Pembenahan Model Pemberdayaan Masyarakat

10
PEMBENAHAN MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (Analisis Kritis Terhadap Model dan Strategi Pemberdayaan Masyarakat) Tua Hasiholan Hutabarat Kerja-kerja Pemberdayaan Masyarakat Kerja-kerja pemberdayaan masyarakat merupakan salah lapangan aktivitas yang banyak ditekuni oleh komponen struktur sosial, tidak terkecuali pemerintah dan institusi intermediary, seperti organisasi non pemerintah, organisasi masyarakat maupun lembaga penyandang dana. Alam liberal yang dikombinasikan dengan demokrasi sebagai dinamisasi proses, struktur dan dinamika sosial membuka peluang kepada setiap masyarakat dan stakeholder untuk berperan dalam kerja-kerja praxis peningkatan kualitas hidup manusia. Indonesia sendiri menjadi salah satu negara dengan tingkat penyerapan dana atau logistik pembangunan paling besar (selain uang sendiri) dari masyarakat internasional. Triliunan dana terserap setiap tahunnya untuk mendorong, mendukung dan memfasilitasi niat, rencana, motivasi dan kepentingan komponen bangsa. Entah itu karena masih dianggapnya Indonesia sebagai kantong kemiskinan, vitalnya posisi bangsa ini secara geopolitik 1

description

Membenahi model pemberdayaan kita sehingga lebih mendekatkan pendekatan yang dijalankan terhadap persoalan-persoalan masyarakat

Transcript of Pembenahan Model Pemberdayaan Masyarakat

Page 1: Pembenahan Model Pemberdayaan Masyarakat

PEMBENAHAN MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT(Analisis Kritis Terhadap Model dan Strategi Pemberdayaan Masyarakat)

Tua Hasiholan Hutabarat

Kerja-kerja Pemberdayaan Masyarakat

Kerja-kerja pemberdayaan masyarakat merupakan salah lapangan aktivitas yang

banyak ditekuni oleh komponen struktur sosial, tidak terkecuali pemerintah dan

institusi intermediary, seperti organisasi non pemerintah, organisasi masyarakat

maupun lembaga penyandang dana. Alam liberal yang dikombinasikan dengan

demokrasi sebagai dinamisasi proses, struktur dan dinamika sosial membuka peluang

kepada setiap masyarakat dan stakeholder untuk berperan dalam kerja-kerja praxis

peningkatan kualitas hidup manusia.

Indonesia sendiri menjadi salah satu negara dengan tingkat penyerapan dana atau

logistik pembangunan paling besar (selain uang sendiri) dari masyarakat

internasional. Triliunan dana terserap setiap tahunnya untuk mendorong, mendukung

dan memfasilitasi niat, rencana, motivasi dan kepentingan komponen bangsa. Entah

itu karena masih dianggapnya Indonesia sebagai kantong kemiskinan, vitalnya posisi

bangsa ini secara geopolitik bagi stabilitas regional dan internasional, atau sekedar

motif filantropi modernitas yang prihatin dengan ketimpangan ekonomi dunia. Yang

pasti, seluruh kerja-kerja pemberdayaan memang tak bisa dijalankan secara sendiri-

sendiri, dikarenakan luarbiasa kompleks dan mendalamnya persoalan kemiskinan di

negara-negara seperti Indonesia.

Selama puluhan tahun pula kerja-kerja pemberdayaan di Indonesia telah merasuk ke

dalam sistem pembangunan nasional, dimana peran-peran dan posisi institusi

pemberdayaan menjadi tak terrelakkan. Puluhan tahun pula terjadi proses

pembelajaran yang melibatkan proses pemikiran paling mutakhir, sehingga diperoleh

strategi, taktik dan metode-metode kerja-kerja pemberdayaan yang efektif,

1

Page 2: Pembenahan Model Pemberdayaan Masyarakat

sustainable, demokratik, berkesetaraan gender, dan berbagai icon demokrasi lainnya.

Seakan-akan kita memproduksi sebuah konsep dan panduan-panduan yang kemudian

kita merasa semakin jauh dari tujuan jika tidak memakainya. Memang sebahagian

dari institusi pemberdayaan sendiri (terutama pemerintah) masih gamang dengan

konsep-konsep tersebut. Selain tidak ditanamkan dan dikembangkan dalam sistem

pendidikan kita, konsep dan strategi-strategi tersebut juga banyak mengadopsi

keberhasilan dan model-model pemberdayaan yang pernah dijalankan di negara-

negara lain.

Berbagai strategi, model, dan pendekatan yang terakomodasi dalam model

pemberdayaan di Indonesia tentu saja sangat berkontribusi terhadap kerja-kerja

penguatan dan peningkatan kualitas masyarakat. Upaya-upaya yang dilakukan telah

memperbaharui model konservatif cenderung sentralistik dan kurang memberi warna

heterogenitas persoalan komunitas-komunitas marginal di seluruh negeri. Model dan

strategi tersebut juga menjadi pelajaran kepada pekerja-pekerja sosial, baik di

pemerintahan maupun lembaga intermediary, bahwasannya ada banyak alternatif

pendekatan yang bisa diterapkan, tanpa menghilangkan karakteristik nilai, kapasitas

dan visi negara terhadap rakyatnya.

Stagnasi Kerja Pemberdayaan

Disebalik inovasi strategi, taktik, metode dan teknik aktivitas pemberdayaan, ternyata

ada sebuah paradox yang secara kasat mata sudah terlihat, namun kita enggan

merubahnya. Ada banyak praksis pemberdayaan yang bisa kita tiru, adopsi, dan

direproduksi untuk kerja-kerja pemberdayaan, namun sayangnya kurang diolah

menjadi sebuah formasi kerja pemberdayaan pilihan. Heterogenitas, kompleksitas,

dan relativitas karakter telah membutakan banyak strategi, pendekatan dan metode

pemberdayaan, sehingga menutup kemungkinan untuk mencari akar, substansi dan

latarbelakang dari persoalan yang sedang diretas dalam kerja-kerja pemberdayaan.

Dalam percakapan Esther Duflo (seorang eksperimentalis aksi-aksi kemiskinan)

terungkap adanya sebuah persoalan besar dalam upaya pemberantasan kemiskinan di

2

Page 3: Pembenahan Model Pemberdayaan Masyarakat

banyak negara, salah satunya terkait dengan watak pemerintah yang cenderung

melihat simptom atau gejala sebagai fokus pelaksanaan program, bukan terhadap akar

atau penyebab dari rendahnya kualitas hidup manusia. Watak seperti ini cenderung

lebih mudah, sederhana, cepat terlihat hasilnya, lebih murah, dan cenderung lemah

komitmen. Apa yang diungkap oleh Esther Duflo tersebut sebenarnya bukan hanya

milik institusi pemerintah semata, namun inheren dalam watak institusi intermediary

yang inheren dalam culture dan struktur sosial sebuah bangsa. Walau Duflo

mengemukakan ada kelebihan dari lembaga intermediary, namun sejauh ini interaksi

dan keharusan relasi terhadap lembaga formal sedikit banyaknya membentuk watak

yang sama terhadap lembaga intermediary yang seharusnya membangun strategi

alternatif.

Akhirnya dapat kita lihat, bahwasannya seluruh kerja pemberdayaan, baik yang

dilakukan oleh pemerintah, lembaga intermediary maupun komponen masyarakat

lainnya tetap dalam posisi sama. Strategi dan model yang dikembangkan tetap pada

penyelesaian symptom atau gejalanya saja. Malah yang cenderung terlihat jelas saat

ini adalah kebingungan pekerja sosial dan organisasi penjahit (lembaga intermediary

seperti NGO) untuk melihat persoalan masyarakat marginal secara jernih.

Pendekatan-pendekatan dan model-model yang diimplementasikan berputar pada

aspek holistisme yang bisa mengarahkan kerja-kerja pemberdayaan pada tembok

tebal yang sulit untuk dipecahkan. Stagnasi tersebut hampir saja tidak kelihatan

karena ada proses penggalian strategi, pendekatan, teknik dan metode yang sering

dilaksanakan dalam pra kondisi sebuah kerja-kerja pemberdayaan. Ketika aktivitas

prakondisi ini dijalankan, maka sebahagian besar organisasi merasa bahwasannya

pendekatan dan strategi yang dijalankan telah memenuhi aspek kohesivitas dengan

persoalan yang dialami oleh masyarakat marginal. Tapi jika diobservasi secara

berulang-ulang, maka yang terlihat adalah terjadinya perputaran penerapan strategi,

tapi tidak menyentuh pada penyebab, akar, atau substansi dari persoalan.

3

Page 4: Pembenahan Model Pemberdayaan Masyarakat

Harus Memilih

Kerja-kerja pemberdayaan masyarakat memang bukan ladang yang mudah untuk

digarap, karena kompleksitas persoalan yang sering sekali kelihatannya tak berujung

pangkal. Hal itu pula yang mendidik dan membentuk cara berfikir holistik,

komprehensif dan integratif. Tak ada salahnya dengan beberapa pendekatan tersebut,

karena sampai saat ini pun kita masih enggan menyentuh akar persoalan yang sering

kali hanya terjadi dalam tataran diskusi mendalam. Keseluruhan pendekatan yang

holistik, komprehensif, integratif atau apapun namanya menjadi sebuah cara berfikir

dan bertindak yang rumit karena kita terjebak dengan kerumitan persoalan yang

dihadapi oleh masyarakat. Akhirnya, kita cenderung berfikir general. Walaupun

persoalan yang kita gali telah menggunakan metode yang dapat membangun detail

sebuah persoalan, tapi kita sering meng-abstraksi persoalan tersebut dengan

mereduksi hal-hal substansi.

Cara berfikir yang suka meng-abstraksi persoalan, sehingga melahirkan pendekatan-

pendekatan yang general seperti; integratif, komprehensif dan holistik tersebut

merupakan pola fikir berbasis sistem. Kita melihat pendekatan sistem masih

menjawab kerumitan relasi sosial, ekonomi, budaya dan politik, sehingga abstraksi

terhadap relasi tersebut kita generalisasikan ke dalam sistem yang lebih sederhana.

Tentu saja kemampuan mengabstraksi dan menggeneralisasi ini bukan pekerjaan

gampang. Dibutuhkan cara berfikir empirik yang memenuhi standar untuk bisa

digunakan dan dimanfaatkan oleh orang lain. Namun sekali lagi kita bisa dikaburkan

dengan inti dari persoalan. Kerumitan persoalan yang dihadapi masyarakat, terutama

persoalan kemiskinan, ketidaksetaraan, eksploitasi, dan penindasan memang saling

kait-mengait dengan sistem kepranataan kita. Pada titik itu memang ada

kebenarannya. Namun kita tidak boleh lupa, bahwasannya tali-temali persoalan

tersebut pada satu titik akan mengendap dan membusuk di satu mata rantai kerumitan

yang ada. Pada satu titik tersebutlah substansi persoalan bisa di angkat untuk

dianalisis bersama dan diimplementaskan dalam kerja-kerja pemberdayaan. Ketika

telah diimplementaskan, kemudian ada langkah dialektis yang harus dilakukan

4

Page 5: Pembenahan Model Pemberdayaan Masyarakat

sehingga perubahan pada titik persoalan tersebut bisa di adaptasi dengan

pendekatan/strategi yang dijalankan.

Pada titik analisis tersebut, mau tidak mau sebenarnya kita harus memilih.

Mengungkap seluruh mata rantai persoalan kemiskinan dan masalah-masalah yang

dialami oleh masyarakat marginal tidak harus direkomendasikan dengan strategi

integratif dan komprehensif, karena itu akan mengaburkan substansi dari persoalan

yang dihadapi oleh masyarakat. Tuntutannya adalah jelas, kerja-kerja pemberdayaan

masyarakat sebenarnya harus memilih, di titik mana substansi tersebut berada pada

satu masa tertentu. Pada titik itulah kerja-kerja pemberdayaan harus dilakukan. Tentu

ini pilihan sulit, namun eksperimentasi pekerja sosial di dalam lembaga intermediary

maupun pemerintah bisa dihentikan dengan mendoba memutuskan untuk

mengimplementaskan strategi tertentu kepada persoalan inti tersebut.

Membenahi Model

Pendekatan dan strategi yang dijalankan oleh pemerintah dan lembaga intermediary,

termasuk oleh masyarakat sejauh ini mengalami kemajuan cukup berarti. Berbagai

persoalan kemiskinan dan halangan struktural yang dialami oleh masyarakat dapat

dipecahkan dengan penerapan model-model pemberdayaan yang ada. Namun jika

kita mau kritis, upaya, logistik, program dan seluruh kapasitas yang dimiliki tidak

sepadan dengan capaian yang dinikmati oleh masyarakat. Bayangkan saja jika kita

terus menerapkan sebuah program yang bersifat general, karena berupa hasil abstraksi

kita terhadap jejaring permasalahan masyarakat. Kemampuan organisasi pemberdaya

akan terpecah pada seluruh mata rantai yang ada, sehingga kurang menimbulkan efek

besar terhadap mata rantai inti. Watak program yang mengintegrasikan dan meng-

holistikkan persoalan akan memecah kapabilitas personal dan organisasi, sehingga

perubahan yang kita harapkan bersifat kualitatif ternyata hanya mencapai level

permukaan. Perubahan di level permukaan tersebut cenderung kurang sustainable,

sehingga jargon sustainabilitas yang selama ini menjadi bendera utama program-

5

Page 6: Pembenahan Model Pemberdayaan Masyarakat

program pemberdayaan lebih sering berada di rencana dan laporan kerja

pemberdayaan.

Upaya memilih mata rantai inti dari persoalan yang dialami oleh masyarakat tentu

saja tidak bisa dilaksanakan oleh satu organisasi atau satu institusi saja. Harus ada

dukungan dari berbagai pihak, terutama yang bergerak dalam bidang pengadaan

logistik, kebijakan, analisis dan aktor pelaksana kerja-kerja pemberdayaan. Harus ada

keberanian untuk membenahi model yang ada, sehingga meminimalisir generalisasi

persoalan masyarakat, untuk kemudian berani memilih mata rantai persoalan yang

dianggap sumber, akar dan substansi kendala yang dihadapi oleh masyarakat. Tentu

saja selain kapasitas, harus juga dibarengi dengan keberanian mengambil sikap. Sikap

untuk mereformasi kelembagaan dan organisasi yang bergerak di bidang

pemberdayaan, keberanian merubah determinas/kecenderungan model

pemberdayaan, dan me-renegosiasi model pemberdayaan yang ada tanpa harus

bereksperimentasi dengan kemiskinan masyarakat.

Mataram, 4 Mei 2010Phone: 081805271342Email: [email protected]

6