pembangkit jamali

15
[TYPE THE COMPANY NAME] KONTRIBUSI PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK 2 X 10 GIGA WATT PADA SISTEM JAMALI Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Operasi Sistem Tenaga Dosen Pengampu : Ir Mursid Sabdullah, MT Oleh : Fitri NurJannah ( 11524100) [Pick the date] JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

description

pembangkit jamali

Transcript of pembangkit jamali

KONTRIBUSI PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK 2 X 10 GIGA WATT PADA SISTEM JAMALI

[Type the company name]

KONTRIBUSI PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK 2 X 10 GIGA WATT PADA SISTEM JAMALIDisusun guna memenuhi tugas mata kuliah Operasi Sistem Tenaga Dosen Pengampu : Ir Mursid Sabdullah, MT

Oleh : Fitri NurJannah ( 11524100)[Pick the date]

JURUSAN TEKNIK ELEKTROFAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRIUNIVERSITAS ISLAM INDONESIAYOGYAKARTA2014

KATA PENGANTARAlhamdulillahi rabbil alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan dorongan kuat bagi kami untuk menyelesaikan makalah dengan judul Sumber Energi Terbarukan : Energi Gelombang Laut yang membahas beberapa aspek yang tercakup di dalamnyaDalam tulisan ini, diterangkan lebih dari 70% bagian permukaan bumi adalah lautan yang mempunyai potensi sumber energi alternatif yang melimpah, yaitu energi yang terbarukan dan tak terbarukan. Secara umum, potensi energi samudra yang dapat menghasilkan listrik salah satunya adalah energi gelombang laut (wave energy). Energi gelombang laut salah satu potensi laut dan samudra yang belum banyak diketahui masyarakat umum untuk menghasilkan listrik. Salah satu negara yang berpotensi mengembangkannya yakni adalah Indonesia.Akhirnya, kami selaku penulis memohon maaf atas segala kekurangan. Dan tak lupa ucapan terima kasih bagi semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Yogyakarta, 04 Mei 2014

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTARiDAFTAR ISIiiBAB I PENDAHULUAN11.Latar belakang12.Rumusan Masalah23.Tujuan2BAB II PEMBAHASAN31.Sejarah32.Prinsip Kerja3a.Float System5b.Oscillating Water Column System (OWC)5c.Channel System (Wave Surge atau Focusing Devices)63.Spesifikasi platform sistem energi yang Terkait.64.Kelebihan dan kekurangan75.Potensi, Hambatan, dan Pengembangan Aplikasi di Indonesia8BAB III PENUTUP101.Kesimpulan102.Saran10DAFTAR PUSTAKA11

BAB I PENDAHULUAN

Latar belakangKarakteristik beban tenaga listrik sistem JAMALI tahun 2006 berdasarkan data aktual yang dicatat tiap 0,5 jam di PT. PLN (Persero), Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban (P3B)[3] Jawa-Bali di Gandul, Jawa Barat, disajikan pada Gambar 4. Terlihat fluktuasi yang cukup tajam antara beban maksimum dan beban minimum. Beban puncak sistem ketenagalistrikan Jawa-bali tahun 2006 mencapai 15396 MW, terjadi pada tanggal 21 November 2006. Sedangkan beban terendah sebesar 6093 MW terjadi pada hari raya Idul Fitri tanggal 24 Oktober 2006. Berdasarkan ilustrasi pola beban pada Gambar 4, dapat diketahui bahwa aktivitas masyarakat, baik di sektor rumahtangga, sektor komersial, sektor publik, maupun sektor industri, sangat mempengaruhi pola beban tenaga listrik pada sistem ketenagalistrikan JAMALI.

Gambar 1 Pola Karakteristik Beban Aktual Tahun 2006

Berdasarkan RUKN, ramalan kebutuhan listrik pada sistem kelistrikan JAMALI sampai akhir tahun studi (2025) diperkirakan tumbuh 7,3% per tahun. Konsumsi/kebutuhan tenaga listrik pada tahun 2025 diharapkan mencapai 348 TWh, dengan perkiraan proyeksi beban puncak sekitar 59.107 MW (lihat Tabel 1). Terlihat bahwa beban akan meningkat dengan laju kenaikan beban tahunan rata-rata sekitar 7,3% untuk periode tahun 2007-2010; 7,6% untuk periode 2011-2015; 7,1% untuk periode 2016-2020; dan kemudian menjadi 6,6% untuk periode 2021-2025. Dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional disebutkan bahwa prakiraan beban tenaga listrik di sistem JAMALI pada tahun 2007, 2010, 2015, 2020 dan 2025 adalah masing-masing 17.008 MW, 21.152 MW, 30.575 MW, 43.018 MW dan 59.107 MW.

Rumusan Masalaha. Bagaimana Kebutuhan Energi Listrik di JAMALI?b. Bagaimana Strategi Penyediaan enerhi listrik jangka panjang di JAMALI?c. Bagaimana Kontribusi Pembangunan Pembangkit Listrik 2 X 10 Giga Watt di Sistem JAMALI ?Tujuan a. Mengetahui sejarah penggunaan gelombang laut sebagai sumber energi.b. Mengetahui prinsip kerja pembangkit listrik tenaga gelombang.c. Mengetahui spesifikasi platform sistem energi yang terkait.d. Mengetahui kelebihan dan kekurangan pembangkit listrik tenaga gelombang laut.e. Mengetahui potensi dan hambatan pembangkit listrik tenaga gelombang laut di Indonesia.

BAB II PEMBAHASAN

a. Sistem Interkoneksi JAMALI ( Jawa Madura Bali)Sistem interkoneksi menjadi dasar sistem tenaga listrik. Sistem tenaga listrik di Indonesia terbagi menjadi 3 peran. Pertama adalah pembangkitan. Pembangkitan tenaga listrik di Indonesia dilaksanakan oleh PLN Pembangkitan, anak perusahaan PLN yakni PT Indonesia Power dan pembangkit listrik swasta. Pembangkit ini terbagi menjadi PLTA, PLTU, PLTA, PLTD, PLTP, PLTU PLTG dan PLTGU. Kedua adalah peran transmisi yakni penyaluran yang dilakukan oleh PLN P3B. Sebelum disalurkan, tenaga listrik yang dihasilkan pembangkit listrik oleh transformator (Interbus Transformer-IBT) distep-up (dinaikkan) menjadi tegangan tinggi sebesar 500 Kv. IBT berada di sebuah tempat bernama gardu induk (GI). Untuk GI jaringan 500 kv disebut Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET). Selain untuk menaikkan tegangan GITET juga berfungsi untuk menurunkan tegangan di beberapa tempat.Peran ketiga adalah pendistribusian daya listrik ke konsumen. Peran ini dilakukan oleh PLN Distribusi. PLN Distribusi memiliki wewenang untuk mengatur pembagian energi listrik ke konsumen. Dari situ muncul juga wewenang perniagaan yang mengatur berapa Rupiah harga listrik yang dijual ke konsumen per kWH.Sistem interkoneksi JAMALI memasok daya listrik bertegangan 500 kv melalui Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) ke seluruh wilayah Jawa, Madura dan Bali. Daya listrik ini dihasilkan dari beberapa pembangkit besar di Pulau Jawa seperti Pembangkit Suralaya di Banten, Pembangkit Tanjung Jati B di Jawa Tengah dan Pembangkit Paiton di Jawa Timur. Pengelola operasi sistem interkoneksi JAMALI adalah PLN P3B Jawa Bali yang berlokasi di Gandul, Jakarta.PLN P3B dan pembangkit listrik mutlak harus menjalin koordinasi setiap saat. Sekecil apapun gangguan pada pembangkit akan berpengaruh pada sistem interkoneksi JAMALI. Seperti koordinasi antara PLN P3B Jawa Bali dan pembangkit besar. Setiap bulan PLN P3B Jawa Bali menyelenggarakan Rapat Alokasi Energi (RAE) yang melibatkan perwakilan dari seluruh pembangkit di Pulau Jawa. Pada rapat itu terjadi tawar menawar antara PLN P3B dan pembangkit terkait daya yang bisa dihasilkan oleh pembangkit pada bulan itu. Di situ pula para perwakilan dari pembangkit menyatakan sebesar apa kesiapan pembangkitnya pada bulan itu. Dari hasil tawar menawar dan laporan itu PLN P3B merangkum untuk menentukan pembangkit mana saja yang harus diberi beban penuh dan tidak per jamnya. Saat beban puncak (peak load), PLN P3B mengerahkan PLTU, PLTG dan PLTGU, yang berenergi primer minyak secara penuh. Kenapa pembangkit ini dikerahkan terakhir? Sebab biaya operasional PLTGU ini tergolong mahal mengingat energi primernya minyak. Itulah mengapa PLN sering mengampanyekan pengurangan penggunaan listrik antara pukul 17.00-22.00. Saat itulah beban puncak terjadi. Makin besar beban yang dipikul, makin besar konsumsi pembangkit listrik pada minyak.b. Kebutuhan Energi Listrik Di JAMALIBeban puncak listrik di sistem kelistrikann Jawa Madura Bali (JAMALI) mencapai record tertinggi sebesar 22.974 Mega Watt (MW). Beban tertinggi itu terjadi pada hari Kamis 24 April 2014 jam 18.00 WIB. Sebelumnya beban tertinggi yang pernah dicapai adalah 22.567 MW pada tanggal 17 Oktober 2013 jam 19.00 WIB. Dibanding beban tertinggi pada bulan Oktober tahun lalu tersebut maka beban puncak tertinggi pada minggu ini naik 407 MW atau 1.8 persen. (www.pln.co.id, 2014).

c. Strategi Penyediaan Enerhi Listrik Jangka Panjang Di JAMALIUntuk dapat menjamin ketersediaan pasokan listrik nasional, sektor pembangkit listrik harus dapat mengimbangi pertumbuhan listrik nasional yang rata-rata 8 % per tahun. Khususnya kebutuhan di wilayah Jawa-Bali sangat dominan karena merupakan 75% dari seluruh kebutuhan nasional, di sisi lain pemilihan jenis pembangkit listrik yang dioperasikan sebagai pembangkit listrik di wilayah Jawa - Bali dapat menjadi pilihan yang kompleks di kemudian hari, mengingat ketersediaan sumber energi yang memadai di Jawa - Bali sangat terbatas, dengan berbagai peluang yang ada, penggunaan model energi jangka panjang akan sangat membantu mengarahkan tercapainya perencanaan yang tepat diantara berbagai alternatif serta ketidakpastian yang mungkin terjadi di masa depan. demikian sambutan Deputi Bidang TIEM Marzan A. Iskandar .Penggunaan model energi memudahkan kajian ini untuk dapat melakukan evaluasi terhadap beberapa masalah strategis secara terintegrasi seperti:1. Pertumbuhan konsumsi energi listrik jangka panjang (20 tahun ke depan); 2. Ketersediaan dan harga energi primer di Jawa; 3. Daya dukung lingkungan pulau Jawa-Bali dalam menampung PLTU Batubara; 4. Pemanfaatan batubara kualitas rendah di Sumatera Selatan; 5. Pemanfaatan PLTN; 6. Pengembangan Sistem transmisi di masa depan; 7. Biaya produksi beserta kebutuhan bahan bakarnya dalam sistem yang multi area dan 8. Kemampuan pendanaan dan tarif listrik di masa depan.

Meskipun Indonesia memiliki berbagai potensi sumberdaya energi, namun bauran konsumsi energi tidak seimbang yang menunjukkan masih tingginya ketergantungan kepada minyak bumi pada saat kemampuan produksi minyak bumi dalam negeri semakin terbatas, sedangkan pemanfaatan non minyak bumi untuk keperluan pemenuhan permintaan energi nasional masih terbatas. Konsumsi energi final nasional sejauh ini didominasi oleh Bahan Bakar Minyak (BBM) dan kebutuhan BBM cenderung meningkat karena harga yang murah (disubsidi), mudah diperoleh, praktis digunakan, dan sulit untuk disubstitusi oleh jenis energi final lainnya terutama pemanfaatan BBM untuk sektor transportasi. Dengan alasan yang sama, pemanfaatan BBM juga berlangsung pada sektor pembangkit listrik terutama untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar PLTD yang tersebar di hampir seluruh pelosok tanah air di luar Jawa dan Sumatera. Adapun pemanfaatan BBM untuk pembangkit listrik di Jawa terutama untuk mengisi ketiadaan pasokan gas bumi pada 3 lokasi PLTGU, dan sebagai bahan bakar PLTG. Dominasi minyak bumi tersebut menunjukkan bahwa bauran energi nasional masih timpang atau dengan kata lain industri energi nasional belum berjalan optimal. Salah satu faktor utama ketimpangan bauran energi tersebut adalah ditetapkannya harga energi yang belum sesuai dengan tingkat keekonomiannya, seperti BBM untuk konsumen sektor transportasi dan rumah tangga, gas bumi untuk pabrik pupuk, serta harga listrik untuk konsumen tertentu. Selain subsidi harga energi tersebut, harga jual gas bumi dan batubara untuk keperluan domestik relatif lebih rendah dibanding dengan harga internasional, sehingga menyebabkan produsen gas bumi dan batubara cenderung mengekspor produksi mereka daripada dipasok untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sementara itu, harga jual listrik yang menggunakan energi baru dan terbarukan pun ditetapkan masih jauh dari nilai ekonominya. Disamping faktor tersebut, ketimpangan antara pasokan energi dengan kebutuhan energi nasional dapat menjadi kendala terutama atas konsumen di Jawa mengingat kebutuhan energi nasional mayoritas terdapat di Jawa, sementara ketersediaan sumberdaya energi berada di Kalimantan dan Sumatera. Oleh karena kondisi tersebut, sektor energi di Indonesia pada saat ini sedang berada ditengah-tengah perubahan struktural untuk menuju sistem yang lebih adil, efektif dan efisien. Kebijakan pemerintah untuk mengurangi sampai menghilangkan subsidi BBM akan mendorong pemanfaatan energi secara tidak terdistorsi. Diharapkan, pemakai energi (end user) akan lebih rasional dalam menentukan pilihan sumber energinya. Listrik PLN akan menjadi alternatif sumber energi yang menarik bagi sektor-sektor industri, komersial dan rumah tangga karena relatif lebih mudah, murah dan dapat dimanfaatkan secara efisien. Dapat dikatakan bahwa permasalahan energi nasional tersebut juga akan berdampak pada sub-sektor ketenagalistrikan nasional pada umumnya dan sektor ketenagalistrikan Jawa-Bali pada khususnya. Seperti diketahui bahwa penjualan PLN dalam 20 tahun terakhir telah tumbuh dari 11 TWh dengan sekitar 5 juta pelanggan pada tahun 1984 menjadi 108 TWh dengan sekitar 34,6 juta pelanggan pada tahun 2005 atau mengalami peningkatan penjualan hampir sebesar 10 kali lipat. Peningkatan ini didorong oleh program elektrifikasi yang intensif serta pertumbuhan ekonomi nasional. Walaupun konsumsi listrik telah meningkat dengan tajam, namun sebenarnya konsumsi energi listrik per kapita masih sekitar 600 kWh jauh lebih rendah dibanding dengan negara tetangga seperti Malaysia. Lebih dari 75% terhadap total konsumsi listrik tersebut diperlukan oleh konsumen di Jawa-Bali. Mengingat rasio elektrifikasi nasional masih berada pada kisaran 55% dan konsumsi listrik per kapita yang masih rendah, maka pertumbuhan listrik nasional termasuk kebutuhan listrik di Jawa diperkirakan masih tumbuh rata-rata di atas 6% per tahun. Tingginya prakiraan kebutuhan listrik tersebut perlu diantisipasi melalui penambahan kapasitas pembangkit listrik sesuai dengan tingkat kondisi beban yang ada. Namun seiring dengan meningkatnya permintaan tenaga listrik, penambahan kapasitas PLTU batubara di JAWA-BALI mungkin dapat terkendala oleh daya dukung lahan dan lingkungan termasuk ketersediaan prasarana sehingga diperlukan evaluasi mengenai kemampuan daya dukung lahan dan lingkungan dalam pengembangan PLTU batubara di JAWA-BALI di masa depan. Dalam mengantisipasi penyediaan dan permintaan akan tenaga listrik tersebut PT PLN Persero bersama-sama dengan BPPT melakukan studi strategi penyediaan tenaga listrik jangka panjang untuk sistem Jawa-Bali dengan menggunakan Model MARKAL mengingat Model MARKAL merupakan Model Optimisasi yang berdasarkan fungsi obyektif biaya minimum (least-cost) sebagaimana Model Optimasi yang dimiliki dan digunakan oleh PLN selama ini. d. Kontribusi Pembangunan Pembangkit Listrik 2 X 10 Giga Watt Di Sistem JAMALI

BAB III PENUTUP1. Kesimpulan

2. Saran

DAFTAR PUSTAKA

vi