Pemanfaatan Lahan Gambut

4
L E M B A R I N F O R M A S I 1 PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian ter- masuk perkebunan dan tanaman industri tergolong sangat rawan, terutama jika dilaksanakan pada gambut tebal di daerah pedalaman (disebut gam- but pedalaman). Kenapa? Jawaban yang pasti adalah jika lahan gambut pedalaman dimanfaatkan untuk pengembangan komoditi-komoditi diatas, maka mengharuskan adanya upaya menyesuaikan kondi- si air lahan atau mengeringkan lahan dengan cara membuat saluran drainase atau kanal. Sedangkan untuk jenis gambut pantai di daerah pasang surut, pembuatan drainase atau kanal ditujukan untuk me- nyalurkan air ke bagian dalam (beberapa kilometer dari tepi sungai atau laut). Tanpa membuat saluran drainase atau kanal pada gambut pedalaman, dipas- tikan hanya jenis pohon asli setempat (ramin, me- ranti rawa, jelutung, gemor, dll) yang bisa tumbuh dalam kondisi jenuh air atau daerah yang dominan basah. Dibalik pembuatan drainase yang menyebab- kan penurunan air tanah, maka terjadi perubahan suhu dan kelembaban di lapisan gambut dekat per- mukaan, sehingga mempercepat proses pelapukan dan permukaan gambut semakin menurun. Limin et al. (2000) melaporkan bahwa penurunan per- mukaan lahan gambut di daerah Kalampangan (eks UPT Bereng Bengkel) paling sedikit 1-3 cm tiap tahun. Limin (1998) menyatakan walaupun pelapu- kan bahan organik tersebut menghasilkan hara bagi tanaman, pelapukan juga menghasilkan asam organik yang berpengaruh lebih kuat dan dapat menyebab- kan keracunan bagi tanaman. Pembuatan saluran drainase atau kanal-kanal melintasi lapisan gambut tebal, tampaknya belum banyak diketahui oleh ban- yak pihak akan berdampak negatif jangka panjang. Contoh nyata adalah proyek Pertanian Lahan Gam- but (PLG) sejuta hektar yang mulai dibangun tahun 1996. Dengan program kanalisasi yang mencincang habis hamparan gambut diantara 4 sungai besar (Sa- bangau, Kahayan, Kapuas dan Barito), sejak itu pula terjadi perubahan drastis neraca air pada 4 (empat) daerah aliran sungai (DAS) tersebut, sehingga ka- wasan eks PLG merupakan penghasil asap terbe- sar di Kalimantan Tengah. Selain itu, kerugian besar telah diderita oleh masyarakat aseli setempat akibat perubahan ekosistem, karena usaha tradisional yang telah diandalkan sebagai sumber pendapatan tetap mengalami penurunan produktivitas hingga hilang (tidak dapat diusahakan lagi). Memilih dan Menata Lahan Gambut Memilih lahan yang sesuai kemudian menatanya se- cara tepat merupakan salah satu kunci sukses ber- tani di lahan gambut. Kesalahan dalam memilih dan menata lahan dapat menyebabkan biaya tinggi dan kegagalan bertani. Lebih jauh lagi, kesalahan terse- but dapat merusak dan membahayakan lingkungan Pemanfaatan Lahan Rawa Agar dapat berfungsi secara baik, lahan rawa perlu dimanfaatkan sesuai fungsinya dengan memperha- tikan keseimbangan antara kawasan budidaya, ka- wasan non budidaya, dan kawasan preservasi. Kawasan non budidaya merupakan kawasan yang ti- dak boleh digunakan untuk usaha dan harus dibiar- kan sebagaimana adanya. Kawasan tersebut antara lain hutan lindung, gambut sangat dalam (lebih dari 3 meter), sepadan pantai dan sungai, sekitar danau, dan pantai berhutan bakau. Bertani hanya boleh dilakukan pada kawasan budida- ya. Bertani pada kawasan non budidaya dan kawasan preservasi disamping melanggar aturan karena akan merusak lingkungan juga membutuhkan biaya mahal karena umumnya lahan tidak subur dan bermasalah. Contoh kawasan preservasi adalah kawasan lahan gambut sangat dalam, aluvial bersulfat, dan rawa dengan tanah pasir. Pembuatan sawah hanya dapat dilakukan pada la- han dengan tanah aluvial, bergambut, dan gambut dengan kedalaman maksimum 75 cm. Lahan gambut (terutama yang belum matang) dengan kedalaman lebih dari 75 cm sulit dibuat menjadi sawah karena sulit diinjak dan sulit dibuat lapisan kedap air. Pena Pembuatan kanal yang tidak mempartahankan genangan air pada lahan gambut

description

Tanah Gambut

Transcript of Pemanfaatan Lahan Gambut

Page 1: Pemanfaatan Lahan Gambut

L E

M B

A R

I N

F O

R M

A S

I

1

Pemanfaatan lahan gambut

Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian ter-masuk perkebunan dan tanaman industri tergolong sangat rawan, terutama jika dilaksanakan pada gambut tebal di daerah pedalaman (disebut gam-but pedalaman). Kenapa? Jawaban yang pasti adalah jika lahan gambut pedalaman dimanfaatkan untuk pengembangan komoditi-komoditi diatas, maka mengharuskan adanya upaya menyesuaikan kondi-si air lahan atau mengeringkan lahan dengan cara membuat saluran drainase atau kanal. Sedangkan untuk jenis gambut pantai di daerah pasang surut, pembuatan drainase atau kanal ditujukan untuk me-nyalurkan air ke bagian dalam (beberapa kilometer dari tepi sungai atau laut). Tanpa membuat saluran drainase atau kanal pada gambut pedalaman, dipas-tikan hanya jenis pohon asli setempat (ramin, me-ranti rawa, jelutung, gemor, dll) yang bisa tumbuh dalam kondisi jenuh air atau daerah yang dominan basah. Dibalik pembuatan drainase yang menyebab-kan penurunan air tanah, maka terjadi perubahan suhu dan kelembaban di lapisan gambut dekat per-mukaan, sehingga mempercepat proses pelapukan dan permukaan gambut semakin menurun. Limin et al. (2000) melaporkan bahwa penurunan per-mukaan lahan gambut di daerah Kalampangan (eks UPT Bereng Bengkel) paling sedikit 1-3 cm tiap tahun. Limin (1998) menyatakan walaupun pelapu-kan bahan organik tersebut menghasilkan hara bagi tanaman, pelapukan juga menghasilkan asam organik yang berpengaruh lebih kuat dan dapat menyebab-kan keracunan bagi tanaman. Pembuatan saluran drainase atau kanal-kanal melintasi lapisan gambut tebal, tampaknya belum banyak diketahui oleh ban-yak pihak akan berdampak negatif jangka panjang. Contoh nyata adalah proyek Pertanian Lahan Gam-but (PLG) sejuta hektar yang mulai dibangun tahun

1996. Dengan program kanalisasi yang mencincang habis hamparan gambut diantara 4 sungai besar (Sa-bangau, Kahayan, Kapuas dan Barito), sejak itu pula terjadi perubahan drastis neraca air pada 4 (empat) daerah aliran sungai (DAS) tersebut, sehingga ka-wasan eks PLG merupakan penghasil asap terbe-sar di Kalimantan Tengah. Selain itu, kerugian besar telah diderita oleh masyarakat aseli setempat akibat perubahan ekosistem, karena usaha tradisional yang telah diandalkan sebagai sumber pendapatan tetap mengalami penurunan produktivitas hingga hilang (tidak dapat diusahakan lagi).

Memilih dan Menata Lahan Gambut

Memilih lahan yang sesuai kemudian menatanya se-cara tepat merupakan salah satu kunci sukses ber-tani di lahan gambut. Kesalahan dalam memilih dan menata lahan dapat menyebabkan biaya tinggi dan kegagalan bertani. Lebih jauh lagi, kesalahan terse-but dapat merusak dan membahayakan lingkungan

Pemanfaatan Lahan RawaAgar dapat berfungsi secara baik, lahan rawa perlu dimanfaatkan sesuai fungsinya dengan memperha-tikan keseimbangan antara kawasan budidaya, ka-wasan non budidaya, dan kawasan preservasi. Kawasan non budidaya merupakan kawasan yang ti-dak boleh digunakan untuk usaha dan harus dibiar-kan sebagaimana adanya. Kawasan tersebut antara lain hutan lindung, gambut sangat dalam (lebih dari 3 meter), sepadan pantai dan sungai, sekitar danau, dan pantai berhutan bakau. Bertani hanya boleh dilakukan pada kawasan budida-ya. Bertani pada kawasan non budidaya dan kawasan preservasi disamping melanggar aturan karena akan merusak lingkungan juga membutuhkan biaya mahal karena umumnya lahan tidak subur dan bermasalah. Contoh kawasan preservasi adalah kawasan lahan gambut sangat dalam, aluvial bersulfat, dan rawa dengan tanah pasir.

Pembuatan sawah hanya dapat dilakukan pada la-han dengan tanah aluvial, bergambut, dan gambut dengan kedalaman maksimum 75 cm. Lahan gambut (terutama yang belum matang) dengan kedalaman lebih dari 75 cm sulit dibuat menjadi sawah karena sulit diinjak dan sulit dibuat lapisan kedap air. Pena

Pembuatan kanal yang tidak mempartahankan genangan air pada lahan gambut

Page 2: Pemanfaatan Lahan Gambut

2

taan lahan juga ditentukan oleh lapisan aluvial yang berada di bawah tanah gambut.

Pencetakan SawahSawah adalah lahan untuk usahatani yang bisa ter-genang air pada waktu dibutuhkan terutama untuk menanam padi sawah. Pada waktu-waktu tertentu, airnya dapat dikeluarkan sehingga tanah menjadi kering.Tahap-tahap mencetak sawah di lahan rawa sebagai berikut:1. Membersihkan tanah dari tunggul. Jika lapisan pir-

itnya dangkal, pencabutan tunggul harus dilaku-kan bertahap. Tahap pertama adalah mencabut tunggul yang kecil. Setiap Periode tanam, tunggul yang lebih besar dicabut. Tunggul besar berdiam-eter >50 cm sebaiknya dibiarkan melapuk dengan sendirinya;

2. Melakukan pelumpuran. Pelumpuran dimaksud-kan untuk membuat lapisan kedap air di bawah lapisan olah tanah sedalam 25-30 cm. Pelumpuran dilakukan dengan cara mencangkul atau memba-jak sedalam 20 cm dalam keadaan basah lalu di-ratakan dan diaduk dengan lapisan tanah aluvial di bawah gambut setebal 10 cm. Lapisan kedap air umumnya baru terbentuk setelah 5-7 kali musim tanam. Pengolahan tanah tidak boleh melebihi ke-dalaman lapisan pirit;

3. Membuat saluran drainase intensif berupa saluran kolektor dan saluran cacing. Saluran kolektor berukuran 40 x 40 cm, dibuat mengelilingi lahan dan tegak lurus saluran kuarter pada setiap jarak 20 - 25 m. Saluran cacing dibuat berukuran 30 cm x 30 cm, setiap jarak 6 - 12 m, tegak lurus saluran kolektor.

Pembuatan SurjanSurjan dibangun untuk memperoleh lahan sawah yang bisa ditanami padi dan lahan kering yang bisa ditanami palawija, sayuran, atau tanaman tahunan dalam waktu yang bersamaan. Penataan lahan ini dibuat untuk penganekaragaman komoditas pada la-han yang pasokan airnya terbatas untuk bertanam padi. Pembuatan surjan dilakukan dengan cara meren-dahkan/ menggali sebagian permukaan tanah dan meninggikan permukaan tanah lainnya secara be-raturan. Bagian yang direndahkan disebut tabukan, digunakan untuk bertanam padi terutama di musim hujan. Bagian yang ditinggikan disebut guludan untuk bertanam palawija, sayuran, padi gogo, atau tanaman

tahunan.

Tanah gambut yang tebalnya lebih dari 100 cm tidak boleh dibuat surjan karena akan membuat gambut mudah kering. Selain itu, bagian tabukannya sulit un-tuk disawahkan. Surjan dibuat memanjang tegak lurus saluran kolek-tor. Ukuran surjan tergantung pada kemampuan tenaga kerja, selera, kedalaman pirit, dan keterse-diaan/kedalaman air. Jika menghendaki sawah lebih luas, dan airnya memungkinkan, lebar tabukan bisa berukuran 5 -15 m dan guludan 1 - 6m. Jika airnya terbatas, bisa menggunakan perbandingan satu bagian untuk tabukan dan dua bagian untuk guludan. Pem-buatan surjan di lahan yang mengandung pirit, dilaku-kan secara bertahap. Pertama hanya berupa guludan memanjang saja

Kiat Budidaya Palawija Di Lahan Gambut

Memilih Lokasi dan KomoditasPalawija dapat ditanam pada lahan yang tidak ter-genang air, yaitu lahan tegalan, guludan surjan, dan pada lahan sawah (di musim kemarau) yang pirit-nya tidak dangkal. Air di lahan sawah atau tabukan surjan, terutama di rawa lebak, umumnya menyusut di musim kemarau, sehingga bisa ditanami palawija. Tanaman palawija (kecuali singkong) sebaiknya tidak ditanam pada lahan gambut dengan kedalaman lebih dari 150 cm karena lahan gambut tersebut mudah kering dan tidak subur sehingga banyak membutuh-kan biaya. Hampir semua jenis palawija dapat ditanam di lahan gambut yang telah direklamasi, asal iklimnya sesuai. Tanaman palawija yang sering dibudidayakan di lahan gambut, antara lain adalah jagung, kacang tanah, kede-lai, ubikayu/ singkong, dan ubijalar. Tanaman singkong bahkan tumbuh cukup baik pada lahan gambut tebal, dimana tanaman lain belum bisa tumbuh tanpa adanya bahan amelioran. Komoditas ini sering ditanam sebagai pemula bagi penanaman tanaman lainnya karena dapat mempercepat pema-tangan dan pemadatan gambut. Singkong, sebaiknya hanya ditanam pada lahan guludan atau tegalan, kare-na umurnya relatif panjang. Tanaman ubijalar dapat beradaptasi di lahan sulfat masam tanpa pengapuran.

Memilih VarietasBeberapa varietas kacang tanah, kedelai, dan jagung

Page 3: Pemanfaatan Lahan Gambut

3

yang terbukti tumbuh baik di lahan rawa. Hingga saat ini, penelitian varietas singkong dan ubi jalar di lahan rawa belum banyak dilakukan. Namun dari pengamatan di beberapa daerah, belum ditemukan adanya varietas yang tidak sesuai. Hanya saja, karena umur singkong yang panjang, sebaiknya dipilih yang berumur pendek (7-8 bulan) seperti gading, muara, dan adira; untuk menghindari kebanjiran. Varietas unggul lokal sangat dianjurkan untuk digunakan.

Untuk tahap pertama, benih harus dibeli atau diam-bil dari sumber benih yang dapat dipercaya, seperti PT Pertani, Dinas Pertanian setempat, toko-toko pertanian atau KUD, supaya mutu dan varietasnya betul-betul terjamin. Benih yang berkualitas biasanya dijual dengan disertai sertifikat/label yang dikeluar-kan oleh Balai Benih. Untuk tahap selanjutnya, bisa digunakan benih dari hasil panen sendiri hingga 3-4 kali musim tanam.

Waktu dan Pola TanamPada dasarnya, palawija dapat ditanam kapan saja asal diperkirakan tidak akan kebanjiran dan kekeringan, serta hasilnya laku dan menguntungkan bila dijual. Khusus untuk kedelai, sebaiknya tidak ditanam se-cara besar-besaran menjelang musim hujan jika tidak tersedia vasilitas pengering buatan. Kedelai yang ti-dak segera dikeringkan sehabis panen akan mudah membusuk. Pada lahan tegalan dan guludan surjan, palawija dapat ditanam sepanjang tahun asal airnya mencukupi. Pada lahan sawah di lebak dangkal, palawija umumnya di-tanam pada akhir musim hujan sehabis panen padi. Jika tersedia air irigasi atau air hujannya mencuku-pi, setelah panen palawija pertama dapat dilajutkan dengan tanam palawija ke dua.

Berdasarkan jumlah jenis tanaman yang ditanam, pola tanam dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu mokultur, tumpangsari, dan sistem lorong. Monokultur yaitu sistem pertanaman pada suatu hamparan lahan den-gan satu jenis tanaman. Beberapa contoh variates Jagung, Kedelai, dan Ka-cang tanah yang sesuai untuk lahan rawa 1. Jagung ; Wiyasa, Arjuna, Kalingga 2. Kedelai; Kerinci, Lokok, Wilia, Dempo 3. Kacang tanah; Gajah, Gading, Pelanduk, Kerinci,

Unggul lokal

Penanaman sistem tumpang gilir adalah penanaman dua jenis tanaman atau lebih dalam satu hamparan

lahan dengan waktu tanam yang berbeda. Cara ini dilakukan biasanya kalau musim hujannya pendek, sehingga petani dikejar waktu musim hujan. Sebagai contoh, kedelai atau kacang tanah ditanam pada per-tanaman jagung yang sudah berumur 70 hari. Ketika jagung dipanen (umur 90-100 hari), kedelai atau ka-cang tanah sudah berumur 20-30 hari. Keuntungan menggunakan sistem tumpangsari, tump-ang gilir, dan sistem lorong adalah mengurangi resiko kegagalan panen dan pemasaran, memeratakan peng-gunaan tenaga kerja, dan mendistribusikan pendapa-tan agar lebih berkelanjutan. Penanaman tumpangsari dilakukan dengan dua jenis tanaman atau lebih dalam waktu yang bersamaan. Komoditas tersebut dapat terdiri atas tanaman palawija saja atau antara palawija dengan padi gogo. Karena bentuk tanamannya yang tinggi, jagung dan singkong dapat ditumpangsarikan dengan tanaman padi gogo, kedelai, dan kacang tanah. Waktu tanam pada sistem tumpangsari tersebut ber-samaan, tetapi waktu panennya berbeda.

Pertanaman sistem lorong adalah penanaman tana-man semusim (termasuk palawija) diantara tanaman tahunan. Sebagai contoh adalah penanaman jagung atau kedelai diantara barisan tanaman kelapa atau jeruk.

Pengolahan TanahPengolahan tanah bertujuan untuk membuat tanah menjadi gembur dan membersihkannya dari gulma, kayu, dan tunggultunggul. Jika akan dilakukan penga-puran secara tebar, pengolahan tanah juga dimaksud-kan untuk mencampur kapur agar merata ke seluruh lapisan olah tanah. Cara mengolah tanah, tergantung pada jenis tanah dan kondisi lahan, yaitu: 1. Tanah aluvial diolah sedalam kurang lebih 20 cm

secara mekanis dengan menggunakan traktor atau secara manual dengan menggunakan cangkul. Jika terdapat bongkahanbongkahan tanah perlu dihan-curkan dulu lalu diratakan;

2. Lahan sawah diolah ketika basah. Tanah tegalan diolah ketika lembab;

3. Tanah gambut diolah dengan mencacahnya meng-gunakan cangkul sedalam kurang lebih 10 cm, lalu dipadatkan dengan menggunakan alat pemadat gambut;

4. Tanah bergambut diolah dengan cara mencampur lapisan gambut dengan tanah aluvial sedalam 5-10 cm di bawahnya;

5. Pengolahan tanah yang mengandung pirit tidak

Page 4: Pemanfaatan Lahan Gambut

L E

M B

A R

I N

F O

R M

A S

I

4

boleh sampai mengusik lapisan pirit, agar macan yang sedang tidur ini tidak terbangunkan (tidak terjadi oksidasi);

6. Palawija yang ditanam sehabis padi, tidak perlu pengolahan tanah karena tanah umumnya telah gembur;

7. Khusus ubijalar, perlu dibuat guludan-guludan untuk setiap barisan tanaman karena tanaman ini peka terhadap genangan. Pada tanah gambut yang drainasenya baik, guludan boleh ditiadakan.

Pengaturan Air Pada dasarnya, palawija terutama singkong, kacang tanah, dan ubijalar, tidak menyukai tanah yang ter-genang dan becek. Namun tanaman ini tetap me-merlukan air terutama pada masa mudanya. Sampai umur 1-2 bulan, tanaman menghendaki tanah yang lembab tetapi tidak tergenang. Kurang lebih 10 hari menjelang panen, tanaman jagung, kedelai, dan ka-cang tanah menghendaki tanah yang agak kering. Namun, lahan sulfat masam dan gambut menuntut kondisi yang selalu lembab. Oleh sebab itu, air di saluran cacing diusahakan harus selalu diairi tetapi drainase juga harus tetap lancar. Air tanah dipertah-ankan pada kedalaman 75-100 cm. Air tanah pada pertanaman singkong dan ubijalar, sebaiknya tidak terlalu dangkal.

Penggunaan Bahan Amelioran Bahan amelioran digunakan untuk tanaman jagung, kedele, dan kacang tanah pada lahan gambut dan lahan dengan pH rendah. Bahan amelioran untuk menaikkan pH biasanya adalah kapur. Secara prak-tis dosis yang digunakan berkisar antara 3-5 ton/ha, diberikan dengan cara ditebar pada tanaman per-tama. Pada tanaman ke dua dan seterusnya, biasanya menggunakan dosis 0,2-0,5 ton/ha dapat diberikan

pada larikan tanaman. Pada lahan gambut dengan ketebalan lebih dari 1 m, selain kapur juga digunakan bahan amelioran lain berupa tanah mineral, abu, dan pupuk kandang. Ame-lioran idealnya digunakan dengan cara ditebar, tetapi mahal karena membutuhkan bahan yang cukup ban-yak. Maka amelioran dengan dosis 1-2 ton/ha dapat diberikan dengan cara ditebar dalam larikan bersa-maan dengan pemberian kapur dan pupuk dasar.

Pemupukan Pupuk yang digunakan terdiri atas pupuk Urea, SP-36, dan KCl dengan dosis sesuai kondisi masing-ma-sing lahan. Sebagai patokan, dapat digunakan dosis per hektar untuk tanaman jagung adalah 200-250 kg Urea, 125-150 kg SP-36, dan KCl 100-125 kg. Ka-cang tanah dengan dosis 75 kg Urea, 100-125 kg SP-36, dan 100-125 kg KCl. Urea dan KCl diberikan dua kali, yaitu ½ bagian pada saat tanam dan sisanya pada umur 3-4 minggu atau bersamaan dengan pe-nyiangan. Pupuk SP36 diberikan pada saat tanam. Tanah gambut dengan kedalaman lebih dari 1 m, sebaiknya diberi pula pupuk mikro berupa terusi masing masing sebanyak 2,5-10 kg per hektar. Se-makin tebal gambut, semakin banyak membutuhkan pupuk tersebut. Pada lahan yang belum pernah ditanami kedelai, benih kedelai ditanam setelah dicampur dengan rhi-zobium (legin) sebanyak 10-15 gram per kilogram benih.

Yayasan Mitra Insani (YMI) berdiri di Pekanbaru pada 22 September 1998 sebagai organisasi non-pemerintah yang bergerak dalam bidang lingkungan dan pengembangan masyarakat. Pendiriannya dimaksudkan untuk meningkatkan kepedulian semua pihak terhadap pelestarian lingkungan hidup serta mem-bangun dan mengembangkan masyarakat madani. Lembaga ini diharapkan dapat melahirkan dan menyumbangkan ide-ide alternatif dalam memecah-kan permasalahan, melakukan usaha-usaha pemberdayaan masyarakat, serta sebagai media dalam menyalurkan aspirasi masyarakat dalam berbagai kebijakan lingkungan. Ruang lingkup kerja YMI adalah semua kegiatan guna pelestarian lingkungan dan pengembangan masyarakat melalui penelitian, pelatihan, seminar/workshop, mediasi dan advokasi.

Jl. Pembangunan II No.8 Labuh BaruPekanbaru 28291 Telp. 0761 - 61725www.mitrainsani.or.id

Jl. Punai No.9 Sukajadi Pekanbaru Telp. 0761 - 61725www.jikalahari.org

SumberSeri Pengelolaan Hutan dan lahan gambut (Pertanian 06 & 08, WI-IP)Pemanfaatan lahan gambut dan permasalahannya, Makalah. (Su-wido H. Limin, 2006)