Pemanas Sensor Panas

23
Pertemuan 1 Sensor & Elemen Pemanas 1.1. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan memiliki pengetahuan tentang sensor thermal sebagai alat kontrol dan sensor panas dalam pemakaian listrik di rumah tangga maupun industri dan memahami jenis – jenis elemen pemanas dalam pemakaian listrik rumah tangga dan industri. 1.2. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mempelajari topik per topik pada bab ini mahasiswa diharapkan : 1. Mengerti peranan dan fungsi sensor thermal dalam sistem pengaturan otomasi. 2. Mengerti tentang bimetal sebagai sensor thermal. 3. Mengerti tentang termistor sebagai sensor thermal. 4. Mengerti tentang RTD sebagai sensor thermal. 5. Mengerti tentang Termokopel sebagai sensor thermal. 6. Mengerti tentang Dioda (IC Hybrid) sebagai sensor thermal. 7. Mengerti tentang Infrared Pyrometer sebagai sensor thermal. 8. Memahami jenis – jenis dan karakteristik elemen pemanas. 1.3. Sensor Panas 1.3.1. Pendahuluan AC. Srivastava, (1987), mengatakan temperatur merupakan salah satu dari empat besaran dasar yang diakui oleh Sistem Pengukuran Internasional (The International Measuring System). Lord Kelvin pada tahun 1848 mengusulkan skala temperature termodinamika pada suatu titik

Transcript of Pemanas Sensor Panas

Page 1: Pemanas Sensor Panas

Pertemuan 1

Sensor & Elemen Pemanas

1.1. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan memiliki pengetahuan tentang sensor

thermal sebagai alat kontrol dan sensor panas dalam pemakaian listrik di rumah tangga maupun industri

dan memahami jenis – jenis elemen pemanas dalam pemakaian listrik rumah tangga dan industri.

1.2. Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mempelajari topik per topik pada bab ini mahasiswa diharapkan :

1. Mengerti peranan dan fungsi sensor thermal dalam sistem pengaturan otomasi.

2. Mengerti tentang bimetal sebagai sensor thermal.

3. Mengerti tentang termistor sebagai sensor thermal.

4. Mengerti tentang RTD sebagai sensor thermal.

5. Mengerti tentang Termokopel sebagai sensor thermal.

6. Mengerti tentang Dioda (IC Hybrid) sebagai sensor thermal.

7. Mengerti tentang Infrared Pyrometer sebagai sensor thermal.

8. Memahami jenis – jenis dan karakteristik elemen pemanas.

1.3. Sensor Panas

1.3.1. Pendahuluan

AC. Srivastava, (1987), mengatakan temperatur merupakan salah satu dari empat besaran dasar

yang diakui oleh Sistem Pengukuran Internasional (The International Measuring System). Lord Kelvin

pada tahun 1848 mengusulkan skala temperature termodinamika pada suatu titik tetap triple point,

dimana fase padat, cair dan uap berada bersama dalam equilibrium, angka ini adalah 273,16 oK ( derajat

Kelvin) yang juga merupakan titik es. Skala lain adalah Celcius, Fahrenheit dan Rankine dengan

hubungan sebagai berikut:

oF = 9/5 oC + 32 atau oC = 5/9 (oF-32) atau oR = oF + 459,69

Yayan I.B, (1998), mengatakan temperatur adalah kondisi penting dari suatu substrat.

Sedangkan “panas adalah salah satu bentuk energi yang diasosiasikan dengan aktifitas molekul-molekul

dari suatu substrat”. Partikel dari suatu substrat diasumsikan selalu bergerak. Pergerakan partikel inilah

Page 2: Pemanas Sensor Panas

yang kemudian dirasakan sebagai panas. Sedangkan temperatur adalah ukuran perbandingan dari panas

tersebut.

Pergerakan partikel substrat dapat terjadi pada tiga dimensi benda yaitu:

1. Benda padat,

2. Benda cair dan

3. Benda gas (udara)

Aliran kalor substrat pada dimensi padat, cair dan gas dapat terjadi secara :

1. Konduksi, yaitu pengaliran panas melalui benda padat (penghantar) secara kontak langsung

2. Konveksi, yaitu pengaliran panas melalui media cair secara kontak langsung

3. Radiasi, yaitu pengaliran panas melalui media udara/gas secara kontak tidak langsung

Pada aplikasi pendeteksian atau pengukuran tertentu, dapat dipilih salah satu tipe sensor

dengan pertimbangan :

1. Penampilan (Performance)

2. Kehandalan (Reliable) dan

3. Faktor ekonomis ( Economic)

1.3.2. Pemilihan Jenis Sensor Suhu

Hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pemilihan jenis sensor suhu adalah: (Yayan

I.B, 1998)

1. Level suhu maksimum dan minimum dari suatu substrat yang diukur.

2. Jangkauan (range) maksimum pengukuran

3. Konduktivitas kalor dari substrat

4. Respon waktu perubahan suhu dari substrat

5. Linieritas sensor

6. Jangkauan temperatur kerja

Selain dari ketentuan diatas, perlu juga diperhatikan aspek phisik dan kimia dari sensor seperti

ketahanan terhadap korosi (karat), ketahanan terhadap guncangan, pengkabelan (instalasi), keamanan

dan lain-lain.

1.3.3. Tempertur Kerja Sensor

Setiap sensor suhu memiliki temperatur kerja yang berbeda, untuk pengukuran suhu disekitar

kamar yaitu antara -35oC sampai 150oC, dapat dipilih sensor NTC, PTC, transistor, dioda dan IC hibrid.

Untuk suhu menengah yaitu antara 150oC sampai 700oC, dapat dipilih thermocouple dan RTD. Untuk

Page 3: Pemanas Sensor Panas

suhu yang lebih tinggi sampai 1500oC, tidak memungkinkan lagi dipergunakan sensor-sensor kontak

langsung, maka teknis pengukurannya dilakukan menggunakan cara radiasi. Untuk pengukuran suhu

pada daerah sangat dingin dibawah 65oK = -208oC ( 0oC = 273,16oK ) dapat digunakan resistor karbon

biasa karena pada suhu ini karbon berlaku seperti semikonduktor. Untuk suhu antara 65oK sampai -35oC

dapat digunakan kristal silikon dengan kemurnian tinggi sebagai sensor.

Gambar 1.1. berikut memperlihatkan karakteristik dari beberapa jenis sensor suhu yang ada.

Thermocouple RTD Thermistor IC Sensor

V

T

R

T

R

T

V, I

T

Adva

ntag

es

- self powered- simple- rugged- inexpensive- wide variety- wide temperature

range

- most stable- most accurate- more linear than

termocouple

- high output- fast- two-wire ohms

measurement

- most linear- highest output- inexpensive

Dis

adva

ntag

es

- non linear- low voltage- reference

required- least stable- least sensitive

- expensive- power supply

required- small ΔR- low absolute

resistance- self heating

- non linear- limited

temperature range

- fragile- power supply

required- self heating

- T < 200oC- power supply

required- slow- self heating- limited

configuration

Gambar 1.1. Karakteristik sensor temperature (Schuller, Mc.Name, 1986)

1.3.4. Bimetal

Bimetal adalah sensor temperatur yang sangat populer digunakan karena kesederhanaan yang

dimilikinya. Bimetal biasa dijumpai pada alat strika listrik dan lampu kelap-kelip (dimmer). Bimetal

adalah sensor suhu yang terbuat dari dua buah lempengan logam yang berbeda koefisien muainya (α)

yang direkatkan menjadi satu.

Bila suatu logam dipanaskan maka akan terjadi pemuaian, besarnya pemuaian tergantung dari

jenis logam dan tingginya temperatur kerja logam tersebut. Bila dua lempeng logam saling direkatkan

Page 4: Pemanas Sensor Panas

dan dipanaskan, maka logam yang memiliki koefisien muai lebih tinggi akan memuai lebih panjang

sedangkan yang memiliki koefisien muai lebih rendah memuai lebih pendek. Oleh karena perbedaan

reaksi muai tersebut maka bimetal akan melengkung kearah logam yang muainya lebih rendah. Dalam

aplikasinya bimetal dapat dibentuk menjadi saklar Normally Closed (NC) atau Normally Open (NO).

Gambar 1.2. Kontruksi Bimetal ( Yayan I.B, 1998)

Disini berlaku rumus pengukuran temperature dwi-logam yaitu :

dan dalam praktek tB/tA = 1 dan (n+1).n =2, sehingga;

di mana ρ = radius kelengkungan

t = tebal jalur total

n = perbandingan modulus elastis, EB/EA

m = perbandingan tebal, tB/tA

T2-T1 = kenaikan temperature

αA, αB = koefisien muai panas logamA dan logam B

1.3.5. Termistor

Termistor atau tahanan thermal adalah alat semikonduktor yang berkelakuan sebagai tahanan

dengan koefisien tahanan temperatur yang tinggi, yang biasanya negatif. Umumnya tahanan termistor

pada temperatur ruang dapat berkurang 6% untuk setiap kenaikan temperatur sebesar 1oC. Kepekaan

yang tinggi terhadap perubahan temperatur ini membuat termistor sangat sesuai untuk pengukuran,

pengontrolan dan kompensasi temperatur secara presisi.

Termistor terbuat dari campuran oksida-oksida logam yang diendapkan seperti: mangan (Mn),

nikel (Ni), cobalt (Co), tembaga (Cu), besi (Fe) dan uranium (U). Rangkuman tahanannya adalah dari 0,5

sampai 75 dan tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran. Ukuran paling kecil berbentuk mani-

manik (beads) dengan diameter 0,15 mm sampai 1,25 mm, bentuk piringan (disk) atau cincin (washer)

Bimetal sesudahdipanaskan

Bimetal sebelumdipanaskan

Logam ALogam B

(1.1)

(1.2)

Page 5: Pemanas Sensor Panas

dengan ukuran 2,5 mm sampai 25 mm. Cincin-cincin dapat ditumpukan dan di tempatkan secara seri

atau paralel guna memperbesar disipasi daya.

Dalam operasinya termistor memanfaatkan perubahan resistivitas terhadap temperatur, dan

umumnya nilai tahanannya turun terhadap temperatur secara eksponensial untuk jenis NTC ( Negative

Thermal Coeffisien).

Koefisien temperatur α didefinisikan pada temperature tertentu, misalnya 25oC sbb.:

Gambar 1.3 . Konfigurasi Thermistor: (a) coated-bead (b) disk (c) dioda case dan (d) thin-film

Teknik Kompensasi Termistor:

Karkateristik termistor berikut memperlihatkan hubungan antara temperatur dan resistansi

seperti tampak pada gambar 1.4

Gambar 1.4. Grafik Termistor resistansi vs temperature: (a) logaritmik (b) skala linier

Untuk pengontrolan perlu mengubah tahanan menjadi tegangan, berikut rangkaian dasar untuk

mengubah resistansi menjadi tegangan.

(1.4)

TAT eRR (1.3)

Page 6: Pemanas Sensor Panas

Gambar 1.5. Rangkaian uji termistor sebagai pembagi tegangan

Thermistor dengan koefisien positif (PTC, tidak baku)

Gambar 1.6. Termistor jenis PTC: (a) linier (b) switching

Cara lain untuk mengubah resistansi menjadi tegangan adalah dengan teknik linearisasi.

Daerah resistansi mendekati linier

Page 7: Pemanas Sensor Panas

Untuk teknik kompensasi temperatur menggunakan rangkaian penguat jembatan lebih baik digunakan

untuk jenis sensor resistansi karena rangkaian jembatan dapat diatur titik kesetimbangannya.

Gambar 1.7. Dua buah Termistor Linier: (a) Rangkaian sebenarnya (b) Rangkaian Ekivalen

Gambar 1.8. Rangkaian penguat jembatan untuk resistansi sensor

Nilai tegangan outputnya adalah:

atau rumus lain untuk tegangan output

1.3.6. Resistance Thermal Detector (RTD)

Page 8: Pemanas Sensor Panas

RTD adalah salah satu dari beberapa jenis sensor suhu yang sering digunakan. RTD dibuat dari

bahan kawat tahan korosi, kawat tersebut dililitkan pada bahan keramik isolator. Bahan tersebut

antara lain; platina, emas, perak, nikel dan tembaga, dan yang terbaik adalah bahan platina karena

dapat digunakan menyensor suhu sampai 1500o C. Tembaga dapat digunakan untuk sensor suhu

yang lebih rendah dan lebih murah, tetapi tembaga mudah terserang korosi.

RTD memiliki keunggulan dibanding termokopel yaitu:

1. Tidak diperlukan suhu referensi

2. Sensitivitasnya cukup tinggi, yaitu dapat dilakukan dengan cara mem-perpanjang kawat yang

digunakan dan memperbesar tegangan eksitasi.

3. Tegangan output yang dihasilkan 500 kali lebih besar dari termokopel

4. Dapat digunakan kawat penghantar yang lebih panjang karena noise tidak jadi masalah

5. Tegangan keluaran yang tinggi, maka bagian elektronik pengolah sinyal menjadi sederhana dan

murah.

Resistance Thermal Detector (RTD) perubahan tahanannya lebih linear terhadap temperatur uji

tetapi koefisien lebih rendah dari thermistor dan model matematis linier adalah:

dimana : Ro = tahanan konduktor pada temperature awal ( biasanya 0oC)

RT = tahanan konduktor pada temperatur toC

α = koefisien temperatur tahanan

Δt = selisih antara temperatur kerja dengan temperatur awal

Sedangkan model matematis nonliner kuadratik adalah:

Kabel keluaran

Kumparan kawat platina

Inti dari Quartz

Terminal sambungan

Gambar 1.9. Konstruksi RTD

Page 9: Pemanas Sensor Panas

Gambar 1.10. Resistansi versus Temperatur untuk variasi RTD metal

Bentuk lain dari Konstruksi RTD

Gambar 1.11. Jenis RTD: (a) Wire (b) Ceramic Tube (c) Thin Film

Rangkaian Penguat untuk three-wire RTD

Gambar 1.12. (a) Three Wire RTD (b) Rangkaian Penguat

Page 10: Pemanas Sensor Panas

Ekspansi Daerah Linier

Ekspansi daerah linear dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

1. Menggunakan tegangan referensi untuk kompensasi nonlinieritas

2. Melakukan kompensasi dengan umpan balik positif

Gambar 1.13. Kompensasi non linier (a) Respon RTD non linier; (b) Blok diagram

rangkaian koreksi

1.3.7. Termokopel

Pembuatan termokopel didasarkan atas sifat thermal bahan logam. Jika sebuah batang

logam dipanaskan pada salah satu ujungnya maka pada ujung tersebut elektron-elektron dalam

logam akan bergerak semakin aktif dan akan menempati ruang yang semakin luas, elektron-

elektron saling desak dan bergerak ke arah ujung batang yang tidak dipanaskan. Dengan demikian

pada ujung batang yang dipanaskan akan terjadi muatan positif.

+

-

Ujung dingin

Arus elektron akan mengalir dari ujung panas ke ujung dingin

Gambar 1.14. Arah gerak elektron jika logam dipanaskan

Ujung panase

Page 11: Pemanas Sensor Panas

Kerapatan electron untuk setiap bahan logam berbeda tergantung dari jenis logam. Jika dua

batang logam disatukan salah satu ujungnya, dan kemudian dipanaskan, maka elektron dari batang

logam yang memiliki kepadatan tinggi akan bergerak ke batang yang kepadatan elektronnya

rendah, dengan demikian terjadilah perbedaan tegangan diantara ujung kedua batang logam yang

tidak disatukan atau dipanaskan. Besarnya termolistrik atau gem ( gaya electromagnet ) yang

dihasilkan menurut T.J Seeback (1821) yang menemukan hubungan perbedaan panas (T1 dan T2)

dengan gaya gerak listrik yang dihasilkan E, Peltir (1834), menemukan gejala panas yang mengalir

dan panas yang diserap pada titik hot-juction dan cold-junction, dan Sir William Thomson,

menemukan arah arus mengalir dari titik panas ke titik dingin dan sebaliknya, sehingga ketiganya

menghasilkan rumus sbb:

E = C1(T1-T2) + C2(T12 – T2

2) (…)

Efek Peltier Efek Thomson

atau E = 37,5(T1_T2) – 0,045(T12-T2

2) ( ...)

di mana 37,5 dan 0,045 merupakan dua konstanta C1 dan C2 untuk termokopel tembaga/konstanta.

Bila ujung logam yang tidak dipanaskan dihubung singkat, perambatan panas dari ujung

panas ke ujung dingin akan semakin cepat. Sebaliknya bila suatu termokopel diberi tegangan listrik

DC, maka diujung sambungan terjadi panas atau menjadi dingin tergantung polaritas bahan (deret

Volta) dan polaritas tegangan sumber. Dari prinsip ini memungkinkan membuat termokopel

menjadi pendingin.

Thermocouple sebagai sensor temperatur memanfaatkan beda workfunction dua bahan

metal

Vs

+

-

Ujung dingin

Beda potensial yang terjadi pada kedua ujung logam yang berbeda panas jenisnya

Gambar 1.15. Beda potensial pada Termokopel

Ujung panas

VR

RS VVVout

Page 12: Pemanas Sensor Panas

Gambar 1.16. Hubungan Termokopel (a) titik beda potensial (b) daerah pengukuran dan titik referensi

Pengaruh sifat thermocouple pada wiring

Gambar 1.17. Tegangan referensi pada titik sambungan: (a) Jumlah tegangan tiga buah metal (b) Blok titik sambungan

Sehingga diperoleh rumus perbedaan tegangan :

Rangkaian kompensasi untuk Thermocouple diperlihat oleh gambar 2.18

Gambar 1.18. Rangkaian penguat tegangan junction termokopel

Perilaku beberapa jenis thermocouple diperlihatkan oleh gambar 1.19

Page 13: Pemanas Sensor Panas

Gambar 1.19. Karateristik beberapa tipe termokopel

1.3.8. Dioda sebagai Sensor Temperatur

Dioda dapat pula digunakan sebagai sensor temperatur yaitu dengan memanfaatkan sifat

tegangan junction

Dimanfaatkan juga pada sensor temperatur rangkaian terintegrasi (memiliki rangkaian penguat dan

kompensasi dalam chip yang sama).

Contoh rangkaian dengan dioda sebagai sensor temperature

Contoh rangkaian dengan IC sensor

- tipe E (chromel-konstanta)- tipe J (besi-konstanta)- tipe T (tembaga-Konstanta)- tipe K (chromel-alumel)- tipe R atau S (platina-pt/rodium)

Page 14: Pemanas Sensor Panas

Rangkaian alternatif untuk mengubah arus menjadi tegangan pada IC sensor temperature

Gambar 1.20. Rangkaian peubah arus ke tegangan untuk IC termo sensor

1.3.9. Infrared Pyrometer

Sensor inframerah dapat pula digunakan untuk sensor temperatur

Gambar 1.21. Infrared Pyrometer sebagai sensor temperatur

Memanfaatkan perubahan panas antara cahaya yang dipancarkan dengan diterima yang diterima

pyrometer terhadap objek yang di deteksi.

Page 15: Pemanas Sensor Panas

1.4. Elemen Pemanas

1.4.1. Pendahuluan

Proses pembangkitan panas secara elektrik pada suatu bahan dapat dilakukan dengan menggunakan

elemen penghasil panas berupa material konduktor yang dapat menghantarkan panas secara konduksi,

konveksi maupun radiasi. Oleh karena itu elemen pemanas sebagai material penghasil panas menjadi

faktor yang sangat menentukan proses perpindahan panas dari elemen pemanas ke material yang

dipanaskan. Sehingga karakteristik fisik dan kimia dari bahan elemen pemanas sangat menetukan

kualitas panas yang dihasilkan suatu peralatan pemanas.

Karakteristik dari elemen pemanas adalah sebagai berikut:

Merupakan material yang bersifat konduktor listrik

Mendapatkan suplay dari listrik melalui kontak, terminal blok atau lead

Membutuhkan kedudukan (mechanical support)

Material yang solid

Memiliki nilai ekonomis untuk masa operasi pada lingkungan atau proses yang akan digunakan.

1.4.2. Material Elemen Pemanas

Material yang digunakan sebagai elemen pemanas umumnya berupa konduktor listrik yang baik, namun

untuk mencapai tingkat disipasi panas yang lebih tinggi, ada kalanya konduktor listrik dicampur dengan

material lain yang dapat meningkatkan kemampuan (kapasitas) panas yang dihasilkan konduktor listrik

seperti lapisan isolator atau keramik yang membungkus bagian konduktor. Berdasarkan materialnya

maka elemen pemanas dapat berupa:

Elemen metalik

Elemen metalik merupakan elemen pemanas tradisional yang dibuat dari gulungan, lempengan atau

lembaran logam (metal) yang bersifat konduktor dan menghasilkan panas jika dialiri listrik. Untuk

masa operasi pemanasan yang lama, elemen metalik dapat mengalami degradasi disebabkan oleh

proses oksidasi permukaan yang terjadi pada saat pemanasan. Oleh karena itu pemilihan jenis

logam yang sesuai dengan aplikasi proses pemanasan yang akan dilakukan sangat menentukan

efektifitas penggunaan elemen pemanas. Pemilihan komposisi logam yang digunakan tergantung

kepada suhu operasional, resistivitas material, koefisien resistansi temperatur, koefisien resistansi

perkaratan, kekuatan mekanis, kemudahan pembentukan dan biaya. Tingkat keakuratan resistivitas

elemen metalik berkisar kurang lebih 5 %. Jenis campuran logam yang biasa digunakan sebagai

elemen metalik antara lain: nikel-kromium, besi-nikel-kromium dan besi-krom-alumenium.

Campuran besi-krom-alumenium dapat beroperasi pada tingkat suhu lebih tinggi daripada nikel-

Page 16: Pemanas Sensor Panas

kromium, sedangkan logam – logam khusus seperti platina, tantalum, molibdenum dan lainnya

biasanya digunakan untuk keperluan khusus di laboratorium. Karakteristik berbagai campuran

elemen metalik ini disajikan pada tabel 1.1 dibawah.

Tabel 1.1. Karakteristik dan Aplikasi berbagai material elemen metalik.[9]

Elemen lembaran (sheathed elements)

Untuk melindungi bagian elemen pada berbagai kondisi lingkungan sekitar dalam berbagai aplikasi

pemanasan, ada kalanya bagian logam elemen dilindungi oleh lapisan isolasi yang memisahkan

elemen metalik (logam) dengan lapisan luar elemen. Elemen yang berbentuk seperti ini dinamakan

elemen lembaran (sheathed elements) dan banyak digunakan pada aplikasi rumah tangga seperti

peralatan memasak, pemanas celup dan elemen ketel. Elemen ini terdiri atas bubuk magnesium

Page 17: Pemanas Sensor Panas

oksida murni yang melapisi koil elemen tembaga, nikel atau stainles steel yang berupa lembaran.

Rating elemen biasanya dinyatakan dalam watt per cm2 lembaran. Selain magnesium oksida, pada

aplikasi industri juga digunakan mika sebagai pelapis isolator pada elemen pemanas. Pemilihan

bahan yang digunakan tergantung kepada pemakaian dengan mempertimbangkan kapasitas

transfer panas, kemampuan mekanis dan elektris dan karakteristik perkaratan.

Elemen keramik

Elemen keramik biasanya digunakan untuk aplikasi pemanasan dengan suhu yang sangat tinggi.

Material yang digunakan dapat berupa silikon karbida, molibidenum disilisida, lanthanum kromite,

dan zirkonia yang memiliki karkater konduktor listrik yang memungkinkan material tersebut

berfungsi sebagai elemen pemanas. Selain itu dapat juga digunakan material grafite untuk aplikasi

pemanasan tanpa menggunakan oksigen. Konstruksinya dapat berupa kawat spiral elemen metalik

yang dilapisi lapisan keramik tebal dan kompak yang melindungi bagian metal elemen. Elemen

metal yang digunakan biasanya memiliki tingkat resistansi yang rendah sehingga dapat

menghasilkan panas maksimal. Karena sifat bahan keramik yang mudah pecah dan retak, maka

bagian penopang elemen jenis ini harus memberi ruang gerak yang leluasa sehingga elemen

keramik dapat menyesuaikan pemuaian dan penyusutan yang terjadi selama proses pemanasan

tanpa menyebabkan elemen ini pecah dan retak. Karaktersitik resistivitas elemen keramik

dibandingkan dengan elemen logam (metalik) diperlihatkan pada gambar 1.22 berikut:

Gambar 1.22. Perbandingan karakteristik resistivitas elemen keramik dengan elemen logam.[9]

1.4.2. Konstruksi Elemen Pemanas

Page 18: Pemanas Sensor Panas

Konstruksi elemen pemanas baik yang menggunakan material logam, lembaran maupun keramik sangat

tergantung kepada aplikasi pemakaian dari elemen tersebut. Hal yang perlu diperhatikan dalam

konstruksi elemen pemanas adalah penggunaan material yang akan digunakan sebagai terminal atau

lead dari elemen yang akan dipasang. Untuk elemen yang akan digunakan pada aplikasi dengan kondisi

kelembaban tinggi, sebaiknya digunakan terminal yang tahan karat dan mampu menahan arus yang

akan melalui elemen tanpa mengalami kerusakan. Lead yang akan digunakan hendaklah memiliki

resistansi yang rendah dan mampu menahan besar daya pemanasan joule (I2 R) yang terjadi selama

pemanasan. Bentuk kontruksi yang umum digunakan pada elemen pemanas diperlihatkan pada gambar

1.23 berikut:

Gambar 1.23. Konstruksi elemen pemanas pada oven dan tungku pemanas: (i) elemen metalik; (a)

belitan koil; (b) strip; (c) elemen plat; (d) elemen pipa; (ii) elemen pemanas non-metalik:

(e) elemen silikon karbida batangan dan pipa; (f) elemen molibdenum disilisida; (g)

elemen grafit. [9]