PEMBENIHAN DAN BUDIDAYA KUDA LAUT (Hippocampus spp)oseanografi.lipi.go.id/laporan/SAFAR DODY_LAPORAN...
Transcript of PEMBENIHAN DAN BUDIDAYA KUDA LAUT (Hippocampus spp)oseanografi.lipi.go.id/laporan/SAFAR DODY_LAPORAN...
LAPORAN AKHIR TAHUNAN
KEGIATAN PENELITIANTAHUN ANGGARAN 2017
(Periode I, 2017)
(Dr. Ir. Safar Dody, M.Si)
PUSAT PENELITIAN OSEANOGRAFI
LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
TAHUN 2017
PEMBENIHAN DAN BUDIDAYA KUDA LAUT (Hippocampus spp)
LEMBARAN PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan/Penelitian
2. Sub Kegiatan
3. Peneliti Kepala
Nama Lengkap
Jenis Kelamin
4. Lama Penelitian
Tahun dimulai
Tahun berakhir
5. Tahun ke –
6. Total Biaya Keseluruhan
Tahun I (2017)
Tahun II (2018)
Tahun II (2019)
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Pembenihan dan Budidaya Kuda Laut (Hippocampus spp).
Kompetensi Inti (Tematik)
Dr. Ir. Safar Dody, M.Si
Laki-Laki
3 (Tiga) Tahun
2017
2019
I (Pertama)
Rp. 150.000.000,-
Rp. 150.000.000,-
--
--
Jakarta, 30November 2017
Kepala Kelompok Penelitian, Peneliti Kepala/Koordinator,Budidaya dan Bioprospeksi Laut,
Dr. Tutik Murniasih Dr. Ir. Safar Dody, M.SiNIP. 19710927 1996032 002 NIP. 19631101 1991031 004
Mengetahui,
Kepala Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Ketua PME P2O LIPI,
Dr. Dirhamsyah, MA. Dr. A’an Johan WahyudiNIP. 196112211981031001 NIP. 19830120 2006041 005
PENGANTAR
Kegiatan Kompetensi Inti (Tematik) Tahun 2017 dengan topik bahasan utama adalah
“Pembenihan dan Budidaya Kuda Laut (Hippocampus spp)”., dilaksanakan di perairan
Ternate, Maluku Utara. Tujuan utama dari kegiatan Tematik tahun 2017 adalah mendapatkan
Kuda Laut potensial asal perairan Maluku Utara. Untuk mendukung kegiatan utama tersebut
ada beberaparangkaian kegiatan yang meliputi: survey pendahuluan, penyiapan berbagai
sarana pendukung di Laboratorium budidaya SPL LIPI Ternate dan kegiatan survey lapangan
untuk mengkaji kondisi habitat dan potensi induk Kuda Laut pada lokasi pengamatan, dan
kunjungan laboratorium ke Instansi yang terkait.
Persiapan sarana pendukung yang dilakukan meliputi perbaikan instalasi listrik, air
dan udara serta pengecekan terhadap mesin blower dan mesin pompa air laut. Penyiapan
sarana kultur massal pakan alami (zooplankton dan fitoplankton) serta penyiapan sarana
pemeliharaan berupa bak-bak dan akuarium dan serta keramba pemeliharaan dan
penampungan di laut.
Kuda Laut yang ditemukan di perairan Ternate, Maluku Utara selama kegiatan
berlangsung adalah satu jenis dari species Hippocampus kuda. Selanjutnya dilakukan
aklimatisasi untuk mendapatkan calon induk di laboratorium serta pemeliharaan lanjutan dan
penjodohan calon induk. Perbanyakan pakan alami secara massal juga dilakukan karena
merupakan faktor utama keberhasilan budidaya kuda laut.
Jakarta, 30 November 2017
Tim Peneliti
TIM PENELITI :
1. Dr. Ir. Safar Dody, M.Si
2. Ir. M. Djen Marasabessy, MP
3. Raismin Kotta, S.Pi
Kontak : Safar Dody([email protected])
DAFTAR ISI
No. Halaman
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Permasalahan
3. Tujuan dan Sasaran
4. Hopotesis
B. PROSEDUR DAN METODOLOGI
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
D. KESIMPULAN DAN SARAN
E. REKAPITULASI PENGGUNAAN DANA
F. DAFTAR PUSTAKA
G. LAMPIRAN
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kuda laut tersebar pada daerah tropis maupun sub tropis, pada umumnya hidup di
perairan dangkal dengan habitat padang lamun (segrass), karang (coral reef), rumput laut
(sea weed) dan mangrove. Di perairan Indonesia telah diketahui ada sembilan jenis kuda laut.
Komoditas ini dimanfaatkan baik sebagai ikan hias maupun sebagai bahan baku industri obat-
obatan tradisional. Kuda laut dikenal dengan nama Hippocampus, yang berarti kuda yang
bergerigi dan sesuai dengan bentuk morfologinya yang unik dan aneh. Tubuh bersegmen dan
mempunyai satu sirip punggung, insang membuka sangat kecil yang dilengkapi sepasang
siripdada (pectoralfin), satu sirip dubur (analfin) yang sangat kecil, sirip perut dan sirip ekor
tidak ada (NELSON 1976, WEBER & BEAUFORT 1922).
Kuda laut termasuk hewan karnivora, mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak,
makanannya adalah segala jenis hewan hidup ukuran kecil seperti larva ikan, udang-udan dan
invertebrate lainnya. Kuda laut tidak memiliki gigi dan perut, mangsanya langsung ditelan
secara utuh dan langsung masuk ke sistem pencernaannya. Dengan kemampuannya dengan
kemampuannya untuk berkamuflase memungkinkan menjadi predator. Selain sebagai
predator, kuda laut juga merupakan sasaran beberapa predator yang berukuran labih besar.
Hewan predator yang dapat menjadi pemangsa kuda laut dewasa antara lain adalah kepiting
dan ikan-ikan pelagis ukuran besar.
Kuda laut mempunyai nilai pasaran baik di dalam maupun di luar negeri karena
memiliki nilai ekonomis bagi masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya hayati laut
tersebut, maka sumberdaya kuda laut harus dikelola secara baik dan lestari. Manfaat kuda
laut adalah sebagai obat tradisional, ikan akuarium, cinderamata, dan makanan tonic. Obat
Tradisional Cina (TCM) merupakan pasar terbesar untuk perdagangan kuda laut (HANSEN
& CUMMINS, 2002).
Kuda laut (Hipocampus spp) merupakan komoditas yang kian diburu hingga
mengancam kelestariannya. Sebagai salah satu biota yang memiliki nilai jual namun terancam
punah, diperlukan suatu terobosan yang tepat sehingga biota tersebut dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat sebagai salah satu alternatif peningkatan pendapatan tanpa mengesampingkan segi
pelestariannya. Berkaitan dengan upaya pelestarian Kuda Laut agar populasinya dapat
bertahan di alam, kegegiatan budidaya diperlukan untuk menghasil anakan guna ditebar pada
habitatnya di alam
Teknologi budidaya dapat diterapkan sebagai salah satu alternatif kegiatan untuk
mengembangkan kuda laut. Tehnik pematangan induk, pembenihan dan pemberian pakan yang
tepat pada fase larva hingga dewasa merupakan faktor utama yang perlu diamati sehingga
diperoleh faktor penentu dalam mengembangkan kuda laut sebagai salah satu komoditi yang
dapat diproduksi serta dimanfaatkan secara berkesnambungan. Sehubungan dengan hal
tersebut, kajian tentang sebaran, potensi dan habitat diperlukan agar dalam penebaran hasil
budidaya nanti kelestarian Kuda Laut dapat dipertahankan.
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan penelitian Kompetensi Inti (Tematik) tahun 2017
tentang “Pembenihan dan budidaya Kuda Laut (Hippocampus spp)’, telah dilakukan
sejumlah kegiatan survey yang meliputi: penyiapan berbagai sarana pendukung di
Laboratorium budidaya SPL LIPI Ternate dan kegiatan survey lapangan untuk mengkaji
kondisi habitat dan potensi induk Kuda Laut pada lokasi pengamatan, dan kunjungan
laboratorium ke Instansi yang terkait.
Selanjutnya yang menjadi target utama pada kegiatan tahun 2017 ini adalah
mendapatkan jenis Kuda Laut yang potensial serta mengetahui karakteristik habitatnya.
Selanjutnya dilakukan aklimatisasi di laboratoriun serta pemeliharaan lanjutan dan
penjodohan calon induk. Perbanyakan pakan alami secara massal juga dilakukan karena
merupakan factor utama keberhasilan budidaya kuda laut.
2. Permasalahan
Sebagaimana diketahui, kuda laut merupakan jenis ikan yang dilindungi sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
Satwa Liar. Konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar telah memasukkan
33 spesies kuda laut ke dalam daftar Appendix II CITES yang berarti bahwa perdagangan
kuda laut harus mengikuti ketentuan perdagangan internasional dimana CITES
merekomendasikan batas minimal ukuran minimal 10 cm untuk semua spesimen kuda laut
dalam perdagangannya. Selain itu, lalu lintas perdagangan dilakukan dalam bentuk hidup dan
bukan dalam bentuk kering. Penetapan tersebut didasari oleh kenyataan bahwa status kuda
laut di alam yang terancam punah akibat pemanfaatan manusia. Beberapa lokasi di Indonesia
diduga telah mengalami penurunan populasi dan kehilangan jenis kuda laut akibat eksploitasi
dan tekanan penangkapan yang berlebih.
Petunjuk pelaksanaan tentang monitoring populasi kuda laut di alam telah dirilis oleh
Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2016 lalu, sehingga keberadaan kuda laut di
suatu daerah dapat diketahui secara tepat dengan metode yang seragam dan baku. Dengan
demikian sebagai langkah awal untuk melakukan kegiatan pembenihan dan budidaya kuda
laut, terlebih dahulu informasi tentang kondisi populasi dan keberadaan jenis kuda laut di
suatu lokasi haruslah diketahui terlebih dahulu. Informasi tentang kondisi habitat alami kuda
laut di suatu lokasi perlu diketahui karena akan berhubungan dengan upaya restocking biota
tersebut di alam. Begitupun halnya dengan upaya aklimatitasi hingga kegiatan domestikasi
perlu dilakukan bagi calon-calon induk kuda laut, sehingga pada akhirnya upaya pembenihan
dan budidaya kuda laut dapat berjalan dengan baik.
Dalam kegiatan budidaya kuda laut, peranan pakan alami dan pakan buatan
merupakan faktor utama dasamping pengontrolan kualitas air dan penyakit. Disamping itu
penangan calon induk melalui proses penjodohan hingga mendapatkan pasangan induk yang
siap memijah dalam kondisi terkontrol hingga mengasilkan anakan dengan dengan tingkat
keloloshidupan (survival rate) yang tinggi merupakan goals yang harus dicapai.
Pada akhirnya keberadaan sarana dan prasarana penunjang serta kesiapan tenaga
pelaksana dengan kemampuan (skill) yang mumpuni akan menentukan keberhasilan dari
kegiatan yang dilaksanakan. Out put dari kegiatan ini akan memberikan manfaat dari dua sisi,
yakni pemanfaatan kuda laut secara berkesinambungan serta upaya restocking yang
menjamin kestabilan populasinya di alam.
Nformasi ilmiah tentang keberadaan jenis-jenis kuda laut di wilayah timur Indonesia
khusunya perairan Malukuu Utara dapat disajikan melalui publikasi ataun pertemuan-
pertemuan ilmiah yang akan menambah khasanah pengayaan informasi yang ter update bagi
stake holder yang berkepentingan.
3. Tujuan dan Sasaran
1. Mendapatkan kuda laut dari hasil kegiatan budidaya dan mengurangi ketergantungan
akan benih dari alam;
2. Mendapatkan tehnik budidaya kuda laut dengan sistem resirkulasi
3. Mendapatkan tehnik dan formulasi pakan untuk meningkatkan survival rate larva dan
laju pertumbuhan anakan.
4. Hipotesis
Kondisi habitat yang sesuai akan menjamin kehidupan Kuda Laut dan kestabilan
populasinya di almm
B. PROSEDUR DAN METODOLOGI
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret – November 2017 di perairan Pulau Ternate
dan sekitarnya. Metode kuadrat sampling digunakan dalam pengambilan sampel Kuda Laut
yang dibantu dengan jaring tarik (beach seine) berukuran 10 m x10 m dan diameter mata
jaring 5 mm. Jaring yang ditarik sejajar garis pantai pada 6 stasiun pengamatan, dimana tiap
stasiun pengamatan terdapat 10 kuadrat sampling, sehingga total kuadrat sampling ada 60.
Stasiun 1 dan 2 terletak di P. Ternate sebelah selatan, Stasiun 3 dan 4 terletak di P. Maitara
sebelah selatan dan timur, serta Stasiun 5 dan 6 di P. Halmahera (Sofifi sebelah Barat).
Penentuan stasiun pengamatan berdasarkan informasi dari masyarakat setempat tentang
keberadaan Kuda Laut serta kondisi habitat yang diprediksi merupakan tempat hidupnya
Kuda Laut. (Gambar 1). Seluruh Kuda Laut yang dijumpai,pada tiap stasiun pengamatan
dihitung jumlahnya kemudian dimasukkan kedalam plastik, diberi air laut dan oksigen untuk
kemudian di bawa ke laboratorium untuk keperluan analisis selanjutnya.
Pengamatan kondisi habitat Kuda Laut dilakukan secara langsung dengan
menggunakan alat snorkeling dan scuba diving, yang meliputi areal mangrove, lamun,
substrat dasar perairan dan areal terumbu karang. Pengamatan kualitas perairan tiap stasiun
pengamatan dilakukan secara in situ menggunakan water quality checker, sedangkan kondisi
habitat diamati secara visual, dicatat kondisi vegetasi dan substratnya.Wahana yang
digunakan adalah speed boat, long boat, dan sampan bermesin (katinting).
Untuk mengetahui kepadatan jenis Kuda Laut, dihitung jumlah individu per satuan
luas. Kepadatan jenis pada masing-masing lokasi sampling dihitung dengan menggunaka
rumus Odum(1971), ( Jumanto, 2013) sebagai berikut:
Di mana:
Di = Kepadatan jenis (individu/m2)
ni = Jumlah total individu jenis (Individu)
A = Luas daerah yang disampling (m2).
Contoh Kuda Laut hidup yang ditemukan diaklimatisasi di Laboratorium dan keramba
apung di laut serta diamati perkembangannya. Selama dalam proses aklimatisasi Kuda Laut
diberi pakan alami berupa, fitoplankton, rotifer dan artemia serta udang rebon beku. Kuda
Laut yang ditemukan tersebut di pelihara didalam akuarium kapasitas 80 liter dan dipisahkan
sesuai ukurannya, yakni Kuda Laut dewasa dan anakan serta pasangan induk yang siap
memijah.
Gambar 1. Peta Perairan P. Ternate dan Lokasi Sampling ( = Stasiun Pengamatan)
1 2P. Maitara
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Sarana Pendukung Kegiatan Budidaya
Sebelum kegiatan penelitian tentang Kuda Laut dilakukan terlebih dahulu dilakukan
pengecekan terhadap beberapa sarana pendukung kegiatan budidaya di Laboratorium SPL
Ternyata ada beberapa peralatan yang mengalami kerusakan tetapi belum sempat dilaporkan
ke P2O. Kerusakan terjadi pada mesin pompa air laut dan 2 buah mesin blower (penyuplai
udara). Juga terjadi kebocoran klep pada pipa utama penyuplai air laut ke Lab. Akibat
kerusakan yang terjadi tersebut menyebabkan terhambatnya suplai air laut secara kontinyu
untuk keperluan budidaya secara rutin. Alternatif yang ditempuh akibat kerusakan mesin dan
instalasi untuk pasokan air laut adalah dengan menggunakan pompa alkon (portable) yang
dioperasikan berdekatan dengan pantai, dengan cara mesinnya digotong setiap kali
beroperasi. Cara ini sangat praktis serta kemampuan alkon juga cukup terbatas. Selain itu
dilakukan cara manual yakni mengambil air laut langsung menggunakan wadah seadanya
yang sudah tentunya sangat membutuhkan tenaga ekstra. Untuk mengatasi persoalan tersebut
adalah dengan membuat rumah pompa yang letaknya berdekatan dengan sumber air laut.
Pengerjaan rumah pompa tersebut dilakukan secara gotong royong oleh tim pelaksana
kegiatan di Ternate. Dengan adanya rumah pompa tersebut diharapkan proses penarikan air
laut dengan menggunakan mesin pompa dapat lebih lancar.
Gambar 1. Pengerjaan rumah pompa yang ditempatkan di tepi laut agar memudahkanpenarikan air laut ke laboratorium budidaya.
Kondisi Habitat Tiap Stasiun Pengamatan
Pada Stasiun 1 (ST 1) kondisi substrat berupa pasir halus hingga kasar yang
ditumbuhi lamun jenis Thallassia hemprichii dengan kepadatan sedang yang diselingi jenis
Enhalus accoroides dengan kepadatan yang jarang. Pada areal yang lebih dekat dengan
daratan terdapat beberapa tumbuhan mangrove dengan kepadatan yang sangat jarang
(Gambar 2). Lokasi ST 1 sangat berdekatan dengan pemukiman dan aktivitas masyarakat.
Areal pengambilan contoh dilakukan pada daerah pesisir hingga kedalaman 2 meter.
Di sekitar pesisir selatan P. Ternate terdapat beberapa buah sungai yang kondisi
tidak berair pada musim kemarau, sebaliknya pada musim hujan airnya cukup berlimpah.
Sehingga sungai-sungai tersebut dapat dikatakann berperan sebagai saluran untuk
mengalirkan air hujan (run off) dari daratan.
Gambar 2. Kondisi habitat Kuda Laut di pesisir P. Ternate Selatan (Stasiun 1)
Stasiun 2 (ST 2) kondisi substrat berupa pasir berlumpur serta patahan karang mati
dan dasar perairannya terdapat tumbuhan Halimeda sp dengan kepadatan yang jarang. Pada
lokasi ini dijumpai tumbuhan mangrove dengan kerapatan yang sangat jarang (Gambar 3).
Kualitas perairan di ST 2 seperti tertera pada Tabel 2.
Stasiun 3 (ST 3) kondisi substrat berpasir hingga pasir berlumpur serta ditemukan 3
ekosistem peisisir yang hidup dengan baik yakni hutan mangrove, padang lamun dan terumbu
karang. Keberadaan mangrove dan lamun cukup padat serta keberadaan terumbu karang di
lokasi ini juga cukup beragam dan dalam kondisi cukup baik.Walaupun P. Maitara merupakan
pulau yang berpenghuni, namun kondisi kualitas perairannya cukup baik (Tabel 1). Stasiun 4
(ST 4) yang terletak di pesisir timur P. Maitara memiliki karakteristik fisik dengan hamparan
terumbu (reef flat) yang lebih sempit dibandingkan ST 3 serta keberadaan tumbuhan
mangrove dan lamun juga sangat jarang. Disamping itu substratnya lebih didominasi oleh
pasir dengan patahan karang mati serta keragaman terumbu karang yang relative lebih rendah
dari ST 3. Menurut Patty (2016) dari hasil interpretasidata citraLandsat8 diketahui
bahwaluaspadang lamundi sepanjang garispantai Pulau Ternate adalah 166,41 ha,pulau
Maitara 25,56 ha dan pulauTidore199,62 ha (Tabel 1).
Tabel 1. Panjang garis pantai, luasan rataan terumbu karang dan lamun berdasarkan analisaSIG (Patty, 2016).
Location
CoastLine(km)
IslandArea(ha)
coral reefarea (ha) Seagrass
area(ha)
Pulau Hiri 11,41 697,84 84,69 10,98
PulauTernate 42,36 10275,45 239,67 166,41
PulauMaitara 6,39 292,93 97,38 25,56
PulauTidore 47,48 11883,75 445,95 199,62
Stasiun 5 dan 6 yang terletak di sebelah barat P. Halmahera memiliki karakteristk fisik
masing relative berbeda. Stasiun 5 ditumbuhi pohon mangrove dan lamun yang cukup padat,
memiliki substrat dasar berupa pasir halus hingga kasar, dan makin ke laut terdapat terumbu
karang yang tidak terlalu padat. Stasiun 6 memiliki substrat terdiri dari pasir kasar, ditumbuhi
lamun yang jarang serta keberadaan mangrove juga jarang. Nilai parameter kualitas
perairannya dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai parameter kualitas perairan yang tercatat
tersebut tidak melewati ambang batas nilai baku mutu untuk kehidupan biota perairan
(KNLH, 2004)
Rata-rata nilai parameter kualitas perairan pada ST 1 yang terdiri suhu perairan (29.1oC), , kecerahan (1.5 m), salinitas (25.3 o/oo), pH (7.7) dan DO (5.3 mg/L). Nilai rata-rata
kualitas perairan seluruh stasiun pengamatan pada daerah penelitian untuk suhu berkisar
antara 29.1-30.2 oC, kecerahan berkisr antara 1.5-6.2 m, salinitas berkisar antara 25.3-32.2o/oo. Nilai pH berkisar antara 7.7-8.2 dan nilai DO berkisar antara 5.0-6.1 mg/L (Tabel 2).
Tabel 2. Nilai rerata parameter kualitas perairan setiap stasiun pengamatan
Station Temperature(oC)
Transparency SalinitypH
Dissolve(m) (o/oo) Oxygen(mg/L)
1 29.1 1.5 25.3 7.7 5.3
2 29.2 1.7 25.5 7.8 5.0
3 29.5 6.2 30.3 8.1 6.0
4 30.2 5.0 32.2 8.0 5.7
5 29.6 5.8 32.1 8.0 6.1
6 30.1 6.3 32.1 8.1 6.1
Sebaran, Habitat dan Potensi Kuda Laut
Survey habitat Kuda Laut (Hippocampus spp) dilakukan setelah mendapat informasi
dari berbagai pihak terutama para nelayan setempat. Lokasi yang menjadi target adalah P.
Ternate pesisir Selatan, P. Maitara sebelah Selatan dan P. Tidore sebelah Utara. Pada Stasiun
1 (ST 1) yang terletak P. Ternate sebelah Selatan, kondisi habitatnya terdiri dari pasir
berlumpur dan ditumbuhi hamparan lamun secara tidak merata yang ditemukan pada lokasi-
lokasi tertentu (Gambar 2).
Kuda Laut yang ditemukan pada daerah ini umumnya merupakan Kuda Laut muda
(anakan) karena ukurannya kecil, selain itu induknyapun berukuran relatif kecil. Informasi
yang berhasil dihimpun dari nelayan setempat, keberadaan Kuda Laut di lokasi ini cukup
melimpah pada saat musim selatan (musim gelombang). Pada saat kondisi perairan bergolak
Kuda Laut akan terbawa oleh arus ke tepi pantai akibat hembasan ombak, dan berlindung di
daerah lamun.
Lokasi Stasiun 2 (ST 2) yang berada pada kawasan pesisir P. Ternate Selatan pada
wilayah Desa Jambula, habitat Kuda Laut memiliki karakteristik habitat yang relatif berbeda
dengan ST1. Substrat dasarnya yang berupa pasir kasar ditumbuhi mangrove dan lamun yang
jarang serta ditumbuhi algae (Halimeda sp). Selain itu lokasinya berdekatan dengan muara
sungai.
Gambar 2. Kondisi habitat Kuda Laut di pesisir P. Ternate Selatan
Individu Kuda Laut yang ditemukan di Stasiun 2 berada di antara bebatuan dan algae
(Halimda sp) di dasar perairan. Pada lokasi ini umumnya Kuda Laut yang ditemukan
berukuran relatif besar yang tergolong induk serta tidak ditemukan fase anakannya (Gambar
3). Disamping pengamatan kondisi habitat dan keberadaan Kuda Laut juga dilakukan
pengambilan sampel air dan pengukuran kualitas air laut pada seluruh stasiun pengamatan.
Gambar 3. Kuda Laut di habitatnya pada ST 2 di pesisir P. Ternate sebelah Selatan
PadaStasiun 3 yang berlokasi di pesisir pantai selatan P. Maitara relatif kondisi
pantainya relatif landai dengan substrat dasar berupa pasir, patahan coral dan terumbu
karang. Terdapat tiga ekosistem pesisir di lokasi ini yang tumbuh cukup subur yaitu
mangrove, lamun dan terumbu karang (Gambar 4). Lokasi ST 3 walaupun kondisi habitatnya
cukup ideal, namun selama dilakukan sampling tidak ditemukan satu ekorpun Kuda Laut.
Hal ini diduga karenatim peneliti mengalami kendala dalam melakukan sampling akibat
rapatnya tumbuhan mangrove, sehingga Kuda Laut sulit ditemukan.
Gambar 4. Pengamatan habitat Kuda Laut di P. Maitara sebelah Selatan (ST 3).
Disamping itu menurut warga setempat Kuda Laut di P. Maitara biasanya akan
muncul pada musim-musim tertentu. Namun alternatif lain yang dapat dilakukan adalah
pengamatan Kuda Laut pada habitatnya di P. Maitara dengan melakukan sampling pada
malam hari, sesuai dengan kebiasaan Kuda Laut yang aktif mencari makan pada saat kondisi
gelap (malam hari).
Sampling yang dilakukan di sekitar pesisir P. Tidore bagian Utara yang berhadapan dengan P.
Maitara dilakukan dengan menyusuri perairan pesisir hingga ke tengah sampai pada
kedalaman 23 m (yang merupakan kedalaman maksimal pada lokasi tersebut), namun tidak
ditemukan Kuda Laut seekorpun. Kondisi substrat perairan selat antara P. Tidore dan P.
Maitara adalah berpasir dan ditemukan terumbu karang secara sporadis dengan kondisi yang
cukup baik. Selain itu ditemukan juga hamparan padang lamun yang cukup luas (Gambar 5).
Gambar 5. Kondisi habitat pada ST 4 antara P. Tidore dan P. Maitarahingga kedalam 23 m
Perairan selat antara P. Tidore dan P. Maitara merupakan perairan yang cukup ramai
dengan aktivitas pelayaran kapal dengan berbagai ukuran dan juga merupakan arus
pelayaran utama Kapal Ferry dan kapal motor lainnya yang melayani penumpang ke pulau-
pulau sekitarnya.
Sasaran penyelaman yang dilakukan pada daerah lamun dan terumbu karang di
perairan selat antara P. Tidore dan P. Maitara adalah untuk mengamati kemungkinan adanya
Kuda Laut dari berbagai jenis yang memilih habitat di daerah tersebut. Penyelaman ini
merupakan yang pertama kalinya, sehingga pengamatan secara detail tentang keberadaan
Kuda Laut di lokasi tersebut belum bisa dilakukan sepenuhnya. Tidak menutup kemungkinan
akan dilakukan pengamatan lanjutan secara lebih intensif lagi.
Pengamatan pada Stasiun 5 dan 6 di Pulau Halmahera (daerah Sofifi dan sekitarnya),
menunjukkan bahwa kondisi habitatnya cukup ideal bagi kehidupan Kuda Laut, namun pada
saat dilakukan sampling tidak ditemukan kehadiran Kuda Laut pada kedua stasiun pengamtan
tersebut (Gambar 6). Hal ini diduga bahwa posisi ST 5 dan ST 6 yang cukup terbuka,
sehingga lokasinya sering mendapat gempuran ombak. Hal ini akan menyulitkan Kuda Laut
dapat hidup dan berkembang di lokasi tersebut.
Gambar 6. Kondisi habitat pada ST 5 dan ST 6 di Pulau Halmahera
Kelimpahan dan Komposisi Kuda Laut
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan pada ke enam stasiun pengamatan,
menunjukkan bahwa keberadaan Kuda Laut hanya ditemukan pada lokasi ST 1 dan ST 2.
Kondisi habitat kedua stasiun tersebut yang terlindung dari gempuran ombak dan kondisi
arus yang lemah memungkinkan Kuda Laut dapat hidup dan berkembang biak di areal
tersebut. Disamping itu dengan adanya vegetasi mangrove turut pula memberi andil
menyumbangkan nutrient bagi kesuburan perairan setempat. Keberadaan areal padang serta
tumbuhan algae Halimeda sp merupakan sarana utama bagi Kuda Laut untuk berlindung dan
mencari makan (Gambar 7).
Gambar 7. Komposisi dan Jumlah Total Kuda Laut (Hippocampus kuda) pada ST 1 dan ST2
Hasil pengambilan contoh yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada ST 1
Kuda Laut yang dijumpai berada dalam fase anakan lebih dominan (75.81 %) dibandingkan
dengan yang berada pada fase dewasa (24.19%). Kepadatan Kuda Laut pada Stasiun 1 adalah
2,1 individu/m2. Kuda Laut yang berada fase dewasa tersebut didominasi oleh induk betina
(14.52%) dan induk jantan (9.68%) dari total Kuda Laut yang tertangkap selama pengamatan
berlangsung. Lain halnya pada Stasiun 2, Kuda Laut yang dijumpai seluruhnya berada dalam
fase dewasa dengan kepadatan 1 individu/m2, dengan komposisinya terdiri dari jantan
(46,77 %) dan betina (53,23 %).
Beberapa stasiun pengamatan yang potensial memiliki habitat yang ideal bagi Kuda
Laut adalah ST 3 dan ST 4 yang terletak di P. Maitara. Namun selama pengamatan di
lapangan pada kedua stasiun tersebut belum ditemukan keberadaan Kuda Laut. Hal ini diduga
0
20
40
60
80
Fry (%) Male (%) Female (%) Total(Indv.)
STATION 1 75,81 14,52 9,68 62STATION 2 0 46,77 53,33 30
Perc
enta
ge (%
)
berkaitan erat dengan karakteristik pesisir sebelah barat P. Maitara yang berhadapan dengan
P. Tidore yang dipisahkan oleh selat yang relatif sempit yang menimbulkan adanya pengaruh
aliran arus pasang surut yang cukup dominan serta pengaruh pukulan ombak pada musim-
musim tertentu. Hal inilah yang memungkinkan Kuda Laut tidak dapat bertahan lebih lama
untuk mencapai dan menetap pada lokasi tersebut. Begitupun halnya pada Stasiun 5 dan
Stasiun 6 juga tidak dijumpai kehadiran Kuda Laut pada kedua tempat tersebut. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa posisi kedua stasiun cukup terbuka dari pengaruh arus dan gempuran
ombak, sehingga daerah tersebut sulit dicapai oleh induk maupun larva Kuda Laut.
Berdasarkan pengamatan Februari hingga November 2017, menunjukkan bahwa
keberadaan Kuda Laut yang hadir di lokasi pengamatan hanya terfokus pada lokasi di sekitar
P. Ternate dengan puncak kemunculannya bulan April dan Oktober. Kemunculan Kuda Laut
pada bulan April dominasi oleh individu fase anakan dan Kuda Laut muda menjelang dewasa.
Sebaliknya kemunculannya pada bulan Oktober lebih dominasi oleh Kuda Laut dewasa yang
berada pada pase indukan yang siap memijah (Gambar 8).
Gambar 8. Puncak keberadaan Kuda Laut di perairan Pulau Ternate, Maluku Utara
Aklimatisasi dan Budidaya Kuda Laut
Pelaksanaan pembenihan dan budidaya Kuda Laut akan dilakukan di Laboratorium
Budidaya Stasiun Penelitian Lapangan LIPI di Ternate, Maluku Utara. Sejumlah persiapan
dilakukan diantaranya adalah persiapan keramba di laut, persiapan wadah-wadah
pemeliharaan berupa bak-bak fiber glass dan akuarium serta persiapan budidaya pakan alami
untuk larva Kuda Laut. Selain itu pembenahan instalasi udara dan air juga dilakukan
termasuk perbaikan kecil mesin pompa air laut dan mesin blower (suplay utama udara).
Kuda Laut yang didapat untuk sementara ini adalah dari jenis Hippocampus kuda,
sehingga persiapan untuk aklimatisasi ke laboratorium juga dilakukan, termasuk persiapan
budidaya pakan alami induknya (Gambar 9). Kuda Laut yang ditemukan selama kegiatan
sampling untuk sementara ditampung di dalam keramba tancap yang berlokasi tepat di
belakang kantor SPL Ternate.
Pada saat sampling di lapangan, Kuda Laut yang ditemukan berada dalam kondisi
berbagai fase yakni, fase anakan hingga dewasa dan matang gonad (mature). Selama proses
akimatisasi juga telah terjadi pemijahan yang menghasilkan larva Kuda Laut berjumlah 400-
600 individu/1 ekor induk. Namun dikarenakan sarana pemeliharaan larva hingga
penggelondongan belum memadai, maka larva-larva tersebut kembali dilepas kea lam.
Selama dalam proses aklimatisasi di dalam akuarium maupun bak-bak pemeliharaan,
Kuda Laut baik yang berada pada fase dewasa (induk) maupun fese anakan sudah bisa
mengkonsumsi pakan alami (plankton, artemia dan rebon) yang diberikan.
Gambar 9. Kuda Laut (Hippocampus kuda) dari perairan Maluku Utara yang ditempatkanpada keramba penampungan, akuarium dan bak-bak pemeliharaan selama proses aklimatisasi
D. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan pada ke enam stasiun pengamatan,
menunjukkan bahwa keberadaan Kuda Laut hanya ditemukan pada lokasi ST 1 dan ST 2.
Kondisi habitat kedua stasiun tersebut yang terlindung dari gempuran ombak dan kondisi arus
yang lemah memungkinkan Kuda Laut dapat hidup dan berkembang biak di areal
tersebut.Disamping itu dengan adanya vegetasi mangrove turut pula memberi andil
menyumbangkan nutrient bagi kesuburan perairan setempat. Keberadaan areal padanglamun
serta tumbuhan algae Halimeda sp merupakan sarana utama bagi Kuda Laut untuk berlindung
dan mencari makan. Sebaran populasi Kuda Laut berada di sekitar perairan P. Ternate dengan
puncak kemunculannya pada bulan April yang didominasi oleh Kuda Laut pada fase anakan
dan keberadaan pada bulan Oktober yang didominasi oleh indukan siap memijah.
Saran
Penelitian ini hendaknya perlu dilanjutkan, mengingat sebagian informasi tentang
kondisi populasi Kuda Laut di perairan Maluku Utara telah diketahui yang merupakan
pijakan awal dalam pengembangan budidayanya. Persiapan sarana dan prasaran yang
menunjang kegiatan budidaya secara keseluruhan di SPL Ternate perlu dilengkapi agar dapat
menunjang keberhasilan penelitian ini serta SDM yang dianggap sudah mampu melakukan
kegiatan budidaya.
E. REKAPITULASI PENGGUNAAN DANA
(PERIODE 1 FEBRUARI-30 NOVEMBER 2017)
NO. JENIS BELANJAPAGU
ANGGARANDAYA SERAP SISA
JUMLAH % JUMLAH %
01 Bahan Persiapan Kegiatan 36,437,000,-` 23,020,000,- 13,417,000
02 Belanja Barang Non Operasional 5,920,000,- 5,920,000,- 0
03 Beban sewa 14,000,000,- 13,150,000,- 850,000
04 Belanja perjalanan biasa 86,775,000,- 86,753,000,- 22,500
05 Pelaporan Kegiatan 6,250,000,- 6,250,000,- 0
06 Peralatan dan Mesin (rancang bangun)JUMLAH SELURUHNYA 149,383,000,-
F. DAFTAR PUSTAKA
Anononim, ……. : https://makassar.terkini.id/kementerian-kelautan-dan-perikanan-gagalkan-penyelundupan-kuda-laut-kering-2/
Calef, Z., Ferber, P. &Fedrizzi, N.2012. Summary of Seahorse Population and DistributionKoh Rong Samloem Preah Sihanouk, Cambodia. Marine Conservation Cambodia
Effendi,H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius, Yogyakarta .258 hal.
KNLH, 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004, TentangBaku Mutu Air Laut. Jakarta.
Setiawan, D. 2009. Studi Komunitas makrozoobenthos di Perairan Hilir Sungai LematangSekitar Daerah Pasar Bawah Kabupaten Lahat. Jurnal PenelitianSains. EdisiKhususDesember2009(D) 09:12-14.
Tahir, A. 2012. Ekotoksikologi Dalam Perspektif Kesehatan Ekosistem Laut. Karya PutraDarmawati. Bandung
Tishmawati, RNC., dan SuryantiA., 2014. Hubungan Kerapatan Lamun (Seagrass) DenganKelimpahan Syngnathidae Di PulauPanggang Kepulauan Seribu.DiponegoroJournal of Maquares. Volume 3, Nomor4,Tahun2014:147-153.
Widianingrum, R., 2000. Respon Pertumbuhan Kuda Laut (Hippocampus kuda) TerhadapLama Pencahayaan.Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Fahmawati,Y.2014.20Jenis Budidaya Perikanan Laut. Mitra Edukasi Indonesia. Bandung.
Kordi K., 2010. Budidaya Biota Akuatik. Lily Publisher. Yogyakarta.
Lourie, SA.,Foster, SJ., Cooper, EWT., And Vincent, ACJ. 2004. A Guide to theIdentification of Seahorses. Project Seahorseand TRAFFIC North America.
Mahathir, A. 014. Polapertumbuhan Kuda Laut (Hippocampus barbouri, Jordan&Richardson,1908) Yang Hidup Pada Beberapa Tipe Habitat diPerairan KepulauanTanakeke Kabupaten Takalar. Skripsi. Universitas Hasanuddin Makassar.
Santoso, B. 2014. Analisis Jenis Makanan Kuda Laut (Hippocampus barbouri,Jordan& Richardson,1908) Pada Daerah Padang Lamun Di KepulauanTanakeke, Takalar, Sulawesi Selatan. Skripsi. Universitas Hasanuddin Makassar.
Widianingrum, R. 2000. Respon Pertumbuhan Kuda Laut ( Hippocampuskuda) TerhadapLama Pencahayaan.Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
G. LAMPIRAN
Data dan analisis data
HABITAT, SEBARAN DAN POTENSI KUDA LAUT (Hippocampus spp)DI PERAIRAN MALUKU UTARA
OlehSafar Dody
Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, JakartaEmail: [email protected]
ABSTRAKKuda Laut (Hippocampus spp) merupakan salah satu komoditas pesisir yang sering diburuhingga mengancam kestasbilan populasinya di alam. Sebaran Kuda Laut di perairanIndonesia khususnya di Maluku Utara belum banyak diketahui. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui sebaran, habitat dan potensi Kuda Laut di Maluku Utara khususnya perairanTernate dan sekitarnya. Pengambilan contoh Kuda Laut dengan menggunakan jaring tarik(beach seine) dengan ukuran mata 5 mm, yang ditarik sejajar garis pantai. Pengamatankondisi habitat Kuda Laut dilakukan secara langsung pada 6 stasiun pengamatan denganmenggunakan alat snorkeling dan scuba diving, yang meliputi areal mangrove, lamun, danareal terumbu karang. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dari seluruh stasiunpengamatan, Kuda Laut hanya dijumpai pada daerah pesisir Selatan Pulau Ternate. Stasiun 1Kuda Laut dijumpai pada areal mangrove dan daerah padang lamun dengan substrat terdiridari pasir berlumpur. Di lokasi tersebut Kuda Laut ditemukan sebanyak 76% berada dalamfase anakan dan fase dewasa sebanyak 24 %. Pada Stasiun 2 Kuda Laut dijumpai di arealmangrove dan terdapat alga Halimeda sp pada substrat pasir berlumpur dengan campuranpatahan karang mati. Pada lokasi ini Kuda Laut ditemukan berada dalam fase dewasa.Kisaran nilai parameter kualitas perairan pada Stasiun 1 dan Stasiun 2 adalah, suhu perairan(29.1-29.2 oC), kecerahan (1.5 – 1.7 m), salinitas (25.3 – 25.5 o/oo), pH (7.7 – 7.8) dan DO(5.0 - 5.3 mg/L).
Kata Kunci: Hippocampus spp, habitat, sebaran, Maluku Utara
ABSTRCT
Sea horse (Hippocampusspp) is one of the coastal biota that is often exploited for variouspurposes. The distribution of sea horse in Indonesian waters, especially in North Maluku hasnot been widely known. The purpose of this study is to know the distribution, habitat andpotential of sea horse in North Maluku province especially in Ternate Island and surroundingareas. Collection of sea horses by using a beach seine drawn parallel to the shoreline atdepths of 1.0 to 2.0 m. Observation of habitat condition was done directly on 6Stations bysnorkling at sea grass beds and mangrove area and using scuba diving equipment on coralreef area. The results show that from all Stations, sea horse is only found at the south ofTernate island (ST 1 and ST 2). At Station 1it is found in the mangrove area and seagrassbeds area with a substrate consisting of muddy sand. At this location the seahorse was found
to be in the fry phase (76%) and the adult phase (24%). At the Station 2 sea horse found inthe mangrove area with a substrate consisting of muddy sand with a mixture of dead coralfracture and also found algae Halimeda sp. At this location all samples of seahorses are foundin the adult phase. Water quality parameters at the site location are temperature (29.1-29.2oC), transparency (1.5 - 1.7 m), salinity (25.3 - 25.5 o/oo), pH (7.7 - 7.8) and DO (5.0 - 5.3 mg/ L).
Key words : Hippocampus spp, habitat, distribution, Maluku Utara
Rencana kerja tahun berikutnya
Kultur Pakan Alami
Aklimatisasi & Pematangan Induk
Pemijahan & pemeliharaan Larva
Penggelondongan
Pelaporan
Publikasi