Pemanfaatan Eceng Gondok Sebagai Bahan Bakar Alternatif
-
Upload
fajar-perkitiw -
Category
Documents
-
view
244 -
download
1
description
Transcript of Pemanfaatan Eceng Gondok Sebagai Bahan Bakar Alternatif
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Ketergantungan dunia pada sumber-sumber energi fosil selama ini dan impor energi
seperti minyak bumi, gas alam dan batu bara membuat kelangkaan bahan bakar minyak
(BBM). Kebutuhan akan bahan bakar minyak semakin meningkat seiring dengan jumlah
penduduk yang semakin meningkat pula. Kenaikan harga bahan bakar minyak tidak dapat di
elakan, mengingat kebutuhan yang semakin meningkat namun sumbernya terbatas.
Peningkatan harga minyak dunia menjadi salah satu pendorong kenaikan harga bahan bakar
minyak (BBM) di Indonesia. Kenaikan harga BBM pasti akan memberikan efek terhadap
kenaikan barang-barang kebutuhan yang lainnya. Pertumbuhan bidang industri yang pesat
juga menyebabkan peningkatan permintaan energi dan penurunan kualitas lingkungan.
Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) bagi penduduk berpendapatan rendah maupun
miskin, terutama di pedesaan, sebagian besar dipenuhi oleh minyak tanah yang memang
dirasakan terjangkau karena disubsidi oleh pemerintah. Namun karena digunakan untuk
industri atau usaha lainnya, kadang-kadang terjadi kelangkaan persediaan minyak tanah di
pasar. Selain itu masyarakat yang tinggal di dekat kawasan hutan berusaha mencari kayu
bakar, baik dari ranting-ranting kering dan tidak jarang pula menebangi pohon-pohon di
hutan yang terlarang untuk ditebangi, sehingga lambat laun mengancam kelestarian alam di
sekitar kawasan hutan.
Pemanfaatan sumber-sumber energi alternatif yang terbarukan dan ramah lingkungan
menjadi pilihan. Tumbuh-tumbuhan, sampah organik dan kotoran hewan dapat dimanfaatkan
sebagai sumber energi pengganti minyak, gas, kayu bakar dan batu bara. Salah satu dari
energi terbarukan adalah biogas, biogas memiliki peluang yang besar dalam
pengembangannya (Widodo dkk., 2006). Biogas merupakan sumber enegi yang bisa
diperbarui (renewable) sehingga tidak perlu ada kekhawatiran akan semakin menipisnya
persediaan sumber energi. Eceng gondok (E. crassipes) merupakan salah satu gulma akuatik
yang banyak dijumpai pada perairan, seperti di sungai-sungai, danau, dan waduk yang
mengalami eutrofikasi. Pada umumnya, hasil panen eceng gondok (E. crassipes) dibuang
atau dibakar (Gunnarsson dan Petersen, 2006). Emisinya akan mengandung logam berat
sehingga membahayakan kesehatan apabila dibuang ke TPA, maka dapat meningkatkan
kebutuhan luas lahan landfill. Oleh karena itu, Kreuzig (2007) menyarankan agar gulma
yang digunakan dalam pengoperasian teknologi wetland atau fitoremediasi lainnya
dimanfaatkan untuk menghasilkan bioenergi.
Pertumbuhan eceng gondok (E. crassipes) yang begitu pesat, dirasakan sangat
merugikan karena sifat eceng gondok yang menutupi permukaan air akan menyebabkan
kandungan oksigen berkurang. Pada umumnya eceng gondok (E. crassipes) tumbuh dengan
cara vegetatif yaitu dengan menggunakan stolon. Kondisi optimum bagi perbanyakannya
memerlukan kisaran waktu antara 11-18 hari. Tumbuhan eceng gondok (E. crassipes) akan
berpengaruh terhadap kadar CO2 yang terdapat pada air. Peningkatan CO2 pada air akan
mengawali rata-rata bersih fotosintesis. Eceng gondok (E. crassipes) dapat dimanfaatkan
dalam produksi biogas karena mempunyai kandungan hemiselulosa yang cukup besar
dibandingkan komponen organik tunggal lainnya. Hemiselulosa adalah polisakarida
kompleks yang merupakan campuran polimer yang jika dihidrolisis menghasilkan produk
campuran turunan yang dapat diolah dengan metode anaerobic digestion untuk menghasilkan
dua senyawa campuran sederhana berupa metan dan karbon dioksida yang biasa disebut
biogas (Ghoshet all, 1984). Menurut Malik (2006) eceng gondok (E. crassipes) mengandung
95% air dan menjadikannya terdiri dari jaringan yang berongga, mempunyai energi yang
tinggi, terdiri dari bahan yang dapat difermentasikan dan berpotensi sangat besar dalam
menghasilkan biogas (Chanakya et all, 1993 dalam Gunnarsson and Cecilia, 2006).
Kotoran sapi merupakan substrat yang cocok umtuk pemanfaatan biogas, karena di
dalam substrat kotoran sapi mengandung bakteri penghasil gas metan. Mikroba penghasil gas
methan banyak terdapat dalam tubuh hewan ruminansia. Feses sapi sebagai limbah
peternakan digunakan sebagai sumber C dan N dalam pembentukan gas metan. Feses sapi
sebagai bahan isian utama mempunyai rasio C/N sebesar 22,12 (Tamara, 2008), maka perlu
ditambah sumber C agar rasio C/N menjadi ideal yaitu 30:1 (Samiadi, 1987). Limbah
pertanian umumnya kaya akan komponen C, tetapi kekurangan N (Shuler dan Kargi, 2002).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara pemanfaatan eceng gondok dalam pembuatan biogas?
2. Bagaimana komposisi eceng gondok maupun kotoran sapi dalam pembuatan biogas ini?
3. Bagaimana pretreatment hidrolisis asam yang dilakukan pada substrat eceng gondok?
4. Apa sajakah teknologi yang digunakan dalam pembuatan biogas ini?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui cara pemanfaatan eceng gondok dalam pembuatan biogas.
2. Mengetahui komposisi eceng gondok maupun kootran sapai dalam pembuatan biogas.
3. Mengetahui cara pretreatment hidrolisis asam yang dilakukan pada substrat eceng
gondok.
4. Mengethui teknologi yang digunakan dalam pembuatan biogas ini.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini agar pihak-pihak yang berkepentingan dapat memperoleh
gambaran mengenai potensi eceng gondok (E. crassipes) sebagai pembuatan biogas dengan
variasi campuran kotoran sapi sebagai salah satu sumber energi alternatif.
1. Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Di bidang ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat berperan sebagai
sumbangsih dalam pengaplikasian ilmu lingkungan khususnya untuk mengetahui potensi
eceng gondok (E. crassipes) sebagai pembuatan biogas dengan variasi campuran kotoran
sapi sebagai salah satu sumber energi alternatif.
2. Masyarakat
Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan masyarakat
sekitar untuk memanfaatkan limbah eceng gondok (Eichornia crassipes) yang dapat
dijadikan bahan produksi biogas sebagai sumber energi alternatif yang dapat dimanfaatkan
untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga/memasak sehari-hari, penerangan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
3. Pemerintah
Bagi instansi pemerintah, dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menyusun
strategi kebijaksanaan pengembangan industri yang dikaitkan dengan upaya kelestarian
lingkungan. Membantu pemerintah untuk mencari metode untuk menyelesaikan masalah
adanya eceng gondok yang memang sangat bermasalah.