PELAYANAN SOSIAL MEDIS BAGI PENDERITA PARAPLEGIA...
Transcript of PELAYANAN SOSIAL MEDIS BAGI PENDERITA PARAPLEGIA...
PELAYANAN SOSIAL MEDIS
BAGI PENDERITA PARAPLEGIA
DI INSTALASI REHABILITASI MEDIK
RSUP FATMAWATI JAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I)
Oleh :
FITRAH NASUHA
104054102113
KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008 / 1429 H
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul Pelayanan Sosial Medis Bagi Penderita Paraplegia di Instalasi
Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati Jakarta telah diujikan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta pada Desember 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam pada Program Studi Kesejahteraan
Sosial.
Jakarta, 28
Desember 2009
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap
Anggota
Drs. Wahidin Saputra, MA Ismat Firdaus, M.
Si
NIP 19700903 199603 1 001 NIP 150411196
Anggota
Penguji I Penguji II
Drs. Hj. Elidar Husein, MA Nurkhayati Nurbus,
M. Si NIP 19451125 197106 2 001 NIP
19740809 199803 2 002
Pembimbing
Siti Napsiah Arifuzzamah, MSW
NIP 19740101 200112 2 003
ABSTRAK
Fitrah Nasuha
Fungsi Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita Paraplegia di Instalasi
Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati Jakarta
Paraplegia atau kelumpuhan pada kedua anggota gerak bawah (kaki)
disebakan oleh kerusakan syaraf tulang belakang atau susmsum tulang belakang yang diakibatkan oleh suatu kecelakaan atau penyakit yang menyerang syaraf
tulang belakang dan untuk pemulihannya memerlukan upaya rehabilitasi medis
dalam memperbaiki dan mempertahankan fungsi-fungsi tubuh dan otot bagian
perut keatas. Akan tetapi, permasalahan penderita paraplegia tidak hanya
semata terfokus pada fisik namun juga mempengharui kondisi psikologi,
ekonomi dan sosial, oleh karenanya jenis pelayanan sosial medis dibutuhkan
sebagai pendukung dan penunjang di Instalasi Rehabilitasi Medik sebagai suatu
pelayanan yang menangani masalah emosional, sosial dan ekonomi penderita.
Berdasarkan hal tersebut penulis sangat tertarik mengadakan penelitian
mengenai pelayanan sosial medis begi penderita paraplegia di instalasi
rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta.
Metodelogi penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang
kemudian dituangkan dalam metode deskriptif. Pengumpulan data dilakukan
dengan serangkaian obsevasi dan wawancara mendalam terhadap berbagai kegiatan pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia yang dilakukan oleh
pekerja sosial medis yang terdapat di instalasi rehabilitasi medik. Informan dalam penelitian ini berjumlah 4 orang yaitu; 2 orang pekerja sosial medis, 1
orang pasien rawat jalan dan 1 orang pasien rawat inap. Berdasarkan hasil penelitian, pelayanan sosial medis bagi penderita
paraplegia yang diberikan oleh pekerja sosial medis menempuh tahap-tahap kegiatan, yang meliputi tahap pengungkapan masalah, penetapan tujuan dan
rencana tindakan, tindakan dan evaluasi, pengakhiran dan tindak lanjut.
Keseluruhan rangkaian tahapan tersebut berfungsi untuk mengembalikan
keberfungsian sosial pasien dan membantu menyelesaikan permasalahan sosial,
ekonomi dan emosional yang dihadapi oleh penderita paraplegia dengan
kekuatannya sendiri. Meskipun, selama proses pelayanan sosial bagi penderita
paraplegia berlangsung terdapat beberapa faktor penghambat yang secara
otomatis menghambat proses penyembuhan dan penyelesaian masalah yang
dihadapi oleh penderita. Adapun, pengahambat tersebut adalah kurangnya
sumber daya manusia yang ahli dalam bidang pelayanan sosial medis dan
adanya keterlambatan penyaluran dana bantuan untuk pasien tidak mampu dari
pihak donatur terhadap penderita sehingga menyebabkan keterlambatan
penderita untuk memiliki alat bantu. Selain faktor penghambat selama proses
pelayanan sosial medis, adapula faktor pendukung pelayanan sosial medis.
Faktor pendukung tesebut datang dari keluarga penderita dan penderita
pareplegia, pihak rumah sakit dan pihak lembaga sosial atau rehabilitasi medis.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum wr. wb
Segala puja dan puji senantiasa penulis panjatkan atas segala karunia
Allah SWT, yang telah menciptakan makhluk-Nya dengan penuh cinta dan
kasih serta mengajarkan manusia untuk mencintai sesama manusia hanya
karena Allah semata. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan
besar kita yakni Nabi Muhammad SAW, para keluarganya yang suci, para
sahabatnya yang mulia serta para umatnya yang insya Allah hingga kini terus
mencintainya.
Skripsi dengan judul ” Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita
Paraplegia di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati Jakarta ”
merupakan salah satu wujud upaya penulis dalam memberikan sedikit
pengetahuan mengenai penderita paraplegia dan pelaayanan sosial medis yang
memang belum begitu diketatahui atau dikenal.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan yang penulis miliki. Oleh
karena itu segal kritikan dan masukan yang bertujuan membangun sungguh
merupakan suatu masukan yang sangat berharga dan sangat membantu penulis
dalam membuat skripsi ini. Karenanya, sudah sepantasnya penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Dr. H. Arief Subhan, MA sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Syarifhidayatullah Jakarta, beserta Bapak Drs.
Wahidin Saputra, MA sebagai Pembantu Dekan Bidang Akademik, Drs.
H. Mahmud Jalal, MA sebagai Pembantu Dekan Bidang Administrasi
Umum dan Drs. Studi Rizal, MA sebagai Pembantu Dekan Bidang
Kemahasiswaan.
2. Bapak Helmy Rustandi, MA selaku ketua jurusan Kessos, dan Bapak
Ismet Firdaus,M.Si selaku ketua jurusan Kessos.
3. Ibu Napsiyah, selaku Dosen pembimbing skripsi yang telah berkenan
dan bersabar membimbing penulis selama ini. Permohonan maaf tak
lupa penulis ucapkan atas segala kesalah yang telah penulis lakukan
4. Seluruh dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi dan seluruh Civitas
Akademika yang telah memberikan sumbangan wawasan keilmuan dan
membimbing peneliti selama mengikuti perkuliahan di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
5. Dr. Peny Kusumastuti, SP. RM, selaku kepala pimpinan instalasi
rehabilitasi medik yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
melakukan penelitian skripsi di IRM RSUP Fatmawati.
6. Ibu keduaku, Ibu Soraya selaku Pekerja Sosial Medis. Terima kasih atas
segala didikannya dan kesabarannya dalam menjelaskan segala bentuk
pelayanan sosial di IRM. Sukses S2-nya Bu
7. Bapak Madina, selaku Pekerja Sosial medis. Terima kasih atas waktunya
meski sibuk harus melakukan berbagai kunjungan Bapak bersedia
meluangkan waktu untuk saya wawancarai.
8. Mama dan Papa tercinta, terima kasih atas dukungannya selama ini dan
maaf pita sering bikin pusing dan kesal.
9. Kakakku yang paling cerewet kak Eci, terima kasih atas segala
tempaannya insya Allah pita gak akan ngecewain kakak. Boar alias
borin alias debo adikku termanja, pita sayang kamu. Zuki, si cuek yang
sudah sidang terlebih dahulu, you are my best brother. Mbai, adik
bungsuku semoga cepat lulus dan buat bangga kami semua. Kak yii,
akhirnya pita bisa kak terima kasih untuk semua dukungan kalian
semua, pita sayang kalian semua.
10. Nda, terima kasih atas segala omelan dan dorongannya dan akhirnya aku
selesai Nda. ya meski telat, tapi kan better late than never
11. Ipul, terima kasih untuk semuanya you are my best friend. Semoga apa
yang kamu harapkan tercapai dan membuat orang tua kamu bangga akan
prestasi yang sudah kamu dapat. Sebagai teman sekaligus sahabat aku
terus mendoakan kesuksesanmu. Semangat.
12. Dha, adikku yang selalu baik dan berfikir positif. Selalu menerima orang
lain dengan apa adanya. Selalu terbuka dan ramai. Pita selalu berdoa
agar Dha mendapatkan yang terbaik dalam hidup dan terima kasih telah
berbagi berbagai pengalaman sehingga pita dapat melihat segala sesuatu
dari berbagai sudut pandang.
13. Putri yang telah jauh. Setiap orang pernah melakukan kesalahan dan
sudah menjadi kewajiban setiap orang mengakui kesalahan yang telah
diperbuat serta memaafkan setiap kesalahan lainnya.
14. Teman-temanku yang selalu ada saat aku merasa sendiri dan
membutuhkan bantuan Ndy, Zee, Ade, Nana, Emy, Sarti Dea, Izul,
Dedi, Jawa, Mus, Item, Didin dan Afif terima kasih atas bentuan kalian
selama ini. Terima kasih atas pengertian dan perhatiannya semoga kita
selalu suksek.
15. Semua anak Kessos yang tidak bisa disebutkan satu persatu, maju terus
pantang mundur. Semangat.
Sebagai kata terakhir penulis berharap skripsi ini bermanfaat baik bagi
penulis, mahasiswa kesejahteraan sosial juga pembaca lainnya. Sekali lagi
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya semoga yang telah
kita lakukan selama ini dapat menjadi amal shaleh dan diterima disisi Allah
SWT. Amiin.
Jakarta, 11 Desember 2009
Fitrah Nasuha
Penulis
DAFTAR TABEL
Tabel
1.1
Subjek Penelitian
.....................................................................
11
Tabel
1.2
Theorythical Sampling
............................................................
12
Tabel
2.3
Susunan Sumsum Tulang Belakang dan Pembagian Urat
Saraf.
.......................................................................................
38
Tabel
3.4
Jumlah Fasilitas Ruang Pelayanan di Instalasi Rehabilitasi
Medik
......................................................................................
52
Tabel
4.5
Jumlah Pasien di Ruang Rawat inap Rehabilitasi Medik
RSUP Fatmawati pada Bulan Mei 2009
.................................
61
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Tulang Belakang
....................................................
36
Gambar 3.2 Alur Pelayanan di Instalasi Rehabilitasi Medik
...................
56
Gambar 3.3 Struktur Oraganisasi Medik
.................................................
58
Gambar 3.4 Struktur Organisasi Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP
Fatmawati
.............................................................................
62
DAFTAR ISTILAH
RSUP : Rumah Sakit umum Pusat
IRM : Instalasi Rehabilitasi Medik
PRM : Pusat Rehabilitsi Medik
BAKORREPENCATU : Badan Koordinasi Rehabilitasi Penderita Cacat
Tubuh
UPRM : Unit Pelayanan Rehabilitasi Medik
SMF : Satuan Medis Fungsional
R3M : Ruang Rawat Rehabilitasi Medik
IRNA : Instalasi Rawat Inap
IRJ : Instalasi Rawat Jalan
IGD : Instansi Gawat Darurat
OT : Okupasi Terapi / pelatihan keseharian
TW : Terapi Wicara / pelatihan bicara
PO : Prostetik Ortetik / pembuatan alat bantu
WS : Workshop / pembuatan kursi roda
PSI : Psikologi
PSM : Pekerja Sosial Medik
Rounde : Kunjungan rutin setiap awal minggu kekamar-kamar
pasien dan memantau perkembagan pasien
Case Conference : Pertemuan rutin setiap awal minggu setelah
kunjungan kekamar-kamar pasien membahas kondisi
dan perkembagan pasien.
Family Meeting : Pertemuan setiap hari kamis dengan keluarga pasien
dan tim rehabilitasi medik membahas kondisi pasien
KOMDIK : Karyawan non Dokter
WK.KA.BID : Wakil Kepala Bidang
SDM : Sumber Daya Manusia
DEPKES : Departemen Kesehatan
MENKES : Menteri Kesehatan
TM : Tidak Mampu
Paraplegia : Kelumpuhan pada kedua anggota gerak bawah / kaki
Paraplegic : Sebutan untuk pasien penderita kelumpuhan pada
kedua anggota gerak bawah
Cervical 1-4 : Saraf yang mengatur diafrakma
Cervical 5 : Saraf yang mengatur mengangkat lengan kesamping
dan menekuk siku
Cervical 6 : Saraf yang mengatur pengulur pergelangan tangan
Cervical 7 : Saraf yang mengatur meluruskan siku
Cervical 8 : Saraf yang mengatur tangan dan jari-jari tangan
Thoracic 1 : Saraf yang mengatur tangan dan jari-jari tangan
Thoracic 2-8 : Saraf yang mengatur urat-urat dada
Thoracic 6-12 : Saraf yang mengatur urat-urat perut
Lumbar 1-5 : Saraf yang menagatur urat-urat kaki
Sacral1 : Saraf yang mengatur urat-urat kaki
Sacral 2-5 : Saraf yang mengatur usus besar dan kandung kemih
Deltoid : Mengangkat lengan kesamping
Biceps : Menekuk siku
Triceps : Meluruskan Siku
Afasia : Kelainan bahasa
Disartia : Kelainan Komunikasi
Delayed Speech : Ruang Terapi Wicara
DAFTAR ISI
ABSTRAK
…………………………………………………………………
I
KATA PENGANTAR
……………………………………………………..
Ii
DAFTAR
TABEL…………………………………………………………
Vi
DAFTAR GAMBAR
……………………………………………………...
vii
DAFTAR ISTILAH
.....................................................................................
viii
DAFTAR ISI
.................................................................................................
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Maslah ……………………………………. 1
B. Perumusan dan Pembtasan Masalah
1. Pembatasan Masalah ……………………………………. 8
2. Perumusan Masalah
……………………………………...
8
C. Tujuan Penelitian ………………………………………….. 7
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis ……………………………………… 7
2. Manfaat Praktis …………………………………………. 8
E. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian …………………………………... 8
2. Jenis-Jenis Penelitian
…………………………………….
9
3. Tempat dan Waktu Penelitian …………………………... 10
4.Subjek, Informan dan Objek Penelitian …………………. 11
5. Sumber Data …………………………………………….. 13
6. Teknik Pengumpulan Data ……………………………… 13
7. Teknik Analisis Data ……………………………………. 14
8. Teknik Keabsahan Data ………………………………… 15
9. Instrumen dan Alat Bantu
………………………………..
15
10. Teknik Penulisan
………………………………………..
16
F. Sistematika Penulisan
………………………………………
16
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pelayanan Sosial
1. Pelayanan Sosial
…………………………………………
18
2. Jenis-Jenis Pelayanan Sosial 20
……………………………..
3. Tahapan Pelayanan Sosial
………………………………..
22
B. Pelayanan Sosial medis
1. Pengertian Pelayanan Sosial Medis
……………………...
24
2. Tujuan Pelayanan Sosial Medis
………………………….
24
3. Fungsi Pelayanan Sosial Medis
…………………………..
24
4. Bentuk Pelayanan Sosial Medis
……………….................
25
5. Ruang Lingkup Pelayanan Sosial Medis
………………...
26
C. Rehabilitsi Medik
1. Sejarah Rehabilitasi Medik
………………………………
28
2. Pengertian Rehabilitasi Medik
…………………………...
29
D. Paraplegia
1. Pengertian Paraplegia
…………………………………….
34
2. Penyebab paraplegia
……………………………………..
35
3. Tingkatan Paraplegia 39
……………………………………..
4. Kemandirian Paraplegia
………………………………….
39
BAB III GAMBARAN UMUM INSTALASI REHABILITASI
MEDIK RSUP FATMAWATI
A. Sejarah Singkat Instalasi Rehabilitasi Medik
………………
43
B. Klasifikasi Lembaga
………………………………………..
45
C.Visi, Misi, Falsafah, Tujuan dan Fungsi Instalasi
Rehabilitasi Medik
1. Visi
…………………………………………………….....
46
2. Misi
………………………………………………………
47
3. Falsafah
…………………………………………………..
47
4. Tujuan
……………………………………………………
47
5. Fungsi
…………………………………………………….
48
D. Peran Instalasi Rehabilitasi Medik
…………………………
48
E. Program kegiatan Pelayanan Instalasi Rehabilitasi Medik 48
…
F. Sumber Dana dan Pola Pendanaan
………………………….
56
G.Organisasi dan Struktur Organisasi Instalasi Rehabilitasi
Medik……………………………………………………….
.
57
H. Jumlah Karyawan Instalasi Rehabilitasi Medik
……………
60
I. Jumlah Pasien Rawat Inap di Ruang Rehabilitasi Medik
…...
61
BAB IV TAHAPAN, FUNGSI DAN FAKTOR PENDUKUNG-
PENGHAMBAT PELAYANA N SOSIAL MEDIS BAGI
PENDERITA PARAPLEGIA DI INSTALASI
REHABILITASI MEDIK RSUP FATMAWATI
A. Tahapan Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita paraplegia
di Instalasi Rehabilitasi Medik
1. Tahap Intake
……………………………………………...
64
2. Tahap Assessmen
a. Pengumpulan Data
…………………………………...
67
b. Diagnosa Sosial
………………………………………
68
c. Fokus Pemecahan Masalah
…………………………..
69
3. Tahap Rencana intervensi
………………………………..
70
4. Tahap Impelmentasi Rencana Intervensi ………………..
a. Penumbuhan Kesadaran …………………………….. 71
b. Pemberian Kemampuan …………………………….. 73
c. Pemberian Kesempatan
………………………………
74
d. Mobilisasi Sumber
…………………………………...
75
5. Tahap Monitoring dan Evaluasi
………………………….
76
6. Tahap Perncanaan dan Tindak Lanjut
……………………
76
7. Tahap Terminasi
…………………………………………
78
B. Fungsi Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita Paraplegia
di Instalasi Rehabilitasi Medik
……………………………...
80
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelayanan Sosial Medis
1. Faktor Pendukung
………………………………………..
2. Faktor Penghambat
………………………………………
85
86
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
…………………………………………………
88
B. Saran
………………………………………………………..
88
DAFTAR PUSTAKA
...................................................................................
91
LAMPIRAN – LAMPIRAN
OUT LINE
SKRIPSI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Pembatasan dan Fokus Masalah
C. Tujuan dan Manfaat penelitian
D. Metodologi Penelitian
E. Jenis Penelitian
F. Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG TEORI
PELAYANAN SOSIAL MEDIS,
PARAPLEGIA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A. Teori Pelayanan Sosial
1. Pengertian Pelayanan Sosial
2. Jenis-Jenis Pelayanan Sosial
3. Tahapan-Tahapan Pelayanan Sosial
B. Teori Pelayanan Sosial Medis
1. Pengertian Pelayanan Sosial Medis
2. Tujuan Pelayanan Sosial Medis
3. Fungsi Pelayanan Sosial Medis
4. Ruang Lingkup Pelayanan Sosial Medis
C. Rehabilitasi Medik
1. Sejarah Rehabilitasi Medik
2. Pengertian Rehabilitasi Medik
D. Paraplegia
1. Pengertian Paraplegia
2. Penyebab Paraplegia
3. Kemandirian Paraplegia
BAB III GAMBARAN UMUM INSTALSI REHABILITASI
MEDIK RSUP FATAMAWATI JAKARTA
1. Sejarah Singkat Berdirinya Instalasi Rehabilitasi
Medik RSUP Fatmawati Jakarta
2. Klasifikasi Lembaga
3. Peran dan Fungsi Lembaga
4. Pelayanan Instalasi Rehabilitasi Medik
5. Visi. Misi, Falsafah dan Tujuan Instalasi Rehabilitasi
Medik
6. Sumber dana dan Pola Pendanaan
7. Organisasi dan Struktur Organisasi Instalasi
Rehabilitasi Medik
8. Jumlah Karyawan di Instalasi Rehabilitasi Medik
9. Jumlah Pasien di Ruang Rawat Inap Rehabilitasi
Medik
10. Kedudukan Pekerja Sosial Medis dalam Struktur
Organisasi
BAB IV FUNGSI PELAYANAN SOSIAL MEDIS BAGI
PENDERITA PARAPLEGIA DI INSTALASI
REHABILITASI MEDIK RSUP FATMAWATI
JAKARTA
1. Proses Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita
Paraplegia
2. Fungsi Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita
Paraplegi
3. Faktor Pendukung dan Penghambat
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran – saran
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Memiliki penampilan menarik serta sempurna adalah dambaan
setiap manusia di bumi ini. Namun kenyataan hidup tak selalu sejalan
dengan apa yang diharapkan dan diidamkan. Hal ini sebagaimana dialami
oleh mereka yang lahir kedunia dalam keadaan tidak sempurna secara fisik
atau dalam keadaan cacat. Meskipun kecacatan seseorang tidak hanya
terjadi karena bawaan lahir namun juga karena suatu penyakit, kecelakaan,
korban peperangan atau pun sebab lainnya yang mengakibatkan pada
kelumpuhan permanen atau seumur hidup.
Belum dapat diketahui secara pasti berapa jumlah penyandang cacat
di Indonesia, namun berdasarkan hasil survey yang dilakukan Departemen
Sosial RI tahun 1978 populasi penyandang cacat di Indonesia adalah 3,11%
dari jumlah penduduk Indonesia. Sementara menurut data yang berhasil
dihimpun oleh WHO pada tahun 2004 penderita cacat tubuh di Indonesia
mencapai 10 % dari jumlah penduduk Indonesia.1 Sedangkan menurut data
kantor wilayah DKI tahun 2004 tercatat sekitar 3.849 penyandang cacat
tubuh di Jakarta, akan tetapi data-data tersebut masih jauh dari kenyataan
yang ada di masyarakat. Hal ini karena masih belum adanya kesadaran dari
masyarakat untuk melapor pada pemerintah setempat tentang keberadaan
1 www.depsos.go.id, 12 Januari 2009
1
keluarga atau kerabat mereka yang mengalami kecacatan. Serta kurangnya
pendataan yang dilakukan oleh pemerintah tentang berapa banyak populasi
penyandang cacat tubuh di Indonesia. Seperti mereka yang mengalami
kelumpuhan pada dua anggota gerak bawah atau kaki belum dapat diketahui
berapa jumlah atau populasi mereka.
Jelas sekali bagi seseorang yang mengalami kelumpuhan akan
mendapatkan kesulitan dalam bergerak dan beraktifitas dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam dunia kedokteran atau dunia medis seorang pasien yang
mengalami kelumpuhan disebut juga sebagai paraplegics. Sedang,
kelumpuhan itu sendiri dikenal dengan nama paraplegia. Paraplegia adalah
terjadinya kelumpuhan pada kedua anggota gerak bawah yakni kaki, hal ini
terjadi karena adanya penyepitan syaraf di tulang belakang yang disebabkan
oleh kecelakaan, jatuh duduk, trauma atau pun karena suatu penyakit.
Tingkat kelumpuhan yang dialami oleh setiap penderita sangat bervariasi
mulai dari perlemahan gerakan kaki, kelayuan pada kaki, hilangnya rasa
sakit, dan pada akhirnya mengalami kelumpuhan total mulai dari batas perut
hingga ujung jari kaki.2
Kondisi tersebut membuat para penderita paraplegia mengalami
kelumpuhan secara permanen atau seumur hidup. Hal ini tentunya tidak
dapat dengan mudah diterima oleh penderita, terlebih jika kelumpuhan
tersebut terjadi bukan karena bawaan lahir melainkan karena suatu penyakit
atau kecelakaan. Berbagai masalah akan timbul dengan kelumpuhan yang
dialami oleh seseorang. Secara fisik jelas sekali mereka akan mengalami
2 www.apparelyzed.com, 26 November 2008
keterbatasan gerak dan kesulitan beraktifitas. Kondisi psikis atau kejiwaan
penderita paraplegi ini tentunya pun ikut berubah. Mereka akan mengalami
depresi yang dalam, kehilangan kepercayaan diri, kehilangan semangat
hidup dan akan mengalami keputusasaan yang dalam. Kondisi kejiwaan
penderita paraplegia akan menjadi lebih labil dan sensitive dengan berbagai
hal yang ada disekitar penderita paraplegia, terlebih jika lingkungan
sosialnya (baik keluarga, sekolah, kantor dan masyarakat tempat tinggal)
tidak dapat menerima penderita paraplegia ini dengan baik karena
kelumpuhan yang ada pada dirinya. Dari segi finansial pun akan sangat
berpengaruh, terutama bagi penderita paraplegia yang menjadi tulang
punggung keluarga atau pencari nafkah. Beban hidup para penderita
paraplegia bertambah karena seperti kita ketahui bahwa penderita paraplegia
membutuhkan kursi roda, biaya obat-obatan dan kontrol ke rumah sakit,
hingga biaya perubahan rumah demi menunjang kemudahan penderita
paraplegia dalam beraktifitas di atas kursi rodanya. Jika penderita paraplegia
ini tidak memiliki keterampilan khusus yang dapat menunjang penghidupan
dan kehidupannya, karena seperti kita ketahui di Indonesia ini jarang sekali
ada perusahaan atau perkantoran yang mau menerima para penderita
paraplegia dengan segala keterbatasan yang mereka miliki.
Dalam undang-undang kenegaraan telah dijelaskan secara jelas
bahwa setiap manusia siapa pun itu memiliki hak dan kewajiban yang sama.
Seperti yang tertera dalam UU RI NO. 4 tahun 1997 tentang penyandang
cacat yang berbunyi;3
3 UU RI No. 4/1997 Tentang Penyandang Cacat
“ bahwa penyandang cacat merupakan bagian dari masyarakat Indonesia
yang juga memiliki hak, kedudukan, kewajiban dan peran yang sama.
Mereka juga mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam aspek
kehidupan dan penghidupan.
Oleh karenanya, para penderita paraplegia ini membutuhkan suatu
lahan atau tempat rehabilitasi yang dapat mengembalikan keberfungsian
sosial mereka. Seperti yang tertuang dalam UU RI No. 4 tahun 1997 pasal 7
tentang penyandang cacat yang berbunyi;4
“ Rehabilitasi diarahkan untuk memfungsikan kembali dan
mengembangkan kemampuan fisik, mental dan sosial penyandang cacat
agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar sesuai dengan
bakat, kemampuan, pendidikan dan penglaman. “
Rehabilitasi bagi penderita paraplegia yang diselenggarakan di
rumah sakit dikenal dengan istilah rehabilitasi medik, yaitu suatu bentuk
pelayanan kesehatan total yang dilakukan secara multidisipliner untuk
membantu memulihkan kemampuan-kemampuan fisik, mental dan sosial
penderita paraplegia sehingga ia mampu melaksanakan fungsi dan perannya
kembali di masyarakat secara optimal.5
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati adalah salah satu rumah sakit
yang menyediakan pelayanan rehabilitasi mediknya. Rehabilitasi medik ini
dikenal dengan nama Instalasi Rehabilitasi Medik (IRM), dalam Instalasi
Rehabilitasi Medik ini ada tim rehabilitasi medik yang terdiri dari dokter
ahli rehabilitasi, psikologi, perawat rehabilitasi, fisioterapi, okupasiterapi,
prostetik ortetik, terapi wicara, bengkel kursi roda dan pekerja sosial medis.
Tim ini bekerja sama memberikan pelayanan terbaik pada pasien paraplegia,
4 UU RI No. 4 (Pasal 7)/1997 Tentang Penyandang Cacat
5 Pedoman Rehabilitasi Medik Prevevtif di Rumah Sakit, 1997, hal. 5
tidak hanya membantu menangani masalah fisik sebagai akibat dari
kelumpuhan yang disandangnya tetapi juga masalah fungsi sosial yang
menyertainya. Pelayanan rehabilitai merupakan suatu usaha untuk
memulihkan organ-organ yang tersisa, sehingga penderita paraplegia
mampu menjalankan kembali fungsi sosialnya di masyarakat.
Dari uraian di atas jelas bahwa penderita paraplegia mengalami
berbagai gangguan pada fisiknya yang berpengaruh besar pada kondisi
psikologis dan sosialnya, karena kelumpuhan yang dialaminya dapat
membuat seseorang menjadi rendah diri, frustasi dan sebagainya. Dalam
setting rumah sakit khususnya di instalasi rehabilitasi medik pelayanan
sosial yang diberikan oleh pekerja sosial medis dianggap mampu
menyelesaikan masalah-masalah yang ada pada diri penderita paraplegia.
Pelayanan sosial medis yang diberikan dapat dilakukan dengan cara
menjalin hubungan baik dengan penderita paraplegia dalam rangka
mengurangi tekanan sosial dan emosional yang dapat memperlambat
penyembuhan penderita. Selain itu pelayanan yang dapat dilakukan oleh
pekerja sosial medis adalah melakukan kunjungan rumah hal ini dilakukan
agar pekerja sosial lebih memahami keadaan yang dihadapi oleh penderita
paraplegia. Pelayanan yang dilakukan sampai pada tahap pemberian bantuan
dalam mencarikan dana atau donatur untuk pembelian alat bantu hingga
biaya perawatan.
Berdasarkan pada uraian diatas penulis bermaksud mengadakan
penelitian ilmiah yang akan dituangkan dalam skripsi, berjudul :
“PELAYANAN SOSIAL MEDIS BAGI PENDERITA PARAPLEGIA DI
INSTALASI REHABILITASI MEDIK RSUP FATMAWATI JAKARTA”
B. Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah.
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan pada uraian di atas, maka penulis akan melakukan
penelitian yang berfokus pada pelayanan sosial medis bagi penderita
paraplegia di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta.
2. Perumusan Masalah
Menyadari keterbatasan penulis dalam berbagai hal seperti
keterbatasan ilmu pengetahuan, waktu, biaya dan hal lainnya maka
penelitian ini penulis batasi pada :
1. Bagaimana tahapan pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia
di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta ?
2. Bagaimana fungsi pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di
instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta ?
3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat proses pelayanan sosial
medis bagi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik RSUP
Fatmawati Jakarta?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui tahapan pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di
instalasi rehabilitasi medik di RSUP Fatmawati Jakarta.
2. Mengetahui fungsi pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di
instalasi rehabilitasi medik di RSUP Fatmawati Jakarta.
3. Mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat pelayanan sosial
medis bagi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi medik RSUP
Fatmawati Jakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
Manfaat akademis yang diharapkan penulis dari penelitian ini
adalah :
a. Memberikan gambaran tentang proses pelayanan sosial medis yang
diberikan oleh pekerja sosial medis di instalasi rehabilitasi medik
terhadap penderita paraplegia.
b. Memberikan sumbangsih pengetahuan kepada mahasiswa
kesejahteraan sosial khususnya dan kepada masyarakat luas
umumnya mengenai pelayanan sosial medis.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca dan
juga sebagai bahan kajian bagi para peminat studi kesjahteraan sosial,
terutama bagi para mahasiswa kesejahteraan sosial.
E. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini pendekatan yang penulis gunakan adalah
pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor, pendekatan
kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku dapat
diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar individu tersebut secara
utuh.6
Sedangkan menurut Nawawi pendekatan kualitatif dapat
diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses menjaring informasi,
dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu obyek, dihubungkan
dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis
maupun praktis. Penelitian kualitatif dimulai dengan mengumpulkan
informasi-informasi dalam situasi sewajarnya, untuk dirumuskan
menjadi suatu generalisasi yang dapat diterima oleh akal sehat manusia7.
Pendekatan kualitatif dipilih karena peneliti ingin
mendeskripsikan, memperoleh gambaran nyata dan menggali informasi
6 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja : Rosdakarya,
1991)., h, 3. 7 Nawawi hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta : Gajah Mada University
Press, 1992) h. 209
yang jelas mengenai fungsi pelayanan sosial medis bagi penderita
paraplegia di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati Jakarta.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah metode deskriptif
yaitu metode yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang
keadaan-keadaan nyata sekarang (sementara berlangsung). Tujuan
utama meggunakan jenis penelitian ini adalah untuk menggambarkan
sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian
dilakukan, dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.8
Metode deskriptif dapat diartikan pula sebagai upaya untuk
melukiskan variabel demi variabel, satu demi satu, sebagai prosedur
pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau
melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian (seseorang, lembaga,
masyarakat dan lainnya) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta
yang tampak atau sebagaimana adanya. Pada umumnya penelitian
analisis deskriptif adalah penelitian non hipotesa sehingga dalam
langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesa.9
Penelitian deskriptif ditujukan untuk mengumpulkan data aktual
secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, mengidentifikasi masalah
atau memeriksa kondisi atau praktek-praktek yang berlaku, juga
menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah
8 Consuelo G. Sevilla, dkk, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta; Penerbit Universitas
Indonesia (UI Prees), 2006), cet. 1, hal. 71 9 Dr. Suhasimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta; PT. Bina Aksara,1985), cet. 2, hal. 139
yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan
rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.10
Penelitian dengan menggunakan metode deskriptif dengan
pendekatan kualitatif yang penulis maksud dalam penelitian ini adalah
untuk menguraikan, memaparkan dan menggambarkan serinci mungkin
program pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di instalasi
rehabilitasi medik RSUP Fatmawati Jakarta.
3. Tempat dan Waktu Penelitian
a. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP
Fatmawati, jln. RS Fatmawati Jakarta Selatan.
b. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan Maret hingga bulan Mei 2009,
sebelumnya penulis telah melakukan praktikum I selama 4 bulan yang
dilakukan pada bulan September hingga Desember 2008
4. Subjek, Informan dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah pekerja sosial medis selaku
pelaksana pelayanan sosial medis dan pasien penderita paraplegia selaku
penerima pelayanan sosial medis di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP
Fatmawati Jakarta. Penulis berupaya melakukan penelitian ini dengan
mengunakan sudut pandang orang-orang yang menjadi sumber data
10
Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung; PT. Remaja Rosdakarya, 2006),
cet. 12, hal. 25
primer penelitian ini, melalui interaksi dengan subjek penelitian terjadi
secara alamiah dan tidak memaksa, sehingga tindakan dan cara pandang
subjek tidak berubah.11
Oleh karenanya, peneliti menggambarkan tabel yang
menjelaskan tentang subjek penelitian.
NO Subjek Penelitian Posisi
1. Gambaran Pelayana Sosial
Medis, hasil yang telah
dicapai serta faktor
penghambat dan pendukung
Pekerja Sosial Medis
2. Gambaran pelaksanaan
pelayanan sosial medis dan
hasil dari pelayanan tersebut
Penderita Paraplegia
Tabel 1. Subjek Penelitian
Informan adalah seseorang yang dapat memberikan informasi
mengenai situasi dan latar penelitian. Menurut Bogdan dan Biklen dalam
buku Metodologi Penelitian Kualitatif karangan Moleong, pemanfaatan
Informan dalam penelitian adalah agar dalam waktu yang singkat
banyak informasi yang didapatkan.12
Sedang menurut Neuman konsep
sample dalam penelitian kualitatif berkaitan erat dengan bagaimana
11
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001). H. 25 12
Ibid, h. 112
memiliki informan atau situasi sosial tertentu yang dapat memberikan
informasi yang mantap dan terpercaya mengenai informasi-informasi
yang ada.13
Untuk memilih sampel informan lebih tepat dilakukan dengan sengaja
(purpose sampling). Dalam penelitian ini penulis memilih informan
yang berhubungan dengan pelayanan sosial medis, yaitu 2 orang pekerja
sosial medis dan 2 orang pasien penderita paraplegia.
Untuk itu peneliti menggambarkan dengan tabel sebagai berikut
Informasi yang dicari Informan Jumlah
Gambaran pelayanan
sosial medis, hasil yang
telah dicapai serta
faktor pendukung dan
penghambat
Pekerja sosial medis 2 0rang
Gambaran pelaksanaan
pelayanan sosial medis
dan hasil dari
pelayanan tersebut
Pesien penderita
paraplegia
2 orang
Tabel 2
Theorythical Sampling
13
Lawrence W. Neuman, Social Research Methods:Qualitatif dan Quantitatif Approaches
(Needham Heights : Allyn & Bacon, 2000), h. 20-21
Sedangkan objek penelitian ini adalah pelayanan sosial medis
bagi penderita paraplegia di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP
Fatmawati Jakarta.
5. Sumber Data
Sumber data penelitian ini penulis kategorikan sebagai berikut :
a. Data Primer
Data primer yang dimaksud adalah data pokok yang diperoleh melalui
hasil observasi dan wawancara.
b. Data Sekunder
Data pendukung yang diperoleh dari buku , majalah dan berbagai
literatur lainnya yang berkaitan dengan tema penelitian.
6. Tehnik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data yang peneliti pakai adalah tehnik
pengumpulan data kualitatif. Pengumpulan data kualitatif berupa
pengumpulan data dalam bentuk kalimat, pernyataan, kata dan gambar.14
Pelaksanaan tehnik pengumpulan data dapat dilakukan dengan:
a. Observasi atau pengamatan, yaitu pengamatan langsung kepada
suatu obyek yang diteliti15
Peneliti menggunakan instrumen
observasi dalam mengamati proses pelayanan sosial medis yang
14
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI, Materi Mata Kuliah Metode Penelitian Sosial,
(Jakarta : Fisip UI, 2001), h. 40 15
Gorys Keraf, Komposisi; Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa, h, 162.
dilakukan oleh pekerja sosial medis di instalasi rehabilitasi medik
bagi penderita paraplegia.
b. Interview atau wawancara merupakan salah satu bentuk alat
pengumpulan informasi secara langsung tentang beberapa jenis
data.16
Peneliti melakukan wawancara demi memperoleh data yang
diperlukan dan berhubungan dengan tema yang peneliti ajukan.
Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan berbagai
sumber. Diantaranya dengan staf pegawai instalasi rehabilitasi
medik, kepala pimpinan instalasi rehabilitasi medik dan tentunya
dengan pekerja sosial medis itu sendiri serta kepada penderita
paraplegia.
c. Metode dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data yang tidak
dapat diperoleh dengan cara wawancara atau observasi. Tehnik
dokumentasi penulis lakukan dengan cara menelaah buku-buku,
majalah, artikel maupun sumber-sumber yang berkaitan dengan
pelayanan sosial medis di instalasi rehabilitasi medik terhadap
penderita paraplegia.
7. Teknik Analisis Data
Maksud dari analisis data adalah proses pengumpulan data dan
mengurutkannya ke dalam pola dan pengelompokan data. Nasir
mengemukakan analisis data merupakan bagian yang sangat penting
16
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta : Andi Offset, 1989) h. 49
dalam metode ilmiah, karena dalam analisis data tersebut dapat diberi
arti dan makna yang berguna memecahkan masalah penelitian.17
Dalam proses analisis data penulis menelaah semua sumber data
yang tersedia, yang bersumber dari hasil wawancara dengan beberapa
pihak staf, pekerja sosial medis dan penderita paraplegia. Pada tahap
akhir dari analisis data ini penulis mengecek keabsahan data yang ada,
agar menghasilkan data-data yang konkrit tentang pelayanan sosial
medis yang dilakukan oleh pekerja sosial medis terhadap penderita
paraplegia di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati.
8. Teknik Keabsahan Data
Untuk memeriksa keabsahan data penulis menggunakan teknik
triangulasi. Teknik triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan
pengecekan atau pembanding terhadap data tersebut. Teknik triangulasi
yang banyak digunakan adalah pemeriksaan terhadap sumber lain.
Dalam hal ini penulis menggunakan pasien penderita paraplegia sebagai
sumber pengecekan keabsahan data yang penulis terima dari pekerja
sosial medis mengenai pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia
9. Instrumen dan alat bantu
Pada penelitian kualitatif, kegiatan pencatatan data lebih banyak
bergantung pada diri sendiri, dengan menjadi instrumen penelitian,
17
Moh. Nasir D. Metode Penelitian (Jakarta :Ghalia Indonesia, 1993)., h, 405.
peneliti dapat senantiasa menilai keadaan dan mengambil keputusan.18
Namun demikian penulis memerlukan alat bantu dalam melakukan
kegiatan pengumpulan dan pencatatan data. Alat bantu tersebut antara
lain pedoman wawancara, alat perekam (tape recorder), dan catatan
lapangan.
Pedoman wawancara merupakan format wawancara terstruktur
dengan terlebih dahulu menyusun pertanyaan-pertanyaan yang sesuai
dengan masalah penelitian. Jawaban dari setiap pertanyaan dalam
pedoaman wawancara terekam dengan menggunakan alat bantu tape
recorder. Penggunakan alat bantu tape recorder untuk merekam hasil
wawancara memerlukan persetujuan dari subjek penelitian yang
diwawancarai. Sedang catatan lapangan merupakan alat bantu yang
penting dalam penelitian kualitatif. Penulis membuat catatan lapangan
untuk membantunya mencatat pengamatan lapangan dan membantu
penulis ketika menganalisis data.19
10. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan dan transliterasi yang digunakan
berpedoman pada buku Pedoman Penulian Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis
dan Disertasi) yang disusun oleh Tim UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
diterbitkan oleh UIN Jakarta Press. 2007. cet. Ke 2.
18
Dr. Lexy. J. Moleong, M.A, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 2001). H. 19 19
Ibid, h. 138-154
F. Sistematika Penulisan
Pembahasan skripsi terdiri dari 5 bab, berikut adalah sistematika
penulisan skripsi:
BAB I Pendahuluan yang meliputi : Latar belakang masalah,
perumusan dan batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, metodologi penelitian dan sistematik penulisan.
BAB II Membahas mengenai Landasan Teori yang meliputi : pengertian
pelayanan sosial, pengertian pelayanan sosial medis, sejarah
rehabilitasi medik, pengertian paraplegia.
BAB III Membahas mengenai Gambaran Umum Instalasi Rehabilitasi
Medik RSUP Fatamawati yang terdiri dari ; latar belakang
berdirinya instalasi rehabilitasi medik, klasifikasi lembaga, peran
dan fungsi instalasi rehabilitasi medik, program pelayanan
instalasi rehabilitasi medik, visi, misi, falsafah, tujuan, sumber
dana dan pendanaan, organisasi dan struktur organisasi instalasi
rehabilitasi medik dan proses pelayanan sosial medik.
BAB IV Merupakan hasil penelitian dan analisis yang berisikan pelayanan
sosial medis bagi penderita paraplegia di instalasi rehabilitasi
medik, hasil yang dicapai dan faktor pendukung serta
penghambat pelayanan tersebut.
BAB V Merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran
serta diakhiri dengan daftar pustaka dan lampiran.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pelayanan Sosial
1. Pelayanan Sosial
Dalam ilmu kesejahteraan sosial ada berbagai istilah pelayanan yang
serupa dengan pelayanan sosial. Kesejahteraan sosial itu sendiri menurut
Wilensky dan Lebeaux (1965), kesejahteraan sosial sebagai sistem yang
terorganisasi dari pelayanan-pelayanan dan lembaga-lembaga sosial, yang
dirancang untuk membantu individu-individu dan kelompok-kelompok agar
mencapai tingkat hidup dan kesehatan yang memuaskan. Demi terciptanya
hubungan-hubungan persoanal dan sosial yang memberi kesempatan kepada
individu-individu mengembangkan kemampuan mereka seluas-luasnya dan
meningkatkan kesejahteraan mereka sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan
masyarakat.20
Dalam undang-undang tentang ketentuan pokok kesejahteraan sosial
No. 6/1974 yang menyatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah;21
”Sesuatu tata kehidupan dan penghidupan sosial maupun spiritual yang
diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin.”
Suatu kondisi kehidupan yang diharapkan sebagaimana tertera di
atas tidak dapat terwujud jika usaha kesejahteraan sosial tidak
20
www.concern.net/pengertian_kesejahteraansosial.htm 21
Puji Pujiono, Isu-Isu Kesejahteraan Sosial dan Peran Profesi Kesejahteraan Sosial, dalam
Seminar di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta Maret 2005
18
dikembangkan. Usaha kesejahteraan sosial (social [welfare] service) itu
sendiri pada dasarnya merupakan program atau kegiatan yang didesain
untuk menjawab masalah kebutuhan maupun taraf hidup masyarakat.22
Untuk mencapai tujuan dari usaha kesejahteraan sosial yakni
memenuhi kebutuhan dan taraf hidup masyarakat, maka dibutuhkan suatu
sistem atau wadah yang mampu memenuhi kebutuhan serta meningkatkan
taraf hidup masyarakat dan wadah atau sistem tersebut adalah pelayanan
sosial.
Pelayanan adalah suatu usaha pemberian bantuan atau pertolongan
kepada orang lain baik berupa materi ataupun non-materi agar orang-orang
tersebut dapat mengatasi masalahnya sendiri.23
Ada beberapa istilah yang
hampir mirip dengan pelayanan sosial, seperti pelayanan publik misalnya
atau yang biasa lebih dikenal dengan pelayanan masyarakat. Pelayanan
publik atau masyarakat ini adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam
bentuk jasa publik maupun barang publik yang pada prinsipnya menjadi
tanggung jawab instansi pemerintah di pusat, di daerah dan dilingkungan
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun
dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan undang-undang.24
22
Isbandi Rukminto Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosial; Pengantar pada Pengertian dan beberapa
pokok Bahasan, (Depok, FISIP UI Prees, 2004), cet. 1, hal. 50 23
Depertement Sosial R.I, Badan Penelitian dan Pengembangan Sosial, Istilah Usaha
Kesejahteraan Sosial, (Jakarta; 1997), h. 19 24
www.wikipedia.com/pelayanan_publik.htm
Dalam kamus The Social Worker (1999) menyebutkan;25
”Pelayanan sosial merupakan aktivitas pekerja sosial dan profesi lain
dalam rangka membantu orang agar berkecukupan, mencegah ketergantungan,
memperkuat relasi keluarga, memperbaiki keberfungsian sosial, individu,
kelompok, keluarga dan masyarakat.”
Khan (1969) merumuskan konteks pelayanan sosial adalah sebagai
berikut;26
”Program-program yang disediakan oleh selain kriteria pasar untuk
menjamin suatu pemenuhan tingkat kebutuhan akan kesehatan, pendidikan dan
kesejahteraan, untuk meningkatkan kebutuhan komunal dan keberfungsian sosial,
untuk memfasilitasi akses terhadap pelayanan-pelayanan dan lembaga-lembaga
pada umumnya, dan untuk membantu warga masyarakat yang mengalami kesulitan
dan pemenuhan kebutuhan kesejahteraan.”
Oleh karenanya, pelayanan sosial dapat pula diartikan sebagai suatu
kondisi dimana adanya eksistensi program-program yang mengacu pada
cakupan kesehatan, pendidikan dan tujuan kesejahteraan lainnya untuk
meningkatkan kualitas dan fungsi dari kehidupan, memfasilitasi akses
pelayanan dan membantu mereka yang berada dalam kesulitan.
2. Jenis-Jenis Pelayanan Sosial
Dwi Heru Sukoco, dalam bukunya Kemitraaan dalam Pelayanan
menyebutkan ada sembilan jenis pelayanan sosial;27
a. Pelayanan pengasramahan yakni pelayanan pemberian tempat tinggal
sementara kepada klien. Dengan adanya pelayanan ini klien dapat
25
Dwi Heru Sukoco, Kemitraan dalam Pelayanan Sosial, dalam Isu-Isu Tematik Pembangunan
Sosial, (Jakarta; 1997), h. 179 26
Mohamad Suud, 3 Orientasi Kesejahteraan Sosial, (Jakarta; Prestasi Pustaka, 2006), cet. ; h.
9 27
Dwi Heru Sukoco, Kemitraan dalam Pelayanan, (Jalarta; 1997), hal. 106-107
menginap, istirahat, tidur dan menyimpan barang-barang pribadi
miliknya.
b. Pelayanan pemakanan yaitu dimana pelayanan ini memberikan makan
dan minum berdasarkan menu yang telah ditetapkan agar terjamin gizi
dan kualitasnya.
c. Pelayanan konsultasi, pelayanan ini berupa bimbingan untuk
meningkatkan kemampuan dan kemauan berinteraksi dengan orang lain,
menjalankan peranan sosial, memenuhi kebutuhan sosial hingga
memecahkan suatu masalah.
d. Pelayanan pemeriksaan kesehatan yaitu pelayanan pengontrol dan
pengecekan kesehatan klien oleh tenaga medis profesional agar
diketahui tingkat kesehatan klien.
e. Pelayanan pendidikan, pemberian kesempatan kepada klien agar dapat
mengikuti pendidikan formal.
f. Pelayanan keterampilan yaitu pelayanan bimbingan keterampilan
seperti; pertukangan, perbengkelan, perkebunan, salon dan lain
sebagainya yang dapat menunjang kreatifitas klien sehingga klien dapat
bekerja dengan keterampilan yang memadai.
g. Pelayanan keagamaan yaitu pelayanan bimbingan mental spiritual
dengan menjalankan aktivitas agama masing-masing dan mengikuti
ceramah-ceramah keagamaan yang dianut atau diyakini oleh klien.
h. Pelayanan hiburan yaitu pelayanan yang ditujukan untuk memberikan
rasa gembira dan senang melalui berbagai hiburan seperti; musik, media
entertaiment, serta kunjungan ketempat-tempat wisata atau rekreasi.
i. Pelayanan transportasi yaitu pelayanan untuk mempercepat daya
jangkau klien, baik kekeluarga, pusat pelatyanan, lokasi rekreasi.
3. Tahapan Pelayanan Sosial
Pelayanan sosial memiliki beberapa tahapan, diantaranya;28
a. Tahapan pendekatan awal yaitu suatu proses tahapan penjajagan
awal, konsultasi dengan pihak-pihak terkait, sosialisasi program
pelayanan, identifikasi calon penerimaan pelayanan, pemberian
motivasi, seleksi, perumusan kesepakatan, penempatan calon
penerima layanan, serta identifikasi sarana dan prasarana
pelayanan.
b. Pengungkapan dan pemahaman masalah (assessment) adalah
suatu proses kegiatan pengumpulan dan analisis data untuk
mengungkapkan dan memahami masalah, kebutuhan, dan sistem
sumber penerima klien.
c. Perencanaan pemecahan masalah (planning) adalah suatu proses
perumusan tujuan dan kegiatan pemecahan masalah, serta
penetapan berbagai sumber daya yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan tersebut.
d. Pelaksanaan pemecahan masalah (intervention) yaitu suatu
proses penerapan rencana pemecahan masalah yang telah
dirumuskan. Kegiatan pelaksanaan masalah yang dilaksanakan
adalah melakukan pemeliharaan, pemberian motivasi, dan
28
Buku Saku Pekerja Sosial, (Jakarta; 2004), hal. 3
pendampingan kepada penerima pelayanan dalam bimbingan
fisik, bimbingan keterampilan, bimbingan psikososial,
bimbingan sosial, pengembangan mayarakat, resosialisasi dan
advokasi.
e. Tahapan bimbingan yaitu pelayanan yang diberikan kepada klien
untuk memenuhi kebutuhan mental, jiwa, dan raga si klien.
Bimbingan ini terdiri dari fisik, keterampilan, psikososial, sosial,
resosialisasi, pengembangan masyarakat dan advokasi.
f. Tahapan bimbingan dan pembinaan lanjutan adalah suatu proses
pemberdayaan dan pengembangan agar penerima pelayanan
dapat melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan lingkungan
sosialnya.
g. Tahapan evaluasi yaitu proses kegiatan untuk mengetahui
efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan pemecahan masalah
atau indikator-indokator keberhasilan pemecahan masalah.
h. Tahapan terminasi, suatu proses kegiatan pemutusan hubungan
pelayanan atau bantuan atau pertolongan antar lembaga dan
penerima pelayanan (klien).
i. Tahapan rujukan yaitu kegiatan merancang, melaksanakan,
mensupervisi, mengevaluasi, dan menyusun laporan kegiatan
rujukan penerima program pelayanan kesejahteraan sosial.
B. Pelayanan Sosial Medis
1. Pengertian Pelayanan Sosial Medis
Pelayanan sosial medis adalah pelayanan yang diberikan kepada
pasien untuk membantu menyelesaikan masalah sosial, ekonomi maupun
emosional yang dihadapi oleh pasien akibat dari suatu penyakit atau
kecacatan yang diderita, agar pasien dapat berfungsi sosial kembali di dalam
keluarga maupun lingkungan sosialnya.29
2. Tujuan Pelayanan Sosial medis
Tujuan dari pelayanan sosial medis yang diberikan oleh pekerja
sosial medis adalah demi membangun kembali kepercayaan diri pasien serta
mengembalikan keberfungsian sosial pasien sehingga pasien dapat kembali
pada keluarga dan dapat berbaur dengan lingkungan sosialnya.30
3. Fungsi Pelayanan Sosial Medis
Mary Johnston dalam bukunya Relasi Dinamis Antara Pekerja Sosial
Medis Dengan Klien Dalam Setting Rumah Sakit, Secara rinci menjelaskan
ada enem fungsi pokok dari pelayanan sosial medis, yakni sebagai berikut;
31
a. Memberikan bantuan dalam upaya menyelesaikan masalah-
masalah emosional, sosial dan ekonomi seorang pasien yang
timbul sebagai akibat penyakit yang dideritanya.
b. Membina hubungan kekeluargaan yang baik.
29
Soraya , Pelayanan Sosial Medis di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, dalam
Seminar Sehari Membangun Sinergitas Pelayanan Sosial Medis dan Peningkatan Kualitas Peran
Pekerja Sosial Medis di Rumah Sakit, (Jakarta; Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Mei 2007),
hal. 1 30
Ibid, hal. 6 31
Mary Johnston, Relasi Dinamis Antara Pekerja Sosial Dengan Klien Dalam Setting Rumah
Sakit, (Surakarta ; 1988), hal. 48
c. Memperlancar hubungan antara rumah sakit, pasien dan keluarga.
d. Membantu penyesuaian diri pasien dengan masyarakat dan
sebaliknya.
e. Mempersiapkan kelengkapan administrasi atau pembayaran bagi
pasien.
4. Bentuk Pelayanan Sosial Medis
a. Memberikan bimbingan sosial
b. Kelengkapan administrasi untuk pembayaran
c. Kunjungan
d. Memfasilitasi kebutuhan pasien – donatur
e. Persiapan rencana pemulangan pasien
f. Penyaluran pasien kelembaga sosial32
Dalam bukunya yang berjudul Relasi Dinamis antara Pekerja Sosial
dengan Klien dalam Setting Rumah Sakit, Mary Johnston membahas lebih
mendalam tentang bimbingan sosial medis.
Lebih lanjut Mery Johnston menyebutkan bahwa bimbingan sosial
dalam prakteknya dibagi menjadi dua bagian yakni bimbingan sosial
perseorangan atau case work, dan bimbingan sosial kelompok atau group
work.33
32
Soraya , Pelayanan Sosial Medis di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, dalam
Seminar Sehari Membangun Sinergitas Pelayanan Sosial Medis dan Peningkatan Kualitas Peran
Pekerja Sosial Medis di Rumah Sakit, (Jakarta; Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Mei 2007),
hal. 6 33
Mary Johnston, Relasi Dinamis antara Pekerja Sosial dengan Klien dalam Setting Rumah
Sakit, (Surakarta; 1988), hal. 46
5. Ruang Lingkup Pelayanan Sosial Medis
Istilah pelayanan sosial medis pada perkembangan lebih lanjut
mengalami pergeseran sesuai dengan perubahan paradigma pelayanan sosial
dan pelayanan kesehatan dengan istilah pelayanan sosial dalam
pemeliharaan kesehatan (social service in health care).
Dewasa ini praktik pelayanan sosial dalam pemeliharaan kesehatan
meliputi empat jenis pelayanan;
a. Pelayanan sosial di rumah sakit (hospital – base service)
b. Pelayanan sosial dalam pusat jagaan kesehatan primer (social service
in primary health care)
c. Pelayanan sosial dalam kesehatan masyarakat (social sevice in
public health)
d. Pelayanan sosial dalam jagaan atau perawatan jangka panjang
(social sevice in long term care)34
Bracht, 1995 dan Moroney, 1995 dalam bukunya Social Work in
Health Care mengemukakan pelayanan sosial dalam kesehatan masyarakat
memfokuskan pada aspek sosial, kesehatan dan ditinjau dari kondisi sosial
dari kesehatan dan kesejahteraan.35 Seting kesehatan masyarakat termasuk
klinik bersalin dan kesehatan anak, lembaga perencanaan kesehatan dan
34
Adi Fahrudi , Pekerja Sosial Medis di Rumah Sakit; Tinjauan Konseptual, dalam Seminar
Sehari Membangun Sinergitas Pelayanan Sosial Medis dan Peningkatkan Kualitas Pekerja
Sosial Medis di Rumah Sakit, (Jakarta; Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Mei 2007), hal. 3 35
Braht, N.F, Social Work in Health Care, (New York; The Howard Press, 1978)
juga dalam organisasi kesehatan di tingkat nasional dan juga internasional
separti WHO.36
Pelayanan sosial dalam jagaan kesehatan primer pula berurusan
dengan masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat termasuk pencegahan
penyakit. Pelayanan sosial bekerja dalam berbagai badan kesehatan primer
termasuk pusat ketetanggaan, klinik, dan organisasi pelayanan kesehatan.37
Pelayanan sosial dalam rumah sakit baik rumah sakit besar ataupun
rumah sakit kecil biasanya membutuhkan spesifikasi pelayanan sosial
tersendiri yang terdiri dari pediatrik, pusat trauma, rehabilitasi orthopedik,
dialisis, neonatal, onkologi (kanker), dan pelayanan dalam ruang gawat
darurat.38
C. Rehabilitasi Medik
1. Sejarah Rehabilitasi Medik
Tahun 1946 sesudah perang Dunia Kedua, Revolusi Indonesia
berkecamuk dengan hebat dan terdapat banyak korban peperangan yang
anggota badannya. Pada saat yang kritis seperti itu di sebuah Rumah Sakit
Solo Dr. Soeharso dan Suroto R memulai pekerjaannya membuat kaki-kaki
palsu dan alat bantu lainnya dengan alat yang sederhana untuk membatu
mereka yang mengalami amputasi atau kecacatan. Kemudian pada tahun
1951 secara resmi didirikan sebuah Rehabilitation Center di Solo guna
membantu pasien korban peperangan yang mangalami kecacatan dengan
36
Dubois, B & Miley, K.K, Social Work An Empowering Professional, (Boston; Ally and
Bacon, 1999) 37
Dubois, B & Miley, K.K, Social Work An Empowering Professional, (Boston; Ally and
Bacon, 1999) 38
Dubois, B & Miley, K.K, Social Work An Empowering Professional, (Boston; Ally and
Bacon, 1999)
memberikan pelatihan okupasional dan membuatkan kaki-kaki palsu atau
alat bantu lainnya demi mempermudah pekrjaan sehari-hari para korban
peperangan.
Dalam perkembangannya sendiri rehabilitasi medik di Indonesia
pada awalnya mengalami berbagai hambatan seperti pertentangan dari
berbagai pihak, baik dari fakultas-fakultas kedokteran, pemerintah hingga
masyarakat itu sendiri. Akan tetapi, setelah Rehabilitation Center ini
didirikan secara berangsur baik instansi pendidikan kedokteran,
pemerintahan dan masyarakat dapat menerima keberadaan rehabilitasi
medik.
Rehabilitation Center ini baru diresmikan pada tahun 1978, jadi
setelah 27 tahun Rehabilitation Center ini berdiri barulah keluar Surat
Keputusan Menteri Kesehatan No. 134 Tahun 1978 yang mengatakan
bahwa di seluruh rumah sakit di Indonesia, yaitu rumah sakit tipe A, B dan
C haruslah terdapat unit rehabilitasi medik. Kemudian pada tahun 1982
keluarlah Surat Keputusan Menteri Kesehatan tentang berlakunya Sistem
Kesehatan Nasional, yang didalamnya menyatakan bahwa upaya kesehatan
perlu dilaksanakan dengan peran serta masyarakat yang mencakup upaya
promotif, kuratif dan rehabilitasi medik.39
2. Pengertian Rehabilitasi Medik
Pada umumnya rehabilitasi diartikan sebagai pemulihan atau
penyembuhan, dan kegiatan rehabilitasi adalah suatu rangkaian kegiatan
39
Albert Hutapea, Dasar Rehabilitasi Medik, (Jakarta; 1986)
penyembuhan masalah-masalah yang diakibatkan oleh kecacatan serta
memulihkan kemampuan-kemapuan untuk melaksanakan peran sosial dalam
rangka peklaksanaan tugas-tugas atau kegiatan kehidupan sehari-harinya.
Dalam bukunya yang berjudul Para Cacat Henry H. Keser
mendefinisikan bahwa rehabilitasi adalah suatu pemulihan (restorasi)
kepada penderita cacat sehingga dapat mencapai kegunaan seppenuh
mungkin dari kemampuan jasmani, mental, sosial, jabatan dan penghidupan
ekonomi.40
Dari definisi tersebut nampak bahwa kegiatan rehabilitasi medik
tidak hanya ditujukan pada pulihnya kemapuan jasmani saja akan tetapi
meliputi kemampuan mental, sosial, pekerjaan dan penghidupan ekonomi.
Pengertian rehabilitasi medik dalam buku Pedoman Rehabilitasi
Medik Preventif di Rumah Sakit adalah sebagai berikut;
”Rehabilitasi medik adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan total
yang dilakukan secara multidisipliner, untuk membantu memulihkan
kemampuan-kemampuan fisik, mental dan sosial penderita yang terganggu
akibat penyakit dan lain-lain sehingga ia mampu melakukan fungsi dan
peranannya kembali di masyarakat secara ooptimal.”41
Rehabilitasi medik dalam pelaksanaanya haruslah sesuai dengan apa
yang menjadi ketentuan sebagai usaha pelayanan dalam bidang kesehatan,
yakni yang meliputi usaha-usaha sebagai berikut;
1. Peningkatan (Promotif)
Promotif adalah usaha dalam hal penigkatan kesehatan
masyarakat. Peningkatan ini dapat dicapai melalui pendidikan
40
Henry H. Keser, Para Cacat, (1982), hal ; 20 41
Pedoman Rehabilitasi Medik Preventif di Rumah Sakit, (1997), hal. 5
mengenai kesehatan masyarkat, seperti tentang hidup sehat dengan
gizi baik, lingkungan hidup bersih, termasuk menghindari kecacatan.
Secara spesifik contoh kegiatan ini adalah penyuluhan tentang sikap
tubuh yang baik untuk mengurangi resiko kecacatan.
2. Pencegahan (Preventif)
Preventif adalah usaha pencegahan terhadap suatu penyakit,
dalam halnya masalah penderita cacat, usaha ini berupa pencegahan
terhadap terjadinya kecacatan yang lebih lanjut akibat penyakit.
Secara rinci, tahapan pencegahan di bidang rehabilitasi medik
mencakup yang dilakukan oleh tim;
a. Mencegah atau mengurangi angka kesakitan
b. Mengurangi akibat lanjut kelainan.
c. Mencegah mengurangi terjadinya ketidakmampuan akibat
kelainan.
d. Mencegah terjadinya ketunaan setelah keadaan ketidakmampuan.
3. Penyembuhan (Kuratif)
Kuratif adalah usaha penyembuhan terhadap suatu penyakit,
usaha ini juga termasuk usaha pengobatan dan perawatan.
4. Pemulihan (Rehabilitasi)
Rehabilitasi adalah usaha pemulihan kesehatan dari sakit,
cidera, cacat pada umumnya yang dilakukan oleh tim, yaitu;
a. Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik
b. Psikologi.
c. Fisioterapi
d. Terapi Wicara.
e. Okupasi Terapi.
f. Prostetik Ortetik.
g. Pekerja Sosial Medis.
h. Perawat Rehabilitasi Medik.42
Dalam hasil dari lokakarya Rehabilitasi Medik Indonesia,
WHO memberikan batasan pengertian rehabilitasi medik, yaitu;
” Rehabilitasi medik adalah proses pelayanan medik yang
bertujuan mengembangkan kesanggupan fungsional dan psikologik
seseorang dan bila perlu mengembangakan mekanisme kompensatorik, sehingga memungkinkan bebas dari ketergantungan
dan mengalami hidup yang aktif.”43
Dari pernyataan diatas, jelas bahwa ukuran keberhasilan
suatu usaha rehabilitasi medik adalah sejauhmana yang bersangkutan
(pasien atau si penderita sakit) dapat melepaskan diri dari
ketergantungan pada orang lain, serta kemapuannya untuk
meningkatkan kondisi-kondisi kehidupannya. Untuk itu dalam
mencapai tujuan rehabilitasi medik dibutuhkan beberapa keahlian
khusus, antara lain;
a. Fisio Terapi
Fisio terapi dalam rehabilitasi medik mempunyai fungsi
untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit, melatih serta
memperkuat otot-otot dan memperbaiki koordinasi otot-otot agar
42
Albert Hutapea, Dasar Rehabilitasi Medik, (Jakarta; 1986) 43
Naskah Lengkap dan Hasil Lokakarya Rehabilitasi Medik Indonesia I, Lokakarya
Rehabilitasi Medik dan Unit rehabilitasi RSCM, (Jakarta; 1980), hal. 249
pasien dapat berfungsi kembali semaksimal mungkin dengan
cacatnya. Seorang fisio terapi (fisioterapis) haruslah memiliki
keahlian dalam gerakan dan fungsi bagian-bagain tubuh, namun
adakalanya seorang fisioterapis juga melakukan tindakan-tindakan
yang bersifat preventif dan promotif, misalnya latihan relax bagi
orang-orang yang kelewat sibuk atau memperkuat otot-otot untuk
mencegah sobekan pada para olahragawan.
b. Okupasi Terapi
Terapi okopasional atau okupasi terapi adalah suatu usaha
untuk membantu pasien dengan memberikan terapi berupa latihan
kerja atau beberapa kegiatan untuk melatih otot-otot anggota badan
yang menjadi kaku karena suatu penyakit, misalnya pemberian
latihan menyulam, menganyam, menjahit, melukis dengan benang
dan lain-lain. Pelayanan yang diberikan oleh seorang okupasional
terapis berupa kegiatan-kegiatan mental maupun fisik yang
merangsang pertumbuhan pasien agar dapat berfungsi secara
maksimal dalam kegiatan di rumah, di tempat kerja maupun di
lingkungan.
c. Ortetik Prostetik
Ortetik prostetik atau OP merupakan dua pengetahuan
penting tentang cara-cara pengukuran, pembuatan dan pemasangan
alat-alat penguat atau pengganti tubuh yang lumpuh.
d. Psikologi.
Pengetahuan ini dipakai untuk membantu pasien dalam
mengatasi berbagai kesulitan yang berhubungan dengan masalah
psikologis yang sering timbul akibat penyakit yang diderita. Selain
itu juga untuk mengurangi depresi, membantu mendorong pasien
mengembalikan rasa percaya diri dengan memberikan psikoterapi.
Fungsi dari psikologi itu sendiri adalah untuk menangani
permasalahan psikis penderita atau pasien.
e. Terapi Wicara
Keahlian ini dipakai untuk mengembalikan dan membatasi
kecacatan dalam hal kemampuan berbahasa dan berbicara.
f. Pekerja Sosial Medis
Keahlian ini mempunyai tanggung jawab dalam mengatasi
atau memperbaiki fungsi sosial pasien yang terganggu akibat cacat
yang disandangnya. Untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut,
pekerja sosial melakukan pendekatan dengan pasien, keluarga pasien
dan lingkungan pergaulan serta masyarakat di mana pasien tinggal.
Dalam melakukan pendekatan ini, pekerja sosial dapat menerapkan
metode-metode pekerjaan sosial yang dapat dipakai dalam pekerjaan
sosial di rumah sakit.44
D. Paraplegia
1. Pengertian Paraplegia
44
Manihuruk, Majalah Penderita Cacat dan Usaha Rehabilitasinya, Majalah Gema Insani Para
Penyandang Cacat, (Jakarta; 1981)
Ada beberapa definisi mengenai paraplegia Bernaddete Fallon dalam
bukunnya yang berjudul So You Are Paralyed mendefinisikan bahwa
paraplegia adalah kelumpuhan pada kaki dan bagian batang tubuh (tulang
belakang) yang diakibatkan kerusakan atau penyakit sumsum tulang
belakang.45
Sedangkan dalam sebuah artikel kesehatan mendefinikan paraplegia
adalah kelumpuhan dua anggota gerak bawah yang diakibatkan cederanya
tulang belakang atau kerusakan pada syaraf tulang belakang.46
Dari dua definisi diatas dapat disimpulkan secara garis besar
paraplegia adalah kelumpuhan pada dua anggota gerak bawah atau kaki
yang diakibatkan oleh kecelakaan atau penyakit yang secara langsung
menyerang syaraf tulang belakang.
2. Penyebab Paraplegia
Berdasarkan dari penjelasan definisi pada sebelumnya bahwa
penyebab dari seseorang menjadi paraplegic atau mengalami kelumpuhan
adalah diakibatkan oleh kecelakaan atau penyakit yang menyerang secara
langsung syaraf tulang belakang atau sumsum tulang belakang.
Seseorang yang mengalami kecelakaan atau kerusakan pada syaraf
atau sumsum tulang belakang tidak serta merta langsung mengalami
kelumpuhan. Tingkat di mana seseorang mengalami kelumpuhan bervariasi
mulai dari perlemahan gerakan kaki, pada bagian yang lumpuh biasanya
45
Fallon Bernaddete, So You Are Paralyed, hal. 1 46
www.Apparelyzed.com, Jenis Kelumpuhan-Quadriplegia (Tertraplegia) dan Paraplegia,
Diakses pada November 2008
penderita tidak dapat merasakan tekanan atau mati rasa, hingga pada
akhirnya penderita tidak dapat merasakan apa – apa pada kedua tungkai
kakinya.
Tulang belakang itu sendiri terdiri atas suatu rantai lingkaran-
lingkaran tulang, vertebrae (tulang belakang / punggung), agak menyerupai
gulungan-gulungan benang yang banyak tersusun satu di atas yang lainnya
masing-masing dengan suatu ”badan” tulang di depan. Ada 24 buah
lingkaran, 7 buah lingkaran di leher yang biasa disebut cervical, 12 buah di
bagian dada sebelah belakang thoracic, dan 5 di bagian belakang yang
paling sempit atau lumbar. Berikut gambar tulang belakang itu sendiri;
GAMBAR I. Struktur Tulang Belakang47
Pada lingkar-lingkar tulang belakang terdapat piringan sendi,
penyangga elastik untuk menerima sentakan-sentakan sehari-hari. Selain itu
pada kanal tulang belakang paling ujung yang terhubung langsung ke otak
ekor abu-abu tersebut biasa dikenal dengan sebutan sumsum tulang
belakang.48
Sumsum tulang belakang bekerja seperti kabel telepon dua arah
47
www. Apparelyzed.com, Jenis Kelumpuhan - Quadriplegia (Tetraplegia) dan Paraplegia,
diakses pada November 2008 48
Bernaddete Fallon, So You Are Paralyed (Jadi, Anda Lumpuh), hal. 1
yang melayani ’pertukaran berita’ bagian otak, dimana sumsum tulang
belakang menyampaikan berita dari otak baik untuk bergerak atau diam dan
berita dari seluruh badan ke otak mengenai perasaan (rasa sakit, panas dan
dingin dan sebagainya).49
Oleh karenanya, jika seseorang mengalami suatu
kecelakaan yang meremukkan atau merusak tulang belakang dan sumsum
tulang belakang, maka syaraf-syaraf dalam sumsum tulang belakang yang
berfungsi menghantarkan pesan keotak terputus dan sehingga perintah untuk
menggerakkan kaki tidak tersampaikan. Dalam suatu kecelakaan lingkar-
lingkar tulang belakang akan mengalami kerusakan atau perubahan letak
secara paksa hal ini menyebabkan tulang belakang berhenti berfungsi.
Kerusakan dapat pula terjadi disebabkan oleh suatu penyakit yang
menyerang sumsum tulang belakang yang pada akhirnya pun mengganggu
fungsi tulang belakang tersebut.
Pengaruh lain dari kerusakan syaraf tulang belakang sumsum tulang
belakang beragam, menurut bagian sumsum tulang belakang yang terluka
dan menurut berat tingkat kerusakannya. Paraplegia disamakan dengan
kelumpuhan autonomik, disamping kerusakan sumsum tulang belakang dan
otak ada sistem saraf ’autonomic’ atau ’vegetative’ yang berada diluar
sumsum tulang belakang namun masih berhubungan dengan sumsum tulang
belakang. Fungsi utamanya adalah untuk mengatur keluarnya air seni dan
kotoran, fungsi seksual untuk laki-laki, fungsi untuk sirkulasi darah yang
dipompa melalui pembuluh darah serta fungsi untuk mengeluarkan keringat.
Disebut demikian karena terdapat banyak syaraf yang terbagi sepanjang
49
Ibid, hal. 2
sumsum tulang belakang ke dalam akar-akar urat saraf yang terkumpul dari
berbagai bagian tubuh yang menunjukkan bagian mana dari sumsum tulang
belakang yang masih utuh, semantara perasaan dan gerakan telah terganggu
atau terhenti fungsinya.50
Berikut tabel susunan sumsum tulang belakang
dan pembagian urat sarafnya;
Tabel 3
Susunan Sumsum Tulang Belakang dan Pembagian Urat
Sarafnya.51
No Susunan Sumsum Tulang
Belakang
Pembagian Urat Saraf
1 Cervical 1-4 Diafrakma
2 Cerfical 5 Deltoid (mengangakat lengan ke
samping) dan Biceps (menekuk
siku)
3 Cervical 6 Pengulur pergelangan tangan
4 Cervical 7 Triceps (meluruskan siku)
5 Cervical 8 dan Thoracic
1
Tangan dan jari-jari tangan
6 Thoracic 2-8 Urat-urat dada
7 Thoracic 6-12 Urat-urat perut
8 Lumbar 1-5 dan Sacral 1 Urat-urat kaki
9 Sacral 2-5 Usus besar dan kandung kemih
Tabel di atas menjelaskan bahwa seseorang menderita paraplegia
jika ia mengalami taruma dibawah T12 (Thoracic 12) yang mempengaruhi
50
Ibid, hal. 6 51
Bernadette Fallo, Jadi, Anda Lumpuh, hal. 7
otot-otot kaki, usus besar serta kandung kemih sementara urat-urat perut ke
atas masih berfungsi dengan baik.
3. Tingkatan Paraplegia
Tingkat awal tanggapan tubuh terhadap kelumpuhan sumsum tulang
belakang dan sistem saraf autonomik berlangsung sekitar tiga sampai enam
minggu. Penderita paraplegia yang disebabkan karena suatu kecelakaan
membutukan waktu untuk sembuh antara delapan sampai empat belas
minggu, dan selama masa perawatan penderita paraplegia ini dilarang duduk
atau bangun dari tempat tidur sebab hal ini dapat membuat kerusakan yang
makin parah.
4. Kemandirian Paraplegia
Untuk kembali menjadi mandiri seorang penderita paraplegia
membutuhkan waktu antara empat sampai dua belas bulan.
Kemandirian yang diberikan oleh para perawat dan fisioterapis
berupa
1. Cara Duduk Tegak
Pada awal pertama penderita paraplegia akan ditegakan
perlahan-lahan membentuk sudut 45 derajat selama kurang lebih
sepuluh menit, kemudian hingga 90 derajat atau duduk tegak
selama tiga puluh menit. Setelah penderita paraplegia siap maka
terapis akan membantu duduk di atas kursi untuk beberapa menit
dan sedikit demi sedikit untuk waktu yang lebih lama.
2. Keseimbangan
Pertama kali penderita paraplegia akan belajar menyesuaikan
perasaan mengenai keseimbangan yang hilang dengan
menggunakan matanya dan menggunakan otot-otot yang masih
berfungsi setelahnya penderita paraplegia ini akan mampu
menarik tubuhnya kebelakang dalam posisi tegak lurus. Hal ini
membutuhkan waktu yang cukup hingga pada akhirnya penderita
pareplegia akan mampu melakukan hal terebut dengan
sendirinya tanpa bantuan atau topangan dari orang lain.
3. Berpakaian
Sementara penderita paraplegia belajar akan keseimbangan
mereka juga belajar bagaimana cara memakai baju sendiri.
Umumnya hal ini tidak terlalu sulit untuk penderita paraplegia
karena bagian atas tubuh mereka tidak mengalami kerusakan
atau kelumpuhan hanya saja waktu yang mereka gunakan untuk
memakai baju menjadi agak lama terutama saat mereka memakai
celana dan ini butuh latihan yang intensif.
4. Latihan berdiri dan berjalan
Latihan ini brfungsi untuk menjaga agar lutut-lutut pendertia
paraplegia tetap lurus dan kaki-kaki tidak terseret ke lantai.
Penderita paraplegia ini akan belajar dengan menggunakan
palang sejajar yang terdapat pada rumah sakit rehabilitasi pada
umumnya, setelah menjalani latihan yang cukup penderita
paraplegia akan mulai belajar dengan menggunakan kruk untuk
berjalan sedikit demi sedikit. Hal ini hanya dapat dilakukan pada
penderita paraplegia yang mengalami tingkat cedera dibawah L3
sedang pada penderita paraplegia yang mengalami tingkat cedera
pada T12 kemungkinan ini sangat kecil, namun latihan harus
tetap dilakukan untuk menjaga terjadinya ’contracture’ atau
pemendekan otot tetap, memperbaiki sirkulasi darah dan
membantu ginjal agar dapat bekerja secara semestinya.
5. Makanan
Seperti yang telah dijelaskan bahwa penderita paraplegia juga
akan kehilangan kontrol buang air kecil dan besar sehingga pada
tahap awal kelumpuhan mereka membutuhkan makanan khusus
yang menghindarkan penderita mengalami komplikasi, setelah
lewat masa perawatan penderita paraplegia setelah mendapat izin
dari dokter diperbolehkan memakan makanan pada umumnya.
Hanya saja mereka tidak boleh memakan makanan yang dapat
menyebabkan kegemukan selain berbahaya karena kondisi
mereka kegemukan juga dapat menyebabkan terjadinya
komplikasi pada penderita pareplegia. Selain itu penderita
paraplegia diharuskan memakan makanan yang banyak
mengandung serat dan mineral guna menghindarkan sembelit.
6. Berkeringat
Berkeringat biasanya terjadi hanya pada bagian-bagian yang
masih berfungsi saja atau pada bagian yang masih memiliki rasa.
Seorang penderita paraplegia berkeringat biasanya terjadi akibat
dari gangguan usus besar dan kandung kemih yang harus
dikosongkan, atau pada saat tidur maka posisi tidur dari
penderita pareplegia ini harus diubah atau pada saat berada di
kursi roda oleh karenanya posisi duduknya harus dirubah.
7. Naik turun dari kloset
Dalam hal ini penderita paraplegia membutuhkan beberapa
peralatan seperti tali atau rantai yang di gantung di langi-langit
kamar mandi, hal ini berfungsi untuk membantu penderita
paraplegia naik dan turun dari kloset.52
52
Ibid, hal. 11-18
BAB III
GAMBARAN UMUM INSTALASI REHABILITASI MEDIK
RSUP FATMAWATI JAKARTA
A . Sejarah Singkat Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawti
Instalansi rehabilitasi medik pada awalnya bernama Pusat
Rehabilitasi (rehabilitation center) yang didalamnya terdapat fasilitas
orthopedi. Pengadaan fasilitas orthopedi ini bertujuan untuk memberikan
pengobatan dan rehabilitasi semaksimum mungkin pada penderita cacat
tubuh dan demi memaksimalkan pelayanan terhadap pasien penderita cacat
tubuh Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati mendirikan Pusat Rehabilitasi
Medik (PRM) yang secara khusus melayani penderita cacat tubuh
Berdasarkan SK. NO. 5/1/2/1972, terbentuklah Badan Koordinasi
Rehabilitasi Penderita Cacat Tubuh (BAKORREPENCATU), yang pada
akhirnya pusat rehabilitasi Jakarta diresmikan oleh (alm) Ibu Presiden Tien
Soeharto yang bertepat di Rumah Sakit Fatmawati pada bulan April 1973.
Pada bulan Oktober 1978, terdapat bantuan peralatan dari Australia,
Amerika Serikat, Kanada, Singapura, India dan Prancis dengan bantuan
peralatan yang memadai tersebut dapat menunjang tujuan akhir dari
orthopedi tersebut yakni pengobatan dan rehabilitasi semaksimum mungkin
untuk para penderita.
43
Pada tahun 1984 Unit Pelayanan Rehabilitasi Medik (UPRM)
berganti nama menjadi Instalasi Rehabilitasi Medik (IRM), diikuti dengan
perubahan status Rumah Sakit Umum Fatmawati menjadi Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati berdasarkan SK Menkes RI No. 551/1994.
Berdasarkan SK Menteri RI. 134 Tahun 1978 yang menyatakan;53
”Seluruh rumah sakit di Indonesia dibagi menjadi tipe A, B dan C dimana
masing-masing tipe rumah sakit memiliki Unit Pelayanan Rehabilitasi Medik
(UPRM).”
Yang dimaksud dengan rumah sakit umum tipe A, B dan C adalah
sebagai beriku;
a. Rumah sakit umum kelas C yakni, Fasilitas dan kemampuan
untuk memberikan pelayanan medik spesialistik dasar
b. Rumah sakit umum kelas B, yakni fasilitas dan kemampuan
untuk memberikan pelayanan medik sekurang-kurangnya 11
spesialistik dan sub spesialistik terbatas
c. Rumah sakit umum kelas A, yakni fasilitas dan kemampuan
untuk meberikan pelayanan medik spesialistik luas dan sub
spesialistik luas.54
53
Soraya, Kerangka Acuan Praktikum Kesejahteraan Sosial pada bagian Pelayanan Sosial
Medis, Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, (Jakarta; 2007),hal. 2-3 54
Direktorat Rumah Sakit Umum dan Pendidikan, Pedoman Pelayanan Rehabilitasi Medik di
Rumah Sakit Kelas A, B dan C, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan,
(Jakarta; 1997), hal. 14-15
Rumah Sakit Fatmawati termasuk kedalam rumah sakit tipe B,
dimana didalamnya telah resmi didirikan UPRM dengan tugas
melaksanakan dengan tugas melaksanakan rehabilitasi medik yang
mencakup pelayanan fisioterapi, pembuatan alat bantu dan latihan kerja,
perawatan serta pengobatan.
Instalasi rehabilitasi medik merupakan salah satu dari beberapa
instalasi yang ada di RSUP Fatmawati yang masih berada di bawah naungan
DEPKES RI dan yang menjadi sponsor utama bagi IRM adalah pemerintah
pusat.
Sesuai dengan namanya yaitu IRM – Fatmawati maka instalasi ini
terletak dalam lingkungan RSUP Fatamawati yang bertempat di Jl. Raya
Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan. Berdiri diatas tanah seluas 358. 790
M2, dengan luas bangunan 52.761 M2 sedang IRM itu sendiri menempati
dari sebgian area tersebut atau lebih tepatnya sekitar 2121 M2.
B. Klasifikasi Lembaga
Berdasarkan SK MENKES RI No. 134 tahun 1978 menyebutkan
bahwa seluruh rumah sakit di Indonesia dibagi menjadi tiga tipe A, B dan C
di mana masing-masing tipe rumah sakit memiliki unit pelayanan
rehabilitasi medik (UPRM). Rumah Sakit Fatmawti termasuk dalam rumah
sakit tipe B di mana telah resmi diadakan UPRM dengan tugas
melaksanakan rehabilitasi medik yang mencakup pelayanan fisioterapi,
pembuatan alat bantu dan latihan kerja, perawatan dan pengobatan.
Instalasi rehabilitasi medik merupakan salah satu dari instalasi yang
ada di RSUP Fatmawati yang masih berada di bawah naungan dari
Departemen Kesehatan RI dan yang menjadi sponsor utama RSUP
Fatmwati adalah pemerintah.
Pasien yang ditangani atau dilayani oleh IRM RSUP Fatmawati
meliputi pasien dewasa baik laki-laki maupun perempuan, anak-anak dan
lansia yang mengalami disfungsi fisik seperti paraplegia (kelumpuhan dua
anggota gerak bawah), tetraplegia (kelumpuhan dua anggota gerak atas),
kesulitan bicara, stroke atau pasca stroke dan penyakit yang berhubungan
dengan syaraf tulang belakang.
Jenis pelayanan yang ada di IRM RSUP Fatamawati adalah rawata
jalan dan rawat inap. Pelayanan yang diberikan IRM RSUP Fatmawati
kepada pasien merupakan pelayanan langsung, di mana pasien mendapatkan
jenis pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan.55
C. Visi, Misi, Falsafah, Tujuan dan Fungsi Instalasi Rehabilitasi Medik.56
1. Visi
Visi dari instalasi rehabilitasi medik adalah ” Menjadi pusat rujukan
Rehabilitasi Medis terbaik di Indonesia. ”
2. Misi
55
Soraya, Kerangka Acuan Praktikum Kesejahteraan Sosial pada bagian Pelayanan Sosial
Medis, Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, (Jakarta; 2007),hal. 3 56
Profil Instalasi REhabilitasi Medik RSUP Fatmawati, (Jakarta; 2006), hal. 2-5
Misi dari instalasi yang secara khusus melayani pasien disfungsi
fisik seperti paraplegia (kelumpuhan dua anggota gerak bawah), tetraplegia
(kelumpuhan dua anggota gerak atas), kesulitan bicara, stroke atau penyakit
yang berhubungan dengan syaraf tulang belakang ini adalah sebagai berikut;
a. Melaksanakan Pelayanan Rehabilitasi Medik dengan mutu yang prima,
terjangkau, efektif dan efisien dengan landasan sentuhan manusiawi.
b. Melakukan inovasi secara terus menerus dalam mengembangkan
pelayanan rehabilitasi medis.
c. Meningkatkan kesejahteraan SDM yang merupakan aset dalam
pelayanan rehabilitasi medis.
3. Falsafah
Falsafah dari instalasi rehabilitasi medik ini adalah ”Meningkatkan
kemampuan fungsional pasien berdasarkan kemapuan yang masih
dimilikinya.”
4. Tujuan
Instalasi rehabilitasi medik memiliki tujuan yang mulia dalam
melayani semua pasien penderita cacat, adapun tujuan tersebut adalah
sebagai berikut;
a. Pelayanan rehabilitasi medis ditujukan untuk mempertahankan atau
meningkatkan kualitas hidup pasien dengan cara mencegah, mengurangi
kelainan, disability dan ketunaan beserta dampaknya melalui
peningkatan fungsi semaksimal mungkin sehingga dapat melakukan
fungsinya di masyarakat.
b. Menjadikan pelayanan rehabilitasi medis secara paripurna yang
berorientasi kepada tuntunan kepuasan pelanggan.
5. Fungsi
Fungsi dari pelayanan yang ada di instalasi rehabilitasi medik itu
sendiri adalah sebagai berikut;
a. Melakukan penyusunan kebutuhan tenaga, alat dan bahan untuk fasilitas
pelayanan.
b. Melakukan pemantauan, pengawasan dan penelitian penggunaan
fasilitas kegiatan pelayanan rehabilitasi medis.
c. Melakukan pemantauan, pengawasan dan pengendalian mutu
rehabilitasi medis.
d. Melakukan pengembangan dan pemasaran di bidang rehabilitasi medis.
D. Peran Instalasi Rehabilitasi Medik.
Instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati menjalankan proses
rehabilitasi secara terus menerus dan melalui tahapan-tahapan yang
memiliki tujuan akhir berfungsinya kembali fisik, sosial dan mental dari
para pesien secara maksimal dan juga mengoptimalkan kembali organ-organ
tubuh yang masih berfungsi.
Sebagai penyelenggara pelayanan medis instalasi rehabilitasi medik
RSUP Fatmawati menjalin kejasama dengan Dokter SMF rehabilitasi medik
yang meliputi Dokter Umum dan Dokter Sub Specialis.57
57
Soraya, Kerangkan Acuan Praktikum Kesejahteraan Sosial pada bidan gPekerja Sosial di
Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, (Jakarta;2007), hal. 4
Sedang instalasi rehabilitasi medik itu sendiri memiliki peran
sebagai berikut;
1. Menyiapkan fasilitas agar pelayanan rehabilitasi medik dapat terlaksana
dengan baik.
2. Melaksanakan pelayanan fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara,
psikologi, rehabilitasi terpadu dan pelayanan sosial medis.
3. Melakukan produksi; prostetik ortotik dan workshop kursi roda.
4. Menyiapkan fasilitas pendidikan pelatihan dan penelitian.
E. Program Kegiatan Pelayanan Instalasi Rehabilitasi Medik
Pelayanan rehabilitasi medik di RSUP Fatmawati dilakukan melalui
sistem satu pintu (one gate system), artinya setiap pasien yang memerlukan
pelayanan rehabilitasi medik harus dilakukan pemeriksaan, penilaian dan
assessment dari Dr. Umum atau Dr. Spesialis terlatih untuk diagnosis
fungsional dan menentukan program terapi yang dibutuhkan, program terapi
tersebut dilaksanakan melalui pelayanan rehabilitasi medik rawat jalan atau
pelayanan rehabilitasi medik rawat inap.58
Program pelayanan pasien dilakukan dengan pendekatan secara tim
meliputi program pelayanan;59
1. Psikologi.
Adapun pelayanan yang diberikan, adalah sebagai berikut;
a. Konseling
58
Soraya , Kerangka Acuan Praktikum kesejahteraan Sosial pada bidang Pekerja Sosial di
instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, (Jakarta; 2007), hal. 7 59
Profil Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, (Jakarta ; 2006), hal. 18-24
b. Evaluasi Psikologi
c. Tumbuh kembang anak
d. Rekruitmen pegawai
2. Fisioterapi
Kegiatan pelayanan fisioterapi adalah;
a. Elektroterapi; (SWD), (Ultra Sound), (TENS), Faradiasi/Galvanisasi,
Traksi, Magnetoterapi, Laser Terapi dll.
b. Latihan di Gymnasium; Ruang pelatihan (ROM Exercise), Stretching,
Latihan Tranver dan Mobilisasi.
c. Hidroterapi.
3. Terapi Wicara
Sedang kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh terapi wicara;
a. Kelainan bahasa (Afasia)
b. Kelainan komunikasi (Disartria)
c. Ruang Terapi Wicara (Delayed Speech)
d. Grup terapi anak dan grup terapi afasia
4. Okupasi Terapi
Kegiatan pelayanan okupasi terapi itu sendiri adalah;
a. Latihan koordinasi/ keseimbangan
b. Latihan keterampilan tangan
c. Latihan aktivitas sehari-hari
d. Rehabilitasi Anak : Autisme, (ADHD)
5. Akupungtur
Pelayanan terapi akupungtur yang dilakukan adalah;
a. Mengatasi nyeri
b. Kelemahan atau kelumpuhan
c. Kegemukan
d. Menghentikan kebiasaan merokok
e. Asma
6. Ortetik Prostetik
Melayani pembuatan alat-alat Bantu dan alat pengganti.
7. Workshop
Melayani pembuatan kruk, walker, tripod dan kursi roda.
8. Sosial Medis
Pelayanan yang diberikan oleh Pekarja Sosial Medis, adalah;
a. Membantu dalam masa peralihan sebelum kembali ke lingkungan atau
masyarakat.
b. Melakukan evaluasi psikososial pasien R3M.
c. Membantu alih pekerjaan
d. Lintas sektoral (Hubungan dengan DEPSOS)
9. Asuhan keperawatan rehabilitasi medik
Masing-masing dari pelayanan tersebut menempati ruangan
tersendiri, adapun secara lengkapnya dapat dilihat pada table berikut;
Tabel 4
Jumlah Fasilitas Ruang Pelayanan di
Instalasi Rehabilitasi Medik
NO. Fasilitas Jumlah
1. Ruang Fisio Terapi 1
2. Ruang Gymnasium 1
3. Ruang Hidro Terapi 1
4. Ruang Elektro Terapi 2
5. Ruang Workshop Ortetik Prostetik 1
6. Ruang Okupasi Terapi 1
7. Ruang Workshop Kursi Roda Merdeka 1
8. Ruang Konferensi 1
9. Ruang Tata Usaha IRM 1
10. Ruang Dokter 1
11. Ruang Penanggung Jawab 1
12. Ruang Kepal IRM 1
13. Ruang Terapi Wicara 2
14. Ruang Pekerja Sosial Medis 2
15. Ruang Bahan Baku PO 1
16. Ruang Psikologi 2
17. Ruang Akupungtur 2
18. Ruang Gypnasium Rehabilitasi Terpadu 1
Sedang kegiatan-kegiatan anggota tim rehabilitasi medik di IRM
RSUP Fatmawati adalah sebagai berikut;
1. Visite (Rounde)
Visite atau rounde ini adalah suatu kegiatan yang berupa
kunjungan ke kamar-kamar perawatan pasien yang bertujuan
untuk mengetahui perkembangan pasien. Kegiatan ini biasanya
dilaksanakan pada hari senin.
2. Pertemuan Staf (Case Conference)
Ini adalah bentuk dari kelanjutan kunjungan bangsal (visite), di
mana ketua SMF instalasi rehabilitasi medik memhas semua
permasalahan pasien mulai dari kesehatan, sosial, emosional
serta kebutuhan alat Bantu.
3. Pertemuan Keluarga (family meeting)
Kegiatan ini merupakan pertemuan antara Kepala Ruang Rawat,
dokter yang merawat, tim rehabilitasi medik termasuk pekerja
sosial dengan keluarga atau penanggung jawab pasien. Kegiatan
ini bertujuan untuk memberitahu kepada keluarga atau
penanggung jawab pasien tentang keadaan atau kondisi sakit
pasien bagaimana kelanjutannya, perawatannya dan hal-hal yang
bisa dilakukan oleh keluarga atau masalah-masalah soaial yang
dihadapi penderita.
Kegiatan instalasi rehabilitasi medik tidak dapat digabungkan dalam
instalasi rawat jalan atau instalasi rawat inap rumah sakit, sebab di instalasi
rawat jalan tidak bisa dilakukan kegiatan pelayanan paket program terapi
rehbilitasi medik yang terpadu dan komprehensip.
Sedangkan di instalasi rawat inap rumah sakit pelayanan rehabilitasi
medik akan memperpendek hari perawatan rumah sakit. Untuk
penampungan pasien yang memerlukan pelayanan rehabilitasi rawat inap
diperlukan ruang instalasi rehabilitasi medik yang berbeda dalam instalasi
rehabilitasi medik;
Pasien yang dirawat, di rawat inap instalasi rehabilitasi medik adalah
sebagai berikut;
1. Pasien murni kandidat rehabilitasi medik
2. Pasien dinyatakan tidak membutuhkan perawatan lagi dari instalasi
rawat inap rumah sakit, tapi masih membutuhkan pelayanan
rehabilitasi medik rawat inap.60
Berdasarkan program pelayanan rehabilitasi medik tersebut di dalam
instalasi rehabilitasi medik dapat dikembangkan pelayanan rehabilitasi
medik rawat jalan dan pelayanan rehabilitasi medik rawat inap yang lebih
spesialistik sesuai dengan kecendrungan epidemiologi, kebutuhan
masyarakat dan kemampuan rumah sakit. Di samping itu dilaksanakan juga
pelayanan rehabilitasi medik konsultatif terhadap pasien di instalasi rawat
inap rumah sakit untuk memperpendek hari perawatan di rumah sakit.
Adapun alur dari pasien yang membutuhkan pelayanan rehabilitasi
medik, pasien dapat berasal dari;
1. Instalasi gawat darurat
2. Instalasi rawat jalan
3. Instalasi rawat inap
4. Konsul dari praktek Dr. Swasta atau Klinik
60
Soraya, Kerangka Acuan Praktikum Kesejahteraan Sosial pada bidang Pekerja Sosial Medis
di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, (Jakarta; 2007), hal. 8
PT O
T
TW RT PS
M
PSI WS PO
LAPORAN
KWALITI
PJ.
Penyususnan Prog.Laporan
INS. TUR Gudang
IRM
TEMPAT
PENDAFTARAN
PASIEN
KASIR TIM
PENGENDALI
ASKES
PENDERITA I R N A I R J
5. Rujukan dari rumah sakit atau intitusi kesehatan lainnya.
Dengan system satu pintu (one gate system) pasien dapat diterima di
instalasi rehabilitasi medik dan kegiatan selanjutnya adalah;
1. Pemeriksaan, penilaian dan assessment
2. Paket program terapi
a. Pelayanan rehabilitasi medik rawat jalan
b. Pelayanan rehabilitasi medik rawat inap
3. Keluar atau dikembalikan oleh Dokter pengirim dalam keadaan;
a. Sembuh tanpa cacat
b. Cacat dengan impairmen, disabilitasi, handicap
c. Meninggal
4. Kembali kemasyarakat.61
Alur pelayanan di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati,
sebagai berikut;62
61
Soraya, Kerangka Acuan Praktikum Kesejahteraan Sosial pada bidang Pekerja Sosial Medis
di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, (Jakarta; 2007), hal. 9 62
Soraya, Kerangka Acuan Praktikum Kesejahteraan Sosial pada bidang Pekerja Sosial Medis
di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, (Jakarta; 2007), hal. 14
Gambar 2 Alur Pelayanan di Instalasi Rehabilitasi Medik
F. Sumber Dana dan Pola Pendanaan
Instalasi rehabilitasi medik merupakan salah satu dari beberapa
instalasi yang ada di RSUP Fatmawati, yang berada di bawah naungan
DEPKES RI dan yang menjadi sponsor utamanya adalah pemerintah. IRM
RSUP Fatmawati juga menerima pemasukan yang berasal dari pasien-pasien
yang menjalani pengobatan dan perawatan di IRM RSUP Fatamawati.
Pola pendanaan yang diterima dan dijalankan oleh IRM RSUP
Fatmawati adalah sentralisasi, di mana dana mengacu pada kebijakan
anggaran dari RSUP Fatmawati. Dengan mekanisme, IRM RSUP Fatmawati
membuat rancangan anggaran untuk satu tahun. Seluruh pemasukan dan
pelayanan di IRM RSUP Fatmawati diserahkan kepada bagian keuangan
RSUP Fatmawati dan kemudian instalasi IRM RSUP Fatmawati akan
menerima dana operasional berjumlah satu juta rupiah setiap bulannya yang
akan digunakan untuk pemeliharaan fasilitas-fasilitas IRM.
G. Organisasi dan Struktur Organisasi Instalasi Rehabilitasi Medik
Sejak berlakunya SK Menkes RI. No. 983 tahun 1992 tentang
pedoman Rumah Sakit Umum, maka perlu dilakukan penataan kembali
Organisasi dan Tata Kerja instalasi rehabilitasi medik di Rumah Sakit;
1. Instalasi merupakan fasilitas penyelenggara pelayanan medis,
pelayaan penunjang medis, pelatihan dan pemeliharaan sarana rumah
sakit.
2. Instalasi di pimpin oleh seorang kepala dalam jabatan non structural
3. Sifat medis fungsional adalah kelompok Dokter yang bekerja pada
instalasi dalam jabatan fungsional.
4. Staf para medis fungsional dan tenaga non medis adalah paramedis,
perawat dan non perawat yang bertugas pada instalasi dalam jabatan
fungsional.
Instalasi rehabilitasi medik di Rumah Sakit Umum Kelas A, B,
Pendidikan dan non Pendidikan di pimpin oleh seorang Dokter Spesialis
Rehabilitasi Medik sebagai Kepala Instalasi atau Dokter Spesialis lainnya
jika Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik belum ada.
Untuk Rumah Sakit Umum Kelas C, bagi yang belum memiliki
Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik. Instalasi rehabilitasi medik dapat di
pimpin oleh seorang Dokter Umum atau lainnya yang sudah terlatih dalam
bidang rehabilitasi medik.
Instalasi rehabilitasi medik merupakan sarana untuk memberikan
pelayanan yang diselenggarakan oleh tim rehabilitasi medik yang dipimpin
oleh seorang kepala pelayanan sesuai dengan profesinya masing-masing dan
tiap-tiap pimpinan tersebut bertanggung jawab pada kepala pimpinan
rehabilitasi medik.63
PENY. TERAPI WICARA
PENY. ORT. PROST.
& WORKSHOP
PENY. PSIK, REH. TERPADU
& PEKERJA SOS. MEDIK
PENY. OKUPASI TERAPI
PENY. FISIOTERAPI
WK. KA BID. PELAY.WK. KA. BID. UMUM
DAN PENUNJANG.
TATA USAHAKA. IRM
DIR. MEDIK & KEPERAWATAN NO. :OT.01.01.1.163
Tgl. 11 April 2005
Gambar 3. Stuktur Organisasi Rehabilitasi Medik64
Dalam melaksanakan tugasnya kepala IRM berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Wakil Direktur Penunjang Medis dan Pendidikan
dan Latihan, dengan koordinasi bidang Penunjang Medis. Para Koordinasi
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala IRM, serta
membantu tugas manajerial dan tugas teknis kepala IRM dalam ruang
lingkup koordinasi masing-masing.
Dari bagan sturktur organisasi IRM tampak memiliki seorang kepala
instalasi yang membawahi tiga koordinasi yakni koordinasi bidang WK.
KA. BID. Umum dan Penunjang, WK. KA. BID Pelayanan dan Tata Usaha.
Namun secara struktural besar lembaga RSUP Fatmawati, cara pandang
63
Soraya, Kerangka Acuan Praktikum Kesejahteraan Sosial pada bidang Pekerja Sosial Medis
di Instalasi Rehabilitasi Medik RSPU Fatmawati, (Jakarta; 2007), hal.5 - 7 64
Profil Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati, (Jakarta; 2006), hal. 10
mengenai IRM berbeda – beda. Struktur organisasi RSUP Fatmawati terdiri
dari tiga sudut pandang;
1. Ruang Rawat Rehabilitasi Medik (R3M)
Jika dilihat dari sudut pandang R3M, maka IRM merupakan IRNA
C. Dimana IRNA C ini merupakan kategori untuk rawat inap bidang
rehabilitasi medik dan orthopedi, yang berada di bawah garis
langsung dari Wakil Direktur Pelayanan Medis dan Keperawatan.
2. Instalasi Rehabilitasi Medik
Sedang jika ditinjau dari sudut instalasi itu sendiri, IRM berada di
bawah garis Wakil Direktur Penunjang Medis dan Pendidikan karena
merupakan salah satu instalsi yang ada di RSUP Fatmawati.
Termasuk juga karyawan – karyawan non dokter KomDIK) yang
berdiri sendiri dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur
RSUP Fatmawati.65
3. Satuan Medis Fungsional (SMF) merupakan kumpulan dokter
spesialis rehabilitasi yang terbagi kedalam sub spesialis seperti Sub
Spesialis Rehabilitasi Pediatri atau Anak, Rehabilitasi Neurologi,
Rehabilitasi Geriatri, Rehabilitasi Tangan. Dalam pelayanannya
SMF bekerja sama dengan instalasi rehabilitasi medik, instalasi
rawat inap dan instalasi rawat jalan. SMF berada di bawah garis
komando (lintas fungsi) Komite Medik (KomDik) yang berdiri
65
Djadjat Sudradjat, Laporan Akhir Praktikum, (Jakarata; Desember, 2000), hal. 9 – 10
sendiri dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur RSUP
Fatmawati.
Sedangkan keseluruhan jalannya kegiatan di RSUP Fatmawati
berada di bawah pengawasan Satuan Pengwasan Intern yang bertanggung
jawab langsung kepada Direktur RSUP Fatmawti itu sendiri.
H. Jumlah Karyawan di Instalasi Rehabilitasi Medik.66
Jumlah karyawan di instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati
pada saat ini berjumlah 59 orang. Daftar nama serta jumlah kaaryawan
tercantum dalam lampiran.
I. Jumlah Pasien di Ruang Rawat Inap Rehabilitasi Medis
Tabel 5
Jumlah Pasien di Ruang Rawat Inap Rehabilitasi Medik
RSUP Fatmawati
Bulan Mei 2009
No Kecacatan Penderita Jumlah
Pria Wanita
1 Paraplegia 6 1 7
2 Spondilitis TB 2 - 2
3 Scoliosis - 1 1
66
Data Karyawan Per Januari 2009,
4 THRI - 1 1
Jumlah 12
10. Kedudukan Pekarja Sosial Medis dalam Struktur Organisasi
Seperti yang tertera dalam buku pedoman Pelayanan Rehabilitasi
dan Pengembangan Unit Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit
Umum (Berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Pelayanan Medis Departemen
Kesehatan RI No. 283/YAN/RS.UM.DIK/III/86 dalam bab IV) menyatakan
bahwa Pekarja Sosial Medis merupakan Sub Unit dari Instalasi Rehabilitasi
Medik.
Pekerja sosial medis merupakan salah satu anggota Tim Rehabilitasi
Medik. Tim ini bekerja secara terintegrasi antara anggota yang satu dengan
anggota yang lain, dengan kata lain bekerja secara ’team work’ dan
hubungan antara anggota tim adalah sacara koordinator.
Pekerja sosial medis yang terdapat di IRM RSUP Fatmawati pada
dasarnya berfungsi untuk memperlancar usaha pemulihan kemampuan fisik,
mental, sosial serta kemampuan kerja penderita sakit dan cacat. Dalam
melaksanakan penyelesaian masalah sosial penderita pekerja sosial medis
dalam kerjanya, bertanggung jawab langsung kepada Instalasi Rehabilitasi
Medik dan Penanggung Jawab II.
Kepala Instalasi Rehabilitasi Medik Dr. A. Peny Kusumastuti, Sp.RM
GAMBAR 4. Struktur Organisasi Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP
Fatmawati
WA.KA. BID. ADM dan JANG M. Jamaludin, SKM, SSt.Ft
WA.KA. BID. Pelayanan Dr. Jhony Sieman, Sp.RM
Peny. Fisioterapi Sarono, SKM, SSt.Ft
Peny. PO dan
Workshop Sumedi
Peny. Psikologi dan
Rehab. Terpadu Soraya, S.Sos
Peny, Okupasi Terapi Mahrus As’ari,
Amd.TW
Peny. Terapi Wicara Sugiri, Amd.TW
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Tahapan Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita Paraplegia di
Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati.
Pasien yang akan menjalani perawatan di instalasi rehabilitasi medik
baik berupa rawat inap maupun rawat jalan akan melewati berbagai rangakaian
tahapan tersendiri. Pada tahap awal pasien akan melewati proses penerimaan
oleh pekerja sosial medik, pasien yang datang ke ruang pelayanan sosial medik
pada dasarnya berasal dari berbagai instalasi yang ada di RSUP Fatmawati
bahkan ada pula yang melalui rujukan atau referal dari dokter atau suster di
poliklinik.
Selama pasien menjalani perawatan pekerja sosial akan melakukan
berbagai bimbingan sosial demi membantu pasien dalam membantu
menghadapi berbagai permasalahan sosial pasien yang dapat menghambat
proses penyembuhan pasien. Selain itu pekerja sosial juga melakukan evalusai
dan pemantauan perkembangan pasien serta mencarikan alternatif pemecahan
masalah yang dialami pasien baik berupa masalah sosial maupun masalah
ekonomi.
Adapun tahapan dari pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia di
instalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati itu sendiri adalah sebagai berikut:
1. Tahap Penerimaan atau Intake
Tahap ini adalah tahap yang mengawali semua proses pelayanan
sosial medis di intalasi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati bagi
penderita paraplegia. Hal ini sesuai dengan Buku Saku Pekerja Sosial
(bab II, hal:22)
Pada tahap ini, pekerja sosial biasanya mendapat rujukan dari
dokter atau suster yang ada di poliklinik, rujukan tersebut menyatakan
bahwa pasien yang dirujuk memerlukan biaya untuk pengobatan dan
memerlukan bantuan pekerja sosial untuk mencarikan alternatif bantuan
dana. Hal ini serupa dengan yang dikatakan oleh Ibu Soraya selaku
Pekerjaa Sosial Medis di Instalasi Rehabilitasi Medik;
“ Tahap pertama kita itu adalah tahap penerimaan atau intake
terhadap pasien yang datang berdasarkan rujukan atau referral
dari dokter atau suster di poli. “67
Selain menerima rujukan dari poliklinik, pekerja sosial juga
selalu rutin melakukan kunjungan ke ruang rehabilitasi selain untuk
mengetahui perkembangan pasien lama juga guna mengetahui apakah
ada pasien baru namun belum terdata. Selain melakukan kunjungan rutin
biasanya suster yang bertugas di rawat inap memberitahukan
keberadaan pasien baru guna didata oleh pekerja sosial. Pak Madina
selaku Pekerja Sosial mengatakan hal yang serupa mengenai tahap
penerimaan ini;
67
Informan Soraya, 27 Mei 2009
“… yaa,, pasien yang datang itu bukan cuma dari poli aja. Tapi juga dari suster ruangan… tiap minggunya kan kita selalu rounde
sekalian pemantauan dari situ juga bisa diketahui apa ada pasien baru atau enggak…”68
Pasien rawat inap intensitas pertemuan dengan pekerja sosial
medis jauh lebih banyak dibanding dengan pasien yang rawat jalan, jadi
yang lebih banyak melakukan bimbingan sosial adalah pasien rawat
inap. Sedang pada pasien rawat jalan pekerja sosial sangat jarang
melakukan bimbingan sosial. Hal ini diakui oleh seorang pasien rawat
jalan bernama Bapak Nana Tarna;
“…yang namanya bimbingan sosial atau cuhat-curhatan dulu sering banget. Tapi itu dulu waktu saya masih dirawat sama
masih belom bisa nerima keadaan saya yang sekarang… tapi sekarang mah saya udah ikhlas makanya udah jarang curhat,,,
tapi masih sering kesini mbak… biasa mau minta bantuan buat biaya obat sama alat Bantu pan mahal tu, apa lagi alat bantu…”69
2. Tahap Assessment
Pada tahap ini, pekerja sosial melakukan identifikasi terhadap
permasalahan yang tengah dihadapi oleh pasien. Pekerja sosial
melakukan berbagai wawancara baik dengan pasien maupun dengan
keluarga pasien itu sendiri, sehingga pekerja sosial akan mendapatkan
berbagai pemahaman mengenai kondisi pasien. Hal ini sesuai dengan
apa yang dikatakan oleh Ibu Soraya;
“… naah yang kedua itu namanya assessment, setelah melakukan penerimaan dari dokter atau suster kita melakukan assessment
guna mendapatkan data-data dasar mengenai pasien…”70
68
Informan Madina, 28 Mei 2009 69
Informan Nana Tarna, 20 Mei 2009 70
Informan Soraya, 28 Mei 2009
Pada tahap ini, pekerja sosial melakukan wawancara mengenai
biodata pribadi pasien, riwayat penyakit atau kecelakaan, pertolongan
pertama saat sakit atau kecelakaan hingga pada akhirnya sampai di
RSUP Fatmawati. Selai itu pekerja sosial juga melakukan wawancara
atau menanyakan latar belakang keluarga serta ekonomi pasien, hal ini
berguna untuk mengetahui siapa penanggung jawab pasien selama
pasien menjalani pengobatan di ruang rehabilitasi medik. Berikut
penjelasan dari Ibu Soraya;
“… seperti yang tadi saya bilang, bahwa pada tahap assessment
ini kami melakukan wawancara dengan pasien dan keluarganya.
Adapun yang kami tanyakan mengenai biodata pribadi pasien, latar belakang keluarga dan ekonomi ini penting karena
menyangkut biaya administrasi selama pasien dirawat disini. Kemudian kami juga menanyakan mengenai riwayat penyakit
atau asal muasalnya pasien jadi cacat…”71
Seorang pasien bernama Dewi, mengakui bahwasanya memang
benar adanya wawancara pribadi yang dilakukan oleh pekerja sosial dan
hal tersebut dilakukan oleh pekerja sosial hampir setiap hari sampai data
yang diperlukan telah mencukupi. Adapun pengakuan dari Nona Dewi
adalah sebagai berikut;
“Hmm… iya kok mbak, emang saya pernah ditanya-tanya soal
awal mula saya sakit, terus dulunya dirawat dimana,,, terus… ya
banyak deh pokoknya sampe nanya soal kerjaan Bapak gitu,,,”72
Pada tahap ini pekerja sosial memiliki tiga tahap tersendiri dalam
melakukan assessmen, hal ini serupa dengan yang dikatakan oleh Ibu
Soraya sebagai berikut;
71
Informan Soraya, 28 Mei 2009 72
Informan Dewi, 18 Mei 2009
“… Assessment itu pada dasarnya memiliki tiga tahap tersendiri dalam pelaksanaannya. Mulai dari pengumpulan data, diagnosa
sosial dan menentukan fokos pemecahan masalahnya…”73
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa dalam
pelaksanaannya assessment memiliki tiga tahap tersendiri, berikut
penjabarannya;
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah dimana pekerja sosial
mengumpulkan berbagai data penting mengenai pasien seperti
nama, umur, agama, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
tanggal masuk rumah sakit, diagnosa dokter dan alamat lengkap
pasien. selain itu pekerja sosial mewawancarai pasien mengenai
riwayat penyakit pasien mulai dari awal mengalami sakit atau
kecelakaan alur pengobatan pasien hingga pada akhirnya pasien
sampai di RSUP Fatmawati dan di rawat di ruang rehabilitasi
medik. Setelah itu pekerja sosial juga mendata struktur keluarga
pasien apakah pasien sudah memiliki keluaarga atau masih
tinggal bersama keluarganya, pekerja sosial juga menanyakan
secara rinci mengenai kondisi lingkungan terutama keadaan
rumah pasien yang nantinya akan disusul dengan melakukan
kunjungan rumah dan data mengenai kondisi ekonomi pasien hal
ini bertujuan untuk mengetahui siapa penjamin pasien selama
pasien menjalani perawatan di ruang rehabilitasi medik RSUP
73
Informan Soraya, 28 Mei 2009
Fatmawati. Hal ini serupa dengan yang dikatakan oleh Ibu
Soraya;
“… pada langkah awal kami melakukan pendataan data-data penting pasien seperti biodata pasien, riwayat
sakitnya pasien, struktur keluarganya, keadaan rumah
pasien hingga bagaimana kondisi ekonomi pasien
biasanya khusus untuk kondisi rumah dan ekonomi kami
melakukan kunjungan rumah yang bertujuan untuk
memperkuat pengakuan pasien mengenai kondisi
ekonomi dan rumah atau lingkungan pasein…”74
b. Diagnosa Sosial
Tahap pelaksanaan kedua dari assessment adalah
diagnosa sosial. Diagnosa sosial ini lebih kepada kondisi
kejiwaan atau psikologis dan fisik pasien serta kondisi ekonomi
pasien apakah termasuk pada golongan keluarga mampu,
menengah atau bawah sekali lagi hal ini berkaitan dengan
penjamin pasien selama pasien mengalami perawatan. Seperti
yang dijelaskan oleh Ibu Soraya, sebagai berikut;
“… sedangkan diagnosa sosial yaa… memang kita masih
membahas kondisi ekonomi dan rumah pasien namun
bukan cuma itu saja pada dianosa sosial ini kita juga
memperhatikan kondisi fisik serta psikis pasien juga…”75
c. Fokus Pemecahan Masalah
Fokus pemecahan masalah atau biasa disebut dengan
rencana tindakan adalah dimana pekerja sosial mencarikan
alternatif jalan keluar bagi pasien dengan berpedoman pada hasil
pengumpulan data dan diagnosa sosial dan hasil dari assessment
ini terangkum secara singkat dan jelas dalam study kasus. Ibu
74
Informan Soraya, 28 Mei 2009 75
Informan Soraya, 28 Mei 2009
Soraya selaku pekerja sosial mengatakan hal yang sama
mengenai fokus pemecahan masalah, sebagai berikut;
“Fokus pemecahan masalah biasa dikenal dengan rencana tindakan untuk pasien hal ini berupa rencana kedepan apa
saja yang cocok untuk pasien dengan berpegangan pada
hasil dari pengumpulan data dan diagnosa sosial…semua
hasil dari serangkaian assessment ini tertuang dalam yang
namanya study kasus”76
3. Tahap Rencana Intervensi
Tahap ketiga dalah tahap rencana intervensi yang dimaksud
dengan rencana intervensi atau pemecahan masalah ini adalah dimana
pekerja sosial menentukan rencana kedepan untuk pasien, dalam
menentukan rencana tersebut pekerja sosial berpedoman pada hasil
wawancara saat melakukan assessment. Dari hasil assessment tersebut
akan menentukan tindaklanjut seperti apa cocok untuk pasien.
Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Ibu Soraya selaku pekerja sosial
medis;
“…Rencana intervensi itu gunanya menentukan jalan keluar
seperti apa yang cocok untuk tiap pasien. Yaa… meskipun pada
dasarnya tidak ada perbedaan yang mencolok dari tiap-tiap
pasien…”77
Hal serupa juga dikatakan oleh Bapak Madina selaku pekerja
sosial medis bagian lapangan;
“… yaa… kurang lebih seperti mencarikan jalan keluar untuk
pasien. Kasus dari tiap pasien kan beda yaa… ada juga sih beberapa yang sama, tapi yang jelas berbeda itu kan kondisi
kejiwaan, tapi inti sari intervensi yaa… itu tadi jalan keluat atau pemecaahan masalah untuk pasien.”
76
Informan Soraya, 28 Mei 2009 77
Informan Soraya, 28 Mei 2009
4. Tahap Implementasi Rencana Intervensi
Tahap pelaksanaan rencana pemecahan masalah atau yang lebih
dikenal dengan implementasi rencana intervensi adalah tahap dimana
pasien mulai mendapatkan berbagai layanan sosial medis berdasarkan
dari hasil assessment, dalam pelaksanaannya itu sendiri meliputi
berbagai kegiatan penting seperti penumbuhan kesadaran dan pemberian
motivasi, pemberian kemampuan atau keterampilan, pemberian
kesempatan dan mobilisasi sumber. Sebagai mana yang telah dijelaskan
oleh Ibu Soraya sebagai berikut;
“Pada pelaksanaan rencana pemecahan masalah biasanya kami memiliki empat kegiatan yang meliputi pemberian motivasi dan
penumbuhan kesadaran, pemberian keterampilan atau kemampuan, pemberian kesempatan dan mobilisasi sumber…
dan dari tiap-tiap kegiatan itu memiliki tujuan dan manfaat tersendiri…”78
Adapun kegiatan-kegiatan pelaksanaan rencana pemecahan
masalah itu sendiri adalah sebagai berikut;
a. Penumbuhan Kesadaran dan Pemberian Motivasi
Kebanyakan pasien yang ditangani oleh pekerja sosial medis
adalah pasien paraplegia baru yang artinya awalnya mereka adalah
orang normal yang selula beraktifitas dengan kedua kakinya. Pada kasus
pasien baru ini biasanya pasien akan mengalami depresi berat yang
mengakibatkan hilangnya rasa kepercayaan diri dan harapan hidup
mereka, berbagai perasaan takut merepotkan orang terdekat tau takut
kehilangan baik keluarga atau cita-cita.
78
Informan Soraya, 28 Mei 2009
Oleh karenanya, sangatlah penting adanya penumbuhan
kesadaran dan pemberian motivasi bahwa tak selamanya seorang
paraplegic adalah seorang yang memiliki masa depan suram. Pekerja
sosial bukannya hanya memberikan nasihat saja tetapi juga memberikan
buktinya nyata bahwa seorang paraplegic pun dapat bergerak maju
meski dengan keterbatasan yang dimilikinya. Hal ini serupa dengan apa
yang dijelaskan oleh Ibu Soraya;
“…begini yaa… Fit, kan kamu tahu bahwa kebanyakan pasien
yang dirawat diruang rehabilitasi medik itu kan pasien korban
kecelakaan. Jadi awalnya mereka itu yaa… normal seperti kita,
makanya banyak yang prustasi begitu difonis paraplegia sama
dokter. Nah… disini tugas kita lumayan berat sosalnya kita harus mampu mengembalikan kepercayaan diri mereka, kita juga harus
mengubah sudut pandang mereka mengenai kecacatan. Meski terbatas mereka juga tetap bisa maju mewujudkan impian mereka
masing-masing…”79
Hal ini juga diyakinkan oleh Bapak Nana Tarna yang pernah
menjalani perawatan di RSUP Fatmawati, beliau meng-iya-kan
bahwa benar adanya tentang pemberian motivasi dan kesadaran ini.
Bapak Nana Tarna awalnya mengalami depresi berat kemudian Ibu
Soraya memberikan berbagai pencerahan dan Bapak Madina mengajak
Bapak Nana Tarna keberbagai tempat rehabilitasi sosial khusus
paraplegia. Beliau diperlihatkan kepada kenyataan bahwa seorang
paraplegic pun dapat terus maju dan dapat menghidupi dirinya sendiri
serta keluarga meski dengan berbagai keterbatasan. Berikut pengakuan
dari Bapak Nana Tarna yang kini telah mempunyai sepeda motor khusus
orang cacat, hasil rangkaian seorang temannya yang sesama paraplegia;
79
Informan Soraya, 28 Mei 2009
“… saya ini awalnya normal,, tapi karena kecelakaan waktu kerja bangunan… waktu itu saya jatoh dari atep genteng terus
jatohnya duduk gitu, saya pikir mah kaga kenapa-kenapa eh kaga taunya gak bisa diri. Pokoknya pas tau jadi cacat saya putus asa
banget untung ada Ibu Soraya yang terus-terusan kasih pengertian ke saya.. terus Pak madina juga ngajak saya ke
Bambu Apus ama tempat rehabilitasi yang di Bogor itu yang
katanya bikinan orang jepang cuma dikelola sama orang
DEPSOS. Yaa… akhirnya saya sadar kalo hidup saya masih
harus dijalani….”80
b. Pemberian Kemampuan
Dalam pemberian kemampun pekerja sosial bekerjasama dengan
Okupasi Terapi. Okupasi terapi itu sendiri adalah tempat pembelajaran
bagi semua pasien cacat baik yang rawat inap maupun yang rawat jalan,
ditempat ini pasien akan diberi berbagai kemampuan melakukan
kegiatan sehari-hari seperti cara naik dan turun dari kursi roda,
berpindah tempat dari kursi roda ke tempat duduk atau kloset.
Sementara itu tugas dari pekerja sosial itu sendiri adalah
merekomendasikan pasien agar mendapatkan pelatihan tersebut dan
memantau atas perkembangan pasien dari hari kehari. Sebagaimana
yang dikatakan oleh Ibu Soraya;
“… disini kami bekerja sama dengan okupasi terapi, dan disana
nantinya pasien akan mendapatkan pelatihan bagaimana cara
melakukan kegiatan sehari-hari mereka. Dan… tugas kami
pekerja sosial adalah melakukan pemantauan dan
merekomendasikan pasien kepada okupasi terapi, yaa… meskipun pada dasarnya sudah direkomendasikan oleh dokter
yang menangani pasien…”81
80
Informan Nana Tarna, 20 Mei 2009 81
Informan Soraya, 28 Mei 2009
Nona Dewi, selaku pasien rawat inap diruang rehabilitasi medik
mengakui bahwa benar adanya beliau mendapatkan pelatihan keseharian
yang diberikan oleh para terapis di okupasi terapi dan pekerja sosial
yang merekomendasikan serta memantau perkembangan beliau setiap
harinya. Selain itu Nona Dewi merasa tertolong dengan adanya pelatihan
ini beliau jadi dapat melakukan kegiatan sehari-harinya di rumah sakit
dengan mandiri dan tanpa bantuan dari orang lain, meski beliau
mengaku bahwa sulit melakukan hal tersebut pada walnya terutama saat
berpindah dari kursi roda ketempat lainnya. Berikut pengakuan dari
Nona Dewi;
“… iya, waktu itu saya ragu apa bisa saya ngapa-ngapain sendiri. Eh… pas dapet pelatihan dari kakak-kakak di okupasi terapi
Alhamdulillah sekarang saya kalo mau ngapai-ngapain bisa sendiri gak ngerepotin Umi lagi…”82
Sudah jelas tujuan dari diadakannya pemberian kemampuan ini
adalah untuk memberikan berbagai keterampilan keseharian bagi pasien
dan tatkala pasien keluar dari rumah sakit pasien telah siap dengan
kemapuan melakukan kegiatan sehari-harinya tanpa harus merepotkan
oran lain dan hal in berguna untuk melatih kemandirian pasien.
c. Pemberian Kesempatan
Bagi pasien yang telah siap untuk pulang kelingkungan masing-
masing sebulum benar-benar pulang pekerja sosial melakukan
pemberian kesempatan kepada pasien bagi yang ingin kembali bekerja
atau sekolah, tentunya dengan mengadakan konfirmasi ketempat pasien
82
Informan Dewi, 18 Mei 2009
dulu bekerja atau sekolah. Hal ini diakui oleh Bapak Nana Tarna yang
dulu sebelum keluar dari rumah sakit pernah ditawari oleh pekerja sosial
apakah mau melanjutkan kerja atau tidak, berikut penuturan Bapak Nana
Tarna;
“ Iya, Mbak… dulu waktu mau keluaar dari rumah sakit kira-kira
dua apa satu minggu sebelum keluar. Bu Soraya pernah tanya
saya mau kerja ditempat yang dulu apa gak, tapi saya tolak
soalnya kan dulu saya cuma tukang bangunan…jadi yaa.. enggak
mungkin bisa balik kesana kan.”83
d. Mobilisasi Sumber
Bagi pasien yang menolak untuk kembali bekerja atau sekolah
ditempat yang lama, pekerja sosial memberikan alternatif lain yakni
dengan menawarkan tempat rehabilitasi cacat. Ditempat rehabilitasi ini
mereka akan diberi berbagai keterampilan dan pendidikan untuk
menunjang penghudupan mereka, keterampilan yang diberikan dapat
berupa menjahit, menyulam, computer, keahlian teknis (yang
berhubungan dengan listrik) hingga otomotif tergantung dari minat tiap
pasien. Serupa dengan yang dikatakan oleh Ibu Soraya;
“ Mobilisasi sumber adalah dimana saya selaku pekerja sosial
memberikan alternatif lain untuk pasienyakni memberikan
berbagai informasi mengenai tempat rehabilitasi cacat sehingga
mereka bisa mendapatkan pembelajaran dan berbagai
keterampilan seperti menjahit, computer, otomotif, linstrik dan
lainnya…”84
83
Informan Nana Tarna, 20 Mei 2009 84
Informan Soraya, 28 Mei 2009
Hal ini juga diakui oleh Bapak Nana Tarna yang pernah
menjalani rehabilitasi di Bogor, berikut pengakuan dari Bapak Nana
Tarna;
“ Iya saya pernah ngejalanin pelatihan di Bogor tapi cuma
sebentar yaa… sekitar setahunan gitu yaa… Alhamdulillah
sekarang bisa ngidupin keluarga sekarang saya buka konter pulsa
sama serpisnya sekalian. Dulu kan diajarin elektronik gitu… yaa
Alhamdulillah-lah”85
5. Tahap Monitoring dan Evaluasi
Pada tahap ini tugas pekerja sosial medis adalah memonitoring
atau memantau sejauh mana hasil dari pelaksanaan rencana pemecahan
masalah yang sedang dan sudah berjalan terhadap pasien. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui perkembangan pasien atas treatment yan
telah diberikan. Bapak Madina mengatakan hal serupa, sebagai berikut;
“monitoring atau pemantauan atas treatment yang diberikan
apakan mengalami kegagalan atau tidak…”86
Setelah melakukan monitoring pekerja sosial melakukan evaluasi
atas perkembangan pasien baik secara psikis maupun fisik pasien itu
sendiri dan hasil evalusi ini dibicarakan dengan tim rehabilitasi medik
setiap hari senin pagi. Hal ini bertujuan untuk menghindari kegagalan
dan langkah apa lagi yang akan dilakukan untuk kemajuan serta
kesembuhan pasien.
6. Tahap Perencanaa dan Pelaksanaan Rencana Tindak Lanjut
85
Informan Nana Tarna, 20 Mei 2009 86
Informan Madina, 27 Mei 2009
Pada dasarnya inti dari tahap ini adalah persiapan yang dilakukan
pekerja sosial medis dalam mempersiapkan segala kondisi atau keadaan
keluarga dan lingkungan agar dapat menerima keadaan pasien, selain itu
pekerja sosial sudah melakukan kunjungan rumah sehingga saat dokter
yang menangani pasien menyatakan pasien sudah diperbolehkan untuk
pulang kondisi rumah sudah dikondisikan semaksimal mungkin sesuai
dengan kondisi pasien. Tentunya pasien yang akan dipulangkan sudah
siap dengan segala kemandiriannya dan tidak bergantung pada
lingkungannya serta dapat melakukan berbagai hal, oleh karena itu saat
akan memutuskan bahwa pasien akan dipulangkan pasien harus berada
ditahap siap dan dalam kondisi terbaik. Hal ini serupa dengan yang
dikatakan oleh Ibu Soraya;
“pada intinya perencanaan dan pelaksanaan tindak lanjut ini adalah persiapan pulang untuk pasien… tentunya berdasarkan
surat rujukan dari dokter terkait dan persiapan yang dilakukan
adalah persipan kondisi rumah dan lingkungan yang disesuaikan
dengan keadaan pasien…”87
Pada saat melakukan kunjungan rumah pekerja sosial medis
mendapatkan beberapa rumah pasien yang tidak memungkinkan
ditempati oleh pasien berkursi roda, oleh karenanya pekerja sosial
menawarkan tempat tinggal sementara ditempat rehabilitasi cacat yang
telah menjalin hubungan kerja sama dengan pihak rumah sakit. Akan
tetapi tidak semua pasien bersedia ditempatkan di rehabilitasi medik dan
bersikeras untuk tinggal di rumah mereka. Hal ini serupa dengan yang
dikatakan oleh Bapak Madina, sebagai berikut;
87
Informan Soraya, 28 Mei 2009
“… pada saat waktu pemulangan pasien ada aja rumah pasien yang kondisi medannya kurang tepat untuk ditinggali pasien
berkursi roda, makanya kami menawarkan tempat tinggal sementara yaa… ditempat rehabilitasi atau yayasan sosial.
Tapi… itu semua tergantung keputusan pasien sendiri…”88
Pernyataan Bapak Madina diatas diakui oleh Nona Dewi selaku
pasien rawat inap yang dua minggu kedepan berencana mendapatkan
izin pulang. Beliau mendapat tawaran untuk tinggal di rehabilitasi cacat,
karena mengingat tempat tinggalnya yang berada dikaki gunung di
daerah Bogor sehingga medan atau lingkungan kurang cocok untuk
pasien berkursi roda. Akan tetapi Nona Dewi menolak da nbersikeras
untuk tetap tinggal di Bogor bersama kedua orang tuanya, selain itu
keluarga pasien tidak mengizin pasien untuk tinggal direhabilitasi
dikarenakan pasien adalah anak tunggal. Berikut pengakuan Nona Dewi;
“oh… ya, waktu tahu saya ada rencana pulang sama Bu Soraya
ditawari ke panti tapi saya tolak. Saya… maunya sama Umi aja,
gak apa gak bisa kemana-mana karena nanti peke kursi roda kan
yang penting tinggal sama keluarga….”89
7. Tahap Terminasi
Tahap terminasi adalah tahap akhir dari pemberian pelayanan
kepada penerima layanan dalam hal ini penerima layanan adalah pasien.
Meskipun pelayanan sosial medis di Instalasi Rehabilitasi Medik yang
diberikan oleh pekerja sosial sudah selesai, namun pekerja sosial tetap
melakukan pemantaun atau kunjungan berkala ke rumah pasien atau
88
Informan Madina, 27 Mei 2009 89
Informan Dewi, 18 Mei 2009
ketempat rehabilitasi pasien. Hal ini serupa dengan yang dikatakan oleh
Bapak Madina;
“ yaa… meski pasien sudah tidak dirawat lagi kami tetap melakukan pemantaun ketempat pasien. yaa… tahap awal dua
minggu sekali lalu jadi sebulan sekali… yaa… sampai kami
yakin bahwa pasien benar-benar memang sudah sewajarnya
dilepas….”90
Selain melakukan pemantau pekerja sosial tetap menjaga
hubungan baik atau silahturahim antara keluarga pasien, pihak rumah
sakit dan bila pasien tinggal di rehabilitasi sosial tentunya menjaga
hubungan baik dengan pihak pengelola rehabilitasi sosial tersebut.
Menjaga hubungan baik atau tali silahturahim ini sesuai dengan ajaran
Islam, dalam Al-Qur’an surat Al-maidah ayat 2 yang berbunyi
Artinya;
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi`ar-syi`ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan
(mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi
Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah
90
Informan Madina, 27 Mei 2009
berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian (mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam,
mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-
Nya.” (QS. Al-maidah : 2)
Hal ini juga diakui oleh Bapak Nana Tarna seorang pasien rawat
jalan yang meski sudah 2 tahun keluar dari rumah sakit namun masih
tetap menjalin hubungan baik dengan pekerja sosial. Berikut pernyataan
Bapak Nana Tarna;
“… yaa… saya merasa beruntung sekali dulu dirawat disini
soalnya selain pelayanan sosial medisnya ngebantu banget sampe sekarang antara saya sama Bu Soraya ama Pak Madina masih
sering ketemu yaa… paling kaga masih suka telpon-telponan yaa… itung-itung silahturahim kan,…”91
Dari semua penjelasan diatas penulis membuatkan tabel tahapan
pelayanan sosial medis yang dilakukan oleh pekerja sosial medis
terhadap pasien paraplegia yang terlampir dalam lampiran.
B. Fungsi Pelayanan Sosial Medis bagi Penderita Paraplegia di Instalasi
Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati.
Pada dasarnya inti dari fungsi pelayanan sosial medis adalah berupaya
semaksimal mungkin mengembalikan keberfungsian sosial pasien, namun
berdasarkan dari hasil wawancara yang sudah dilakukan dapat dirumuskan
bahwa ada lima point penting fungsi dari pelayanan sosial medis. Kelima fungsi
pelayanan sosial medis itu sendiri adalah sebagai berikut;
91
InformanNana Tarna, 20 Mei 2009
1. Membantu menyelesaikan masalah sosial, ekonomi dan emosional
pasien. ketika seseorang dinyatakan atau difonis menjadi seorang
paraplegic atau biasa dikenal dengan lumpuh dua anggota gerak
bawah (kaki) seumur hidup atau permanent, sudah dapat dipastikan
ia akan mengalami depresi berat mulai dari hilangnya rasa
kepercayaan diri, keputus asaan, merasa tidak berguna hingga
perasaan negatif lainnya. Disinilah fungsi utama pelayanan sosial
medis membantu masalah emosional pasien dengan mendengarkan
segala keluh kesah pasien seraya memberikan berbagai alternatif
penyelesaiannya. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Soraya, sebagai
berikut;
“… pasien baru biasanya akan mengalami yang namanya goncangan jiwa berat, semua hal yang ada dipikirannya adalah negatif. Biasanya
butuh usaha keras untuk mendekati pasien seperti ini, dan tentunya kita membutuhkan bantuan dari psikologi… yaa… agar kita lebih
bisa menyelami tingkat emosional pasien…”92
Oleh karenanya penting mengetahui keadaan sosial pasien, diagnosa,
proses penanganan serta program rehabilitasi seperti apa yang cocok
untuk pasien dan paling berdaya hasil. Dengan adanya layanan
bimbingan sosial, konsultasi, wawancara dan membantu mencarikan
donatur maka beban sosial, ekonomi dan emosional pasien akan
berkurang sehingga membantu proses penyembuhan dan
kemandirian pasien tersebut. Hal ini sebagaimana yang jelaskan oleh
Bapak Madina;
92
Informan Soraya, 28 Mei 2009
” yaa... untuk bisa membantu masalah ekonomi, sosial sam emosionlnya pasien kita butuh mengetahui beberapa data penting
tentang pasien...”93
2. Membangun hubungan kekeluargaan yang baik. Dalam proses
penyembuhan ada beberapa pihak yang mentukan keberhasilan
pengobatan pasien, pihak tersebut selain pasein itu sendiri juga ada
pihak keluarga yang mempunyai andil besar dalam memperlancar
proses penyembuhan pasien. Sekali lagi dengan adanya pekerja
sosial medis yang memberikan layanan konsultasi baik bagi pasien
atau keluarga dalam layanan tersebut pekerja sosial akan
menyampaikan baik kepada keluarga maupun pasien agar dapat
memotivasi satu sama lain selain mereka pun akan mendapat
motivasi dari pekerja sosial itu sendiri. Hubungan baik memang
sudah seharusnya dijaga sedini mungkin, hal yang dilakukan oleh
pekerja sosial sesuai dengan sebuah hadist yang diriwayatkan oleh
Bukhori dan Muslim yang artinya;
“ Barang siapa ingin dipanjangkan umurnya oleh Allah maka
hubungkanlah tali kasih sayang (silahturahim)” (HR. Bukhori dan
Muslim)
3 Selain membantu pasien menjalin hubungan baik dengan kelurganya
sendiri, layanan yang diberikan oleh pekerja sosial medis membantu
memperlancar hubungan dengan pihak-pihak yang ada di rumah
sakit. Seperti halnya jika dari pihak dokter atau instalansi lain
membutuhkan keadaan sosial pasien atau data pribadi pasien secara
93
Informan Madina, 27 Mei 2009
lengkap maka dengan adanya layanan wawancara untuk mengetahui
keadaan sosial. Kronologis atau riwat penyakit pasien instalansi lain
tidak perlu mengadakan wawancara kembali namun dapat
menanyakannya secara langsung kepada pekerja sosial medis,
dengan begitu tidak pasien tidak perlu merasa terbebani dengan
berbagai macam pertanyaan yang samaa tiap harinya. Selain itu
karena hubungan baik dengan pihak rumah sakit sudah terjalin maka
penderita pun akan mendapatkan berbagai informasi tentang keadaan
fisiknya selain telah dijelaskan oleh dokter terkait pekrja sosial akan
menjelaskan secara lebbih rinci dan tentunya dengan bahasa yang
mudah dipahami oleh pasien itu sendiri. Hal ini serupa dengan
penjelasan dari Ibu Soraya, sebagai berikut;
“… yaa… Fit, yang namanya menjalin hubungan baik dengan pihak dokter, pasien dan instansi lainnya itu sangat harus. Hal ini bertujuan
agar pasien mendapatkan pelayanan semaksimal mungkin dari
instandi lainnya, kan diawal dibilang kita melakukan rekomendasi
kepada instansi lain. Nah… supaya mereka welcome terhadap pasien
kita maka diawali dari kita sebagai petugas pelayanan sosial
medis….”94
4. Tidak jarang pasien yang enggan dipulangkan meski keadaannya
telah jauh lebih baik dan telah siap untuk kembali kelingkungannya,
hal ini terjadi kerena perasaan cemas dan takut tidak diterima oleh
lingkungan atau takut mendapat perlakuan buruk seperti di ejek atau
diperolok-olok yang pada akhirnya pasien akan mengemukakan
berbagai alasan untuk menunda kepulangnnya. Oleh karenanya
diadakan yang namanya layanan kinjungan rumah, dengan adanya
94
Informan Soraya Kamis 28 Mei 2009
layanan kunjungan rumah, mempermudah pasien berdaptasi dengan
masyarakat atau lingkungannya. Hal ini diakui oleh Bapak Nana
Tarna;
“… waktu dokter bilang saya sudah boleh pulang saya nunda
beberapa hari, bukannya punya banyak uang tapi saya masih belum
siap secara batin. Takut kena pandangan miring gitu… tapi saya bisa
diyakinin sama Bu soraya, eh… gak taunya saya udah ditunggu
dirumah….”95
Seperti halnya yang dilakukan oleh pekerja sosial melakukan
kunjugan rumah meneliti keadaan sosial serta rumah tinggal pasien
dan memberikan berbagai pengertian baik kepada keluarga maupun
masyarakat sekitar tentang bagaimana keadaan pasien saat pulang
nanti sehingga lingkungan terutama tidak merasa kaget atau terkejut
dan hal ini mempermudah pasien untuk melakukan adaptasi dengan
kondisinya yang baru.
5. Selain dari mempersiapkan penyesuain diri pasien dengan
lingkungan masyarakat maupun sebaliknya, seorang pekerja sosial
juga memberiakan layanan persiapan kelengkapan adminstrasi untuk
kepulangan pasien. Dalam layanan ini pekerja sosial akan
menghubungi pihak penanggung jawab mengenai pembayaran atau
kelengkapan biaya yang harus dibayarkan kepada administrasi
rumah sakit, yang kemudian pekerja sosial akan mengkonfirmasikan
hal tersebut kepada pihak adminstrasi rumah sakit sehingga pasien
tidak perlu repot atau pusing dengan biaya yang akan dibayarkan.
95
Informan Nana Tarna Selasa 20 Mei 2009
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelayanan Sosial Medis
1. Faktor pendukung
Selama proses pelayanan sosial medis berjalan ada beberapa faktor
yang mendukung kelancaran pelaayanan sosial medis bagi penderita
paraplegia. Faktor pertama adalah sarana dan prasarana yang disediakan dari
pihak rumah sakit seperti kantor untuk memudahkan pasien melakukan
bimbingan sosial, kursi roda pinjaman dari rumah sakit untuk pasien yang
belum memiliki kursi roda sehingga memudahkan pasien melakukan
berbagai hal dan menerima berbagai layanan dari pekerja sosial medis.
Kedua datang dari pihak keluarga pasien, tatkala pekerja sosial
medis ingin melakukan wawancara untuk keperluaan data dan pasien belum
dapat diwawaaancarai pekerja sosial dapat menanyakan terlabih dahulu
kepada pihak keluarga, selain itu pihak keluarga juga membantu
menghubungkan antara pekerja sosial medis dengan pasien juga membantu
menjelaskan kepada pasien mengenai berbagai treatment dan alternatif
pemecahan masalah baik secara emosional, sosial dan ekonomi.
Ketiga faktor dari luar rumah sakit yakni lembaga sosial yang selalu
memberikan berbagai pembelajaran terhadap pasien mengenai harapan serta
kesediaan lembaga rehabilitasi sosial untuk menampung atau memberikan
tempat tinggal sementara bagi pasien yang memiliki kondisi rumah tidak
memungkin serta medan yang sulit untuk dilalui dan lembaga yang selalu
memberikan bantuan baik berupa uang maupun alat bantu kepada pasien.
Pendukung terakhir adalah semangat yang dimiliki oleh pasien untuk
terus maju berusaha dan tak terpuruk dalam keterbatasan yang mereka
miliki. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Ibu Soraya, sebagai berikut;
”... faktor pendukung itu banyak sekali ya... baik dari pihak rumah
sakit, keluarga pasien, pendonor dana bantuan juga dari pihak
lembaga sosial semuanya membantu memperlancar pelayanan sosial
medis... sehingga proses penyembuhan pasien pun menjadi lebih
cepat....”96
Hal serupa juga dikatakan oleh Bapak Madina selaku pekerja sosial
bagian lapangan, sebagai berikut;
”... yaa... karena saya ini lebih banyak melakukan kunjungan keluar
baik kunjungan rumah pasien baru atau lama, kunjungan lembaga sampai antar pasien ketempat donatur... yang namanya fasilitas
kendaraan itu mendukung sekali....”97
2. Faktor Penghambat
Dalam setiap layanan pastinya terdapat berbagai penghambat proses
pelayanan sosial medis. Selama peneliti melakukan penelitian di instalasi
rehabilitasi medik bagian pelayanan sosial medis, melihat beberapa kendala
namun yang sangat nyata terlihat adalah kekurangannnya sumber daya
manusia dari pekerja sosial itu sendiri. Jumlah pekerja sosial di instalasi
rehabilitasi medik hanya berjumlah dua orang saja, hal ini menjadi
penghambat karena tatkala pasien tengah banyak mereka menjadi kerepotan
dalam melakukan berbagai layanan. Hal ini diakui oleh Ibu Soraya yang
sering sekali merasa kerepotan jika pasien tengah banyak, berikut
pengakuannya;
96
Informan Soraya Kamis 28 Mei 2009 97
Informan Madina Rabu 27 Mei 2009
” Penghambatnya itu satu. Cuma satu... kami kekurangan orang. Kekurangan SDM,,, jadi saat Pak Madina tugas luar terkadang saya
kerepotan tapi pada bulan ini pasien cuma sedikit hanya ada duabelas orang jadi tidak terlalu repot....”98
Meskipun yang diakui oleh pekerja sosial kendala atau penghambat
yang mereka hadapi hanyalah pada kekurangannya tenaga ahli dalam bidang
pelayanan sosial medis, namun menurut pemantauan yang penulis lakukan
dilapangan ada penghambat atau kendala lain yang menyebabkan pasien
mengalami keterlambatan dalam memiliki alat bantu atau menerima
pelayanan lainnya. Kendala ini berasal dari pihak luar rumah sakit dan pihak
pekerja sosial medis secara pribadi, yakni berasal dari pihak donatur atau
pemberi dana bantuan yang kerap kali mengalami keterlambatan
memberikan dana bantuannya kepada pasien.99
98
Informan Madina Rabu 27 Mei 2009 99
Catatan Lapangan Penulis, pada hati dan tanggal, Selasa 12 Mei 2009.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah peneliti lakukan serta
berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan dalam tiap-tiap
bab maka dapat disimpulkan bahwa tahapan pelayanan sosial medis bagi
penderita paraplegia di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatmawati
terbagi menjadi tujuh bagian atau tujuh tahapan. Tahapan pertama adalah
tahap penerimaan atau tahap intake,tahap kedua adalah tahap assessment
atau pengumpulan data, tahap ketiga adalah rencana intervensi pemecahan
masalah, tahap keempat adalah implementasi rencana intervensi atau
pelaksanaan dari pemecahan masalah, tahap kelima adalah monitoring dan
evaluasi atau pemantauan, tahap keenam adalah perencanaan dan
pelaksanaan rencana tindak lanjut dan tap terakhir adalah yaitu tahap
ketujuh adalah pemutusan pelayanan atau terminasi.
Sedangkan fungsi pelayanan sosial medis bagi penderita paraplegia
di instalansi rehabilitasi medik RSUP Fatmawati adalah membantu
menyelesaikan masalah ekonomi, sosial dan emosional pasien, menjalin
hubungan kekeluargaan dengan pihak keluarga pasien, menjalin hubungan
yang baik dengan dokter dan instansi lain, meyakinkan pasien bahwa pasien
akan diterima oleh lingkungan pasien meskipun kini keadaan pasien sudah
tidak seperti dulu lagi. mempersiapkan kelengkapan administrasi pasien
agar saat pasien meninggal rumah sakit sudah tidak ada tunjangan lagi.
Selain itu mempersiapkan tempat rehabilitasi jika memang ada yang hendak
belajar berbagai keterampilan di tempat rehabilitasi.
Berikut adalah faktor-faktor yang mendukung dan menghambat
pelayanan sosial medis, sebagai berikut;
1. Faktor pendukung
a. Faktor sarana dan prasarana yang ada di RSPU Fatmawati yang
memang telah secara khusus disediakan untuk pasien berkursi
roda seperti akses jalan, kamar mandi, ruang rawat, laboratorium
dan lain-lain.
b. Pembebasan biaya registrasi atau pendaftaran saat pasien ingin
melakukan konsultasi atau bimbingan sosial.
c. Faktor dukungan dari keluarga pasien yang mempercepat proses
penyembuhan dan pengobatan pasien.
d. Faktor dari pasien itu sendiri yang selalu ingin berubah dan
menjadi lebih maju dengan cara serius menjalani pengobatan.
2. Faktor penghambat
a. Kurangnya sumber daya manusia dalam hal ini kurangnya tenaga
pekerja sosial medis.
b. Keterlambatan bantuan baik berupa materi maupun alat bantu
dari pihak donatur yang menyebabkan keterlambatan pemberian
layanan bagi pasien.
B. Saran
Berdasarkan uraian kesimpulan diatas dapat dilihat bahwa masih
banyaknya permasalahan yang timbul dalam proses pelayanan sosial medis
di instalansi rehabilitasi medik. Meski demikian pelayanan sosial medis di
instalansi rehabilitasi medik merupakan suatu pelayanan yang sangat
dibutuhkan oleh pasien paraplegia baik pasien rawat jalan maupun pasien
rawat inap. Oleh karenanya perlu adanya penambahan sumber daya masusia
dalam hal ini tenaga ahli pekerja sosial medis, agar pada saat memberikan
pelayanan pekerja sosial medis tidak lagi kewalahan atau kerepotan karena
kurangnya tenaga ahli. Selain itu pekerja sosial harus menjalin hubungan
lebih baik lagi dengan pihak donatur sehingga donatur tidak lagi melakukan
keterlambatan dalam memberikan bantuannya.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Adi, Rukminto, Isbandi, Ilmu Kesejahteraan Sosial; Pengantar pada
Pengertian dan beberapa pokok Bahasan, (Depok, FISIP UI Prees,
2004), cet. 1
Akbar, Setiady, Purnomo dan Usman, Husain. Metodologi Penelitian Sosial
(Jakarta: PT Bumi Aksara. 2000), cet. Ke-3
Arifin, Tatang M, Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: Rajawali Press, 1968.
Braht, N.F, Social Work in Health Care, (New York; The Howard Press, 1978)
Buku Saku Pekerja Sosial, (Jakarta; 2004)
Consuelo G. Sevilla, dkk, Pengantar Metode Penelitian, (UI Press, 19993)
Dubois, B & Miley, K.K, Social Work An Empowering Professional, (Boston;
Ally and Bacon, 1999)
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI, Materi Mata Kuliah Metode
Penelitian Sosial, (Jakarta : Fisip UI, 2001
Fallon, Bernaddete, So You Are Paralyed (Jadi, Anda Lumpuh)
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, (Yogyakarta : Andi Offset, 1989)
Hadari, Nawawi, Instrumen Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta : Gajah
Mada University Press, 1992)
Indonesia, Departemen Kesehatan, Direktorat Jendral Pelayanan Medik,
Pedoman Pelayanan RehabilitasiMedik di RSU Kelas A, B & C...Edisi
ke II, Jakarta Departemen Kesehatan, 1997.
Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial : Suatu teknik penelitian bidang
kesejahteraan sosial dan ilmu sosial lainnya (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. 2004)
Johnston, Mary, Relasi Dinamis antara Pekerja Sosial dengan Klien dalam
Setting Rumah Sakit, Solo: Sri Laksana Purna, 1988
Keraf, Gorys, Komposisi; Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa
Lawrence W. Neuman, Social Research Methods:Qualitative dan Quantitative
Aproaches (Needhams Heights: Allyn & Bacon. 2000)
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja :
Rosdakarya, 1991).
Marzuki, Metodologi Riset, (Yogyakarta: BPFE-UII, 1995).
Nasir, Moh, Metode Penelitian (Jakarta :Ghalia Indonesia, 1993).
Peraturan Pemerintah RI No.36/1980 Tentang Usaha Kesejahteraan Sosial Bagi
Penyandang Cacat
Riana, Wahyudi, Agus, Sistem Usaha-Usaha Kesejahteraan Sosial, Bandung:
FISIP UNPAD, 1993
Salam, Syamsir , dan Arifin, Jaenal, Metodelogi Penelitian Sosial, ( Jakarta:
UIN Press, 2006 )
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Alvabeta, April
2007) cet. Ke-3.
Sukoco, Heru, Dwi , Kemitraan dalam Pelayanan Sosial, dalam Isu-Isu Tematik
Pembangunan Sosial, (Jakarta; 1997)
Suud, Mohamad, 3 Orientasi Kesejahteraan Sosial, (Jakarta; Prestasi Pustaka,
2006)
Syarif, Muhidin, Pengantar Kesejahteraan Sosial, Bandung : STKS, 1997.
UU RI No.4/1997 Tentang Penyandang Cacat
B. Makalah
Dimyati, Muhyidin, dalam Makalahnya Dasar Kegiatan Rehabilitasi Medik,
Bandung: Lokakarya Paguyuban Stroke: 1993
Fahrudi, Adi, Makalah Pekerja Sosial Medis di Rumah Sakit; Tinjauan
Konseptual, dalam Seminar Sehari Membangun Sinergitas Pelayanan
Sosial Medis dan Peningkatkan Kualitas Pekerja Sosial Medis di Rumah
Sakit, (Jakarta; Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Mei 2007)
Pujiono, Puji, Isu-Isu Kesejahteraan Sosial dan Peran Profesi Kesejahteraan
Sosial, dalam Seminar di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta Maret 2005
Soraya, Makalah Pelayanan Sosial Medis di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP
Fatmawati, dalam Seminar Sehari Membangun Sinergitas Pelayanan
Sosial Medis dan Peningkatan Kualitas Peran Pekerja Sosial Medis di
Rumah Sakit, (Jakarta; Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Mei 2007)
C. Artikel
Depertement Sosial R.I, Badan Penelitian dan Pengembangan Sosial, Istilah
Usaha Kesejahteraan Sosial, (Jakarta; 1997)
D. Website/Online
www.apparelyzed.com, Jenis Kelumpuhan – Quadriplegia (Tertraplegia) dan
Paraplegia, diakses pada 26 November 2008
www.bkn.go.id, diakses pada 15 Desember 2008
www.blogs.unpad.ac.id, diakses pada 12 Desember 2008
www.depsos.go.id, diakses pada 31 Oktober 2008
www.indrasufian.blogspot.com, diakses pada 12 Desember 2008
www.phka3-sosiatri.org, diakses pada 10 Desember 2008
Jumlah Karyawan di
Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Fatamawati
NO Bagian/Instalansi Jumlah Keterangan
L P
1 KA. IRM dan Koordinasi 3 1 2
2 Tata Usaha IRM 4 3 1
3 Fisioterapi 23 17 6
4 Okupasi Terapi 4 1 3
5 Terapi Wicara 5 3 2
6 Pekerja Sosial Medis/PSM 2 1 1
7 Psikologi 1 - 1
8 Rehabilitasi Jantung 3 - 3
9 Prostetik Ortetik/PO 3 3 -
10 Workshop 2 2 -
11 Entry Data 3 1 2
Lain-lain
12 Kasir 2 1 1
13 Tenaga Teknik dan Bantu 2 1 1
14 Cleaning Service 2 2 -
Jumlah 36 23
Total 59
Daftar Nama Karyawan
Di Instalasi Rehabilitasi medik
No. Nama Keterangan
L P
1. Dr. A. Peny Kusumastuti, Sp.RM √
2. Dr. Jony Sieman, Sp.RM √
3. Drs. Titie Werdiastuti, Psi., M.Si √
4. Drs. G. Petrus √
5. Suparno √
6. Kuntadi √
7. Yurna Beti √
8. M. Jamaludin, SKM, SSt. Ft √
9. Drs. Sutaryo, Sp.RM √
10. Titik Suwarsih, SM.Ph √
11. Erlina, SM.Ph √
12. Totok Dwi B. SM.Ph √
13. Henry Drajat S., SM.Ph √
14. Purwo Rudanto, SM.Ph √
15. Indriyanto Agus, SM.Ph √
16. Cecep Rupandi, SM.Ph √
17. Diwanggani, SM.Ph √
18. Siti Asih, SM.Ph √
19. Virgorikan B. R, SM.Ph √
20. Didhik Jatmiko, SM.Ph √
21. Wirdaningsih, SM.Ph √
22. Hery Susilo, SM.Ph √
23. Ahmad Syakib, SM.Ph √
24. Sarono, SKM, SSt.Ft √
25. Indaryati Sri Utami, SM.Ph √
26. Wahyu Nugroho, Amd.Ft √
27. Ari Sudarsono, SSt.Ft., SKM √
28. Sri Sulistyowati, SM.Ph √
29. I. Ketut Suarbudi, Amd.PT √
30. Rusdiyah Nur Imani, Amd.PT √
31. Mahrus As’ari, Amd.OT √
32. Aruna Daniswari, Amd.OT √
33. Richlina Yanti, Amd.OT √
34. Siti Zulaychah √
35. Sugiri, Amd.TW √
36. Enan Sutinah, Amd.TW √
37. Mahasin Toha, Amd.TW √
38. Muhmmad Yakub √
39. Lili Asmarini, Amd.TW √
40. Soraya, S.Sos √
41. Madinah √
42. Woro Kurnianingrum, M.Psi √
43. Zr. Erliza Elsi Harti √
44. Zr. Amriati √
45. Zr. Maryani √
46. Bebeng ZE √
47. Sumedi √
48. Hartono √
49. Warudju Santoso √
50. Kadri √
51. Tri Utami √
52. Monika Jeni Saragih, S.Psi √
53. Soghir √
54. Bambang EP √
55. Martini √
56. Arja √
57. Asi Moeranto √
58. Narji √
59. Ajat √
Tahapan Pelayanan Sosial Medis
No Tahap Rincian Kegiatan
1 Intake - Menerima referal pasien dari
dokter, suster maupun profesi
lain
- Menerima permintaan langsung
dari pasien atau keluarganya
2 Assessment - Mengumpulkan dan
menganalisis data pemasalahan
dan sumber
- Melakukan diagnosa sosial
- Menentukan fokus intervensi /
pemecahan masalah
3 Rencana
Intervensi /
Pemecahan
Masalah
- Menentukan tujan intervensi /
pemecahan masalah
- Menentukan indikator-indikator
keberhasilan
- Menentukan strategi, metoda
dan teknik
4 Implementasi
Rencana
Intervansi
- Melaksanakan rencana
intervensi yang mencakup
pemberian kesadaran,
pemberian motivasi, pemberian
kemampuan, pemberian
kesempatan dan mobilisasi
sumber
5 Monitoring dan
Evaluasi
- Melakukan pemantauan
terhadap pelasanaan rencana
intrvensi
- Melakukan evaluasi terhadap
proses maupun hasil intervensi
dalam hal keberhasilan, faktor
pendukung dan penghambatnya
6 Perencanaan dan
Pelaksanaan
Rencana Kerja
Tindak Lanjut
- Membuat dan melaksanakan
rencana pengembalian pasien
dalam bentuk referal dokter,
suster atau profesi lainnya
- Mempersiapkan kondisi rumah
atau lingkungan dimana pasien
akan dikembalikan
7 Terminasi - Menghentikan proses pelayanan
sosial
IRNA Rawat Jalan
Bimbingan Sosial
Pihak Penjamin
Service
Point
Kunjungan rumah
Pihak Penjamin
Alternatif Penyelesaian
Kunjungan rumah
Bimbingan Sosial
Penyaluran kelembaga
sosial
Alur Pelayanan Sosial Medis
Pasien
Prosedur Penanganan penderita paraplegia rawat inap
Data
Pencatatan
Data/Masalah
Keluarga/Pasien Pekerja Soaial
Koordinator
Angsuran Jaminan Pembayaran
Jaminan Bimbingan Sosial Evaluasi Pembayaran
Rencana Pemulangan
Kunjungan/Menghubungi kerempat
pasien bekerja
Kunjungan Rumah
Sarana Tinggal
Rehabilitasi Laporan Dokter
Siap Pulang Pulang
Ruang Rawat Rehabilitasi Medik (R3M)
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Pelayanan-Pelayanan yang ada di Instalasi Rehabilitasi Medik
Pelayanan Elektroterapi Pelayanan Gymnasium
Pelayanan Okupasi Pelayanan Sosial Medis
Prostetik Ortetik Wrokshop Kursi Roda