Pemasangan Cimino
-
Upload
guh-redhot -
Category
Documents
-
view
1.709 -
download
0
Transcript of Pemasangan Cimino
Pemasangan Cimino
Secara epidemiologis, insiden penyakit gagal ginjaldi negara berkembang semakin meningkat diperkirakan terdapat
40-60 kasus baru per juta penduduk setiap tahunnya. Di Indonesiapada tahun 2000, penyebab dari penyakit gagal
ginjalmeliputi glomerulonefritis,diabetes melitus, obstruksi dan infeksi, hipertensi. Pasien dengan penyakit
ginjal kronik yang tidak terkontrol dapat mengalami tahap yang memerlukan terapi penggantipengobatan konservatif
seperti diet, pembatasanminum, dan obat. Selain itu, bila tidak terkontrol dapat mengalami tahap terjadinya
akumulasi toksin uremia di dalam darah yang dapat menempatkan pasien pada keadaan bahaya.
Pasien dengan gagal ginjal kronik memiliki gangguan fungsi ginjal secara progresif dan bersifat irreversibel,
sehingga tubuh pun tidak dapat mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan atau elektrolit secara
normal dan dapat berakibat tubuh dalam kondisi uremia. Maka, sebagai tatalaksana kondisi tubuh dalam status
uremia, cuci darah perlu dilakukan pada pasien.
Terapi pengganti untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik meliputi dialisis (dialisis peritoneal dan hemodialisis)
serta transplantasi ginjal. Indikasi darihemodialisa bila terjadi gagal ginjal bersifat akut, atau gagal ginjal kronis.
Hemodialisis merupakan terapi pengganti di mana darah pasien dialirkan ke dalam dialiser yang terdiri dari dua
kompartemen yang terpisah meliputi kompartemen darah dan dialisat. Darah yang mengandung toksin uremia akan
melewati membran di dalam kompartemen sehingga dapat menyaring molekul urea dan toksin lainnya.
Cuci darah pada pasien dengan gagal ginjal kronis tidak dilakukan sesekali, namun secara rutin. Operasi cimino
diindikasikan untuk pasien dengan gagal ginjal kronis sebagai media untuk dilakukan cuci darah. Dengan
berulangnyahemodialisa, diperlukan akses untuk keluar dan masuknya darah dari tubuh yang dapat bersifat
sementara ataupun menetap. Bila bersifat sementara, dapat berupa kateter yang dipasang pada pembuluh vena di
daerah leher. Sementara akses bersifat menetap dengan membuat fistula atau dikenal dengan cimino. Akses cimino
menghubungkan pembuluh vena dengan pembuluh arteri padalengan bawah. Demi menjamin akses cimino befungsi
dengan baik, maka diperlukan perawatan cimino serta pemeriksaan rutin pada getaran yang dibentuk oleh
aliran darah.
Perawatan pada pasien dengan cimino meliputi menghindari pakaian ketat atau perhiasan di sekitar daerah dipasang
cimino; menjaga kebersihan daerah cimino; serta menghindari pengukuran tekanan darah atau
mengambil darahatau infus pada lengan yang terpasang cimino. Proses hemodialisis di Indonesiadilakukan dua kali
seminggu, setiap hemodialisis dilakukan selama lima jam. Beberapa senter selain rumah sakit, adapula yang
menjadwalkan hemodialisis sebanyak tiga kali seminggu dengan durasi dialisis empat jam. Hemodialisis perlu
dilakukan secara berluang serta dapat menyebabkan beban kerja jantungyang cukup berat terutama pada pasien
dengan komplikasi jantung, stroke atau dengan usia lanjut.
Pada saat proses hemodialisa, dapat terjadi beberapa komplikasi sepertihipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit
kepala, demam, gatal, sakit dada, atau menggigil. Komplikasi lain yang lebih jarang terjadi seperti
aritmia,perdarahan intrakranial, kejang, hipoksemia, atau disekuilibrium.
Metode lain yang dapat diterapkan pada pasien dengan gagal ginjal yang membutuhkan cuci
darah berkesinambungan adalah dengan cara dialisis peritoneal. Proses ini dikenal dengan Continuous Ambulatory
Peritoneal Dialysis(CAPD). Metode ini merupakan salah satu proses dialisis yang dipilih terutama pada pasien amat
muda atau usia lanjut serta dengan diabetes melitus.
CAPD dilaksanakan sebanyak 3-5 kali per hari, 7 hari per minggu dengan tiap kalicairan dialisis dalam kavum
peritoneum lebih dari 4 jam. Metode ini memiliki risiko efek samping lebih rendah serta kesamaan
dengan hemodialisa yaitu klirens ureum sama dengan hemodialisa 15 jam per minggu. Walau masih terdapat
beberapa kekurangan seperti klirens komponen dengan berat molekul 1.000-5.000 Dalton lebih tersaring 8x lebih
besar dengan menggunakan hemodialisa. Kekurangan lainnya, penurunan kadar uremia lebih lambat, sehingga lebih
baik CAPD dilakukan setelah kadar intoksikasi terkendali. Pasien dengan CAPD mengakui kesederhanaan serta
perasaan nyaman dan lebih bebas dalam aktivitas sehari-hari, namun komplikasi utama yang masih menjadi hal
utama adalah terjadinya peritonitis.
Pada prinsipnya, CAPD memiliki efisiensi yang rendah sehingga perlu dilakukan 24 jam per hari dan 7 hari per
minggu sehingga proses dialisis dapat adekuat pada pasien dengan gagal ginjal kronik. Penggantian dialisis harus
dilakukan rata-rata 4 kali per hari sehingga tercapai keseimbangan kadar ureum antara plasma darah dan
dialisa. Cairan dialisat diganti setiap 4-6 jam sekali, diganti dengan cairan baru. Cairan dialisat pengganti dimasukan
ke dalam rongga perutmelalui kateter.
Gangguan ginjal merupakan bukan hal yang sederhana. Bila seseorang telah terdiagnosis dengan gagal ginjal,
penatalaksanaan harus dilakukan secara menyeluruh meliputi penyebab dari gagal ginjal serta mempertahankan
agar fungsi ginjal masih dapat berfungsi sebaik mungkin. Pada suatu kondisi tertentu, tatalaksana
konservatif tidak selalu dapat mempertahankan fungsi ginjal. Ada saatnya pasien memerlukan tambahan tatalaksana
berupa terapi pengganti dari fungsi ginjal meliputi tindakan cuci darah. Metode cuci darah ini berlangsung secara
kontinu, maka diperlukan akses yang dapat membantu proses cuci darah, dikenal dengan cimino. Terapi yang rutin
serta kepatuhan pasien dapat mendukung tatalaksana gagal ginjal.
Referensi
Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5, Jilid 2, November 2009. Hal:
1035.
Rahardjo JP, Susalit E, Suhardjono. Hemodialisis. Dalam : Buku Ajar IlmuPenyakit Dalam. Edisi 5, Jilid 2, November
2009. Hal: 1050.
Roesli RMA. Terapi Pengganti Ginjal Berkesinambungan (CRRT). Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5,
Jilid 2, November 2009. Hal: 1059.