaitu (lihat juga

ASEAN Secretariat 2002):

1.Early Harvest Program (EHP)

Produk-produk dalam EHP antara lain: dalam Chapter 1 sampai 8 dalam

kerangka ACFTA (lihat artikel 6 dalam lampiran 2), diantaranya: binatang hidup,

ikan, daging, tumbuhan, sayuran, serta buah dan kacang-kacangan. Penurunan

tarif dimulai 1 Januari 2004 secara bertahap dan akan menjadi 0 persen pada 1

Page 58: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

45

Januari 2006. Dalam EHP juga diatur tentang Rules of Origin (RoO) yang

mengikuti aturan dalam AFTA. RoO menyatakan bahwa produk yang mengalami

penghapusan tarif haruslah memiliki setidaknya 40 persen kandungan asli negara-

negara ASEAN dan Cina. Aturan mengenai pengurangan tarif dan juga

penghapusannya mengikuti alur yang sama dengan CEPT yang ada di AFTA.

2.Normal Track (NT)

Produk yang terdaftar dalam Normal Track adalah produk yang tidak

dimasukkan dalam program EHP. Dalam tahap ini negara-negara ASEAN dan

Cina menghapuskan tarif secara bertahap hingga akhir waktu yang disepakati.

Cina dan ASEAN-6 pada 2005-2010, sedangkan CMLV pada 2005-2015.

3. Sensitive Track (ST)

Produk-produk yang dianggap sensitif ini memerlukan waktu untuk

penyesuaian diri dan dilakukan ASEAN secara bertahap sebelum benar-benar bisa

dimasukkan untuk diliberalisasi. Macam-macam produk yang dimasukkan ke

dalam kategori sensitive track dibagi menjadi dua, yaitu Sensitive List (SL) dan

Highly Sensitive List (HSL).

SL terdiri dari 304 Produk antara lain Barang Jadi Kulit: tas, dompet; Alas

kaki: Sepatu sport, Casual, Kulit; Kacamata; Alat Musik; Tiup, petik, gesek;

Mainan: Boneka; Alat Olah Raga; Alat Tulis; Besi dan Baja; Sparepart; Alat

angkut; Glokasida dan Alkaloid Nabati; Senyawa Organik; Antibiotik; Kaca;

Barang-barang Plastik. Produk-produk tersebut harus dikurangi menjadi hanya 20

persen pada tahun 2012 dan 0-5 persen pada tahun 2018. HSL terdiri dari 47

produk yang antara lain terdiri dari Produk Pertanian, seperti Beras, Gula, Jagung

dan Kedelai; Produk Industri Tekstil dan produk Tekstil; Produk Otomotif;

Page 59: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

46

Produk keramik. Pada tahun 2015 tarif dalam HSL harus sudah dikurangi sebesar

50 persen.

Pada dasarnya mekanisme penurunan tarif dalam ACFTA dilakukan untuk

mempermudah negara-negara yang menyepakatinya dalam mempersiapkan

komoditi yang diperdagangkan, oleh karena itu hal ini dilakukan secara bertahap.

Bagi negara-negara anggota WTO, sebenarnya telah mempunyai mekanisme

pengurangan tarif tersendiri atau yang biasa disebut tarif MFN. Namun, setelah

ACFTA disepakati maka komoditi yang diperdagangkan menggunakan

mekanisme pengurangan tarif dalam ACFTA hingga tarif yang dikenakan hanya

sebesar 0 persen di tahun 2010 (lihat tabel II.3).

Tabel II.3

Skema Penurunan Tarif ACFTA (dalam %)

Tarif rata-rata 2005 2007 2009 2010

X>20 20 12 5 0

15<X<20 15 8 5 0

10<X<15 10 8 5 0

5<X<10 5 5 0 0

X<5 5 ASEAN-6 0 0

Sumber: Pambudi & Chandra 2006, h. 56

Melalui tabel di atas dapat terlihat, misalnya pada tahun 2009, semua

produk dengan tingkat awal tarif sebesar 10 hingga 20 persen harus diturunkan

hingga 5 persen, sedangkan produk-produk dengan tingkat awal tarif di bawah 10

persen harus diturunkan hingga nol persen. Selanjutnya, pada 2010 semua produk

yang terdaftar dalam normal track harus diperdagangkan tanpa pengenaan tarif

apapun. Oleh karena itu, setelah ACFTA disepakati maka setiap negara berusaha

mengkategorikan komoditinya masing-masing kedalam skema ACFTA ini. Proses

pengelompokan komoditi tersebut tentunya berbeda-beda antara satu negara

Page 60: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

47

dengan negara lainnya, tergantung tingkat kesiapan dan sensitifitas komoditi yang

dimiliki. Sehingga keuntungan yang diperoleh pada akhirnya juga berbeda-beda.

Menurut Yu (dalam Leong & Ku eds. 2005, h. 45) kerangka ACFTA ini

juga menetapkan liberalisasi di bidang jasa dan investasi. Persetujuan di bidang

Jasa, dalam ACFTA telah berlaku efektif sejak Juli 2007. Dengan adanya

persetujuan ini para penyedia jasa di kedua wilayah akan mendapatkan manfaat

perluasan akses pasar jasa sekaligus national treatment untuk sektor dan subsektor

yang dikomitmenkan oleh masing-masing pihak di ACFTA. Sedangkan

persetujuan di bidang investasi, pemerintah negara-negara anggota ASEAN dan

Cina secara kolektif sepakat untuk mendorong peningkatan fasilitas, transparansi

dan iklim investasi yang kompetitif dengan menciptakan kondisi investasi yang

positif, disertai berbagai upaya untuk mendorong promosi arus investasi dan

kerjasama di bidang investasi yang disepakati sejak 2009. Selain itu, kedua belah

pihak juga secara bersama-sama akan memperbaiki aturan investasi menjadi lebih

transparan dan kondusif demi peningkatan arus investasi, di samping juga

memberikan perlindungan investasi.

Menurut Sungkar (dalam Inayati ed. 2006, h. 52; lihat juga lampiran 1)

ada beberapa kondisi ekonomi Cina yang merupakan faktor daya tarik bagi

ASEAN dalam menyambut tawaran FTA dari Cina. Pertama, ASEAN

memandang Cina sebagai pasar yang berpotensi dengan luas wilayah dua kali

wilayah ASEAN dan penduduk 1,3 milyar. Daya beli di Cina yang semakin

meningkat dan pasarnya yang semakin terbuka sehingga membuka peluang bagi

ekspor ASEAN yang selama ini tidak tertolong dengan rendahnya tingkat

perdagangan intra-ASEAN. Kedua, ekonomi Cina bisa lebih komplementer

Page 61: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

48

dengan ekonomi ASEAN dibandingkan intra ekonomi ASEAN itu sendiri.

Dengan masuknya Cina dalam komunitas ekonomi global, maka ASEAN bisa

ikut ambil bagian dalam rantai produksi Cina dan sebaliknya, pertumbuhan di

Cina yang membutuhkan semakin banyak energi yang dalam hal ini bisa dipenuhi

oleh negara-negara ASEAN, yang juga kaya akan sumber energi tersebut. Ketiga,

ASEAN bisa memanfaatkan kebangkitan ekonomi Cina dimana kekuatan ekspor

juga diimbangi kekuatan pasar domestiknya. Jika pada masa lalu kebangkitan

ekonomi Jepang dapat membawa serta kebangkitan ekonomi ASEAN, maka

sekarang hal yang sama diharapkan dari kebangkitan ekonomi Cina.

Sungkar (dalam Inayati ed. 2006, h. 53) juga menambahkan, selain

pertimbangan ekonomi tersebut, aspek politik juga ikut menyumbang dalam

perubahan kebijakan negara-negara Asia Tenggara terhadap Cina, antara lain:

pentingnya melibatkan Cina dalam mengatasi potensi konflik intra-regional,

perlunya menyeimbangkan kekuatan di kawasan yang selama ini didominasi

Amerika Serikat dan Jepang, dan kebutuhan akan kekuatan suara yang lebih besar

dalam forum internasional di mana ASEAN dan Cina banyak mempunyai

kesamaan pandangan. Alasan-alasan inilah yang menyebabkan ASEAN

menyambut baik usulan Cina untuk membentuk sebuah Free Trade Area.

Setelah melihat perkembangan kerjasama dalam bidang ekonomi yang

terjadi baik intra ASEAN, maupun antara ASEAN dengan lingkungan

eksternalnya, dapat disimpulkan bahwa saat ini faktor ekonomi merupakan bagian

terpenting yang mendasari kerjasama yang dilakukan ASEAN. Persoalan politik

ataupun ideologi bukan lagi menjadi penghalang dalam melakukan kerjasama.

Selama dapat memicu pertumbuhan ekonomi ASEAN, maka ASEAN akan

Page 62: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

49

menyambutnya dengan baik. Termasuk kerjasama yang terjadi antara ASEAN dan

Cina dalam kerangkan ACFTA. Faktor keberadaan Cina saat ini di dalam ruang

lingkup ASEAN dinilai sangatlah penting, meskipun juga banyak menimbulkan

pro dan kontra. Namun para pembuat kebijakan dalam ASEAN menilai kerjasama

yang dilakukan dengan Cina ini merupakan alternatif lain yang harus dilakukan

ASEAN dalam menghadapi persaingan ekonomi saat ini. Pada Bab selanjutnya

akan dijelaskan mengenai faktor terbentuknya ACFTA dalam perspektif Cina.

Karena sangat penting melihat kerjasama ini dibentuk dari sisi pihak lain yang

juga terlibat, agar mampu menggambarkan ketergantungan ekonomi yang terjadi

di antara keduanya.

Page 63: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

50

BAB III

KEPENTINGAN CINA TERHADAP PEMBENTUKAN ACFTA

Bab ini akan memaparkan kondisi ekonomi politik di Cina yang

mendorong Cina melakukan kerjasama ekonomi dengan ASEAN. Seperti yang

telah dipaparkan pada bab sebelumnya, kerjasama ekonomi ASEAN-Cina

terbentuk tidak hanya karena kepentingan ekonomi Cina, melainkan juga karena

kondisi internasional. Dari sisi kepentingan ekonomi, Cina memerlukan bahan

mentah dan sumber daya alam, selain juga sebagai upaya perluasan akses pasar

dari komoditi Cina yang berlimpah, akibat dari kemajuan industrinya. Selain itu,

dorongan lainnya seperti, perkembangan regionalisme paska perang dingin, dan

masuknya Cina menjadi anggota WTO mengakibatkan terintegrasinya

perekonomian Cina dengan sistem internasional. Cina juga harus bersaing dengan

Jepang dalam memperebutkan pengaruh dan kepentingan ekonomi di kawasan

Asia Tenggara. Untuk lebih memahami kepentingan Cina terhadap pembentukan

ACFTA, penulis akan mengelaborasi pertumbuhan ekonomi Cina dengan melihat

perubahan ekonomi politik di Cina.

A. Kondisi Ekonomi Politik Cina

A.1 Masa Mao Zedong

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai perubahan ekonomi politik di

Cina, sehingga dapat memberikan gambaran akan kemajuan ekonomi yang

diperoleh Cina saat ini. Pertumbuhan ekonomi Cina yang begitu pesat pada dua

dekade belakangan ini tidak terjadi begitu saja. Pertumbuhan ekonomi yang

Page 64: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

51

terjadi berkaitan dengan keputusan-keputusan strategis para pemimpin Cina. Salah

satunya adalah keputusan untuk mengintegrasikan perekonomian negara ini ke

dalam sistem internasional, tanpa merubah sistem politik di dalam negeri.

Sejak berdirinya Republik Rakyat Cina pada 1 Oktober 1949, Negara ini

menganut sistem politik sosialis-komunis. Seperti negara lainnya yang menganut

sistem ini, dalam pemerintahan Cina yang berideologi komunis peran pemerintah

sangatlah dominan. Selain itu, di Cina hanya terdapat satu partai politik, yaitu

Partai Komunis Cina (PKC). Mao Zedong sendiri merupakan tokoh pendiri dari

Republik Rakyat Cina (RRC). Pada awal kepemimpinannya, Mao Zedong

menjalin hubungan yang cukup dekat dengan Uni Soviet, karena Uni Soviet

merupakan negara pertama yang mengakui berdirinya RRC dan langsung

memutuskan hubungan diplomatik dengan pemerintahan nasionalis sebelumnya di

Cina. Berdirinya RRC tidak terlepas dari usaha Mao Zedong untuk memukul

mundur Pemerintah nasionalis (Kuomintang) di bawah pimpinan Chiang Kai

Shek yang sudah berkuasa empat tahun di Cina (1945-1949) dari seluruh wilayah

Cina daratan. Sampai saat ini, kelompok nasionalis berada di pulau Formosa

(Taiwan). Oleh karena itu, RRC menganggap dirinya sebagai penerus dari

pemerintahan nasionalis sebelumnya di Cina (Taniputera 2009, h. 580).

Lebih jauh Taniputera (2009, h. 581) menyampaikan bahwa tugas berat

yang dijalani Mao Zedong adalah membangun kembali Cina yang hancur akibat

penjajahan Jepang (1931-1945), serta perang saudara antara kelompok nasionalis

dan komunis. Akibatnya, pemerintahan Mao Zedong berupaya untuk menjaga

kestabilan sosial dan pembangunan ekonomi RRC. Mao Zedong berupaya

Page 65: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

52

memberikan lebih banyak kekuasaan pada petani dan buruh, sebaliknya

memangkas kekuasaan kaum pemilik modal, tuan tanah, kapitalis dan orang asing.

Seperti yang diungkapkan Taniputera (2009, h. 582), restrukturisasi dalam

bidang ekonomi dilakukan dengan mengendalikan peredaran uang, perbankan,

serta pemberian kredit. Dalam waktu setahun sejak berdirinya RRC, inflasi

berhasil dikendalikan. Demi mencapai kestabilan dalam bidang keuangan, pada

Mei 1949, pemerintah mengeluarkan mata uang baru yang disebut Renminbi

(Yuan) serta melarang penggunaan mata uang asing. Pemerintah lalu menguasai

industri-industri kunci yang sebelumnya telah dibangun pemerintah nasionalis.

Sementara itu, dalam bidang agraria sesuai dengan yang dipropagandakan

kaum komunis, tanah garapan mulai dibagi-bagikan kepada rakyat. Pemerintah

merampas tanah milik para tuan tanah, tetapi mengizinkan mereka untuk tetap

memiliki bagiannya yang ditetapkan pemerintah. Namun, pada prakteknya sering

sekali pengambilalihan tanah ini disertai dengan kekerasan yang juga

menimbulkan korban jiwa. Pada Desember 1952 pembagian tanah rampasan

tersebut dapat diselesaikan (revolusi agraria) dan yang paling terpengaruh oleh

kebijaksanaan ini adalah para tuan tanah serta petani kaya. Agar para tuan tanah

tidak timbul kembali, pemerintah kemudian menetapkan sistem kolektivisme,

yakni kepemilikan tanah bersama (Taniputera 2009, h. 583). Revolusi Agraria ini

sangatlah mewakili prinsip komunisme, karena mencita-citakan kehidupan sosial

tanpa kelas, dan melarang adanya eksploitasi terhadap kelas tertentu dalam suatu

tatanan kehidupan.

Untuk membangun kembali dan memajukan bidang industri, pemerintah

mencanangkan apa yang dinamakan “Rencana Lima Tahun Pertama” ( First Five-

Page 66: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

53

Year Plan) yang berlangsung pada 1953-1957 (Wibowo dalam Bakri ed. 1996, h.

139). Hasilnya, pada periode pertama dalam program rencana pembangunan lima

tahun Mao Zedong tersebut, Cina mengalami pertumbuhan ekonomi. Namun,

masih dikatakan gagal membangun ekonomi Cina. Saat itu bahkan terdapat

ketidakseimbangan antara pertumbuhan industri dan pertanian. Pada tahun 1958

rencana pembangunan lima tahun tahap kedua yang ditujukan melanjutkan

kebijakan tahap pertama sebelumnya ternyata tidak dilaksanakan.

Pada akhir tahun 1957, Mao Zedong menyimpulkan bahwa Uni Soviet

tidak dapat dijadikan lagi sebagai model pembangunan Cina. Kemajuan yang

dicapai dipandangnya masih terlalu lambat. Seperti yang diungkapkan Wibowo

(dalam Bakri ed. 1996, h. 139) hal ini dikarenakan model pembangunan yang

meniru Uni Soviet, mengutamakan pengembangan industri berat, sehingga

mengorbankan pertanian yang merupakan sektor terpenting bagi Cina. Oleh

karena itu, jika Mao Zedong meneruskan model pembangunan ini, ratusan juta

petani akan menjadi korban.

Menurut Mao Zedong Cina perlu menemukan caranya sendiri untuk

memecahkan berbagai permasalahan ekonominya, yakni dengan mengerahkan

sumber daya yang sangat berlimpah di Cina. Mao Zedong akhirnya membuat

kebijakan ekonomi baru yang dinamakan gerakan lompatan jauh ke depan (the

great leap forward) untuk menggantikan program lima tahunnya (Johnson 1990,

h. 6; Taniputera 2009, h. 584), yaitu gerakan spontan oleh seluruh masyarakat

Cina untuk melaksanakan terobosan besar dengan maksimalisasi produksi di

seluruh sektor ekonomi, terutama sektor pertanian dan industri.

Page 67: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

54

Taniputera (2009, h. 585) menyatakan bahwa, kebijakan baru yang diawali

pada tahun 1958 ini membuahkan berbagai hasil nyata, seperti pembangunan

jembatan, jalan kereta api, bendungan, pembangkit listrik, sarana pengairan, dan

lain sebagainya. Tetapi kebijakan loncatan jauh ke depan ini akhirnya menuai

bencana karena banyak memiliki masalah mendasar akibat kurangnya modal

untuk berinvestasi di bidang industri dan pertanian pada waktu yang sama, belum

siapnya masyarakat Cina mengadakan perubahan drastis ke arah industri dan

banyaknya kebijakan pendukung yang tidak terlaksana. Sebagai contoh, hasil

panen gandum yang berlimpah pada tahun 1958 terpaksa dibiarkan membusuk di

ladang, karena kaum pria yang seharusnya bertugas memanennya dikerahkan

bekerja di pabrik. Akibatnya, 30 juta rakyat meninggal karena kelaparan antara

tahun 1959-1962.

Untuk mengatasi krisis ekonomi ini, Mao Zedong berusaha merevisi

tujuan ekonomi dan membuat serangkaian kebijakan baru sebagai pengganti

kebijakan loncatan jauh ke depan. Salah satunya adalah mencanangkan revolusi

budaya (cultural revolution) pada tahun 1966 (Johnson 1990, h. 12). Menurut

Taniputera (2009, h. 587) revolusi budaya ini lahir sebagai tindakan represif Mao

Zedong untuk meredam pandangan yang berbeda dari lawan politiknya seperti Liu

Shaoqi dan Deng Xiaoping yang lebih menginginkan pembangunan di Cina

dengan lebih berdasarkan Konfusianisme ataupun Kapitalisme dibandingkan

faham Komunisme. Wibowo (2007, h. 19) menambahkan, selain bahasa, Mao

Zedong dan pengikutnya yang kebanyakan kaum muda, ingin membatasi segala

sesuatu yang berasal dari zaman dinasti-dinasti ataupun kapitalisme barat, dan

menggantinya dengan satu macam kebudayaan baru, yaitu kebudayaan sosialis.

Page 68: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

55

Menurut Johnson (1990, h. 12) pada pelaksanaannya, revolusi budaya juga

tidak dapat mengeluarkan Cina dari krisis ekonomi, tetapi justru memecah belah

kesatuan di Cina, sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi. Karena krisis

ekonomi tersebut belum dapat diatasi, maka kritikpun banyak ditujukan kepada

Mao Zedong. Bahkan kritik tersebut datang dari tubuh Partai Komunis Cina

(PKC) yang saat itu gencar menghendaki adanya perubahan dan pembaharuan

dalam sistem ekonomi Cina. Kebijakan revolusi budaya yang dicanangkan Mao

Zedong gagal untuk membangkitkan ekonomi Cina dari krisis tersebut, dan

menjadi akhir dari kepemimpinannya. Sejak krisis ekonomi itu terjadi,

kepemimpinannya mulai goyah dan akhirnya kepemimpinan Mao Zedong

berakhir bersamaan dengan wafatnya ia pada September 1976. Pada bagian

selanjutnya akan dijelaskan mengenai kepemimpinan di Cina pada masa Deng

Xiaoping, yang menandakan perubahan besar pada sistem perekonomian di Cina.

A.2 Masa Deng Xiaoping

Deng Xiaoping merupakan pemimpin Cina setelah Mao Zedong, yang

membawa Cina ke arah kemajuan dalam bidang ekonomi. Cina pada masa

kepemimpinan Deng Xiaoping, meskipun masih berideologi komunis dalam

politik, di bidang ekonomi lebih mengedepankan prinsip liberalisme dan

keterbukaan dengan pihak asing. Keterbukaan ekonomi yang dianut oleh Deng

Xiaoping ini disebabkan oleh ketidak berhasilan sistem ekonomi terpusat yang

dijalankan oleh pendahulunya Mao Zedong, oleh karena itu Deng Xiaoping ingin

mencari alternatif lain dalam membangun ekonomi Cina. Hal ini mungkin juga

disebabkan karena, Deng Xiaoping mendapatkan pendidikan formal di Perancis,

Page 69: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

56

di mana keterbukaan ekonomi telah diterapkan di Perancis dan negara-negara

Eropa Barat lainnya (Pattiradjawane dalam Bakry ed. 1996, h. 3). Selain itu,

Inayati (wawancara Jakarta, 29 Maret 2011) menambahkan bahwa keterbukaan

ekonomi yang dijalankan Deng Xiaoping ini juga disebabkan karena kekaguman

Deng Xiaoping terhadap pertumbuhan ekonomi dan teknologi Amerika Serikat

(AS), karena pada awal 1979 Deng Xiaoping melakukan kunjungan resmi ke AS

dan bertemu dengan Presiden Jimmy Carter di Washington. Hal ini semakin

memicu keinginan Deng Xiaoping untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di

Cina dengan cara yang berbeda dari pendahulunya.

Tjeng (dalam Bakry ed. 1996, h. 34) menambahkan bahwa obsesi Deng

Xiaoping untuk mengamankan proses modernisasi di Cina ini tercermin dalam

keputusannya, untuk tidak memegang jabatan formal (Presiden, Perdana Menteri,

Sekjen Partai) apapun dalam partai maupun pemerintahan. Hal ini dilakukan

karena menurut Deng Xiaoping dengan tidak menduduki jabatan tertentu, maka

pengaruhnya akan terus bertahan, dan jika terdapat kesalahan ataupun kegagalan

maka seseorang yang ditugasinyalah yang akan diganti. Satu-satunya jabatan yang

dimiliki oleh Deng Xiaoping adalah Dewan Harian Politbiro,10

yaitu anggota

partai paling elite, yang jumlahnya tidak lebih dari sepuluh orang. Menurut Bakry

(ed. 1996, h. 43) kedudukan informal Deng Xiaoping ini sangatlah diperlukan

sebagai highest arbitrator bila sewaktu-waktu terjadi krisis sosial politik atau

pertarungan di internal partai.

10

“Dewan Harian Politbiro” merupakan bagian dari “Politbiro" (Political Bureau) yang terdiri atas

15-20 orang, kebanyakan wakil dari provinsi-provinsi kunci. Dewan Harian Politbiro ini

merupakan puncak dari semua puncak kekuasaan di Cina. Keputusan-keputusan penting dan vital

diputuskan oleh mereka (pemilihan Presiden, ideologi, kebijakan luar negeri) bahkan tanpa perlu

konsultasi dengan Politbiro, Komite Sentral (MPR di Indonesia), dan Kongres Rakyat Nasional

(DPR di Indonesia). Struktur yang mengerucut ke atas inilah ciri khas sistem Partai Komunis Cina.

(Wibowo & Hadi eds. 2009, h. 256; Wibowo 2007, h. 126).

Page 70: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

57

Sejak Deng Xiaoping membacakan buah pikirannya dalam pidato utama di

Pleno Ketiga Sidang Komite Sentral Kesebelas Partai Komunis Cina (PKC), 13

Desember 1978, Cina mengawali modernisasi pembangunannya. Modernisasi

pembangunan tersebut meliputi bidang-bidang: pertanian, industri, ilmu

pengetahuan dan teknologi serta pertahanan dan keamanan. Gagasan ini juga

dikenal dengan istilah “program empat modernisasi” (Inayati ed. 2006, h. 23).

Inayati (ed. 2006, h. 24) juga menambahkan bahwa untuk merealisasikan gagasan

tersebut, pemerintah Cina mengambil “kebijakan pintu terbuka” (open door

policy), yaitu peningkatan hubungan dengan negara-negara maju dengan tujuan

memperoleh modal dan teknologi, serta berupaya menciptakan lingkungan yang

damai dan stabil di kawasan regionalnya. Dengan melaksanakan kebijakan

tersebut, Deng Xiaoping bermaksud menjadikan Cina sebagai negara sosialis yang

modern, kuat, serta sejahtera pada masa mendatang.

Instrumen utama kebijakan pintu terbuka adalah perdagangan luar negeri

dan investasi asing, dengan tujuan peningkatan akumulasi modal bagi

pembangunan Cina. Pelaksanaan pintu terbuka telah merubah struktur dan pola

hubungan ekonomi eksternal Cina menjadi lebih berorientasi ke Barat terutama

kepada AS dan negara-negara di Eropa Barat. Negara-negara tersebut dijadikan

sumber investasi asing langsung, penyuplai modal, teknologi dan sebagai mitra

dagang utama luar negeri Cina.

Kebijakan Pintu Terbuka ini pada perkembangannya bukan hanya

membuka diri terhadap pengaruh asing dari segi ekonomi, namun dalam bidang

politik juga mendapatkan pengaruh yang cukup besar. Budaya demokrasi seperti

yang berkembang di Barat juga mulai tampak di Cina, masyarakat terutama

Page 71: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

58

diwakili oleh kalangan mahasiswa menuntut sistem pemerintahan yang bebas,

seperti: pemilihan umum yang demokratis, kemerdekaan pers, berorganisasi, serta

kebebasan dalam berekspresi mengeluarkan pendapat dan kritikan terhadap

pemerintah (Taniputera 2009, h. 601).

Namun pada perkembangannya, Cina membatasi diri pada reformasi

ekonomi dengan membuka ekonomi pasar dan investasi asing seluas-luasnya,

tetapi tetap menutup reformasi di bidang politik (Inayati ed. 2006, h. 25). Bidang

politik tidak mengalami perubahan, dengan PKC sebagai partai tunggal. PKC

tetap memegang peran dominan dalam setiap kebijakan yang dijalankan di Cina,

dengan kata lain partailah yang mengontrol negara.

Protes dari rakyat Cina ini mengalami puncaknya, sehingga terjadilah

peristiwa Tiananmen, yaitu pembantaian terhadap ribuan warga Cina pada tanggal

4 Juni 1989 di lapangan Tiananmen, Beijing. Bentrokan ini mengakibatkan

banyaknya jatuh korban jiwa, meskipun jumlahnya bervariasi. Walikota Beijing,

Chen Xitong menyatakan bahwa jumlah korban yang tewas adalah 200 orang dan

selain itu 3.000 warga sipil serta 6.000 prajurit mengalami luka-luka. Sedangkan

Komite Universitas Tsinghua menyatakan bahwa korban tewas sejumlah 4.000

orang, sementara 30.000 lainnya mengalami luka-luka (Taniputera 2009, h. 603).

Akibat peristiwa ini Cina mengalami dampak buruk, yaitu menuai

kecaman dari dalam dan luar negeri. Dunia internasional termasuk di antaranya

Uni Eropa dan terlebih lagi Amerika Serikat (AS). AS mengecam pelanggaran

HAM yang dilakukan Cina. Setelah peristiwa Tiananmen tersebut banyak

kalangan yang menyangka bahwa berakhirlah gerakan reformasi di Cina, tetapi

dugaan itu ternyata salah. Ketika melihat ada bahaya ke arah menutup diri, pada

Page 72: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

59

tahun 1992, Deng Xiaoping melakukan gerakan terakhir tetapi sangat menetukan.

Gerakan tersebut dikenal dengan nama “perjalanan ke selatan” (Wibowo 2007, h.

34). Deng Xiaoping yang sudah berumur 90 tahun pergi mengadakan perjalanan

ke kota-kota di daerah selatan Cina (Shenzhen, Zhuhai). Dalam perjalanan itu

Deng Xiaoping tidak henti-hentinya mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi

Cina harus dipercepat. Pidato ataupun ucapan Deng Xiaoping tersebut bahkan

dijadikan dokumen resmi PKC dan diedarkan di kalangan pejabat-pejabat tinggi

Cina (Wibowo 2007, h. 34).

Wibowo juga menambahkan (2007, h. 86-87) bahwa pada masa

kepemimpinan Deng Xiaoping ini mengalami banyak pertentangan dari kelompok

dalam tubuh PKC yang lebih mengutamakan nilai-nilai sosialis di Cina. Oleh

karena itu, diciptakanlah konsep tentang pembangunan ekonomi Cina. Pada

Kongres PKC ke-13 (1987) ditetapkan ajaran baru yaitu “sosialisme pada tahap

awal”. Pada tahap ini Cina akan mengerjakan industrialisasi, komersialisasi,

sosialisasi dan modernisasi produksi, semua hal yang dicapai pada kondisi

kapitalis. Tahap awal ini sendiri akan berlangsung kurang lebih 150 tahun.Tahap

awal sosialisme ekonomi dijalankan dengan mengurangi peran negara dan

memperluas mekanisme pasar. Pada kesempatan ini juga diperkenalkan dengan

istilah baru yaitu “ekonomi pasar sosialis”. Dengan maksud untuk tetap

menyakinkan kelompok yang anti kapitalis, bahwa Cina tetap berpegang teguh

terhadap perjuangan sosialisme. Dengan diperkenalkannya istilah ini, Deng

Xiaoping menginginkan untuk tetap memasukkan unsur sosialis yang tidak

mungkin secara utuh dihilangkan, meskipun dalam praktiknya berdasarkan

Page 73: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

60

kapitalis. Selain itu, gagasan ini diharapkan dapat menjaga keharmonisan

hubungan dengan kelompok yang anti ekonomi pasar.

Oleh karena itu, pada masa kepemimpinan Deng Xiaoping, meskipun juga

mengalami hambatan, namun ia berhasil kembali membangkitkan pertumbuhan

ekonomi Cina dan kembali meyakinkan bahwa Cina tetap melaksanakan

kebijakan ekonomi yang terbuka, meskipun tidak disertai dengan kebebasan

berpolitik. Cina tetap menganut sistem politik sentralistik dengan kendali politik

dari pusat sampai daerah secara ketat, sehingga tercipta stabilitas politik yang

kondusif bagi pembangunan ekonomi di Cina. Deng Xiaoping telah berhasil

menancapkan pondasi yang kokoh bagi prinsip ekonomi Cina, bahkan prinsip

ekonomi ini terus dilanjutkan oleh para pemimpin Cina setelahnya hingga saat ini.

Setelah mengetahui perubahan yang terjadi dalam sistem ekonomi di Cina

pada masa Mao Zedong hingga Deng Xiaoping, penulis tidak akan memaparkan

lebih jauh mengenai kepemimpinan di Cina setelah Deng Xiaoping, hal ini

dikarenakan perubahan dari segi sistem ekonomi yang terjadi di Cina tidak begitu

tampak setelah masa kepemimpinan Deng Xiaoping. Cina pasca kepemimpinan

Deng Xiaoping hanya menjalankan prinsip ekonomi yang sudah ditetapkan oleh

Deng Xiaoping. Meskipun terdapat kebijakan-kebijakan baru setelah ini, namun

kebijakan ini sifatnya hanya pengembangan dari prinsip yang sudah ada. Dengan

kata lain Cina tetap membuka diri dengan pihak asing dan mengutamakan kondisi

regional yang damai. Pada bagian selanjutnya akan membahas mengenai keadaan

dalam negeri Cina yang menuntut untuk melakukan kerjasama dengan negara-

negara di kawasan Asia Tenggara.

Page 74: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

61

B. KONDISI INTERNAL EKONOMI CINA

B.1 Keterbatasan Bahan Mentah dan Sumber Daya Alam di Cina

Pertumbuhan ekonomi Cina yang pesat secara berkelanjutan

mengharuskan Cina memastikan bisa memperoleh cukup pasokan energi dan

bahan mentah. Dalam hal ini, negara-negara ASEAN yang kaya akan sumber daya

alam dipandang sebagai pemasok energi yang sangat penting (Sungkar dalam

Inayati ed. 2006, h. 46). Salah satu alasan yang membuat Cina menjalin dan

meningkatkan hubungan ekonomi dengan ASEAN adalah karena sebagian besar

negara-negara anggota ASEAN memiliki stok bahan mentah dan sumber daya

alam yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi Cina. Cina menyadari bahwa

bahan-bahan mentah sangat diperlukan guna menunjang proses industrialisasinya.

Menurut Wibowo dan Kusuma (dalam Wibowo & Hadi eds. 2009, h. 170),

sejak tahun 1950-an hingga awal 1990-an Cina telah mengembangkan lebih dari

18 ladang minyak dan gas tepi pantai (onshore) dan tujuh ladang minyak lepas

pantai (offshore), yang menghasilkan 140 juta ton per tahun. Terlebih lagi pada

tahun 1985, Cina dapat mengekspor 25 persen dari produksi minyaknya dan 25

persen devisanya diperoleh dari ekspor minyak dan produk-produk minyak.

Seiring dengan proses pembangunan ekonomi yang semakin cepat,

kebutuhan akan minyak juga semakin meningkat. Oleh karena itu, menurut

Wibowo dan Kusuma (dalam Wibowo & Hadi eds. 2009, h. 170), mulai tahun

1986 Cina menghentikan kebijakan lamanya, yaitu larangan mengimpor minyak.

Pada tahun 1990 Cina mulai mengimpor minyak mentah hingga 3,5 juta barel per

hari. Kebutuhan minyak terus meningkat, sementara pasokan minyak dalam

negeri terus berkurang, hingga puncaknya pada tahun 1993 Cina tidak lagi

Page 75: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

62

mengekspor minyak, tetapi justru mengimpornya. Saat ini kebutuhan minyak Cina

telah mencapai angka 8,2 juta barel per hari (peringkat ke-3 dunia) dan akan terus

meningkat. Pemenuhan kebutuhan tersebut 50 persen lebih berasal dari impor

yaitu sebesar 4,4 juta barel per hari yang didapatkan dari berbagai negara di

belahan dunia (CIA World Factbook 2011).

Pada beberapa negara ASEAN seperti Malaysia, Indonesia, Thailand dan

Vietnam terdapat bahan-bahan mentah yang sangat diperlukan bagi Cina.

Beberapa jenis komoditi itu antara lain adalah minyak bumi, karet, agrikultur, dan

timah. Menurut Haacke (dalam Leong & Ku eds. 2005, h. 137), dengan kebutuhan

energi yang semakin meningkat, tidaklah mengherankan jika investasi besar yang

dilakukan Cina selama ini dalam konteks memperluas sumber pasokan energi dari

berbagai kawasan di Asia Tenggara terus dilakukan. Di antaranya adalah

pembelian lahan minyak Widuri di kepulauan seribu Indonesia senilai 585 juta

Dolar AS oleh China National Offshore Oil Corporation (CNOOC).

Cina juga menunjuk Indonesia tanpa tender dalam kontrak selama 20

tahun untuk menyuplai gas alam ke Fujian. Lalu sesuai dengan pernyataan

Sungkar (dalam Inayati ed. 2006, h. 47) bahwa bukanlah suatu kebetulan saat

kunjungan Presiden Hu Jintao ke negara-negara Asia Tenggara pada April 2005,

beliau mengumumkan dua kesepakatan bisnis. Pertama, kontrak senilai 950 juta

dolar AS oleh Shanghai Baosteel Group Corporation dan Jinchuan Nonferrous

Metal Corporation untuk merehabilitasi pabrik nikel di Filipina. Kedua,

komitmen sebesar 500 juta dolar AS oleh China International Trust and

Investment Company (CITIC) untuk berinvestasi di bidang perkebunan minyak

sawit di Indonesia.

Page 76: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

63

Menurut Soebagya (eds. et al. 2008, h. 81), beberapa negara di Asia

Tenggara memiliki potensi yang besar dan dianggap penting bagi Cina dalam

konteks keberadaan pasokan minyak bumi yang dimiliki beberapa negara tersebut,

seperti; Indonesia, Brunei, Malaysia, Vietnam dan Filipina. Negara-negara

tersebut tidak bisa terlepas dari diplomasi Cina, baik untuk eksplorasi minyak di

negara mereka masing-masing ataupun kerjasama untuk mengadakan eksplorasi

bersama. Soebagya (eds. et al. 2008, h. 83) menambahkan, salah satu negara di

Asia Tenggara yang memiliki kerjasama yang cukup baik dengan Cina dalam

bidang eksplorasi minyak bumi adalah Brunei Darussalam. Kerjasama Cina dan

Brunei, terutama dalam bidang energi ini telah mengalami banyak peningkatan,

perusahaan minyak bumi milik Cina (CNOOC) telah mendapat izin untuk

memberikan pelayanan kepada perusahaan minyak bumi setempat di bidang

eksploitasi minyak dan gas. Soebagya menambahkan, dengan kemampuan untuk

memproduksi minyak sebanyak 200 ribu barel per hari, maka Brunei telah

menjadi produsen minyak bumi yang sangat potensial di Asia Tenggara dan hal

ini menjadi daya tarik tersendiri bagi Cina dalam meningkatkan kerjasamanya di

kawasan ini.

Selain dari bahan baku energi, jaminan pasokan pangan juga sangat

penting bagi kondisi dalam negeri Cina. Menurut Wibowo (2007, h. 163) masalah

pangan adalah masalah abadi di Cina. Untuk dapat mencukupi diri sendiri, Cina

harus menemukan cara bagaimana memberi makan kepada 20 persen (1,3 milyar

jiwa) dari penduduk dunia, sementara hanya tersedia 7 persen dari bagian dunia

yang dapat ditanami. Oleh karena itu, kedekatannya dengan ASEAN dianggap

dapat menjadi solusi dalam memenuhi kebutuhannya ini.

Page 77: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

64

Ketersediaan bahan mentah di negara-negara ASEAN ini menjadi orientasi

kerjasama ekonomi yang senantiasa dikembangkan Cina kepada ASEAN. Artinya

Cina ingin memperoleh akses yang sebesar-besarnya dan dalam jangka panjang

atas komoditi-komoditi tersebut. Kegunaannya tentu untuk proses industrialisasi

dan penguatan ekonomi Cina, terlebih lagi dengan jumlah penduduknya yang

sangat besar memang membutuhkan keberadaan bahan-bahan mentah yang

berasal dari negara-negara ASEAN tersebut. Pada bagian selanjutnya, akan

dijelaskan faktor internal lainnya yang memicu Cina untuk terus mengembangkan

kerjasama di bidang ekonomi dengan ASEAN.

B.2 Perluasan Akses Pasar

Akibat kemajuan ekonomi yang dialami oleh Cina, tidak hanya

berimplikasi terhadap meningkatnya kebutuhan negara tersebut akan sumber daya

alam yang dapat dipenuhi oleh negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Namun

selain faktor sumber daya alam, ASEAN menurut pandangan Cina juga memiliki

potensi lain yang menjadi daya tarik untuk melakukan kerjasama. Daya tarik itu

adalah potensi untuk memasarkan barang-barang produksi manufaktur dari Cina

ke wilayah Asia Tenggara. Jika faktor sumber daya alam menjadi keuntungan

bagi ASEAN untuk melakukan kerjasama dengan Cina, maka perluasan akses

pasar berlaku sebaliknya. Meskipun ASEAN hanya berpenduduk setengah dari

penduduk Cina yang berjumlah 1,3 milyar jiwa, namun potensi 500 juta penduduk

yang dimiliki ASEAN sangat menarik bagi Cina untuk membentuk kerjasama ini.

Menurut Haacke (dalam Pambudi & Chandra 2006, h. 32), Cina memilih

ASEAN sebagai mitra integrasi kawasan, karena selain menyediakan pasar yang

Page 78: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

65

besar bagi ekspor Cina, kawasan Asia Tenggara juga kaya akan sumber daya alam

yang diharapkan dapat memberikan kontribusi besar terhadap kebutuhan industri

Cina yang kian berkembang. Pambudi dan Chandra (2006, h. 40) menambahkan

bahwa potensi pasar yang besar di Asia Tenggara menjadi faktor daya tarik yang

mendorong Cina untuk merapatkan hubungannya dengan negara-negara di

kawasan ini. Kemajuan ekonomi yang pesat di Cina membutuhkan pasar

sekaligus sumberdaya alam, dan negara-negara Asia Tenggara memiliki

kemampuan untuk mendukung kebutuhan industri Cina tersebut.

Menurut Wibowo (2007, h. 31) pertumbuhan GDP Cina sejak membuka

diri dan mengadakan reformasi pada tahun 1978 terus mengalami peningkatan.

Ada dua puncak dari pertumbuhan ekonomi tersebut, yang pertama pada tahun

1984, yaitu pada fase pertama reformasi ekonomi yang mencapai 15 persen.

Tetapi kemudian terus menurun dan paling rendah adalah 4 persen, ketika Cina

mengalami boikot negara-negara barat sehubungan dengan pembantaian

demonstran mahasiswa di lapangan Tiananmen. Tapi pada tahun 1990 angka itu

meningkat lagi, hingga mencapai puncaknya pada tahun 1992 (puncak kedua)

ketika kembali mencapai angka 14 persen.

Inayati (dalam Sungkar ed. 2005, h. 54) menambahkan bahwa

perekonomian Cina telah tumbuh dengan cepat sejak tahun 90-an. GDP Cina

tumbuh rata-rata 10,1 persen selama kurun waktu tersebut dan merupakan suatu

pertumbuhan terbesar di dunia. Total perdagangan Cina terhadap ekonomi dunia

juga meningkat dari 1 persen pada 1980 menjadi 1,7 persen pada tahun 1990 dan

mencapai 4,1 persen di tahun 2000. Yusuf dan Nabeshima (2010, h. 16)

menambahkan bahwa menurut data Bank Dunia persentase ekspor Cina ke

Page 79: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

66

seluruh dunia juga terus meningkat hingga 6,4 persen pada 2005 dan 7,7 persen

pada 2007 dari total keselurahan ekspor komoditi manufaktur yang terjadi di

dunia. Hal ini mengindikasikan meningkatnya kemampuan Cina secara drastis

dalam mengekspor komoditinya ke seluruh dunia.

Menurut Wibowo (2007, h. 30), dilihat dari struktur ekspornya, Cina

bukan lagi pengekspor produk-produk hasil pertanian seperti negara-negara

berkembang pada umumnya. Pada awal tahun1980-an, ekspor barang-barang

manufaktur Cina masih di bawah ekspor hasil pertanian. Tetapi memasuki tahun

1990-an, perbandingannya menjadi terbalik. Pada tahun 2000 misalnya, struktur

ekspor Cina hanya 10 persen terdiri dari hasil pertanian, selebihnya adalah

barang-barang manufaktur berupa ekspor barang-barang elektronik dan mesin.

Oleh karena itu, dengan pertumbuhan ekonomi Cina yang begitu pesat dan

perkembangan ekspornya ke seluruh dunia yang juga meningkat, sehingga hal ini

memberikan konsekuensi bagi Cina untuk mencari tempat dalam perluasan akses

pasarnya yang didominasi oleh komoditi manufaktur. Maka ASEAN menjadi

tempat yang paling tepat untuk perluasan akses pasar tersebut, selain karena akan

menimbulkan komplementaritas di antara keduanya. Dalam hal ini ASEAN dapat

memasarkan bahan-bahan mentahnya ke Cina, sedangkan Cina dapat memasarkan

produk manufakturnya ke ASEAN. Oleh karena itu, hal ini menjadi salah satu

pendorong bagi Cina untuk membentuk ACFTA dengan ASEAN. Setelah

membahas tentang motivasi internal yang membuat Cina terus mendekatkan diri

kepada ASEAN dalam mewujudkan ACFTA, maka pada bagian selanjutnya akan

dijelaskan tentang faktor eksternal atau dinamika internasional yang membuat

Cina lebih tertarik lagi kepada ASEAN dalam kerjasamanya di bidang ekonomi.

Page 80: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

67

C. Kondisi Eksternal Terbentuknya ACFTA

C.1 Perkembangan Regionalisme Pasca Perang Dingin

Berakhirnya Perang Dingin pada 1991 dengan ditandai oleh bubarnya Uni

Soviet, merupakan awal dari berubahnya konstelasi dalam hubungan

internasional. Perubahan ini salah satunya ditandai dengan munculnya fenomena

regionalisme di dunia ini. Regionalisme yang dicirikan dengan kedekatan

geografis, memungkinkan sejumlah negara untuk membentuk sebuah institusi

yang menaunginya agar dapat mengakomodir setiap keinginan yang beraneka

ragam dari angoota-anggotanya. Hal ini pada dasarnya sangat menguntungkan

bagi negara yang tergabung dalam suatu kelompok tersebut, namun bagi negara di

luar kelompok tersebut justru terjadi sebaliknya. Karena terjadinya diskriminasi

terhadap negara di luar anggota suatu kelompok regional, terutama dari segi

ekonomi.

Hal inilah yang juga dikhawatirkan oleh Cina, karena diskriminasi yang

terjadi dapat menghambat pertumbuhan ekonomi Cina. Diskriminasi yang

dimaksud adalah munculnya Free Trade Area (FTA) di suatu kawasan. Dalam

konsep FTA, seperti yang diungkapkan Balassa (dalam Elisabeth ed. 2009, h.17;

Leong & Ku eds. 2005, h. 21) negara anggota FTA mengurangi dan bahkan

sampai menghapuskan hambatan-hambatan perdagangan dalam bentuk tarif dan

non-tarif di antara sesama anggota. Namun, negara anggota bebas untuk

mempertahankan kebijakan proteksinya ataupun pengenaan tarif yang beragam

terhadap negara luar yang bukan anggota FTA ini. Ini berarti FTA akan sangat

menguntungkan bagi negara anggota, namun merugikan bagi negara di luar

anggotanya, karena pengurangan tarif hanya diberikan kepada negara yang

Page 81: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

68

tergabung dalam kelompok ini. FTA yang terbentuk misalnya wilayah Amerika

Utara dengan NAFTA, Asia Tenggara dengan AFTA, Amerika Selatan dengan

Mercosur ataupun bentuk regionalisme yang lebih tinggi lagi, seperti yang terjadi

di kawasan Eropa.11

Perkembangan Internasional ini membuat Cina tertarik untuk lebih

mendekatkan diri ke kawasan Asia Tenggara. Hal ini dikarenakan hampir tidak

adanya peluang untuk membentuk suatu institusi formal di kawasan Asia Timur,

terkait persaingan antara Cina dan Jepang. Selain karena kedekatan geografis,

Asia Tenggara juga dipandang banyak memiliki daya tarik bagi Cina, terutama

terkait dengan ketersediaan bahan baku untuk proses industrinya. Selain itu

dengan semakin membaiknya hubungan diplomatik Cina dengan ASEAN, yang

sudah menjadikan Cina sebagai mitra dialog penuhnya, hal ini menambah lagi

kemungkinan bersatunya Cina dan ASEAN dengan membentuk sebuah FTA.

Sungkar (dalam Inayati ed. 2006, h. 49) menyatakan, ASEAN dan Cina

sama-sama menghadapi tekanan dari semakin luas dan dalamnya integrasi

ekonomi di kawasan Eropa dan Amerika. Dari waktu ke waktu, anggota Uni

Eropa semakin bertambah dan diperkirakan integrasi ekonominya akan semakin

kuat. Demikian pula dengan perkembangan di benua Amerika, dengan adanya

NAFTA di Amerika Utara dan Mercosur di Amerika Selatan. Bila dua kawasan

ini yaitu Eropa dan Amerika berhasil memperdalam dan memperluas integrasi

ekonominya, maka akan terjadi diskriminasi terhadap negara dan kawasan yang

11

Kawasan Eropa ini telah membentuk Uni Eropa yang telah sampai kepada tahap Economic and

Political Union. Hal ini berarti fasilitas yang bisa dinikmati oleh anggota integrasi ekonomi ini

adalah semua kemudahan yang diperoleh dalam bentuk level integrasi sebelumnya (Free Trade

Area,Custom Union dan Common Market), ditambah dengan penyatuan kebijakan politik dan

ekonomi, seperti penggunaan mata uang tunggal dan penyatuan proses imigrasi. Tahap ini

merupakan tahap tertinggi dari integrasi ekonomi.

Page 82: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

69

tidak termasuk di dalamnya. Selain itu, investasi asing akan mengalir ke kedua

kawasan tersebut untuk mengambil keuntungan dari tarif khusus dan skala

ekonomi bagi produksi dengan pasar yang besar dan terintegrasi.

Gambaran ini membawa tekanan pada Cina, jika Asia Tenggara dan Asia

Timur secara ekonomi terpisah, maka kedua kawasan ini akan mengalami

kesulitan menghadapi Eropa dan Amerika yang semakin terintegrasi

perekonomiannya. Oleh karena itu, membangun blok ekonomi regional di

kawasan Asia adalah pilihan yang harus ditempuh untuk mengimbangi dua

kekuatan tadi. Di satu sisi FTA memudahkan negara yang terlibat untuk

meningkatkan kerjasama melalui perdagangan barang, jasa ataupun investasi,

namun di sisi lain FTA justru menyulitkan negara di luar anggotanya. Oleh karena

itu, pembentukan ASEAN-Cina Free Trade Area menjadi pilihan terbaik bagi

Cina untuk ikut terlibat dalam fenomena regionalisme ini, agar dapat bekerjasama

dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara untuk mengimbangi kelompok-

kelompok regional lainnya di dunia ini. Pada bagian selanjutnya akan dijelaskan

mengenai dorongan eksternal lainnya yang menyebabkan Cina lebih tertarik lagi

kepada ASEAN dalam melakukan kerjasama di bidang ekonomi.

C.2 Masuknya Cina menjadi anggota WTO

Sejak Cina menjalankan “kebijakan pintu terbuka” (open door policy)

pada tahun 1978, Cina berusaha untuk mengintegrasikan perekonomiannya

dengan sistem perekonomian internasional serta berusaha untuk turut

berpartisipasi dalam seluruh aspek globalisasi dan kerjasama internasional dengan

mengakomodasi setiap aturan yang berlaku (Inayati ed. 2006, h. 30). Menurut

Page 83: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

70

Inayati, bergabungnya Cina dalam WTO pada tahun 2001 merupakan pertanda

akan keinginannya untuk mengintegrasikan sistem perekonomian Cina dengan

sistem global.

Cina dinyatakan secara resmi menjadi anggota WTO pada 17 September

2001 di Geneva, Swiss (Wibowo 2007, h. 62). Wibowo (2007, h. 63)

menambahkan bahwa Cina sebenarnya adalah salah satu negara pendiri dari

organisasi perdagangan internasional yang sebelumnya masih bernama GATT

pada 1948. Tetapi pada tahun 1950, Cina yang waktu itu diwakili oleh Republik

Cina (sekarang Taiwan) memutuskan untuk keluar. Semangat untuk masuk ke

dalam GATT mulai berkobar lagi pada tahun 1987, dan perundingan itu sudah

berlangsung hingga mencapai tahap yang cukup matang. Pada Juni 1989, terjadi

peristiwa Tiananmen yang menghentikan proses bergabungnya Cina ke WTO.

Untuk kedua kalinya pada tahun 1992, Cina mengajukan permohonan kembali

agar masuk menjadi anggota WTO, dan baru pada 2001 Cina secara resmi

diterima ke dalam WTO (GATT menjadi WTO pada 1995). Keanggotaan Cina

dalam WTO mengikat Cina untuk melakukan reformasi kelembagaan searah

dengan aturan internasional dalam berbagai bidang, mulai dari akses pasar,

penurunan bea masuk serta penghapusan hambatan non-tarif yang bertentangan

dengan aturan main WTO.

Wibowo (2007, h. 63) menambahkan bahwa keuntungan yang ingin

didapat oleh Cina dengan masuk menjadi anggota WTO di antaranya yaitu

sebagai sarana untuk mencapai industrialisasi yang cepat, yang ingin dicapai jelas

meningkatnya pendapatan lewat ekspor yang tinggi serta modal dan investasi dari

luar negeri, selain juga dengan masuknya teknologi maju. Dengan masuknya Cina

Page 84: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

71

menjadi anggota WTO, diharapkan Cina akan mendapatkan perlakuan

pengurangan tarif dalam Most Favoured Nation (MFN) yang diperlukan untuk

memacu ekspor Cina. Dengan pengurangan tarif yang diterima Cina, maka

komoditi ekspor dari Cina akan lebih leluasa memasuki wilayah pemasarannya

dan ini akan memacu pertumbuhan ekspor Cina. Wibowo (2007, h. 64) juga

menambahkan bahwa dengan mengintegrasikan dirinya ke dalam organisasi

internasional seperti WTO, pemerintah Cina akan memperoleh prestise atau

pengakuan internasional dan dengan demikian memperkuat legitimasinya baik di

dalam negeri maupun di luar negeri, apalagi jika dilihat dalam kerangka

persaingannya dengan Taiwan.

Setelah bergabung dengan WTO, Cina secara aktif berpartisipasi dalam

setiap negosiasi serta ikut berperan dalam pembentukan sistem perdagangan

multilateral. Sebagai negara berkembang, tuntutan Cina akan mewakili tuntutan

sesama negara berkembang lainnya. Sebagai negara anggota WTO, Cina akan

melindungi kepentingannya sebagaimana negara-negara lainnya. Maka masuknya

Cina ke dalam WTO juga dikaitkan dengan tujuan untuk mengubah rezim WTO

“dari dalam” sesuai dengan kepentingannya (Wibowo 2007, h. 74).

Seperti yang diungkapkan Wibowo (2007, h. 74), bahwa upaya Cina ini

diperlihatkan dalam konferensi WTO pada tanggal 10 sampai 14 September 2003

di Cancun, Mexico. Pada kesempatan itu, Cina bergabung dengan negara-negara

berkembang lainnya, termasuk India, Brazil, Indonesia, dan menjadi sponsor

utama yang menuntut penghapusan subsidi pertanian oleh Amerika Serikat

maupun Uni Eropa. Meskipun pada akhirnya tuntutan ini gagal dipenuhi, tetapi

sikap Cina ini tentu saja sangat dihargai oleh negara-negara berkembang

Page 85: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

72

(developing countries). Sebagai anggota baru, sikap Cina dianggap sangat berani.

Karena sebelumnya lewat perundingan panjang dan melelahkan selama lebih dari

sepuluh tahun, Cina akhirnya diterima menjadi anggota WTO, namun setelah

berada di dalamnya Cina justru menjadi pihak kontra dalam setiap kebijakan yang

diprakarsai negara-negara maju. Cina sendiri pada dasarnya membutuhkan WTO

dalam hubungan dagang dengan AS dan Uni Eropa. Negara-negara maju sendiri

terutama AS tentulah berharap bahwa Cina akan lebih condong kepada mereka

daripada negara-negara sedang berkembang, tetapi di Cancun hal yang

sebaliknyalah yang terjadi.

Wibowo (2007, h. 75) menambahkan bahwa Cina sendiri sebenarnya

belum secara penuh mengintegrasikan dirinya ke dalam peraturan yang telah

disepakati dalam WTO. Dalam hal ini, AS yang paling lantang mengkritik Cina.

Dalam majalah Far Eastern Economic Review Oktober 2003, di dalamnya

memuat sebuah laporan yang dikeluarkan oleh US Chamber of Commerce

menyebutkan bahwa Cina setelah dua tahun menjadi anggota WTO masih belum

patuh terhadap aturan WTO. Ada lima hal pokok yang dicatat dalam laporan

tersebut;1)Pembajakan hak kekayaan intelektual, 2)tidak adanya distribusi bebas

barang-barang impor, 3)hambatan non-tarif, 4)tidak adanya transparasi dalam

pembuatan peraturan, 5)tingginya syarat kapitalisasi bagi bank asing maupun

perusahaan asuransi serta penyedia layanan telekomunikasi. Cina sebenarnya

sadar akan kekurangannya ini, tetapi Cina tidak mau mengikuti keinginan AS atau

negara manapun yang juga melanggar aturan WTO, terlebih jika melihat praktik

pelanggaran WTO oleh negara-negara maju sendiri (terutama dalam bidang

hambatan non-tarif dan subsidi pertanian).

Page 86: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

73

Wibowo (2007, h. 76) menambahkan, dengan kekuatan ekonominya yang

semakin besar, bukan tidak mungkin Cina akan mampu mempengaruhi

pembuatan pasal-pasal dalam peraturan WTO. Karena semua keputusan dalam

WTO harus diambil dengan suara bulat (konsensus), Cina dianggap satu-satunya

negara berkembang yang mempunyai kekuatan berarti untuk menentang peraturan

yang dianggap tidak adil yang disponsori oleh negara-negara maju (AS, Uni

Eropa, Kanada, Jepang). Jika hal ini terjadi, maka negara-negara berkembang

patut mendukung apa yang dilakukan oleh Cina.

Oleh karena itu, hal ini juga menjadi alasan peningkatan hubungan

ekonomi antara Cina dengan ASEAN yang mayoritas anggotanya termasuk dalam

kategori negara berkembang, di mana Cina dianggap memiliki kepentingan yang

sejalan dengan ASEAN dalam kaitannya dengan penerapan kebijakan

perdagangan internasional, sehingga hal ini makin memudahkan bersatunya Cina

dengan ASEAN dalam mewujudkan ACFTA. Pada bagian selanjutnya akan

dijelaskan tentang motivasi lain dari Cina untuk mendekatkan dirinya dengan

ASEAN, karena kerjasama yang dilakukan oleh Cina ini bukan hanya terkait

dengan kepentingan ekonomi, tetapi juga ada motivasi politik lain di balik

pendekatannya kepada ASEAN.

C.3 Membendung Pengaruh Jepang di Kawasan Asia Tenggara

Adanya konflik antara negara bertetangga tidaklah selalu menjadi

penghambat terjalinnya kerjasama yang erat, baik secara bilateral maupun

regional. Dalam beberapa kasus, terjadinya peperangan atau konflik justru

menjadi pendorong utama dibentuknya kerjasama regional, seperti dapat dilihat

Page 87: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

74

dari lahirnya Uni Eropa. Perang Dunia II yang banyak menghilangkan nyawa dan

kehancuran ekonomi negara-negara Eropa telah mendorong Jerman dan Perancis,

dua negara yang tadinya bermusuhan, akhirnya dapat mempelopori kerjasama

ekonomi setelah Perang Dunia II berakhir. Menurut Anwar (dalam Sungkar ed.

2005, h. 99), kerjasama ekonomi dimaksudkan untuk menciptakan saling

ketergantungan yang semakin tinggi dan luas, sehingga akan sangat sulit bagi

suatu negara untuk memerangi tetangganya tanpa mencederai dirinya sendiri. Hal

inilah yang juga diharapkan oleh ASEAN terhadap hubungan yang terjadi antara

Cina dan Jepang. Kedua Negara ini diharapkan akan mampu memacu

pertumbuhan ekonomi di wilayah Asia Tenggara.

Konflik di masa lalu juga tidak menghalangi hubungan yang semakin baik

antara negara-negara di Asia Tenggara dengan Negara-negara lain di kawasan

Asia Timur, khususnya Cina dan Jepang. Walaupun Jepang pernah menduduki

Asia Tenggara selama Perang Dunia II, sikap negara-negara Asia Tenggara

terhadap Jepang pada umumnya saat ini cukup positif, karena Jepang merupakan

salah satu investor utama di kawasan Asia Tenggara dan telah menjadi mitra

dialog penuh ASEAN. Demikian juga hubungan ASEAN dengan Cina yang terus

berkembang pesat, seiring dengan perubahan orientasi politik luar negeri dan

ekonomi Cina yang semakin terbuka dan bersahabat. Dari negara yang tadinya

dipandang sebagai ancama utama terhadap keamanan ASEAN terkait dengan

perkembangan komunisme di Asia Tenggara, Cina telah menjelma menjadi salah

satu mitra yang paling bersahabat dengan ASEAN.

Menurut Anwar (dalam Sungkar ed. 2005, h. 101), Jepang yang pernah

menduduki Cina menjelang dan selama Perang Dunia II dengan brutal (1931-

Page 88: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

75

1945) sangat berbeda dengan Jerman, yang mengakui kesalahannya di masa lalu

secara terbuka sehingga ia dapat diterima dengan baik oleh negara-negara korban

agresinya. Jepang dianggap belum sepenuhnya mau mengakui kesalahannya

terhadap negara-negara yang menjadi korban kejahatan perangnya. Anwar (dalam

Sungkar ed. 2005, h. 102) menambahkan, hal ini terlihat dari penulisan buku

sejarah di Jepang yang cenderung membenarkan tindakan Jepang di Korea, Cina

dan Asia Tenggara, serta kunjungan yang berulang kali dilakukan Perdana

Menteri Jepang ke Kuil Yasukuni,12

tempat korban Perang Dunia II dimakamkan,

termasuk para pemimpin militer yang telah dijatuhi hukuman sebagai penjahat

perang.

Menurut Anwar (dalam Sungkar ed. 2005, h. 102), negara-negara bekas

jajahan Jepang di Asia Tenggara pada umumnya tidak terlalu perduli dengan

masalah tersebut. Lain halnya dengan Cina, yang melihat perbuatan Jepang

tersebut sebagai bukti bahwa Jepang belum berubah dan tidak peka terhadap

perasaan negara-negara tetangga yang pernah menjadi korban kekejamannya.

Walaupun Jepang merupakan investor utama yang turut mendorong pertumbuhan

ekonomi Cina, namun Cina tetap menaruh kecurigaan terhadap Jepang.

Persaingan kedua negara ini tidak hanya tercermin dari sikap Cina

terhadap Jepang, tetapi juga persepsi Jepang terhadap Cina. Menurut

Sukarnaprawira (2009, h. 213), persoalan yang dikhawatirkan oleh negara lain,

12

Kunjungan para pemimpin Jepang ke Kuil Yasukuni merupakan kebijakan yang sangat populer

di Jepang, terutama bagi kalangan nasionalis Jepang untuk kepentingan politik domestik.

Walaupun hal tersebut dapat menimbulkan ketegangan bilateral dengan negara-negara

tetangganya. Karena para penjahat perang yang dimakamkan di Kuil Yasukuni tersebut tetap

dianggap sebagai pahlawan bagi sebagaian besar masyarakat Jepang. Bahkan akibat dari

kunjuangan para pemimpin Jepang ke kuil Yasukuni ini, pernah mengakibatkan pembekuan

kontak antar pejabat tinggi Cina dengan Jepang dari 2001-2006 selama pemerintahan Junichiro

Koizumi. Kunjungan Koizumi yang kontroversial secara berulang-ulang ke kuil Yasukuni serta

perbedaan persepsi tentang hubungan keduanya menjadi salah satu penyebab dan ganjalan dalam

hubungan Cina dan Jepang pada masa itu.

Page 89: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

76

termasuk Jepang dan Amerika Serikat adalah meningkatnya anggaran pertahanan

Cina. Walaupun menurut Cina, pembangunan dan modernisasi militer hanya

digunakan untuk pertahanan diri. Selain itu, peningkatan anggaran pertahanan

Cina ini masih dianggap kecil jika dibandingkan dengan luas teritorial Cina serta

situasi geopolitik di sekitarnya.

Konsekuensi logis dari meningkatnya pertumbuhan ekonomi suatu negara

adalah meningkatnya juga anggaran pertahanannya. Bakry juga menambahkan

(ed. 1996, h. 113), pengembangan kekuatan militer sebenarnya merupakan

fenomena yang biasa dari pembangunan suatu bangsa. Tetapi, peningkatan

kekuatan militer yang dilakukan oleh Cina dianggap sebagai potensi ancaman

yang nyata bagi kawasan Asia Timur. Pernyataan akan potensi ancaman ini

diperkuat dengan data yang ada, yaitu Cina mengalami peningkatan rata-rata

anggaran militernya sebesar 12,9 persen sejak 1989 sampai 2010. Pada tahun

2010 Cina menganggarkan sekitar 77,9 milyar US$, naik 7,5 persen dari tahun

sebelumnya 2009 yang hanya 70,27 milyar US$ (Global Security 2011).

Bakry (ed. 1996, h. 115) menyatakan bahwa bagi Cina pengembangan

kekuatan militer ini sebenarnya ditujukan untuk pertahanan wilayah saja dan hal

itupun sebenarnya masih dianggap belum memadai. Karena dengan sekitar 20 ribu

kilometer perbatasan darat dan 14 ribu kilometer garis pantai, Cina membutuhkan

pengamanan dari kekuatan militer yang besar. Cina menganggap sebenarnya

kekuatan yang ada saat ini belum sepadan untuk melindungi batas-batas

kedaulatannya. Kalau peningkatan persenjataan dan anggaran militer dijadikan

indikator ancaman, seharusnya ada negara lain di luar Cina yang harus lebih

diwaspadai.

Page 90: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

77

Perkembangan ekonomi Cina yang diterjemahkan dalam meningkatnya

anggaran pertahanannya, sebenarnya menurut Tjeng (dalam Bakry ed. 1996, h.

119) juga bertujuan untuk mengimbangai kekuatan pasukan beladiri Jepang,

sehingga Jepang tidak menjadi kekuatan yang dominan di kawasan Asia Timur.

Pengalaman pahit di masa lalu sudah membulatkan tekad Cina untuk tidak

menerima kepemimpinan Jepang di Asia Timur. Akan tetapi, yang dikhawatirkan

oleh Cina adalah negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang dirasakan sudah

mulai menggantungkan diri kepada ekonomi Jepang, yang mungkin tidak dapat

menolak kepemimpinan Jepang. Oleh karena itu, Cina akan menentang Asia

Tenggara dirangkul oleh Jepang, karena ini dirasakan sebagai ancaman terhadap

Cina.

Tjeng (dalam Bakry ed. 1996, h. 133) juga menambahkan bahwa,

sebenarnya Cina sadar akan kontribusi Jepang dalam pembangunan ekonomi di

kawasan Asia Tenggara. Inilah sebabnya mengapa Cina mendekatkan diri kepada

Asia Tenggara. Cina tidak menginginkan Jepang memonopoli Asia Tenggara

secara ekonomi. Dengan kata lain, tujuan Cina terhadap Asia Tenggara adalah

membantu negara-negara ini mempertahankan kemerdekaan mereka terhadap

dominasi Jepang. Usaha Cina untuk membendung pengaruh ekonomi Jepang di

kawasan Asia Tenggara ini, tercermin dalam pembentukan ACFTA. Cina lebih

agresif dalam mengajukan proposal kerjasama ini kepada ASEAN pada tahun

2002, hasilnya adalah dibentuknya ACFTA yang merupakan Free Trade Area

yang pertama kali dibentuk di kawasan Asia. Atas keberhasilan Cina ini, maka

Jepang juga mengajukan hal yang sama satu tahun sesudahnya, yaitu pada 2003.

Page 91: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

78

Dari kesepakatan-kesepakatan ini sangatlah terlihat persaingan yang terjadi antara

Cina dan Jepang di kawasan Asia Tenggara.

Sebagai negara maju dari segi ekonomi (developed country), Jepang

berambisi untuk meninngkatkan perannya di lingkungan regional dan global.

Menurut Anwar (dalam Sungkar ed. 2005, h. 103), Jepang sangat menginginkan

kembali menjadi negara normal yang memiliki kekuatan militer yang dapat secara

terbuka dipakai untuk pertahanan dan misi keamanan luar negeri,13

serta

berambisi untuk menjadi anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-

Bangsa (PBB). Hal ini sangatlah ditentang oleh Cina, hal ini dikarenakan

kekhawatiran bahwa Jepang akan kembali menjadi negara militer yang agresif dan

ekspansionis. Cina tampaknya tidak menginginkan melihat Jepang muncul

sebagai kekuatan ekonomi dan militer regional maupun global. Selama Jepang

dapat dicitrakan sebagai negara yang belum sepenuhnya mampu melepaskan diri

dari masa lalunya sebagai agresor, ambisi Jepang untuk menjadi kekuatan regional

dan global akan mendapat tantangan.

Walaupun interaksi yang terjadi antara Cina dan Jepang terjalin cukup

intensif, terutama di bidang ekonomi dan perdagangan, namun sampai saat ini

belum ada indikasi bahwa kedua negara tersebut akan berhasil membentuk suatu

kerjasama sub-regional sendiri yang dapat meningkatkan rasa saling percaya dan

meredam konflik, sebagaimana telah berhasil dilakukan ASEAN di kawasan Asia

Tenggara. Mempertahankan hubungan baik antara kedua negara bukan hanya

13

Sejak berakhirnya Perang Dunia II, seperti halnya Jerman yang mendapatkan sangsi ekonomi

dan militer, Jepang yang juga menjadi negara agresor dalam perang Dunia II tersebut juga

mendapatkan sangsi berupa tidak diperbolehkannya memiliki tentara pertahanan militer, hal ini

ditujukan untuk meredam kemungkinan ambisi ekspansionis yang akan terjadi kembali (Perjanjian

San Francisco). Namun dengan diberlakukannya sangsi ini, Jepang tetap mendapatkan

perlindungan dan jaminan pertahanan militer dari Amerika Serikat, sehingga memang hubungan

kedua negara ini sangatlah dekat baik dari segi ekonomi maupun pertahanan keamanan.

Page 92: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

79

merupakan kepentingan Cina dan Jepang saja, tetapi juga kepentingan negara lain

di kawasan ini mengingat Cina dan Jepang merupakan negara penting dan besar di

kawasan Asia. Oleh karena itu, peran ASEAN bagi kestabilan hubungan antara

Cina dan Jepang sangatlah dibutuhkan, mengingat kedua negara sama-sama

memiliki kepentingan di kawasan ini.

Setelah menjelaskan seluruh bagian dalam bab ini, maka dapat

disimpulkan bahwa posisi ASEAN sangat penting dalam perkembangan

perekonomian Cina. Motivasi Cina untuk membentuk FTA dengan ASEAN

bersumber pada faktor internal maupun dinamika internasional yang

menyertainya. Semua penyebab itu menempatkan ASEAN sebagai bagian yang

tidak terpisahkan dalam pertumbuhan ekonomi Cina, sehingga Cina terus

berusaha mendekatkan diri kepada ASEAN dalam menjaga kepentingan

ekonominya. Hingga pada akhirnya menyepakati pembentukan ACFTA.

Pembentukan ACFTA ini juga mencerminkan interdependensi yang terjadi di

antara keduanya, karena telah terbukti keduanya sangat saling membutuhkan

terutama dalam meningkatkan perekonomian. Pada bab selanjutnya akan

membahas dampak dari pembentukan ACFTA terhadap perekonomian kedua

belah pihak.

Page 93: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

80

BAB IV

ANALISA HUBUNGAN EKONOMI ASEAN-CINA

A. Permasalahan Penerapan ACFTA

Penerapan suatu kebijakan biasanya diikuti tanggapan pro dan kontra,

tidak terkecuali dalam pembentukan ACFTA. Beberapa penelitian menyatakan

adanya dampak positif dari terbentuknya ACFTA terhadap hubungan ekonomi

kedua pihak, termasuk hasil yang diutarakan oleh ASEAN-Cina Expert Group,

yang dijadikan rujukan terhadap terbentuknya ACFTA ini. Namun ada juga

tanggapan yang negatif dengan mengkritisi argumen-argumen normatif dari

penelitian sebelumnya. Pada bagian ini penulis akan mencoba memaparkan

tanggapan-tanggapan yang berbeda dari kedua pihak tersebut.

Salah satu masalah fundamental dari terbentuknya ACFTA adalah kurang

terwakilinya kelompok-kelompok masyarakat, misalnya kelompok pengusaha

swasta, dalam proses pembuatan kebijakan perdagangan bebas ini. Kurang

transparan dan terbukanya proses pengambilan kebijakan, mengakibatkan

penerapan skema ini tidak cukup dikenal bagi kalangan masyarakat ASEAN.

Sehingga begitu penerapan skema ini dijalankan secara penuh pada 2010 bagi

ASEAN-6, maka banyak menuai protes dari kalangan pengusaha, seperti di

Indonesia dan Thailand (Pambudi & Chandra 2006, h. 44). Sebenarnya ASEAN

telah membagi penerapan skema ACFTA ini dalam beberapa tahap, termasuk

Early Harvest Program yang sudah berlangsung sejak Januari 2004. Namun

karena sosialisasi yang kurang, maka banyak kalangan yang menduga skema ini

langsung diterapkan begitu saja menjelang 2010 tanpa adanya persiapan yang

Page 94: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

81

cukup. Oleh karena itu, menurut Sungkar (dalam Inayati 2007, h. 141) ASEAN

yang selama ini hanya melibatkan aktor negara dalam penerapan berbagai

programnya, harus mampu menggeser orientasinya sehingga aktor non-negara

juga terlibat dalam proses pembuatan keputusan, khususnya hal-hal yang

menyangkut kebijakan ekonomi. Karena akan sulit bagi ASEAN, jika pelaku

ekonomi yang justru berjuang secara langsung dalam penerapan skema ini tidak

mengenal program-program ekonomi ASEAN.

Selain itu, masalah yang ditimbulkan dari penerapan ACFTA ini tidak

hanya sekedar dari proses penerapan kebijakan yang kurang transparan, tetapi

juga dampak dari segi ekonomi jangka pendek yang langsung dirasakan bagi

pelaku usaha di kawasan Asia Tenggara. Sejauh ini ASEAN dan Cina lebih sering

menekankan dampak jangka panjang dari penerapan ACFTA, namun perlu juga

diperhitungkan dampak ekonomi jangka pendek dari penerapan skema ini.

Salah satu dampak jangka pendek, menurut Wang (dalam Leong & Ku

eds. 2005, h. 35) bahwa Cina menjadi pesaing bagi ASEAN dan berpotensi

membuat produk-produk industri tekstil, mainan anak-anak, kendaraan bermotor,

dan barang-barang elektronik di Asia Tenggara mengalami hambatan. Cina

sebenarnya telah berusaha meredam tanggapan negatif ini, melalui mekanisme

Early Harvest Program. Dalam skema ini berlaku penurunan tarif secara sepihak

dari pemerintah Cina terhadap komoditi ekspor dari ASEAN yang termasuk ke

dalam skema ini, jadi komoditi ekspor dari negara-negara ASEAN mendapatkan

pengurangan tarif terlebih dahulu selama beberapa tahun (2004-2006), namun

tidak berlaku sebaliknya bagi komoditi ekspor Cina yang masuk ke ASEAN (Yu

Page 95: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

82

dalam Leong & Ku eds. 2005, h. 46; Wibowo 2007, h. 41; Pambudi & Chandra

2006, h. 43).

Melalui EHP tampak keseriusan Cina untuk meredam tanggapan negatif

tersebut. Namun dengan pemotongan tarif yang dilakukan Cina ini, juga dapat

dikritisi akan kebaikan yang tidak wajar ini. Karena terbukti, meskipun Cina

sudah cukup baik dengan melakukan pemotongan tarif, tetapi sebenarnya

komoditi ekspor Cina terutama di sektor manufaktur sudah melimpah di negara-

negara ASEAN, tanpa perlu mendapatkan pengurangan tarif terlebih dahulu.

Sebenarnya ASEAN sendiri sudah menyadari akan konsekuensi jangka

pendek ini, karena setelah Cina resmi menjadi anggota WTO pada November

2001, maka hal ini menjadi pintu masuk bagi Cina untuk membanjiri pasar dunia

dengan komoditi ekspornya. Melimpahnya komoditi ekspor Cina ini bukan hanya

terjadi di Asia Tenggara namun juga di seluruh dunia. Menurut data dari Bank

Dunia misalnya, pada tahun 1990 nilai ekspor Cina hanya sebesar 1,6 persen dari

keseluruhan ekspor dunia, namun terus meningkat hingga 3,5 persen pada 2000,

6,4 persen pada 2005 dan 7,7 persen pada 2007 (Yusuf & Nabeshima 2010, h.

16). Data ini mengindikasikan meningkatnya kemampuan Cina untuk mengekspor

komoditi manufakturnya ke seluruh dunia.

Oleh karena itu, penerapan ACFTA ini menuai banyak kritikan di awal

penerapannya. Namun seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya dalam

penulisan skripsi ini, bahwa yang menyebabkan terwujudnya ACFTA bukan

hanya dari segi ekonomi, tetapi juga ada motivasi politik dalam mewujudkannya.

Selain itu, sesuai pandangan neoliberal tentang perdagangan bebas (keuntungan

absolut), yang sudah dijelaskan pada bagian kerangka pemikiran penulisan skripsi

Page 96: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

83

ini, maka manfaat jangka panjang dari mekanisme ini diharapkan dapat terwujud

yaitu makin terciptanya interdependensi baik ekonomi maupun politik di antara

keduanya. Dampak jangka pendek dari penerapan skema ini yaitu melemahnya

sektor manufaktur negara-negara ASEAN seperti pada komoditi tekstil. Sebagai

timbal baliknya, ASEAN dapat mengambil keuntungan melalui ekspor komoditi

bahan mentah, sebagai penunjang dari kelangsungan proses industri yang terjadi

di Cina. Jadi sebagai produsen bahan baku dan energi, negara ASEAN akan

diuntungkan, tetapi sebagai produsen barang-barang manufaktur, Cina akan lebih

diuntungkan. Pada bagian selanjutnya akan dijelaskan mengenai indikator atau

tolak ukur dari perdagangan luar negeri yang terjadi antara ASEAN dan Cina,

selain juga aspek investasi yang menjadikan ACFTA memiliki orientasi jangka

panjang.

B. Indikator Peningkatan Hubungan Ekonomi ASEAN-Cina

B.1 Aspek Perdagangan Luar Negeri

Peningkatan hubungan ekonomi yang terjadi antara ASEAN dan Cina

yang berujung pada pembentukan ACFTA, mengindikasikan meningkatnya juga

perdagangan luar negeri di antara keduanya. Meningkatnya perdagangan ini juga

mengindikasikan adanya situasi saling ketergantungan di antara keduanya. Kedua

pihak sama-sama membutuhkan rekannya untuk memenuhi kebutuhan dalam

negeri masing-masing yang tidak dapat dipenuhi melalui produksi nasionalnya.

Namun, yang menjadi persoalan adalah apakah perdagangan yang terjadi di antara

keduanya bersifat saling menguntungkan atau hanya lebih menguntungkan di satu

Page 97: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

84

pihak saja. Oleh karena itu, bagian ini akan mencoba menggambarkan

peningkatan perdagangan luar negeri yang terjadi di antara keduanya.

Melalui mekanisme ACFTA selain bidang investasi dan jasa, maka sektor

perdagangan barang juga menjadi cakupannya. Dengan adanya pengurangan

hambatan tarif dan non-tarif yang terjadi dalam ACFTA, maka peningkatan

jumlah perdagangan menjadi suatu hal yang sangat logis. Peningkatan jumlah

perdagangan yang terjadi antara kedua pihak dapat dilihat pada tabel IV.1.

Tabel IV.1

ASEAN Ekspor dan Impor menuju Cina: 2003-2009 (juta US$)

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Total

Ekspor 29.059 41.351 52.257 65.010 77.945 87.594 81.591 434.807

Impor 30.577 47.714 61.136 74.951 93.172 109.289 96.594 513.433

Total 59.636 89.065 113.393 139.961 171.117 196.883 178.185 948.240

Sumber: ASEAN Statistical Yearbook 2010, Jakarta: ASEAN Secretariat

Dari data pada tabel di atas dapat dilihat bahwa kecenderungan total

perdagangan yang terjadi di antara keduanya memang mengalami peningkatan.

Jika dibandingkan dengan dua tahun sebelum pelaksanaan mekanisme ini, yaitu

2001 dan 2002 yang total perdagangan di antara keduanya hanya sebesar 31.915

dan 42.759 (jutaUS$), maka pelaksanaan ACFTA mampu memberikan

kemudahan untuk meningkatkan intensitas jumlah perdagangan yang terjadi. Hal

ini membuktikan bahwa mekanisme perdagangan bebas dapat meningkatkan

jumlah perdagangan di antara pihak yang menyepakatinya.

Melalui mekanisme ini, Cina juga telah menjadi mitra dagang terbesar

ketiga bagi ASEAN di tahun 2008 setelah Jepang dan Uni Eropa. Padahal di tahun

2007 Cina masih menduduki peringkat keempat di bawah Amerika Serikat. Rata-

rata pertumbuhan perdagangan yang terjadi antara ASEAN dan Cina sejak 2003

hingga 2009 yaitu 22,62 persen. Atau pertumbuhan perdagang terbesar yang

Page 98: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

85

terjadi antara ASEAN dengan negara lain. Jepang sendiri dalam periode yang

sama hanya mengalami peningkatan sebesar 7,40 persen (ASEAN Statistical

Book 2010). Sedangkan bagi Cina, ASEAN merupakan mitra dagang terbesar

ketiga di tahun 2010 setelah Uni Eropa dan Amerika Serikat dengan peningkatan

perdagangan sebesar 66,4 persen dari tahun sebelumnya (Ministry of Commerce

PRC). Hal ini mengindikasikan cukup pesatnya pertumbuhan perdagangan yang

terjadi di antara keduanya.

Namun dengan total Ekspor ASEAN menuju Cina yang lebih sedikit

dibandingkan jumlah Impornya dari Cina, hal ini menunjukkan bahwa dari segi

nilai ekonomi maka ASEAN lebih dirugikan. Meskipun dari segi total

perdagangan ASEAN lebih dirugikan, namun pada beberapa sektor ASEAN dapat

menarik keuntungan. Sektor-sektor tersebut seperti pada hasil-hasil pertanian

(agricultural).14

Pada periode 2007 ASEAN mendapatkan keuntungan 2.587 (juta

US$), 4.824 (juta US$) pada 2008, dan 5.817 (juta US$) pada 2009 (ASEAN

Statistical Book 2010). Bagi ASEAN, meningkatnya keuntungan dari sektor

pertanian mungkin suatu hal yang wajar, mengingat bahwa jumlah penduduk Cina

yang sangat besar yaitu 1,3 milyar jiwa atau seperlima dari penduduk dunia. Cina

tidak mungkin dapat memenuhi sendiri kebutuhannya pada sektor ini.

Di sisi lain, Cina juga mendapatkan keuntungan dari kerjasamanya dengan

ASEAN. Melalui skema ini, Cina dapat leluasa memasarkan produk

manufakturnya, seperti komoditi elektronik. Sebagai contoh, pada 2007 Cina

mendapatkan keuntungan sebesar 5.590 (juta US$), 8.298 (juta US$) pada 2008,

dan 6.794 (jutaUS$) pada 2009 melalui sektor ini (ASEAN Statistical Book

14

Padi, pisang, nanas, minyak kelapa sawit, minyak kelapa, udang, lobster, tembakau, dan karet mentah.

Page 99: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

86

2010). Jika jumlah penduduk menjadi hambatan bagi Cina untuk memenuhi

konsumsi domestiknya, maka dalam hal komoditi olahan (manufaktur) Cina

mampu meraih keuntungan. Karena dengan jumlah penduduk yang begitu banyak,

serta upah buruh yang jauh lebih murah dari ASEAN, Cina mampu

mentransformasikannya menjadi sebuah pabrik raksasa yang mampu

menghasilkan komoditi berlimpah. Dari data-data ini dapat dilihat bahwa

perdagangan bebas mampu meningkatkan intensitas jumlah perdagangan yang

terjadi. Namun, keuntungan yang diperoleh tidak sama jumlahnya bagi pihak yang

menyepakatinya, tergantung tingkat kompetitif dari sektor-sektor yang bersaing.

Oleh karena itu, mekanisme dalam ACFTA memungkinkan bagi setiap

negara untuk merubah jangka waktu penerapan skema ini, ataupun membatasi

sektor-sektor yang dianggap sensitif (lihat lampiran 2 artikel 2). Merubah jangka

waktu penerapan, berarti bisa mempercepat ataupun memperlambat

pelaksanaannya. Seperti yang terjadi pada Thailand, yang mempercepat

pelaksanaan mekanisme ACFTA ini dengan Cina sejak tahun 2003, padahal

sebenarnya melalui mekanisme EHP baru dimulai pada 2004 (Yu dalam Leong &

Ku eds. 2005, h. 47). Atau ASEAN-CMLV yang justru menundanya hingga 2015

karena belum siap dalam menghadapi perdagangan bebas ini. Oleh karena itu,

masing-masing negara harus mampu meningkatkan kualitasnya agar mampu

bersaing dalam perdagangan bebas ini.

B.2 Aspek Investasi

Investasi juga menjadi bagian dalam perjanjian ini. Melalui investasi yang

masuk, maka setiap negara mampu mengatasi minimya modal untuk

Page 100: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

87

meningkatkan perekonomiannya. Investasi ini dapat dilakukan di berbagai sektor,

misalnya infrastruktur, finansial, transportasi dan lain sebagainya. Menurut Ethier

(dalam Pambudi & Chandra 2006, h. 22), negara-negara dengan ekonomi yang

lebih besar khususnya, biasanya ingin memperluas pasar mereka secara lebih

cepat melalui pelaksanaan FTA. Sebaliknya, negara-negara dengan ekonomi yang

relatif lebih rendah, lebih memilih pelaksaan FTA dengan negara lain yang lebih

besar guna menarik investasi.

Menurut Bank Dunia yang membagi tingkatan sebuah negara berdasarkan

pendapatan perkapitanya, Cina berada pada posisi negara dengan kategori

pendapatan menegah atas (upper middle income), bersama dengan Thailand dan

Malaysia. Pada posisi di atasnya, yaitu pendapatan tinggi Singapura dan Brunei

Darussalam (high income). Sementara Indonesia, Filipina, Laos dan Vietnam pada

posisi menengah bawah (lower middle income), Kamboja dan Myanmar pada

posisi pendapatan rendah (low income) (World Bank 2010).15

Melalui pembagian

ini, memang tidak mencerminkan kemampuan suatu negara untuk berinvestasi

maupun menyerap investasi dari negara lain, namun dengan posisi Cina yang

paling tidak lebih di atas sebagian besar negara ASEAN lainnya, maka skema

ACFTA diharapkan mampu menjadi daya tarik bagi investasi Cina di kawasan

Asia Tenggara.

Salah satu penyebab dari pertumbuhan ekonomi Cina yang begitu cepat,

selain karena ekspansi pasar yang luar biasa adalah kemampuan Cina untuk

menyerap investasi asing. Kondisi politik domestik yang relatif stabil, ditambah

15

Data berdasarkan dari nilai semua produk barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam

satu tahun, bersama dengan penghasilan bersih yang diterima dari negara lain Gross National

Income (GNI) kemudian dihitung melalui World Bank Atlas Method. Pendapatan rendah $1.005

atau kurang; menegah bawah, $1.006 - $3.975; menegah atas, $3.976 - $12.275; dan pendapatan

tinggi, $12.276 atau lebih. Hasil berdasarkan GNI 2010.

Page 101: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

88

terus berkembangnya kebijakan ekonomi Cina ke arah keterbukaan, membuat

banyak negara menanamkan modalnya ke negara ini. Wong (dalam Wibowo

2007, h. 32) menyatakan pada 1988 misalnya jumlah modal asing yang

ditanamkan di Cina hanya 2 milyar US$. Namun, tiga belas tahun kemudian, pada

2001 angka itu telah meningkat lebih dari 45 milyar US$. Bahkan di 2002 Cina

melewati Amerika Serikat sebagai negara penerima FDI terbesar di dunia dengan

nilai sebesar 53 milyar US$. Dari nilai FDI tersebut kebanyakan berasal dari

negara-negara Asia Timur (Jepang, Korea Selatan, Hongkong, Taiwan) yang

secara keseluruhan menyumbang 60 persen dari seluruh FDI. FDI yang bersal dari

ASEAN hanya 6 persen, baru sisanya dari Amerika Serikat dan Eropa Barat.

Lebih jauh Pambudi dan Chandra (2006, h. 27) menyatakan bahwa pada tahun

2005 misalnya, penanaman modal asing dari negara-negara ASEAN ke Cina

mencapai 38 milyar US$, namun 80 persen dari penanaman tersebut hanya

didapat dari Singapura. Hal ini makin menunjukkan bahwa investasi akan

mengalir dari negara yang memiliki skala ekonomi lebih besar menuju negara

yang lebih kecil dari nilai ekonomi.

Bagi investasi Cina menuju ASEAN sendiri, meskipun menurut Danyang

(dalam Hock, Jun, & Wah eds. 2005, h. 216) lebih kecil nilainya dari investasi

ASEAN menuju Cina yang didominasi Singapura. Namun, investasi Cina ini juga

mengalami peningkatan, pada 2001 misalnya sebesar 1,1 milyar US$ atau sekitar

7,7 persen dari total investasi Cina. Lebih jauh Chirathivat (dalam Hock, Jun, &

Wah eds. 2005, h. 235) menyatakan bahwa investasi Cina ke ASEAN sejak 1990

hingga 2001 mencapai 660 juta US$, dengan tujuan utama ke negara-negara

seperti Kamboja, Laos, Myanmar, Thailand dan Vietnam. Jadi meskipun nilai

Page 102: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

89

investasi Cina lebih kecil jika dibandingkan nilai investasi ASEAN ke Cina, hal

ini bukan berarti dapat merugikan salah satu pihak, seperti yang terjadi pada

persoalan perdagangan. Jadi bukan berarti investasi yang mengalir ke luar

kawasan dari salah satu negara dapat merugikan kawasan tersebut, karena negara

yang berinvestasi maupun penerimanya sama-sama diuntungkan. Investasi dari

ASEAN menuju Cina, hanya didominasi oleh Singapura sekitar 80 persen dari

total keseluruhannya. Namun, FDI Cina menuju ASEAN kecenderungannya juga

terus meningkat, yaitu sebesar 2,3 persen sejak 2002 hingga 2009 dengan nilai

sebesar 7.807 juta US$. Atau menempati peringkat ke-5 setelah Uni eropa,

Jepang, Amerika Serikat dan Korea Selatan (ASEAN Statistical Book 2010).

Selain itu, kemampuan Cina untuk menarik penanaman modal asing,

dianggap oleh ASEAN tidak lagi sebagai ancaman bagi pertumbuhan ekonomi

ASEAN, namun justru sebagai peluang. Karena menyatunya hubungan ekonomi

ASEAN dan Cina dalam ACFTA, maka ASEAN tidak hanya mengharapkan

investasi yang berasal dari Cina tetapi juga dengan negara-negara lain yang

memang sudah lebih dulu menanamkan modalnya di Cina. Dengan terintegrasinya

ASEAN dan Cina, hal ini akan menjadi daya tarik sendiri bagi investasi asing

yang mengalir ke kawasan ini. Dalam hal ini, daya tarik ASEAN sebagai suatu

kawasan akan semakin meningkat karena kehadiran Cina di wilayah ini, sehingga

mekanisme ini diharapkan akan terus menguntungkan bagi kedua belah pihak.

Page 103: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

90

C. Dampak Terbentuknya ACFTA Terhadap Hubungan Ekonomi ASEAN-

Cina

Pada bagian sebelumnya penulisan skripsi ini, penulis sudah menjelaskan

tentang motivasi ekonomi dan politik yang dipicu oleh perkembangan internal dan

ekstenal dari kedua belah pihak baik ASEAN maupun Cina dalam membentuk

ACFTA. Oleh karena itu, menjadi relevan jika penulis melanjutkannya untuk

mencoba menganalisa dampak ekonomi sekaligus politik dari hubungan yang

terjadi diantara keduanya dalam konteks pembentukan ACFTA pada bagian ini.

Kesepakatan pembentukan ACFTA didasari oleh keinginan kedua belah

pihak baik ASEAN maupun Cina untuk memajukan pertumbuhan ekonominya

masing-masing. Oleh karena itu, dibentuklah suatu kelompok ahli untuk mencoba

memprediksi akan potensi ekonomi yang dapat terwujud dari terbentuknya

kesepakatan ini yang juga sudah dijelaskan pada bab sebelumnya. Atas dasar

rekomendasi itu juga, maka ACFTA dapat disepakati. Namun pada

perkembangannya, ACFTA tidak hanya berdampak pada perekonomian masing-

masing pihak yang terlibat, tetapi lebih dari itu juga mempengaruhi kondisi

regional di kawasan ini secara politik.

Dengan dibentuknya kawasan perdagangan bebas, dampak dari segi

ekonomi sangat dirasakan oleh kedua belah pihak. Kesepakatan ini dapat

meningkatkan perdagangan ataupun investasi dari kedua belah pihak, seperti data

yang ditunjukkan pada bagian sebelumnya. Meskipun secara nilai ekonomi Cina

lebih diuntungkan, tetapi hal ini tidak menjadi penghalang bagi keberlangsungan

hubungan ekonomi di antara keduanya. Cina lebih diuntungkan karena ekspor

komoditi dari Cina telah mengalami nilai tambah (value added) dari proses

Page 104: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

91

pengolahannya, jika dibandingkan ASEAN yang hanya mengekspor bahan-bahan

mentah.

Namun, sebenarnya ASEAN memiliki dampak ekonomi jangka panjang

dari terbentuknya ACFTA, yang tidak dapat dihitung melalui penghitungan

matematis semata. Seperti dengan pembentukan ACFTA ini maka secara tidak

langsung hal ini akan kembali menaikkan daya tarik ASEAN sebagai suatu

institusi formal yang menyatukan sepuluh negara-negara di Asia Tenggara.

Meningkatnya daya tarik ASEAN ini dapat terlihat dari munculnya tawaran

membentuk FTA lainnya dengan beberapa negara lain, seperti India, Jepang,

Korea Selatan, Australia, ataupun Selandia Baru. Hal ini mengindikasikan bahwa

pembentukan ACFTA, dapat memicu pembentukan FTA lainnya di kawasan ini,

sehingga ASEAN kembali memiliki daya tarik dan banyak alternatif dalam

mengembangkan perekonomiannya.

ASEAN sendiri bukan berarti meninggalkan Jepang sebagai mitra

utamanya, namun hubungan yang terjadi dengan Cina dianggap sebagai suatu

alternatif. Jika pada masa sebelumnya Jepang dijadikan pendorong ataupun

lokomotif dalam pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Tenggara, maka saat ini

pertumbuhan ekonomi Cina diharapkan dapat menjadi lokomotif lain dalam

meningkatkan pertumbuhan ekonomi tersebut. Selain itu, ASEAN menganggap

bahwa pertumbuhan ekonomi Cina yang begitu pesat bukan menjadi suatu yang

jika menguntungkan negara lain, maka merugikan negara lainnya (zero sum).

ASEAN menganggap dapat menjadi rantai produksi dalam perekonomian Cina.

Oleh karena itu, sesuai pandangan neoliberal tentang perdagangan bebas, maka

yang menjadi fokusnya bukan negara mana yang lebih diuntungkan, tetapi selama

Page 105: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

92

FTA dapat memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak tidak perduli dengan

jumlahnya, maka ACFTA ini dapat terwujud. Jika dikiritisi, mungkin hal ini

hanya justifikasi dari kapitalisme dalam melakukan eksploitasi terhadap negara

lain. Namun penulis melihat ini dari perspektif yang berbeda (neoliberal), yang

sangat optimis akan kerjasama sehingga ACFTA sangat relevan bagi kedua pihak

untuk diwujudkan.

Pertimbangan politik dari ASEAN untuk membentuk ACFTA, yaitu

ASEAN menganggap bahwa interdependensi yang terjadi antara ASEAN dan

Cina dapat memberikan rasa aman bagi masyarakat Asia Tenggara dalam menjaga

kestabilan wilayahnya. ACFTA dijadikan mekanisme perlindungan ekspansi Cina

secara militer di wilayah Asia Tenggara. Karena dengan terkaitnya hubungan

ekonomi antara ASEAN dan Cina, maka akan sangat merugikan bagi Cina

misalnya untuk mendominasi kawasan Asia Tenggara, melalui pendekatan militer.

Dengan kata lain, Cina lebih membutuhkan kawasan Asia Tenggara sebagai

lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonominya.

Bagi Cina sendiri, pembentukan ACFTA sangatlah menguntungkan

terutama dari segi ekonomi. ASEAN menjadi kawasan yang sangat menunjang

pertumbuhan ekonomi Cina. Dalam mempertahankan pertumbuhan ekonominya,

Cina mengutamakan stabilitas politik, baik di dalam negeri maupun lingkungan

regionalnya. Oleh karena itu, Cina juga merasa memiliki tanggung jawab dalam

mewujudkan lingkungan regional yang stabil. Hal ini misalnya dibuktikan dengan

lebih kondusifnya keadaan di kawasan laut Cina Selatan, sebuah wilayah yang

paling berpotensi menimbulkan konflik di antara ASEAN dan Cina terkait batas

Page 106: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

93

wilayah dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Kebijakan Cina yang

agresif terhadap negara tetangganya, justru akan merugikan bagi Cina sendiri.

Karena interdependensi atau saling keterkaitan yang begitu erat antara

ASEAN dan Cina baik dalam hal ekonomi maupun politik, maka ACFTA dapat

terwujud dan menimbulkan beberapa konsekuensi bagi hubungan keduanya. Oleh

karena itu, maka hubungan ekonomi yang terjadi antara ASEAN dan Cina sangat

berorientasi jangka panjang, sehingga kerjasama ini tidak hanya akan berdampak

pada sektor ekonomi, tetapi juga kestabilan dalam bidang politik dan keamanan di

kawasan Asia Tenggara.

Page 107: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

94

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis melihat pembentukan

ACFTA mencerminkan bahwa interdependensi yang terjadi antara ASEAN dan

Cina semakin meningkat. Pembentukan ACFTA disebabkan oleh beberapa faktor

internal maupun eksternal yang terjadi antara ASEAN dan Cina. Faktor internal

bagi ASEAN yaitu lambatnya perkembangan kerjasama ekonomi intra ASEAN.

Sehingga meskipun kerjasama intra ASEAN mengalami sedikit peningkatan,

namun tidak mampu menghapuskan ketergantungan negara-negara anggota

ASEAN terhadap lingkungan eksternalnya baik dari segi perdagangan luar negeri

maupun investasi. Hal ini menyebabkan ASEAN harus mengembangkan

kerjasama dengan lingkungan eksternal.

Faktor eksternal yang melingkupi kerjasama ini adalah berkembangnya

kerjasama dengan negara-negara Asia Timur (Jepang, Cina, dan Korea Selatan).

Namun, Cina dalam hal ini yang lebih dahulu mengajukan pembentukan FTA

dengan ASEAN. Selain itu, peningkatan pertumbuhan perdagangan yang terjadi di

antara keduanya juga semakin meningkat dan melebihi persentase pertumbuhan

perdagangan dengan Jepang. Cina juga dianggap sebagai alternatif dari

ketergantungan ASEAN selama ini dengan Jepang. Perkembangan regionalisme

paska perang dingin, sekaligus kesamaan pandangan antara ASEAN dan Cina

dalam sistem perdagangan internasional yang juga menyebabkan ASEAN

menyambut baik tawaran Cina dalam mewujudkan ACFTA.

Page 108: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

95

Bagi Cina, faktor internal yang memotivasi untuk membentuk FTA

dengan ASEAN, yaitu kemajuan ekonomi yang begitu pesat. Kemajuan ekonomi

ini menyebabkan Cina membutuhkan bahan baku untuk proses produksinya.

Selain itu juga akses pasar untuk memasarkan barang-barang produksi. ASEAN

menjadi kawasan paling tepat bagi Cina untuk memenuhi kebutuhannya tersebut.

Sementara faktor eksternal yang mendorong Cina, yaitu tidak adanya

institusi formal yang mengatur kerjasama ekonomi bagi negara-negara Asia

Timur, sehingga perkembangan regionalisme yang terjadi menyebabkan Cina

mendekatkan diri ke kawasan Asia Tenggara agar tidak tertinggal dengan

kawasan lainnya seperti Eropa dan Amerika dalam mengembangkan

perekonomian. Masuknya Cina menjadi anggota WTO juga sebagai pemicu

terintegrasinya Cina ke dalam sistem ekonomi internasional. Hal ini juga memberi

kesan kepada negara lainnya bahwa Cina telah berubah dan mampu untuk

mengikuti aturan internasional yang sudah disepakati. Cina juga mampu

mempengaruhi perundingan-perundingan dalam WTO agar lebih memihak bagi

negara-negara berkembang, yang juga sebagian besar berada di kawasan Asia

Tenggara. Persaingan antara Cina dan Jepang juga membuat Cina untuk

menandingi dominasi Jepang di kawasan ini. Cina tidak ingin ketergantungan

ekonomi ASEAN dengan Jepang dapat menjadi dukungan bagi kepemimpinan

Jepang di kawasan ini. Oleh karena itu, Cina berusaha mendekatkan diri dan

bekerjasama dengan ASEAN dalam rangka membendung pengaruh Jepang di

kawasan Asia Tenggara melalui pembentukan sebuah FTA.

Dampak dibentuknya ACFTA bagi kedua pihak sangat beragam. Melalui

pembentukan ACFTA memang dapat meningkatkan intensitas perdagangan dari

Page 109: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

96

kedua belah pihak. Namun dari segi ekonomi, Cina lebih diuntungkan, karena

jumlah ekspornya ke ASEAN lebih banyak dibandingkan jumlah impornya dari

ASEAN. Bagi ASEAN jenis komoditi yang diuntungkan yaitu hasil pertanian dan

bahan mentah lainnya seperti karet dan minyak bumi. Sedangkan bagi Cina

produksi manufaktur seperti produk tekstil dan alat-alat elektronik. ASEAN

mendapatkan keuntungan lain dari pembentukan ACFTA, berupa meningkatnya

kembali daya tarik ASEAN bagi negara-negara lainnya, yang diindikasikan

dengan banyaknya tawaran untuk membentuk FTA serupa, seperti yang terjadi

dengan Cina.

Bagi kondisi regional sendiri, tentunya akan semakin stabil karena masing-

masing pihak sama-sama menginginkan kondisi regional yang damai guna

memacu pertumbuhan ekonomi dan investasi asing. Bagi ASEAN, pertumbuhan

ekonomi Cina juga tidak dianggap sebagai suatu ancaman terhadap daya tarik

ASEAN. ASEAN menganggap dengan terintegrasinya perekonomian, maka daya

tarik ASEAN sebagai suatu kawasan justru akan semakin meningkat. Oleh karena

itu hubungan ekonomi yang terjadi antara ASEAN dan Cina ini akan terus

mengalami perkembangan di masa selanjutnya, dan juga mencerminkan adanya

interdependensi di antara keduanya. Peran ACFTA sebagai suatu rezim kerjasama

yang mengikat ASEAN dan Cina juga mampu memberikan peningkatan bagi

hubungan ekonomi yang terjadi antara ASEAN dan Cina.

Page 110: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

97

DAFTAR PUSTAKA

ASEAN Secretariat 1967, The ASEAN Declaration Bangkok Declaration, diakses

10 Februari 2011, < http://www.aseansec.org/1212.htm>.

ASEAN Secretariat 1977, Joint Communique The Second ASEAN Heads of

Government Meeting, diakses pada 10 Februari 2011,

<http://www.aseansec.org/5095.htm>.

ASEAN Secretariat 1977, Agreement On ASEAN Preferential Trading

Arrangements, diakses pada 12 Februari 2011,

<http://www.aseansec.org/1376.htm>.

ASEAN Secretariat, ASEAN Free Trade Area (AFTA Council), diakses pada 14

Februari 2011, <http://www.aseansec.org/19585.htm>.

ASEAN Secretariat 1999, ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA): AN UPDATE,

diakses pada 14 Februari 2011, <http://www.aseansec.org/7665.htm>.

ASEAN Secretariat 2008, ASEAN Economic Community Blueprint, diakses pada

20 Februari 2011, http://www.aseansec.org/5187-10.pdf.

ASEAN Secretariat, ASEAN Investment Area (AIA) Council, diakses pada 25

Februari 2011, <http://www.aseansec.org/19589.htm>.

ASEAN Secretariat, External Relations, diakses pada 6 Maret 2011,

<aseansec.org/20164.htm>.

ASEAN Secretariat, ASEAN Charter, diakses pada 6 Maret 2011,

<aseansec.org/21861.htm>.

ASEAN Secretariat, Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-

Operation Between ASEAN and the People's Republic of China, diakses

pada 15 Maret 2011, <aseansec.org/13196.htm>.

ASEAN Statistical Year Book 2010, ASEAN Secretariat, Jakarta.

Aslam, M 2003, „The Impact of ASEAN-China FTA on ASEAN Economies‟, The

Indonesian Quarterly, vol. 31, no. 3, hh. 329-240.

Bakri, US (ed.) 1996, Cina, Quo Vadis? Pasca Deng Xiaoping, Pustaka Sinar

Harapan, Jakarta.

Page 111: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

98

Baldwin, DA (ed.) 1993, Neorealism and Neoliberalism: The Contemporary

Debate, Columbia University Press, New York.

Bandoro, B & Gondomono, A (eds.) 1997, ASEAN dan Tantangan Satu Asia

Tenggara, CSIS, Jakarta.

Brahm, LJ 2002, Abadnya Tiongkok Bangkitnya Kekuatan Ekonomi Berikutnya,

trans. A Saputra, Interaksara, Batam.

Brown, ME, Cote‟, OR, Jones, SML & Miller, SE (eds.) 2000, The Rise of China,

The MIT Press, London.

Central Intelligence Agency 2011, The World Factbook, diakses pada 8 April

2011,<https://www.cia.gov/library/publications/the-world-

factbook/geos/ch.html>.

Christiansen, F & Rai, SM 1996, Chinese Politics and Society:An Introduction, TJ

International Ltd, London.

Creswell, JW 2010, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan

Mixed, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Direktorat Jendral Kerjasama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI 2010, ASEAN

Selayang Pandang, edk 19, Kemlu, Jakarta.

Djafar, Z 2008, Indonesia, ASEAN & Dinamika Asia Timur, PT Dunia Pustaka

Jaya, Jakarta.

Dosch, J 2007, „Managing Security in ASEAN-China Relations: Liberal Peace of

Hegemonic Stability‟, ASIAN Perspective, vol. 31, no. 1, hh. 209-236.

Dunne, T, Kurki, M & Smith, S (eds.) 2007, International Relations Theories,

Oxford University Press, New York.

Elisabeth, A (ed.) 2009, Menuju Pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN:Isu-

Isu Strategis, LIPI, Jakarta.

Gilpin, R 1987, The Political Economy of International Relations, Princeton

University Press, New Jersey.

Global Security 2011, China’s Defense Budget, diakses pada 22 Mei 2011,

<http://www.globalsecurity.org/military/world/china/budget.htm>.

Goodman, DSG & Segal, G (eds.) 1997, China Rising Nationalism and

Interdependence, Routledge, London.

Page 112: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

99

Griffiths, M 2001, Lima Puluh Pemikir Studi Hubungan Internasional, trans.

Mahyudin & I Makmur, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hermawan, YP (ed.) 2007, Transformasi Dalam Studi Hubungan Internasional

Aktor, Isu dan Metodologi, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Hobson, JM 2003, The State and International Relations, Cambribge University

Press, New York, diakses 16 Juni 2011, <http://library.nu>.

Hock, SS, Jun, S & Wah, CK (eds.) 2005, ASEAN-China Relations Realities and

Prospects, Institute of Southeast Asian Studies, Singapore.

Ikbar, Y 2006, Ekonomi Politik Internasional 1 Konsep dan Teori, PT Refika

Aditama, Bandung.

Inayati, RS (ed.) 2006, ASEAN-CHINA FTA: Akselerasi Menuju East Asia

Community (EAC)?, LIPI Press, Jakarta.

Inayati, RS (ed.) 2007, Menuju Komunitas ASEAN 2015:Dari State Oriented Ke

People Oriented, LIPI, Jakarta.

Isaak, RA 1995, Ekonomi Politik Internasional, trans. M Sugiono, PT. Tiara

Wacana, Yogyakarta.

Jackson, R & Sorensen, G 2005, Pengantar Studi Hubungan Internasional, trans.

D Suryadipura, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

John & Naisbitt, D 2010, China’s Megatrends, PT Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

Johnson, DG 1990, The People’s Republic of China 1978-1990, ICS Press,

California.

Krugman, PR & Obstfeld, M 1997, Ekonomi Internasional Teori dan Kebijakan,

trans. FH Basri, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Lam, W 1995, China After Deng Xiaoping, John Wiley & Sons (SEA) Pte Ltd,

Singapore.

Leong, HK & Ku, SCY (eds.) 2005, China and Southeast Asia Global Changes

and Regional Challenges, Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS),

Singapore.

Luhulima, CPF, Anwar, DF, Bhakti, IN, Sungkar, Y & Inayati, RS 2008,

Masyarakat Asia Tenggara Menuju Komunitas ASEAN 2015, Pustaka

Pelajar dan P2P LIPI, Jakarta.

Page 113: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

100

M Hutabarat, P 2003, Indonesia: Ditengah Dinamika Liberalisasi Perdagangan

Internasional, Trade and Management Development Institute, Jakarta.

Mingst, KA 2003, Essentials of International Relations, edk 2, W.W Norton

&Company, Inc, New York.

Ministry of Commerce People‟s Republic of China 2010, Trade with Countries

and Regions in Asia, diakses pada 6 Juni 2011,

<http://english.mofcom.gov.cn/aarticle/statistic/lanmubb/ASEAN/201004/

20100406849251.html>.

Nasuhi, H, Ropi, I, Fathurahman, O, Dimyati, MS, Hartati, N & Putra, SJ 2007,

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi), CeQDA,

Jakarta.

Pambudi, D & Chandra, AC 2006, Garuda Terbelit Naga, Institute for Global

Justice (IGJ), Jakarta.

Perwita, AAB & Yani, YM 2005, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, PT

Remaja Rosdakarya, Bandung.

Prabowo, D & Wardoyo, S 1997, AFTA Suatu Pengantar, BPFE, Yogyakarta.

Salvatore, D 1997, Ekonomi Internasional, trans. H Munandar, edk 5, Erlangga,

Jakarta.

Sam, DT 2006, China’s Development And Prospect of ASEAN-China Relations,

The GIOI Publishers, Hanoi.

Sen, R 2004, Free Trade Agreements in Southeast Asia, ISEAS, Singapura.

Severino, RC 2007, „The ASEAN Developmental Divide and the Initiative for

ASEAN Integration‟, ASEAN Economic Bulletin, vol. 24, no. 1, hh. 35-44.

Shirk, SL 2008, China Fragile Superpower, Oxford University Press, New York.

Singh, DA 1997, ASEAN Economic Co-operation Transition and Transformation,

Institute of Southeast Asian Studies, Singapura.

Soebagya, N, Gondomono, Wibowo, I & Hotradero, P (eds.) 2008, China

Mencari Minyak: Diplomasi China ke Seluruh Dunia 1990-2007, CCS,

Jakarta.

Steans, J & Pettiford, L 2009, Hubungan Internasional Perspektif dan Tema,

trans. DS Sari, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Page 114: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

101

Suherman, AM 2003, Organisasi Internasional & Integrasi Ekonomi Regional

Dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Sukarnaprawira, AK 2009, China Peluang Atau Ancaman, Restu Agung, Jakarta.

Sukma, R 2009, „Kebangkitan dan Peran Strategis China dalam Kerja Sama Asia

Timur: Perspektif Indonesia‟, Analisis CSIS, vol. 38, no. 3, 442-450.

Sungkar, Y (ed.) 2003, AFTA di Tengah-Tengah Perubahan Konfigurasi Regional

Terkini, Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI, Jakarta.

Sungkar, Y (ed.) 2005, Strategi ASEAN Dalam Perluasan ASEAN+3, LIPI Press,

Jakarta.

Tan, JLH & Zhanghong, L 1994, ASEAN-China Economic Relations Industrial

Restructuring in ASEAN and China, ISEAS, Singapura.

Taniputera, I 2009, History of China, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta.

Tarmidi, LT 2010, „Menghadapi Tantangan China dalam ACFTA‟, Analisis CSIS,

vol. 39, no. 1, hh. 63-75.

Wanandi, J 2005, „ASEAN and China Form Strategic Partnership‟, The

Indonesian Quarterly, vol. 33, no. 4, hh. 328-331.

Weatherbee, DE, Emmers, R, Pangestu, M, & Sebastian, LC 2005, International

Relations in Southeast Asia The Struggle for Autonomy, Rowman and

Littlefield Publishers Inc, Oxford.

Wibowo, I 2007, Belajar Dari Cina Bagaimana Cina Merebut Peluang Dalam

Era Globalisasi, PT Kompas Media Nusantara, Jakarta.

Wibowo, I & Hadi, S (eds.) 2009, Merangkul Cina, PT Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

Wilkins, T 2010, „The new Pacific Century and the rise of China: an international

relations perspective‟, Australian Journal of International Affairs, vol. 64,

no. 4, hh. 381-405.

Wong, J & Chan, S 2003, „China-ASEAN Free Trade Agreement: Shaping Future

Economic Relations‟, ASIAN Survey, vol. 43, no. 3, hh. 507-526.

World Bank 2010, Country and Lending Groups, diakses pada 12 Juni 2011,

<http://data.worldbank.org/about/country-classifications/country-and-

lending-groups#Lower_middle_income>.

Page 115: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

102

Wuryandari, G (ed.) 2000, Menuju ASEAN Vision 2020:Tantangan dan Inisiatif,

PPW-LIPI, Jakarta.

Yaumidin, UK (ed.) 2008, Hubungan Kerjasama Ekonomi Antar Negara Di

Kawasan Asia Pasifik, LIPI, Jakarta.

Yue, CS & Pacini M (eds.) 1997, ASEAN in the new Asia: issues & trends,

ISEAS, Singapura.

Yusuf, S & Nabeshima, K 2010, Changing the Industrial Geography in Asia, The

World Bank, Washington DC, diakses pada 5 Mei 2011,

<http://www.scribd.com/doc/47214106/Changing-the-Industrial-

Geography-in-Asia-The-Impact-of-China-and-India>.

Zeng, M & Williamson, PJ 2008, Ancaman Sang Naga, trans. HH Setiajid, PT

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Page 116: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

LAMPIRAN

Page 117: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

LAMPIRAN 1

Transkrip Wawancara

Nama : Ratna Shofi Inayati, MBA

Waktu : Selasa, 29 Maret 2011

Tempat : Pusat Penelitian Politik-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

(P2P-LIPI), Gedung Widya Graha LIPI, lantai XI

Fokus Kajian : Isu-isu Hubungan Internasional, ASEAN, Politik Luar

Negeri Indonesia.

Profil Narasumber : Ratna Shofi Inayati, MBA, adalah peneliti pada Pusat Penelitian

Politik (P2P) LIPI. Ia menyelesaikan program Master of International Management/MBA

Southeastern University, Washington D.C.,USA pada tahun 1995. Selama di P2P-LIPI,

telah banyak melakukan penelitian dan kajian isu-isu kontemporer politik internasional

dan regional khususnya ASEAN dan negara-negara Asia Tenggara serta politik Luar

Negeri Indonesia. Beberapa pengalaman di antaranya adalah menjadi Koordinator

Penelitian Polugri berjudul: (1) Hubungan Indonesia- Amerika Serikat 1992-2000 (Masa

Pemerintahan Presiden Clinton) (2000,Editor,PPW-LIPI) (2)Politik Luar Negeri

Indonesia Pasca Soeharto: Diplomasi Pemulihan Ekonomi Nasional (2002,Editor,P2P-

LIPI), Koordinator Penelitian ASEAN berjudul: (1)ASEAN-China FTA:Akselerasi

Menuju East Asia Community (EAC)? (2006, Editor,LIPI Press),(2)Menuju Komunitas

ASEAN 2015: Dari State Oriented ke People Oriented (2007,Editor, LIPI Press)

(3)Piagam ASEAN,Perkembangan Isu Demokrasi Dan HAM:Studi Kasus Indonesia,

Filipina dan Thailand tahun 2010. Beberapa karya/buku yang telah dihasilkannya antara

lain: Kebijakan Indonesia dalam Menghadapi Kejahatan Lintas Negara : Kasus Illegal

Logging di Kalbar dan Kaltim (2004); Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap

Masalah TKI Ilegal di Negara-Negara ASEAN (2003); Peluang Pemanfaatan e-ASEAN:

Untuk Pemulihan Ekonomi Indonesia (2003); Strategi ASEAN dalam Perluasan

ASEAN+3 (2005);Isu-isu Keamanan Strategis dalam Kawasan ASEAN (2008);

Masyarakat Asia Tenggara Menuju Komunitas ASEAN 2015 (2008, Editor bersama

Yasmin Sungkar, Pustaka Pelajar); Menuju Pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN:

Isu-isu Strategis (2009).

Pertanyaan: Kerangka perjanjian ACFTA ini pertama kali diusulkan oleh PM Cina Zhu

Rongji (ASEAN+3 Summit, Singapura 2001), sebenarnya apa alasan Cina sendiri untuk

Page 118: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

mengajukan pembentukan ACFTA tersebut? Potensi apakah yang dimiliki oleh ASEAN,

sehingga Cina sangat tertarik untuk melakukan kerjasama?

Jawaban: Ada beberapa faktor kenapa Cina tertarik dengan ASEAN, ada faktor ekonomi

dan ada faktor politik dan keamanan. Faktor ekonomi Cina sejak tahun 1990an menjadi

suatu ancaman bagi seluruh negara di dunia (Amerika, Asia Tenggara) karena begitu

pesatnya pertumbuhan ekonomi Cina yang menjadi kapitalis. Saya mau cerita dulu

kenapa Cina menjadi ekonomi kapitalis, tetapi politiknya tetap komunis. Jadi pada waktu

Deng Xiaoping berkunjung ke Amerika, tahun 1979 dia melihat ekonomi AS yang sangat

baik dan patut dicontoh tetapi tetap tidak merubah sistem politik komunis di Cina. Deng

menggerakkan ekonomi pasar, karena hal ini dianggap sangat penting bagi Cina, dengan

membenahi berbagai persoalan akhirnya perekonomian Cina dapat berhasil. Pada 90-an

perekonomian Cina dianggap sebagai suatu ancaman, akhirnya Cina berusaha merubah

persepsi tersebut, karena tidak benar jika dianggap sebagai ancaman melainkan

kerjasama. Akhirnya Cina masuk WTO, negara seperti Amerika dan Jepang juga merasa

khawatir, karena produk Cina akan membanjiri seluruh dunia. Akhirnya Cina tidak

bersikap agresif, tetapi sangat ramah dengan negara-negara lainnya. Cina juga

menganggap, seperti Uni Eropa bertambah anggotanya, Amerika juga dengan NAFTA.

Maka Cina merasa harus membangun suatu kerjasama di Asia Timur, oleh karena itu

Cina menarik ASEAN untuk bisa bekerjasama sehingga blok wilayah Asia timur dan

Asia tenggara dapat mengimbangi blok-blok yang lain. Sebenarnya kerjasama dengan

ASEAN sendiri sudah lama terjadi, tetapi belum disepakati secara resmi, baru tahun 2001

terbentuk Framework Agreement ASEAN-Cina, kemudian menyepakati pada 2010 untuk

ASEAN-6 dan 2015 untuk ASEAN-CMLV. Cina tertarik dengan ASEAN karena,

ASEAN penduduknya separuh dari penduduk Cina yang dianggap sebagai suatu pasar

yang potensial buat Cina. Disamping itu, Cina membutuhkan bahan energi dan hasil-hasil

bumi, seperti batu bara dan lainnya.

Pertanyaan: Sedangkan bagi ASEAN, sebenarnya Cina memiliki jenis komoditi ekspor

yang relatif sama dengan ASEAN dan kurang komplementer, tetapi mengapa ASEAN

juga menyetujui pembentukan ACFTA? Apa sebenarnya daya tarik yang dimiliki Cina,

sehingga ASEAN juga sangat menginginkan untuk melakukan kerjasama ini?

Jawaban: Sedangkan untuk ASEAN, Cina juga dianggap tempat pemasaran yang bagus

untuk produk ekspor ASEAN dengan penduduk Cina yang 1,3 milyar. Produk-produk

pertanian yang di dalam ASEAN itu kurang komplementer karena masing-masing negara

ASEAN kan hasilnya hampir sama, kalo ke Cina kan lebih komplementer. dapat menjadi

Page 119: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

keuntungan buat ekspor ASEAN ke Cina. Dalam sisi politik dan keamanan, Cina dapat

membantu keseimbangan di dalam wilayah Asia Timur dan Tenggara, termasuk di

wilayah laut Cina selatan, karena Cina juga mau menandatangani perjanjian perdamaian.

Selain itu dari politiknya, Cina memiliki pandangan yang sama dengan ASEAN (lima

prinsip, seperti bhinneka tunggal ika di indonesia). Hanya untuk ASEAN bagaimana

menangkap peluang dari Cina, ASEAN harus siap membenahi produksinya terutama

UKM agar tidak jatuh dengan produk-produk Cina, terutama mainan, motor dan garmen

atau tekstil. Seperti Indonesia misalnya, ketika awal 2010 itu ramai membicarakan

ACFTA ini, karena tidak menangkap peluang itu sejak awal, padahal kesepakatan sudah

diterima. Namun implementasinya tidak ditangkap dengan baik oleh pemerintah

Indonesia. Pemerintahnya tidak membangun suatu pondasi dari bawah terkait

pengembangan UKM. Akhirnya banyak garmen yang bangkrut. Sedangkan untuk

masalah pertanian beras, sayur, Indonesia untung. Nah, produk-produk Cina yang

terutama membanjiri karena hambatan produknya kan nol jadi pemerintah harus lebih

waspada. Termasuk infrastruktur harus dibenahi, terutama bagi Indonesia dan negara-

negara ASEAN secara umum, kalau tidak produk dalam negerinya akan kalah bersaing.

Banyak yang berpendapat Cina itu sebagai suatu ancaman, namun bagi saya tidak, itu

sebagai peluang. Bagaimana kita menangkap peluang itu secara baik. Jadi dengan Cina

itu produknya komplementer. Dibandingkan dengan intra ASEAN. Kalo lihat daftar

produk intra ASEAN, memang setiap tahunnya meningkat, tetapi jika dibandingakn

dengan yang ekstra sangat jauh.

Pertanyaan: Apakah keputusan Cina untuk membentuk ACFTA ini terkait dengan usaha

Cina dalam membendung pengaruh Jepang dan AS di kawasan Asia Tenggara atau

hanya terbatas pada ketertarikan faktor ekonomi? Dan sejauh manakah hal itu dapat

diwujudkan?Apakah ada bukti dari berkurangnya pengaruh AS dan Jepang di kawasan

Asia Tenggara?

Jawaban: Saya rasa iya,terutama Amerika. Jadi untuk ASEAN+3 pada waktu krisis

ekonomi 1997 tidak bisa bangkit, sekalipun Singapura yang ekonominya paling maju

tidak akan mampu mengangkat kondisi perekonomian ASEAN dalam kondisi yang

seperti itu. Akhirnya ASEAN memutuskan untuk kerjasama dengan plus3. Kebutulan

yang pertama menawarkan FTA itu Cina,dan akhirnya disambut dengan ASEAN, karena

ASEAN menganggap sebagai faktor pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. baru

kemudian Jepang dan Korea Selatan. Cina juga yang pertama kali menandatangani TAC.

Cina juga sangat cerdik dalam menangkap sebuah peluang. Jepang itu kan sedang

Page 120: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

mengalami krisis, ekonominya menurun dan mendevaluasi yen-nya. Sedangkan Cina

tidak pernah mendevaluasi mata uangnya. Cina dapat menangkap peluang, ASEAN

ditarik melakukan kerjasama yang sebenarnya saling menguntungkan. Karena negara-

negara ASEAN kurang siap, maka terkesan kalah bersaing dari produk-produk Cina yang

membanjiri. Jadi untuk bidang ekonomi iya, tapi kalo bidang keamanan, Amerika

berkurang sejak pangkalan militer di Filipina dan Thailand di tarik, nah itu berkurang,

tapi dia memakai Jepang sebagai sekutunya di Asia Timur. Jadi di bidang ekonomi kita

memang tergantung dengan AS, tetapi dengan adanya ACFTA maka produk-produk Cina

banyak mempengaruhi. Secara umum dan nyata produk-produk Cina membanjiri. Namun

kerjasama ASEAN dengan negara-negara lainnya, AS, Uni Eropa, Jepang itu tetap, hanya

berkurang dan tidak akan hilang, dan ASEAN memang mempertahankan itu untuk

mengimbangi Cina, ASEAN harus pintar mengimbangi semua kekuatan itu.

Pertanyaan: ASEAN sendiri sebenarnya sudah melaksanakan berbagai kerjasama intra

ASEAN (PTA1977, AFTA 2002) untuk meningkatkan potensi ekonominya, sejauh ini

bagaimana perkembangan kerjasama yang telah terjadi sebelumnya, seperti dalam CEPT-

AFTA. Apakah skema ACFTA mempengaruhi skema kerjasama di ASEAN yang sudah

ada sebelumnya?

Jawaban: Jadi kerjasama itu tidak terhapus, AFTA sendiri kan kerjasama intra ASEAN

tetap berjalan, hanya jangan sampai AFTA tergerus dengan ACFTA, ASEAN+3 atau

ASEAN dengan negara manapun. Jadi AFTA tetap harus dipertahankan dengan menuju

AEC yang single market production base. Jadi ACFTA tidak akan mengubah kebijakan

ASEAN sendiri. Jadi ASEAN itu perlu mengembangkan kerjasama dengan negara mitra

dialog lainnya, termasuk Cina. Untuk mengimbangi kerjasama internasional lainnya.

Namun kan ada berbagai tipe ya ASEAN+1 (ASEAN-Cina, ASEAN-Jepang),

ASEAN+3, dan negara lainnya. Jadi mekanisme yang sudah ada sebelumnya tidak akan

terhapus. Jadi agreement bilateral itu emang ada tapi tidak mempengaruhi ACFTA.

Pertanyaan: Terkait dengan target pelaksanaan ASEAN Economic Community (AEC)

2015 (Bali Concord II 2003, dipercepat pada KTT ASEAN ke-12 di Cebu,Filipina 2007),

sejauh ini bagaimana perkembangan ke arah pembentukan komunitas ekonomi tersebut,

apakah hal ini dapat diwujudkan ataukah terlalu cepat target yang dicanangkan tersebut?

Apakah visi ASEAN tersebut hanya sebatas rencana yang besar tanpa diimbangi dengan

langkah-langkah teknis yang harus dilalui?

Page 121: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

Jawaban: ASEAN Community itu kan ada 3 pilar, Ekonomi itu yang paling siap untuk

diwujudkan dibandingkan pilar-pilar lainnya karena poin-poinnya sudah jelas, jadi pada

2015 ekonomi diharapkan sudah mencapai single market production base. Hanya

kelemahannya adalah masing-masing negara ASEAN, untuk Singapura, Malaysia, Brunei

itu tidak masalah, Vietnam, Indonesia juga sebenarnya juga sudah maju. Nah, dari negara

CMLV ini yang paling berkembang Vietnam juga ekonominya sudah membaik,

Indonesia juga sebenarnya sudah baik hanya perlu pembenahan birokrasi dan lainnya.

Nah CMLV ini Vietnam yang paling maju, Laos, Myanmar dan Kamboja yang kondisi

dalam negerinya masih menjadi hambatan. Apalagi konflik Kamboja dan Thailand, hal-

hal seperti ini yang akan mempengaruhi. Jadi bidang ekonomi ada kaitannya dengan

politik di dalam suatu negara.

Pertanyaan: Dahulu sebenarnya pertumbuhan ekonomi Jepang dapat dijadikan pemicu

bagi pertumbuhan ekonomi ASEAN, sekarang tampaknya ASEAN mengharapkan

menjadi rantai dari perkembangan ekonomi Cina yang begitu pesat, sebenarnya seberapa

besarkah potensi ekonomi Cina tersebut? Apakah Cina mampu menjadi lokomotif

pendorong bagi tumbuhnya perkonomian ASEAN?

Jawaban: Diharapkan seperti itu, tetapi dengan Jepang sendiri bukan berarti berakhir,

hanya saja memang agak menurun karena kondisi dalam negerinya. Nah kerjasama

dengan Cina diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Itu semua

tergantung kondisi dalam negeri, jadi kalo kondisi seperti Indonesia tidak dapat

menangkap peluang dari Cina itu dia tidak akan bisa mngikuti arus itu karena produk

Cina yang berlimpah. Pemerintahan yang bersih dan kondusif itu kuncinya. Singapura

juga berhasil karena pemerintahan yang kuat.

Pertanyaan: Dahulu ada anggapan bahwa Cina dapat menjadi ancaman ideologi, seperti

perkembangan komunisme di Asia Tenggara. Apakah saat ini dengan perkembangan

ekonomi Cina dan kerjasama yang terbentuk dengan ASEAN, masihkah mungkin ada

anggapan yang menyatakan bahwa perkembangan ekonomi Cina bisa berimplikasi pada

perkembangan pengaruh komunisme di Asia Tenggara?

Jawaban: Saya rasa tidak. Jadi meskipun ekonominya kapitalis dan politiknya komunis,

namun ideologinya dia tidak mempengaruhi wilayah dan negara lain, pandangan itu tidak

benar.

Page 122: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

Pertanyaan: Pemberlakuan skema ACFTA ini sebenarnya telah bertahap dilaksanakan

sejak 2004 melalui skema Early Harvest Program (EHP), sejauh ini sampai pemberlakuan

penuhnya di 2010, bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi ASEAN dan

Cina? Apakah terbukti adanya peningkatan perdagangan antara kedua belah pihak?

Selanjutnya apakah pertumbuhan ekonomi yang dialami sebagai akibat dari program

ACFTA ini berjalan seimbang bagi kedua belah pihak ataukah hanya menguntungkan

dari salah satu pihak saja?

Jawaban: Contohnya saja mengenai investasi, yang jelas kelihatan nyata itu investasi,

jadi banyak pelaku-pelaku bisnis dari Cina yang mau berinvestasi seperti pengeboran

minyak, batu bara. Meskipun ASEAN juga banyak dirugikan, tetapi investasi itu yang

sangat kelihatan meningkat. Pertambangan dan pertanian (beras, sayur-sayuran, dan

buah) terutama dari Vietnam, Thailand yang sangat menguntungkannya. Ya memang

diakui kalo Cina akan lebih untung, karena tarif pekerja di sana lebih rendah, murah, dan

produksinya banyak, ASEAN tidak sampai seperti Cina. Jadi ASEAN-Cina memang ada

peningkatan perdagangannya.

Pertanyaan: Implementasi ACFTA ini, tentu mendapatkan tanggapan pro dan kontra dari

berbagai kalangan, seperti yang terjadi di Indonesia. Sebenarnya bagaimana respon yang

terjadi di negara anggota ASEAN lainnya? Apakah tanggapannya lebih ke arah pro atau

kontra dalam pelaksanaan ACFTA ini?

Jawaban: Saya rasa mereka menerima, karena dengan adanya kerjasama dengan Cina

maka ekspornya akan lebih besar, contohnya Vietnam dan Thailand (beras), sektor

pertanian, bahan baku minyak, batu bara karena penduduk Cina kan 1,3 milyar ya. Jadi

saling menguntungkan, meskipun ada beberapa hal yang dirugikan. Jadi Amerika dan

Jepang saja kewalahan menghadapinya, apalagi ASEAN. Produk-produk Cina kan sangat

murah, tetapi jangan salah kualitasnya juga kurang baik. Berbeda misalnya dengan

Jepang, kalo Jepang dia memproduksi suatu produk itu kualitasnya dijamin, kalo Cina

tidak. Hanya kalo Amerika, itu membatasi dengan melihat kualitasnya, makannya produk

Cina yg ke Jepang atau Amerika akan lebih bagus mutunya daripada yang ke ASEAN,

meskipun mereknya sama, namun kualitasnya lebih bagus di sana.

Pertanyaan: Segera setelah Framework ACFTA terbentuk (2002), Jepang merespon hal

ini dengan mengajukan perjanjian kerjasama yang serupa kepada ASEAN (2003).

Apakah hal ini mengindikasikan persaingan yang begitu besar antara Jepang dan Cina

dalam memperebutkan pengaruh di kawasan Asia Tenggara? Serta seberapa pentingkah

Page 123: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

posisi ASEAN sebagai pemersatu bagi keduanya yang memang memiliki historical

barrier?

Jawaban: Begini, Jepang, Cina dan Korsel itu mereka tidak bisa duduk bersama-sama

karena ada historical barrier. Tetapi Cina yang paling agresif, kemudian Jepang baru

Korsel. Hal ini menguntungkan buat ASEAN sebagai mediator dari ketiganya, begitupula

dengan negara-negara Eropa (Rusia) dengan Amerika, ASEAN sebagai mediator. Jadi

meskipun ASEAN bekerjasama dengan negara-negara lain, ASEAN harus tetap sebagai

driving force.

Pertanyaan: Setelah ACFTA terbentuk, dan mulai berlaku penuh pada 2010, apakah ada

peningkatan hubungan kerjasama lagi?

Jawaban: Saya rasa itu sudah agreement dan ditandatangani, dan implementasinya akan

berjalan terus. Yang terakhir terbentuk, yang implemantasinya 2010 dan akan terus

berjalan, jadi belum ada yang baru lagi.

Jadi kesimpulannya tadi, daya tarik ASEAN bagi Cina itu jumlah penduduk, Cina

membutuhkan bahan baku. Sedangkan daya tarik Cina bagi ASEAN, itu pemasaran yang

1,3 milyar, terus mampu mengimbangi dominasi Jepang dan AS di kawasan Asia

Tenggara. Jadi oleh karena itu bukan hanya ekonomi, tapi ekonomi politik dan keamanan

yang saling berkaitan. Tapi kalo ekonomi kan nyata ya ada kerjasamanya, kalo keamanan

itu membaiknya konflik laut cina selatan. Dampaknya sendiri berbeda-beda tergantung

kesiapan masing-masing negara.

Page 124: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

LAMPIRAN 2

Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-Operation Between ASEAN and the People's

Republic of China

Phnom Penh, 4 November 2002

PREAMBLE

WE, the Heads of Government/State of Brunei Darussalam, the Kingdom of Cambodia, the Republic of

Indonesia, the Lao People's Democratic Republic ("Lao PDR"), Malaysia, the Union of Myanmar, the

Republic of the Philippines, the Republic of Singapore, the Kingdom of Thailand and the Socialist Republic

of Viet Nam, Member States of the Association of South East Asian Nations (collectively, “ASEAN” or

“ASEAN Member States”, or individually, “ASEAN Member State”), and the People’s Republic of China

(“China”):

Recalling our decision made at the ASEAN-China Summit held on 6 November 2001 in Bandar Seri

Begawan, Brunei Darussalam, regarding a Framework on Economic Co-operation and to establish an

ASEAN-China Free Trade Area (“ASEAN-China FTA”) within ten years with special and differential

treatment and flexibility for the newer ASEAN Member States of Cambodia, Lao PDR, Myanmar and Viet

Nam (“the newer ASEAN Member States”) and with provision for an early harvest in which the list of

products and services will be determined by mutual consultation;

Desiring to adopt a Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation (“this Agreement”)

between ASEAN and China (collectively, “the Parties”, or individually referring to an ASEAN Member State

or to China as a “Party”) that is forward-looking in order to forge closer economic relations in the 21st

century;

Desiring to minimise barriers and deepen economic linkages between the Parties; lower costs; increase intra-

regional trade and investment; increase economic efficiency; create a larger market with greater opportunities

and larger economies of scale for the businesses of the Parties; and enhance the attractiveness of the Parties to

capital and talent;

Being confident that the establishment of an ASEAN-China FTA will create a partnership between the

Parties, and provide an important mechanism for strengthening co-operation and supporting economic

stability in East Asia;

Recognising the important role and contribution of the business sector in enhancing trade and investment

between the Parties and the need to further promote and facilitate their co-operation and utilisation of greater

business opportunities provided by the ASEAN-China FTA;

Recognising the different stages of economic development among ASEAN Member States and the need for

flexibility, in particular the need to facilitate the increasing participation of the newer ASEAN Member States

in the ASEAN-China economic co-operation and the expansion of their exports, including, inter alia, through

the strengthening of their domestic capacity, efficiency and competitiveness;

Reaffirming the rights, obligations and undertakings of the respective parties under the World Trade

Organisation (WTO), and other multilateral, regional and bilateral agreements and arrangements;

Recognising the catalytic role that regional trade arrangements can contribute towards accelerating regional

and global liberalisation and as building blocks in the framework of the multilateral trading system;

Have agreed as follows:

ARTICLE 1

Objectives

The objectives of this Agreement are to:

a. strengthen and enhance economic, trade and investment co-operation between the Parties;

b. progressively liberalise and promote trade in goods and services as well as create a transparent, liberal and

facilitative investment regime;

c. explore new areas and develop appropriate measures for closer economic co-operation between the Parties;

and

Page 125: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

d. facilitate the more effective economic integration of the newer ASEAN Member States and bridge the

development gap among the Parties.

ARTICLE 2

Measures For Comprehensive Economic Co-operation

The Parties agree to negotiate expeditiously in order to establish an ASEAN-China FTA within 10 years, and

to strengthen and enhance economic co-operation through the following:

a. progressive elimination of tariffs and non-tariff barriers in substantially all trade in goods;

b. progressive liberalisation of trade in services with substantial sectoral coverage;

c. establishment of an open and competitive investment regime that facilitates and promotes investment within

the ASEAN-China FTA;

d. provision of special and differential treatment and flexibility to the newer ASEAN Member States;

e. provision of flexibility to the Parties in the ASEAN-China FTA negotiations to address their sensitive areas in

the goods, services and investment sectors with such flexibility to be negotiated and mutually agreed based on

the principle of reciprocity and mutual benefits;

f. establishment of effective trade and investment facilitation measures, including, but not limited to,

simplification of customs procedures and development of mutual recognition arrangements;

g. expansion of economic co-operation in areas as may be mutually agreed between the Parties that will

complement the deepening of trade and investment links between the Parties and formulation of action plans

and programmes in order to implement the agreed sectors/areas of co-operation; and

h. establishment of appropriate mechanisms for the purposes of effective implementation of this Agreement.

PART 1

ARTICLE 3

Trade In Goods

1. In addition to the Early Harvest Programme under Article 6 of this Agreement, and with a view to expediting

the expansion of trade in goods, the Parties agree to enter into negotiations in which duties and other

restrictive regulations of commerce (except, where necessary, those permitted under Article XXIV (8)(b) of

the WTO General Agreement on Tariffs and Trade (GATT)) shall be eliminated on substantially all trade in

goods between the Parties.

2. For the purposes of this Article, the following definitions shall apply unless the context otherwise requires:

a. “ASEAN 6” refers to Brunei, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore and Thailand;

b. “applied MFN tariff rates” shall include in-quota rates, and shall:

i. in the case of ASEAN Member States (which are WTO members as of 1 July 2003) and China, refer to their

respective applied rates as of 1 July 2003; and

ii. in the case of ASEAN Member States (which are non-WTO members as of 1 July 2003), refer to the rates as

applied to China as of 1 July 2003;

c. “non-tariff measures” shall include non-tariff barriers.

3. The tariff reduction or elimination programme of the Parties shall require tariffs on listed products to be

gradually reduced and where applicable, eliminated, in accordance with this Article.

4. The products which are subject to the tariff reduction or elimination programme under this Article shall

include all products not covered by the Early Harvest Programme under Article 6 of this Agreement, and such

products shall be categorised into 2 Tracks as follows:

Page 126: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

a. Normal Track: Products listed in the Normal Track by a Party on its own accord shall:

i. have their respective applied MFN tariff rates gradually reduced or eliminated in accordance with specified

schedules and rates (to be mutually agreed by the Parties) over a period from 1 January 2005 to 2010 for

ASEAN 6 and China, and in the case of the newer ASEAN Member States, the period shall be from 1

January 2005 to 2015 with higher starting tariff rates and different staging; and

ii. in respect of those tariffs which have been reduced but have not been eliminated under paragraph 4(a)(i)

above, they shall be progressively eliminated within timeframes to be mutually agreed between the Parties.

b. Sensitive Track: Products listed in the Sensitive Track by a Party on its own accord shall:

i. have their respective applied MFN tariff rates reduced in accordance with the mutually agreed end rates and

end dates; and

ii. where applicable, have their respective applied MFN tariff rates progressively eliminated within timeframes

to be mutually agreed between the parties

5. The number of products listed in the Sensitive Track shall be subject to a maximum ceiling to be mutually

agreed among the Parties.

6. The commitments undertaken by the Parties under this Article and Article 6 of this Agreement shall fulfil the

WTO requirements to eliminate tariffs on substantially all the trade between the Parties.

7. The specified tariff rates to be mutually agreed between the Parties pursuant to this Article shall set out only

the limits of the applicable tariff rates or range for the specified year of implementation by the Parties and

shall not prevent any Party from accelerating its tariff reduction or elimination if it so wishes to.

8. The negotiations between the Parties to establish the ASEAN-China FTA covering trade in goods shall also

include, but not be limited to the following:

a. other detailed rules governing the tariff reduction or elimination programme for the Normal Track and the

Sensitive Track as well as any other related matters, including principles governing reciprocal commitments,

not provided for in the preceding paragraphs of this Article;

b. Rules of Origin;

c. treatment of out-of-quota rates;

d. modification of a Party’s commitments under the agreement on trade in goods based on Article XXVIII of the

GATT;

e. non-tariff measures imposed on any products covered under this Article or Article 6 of this Agreement,

including, but not limited to quantitative restrictions or prohibition on the importation of any product or on

the export or sale for export of any product, as well as scientifically unjustifiable sanitary and phytosanitary

measures and technical barriers to trade;

f. safeguards based on the GATT principles, including, but not limited to the following elements: transparency,

coverage, objective criteria for action, including the concept of serious injury or threat thereof, and temporary

nature;

g. disciplines on subsidies and countervailing measures and anti-dumping measures based on the existing GATT

disciplines; and

h. facilitation and promotion of effective and adequate protection of trade-related aspects of intellectual property

rights based on existing WTO, World Intellectual Property Organization (WIPO) and other relevant

disciplines.

Page 127: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

ARTICLE 4

Trade In Services

With a view to expediting the expansion of trade in services, the Parties agree to enter into negotiations to

progressively liberalise trade in services with substantial sectoral coverage. Such negotiations shall be

directed to:

a. progressive elimination of substantially all discrimination between or among the Parties and/or prohibition of

new or more discriminatory measures with respect to trade in services between the Parties, except for

measures permitted under Article V(1)(b) of the WTO General Agreement on Trade in Services (GATS);

b. expansion in the depth and scope of liberalisation of trade in services beyond those undertaken by ASEAN

Member States and China under the GATS; and

c. enhanced co-operation in services between the Parties in order to improve efficiency and competitiveness, as

well as to diversify the supply and distribution of services of the respective service suppliers of the Parties.

ARTICLE 5

Investment

To promote investments and to create a liberal, facilitative, transparent and competitive investment regime,

the Parties agree to:

a. enter into negotiations in order to progressively liberalise the investment regime;

b. strengthen co-operation in investment, facilitate investment and improve transparency of investment rules and

regulations; and

c. provide for the protection of investments.

ARTICLE 6

Early Harvest

1. With a view to accelerating the implementation of this Agreement, the Parties agree to implement an Early

Harvest Programme (which is an integral part of the ASEAN-China FTA) for products covered under

paragraph 3(a) below and which will commence and end in accordance with the timeframes set out in this

Article.

2. For the purposes of this Article, the following definitions shall apply unless the context otherwise requires:

a. “ASEAN 6” refers to Brunei, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore and Thailand;

b. “applied MFN tariff rates” shall include in-quota rates, and shall:

i. in the case of ASEAN Member States (which are WTO members as of 1 July 2003) and China, refer to their

respective applied rates as of 1 July 2003; and

ii. in the case of ASEAN Member States (which are non-WTO members as of 1 July 2003), refer to the tariff

rates as applied to China as of 1 July 2003.

3. The product coverage, tariff reduction and elimination, implementation timeframes, rules of origin, trade

remedies and emergency measures applicable to the Early Harvest Programme shall be as follows:

a. Product Coverage

i. All products in the following chapters at the 8/9 digit level (HS Code) shall be covered by the Early Harvest

Programme, unless otherwise excluded by a Party in its Exclusion List as set out in Annex 1 of this

Agreement, in which case these products shall be exempted for that Party:

Chapter Description

01 Live Animals

02 Meat and Edible Meat Offal

03 Fish

Page 128: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

04 Dairy Produce

05 Other Animals Products

06 Live Trees

07 Edible Vegetables

08 Edible Fruits and Nuts

ii. A Party which has placed products in the Exclusion List may, at any time, amend the Exclusion List to place

one or more of these products under the Early Harvest Programme.

iii. The specific products set out in Annex 2 of this Agreement shall be covered by the Early Harvest Programme

and the tariff concessions shall apply only to the parties indicated in Annex 2. These parties must have

extended the tariff concessions on these products to each other.

iv. For those parties which are unable to complete the appropriate product lists in Annex 1 or Annex 2, the lists

may still be drawn up no later than 1 March 2003 by mutual agreement.

b. Tariff Reduction and Elimination

i. All products covered under the Early Harvest Programme shall be divided into 3 product categories for tariff

reduction and elimination as defined and to be implemented in accordance with the timeframes set out in

Annex 3 to this Agreement. This paragraph shall not prevent any Party from accelerating its tariff reduction

or elimination if it so wishes.

ii. All products where the applied MFN tariff rates are at 0%, shall remain at 0%.

iii. Where the implemented tariff rates are reduced to 0%, they shall remain at 0%.

iv. A Party shall enjoy the tariff concessions of all the other parties for a product covered under paragraph 3(a)(i)

above so long as the same product of that Party remains in the Early Harvest Programme under paragraph

3(a)(i) above.

c. Interim Rules of Origin

The Interim Rules of Origin applicable to the products covered under the Early Harvest Programme shall be

negotiated and completed by July 2003. The Interim Rules of Origin shall be superseded and replaced by the

Rules of Origin to be negotiated and implemented by the Parties under Article 3(8)(b) of this Agreement.

d. Application of WTO provisions

The WTO provisions governing modification of commitments, safeguard actions, emergency measures and

other trade remedies, including anti-dumping and subsidies and countervailing measures, shall, in the interim,

be applicable to the products covered under the Early Harvest Programme and shall be superseded and

replaced by the relevant disciplines negotiated and agreed to by the Parties under Article 3(8) of this

Agreement once these disciplines are implemented.

4. In addition to the Early Harvest Programme for trade in goods as provided for in the preceding paragraphs of

this Article, the Parties will explore the feasibility of an early harvest programme for trade in services in early

2003.

5. With a view to promoting economic co-operation between the Parties, the activities set out in Annex 4 of this

Agreement shall be undertaken or implemented on an accelerated basis, as the case may be.

PART 2

ARTICLE 7

Other Areas Of Economic Co-operation

1. The Parties agree to strengthen their co-operation in 5 priority sectors as follows:

a. agriculture;

b. information and communications technology;

Page 129: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

c. human resources development;

d. investment; and

e. Mekong River basin development.

2. Co-operation shall be extended to other areas, including, but not limited to, banking, finance, tourism,

industrial co-operation, transport, telecommunications, intellectual property rights, small and medium

enterprises (SMEs), environment, bio-technology, fishery, forestry and forestry products, mining, energy and

sub-regional development.

3. Measures to strengthen co-operation shall include, but shall not be limited to:

a. promotion and facilitation of trade in goods and services, and investment, such as:

ii. standards and conformity assessment;

iii. technical barriers to trade/non-tariff measures; and

iv. customs co-operation;

b. increasing the competitiveness of SMEs;

c. promotion of electronic commerce;

d. capacity building; and

e. technology transfer.

4. The Parties agree to implement capacity building programmes and technical assistance, particularly for the

newer ASEAN Member States, in order to adjust their economic structure and expand their trade and

investment with China.

PART 3

ARTICLE 8

Timeframes

1. For trade in goods, the negotiations on the agreement for tariff reduction or elimination and other matters as

set out in Article 3 of this Agreement shall commence in early 2003 and be concluded by 30 June 2004 in

order to establish the ASEAN-China FTA covering trade in goods by 2010 for Brunei, China, Indonesia,

Malaysia, the Philippines, Singapore and Thailand, and by 2015 for the newer ASEAN Member States.

2. The negotiations on the Rules of Origin for trade in goods under Article 3 of this Agreement shall be

completed no later than December 2003.

3. For trade in services and investments, the negotiations on the respective agreements shall commence in 2003

and be concluded as expeditiously as possible for implementation in accordance with the timeframes to be

mutually agreed: (a) taking into account the sensitive sectors of the Parties; and (b) with special and

differential treatment and flexibility for the newer ASEAN Member States.

4. For other areas of economic co-operation under Part 2 of this Agreement, the Parties shall continue to build

upon existing or agreed programmes set out in Article 7 of this Agreement, develop new economic co-

operation programmes and conclude agreements on the various areas of economic co-operation. The Parties

shall do so expeditiously for early implementation in a manner and at a pace acceptable to all the parties

concerned. The agreements shall include timeframes for the implementation of the commitments therein.

ARTICLE 9

Most-Favoured Nation Treatment

Page 130: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

China shall accord Most-Favoured Nation (MFN) Treatment consistent with WTO rules and disciplines to all

the non-WTO ASEAN Member States upon the date of signature of this Agreement.

ARTICLE 10

General Exceptions

Subject to the requirement that such measures are not applied in a manner which would constitute a means of

arbitrary or unjustifiable discrimination between or among the Parties where the same conditions prevail, or a

disguised restriction on trade within the ASEAN-China FTA, nothing in this Agreement shall prevent any

Party from taking and adopting measures for the protection of its national security or the protection of articles

of artistic, historic and archaeological value, or such other measures which it deems necessary for the

protection of public morals, or for the protection of human, animal or plant life and health.

ARTICLE 11

Dispute Settlement Mechanism

1. The Parties shall, within 1 year after the date of entry into force of this Agreement, establish appropriate

formal dispute settlement procedures and mechanism for the purposes of this Agreement.

2. Pending the establishment of the formal dispute settlement procedures and mechanism under paragraph 1

above, any disputes concerning the interpretation, implementation or application of this Agreement shall be

settled amicably by consultations and/or mediation.

ARTICLE 12

Institutional Arrangements For The Negotiations

1. The ASEAN-China Trade Negotiation Committee (ASEAN-China TNC) that has been established shall

continue to carry out the programme of negotiations set out in this Agreement.

2. The Parties may establish other bodies as may be necessary to co-ordinate and implement any economic co-

operation activities undertaken pursuant to this Agreement.

3. The ASEAN-China TNC and any aforesaid bodies shall report regularly to the ASEAN Economic Ministers

(AEM) and the Minister of the Ministry of Foreign Trade and Economic Co-operation (MOFTEC) of China,

through the meetings of the ASEAN Senior Economic Officials (SEOM) and MOFTEC, on the progress and

outcome of its negotiations.

4. The ASEAN Secretariat and MOFTEC shall jointly provide the necessary secretariat support to the ASEAN-

China TNC whenever and wherever negotiations are held.

ARTICLE 13

Miscellaneous Provisions

1. This Agreement shall include the Annexes and the contents therein, and all future legal instruments

agreed pursuant to this Agreement.

2. Except as otherwise provided in this Agreement, this Agreement or any action taken under it shall

not affect or nullify the rights and obligations of a Party under existing agreements to which it is a

party.

3. The Parties shall endeavour to refrain from increasing restrictions or limitations that would affect

the application of this Agreement.

ARTICLE 14

Amendments

The provisions of this Agreement may be modified through amendments mutually agreed upon in writing by

the Parties.

ARTICLE 15

Depositary

For the ASEAN Member States, this Agreement shall be deposited with the Secretary-General of ASEAN,

who shall promptly furnish a certified copy thereof, to each ASEAN Member State.

Page 131: PEMBENTUKAN ASEAN CINA FREE TRADE AREA ACFTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32904/3/ALI... · FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

ARTICLE 16

Entry Into Force

1. This Agreement shall enter into force on 1 July 2003.

2. The Parties undertake to complete their internal procedures for the entry into force of this Agreement prior to

1 July 2003.

3. Where a Party is unable to complete its internal procedures for the entry into force of this Agreement by 1

July 2003, the rights and obligations of that Party under this Agreement shall commence on the date of the

completion of such internal procedures.

4. A Party shall upon the completion of its internal procedures for the entry into force of this Agreement notify

all the other parties in writing.

IN WITNESS WHEREOF, WE have signed this Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-

operation between the Association of South East Asian Nations and the People’s Republic of China.

DONE at Phnom Penh, this 4th day of November, 2002 in duplicate copies in the English Language.