PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA...

94
PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZUR Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag) Oleh : Roudotul Awaliyah NIM : 1113034000110 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/ 2018 M

Transcript of PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA...

Page 1: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA

UZUR

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S. Ag)

Oleh :

Roudotul Awaliyah

NIM : 1113034000110

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/ 2018 M

Page 2: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan
Page 3: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan
Page 4: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan
Page 5: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

i

ABSTRAK

Roudotul Awaliyah

“Pemahaman Hadis Menjamak Salat Tanpa Uzur”

Al-Qur‟an berkali-kali menegaskan pentingnya salat, tetapi tidak menjelaskan

pelaksanaannya dengan bentuk tertentu. Pengetahuan tentang pelaksanaan salat

hanya melalui Sunnah Nabi yang menunjukan sekaligus memberikan batasan-

batasan prinsipnya. Anjuran tentang jamak salat juga tidak disebutkan secara

khusus dalam al-Qur‟an sehingga seseorang mengacu seutuhnya kepada hadis

Nabi Saw,. untuk itu hadis menjamak salat tanpa uzur menjadi perdebatan para

ulama.

Hadis menjamak salat tanpa uzur telah didengungkan sejak masa ulama klasik

hingga modern saat ini. Perbincangan terkait menjamak salat tanpa uzur muncul

dikalangan mahasiswa, dosen dan ulama kontemporer melalui berbagai

pemahaman. Sebab, menjamak salat tanpa uzur merupakan salah satu fenomena

sosial yang sering diperdebatkan. Jika hadis tersebut hanya dipahami secara

tekstual, maka akan mengakibatkan terjadinya pengabaian dalam salat, akan tetapi

disisi lain hadis tersebut relevan dengan masa modern saat ini mengingat bahwa

aktivitas yang di alami begitu padat dan kesulitan yang di alami berbagai macam

bentuknya. Sehingga hadis tersebut perlu dikaji secara lebih sistematis.

Skripsi ini merupakan jenis penelitian kepustakaan ( library research ) dan

bersifat deskriptif analisis dengan merujuk kepada sumber-sumber primer yang

diketahui dari kitab-kitab hadis yaitu al-Kutub al-Sittah. Untuk mendapatkan

pemahaman yang tepat penulis menggunakan metode pemahaman hadis Syuhudi

Ismail yang penulis rangkum dari buku karya beliau yang berjudul “Hadis Nabi

yang Tekstual dan Kontekstual (Telaah Ma‟ani al-Hadits Tentang Ajaran Islam

yang Universal, Temporal, dan Lokal)”, dengan langkah melalui Pendekatan

historis untuk mengetahui latar belakang dan situasi ketika hadis itu muncul

kemudian penulis korelasikan dengan konteks kekinian.

Kesimpulan skripsi ini menunjukan bahwa memahami hadis hendaknya tidak

selalu dipahami secara tekstual, tetapi hendaknya memperhatikan sosio-historis

dan konteks dari hadis tersebut. Pemahaman yang dapat di ambil ialah hadis

Menjamak salat tanpa uzur merupakan suatu kemurahan dari Nabi karena tidak

ingin memberatkan umatnya, sehingga hadis tersebut bukan dimaksudkan nabi

menjamak salat tanpa uzur tetapi kebolehan jamak salat dapat dilakukan apabila

adanya uzur yang mendesak mengingat bahwa zaman modern saat ini banyak

aktivitas yang beragam yang terkadang apabila meninggalkannya akan timbul

kemadharatan.

Page 6: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

ii

KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah Swt., yang maha pengasih lagi maha penyayang.

Yang senantiasa melimpahkan segala nikmat dan pertolongannya kepada penulis

berkat izin dari-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam

selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw. Semoga kita termasuk umatnya

yang mengikuti perintahnya dan mendapatkan syafa‟at darinya pada hari kiamat

kelak.

Skripsi dengan judul “PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT

TANPA UZUR” merupakan salah satu tugas akhir , melalui upaya yang

melelahkan dan penuh perjuangan alhamdulillah skripsi ini telah selesai disusun

guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strate satu

dalam Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir pada Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Terlebih dahulu penulis sembahkan kado kecil ini kepada Kepada kedua

orang tua tercinta malaikat tanpa sayapku Abi Drs. H.Yasrifauzi dan Umi Siti

Sursiyah yang telah berjuang dengan segala kemampuan baik berupa materil

maupun spiritual untuk kelancaran studi bagi penulis. Yang selalu mendo‟akan

kebaikan dalam setiap aktifitas penulis, yang tidak henti-hentinya memberikan

motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih telah

menjadi orang tua yang hebat.

Page 7: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

iii

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan

terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak.

Maka tidak lupa penulis sampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Selaku Rektor Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin yang

telah memberikan kesempatan kepada saya mengikuti perkuliahan di Fakultas

tersebut hingga akhir.

3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA., (selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan

Tafsir) dan Dra. Banun Binaningrum, M.Pd., (selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Al-

Qur‟an dan Tafsir) yang selalu memberikan kemudahan, baik dalam hal

administrasi maupun yang lainnya.

4. Bapak Dr. Bustamin, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah bersedia

meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, memberikan motivasi

dan kemudahan, serta mengoreksi dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak Jauhar Azizy, MA., selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak

memberikan arahan dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

6. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah

tulus dan ikhlas memberikan ilmu dan pengalaman berharga kepada penulis.

Semoga Allah senantiasa memberikan keberkahan dalam segala hal.

7. Kepada seluruh guru di MTS dan MA Pondok Pesantren Turus Pandeglang. (alm)

KH. TB. Muh. Hasyim, KH. TB. A. Dahlani Idrus, (alm) KH. TB. A. Taftazani

Idrus, pak Muhoton, pak Abdul Rosyad, M.Pd.i, pak Zaenudin MA., pak Soleh,

Page 8: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

iv

bu Aat, bu Eneng Muflihah, dll. Berkat ilmu dari mereka semua dapat

mengantarkan penulis sampai ke jenjang Universitas.

8. Adikku Ibnu Faqih Al-Bantani dan Ilham Ma‟arij Al-Manasi yang selalu memberi

warna dalam hidupku, yang menjadikan suasana rumah menjadi ramai. Berkat

merekalah aku semangat menyelesaikan skripsi ini.

9. Keluarga dikampung, ibu, Abah, A uki, A rusman, dan semuanya yang selalu

memberikan semangat dan do‟a agar penulis segera menyelesaikan skripsi ini dan

selalu memberikan kebahagiaan serta dorongan yang membuat penulis ingin

segera menyelesaikan skripsi ini.

10. Keluarga besar PMII Komfuspertum, para senior, yang memberikan banyak hal

selama penulis kuliah baik dalam hal akademik maupun yang lainnya. Dan juga

sahabat-sahabati yang lain semoga bisa segera menyusul menyelesaikan tugas

akhir.

11. Para sahabat satu jurusan Tafsir Hadis 2013, khususnya TH C 2013, Rika, Gina,

Syifa, Iffa, Aldila, Phera, Uyun, dini. Dll. Semoga persahabatan kita tak hanya

berakhir sampai disini, terima kasih telah banyak memberikan motivasi, saran dan

semangat kepada penulis selama kuliah. Terimakasih atas kebersamaannya selama

empat tahun, terimakasih telah meluangkan waktu untuk mendengarkan cerita dan

suka duka penulis.

12. Teman-teman satu kosan Ummi Latifah, ka Intan, teh Nday dan Masnun sebagai

teman curhat dan cerita penulis baik suka maupun duka, yang memberikan

hiburan dan keceriaan ketika penulis suntuk dalam menyusun skripsi, dan selalu

menemani penulis ketika kesepian. Juga sepupuku, teman kecilku, teman kamarku

Page 9: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

v

Lirik Aini terimakasih atas kebersamaan dan semangatnya, semoga segera

menyusul menyelesaikan tugas akhir.

13. Teteh angkatku Hj. Baqiyatussholihah, yang selalu menjadi motivasi penulis,

menjadi teteh yang baik yang selalu memberikan semangat dan membantu penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

14. Dan seluruh pihak yang telah membantu proses perkuliahan dan penulisan skripsi

ini, yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.

Terakhir, penulis berharap semoga skripsi ini sedikit banyak dapat

memberikan manfaat bagi pembaca dan menjadi awal untuk memotivasi penulis

agar terus berkarya. Semoga Allah Swt., selalu memberi limpahan berkah dan

membalas semua kebaikan pihak-pihak yang turut serta membantu dalam proses

penyelesaian skripsi ini.

Ciputat, 25 Desember 2017

Penulis

Page 10: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK .............................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ....................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1

B. Permasalahan ............................................................................................. 9

C. Tujuan dan manfaat Penelitian ................................................................ 11

D. Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 12

E. Metodologi penelitian ............................................................................. 14

F. Sistematika Pembahasan ......................................................................... 15

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SALAT JAMAK

A. Definisi Salat Jamak ................................................................................ 18

B. Macam-macam dan Syarat Salat Jamak .................................................. 20

C. Perdebatan Seputar Kondisi yang diperbolehkan Salat Jamak ................ 22

BAB III PEMAHAMAN TEKSTUAL HADIS MENJAMAK SALAT

TANPA UZUR

A. Teks Hadis dan Terjemahnya .................................................................. 35

B. Takhrīj Hadis ........................................................................................... 36

C. Pemahaman Para Ulama tentang Hadis Menjamak Salat tanpa Uzur ..... 43

Page 11: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

vii

D. Analisa Teks Hadis.................................................................................. 47

BAB IV PEMAHAMAN KONTEKSTUAL HADIS MENJAMAK SALAT

TANPA UZUR

A. Memahami Hadis dengan Pendekatan Historis ....................................... 56

B. Afirmasi dengan Ayat Al-Qur‟an ............................................................ 62

C. Kontekstualisasi Hadis dengan Kondisi Kekinian dan Relevensainya

Terhadap Masa Sekarang ........................................................................ 65

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................. 72

B. Saran-saran .............................................................................................. 72

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 74

Page 12: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

viii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman

pada buku Pedoman Penulisan Skripsi yang terdapat dalam buku Pedoman

Akademik Program Strate 1 tahun 2013-2014 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

a. Padanan Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

b be ب

t te ت

ts te dan es خ

j je ج

h h dengan garis bawah ح

kh ka dan ha ر

d de د

dz de dan zet ذ

r er ر

z zet ز

s es س

sy es dan ye ش

s es dengan garis di bawah ص

d de dengan garis di bawah ض

Page 13: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

ix

t te dengan garis di bawah ط

z zet dengan garis bawah ظ

koma terbalik di atas hadap kanan „ ع

gh ge dan ha غ

f ef ف

q ki ق

k ka ك

l el ه

m em م

n en ى

w we و

h ha ه

apostrof ˋ ء

y ye ي

b. Vokal

Vokal dalam bahasa arab, seperti vokal dalam bahasa indonesia, terdiri

dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal

tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

a fathah

i kasrah

u dammah

Page 14: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

x

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai

berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ai a dan i ي

au a dan u و

Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

â a dengan topi di atas ئا

î i dengan topi di atas ئى

û u dengan topi di atas ئى

Kata Sandang

Kadang sandang yang dalam sistem aksara arab dilambangkan dengan

huruf, yaitu اه, dialihaksarakan menjadi huruf /I/, baik diikuti huruf syamsiyyah

maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-

dîwân.

Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau Tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda ( ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

Page 15: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

xi

dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini

tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata روور tidak الض

ditulis ad-darûrah, melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.

Ta Marbûtoh

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat

contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti

oleh kata sifat (na‟t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûtah tesebut

diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/

(lihat contoh 3).

NO Kata Arab Alih Aksara

tarîqah طويقة 1

Al-jâmi‟ah al-islâmiyyah الجاهعة اإلسالهي ة 2

Wahdat al-wujûd ودد الىجىد 3

Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih

aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang

berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa indonesia. Antara lain

untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama

diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata

Page 16: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

xii

sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri

tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. (Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli

bukan Abû Hâmid Al-Ghazâli, al-Kindi bukan Al-Kindi).

Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan

dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic)

atau cetak tebal (bold), jika menurut EYD, judul buku itu ditulis dengan cetak

miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal

dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar

katanya berasal dari bahasa arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani,

tidak „Abd al-Samad al-Palimbâni, Nuruddin al-Raniri tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

Cara Penulisan Kata

Setiap kata baik kata kerja (fi‟il), kata benda (ism), maupun huruf (harf)

ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-

kalimat dalam bahasa arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:

Kata Arab Alih Aksara

dzahaba al-ustâdzu ذهة األسح اذ

tsabata al-ajru ثب ث األ جو

صو ية ة الع م و al-harakah al-„asriyyah الذ

Asyhadu an lâ ilâha illâ allâh أشهد أى ال ا له اال هللا

ال خ ل ل الص ىال ن ا ه Maulânâ Malik al-sâlih ه

Page 17: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

xiii

Yu‟atstsirukum Allâh ي ؤثوم ن هللا

ظ ا قل يةالو ه و الع Al-mazâhir al-„aqliyyah

ىن ية Al-âyât al-kauniyyah اآلي ات الن

ات ذظ ىر ور ج ب يخ الو و Al-darûrat tubîhu al-mahzûrât الض

Page 18: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam Islam al-Qur‟an dan hadis adalah ruh eksistensi, fondasi

bangunannya, dan ia merupakan konstitusi asli yang menjadi rujukan semua

perundang-undangan islam, termasuk kaitannya dengan salat, salat merupakan

kewajiban yang ditetapkan bagi orang yang beriman secara langsung melalui

perintah Allah yang harus dilakukan lima kali sehari berdasarkan al-Qur‟an surah

al-Isra‟ ayat 78

“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam

dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu

disaksikan (oleh malaikat).”

Ayat di atas menjelaskan tentang kewajiban salat lima waktu dan juga

menerangkan tentang waktu-waktu salat tersebut yang artinya kewajiban salat

tidak bisa di runtuhkan oleh ruang dan waktu.

Salat adalah satu ibadah yang diwajibkan bagi seluruh umat dan sarana

yang paling efektif untuk mendekatkan diri serta meminta pertolongan kepada

Allah. Maka sudah wajar kalau salat adalah yang pertama wajib dipahami dengan

utuh dan benar, karena jika salatnya benar akan membawa dampak kesalihan yang

Page 19: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

2

lainnya, dan sebaliknya jika salatnya tidak benar maka juga berpengaruh terhadap

rusaknya ibadah lainnya.1

Karena posisi salat merupakan posisi yang sangat penting maka Rasulullah

telah memberikan pelajaran khusus kepada para sahabat tentang cara-cara

pelaksanaan salat dari mulai gerakan-gerakannya sampai pada bacaan dan

ucapannya dan beliau berpesan agar mereka mengikuti apa yang beliau ajarkan2,

dengan suatu perintah mengikat dalam salah satu hadisnya yang berbunyi:

دام ددبيد دد دامعيم ددثدحددث حدحددث دامسدددث بدد،د دد يدداممنسمدد بدد حددث

ددا يا ادد نيددا بدن دد ادد،سدمددم ببند ماددم ادد اددماا ددى ادد،داحلددبث،د ددملت دد ثه شددث د

د دث ا جعدباعى(ادميهاادمد بدثندمهدن دمن مدم حمدمد دمدملت ظ ن ماادمامهاامدنيد ام م

دددداه،دنعياحددددث ا دددد د داددددد يهن مددددم دمددددبر ددددا با ،ددددبهادددد،بد دعاهمددددبهبنسددددثنهبدن

د س ،ب 3)دث بحث بدث “Telah menceritakan kepada kami Musyadad, telah menceritakan kepada

kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Abi Qilabah,

dari Abi Sulaiman Malik bin al-Huwairits dia berkata: kami datang kepada

Nabi Saw sedangkan waktu itu kami adalah pemuda yang sebaya. Kami

tinggal bersama beliau selama dua puluh malam. Beliau mengira kalau

kami merindukan keluarga kami, maka beliau bertanya tentang keluarga

kami yang kami tinggalkan. Kami pun memberitahukannya, beliau adalah

seorang yang sangat penyayang dan sangat lembut. Beliau bersabda:

pulanglah ke keluarga kalian. Tinggallah bersama mereka dan ajari mereka

serta perintahkan mereka, dan salatlah kalian sebagaimana kalian

melihatku salat. Jika telah datang waktu salat, maka hendaklah salah

seorang dari kalian mengumandangkan adzan, dan yang paling tua dari

kalian hendaknya menjadi imam kalian.”

1 Muh. Mu‟inudinillah Basri, Panduan Shalat Lengkap, (Surakarta: Indiva Pustaka, 2008)

hal.5 2 Abuddin Nata, Kajian Tematik Al-Qur‟an tentang Fiqih dan Ibadah, ( Bandung:

Penerbit Angkasa, 2008) hal.148 3 Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughiroh, Sahih al-Bukhâri,

(Beirut: Dâr al-Fikr, 1991) kitab al-Adab bab Rahmah al-Nas wa al-Bahâim hal. 9

Page 20: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

3

Hadis di atas menjelaskan bahwa Nabi Saw menganjurkan agar umatnya

melaksanakan salat seperti apa yang beliau lakukan. Dan ketika datang waktu

salat hendaklah ada yang mengumandangkan adzan dan menyegerakan salat.

Namun, dalam realita kehidupan manusia, seringkali keadaan berbicara lain, Bisa

saja kondisi tidak mengizinkan seseorang menjalankan salat tepat pada waktunya

atau melaksanakannya secara sempurna, misalkan karena orang tersebut di dalam

perjalanan, atau di atas perahu atau di ruang angkasa berjam-jam, atau karena

sakit bahkan kesibukan sehari-hari meskipun tidak bepergian bisa menyulitkan

mengatur salat secara sempurna.

Maka agar tidak menyulitkan umatnya Nabi memberikan rukhsah

(keringanan) dalam melaksanakan salat, dengan catatan rukhsah tersebut

diberikan kepada seseorang yang memiliki uzur, misalnya orang yang sedang

dalam perjalanan jauh (Musafir), orang yang sakit, dan orang-orang yang takut

yang tidak bisa mendirikan salat sesuai dengan tata cara salat yang dikerjakan

oleh orang-orang yang tidak memiliki uzur.4

Berbicara tentang uzur persoalan yang muncul berkenaan dengan salat

kaitannya dengan uzur ialah salat jamak. Uzur yang ditawarkan terkait

permasalahan salat jamak beragam bentuknya, sebagian ulama sepakat

diperbolehkan untuk melakukan salat jamak manakala terdapat uzur sedang

berada dalam bepergian (safar). Namun, sebagian ulama ada yang berpendapat

boleh melakukan salat jamak dalam keadaan bermukim dengan alasan karena

4 Salih bin Abdul Aziz Alu Asy-Syaikh, Al-Fiqh Al-Muyassar, terj: Izzudin Karimi, (

Jakarta: Darul Haq, 2015) hal. 144

Page 21: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

4

hujan dan karena sakit.5 Selain dari itu ada juga ulama yang memperbolehkan

menjamak salat tanpa uzur yang telah ditetapkan dengan alasan adanya keperluan

yang mendesak dengan catatan tidak menjadi kebiasaan.

Menjamak salat adalah rukhsah yang diberikan sehubungan dengan

adanya suatu kesulitan yang menghendakinya. Karena itu para ahli hadis seperti

Imam Ahmad dan yang lainnya menganjurkan supaya meninggalkannya kecuali

terdapat suatu kesulitan yang menghendakinya.

Bepergian merupakan suatu kesulitan dan suatu kepayahan untuk

melakukan salat pada waktunya, untuk itu diperbolehkan menjamak dan

mengqasar salatnya. Sedangkan ketika berada ditempat hal demikian menjadi

suatu pertanyaan besar terutama hanya akibat kesibukan pekerjaan yang terjadi

atau sebab yang tidak terkategori. Karena jika rukhsah itu diberlakukan untuk

setiap kesibukan dan kepayahan maka akan mengakibatkan terjadinya pengabaian

terhadap salat, juga jika rukhsah tersebut diberlakukan untuk sebab yang tidak

terkategori maka tidak ada suatu gambaran tentang sebab yang membolehkan

rukhsah dan sebab yang tidak membolehkannya.6

Selain itu penulis juga telah mendengar kabar bahwa umat islam telah

dihebohkan dengan stiker gerakan salat tiga waktu atau dengan kata lain

menjamak salat Zuhur dengan Asar dan Magrib dengan isya (tanpa uzur), yang

lebih mengejutkan gerakan salat tiga waktu itu dikeluarkan oleh sebuah pesantren.

Stiker tersebut di edarkan dengan alasan untuk para pekerja yang sibuk sehingga

5 Ibnu Rusyid, Bidāyah al-Mujtahid wa Nihayah al- Muqtashid, ( Jakarta: Pustaka Amani,

2007) cet ke 3, hal. 387 6 Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, Taudhih al-Ahkâm min Bulûgh al-Marâm, terj:

Aan Anwariyah dkk., ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2010) hal. 544

Page 22: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

5

para pekerja dapat tetap melakukan pekerjaannya tanpa mengurangi waktunya dan

tidak meninggalkan salatnya.7 Tidak hanya itu penulis juga telah menemukan

salah satu mahasiwa yang telah mengamalkan menjamak salat tanpa uzur.

Keduanya mengacu kepada hadis yang diriwayatkan oleh Sahih Muslim berikut:

دامييب ييد ملت دث ايسم د اد بدرد د يدعثبد جددرد د ابد حث

ا ي( مسد ملت عدمدا ي يبلا عدمدنامبدثيناعشدميي دثناع دثي ا ا نيدا باظ

8)يغرببفدنليفث

“Yahya bin Yahya telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Saya telah

membacakan kepada Malik dari Abu Zubair, dari Said bin Jubair, dari

Ibnu Abbas, ia berkata, Rasulullah Saw pernah melakukan salat Zuhur dan

Asar dalam satu waktu, dan salat Magrib dan Isya dalam satu waktu,

bukan karena takut dan tidak pula dalam keadaan bepergian.”

دامببب،ثب ا، دامببسعمن،نحث ثبد ملتحث ثدبدنبدب دنبب دامبدب نحث

دددم ددد اش مددد د ددد حدددببددد د دامن ددد ثدددبد دددملتحدددث يدددعثاشادددا دناا فدددكش

دث(د ابد دمسد دملتمبتد يعثب جدر دا يا اد نيدا ببددظاظ يدبلا يد

ت ددملت داددتلبدد )ناع ددثدنامبددثيناعشددميبممثادد،ديغددربددبفدنلس ددث يحددث ن دد

س د (ي ؟ ملت مستل دعث دنيحدث سعمند،ت دثلبد دمستسدم اح) ،ليدث

س عىي ؟ ملت احنليث9

“Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah dan

Abu Kuraib, keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Abu

7 http://m.tribunnews.com/regional/2015/02/17/pesantren-yang-cambuk-santrinya-diduga-

edarkan-stiker-salat-3-waktu 8 Abu al-Husayn Muslim bin al-Hajjaj al-Naysaburi, Sahih Muslim......... hal. 5

9Abu al-Husayn Muslim bin al-Hajjaj al-Naysaburi, Sahih Muslim,........... hal. 5

Page 23: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

6

Muawiyah ( dan diriwayatkan dari jalur lain) telah menceritakan kepada

kami Abu Kuraib dan Abu Said Al Asyajj sedangkan lafadznya milik Abu

Kuraib, keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Waki‟,

keduanya dari al- A‟masy dari Habib bin Abu Tsabit dari Said bin Jubair

dari Ibnu Abbas katanya: “Rasulullah Saw pernah menjamak antara

zhuhur dengan ashar, magrib dengan isya di Madinah, bukan karena

ketakutan dan bukan pula karena hujan.” Dalam hadis Waki‟ katanya: aku

tanyakan kepada Ibnu Abbas, mengapa beliau lakukan hal itu?” dia

menjawab: beliau ingin supaya tidak memberatkan umatnya.”

Dalam menafsirkan teks-teks keagamaan setidaknya ada dua bentuk yang

berbeda dalam tataran prakteknya, pertama skipturalistik yang lebih berorientasi

pada teks-teks doktrin dan kedua bersifat substansialistik yang berorientasi pada

makna dan isi atau konteks. 10

Keduanya tentu sangat perlu diperhatikan dalam

memahami teks keagamaan seperti al-Qur‟an dan hadis untuk meminimalisir

kekeliruan dan kesalahan dalam menangkap makna yang terkandung didalamnya.

Kekeliruan dan kesalahan dalam memahami teks dapat menyebabkan orang

bersifat eksklusif.

Kedua hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di atas secara harfiyah

dapat di pahami bahwa Nabi Saw melakukan salat jamak di Madinah dengan

tanpa adanya rasa takut dan tidak bepergian juga turun hujan, dengan kata lain

Nabi pernah melakukan salat jamak di Madinah tanpa uzur yang telah ditentukan.

Namun, hadis di atas tidak bisa dipahami secara harfiyah dan dijadikan sebagai

makna tunggal saja karena hal tersebut akan mengkonsekuensikan pemahaman

bahwa asal mengerjakan salat pada waktunya menyebabkan kesusahan dan rasa

10

Djamhari Ma‟ruf, Agama dan Radikalisme, ( East Lansing: Nuqtah, 2007) hal. 45

Page 24: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

7

berat. Menjalankan salat pada waktunya asal hukumnya adalah wajib, dan suatu

kewajiban hanya boleh digugurkan dengan adanya uzur syar‟i.11

Masalah pelik mengenai salat jamak pada zaman modern ini memang tidak

bisa dihindarkan. Mengingat bahwa zaman modern ini berbeda dengan masa

Nabi, banyak aktivitas yang beragam bentuknya dan ada beberapa aktivitas yang

jika ditinggalkan akan membahayakan, karenanya hadis menjamak salat tanpa

uzur selalu menjadi perdebatan sampai saat ini.

Hadis di atas menjadi dasar beberapa ulama yang menyatakan bahwa

menjamak salat tanpa uzur yang telah ditetapkan diperbolehkan dengan catatan

adanya kesulitan. Akan tetapi, karena adanya proses penghimpunan hadis yang

memakan waktu yang lama setelah Nabi Saw wafat, ditambah lagi dengan adanya

kitab hadis yang banyak dengan metode penyusunan yang beragam dan terjadinya

periwayatan secara makna serta banyaknya hadis yang dipalsukan demi

kepentingan kelompok tertentu, mengakibatkan hadis masih diperdebatkan. Oleh

karena itu perlunya penelitian ulang tentang hadis tersebut.

Hadis tersebut tidak bisa begitu saja di amalkan tanpa mengetahui

kontekstualisasi hadis tersebut. Namun, terlalu cepat pula jika kita menganggap

hadis menjamak salat tanpa uzur bertentangan dengan hukum fardhu salat yang

telah ditetapkan dan telah ditentukan waktunya sesuai dalam al-Qur‟an.

Pemahaman akan kandungan hadis sangat erat dengan ruang dan waktu

apakah suatu hadis termasuk kategori temporal, lokal, atau universal. Serta

11

Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan Sholat ( Surabaya: Rumah Fiqih Publishing) hal.

233

Page 25: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

8

konteks tersebut berkaitan dengan pribadi pengucapan saja atau mencakup mitra

bicara kondisi sosial ketika teks itu muncul. 12

Dalam upaya mencapai pemahaman yang sesuai dengan ilmu hadis, hal

yang perlu diperhatikan adalah dari segi historis yang melatarbelakangi hadis itu

muncul serta peran dan fungsi Nabi ketika mengeluarkan hadis. Dari sini dapat

diketahui, apakah hadis itu perlu dipahami secara tekstual atau kontekstual,

kalaulah seandainya hadis itu cukup dengan makna tekstual, apakah makna itu

masih relevan dengan kondisi sekarang atau sebaliknya, apakah pesan moralnya

hanya ditujukan kepada satu orang atau bersifat universal.13

Terkait dengan itu maka membahas hadis tersebut sangatlah penting,

ketika menyadari bahwa hadis tersebut harus dipahami secara objektif. Sekaligus

untuk melengkapi informasi kajian terdahulu yang pernah membahas hadis

menjamak salat tanpa uzur untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pemahaman

hadis menjamak salat tanpa uzur berdasarkan hadis yang diriwayatkan Imam

Muslim.

Pemahaman seseorang dari generasi ke generasi selalu mengalami banyak

perubahan dari segi sosio-kultural, sehingga menuntut untuk melakukan

penafsiran kembali terhadap teks-teks hadis sesuai dengan realitas kekinian,

dengan membandingkan realitas ketika suatu hadis dikeluarkan dengan realitas

sekarang. Sehingga, dalam tulisan ini, penulis tertarik untuk mengkaji hadis

menjamak salat tanpa uzur dengan menggunakan metode memahami hadis yang

12

M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual Telaah Ma‟ani al-

Hadis Tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal, (Jakarta: PT Bulan Bintang,

2009) hal. 4 13

M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual Telaah Ma‟ani al-

Hadis Tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal,......... hal. 5

Page 26: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

9

tekstual dan kontekstual Syuhudi Ismail yang penulis rangkum dari buku karya

beliau yang berjudul “Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual (Telaah Ma‟ani

al-Hadits Tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal)”.

Kajian ini diperlukan guna mendudukkan dan mengetahui secara lebih

objektif tentang pemahaman hadis menjamak salat tanpa uzur. Maka penulis

dalam penelitian ini mengambil judul skripsi, “Pemahaman Hadis Menjamak

Salat Tanpa Uzur”

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas adanya hadis yang menjelaskan tentang

menjamak salat tanpa uzur yang masih bersifat umum yang kemudian menjadi

peredebatan di antara para ulama yang melarang dan membolehkan

melakukannya. Terlebih di era modern ini banyak sekali orang yang mempunyai

kesibukan aktivitas terutama dalam hal bekerja, dan pekerjaan tersebut sangat

bermacam-macam hingga ada pekerjaan yang apabila seseorang itu

meninggalkannya maka akan menyebabkan kemudharatan. Dari sinilah penulis

mengidentifikasi masalah yaitu persoalan tentang hadis Imam Muslim yang

menyebutkan, “Rasulullah Saw pernah menjamak salat Zuhur dan Asar, Magrib

dan Isya di Madinah, bukan karena rasa takut dan bukan karena turun hujan.

Yang memerlukan pemahaman secara objektif karena makna hadis ini berpotensi

bahwa asal mengerjakan salat pada waktunya menyebabkan kesusahan dan rasa

berat.

Page 27: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

10

Pemahaman boleh atau tidaknya menjamak salat tanpa uzur sesuai hadis

tersebut menjadi meluas yang kemudian menjadi permasalahan yang kini terjadi

di masyarakat. Di sinilah penulis mengidentifikasi beberapa masalah sebagai

berikut:

a. Redaksi hadis tersebut menyatakan bahwa Nabi telah menjamak salat

antara Zuhur dan Asar, dan Magrib dan Isya. Mengapa Nabi pada saat itu

tidak melakukan salat berjamaah di Masjid padahal hadis tersebut

menyatakan bahwa Nabi melakukan jamak salat di Madinah, dalam

sejarahnya Nabi selalu melakukan salat berjamaah bersama para sahabat.

b. Nabi telah menjamak salat di Madinah, tetapi yang mengetahuinya hanya

Ibnu Abbas. Mengapa sahabat lain tidak mengetahuinya padahal banyak

sahabat yang tinggal di Madinah selain Ibnu Abbas.

c. Dalam teks hadis tersebut Ibnu Abbas menyatakan bahwa tanpa adanya

rasa takut, turun hujan, dan tidak dalam keadaan bepergian seolah telah

menjelaskan bahwa Ibnu Abbas telah memahami menjamak salat

dilakukan jika terdapat uzur tersebut. Namun, Nabi justru pernah

melakukannya dengan tanpa uzur.

d. Ibnu Abbas tidak menyebutkan secara khusus alasan Nabi menjamak salat

tanpa uzur, Ibnu Abbas hanya mengatakan bahwa Nabi menjamak salat

tanpa uzur karena tidak ingin memberatkan umatnya. Sehingga hadis

tersebut timbul dengan berbagai macam pemahaman dikalangan ulama.

e. Pada masa modern ini berbagai macam aktivitas dilakukan, dan kesibukan

menjadi alasan melakukan jamak salat. Dewasa ini, seseorang yang

Page 28: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

11

melakukan salat jamak tanpa uzur sudah sering di temukan, maka

relevankah hadis tersebut dengan masa modern saat ini?

2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berpijak dari identifikasi masalah di atas, maka penulis hanya membatasi

pada poin c, d dan e yaitu tentang Nabi pernah menjamak salat tanpa uzur,

mengapa Ibnu Abbas tidak menyebutkan alasan yang khusus Nabi menjamak salat

dan relevankah hadis tersebut dengan masa modern saat ini. Sedangkan hadis-

hadis menjamak salat tanpa uzur penulis batasi hanya hadis dalam riwayat Imam

Muslim dengan teks hadis yaitu “Rasulullah Saw pernah menjamak salat Zuhur

dan Asar, Magrib dan Isya di Madinah, bukan karena rasa takut dan bukan

karena turun hujan.”

Untuk memahami hadis ini tidak bisa hanya dipahami menggunakan makna

dari matan teks hadis saja, kerena akan menimbulkan banyak pertanyaan dan

ketidakpuasan pemaknaan terhadap teks hadis tersebut. Sehingga penulis

bermaksud untuk melakukan pemaknaan dilihat dari segi tekstual dan kontekstual

hadisnya.

Berangkat dari pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan

masalah sebagai berikut: “Bagaimana pemahaman yang tepat dari hadis

menjamak salat tanpa uzur apabila dikontekskan dengan masa sekarang?”

C. Tujuan dan manfaat Penelitian

1. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam skripsi ini adalah:

a. Mengetahui relevansi dan kontekstualisasi hadis tentang menjamak sholat

tanpa uzur

Page 29: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

12

b. Untuk mengetahui latar belakang riwayat hadis tentang menjama‟ sholat tanpa

uzur.

c. Untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam mengenai hadis tentang

menjamak sholat tanpa uzur serta mengetahui pemahaman yang baru sesuai

masa sekarang.

d. Mengetahui atau merumuskan penyelesaian hadis dengan konteks kekinian.

2. Manfaat yang diambil dari penulisan ini adalah :

a. Mengetahui makna hadis yang sesungguhnya.

b. Pengamalan Sholat jamak tanpa uzur berkurang.

c. sebagai media untuk meluruskan penyimpangan yang dilakukan sebagian

umat Islam dalam menyikapi hadis menjamak sholat tanpa uzur.

d. Agar dapat menambah kadar keimanan kita serta memberikan motivasi untuk

berfikir secara kritis dan analitis dalam menyikapi sebuah hadis Nabi.

D. Tinjauan Pustaka

Sebelum mengadakan dan meneliti sebuah penelitian, penulis melihat

tinjauan terdahulu, agar tidak terjadi kesamaan yang konkrit. Untuk melihat

tinjauan tersebut, penulis mengunjungi Perpustakaan Utama dan Perpustakaan

Fakultas Ushuluddin serta membuka web Repositori UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta dan Google Scholar agar memudahkan penulis untuk melihat tinjauan

terdahulu.

Maka di bawah ini penulis akan memaparkan beberapa kajian yang telah

diteliti oleh peneliti lain yang nantinya untuk dijadikan sandaran teori dan sebagai

Page 30: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

13

perbandingan dalam mengupas berbagai permasalahan ini. Diantaranya penulis

paparkan sebagai berikut :

Skripsi, Dede Sadeli dengan judul Hukum Menjama‟ Salat Tanpa Sebab :

Perspektif Sunni dan Syiah Fakultas Syariah UIN syarif Hidayatullah. Skripsi

tersebut menjelaskan tentang perbandingan hukum menjama‟ sholat antara Sunni

dan Syiah, yang mana Sunni melarang menjamak sholat tanpa sebab sedangkan

Syi‟ah memperbolehkannya menjamak dengan tanpa adanya sebab apapun.

Jurnal, Aulia Nada Rahman dengan judul Kedudukan Hukum Jama‟ Di

Rumah Pendekatan Historis Filosofis Teubu Ireng Jombang. Jurnal tersebut

membahas posisi hukum islam normatif tentang permasalahan hukum menjamak

shalat di rumah dengan tanpa uzur, tidak dalam bepergian, bukan dalam keadaan

sakit, serta tidak pula ketika hujan guna mendudukkan dan mengetahui secara

lebih objektif berbagai pandangan tentang hukum melakukan salat tanpa adanya

uzur dengan menggunakan metode pendekatan historis filosofis.

Thesis, Arif Agung Nugroho dengan judul Jamak Sholat Menurut Imam

Syafi‟i dan Imam Ja‟far. Thesis tersebut berusaha meneliti dan memahami

pemikiran-pemikiran imam Mazhab dalam hal istinbath hukumnya dan penilaian-

penilaian dalam perbedaannya. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan

sosio-historis dan menggunakan metode berfikir induktif. Dalam thesis tersebut

imam syafi‟i berpendapat bahwa kebolehan jamak itu karena alasan hujan, safar,

dan wukuf di arafah saja tetapi imam Ja‟far berpendapat bahwa seorang mukallaf

boleh menjamak shalat setiap saat.

Page 31: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

14

Meskipun karya diatas berkaitan dengan objek kajian yang sama, akan

tetapi penelitian ini memiliki perhatian yang berbeda dengan penelitian di atas,

bahwa penelitian ini lebih menitik beratkan pada pemahaman hadis tentang

menjamak salat tanpa uzur dengan konteks kekinian.

E. Metodologi penelitian

Metodologi yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah dengan

melakukan studi kepustakaan (library research) dengan memposisikan kitab

Shahih Muslim sebagai acuan atau sumber primer. Teknik dokumentasi yakni

teknik pengumpulan data dari hal-hal yang dibahas atau teori-teori yang

digunakan dalam perumusan data yang terkait dalam permasalahan yang akan

dibahas.

1. Sumber Data Penelitian

Sumber data dalam penelitian kali ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu

Sumber data primer dan sumber data sekunder.

Sumber data primer yang digunakan dalam skripsi ini adalah hadis-hadis

yang terdapat dalam al-Kutub al-Tis‟ah karena hadits-hadits yang terdapat

didalamnya disepakati keabsahannya, Kemudian penulis batasi hanya hadits yang

berkaitan dengan menjamak salat tanpa uzur. Penulis juga menggunakan kitab-

kitab Takhrij Hadis yang akan membantu dalam mengumpulkan hadis tentang

salat jamak tanpa uzur.

Sumber Sekunder yang digunakan berisi tentang tulisan-tulisan yang

berhubungan dengan materi pokok yang dikaji. Adapun data-data tersebut dapat

diperoleh dari buku-buku, artikel, majalah maupun media lain yang mendukung.

Page 32: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

15

2. Metode Analisa Data

Dalam menganalisa data penulis akan menggunakan metode dari M.

Syuhudi Ismail dalam bukunya yang berjudul Hadis Nabi yang Tekstual dan

Kontekstual (Tela‟ah Ma‟anil Hadis) dengan mengkaji makna teks hadis tersebut,

dan secara kontekstual mengumpulkan informasi tentang makna yang di maksud

dari teks hadis tersebut yang merujuk kepada metode memahami hadis dengan

mempertimbangkan latar belakangnya, situasi dan kondisinya ketika di ucapkan,

serta tujuannya. Selanjutnya di ambil kesimpulan untuk pemahaman yang tepat

dalam hadis tersebut.

3. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan Skripsi ini penulis mengacu kepada buku

pedoman Akademik Program Strate I 2013/2014 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Sistematika Pembahasan

Sistematika di sini dimaksudkan sebagai gambaran yang akan menjadi

pokok bahasan dalam penulisan skripsi, sehingga dapat memudahkan dalam

memahami dan mencerna masalah-masalah yang akan dibahas. Adapun

sistematika tersebut adalah sebagai berikut:

Bab Pertama, merupakan bab pendahuluan yang menjelaskan latar

belakang diangkatnya masalah ini serta tujuan diangkat dan dihadirkan untuk

khalayak pembaca, batasan dan perumusan masalah penelitian agar penelitian ini

terfokus kepada satu masalah. Tujuan dan manfaat penelitian agar dapat diketahui

maksud tujuan pengambilan dalam penelitian ini. Dalam bab ini juga membahas

kajian pustaka untuk menelusuri peneliti-peneliti mengkaji hadis menjamak sholat

Page 33: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

16

tanpa uzur untuk dijadikan alasan yang membedakan dengan penelitian ini.

Metodologi penelitian menjadi penting untuk menunjukan bahwa penelitian ini

berdasarkan teori dan metodologi tertentu serta sistematika pembahasan untuk

menggambarkan pembahasan dalam penelitian ini.

Bab Kedua, berisi tentang tinjauan umum tentang salat jamak yang

meliputi pengertian salat jamak, macam-macam salat jamak, dan perdebatan

seputar kondisi yang diperbolehkan salat jamak. Pembahasan ini dimaksudkan

untuk memperoleh konsep dasar yang berkenaan dengan pokok masalah

penelitian dan memberikan wawasan tentang salat jamak secara umum.

Bab Ketiga, akan memberikan perhatian khusus tentang pemahaman

tekstual hadis menjamak salat tanpa uzur, didalamnya meliputi hadis salat jamak

tanpa uzur dan terjemahannya yang kemudian akan ditakhrij, pemahaman para

ulama tentang hadis menjamak salat tanpa uzur, kemudian analisa teks hadis.

Pembahasan ini dimaksudkan untuk mengetahui lebih dalam hadis menjamak

salat tanpa uzur.

Bab Keempat, membahas tentang pemahaman kontekstual hadis

menjamak salat tanpa uzur yang didalamnya akan dibahas tentang, memahami

hadis dengan memperhatikan konteks historis, afirmasi ayat al Qur‟an,

kontekstualisasi hadis dengan kondisi kekinian dan relevansinya terhadap masa

sekarang yang nantinya akan menjadi analisa terakhir.

Bab Kelima, membahas tentang penutup yang didalamnya mencakup

kesimpulan. Kesimpulan ini penting untuk menunjukan hasil-hasil penelitian dan

Page 34: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

17

sebagai hasil akhir dari penelitian. Selain kesimpulan juga akan dikemukakan

saran-saran untuk pengembangan dan kelanjutan kajian ini di masa mendatang.

Page 35: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

18

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG SALAT JAMAK

A. Definisi Salat Jamak

Jamak secara etimologi berasal dari kata bahasa arab الجورغ masdar جورغ

yang artinya pengumpulan atau penghimpunan.1 sedangkan menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia jamak ialah penggabungan salat wajib antara salat Zuhur dan

Asar atau salat Magrib dan salat isya yang dilaksanakan oleh musafir sebagai

dispensasi untuk salatnya. 2 Dalam buku yang berjudul Tuntunan Safar karya

Alimin Koto El- Maid, salat jamak diartikan menggabungkan antara salat Zuhur

dan salat Asar atau antara salat Maghrib dan salat Isya‟ dalam sebuah perjalanan

berjarak safar (89km).3

Selain itu menurut Zurinal Z dan Aminuddin dalam bukunya yang

berjudul Fiqih Ibadah menjelaskan bahwa Salat Jamak ialah menggabungkan dua

salat fardhu dan mengerjakannya di satu waktu, baik di waktu salat yang pertama

yang disebut jamak taqdim atau di waktu salat yang kedua yang disebut jamak

takhir.4

1Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, ( Surabaya: Pustaka

Progressif, 1997) cet. ke 14 hal. 209 2 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2012) hal. 562 3Alimin Koto el-Majid, Tuntunan Safar, (Jakarta: Sahara Publishers, 2006), hal. 218

4 Zurinal Z dan Aminuddin, Fiqih Ibadah, ( Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif

Hidayatullah, 2008) hal. 124

Page 36: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

19

Salat yang boleh dijamak hanyalah yang waktunya berdekatan dan

ditentukan, yaitu salat Zuhur dengan Asar dan salat Magrib dengan Isya.1

Penggabungn salat jamak yaitu antara salat Zuhur dan salat Asar atau antara salat

Maghrib dan salat Isya‟. Salat Subuh tidak dapat dijamak dengan salat lain, baik

dengan isya maupun Zhuhur. Demikian juga salat Asar tidak dapat dijamak

dengan Magrib.2

Menjamak salat merupakan salah satu bentuk kemudahan yang diberikan

oleh syara‟ kepada manusia dalam proses menjalankan salah satu kewajiban

keagamaan yang dibebankan kepadanya. Kemudahan yang telah diberikan oleh

syara‟ dalam bentuk menjamak salat, menunjukan bahwa sebenarnya syari‟ah

islam selalu menghendaki dan memberikan kemudahan kepada manusia dalam

proses menjalankan kewajiban-kewajiban syara‟ yang Allah bebankan

kepadanya.3

Dalam Syarah Bulughul Maram karya Al-Bassam Abdullah bin

Abdurrahman dijelaskan bahwa Ibnu Taimiyah berkata, “Jamak adalah rukhsah

yang diberikan sehubungan dengan adanya suatu kebutuhan yang

menghendakinya. Karena itu para ahli hadis seperti Imam Ahmad dan yang

lainnya menganjurkan supaya meninggalkannya kecuali terdapat suatu kebutuhan

yang menghendakinya.4

1 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, ( Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2007) cet ke 40 hal.

120 2 Zurinal Z dan Aminuddin, Fiqih Ibadah, ( Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif

Hidayatullah, 2008) hal. 124 3 Abdul Wahab Abd. Muhaimin, Kajian Islam Aktual, ( Jakarta: Gaung Persada Press,

2011) hal. 31 4 Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, Taudhih al-Ahkâm min Bulûgh al-Marâm, terj:

Aan Anwariyah dkk., ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2010) hal. 544

Page 37: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

20

Jamak juga merupakan suatu keringanan dalam pelaksanaan salat yang

telah diberikan oleh Allah melalui penjelasan Nabi Saw kepada umatnya bila ia

mengalami Masyaqqah yaitu kesulitan seperti dalam ayat al-Qur‟an

......

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki

kesukaran bagimu” (QS. Al-Baqarah:185)

Ayat ini menjelaskan adanya keringanan dan kemudahan terhadap sesuatu

beban hukum yang dianggap sulit untuk dilaksanakannya karena adanya uzur

tertentu.5

B. Macam-macam dan Syarat Salat Jamak

Macam-macam dari salat jamak ini ada dua, yaitu jamak taqdim dan

jamak ta‟khir.

a. Jamak Taqdim

Jamak taqdim ialah jika kedua salat yang dilakukan dengan jamak

dikerjakan pada waktu yang pertama, misalnya salat Zuhur dan salat Asar

dikerjakan di waktu Zuhur atau antara salat Magrib dan salat Isya‟ dikerjakan di

waktu Maghrib. Salat jamak taqdim mempunyai syarat yang harus di penuhi bagi

yang melaksanakannya, antara lain:

a. Hendaklah dimulai dengan salat yang pertama yaitu Zuhur sebelum Ashar atau

Magrib sebelum Isya, karena waktunya adalah waktu yang pertama. 6

5 Said Agil Husin al-Munawar, Hukum Islam dan Pluralitas Sosial, ( Jakarta:

Penamadani, 2004) hal.38 6 Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, ( Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo, 1994) hal.

121

Page 38: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

21

b. Adanya niat untuk melaksanakan salat jamak taqdim pada awal salat yang

pertama, yaitu pada awal salat Zuhur atau Magrib. Bukan diniatkan pada waktu

yang sempit. Minimal diniatkan beberapa saat sebelum waktunya habis. Sebab

apabila seseorang menunda salat tanpa berniat untuk melakukan jamak pada

waktu salat yang pertama, maka ia telah berbuat kesalahan sehingga salat yang

dilakukan pada waktu salat kedua bukan dinamakan jamak, tetapi qadha. 7

c. Tertib. Hendaklah salat Zuhur atau Magrib yang didahulukan, bukan Ashar dan

Isya‟.

d. Al-Muwalat, yaitu antara dua salat yang digabung tidak boleh dibatasi oleh

batasan yang panjang. Sedangkan bila hanya dibatasi oleh adzan, iqamah, atau

bersuci termasuk mencari air untuk bersuci, maka hal itu diperbolehkan.

Dalam melaksanakan jamak taqdim hendaknya mendahulukan salat yang

terdahulu sebelum yang kemudian yakni salat Zuhur sebelum salat Asar, dan salat

Magrib sebelum salat Isya.8

b. Jamak Ta’khir

jamak ta‟khir adalah jika kedua salat yang dilakukan dengan jamak

dikerjakan pada waktu yang kedua. Misalnya: salat Zuhur dan Asar dilakukan di

waktu Asar, atau Magrib dan Isya dilakukan di waktu Isya. Seperti halnya jamak

taqdim, salat jamak ta‟khir juga mempunyai syarat syarat yang apabila dilanggar

salatnya tidak sah. Syarat jama‟ ta‟khir antara lain:9

7 Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, ( Jakarta: Darus Sunnah Press, 2014) cet.

ke-3 hal. 180 8 Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis: menurut Al-Qur‟an As-Sunnah dan

Pendapat Para Ulama, ( Bandung: Penerbit Mizan, 1999), hal. 217 9 Alimin Koto el-Majid, Tuntunan Safar, (Jakarta: Sahara Publishers, 2006), hal. 224

Page 39: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

22

a. Niat melakukan jamak ta‟khir sebelum habisnya waktu yang pertama, walaupun

waktu itu kira kira cukup untuk melakukan satu rakaat saja.

b. Jika salat tersebut dilakukan oleh seseorang yang sedang menempuh perjalanan

(musafir), maka ia harus dalam keadaan safar atau sebab jamak sampai selesainya

salat yang kedua. Misalnya, jika setelah selesainya salat Ashar, ternyata sudah

menjadi mukim atau sudah sampai di negeri aslinya, maka salat Zuhur yang ia

laksanakan tidak dinamakan jamak melainkan shalat qada‟.

Dalam melaksanakan Jamak Ta‟khir, dibolehkan mendahulukan salat

Zuhur sebelum salat Asar dam salat Magrib sebelum salat Isya, ataupun

sebaliknya, yakni salat Asar sebelum Zuhur dan salat Isya sebelum Magrib.

Setelah salat yang pertama, hendaknya segera diikuti secara langsung dengan salat

kedua, dan tidak memisahkan antara kedua-duanya dalam waktu yang cukup

lama. Walaupun demikian, sebagian ulama dari kalangan madzhab Syafi‟i seperti

Abu Sa‟id Al-Isthakhri dan Ar-Rafi‟i membolehkan pelaksanaan yang pertama

dan yang kedua dengan selang waktu yang cukup lama. 10

C. Perdebatan Seputar Kondisi yang diperbolehkan Salat Jamak

Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya bahwa menjamak salat

merupakan keringanan yang diberikan oleh Allah Swt., menjamak salat berarti

meneladani Nabi Saw, karena Nabi Saw menjamak salat jika ada kondisi yang

membolehkan untuk melakukannya.11

Dalam hal ini Para Ulama memiliki

10

Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis: menurut Al-Qur‟an As-Sunnah dan

Pendapat Para Ulama, ( Bandung: Penerbit Mizan, 1999), hal. 217 11

Afrokhi Abdul Ghani, Kyai NU Menggugat Sholat, ( Surabaya: Laa Tasyuki Press,

2014) hal. 347

Page 40: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

23

berbagai pendapat yang berbeda mengenai kondisi melakukan salat jamak yang

akan dijelaskan berikut:

1. Salat Jamak di „Arafah dan Muzdalifah

Dalam buku Fiqih Praktis menurut al-Qur‟an, As-Sunnah, dan Pendapat

para ulama karya Muhammad Bagir al-Habsyi dijelaskan bahwa para Ulama

sepakat tentang diperbolehkannya menjamak taqdim antara salat zuhur dan Asar

di Arafah. Yakni mengerjakan kedua salat itu pada waktu Zuhur. Demikian pula

menjamak ta‟khir antara salat magrib dan isya di Muzdalifah yakni mengerjakan

kedua salat itu pada waktu isya.12

Hal ini sebagaimana dilakukan Rasulullah

menjamak taqdim di Arafah adalah karena pelaksanaan salat tersebut langsung

bersambung dengan wukuf di Arafah. Sedangkan menjamak ta‟khir di Muzdalifah

adalah karena akan melakukan perjalanan menuju Muzdalifah.13

2. Salat Jamak ketika Bepergian (Safar)

Musafir boleh melakukan salat jamak sebagai bentuk dispensasi, karena

orang yang melakukan perjalanan umumnya menghadapi kesulitan untuk

melakukan salat tiap pada waktunya.14

Dalil tentang salat jamak Zuhur digabung dengan Asar dan Magrib dengan

Isya, baik jamak taqdim maupun jamak ta‟khir ketika dalam perjalanan terdapat

dalam beberapa hadis. Di antaranya hadis yang diriwayatkan oleh Shahih Muslim.

12

Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis: menurut Al-Qur‟an As-Sunnah dan

Pendapat Para Ulama, (........) hal. 213 13

Saleh al-Fauzan, Al-Mulakhkhasul Fiqhi, terj: Abdul Hayyie al-Kattani dkk. ( Depok:

Gema Insani, 2006) hal. 178 14

Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis: menurut Al-Qur‟an As-Sunnah dan

Pendapat Para Ulama, ( Bandung: Penerbit Mizan, 1999) hal. 213

Page 41: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

24

نجدمبثبد عيم دث نببا دمهثدن مدثنبد يدب احد دملتبدثندمابد نهدبدحدث دنحث

ميد نسد اا ىه ث مثد اب ا ا يا ا نيا بتعيا جث ا اد دفثددد به

ث دمنبددظاعشدمي اظ اد بدد مد ثامبدثيحدم مدمدندد به اد بدد دحدظعىن لن تاع دثد دجمد

15بباش فق

“Abu Ath-Thahir dan Amru bin As-Sawwad telah memberitahukan

kepadaku, mereka berdua mengatakan, „Ibnu Wahb telah mengabarkan

kepada kami, Jabir bin Ismail telah memberitahukan kepadaku, dari Uqail

dari Ibnu Syihab, dari Anas, dari Nabi Saw bahwasannya apabila beliau

bergegas dalam melakukan perjalanan, maka beliau menunda salat zuhur

hingga masuk awal waktu salat Asar, lalu menjamak dua salat tersebut.

Dan beliau menunda salat magrib hingga menjamaknya dengan salat isya,

manakala sinar merah matahari telah sirna.

Hadis di atas menjelaskan bahwa Nabi Saw telah menjamak salat ketika

dalam perjalanan. Namun terdapat ketentuan mengenai salat jamak ketika

bepergian yaitu:

Apabila seseorang melakukan perjalanan sesudah waktu salat masuk,

sedangkan waktu salat berikutnya diperkirakan tidak mungkin dilakukan pada

waktunya, maka salat yang berikutnya dilakukan pada salat yang pertama, dengan

lebih dahulu salat yang pertama kemudian diikuti oleh salat waktu berikutnya.

Inilah yang disebut Jamak Taqdim. Misalnya: waktu Asar ditarik ke waktu Zuhur

atau waktu Isya ditarik ke waktu Maghrib.

Apabila seseorang sudah berada dalam perjalanan (Safar) sebelum waktu

salat masuk, padahal tempat yang kita tuju memerlukan waktu yang melampaui

batas waktu salat itu, maka salat yang kita lakukan adalah dengan cara

15

Abu al-Husayn Muslim bin al-Hajjaj al-Naysaburi, Shahih Muslim, (Kairo: Dâr al-

Hadis, 1994) bab “al-jawâzi al-Jam'i Bayna al-Shalatayn fi al-shafar”, jilid 1, hal. 489

Page 42: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

25

mengakhirkan (Ta‟khir) salat tersebut dan menjamaknya dengan waktu salat

berikutnya, dengan cara melakukan salat yang pertama diikuti dengan salat

berikutnya. Itulah yang disebut dengan Jamak Ta‟khir. Misalnya: waktu Zuhur

ditarik ke waktu Ashar, atau waktu Magrib ditarik ke waktu Isya.16

Dalam suatu hadis diungkapkan sebagai berikut:

ب مسث ا فث حبد ب ث اا د بدثنم يعثد ب دد، دام حث

منيغن دبكعياا تث(ناا،د سعميب جثد ا نيا ب ا يا اا ى دثن غن

عمدنعياا تثبدعثزغا ممي معىاع ثد د اهد مع ثحم ا ياش مسدب ثاظ ش مسد

عمدث يم دن منعياا تث دثامبثيدب ثناع ثي اعشميداظ مس اهد ثامبثيحم

امبثي همس ) 17 نعياا تثبدعثامبثيد ج ثاعشمي

“Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa‟id, mengabarkan

kepada kami laits, dari Yazid bin Abi Habib, dari Abi Tufail „Amir ibn

Wasilah, dari Muadz bin Jabal bahwa sesungguhnya Nabi Saw ketika

perang tabuk, jika berangkat sebelum tergelincir matahari, beliau

mengakhirkan waktu salat Zuhur untuk dijamak dengan salat Asar di

waktu Asar. Jika berangkat sesudah tergelincir matahari beliau melakukan

salat Zhuhur dan Ashar dengan jamak, setelah itu beliau berangkat. Jika

beliau berangkat sebelum Maghrib, beliau mengakhirkan shalat maghrib

untuk di jamakkan dengan shalat isya. Dan jika beliau berangkat setelah

Maghrib beliau menjamakkan shalat isya dengan Maghrib diwaktu

Maghrib.”

Hadis di atas menjelaskan bahwa Nabi Saw telah menjamak salat ketika

dalam perjalanan baik jamak takdim atau ta‟khir sesuai dengan waktu

berangkatnya dalam perjalanan. Namun, Apabila musafir yang bepergian

16

H E Hasan Saleh, Kajian Fiqih Nabawi dan Fiqih Kontemporer, (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2008) hal. 114 17

Abu Daud Sulaiman bin Asy‟at bin Ishaq bin Basyir, Sunan Abu Dawud, (Beirut: Dâr

al-Fikr, 1994), bab al-Jam'i Bayna al-Shalatayn, jilid 2, hal. 7

Page 43: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

26

kemudian ia bermukim di suatu daerah atau Negeri selama empat hari selain hari

kedatangan dan hari kepergiannya kembali, maka dia dianggap telah bermukim

dan bukan musafir lagi. Sehingga dia tidak boleh mencari-cari rukhsah dengan

menjamak salatnya.

Semua ulama yang membolehkan salat jamak sepakat bahwa bepergian

adalah salah satu faktor yang membolehkan menjamak salat, namun mereka

berbeda pendapat mengenai syarat-syarat bepergian yang membolehkan jamak.

Adanya perbedaan ini karena di antara mereka ada yang menilai bepergian

sebagai penyebab bolehnya menjamak, jenis bepergian dengan sifat bagaimana

pun, namun ada juga yang mensyaratkan jenis bepergian tertentu.18

Ulama yang mensyaratkan jenis bepergian tertentu ialah Madzhab Syafi‟i

menurutnya diperbolehkan menjamak salat dalam satu waktu pada saat melakukan

perjalanan panjang, perjalanan panjang yang termasuk kategori ini ialah sepanjang

48 mil yaitu dua marhalah sedang.19

Imam Malik berpendapat bahwa orang yang sedang bepergian (Musafir)

tidak boleh menjamak salat kecuali jika perjalanannya dirasa memberatkan.

Menurut Qasim bepergian yang membolehkan jamak adalah perjalanan ibadah,

seperti haji dan perang. 20

Menurut pendapat Madzhab Zhahiri, Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, dan

al-Muwaffaq (dalam al-Mughni) menetapkan setiap perjalanan yang digolongkan

18

Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, Taudhih al-Ahkam min Bulugh al-Maram, terj:

Aan Anwariyah dkk., ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2010) hal. 573 19

Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, (Jakarta Timur : Darus Sunnah Press, 2014)

cet ke 3 hal. 179 20

Ibnu Rusyid, Bidāyah al-Mujtahid wa Nihayah al- Muqtashid, ( Jakarta: Pustaka

Amani, 2007) cet ke 3, hal. 362

Page 44: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

27

sebagai bepergian, maka dibolehkan menjamak salat, dan tidak diukur dengan

jarak perjalanan tertentu. 21

Dalam Ar-Raudh wa Hasyituhu dikatakan, “jika orang yang bepergian

adalah navigator atau sejenisnya dan keluarganya turut bersamanya, dan ia tidak

bermaksud menetap di Negri yang dituju, maka ia harus menyempurnakan

salatnya sebagaimana mestinya, seperti salat orang yang berada di kampung

halamanya, karena perjalanan tidak terputus. Sedangkan riwayat lain menetapkan

kebolehan rukhsah didalamnya, dan riwayat tersebut dipilih oleh al-Muwaffaq, as-

Syaikh, dan selain keduanya.

Menurut Imam Ahmad Jamak adalah rukhsah yang diberlakukan karena

suatu kebutuhan yang menghendakinya untuk itu Imam Ahmad menganjurkan

untuk meninggalkannya kecuali karena suatu kebutuhan yang menghendakinya

dalam bepergian. 22

3. Salat Jamak ketika Turun Hujan

Imam Syafi‟i membolehkan menjamak taqdim antara salat Magrib dan

Isya‟, dan antara salat Zuhur dan Asar bagi mereka yang salat jama‟ah di masjid

pada hari-hari yang berhujan, dengan syarat hujan masih terus turun sejak dalam

keadaan salat yang pertama sampai dimulainya salat yang kedua. Hal ini demi

menghindarkan kesulitan bagi para pengunjung masjid apabila mereka harus

21

Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, Taudhih al-Ahkam min Bulugh al-Maram, terj:

Aan Anwariyah dkk., ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2010) hal. 575 22

Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, Taudhih al-Ahkam min Bulugh al-Maram), hal.

576

Page 45: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

28

kembali lagi untuk salat Asar atau Isya berjamaah sementara hujan masih terus

turun. 23

Menjamak Salat boleh dilakukan jika turun hujan pada waktu salat yang

pertama, dan tidak boleh pada waktu salat yang kedua karena tidak ada kepastian

bahwa hujan itu akan terus menerus turun sampai masuk waktu salat yang kedua,

diperbolehkan juga bagi mereka yang berjamaah ditempat yang jauh.24

Syaratnya

adalah jika hujan itu turun ketika Takbiratul Ihram pada salat yang pertama,

sampai ketika seseorang membaca do‟a iftitah pada salat yang kedua. Hal itu juga

boleh dilakukan bagi orang yang hendak berjalan menuju ke tempat salat jamaah

selain rumahnya, dan tempat tersebut ada kemungkinan terkena hujan.25

Salat jamak dalam kondisi hujan terdapat dalam hadis yang diriwayatkan

oleh Ibnu Abbas dalam kitab shahih al-Bukhari:

ددمحهددبابدد زددثد دد مددثنبدد حاددم د دد جددمبثبدد دام دامبددبااد عمددمند ددملتحددث حددث

دددا دددا يا اددد نيدددا ب دددثناع دددثزدددثد ددد ابددد دددمستن اا دددى عمنيمندددمتاظ يبممثاددد،يدددد

ا،س ر د ملت دي بثيناعشميد دممل بيتعا يد26 نامل

“Dan telah menceritakan kepada kami Abu Nu‟man ia berkata,

menceritakan kepada kami Hammad dia seorang anak dari Zaid, dari Umar

bin Dinar, dari Jabir bin Zaid, dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Nabi Saw

salat di Madinah tujuh rakaat dan delapan rakaat, zuhur dan Asar, Magrib

dan Isya, maka Ayyub berkata: mungkin waktu itu terjadi hujan dimalam

hari.

23

Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis: menurut Al-Qur‟an As-Sunnah dan

Pendapat Para Ulama, ( Bandung: Penerbit Mizan, 1999) hal. 214 24

Muhammad Arsyad Al Banjari, Sabilah Muhtadin II, ( Surabaya, PT Bina Ilmu) hal.88 25

Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, ( Jakarta: Darus Sunnah Press, 2014) cet.

ke-3 hal. 180 26

Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughiroh, Sahih al-Bukhari,

(Ta‟liq musthafa al-Bagha: 1422 ) , jilid 1 hal. 114

Page 46: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

29

Hadis di atas menjelaskan bahwa Nabi telah menjamak salat Zuhur dengan

Asar dan Magrib dengan Isya ketika di Madinah pada saat malam yang turun

hujan lebat yang kemudian sebagian ulama membolehkannya dengan merujuk

kepada hadis tersebut. Namun, hal itu dikaitkan dengan syarat bahwa salat itu

dilakukan dengan berjama‟ah di tempat yang jauh dari tempat tinggalnya, dan

untuk hadir kesana ia terganggu oleh hujan tersebut. Dalam hal ini Syafi‟i boleh

melakukan jamak, baik siang maupun malam hari, sedangkan Malik hanya

membenarkannya pada waktu malam. 27

Dalam buku Fiqih Imam Syafi‟i karya Wahbah Zuhaili dijelaskan bahwa

menjamak salat karena alasan hujan diperbolehkan dengan memenuhi dua syarat

berikut:

a. Bermaksud melaksanakan salat jamaah di masjid yang jauh dari rumah. Oleh

karena itu, seseorang yang salat dirumah atau dimasjid dekat rumahnya meskipun

berjamaah tidak boleh menjamak salatnya sebab hujan.

b. Hujan turun pada permulaan salat yang pertama, setelah selesai salat yang

pertama, dan saat memulai salat yang kedua.28

Ibnu Qudamah juga berpendapat bahwa hujan yang membolehkan

seseorang menjamak salat adalah hujan yang bisa membasahi pakaian dan

menimbulkan kesulitan kaum muslimin untuk keluar dari rumahnya. Gerimis dan

rintik-rintik tidak membolehkan seseorang menjamak salatnya. 29

27

Lahmuddin Nasution, Fiqh 1, (Jakarta: Logos, 1998) hal.128 28

Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟i 1, ( Beirut: Darul Fikr, 2008) cet. ke 2 hal. 358 29

Afrokhi Abdul Ghani, Kyai NU Menggugat Sholat, ( Surabaya: Laa Tasyuki Press,

2014) hal. 355

Page 47: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

30

Para imam Mujtahid yang berpendapat bolehnya menjamak salat itu

beralasan karena adanya Masyaqqah “kesulitan” yang di alami sebagian orang,

khususnya ketika mereka keluar dari rumah sementara jalannya licin dan

berlumpur. Tetapi jika dikaitkan dengan zaman sekarang yang dapat berjalan

dijalanan raya yang telah di aspal dan terdapat payung untuk berlindung dari

hujan maka mereka tidak boleh menjamak salatnya.

Al-Mutawally mengatakan bahwa tidak menjamak salat itu lebih utama

karena jika menjamak berarti mengosongkan waktu ibadah dari ibadah. Imam

Ghazali pun mempunyai pendapat yang sama. 30

Dalam buku Sahih Shifat Salât Nabiy karya Hasan bin Ali As-Saqqaf juga

dijelaskan bahwa Imam al-Laits bin Sa‟id pernah berkirim surat kepada Imam

Malik yang menerangkan tentang tidak diperbolehkannya menjamak salat dengan

sebab hujan. 31

4. Salat Jamak dalam Kondisi Sakit

Salat Jamak bagi orang yang sakit menurut pendapat populer dalam

madzhab Syafi‟i dan mayoritas ialah tidak boleh. Sebab menurutnya „illat hukum

yang menjadi alasan bolehnya jamak adalah Safar ( bepergian ) jadi hanya

terdapat dan berlaku bagi musafir.32

Hanya saja, Imam Ahmad dan beberapa

ulama dari kalangan sahabat imam syafi‟i membolehkannya.33

Selain itu Malik

juga membolehkan jamak bagi orang yang sakit bila ia kuatir akan kehilangan

30

Hasan bin Ali As-Saqqaf, Shahih Shifat Shalât an-Nabiy, terj: Tarmana Ahmad Qasim

( Bandung: Pustaka Hidayah, 1996 ) hal. 246 31

Hasan bin Ali As-Saqqaf, Shahih Shifat Shalât Nabiy,terj: Tarmana Ahmad Qasim

(........) hal. 250 32

Lahmuddin Nasution, Fiqih 1, (Jakarta: Logos. 1998) hal. 128 33

Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, ( Jakarta: Darus Sunnah Press, 2014) cet.

ke-3 hal. 180

Page 48: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

31

akal dengan alasan bahwa kesulitan orang sakit lebih berat bila dibanding dengan

kesulitan orang musafir. 34

Dalam hal menjamak salat dalam keadaan sakit penulis sendiri tidak

menemukan riwayat khusus yang menerangkan tentang menjamak salat dalam

kondisi sakit, hanya saja beberapa ulama yang membolehkan menjamak salat

dalam kondisi sakit mengacu kepada hadis dalam kitab Shahih Muslim berikut:

دام دام ددمل ثددبنبددبادد، بدد ب،ددثبددبنحددث دامنحسعمندد،بددبحددث ثددببددبحددث

دام ددمل ثددبش ناا فددكاشاددا يددعثنبددب حددث بدد حددب دد اش مدد دد ددمن دد

ددمل ددمسابدد دد جدددربدد يددعث دد مبددت ددثبدددظنيددا ب ادد اا دد ددا ياا دد يددبليدد اظ

حدث ي .س دثنلبدبفغدريبممثاد،ناعشدمينامبثيناع ث دمسلبد دادت دملن د

ل دد، ددمليدد دعددثل ددمليدد عى احسددم ددمسلبدد ددثسعمندد، حددث نيس دد يددث

لن اح 35.س يث

Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Abu Kuraib telah memberitahukan kepada

kami. Mereka berdua berkata, Abu Mu‟awiyah telah memberitahukan

kepada kami. (H) Abu Kuraib dan Abu Said Al-Asyaj telah

membritahukan kepada kami, lafadz ini milik Abu Kuraib, mereka berdua

berkata, Waki telah memberitahukan kepada kami, keduanya

meriwayatkan dari Al-A‟masy, dari Habib bin Abu Tsabit, dari Said bin

Jubair, dari Ibnu Abbas, ia berkata: “ Rasulullah Saw pernah menjamak

salat Zuhur dan Asar, Magrib dan Isya di Madinah, bukan karena rasa

takut dan bukan karena turun hujan.” Dan dalam hadis Waki‟ disebutkan,

ia berkata, “Saya bertanya kepada Ibnu Abbas, mengapa Rasulullah Saw

melakukan itu? Ia menjawab, “Supaya tidak memberatkan umatnya.”

Sedangkan dalam hadis Muawiyah disebutkan bahwa ada yang bertanya

kepada Ibnu Abbas, “Apa yang diinginkan beliau dari perbuatan itu?” ia

menjawab, “Beliau tidak ingin memberatkan umatnya.”

34 Lahmuddin Nasution, Fiqih 1, (Jakarta: Logos. 1998) hal. 128

35 Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, (Jakarta Timur : Darus Sunnah Press, 2014)

hal. 490

Page 49: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

32

Hadis di atas menjadi rujukan bagi ulama yang membolehkannya seperti

Imam Ahmad dan sejumlah ulama pendukung Madzhab Asy-Syafi‟i36

dengan

alasan hadis di atas menjelaskan bahwa Nabi menjamak salat tanpa sebab rasa

takut dan turun hujan sehingga para ulama mempunyai Asumsi bahwa Nabi ketika

itu dalam kondisi sakit.

Dalam buku Fiqih Praktis menurut Al-Qur‟an, As-Sunnah dan Pendapat

Para Ulama karya Muhammad Bagir al-Habsyi telah dijelaskan bahwa Ahmad bin

Hanbal serta beberapa dari ulama Mazhab Syafi‟i seperti al-Qadhi Husain, Al-

Khattabiy dan Ar-Ruyaniy berpendapat dibolehkan menjamak salat taqdim atau

ta‟khir disebabkan menderita sakit atau terancam keselamatanya, mengingat

bahwa keadaan ini lebih memberatkan bagi si penderita daripada alasan adanya

hujan. Adapun penyakit yang membolehkan menjamak ini ialah segala macam

penyakit yang menimbulkan kesulitan dan kelelahan apabila harus mengerjakan

salat pada waktunya masing-masing, seperti penderita penyakit yang tidak bisa

menahan kencingnya.37

Menyangkal dari pernyataan di atas Dalam Syarah Bulûghul Marâm telah

dijelaskan bahwa keringanan penunaian kewajiban salat bagi orang yang sakit

bukanlah menjamak salat, karena sakit merupakan sebab yang tidak terkategori

dalam kondisi melakukan salat jamak. Dalam hadis telah dijelaskan dalam riwayat

al-Bukhari dari hadis Imran bin Husain mengenai keringanan orang yang sakit

berikut:

36

Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, Taudhih al-Ahkâm min Bulûgh al-Marâm, terj:

Aan Anwariyah dkk., ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2010) hal. 576 37

Muhammad Bagir al-Habsyi, Fiqih Praktis menurut al-Qur‟an As-Sunnah dan

Pendapat Para Ulama, (Bandung: Penerbit Mizan, 1999) hal. 214-215

Page 50: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

33

،بد امل ناحلدظ ممند ملتحث دام ثاند ثاا د عبدثاهبب ط حث

منت بدبايرد د تاا ى ا د ملت ض،اا ا يااب بدثث د مثانب ح ظ

دعايجاب( ا نيا ب ا د دمملت د دمم ثاد إنل 38)ثه مئممد إنل د

“Menceritakan kepada kami „Abdan, dari Abdullah, dari Ibrahim bin

Tahman, berkata: menceritakan kepadaku al-Husaini al-Muktib, dari Ibn

Buraidah, dari Imran bin Husaini r.a berkata: saya menderita penyakit

wasir kemudian saya bertanya kepada Nabi tentang salat, maka Nabi

menjawab: salatlah kamu sambil berdiri; jika kamu tidak mampu maka

salatlah kamu sambil duduk, dan jika kamu tidak mampu maka salatlah

kamu sambil berbaring.”

Dalam al-qur‟an juga telah ditetapkan berdasarkan ayat al-Qur‟an Surah

Al-Baqarah:286

........

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan

kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya

dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. “ (QS. Al-

Baqarah:286)

Merujuk kepada hadis di atas Menurut Imam An-Nawawi umat telah

sepakat bahwa orang yang tidak mampu berdiri dalam menunaikan salat wajib,

maka hendaklah ia salat sambil duduk dan tidak wajib mengulanginya dan

tidaklah berkurang pahalanya. 39

Jika seseorang yang sakit tidak mampu melakukan salat dengan duduk,

seperti jika duduk tersebut terlalu memberatkannya atau memang ia tidak mampu

duduk, maka ia boleh melakukan salat dengan merebahkan diri dalam posisi

38

Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughiroh, Sahih al-Bukhâri,

(Ta‟liq musthafa al-Bagha:1422 ) hal.208 39

Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, Taudhih al-Ahkâm min Bulûgh al-Marâm, terj:

Aan Anwariyah dkk., ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2010) hal. 545

Page 51: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

34

miring dan wajahnya hadap kiblat. Sebaiknya posisi miring tersebut di atas sisi

badannya sebelah kanan. Jika tidak ada orang yang mengarahkannya ke arah

kiblat sedangkan ia tidak mampu melakukannya sendiri, maka ia melakukan salat

sesuai dengan kondisinya dan menghadap ke arah mana saja yang mampu ia

lakukan. Hal yang telah dijelaskan tersebut merupakan uzur yang telah ditentukan

untuk orang yang sakit. 40

5. Salat jamak karena Kesulitan lain

Dalam buku Fiqih Praktis menurut al-Qur‟an, As-Sunnah, dan Pendapat

Para Ulama karya Muhammad Bagir al-Habsyi penulis telah menemukan dalam

tulisannya bahwa para ulama dari kalangan Mazhab Hanbali dan dibenarkan oleh

Ibnu Taimiyah memperbolehkan menjamak salat untuk wanita yang sedang

menyusui anaknya yang mengalami kesulitan apabila harus mencuci pakaiannya

setiap kali datang waktu salat. Atau untuk wanita yang beristihâdhah, atau

penderita penyakit yang tidak bisa menahan kencingnya, atau yang susah baginya

untuk sering-sering bersuci seperti orang yang sudah amat lanjut usianya, atau

orang yang takut akan bahaya atas dirinya sendiri, hartanya atau kehormatan

keluarganya. Ataupun takut akan mudarat yang akan mengganggunya dalam

mencari nafkah apabila ia tidak menjamak seperti para pekerja di bidang masak

memasak dan pembuatan roti, atau profesi-profesi lainnya yang tidak mudah

ditinggalkan setiap kali masuk waktu salat.41

40

Saleh al-Fauzan, Al-Mulakhkhasul Fiqhi, terj: Abdul Hayyie al-Kattani dkk. ( Depok:

Gema Insani, 2006) hal. 174 41

Muhammad Bagir al-Habsyi, Fiqih Praktis menurut al-Qur‟an As-Sunnah dan

Pendapat Para Ulama, (Bandung: Penerbit Mizan, 1999) hal. 215

Page 52: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

35

BAB III

PEMAHAMAN TEKSTUAL HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZUR

A. Teks Hadis dan Terjemahnya

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya secara singkat dalam latar

belakang bahwa diperbolehkan menjamak salat tanpa uzur di dasarkan kepada

hadis Nabi Saw. dimana Nabi Saw., telah melakukan salat jamak dzuhur dan Asar

serta Magrib dan Isya tidak dalam keadaan takut dan tidak dalam keadaan

bepergian. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Abbas berikut:

دامييب ييد ملت دث ايسم د اد بدرد د يدعثبد جددرد د ابد حث

ا يا( مسد ملت عدمدا ي يبلا عدمدنامبدثيناعشدميي دثناع دثي ا نيدا باظ

)يغرببفدنليفث

“Yahya bin Yahya telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Saya telah

membacakan kepada Malik dari Abu Zubair, dari Said bin Jubair, dari

Ibnu Abbas, ia berkata, Rasulullah Saw pernah melakukan salat Zuhur dan

Asar dalam satu waktu, dan salat Magrib dan Isya dalam satu waktu,

bukan karena takut dan tidak pula dalam keadaan bepergian.”

Dan didukung dengan hadis:

دامببسعمن، ثبد ملتحث دامببب،ثب ا،دنبب ثدبدنبدب نحث دامبدب نحث

ثدددبد دددملتحدددث دددم ددد اش مددد د ددد حدددببددد يدددعثاشادددا دناا فدددكش د دامن ددد

دث(مبتد يعثب جدرد ابد دمسد دملت دا يا اد نيدا ببددظاظ يدبلا يد

Page 53: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

36

ت ددملت داددتلبدد )ادد،ديغددربددبفدنلس ددثناع ددثدنامبددثيناعشددميبممث يحددث ن دد

س د ( مستل دعثي ؟ ملت دنيحدث سعمند،ت دثلبد دمستسدم اح) ،ليدث

س عىي ؟ ملت احنل يث1

“Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah dan

Abu Kuraib, keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Abu

Muawiyah ( dan diriwayatkan dari jalur lain) telah menceritakan kepada

kami Abu Kuraib dan Abu Said Al Asyajj sedangkan lafadznya milik Abu

Kuraib, keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Waki‟,

keduanya dari al- A‟masy dari Habib bin Abu Tsabit dari Said bin Jubair

dari Ibnu Abbas katanya: “Rasulullah Saw pernah menjamak antara

zhuhur dengan ashar, magrib dengan isya di Madinah, bukan karena

ketakutan dan bukan pula karena hujan.” Dalam hadis Waki‟ katanya: aku

tanyakan kepada Ibnu Abbas, mengapa beliau lakukan hal itu?” dia

menjawab: beliau ingin supaya tidak memberatkan umatnya.”

B. Takhrīj Hadis

Secara etimologi kata takhrīj berasal dari akar kata ررا وج و ج خ ج ي رررو ررو خ

mendapat tambahan tasydîd/syiddah pada ra („ain fiil) menjadi را ج ج رو يج ج ي ررو رو خ

yang berarti menampakan, mengeluarkan, menerbitkan, menyebutkan, dan

menumbuhkan. 2 Maksudnya, menampakan sesuatu yang tidak atau sesuatu yang

masih tersembunyi, tidak kelihatan dan masih samar.

Menurut istilah takhrīj ialah menunjukan asal beberapa hadis pada kitab-

kitab yang ada ( kitab-kitab induk hadis) dengan menerangkan hukum atau

kualitanya. 3 Menurut Muhaditsin takhrīj ialah menunjukan atau mengemukakan

1Abu al-Husayn Muslim bin al-Hajjaj al-Naysaburi, Shahih Muslim, ( Kairo, Dâr al-

Hadis, 1994), bab “al-Jam' Bayn al-Shalatayn fi al-Hadlar”, jilid 4, hal. 5 2 Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, ( Jakarta: Amzah, 2013) cet. ke 2 hal.127

3 Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis,..... hal. 129

Page 54: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

37

letak asal hadis pada sumbernya yang asli, yakni kitab yang di dalamnya

dikemukakan secara lengkap dengan sanadnya masing-masing. 4

Untuk itu melakukan takhrij hadis begitu penting untuk mengumpulkan

hadis-hadis dari beberapa kitab induk hadis. Akhirnya Setelah melakukan

kegiatan takhrīj Hadīts dengan menggunakan metode penelusuran lafad dan awal

matan yang menggunakan bantuan kitab al- Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāẓ al-

Hadīṡ an-Nabawī,5 dan Maushû‟ah al-Athrâf al-Hadis

6, dengan melakukan

penelusuran hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu „Abbas dapat ditemukan dalam

beberapa kitab induk hadis antara lain:

Hadits pertama lewat kata (اي ) dapat ditemukan bahwa hadis ini terdapat

dalam kitab induk hadis antara lain:

1. Sunan Abu Dawud di dalam Kitab: Al-salât, bab al-jam‟u baina al-Salâtain

2. Sunan al-Nasai di dalam Kitab: al-Mawâqit, bab al-jam‟u baina al-Shalâtain fî al-

Hadhr

3. Muwatha Malik di dalam Kitab: Al-Nidâ Al-LilSalât bab al-jam‟u baina al-

Salâtain fî al-Hadhr wa Safar

a. Sunan Abu Dawud

د دد يددعثبدد جدددرد دد ددثاا دد دد،ه دامامعاددى د دد سمدد د دد ادد بدرام،ه بدد حددث

ا يا( مسد ملت عدمدا ي يبلاا عدمدنامبدثيناعشدميي ثناع دثي ا نيا باظ

4M.agus Solahuddin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, ( Jakarta: Pustaka setia, tt), Hal.19

5 Amold John Wensicnk,dkk. al- Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāẓ al-Hadīṡ an-

Nabawī,(Istanbul:Darul al-Da‟wah,1989) hal. 124 6 Abu Hajar Muhammad Said bin Basyuni Zaglul, Maushuah al-Athraf al-Hadis Nabawi

syarif,(Beirut:Darul Kitab Ilmiyah) hal. 346

Page 55: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

38

منيس ث( ملت ملسم ت)يغرببفدنليفث دمحبد ) ىي د ملببحانحتن ناه

7 بدردن ناه دث ب بمثد ا بدر ملتييفث يم دثنمهمعى دبكيام،د به ا

“Telah menceritakan kepada kami Al-Qa‟nabi, dari Malik, dari Abu Az-

Zubair al-Makkiy, dari Sa‟id bin Jubair, dari „Abdullah bin „Abbas dia

berkata: Rasulullah Saw mengerjakan salat Zuhur dan Asar secara jamak,

dan Magrib dan Isya secara jamak, tidak dalam kondisi ketakutan, dan

tidak dalam bepergian. Perawi berkata, bahwa Malik telah berkata; aku

berpendapat beliau melakukan hal itu karena kondisi sedang turun hujan,

Abu Daud telah berkata; dan telah diriwayatkan pula oleh Hammad bin

Salamah seperti hadis tersebut, dari Abu az-Zubair, dan diriwayatkan oleh

Qurrah bin Khalid dari Abu Az Zubair dia berkata; Dalam perjalanan

ketika kami ke Tabuk.”

b. Sunan An-Nasai

دا ي(بدثنم دد،د د سمد د د اد بدرد د يدعثبد جددرد د ابد دمس دملت

عددم عددمدنامبددثيناعشددميي ددثناع ددثي ددا يا ادد نيددا باظ سدد غددربددبفنل يددبلاا دد

8)يفث

“Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, dari Malik, dari Abu Zubair,

dari Sa‟id bin Jubair, dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah Saw

mengerjakan salat Zuhur dan Asar secara jamak, dan Magrib dan Isya

secara jamak, tidak dalam kondisi ketakutan, dan tidak dalam bepergian.

c. Muwatha Malik

مس ب اا ث جدرد ب يعث د ام،ه،ه ا بدر سم د ن ملتحث ن

نيا ( ا ا ا ي اا يبل غرا ي ي عمد ي ناعشمي نامبثي عمد ي ناع ث ث اظ ب

منيس ث( ملسم ت)ببفنليفث 9) ىي

7 Abu Dawud Sulaiman bin Asy‟at bin Ishaq bin Basyir,Sunan Abu Daud, (Beirut:al-

Maktabah al-asyriyah) jilid 1hal. 6 8 Abu Abd al-Rahman Ahmad bin Syu‟aib bin Ali bin Sinan bin Bahr al-Khurasany al-

Nasa‟i, Sunan Al-Nasâi,( Beirut: al-Maktabah Ilmiyyah. t.th) hal. 291

Page 56: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

39

“Telah menceritakan kepadaku dari Malik, dari Abu Az-Zubair Al-Makiy,

dari Sa‟id bin Jubair, dari „Abdillah bin „Abbas bahwa sesungguhnya dia

berkata, Rasulullah Saw telah mengerjakan salat Zuhur dan Asar dalam

satu waktu, dan Magrib dan Isya dalam satu waktu, bukan karena adanya

ketakutan dan tidak pula dalam keadaan bepergian. Malik berkata, saya

melihatnya bahwa hal itu terjadi karena hujan.”

Sedangkan hadis kedua lewat kata ( ي) dapat ditemukan bahwa hadis

tersebut terdapat dalam beberapa kitab induk hadis antara lain :

1. Shahih Muslim di dalam kitab: Musâfir, bab al-jam‟u baina al-Shalâtain fî al-

Hadhr

2. Sunan al-Tirmidzi di dalam Kitab: Al-shalât, bab Mâ jâˋa fî al-jam‟u baina al-

Shalâtain

3. Sunan Abu Dawud di dalam Kitab: Al-shalât, bab al-jam‟u baina al-Shalâtain

4. Sunan al-Nasai di dalam Kitab: al-Mawâqit, bab al-jam‟u baina al-Shalâtain fî al-

Hadhr

5. Musnad Ahmad bin Hanbal di dalam Kitab: wa min musnad bani hasim bab

Bidayah Musnad Abdillah Ibn Abbas

a. Shahih Muslim

ثد دامزهد عم زهرد ملاب بنستحث مدي ثب بنسدن بنب ي دام نحث

دامببا بدرد يعثب جدرد اب مسد ملت ا ن(حث ا يا يا با ي يبلا

يفث ببفدنل بممثا،ديغر عم ي ناع ث ث د تيعثادل دعث)اظ ببا بدرت مل

حثاس ممي ند دمملت احنليث 10 س ي ؟ دمملتي تاب مس

9 Malik bin Anas, Al-Muwatha Malik, ( An-Nasir: al-Furqon al-Tujariyah, 2003) jilid 2

hal.199 10

Abu al-Husayn Muslim bin al-Hajjaj al-Naysaburi, Shahih Muslim, , ( Kairo, Dâr al-

Hadis, 1994), bab “al-Jam' Bayn al-Shalatayn fi al-Hadlar”, jilid 4, nomor hadis 1146, hal. 7

Page 57: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

40

“Ahmad bin Yunus dan „Aun bin Salam telah memberitahukan kepada

kami, mereka meriwayatkan dari Zuhair. Ibnu Yunus berkata, „Zuhair

telah memberitahukan kepada kami, dari Said bin Zubair, dari Ibnu Abbas,

ia berkata, “Rasulullah Saw salat Zuhur dan Asar dalam satu waktu di

Madinah, bukan karena rasa takut dan tidak pula dalam keadaan

bepergian.” Abu Zubair berkata: lalu saya bertanya kepada Said, Mengapa

beliau melakukan hal itu? Maka Said menjawab, saya juga pernah

bertanya kepada Ibnu Abbas perihal yang engkau tanyakan, dan ia

menjawab, Beliau tidak ingin memberatkan seorangpun dari umatnya.

b. Sunan al-Tirmidzi

ببسعمن،د اش م د حبب مبتد يعث دام دامها مح ملتحث حث

اب مسد ملت ناع ثدنبدظ(ب جدرد ث اظ بدظ نيا ب ا ا ياا اا يبل ي

ببفنلس ث س غر ثا،بممل بثيناعشمي

بذ ؟ ملت)امل اح د ملت مثلب مستسم

س نيامي هثدث ت 11)غرنج حث اب مس ث ني ا س ( احنليث

“Telah menceritakan kepada kami Hannad berkata; telah menceritakan

kepada kami Abu Mu‟awiyah dari Al a‟masi dari Habib bin Abi Tsabit

dari Sa‟id bin Jubair dari Ibnu Abbas ia berkata; Rasulullah Saw pernah

menjamak salat Zuhur dan Asar , serta antara Magrib dan Isya di Madinah

bukan karena takut atau hujan. Sa‟id berkata; dikatakan kepada Ibnu

Abbas, Apa yang beliau kehendaki dari hal itu? Ia menjawab, Beliau tidak

ingin memberatkan umatnya. Dalam bab ini juga terdapat hadis dari Abu

Hurairah. Hadis Ibnu Abbas ini diriwayatkan dari beberapa jalur.

c. Sunan Abu Dawud

ب حب اش م د دام حث سعمن،د بب دام حث ا،د ب ثممن دام حث

ث(مبتد يعثب جدرد اب مسد ملت اظ ا نيا ببدظ ا يا يبلاا ي

11

Muhammad bin Isya bin Syurah bin Musa bin ad-Dokhak al-Tirmidzi,Sunan al-

Tirmidzi, (Syirkah:al-Maktabah al-Mustafa baqi) Jilid 1 hal. 354

Page 58: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

41

س ث نل ببفد غر س بممثا، ناعشمي نامبثي عى)ناع ثد اح سم مست لب مث د

س ي ؟ ملت احنليث12

“Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abi Syaibab, telah

menceritakan kepada kami Abu Mu‟awiyah, telah menceritakan kepada

kami Al A‟masy dari Habib bin Abi Tsabit dari Sa‟id bin Jubair dari Ibnu

Abbas dia berkata; Rasulullah Saw pernah menjamak salat Zuhur dan

Asar, antara salat Magrib dan Isya di Madinah, tidak dalam kondisi

ketakutan, tidak pula dalam keadaan turun hujan. Maka ditanyakan hal itu

kepada Ibnu Abbas , Apa maksud beliau melakukan hal itu? Ibnu Abbas

menjawab, Beliau tidak ingin memberatkan umatnya.

d. Sunan al-Nasai

دامافثب سبييد ثب ثاعب زس،ناي غنان ملتحث بدثنممم

(اش م د حبب مبتد يعثب جدرد اب مسد ا يا اا ى ا ن

ناعشم نامبثي ناع ثد ث اظ بدظ ا دظ بدظ م بممثا، اه، من غرنيا ب س ي

(. ث تل؟ ملت)ببفنلس ث ،بن ايس حث 13)ئ

“Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin „Abdul „Aziz bin Abu

Rizmah Ghazwan dia berkata; telah menceritakan kepada kami Al Fadhl

bin Musa dari Al A‟masy dari Habib bin Abu Tsabit dari Sa‟id bin Jubair

dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Saw pernah salat di Madinah dengan

menjamak Zuhur dan Asar serta Magrib dan Isya bukan karena rasa takut

dan bukan karena turun hujan. Ibnu Abbas ditanya, Kenapa demikian?

Kemudian ia menjawab: agar tidak memberatkan umatnya.”

12

Abu Daud Sulaiman bin Asy‟at bin Ishaq bin Basyir,Sunan Abu Daud,(Beirut:al-

Maktabah al-asyriyah), jilid 1 hal. 6 13

Abu Abd al-Rahman al-Nasa‟i, Sunan Al-Nasâi,( Beirut: al-Maktabah Ilmiyyah. t.th)

hal. 290

Page 59: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

42

e. Musnad Ahmad bin Hanbal

داماش م د حبب مبتد يعثب جدرد اب دحث دامن حث

ثدناع ثدنامبثيدناعشميدي( مسد ملت اظ ا يا ا نيا ببدظ يبلا ي

س )ثا،س غرببفدنلس ثام ،ليث 14 داتلب مستل دعثي ؟ ملت

“Telah menceritakan kepada kami Waki‟, telah menceritakan kepada kami

Al A‟masy berkata; Rasulullah Saw telah menjamak salat Antara Zuhur

dan Asar, dan Magrib dan Isya di Madinah bukan karena takut dan bukan

karena turun hujan. Aku tanyakan kepada Ibnu Abbas, Mengapa beliau

lakukan hal itu? Ibnu Abbas menjawab, karena beliau tidak ingin

memberatkan umatnya.

دامييد ح محسبىاد بحث ن :س، اب مسد ملانحب دسد ملتحث ي

ثدناع ثدنامبثيدناعشمي اظ ا يا ا نيا ببدظ مباتيغرس ثنليفث يبلا

ايس مبم مسدسم احبذ ؟ ملتاد بي 15

“Telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Daud bin Qayis berkata:

menceritakan kepadaku Salih Maula al-Tauamah dari Ibnu Abbas berkata:

Rasulullah Saw telah menjamak salat Antara Zuhur dan Asar, dan Magrib

dan Isya di Madinah bukan karena takut dan bukan karena turun hujan.

Aku tanyakan kepada Ibnu Abbas, Mengapa beliau lakukan hal itu? Ibnu

Abbas menjawab agar tidak memberatkan umatnya.

Dari informasi diatas, yang nantinya akan dijadikan kajian utama adalah

hadis yang terdapat dalam kitab Shahih Muslim Sementara hadis yang lain

dijadikan bahan untuk mengetahui eksistensi suatu hadis apakah benar suatu hadis

yang ingin diteliti terdapat dalam kitab-kitab hadis atau tidak.

14

Ahmad bin Hanbal Al-Syaibani, Musnad Ahmad bin Hanbal, (Beirut: al-Maktabah al-

Islami,1985) jilid 1 hal. 234 15

Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, (Beirut: al-Maktabah al-

Islami,1985) jilid

Page 60: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

43

Penulis lebih cenderung untuk mengkaji hadis yang dibukukan oleh Imam

Muslim dikarenakan Muslim menerapkan syarat-syarat yang lebih ketat terhadap

hadis-hadis yang dibukukannya.

C. Pemahaman Para Ulama tentang Hadis Menjamak Salat tanpa Uzur

Menurut Ibnu Sirin dan Ash-hab (pendukung Madzhab Malik)

memperbolehkan melakukan jamak salat tanpa uzur dengan memahami hadis

yang driwayatkan Ibnu Abbas tersebut secara mutlak dengan syarat hal tersebut

tidak dijadikan sebagai suatu kebiasaan. Malik dan mayoritas ahli fiqih tidak

memperbolehkan, dengan alasan menakwilkan hadis tersebut karena dalam

kondisi hujan.16

Menurut Ibnu Rusyd Malik menolak sebagian isi hadis tersebut

karena bertentangan dengan amalan penduduk Madinah. Adapun yang tidak

bertentangan dengan amalan produk Madinah ia mengambilnya, yaitu antara

Magrib dan Isya bagi yang tidak bepergian berdasarkan riwayat Ibnu Umar, ketika

mengumpulkan para pemimpin, ia menjamak antara Magrib dan Isya bersama

mereka. 17

Sebagian ulama seperti Imam Ahmad bin Hanbal, al-Qadhi Husain dari

sahabat Syafi‟iyah, menyatakaan bahwa riwayat di atas dimaknai dengan salat

jamak yang dilakukan Nabi Saw adalah karena sakit, pendapat ini dipilih juga

oleh al-Khaththabi, dan al-Mutawalli serta ar-Rauyani. 18

16

Ibnu Rusyid, Bidāyah al-Mujtahid wa Nihayah al- Muqtashid ( Jakarta: Pustaka

Amani, 2007) cet ke 3, hal. 389 17

Ibnu Rusyid, Bidāyah al-Mujtahid wa Nihayah al- Muqtashid, ......hal. 364 18

Abu Ammar Mahmud al-Mushallin, Irsyâd as-Sâlikîn ilâ Akhtha al-Musallin, ( Jakarta:

Darul Haq, 2008) hal. 294

Page 61: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

44

Namun, Ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Karena apabila

Nabi Saw melaksanakan salat jamak tersebut karena sakit, maka tidak ada yang

salat bersama beliau kecuali orang yang sakit juga. Padahal secara lahiriah Nabi

Saw salat bersama para sahabat. Hal itu telah dijelaskan oleh Ibnu Abbas dalam

riwayatnya. 19

Sebagian mereka ada yang menakwilkan bahwa kondisi ketika itu

mendung, kemudian Nabi Saw salat dzuhur. Lalu setelah mendung tersebut

hilang, ternyata waktu Asar telah tiba, maka beliaupun salat Asar. Namun,

menurut imam An-Nawawi pendapat tersebut tidak benar, karena hal ini mungkin

sangat kecil untuk dilakukan dalam waktu zuhur dan asar, tapi hal ini tidak

mungkin dilakukan pada waktu magrib dan isya. 20

Sementara, golongan Hanafiyah memahami hadis tersebut dengan

menduga bahwa Nabi saw salat zuhur di akhir waktu dan asar di awal waktu

demikian pula dengan magrib dan isya. Sehingga seolah Nabi seakan telah

menjamak salat.21

Seperti halnya dalam hadis yang diriwayatkan oleh Sahih

Muslim berikut:

19

Ibnu Hajar al-Asqalani, fathul Bāri Syarah Shahih al-Bukhari, ( Jakarta: Pustaka Azam,

2007) cet ke 5 hal. 358 20

Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, (Jakarta Timur : Darus Sunnah Press, 2014)

cet ke 3 hal. 234 21

Ibnu Rusyid, Bidāyah al-Mujtahid wa Nihayah al- Muqtashid ( Jakarta: Pustaka

Amani, 2007) cet ke 3, hal. 390

Page 62: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

45

داميفمن دامببب،ثب ا،دحث ا،د مثند جمبثب زثد نحث ب دد

عم(اب مسد ملت عمي عمدنيد ا يا ا نيا بيمنمي اا ىه د داتتمبم)ا تس

ثدن ج 22 ثاع ثدنب ثامبثيدن ج ثاعشميد ملتننمظ ياكاش عثميظا ب ثاظ

“Dan Abu Bakar bin Abi Syaibah telah memberitahukan kepada kami,

Sufyan bin Uyainah telah memberitahukan kepada kami, dari Amru, dari

Jabir bin Zaid, dari Ibnu Abbas, ia berkata, saya pernah salat bersama Nabi

Saw delapan rakaat dalam satu waktu, dan tujuh rakaat dalam satu waktu.

Ia berkata, saya katakan wahai Abu Asy-Sya‟tsu ( Jabir bin Zaid), saya

mengira bahwa beliau menunda salat Magrib dan menyegerakan salat Isya.

Ia menimpali, saya juga menyangka demikian.

Menurut imam An-Nawawi jika hadis tersebut difahami bahwa Nabi

mengakhirkan pelaksanaan salat Zuhur hingga akhir waktunya dan menyegerakan

salat asar pada awal waktunya maka kemungkinan ini sangat lemah dan batil,

karenanya bertentangan dengan makna lahiriah hadis.23

At-Tirmidzi di akhir kitabnya mengatakan,”didalam kitab saya tidak ada

satu hadispun yang umat ini sepakat untuk tidak mengamalkannya, kecuali hadis

riwayat Ibnu Abbas yang menyebutkan tentang menjamak salat di Madinah bukan

karena rasa takut dan turun hujan. Namun, tidak semua ulama yang sepakat untuk

tidak mengamalkannya. 24

Muhammad Nashiruddin Al-Albani menyatakan perkataan Ibnu Abbas

yang mengatakan bahwa “Nabi melakukan salat jamak tanpa ada rasa takut dan

tidak pula turun hujan” menurutnya perkataan ini menunjukan bahwa menjamak

salat ketika turun hujan biasa dilakukan pada masa Nabi Saw., jika tidak

22

Abu al-Husayn Muslim bin al-Hajjaj al-Naysaburi, Shahih Muslim, bab “al-Jam' Bayn

al-Shalatayn fi al-Hadlar”, jilid 1, nomor hadis1632, hal. 491(CD Al-Maktabah al-Shameela) 23

Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, (Jakarta Timur: Darus Sunnah Press, 2010)

cet ke 4 hal. 235 24

Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim......hal. 235

Page 63: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

46

demikian, tentu tidak ada gunanya meyebutkan bahwa hari tidak turun hujan

menjadi sebab yang membolehkan menjamak salat. 25

Sementara itu al-Khaththabi dari al-Qaffal dan Asy-Syasyi al-Kabir dari

kalangan sahabat-sahabat Asy-Syafi‟i, dari Abu Ishak al-Marwazi dan Ibnu Al-

Mundzir berpendapat bahwa menjamak salat pada waktu bermukim boleh jika ada

kesulitan, dengan syarat hal tersebut tidak dijadikan suatu kebiasaan.26

Namun,

dalam pembahasan ini tidak disebutkan khusus kesulitan yang dimaksud.

Perbedaan pendapat dikalangan ulama dalam memahami hadis menjamak

salat tanpa uzur ini karena hadis yang diriwayatkan Imam Muslim melalui jalur

Ibnu Abbas terdapat ketidakaturan dan perubahan. Beberapa hadis menyatakan

Nabi Saw pernah menjamak salat Zuhur dan Asar serta Magrib dan Isya bukan

karena takut dan tidak dalam keadaan bepergian. Sehingga sebagian ulama

berasumsi Nabi menjamak salat ketika turun hujan.

Sementara sebagian hadis yang lain menyatakan bahwa Nabi Saw pernah

menjamak salat Zuhur dan Asar serta Magrib dan Isya di Madinah bukan karena

takut dan bukan karena turun hujan. Jadi, sangat tidak mungkin apabila hadis

tersebut di takwilkan dengan hujan.

Menurut Ibnu Mundzir tidak ada gunanya membawa makna bolehnya salat

jamak ketika mukim (seperti hujan dan sakit ) kepada makna uzur, karena Ibnu

25

Afrokhi Abdul Ghani, Kyai NU Menggugat Sholat, ( Surabaya: La Tasyuk Press,

2014) Hal.354 26

Ibnu Rusyid, Bidāyah al-Mujtahid wa Nihayah al- Muqtashid ( Jakarta: Pustaka

Amani, 2007) cet ke 3, hal. 389

Page 64: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

47

Abbas telah memberitahukan illat (sebab hukum) dari pembolehan tersebut yaitu

karena Nabi tidak ingin menyulitkan seorang pun dari umatnya. 27

D. Analisa Teks Hadis

Tidak sedikit hadis yang menjelaskan teks hadis di atas, kedua teks hadis

tersebut saling keterkaitan. Teks hadis yang pertama menunjukan bahwa Nabi

Saw pernah melakukan salat jamak ketika tidak dalam keadaan takut, dan tidak

sedang dalam bepergian. Teks hadis kedua Nabi Saw melakukan salat jamak

ketika tidak dalam keadaan takut dan tidak dalam keadaan turun hujan. Apabila

hadis yang pertama di takwilkan karena adanya turun hujan maka kemungkinan

itu salah, sebab dalam teks hadis kedua Nabi telah menjamak salat ketika tidak

dalam keadaan takut dan turun hujan. Alasan Nabi melakukan hal itu ialah beliau

tidak ingin memberatkan umatnya, karenanya teks hadis tersebut seolah

menyatakan bahwa diperbolehkan menjamak salat tanpa adanya uzur yang telah

ditentukan dengan alasan adanya kesulitan yang membuat seseorang melakukan

salat.

Riwayat hadis tersebut terdapat Habib bin Abu Tsabit, ia adalah Imam

yang disepakati keadilannya serta direkomendasikan untuk dijadikan hujjah. 28

Al-Qur‟an berkali-kali menegaskan pentingnya salat, tetapi tidak

menjelaskan pelaksanaannya dengan bentuk tertentu. Pengetahuan tentang

pelaksanaan salat hanya melalui Sunnah Nabi yang menunjukan sekaligus

27

Abu Ammar Mahmud al-Mushallin, Irsyâd as-Sâlikîn ilâ Akhtha al-Musallin, ( Jakarta:

Darul Haq, 2008) hal. 294 28

Imam Nawawi, Al-Majmu‟ Syarah Al-Muhadzdzab, terj: Abdul Somad dan Umar

Mujtahid, ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2010) hal. 648

Page 65: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

48

memberikan batasan-batasan prinsipnya.29

Anjuran tentang jamak salat juga tidak

disebutkan secara khusus dalam al-Qur‟an sehingga seseorang mengacu

seutuhnya kepada hadis Nabi Saw,. untuk itu hadis menjamak salat tanpa uzur

menjadi perdebatan para ulama.

Hadis di atas juga menyatakan bahwa ketentuan salat jamak bersifat umum

artinya tidak hanya berlaku untuk seorang musafir tetapi berlaku untuk setiap

orang yang mempunyai uzur baik dalam keadaan bepergian atau dalam keadaan

mukim.

Al-Hafizh Ibnu Hajar menyatakan hadis di atas tidak disebutkan alasan

jamak tersebut apakah karena rasa takut, karena bepergian atau karena hujan

turun. Menurutnya sebagian ulama menyatakan bahwa jamak tersebut dilakukan

karena sakit. 30

Sebagian ulama ada yang menolak hadis tersebut dengan landasan hadis

yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas berikut:

عمددثبدد يدداممند دد بدد د دد دامامل دامبددبيددام،يدديبدد باددا ددثي ددملتحددث حددث

اد نيدا بتسد د ابد دمس ضدحا د ،ثس، دا يا مدم دملت دمل يدبلا ،ا اد

س غر ذ دمث يبمبمس بدبايا،مئث. ا دظ بدظ ي31

“Telah menceritakan Abu Salamah Yahya bin Kholaf al-Basriy berkata:

menceritakan kepada kami al-Mu‟tamir bin Sulaiman, dari bapaknya, dari

Hanasy, dari Ikrimah dari Ibn 'Abbas Ra berkata: bahwa Rasulullah saw

29

Wahiduddin Khan, Tajdîdu „Ulûmid al-Dîn Madkhal Li Tashîhi Masâri al-Fiqhi Wa al-

Tasawuf Wa „Ilmi al-Kalâm Wa al-Ta‟lîm al-Islâmi, terj: Moh. Nurhakim ( Jakarta: Gema Insani

Press, 1994) hal. 23 30

Afrokhi Abdul Ghani, Kyai NU Menggugat Sholat, ( Surabaya: Laa Tasyuki Press,

2014) hal. 352 31

Muhammad bin Isya bin Syurah bin Musa bin ad-Dokhak al-Tirmidzi, Sunan al-

Tirmidzi, (Syirkah:al-Maktabah al-Mustafa baqi,) hal. 356

Page 66: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

49

bersabda: barangsiapa menjamak antara dua salat dengan tanpa uzur, maka

sungguh dia telah mendatangi salah satu pintu dari beberapa pintu dosa

besar.”

Sanad hadis di atas adalah al-Tirmidzi dari Abu Salamah disandarkan

kepada Yahya bin Khalaf al-Bashri, diceritai oleh al-Mu'tamir bin Sulaiman dari

ayahnya dari Hanasy dari Ikrimah dari Ibn 'Abbas. Dari segi sanad hadis telah

terdapat Hanasy, yang menurut ahl al-hadis dia merupakan seorang yang dha'if. 32

Berikut ini beberapa pandangan ulama hadis tentang Hanasy:

1. Menurut al-Bukhari, "bahwa beberapa hadisnya adalah riwayat yang mungkar dan

tidak ditulis hadisnya. 33

2. Al-Dar al-Quthni sebagaimana dikutip oleh al-Ghimari menyatakan bahwa

Hanasy adalah seorang yang matruk. Senada dengan itu al-Baihaqi juga

menyatakan bahwa Hanasy dipandang dhaif oleh ahli hadis, maka tidak

dibolehkan berpegang pada hadisnya.

3. Ibn al-Jawzi berpendapat bahwa hadis tersebut adalah hadis mawdhu‟ (palsu),

karena hadis itu berasal dari Husain bin Qais yang dikenal dengan Hanasy. 34

4. Abu Zar'ah dan Ibn Ma'in memandang ia da'if.

Bertolak dari kritik sanad di atas, maka hadis ini tertolak secara

periwayatan dan karenanya tidak dapat dijadikan hujjah. Dengan melihat

32

Muhammad bin Isya bin Syurah bin Musa bin ad-Dokhak al-Tirmidzi, Sunan al-

Tirmidz, (Syirkah:al-Maktabah al-Mustafa baqi,) hal. 356 33

Ayatullah Sayyid Muhammad Reza Mudarrisi Yazdi, Syi‟ah dan Sunnah Mencari Titik

Temu yang Terabaikan, terj: Nurjamila G. Baniswati dan Farah Yulistia, ( Jakarta: Citra, 2005)

hal. 103 34

Yusuf Ibn „Abd al-Raḥman Ibn Yusuf, Abu al-Ḥujjāj, Jamāl al-Dīn Ibn al-Zakī Abī

Muḥammad al-Qadla‟ī al-Kilabī al-Mizī, Tahdzīb al-Kamāl fī Asmā‟ al-Rijāl, (Beirut: Muassasah

al-Risālah, 1980) hal.230

Page 67: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

50

penjelasan di atas maka tidak ada hadis-hadis yang bertentangan telah

diriwayatkan yang di dalamnya terdapat pelarangan menjamak salat tanpa uzur.

Selain pemahaman hadis yang telah dijelaskan di atas, telah terdapat juga

pemahaman yang menyatakan bahwa Nabi tidak menjamak salatnya tetapi

mengakhirkan salat Zuhur (masih dalam waktu Zuhur) dan mengawalkan asar

(pada awal waktu asar) demikian pula dengan Magrib dan Isya. 35

Menurut hemat

penulis, bahwa pendapat ini dipengaruhi oleh redaksi dalam Sahih Muslim di

bawah ini:

ابد دثدز ابدثمبجد ن دثمد د،اددد بدنمفيدامث .ح،ا بث،بببدامث حن

ا ددىهاا دسددتا دتمل ددمس د ددتادم. دعدددميعديدمنعدددي،دمنيبا يددن دا يا ميثعاش ددبدمم

اثب نث عاثج نثاظ ثب ا ظ اكي ظنمنمل .ميشعانيثبمل

“Dan Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami,

Sufyan bin Uyainah telah memberitahukan kepada kami, dari Amru, dari

jabir bin Zaid, dari Ibnu Abbas berkata, saya pernah salat bersama Nabi

Saw delapan rakaat dalam satu waktu dan tujuh rakaat dalam satu waktu.

Ia berkata, saya katakan, wahai Abu Asy-Sya‟tsa ( Jabir bin Zaid), saya

mengira bahwa beliau menunda salat Zuhur kemudian menunda salat

Magrib dan menyegerakan salat Isya. Ia menimpali saya juga menyangka

demikian. “

Kata "azunnuhu" dan “wa anâ azunnu dzâka" menunjukkan bahwa telah

terjadi pentakwilan atas hadis berdasarkan dzann (persangkaan) disini. 36

Hadis

35

Ayatullah Sayyid Muhammad Reza Mudarrisi Yazdi, Syi‟ah dan Sunnah Mencari Titik

Temu yang Terabaikan, terj: Nurjamila G. Baniswati dan Farah Yulistia, ( Jakarta: Citra, 2005)

hal. 101 36

Aulia Nada Rahman, Kedudukan Hukum Salat Jamak di Rumah; Pendekatan Historis-

Filosofis, Jurnal: IKAHA Teubu Ireng Jombang , 2010 hal. 13

Page 68: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

51

tersebut tidaklah lebih dari pada prasangka para perawi.37

Dan menurut penulis

pemahaman ini sangatlah lemah karena mengingat kenyataan bahwa hal ini

bertentangan dengan beberapa hadis yang menyatakan bahwa Nabi pernah

menjamak salat.

Hadis tentang menjamak salat tanpa uzur dimaksudkan bahwa Nabi tidak

ingin membebani umatnya, tetapi bukan berarti hal ini bisa dijadikan suatu

kebiasaan, menurut penulis kondisi agar tidak menjadi suatu kebiasaan juga

merupakan kesalahan pemahaman yang tidak dapat dibuktikan. Walaupun Nabi

Saw tidak ingin menyulitkan umatnya sebagian orang terbiasa untuk

menambahkan masyaqqah didalamnya yang akan berakibat melaksanakan salat

tiap pada waktunya merasa berat. Maka masyaqqah dalam hal ini harus

dikategorikan agar seseorang tidak asal melakukan salat jamak dengan alasan

mengalami kesulitan.

Imam Jalaluddin As-Suyuthi, dalam konteks ini membagi masyaqqah

menjadi dua kategori. Pertama, yaitu masyaqqah yang menyatu dengan sebuah

pelaksanaan ibadah, seperti berwudhu‟ atau mandi dengan air dingin atau dalam

kondisi cuaca yang dingin, serta masyaqqah ketika bepergian dalam rangka proses

pelaksanaan ibadan haji dan jihad. 38

Kedua, yaitu masyaqqah yang terpisah

dengan kewajiban-kewajiban ibadah seseorang. Masyaqqah yang kedua terbagi

menjadi tiga tingkatan:

37

Ayatullah Sayyid Muhammad Reza Mudarrisi Yazdi, Syi‟ah dan Sunnah Mencari Titik

Temu yang Terabaikan, terj: Nurjamila G. Baniswati dan Farah Yulistia, ( Jakarta: Citra, 2005)

hal. 10 38

Jalaluddin al-Suyuthy, al-Asybah wa Al-Nadzair, ( Indonesia: Dar Ihya, t.t) hal. 58

Page 69: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

52

a. Masyaqqah yang kandungan masyaqqahnya sangat berat, dan masyaqqah itu

dapat mempengaruhi kondisi seseorang dalam proses, melakukan kewajiban-

kewajiban ibadahnya. Dalam masyaqqah ini, syar‟i memberikan rukhsah atau

takhfif kepada seseorang dalam menjalankan kewajiban ibadahnya. Hal ini seperti

boleh tidaknya berpuasa pada bulan ramadhan bagi orang yang sakit atau sedang

bepergian.

b. Masyaqqah yang kandungan masyaqqahnya bernilai ringan, dan masyaqqah ini

tidak akan mempengaruhi kondisi seseorang dalam proses melakukan kewajiban

ibadahnya. Dalam masyaqqah seperti ini, seseorang tidak boleh diberikan

rukhsah.

c. Masyaqqah yang kandungan masyaqqahnya mutawasith antara yang berat dan

ringan. Jika memang mendekati yang berat, maka diperbolehkan rukhsah, dan jika

mendekati yang ringan, maka tidak diperbolehkan rukhsah.39

Dengan mengetahui masyaqqah di atas maka seseorang tidak bisa

mengerjakan salat jamak dengan alasan masyaqqah yang tidak terkategori. Karena

jika hal itu dibenarkan maka akan terdapat pengabaian dalam salat.

Menurut Hasan bin „Ali As-Saqqaf dalam bukunya Sahîh Sifat Salât an-

Nabiy bahwa hadis tersebut sebetulnya mudtharib yakni bahwa hadis tersebut

diriwayatkan pada beberapa tempat ( kesempatan) dan pada setiap tempat itu kata-

katanya selalu berbeda dengan yang lain.40

Imam Muslim meriwayatkan dengan

redaksi: “bukan karena adanya rasa takut dan tidak dalam keadaan

39

Jalaluddin al-Suyuthy, al-Asybah wa Al-Nadzair, ( Indonesia: Dar Ihya, t.t) hal. 58 40

Hasan bin Ali As-Saqqaf, Shahih Shifat Shalât an-Nabiy, terj: Tarmana Ahmad Qasim

( Bandung: Pustaka Hidayah, 1996 ) hal. 247

Page 70: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

53

bepergian.”sedang dalam riwayat Muslim lainnya: “Bukan karena rasa takut dan

tidak dalam keadaan hujan”. 41

Melihat redaksi hadis tersebut jelas adanya ke- mudtharib-an ( kekosongan

atau kekacauan) dalam matan hadis tersebut. Sehingga tidak memungkinkan bagi

siapapun untuk menjadikan hadis tersebut sebagai hujjah. Dan menurut ketentuan

ilmu ushul, hadis mudtharib itu tidak bisa dijadikan hujjah, tetapi ada juga

sebagian umat islam yang berusaha untuk mentarjih atau menguatkan bagian kata-

kata yang terdapat dalam hadis mudtharib tersebut. 42

Menyangkal dari pernyataan di atas, teks hadis tersebut jika dihubungkan

dengan fungsi Nabi maka hadis tersebut berhubungan dengan fungsi Nabi sebagai

Rasulullah, karena hadis tersebut terdapat matan yang mengatakan bahwa “Nabi

tidak ingin memberatkan umatnya”. Selain itu hadis tersebut merupakan hadis

tentang pelaksanaan ibadah yang menurut M. Syuhudi Ismail bahwa hadis tentang

pelaksanaan ibadah adalah salah satu contoh hadis yang berhubungan dengan

fungsi Nabi sebagai Rasulullah.43

Menurut penulis argument yang mengatakan bahwa hadis tersebut tidak

bisa dijadikan hujjah dengan alasan adanya ke- mudtharib-an ( kekosongan atau

kekacauan) tertolak karena itu hanyalah sebuah persangkaan. dan menurut M.

41

Abu al-Husayn Muslim bin al-Hajjaj al-Naysaburi, Shahih Muslim, bab “al-Jam' Bayn

al-Shalatayn fi al-Hadlar”, jilid 4, nomor hadis 1146, hal. 5 (CD Al-Maktabah al-Shameela) 42

Hasan bin Ali As-Saqqaf, Shahih Shifat Shalât an-Nabiy, terj: Tarmana Ahmad Qasim

( Bandung: Pustaka Hidayah, 1996 ) hal. 246 43

M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual Telaah Ma‟ani al-Hadis

Tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal, ( Jakarta: PT Bulan Bintang, 2009)

hal. 33

Page 71: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

54

Syuhudi Ismail hadis yang dikemukakan oleh Nabi dalam kapasitas beliau sebagai

rasulullah, ulama menyatakan kesepakatan tentang wajib mematuhinya. 44

Setelah melihat pemaparan di atas, menurut penulis hadis menjamak salat

tanpa uzur tersebut dapat dinyatakan sebagai maqbul (dapat diterima), karena teks

hadis tersebut memenuhi kriteria kesahihan matan.

44

M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual Telaah Ma‟ani al-Hadis

Tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal....... hal.33

Page 72: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

55

BAB IV

PEMAHAMAN KONTEKSTUAL HADIS MENJAMAK SALAT TANPA

UZUR

Setelah sebelumnya melakukan penelitian tekstual. Penulis juga

melakukan penelitian terhadap hadis dari sudut pemahaman kontekstual yaitu

melalui penggalian informasi dan pesan pendukung lain dari luar teks hadis

tersebut sehingga dapat menyempurnakan informasi atau pesan yang diharapkan

oleh sang mutakallim ( Nabi Saw).

Istilah kontekstual diambil dari kata konteks yang berarti suatu uraian atau

kalimat yang mendukung atau menambah kejelasan makna, atau situasi yang ada

hubungannya dengan suatu kejadian atau lingkungan sekelilingnya. 1

Nabi Muhammad sebagai rasul akhir zaman, aturannya pun seharusnya

untuk sepanjang zaman, pada kenyataannya Nabi Muhammad hidup pada waktu

tertentu dan tempat tertentu pula. Maka sudah seharusnya pula memahami hadis,

tidak hanya dengan pendekatan tekstual, jika menginginkan agar hadis senantiasa

berlaku sepanjang zaman, mengingat problem kehidupan dewasa ini semakin

kompleks. Maka perlu adanya pendekatan secara kontekstual. 2

Menurut M. Syuhudi Ismail adanya pemahaman secara kontekstual, maka

suatu hadis yang sanadnya sahih ataupun hasan tidak dapat serta merta matannya

dinyatakan sebagai berkualitas da‟if ( lemah) ataupun maudu‟ (palsu) dengan

1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2012) hal. 2 Liliek Channa Aw, Memahami Makna Hadis Secara Tekstual dan Kontekstual, Jurnal:

Ulumuna, 2011 hal. 392

Page 73: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

56

alasan karena teks matan hadis yang bersangkutan tampak tidak sesuai dengan

kaidah kesahihan matan yang digunakan. 1

A. Memahami Hadis dengan Pendekatan Historis

Pendekatan historis adalah memahami hadis sesuai dengan cara

memperhatikan dan mengkaji situasi atau kondisi peristiwa yang terkait dengan

latar belakang munculnya hadis. Dengan kata lain pendekatan historis adalah

pendekatan yang dilakukan dengan cara mengaitkan antara ide dan gagasan yang

terdapat dalam hadis dengan menetapkan sosial dan situasi historis-kultural yang

mengitarinya untuk kemudian didapatkan konsep ideal moral yang dapat

dikontekstualisasikan sesuai dengan perubahan dan perkembangan zaman.2

Nabi Muhammad Saw hidup di tengah-tengah masyarakat. Komunikasi

dengan masyarakat terjadi tidak hanya satu arah saja, yakni dari Nabi kepada

umatnya, tetapi juga dua arah secara timbal balik. Bahkan, Nabi Muhammad pada

kesempatan tertentu memberi komentar terhadap peristiwa yang sedang terjadi.

Maka karenanya, terjadinya hadis Nabi ada yang didahului oleh sebab-sebab

tertentu3 dan ada yang tanpa sebab. Sebabnya itu kadangkala disebutkan dalam

hadis itu sendiri, dan kadangkala sebabnya tidak disebutkan dalam hadis tersebut

1 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual Telaah Ma‟ani al-Hadis

Tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal, ( Jakarta: PT Bulan Bintang, 2009)

hal. 90 2 M. Alfatih Suryadilaga, Metode Syarah Hadis Era Klasik Hingga Kontemporer ( ....)

hal. 66 3 Sebab-sebab yang mendahului terjadinya hadis Nabi dalam ilmu hadis dikenal dengan

istilah asbab wurud al-hadts. Asbab wurud al-hadts bisa di artikan juga dengan Sebab-sebab atau

peristiwa yang telah disebutkan, menjadi sebab yang mengiringi perkataan Nabi yang telah beliau

ucapkan terlebih dahulu pada waktu itu ada hubungannya dengan perkara yang akan muncul dan

dapat diketahui oleh orang yang mngetahui kejadian tersebut.

Page 74: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

57

tetapi disebutkan pada jalan (Thuruq) hadis yang lain. 4 Di samping itu terjadinya

hadis Nabi ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus. 5

Hadis tentang menjamak salat tanpa uzur yang diriwayatkan oleh Ibnu

Abbas seperti bunyi hadisnya berikut:

د ثبد ملتحث دامببب،ثب ا،دنبب ثدبدنبدب امببسعمن،نحث دامبدب نحث

دددم ددد اش مددد د ددد حدددببددد د دامن ددد ثدددبد دددملتحدددث يدددعثاشادددا دناا فدددكش

دث(مبتد يعثب جدرد ابد دمسد دملت دا يا اد نيدا ببددظاظ يدبلا يد

ت ددملت داددتلبدد )ناع ددثدنامبددثيناعشددميبممثادد،ديغددربددبفدنلس ددث يحددث ن دد

( مستل دعثي ؟ ملت دنيحدث سعمند،ت دثلبد دمستسدم اح)س د ،ليدث

س عىي ؟ ملت احنليث6

“Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah dan

Abu Kuraib, keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Abu

Muawiyah ( dan diriwayatkan dari jalur lain) telah menceritakan kepada

kami Abu Kuraib dan Abu Said Al Asyajj sedangkan lafadznya milik Abu

Kuraib, keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Waki‟,

keduanya dari al- A‟masy dari Habib bin Abu Tsabit dari Said bin Jubair

dari Ibnu Abbas katanya: “Rasulullah Saw pernah menjamak antara

zhuhur dengan ashar, magrib dengan isya di Madinah, bukan karena

ketakutan dan bukan pula karena hujan.” Dalam hadis Waki‟ katanya: aku

tanyakan kepada Ibnu Abbas, mengapa beliau lakukan hal itu?” dia

menjawab: beliau ingin supaya tidak memberatkan umatnya.”

4 Ibnu Hamzah Al-Husaini Al-Hanafi Ad-Damsyiqi, Asbabul Wurud 1, terj; H.M.

Suwarta Wijaya B.A dan Zafrullah Salim, ( Jakarta: Kalam Mulia, 1996) cet. ke 3 hal. XI 5 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual Telaah Ma‟ani al-Hadis

Tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal, ( Jakarta: PT Bulan Bintang, 2009)

hal. 4-5 6Abu al-Husayn Muslim bin al-Hajjaj al-Naysaburi, Shahih Muslim, bab “al-Jam' Bayn

al-Shalatayn fi al-Hadlar”, jilid 4, nomor hadis 1146, hal. 5 (CD Al-Maktabah al-Shameela),

Hadis ini ditemukan pula dalam kitab Shahih Bukhari, Sunan At-Tirmidzi, Sunan Abu Daud,

Sunan An-Nasa‟i dan Musnad Ahmad bin Hanbal

Page 75: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

58

Hadis tentang diperbolehkannya menjamak salat tanpa uzur di atas dapat

dikatakan bahwa Nabi pernah melakukannya, hal ini berdasarkan perkataan Ibnu

Abbas kepada Said bin Jubair ketika ditanya mengapa nabi melakukan salat jamak

tanpa uzur, Ibnu Abbas menjawab: “ Beliau ingin supaya tidak memberatkan

umatnya.” 7 Penulis berpendapat bahwa nabi melakukan menjamak salat tanpa

uzur karena alasan uzur yang mendesak sehingga diperbolehkan melakukannya

asalkan hal itu benar-benar tidak dijadikan kebiasaan.

Hadis di atas tidak mempunyai sebab secara khusus, karenanya para ulama

berbeda pendapat dalam memahami hadis tersebut. Sebagaimana yang telah

dijelaskan sebelumnya bahwa hadis tentang menjamak salat tanpa uzur bersifat

umum, karena Nabi tidak menyebutkan uzur dalam melakukan salat jamak

tersebut. Sehingga timbul berbagai macam pemahaman dari kalangan ulama

mengenai hadis tersebut.8

Hadis di atas diriwayatkan oleh Ibnu Abbas9 yang dalam teksnya bahwa

Ibnu Abbas telah menyaksikan Nabi melakukan salat jamak tanpa uzur, hal ini

diperkuat dengan hadis lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas berikut:

7 Abu al-Husayn Muslim bin al-Hajjaj al-Naysaburi, Shahih Muslim........ hal. 5

8Ibnu Rusyid, Bidāyah al-Mujtahid wa Nihayah al- Muqtashid ( Jakarta: Pustaka Amani,

2007) cet ke 3, hal. 359 9 Ibnu Abbas nama aslinya adalah Abdullah bin Abbas, seorang sahabat Nabi yang

dilahirkan tiga tahun sebelum hijrah. Ia dikenal dengan sebutan Ibnu Abbas. Ia merupakan salah

satu sahabat yang banyak meriwayatkan hadis sahih. Abdullah bin Abbas putra dari Abbas bin

Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf al-Quraisy yang tak lain adalah paman Nabi. Ibunya

adalah Ummu Al-Fadl Lubaba, perempuan kedua yang masuk islam.

Meskipun masih kecil, ingatan Abdullah bin Abbas tajam dan luar biasa. Ia cepat hafal

dan tidak mudah lupa, Nabi Muhammad Saw sering kali terlihat berdua dengan Ibnu Abbas. Nabi

Muhammad Saw wafat ketika Ibnu Abbas berusia 13 tahun. Abdullah bin Abbas sendiri wafat di

Tha‟if pada tahun 68 H pada masa pemerintahan Ibnu Zubair. Sewaktu itu usianya sekitar 70

tahun.

Page 76: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

59

مح دام ا هثار دحث بباث ب ن امقدنحث ب ا ث الثهتد ب ا بدر د

غثبتاش مسدنبث اا جبمدنجعثاا مسد مببنت ملتب داماب مسدبسمبدعثاع ثحم

س جث جميه ملت ا د اب ا دممل ا د ا داثنت نل دفدثد ل تبد بن

ث( مست دعاهمنبمد ا ،؟لم ث ملت اظ بدظ ا نيا بي ا يا ت يبلا

ث يس ي ا،يد دت)ناعشميناع ثدنامبثي ب امقت حمكي ا ث . مل

قسمم 10.بمهثدث د د ث

“Dan Abu Rabi‟ Az-Zahrani telah memberitahukan kepadaku, Hammad

telah memberitahukan kepada kami, dari Az-Zubair bin Al-Khirrit, dari

Abdullah bin Syaqiq, ia berkata, Suatu hari Ibnu Abbas berbicara kepada

kami setelah salat Asar sampai matahari terbenam dan bintang mulai

bermunculan. Kemudian orang-orang mulai berkata, “salat, salat. Ia

melanjutkan, lalu seorang laki-laki dari Bani Tamim datang menemuinya,

tanpa rasa jemu dan lemah ia mengatakan, “Salat, salat”. Kemudian Ibnu

Abbas berkata,”Apakah engkau mengajarkan sunnah kepadaku? Celakalah

engkau! Lalu Ia berkata,”saya pernah melihat Rasulullah Saw menjamak

salat Zuhur dan Asar, begitu juga salat Magrib dan Isya.” Abdullah bin

Syaqiq berkata, saya merasa ada keraguan di dalam dada saya, lalu saya

menemui Abu Hurairah, dan bertanya kepadanya. Maka Ia pun

membenarkan perkataan Ibnu Abbas.”

Hadis di atas telah jelas bahwa Ibnu Abbas telah melihat Rasulullah Saw

menjamak salat, penjelasan dari Ibnu Abbas dimaksudkan bahwa ia menghendaki

kelapangan bagi umat, memberikan kemudahan bagi mereka dan tidak menjebak

mereka dalam kesulitan dan kesempitan. 11

Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Syarah Shahih Bukhari

mengatakan bahwa hadis tersebut berkaitan ketika Ibnu Abbas melakukan jamak

10

Abu al-Husayn Muslim bin al-Hajjaj al-Naysaburi, Shahih Muslim, bab “al-Jam' Bayn

al-Shalatayn fi al-Hadlar”, jilid 1 hal. 491 (CD Al-Maktabah al-Shameela) 11

Yusuf Al-Qardhawi, Fiqih Minoritas Muslim Fatwa Kontemporer Terhadap

Kehidupan Kaum Muslimin Di Tengah Masyarakat Non Muslim, terj: Adillah Obid Lc., ( Jakarta:

Penerbit Zikrul Hakim, 2004) hal. 100

Page 77: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

60

salat karena kesibukan. Kesibukannya ialah berkhutbah, dimana ia berkhutbah

setelah salat Asar sampai nampak bintang-bintang, kemudian menjamak Magrib

dan Isya. Dalam hadis ini terdapat pembenaran Abu Hurairah terhadap Ibnu

Abbas tentang status hadis ini yaitu hadis ini merupakan hadis marfu‟. Dengan

demikian apa yang dikatakan Ibnu Abbas tentang alasan menjamak salat adalah

menghilangkan kesulitan. 12

Dalam sejarah Ibnu Abbas merupakan sahabat yang lahir di Makkah tiga

tahun sebelum hijrah dan juga sepupu Nabi karena Ibnu Abbas merupakan anak

dari paman Nabi. Pasca hijrah ke Madinah beliau sering mengikuti Nabi Saw

bahkan Ia menemani Nabi selama 30 bulan atau sekitar 3 tahun, hal itu terjadi

karena beliau masih kanak-kanak.13

Nabi telah mengajari hafalan al-Qur‟an kepadanya dan Ia juga

menghafalkan banyak hadis Nabi, diingatnya semua perkataan yang pernah

diucapkan oleh Nabi dan semua perbuatan yang pernah dilakukan oleh Nabi. Ia

juga termasuk salah satu sahabat yang banyak meriwayatkan hadis sahih. 14

Ibnu Abbas merupakan sahabat yang sering bersama Nabi, Tak jarang

Nabi mengajak Ibnu Abbas pergi bersama terutama dalam hal dakwah, walaupun

jarak usia keduanya sangat jauh ketika Nabi berusia 60 tahun Ibnu Abbas masih

kecil. Sampai suatu ketika Ibnu Abbas ingin mengetahui secara langsung terkait

12

Al Imam Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Bâri Syarah Sahih Bukhari, terj:

Aminuddin ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2007) cet kelima hal. 359 13

Jamaluddin Abi Hajaj, Tahdzib al Kamal fi Asma‟ ar Rijal, juz 10. (Beirut: Darl al Fikr,

1994), hal. 250 14

Abdurrahman binAbdul Karim, Kitab Sejarah Terlengkap Para Sahabat Nabi, Tabi‟in

dan Tabi‟it Tabi‟in, (Jogjakarta: DIVA Press, 2014) hal. 425

Page 78: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

61

Nabi Saw salat, hingga akhirnya Ia sengaja menginap di rumah bibinya,

Ummahatul Mukminin Maimunah binti Al Harits. 15

Dari pemaparan di atas dapat membuktikan bahwa Ibnu Abbas sangat

dekat dengan Nabi, selain itu sejarah di atas menunjukan bahwa hal tersebut

terjadi di Madinah, hal ini terbukti dengan hijrahnya Ibnu Abbas ke Madinah.

Selain itu usia Nabi ketika bersama Ibnu Abbas adalah 60 tahun, pada saat usia itu

Nabi sedang hijrah di Madinah.

Hal penting yang terlihat dari pemaparan sejarah di atas ialah Ibnu Abbas

sering bersama Nabi ketika Ia masih kecil. Kota Madinah pada saat itu telah

terjadi peristiwa pertempuran Badar. 16

dari sinilah kecamuk pertempuran dimulai,

terjadinya peperangan, kemudian pada tahun ke 4 Hijrah terjadi perang Uhud,

keadaan di dalam Madinah sangat kacau, orang-orang Yahudi mulai merusak

perjanjian mereka dengan kaum Muslimin dan membuat perjanjian baru dengan

kamu kafir Quraisy.17

Dalam pada itu, jika Ibnu Abbbas sering bersama Nabi ketika Nabi Usia

60 tahun maka itu terjadi pada tahun ke 8 Hijrah, pada saat itu terjadi perang

mu‟tah yang disebabkan oleh utusan Al-Harits Ibnu Umar Al-Azdi yang dikirim

Nabi kepada Ghasasinah (Bani Ghassan) dibunuh oleh mereka. Perang mu‟tah

merupakan cikal bakal perluasan islam keluar jazirah Arab. Kemudian pada tahun

15

Abdurrahman binAbdul Karim, Kitab Sejarah Terlengkap Para Sahabat Nabi, Tabi‟in

dan Tabi‟it Tabi‟in,..... hal. 427 16

M. Quraish Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad Saw dalam Sorotan Al-Qur‟an

dan Hadis-Hadis Shahih, (Jakarta: Lentera Hati, 2011) hal. 533 17

Abdurrahman binAbdul Karim, Kitab Sejarah Terlengkap Para Sahabat Nabi, Tabi‟in

dan Tabi‟it Tabi‟in,..... hal. 213-215

Page 79: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

62

ke 9 Hijrah dianggap sebagai tahun delegasi. Agama islam telah meratai jazirah

Arab. 18

Sejarah di atas dapat membuktikan bahwa pada masa Nabi Hijrah, kota

Madinah sangat kacau dan telah terjadi banyak peperangan. Situasi pada saat itu

sangat genting.19

Maka kemungkinan menurut penulis hadis tersebut muncul

karena pada saat itu kota madinah mengalami ujian dan banyak kesulitan sehingga

penduduk Madinah merasa kesulitan jika melakukan salat tiap pada waktunya.

Masyarakat Madinah pada saat itu dihadapkan pada kehidupan yang

beragam, persoalan persoalan yang muncul pun bermacam macam.20

Jadi kejadian

semacam itu dijadikan alasan sebagai contoh mengapa Nabi melakukan salat

jamak, karena tidak mungkin Nabi melakukan salat jamak tanpa adanya uzur jika

hal itu dilakukan maka dapat merubah pembagian pelaksanaan salat.

Sementara itu Menurut Ibnu Rusyd dalam kitabnya Bidāyah al-Mujtahid

wa Nihayah al- Muqtashid mengatakan bahwa hadis tersebut berkaitan dengan

sesuatu yang telah menyebar luas dan dilakukan banyak orang secara turun

temurun oleh penduduk Madinah. 21

B. Afirmasi dengan Ayat Al-Qur’an

Firman Allah:

18

Patmawati, Sejarah Dakwah Rasulullah Saw di Mekah dan Madinah, Juli 2010, hal. 12 19

M. Quraish Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad Saw dalam Sorotan Al-Qur‟an

dan Hadis-Hadis Shahih,........ hal. 533 20

Abdurrahman binAbdul Karim, Kitab Sejarah Terlengkap Para Sahabat Nabi, Tabi‟in

dan Tabi‟it Tabi‟in,..... hal. 215 21

Ibnu Rusyid, Bidāyah al-Mujtahid wa Nihayah al- Muqtashid ( Jakarta: Pustaka

Amani, 2007) cet ke 3, hal. 364

Page 80: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

63

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan

kesanggupannya”

Taklif pembebanan adalah sesuatu yang memberatkan seseorang.

Terbebani sesuatu artinya adalah menanggung atau menahan beban tersebut.

Makna ini disampaikan oleh Al Jauhari. Sedangkan kata ه ا سع sendiri artinya و

adalah kesungguhan, kemampuan dan kesanggupan. Pada ayat ini Allah SWT

memberitahukan bahwa dari awal diturunkannya ayat pertama hamba-hamba-Nya

tidak pernah dibebani dengan sebuah ibadah, entah itu yang dilakukan dengan

anggota badan yang terlihat ataupun yang tidak terlihat, kecuali pembebanan itu

masih dapat dilakukan oleh mereka.22

Dengan diturunkannya ayat ini maka cobaan yang dirasakan oleh kaum

muslim pada saat itu mengenai penafsiran mereka pada perkara perasaan pun

dapat terlewati.

Para ulama dalam hal ini sepakat bahwa pembebanan diluar batas

kemampuan tidak ada dalam syariat, dan ayat inilah yang menyatakan

ketiadaannya, namun setelah itu mereka berbeda pendapat mengenai

pembolehannya. Abu Al Hasan Al Asy‟ari dan para ulama ilmu kalam

berpendapat bahwa secara akal pembebanan di luar batas kemampuan itu bisa

terjadi dan hal ini sama sekali tidak berpengaruh pada ajaran akidah dalam

syari‟at islam. Sedangkan kalangan lainnya berpendapat bahwa pembebanan

diluar batas kemampuan itu tidak pernah terjadi. Bahkan ada yang meriwayatkan

bahwa hal ini termasuk yang disepakati oleh para ulama. 23

22

Imam Al-Qurtubi, Al-Jami‟ li Ahkâm Al-Qur‟an, terj: Fathurrahman dkk., ( Jakarta:

Pustaka Azzam, 2007) hal. 959-960 23

Imam Al-Qurtubi, Al-Jami‟ li Ahkâm Al-Qur‟an, ...... hal. 960

Page 81: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

64

Untuk kata لف sebenarnya kata ini memerlukan dua objek (maf‟ul) ي ن

sekaligus, namun pada ayat ini salah satu objek tersebut tidak disebutkan.

Perkiraan yang seharusnya adalah Allah SWT tidak membebani seseorang dengan

suatu ibadah, ataupun dengan yang lainnya, karena Allah SWT memberikan

kenikmatan dan kasih sayang-Nya kepada kita, walaupun iya memberikan beban

yang sedikit memberatkan atau menyulitkan, namun ia tidak memberikan beban

yang sangat memberatkan atau menyulitkan sebagaimana pembebanan yang

diberikan kepada umat sebelum Nabi Muhammad Saw. Misalnya dengan

memberikan hukuman yang mengharuskan membunuh diri sendiri, atau harus

memotong pakaian atau kulit mereka yang terkena tetesan air seni,24

atau beban

yang sangat berat lainnya. Allah SWT telah mempermudah umat Nabi

Muhammad Saw, hingga beban-beban dan belenggu yang mengikat umat

sebelumnya telah dilepaskan. 25

Ayat di atas tidak menjelaskan tentang salat jamak. Namun ayat di atas

menjelaskan tentang kemudahan dalam hal beribadah yang telah diberikan kepada

umat manusia. Salah satu kemudahan yang telah diberikannya ialah menjamak

salat ketika menghadapi kesulitan.

Dengan melihat penafsiran ayat di atas telah diketahui bahwa Allah tidak

ingin membebankan atau menyulitkan hambanya dalam melakukan ibadah hal ini

setara dengan hadis tentang menjamak salat tanpa uzur bahwa “Beliau ingin

24

Air seni adalah Air kencing manusia, air kencing manusia merupakan bahan kumbahan

cecair badan yang disingkir oleh buah pinggang melalui proses penapisan dari darah yang dikenali

sebagai kencing dan dikeluarkan melalui urethra. Metabolit pada peringkat sel/selular

menghasilkan banyak sebatian kumbahan, kebanyakannya kaya dengan nitrogen, yang perlu

disingkirkan dari aliran darah, karena itu air kencing manusia merupakan Najis dengan kategori

Najis sedang atau disebut juga dengan najis Mutawassithah. 25

Imam Al-Qurtubi, Al-Jami‟ li Ahkâm Al-Qur‟an, ...... hal. 962

Page 82: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

65

supaya tidak memberatkan umatnya”, karenanya ayat ini menguatkan hadis

tersebut bahwa dalam melakukan salat lima waktu tidak ada pembebanan karena

ada keringanan didalamnya.

Islam peraturannya begitu fleksibel, karenanya Nabi Saw tidak ingin

memberatkan umatnya. Seperti dalam Ayat Al-Qur‟an Allah berfirman:

“Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu

dalam agama suatu kesempitan. “

M. Quraish Shihab dalam tafsir al Misbahnya, menjelaskan bahwa

maksud ayat di atas ialah, Allah swt tidak membebani kalian dengan sesuatu yang

tidak mampu kalian lakukan, melainkan Allah swt pasti menjadikan jalan keluar

dan keringanan didalamnya.26

C. Kontekstualisasi Hadis dengan Kondisi Kekinian dan Relevensainya

Terhadap Masa Sekarang

Sub bab sebelumnya telah membahas memahami hadis dengan pendekatan

historis maka pada subbab kali ini penulis mengkontekstualisasikan hadis dengan

kondisi kekinian.

Yusuf Al-Qardhawi menyatakan bahwa ketika suatu hadis menunjuk

kepada sesuatu yang menyangkut sarana atau prasarana tertentu, maka itu

hanyalah untuk menjelaskan tentang suatu fakta, tetapi sama sekali tidak

dimaksudkan untuk mengikat seseorang dengannya, atau pun membekukan diri di

sampingnya. Bahkan seandainya al-Qur‟an sendiri menegaskan tentang suatu

26

M. Quraish Shihab, Tafsir al Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 134

Page 83: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

66

sarana atau prasarana yang cocok untuk suatu tempat atau masa tertentu, hal itu

tidak berarti bahwa kita harus berhenti padanya saja, dan tidak memikirkan

tentang prasarana lainnya yang selalu berubah dengan berubahnya waktu dan

tempat. 27

Pada saat ini Islam bukan hanya milik masyarakat Arab, Islam tidak hanya

ada di Jazirah Arab, Islam telah berkembang dimana-mana, dari dataran Asia,

Eropa, Amerika dan bahkan Afrika. Berbeda dengan masa Nabi saat ini teknologi

telah berkembang pesat, kendaraan telah bermacam-macam baik untuk darat, laut

atau udara.

Dalam pembahasan awal telah dibahas sebelumnya bahwa menjamak salat

merupakan rukhsah28

yang telah diberikan Allah Swt sebagai suatu kemudahan

dan keringanan. Rukhsah ditetapkan dalam syariat islam, tetapi rukhsah tidak

dapat diberlakukan kecuali karena sebab-sebab yang menuntut

pemberlakuannya.29

Dalam pembahasan awal telah dibahas bahwa menjamak salat dilakukan

sebab adanya kesulitan. Namun, kesulitan dalam hal ini tidak dimaksudkan untuk

keadaan yang dialami setiap waktu tetapi kesulitan yang memang jarang ditemui.

Yûsuf Al-Qardhawi mengatakan apabila suatu saat mukalaf menemui

kesulitan untuk melakukan salat fardhu pada waktunya, maka ia diperbolehkan

27

Yusuf al-Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi saw, Terj. Muhammad al-

Baqir, (Bandung: Karisma 1999), hal. 149 28

Rukhsah merupakan kemudahan yang diberikan Allah SWT kepada seseorang karena

suatu sebab tidak dapat melaksanakan (menunaikan) ibadah wajib (salat dan puasa secara

sempurna) sehingga dapat dilaksanakan dengan cara menjamak atau mengqashar salat dan

mengqadha puasa diluar bulan ramadhan. 29

Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, Taudhih al-Ahkam min Bulugh al-Maram, terj:

Aan Anwariyah dkk., ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2010) hal. 558

Page 84: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

67

untuk menjamaknya. hanya saja hal ini tidak boleh dijadikan suatu kebiasaan. 30

pendapat Yusuf al-Qardhawi telah jelas bahwa menjamak salat tidak boleh

dijadikan kebiasaan bahkan tiap hari.

Menurut Mohammed Reza Modarresee dalam bukunya Syi‟ah dalam

Sunnah Mencari Titik Temu Yang Terabaikan mengatakan bahwa kondisi agar

tidak menjadi suatu kebiasaan merupakan suatu kesalahan penafsiran yang tidak

dapat dibuktikan, yang ditambahkan oleh sebagian orang ke dalam hadis.

Walaupun dalam redaksi hadis tersebut Nabi Saw tidak ingin menyulitkan

umatnya, beberapa orang terbiasa untuk menambahkan beberapa kondisi di

dalamnya, sehingga menyebabkan dia sendiri serta yang lainnya berada dalam

kesulitan.31

Maka seharusnya kesulitan itu mempunyai ketentuan-ketentuan yang

membuat diperbolehkannya salat jamak.

Jamak tidak hanya diperbolehkan untuk seseorang yang sedang dalam

perjalanan tetapi diperbolehkan juga karena sakit, takut dan turun hujan. Tetapi

dalam hal ini harus diketahui maksud diperbolehkannya menjamak salat adalah

karena adanya masyaqah, maka melakukan salat jamak bukan hanya karena

alasan yang telah disebutkan di atas, namun menjamak salat dilakukan apabila

terdapat masyaqah.32

Melihat teks hadis di atas hujan menjadi salah satu alasan dan pentakwilan

dibolehkannya seseorang untuk melaksanakan salat jamak. Namun, meskipun

30

Yusuf al-Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi saw, terj. Muhammad al-Baqir,

(Bandung: Karisma 1999),hal. 328 31

Ayatullah Sayyid Muhammad Reza Mudarrisi Yazdi, Syi‟ah dan Sunnah Mencari Titik

Temu yang Terabaikan, terj: Nurjamila G. Baniswati dan Farah Yulistia, ( Jakarta: Citra, 2005)

hal. 170 32

Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Fatawa Fî Ahkami Qasar Wa Jama‟ Salat, terj: Ibnu

Abrori ( Solo, Pustaka Arafah, 2006) hal.105

Page 85: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

68

demikian, jika dikaitkan dengan kondisi curah hujan yang ada di Indonesia, alasan

menjamak salat karena hujan menjadi tidak relevan karena wilayah di Indonesia

mengalami curah hujan yang tinggi. Hal ini bisa menyebabkan seringnya

menjamak salat. Alasan hujan untuk menjamak salat baru bisa relevan jika hujan

turun dengan sangat deras dan diikuti dampak yang ditimbulkannya, seperti banjir

dan tanah longsor. Dengan kondisi tersebut menjadikan salat dapat terhalang

sehingga kondisi ini dapat diterima sebagai alasan untuk menjamak salat.33

Selain hujan di Indonesia sering juga dijumpai kemacetan, terutama ketika

setelah orang pulang bekerja, jika bersandar kepada hadis yang diriwayatkan oleh

Ibnu Abbas bahwa Nabi Saw pernah menjamak salat ketika tidak sedang dalam

keadaan bepergian dan bukan tidak dalam keadaan takut. Jika hadis tersebut

difahami secara tekstual maka menjamak salat ketika macet diperbolehkan.

Namun, jika kemacetan yang di kawatirkan adalah pada waktu Magrib karena

waktu Magrib sangat pendek serta keadaan sangat sulit untuk melakukan salat tiap

pada waktunya, kemudian dengan itu banyak orang yang menjadikan macet

sebagai alasan untuk menjamak salat. Padahal telah diketahui bahwa jamak tidak

boleh dijadikan kebiasaan.

Jika dikaitkan dengan syarat-syarat jamak karena alasan bepergian, apabila

di alami setiap hari karena pekerjaan, maka macet tidak termasuk dalam kategori

tersebut, atau jika dikaitkan dengan syarat karena keperluan mendesak, harus

diperhatikan bahwa keperluan mendesak itu tidak diperbolehkan setiap hari,

33

Hasan bin Ali As-Saqqaf, Shahih Shifat Shalât an-Nabiy, terj: Tarmana Ahmad Qasim

( Bandung: Pustaka Hidayah, 1996 ) hal. 246

Page 86: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

69

karena jika hal itu diperbolehkan maka akan terjadi pengabaian dalam

melaksanakan salat tiap pada waktunya.34

Berkenaan dengan perjalanan masa sekarang ini, meskipun perjalanan itu

tanpa kesulitan yang berarti karena telah tersedianya fasilitas yang diperlukan

musafir, baik selama perjalanan ketika istirahat seperti hotel dan sebagainya,

namun demikian, bukan berarti perjalanan di abad modern ini bebas dari kesulitan

perjalanan, karena kemajuan teknologi di samping membawa kenyamanan tetapi

juga membawa kesulitan.35

Banyaknya kendaraan menimbulkan kemacetan

sehingga perjalanan yang seharusnya memakan waktu satu atau dua jam menjadi

empat jam atau lebih. Jika kemacetan itu jarang ditemui dan sangat mendesak

sehingga tidak bisa melakukan salat tiap pada waktunya seperti misalnya akan

pergi ke luar kota maka diperbolehkan melakukan salat jamak.36

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah masih relevankah hadis tersebut

diatas dengan masa sekarang? karena tentunya larangan tersebut diucap oleh Nabi

pada kondisi yang berbeda dengan keadaan sekarang dan bahkan masa yang akan

datang.

Telah dibahas sebelumnya di atas bahwa menjamak salat dilakukan bukan

karena adanya uzur yang telah disebutkan atau telah ditentukan dalam hadis,

tetapi menjamak salat dilakukan apabila adanya masyaqah yang memberatkannya

untuk melakukan salat tiap-tiap pada waktunya.

34

Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, Taudhih al-Ahkam min Bulugh al-Maram, terj:

Aan Anwariyah dkk., ( Jakarta: Pustaka Azzam, 2010) hal. 544 35

M. Atiqul Haque, Jejak-jejak Hadis: Khazanah Hadis dalam Kisah, ( Bandung: MQS

Publishing, 2004) hal.36 36

Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Fatawa Fî Ahkami Qasar Wa Jama‟ Salat, ............

hal. 104

Page 87: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

70

Jika dikaitkan dengan masa seperti sekarang ini keringanan melakukan

salat jamak akan diperlukan jika mengingat bahwa ada aktivitas yang jika

ditinggalkan akan mengakibatkan kemadaratan, misalnya seorang dokter ahli

bedah yang adakalanya tidak dapat meninggalkan pasiennya dalam keadaan yang

berbahaya, 37

karena hal tersebut tidak di alami setiap hari. Selain itu orang yang

menderita penyakit beser yang tidak dapat menahan kencingnya diperbolehkan

untuk melakukan salat jamak karena hal itu merupakan kesulitan baginya. Selain

itu menjamak salat juga diperlukan bagi orang yang menderita penyakit yang

tidak bisa menahan kencingnya.

Selain itu hadis tersebut juga relevan untuk negara Eropa pada musim

panas ketika waktu salat Isya mundur hingga tengah malem atau setelahnya. Pada

musim panas di Negara-negara tersebut diperbolehkan menjamak salatnya karena

sangat sempitnya waktu siang. 38

Yang diketahui selama ini sebab diperbolehkannya menjamak salat ialah

safar, sakit, hujan, lumpur dan angin kencang yang dingin. Namun, lima sebab

yang disebutkan hanya sebagai pemisalan untuk kaidah umum, yaitu kesulitan.

Selain dari hal itu menjamak salat juga diperbolehkan karena illat hukumnya

adalah adanya masyaqah.39

Dari berbagai pertimbangan argumentasi yang telah dipaparkan, penulis

merumuskan bahwa yang hendaknya dipilih dalam kasus menjamak salat ini

37

Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis: menurut Al-Qur‟an As-Sunnah dan

Pendapat Para Ulama, ( Bandung: Penerbit Mizan, 1999), hal. 216 38

Yusuf Al-Qardhawi, Fiqih Minoritas Muslim Fatwa Kontemporer Terhadap Kehidupan

Kaum Muslimin Di Tengah Masyarakat Non Muslim, terj: Adillah Obid Lc., (Jakarta: Penerbit

Zikrul Hakim, 2004) hal. 102 39

Muhammad bin Shalih, Asy-Syarh Al-Mumti „Ala Zaad Al-Mustaqni, ( Jakarta: Darus

Sunah Press, 2011) hal. 486

Page 88: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

71

dalam kondisi yang dirasa sulit, keadaan mendesak atau bahkan membahayakan,

maksudnya jika tidak ada pilihan alternatif lain selain menjamak salat karena

adanya kesulitan maka menjamak salat diperbolehkan.

Page 89: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

72

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari paparan yang panjang lebar dapat disimpulkan bahwa memahami

hadis tidak selalu tekstual, tetapi hendaknya memperhatikan konteks dari hadis

tersebut.

Pemahaman yang dapat di ambil ialah hadis Menjamak salat tanpa uzur

merupakan suatu kemurahan dari Nabi karena tidak ingin memberatkan umatnya,

sehingga hadis tersebut bukan dimaksudkan nabi menjamak salat tanpa uzur tetapi

kebolehan jamak salat dapat dilakukan apabila adanya uzur yang mendesak

mengingat bahwa zaman modern saat ini banyak aktivitas yang beragam yang

terkadang apabila meninggalkannya akan timbul kemadharatan.

B. Saran-saran

Salat merupakan kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan atau dilalaikan.

Dengan adanya penelitian ini semoga tidak ada orang yang asal melakukan jamak

salat dengan menggunakan berbagai macam alasan yang di anggapnya sebagai

uzur.

Skripsi ini telah membahas tentang hadis menjamak salat tanpa uzur,

penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi referensi dalam memahami

hadis-hadis tentang menjamak salat tanpa uzur. skripsi ini tentunya jauh dari kata

sempurna, penulis berharap ada penelitian yang dapat membahas tentang hadis

Page 90: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

73

hadis menjamak salat tanpa uzur tentunya dengan metode dan pemahaman yang

berbeda.

Pembahasan mengenai salat jamak tanpa uzur seharusnya juga diangkat

dalam pembahasan intelektual dan ilmiah guna menghindari kesalahpahaman

dalam melakukan jamak salat yang nantinya akan berakibat terjadinya pelalaian

salat.

Page 91: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

74

DAFTAR PUSTAKA

Alu Asy-Syaikh, Shalih bin Abdul Aziz. Al-Fiqh Al-Muyassar, terj: Izzudin

Karimi, Jakarta: Darul Haq, 2015

Al-Asqalani, Ibnu Hajar. fathul Bāri Syarah Shahih al-Bukhari, Jakarta: Pustaka

Azam, 2007, cet ke 5

Aw, Liliek Channa. Memahami Makna Hadis Secara Tekstual dan Kontekstual,

Jurnal: Ulumuna, 2011

Al-Banjari, Muhammad Arsyad. Sabilah Muhtadin II, Surabaya, PT Bina Ilmu

Al-Basri, Muh Mu‟inudinillah. Panduan Shalat Lengkap, Surakarta: Indiva

Pustaka, 2008

Al-Bassam, Abdullah bin Abdurrahman. Taudhih al-Ahkam min Bulugh al-

Maram, terj: Aan Anwariyah dkk., Jakarta: Pustaka Azzam, 2010

Basyir, Abu Dawud Sulaiman bin Asy‟at bin Ishaq. Sunan Abu Dawud, Beirut:

Dâr al-Fikr, 1994

Bin Baz, Abdul Aziz bin Abdullah. Fatawa Fî Ahkami Qasar Wa Jama‟ Salat,

terj: Ibnu Abrori Solo, Pustaka Arafah, 2006

Al-Bukhari, Imam Abi Abdurasi Muhammad ibnu Ismail. Shahih al-Bukhari,

Ta‟liq musthafa al-Bagha: tt., 1422

Ad-Damsyiqi, Ibnu Hamzah Al-Husaini Al-Hanafi. Asbabul Wurud 1, terj; H.M.

Suwarta Wijaya B.A dan Zafrullah Salim, Jakarta: Kalam Mulia, 1996 cet.

ke 3

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2012, hal. 562

El-Majid, Alimin Koto. Tuntunan Safar, Jakarta: Sahara Publishers, 2006

Fauzan, Saleh. Al-Mulakhkhasul Fiqhi, terj: Abdul Hayyie al-Kattani dkk. Depok:

Gema Insani, 2006

Ghani, Afrokhi Abdul. Kyai NU Menggugat Sholat, Surabaya: Laa Tasyuki Press,

2014

Page 92: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

75

ssAl-Habsyi, Muhammad Bagir. Fiqih Praktis: menurut Al-Qur‟an As-Sunnah

dan Pendapat Para Ulama, Bandung: Penerbit Mizan, 1999

Hajaj, Jamaluddin Abi. Tahdzib al Kamal fi Asma‟ ar Rijal, , Beirut: Darl al Fikr,

1994

Haque, M. Atiqul. Jejak-jejak Hadis: Khazanah Hadis dalam Kisah, Bandung:

MQS Publishing, 2004

Ismail, M. Syuhudi. Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual Telaah Ma‟ani

al-Hadis Tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal,

Jakarta: PT Bulan Bintang, 2009

Karim, Abdurrahman bin Abdul. Kitab Sejarah Terlengkap Para Sahabat Nabi,

Tabi‟in dan Tabi‟it Tabi‟in, Jogjakarta: DIVA Press, 2014

Khan, Wahiduddin. Tajdîdu „Ulûmid al-Dîn Madkhal Li Tashîhi Masâri al-Fiqhi

Wa al-Tasawuf Wa „Ilmi al-Kalâm Wa al-Ta‟lîm al-Islâmi, terj: Moh.

Nurhakim Jakarta: Gema Insani Press, 1994

Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadis, Jakarta: Amzah, 2013cet. ke 2

M.agus Solahuddin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, Jakarta: Pustaka setia, t.th

Ma‟ruf, Djamhari. Agama dan Radikalisme, East Lansing: Nuqtah, 2007

Malik bin Anas, Al-Muwatha Malik, An-Nasir: al-Furqon al-Tujariyah, 2003, jilid

2

Al-Mizī, Jamāl al-Dīn Ibn al-Zakī Abī Muḥammad al-Qadla‟ī al-Kilabī. Tahdzīb

al-Kamāl fī Asmā‟ al-Rijāl, Beirut: Muassasah al-Risālah, 1980

Al-Mughiroh, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim. Shahih al-

Bukhari, Beirut: Dâr al-Fikr, 1991

Muhaimin, Abdul Wahab Abdul. Kajian Islam Aktual, Jakarta: Gaung Persada

Press, 2011

Munawar, Said Agil Husin. Hukum Islam dan Pluralitas Sosial, Jakarta:

Penamadani, 2004

Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya:

Pustaka Progressif, 1997, cet. ke 14

Mushallin, Abu Ammar Mahmud. Irsyâd as-Sâlikîn ilâ Akhtha al-Musallin,

Jakarta: Darul Haq, 2008

Page 93: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

76

Al-Nasa‟i, Abu Abd al-Rahman Ahmad bin Syu‟aib bin Ali bin Sinan bin Bahr al-

Khurasany. Sunan Al-Nasâi, Beirut: al-Maktabah Ilmiyyah. t.th

Nasution, Lahmuddin. Fiqh 1, Jakarta: Logos, 1998

Nata, Abuddin. Kajian Tematik Al-Qur‟an tentang Fiqih dan Ibadah, Bandung:

Penerbit Angkasa, 2008

An-Nawawi, Imam. Al-Majmu‟ Syarah Al-Muhadzdzab, terj: Abdul Somad dan

Umar Mujtahid, Jakarta: Pustaka Azzam, 2010

An-Nawawi, Imam. Syarah Shahih Muslim, Jakarta Timur : Darus Sunnah Press,

2014 cet ke 3

Al-Naysaburi, Abu al-Husayn Muslim bin al-Hajjaj. Shahih Muslim, Kairo: Dâr

al-Hadis, 1994

Al-Qardhawi, Yusuf. Bagaimana Memahami Hadis Nabi saw, Terj. Muhammad

al-Baqir, Bandung: Karisma 1999

Al-Qardhawi, Yusuf. Fiqih Minoritas Muslim Fatwa Kontemporer Terhadap

Kehidupan Kaum Muslimin Di Tengah Masyarakat Non Muslim, terj:

Adillah Obid Lc., Jakarta: Penerbit Zikrul Hakim, 2004

Al-Qurtubi, Imam. Al-Jami‟ li Ahkâm Al-Qur‟an, terj: Fathurrahman dkk.,

Jakarta: Pustaka Azzam, 2007

Rahman, Aulia Nada. Kedudukan Hukum Salat Jamak di Rumah; Pendekatan

Historis-Filosofis, Jurnal: IKAHA Teubu Ireng Jombang , 2010

Rasjid, Sulaiman. Fiqih Islam, Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo, 1994

Rusyid, Ibnu. Bidāyah al-Mujtahid wa Nihayah al- Muqtashid, Jakarta: Pustaka

Amani, 2007, cet ke 3

Saleh, H E Hasan. Kajian Fiqih Nabawi dan Fiqih Kontemporer, Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 2008

Al-Saqqaf, Hasan bin Ali. Shahih Shifat Shalât an-Nabiy, terj: Tarmana Ahmad

Qasim , Bandung: Pustaka Hidayah, 1996

Sarwat, Ahmad. Seri Fiqih Kehidupan Sholat. Surabaya: Rumah Fiqih Publishing,

t.th

Shihab, M. Quraish. Tafsir al Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002

Page 94: PEMAHAMAN HADIS MENJAMAK SALAT TANPA UZURrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38180/2/ROUDOTUL... · pemahaman yang tepat penulis menggunakan ... terimakasih telah meluangkan

77

Shihab, M. Quraish. Membaca Sirah Nabi Muhammad Saw dalam Sorotan Al-

Qur‟an dan Hadis-Hadis Shahih, Jakarta: Lentera Hati, 2011

Suryadi. Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi Perspektif Muhammad al-

Ghazali dan Yusuf al-Qardhawi, Yogyakarta: Teras 2008

Al-Suyuthy, Jalaluddin. al-Asybah wa Al-Nadzair, Indonesia: Dar Ihya, t.t

Al-Syaibani, Ahmad bin Hanbal. Musnad Ahmad bin Hanbal, Beirut: al-

Maktabah al-Islami,1985. jilid 1

Al-Tirmidzi, Muhammad bin Isya bin Syurah bin Musa bin ad-Dokhak. Sunan al-

Tirmidzi, Syirkah:al-Maktabah al-Mustafa baqi

Al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih. Asy-Syarh Al-Mumti‟ „Ala Zaad Al-

Mustaqni, Jakarta: Darus Sunnah Press, 2011 jilid 4

Wensicnk, Amold John, dkk. al- Mu‟jam al-Mufahras li al-Fāẓ al-Hadīṡ an-

Nabawī, Istanbul:Darul al-Da‟wah,1989

Yazdi, Ayatullah Sayyid Muhammad Reza Mudarrisi. Syi‟ah dan Sunnah

Mencari Titik Temu yang Terabaikan, terj: Nurjamila G. Baniswati dan

Farah Yulistia, Jakarta: Citra, 2005

Zaglul, Abu Hajar Muhammad Said bin Basyuni. Maushuah al-Athraf al-Hadis

Nabawi syarif, Beirut:Darul Kitab Ilmiyah

Zuhaili, Wahbah. Fiqih Imam Syafi‟i 1, Beirut: Darul Fikr, 2008cet. ke 2

Zurinal Z dan Aminuddin, Fiqih Ibadah, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif

Hidayatullah, 2008

http://m.tribunnews.com/regional/2015/02/17/pesantren-yang-cambuk-santrinya-

diduga-edarkan-stiker-salat-3-waktu