PEMBAHASAN AMMP DAGING

12
3.2 Pembahasan Bahan pangan mentah yang tidak ditangani dengan proses yang baik akan dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi pada produk akhir olahan pangan yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena bahan pangan mentah banyak mengandung komposisi senyawa nutrisi yang juga sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Kontaminasi pada bahan pangan mentah akan menyebabkan penurunan mutu pada produk akhir. Kontaminasi pada bahan pangan segar dapat disebabkan karena kontaminasi lingkungan sekitarnya maupun saat proses penanganan sebelum pengolahan. Bahan pangan segar banyak mengandung nutrisi yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan mikroba serta memiliki nilai aktivitas air yang cukup tinggi sehingga bahan pangan segar yang tidak ditangani dengan baik akan dapat terkontaminasi dan mudah rusak karena terdapat pertumbuhan mikroba perusak/patogen pada bahan pangan tersebut. Oleh karena itu, bahan pangan segar tergolong komoditi yang perishable (mudah rusak). Salah satu jenis kerusakan bahan pangan segar yang paling sering terjadi adalah karena kerusakan mikrobiologis akibat kontaminasi mikroba perusak. Kontaminasi produk daging segar dapat terjadi selama waktu penyembelihan/pemotongan baik oleh mikroba dari kulit, kotoran, rambut, alat pemotong, pekerja, air, udara, lingkungan tempat pemotongan, kontaminasi saat penanganan setelah penyembelihan, dan selama masa penyimpanan.

description

fgsfdgfsGSFDSGFHH

Transcript of PEMBAHASAN AMMP DAGING

3.2 PembahasanBahan pangan mentah yang tidak ditangani dengan proses yang baik akan dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi pada produk akhir olahan pangan yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena bahan pangan mentah banyak mengandung komposisi senyawa nutrisi yang juga sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Kontaminasi pada bahan pangan mentah akan menyebabkan penurunan mutu pada produk akhir. Kontaminasi pada bahan pangan segar dapat disebabkan karena kontaminasi lingkungan sekitarnya maupun saat proses penanganan sebelum pengolahan.Bahan pangan segar banyak mengandung nutrisi yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan mikroba serta memiliki nilai aktivitas air yang cukup tinggi sehingga bahan pangan segar yang tidak ditangani dengan baik akan dapat terkontaminasi dan mudah rusak karena terdapat pertumbuhan mikroba perusak/patogen pada bahan pangan tersebut. Oleh karena itu, bahan pangan segar tergolong komoditi yang perishable (mudah rusak).Salah satu jenis kerusakan bahan pangan segar yang paling sering terjadi adalah karena kerusakan mikrobiologis akibat kontaminasi mikroba perusak. Kontaminasi produk daging segar dapat terjadi selama waktu penyembelihan/pemotongan baik oleh mikroba dari kulit, kotoran, rambut, alat pemotong, pekerja, air, udara, lingkungan tempat pemotongan, kontaminasi saat penanganan setelah penyembelihan, dan selama masa penyimpanan. Contoh mikroba yang ada pada daging/ikan segar adalah Micrococcus, Pseudomonas, Acinobacter, Rhodotorula, dan Geotrichum.Sumber kontaminasi bahan pangan segar dapat berasal dari beberapa faktor, yaitu :1. Manusia/pekerja yang memanen atau mengangani bahan saat dan setelah panen2. Peralatan dan wadah yang digunakan untuk penanganan saat dan setelah panen3. Teknik penanganan yang tidak aseptis dan penyimpanan bahan yang kurang tepat4. Sampah atau kotoran yang melekat pada bahan saat dipanen5. Kontak dengan debu/udara yang mengandung mikroba saat didistribusikan6. Air yang digunakan untuk mencuci bahan pangan segar sebelum diolah lebih lanjut7. Bahan pangan segar itu sendiri yang di dalamnya telah mengandung mikroba yang siap tumbuh apabila mendapat kondisi lingkungan yang cocokUntuk mengetahui kondisi bahan pangan segar dapat dilakukan dengan mengamati adanya bakteri koliform dan total mikroba. Pengujian kali ini diawali dengan persiapan sampel dan dilanjutkan dengan kegiatan analisis. Metode Celup KerangMetode ini biasanya dilakukan terhadap bahan pangan segar yang memiliki ukuran cukup kecil. Metode sangat mudah dilakukan dan tidak merusak sturktur contoh yang dianalisis. Caranya adalah dengan memasukkan contoh yang akan dianalisis ke dalam larutan pengencer (bufer fosfat atau garam fisiologis) steril dengan volume tertentu lalu dikocok kuat-kuat. Untuk bahan metah seperti ikan, udang, dan daging dilakukan penimbangan berat tertentu. Namun pada praktikum kali ini sampel kerang tidak dilakukan penimbangan terlebih dahulu. Pada praktikum kali ini sampel kerang dicelupkan kedalam 18 ml larutan fisiologis 0,85%. Kemudian dilakukan pengenceran dari 10-1 -10-5. Kemudian dilakukan pemupukan dari pengenceran 10-3 -10-5 sebanyak 1 ml dituangkan ke media PCA dan VRBA (duplo). Lalu diinkubasi selama 2 hari pada suhu ruang. PCA (Plate Count Agar) media ini merupakan jenis media umum yang digunakan untuk menumbuhkan lebih dari 1 jenis mikroorganisme secara umum. Media ini tersusun atas bacto tryptone, bacto agar, bacto yeast extract, dan bacto dextrose/glucose. Media ini mengandung komposisi senyawa nutrisi yang kompleks, meliputi protein, karbohidrat, dan gula untuk kebutuhan pertumbuhan semua jenis mikroorganisme sehingga memungkinkan ditumbuhi oleh semua jenis mikroorganisme, seperti bakteri, kapang, dan khamir.Berdasarkan hasil pengamatan pada media PCA metode pour plate jumlah koloni yang didapatkan pada masing masing pengenceran adalah TBUD dapat diketahui melalui perhitungan cawan. Pengenceran kurang tinggi sehingga pada saat dilakukan perhitungan bkoloni yang tumbuh masih sangat banyak karena semakin tinggi pengenceran maka semakin sedikit jumlah koloni bakteri. Pada pengenceran teringgi terdapat koloni yang menyebar hal ini dimungkinkan karena terjadinya human error dan kurang aseptis saat melakukan praktikum sehingga bakteri kontaminan ikut tumbuh. Pada metode ini yang dapat tumbuh adalah bakteri anaerob, karena PCA bersifat umum maka semua jenis bakteri anaerob yang ada pada sampel dapat hidup, seperti bakteri jenis Salmonella. Pada media VRBA dengan metode pour plate dapat diketahui dengan pengenceran 10-3, 10-4 dan 10-5 koloni yang tumbuh masih sangat banyak sehingga hasil yang didapatkan TBUD Pada metode ini yang dapat tumbuh adalah bakteri anaerob, karena media VRBA bersifat selektif maka yang dapat tumbuh hanya bakteri E.coli. Metode Ekstrasi UdangUdang mudah rusak akibat kontaminasi mikroba yang disebabkan oleh pengolahan dan penanganan yang kurang baik. Mikroba yang umumnya mengontaminasi adalah Vibrio sp., Vibrioparahaemolitycus danVibrio cholerae. Kontaminasi tersebut dapat dihindari dengan menjaga kebersihan dan sanitasi seluruh permukaan yang kontak dengan pangan dan alat pengolah pangan selama proses pengolahan (Budiyanto 2004).Keberadaan mikroba pada udang ini tentu saja akan mengkontaminasi udang dan mengakibatkan kerusakan serta penurunan mutu udang baik secara visual maupun tekstural. Metode yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah mikroba pada udang adalah dengan metode hitungan cawan. Medium yang digunakan pada metode ini adalah medium agar yaitu Plate Count Agar(PCA) yang ditempatkan dalam cawan petri. Jumlah mikroba yang terdapat di udang pada metode inidapat diketahui dengan menghitung jumlah mikroba yang tumbuh pada media agar setelah diinkubasi pada suhu 30oC selama kurang lebih 2 hari. Metode ini merupakan metode yang paling efektif untuk menghitung jumlah mikroba pada udang, karena media PCA berisi nutrisi yang cukup sehingga memungkinkan tumbuhnya baik bakteri, kapang, maupun khamir dan metode ini dapat digunakan untuk menghitung jumlah mikroba pada permukaan udang dan daging udang baik pada sampel beku maupun segar. Selain media PCA media yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah media VRBA yang berfungsi untuk menghitung jumlah bakteri E. Coli pada sampel tersebutBerdasarkan hasil pengamatan jumlah koloni yang dihitung pada masing-masing media dari setiap pengenceran hasil yang didapatkan adalah TBUD kemungkinan terjadinya hal tersebut dikarenakan karena pengenceran yang kurang tinggi.

Metode Swab Ayam Media VRBA dan PCAMetode ini dilakukan terhadap bahan mentah yang memiliki permukaan cukup luas. Cara kerjanya adalah dengan mengoles alat swab yang telah dicelup dalam larutan pengencer pada permukaan bahan seluas 2 cm x 2 cm untuk ukuran minimalnya.Pada praktikum kali ini daging ayam di swab dengan batang steril sebanyak 3x kemudian dimasukkan kedalam larutan fisiologis lalu dilakukan pengenceran dari 10-1 -10-5. Setelah itu dari masing-masing pengenceran di ambil 1ml ke dalam cawan petri steril. Lalu tuangkan media PCA sebanyak 15 ml (simplo) dan media VRBA (duplo) sebanyak 15 ml (setelah memadat tambahkan 5 ml VRBA lagi). Inkubasi pada suhu ruang selama 2 hari.Setelah 2 hari di inkubasi dilakukan pengamatan, berdasarkan hasil pengamatan pada media PCA pengenceran 10-5 koloni yang dihitung berjumlah 197. Sedangkan pada pengenceran 10-3 dan 10-4 koloni yang dihitung lebih dari 250. Dan pada media VRBA ditingkat pengenceran 10-5 pada cawan ke-1 terdapat 179 koloni dan pada cawan ke-2 terdapat 223 koloni. Setelah dihitung dengan menggunakan rumus jumlah koloni per ml pada ayam tersebut adalah 3,6 107 cfu/ml.

Metode Swab Ikan Media PCA dan VRBAPada prinsipnya cara pengujian dengan metode swab pada ikan sama saja dengan metode swab pada daging ayam. Setelah dilakukan pengamatan pada media PCA pengenceran 10-3 dan 10-4 koloni yang dihasilkan lebih dari 250 sehingga data yang dilaporkan adalah TBUD. Sedangkan pada pengenceran 10-5 terdapat koloni sebanyak 9,7106 cfu/ml .Ikan merupakan bahan pangan yang sangat mudah mengalami kerusakan biologis oleh enzim dan mikroorganisme pembusuk, sehingga memerlukan penanganan yang khusus untuk mempertahankan mutunya. Hal ini disebabkan kandungan glikogen pada ikan yang relatif rendah yaitu sekitar 0-2% (Winniarti Puji Rahayu dkk,1992).Ikan segar akan membusuk 5-8 jam setelah penangkapan. Daya tahan ikan yang sangat singkat ini dipengaruhi juga oleh kadar air pada ikan yang sangat tinggi, yaitu mencapai 80% berat ikan. Faktor lain yang berperan dalam pembusukan yaitu perubahan yang bersifat enzimatis, mikrobiologis maupun fisis yaitu pada saat pengangkutan dan pentimpanan

Metode Celup Cumi Media PCA dan VRBABerdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh pada media PCA pada pengenceran 10-3 koloni yang dihasilkan lebih dari 250 koloni. Pada pengenceran 10-4 koloni yang dihasilkan sebanyak 207 dan pada pengenceran 10-5 koloni yang dihasilkan sebanyak 74 sehingga hasil perhitungan yang diperoleh adalah 2,5 106 cfu/ml. Dan pada media VRBA hasil yang didapat adalah pada pengenceran 10-3 dan 10-4 datayang dilaporkan adalah TBUD karena koloni yang dihasilkan lebih dari 250. Pada pengenceran 10-5 berdasarkan hasil perhitungan pada sanpel cumi terdapat 1 x 107 cfu/ml. Metode Swab Kikil Media PCA Metode swab kikil prinsip dan cara kerjanya sama dengan metode swab daging ayam dan ikan. Dan bedsarakan hasil pengmatan pada pengenceran 10-3 dan 10-4 koloni yang dihitung lebih dari 250 koloni sedangkan pada pengenceran 10-5 terdapat 2,2 107 cfu/ml koloni yang terdapat pada kikil tersebut.Prinsip perhitungan koloni bakteri adalah semakin tinggi tingkat pengenceran semakin rendah jumlah koloni bakteri. Dengan kata lain tingkat pengenceran berbanding terbalik dengan jumlah koloni bakteri. Berdasarkan hasil pengamatan perhitungan koloni bakteri dari setiap kelompok hasil perhitungannya menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pengenceran semakin sedikit jumlah bakteri. Hal ini disebabkan terjadinya kontaminan yang berasal dari alat yang digunakan, praktikan ataupun udara. Selain itu bisa juga disebabkan oleh kurangnya kecermatan dan ketelitian praktikan baik dalam proses praktikum ataupun perhitungan.Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa jumlah mikroba pada beberapa jenis media biakan sampel semakin meningkat seiring dengan semakin tingginya tingkat pengenceran. Seharusnya semakin tinggi tingkat pengenceran, jumlah mikroba yang ada lebih sedikit/semakin turun karena pengenceran bertujuan untuk mendapatkan jumlah mikroba yang optimum untuk dihitung. Penyimpangan yang terjadi pada kegiatan praktikum kali ini dapat disebabkan karena beberapa faktor, yaitu:1. Kesalahan saat menghitung jumlah mikroba (tidak teliti dan tidak cermat saat menghitung) karena ukuran mikroorganismenya sangat kecil dan banyak2. Kesalahan saat mengidentifikasi jenis-jenis mikroba, kurang cermat dalam membedakan mana mikroba yang termasuk jenis bakteri, kapang, dan khamir karena ukurannya sangat kecil sehingga terlihat hampir sama/mirip.3. Pengambilan suspensi sampel yang tidak homogen (tidak dikocok merata) sehingga berpengaruh pada jumlah mikroba yang diinkubasikan. Saat mengambil suspensi mikroba untuk tabung pengenceran kesekian kalinya, bisa jadi suspensi yang ikut terambil adalah suspensi yang mengandung banyak koloni mikroba atau justru bagian suspensi yang kebetulan tidak mengandung koloni mikroba sama sekali sehingga jumlah mikroba pada tiap pengenceran tidak sama bahkan ada yang semakin tinggi pengenceran, maka jumlah koloni mikrobanya semakin besar. Padahal seharusnya semakin tinggi tingkat pengenceran, jumlah mikroba yang ada lebih sedikit/semakin turun karena pengenceran bertujuan untuk mendapatkan jumlah mikroba yang optimum untuk dihitung.4. Teknik yang dilakukan praktikan saat praktikum yang kurang aseptis sehingga banyak terjadi kontaminasi dari luar. Saat praktikum bisa jadi pengambilan sampel tidak dilakukan di dekat nyala api bunsen, membuka tutup cawan petri terlalu lebar saat memasukkan suspensi dalam cawan, menaruh pipet yang digunakan untuk mengambil suspensi mikroba secara sembarangan.5. Penggunaan peralatan yang kurang bersih dan steril, seperti tidak mencuci pipet saat digunakan untuk mengambil suspensi yang berlainan tingkat pengenceran, tidak menggunakan tabung reaksi yang bersih untuk meletakkan suspensi yang diencerkan.6. Perlakuan praktikan saat praktikum dan sebelum menginkubasikan mikroba (perlakuan pra proses). Pada saat praktikum berlangsung, praktikan selalu mengobrol di sekitar area pengambilan dan peletakan suspensi sehingga mikroba dari udara pernafasan atau mulut praktikan dapat mengontaminasi sampel dan terjadilah kontaminasi dari luar. Praktikan tidak mengocok suspensi saat diencerkan dan saat akan mengambil suspensi yang akan diinkubasikan sehingga persebaran koloni mikroba dalam suspensi tidak merata/homogen. Hal ini memungkinkan terambilnya suspensi yang tidak mengandung mikroba sama sekali atau justru mengandung banyak koloni mikroba. Praktikan tidak mengambil sampel dengan pinset./penjepit steril, tetapi dengan tangan sehingga memungkinkan mikroba dari tangan praktikan bisa berpindah dan mengontaminasi bahanDari uraian tersebut dapat dimengerti bahwa tidak ada media tunggal yang hanya ditumbuhi oleh satu jenis mikroba. Setiap media dapat ditumbuhi oleh beberapa jenis mikroba. Makin spesifik suatu media, maka semakin sedikit jenis mikroba yang dapat tumbuh pada media tersebut, dengan demikian makin baik media tersebut untuk menetapkan jenis mikroba kontaminan. Namun karena tidak ada satu jenis media yang hanya dapat ditumbuhi oleh satu jenis mikroba, maka perlu menggunakan kombinasi beberapa media. Bila menggunakan beberapa media secara bersama dapat menimbulkan permasalahan, karena jika kontaminan lebih dari satu jenis maka koloni pada media yang berbeda mungkin dari jenis berbeda. Dengan demikian media satu tidak memperkuat kesimpulan dari media yang lain. Disamping itu, penggunaan beberapa media secara bersama dapat menjadi pemborosan. Untuk mengantisipasi hal ini dapat dilakukan satu media pada tahap pertama dan dilanjutkan dengan media lain jika hasilnya meragukan. Untuk rnenentukan media yang dipergunakan maka diperlukan analisa mengenai sifat mikroba yang diuji dan media yang digunakan. Komponen yang terkandung pada media dan reaksi/respon yang terjadi bila suatu jenis mikroba tumbuh merupakan pengetahuan yang sangat diperlukan. Dari pengetahuan tersebut maka urutan media yang digunakan akan lebih mudah ditentukan dan hasilnya akan saling memperkuat untuk menetapkan jenis kontaminan tersebut. Namun dengan cara demikian walaupun dapat menghemat penggunaan media dan jenis kontaminan dapat ditetapkan dengan yang lebih baik tetapi memerlukan waktu pengujian lebih lama.

BAB IVPENUTUP

4.1 KesimpulanBahan pangan segar banyak mengandung nutrisi dan nilai Aw yang cukup tinggi yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan mikroba. Metode celup biasanya dilakukan terhadap bahan pangan segar yang memiliki ukuran cukup kecil. Sedangkan metode swab/oles dilakukan terhadap bahan mentah yang memiliki permukaan cukup luas. Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa jumlah mikroba pada beberapa jenis media biakan sampel semakin meningkat seiring dengan semakin tingginya tingkat pengenceran. Seharusnya semakin tinggi tingkat pengenceran, jumlah mikroba yang ada lebih sedikit.Penyimpangan pada kegiatan praktikum kali ini dapat disebabkan karena kesalahan saat menghitung jumlah mikroba (tidak teliti saat menghitung), kesalahan saat mengidentifikasi jenis-jenis mikroba, pengambilan suspensi sampel yang tidak homogen (tidak dikocok merata) sehingga berpengaruh pada jumlah mikroba yang diinkubasikan, teknik praktikan yang kurang aseptis sehingga banyak terjadi kontaminasi dari luar, penggunaan peralatan yang kurang bersih dan steril, perlakuan praktikan saat praktikum dan sebelum menginkubasikan mikroba (perlakuan pra proses).