KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK & INOVASI · pedesaan antara lain pembangkit listrik tenaga...

4
1 LIPI Policy Brief : Energi Terbarukan MENJAGA KEBERLANJUTAN PEMANFAATAN ENERGI TERBARUKAN DI PERDESAAN POLICY BRIEF Energi Terbarukan Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, menghasilkan kajian ilmiah dibidang kebijakan dan manajemen ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi. PAPPIPTEK-LIPI KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK & INOVASI ISSN : 2502 - 5015 Policy Brief ini mengusulkan beberapa hal yang terkait dengan keberlanjutan proyek-proyek energi terbarukan di perdesaan atau di daerah terpencil. Waktu pelaksanaan proyek energi terbarukan, terutama proyek pemerintah, relatif sangat singkat, umumnya hanya berlangsung satu tahun anggaran. Waktu satu tahun ini hanya cukup untuk membangun teknologi energi saja. Sedangkan upaya untuk melatih masyarakat agar bisa mengelolanya secara profesional dan menumbuhkan rasa memiliki di antara mereka memerlukan waktu lebih panjang. Oleh karena itu, untuk menjaga keberlanjutan sistem energi terbarukan yang dikelola oleh masyarakat, maka mereka harus diberikan kemampuan untuk mengoperasikan, mengelola dan merawat teknologi tersebut. Keuntungan yang diperoleh dari pengoperasian sistem energi tersebut harus bisa digunakan baik untuk keperluan operasional, pemeliharaan dan penggantian suku cadang. Untuk menurunkan biaya perawatan dan pemeliharaan yang dilakukan oleh pihak lain maka perlu dibangun rantai pasok, yakni dengan cara membuat penyediaan energi terbarukan menjadi pasar yang menarik bagi pebisnis untuk berinvestasi dalam rangkaian rantai pasok energi terbarukan. Selain menjaga keberlanjutan bisnis energi terbarukan, pengelola juga sebaiknya mendapatkan kemudahan akses dana untuk menjaga keberlanjutan kinerja energi terbarukan tersebut. Akses dana dalam jumlah relatif besar akan dibutuhkan jika terjadi kerusakan parah baik karena faktor alam maupun faktor manusia. Pesan kebijakan : Sistem energi yang tersentralisasi di perdesaan menuntut upaya khusus untuk mempersiapkan masyarakat agar bisa mengelolanya secara kolektif. Teknologi yang diimplementasikan harus disesuaikan dengan kemampuan maupun perilaku masyarakat yang menerimanya, atau disesuaikan dengan kemampuan masyarakat menyesuaikan diri dengan teknologi tersebut. Perlu dibangun rantai pasok energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan layanan pemeliharaan dan penyediaan suku cadang. Perlu dipersiapkan skema pendanaan untuk teknologi energi terbarukan di pedesaan, baik oleh lembaga keuangan pemerintah maupun swasta No. 2016-02.PAPPIPTEK Energi adalah penyangga peradaban. Kemajuan peradaban sangat tergantung pada kemajuan penggunaan energi. Menurut Strauss, Rupp, dan Love, (2013, hal. 11), ”Sebagai 'sumber daya utama,' energi memberdayakan dan mengubah dunia yang dilalui dalam berbagai bentuk melalui jaringan alamiah dan sosial.”[1]. Sangat sulit dibayangkan masyarakat dapat bertahan tanpa bantuan energi. Energi dan budaya memiliki hubungan yang kuat dan saling mempengaruhi satu sama. “Kepercayaan kita mengenai energi membentuk cara kita menggunakannya dan penggunaan terhadap energi secara serentak membentuk konsep budaya dan kepercayaan kita mengenai energi”[2] (Strauss et al, 2013, hal. 10). Pendahuluan [1] As the “master resource,” energy empowers and transforms the world as it flows in varied forms through natural and social circuitry. [2] Our beliefs about energy shape how we use it; our uses of energy simultaneously shape our cultural concepts of and beliefs about energy.

Transcript of KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK & INOVASI · pedesaan antara lain pembangkit listrik tenaga...

1 LIPIPolicy Brief : Energi Terbarukan

MENJAGA KEBERLANJUTAN PEMANFAATAN

ENERGI TERBARUKAN DI PERDESAAN

POLICY BRIEF

E n e r g i Te r b a r u k a n

Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, menghasilkan kajian ilmiah dibidang kebijakan dan manajemen ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi.

PAPPIPTEK-LIPI

KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN IPTEK & INOVASI

ISSN : 2502 - 5015

Policy Brief ini mengusulkan beberapa hal yang terkait dengan keberlanjutan

proyek-proyek energi terbarukan di perdesaan atau di daerah terpencil. Waktu

pelaksanaan proyek energi terbarukan, terutama proyek pemerintah, relatif sangat

singkat, umumnya hanya berlangsung satu tahun anggaran. Waktu satu tahun ini

hanya cukup untuk membangun teknologi energi saja. Sedangkan upaya untuk

melatih masyarakat agar bisa mengelolanya secara profesional dan menumbuhkan

rasa memiliki di antara mereka memerlukan waktu lebih panjang. Oleh karena itu,

untuk menjaga keberlanjutan sistem energi terbarukan yang dikelola oleh

masyarakat, maka mereka harus diberikan kemampuan untuk mengoperasikan,

mengelola dan merawat teknologi tersebut. Keuntungan yang diperoleh dari

pengoperasian sistem energi tersebut harus bisa digunakan baik untuk keperluan

operasional, pemeliharaan dan penggantian suku cadang. Untuk menurunkan

biaya perawatan dan pemeliharaan yang dilakukan oleh pihak lain maka perlu

dibangun rantai pasok, yakni dengan cara membuat penyediaan energi terbarukan

menjadi pasar yang menarik bagi pebisnis untuk berinvestasi dalam rangkaian

rantai pasok energi terbarukan. Selain menjaga keberlanjutan bisnis energi

terbarukan, pengelola juga sebaiknya mendapatkan kemudahan akses dana untuk

menjaga keberlanjutan kinerja energi terbarukan tersebut. Akses dana dalam

jumlah relatif besar akan dibutuhkan jika terjadi kerusakan parah baik karena faktor

alam maupun faktor manusia.

Pesan kebijakan :

► Sistem energi yang tersentralisasi di perdesaan menuntut upaya khusus untuk mempersiapkan m a s y a r a k a t a g a r b i s a mengelolanya secara kolektif.

► T e k n o l o g i y a n g d i i m p l e m e n t a s i k a n h a r u s disesuaikan dengan kemampuan maupun perilaku masyarakat yang menerimanya, atau disesuaikan dengan kemampuan masyarakat menyesua ikan d i r i dengan teknologi tersebut.

►Perlu dibangun rantai pasok energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan layanan pemeliharaan dan penyediaan suku cadang.

►Pe r l u d i p e r s i a p k a n s k e m a pendanaan untuk teknologi energi terbarukan di pedesaan, baik oleh lembaga keuangan pemerintah maupun swasta

No. 2016-02.PAPPIPTEK

Energi adalah penyangga peradaban. Kemajuan peradaban sangat tergantung pada kemajuan penggunaan energi. Menurut Strauss, Rupp, dan Love, (2013, hal. 11), ”Sebagai 'sumber daya utama,' energi memberdayakan dan mengubah dunia yang dilalui dalam berbagai bentuk melalui jaringan alamiah dan sosial.”[1]. Sangat sulit dibayangkan masyarakat dapat bertahan tanpa bantuan energi. Energi dan budaya memiliki hubungan yang kuat dan saling mempengaruhi satu sama. “Kepercayaan kita mengenai energi membentuk cara kita menggunakannya dan penggunaan terhadap energi secara serentak membentuk konsep budaya dan kepercayaan kita mengenai energi”[2] (Strauss et al, 2013, hal. 10).

Pendahuluan

[1] As the “master resource,” energy empowers and transforms the world as it flows in varied forms through natural and social circuitry.[2] Our beliefs about energy shape how we use it; our uses of energy simultaneously shape our cultural concepts of and beliefs about energy.

2 LIPIPolicy Brief : Energi Terbarukan

Salah satu upaya nyata pembangunan infrastruktur di Indonesia adalah pemanfaatan energi baru dan terbarukan untuk penyediaan energi bersih (penerangan/listrik dan bahan bakar) bagi masyarakat perdesaan, pulau terluar dan kawasan perbatasan. Hal ini sejalan dengan UU 30/2007 tentang Energi dan Perpres No 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, serta Rencana Strategis Kementerian ESDM Tahun 2015–2019. Sisi lain, pencapaian pembangungan sektor ketenagalistrikan belum optimal. Beberapa wilayah provinsi di Indonesia belum mendapatkan jaringan listrik PLN secara penuh. Hal ini ditandai dengan rendahnya rasio elektrifikasi seperti di Papua Barat (45,93%) dan Nusa Tenggara Timur (58,64%). Padahal rasio elektrifikasi nasional pada tahun 2015 sudah mencapai 88,30% dan cenderung meningkat setiap tahunnya seperti terlihat pada Gambar 1 berikut (Dirjen Ketenagalistrikan, KESDM, 2015).

Misalnya, listrik tenaga surya yang digunakan secara mandiri di tiap rumah bisa digunakan lebih lama. Walaupun listrik PLN masuk, teknologi ini tetap bisa digunakan karena menyediakan listrik secara cuma-cuma. Sedangkan untuk PLTMH, perlu dipertimbangkan besar minimal dari energi yang dihasilkan. Jika terlalu kecil, maka pendapatannya tentu akan kecil pula, sehingga tidak bisa disisihkan untuk menutupi biaya pemeliharaan. Jika listriknya melebihi kebutuhan masyarakat, maka listrik yang tersisa bisa dijual ke PLN dengan cara dihubungkan ke jejaring PLN (on-grid).

Selain untuk menyediakan listrik, teknologi juga diperlukan untuk menyediakan energi bersih untuk keperluan memasak. Penggunaan energi bersih telah mengurangi dampak buruk kesehatan yang diakibatkan oleh asap dan polusi dalam ruang. Sampai tahun 2013, dari 60 juta keluarga di Indonesia, sekitar 24,5 juta rumah tangga di Indonesia memasak setiap hari dengan tungku tradisional yang menggunakan kayu bakar dengan tungku tradisional (ASTAE, 2013). Hal inilah yang berpotensi menjangkitkan penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), sakit mata, bahkan pneumonia.

Dari berbagai proyek energi terbarukan yang telah diimplementasikan tersebut, hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja proyek-proyek energi terbarukan tersebut sebagian besar berjalan cukup singkat dan banyak yang tidak berlanjut, terutama proyek energi terbarukan milik masyarakat yang dikelola secara kolektif. Berbagai penyebab ketidak-berlanjutan ini telah teridentifikasi, seperti permasalahan teknologi, kurangnya keterampilan pengelola, dana, budaya dan manajemen bisnis (Hartiningsih, 2013; Hermawati, dkk, 2009;2010; Maulana, dkk. 2015).

Persoalan menjaga keberlanjutan energi terbarukan sangat ditentukan oleh banyak faktor yang ditunjukkan oleh gambar di bawah ini. Dan, usulan untuk mengatasi persoalan tersebut disampaikan melalui empat pesan kunci dalam policy brief ini.

Gambar 1 : Gafik rasio eletrifikasi Indonesia (2011-2015)

Untuk memenuhi kebutuhan akses listrik di perdesaan, pemerintah telah membangun berbagai proyek energi terbarukan yang menghasilkan listrik untuk perdesaan, sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah tersebut. Teknologi energi terbarukan yang banyak diimplementasikan di pedesaan antara lain pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH), pembangkit listrik tenaga bayu (angin), pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), gasifikasi, biogas, tungku sehat dan hemat energi. Pengelolaan teknologi ini terbagi dua, yakni yang dikelola oleh masing-masing rumah tangga, dan dikelola secara kolektif untuk kepentingan seluruh masyarakat. Untuk teknologi yang dikelola oleh tiap rumah tangga, keberlanjutan penggunaan teknologi sangat ditentukan oleh masing-masing penggunanya. Sedangkan untuk teknologi yang dikelola secara kolektif sangat ditentukan oleh kualitas pengelolaannya.

3 LIPI

Uraian Pesan Kunci 1 : Perubahan Sosial

Policy Brief : Energi Terbarukan

terjadi kerusakan yang membutuhkan penggantian suku cadang. Suku cadangnya harus didatangkan dari tempat yang jauh, yang menimbulkan peningkatan biaya penggantian suku cadang tersebut. Karena itulah penting sekali untuk membangun rantai pasok yang mandiri, dalam arti bekerja tanpa bantuan pembiayaan dari pemerintah atau donor. Ini hanya bisa dilakukan jika pasarnya menarik bagi pihak swasta untuk memasuki bisnis di rantai pasok tersebut. Dan, daya tarik pasar ini bisa terjadi jika jumlah penggunanya cukup besar. Karena itulah program penyediaan energi terbarukan di tempat terpencil perlu mempertimbangkan pengembangan pasar.

Pihak pendifusi teknologi sering menganggap teknologi itu mudah, dan masyarakat akan dengan mudah menggunakan dan mengelolanya. Dalam praktiknya, teknologi - agar bisa dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan- menuntut perubahan perilaku/kebiasaan, baik perorangan maupun kolektif. Kadang membutuhkan motivasi besar untuk mengubah kebiasaan, misalnya kesadaran bahwa tungku lamanya menghasilkan polusi yang membahayakan, mendorong masyarakat untuk beralih menggunakan biogas. Untuk teknologi yang dikelola secara kolektif, tantangannya lebih sulit lagi. Harus ada sekelompok orang yang diberikan kewenangan untuk mengelolanya, termasuk mengumpulkan iuran dan menggunakannya untuk kebutuhan operasional dan pemeliharaan. Mereka juga memiliki kewenangan untuk menegakkan aturan ketika ada warga yang melanggar kesepakatan bersama. Penyiapan masyarakat ini tidak mudah, terutama jika mereka tidak terbiasa mengelola kepentingan bersama ataupun mengelola bisnis yang rumit.

Gambar 2: Faktor-faktor penentu keberlanjutan sistem energi tebarukan di pedesaan

Uraian Pesan Kunci 2 : Perancangan Teknologi

Teknologi perlu dirancang agar bisa mudah dioperasikan dan dipelihara oleh masyarakat. Bagi teknologi untuk keperluan kolektif, teknologi perlu dirancang agar masyarakat membatasi penggunaannya. Misalnya, penggunaan kWh Meter dalam listrik rumah tangga akan mendorong masyarakat untuk menghemat penggunaan listrik, karena kWh Meter akan memberi tahu mereka jumlah listrik yang telah mereka gunakan.

Teko perebus air yang berbunyi seperti peluit ketika air mendidih juga bisa membantu pengguna untuk menghemat penggunaan bahan bakar. Perancangan dan pemasangan teknologi - teknologi yang membatas i pengguna, seperti MCB yang membatasi listrik dan kWh Meter yang memonitor penggunaan listrik, akan sangat membantu pengelola, karena jika dipasang belakangan bisa saja muncul keberatan, karena mereka tidak suka keuntungannya dikurangi.

Uraian Pesan Kunci 3 : Rantai Pasok

Proyek-proyek energi terbarukan umumnya dilakukan di tempat-tempat terpencil dan tidak mendapatkan fasilitas listrik PLN, sementara teknologinya diproduksi dari tempat yang jauh dari sana. Hal ini menimbulkan masalah ketika terjadi kerusakan yang membutuhkan perbaikan karena tidak ada orang yang bisa melakukannya. Atau lebih parah lagi ketika

Uraian Pesan Kunci 4: Pendanaan

Menjaga kesinambungan proyek teknologi energi terbarukan memerlukan penyediaan dana yang cukup, terutama apabila teknologi tersebut mengalami kerusakan parah, baik karena faktor alam maupun karena faktor manusia. Misalnya turbin mikrohidro yang terkena banjir atau longsor, atau terjadi kebakaran, dan sebagainya. Pengelola akan memerlukan tambahan dana yang cukup besar. Hal ini sulit dipenuhi, jika tidak ada lembaga keuangan yang menyediakan dana khusus untuk teknologi energi terbarukan atau program listrik untuk menerangi desa.

4 LIPI Policy Brief : Energi Terbarukan

Kesimpulan

Dalam menjaga keberlanjutan proyek teknologi energi terbarukan di masyarakat perlu dibangun kemampuan masyarakat maupun kemampuan industri yang mendukungnya. Masyarakat membutuhkan kemampuan teknis untuk mengoperasikan maupun melakukan pemeliharaan rutin. Mereka juga perlu dibekali kemampuan mengelolanya, termasuk menjadikannya bisnis yang, sebisa mungkin, mandiri. Kewenangan kelompok masyarakat tersebut harus sudah diberikan kepastian sebelum pihak pemilik proyek melepaskan sistem teknologi tersebut pada masyarakat. Kelangsungan proyek ini akan lebih terjamin jika jumlah pengguna teknologinya cukup besar, sehingga menjadi pasar yang bisa menarik pemasok jasa pemeliharaan maupun suku cadang ke daerah tersebut. Jika jumlah masyarakat penggunanya tidak cukup besar untuk menjadi sebuah pasar teknologi yang menarik pemasok, maka pemerintah atau donor lainnya perlu mempertimbangkan bantuan dana untuk mengatasi kerusakan atau pemelihara yang cukup besar.

Daftar Pustaka

ASTAE. (2013). Indonesia Toward Universal Access to Clean Cooking. East Asia and Pacific Clean Stove Initiative Series. Washington, D.C. World Bank

Dirjen Ketenagalistrikan, KESDM. (2016). Statistik Ketenagalistrikan 2015. JakartaHartiningsih, Hermawati, W., Maulana I., Rosaira, I. (2013). Peran Jejaring dan Aktor dalam Mempertahankan Kesinambungan

Energi di Perdesaan. Laporan Penelitian. PAPPIPTEK–LIPI, JakartaHermawati, W., Ariati, R., Grace, N., Rosaira, I. (2009). Kajian Implementasi dan Pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga

Mini/Mikrohidro (PLTMH) Untuk Peningkatan Usaha Produktif Masyarakat Perdesaan. LIPI Press. Jakarta.Hermawati, W., Toha, M., Grace,N., Rosaira, I. (2010). Strategi Pengembangan Usaha Listrik Berbasis PLTMH dalam Kaitannya

dengan Pembangunan Masyarakat Perdesaan. LIPI Press. Jakarta.Maulana, I., Hermawati, W., Hartiningsih, & Rosaira, I. (2016). Peran LSM dalam mendukung kemandirian energi di tingkat

masyarakat. Laporan Penelitian, Pappiptek-LIPI. Jakarta.Strauss, S., Rupp, S., dan Love, T. (2013). Powerlines: Cultures of Energy in the Twenty–first Century. Dalam S. Strauss, S. Rupp, dan

T. Love, Cultures of Energy. Walnut Creek, CA: Left Coast Press, Inc.

PenulisWati Hermawati | Ishelina Rosaira | Ikbal Maulana

Pandangan yang dikemukakan dalam kertas kebijakan ini adalah pendapat individu dari penulis dan tidak menyiratkan pandangan lembaga dari PAPPIPTEK-LIPI.

Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

(PAPPIPTEK)Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Gd. A (PDII) LIPI lt. 4Jln. Jend. Gatot Subroto 10, Jakarta 12710

e-mail: [email protected]. (021) 5225206, Faks. (021) 5225206

* Data dan informasi yang digunakan dalam policy brief ini ditulis berdasarkan hasil penelitian Pappiptek-LIPI selama periode 2014-2016.