Pemancar_TV

24
[PEMANCAR TELEVISI] UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI Doni Purnama R 221211005 1.1. Prisip Kerja Stasiun TV Cara kerja stasiun TV pertama-tama dimulai dari Departemen Programming. Departemen inilah yang merencanakan dan menentukan program apa yang akan ditayangkan, pada jam berapa, dan siapa target pemirsanya. Lalu program itu apakah harus dibuat sendiri secara inhouse, outsource, dibeli dari PH lokal atau harus diimport dari luar negeri. Jika dibeli dari luar negeri, program itu berupa cassete atau berupa siaran langsung (live). Progam impor dalam bentuk pita cassete contohnya adalah film seri The A-Team, Smallville atau Mc Gyver, sedangkan program impor live contohnya adalah sepak bola piala dunia, tinju professional atau balap mobil F1. Bila program-program itu telah dipilih dan jadwal penayangannya telah dutentukan, maka bagian Sales & Marketing yang akan memasarkan / menjualnya kepada calon pemasang iklan. Slot-slot waktu yang tersedia untuk iklan kemudian diberi harga (rate card), sedangkan jenis iklan yang ditawarkan bisa berupa video, graphic, animasi, running text, iklan built in atau blocking time. Itu semua tergantung dari kesepakatan antara kedua belah pihak (pemasang iklan dan operator stasiun TV). Jika program harus dibuat sendiri secara in house, maka bagian Produksi kemudian akan menyusun crew, membuat jadwal dan memproduksi program itu sesuai target waktu yang telah ditentukan. Produksinya bisa dikerjakan di dalam studio atau di luar studio, tergantung dari jenis program apa yang sedang dibuat. Setelah jadi (dalam bentuk pita cassete atau file hardisk) langkah berikutnya adalah proses Pasca Produksi (Editing, Graphic dan Quality Control). Bila telah lolos dari Quality Control berarti program ini telah siap tayang, dan program itu kemudian dikirim ke Playout untuk dimasukkan ke dalam daftar tunggu (Play List). Nantinya, pada jam, menit dan detik yang telah ditentukan, program ini akan tayang sendiri secara otomatis berdasarkan perintah dari software On-Air Automation. On-Air Automation bekerja berdasarkan data entry yang dimasukkan oleh bagian Traffic. Data yang di entry itu misalnya: judul program, durasi, jam, menit dan detik kapan 1

description

Cara Kerja Pemancar TV

Transcript of Pemancar_TV

Page 1: Pemancar_TV

[ ]UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI

Doni Purnama R221211005

1.1. Prisip Kerja Stasiun TV

Cara kerja stasiun TV pertama-tama dimulai dari Departemen Programming. Departemen inilah yang merencanakan dan menentukan program apa yang akan ditayangkan, pada jam berapa, dan siapa target pemirsanya. Lalu program itu apakah harus dibuat sendiri secara inhouse, outsource, dibeli dari PH lokal atau harus diimport dari luar negeri. Jika dibeli dari luar negeri, program itu berupa cassete atau berupa siaran langsung (live). Progam impor dalam bentuk pita cassete contohnya adalah film seri The A-Team, Smallville atau Mc Gyver, sedangkan program impor live contohnya adalah sepak bola piala dunia, tinju professional atau balap mobil F1.

Bila program-program itu telah dipilih dan jadwal penayangannya telah dutentukan, maka bagian Sales & Marketing yang akan memasarkan / menjualnya kepada calon pemasang iklan. Slot-slot waktu yang tersedia untuk iklan kemudian diberi harga (rate card), sedangkan jenis iklan yang ditawarkan bisa berupa video, graphic, animasi, running text, iklan built in atau blocking time. Itu semua tergantung dari kesepakatan antara kedua belah pihak (pemasang iklan dan operator stasiun TV).

Jika program harus dibuat sendiri secara in house, maka bagian Produksi kemudian akan menyusun crew, membuat jadwal dan memproduksi program itu sesuai target waktu yang telah ditentukan. Produksinya bisa dikerjakan di dalam studio atau di luar studio, tergantung dari jenis program apa yang sedang dibuat. Setelah jadi (dalam bentuk pita cassete atau file hardisk) langkah berikutnya adalah proses Pasca Produksi (Editing, Graphic dan Quality Control). Bila telah lolos dari Quality Control berarti program ini telah siap tayang, dan program itu kemudian dikirim ke Playout untuk dimasukkan ke dalam daftar tunggu (Play List). Nantinya, pada jam, menit dan detik yang telah ditentukan, program ini akan tayang sendiri secara otomatis berdasarkan perintah dari software On-Air Automation.

On-Air Automation bekerja berdasarkan data entry yang dimasukkan oleh bagian Traffic. Data yang di entry itu misalnya: judul program, durasi, jam, menit dan detik kapan program itu harus tampil ke layar. Jika fasilitasnya tersedia, bisa juga data itu berisi kapan running text, graphic atau animasi iklan harus tampil bersama-sama dengan program (fasilitas ini disebut dengan Secondary Event). Bagian Traffic biasanya berada di bawah Sales dengan tujuan agar memudahkan koordinasi dan kontrol terhadap penayangan iklan. Sebab hal ini berakitan erat dengan masalah tagihan dan pembayaran iklan. Traffic atau pengaturan lalu lintas program dan iklan ini cukup rumit, karena melibatkan banyak pihak (Programming, Sales, Finance dan Teknik) sehingga diperlukan software khusus untuk membantu mempermudah teknis-operasionalnya.

Ketika semuanya sudah tersusun rapi dan kemudian di run, maka Playout akan secara otomatis menayangkan program dan iklan itu secara berurutan sesuai jadwal yang telah tersusun dalam Play List. Sinyal audio-video yang keluar dari Playout kemudian dipilih oleh Master Switcher untuk selanjutnya dikirim ke Pemancar untuk dipancarkan. Dalam banyak kasus sering kali letak Pemancar berada jauh di luar studio, sehingga dibutuhkan sebuah alat yang berfungsi ntuk menyalurkan sinyal dari Studio ke Pemancar. Alat ini kemudian disebut dengan STL (Studio to Transmitter Link) sebagaimana diperlihatkan dalam gambar diagram di bawah ini.

1

Page 2: Pemancar_TV

[ ]UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI

Doni Purnama R221211005

Gambar 1. diagram prinsip kerja stasiun televise

Dalam menyusun urutan program sering kali terdapat slot waktu untuk siaran langsung (live), baik yang berasal dari dalam atau dari luar studio. Sementara itu siaran langsung biasanya waktunya sering tidak pasti, dalam arti bisa maju atau mundur beberapa menit atau detik. Oleh karena itu di dalam software On-Air Automation umumnya telah tersedia fasilitas yang mampu menyesuaikan maju mundurnya waktu penayangan program siaran langsung ini.

Siaran langsung dari luar studio umumnya menggunakan jalur Fiber Optic, Satelit atau Microwave Link sebagai sarana untuk mengirimkan sinyal dari lokasi ke studio. Sinyal-sinyal yang berasal dari luar ini dipilih melalui Routing Switcher dan kemudian harus disinkronkan terlebih dahulu dengan standar sinyal eksisting yang ada di dalam studio. Perangkat yang berfungsi untuk mensinkronisasi sinyal video ini disebut Frame Synchronizer. Selanjutnya, untuk mengukur kualitas sinyal-sinyal dari luar itu digunakan peralatan video monitoring berupa Waveform dan Vectorscope.

Siaran langsung dari dalam Studio misalnya adalah siaran berita, wawancara atau dialog. Di dalam siaran berita sering kali disisipi dengan laporan langsung dari lokasi. Maka sinyal dari lokasi ini harus dikirim dulu ke studio, kemudian digabungkan dengan pembaca berita (terkadang disisipi text dan gambar-gambar graphic), baru kemudian diteruskan ke Master Switcher untuk disisipi logo, running text atau iklan animasi (bila ada) dan selanjutnya output dari Master Switcher dikirim ke Pemancar.

Jika ukuran Studio itu cukup besar maka bisa digunakan untuk memproduksi program-program hiburan seperti talk show, kuis, kontes / live music atau acara-acara lain yang agak kolosal. Tapi itu semua tergantung dari visi dan misi dari stasiun TV itu sendiri. Di beberapa stasiun TV, studio untuk program hiburan seperti itu umumnya terpisah dari studio untuk siaran berita, sehingga ada lebih dari satu studio untuk memproduksi program yang berbeda-beda. Tapi di beberapa stasiun TV banyak juga dijumpai hanya satu studio untuk

2

Page 3: Pemancar_TV

[ ]UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI

Doni Purnama R221211005

memproduksi berbagai macam program. Tujuannya adalah untuk efisiensi. Maksudnya, efisien dalam hal investasi alat, ruangan dan jumlah personel yang mengoperasikannya.

Studio sering pula digunakan untuk keperluan rekaman (taping). Hasil rekamannya kemudian di proses di jajaran Pasca Produksi untuk menjalani proses editing. Misalnya gambar-gambar yang tidak perlu harus dibuang, suara yang lemah diperkuat atau yang terlalu kuat dikurangi, kemudian diberi tulisan atau graphic agar tampilannya lebih menarik, atau diberi sisipan suara (dubbing / voice over) bilamana perlu. Setelah proses itu semua selesai kemudian materinya diserahkan ke bagian Quality Control untuk diperiksa kualitasnya. Bila telah lolos QC barulah dikirim ke Play Out untuk dimasukkan ke dalam daftar tunggu (Play List). Pada waktu yang telah ditentukan, program ini kemudian akan tayang sendirir secara otomatis atas perintah software On-Air Automation.

1.2 Cara Kerja Pemancar TV

Di dalam Pemancar TV terdapat dua sinyal yang dipancarkan sekaligus, yaitu sinyal gambar dan sinyal suara. Frekuensi kerja Pemancar TV berada pada spektrum frekuensi VHF (174 - 230 MHz) dan UHF (470 - 806 MHz). Kedua sinyal tersebut dibangkitkan terlebih dahulu di frekuensi antara (IF) dimana sesuai rekomendasi CCIR frekuensi sinyal pembawa gambar telah ditetapkan sebesar 38,9 MHz dan frekuensi sinyal pembawa suara 33,4 MHz. Dari sini kemudian frekuensi kedua sinyal ini digeser ke frekuensi kerjanya sesuai dengan nomor kanal yang dikehendaki. Tentang mekanisme penggeseran frekuensi ini bisa dibaca lebih lanjut dalam artikel Translasi Frekuensi, sedangkan untuk mengetahui lebih detail tentang pembangkitan sinyal gambar dan sinyal suara dapat dibaca dalam artikel Modulator Gambar dan PLL sebagai Modulator FM.

Gambar (2) Diagram Pemancar-TV dengan separate amplifier

Gambar (2) memperlihatkan diagram dari sebuah pemancar TV dimana di dalamnya terdapat dua buah amplifier. Satu amplifier sebagai penguat sinyal gambar dan satu amplifier lagi sebagai penguat sinyal suara. Dua buah RF amplifer di dalam Pemancar TV seperti ini sering disebut dengan Separate Amplifier.

Di era sebelum tahun 90-an satu-satunya RF Amplfier yang mampu menghasilkan daya pancar yang besar hanyalah tabung klystron. Tabung klystron memiliki gain yang

3

Page 4: Pemancar_TV

[ ]UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI

Doni Purnama R221211005

sangat besar (40dB), sehingga dengan gain sebesar ini penguat tabung klystron mampu menghasilkan daya pancar hingga 70 kW cukup di-drive dengan sinyal input sebesar 7 watt saja. Di sisi lain penguat driver dengan output 7 watt secara praktis sangat mudah dibuat, sehingga dengan demikian transistor sebagai penguat driver dan tabung klystron sebagai penguat akhir (Po-Amp) menjadi pasangan yang sangat serasi pada jamannya.

Kelemahan dari penguat tabung klystron adalah sifatnya yang kurang linier, sehingga tidak cocok untuk digunakan memperkuat dua sinyal sekaligus (sinyal gambar dan suara). Sebab sifat ketidak-linieran-nya itu akan menyebabkan intermodulasi antar kedua sinyal (saling memodulasi satu sama lain). Itulah sebabnya di masa itu pemancar-pemancar TV berdaya pancar besar, dengan tabung klystron sebagai amplifiernya, selalu menggunakan sistem Separate Amplifier. Penjumlahan sinyal gambar dan sinyal suara kemudian dilakukan di sisi output kedua amplifier.

Dengan semakin membaiknya teknologi komponen, kelinieran amplifier menjadi semakin mudah diperoleh. Maka pemakaian sistem separate amplifier makin lama makin ditinggalkan. Kini pemakaian common amplifier (satu amplifier untuk memperkuat dua sinyal) menjadi lebih populer, karena lebih praktis, lebih sederhana dan lebih murah. Gambar (2) memperlihatkan diagram pemancar TV dengan sistem Common Amplifier.

Gambar (3) Diagram Pemancar-TV dengan common amplifier

Transistor-transistor RF dengan daya output yang besar kini juga semakin banyak tersedia. Selain itu transistor, ketika dioperasikan pada titik kerja yang tepat, akan mampu menghasilkan penguatan yang sangat linier. Selanjutnya, berhubung transistor bekerja pada tegangan yang relatif rendah (48 volt), maka beberapa penguat transistor dapat disusun secara paralel sedemikian rupa sehingga diperoleh penjumlahan arus RF dari masing-masing penguat. Perkalian dari tegangan dan jumlah arus RF ini akan menghasilkan daya RF output yang lebih besar. Susunan penguat transistor dengan daya RF output hingga 20 kW kini sudah banyak tersedia di pasar.

Bila menginginkan daya pancar yang lebih besar lagi maka penguat Tabung Tetroda dan penguat IOT (Inductive Output Tube) menjadi pilihan berikutnya. Penguat Tabung Tetroda misalnya, mampu menghasilkan daya RF output sebesar 30 kW, sedangkan penguat IOT mampu menghasilkan daya output hingga 100 kW. Kedua jenis penguat tabung ini juga dikenal sangat linier sehingga cocok digunakan pada pemancar TV dengan sistem Common Amplifier. Untuk mengetahui lebih rinci tentang keistimewaan kedua penguat ini dapat dibaca lebih lanjut dalam artikel Penguat Tabung dan Penguat IOT.

4

Page 5: Pemancar_TV

[ ]UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI

Doni Purnama R221211005

1.3. STANDAR SIARAN TV DI INDONESIA

Pemancar TV di Indonesia mengadopsi sistem PAL-B (VHF) dan PAL-G (UHF) dengan spesifikasi teknik mengikuti rekomendasi ITU-RBT.470-4. Pemerintah Indonesia telah menetapkan suatu standar melalui Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmen) Nomor 76 tahun 2004 tentang “Rencana induk frekuensi radio untuk keperluan siaran televisi analog pada pita UHF”. Di dalam lampiran Kepmen ini diuraikan spesifikasi pemancar TV secara umum sebagai berikut:

A. PEMANCAR GAMBAR

1. Jenis Pancaran : C3F – Negatif 2. Sistem modulasi : AM – Vestegial Side Band (Analog)3. Jenis Transmisi : Negatif4. Indeks Modulasi : maksimum 90%5. Frekuensi Pembawa IF :38,9 MHz

B. PEMANCAR SUARA1. Jenis Pancaran : F3E 2. Sistem Modulasi : FM (Analog)3. Simpangan Frekuensi : +/- 50 kHz (maksimum)4. Pre-Emphasis : 50 µs5. Frekuensi Pembawa IF : 33,4 MHz6. Kekuatan / Daya pancar : Min 5% dan Maks 10% dari daya pancar Pemancar Gambar

C. SPEKTRUM FREKUENSI

Gambar (4) Spektrum Frekuensi

5

Page 6: Pemancar_TV

[ ]UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI

Doni Purnama R221211005

1.4. TVRO dan Stasiun Relay TV

Hukum alam menghendaki bahwa sebuah pemancar, betapapun besar daya pancarnya, memiliki jarak jangkau yang terbatas. RCTI misalnya, meskipun daya pancarnya sudah cukup besar (60 ribu watt) tetapi di kota Merak yang jaraknya hanya sekitar seratus kilometer dari Jakarta, siaran RCTI sudah sulit diterima dengan jelas. Kalau begitu bagaimana mungkin seseorang yang berada di Irian yang jaraknya lebih dari seribu kilometer dari Jakarta mampu menangkap siaran RCTI? Kenyataannya, banyak masyarakat di Irian yang bisa menerima siaran RCTI dengan baik. Lalu bagaimana caranya?

Caranya ialah dengan menggunakan Stasiun Relay. Setiap stasiun TV swasta nasional memiliki perangkat Up-Link yang berfungsi untuk memancarkan siarannya ke arah satelit. Kemudian oleh satelit siaran itu dipancarkan balik ke bumi dengan wilayah cakupan (foot print) yang sangat luas. Sinyal yang dipancarkan oleh satelit ini kemudian dengan mudah bisa ditangkap dengan menggunakan peralatan yang disebut TVRO (Television Receive Only).

Satu set TVRO terdiri dari: Antena Parabola, LNB, dan Satellite Receiver. Berhubung bagian yang paling menonjol adalah antena parabolanya, maka orang awam sering menyebut TVRO dengan sebutan Parabola saja. Pertanyaannya kemudian adalah: mengapa untuk menerima siaran TV itu harus menggunakan Parabola? Ya, karena sinyal dari satelit yang sampai di bumi sangatlah lemah, sehingga perlu antena yang besar untuk menangkapnya. Antena yang besar ini kemudian didesain sedemikian rupa sehingga sinyal yang ditangkap dapat dikumpulkan ke satu titik yang disebut dengan titik api. Di titik api inilah kemudian sinyal yang masih lemah ini diperkuat lagi menggunakan sebuah amplifier.

Amplifier yang digunakan noisenya harus sangat rendah. Amplifier yang seperti ini disebut Low Noise Amplifier (LNA). Tapi mengapa harus low noise? Karena setiap amplifier disusun dari rangkaian penguat yang bertingkat-tingkat. Di setiap tingkat akan selalu muncul noise yang berasal dari dalam penguat itu sendiri. Noise yang muncul di tingkat pertama pasti akan diperkuat oleh penguat tingkat kedua, ketiga dan seterusnya. Jadi makin besar noise yang dihasilkan dari dalam penguat itu sendiri akan menjadi besar pula di tingkat paling akhir. Oleh karena itu noise yang muncul haruslah sangat rendah. Jika tidak, yang diperkuat bukannya sinyal input, tetapi malah noise itu sendiri. Jadi dengan amplifier yang low noise sinyal input bisa diperkuat dengan sedikit sekali tambahan noise. Kini sudah banyak LNA dengan noise yang sangat rendah (20 derajad Kelvin) sementara faktor penguatannya sangat besar (60 dB). Gain yang besar dan noise yang rendah merupakan syarat ideal untuk sebuah LNA.

Setalah sinyal dari satelit yang lemah tadi diperkuat oleh LNA, maka sinyal menjadi cukup kuat untuk di geser frekuensinya. Ssinyal dari satelit yang semula frekuensinya 3,7 - 4,2 GHz (C-band) digesar frekuensinya menjadi 950 - 1.450 kHz (L-band) dengan menggunakan osilator lokal 5.15 GHz. Penggesaran frekuensi dari C-band ke L-band ini dilakukan di dalam blok LNA, sehingga rangkaian LNA berikut rangkaian penggeseran frekuensi ini kemudian disebut dengan Low Noise Blok Amplifier (disingkat menjadi LNB). Pengeseran frekuensi dari C-band ke L-band dimaksudkan agar sinyal tersebut dapat disalurkan melalui kabel coaxial yang lebih panjang. Melalui kabel coaxial inilah sinyal tersebut kemudian dihubungkan ke pesawat penerima satelit atau IRD (Integrated Receiver Decoder). Penerima satelit umumnya diletakkan di dalam ruang (indoor) sedangkan LNB diletakkan di luar ruang (outdoor). Itulah sebabnya diperlukan kabel coaxial yang cukup

6

Page 7: Pemancar_TV

[ ]UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI

Doni Purnama R221211005

panjunga untuk menghubungkan keduanya. Di dalam pesawat penerima, sinyal diperkuat lagi, digeser frekuensinya lagi dan di-demodulasi sehingga akhirnya menghasilkan sinyal audio dan video. Sinyal audio-video inilah yang kemudian di masukkan ke input pemancar dan selanjutnya dipancarkan agar bisa diterima oleh pesawat penerima televisi biasa. Itulah secara garis besar cara kerja dari sebuah Stasiun Relay TV.

RANCANGAN SNG PORTABLE

Gambar 5: Contoh implementasi SNG menggunakan Portable Rack

7

Page 8: Pemancar_TV

[ ]UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI

Doni Purnama R221211005

Gambar 6: Diagram rancangan Portable SNG

Gambar (7): Diagram stasiun relay TV melalui satelit

8

Page 9: Pemancar_TV

[ ]UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI

Doni Purnama R221211005

Jangkauan Pemancar TV tidak seluas jangkauan satelit. Pemancar TV rata-rata hanya bisa menjangkau wilayah dalam radius sekitar 100 km, sedangkan satelit bisa menjangkau wilayah ribuan kilometer persegi. Satelit Palapa-D misalnya, bisa menjangkau seluruh Indonesia dan bahkan negara-negara tetangga seperti: Malaysia, Singapura, Brunei, Philipina, Thailand, Papua Nugini dan sebagian wilayah Australia. Itulah sebabnya TV nasional yang siaranya juga di up-link ke satelit bisa diterima di negara-negara tersebut dengan menggunakan TVRO.

Bila materi siaran memiliki hak cipta, misalnya film-film Hollywood, sedangkan hak siar yang dimiliki oleh stasiun TV hanya untuk wilayah Indonesia saja, maka materi siaran itu tidak boleh disiarkan ke negara-negara tetangga. Padahal pancaran sinyal dari satelit sudah pasti akan menjangkau negara-negara tetangga itu. Itulah sebabnya khusus untuk materi siaran yang memiliki hak cipta seperti itu, sinyal up link sengaja diacak (scrambled). Akibatnya siaran tersebut tidak bisa diterima oleh TVRO biasa. Hanya pesawat penerima (IRD) yang dilengkapi dengan fasilitas anti acak (de-scrambling) saja yang bisa menerimanya. Dengan kata lain hanya stasiun relay TV saja yang bisa menerima siaran itu, karena IRD-nya sudah dilengkapi dengan kartu de-scrambling. Stasiun relay kemudian akan memancarkan materi siaran itu ke wilayah jangkauannya. Jadi wilayah-wilayah yang berada di luar jangkauannya tidak akan bisa menerima materi siaran itu meskipun sudah memiliki parabola (TVRO). Demikian juga di negara-negara tetangga. Walaupun sudah memiliki parabola (TVRO) tetapi negara-negara tetangga tetap tidak bisa menerima siaran itu karena sinyalnya di acak.

1.5. Siaran TV Digital

Infiltrasi teknologi digital memang tak bisa dihindari. Tak terkecuali juga di dunia broadcast. Padahal sebenarnya teknologi digital ini sudah sejak dari dulu digunakan, misalnya: Video Switcher, Standard Converter, Character Generator, Still Store dan Komputer Graphic semuanya itu adalah peralatan standar broadcast berteknologi digital. Namun peralatan digital ini hanya merupakan alat bantu untuk memperkaya tampilan sinyal video yang masih analog. Sinyal video mulai dari kamera hingga pemancar pada waktu itu semuanya masih analog.

Teknologi analog mulai meredup ketika kamera dan perangkat editing sudah mengadopsi teknologi digital. Mulai saat itu lengkaplah sudah teknologi digital mendominasi studio-studio televisi di seluruh dunia. Sebab kamera merupakan perangkat utama produksi, sedangkan editing merupakan perangkat utama paska produksi. Ketika dua perangkat utama ini sudah digital, maka bisa dikatakan bahwa peralatan penghasil materi siaran sudah 100 persen digital. Justru satu-satunya peralatan siaran yang masih analog adalah pemancar. Bila pemancar ini diganti dengan pemancar digital maka semua peralatan siaran sudah 100 persen digital. Penggantian pemancar menjadi digital tidak akan berpengaruh ke bagian produksi maupun paska produksi, karena bagian ini sudah lebih dulu beralih ke digital.

Pertanyaannya kemudian adalah: mengapa pemancarnya harus diganti digital? Bukankah pemancar analog selama ini sudah sangat memuaskan hasilnya?

Benar bahwa sudah lebih dari 50 tahun pemancar TV analog telah membuktikan kinerjanya yang sangat baik. Namun dari sisi lain, yaitu ketika teknologi digital telah memperlihatkan keunggulannya, pemancar analog itu sudah sepantasnya untuk diganti. Alasan yang paling

9

Page 10: Pemancar_TV

[ ]UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI

Doni Purnama R221211005

utama penggantian ini adalah: demi efisiensi atas pendudukan frekuensi. Sebab frekuensi adalah sumber daya alam yang tidak bisa diperbarui, sehingga keberadaannya haruslah dimanfaatkan se-efisien mungkin. Nah satu-satunya cara yang mampu meningkatkan efisiensi pemakaian frekuensi ini adalah teknologi digital.

Di Indonesia alokasi frekuensi untuk siaran TV swasta berada pada band UHF dengan rentang frekuensi mulai dari 478 MHz hingga 806 MHz. Sementara itu hanya dibutuhkan bandwidth sebesar 8 MHz saja untuk satu kanal siaran TV analog. Jadi dalam rentang frekuensi itu seharusnya ada 40 kanal yang bisa digunakan untuk siaran TV. Tapi kenyataanya hanya 20 kanal saja yang bisa dimanfaatkan. Sebab kanal yang bersebelahan (adjacent channel) harus dikosongkan. Kalau tidak, maka kedua kanal yang bersebalahan akan saling menggangu. Dari sini sudah nampak jelas bahwa betapa borosnya pemakaian frekuensi oleh pemancar TV analog ini, karena sebetulnya yang dibutuhkan hanya 8 MHz saja, tetapi harus mengorbankan 8 MHz lagi untuk dikosongkan. Ini jelas merupakan sebuah pemborosan. Akibat dari sifatnya inilah yang akhirnya membuat banyak calon penyelenggara siaran TV tidak kebagian frekuensi. Pemerintah pun tidak bisa berbuat apa-apa untuk melayani permintaan itu, karena memang sudah tidak ada lagi slot frekeunsi yang bisa diberikan. Nah kehadiran teknologi digital inilah yang pada akhirnya harus dipilih untuk menyelesaikan persoalan keterbatasan frekuensi ini.

Dengan teknologi digital tidak ada lagi masalah adjacent channel. Dengan kata lain, dari total 40 kanal itu semuanya bisa diduduki. Satu kanal pemancar TV butuh 8 MHz untuk beroperasi, ya 8 MHz itulah yang akan diduduki. Kanal di sebelahnya boleh diduduki oleh pemancar digital lain tanpa keduanya saling menganggu. Dengan catatan, dua pemancar yang bersebelahan itu dilengkapi dengan filter sesuai standar yang telah ditetapkan.

Tidak hanya itu, satu kanal yang semula hanya bisa untuk menyiarkan satu program TV analog, dengan teknologi digital bisa untuk menyiarkan 12 program sekaligus. Jadi kalau ada 40 kanal yang tersedia, maka dengan teknologi digital bisa untuk menyiarkan 480 program yang berbeda secara bersama-sama. Ini jelas merupakan terobosan yang luar biasa dalam hal pemakaian frekuensi. Akan tetapi program sebanyak itu rasanya terlalu berlebihan, sehingga Pemerintah kemudian menetapkan cukup 72 program saja yang boleah disiarkan di satu zona tertentu untuk siaran komersial. Sementara bandwidth atau alokasi frekuensi sisanya akan digunakan untuk keperluan lain yang lebih bermanfaat dan bernilai ekonomi tinggi. Jadi makin jelas betapa efisiennya pemancar TV digital ini dalam hal pemakaian frekuensi.

Selain itu, transmisi digital juga dikenal sangat kebal terhadap noise atau gangguan luar. Hal ini disebabkan karena pesawat penerima hanya diperintahkan untuk mengenali dua kondisi saja yaitu "1" dan" 0". Hal ini identik dengan mata manusia yang lebih mudah mengenali lampu yang berkedip dibanding lampu yang menyala tapi terangnya berubah-ubah. Lampu yang berkedip akan membuat mata lebih peka dalam mengenali kondisi lampu itu sedang menyala atau mati. Kecil kemungkinan bagi mata untuk salah menerima informasi bahwa lampu itu menyala atau mati. Walaupun lampu yang berkedip itu letaknya cukup jauh dan terhalang oleh asap misalnya, mata manusia masih cukup peka untuk membedakan lampu itu sedang menyala atau mati. Demikian pula dengan sistem transmisi digital. Pesawat penerima akan menjadi lebih peka karena hanya mengenal "1" dan "0" saja, sehingga dikatakan transmisi digital ini kebal terhadap noise / gangguan dari luar.

10

Page 11: Pemancar_TV

[ ]UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI

Doni Purnama R221211005

Di dalam transmisi digital juga dilengkapi dengan sebuah sistem yang mampu memperbaiki kesalahan penerimaan data akibat gangguan dari luar atau noise. Sistem ini disebut dengan FEC (Forward Error Correction). Dengan rangkaian FEC informasi yang diterima di pesawat penerima akan selalu utuh karena setiap kali ada kesalahan data yang diterimanya secara otomatis akan langsung dikoreksi. Itulah sebabnya dengan transmisi digital, gambar dan suara yang diterima di pesawat penerima bisa dikatakan sama kualitasnya dengan gambar dan suara yang dikirim dari studio.

Dengan sifatnya yang kebal terhadap noise dan ditambah lagi dengan adanya rangkaian FEC akan membuat pesawat penerima menjadi sangat peka dalam menangkap sinyal. Oleh karena itu daya pancar di pemancar bisa diturunkan, karena kekuatan sinyal yang menurun ini masih tetap bisa ditangkap dengan baik oleh pesawat penerima. Bahkan kalau ada kesalahan penerimaan akan diperbaiki oleh rangkaian FEC. Dari sini bisa disimpulkan bahwa untuk menjangkau wilayah yang sama, kebutuhan daya pancar pemancar digital lebih rendah dibanding pemancar TV analog. Berkurangnya daya pancar berarti energi yang dibutuhkan juga berkurang. Jadi pemancar digital tidak hanya hemat dalam hal pemakaian frekuensi tetapi juga sekaligus hemat energi. Oleh karena itu alasan penggantian pemancar analog ke digital menjadi semakin jelas.

Tapi walaupun sudah sedemikian jelas, implementasi pergantian itu ternyata tidaklah mudah. Sebab ada beberapa kendala yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Salah satunya adalah: pesawat penerima TV biasa (analog) tidak bisa menerima siaran TV digital, kecuali dengan alat bantu yang disebut dengan set top box. Oleh karena itu pergantian pemancar dari analog ke digital akan berjalan dengan lancer apabila harga set top box ini sudah sangat rendah. Sebab ada seratus juta lebih pesawat televisi yang membutuhkan set top box ketika pemancarnya diganti ke digital.

Kendala yang kedua adalah bahwa satu unit pemancar TV analog yang semula hanya untuk menyiarkan satu program saja, setelah diganti digital (DVB-T2) bisa digunakan untuk menyiarkan 12 program yang berbeda secara bersamaan. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: siapa yang harus mengoperasikan pemancar digital itu dan siapa saja yang berhak mengisi ke 12 program siaran itu?

Kendala itulah yang membuat implementasi siaran TV digital agak terhambat karena perlu proses dan waktu yang lama untuk melakukan perubahan peraturan maupun pendekatan bisnis yang sesuai. Jika kendal-kendala itu sudah dapat diselesaikan maka secara teknis mengubah siaran TV analog menjadi digital sangatlah mudah, yaitu cukup ganti saja TV-Exciter analog dengan Digital Exiter. Selebihnya tidak ada perangkat existing lain yang perlu diubah (perhatikan gambar 1).

Namun berhubung dalam pemancar digital ini ada 12 program yang akan disiarkan secara bersamaan, maka perlu ditambahkan sebuah multiplexer yang berfungsi untuk menyusun 12 program itu ke dalam satu paket (transport stream). Kemudian untuk menghemat bandwidth, setiap program yang berasal dari Playout atau Studio harus dimampatkan terlebih dulu di dalam video encoder. Maksudnya, sinyal video SD dalam format SDI berkecepatan 270 Mbps itu harus dimampatkan menjadi sekitar 3 Mbps menggunakan mesin kompresi MPEG4 yang ada di dalam video encoder.

11

Page 12: Pemancar_TV

[ ]UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI

Doni Purnama R221211005

Gambar (8): Diagram perbandingan antara konfigurasi perangkat siaran TV analog dan digital

Dalam contoh pada gambar (1B) terlihat ada 12 program yang berasal dari 12 sumber yang berbeda. Ke 12 program ini dimasukkan ke muliplexer untuk disusun menjadi satu paket data (transport stream) dan kemudian dikirim ke pemancar untuk dipancarkan. Dalam contoh ini 3 program diasumsikan berada di lokasi dekat pemancar, sedangkan 9 lainnya berada jauh dari pemancar sehingga memerlukan STL (Studio to Transmitter Link) sebagai penghubung.

Dari gambar (1) ada 4 poin penting yang perlu disimak, yaitu pertama: multiplexer, encoder-decoder dan STL bukan merupakan barang baru di dunia penyiaran. Teknologi peralatan ini sudah sangat mapan dan harganya pun sangat terjangkau. Selain itu penambahan peralatan ini merupakan konsekuensi logis dari banyaknya program yang bisa disiarkan secara bersamaan.

Poin kedua adalah: tidak ada perubahan apapun di sisi studio. Artinya, penggantian pemancar dari analog ke digital sama sekali tidak akan mengganggu aktifitas di bagian produksi maupun paska produksi. Bahkan materi dari studio yang sudah lebih dulu digital, akan tetap digital hingga sampai di sisi penerima. Ini merupakan suatu keuntungan tersendiri dalam hal menjaga kualitas materi siaran.

12

Page 13: Pemancar_TV

[ ]UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI

Doni Purnama R221211005

Poin yang ketiga adalah, tidak ada perubahan yang sangat dramatis di sisi pemancar, kecuali penggantian modulator dan sedikit penyesuaian (adjustment) pada filter outputnya. Sekedar catatan, modulator hanyalah bagian kecil dari sebuah sistem pemancar TV secara keseluruhan. Sebab dalam sistem pemancar TV terdapat infrastruktur yang cukup kompleks dimana di dalamnya terdapat komponen-komponen penting lain yang saling melengkapi seperti: menara, saluran transmisi, RF amplifier, filter, power splitter, susunan antena, sistem pendingin, sistem catu daya, UPS, Genset, alat ukur dan perangkat monitoring. Jadi penggantian modulator bukanlah sebuah persoalan besar, karena komponen lain yang jauh lebih besar nilainya tidak berubah.

Point yang keempat adalah: enam program siaran itu hanya membutuhkan satu unit pemancar, satu infrastruktur, satu lahan dan satu team teknisi. Jadi betapa banyak yang bisa dihemat dari kehadiran pemancar TV digital ini.

Sebenarnya siaran TV digital merupakan produk turunan dari siaran TV via satelit. Dulu satu transponder satelit hanya bisa untuk menyiarkan satu program TV analog saja, tapi berkat teknologi kompresi (MPEG-4) dan sistem modulasi digital (DVB-S2) akhirnya satu transponder bisa digunakan untuk menyiarkan lebih dari dua puluh program siaran yang berbeda secara bersamaan. Ini merupakan penghematan bandwidth yang luar biasa, disamping penghematan yang juga luar biasa atas beban beaya sewa transponder itu sendiri.

Dari penghematan bandwidth yang luar biasa ini akan membuat semakin banyak jenis program (content) yang bisa disiarkan, baik melalui satelit maupun TV digital. Bahkan content audio-visual ini juga sudah lama menembus jaringan internet. YouTube adalah salah satu pelopornya. Di sini content bahkan cenderung bersifat On-Demand, artinya bisa dipilih sesuai keinginan dan kapan saja dibutuhkan selalu tersedia. Dengan demikian internet akan menjadi saluran yang sangat potensial untuk mendistribusaikan content audio visual.

Menyediakan content melalui saluran distribusi yang beragam seperti itu, baik melalui satelit, TV digital dan juga internet, bukanlah pekerjaan yang mudah. Dibutuhkan industri content dengan jumlah yang cukup banyak dan dengan spesialisasi yang berbeda-beda. Sebab selera konsumen pastilah berbeda-beda. Kejelian dalam melayani ceruk pasar yang sempit namun beragam inilah yang kelak akan menjadi tantangan penyedia content di masa depan.

13

Page 14: Pemancar_TV

[ ]UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI

Doni Purnama R221211005

1.6. Perangkat Pemancar TV

Pemancar TV ebs (european broadcast systems)

Frekuensi Kerja: VHF (174-230 MHz) atau UHF (470 – 860 MHz)Teknologi Po-Amp: Advanced MOS-FET (VHF) dan Advanced LDMOS (UHF) yang sangat linier dan efisienDaya Pancar: tersedia mulai dari 1 kW hingga 40 kWSistem Pendingin Udara atau Sistem Pendingin Air (optional)Dilengkapi dengan Control Logic dan Layar LCD yang bisa berubah warna.Warna LCD hijau berarti berkerja normal, warna kuning = stand by, warna merah = ada yang salah.Bisa dikontrol secara remote melalui internet atau SMSTransmisi Suara: Mono atau NICAM Stereo (optional)

14

Page 15: Pemancar_TV

[ ]UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI

Doni Purnama R221211005

Gambar (9): Pemancar TV ebs (european broadcast systems)

15

Page 16: Pemancar_TV

[ ]UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI

Doni Purnama R221211005

Gambar 10. antenna pemancar stasiun televisi

Gambar 11. BEBERAPA CONTOH PRODUK DVB-S2 MODULATOR

16

Page 17: Pemancar_TV

[ ]UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI

Doni Purnama R221211005

Gambar 12. BEBERAPA CONTOH PRODUK INTEGRATED RECEIVER DECODER (IRD)

17

Page 18: Pemancar_TV

[ ]UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI

Doni Purnama R221211005

Daftar Pustaka

http://www.2wijaya.com/Pemancar_TV.htm

http://www.2wijaya.com/Kerja_Stasiun_TV.htm

http://www.2wijaya.com/Relay_TV.htm

http://www.2wijaya.com/IRD.htm

http://www.2wijaya.com/EBS_Transmitter.htm

http://www.2wijaya.com/DVB_Modulator.htm

http://www.nurmayantizain.com/2011/06/teknik-dunia-pertelevisian.html

http://www.2wijaya.com/Pemancar_TV.htm

18