PELESTARIAN URBAN HERITAGE DI KAMPUNG BATIK LAWEYAN TAHUN 2011/Pelest... · perpustakaan.uns.ac.id...
Transcript of PELESTARIAN URBAN HERITAGE DI KAMPUNG BATIK LAWEYAN TAHUN 2011/Pelest... · perpustakaan.uns.ac.id...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PELESTARIAN URBAN HERITAGE DI KAMPUNG BATIK LAWEYAN
TAHUN 2011
(STUDI KASUS RUMAH SAUDAGAR BATIK DAN GERAI BATIK)
SKRIPSI
Oleh:
Nurul Deni Kistiyah
K5407036
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PELESTARIAN URBAN HERITAGE DI KAMPUNG BATIK LAWEYAN
TAHUN 2011
(STUDI KASUS RUMAH SAUDAGAR BATIK DAN GERAI BATIK)
Oleh:
Nurul Deni Kistiyah
K5407036
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Geografi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Nurul Deni Kistiyah, PELESTARIAN URBAN HERITAGE DI KAMPUNG
BATIK LAWEYAN TAHUN 2011 (STUDI KASUS RUMAH SAUDAGAR
BATIK DAN GERAI BATIK). Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Seb elas Maret. Surakarta, Januari 2012.
Tujuan penelitian ini adalah : (1) Mengetahui persebaran spasial rumah
saudagar batik dan gerai batik di Kampung Batik Laweyan Tahun 2011, di
Kampung Batik Laweyan Tahun 2011. (2) Mengetahui pelestarian urban heritage
di Kampung Batik Laweyan Tahun 2011.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan
spasial. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus tunggal. Populasi penelitian
adalah seluruh saudagar batik dan gerai batik di Kampung Batik Laweyan. Teknik
pengumpulan data dengan menggunakan observasi langsung yaitu pengamatan
langsung ke Kampung Batik Laweyan, studi pustaka dan wawancara. Teknik
analisis yang digunakan adalah teknik analisis peta, analisis tabel dan analisis
tetangga terdekat.
Hasil penelitian ini adalah : (1) Persebaran spasial rumah saudagar batik dan
gerai batik tahun 2011. Sebaran spasial rumah saudagar batik hampir diseluruh
Kelurahan Laweyan kecuali Kampung Kramat dan Kwanggan. Distribusi rumah
saudagar batik banyak terdapat di Kampung Setono dengan jumlah sebanyak 7
saudagar batik (30,4%) dan paling sedikit terdapat di Kampumg Sayangan Kulon
karena hanya terdapat 1 saudagar batik atau 4,3% dari 23 jumlah saudagar batik
yang ada di Kampung Batik Laweyan. Pola persebaran saudagar batik di Kampung
Batik Laweyan adalah mendekati acak dengan nilai T= 0.6. Sebaran spasial gerai
batik banyak terdapat di sepanjang Jalan Sidoluhur Laweyan. Gerai batik
kebanyakan merupakan bangunan baru yang bersifat semi permanen dan berupa
etalase kaca. Pola persebaran gerai batik di Kampung Batik Laweyan adalah
mendekati cluster dengan nilai T= 0.58. (2) Terdapat 11 urban heritage pada rumah
saudagar batik atau 47.8% dari 23 saudagar batik, pada gerai batik terdapat 9 yang
termasuk urban heritage atau 14.3% dari 56 gerai batik di Kampung batik
Laweyan. Pola persebaran urban heritage di Kampung Batik Laweyan adalah
mendekati acak dengan nilai T= 0.59. Tindakan pelestarian yang dilakukan oleh
pemilik rumah adalah melindung berupa merawat, mengganti bagian rumah yang
rusak, menambah ruang atau bangunan baru untuk dijadikan gerai batik tanpa
merubah bentuk asli bangunan, mengembangkan berupa menjadikan rumah sebagai
gerai batik dan tetap menjaga keaslian bangunan yang telah diwariskan.
Memanfaatkan sebagai showroom batik, galeri batik, museum batik, cafe, proses
pembuatan batik dan pelatihan membatik.
Kata Kunci: urban heritage, saudagar batik, gerai batik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRAK
Nurul Deni Kistiyah, PRESERVATION URBAN HERITAGE IN KAMPUNG
BATIK LAWEYAN AT 2011 (CASE STUDY BATIK MERCHANTS HOUSE
AND BATIK SHOWROOM). Script, Surakarta: Teacher Training and Education
Faculty of Surakarta Sebelas Maret University, January 2012
The Purpose of the research are: (1) to find out spatial distribution of batik
merchants house and batik showroom in Kampung Batik Laweyan. (2) to find out
preservation urban heritage in Kampung Batik Laweyan at 2011
This research used descriptive qualitative method with spatial approach This
research is single case study. The population of the research are all of batik merchants
house dan batik showroom in Kampung Batik Laweyan. The technique of collection
data are the direct observation is observation to Kampung Batik Laweyan, book
study and interview. The technique of data analysis are map analysis and
descriptive analysis
The result of the research are: (1) batik merchants house and batik
showroom spasial distribution at 2011. The spatial distribution batik merchants
house and batik showroom in almost all of the except Kramat and Kwanggan
Village. Distribution batik merchants house mostly located in Setono Village with 7
batik merchants (33.3%), and the least in Sayangan Kulon Village with 1 batik
merchant (4,7%) from 21 batik merchants in Kampung Batik Laweyan. The
distribution pattern of merchants house in Kampung batik Laweyan is approach
random with the value of T=0,6. .The spasial distribution of batik showroom mostly
according to Sidoluhur street. The batik showrooms are mostly new buildings that
are semi-permanent and is a storefront glass to show batik offered. The distribution
pattern of batik showrooms in in Kampung batik Laweyan is approach random with
the value of T=0,59. (2) There are 20 urban heritages in Kampung Batik Laweyan
consist of batik merchants house or batik showroom. There are 9 buildings still
protected, and the other was change. The action of preservation do at batik
merchants house or batik showroom where consist of urban heritage . The action of
preservation do by the owner of haouse are treat, replace the damaged part of the
house, adding a new room or building to be used as batik showroom without
changing the original shape of the building
Key word: urban heritage, batik merchants house, batik showroom
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Jalani hidup dengan optimal dan terus melangkah maju
(penulis)
Saya berjalan lambat, tetapi saya tidak pernah berjalan mundur walaupun hanya satu langkah.
(NN)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Sebuah karya kecil ini kupersembahkan untuk:
Ibu dan bapakku, terimakasih atas jerih payah dan pengorbanan yang telah diberikan, kalian
adalah motivasi terbesarku untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
Mas Rochmad Indrawanto dan keluarga, terimakasih atas semua dukungan yang telah
diberikan
Adik-adikku tersayang Latief, Dhani, Arifin dan Barid
Teman-teman geografi angkatan 2007
Almamater
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik dan hidayahNya sehingga penulisan skripsi dapat diselesaikan.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan dalam
mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Dalam penulisan ditemukan hambatan namun demikian dengan bantuan
dari berbagai pihak hambatan tersebut dapat diatasi, untuk itu dengan segala
kerendahan hati penulis megucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah
memberikan ijin penelitian untuk menyusun skripsi ini.
2. Bapak Drs. Syaiful Bachri, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret.
3. Bapak Dr. Moh. Gamal Rindarjono, M.Si selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
4. Bapak Dr. Moh. Gamal Rindarjono, M.Si selaku Pembimbing I yang telah
memberikan banyak bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
5. Ibu Dra. Inna Prihartini, MS selaku Pembimbing II yang dengan sabar
memberikan banyak bimbingan dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
6. Bapak Drs. Partoso Hadi, M.Si selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan bimbingan selama ini.
7. Bapak / Ibu dosen Program Studi Pendidikan Geografi yang telah memberikan
bekal ilmu pengetahuan, sehingga mampu menyelesaikan perkuliahan dan
penyususnan skripsi ini.
8. Sahabatku Okta Efrien, terimakasih atas waktu, dukungan dan bantuan yang
telah diberikan dalam penyusunan skripsi sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
9. Sahabat- sahabat Geografi angkatan 2007 yang selalu memberikan semangat
dan persahabatan yang tak terlupakan.
10. Bapak Ir. Alpha Fabela Priyatmono dan Forum Pengembangan Kampung Batik
Laweyan terimakasih atas waktu dan bantuannya memperoleh data penelitian.
11. Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
Saran dan kritik sangat diharapkan demi perbaikan dan penyempurnaan
skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan.
Surakarta, Agustus 2012
Penulis,
Nurul Deni Kistiyah
K5407036
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................... iv
HALAMAN ABSTRAK ............................................................................................. v
HALAMAN MOTTO ................................................................................................. vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................................. viii
KATA PENGANTAR ................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xvi
DAFTAR PETA ........................................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ xix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ...................................................................................... 6
C. Pembatasan Masalah ...................................................................................... 6
D. Perumusan Masalah ....................................................................................... 7
E. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 7
F. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 7
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ........................................................................................... 9
1. Kaidah Kota (Urban). ................................................................................ 9
2. Kaidah Warisan Budaya (Heritage) .......................................................... 11
3. Kaidah Warisan Budaya Kota (Urban Heritage) ..................................... 14
4. Kaidah Pelestarian Warisan Budaya.......................................................... 16
5. Kaidah Analisis Spasial ............................................................................ 18
B. Penelitian Yang Relevan ............................................................................... 21
C. Kerangka Berpikir ......................................................................................... 30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
D. Batasan Operasional ...................................................................................... 32
BAB III METODE PENELITIAN
A.Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................................... 34
B. Metode Penelitian .......................................................................................... 35
C. Sumber Data .................................................................................................. 37
D. Populasi ......................................................................................................... 38
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. 38
F. Validitas Data ................................................................................................. 40
G. Teknik Analisis Data......................................................................................41
C. BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ........................................................................... 44
1. Letak, Luas dan Batas ................................................................................ 44
2. Kampung Batik Laweyan .......................................................................... 45
3.KeadaanPenduduk........................................................................................50
B. Hasil dan Pembahasan ................................................................................... 52
1. Sebaran Rumah Saudagar Batik dan Gerai Batik ...................................... 57
a. Sebaran Rumah Saudagar Batik ............................................................ 57
b. Pola Sebaran Rumah Saudagar Batik....................................................60
c. Sebaran Gerai Batik.............................................................................. 65
d. Pola Sebaran Gerai Batik.......................................................................65
2. Pelestarian urban heritage di Kampung Batik Laweyan......................... 72
a. Penentuan urban heritage....................................................................72
b. Pola Persebaran urban heritage............................................................76
c. Pelestarian urban heritage................................................................... 79
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 103
B. Implikasi .............................................................................................................. 106
C. Saran .................................................................................................................... 106
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 107
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Penelitian Yang Relevan.................................................................................... 25
Tabel 2 Waktu Perencanaan Penelitian………………………………………………... 34
Tabel 3 Data dan jenis Data serta Sumber Data……………………………………….. 38
Tabel 4 Klasifikasi Tingkat Kepadatan Penduduk.......................................................... 50
Tabel 5 Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Di Kelurahan
Laweyan Bulan Mei Tahun 2011.......................................................................
51
Tabel 6 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Di Kelurahan Laweyan Tahun
2011....................................................................................................................
52
Tabel 7 Rasio Jenis Kelamin Penduduk di Kelurahan Laweyan Tahun 2011................ 53
Tabel 8 Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2011...................... 54
Tabel 9 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tahun 2011......................... 54
Tabel 10 Komposisi Penduduk Menurut Agama Tahun 2011.......................................... 55
Tabel 13 Distribusi rumah Saudagar Batik....................................................................... 60
Tabel 14 Jarak Terdekat Antar Rumah Saudagar Di Kelurahan Laweyan....................... 61
Tabel 15 Jarak Terdekat Antar Gerai Di Kelurahan Laweyan………………………….. 66
Tabel 18 Bangunan Kuno Di Kampung Batik Laweyan.................................................. 72
Tabel 19 Jarak Terdekat Antar Urban Heritage Di Kelurahan Laweyan……………….. 75
Halaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Berfikir………………………………………………………....... 31
Gambar 2 Pola-pola Penyebaran Berdasarkan Konsep Tetangga Terdekat.......................... 42
Gambar 3 Bagan PeringkatPelestarian............................................................................. 43
Gambar 4 Denah Rumah Laweyan.................................................................................. 48
Gambar 5 Rumah Batik Pulo Djawa................................................................................ 77
Gambar 6 Bentuk Jendela................................................................................................. 77
Gambar 7 Gerai Batik Tjahaja Baru................................................................................. 78
Gambar 8 Pendapa........................................................................................................... 79
Gambar 9 Gerai Batik Naluri........................................................................................... 81
Gambar 10 Gerai Batik Alini Tampak Depan.................................................................... 83
Gambar 11 Ruang Tengah.................................................................................................. 83
Gambar 12 Batik Kencana Murni………………………………………………………... 84
Gambar 13 Pendhapa Mahkota Laweyan………………………………………………... 85
Gambar 14 Batik Putra Laweyan....................................................................................... 88
Gambar 15 Batik Gress Tenan............................................................................................ 88
Gambar 16 Batik Estu Mulyo............................................................................................ 90
Gambar 17 Batik pendhapi................................................................................................ 93
Gambar 18 Batik Cempaka................................................................................................. 97
Gambar 19 Batik Surya Pelangi......................................................................................... 99
Halaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR PETA
Peta 1 Administrasi Kelurahan Laweyan…………………………………………….. 49
Peta 2 Persebaran Rumah Saudagar Batik Di Kelurahan Laweyan............................ 59
Peta 3 Pola Persebaran Rumah Saudagar Batik Di Kelurahan Laweyan...................... 64
Peta 4 Persebaran Gerai Batik Di Kelurahan Laweyan............................................... 69
Peta 5 Pola Persebaran Gerai Batik Di Kelurahan Laweyan........................................ 70
Peta 6 Persebaran Pengusaha Batik Di Kelurahan Laweyan........................................ 71
Peta 7 Persebaran Urban Heritage Di Kelurahan Laweyan.......................................... 75
Peta 8 Pola Persebaran Urban Heritage Di Kelurahan Laweyan................................ 78
Halaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran No:
1. Tabel 11. Industri Batik
2. Tabel 14. Gerai Batik
3. Tabel 16. Penentuan Urban Heritage Pada Rumah Saudagar
4. Tabel 17. Penentuan Urban Heritage Pada gerai Batik
5. Pedoman wawancara
6. Hasil Wawancara
7. Tabel 20. Analisis pelestarian
8. Foto Penelitian
9. Monografi Penduduk Kelurahan Laweyan Bulan Mei tahun 2011
10. Draft Surat Keputusan Walikota Surakarta Tentang Penetapan Bangunan-
Bangunan Kuno dan Kawasan Cagar Budaya Di Kota Surakarta.
11. Surat Ijin Menyusun Skripsi
12. Permohonan Ijin Research Kelurahan Laweyan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suatu kota akan mengalami perkembangan seiring perubahan dinamika zaman.
Perkembangan perkotaan merupakan suatu proses perubahan keadaan perkotaan
dari suatu keadaan ke keadaan yang lain dalam waktu yang berbeda. Proses
perubahan tersebut dapat berjalan secara alami, atau dapat pula berjalan secara
artificial dengan campur tangan manusia yang mengatur arah perubahan tersebut.
Suatu kota yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan seiring dengan
perubahan jaman akan menciptakan beberapa kebudayaan yang mengikutinya.
Proses tumbuh dan berkembangnya suatu kota melalui beberapa tahapan, yaitu dari
masa sebelum modern hingga kini menuju masa yang modern. Perkembangan
budaya suatu kota yang telah dipengaruhi oleh kepentingan sosial, ekonomi,
politik, dan perkembangan teknologi akan membawa suatu kota menuju
modernisasi dan mengabaikan struktur ruang asli dari kota tersebut. Setiap kota
memiliki kawasan cagar budaya yang perlu dilestarikan. Kawasan cagar budaya
atau tempat-tempat bersignifikansi budaya ini yang merupakan cikal bakal dari
pertumbuhan suatu kota. Namun modernisasi telah perlahan menggeser keaslian
budaya yang dimiliki oleh suatu kota seiring dengan dinamika zaman dan
perkembangan kota tersebut (eprints.undip.ac.id/6229/1/ndaru05.pdf diakses
tanggal 2 januari 2012).
Penataan kota tidak akan terlepas dari rentetan kolektif memori dari masa lalu
yang ditengarai menjadi urban heritage. Warisan budaya kota atau yang disebut
dengan Urban Heritage adalah objek-objek dan kegiatan di perkotaan yang
memberi karakter budaya yang khas bagi kota yang bersangkutan. Keberadaan
bangunan kuno dan aktivitas masyarakat yang memiliki nilai sejarah, estetika, dan
kelangkaan biasanya sangat dikenal dan diakrabi oleh masyarakat dan secara
langsung menunjuk pada suatu lokasi dan karakter kebudayaan (Hardiyanti,Nurul
Sri, http://puslit.petra.ac.id/ journals/pdf. php?PublishedID=ARS05330204 diakses
tanggal 5 April 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Salah satu kota yang mempunyai kekhasan terhadap kebudayaannya adalah
Surakarta. Surakarta merupakan salah satu kota bersejarah di Jawa Tengah.
Predikat tersebut tidak keliru, mengingat bahwa kota ini memiliki kisah yang
panjang dan selalu tampil dalam panggung sejarah Indonesia. Sejak jaman pra
sejarah, jaman islam, jaman penjajahan kolonial sampai jaman kemerdekaan, peran
Kota Surakarta tidak pernah bisa diabaikan. Bila ditarik kebelakang, peran
sejarahnya tidak kalah mengesankan, dan terwujud dalam banyak peninggalan
bersejarah di Kota Surakarta (Hadi dalam Tanjung, 2005:3).
Surakarta merupakan salah satu kota yang mempunyai identitas tersendiri di
Indonesia. Kota ini tumbuh dan berkembang melalui beberapa tahap yang masing-
masing meninggalkan bekas yang terlihat secara nyata, mulai dari masa pra
kerajaan, kerajaan, masa kolonial dan sampai saat sekarang sehingga
mengekspresikan bangunan-bangunan yang unik. Kota Surakarta memiliki banyak
peninggalan bersejarah baik berupa tangible heritage maupun intangible heritage.
Tangible heritage merupakan warisan budaya yang berwujud kebendaan seperti
Keraton Kasunana, Keraton Mangkunegaran, Museum Radyapustaka, Kantor
Bondo Laksono sebagaimna telah tersurat pada surat keputusan Walikota Surakarta
tentang penetapan Bangunan-Bangunan Kuno Dan Kawasan Cagar Budaya Di
Kota Surakarta yang dilindungi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 terdapat
68 situs budaya yang dilindungi. Adapun intangible heritage merupakan warisan
budaya yang tidak berwujud seperti festival sekatenan, batik, muludan.
Salah satu situs kawasan budaya yang dikenal di Surakarta adalah kampung
batik. Surakarta mempunyai dua kampung batik yaitu Kawasan Kampung Batik
Kauman dan Kawasan Kampung Batik Laweyan. Kedua kawasan kampung batik
tersebut perlu dilindungi dan masih butuh perhatian dari pemerintah. Kampung
Batik Kauman merupakan salah satu kampung di pusat kota dengan kekentalan
sejarah tinggi berkaitan dengan karaton Surakarta. Kampungnya menyatu dengan
Masjid Agung, mempunyai bangunan-bangunan kuno bercirikan arsitektur
tradisional Jawa, serta kegiatan masyarakat bernuansa Islami yang ada di
dalamnya. Secara administrasi Kampung Batik Kauman merupakan seluruh
wilayah di Kelurahan Kauman. Luas Kelurahan Kauman adalah 20,10 hektar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Selain Kampung Batik Kauman masih ada Kampung Batik Laweyan yang
berada di Kelurahan Laweyan, Kecamatan Laweyan kota Surakarta yang
mempunyai luas daerah 29,267 hektar. Kampung Batik Laweyan secara
administrasi adalah Kelurahan Laweyan. Pada tanggal 25 September 2004,
Kelurahan Laweyan telah dikembangkan menjadi Kawasan Kampung Batik
Laweyan oleh Forum Pengembang Kampung Batik Laweyan, kemudian
diresmikan oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Ir Jero Wacik, S.E pada
tanggal 8 Januari tahun 2010, menetapkan bahwa Kawasan Kampung Batik
Laweyan yang berlokasi di wilayah Provinsi Jawa Tengah sebagai kawasan cagar
budaya yang dilindungi Undang-Undang Republik Indonesia no 5 tahun 1992
tentang cagar budaya.
Kampung Batik Laweyan merupakan suatu sentra industri batik yang
unik,spesifik dan bersejarah. Kampung Batik Laweyan sebagai kawasan yang unik
dan spesifik dikarenakan banyak memiliki peninggalan bangunan kuno yang
bercirikan bentuk dan arsitektur bangunan yang berbeda dengan tempat lain.
Bangunan di Kampung Batik Laweyan banyak dipengaruhi oleh gaya arsitektur
Eropa dan Islam (Priyatmono,2004,www.kampoenglaweyan.com/pdf/tata_ruang
pdf, diakses pada tanggal 13 Juni 2011).
Kampung Batik Laweyan sebagai salah satu unsur perkotaan yang menjadi
pembentuk citra kota Surakarta hingga dikenal sebagai Kota Batik. Menurut
Undang-Undang No 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya pasal 1
mengemukakan benda cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan
berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs
cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu
dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan.
Kampung Batik Laweyan telah ada sejak 1546 dan telah dikenal sebagai suatu
kawasan penghasil tenun dan batik. Kampung Batik Laweyan selain dikenal
sebagai penghasil batik, juga dikenal sebagai kawasan yang kaya akan bentuk
arsitektur rumah tinggal dan lingkungannya yang unik dan indah (bangunan Jawa,
Indische,art Deco), namun lambat laun berubah disesuaikan dengan perubahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
fungsi kawasan (Priyatmono, Alpha Fabela. 2004,www.kampoenglaweyan
.com/pdf/tata_ruang.pdf, diakses pada tanggal 13 Juni 2011)
Keadaan bangunan di Kelurahan Laweyan cukup bagus tetapi banyak yang
tidak terawat. Hal ini disebabkan karena banyak keturunan orang Laweyan yang
sudah tidak bertempat tinggal di sana (http://repository.ipb.ac.id/bitstream
/handle/123456789/52640/BABIIIGambaranUmumKotaSurakarta.pdf//,diakses 15
Juni 2012).
Kondisi yang tampak di kawasan Kampung Batik Laweyan adalah lebih banyak
bangunan kuno dan bersejarah yang terancam hancur perlahan lahan. Satu persatu
bangunan kuno mulai rusak, dan sebagian lain berubah fungsi menjadi ruko atau
bangunan baru. Banyak di antara bangunan-bangunan tua tersebut yang dibiarkan
dalam keadaan rusak dan tidak terpelihara. Banyaknya bangunan kuno yang
terlantar dan tidak terpelihara karena kurangnya apresiasi masyarakat terhadap
usaha pelestarian bangunan tua di berbagai kota di Indonesia. Hal ini menjadi
kontroversi, di satu sisi bangunan kolonial dianggap sebagai bukti kelam sejarah
penjajahan sehingga sering kali bangunan tersebut dihancurkan dan ditelantarkan
begitu saja. Penghancuran bangunan tua juga dipicu oleh pembangunan suatu
kawasan. Tidak dapat dipungkiri juga bahwa keberadaan bangunan tua di Indonesia
menjadi salah satu wajah yang menambah keragaman wujud kebudayaan
Indonesia. (http://elibrary.ub.ac.id/bitstream/123456789/ 22172/1/Tipologi-Ragam-
Hias-Rumah-Tinggal-Kolonial-Belanda-di-Ngamarto Lawang.pdf diakses tanggal
5 April 2012)
Bangunan tua di Kelurahan Laweyan yang ditetapkan sebagai cagar budaya
seperti masjid, tembok-tembok tinggi dan rumah kuno di kawasan yang terkenal
dengan produksi batik itu sebagian tidak mendapat sentuhan perawatan, 30% tidak
terawat bahkan rapuh dimakan usia (Aryono, www.solopos.com, 6 November
2011). Kondisi tersebut jika dibiarkan terus-menerus dikhawatirkan identitas
Kampung Batik Laweyan akan hilang, yang berarti juga hilangnya salah satu
identitas Kota Surakarta.
Peninggalan yang dimiliki tersebut kurang teridentifikasi sehingga dalam upaya
pelestarian yang dilakukan masih berjalan belum optimal karena pelestarian yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
dilakukan masih hanya sebatas pada peninggalan budaya tertentu saja. Oleh
karenanya sangat diperlukan upaya pelestarian terhadap warisan budaya yang
dimiliki.
Melihat kondisi tersebut, diperlukan tindakan konkret dari pemerintah setempat
ataupun peran serta masyarkat Laweyan dan sekitarnya dalam menjaga keberadaan
warisan budaya baik berupa bangunan berupa pelestarian terhadap urban heritage
di Kampung Batik Laweyan baik dari pemerintah setempat atau peran serta
masyarakat dalam menjaga warisan budaya tersebut guna mempertahankan
identitas Kota Surakarta, terutama kawasan Kampung Batik Laweyan. Sebagai
sebuah cultural landscape , Kampung Batik Laweyan memiliki banyak warisan
budaya baik berupa benda ataupun nilai-nilai budaya yang ada yang perlu dijaga
dan dilestarikan.
Penelitian ini dilakukan dengan menekankan mengidentifikasi dan
mendeskripsikan rumah saudagar batik dan gerai batik karena di Kampung
Laweyan banyak terdapat bangunan kuno yang memiliki usia antara 50–100 tahun
sebanyak 60%, sehingga untuk mempermudah penelitian, peneliti menekankan
obyek penelitian pada rumah saudagar dan gerai batik yang ada melalui persebaran
spasial yang dapat berguna sebagai informasi bagi para wisatawan yang berkunjung
ke Kampung Batik Laweyan. Rumah saudagar dan gerai batik yang termasuk
dalam kriteria urban heritage dan keberadaannya hingga dikatakan sebagai urban
heritage di kawasan Kampung Batik Laweyan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan urban heritage di
Kampung batik Laweyan khususnya pada rumah saudagar dan gerai batik yang
masih terjaga keasliannya. Rumah saudagar dan gerai batik yang teridentifikasi
sebagai urban heritage pada berharap diperhatikan keberadaannya oleh empunya
atau dari instansi pemerintah terkait. Melestarikan tidak berarti membuat sesuatu
menjadi awet dan tidak mungkin punah. Melestarikan berarti memelihara untuk
waktu yang sangat lama. Adapun hasil akhir dari penelitian ini diharapkan mampu
menjadi tambahan data bagi pemerintah atau instansi terkait dalam upaya
melestarikan Kawasan Kampung Batik Laweyan sebagai bagian dari Kawasan
wisata budaya yang harus dipertahankan eksistensi khususnya pada bangunan kuno
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
milik para saudagar ataupun gerai batik. Dari latar belakang tersebut maka penulis
ingin melakukan penelitian yang berkaitan dengan latar belakang di atas dengan
judul “ Pelestarian Urban Heritage Di Kampung Batik Laweyan Tahun 2011 (Studi
kasus Rumah Saudagar Batik dan Gerai Batik).
B. Identifikasi Masalah
Berdasar latarbelakang masalah tersebut, maka dapat diidentifikasi masalah
sebagai berikut:
1. Kampung Batik Laweyan merupakan suatu sentra industri batik yang
unik, spesifik dan bersejarah yang menjadi pembentuk citra kota
Surakarta
2. Warisan budaya yang ada semakin tidak diperhatikan dan diubah
menjadi bangunan baru tanpa memperhatikan karakter bangunan
sebelumnya.
3. Perlunya mengetahui sebaran bangunan kuno sebagai bukti fisik
kekayaan lingkungan yang khas, unik dan berkarakter.
4. Perlunya mengetahui tindakan pelestarian yang dilakukan masyarakat
setempat dalam menjaga warisan budaya
C. Pembatasan Masalah
Mengingat adanya keterbatasan dalam kemampuan, waktu, tenaga dan
biaya, maka diperlukan adanya pembatasan masalah. Maksud pembatasan masalah
adalah agar masalah yang dikaji dapat lebih jelas dan terarah. Berdasar identifikasi
masalah yang ada, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini
dibatasi sebagai berikut:
1. Persebaran dan pola persebaran rumah saudagar dan gerai batik di
Kampung Batik Laweyan.
2. Pelestarian urban heritage di Kampung Batik Laweyan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
D. Perumusan Masalah
Perumusan masalah ini berguna untuk mempermudah dalam melaksanakan
penelitian sehingga diperoleh data yang sesuai dengan tujuan arah dalam
hubunganya dengan judul yang dipilih. Berdasarka uraian yang telah dikemukakan
diatas maka dapat diketengahkan beberapa permasalahan yang pada pokoknya
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana distribusi spasial dan pola persebaran rumah saudagar dan
gerai batik di kawasan Kampung Batik Laweyan tahun 2011?
2. Bagaimana pelestarian urban heritage di kawasan Kampung Batik
Laweyan tahun 2011?
E. Tujuan Penelitian
Berdasar latarbelakang dan perumusan masalah tersebut diatas maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Mengetahui dan memetakan persebaran dan pola persebaran rumah
saudagar dan gerai batik di kawasan Kampung Batik Laweyan.
2. Mengetahui pelestarian urban heritage di kawasan Kampung Batik
Laweyan.
F. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan nantinya akan dapat
memberikan manfaat antara lain sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran
baik berupa teori maupun yang lain dalam kajian ilmu geografi pada
umumnya, dan geografi kesejarahan pada khususnya
b. Penelitian ini merupakan penerapan ilmu pengetahuan dan teori-teori
yang telah diperoleh di bangku kuliah dalam penerapannya dilapangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
2. Manfaat Praktis
a. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memahami pengetahuan
dalam bidang geografi , khususnya pemetaan yang mengkaji secara
spasial persebaran urban heritage di Kampung Batik Laweyan.
b. Sebagai masukan rencana dan program fisik serta non fisik bagi
pemerintah dan swasta tentang kawasan yang berpotensi sebagai urban
heritage di Surakarta.
c. Memberikan wawasan kesadaran akan perlunya melestarikan aset
budaya yang ada di Kota Surakarta.
d. Sebagai bahan pustaka bagi Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan
P.IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kaidah Kota (Urban)
Kota merupakan suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai
dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi
yang heterogen dan coraknya materialistis. Kota dapat diartikan sebagai benteng
budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-
gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang
sifatnya heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah belakangnya
(hinterland) (Bintarto 1983 : 36)
Menurut Bintarto ciri-ciri fisik kota dapat ditunjukkan sebagai berikut:
1) Tempat-tempat untuk pasar dan pertokoan
Pasar selalu merupakan titik api atau fokus point dari suatu kota. Pada
waktu dulu pasar merupakan daerah yang terbuka, di mana para petani dan
para pengrajin membawa barang-barangnya dan melaksanakan perdagangan
secara barter. Kemajuan di bidang transportasi dan digunakannya sistem
uang, maka sistem barter ini menjadi sistem jual beli.
2) Tempat-tempat untuk parkir
Daerah-daerah pusat kegiatan di kota dapat hidup karena adanya jalur
jalan, alat pengangkut sebagai wadah arus penyalur barang dan manusia.
Kendaraan-kendaraan pengangkut barang maupun manusia tidak selalu
dalam keadaan bergerak terus, tetapi berhenti di tempat-tempat tertentu.
Dengan keadaan ini maka di kota timbulah daerah-daerah, tempat-tempat
parkir sebagai stasiun pemberhentian.
3) Tempat-tempat rekreasi dan olahraga
Tempat rekreasi dan olahraga di kota atau di desa adalah penting bagi
manusia.
Pendekatan dalam konsep dari urban digunakan untuk menggambarkan sebuah
perbedaan antara pertanyaan dari, apakah yang dimaksud dengan urban place dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
apa itu urban? Hal ini lebih dari sebuah pencarian arti kata. Perbedaan antara urban
sebagai sesuatu yang ada secara fisik dan membantu kita untuk mengerti kerumitan
dari urban life, dan menjelaskan adanya perbedaan pendektan dari kota (Maichael
Pacione,2008:20)
Kota merupakan tempat bermukim warga kota , tempat bekerja, tempat hidup,
dan tempat berekreasi. Oleh karena itu selayaknya kelestarian kota harus didukung
oleh berbagai prasarana dan sarana yang cukup untuk jangka waktu lama. Kota
dapat dipandang sebagai suatu gaya hidup. Kota memungkinkan penduduknya
berkontak dengan orang asing, mengalami aneka hal yang berubahnya pesat,
memungkinkan taraf individualisasi yang tinggi, mobilitas serta sekularisasi
(file.upi.edu/Direktori/fips/jur./culture_heritage.pdf diakses 4 April 2012).
Kota adalah suatu pemusatan keruangan dari tempat tinggal dan tempat kerja
manusia yang kegiatannya umum di sektor sekunder dan tersier, dengan pembagian
kerja kedalam dan arus lalu lintas yang beraneka antara bagian-bagiannya dan
pusatnya, yang pertumbuhannya yang sebagian besar disebabkan oleh tambahan
kaum pendatang dan mampu melayani kebutuhan barang dan jasa bagi wilayah
yang jauh letaknya.(Risdanti,Ndaru http://eprints.undip.ac.id/ 5683/1/ndaru05.pdf//
diakses 31 Desember 2011)
Suatu kota akan mengalami perkembangan seiring perubahan dinamika zaman.
Perkembangan perkotaan merupakan suatu proses perubahan keadaan perkotaan
dari suatu keadaan ke keadaan yang lain dalam waktu yang berbeda. Proses
perubahan tersebut dapat berjalan secara alami, atau dapat pula berjalan secara
artificial dengan campur tangan manusia yang mengatur arah perubahan tersebut.
Suatu kota yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan seiring dengan
perubahan jaman akan menciptakan beberapa kebudayaan yang mengikutinya.
Proses tumbuh dan berkembangnya suatu kota melalui beberapa tahapan, yaitu dari
masa sebelum modern hingga kini menuju masa yang modern. Perkembangan
budaya suatu kota yang telah dipengaruhi oleh kepentingan sosial, ekonomi,
politik, dan perkembangan teknologi akan membawa suatu kota menuju
modernisasi dan mengabaikan struktur ruang asli dari kota tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
(Risdanti,Ndaru http://eprints.undip.ac.id/5683/1/ndaru05.pdf//, diakses 31 Desem
ber 2011)
Lokasi suatu kota ditentukan oleh kerangka topografis yang dimiliki oleh kota
sejak berdirinya. Dalam perkembangan lanjut menurut sejarahnya, kota dapat
bergeser lokasiny. Ini tergantung dari fungsi kota dalam mengikuti zaman.
Misalnya kota sebagai pusat pemerintahan, atau pusat perdagangan.
2. Kaidah Warisan Budaya (Heritage)
Heritage dalam bahasa inggris dapat diterjemahkan sebagai warisan budaya,
peninggalan budaya, atau tinggalan budaya. Apabila berangkat dari pemahaman
tentang budaya di atas, maka warisan atau tinggalan budaya apapun bentuknya juga
bagian dari kebudayaan karena ia merupakan perangkat-perangkat simbol/lambang
kolektif milik generasi sebelumnya. Di sini, tinggalan budaya dapat didefinisikan
sebagai perangkat-perangkat simbol kolektif yang diwariskan oleh generasi-
generasi sebelumnya dari kolektivitas pemilik simbol tersebut.
Pusaka (heritage) merupakan padanan kata yang lain dari “warisan”. Bila
pusaka tersebut telah memiliki penetapan hukum, maka digunakan kata “cagar”,
misalnya cagar alam atau cagar budaya. Berdasarkan Piagam Pelestarian Pusaka
Indonesia yang dideklarasikan di Ciloto 13 Desember 2003, telah disepakati
bahwa: Pusaka Indonesia adalah pusaka alam, pusaka budaya, dan pusaka saujana
(JPPI, 2003 www.international.icomos.org/charters/indonesia-charter.pdf diakses
tanggal 4 April 2012).
1. Pusaka alam adalah bentukan alam yang istimewa.
2. Pusaka budaya adalah hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang istimewa
dari lebih 500 suku bangsa di Tanah Air Indonesia, secara sendiri-sendiri,
sebagai kesatuan bangsa Indonesia, dan dalam interaksinya dengan
budaya lain sepanjang sejarah keberadaannya. Pusaka budaya mencakup
pusaka berwujud (tangible) dan pusaka tidak berwujud (intangible).
3. Pusaka saujana adalah gabungan pusaka alam dan pusaka budaya dalam
kesatuan ruang dan waktu. Pusaka saujana sejak dekade terakhir ini
dikenal dengan pemahaman baru yaitu cultural landscape (saujana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
budaya), yakni menitik beratkan pada keterkaitan antara budaya dan alam
dan merupakan fenomena kompleks dengan identitas yang berwujud dan
tidak berwujud.
Warisan didefinisikan secara luas bukan hanya mencakup situs bersejarah
utama dan lembaga-lembaga, tetapi seluruh landscape daerah dengan basis
geografis, dan pola pertanian lapangan, jalan, pelabuhan, bangunan industri, desa
dan jalan utama, bangunan komersial dan tentu saja, masyarakat sendiri dengan
tradisi mereka serta kegiatan ekonomi.
Menurut Undang-undang tentang Benda Cagar Budaya pasal 1 menjelaskan
bahwa:
“Benda cagar budaya adalah: Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat
kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur
Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat
dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai
penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau
kebudayaan melalui proses penetapan.”
Dalam penjelasan atas undang-undang RI nomor 11tahun 2010 tentang Benda
Cagar Budaya dinyatakan bahwa benda cagar budaya mempunyai arti penting bagi
kebudayaan bangsa, khususnya untuk memupuk rasa kebanggan nasional, serta
memperkokoh kesadaran jati diri bangsa, dan sejauh peninggalan sejarah
merupakan benda cagar budaya, maka demi pelestarian budaya bangsa benda cagar
budaya harus dilindungi dan dilestarikan, untuk keperluan ini benda cagar budaya
perlu dikuasai oleh negara bagi pengamanannya sebagai milik bangsa.
Warisan budaya merupakan harta pusaka budaya dari masa lampau yang digunakan
untuk kehidupan masyarakat sekarang dan kemudian diwariskan untuk generasi
mendatangsecara berkesinambungan. Warisan budaya merupakan hasil budaya
fisik (tangible) dan nilai budaya (intangible) dari masa lalu.
Warisan budaya fisik (tangible heritage) sering diklasifikasikan menjadi
warisan budaya tidak bergerak (immovable heritage) dan warisan budaya bergerak
(movable heritage). Warisan budaya tidak bergerak biasanya berada di tempat
terbuka dan terdiri dari: situs, tempat-tempat bersejarah, bentang alam darat
maupun air, bangunan kuno dan/atau bersejarah, patung-patung pahlawan. Warisan
budaya bergerak biasanya berada di dalam ruangan dan terdiri dari: benda warisan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
budaya, karya seni, arsip, dokumen, dan foto, karya tulis cetak, audiovisual berupa
kaset, video, dan film. (Agus,2007:7)
Pasal 1 the World Heritage Convention membagi warisan budaya fisik menjadi
3 kategori, yaitu monumen, kelompok bangunan, dan situs. Yang dimaksud dengan
monument adalah hasil karya arsitektur, patung dan lukisan yang monumental,
elemen atau struktur tinggalan arkeologis, prasasti, gua tempat tinggal, dan
kombinasi fitur-fitur tersebut yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, budaya
dan ilmu pengetahuan. Yang dimaksud dengan kelompok bangunan adalah
kelompok bangunan yang terpisah atau berhubungan yang dikarenakan
arsitekturnya, homogenitasnya atau posisinya dalam bentang lahan mempunyai
nilai penting bagi sejarah, budaya dan ilmu pengetahuan. Yang dimaksud dengan
situs adalah hasil karya manusia atau gabungan karya manusia dan alam, wilayah
yang mencakup lokasi yang mengandung tinggalan arkeologis yang mempunyai
nilai penting bagi sejarah, estetika, etnografi atau antropologi. (Karmadi,AgusDono
http://www.javanologi.info/main/themes/images/pdf/Budaya _Lokal-Agus.pdf
diakses tanggal 15 Mei 2012)
Warisan budaya bukan kebendaan (intangible) berupa atribut kelompok atau
masyarakat seperti cara hidup, folklore, norma dan tata nilai (Maryani,Enok
http://file.upi.edu/direktori/Fpips/Jur._Pend._Geografi/196001211985032Enok_
Maryani/ Culture_Heritage.Pdf diakses tanggal 2 Februari 2012)
Warisan budaya dapat diartikan sebagai sesuatu yang dilestarikan dari generasi
masa lalu dan diwariskan pada masa kini. Kelompok masyarakat yang diwarisi
akan memberikan atau mewariskannya kembali di masa mendatang. Dalam
pengertian ini warisan budaya dapat berupa ide dan nilai-nilai maupun benda.
Warisan budaya tersebut memiliki nilai kesejarahan dari waktu ke waktu, dan
menjadi suatu rangkaian yang termasuk dalam produk heritage yang perlu
dilestarikan bahkan potensial untuk dikembangkan secar positif serta dijaga
kesinambungannya (www. wikipedia.com/warisanbudaya diakses tanggal 10
januari2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
3. Kaidah Warisan Budaya Kota (Urban Heritage)
Warisan budaya kota atau yang disebut dengan Urban Heritage adalah objek-
objek dan kegiatan di perkotaan yang memberi karakter budaya yang khas bagi
kota yang bersangkutan. Keberadaan bangunan kuno dan aktivitas masyarakat yang
memiliki nilai sejarah, estetika, dan kelangkaan biasanya sangat dikenal dan
diakrabi oleh masyarakat dan secara langsung menunjuk pada suatu lokasi dan
karakter kebudayaan suatu kota (Hardiyanti,Nurul Sri, http://puslit.petra.ac.id/
journals/pdf. php?PublishedID=ARS05330204 diakses tanggal 5 April 2012).
Menurut Undang-undang Republik Indonesia No 11 tahun 2010 tentang
cagar budaya menjelaskan bahwa bangunan cagar budaya adalah susunan binaan
yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi
kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap. Kriteria
bangunan cagar budaya menurut UU No 11 tahun 2010 bab 3 pasal 5
mengemukakan benda bangunan, atau struktur cagar budaya dapat diusulkan
sebagai benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, atau struktur cagar budaya
apabila memenuhi kriteria:
a. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
b. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
c. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan,
agama, dan/atau kebudayaan; dan
d. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
Menurut Sidharta dalam Ardyanto (2005:10) mengemukakan bahwa
warisan budaya perkotaan yang berbentuk fisik dari masa sebelum penjajahan era
pembangunan, dimana
a. Masa sebelum penjajahan (< tahun 1600)
Masa dimana sebelum penjajahan di Surakarta sudah terdapat karya
berupa bangunan berciri khas seperti keraton, masjid, alun-alun dan
sebagainya. Saat itu berdirinya bangunan sangat dipengaruhi oleh
kerajaan yang berkuasa, belum adanya campur tangan pihak asing.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
b. Masa kolonial (tahun 1601-1944)
Kolonialisme barat membawa serta pengaruh terhadap tata bangunan
seperti bentuk,konstruksi, bahan bangunan dan sebagainya. Jika
diperhatikan lebih jauh, pada masa ini banyak berdiri bangunan-
bangunan yang dipengaruhi oleh arsitektur kolonialisme barat
c. Era kemerdekaan (tahun 1945-1965)
Dengan dimulainya kemerdekaan maka terbukalah hubungan antar
negara, sehingga tak dapat dihindarkan makin kuatnya pengaruh dari
luar. Sering kali karena terobsesi modernisasi, pengaruh dari luar
kurang disaring. Padahal tidak semua pengaruh dari luar positif, ada
juga yang tidak sesuai dengan tat nilai, norma dan segenap kekhasan
lokal. Akibatnya timbul anomi (tanpa normal) dan alienasi
(keterasingan) yang menjadi sumber merosotnya identitas. Contohnya
asal bangunana-bangunan baru dengan gaya internasional yang
berlandaskan kaidah arsitektur modern yang dipelopori CIAM
(Conggres Internationale des Archetecture Modern) yang dipelopori Le
Corbusier
d. Era pembangunan (tahun 1966-2005)
Pembangunan nasional yang berlangsung lebih dari tiga dasawarsa
mendorong pesatnya pembangunan kota. Sayang perhatian terlalu
banyak dicurahkan keadaan bangunan baru yang lebih mengesankan
modernisasi. Lagipula perubahan masyarakat dan llingkungan binaan
sering tidak terelakkan. Akibatnya banyak bangunan kuno bersejarah
yang digusur dengan alasan lahannya diperlukan untuk pembangunan
fasilitas baru. Hilangnya bangunan kuno bersejarah berarti terhapus
bagian dari sejarah, juga kemiskinan paranorma mota dan
menghilangkan jati diri yang menyiratkan citra khas suatu lingkungan
kota, dan menimbulkan erosi identitas budaya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
4. Kaidah Pelestarian Warisan Budaya
Pelestarian merupakan terjemahan dari conservation/konservasi. Pengertian
pelestarian terhadap peninggalan lama pada awalnya dititikberatkan pada bangunan
tunggal atau benda-benda seni, kini telah berkembang ke ruang yang lebih luas
seperti kawasan hingga kota bersejarah serta komponen yang semakin beragam
seperti skala ruang yang intim, pemandangan yang indah, suasana, dan sebagainya
(menurut Adishakti dalam Ardyanto , 2005:15).
Mengingat pentingnya keberadaan dari benda-benda cagar budaya, maka
Menurut Undang-undang No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, pelestarian
adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dan
nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya
Pelindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan,
kehancuran, atau kemusnahan dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi,
pemeliharaan, dan pemugaran cagar budaya.
a. Penyelamatan adalah upaya menghindarkan dan/atau menanggulangi
cagar budaya dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan.
b. Pengamanan adalah upaya menjaga dan mencegah cagar budaya dari
ancaman dan/atau gangguan.
c. Zonasi adalah penentuan batas-batas keruangan Situs Cagar Budaya
dan Kawasan Cagar Budaya sesuai dengan kebutuhan.
d. Pemeliharaan adalah upaya menjaga dan merawat agar kondisi fisik
cagar budaya tetap lestari.
e. Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisik Benda Cagar
Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya yang
rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik
pengerjaan untuk memperpanjang usianya.
Pengembangan adalah peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi
cagar budaya serta pemanfaatannya melalui penelitian, revitalisasi, dan adaptasi
secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan pelestarian.
a. Penelitian adalah kegiatan ilmiah yang dilakukan menurut kaidah dan
metode yang sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
keterangan bagi kepentingan pelestarian cagar budaya, ilmu
pengetahuan, dan pengembangan kebudayaan.
b. Revitalisasi adalah kegiatan pengembangan yang ditujukan untuk
menumbuhkan kembali nilai-nilai penting cagar budaya dengan
penyesuaian fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip
pelestarian dan nilai budaya masyarakat.
c. Adaptasi adalah upaya pengembangan cagar budaya untuk kegiatan
yang lebih sesuai dengan kebutuhan masa kini dengan melakukan
perubahan terbatas yang tidak akan mengakibatkan kemerosotan nilai
pentingnya atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting.
Pemanfaatan adalah pendayagunaan cagar budaya untuk kepentingan
sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan
kelestariannya.
Pelestarian adalah upaya pengelolaan perubahan secara selektif melalui
kegiatan perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan dan/atau pengembangan
saujana budaya untuk menjaga kesinambungan, keserasian, dan daya dukungnya
dalam menjawab dinamika jaman, kualitas hidup yang lebih baik serta menciptakan
pusaka masa datang. Kegiatan pelestarian perlu dilakukan untuk melindungi benda
atau tempat yang mengandung nilai budaya dan memanfaatkannya untuk
memajukan kebudayaan Nasional Indonesia (Risdanti,Ndaru
http://eprints.undip.ac.id/5683/1/ndaru05.pdf// diakses 31 Desember 2011)
Menurut Piagam Burra, kegiatan pelestarian perlu dilakukan karena tempat-
tempat bersignifikansi budaya memperkaya kehidupan manusia, sering
memberikan ikatan rasa yang dalam dan inspirasional kepada masyarakat dan
lansekapnya, kepada masa lalu dan berbagai pengalaman hidup. Tempat-tempat itu
adalah rekaman sejarah yang penting sebagai ekspresi nyata dari identitas dan
pengalaman suatu kota (The Burra Charter, http://www.International.icomos.org/
charter1//. Diakses tanggal 20 November 2011).
Menurut Undang-undang No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya pada
Bab II pasal 3 menjelaskan bahwa pelestarian cagar budaya bertujuan:
a. melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
b. meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui cagar budaya;
c. memperkuat kepribadian bangsa;
d. meningkatkan kesejahteraan rakyat; dan
e. mempromosikan warisan budaya bangsa kepada masyarakat
internasional.
Secara umun pengertian pelestarian adalah upaya mempertahankan keadaan
asli (semula) benda cagar budaya dengan tidak merubah yang ada dan tetap
mempertahankan kelangsungan kondisinya sekarang. Lebih lanjut pelestarian juga
mempunyai pengertian perlindungan dan pemeliharaan dari kerusakan. Pelestarian
tersebut dapat dicapai melalui berbagai upaya pemugaran seperti rekonstruksi atau
rehabilitasi atau konsolidasi. Dengan pelestarian benda cagar budaya, maka upaya
tersebut melalui perawatan, pemeliharaan, pemugaran, pengamanan dan bila terjadi
ancaman dilakukan penyelamatan.
Dalam batasan pelestarian yang termasuk benda cagar budaya tidak
bergerak, yakni yang bersifat monumental, dilakukan antaranya dengan cara
pemugaran dan pemeliharaan, sedangkan pelestarian untuk benda budaya bergerak
yang berupa temuan dilaksanakan dengan cara pemilikan oleh negara melalui ganti
rugi temuan, hibah dan sitaan. Dengan demikian maka pelestarian cagar budaya
meliputi pelestarian terhadap nilai dan fisik. Pelestarian dapat dilakukan melalui
usaha melindungi, mengembangkan, memanfaatkan.
5. Kaidah Analisis Spasial (Analisis Keruangan)
Menurut Bintarto Geografi mempelajari hubungan kausal gejala-gejala
muka bumi, baik fisik maupun makhluk hidup beserta permasalahannya melalui
pendekatan keruangan, ekologi, dan regional untuk kepentingan program, proses
dan keberhasilan pembangunan. Batasan Geografi ini mengandung arti bahwa studi
geografi merupakan pengkajian keilmuan, gejala dan masalah geografi. Geografi
dibedakan menjadi dua yaitu geografi fisikal dan geografi manusia. Geografi fisik
yaitu cabang geografi yang mempelajari gejala fisik dari permukaan bumi sedang
geografi manusia yaitu cabang geografi yang bidang studinya aspek keruangan
gejala di permukaan bumi dengan mengambil manusia sebagai obyek pokoknya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Geografi fisikal dapat dibagi lagi menjadi geomorfologi, hidrologi, klimatologi,
pedologi dan sebagainya, sedangkan geografi manusia dapat dibagi lagi menjadi
geografi ekonomi, geografi penduduk, geografi pedesaan, geografi perkotaan dan
sebagainya. (Bintarto dan Hadisumarno,1982:8)
Geografi ekonomi sebagai cabang geografi manusia yang bidang studinya
meliputi struktur aktivitas keruangan ekonomi manusia yang di dalamnya
termasuk bidang pertanian, industri, perdagangan dan lain sebagainya. Geografi
ekonomi sebagai ilmu yang membahas mengenai cara-cara manusia dalam
kelangsungan hidupnya berkaitan dengan aspek keruangan, dalam hal ini
berhubungan dengan eksplorasi sumber daya alam dari bumi oleh manusia,
produksi dari bahan mentah kemudian usaha transportasi, distribusi dan kegiatan
konsumsi.
Di dalam geografi, arus manusia, materi, informasi, dan energi dicakup
dalam pengertian interaksi keruangan. Interaksi keruangan merupakan suatu sifat
dari gejala yang terdapat di dalam ruang dan mendorong diperolehnya jawaban atas
pertanyaan : mengapa disitu, atau mengapa disana. Kesimpulannya, interaksi
keruangan merupakan suatu permulaan dari usaha menerangkan lokasi dari gejala
gejala, distribusinya (pembagian,sebaran dalam ruang) dan difusinya (persebaran,
perluasan) (N.Daldjoeni,1992:194)
Analisis spasial atau yang sering juga disebut analisis keruangan, menurut
Bintarto dan Hadisumarno (1991: 12) mempelajari perbedaan lokasi mengenai
sifat-sifat penting atau seri sifat-sifat penting. Pada analisis keruangan yang harus
diperhatikan adalah penyebaran penggunaan ruang yang telah ada dan penyediaan
ruang yang akan digunakan untuk berbagai kegunaan yang dirancangkan. Pada
analisa keruangan ini dapat dikumpulkan data lokasi yang terdiri dari data titik
(point data) dan data bidang (areal data).
Pada hakekatnya analisis keruangan adalah analisis lokasi yang menitik-
beratkan kepada tiga unsur geografi yaitu jarak (distance), kaitan (interaction), dan
gerakan (movement). (Bintarto dan Hadisumarno, 1982: 74). Pendekatan keruangan
merupakan suatu cara pandang atau kerangka analisis yang menekankan eksistensi
ruang sebagai penekanan. Eksistensi ruang dalam perspektif geografi dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
dipandang dari struktur (spatial structure), pola (spatial pattern), dan proses
(spatial processes). Dalam konteks fenomena keruangan terdapat perbedaan
kenampakan struktur, pola dan proses. Struktur keruangan berkenaan dengan
dengan elemen-elemen penbentuk ruang. Elemen-elemen tersebut dapat
disimbolkan dalam tiga bentuk utama, yaitu: (1) kenampakan titik (point features),
(2) kenampakan garis (line features), dan (3) kenampakan bidang (areal features).
Pola (pattern) merupakan kekhasan distribusi gejala tertentu di dalam ruang atau
wilayah. Pola keruangan ditunjukkan dengan mengamati gejala berdasarkan
kenampakan point features, line features, dan areal features. Pola keruangan titik
adalah kekhasan distribusi titik-titik (mencerminkan gejala geografi tertentu) dalam
ruang yang diamati.
Analisis spasial dapat diketahui dengan menggunakan peta. Perkembangan
teknologi perpetaan, pembuatan peta dipermudah dengan adanya SIG yang
dirancang untuk menganalisis dan mengolah data dalam jumlah besar sehingga
memudahkan dalam penuangan data tersebut ke base map yang manghasilkan peta
tematik. SIG mempunyai kemampuan untuk menganalisis dan mengolah data
dengan volume yang besar. Pengetahuan mengenai bagaimana cara mengekstrak
data dan bagaimana menggunakannya merupakan kunci analisis dalam SIG.
Kemampuan analisis berdasarkan aspek spasial yang dapat dilakukan oleh SIG
menurut Yousman dalam Rahman (2008: 42) antara lain :
a. Klasifikasi yaitu mengelompokkan data spasial menjadi data spasial yang
baru. Contohnya adalah mengklasifikasikan tata guna lahan untuk
pemukiman, pertanian, perkebunan ataupun hutan berdasarkan analisis data
kemiringan atau data ketinggian.
b. Overlay yaitu menganalisis dan mengintegrasikan dua atau lebih data
spasial yang berbeda, misalnya menganalisis daerah rawan erosi dengan
mengoverlaykan data ketinggian, jenis tanah, dan kadar air.
c. Networking yaitu analisis yang bertitik tolak pada jaringan yang terdiri dari
garis-garis dan titik-titik yang saling terhubung. Analisis ini sering dipakai
dalam berbagai bidang, misalnya sistem jaringan telepon, kabel listrik, pipa
minyak atau gas, air minum atau saluran pembuangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
d. Buffering yaitu analisis yang akan menghasilkan buffer/penyangga yang
bisa berbentuk lingkaran atau polygon yang melingkupi suatu objek sebagai
pusatnya, sehingga bisa diketahui berapa parameter objek dan luas
wilayahnya.
e. Analisis tiga dimensi ini sering digunakan untuk memudahkan pemahaman
karena data divisualisasikan dalam tiga dimensi. Contoh penggunaannya
adalah untuk menganalisis daerah yang terkena aliran lava.
B. Penelitian yang Relevan
Menghindari adanya kesamaan penelitian dan untuk lebih mendalami teori
dan konsep yang berkaitan dengan penelitian yang akan diteliti, maka juga
dilakukan telaah dari penelitian-penelitian yang relevan dengan tema penelitian
yang diambil yaitu:
a. Judul : Analisis Keruangan Bangunan Kuno Bersejarah Di Surakarta
Peneliti : Ardyanto Tanjung ( 2005, Skripsi P.Geografi FKIP UNS)
Penelitian yang dilakukan oleh Ardyanto Tanjung bertujuan untuk
menyajikan sebaran bangunan kuno bersejarah di Surakarta dan mengetahui
latar belakang tata letak penentuan lokasi bangunan kuno bersejarah di Kota
Surakarta. Penelitian ini bersifat deskriptif, meliputi jumlah bangunan kuno
bersejarah di Surakarta sebagai data pokok dan data bantu seperti data/peta
penggunaan tanah, serta peta administrasi sebagai peta dasar. Desain simbol
yang digunakan untuk peta sebaran bangunan kuno bersejarah adalah titik
piktorial yang dapat memperlihatkan macam bangunan kuno bersejarah
yang tersebar di Kota Surakarta.
Peta yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah Peta Sebaran
Bangunan Kuno Bersejarah Di Kota Surakarta dan Peta Sebaran Bangunan
Kuno Terhadap Rencana Struktur Pemanfaatan Ruang Kota Surakarta
Tahun 1993-2013. dari peta yang dihasilkan dapat diketahui bahwa sebaran
bangunan kuno bersejarah di Kota Surakarta hampir seluruh Kecamatan di
Surakarta. Banyak bangunan kuno bersejarah terdaoat di Kecamatan Pasar
Kliwon, Kecamatan Banjarsari dan Kecamatan Serengan. Pendekatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
sistem kegiatan serta aksesibilitas lokasi menjadi dua hal yang sangat
mempengaruhi latar belakang tat letak bangunan kuno tersebut serta faktor
tanah dan morfologi kota serta tata ruang kraton yang memberi struktur
penentuan lokasi yang khas. Dari fenomena-fenomena yang terjadi
dilapangan, dapat disimpulkan bahwa sebaran bangunan kuno bersejarah di
Kota Surakarta lebih banyak terkonsentrasi di inti Kota Surakarta yaitu
daerah kraton Kasunanan Surakarta sampai daerah sekitar Pasar Gedhe
Hardjonagoro.
b. Judul : Model Pelestarian Kawasan Bersejarah Malalui Peningkatan
Peran Dan Interpretasi Masyarakat Sebagai Alternatif
Pengembangan Wisata Budaya Yang berkelanjutan
Peneliti: Ir. Wiwik Setyaningsuh,M.T ( 2009, Penelitian Arsitektur FT
UNS)
Penelitian ini bertujuan untuk memotivasi kesadaran dan kepedulian
masyarakat dalam peningkatan peeran dan interpretasi masyarakat
terhadap kekentalan nilai sejarah dan makna kultural dari kawasan dan
bangunan bersejarah di Kauman Solo. Melalui identifikasi mapping fisik
dan sosekbud dengan pendekatan SWOT, maka di lokasi penelitian
kawasan bersejarah kauman ditemukan beberatpa artefak yang memiliki
nilai kekentalan sejarah tinggi, baik fisik bangunan maupun kegiatan
sosial kemasyarakatan. Temuan secara fisik bebrapa diantaranya adalah
bangunan bersejarah rumah khetib/ulama yang masih asli, tetapi
cenderung kurang terpelihara. Namun demikian, nuansa karakter lokal
sebagai kawasan kampung santri masih ditemukan dengan masih
berlangsungnya bebrapa kegiatan keagamaan yang ada di masyarakat.
Kajian rumusan ini didasarkan pada metode paduan antara kajian fisik
karakter kawasan potensi kekentalan nilai budaya yang dikaitkan dengan
variabel makna kultural pada tata ruang, bangunan dan lingkungan serta
kajian mapping sosekbud dengan pendekatan CBT (community based
tourism). Hasil dari penelitian ini adalah pelestarian berdasar kriteria
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
makna kultural yang telah dilakukan, dapat diidentifikasi bahwa 6 dari
bangunan kuno bersejarah yang diteliti terdapat hanya 1 bangunan (K1)
yang tingkat potensial kekentalan sejarahnya tinggi, 2 (K3 dan K4)
bangunan yang memiliki tingkat potensial sedang, 3 (K2, K5 dan K6)
bangunan yang memiliki tingkat kurang potensial untuk dilestariakan.
Kecenderungan arahan pelestarian fisik di kawasan Kauman adalah
rehabilitasi/restorasi, tindakan ini merupakan upaya mengembalikan
kondisi suatu bangunan atau unsur-unsur kawasan ynag mengalami
kerusakan, kemunduran, sehingga dapat dikembalikan pada kondisi
aslinya. Arahan pelestarian non fisik meliputi aspek hukum yaitu
penetapan Perda dan aspek pelestarian cagar budaya dalam Rencana Tata
Ruang Kota sebagai petunjuk teknisoperasional yang jelas dan
berkekuatan hukum dalam bidang pelestarian kawasan dan atau
bangunan. Aspek ekonomi, penetapan kebijakan ekonomi mikro untuk
melindungi home industry serta penetapan alokasi dan bantuan dari
pemerintah dan swasta. Aspek sosial, pelibatan masyarakat dalam
pelestarian cagar budaya melalui forum khusus dan melakukan
sosialisasi atau penyuluhan mengenai peraturan pelestarian benda cagar
budaya.
c. Judul : Studi Perkembangan Dan Pelestarian Kawasan Keraton
Kasunanan Surakarta
Peneliti: Nurul sri Hardiyanti ( 2005, Jurnal Dimensi Teknik
Arsitektur,FT Universitas Brawijaya
Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis
perkembangan kawasan Keraton Surakarta dari tahun 1745-2004, serta
mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang menjadi kendala
dilaksanakannya kegiatan pelestarian. Studi ini merupakan penelitian
kualitatif dengan menggunakan dua jenis metode, yakni metode
sinkronikdiakronik dan metode evaluatif. Pengumpulan data yang
dilakukan lebih menitikberatkan pada data-data yang diperoleh dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
survei sekunder, yakni data-data tentang perkembangan kawasan, namun
pengumpulan data lainnya diperoleh dengan survei primer, yakni dengan
observasi lapangan, penyebaran kueisioner, dan wawancara. Adapun
hasil temuan studi ini adalah terkait dengan perkembangan kawasan dari
tahun 1745–2004 ditinjau dari variabel fisik, perkembangan kawasan
ditinjau dari variabel politik, perkembangan kawasan ditinjau dari
variabel ekonomi, perkembangan kawasan ditinjau dari variabel sosial,
serta perkembangan kawasan ditinjau dari variabel budaya. Adapun
faktor yang menjadi kendala dilaksanakannya kegiatan pelestarian di
Kawasan Keraton Kasunanan Surakarta adalah faktor fisik, faktor
politik, faktor ekonomi, dan faktor sosial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
25
Tabel 1 Penelitian Yang Relevan
No Penulis Judul Penelitian Tujuan Metode
Penelitian Hasil
1
2
Ardyano
Tanjung
(2005)
Analisis Keruangan
Bangunan Kuno
Bersejarah Di
Surakarta
- Mengetahui sebaran
bangunan kuno
bersejarah di Surakarta
- Mengetahu latar
belakang tat letak
bangunan kuno
bersejarah di Surakarta
Analisis
keruangan, studi
pustaka dan
analisis peta
- Sebaran bangunan kuno barsejarah
di Kota Surakarta hampir seluruh
Kecamatan di Surakarta. Banyak
bangunan kuno bersejarah terdapat
di Kecamatan Pasar Kliwon,
Kecamatan Banjarsari dan
Kecamatan Serengan.
- Pendekatan sistem kegiatan
aksesibilitas lokal menjadi dua hal
yang sangat mempengaruhi latar
belakang tata letak tersebut serta
faktor tanah dan morfologi kota
serta tat ruang kraton yang memberi
struktur penentuan lokasi yang
khas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
26
Wiwik
Setyaningsih
Model Pelestarian
Kawasan Bersejarah
Malalui
Peningkatan Peran
Dan Interpretasi
Masyarakat Sebagai
Alternatif
Pengembangan
Wisata Budaya
Yang berkelanjutan
- Mengetahui faktor-faktor
dan kendala dari
masyarakat lokal yang
mempengaruhi kegiatan
pelestarian kawasan
bersejarah (PKB) melalui
community based
tourism (CBT)
- Mengetahui tingkat
keikutsertaan partisipasi
masyarakat lokal dalam
kegiatan PKB melalui
CBT
- Mengetahui tingkat
kesadaran masyarakat
dalam
merespon/menerima
kegiatan PKB melalui
CBT
Analisis SWOT
dan analisis
statistik
deskriptif
Hasil dari penelitian ini adalah
pelestarian berdasar kriteria makna
kultural yang telah dilakukan, dapat
diidentifikasi bahwa 6 dari bangunan
kuno bersejarah yang diteliti terdapat
hanya 1 bangunan (K1) yang tingkat
potensial kekentalan sejarahnya
tinggi, 2 (K3 dan K4) bangunan yang
memiliki tingkat potensial sedang, 3
(K2, K5 dan K6) bangunan yang
memiliki tingkat kurang potensial
untuk dilestariakan. Kecenderungan
arahan pelestarian fisik di kawasan
Kauman adalah rehabilitasi/restorasi,
tindakan ini merupakan upaya
mengembalikan kondisi suatu
bangunan atau unsur-unsur kawasan
ynag mengalami kerusakan,
kemunduran, sehingga dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
27
3
- Mengatahui cara
mengoptimalkan PKB
melalui CBT yang baik
dikembalikan pada kondisi aslinya.
Arahan pelestarian non fisik meliputi
aspek hukum yaitu penetapan Perda
dan aspek pelestarian cagar budaya
dalam Rencana Tata Ruang Kota
sebagai petunjuk teknisoperasional
yang jelas dan berkekuatan hukum
dalam bidang pelestarian kawasan dan
atau bangunan. Aspek ekonomi,
penetapan kebijakan ekonomi mikro
untuk melindungi home industry serta
penetapan alokasi dan bantuan dari
pemerintah dan swasta. Aspek sosial,
pelibatan masyarakat dalam
pelestarian cagar budaya melalui
forum khusus dan melakukan
sosialisasi atau penyuluhan mengenai
peraturan pelestarian benda cagar
budaya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
28
4
Nurul Sri
Handayanti
Studi
Perkembangan Dan
Pelestarian
Kawasan Keraton
Kasunanan
Surakarta
- Mengidentifikasi dan
menganalisis
perkembangan Kawasan
Keraton Kasunanan
Surakarta dari awal
berdirinya Keraton
Surakarta Hadiningrat
(tahun 1745) hingga
tahun 2004.
- Mengidentifikasi dan
menganalisis faktor-
faktor yang menjadi
kendala dilaksanakannya
kegiatan pelestarian di
Kawasan Keraton
Kasunanan Surakarta.
- Mengetahui dan
Penelitian
kualitatif
dengan metode
sinkronik
diakronik dan
evaluatif
Hasil temuan studi ini adalah terkait
dengan perkembangan kawasan dari
tahun 1745–2004 ditinjau dari
variabel fisik, perkembangan kawasan
ditinjau dari variabel politik,
perkembangan kawasan ditinjau dari
variabel ekonomi, perkembangan
kawasan ditinjau dari variabel sosial,
serta perkembangan kawasan ditinjau
dari variabel budaya. Adapun faktor
yang menjadi kendala
dilaksanakannya kegiatan pelestarian
di Kawasan Keraton Kasunanan
Surakarta adalah faktor fisik, faktor
politik, faktor ekonomi, dan faktor
sosial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
29
Nurul Deni
Kistiyah
(2011)
Pelestarian Urban
Heritage Di
Kampung Batik
Laweyan Tahun
2011 (Studi Kasus
Rumah Saudagar
Dan Gerai Batik)
persebaran urban
heritage di Kampung
Batik Laweyan.
- Mengetahui pelestarian
urban heritage di
kawasan Kampung
Batik Laweyan
Analisis
deskriptif, dan
analisis peta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
C. Kerangka Pemikiran
Kerangka pikir ini merupakan acuan kerja penelitian sebagai gambaran
pendekatan yang digunakan dalam merumuskan analisis terhadap Pelestarian
terhadap urban heritage di Kampung Batik Laweyan. Kampung Batik Laweyan
(Studi Kasus Rumah Saudagar Batik Dan Gerai Batik) merupakan salah satu
kawasan yang menjadi identitas Kota Surakarta. Ciri khas yang dimiliki Kampung
Batik Laweyan tentu saja pada pembuatan batik dan batiknya, selain itu juga
karena di Kampung Batik Laweyan terdapat warisan budaya (heritage) yang
menarik.
Keberadaan urban heritage dan kekhasan Kampung Batik laweyan
mendorong untuk dilakukannya penelitian yang berkaitan dengan persebaran,
penentuan urban heritage dan pelestarian urban heritage. Cara yang digunakan
untuk mengamati persebaran urban heritage rumah saudagar batik dan gerai batik
adalah dengan menganalisis peta, penentuan urban heritage terhadap rumah
saudagar dan gerai batik menggunakan analisis tabel, sedangkan pelestarian urban
heritage dapat diketahui dari hasil wawancara dengan pemilik secara sampel.
Pelestarian urban heritage perlu dilakukan agar tetap terjaga keasliannya melalui
melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Melindungi merupakan
upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan
dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, dan pemugaran
cagar budaya Analisis yang digunakan untuk mengetahui pelestarian urban
heritage dengan analisis deskriptif
Untuk lebih jelasnya kerangka berfikir dapat dilihat pada gambar 1 berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Gambar 1. Kerangka Berfikir
Inventarisasi
Rumah saudagar dan gerai batik
Gerai batik Rumah saudagar batik
Distribusi spasial saudagar dan gerai batik
Pola persebaran rumah saudagar batik dan gerai batik
Penentuan rumah saudagar batik dan gerai batik
sebagai urban heritage
pelestarian urban heritage di kawasan Kampung Batik
Laweyan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
D. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu
variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan
kegiatan, maupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk
mengukur konstrak atau variabel tersebut (Nazir, 1988:152). Definisi
operasional pada penelitian ini adalah:
1. Kota (Urban)
Kota dapat diartikan sebagai benteng budaya yang ditimbulkan oleh
unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan
penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang sifatnya
heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah belakangnya
(hinterland) (Bintarto 1983 : 36)
2. Warisan Budaya (Heritage)
Warisan budaya dapat diartikan sebagai sesuatu yang dilestarikan dari
generasi masa lalu dan diwariskan pada masa kini(www.
Wikipedia.com).
3. Urban Heritage
Urban Heritage adalah objek objek dan kegiatan di perkotaan yang
memberi karakter budaya yang khas bagi kota yang bersangkutan.
Keberadaan bangunan kuno dan aktivitas masyarakat yang memiliki
nilai sejarah, estetika, dan kelangkaan biasanya sangat dikenal dan
diakrabi oleh masyarakat dan secara langsung menunjuk pada suatu
lokasi dan karakter kebudayaan suatu kota.
4. Pelestarian Warisan Budaya
Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan
cagar budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan,
dan memanfaatkannya (Undang-undang No.11 Tahun 2010 tentang
Cagar Budaya).
5. Analisis Spasial
Analisis spasial adalah analisis lokasi yang menitik-beratkan kepada
tiga unsur geografi yaitu jarak (distance), kaitan (interaction), dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
gerakan (movement). (Bintarto dan Hadisumarno, 1982: 74). Eksistensi
spasial dalam perspektif geografi dapat dipandang dari struktur (spatial
structure), pola (spatial pattern), dan proses (spatial processes)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
BAB III
METODOLOGI
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penentuan daerah yang akan dilakukan penelitian merupakan suatu langkah
yang dilakukan dalam survei. Penelitian dilakukan di Kecamatan Laweyan dengan
obyek penelitian adalah Kampung Batik Laweyan. Adapun alasan pemilihan lokasi
penelitian di Kampung Batik Laweyan adalah:
a. Kampung Batik Laweyan merupakan kawasan kota tua yang selalu
berkaitan dengan suatu tempat, peristiwa, waktu dan wujud kota yang
menjadi identitas kota Surakarta.
b. Daerah penelitian ini merupakan suatu kawasan sentra industri batik yang
unik, spesifik dan bersejarah
c. Daerah penelitian ini merupakan salah satu kawasan yang mempunyai
warisan budaya yang tidak ada di kecamatan lain di Surakarta sehingga
keberadaannya perlu dilestarikan.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian merupakan jangka waktu yang diperlukan untuk penelitian.
Penelitian dilaksanakan dimulai dari tahap persiapan hingga penyusunan laporan
ini dilaksanakan.
Tabel 2. Waktu Perencanaan Penelitian
No
Kegiatan April
2011
Mei-
Juni
2011
Juni
2011
Juli-
Sept
2011
Sept-
Nov
2011
Nov’11-
Februari
2012
1 Pengajuan
Judul
2 Pengajuan
Proposal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
3 Penyusunan
Instrumen
4 Pengumpulan
Data
5 Analisis Data
6 Penyusunan
Laporan
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif dengan pendekatan spasial yang didukung data survei lapangan.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang lebih mengarah pada pengungkapan
suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkapkan fakta-fakta
yang ada, walaupun kadang-kadang memberikan interpretasi atau analisis (Tika,
2005: 4).
Penelitian deskriptif memberikan gambaran yang lebih mendalam tentang
gejala-gejala sosial tertentu atau aspek kehidupan tertentu pada masyarakat yang
diteliti. Pendekatan tersebut dapat mengungkapkan secara hidup kaitan antara
berbagai gejala sosial, dimana hal tersebut tidak dapat dicapai oleh penelitian yang
bersifat menerangkan (Singarimbun, 1995:87).
Pada penelitian ini digunakan metode deskriptif studi kasus yang mana
merupakan metode penelitian yang intensif, terintegrasi dan mendalam. Subyek
yang diteliti terdiri dari satu unit atau satu kesatuan unit yang dipandang sebgai
kasus. Tujuan studi kasus adalah mengembangkan pengetahuan yang mendalam
mengenai obyek yang diteliti. (Tika,2005:7). Metode deskriptif studi kasus
mengarah pada pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai potret kondisi
tentang yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya di lapangan studinya. (Sutopo,
2002:110-112).
Sebagai Kawasan yang telah ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya di
Surakarta, Kampung Batik Laweyan memiliki beragam warisan budaya yang perlu
diestarikan baik itu berupa berwujud benda seperti bangunan, museum, masjid,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
langgar yang ada di Kampung Batik Laweyan maupun yang tidak berwujud benda
seperti kebudayaan yang masih menjadi kepercayaan setempat, dan nilai-nilai
budaya yang ada di Kampung Batik Laweyan.
Penelitian studi kasus ini dilakukan pada rumah saudagar batik dan gerai batik
di Kampung Batik Laweyan yang merupakan satu sasaran studi yang mempunyai
karakteristik yang sama, maka studi kasus ini merupakan strategi kasus tunggal
(Sutopo,2002 :112)
Spasial adalah ciri khas dan identitas geografi yang berarti keruangan.
Pengertian kata spasial adalah mengacu kepada ruang suatu daerah geografis
tertentu. Tekanan utama geografi bukanlah pada substansi melainkan pada sudut
pandang spasial (Hadi dalam Tanjung,2011:13). Dalam menganalisis gejala dan
permasalahan suatu ilmu (sains), maka diperlukan suatu metode pendekatan
(approach method). Metode pendekatan inilah yang digunakan untuk membedakan
kajian geografi dengan ilmu lainnya, meskipun obyek kajiannya sama. Metode
pendekatan ini adalah pendekatan keruangan. Pendekatan keruangan merupakan
suatu cara pandang atau kerangka analisis yang menekankan eksistensi ruang
sebagai penekanan. Eksistensi ruang dalam perspektif geografi dapat dipandang
dari struktur (spatial structure), pola (spatial pattern), dan proses spasial (Hadi,
http://partosohadi.staff.fkip.uns.ac.id diakses pada tanggal 20 Oktober 2011).
Dalam konteks fenomena keruangan terdapat perbedaan kenampakan struktur,
pola dan proses. Struktur keruangan berkenaan dengan elemen-elemen pembentuk
ruang. Elemen-elemen tersebut dapat disimbolkan dalam tiga bentuk utama, yaitu:
kenampakan titik (point features), kenampakan garis (line features), dan
kenampakan bidang (areal features).
Pada penelitian ini disebut dengan penelitian deskriptif kualitatif dengan
pendekatan spasial, karena dalam penelitian ini mencakup kegiatan
mendeskripsikan data yang bersifat spasial yaitu berupa titik lokasi tiap gerai dan
rumah saudagar batik di Kawasan Kampung Batik Laweyan yang diperoleh dari
pengambilan titik-titik lokasi absolut di lapangan dengan menggunakan alat GPS.
Rumah saudagar dan gerai batik di Kawasan Kampung Batik Laweyan dikaji
secara spasial dimana saja persebarannya, bagaaimana pola persebarannya dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
mengapa keberadaannya ada di situ. Pendekatan spasial tersebut dapat dilihat
secara visual dengan menggunakan peta, yaitu peta tematik sebaran rumah
saudagar dan gerai batik di Kelurahan Laweyan.
C. Sumber Data
Data merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian, sebab tidak semua
data dapat dijadikan bahan penelitian. Untuk mendapat data yang diperlukan dan
lengkap perlu instansi atau badan resmi yang berwenang di bidangnya. Instansi
yang berwenang mengeluarkan data atau memberikan informasi yang berkaitan
dengan penelitian ini.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui survai lapangan. Data sekunder
dikumpulkan dari instansi-instansi yang terkait dengan penelitian ini. secara rinci
mengenai jenis dan sumber datanya adalah sebagai berikut :
1. Data Primer
Tika (1997: 67) mengemukakan bahwa “Data primer adalah data yang
diperoleh langsung dari responden atau obyek yang diteliti, atau ada
hubungannya dengan yang diteliti”.
Data primer yang dibutuhkan meliputi kondisi fisik daerah penelitian
meliputi letak, luas, batas, dan topografi dan hasil wawancara kepada pihak
yang terkait.
2. Data Sekunder
Tika (1997: 67) mengemukakan bahwa “Data sekunder adalah data yang
lebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang atau instansi di luar
diri peneliti sendiri, walaupun yang dikumpulkan itu sesungguhnya adalah
data yang asli”. Data sekunder pada penelitian ini adalah data demografi,
meliputi jumlah dan kepadatan penduduk, pertumbuhan penduduk,
komposisi penduduk menurut jenis kelamin dan umur, menurut tingkat
pendidikan dan menurut mata pencaharian yang diperoleh dari BPS.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Table 3. Data Penelitian
No Data Jenis Data Sumber
1 Peta Rupabumi Indonesia (RBI)
Lembar 1408-342
Sekunder Bakosurtanal
2 Penggunaan lahan di Kelurahan
Laweyan
Sekunder BPS,Kelurahan
3 Data Monografi Penduduk di
kelurahan Laweyan
Sekunder Kelurahan
5 Persebaran rumah saudagar batik Primer Ploting GPS
6 Persebaran gerai batik Primer Ploting GPS
7 Bentuk pelestarian terhadap
Urban Heritage yang telah
dilakukan
Primer wawancara
D. Populasi
Populasi adalah himpunan individu atau obyek yang banyaknya terbatas atau
tidak terbatas (Tika, 1997: 32). Komarudin dalam Mardalis (2002: 53)
mengemukakan bahwa “populasi adalah semua individu yang menjadi sumber
pengambilan sampel”. Dari pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
populasi adalah semua individu atau obyek yang menjadi sumber pengambilan
sampel yang banyaknya terbatas atau tidak terbatas.
Penelitian ini merupakan penelitian populasi yang berarti seluruh populasi
digunakan dalam penelitian ini. Banyaknya populasi bergantung kepada banyaknya
jumlah rumah saudagar dan gerai batik yang ada di Kelurahan Laweyan. Jumlah
saudagar batik Di Kampung Batik Laweyan ada 23 orang, 56 gerai batik.
E. Teknik Pengumpulan Data
Kegiatan pengumpulan data merupakan data dalam penelitian yang sangat
penting bagi setiap penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
1. Observasi
Metode pengamatan langsung (observation participatory) yakni pengamatan
yang disertai dengan keterlibatan diri dalam kehidupan bermasyarakat.
Metode ini digunakan untuk mengamati gejala-gejala (tindakan, peristiwa,
benda/ perlatan) yang digunakan oleh masyarakat. Pengamatan ini dilakukan
secara terus menerus dengan maksud untuk membandingkan antara gejala yang
satu dengan lainnya. Teknik observasi digunakan untuk memperoleh data titik
koordinat dari masing-masing rumah saudagar batik, gerai batik dengan
menggunakan GPS (Global Positioning System)
2. Studi Pustaka
Studi pustaka memegang peranan penting karena merupakan proses
pengumpulan bahan-bahan melalui riset kepustakaan dengan membaca buku-
buku dan sumber sekunder yang lain yang berhubungan dengan topic masalah.
Dengan studi pustaka dapat diperoleh informasi awal demi pelacakan lebih
lanjut.
3. Wawancara
Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara Tanya
jawab yang dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan pada tujuan
penelitian. Pada umumnya dua orang atau lebih hadir secara fisik dalam proses
Tanya jawab dan masing-masing pihak dapat menggunakan komunikasi secara
wajar dan lancar (Tika, 1997 : 75).
4. Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa contoh, transkip, buku, surat kabar, majalah. Teknik dokumentasi
merupakan teknik yang memberikan informasi secara tepat dan akurat untuk
dipertanggungjawabkan. Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara
mengutip pada sumber data yang tersedia. Dalam penelitian ini sumber tertulis
diperoleh berupa data monografi penduduk di Kelurahan Laweyan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
F. Validitas Data
Teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di
luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data
itu disebut triangulasi. (Moleong,2001:178). Teknik triangulasi ada empat macam
triangulasi yaitu triangulasi data, triangulasi peneliti, triangulasi metode, triangulasi
teoritis. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Triangulasi data (triangulasi sumber)
Berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam
metode kualitatif. Cara ini mengarahkan peneliti agar di dalam
mengumpulkan data menggunakan beragam sumber data yang tersedia.
Artinya, data yang sama atau sejenis, akan lebih mantap kebenarannya bila
digali dari beberapa sumber yang berbeda. Dengan demikian apa yang
diperoleh dari sumber yang satu, bisa lebih teruji kebenarannya bilaman
dibanding dengan data sejenis yang diperoleh dari sumber lain yang berbeda
jenisnya
2. Triangulasi peneliti.
Cara triangulasi ini adalah hasil penelitian baik data ataupun simpulan
mengenai bagian tertentu atau keseluruhan bisa diuji validitas nya dari
beberapa peneliti. Dari pandangan dan tafsir yang dilakukan oleh bebrapa
peneliti terhadap semua informasi yang berhasil digali dan dikumpulkan
berupa catatan, diharapkan bisa terjadi pertemuan pendapat yang pada
akhirnya bisa lebih memantapkan hasil penelitian.
3. Triangulasi metode
Jenis triangulasi ini bisa dilakukan oleh seorang peneliti dengan
mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik atau
metode pengumpulan data yang berbeda.
4. Triangulasi teori
Triangulasi ini dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan perspektif
lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji. Dari
bebrapa perspektif teori tersebut akan diperoleh pandangan yang lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
lengkap, tidak hanya sepihak sehingga bisa dianalisis dan ditarik
kesimpulan yang lebih utuh menyeluruh.
Dalam penelitian ini untuk mencari validitas data, peneliti menggunakan
metode triangulasi data. Triangulasi data paing banyak dilakukan adalah
pemeriksaan melalui sumber lain (Moleong:1991). Hal ini dapat dicapai dengan
jalan menggunakan beberapa sumber yang berkaitan dengan penelitian ini. Dengan
demikian apa yang diperoleh dari sumber yang satu, bias lebih uji kebenarannya
bilamana dibandingkan dengan data sejenis yang diperoleh dari sumber yang
berbeda, baik kelompok sumber sejenis maupumn sumber yang berbeda jenis (HB.
Sutopo; 2002:79)
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis data sekunder dan teknik analisis peta, teknik analisis data sekunder dengan
cara mentabulasi ke dalam bentuk tabel dan grafik maupun peta, kemudian
diuraikan dalam bentuk kalimat. Adapun data yang perlu dianalisis adalah :
1. Analisis distribusi spasial rumah saudagar batik
Analisis distribusi spasial rumah saudagar batik dan gerai batik di Kampung
Batik Laweyan menggunakan analisis peta.
2. Analisis pola persebaran
Analisis deskripsi spasial dilakukan untuk mengetahui pola sebaran
saudagar dan gerai batik di Kampung Batik Laweyam. Analisis deskripsi spasial
dilakukan menggunakan parameter tetangga terdekat. Adapun rumus parameter
tetangga terdekat menurut Bintarto dan Surastopo Hadisumarno ( 1979: 75) adalah
sebagai berikut:
Keterangan :
T = Indeks persebaran tetangga terdekat.
Ju = Jarak rata-rata yang diukur antara satu titik dengan titik tetangganya yang
terdekat.
Ju
T=
Jh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Jh = Jarak rata-rata yang diperoleh andaikan semua titik mempunyai pola random.
1
Jh= ―
2√p
P = Kepadatan titik dalam tiap kilometer persegi yaitu jumlah titik (N)
dibagi luas wilayah (A).
Parameter tetangga terdekat adalah suatu rumus yang penerapannya
mendasarkan pada analisis jarak dengan bantuan peta. Pada rumus tersebut yang
dimaksudkan jarak adalah jarak di peta, sehingga data jarak (Ju dan Jh) didapatkan
dari pengukuran antara titik warnet satu dengan warnet lain di peta. Setelah
diketahui angka indek tetangga terdekat, maka angka indek tersebut dimasukkan
pada klasifikasi pola persebaran. Adapun jenis pola persebaran yang ditentukan
adalah :
T = 0 maka pola persebaran mengelompok.
T = 1 maka pola persebaran acak.
T = 2,15 maka pola persebaran seragam.
Gambar 2. Pola-pola Penyebaran Berdasarkan Konsep Tetangga Terdekat
sumber: Bintarto dan Surastopo Hadisumarno (1979: 76)
3. Analisis untuk mengetahui urban heritage
Analisis yang digunakan untuk mengetahui urban heritage pada saudagar
dan gerai batik adalah analisis tabel. Data primer berupa usia bangunan, bentuk
bangunan, dan kekhasan bangunan.
Mengacu pada Undang-undang No. 11 tahun 2010 Tentang Cagar Budaya
pasal 5 mengatakan bahwa bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai
Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
a. Berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih
b. Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
c. Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,
dan/atau kebudayaan; dan
d. Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
4. Analisis untuk mengetahui pelestarian urban heritage
Analisis yang digunakan untuk urban heritage yang perlu dilestarikan
adalah analisis deskriptif. Mengacu pada Undang-undang No. 11 tahun 2010
Tentang Cagar Budaya..
Sumber: UU No.11 Th 2010 Tentang Cagar Budaya
Gambar 3. Bagan Peringkat Pelestarian
Pelestarian
Melindungi
Mengembangkan
Memanfaatkan Pendayagunaan
Penyelamatan
Zonasi
Pemeliharaan
Pemugaran
Penellitian
Revitalisasi
Adaptasi
Pengamanan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Letak, Luas dan Batas
a. Letak
Secara administratif Kawasan Kampung Batik Laweyan merupakan satu
kawasan yang terdapat di Kelurahan Laweyan. Kelurahan Laweyan merupakan
salah satu Kelurahan yang ada di Kecamatan Laweyanyang terletak antara
7°34’06” LS sampai 7°34’20” LS dan 110°47’25” BT sampai 110°47’52” BT.
b. Luas
Luas Kelurahan Laweyan adalah 29,267 Ha dan jumlah penduduknya
kurang lebih 2.615 jiwa. Secara administratif Kelurahan Laweyan terdiri atas 8
kampung, yaitu Kampung Kwanggan, Kampung Kramat, kampung Sayangan
Kulon, Kampung Sayangan Wetan, Kampung Setono, Kampung Lor Pasar,
Kampung Kidul Pasar, Kampung Klaseman. Kelurahan Laweyan terdiri dari 3
RW dan 12 Rukun Tetangga (RT).
c. Batas
Batas wilayah penelitian yaitu Kampung Batik Laweyan, berada di
Kelurahan Laweyan, Kecamatan Laweyan kota Surakarta. Kampung Batik
Laweyan adalah sebuah kampung dagang dan pusat industri batik, yang
perkembangannya mulai sejak awal abad 20. Kampung tersebut terletak di
sebelah barat, kurang lebih 4 kilometer dari pusat Kota Surakarta.
Kawasan Laweyan terletak pada pinggiran kota Surakarta, yang apabila
ditinjau dari struktur kotanya merupakan suatu kantong (enclave), secara
administrarif termasuk dalam Kelurahan Laweyan, Kecamatan Laweyan
Kelurahan Laweyan secara administratif berbatasan dengan:
1. Sebelah Utara : Kelurahan Sondakan
2. Sebelah Selatan : Kabupaten Sukoharjo
3. Sebelah Barat : Kelurahan Bumi
4. Sebelah Timur : Kelurahan Pajang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
2. Kampung Batik Laweyan
a. Sejarah
Kampung Laweyan merupakan kawasan sentra industri batik yang unik,
spesifik dan bersejarah. Berdasarkan sejarah yang ditulis oleh Mlayadipuro, desa
Laweyan (kini wilayah Kalurahan / Kampung Laweyan) sudah ada sebelum
munculnya kerajaan Pajang. Sejarah kawasan Laweyan barulah berarti setelah
Kyai Ageng Anis bermukim di desa Laweyan pada tahun 1546 M, tepatnya di
sebelah utara pasar Laweyan (sekarang Kampung Lor Pasar Mati) dan
membelakangi jalan yang menghubungkan antara Mentaok dengan desa Sala
(sekarang jalan Dr. Rajiman). Kyai Ageng Anis adalah putra dari Kyai Ageng
Selo yang merupakan keturunan raja Brawijaya V. Kyai Ageng Anis atau Kyai
Ageng Laweyan adalah juga manggala pinituwaning nagara kerajaan Pajang
semasa Jaka Tingkir menjadi Adipati Pajang pada tahun 1546 M. Setelah Kyai
Ageng Anis meninggal dan dimakamkan di pesarean Laweyan (tempat tetirah
Sunan Kalijaga sewaktu berkunjung di desa Laweyan), rumah tempat tinggal
Kyai Ageng Anis ditempati oleh cucunya yang bernama Bagus Danang atau
Mas Ngabehi Sutowijaya. Sewaktu Pajang dibawah pemerintahan Sultan
Hadiwijaya (Jaka Tingkir) pada tahun 1568 Sutowijaya lebih dikenal dengan
sebutan Raden Ngabehi Loring Pasar (pasar Laweyan). Kemudian Sutowijaya
pindah ke Mataram (Kota Gede) dan menjadi raja pertama Dinasti Mataram
Islam dengan sebutan Panembahan Senapati yang kemudian menurunkan raja-
raja Mataram. Masih menurut RT. Mlayadipuro pasar Laweyan dulunya
merupakan pasar lawe (bahan baku tenun) yang sangat ramai. Bahan baku kapas
pada saat itu banyak dihasilkan dari desa Pedan, Juwiring dan Gawok yang
masih termasuk daerah kerajaan Pajang. Adapun lokasi pasar Laweyan terdapat
di desa Laweyan (sekarang terletak diantara kampung Lor Pasar Mati dan Kidul
Pasar Mati serta di sebelah timur kampung Setono). Di selatan pasar Laweyan,
di tepi sungai Kabanaran, terdapat sebuah bandar besar yaitu bandar Kabanaran.
Melalui bandar dan sungai Kabanaran tersebut pasar Laweyan terhubung ke
bandar besar Nusupan di tepi sungai Bengawan Solo. Pada zaman sebelum
kemerdekaan kampung Laweyan pernah memegang peranan penting dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
kehidupan politik terutama pada masa pertumbuhan pergerakan nasional. Sekitar
tahun 1911 Serikat Dagang Islam (SDI) berdiri di kampung Laweyan dengan
Kyai Haji Samanhudi sebagai pendirinya. Dalam bidang ekonomi para saudagar
batik Laweyan juga merupakan perintis pergerakan koperasi dengan
didirikannya “Persatoean Peroesahaan Batik Boemipoetra Soerakarta (PPBBS)
pada tahun 1935 (Priyatmono :2004).
b. Sosial Budaya
Pada tanggal 8 Januari tahun 2010, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Ir
Jero Wacik, S.E menetapkan bahwa Kawasan Kampung Batik Laweyan yang
berlokasi di wilayah Provinsi Jawa Tengah sebagai kawasan cagar budaya yang
dilindungi Undang-Undang Republik Indonesia no 5 tahun 1992 tentang cagar
budaya.
Kelurahan Laweyan sebelum menjadi Kampung Batik Laweyan awalnya
adalah pemukiman yang sebagian besar warganya menggeluti industri tenun,
lalu menjadi industri Batik. Kampung Laweyan kembali tenar di awal abad ke
20, kala itu industri batik tumbuh pesat, hingga melahirkan para saudagar yang
kekayaanya melebihi kaum bangsawan keraton. Di tahun 1930–an jumlah
industri batik di solo mencapai 230an dan sebagian besar berada di Laweyan.
Tiap tahun Laweyan memproduksi tidak kurang 60.400 potong batik.
Masyarakat Laweyan terdiri dari beberapa kelompok, Kelompok Saudagar
(pedagang), wong cilik (orang kebanyakan), wong mutihan (muslim) dan priyayi
(bangsawan). Saudagar yang paling dominan adalah saudagar Batik. Selain itu
dikenal pula golongan saudagar atau juragan batik dengan pihak wanita sebagai
pemegang peranan penting dalam menjalankan roda perdagangan batik yang
biasa disebut dengan istilah mbok mase atau nyah nganten. Sedang untuk suami
disebut mas Nganten sebagai pelengkap utuhnya keluarga (Priyatmono :2004).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
c. Karakteristik Bangunan Di Kampung Batik Laweyan
Masyarakat Laweyan bukanlah keturunan bangsawan, tetapi karena
mempunyai hubungan yang erat dengan kraton melalui perdagangan batik serta
didukung dengan kekayaan yang ada, maka corak pemukiman khususnya milik
para saudagar batik banyak dipengaruhi oleh corak pemukiman bangsawan
Jawa. Bangunan rumah saudagar terdiri dari pendopo, ndalem, senthong,
gandok, pavilion, pabrik, regol dan halaman depan cukup luas dengan orientasi
bangunan menghadap utara selatan. Hampir tiap rumah memiliki pintu kecil
sebagai butulan. Pintu ini menghubungkan dengan lainnya untuk akses
silaturahmi selalu terjaga. Selain pintu butulan beberapa rumah saudagar
terdapat bunker bawah tanah, fungsinya untuk sembunyi dari serangan musuh.
Rumah saudagar mempunyai dinding dari tembok setebal 2 batu (sebagai
penyangga atap) sedang rumah buruh biasanya merupakan kombinasi batu bata
dan papan (kotangan). Bangunan rumah saudagar mempunyai tata ruang Jawa
tetapi tidak sepenuhnya diikuti, sedangkan bentuk bangunan sudah banyak
dimodifikasi dengan bangunan dari luar negeri, baik yang bergaya Belanda
maupun gaya Spanyol. Atap bangunan kebanyakan menggunakan atap limasan
bukan joglo karena bukan keturunan bangsawan (Widayati dalam Priyatmono,
2004).
Dalam perkembangannya sebagai salah satu usaha untuk lebih mempertegas
eksistensinya sebagai kawasan yang spesifik, arsitektur rumah tinggal di
Kawasan Laweyan banyak dipengaruhi oleh corak permukimn bangsawan Jawa
yang dipadu dengan pengruh arsitektur kolonial (Eropa) yang dikenal dengan
arsitektur Indiesch dengan façade sederhana, berorientasi ke dalam, fleksibel,
berpagar tinggi lengkap dengan lantai yang bermotif karpet khas Timur Tengah.
Keberadaan “benteng” tinggi yang banyak memunculkan gang-gang sempit dan
merupakan ciri khas Laweyan selain untuk keamanan juga merupakan salah satu
usaha para saudagar untuk menjaga privacy dan memperoleh daerah
“kekuasaan” di lingkungan komunitasnya. (Priyatmono :2004)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Gambar 4. Denah Rumah Laweyan (Priyatmono,2004:2)
Untuk lebih jelasnya mengenai daerah administrasi Kelurahan Laweyan
dapat dilihat pada peta 1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
3. Keadaan Penduduk
Untuk memberikan gambaran umum mengenai keadaan penduduk di Kelurahan
Laweyan, berikut ini dikemukakan data mengenai jumlah penduduk, kepadatan
penduduk serta komposisi penduduk.
a. Jumlah Penduduk
Berdasarkan data monografi Kelurahan Laweyan, jumlah penduduk
Laweyan bulan Mei tahun 2011 adalah 2615 jiwa, meliputi 1231 laki-laki dan
1384 perempuan.
b. Kepadatan Penduduk
Tingkat kepadatan penduduk suatu daerah merupakan perbandingan antara
luas daerah secara keseluruhan dengan jumlah penduduk di daerah yang
bersangkutan, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :
Kepadatan Penduduk =
Kepadatan penduduk di Kecamatan Jebres sebagai berikut :
Kepadatan penduduk =
= 9017 jiwa
Mantra (1985: 35) mengklasifikasikan kepadatan penduduk aritmatik pada
suatu daerah sebagai berikut :
Tabel 4. Klasifikasi Tingkat Kepadatan Penduduk
No
Kepadatan
Penduduk(Jiwa/Km2)
Keterangan
1 <101 Sangat Rendah
2 101 – 500 Rendah
3 501 – 1000 Sedang
4 1001 – 2000 Tinggi
5 2001 – 3000 Sangat Tinggi
6 >3000 Tinggi Sekali
Sumber: Data Monografi Kelurahan Laweyan Bulan Mei Tahun 2011
Jumlah penduduk
Luas Wilayah
2615 jiwa
0.2926 km2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Berdasarkan rumus dan perhitungan kepadatan penduduk di atas maka dapat
disimpulkan bahwa kepadatan penduduk di Kelurahan laweyan termasuk dalam
kriteria kepadatan penduduk kelompok 6 atau tinggi sekali dengan kepadatan
penduduk yaitu sebesar 9017 Jiwa/Km2.
c. Komposisi Penduduk
Komposisi penduduk adalah gambaran susunan penduduk yang dibuat
berdasarkan pengelompokan penduduk menurut karakteristik yang sama.
1) Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin
Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin adalah variabel
yang penting dalam sebuah kependudukan untuk mengetahui jumlah
penduduk belum produktif, produktif maupun yang sudah tidak produktif
lagi. Untuk mengetahui secara rinci komposisi penduduk menurut umur
dan jenis kelamin di Kelurahan Laweyan dapat dilihat pada tabel
Tabel 5. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Di
Kelurahan Laweyan Bulan Mei Tahun 2011
Sumber: Data Monografi Kelurahan Laweyan Bulan Mei Tahun 2011
Kel Umur
(Tahun)
Laki-laki Perempuan Jumlah
0 - 4 62 47 109
5 - 9 69 88 157
10 - 14 124 199 323
15 – 19 151 152 303
20 – 24 145 151 296
25 – 29 152 152 304
30 – 39 156 168 324
40 – 49 147 166 313
50 – 59 161 159 320
60 + 60 89 149
Jumlah 1231 1384 2615
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di
Kelurahan Laweyan yang terbesar menurut umur adalah kelompok umur 30
- 39 tahun yaitu sebesar 324 jiwa dan terendah adalah kelompok umur 0 –
4 tahun yaitu sebesar 109 jiwa.
Jika dilihat dari jenis kelamin maka jumlah penduduk antara golongan
laki-laki dan perempuan rata-rata hampir sama. Meskipun jumlah
penduduk perempuan lebih banyak daripada jumlah penduduk laki-laki.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini:
Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Di Kelurahan Laweyan
Tahun 2011
NO Jenis Kelamin Jumlah
Jiwa %
1 Laki-laki 1231 47,08
2 Perempuan 1384 52,92
Jumlah 2615 100.00
Sumber: Data Monografi Kelurahan Laweyan Bulan Mei Tahun
2011
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa penduduk di
Kelurahan Laweyan antara laki-laki dan perempuan lebih banyak penduduk
perempuan yaitu sebesar 1384 jiwa (52,92%), sedangkan penduduk laki-
laki sebesar 1231 (47,08%). Dari data tersebut dapat diketahui pada
besarnya jenis kelamin atau Sex Ratio (SR) yaitu perbandingan antara
penduduk laki-laki dan penduduk perempuan. Perhitungan Sex Ratio
dirumuskan sebagai berikut:
Sex Ratio (SR) = a/b x 100
Keterangan :
SR = Rasio Jenis Kelamin
a = Jumlah Penduduk Laki-laki
b = Jumlah Penduduk Perempuan
Dengan rumus di atas dapat dihitung besarnya rasio jenis kelamin
penduduk di Kelurahan laweyan sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Sex Ratio (SR) = 1231 / 1384 x100
= 88.9
Dari hasil perbandingan di atas, maka dapat diperoleh bahwa Sex
Ratio 89, ini berarti bahwa untuk setiap 89 penduduk laki-laki sebanding
dengan 100 penduduk perempuan. Apabila angka tersebut jauh di bawah
100, dapat menimbulkan masalah karena ini berarti di daerah tersebut
kekurangan penduduk laki-laki, akibatnya antara lain kekurangan tenaga
laki-laki untuk melaksanakan pembangunan.
Rasio jenis kelamin dapat pula dibuat berdasarkan kelompok umur.
Berikut akan disajikan rasio jenis kelamin (sex ratio) penduduk Kelurahan
Laweyan menurut kelompok umur tahun 2011.
Tabel 7. Rasio Jenis Kelamin Penduduk di Kelurahan Laweyan Tahun 2011
Sumber: Data Monografi Kelurahan Laweyan Bulan Mei Tahun 2011
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk keseluruhan jumlah
penduduk perempuan lebih banyak dibanding jumlah penduduk laki- laki,
sehingga secara total SR (Sex Ratio) lebih kecil dari 100.
Kel Umur
(Tahun)
Laki-laki
(jiwa)
Perempuan
(jiwa)
Rasio Jenis
Kelamin (%)
0 - 4 62 47 131.9
5 – 9 69 88 78.4
10 – 14 124 199 62.3
15 – 19 151 152 99.3
20 – 24 145 151 96
25 – 29 152 152 100
30 – 39 156 168 92.8
40 – 49 147 166 88.5
50 – 59 161 159 101.2
60 + 60 89 67.4
Jumlah 1231 1384 88.9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
2) Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan adalah
pengelompokan penduduk berdasarkan pendidikannya, baik mereka yang
belum sekolah maupun yang sudah lulus perguruan tinggi. Komposisi
penduduk menurut pendidikan digunakan untuk mengetahui tingkat
kesadaran penduduk terhadap dunia pendidikan. Berikut ini disajikan data
komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan di Kelurahan Laweyan.
Tabel 8. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2011
NO Pendidikan Jumlah
1 Tamat
Akademi/Sarjana
394
2 Tamat SLTA 546
3 Tamat SLTP 438
4 Tamat SD 149
5 Tidak Tamat SD 277
6 Belum Tamat SD 282
7 Tidak Sekolah 229
Jumlah 2315
Sumber: Data Monografi Kelurahan Laweyan Bulan Mei Tahun 2011
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk yang tamat
Perguruan tinggi yaitu 394 orang, walaupun jumlahnya tidak sebanyak
penduduk yang tamat SLTA yaitu 546 orang dan SLTP yaitu 438 orang, hal
ini menunjukkan bahwa masyarakat Laweyan berkembang serta tingkat
perekonomian dan kesejahteraan cukup baik.
3) Komposisi Penduduk Menurut Mata Pancaharian
Komposisi penduduk menurut mata pencaharian dapat dilihat pada
tabel 9 berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Tabel 9. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tahun 2011
NO Mata Pencaharian Jumlah
1 Petani Sendiri -
2 Buruh Tani -
3 Nelayan -
4 Pengusaha 60
5 Buruh Industri 200
6 Buruh Bangunan 150
7 Pedagang 50
8 Pengangkutan 75
9 Pegawai Negeri
(Sipil/ABRI)
20
10 Pensiunan 28
11 Lain-lain 1111
JUMLAH 1694
Sumber: Data Monografi Kelurahan Laweyan Bulan Mei Tahun 2011
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa buruh industri adalah mata
pencaharian yang paling banyak digeluti masyarakat Laweyan yaitu
sebagai buruh industri sebanyak 200 orang. Hal ini dikarenakan Laweyan
sebagai sentra industri batik yang setiap harinya banyak memproduksi kain
batik sehingga membutuhkan banyak tenaga buruh.
Mata pencaharian sebagai pengusaha sebanyak 60 orang, hal ini
dikarnakan banyak masyarakat Laweyan mempunyai usaha industri batik,
biasanya industri batik yang dipunyai merupakan usaha keluarga yang
diturunkan ke anak-anaknya.
4) Komposisi Penduduk Menurut Agama
Komposisi penduduk menurut agama dapat dilihat pada tabel
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Tabel 10 Komposisi Penduduk Menurut Agama Tahun 2011
NO Agama Jumlah
1 Islam 2433
2 Kristen Katolik 99
3 Kristen Protestan 75
4 Budha 5
5 Hindu 3
Jumlah 2615
Sumber: Data Monografi Kelurahan Laweyan Bulan Mei Tahun 2011
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa agama Islam merupakan
agama yang paling banyak dianut penduduk Laweyan, sedangkan agama
Kristen Katolik di urutan kedua yaitu 99 orang, agama Kristen Protestan
yaitu 75 orang, agama Budha yaitu 5 orang dan jumlah terkecil adalah
agama Hindu yaitu 3 orang. Banyaknya masyarakat Laweyan yang
beragama Islam tidak lepas dari sejarah Laweyan sendiri yang merupakan
cikal bakal dari kerajaan Mataram.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
B. Hasil Dan Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persebaran rumah saudagar batik
dan gerai batik, serta pelestarian rumah saudagar dan gerai batik sebagai urban
heritage.
1. Persebaran Rumah Saudagar Batik Dan Gerai Batik
a. Sebaran Rumah Saudagar Batik
Persebaran rumah saudagar batik dan gerai batik diketahui dengan
mengambil titik koordinat dengan GPS. Dalam penelitian ini peta
digunakan sebagai media penyaji dalam menampilkan lokasi persebaran
rumah saudagar batik dan gerai batik. Dalam penggambarannya di peta,
rumah dan gerai disimbolkan menggunakan titik (point) yang berarti satu
titik pada peta menunjukkan satu rumah di permukaan bumi. Lokasi titik
tersebut menggambarkan kedudukannya secara absolut di permukaan bumi.
Rumah saudagar batik di Kampung Batik Laweyan saat ini terbagi
menjadi 2 kelompok :
1) Rumah saudagar batik yang dijadikan sebagai industri batik sampai
dengan showroom artinya rumah saudagar tersebut dijadikan sebagai tempat
tinggal, proses pembuatan batik dan showroom/gerai batik. Proses
pembuatan batik tersebut bisa berawal kain polos menjadi kain batik
kemudian dipasarkan dalam bentuk kain batik, atau ada juga proses
pembuatan batik dari kain sampai menjadi pakaian batik atau kerajian batik
lain. Industri batik proses merupakan usaha yang dimiliki oleh saudagar
batik dimana pabrik tempat memproduksi batik terdapat dibagian belakang
rumah sedangkan ruangan depan merupakan tempat tinggal bagi saudagar
batik, sedangkan showroom/gerai batik yang dimiliki berada di teras atau
halaman depan. Showroom batik yang menyatu dengan rumah biasanya
terdapat dibagian depan rumah atau teras atau bagian pendapa rumah.
Showroom/ gerai batik yang terdapat dibagian depan rumah merupakan
tambahan ruangan yang berupa bangunan semi permanen dan berupa
etalase kaca. Pada beberapa saudagar batik penambahan ruangan yang
dijadikan sebagai gerai batik, sebelumnya merupakan ruangan bekas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
ruangan untuk kandang kuda. Pabrik untuk pemrosesan batik terdapat
dibagian belakang rumah.
2) rumah saudagar batik hanya sebagai industri batik atau rumah saudagar
yang hanya sebagai tempat membuat batik tetapi showroom atau gerai batik
berada terpisah. Tempat produksi batik atau pabrik merupakan bangunan
tersendiri yang terpisah dari rumah saudagar batik. persebaran rumah
saudagar batik dapat dilihat pada peta 2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Dari peta yang dihasilkan dapat diketahui bahwa sebaran rumah
saudagar batik hampir diseluruh Kelurahan Laweyan kecuali Kampung
Kramat dan Kwanggan.
Tabel 12. Distribusi rumah saudagar batik
No Kampung Jumlah Presentase (%)
1 Kwanggan - -
2 Sayangan Kulon 1 4,35
3 Sayangan Wetan 1 4,35
4 Setono 7 30,43
5 Kidul Pasar 6 26,09
6 Lor Pasar 4 17,39
7 Kramat - -
8 Klaseman 4 17,39
Jumlah 23 100
Sumber: Peta Persebaran Saudagar Batik Tahun 2011
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa persebaran rumah saudagar
batik di Kampung Batik Laweyan banyak terdapat di Kampung Setono
dengan jumlah sebanyak 7 saudagar batik atau 30,43% dari semua jumlah
saudagar yang ada di Kampung Batik Laweyan, kemudian disusul oleh
Kampung Kidul Pasar dengan jumlah saudagar sebanyak 6 atau 26,09%
dari semua jumlah saudagar batik yang ada di Kampung Batik Laweyan.
Jumlah saudagar batik paling sedikit terdapat di Kampumg Sayangan Kulon
karena hanya terdapat 1 saudagar batik atau 4,35% dari 23 jumlah saudagar
batik yang ada di Kampung Batik Laweyan.
b. Pola Persebaran Saudagar Batik
Dalam usaha mengetahui pola persebaran rumah saudagar batik di
Kampung Batik Laweyan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, maka
pola persebaran saudagar batik pada penelitian ini digunakan analisis
parameter tetangga terdekat (nearest neighbour analysis). Sebagai dasar
dalam perhitungan indek parameter tetangga terdekat dalam penelitian ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
adalah Peta Pola Persebaran Rumah Saudagar Batik Kelurahan Laweyan,
peta ini merupakan hasil analisis antara Peta Persebaran Saudagar Batik dan
perhitungan parameter tetangga terdekat. Metode ini digunakan untuk
mengetahui pola persebaran suatu obyek yang diasumsikan sebagai titik
(point). Objek kajian dari penelitan ini adalah rumah saudagar di Kampung
Batik Laweyan yang diasumsikan sebagai titik (point).
Adapun rumus parameter tetangga terdekat (nearest-neighbour
statistic) T menurut Bintarto dan Surastopo Hadisumarno (1979: 75)
sebagai berikut :
Keterangan :
T = Indeks persebaran tetangga terdekat.
Ju = Jarak rata-rata yang diukur antara satu titik dengan titik tetangganya
yang terdekat.
Jh = Jarak rata-rata yang diperoleh andaikan semua titik mempunyai pola
random.
1
Jh= ―
2√p
P = Kepadatan titik dalam tiap kilometer persegi yaitu jumlah titik (N)
dibagi luas wilayah (A).
Pada peta pola persebaran saudagar batik Kelurahan Laweyan skala
1:4000 terdapat 23 atau titik (N=23) dengan luas daerah 29,267 hektar
(0.29267 km2) dengan jarak antar titik rumah saudagar yang satu dengan
yang lain adalah sebagai berikut :
Ju
T=
Jh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Tabel 13. Jarak Terdekat Antar Rumah Saudagar Di Kelurahan Laweyan
NO Titik Jarak (m) Lokasi (Kampung)
1 1-2 0.15 Sayangan Kulon-Setono
2 2-3 0.031 Setono
3 4-5 0.065 Setono
4 5-6 0.049 Setono
5 6-7 0.065 Setono
6 7-8 0.011 Setono
7 9-10 0.027 Sayangan Wtan-Kidul
Pasar
8 10-11 0.023 Kidul Pasar
9 12-13 0.137 Lor Pasar
10 14-15 0.022 Kidul Pasar
11 15-16 0.011 Kidul Pasar
12 16-17 0.038 Kidul Pasar
13 17-18 0.018 Kidul Pasar -Klaseman
14 19-20 0.04 Klaseman
15 21-22 0.033 Klaseman
16 22-23 0.064 Klaseman
∑J 0,784 Km
Sumber: Data Primer, 2011
1) Perhitungan jarak rata-rata yang diukur antara satu titik dengan titik yang
lain yang paling dekat adalah sebagai berikut:
Ju = ∑J
N
= 0,784
23
= 0,034
Jarak rata-rata yang diukur antara satu titik rumah saudagar dengan titik
rumah saudagar yang lain yang terdekat di Kelurahan Laweyan adalah
0,034 Km.
2) Setelah menghitung Ju maka langkah selanjutnya adalah menghitung Jh,
untuk menghitung Jh harus diketahui nilai P terlebih dahulu. Nilai P
merupakan perbandingan antara jumlah saudagar batik dengan luas
wilayah di Kelurahan Laweyan sehingga diperoleh hasil sebagai berikut
:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
P = N
A
= 23
0,29267
= 78,59
Jadi, nilai P di Kelurahan Laweyan adalah 78,59
3) Setelah diketahui nilai P baru dapat menghitung Jh dengan rumus
sebagai berikut :
Jh = 1
2√p
= 1
2√78,59
= 1
2 x 8,865
= 0,0564
Jadi, nilai Jh adalah 0,0564
4) nilai Ju dan Jh diketahui maka dapat dihitung nilai T-nya dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
T = Ju
Jh
= 0,034
0,0564
= 0,602
Dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa nilai nearest
neighbour statistic ( T ) pola persebaran saudagar batik di Kelurahan
Laweyan adalah 0,602. Jika nilai tersebut dicocokkan kedalam pola
persebaran menurut Bintarto dan Surastopo, dapat diketahui pola
persebaran saudagar batik di Kelurahan Laweyan adalah mendekati
random (nilai T mendekati nilai 1). Hal tersebut dikarenakan adanya
privasi setiap saudagar batik. Pola persebaran saudagar batik di
Kelurahan Laweyan disajikan dalam Peta 3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Sebaran Gerai Batik
Gerai batik di Kampung Batik Laweyan kebanyakan merupakan
bangunan semi permanen berupa etalase kaca yang ditambahkan dibagian
depan rumah atau garasi rumah dan ada juga berupa bangunan baru yang
dibangun dari lahan kosong bukan dari pemugaran bangunan lama. Sejak
tahun 2004 ditetapkannya Kelurahan Laweyan sebagai Kampung Batik
Laweyan, bangunan-bangunan kuno di Laweyan dilarang untuk dirubah
bentuknya sampai berubah dari bentuk yang asli. Untuk pembangunan
bangunan baru di Kampung Batik Laweyan hanya diperbolehkan
membangun dari lahan kosong bukan dari pembongkaran bangunan kuno
yang telah ada. Ditahun itu pula, industri batik di Kampung Batik Laweyan
mulai bangkit, ditandai dengan muncul banyak showroom/gerai batik di
sepanjang jalan Sidoluhur.
Banyaknya jumlah gerai batik yang ada di Kelurahan Laweyan tidak
lepas dari strategi pengembangan usaha yang dilakukan oleh Forum
Pengembangan Kampung Batik Laweyan yang berusaha untuk
mempertahankan budaya batik di Surakata. Dari peta yang ditampilakan
dapat dilihat bahwa persebaran gerai batik banyak terdapat di sepanjang
jalan Sidoluhur karena jalan Sidoluhur merupakan jalan utama di Kawasan
Kampung Batik Laweyan.
d. Pola Sebaran Gerai Batik
Untuk mengetahui pola sebaran gerai batik juga menggunakan analisis
parameter tetangga terdekat (nearest neighbour analysis). Pada peta pola
persebaran gerai batik Kelurahan Laweyan skala 1:4000 terdapat 56 gerai
atau titik (N=56) dengan luas daerah 29,267 hektar (0.29267 km2) dengan
jarak antar titik gerai yang satu dengan yang lain adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Tabel 15. Jarak Terdekat Antar Gerai Di Kelurahan Laweyan
N
O TITIK
Jarak
(Km) Lokasi
1 1-2 0.169 Kwanggan-Syng Kln
2 2-3 0.069 Syng Kln-Syng Wtan
3 4-5 0.014 Sayangan Kulon
4 5-6 0.015 Sayangan Kulon
5 6-7 0.014 Syng Kln-Kramat
6 7-8 0.017 Syng Kln-Kramat
7 6-9 0.015 Syng Kln-Syng Wtan
8 9-10 0.014 Sayangan Kulon
9 10-11 0.014 Syng Kln-Setono
10 11-12 0.009 Setono
11 13-14 0.035 Setono
12 14-15 0.018 Sayangan Wetan
13 15-16 0.009 Sayangan Wetan
14 16-17 0.013 Sayangan Wetan
15 17-18 0.01 Sayangan Wetan
16 18-19 0.009 Sayangan Wetan
17 13-20 0.013 Syng Wtn-Syng Kln
18 20-21 0.022 Setono
19 21-22 0.018 Setono
20 22-23 0.01 Setono
21 23-24 0.009 Setono
22 24-25 0.013 Setono
23 25-26 0.008 Setono
24 26-27 0.016 Setono
25 27-28 0.024 Setono
26 28-29 0.03 Setono
27 29-30 0.01 Setono
28 31-32 0.038 Setono
29 32-33 0.012 Setono-Kramat
30 33-34 0.039 Kramat-Setono
31 35-36 0.039 Setono
32 36-37 0.019 Setono
33 38-39 0.019 Setono
34 40-41 0.011 Setono-Kdul Psr
35 41-42 0.023 Kidul Pasar
36 43-44 0.116 Syng Wtn-Lor Psr
37 44-45 0.037 Lor Pasar
38 46-47 0.046 Kidul Pasar
39 47-48 0.054 Kidul Pasar-Klaseman
40 49-50 0.027 Kidul Pasar
41 51-52 0.048 Lor Pasar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Sumber: Pengolahan data primer tahun 2011
1) Perhitungan jarak rata-rata yang diukur antara satu titik dengan titik yang
lain yang paling dekat adalah sebagai berikut:
Ju = ∑J
N
= 1.186
56
= 0,021178
Jarak rata-rata yang diukur antara satu titik rumah saudagar dengan titik
rumah saudagar yang lain yang terdekat di Kelurahan Laweyan adalah
0,021 Km.
2) Setelah menghitung Ju maka langkah selanjutnya adalah menghitung Jh,
untuk menghitung Jh harus diketahui nilai P terlebih dahulu. Nilai P
merupakan perbandingan antara jumlah gerai dengan luas wilayah di
Kelurahan Laweyan sehingga diperoleh hasil sebagai berikut :
P = N
A
= 56
0,29267
= 191.34178
Jadi, nilai P di Kelurahan Laweyan adalah 191.34
3) Setelah diketahui nilai P baru dapat menghitung Jh dengan rumus
sebagai berikut :
Jh = 1
2√p
= 1
2√191.34
42 52-53 0.012 Lor Pasar-Klaseman
43 53-54 0.013 Klaseman
44 55-56 0.016 Lor Pasar
∑J 1.186
Km
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
= 1
2 x 13.83
= 0,03615
Jadi, nilai Jh adalah 0,03615
4) nilai Ju dan Jh diketahui maka dapat dihitung nilai T-nya dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
T = Ju
Jh
= 0,0212
0,0362
= 0,5856
Dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa nilai nearest neighbour
statistik (T) pola persebaran gerai batik di Kelurahan Laweyan adalah 0,58.
Jika nilai tersebut dicocokkan kedalam pola persebaran menurut Bintarto
dan Surastopo, dapat diketahui pola persebaran gerai batik di Kelurahan
Laweyan adalah mendekati cluster (nilai T mendekati nilai 0). Jika dilihat
pada peta pola persebaran gerai batik di Kelurahan Laweyan dapat diketahui
bahwa gerai-gerai batik banyak terdapat disepanjang jalan Sidoluhur yang
mana gerai-gerai tersebat merupakan bangunan baru yang bersifat semi
permanen dan berupa etalase-etalase kaca untuk memajang produksi batik
yang dimiliki.
Untuk lebih jelasnya Persebaran Gerai Batik dan Peta Pola Persebaran
Gerai Batik di Kelurahan Laweyan dapat dilihat pada peta 5 dan 6.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Pelestarian urban heritage di Kampung Batik Laweyan
a. Penentuan Urban Heritage
Urban Heritage adalah objek-objek dan kegiatan di perkotaan yang
memberi karakter budaya yang khas bagi kota yang bersangkutan. Penentuan
rumah saudagar dan gerai batik yang termasuk dalam Urban Heritage
didasarkan pada Undang-undang cagar budaya no 11 tahun 2010 pasal 5
yang menyatakan bahwa benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan
sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar
Budaya apabila memenuhi kriteria:
i. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih
ii. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun
iii. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan,
agama, dan/atau kebudayaan
iv. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
Kampung Batik merupakan salah sentra industri batik di Surakarta yang
saat ini menjadi wisata budaya. Hasil penelitian yang diperoleh, di Kampung
Batik Laweyan ada 23 saudagar batik yang masih memproduksi batik, dan 56
gerai batik. Rumah saudagar batik di Kampung Batik Laweyan di
klasifikasikan menjadi 2 yaitu rumah saudagar batik yang dijadikan selain
sebagai tempat memproduksi batik juga befungsi sebagai showroom batik
dan tempat tinggal, dan rumah saudagar batik yang berfungsi sebagai tempat
memproduksi batik saja, sedangkan tempat tinggal pemilik berada terpisah.
Gerai batik berjumlah 56 yang banyak terdapat disepanjang jalan
Sidoluhur. Gerai batik tersebut merupakan bangunan baru yang bersifat semi
permanen karena hanya berupa etalase-etalase kaca untuk memajang
produksi batik yang dijual.
Berdasarkan tabel 16 pada lampiran 3, diketahui bahwa semua rumah
saudagar batik merupakan bangunan permanen. Dari 23 jumlah saudagar
batik ada 11 rumah yang berusia lebih dari 50 tahun atau sekitar 47.8 %
dengan bentuk rumah joglo maupun limas, 4 bangunan hanya sebagai pabrik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
atau 17.4% dan 34.8% merupakan rumah saudagar batik yang usianya kurang
dari 50 tahun atau 8 rumah saudagar dari seluruh jumlah saudagar di
Kampung Batik Laweyan.
Berdasarkan tabel 17 pada lampiran, diketahui bahwa dari 56 jumlah
gerai batik, 32 bangunan atau 57.1% merupakan bangunan semi permanen
yang berupa etalase kaca, 24 atau 42.9% bangunan merupakan bangunan
permanen. Dari 24 gerai batik ada 9 bangunan yang berusia lebih dari 50
tahun dan 15 merupakan bangunan yang usianya kurang dari 50 tahun.
Berdasarkan analisis data dan pengamatan yang dilakukan secara
langsung dapat diketahui bahwa bangunan-bangunan di Kampung Batik
Laweyan masih banyak terdapat bangunan kuno, bentuk bangunan yang
khas, arsitektur bangunan di Kampung Batik Laweyan banyak dipengaruhi
oleh gaya Jawa dan Eropa. Adapaun daftar bangunan kuno yang menjadi
salah satu urban heritage di Kampung Batik Laweyan adalah sebagai berikut:
Tabel 18. Bangunan Kuno di Kampung Batik Laweyan
No Nama Industri Jenis Industri
1 Batik Putra Laweyan Proses dan showroom
2 Batik Adityan Proses dan showroom
3 Batik Gress Tenan Proses dan showroom
4 Batik Gunawan Design Proses dan showroom
5 Batik Cempaka Proses dan showroom
6 Batik Surya Pelangi Proses dan showroom
7 Batik Mahkota Laweyan Proses dan showroom
8 Batik Wedelan Proses dan showroom
9 Batik Pulo Djawa Proses dan showroom
10 Batik Tjokrosumarto Proses
11 Batik priosumarto Proses
12 Batik Tjahaya Baru Konveksi dan showroom
13 Batik Estu Mulya Konveksi dan showroom
14 Batik Naluri Showroom
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
15 Batik Kencana Murni Showroom
16 Batik Pendapi Showroom
17 Batik Sidoluhur Showroom
18 Batik Enza Showroom
19 Batik Putra Pelangi Showroom
20 Batik Alini Showroom
Sumber: Pengolahan Data Primer dan Sekunder ,2011
Dari tabel tersebut diatas dapat diketahui bahwa bangunan kuno ada 20
atau sekitar 25,3 % dari 79 jumlah industri batik di Kampung Batik Laweyan
baik saudagar ataupun gerai batik. Peta persebaran Urban heritage dapat
dilihat pada peta 7.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Pola Sebaran urban heritage
Untuk mengetahui pola sebaran urban heritage juga menggunakan
analisis parameter tetangga terdekat (nearest neighbour analysis). Pada peta
pola persebaran urban heritage Kelurahan Laweyan skala 1:4000 terdapat 20
urban heritage atau titik (N=20) dengan luas daerah 29,267 hektar (0.29267
km2) dengan jarak antar titik urban heritage yang satu dengan yang lain
adalah sebagai berikut:
Tabel 19.Jarak Terdekat antar Urban heritage Di Kampung Batik Laweyan
NO Titik Jarak (km) Lokasi (Kampung)
1 1-2 0.13 Sayangan Kulon
2 2-3 0.087 Sayangan Wetan
3 4-5 0.035 Kramat-Setono
4 5-6 0.026 Setono
5 6-7 0.026 Setono
6 8-9 0.017 Setono
7 9-13 0.068 Setono
8 10-11 0.033 Setono- Sayangan Wetan
9 11-12 0.029 Sayangan Wetan
10 14-15 0.044 Setono-Lor Pasar
11 16-17 0.132 Lor Pasar
12 18-19 0.072 Lor Pasar -Klaseman
13 19-20 0.012 Lor Pasar -Klaseman
∑J 0,711 Km
Sumber: Data Primer, 2011
1) Perhitungan jarak rata-rata yang diukur antara satu titik dengan titik yang
lain yang paling dekat adalah sebagai berikut:
Ju = ∑J
N
= 0,711
20
= 0,03555
Jarak rata-rata yang diukur antara satu titik urban heritage dengan titik
urban heritage yang lain yang terdekat di Kelurahan Laweyan adalah
0,036 Km.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
2) Setelah menghitung Ju maka langkah selanjutnya adalah menghitung P.
Nilai P merupakan perbandingan antara jumlah urban heritage dengan
luas wilayah di Kelurahan Laweyan sehingga diperoleh hasil sebagai
berikut :
P = N
A
= 20
0,29267
= 68,33635
Jadi, nilai P di Kelurahan Laweyan adalah 68,34
3) Setelah diketahui nilai P baru dapat menghitung Jh dengan rumus
sebagai berikut :
Jh = 1
2√p
= 1
2√68,34
= 0,06048
Jadi, nilai Jh adalah 0,06048
4) nilai Ju dan Jh diketahui maka dapat dihitung nilai T-nya dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
T = Ju
Jh
= 0,03555
0,06048
= 0,58779
Dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa nilai nearest neighbour
statistik (T) pola persebaran urban heritage di Kelurahan Laweyan adalah
0,59. Jika nilai tersebut dicocokkan kedalam pola persebaran menurut
Bintarto dan Surastopo, dapat diketahui pola persebaran urban heritage di
Kelurahan Laweyan adalah mendekati random (nilai T mendekati nilai 1).
Peta pola persebaran urban heritage disajikan pada peta 8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Pelestarian urban heritage di Kampung Batik Laweyan
Pelestarian urban heritage untuk rumah saudagar batik dan gerai batik
dilakukan dengan observasi lapangan, studi pustaka dan wawancara
langsung dengan pemilik rumah. Wawancara yang dilakukan terkait dengan
usaha-usaha yang dilakukan oleh pemilik rumah atau bangunan kuno dalam
upaya melestarikan rumah yang didiami.
Menurut Undang-undang No.11 tahun 2010 pasal 5
memberitahukan bahwa kriteria benda atau bangunan sebagai benda cagar
budaya adalah berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih, mewakili masa
gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun, memiliki arti khusus
bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan;
dan memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
Menurut Undang-undang No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya,
pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar
budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan
memanfaatkannya. Tindakan pelestarian yang dilakukan diketahui dengan
pengumpulan studi pustakan dan observasi secara langsung berupa
wawancara dengan pemilik rumah.
1) Rumah Saudagar Batik Pulo Djawa
a) Lokasi
Terletak di Kampung Setono Rt 02/II Laweyan pada koordinat
7034,251’ LS dan 110
0,649’ BT.
b) Status Kepemilikan
Pemilik rumah batik Pulo Djawa adalah Bapak Bambang Sanyoto.
Status kepemilikan rumah merupakan milik pribadi merupakan
keturunan kedua dari keluarga yang menempati rumah tersebut
c) Riwayat Kepemilikan
Rumah batik Pulo Djawa dibangun oleh Harjo Sutanto pada tahun
1842, sehingga sekarang rumah tersebut berusia 169 tahun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
d) Pelestarian
(1). Perlindungan
i. Penyelamatan
Usaha penyelamatan bangunan dari kerusakan dan kehancuran
salah satunya perbaikan yang dilakukan pada tahun 2011 oleh
pemerintah Kota Surakarta berupa pemebersihan
tembok,pengecatan ulang dan perbaikan bangunan disamping
rumah utama. Perhatian yang diberikan oleh pemerintah Kota
Surakarta merupakan wujud tindakan nyata atas penetapan
Kawasan Kampung Batik Laweyan sebagai cagar buday yang
harus dilindungi.
ii. Pengamanan
Kekhasan bangunan di Laweyan tampak juga dari benteng-
benteng yang melindungi dan mengelilingi bangunan. Pada jaman
dahulu benteng tersebut selain berfungsi sebagai pengamana
terhadap ancaman kejahatan juga berperan sebagai pembatas
kekuasaan dan menjaga privasi dari saudagar batik.
iii. Pemeliharaan
Lingkungan disekitar bangunan terawat dengan baik, terlihat
dari kebersihan halaman rumah, adanya pohon dan tanaman hias
disekitar halaman rumah. Selain itu juga terdapat kolam ikan di
samping rumah.
iv. Pemugaran
Tidak terjadi pemugaran yang sampai merubah bentuk bangunan.
Ada penambahan bangunan di samping kiri rumah utama yang
bermanfaat sebagai ruang tamu. Sedangkan rumah
utama/pendhapa dijadikan sebagai showroom batik.
(2) Pengembangan
i. Penelitian
Sering menjadi obyek penelitian yang berkaitan dengan
arsitektur bangunan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii. Revitalisasi
Ikut tergabung dalam Forum Pengembangan Kampung Batik
Laweyan. Revitalisasi dilakukan secara menyeluruh oleh Forum
Pengembangan Kampung Batik Laweyan sejak tahun 2004.
iii. Adaptasi
Bentuk adaptasinya tetap menjaga kekhasan arsitektur bangunan
rumah dari tahun ke tahun. Selain itu juga menjadikan rumah
tersebut selain tempat memproduksi batik juga dimanfaatkan
sebagai gerai batik dan wisata terapi ikan.
(3) Pemanfaatan
Merupakan rumah milik pribadi yang yang menyatu dengan
usaha batik. Usaha batik berada di ruangan depan, sedangkan
ruangan tengah dan belakang sebagai tempat tinggal.
Gambar 5. Rumah Batik Pulo Djawa
Gambar 6. Bentuk Jendela
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
2) Gerai Batik Tjahaja Baru
a) Lokasi
Terletak di Jl Tiga Negeri No.2 Laweyan pada koordinat 7034,153’
LS dan 1100 47,599’ BT
b) Status kepemilikan
Status kepemilikan rumah merupakan milik pribadi
c) Riwayat Kepemilikan
Pemilik rumah saat ini adalah Bapak Muh. Arif Rusdi. Rumah batik
Tjahaja Baru kira-kira sudah berusia 200 tahun yang dibangun oleh
Haji Ilyas, kemudian diwariskan kepada putranya Imam Mashadi dan
kemudian sekarang ditempati oleh Bapak Arif Rusdi.,
d) Pelestarian
(1) Perlindungan
i. Penyelamatan
Usaha penyelamatan yang telah dilakukan pada tahun 1995
adalah pengecatan ulang terhadap pintu, jendela, atap dan regol,
dan lantai agar terlihat sebagi gerai batik, pemilik menambahkan
etalase kaca dibagian barat sebelum regol
ii. Pengamanan
Rumah tersebut merupakan rumah joglo dengan 10 tiang
penyangga bagian pendapa rumah. Rumah tersebut menghadap
ke utara tetapi regol berada di sebelah barat karena bagian depan
terhalang oleh benteng yang mengelilingi rumah.
Gambar 7. Gerai Batik Tjahaja Baru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
iii. Pemeliharaan
Kondisi rumah terawat dengan baik, walaupun terlihat ada kayu
yang mulai rapuh. Merupakan rumah joglo yang masih terjaga
keasliannya, terbukti dari usia rumah yang sudah mencapai 200
tahun tetapi belum pernah ada pemugaran dan pergantian
terhadap kayu ataupun genteng rumah..Pada rumah tersebut tidak
terdapat halaman karena bagian depan rumah tertutup oleh
benteng
iv. Pemugaran
Pemugaran atau pengurangan terhadap bangunan belum pernah
dilakukan. Bentuk rumah masih asli, ada pendapa, dalem, regol
dan pabrik untuk proses pembuatan batik terletak dibelakang
(2) Pengembangan
Upaya pengembangan yang banyak dilakukan saat ini terkait denga
promosi batik dengan membuaka showroom dan konveksi batik
walaupun tidak diproduksi sendiri. Pengembangan yang terkait
dengan bangunan yang ditempati dilakukan dengan menjaga dan
merawatnya agar tidak musnah, tetap menjaga keaslian dan
arsitektur bangunan.seperti pendhapa, gandhok, dalem, senthong,
benteng dan regol masih utuh, walaupun pabrik di bagian belakang
sudah tidah berfungsi sebagaimana mestinya. Pengembangan berupa
promosi dan revitalisasi dilakukan oleh Forum pengembangan
Kampung Batik Laweyan.
Gambar 8. Pendapa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
(3) Pemanfaatan/ Pendayagunaan
Merupakan rumah milik pribadi yang yang menyatu dengan usaha
batik. Usaha batik berupa showroom dan konfeksi berada di
pendapa, sedangkan ruangan tengah dan belakang sebagai tempat
tinggal.
3) Gerai Batik Naluri
a) Lokasi
Terletak di Kampung Kidul Pasar, Laweyan pada koordinat
110047,822’ BT dan 7
034,244’LS
b) Status Kepemilikan
Status bangunan merupakan milik pribadi
c) Riwayat kepemilikan
Rumah Batik Naluri dibangun tahun 1896 oleh Larso Sudjito,
kemudian diwariskan kepada Nano Hadi Saryono, kemudian Marso
Santono, lalu Bapak Santoso dan sekarang ditempati oleh Tutut
Kurniawati. Umur rumah tersebut berusia 115 tahun dan bentuk rumah
tersebut adalah limas.
d) Pelestarian
(1) Perlindungan
i. Penyelamatan
Merupakan rumah jawa berbentuk limas yang berusia 115 tahun.
Tindakan penyelamatan dari kerusakan yang dilakukan hanya
pengecatan kembali dinding, pintu dan jendela, pengantian
genteng dan menambah platform pada atapnya.
ii. Pengamanan
Pada bangunan ini tidak ada benteng tinggi karena sudah dipugar,
yang tampak saat ini berupa pagar besi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
iii. Pemeliharaan
Bangunan dan lingkungan disekitar bangunan masih terawat
dengan baik. Halaman rumah tidak lagi tanah tetapi telah di
keramik
iv. Pemugaran
Pemugaran pernah dilakukan pada tahun 1966 yaitu berupa
penambahan dan pengurangan bagian rumah. Penambahan yang
dilakukan adalah pada bagian depan rumah ditambah pos satpam
dan kamar mandi, sedangkan pengurangan yang dilakukan adalah
menghilangkan pendapa (ruangan bagian depan, sehingga yang
tampak sekarang adalah bentuk rumah limas yang sudah tidak
utuh lagi.
Gambar 9. Gerai Batik Naluri
(2) Pengembangan
Pengembangan yang dilakukan secara individu seperti membuka
usaha showroom batik di rumah bagian depan, sedangkan
pengembangan berupa promosi dan revitalisasi dilakukan oleh
Forum pengembangan Kampung Batik Laweyan.
(3) Pemanfaatan/ Pendayagunaan
Sebagai rumah tinggal dan showroom batik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
4) Gerai Batik Alini
a) Lokasi
Terletak di Kampung Sayangan Kulon, Laweyan pada 1100
47,567’BT dan 70 34,189’LS
b) Status Kepemilikan Bangunan
Pemilik gerai tersebut adalah Ibu Zainab yang telah menempati
rumah tersebut sejak tahun 2009 sebagai penyewa.
c) Pelestarian
(1) Perlindungan
i. Penyelamatan
Penyelamatan bangunan telah dilakukan secara menyeluruh.
Penyelamatan berupa pengecatan kembali dinding rumah ,
mengganti atap rumah yang sudah rusak, menamal dinding yang
retak. Tiang bangunan di pendapa dan ruang tengah masih kokoh.
ii. Pemeliharaan
Gerai Batik Alini merupakan perpaduan antara rumah bergaya
Joglo dengan Eropa. Terlihat dari bagian depan rumah atau
pendhapa merupakan joglo dengan 4 tiang, sedangkan bagian
tengah atau ndalem merupakan arsitektur eropa. Terlihat dari
pintu, jendela yang besar, dan lantai yang berornamen. Kondisi
bangunan masih terawat baik karena sebagai penyewa telah diberi
peringatan agar rumah yang ditempati tersebut dijaga dan dirawat
tetapi tidak boleh melakukan pemugaran dalam bentuk apapun,
baik mengurangi bangunan ataupun penambahan bangunan baru.
iii. Pemugaran
Selama ditempati belum terjadi pemugaran karena hanya sebagai
penyewa dan tidak diperbolehkanuntuk memugar bangunan.
(2) Pengembangan
Tetap mempertahankan gaya arsitektur dari dulu sampai sekarang
merupakan tindakan yang harus dilakukan, karena sebagai penyewa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Ibu Zainab tidak boleh melakukan pemugaran terhadap bangunan.
Pengembangan dilakukan secara terpadu oleh Forum
Pengembangan Kampung Batik Laweyan.
(3) Pemanfaatan/ Pendayagunaan
Pendhapa dimanfaatkan sebagai gerai batik sedangkan disamping
terdapat bangunan yang digunakan sebagai tempat pencucian kain
batik. Ndalem atau ruang tengah dan belakang digunakan sebagai
tempat tinggal.
Gambar 10. Gerai Batik Alini Tampak Depan
Gambar 11. Ruang Tengah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
5) Gerai Batik Kencana Murni
a) Lokasi
Terletak di Jl. Sidoluhur No.5 Laweyan, pada koordinat
7034,p243’ LS dan 110
047,857’ BT.
b) Status Kepemilikan
Pemilik gerai Kencana Murni saat ini adalah Mohammad Alwan.
Status kepemilikan merupakan milik pribadi.
c) Riwayat Kepemilikan
Gerai batik Kencana Murni merupakan rumah kuno yang dibangun
tahun 1908 oleh Haji Ihsan, kemudian diwariskan kepada putranya yaitu
Syukin Al Hadi dan sekarang ditempati oleh Mohammad Alwan.
d) Pelestarian
(1) Perlindungan
i. Penyelamatan
Bentuk penyelamatan yang pernah dilakukan pada rumah yang
telah berusia 103 tahun tersebut adalah perbaikan terhadap lantai
rumah yang dilakukan tahun 1980.
ii. Pengamanan
Benteng tinggi dan regol masih terawat dengan baik.
iii. Pemeliharaan
Sudah terjadi banyak perubahan bangunan. Seperti lantai rumah
yang sudah dikeramik secara menyeluruh dan pengecatan
terhadap kayu dan dinding. Lingkungan di sekitar bangunan yang
sudah di paving secara menyeluruh
iv. Pemugaran
Pada tahun 2000 dilakukan penambahan ruang disebelah kanan
rumah, didekat benteng yang dulunya sebagai tempat kuda
dirubah menjadi ruangan kaca untuk showroom batik .
(2) Pengembangan
Pemilik awal bangunan dari gerai batik kencana murni adalah
seorang saudagar batik, tetapi saat ini usaha tersebut tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
diteruskan oleh generasi berikutnya. Sebagai upaya pengembangan
kembali potensi yang ada pada tahun 2000, bapak Moh. Alwan
membuka showwroom batik di pendhapa rumah.
(3) Pemanfaatan/ Pendayagunaan
Sebagai rumah tinggal dan showroom batik.
Gambar 12. Batik Kencana Murni
6) Rumah Mahkota Laweyan
a) Lokasi
Terletak di Sayangan Kulon no 9 Laweyan Solo, pada koordinat
7034,141’LS dan 110
047,553’BT.
b) Status Kepemilikan
Pemilik Mahkota Laweyan saat ini adalah Ir.H. Alpha Fabela P, MT
dan Juliani Prasetyaningrum. Status kepemilikan merupakan milik
pribadi.
Gambar 13. Pendhapa Mahkota Laweyan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
c) Riwayat Kepemilikan
Rumah Batik mahkota Laweyan awalnya dimiliki oleh Bpk.
Radjiman Puspowidjoto dan Ibu Tijori Puspowijoto kemudian sekarang
dihuni oleh salah satu puteri Bpk/Ibu Puspowidjoto (Juliani
Prasetyaningrum) dan dan suaminya Alpha Fabela P.
d) Pelestarian
(1) Perlindungan
i. Penyelamatan
Bentuk penyelamatan yang pernah dilakukan pada rumah tersebut
adalah perbaikan atap rumah dan pengecatan ulang pada dinding
dan kayu
ii. Pengamanan
Adanya benteng yang mengelilingi rumah, regol/ pintu [agar
berada disisi kanan rumah
iii. Pemeliharaan
Tetap menjaga/nguri-uri kekhasan dan arsitektur bangunan,
pendhapa dan ndalem masih terjaga dengan baik, sedangkan
ruangan dibangian belakan telah banyak dirubah untuk tempat
tinggal.
iv. Pemugaran
Ada penambahan ruangan di samping rumah yang saat ini
berfungsi sebagai ruangan untuk para pekerja dalam membuat
batik tulis
(2) Pengembangan
Selain sebagai pemilik batik Mahkota Laweyan, Bapak Alpha
Fabela merupakan pelopor terbentuknya Kelurahan Laweyan
menjadi Kampung Batik Laweyan. Saat ini beliau merupakan ketua
dari paguyuban Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan
yang bertujuan untuk membangun serta mengoptimalkan potensi
Kampung Laweyan, sehingga pengembangan berupa revitalisasi
Kampung Laweyan dilakukan secara terpadu oleh FPKBL.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
(3) Pemanfaatan/ Pendayagunaan
Di Batik Mahkota Laweyan dimanfaatkan sebagai showroom,
proses produksi , workshop pelatihan batik dan museum keluarga
Batik Puspowiyoto. Di museum Batik Puspowiyoto pengunjung bisa
mempelajari koleksi-koleksi batik kuno, arsip manajemen dan
transaksi jual beli batik Laweyan Tempo dulu.
7) Batik Putra Laweyan
a) Lokasi
Terletak di Kampung Sayangan Wetan RT.07 RW.I Laweyan Solo,
pada koordinat 7034,141’LS dan 110
047,553’BT.
b) Status Kepemilikan
Pemilik Batik Putra Laweyan saat ini adalah Gunawan Muhammad
Nizar. Umur 45 tahun. Status kepemilikan merupakan milik pribadi.
c) Riwayat Kepemilikan
Rumah Batik Putra Laweyan awalnya dimiliki oleh Nasir. Batik
Putra Laweyan Solo ini berawal dari didirikannya perusahaan Batik
Bintang Mulya pada tahun 1967. Omset yang kurang menguntungkan
dan selalu mengalami penurunan membuat perusahaan ini sempat
menghentikan produksinya pada tahun 1979. Hal ini juga dipicu oleh
mulai bermunculannya perusahaan-perusahaan batik dengan proses
printing yang proses produksinya lebih efisien dengan harga relatif lebih
murah.
d) Pelestarian
(1) Perlindungan
i. Penyelamatan
Telah banyak perubahan pada bangunan ini. Lantai di seluruh
bangian ruangan telah diganti dengan lantai keramik.
ii. Pengamanan
Bentuk pengamaman berupa benteng yang telah berubah dari
bentuk aslinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
iii. Pemeliharaan
Lingkungan disekitar rumah dijaga dan dirawat dengan
baik.terlihat dari seluruh halaman telah di paving dan beberapa
tanaman hias disektar pendhapa.
iv. Pemugaran
Pemugaran terjadi pada gandhok kiri yang sekarang telah berubah
menjadi cafe, sedangkan gandhok kanan telah berubah menjadi
bagasi mobil. Kondisi pendhapa dan pabrik untuk membuat batik
masih dipertahankan, walaupun sudah ada perbaikan.
(2) Pengembangan
Pemugaran yang dilakukan sebagai bentuk adaptasi menyesuaikan
keadaan saat ini agar lebih menarik minat wisatawan berkunjung ke
batik Putra Laweyan.
(3) Pemanfaatan/ Pendayagunaan
Sebagai rumah tinggal, produksi batik, dan showroom batik dan cafe
Gambar 14. Batik Putra Laweyan
8) Batik Gress Tenan
a) Lokasi
Terletak di Kampung Setono rt 02/II, Laweyan Solo, pada koordinat
7034,251’LS dan 110
047,651’BT.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
b) Status Kepemilikan
Kepemilikan rumah Batik Gress Tenan saat ini adalah Bapak
Sarjono, usia 56 tahun. Status kepemilikan bangunan merupakan milik
pribadi.
Gambar 15. Batik Gress Tenan
c) Pelestarian
(1) Perlindungan
i. Penyelamatan
Penyelamatan yang telah dilakukan adalah ruangan bagian depan
(pendapa) masih dijaga keasliannya. Perawatan bangunan
dilakukan dengan pengecatan kembali kayu dan tiang penyangga
agar tetap terjaga keindahannya.
ii. Pengamanan
Bentuk pengamanan yang nyata adalah adanya benteng tinggi
yang sudah diperbaiki
iii. Pemeliharaan
Pendapa tidak dirubah dan dijadikan sebagai showroom Batik
Gress Tenan.
iv. Pemugaran
Perubahan banyak terjadi di ruangan tengah yang saat ini
dijadikan sebagai tempat tinggal. Ruangan tengah telah dirubah
menjadi rumah bertingkat untuk tempat tinggal. Pada bagian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
belakan terdapat pabrik untuk pembuatan batik yang masih tetap
dijaga keasliannya.
(2) Pengembangan
Pengembangan yang dilakukan banyak terkait dengan usaha batik,
usaha batik mulai dirintis kembali oleh Bapak Sarjono sejak tahun
1983 yang sebelumnya usaha batik tersebut telah gulung tikar.
Terkait dengan bangunannya, rumah yang ditempati saat ini bertipe
rumah Joglo Jawa dengan 4 tiang penyangga di ruangan depan
(pendapa). Keberadaan pendhapa masih dijaga keasliannya.
(3) Pemanfaatan/ Pendayagunaan
Pemanfaatan sebagai tempat tinggal, showroom batik dan sebagai
tempat memproduksi batik.
9) Batik Estu Mulyo
a) Lokasi
Terletak di Setono 117 RT/RW 03/02 pada koordinat 70 34,225’ LS
dan 1100 47,615’ BT
b) Status kepemilikan
Merupakan generasi ke tiga yang menempati rumah tersebut. Bangunan
yang telah berumur 150 tahun tersebut merupakan milik pribadi.
Generasi pertama dan kedua merupakan produsen batik, tetapi saat ini
sudah tidak menjadi produsen batik karena tidak punya keterampilan
memproduksi batik sendiri. Pemilik rumah lebih memilih untuk
membuka gerai batik dan usaha konveksi.
c) Pelestarian
(1) Perlindungan
i. Penyelamatan
Bangunan sudah terbagi sebagai harta warisan, sehingga yang
nampak pada gerai batik Estu Mulyo hanya sebagian rumah,
bagian gandhok kulon dan pabrik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
ii. Pengamanan
Benteng masih tetap ada, walaupun saat ini juga sudah terbagi
menjadi dua. Terlihat dari adanya dua pintu/ regol dalam satu
benteng.
Gambar 16. Gerai Batik Estu Mulyo
iii. Pemeliharaan
Bangunan kurang terawat dengan baik, terlihat dari dinding yang
muali mengelupas dan catnya yang sudah semakin memudar.
iv. Pemugaran
Penambahan ruangan juga dilakukan secara individu pada bagian
depan bangunan dengan menambah ruangan sebagai tempat
konveksi.
(2) Pengembangan
Wujud perhatian pemerintah Surakarta yaitu pada tahun 2005, pihak
pemerintah Surakarta memberikan bantuan untuk melakukan
perawatan terhadap bangunan-bangunan kuno di Kampung Batik
Laweyan. Salah satunya gerai batik Estu Mulyo. Perbaikan
dilakukan pada langgar Estu mulyo yang terletak dibagian depan
bangunan.
(3) Pemanfaatan/pendayagunaan
Saat ini bangunan dijadikan sebagai tempat tinggal, gerai batik dan
usaha konveksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
10) Batik Pendhapi
a) Lokasi
Terletak di Jl. Sidoluhur No 44 Laweyan pada koordinat 7034,208’
LS dan 1100 47,635’BT.
b) Status kepemilikan
Gerai batik pendhapi merupakan bangunan tua yang telah dibangun
pada tahun 1825 dan pemiliknya saat ini Ibu Nurul Khomariyah
merupakan generasi ketiga yang menempati rumah tersebut. Generasi
sebelumnya merupakan produsen batik yang mampu memproduksi
batik sendiri. Keterampilan menghasilkan batik tidak diturunkan pada
generasi berikutnya, sehingga saat ini Ibu Nurul Khomariyah hanya
membuka gerai batik di pendhapa rumah tersebut.
c) Pelestarian
(1) Perlindungan
i. Penyelamatan
Upaya penyelamatan yang dilakukan diantaranya memperbaiki
dinding rumah yang mulai mengelupas dan mengecat kembali.
Keramik lantai belum pernah diganti, atap bangunan masih
berupa sirap/genteng dari kayu yang sampai ssat ini belum
diganti.
ii. Pengamanan
Bentuk pengamanan untuk melindungi bangunan dari ancaman
atau tindakan kriminal adalah adanya benteng tingggi yang masih
ada sampai saat ini, walaupun yang terlihat ada dua regol atau
pintu gerbang dalam satu rumah.
iii. Pemeliharaan
Keaslian bangunan masih dijaga dengan baik, pendhapa, ndalem,
gandhok kanan dan gandhok kiri masih utuh dan terawat,
sedangkan pabrik juga masih ada tetapi sudah tidak dimanfaatkan
lagi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
iv. Pemugaran
Bangunan yang telah berusia lebih dari 180 tahun tersebut belum
mengalami pemugaran baik penambahan ruangan atau
pengurangan, tetapi bangunan tersebut telah dibagi menjadi dua
bagian dikarenakan adanya pembagian warisan, sehingga yang
nampak saat ini bangunan tersebut di bagi menjadi dua bagian
sama besar yang dipisahkan dengan dinding penyekat di bagian
tengah.
(2) Pengembangan
Pengembangan dilakukan secara mandiri, yaitu tetap menjaga
arsitektur dan keutuhan bagian-bagian rumah walaupun rumha
tersebut telah dibagi menjadi dua bagian.
(3) Pemanfaatan/ Pendayagunaan
Sebagai rumah tinggal dan showroom batik.
Gambar 17. Batik Pendhapi
11) Batik Cempaka
a) Lokasi
Terletak di Kampung Setono No 22 Laweyan pada koordinat
7034,247’ LS dan 110
047,589’ BT.
b) Status kepemilikan
Nama pemilik Dhani Arifmawan, SE, merupakan generasi keempat
yang menempati rumah dan menjadi milik pribadi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
c) Pelestarian
(1) Perlindungan
i. Penyelamatan
Penyelamatan yang dilakukan adalah memperbaiki dinding
rumah yang mulai mengelupas dan mengecat kembali. Keramik
lantai pada pendhapa belum pernah diganti, sedangkan pada
gandhok dan ndalem sudah diganti.
ii. Pengamanan
Bentuk pengamanan terhadap bangunan adanya benteng tingggi
yang masih asli dan ada sampai saat ini.
Gambar 18. Batik Cempaka
iii. Pemeliharaan
Keaslian bangunan masih dijaga dengan baik, pendhapa,
ndalem, gandhok kanan dan gandhok kiri masih utuh dan
terawat, sedangkan tempat memproduksi batik dipendah di
depan rumah tujuannya sebagai pelatihan bagi pengunjung.
iv. Pemugaran
Bangunan yang telah berusia lebih dari 50 tahun tersebut sudah
mengalami pemugaran berupa penambahan ruangan berupa
ruang tamu di depan gandhok kulon
(2) Pengembangan
Pengembangan dilakukan secara mandiri, yaitu tetap menjaga
arsitektur dan keutuhan bagian-bagian rumah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
(3) Pemanfaatan
Pemanfaatan dan pendayagunaan bangunan dijadikan sebagai
tempat tinggal, gerai batik, konveksi dan memproduksi batik cap.
12) Batik Surya Pelangi
a) Lokasi
Terletak di Jl. Sidoluhur No 69 Laweyan pada koordinat 7034,203’ LS
dan 1100 47,617’BT.
b) Status kepemilikan
Merupakan generasi keempat yang menempati rumah dan menjadi
milik pribadi.
c) Pelestarian
a) Perlindungan
i. Penyelamatan
Kerusakan yang terjadi pada dinding di lakukan pengecatan
dinding rumah, genting awalnya genting kayu /sirap diganti
dengan genting biasa, lantainya telah diganti keramik pada
tahun 70an
ii. Pengamanan
Bentuk pengamanan untuk melindungi rumah terdapat beteng
atau pagar rumah telah diganti dengan pagar dari besi.
iii. Pemugaran
Termasuk rumah joglo dengan bentuk awal pendhapa terbuka
berupa dinding kayu tetapi sudah diganti dengan dinding dari
batubata pada tahun 70an. Pemugaran yang pernah dilakukan
adalah pada bagian belakan atau pabrik dipugar dan
dimanfaatkan sebagai kos-kosan. Gadri kiri masih terawat,
sedangkan gadri kanan telah ada perubahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Gambar 19. Batik Surya Pelangi
b) Pengembangan
Usaha pengembangan yang dilakukan adalah menjaga keaslian
dari bangunan dan menjadikan bangunan/rumah sebagai
showroom batik.
c) Pemanfaatan
Dimanfaatkan sebagai showroom, produksi batik tulis dan kos-
kosan.
Dari 20 jumlah urban heritage pada Kampung Batik Laweyan, wawancara
hanya bisa dilakukan pada 12 responden, karena pemilik rumah/ bangunan
tidak memperbolehkan rumah/bangunan kuno yang ditempati dijadikan sebagai
objek penelitian. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang telah
dilakukan dapat diketahui bahwa usaha pelestarian yang dilakukan masih
secara swadaya oleh pemilik bangunan, usaha-usaha pelestarian meliputi
perlindungan, pengembangan dan pendayagunaan bangunan.
Pelestarian terhadap rumah saudagar dan gerai batik yang sudah termasuk
dalam urban heritage berupa perlindungan terhadap lingkungan sekitar
bangunan atau rumah yang yang dapat mengakibatkan keruasakan bangunan
atau keindahan bangunan juga dilakukan secara mandiri oleh pemilik bangunan
atau rumah. Pencegahan meluasnya kelapukan dan kerusakan dilakukan oleh
pemilik rumah. Keberadaan bangunan kuno tersebut masih ada dan terawat
sampai sekarang dikarenakan adanya kesadaran pemilik rumah atau bangunan
untuk menjaga warisan budaya yang dimiliki, walaupun sudah ada perbaikan
atau perubahan pada bangunan atau rumah yang ditempati. Bentuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
perlindungan berupa penyelamatan seperti mencegah kerusakan di dalam
bangunan atau rumah yang ditempati dengan melakukan perbaikan kembali
terhadap bagian-bagian rumah yang telah rusak atau mengganti bagian yang
hilang, dan pengecatan kembali pada cat dinding yang mulai memudar.
Perawatan dan pemeliharaan terhadap lingkungan di sektar bangunan seperti
tetap baik dari segi penampilan. Bentuk pengamanan yang ada seperti seperti
adanya benteng-betang tinggi yang melindungi bangunan atau rumah kuno.
Adanya pemugaran terhadap bangunan sehingga keaslian bangunan sudah
mulai hilang, terjadi pada gerai bati Naluri, dimana pendhapa rumah telah
dihilangkan, batik Gress Tenan yang telah merombak seluruh ruang tengah
menjadi bangunan baru untuk tempat tinggal, walauun keaslian pendhapa
rumah masih dipertahankan. Batik Estu Mulyo, merupakan gerai yang
bertempat di bangunan kuno yang telah berumur lebih dari 100 tahun, tetapi
karena urusan harta warisan, maka bangunan tersebut akhirnya dipecah
menjadi dua bagian.
Pemanfaatan bangunan sudah jelas selain sebagi tempat tinggal juga
bermanfaat sebagai showroom atau gerai batik, proses membatik, café,
kegiatan social, dan pendidikan berupa belajar membatik bagi pengunjung
Kawasan Kampung Batik Laweyan. Tindakan pelestarian yang dilakukan
merupakan kesadaran pribadi yang dilakukan pemilik bukan dari pemerintah
kota Surakarta.
Pengembangan yang dilakukan oleh pemilik rumah adalah menjadikan
rumah sebagai gerai batik dan tetap menjaga keaslian bangunan yang telah
diwariskan. Pengembangan Kawasan Kampung Batik Laweyan secara umum
di naungi oleh Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan berupa
revitalisasi terhadap potensi kawasan Kampung Batik Laweyan sebagai salah
satu cagar budaya yang harus dilindungi, promosi dan pemberian informasi
atau data tentang perkembangan Kampung Batik Laweyan yang bertujuan agar
Kawasan Kampung Batik Laweyan sebagai heritage di Kota Surakarta menjadi
salah obyek wisata budaya yang diminati oleh wisatawan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
Pendayagunaan atau pemanfaatan bangunan selain sebagai tempat tinggal
juga dimanfaatkan sebagai showroom batik, galeri batik, museum batik, cafe,
proses pembuatan batik dan pelatihan terhadap wisatawan yang ingin belajar
membatik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis dan pembahasan pada BAB IV, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Persebaran rumah saudagar dan gerai batik di Kampung Batik Laweyan
a. Persebaran rumah saudagar batik dan gerai batik tahun 2011. Dari peta
yang dihasilkan dapat diketahui bahwa sebaran rumah saudagar batik
hampir diseluruh Kelurahan Laweyan kecuali Kampung Kramat dan
Kwanggan. Distribusi rumah saudagar batik banyak terdapat di
Kampung Setono dengan jumlah sebanyak 7 saudagar batik atau 30,4%
dari semua jumlah saudagar yang ada di Kampung Batik Laweyan,
kemudian disusul oleh Kampung Klaseman dengan jumlah saudagar
sebanyak 6 atau 26,08% dari semua jumlah saudagar batik yang ada di
Kampung Batik Laweyan. Jumlah saudagar batik paling sedikit terdapat
di Kampumg Sayangan Kulon karena hanya terdapat 1 saudagar batik
atau 4,3% dari 23 jumlah saudagar batik yang ada di Kampung Batik
Laweyan. Klasifikasi saudagar batik di Kampung Batik Laweyan ada
dua macam yaitu proses produksi batik, showroom dan rumah tinggal
terdapat dalam satu rumah dan proses produksi batik dan atau rumah
tinggal terpisah. Sebaran spasial gerai batik banyak terdapat di sepanjang
Jalan Sidoluhur Laweyan. Gerai batik kebanyakan merupakan bangunan
baru yang bersifat semi permanen dan berupa etalase kaca untuk
memperlihatkan batik yang ditawarkan.
b. Pola persebaran saudagar batik di Kampung Batik Laweyan adlah
mendekati acak dengan nilai T= 0.6. Sebaran spasial gerai batik banyak
terdapat di sepanjang Jalan Sidoluhur Laweyan. Gerai batik kebanyakan
merupakan bangunan baru yang bersifat semi permanen dan berupa
etalase kaca. Pola persebaran gerai batik di Kampung Batik Laweyan
adalah mendekati cluster dengan nilai T= 0.58.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
2. Pelestarian urban heritage di Kampung Batik Laweyan
a. Penentuan urban heritage pada rumah saudagar dan gerai batik
Dari 23 jumlah saudagar batik ada 11 rumah yang berusia lebih
dari 50 tahun atau sekitar 47.8 % dengan bentuk rumah joglo maupun
limas, 4 bangunan hanya sebagai pabrik atau 17.4% dan 34.8%
merupakan rumah saudagar batik yang usianya kurang dari 50 tahun
atau 8 rumah saudagar dari seluruh jumlah saudagar di Kampung Batik
Laweyan. Gerai batik berjumlah 56, 32 bangunan atau 57.1%
merupakan bangunan semi permanen yang berupa etalase kaca, 24
bangunan merupakan bangunan permanen dengan usia lebih dari 50
tahun ada 11 bangunan dan 13 merupakan bangunan yang usianya
kurang dari 50 tahun.
b. Pola persebaran urban heritage
Pola persebaran urban heritage di Kampung Batik Laweyan adalah
mendekati acak dengan nilai T= 0.59.
c. Pelestarian urban heritage di Kampung Batik Laweyan
Pelestarian terhadap rumah saudagar dan gerai batik yang sudah
termasuk dalam urban heritage berupa perlindungan terhadap
lingkungan sekitar bangunan atau rumah yang yang dapat
mengakibatkan keruasakan bangunan atau keindahan bangunan juga
dilakukan secara mandiri oleh pemilik bangunan atau rumah. Bentuk
perlindungan berupa penyelamatan seperti mencegah kerusakan di
dalam bangunan atau rumah yang ditempati dengan melakukan
perbaikan kembali terhadap bagian-bagian rumah yang telah rusak
atau mengganti bagian yang hilang, dan pengecatan kembali pada cat
dinding yang mulai memudar. Perawatan dan pemeliharaan terhadap
lingkungan di sektar bangunan seperti tetap baik dari segi penampilan.
Bentuk pengamanan yang ada seperti seperti adanya benteng-betang
tinggi yang melindungi bangunan atau rumah kuno.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
Adanya pemugaran terhadap bangunan sehingga keaslian bangunan
sudah mulai hilang, terjadi pada gerai bati Naluri, dimana pendhapa
rumah telah dihilangkan, batik Gress Tenan yang telah merombak
seluruh ruang tengah menjadi bangunan baru untuk tempat tinggal,
walauun keaslian pendhapa rumah masih dipertahankan. Batik Estu
Mulyo, merupakan gerai yang bertempat di bangunan kuno yang telah
berumur lebih dari 10 tahun, tetapi karena urusan harta warisan, maka
banguna tersebut akhirnya dipecah menjadi dua bagian.
Pemanfaatan bangunan sudah jelas selain sebagi tempat tinggal juga
bermanfaat sebagai showroom atau gerai batik, proses membatik, café,
kegiatan social, dan pendidikan berupa belajar membatik bagi
pengunjung Kawasan Kampung Batik Laweyan. Tindakan pelestarian
yang dilakukan merupakan kesadaran pribadi yang dilakukan pemilik
bukan dari pemerintah kota Surakarta.
Pengembangan yang dilakukan oleh pemilik rumah adalah menjadikan
rumah sebagai gerai batik dan tetap menjaga keaslian bangunan yang
telah diwariskan. Pengembangan Kawasan Kampung Batik Laweyan
secara umum di naungi oleh Forum Pengembangan Kampung Batik
Laweyan berupa revitalisasi terhadap potensi kawasan Kampung Batik
Laweyan sebagai salah satu cagar budaya yang harus dilindungi,
promosi dan pemberian informasi atau data tentang perkembangan
Kampung Batik Laweyan yang bertujuan agar Kawasan Kampung
Batik Laweyan sebagai heritage di Kota Surakarta menjadi salah
obyek wisata budaya yang diminati oleh wisatawan.
Pendayagunaan atau pemanfaatan bangunan selain sebagai tempat
tinggal juga dimanfaatkan sebagai showroom batik, galeri batik,
museum batik, cafe, proses pembuatan batik dan pelatihan terhadap
wisatawan yang ingin belajar membatik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
B. IMPLIKASI
1. Dengan mengetahui persebaran rumah saudagar dan gerai batik di
Kampung Batik Laweyan yang disajikan dalam bentuk peta dapat dijadikan
sebagai bahan acuan dalam penyajian informasi untuk para
wisatawan/pengunjung yang berkunjung ke Kampung Batik Laweyan.
2. Penyajian informasi saudagar dan gerai batik dalam bentuk peta akan lebih
mempermudah dalam pengambilan keputusan dalam perencanaan
pelestarian terhadap semua aset yang menjadi urban heritage di Kampung
Batik Laweyan.
3. Dari hasil penelitian tentang pelestarian terhadap urban heritage atau
bangunan kuno dapat dijadikan acuan bagi para pengelola kawasan
Kampung Batik Laweyan dalam mempertahankan eksistensi kekhasan
bangunan yang ada.
C. SARAN
Perlunya tindakan pelestarian terhadap urban heritage yang terkoordinasi dari
semua masyarakat di Kampung Batik Laweyan sehingga keaslian bangunan yang
menjadi kekhasan dari Kampung Batik Laweyan tetap terjaga, tidak hanya rumah
dari saudagar dan gerai batik, tetapi semua bangunan-bangunan kuno yang ada di
Kampung Batik Laweyan perlu mendapat perhatian khusus dari pihak masyarakat
maupun pemerintah untuk melestarikannya.