Pelestarian Cagar Budaya Dan Peran Museum

8
Pelestarian Cagar Budaya dan Peran Museum 15/03/2014 Adhy Langgar Apa itu pelestarian? Definisi pelestarian, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, adalah 1) proses, cara, perbuatan melestarikan; 2) perlindungan dari kemusnahan atau kerusakan; pengawetan; konservasi. Dari sini saya mengenal kata “konservasi” (pemeliharaan dan perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan jalan mengawetkan; pengawetan; pelestarian, KBBI Daring). Namun setelah saya coba padankan dengan istilah lain, muncul istilah “preservasi” (pengawetan; pemeliharaan; penjagaan; pelindungan. KBBI Daring). Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, pengertian Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan,dan memanfaatkannya. Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan adanya peran konservasi dan preservasi dalam pelestarian segala sesuatu yang berhubungan dengan kebudayaan (heritage ‘warisan’) baik yang diproduksi oleh alam atau manusia. Sekadar mengingatkan, manusia mengambil dari dan atau memodifikasi unsur- unsur alam untuk membantunya memenuhi kebutuhan hidupnya. Pelestarian Dalam Undang-Undang tersebut di atas, lembaga yang diberi fungsi untuk melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi berupa benda, bangunan, dan/atau struktur yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya atau yang bukan Cagar Budaya, dan mengomunikasikannya kepada masyarakat adalah museum. ICOM mencantumkan museum sebagai a non-profit, permanent institution in the service of society and its development, open to the public, which acquires, conserves, researches, communicates and exhibits the tangible and intangible heritage of humanity and its environment for the purposes of education, study and enjoyment ‘sebuah lembaga nirlaba, bersifat tetap dalam melayani masyarakat dan perkembangannya, serta

description

Pelestarian Cagar Budaya Dan Peran Museum

Transcript of Pelestarian Cagar Budaya Dan Peran Museum

Page 1: Pelestarian Cagar Budaya Dan Peran Museum

Pelestarian Cagar Budaya dan Peran Museum 15/03/2014  Adhy Langgar

Apa itu pelestarian? Definisi pelestarian, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

Daring, adalah  1) proses, cara, perbuatan melestarikan; 2) perlindungan dari

kemusnahan atau kerusakan; pengawetan; konservasi. Dari sini saya mengenal kata

“konservasi” (pemeliharaan dan perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah

kerusakan dan kemusnahan dengan jalan mengawetkan; pengawetan; pelestarian, KBBI

Daring). Namun setelah saya coba padankan dengan istilah lain, muncul istilah

“preservasi” (pengawetan; pemeliharaan; penjagaan; pelindungan. KBBI Daring).

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Cagar

Budaya, pengertian Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan

keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan,dan

memanfaatkannya.

Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan adanya peran konservasi dan preservasi dalam

pelestarian segala sesuatu yang berhubungan dengan kebudayaan (heritage ‘warisan’)

baik yang diproduksi oleh alam atau manusia. Sekadar mengingatkan, manusia

mengambil dari dan atau memodifikasi unsur-unsur alam untuk membantunya

memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pelestarian

Dalam Undang-Undang tersebut di atas, lembaga yang diberi fungsi untuk melindungi,

mengembangkan, memanfaatkan koleksi berupa benda, bangunan, dan/atau struktur

yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya atau yang bukan Cagar Budaya, dan

mengomunikasikannya kepada masyarakat adalah museum. ICOM mencantumkan

museum sebagai a non-profit, permanent institution in the service of society and its

development, open to the public, which acquires, conserves, researches, communicates

and exhibits the tangible and intangible heritage of humanity and its environment for

the purposes of education, study and enjoyment  ‘sebuah lembaga nirlaba, bersifat

tetap dalam melayani masyarakat dan perkembangannya, serta terbuka untuk umum,

yang mengumpulkan, melindungi, meneliti, mengomunikasikan dan memamerkan

warisan bendawi dan bukan bendawi dari peradaban kemanusiaan serta lingkungannya

untuk tujuan pendidikan, penelitian dan penikmatan’ (Statuta ICOM 2007).

Page 2: Pelestarian Cagar Budaya Dan Peran Museum

museum: a non-profit, permanent institution in the service of society and its development, open to the public, which acquires, conserves, researches, communicates and exhibits the tangible and intangible

heritage of humanity and its environment for the purposes of education, study and enjoyment.

Statuta ICOM, 2007.

Dari kedua definisi tersebut, apa hasil yang hendak dicapai oleh museum? Keseluruhan

kegiatan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan adalah demi pelestarian itu

sendiri, melalui pendidikan, penelitian dan penikmatan (penikmatan: proses menikmati,

KBBI Daring). Lantas apa itu Cagar Budaya? Cagar Budaya adalah warisan budaya

bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur

Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air

yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu

pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan (UU

RI No. 10 Tahun 2010).

Jika kita menyoal pelestarian warisan kebudayaan, maka akan tiba pada pemahaman

akan sisi bendawi  dan bukan bendawi dari sebuah warisan (tangible and intangible

heritage). Secara sederhana, tangible dapat dimaknai sebagai sesuatu yang dapat

dikenali oleh sistem penginderaan (disentuh, dilihat, dikecap, dll)

sementara intangible dipahami sebagai sesuatu yang bersifat norma, value ‘nilai’,

hingga sistem kepercayaan; yang oleh Mounir Bouchenaki pada 14th ICOMOS General

Assembly and International Symposium kedua hal ini diformulasikan

sebagai place – memory – meaning ‘tempat – kenangan – makna’.

Dalam International Journal of Intangible Heritage, definisi intangible dijabarkan lagi

sebagai kebiasaan setempat atau adat istiadat (IJIH, 2009). Saya memahami (secara

terbatas namun tidak membatasi) tangible sebagai sebuah benda atau tempat atau

kawasan dan intangible sebagai semesta peradaban yang meliputi benda atau tempat

atau kawasan tersebut.

Dalam UU Cagar Budaya, pelindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari

kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara Penyelamatan, Pengamanan,

Zonasi, Pemeliharaan, dan Pemugaran Cagar Budaya.

Dalam prakteknya, pendekatan secara holistik pelestarian bendawi dan bukan bendawi

menimbulkan kerumitan tersendiri karena kedua unsur tersebut memiliki karakter yang

Page 3: Pelestarian Cagar Budaya Dan Peran Museum

berbeda. Sebuah warisan bendawi, sebut saja sebuah bangunan bersejarah, lebih

mudah untuk dikatalogisasi, lalu menerapkan tindakan-tindakan pelindungan yang

bersifat konservasi dan restorasi pada fisik bangunannya. Warisan bukan bendawi, di

lain pihak, membutuhkan pendekatan yang lebih dalam karena melibatkan pelaku

(manusia), kondisi sosial dan lingkungan yang sangat cepat berubah bila dibandingkan

dengan bangunan itu sendiri.

Keterlibatan masyarakat atau komunitas masyarakat di sekitar warisan bendawi dalam

segi pelindungan sangat dibutuhkan, karena dalam banyak kasus, kerusakan dini yang

luput dari perhatian bermula dari ketidaktahuan atau ketidakpedulian masyarakat

sekitar. Vandalisme, penjarahan, perusakan Cagar Budaya, merupakan contoh yang

nyata.

Kesulitan dalam segi pelindungan bukan bendawi adalah manakala terdapat konsep

sejarah di dalamnya. Menurut Drs. I Made Purna, M.Si., seorang peneliti pada BPSNT

Bali, dalam memahami sejarah bangsa tercakup dua pengertian di dalamnya yaitu

masa lampau dan rekontruksi tentang masa lampau. Masa lampau hanya terdapat

dalam ingatan orang-orang (ingatan kolektif) yang pernah mengalaminya. Kenyataan ini

baru bisa diketahui oleh orang lain apabila diungkapkan kembali dengan adanya

komunikasi dan dokumentasi yang menjadi kisah atau gambaran tentang peristiwa

masa lampau.

place–memory–meaning 

tempat–kenangan–makna

Proses ini disebut rekontruksi sejarah atau dalam ilmu sejarah disebut dengan

Historiografi. Dalam pengelolaan pelestarian sejarah, bukan sejarahnya maupun

peristiwanya yang harus dilestarikan. Melainkan nilai-nilai sejarah yang terdapat dalam

peristiwa tersebut. Peristiwa sejarah cukup sekali terjadi, akan tetapi nilai-nilai dari

peristiwa tersebut akan hidup sepanjang jaman.

Pengembangan

Pengembangan, dalam UU Cagar Budaya, adalah peningkatan potensi nilai, informasi,

dan promosi Cagar Budaya serta pemanfaatannya melalui Penelitian, Revitalisasi, dan

Adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan Pelestarian.

Masyarakat atau komunitas dalam masyarakat dapat secara aktif bersama-sama

dengan museum dapat terlibat dalam tahap pengembangan sebagai bagian dari

Page 4: Pelestarian Cagar Budaya Dan Peran Museum

pelestarian. Penelitian ilmiah dapat dilakukan oleh berbagai pihak untuk menelisik dan

menelaah lebih lanjut tentang warisan bendawi dimaksud. Pada titik ini, dimungkinkan

terjadi identifikasi kerusakan atau deteriorasi (deterioration), yaitu fenomena

penurunan karakteristik dan kualitas Benda Cagar Budaya, baik akibat faktor

fisik (misalnya air, api, dan cahaya), mekanis (misalnya retak, dan patah), kimiawi

(misalnya asam keras, dan basa keras), maupun biologis (misalnya jamur, bakteri, dan

serangga) yang berujung pada tindakan Pelindungan.

Revitalisasi memungkinkan masyarakat menikmati fungsi asal sebuah Bangunan Cagar

Budaya, sebagai contoh sebuah bangunan bersejarah yang kini berfungsi sebagai

kantor pemerintahan. Setelah dilakukan kajian ilmiah yang dapat

dipertanggungjawabkan, ternyata bangunan dimaksud merupakan fasilitas pertunjukan

pada masanya. Pada saat-saat tertentu, fungsi ini dapat dikembalikan seperti semula

dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai pelestarian. Demikian juga dalam soal

Adaptasi, misalnya penambahan ruangan pada bangunan tersebut sesuai dengan

kebutuhan.

Unsur-unsur publikasi Cagar Budaya dapat dikembangkan oleh masyarakat atau

komunitas masyarakat melalui media massa, baik cetak maupun elektronik. Publik

dapat menampilkan kegiatan-kegiatan promosi berupa pentas seni dan budaya. Sekali

lagi unsur pelestarian (Pelindungan) harus menjadi acuan utama. Kita bisa saja

menggelar pentas seni budaya di sebuah Cagar Budaya, namun ternyata tata cahaya,

tata suara dan tata panggung yang dipergunakan malah mengancam integritas fisik

bangunan. Hal ini harus dihindari agar tidak terjadi kerusakan lebih lanjut.

Pemanfaatan

Pemanfaatan adalah pendayagunaan Cagar Budaya untuk kepentingan sebesar-

besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya (UU

Cagar Budaya 2010). Dalam konteks pelestarian, pemanfaatan Cagar Budaya adalah

mutlak karena merupakan muara dari pelestarian. Untuk apa sebuah Cagar Budaya

dilindungi dan dikembangkan bila tidak dimanfaatkan? Pemanfaatannya dapat

berupa sarana pembelajaran, pusat rekreasi seni dan budaya, tempat diskusi dan lain

sebagainya. Saya menekankan elemen pendidikan dalam pemanfaatan Cagar Budaya

karena pemahaman tentang pelestarian itu lebih efektif dilakukan dengan pendekatan

pendidikan. Pemanfaatan lainnya dapat berupa kepentingan ilmu pengetahuan,

teknologi, pariwisata, agama, sejarah, dan kebudayaan.

Museum

Page 5: Pelestarian Cagar Budaya Dan Peran Museum

Penemuan dan atau penetapan Cagar Budaya dalam praktiknya sering berupa living

monument (monumen hidup) dan dead monument (monumen mati), yang dapat

dipahami sebagai hadir-tidaknya aktifitas manusia di dalam dan sekitar Cagar Budaya

baik dengan fungsi awalnya maupun sudah beralih fungsi. Peran penelitian yang dimiliki

oleh museum dapat dipergunakan untuk mengetahui pemanfaatan monumen mati

untuk diberi fungsi baru atau menghidupkan fungsi lama maupun mendokumentasikan

fungsi-fungsi yang masih dipertahankan pada monumen hidup.

Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi,

mengembangkan,dan memanfaatkannya.

UU Cagar Budaya

Peran pendidikan yang dimiliki oleh museum juga berperan dalam proses pembelajaran

demi pelestarian Cagar Budaya. Pembelajaran museum yang mengedepankan aspek

kognitif, afektif  dan psikomotorik merupakan keuntungan dalam menyerap informasi

yang dikemas dengan sajian interaktif dan insitu (memperoleh pengalaman langsung di

tempat yang sesuai, bukan di ruang kelas). Sebagai tambahan, ICOM merumuskan

bahwa Museums preserve, interpret and promote the natural and cultural inheritance of

humanity ‘museum merawat, mengkaji dan mengangkat warisan kebudayaan alam dan

manusia'; Museums provide opportunities for the appreciation, understanding and

promotion of the natural and cultural heritage ‘museum menyediakan kesempatan

untuk mengapresiasi, memaknai dan mengenali warisan kebudayaan alam dan

manusia'; Museums work in close collaboration with the communities from which their

collections originate as well as those they serve ‘museum bekerja dalam kolaborasi

yang rapat dengan komunitas asal benda koleksi mereka sama halnya dengan

komunitas tempat museum tersebut berada’.

Berikut sebuah ilustrasi keterlibatan komunitas masyarakat bersama museum dalam

menunjang pelestarian, sejak pelindungan, pengembangan hingga pemanfaatan Cagar

Budaya.

Sekelompok orang dalam bentuk komunitas tertentu mengunjungi ruang pameran

museum. Di sana mereka mengamati dan menelaah sebuah atau sekumpulan benda

koleksi, misalnya koleksi sejarah. Diskusi yang terjadi dalam pemaknaan benda koleksi

di ruang pamer museum diteruskan pada sebuah tempat yang memiliki keterkaitan

langsung dengan benda koleksi yang dibahas. Diskusi dan pembahasan lalu berlanjut di

lokasi  tersebut, sebut saja bangunan bersejarah, bersama museum edukator.

Page 6: Pelestarian Cagar Budaya Dan Peran Museum

Di sinilah, di lokasi bangunan bersejarah, diskusi secara mendalam dan mengerucut

dapat dilakukan secara maksimal. Aspek-apek bendawi bangunan (sejarah, artistika,

estetika, dsb) dapat dikaji secara bertahap dan berkesinambungan dengan aspek-aspek

bukan bendawi berupa sejarah dan kondisi sosial kemasyarakatan pada periode

tertentu dari bangunan tersebut. Informasi yang padat dan beragam yang berhasil

digali dengan kegiatan ini membuatnya sukar untuk dapat diselesaikan secara

komprehensif dalam satu sesi kunjungan. Karenanya, perlu dijadwalkan secara rutin,

teratur, reguler, apa pun itu sebutannya. Durasinya bisa sebanyak 1-2 jam seminggu,

tergantung tema yang dibahas. Pendekatan pendidikan museum yang longgar dengan

batasan kurikulum, ruang belajar, usia bahkan waktu belajar menjadikan pembelajaran

ini dinamis.

Saat diskusi ini pula, ancaman terhadap aspek pelindungan bendawi dapat diidentifikasi

secara dini. Unsur-unsur deteriorasi pada bangunan, baik eksterior maupun interior,

dapat segera dikenali. Pengamatan ini dimungkinkan karena jadwal kunjungan yang

bersifat periodik dan terarah.

Usai diskusi, museum dapat menyusun langkah-langkah preventif untuk menanggulangi

ancaman sekaligus menyiapkan kajian ilmiah baru untuk melengkapi kajian yang telah

ada sebelum berdasarkan temuan fakta baru. Temuan fakta baru atau sanggahan atas

fakta yang sudah ada sangat mungkin terjadi karena pembahasan atas obyek yang

sama dilakukan dari berbagai sudut pandang keilmuan. Tentu saja harus tetap

menjunjung tinggi prinsip akademis.

Peserta diskusi masing-masing dalam komunitasnya juga punya kesempatan

mengembangkan Cagar Budaya tersebut. Jika ia seorang penulis, bukan tidak mungkin

paragraf demi paragraf kisah mengharukan tergores lewat tulisan penanya. Bila ia

seorang penyair, bukan mustahil bait demi bait kisah heroik mengalir deras dari pekik

kata-katanya. Andai dia seorang pelukis, muskil sapuan kuasnya di atas kanvas tidak

akan menghasilkan sebuah visualisasi romantik dari kehidupan masa lalu berdasarkan

inspirasi yang ia peroleh. Jika ia peneliti, mungkin saja penelitian yang ia lakukan

berujung pada sebuah seminar berskala nasional bahkan internasional, yang bukan saja

berguna bagi dirinya, namun orang lain di sekelilingnya, termasuk bagi ilmu

pengetahuan itu sendiri. Sobat, manfaat inspiratif, edukatif, rekreatif dan kontemplatif

merupakan esensi dari sebuah kunjungan di Cagar Budaya (termasuk museum).

Jika sebuah Cagar Budaya secara rutin dikunjungi oleh banyak komunitas dan

diramaikan dengan aktifitas akademika yang penuh cita rasa tinggi, maka pemanfaatan

Page 7: Pelestarian Cagar Budaya Dan Peran Museum

bangunan/lokasi/kawasan tersebut sudah berhasil dilakukan secara terbuka dan

bermartabat.

Pelestarian bukan soal ‘siapa’ berdiri duluan, atau ‘siapa’ telah melakukan ‘apa’, namun

‘siapa’ yang terus melakukan ‘apa’, karena pelestarian berujud siklus yang berputar

dinamis, sama dinamisnya dengan perkembangan masyarakat yang ada di

sekelilingnya. Pelindungan Cagar Budaya tanpa Pengembangan takkan menghasilkan

Pemanfaatan. Demikian juga bila Pemanfaatan tanpa memastikan Pelindungan dan

Pengembangan. Pengembangan akan sia-sia bila tanpa Pelindungan dan Pemanfaatan

Cagar Budaya.

Daftar Rujukan:

Badan Bahasa KEMDIKNAS RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring. Lihat.

Drs. I Made Purna, M.Si, Pelestarian Warisan Budaya Tak Benda. BPSNT Bali. Lihat.

ICOM, Code of Ethics. Lihat.

Mounir Bouchenaki, The Interdependency of The Tangible and Intangible Cultural

Heritage. Lihat (PDF).

Philip Scher, Intangible Heritage, Laurajane Smith and Natsuko Akagawa, (eds.). Lihat.

Undang-undang RI Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.  Lihat(PDF)