Peluang Social Innovation dalam Revolusi Industri 4.0 ... · perubahan sosial tersebut dapat...

NITIA AGUSTINA KALA AYU

Peluang Social Innovation dalam Revolusi Industri 4.0Bagaimana perkembangannya di Indonesia?

Peluang Social Innovation dalam Revolusi Industri 4.0

NITIA AGUSTINA KALA AYUBagaimana perkembangannya di Indonesia?

Peluang Social Innovation dalam Revolusi Industri 4.0: Bagaimana Perkembangannya di Indonesia

Penulis Nitia Agustini Kala Ayu

Editor Nitia Agustini Kala Ayu

Desain GrafisAhmad Nur Hasan

Diterbitkan oleh Forbil Institute Hak Cipta dilindungi Undang-undang. Dilarang memperbanyak atau mengutip sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari Forbil Institute.

Cetakan Pertama Dicetak di Yogyakarta, Indonesia. ISBN 978-602-52952-0-1

Forbil InstituteJl. Pandega Asih I, Perum Sari Asih I Blok B17, Condongcatur, Yogyakarta,Indonesia 55281

Telp: +62 (274) 43662864Tel. Seluler: +62 81578011199Email: [email protected]

Kata Pengantar Kajian tentang revolusi industri 4.0 tidak selalu fokus pada pengembangan teknologi. Terdapat aspek sosial, budaya, dan pembangunan yang sangat penting untuk dikaji. Salah satu tema pembangunan yang dibutuhkan untuk Indonesia yaitu pengembangan sumber daya manusia, seta bagaimana Indonesia dapat memanfaatkan peluang dengan terjadinya revolusi industri 4.0. Forbil Institute sebagai lembaga penelitian saat ini terus menambah referensi dan kajian tentang revolusi industri 4.0. Salah satu bentuk kontribusi Forbil Institute yaitu menerbitkan seri kajian dari berbagai sektor dan tema yang berkaitan dengan revolusi industri 4.0. Buku yang berjudul “Peluang Social Innovation dalam Revolusi Industri 4.0: Bagaimana perkembangannya di Indonesia?” merupakan salah satu kajian yang menjadi perhatian Forbil Institute. Serta diharapkan memberikan gambaran bagaimana peluang social innovation dengan pemanfaatan teknologi digital. Harapannya, buku ini dapat memberikan referensi bagi pemangku kebijakan terkait dengan revolusi industri 4.0. Serta memberikan gambaran dan menambah kajian tentang revolusi industri 4.0 dalam konteks Indonesia. Bahwa terdapat aspek perubahan sosial akibat teknologi merupakan sebuah keniscayaan. Tetapi di sisi lain, perubahan sosial tersebut dapat dikelola dengan baik melalui social innovation. Sehingga dapat menggunakan teknologi 4.0 untuk menyelesaikan masalah sosial sekaligus membuat perubahan sosial kearah yang lebih baik.

v

Dr. Nanang Pamuji MugasejatiDirektur Forbil Institute



Abstrak Kesempatan desentralisasi pembangunan dan kemudahan akses terhadap informasi semakin tinggi dalam revolusi industri 4.0. Revolusi industri sebelumnya, baik revolusi 1.0, 2.0, dan 3.0, belum mampu menyelesaikan berbagai masalah sosial, ketimpangan ekonomi, dan lingkungan. Bahkan dalam beberapa hal memperparah masalah tersebut. Munculnya revolusi industri 4.0 memungkinkan berbagai kelompok kepentingan berkomunikasi dan mengembangkan inovasinya, salah satu bentuk penyelesaian masalah tersebut yaitu social innovation. Social innovation telah ada selama ini, akan tetapi, upaya tersebut dapat ditingkatkan kualitas dan ragamnya dengan pemanfaatan inovasi teknologi 4.0 seperti cloud, IoT, dan lainnya. Kajian ini akan membahas mulai dari seperti: (1) Apa peluang social innovation di era revolusi industri 4.0; (2) Bagaimana perkembangan social innovation yang memanfaatkan inovasi 4.0 di Indonesia?. Pengembangan revolusi industri 4.0 membentuk cyber-physical system yang memungkinkan mesin membantu berbagai macam kerja manusia. Selain itu, ada pula cyber-social system yang mewadahi interaksi manusia menggunakan mesin. Dalam hal ini sangat berkaitan dengan social innovation yang berdampak pada berkembangnya ide dan upaya.

Kata Kunci: Civil Society, Revolusi Industri 4.0, dan Social Innovation

vi



Daftar Isi



vii

Kata PengantarAbstrakDaftar IsiDaftar GambarDaftar Diagram Latar Belakang Social Innovation Sebuah Strategi Problem Solving Peluang Social Innovation dalam Revolusi Industri 4.0 Perkembangan Social Innovation di Indonesia Kesimpulan dan SaranReferensiProfil Penulis

Daftar Gambar

Daftar Diagram

vviviiviivii13

97

1617

112

Gambar 1. Spiral of Social InnovationGambar 2. Negara dengan Peringkat Social Development Index Tertinggi

Berdasarkan Indikator Tahun 2016Gambar 3. Social Innovation Index Indonesia Tahun 2016Gambar 4.Social Innovation di Indonesia Berdasarkan Provinsi

5

ABCDE

19

101113

Diagram 1. Youth Unemployment Rate Indonesia 2010-2017 (dalam Persen)Diagram 2. Perbandingan Score Social Innovation Index Negara-negara Low Income (Gross National Income per capital < US$4000)

ALatar Belakang Isu berkembangnya revolusi industri 4.0 telah muncul sejak tahun 2009. Seiring berkembangnya inovasi teknologi, revolusi keempat ini bukan hanya wacana, tetapi telah terjadi di depan mata. Revolusi industri 4.0 dipandang sebagai sebuah antitesis dari revolusi industri sebelumnya. Revolusi industri keempat ini diharapkan tidak menimbulkan masalah seperti revolusi sebelumnya, bahkan seharusnya menyelesaikan masalah yang ditinggalkan. Seperti masalah pencemaran lingkungan akibat teknologi yang digunakan, oleh karena itu revolusi industri 4.0 dikenal dengan penggunaan berbagai energi baru terbarukan, serta alat dan produk yang ramah lingkungan. Serta ada pula isu ketimpangan secara sosial dan ekonomi yang tidak dapat diselesaikan oleh revolusi industri pertama, kedua, dan ketiga. Bahkan ada indikasi ketimpangan antara orang miskin dan orang kaya semakin meningkat. Pembangunan yang makin maju seiring dengan meningkatnya kualitas sumber daya manusia. Akan tetapi, masalah sosial masih banyak yang mengintai dan terus bertambah. Seperti isu youth unemployment. Yang dimaksud sebagai youth unemployment yaitu tenaga kerja yang berusia 15 hingga 24 tahun yang tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan. Padahal usia muda merupakan masa yang penting untuk melakukan pengembangan diri. Masalah youth unemployment di Indonesia juga terus terjadi. Dibandingkan negara lain, youth unemployment rate Indonesia cukup tinggi. Seperti berdasarkan data World Bank (GEOFRED Economic Data St. Louis FED, 2018), youth unemployment rate Malaysia berada pada angka 10,85% pada tahun 2015. Bahkan negara-negara ASEAN lain di sekitarnya juga lebih rendah, seperti Filipina sekitar 7,94%, Thailand 5,94%, Vietnam 6,98%, dan Kamboja 0,42%.



1

Diagram 1. Youth Unemployment Rate Indonesia 2010-2017 (dalam Persen)

Sumber: di olah dari World Bank

Youth Unemployment rate

17,517

16,516

15,515

14,514

13,5

16,817,3

14,9

15,15

16,6

14,9

15,6

15,19

2010 2011 20132012 2014 2015 20172016

Generasi millennial yang dapat dikatakan sebagai native teknologi digital, memiliki potensi lebih besar untuk membuat inovasi dibidang teknologi. Isu youth unemployment, salah satunya dapat tangani dengan pengembangan peluang bagi pemuda untuk membuat sebuah inovasi yang sesuai dengan kondisi di sekitarnya. Negara yang selalu diharapkan untuk menyelesaikan berbagai masalah pembangunan, sosial, dan ekonomi, untuk saat ini semakin sulit. Di sisi lain, kekuatan civil society pun semakin menguat. Didukung dengan berkembangnya teknologi digital, kekuatan tersebut semakin terlihat dengan kemudahan penyampaian pendapat dan juga berkelompok. Terutama saat ini berbagai gerakan di media sosial pun banyak digerakkan oleh pemuda. Salah satu strategi yang telah berkembang selama ini dan dipandang sebagai third way adalah social innovation. Hal ini karena social innovation merupakan sebuah strategi yang dapat dilakukan oleh setiap orang, baik dari kelompok masyarakat, organisasi sosial, pemerintah, dan lainnya. Proses mewujudkannya pun perlu melibatkan berbagai orang dengan latar belakang berbeda dan sektor yang berbeda pula. Oleh karena itu, kajian ini akan mengambil pembahasan tentang social innovation dan bagaimana peluangnya di Indonesia, terutama dengan berkembangnya revolusi industri keempat. Indonesia yang akan mengalami bonus demografi, memiliki peluang sumber daya manusia berupa pemuda tumbuh dan berkembang bersama teknologi. Selanjutnya kajian ini menggambarkan bagaimana perkembangan social innovation secara umum dan kaitannya social innovation dengan revolusi industri 4.0. Serta membahas bagaimana perkembangan social innovation di Indonesia, serta apakah telah memanfaatkan berbagai peluang yang diberikan oleh revolusi industri 4.0.

2



BSocial Innovation Sebuah Strategi Problem Solving

Social innovation telah berkembang beberapa waktu yang lalu seiring kompleksnya masalah sosial yang ada. Bahkan menurut Swyngedouw (2005), social innovation muncul sebagai “the third way” atau jalan tengah untuk menyelesaikan masalah yang ditimbulkan pasar dan kegagalan negara (state failures). Upaya penyelesaian dilakukan dengan melakukan integrasi kelompok atau komunitas dan melakukan dinamika agar mencapai standar kesejahteraan. Berbagai masalah yang diakibatkan ketidakpuasan masyarakat terhadap kondisi sosial ekonomi yang dapat dikatakan cukup dilematik. Oleh karena itu muncul berbagai pandangan untuk melakukan sebuah inovasi dan struktur baru yang disebut social innovation dengan memanfaatkan berbagai sumber daya, seperti kreativitas, finansial, organisasi, teknologi, politik, dan budaya. Selanjutnya menurut European Union (2012) sebuah struktur dan aktivitas dapat dikatakan sebagai social innovation apabila menciptakan sebuah produk, proses dan metode, yang memanfaatkan kreativitas dengan memperhatikan aspek-aspek berkelanjutan untuk memberikan solusi yang lebih baik untuk masyarakat. Serta adanya social demands atau permintaan kelompok masyarakat terhadap sebuah produk atau layanan. Maka dapat dikatakan bahwa social innovation akan berdampak pada praktik sosial dan juga sistem sosial tertentu. Frost & Sullivan (2016) mendefinisikan social innovation sebagai sebuah penggabungan antara teknologi dengan model bisnis yang membawa dampak positif bagi kehidupan seseorang dan kelompok masyarakat, serta menghasilkan nilai-nilai tertentu atau creating shared value (CSV). Terdapat stakeholder yang terlibat dalam penciptaan nilai tersebut, seperti perusahaan, social enterprises, pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), lembaga Pendidikan, dan juga organisasi publik lainnya. Theoritical, Empirical, and Policy Foundations for Social Innovation in Europe (TEPSIE) (The Economist, 2014), mendefinisikan social innovation sebagai sebuah proyek atau aktivitas yang baru untuk menghubungkan kebutuhan sosial dengan memobilisasi penerima manfaat dan mentransformasi relasi sosial untuk meningkatkan akses dari penerima manfaat terhadap kekuasaan dan juga sumber daya. Social innovation cukup luas cakupannya. Mulai dari car-sharing hingga lembaga keuangan mikro yang sama-sama bertujuan memotong batas-batas diantara sektor publik dan privat. Terdapat empat prinsip dari social innovation yang disepakati oleh Frost & Sullivan (2016), yaitu pertama untuk menyelesaikan sebuah masalah sosial, dibutuhkan upaya multi-fungsi dan multi-disiplin, yang mana akan melibatkan berbagai stakeholder. Kedua, produk yang dibuat sangat bergantung pada permintaan, hal ini sangat berkaitan dengan tantangan yang dihadapi oleh suatu kelompok masyarakat. Oleh karena itu, solusi dan sebuah layanan dibuat berdasarkan perspektif dari konsumen. Selanjutnya ketiga, isu yang dikembangkan oleh setiap social innovation akan berbeda dan unik.



3

Dan terakhir keempat, tingginya capaian sebuah social innovation sangat ditentukan oleh solusi-solusi baru, dan tidak bersifat pengulangan. Sehingga dibutuhkan kreativitas dan pengembangan. Konsep di atas juga seiring dengan karakteristik social innovation yang dikembangkan oleh Misuraca, 2015 (dalam Filipo Addarii dan Fiorenza Lipparini, 2017), bahwa terdapat empat elemen kunci yang menentukan sebuah social innovation. Pertama, need-driven atau outome-oriented production. Sebuah social innovation bertujuan untuk mencapai outcome nya yaitu mempertemukan kebutuhan masyarakat atau kelompok tertentu agar dapat berjalan berkelanjutan. Kedua, open process of co-creation atau collaborative innovation networks. Elemen ini tentang keterlibatan stakeholder terkait secara aktif dan juga end-users. Serta mengimplementasikan dan mengadopsi inovasi tersebut. Untuk mengembangkan sebuah social innovation, dibutuhkan sharing pengetahuan dari masing-masing stakeholder. Ketiga, fundamental change in the relationships between stakeholders. Hal ini terkait bagaimana stakeholder yang terkait saling berinteraksi satu sama lain dan berkolaborasi dengan yang lain untuk membuat perubahan. Pembuatan sebuah social innovation, dibutuhkan model kemitraan dan relasi baru untuk memenuhi kebutuhan sosial yang akan dijawab oleh sebuah inovasi. Keempat, public value allocation atau re-allocation. Dalam rangka mencapai hal ini, aspek yang penting bukan hanya efektivitas dan efisiensi sebuah social innovation. Akan tetapi bagaimana sebuah social innovation menjadi sebuah nilai yang tepat bagi satu masyarakat, memberikan nilai tambah dalam demokratisasi, dan benar-benar memfasilitasi kebutuhan masyarakat. Dalam melihat bagaimana sebuah social innovation berkembang, Cauller-gricem Mulgan, dan Murray (2012) menyusun spiral of social innovation untuk menganalisisnya. Terdapat enam tahap pengembangan social innovation. Dimulai dari prompts, inspirations, and diagnoses. Hal ini terkait bagaimana menganalisis masalah yang akan diselesaikan, seperti krisis, masalah publik, kemiskinan, dan lainnya. Kedua yaitu proposals and ideas. Selanjutnya melakukan penyusunan metode dan konsep. Selanjutnya ketiga, prototyping and pilots atau menguji coba dan mempraktikkan ide. Keempat sustaining atau mempraktikan ide tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Kelima, scalling and di�usion atau mengembangkan inovasi seperti legalisasi dan pengembangan organisasi. Hingga terakhir keenam munculnya systemic change.

4





5

Pengembangan social innovation dimulai dari proses kolaborasi dari berbagai organisasi atau individu, bahkan dapat berasal dari sektor yang berbeda. Kerja sama tersebut dapat dilakukan oleh organisasi pemberi layanan dan provider. Selanjutnya melakukan improvisasi terhadap inovasi sebelumnya menjadi sebuah ide social innovation baru untuk menciptakan nilai publik yang baru. Apabila inovasi tersebut berhasil dibuat, inovasi tersebut dapat dikembangkan dan di arus utamakan di sektor publik, di replikasi, dan juga di pasarkan. Seiring waktu dan berkembangnya, inovasi tersebut dapat membawa perubahan sistematik. Selanjutnya, untuk melihat sebuah social innovation, terdapat sebuah konsep yang terkait, yaitu absorptive capacity. Absorptive capacity merupakan sebuah kemampuan atau kapasitas dari sebuah organisasi untuk melakukan identifikasi, asimilasi, transformasi, dan melakukan eksploitasi terhadap pengetahuan eksternal dengan mengacu pada pengetahuan internal (Cohen dan Levinthal, 1990). Menurut Unceta, Castro-Spilla, dan Fronti (2016), absorptive capacity tersebut dapat diturunkan menjadi beberapa aspek untuk mengembangkan dan mengukur implementasi sebuah social innovation. Jadi untuk melihat bagaimana absorptive capacity yang perlu dimiliki oleh sebuah social innovation agar dapat berkembang dan memberikan dampak positif bagi kelompok sasaran. Hal ini karena masalah sosial yang terjadi tidak sederhana, akan tetapi sangat kompleks dan dibutuhkan untuk memberikan kebutuhan masyarakat. Serta perlu melibatkan banyak pihak pula. Berikut adalah aspek-aspek dari absorptive capacity:

Gambar 1. Spiral of Social Innovation

Sumber: Cauller-grice, Mulgan, & Murray, 2012

1 Prompts

2 Proposals

3 Prototypes

4 Sustaining 5 Scaling

6 Systemicchange

6



Acquisition of knowledge (exploration) Sebuah social innovation harus memiliki kapasitas untuk mengidentifikasi dan interpretasi masalah sosial melalui monitoring terhadap dinamika sosial. Serta mengakses berbagai sumber pengetahuan dan ide yang beragam. Development of innovation (exploitation) Selanjutnya, social innovation harus bisa mengombinasikan berbagai kapasitas dan pengetahuan untuk mengembangkan produk baru, sebuah proses dan metode layanan untuk menjadi solusi sebuah masalah sosial dan menghasilkan social inclusion.

Impact of assessment (evaluation) Setelah membuat dan mengimplementasikan sebuah social innovation, dibutuhkan assessment untuk melihat ragam dampak sosial yang ditimbulkan kepada target masyarakat. dampak dari social innovation ditentukan oleh berbagai tujuan dan bidangnya, seperti berdampak pada kesehatan, pendidikan, dan lainnya.

Governance of social innovation (participation dan cooperation) Struktur tata kelola sebuah social innovation haruslah didukung dengan inklusivitas. Bentuknya dapat lebih inklusif dan partisipatif terhadap kelompok sasaran, atau dapat disebut social governance. Serta mengembangkan inter-organizational governance karena melibatkan banyak pihak. Serta memastikan tata kelolanya berkelanjutan (sustainable governance).

1

2

3

4



7

CPeluang Social Innovation dalam Revolusi Industri 4.0

Berdasarkan data Frost & Sullivan (2014), diestimasikan social innovation akan merepresentasikan sekitar US$ 2 triliun potensi pasar global pada tahun 2020. Walaupun di sisi lain, seharusnya social innovation tidak selalu dinilai berdasarkan uang, akan tetapi dampak yang ditimbulkan kepada kelompok, pemerintah, dan masyarakat yang menjadi fokus. Frost & Sullivan (2016) juga melakukan pemetaan berbagai peluang pengembangan social innovation dengan berkembangnya teknologi 4.0, khususnya di Australia. Peluang pertama yaitu adanya konektivitas dan konvergensi. Saat ini konsumen menggunakan berbagai alat berbeda yang saling terintegrasi untuk mendapatkan layanan. Produk yang terintegrasi mulai dari video, suara, layanan data untuk memfasilitasi akses, dan berbagai hal tersebut dapat diakses dimana saja dan kapan saja. Kedua, permintaan akan green products atau produk yang memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan akan semakin meningkat. Bahkan permintaan tersebut diproyeksikan akan melampaui permintaan terhadap smart product. Atau berbagai produk dengan intelligent sensing technology dan terkoneksi dengan internet. Selanjutnya terdapat peluang dibidang kesehatan dan kesejahteraan. Perkembangan revolusi industri 4.0 akan mendorong sistem kesehatan akan berpusat pada pasien atau patient-centric. Pasien akan memperhatikan aspek personal dan tanggung jawab mereka pada kesehatan akan meningkat. Dengan penggunaan berbagai teknologi maka akan mendukung smart drugs, predictive dan preventive care. Dengan dukungan berbagai alat komunikasi, maka informasi tersebut akan lebih mudah diakses. Peluang keempat yaitu dibidang mobilitas. Dimasa depan, diproyeksikan akan berkembang intelligent mobility dengan prinsip yang lebih aman dan menghindari kecelakaan. Kedua lebih ringan sehingga mengurangi kemacetan dan penundaan. Serta lebih hijau karena mengurangi emisi karbon. Sehingga permintaan akan transportasi menggunakan teknologi dan menyelesaikan masalah di atas akan meningkat. Dan terakhir, seiring peningkatan perhatian masyarakat terhadap aspek lingkungan, berbagai macam inovasi akan dibuat unuk sebisa mungkin mengurangi emisi. Jadi konsep “zero emissions”, “zero accidents”, “zero defects”, dan “zero waste”. Hal tersebut menjadi peluang sebuah industri dan juga kepentingan bagi banyak orang. Strategi ini juga sangat penting dalam program dan pelayanan bencana sehingga memastikan “zero errors”. Social innovation memiliki fungsi untuk menyelesaikan berbagai masalah sosial yang muncul. Berbagai peluang tersebut dapat dikembangkan sesuai dengan tantangan di masing-masing komunitas. Sebelumnya, hubungan antara teknologi digital dengan social innovation yaitu perkembangan teknologi komunikasi dan jaringan, seperti handphone, website, dan media. Selanjutnya muncul pula platform social media seperti Facebook, Twitter, In s t a g r a m d a n l a i n n y a y a n g m e n g u b a h b e r b a g a i a s p e k ke h i d u p a n .

8



Seiring waktu, berkembangnya cloud dan teknologi di masa revolusi industri 4.0 memungkinkan perkembangan e-commerce dan social marketing dengan berbagai macam model dan inovasi. Revolusi industri 4.0 ditandai dengan adanya cyber-physical system, yaitu penggunaan berbagai mesin dan alat yang menggunakan artificial intelligent sehingga berbagai tugas sederhana dapat dilakukan oleh mesin. Penggunaan artificial intelligent pun telah mulai digunakan dalam bidang social marketing. Selanjutnya berbagai aktivitas sosial atau komunikasi antar individu dan kelompok di dunia digital pun memunculkan cyber-social system. Selanjutnya teknologi 4.0 pun dapat diadaptasi dalam inisiasi social innovation. Kuncinya yaitu berbagai teknologi digunakan untuk meningkatkan komunikasi antar individu untuk menciptakan kesejahteraan, menghibur, meningkatkan lapangan kerja, dan juga ekonomi. Menurut Maiolini, Marra, Baldassarri, Carlei (2016), social innovation di era industri 4.0 dapat diasosiasikan dengan berbagai communication channels, pengembangan software, penggunaan sistem operasi, platform sosial media, dan alat spesifik, dan layanan khusus dengan teknologi. Terdapat tiga kelompok dari inovasi tersebut, pertama penggunaan handphone sebagai alat, kedua website dan platform sosial, dan ketiga kegiatan marketing, Pendidikan, dan e-commerce yang relevan dengan kebutuhan sosial.

10



Secara keseluruhan, negara dengan rangking tertinggi yaitu United States, United Kingdom, Kanada, Denmark, dan Belgium. Terlihat bahwa perkembangan social innovation di dunia didominasi oleh negara-negara Eropa dan Amerika Utara, dimana negara tersebut juga memiliki Gross National Income per capital atau pendapatan nasional per kapita tinggi, yaitu di atas US$12.000. Pada gambar 1 terlihat negara-negara yang memiliki peringkat tertinggi dalam setiap indikator. Setiap negara memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Seperti United States yang berada pada peringkat pertama, mendapat score tertinggi di aspek policy and institutional framework sebesar 84,6, akan tetapi masih kalah dibandingkan United Kingdom sebesar 86,6, sehingga United States berada pada peringkat kedua. Untuk aspek entrepreneurship, United States berada pada peringkat pertama dan score tertinggi, sebesar 81,4. Akan tetapi, untuk score society, bahkan United States tidak masuk dalam lima besar. Hal ini menunjukkan modal sosial di United States masih cukup rendah dibandingkan negara lain dalam pengembangan social innovation. Selanjutnya bagaimana dengan Indonesia? Apabila dibandingkan negara-negara lain, posisi Indonesia masih cukup jauh tertinggal dalam hal social innovation. Menurut data The Economist Intelligent Study (2016), secara umum Indonesia berada pada peringkat 37 dari 45 negara. Nilai keseluruhan aspek yang dicapai Indonesia sebesar 36,8. Dibandingkan dengan negara lain di sekitarnya, Indonesia cukup di bawah. Hal ini karena negara lain seperti Malaysia berada pada peringkat 24. Sedangkan Thailand berada pada peringkat 33.

Gambar 2. Negara dengan Peringkat Social Development Index Tertinggi Berdasarkan Indikator Tahun 2016

Sumber: Diolah dari The Economist Intelligent Unit Study (2016)

Policy and Institutional Framework

Entre-preneurship Society Financing

United Kingdom

United States

France

Canada

South Korea

United Kingdom

United States1

2345

Finland

New Zealand

Ireland

Norway

Iceland

Denmark

New Zealand

Ireland

Canada

Belgium

United States

Denmark

United Kingdom



9

DPerkembangan Social Innovation di Indonesia

The Economist Intelligent Unit Study bekerja sama dengan Nippon Foundation melakukan penelitian tentang Social Innovation Index pada tahun 2016 di 45 negara di dunia. Terdapat beberapa faktor yang digunakan oleh The Economist Intelligent Unit Study untuk melihat performa dan perkembangan social innovation di sebuah negara. Secara spesifik terdapat empat indikator yang digunakan untuk menilai. Indikator pertama yaitu policy and institutional framework. Aspek tersebut dinilai sangat penting karena terkait bagaimana sebuah negara mendukung inovasi dari sisi kualitas kebijakan dan juga lingkungannya. Lembaga publik sangat mempengaruhi sumber daya munculnya social innovation. Kebijakan nasional memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang baik bagi pertumbuhan berbagai ide dan implementasi social innovation. Terutama ketika pasar konvensional tidak mampu menjadi solusi terhadap berbagai masalah sosial. Maka di sana dibutuhkan otoritas publik untuk memberikan dukungan agar potensi social innovation dapat berkembang. Peran pemerintah dalam hal ini yaitu membuka data publik sebagai sumber informasi dalam mengembangkan ide dan sebuah inovasi. Selanjutnya melibatkan pihak ketiga untuk memberikan pelayanan publik. Serta memberikan peluang dan kesempatan kepada social innovator. Indikator kedua yaitu aspek finansial. Terdapat tiga aspek yang sangat penting, yaitu bagaimana pemerintah mendukung secara anggaran berbagai social innovation yang muncul. Kedua, akses terhadap kredit dalam pengembangan social innovation. Selanjutnya, yang ketiga yaitu total pengeluaran publik untuk mendukung social innovation. Berikutnya, indikator ketiga yaitu society atau dukungan masyarakat. ada empat hal yang dapat menentukan bagaimana dukungan masyarakat. pertama yaitu volunteerism yang muncul di masyarakat untuk mengembangkan dan terlibat dalam social innovation. Kedua yaitu partisipasi politik, maksudnya yaitu bagaimana masyarakat terlibat dalam mendukung social innovation dalam hal politik. Selanjutnya, ketiga bagaimana civil society atau anggota masyarakat memiliki kedekatan dengan berbagai kegiatan social innovation. Dan terakhir, terkait modal sosial berupa tingkat kepercayaan antar masyarakat. Serta kebebasan pers yang menyebarkan berbagai informasi tentang social innovation. Selanjutnya indikator keempat yaitu entrepreneurship. Hal-hal yang menentukan perkembangan social innovation sangat berkaitan dengan individu dan struktur. Seperti bagaimana pandangan seorang social innovator tentang pengambilan risiko dan sikapnya dalam mengembangkan usaha. Dari sisi struktur ada hubungannya dengan kemudahan membuat sebuah aktivitas dan usaha. Serta pengembangan kluster usaha.



11

Berdasarkan indikator, Indonesia berada pada peringkat tertinggi dalam aspek society. Indonesia masuk dalam 18 besar dengan score 58,9. Capaian tersebut menunjukkan bahwa Indonesia memiliki modal sosial yang tinggi sehingga mendorong munculnya berbagai social innovation. Terdapat aspek volunteerism yang tinggi sehingga Indonesia dapat berada pada posisi tersebut. Hal ini merupakan potensi yang bagus bagi Indonesia sehingga dapat meningkatkan lagi inovasi dan menyelesaikan masalah-masalah sosial secara berkelompok. Tidak jauh berbeda, Indonesia juga memiliki score yang cukup tinggi dalam hal entrepreneurship. Indonesia berada pada peringkat 29 dari 45 negara dengan score 57,4. Dapat dikatakan lingkungan berusaha di Indonesia cukup baik sehingga memungkinkan seseorang membuat sebuah bisnis sosial. Selanjutnya animo untuk membuat sebuah inovasi cukup baik di Indonesia. Aspek ini juga menunjukkan Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan social innovation karena sudah ada minat dan modal sumber daya manusia.

Gambar 3. Social Innovation Index Indonesia Tahun 2016


Policy and Institutional Framework

Entrepreneurship

Society

Financing

Peringkat 37Score 29,9

Peringkat 43Score 18,4 Peringkat 29

Score 57,4

Peringkat 18Score 58,9

Overall Peringkat37 dari 45 Negara

Di sisi lain, Indonesia masih cukup rendah dalam aspek finansial. Indonesia berada pada peringkat 43 dari 45 negara. Dapat dikatakan Indonesia cukup timpang dalam tiap indikatornya karena beberapa aspek social innovation Indonesia cukup baik, tetapi terdapat aspek yang jauh sekali tertinggal. Score yang dicapai oleh Indonesia pada indikator ini hanya 18,4, sehingga menurunkan nilai keseluruhan Indonesia.

12



Kondisi tersebut menunjukkan bahwa tantangan pengembangan social innovation di Indonesia yaitu sumber pendanaan. Baik pendanaan dari privat dan juga pemerintah, tetapi juga kemudahan mengakses kredit. Walaupun biaya bukan segalanya bagi social innovation, tetapi pendanaan juga menjadi faktor pendukung yang penting dalam implementasi ide. Seperti penyediaan infrastruktur dan teknologi. Selanjutnya bagaimana posisi Indonesia apabila dibandingkan dengan negara lainnya yang sama-sama berpendapatan rendah. Berdasarkan data The Economist Intelligent Unit Study (2016), Indonesia termasuk negara berpendapatan rendah karena pendapatan nasional per kapita Indonesia di bawah US$4000. Apabila Indonesia dibandingkan dengan negara Kenya, India, Ghana, Nigeria, Bangladesh, dan Filipina, maka Indonesia berada pada peringkat 3. Jadi berada di tengah di antara negara tersebut. Pada diagram 2 terlihat bahwa posisi Indonesia berada di tengah dengan score 39,5. Apabila dilihat secara spesifik indikator, dibandingkan negara lain, Indonesia tidak pernah berada pada peringkat tertinggi. Akan tetapi selalu berada pada posisi ketiga.

Diagram 2. Perbandingan Score Social Innovation Index Negara-negara Low Income (Gross National Income per capital < US$4000)


80706050403020100

Overall ScorePolicy

& InstitutionalFramework

Financing Entrepreneurship Society

Kenya India Indonesia Ghana Nigeria Bangladesh Filipina

4743,9

39,537 33,2

32,631,433,7

34,7

29,9

23,321,3

27,9

15,4

36,941,9

31,9

18,4

28,5 27,7

13,4

67,2

52,950,7

55,453,8

27,2

55,3

64

45,1

58,9

42,642,4 47,1

33,6



13

Indonesia dapat belajar dari negara lainnya terkait bagaimana dukungan negara di bidang social innovation. Salah satu negara yang cukup maju di Asia Pasifik yaitu South Korea. South Korea berada pada peringkat 12 dibandingkan negara lain di laporan The Economist Intelligent Unit Study (2016). Hal ini karena mereka mendukung social entreprise melalui subsidi dan dukungan dana. Social innovation pun berkembang di berbagai wilayah di Kota Seoul, seperti data publik yang terbuka dan komunikasi. Berbagai pelayanan dan proyek berkembang secara resmi, real-time, serta melibatkan masyarakat untuk melakukan pengembangan. Aspek lain yang dapat dipelajari oleh Indonesia sehingga tidak menghalangi berbagai social innovation yaitu memperkuat dari aspek kebijakan dan hukum. Seiring berkembangnya revolusi industri 4.0, ide-ide di bidang social innovation pun berkembang. Bahkan terdapat kebijakan yang belum memberikan wadah atau gambaran peraturan yang terkait dengan inovasi dan juga teknologi yang digunakan. Apabila merujuk kepada start-up Gojek beberapa tahun lalu, dapat dikatakan terdapat ketimpangan antara inovasi dan juga kebijakan. Kebijakan belum mampu memfasilitasi inovasi yang dibuat, akan tetapi menjadi hambatan sebuah inovasi karena belum ada peraturan yang terkait. Oleh karena itu, Indonesia harus mulai memperhatikan aspek hukum. Tujuannya untuk menjadi kerangka hukum bagi berkembangnya social enterprise di Indonesia. Serta melindungi para social innovator dan menghindarkan dari kebingungan akan definisi.

Gambar 4. Social Innovation di Indonesia Berdasarkan Provinsi

Sumber: usahasosial.com

414

4

62

5

21

-

22

3

3

7 5

1

14

3

2

2

3

2

52 4

58367

4081

145

222

14



Saat ini social innovation di Indonesia telah mulai berkembang. Hal ini juga didukung dengan banyaknya sosialisasi, dukungan dari lembaga Pendidikan, dan juga kompetisi yang mendorong pemuda untuk membuat berbagai ide dan mengimplementasikannya. Berdasarkan data usahasosia.com, sebuah platform yang mendukung perkembangan social innovation, terdapat lebih dari 800 social innovation di seluruh Indonesia. Apabila merujuk pada data usahasosia.com, dapat dilihat bahwa terjadi perkembangan social innovation yang cukup besar di berbagai wilayah, terutama di wilayah Jawa dan perkotaan. Hal ini terjadi dapat disebabkan akses yang lebih mudah. Walaupun mayoritas berkembang di wilayah perkotaan, akan tetapi banyak juga social innovation yang muncul di wilayah perkotaan memperluas cakupannya ke wilayah lain di Indonesia. Terlihat dari gambar 4 sebaran social innovation yang mendaftarkan dirinya ke usahasosial.com. sehingga dapat dikatakan, potensi social innovation Indonesia dapat lebih besar daripada angka tersebut, karena peta tersebut hanya mencakup yang mendaftarkan dirinya saja. Menurut data usahasosial.com, wilayah Jawa paling banyak tumbuh social innovation. DKI Jakarta menjadi wilayah yang paling banyak, yaitu 222 social innovation. Kedua yaitu Provinsi Jawa Barat sebanyak 145 social innovation, dan ketiga ada Provinsi Jawa Timur dengan 83 social innovation. Menurut Mulgan 2006 dan Bulit et. al, 2013 (dalam Maiolini, Marra, Baldassarri, Carlei, 2016) ide-ide tentang social innovation bermunculan di wilayah urban. Hal ini karena lebih cepat akses, kemudahan, dan mudah menghubungkan dengan kebutuhan kelompok masyarakat. Wilayah urban juga merupakan pasar yang berkembang dengan cepat, dan aktivitas entrepreneur dan kegiatan non-profit pun mengalami transformasi di wilayah perkotaan. Tingginya minat untuk membuat social innovation dapat dikatakan sebagai sebuah potensi. Selanjutnya sangat penting mendorong berbagai social innovation yang telah ada dan yang akan dibentuk untuk memanfaatkan peluang yang diberikan oleh revolusi industri 4.0. Berbagai inovasi teknologi dapat berkembang dan dimanfaatkan untuk meningkatkan manfaat bagi kelompok sasaran. Saat ini, telah ada pula social innovation yang memanfaatkan berbagai inovasi teknologi 4.0 untuk mengembangkan inovasinya. Hal ini juga menunjukkan bahwa kesadaran akan hal tersebut sudah mulai muncul walaupun belum masif. Contohnya yaitu beberapa social innovation Indonesia yang mampu berkompetisi dalam DBS NUS Innovation Award tahun 2017 (DBS Foundation dan NUS, 2018) yang menggunakan berbagai inovasi teknologi 4.0 untuk mengembangkan ide-idenya dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Pertama terdapat “CROWDE” yang fokus pada sektor pertanian. CROWDE merupakan crowd funding platform yang membantu petani untuk meningkatkan modal melalui crowd investor dengan skema keuntungan yang adil atau win-win profit sharing scheme.



15

Selanjutnya ada pula Habibi Garden yang fokus pada isu peternakan. Social Innovation ini menggunakan IoT untuk meningkatkan presisi dalam beternak. Inovasi ini memungkinkan petani untuk memberikan makan ternak secara lebih presisi dengan menggunakan data yang telah dikumpulkan dengan metode real time soil-environment. Serta ada pula wecare.id di bidang kesehatan dan sanitasi. Inovasi ini muncul untuk membantu pasien yang tidak mampu. Oleh karena itu, wecare.id menjadi platform crowd funding untuk membiayai pasien dengan kebutuhan pelayanan kesehatan khusus. Berbagai social innovation di Indonesia saat ini dapat menjadi awal bagi masa depan perubahan sosial di Indonesia. Berbagai masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan tidak hanya diselesaikan oleh negara, tetapi terdapat kelompok masyarakat yang semakin aktif berinovasi melalui social innovation. Keterlibatan civil society ini tentu membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Terutama oleh pemerintah, yang terpenting adalah minimal tidak terjadi hambatan kebijakan bagi berbagai inovasi tersebut.

16



EKesimpulan dan Saran Social innovation merupakan sebuah strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan ketika negara dan pasar tidak mampu menanganinya. Seiring dengan terjadinya revolusi industri 4.0, social innovation dapat memberikan manfaat dan dampak lebih besar dengan penggunaan berbagai inovasi teknologi 4.0. Di dunia, social innovation telah menjadi salah satu solusi berbagai masalah sosial. Di Indonesia, social innovation pun terus bermunculan di berbagai bidang. Akan tetapi apabila dibandingkan dengan negara lain, Indonesia masih cukup tertinggal. Padahal Indonesia memiliki berbagai peluang untuk dapat mengembangkan social innovation. Terutama dengan adanya modal sosial yang cukup besar dan merupakan bagian dari nilai-nilai masyarakat Indonesia. Potensi tersebut tentu perlu sadari dan dimanfaatkan. Serta dengan bertambahnya pengguna internet di Indonesia, maka perubahan sosial melalui instrumen digital akan semakin mudah dilakukan. Tantangan perkembangan social innovation di Indonesia yaitu dukungan kebijakan dan juga masalah pendanaan. Social innovation tidak selalu berkaitan dengan modal, seperti kegiatan ekonomi pada umumnya. Tetapi dukungan kebijakan, agar terhindar dari hambatan sangat dibutuhkan. Serta dukungan seperti subsidi dan dukungan dari pemerintah akan memudahkan social innovation mendapat kepercayaan dan dapat mengakses dana.



17

ReferensiFrost, dan Sullivan. 2016. Social Innovation Whitepaper. Frost & Sullivan. Diakses dari

http://www.hitachi.com.au/documents/news/161201-Hitachi-Australia-Social-Innovation.pdf

European Comission. 2012. Strengthening Social Innovation in Europe. Journey to e�ective Assessment and Metrics. Diakses dari https://publications.europa.eu/en/publication-detail/-/publication/448c51d1-6933-46b0-9c39-5��10cb1c1/language-en

Swyngedouw. 2005. “Governance Innovation and the Citizen: The Janus Face of Governance Beyond-the-state”. Urban Studies 42 (11): 1991-2006.

Unceta, Castri-Spilla, dan Fronti. 2016. “Social Innovation Indicator”. The European Journal of Social Science Research. Diakses dari http://www.tandfonline.com/loi/ciej20

Cohen, dan Levinthal. 1990. “Absorptive Capacity: A New Perspective on Learning and Innovation”. Administrative Science Wuarterly 35 (1): 128-152. Diakses dari https://www.jstor.org/stable/2393553

Frost, dan Sullivan. 2014. Top Global Mega Trends to 2025 and Implications to Business, Society, and Cultures. Frost & Sullivan. Diakses dari https://www.smeportal.sg/content/dam/smeportal/resources/Business-Intelligence/Trends/Global%20Mega%20Trends_Executive%20Summary_FROST%20%26%20SULLIVAN.pdf

The Economist Intelligent Unit Study. 2016. Old Problems, New Solutions: Measuring the capacity for social innovation across the world. Diakses dari https://www.eiuperspectives.economist.com/sites/default/files/Social_Innovation_Index.pdf

World Bank. 2018. Youth Unemployment for Indonesia. Diakses dari

https://fred.stlouisfed.org/series/SLUEM1524ZSIDN

GEOFRED Economic Data St. Louis FED. 2018. 2017 Youth Unemployment Rate by Nation. Diakses dari https://geofred.stlouisfed.org/map/?th=pubugn&cc=5&rc=false&im=fractile&sb&lng=117.20&lat=2.20&zm=4&sl&sv&sti=1902&rt=country&at=Not%20Seasonally%20Adjusted,%20Annual,%20Percent&fq=Annual&am=Average&un=lin&dt=2017-01-01

18



Addarii, Filipo dan Fiorenza Lipparini. 2017. Vision and Trends of Social Innovation for Europe. Luxembourg: European Comission.

Caulier-grice, Mulgan, dan Murray. 2012. The Open Book of Social Innovations. Social Innovator Series: ways to design, develop and grow social innovations. The Young Foundation, 30 (8). Di akses dari https://youngfoundation.org/wp-content/uploads/2012/10/The-Open-Book-of-Social-Innovationg.pdf

DBS Foundation dan NUS. 2018. 60 Social Enterprises to Watch for in Asia 2017 Sorted by Country. Diakses dari http://socialventurechallenge.asia/shortlisted-teams-2017/

Maiolini, Marra, Baldassarri, Carlei. 2016. Digital Technologies for Social Innovation: An Empirical Recognition on the News Enables. Journal of Technology Management & Innovation, 11 (4).

19

Profil Penulis Nitia Agustini Kala Ayu mendapatkan gelar Sarjana Sosial dari Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada. Sebelumnya, pada tahun 2014 dia menjadi relawan Divisi Pengorganisasian Masyarakat dan Advokasi Ri�a Annisa dan tahun 2015 menjadi asisten peneliti di Asean Studies Center (ASC) Fisipol UGM. Oleh karena itu, dia aktif dalam aktivitas akademik seperti penelitian, kompetisi penulisan dan konferensi. Dia memiliki ketertarikan pada isu pemberdayaan masyarakat, feminisme, tanggung jawab sosial perusahaan, dan kebijakan sosial. Beberapa penelitian yang pernah diikuti seperti Human mobility in ASEAN integration, dan Studi kasus kelembagaan pariwisata halal di NTB dan ASEAN. Dia juga menjadi tim dalam pemetaan sosial (social mapping) di beberapa wilayah industri seperti Bontang, Kalimantan Timur dan Karawang, Jawa Barat bersama Departemen Pembangunan sosial dan Kesejahteraan. Serta ikut menjadi asisten penilaian Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) dari UGM tahun 2016. Saat ini dia menjadi peneliti di Forbil Institute dan telah mengikuti beberapa penelitian, seperti penelitian tentang analisis sentimen media, kebijakan moratorium lahan gambut dan dampaknya pada petani sawit.



Peluang Social Innovation dalam Revolusi Industri 4.0 ... · perubahan sosial tersebut dapat...

Documents

Transcript of Peluang Social Innovation dalam Revolusi Industri 4.0 ... · perubahan sosial tersebut dapat...