PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

259
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL MELALUI METODE POE DAN EKSPERIMEN DITINJAU DARI KEMAMPUAN MENGGUNAKAN ALAT UKUR DAN KEMAMPUAN VERBAL SISWA (Studi pada Pembelajaran Getaran dan Gelombang untuk Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2011/2012) TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Sains Minat Utama: Fisika Oleh: ARIS NURKHOLIS S 831102010 PROGRAM PASCASARJANA UINVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Transcript of PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

Page 1: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL MELALUI METODE POE DAN EKSPERIMEN DITINJAU DARI

KEMAMPUAN MENGGUNAKAN ALAT UKUR DAN KEMAMPUAN VERBAL SISWA

(Studi pada Pembelajaran Getaran dan Gelombang untuk Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2011/2012)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Sains

Minat Utama: Fisika

Oleh:

ARIS NURKHOLIS

S 831102010

PROGRAM PASCASARJANA

UINVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 2: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user i

PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL MELALUI METODE POE DAN EKSPERIMEN DITINJAU DARI

KEMAMPUAN MENGGUNAKAN ALAT UKUR DAN KEMAMPUAN VERBAL SISWA

(Studi pada Pembelajaran Getaran dan Gelombang untuk Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2011/2012)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Sains

Minat Utama: Fisika

Oleh:

ARIS NURKHOLIS

S 831102010

PROGRAM PASCASARJANA

UINVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 3: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user ii

Page 4: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user iii

Page 5: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user iv

PERNYATAAN ORISIONALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

1. Tesis yang berjudul “Pembelajaran IPA dengan Pendekatan Kontekstual

melalui POE dan Eksperimen Ditinjau dari Kemampuan Menggunakan

Alat Ukur dan Kemampuan Verbal Siswa” (Studi pada Pembelajaran

Getaran dan Gelombang untuk Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 4

Yogyakarta Tahun Pelajaran 2011/2012) ini adalah karya penelitian saya

sendiri bebas plagiat, serta tidak pernah terdapat karya ilmiah yang pernah

diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak

terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang

lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskan ini dan

disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila dikemudian hari

terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia

menerima sangsi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

(Permendiknas no 17, tahun 2010)

2. Publikasi sebagian atau keseluruan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah

lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs

UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu

semester (6 bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi

dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka prodi Pendidikan Sains PPs

UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh

prodi Pendidikan Sains UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran publikasi

ini, maka saya bersedia mendapatkan sansi akademik yang berlaku.

Surakarta, 12 November 2012 Yang membuat pernyataan,

Aris Nurkholis

Page 6: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user v

MOTTO

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (QS. Al Insyirah: 6)

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka

jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.

(QS. Al Ankabut: 69)

îî Siapa yang bersungguh-sungguh, akan berhasil

(HR. Muslim)

îî Siapa yang bersabar, akan beruntung

(HR. Muslim)î

Page 7: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user vi

PERSEMBAHAN

Bismillaahirrahmaanirrahiim...

Kupersembahkan karya kecil ini dalam rangka beribadah kepada Allah SWT.

Juga kupersembahkan kepada:

1. Ayahanda, Gimin (Almarhum)

2. Ibunda, Siti Maniroh (Almarhummah)

3. Kakakku, Hanif Mukhlis Asrori & Anas Saiful Anwar

4. Adikku, Nakif Nur Candra & Fajar Nur Muhammad

5. Dengan segenap do’a dan pengharapan, untukmu:

Sang pelengkap separuh agamaku, pendamping hidupku di dunia dan akhirat

kelak. (InsyaAllah....)

Page 8: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user vii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur hanya bagi Allah SWT yang telah melimpahkan

banyak rahmat, nikmat, hidayah dan inayah-Nya kepada penulis sehingga pada

waktu-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam

mendapatkan Gelar Magister Pendidikan Sains Minat Utama Fisika Universitas

Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, saran,

dorongan dan perhatian dari berbagai pihak, tesis ini tidak dapat terselesaikan

dengan baik. Dalam kesempatan ini dengan segenap kerendahan hati perkenankan

penulis menghaturkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan memberikan fasilitas

dalam menempuh pendidikan pada Program Pascasarjana

2. Dr. M. Masykuri, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sains

Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. selaku pembimbing yang telah memberikan

bimbingan, pengarahan dan dorongan sehingga proposal dapat diselesaikan.

4. Ibu Dra. Suparmi, M.A., Ph.D. selaku pembimbing kedua yang telah

memberikan bimbingan dan petunjuk dalam menyelesaikan laporan penelitian

ini yang senantiasa memberikan pengarahan dan motivasi

Page 9: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user viii

5. Bapak Ahmad Zainal Fanani, S.Pd., M.A. selaku Kepala Sekolah SMP

Muhammadiyah 4 Yogyakarta yang telah memberikan ijin atas pelaksanaan

penelitian tesis.

6. Bapak Drs. Muhammad Dukha, selaku guru Fisika Kelas VIII SMP

Muhammadiyah 4 Yogyakarta yang telah memberikan inspirasi, semangat,

pengarahan, dan bimbingan yang luar biasa selama penulisan tesis.

7. Ibu Budi Hadiastuti, S.Pd. selaku Kepala Sekolah SD Juara Yogyakarta yang

telah banyak memberikan semangat dan supportnya dalam penyelesaian

penulisan tesis.

8. Bapak dan Ibu tersayang yang telah lebih dahulu menghadap Allah SWT, Walau

engkau telah tiada namun kasih sayang, dan nasehat-nasehat yang dulu senantiasa

teringat dan menjadi penyemangat bagi penulis untuk menyelesaian tesis ini.

9. Kakak-kakakku tercinta, terimakasih atas segala motivasi, nasehat-nasehat dan

supportnya selama ini.

10. Adik-adikku tercinta yang senantiasa menjadi motivator.

11. Teman seperjuangan di Pendidikan Sains Minat Utama Fisika UNS.

Penulis menyadari sepenuhnya tesis yang telah dikerjakan ini masih jauh

dari kesempurnaan maka penulis menerima kritik dan saran yang bersifat

membangun demi kesempurnaan penulisan dimasa yang akan datang.

Akhirnya penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan.

Surakarta, 12 November 2012

Page 10: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user ix

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................ .............................................. i

LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................... iv

MOTTO ................................ ................................................................ . v

LEMBAR PERSEMBAHAN ................................................................ vi

KATA PENGANTAR ............................................................................ vii

DAFTAR ISI .......................................................................................... ix

DAFTAR TABEL. ................................................................................. xiv

DAFTAR GAMBAR ................................ .............................................. xviii

DAFTAR LAMPIRAN ................................ ................................ .......... xx

ABSTRAK .............................................................................................. xxiii

ABSTRACT............................................................................................. xxiv

BAB 1 PENDAHULUAN ................................ ..................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ................................................................... 10

C. Pembatasan Masalah .................................................................. 12

Halaman

Page 11: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user x

D. Perumusan Masalah.................................................................... 13

E. Tujuan Penelitian ....................................................................... 14

F. Manfaat Penelitian ................................ ..................................... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 16

A. Kajian Teori ............................................................................... 16

1. Tinjauan Tentang Belajar ....................................................... 16

2. Hakekat IPA ................................ ................................ .......... 35

3. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual ................................... 38

4. Metode POE ................................ ................................ .......... 42

5. Metode Eksperimen ............................................................... 45

6. Kemampuan Menggunakan Alat Ukur ................................... 47

7. Kemampuan Verbal ............................................................... 49

8. Prestasi Belajar ...................................................................... 52

9. Materi Pokok Bahasan Getaran dan gelombang ..................... 55

12. Materi Alat Ukur ................................................................... 75

B. Penelitian yang Relevan ............................................................. 82

C. Kerangka Berfikir....................................................................... 89

D. Hipotesis .................................................................................... 96

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................. 97

A. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 97

B. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ..................... 98

1. Populasi .................................................................................. 98

2. Sampel ................................ ................................................... 98

Halaman

Page 12: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xi

3. Teknik Pengambilan Sampel .................................................. 98

C. Rancangan dan Variabel Penelitian............................................... 99

1. Rancangan Penelitian ............................................................. 99

2. Variabel Penelitian.... ............................................................. 101

D. Definisi Operasional Variabel....................................................... 101

E. Teknik Pengumpulan Data........................................................... 104

1. Teknik Dokumentasi............................................................... 104

2. Teknik Angket ........................................................................ 105

3. Teknik Tes................................ .............................................. 105

F. Instrumen Penelitian ................................ ..................................... 106

1. Instrumen Pelaksanaan Pembelajaran ..................................... 106

2. Instrumen Pengambilan Data ................................................. 107

G. Uji Coba Instrumen ...................................................................... 108

1. Uji Validitas Butir Soal .......................................................... 108

2. Uji Reliabilitas…… ................................ ............................ 113

3. Uji Tingkat Kesukaran ........................................................... 116

4. Daya Pembeda Soal ................................ ............................ 120

H. Teknik Analisis Data .................................................................... 124

1. Uji Prasyarat Analisis Data .................................................... 124

2. Uji Hipotesis ................................ ................................ .......... 127

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................ 131

A. Deskripsi Data ................................ .............................................. 131

1. Data Kemampuan Menggunakan Alat Ukur ............................ 131

2. Data Kemampuan Verbal ........................................................ 136

Halaman

Page 13: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xii

3. Data Prestasi Belajar ............................................................... 141

B. Pengujian Prasyarat Analisis ........................................................ 176

1. Uji Normalitas ........................................................................ 176

2. Uji Homogenitas................................ ..................................... 180

C. Uji hipotesis ................................................................................. 182

1. Analisis Varians Prestasi Kognitif ................................ .......... 182

2. Analisis Varians Prestasi Afektif ............................................ 186

D. Pembahasan ................................................................................. 190

1. Hipotesis Pertama ................................................................... 190

2. Hipotesis Kedua ................................ ..................................... 194

3. Hipotesis Ketiga ................................ ..................................... 198

4. Hipotesis Keempat.................................................................. 201

5. Hipotesis Kelima .................................................................... 206

6. Hipotesis Keenam ................................................................... 210

7. Hipotesis Ketujuh ................................................................... 215

E. Keterbatasan Penelitian ................................................................ 219

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN .......................... 221

A. Kesimpulan .................................................................................. 221

B. Implikasi Hasil Penelitian ............................................................. 222

1. Implikasi Teoritik ................................................................... 222

2. Implikasi Praktis ................................ ..................................... 223

C. Saran ................................................................ ............................ 223

1. Bagi Guru ............................................................................... 223

Halaman

Page 14: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xiii

2. Bagi Peneliti Berikutnya ......................................................... 224

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 225

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Bandul Sederhana .................................................................. 57

Gambar 2.2 : Gaya pada Ayunan ................................................................. 59

Gambar 2.3 : Analisis Gerak Harmonik pada Pegas ..................................... 61

Gambar 2.4 : Lingkaran yang bergerak melingkar beraturan. ....................... 63

Gambar 2.5 : Segitiga AOB ......................................................................... 63

Gambar 2.6 : Vektor kecepatan pada GMB.................................................. 64

Gambar 2.7 : (a) Vektor percepatan sentrifugal. (b) Uraian Vektor as .......... 65

Gambar 2.8 : Mistar Ukuran 30 cm.............................................................. 60

Gambar 2.9 : Hasil Pengukuran akibat Paralaks ........................................... 61

Gambar 2.10 : Alat Ukur Meteran ................................................................. 63

Gambar 2.11 : Neraca Ohauss Tiga Lengan ................................................... 64

Gambar 2.12 : Hasil Pengukuran dengan Neraca Ohauss Tiga Lengan .......... 65

Gambar 2.13 : Neraca Pegas .......................................................................... 66

Gambar 2.14 : Jam Dinding ........................................................................... 67

Gambar 2.15 : Stopwacht Digital ................................ ................................ ... 68

Gambar 2.16 : Stopwacht Manual.................................................................. 69

Gambar 2.17 : Neraca Ohauss Tiga Lengan ................................................... 64

Gambar 2.18 : Hasil Pengukuran dengan Neraca Ohauss Tiga Lengan .......... 65

Gambar 2.19 : Neraca Pegas .......................................................................... 66

Halaman

Page 15: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xiv

Gambar 2.20 : Jam Dinding ........................................................................... 67

Gambar 2.21 : Stopwatch Digital ................................ ................................ ... 68

Gambar 2.22 : Stopwatch Manual.................................................................. 69

Gambar 4.1 : Histogram Nilai kemampuan menggunakan alat ukur pada

kelas POE .............................................................................. 126

Gambar 4.2 : Histogram Nilai Kemampuan menggunakan alat ukur pada

kelas Eksperimen ................................ ................................ ... 128

Gambar 4.3 : Histogram Nilai Kemampuan Verbal pada kelas POE ............ 131

Gambar 4.4 : Histogram Nilai Kemampuan Verbal pada kelas Eksperimen . 133

Gambar 4.5 : Histogram Prestasi Kognitif siswa pada kelas POE ................. 136

Gambar 4.6 : Histogram Prestasi Kognitif siswa pada kelas Eksperimen ..... 137

Gambar 4.7 : Histogram Prestasi Kognitif siswa yang memiliki kemampuan

menggunakan alat ukur kategori tinggi ................................ ... 140

Gambar 4.8 : Histogram Prestasi Kognitif siswa yang memiliki kemampuan

menggunakan alat ukur kategori rendah.................................. 142

Gambar 4.9 : Histogram Prestasi Kognitif siswa yang memiliki kemampuan

verbal kategori tinggi.............................................................. 144

Gambar 4.10 : Histogram Prestasi Kognitif siswa yang memiliki kemampuan

verbal kategori rendah ............................................................ 146

Gambar 4.11 : Histogram Prestasi Afektif siswa pada kelas POE .................. 153

Gambar 4.12 : Histogram Prestasi Afektif siswa pada kelas Eksperimen ....... 155

Gambar 4.13 : Histogram Prestasi Afektif siswa yang memiliki kemampuan

menggunakan alat ukur kategori tinggi ................................ ... 157

Gambar 4.14 : Histogram Prestasi Afektif siswa yang memiliki kemampuan

menggunakan alat ukur kategori rendah.................................. 159

Gambar 4.15 : Histogram Prestasi Afektif siswa yang memiliki kemampuan

Halaman

Page 16: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xv

verbal kategori tinggi.............................................................. 161

Gambar 4.16 : Histogram Prestasi Afektif siswa yang memiliki kemampuan

verbal kategori rendah ............................................................ 163

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Jadwal Kegiatan Penelitian .............................................................. 87

Tabel 3.2 : Desain Faktorial Anava tiga jalan 2x2x2 .......................................... 90

Tabel 3.3 : Kategori Validitas Butir Soal ........................................................... 99

Tabel 3.4 : Hasil Validitas Butir Soal Tes Kemampuan menggunakan

alat ukur siswa ................................ ................................................. 99

Tabel 3.5 : Hasil Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Verbal siswa ................ 100

Tabel 3.6 : Hasil Validitas Butir Soal Tes Prestasi Kognitif siswa ..................... 101

Tabel 3.7 : Hasil Validitas Butir Soal Prestasi Afektif siswa .............................. 102

Tabel 3.8 : Kategori Reliabilitas Instrumen........................................................ 106

Tabel 3.9 : Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Instrumen secara Keseluruhan ....... 106

Tabel 3.10 : Kategori Indeks Kesukaran Soal ................................ ...................... 107

Tabel 3.11 : Taraf Kesukaran Item Soal tes kemampuan menggunakan

alat ukur siswa ................................ ................................................. 108

Tabel 3.12 : Taraf Kesukaran Item Soal Tes Kemampuan Verbal siswa .............. 109

Tabel 3.13 : Taraf Kesukaran Item Soal Tes Prestasi Kognitif siswa .................... 110

Tabel 3.14 : Kategori Daya Pembeda soal ........................................................... 112

Tabel 3.15 : Daya Pembeda tes kemampuan menggunakan a lat ukur ................... 112

Tabel 3.16 : Daya Pembeda tes kemampuan verbal ................................ ............. 113

Halaman

Page 17: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xvi

Tabel 3.17 : Daya Pembeda tes prestasi kognitif .................................................. 114

Tabel 3.18 : Tata Letak data penelitian prestasi kognitif ...................................... 119

Tabel 4.1 : Deskripsi data kemampuan menggunakan alat ukur ......................... 124

Tabel 4.2 : Jumlah Siswa dengan kemampuan menggunakan alat

ukur kategori tinggi dan rendah ........................................................ 125

Tabel 4.3 : Penyebaran Frekuensi Nilai kemampuan siswa

menggunakan alat ukur pada kelas POE ........................................... 126

Tabel 4.4 : Penyebaran Frekuensi Nilai kemampuan siswa

menggunakan alat ukur pada kelas eksperimen ................................ 127

Tabel 4.5 : Data Deskripsi data kemampuan verbal siswa .................................. 129

Tabel 4.6 : Jumlah Siswa dengan kemampuan verbal tinggi dan rendah............. 130

Tabel 4.7 : Penyebaran Frekuensi nilai kemampuan verbal siswa pada

kelas dengan metode POE ............................................................... 131

Tabel 4.8 : Penyebaran Frekuensi nilai kemampuan verbal siswa pada

kelas dengan metode eksperimen ..................................................... 132

Tabel 4.9 : Deskripsi Data Prestasi Kognitif siswa ................................ ............. 133

Tabel 4.10 : Penyebaran Frekuensi nilai prestasi afektif siswa pada

kelas POE ........................................................................................ 135

Tabel 4.11 : Penyebaran Frekuensi nilai prestasi kognitif siswa pada

kelas eksperimen.............................................................................. 137

Tabel 4.12 : Deskripsi Data prestasi kognitif siswa ditinjau dari

kemampuan siswa dalam menggunakan alat ukur ............................ 138

Tabel 4.13 : Penyebaran Frekuensi prestasi kognitif siswa yang memiliki

kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi ......................... 140

Halaman

Page 18: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xvii

Tabel 4.14 : Penyebaran Frekuensi prestasi kognitif siswa yang memiliki

kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah ....................... 141

Tabel 4.15 : Deskripsi Data prestasi kognitif siswa ditinjau dari

kemampuan verbal siswa ................................................................. 143

Tabel 4.16 : Penyebaran Frekuensi prestasi kognitif siswa yang memiliki

kemampuan verbal kategori tinggi .................................................. 144

Tabel 4.17 : Penyebaran Frekuensi prestasi kognitif siswa yang memiliki

kemampuan verbal kategori rendah ................................................. 145

Tabel 4 .18 : Deskripsi Prestasi kognitif ditinjau dari metode, kemampuan

menggunakan alat ukur ................................................................... 147

Tabel 4 .19 : Deskripsi Prestasi kognitif ditinjau dari metode, dan

kemampuan verbal .......................................................................... 148

Tabel 4 .20 : Deskripsi Prestasi kognitif ditinjau dari kemampuan

menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal .............................. 149

Tabel 4 .21 : Deskripsi Prestasi kognitif ditinjau dari metode, kemampuan

menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal .............................. 150

Tabel 4 .22 : Deskripsi Prestasi Afektif siswa ....................................................... 152

Tabel 4 .23 : Penyebaran Frekuensi prestasi afektif di kelas POE ......................... 153

Tabel 4 .24 : Penyebaran Frekuensi prestasi afektif di kelas eksperimen ............... 154

Tabel 4 .25 : Deskripsi Prestasi Afektif ditinjau dari kemampuan alat ukur .......... 156

Tabel 4 .26 : Penyebaran Frekuensi prestasi afektif siswa yang memiliki

kemampuan menggunakan alat kategori tinggi ................................ 157

Tabel 4 .27 : Penyebaran Frekuensi prestasi afektif siswa yang memiliki

kemampuan menggunakan alat kategori rendah .............................. 158

Halaman

Page 19: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xviii

Tabel 4 .28 : Deskripsi Prestasi Afektif ditinjau dari kemampuan verbal .............. 160

Tabel 4 .29 : Penyebaran Frekuensi prestasi afektif siswa yang memiliki

kemampuan verbal kategori tinggi .................................................. 161

Tabel 4 .30 : Penyebaran Frekuensi prestasi afektif siswa yang memiliki

kemampuan verbal kategori rendah ................................................. 162

Tabel 4 .31 : Deskripsi Prestasi Afektif ditinjau dari metode, kemampuan

menggunakan alat ukur ................................................................... 164

Tabel 4 .32 : Deskripsi Prestasi Afektif ditinjau dari metode, dan

kemampuan verbal .......................................................................... 165

Tabel 4 .33 : Deskripsi Prestasi Afektif ditinjau dari kemampuan

menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal .............................. 166

Tabel 4 .34 : Deskripsi Prestasi Afektif ditinjau dari metode, kemampuan

menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal .............................. 167

Tabel 4 .35 : Ringkasan Uji Normalitas Prestasi Kognitif ..................................... 169

Tabel 4 .36 : Ringkasan Uji Normalitas Prestasi Afektif ....................................... 171

Tabel 4 .37 : Ringkasan Uji Homogenitas Prestasi Kognitif.................................. 173

Tabel 4 .38 : Ringkasan Uji Homogenitas Prestasi Afektif ................................... 173

Tabel 4 .39 : Ringkasan Anava tiga jalan Prestasi Kognitif ................................... 174

Tabel 4.40 : Data Hasil Compare Mean Hipotesis 1 Prestasi Kognitif ................. 174

Tabel 4.41 : Data Hasil Compare Mean Hipotesis 3 Prestasi Kognitif ................. 179

Tabel 4 .42 : Ringkasan Anava tiga jalan Prestasi Afektif ..................................... 179

Tabel 4.43 : Data Hasil Compare Mean Hipotesis 1 Prestasi Afektif ................... 174

Tabel 4.44 : Data Hasil Compare Mean Hipotesis 3 Prestasi Afektif ................... 179

Halaman

Page 20: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Silabus ................................................................................... 228

Lampiran 2 : RPP POE pertemuan 1 ............................................................ 232

Lampiran 3 : RPP POE pertemuan 2 ............................................................ 238

Lampiran 4 : RPP POE pertemuan 3 ............................................................ 243

Lampiran 5 : RPP Eksperimen pertemuan 1 ................................................. 249

Lampiran 6 : RPP Eksperimen pertemuan 2 ................................................. 255

Lampiran 7 : RPP Eksperimen pertemuan 3 ................................................. 261

Lampiran 8 : Lembar Kerja Siswa metode POE 1 ................................ ........ 271

Lampiran 9 : Lembar Kerja Siswa metode POE 2 ................................ ........ 280

Lampiran 10 : Lembar Kerja Siswa metode POE 3 ................................ ........ 287

Lampiran 11 : Lembar Kerja Siswa metode Eksperimen 1 ............................. 290

Lampiran 12 : Lembar Kerja Siswa metode Eksperimen 2 ............................. 297

Lampiran 13 : Lembar Kerja Siswa metode Eksperimen 3 ............................. 303

Lampiran 14 : Kisi-kisi tes kemampuan menggunakan alat ukut .................... 306

Lampiran 15 : Soal tes kemampuan menggunakan alat ukur .......................... 307

Lampiran 16 : Kunci jawaban tes kemampuan menggunakan alat ukur .......... 311

Lampiran 17 : Kisi-kisi tes kemampuan verbal .............................................. 312

Lampiran 18 : Soal tes kemampuan verbal..................................................... 313

Halaman

Page 21: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xx

Lampiran 19 : Kunci jawaban tes kemampuan verbal ................................ .... 318

Lampiran 20 : Kisi-kisi tes prestasi kognitif ................................................... 319

Lampiran 21 : Soal tes prestasi kognitif ......................................................... 320

Lampiran 22 : Kunci jawaban tes prestasi kognitif ......................................... 325

Lampiran 23 : Kisi-kisi tes prestasi afektif ..................................................... 326

Lampiran 24 : Soal tes prestasi afektif ........................................................... 333

Lampiran 25 : Kunci jawaban tes prestasi afektif ........................................... 338

Lampiran 26 : Lembar Penilaian Proses ......................................................... 339

Lampiran 27 : Hasil ujicoba tes kemampuan menggunakan alat ukur............. 340

Lampiran 28 : Hasil ujicoba tes kemampuan verbal ....................................... 343

Lampiran 29 : Hasil ujicoba tes prestasi kognitif ........................................... 346

Lampiran 30 : Hasil ujicoba tes prestasi afektif .............................................. 349

Lampiran 31 : Analisis keputusan soal yang dipakai ...................................... 353

Lampiran 32 : Validasi Ahli ................................ ................................ ........ 356

Lampiran 33 : Daftar nilai kemampuan menggunakan alat kelas 8A .............. 357

Lampiran 34 : Daftar nilai kemampuan menggunakan alat ke las 8B .............. 358

Lampiran 35 : Daftar nilai kemampuan verbal kelas 8A................................. 359

Lampiran 36 : Daftar nilai kemampuan verbal kelas 8B ................................. 360

Lampiran 37 : Daftar nilai kognitif kelas 8A .................................................. 361

Lampiran 38 : Daftar nilai kognitif kelas 8B .................................................. 362

Lampiran 39 : Daftar nilai afektif kelas 8A .................................................... 363

Lampiran 40 : Daftar nilai afektif kelas 8B .................................................... 365

Lampiran 41 : Rekapitulasi nilai kelas 8A ..................................................... 367

Lampiran 42 : Rekapitulasi nilai kelas 8B ................................ ...................... 368

Halaman

Page 22: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xxi

Lampiran 43 : Uji Normalitas prestasi kognitif .............................................. 369

Lampiran 44 : Uji Normalitas prestasi afektif ................................................ 371

Lampiran 45 : Uji Homogenitas prestasi kognitif ........................................... 373

Lampiran 46 : Uji Homogenitas prestasi afektif ................................ ............. 374

Lampiran 47 : Uji Hipotesis prestasi kognitif ................................................. 375

Lampiran 48 : Uji Hipotesis prestasi afektif ................................................... 376

Lampiran 49 : Compere Mean ....................................................................... 377

Lampiran 49 : Tabel Koefisien Korelasi ........................................................ 378

Lampiran 50 : Surat Validasi ................................ ................................ ........ 379

Lampiran 51 : Surat Ijin uji coba instrumen dari Pascasarjana UNS ............... 383

Lampiran 52 : Surat Ijin Penelitian dari Pascasarjana UNS ............................ 384

Lampiran 53 : Surat Keterangan melaksanakan penelitian ............................. 385

Lampiran 54 : Biodata Diri ................................ ................................ ........ 386

Page 23: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user i

ABSTRAK

Aris Nurkholis. S831102010. “Pembelajaran IPA Dengan Pendekatan

Kontekstual Melalui Metode POE dan Eksperimen Ditinjau dari Kemampuan Menggunakan Alat Ukur dan Kemampuan Verbal Siswa” (Studi pada Pembelajaran Getaran dan Gelombang untuk Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2011/2012). Tesis. Program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Pembimbing: 1) Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. 2) Dra. Suparmi, MA., Ph.D. Surakarta. 2012.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual dengan menggunakan metode pembelajaran POE dan eksperimen, kemampuan menggunakan alat ukur, kemampuan verbal dan interaksinya terhadap prestasi belajar.

Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimental. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta tahun pelajaran 2011/2012, sebanyak 8 kelas. Sampel penelitian ditentukan secara acak dengan teknik cluster random sampling sebanyak dua kelas yaitu ke las VIII A dan kelas VIII B. Kelas eksperimen 1 dengan metode POE dan kelas eksperimen 2 dengan metode eksperimen. Teknik pengumpulan data menggunakan metode tes untuk mendapatkan data prestasi belajar kognitif dan kemampuan menggunakan alat ukur, sedangkan metode angket untuk mendapatkan informasi prestasi belajar afektif. Uji hipotesis penelitian menggunakan anava tiga jalan dengan desain faktorial 2x2x2 dan frekuensi sel tidak sama.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) Terdapat pengaruh penggunaan metode pembelajaran eksperimen dan POE terhadap prestasi kognitif (p-value = 0,002) dan afektif (p-value = 0,003). (2) Tidak ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi kognitif (p-value = 0,055) dan afektif (p-value = 822). (3) Terdapat pengaruh kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif (p-value = 0,000) dan afektif (p-value = 0 ,000). (4) Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi kognitif (p-value = 0,757) dan afektif (p-value = 0,741). (5) Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif (p-value = 0 ,630) dan afektif (p-value = 0,637). (6) Tidak ada interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif (p-value = 601) dan afektif (p-value = 0,966). (7) Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif (p-value = 0,897) dan afektif (p-value = 0,444). Kata kunci: pembelajaran kontekstual, eksperimen, POE, kemampuan

menggunakan alat ukur, kemampuan verbal, getaran dan gelombang.

Page 24: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user ii

ABSTRACT

Aris Nurkholis. S831102010. The Contextual Physics Learning by Using the POE and Experiment Methods Overviewed from the Ability of Using the Measuring Device and Verbal Abilitys of Students (A Case Study of Osilation and Wave for 8th Grade Student SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta, Academic Year 2011/2012). Thesis. Science Education Program Post Graduate Program Sebelas Maret University. Advisor: 1) Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. 2) Dra. Suparmi, MA., Ph.D. Surakarta. 2010.

The aims of this study was to determine the effect of the use of contextual approach using the POE and experiment method, ability of using the measuring device, verbal ability, and it interaction between each variable toward students achievement.

This research is an quasy experiment. Its population was all of the students in grade VIII of 8 classes at SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta, academic year of 2011/2012. The samples of the research of 2 classes of students in grade VIII and were taken randomly by using a c luster random sampling technique. They were then divided into two experimental groups; each group consisted of 1 class. The first group used the POE learning method whereas the second one used the experiment learning method. The data was collected using test for students cognitive achievement, verbal abilitys of students, ability of using the measuring device and questionere for student’s affective achievement. The hypotheses of the research were tested using a three-way analysis of variance (Anova) with 2x2x2 factorial desain and unequal frequency cells.

Based on the results of the analysis, conclusions are drawn as follows: (1) There was significant effect of the use of POE and experiment learning methods on the cognitive achievement (p-value = 0,002) and the affective achievement (p-value = 0,003). (2) There was not any effect of the ability of using the measuring device on the cognitive achievement (p-value = 0,055) and the affective achievement (p-value = 822). (3) There was significant effect of the students verbal ability on the cognitive achievement (p-value = 0,000) and the affective achievement (p-value = 0,000). (4) There was not any interaction of effect between the use of the learning methods and the ability of using the measuring device on the cognitive achievement (p-value = 0,757) the affective achievement (p-value = 0,741). (5) There was not any interaction of effect between the use of the learning methods and the students verbal ability on the cognitive achievement (p-value = 0,630) the affective achievement (p-value = 0,637). (6) There was not any interaction of effect between the ability of using the measuring device and the students verbal ability on the cognitive achievement (p-value = 0,601) the affective achievement (p-value = 0,966). (7) There was not any interaction of effect of the use of the learning methods, the the ability of using the measuring device, and the students verbal ability on the cognitive achievement (p-value = 0,897) the affective achievement (p-value = 0,444). Key words: CTL, eksperiment, POE, the ability of using the measuring device,

verbal ability, osilation and wave.

xxiii

xxiv

Page 25: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL MELALUI METODE EKSPERIMEN DAN POE DITINJAU DARI

KEMAMPUAN MENGGUNAKAN ALAT UKUR DAN KEMAMPUAN VERBAL SISWA

Aris Nurkholis1, Widha Sunarno2, Suparmi3

1Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 57126, Indonesia

[email protected]

2Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta Surakarta, 57126, Indonesia

[email protected]

3Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta Surakarta, 57126, Indonesia

[email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual dengan menggunakan metode pembelajaran poe dan eksperimen, kemampuan menggunakan alat ukur, kemampuan verbal dan interaksinya terhadap prestasi belajar. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimental (experimental quation) dengan desain faktorial 2x2x2. Sampel penelitian ditentukan dengan teknik cluster random sampling sebanyak dua kelas. Teknik pengumpulan data menggunakan metode tes untuk mendapatkan data prestasi belajar kognitif dan kemampuan menggunakan alat ukur, sedangkan metode angket untuk mendapatkan informasi prestasi belajar afektif. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) terdapat pengaruh penggunaan metode pembelajaran eksperimen dan poe terhadap prestasi kognitif dan afektif. (2) tidak ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi kognitif dan afektif. (3) terdapat pengaruh kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif dan afektif. (4) tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi kognitif dan afektif. (5) tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif dan afektif. (6) tidak ada interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif dan afektif. (7) tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif dan afektif. Kata kunci: pembelajaran kontekstual, eksperimen, poe, kemampuan menggunakan alat ukur, kemampuan verbal.

Pendahuluan

Pendidikan nasional memiliki tujuan yang termaktub dalam Undang – Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu “berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Pencapaian tujuan pendidikan tersebut tidak dapat dicapai dengan proses yang mudah dan cepat tetapi diperlukan sarana yang tepat serta waktu yang cukup panjang.

Tujuan pendidikan tersebut akan sulit tercapai apabila orientasi pendidikan

mempunyai kecenderungan memperlakukan siswa sebagai obyek pembelajaran, guru berfungsi sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan indoktrinator, materi bersifat subject-oriented, tidak kontekstual dan manajemen bersifat sentralistis. Pendidikan yang demikian menyebabkan siswa tidak diperlakukan sebagai makhluk yang aktif, tidak terlibat aktif dalam menemukan konsep-konsep fisikadan tidak mengkontekstualkan dengan fakta-fakta fisika yang terjadi di lapangan sehingga siswa tidak dpat mencapai tujuan pembelajaran sains yang diharapkan. (Zamroni dalam Sutarto Hadi, 2003:1). Dilihat dari kegiatan siswa selama berlangsungnya pembelajaran, Stahl dalam Supinah (2008:1) mengungkapkan bahwa pada pembelajaran

Page 26: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

konvensional atau tradisional siswa cenderung bekerja untuk dirinya sendiri, mata ke papan tulis dan penuh perhatian, mendengarkan guru dengan seksama, dan belajar hanya dari guru atau bahan ajar, bekerja sendiri, serta hanya guru yang membuat keputusan dan siswa pasif. Hal ini mengidentifikasikan bahwa dalam pembelajaran di sekolah guru masih menggunakan cara-cara tradisional atau konvensional.

Dari beberapa faktor-faktor di atas, menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah khususnya pendidikan sains. Hal ini terungkap dalam hasil studi The Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2007 bidang science, Indonesia menduduki peringkat 35 dari 48 negara dengan nilai 427, padahal skor rata-rata internasional adalah 500 (Williams, T et al. 2008: 2). Secara ringkas dapat diartikan bahwa sulitnya pembelajaran IPA ditandai dengan kurangnya proses, produk dan sikap penguasaan pengetahuan, konsep yang abstrak kurang mendapatkan minat bagi siswa dan kurangnya menerapkan teori dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan agar sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, pemerintah Indonesia telah melakukan pembaharuan melalui pengembangan kurikulum, mulai dari kurikulum lama yang cenderung content based menjadi kurikulum yang berbasis kompetensi (competency based). Kemudian diperbaharui dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).

Dalam pedoman penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan (Mulyasa: 2006: 151-153), terdapat beberapa ciri penting dalam pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yaitu pertama; berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kedua, beragam dan terpadu. Ketiga, tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Keempat, relevan dengan kebutuhan kehidupan masa kini dan masa datang. Kelima, menyeluruh dan berkesinambungan. Keenam, belajar sepanjang hayat. Ketujuh, seimbang antara kepentingan nasional dan daerah.

Secara umum pembelajaran Fisika di SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta berpedoman pada kurikulum KTSP, namun realitasnya pembelajaran berlangsung dengan berorientasi

pada target pencapaian KKM yaitu 7,0, oleh sebab itu guru memilih pembelajaran dengan mempercepat materi yaitu dengan metode ceramah dan membahas soal-soal ketika proses kegiatan belajar mengajar berlangsung. Keterlibatan siswa dalam belajar Fisika, lebih pada ranah konsep menghafal rumus-rumus kemudian diaplikasikan dengan penerapan soal-soal latihan. Keberhasilan proses pembelajaran tidak semata-mata dipengaruhi oleh pelaksanaan pembelajaran di kelas.

Berdasarkan paparan di atas, maka guru perlu menemukan pendekatan dan cara/metode terbaik dalam menyampaikan berbagai konsep materi yang diajarkan di dalam mata pelajaran sains, selain itu guru juga harus memperhatikan kondisi siswa, sifat materi bahan ajar, dan fasilitas-media yang tersedia (Isjoni, 2008: 8). Ada berbagai macam pendekatan yang dapat digunakan antara lain pendekatan konsep, pendekatan kontruktivistik, pendekatan kooperatif atau Cooperative Learning, pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL), pendekatan pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL) dan sebagainya (Trianto, 2010: 21). Meskipun telah banyak pendekatan pembelajaran Fisika yang berorientasi pada proses dan sikap, namun pendekatan ini belum banyak diterapkan oleh para guru untuk membelajarkan IPA, khususnya Fisika.

Fungsi dan tujuan pembelajaran IPA yaitu mampu mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah, dan menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Depdiknas cit. Trianto, 2003: 2). Salah satu indikator ketercapaianya terlihat pada indikator kedua yaitu siswa mampu mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah. Tujuan tersebut tersirat bahwa siswa dituntut tidak hanya mampu mengerjakan soal-soal akan tetapi juga harus memiliki karakter sains yaitu metode ilmiah karena Fisika merupakan ilmu yang lahir dan berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep.

Konsep getaran dan gelombang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, namun dalam kenyataannya konsep getaran dan gelombang masih sulit dipahami oleh siswa karena penyampaian materi yang kurang menarik, kurang kontekstual, membosankan

Page 27: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

dan pendekatan pembelajaran yang cenderung matematis saja. Sehingga dapat diartikan bahwa ketika siswa belajar materi getaran dan gelombang membutuhkan pengalaman langsung peristiwa-peristiwa getaran dan gelombang dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan tujuan pembelajaran IPA dan karakteristik materi maka pemahaman konsep yang dimiliki siswa dibangun dari proses asimilasi sampai ekuilibrasi memerlukan proses pembangunan pengetahuan secara mandiri dan kontekstual. Menurut Riyanto (2009:59) “pendekatan pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat”.

Metode yang memungkinkan membangun pengetahuan siswa secara mandiri dan kontekstual serta meningkatkan keaktifan siswa adalah metode POE dan eksperimen. Menurut Paul Suparno (2003:102) “metode pembe-lajaran POE (prediction, observation, and explanation) adalah suatu metode pembelajaran yang menggunakan tiga langkah utama dari metode ilmiah yaitu pertama prediction atau membuat prediksi, membuat dugaan terhadap suatu peristiwa Fisika; kedua observation yaitu melakukan penelitian, pengamatan apa yang terjadi; ketiga explanation yaitu memberi penjelasan tentang kesesuaian antara dugaan dengan yang sungguh terjadi.”

Menurut Winataputra (2001: 219) “metode eksperimen adalah suatu cara penyajian materi pelajaran dimana siswa secara aktif mengalami dan membuktikan sendiri tentang apa yang dipelajarinya”. Melalui metode ini siswa secara total dilibatkan dalam melakukan sendiri, mengikuti proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu objek, keadaan atau proses sesuatu. Jadi metode ini lebih untuk mengecek supaya siswa makin yakin dan jelas akan teorinya. Pemilihan metode yang tepat harus disesuaikan dengan karakteristik materi maupun tingkat kognitif siswa hal ini diharapkan akan mampu menunjang prestasi belajar.

Prestasi belajar siswa dalam proses pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut Slameto (2010: 54) mengemukakan bahwa “faktor-faktor yang mempengaruhi

belajar banyak jenisnya tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja. Yaitu faktor internal dan eksternal”. Jadi dapat diartikan bahwa faktor internal dan faktor eksternal tersebut saling mempengaruhi dalam proses belajar individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar.

Faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa antara lain intelegensi, kemampuan menggunakan alat ukur, kemampuan memori, kemampuan verbal, minat, bakat, motivasi, kesehatan jasmani, kesehatan rohani, dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa antara lain guru, bahan pelajaran, metode mengajar, lingkungan, sarana dan prasarana, interaksi yang terjadi antar siswa ataupun interaksi antara siswa dengan guru dan lain-lain.

Pemilihan pendekatan dan metode pembelajaran adalah bagaian faktor ekternal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa, oleh sebab itu perlu diselaraskan dengan faktor internal. Diantara beberapa faktor internal internal yang mendukung dalam pendekatan kontekstual dengan metode poe dan eksperimen yaitu kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal siswa.

Menurut Winkel (1999:134) “setiap proses belajar mengajar mempunyai titik tolak sendiri atau berpangkal pada kemampuan siswa tertentu (tingkah laku awal) untuk dikembangkan menjadi kemampuan baru, sesuai dengan tujuan instruksional (tingkah laku final). Oleh karena itu, keadaan siswa pada awal proses belajar mengajar tertentu (tingkah laku awal) mempunyai relevansi terhadap penentuan, perumusan, dan pencapaian tujuan instruksional (tingkah laku final).”

Berdasarkan pendapat Winkel tersebut, jika kemampuan awal siswa tinggi maka dalam proses belajar berikutnya siswa tersebut tidak akan mengalami kesulitan. Siswa hanya mengembangkan kemampuan awal tersebut menjadi kemampuan baru sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Sebaliknya apabila kemampuan awal siswa rendah maka siswa tersebut akan mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan yang diinginkan sehingga perlu waktu yang lebih lama. Kemampuan awal dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam menggunakan alat ukur.

Kemampuan verbal menurut Winkel (1997: 99), “kemampuan yang dimiliki seseorang dalam menuangkan pengetahuan dan

Page 28: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

pengalaman yang dimiliki dalam bentuk bahasa yang memadai, sehingga dapat dikomunikasikan kepada orang lain”. Kemampuan verbal akan memperlancar penyampaian komunikasi dalam penerapan pembelajaran kontekstual melalui metode poe.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilaksanakan penelitian pembelajaran Fisika dengan pendekatan kontekstual melalui metode poe dan eksperimen ditinjau dari kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal siswa. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) pengaruh pendekatan pembelajaran kontekstual dengan metode poe dan eksperimen terhadap prestasi belajar siswa; 2) pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa; 3) pengaruh kemampuan verbal tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa; 4) interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi belajar; 5) interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan verbal terhadap prestasi belajar siswa; 6) interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan kemampuan verbal terhadap prestasi belajar siswa; 7) interaksi antara metode pembelajaran, kemampuan menggunakan alat ukur, dan kemampuan verbal terhadap prestasi belajar siswa

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta. Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari – Maret 2012. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen. Kelompok eksperimen I diajar dengan pendekatan kontekstual dengan metode poe dan kelompok eksperimen II diajar dengan pendekatan kontekstual dengan metode eksperimen.

Rancangan penelitian ini menggunakan desain faktorial dengan rancangan penelitian Anava tiga jalan 2x2x2. Variabel bebas meliputi pendekatan kontekstual menggunakan metode poe dan eksperimen, variabel terikat adalah prestasi belajar siswa dan variabel moderator kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal siswa.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tes untuk mengukur prestasi belajar kognitif, kemampuan menggunakan alat ukur, dan kemampun verbal siswa. Dan data

prestasi afektif melalui angket. Data tes kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal diperoleh sebelum perlakuan, sedangkan data prestasi belajar diperoleh setelah sampel diberikan perlakuan.

Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan statistik dilanjutkan dengan uji Scheffe. Uji statistik anava dilakukan pada taraf signifikansi 5%. Sebelum dilakukan analisis statistik dilakukan uji prasyarat, yaitu uji homogenitas dan uji normalitas terhadap data yang diperoleh.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Data penelitian ini diperoleh melalui tes kemampuan menggunakan alat ukur, tes kemampuan verbal, dan tes prestasi belajar pada aspek kognitif. Sedangkan data prestasi belajar pada aspek afektif diperoleh menggunakan angket.

Deskripsi kategori kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal dikategorikan tinggi jika skor tes skor rata-rata total tes dan rendah jika skor tes < skor rata-rata total tes. Distribusi frekuensi kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2, sedangkan data prestasi belajar siswa berdasarkan pendekatan pembelajaran kontekstual dengan metode poe dan eksperimen disajikan Tabel 3.

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kemampuan Menggunakan Alat Ukur

Kemampuan Menggunakan Alat

Ukur

Metode Poe Metode Eksperimen

Frek. % Frek. % Tinggi 19 56 % 19 58 % Rendah 15 44 % 14 42 % Jumlah 34 100 % 33 100 %

Tabel 1 menunjukkan bahwa frekuensi kemampuan menggunakan alat ukur tinggi lebih dominan dibandingkan dengan kemampuan menggunakan alat ukur rendah.

Tabel 2 Distribusi Data Kemampuan Verbal Tinggi dan Rendah

Kemampuan verbal

Metode Poe Metode Eksperimen

Frek. % Frek. %

Tinggi 14 41 % 17 52 %

Rendah 20 59 % 16 48 %

Jumlah 34 100 % 33 100 %

Page 29: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

Tabel 2 menunjukan bahwa frekuensi kemampuan verbal tinggi lebih rendah dibandingkan dengan kemampuan verbal rendah.

Tabel 3 Rata-rata Prestasi Belajar Siswa Berdasarkan Metode Pembelajaran

Kelas Jumlah Kognitif Afektif Metode Poe 34 72,94 162,88 Metode Eksperimen

33 68,18 157,33

Tabel 3 menunjukan bahwa nilai rata-rata prestasi belajar kognitif dan afektif pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual menggunakan metode poe lebih baik daripada menggunakan metode eksperimen.

Data penelitian dianalisis statistik menggunakan anava 2x2x2 dan dilanjutkan dengan uji Scheffe. Rangkuman hasil uji statistik disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5.

Tabel 4 Ringkasan Anava Tiga Jalan Prestasi Kognit if

No. Sumber Variansi p-value Keputusan Uji 1. Metode 0,002 H01 ditolak 2. Kemampuan

Menggunakan alat ukur

0,055 H02 tidak ditolak

3. Kemampuan Verbal 0,000 H03 ditolak 4. Metode * Kem.

Menggunakan alat ukur

0,757 H 012 tidak ditolak

5. Metode * Kem. Verbal

0,630 H 013 tidak ditolak

6. K. Menggunakan alat ukur * K. Verbal

0,601 H 023 tidak ditolak

7. Metode * Kem. Menggunakan alat ukur * K. Verbal

0,897 H0123 tidak ditolak

Tabel 5 Ringkasan Anava Tiga Jalan Prestasi Afektif

No. Sumber Variansi p-value Keputusan Uji 1 Metode 0,003 H01 ditolak 2 Kemampuan

Menggunakan alat ukur

0,822 H02 tidak ditolak

3 Kemampuan Verbal 0,000 H03 ditolak 4 Metode * Kem.

Menggunakan alat ukur

0,741 H012 tidak ditolak

5 Metode * Kem. Verbal

0,637 H013 tidak ditolak

6 K. Menggunakan alat ukur * K. Verbal

0,966 H023 tidak ditolak

7 Metode * Kem. Menggunakan alat ukur * K. Verbal

0,444 H0123 tidak ditolak

a. Hipotesis Pertama Berdasarkan hasil keputusan uji maka Ho

ditolak pada prestasi kognitif dan afektif. Hal

ini berarti dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh pembelajaran kontekstual dengan menggunakan metode poe dan eksperimen terhadap prestasi belajar kognitif maupun afektif.

Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang disampaikan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Sagala,2011:87). Pendekatan pembelajaran kontekstual dalam penelitian ini menggunakan metode poe dan eksperimen. Pada pelaksanaan kedua metode pembelajaran ini pada dasarnya sama yaitu sama-sama mendorong siswa untuk menemukan pengetahuan secara mandiri. Dari data hasil pengamatan, kelas dengan metode Poe lebih baik dibandingkan dengan kelas dengan metode eksperimen. Hal ini disebabkan karena metode poe yang digunakan dengan inquiry. Maksudnya, siswa aktif dalam menemukan pengetahuan secara mandiri. Dimulai dari kegiatan menduga, dalam hal ini siswa aktif membuat dugaan terhadap suatu persoalan Fisika yang disajikan oleh guru. Kemudian melakukan observasi, dalam hal ini siswa aktif mengamati secara langsung persoalan Fisika, dengan ini siswa akan menguji dugaan yang dibuat sesuai atau tidak dengan kenyataan. Dan yang terakhir, siswa memberikan penjelasan tentang hasil yang diamatinya dengan yang diduga. Apabila dugaan siswa ternyata terjadi dalam pengamatannya, maka siswa akan semakin yakin akan konsepnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang disampaikan Paul Suparno (2007:102) bahwa “metode Poe menuntut siswa untuk mampu mengkonstruksi konsep pengetahuannya secara mandiri, siswa aktif berfikir tentang suatu persoalan Fisika dan siswa aktif melakukan pengamatan serta mencari penjelasannya”. Sehingga pengetahuan yang didapat dari proses tersebut akan semakin kuat tertanam diri siswa dan lebih bertahan lama atau sulit untuk dilupakan. Akibatnya, prestasi belajar siswa menunjukkan hasil yang memuaskan. Hakan Ozdemir (2011) dalam Western Anatolia Joernal Education Science yang menyebutkan bahwa penggunaan strategi Poe berpengaruh secara signifikan terjadap prestasi belajar siswa. Lebih lanjut Hakan Ozdemir menyebutkan bahwa penggunaan strategi Poe membantu siswa untuk

Page 30: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang konsep-konsep ilmiah. Selain itu David F. Treagust (2007) dalam hasil penelitiannya juga menyebutkan bahwa metode Poe cukup efektif untuk meningkatkan pembelajaran bermakna di kelas.

Sedangkan pada penggunaan metode eksperimen dalam penelitian ini hasil tidak lebih baik daripada penggunaan metode poe. Pada dasarnya pelaksanaan kedua metode tersebut sebenarnya sama yaitu sama-sama mendorong siswa untuk menemukan pengetahuan secara mandiri. Namun dalam pelaksanaannya metode eksperimen tidak sepenuhnya sesuai dengan prinsip dan kaedah metode pembelajaran eksperimen. Diantaranya adalah tidak dengan inquiry dan masih bersifat konvensional. Maksudnya, siswa hanya diminta untuk melakukan kegiatan sesuai dengan yang terdapat pada lembar kerja siswa (LKS) sehingga siswa tidak dituntut untuk kritis. Akibatnya, prestasi belajar siswa belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Dengan demikian, pendekatan pembelajaran kontekstual akan menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik jika diajarkan dengan metode poe daripada diajarkan dengan menggunakan metode eksperimen pada pokok bahasan Getaran dan gelombang.

b. Hipotesis Kedua

Berdasarkan hasil keputusan uji maka Ho diterima pada prestasi kognitif dan afektif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif.

Kemampuan menggunakan alat ukur tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar, hal ini berbeda dengan hipotesis yang dirumuskan yang menyatakan bahwa kemampuan menggunakan alat ukur memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Hipotesis tersebut dibangun atas landasan teori Ausebel yang menyebutkan proses pembelajaran akan bermakna dan informasi yang didapat oleh siswa akan bertahan lama jika ada kaitannya antara konsepsi awal dengan konsep yang sedang dipelajari siswa (Dahar,1989:103). Konsepsi awal dalam hal ini adalah kemampuan awal siswa dalam menggunakan alat ukur. Namun di satu sisi lain terdapat penelitian yang dilakukan oleh Daimul Khasanah (2010) yang dalam salah satu kesimpulannya menyatakan bahwa “kemampuan menggunakan alat ukur tidak

berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar siswa”. Sehingga hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Daimul khasanah yang menyatakan kemampuan menggunakan alat ukur tidak berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar siswa.

Tidak adanya pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan menggunakan alat ukur rendah terhadap prestasi kognitif siswa diantaranya: Pertama; disebabkan karena instrumen pengambilan data untuk memperoleh informasi tentang kemampuan menggunakan alat ukur siswa hanya diperoleh dari tes tertulis pilihan ganda saja. Sehingga data kemampuan menggunakan alat ukur yang diperoleh kurang akurat dan kurang dapat dipercaya. Karena tes tertulis pilihan ganda terdapat kelemahan jika digunakan untuk mengukur kemampuan/ keterampilan/ skill yang dimiliki siswa. Maka daripada itu dibutuhkan pula sebuah instrumen atau tes lain yang dapat digunakan untuk mengukur penampilan atau kinerja yang telah dikuasai siswa. Instrumen tersebut bisa langsung tes praktek ataupun tes tertulis namun tes tertulis yang menjadi sasarannya adalah kemampuan peserta didik dalam menampilkan karya. Dengan demikian, untuk memperoleh informasi tentang kemampuan menggunakan alat ukur yang lebih valid dari para siswa, sebaiknya selain adanya tes tertulis perlu juga adanya tes keterampilan menggunakan alat ukur dan observasi secara langsung pada siswa yang bersangkutan.

Kedua; disebabkan karena data kemampuan menggunakan alat ukur pada penelitian ini hanya dikategorikan menjadi dua kategori yaitu kategori tinggi dan kategori rendah. Dalam penelitian ini peneliti tidak melibatkan kategori sedang. Hal ini sedikit memberikan pengaruh terhadap hasil penelitian, karena semakin ketat pengklasifikasian data maka hasil yang diperoleh pun akan semakin valid. Berbeda dengan sebaliknya apabila pengklasikasian terlalu sedikit maka peluang untuk data yang diperoleh kurang valid semakin besar. Ketiga; disebabkan karena dalam melakukan percobaan dilakukan secara kelompok, dan adanya keterbatasan waktu dalam melakukan percobaan sehingga tidak semua siswa terlibat dalam melakukan percobaan. Sehingga siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi belum tentu ikut terlibat menggunakan alat ukur

Page 31: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

untuk melakukan percobaan. Hal inilah yang menyebabkan antara siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan rendah tidak ada pengaruh yang signifikan.

c. Hipotesis Ketiga

Berdasarkan hasil keputusan uji maka Ho ditolak pada prestasi kognitif dan afektif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh kemampuan verbal terhadap prestasi belajar kognitif dan prestasi belajar afektif.

Kemampuan verbal berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar kognitif hal ini sesuai dengan Hawkins, et al. (2007) yang menyatakan kemampuan verbal sangat cocok untuk diinduksikan dalam proses belajar dikelas. Hal ini juga sesuai dengan Gagne cit. Winkel (1996: 322) menyatakan bahwa “dalam mengelola informasi baru dan mengkaitkannya dengan informasi lama selama informasi tersebut berada dalam ingatan jangka pendek, siswa harus mengadakan organisasi mental yang diekspresikan dalam bentuk verbal (perumusan bahasa yang memadai)”. Dalam membangun konsep pengetahuan mengenai Getaran dan gelombang hal ini sangat membutuhkan siswa secara aktif untuk berani bertanya, mencawab, dan perpendapat sehingga akan terjadi proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan yang diperoleh. Sehingga siswa yang memiliki kemampuan verbal tinggi akan mendapatkan prestasi yang lebih baik dibandingkan siswa yang memiliki kemampuan verbal rendah.

Kemampuan verbal tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar afektif memberikan pengaruh yang signifikan. Hal ini dikarenakan pendekatan kontekstual memiliki kecenderungan siswa untuk berani mengemukakan pendapat, restrukturisasi ide dengan menanggapi ide yang berbeda sehingga siswa yang memiliki kemampuan verbal tinggi mereka dengan percaya diri untuk mengemukakan pendapatnya dan lebih aktif dikelas daripada siswa yang memiliki kemampuan verbal rendah.

d. Hipotesis Keempat

Berdasarkan hasil keputusan uji maka Ho diterima pada prestasi kognitif dan prestasi afektif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat interaksi pembelajaran kontekstual menggunakan metode poe dan eksperimen dengan kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi kognitif dan afektif.

Kesimpulan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Daimul Khasanah (2010) tentang pembelajaran Fisika dengan metode eksperimen dan demonstrasi ditinjau dari kemampuan menggunakan alat ukur dan sikap ilmiah siswa. Salah satu kesimpulannya menyatakan bahwa tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi belajar.

Hal ini dikarenakan siswa yang mendapat perlakuan metode eksperimen dalam pelaksanaanya hampir seluruh siswa mampu menggunakan alat ukur dengan baik dan benar, karena kemampuan menggunakan alat ukur sudah pernah dipelajari oleh siswa di kelas VII dan juga alat ukur tersebut sudah sering digunakan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan menggunakan alat ukur berkaitan menjadi kemampuan dasar siswa dalam melakukan eksperimen, maka siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi memiliki nilai rata-rata prestasi kognitif lebih tinggi (69,84) dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah (67,71).

Sedangkan untuk siswa yang mendapat perlakuan dengan metode poe lebih mengedepankan siswa untuk aktif berinteraksi, aktif menyampaikan pendapat dan gagasannya berupa dugaan-dugaan sementara. hal ini berdampak terhadap kurangnya pemerataan keaktifan siswa dalam proses belajar. Kemampuan menggunakan alat ukur berkaitan dengan kemampuan dasar seorang siswa untuk melakukan eksperimen. Dalam hal ini metode poe kurang mampu memfasilitasi siswa untuk melakukan proses pengukuran dengan menggunakan alat ukur, karena pada kenyataanya hanya sebagian kecil siswa yang mau mencoba untuk melakukan pengukuran menggunakan alat ukur sehingga siswa seharusnya yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi memiliki nilai rata-rata prestasi kognitif lebih rendah atau minimal sama dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi. Namun dalam kenyataannya justru terbalik siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi memiliki nilai rata-rata prestasi kognitif lebih tinggi (74,15) dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi (71,33).

Page 32: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

e. Hipotesis Kelima

Berdasarkan hasil keputusan uji maka Ho diterima pada prestasi kognitif dan afektif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat interaksi pembelajaran kontekstual menggunakan metode poe dan eksperimen dengan kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif dan afektif.

Kesimpulan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dimas Candra (2007) yang dalam salah satu kesimpulannya menyatakan bahwa tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan verbal siswa terhadap prestasi belajar. Namun hasil penilitian ini berbeda dengan hipotesis yang disusun sebelumnya yang menyatakan bahwa terdapat interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan verbal terhadap prestasi belajar siswa.

Hal ini dikarenakan siswa yang mendapat perlakuan metode poe dalam pelaksanaannya hampir seluruh siswa aktif untuk belajar, karena setiap pembelajaran siswa dituntut untuk aktif mengungkapkan ide-ide, gagasan, dan pendapatnya. Karena kemampuan verbal berkaitan dengan ide-ide yang disampaikan dalam kata-kata maka metode poe mampu mengoptimalkan ide-ide atau gagasan pengetahuan diperoleh siswa yang lebih cenderung kebahasa lisan daripada tulisan. Hasilnya siswa yang memiliki kemampuan verbal tinggi memiliki nilai rata-rata prestasi tertinggi dan bahkan siswa yang memiliki kemampuan verbal rendah nilai rata-rata prestasi lebih tinggi jika dibandingkan dengan metode eksperimen dengan kemampuan verbal tinggi ataupun kemampuan verbal rendah.

Untuk siswa yang mendapat perlakuan dengan metode eksperimen lebih mengedepankan keaktifan siswa dalam kelompok, hal ini berdampak terhadap kurangnya pemerataan keaktifan siswa dalam proses belajar. Kemampuan kemampuan verbal berkaitan dengan ide-ide yang disampaikan dalam kata-kata maka metode eksperimen kurang mampu memfasilitasi siswa untuk bisa menyampaikan ide atau gagasannya baik lisan ataupun tulisan, karena pada kenyataanya hanya sebagian siswa yang mampu mengungkapkan pengetahuan-pengetahuan yang sudah didapatkan. Dari pemaparan tersebut dapat diringkas bahwa tidak adanya interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan verbal terhadap prestasi belajar dikarenakan

metode poe mampu memfasilitasi keaktifan sebagian besar siswa sedangkan metode eksperimen hanya mampu memfasilitasi sebagian kecil siswa dalam mengoptimalkan kemampuan verbal baik lisan maupun tulisan. f. Hipotesis Keenam

Berdasarkan hasil keputusan uji maka Ho diterima pada prestasi kognitif dan afektif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat interaksi kemampuan menggunakan alat ukur dengan kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif dan afektif. Hasil kesimpulan ini berbeda dengan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya yang menyatakan terdapat interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan kemampuan verbal siswa. Kerangka berfikir yang dibangun dalam hipotesis tersebut berdasarkan teori Ausebel yang menyebutkan proses pembelajaran akan bermakna dan informasi yang didapat oleh siswa akan bertahan lama jika ada kaitannya antara konsepsi awal dengan konsep yang sedang dipelajari siswa (Dahar,1989:103). Konsepsi awal dalam hal ini adalah kemampuan awal siswa dalam menggunakan alat ukur. Selain teori Ausebel dalam hipotesis ini juga diungkapkan teori yang mendukung lainnya yaitu teori Gagne cit. Winkel (1996: 322) menyatakan bahwa “dalam mengelola informasi baru dan mengkaitkannya dengan informasi lama selama informasi tersebut berada dalam ingatan jangka pendek, siswa harus mengadakan organisasi mental yang diekspresikan dalam bentuk verbal (perumusan bahasa yang memadai)”. Dalam membangun konsep pengetahuan mengenai Getaran dan gelombang hal ini sangat membutuhkan siswa secara aktif untuk berani bertanya, menjawab, dan perpendapat sehingga akan terjadi proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan yang diperoleh. Sehingga berdasarkan teori yang dibangun tersebut maka hipotesis ini menyatakan terdapat interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan kemampuan verbal.

Namun hasil penelitian ini menunjukan hasil bahwa tidak ada interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan kemampuan verbal siswa terhadap prestasi belajar. Tidak adanya interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan kemampuan verbal hal ini dikarenakan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal tinggi lebih

Page 33: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

dapat mengikuti proses pembelajaran. Karena dalam pembelajaran baik dengan menggunakan metode Poe maupun metode eksperimen mereka tidak ada kendala dalam proses pembelajaran. Yang mana kedua metode tersebut mensyaratkan adanya kemampuan menggunakan alat ukur tinggi untuk metode eksperimen dan kemampuan verbal tinggi untuk metode Poe. Berbeda sebaliknya dengan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal rendah mereka sedikit terkendala dalam proses pembelajaran ketika metode yang digunakan adalah metode Poe, sehingga prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal rendah lebih rendah dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal tinggi.

Selain itu, tidak adanya interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan kemampuan verbal adalah dikarenakan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah dan kemampuan verbal tinggi lebih dapat mengikuti proses pembelajaran walaupun ada sedikit kendala ketika pembelajaran menggunakan metode eksperimen. Berbeda sebaliknya dengan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah dan kemampuan verbal rendah mereka terkendala dalam proses pembelajaran baik pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen maupun dengan metode Poe, karena kedua metode tersebut mensyaratkan adanya kemampuan menggunakan alat ukur tinggi untuk metode eksperimen dan kemampuan verbal tinggi untuk metode Poe, sehingga prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah dan kemampuan verbal rendah lebih rendah dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah dan kemampuan verbal tinggi.

g. Hipotesis Ketujuh

Berdasarkan hasil keputusan uji maka Ho diterima pada prestasi kognitif dan afektif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat interaksi pembelajaran kontekstual menggunakan metode poe, eksperimen, kemampuan menggunakan alat ukur, kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif dan afektif.

Dari data dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat

ukur dan kemampuan verbal menggunakan metode poe rata-rata prestasi lebih baik jika dibandingkan dengan metode eksperimen. Sehingga pengaruh metode lebih dominan dalam menentukan prestasi kognitif siswa. Hal berarti faktor eksternal siswa lebih berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Muhibbin Syah (2010:129) yang menyatakan bahwa hal-hal yang mempengaruhi belajar siswa adalah salah satunya faktor metode pembelajaran yang digunakan guru. Hal ini berdampak terhadap tidak adanya interaksi antara metode, kemampuan menggunakan alat ukur, dan kemampuan verbal siswa. Siswa yang menggunakan metode poe mampu meningkatkan keaktifan siswa secara individual, sehingga berdampak terhadap proses penyimpanan dan pengambilan informasi secara optimal. Siswa yang memiliki kemampuan verbal, ia mampu mengungkapkan ide-ide, gagasan dan pendapatnya baik dalam bahasa tulisan maupun lisan sehingga berdampak positif terhadap prestasi belajar secara merata.

Untuk siswa yang mendapat metode eksperimen kurang mampu mendorong siswa untuk aktif secara menyeluruh atau hanya sebagian siswa yang benar-benar aktif dalam proses pembelajaran karena terwakili oleh kelompok-kelompok. Sehingga baik kemampuan menggunakan alat ukur ataupun kemampuan verbal siswa juga hanya sebagian yang dapat tergali secara optimal dampaknya kurang meratanya hasil nilai prestasi kognitif dengan nilai yang baik.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Adapun kesimpulan penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1) pembelajaran kontekstual melalui metode poe dan eksperimen berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif. Hasilnya rata-rata prestasi kognitif metode poe lebih baik daripada daripada metode eksperimen. 2) kemampuan menggunakan alat ukur siswa tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar dalam ranah kognitif maupun ranah afektif; 3) kemampuan verbal berpengaruh secara sigifikan terhadap prestasi kognitif dan afektif belajar siswa. Pembelajaran kontekstual mendorong siswa untuk aktif membangun pengetahuan secara mandiri baik sikap, bahasa verbal lisan ataupun tulisan; 4) tidak ada interaksi yang signifikan antara metode pembelajaran dengan kemampuan

Page 34: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

menggunakan alat ukur terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa. Tinjauan menggunakan alat ukur tinggi dan rendah, metode poe memiliki hasil rata-rata prestasi kognitif dan afektif lebih baik daripada metode eksperimen. 5) tidak ada interaksi yang signifikan antara metode pembelajaran dengan kemampuan verbal terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa. Ditinjau dalam ranah afektif rata-rata prestasi belajar kemampuan verbal lebih baik menggunakan metode poe dari pada eksperimen; 6) tidak ada interaksi yang signifikan antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan kemampuan verbal terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa. Hubungan kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi belajar kognitif maupun afektif merupakan pengaruh yang independen dan tidak berhubungan dengan kemampuan verbal; 7) tidak ada interaksi yang signifikan antara metode pembelajaran, kemampuan menggunakan alat ukur, dan kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif dan afektif siswa. Metode pembelajaran memberikan dampak yang sama terhadap dua variabel yang bersamaan dimiliki siswa yaitu kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal. Rekomendasi bagi peneliti lain yang disampaikan dalam tulisan ini adalah; (1). pembelajaran Fisika menggunakan pendekatan kontekstual melalui melalui metode poe dan eksperimen layak dijadikan alternatif dalam mengembangkan prestasi belajar siswa di kelas; (2). faktor kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal siswa hendaknya menjadi faktor yang patut dipertimbangkan dalam merancang proses pembelajaran di kelas.

Daftar Pustaka

Daimul Khasanah. (2010). Pembelajaran Fisika Berbasis Masalah dengan Menggunakan Metode Eksperimen dan Demontrasi ditinjau dari Kemampuan Menggunakan Alat Ukur dan Sikap Ilmiah Siswa. Tesis. Surakarta: Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

Dimas Candra. (2007). Prestasi Belajar Siswa ditinjau dari Kemampuan Verbal, Kemampuan Penalaran, dan Kemampuan Awal. Tesis. Surakarta: Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.

David F. Treagust. (2007). An Investigation of The Classroom Use Of Prediction-Observation-Explanation Computer Tasks Designed to Elicit and Promote Discussion of Students’

Conceptions of Force and Motion. Curtin University of Technology, Perth, Australia.

Hakan Özdemir, dkk. (2011). Effect Of Laboratory Activities Designed Based On Prediction- Observation - Explanation (Poe) Strategy On Pre-Service Science Teachers’ Understanding Of Acid-Base Subject. dalam Wertern Anatolia Joernal Educational Science.

Hawkins et al. (2007). The jigsaw cabas school: protocols for Increasing appropriate behaviour and evoking Verbal capabilities. European Journal Of Behavior Analysis. Vol 8: pp. 203 -220.

Isjoni. (2007). Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.

Muhibbin Syah. (1995). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyasa. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sebuah Panduan Praktis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Ratna Wilis Dahar. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Riyanto, Yatim. (2010). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media Group.

Sagala, Syaiful. (2011). Konsep Dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar Dan Mengajar. Bandung. Alfabeta

Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Suparno, Paul. (1997). Filsafat Kontekstual Dalam Pendidik. Yogyakarta: Kanisius.

---------. (2007). Metodologi Pembelajaran Fisika Kontruktivisme dan Menyenangkan. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Sutarto Hadi. (2003). Pendidikan Realistik: Menjadikan Pelajaran matematika Lebih Bermakna bagi Siswa (Makalah yang Disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika ’Perubahan Paradigma dari Paradigma Mengajar ke Paradigma Belajar’). Yogyakarta: USD.

Supinah, dkk. (2008). Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual dalam Melaksanakan KTSP. Yogyakarta: PPPPTK .

Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta. Prestasi Pustaka Publiser.

Page 35: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

. (2010). Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam KTSP. Jakarta: Bumi Antariksa.

Williams et al. (2009). Mathematics and Science Achievement of U.S. Fourth-and Eighth-Grade Students in an International Context. Institut of Educations Sciences.

Winataputra, Udin S. (2001). Strategi Belajar Mengajar IPA. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Winkel, W.S. (1983). Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia.

Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. H.Widha Sunarno, M.Pd. Dra. Suparmi, MA., Ph.D. NIP. 19520116 198003 1 001 NIP. 19520915 197603 2 001

Telah dinyatakan memenuhi syarat Pada tanggal, ..............................

a.n. Ketua Program Studi Pendidikan Sains

Program Pascasarjana UNS

Dr. H. Sarwanto, M.Si. NIP. 19690901 199403 1 002

Page 36: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam

mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan kualitas sumber daya

manusia seutuhnya. Hal tersebut merupakan tujuan pendidikan yang menjadi

tanggung jawab profesional setiap guru. Sebagaimana tujuan pendidikan yang

tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, yaitu pendidikan bertujuan untuk

mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggungjawab.

Tujuan pendidikan yang diharapkan tersebut bukanlah suatu proses yang

mudah dan cepat tetapi diperlukan sarana yang tepat serta waktu yang cukup

panjang. Tujuan pendidikan tersebut akan sulit tercapai apabila orientasi

pendidikan mempunyai kecenderungan memperlakukan siswa sebagai obyek

pembelajaran, guru berfungsi sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan

indoktrinator, materi bersifat subject-oriented, dan manajemen bersifat

sentralistis. Pendidikan yang demikian menyebabkan praktek pendidikan

mengisolir diri dari kehidupan riil yang ada di luar sekolah, kurang relevan antara

yang diajarkan dengan kehidupan sehari-hari, terlalu terkonsentrasi pada

pengembangan intelektual yang tidak seja lan dengan pengembangan individu

1

Page 37: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

sebagai satu kesatuan yang utuh dan berkepribadian (Zamroni dalam Sutarto

Hadi, 2003:1). Dilihat dari kegiatan siswa selama berlangsungnya pembelajaran,

Stahl dalam Supinah (2008:1) mengungkapkan bahwa pada pembelajaran

konvensional atau tradisional siswa cenderung bekerja untuk dirinya sendiri, mata

ke papan tulis dan penuh perhatian, mendengarkan guru dengan seksama, dan

belajar hanya dari guru atau bahan ajar, bekerja sendiri, serta hanya guru yang

membuat keputusan dan siswa pasif. Hal ini mengidentifikasikan bahwa dalam

pembelajaran di sekolah guru masih menggunakan cara-cara tradisional atau

konvensional.

Dari beberapa faktor-faktor di atas, menjadi salah satu faktor yang

menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah khususnya

pendidikan sains. Hal ini terungkap dalam hasil studi The Third International

Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2003 yang menyatakan bahwa

kemampuan sains siswa SMP Indonesia berada pada peringkat ke-37 dari 46

negara. Tiga tahun kemudian tahun 2007, TIMSS kembali mengeluarkan hasil

studinya yang menunjukan Indonesia menempati peringkat 36 dari 48 negara yang

terlibat dengan rata-rata 397 dibawah rata-rata semua peserta sebesar 452

(Williams, T et al. 2008: 2). Hal ini merupakan manifestasi penerapan pola

pendidikan yang kurang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan siswa. Selama ini

pola pengajaran yang terjadi terlalu menekankan pada tuntutan hasil akhir yang

akan diperoleh siswa, tanpa melihat bagaimana proses yang harus dijalani. Secara

ringkas dapat diartikan bahwa sulitnya pembelajaran IPA ditandai dengan

kurangnya proses, produk dan sikap penguasaan pengetahuan, konsep yang

Page 38: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

abstrak kurang mendapatkan minat bagi siswa dan kurangnya menerapkan teori

dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan agar sesuai dengan

tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, pemerintah Indonesia telah melakukan

pembaharuan melalui pengembangan kurikulum, mulai dari kurikulum lama yang

cenderung content based menjadi kurikulum yang berbasis kompetensi

(competency based ). Kemudian diperbaharui dengan kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) yang mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan untuk tersusunnya kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang

pendidikan dasar dan menengah dengan mengacu kepada standar isi dan standar

kompetensi lulusan serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan

Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Dalam pedoman penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan

(Mulyasa: 2006: 151-153), terdapat beberapa ciri penting dalam pengembangan

kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yaitu: Pertama, berpusat pada

potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan

lingkungannya. Kedua, beragam dan terpadu. Beragam artinya KTSP disusun

sesuai dengan karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis

pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama,

suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender. Terpadu artinya ada

keterkaitan antara muatan wajib, muatan lokal, dan pengembangan diri dalam

Page 39: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

KTSP. Ketiga, tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan

seni. Keempat, relevan dengan kebutuhan kehidupan masa kini dan masa datang.

Kelima, menyeluruh dan berkesinambungan. Menyeluruh artinya KTSP

mencakup keseluruhan dimensi kompetensi dan bidang kajian keilmuan.

Berkesinambungan artinya KTSP antar semua jenjang pendidikan berjenjang dan

berkelanjutan. Keenam, belajar sepanjang hayat. Ketujuh, seimbang antara

kepentingan nasional dan daerah.

Dalam realitasnya yang menjadi prinsip-prinsip dalam KTSP mengahadapi

tantangan yang berat. Maka dalam hal ini dibutuhkan suatu proses pembelajaran

yang tidak hanya memandang proses sains berupa konsep semata, tetapi juga

mengajarkan bagaimana siswa menggunakan atau menerapkan konsep tersebut

dalam kehidupan sehari-hari. Namun pada realitasnya di lapangan tidak demikian

adanya, bahkan para siswa memiliki banyak pengetahuan, tetapi kurang dilatih

untuk menemukan pengetahuan, konsep, dan menerapkan ilmu pengetahuan.

Begitu pula yang terjadi di SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta, pembelajaran

IPA khususnya Fisika berjalan dengan orientasi target pencapaian KKM yaitu

sebesar 70,00. Berdasarkan data Balitbang (2011) menunjukan bahwa pencapaian

rata-rata nilai ujian nasional (UN) mata pelajaran IPA SMP Muhammadiyah 4

Yogyakarta jauh dari KKM yang ditetapkan yaitu sebesar 6,45. Nilai ini

menempatkan SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta dalam urutan ke 12 dari 77

sekolah yang ada di Kota Yogyakarta. Hal ini salah satu akibat ketika guru lebih

banyak menggunakan pembelajaran dengan mempercepat materi yaitu dengan

metode ceramah dan memperbanyak latihan soal-soal dalam proses pembelajaran

berlangsung. Keterlibatan siswa dalam proses kegiatan belajar IPA di kelas sangat

Page 40: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

kurang dan keterlibatan siswa hanya pada ranah konsep menghafal rumus-rumus

kemudian diterapkan dengan mengerjakan soal-soal latihan.

Fungsi dan tujuan pembelajaran IPA yaitu mampu mengembangkan

keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah, dan menguasai konsep sains untuk bekal

hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi

(Depdiknas, 2003: 2). Tujuan tersebut tersirat bahwa siswa dituntut tidak hanya

mampu mengerjakan soal-soal akan tetapi juga harus memiliki karakter sains

yaitu metode ilmiah karena Fisika merupakan ilmu yang lahir dan berkembang

lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis,

pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan

teori dan konsep.

Berdasarkan paparan di atas, maka guru perlu menemukan cara/metode

terbaik bagaimana menyampaikan berbagai konsep materi yang diajarkan di

dalam mata pelajaran sains, selain itu guru juga harus memperhatikan kondisi

siswa, sifat materi bahan ajar, dan fasilitas-media yang tersedia (Isjoni, 2008: 8).

Sehingga semua siswa dapat menggunakan dan mengingatnya lebih lama konsep

tersebut. Disisi lain guru juga harus melihat bahwa setiap individual mata

pelajaran dipahami sebagai bagian yang saling berhubungan, tidak berdiri sendiri

dan membentuk satu pemahaman yang utuh sehingga pembelajaran yang

berlangsung menjadi lebih bermakna. Sebagaimana yang disampaikan Ausubel

dalam Dahar, (1989:103) yaitu proses pembelajaran akan lebih bermakna dan

informasi yang didapatkan akan bertahan lebih lama, jika ada kaitan antara

konsepsi awal siswa dengan konsep baru yang sedang dipelajari.

Page 41: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

Selain itu belajar juga akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang

dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Hal ini sesuai dengan paradigma

pembelajaran kontekstual yaitu proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan

membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya

terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial

masyarakat dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan

yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif

pemahamannya. Lebih lanjut Paul Suparno (1997:54) mengemukakan bahwa

belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan

pengalaman atau apa yang dipelajari dengan apa yang sudah dipunyai seseorang.

Dalam pendapatnya Paul Suparno tersebut, dapat dipahami bahwa belajar yang

bermakna adalah pembelajaran dapat menghubungkan antara materi yang akan

disampaikan dengan pengetahuan yang telah diketahui oleh siswa. Sehingga

pengetahuan yang diperoleh siswa akan semakin kuat tertanam dalam diri siswa

dan lebih bertahan lama atau sulit untuk terlupakan.

Dari beberapa pendapat dalam kutipan di atas, pendekatan pembelajaran

kontekstual sebagaimana yang diuraikan pada realitasnya masih belum diterapkan

dalam pembelajaran terutama pembelajaran sains. Disisi lain terdapat beberapa

pendekatan pembelajaran IPA (Fisika) yang berorientasi pada proses, produk dan

sikap. Pendekatan ini dapat digunakan oleh guru, antara lain: pendekatan konsep,

pendekatan konstruktivisme, pendekatan keterampilan proses, problem based

learning (PBL), inquiry, discovery, dan lain-la in (Trianto,2010:21). Meskipun

telah banyak pendekatan pembelajaran Fisika yang berorientasi pada proses dan

Page 42: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

sikap, namun pendekatan ini belum banyak diterapkan oleh para guru untuk

membelajarkan IPA, khususnya Fisika.

Apabila dicermati apa yang dikemukakan dalam KTSP, pembelajaran

bermakana Ausebel dan pembelajaran kontekstual sebagaimana yang diuraikan di

atas, menunjukkan bahwa peran aktif siswa dalam pembelajaran merupakan suatu

keharusan. Salah satu strategi pembelajaran yang dikembangkan dengan tujuan

agar pembelajaran berjalan dengan produktif dan bermakna bagi siswa adalah

metode pembelajaran POE (prediction, observation and explanation ). Metode

POE merupakan suatu metode pembelajaran yang menggunakan tiga langkah

utama dari metode ilmiah yaitu pertama prediction atau membuat prediksi; kedua

observation yaitu melakukan pengamatan apa yang terjadi; ketiga explanation

yaitu memberi penjelasan tentang kesesuaian antara dugaan dengan yang sungguh

terjadi. (Paul Suparno, 2007:102). Disisi lain masih banyak metode pembelajaran

yang mengharuskan peran aktif siswa dalam pembelajaran. Diantaranya adalah

strategi pembelajaran eksperimen, yaitu metode pembelajaran yang mengajak

siswa untuk melakukan percobaan sebagai pembuktian, pengecekan bahwa teori

yang sudah dibicarakan itu memang benar”. Meskipun kedua metode

pembelajaran tersebut penting dalam pembelajaran sains khususnya Fisika, namun

selama ini masih sangat jarang guru menggunakan kedua metode pembelajaran

tersebut dalam kegiatan belajar mengajar Fisika.

Selain kedua metode pembelajaran di atas masih banyak metode

pembelajaran yang mengharuskan peran aktif siswa dalam pembelajaran. Metode-

metode tersebut diantaranya adalah metode diskusi, demonstrasi, learning cycle,

peer tu toring (tutor sebaya), jigsaw, GI, STAD, TGT. Meskipun telah banyak

Page 43: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

metode pembelajaran Fisika yang berorientasi pada aktivitas siswa, namun

metode ini belum banyak digunakan oleh para guru untuk membelajarkan IPA,

khususnya Fisika.

Berdasarkan uraian tentang metode pembelajaran POE dan eksperimen di

atas, dan kaitannya tentang teori belajar bermakna Ausubel, maka kedua metode

tersebut berhubungan erat dengan kemampuan awal yang dimiliki siswa sebelum

mempelajari konsep yang baru khususnya kemampuan awal menggunakan alat

ukur. Karena kedua metode di atas mensyaratkan adanya kemampuan siswa dalam

menggunakan alat ukur sebagai kemampuan dasar dalam melakukan penelitian

atau percobaan. Dengan kata lain, untuk mempelajari topik tertentu, siswa harus

mempunyai kemampuan awal tertentu juga. Hal inilah yang harus diperhatikan

oleh para guru dalam memulai proses pembelajaran Fisika di kelas.

Dalam memulai suatu topik pelajaran IPA (Fisika), guru hendaknya

memperhatikan kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa. Tujuannya untuk

mempersiapkan guru dalam menyusun rancangan proses pelaksanaan pembelajar-

an yang sesuai dengan tingkat kebutuhan siswa atau disesuaikan dengan

kemampuan awal siswa. Dengan demikian, proses kegiatan pembelajaran di kelas

akan lebih bermakna. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Ausebel yaitu

proses pembelajaran akan lebih bermakna dan informasi yang didapatkan akan

bertahan lebih lama, jika ada kaitan antara konsepsi awal siswa dengan konsep

baru yang sedang dipelajarinya (Dahar, 1989:103). Namun dalam realitas

pelaksanaan dilapangan tidak banyak guru yang memperhatikan kemampuan awal

siswa khususnya dalam hal ini kemampuan menggunakan alat ukur dalam proses

kegiatan belajar mengajar terutama kegiatan praktikum atau eksperimen.

Page 44: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

Selain faktor kemampuan awal dalam menggunakan alat ukur, kedua

metode di atas erat kaitannya pula dengan kemampuan verbal siswa yaitu

kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mengungkapkan ide, gagasan,

pendapat dan pikiran yang dituangkan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun

tulisan. Atau kemampuan yang dimiliki seseorang dalam menuangkan

pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki dalam bentuk bahasa yang memadai,

sehingga dapat dikomunikasikan kepada orang lain (Winkel,1997:99). Hal ini

dapat dilahat pada metode pembelajaran POE yang dibagi menjadi tiga fase yaitu:

prediction, observation, dan explanation. Pada fase prediction dan explanation

siswa dituntut untuk mengungkapkan ide-idenya, gagasan, pendapat, pertanyaan-

pertanyaan dan dugaan-dugaan terhadap permasalahan atau konsep Fisika serta

mengkomunikasikannya pada orang lain berdasarkan konsep-konsep yang telah

mereka ketahui.

Selain faktor kemampuan awal menggunakan alat ukur dan kemampuan

verbal siswa, masih ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil prestasi

belajar Fisika siswa, antara lain: aktivitas belajar, gaya belajar, tingkat kecerdasan

IQ, kreativitas, motivasi berprestasi siswa, dan lain-lain. Meskipun faktor-faktor

tersebut diketahui telah dapat mempengaruhi hasil prestasi belajar Fisika siswa

namun hal ini kurang dapat diperhatikan oleh para guru. Studi penelitian untuk

mengetahui pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap prestasi belajar Fisika siswa

juga masih perlu untuk ditingkatkan. Dengan demikian, penting bagi guru untuk

memperhatikan faktor-faktor internal siswa yang dapat berpengaruh terhadap

prestasi belajar Fisika siswa untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran yang

diinginkan.

Page 45: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

Dalam penggunaan pendekatan dan metode pembelajaran sebagaimana

yang diuraikan di atas hendaknya memperhatikan karakteristik materi yang akan

disampaikan. Hal ini penting diperhatikan karena tidak semua metode pembela-

jaran bisa diterapkan pada semua materi yang diajarkan yang dalam hal ini materi-

materi Fisika. Setiap materi pokok bahasan Fisika mempunyai karekteristik

berbeda-beda dan memiliki kekhasan masing-masing. Begitu juga dalam hal ini

penggunaan pendekatan kontekstual melalui metode POE dan eksperimen harus

disesuaikan juga dengan karakteristik materi Fisika yang akan disampaikan. Ada

banyak materi Fisika yang sejalan dengan penggunaan pendekatan kontekstual

melalui metode POE dan eksperimen diantaranya: getaran dan gelombang, gaya,

hukum newton, usaha dan energi, tekanan, hukum hooke, kalor, listrik.

Semisal pokok bahasan getaran dan gelombang, pada pokok bahasan

getaran dan gelombang didalamnya terdapat beberapa konsep-konsep yang sering

dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, namun pada kenyataannya masih sulit

dipahami oleh siswa karena penyampaian materi yang kurang menarik, kurang

kontekstual, membosankan dan pendekatan pembelajaran yang cenderung

matematis saja. Akibatnya, yang terjadi adalah prestasi belajar IPA siswa belum

optimal baik prestasi dalam ranah kognitif yang berhubungan dengan pengetahuan

dan pemahaman, afektif yang berkenaan dengan sikap dan kecakapan hidup,

maupun psikomotor yang erat kaitannya dengan keterampilan. Ketiganya

merupakan satu kesatuan hasil belajar yang tidak dapat dipisahkan dengan yang

la innya. Namun dalam realitasnya banyak guru yang hanya memperhatikan

prestasi siswa dalam aspek kognitif saja tetapi mengabaikan aspek lainnya yaitu

aspek afektif dan psikomotorik.

Page 46: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Dengan demikian agar siswa dapat memahami konsep-konsep dan hukum-

hukum Fisika khususnya pokok bahasan getaran dan gelombang, maka perlu

diadakan penelitian untuk mencari model pembelajaran yang sesuai sebagai

upaya untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa. Salah satu upaya yang

dilakukan adalah menerapkan pembelajaran dengan metode POE dan eksperimen

ditinjau dari kemampuan menggunakan alat ukur dan verbal siswa terhadap

prestasi belajar siswa.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, dapat

diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:

1. Rendahnya kualitas pembelajaran Fisika diindikasikan oleh hasil studi

TIMSS (The Third International Mathematics and Science Study) th. 2007.

2. Orientasi pendidikan cenderung memperlakukan siswa sebagai objek

pembelajaran (student center), guru berfungsi sebagai pemegang otoritas

tertinggi keilmuan dan indoktrinator.

3. Dalam pembelajaran di sekolah guru masih menggunakan cara-cara

tradisional atau konvensional.

4. Para siswa memiliki banyak pengetahuan, tetapi kurang dilatih untuk

menemukan pengetahuan, konsep, dan menerapkan ilmu pengetahuan.

5. Ada beberapa alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan

untuk membelajarkan Fisika pada siswa namun belum optimal diterapkan

oleh guru, antara lain: contextual teaching and learning (CTL), problem

based learning (PBL), problem solving, inquiry, discovery, dll.

Page 47: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

6. Ada beberapa alternatif metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk

membelajarkan Fisika pada siswa namun belum optimal diterapkan oleh guru,

antara lain: POE , eksperimen, diskusi, demonstrasi, learning cycle, STAD,

jigsaw, tutor sebaya, dan lain-lain.

7. Guru belum memperhatikan kemampuan awal siswa khususnya kemampuan

awal menggunakan alat ukur dalam proses kegiatan belajar mengajar.

8. Guru belum memperhatikan kemampuan verbal siswa dalam proses kegiatan

belajar mengajar.

9. Penyampaian materi Fisika yang kurang menarik, membosankan dan

pendekatan pembelajaran yang hanya cenderung matematis, akibatnya

prestasi belajar Fisika siswa yang belum optimal, meliputi aspek kognitif,

afektif, dan psikomotor.

10. Ada beberapa materi bahan ajar Fisika yang sejalan dengan penggunaan

pendekatan kontekstual yang disampaikan di kelas VIII SMP antara lain:

gerak lurus beraturan (GLB), gerak lurus berubah beraturan (GLBB), kalor,

usaha dan energi, tekanan, gaya, hukum newton, getaran dan gelombang,

bunyi, cahaya, namun guru belum menyampaikan konsep materi tersebut

secara bermakna kepada siswa

11. Guru belum memperhatikan sifat dan karakteristik materi bahan ajar Fisika

yang akan disampaikan kepada siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar,

apakah materi tersebut konkret atau abstrak.

12. Guru belum memperhatikan keterkaitan antar materi bahan ajar Fisika dan

aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.

Page 48: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang ada maka dalam penelitian ini akan

difokuskan pada:

1. Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan kontekstual.

2. Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode predection,

observation, and explanation (POE) dan eksperimen.

3. Faktor internal siswa yang ditinjau dalam penelitian ini adalah kemampuan

menggunakan alat ukur kategori tinggi dan rendah.

4. Faktor internal siswa yang ditinjau dalam penelitian ini adalah kemampuan

verbal siswa kategori tinggi dan rendah.

5. Prestasi belajar Fisika siswa meliputi aspek kognitif, dan afektif.

6. Pokok bahasan yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi pada pokok

bahasan getaran dan gelombang.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah

maka dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut:

1. Adakah pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual melalui metode POE

dan eksperimen terhadap prestasi belajar Fisika siswa?

2. Adakah pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur siswa kategori tinggi

dan kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah terhadap prestasi

belajar Fisika siswa?

3. Adakah pengaruh kemampuan verbal tinggi dan kemampuan verbal rendah

terhadap prestasi belajar Fisika siswa?

Page 49: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

4. Adakah interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan

menggunakan alat ukur terhadap prestasi belajar Fisika siswa?

5. Adakah interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan verbal

siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa?

6. Adakah interaksi antara kemampuan alat ukur dengan kemampuan verbal

siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa?

7. Adakah interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan

menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal siswa terhadap prestasi

belajar Fisika siswa?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual melalui metode POE dan

eksperimen terhadap prestasi belajar Fisika siswa.

2. Pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi dan

kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah terhadap prestasi belajar

Fisika siswa.

3. Pengaruh kemampuan verbal siswa kategori tinggi dan kemampuan verbal

siswa kategori rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa.

4. Interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat

ukur terhadap prestasi belajar Fisika siswa.

5. Interaksi antara metode pembelajaran dengan sikap kemampuan verbal

terhadap prestasi belajar Fisika siswa.

6. Interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan kemampuan

verbal siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa.

Page 50: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

7. Interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat

ukur dan kemampuan verbal siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya

dunia pendidikan. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Mengetahui pengaruh pendekatan kontekstual melalui metode POE dan

eksperimen ditinjau dari kemampuan menggunakan alat ukur dan

kemampuan verbal siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa yang

meliputi aspek kognitif dan afektif.

b. Memberikan gambaran tentang penggunaan pendekatan dan metode

pembelajaran yang sesuai dengan penanganan masalah dalam proses

pembelajaran.

c. Sebagai bahan pertimbangan, masukan, dan acuan bagi penelitian

selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan alternatif pembelajaran Fisika yang melibatkan peran aktif

siswa.

b. Memberikan masukan dan sumbangan pemikiran bagi para guru untuk

meningkatkan prestasi belajar Fisika.

c. Memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi sekolah dalam rangka

perbaikan proses pembelajaran IPA, khususnya Fisika.

Page 51: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Tinjauan Tentang Belajar

a. Pengertian Belajar

Belajar sebagai suatu kegiatan yang telah dikenal dan bahkan sadar atau

tidak sadar dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup sekaligus

mengembangkan dirinya. Gagne dalam Ratna Wilis Dahar (1989:11) belajar dapat

didefinisikan sebagai “suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya

sebagai akibat pengalaman”. Ernes ER. Hilgard dalam Riyanto (2009:4)

mengatakan bahwa “seorang dikatakan belajar kalau dapat melakukan sesuatu

dengan cara latihan-latihan sehingga yang bersangkutan menjadi berubah”.

Menurut Winkel (1996:53) “belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang

berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan

perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan, dan nilai

sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas.” Sedangkan

menurut Slameto (2003: 2) “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya”.

Cronbach menyatakan bahwa belajar itu merupakan perubahan perilaku

sebagai hasil pengalaman. Menurut Cronbach bahwa belajar yang sebaik-baiknya

Page 52: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

adalah dengan mengalami sesuatu yaitu menggunakan panca indra. Dengan kata

la in, bahwa belajar adalah suatu cara mengamati, mambaca, meniru,

mengintimasi, mencoba sesuatu, mendengar, dan mengikuti arah tertentu

(Riyanto,2009:5). Sedangkan menurut Chaplin dalam dictionary of psycology

membatasi belajar dengan dua macam rumusan. Rumusan pertama menyebutkan

bahwa belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif permanen

sebagai akibat latihan dan pengalaman. Rumusan kedua menyebutkan bahwa

belajar adalah proses memperoleh respons-respons sebagai akibat adanya latihan

khusus (Syah,2005:90). Lebih lanjut Wittig dalam Muhibbin Syah (2005:90)

menyatakan bahwa “belajar adalah perubahan yang relatif permanen yang terjadi

dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil

belajar”.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah

perubahan tingkah laku yang relatif menetap atau permanen sebagai hasil dari

pengalamannya sendiri melalui pemecahan masalah serta dalam berinteraksi

dengan lingkungannya. Seseorang dikatakan belajar jika telah mengalami

perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku tersebut meliputi pengetahuan

atau pemahaman (kognitif), sikap atau nilai (afektif), serta keterampilan dan

kecakapan (psikomotorik). Belajar adalah suatu proses bukan suatu hasil yang

merupakan dasar perkembangan hidup manusia. Oleh karena itu belajar

berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk

perbuatan untuk mencapai suatu tujuan.

Page 53: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

b. Teori-teori Belajar

Teori-teori belajar yang umum digunakan dalam pembelajaran IPA

terutama Fisika dengan pendekatan kontekstual yang akan digunakan antara lain:

teori Bruner, Ausubel, Piaget dan Gagne.

1) Teori Belajar Jerome S. Bruner

Ratna Wilis Dahar dalam Trianto (2007:26) mengemukakan bahwa

“salah satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh ialah model dari

Jerome Bruner (1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery

learning)”. Dalam teori belajarnya, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan

belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu

aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga

tahap. Pertama; tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan

atau pengalaman baru. Kedua; tahap transformasi, yaitu tahap memahami,

mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta transformasi dalam bentuk

baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain. dan Ketiga; tahap

menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan atau evaluasi, yaitu untuk

mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.

Informasi baru dapat merupakan penghalusan dari informasi sebelumnya yang

dimiliki seseorang atau informasi itu dapat bersifat sedemikian rupa sehingga

berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam

transformasi pengetahuan, seseorang memperlakukan pengetahuan agar cocok

dengan tugas baru. Jadi, transformasi menyangkut cara memperlakukan

pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah bentuk lain.

Page 54: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

Bruner dalam Ratna Wilis Dahar (1989: 103) menganggap bahwa

“belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh

manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha

sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya,

menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna”. Lebih jauh lagi, Bruner

menyarankan setiap peserta didik atau siswa hendaknya belajar melalui

berpartisipasi secara aktif dan mandiri dalam menemukaan arti dengan konsep-

konsep dan prinsip-prinsip yang bisa dimengerti sendiri, sehingga mereka

memperoleh pengalaman, dan melakukan eksperimen-eksperimen yang

mengijinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip atau konsep-konsep itu

sendiri. Selanjutnya, dikemukakan pula bahwa belajar penemuan membangkitkan

keingintahuan siswa, memberi motivasi untuk bekerja terus sampai menemukan

jawaban-jawaban. Pendekatan ini juga dapat mengajarkan keterampilan-

keterampilan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain, dan meminta

para siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi, tidak hanya

menerima saja.

Lebih lanjut dalam Ratna Wilis Dahar (1989 : 103) dikemukakan bahwa

pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa

kebaikan, antara lain:

Pertama, pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat, atau lebih mudah diingat, bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara lain. Kedua, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya. Dengan lain perkataan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dijadikan milik kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru. Ketiga, secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.

Page 55: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa belajar penemuan

(discovery learning ) menurut Bruner sangat relevan jika diterapkan pada

pendekatan pembelajaran kontekstual melalui metode POE (prediction,

observation and explanation) dan eksperimen. Pendekatan pembelajaran

konteksetual atau sering disebut dengan contextual teaching and learning (CTL)

merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten pelajaran

sesuai dengan dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara

pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota

keluarga, warga negara dan tenaga kerja. Selain itu pendekatan kontekstual

menghendaki siswa untuk belajar secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-

prinsip, sehingga memperoleh pengalaman, dan melakukan eksperimen-

eksperimen yang mengijinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu

sendiri.

Pembelajaran kontekstual tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

metode POE dan eksperimen. Metode POE dan eksperimen menuntut siswa untuk

turut serta aktif dalam kegiatan pembelajaran IPA khususnya Fisika di kelas

karena prinsip dari kedua metode tersebut adalah learning by doing , yakni belajar

dengan melakukan sendiri. Dengan learning by doing, siswa dapat melakukan

pemecahan masalah secara mandiri, sehingga diharapkan siswa akan menemukan

konsep dengan sendirinya pula. Dengan demikian, pengetahuan yang diperoleh

akan bertahan lebih lama dan mempunyai efek transfer yang lebih baik.

2) Teori Belajar David Ausubel

Teori kognitif lainnya, yang berbeda dengan Bruner adalah David

Ausubel membatasi teorinya untuk memahami dengan penuh arti dari materi

Page 56: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

verbal, jenis dari subjek permasalahan pemahaman berada di kelas. Menurut

Ausubel dalam Riyanto (2009:15), “belajar menerima dan menemukan dapat

merupakan hafalan atau bermakna, tergantung pada situasi terjadinya belajar yang

je las belajar menghafal berbeda dengan belajar bermakna. Belajar bermakna jika

informasi yang dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur kognitif siswa,

sehingga siswa dapat mengaitkan pengetahuan baru tersebut dengan struktur

kognitifnya.”

Ratna Wilis Dahar (1989: 112) menyatakan bahwa “inti dari teori

Ausubel tentang belajar ialah belajar bermakna. Bagi Ausubel, belajar bermakna

merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan

yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang”. Menurut Ausubel dalam Ratna

Wilis Dahar (1989: 115), ada tiga kebaikan dari belajar bermakna, antara la in: a)

informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat; b) informasi

yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsumer-subsumer,

jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip; c)

informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif, meninggalkan efek

residual pada subsumer, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip,

walaupun telah terjadi “lupa”.

Selanjutnya, dalam Ratna Wilis Dahar (1989: 116) dikemukakan bahwa

“faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel

(1963), ialah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan

dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu”. Prasyarat-prasyarat

dari belajar bermakna adalah materi yang akan dipelajari harus bermakna secara

Page 57: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

potensial dan anak yang akan belajar atau siswa harus bertujuan untuk

melaksanakan belajar bermakna, jadi mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar

bermakna (meaningful learning set). Kebermaknaan materi pelajaran secara

potensial tergantung pada dua faktor, yaitu materi itu harus memiliki

kebermaknaan logis dan gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam

struktur kognitif siswa. Materi yang memiliki kebermaknaan logis merupakan

materi yang non-arbitrer dan substantif. Yang dimaksud dengan materi yang non-

arbitrer ialah materi yang ajek (konsisten) dengan apa yang telah diketahui.

Sedangkan yang dimaksud dengan materi tersebut harus substantif berarti materi

itu dapat dinyatakan dalam berbagai cara, tanpa mengubah arti.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa inti dari teori

belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau

bermakna jika guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat

menghubungkannya dengan konsep relevan yang sudah ada dalam struktur

kognisi siswa. Hal tersebut sangat berhubungan erat dengan yang telah diketahui

oleh siswa sebelum mempelajari konsep yang baru. Dalam penelitian ini, siswa

diharapkan dapat menemukan pengetahuan yang akan disimpan pada kognitifnya

melalui proses pembelajaran kontekstual dengan metode POE dan eksperimen.

Dalam penerapan pembelajaran ini diharapkan pengetahuan yang diperoleh siswa

dapat bertahan lama dan akan mengoptimalkan fungsi kognitif siswa.

3) Teori Belajar Gagne

Menurut Gagne (1984) “belajar adalah sebagai suatu proses dimana suatu

organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman” (Syaiful Sagala,

Page 58: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

2005: 13). Menurut Gagne dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan

informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk

hasil belajar. Dalam pemprosesan informasi terjadi adanya interaksi antara

kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal

yaitu keadaaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar

dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal

adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses

pembelajaran. Dalam penelitian ini, kondisi internal berupa kemampuan siswa

dalam menggunakan a lat ukur dan kemampuan verbal siswa. Kedua faktor

internal tersebut berinteraksi dengan stimulus dari lingkungan yaitu melibatkan

siswa dalam proses pembelajaran kontekstual dengan menggunakan metode POE

dan eksperimen.

Gagne dalam Riyanto (2009:55-56) membedakan delapan tipe belajar,

yaitu: a) Belajar isyarat, sesuai dengan teori conditioning menurut Pavlov,

memberikan reaksi pada suatu perangsang (S --- R). Respon timbul setelah

memperoleh rangsangan. b) Belajar stimulus-respon, memperoleh kemampuan

setelah memperoleh latihan berulang kali. Responnya berbentuk spesifik, tidak

umum, dapat diatur dan dikuasai. Respon dapat diperkuat dengan memberikan

imbalan. Guru memberikan pujian pada anak atas suatu keberhasilan maka anak

akan berusaha untuk mengulangi keberhasilannya. c) Belajar membentuk

rangkaian tingkah laku (chaining motoric), menghubungkan tindakan atau

gerakan yang satu dengan yang lainnya. Hubungan antara stimulus dan respon

berjalan secara beruntun sehingga terjadi beberapa hubungan S --- R. d) Belajar

asosiasi verbal, memberikan reaksi verbal kepada suatu stimulus. Tipe ini

berperan dalam belajar informasi verbal, yaitu pengetahuan yang dimiliki dengan

Page 59: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

menggunakan bahasa (verbal). Informasi verbal meliputi rangkaian verbal, yakni

kata-kata yang dimiliki untuk menunjukkan pada objek yang dihadapi dan data

atau fakta. e) Belajar diskriminasi, memberikan respon yang berbeda pada

stimulus yang mempunyai kesamaan atau mirip. Belajar diskriminasi berarti

belajar membedakan beberapa objek berdasarkan ciri-ciri khusus yang teramati.

Setelah belajar diskriminasi siswa akan dapat melakukan penggolongan atau

klasifikasi. f) Belajar konssep, menempatkan objek-objek dalam kelompok-

kelompok tertentu atau mengadakan klasifikasi. Dengan cara belajar demikian

maka siswa dapat menemukan konsep-konsep seperti cahaya, bunyi, pembiasan,

kalor. g) Belajar kaidah, menghubungkan beberapa konssep sehingga

mendapatkan suatu prinsip. Kaidah atau aturan ini terdapat dalam setiap mata

pelajaran. Dalam pelajaran IPA disamping mengenal prinsip, juga mengenal yang

dinamakan hukum atau teori. Disinilah letak permasalahan pendidikan IPA,

apakah kaidah itu harus ditemukan sendiri oleh siswa atau diberikan begitu saja.

Yang harus menjadi pedoman pendidik adalah bahwa kaidah-kaidah tersebut

harus dapat dipahami oleh anak didik, tidak hanya dikenalkan saja. h) Belajar

memecahkan masalah, menggunakan kaidah-kaidah yang sudah dipahami untuk

memecahkan masalah. Dalam memecahkan masalah digunakan langkah-langkah,

dan dalam pembelajaran IPA dikenal dengan metode ilmiah.

4) Teori Belajar Jean Piaget

Jean Piaget adalah seorang pakar yang banyak melakukan penelitian

tentang perkembangan kemampuan kognitif manusia. Menurut Piaget dalam

Desmita (2010:98) “kognitif adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan

semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan dan

Page 60: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan,

memecahkan masalah dan merencanakan masa depan.”

Menurut Jean Piaget dalam Riyanto (2009:9) menyatakan bahwa “proses

belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan yaitu asimilasi, akomodasi dan

ekuilibrasi. Proses asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi

baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Akomodasi adalah

penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Sementara ekuilibrasi

adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.” Dari

pernyataan tersebut dapat diartikan juga bahwa asimilasi adalah proses perubahan

apa yang dipahami sesuai dengan struktur kognitif yang ada sekarang. Sementara

akomodasi adalah proses perubahan struktur kognitif sehingga dapat dipahami.

Asimilasi dan akomodasi akan terjadi apabila seseorang mengalami konflik

kognitif atau suatu ketidakseimbangan antara yang telah diketahui dengan yang

dialaminya sekarang.

Piaget dalam Muhibbin Syah (2010: 24) menerangkan bahwa “asas-asas

perkembangan menitikberatkan pada aspek perkembangan pikiran secara alami

dari lahir sampai dewasa, untuk bisa mamahami teori ini bergantung pada

pemahaman asumsi-asumsi biologi yang menurunkan teori itu maupun implikasi

asumsi-asumsi tersebut dalam mengartikan pengetahuan”. Menurut pendapat

tersebut, dapat diartikan bahwa semakin bertambahnya umur seseorang maka

menambah kompleksnya susunan sel sarafnya dan semakin meningkat pula

kemampuannya. Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, akan

mengalami adaptasi fisik dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya

perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitifnya.

Page 61: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

Menurut Piaget dalam Ratna Wilis Dahar (1989: 152), “setiap individu

mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual sebagai berikut: a) sensori-

motor (0 – 2 tahun), b) Pra-operasional (2 – 7 tahun), c) operasional konkret (7 –

11 tahun), d) operasional formal (11 tahun – ke atas). Tahap-tahap tersebut

urutannya berlaku untuk semua orang, akan tetapi usia pada saat seseorang mulai

memasuki suatu tahap tertentu tidak selalu sama untuk setiap orang”. Berikut ini

ciri-ciri pada setiap masing-masing tahapan perkembangan intelektual menurut

John Piaget:

a) Sensori-motor (0 – 2 tahun)

Pada tahap ini pemahaman anak mengenai berbagai hal terutama tergantung

pada kegiatan (gerakan) tubuh beserta alat-alat indera. Piaget berpendapat bahwa

tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spasial penting

dalam enam sub-tahapan yaitu: pertama; sub-tahapan skema reflek; (umur 0-6

minggu), berhubungan erat dengan reflek. Kedua; sub-tahapan fase reaksi sirkular

primer; (umur 6 minggu - 4 bulan), ditandai mulai munculnya kebiasaan-

kebiasaan. Ketiga; sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder; (umur 4 bulan – 9

bulan), ditandai dengan adanya koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.

Keempat; sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder; (umur 9 bulan-12

bulan), saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu

yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda.

Kelima; sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier; (umur 12 bulan – 18 bulan),

adanya penemuan cara baru untuk mencapai tujuan. Keenam; sub-tahapan awal

representasi simbolik; (umur 18 bulan – 24 bulan) berhubungan dengan tahapan

awal kreativitas.

Page 62: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

b) Pra-operasional (2 – 7 tahun)

Pada tahap ini dalam memahami sesuatu anak tidak lagi hanya tergantung

pada kegiatan tubuh atau inderanya, tetapi sudah menggunakan pemikirannya

dalam berbagai hal. Pemikiran anak masih bersifat egosentris, artinya

pemahamannya mengenai berbagai hal masih terpusat pada dirinya sendiri dan

juga anak masih mengalami kesulitan dalam berpikir secara induktif maupun

deduktif sehingga cara berpikirnya belum tampak logis. Menurut Tahap pra-

operasional terdiri atas dua subtingkat. Subtingkat pertama antara 2 hingga 4

tahun yang disebut subtingkat pralogis, subtingkat kedua antara 4 hingga 7 tahun

yang disebut tingkat berfikir intuitif.

Pada subtingkat pralogis, penalaran anak adalah transduktif. Diketahui

bahwa deduksi adalah menalar dari umum ke khusus. Sebaliknya dari deduksi

adalah induksi, yaitu mengambil generalisasi dari hal-hal yang khusus. Menurut

Pieget, berpikir anak itu bukan deduktif ataupun induktif. Mereka bergerak dari

khusus ke khusus, tanpa menyentuh hal yang umum. Anak itu melihat suatu

hubungan hal-hal tertentu yang sebenarnya tidak ada. Pieget menyebut ini dengan

menalar transduktif.

c) Operasional konkret (7 – 11 tahun)

Tahap operasional merupakan permulaan berpikir rasional. Pada tahap ini

tingkat egosentrisitas anak sudah sangat berkurang dan lebih sosiosentris dalam

berkomunikasi, dalam arti ia sudah dapat memahami bahwa orang lain mungkin

memiliki pikiran atau perasaan yang berbeda darinya. Pada tahap ini anak sudah

dapat berpikir logis tentang berbagai hal, termasuk hal-hal yang agak rumit, tetapi

Page 63: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

dengan syarat bahwa hal-hal tersebut disajikan secara konkret (disajikan dalam

wujud yang dapat ditangkap dengan alat indera). Anak belum dapat berurusan

dengan materi abstrak, seperti hipotesis dan proposisi verbal. Apabila anak

menghadapi suatu pertentangan antara pikiran dan persepsi, anak dalam periode

operasional konkret memilih mengambil keputusan logis, dan bukan keputusan

perseptual seperti anak pra-operasional.

d) Operasional formal (11 tahun – ke atas)

Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir logis tanpa kehadiran benda-

benda konkret, dengan kata lain sudah mampu melakukan abstraksi. Akan tetapi

perkembangan dari operasional konkret ke tahap operasional formal ini tidak

terjadi secara mendadak ataupun langsung sempurna, tetapi terjadi secara gradual.

Sehingga bisa terjadi pada tahun-tahun pertama ketika anak berada pada tahap ini

kemampuan anak dalam berpikir abstrak belum berkembang sepenuhnya maka

dalam berbagai hal anak mungkin masih memerlukan alat peraga.

Dalam memasuki tahap operasional formal ada beberapa anak yang lebih

lambat daripada anak-anak yang lain. Hal ini sesuai dengan apa yang diuraikan di

depan bahwa sekalipun manusia berkembang kemampuan berpikirnya melalui

keempat tahap tersebut, saat seseorang mulai memasuki tahap-tahap tersebut tidak

selalu sama bagi anak yang satu dengan anak yang lain. Oleh karena itu, guru

perlu memperhatikan kemampuan berpikir tiap-tiap siswa, sekalipun usia mereka

kurang lebih sama agar guru bisa memberikan perlakuan yang sesuai dengan

tahap perkembangan kemampuan berpikir tiap-tiap siswa. Lebih lanjut teori

Piaget dalam Dahar (1989: 157) menjelaskan pula bahwa perkembangan

kemampuan intelektual manusia terjadi karena ada berbagai faktor yang

Page 64: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

mempengaruhi, yaitu: “kedewasaan, pengalaman fisik (physical experience),

pengalaman logika-matematik (logico-mathematical experience), transmisi sosial

(transmission social) dan proses keseimbangan (equilibration )” .

Berdasarkan beberapa pendapat Piaget dalam kutipan di atas dapat

disimpulkan bahwa bela jar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap

perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan

untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi

dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan atau masalah dari

guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar

mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan

berbagai hal dari lingkungan.

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran

adalah: Pertama; bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa.

Oleh karena itu , guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan

cara berfikir anak. Kedua; anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat

menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat

berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya. Ketiga; bahan yang harus

dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing. Keempat; berikan

peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. Kelima; di dalam kelas,

anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan

teman-temannya.

Page 65: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Bagi guru IPA khususnya guru Fisika, teori Piaget sangat relevan dalam

proses pembelajaran. Dengan menggunakan teori ini guru akan mengetahui

adanya tahap-tahap perkembangan tertentu pada kemampuan berpikir anak-anak

di kelas. Dengan demikian, guru dapat memberikan perlakuan yang tepat bagi

para siswanya, misalnya merancang dan melaksanakan proses pembelajaran,

penyediaan alat-alat peraga dan sebagainya sesuai dengan tahap perkembangan

kemampuan berpikir yang dimiliki tiap-tiap siswa. Sehingga dalam membangun

pengetahuan memerlukan cara yang sesuai yaitu memberikan kesempatan siswa

untuk aktif berargumentasi, mengungkapkan ide, gagasan dan pendapatnya serta

berfikir logis dan kritis. Dalam penelitian ini cara yang sesuai untuk pembelajaran

siswa sekolah menengah yaitu dengan pembelajaran kontekstual melalui metode

POE dan eksperimen. Pembelajaran tersebut menjadikan siswa akan merasa

dihargai dan akan meningkatkan mental keberanian siswa dalam berargumen dan

berpikir.

c. Prinsip-prinsip Belajar

Proses belajar sangatlah komplek tetapi dapat dianalisis dan dirinci dalam

bentuk prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip belajar menurut Oemar Hamalik

(1983: 28) antara lain: 1) Belajar adalah suatu proses aktif dimana terjadi

hubungan saling mempengaruhi secara dinamis antara siswa dan lingkungannya.

2) Belajar senantiasa harus bertujuan, terarah, dan jelas bagi siswa. 3) Belajar

efektif apabila didasari oleh dorongan motivasi murni dan bersumber dari dalam

dirinya sendiri. 4) Belajar memerlukan bimbingan. Bimbingan baik dari guru atau

tuntunan dari buku pelajaran sendiri.

Page 66: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Pendapat lain mengenai prinsip-prinsip belajar dikemukakan oleh

Slameto (2003: 27-28) adalah: 1) berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk

belajar: a) Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif,

meningkatkan minat, dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional; b)

Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada

siswa untuk mencapai tujuan instruksional; c) Belajar perlu lingkungan yang

menantang dimana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan

belajar dengan efektif; d) Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.

2) Sesuai hakikat belajar: a) Belajar merupakan proses kontinyu maka harus tahap

demi tahap menurut perkembangannya; b) Belajar adalah proses organisasi,

adaptasi, eksplorasi, dan discovery; c) Belajar adalah proses kontinguitas

(hubungan antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga

mendapatkan pengertian yang diharapkan. Stimulus yang diberikan menimbulkan

respons yang diharapkan. 3) Sesuai materi atau bahan yang harus dipelajari: a)

Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian

yang sederhana sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya; b) Belajar

harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan

instruksional yang harus dicapainya. 4) Syarat keberhasilan belajar: a) Belajar

memerlukan sarana yang cukup sehingga siswa dapat belajar dengan tenang; b)

Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertian/

keterampilan/ sikap itu mendalam pada siswa.

Sementara itu, Robert H. Davies dalam Riyanto (2009:65-68)

menyebutkan prinsip belajar ada sembilan yaitu: 1) Prinsip kemanfaatan yaitu

Page 67: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

seorang siswa termotivasi be lajar sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya. 2) Prinsip

prasyarat yaitu seorang siswa mungkin belajar sesuatu yang baru jika dia memiliki

semua prasyarat. 3) Prinsip percontohan yaitu siswa mungkin lebih mendapatkan

perilaku baru jika ia ditunjukkan contoh pekerjaan dan menirukannya. 4) Prinsip

komunikasi terbuka yaitu memungkinkan siswa untuk belajar apabila penyajian

dibuat dengan pesan terbuka untuk inspeksi siswa. 5) Prinsip hal baru yaitu

seorang siswa mungkin mempelajari jika perhatiannya menarik dengan presentasi

yang relatif baru. 6) Prinsip diklat aktif yang sesuai ya itu siswa lebih belajar

apabila mereka mengambil bagian latihan yang disanggupi untuk mencapai tujuan

palajaran. 7) Prinsip pembagian praktek yaitu jika perilaku sering dipraktekkan

atau digunakan maka eksistensi perilaku tersebut akan semakin kuat. 8) Prinsip

penghapusan yaitu seorang siswa lebih mungkin belajar apabila instruksional

segera dikeluarkan secara berangsur-angsur. 9) Prinsip kondisi yang

menyenangkan yaitu siswa lebih suka terus belajar jika pelajaran yang dilakukan

oleh guru dianggap sebagai suatu yang menyenangkan.

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsip belajar

merupakan dasar-dasar dalam proses pembelajaran. Prinsip-prinsip pembelajaran

tersebut sangat penting bagi guru sebagai praktisi pendidikan untuk

memperhatikannya. Tujuannya yaitu agar guru dapat menyiapkan rancangan

pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Dengan demikian,

tujuan pembelajaran dapat tercapai dan hasil belajar yang diperoleh siswa dapat

lebih bermakna.

Page 68: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Belajar merupakan aktivitas kompleks yang terjadi pada seseorang,

sehingga banyak faktor yang mempengaruhinya. Menurut Muhibbin Syah (2010:

129) menyatakan bahwa “secara global faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

dibedakan menjadi tiga macam, yakni: 1). faktor internal (faktor dari dalam

siswa), yakni keadaan jasmani dan rohani siswa; 2). faktor eksternal (faktor dari

luar siswa), yakni kondisi lingkungan diluar siswa; 3). faktor pendekatan bela jar”.

Sedangkan menurut Ainurrahman (2009: 177) mengatakan bahwa “masalah-

masalah belajar baik intern maupun ekstern dapat berasal dari dimensi guru

maupun siswa”. Dari kedua pendapat ini mengandung arti bahwa keberhasilan

belajar ditentukan oleh faktor internal dan eksternal yang merupakan satu

kesatuan baik dipengaruhi oleh siswa maupun oleh guru.

Sedangkan Slameto (2010: 54) meringkas lagi mengenai faktor belajar

dengan mengemukakan bahwa “faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak

jenisnya tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu faktor intern dan

ekstern. Faktor intern yaitu faktor yang ada pada individu yang sedang belajar.

Sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada diluar individu”. Pandangan ini

dapat menjadi rujukan bersama bahwa semua hal yang menyangkut diri individu

yang mengalami proses belajar dapat diartikan faktor intern. Sedangkan semua

yang berada diluar individu yang dapat mempengaruhi belajar dapat didefinisikan

faktorn ekstern.

Faktor intern menyangkut faktor-faktor fisiologis dan faktor psikologis.

Faktor fisiologis merupakan faktor yang berkaitan dengan kondisi jasmaniah

Page 69: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

siswa. Menurut Muhibbin Syah (2010: 130), “kondisi umum jasmani dan tonus

(tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-

sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti

pelajaran. Begitu halnya faktor psikologis siswa (Syah,2010: 131) mengemukakan

bahwa “banyak faktor yang mempengaruhi aspek psikologis yang dapat

mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan belajar siswa. Namun pada

umumnya yang dipandang lebih esensial itu adalah sebagai berikut: 1) tingkat

kecerdasan/intelegensi siswa; 2) sikap siswa; 3) bakat siwa; 4) minat siswa 5)

motivasi siswa”. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor fisiologis

merupakan faktor yang berkaitan dengan jasmaniah dan otot siswa sedangkan

faktor psikologis kondisi psikis siswa yang meliputi, intelegensi, sikap, bakat,

minat, dan motivasi kedua-duanya merupakan bagian dari faktor internal yang

perlu diperhatikan oleh guru karena akan berdampak terhadap hasil belajar siswa.

Faktor eksternal yang mempengaruhi belajar berkaitan dengan faktor-

faktor yang berasal dari luar diri siswa. Menurut Slameto (2010: 60), “faktor

ekstern yang mempengaruhi belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga faktor,

yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat”. Faktor keluarga

meliputi cara mendidik orang tua, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah,

keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan.

Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar siswa dapat berupa metode mengajar,

kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah,

alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar,

dan tugas rumah. Sedangkan faktor masyarakat yang mempengaruhi belajar antara

Page 70: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

la in kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, dan bentuk

kehidupan masyarakat.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya proses

belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa sedangkan

faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa.

2. Hakikat IPA

Istilah Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA dikenal juga dengan istilah sains.

Kata sains ini berasal dari bahasa Latin yaitu scientia yang berarti ”saya tahu”.

Dalam bahasa Inggris, kata sains berasal dari kata science yang berarti

”pengetahuan”. Science kemudian berkembang menjadi social science yang dalam

Bahasa Indonesia dikenal dengan ilmu pengetahuan sosial (IPS) dan natural

science yang dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan ilmu pengetahuan alam

(IPA).

Menurut Muhammad Amin (1978:43), science secara umum merupakan

kumpulan fakta yang tersusun secara sistematis dan penggunaannya terbatas pada

gejala-gejala alam. Perlu diperhatikan juga bahwa “perkembangan science tidak

hanya ditandai dengan adanya kumpulan fakta-fakta tetapi juga ditandai dengan

munculnya metode ilmiah (scientific methods) dan sikap ilm iah (scientific

attitudes)”. Sehingga dalam mempelajari sains tidak cukup hanya dengan cara

menghafa l saja tetapi juga menggunakan keterampilan dan metode ilmiah.

Sedangkan m enurut Trianto (2010: 137) mengemukakan bahwa “secara

umum IPA meliputi tiga bagian ilmu dasar, yaitu biologi, Fisika dan kimia. Fisika

Page 71: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

merupakan salah satu cabang dari IPA, dan merupakan ilmu yang lahir dan

berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan

hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta

penemuan teori, dan konsep”. Jadi dapat diartikan bahwa hekekat Fisika adalah

ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala alam melalui serangkaian

proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun melalui sikap ilm iah.

Sementara itu, menurut Robert B. Sund dalam Winataputra (2001:122)

mendefinisikan “IPA sebagai pengetahuan yang sistematis atau tersusun secara

teratur berlaku umum dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”.

Sedangkan H.W Pouler mendefinisikan IPA sebagai “systematic and formulated

knowledge dealing with material phenomena and based mainly on observation

and induction”, artinya IPA adalah ilmu sistematis dan dirumuskan yang

berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas

pengamatan induksi (Winataputra, 2001:122). Lebih lanjut Winataputra dalam

bukunya Strategi belajar mengajar IPA, menjelaskan bahwa IPA adalah sejenis

pengetahuan teoritis. Baginya IPA bukanlah suatu keterampilan praktis dan bukan

pula suatu kerajinan. Meskipun pada kenyataannya IPA hampir berhubungan

dengan percobaan-percobaan yang membutuhkan keterampilan dan kerajinan.

IPA tidak hanya merupakan kumpulan-kumpulan pengetahuan tentang

benda atau makhluk hidup, tetapi merupakan cara kerja, cara berpikir dan cara

memecahkan masalah. Dari beberapa definisi di atas, tersirat bahwa ada tiga unsur

utama yang terdapat dalam IPA yaitu sikap manusia, proses, dan produk yang satu

sama lain tidak dapat dipisahkan. Rasa ingin tahu pada masalah yang terjadi di

Page 72: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

alam merupakan sikap manusia; manusia kemudian mencoba memecahkan

masalah yang dihadapinya, pada tahapan digunakan proses atau metode dengan

cara menyusun hipotesis, melakukan kegiatan untuk membuktikan kebenaran

hipotesisnya, dan mengevaluasi apa yang telah dilakukannya. Hasil atau produk

dari kegiatan yang telah dilakukannya tersebut berupa fakta-fakta, prinsip-prinsip,

atau teori-teori dan lain-lain.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa IPA (Fisika)

adalah cabang ilmu alam yang mempelajari tentang gejala alam dan interaksinya

serta menerangkan bagaimana gejala-gejala alam tersebut terukur melalui

penelitian dan pengamatan. Fisika meliputi aspek produk, proses, dan sikap

ilm iah. Fisika sebagai produk mempunyai arti bahwa dalam Fisika terdapat

pengetahuan yang merupakan hasil dari aktivitas ilmiah yang telah dilakukan

sebelumnya. Fisika sebagai proses mempunyai arti bahwa Fisika adalah aktivitas

ilm iah. Manusia dalam melakukan aktivitas ilmiah menggunakan cara-cara

tertentu agar tujuannya tercapai. Cara-cara tersebut kita kenal dengan istilah

metode ilmiah. Fisika ditentukan oleh serangkaian proses ilmiah yaitu observasi,

pengukuran, dan eksperimen. Melalui proses ilmiah tersebut akan diperoleh

produk ilm iah berupa konsep, prinsip, dan teori. Oleh sebab itu, Fisika dapat

didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang menguraikan dan menganalisis

peristiwa-peristiwa alam yang diperoleh melalui serangkaian proses ilmiah

dengan dilandasi sikap ilmiah.

Selanjutnya fungsi IPA (Fisika) dalam pembelajaran di sekolah

menengah antara lain: memberikan bekal pengetahuan untuk diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari dan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi;

Page 73: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

mengembangkan dan menggunakan keterampilan proses untuk memperoleh,

menghayati, dan menerapkan konsep-konsep, hukum-hukum serta asas-asas

Fisika; melatih siswa menggunakan metode ilm iah dalam memecahkan masalah

yang dihadapinya; serta meningkatkan kesadaran siswa tentang peraturan

keindahan alam sehingga siswa terdorong untuk mencintai dan mengagungkan

ciptaan Allah SWT. Dari pengertian di atas tersirat bahwa dalam rangka mencari

dan menemukan konsep atau prinsip akan diikuti dengan melakukan eksperimen.

3. Pembelajaran Kontekstual / Contextual Teaching and Learning (CTL)

Pendekatan pembelajaran kontekstual (CTL) adalah konsep belajar yang

membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia

nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari sebagai anggota keluarga dan

masyarakat (Riyanto, 2009:59). Lebih lanjut Riyanto menjelaskan bahwa dengan

konsep itu , hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses

pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan

mengalami. Bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran

lebih dipentingkan daripada hasil.

Sedangkan menurut Trianto (2007: 102) “pembelajaran kontekstual adalah

pembelajaran yang memungkinkan siswa-siswa untuk menguatkan, memperluas,

dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai

macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat memecahkan maslah-

masalah dunia nyata atau masalah-masalah yang disimulasikan”. Dari jurnal

“Contextual Teaching and Learning for Practice” dari Clemente Charles Hudson

dan Vista R. Whisler disebutkan hasil penelitiannya bahwa CTL diartikan sebagai

Page 74: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

suatu cara untuk memperkenalkan muatan dengan menggunakan berbagai macam

teknik pembelajaran aktif yang dirancang untuk membantu siswa menghubungkan

apa yang sudah mereka ketahui dengan apa yang ingin mereka pelajari, dan

membentuk pengetahuan baru dari analisis dan sintesa proses pembelajaran.

Sementara itu, menurut Syaiful Sagala (2011:87) “contextual teaching and

learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara

materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa

membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya

dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat”. Lebih lanjut

Syaiful Sagala menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual ini dilakukan dengan

melibatkan beberapa komponen utama pembelajaran yang efektif.

Adapun komponen dalam pembela jaran kontekstual terdiri dari tujuh

komponen, yaitu:

a. Konstruktivisme (constructivism)

Konstruktivisme merupakan landasan filosofis dari contextual teaching

and learning, yaitu bahwa ilmu pengetahuan itu pada hakekatnya dibangun tahap

demi tahap, sedikit demi sedikit, melalui proses yang tidak selalu mulus (tria l and

error). Ilmu pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep-konsep atau

kaidah-kaidah yang siap diambil dan diingat, tapi harus dikonstruksi melalui

pengalaman nyata. Dalam konstruksivisme proses lebih diutamakan daripada

hasil. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu kemudian memberi makna

melalui pengalaman nyata.

Page 75: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

b. Bertanya (questioning)

Bertanya (questioning) adalah cerminan dalam kondisi berpikir, melalui

bertanya jendela ilmu pengetahuan menjadi terbuka karena dengan bertanya bisa

melakukan bimbingan, dorongan, evaluasi, atau. konfirmasi. Di samping itu

dengan bertanya dapat mencairkan ketegangan, menambah pengetahuan,

mendekatkan hati, menggali informasi, meningkatkan motivasi, dan

memfokuskan perhatian. Hampir dalam semua aktifitas belajar, questioning dapat

diterapkan antara: siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan orang

la in yang didatangkan di kelas, dan sebagainya. Aktifitas bertanya juga ditemukan

ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan,

ketika mengamati atau observasi, dan sebagainya. Kegiatan ini akan

menumbuhkan dorongan siswa untuk “bertanya”.

c. Menemukan (inquiry)

Menemukan (inquiry) adalah proses yang penting dalam pembelajaran

agar retensinya kuat dan munculnya kepuasan tersendiri dalam benak siswa

dibandingkan hanya mela lui pewarisan. Dengan menemukan kemampuan berpikir

mandiri (kognitif tingkat tinggi, kritis, kreatif, inovatif, dan improvisasi) akan

terlatih yang pada kondisi selanjutnya menjadi terbiasa. Inquiry mempunyai siklus

observasi, bertanya, menduga, kolekting, dan konklusi. Dalam hal ini guru harus

selalu merancang kegiatan yang menunjukan pada kegiatan menemukan, apapun

materi yang diajarkannya.

d. Masyarakat belajar (learning community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil bela jar diperoleh dari

hasil kerjasama dengan orang lain, baik melalui perorangan maupun kelompok

Page 76: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

orang, dari dalam kelas, sekitar kelas, di luar kelas, di lingkungan sekolah,

lingkungan rumah, ataupun di luar sana. Dalam pelaksanaan pembelajaran

kontekstual guru disarankan untuk membentuk kelompok belajar agar siswa

membentuk masyarakat belajar untuk saling berbagi, membantu, mendorong,

menghargai, atau membantu.

e. Pemodelan (modelling)

Pemodelan akan lebih mengefektifkan pelaksanaan CTL untuk ditiru,

diadaptasi, atau dimodifikasi. Dengan adanya model untuk dicontoh biasanya

konsep akan lebih mudah dipahami atau bahkan bisa menimbulkan ide baru.

Pemodelan tidak selalu dilakukan oleh guru, tetapi bisa juga dilakukan oleh siswa

atau media lainnya.

f. Refleksi (reflection )

Refleksi adalah berpikir kembali tentang materi yang baru dipelajari,

merenungkan kembali aktivitas yang telah dilakukan, atau mengevaluasi kembali

bagaimana belajar yang telah dilakukan. Refleksi berguna untuk evaluasi diri,

koreksi, perbaikan, atau peningkatan diri. Membuat rangkuman, meneliti dan

memperbaiki kegagalan, mencari alternatif lain cara belajar (learning how to

learn), dan membuat jurnal pembelajaran adalah contoh kegiatan refleksi.

g. Asesmen otentik (authentic assesment)

Asesmen otentik adalah penilaian yang dilakukan secara komprehensif

berkenaan dengan seluruh aktivitas pembelajaran, meliputi proses dan produk

belajar sehingga seluruh usaha siswa yang telah dilakukannya mendapat

penghargaan. Hakekat penilaian yang diwujudkan berupa nilai merupakan

penilaian atas usaha siswa yang berkenaan dengan pembelajaran, bukan

Page 77: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

merupakan hukuman. Penilaian otentik semestinya dilakukan dari berbagai aspek

dan metode sehingga objektif. Misalnya membuat catatan harian melalui

observasi untuk menilai aktivitas dan motivasi, wawancara atau angket untuk

menilai aspek afektif, portofolio untuk menilai seleruh hasil kerja siswa (artefak),

tes untuk menilai tingkat penguasaan siswa terhadap materi bahan ajar.

4. Metode Pembelajaran POE

a. Pengertian Metode POE

Menurut Paul Suparno (2007:102) dalam buku Metodologi Pembelajaran

Fisika Kontruktivisme dan Menyenangkan, mendefinisikan metode POE adalah:

“Metode pembelajaran POE (Prediction, Observation, and Explanation) merupakan suatu metode pembelajaran yang menggunakan tiga langkah utama dari metode ilmiah yaitu pertama prediction atau membuat prediksi, membuat dugaan terhadap suatu peristiwa Fisika; kedua observation yaitu melakukan penelitian, pengamatan apa yang terjadi; ketiga explanation yaitu memberi penjelasan tentang kesesuaian antara dugaan dengan yang sungguh terjadi”. Langkah pertama adalah membuat prediksi atau dugaan. Setelah suatu

persoalan Fisika disajikan, maka siswa diminta untuk membuat dugaan sementara

terjadi. Dalam membuat dugaan, siswa sekaligus sudah memikirkan alasan

mengapa ia membuat dugaan seperti itu . Dalam proses ini, siswa diberi kebebasan

seluas-luasnya menyusun dugaan dengan alasannya. Sebaiknya tidak dibatasi

sehingga banyak gagasan dan konsep Fisika muncul dari pikiran siswa. Dengan

demikian semakin banyak gagasan konsep Fisika yang muncul dari siswa, guru

dapat mengerti bagaimana konsep dan pengertian Fisika siswa tentang persoalan

yang diajukan.

Page 78: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

Langkah kedua adalah melakukan observasi. Dugaan dengan alasan yang

mendasari dugaan itu harus dipraktekkan atau dilihat dalam kenyataan. Dalam

penelitian ini siswa diajak untuk mengamati secara langsung peristiwa-peristiwa

atau gejala-gejala Fisika yang diperagakan/ didemonstrasikan oleh guru. Dalam

langkah ini siswa mengamati apa yang terjadi, dapat juga melakukan pengukuran

jika diperlukan. Yang penting dalam langkah ini adalah melihat apakah

dugaannya benar atau tidak; dugaannya terjadi atau tidak.

Langkah ketiga adalah membuat penjelasan. Dapat terjadi bahwa dugaan

siswa ternyata terjadi dalam pengamatannya. Bila ini yang terjadi maka siswa

semakin yakin akan konsepnya. Namun sebaliknya dapat terjadi bahwa dugaan

siswa ternyata tidak terjadi dalam pengamatannya. Bila hal ini yang terjadi maka

siswa dibantu untuk mencari penjelasan, mengapa dugaannya tidak benar.?

Dengan ini siswa mengalami perubahan konsep; dari konsep yang tidak benar

menjadi benar. Disinilah siswa betul-betul belajar dari kesalahan, dan biasanya

belajar dari kesalahan tidak akan dilupakan siswa.

b. Langkah-langkah Pembelajaran Metode POE

Adapun langkah-langkah praktis dalam pembelajaran dengan

menggunakan metode POE adalah sebagai berikut:

1) Guru memberikan pengantar sebelum pembelajaran dimulai. Pada langkah ini

guru menginformasikan topik yang akan dibahas, menunjukkan demonstrasi

awal dan menyampaikan masalah, menyampaikan konsep-konsep

pendukung, menyampaikan langkah-langkah kerja dalam peragaan

demonstrasi.

Page 79: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

2) Siswa membuat prediksi tentang persoalan itu, namun prediksi itu bukan asal-

asalan menebak (untung-untungan) akan tetapi berdasarkan alasan tertentu.

3) Siswa melakukan observasi dari persoalan-persoalan tersebut.

4) Siswa menarik kesimpulan dari observasi, dan mencocokkan dengan

prediksinya, apakah tepat atau tidak.

5) Siswa memberikan penjelasan atau keterangan terkait dengan kesimpulan

yang diambil.

c. Kelebihan Metode POE

Adapun kelebihan metode pembelajaran POE adalah sebagai berikut: 1)

Metode ini dapat membuat pengajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkret. 2)

Siswa akan lebih mudah memahami konsep-konsep yang sedang dipelajarinya. 3)

Proses pembelajaran akan jauh lebih menarik. 4) Siswa menjadi lebih aktif

mengamati, menyesuaikan antara teori dengan kenyataan dan dapat mencoba

melakukan sendiri.

d. Kelemahan Metode POE

Adapun kelemahan metode pembelajaran POE adalah sebagai berikut:

1) Metode ini memerlukan keterampilan guru yang tinggi. Sebab tanpa hal ini

pelaksanaan metode POE tidak akan berjalan efektif. 2) Fasilitas, peralatan,

tempat dan biaya yang memadai tidak selalu tersedia dengan baik. 3) Metode ini

memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang. 4) Metode ini kadang

memerlukan waktu yang cukup panjang sehingga dapat mengganggu jam

pelajaran la innya.

Page 80: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

5. Metode Pembelajaran Eksperimen

a. Pengertian Metode Eksperimen

Secara umum metode eksperimen adalah metode pembelajaran yang

mengajak siswa untuk melakukan percobaan sebagai pembuktian, pengecekan

bahwa teori yang sudah dibicarakan itu memang benar (Suparno, 2007: 77). Jadi

metode ini ini lebih untuk mengecek supaya siswa makin yakin dan jelas akan

teorinya. Sedangkan menurut Winataputra (2001: 219) “metode eksperimen

adalah suatu cara penyajian materi pelajaran dimana siswa secara aktif mengalami

dan membuktikan sendiri tentang apa yang dipelajarinya”. Melalui metode ini

siswa secara total dilibatkan dalam melakukan percobaan sendiri, mengikuti

proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik

kesimpulan sendiri tentang suatu objek, keadaan atau proses sesuatu.

Dari beberapa pendapat di atas, secara umum metode eksperimen dapat

disimpulkan yaitu metode mengajar yang mengajak siswa melakukan percobaan

sebagai pembuktian atau pengecekan bahwa teori yang sudah dibicarakan

memang benar. Biasanya metode eksperimen bukan untuk menemukan teori tetapi

untuk lebih untuk menguji teori atau hukum yang sudah ditemukan oleh para ahli.

Eksperimen bisa dilakukan untuk menemukan teori, konsep atau kaidah baru,

selain itu juga dapat dilakukan untuk menguji teori yang sudah ada. Hal ini

tergantung dari materi dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

b. Langkah-langkah Metode Eksperimen

Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode

eksperimen yaitu:

Page 81: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

1) Menetapkan tujuan eksperimen: Guru menjelaskan tujuan eksperimen yang

akan dibuktikan. Pada tahap ini guru memberikan sebuah pernyataan atau

konsep yang harus dibuktikan kebenarannya.

2) Perancangan eksperimen: Siswa merancang alat dan bahan eksperimen

berdasarkan lembar kerja siswa (LKS) yang telah dibagikan oleh guru.

3) Observasi dan percobaan: siswa melakukan observasi dan percobaan

berdasarkan lembar kerja siswa (LKS) yang telah disediakan oleh guru.

4) Menganalisa data: Siswa menghitung dan menganalisa data hasil percobaan.

5) Menarik kesimpulan: Menyimpulkan hasil percobaan berdasarkan data yang

diperoleh dan dianalisa.

c. Kelebihan Metode Eksperimen

Adapun kelebihan metode eksperimen adalah sebagai berikut: 1) Metode

ini dapat membuat siswa percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan

percobaannya sendiri dari pada hanya menerima dari guru atau dari buku saja. 2)

Dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi tentang sains

dan teknologi. 3) Siswa terhindar dari verbalisme. 4) Memperkaya pengalaman

siswa akan hal-hal yang bersifat objektif dan realistik. 5) Mengembangkan sikap

berpikir ilmiah. 6) Hasil belajar akan terjadi dalam bentuk retensi (tahan lama

diingat) dan terjadi proses internalisasi.

d. Kelemahan Metode Eksperimen

Adapun kelemahan metode eksperimen adalah sebagai berikut: 1)

Pelaksanaan metode eksperimen membutuhkan fasilitas peralatan dan bahan yang

selalu tidak mudah untuk diperoleh. 2) Dalam kehidupan sehari-hari tidak semua

hal dapat dijadikan materi eksperimen. Hal ini disebabkan ada keterbatasan yaitu

Page 82: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

keterbatasan biaya, waktu, fasilitas, moral dan agama. 3) Setiap eksperimen tidak

selalu memberikan hasil yang diharapkan. Karena banyak faktor yang berada

diluar jangkauan untuk dikontrol berpengaruh terhadap unit eksperrimen.

6. Kemampuan Menggunakan Alat Ukur

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 1996: 623)

kemampuan berasal dari kata mampu, “kemampuan adalah kesanggupan,

kecakapan, kekuatan melakukan sesuatu”. Kemampuan awal merupakan dasar

untuk memperoleh pengetahuan baru yang lebih tinggi tingkatannya sehingga

dalam melakukan aktivitas, kemampuan awal seseorang mempengaruhi

keberhasilan aktivitas berikutnya. Kemampuan awal yang dimiliki siswa

merupakan salah satu titik tolak bagi perencanaan dan pengelolaan proses belajar

mengajar berikutnya. Seperti pendapat Winkel (1999: 136) yang mengatakan

bahwa “kemampuan awal dapat dirumuskan sebagai keseluruhan kenyataan

kepribadian, sosial, institusional yang kaitannya dalam tujuan instruksional dapat

berpengaruh terhadap kelangsungan proses belajar mengajar dalam kelas.

Kemampuan awal merupakan prasyarat yang harus dimiliki oleh siswa sebelum

memasuki materi pelajaran berikutnya yang lebih tinggi”.

Dalam proses pembelajaran, siswa akan lebih mudah memahami atau

mempelajari materi selanjutnya jika proses belajar didasarkan pada materi yang

sudah diketahui sehingga kemampuan awal berpengaruh terhadap proses

selanjutnya dan ikut mewarnai keberhasilan belajar siswa. Kemampuan yang

diperoleh siswa dari pengalaman belajar sebelumnya merupakan titik tolak untuk

membekali siswa pada materi pelajaran berikutnya. W.S. Winkel (1999: 134)

menyatakan bahwa:

Page 83: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

Setiap proses belajar mengajar mempunyai titik tolak sendiri atau berpangkal pada kemampuan siswa tertentu (tingkah laku awal) untuk dikembangkan menjadi kemampuan baru, sesuai dengan tujuan instruksional (tingkah laku final). Oleh karena itu, keadaan siswa pada awal proses belajar mengajar tertentu (tingkah laku awal) mempunyai relevansi terhadap penentuan, perumusan, dan pencapaian tujuan instruksional (tingkah laku final).

Berdasarkan pendapat W.S. Winkel di atas, jika kemampuan awal siswa

tinggi maka dalam proses belajar berikutnya siswa tersebut tidak akan mengalami

kesulitan. Siswa hanya mengembangkan kemampuan awal tersebut menjadi

kemampuan baru sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Sebaliknya, apabila

kemampuan awal siswa rendah maka siswa tersebut akan mengalami kesulitan

untuk mencapai tujuan yang diinginkan sehingga perlu waktu yang lebih lama.

Pada proses pembelajaran Fisika, kemampuan awal merupakan

pengetahuan konsep Fisika yang telah diketahui sebelumnya oleh siswa.

Kemampuan awal dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam

menggunakan alat ukur yang akan digunakan untuk menjelaskan konsep Fisika

yang sesuai dengan alat ukur tersebut. Kemampuan awal menggunakan alat ukur

dalam penelitian ini dititikberatkan pada kemampuan menggunakan alat ukur

waktu, massa dan panjang. Kemampuan menggunakan alat ukur ini meliputi

beberapa aspek yaitu: pertama; pengetahuan tentang macam-macam alat ukur

panjang, massa, dan waktu. Kedua; contoh penggunaan alat ukur panjang, massa,

dan waktu. Ketiga; mengetahui skala terkecil dan ketelitian alat ukur. Keempat;

menyebutkan nilai ralat atau ketidakpastian pengukuran data tunggal pada alat

ukur dan menentukan hasil pengukuran serta menentukan hasil perhitungan dari

pengukuran alat ukur.

Page 84: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

7. Kemampuan Verbal

a. Pengertian Kemampuan Verbal

Menurut POErwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia

(1976:215) menyatakan bahwa "bahasa adalah alat yang digunakan untuk

menyampaikan komunikasi, membentuk serta mengembangkan rasa ingin tahu".

Sedangkan kemampuan adalah "kecakapan, kesanggupan atau kekuatan". Sehingga

kemampuan bahasa adalah kecakapan, kesanggupan atau kekuatan seseorang untuk

menyampaikan komunikasi, membentuk serta mengembangkan rasa ingin tahu

kepada orang lain.

Kemampuan verbal merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang

dalam mengungkapkan ide, gagasan, pendapat dan pikiran yang dituangkan dalam

bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan. Menurut Winkel (1999:99)

“kemampuan verbal adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

menuangkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki dalam bentuk bahasa

yang memadai, sehingga dapat dikomunikasikan kepada orang lain”. Kemampuan

verbal memiliki peran yang sangat penting dalam mengkomunikasikan

pengetahuan, pengalaman, dan kecakapan yang dimiliki kepada orang lain.

Sedangkan Femi Olivia dalam bukunya “Kembangkan Kecerdikan Anak”

mengatakan anak akan banyak akal dalam menghadapi masalah jika ia

mempunyai kemampuan membaca, menulis, dan berkomunikasi dengan kata-kata

atau bahasa. Lebih lanjut Olivia (2009:66) menyampaikan bahwa “cara belajar

terbaik untuk siswa yang mempunyai bakat verbal/ linguistik ini adalah dengan

mengucapkan, mendengar dan melihat kata-kata”.

Page 85: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

Menurut Gagne yang dikutip Winkel (1999:322) “dalam mengelola

informasi baru dan mengkaitkannya dengan informasi lama selama informasi

tersebut berada dalam ingatan jangka pendek, siswa harus mengadakan organisasi

mental yang diekspresikan dalam bentuk verbal (perumusan bahasa yang

memadai)”. Sedangkan menurut Dewa Ketut Sukardi (1997:115), “kemampuan

verbal merupakan suatu yang penting dalam semua aktivitas akademik dan non

akademis di sekolah menengah karena tes kemampuan verbal dapat dijadikan

prediktor yang terbaik secara keseluruhan terhadap bagaimana baiknya seseorang

melakukan di sekolah, terutama dalam mata pelajaran akademis”. Dari sekian teori

di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan verbal merupakan kecakapan

seseorang yang mensyaratkan keakraban dengan bahasa tertulis maupun lisan

untuk menyimak, menelaah isi dari suatu pernyataan sehingga dapat mengambil

suatu kesimpulan.

b. Tes Kemampuan Verbal

Tes kemampuan verbal merupakan tes yang mengungkapkan

kemampuan untuk memahami konsep kata-kata (verbal). Tes kemampuan verbal

merupakan aspek dari tes IQ (Intelligence Quotient) yang diberikan kepada siswa.

Adapun variasi soal tes verbal berdasarkan Scholastic Aptitude Test (SAT) dalam

Rita L. Atkinson (1987:146) meliputi antonyms (menguji tingkat perbendaharaan

kata berupa lawan kata), analogies (menguji kemampuan untuk melihat

hubungan dalam pasangan kata, untuk memahami ide yang diekspresikan dalam

hubungan tersebut, dan menggali hubungan yang serupa atau paralel), sentence

completion (menguji kemampuan mengenali hubungan di antara bagian suatu

Page 86: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

kalimat) and reading passages (menguji kemampuan untuk memahami pesan

tertulis). Sedangkan berdasarkan tes Stanford-Binet Intelligence Scale komponen

tes kemampuan verbal meliputi: vocabulary (perbendaharaan kata),

comprehension (pemahaman), absurdities (keganjilan), and verbal relation

(hubungan verbal).

Dalam tes kemampuan verbal ini akan mengungkapkan bagaimana baiknya

seseorang dapat memahami ide-ide yang diekspresikan dengan menggunakan kata-

kata, dan bagaimana seseorang dapat berpikir dan menalar dengan kata-kata. Semakin

tinggi kemampuan verbalnya maka makin tinggi pula prestasi belajar yang dicapai,

sebaliknya semakin rendah kemampuan verbalnya maka makin rendah pula prestasi

belajar yang dicapai. Siswa yang memperoleh skor rata-rata lebih tinggi hendaknya

mempertimbangkan untuk mempersiapkan diri dan mengambil pekerjaan atau tugas-

tugas lainnya. Jenis-jenis tugas atau pekerjaan tersebut akan membantu seseorang

memikirkan yang lainnya dimana penalaran verbal dan pemahaman bersifat esensial.

Beberapa komponen yang mencakup dalam kemampuan verbal seseorang

yang akan di tes antara lain: Pertama; perbendaharaan kata yaitu siswa dapat

menunjukkan suatu kata yang bukan termasuk golongan atau tidak memiliki

persamaan kata dalam kelompok kata. Kedua; persamaan kata yaitu siswa dapat

menentukan persamaan kata dari suatu kata. Ketiga; lawan kata yaitu siswa dapat

mencari lawan kata dari suatu kata. Keempat; analogi verbal yaitu siswa dapat

menentukan hubungan secara analogi verbal, hubungan satu kata dengan yang

la innya membentuk sebuat kalimat logis. Kelima; sifat-sifat yang sama yaitu

siswa dapat menyebutkan benda-benda yang mempunyai sifat yang sama.

Page 87: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

8. Prestasi Belajar Fisika

a. Pengertian Prestasi Belajar

Berhasil tidaknya seseorang dalam belajar dapat diketahui dengan

dilakukan evaluasi untuk mengetahui prestasi setelah proses belajar mengajar

berlangsung. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989: 700) “prestasi

adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan

seterusnya)”. Sedangkan menurut Muhibbin Syah (2005:141) “pengertian prestasi

belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan

oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang

diberikan oleh guru. Prestasi dapat dikatakan sebagai hasil yang telah dicapai oleh

siswa dalam belajar sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

Sedangkan menurut Winkel (1999: 51) mengartikan bahwa “prestasi

adalah bukti keberhasilan usaha yang dapat dicapai”. Prestasi belajar dapat dilihat

dari perubahan-perubahan dalam pengertian, pengalaman keterampilan, serta nilai

sikap yang bersifat konstan dan berbekas. Perubahan ini dapat berupa sesuatu

yang baru atau penyempurnaan sesuatu hal yang telah dimiliki atau dipelajari

sebelumnya. Sementara itu Supriyono (2010:5) menyebutkan bahwa “hasil

belajar/ prestasi belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-

pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan”. Lebih lanjut Supriyono

menjelaskan bahwa hasil belajar adalah perubahan secara keseluruhan bukan

hanya salah satu aspek potensi kemanusian saja. Artinya, hasil pembelajaran tidak

dilihat secara fragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensip.

Page 88: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

Menurut taksonomi Bloom dkk. (1956), hasil belajar terdiri dari tiga

domain (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 26-32), yaitu:

1) Domain kognitif, berhubungan dengan kemampuan intelektual

Ada enam tingkatan domain kognitif dari yang sederhana sampai yang

lebih kompleks, yaitu: 1) pengetahuan, yaitu kemampuan mengingat materi

pelajaran yang telah dipelajari sebelumnya; 2) pemahaman, seperti menafsirkan,

menjelaskan, atau meringkas; 3) penerapan, yaitu kemampuan menafsirkan atau

menggunakan materi pelajaran yang telah dipelajari ke dalam situasi baru atau

konkret; 4) analisis, yaitu kemampuan menguraikan atau menjabarkan sesuatu ke

dalam komponen-komponen atau bagian-bagian sehingga susunannya dapat

dimengerti; 5) sintesis, yaitu kemampuan menghimpun bagian-bagian ke dalam

suatu keseluruhan; 6) evaluasi, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan

untuk membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan kriteria tertentu.

2) Domain afektif, berhubungan dengan perhatian, sikap, dan nilai

Domain ini mempunyai lima tingkatan dari yang sederhana sampai kepada

yang lebih kompleks, yaitu: 1) penerimaan (receiving), yaitu kepekaan menerima

rangsangan (stimulus) baik berupa situasi maupun gejala; 2) penanggapan

(responding), berkaitan dengan reaksi yang diberikan seseorang terhadap stimulus

yang datang; 3) penilaian (valuing), berkaitan dengan nilai dan kepercayaan

terhadap gejala atau stimulus yang datang; 4) organisasi (organization ), yaitu

penerimaan terhadap berbagai nilai yang berbeda berdasarkan suatu sistem nilai

tertentu yang lebih tinggi; 5) karakteristik nilai (characterization by a value

Page 89: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

complex), merupakan keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki

seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.

3) Domain psikomotor, meliputi keterampilan motorik dan gerak fisik

Domain psikomotor mempunyai enam tingkatan dari yang sederhana

hingga yang lebih kompleks, maliputi: 1) persepsi, berkaitan dengan penggunaan

indera dalam melakukan kegiatan; 2) kesiapan melakukan pekerjaan, yaitu kesia-

pan melakukan suatu kegiatan, baik secara mental, fisik, maupun emosional; 3)

mekanisme, berkaitan penampilan respons yang sudah dipelajari; 4) respons

terbimbing, yaitu mengikuti atau mengulang perbuatan yang diperintahkan oleh

orang lain; 5) kemahiran, yaitu keterampilan yang sudah berkembang di dalam

diri individu sehingga siswa mampu memodifikasi pola gerakannya; 6) keaslian,

merupakan kemampuan menciptakan pola gerakan baru sesuai dengan situasi

yang dihadapi.

Dari beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli di atas, dapat

disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah

belajar dan mengikuti proses pembelajaran, yang meliputi aspek kognitif, afektif,

dan psikomotor. Namun dalam penelitian ini prestasi belajar dibatasi pada aspek

kognitif dan afektif saja.

a. Fungsi Prestasi Belajar

Prestasi belajar dalam kehidupan manusia pada tingkat dan jenis

tertentu dapat memberi kepuasan, khususnya mereka yang berada dibangku

sekolah yaitu siswa-siswa. Prestasi belajar sangat penting artinya bagi kita pada

dunia pendidikan karena prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi utama.

Menurut Zainal Arifin (1989:136), “prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi

Page 90: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

utama antara lain: 1) prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas

pengetahuan yang telah dikuasai siswa; 2) prestasi belajar sebagai lambang

pemuasan hasrat ingin tahu siswa; 3) prestasi belajar sebagai bahan informasi

dalam inovasi pendidikan; 4) prestasi belajar sebagai indikator produktivitas suatu

institusi pendidikan. 5) prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap siswa

atau kecerdasan siswa”.

Jadi, prestasi belajar tidak hanya berfungsi sebagai indikator

keberhasilan dalam belajar bidang tertentu saja tetapi juga berfungsi sebagai

indikator kualitas sebuah institusi pendidikan. Berdasarkan fungsi belajar di atas

maka betapa pentingnya mengetahui prestasi belajar siswa, baik kognitif, afektif,

maupun psikomotor karena dapat menjadi umpan balik bagi guru dalam

melaksanakan proses pembelajaran dikelas. Dengan demikian, guru dapat

membuat evaluasi pembelajaran demi keberhasilan pembelajaran tersebut.

9. Materi Fisika: Getaran dan Gelombang

a. Getaran

1) Pengertian Getaran

Jika kamu pernah berada di stasiun kereta api, ketika kereta api datang

atau lewat, kamu akan merasakan tanah atau lantai yang kamu injak terasa

bergetar. Getaran juga dapat kita rasakan ketika kita memegang stang sepeda

motor, kemudian ketika mesin sepeda motor dihidupkan, maka akan kita rasakan

adanya getaran. Getaran juga terjadi pada kaca-kaca jendela rumah ketika terjadi

petir yang kuat. Bahkan getaran sangat kuat yang terjadi dari ledakan sebuah bom

mampu merobohkan gedung-gedung. Selain itu, contoh lain peristiwa getaran

dalam kehidupan sehari-hari yang sering kita lihat adalah diantaranya getaran

Page 91: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

pada bandul jam dinding, beduk yang dipukul, getaran tanah akibat gempa bumi,

membran tipis yang ditiup, serta pegas/per yang diberi beban dan digantung.

Dari beberapa contoh peristiwa getaran di atas, maka getaran

didefinisikan sebagai gerak bolak-balik melalui titik setimbang

(Holiday,1985:442). Satu getaran didefinisikan sebagai satu kali bergetar penuh,

yaitu dari titik awal ke titik akhir hingga kembali lagi ke titik awal. Getaran

menghasilkan sebuah energi dan momentum. Jika energi berpindah dari suatu

sumber getar ke ruang di sekitarnya, maka akan dihasilkan gelombang. Oleh

karena itu pembahasan getaran erat kaitannya dengan gelombang. Menurut

Ganijanti Aby Sarojo (2002), setiap gerak berulang (bolak-balik) melalui titik

setimbangnya yang tetap dalam interval waktu yang tetap dinamakan gerak

periodik. Jika gerak berulang ini melalui lintasan yang sama, kecil dan lurus

disebut getaran (Sarojo, 2002:196).

2) Amplitudo Getaran

Amplitudo adalah simpangan terjauh dari suatu getaran. Besar amplitudo

mempengaruhi kuat getaran. Semakin besar amplitudo akan semakin kuat getaran

yang dihasilkan. Pada gambar 2.1 ditunjukan contoh getaran bandul sederhana.

Bandul dikatakan bergetar satu kali getaran adalah ketika suatu benda atau bandul

bergerak dari titik A-B-C-B-A atau dari titik B-C-B-A-B. Bandul tidak pernah

melewati lebih dari titik A atau titik C karena titik tersebut merupakan simpangan

terjauh. Simpangan terjauh yang ditempuh oleh suatu benda dalam bergerak bola-

balik disebut amplitudo (Bueche, 1989:98). Di titik A dan C benda akan berhenti

sesaat sebelum kembali lagi bergerak. Contoh simpangan terjauh atau amplitudo

Page 92: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

adalah jarak B-A atau jarak B-C. Sedangkan jarak tertentu yang ditempuh oleh

suatu benda ketika bergerak bolak-balik yang melalui titik setimbang disebut

simpangan (Bueche, 1989:98).

Simpangan pada contoh gambar di atas selalu berubah sejalan dengan

perubahan kedudukan bandul yang setiap saat berubah-ubah. Pada saat bandul

berada di titik A atau C, simpangannya merupakan simpangan maksimum.

Sedangkan pada saat bandul berada pada titik kesetimbangan yaitu titik B,

simpangannya minimum yaitu sama dengan nol. Amplitudo getaran bandul

semakin lama semakin mengecil, hal ini dikarenakan bandul dapat bergerak dari

titik A ke titik C melewati titik B disebabkan bandul mempunyai masa dan ditarik

oleh gaya grafivitasi bumi. Gaya gravitasi ini bekerja pada bandul di setiap posisi

berarah ke bawah. Dengan demikian, dalam pergerakannya bandul akan

mengalami hambatan dari gaya gravitasi bumi. Hambatan ini akhirnya akan

mampu menghentikan getaran bandul sehingga bandul berada dalam titik

keseimbangannya yaitu di titik B. Getaran merupakan jenis gerak yang mudah

kamu jumpai dalam kehidupan sehari-hari, baik gerak alamiah maupun buatan

Gambar 2.1 Bandul sederhana

Page 93: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

manusia. Dalam konsep getaran dikenal beberapa ciri-ciri atau besaran-besaran

penting dalam getaran. Adapun ciri-ciri getaran yaitu ditandai adanya amplitudo,

simpangan, frekuensi, dan periode.

3) Periode dan Frekuensi Getaran

Berdasarkan gambar 2.1 di atas, ketika bandul disimpangkan kemudian

dilepaskan maka bandul tersebut akan bergerak bolak-balik melalui titik

setimbangnya. Hal ini berarti bahwa bandul akan melakukan sejumlah getaran

setiap sekonnya. Jadi, frekuensi adalah banyaknya getaran yang dilakukan tiap

satu satuan waktu (Bueche, 1989:98). Frekuansi diberi lambang (f) dengan satuan

dalam SI adalah Hertz. Hertz diambil nama seorang ilmuan Fisika Heinrich Hertz

(1857-1894). Karena jasa-jasanya, namanya diabadikan dalam satuan frekuensi

yaitu Hertz. Besar frekuensi getar dapat ditentukan dengan rumus:

tn

f ..................................... (2.1)

Keterangan: f = frekuensi (1 getaran per sekon atau Hz), n= banyaknya getaran,

t = waktu melakukan getaran (s)

Pada gambar 2 .1 bandul akan melakukan sejumlah getaran setiap

sekonnya. Jika kita membagi waktu getaran dengan jumlah getaran ternyata

diperoleh hasil yang tetap, dan waktu tersebut disebut dengan periode. Sejumlah

getaran yang dilakukan setiap sekon disebut frekuensi getaran. Untuk melakukan

satu kali getaran, bandul membutuhkan waktu tertentu. Waktu yang dibutuhkan

untuk melakukan satu kali getaran disebut periode (Bueche, 1989:98). Periode

getaran dapat ditentukan dengan menggunakan rumus berikut.

Page 94: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

nt

T ..................................... (2.2)

Hubungan frekuensi dan periode dapat dirumuskan sebagai berikut.

fT

1 atau

Tf

1 ..................................... (2.3)

b. Getaran Harmonik Sederhana

Getaran harmonik sederhana adalah getaran yang dipengaruhi gaya yang

arahnya selalu menuju ke satu titik dan besarnya sebanding dengan

simpangannya. Salah satu contoh getaran harmonik sederhana adalah ayunan

bandul sederhana dan getaran pada pegas.

1) Ayunan Bandul Sederhana

Getaran pada ayunan terjadi karena adanya gaya pemulih (F), yaitu gaya

yang menyebabkan benda kembali ke keadaan semula. Sebuah bandul sederhana

terdiri atas sebuah beban bermassa m yang digantung di ujung tali ringan

(massanya dapat diabaikan) yang panjangnya l. Jika beban ditarik ke satu sisi dan

dilepaskan, maka beban berayun melalui titik keseimbangan menuju ke sisi yang

la in. Jika amplitudo ayunan kecil, maka bandul melakukan getaran harmonik.

Periode dan frekuensi getaran pada bandul sederhana sama seperti pada pegas.

Artinya, periode dan frekuensinya dapat dihitung dengan menyamakan gaya

pemulih dan gaya sentripetal.

Gambar 2.2 Gaya pada ayunan

Page 95: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

Persamaan gaya pemulih pada bandul sederhana adalah F = -mg sin .

Untuk sudut kecil ( dalam satuan radian), maka sin = . Oleh karena itu

persamaannya dapat ditulis F = -mg ( ). Karena persamaan gaya sentripetal

adalah = 4 . , maka Anda peroleh persamaan sebagai berikut. 4 . = -mg ( ) 4 . = ( )

2 = 14 2. ( )

= 4 2

= 12 ..................................... (2.4)

Karena T = 1/f , maka:

= 2 ..................................... (2.5)

Periode dan frekuensi bandul sederhana tidak bergantung pada massa dan

simpangan bandul, tetapi hanya bergantung pada panjang tali dan percepatan

gravitasi setempat.

2) Getaran Pada Pegas

Gerak pegas menyebabkan benda bergerak bolak-balik melalui titik

setimbang, yang disebut sebagai gerak harmonik. Gerak harmonik mengarah pada

titik kesetimbangan. Pegas mempunyai panjang alami, dimana pegas tidak

memberikan gaya pada benda. Posisi benda pada titik tersebut disebut setimbang.

Jika pegas direntangkan ke kanan, pegas akan memberikan gaya pada benda yang

Page 96: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

bekerja dalam arah mengembalikan massa ke posisi setimbang. Gaya ini disebut

gaya pemulih, yang besarnya berbanding lurus dengan simpangannya.

Gambar 2.3 Analisis gerak harmonik pada pegas

Ketika pegas yang awalnya ditarik sejauh x, seperti pada Gambar 2.3

kemudian dilepaskan. Berdasarkan Hukum Hooke, pegas memberikan gaya pada

massa yang menariknya ke posisi setimbang. Karena massa dipercepat oleh gaya

pemulih, maka massa akan melewati posisi setimbang dengan kecepatan cukup

tinggi. Pada saat melewati titik kesetimbangan, gaya yang bekerja pada massa

sama dengan nol, karena x = 0 , sehingga F = 0, tetapi kecepatan benda terus

bergerak ke kiri, gaya pemulih berubah arah ke kanan dan memperlambat laju

benda tersebut dan menjadi nol ketika melewati titik setimbang dan berhenti

sesaat di x = A . Selanjutnya, benda bergerak ke kiri dan seterusnya bergerak

bolak-balik melalui titik setimbang secara simetris antara x = A dan x = -A.

Page 97: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

Gerak harmonik pegas pada dasarnya merupakan proyeksi gerak

melingkar pada salah satu sumbu utamanya, sehingga periode dan frekuensi dapat

ditentukan dengan menyamakan gaya pemulih dengan gaya sentripetal. = . ..................................... (2.3) . = . ..................................... (2.3) = . ..................................... (2.6)

Karena = , maka:

= . ..................................... (2.3)

= . ..................................... (2.3)

2 = . 4 2..................................... (2.3)

= 2 . ..................................... (2.7)

Besarnya frekuensi dapat dihitung dari persamaan (2.7), karena f = 1/T, maka:

= . ..................................... (2.8)

Dengan T = periode (sekon), m = massa beban (kg), k = konstanta pegas

(N/m), f = frekuensi (Hz).

3) Simpangan, Kecepatan dan Percepatan

Simpangan getaran adalah jarak benda yang sedang bergetar terhadap

titik setimbang. Untuk memahami konsep simpangan pada getaran, disajikan pada

Gambar 2.4!

Page 98: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

Gambar 2.4 Lingkaran yang bergerak melingkar beraturan.

Pada gambar di atas, nampak pada bagian kiri adalah sebuah lingkaran

yang bergerak melingkar beraturan, sedangkan bagian lain merupakan

proyeksinya. Proyeksi ini merupakan contoh getaran harmonik seperti telah

dijelaskan di depan. Ketika lingkaran telah berputar sejauh , maka pada

proyeksinya akan terlihat simpangan (y), yang nilainya dapat ditentukan sebagai

berikut.

Gambar 2.5 Segitiga AOB

Berdasarkan gambar segitiga di atas, nilai y = R sin . Jari-jari R pada

gerak melingkar beraturan (GMB) dapat dicermati kembali, dan jika

diproyeksikan dalam getaran harmonik jari-jari R akan menjadi amplitudo (A),

sehingga nilai simpangannya adalah sebagai berikut.

y = A sin ..................................... (2.9)

Perlu diingat bahwa adalah sudut yang ditempuh pada GMB, maka

= .t , dengan merupakan besar sudutnya.

Sehingga: y = A sin

y = A sin t ..................................... (2.10)

Page 99: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Pada GMB: = 2 /T atau = 2 f

Sehingga: y = A sin 2 . t ..................................... (2.11)

Pada Gambar 2.6 di bawah ini! Proyeksi v pada sumbu y biasa disebut

sebagai vy yang merupakan kecepatan getaran.

Gambar 2.6 Vektor kecepatan pada GMB

Pada gambar 2.6 di atas, secara analitis dapat dijabarkan sebagai berikut:

vy = v sin (90 + ) atau

vy = v cos ..................................... (2.12)

Pada GMB kecepatan v = . , atau jika diterapkan pada getaran dimana R = A,

akan diperoleh v = .A. Jadi, kecepatan getaran dapat dituliskan sebagai berikut.

vy = A cos . karena = t, maka:

vy = A cos .t atau

vy = 2 fA cos 2 ft ..................................... (2.13)

Persamaan ini berlaku jika getaran dimulai dari titik setimbang.

(a) (b)

Gambar 2.7 (a) Vektor percepatan sentrifugal. (b) Uraian Vektor as

Page 100: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

Pada Gambar 2.7 melukiskan vektor percepatan sentripetal (as) pada

GMB. Bila vektor as ini dilukiskan secara tersendiri, maka akan diperoleh seperti

Gambar 2.7. Proyeksi as pada sumbu y biasa disebut dengan ay yang merupakan

percepatan getaran, secara analitis dapat dijabarkan sebagai berikut.

ay = as sin (180 - ) atau

ay = - as sin ..................................... (2.14)

Apabila Gambar 2.7 dicermati kembali, arah as selalu menuju pusat

lingkaran, sehingga pada gerak harmonik ay juga selalu menuju titik setimbang.

Karena as = ²R atau dalam getaran harmonik dimana R = A, maka as = ²A

sehingga diperoleh persamaan berikut.

ay = - ²Asin t atau

ay = -4 ²f²A sin2 f t ..................................... (2.15)

Persamaan ini juga berlaku untuk getaran yang dimulai dari titik

setimbang.

4) Gaya Getar

Setiap benda yang bergetar cenderung akan kembali ke titik

setimbangnya. Hal ini sejalan dengan Hukum II Newton (F = m a). Pada

pembahasan sebelumnya, telah diuraikan tentang percepatan getar (ay) yang selalu

mengarah ke titik setimbang. Jika pada benda bergetar massa benda

diperhitungkan. Jika ada percepatan (ay) dan ada massa (m) yang bergetar, sesuai

dengan Hukum II Newton, akan ditemukan besar gaya F dimana F = m.a. Hal ini

juga terjadi pada kasus getaran harmonik. Besarnya gaya yang meyebabkan benda

selalu tertarik ke arah titik setimbang adalah sebagai berikut.

Page 101: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

F = -m. ay atau

F = -m . ².A.sin t ..................................... (2.16)

5) Energi Pada Getaran Harmonik

Energi yang dimiliki oleh benda yang bergetar harmonik terdiri dari

energi kinetik, energi potensial dan energi mekanik. Energi kinetik disebabkan

adanya kecepatan, energi potensial d isebabkan adanya simpangan atau posisi yang

berubah-ubah dan energi mekanik merupakan jumlah energi kinetik dan energi

potensial.

a) Energi Kinetik (Ek)

Energi yang dimiliki oleh benda yang bergerak, bila massa benda m dan

kecepatan benda v maka energi kinetik benda tersebut adalah Ek = 12 m .v2 .

Kecepatan yang dimiliki oleh getaran harmonik adalah v = . . . Sehingga

energi kinetik getaran harmonik adalah sebagai berikut.

v = 12 m [ cos ( )]2 atau

v = 12 m 2 2 cos2 ( ) ..................................... (2.17)

pada persamaan di atas menunjukan bahwa Ek adalah energi kinetik getaran (J), m

adalah massa benda (kg), t adalah waktu (s), A adalah amplitudo (m), adalah

sudut awal (o).

Apabila getaran harmonis terjadi pada pegas maka k = m. 2 sehingga

energi kinetiknya dapat dinyatakan sebagai berikut.

b) Energi Potensial (Ep)

Pada saat pegas disimpangkan sejauh x, maka pegas mempunyai energi

potensial.

Page 102: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

= 12 2 ..................................... (2.18)

Simpangan yang dimiliki oleh getaran harmonik adalah x = Asin ( t).

Sehingga energi potensial getaran harmonik dapat dinyatakan sebagai berikut. = 12 . . [ ( )]2..................................... (2.17)

= 12 . . 2 2( ) ..................................... (2.19)

Kita ketahui k = m. 2, maka energi potensial getaran harmonik menjadi

seperti berikut.

= 12 . . 2. 2 2( ) ..................................... (2.20)

Ep adalah energi potensial getaran harmonik (J), k adalah konstanta

getaran (N/m).

c) Energi Mekanik (Em)

Energi mekanik adalah jumlah energi kinetik dan energi potensial. = += 12 m 2 2 cos2 ( ) + 12 . . 2. 2 2( )

= 12 m 2 2 cos2 ( )+ 2( ) ............................ (2.21)

Karena cos²( ) + sin²( ) = 1 , maka energi mekanik getaran harmonik

dapat dinyatakan sebagai berikut.

= 12 m 2 2

= 12 k. 2 ..................................... (2.22)

Page 103: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

c. Gelombang

1) Pengertian Gelombang

Sebuah batu yang dilempar ke dalam kolam, dari titik tempat jatuhnya

batu tersebut timbul gelombang kecil yang bergerak menjauhi titik tempat terjatuh

batu membentuk sebuah lingkaran. Perhatikan juga senar gitar yang dipetik. Getar

senar tersebut dapat mengeluarkan bunyi sehingga kamu dapat mendengarnya dan

jika dipadukan bunyi senar ini akan menimbulkan suara yang harmonis. Kedua

contoh tersebut merupakan contoh-contoh gelombang dalam keseharian.

Gelombang dapat terjadi apabila suatu sistem diganggu dari posisi

kesetimbangannya dan gangguan itu merambat dari satu daerah sistem ke daerah

sistem la innya (Thaqibul, 2006:89). Jadi gelombang adalah getaran yang

merambat. Di dalam perambatannya tidak diikuti o leh berpindahnya partikel-

partikel perantaranya. Pada hakekatnya gelombang merupakan rambatan energi

(energi getaran). Dalam kehidupan sehari-hari, fenomena gelombang merupakan

suatu hal yang tidak asing lagi seperti gelombang lautan, gelombang radio, gempa

bumi, bunyi, cahaya, dan lain-lain.

Gambar 2.8 Contoh gelombang air

Page 104: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

2) Jenis-Jenis Gelombang

Jenis-jenis gelombang dapat diklasifikasikan berdasarkan medium

perantara, dan arah getarannya. Berdasarkan medium perantaranya, gelombang

dibagi menjadi dua jenis, yaitu gelombang mekanik dan gelombang

elektromagnetik.

a) Gelombang mekanik; Gelombang mekanik adalah gelombang yang

memerlukan medium untuk merambat (Sears dan Zemansky, 2004: 1). Medium

rambat gelombang mekanik dapat berupa zat padat, zat cair maupun gas. Adapun

contoh dari gelombang mekanik adalah gelombang pada tali, gelombang air laut,

dan gelombang bunyi.

b) Gelombang elektromagnetik; Gelombang elektromagnetik adalah gelombang

yang dapat merambat tanpa melalui medium (Sears dan Zemansky, 2004: 1).

Gelombang elektromagnetik merupakan rambatan perubahan (getaran) medan

magnet dan medan listrik yang saling tegask lurus ke segala arah. Sebagai contoh,

kamu dapat melihat pertandingan bola piala Euro di Polandia-Ukrainia secara

langsung padahal jarak rumahmu ke negara tersebut sangat jauh. Kamu dapat

melihat acara TV tersebut karena adanya gelombang elektromagnetik. Siaran

pertandiangan bola di Polandia dipancarkan ke satelit bumi dan oleh satelit bumi

ini dipancarkan kembali ke bumi. Telivisimu dapat menangkap gelombang ini dan

mengubahnya menjadi gambar dan suara. Contoh lain dari gelombang

elektromagnetik adalah gelombang cahaya sinar matahari, dan gelombang radio.

Berdasarkan arah getarnya, gelombang dibagi menjadi dua jenis, yaitu

gelombang transversal dan gelombang longitudinal.

Page 105: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

a) Gelombang transversal

Gelombang transversal adalah gelombang yang arah rambatnya tegak

lurus dengan arah getarnya (Sears dan Zemansky, 2004: 1). Suatu gelombang

dapat dikelompokkan menjadi gelombang transversal jika partikel-partikel

mediumnya bergetar ke atas dan ke bawah dalam arah tegak lurus terhadap gerak

gelombang. Contoh gelombang transversal adalah gelombang tali. Ketika tali

digerakkan naik turun, tampak bahwa tali bergerak naik turun dalam arah tegak

lurus dengan arah gerak gelombang. Berikut ini bentuk gelombang transversal.

Gambar 2.9 Bentuk gelombang transversal

Berdasarkan Gambar 2.9 di atas, tampak bahwa gelombang merambat ke

kanan pada bidang horisontal, sedangkan arah getaran naik-turun pada bidang

vertikal. Garis putus-putus yang digambarkan di tengah sepanjang arah rambat

gelombang menyatakan posisi setimbang medium (misalnya tali atau air).

Gambar di atas dapat diilustrasikan seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.10 Gelombang transversal.

Page 106: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

Pada Gambar 2.10 Titik B dan F merupakan puncak gelombang, yaitu

titik-titik tertinggi gelombang. Titik D dan H merupakan dasar gelombang, yaitu

titik-titik terendah pada gelombang. Lengkungan ABC dan EFG disebut sebagai

bukit gelombang. Sedangkan cekungan CDE dan GHI disebut lembah gelombang.

Jarak BB’, DD’, FF’, dan HH’ merupakan amplitudo gelombang, yaitu simpangan

terbesar dari gelombang tersebut. Dalam konsep gelombang dikenal istilah

panjang gelombang. Panjang gelombang ( ) transversal didefinisikan sebagai

panjang satu lembah gelombang dan satu bukit gelombang (ABCDE), Jarak antara

dua puncak yang berdekatan (BCDEF) atau Jarak antara dua lembah yang

berdekatan (DEFGH). Gelombang transversal dapat diamati pada tali yang

digerakkan ke atas dan ke bawah. Pada tali akan terlihat arah getarannya adalah

naik-turun sedangkan arah rambatnya menuju ke depan atau tegak lurus arah

getar. Adapun contoh gelombang transversal antara lain gelombang permukaan

air, gelombang radio, gelombang pada tali, dan lain-la in.

b) Gelombang Longitudinal

Gelombang longitudinal dapat kita amati pada sebuah pegas panjang

(slinky) yang dapat dirapatkan dan direnggangkan. Pada gambar di bawah ini, jika

ujung slinky dirapatkan kemudian dilepaskan akan terlihat pola gelombang yang

berbeda dengan gelombang transversal. Pada gelombang longitudinal slinky

terlihat merapat, kemudian merenggang, dan seterusnya. Bagian yang merapat

dinamakan rapatan, sedang bagian yang renggang dinamakan renggangan.

Rapatan dan renggangan pada slinky akan merambat sepanjang slinky, dan arah

getaran berimpit dengan arah memanjang slinky.

Page 107: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

Gambar 2.11 Gelombang longitudinal pada slinky

Pada Gambar 2.11 di atas tampak bahwa arah getaran sejajar dengan arah

rambatan gelombang. Serangkaian rapatan dan regangan merambat sepanjang

pegas. Rapatan merupakan daerah di mana kumparan pegas saling mendekat,

sedangkan regangan merupakan daerah di mana kumparan pegas saling menjahui.

Pola gelombang yang arah getarannya berhimpit arah rambatnya inilah yang

dinamakan gelombang longitudinal. Jadi, gelombang longitudinal adalah

gelombang yang arah rambatnya sejajar atau searah dengan arah getarnya (Sears

dan Zemansky, 2004: 2). Jika gelombang tranversal memiliki pola berupa puncak

dan lembah, maka gelombang longitudinal terdiri dari pola rapatan dan regangan.

Pada gelombang longitudinal terdapat rapatan dan renggangan. Panjang

gelombang ( ) suatu gelombang longitudinal didefinisikan sebagai jarak satu

rapatan dan satu renggangan, atau jarak antara dua rapatan yang berdekatan, atau

jarak antara dua renggangan yang berdekatan. Adapun contoh lain gelombang

longitudinal adalah gelombang bunyi, dan gelombang slinky yang ditarik maju

dan mundur.

Page 108: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

c) Hubungan Antara Periode, Frekuensi dan Cepat Rambat Gelombang

Gelombang merupakan getaran yang merambat. Dalam pembahasan

gelombang juga dikenal istilah frekuensi, periode, panjang gelombang, dan cepat

rambat gelombang. Hubungan antara panjang gelombang, frekuensi, periode, dan

cepat rambat gelombang dapat dirumuskan sebagai berikut (Bueche, 1989:174):

Tv atau fv .....................................(2.23)

Keterangan:

v = cepat rambat gelombang (m/s)

= panjang gelombang (m)

T = periode gelombang (s)

f = frekuansi gelombang (Hz)

d) Pemantulan Gelombang

Gelombang memiliki sifat atau karakteristik tertentu. Sifat gelombang

tersebut antara lain: dapat dibiaskan, dapat terpolarisasi, dapat mengalami

interferensi, dapat mengalami difraksi, dan dapat mengalami pemantulan. Pada

saat kamu berteriak di lereng sebuah bukit, kamu akan mendengar suaramu

kembali setelah beberapa saat. Hal ini membuktikan bahwa bunyi dapat

dipantulkan. Bunyi merupakan salah satu contoh gelombang mekanik. Dalam

kehidupan sehari-hari, kamu sering melihat pemantulan gelombang air kolam oleh

dinding kolam, ataupun gelombang ombak laut oleh pinggir pantai. Dapat

diterimanya gelombang radio dari stasiun pemancar yang sedemikian jauh juga

menunjukkan bahwa gelombang radio dapat dipantulkan atmosfer bumi. Untuk

mempelajari pemantulan gelombang, disajikan Gambar 2.12.

Page 109: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

Gambar 2.12 Pemantulan gelombang pada tali.

Jika seutas tali yang salah satu ujungnya diikatkan pada tiang digetarkan

maka akan terjadi gelombang pantulan yang merambat sepanjang tali dengan arah

berlawanan dengan arah semula. Contoh pemantulan gelombang dan

pemanfaatannya adalah sebagai berikut. a) Gelombang air laut dipantulkan oleh

pantai sehingga ada gelombang air laut yang menuju ke tengah laut. b)

Gelombang bunyi dipantulkan oleh dinding atau tebing sehingga terjadi gema. c)

Pemantulan gelombang bunyi oleh dasar laut dapat dimanfaatkan un-tuk

menentukan kedalaman laut dengan menggunakan sistem sonar. Pada pemantulan

gelombang elektromagnetik oleh suatu benda dapat dimanfaatkan untuk

mendeteksi benda tersebut dengan menggunakan sistem radar.

Page 110: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

10. Materi Alat Ukur Panjang, Massa dan Waktu

Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang didasarkan pada eksperimen.

Dalam eksperimen tersebut dilakukan pengamatan, pengukuran, analisis dan

pembuatan laporan hasil eksperimen. Untuk memperoleh data yang akurat dalam

eksperimen, diperlukan pengukuran dan penulisan hasil pengukuran dalam satuan

yang benar serta sesuai dengan aturan penulisan angka penting. Pengukuran

merupakan proses membandingkan nilai besaran yang belum diketahui dengan

nilai standar yang sudah ditetapkan. Untuk mendapatkan pengukuran yang akurat,

maka perlu untuk memperhatikan beberapa aspek pengukuran. Selain itu, penting

juga untuk memilih instrument yang sesuai. Beberapa aspek pengukuran antara

lain: ketepatan, kalibrasi alat, ketelitian, dan kepekaan. Alat ukur yang digunakan

dalam penelitian ini antara lain: alat ukur panjang, massa, dan waktu.

a. Alat Ukur Panjang

Salah satu alat ukur panjang adalah mistar. Mistar mempunyai banyak

jenis pula diantaranya mistar ukuran 15 cm, ukuran 30 cm dan ukuran 50 cm.

Pada mistar 30 cm terdapat dua gores/ strip pendek berdekatan yang merupakan

skala terkecil dengan jarak 1 mm atau 0,1 cm. Ketelitian mistar tersebut adalah

setengah dari skala terkecilnya. Jadi ketelitian atau ketidakpastian mistar adalah

(½ x 1 mm) = 0,5 mm atau 0,05 cm. Gambar 2.7. merupakan gambar mistar

ukuran 30 cm.

Gambar 2.13 Mistar Ukuran 30 cm

Page 111: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

Untuk menghindari kesalahan pembacaan hasil pengukuran akibat

paralaks (beda kemiringan dalam melihat) maka ketika membaca skala mistar,

mata harus melihat tegak lurus terhadap skala. Gambar 2.14 merupakan contoh

hasil pengukuran yang berbeda karena beda kemiringan dalam melihat.

Gambar 2.14 Hasil Pengukuran Akibat Paralaks

Kesalahan paralaks dapat dihindari dengan mengikuti kaidah cara

pengukuran yang benar sesuai yang ditunjukkan pada gambar 2.14. Dalam

penelitian ini, mistar merupakan salah satu alat ukur panjang yang digunakan

untuk melakukan percobaan Getaran dan gelombang. Karena pentingnya

penggunaan alat ukur ini sebagai sarana untuk mempelajari materi Getaran dan

gelombang maka kemampuan siswa dalam menggunakan alat ukur ini sangat

penting untuk diperhatikan. Jika siswa telah mampu menggunakan alat ukur ini

dengan baik maka siswa tidak akan mengalami kesulitan dalam mempelajari

materi Getaran dan gelombang, khususnya pada saat melakukan percobaan

Getaran dan gelombang di laboratorium. Mistar yang digunakan dalam percobaan

ini adalah mistar yang berukuran 30 cm dan 100 cm.

Selain mistar, alat ukur panjang dalam penelitian ini digunakan alat ukur

meteran. Meteran adalah salah satu alat ukur panjang yang skalanya lebih besar

Page 112: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

dari pada mistar. Meteran diambil dari kata meter yang merupakan satuan dari

besaran panjang. Meter adalah satuan dasar untuk ukuran panjang dalam sistem

SI. Satuan ini didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh dalam perjalanan cahaya

di ruang hampa (vakum) selama 1/299.792.458 detik. Satuan meter disingkat

menggunakan simbol (m). Meter bisa ditulis sebagai metre dalam bahasa Inggris,

atau meter dengan ejaan Amerika. Patut diperhatikan bahwa definisi meter

sebagai satuan dasar panjang adalah bergantung dari definisi detik, seperti yang

ditunjukan oleh persamaan di atas. Berikut ini contoh gambar meteran.

Gambar 2.15 Alat ukur meteran

Meteran mempunyai banyak jenis pula diantaranya meteran ukuran 1

meter, ukuran 2 m dan ukuran 5 m, dan seterusnya. Pada meteran ukuran 1 meter

terdapat dua gores/strip pendek berdekatan yang merupakan skala terkecil dengan

jarak 1 cm. Ketelitian meteran tersebut adalah setengah dari skala terkecilnya.

Jadi ketelitian atau ketidakpastian meteran adalah (½ x 1 cm) = 0,5 cm.

b. Alat Ukur Massa

Untuk mengukur masssa benda, dapat digunakan timbangan dacin,

timbangan pasar, neraca Ohauss dua lengan dan tiga lengan, timbangan massa

Page 113: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

badan, serta neraca digital. Pada percobaan Getaran dan gelombang, alat ukur

massa yang digunakan adalah neraca Ohauss tiga lengan. Alasan mengapa

memilih neraca Ohauss tiga lengan adalah karena batas ketelitian alat ukur massa

tersebut relatif kecil, yaitu 0,1 gram. Wujud neraca Ohauss tiga lengan dapat

dilihat pada Gambar 2.16. Neraca Ohauss tiga lengan terdiri dari:

1) Penyangga beban yang digunakan untuk menempatkan benda yang akan

diukur.

2) Lengan neraca yang terdiri atas tiga lengan, antara lain: lengan belakang yang

memiliki skala dari 0–100 gram, dengan jarak antar skala 10 gram (0,10,20, ...,

100 gram); lengan tengah yang memiliki skala dari 0–500 gram, dengan jarak

antar skala adalah 100 gram (0,100, 200, ..., 500 gram); dan lengan depan yang

memiliki skala dari 0 – 10 gram, dengan jarak antar skala adalah 0,1 gram.

3) Pemberat (anting) yang diletakkan pada masing-masing lengan yang dapat

digeser-geser dan sebagai penunjuk hasil pengukuran.

4) Titik 0, yang digunakan untuk menentukan titik kesetimbangan.

Gambar 2.17 Neraca Ohauss Tiga Lengan

Page 114: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

Gambar 2.18 Hasil Pengukuran dengan Neraca Ohauss Tiga Lengan

Gambar 2.18 merupakan contoh hasil pengukuran massa benda dengan

menggunakan neraca Ohauss tiga lengan. Cara menentukan hasil pengukuran

massa benda adalah dengan menjumlahkan skala yang ditunjukkan pada skala

lengan depan, tengah, dan belakang. Cara pembacaan hasil pengukuran pada

Gambar 2.18 (bawah) adalah 400 gram + 40 gram + 2,4 gram = 442,4 gram. Pada

percobaan Getaran dan gelombang, neraca Ohauss tiga lengan digunakan untuk

mengukur massa benda (logam) sebagai beban yang digantung pada tali.

Selain neraca duduk, alat ukur massa bisa menggunakan alat ukur neraca

pegas (dinamometer). Neraca pegas adalah timbangan sederhana yang

menggunakan pegas sebagai alat untuk menentukan massa benda yang diukurnya.

Neraca pegas mengukur ketegangan pegas, yang sebenarnya adalah tekanannya.

Wujud neraca pegas ditunjukkan pada Gambar 2.19.

Gambar 2.19 Neraca Pegas

Page 115: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

Neraca pegas dilengkapi dengan dua jenis skala, yaitu skala satuan

besaran massa (kilogram) dan skala satuan besaran gaya (newton). Hal ini berarti,

neraca pegas dapat digunakan untuk mengukur massa dan berat benda. Adapun

cara menggunakan neraca pegas adalah: benda yang akan diukur massanya,

digantung pada pengait neraca; skala yang ditunjukkan oleh penunjuk neraca

sama dengan nilai massa benda yang diukur; misal, skala satuan besaran massa

yang ditunjukkan oleh penunjuk neraca adalah lima, berarti massa benda tersebut

adalah lima kilogram. Pada percobaan getaran dan gelombang, neraca pegas

digunakan untuk mengukur berat benda yang digantung pada pegas.

c. Alat Ukur Waktu

Dalam setiap aktivitas, manusia selalu menggunakan batasan waktu.

Contohnya proses belajar mengajar Fisika waktunya 90 menit, istirahat sekolah 15

menit. Batasan-batasan waktu ini biasanya digunakan jam biasa (lihat Gambar

2.20). Pada jam biasa/dinding hanya terdiri tiga jarum yaitu jarum yang

menunjukan jam, menit dan detik. Pada Gambar 2.20 di bawah ini menunjukan

pukul 10 lebih 10 menit, lebih 30 detik.

Gambar 2.20 Jam dinding

Page 116: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

Pada jam dinding terdapat kelemahan yaitu tidak dapat mengukur waktu

yang relatif singkat (dalam detik atau seper-seratus detik). seperti mengukur

periode ayunan?. Untuk kejadian ini dapat digunakan pengukur waktu yang dapat

dikendalikan yaitu stopwatch (lihat Gambar 2.21). Ada beberapa jenis stopwatch

yang sering digunakan, yaitu ada stopwatch manual dan ada juga stopwatch

digital. Stopwatch digital terdiri atas tiga komponen yaitu start/stop, reset dan

pengatur. Pada stopwatch digital hasil pembacaan stopwatch digital dapat

langsung terbaca nilainya, dalam hal ini stopwatch terdiri dari bagian menit, detik

dan seperseratus detik. Untuk stopwatch manual biasanya menggunakan jarum,

maka pembacanya sesuai dengan penunjukkan jarum. Pada Gambar 2.22

merupakan stopwatch manual, pada gambar tersebut diperlihatkan stopwatch yang

memiliki tiga jarum penunjuk. Jarum panjang menunjukan menit, jarum pendek

bagian bawah menunjukan detik dan jarum pendek bagian atas menunjukan

seperseratus detik.

Gambar 2.21 Stopwatch Digital Gambar 2.22 Stopwatch Manual

Page 117: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

B. Penelitian Yang Relevan

Penelitian ini sebagian mereplikasi penelitian-penelitian terdahulu. Dari

hasil penelusuran yang telah dilakukan, ada beberapa penelitian yang membahas

tentang penerapan model Contextual teaching learning (CTL), metode

eksperimen dan metode POE, kemampuan verbal dan kemampuan menggunakan

alat. Diantara sekian banyak penelitian yang terkait dengan judul yang penulis

bahas diantaranya adalah:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Sriani (2010) yang berjudul “Pembelajaran

Fisika Berbasis Masalah dengan Metode Eksperimen dan Demonstrasi Ditinjau

dari Sikap Ilm iah dan Kreativitas Siswa pada Materi Pokok Listrik Dinamis”.

Pada penelitian tersebut mempunyai kelebihan yaitu pembelajaran

dengan metode eksperimen mampu meningkatkan prestasi belajar Fisika

dibanding pembelajaran dengan metode demonstrasi. Sedangkan kelemahan

pembelajaran dengan metode demonstrasi kurang mampu meningkatkan prestasi

belajar Fisika karena siswa kurang aktif dalam pembelajaran, siswa hanya melihat

pertunjukkan/peragaan saja, sehingga tantangan dan kesan yang diperoleh selama

KBM kurang tertanam. Pada penelitian yang akan peneliti lakukan mempunyai

persamaan pada metode pembelajaran yang digunakan yaitu eksperimen.

Sedangkan perbedaan dengan yang peneliti lakukan pada pendekatan

pembelajaran yaitu pendekatan kontekstual, dan variabel moderator yaitu

kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal siswa.

Page 118: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

2. Penelitian yang dilakukan Daimul Khasanah (2010) dengan judul

“Pembelajaran Fisika Berbasis Masalah dengan Menggunakan Metode

Eksperimen dan Demontrasi ditinjau dari Kemampuan Menggunakan Alat Ukur

dan Sikap Ilmiah Siswa”.

Penelitian tersebut mempunyai kelebihan yaitu pembelajaran dengan

metode eksperimen mampu meningkatkan prestasi belajar Fisika dibanding

pembelajaran dengan metode demonstrasi. Sedangkan kelemahan pembelajaran

dengan metode demonstrasi kurang mampu meningkatkan prestasi belajar Fisika

karena siswa kurang aktif dalam pembelajaran, siswa hanya melihat

pertunjukkan/peragaan saja. Selain itu kelemahan dalam penelitian ini adalah

bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan menggunakan alat

dengan prestasi belajar siswa. Pada penelitian yang akan peneliti lakukan

mempunyai kesamaan yaitu metode pembelajaran eksperimen dan variabel

moderator yang ditinjau ya itu kemampuan menggunakan alat. Sedangkan

perbedaannya terletak pada pendekatan pembela jaran, penggunaan metode

pembelajaran, materi yang digunakan, serta tinjauan sikap ilmiah siswa. Adapun

yang digunakan peneliti adalah pembelajaran kontekstual, menggunakan metode

eksperimen dan POE serta meninjau kemampuan verbal siswa.

3. Penelitian yang dilakukan Dimas candra atmaja (2007) dengan judul “Prestasi

Belajar Siswa ditinjau dari Kemampuan Verbal, Kemampuan Penalaran, dan

Kemampuan Awal”.

Penelitian tersebut memiliki kelebihan diantaranya kemampuan verbal

mempunyai kontribusi terbesar dalam menentukan tinggi atau rendahnya prestasi

belajar teori asam basa Arhenius dengan sumbangan relatif (SR) = 92,66%.

Page 119: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

Persamaannya dengan penelitian ini terletak pada variabel moderator yang

ditinjau ya itu kemampuan verbal siswa. Perbedaannya terletak pada pendekatan

pembelajaran, penggunaan metode pembelajaran, materi yang dugunakan, serta

tinjauan kemampuan penalaran, dan kemampuan awal, sedangkan yang

digunakan peneliti adalah pembelajaran kontekstual, menggunakan metode

eksperimen dan POE serta meninjau kemampuan menggunakan alat.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Mustaqim (2007) yang berjudul “Pengaruh

Pembelajaran Fisika Berbasis Masalah Dengan Metode Eksperimen Untuk

Diskusi dan Demonstrasi Untuk Tanya Jawab Terhadap Prestasi Belajar Ditinjau

dari Kemampuan Awal Siswa Pada Pokok Bahasan Optik Geometri”.

Penelitian tersebut memiliki kelebihan yaitu pembelajaran dengan

metode eksperimen untuk diskusi mampu meningkatkan prestasi belajar Fisika

dibanding pembelajaran dengan metode demonstrasi untuk tanya jawab. Selain itu

diperoleh juga hasil bahwa pengaruh metode eksperimen untuk diskusi yang

disertai kemampuan awal siswa, baik tinggi atau rendah, lebih baik daripada

metode demonstrasi untuk tanya jawab yang disertai dengan kemampuan awal

siswa, baik tinggi atau rendah. Pada penelitian yang akan peneliti lakukan

mempunyai kesamaan yaitu metode pembelajaran eksperimen. Sedangkan

perbedaannya terletak pada variabel moderator yaitu kemampuan verbal siswa dan

kemampuan menggunakan alat ukur. Selain itu penelitian tersebut variabel terikat

hanya terbatas pada prestasi aspek kognitif saja, maka dalam penelitian ini

prestasi belajar siswa yang ditinjau meliputi aspek kognitif dan afektif.

Page 120: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

5. Penelitian yang dilakukan oleh Siswoyo (2009) dengan judul “Pembelajaran

CTL melalui metode Inkuiri dan POE dengan Memperhatikan Kemampuan

Berfikir Abstrak dan Kreativitas Siswa”.

Salah satu kesimpulan hasil penelitian tersebut adalah: a) Terdapat

perbedaan penggunaan pendekatan kontekstual dengan metode POE dan Inquiry

terhadap prestasi belajar Fisika; b) Terdapat interaksi antara metode POE dan

Inquiry pada pembelajaran kontekstual dengan tingkat kreativitas siswa dan

kemampuan berfikir abstrak siswa terhadap prestasi belajar Fisika. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan penggunaan metode

pembelajaran terhadap prestasi kognitifnya. Perbedaan dengan peneliti yang

lakukan adalah pada aspek variabel terikatnya yaitu dengan menambah aspek

prestasi belajar siswa, yaitu yang semula hanya pada aspek kognitif saja menjadi

aspek kognitif, afektif. Selain itu penelitian tersebut mengambil faktor kreativitas

siswa dan kemampuan berfikir abstrak sebagai variabel moderatornya, maka

dalam penelitian ini akan dicoba dengan faktor lain, yaitu kemampuan

menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal siswa, untuk diketahui

pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa pada ranah kognitif, afektif.

Adapun penelitian lain yang dipublikasikan secara internasional dalam

bentuk jurnal internasional adalah sebagai berikut:

1. Hasil penelitian Hakan Özdemir, dkk. yang berjudul “Effect Of Laboratory

Activities Designed Based On Prediction- Observation - Explanation (POE)

Strategy On Pre-Service Science Teachers’ Understanding Of Acid-Base Subject.

Dalam Wertern Anatolia Joernal Educational Science”.

Page 121: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari

kegiatan laboratorium yang dirancang dengan menggunakan strategi POE

(prediction, observation and explanation ) pada pokok bahasan asam dan basa.

Penelitian ini terdiri atas dua kelompok yaitu kontrol dan kelompok eksperimen.

Pada kelompok kontrol diterapkan pendekatan laboratorium dengan eksperimen,

sedangkan pendekatan laboratorium berdasarkan strategi POE diterapkan pada

kelompok eksperimen. Penelitian ini berlangsung selama enam minggu.

Berdasarkan data hasil analisis, hasil menunjukkan bahwa pendekatan

laboratorium berdasarkan strategi POE berpengaruh secara signifikan terhadap

prestasi dibandingkan dengan pendekatan laboratorium dengan eksperimen pada

pokok bahasan asam dan basa. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa strategi

POE membantu untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang konsep-

konsep ilmiah yang relevan dengan konsep asam dan basa. Sebagai kesimpulan

hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan disajikan berdasarkan strategi

POE memiliki dampak yang signifikan terhadap pemahaman konseptual sains

asam dan basa.

2. Hasil penelitian David F. Treagust yang berjudul “An Investigation of The

Classroom Use of Prediction-Observation-Explanation Computer Tasks Designed

to Elicit and Promote Discussion of Students’ Conceptions of Force and Motion”.

Penelitian yang dilakukan David F Treagust memperlihatkan bahwa

penggunaan multimedia dengan metode POE cukup efektif untuk meningkatkan

pembelajaran Fisika yang bermakna di kelas. Hasil penelitian yang dipublikasikan

secara internasional di atas menekankan pada penggunaan metode pembelajaran

Page 122: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

POE (predition, observation dan explanation ). Tujuan akhirnya yaitu untuk

meningkatkan efektivitas pembelajaran dan aktivitas siswa dalam mengikuti

pembelajaran dengan menggunakan metode POE. Dengan kata lain, tujuan yang

ingin dicapai adalah untuk meningkatkan proses kegiatan pembelajaran.

Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh peneliti berusaha untuk mengetahui

pengaruh penggunaan metode POE terhadap prestasi belajar siswa namun dengan

tidak mengabaikan hakikat Fisika sebenarnya yang merupakan satu kesatuan yang

meliputi proses, produk, dan sikap.

3. Hasil Penelitian Clemente Charles Hudson dan Vista R. Whisler (2007) yang

berjudul “Contextual Teaching and Learning for Practice”

Pada penelitian tersebut disebutkan hasil penelitiannya sebagai berikut,

bahwa CTL diartikan sebagai suatu cara untuk memperkenalkan muatan dengan

menggunakan berbagai macam teknik pembelajaran aktif yang dirancang untuk

membantu siswa menghubungkan apa yang sudah mereka ketahui dengan apa

yang ingin mereka pelajari, dan membentuk pengetahuan baru dari analisis dan

sintesa proses pembelajaran ini. Sebuah dasar teoritis untuk CTL telah diuraikan,

dengan sebuah fokus terhadap teori hubungan, konstruktivis, dan pembelajaran

aktif. Sebuah ringkasan tentang aktivitas otak selama proses pembelajaran

mengilustrasikan perubahan-perubahan fisiologis dan hubungan-hubungan yang

terjadi dalam kegiatan pendidikan. Tiga jenis skenario pembelajaran (berbasis

proyek, berbasis tujuan, dan berorientasi kepada penelitian) disajikan untuk

mengilustrasikan bagaimana CTL dapat diterapkan oleh para praktisi.

Page 123: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

4. Penelitian yang dilakukan oleh Hawkins, et all. (2007) dari Nicholls State

Uneversity, Inggris dalam European journal Of Behavior Analisys memaparkan

“Multiple exemplar instruction was effective in evoking the verbal capacity of

naming and the contingency procedure induced observational learning”.

Pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa beberapa contoh

pengarahan telah efektif dalam meningkatkan kemampuan verbal melalui

penamaan dan prosedur kelompok diinduksikan pembelajaran. Berdasarkan

penelitian tersebut maka penelitian ini akan menggunakan kemampuan verbal

yang dimiliki siswa dengan memperhatikan intruksi atau penggondisian kelas

dengan adanya aturan dalam proses pembelajaran. Perbedaan penelitian ini adalah

terletak pada pengunaan kemampuan verbal, jika dalam jurnal kemampuan verbal

sebagai tujuan subjek yang diteliti sedangkan peneliti akan menjadikan

kemampuan verbal sebagai faktor penentu keberhasilan pembelajaran.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Adem duru. (2010) dari Faculty of Education,

Usak University, Turkey, dalam Educational Research and Review Vol. 5 yang

berjudul “The experimental teaching in some of topics geometry”.

Tujuan dari penelitian yang dilakukan Adem duru adalah untuk

membandingkan metode pengajaran eksperimen dengan metode pengajaran

tradisional (teacher centered) yang didasarkan pada keberhasilan siswa. Penelitian

ini dilakukan dengan 54 siswa, secara acak dibagi menjadi dua kelompok,

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Metode mengajar eksperimen

digunakan untuk kelompok eksperimen dan metode pengajaran tradisional

(teacher centered ) digunakan untuk kelompok kontrol. Tes diterapkan pada kedua

kelompok dalam dua waktu yang berbeda. Tes pertama dilakukan sebelum dan tes

kedua diterapkan setelah pengajaran. Test digunakan untuk membandingkan dua

Page 124: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

kelompok dan tingkat signifikansi diukur dengan p < 0,005. Menurut hasil

penelitian, ditemukan bahwa metode pengajaran eksperimen lebih efektif daripada

metode pengajaran tradisional (teacher centered) di tingkat pengetahuan dan

pemahaman.

C. Kerangka Berpikir

Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam pelajaran

Fisika, diantaranya adalah pendekatan dan metode pembelajaran yang digunakan

dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Berdasarkan kajian teori yang

telah diuraikan dapat dibuat suatu kerangka berpikir dari penelitian yaitu:

1. Pengaruh pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melalui metode

eksperimen dan POE terhadap prestasi belajar siswa.

K arakterist ik materi Fis ika pad a p oko k bahasan get aran d an

gelomb ang adalah efekn ya dapat diamati da lam kehidupan sehar i-hari

seper ti ge t aran pad a sinar git ar, p emantu lan cahaya dan b ers ifat abstrak.

M aka dari itu d alam mengajarkan mater i poko k bahasan getaran dan

gelomb ang d iper lukan pend ekatan dan metode yan g sesuai d engan

karakteristik mater i te rsebut. Penggunaan p end ekatan pembela jaran

cu kup besar pengaru hnya t erhadap keberhasilan guru d alam mengajar.

Pem ilihan pendekatan pemb ela jaran yang tidak t ep at jus tru dapat

menghambat t ercapainya tujuan mengajar. Pend ekatan pembelajaran

Contextual Teachin g and Learning (CTL) a tau sering dikenal de ngan

pembelajaran konteks tua l meru pakan sa lah sa tu pembelajaran yang

efektif yang sesu ai dengan karakter ist ik sa ins . Hal ini b isa dilihat d ari

Page 125: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

sa lah sa tu kompo nen pembela jaran ko ntekstru al ya it u inqiry, dalam hal

ini inquiry terdapat beberapa siklus yaitu: observasi, bertanya, mengajukan

dugaan, pengumpulan data, penyimpulan.

Beberapa komponen pembelajaran kontekstual di atas sejalan dengan

karakteristik sains yaitu sebagai pengetahuan yang sistematis atau tersusun secara

teratur berlaku umum dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen.

Begitu pula beberapa materi dalam sains yaitu salah satunya getaran dan

gelombang. Pada materi getaran dan gelombang juga sangat erat kaitannya dengan

proses inquiry dan aplikasinya sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

K eu nggu lan dari pendekatan kontekstual tersebut antara lain: dapat

meningkatkan aktivitas siswa, dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk

berpikir kritis, dan dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengaplikasikan pengetahuan yang mereka peroleh dalam dunia nyata. Sementara

itu , dengan melihat karakteristik dan keunggulan pembelajaran kontekstual, maka

sangat mungkin untuk menerapkan metode pembelajaran POE dan eksperimen

dalam proses pembelajaran kontekstual.

Adapun keunggulan metode eksperimen, semua siswa bisa berinteraksi

dan ter libat aktif secara langsung dalam melakukan pengamatan,

mengumpulkan fakta, informasi atau data, menemukan sendiri pengetahuan atau

konsep sehingga pemahamannya lebih mendalam, dapat mengembangkan tujuh

ketrampilan CTL lebih banyak dan melaksanakan prosedur metode ilm iah

serta berpikir ilm iah. Konsep yang sudah diperoleh dapat dimanfaatkan dan

diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga pembelajarannya menjadi

pembelajaran yang lebih bermakna sesuai dengan teori belajar Ausebel.

Page 126: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

Sedangkan keunggulan metode pembelajaran POE tidak jauh berbeda

dengan keunggulan metode eksperimen, namun dalam metode ini tidak semua

siswa atau hanya sebagian siswa sa ja yang dapat berinteraksi dan terlibat

aktif secara langsung dalam melakukan pengamatan, mengumpulkan fakta,

informasi atau data, menemukan sendiri pengetahuan atau konsep. Dari uraian di

atas, berkait an dengan keunggu lan pembela jaran yang dilaksanakan

dengan pendekatan kontekstual menggunakan metode eksperimen dan POE, diduga

bahwa kedua metode sama-sama dapat meningkatkan prestasi belajar siswa namun

metode eksperimen dapat memberikan pengaruh lebih baik pada prestasi belajar

siswa dibandingkan dengan pembelajaran yang menggunakan metode POE.

2. Pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi belajar siswa.

Kemampuan menggunakan alat ukur adalah kemampuan siswa dalam

menggunakan alat ukur yang akan digunakan untuk menjelaskan atau membantu

siswa dalam memahami konsep Fisika yang sesuai dengan fungsi alat ukur tersebut.

Dalam proses pembelajaran, siswa akan lebih mudah memahami atau mempelajari

materi selanjutnya jika proses belajar didasarkan pada materi yang sudah

diketahui dan keterampilan yang te lah dikuasai. Keterampilan yang dimaksud

berupa kemampuan menggunakan alat ukur. Kemampuan ini sangat penting untuk

diperhatikan karena untuk mempelajari materi te rtentu, siswa harus mempunyai

kemampuan menggunakan alat ukur tersebut. Dengan demikian, pada materi

tertentu dalam Fisika, kemampuan menggunakan alat ukur berpengaruh terhadap

proses selanjutnya dan ikut mewarnai keberhasilan belajar siswa.

Page 127: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

Kemampuan yang dimiliki siswa dari pengalaman belajar sebelumnya

merupakan titik tolak untuk membekali siswa pada materi pelajaran berikutnya.

Jika siswa memiliki kemampuan menggunakan alat ukur yang cukup baik maka

dalam proses belajar berikutnya siswa tersebut tidak akan mengalami kesulitan.

Siswa hanya mengembangkan kemampuan tersebut menjadi kemampuan baru

sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Sebaliknya, apabila siswa memiliki

kemampuan menggunakan alat ukur yang kurang baik maka siswa tersebut akan

mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan yang diinginkan sehingga perlu

waktu yang lebih lama. Dengan demikian diduga akan ada pengaruh kemampuan

menggunakan alat ukur kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar Fisika.

3. Pengaruh kemampuan verbal terhadap prestasi belajar siswa.

Kemampuan verbal merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang

dalam mengungkapkan ide-ide, gagasan, pendapat, dan pikiran yang dituangkan

dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan. Kemampuan verbal memiliki

peranan yang sangat penting dalam mengkomunikasikan pengetahuan,

pengalaman, dan kecakapan yang dimiliki kepada orang lain, terlebih dalam

proses pembelajaran. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan metode

eksperimen dan POE diperlukan keterlibatan siswa secara aktif untuk

mengungkapkan ide, gagasan, dan pendapatnya secara verbal dalam bentuk

dugaan-dugaan terhadap persoalan Fisika. Dari uraian tersebut sehingga diduga

akan ada pengaruh kemampuan verbal tinggi dan kemampuan verbal rendah

terhadap prestasi belajar Fisika siswa.

Page 128: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

4. Interaksi antara pembelajaran Fisika dengan pendekatan kontekstual melalui

metode eksperimen dan POE dengan kemampuan menggunakan alat ukur

terhadap prestasi belajar siswa.

Salah satu komponen pembelajaran kontekstual adalah adanya inquiry,

konstruktivis dan kegiatan bertanya serta masyarakat belajar. Hal ini sejalan

dengan metode pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode

POE dan eksperimen. Sedangkan salah satu variabel yang ditinjau dalam

penelitian ini adalah kemampuan menggunakan alat ukur. Kemampuan tersebut

merupakan dasar untuk mempelajari pengetahuan baru yang lebih tinggi

tingkatannya sehingga dalam melakukan aktivitas, kemampuan seseorang

mempengaruhi keberhasilan aktivitas berikutnya.

Kemampuan yang dimiliki siswa merupakan salah satu titik tolak bagi

perencanaan dan pengelolaan proses pembelajaran berikutnya. Perencanaan dan

pengelolaan proses pembelajaran tersebut mencakup penentuan pendekatan serta

metode pembelajaran yang akan digunakan. Dalam hal ini pendekatan dan metode

yang digunakan dalam penelitian ini sarat dengan kemampuan penggunaan alat

dalam melakukan eksperimen ataupun observasi demonstrasi. Dengan bekal

kemampuan penggunaan alat yang tinggi dan didukung oleh pendekatan serta

metode pembelajaran yang tepat pula, maka diharapkan prestasi belajar Fisika

siswa juga semakin baik dan meningkat. Dengan demikian diduga akan ada

keterkaitan atau interaksi antara metode pembelajaran eksperimen dan POE

dengan kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi belajar Fisika siswa.

Page 129: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

5. Interaksi antara pembelajaran Fisika dengan pendekatan kontekstual melalui

metode eksperimen dan POE dengan kemampuan verbal terhadap prestasi

belajar siswa.

Kemampuan verbal merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang

dalam mengungkapkan ide-ide, gagasan, pendapat dan pikiran yang dituangkan

dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan. Kemampuan tersebut dimiliki

seseorang dalam menuangkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki dalam

bentuk bahasa yang memadai, sehingga dapat dikomunikasikan kepada orang lain.

Kemampuan verbal memiliki peran yang sangat penting dalam

mengkomunikasikan pengetahuan, pengalaman, dan kecakapan yang dimiliki

kepada orang lain, terlebih dalam pembelajaran kontektual dengan metode POE

dan eksperimen yang menuntut adanya kemampuan siswa untuk mampu

mengungkapkan ide, pendapat, gagasan dan lainnya. Dengan demikian, dengan

bekal kemampuan verbal yang tinggi dan didukung oleh pendekatan serta metode

pembelajaran yang tepat maka diharapkan prestasi belajar Fisika siswa juga

semakin baik dan meningkat. Sehingga diduga akan ada keterkaitan atau interaksi

antara metode pembelajaran eksperimen dan POE dengan kemampuan verbal

siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa.

6. Interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal

terhadap prestasi belajar siswa.

Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa kemampuan

menggunakan alat ukur merupakan prasyarat yang harus dimiliki oleh siswa

sebelum memasuki materi pelajaran berikutnya yang lebih tinggi. Kemampuan

Page 130: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

tersebut berpengaruh terhadap proses selanjutnya dan ikut mewarnai keberhasilan

belajar siswa. Jika siswa memiliki kemampuan menggunakan alat ukur dengan

kategori tinggi maka pada proses pembelajaran berikutnya siswa tersebut tidak

akan mengalami kesulitan. sehingga, diduga prestasi belajar siswa juga akan baik.

Sebaliknya, apabila siswa memiliki kemampuan menggunakan alat ukur

dengan kategori rendah maka siswa tersebut akan mengalami kesulitan untuk

mencapai tujuan yang diinginkan dan prestasi yang diperoleh kurang

menggembirakan. Berarti, ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur

terhadap prestasi belajar siswa. Begitu juga dengan kemampuan verbal yang

dimiliki siswa. Kemampuan verbal juga mempunyai pengaruh terhadap prestasi

belajar siswa. Karena kedua variabel tersebut, yakni kemampuan menggunakan

alat ukur dan kemampuan verbal, masing-masing mempunyai pengaruh terhadap

prestasi belajar siswa maka diharapkan juga akan ada interaksi antara kemampuan

menggunakan alat ukur dengan kemampuan verbal siswa terhadap prestasi belajar

Fisika siswa.

7. Interaksi antara pembelajaran Fisika dengan pendekatan kontekstual melalui

metode POE dan eksperimen dengan kemampuan menggunakan alat ukur dan

kemampuan verbal terhadap prestasi belajar siswa.

Kesimpulan akhir dari bagian ini diperoleh dengan merujuk pada apa

yang telah disampaikan sebelumnya. Penelitian ini menggunakan tiga variabel

bebas dan satu variabel terikat. Ketiga variabel bebas tersebut telah diungkapkan

pengaruhnya terhadap variabel terikat. Interaksi antar ketiga variabel bebas

terhadap variabel terikat juga telah dibahas sebelumnya. Dengan berpijak pada hal

Page 131: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

tersebut di atas maka dapat diduga bahwa ada interaksi antara pembelajaran

kontekstual dengan metode POE dan eksperimen dengan kemampuan

menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal siswa terhadap prestasi belajar

Fisika siswa.

D. Hipotesis

Berdasarkan kajian teori, penelitian yang relevan dan kerangka berfikir di

atas, maka hipotesis dalam penelitian ini antara lain:

1. Ada perbedaan pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual melalui metode

POE dan eksperimen terhadap prestasi belajar Fisika siswa.

2. Ada perbedaan pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi

dan kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah terhadap prestasi

belajar Fisika siswa.

3. Ada perbedaan pengaruh kemampuan verbal tinggi dan kemampuan verbal

rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa.

4. Ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan menggunakan

alat ukur terhadap prestasi belajar Fisika siswa.

5. Ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan verbal siswa

terhadap prestasi belajar Fisika siswa.

6. Ada interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan kemampuan

verbal siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa.

7. Ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan menggunakan

alat ukur dan kemampuan siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa.

Page 132: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user 97

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta yang

beralamat di Jl. Ki Mangunsarkoro No. 43 Pakualaman – Yogyakarta. Adapun

alasan pemilihan sekolah tersebut karena belum sepenuhnya menerapkan

pembelajaran sesuai dengan sisdiknas.

2. Waktu Penelitian

Adapun waktu pelaksanaan penelitian ini pada semester 2 tahun pelajaran

2011/2012 bulan Februari sampai Maret 2012. Dengan jadwal kegiatan penelitian

tercantum pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian

No. Kegiatan Th. 2011 bulan ke- Th. 2012 bulan ke-

10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8

1. Usulan judul dan penyusunan

proposal

2. Seminar proposal dan revisi

3. Penyusunan instrumen

4. Perijinan dan uji coba instrumen

5. Analisis uji coba instrumen

6. Pelaksanaan penelitian

7. Olah data, penyusunan laporan

8. Bimbingan bab I-V

9. Ujian kompre dan revisi

10. Ujian tesis

Page 133: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

B. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Suharsimi Arikunto,

2006:130). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP

Muhammadiyah 4 Yogyakarta tahun pelajaran 2011/2012 yang terdiri dari 8 kelas

yaitu kelas VIII A sampai dengan kelas VIII G dengan jumlah siswa sebanyak

248 siswa.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Suharsimi

Arikunto, 2006:131). Dari populasi di atas diambil dua kelas yang akan diberi

perlakuan metode yang berbeda dengan pendekatan pembelajaran yang sama.

Kelas pertama diberikan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melalui

metode eksperimen dan kelompok kelas yang kedua diberikan pembelajaran

dengan pendekatan kontekstual melalui metode POE. Untuk masing-masing

kelas yang digunakan sebagai sampel penelitian. Sampel penelitian ini terdiri dari

dua kelas, kelas pertama yaitu VIII A menggunakan pendekatan kontekstual

melalui metode POE dan kelas kedua VIII B menggunakan pendekatan

kontekstual melalui metode eksperimen.

3. Teknik Pengambilan Sampel

“Teknik pengambilan sampel merupakan cara untuk menentukan sampel

yang akan digunakan dalam penelitian” (Sugiyono, 2010: 217). Teknik

pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Cluster Random

Sampling. Teknik ini menghendaki adanya kelompok-kelompok dalam

Page 134: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

pengambilan sampel berdasarkan atas kelompok-kelompok yang ada dalam

populasi. Jadi, populasi sengaja dipandang berkelompok-kelompok kemudian

kelompok tersebut tercermin dalam sampel. Masing-masing kelas dari

keseluruhan kelas VIII dipandang sebagai kelompok-kelompok yang akan dipilih

dua kelas secara random (acak) untuk dijadikan sebagai kelompok sampel.

Setelah diundi secara acak, terpilihlah kelas VIII A dan VIII B sebagai kelompok

sampel dalam penelitian ini. Kelas VIII A sebagai kelas eksperimen 1

menggunakan pendekatan kontekstual dengan metode pembelajaran POE dan

kelas VIII B sebagai kelas eksperimen 2 menggunakan pendekatan kontekstual

dengan metode pembelajaran eksperimen.

C. Rancangan dan Variabel Penelitian

1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan pendekatan

kontekstual melalui metode POE dan eksperimen untuk meningkatkan prestasi

belajar Fisika siswa. Adapun desain penelitian yang digunakan adalah penelitian

kuasi eksperimen (quasi-experiment) yaitu penelitian yang bersifat menguji

pengaruh satu atau lebih variable terhadap variable lain, (Sukmadinata. 2008: 57-

58). Pada penelitian ini, kemampuan menggunakan alat ukur dikategorikan

menjadi tinggi dan rendah. Kemampuan verbal siswa dikategorikan menjadi

kemampuan verbal tinggi dan rendah. Berkaitan dengan hal tersebut maka

rancangan data penelitian ini dapat disajikan dalam desain faktorial 2x2x2 dengan

teknik analisis varians (Anava) seperti Tabel 3.2.

Page 135: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

Tabel 3.2 Desain Faktorial Anava Tiga Jalan 2x2x2

Pendekatan Kontekstual

Metode POE

(A1)

Metode Eksperimen

(A2)

Kemampuan

Menggunakan Alat

Ukur

(B)

Kemampuan

menggunakan alat

ukur kategori tinggi

(B1)

A1 B1 A2 B1

Kemampuan

menggunakan alat

ukur kategori rendah

(B2)

A1 B1 A2 B1

Kemampuan

Verbal

(C)

Kemampuan verbal

kategori tinggi (C1) A1 C1

A2 C1

Kemampuan verbal

kategori rendah (C2) A1 C2

A2 C2

Tabel 3.2 di atas menunjukkan tata letak data penelitian dengan desain

faktorial anava tiga jalan 2x2x2. Disebut demikian karena masing-masing variabel

bebas dan variabel moderator dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua

bagian. Variabel bebas tersebut adalah: metode pembelajaran, dan variabel

moderatornya adalah kemampuan menggunakan alat ukur, dan kemampuan

verbal. Metode pembelajaran yang digunakan ada dua macam, yaitu metode POE

(A1) dan eksperimen (A2); kemampuan menggunakan alat ukur dikelompokkan

menjadi dua kategori, yaitu kategori tinggi (B1) dan rendah (B2); serta

kemampuan verbal siswa dikelompokkan menjadi dua kategori juga, yaitu

kategori tinggi (C1) dan rendah (C2).

Page 136: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

2. Variabel Penelitian

Menurut Budiyono (2004:4) “variabel diartikan sebagai konstruk-konstruk

atau sifat-sifat yang diteliti”. Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini antara

la in:

a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah: pembelajaran Fisika dengan

pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) melalui metode POE

dan eksperimen. Variabel ini adalah variabel yang dimanipulasi dengan

lambang A1 untuk metode POE dan A2 untuk metode eksperimen.

b. Variabel moderator dalam penelitian ini adalah: kemampuan menggunakan

alat ukur Fisika dan kemampuan verbal siswa. Kemampuan menggunakan

alat ukur Fisika yang dikategorikan tinggi dan rendah serta kemampuan

verbal yang juga dikategorikan tinggi dan rendah. Kemampuan tinggi dalam

menggunakan alat ukur Fisika diberi lambang B1, kemampuan rendah dalam

menggunakan alat ukur Fisika diberi lambang B2, Kemampuan verbal tinggi

diberi lambang C1, dan kemampuan verbal rendah diberi lambang C2.

c. Variabel terikat: prestasi belajar Fisika siswa dalam ranah kognitif, dan

afektif pada pokok bahasan Getaran dan gelombang.

D. Definisi Operasional Variabel

Beberapa istilah variabel yang perlu didefinisikan dalam penelitian ini

antara lain:

1. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual

a. Definisi operasional

Pendekatan konstekstual merupakan pembelajaran yang disampaikan guru

yang membantu guru mengaitkan isi materi pelajaran dengan keadaan dunia

Page 137: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

nyata. Selain itu juga memotivasi siswa untuk menghubungkan pengetahuan

pengetahuan yang diperoleh dan penerapannya dalam kehidupan siswa sebagai

anggota keluarga, sebagai warga masyarakat dan sebagai tenaga kerja nantinya

dengan skala pengukuran adalah skala nominal.

b. Indikator

Perlakuan terhadap kelas eksperimen 1 yaitu pembelajaran Fisika

pendekatanya kontekstual melalui metode POE dan kelas eksperimen 2 yaitu

pembelajaran Fisika pendekatan melalui metode eksperimen.

2. Kemampuan Menggunakan Alat Ukur

a. Definisi Operasional

Kemampuan menggunakan alat ukur adalah keterampilan siswa dalam

menggunakan alat-alat ukur Fisika pada materi atau pokok bahasan tertentu,

dalam hal ini materi yang dipilih adalah getaran dan gelombang. Kemampuan

menggunakan alat ukur dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam

menggunakan alat ukur secara praktis yang menjadi dasar dalam proses

pembelajaran pokok bahasan getaran dan gelombang. Alat-alat ukur tersebut

adalah alat ukur panjang, alat ukur massa, dan alat ukur waktu. Alat ukur panjang

meliputi mistar dan meteran/rol meter, alat ukur massa meliputi neraca Ohauss

dan neraca pegas, dan alat ukur waktu meliputi jam dinding dan stopwatch.

b. Indikator

Kategori kemampuan menggunakan alat ukur tinggi jika skor tes skor rata-

rata total dan kemampuan menggunakan alat ukur rendah jika nilai skor angket <

skor rata-rata total.

Page 138: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

3. Kemampuan Verbal

a. Definisi Operasional

Kemampuan verbal adalah adalah merupakan kemampuan yang dimiliki

seseorang dalam mengungkapkan ide, gagasan, pendapat dan pikiran yang

dituangkan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan. Atau kemampuan

yang dimiliki seseorang dalam menuangkan pengetahuan dan pengalaman yang

dimiliki dalam bentuk bahasa yang memadai, sehingga dapat dikomunikasikan

kepada orang lain. Soal-soal tes kemampuan verbal yang digunakan dalam

penelitian ini mengacu pada tes kemampuan verbal Scholastic Aptitude Test

(SAT) dan Stanford-Binet Intelligence Scale dalam Rita L. Atkinson (1987:146).

Tes kemampuan verbal tersebut meliputi perbendaharaan kata atau vocabulary

(perbendaharaan kata), persamaan kata atau anonyms, lawan kata atau antonyms

(menguji tingkat perbendaharaan kata berupa lawan kata), analogi verbal atau

verbal analogies (menguji kemampuan untuk melihat hubungan dalam pasangan

kata, untuk memahami ide yang diekspresikan dalam hubungan tersebut, dan

menggali hubungan yang serupa atau paralel).

b. Indikator

Kategori kemampuan verbal tinggi jika skor tes skor rata-rata total dan

kemampuan verbal rendah jika nilai skor angket < skor rata-rata total.

4. Prestasi belajar

a. Definisi Operasional

Prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai siswa yang berupa seperangkat

pengetahuan atau keterampilan, setelah siswa tersebut mengalami proses belajar.

Page 139: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

Prestasi belajar siswa dalam penelitian ini meliputi tiga aspek, yaitu aspek

kognitif, psikomotorik dan afektif. Namun dalam hal ini dibatasi pada aspek

kognitif dan aspek afektif saja. Kemampuan kognitif dilihat melalui kemampuan

intelektual, kemampuan afektif dilihat melalui sikap.

b. Indikator

Aspek kognitif adalah domain belajar yang dapat dilihat melalui kemampuan

berpikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, memahami, dan aplikasi.

Sedangkan aspek afektif adalah perilaku yang tercermin dalam bentuk bahasa

tubuh yang merupakan aktualisasi pengalaman, perasaan, minat, sikap, dan emosi

seseorang yang muncul saat terjadi proses interaksi. Aspek afektif dalam

penelitian ini meliputi aspek-aspek pengembangan perilaku berkarakter siswa

yaitu: jujur, obyektif, berfikir kritis, logis, cermat/teliti, tanggungjawab, disiplin,

tekun atau kerjakeras, rasa ingin tahu. Selain itu aspek afektif juga meliputi

pengembangan keterampilan sosial siswa yaitu: bekerja sama, menyumbangkan

ide/pendapat, menghargai pendapat orang lain.

E. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian berbeda-beda, tergantung pada

jenis datanya. Adapun teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam

penelitian ini antara lain berupa teknik dokumentasi, teknik angket, dan teknik tes.

Teknik-teknik tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Teknik Dokumentasi

Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 206), “metode dokumentasi yaitu

mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku,

surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya”.

Page 140: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

105

Dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti dapat menyelidiki

benda-benda tertulis seperti hasil perkerjaan siswa, catatan harian, gambar, photo,

dan sebagainya. Metode ini digunakan untuk mengetahui proses pembelajaran

yang sedang berlangsung. Adapun jenis dokumentasi yang diperlukan adalah

photo proses pembelajaran siswa dengan pendekatan kontekstual melalui metode

POE dan eksperimen.

2. Teknik Angket

Angket atau kuesioner adalah suatu daftar pernyataan atau pertanyaan

tertulis yang terinci dan lengkap yang harus dijawab oleh responden tentang

pribadinya atau hal-hal yang diketahuinya (Marsidjo, 1995:70). Dalam penelitian

ini, metode angket digunakan untuk mengetahui prestasi belajar Fisika siswa pada

ranah afektif. Bentuk angket yang digunakan berupa angket tertutup dengan

empat alternatif jawaban. Sebelum angket ini digunakan untuk mengambil data

penelitian, terlebih dahulu angket diujicobakan untuk mengetahui validitas dan

reliabilitas angket.

3. Teknik Tes

Tes adalah suatu alat pengukur yang berupa serangkaian pertanyaan yang

harus dijawab secara sengaja dalam suatu situasi yang distandarisasikan, dan yang

dimaksudkan untuk mengukur kemampuan dan hasil belajar individu dan

kelompok (Marsidjo, 1995:38). Teknik tes ini digunakan untuk mengetahui

tingkat kemampuan siswa dalam menggunakan alat ukur Fisika dan kemampuan

verbal siswa yang dikategorikan tinggi dan rendah. Selain itu, metode tes ini juga

digunakan untuk memperoleh data prestasi belajar siswa pada ranah kognitif.

Page 141: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

106

Bentuk soal tes berupa tes objektif pilihan ganda dengan empat alternatif jawaban

dan hanya ada satu jawaban yang benar. Soal-soal tersebut disesuaikan dengan

kisi-kisi soal yang telah peneliti susun berdasarkan pada silabus dan indikator

yang terdapat pada setiap kompetensi dasar. Sebelum diujikan pada sampel

penelitian, terlebih dahulu soal tes diujicobakan untuk menentukan validitas,

reliabilitas, daya pembeda dan indeks kesukaran yang pada akhirnya dapat

digunakan untuk mengambil data penelitian.

F. Instrumen Penelitian

Berdasarkan variabel-variabel yang akan diteliti, instrumen penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini terdiri dari instrumen pelaksanaan pembelajaran

dan instrumen pengambilan data.

1. Instrumen Pelaksanaan Pembelajaran

Agar proses pembelajaran dapat berjalan lancar dan kondusif sesuai

dengan rencana dan hasil yang diharapkan maka perlu adanya instrumen

pembelajaran dalam penelitian ini, yang meliputi:

a. Silabus yaitu rencana pembelajaran pada suatu ke lompok mata pelajaran

dengan tema tertulis yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar,

materi pembelajaran, indikator, alokasi waktu, dan sumber belajar yang

dikembangkan dalam setiap satuan pendidikan.

b. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana yang

menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu

atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi yang

dijabarkan dalam silabus.

Page 142: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

107

c. Lembar kegiatan siswa (LKS) adalah alat bantu dalam kegiatan belajar

mengajar agar pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan dengan lancar dan

efektif.

2. Instrumen Pengambilan Data

Instrumen pengambilan data dalam penelitian ini berupa instrumen angket,

dan instrumen tes. Instrumen angket digunakan untuk mendapatkan informasi

tentang prestasi belajar Fisika siswa pada ranah afektif. Sedangkan instrumen tes

digunakan untuk memperoleh data prestasi belajar Fisika siswa pada ranah

kognitif, kemampuan verbal siswa dan kemampuan siswa dalam menggunakan

alat ukur Fisika. Instrumen tes ini berupa tes prestasi kognitif, tes kemampuan

verbal dan tes kemampuan menggunakan alat ukur dalam bentuk pilihan ganda

(multiple choice). Tes ini merupakan serentetan pertanyaan atau latihan yang

digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan

atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok.

Kaidah penyusunan instrumen tes maupun angket perlu memperhatikan

beberapa hal, yaitu: a). Menyusun kisi-kisi instrumen. Kisi-kisi yang akan dibuat

meliputi kisi-kisi tes prestasi kognitif pada materi pokok Getaran dan gelombang,

kisi-kisi tes kemampuan menggunakan alat ukur, kisi-kisi tes kemampuan verbal,

dan kisi-kisi angket prestasi ranah afektif. b). Menyusun butir-butir soal

instrumen. Butir-butir soal instrumen yang akan disusun berupa soal pilihan ganda

dengan empat alternatif jawaban untuk tes prestasi ranah kognitif, tes kemampuan

verbal dan tes kemampuan menggunakan alat ukur. Sedangkan angket prestasi

afektif berupa pernyataan angket dengan empat alternatif jawaban. c).

Page 143: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

108

Mengadakan uji coba instrumen. Setelah penyusunan instrumen penelitian selesai

dilaksanakan, langkah selanjutnya adalah mengujicobakan instrumen tersebut

sebelum dikenakan pada sampel penelitian. Tujuan uji coba adalah untuk melihat

apakah instrumen yang telah disusun benar-benar sahih dan ajeg atau tidak.

Dengan kata lain, tujuan uji coba adalah untuk mengetahui apakah instrumen yang

telah disusun memenuhi syarat-syarat instrumen yang baik dan valid atau belum.

Untuk itu, perlu diadakan uji coba instrumen.

G. Uji Coba Instrumen

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu konsep yang berkaitan dengan sejauh mana tes telah

mengukur apa yang seharusnya diukur (Sumarna Surapranata, 2006:50). Suatu

instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya,

instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Sebuah instrumen

dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang sebenarnya ingin diukur. Atau

dengan kata lain sebuah instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut

dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya

validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak

menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud.

Dalam penelitian ini, validitas soal tes akan diuji dengan menggunakan

persamaan (3.1).

rxy = ( )( )( 2 ) ( )2 ( 2) ( )2 pers. (3.1)

Page 144: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

109

Persamaan (3.1) menunjukkan rumus korelasi product moment yang

dikemukakan oleh Pearson. Persamaan tersebut digunakan untuk menentukan

validitas item soal tes dan angket. Validitas soal dinyatakan dengan nilai rxy yaitu

indeks korelasi antara dua variabel (x dan y) yang dikorelasikan. Indeks korelasi

(rxy) tersebut ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain: banyaknya subjek (N),

skor item nomor soal yang dijawab benar (x), dan jumlah skor total (y). Untuk

menentukan validitas dari setiap item soal maka rxy yang telah diperoleh

dibandingkan dengan rtabel t (pada lampiran).

Adapun kriteria yang dijadikan penentu apakah item-item tersebut valid

atau tidak menurut Sumarna Surapranata (2006:59) adalah:

Tabel 3.3. Kategori Validitas Butir Soal.

Nilai Kategori

0,91 – 1,00 Sangat Tinggi

0,71 – 0,90 Tinggi

0,41 – 0,70 Cukup

0,21 – 0,40 Rendah

negatif – 0,20 Sangat Rendah

Untuk menghitung validitas butir soal tes kemampuan menggunakan alat

ukur, kemampuan verbal, dan tes prestasi belajar kognitif dan afektif dilakukan

dengan menggunakan software Ms. Excel 2007. Berikut ini adalah hasil uji coba

instrumen tes kemampuan menggunakan alat ukur, untuk mengetahui validitas

butir soal yang disajikan dalam tabel 3.4. Hasil uji validitas instrumen tes

kemampuan menggunakan alat ukur secara rinci dapat dilihat pada lampiran 4.1 .

Page 145: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

110

Tabel 3.4 Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Menggunakan Alat Ukur

Instrumen Tes Validitas Butir Soal Jumlah

Tes kemampuan

menggunakan

alat ukur

Valid 1, 2, 3, 4, 8, 9, 12, 13, 14, 16, 18,

19, 20, 22, 23, 24, 26, 27, 28, 29,

31, 32, 33, 34, 35, 37, 38, 39, 40

29

Tidak Valid 5, 6, 7, 10, 11, 15, 17, 21, 25, 30,

36

11

Jumlah Soal 40

Berdasarkan Tabel 3.4 terlihat bahwa pada tes kemampuan menggunakan

alat ukur, jumlah item soal yang diujicobakan sebanyak 40 item soal. Dari 40 item

soal tersebut terdapat 29 item soal yang valid dan 11 item soal yang tidak valid.

Adapun item soal yang valid yaitu item soal nomor 1, 2, 3, 4, 8, 9, 12, 13, 14, 16,

18, 19, 20, 22, 23, 24, 26, 27, 28, 29, 31, 32, 33, 34, 35, 37, 38, 39, 40. Dan item

soal yang tidak valid yaitu item soal nomor 5, 6, 7, 10, 11, 15, 17, 21, 25, 30, 36.

Dari 11 Item soal yang tidak valid, satu diantaranya diperbaiki tanpa diujicobakan

kembali, karena dilihat dari validitasnya item soal yang tidak valid hampir

mendekati valid dan dilihat dari daya pembeda soal-soal tersebut mempunyai

kategori klasifikasi soal sedang /cukup. Item soal tersebut adalah item soal nomor

36. Perbaikan dilakukan dengan cara mengubah redaksi kalimat soal yang tidak

je las dan memperbaiki alternatif pilihan jawabannya dengan konsultasi kepada

ahli. Dengan demikian, soal-soal tersebut dapat dianggap valid dan dapat

digunakan untuk mengambil data penelitian.

Berikut ini adalah hasil uji coba instrumen tes kemampuan verbal untuk

mengetahui validitas butir soal yang disajikan dalam tabel 3.5. Hasil uji validitas

instrumen tes kemampuan verbal secara rinci dapat dilihat pada lampiran 4.2.

Page 146: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

111

Tabel 3.5 Hasil Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Verbal Siswa

Instrumen Tes Validitas Butir Soal Jumlah

Tes kemampuan

verbal

Valid 2, 3, 5, 6, 7, 9, 10, 12, 13, 16, 17,

18, 19, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28,

29, 31, 32, 33, 35, 36, 37, 38, 39

29

Tidak Valid 1, 4 , 8, 11, 14, 15, 20, 21, 30, 34,

40,

11

Jumlah Soal 40

Berdasarkan Tabel 3.5 terlihat bahwa pada tes kemampuan verbal siswa,

jumlah item soal yang diujicobakan sebanyak 40 item soal. Dari 40 item soal

tersebut terdapat 29 item soal yang valid dan 11 item soal yang tidak valid.

Adapun item soal yang valid yaitu item soal nomor 2, 3, 5, 6, 7, 9, 10, 12, 13, 16,

17, 18, 19, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 32, 33, 35, 36, 37, 38, 39. Dan item

soal yang tidak valid yaitu item soal nomor 1, 4, 8, 11, 14, 15, 20, 21, 30, 34, 40.

Dari 11 Item soal yang tidak valid, satu diantaranya diperbaiki tanpa diujicobakan

kembali, karena dilihat dari validitasnya item soal yang tidak valid hampir

mendekati valid dan dilihat dari daya pembeda soal-soal tersebut mempunyai

kategori klasifikasi soal sedang / cukup. Item soal tersebut adalah item soal nomor

15. Perbaikan dilakukan dengan cara mengubah redaksi kalimat soal yang tidak

je las dan memperbaiki alternatif pilihan jawabannya dengan konsultasi kepada

ahli. Dengan demikian, soal-soal tersebut dapat dianggap valid dan dapat

digunakan untuk mengambil data penelitian.

Berikut ini adalah hasil u ji coba instrumen tes prestasi kognotif untuk

mengetahui validitas butir soal yang disajikan dalam Tabel 3.6 . Hasil uji validitas

instrumen tes prestasi kognitif secara rinci dapat dilihat pada lampiran 4.3.

Page 147: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

112

Tabel 3.6 Hasil Validitas Butir Soal Tes Prestasi Kognitif Siswa

Instrumen Tes Validitas Butir Soal Jumlah

Tes prestasi

kognitif

Valid 1, 2, 3, 5, 6, 7, 10, 11, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 28, 29, 30, 31, 33, 35, 36, 39, 41, 42, 45

29

Tidak Valid 4, 8, 9, 12, 13, 14, 15, 26, 27, 32, 34, 37, 38, 40, 43, 44

16

Jumlah soal 45

Berdasarkan Tabel 3.6 terlihat bahwa pada tes prestasi kognitif, jumlah

item soal yang diujicobakan sebanyak 45 item soal. Dari 45 item soal tersebut

terdapat 29 item soal yang valid dan 16 item soal yang tidak valid. Adapun item

soal yang valid yaitu item soal nomor 1, 2, 3, 5, 6, 7, 10, 11, 16, 17, 18, 19, 20, 21,

22, 23, 24, 25, 28, 29, 30, 31, 33, 35, 36, 39, 41, 42, 45. Dan item soal yang tidak

valid yaitu item soal nomor 4, 8, 9, 12, 13, 14, 15, 26, 27, 32, 34, 37, 38, 40, 43,

44. Dari 16 Item soal yang tidak valid, satu diantaranya diperbaiki tanpa

diujicobakan kembali, karena dilihat dari validitasnya item soal yang tidak valid

hampir mendekati valid dan dilihat dari daya pembeda soal-soal tersebut

mempunyai kategori klasifikasi soal sedang / cukup. Adapun item soal tersebut

adalh item soal nomor 26. Perbaikan dilakukan dengan cara mengubah redaksi

kalimat soal yang tidak jelas dan memperbaiki alternatif pilihan jawabannya

dengan konsultasi kepada ahli. Dengan demikian, soal-soal tersebut dapat

dianggap valid dan dapat digunakan untuk mengambil data penelitian.

Berikut ini adalah hasil uji coba instrumen tes prestasi afektif untuk

mengetahui validitas butir soal yang disajikan dalam Tabel 3.7 . Hasil uji validitas

instrumen tes prestasi afektif secara rinci dapat dilihat pada lampiran 4.4 .

Page 148: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

113

Tabel 3.7 Hasil Validitas Butir Soal Tes Prestasi Afektif Siswa

Instrumen Tes Validitas Butir Soal Jml

Tes prestasi

afektif

Valid 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 25, 26, 28, 29, 30, 31, 32, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 48, 49, 50, 51, 54, 55, 56, 57, 58, 60, 61, 62, 63, 64

55

Invalid 10, 24, 27, 33, 40, 47, 52, 53, 59, 9

Jumlah soal 64

Berdasarkan Tabel 3.7 terlihat bahwa pada tes prestasi a fektif, jumlah item

soal yang diujicobakan sebanyak 64 item soal. Dari 64 item soal tersebut terdapat

55 item soal yang valid dan 9 item soal yang tidak valid. Adapun item soal yang

valid yaitu item soal nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18,

19, 20, 21, 22, 23, 25, 26, 28, 29, 30, 31, 32, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 44,

45, 46, 48, 49, 50, 51, 54, 55, 56, 57, 58, 60, 61, 62, 63, 64. Dan item soal yang

tidak valid yaitu item soal nomor 10, 24, 27, 33, 40, 47, 52, 53, 59. Item soal yang

tidak valid tidak diperbaiki kembali, karena dilihat indikator kisi-kisi penyusunan

item soal telah terpenuhi tanpa harus memperbaiki item soal yang tidak valid .

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas instrumen adalah taraf sampai di mana suatu tes mampu

menunjukan konsistensi hasil pengukurannya yang diperlihatkan dalam taraf

ketepatan dan ketelitian hasil (Marsidjo, 1995:209). Suatu alat ukur dikatakan

memiliki reliabilitas atau keajegan yang tinggi jika dapat diandalkan (depend

ability) dan dapat digunakan untuk meramalkan (predict ability). Dengan

demikian, alat ukur tersebut akan memberikan hasil pengukuran yang tidak

berubah-ubah dan akan memberikan hasil yang serupa apabila digunakan berkali-

Page 149: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

114

kali. Suatu alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas yang baik apabila alat ukur

tersebut selalu memberikan hasil yang sama meskipun digunakan berkali-kali,

baik oleh peneliti yang sama maupun oleh peneliti yang berbeda.

Oleh karena itu, pengujian reliabilitas instrumen dimaksudkan untuk

mengetahui sejauh mana konsistensi atau keajegan hasil pengukuran yang

digunakan. Alat ukur yang reliabel berarti akan memberikan hasil pengukuran

yang relatif sama apabila dilakukan pengulangan atas penggunaan alat ukur

tersebut. Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen

cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data yang tidak

bersifat tendensius atau mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban

tertentu. Instrumen yang reliabel akan menghasilkan data yang sesuai dengan

kondisi sesungguhnya.

Untuk menentukan reliabilitas instrumen penelitian digunakan rumus KR-

20. Persamaan KR-20 adalah sebagai berikut:

r = 1 p 1-p

S (3.2)

Besarnya indeks reabilitas instrument (r11) pada persamaan 3.2

menunjukan bahwa koefisien reabilitas ditentukan beberapa faktor sepertihalnya

jumlah item tes (k), variansi skor tes (S ), proporsi subyek yang mendapat angka

1 pada satu item (p)dibandingkan oleh banyaknya seluruh subyek yang menjawab

item tersebut.

Jika r hitung lebih besar dari r tabel dan alpha hitung bernilai positif maka

suatu instrumen penelitian dapat disebut reliabel. Tingkat reliabel instrumen

diperlihatkan dalam Tabel 3 .8.

Page 150: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

115

Tabel 3.8 Kategori Reliabilitas Instrumen

Nilai Kategori

0,91 – 1,00 Sangat Tinggi

0,71 – 0,90 Tinggi

0,41 – 0,70 Cukup

0,21 – 0,40 Rendah

negatif – 0,20 Sangat Rendah

Berikut ini adalah hasil uji coba instrumen untuk mengetahui reliabilitas

tes kemampuan menggunakan alat, tes kemampuan verbal, tes prestasi kognitif

dan tes prestasi afektif secara rinci dapat dilihat pada lampiran.

Tabel 3.9 Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Secara Keseluruhan

No. Instrumen Tes rhitung rtabel Keputusan Kategori

1. Kemampuan

Menggunakan Alat

Ukur

0,80 0,363 Reliabel Tinggi

2. Kemampuan verbal 0,78 0,363 Reliabel Tinggi

3. Prestasi Kognitif 0,83 0,363 Reliabel Tinggi

4. Prestasi Afektif 0,88 0,363 Reliabel Tinggi

Tabel 3.9 menunjukkan bahwa instrumen tes kemampuan menggunakan

alat ukur, tes kemampuan verbal, tes prestasi kognitif dan tes prestasi afektif

memiliki reliabilitas rhitung masing-masing sebesar 0,80, 0,78, 0 ,83 dan 0,88.

Dengan mengacu pada klasifikasi yang ada maka dapat diputuskan bahwa

keempat instrumen tersebut tinggi reliabilitasnya. Dengan demikian, keempat

instrumen pengambilan data tersebut memenuhi syarat uji coba reliabilitas

instrumen sehingga dapat digunakan untuk mengambil data penelitian.

Page 151: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

116

3. Uji Taraf Kesukaran

Soal yang baik untuk digunakan sebagai alat ukur adalah soal yang

mempunyai derajat kesukaran yang memadai, dalam arti soal tidak terlalu sulit

dan tidak terlalu mudah. Derajat kesukaran soal dapat ditunjukkan dengan indeks

kesukaran, yaitu bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal.

Adapun untuk menentukan indeks kesukaran soal dihitung dengan menggunakan

persamaan sebagai berikut (Marsidjo, 1995:189).

= pers. (3.5)

Persamaan (3.5) merupakan persamaan untuk menentukan tingkat

kesukaran suatu soal yang dinyatakan dengan nilai IK. Indeks kesukaran soal (IK)

merupakan nilai perbandingan antara jumlah siswa yang menjawab benar (BN)

dengan jumlah keseluruhan siswa (N). Dengan demikian, indeks kesukaran soal

dipengaruhi oleh jumlah siswa yang menjawab benar dan jumlah keseluruhan

siswa. Semakin banyak jumlah siswa yang menjawab benar suatu soal maka

semakin besar pula nilai IK pada soal tersebut, begitu juga sebaliknya.

Adapun indeks kesukaran soal dapat diklasifikasikan sebagai berikut

(Marsidjo, 1995: 192):

Tabel 3.10 Kategori Indeks Kesukaran Soal

Nilai Kategori

0,81 – 1,00 Mudah sekali

0,61 – 0,80 Mudah

0,41 – 0,60 Sedang/cukup

0,21 – 0,40 Sukar

0,00 – 0,20 Sukar sekali

Page 152: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

117

Uji taraf kesukaran hanya diujikan pada instrumen yang berbentuk tes

karena instrumen tes ini akan digunakan untuk mengukur kemampuan siswa.

Dengan demikian, perlu adanya gambaran dari hasil uji taraf kesukaran ini untuk

mengetahui distribusi tingkat kesukaran soal. Adapun hasil uji coba instrumen

kemampuan menggunakan alat ukur disajikan dalam Tabel 3.11. Hasil u ji taraf

kesukaran instrumen tes kemampuan menggunakan alat ukur secara rinci dapat

dilihat pada lampiran 4 .1.

Tabel 3.11 Taraf kesukaran Soal Tes Kemampuan Menggunakan Alat Ukur

Instrumen Tes Validitas Butir Soal Jumlah

Tes kemampuan menggunakan

alat ukur

Sukar sekali 0 Sukar 4, 11, 20, 22, 23, 25, 26, 32, 35, 9 Sedang/ Cukup

1, 2 , 3, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 17, 18, 20, 21, 27, 28, 29, 30, 31, 34, 36, 37, 38, 39, 40

26

Mudah 6, 16, 19, 24, 33, 5 Mudah sekali 0 Jumlah Soal 40

Berdasarkan Tabel 3.11 di atas, terlihat bahwa instrumen tes kemampuan

menggunakan alat ukur mempunyai distribusi soal yang cukup seimbang. Jumlah

soal dengan kategori sedang/cukup lebih banyak dibandingkan dengan soal

kategori sukar sekali, sukar, mudah dan mudah sekali. Suatu instrumen tes

dikatakan memiliki distribusi tingkat kesukaran soal yang baik jika soal dengan

kategori sedang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan soal kategori sukar

dan mudah. Pada tabel di atas, diketahui tidak ada item soal yang memiliki

kriteria mudah sekali dan sukar sekali. Soal yang memiliki kriteria mudah

sebanyak 5 item, yaitu soal nomor 6, 16, 19, 24, dan 33. Soal yang memiliki

Page 153: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

118

kriteria sedang/cukup sebanyak 26 item soal yaitu 1, 2 , 3, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 12,

13, 14, 15, 17, 18, 20, 21, 27, 28, 29, 30, 31, 34, 36, 37, 38, 39, dan 40.

Sedangkan soal yang memiliki kriteria sukar sebanyak 9 item soal, yaitu soal

nomor 4, 11, 20, 22, 23, 25, 26, 32, dan 35.

Berikut ini adalah hasil uji coba instrumen kemampuan verbal untuk

mengetahui taraf kesukaran soal yang disajikan dalam Tabel 3.12. Hasil u ji taraf

kesukaran instrumen tes kemampuan verbal secara rinci dapat dilihat pada

lampiran 4 .2.

Tabel 3.12 Taraf Kesukaran Butir Soal Tes Kemampuan Verbal

Instrumen Tes Validitas Butir Soal Jml

Tes kemampuan

verbal

Sukar sekali 8, 1

Sukar 5, 10, 13, 14, 15, 18, 20, 21, 24, 9

Sedang 2, 3, 4, 6, 9, 11, 12, 16, 17, 19, 22, 23,

25, 26, 27, 29, 30, 32, 33, 34, 36, 37,

38, 39, 40

25

Mudah 1, 7, 28, 31, 35, 5

Mudah sekali 0

Jumlah Soal 40

Berdasarkan Tabel 3.12 di atas, terlihat bahwa instrumen tes kemampuan

verbal mempunyai distribusi soal yang cukup seimbang. Jumlah soal dengan

kategori sedang/cukup lebih banyak dibandingkan dengan soal kategori sukar

sekali, sukar, mudah dan mudah sekali. Pada tabel di atas, diketahui bahwa tidak

ada item soal yang memiliki kriteria indeks kesukaran mudah sekali. Soal yang

memiliki kriteria mudah sebanyak 5 item soal, yaitu 1, 7, 28, 31, dan 35. Soal

yang memiliki kriteria sedang/cukup sebanyak 25 item soal yaitu soal nomor 2, 3,

Page 154: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

119

4, 6, 9, 11, 12, 16, 17, 19, 22, 23, 25, 26, 27, 29, 30, 32, 33, 34, 36, 37, 38, 39, dan

40. Soal yang memiliki kriteria sukar sebanyak 9 item soal, yaitu soal nomor 5,

10, 13, 14, 15, 18, 20, 21, dan 24 dan 35. Sedangkan soal yang memiliki kriteria

sukar sekali sebanyak 1 item soal yaitu item soal nomor 8.

Berikut ini hasil uji coba instrumen prestasi kognitif untuk mengetahui

taraf kesukaran soal yang disajikan dalam Tabel 3.13. Hasil uji taraf kesukaran

instrumen tes prestasi kognitif secara rinci dapat dilihat pada lampiran 4.3.

Tabel 3.13 Taraf Kesukaran Butir Soal Tes Prestasi Kognitif

Instrumen Validitas Butir Soal Jumlah

Tes prestasi

kognitif

Sukar sekali 15, 1

Sukar 6, 8, 9, 13, 18, 19, 22, 24, 30, 40, 10

Sedang 2, 3, 5, 7, 11, 12, 16, 17, 20, 21, 23,

25, 26, 27, 28, 29, 32, 33, 34, 36, 37,

38, 41, 42, 43, 44, 45,

27

Mudah 1, 4, 10, 14, 31, 35, 7

Mudah sekali 0

Jumlah soal 45

Berdasarkan Tabel 3.13 di atas, terlihat bahwa instrumen tes prestasi

kognitif mempunyai distribusi soal yang cukup seimbang. Jumlah soal dengan

kategori sedang/cukup lebih banyak dibandingkan dengan soal kategori mudah,

mudah sekali, sukar dan sukar sekali. Pada tabel di atas, diketahui bahwa tidak

ada item soal yang memiliki kriteria indeks kesukaran mudah sekali. Soal yang

memiliki kriteria mudah sebanyak 7 item soal, yaitu soal nomor 1, 4, 10, 14, 31,

dan 35. Soal yang memiliki kriteria sedang/cukup sebanyak 27 item soal, yaitu

soal nomor 2, 3, 5, 7, 11, 12, 16, 17, 20, 21, 23, 25, 26, 27, 28, 29, 32, 33, 36, 37,

38, 41, 42, 43, 44, dan 45. Soal yang memiliki kriteria sukar sebanyak 10 item

Page 155: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

120

soal, yaitu soal nomor 6, 8, 9, 13, 18, 19, 22, 24, 30, dan 40. Sedangkan soal yang

memiliki kriteria indeks kesukaran sukar sekali sebanyak 1 item soal yaitu item

soal nomor 15.

4. Uji Taraf Pembeda

Taraf pembeda suatu item adalah taraf sampai dimana jumlah jawaban

benar dari siswa-siswi yang tergolong kelompok atas berbeda dari siswa-siswi

yang tergolong kelompok bawah untuk suatu item. Yang dimaksud dengan siswa-

siswi yang yang kelompok atas adalah siswa-siswi yang mempunyai skor tinggi

sedangkan yang dimaksud dengan siswa-siswi yang tergolong kelompok bawah

adalah siswa-siswi yang mempunyai skor rendah (Marsidjo, 1995:196). Indeks

diskriminasi adalah angka yang menunjukan besarnya daya pembeda, besarnya

indeks diskriminasi antara 0 ,01 sampai 1,00. Daya pembeda dihitung dengan

persamaan (3.6).

= pers. (3.6)

Persamaan (3.6) merupakan persamaan untuk menentukan daya pembeda

atau indeks diskriminasi soal yang dinyatakan dengan DP. Daya pembeda

merupakan perbandingan antara jumlah jawaban benar pada kelompok atas (BA)

dengan jumlah pengikut pada kelompok atas (NA), dikurangi dengan

perbandingan antara jumlah jawaban benar pada kelompok bawah (BB) dengan

jumlah pengikut pada kelompok bawah (NB). Daya pembeda soal dapat

diklasifikasikan sebagai berikut (Marsidjo, 2006: 47) :

Page 156: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

121

Tabel 3.14 Kategori Daya Pembeda Soal

Nilai Kategori

0,80 – 1,00 Sangat membedakan (SM)

0,60 – 0,79 Lebih membedakan (LM)

0,40 – 0,59 Cukup membedakan (CM)

0,20 – 0,39 Kurang membedakan (KM)

Negatif – 0,19 Sangat kurang membedakan (KM)

Berikut ini adalah hasil u ji coba instrumen kemampuan menggunakan alat

ukur untuk mengetahui daya pembeda soal yang disajikan dalam Tabel 3.15.

Hasil uji daya pembeda instrumen tes kemampuan menggunakan alat ukur secara

rinci dapat dilihat pada lampiran 4.1.

Tabel 3.15 Daya Pembeda Tes Kemampuan Menggunakan Alat Ukur

Instrumen Validitas Butir Soal Jumlah

Tes

kemampuan

menggunakan

alat ukur

Sangat membedakan 0

Lebih membedakan 0

Cukup membedakan

1, 2, 3, 4, 8, 9, 12, 13, 14,

16, 18, 19, 20, 21, 22, 23,

24, 22, 26, 27, 28, 29, 31,

32, 33, 34, 37, 38, 39, 40,

29

Kurang membedakan 10, 11, 15, 17, 35, 36, 6

Sangat kurang

membedakan

5, 6, 7, 25, 30, 5

Jumlah soal

Hasil u ji daya pembeda pada tabel di atas dapat diketahui bahwa soal

pada instrumen tes kemampuan menggunakan alat ukur memiliki kategori sangat

tidak membedakan, kurang membedakan, cukup membedakan, lebih membedakan

dan sangat membedakan. Soal yang menunjukkan daya pembeda dengan kategori

sangat kurang membedakan sebanyak 5 item soal, yaitu nomor 5, 6 , 7, 25, 30.

Page 157: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

122

Soal yang menunjukkan daya pembeda dengan kategori kurang membedakan

sebanyak 6 item soal, yaitu nomor 10, 11, 15, 17, 35, 36. Soal yang menunjukkan

daya pembeda dengan kategori cukup membedakan sebanyak 29 item soal, yaitu

nomor 1, 2, 3, 4, 8, 9, 12, 13, 14, 16, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 22, 26, 27, 28, 29,

31, 32, 33, 34, 37, 38, 39, 40. Sedangkan item soal yang menunjukkan daya

pembeda dengan kategori lebih membedakan dan sangat membedakan tidak ada.

Berikut ini adalah hasil uji coba instrumen kemampuan verbal untuk

mengetahui daya pembeda soal yang disajikan dalam Tabel 3.16. Hasil uji daya

pembeda instrumen tes kemampuan verbal secara rinci dapat dilihat pada

lampiran 4 .2.

Tabel 3.16 Daya Pembeda Tes Kemampuan Verbal

Instrumen Validitas Butir Soal Jumlah

Tes

kemampuan

verbal

Sangat membedakan 0

Lebih membedakan 16, 22, 24, 3

Cukup membedakan

2, 3, 5, 6, 9, 10, 12, 13, 15,

17, 18, 19, 23, 25, 26, 27, 28,

29, 31, 32, 33, 36, 37, 38, 39,

25

Kurang membedakan 7, 14, 34, 35, 4

Sangat kurang

membedakan

1, 4, 8, 11, 20, 21, 30, 40 8

Jumlah soal 40

Hasil uji daya pembeda pada tabel di atas dapat diketahui bahwa soal

pada instrumen tes kemampuan verbal memiliki kategori sangat tidak

membedakan, kurang membedakan, cukup membedakan, lebih membedakan dan

sangat membedakan. Soal yang menunjukkan daya pembeda dengan kategori

sangat kurang membedakan sebanyak 8 item soal, yaitu nomor 1, 4 , 8 , 11, 20, 21,

Page 158: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

123

30, dan 40. Soal yang menunjukkan daya pembeda dengan kategori kurang

membedakan sebanyak 4 item soal, yaitu nomor 7, 14, 34, dan 35. Soal yang

menunjukkan daya pembeda dengan kategori cukup membedakan sebanyak 25

item soal, yaitu nomor 2, 3, 5, 6, 9, 10, 12, 13, 15, 17, 18, 19, 23, 25, 26, 27, 28,

29, 31, 32, 33, 36, 37, 38, dan 39. Sedangkan soal yang menunjukkan daya

pembeda dengan kategori lebih membedakan sebanyak 3 item soal, yaitu nomor

16, 22, dan 24. Dan soal yang menunjukkan daya pembeda dengan kategori

sangat membedakan tidak ada.

Berikut ini hasil uji coba instrumen untuk mengetahui daya pembeda soal

yang disajikan dalam Tabel 3.17. Hasil uji daya pembeda instrumen tes prestasi

kognitif secara rinci dapat dilihat pada lampiran 4 .3.

Tabel 3.17 Daya Pembeda Tes Prestasi Kognitif

Instrumen Validitas Butir Soal Jml

Tes prestasi

kognitif

Sangat membedakan 0

Lebih membedakan 0

Cukup membedakan

2, 3, 5, 6, 7, 10, 11, 16, 17, 18, 19, 20,

21, 22, 23, 24, 25, 26, 28, 29, 30, 31,

33, 34, 35, 36, 39, 40, 41, 42, 43, 45

32

Kurang membedakan 1, 8, 12, 32, 37, 38, 44, 7

Sangat kurang

membedakan

4, 9, 13, 14, 15, 27, 6

Jumlah soal 45

Hasil uji daya pembeda pada Tabel 3.17 di atas dapat diketahui bahwa

soal pada instrumen tes prestasi kognitif memiliki kategori sangat tidak

membedakan, kurang membedakan, cukup membedakan, lebih membedakan dan

sangat membedakan. Soal yang menunjukkan daya pembeda dengan kategori

Page 159: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

124

sangat kurang membedakan sebanyak 6 item soal, yaitu nomor 4, 9, 13, 14, 15,

dan 27. Soal yang menunjukkan daya pembeda dengan kategori kurang

membedakan sebanyak 7 item soal, ya itu nomor 1, 8, 12, 32, 37, 38, dan 44. Soal

yang menunjukkan daya pembeda dengan kategori cukup membedakan sebanyak

32 item soal, yaitu nomor 2, 3, 5, 6, 7, 10, 11, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24,

25, 26, 28, 29, 30, 31, 33, 34, 35, 36, 39, 40, 41, 42, 43, dan 45. Sedangkan soal

yang menunjukkan daya pembeda dengan kategori lebih membedakan dan sangat

membedakan tidak ada.

Berdasarkan hasil uji daya pembeda yang digambarkan pada Tabel 3.15,

Tabel 3.16 dan Tabel 3.17 menunjukan bahwa pada soal yang terdapat pada ketiga

instrumen tes tersebut di atas memiliki daya pembeda yang baik. Hal ini

dikarenakan oleh jumlah soal yang memiliki kategori cukup membedakan lebih

banyak dibandingkan dengan soal kategori lainnya. Suatu instrumen tes dikatakan

memiliki daya pembeda yang baik jika soal dengan kategori cukup membedakan

jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan soal kategori selainnya.

H. Teknik Analisis Data

1. Uji Prasyarat Analisis

Uji statistik parametrik dapat dilakukan jika memenuhi prasyarat uji

analisis. Uji prasyarat analisis dalam penelitian ini meliputi dua hal, yaitu uji

normalitas data dan uji homogenitas varians. Teknik analisis data menggunakan

analisis varians (Anava) tiga jalan 2 x 2 x 2 dengan tiga variabel bebas yaitu

metode, kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal siswa.

Namun jika kedua persyaratan tersebut tidak terpenuhi maka uji statistiknya

menggunakan uji statistik non parametrik.

Page 160: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

125

a. Uji Normalitas

Uji normalitas data bertujuan untuk mengetahui apakah sampel berasal

dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Adapun prosedur yang

dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Menentukan hipotesis

Hipotesis nol (H0) adalah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi

normal dan hipotesis alternatif (H1) adalah sampel berasal dari populasi yang

berdistribusi tidak normal.

2) Menetapkan statistik uji

Uji normalitas terhadap variabel terikat prestasi belajar aspek kognitif

menggunakan uji Kosmogorov – Samirnov dengan Lilliefors Significance

Corcection. Uji ini dikakukan dengan menggunakan program PASW versi 18.

3) Menentukan taraf signifikansi ( )

Taraf signifikansi merupakan angka yang menunjukkan seberapa besar

peluang terjadinya kesalahan analisis. Pada uji normalitas ini, taraf

signifikansi ( ) yang digunakan adalah 0,05 atau 5%.

4) Menetapkan keputusan uji

Keputusan uji normalitas ditentukan dengan kriteria: jika nilai p-value hasil

perhitungan lebih kecil dari harga taraf signifikansi ( = 0,05) maka H0

ditolak artinya data tidak berdistribusi normal. Sedangkan jika nilai p-value

hasil perhitungan lebih besar dari harga taraf signifikansi ( = 0,05) maka H0

tidak ditolak atau diterima artinya data berdistribusi normal.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah sampel

penelitian berasal dari populasi yang homogen atau tidak. Uji homogenitas

Page 161: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

126

dilakukan dengan menggunakan Metode Levene’test dan F-test. Dalam PASW

istilah Homogenitas menggunakan Test of Homogeneity Variances.

Uji homogenitas dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Menentukan hipotesis

Hipotesis nol (H0) adalah sampel berasal dari populasi yang homogen dan

hipotesis alternatif (H1) adalah sampel berasal dari populasi yang tidak

homogen.

2) Menentukan statistik uji

Uji homogenitas terhadap variabel terikat prestasi belajar aspek kognitif dan

afektif dengan menggunakan uji F (F-Test) dan uji Levene (Levene’s Test).

Dalam PASW versi 18 istilah Homogenitas menggunakan Test of

Homogeneity variances.

3) Menetapkan taraf signifikansi ( )

Taraf signifikansi merupakan angka yang menunjukkan seberapa besar

peluang terjadinya kesalahan analisis. Pada uji homogenitas ini, taraf

signifikansi ( ) yang digunakan adalah 0,05 atau 5%.

4) Menentukan keputusan uji

Keputusan uji homogenitas ditentukan dengan kriteria: jika nilai p-value hasil

perhitungan lebih kecil dari harga taraf signifikansi ( = 0,05) maka H0

ditolak artinya sampel berasal dari populasi yang tidak homogen. Sedangkan

jika nilai p-value hasil perhitungan lebih besar dari harga taraf signifikansi (

= 0,05) maka H0 tidak ditolak atau diterima artinya sampel berasal dari

populasi yang tidak homogen.

Page 162: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

127

2. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji anava tiga jalan

dan uji lanjut anava jika antar metode pembelajaran, kemampuan menggunakan

alat ukur, dan kemampuan verbal terdapat pengaruh yang signifikan.

a. Uji Anava Tiga Jalan

Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis yang

telah diajukan ditolak atau tidak ditolak. Rancangan uji hipotesis ini terdiri dari

tiga variabel bebas yang meliputi metode pembelajaran, kemampuan

menggunakan alat ukur Fisika, dan kemampuan verbal siswa. Metode

pembelajaran yang digunakan adalah metode POE (A1) dan metode eksperimen

(A2). Kemampuan menggunakan alat ukur Fisika dikelompokkan menjadi dua

kategori, yaitu kategori tinggi (B1) dan kategori rendah (B2). Kemampuan verbal

siswa dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu kategori tinggi (C1) dan

kategori rendah (C2). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi belajar

Fisika siswa. Tata letak data penelitian terdistribusi seperti pada Tabel 3.3.

Tabel 3.18 Tata Letak Data Penelitian Prestasi Kognitif Pendekatan Kontekstual

POE (A1) Eksperimen (A2)

Kemampuan Menggunakan Alat

Ukur Kategori Tinggi

(B1)

Kemampuan verbal Tinggi (C1)

A1 B1 C1 A2 B1 C1

Kemampuan verbal Rendah (C2)

A1 B1 C2 A2 B1 C2

Kemampuan Menggunakan Alat

Ukur Kategori Rendah (B2)

Kemampuan verbal Tinggi (C1)

A1 B2 C1 A2 B2 C1

Kemampuan verbal Rendah (C2)

A1 B2 C2 A2 B2 C2

Page 163: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

128

Masing-masing sel atau kotak pada Tabel 3.18 di atas berisi lambang yang

berbeda-beda. Lambang-lambang tersebut menunjukkan interaksi antar ketiga

variabel terhadap prestasi. Sel pertama dengan lambang A1 B1 C1 menunjukkan

interaksi antar metode pembelajaran POE, kemampuan menggunakan alat ukur

kategori tinggi, dan kemampuan verbal tinggi terhadap prestasinya. Artinya, pada

sel tersebut terdapat kelompok siswa yang dibelajarkan dengan metode POE (A1),

memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi (B1), dan

kemampuan verbal tinggi (C1). Sel kedua dengan lambang A2 B1 C1 mengandung

pengertian bahwa pada sel tersebut terdapat kelompok siswa yang dibelajarkan

dengan metode eksperimen (A2), memiliki kemampuan menggunakan alat ukur

kategori tinggi (B1), dan kemampuan verbal tinggi (C1). Begitu pula dengan sel-

sel yang lainnya.

Pengujian hipotesis prestasi dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

1) Menentukan hipotesis

a) Hipotesis nol (H0)

H01: Tidak ada perbedaan pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual

melalui metode POE dan eksperimen terhadap prestasi belajar siswa.

H02: Tidak ada perbedaan pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur

kategori tinggi dan kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah

terhadap prestasi belajar siswa.

H03: Tidak ada perbedaan pengaruh kemampuan verbal tinggi dan

kemampuan verbal rendah terhadap prestasi belajar siswa.

Page 164: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

129

H012: Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan

menggunakan alat ukur terhadap prestasi belajar siswa.

H013: Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan

verbal siswa terhadap prestasi belajar siswa.

H023: Tidak ada interaksi antara kemampuan menggunakan a lat ukur

dengan kemampuan verbal siswa terhadap prestasi belajar siswa.

H0123: Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan

menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal siswa terhadap prestasi

belajar siswa.

b) Hipotesis alternatif (H1)

H11: Ada perbedaan pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual melalui

metode POE dan eksperimen terhadap prestasi belajar siswa.

H12: Ada perbedaan pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur

kategori tinggi dan kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah

terhadap prestasi belajar siswa.

H13: Ada perbedaan pengaruh kemampuan verbal tinggi dan kemampuan

verbal rendah terhadap prestasi belajar siswa.

H112: Ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan

menggunakan alat ukur terhadap prestasi belajar siswa.

H113: Ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan

verbal siswa terhadap prestasi belajar siswa.

H123: Ada interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan

kemampuan verbal siswa terhadap prestasi belajar siswa.

Page 165: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

130

H1123: Ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan

menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal siswa terhadap prestasi

belajar siswa.

2) Menentukan statistik uji

Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan Analisis Variansi (Anava)

tiga jalan dengan General Linear Model (GLM) yang perhitungannya

dilakukan dengan program PSAW seri 18 .

3) Menetapkan taraf signifikansi ( )

Taraf signifikansi merupakan angka yang menunjukkan seberapa besar

peluang terjadinya kesalahan analisis. Pada uji hipotesis ini, taraf signifikansi

( ) yang digunakan adalah 0,05 atau 5%.

4) Menentukan keputusan uji

Keputusan uji hipotesis ditentukan dengan kriteria: jika p-value < 0,05 maka

hipotesis nol (H0) ditolak.

b. Uji lanjut Anava

Apabila dari hasil uji hipotesis, diperoleh hipotesis nol (H0) ditolak yang

berarti hipotesis alternatif (H1) tidak ditolak atau diterima, maka perlu dilakukan

uji lanjut atau Uji Komparasi Ganda dengan Metode Scheffe’ (Budiyono,

2009:201). Uji lanjut ini digunakan untuk mengetahui tingkat pengaruh variabel

bebas terhadap variabel terikat yang diteliti. Uji lanjut Anava dilakukan dengan

metode scheffe pada program PASW seri 18.

Page 166: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user 131

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Data yang terkumpul dalam penelitian ini terdiri dari nilai kemampuan

siswa menggunakan alat ukur, kemampuan verbal siswa, dan nilai prestasi belajar

Fisika siswa pada pokok bahasan Getaran dan gelombang. Data tersebut diperoleh

dari siswa kelas VIII A sebagai kelas eksperimen I yang dikenai treatment

(perlakuan) dengan metode POE dan kelas VIII B sebagai kelas eksperimen II

yang dikenai treatment (perlakuan) dengan metode eksperimen.

1. Data Kemampuan Menggunakan Alat Ukur

Dalam penelitian ini, data kemampuan siswa menggunakan alat ukur

diperoleh dari nilai pretest sebelum pembelajaran dengan model kontekstual

melalui metode POE dan eksperimen dimulai. Kemampuan menggunakan alat

ukur tersebut pernah siswa dapatkan ketika di kelas VII pada pokok bahasan

besaran Fisika dan pengukurannya. Kemampuan menggunakan alat ukur

dikategorikan menjadi dua, yaitu kemampuan menggunakan alat ukur dengan

kategori tinggi dan kategori rendah. Pengelompokan jenis kategori ini didasarkan

pada rata-rata nilai tes kemampuan menggunakan alat ukur dari kedua kelompok

sampel. Siswa dikatakan memiliki kemampuan menggunakan alat ukur dengan

kategori tinggi jika nilai kemampuan menggunakan alat ukurnya lebih besar atau

sama dengan rerata sedangkan siswa dikatakan memiliki kemampuan

menggunakan alat ukur dengan kategori rendah jika nila i kemampuan

menggunakan alat ukurnya lebih kecil dari nilai rerata.

Page 167: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

132

Deskripsi data kemampuan siswa dalam menggunakan alat ukur Fisika

dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan 4.2 .

Tabel 4.1 Deskripsi Data Kemampuan Menggunakan Alat Ukur

Kelas Jumlah Rerata Standar

Deviasi Minimum Maksimum Median

POE 34 62,47 16,49 40 87 63

Eksperimen 33 61,62 04,71 40 83 63

Tabel 4.1 menunjukkan deskripsi data kemampuan yang dimiliki siswa

dalam menggunakan alat ukur. Data kemampuan menggunakan alat ukur tersebut

dikelompokkan berdasarkan pada kelompok sampel yang ada, yaitu data

kemampuan menggunakan alat ukur pada siswa yang dibelajarkan dengan metode

POE dan data kemampuan menggunakan alat ukur pada siswa yang dibelajarkan

dengan metode eksperimen. Kemampuan menggunakan alat ukur pada kelompok

POE memiliki rerata ( ) sebesar 62,47, standar deviasi (SD) sebesar 16,49, nilai

minimum sebesar 40, nilai maksimum sebesar 87 dan nilai median sebesar 63.

Sedangkan kemampuan menggunakan alat ukur pada kelompok eksperimen

memiliki rerata ( ) sebesar 61,62, standar deviasi (SD) sebesar 04,71, nilai

minimum sebesar 40, nilai maksimum sebesar 83 dan nila i median sebesar 63.

Untuk mengetahui distribusi frekuensi dan presentase siswa yang

memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan rendah pada kelas yang

menggunakan metode POE dan eksperimen, maka diperlihatkan dalam Tabel 4.2

di bawah ini:

Page 168: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

133

Tabel 4.2 Distribusi Data Kemampuan Menggunakan Alat Ukur

Kemampuan

Awal

Metode POE Metode Eksperimen

Frekuensi Prosentase Frekuensi Prosentase

Tinggi 19 56 % 19 58 %

Rendah 15 44 % 14 42 %

Jumlah 34 100 % 33 100 %

Tabel 4.2 menunjukkan data kemampuan menggunakan alat ukur yang

dikelompokkan berdasarkan kategori tinggi dan kategori rendah. Setelah

dilakukan perhitungan, ternyata diperoleh nilai rerata ( ) kemampuan

menggunakan alat ukur dari kedua kelompok sampel sebesar 62,02. Dengan

demikian, siswa dikatakan memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori

tinggi jika nilai kemampuan menggunakan alat ukurnya 62,02 sedangkan siswa

dikatakan memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah jika nilai

kemampuan menggunakan alat ukurnya < 62,02. Setelah dikelompokkan

berdasarkan pada acuan nilai rerata ( ) tersebut maka diperoleh data seperti yang

tercantum pada Tabel 4.2. Pada kelas dengan menggunakan metode POE, siswa

yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur dengan kategori tinggi

sejumlah 19 (sembilan belas) siswa atau sebesar 56%, sedangkan siswa yang

memiliki kemampuan menggunakan alat ukur dengan kategori rendah sejumlah

15 (lima belas) siswa atau sebesar 44%. Pada kelas dengan menggunakan metode

eksperimen, siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur dengan

kategori tinggi sejumlah 19 (sembilan belas) siswa atau sebesar 58% sedangkan

siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur dengan kategori rendah

sejumlah 14 (empat belas) siswa atau sebesar 42%.

Page 169: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

134

Data penyebaran frekuensi dari kemampuan menggunakan alat ukur siswa

pada kelas POE disajikan dalam Tabel 4.3

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Menggunakan Alat Ukur pada Kelas POE

Panjang Kelas

Frekuensi

Nilai Tengah

Prosentase (%)

40-47 3 44 8.82

48-55 2 53 5.88

56-63 17 62 50

64-71 8 71 23.5

72-79 2 80 5.88

80-87 2 84 5.88

Total 34 100 %

Dari Tabel 4.3 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara

frekuensi dengan nila i yang diperoleh siswa pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Histogram nilai kemampuan menggunakan alat ukur pada kelas POE

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

40-47 48-55 56-63 64-71 72-79 80-87Rentang Nilai

Page 170: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

135

Berdasarkan Tabel 4.3 dan Gambar 4.1 di atas, dapat diketahui bahwa

kemampuan menggunakan alat ukur Fisika pada kelas dengan menggunakan

metode POE dibagi menjadi enam kategori yaitu rentang nilai 40-47 sebanyak 3

siswa atau sebesar (8,82%), rentang nilai 48-55 sebanyak 2 siswa atau sebesar

(5,88%), rentang nilai 56-63 sebanyak 17 siswa atau sebesar (50%), rentang nilai

64-71 sebanyak 8 siswa atau sebesar (23,5%), dan rentang nilai 72-79 dan 80-87

masing-masing sebanyak 2 siswa atau sebesar (5,88%).

Data penyebaran frekuensi dari kemampuan siswa menggunakan alat ukur

pada kelas dengan menggunakan metode eksperimen disajikan dalam Tabel 4.4

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Menggunakan Alat Ukur pada Kelas Eksperimen

Panjang Kelas

Frekuensi

Nilai Tengah

Prosentase (%)

40-47 3 43.5 9 %

48-55 4 51.5 12 %

56-63 13 59.5 40 %

64-71 10 67.5 30 %

72-79 2 75.5 6 %

80-87 1 83.5 3 %

Total 33 100 %

Dari Tabel 4.4 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara

frekuensi dengan nilai yang diperoleh siswa pada Gambar 4.2.

Page 171: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

136

Gambar 4.2 Histogram nilai kemampuan menggunakan alat ukur pada kelas eksperimen

Berdasarkan Tabel 4.4 dan Gambar 4.2 di atas, dapat diketahui bahwa

kemampuan menggunakan alat ukur Fisika pada kelas dengan menggunakan

metode eksperimen dibagi menjadi enam kategori yaitu rentang nilai 40-47

sebanyak 3 siswa atau sebesar (9%), rentang nilai 48-55 sebanyak 4 siswa atau

sebesar (12%), rentang nilai 56-63 sebanyak 13 siswa atau sebesar (40%), rentang

nilai 64-71 sebanyak 10 siswa atau sebesar (30%), rentang nilai 72-79 sebanyak 2

siswa atau sebesar (6%), dan 80-87 sebanyak 1 siswa atau sebesar (3%).

2. Data Kemampuan verbal Siswa

Data kemampuan verbal siswa diperoleh dari tes kemampuan verbal.

Kemampuan verbal siswa dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu

kemampuan verbal kategori tinggi dan kemampuan verbal dengan kategori

rendah. Pengelompokan jenis kategori ini didasarkan pada nilai rata-rata tes

0

2

4

6

8

10

12

14

40-47 48-55 56-63 64-71 72-79 80-87Rentang Nilai

Page 172: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

137

kemampuan verbal dari kedua kelompok sampel. Siswa dikategorikan memiliki

kemampuan verbal tinggi jika nilai kemampuan verbalnya lebih besar atau sama

dengan nilai rerata kemampuan verbal kedua kelompok sampel, dan siswa

dikategorikan memiliki kemampuan verbal rendah jika nilai kemampuan verbal-

nya lebih kecil dari nilai rerata kemampuan verbal kedua kelompok sampel.

Deskripsi data kemampuan verbal siswa dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan 4.6.

Tabel 4.5 Deskripsi Data Kemampuan Verbal Siswa

Kelas Jumlah Rerata Standar Deviasi

Minimum Maksimum Median

POE 34 63,82 04,71 40 90 63

Eksperimen 33 65,25 04,71 40 87 67

Tabel 4.5 menunjukkan deskripsi data kemampuan verbal siswa. Data

kemampuan verbal siswa tersebut dikelompokkan berdasarkan pada kelompok

sampel yang ada, yaitu data kemampuan verbal siswa yang dibelajarkan dengan

metode eksperimen dan data kemampuan verbal siswa yang dibelajarkan dengan

metode POE. Kemampuan verbal siswa pada kelompok POE memiliki rerata ( )

sebesar 63,82 , standar deviasi (SD) sebesar 04,71, nilai m inimum sebesar 40,

nilai maksimum sebesar 90, dan nilai median sebesar 63. Sementara itu , dari data

kemampuan verbal pada kelompok eksperimen memiliki rerata ( ) sebesar 65,25,

standar deviasi (SD) sebesar 04,71, nilai minimum sebesar 40, nilai maksimum

sebesar 87, dan nilai median sebesar 67.

Untuk mengetahui distribusi frekuensi dan presentase siswa yang memiliki

kemampuan verbal tinggi dan rendah pada kelas yang menggunakan metode

eksperimen dan metode POE, maka diperlihatkan dalam Tabel 4.6 di bawah ini:

Page 173: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

138

Tabel 4.6 Distribusi Data Kemampuan Verbal Tinggi dan Rendah

Kemampuan

verbal

Metode POE Metode Eksperimen

Frekuensi Prosentase Frekuensi Prosentase

Tinggi 14 41 % 17 52 %

Rendah 20 59 % 16 48 %

Jumlah 34 100 % 33 100 %

Tabel 4.6 menunjukkan data kemampuan verbal siswa yang

dikelompokkan berdasarkan kategori tinggi dan kategori rendah. Setelah

dilakukan perhitungan, ternyata diperoleh nilai rerata ( ) kemampuan verbal

siswa dari kedua kelompok sampel sebesar 64,50. Dengan demikian, siswa

dikatakan memiliki kemampuan verbal kategori tinggi jika nilai kemampuan

verbalnya 64,50 sedangkan siswa dikatakan memiliki kemampuan verbal

kategori rendah jika nilai kemampuan verbalnya < 64,50. Setelah dikelompokkan

berdasarkan pada acuan nilai rerata ( ) tersebut maka diperoleh data seperti yang

tercantum pada Tabel 4.6. Pada kelompok POE, siswa yang memiliki kemampuan

verbal dengan kategori tinggi sejumlah 14 (empat belas) siswa atau sebesar 41%

sedangkan siswa yang memiliki kemampuan verbal dengan kategori rendah

sejumlah 20 (dua puluh) siswa atau sebesar 59%. Pada kelompok eksperimen,

siswa yang memiliki kemampuan verbal dengan kategori tinggi sejumlah 17

(tujuh belas) siswa atau sebesar 52% sedangkan siswa yang memiliki kemampuan

verbal dengan kategori rendah sejumlah 16 (enam belas) siswa atau sebesar 48 %.

Data penyebaran frekuensi dari kemampuan verbal siswa pada kelas

dengan menggunakan POE disajikan dalam Tabel 4.7

Page 174: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

139

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Verbal Pada Kelas dengan Metode POE

Panjang Kelas Frekuensi Nilai Tengah Prosentase (%)

40-48 1 44 3 %

49-57 8 53 24 %

58-66 11 62 32 %

67-75 10 71 29 %

76-84 3 80 9 %

85-93 1 89 3 %

Total 34 100 %

Data penyebaran frekuensi dari kemampuan verbal siswa pada kelas

dengan menggunakan metode POE disajikan dalam Gambar 4.3

Gambar 4.3 Histogram nilai kemampuan verbal siswa pada kelas POE

Berdasarkan Tabel 4.7 dan Gambar 4.3 di atas, maka dapat diketahui

bahwa kemampuan verbal siswa pada kelas dengan menggunakan metode POE

0

2

4

6

8

10

12

40-48 49-57 58-66 67-75 76-84 85-93

Rentang Nilai

Page 175: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

140

dibagi menjadi enam kategori yaitu kategori pertama rentang nilai 40-48 sebanyak

1 siswa atau sebesar (3%), kedua rentang nilai 49-57 sebanyak 8 siswa atau

sebesar (24%), ketiga rentang nilai 58-66 sebanyak 11 siswa atau sebesar (32%),

keempat rentang nilai 67-75 sebanyak 10 siswa atau sebesar (29%), kelima

rentang nilai 76-84 sebanyak 3 siswa atau sebesar (9%), dan ke enam rentang nilai

85-93 sebanyak 1 siswa atau sebesar (3%).

Data penyebaran frekuensi dari kemampuan verbal siswa pada kelas

eksperimen disajikan dalam Tabel 4.8

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Verbal Siswa pada Kelas dengan Metode Eksperimen

Panjang Kelas

Frekuensi

Nilai Tengah Prosentase (%)

40-48 1 44 3 %

49-57 3 53 9 %

58-66 12 62 36 %

67-75 14 71 43 %

76-84 2 80 6 %

85-93 1 84 3 %

Total 33 100 %

Dari Tabel 4.8 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara

frekuensi dengan nilai yang diperoleh siswa.

Page 176: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

141

Gambar 4.4 Histogram nilai kemampuan verbal pada kelas dengan metode eksperimen

Berdasarkan Tabel 4.8 dan Gambar 4.4 di atas, dapat diketahui bahwa

kemampuan verbal siswa pada kelas dengan menggunakan metode eksperimen

dibagi menjadi enam kategori yaitu rentang nilai 40-48 sebanyak 1 siswa atau

(3%), rentang nilai 49-57 sebanyak 3 siswa atau (9%), rentang nilai 58-66

sebanyak 12 siswa atau (36%), rentang nilai 67-75 sebanyak 14 siswa atau

(43%), rentang nilai 76-84 sebanyak 2 siswa atau (6%) dan rentang nilai 85-93

sebanyak 1 siswa atau (3%).

3. Data Prestasi Belajar Fisika

a. Prestasi Belajar Kognitif

Prestasi merupakan penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang

dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau

angka nila i yang diberikan oleh guru. Seseorang dikatakan belajar jika

0

2

4

6

8

10

12

14

16

40-48 49-57 58-66 67-75 76-84 85-93Rentang Nilai

Page 177: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

142

menunjukkan adanya perubahan perilaku sebagai hasil belajar. Perubahan perilaku

ini sebagai akibat pengalaman yang diperolehnya. Bila seseorang telah

menunjukkan perubahan perilaku dalam suasana yang serupa pada dua waktu

yang berbeda, orang tersebut dikatakan telah belajar. Perubahan tingkah laku

tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif),

keterampilan (psikomotor) dan sikap (afektif). Perubahan yang diperoleh setelah

proses belajar Fisika dapat berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan,

maupun sikap yang berhubungan dengan pelajaran Fisika. Dalam penelitian ini,

prestasi belajar Fisika siswa meliputi aspek kognitif dan afektif. Data prestasi

kognitif ini diperoleh dari hasil tes prestasi siswa pada pokok bahasan Getaran dan

gelombang dengan jumlah 30 soal. Sistem penilaiannya adalah jumlah soal benar

dibagi jumlah keseluruhan soal yang diujikan dan dikalikan dengan 100. Pada

penelitian ini prestasi belajar kognitif adalah variabel terikat sebagaimana telah

dijelaskan dalam bab III. Pada bahasan berikut ini disajikan data prestasi belajar

kognitif siswa yang dapat diketahui jika ditinjau dari metode pembelajaran yang

digunakan, kemampuan menggunakan alat, kemampuan verbal, metode belajar

dan kemampuan menggunakan alat ukur, metode belajar dan kemampuan verbal,

kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal, serta metode belajar,

kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal.

1) Data Prestasi Kognitif Ditinjau dari Metode Belajar

Adapun deskripsi data prestasi belajar kognitif ditinjau dari metode

belajar disajikan dalam Tabel 4.9.

Page 178: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

143

Tabel 4.9 Deskripsi Data Prestasi Kognitif Siswa

Kelas Jumlah Rerata Standar

Deviasi Minimum Maksimum Median

Metode

POE 34 72,94 7,59 50 90 73

Metode

Eksperimen 33 68,18 14,16 50 90 70

Pada Tabel 4.9 menunjukkan deskripsi data prestasi kognitif siswa. Data

prestasi kognitif siswa tersebut dikelompokkan berdasarkan pada kelompok

sampel yang ada, yaitu data prestasi kognitif siswa yang dibelajarkan dengan

menggunakan metode POE dan data prestasi kognitif siswa yang dibelajarkan

dengan menggunakan metode eksperimen. Prestasi kognitif siswa pada kelompok

metode POE mempunyai rerata ( ) sebesar 72,15, standar deviasi (SD) sebesar

07,07, nilai minimum sebesar 50, nilai maksimum sebesar 90 dan nilai median

sebesar 73. Sementara itu prestasi kognitif pada kelompok metode eksperimen

mempunyai rerata ( ) sebesar 67,89, standar deviasi (SD) sebesar 07,07, nilai

minimum sebesar 50, nilai maksimum sebesar 90 dan nilai median sebesar 70. Hal

ini menunjukan bahwa nilai rata-rata kognitif kelas dengan menggunakan metode

POE lebih baik dibandingkan kelas dengan metode eksperimen.

Data penyebaran frekuensi dari nilai prestasi kognitif siswa pada kelas

POE disajikan dalam Tabel 4.10

Page 179: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

144

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Kognitif Siswa pada Kelas Poe

Panjang Kelas Frekuensi Nilai Tengah Prosentase (%)

50-56 0 57,5 0

57-63 6 63.5 17.65

64-70 8 69.5 23.53

71-77 12 75.5 35.29

78-84 7 81.5 20.59

85-91 1 87.5 2.94

Total 34 100 %

Dari Tabel 4.10 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara

frekuensi dengan nila i prestasi kognitif yang diperoleh siswa.

Gambar 4.5 Histogram nilai prestasi belajar kognitif siswa pada kelas POE

0

2

4

6

8

10

12

14

50-56 57-63 64-70 71-77 78-84 85-91Interval Nilai

Page 180: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

145

Berdasarkan Tabel 4.10 dan Gambar 4.5 di atas, dapat diketahui bahwa

prestasi kognitif siswa pada kelas dengan menggunakan metode POE dibagi

menjadi enam kategori yaitu pertama kategori dengan rentang nilai 50-56

sebanyak 0 siswa atau (0,00%), kedua rentang nilai 57-63 sebanyak 6 siswa atau

(17,65%), ketiga rentang nilai 64-70 sebanyak 8 siswa atau (23,53%), keempat

rentang nilai 71-77 sebanyak 12 siswa atau (35,29%), kelima rentang nilai 78-84

sebanyak 7 siswa atau (20,59%), dan keenam rentang nilai 85-90 sebanyak 1

siswa atau (2,94%).

Data penyebaran frekuensi dari prestasi kognitif siswa pada kelas

eksperimen disajikan dalam Tabel 4.11

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Kognitif Siswa pada Kelas Eksperimen

Panjang Kelas

Frekuensi

Nilai Tengah

Prosentase (%)

50-56 2 53 6.06

57-63 9 60 27.3

64-70 11 67 33.3

71-77 8 74 24.2

78-84 2 81 6.06

85-90 1 88 3.03

Total 33 100 %

Dari Tabel 4.11 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara

frekuensi dengan nilai yang diperoleh siswa.

Page 181: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

146

Gambar 4.6 Histogram nilai prestasi belajar kognitif siswa pada kelas eksperimen

Berdasarkan Tabel 4.11 dan Gambar 4.6 di atas, dapat diketahui bahwa

prestasi belajar kognitif siswa pada kelas dengan menggunakan metode

eksperimen dibagi menjadi enam kategori yaitu rentang nilai 50-56 sebanyak 2

siswa atau (6,06 %), rentang nilai 57-63 sebanyak 9 siswa atau (27,30 %), rentang

nilai 64-70 sebanyak 11 siswa atau (33,30 %), rentang nilai 71-77 sebanyak 8

siswa atau (24,20 %), dan rentang nilai 78-84 sebanyak 2 siswa atau (6,06 %), dan

rentang nilai 85-90 sebanyak 1 siswa atau (3,03 %).

2) Data Prestasi Kognitif Ditinjau dari Kemampuan Menggunakan Alat Ukur

Adapun deskripsi data prestasi belajar kognitif ditinjau dari kemampuan

siswa dalam menggunakan alat ukur Fisika disajikan dalam Tabel 4.12.

0

2

4

6

8

10

12

50-56 57-63 64-70 71-77 78-84 85-90Rentang Nilai

Page 182: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

147

Tabel 4.12 Deskripsi Data Prestasi Kognitif Ditinjau dari Kemampuan Menggunakan Alat Ukur

Kelas Jumlah Rerata Standar

Deviasi Minimum Maksimum Median

Kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi

38 72,00 7,86 53 90 71,5

Kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah

29 68,60 8,29 53 90 70

Tabel 4.12 menunjukkan deskripsi data prestasi kognitif siswa. Data

prestasi kognitif siswa tersebut dikelompokkan berdasarkan pada kelompok siswa

yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur Fisika. Prestasi kognitif siswa

pada kelompok siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori

tinggi memiliki rerata ( ) sebesar 72,00, standar deviasi (SD) sebesar 07,86, nilai

minimum sebesar 53, nilai maksimum sebesar 90 dan nilai median sebesar 71,5.

Sementara itu, dari data prestasi kognitif pada kelompok siswa yang memiliki

kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah memiliki rerata ( ) sebesar

68,60, standar deviasi (SD) sebesar 8,29, nilai minimum sebesar 53, nilai

maksimum sebesar 90 dan nilai median sebesar 70.

Data penyebaran frekuensi dari nilai prestasi kognitif siswa yang memiliki

kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi disajikan dalam Tabel 4.13.

Page 183: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

148

Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Prestasi Kognitif Siswa yang Memiliki Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Kategori Tinggi

Panjang Kelas Frekuensi Nilai Tengah Prosentase (%)

50-56 1 48 2.63

57-63 7 56 18.4

64-70 11 64 28.9

71-77 10 72 26.3

78-84 8 80 21.1

85-91 1 88 2.63

Jumlah 38 100 %

Dari Tabel 4.13 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara

frekuensi dengan nila i yang diperoleh siswa

Gambar 4.7 Histogram nilai prestasi belajar kognitif siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi

0

2

4

6

8

10

12

50-56 57-63 64-70 71-77 78-84 85-91Rentang Nilai

Page 184: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

149

Berdasarkan Tabel 4.13 dan Gambar 4.7 di atas, dapat diketahui bahwa

prestasi belajar kognitif pada siswa memilikikemampuan menggunakan alat ukur

kategori tinggi dibagi menjadi enam kategori yaitu rentang nilai 50-56 sebanyak 1

siswa atau sebesar (2,63%), rentang nilai 57-63 sebanyak 7 siswa atau sebesar

(18,4%), rentang nilai 64-70 sebanyak 11 siswa atau sebesar (28,9%), rentang

nilai 71-77 sebanyak 10 siswa atau sebesar (26,3%), dan rentang nilai 78-84

sebanyak 8 siswa atau sebesar (21,1%), dan rentang nilai 85-91 sebanyak 1 siswa

atau sebesar (2 ,63%).

Data penyebaran frekuensi dari nilai prestasi kognitif siswa yang memiliki

kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah disajikan dalam Tabel 4.14

Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Prestasi Kognitif Siswa yang Memiliki Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Kategori Rendah

Panjang Kelas

Frekuensi

Nilai Tengah

Prosentase (%)

50-56 1 48 03.45

57-63 9 56 31.00

64-70 7 64 24.10

71-77 10 72 34.50

78-84 1 80 03.45

85-91 1 88 03.45

Jumlah 29 100 %

Dari Tabel 4.14 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara

frekuensi dengan nilai yang diperoleh siswa

Page 185: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

150

Gambar 4.8 Histogram nilai prestasi belajar kognitif siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur Fisika kategori rendah

Berdasarkan Tabel 4.14 dan Gambar 4.8 di atas, dapat diketahui bahwa

prestasi belajar kognitif pada siswa memilikikemampuan menggunakan alat ukur

kategori tinggi dibagi menjadi enam kategori yaitu rentang nilai 50-56 sebanyak 1

siswa atau sebesar 3,45%, rentang nilai 57-63 sebanyak 9 siswa atau sebesar 31%,

rentang nilai 64-70 sebanyak 7 siswa atau sebesar 24,1%, rentang nilai 71-77

sebanyak 10 siswa atau sebesar 34,5%, dan rentang nilai 78-84 sebanyak 1 siswa

atau sebesar 3,45%, dan rentang nilai 85-91 sebanyak 1 siswa atau sebesar 3,45%.

3) Data Prestasi Kognitif Ditinjau dari Kemampuan Verbal Siswa

Adapun deskripsi data prestasi belajar kognitif ditinjau dari kemampuan

verbal siswa disajikan dalam Tabel 4.15.

0

2

4

6

8

10

12

50-56 57-63 64-70 71-77 78-84 85-91Rentang Nilai

Page 186: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

151

Tabel 4.15 Deskripsi Data Prestasi Kognitif Siswa Ditinjau dari Kemampuan Verbal

Kelas Jumlah Rerata Standar

Deviasi Minimum Maksimum Median

Kemampuan

Verbal Kategori

Tinggi

31 74,2 6,57 60 90 73

Kemampuan

Verbal Kategori

Rendah

36 67,4 8,14 53 90 71,5

Tabel 4.15 menunjukkan deskripsi data prestasi kognitif siswa. Data

prestasi kognitif siswa tersebut dikelompokkan berdasarkan pada kelompok siswa

yang memiliki kemampuan verbal siswa. Prestasi kognitif siswa pada kelompok

siswa yang memiliki kemampuan verbal kategori tinggi memiliki rerata ( )

sebesar 74,2, standar deviasi (SD) sebesar 6,57, nilai minimum sebesar 60, nilai

maksimum sebesar 90 dan nilai median sebesar 73. Sementara itu, dari data

prestasi kognitif pada kelompok siswa yang memiliki kemampuan verbal kategori

rendah memiliki rerata ( ) sebesar 67,4, standar deviasi (SD) sebesar 8,14, nilai

minimum sebesar 53, nilai maksimum sebesar 90 dan nilai median sebesar 71,5.

Dari data tersebut menunjukan bahwa rata-rata kemampuan verbal siswa kategori

tinggi lebih baik daripada kemampuan verbal kategori rendah.

Data penyebaran frekuensi dari nilai prestasi kognitif siswa siswa yang

memiliki kemampuan verbal kategori tinggi disajikan dalam Tabel 4.16

Page 187: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

152

Tabel 4.16 Penyebaran Frekuensi Prestasi Kognitif Siswa yang Memiliki Kemampuan Verbal Kategori Tinggi

Panjang Kelas Frekuensi Nilai Tengah Prosentase (%)

50-56 0 62 0

57-63 3 67 9.68

64-70 6 72 19.4

71-77 14 77 45.2

78-84 7 82 22.6

85-91 1 87 3.23

Jumlah 31 100 %

Dari Tabel 4.16 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara

frekuensi dengan nila i yang diperoleh siswa.

Gambar 4.9 Histogram nilai prestasi belajar kognitif siswa yang memiliki kemampuan verbal kategori tinggi

0

2

4

6

8

10

12

14

16

50-56 57-63 64-70 71-77 78-84 85-91Rentang Nilai

Page 188: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

153

Berdasarkan Tabel 4.17 dan Gambar 4.9 di atas, dapat diketahui bahwa

prestasi belajar kognitif pada siswa yang memiliki kemampuan verbal kategori

tinggi dibagi menjadi enam kategori yaitu rentang nilai 50-56 sebanyak 0 siswa

atau sebesar (0,0%), rentang nilai 57-63 sebanyak 3 siswa atau sebesar (9,68%),

rentang nilai 64-70 sebanyak 6 siswa atau sebesar (19,4%), rentang nilai 71-77

sebanyak 14 siswa atau sebesar (45,2%), dan rentang nilai 78-84 sebanyak 7 siswa

atau sebesar (22,6%), dan rentang nilai 85-91 sebanyak 1 siswa atau sebesar

(3,23%).

Data penyebaran frekuensi dari nilai prestasi kognitif siswa siswa yang

memiliki kemampuan verbal kategori rendah disajikan dalam Tabel 4.17

Tabel 4.17 Penyebaran Frekuensi Prestasi Kognitif Siswa yang Memiliki Kemampuan Verbal Kategori Rendah

Panjang Kelas

Frekuensi

Nilai Tengah

Prosentase (%)

50-56 2 53 5.56

57-63 13 60 36.1

64-70 12 67 33.3

71-77 6 74 16.7

78-84 2 81 5.56

85-91 1 88 2.78

Jumlah 36 100 %

Dari Tabel 4.17 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara

frekuensi dengan nilai yang diperoleh siswa

Page 189: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

154

Gambar 4.10 Histogram nilai prestasi belajar kognitif siswa yang memiliki kemampuan verbal kategori rendah

Berdasarkan Tabel 4.17 dan Gambar 4.10 di atas, dapat diketahui bahwa

prestasi belajar kognitif pada siswa memilikikemampuan menggunakan alat ukur

kategori tinggi dibagi menjadi enam kategori yaitu rentang nilai 50-56 sebanyak 2

siswa atau 5,56%, rentang nilai 57-63 sebanyak 13 siswa atau 36,1%, rentang nilai

64-70 sebanyak 12 siswa atau 33,3%, rentang nilai 71-77 sebanyak 6 siswa atau

16,7%, dan rentang nilai 78-84 sebanyak 2 siswa atau 5,56% dan rentang nilai 85-

91 sebanyak 1 siswa atau 2,78%.

4) Data Prestasi Belajar Kognitif Ditinjau dari Metode Pembelajaran dan

Kemampuan Menggunakan Alat Ukur

Deskripsi data prestasi belajar kognitif ditinjau dari metode belajar dan

kemampuan menggunakan alat ukur diperlihatkan dalam Tabel 4.18 .

0

2

4

6

8

10

12

14

50-56 57-63 64-70 71-77 78-84 85-91Rentang Nilai

Page 190: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

155

Tabel 4.18. Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Ditinjau dari Metode Belajar dan Kemampuan Menggunakan Alat Ukur

Variabel N Rata-rata SD

Metode POE

Kemampuan Menggunakan

Alat Ukur Tinggi 19 74,15 6,71

Kemampuan Menggunakan

Alat Ukur Rendah 15 71,33 8,54

Metode

Eksperimen

Kemampuan Menggunakan

Alat Ukur Tinggi 19 69,84 8,49

Kemampuan Menggunakan

Alat Ukur Rendah 14 65,71 7,18

Dari Tabel 4.18 di atas menunjukan bahwa siswa yang memiliki

kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dengan metode POE mendapat nilai

rata rata 74,15. Sedangkan dengan metode eksperimen mendapat nilai rata-rata

69.84. Siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah dengan

metode POE mendapat nilai rata-rata 71,33. Sedangkan siswa dengan metode

eksperimen mendapat nilai rata-rata 65,71. Dari data tersebut dapat disimpulkan

bahwa prestasi siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi

sama-sama lebih baik dari pada kemampuan menggunakan alat ukur rendah, baik

yang menggunakan metode POE maupun eksperimen. Sedangkan siswa yang

memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah prestasi siswa sama-sama

memiliki tinggkat penurunan nilai d ibanding dengan kemampuan menggunakan

alat ukur tinggi, baik yang menggunakan metode POE maupun eksperimen.

Page 191: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

156

5) Data Prestasi Belajar Ditinjau dari Metode Belajar dan Kemampuan Verbal

Deskripsi data prestasi belajar kognitif ditinjau dari metode belajar dan

kemampuan verbal diperlihatkan dalam Tabel 4.19 sebagai berikut:

Tabel 4.19. Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Ditinjau dari Metode Belajar dan Kemampuan Verbal

Variabel N Rata-rata SD

Metode POE

Kemampuan Verbal Tinggi 14 77,78 3,82

Kemampuan Verbal rendah 20 69,50 7,76

Metode

Eksperimen

Kemampuan Verbal Tinggi 17 71,29 6,98

Kemampuan Verbal rendah 16 64,68 8,02

Dari Tabel 4.19 di atas menunjukan bahwa siswa yang memiliki

kemampuan verbal tinggi dengan menggunakan metode POE mendapat nilai rata

rata prestasi kognitif sebesar 77,78, standart deviasi sebesar 3,82. Sedangkan

dengan menggunakan metode eksperimen mendapat nila i rata-rata prestasi

kognitif sebesar 71,29, standart deviasi sebesar 6,98. Siswa yang memiliki

kemampuan verbal rendah dengan menggunakan metode POE mendapat nilai

rata-rata prestasi kognitif sebesar 69,50, standart deviasi sebesar 7,76. Sedangkan

siswa dengan menggunakan metode eksperimen mendapat nilai rata-rata prestasi

kognitif sebesar 64,68, standart deviasi sebesar 8,02.

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi siswa yang memiliki

kemampuan verbal tinggi sama-sama lebih baik dari pada kemampuan verbal

rendah, baik yang menggunakan metode POE maupun yang menggunakan metode

eksperimen. Sedangkan siswa yang memiliki kemampuan verbal rendah prestasi

Page 192: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

157

siswa sama-sama memiliki tinggkat penurunan nilai dibanding dengan

kemampuan menggunakan alat ukur tinggi, baik yang menggunakan metode POE

maupun yang menggunakan metode eksperimen.

6) Data Prestasi Belajar Ditinjau dari Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Dan

Kemampuan Verbal

Deskripsi data prestasi belajar kognitif ditinjau dari kemampuan

menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal diperlihatkan dalam Tabel 4.20

sebagai berikut:

Tabel 4.20. Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Ditinjau dari Kemampuan Menggunakan Alat Ukur dan Kemampuan Verbal

Variabel N Rata-rata SD

Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Tinggi

Kemampuan Verbal Tinggi

18 76,00 6,60

Kemampuan Verbal Rendah

20 68,40 7,24

Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Rendah

Kemampuan Verbal Tinggi

13 71,76 5,90

Kemampuan Verbal Rendah

16 66,06 9,20

Dari Tabel 4.20 di atas menunjukan bahwa siswa yang memiliki

kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dengan kemampuan verbal tinggi

mendapat nilai rata rata 76,00. Sedangkan dengan kemampuan kemampuan verbal

rendah mendapat nilai rata-rata 68,40. Siswa yang memiliki kemampuan

menggunakan a lat ukur rendah dengan kemampuan verbal tinggi mendapat nilai

rata rata 71,76. Sedangkan dengan kemampuan kemampuan verbal rendah

Page 193: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

158

mendapat nilai rata-rata 66,06. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa

prestasi siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan

verbal tinggi mendapat nilai terbaik. Sedangkan siswa yang memiliki kemampuan

menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal rendah dan sebaliknya

mendapat nilai sedang. Begitu halnya siswa yang memiliki kemampuan

menggunakan alat ukur rendah dan verbal rendah memiliki nilai kurang baik.

7) Data Prestasi Belajar Ditinjau dari Metode Belajar, Kemampuan Menggunakan

Alat Ukur, Dan Kemampuan Verbal

Deskripsi data prestasi belajar kognitif ditinjau dari metode belajar,

kemampuan menggunakan alat ukur, dan kemampuan verbal diperlihatkan dalam

Tabel 4.21 sebagai berikut:

Tabel 4.21. Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Ditinjau dari Metode Belajar, Kemampuan Menggunakan Alat Ukur dan Kemampuan Verbal

Metode POE Metode eksperimen

Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Tinggi

Kemampuan Verbal Tinggi

7 ; 74,42 ; 5,25 9 ; 71,66 ; 11,61

Kemampuan Verbal Rendah

12 ; 67,16 ; 8,62 10 ; 65,60 ; 4,97

Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Rendah

Kemampuan Verbal Tinggi

7 ; 75,28 ; 5,61 8 ; 68,75 ; 10,29

Kemampuan Verbal Rendah

8 ; 75,00 ; 7,32 6 ; 64,50 ; 7,79

Dari Tabel 4.21 menunjukan bahwa siswa yang memiliki kemampuan

menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal tinggi dengan metode POE

Page 194: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

159

mendapat nilai rata rata 74,42, sedangkan yang menggunakan metode eksperimen

mendapat nilai rata-rata 71,66. Siswa yang memiliki kemampuan menggunakan

alat ukur tinggi dan kemampuan verbal rendah dengan metode POE mendapat

nilai rata-rata 67,16, sedangkan yang menggunakan metode eksperimen mendapat

nilai rata-rata 65,60. Siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur

rendah dan kemampuan verbal tinggi dengan metode POE mendapat nilai rata rata

75,28, sedangkan yang menggunakan metode eksperimen mendapat nilai rata-rata

68,75. Siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah dan

kemampuan verbal rendah dengan metode POE mendapat nilai rata-rata 75,00,

sedangkan yang menggunakan metode eksperimen mendapat nilai rata-rata 64,50.

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi siswa yang yang mendapat

perlakuan POE yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori

rendah dan kemampuan verbal kategori tinggi memiliki prestasi kognitif yang

terbaik. Sedangkan siswa yang menggunakan metode eksperimen dengan

memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah dan kemampuan

verbal kategori rendah memiliki prestasi kognitif yang paling kurang baik.

b. Prestasi Belajar Afektif

Selain prestasi belajar kognitif, prestasi belajar yang didapatkan dalam

penelitian ini juga mencakup aspek afektif. Data prestasi afektif diperoleh dari

angket afektif dengan jumlah 55 soal. Sistem penilaiannya adalah apabila

menjawab sangat setuju bernilai 4, setuju bernilai 3, tidak setuju bernilai 2, sangat

tidak setuju bernila i 1, dan tidak menjawab bernilai 0. Nilai maksimum prestasi

afektif adalah 220 dan nilai minimumnya adalah 0. Pada penelitian ini peran

prestasi afektif adalah sebagai variabel terikat, sebagaimana telah dijelaskan pada

Page 195: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

160

bab III. Data prestasi belajar afektif berikut ini dapat diketahui jika ditinjau dari

metode belajar yang digunakan, kemampuan menggunakan alat, kemampuan

verbal siswa, metode belajar dan kemampuan menggunakan alat ukur, metode

belajar dan kemampuan verbal, kemampuan menggunakan alat ukur dan

kemampuan verbal, serta metode belajar, kemampuan menggunakan alat ukur dan

kemampuan verbal.

1) Data Prestasi Afektif Ditinjau dari Metode Belajar

Adapun deskripsi data prestasi belajar afektif ditinjau dari metode

belajar disajikan dalam Tabel 4.22.

Tabel 4.22 Deskripsi Data Prestasi Afektif Siswa

Kelas Jumlah Rerata Standar Deviasi

Minimum Maksimum Median

POE 34 162,88 10,57 138 185 164,5

Eksperimen 33 157,33 7,70 136 174 156

Tabel 4.22 di atas menunjukkan deskripsi data prestasi afektif siswa. Data

prestasi afektif siswa tersebut dikelompokkan berdasarkan pada kelompok sampel

yang ada, yaitu data prestasi afektif siswa yang dibelajarkan dengan metode

eksperimen dan data prestasi afektif siswa yang dibelajarkan dengan metode POE.

Prestasi afektif siswa pada kelompok POE memiliki rerata ( ) sebesar 162,88,

standar deviasi (SD) sebesar 10,57 , nilai minimum sebesar 138, nilai maksimum

sebesar 185, dan nilai median sebesar 164,5. Sementara itu, prestasi afektif pada

kelompok eksperimen memiliki rerata ( ) sebesar 157,33 , standar deviasi (SD)

dari data prestasi afektif pada kelompok POE sebesar 7,70 , nilai m inimum

sebesar 136, nilai maksimum sebesar 174, dan nilai median sebesar 156.

Page 196: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

161

Data penyebaran frekuensi dari nilai prestasi afektif siswa pada kelas POE

disajikan dalam Tabel 4.23.

Tabel 4.23 Penyebaran Frekuensi Prestasi Afektif Siswa pada Kelas Metode POE

Panjang Kelas

Frekuensi

Nilai Tengah

Prosentase (%)

135-143 1 139 3.03

144-152 4 148 12.12

153-161 10 157 30.30

162-170 12 166 36.36

171-179 5 175 15.15

180-188 2 184 6.06

Total 34 100 %

Dari Tabel 4.23 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara

frekuensi dengan nila i yang diperoleh siswa

Gambar 4.11 Histogram nilai prestasi belajar afektif siswa pada kelas POE

0

2

4

6

8

10

12

14

135-143 144-152 153-161 162-170 171-179 180-188Rentang Nilai

Page 197: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

162

Berdasarkan Tabel 4.23 dan Gambar 4.11 di atas, dapat diketahui bahwa

prestasi belajar afektif siswa pada kelas dengan menggunakan metode POE dibagi

menjadi enam kategori yaitu rentang nilai 135-143 sebanyak 1 siswa atau sebesar

3,03%, rentang nilai 144-152 sebanyak 4 siswa atau sebesar 12,12%, rentang nilai

153-161 sebanyak 10 siswa atau sebesar 30,30%, rentang nilai 162-170 sebanyak

12 siswa atau sebesar 36,32%, dan rentang nilai 171-189 sebanyak 5 siswa atau

sebesar 15,15 %, dan 180-188 sebanyak 2 siswa atau sebesar 6,06%.

Data penyebaran frekuensi dari nilai prestasi afektif siswa pada kelas

eksperimen disajikan dalam Tabel 4.24

Tabel 4.24 Penyebaran Frekuensi Prestasi Afektif Siswa pada Kelas Eksperimen

Panjang Kelas

Frekuensi

Nilai Tengah

Prosentase (%)

135-143 1 138 3.03

144-152 6 145 18.2

153-161 17 152 51.5

162-170 7 159 21.2

171-179 2 166 6.06

180-188 0 173 0

Total 33 100 %

Dari Tabel 4.24 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara

frekuensi dengan nilai yang diperoleh siswa

Page 198: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

163

Gambar 4.12 Histogram nilai prestasi belajar afektif siswa pada kelas eksperimen

Berdasarkan Tabel 4.24 dan Gambar 4.12 di atas, dapat diketahui bahwa

prestasi belajar afektif siswa pada kelas dengan menggunakan metode eksperimen

dibagi menjadi enam kategori yaitu rentang nila i 135-143 sebanyak 1 siswa atau

sebesar (3,03%), rentang nilai 144-152 sebanyak 6 siswa atau sebesar (18,2%),

rentang nilai 153-161 sebanyak 17 siswa atau sebesar (51,5%), rentang nilai 162-

170 sebanyak 7 siswa atau sebesar (21,2%), dan rentang nilai 171-179 sebanyak 2

siswa atau sebesar (6,06%), dan 180-188 sebanyak 0 siswa atau sebesar (0,0%).

2) Data Prestasi Afektif Ditinjau dari Kemampuan Menggunakan Alat Ukur

Adapun deskripsi data prestasi belajar afektif ditinjau dari kemampuan

menggunakan alat ukur Fisika disajikan dalam Tabel 4.25.

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

135-143 144-152 153-161 162-170 171-179 180-188Rentang Nilai

Page 199: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

164

Tabel 4.25 Deskripsi Data Prestasi Afektif Siswa yang Memiliki Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Kategori Tinggi

Kelas Jumlah Rerata Standar

Deviasi Minimum Maksimum Median

Kemampuan

Menggunakan

Alat - Tinggi

38 162,44 8,47 148 185 160,5

Kemampuan

Menggunakan

Alat - Rendah

29 157,13 10,32 136 180 156

Tabel 4.25 di atas menunjukkan deskripsi data prestasi afektif siswa. Data

prestasi afektif siswa tersebut dikelompokkan berdasarkan pada kelompok siswa

yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur Fisika kategori tinggi dan data

prestasi afektif siswa yang yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur

Fisika kategori rendah. Prestasi afektif siswa yang memiliki kemampuan

menggunakan alat ukur Fisika kategori tinggi memiliki rerata ( ) sebesar 162,44

sedangkan standar deviasi (SD) sebesar 8,47 , nilai minimum sebesar 148, nilai

maksimum sebesar 185, dan nilai median sebesar 160,5. Sementara itu, prestasi

afektif yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur Fisika kategori rendah

memiliki rerata ( ) sebesar 157,13 , sedangkan standar deviasi (SD) sebesar

10,32 , nilai minimum sebesar 136, nilai maksimum sebesar 180, dan nilai median

sebesar 156. Hal ini menunjukan bahwa nilai rata-rata afektif siswa dengan

kemampuan menggunakan alat ukur tinggi lebih baik dibandingkan siswadengan

kemampuan menggunakan alat ukur rendah.

Data penyebaran frekuensi dari nilai prestasi belajar afektif siswa yang

memiliki kemampuan menggunakan alat ukur Fisika kategori tinggi disajikan

dalam Tabel 4.26.

Page 200: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

165

Tabel 4.26 Distribusi Frekuensi Prestasi Afektif Siswa yang Memiliki Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Kategori Tinggi

Panjang Kelas

Frekuensi

Nilai Tengah

Prosentase (%)

135-142 0 149 0

143-150 2 156 5.26

151-158 12 163 31.57

159-166 12 170 31.57

167-174 7 177 18.42

175-182 2 184 5.26

Jumlah 38 100 %

Dari Tabel 4.26 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara

frekuensi dengan nila i yang diperoleh siswa.

Gambar 4.13 Histogram nilai prestasi belajar afektif siswa yang memiliki kemampuan

menggunakan alat ukur Fisika kategori tinggi

0

2

4

6

8

10

12

14

135-142 143-150 151-158 159-166 167-174 175-182Rentang Nilai

Page 201: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

166

Berdasarkan Tabel 4.26 dan Gambar 4.13 di atas, dapat diketahui bahwa

prestasi belajar afektif siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur

Fisika kategori tinggi dibagi menjadi enam kategori yaitu rentang nilai 135-142

sebanyak 0 siswa atau (0,0) %, rentang nilai 143-150 sebanyak 2 siswa atau

(5,26%), rentang nilai 151-158 sebanyak 12 siswa atau (31,57%), rentang nilai

159-166 sebanyak 12 siswa atau (31,57%), dan rentang nilai 167-174 sebanyak 7

siswa atau (18,42%), dan 175-182 sebanyak 2 siswa atau (5,26%).

Data penyebaran frekuensi dari nilai prestasi belajar afektif siswa yang

memiliki kemampuan menggunakan alat ukur Fisika kategori rendah disajikan

dalam Tabel 4.27

Tabel 4.27 Penyebaran Frekuensi Prestasi Afektif Siswa yang Memiliki Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Kategori Rendah

Panjang Kelas

Frekuensi

Nilai Tengah

Prosentase (%)

135-142 2 138.5 6.89 %

143-150 5 146.5 17.24 %

151-158 10 154.5 34.48 %

159-166 8 162.5 27.59 %

167-174 2 170.5 6.89 %

175-182 2 178.5 6.89 %

Jumlah 29 100 %

Dari Tabel 4.27 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara

frekuensi dengan nilai yang diperoleh siswa.

Page 202: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

167

Gambar 4.14 Histogram nilai prestasi belajar afektif siswa yang memiliki kemampuan

menggunakan alat ukur Fisika kategori rendah

Berdasarkan Tabel 4.27 dan Gambar 4.14 di atas, dapat diketahui bahwa

prestasi belajar afektif siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur

Fisika kategori tinggi dibagi menjadi enam kategori yaitu rentang nilai 135-142

sebanyak 2 siswa atau sebesar (6,89%), rentang nilai 143-150 sebanyak 5 siswa

atau sebesar (17,24%), rentang nilai 151-158 sebanyak 10 siswa atau sebesar

(34,48%), rentang nilai 159-166 sebanyak 8 siswa atau sebesar (27,59%), dan

rentang nilai 167-174 sebanyak 2 siswa atau sebesar (6,89%), dan 175-182

sebanyak 2 siswa atau sebesar (6,89%).

3) Data Prestasi Afektif Ditinjau dari Kemampuan Verbal Siswa

Adapun deskripsi data prestasi belajar afektif ditinjau dari kemampuan

verbal siswa disajikan dalam Tabel 4.29.

0

2

4

6

8

10

12

135-142 143-150 151-158 159-166 167-174 175-182Rentang Nilai

Page 203: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

168

Tabel 4.28 Deskripsi Data Prestasi Afektif Siswa Ditinjau dari Kemampuan Verbal

Kelas Jumlah Rerata Standar

Deviasi Minimum Maksimum Median

Kemampuan Verbal Tinggi

31 162,52 8,98 148 185 161

Kemampuan Verbal Rendah

36 158,11 9,79 136 180 157

Tabel 4.28 di atas menunjukkan deskripsi data prestasi afektif siswa. Data

prestasi afektif siswa tersebut dikelompokkan berdasarkan pada kelompok siswa

yang memiliki kemampuan verbal siswa. Prestasi afektif siswa pada kelompok

siswa yang memiliki kemampuan verbal kategori tinggi berjumlah 31 siswa yang

memiliki rata-rata ( ) sebesar 162,52, standar deviasi (SD) sebesar 8,98, nilai

minimum sebesar 148, nilai maksimum sebesar 185 dan nilai median sebesar 161.

Sementara itu, dari data prestasi afektif pada kelompok siswa yang memiliki

kemampuan verbal kategori rendah berjumlah 36 siswa yang memiliki rata-rata

( ) sebesar 158,11, standar deviasi (SD) sebesar 9,79, nilai minimum sebesar 136,

nilai maksimum sebesar 180 dan nilai median sebesar 157. Hal ini menunjukan

bahwa rata-rata nilai afektif siswa yang memiliki kemampuan verbal tinggi lebih

baik dibandingkan nilai rata-rata afektif siswa yang memiliki kemampuan verbal

rendah.

Data penyebaran frekuensi dari nilai prestasi afektif siswa siswa yang

memiliki kemampuan verbal kategori tinggi disajikan dalam Tabel 4.29.

Page 204: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

169

Tabel 4.29 Distribusi Frekuensi Prestasi Afektif Siswa yang Memiliki Kemampuan Verbal Kategori Tinggi

Panjang Kelas Frekuensi Nilai Tengah Prosentase (%)

136-143 0 149 0

144-151 2 156 6.45

152-159 11 163 35.48

160-167 10 170 32.25

168-175 6 177 19.35

176-183 2 184 6.45

Jumlah 31 100 %

Dari Tabel 4.29 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara

frekuensi dengan nila i yang diperoleh siswa

Gambar 4.15 Histogram nilai prestasi belajar afektif siswa yang memiliki kemampuan verbal kategori tinggi

Berdasarkan Tabel 4.29 dan Gambar 4.15 di atas, dapat diketahui bahwa

0

2

4

6

8

10

12

136-143 144-151 152-159 160-167 168-175 176-183

Rentang Nilai

Page 205: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

170

prestasi belajar kognitif pada siswa yang memiliki kemampuan verbal kategori

tinggi dibagi menjadi enam kategori yaitu rentang nilai 136-143 sebanyak 0 siswa

atau sebesar (0,0%), rentang nilai 144-151 sebanyak 2 siswa atau sebesar (6,45%),

rentang nilai 152-159 sebanyak 11 siswa atau sebesar (35,48%), rentang nilai 160-

167 sebanyak 10 siswa atau sebesar (32,25%), dan rentang nilai 168-175 sebanyak

6 siswa atau sebesar (19.35%), dan rentang nilai 176-183 sebanyak 2 siswa atau

sebesar (6,45%).

Data penyebaran frekuensi dari nilai prestasi afektif siswa siswa yang

memiliki kemampuan verbal kategori rendah disajikan dalam Tabel 4.30.

Tabel 4.30 Penyebaran Frekuensi Prestasi Afektif Siswa yang Memiliki Kemampuan Verbal Kategori Rendah

Panjang Kelas

Frekuensi

Nilai Tengah

Prosentase (%)

135-142 2 138.5 5.56 %

143-150 5 146.5 13.9 %

151-158 12 154.5 33.3 %

159-166 10 162.5 27.8 %

167-174 5 170.5 13.9 %

175-182 2 178.5 5.56 %

Jumlah 36 100 %

Dari Tabel 4.30 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara

frekuensi dengan nilai yang diperoleh siswa

Page 206: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

171

Gambar 4.16 Histogram nilai prestasi belajar afektif siswa yang memiliki kemampuan verbal kategori rendah

Berdasarkan Tabel 4.30 dan Gambar 4.16 di atas, dapat diketahui bahwa

prestasi belajar kognitif pada siswa memiliki kemampuan verbal kategori rendah

dibagi menjadi enam kategori yaitu rentang nila i 135-142 sebanyak 2 siswa atau

sebesar (5,56%), rentang nilai 143-150 sebanyak 5 siswa atau sebesar (13,9%),

rentang nilai 151-158 sebanyak 12 siswa atau sebesar (33,3%), rentang nilai 159-

166 sebanyak 10 siswa atau sebesar (27,8%), rentang nilai 167-174 sebanyak 5

siswa atau sebesar (13,9%), dan rentang nilai 175-182 sebanyak 2 siswa atau

sebesar (5 ,56%).

4) Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Metode Belajar Dan Kemampuan

Menggunakan Alat Ukur

0

2

4

6

8

10

12

14

136-143 144-151 152-159 160-167 168-175 176-183Rentang Nilai

Page 207: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

172

Deskripsi data prestasi belajar afektif ditinjau dari metode belajar dan

kemampuan menggunakan alat ukur diperlihatkan dalam Tabel 4.31 sebagai

berikut:

Tabel 4.31. Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Metode Belajar dan Kemampuan Menggunakan Alat Ukur

Variabel N Rata-rata SD

Metode POE

Kemampuan Menggunakan

Alat Ukur Tinggi 19 166,94 7,31

Kemampuan Menggunakan

Alat Ukur Rendah 15 157,70 12,14

Metode

Eksperimen

Kemampuan Menggunakan

Alat Ukur Tinggi 19 157,95 7,36

Kemampuan Menggunakan

Alat Ukur Rendah 14 156,50 8,36

Dari Tabel 4.31 menunjukan bahwa siswa yang memiliki kemampuan

menggunakan alat ukur tinggi dengan menggunakan metode POE mendapat nilai

rata rata 166,94. Sedangkan dengan menggunakan metode eksperimen mendapat

nilai rata-rata 157,95. Siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur

rendah dengan menggunakan metode POE mendapat nilai rata-rata 157,70.

Sedangkan siswa dengan menggunakan metode eksperimen mendapat nilai rata-

rata 156,50. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa siswa yang memiliki

kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi lebih bagus prestasinya

menggunakan menggunakan metode POE, sedangkan siswa yang kemampuan

menggunakan alat ukurnya rendah lebih baik prestasinya menggunakan metode

eksperimen.

Page 208: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

173

5) Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Metode Belajar Dan Kemampuan

Verbal.

Deskripsi data prestasi belajar afektif ditinjau dari metode belajar dan

kemampuan verbal diperlihatkan dalam Tabel 4.32 sebagai berikut:

Tabel 4.32. Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Metode Belajar dan Kemampuan Verbal

Variabel N Rata-rata SD

Metode POE

Kemampuan Verbal Tinggi 14 167,71 7,76

Kemampuan Verbal rendah 20 159,50 11,11

Metode

Eksperimen

Kemampuan Verbal Tinggi 17 158,23 7,69

Kemampuan Verbal rendah 16 156,37 7,84

Dari Tabel 4.32 menunjukan bahwa siswa yang memiliki kemampuan

verbal tinggi dengan metode POE mendapat nilai rata rata 167,71. Sedangkan

dengan metode eksperimen mendapat nilai rata-rata 158,23. Siswa yang memiliki

kemampuan verbal rendah dengan metode POE mendapat nilai rata-rata 159,50.

Sedangkan siswa dengan metode eksperimen mendapat nilai rata-rata 156,37. Dari

data tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi afektif siswa dengan metode POE

dan kemampuan verbal tinggi memiliki rata-rata yang terbaik dibandingkan

dengan siswa yang memiliki kemampuan verbal rendah dengan metode POE

maupun pada siswa yang menggunakan metode eksperimen dengan kemampuan

verbal tinggi maupun rendah.

Page 209: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

174

6) Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Kemampuan Menggunakan Alat

Ukur Dan Kemampuan Verbal.

Deskripsi data prestasi belajar afektif ditinjau dari kemampuan

menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal diperlihatkan dalam Tabel 4.33

sebagai berikut:

Tabel 4.33. Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Kemampuan Menggunakan Alat Ukur dan Kemampuan Verbal

Variabel N Rata-rata SD

Kemampuan

Menggunakan

Alat Ukur Tinggi

Kemampuan Verbal Tinggi 18 164,76 8,02

Kemampuan Verbal rendah 20 156,10 7,79

Kemampuan

Menggunakan

Alat Ukur Rendah

Kemampuan Verbal Tinggi 13 164,76 7,80

Kemampuan Verbal rendah 16 156,09 11,59

Dari Tabel 4.34 menunjukan bahwa siswa yang memiliki kemampuan

menggunakan alat ukur kategori tinggi dengan kemampuan verbal kategori tinggi

mendapat nilai rata rata prestasi afektif sebesar 164,76. Sedangkan dengan

kemampuan kemampuan verbal kategori rendah mendapat nilai rata-rata prestasi

afektif sebesar 164,76. Siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur

kategori rendah dengan kemampuan verbal kategori tinggi mendapat nilai rata rata

prestasi afektif sebesar 156,10. Sedangkan dengan kemampuan kemampuan

verbal kategori rendah mendapat nilai rata-rata prestasi afektif sebesar 156,09.

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi siswa memiliki rata-rata yang

hampir sama baik yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori

Page 210: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

175

tinggi dan kemampuan verbal kategori rendah, dan kemampuan menggunakan alat

ukur kategori rendah dan kemampuan verbal kategori rendah. Sedangkan siswa

yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah dan kemampuan

verbal kategori tinggi memiliki prestasi afektif lebih baik dibandingkan dengan

siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan

verbal tinggi.

7) Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Metode Belajar, Kemampuan

Menggunakan Alat Ukur, Dan Kemampuan Verbal.

Deskripsi data prestasi belajar afektif ditinjau dari metode belajar,

kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal diperlihatkan dalam

Tabel 4.34 sebagai berikut:

Tabel 4.34. Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Metode Belajar, Kemampuan Menggunakan Alat Ukur, dan Kemampuan Verbal

Metode POE

Metode

Eksperimen

Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Tinggi

Kemampuan Verbal Tinggi

7; 167,00 ; 11,10 9 ; 158,22 ; 6,79

Kemampuan Verbal Rendah

12; 165,66 ; 7,70 10 ; 156,90 ; 7,09

Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Rendah

Kemampuan Verbal Tinggi

7; 161,42 ; 8,16 8 ; 160,62 ; 7,15

Kemampuan Verbal Rendah

8; 156,37 ; 14,04 6 ; 152,33 ; 9,72

Dari Tabel 4.34 di atas menunjukkan bahwa siswa yang memiliki

kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi dan kemampuan verbal

Page 211: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

176

kategori tinggi dengan menggunakan metode POE mendapat nilai rata rata

prestasi afektif sebesar 167,00, sedangkan yang menggunakan metode eksperimen

mendapat nilai rata-rata sebesar 158,22. Siswa yang memiliki kemampuan

menggunakan alat ukur kategori tinggi dan kemampuan verbal kategori rendah

dengan menggunakan metode POE mendapat nilai rata-rata prestasi afektif

sebesar 165,66, sedangkan yang menggunakan metode eksperimen mendapat nilai

rata-rata sebesar 156,90. Siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat

ukur kategori rendah dan kemampuan verbal kategori tinggi dengan menggunakan

metode POE mendapat nilai rata rata prestasi afektif sebesar 161,42, sedangkan

yang menggunakan metode eksperimen mendapat nilai rata-rata sebesar 160,62.

Siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah dan

kemampuan verbal kategori rendah dengan menggunakan metode POE mendapat

nilai rata-rata prestasi afektif sebesar 1526,37, sedangkan yang menggunakan

metode eksperimen mendapat nilai rata-rata sebesar 152,33. Dari data tersebut

dapat disimpulkan bahwa nilai prestasi memiliki persebaran yang merata baik

menggunakan metode berbeda, kemampuan menggunakan alat ukur berbeda, dan

kemampuan verbal yang berbeda.

B. Pengujian Prasyarat Analisis

1. Uji Normalitas

Uji normalitas merupakan salah satu uji prasyarat analisis yang digunakan

untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

atau tidak. Uji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan perhitungan

dengan bantuan program PSAW seri 18. Hipotesis untuk menguji normalitas data

dalam penelitian ini adalah:

Page 212: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

177

H0 = sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 = sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal

Dalam mengambil keputusan apakah data penelitian yang diperoleh

memiliki distribusi normal atau tidak maka harus dilakukan uji terlebih dahulu

dengan ketentuan, yaitu: jika nilai p-value hasil perhitungan lebih besar dari harga

taraf signifikansi ( = 0,05) maka H0 tidak ditolak, artinya data berdistribusi

secara normal. Namun, jika nilai p-value hasil perhitungan lebih kecil dari harga

taraf signifikansi ( = 0,05) maka H0 ditolak, artinya data tidak berdistribusi

normal.

Adapun ringkasan hasil uji normalitas data prestasi kognitif dan afektif

dalam penelitian ini masing-masing ditunjukkan pada Tabel 4.35 dan 4.36.

Tabel 4.35 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Prestasi Kognitif

No. Komponen Metode Uji Normalitas p-value Distribusi Data

1. A1 Kolmogorov-Smirnov 0,057 Normal

2. A2 Kolmogorov-Smirnov 0,188 Normal

3. B1 Kolmogorov-Smirnov 0,072 Normal

4. B2 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal

5. C1 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal

6. C2 Kolmogorov-Smirnov 0,053 Normal

7. A1 B1 C1 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal

8. A1 B1 C2 Kolmogorov-Smirnov 0,199 Normal

9. A1 B2 C1 Kolmogorov-Smirnov 0,094 Normal

10. A1 B2 C2 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal

11. A2 B1 C1 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal

12. A2 B1 C2 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal

13. A2 B2 C1 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal

14. A2 B2 C2 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal

Page 213: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

178

Tabel 4.35 di atas merupakan ringkasan hasil uji normalitas data prestasi

kognitif. Uji normalitas data prestasi kognitif dilakukan sebanyak empat belas kali

pada data yang berbeda dengan A1 merupakan data prestasi kognitif siswa yang

dibelajarkan dengan metode POE, A2 merupakan data prestasi kognitif siswa yang

dibelajarkan dengan metode eksperimen, B1 merupakan data prestasi kognitif

siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi, B2

merupakan data prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan menggunakan

alat ukur kategori rendah, C1 merupakan data prestasi kognitif siswa yang

memiliki kemampuan verbal kategori tinggi, dan C2 merupakan data prestasi

kognitif siswa yang memiliki kemampuan verbal kategori rendah.

Hasil uji normalitas pada Tabel 4.35 dari urutan data nomor tujuh sampai

dengan empat belas merupakan pola interaksi antar tiga variabel yang berbeda

terhadap prestasi kognitifnya. Untuk data pada nomor tujuh dengan lambang A1

B1 C1 merupakan uji normalitas data prestasi kognitif siswa yang dibelajarkan

dengan metode POE (A1), memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori

tinggi (B1), dan memiliki kemampuan verbal tinggi (C1). Begitupun seterusnya

pada data nomor delapan sampai dengan empat belas. Pada Tabel 4.35 di atas,

merupakan ringkasan data hasil pengujian normalitas pada prestasi kognitif.

Berdasarkan data tersebut diperoleh prestasi kognitif P-value (signifikansi

terhadap variabel terikat) lebih dari (>) 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa

H0 (hipotesis nol) yang menyatakan sampel berasal dari populasi yang

berdistribusi normal tidak ditolak. Artinya sampel berasal dari populasi yang

berdistribusi normal.

Page 214: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

179

Tabel 4.36 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Prestasi Afektif

No. Komponen Metode Uji Normalitas p-value Distribusi

Data

1. A1 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal

2. A2 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal

3. B1 Kolmogorov-Smirnov 0,119 Normal

4. B2 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal

5. C1 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal

6. C2 Kolmogorov-Smirnov 0,101 Normal

7. A1 B1 C1 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal

8. A1 B1 C2 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal

9. A1 B2 C1 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal

10. A1 B2 C2 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal

11. A2 B1 C1 Kolmogorov-Smirnov 0,175 Normal

12. A2 B1 C2 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal

13. A2 B2 C1 Kolmogorov-Smirnov 0,092 Normal

14. A2 B2 C2 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal

Tabel 4.36 di atas merupakan ringkasan hasil uji normalitas data prestasi

afektif. Uji normalitas data prestasi afektif dilakukan sebanyak empat belas kali

pada data yang berbeda dengan A1 merupakan data prestasi afektif siswa yang

dibelajarkan dengan metode POE, A2 merupakan data prestasi afektif siswa yang

dibelajarkan dengan metode eksperimen, B1 merupakan data prestasi afektif siswa

yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi, B2 merupakan

data prestasi afektif siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur

kategori rendah, C1 merupakan data prestasi afektif siswa yang memiliki

kemampuan verbal kategori tinggi, dan C2 merupakan data prestasi afektif siswa

Page 215: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

180

yang memiliki kemampuan verbal kategori rendah. Hasil uji normalitas pada

Tabel 4.38 dari urutan data nomor tujuh sampai dengan empat belas merupakan

pola interaksi antar tiga variabel yang berbeda terhadap prestasi afektifnya. Untuk

data pada nomor tujuh dengan lambang A1 B1 C1 merupakan uji normalitas data

prestasi afektif siswa yang dibelajarkan dengan metode POE (A1), memiliki

kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi (B1), dan memiliki

kemampuan verbal tinggi (C1). Begitupun seterusnya pada data nomor delapan

sampai dengan data nomor empat belas. Pada Tabel 4.35 di atas, merupakan

ringkasan data hasil pengujian normalitas pada prestasi afektif. Berdasarkan data

tersebut diperoleh prestasi afektif P-value (signifikansi terhadap variabel terikat)

lebih dari (>) 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 (hipotesis nol) yang

menyatakan sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal tidak ditolak.

Artinya sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah sampel berasal

dari populasi yang homogen atau tidak. Uji homogenitas yang digunakan dalam

penelitian ini adalah dengan metode uji Levene statistic. Variabel untuk uji ini

adalah prestasi kognitif dan afektif sedangkan sebagai faktornya adalah metode

pembelajaran (eksperimen dan POE), kemampuan siswa dalam menggunakan alat

ukur Fisika, dan kemampuan verbal siswa. Adapun hasil uji homogenitas varians

data prestasi kognitif disajikan pada Tabel 4.37.

Page 216: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

181

Tabel 4.37 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Prestasi Kognitif

No. Faktor Metode Uji p-value Keputusan

1. Metode Statistik levene 0,059 Homogen

2. Kemampuan Menggunakan Alat Ukur

Statistik Levene 0,179 Homogen

3. Kemampuan verbal Statistik Levene 0,236 Homogen

Tabel 4.37 di atas merupakan ringkasan hasil uji homogenitas varians

prestasi kognitif siswa. Data tersebut menunjukkan bahwa uji homogenitas

prestasi siswa ranah kognitif memiliki p-value yang lebih besar dibandingkan

dengan harga taraf signifikansi = 0,05. Hal ini berarti bahwa semua hipotesis nol

H0 untuk prestasi kognitif siswa pada faktor metode belajar, kemampuan

menggunakan alat ukur, dan kemampuan verbal siswa tidak ditolak. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa homogenitas data prestasi siswa ranah

kognitif berdasarkan faktor metode belajar, kemampuan menggunakan alat ukur,

dan kemampuan verbal dapat terpenuhi. Artinya sampel berasal dari populasi

yang homogen.

Tabel 4.38 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Prestasi Afektif

No. Faktor Metode Uji p-value Keputusan

1 Metode Statistik levene 0,108 Homogen

2 Kemampuan Menggunakan Alat Ukur

Statistik levene 0,478 Homogen

3 Kemampuan verbal Statistik levene 0,378 Homogen

Tabel 4.38 di atas merupakan ringkasan hasil u ji homogenitas varians data

di atas menunjukkan bahwa prestasi siswa ranah afektif memiliki p-value yang

Page 217: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

182

lebih besar dibandingkan dengan harga taraf signifikansi = 0,05. Hal ini berarti

bahwa semua hipotesis H0 untuk prestasi afektif siswa pada faktor metode,

kemampuan menggunakan alat ukur, dan kemampuan verbal siswa tidak ditolak.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa homogenitas data prestasi siswa

ranah kognitif berdasarkan faktor metode, kemampuan menggunakan alat ukur,

dan kemampuan verbal dapat terpenuhi.

C. Pengujian Hipotesis

1. Analisis Variansi Prestasi Kognitif

Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan anava tiga jalan karena

faktor yang terlibat dan bertindak sebagai variabel bebas ada tiga faktor, yaitu

metode pembelajaran, kemampuan menggunakan alat ukur Fisika, dan

kemampuan verbal siswa. Adapun ringkasan hasil analisis variansi tiga jalan

dengan frekuensi sel tidak sama dapat dicermati pada Tabel 4.39.

Tabel 4.39 Ringkasan Anava Tiga Jalan Prestasi Kognitif

No. Sumber Variansi p-value Keputusan Uji

1. A 0,002 H01 ditolak

2. B 0,055 H02 tidak ditolak

3. C 0,000 H03 ditolak

4. AB 0,757 H012 tidak ditolak

5. AC 0,630 H013 tidak ditolak

6. BC 0,601 H023 tidak ditolak

7. ABC 0,897 H0123 tidak ditolak

Hasil tersebut digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan

penolakan hipotesis penelitian sebagai berikut:

Page 218: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

183

a. H01: Terdapat perbedaan pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual melalui

metode eksperimen dan POE terhadap prestasi kognitif siswa. Hipotesis H01 ini

ditolak karena p-value = 0,002 < = 0,05.

b. H02: Tidak ada perbedaan pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur

kategori tinggi dan kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah

terhadap prestasi kognitif siswa. Hipotesis H02 ini ditolak karena p-value =

0,055 > = 0,05.

c. H03: Terdapat perbedaan pengaruh kemampuan verbal tinggi dan kemampuan

verbal rendah terhadap prestasi kognitif siswa. Hipotesis H03 ini tidak ditolak

karena p-value = 0,000 < = 0,05.

d. H012: Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan

menggunakan alat ukur terhadap prestasi kognitif siswa. Hipotesis H012 ini

tidak ditolak karena p-value = 0,757 > = 0,05.

e. H013: Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan

verbal siswa terhadap prestasi kognitif siswa. Hipotesis H013 ini tidak ditolak

karena p-value = 0,630 > = 0,05.

f. H023: Tidak ada interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan

kemampuan verbal siswa terhadap prestasi kognitif siswa. Hipotesis H023 ini

tidak ditolak karena p-value = 0,601 > = 0,05.

g. H0123: Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan

menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal siswa terhadap prestasi

kognitif siswa. Hipotesis H0123 ini tidak ditolak karena p-value = 0,897 > =

0,05.

Page 219: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

184

Ketentuan untuk menolak H0 dalam penelitian ini adalah jika p-value lebih

kecil dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi = 0,05. Hasil perhitungan

anava tiga jalan dengan menggunakan program PSAW seri 18 pada Tabel 4.39 di

atas menunjukkan bahwa semua p-value bernilai lebih besar dari taraf signifikansi

, kecuali untuk hipotesis pertama dan ketiga. Hasil perhitungan yang ditampilkan

pada Tabel 4.39 di atas menunjukkan bahwa p-value untuk hipotesis pertama dan

ketiga nilainya lebih kecil dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi sehingga

H01 dan H03 ditolak. Dengan demikian, hanya hipotesis pertama dan ketiga saja

yang selanjutnya dilakukan komparasi rata-rata (compere mean).

Compare mean ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan rerata apabila

pada hipotesis pertama, kedua, atau ketiga diterima baik pada prestasi kognitif

atau afektif. Compare mean dilakukan dengan menggunakan program Ms.excel.

Dari hasil perhitungan anava tiga jalan pada Tabel 4.41 di atas, hipotesis yang

perlu dilakukan compere mean adalah hipotesis H01, yaitu “terdapat perbedaan

pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual melalui metode eksperimen dan

POE terhadap prestasi kognitif siswa”. Dan hipotesis H03 yaitu “terdapat

perbedaan pengaruh kemampuan verbal kategori tinggi dan kemampuan verbal

kategori rendah terhadap prestasi kognitif siswa.” Pada hipotesis 1 berdasarkan

analisis uji hipotesis disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh metode

belajar terhadap prestasi kognitif. Untuk mengetahui metode yang lebih baik

untuk prestasi belajar kognitif maka dilakukan dengan melihat compare mean

dengan hasil data yang diperlihatkan dalam Tabel 4.40.

Page 220: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

185

Tabel 4.40. Data Hasil Compare Mean Hipotesis 1 Prestasi Kognitif

Metode pembelajaran Jumlah Rerata Standar Deviasi

Metode POE 34 72,94 7,59

Metode Eksperimen 33 68,18 14,16

Berdasarkan Tabel 4.40 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata prestasi

kognitif siswa dengan menggunakan metode POE nilai rata-rata hasil prestasi

kognitifnya adalah 72,94. Sedangkan pada metode eksperimen nilai rata-rata hasil

prestasi kognitifnya adalah 68,18. Dari hasil membandingkan kedua rata-rata nilai

hasil prestasi belajar kognitif disimpulkan bahwa metode POE lebih baik

dibandingkan metode eksperimen.

Pada hipotesis 2 berdasarkan analisis uji hipotesis disimpulkan bahwa

terdapat perbedaan pengaruh kemampuan verbal terhadap prestasi belajar kognitif.

Untuk mengetahui kemampuan verbal yang lebih baik memberikan pengaruh

terhadap prestasi belajar kognitif maka dilakukan compare mean dengan hasil

data yang diperlihatkan dalam Tabel 4.41 sebagai berikut:

Tabel 4.41. Data Hasil Compare Mean Hipotesis 2 Prestasi Kognitif

Kemampuan verbal Jumlah Rerata Standar Deviasi

Kemampuan Verbal Tinggi

31 74,2 6,57

Kemampuan Verbal Rendah

36 67,4 8,14

Berdasarkan Tabel 4.43 dapat diketahui bahwa rata-rata prestasi kognitif

siswa yang memiliki kemampuan verbal tinggi mendapatkan nilai rata-rata hasil

prestasi kognitif sebesar 74,2. Sedangkan siswa yang memiliki kemampuan verbal

Page 221: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

186

rendah mendapatkan nilai rata-rata hasil prestasi kognitif sebesar 67,4. Dari hasil

membandingkan kedua rata-rata nilai hasil prestasi belajar kognitif disimpulkan

bahwa kemampuan verbal tinggi memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap

hasil prestasi kognitif d ibandingkan kemampuan verbal rendah.

2. Analisis Varians Prestasi Afektif

Uji hipotesis untuk prestasi belajar afektif dalam penelitian ini sama

halnya dengan uji hipotesis untuk prestasi belajar afektif yaitu menggunakan

anava tiga jalan karena faktor yang terlibat dan bertindak sebagai variabel bebas

ada tiga faktor, yaitu metode pembelajaran, kemampuan menggunakan alat ukur

Fisika, dan kemampuan verbal siswa. Adapun ringkasan hasil analisis variansi

tiga jalan dengan frekuensi sel tidak sama dapat dicermati pada Tabel 4.42.

Tabel 4.42 Ringkasan Anava Tiga Jalan Prestasi Afektif

No. Sumber Variansi p-value Keputusan Uji

1 A 0,003 H01 ditolak

2 B 0,822 H02 tidak ditolak

3 C 0,000 H03 ditolak

4 AB 0,741 H012 tidak ditolak

5 AC 0,637 H013 tidak ditolak

6 BC 0,966 H023 tidak ditolak

7 ABC 0,444 H0123 tidak ditolak

Hasil tersebut digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan penolakan

hipotesis penelitian sebagai berikut:

Page 222: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

187

a. H01: Terdapat perbedaan pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual melalui

metode eksperimen dan POE terhadap prestasi afektif siswa. Hipotesis H01 ini

ditolak karena p-value = 0,003 < = 0,05.

b. H02: Tidak ada perbedaan pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur

kategori tinggi dan kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah

terhadap prestasi afektif siswa. Hipotesis H02 ini tidak ditolak karena p-value =

0,822 > = 0,05.

c. H03: Terdapat perbedaan pengaruh kemampuan verbal tinggi dan kemampuan

verbal rendah terhadap prestasi afektif siswa. Hipotesis H03 ini ditolak karena

p-value = 0,000 < = 0,05.

d. H012: Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan

menggunakan alat ukur terhadap prestasi afektif siswa. Hipotesis H012 ini tidak

ditolak karena p-value = 0,741 > = 0,05.

e. H013: Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan

verbal siswa terhadap prestasi afektif siswa. Hipotesis H013 ini tidak ditolak

karena p-value = 0,637 > = 0,05.

f. H023: Tidak ada interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan

kemampuan verbal siswa terhadap prestasi afektif siswa. Hipotesis H023 ini

tidak ditolak karena p-value = 0,966 > = 0,05.

g. H0123: Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan

menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal siswa terhadap prestasi afektif

siswa. Hipotesis H0123 ini tidak ditolak karena p-value = 0,444 > = 0,05.

Page 223: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

188

Ketentuan untuk menolak H0 dalam penelitian ini adalah jika p-value lebih

kecil dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi = 0,05. Hasil perhitungan

anava tiga jalan dengan menggunakan program PSAW seri 18 pada Tabel 4.44 di

atas menunjukkan bahwa semua p-value bernilai lebih besar dari taraf signifikansi

, kecuali untuk hipotesis pertama dan ketiga. Hasil perhitungan yang ditampilkan

pada Tabel 4.42 di atas menunjukkan bahwa p-value untuk hipotesis pertama dan

ketiga nilainya lebih kecil dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi sehingga

H01 dan H03 ditolak. Dengan demikian, hanya hipotesis pertama dan ketiga saja

yang selanjutnya dilakukan perbandingan nilai rata-rata (compare mean).

Compare mean dilakukan untuk mengetahui perbedaan rerata apabila pada

hipotesis pertama, kedua, atau ketiga diterima baik pada prestasi kognitif atau

afektif. Compare mean dilakukan dengan menggunakan program Ms. excel. Dari

hasil perhitungan anava tiga jalan pada Tabel 4.42 di atas, hipotesis yang perlu

dilakukan compere mean adalah hipotesis H01, yaitu “terdapat perbedaan

pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual melalui metode eksperimen dan

POE terhadap prestasi afektif siswa”. Dan hipotesis H03 yaitu “terdapat perbedaan

pengaruh kemampuan verbal kategori tinggi dan kemampuan verbal kategori

rendah terhadap prestasi afektif siswa.”

Pada hipotesis 1 berdasarkan analisis uji hipotesis disimpulkan bahwa

terdapat perbedaan pengaruh metode belajar terhadap prestasi belajar afektif.

Untuk mengetahui metode yang lebih baik untuk prestasi belajar afektif maka

dilakukan compare mean dengan hasil data yang diperlihatkan dalam Tabel 4.43.

Page 224: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

189

Tabel 4.43. Data Hasil Compare Mean Hipotesis 1 Prestasi Afektif

Metode pembelajaran Jumlah Rerata Standar Deviasi

Metode POE 34 162,88 16,26

Metode Eksperimen 33 157,33 26,87

Berdasarkan Tabel 4.43 dapat diketahui bahwa rata-rata prestasi afektif

siswa dengan menggunakan metode POE nilai rata-rata hasil prestasi afektifnya

adalah 162,88. Sedangkan pada metode eksperimen nilai rata-rata hasil prestasi

afektifnya adalah 157,33. Dari hasil membandingkan kedua rata-rata nilai hasil

prestasi belajar afektif disimpulkan bahwa metode POE lebih baik dibandingkan

metode eksperimen.

Pada hipotesis 2 berdasarkan analisis uji hipotesis disimpulkan bahwa

terdapat pengaruh kemampuan verbal terhadap prestasi belajar afektif. Untuk

mengetahui kemampuan verbal yang lebih baik memberikan pengaruh terhadap

prestasi belajar afektif maka dilakukan compare mean dengan hasil data yang

diperlihatkan dalam Tabel 4.44 sebagai berikut:

Tabel 4.44. Data Hasil Compare Mean Hipotesis 2 Prestasi Afektif

Kemampuan verbal Jumlah Rerata Standar Deviasi

Kemampuan Verbal Tinggi

31 162,52 9,07

Kemampuan Verbal Rendah

36 158,11 9,79

Berdasarkan Tabel 4.44 dapat diketahui bahwa rata-rata prestasi afektif

siswa yang memiliki kemampuan verbal tinggi mendapatkan nilai rata-rata hasil

prestasi afektif sebesar 162,52. Sedangkan siswa yang memiliki kemampuan

Page 225: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

190

verbal rendah mendapatkan nilai rata-rata hasil prestasi afektif sebesar 158,11.

Dari hasil membandingkan kedua rata-rata nilai hasil prestasi belajar afektif

disimpulkan bahwa kemampuan verbal tinggi memberikan pengaruh yang lebih

baik terhadap hasil prestasi afektif dibandingkan kemampuan verbal rendah.

D. Pembahasan Hasil Analisis Data

1. Pembahasan Hasil Analisis Data Prestasi Kognitif

a. Hipotesis Pertama

Dari hasil analisis data menggunakan anava tiga jalan diperoleh p-value

metode pembelajaran terhadap prestasi kognitif sebesar 0,002. P-value ini jelas

lebih kecil dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi yang telah ditetapkan

sebelumnya, yakni sebesar 0,05 atau 5%. Dengan demikian, hipotesis nol pertama

(H01) yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh penggunaan pendekatan

kontekstual melalui metode eksperimen dan POE terhadap prestasi kognitif siswa,

ditolak. Hal ini berarti bahwa antara metode pembelajaran eksperimen dan POE

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa aspek kognitif

pada pokok bahasan Getaran dan gelombang. Sehingga hal ini sesuai dengan

hipotesis awal yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh pembelajaran

kontekstual menggunakan metode POE dan eksperimen terhadap prestasi kognitif

siswa.

Berdasarkan hasil uji lanjut compare mean Tabel 4.40, rata-rata prestasi

kognitif siswa pada kelas yang menggunakan metode POE adalah 72,94 dan kelas

yang menggunakan metode eksperimen adalah 68,18. Hal ini berarti bahwa rata-

rata kelas dengan menggunakan metode POE lebih baik dibandingkan rata-rata

Page 226: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

191

kelas yang menggunakan metode eksperimen terhadap prestasi belajar kognitif.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Siswoyo (2010) yang

menyimpulkan bahwa pembelajaran Fisika menggunakan metode POE mampu

meningkatkan pemahaman konsep atau membangun suatu konsep.

Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru

mengaitkan antara materi yang disampaikan dengan situasi dunia nyata siswa dan

mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan

penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Sagala,2011:87). Pendekatan

pembelajaran kontekstual dalam penelitian ini menggunakan metode POE dan

eksperimen. Pada pelaksanaan kedua metode pembelajaran ini pada dasarnya

sama yaitu sama-sama mendorong siswa untuk menemukan pengetahuan secara

mandiri. Pembelajaran semacam ini dikenal dengan pembelajaran penemuan atau

discovery learning yaitu pembelajaran yang mendorong siswa secara mandiri

menemukan suatu konsep, kesimpulan, aturan atau hukum . Dari data hasil

pengamatan, kelas dengan metode POE lebih baik dibandingkan dengan kelas

dengan metode eksperimen. Hal ini disebabkan karena metode POE yang

digunakan dengan inquiry. Maksudnya, siswa aktif dalam menemukan

pengetahuan secara mandiri. Dimulai dari kegiatan menduga, dalam hal ini siswa

aktif membuat dugaan terhadap suatu persoalan Fisika yang disajikan oleh guru.

Kemudian melakukan observasi, dalam hal ini siswa aktif mengamati secara

langsung persoalan Fisika, dengan ini siswa akan mengetahui apakah dugaan yang

dibuat sesuai atau tidak dengan kenyataan. Dan yang terakhir, siswa memberikan

penjelasan tentang hasil yang diamatinya dengan apa yang menjadi dugaanya.

Page 227: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

192

Apabila dugaan siswa ternyata terjadi dalam pengamatannya, maka siswa akan

semakin yakin akan konsepnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang

disampaikan Paul Suparno (2007:102) bahwa “metode POE menuntut siswa untuk

mampu mengkonstruksi konsep pengetahuannya secara mandiri, siswa aktif

berfikir tentang suatu persoalan Fisika dan siswa aktif melakukan pengamatan

serta mencari penjelasannya”. Sehingga pengetahuan yang didapat dari proses

tersebut akan semakin kuat tertatanam diri siswa dan lebih bertahan lama atau

sulit untuk dilupakan. Akibatnya, prestasi belajar siswa menunjukkan hasil yang

memuaskan.

Sedangkan pada penggunaan metode eksperimen dalam penelitian ini hasil

tidak lebih baik daripada penggunaan metode POE. Pada dasarnya pelaksanaan

kedua metode tersebut sebenarnya sama yaitu sama-sama mendorong siswa untuk

menemukan pengetahuan secara mandiri. Namun dalam pelaksanaanya metode

eksperimen tidak sepenuhnya sesuai dengan prinsip dan kaedah metode

pembelajaran eksperimen. Diantanya adalah tidak dengan inquiry dan masih

bersifat konvensional. Maksudnya, siswa hanya diminta untuk melakukan

kegiatan sesuai dengan apa yang terdapat pada LKS sehingga siswa tidak dituntut

untuk kritis. Akibatnya, prestasi belajar siswa belum menunjukkan hasil yang

memuaskan. Dengan demikian, pendekatan pembelajaran kontekstual akan

menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik jika diajarkan dengan metode POE

daripada diajarkan dengan menggunakan metode eksperimen pada pokok bahasan

Getaran dan gelombang.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Page 228: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

193

Hakan Ozdemir (2011) dalam Western Anatolia Joernal Education Science yang

menyebutkan bahwa penggunaan strategi POE berpengaruh secara signifikan

terjadap prestasi belajar siswa. Lebih lanjut Hakan Ozdemir menyebutkan bahwa

penggunaan strategi POE membantu siswa untuk mendapatkan pemahaman yang

lebih baik tentang konsep-konsep ilmiah. Selain itu David F. Treagust (2007)

dalam hasil penelitiannya juga menyebutkan bahwa metode POE cukup efektif

untuk meningkatkan pembelajaran bermakna di kelas.

Sementara itu, pada prestasi belajar aspek afektif dilihat dari hasil analisis

data menggunakan anava tiga ja lan diperoleh p-value metode pembelajaran

terhadap prestasi afektif sebesar 0,003. P-value ini jelas lebih kecil dibandingkan

dengan nilai taraf signifikansi yang telah ditetapkan sebelumnya, yakni sebesar

0,05 atau 5%. Dengan demikian, hipotesis nol pertama (H01) yang menyatakan

bahwa tidak ada pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual melalui metode

eksperimen dan POE terhadap prestasi afektif siswa, ditolak. Hal ini berarti bahwa

antara metode pembelajaran eksperimen dan POE memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap prestasi belajar siswa aspek afektif pada pokok bahasan

Getaran dan gelombang. Sehingga hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang

menyatakan bahwa terdapat pengaruh pembelajaran kontekstual menggunakan

metode eksperimen dan POE terhadap prestasi afektif siswa.

Berdasarkan hasil uji lanjut compare mean Tabel 4.43, rata-rata prestasi

afektif siswa pada kelas yang menggunakan metode POE sebesar 162,88 dan

standart deviasi (SD) sebesar 16,26. Sedangkan pada kelas yang menggunakan

metode eksperimen rata-rata prestasi afektif sebesar 157,33 dan standart deviasi

Page 229: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

194

(SD) sebesar 26,87. Hal ini berarti bahwa rata-rata kelas dengan menggunakan

metode POE lebih baik dibandingkan rata-rata kelas yang menggunakan metode

eksperimen terhadap prestasi belajar afektif siswa. Hal ini dikarenakan bahwa

penilain prestasi afektif berdasarkan pada sikap atau perilaku siswa dalam kelas.

Sementara itu penggunaan pendekatan kontekstual dengan menggunakan metode

POE mengedepankan pada sikap atau perilaku siswa untuk bisa aktif dalam proses

pembelajaran. Dalam penggunaan metode POE siswa aktif untuk menyampaikan

ide-ide, gagasan, dan pendapatnya baik yang disampaikan dalam bentuk bahasa

lisan maupun tertulis. Sehingga dalam penilaian prestasi afektif pada metode lebih

baik dibandingkan dengan prestasi afektif pada kelas yang menggunakan metode

eksperimen.

b. Hipotesis Kedua

Harga p-value untuk hipotesis nol yang kedua (H02) adalah sebesar 0,055.

Nilai ini lebih besar jika dibandingkan dengan harga taraf signifikansi yang

telah ditetapkan sebelumnya, yakni sebesar 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa

hipotesis nol yang kedua (H02) tidak ditolak, yang berarti tidak ada pengaruh

kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi

kognitif siswa. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa

terdapat pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur katergori tinggi dan

rendah terhadap prestasi kognitif siswa. Hipotesis tersebut dibangun atas landasan

teori belajar Ausebel yang menyebutkan proses pembelajaran akan bermakna dan

informasi yang didapat oleh siswa akan bertahan lama jika ada kaitannya antara

konsepsi awal dengan konsep yang sedang dipelajari siswa (Dahar,1989:103).

Konsepsi awal dalam hal ini adalah kemampuan awal siswa dalam menggunakan

Page 230: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

195

alat ukur. Namun di satu sisi lain terdapat penelitian yang dilakukan oleh Daimul

Khasanah (2010) yang dalam salah satu kesimpulannya menyatakan bahwa

“kemampuan menggunakan alat ukur tidak berpengaruh signifikan terhadap

prestasi belajar siswa”. Sehingga hasil penelitian ini sejalan dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Daimul khasanah yang salah satu kesimpulannya

menyatakan bahwa kemampuan menggunakan alat ukur tidak berpengaruh

signifikan terhadap prestasi belajar siswa.

Tabel 4.12 menunjukkan deskripsi data prestasi kognitif siswa berdasarkan

kemampuan menggunakan alat ukur. Kelompok siswa dengan kemampuan

menggunakan a lat ukur kategori tinggi memiliki rerata prestasi kognitif ( )

sebesar 72,00 sedangkan kelompok siswa dengan kemampuan menggunakan alat

ukur kategori rendah memiliki rerata prestasi kognitif ( ) sebesar 68,60.

Sementara itu, standar deviasi (SD) dari data prestasi kognitif pada siswa dengan

kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi adalah sebesar 7,86

sedangkan pada siswa dengan kemampuan menggunakan alat ukur kategori

rendah adalah sebesar 8,29. Data tersebut dapat dilihat selisih rerata prestasi

kognitif antara siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi

dan rendah sebesar 3,56. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antara siswa

dengan kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi dan siswa yang

mempunyai kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah tidak ada

pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kognitif siswa.

Tidak adanya pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan

kemampuan menggunakan alat ukur rendah terhadap prestasi kognitif siswa

Page 231: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

196

diantaranya: Pertama; disebabkan karena instrumen pengambilan data untuk

memperoleh informasi tentang kemampuan menggunakan alat ukur siswa hanya

diperoleh dari tes tertulis pilihan ganda saja. Sehingga data kemampuan

menggunakan alat ukur yang diperoleh kurang akurat dan kurang dapat

dipercaya. Karena tes tertulis pilihan ganda terdapat kelemahan jika digunakan

untuk mengukur kemampuan/keterampilan/skill yang dimiliki siswa. Maka

daripada itu dibutuhkan pula sebuah instrumen atau tes lain yang dapat digunakan

untuk mengukur penampilan atau kinerja yang telah dikuasai siswa. Instrumen

tersebut bisa langsung tes praktek ataupun tes tertulis namun tes tertulis yang

menjadi sasarannya adalah kemampuan peserta didik dalam menampilkan karya.

Dengan demikian, untuk memperoleh informasi tentang kemampuan

menggunakan alat ukur yang lebih valid dari para siswa, sebaiknya selain adanya

tes tertulis perlu juga adanya tes keterampilan menggunakan alat ukur dan

observasi secara langsung pada siswa yang bersangkutan.

Kedua; disebabkan karena data kemampuan menggunakan alat ukur pada

penelitian ini hanya dikategorikan menjadi dua kategori yaitu kategori tinggi dan

kategori rendah. Dalam penelitian ini peneliti tidak melibatkan kategori sedang.

Hal ini sedikit memberikan pengaruh terhadap hasil penelitian, karena semakin

ketat pengklasifikasian data maka hasil yang diperoleh pun akan semakin valid.

Berbeda dengan sebaliknya apabila pengklasikasian terlalu sedikit maka peluang

untuk data yang diperoleh kurang valid semakin besar. Ketiga; disebabkan karena

dalam melakukan percobaan dilakukan secara kelompok, dan adanya keterbatasan

waktu dalam melakukan percobaan sehingga tidak semua siswa terlibat dalam

Page 232: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

197

melakukan percobaan. Sehingga siswa yang memiliki kemampuan menggunakan

alat ukur tinggi belum tentu ikut terlibat menggunakan alat ukur untuk melakukan

percobaan. Hal inilah yang menyebabkan antara siswa yang memiliki kemampuan

menggunakan alat ukur tinggi dan rendah tidak ada pengaruh yang signifikan.

Sementara itu, dari hasil analisis data menggunakan anava tiga jalan

diperoleh p-value kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi afektif

sebesar 0,822. P-value ini jelas lebih besar dibandingkan dengan nilai taraf

signifikansi yang telah ditetapkan sebelumnya, yakni sebesar 0,05 atau 5%.

Dengan demikian, hipotesis nol pertama (H01) yang menyatakan bahwa tidak ada

pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi afektif siswa,

tidak ditolak. Hal ini berarti bahwa antara kemampuan menggunakan alat ukur

kategori tinggi dan kategori rendah tidak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap prestasi belajar siswa aspek afektif pada pokok bahasan Getaran dan

gelombang. Sehingga hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan

bahwa terdapat pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi dan

kategori rendah terhadap prestasi afektif siswa.

Hal ini tidak terlepas dalam penerapan pendekatan kontekstual didalam

proses pembelajaran. Penerapan pendekatan kontekstual dengan metode POE

sangatlah mengedepankan pada peran aktif siswa. Siswa yang memiliki

kemampuan menggunakan alat baik tinggi atau rendah mereka sama-sama aktif

untuk menyampaikan ide, pendapat, dan gagasannya berupa dugaan-dugaan

terhadap persoalan yang disajikan oleh guru, selain itu siswa juga ada kesempatan

untuk berdiskusi, dan mengerjakan lembar kerja siswa dengan baik. Mereka

Page 233: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

198

berusaha untuk membangun konsep materi pembelajaran. Selain itu kemungkinan

dari keterbatasan pada instrumen pengampilan data prestasi belajar afektif yang

hanya menggunakan angket saja. Sedangkan metode eksperimen hampir sama

halnya dengan metode POE, antara siswa yang memiliki kemampuan

menggunakan alat kategori tinggi dan rendah sama-sama aktif dalam proses

pembelajaran. Sehingga dalam penilaian prestasi afektif antara siswa yang

memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi dan rendah dari

seluruh sampel hampir memiliki rata-rata yang sama.

c. Hipotesis Ketiga

Berdasarkan perhitungan dengan anava tiga jalan, diperoleh p-value untuk

hipotesis nol yang ketiga (H03) sebesar 0,000. Hasil ini jauh lebih kecil jika

dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi yang te lah ditetapkan sebelumnya,

yakni sebesar 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis nol yang ketiga (H03)

ditolak, yang berarti terdapat pengaruh kemampuan verbal tinggi dan kemampuan

verbal rendah terhadap prestasi kognitif siswa. Sehingga hal ini sesuai dengan

hipotesis awal yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh kemampuan verbal

terhadap prestasi belajar kognitif. Berdasarkan hasil uji lanjut compare means

Tabel 4.41, rata-rata prestasi kognitif siswa pada siswa yang memiliki

kemampuan verbal tinggi adalah 74,2 dan siswa yang memiliki kemampuan

verbal rendah adalah 67,4 Sementara itu, standar deviasi (SD) dari data prestasi

kognitif pada siswa dengan kemampuan verbal kategori tinggi adalah sebesar 6,57

sedangkan pada siswa dengan kemampuan verbal kategori rendah adalah sebesar

8,14. Berdasarkan data tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan

Page 234: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

199

verbal tinggi memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar kognitif lebih baik

dibandingkan kemampuan verbal rendah.

Kemampuan verbal berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar

kognitif hal ini sesuai dengan pernyataan Hawkins, et all. (2007) yang

menyatakan bahwa kemampuan verbal berpengaruh signifikan terhadap prestasi

kognitif dan kemampuan verbal sangat cocok untuk diinduksikan dalam proses

kegiatan belajar di kelas. Gagne sebagaimana yang dikutip Winkel (1991: 322)

menyatakan bahwa “dalam mengelola informasi baru dan mengkaitkannya dengan

informasi lama selama informasi tersebut berada dalam ingatan jangka pendek,

siswa harus mengadakan organisasi mental yang diekspresikan dalam bentuk verbal

(perumusan bahasa yang memadai)”. Lebih lanjut dalam kajian pustaka

disebutkan bahwa kemampuan verbal merupakan kemampuan yang dimiliki

seseorang dalam mengungkapkan ide, gagasan, pendapat dan pikiran yang

dituangkan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan.

Berdasarkan kajian pustaka tersebut, maka siswa yang mempunyai gaya

belajar verbalah yang dapat lebih mudah mengekspresikan dirinya dalam proses

pembelajaran baik lewat lisan maupun tulisan. Penelitian ini materi Fisika yang

diambil adalah Getaran dan gelombang. Materi Getaran dan gelombang berisi

konsep-konsep yang tidak cukup untuk dipahami oleh siswa dengan hanya

membaca saja. Diperlukan satu cara agar konsep-konsep tersebut mampu dengan

mudah dan bermakna dipahami oleh siswa. Dalam membangun konsep

pengetahuan mengenai Getaran dan gelombang hal ini sangat membutuhkan siswa

secara aktif untuk menemukan konsep-konsep tersebut dengan berani bertanya,

Page 235: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

200

menjawab, menyampaikan ide-ide, gagasan dan perpendapat sehingga akan terjadi

proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan yang diperoleh. Sehingga siswa yang

memiliki kemampuan verbal tinggi akan mendapatkan prestasi yang lebih baik

dibandingkan siswa yang memiliki kemampuan verbal rendah.

Dari hasil analisis data menggunakan anava tiga jalan diperoleh p-value

kemampuan verbal terhadap prestasi afektif sebesar 0,000. P-value ini jelas lebih

kecil dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi yang telah ditetapkan

sebelumnya, yakni sebesar 0,05 atau 5%. Dengan demikian, hipotesis nol pertama

(H01) yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh kemampuan verbal kategori

tinggi dan kategori rendah terhadap prestasi afektif siswa, ditolak. Hal ini berarti

bahwa antara kemampuan verbal kategori tinggi dan rendah memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa aspek afektif pada pokok bahasan

Getaran dan gelombang. Sehingga hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang

menyatakan bahwa terdapat pengaruh kemampuan verbal kategori tinggi dan

kategori rendah terhadap prestasi afektif siswa.

Berdasarkan hasil uji lanjut compare means Tabel 4.46, rata-rata prestasi

afektif siswa pada kelas yang menggunakan metode POE sebesar 162,52 dan

standart deviasi (SD) sebesar 9,87. Sedangkan pada kelas yang menggunakan

metode eksperimen rata-rata prestasi afektif sebesar 158,11 dan standart deviasi

(SD) sebesar 9,79. Hal ini berarti bahwa rata-rata antara siswa yang memiliki

kemampuan verbal kategori tinggi lebih baik dibandingkan rata-rata siswa yang

memiliki kemampuan verbal kategori rendah terhadap prestasi belajar afektif

Page 236: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

201

siswa. Hal ini dikarenakan bahwa penilain prestasi afektif berdasarkan sikap atau

perilaku siswa dalam kelas. Selain itu juga dalam pembelajaran dengan

pendekatan kontekstual memiliki kecenderungan siswa untuk berani

mengemukakan pendapat, restrukturisasi ide dengan menanggapi ide yang

berbeda sehingga siswa yang memiliki kemampuan verbal tinggi mereka dengan

percaya diri dan berani untuk mengemukakan ide-ide, gagasan, dan pendapatnya

dan lebih aktif dikelas daripada siswa yang memiliki kemampuan verbal rendah.

d. Hipotesis Keempat

Hasil analisa data dari uji hipotesis yang kedua menunjukkan bahwa tidak

ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur siswa terhadap prestasi

kognitifnya. Sedangkan hasil analisis data dengan anava di atas menunjukkan

bahwa p-value untuk hipotesis nol yang keempat (H012) sebesar 0,757. Hasil ini

jauh lebih besar jika dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi yang telah

ditetapkan sebelumnya, yakni sebesar 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis

nol yang keempat (H012) tidak ditolak, yang berarti tidak ada interaksi antara

metode pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur siswa terhadap

prestasi kognitif siswa. Sehingga hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang

menyatakan bahwa terdapat interaksi pembelajaran kontekstual menggunakan

metode POE dan eksperimen dengan kemampuan menggunakan alat ukur

terhadap prestasi kognitif siswa.

Kesimpulan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Daimul Khasanah (2010) tentang pembelajaran Fisika dengan metode eksperimen

Page 237: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

202

dan demonstrasi ditinjau dari kemampuan menggunakan alat ukur dan sikap

ilm iah siswa. Salah satu kesimpulannya menyatakan bahwa tidak ada interaksi

antara metode pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur terhadap

prestasi belajar.

Terdapat interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan

menggunakan alat ukur terhadap prestasi belajar kognitif apabila: 1) siswa yang

mempunyai kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi pada kelas yang

menggunakan metode eksperimen memiliki prestasi kognitif yang tinggi.

Sebaliknya apabila siswa yang mempunyai kemampuan menggunakan alat ukur

kategori rendah pada kelas yang menggunakan metode eksperimen memiliki

prestasi kognitif yang rendah. 2) siswa yang mempunyai kemampuan

menggunakan alat ukur kategori rendah pada kelas yang menggunakan metode

POE memiliki prestasi kognitif yang tinggi. Sebaliknya apabila siswa yang

mempunyai kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi pada kelas yang

menggunakan metode POE memiliki prestasi kognitif yang rendah.

Berdasarkan Tabel 4.18 dapat diperlihatkan rata-rata prestasi belajar

kognitif pada kelas dengan menggunakan metode POE yang memiliki

kemampuan menggunakan alat ukur tinggi adalah 74,15, pada kelas dengan

menggunakan metode POE yang kemampuan menggunakan alat ukur rendah

adalah 71,33, sedangkan pada kelas dengan menggunakan metode eksperimen

yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi adalah 69,84, dan pada

kelas dengan menggunakan metode eksperimen yang memiliki kemampuan

menggunakan alat ukur rendah adalah 67,71. Dari rata-rata di atas terlihat bahwa

Page 238: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

203

pada prestasi belajar kognitif interaksi antara metode pembelajaran dan

kemampuan menggunakan alat ukur tidak memberikan pengaruh yang signifikan.

Hal ini dikarenakan siswa yang mendapat perlakuan metode eksperimen dalam

pelaksanaanya hampir seluruh siswa mampu menggunakan alat ukur dengan baik

dan benar, karena kemampuan menggunakan alat ukur sudah pernah dipelajari

oleh siswa di kelas VII dan juga alat ukur tersebut sudah sering digunakan oleh

siswa dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan menggunakan alat ukur berkaitan

menjadi kemampuan dasar siswa dalam melakukan eksperimen, maka siswa yang

memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi memiliki nilai rata-

rata prestasi kognitif lebih tinggi (69,84) dibandingkan dengan siswa yang

memiliki kemampuan menggunakan a lat ukur kategori rendah (67,71).

Sedangkan untuk siswa yang mendapat perlakuan dengan metode POE

lebih mengedepankan siswa untuk aktif berinteraksi, aktif menyampaikan

pendapat dan gagasannya berupa dugaan-dugaan sementara. hal ini berdampak

terhadap kurangnya pemerataan keaktifan siswa dalam proses belajar.

Kemampuan menggunakan alat ukur berkaitan dengan kemampuan dasar seorang

siswa untuk melakukan eksperimen. Dalam hal ini metode POE kurang mampu

memfasilitasi siswa untuk melakukan proses pengukuran dengan menggunakan

alat ukur, karena pada kenyataanya hanya sebagian kecil siswa yang mau

mencoba untuk melakukan pengukuran menggunakan alat ukur sehingga siswa

seharusnya yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi

memiliki nilai rata-rata prestasi kognitif lebih rendah atau minimal sama

dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur

Page 239: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

204

kategori tinggi. Namun dalam kenyataannya justru terbalik siswa yang memiliki

kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi memiliki nilai rata-rata

prestasi kognitif lebih tinggi (74,15) dibandingkan dengan siswa yang memiliki

kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi (71,33).

Pemaparan tersebut dapat diringkas bahwa tidak adanya interaksi antara

metode pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur terhadap

prestasi belajar dikarenakan metode eksperimen mampu memfasilitasi sebagian

besar siswa dalam mengoptimalkan kemampuan menggunakan alat ukur

sedangkan metode POE hanya mampu memfasilitasi sebagian siswa dalam

mengoptimalkan kemampuan menggunakan alat ukur.

Selain itu tidak adanya interaksi antara metode pembelajaran dengan

kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi kognitif siswa lebih

dikarenakan dalam pembelajaran baik dengan menggunakan metode POE maupun

eksperimen, pembelajarannya dibagi menjadi beberapa kelompok sehingga tidak

setiap siswa dapat terlibat langsung melakukan percobaan karena terbatasnya alat

dan waktu. Hal inilah salah satu yang menyebabkan siswa yang memiliki

kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan rendah tidak ada pengaruh yang

signifikan terhadap prestasi kognitif.

Dari hasil analisis data menggunakan anava tiga jalan diperoleh p-value

kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi afektif sebesar 0 ,741. P-

value ini jelas lebih besar dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi yang

telah ditetapkan sebelumnya, yakni sebesar 0,05 atau 5%. Dengan demikian,

hipotesis nol pertama (H01) yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh

Page 240: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

205

kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi dan kategori rendah terhadap

prestasi afektif siswa, tidak ditolak. Hal ini berarti bahwa antara kemampuan

menggunakan alat ukur kategori tinggi dan rendah tidak memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap prestasi belajar siswa aspek afektif pada pokok bahasan

Getaran dan gelombang. Sehingga hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang

menyatakan bahwa tidak ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur

kategori tinggi dan kategori rendah terhadap prestasi afektif siswa.

Sedangkan pada Tabel 4.31 diperlihatkan bahwa rata-rata prestasi belajar

afektif pada kelas dengan menggunakan metode POE yang memiliki kemampuan

menggunakan alat ukur kategori tinggi adalah 166,94, pada kelas dengan

menggunakan metode POE yang memiliki kemampuan menggunkan alat ukur

kategori rendah adalah 157,70. Sedangkan rata-rata prestasi afektif pada kelas

dengan menggunakan metode eksperimen yang memiliki kemampuan

menggunakan alat ukur kategori tinggi adalah 157,95 dan pada kelas dengan

menggunakan metode eksperimen yang memiliki kemampuan menggunakan alat

ukur kategori rendah adalah 156,00. Dari rata-rata di atas terlihat bahwa pada

prestasi belajar afektif interaksi antara metode pembelajaran dan kemampuan

menggunakan alat ukur tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Hal ini

dikarenakan bahwa penila ian prestasi afektif berdasarkan sikap atau perilaku

siswa dalam kelas, penggunaan pendekatan kontekstual melalui metode

eksperimen mengedepankan pada sikap atau perilaku siswa untuk bisa aktif dalam

proses pembelajaran, namun kenyataannya siswa cenderung pasif dalam proses

pembelajaran dikarenakan siswa hanya diminta untuk melakukan kegiatan sesuai

Page 241: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

206

dengan apa yang terdapat pada LKS sehingga siswa tidak dituntut untuk kritis.

Selain itu juga LKS yang disusun dalam pembelajaran masih belum memenuhi

standart yang mengacu pada pembelajaran kontekstual dan pendekatan inquiry.

Sedangkan pada kelas dengan menggunakan metode POE mengedepankan pada

sikap atau perilaku siswa untuk bisa aktif dalam proses pembelajaran. Sehingga

dalam penilaian prestasi afektif antara metode dan kemampuan menggunakan alat

ukur tidak memberikan pengaruh yang signifikan.

e. Hipotesis Kelima

Hasil analisis data dengan anava tiga jalan sebelumnya menunjukkan

bahwa p-value untuk hipotesis nol yang kelima (H013) sebesar 0,630. Hasil ini

jauh lebih besar jika dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi yang telah

ditetapkan sebelumnya, yakni sebesar 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis

nol yang kelima (H013) tidak ditolak, yang berarti tidak ada interaksi antara

metode pembelajaran dengan kemampuan verbal siswa terhadap prestasi kognitif

siswa. Sehingga hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan

bahwa terdapat interaksi pembelajaran kontekstual menggunakan metode POE

dan eksperimen dengan kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif siswa.

Kesimpulan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dimas Candra

(2007) yang dalam salah satu kesimpulannya menyatakan bahwa tidak ada

interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan verbal siswa terhadap

prestasi belajar.

Terdapat interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan

verbal terhadap prestasi belajar kognitif apabila: 1) siswa yang mempunyai

Page 242: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

207

kemampuan verbal kategori tinggi pada kelas yang menggunakan metode POE

memiliki prestasi kognitif yang tinggi. Sebaliknya apabila siswa yang mempunyai

kemampuan verbal kategori rendah pada kelas yang menggunakan metode POE

memiliki prestasi kognitif yang rendah. 2) siswa yang mempunyai kemampuan

verbal kategori rendah pada kelas yang menggunakan metode eksperimen

memiliki prestasi kognitif yang tinggi. Sebaliknya apabila siswa yang mempunyai

kemampuan verbal kategori tinggi pada kelas yang menggunakan metode

eksperimen memiliki prestasi kognitif yang rendah.

Berdasarkan Tabel 4.19 dapat diperlihatkan rata-rata prestasi belajar

kognitif pada kelas dengan menggunakan metode POE yang memiliki

kemampuan verbal tinggi adalah 77,78, pada kelas dengan menggunakan metode

POE yang kemampuan verbal rendah adalah 69,50, pada kelas dengan

menggunakan metode eksperimen yang memiliki kemampuan verbal tinggi

adalah 71,29, dan pada kelas dengan menggunakan metode eksperimen yang

memiliki kemampuan verbal rendah adalah 64,68. Dari nilai rata-rata prestasi di

atas terlihat bahwa pada prestasi belajar kognitif interaksi antara metode

pembelajaran dan kemampuan verbal tidak memberikan pengaruh yang

signifikan. Hal ini dikarenakan siswa yang mendapat perlakuan metode POE

dalam pelaksanaanya hampir seluruh siswa aktif dalam belajar. Penggunaan

metode POE ini lebih mengedepankan siswa untuk aktif berinteraksi, aktif

menyampaikan pendapat dan gagasannya berupa dugaan-dugaan sementara.

Kemampuan verbal berkaitan dengan kemampuan seorang siswa untuk

mengungkapkan ide-ide gagasannya. maka metode POE mampu mengoptimalkan

Page 243: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

208

ide-ide atau gagasan pengetahuan diperoleh siswa baik ke dalam kebahasa kata

tulisan maupun lisan. Sehingga siswa yang memiliki kemampuan verbal kategori

tinggi memiliki nilai rata-rata prestasi kognitif lebih tinggi (77,78) dibandingkan

dengan siswa yang memiliki kemampuan verbal kategori rendah (69,50). Bahkan

lebih tinggi pula bila dibandingkan dengan siswa dengan metode eksperimen yang

memiliki kemampuan verbal kategori tinggi ataupun kategori rendah.

Untuk siswa yang mendapat perlakuan dengan metode eksperimen dalam

pelaksanaanya tidak seluruh siswa aktif dalam belajar. Karena kemampuan

menggunakan verbal berkaitan dengan kemampuan seorang siswa untuk

mengungkapkan ide-ide gagasannya yang disampaikan dengan kata-kata. Maka

metode eksperimen kurang mampu memfasilitasi siswa untuk bisa menyampaikan

ide atau gagasannya baik lisan ataupun tulisan, karena pada kenyataanya hanya

sebagian kecil siswa yang mampu mengungkapkan pengetahuan-pengetahuan

yang sudah didapatkan. Dari pemaparan tersebut dapat diringkas bahwa tidak

adanya interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan verbal terhadap

prestasi belajar dikarenakan metode POE mampu memfasilitasi keaktifan

sebagian besar siswa dalam mengoptimalkan verbal yaitu dengan bahasa tulisan

maupun lisan sedangkan metode eksperimen hanya mampu memfasilitasi

sebagian kecil siswa dalam mengoptimalkan kemampuan verbal baik lisan

maupun tulisan.

Selain itu tidak adanya interaksi antara metode pembelajaran dengan

kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif siswa lebih dikarenakan dalam

pembelajaran baik dengan menggunakan metode POE maupun eksperimen,

Page 244: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

209

pembelajarannya dibagi menjadi beberapa kelompok sehingga tidak setiap siswa

dapat terlibat aktif menyampaikan ide, pendapat, saran, kritik dan tanggapan. Hal

inilah salah satu yang menyebabkan siswa yang memiliki kemampuan

menggunakan alat ukur tinggi dan rendah tidak ada pengaruh yang signifikan

terhadap prestasi kognitif.

Sementara itu, prestasi afektif dari hasil analisis data menggunakan anava

tiga jalan diperoleh p-value kemampuan verbal terhadap prestasi afektif sebesar

0,637. P-value ini jelas lebih besar dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi

yang telah ditetapkan sebelumnya, yakni sebesar 0,05 atau 5%. Dengan demikian,

hipotesis nol pertama (H01) yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh

kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi dan kategori rendah terhadap

prestasi afektif siswa, tidak ditolak. Hal ini berarti bahwa antara kemampuan

menggunakan alat ukur kategori tinggi dan rendah tidak memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap prestasi belajar siswa aspek afektif pada pokok bahasan

Getaran dan gelombang. Sehingga hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang

menyatakan bahwa tidak ada pengaruh kemampuan verbal kategori tinggi dan

kategori rendah terhadap prestasi afektif siswa.

Sedangkan pada Tabel 4.32 diperlihatkan bahwa rata-rata prestasi belajar

afektif pada kelas dengan menggunakan metode POE yang memiliki kemampuan

verbal kategori tinggi adalah 167,71, pada kelas dengan menggunakan metode

POE yang memiliki kemampuan verbal kategori rendah adalah 159,50.

Sedangkan pada kelas dengan menggunakan metode eksperimen yang memiliki

kemampuan verbal kategori tinggi memiliki rata-rata prestasi afektif sebesar

Page 245: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

210

158,23 dan pada kelas dengan menggunakan metode eksperimen yang memiliki

kemampuan verbal kategori rendah adalah 156,37. Dari rata-rata di atas terlihat

bahwa pada prestasi belajar afektif interaksi antara metode pembelajaran dan

kemampuan menggunakan alat ukur tidak memberikan pengaruh yang signifikan.

Hal ini dikarenakan bahwa penilain prestasi afektif berdasarkan sikap atau

perilaku siswa dalam kelas, dalam hal ini kemampuan verbal mengedepankan

pada sikap atau perilaku siswa untuk bisa aktif dalam proses pembelajaran.

Sehingga dalam penilaian prestasi afektif antara metode dan kemampuan verbal

dari seluruh sampel hampir memiliki rata-rata yang hampir sama. Artinya

interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan verbal tidak

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi afektif siswa.

f. Hipotesis Keenam

Hasil analisis data dengan anava sebelumnya menunjukkan bahwa p-value

untuk hipotesis nol yang keenam (H023) sebesar 0,601. Hasil ini lebih besar jika

dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi yang te lah ditetapkan sebelumnya,

yakni sebesar 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis nol yang keenam (H023)

tidak ditolak, yang berarti tidak ada interaksi antara kemampuan menggunakan

alat ukur dengan kemampuan verbal siswa terhadap prestasi kognitif siswa.

Kesimpulan ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan

bahwa terdapat interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan

kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif siswa. Hasil ini merupakan

konsekuensi dari dua keputusan sebelumnya, yaitu secara parsial kemampuan

Page 246: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

211

menggunakan alat ukur siswa tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

prestasi belajar pada aspek kognitif, sedangkan kemampuan verbal siswa

berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi kognitifnya. Kerangka berfikir

yang dibangun dalam hipotesis tersebut didasarkan pada teori Ausebel yang

menyebutkan proses pembelajaran akan bermakna dan informasi yang didapat

oleh siswa akan bertahan lama jika ada kaitannya antara konsepsi awal dengan

konsep yang sedang dipelajari siswa (Dahar,1989:103). Konsepsi awal dalam hal

ini adalah kemampuan awal siswa dalam menggunakan alat ukur. Selain teori

Ausebel dalam hipotesis ini juga diungkapkan teori yang mendukung lainnya

yaitu teori Gagne cit. Winkel (1996: 322) menyatakan bahwa “dalam mengelola

informasi baru dan mengkaitkannya dengan informasi lama selama informasi

tersebut berada dalam ingatan jangka pendek, siswa harus mengadakan organisasi

mental yang diekspresikan dalam bentuk verbal (perumusan bahasa yang

memadai)”. Dalam membangun konsep pengetahuan mengenai Getaran dan

gelombang hal ini sangat membutuhkan siswa secara aktif untuk berani bertanya,

menjawab, dan perpendapat sehingga akan terjadi proses asimilasi dan akomodasi

pengetahuan yang diperoleh. Sehingga berdasarkan teori yang dibangun tersebut

maka hipotesis ini menyatakan terdapat interaksi antara kemampuan

menggunakan alat ukur dengan kemampuan verbal.

Terdapat interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan

kemampuan verbal terhadap prestasi belajar kognitif apabila: 1) siswa yang

Page 247: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

212

mempunyai kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi dan kemampuan

verbal kategori tinggi memiliki prestasi kognitif yang tinggi. Sebaliknya apabila

siswa yang mempunyai kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi dan

kemampuan verbal kategori rendah memiliki prestasi kognitif yang rendah. 2)

siswa yang mempunyai kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah dan

kemampuan verbal kategori rendah memiliki prestasi kognitif yang tinggi.

Sebaliknya apabila siswa yang mempunyai kemampuan menggunakan alat ukur

kategori rendah dan kemampuan verbal kategori tinggi memiliki prestasi kognitif

yang rendah.

Berdasarkan Tabel 4.20 diperlihatkan rata-rata prestasi belajar kognitif

pada siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan

kemampuan verbal tinggi adalah 76,00, pada siswa yang memiliki kemampuan

menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal rendah adalah 68,40, pada

siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah dan

kemampuan verbal tinggi adalah 71,76, dan siswa yang memiliki kemampuan

menggunakan alat ukur rendah dan kemampuan verbal rendah adalah 66,06.

Dari rata-rata di atas terlihat bahwa pada prestasi belajar kognitif interaksi antara

kemampuan menggunakan alat ukur dengan kemampuan verbal tidak

memberikan pengaruh yang signifikan.

Tidak adanya interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur

dengan kemampuan verbal hal ini dikarenakan siswa yang memiliki kemampuan

menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal tinggi lebih dapat

Page 248: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

213

mengikuti proses pembelajaran karena dalam pembelajaran baik dengan

menggunakan metode POE maupun metode eksperimen mereka tidak ada kendala

dalam proses pembelajaran yang mana kedua metode tersebut mensyaratkan

adanya kemampuan menggunakan alat ukur tinggi untuk metode eksperimen dan

kemampuan verbal tinggi untuk metode POE. Berbeda sebaliknya dengan siswa

yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal

rendah mereka sedikit terkendala dalam proses pembelajaran ketika metode yang

digunakan adalah metode POE, sehingga prestasi kognitif siswa yang memiliki

kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal rendah lebih

rendah dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat

ukur tinggi dan kemampuan verbal tinggi.

Selain itu, tidak adanya interaksi antara kemampuan menggunakan alat

ukur dengan kemampuan verbal adalah dikarenakan siswa yang memiliki

kemampuan menggunakan alat ukur rendah dan kemampuan verbal tinggi lebih

dapat mengikuti proses pembelajaran walaupun ada sedikit kendala ketika

pembelajaran menggunakan metode eksperimen. Berbeda sebaliknya dengan

siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah dan kemampuan

verbal rendah mereka terkendala dalam proses pembelajaran baik pembelajaran

dengan menggunakan metode eksperimen maupun dengan metode POE, karena

kedua metode tersebut mensyaratkan adanya kemampuan menggunakan alat ukur

tinggi untuk metode eksperimen dan kemampuan verbal tinggi untuk metode

POE, sehingga prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan menggunakan

Page 249: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

214

alat ukur rendah dan kemampuan verbal rendah lebih rendah dibandingkan

dengan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah dan

kemampuan verbal tinggi.

Sementara itu, prestasi afektif dari hasil analisis data menggunakan anava

tiga jalan diperoleh p-value untuk hipotesis keenam H023 0,966. P-value ini jelas

lebih besar dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi yang telah ditetapkan

sebelumnya, yakni sebesar 0,05 atau 5%. Dengan demikian, hipotesis nol pertama

(H023) yang menyatakan bahwa tidak ada interaksi antara kemampuan

menggunakan alat ukur kategori tinggi dan kategori rendah terhadap prestasi

afektif siswa, tidak ditolak. Hal ini berarti bahwa antara kemampuan

menggunakan alat ukur kategori tinggi dan rendah serta kemampuan verbal

kategori tinggi dan rendah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

prestasi belajar siswa aspek afektif pada pokok bahasan Getaran dan gelombang.

Sehingga hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa tidak

ada interaksi antara kemampuan verbal kategori tinggi dan kategori rendah

terhadap prestasi afektif siswa.

Sedangkan berdasarkan Tabel 4.33 dapat diperlihatkan rata-rata prestasi

belajar afektif pada siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur

tinggi dan kemampuan verbal tinggi adalah 162,94, siswa yang memiliki

kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal rendah adalah

157,23, siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah dan

kemampuan verbal tinggi adalah 163,92 dan siswa yang memiliki kemampuan

Page 250: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

215

menggunakan alat ukur rendah dan kemampuan verbal rendah adalah 157,53.

Dari rata-rata di atas terlihat bahwa pada prestasi belajar afektif interaksi antara

kemampuan menggunakan alat ukur dengan kemampuan verbal tidak memberikan

pengaruh yang signifikan. Menurut pengamatan di lapangan siswa yang memiliki

kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan rendah dan kemampuan verbal

tinggi maupun rendah sama-sama dapat mengikuti pembelajaran dengan baik.

Semua siswa datang dengan tepat waktu dan aktif secara individu atau aktif dalam

kelompok dalam pembelajaran.

g. Hipotesis Ketujuh

Hasil analisis data dengan anava tiga jalan di atas menunjukkan bahwa p-

value untuk hipotesis nol yang ketujuh (H0123) sebesar 0,897. Hasil ini jauh lebih

besar jika dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi yang telah ditetapkan

sebelumnya, yakni sebesar 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis nol yang

ketujuh (H0123) tidak ditolak, yang berarti tidak ada interaksi antara metode

pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal

siswa terhadap prestasi kognitif siswa. Sehingga hal ini tidak sesuai dengan

hipotesis awal yang menyatakan bahwa terdapat interaksi pembelajaran

kontekstual menggunakan metode eksperimen dan POE dengan kemampuan

menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif siswa.

Berdasarkan Tabel 4.21 diperlihatkan rata-rata prestasi belajar kognitif

kelas POE pada siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi

dan kemampuan verbal tinggi adalah 74,42. Kelas POE pada siswa yang

memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal

Page 251: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

216

rendah adalah 67,16. Kelas POE pada siswa yang memiliki kemampuan

menggunakan alat ukur rendah dan kemampuan verbal tinggi adalah 75,28.

Kelas POE pada siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah

dan kemampuan verbal rendah adalah 75,00. Kelas eksperimen pada siswa yang

memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal

tinggi adalah 71,66. Kelas eksperimen pada siswa yang memiliki kemampuan

menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal rendah adalah 65,60.

Kelas eksperimen pada siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur

rendah dan kemampuan verbal tinggi adalah 68,75. Kelas eksperimen pada siswa

yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah dan kemampuan

verbal rendah adalah 64,50.

Dari data di atas dapat kita simpulkan bahwa siswa yang memiliki

kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal menggunakan

metode POE rata-rata prestasi lebih baik yaitu 72,96 jika dibandingkan dengan

metode eksperimen yaitu 67,62. Sehingga pengaruh metode pembelajaran lebih

dominan dalam menentukan prestasi kognitif siswa. Hal ini menunjukan bahwa

faktor eksternal siswa lebih berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini

sejalan dengan pendapat Muhibbin Syah (2010:129) yang menyatakan bahwa hal-

hal yang mempengaruhi belajar siswa adalah salah satunya faktor metode

pembelajaran yang digunakan guru. Hal ini berdampak terhadap tidak adanya

interaksi antara metode, kemampuan menggunakan alat ukur, dan kemampuan

verbal siswa.

Siswa yang menggunakan metode POE mampu meningkatkan keaktifan

siswa secara individual, kemampuan menggunakan alat ukur berdampak terhadap

Page 252: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

217

kelancaran siswa untuk mencoba melakukan observasi dalam pembelajaran

sedangkan siswa yang memiliki kemampuan verbal ide-ide dapat disampaikan

dalam bahasa tulisan sehingga berdampak postif terhadap prestasi belajar secara

merata. Sedangkan siswa yang mendapat metode eksperimen kurang mampu

mendorong siswa untuk aktif secara menyeluruh atau hanya sebagian siswa yang

benar-benar aktif dalam proses pembeajaran karena terwakili oleh kelompok-

kelompok. Sehingga baik kemampuan menggunakan alat ukur ataupun verbal

siswa juga hanya sebagian yang dapat tergali secara optimal dampaknya kurang

meratanya hasil nilai prestasi kognitif dengan nilai yang baik.

Sementara itu, prestasi afektif dari hasil analisis data menggunakan anava

tiga jalan diperoleh p-value untuk hipotesis ketujuh H0123 0,444. P-value ini jelas

lebih besar dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi yang telah ditetapkan

sebelumnya, yakni sebesar 0,05 atau 5%. Dengan demikian, hipotesis nol pertama

(H0123) yang menyatakan bahwa tidak interaksi antara metode pembelajaran,

kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi dan kategori rendah terhadap

prestasi afektif siswa, tidak ditolak. Hal ini berarti bahwa antara metode

pembelajaran, kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi dan rendah

tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa aspek

afektif pada pokok bahasan Getaran dan gelombang. Sehingga hal ini tidak sesuai

dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa ada interaksi antara metode

pembelajaran, kemampuan verbal kategori tinggi dan kategori rendah terhadap

prestasi afektif siswa.

Sedangkan berdasrkan Tabel 4.34 diperlihatkan rata-rata prestasi belajar

Page 253: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

218

afektif kelas POE pada siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur

tinggi dan kemampuan verbal tinggi adalah 167,00. Kelas POE pada siswa yang

memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal

rendah adalah 165,66. Kelas POE pada siswa yang memiliki kemampuan

menggunakan alat ukur rendah dan kemampuan verbal tinggi adalah 161,42.

Kelas POE pada siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah

dan kemampuan verbal rendah adalah 156,37. Kelas eksperimen pada siswa

yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal

tinggi adalah 158,22. Kelas eksperimen pada siswa yang memiliki kemampuan

menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal rendah adalah 156,90.

Kelas eksperimen pada siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur

rendah dan kemampuan verbal tinggi adalah 160,62. Kelas eksperimen pada

siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah dan

kemampuan verbal rendah adalah 152,33.

Dari data dapat kita simpulkan bahwa siswa yang memiliki kemampuan

menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal menggunakan metode POE rata-

rata prestasi lebih baik yaitu 162,61 jika dibandingkan dengan metode eksperimen

yaitu 157,01. Sehingga pengaruh metode lebih dominan dalam menentukan

prestasi afektif siswa. Artinya interaksi antara metode, kemampuan menggunakan

alat ukur, dan kemampuan verbal tidak memberikan pengaruh yang signifikan.

Menurut pengamatan pembelajaran di kelas pendekatan kontekstual berdampak

terhadap nilai afektif yang seragam. Di lapangan siswa yang diberi baik metode

POE ataupun eksperimen dan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat

Page 254: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

219

kategori tinggi dan rendah dan kemampuan verbal kategori tinggi maupun rendah

sama-sama dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. Semua siswa datang

dengan tepat waktu dan aktif secara individu atau aktif dalam kelompok dalam

pembelajaran. Selain itu kemungkinan dari keterbatasan pada sistem penilain

prestasi bela jar afektif yaitu hanya menggunakan tes instrumen angket saja

sehingga data yang diperoleh hanya sepihak dari siswa saja dan memungkinkan

siswa untuk mengisi angket hanya sekedarnya. Metode eksperimen hampir sama

hanya dengan metode POE sehingga berdampak terhadap hasil yang hampir

merata masing-masing kelompok.

E. Keterbatasan Penelitian

Meskipun penelitian ini telah direncanakan dengan optimal dan telah

melalui proses evaluasi namun tetap tidak dapat luput dari keterbatasan. Adapun

beberapa hal-hal yang menjadi keterbatasan dalam melaksanakan penelitian ini

antara lain: 1) Kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal siswa

hanya dikategorikan ke dalam dua kelompok saja, tinggi dan rendah. Peneliti tidak

melibatkan kategori sedang. Hal ini mungkin sedikit berpengaruh terhadap hasil

penelitian; 2) Penelitian ini hanya melibatkan sebagian faktor dari keseluruhan

faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar Fisika siswa, meliputi metode

pembelajaran, kemampuan siswa dalam menggunakan alat ukur Fisika, dan

kemampuan verbal siswa; 3) Pendekatan dan metode pembelajaran yang

digunakan dalam penelitian ini se lain memiliki kelebihan, tentu juga memiliki

kelemahan. Hal ini dapat mempengaruhi hasil penelitian; 4) LKS yang digunakan

dalam pembelajaran masih bersifat konvensional dan belum mengacu pada LKS

Page 255: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

220

dengan pendekatan inquiry terbimbimg; 5) Pelaksanaan pembelajaran dengan

metode POE belum menggunakan media video sehingga perhatian siswa yang ada

di belakang kurang begitu jelas dalam mengamati proses POE. 6) Penelitian ini

instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan menggunakan alat ukur

hanya menggunakan tes tertulis berupa pilihan ganda (multiple choice), sehingga

data yang diperoleh kurang kuat dan akurat . 7) Instrumen yang digunakan untuk

mengukur prestasi belajar afektif hanya menggunakan instrumen tes angket saja,

sehingga data yang diperoleh kurang kuat dan akurat.

Page 256: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user 221

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab sebelumnya,

penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Pembelajaran kontekstual melalui metode POE dan eksperimen terdapat

perbedaan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar kognitif dan

afektif pada pokok bahasan Getaran dan gelombang. Hasil rata-rata prestasi

kognitif dan afektif dengan menggunakan metode POE lebih baik daripada

metode eksperimen.

2. Kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi dan rendah tidak ada

perbedaan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar kognitif pada

pokok bahasan Getaran dan gelombang. Sementara itu, kemampuan

menggunakan alat ukur kategori tinggi dan rendah juga tidak ada perbedaan

pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar afektif.

3. Kemampuan verbal kategori tinggi dan rendah terdapat perbedaan pengaruh

yang signifikan terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif pada pokok

bahasan Getaran dan gelombang. Hasil rata-rata prestasi kognitif siswa yang

memiliki kemampuan verbal kategori tinggi lebih baik daripada siswa yang

memilki kemampuan verbal rendah.

4. Tidak ada interaksi yang signifikan antara metode pembelajaran dengan

kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi bela jar siswa.

Page 257: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

222

Sementara itu , terhadap prestasi afektif antara metode pembelajaran dan

kemampuan menggunakan alat ukur juga tidak berpengaruh secara signifikan.

5. Tidak ada interaksi yang signifikan antara metode pembelajaran dengan

kemampuan verbal terhadap prestasi belajar siswa. Sementara itu, terhadap

prestasi afektif antara metode pembelajaran dan kemampuan verbal juga tidak

perbedaan pengaruh secara signifikan.

6. Tidak ada interaksi yang signifikan antara kemampuan menggunakan alat

ukur dengan kemampuan verbal terhadap prestasi belajar siswa. Sementara

itu, terhadap prestasi afektif antara kemampuan menggunakan alat ukur dan

kemampuan verbal juga tidak perbedaan pengaruh secara signifikan.

7. Tidak ada interaksi yang signifikan antara metode pembelajaran dengan

kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal terhadap prestasi

belajar siswa. Sementara itu, terhadap prestasi afektif antara metode

pembelajaran dan kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan

verbal juga tidak perbedaan pengaruh yang signifikan.

B. Implikasi

1. Implikasi Teoritis

Hasil penelitian ini memberikan gambaran yang jelas tentang metode

pembelajaran eksperimen dan POE yang dapat digunakan dalam proses

pembelajaran Fisika pada materi pokok hukum Getaran dan gelombang.

Sekalipun metode pembelajaran ini sama-sama mempermudah siswa untuk

memahami konsep pembelajaran Fisika pada materi tersebut, metode POE lebih

mampu merangsang siswa untuk mendapatkan prestasi belajar yang lebih optimal

daripada metode eksperimen.

Page 258: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

223

2. Implikasi Praktis

Dengan diperolehnya kesimpulan dari penelitian ini sebagai implikasi

praktisnya terhadap prestasi kognitif dan afektif siswa adalah:

a. Untuk aspek kognitif dan afektif pembelajaran Fisika dengan pendekatan

kontekstual melalui metode POE lebih baik daripada metode eksperimen.

b. Sebelum menerapkan pembelajaran Fisika dengan pendekatan kontektual

melalui metode POE dan eksperimen. Kemampuan verbal siswa harus

diperhatikan sebab kedua metode ini sangatlah mengedepankan kemampuan

verbal siswa. Metode POE dan eksperimen, sama-sama siswa dituntut untuk

mampu mengungkapkan bahasa verbal melalui tu lisan dan lisan.

C. Saran-saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi sebelumnya, dapat dikemukakan

beberapa saran sebagai berikut:

1. Saran untuk para guru

a. Guru hendaknya mendorong siswa untuk aktif dalam belajar, kemudian

lebih banyak memberikan tugas individu agar siswa lebih aktif sehingga

prestasi belajarnya meningkat.

b. Guru sebaiknya membuat lembar kerja siswa (LKS) jauh sebelum proses

pembelajaran dilaksanakan dan mempersiapkan alat-alat dan bahan

percobaan / demonstrasi yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran.

c. Guru sebaiknya mencoba terlebih dahulu alat-alat dan bahan percobaan/

demonstrasi sebelum digunakan dalam proses pembelajaran di kelas.

Page 259: PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL …

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

224

d. Guru sebaiknya membentuk kelompok yang permanen dengan persebaran

siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur dan verbal tinggi

yang merata dalam masing-masing kelompok, agar pelaksanaan metode

POE agar lebih efektif.

2. Saran Bagi Peneliti Berikutnya

a. Hendaknya untuk prestasi afektif tidak hanya menggunakan angket, tetapi

sebaiknya peneliti melakukan observasi dan wawancara agar mendapatkan

tingkat ketelitian yang lebih akurat dalam penelitian.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acauan untuk penelitian yang

sejenis dengan pokok bahasan yang lain seperti fluida, kalor, kinematika

gerak melingkar, dinamika gerak.

c. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan menambah variabel yang lain

seperti kemampuan matematik, kemampuan memori, sikap ilmiah,

motivasi berprestasi, dan lain sebagainya.