Pembahasan Amanda Resin Komposit
-
Upload
yunita-marwah -
Category
Documents
-
view
263 -
download
1
description
Transcript of Pembahasan Amanda Resin Komposit
1. Pembahasan
Resin komposit merupakan gabungan 2 atau lebih bahan yang berbeda dengan sifat-
sifat yang unggul atau lebih baik daripada bahan itu sendiri yang digunakan sebagai salah
satu bahan tumpatan dalam kedokteran gigi. Resin komposit sering disebut juga sebagai
white filling karena memiliki karakteristik tertentu seperti mempunyai warna yang sama
dengan warna gigi dan tidak larut dalam cairan mulut. Bentuk resin komposit biasanya
berupa pasta dan ada juga yang berupa pasta dengan tingkat flow yang lebih tinggi.
Komposit digolongkan berdasarkan ukuran rata-rata pengisi komponen utama. Ukuran
partikel, sifat radiopaque, dan kekerasan adalah faktor yang juga penting dalam
menentukan sifat dan aplikasi klinis dari komposit (Anusavice, 2003, hal …).
Resin komposit terdiri dari sejumlah komponen yaitu matriks organik, Filler (bahan
pengisi), dan Coupling Agent (bahan pengikat filler dengan matriks resin). Matriks
organik yang umum digunakan dalam komposit gigi antara lain dimetakrilat monomer
(Bis-GMA), urethan dimetakrilat (UDMA), dan trietilen glikol dimetakrilat (TEGDMA).
Selain monomer, bahan tambahan lain dalam matriks resin adalah aktivator-inisiator,
stabilizer, pigmens, dan lain sebagainya. Komponen-komponen ini terdapat dalam
konsentrasi kecil (Anusavice, 2003, hal 402).
Sejumlah sistem klasifikasi telah digunakan untuk komposit berbasis resin. Klasifikasi
didasarkan pada rata-rata partikel bahan pengisi utama. Resin komposit dibedakan
berdasarkan ukuran fillers serta berdasarkan cara pemakaian. Klasifikasi resin komposit
berdasarkan ukuran fillers antara lain (Anusavice, 2003, hal 417) :
1. Traditional resin composite, komposit ini disebut juga komposit kovensional atau
komposit berbahan pengisi makro, disebut demikian karena ukuran partikel
pengisi relatif besar (Anusavice, 2003, hal 418).
2. Microfilled resin composite, Komposit ini memiliki permukaan yang halus serupa
dengan tambalan resin akrilik tanpa bahan pengisi. Kekuatan konfresif dan
kekuatan tensil menunjukkan nilai sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan resin
komposit konvensional (Anusavice, 2003, hal 423).
3. Small filled particle resin composite, Beberapa bahan pengisi partikel kecil
menggunakan quartz sebagai bahan pengisi, tetapi kebanyakan memakai kaca
yang mengandung logam berat (Anusavice, 2003, hal 421).
4. Microhybrid resin composite, ada 2 macam partikel bahan pengisi pada komposit
hybrid. Sebagian besar hibrid yang paling baru pasinya mengandung silica
koloidal dan partikel kaca yang mengandung logam berat. Karena permukaannya
halus dan kekuatannya baik, komposit ini banyak digunakan untuk tambalan gigi
depan, termasuk kelas IV (Anusavice, 2003, hal 426).
Sedangkan berdasarkan cara pemakaian, resin komposit dibedakan menjadi 5,
amatara lain (Craig, 2002, hal 246-247) :
1. Microfilled Composites
Komposit ini dianjurkan untuk penggunaan restorasi kelas III dan V yang
mengutamakan estetik dan kilap yang tinggi.
2. Packable Composites
“Packable” adalah istilah untuk pasta komposit yang memiliki viskositas yang
sangat tinggi dan low surface thickness. Material ini tidak menguap seperti
amalgam, tapi dapat ditekan dan dipaksa untuk mengalir menggunakan alat flat-
faced. Komposit ini dianjurkan untuk reparasi kavitas kelas I dan II. Resin
dimetakrilat dengan isi (berongga atau partikel tidak berbentuk) memiliki isi 66-
70% volume. Interaksi partikel pengisi dan modifikasi resin menyebabkan
komposit ini dapat dipakkan (dikumpulkan).
3. Flowable Composites
Komposit berviskositas rendah ini dianjurkan untuk bagian servikal, restorasi
anak-anak, dan restorasi yang kecil, rendah, tanpa tekanan. Ukuran partikelnya
0,4-3 µm dan bahan pengisi 42-53% volume. Komposit ini memiliki modulus
elastisitas yang rendah sehingga berguna untuk area servikal.
4. Laboratory Composites
Mahkota, inlay, dan lapisan bonding untuk logam dapat dibuat dengan
komposit yang diproses di laboratorium, menggunakan variasi kombinasi cahaya,
panas, tekanan, dan ruang hampa untuk meningkatkan derajat polimerisasi,
kepadatan, propertis mekanis, dan resistansi.
5. Komposit yang diaktifkan dengan sinar
Kedalaman pengerasan terbatas dan bergantung pada beberapa variabel seperti
bahan, warna, tempat sumber sinar dan kualitas sumber sinar. Jadi pada kavitas
dalam, restorasi harus dibuat dalam beberapa lapisan. Setiap lapis harus disinar
sebelum lapisan berikutnya. Meskipun ini kelihatannya merupakan keterbatasan,
sesungguhnya hal ini menguntungkan. Sejumlah pengerutan polimerisasi yang
nyata terkompensasi sewaktu kavitas diisi dan dikeraskan.
Resin komposit mengeras melalui proses polimerisasi secara adisi yaitu reaksi antar
dua molekul sama besar atau berlainan untuk membentuk molekul yang lebih besar tanpa
menghilangkan molekul yang lebih kecil. Proses polimerisasi ada beberapa macam,
antara lain polimerisasi secara kimia (self curing atau cold curing), polimerisasi dengan
sinar tampak (light curing), dan polimerisasi dengan panas (heat curing). Resin komposit
dengan sinar tampak digunakan untuk bahan tumpatan (Anusavice, 2003, hal 410).
Reaksi polimerisasi matriks resin komposit pada tahap inisiasi terbentuk radikal bebas
oleh katalis diketon dan aselerator alifatik amina. Reaksi polimerisasi termasuk tipe adisi
polimerisasi radikal bebas. Sinar tampak yang berasal dari bola lampu halogen atau LED
menyebabkan molekul keton tereksitasi. Radikal bebas dapat berasal dari aktivitas kimia
atau pengaktifan energi eksternal (panas atau sinar) karena komposit gigi penggunaan
langsung biasanya menggunakan aktivasi sinar atau kimia (………).
Polimerisasi resin komposit dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ketebalan, sifat
alamiah bahan, intensitas, panjang gelombang sinar, jarak, dan posisi sumber sinar
terhadap resin komposit serta lama penyinaran (Anusavice, 2003, hal …).
Pembahasan hasil
Pada praktikum ini dilakukan percobaan manipulasi resin komposit sebanyak enam
kali dengan dua macam perlakuan yang berbeda, yaitu berdasarkan ketebalan bahan resin
komposit dan jarak penyinaran saat proses pengerasan. Pada percobaan I dengan
perlakuan tebal cetakan komposit 2 mm dengan pemberian jarak penyinaran 0 mm,
percobaan II dengan perlakuan tebal cetakan komposit 2 mm dengan pemberian jarak
penyinaran 10 mm, percobaan III dengan perlakuan tebal cetakan komposit 5 mm dengan
pemberian jarak penyinaran 0 mm, percobaan IV dengan perlakuan tebal cetakan
komposit 5 mm dengan pemberian jarak penyinaran 10 mm, percobaan V dengan
perlakuan tebal cetakan komposit 8 mm dengan pemberian jarak penyinaran 0 mm, dan
percobaan VI dengan perlakuan tebal cetakan komposit 2 mm dengan pemberian jarak
penyinaran 0 mm dengan pemberian komposit secara berlapis (empat kali penyinaran).
Berdasarkan hasil percobaan yang telah kami lakukan, pada percobaan I dan VI
didapatkan hasil cetakan komposit yang keras pada bagian atas dan bagian bawah,
sedangkan pada percobaan II, III, IV, dan V didapatkan hasil cetakan komposit yang
keras pada bagian atas dan lunak pada bagian bawah. Hal ini dapat dipengaruhi banyak
hal seperti posisi penyinaran yang kurang baik, arah sinar yang kurang tepat, atau
intensitas sinar yang kurang.
Kedalaman pengerasan terbatas dan bergantung pada beberapa variabel seperti bahan,
warna, tempat sumber sinar dan kualitas sumber sinar. Jadi pada kavitas dalam, restorasi
harus dibuat dalam beberapa lapisan. Setiap lapis harus disinar sebelum lapisan
berikutnya (Craig, 2002, hal 246-247).
Maka, untuk tumpatan dengan ketebalan lebih dalam seharusnya dilakukan lapis demi
lapis untuk mendapatkan polimerisasi yang sempurna. Selain itu juga, penumpatan harus
padat dan merata sehingga didapatkan hasil yang rata dan penuh. Dalam percobaan ini
didapatkan hasil cetakan yang cukup baik.
Daftar Pustaka