Pembangkit Listrik Masa Depan Indonesia

23
Pembangkit Listrik Masa Depan Indonesia Kadek Fendy Sutrisna ST. dan Ardha Pradikta Rahardjo Laboratorium Penelitian Konversi Energi Elektrik Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandun g http://konversi!ordpress"om . Pe nd ah u!ua n Setelah pulih dari krisis moneter pada tahun #$$%, Indonesia mengalami lon&akan hebat dalam konsumsi energi 'ari tahun ())) hingga tahun ())* konsumsi energi  primer Indonesia meningkat sebesar +( per tahunn-a Peningkatan ini "ukup signi fikan apabila dibandingk an dengan peningkat an kebutuh an energi pada tahun #$$+ hingga tahun ())), -akni sebesar ($ pertahun 'engan keadaan -ang seperti ini, diperkira kan kebu tuhan lis tri k indone sia akan ter us ber tambah sebesa r *. set iap tahunn- a, hingga diperki rakan men"apai tiga kali lipat pada tahun ()) Sepert i terl ihat  pada "ambar . 0E1 Indonesia2 Tentun- a pemeri nt ah pun ti dak ti nggal diam dal am menghadapi lon& akan kebu tuhan ene rgi , ter uta ma ener gi lis trik Salah sat u langkah a!al -an g pemeri nta h

Transcript of Pembangkit Listrik Masa Depan Indonesia

Pembangkit Listrik Masa Depan Indonesia

Pembangkit Listrik Masa Depan IndonesiaKadek Fendy Sutrisna ST. dan Ardha Pradikta RahardjoLaboratorium Penelitian Konversi Energi Elektrik

Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung

http://konversi.wordpress.com1. Pendahuluan Setelah pulih dari krisis moneter pada tahun 1998, Indonesia mengalami lonjakan hebat dalam konsumsi energi. Dari tahun 2000 hingga tahun 2004 konsumsi energi primer Indonesia meningkat sebesar 5.2 % per tahunnya. Peningkatan ini cukup signifikan apabila dibandingkan dengan peningkatan kebutuhan energi pada tahun 1995 hingga tahun 2000, yakni sebesar 2.9 % pertahun. Dengan keadaan yang seperti ini, diperkirakan kebutuhan listrik indonesia akan terus bertambah sebesar 4.6 % setiap tahunnya, hingga diperkirakan mencapai tiga kali lipat pada tahun 2030. Seperti terlihat pada Gambar 1. [ER Indonesia]

Tentunya pemerintah pun tidak tinggal diam dalam menghadapi lonjakan kebutuhan energi, terutama energi listrik. Salah satu langkah awal yang pemerintah lakukan adalah dengan membuat blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2006 2025 (Keputusan Presiden RI nomer 5 tahun 2006). Secara garis besar, dalam blueprint tersebut ada dua macam solusi yang dilakukan secara bertahap hingga tahun 2025, yaitu peningkatan efisiensi penggunaan energi (penghematan) dan pemanfaatan sumber-sumber energi baru (diversifikasi energi). Mengingat rasio elektrifikasi yang masih relatif rendah, yaitu 63 % pada tahun 2005, sedangkan Indonesia menargetkan rasio elektrifikasi 95 % pada tahun 2025, maka pembahasan pada artikel ini akan lebih diarahkan pada pemanfaatan sumber energi primer sebagai pembangkit listrik.2. Latar BelakangIndonesia adalah negara yang memiliki sumber daya energi yang berlimpah dan beragam baik yang bersumber dari fosil seperti minyak bumi, batubara dan gas bumi. Ataupun sumber energi alternatif dan terbarukan lainnya seperti tenaga surya, tenaga angin, tenaga air, geothermal, biomasa dan lain-lain. Meskipun potensi sumber energi yang dimiliki berlimpah, Indonesia sampai saat ini tetap belum bisa memenuhi kebutuhan energi dalam negerinya sendiri.

Diversifikasi energi (bauran sumber energi) merupakan suatu konsep / strategi yang dapat dipergunakan sebagai alat (tools) untuk mencapai pembangunan energi dan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan bauran energi (energy mix) menekankan bahwa Indonesia tidak boleh hanya tergantung pada sumber energi berbasis fosil, namun harus juga mengembangkan penggunaan energi terbarukan. Kebijakan bauran energi di Indonesia perlu dikembangkan dengan memperjelas strategi, sasaran penggunaan, jumlah pemanfaatandan pengelolaan energi nasional, dengan mempertimbangkan potensi energi, permintaan energi, infrastruktur energi serta faktor lainnya seperti harga energi, teknologi, pajak, investasi dan sebagainya. Pada tahun 2005, sumber utama pasokan energi Indonesia adalah minyak bumi ( 54.78 % ), disusul gas bumi ( 22,24 % ), batubara ( 16.77 % ), Air ( 3.72 %) dan geothermal ( 2.46 % ). Sasaran pemerintah pada tahun 2025, diharapkan terwujudnya bauran energi yang lebih optimal, yaitu : minyak bumi ( < 20 % ), gas bumi ( > 30 %), batubara ( > 33 % ), biofuel ( > 5 % ), panas bumi ( > 5 % ), Energi terbarukan lainnya ( > 5 % ) dan batubara yang dicairkan ( > 2 % ) [BluePrint]

Artikel ini akan mengkaji kelebihan dan kekurangan masing-masing sumber energi di Indonesia. Dengan memaparkan kelebihan dan kekurangan ini, diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk mendukung program pemerintah dalam mengembangkan energi di Indonesia berdasarkan blueprint pengelolaan energi nasional (Presidential degree 5, 2006). Artikel ini merupakan salah satu upaya dan kontribusi nyata dari penulis (insinyur atau para ahli di perguruan tinggi) untuk dapat membangun negara dan bangsa Indonesiayang lebih bermartabat karena mampu mandiri di bidang energi.

3. Kriteria Pemilihan PembangkitMeskipun Indonesia memiliki banyak potensi energi yang dapat dikembangkan menjadi pembangkit listrik, namun kenyataannya proses realisasinya tidak semudah membalik telapak tangan. Pemilihan pembangkit listrik bukanlah hal yang mudah. Banyak hal yang harus dipertimbangkan secara matang, seperti: prediksi pertumbuhan beban per tahun, karakteristik kurva beban, keandalan sistem pembangkit, ketersediaan dan harga sumber energi primer yang akan digunakan, juga isu lingkungan, sosial dan politik.3.1 Karakteristik Beban Hingga saat ini tidak ada satu alat pun yang dapat menyimpan energi listrik dalam kapasitas yang sangat besar. Untuk itu besarnya listrik yang dibangkitkan harus disesuaikan dengan kebutuhan beban pada saat yang sama. Apabila melihat kurva beban harian pada Gambar 3, sebagai contoh kurva beban listrik di Pulau Jawa, terlihat bahwa beban yang ditanggung PLN berubah secara fluktuatif setiap jamnya. Secara garis besar ada 3 tipe pembangkit listrik berdasarkan waktu beroperasinya. Tipe base untuk menyangga beban-beban dasar yang konstan, dioperasikan sepanjang waktu dan memiliki waktu mula yang lama. Tipe intermediate biasanya digunakan sewaktu-waktu untuk menutupi lubang-lubang beban dasar pada kurva beban, memiliki waktu mula yang cepat dan lebih reaktif. Tipe peak/puncak, hanya dioperasikan saat PLN menghadapi beban puncak, umumnya pembangkit tipe ini memiliki keandalan yang tinggi, namun tidak terlalu ekonomis untuk digunakan terus-menerus.Melihat kurva diatas pula, maka kebijakan mengenai pembangunan pembangkit baru juga harus merefleksikan kurva beban sesuai dengan proyeksi kebutuhan listrik dimasa depan. Maka nantinya akan terlihat berapa pembangkit yang harus menjadi pembangkit tipe base dan berapa yang menjadi pembangkit mendukung beban intermediate dan beban puncak.

3.2 Keandalan Pembangkit Salah satu hal penting dari penyediaan pasokan energi listrik adalah isu keandalan. Keandalan kapasitas pembangkit didefenisikan sebagai persesuaian antara kapasitas pembangkit yang terpasang terhadap kebutuhan beban. Artinya pasokan energi diharuskan selalu tersedia untuk melayani beban secara kontinyu. Banyak faktor yang menjadi parameter keandalan dan kualitas listrik. Diantaranya : (i) Ketidakstabilan frekuensi (ii) Fluktuasi tegangan (iii) interupsi atau pemadaman listrik. Untuk parameter pertama dan kedua, umumnya permasalahannya muncul di sektor transmisi atau distribusi. Sedangkan parameter ketiga lebih banyak pada sektor pembangkitan, karena terkait masalah pemenuhan kapasitas pasokan terhadap beban. Metoda yang biasa digunakan untuk menentukan indeks itu adalah dengan metoda LOLP (Loss Of Load Probability) atau sering dinyatakan sebagai LOLE (Loss Of Load Expectation). Probabilitas kehilangan beban adalah metode yang dipergunakan untuk mengukur tingkat keandalan dari suatu sistem pembangkit dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya peristiwa sistem pembangkit tidak dapat mensuplai beban secara penuh. Banyak kegagalan pembangkit terjadi akibat tidak tersedianya sumber energi primer. Permasalahan ketersediaan ini seringkali menimpa pembangkit-pembangkit berbahan bakar fosil. Di Indonesia sendiri banyak pembangkit berbahan bakar gas yang harus dioperasikan dengan bahan bakar minyak karena langkanya ketersediaan gas untuk konsumsi pembangkit Indonesia. Atau bisa juga karena masalah distribusi yang tersendat, seperti masalah kapal batu bara yang tidak bisa merapat, terganggu akibat faktor cuaca. Sedangkan pada kebanyakan pembangkit listrik energi terbarukan, ketersediaanya memang bisa dibilang cukup menjanjikan, karena semuanya memang sudah tersedia di alam dan tinggal dimanfaatkan saja.3.3 Aspek Ekonomi Pertimbangan aspek ekonomi pembangkit umumnya meliputi 3 lingkup besar, yaitu: (i) biaya investasi awal; (ii) biaya operasional; (iii) biaya perawatan pembangkit. Sifat ekonomis sebuah sistem pembangkit listrik dapat dilihat dari harga jual listrik untuk setiap kWh (kilo watt kali jam). Salah satu faktor yang mempengaruhi bahwa pembangkit listrik-ekonomis (harga jual listrik serendah mungkin untuk setiap kWh) adalah biaya bahan bakar. Secara umum, biaya bahan bakar untuk pembangkit berbahan bakar fosil adalah 80 % dari biaya pembangkitan dan untuk pembangkit nuklir adalah 50 % dari biaya pembangkitan.3.4 Aspek Lingkungan dan GeografisSistem harus sesuai dengan kondisi geografis dan hubungan antarnegara. Sebuah pembangkit dibangun mengacu pada letak geografis dan pengaruhnya terhadap negara tetangga atau negara lain. Misalkan sebuah PLTU dioperasikan dan mengeluarkan gas CO2 ke udara. Pengontrolan terhadap pengeluaran gas CO2 perlu di lakukan juga oleh negara tetangga atau negara lain. Di dalam hal ini, kerja sama internasional sangat diperlukan untuk menjamin sistem berkeselamatan andal dan ramah lingkungan.3.5 Aspek Sosial dan PolitikSistem harus sesuai dengan program penelitian dan pengembangan negara itu serta terbentuknya kerja sama yang harmonis antara pemerintah dan masyarakat untuk menjamin tingkat keselamatan sistem yang tinggi dan andal. Kebutuhan masyarakat dan kebijakan pemerintah tentang program penelitian dan pengembangan bidang energi harus sesuai / searah untuk menjamin perencanaan energi nasional di masa depan berlangsung dengan baik.Energi nasional seharusnya dapat direncanakan dan diprediksi secara jangka pendek maupun jangka panjang dengan berdasarkan 5 kriteria pemilihan/kompatibilitas pembangkit. Hal ini untuk menjamin sebuah sistem pembangkit yang mendukung program energi nasional dapat beroperasi dengan baik dan berkeselamatan. Andal agar lingkungan tidak tercemari dan hubungan kerja sama internasional tetap berlangsung dengan baik. Berdasarkan kriteria tersebut, perencanaan bauran energi nasional sangat diperlukan untuk menghilangkan ketergantungan teknologi kepada salah satu jenis pembangkit, serta menjamin keberlangsungan kebutuhan energi di masa depan.4 Jenis-Jenis PembangkitKrisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 dan tahun 1979 memberikan pengalaman berharga kepada Indonesia khususnya tentang masalah dan dampak yang terjadi akibat ketergantungan pada satu jenis energi yang diimpor yaitu minyak bumi. Kenaikan harga minyak dunia mempengaruhi stabilitas ekonomi Indonesia. Hal ini menyebabkan terjadinya permintaan untuk pusat-pusat pembangkit tenaga listrik yang dapat mempergunakan jenis bahan bakar lain. Pada saat ini terdapat 5 jenis bahan bakar untuk pembangkitan tenaga listrik skala besar, yaitu : minyak, gas, batubara, hidro dan nuklir. Kemudian berkembang tuntutan-tuntutan lain, yaitu keperluan peningkatan efisiensi pembangkitan dan perlunya teknologi yang lebih bersahabat lingkungan. Perkembangan pembangkit listrik energi terbarukan, biomasa dan geothermal juga menjadi suatu sasaran yang penting. 4.1 Pembangkit Listrik Berbahan Bakar MinyakTerminologi pembangkit listrik berbahan bakar minyak pada umumnya diidentikkan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Walau pada kenyataannya bahan bakar minyak juga terkadang digunakan pada PLTG (akan dibahas pada 2.2). Prinsip kerja PLTD adalah dengan menggunakan mesin diesel yang berbahan bakar High Speed Diesel Oil (HSDO). Mesin diesel bekerja berdasarkan siklus diesel. Mulanya udara dikompresi ke dalam piston, yang kemudian diinjeksi dengan bahan bakar kedalam tempat yang sama. Kemudian pada tekanan tertentu campuran bahan bakar dan udara akan terbakar dengan sendirinya. Proses pembakaran seperti ini pada kenyataannya terkadang tidak menghasilkan pembakaran yang sempurna. Hal inilah yang menyebabkan efisiensi pembangkit jenis ini rendah, lebih kecil dari 50 %. Namun apabila dibandingkan dengan mesin bensin (otto), mesin diesel pada kapasitas daya yang besar masih memiliki efisiensi yang lebih tinggi, hal ini dikarenakan rasio kompresi pada mesin diesel jauh lebih besar daripada mesin bensin.Keuntungan utama penggunaan pembangkit listrik berbahan bakar minyak atau sering disebut dengan PLTD adalah dapat beroperasi sepanjang waktu selama masih tersediannya bahan bakar. Kehandalan pembangkit ini tinggi karena dalam operasinya tidak bergantung pada alam seperti halnya PLTA. Mengingat waktu start-nya yang cepat namun ongkos bahan bakarnya tergolong mahal dan bergantung dengan perubahan harga minyak dunia yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun, PLTD disarankan hanya dipakai untuk melayani konsumen pada saat beban puncak saja.

Investasi awal pembangunan PLTD yang relatif murah, kebutuhan energi di daerah-daerah terisolasi yang mendesak dan kebutuhan energi daerah-daerah yang belum terlalu besar, pemerintah Indonesia berinisiatif membangun PLTD yang berfungsi sebagai base-supply untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah-daerah ini, untuk mengurangi biaya transmisi dan rugi-rugi jaringan dalam menyalurkan energi listrik dari kota terdekat.

Dengan digunakannya bahan bakar konvensional maka adanya kemungkinan pembangkit ini akan sulit dioperasikan di masa depan karena persediaan minyak bumi dunia yang semakin menipis. Harga minyak yang terus meningkat menjadi pertimbangan utama dalam menggunakan pembangkit ini. Harga minyak yang mahal diakibatkan karena pasar minyak dunia yang tidak stabil dan ongkos transportasi untuk membawa minyak tersebut ke daerah yang dituju. Padahal di sisi beban, PLN dipaksa menjual dengan harga murah. Inilah yang menyebabkan PLN rugi besar.

Penulis berpendapat bahwa dengan memperhatikan alasan utama masalah ketersediaan minyak bumi nasional yang semakin sedikit, maka akan lebih bijaksana apabila tingkat konsumsi pembangkit listrik berbahan bakar minyak dikurangi. Dengan cara seperti itu diharapkan akan mempercepat Indonesia menjadi negara yang mandiri energi, tidak terpengaruh dengan krisis energi global. Oleh karena itu, upaya bauran energi nasional pembangkit listrik di Indonesia harus segera direalisir menjadi tindakan yang konkret dan menjadi komitmen bersama.4.2 Pembangkit Listrik Berbahan Bakar GasTurbin gas kini memegang peran penting di dalam pengembangan pusat-pusat pembangkit tenaga listrik yang baru. Peran itu tampaknya masih akan terus berlanjut memasuki abad ke-21 yang akan datang. Dominasi ini disebabkan karena efisiensi termal yang dimiliki turbin gas yang relatif tinggi bila dibandingkan dengan pembangkit berbahan bakar lainnya. Perkembangan yang cepat dari teknologi turbin gas dimulai dari awal 1990-an, dengan mempergunakan gas bumi sebagai bahan bakar akan meningkatkan efisiensi pusat listrik siklus kombinasi (combine cycle) mendekati 60 %. Diprediksi bahwa efisiensi ini masih akan terus meningkat dalam beberapa tahun mendatang.Pada Gambar 4 dijelaskan tentang cara kerja pembangkit listrik berbahan bakar gas. Prinsip kerja PLTG adalah dengan mamanfaatkan tekanan aliran udara ungtuk menggerakkan turbin. Pertama-tama udara dinaikkan tekanannya dengan menggunakan kompresor dan kemudian dibakar di ruang pembakaran untuk meningkatkan energinya. Pembakaran dilakukan dengan menggunakan bahan bakar gas (bisa juga digunakan MFO atau HSDO, tapi dengan efisiensi yang lebih rendah). Udara yang sudah bertekanan tinggi kemudian dialirkan melalui turbin dan menggerakkan generator, sehingga dihasilkanlah listrik. Keuntungan lain menggunakan PLTG adalah gas yang dipakai bisa dibilang lebih mudah untuk disiapkan daripada uap, sehingga PLTG bisa mulai berproduksi dengan cepat dari keadaan dingin dalam hitungan menit, jauh lebih cepat daripada PLTU.

Satu hal yang menarik pada PLTG adalah gas yang keluar dari turbin biasanya masih cukup panas. Cukup panas disini dalam artian bila di sebelah PLTG ada sebuah PLTU, maka gas hasil proses di PLTG masih dapat digunakan untuk memanaskan boiler kepunyaan PLTU. Inilah kemudian yang dikenal dengan sebutan siklus kombinasi, sebuah pembangkit yang terdiri dari PLTG dan PLTU. Keuntungan dari pembangkit listrik gabungan ini, PLTGU (gas uap), harga jual listriknya relatif lebih murah bila dibandingkan dengan harga jual listrik PLTU-batubara. Apabila Indonesia mampu mengolah dengan baik penggunaan cadangan gas bumi nasionalnya sehingga diperoleh pemasokan gas bumi untuk pembangkit dengan harga yang lebih rendah, maka biaya listrik dari pengoperasian PLTGU akan bisa lebih murah lagi. Selain pembangkitan listrik yang murah, keuntungan lain dari pembangkit listrik berbahan bakar gas bumi adalah emisi CO2 yang sangat rendah. PLTGU sering disebut sebagai bahan bakar yang bersih sehingga mengakibatkan pencemaran lingkungan yang minimal. Indonesia : dalam hal ini PT PLN (Persero), sekarang ini telah banyak mengoperasikan PLTGU. Dapat dikemukakan bahwa pada saat ini perusahaan Amerika GE (General Electric) berusaha untuk meningkatkan efisiensi PLTGU yang dapat melampaui 60 % dengan mempergunakan siklus kombinasi Kalina, yang mempergunakan suatu campuran dari air (H2O) dan amonia (NH3) sebagai fluida kerja. Teknologi kogenarsi, yang membangkitkan energi listrik dan panas dapat menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi lagi bahkan hingga 90 %. Teknologi ini juga sudah dimanfaatkan di beberapa pabrik di Indonesia. Namun kendala utama perkembangan pembangkit ini di Indonesia adalah pada proses penyediaan bahan bakar gas itu sendiri. Pemeriksaan BPK menemukan bahwa jumlah kebutuhan gas bumi untuk sejumlah pembangkit PLN di Jawa dan Sumatera sebanyak 1.459 juta kaki kubik per hari, sedangkan pasokan gas yang disediakan oleh para pemasok sebanyak 590 juta kaki kubik per hari. Dengan demikian terjadi kekurangan pasokan gas sebanyak 869 juta kaki kubik per hari

Menurut data Departemen ESDM, gas bumi di Indonesia di perkirakan hanya mencukupi untuk 61 tahun kedepan. Kemudian cadangan batubara diperkirakan habis dalam waktu 147 tahun lagi, sedangkan cadangan minyak bumi hanya cukup untuk 18 tahun kedepan. Agar mampu mengembangkan PLTGU di Indoneia, permasalahan persaingan penggunaan gas bumi : untuk transportasi, pembangkit listrik-industri dan konsumsi publik (program pemerintah : PT. Pertamina yang menyarankan konversi minyak tanah ke bahan bakar gas untuk memasak dan lain-lain), hal ini harus dapat diatur dengan jelas penyediaannya agar tidak menjadi dua hal yang saling kompetitif.

4.3 Pembangkit Listrik Berbahan Bakar BatubaraSecara global, fakta menyebutkan bahwa lebih banyak energi listrik dibangkitkan dengan batubara dibandingkan dengan bahan bakar lain. Situasi ini tampaknya masih akan terus berlanjut, hal ini disebabkan karena cadangan batubara yang besar. Namun di lain pihak, masalah utama pembangkit listrik berbahan bakar batubara adalah pembangkitan listrik ini merupakan salah satu kontributor pencemaran gas CO2 yang terbesar. Karena alasan tersebut berbagai usaha dilakukan untuk mengurangi masalah pencemaran itu, yang sering dinamakan dengan teknologi batubara bersih. Gambar 5 menunjukan cara kerja pembangkit listrik berbahan bakar batubara. Pertama-tama batubara dari luar dialirkan ke penampung batubara dengan conveyor, kemudian dihancurkan dengan pulverized fuel coal sehingga menjadi tepung batubara. Kemudian batubara halus tersebut dicampur dengan udara panas oleh forced draught fan sehingga menjadi campuran udara panas dan batubara. Dengan tekanan yang tinggi, campuran udara panas dan batubara disemprotkan ke dalam boiler sehingga akan terbakar dengan cepat seperti semburan api. Kemudian air dialirkan ke atas melalui pipa yang ada di dinding boiler, air tersebut akan dimasak menjadi uap dan uap tersebut dialirkan ke tabung boiler untuk memisahkan uap dari air yang terbawa. Selanjutnya uap dialirkan ke superheater untuk melipatgandakan suhu dan tekanan uap hingga mencapai suhu 570 C dan tekanan sekitar 200 bar yang meyebabkan pipa akan ikut berpijar menjadi merah.

Untuk mengatur turbin agar mencapai set point, kita dapat men-setting steam governor valve secara manual maupun otomatis. Uap keluaran dari turbin mempunyai suhu sedikit di atas titik didih, sehingga perlu dialirkan ke condenser agar menjadi air yang siap untuk dimasak ulang. Sedangkan air pendingin dari condenser akan di semprotkan kedalam cooling tower. Hal inilah yang meyebabkan timbulnya asap air pada cooling tower. Kemudian air yang sudah agak dingin dipompa balik ke condenser sebagai air pendingin ulang. Sedangkan gas buang dari boiler diisap oleh kipas pengisap agar melewati electrostatic precipitator untuk mengurangi polusi dan kemudian gas yg sudah disaring akan dibuang melalui cerobong.

Teknologi gasifikasi merupakan pemecahan yang kini mulai dipandang sebagai teknologi batubara yang dapat memenuhi keperluan akan pembangkitan tenaga listrik yang bersih dan efisien (teknologi batubara bersih). Diperkirakan bahwa pada awal abad ke-21, PLTU-batubara dengan teknologi gasifikasi akan mengeluarkan 99 % lebih sedikit sulfur dioksida (SO2) dan abu terbang, serta 90 % kurang nitrogen oksida (NOx) dari PLTU-batubara masa kini. PLTU-batubara gasifikasi juga diperkirakan akan menurunkan emisi karbon dioksida (CO2) dengan 35 40 %, menurunkan buangan padat dengan 40 50 % dan menghasilkan penghematan biaya daya 10 20 %. Teknologi gasifikasi digabung dengan teknologi turbin gas maju akan memegang peran utama dalam pusat-pusat pembangkit gasifikasi terpadu. Gasifikasi batubara maupun minyak residu sudah terjadi memanfaatkan kayu buangan atau bagas tebu juga menjanjikan. Dengan meningkatnya tuntunan-tuntunan lingkungan, kemungkinan besar teknologi gasifikasi akan menyebabkan batubara akan dapat mempertahankan posisi utamanya sebagai bahan bakar untuk pembangkitan tenaga listrik. Karena memiliki cadangan batubara yang cukup besar, terutama yang berupa lignit, teknologi gasifikasi akan menjadi sangat penting bagi Indonesia di masa mendatang. Di Amerika Serikat telah ada bebarapa proyek demontrasi siklus kombinasi gas terpadu (Integrated Gas Combined Cycle, IGCC), antara lain Wabash River Repowering Project di Indiana dengan daya 262 MWdan Camden Clean Energy Demonstration Project di New Jersey dengan daya 480 MW. Teknologi pencairan batubara masih banyak terganggu oleh biaya yang tinggi. Negara yang paling maju dalam bidang ini adalah Afrika Selatan. Negara ini memiliki beberapa pabrik yang memproduksi batubara cair. Pabrik pertama adalah Sasol One terletak dekat kota Sasolburg, yang sejak pertengah 1950an telah berproduksi. Pabrik kedua, Sasol Two, terletak di kota Secunde berproduksi sejak tahun 1980, dan pabrik ketiga, Sasol Three, berproduksi sejak tahun 1982.Walaupun teknologi pengolahan batubara sebagai bahan bakar primer sudah jauh berkembang dan cadangan nasional batubara cukup tinggi, sayangnya pembangkit listrik ini membuang energi dua kali lipat dari energi yang dihasilkan. Setiap 1000 megawatt yang dihasilkan dari pembangkit listrik bertenaga batubara akan mengemisikan 5,6 juta ton CO2 per tahun. CO2 merupakan salah satu gas yang paling menyebabkan global warming atau efek rumah kaca. Bagaimanapun teknologi batubara bersih yang digunakan, Penulis masih menganggap bahwa proses gasifikasi / batubara cair belum bisa mengurangi emisi gas karbondioksida dan belum bisa meningkatkan efisiensi bahan bakar. Terlalu banyak energi yang dibuang selama proses pengolahan dari batubara mentah menjadi batubara cair/gas. Walaupun PLTU dengan teknologi batubara bersih mampu mengurangi 90 % gas buangan dan abu terbangnya pada saat beroperasi, namun polutan selama proses pembuatan batubara cair / gas yang dihasilkan masih cukup tinggi.

4.5 Pembangkit Listrik Tenaga NuklirPembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) mengalami beberapa perkembangan yang sangat signifikan, terutama perkembangan di pembuatan desain sedemikian hingga PLTN generasi berikutnya menjadi lebih andal, aman, ekonomis serta lebih mudah untuk dioperasikan. Peningkatan keandalan dan keamanan diperoleh pada penyederhanaan sistem pipa primer, perbaikan pada mekanisme batang kendali dan optimasi dari pendinginan inti dalam keadaan darurat. Peningkatan kemudahan operasi dan pemeliharaan diupayakan dengan cara perbaikan sistem instrumentasi dan pengendalian, sedangkan penurunan biaya konstruksi dan operasi diharapkan dapat meningkatkan unjuk kerja secara ekonomis. Pengembangan teknologi PLTN juga meliputi penurunan jumlah dari limbah radioaktif yang dihasilkan. Perkembangan terpesat PLTN kini terjadi di RRC, yang diperkirakan akan memiliki 20 GW daya terpasang PLTN pada tahun 2010. PLTN yang banyak terpasang adalah PWR (Pressurized Water Reactor), diperkirakan juga akan berkembang PLTN Candu (Canadian Deuterium Uranium), teknologi dari Kanada. Cara kerja PLTN jenis PWR dan BWR ditunjukkan pada Gambar 6 : yang berbeda dari PLTN adalah mesin pembangkit uapnya, yaitu berupa reaktor nuklir. Dalam reaktor nuklir, reaksi fisi berantai dipertahankan kontinuitasnya dalam bahan bakar sehingga bahan bakar menjadi panas. Panas ini kemudian ditransfer ke pendingin reaktor yang kemudian secara langsung atau tak langsung digunakan untuk membangkitkan uap. Pembangkitan uap langsung dilakukan dengan membuat pendingin reaktor (biasanya air biasa, H2O) mendidih dan menghasilkan uap. Pada pembangkitan uap tak langsung, pendingin reaktor (disebut pendingin primer) yang menerima panas dari bahan bakar disalurkan melalui pipa ke perangkat pembangkit uap. Pendingin primer ini kemudian memberikan panas (menembus media dinding pipa) ke pendingin sekunder (air biasa) yang berada di luar pipa perangkat pembangkit uap untuk kemudian panas tersebut mendidihkan pendingin sekunder dan membangkitkan uap.

Pada umumnya tipe reaktor nuklir dalam PLTN dibedakan berdasarkan komposisi, konstruksi dari bahan moderator neutron dan bahan pendingin yang digunakan, sehingga digunakan sebutan seperti reaktor gas, reaktor air ringan, reaktor air berat (air ringan (H2O) dan air berat (D2O) ; D adalah salah satu isotop hidrogen, yaitu deuterium 2H1). Selain itu, faktor kondisi air pendingin juga menjadi pertimbangan penggolongan tipe reaktor nuklir dalam PLTN. Jika air pendingin dalam kondisi mendidih disebut reaktor air didih, jika tak mendidih (atau tidak diizinkan mendidih, dengan memberi tekanan secukupnya pada pendingin) disebut reaktor air tekan. Reaktor nuklir dengan temperatur pendingin sangat tinggi (di atas 800o C) disebut reaktor gas temperatur tinggi. Kecepatan neutron rata-rata dalam reaktor yang dihasilkan dari reaksi fisi juga dipakai untuk menggolongkan tipe reaktor. Berdasarkan kecepatan neutron rata-rata dalam teras, ada reaktor cepat dan reaktor termal (neutron dengan kecepatan relatif lambat sering disebut sebagai neutron termal).

Terdapat beberapa tipe Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), yaitu : (i) Reaktor Air Tekan (Pressurized Water Reactor, PWR); (ii) Reaktor Air Tekan Rusia (VVER); (iii) Reaktor Air Didih (Boiling Water Reactor, BWR); (iv) Reaktor Air Berat Pipa Tekan (CANDU); (v) Reaktor Air Berat Pembangkit Uap (Steam Generating Heavy Water Reactor, SGHWR); (vi) Reaktor Pendingin Gas (Gas Cooled Reactor, GCR); (vii) Reaktor Gas Maju (Advanced Gas Reactor, AGR); (viii) Reaktor Gas Suhu Tinggi (High Temperatur Gas Reactor, HTGR); (ix) Reaktor Moderator Grafit Pendingin Air Didih (RBMK); (x) Reaktor Pembiak Cepat (Fast Breeder Reactor, FBR).

Reaktor Air Ringan (Light Water Reactor, LWR) : Diantara PLTN yang masih beroperasi di dunia, 80 % adalah PLTN tipe Reaktor Air Ringan (LWR). Reaktor ini pada awalnya dirancang untuk tenaga penggerak kapal selam angkatan laut Amerika. Dengan modifikasi secukupnya dan peningkatan daya seperlunya kemudian digunakan dalam PLTN. PLTN tipe ini dengan daya terbesar yang masih beroperasi pada saat ini (tahun 2003) adalah PLTN Chooz dan Civaux di Perancis yang mempunyai daya 1500 MWe, dari kelas N-4 Perancis. Reaktor Air Ringan dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu Reaktor Air Didih dan Reaktor Air Tekan (pendingin tidak mendidih), kedua golongan ini menggunakan air ringan sebagai bahan pendingin dan moderator. Pada tipe reaktor air ringan sebagai bahan bakar digunakan uranium dengan pengayaan rendah sekitar 2 4 % (bukan uranium alam karena sifat air yang menyerap neutron). Kemampuan air dalam memoderasi neutron (menurunkan kecepatan / energi neutron) sangat baik, maka jika digunakan dalam reaktor (sebagai moderator neutron dan pendingin) ukuran teras reaktor menjadi lebih kecil (kompak) bila dibandingkan dengan reaktor nuklir tipe reaktor gas dan reaktor air berat.

Reaktor Air Tekan (Pressurized Water Reactor, PWR) : Pada PLTN tipe PWR, air sistem pendingin primer masuk ke dalam bejana tekan reaktor pada tekanan tinggi dan temperatur lebih kurang 290o C. Air bertekanan dan bertemperatur tinggi ini bergerak pada sela-sela batang bahan bakar dalam perangkat bahan bakar ke arah atas teras sambil mengambil panas dari batang bahan bakar, sehingga temperaturnya naik menjadi sekitar 320o C. Air pendingin primer ini kemudian disalurkan ke perangkat pembangkit uap (lewat sisi dalam pipa pada perangkat pembangkit uap), di perangkat ini air pendingin primer memberikan energi panasnya ke air pendingin sekunder (yang ada di sisi luar pipa pembangkit uap) sehingga temperaturnya naik sampai titik didih dan terjadi penguapan. Uap yang dihasilkan dari penguapan air pendingin sekunder tersebut kemudian dikirim ke turbin untuk memutar turbin yang dikopel dengan generator listrik. Perputaran generator listrik akan menghasilkan energi listrik yang disalurkan ke jaringan listrik. Air pendingin primer yang ada dalam bejana reaktor dengan temperatur 320o C akan mendidih jika berada pada tekanan udara biasa (sekitar 1 atm). Agar pendingin primer ini tidak mendidih, maka sistem pendingin primer diberi tekanan hingga 157 atm. Karena adanya pemberian tekanan ini maka bejana reaktor sering disebut sebagai bejana tekan atau bejana tekan reaktor. Pada reaktor tipe PWR, air pendingin primer yang membawa unsur-unsur radioaktif dialirkan hanya sampai ke pembangkit uap, tidak sampai turbin, oleh karena itu pemeriksaan dan perawatan sistem sekunder (komponen sistem sekunder: turbin, kondenser, pipa penyalur, pompa sekunder dan lain-lain) menjadi mudah dilakukan. Konstruksi bejana reaktor tipe PWR ditunjukkan pada Gambar 6.

Pada prinsipnya PWR yang dikembangkan oleh Rusia (disebut VVER) sama dengan PWR yang dikembangkan oleh negara-negara barat. Perbedaan konstruksi terdapat pada bentuk penampang perangkat bahan bakar VVER (berbentuk segi enam) dan letak pembangkit uap VVER (horisontal). Pada reaktor tipe PWR, seperti yang banyak beroperasi saat ini, peralatan sistem primer saling dihubungkan membentuk suatu untai (loop). Jika peralatan sistem primer dihubungkan oleh dua pipa penghubung utama yang diperpendekdan kemudian dimasukkan dalam bejana reaktor maka sistem seperti ini disebut reaktor setengah terintegrasi (setengah modular). Tetapi jika seluruh sistem primer disatukan dan dimasukkan ke dalam bejana reaktor maka disebut reaktor terintegrasi (modular), lihat. Reaktor setengah modular ataupun modular tidak dikembangkan untuk PLTN berdaya besar.

Reaktor Air Didih (Boiling Water Reactor, BWR) : Karakteristika unik dari reaktor air didih adalah uap dibangkitkan langsung dalam bejana reaktor dan kemudian disalurkan ke turbin pembangkit listrik. Pendingin dalam bejana reactor berada pada temperatur sekitar 285o C dan tekanan jenuhnya sekitar 70 atm. Reaktor ini tidak memiliki perangkat pembangkit uap tersendiri, karena uap dibangkitkan di bejana reaktor. Karena itu pada bagian atas bejana reaktor terpasang perangkat pemisah dan pengering uap, akibatnya konstruksi bejana reaktor menjadi lebih rumit. Konstruksi reaktor BWR diperlihatkan pada Gambar 6.

Reaktor Air Berat (Heavy Water Reactor, HWR) : Dalam hal kemampuan memoderasi neutron, air berat berada pada urutan berikutnya setelah air ringan, tetapi air berat hampir tidak menyerap neutron. Oleh karena itu jika air berat dipakai sebagai moderator, maka dengan hanya menggunakan uranium alam (tanpa pengayaan) reaktor dapat beroperasi dengan baik. Bejana reaktor (disebut kalandria) merupakan tangki besar yang berisi air berat, di dalamnya terdapat pipa kalandria yang berisi perangkat bahan bakar. Tekanan air berat biasanya berkisar pada tekanan satu atmosferdan temperaturnya dijaga agar tetap di bawah 100o C. Akan tetapi pendingin dalam pipa kalandria mempunyai tekanan dan temperatur yang tinggi, sehingga konstruksi pipa kalandria berwujud pipa tekan yang tahan terhadap tekanan dan temperatur yang tinggi.

Reaktor Air Berat Tekan (Pressurized Heavy Water Reactor, PHWR) : CANadian Deuterium Uranium Reactor (CANDU) adalah suatu PLTN yang tergolong pada tipe reaktor pendingin air berat tekan dengan pipa tekan. Reaktor ini merupakan reaktor air berat yang banyak digunakan. Bahan bakar yang digunakan adalah uranium alam. Kanada menjadi pelopor penyebaran reaktor tipe ini di seluruh dunia.

Reaktor Air Berat Pendingin Gas (Heavy Water Gas Cooled Reactor, HWGCR) : HWGCR atau sering dibalik GCHWR adalah suatu tipe reaktor nuklir yang menggunakan air berat sebagai bahan moderatornya, sehingga pemanfaatan neutronnya optimal. Gas pendingin dinaikkan temperaturnya sampai pada tingkat yang cukup tinggi sehingga efisiensi termal reaktor ini dapat ditingkatkan. Tetapi oleh karena persoalan pengembangan bahan kelongsong yang tahan terhadap temperatur tinggi dan paparan radiasi lama belum terpecahkan hingga sekarang, maka pada akhirnya di dunia hanya terdapat 4 reaktor tipe ini. Di negara Perancis reaktor tipe ini dibangun, tetapi sebagai bahan kelongsong tidak digunakan berilium melainkan stainless steel.

Reaktor Air Berat Pembangkit Uap (Steam Generated Heavy Water Reactor, SGHWR) : Reaktor ini sering disebut Light Water Cooled Heavy Water Reactor (LWCHWR) dan hanya ada di Pusat Penelitian Winfrith Inggris. Reaktor berdaya 100 MWe ini merupakan prototipe reaktor pembangkit daya tipe SGHWR dan beroperasi dari tahun 1968 sampai tahun 1990. Pada waktu itu reaktor SGHWR sempat menjadi suatu fokus pengembangan di Inggris, tetapi oleh karena persoalan ekonomi maka tidak dikembangkan lebih lanjut. Sementara itu Jepang mengembangkan reaktor air berat yang disebut Advanced Thermal Reactor (ATR). Jepang membangun reaktor ATR Fugen berdaya 165 MWe. Keunikan dari reaktor ATR ini adalah, bahan bakar dapat terbuat dari uranium dengan pengayaan rendah atau uranium alam yang diperkaya dengan plutonium. Pada saat bahan bakar terbakar, penyusutan plutonium di bahan bakar sedikit sekali. Reaktor prototipe Fugen dioperasikan sejak tahun 1979, tetapi karena terjadi perubahan kebijakan dari pemerintah, sampai saat ini reaktor ATR komersial belum pernah terwujud. Reaktor Fugen beroperasi hingga tahun 2002 dan pada tahun berikutnya direncanakan untuk didekomisioning.

Reaktor Grafit Pendingin Gas (Gas Cooled Reactor, GCR) : Grafit sebagai bahan moderator sudah digunakan oleh ilmuwan Enrico Fermi sejak reaktor nuklir pertama Chicago Pile No.1 (CP 1). Grafit terkenal murah dan dapat diperoleh dalam jumlah besar. Plutonium (Pu-239) yang digunakan pada bom atom yang dijatuhkan pada saat Perang Dunia II dibuat di reaktor grafit. Setelah perang dunia berakhir reaktor GCR adalah salah satu tipe reaktor yang didesain-ulang di Inggris maupun Perancis. Reaktor ini menggunakan bahan bakar logam uranium alam, moderator grafit pendingin gas karbondioksida. Bahan kelongsong terbuat dari paduan magnesium (Magnox), oleh karena itu reaktor ini disebut sebagai reaktor Magnox. Reaktor Magnox mempunyai pembangkitan daya listrik cukup besar dan efisiensi ekonomi yang baik. Raktor tipe modifikasi Magnox pernah dibangun di Jepang pada tahun 1967 sebagai PLTN Tokai. Setelah beroperasi selama 30 tahun reaktor ini ditutup pada tahun 1998.

Reaktor Grafit Pendingin Gas Maju (Advanced Gas-cooled Reactor, AGR) : Di Inggris fokus pengembangan teknologi PLTN bergeser ke reaktor berbahan bakar uranium dengan pengayaan rendah, yang memiliki kerapatan daya dan efisiensi termal yang tinggi. Unjuk kerja reaktor ini terbukti dapat diperbaiki. Di Inggris reaktor ini hanya sempat dibangun sebanyak 14 buah saja, karena setelah pertengahan tahun 1980 kebijakan Pemerintah Inggris berubah.

Reaktor Grafit Pendingin Gas Suhu Tinggi (High Temperatur Gas-cooled Reactor, HTGR) : Reaktor ini menggunakan gas helium sebagai pendingin. Karakteristika menonjol yang unik dari reaktor HTGR ini adalah konstruksi teras didominasi bahan moderator grafit, temperature operasi dapat ditingkatkan menjadi tinggi dan efisiensi pembangkitan listrik dapat mencapai lebih dari 40 %. Terdapat 3 bentuk bahan bakar dari HTGR, yaitu dapat berupa: (a) Bentuk batang seperti reaktor air ringan (dipakai di reaktor Dragon dan Peach Bottom); (b) Bentuk blok, di mana di dalam lubang blok grafit yang berbentuk segi enam di masukkan batang bahan bakar (dipakai di reaktor Fort St. Vrain, MHTGR, HTTR); (c) Bentuk bola (peble bed), di mana butir bahan bakar bersalut didistribusikan dalam bola grafit (dipakai di reaktor AVR, THTR-300).

Reaktor Grafit Pipa Tekan Air Didih Moderator Grafit (Light Water Gas-cooled Reactor, LWGR) RBMK adalah reaktor tipe ini yang hanya dikembangkan di Rusia. Reaktor ini tidak menggunakan tangki kalandria (berisi air berat) seperti reaktor tipe SGHWR tetapi menggunakan grafit sebagai moderator, oleh karena itu dimensi reaktor menjadi besar. Sekitar 1700 buah pipa tekan menembus susunan blok grafit. Di dalam pipa tekan diisi batang bahan bakar di mana di sekelilingnya mengalir air ringan yang mengambil panas dari batang bahan bakar sehingga mendidih. Uap yang terbentuk dikirim ke turbin pembangkit listrik untuk memutar turbin dan membangkitkan listrik. Salah satu reaktor tipe ini yang terkenal karena mengalami kecelakaan adalah reaktor Chernobyl No.4 yang merupakan reaktor tipe RBMK-1000. Salah satu kegagalan desain pada reaktor tipe RBMK yang dianggap sebagai kambing hitam terjadinya kecelakaan Chernobyl adalah tidak tersedianya bejana pengungkung reaktor.

Reaktor Cepat (Fast Reactor, FR), Reaktor Pembiak Cepat (Liquid Metal Fast Breeder Reactor, LMFBR) : Seperti tersirat dalam nama tipe reaktor ini, neutron cepat yang dihasilkan dari reaksi fisi dengan kecepatan tinggi dikondisikan sedemikian rupa sehingga diserap oleh uranium-238 menghasilkan plutonium-239. Dengan kata lain di dalam reaktor dapat dibiakkan (dibuat) unsur plutonium. Rapat daya dalam teras reaktor cepat sangat tinggi, oleh karena itu sebagai pendingin biasanya digunakan bahan logam natrium cair atau logam cair campuran natrium dan kalium (NaK) yang mempunyai kemampuan tinggi dalam mengambil panas dari bahan bakar. Konstruksi reaktor pembiak cepat terdiri dari pendingin primer yang berupa bahan logam cair mengambil panas dari bahan bakar dan kemudian mengalir ke alat penukar panas-antara (intermediate heat exchanger), selanjutnya energi panas ditransfer ke pendingin sekunder dalam alat penukar panas-antara ini. Kemudian pendingin sekunder (bahan pendingin adalah natrium cair atau logam cair natrium) yang tidak mengandung bahan radioaktif akan mengalir membawa panas yang diterima dari pendingin primer menuju ke perangkat pembangkit uapdan memberikan panas ke pendingin tersier (air ringan) sehingga temperaturnya meningkat dan mendidih (proses pembangkitan uap). Uap yang dihasilkan selanjutnya dialirkan ke turbin untuk memutar generator listrik yang dikopel dengan turbin. Komponen sistem primer dari reaktor pembiak cepat terdiri dari bejana reaktor, pompa sirkulasi primer, alat penukar panas-antara. Komponen ini dirangkai oleh pipa penyalur pendingin membentuk suatu untai (loop), karena itu reaktor seperti ini digolongkan dalam kelas reaktor untai. Apabila seluruh komponen sistem primer di atas semuanya dimasukkan ke dalam bejana reaktor, maka reaktor pembiak cepat seperti ini digolongkan dalam kelas reaktor tangki atau reaktor kolam. Contoh reaktor pembiak cepat tipe reaktor untai adalah reaktor prototipe Monju di Jepang, sedangkan untuk tipe reaktor kolam adalah reaktor Super Phenix di Perancis yang sudah menjadi reaktor komersial. Reaktor Cepat Eropa (Europian Fast Reactor, EFR) yang secara intensif dikembangkan oleh negara-negara Eropa diharapkan akan mulai masuk pasar komersial pada tahun 2010.

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir selalu menggelitik para pendengar, pembaca atau pemirsa di media koran, televisi atau media lainnya. PLTN akan selalu memunculkan pro dan kontra di kalangan masyarakat awam terhadap teknologi tersebut, maupun di golongan ilmuwan yang mengerti secara umum terhadap perkembangan teknologi PLTN. Dalam pengoperasian pembangkit listrik tenaga nuklir, jaminan terhadap keselamatan menjadi hal yang penting untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Untuk meningkatkan pemahaman dan kepercayaan masyarakat, perlu diberikan penjelasan tentang tata cara atau prosedur yang aman dalam pengoperasian suatu instalasi nuklir, sehingga akan terjadi saling pengertian antara masyarakat dengan pihak operator instalasi. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir dapat menjadi alternatif untuk menggantikan pembangkit tipe base (beban dasar) berbahan bakar fosil di masa yang akan datang.

Tabel 1. Komposisi pendingin dan moderator reaktor pada suatu reaktor prototipe5. PenutupDengan memperhatikan kecenderungan-kecenderungan perkembangan teknologi yang kini terjadi, beberapa catatan dapat dibuat. Penggunaan gas bumi sebagai bahan bakar pembangkitan energi listrik akan meningkat dengan pesat di Indonesia. Pemanfaatan batubara juga akan meningkat, sekalipun tidak setajam gas. Posisi batubara sebagai bahan bakar utama masih dapat dipertahankan untuk beberapa tahun kedepan. Penggunaan energi nuklir secara global akan menggantikan peran pembangkit listrik berbahan bakar fosil (minyak bumi batubara gas alam) secara bertahap untuk memenuhi kebutuhan listrik dengan karakteristik beban yang konstan (Jawa Bali). Pemanfaatan minyak akan banyak menurun. Minat akan energi terbarukan akan meningkat juga, sekalipun secara relatif memiliki peran yang masih kecil. Melimpahnya tenaga surya yang merata dan dapat ditangkap di seluruhkepulauan Indonesia hampir sepanjang tahun merupakan sumberenergi listrik yang sangat potensial. Oleh karena itu, PV dan biomassa diperkirakan akan meningkat dengan pesat. Selain itu ada juga pemanfaatan energi panas bumi bisa menjadi alternatif yang murah dan ramah lingkungan. Tetapi pemanfaatan energi panas bumi tidak bisa maksimal karena persediaannya sangat terbatas dan teknologi untuk mengelolanya dianggap mahal.

Efisiensi pembangkitan tenaga listrik akan meningkat, bukan saja karena teknologi pembangkitannya menjadi lebih baik, akan tetapi juga karena pengusahaan tenaga listrik makin lama makin banyak mempergunakan otomatisasi. Dan juga perlu disebut masalah lingkungan akan menjadi lebih kecil karena perkembangan teknologi yang lebih bersahabat lingkungan. REFERENCE :1. Paul Breeze, Power Generation Technologies, Jordan Hill, Oxford, 2005.2. Presidential degree 5, 20063. Dr. Ir. Pekik A. Dahono, Sumber Energi Alternatif (SEA), Laboratorium Penelitian Konversi Energi Elektrik, Teknik Elektro ITB

4. Prof. Ir. Abdul Kadir, IPM, Beberapa Kecenderungan Perkembangan Teknologi Pembangkit Listrik, Ketua Sekolah Tinggi Teknik Yayasan PLN, Jakarta

5. Dr. Ir. Wilson Walery Wenas, Teknologi Sel Surya : Perkembangan Dewasa Ini dan yang Akan Datan, Laboratorium Semikonduktor, Fisika-ITB6. Teguh Priyambodo, Pembangkit Listrik Tenaga Surya: Memecah Kebuntuan Kebutuhan Energi Nasional dan Dampak Pencemaran Lingkungan